PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DENGAN METODE EKSPERIMEN DI LABORATORIUM DAN DEMONSTRASI TERHADAP PRESTASI BELAJAR DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH SISWA PADA MATERI POKOK LAJU REAKSI KELAS XI IPA SEMESTER I SMA NEGERI 1 TAWANGSARI TAHUN AJARAN 2009/2010
SKRIPSI
SKRIPSI
Oleh: TITIK SUNDARI K3305019
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
1
2
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DENGAN METODE EKSPERIMEN DI LABORATORIUM DAN DEMONSTRASI TERHADAP PRESTASI BELAJAR DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH SISWA PADA MATERI POKOK LAJU REAKSI KELAS XI IPA SEMESTER I SMA NEGERI 1 TAWANGSARI TAHUN AJARAN 2009/2010
Oleh: TITIK SUNDARI K3305019
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mandapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
3
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, Januari 2010 Pembimbing I
Pembimbing II
Dra. Hj. Tri Redjeki, M. S.
Drs. J. S. Sukardjo, M. Si.
NIP. 19510601 197603 2 004
NIP. 19480914 198002 1 001
4
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari
:……………………………
Tanggal :……………………………
Tin Penguji Skripsi :
Nama Terang
Tanda Tangan
Ketua
: Dra. Hj. Kus Sri Martini, M. Si.
Sekretaris
: Prof. Dr. H. Ashadi
Anggota I
: Dra. Hj. Tri Redjeki, M. S.
Anggota II
: Drs. J. S. Sukardjo, M. Si.
Disahkan Oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd. NIP. 19600727 198702 1 001
...................... ...................... ....................... .......................
5
ABSTRAK Titik Sundari, K3305019. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Metode Eksperimen di Laboratorium dan Demonstrasi terhadap Prestasi Belajar Ditinjau dari Sikap Ilmiah Siswa pada Materi Pokok Laju Reaksi Kelas XI IPA Semester I SMA Negeri 1 Tawangsari. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret. Januari: 2010.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium dan demonstrasi terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok laju reaksi. (2) Pengaruh antara siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan sikap ilmiah rendah terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok laju reaksi. (3) Interaksi antara model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium dan demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar pada materi pokok laju reaksi. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah Factorial Design 2 ´ 2. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Tawangsari Tahun Ajaran 2009/2010 yang terdiri dari 3 kelas yaitu XI IPA 1, XI IPA 2, XI IPA 3. Sampel diambil secara Cluster Random Sampling dan didapatkan kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen 1dan XI IPA 3 sebagai kelas eksperimen 2. Jumlah siswa pada masing-masing kelas eksperimen adalah 32 siswa. Teknik pengumpulan data untuk mendapatkan data prestasi belajar kognitif dengan menggunakan metode tes sedangkan data sikap ilmiah dan prestasi belajar afektif dengan menggunakan metode angket. Sebagai uji prasyarat analisis menggunakan uji normalitas, uji homogenitas, dan uji t-matching. Pengujian hipotesis dengan Analisis Varian Dua Jalan dengan Sel Tak Sama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Ada pengaruh pembelajaran kimia menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium dan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode demonstrasi terhadap prestasi belajar kognitif yang ditunjukkan
6
oleh harga Fhitung = 6,230 > Ftabel = 4,00 tetapi tidak ada perbedaan pengaruh pembelajaran kimia menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium dan pengajaran Jigsaw dengan metode demonstrasi terhadap prestasi belajar afektif yang ditunjukkan dari harga Fhitung = 0,433 < Ftabel = 4,00. (2) Ada pengaruh sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar kognitif siswa yang ditunjukkan oleh harga Fhitung = 6,819 > Ftabel = 4,00 tetapi tidak ada perbedaan pengaruh sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar afektif siswa yang ditunjukkan oleh harga Fhitung = 0,167 < Ftabel = 4,00. (3) Tidak ada interaksi antara model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium dan metode demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa pada materi pokok Laju Reaksi yang ditunjukkan oleh harga Fhitung = 0,346 < Ftabel = 4,00 untuk aspek kognitifnya sedangkan aspek afektif Fhitung = 0,055 < Ftabel = 4,00.
Kata Kunci: Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw, Eksperimen di laboratorium, Demonstrasi, Laju Reaksi
7
ABSTRACT
Titik Sundari, K3305019. The Effect of Jigsaw Type Learning Model with Laboratory Experimental and Demonstration Methods on the Learning Achievement Viewed From Student’ Scientific Attitude on Subject Matter of Reaction Rate of XI IPA Graders of Semester I of SMA Negeri 1 Tawangsari in the School Year of 2009/2010. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty, Sebelas Maret University. January: 2010. The objectives of research are to find out: (1) The effect of Jigsaw type cooperative learning model with laboratory experiment and demonstration methods on the student learning achievement in the subject matter of Reaction Rate; (2) The effect between the students with higher scientific attitude and the one with lower scientific attitude on the student learning achievement in the subject matter of Reaction Rate; and (3) the interaction between the Jigsaw type cooperative learning model using laboratory experiment and demonstration methods with student’s scientific attitude on the student learning achievement in the subject matter of Reaction Rate. This research employed an experimental method with a 2 x 2 Factorial Design. The sample population of this research was the XI IPA grades of SMA Negeri 1 Tawangsari in the school year of 2009/2010 consisting of 3 classes: XI IPA 1, XI IPA 2, and XI IPA 3. The sample was taken using Cluster Random Sampling technique and XI IPA 1 was determined as Experiment Class 1 and XI IPA 2 as Experiment Class 2. The number of students in each experiment class is 32. Technique of collecting data used for obtaining the data on cognitive learning achievement was test method, while for obtaining data on scientific attitude and affective learning achievement the questionnaire was used. The analysis requirement tests used was normality, homogeneity, and t-matching tests. The hypothesis testing was done using A Two-Way Variance Analysis with different cells.
8
The result of research shows that: (1) There is an effect of chemistry learning by Jigsaw type Cooperative Learning model with laboratory experiment method and Jigsaw type Cooperative Learning model with demonstration method on the student’s cognitive learning achievement ,it is indicated by the value of F statistic
= 6.230 > Ftable = 4.00 but there is no effect difference of chemistry learning
by using Jigsaw type Cooperative Learning model with laboratory experiment method and Jigsaw type Cooperative Learning model with demonstration method on the student’s affective learning achievement, it is indicated by the value of Fstatistic = 0.433 < Ftable = 4.00. (2) There is an effect of student’s scientific attitude on the student’s cognitive learning achievement it is indicated by the value of Fstatistic = 6.819 > Ftable = 4.00 but there is no effect difference of students’ scientific attitude on the students’ affective learning achievement. It is indicated by the valu of Fstatistic = 0.167 < Ftable = 4.00. (3) There is no interaction of Jigsaw type Cooperative Learning model with laboratory experiment method and Jigsaw type Cooperative Learning model with demonstration method and the student’s scientific attitude on the student’s cognitive and affective learning achievement in the subject matter of Reaction Rate, it t is indicated by the value of Fstatistic = 0.346 < Ftable = 4.00 for cognitive learning achievement and the affective learning achievement Fstatistic = 0.055 < Ftable = 4.00
Keywords: Jigsaw Type Cooperative Learning, Laboratory Experiment, Demonstration, Reaction Rate.
9
MOTTO “..Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan sebaik-baik pelindung.“ (Q.S. Ali - ‘Imran : 173) “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh urusan yang lain.” (Q.S. Al Insyirah : 6-7) “Sesungguhnya orang yang beramal dan berjuang tanpa didasari dengan ilmu, maka dia akan membuat lebih banyak kerusakan dari pada kebaikan”. (Umar bin Abdul Aziz) “Kesulitan dan kegagalan yang bertubi-tubi adalah proses yang harus dibayar untuk meraih kesuksesan, yakin dan percaya bahwa tiada usaha yang sia-sia” (Penulis)
10
PERSEMBAHAN Goresan tinta ini kupersembahkan teruntuk : ¨ Bapak dan Ibu tercinta yang selalu memberikan yang terbaik untukku. ¨ Kakak-kakakku tersayang dan keluarga. ¨ Keponakanku Dita Maharani dan Alissya Brillianti terkasih. ¨ Sahabat-sahabatku terima kasih atas segala motivasinya. ¨ Saudara-saudaraku Pendidikan Kimia 2005 atas persaudaraannya selama ini. ¨ Teman-teman Pendidikan Kimia FKIP UNS. ¨ Almamaterku UNS tercinta.
11
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb Alhamdulillahirobbil’alamin puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Suri Tauladan , Muhammad SAW, juga atas keluarga, sahabat dan seluruh umatnya yang tetap istiqomah di jalannya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi dapat terselesaikan dengan baik atas bantuan semua pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian. 2. Ibu Dra. Hj. Kus Sri Martini, M. Si., selaku Ketua Jurusan P. MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian. 3. Ibu Dra. Hj. Tri Redjeki, M. S., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia yang telah memberikan ijin penelitian dan selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, tuntunan, pengarahan dan saran kepada penulis. 4. Bapak. Drs. J.S. Sukardjo, M. Si., selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, tuntunan, pengarahan dan saran kepada penulis 5. Bapak Drs. Haryono, M. Pd, selaku Pembimbing Akademik atas waktu bimbingan, nasehat, dan ilmunya bagi penulis selama ini. 6. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Kimia yang telah memberikan banyak ilmu. 7. Ibu Nurma Yunita Indriyani, S. Pd, M. Si. atas kepercayaannya selama ini. 8. Ibu Hj. Sri Lastari, S.Pd, M. Pd., selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Tawangsari yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan penelitian. 9. Ibu Aryani Puji Hastuti, S.Pd. selaku guru mata pelajaran kimia kelas XI IPA SMA Negeri 1 Tawangsari.
12
10. Bapak Drs. Petrus Daryanto dan Ibu Sunarni, S.Pd. selaku guru mata pelajaran kimia SMA Negeri 1 Tawangsari. 11. Bapak Ibu Guru dan keluarga besar SMA Negeri 1 Tawangsari atas kebaikan dan keramahannya selama penelitian di SMA Negeri 1 Tawangsari . 12. Siswa kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 SMA Negeri 1 Tawangsari atas kerjasamanya selama penelitian. 13. Bapak dan Ibuku tersayang yang telah memberikan cinta, kasih sayang dan pengorbanannya selama ini. 14. Kakak-kakakku dan keluarga besarku. 15. Sahabat-sahabatku (Apri, Elmi, Linggar, Titin, Ika, Tina, Ima, Citra, Astri, Gusik, Evi, Meike, Dieni, Himawan, Tomy) terima kasih atas motivasi dan bantuannya. 16. Saudara-saudaraku mahasiswa Pendidikan Kimia 2005. 17. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia FKIP UNS angkatan 2007-2003. Penulis menyadari akan adanya kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, saran, dan kritiknya yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca. Wassalamu’alaikum. wr. wb
Surakarta, Januari 2010 Penulis
13
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL..................................................................................
i
HALAMAN PENGAJUAN.......................................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN...................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................
iv
HALAMAN ABSTRAK............................................................................
v
HALAMAN ABSTRACT .........................................................................
vii
HALAMAN MOTTO ................................................................................
ix
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................
x
HALAMAN KATA PENGANTAR..........................................................
xi
DAFTAR ISI..............................................................................................
xiii
DAFTAR TABEL......................................................................................
xvi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xviii
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................
xx
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang...........................................................................
1
B. Identifikasi Masalah...................................................................
5
C. Pembatasan Masalah..................................................................
5
D. Perumusan Masalah ...................................................................
6
E. Tujuan Penelitian .......................................................................
6
F. Manfaat Penelitian......................................................................
6
BAB II. LANDASAN TEORI A. Kajian Teori .............................................................................
8
1. Belajar dan Pembelajaran.....................................................
8
2. Pembelajaran Kooperatif......................................................
12
3. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw .................................
16
4. Metode Mengajar .................................................................
18
5. Metode Eksperimen .............................................................
19
6. Metode Demonstrasi ............................................................
21
7. Sikap Ilmiah .........................................................................
22
14
8. Prestasi Belajar.....................................................................
24
9. Materi Pokok Laju Reaksi..................................................
26
B. Kerangka Berpikir....................................................................
43
C. Hipotesis...................................................................................
47
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A.Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................
48
1. Tempat Penelitian.................................................................
48
2. Waktu Penelitian ..................................................................
48
B. Metode Penelitian .....................................................................
48
1. Variabel Penelitian ................................................................
49
a. Variabel Bebas .................................................................
49
b. Variabel Terikat ...............................................................
50
2. Prosedur Penelitian................................................................
50
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ...............................
51
1. Populasi .................................................................................
51
2. Sampel ...................................................................................
51
D. Teknik Pengumpulan Data.........................................................
51
1. Sumber Data...........................................................................
51
2. Instrumen Penelitian ..............................................................
52
a. Instrumen Penilaian Kognitif ............................................
52
1) Uji Validitas ..................................................................
52
2) Uji Reliabilitas ..............................................................
53
3) Uji Taraf Kesukaran Soal..............................................
54
4) Uji Taraf Pembeda Suatu Item......................................
55
b. Instrumen Afektif dan Sikap Ilmiah .................................
56
1) Uji Validitas .................................................................
57
2) Uji Reliabilitas ..............................................................
58
E. Teknik Analisa Data ..................................................................
60
1. Uji Prasyarat Analisis ............................................................
60
a. Uji Normalitas...................................................................
60
b. Uji Homogenitas ...............................................................
61
15
c. Uji t-matching ...................................................................
62
2. Pengujian Hipotesis ...............................................................
63
a. Analisis Variansi Dua Jalan dengan Frekuensi Tak Sama
63
b. Uji Lanjut Anava (Uji Scheffe) .........................................
66
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data...........................................................................
67
1. Data Sikap Ilmiah Siswa Pada Materi Pokok laju Reaksi.....
67
2. Data Prestasi Kognitif Siswa Materi Pokok Laju Reaksi......
70
3. Data Prestasi Afektif Siswa Materi Pokok Laju Reaksi........
74
B. Pengambilan Sampel Penelitian ................................................
76
1. Uji Normalitas Keadaan Awal ..............................................
76
2. Uji Homogenitas Keadaan Awal...........................................
76
3. Uji Keseimbangan ..................................................................
77
C. Pengujian Prasyarat Analisis ......................................................
78
1. Uji Normalitas ........................................................................
78
2. Uji Homogenitas ....................................................................
79
D. Hasil Pengujian Hipotesis ..........................................................
80
1. Hasil Analisis Variansi Dua Jalan ..........................................
80
2. Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian......................................
83
a. Pengujian Hipotesis Pertama .............................................
83
b. Pengujian Hipotesis Kedua................................................
84
c. Pengujian Hipotesis Ketiga................................................
84
3. Uji Lanjut Pasca Anava ..........................................................
85
E. Pembahasan Hasil Analisa Data .................................................
86
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...............................................................................
91
B. Implikasi....................................................................................
91
C. Saran..........................................................................................
92
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
93
LAMPIRAN...............................................................................................
95
16
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Hasil Percobaan Penentuan Persamaan Laju Reaksi antara Gas NO dan gas H2 pada Suhu 8000 C......................................................
32
Tabel 2 Hasil Percobaan Penentuan Persamaan laju Reaksi antara Ion Amonium dan Ion Nitrit 250C.....................................................
34
Tabel 3 Contoh Katalis yang Digunakan dalam Industri .........................
42
Tabel 4 Rancangan Penelitian..................................................................
49
Tabel 5 Rangkuman Hasil Uji Validitas Instrumen Penilaian Kognitif...
53
Tabel 6 Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penilaian Kognitif
54
Tabel 7 Rangkuman Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Penilaian Kognitif .......................................................................................
55
Tabel 8 Rangkuman Hasil Uji Daya Pembeda Instrumen Penilaian Kognitif .......................................................................................
56
Tabel 9 Rangkuman Hasil Uji Validitas Instrumen Penilaian Afektif.....
58
Tabel 10 Rangkuman Hasil Uji Validitas Instrumen Sikap Ilmiah............
58
Tabel 11 Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penilaian Afektif .
59
Tabel 12 Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Sikap Ilmiah........
60
Tabel 13 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama
66
Tabel 14 Distribusi Frekuensi Sikap Ilmiah Siswa dengan Pengajaran Jigsaw dengan Metode Eksperimen di Laboratorium.................
68
Tabel 15 Distribusi Frekuensi Sikap Ilmiah Siswa dengan Pengajaran Jigsaw dengan Metode Demonstrasi...........................................
69
Tabel 16 Perbandingan Skor Sikap Ilmiah Siswa antara kelas eksperimen I (Pengajaran Jigsaw dengan Metode Eksperimen di Laboratorium) dan kelas eksperimen II (Pengajaran Jigsaw dengan Metode Demonstrasi)..................................................................
70
Tabel 17 Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Prestasi Kognitif Siswa Pengajaran Jigsaw dengan Metode Eksperimen di Laboratorium.................
71
Tabel 18 Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Prestasi Kognitif Siswa Pengajaran Jigsaw dengan Metode Demonstrasi...........................................
72
17
Tabel 19 Perbandingan Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Prestasi Kognitif Siswa antara kelas eksperimen I (Pengajaran Jigsaw dengan Metode Eksperimen di Laboratorium) dan kelas eksperimen II (Pengajaran Jigsaw dengan Metode Demonstrasi)..................
73
Tabel 20 Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Afektif Siswa Pengajaran Jigsaw dengan Metode Eksperimen di Laboratorium.................
74
Tabel 21 Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Afektif Siswa Pengajaran Jigsaw dengan Metode Demonstrasi...........................................
75
Tabel 22 Perbandingan Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Afekif Siswa antara kelas eksperimen I (Pengajaran Jigsaw dengan Metode Eksperimen di Laboratorium) dan kelas eksperimen II (Pengajaran Jigsaw dengan Metode Demonstrasi) .....................................................
76
Tabel 23 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Keadaan Awal Siswa...........
77
Tabel 24 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Keadaan Awal Siswa .......
77
Tabel 25 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Prestasi Belajar Kognitif Siswa ...........................................................................................
79
Tabel 26 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Prestasi Belajar Afektif Siswa ...........................................................................................
79
Tabel 27 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Sikap Ilmiah Siswa..............
79
Tabel 28 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Prestasi Belajar Kognitif Siswa ...........................................................................................
80
Tabel 29 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Prestasi Belajar Afektif Siswa ...........................................................................................
80
Tabel 30 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Sikap Ilmiah Siswa ..........
80
Tabel 31 Rataan dan Jumlah Rataan Selisih Nilai Kognitif......................
80
Tabel 32 Rangkuman Hasil Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama Aspek Kognitif .......................................................................................
81
Tabel 33 Rataan dan Jumlah Rataan Nilai Afektif.....................................
82
Tabel 34 Rangkuman Hasil Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama Aspek Afektif ....................................................................
82
Tabel 35 Rangkuman Hasil Uji Lanjut Anava Prestasi Kognitif ..............
85
18
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Pembakaran batang korek api lebih cepat daripada “pencoklatan” apel .............................................................................................
27
Gambar 2 Grafik jumlah molekul terhadap waktu......................................
29
Gambar 3 Grafik konsentrasi terhadap laju reaksi......................................
31
Gambar 4 Mekanisme untuk reaksi 2A
35
A2 + B2 ..................................
Gambar 5 Bola akan menggelinding kembali ke lembah bila tidak cukup energi untuk mendorong sampai di puncak ...............................
36
Gambar 6 Diagram energi pada reaksi eksoterm dan endoterm .................
36
Gambar 7 Grafik tingkat energi reaksi dengan katalis................................
39
Gambar 8 Skema kerangka berpikir............................................................
46
Gambar 9 Histogram Sikap Ilmiah Siswa Pengajaran Jigsaw dengan Metode Eksperimen di Laboratorium.........................................
68
Gambar 10 Skema penentuan Histogram Sikap Ilmiah Siswa Pengajaran Jigsaw dengan Metode Demonstrasi ......................
69
Gambar 11 Histogram Perbandingan Sikap Ilmiah Siswa Pengajaran Jigsaw dengan Metode Eksperimen di Laboratorium dan Pengajaran Jigsaw dengan Metode Demonstrasi ...................
70
Gambar 12 Histogram Selisih Nilai Prestasi Kognitif Pengajaran Jigsaw dengan Metode Eksperimen di Laboratorium............................
71
Gambar 13 Histogram Selisih Nilai Prestasi Kognitif Pengajaran Jigsaw dengan Metode Demonstrasi .....................................................
72
Gambar 14 Histogram Histogram Prestasi Kognitif Siswa antara kelas Eksperimen I (Pengajaran Jigsaw dengan Metode Eksperimen di Laboratorium) dan kelas eksperimen II (Pengajaran Jigsaw dengan Metode Demonstrasi).................
73
Gambar 15 Histogram Nilai Prestasi Afektif Pengajaran Jigsaw dengan Metode Eksperimen di Laboratorium .......................................
74
Gambar 16 Histogram Nilai Prestasi Afekif Pengajaran Jigsaw dengan Metode Demonstrasi ..................................................................
75
19
Gambar 17 Histogram Prestasi Afektif Siswa Eksperimen kelas I (Pengajaran Jigsaw dengan Metode Eksperimen di Laboratorium) dan kelas eksperimen II (Pengajaran Jigsaw dengan Metode Demonstrasi)...............................................................................
76
20
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Silabus dan Sistem Penilaian ..................................................
95
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).............................
100
Lampiran 3 Lembar Kegiatan Siswa ..........................................................
113
Lampiran 4 Petunjuk Kegiatan Praktikum Kelas Pengajaran Jigsaw dengan Eksperimen di Laboratorium ......................................
132
Lampiran 5 Petunjuk Kegiatan Demonstrasi Kelas Pengajaran Jigsaw dengan Demonstrasi................................................................
137
Lampiran 6 Kisi-Kisi Angket Sikap Ilmiah ...............................................
143
Lampiran 7 Angket Sikap Ilmiah Materi Pokok Laju Reaksi .....................
144
Lampiran 8 Uji Validitas Dan Reliabilitas Sikap Ilmiah ............................
148
Lampiran 9 Penentuan Kategori Sikap Ilmiah............................................
151
Lampiran 10 Kisi Kisi Instrumen Kognitif Materi Pokok Laju Reaksi ........
152
Lampiran 11 Instrumen Soal Kognitif Materi Pokok Laju Reaksi ..............
154
Lampiran 12 Kunci Jawaban Instrumen Kognitif.........................................
167
Lampiran 13 Lembar Jawaban......................................................................
168
Lampiran 14 Uji Validitas, Reliabilitas, Taraf Kesukaran dan Taraf Pembeda Soal Instrumen Kognitif ...........................................
169
Lampiran 15 Kisi-Kisi Tes Afektif Materi Laju Reaksi ...............................
172
Lampiran 16 Tes Afektif Materi Pokok Laju Reaksi ...................................
174
Lampiran 17 Uji Validitas dan Reliabilitas Tes Try Out Angket Afektif.....
177
Lampiran 18 Data Induk Penelitian ..............................................................
180
Lampiran 19 Data Induk Penelitian Berdasarkan Kategori ..........................
182
Lampiran 20 Data Induk t-matching.............................................................
184
Lampiran 21 Uji Normalitas Kedaan Awal Siswa IPA 1 .............................
185
Lampiran 22 Uji Normalitas Kedaan Awal Siswa IPA 2 .............................
186
Lampiran 23 Uji Normalitas Kedaan Awal Siswa IPA 3 .............................
187
Lampiran 24 Uji Homogenitas Keadaan Awal Siswa ..................................
188
Lampiran 25 Perhitungan t-matching Keadaan Awal Siswa ........................
189
Lampiran 26 Distribusi Frekuensi Penelitian................................................
191
Lampiran 27 Uji Normalitas Data Penelitian................................................
201
21
Lampiran 28 Uji Homogenitas Data Penelitian ............................................
211
Lampiran 29 Pengujian Hipotesis dengan ANAVA .....................................
215
Lampiran 30 Uji Lanjut Pasca ANAVA ......................................................
227
Lampiran 31 Panduan Pertanyaan Diskusi Jigsaw .......................................
229
Lampiran 32 Foto Pelaksanaan Penelitian ....................................................
231
Lampiran 33 Pembagian Kelompok Diskusi Jigsaw ...................................
233
Lampiran 34 Daftar Nilai Ulangan Harian Materi Pokok SPU ...................
235
22
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor penting dalam menentukan masa depan dan kelangsungan hidup suatu bangsa. Melalui pendidikan akan dihasilkan manusia-manusia terdidik sebagai sumber daya manusia berkualitas yang akan berperan dalam kemajuan bangsa. Mengingat pentingnya peranan dalam kemajuan bangsa, maka masalah pendidikan menjadi perhatian serius bangsa Indonesia. Pemerintah berupaya melakukan perbaikan dan pembaharuan secara bertahap dan terus menerus untuk membentuk sistem pendidikan. Sistem pendidikan ini disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi agar bangsa Indonesia mampu sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Pendidikan merupakan masalah yang kompleks. Sehingga upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan mencakup berbagai bidang diantaranya peningkatan sarana dan prasarana, perubahan kurikulum dan proses belajar mengajar, peningkatan kualitas guru, penyempurnaan sistem penilaian dan usaha-usaha lain yang tercakup dalam komponen pendidikan. Menurut Mohammad Uzer Usman (2005: 14) seorang guru yang profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Dalam melakukan kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki seperangkat kemampuan (competency) yang beraneka ragam. Kompetensi yang dimaksud yaitu: 1. Kompetensi Kepribadian, meliputi: a. Mengembangkan pribadi b. Berinteraksi dan berkomunikasi
23
c. Melaksanakan bimbingan dan penyuluhan d. Melaksanakan administrasi sekolah e. Melaksanakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran 2. Kompetensi profesional a. Menguasai landasan kependidikan b. Menguasai bahan pengajaran c. Menyusun program pengajaran d. Melaksanakan program pengajaran e. Menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan (Mohammad Uzer Usman, 2005: 16-19) Guru berperan sebagai pemegang kemudi dalam proses belajar mengajar serta langsung ikut menentukan keberhasilan belajar siswa. Dalam hal ini guru dituntut untuk menguasai materi yang akan disampaikan kepada siswa, menentukan pendekatan proses belajar mengajar, memilih metode yang sesuai dengan konsep yang diberikan, mengelola kelas dengan baik, memilih media yang mendukung proses belajar mengajar serta membuat alat evaluasi yang sesuai dengan baik. Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien salah satunya diperlukan suatu metode mengajar yang tepat. Salah satu metode mengajar adalah metode pembelajaran kooperatif (Anita Lie, 2004: 38). Pembelajaran kooperatif merupakan kegiatan belajar mengajar
dalam
bentuk
kelompok-kelompok
kecil.
Pembagian
kelompok dibuat heterogen dalam hal prestasi belajar, jenis kelamin, budaya dan tingkat sosio-ekonomi. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat tanggung jawab individu sekaligus kelompok sehingga dalam diri siswa terbentuk sikap saling ketergantungan positif dalam kelompoknya untuk belajar, bekerja, dan bertanggung jawab dengan sungguh-sungguh. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dikenal yaitu Jigsaw. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan metode pembelajaran secara berkelompok dimana terdapat kelompok ahli (expert groups) dan
24
kelompok asal (home groups). Dalam metode ini secara individual berkembang dengan berbagi kemampuan dalam berbagai aspek kerja yang berbeda. Jigsaw merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang dikembangkan agar dapat membangun kelas sebagai komunitas belajar yang menghargai semua kemampuan siswa. Siswa dituntut menjadi aktif sedangkan guru tidak banyak menjelaskan materi kepada siswa seperti yang terjadi dalam proses belajar mengajar konvensional. Dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini guru hanya perlu menyiapkan pokok-pokok materi dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang akan menjadi petunjuk atau kerangka diskusi agar diskusi dapat terfokus. Disamping itu, guru berperan sebagai fasilitator dan mediator dalam kegiatan belajar mengajar yang berlangsung. Materi pokok Laju Reaksi meliputi Sub Materi Pokok yaitu Konsep Laju Reaksi, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi, Teori Tumbukan dan Persamaan Laju Reaksi. Pada Sub Materi Pokok FaktorFaktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi terdapat konsep yang memerlukan pengamatan siswa sehingga diharapkan siswa dapat mengamati gejala-gejala, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, dan menarik kesimpulan. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan proses ilmiah sehingga membutuhkan metode pembelajaran yang tepat. Materi pokok Laju Reaksi merupakan materi yang berisi konsep dan hitungan yang membutuhkan kemampuan berpikir yang berkaitan dengan konsep-konsep yang pernah diajarkan sebelumnya. Materi pokok Laju Reaksi merupakan materi yang penting karena mendasari materi selanjutnya yaitu keseimbangan kimia. Oleh karena itu untuk mengajarkan materi Laju Reaksi kepada siswa diperlukan metode pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa dalam memperoleh pengetahuan atau konsep sehingga dapat lebih dipahami dan tahan lama dalam ingatan siswa. SMA Negeri 1 Tawangsari Sukoharjo memiliki fasilitas laboratorium cukup lengkap. Khususnya untuk laboratorium kimia
25
tersedia alat dan bahan kimia yang dapat dipergunakan dalam proses belajar mengajar kimia. Tetapi keberadaan laboratorium kimia ini belum dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk menunjang pelaksanaan pembelajaran. Oleh karena itu untuk materi-materi kimia yang membutuhkan pengamatan langsung dapat memanfaatkan laboratorium kimia yang ada. Agar dapat melakukan pengamatan dapat menggunakan metode kegiatan laboratorium dan demonstrasi. Dalam kegiatan laboratorium siswa melakukan pengamatan dan mempraktekkannya
sendiri.
Kegiatan
laboratorium
dapat
mengembangkan proses berpikir siswa dengan timbulnya berbagai pertanyaan dalam diri siswa selama pelaksanaan kegiatan laboratorium. Dengan demikian kegiatan laboratorium merupakan kegiatan yang mengembangkan aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap siswa. Sedangkan metode demonstrasi memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengamati secara cermat dan memberikan gambaran secara jelas hasil pengamatan tersebut untuk menemukan suatu konsep. Dengan adanya demonstrasi maka akan mengkongkritkan informasi atau penjelasan kepada siswa. Keberhasilan proses dan hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal seperti metode pembelajaran yang digunakan, bahan pelajaran, lingkungan, sarana dan prasarana. Sedangkan faktor internal seperti bakat, minat, sikap, motivasi, kecerdasan dan lain-lain. Kegiatan laboratorium dan demonstrasi yang dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) tidak terlepas dari proses ilmiah dan siswa dituntut untuk memiliki sikap ilmiah dalam melakukan kegiatan-kegiatan didalamnya. Sikap ilmiah merupakan kecenderungan individu untuk bertindak atau berperilaku dalam memecahkan suatu masalah secara sistematis melalui langkah-langkah ilmiah, yang mencakup antara lain rasa ingin tahu, berani dan santun, kepedulian lingkungan, berpendapat secara ilmiah dan kritis, bekerjasama, jujur dan tekun. Sikap-sikap tersebut sangat
26
diperlukan dalam proses belajar siswa khususnya dalam mempelajari ilmu kimia yang merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa
dan
bagaimana
atas
gejala-gejala
alam
yang
terjadi.Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan diatas maka penulis tertarik mengadakan penelitian yang berjudul “PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DENGAN METODE EKSPERIMEN DI LABORATORIUM DAN DEMONSTRASI TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH SISWA PADA MATERI POKOK LAJU REAKSI KELAS XI IPA SEMESTER I SMA NEGERI 1 TAWANGSARI TAHUN AJARAN 2009/2010”. B. Identifikasi Masalah Sehubungan dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan kegiatan laboratorium dan demonstrasi ditinjau dari sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok laju reaksi dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium dan demonstrasi dapat digunakan dalam pembelajaran kimia pada materi pokok laju reaksi? 2. Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium dan demonstrasi dalam pembelajaran kimia materi pokok laju reaksi dapat meningkatkan prestasi belajar siswa? 3. Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium dan demonstrasi terhadap prestasi belajar siswa materi pokok laju reaksi? 4. Apakah terdapat pengaruh sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar pada materi pokok laju reaksi? 5. Adakah interaksi antara model pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan metode kegiatan laboratorium dan demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok laju reaksi?
27
C. Pembatasan Masalah Agar penelitian lebih terfokus maka perlu pembatasan masalah. Adapun masalah dalam penelitian ini dibatasi pada: 1. Pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium dan demonstrasi serta sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok Laju Reaksi 2. Interaksi antara model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium dan demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok Laju Reaksi. 3. Sikap ilmiah siswa dikategorikan menjadi tinggi dan rendah. 4. Prestasi belajar siswa yang diukur dalam penelitian ini ditinjau dari aspek kognitif dan afektif. D. Perumusan masalah Berdasarkan pembatasan masalah yang telah disebutkan diatas, maka dalam penelitian ini dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Adakah pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium dan demonstrasi terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok laju reaksi? 2. Adakah pengaruh antara siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan sikap ilmiah rendah terhadap prestasi belajar siswa pada materi laju reaksi? 3. Adakah interaksi antara model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium dan demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok laju reaksi?
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan penelitian ini untuk mengetahui: 1. Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium dan demonstrasi terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok laju reaksi.
28
2. Pengaruh antara siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan sikap ilmiah rendah terhadap prestasi belajar siswa pada pokok laju reaksi. 3. Adanya interaksi antara model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium dan demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar pada materi pokok laju reaksi.
F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis Memperkuat teori yang sudah ada dalam bidang pendidikan khususnya teori tentang pembelajaran kimia bahwa model pembelajaran kooperatif Jigsaw
dengan
eksperimen
di
laboratorium
dan
demonstrasi
dapat
mempengaruhi prestasi belajar siswa ditinjau dari sikap ilmiah siswa. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan masukan kepada pengajar bidang studi kimia dalam pemilihan metode pembelajaran yang diharapkan lebih memberikan hasil belajar yang lebih baik. b. Sebagai bahan pemikiran selanjutnya bagi peneliti yang berminat mengadakan penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini. c. Memberikan masukan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan khususnya dalam proses belajar mengajar kimia.
29
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Belajar dan Pembelajaran a. Belajar Belajar dalam pendidikan tradisional dapat diartikan sebagai penambahan pengalaman, dimana siswa biasanya hanya menghafal apa yang diberikan guru. Dalam pandangan modern definisi belajar adalah sebagai bentuk perubahan kelakuan berkat pengalaman dan latihan. Perubahan ini tidak hanya mengenal jumlah pengetahuan namun meliputi segala aspek pribadi seseorang. Karena itu seseorang yang telah belajar tidak sama lagi seperti sebelum belajar. Menurut Nana Sudjana (1989: 5) mendefinisikan bahwa belajar adalah sesuatu proses yang terjadi pada diri seseorang yang ditandai atau diikuti dengan perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat dari proses belajar antara lain berbentuk pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku, ketrampilan, serta aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar.
30
Sardiman A. M (2004: 3) mengungkapkan hal yang senada yaitu belajar sebagai perubahan tingkah laku karena hasil dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut Ngalim Purwanto (1990: 85) ada beberapa elemen yang mencirikan pengertian belajar yaitu: 1) Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku. 2) Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman. 3) Perubahan yang terjadi dalam belajar relatif mantap dan merupakan akhir dari suatu periode waktu yang cukup panjang. 4) Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis. Pengertian belajar menurut beberapa teori belajar, antara lain: 1) Teori belajar Ausubel
8 Pengertian belajar menurut Ausubel yang dikutip oleh Mulyati
Arifin (1995: 84) adalah proses mental yang mengembangkan cara berpikir kritis, logis, dan kreatif yang berlangsung pada struktur kognitif yang ada. Belajar menurut Ausubel diklasifikasikan dalam dua dimensi yaitu: Dimensi 1 : berhubungan dengan bagaimana cara penyampaian informasi meliputi penerimaan dan penemuan. Dimensi 2: berhubungan dengan cara siswa mengaitkan informasi ke dalam struktur kognitif yang ada meliputi belajar hafalan dan belajar bermakna. 2) Teori belajar Gagne Slameto (2003: 13) mengemukakan teori belajar Gagne bahwa belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. Gagne mengemukakan domain belajar meliputi kemampuan motoris yang memerlukan koordinasi berbagai gerakan badan yang teratur, lancar dan supel tanpa dibutuhkan banyak refleksi tentang apa yang harus dilakukan atau mengapa diikuti urutan gerakan-gerakan tertentu. Domain lainnya adalah informasi verbal yang merupakan kemampuan untuk
31
menuangkan
pengetahuan
dalam
bentuk
bahasa
dan
dapat
mengkomunikasikan dengan orang lain, kemampuan intelektual untuk berinteraksi antara dirinya sendiri dan lingkungan melalui simbol-simbol atau gagasan-gagasan, strategi kognitif yang merupakan organisasi ketrampilan internal yang diperlukan dalam belajar. Mengingat dan berpikir. Domain terakhir adalah sikap yang merupakan kemampuan internal yang sangat berperan dalam mengambil tindakan terutama bila terdapat berbagai kemungkinan tindakan. 3) Teori belajar Bruner Bruner dalam Ratna Wilis Dahar (1989: 103) menyarankan agar dalam proses belajar siswa dapat berpartisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip dan melakukan eksperimen–eksperimen yang memberi kesempatan siswa untuk menemukan prinsip-prinsip sendiri. Jadi siswa tidak menerima informasi tetapi juga aktif dalam memperoleh informasi. 4) Teori Belajar Piaget Pengertian belajar menurut Jean Piaget seperti dikutip Mulyati Arifin (1995: 88) bahwa belajar merupakan pengembangan aspek kognitif sebagai bekal untuk dapat memecahkan persoalan yang dihadapi siswa dalam kehidupannya dan untuk mengembangkan kehidupan yang lebih baik. Dari pengertian belajar yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang menimbulkan terjadinya perubahan dan perbaikan dalam tingkah laku dan kecakapankecakapan yang relatif mantap karena adanya latihan dan pengalaman. b. Pembelajaran Pembelajaran tidak terlepas dari interaksi belajar mengajar. Menurut Nana Sudjana (1989: 3) mengajar yaitu membimbing kegiatan belajar siswa, mengajar adalah mengatur dan mengorganisasikan lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga guru dapat mendorong dan menumbuhkan siswa untuk melakukan kegiatan belajar. T. Raka Joni dalam Mulyani Sumantri dan Johar
32
Permana (2001: 21) merumuskan pengertian mengajar sebagai pencipta dan suatu sistem lingkungan yang terjadi proses belajar. Perbuatan mengajar merupakan perbuatan yang kompleks yang merupakan bagian dari pembelajaran. Menurut Alwin W. Howard dalam Slameto (2003: 32) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau mengembangkan skill, attitude, ideals (cita-cita), appreciations (penghargaan) dan knowledge. Menurut Sukirman (1999: 20) mengajar merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar. Sardiman A. M (2004: 48) mengemukakan bahwa mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi siswa. Purwadarminta dalam H. J. Gino, dkk (1993: 30) mengemukakan pembelajaran merupakan suatu kegiatan pengajaran yang mempunyai arti cara mengajarkan. Karena pembelajaran diartikan sebagai suatu bentuk perbuatan mengajar maka didalamnya terdapat guru sebagai pengajar dan siswa sebagai pebelajar. Dalam hal ini kegiatan belajar merupakan kegiatan primer dan kegiatan mengajar merupakan kegiatan skunder yang dimaksudkan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Hasil yang optimal dapat diperoleh melalui pembelajaran yang efektif. Pembelajaran tidak mengabaikan karakteristik pebelajar dan prinsip-prinsip belajar. Oleh karena itu di dalam program pembelajaran guru perlu berpegang bahwa pebelajar adalah “primus motor” dalam belajar. Dengan demikian guru dituntut untuk memusatkan perhatian, mengelola, menganalisis dan mengoptimalkan hal-hal yang berkaitan dengan: 1) Perhatian dan motivasi belajar siswa 2) Keaktifan siswa 3) Optimalisasi keterlibatan siswa 4) Pengulangan-pengulangan belajar 5) Pemberian tantangan yang bertanggung jawab 6) Memberikan balikan dan penguatan terhadap siswa 7) Mengelola proses belajar sesuai perbedaan individual
33
(Dimyati dan Mudjiono, 1999: 76) C. Asribudiningsih (2005: 64) menyatakan bahwa menurut pandangan Konstruktivistik, pembelajaran diusahakan agar dapat memberikan kondisi terjadinya proses pembentukan struktur kognitif secara optimal pada diri siswa. Guru-guru konstruktivistik yang mengakui dan menghargai dorongan diri manusia/ siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri, kegiatan pembelajaran yang dilakukannya agar terjadi aktivitas konstruksi pengetahuan oleh siswa secara optimal. Pembelajaran merupakan bagian dari elemen yang memiliki peran sangat dominan untuk mewujudkan kualitas baik proses maupun lulusan (output) pendidikan. Pembelajaran juga memiliki pengaruh yang menyebabkan kualitas pendidikan menjadi rendah. Artinya pembelajaran sangat tergantung dari kemampuan guru dalam melaksanakan atau mengemas proses pembelajaran. Pembelajaran yang dilaksanakan secara baik dan tepat akan memberikan kontribusi dominan bagi siswa sebaliknya pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara yang tidak baik menyebabkan potensi siswa sulit dikembangkan dan diberdayakan (Saekhan Muchith, 2008: 1). Agar keberhasilan proses pembelajaran dapat dicapai, pembelajaran tersebut harus direncanakan terlebih dahulu salah satunya dengan memilih metode yang tepat dalam pelaksanaan pembelajaran. Pemilihan metode harus disesuaikan dengan materi sehingga dapat mengembangkan semua potensi yang dimiliki siswa. Dari pengertian-pengertian diatas pembelajaran dapat diartikan sebagai aktivitas mengajar yang mendorong terjadinya proses belajar dalam diri siswa yang terdapat pemanfaatan komponen dan faktor-faktor belajar mengajar yang mampu menjadi sarana yang mendorong tercapainya hasil belajar yang optimal.
2. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran
kooperatif
merupakan
salah
satu
bentuk
pengajaran yang didasarkan pada paham konstruktivisme sosiologis. Dalam teori konstruktivisme, peserta didik harus menemukan sendiri
34
dan memecahkan informasi baru dengan aturan sama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Sesuai dengan disiplin ilmu kimia, dalam hal ini perkembangan ilmu kimia sangat dinamis maka kondisi seperti ini mutlak diperlukan. Pandangan konstruktivisme menyatakan bahwa peserta didik diberi kesempatan agar menggunakan suatu strategi sendiri dalam belajar secara sadar dan pendidik dalam hal ini membimbing peserta didik ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Oleh karena itu agar peserta didik benar-benar memahami, mereka harus bekerja untuk memecahkan masalah dan kesulitan yang ada dengan ide-ide dan kemampuannya. Pendekatan dalam pembelajaran konstruktivisme dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif. Dengan pembelajaran kooperatif peserta didik akan lebih mudah menemukan dan mengerti akan konsepkonsep yang sulit jika mereka dapat membicarakan dan mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Peserta didik secara rutin bekerja dalam kelompok yang terdiri sekitar 4-5 orang untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah (dalam hal ini penekanannya pada aspek-aspek sosial) dalam pembelajarannya. Pada sistem pengajaran ini memberikan kesempatan kepada peserta didik terstruktur. Pengajaran inilah yang disebut dengan sistem pengajaran gotong royong/ Cooperative Learning. Jadi pembelajaran kooperatif berarti belajar bersama, saling membantu antara satu dengan yang lain dalam belajar dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan yang telah ditentukan (Isjoni, 2007: 6). Pengelompokkan peserta didik dalam suatu kelompok dapat didasarkan pada fasilitas yang tersedia, perbedaan individual dalam minat belajar dan kemampuan belajar, jenis pekerjaan yang diberikan, wilayah tempat tinggal peserta didik, jenis kelamin, berdasarkan lotre/ random. Dalam pembagian kelompok ini, kelompok dibagi secara heterogen, baik dari segi kemampuan belajar maupun jenis kelamin agar terjadi dinamika kegiatan belajar yang lebih baik dari kelompok, sehingga tidak terkesan
35
ada kelompok yang kuat dan ada yang lemah. Menurut Anita Lie (2004: 41) dalam pembelajran kooperatif siswa dikelompokkan secara heterogen dengan memperhatikan keanekaragaman jenis kelamin, latar belakang sosio ekonomi, serta kemampuan akademis. Dalam penelitian ini hanya akan memperhatikan faktor keanekaragaman gender dan kemampuan akademis. Selanjutnya Slavin (2008: 10) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif mempunyai kelebihan yang tidak ditemukan
dalam
pembelajaran
lain
seperti
penghargaan
tim,
pertanggungjawaban individual dan kesempatan sukses yang sama. Dalam kegiatan belajar individual cenderung mementingkan pribadi dan tidak memperhatikan lingkungan sekitarnya. Menurut Anita Lie (2004: 31) untuk mencapai hasil maksimal lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan, yaitu:
a. Saling ketergantungan positif Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Intinya setiap anggota mempunyai tugas yang berlainan, kemudian bertukar pikiran atau informasi. Selanjutnya pengajar akan mengevaluasi semua anggota mengenai seluruh bagian, sehingga dengan cara ini mau tidak mau setiap angota harus merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar anggota yang lain juga dapat berhasil. b. Tanggung jawab perseorangan Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur pertama. Jika tugas dan prosedur penelitian dibuat menurut prosedur Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilannya adalah persiapan pengajar dalam penyusunan tugasnya. c. Tatap muka
36
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa anggota akan lebih baik daripada hasil pemikiran dari individu saja. Lebih jauh lagi hasil kerjasama ini jauh lebih besar daripada jumlah hasil masing-masing anggota. Inti dari sinergi adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. d. Komunikasi antar anggota Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai ketrampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mengutarakan pendapat mereka.
e. Evaluasi proses kelompok Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama kelompok tersebut agar selanjutnya bisa bekerjasama dengan efektif. Terdapat tiga tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: a. Prestasi akademik Dalam Cooperative Learning meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis yang penting lainnya. Disamping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, juga dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerjasama menyelesaikan tugas-tugas akademik. b. Penerimaan terhadap perbedaan individu
37
Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerjasama dan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan dengan penghargaan bersama siswa akan saling menghargai. c. Pengembangan ketrampilan sosial Ketrampilan sosial akan mengajarkan siswa bekerjasama dan kolaborasi dimana ketrampilan ini sangat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat. (Isjoni, 2007: 27-28) Beberapa tipe pembelajaran kooperatif yang telah dikembangkan, yaitu: a. STAD (Student Teams Achievement Divisions) b. TGT (Teams Games Tournament) c. Jigsaw d. CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) e. TAI (Teams Assisted Individualization) (Slavin, 2008: 11) Selain itu ada juga pembelajaran kooperatif yang dikembangkan dan dipelajari, yaitu: a. Group Investigation (GI); b. Learning Together; c. Complex Intruction; d. Structural Dyadic Methods; (Slavin, 2008: 24-25)
3. Pembelajaran Koperatif Tipe Jigsaw a. Karakteristik Pembelajaran kooperatif Jigsaw merupakan salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif yang dikembangkan agar dapat membangun kelas sebagai komunitas belajar yang menghargai semua kemampuan siswa. Pemikiran dasar dari Jigsaw adalah pemberian kesempatan bagi siswa untuk berbagi dengan siswa lain dalam bentuk mengajar dan diajar oleh
38
sesama siswa. Dalam pembelajaran kooperatif Jigsaw siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen. Setiap siswa dalam satu kelompok akan menerima bagian materi yang berbeda. Setiap anggota dalam kelompok bertanggung jawab terhadap penguasaan bagian materi yang menjadi tugasnya. Masing-masing siswa yang mendapat materi yang sama, saling bertukar pikiran dan saling membantu untuk mempelajari materi yang sama tersebut. Kemudian setiap siswa kembali ke kelompok asal mereka (home groups) dan mengajarkan apa yang telah dipelajari dan didiskusikan di dalam kelompok-kelompok ahlinya kepada anggota kelompok asal mereka. Dalam kelompok asal siswa akan mendengarkan secara teliti apa yang diterangkan oleh teman kelompoknya, mereka termotivasi untuk saling belajar. Proses ini akan menguntungkan karena dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memberikan penekanan pada peranan masing-masing siswa, bekerja sama, saling bertukar pengetahuan, dan adanya ketergantungan positif diantara siswa karena masing-masing siswa dalam kelompok mendapatkan bagian materi atau tugas yang berlainan satu sama lain. Selanjutnya siswa menyiapkan diri untuk tes individu. Selama pelaksanaan Jigsaw guru memantau kerja kelompok-kelompok kecil untuk mengetahui bahwa kegiatan berlangsung lancar. Dalam kegiatan belajar mengajar guru juga tidak banyak menjelaskan materi kepada siswa sebagaimana yang terjadi dalam proses belajar mengajar secara konvensional. Guru hanya perlu menyiapkan garis besar materi dalam bentuk pertanyaanpertanyaan yang menjadi petunjuk atau kerangka diskusi bagi kelompok ahli agar diskusi dapat terfokus. Disamping itu guru berperan sebagai fasilitator dan mediator dalam kegiatan belajar mengajar yang berlangsung. b. Kelebihan dan kekurangan Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memiliki kelebihan dan kekurangan. 1) Kelebihan Adapun kelebihannya, antara lain: a) Memacu siswa untuk berpikir kritis.
39
b) Memaksa siswa untuk membuat kata-kata yang tepat agar dapat menjelaskan kepada teman yang lain, ini akan membantu siswa mengembangkan kemampuan sosialnya. c) Diskusi yang terjadi tidak didominasi oleh siswa-siswa tertentu tetapi siswa dituntut untuk menjadi aktif. Durmus Killic (2008) mengemukakan bahwa Jigsaw merupakan proses belajar yang efektif dari pelajaran teori dalam pengembangan proses berpikir kritis siswa, mengekspresikan kemampuan diri mereka sendiri dan keahlian berkomunikasi “ Jigsaw technique in the learning process of the theoritical courses in the development of critical thinking process of the student, in their ability to express themselves an in their communication skills.” (www.idosi.org/wasj/wasj4(s1)/18.pdf) 2) Kekurangan Sedangkan kekurangan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, antara lain: a) Kegiatan belajar mengajarnya membutuhkan lebih banyak waktu dibanding dengan ceramah. b) Bagi guru, metode ini membutuhkan konsentrasi dan tenaga ekstra karena setiap kelompok membutuhkan penanganan yang berbeda-beda. Jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang fleksibel.
Penerapannya
dimodifikasikan
dengan
dalam
proses
model-model
belajar ataupun
mengajar
dapat
metode-metode
mengajar yang lain sesuai dengan pokok bahasan yang akan diajarkan. Misalnya untuk pokok bahasan Laju Reaksi. Jigsaw dapat diajarkan dengan melaksanakan eksperimen di laboratorium dan demonstrasi. Dalam materi laju reaksi terdapat sub pokok bahasan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi yang merupakan konsep-konsep abstrak, dengan adanya eksperimen di laboratorium dan demonstrasi maka diharapkan siswa dapat mengamati secara langsung sehingga konsep yang dipelajari dapat menjadi konkrit dan jelas.
40
4. Metode Mengajar Metode secara harfiah berarti suatu cara yang teratur atau yang telah dipikirkan secara mendalam untuk mencapai sesuatu. Dengan demikian metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang telah direncanakan oleh guru untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Kata “direncanakan” berarti pula adanya upaya-upaya yang sistematis yang harus tampak dalam penggunaan suatu metode (Robinson Situmorang, dkk, 2005: 6.17). Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 114) menjelaskan bahwa metode merupakan cara-cara yang ditempuh guru untuk menciptakan situasi pengajaran yang benar-benar menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran proses belajar dan tercapainya prestasi belajar yang memuaskan. Metode mengajar yang dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar sangat banyak ragam dan macamnya. Penggunaan metode mengajar ditekankan pada kesesuaiannya dengan materi pelajaran yang akan diajarkan agar proses belajar mengajar menjadi efektif dan efisien. Guru harus dapat memilih dan mengembangkan metode mengajar yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar. Dengan pemilihan metode yang tepat, maka akan mempengaruhi belajar siswa dengan baik sehingga siswa benarbenar memahami materi yang diberikan (Dimyati dan Mudjiono, 1999: 101).
5. Metode Eksperimen a. Pengertian Sebagai cabang dari IPA yang konsep-konsepnya dikembangkan dari pengamatan terhadap gejala alam, konsep-konsep kimia kebanyakan berasal dari
percobaan–percobaan
yang
dilakukan
di
laboratorium.
Metode
Eksperimen atau kegiatan laboratorium diartikan sebagai cara belajar mengajar yang melibatkan peserta didik dengan mengalami dan membuktikan
41
sendiri proses dan hasil percobaan itu (Mulyani Sumantri dan Johar Permana, 2001: 136). b. Penggunaan Penggunaan metode eksperimen dalam kegiatan belajar mengajar kimia mempunyai tujuan agar peserta didik mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Juga siswa dapat berlatih dalam cara berpikir yang ilmiah (scientific thinking). Dengan eksperimen siswa menemukan bukti kebenaran dari teori sesuatu yang sedang dipelajarinya (Roestiyah N.K, 2008: 80). Menurut Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 136) eksperimen dilaksanakan untuk memberi kesempatan kepada siswa agar dapat mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu proyek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu obyek, keadaan atau proses sesuatu serta menumbuhkan cara berpikir rasional dan ilmiah. Menurut Tobin (1990) yang dikutip dalam Avi Hofstein dan Rachel Mamlok-Naaman (2007) mengemukakan bahwa kegiatan laboratorium sebagai jalan untuk belajar dengan pemahaman dan pada saat yg sama menghubungkan proses membangun pengetahuan dengan melakukan kegiatan ilmiah “ Laboratory activities appeal as a way to learn with understanding and at the same time, engange in a process of constructing knowledge by doing science”. (www.rsc.org/images/Hofstein%20intro%20final_tcm18-85027.pdf) c. Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan
metode
eksperimen
memiliki
kelebihan
dan
kekurangan. 1) Kelebihan Menurut Roestiyah N.K.(2008: 82) keunggulan metode eksperimen ialah: a) Dengan eksperimen siswa terlatih menggunakan metode ilmiah dalam menghadapi segala masalah, sehingga tidak mudah percaya pada
42
sesuatu yang belum pasti kebenarannya dan tidak mudah percaya pula pada kata orang, sebelum ia membuktikan kebenarannya. b) Mereka lebih aktif berpikir dan berbuat yang sangat dikehendaki oleh kegiatan mengajar belajar yang modern, dimana siswa lebih aktif belajar sendiri dengan bimbingan guru. c) Siswa dalam melaksanakan proses eksperimen disamping memperoleh ilmu pengetahuan juga menemukan pengalaman praktis serta keterampilan dalam menggunakan alat-alat percobaan. d) Dengan eksperimen siswa membuktikan sendiri kebenaran teori sehingga akan mengubah sikap mereka yang tahayul. 2) Kekurangan Menurut Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 137) metode eksperimen memiliki beberapa kekurangan, antara lain: a) Memerlukan peralatan percobaan yang komplit. b) Dapat menghambat laju pembelajaran dalam penelitian yang memerlukan waktu yang lama. c) Menimbulkan kesulitan bagi guru dan peserta didik apabila kurang berpengalaman dalam penelitian. d) Kegagalan dan kesalahan dalam bereksperimen akan berakibat pada kesalahan dalam menyimpulkan.
6. Metode Demonstrasi a. Karakteristik Metode lain yang hampir sejenis dengan eksperimen ialah demonstrasi. Menurut Robinson Situmorang, dkk(2005: 6.19) demonstrasi merupakan metode pembelajaran yang mencontohkan pelaksanaan suatu keterampilan atau
proses
kegiatan
yang
sebenarnya.
Penggunaan
metode
ini
mempersyaratkan keahlian guru dalam mendemonstrasikan penggunaan alat atau melaksanakan kegiatan tertentu seperti kegiatan sesungguhnya. Sedangkan menurut Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 132-133)
43
menyatakan bahwa demonstrasi digunakan guru untuk memperagakan atau menunjukkan suatu prosedur yang harus dilakukan peserta didik yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan kata-kata saja. Metode demonstrasi diartikan sebagai
cara
penyajian
pelajaran
dengan
memperagakan
atau
mempertunjukkan kepada peserta didik suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik dalam bentuk sebenarnya maupun dalam bentuk tiruan yang dipertunjukkan oleh guru atau sumber belajar lain yang memahami atau ahli dalam topik bahasan yang harus didemonstrasikan. Metode demonstrasi biasanya berkenaan dengan tindakan-tindakan atau prosedur yang harus dilakukan misalnya proses mengatur sesuatu, proses mengerjakan sesuatu, mengetahui atau melihat kebenaran sesuatu. b. Penggunaan Metode demonstrasi digunakan dengan alasan bahwa tidak semua topik dapat terang melalui penjelasan atau diskusi, sifat pelajaran yang menuntut diperagakan, tipe belajar peserta didik yang berbeda ada yang kuat visual, tetapi lemah dalam auditif dan motorik maupun sebaliknya serta memudahkan mengajarkan suatu cara kerja atau prosedur. Menurut Marina Milner, dkk (2007) demonstrasi membantu instruktur untuk mengubah langkah dalam pengajaran dan mencegah siswa kehilangan konsentrasi mereka “the demonstrations also help the instructor to change the pace of the lecture and prevent student from losing their concentration”. (www.encyclopedia.com/doc/1G1-160813571.html) c. Kelebihan dan Kekurangan Metode demonstrasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dan kekurangan tersebut oleh Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 134) dijabarkan sebagai berikut: 1) Kelebihan Kelebihan metode demonstrasi, antara lain: a) Membuat pelajaran menjadi lebih jelas dan lebih kongkrit serta menghindari verbalisme. b) Memudahkan peserta didik memahami bahan pelajaran.
44
c) Proses pengajaran akan lebih menarik. d) Merangsang peserta didik untuk lebih aktif mengamati dan dapat mencoba sendiri. e) Dapat disajikan bahan pelajaran yang tidak dapat dilakukan denagn menggunakan metode lain. 2) Kekurangan Adapun kekurangan dari metode demonstrasi, antara lain: a) Memerlukan keterampilan guru secara khusus. b) Keterbatasan dalam sumber belajar, alat pelajaran, situasi yang harus dikondisikan dan waktu untuk mendemonstrasikan sesuatu. c) Memerlukan waktu yang banyak. d) Memerlukan kematangan dalam perancangan atau persiapan.
7. Sikap Ilmiah a. Pengertian Sikap Ilmiah Sikap (attitude) merupakan kecenderungan yang relatif stabil dan berlangsung terus menerus untuk bertingkah laku atau mereaksi dengan satu cara tertentu terhadap pribadi yang yang lain, obyek, lembaga, atau persoalan tertentu. Kartini Kartono (1989: 35) mendefinisikan sikap merupakan kecenderungan untuk memberi respon baik positif maupun negatif terhadap orang-orang, benda-benda, atau situasi-situasi tertentu. Ngalim Purwanto (1990: 141) mendefinisikan sikap adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang. Menurut Slameto (2003: 188) sikap merupakan sesuatu yang dipelajari yang menentukan bagaimana ia bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupannya. Sikap selalu berkenaan dengan suatu obyek itu disertai dengan perasaan positif dan negatif. Sikap menurut Berkonwitz (1972) dalam Saifuddin Azwar (1987: 5) didefinisikan sebagai respon evaluatif. Respon itu sendiri hanya timbul apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki timbulnya reaksi individual. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan hasil dari sosialisasi (interaksi) individu dengan lingkungannya untuk memberi
45
tanggapan dari respon yang diterimanya baik respon terhadap positif maupun negatif benda, situasi atau keadaan tertentu. Sikap ilmiah biasa dikaitkan dengan keilmuan, sehingga definisi operasional dari sikap ilmiah adalah sikap yang diwujudkan dalam bentuk perilaku aktual yang bersifat keilmuan terhadap stimulus tertentu. b. Kriteria atau aspek sikap ilmiah, Kriteria sikap ilmiah antara lain: 1) Kerendahan hati 2) Hasrat ingin tahu 3) Jujur 4) Obyektif 5) Kemauan untuk menerima ide baru 6) Pendekatan positif pada kegagalan 7) Determinasi 8) Sikap terbuka 9) Sikap teliti (Mohammad Amin, 1987: 11) Menurut Winner Harlen dalam Margono, dkk (1994: 150), mengemukakan sembilan aspek sikap ilmiah yang dikembangkan pada anak, yaitu:
1) Sikap ingin tahu (Curiosity) 2) Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (Originality) 3) Sikap kerjasama (Cooperation) 4) Sikap tidak putus asa (Perseveranse) 5) Sikap tidak berprasangka (Open Minddedness) 6) Sikap mawas diri (Self Awareness) 7) Sikap bertanggung jawab (Responbility) 8) Sikap berpikir bebas (Independent in Thingking) 9) Sikap kedisiplinan diri (Discipline)
46
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dikutip dari E. Mulyasa (2007: 133) disebutkan bahwa salah satu tujuan mata pelajaran Kimia di SMA/MA adalah untuk memupuk sikap ilmiah. Sikap ilmiah tersebut adalah: 1) Jujur 2) Terbuka 3) Ulet 4) Kritis 5) Dapat bekerjasama dengan orang lain
8. Prestasi Belajar Istilah prestasi belajar berasal dari kata “prestasi” dan “belajar”. Menurut Zainal Arifin ( 1990: 2) kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie. Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi “prestasi” yang berarti hasil usaha. Dalam proses belajar mengajar, prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai dari suatu usaha dalam mengikuti pendidikan atau latihan tertentu yang hasilnya dapat ditentukan dengn memberikan tes pada akhir pendidikan. Prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dsb). Menurut Winkel W. S (1991: 52) bahwa prestasi adalah bukti keberhasilan yang dicapai. Prestasi belajar mempunyai mempunyai fungsi yang penting selain sebagai indikator keberhasilan belajar dalam mata pelajaran tertentu juga dapat berguna sebagai evaluasi dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Menurut Zainal Arifin (1990: 3) prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi utama: a. Sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik. b. Sebagai bahan informasi dalam motivasi pendidikan. c. Sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan d. Dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) anak didik.
47
e. Hasil belajar yang dicapai siswa sangat erat kaitannya dengan rumusan tujuan instruksional yang direncanakan guru sebelumnya. Rumusan tujuan yang direncanakan guru dipengaruhi oleh kemampuan guru sebagai perancang (designer) belajar-mengajar. Untuk itu guru dituntut untuk menguasai taksonomi hasil belajar. Menurut Bloom taksonomi hasil belajar terbagi menjadi 3 domain yaitu domain kognitif, afektif dan psikomotor. a. Domain kognitif Menurut Robinson Situmorang, dkk (2005: 2.17) domain/ kawasan kognitif berkenaan dengan ingatan atau pengenalan dan pengembangan kemampuan intelektual dan keterampilan berpikir. Jenjang taksonomi pendidikan dalam kawasan kognitif yaitu aspek pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. b. Domain afektif Menurut Robinson Situmorang (2005: 2.23) domain/ kawasan afektif berkenaan dengan minat, sikap, dan nilai serta pengembangan penghargaan dan penyesuaian diri. Kawasan afektif terbagi menjadi 5 jenjang yaitu penerimaan (receiving), Pemberian respon (responding), pemberian nilai atau penghargaan (valuing), pengorganisasian (organizing) dan karakterisasi (characterization). c. Domain psikomotor Menurut Robinson Situmorang, dkk (2005: 2.26) domain/ kawasan psikomotor berkenaan dengan otot, keterampilan motorik, atau gerak yang membutuhkan
koordinasi
otot
(neomuscular
coordination).
Kawasan
psikomotor meliputi peniruan, penggunaan, ketepatan, perangkaian dan naturalisasi. Prestasi belajar dapat diketahui dengan adanya evaluasi belajar atau penilaian hasil belajar. Dari hasil penilaian hasil belajar tersebut dapat diperoleh informasi sehingga guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang disampaikan, ketepatan atau keefektifan metode mengajar, mengetahui
48
kedudukan siswa di kelas atau kelompoknya. Jadi prestasi belajar memiliki peranan penting, prestasi belajar dapat dijadikan umpan balik (feed back) terhadap proses belajar mengajar selanjutnya. Dengan demikinan proses akan terus menerus ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal. Tingkat keberhasilan siswa dalam pencapaian prestasi belajar yang baik dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dalam maupun faktor dari luar diri siswa. Faktor dari dalam siswa misalnya intelegensi, sikap bakat, motivasi, dan lain-lain. Sedangkan faktor dari luar diri siswa misalnya metode pembelajaran, materi pelajaran, fasilitas yang ada, kondisi lingkungan dan lain-lain. Dari uraian yang telah dikemukan dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil usaha yang berupa perubahan tingkah laku yang diperoleh dari proses belajar mengajar yang dapat diketahui dengan mengadakan penilaian belajar.
9. Materi Pokok Laju Reaksi Laju reaksi adalah salah satu materi pokok bidang studi kimia, dimana berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diberikan pada siswa SMA kelas XI Semester I. Adapun Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dari materi pokok laju reaksi sebagai berikut: Standar Kompetensi: Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kompetensi Dasar: a. Mendeskripsikan pengertian laju reaksi dengan melakukan percobaan tentang faktor yang mempengaruhi laju reaksi. b. Memahami teori tumbukan (tabrakan) untuk menjelaskan faktor-faktor penentu laju, orde reaksi, dan terapannya dalam kehidupan sehari-hari.
49
Materi pokok Laju Reaksi terbagi dalam beberapa sub materi pokok, yaitu: konsep laju reaksi, faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi, persamaan laju dan orde (tingkat reaksi), teori tumbukan dan penerapan konsep laju reaksi. a. Konsep Laju Reaksi Pengalaman menunjukkan bahwa serpihan kayu terbakar lebih cepat daripada balok kayu; besi lebih cepat berkarat dalam udara kering; makanan lebih cepat membusuk bila tidak didinginkan; kulit bule lebih cepat menjadi gelap dalam musim panas daripada dalam musim dingin (Keenan, Wood & Kleinfelter, 1992: 512). Hal ini berarti bahwa reaksi yang sama dapat berlangsung dengan kelajuan yang berbeda, ada reaksi yang berlangsung seketika, dan ada reaksi yang berlangsung sangat lambat. Contoh reaksi yang berlangsung seketika atau cepat yaitu bom atau petasan meledak, batang korek api terbakar dan sebagainya. Sedangkan contoh reaksi yang berlangsung lambat yaitu perkaratan besi dan “pencoklatan” apel, dan fosilisasi sisa organisme.
(a)
(b) Gambar 1. Pembakaran batang korek api (a) lebih cepat daripada “pencoklatan” apel (b). Reaksi kimia adalah proses perubahan zat pereaksi menjadi produk. Oleh karena itu, pada waktu reaksi berlangsung jumlah zat pereaksi akan semakin berkurang, sedangkan jumlah produk akan bertambah. Laju reaksi menyatakan
50
besarnya pengurangan konsentrasi pereaksi (reaktan) per satuan waktu, atau besarnya penambahan konsentrasi produk per satuan waktu. Satuan konsentrasi yang digunakan adalah molaritas (M) atau mol per liter (mol. L-1). Satuan waktu yang digunakan biasanya detik (dt). Sehingga laju reaksi mempunyai satuan mol per liter per detik (mol.L-1.dt-1 atau M.dt-1). Secara umum laju reaksi untuk reaksi R ® P, dinyatakan sebagai berikut: vR =
- Δ[R] + Δ[P] atau vp = Δt Δt
Keterangan: v R = laju reaksi reaktan (M.det-1) v P = laju reaksi produk (M.det-1) - Δ[R] = laju pengurangan konsentrasi molar salah satu pereaksi dalam tiap satu satuan Δt
waktu + Δ[P] = laju pertambahan konsentrasi molar salah satu produk dalam tiap satu satuan Δt
waktu Misalnya reaksi perubahan molekul A menjadi molekul B yang dinyatakan dengan persamaan reaksi: A®B Berkurangnya jumlah molekul A dan bertambahnya molekul B diikuti dengan selang waktu 10 menit. Penurunan jumlah molekul A dan pertambahan molekul B pada selang waktu 10 menit digambarkan dalam grafik jumlah molekul terhadap waktu.
51
Gambar 2. Grafik jumlah molekul terhadap waktu. Pada laju reaksi A ® B menunjukkan penurunan jumlah molekul A terhadap waktu dan kenaikan jumlah molekul B terhadap waktu Secara umum untuk reaksi yang dinyatakan dengan persamaan reaksi: aA + bB ® cC + dD berlaku, Laju reaksi =
1 Δ[A] 1 Δ[B] 1 Δ[C] 1 Δ[D] = =+ = + a Δt b Δt c Δt d Δt
Sebagai contoh untuk reaksi, 2N2O5 (g) ® 4NO2 (g) + O2 (g) Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai besarnya pengurangan konsentrasi molar N2O5 atau besarnya pertambahan konsentrasi molar NO2 atau besarnya pertambahan konsentrasi molar O2. v N2O5 = v NO2 = +
V
O2
D[N 2 O 5 ] M det-1 Δt
Δ[NO 2 ] M det-1 Δt
=+
[O2 ] M.det-1 Δt
Dalam hal ini berlaku bahwa perbandingan laju reaksi dari masingmasing zat terlibat dalam reaksi sama dengan perbandingan koefisien reaksi
52
dari masing-masing zat tersebut. Untuk reaksi diatas dapat dinyatakan laju pembentukan O2 adalah setengah dari laju penguraian N2O5 atau seperempat dari laju pembentukan NO2. Oleh karena itu hubungan reaksi dengan koefisien tersebut dapat dinyatakan sebagai : -
D[O 2 ] 1 D[ N 2 O 5 ] 1 D[ NO 2 ] =+ = + 2 Dt 4 Dt Dt
b. Persamaan Laju Reaksi Makin besar konsentrasi pereaksi, makin besar pula laju reaksinya. Hubungan konsentrasi pereaksi dengan laju reaksi dinyatakan dengan persamaan laju reaksi (v). Secara umum, untuk reaksi: mA + nB ® zat hasil v = k [A]x[B]y Keterangan: x
= orde reaksi/ tingkat reaksi zat A
y
= orde reaksi/ tingkat reaksi terhadap B
x+y k
= orde/ tingkat reaksi total = tetapan jenis reaksi, satuannya bergantung orde reaksi. Tetapan jenis ini khas untuk setiap reaksi hanya dipengaruhi suhu dan katalis.
[A]
= konsentrasi awal A (mol dm-3)
[B] = konsentrasi awal B (mol dm-3) v
= laju reaksI (mol dm-3s-1) Pangkat x dan y ditentukan dari data eksperimen, biasanya kecil dan tidak
selalu sama dengan koefisien m dan n. Semakin besar harga k reaksi akan berlangsung lebih cepat. Kenaikan suhu dan penggunaan katalis umumnya memperbesar harga k. Secara formal hukum laju adalah persamaan yang menyatakan laju reaksi v sebagai fungsi dari konsentrasi semua komponen spesies semua komponen spesies laju reaksi.
53
c. Makna Orde Reaksi Orde reaksi atau tingkat reaksi terhadap suatu komponen merupakan pangkat dari konsentrasi komponen tersebut dalam hukum laju. Sebagai contoh, v = k [A]x[B]y, bila x = 1, kita katakan bahwa reaksi tersebut adalah orde pertama terhadap A. Jika y = 3, reaksi tersebut orde ketiga terhadap B. Orde total adalah jumlah orde semua komponen dalam persamaan laju. Orde total = x + y + ….. Beberapa macam orde reaksi diuraikan sebagai berikut: 1) Orde Nol Reaksi dikatakan berorde nol terhadap salah satu pereaksinya apabila perubahan konsentrasi pereaksi tersebut tidak mempengaruhi laju reaksi. Artinya, asalkan terdapat dalam jumlah tertentu, perubahan konsentrasi pereaksi tidak mempengaruhi laju reaksi. 2) Orde Satu Suatu reaksi dikatakan berorde satu terhadap salah satu pereaksinya jika laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi pereaksi itu. 3) Orde Dua Suatu reaksi dikatakan berorde dua terhadap salah satu pereaksi jika laju reaksi merupakan pangkat dua dari konsentrasi pereaksi itu.
(a)
(b)
(c)
Gambar 3. Grafik konsentrasi terhadap laju reaksi (Unggul Sudarmo, 2007: 83)
54
d. Menentukan Persamaan Laju Reaksi Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi secara kuantitatif hanya dapat diketahui dari hasil percobaan. Dari penentuan laju reaksi menunjukkan bahwa laju reaksi akan menurun dengan bertambahnya waktu. Hal itu berarti ada hubungan antara konsentrasi zat yang tersisa saat itu dengan laju reaksi. Dari percobaan-percobaan diketahui bahwa umumnya laju reaksi tergantung pada konsentrasi awal dari zat-zat pereaksi, pernyataan ini dikenal sebagai hukum laju reaksi atau persamaan laju reaksi. Persamaan laju reaksi tidak dapat diduga dari persamaan stoikiometri reaksi tetapi diturunkan dari eksperimen. Salah satu cara menentukan persamaan laju adalah metode laju awal. Menurut cara ini, laju diukur pada awal reaksi dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Berikut ini contoh menentukan persamaan laju reaksi berdasarkan hasil percobaan. Contoh soal 1: Tabel 1 menunjukkan hasil percobaan penentuan laju reaksi antara gas hidrogen dengan nitrogen monoksida yang dilakukan pada suhu 8000C, sesuai dengan persamaan reaksi: 2H2 (g) + 2NO (g) ® 2 H2O (g) + N2 (g) Tabel 1. Hasil percobaan penentuan persamaan laju reaksi antara gas NO dan gas H2 pada suhu 8000 C Percobaan
[NO] awal
[H2] awal
Laju awal
(M)
(M)
(M.det-1)
1
0,006
0,001
0,0030
2
0,006
0,002
0,0060
3
0,006
0,003
0,0090
4
0,001
0,006
0,0005
5
0,002
0,006
0,0020
k e -
55
6
0,003
0,006
0,0045
Berdasarkan persamaan laju reaksi v = k [A]x[B]y secara matematika dapat ditentukan orde reaksi x dan y dengan membandingkan laju reaksi pada konsentrasi awal yang berbeda. Pada percobaan 1, 2, 3, konsentrasi NO dibuat tetap (sebagai variabel kontrol) untuk mengetahui pengaruh konsentrasi gas H2 terhadap laju reaksi (sebagai variabel bebas), dan sebaliknya pada percobaan 4, 5, 6 yang dijadikan variabel kontrol adalah konsentrasi gas H2 dan sebagai variabel bebas adalah konsentrasi gas NO. Dengan membandingkan percobaan 4 dan 5 terlihat bahwa jika konsentrasi NO diduakalikan maka laju reaksi menjadi 4 kali lebih cepat, dan dari percobaan 4 dan 6 jika konsentrasi NO ditigakalikan maka laju reaksinya menjadi 9 kali lebih cepat. Dapat ditentukan orde reaksinya sebagai berikut: Orde reaksi terhadap NO
v4 k [ NO] x [H 2 ] y = v5 k [ NO] x [H 2 ] y 0,0005 k [0,001] x [0,006] y = 0,0020 k [0,002] x [0,006] y 1 æ1ö = ç ÷ 4 è2ø
x
x=2 maka orde reaksi terhadap NO adalah 2 Dari percobaan 1 dan 2 dapat diketahui bahwa bila konsentrasi gas H2 diduakalikan maka laju reaksinya menjadi dua kali lebih cepat, dan jika konsentrasi gas H2 ditigakalikan maka laju reaksinya menjadi 3 kali dari laju semula. Orde reaksi terhadap H2
v1 k [ NO] x [H 2 ] y = v2 k [ NO] x [H 2 ] y
56
0,003 k [0,006] x [0,001] y = 0,006 k [0,006] x [0,002] y 1 æ1ö = ç ÷ 2 è2ø
x
x =1 maka orde reaksi terhadap H2 adalah 1 Dengan demikian persamaan laju reaksinya sebagai berikut: v = k [NO]2 [H2] Contoh soal no.2 Persamaan reaksi: NH4+ (aq) + NO2- (aq) ® N2 (g) + 2H2O (l) Tabel
2. Hasil Percobaan Penentuan Persamaan laju Reaksi antara Ion Amonium dan Ion Nitrit pada Suhu 250C
Percobaan
Konsentrasi awal
Konsentrasi awal
k
ion
ion
e
NO2-
NH4+
-
M)
(M)
Laju awal (M det-)
1
0,0100
0,200
5,4 ´ 10-7
2
0,0200
0,200
10,8 ´ 10-7
3
0,0400
0,200
21,5 ´ 10-7
4
0,200
0,0202
10,8 ´ 10-7
5
0,200
0,0404
21,6 ´ 10-7
6
0,200
0,0606
32,4 ´ 10-7
Dari persamaan reaksi NH4+ (aq) + NO2- (aq) ® N2 (g) + 2H2O (l) Persamaan laju reaksi dapat ditulis: k [NH4+]x[NO2-]y Orde reaksi terhadap NH4+ yaitu x dapat ditentukan dengan membandingkan percobaan 5 dengan percobaan 4, atau percobaan 6 dengan percobaan 4:
v5 v4
+
=
-
k [NH 4 ] x [NO 2 ] y k [NH 4 + ] x [NO 2 + ] y
57
21,6 ´ 10 -7 k [0,0404]x [0,200] y = k [0,0202]x [0,200] y 10,8 ´ 10 -7 2x = 2 x=1 -
Orde reaksi terhadap NO2 , yaitu y, dapat ditentukan dengan membandingkan percobaan 2 dan percobaan 1, atau percobaan 3 dengan percobaan 1: +
-
v2 k [NH 4 ] x [NO 2 ] y = v1 k [NH 4 + ] x [NO 2 + ] y 10,8 ´ 10 -7 k [0,200]x [0,0200]y = k [0,200]x [0,0100]y 5,4 ´ 10 -7 2y = 2 y =1 jadi, persamaan laju reaksi adalah v = k [NH4+] [NO2-] e. Teori Tumbukan Suatu zat dapat bereaksi dengan zat lain apabila partikel-partikelnya saling bertumbukan. Tumbukan yang terjadi tersebut akan menghasilkan energi untuk memulai terjadinya reaksi. Terjadinya tumbukan antara partikel disebabkan partikel-partikel (molekul-molekul) zat selalu bergerak dengan arah yang tidak teratur. Tumbukan antarapartikel yang bereaksi tidak selalu menimbulkan reaksi, hanya tumbukan yang menghasilkan energi yang cukup yang dapat menghasilkan reaksi.
58
Gambar 4. Mekanisme untuk reaksi 2AB
A2 + B2
(Keenan, Wood & Kleinfelter, 1992: 514) Seperti ditunjukkan pada gambar 4 diatas, tidak semua tumbukan antara dua molekul pereaksi AB akan mengakibatkan suatu reaksi kimia, meskipun molekul itu memiliki perlengkapan tertentu agar reaksi ini terjadi, antara lain energi tinggi dan suatu kecenderungan alamiah agar bereaksi. Dari gambar (a) terlihat tumbukan antara molekul AB tidak membuahkan hasil, bilamana molekul itu salah sikap pada saat bertumbukan, karena bagian B bertemu dengan bagian A. Dalam gambar (b) meskipun molekul-molekul itu telah betul sikapnya, mereka tidak cukup berenergi untuk bertumbukan agar terjadi reaksi. Dalam gambar (c), molekul-molekul yang bertumbukan bersikap betul dan memiliki cukup energi agar reaksi terjadi. Kondisi molekul-molekul yang bertumbukan ini yang diperlukan agar reaksi terjadi, disebut keadaan transisi atau kompleks teraktifkan (Keenan, Wood & Kleinfelter, 1992: 513). Model tumbukan antara partikel dapat digambarkan sebagai bola yang akan menggelinding mencapai puncak lekukan suatu bukit ke lereng bukit. Energi diperlukan supaya bola menggelinding mencapai puncak lekukan (keadaan transisi). Setelah mencapai keadaan transisi pun masih diperlukan energi agar bisa terlepas dari puncak lekukan tersebut agar dapat menggelinding ke lereng gunung. Jika energi tidak cukup maka bola tersebut akan menggelinding kembali ke lekukan itu.
Gambar 5. Bola akan menggelinding kembali ke lembah bila tidak cukup energi untuk mendorong sampai di puncak
59
Gambar 6. Diagram energi pada reaksi eksoterm dan endoterm Energi yang diperlukan agar bola sampai ke puncak bukit dan menggelinding dianalogikan sebagai energi pengaktifan. Dalam reaksi kimia energi pengaktifan (energi aktivasi) merupakan energi minimum agar suatu reaksi dapat berlangsung. Tumbukan yang menghasilkan reaksi disebut tumbukan efektif. Dengan menggunakan teori tumbukan ini dapat dijelaskan bagaimana faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laju reaksi. f. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi
1) Konsentrasi Secara umum konsentrasi pereaksi akan mempengaruhi laju reaksi. Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi adalah khas untuk setiap reaksi. Pada reaksi orde 0 (nol) perubahan konsentrasi pereaksi tidak berpengaruh terhadap laju reaksi. Reaksi orde 1 (satu) setiap kenaikan konsentrasi dua kali akan mempercepat laju reaksi menjadi dua kali lebih cepat, sedangkan untuk reaksi orde 2 bila konsentrasi dinaikkan menjadi dua kali laju reaksi menjadi empat kali lebih cepat. Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi ini dapat dijelaskan dengan model teori tumbukan. Semakin tinggi konsentrasi berarti semakin banyak molekul-molekul dalam setiap satuan luas ruangan, dengan demikian tumbukan antara partikel semakin sering terjadi. Semakin banyak
60
tumbukan yang terjadi berarti kemungkinan untuk menghasilkan tumbukan efektif semakin besar, sehingga reaksi berlangsung lebih cepat. 2) Luas Permukaan Sentuhan Untuk reaksi heterogen (wujud tidak sama), misalnya logam zink dengan larutan asam klorida, laju reaksi selain dipengaruhi oleh konsentrasi asam klorida juga dipengaruhi oleh kondisi logam zink. Dalam jumlah (massa) yang sama butiran logam zink akan bereaksi lebih lambat daripada serbuk zink. Reaksi terjadi antara molekul-molekul asam klorida dalam larutan dengan atom-atom zink yang bersentuhan langsung dengan asam klorida. Pada butiran zink, atom-atom zink yang bersentuhan langsung dengan asam klorida lebih sedikit daripada serbuk zink, sebab atom-atom zink yang bersentuhan hanya atom zink yang ada di permukaan butiran. Akan tetapi, bila butiran zink tersebut dipecah menjadi butiran-butiran yang lebih kecil, atau menjadi serbuk, maka atom-atom zink yang semula di dalam akan berada di permukaan dan terdapat lebih banyak atom zink yang secara bersamaan bereaksi dengan larutan asam klorida. Dengan menggunakan teori tumbukan dapat dijelaskan bahwa semakin luas permukaan zat padat semakin banyak tempat terjadinya tumbukan antarpartikel yang bereaksi. 3) Suhu Harga tetapan laju reaksi (k) akan berubah. Bagi kebanyakan reaksi kimia, kenaikan sekitar 100 C akan menyebabkan harga tetapan laju reaksi menjadi dua kali semula. Dengan naiknya harga tetapan laju reaksi (k), maka reaksi akan menjadi lebih cepat. Jadi, kenaikan suhu akan mengakibatkan reaksi berlangsung semakin cepat. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan teori tumbukan, yaitu bila terjadi kenaikan suhu maka molekul-molekul yang bereaksi akan bergerak lebih cepat, sehingga energi kinetiknya tinggi. Oleh karena energi kinetiknya tinggi, maka energi yang dihasilkan pada tumbukan antarmolekul akan menghasilkan energi yang besar dan cukup untuk melangsungkan reaksi. Dengan demikian, semakin tinggi suhu berarti
61
kemungkinan akan terjadi tumbukan yang menghasilkan energi yang cukup untuk reaksi juga semakin banyak, dan berakibat reaksi berlangsung lebih cepat. Bila pada setiap kenaikan DT 0 C suatu reaksi berlangsung n kali lebih cepat, maka laju reaksi pada T2 (v2) bila dibandingkan laju reaksi pada T1(v1) dapat dirumuskan:
v 2 = v1 (n )
æ T 2 - T1 çç è DT
ö ÷÷ ø
Contoh soal: Laju suatu reaksi menjadi dua kali lebih cepat pada setiap kenaikan suhu 100 C. Bila pada suhu 200 C reaksi berlangsung dengan laju reaksi 2 ´ 10 -3 mol L-1 s-1 berapa laju reaksi yang terjadi pada suhu 500C ? Jawab:
æ 50 - 20 ö ÷ 10 ø
v 50 = v 20 (2 )çè v 50
= 2 ´ 10-3 (2)3 = 1,6 ´ 10-2 mol L-1 s-1
4) Katalis Beberapa reaksi kimia yang berlangsung lambat dapat dipercepat dengan menambahkan suatu zat kedalamnya, tetapi zat tersebut setelah reaksi selesai ternyata tidak berubah. Misalnya, pada penguraian kalium klorat untuk menghasilkan gas oksigen. 2KClO3 (s) ® 2KCl (s) + 3O2 (s) Reaksi berlangsung pada suhu tinggi dan berjalan lambat, tetapi dengan penambahan kristal MnO2 kedalamnya ternyata reaksi akan dapat berlangsung dengan lebih cepat pada suhu yang lebih rendah. Setelah semua KClO3 terurai, ternyata MnO2 masih tetap ada (tidak berubah). Dalam reaksi tersebut MnO2 disebut sebagai katalis. Katalis adalah suatu zat yang dapat mempercepat laju reaksi, tanpa dirinya mengalami perubahan yang kekal. Suatu katalis mungkin dapat terlibat dalam proses reaksi atau mengalami perubahan selama reaksi berlangsung,
62
tetapi setelah reaksi itu selesai maka katalis akan diperoleh kembali dalam jumlah sama. [A---B]≠
Ea1
E [A--K]≠
[B--A--K]≠
A-K
Ea2
A+B
Ea3
AB
(reaktan)
(produk) JALAN REAKSI
Gambar 7. Grafik tingkat energi reaksi dengan katalis
Tanpa Katalis [A---B]≠
A+B
A-B
(lambat)
Ea1
A-K
(Cepat)
Ea2
A-B + K
(Cepat)
Ea3
Keadaan transisi Dengan Katalis A+K
[A---K]≠ Keadaan transisi
A-K + B
[B--A--K]≠ Keadaan transisi
Katalis mempercepat reaksi dengan cara mengubah jalannya reaksi. Jalur reaksi yang ditempuh tersebut mempunyai energi aktivasi yang lebih rendah daripada jalur reaksi yang ditempuh tanpa katalis. Jadi, dapat
63
dikatakan bahwa katalis berperan menurunkan energi aktivasi. Pada Gambar 7 ditunjukkan apabila reaksi berlangsung tanpa katalis reaksi antara A dan B akan menempuh jalur dengan membentuk kompleks teraktivasi [A---B]≠ yang memerlukan energi aktivasi sebesar Ea1. Pada penambahan katalis reaksi menempuh jalur dengan membentuk kompleks teraktivasi dengan katalis yaitu [A--K]≠
kemudian terbentuk zat antara
A-K, A-K bereaksi dengan B melalui komplek teraktivasi [B--A--K]≠ sehingga terbentuk A-B. Pembentukan [A--K]≠ dan [B--A--K]≠
masing-
masing memerlukan energi aktivasi sebesar Ea2 dan Ea3 yang relatif lebih rendah daripada Ea1. Diduga ada dua cara yang dilakukan katalis dalam mempercepat reaksi, yaitu dengan membentuk senyawa antara dan yang kedua dengan cara adsorpsi. a) Pembentukan Senyawa Antara Umumnya reaksi berjalan lambat bila energi aktivasi suatu reaksi terlalu tinggi. Agar reaksi dapat berlangsung lebih cepat, maka dapat dilakukan dengan cara menurunkan energi aktivasi. Untuk menurunkan energi aktivasi dapat dilakukan dengan mencari senyawa antara lain yang berenergi lebih rendah. Fungsi katalis dalam hal ini mengubah jalannya reaksi sehingga diperoleh senyawa yang energinya relatif rendah. Katalis homogen (katalis yang mempunyai fase yang sama dengan zat pereaksi yang dikatalis) bekerja dengan cara ini. Misalnya, P + Q ® PQ, berlangsung melalui dua tahapan: : P + Q ® PQ* (PQ* senyawa antara) Tahap II : PQ* ® PQ Tahap I
Apabila ke dalam reaksi tersebut ditambahkan katalis (R) maka, tahapan reaksi berlangsung sebagai berikut, Tahap I : P + R ® PR* ( PR* senyawa antara yang terbentuk oleh katalis) Tahap II : PR* + Q ® PQ + R
64
Contoh pembentukan senyawa antara pada penambahan katalis yaitu reaksi fase gas antara belerang dioksida, SO2 dan oksigen untuk menghasilkan belerang trioksida, SO3. 2SO2 + O2
SO3
(lambat)
Oksidasi ini diketahui sangat perlahan-lahan, reaksi ini mempunyai energi pengaktifan yang tinggi. Namun laju reaksi ditingkatkan secara nyata oleh panambahan Nitrogen Oksida, NO yang berfungsi sebagai katalis. Reaksi hadirnya Nitrogen Dioksida adalah: (1) 2 NO + O2
2NO2
(cepat)
(2) NO2 + SO2
SO3 + NO
(cepat)
Nitrogen Oksida yang terbentuk dalam reaksi pertama merupakan senyawa antara, Nitrogen Oksida dihasilkan kembali pada reaksi kedua (Keenan, Wood, & Kleinfelter, 1992: 522-523). b) Adsorpsi Proses katalisasi dengan cara adsorpsi umumnya dilakukan oleh katalis heterogen, yaitu katalis yang fasenya tidak sama dengan fase zat yang dikatalis (khususnya reaksi gas dengan katalis padat). Pada proses adsorpsi, molekul-molekul pereaksi akan teradsorpsi pada permukaan katalis, dengan terserapnya pereaksi di permukaan katalis mengakibatkan zat-zat pereaksi terkonsentrasi di permukaan katalis dan akan mempercepat reaksi. Kemungkinan yang lain, karena pereaksi-pereaksi teradsorpsi di permukaan katalis akan dapat menimbulkan gaya tarik antarmolekul yang bereaksi, dan ini menyebabkan molekul-molekul tersebut menjadi reaktif. Agar katalis tersebut berlangsung efektif, katalis tidak boleh mengadsorpsi zat hasil reaksi, dan dengan demikian permukaan logam akan segera ditempati oleh molekul baru. Bila zat pereaksi atau pengotor
teradsorpsi
dengan
kuat
oleh
katalis
menyebabkan
permukaan katalis menjadi tidak aktif. Dalam keadaan demikian, katalis dikatakan telah teracuni, dan ini akan menghambat reaksi. Contoh katalis adsorpsi adalah nikel pada pembuatan margarin, untuk
65
mengkatalisis reaksi antara gas hidrogen dengan lemak atau minyak menjadi margarin. Pada industri asam sulfat diaktakan katalis V2O5 untuk mempercepat reaksi antara gas SO2 dan O2 menjadi SO3. (Unggul Sudarmo, 2007: 90-91) Banyaknya proses industri yang menggunakan katalis,sehingga prosesnya dapat lebih cepat danbiaya produksi dapat dikurangi. Beberapa diantaranya diberikan pada Tabel 3. Tabel 3. Contoh Katalis yang Digunakan dalam Industri Katalisator
Penggunaan
Besi
Sintesis amonia dari nitrogen dan nitrogen (Proses Haber)
V2O5
Industri asam sulfat (Proses Kontak)
Nikel
Pembuatan margarin dari minyak kelapa
Platina
Industri asam nitrat (proses Ostwald), pengubah katalitik pada knalpot kendaraan bermotor. (Michael Purba, 2006: 111)
B. Kerangka Berpikir Prestasi belajar siswa merupakan indikator keberhasilan belajar siswa dalam mencapai tujuan belajar. Tinggi rendahnya prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal dari siswa. Faktor internal yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa salah satunya sikap siswa. Ilmu kimia sebagai salah satu cabang dari ilmu sains yang berkaitan dengan sikap ilmiah. Sehingga sikap ilmiah dalam diri siswa dapat menjadi faktor internal yang berpengaruh pada prestasi siswa. Sedangkan faktor eksternal salah satunya metode yang digunakan guru untuk menyampaikan materi.
66
1. Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan dilengkapi Metode Eksperimen di Laboratorium dan Demonstrasi terhadap Prestasi Belajar Siswa Materi pokok Laju Reaksi meliputi Sub Pokok Bahasan yaitu Konsep Laju Reaksi, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi, Teori Tumbukan, dan Persamaan Laju Reaksi. Khusus pada sub pokok bahasan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi merupakan konsep yang memerlukan pengamatan siswa. Dari pengamatan tersebut diharapkan siswa dapat mengamati gejala-gejala yang terjadi, dapat mengumpulkan data serta menarik kesimpulan sehingga akan diperoleh konsep-konsep yang bersifat bukan hafalan saja. Untuk tujuan diatas, dalam penelitian ini model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw diajarkan dengan dua cara, pertama Jigsaw diajarkan dengan eksperimen dan yang kedua model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw diajarkan dengan demonstrasi. Kegiatan eksperimen di laboratorium merupakan penunjang model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang berfungsi untuk menemukan atau menjelaskan prinsip-prinsip yang sedang dipelajari. Dalam kegiatan eksperimen di laboratorium siswa mengadakan penelitian langsung di laboratorium supaya siswa bisa melakukan pengamatan secara langsung dan mempraktekkan sendiri. Kegiatan eksperimen di laboratorium merupakan kegiatan yang mengembangkan aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa. Kegiatan eksperimen di laboratorium tidak sekedar mempraktekkan apakah suatu bereaksi atau tidak, tetapi kegiatan eksperimen di laboratorium juga dapat mengembangkan proses berpikir siswa dengan timbulnya berbagai pertanyaan dalam diri siswa selama pelaksanaan kegiatan eksperimen. Siswa melakukan sendiri eksperimen, melakukan pengamatan langsung kemudian menyimpulkan hasil eksperimen maka siswa dapat lebih mudah dalam pemahaman konsep. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dilengkapi eksperimen di laboratorium di dalam kelas terdapat kelompok-kelompok asal (home groups) dan kelompok-kelompok ahli (expert groups). Masing-masing siswa memiliki kelompok asal dan kelompok ahli serta memiliki bagian materi
67
yang harus dikuasai dan dipahami untuk selanjutnya dijelaskan kepada temantemannya dalam kelompok asal. Pemahaman dan penguasaan materi yang menjadi tugas dari masing-masing siswa ini diperoleh dari eksperimen yang eksperimen yang dilakukan oleh siswa-siswa yang memiliki tugas bagian materi yang sama, hasil yang diperoleh dari kegiatan eksperimen didiskusikan dengan anggota kelompok ahli yang lain. Dari diskusi ini dapat disimpulkan hasil pengamatan eksperimen. Tugas guru ialah memberikan bimbingan dan mengarahkan siswa pada proses penemuan konsep sehingga siswa akan menemukan konsep yang harus ditemukan sesuai materi yang diberikan. Selanjutnya masing-masing siswa berkewajiban menjelaskan hasil eksperimen dan kesimpulan dari bagian materi yang menjadi tugasnya kepada temantemannya yang lain dalam kelompok asal. Dalam
metode
demonstrasi,
guru
memperagakan
atau
mempertunjukkan percobaan sesuai materi yang diajarkan sedangkan siswa memperhatikan dan mencatat hal-hal yang berhubungan dengan percobaan yang sedang didemonstrasikan. Dari pengamatan yang mereka lakukan, maka diharapkan siswa dapat menemukan konsep materi yang yang diajarkan. Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan dilengkapi demonstrasi dilaksanakan dimana dalam kelas terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Ketika guru mendemonstrasikan percobaan, siswa yang memiliki tugas bagian materi yang sama berkumpul untuk mengamati dan mencatat
hal-hal
yang
berhubungan
dengan
percobaan,
kemudian
mendiskusikan dengan anggota kelompok ahli yang yaang lain. Selanjutnya siswa kembali ke kelompok asal untuk menjelaskan kepada teman-teman lain dalam kelompok asal. Berdasarkan uraian diatas maka diprediksikan bahwa prestasi belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang dilengkapi eksperimen laboratorium lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan pembelajaan kooperatif tipe Jigsaw dilengkapi demonstasi. 2. Perbedaan Pengaruh antara Siswa yang Memiliki Sikap Ilmiah Tinggi dan Sikap Ilmiah Rendah terhadap Prestasi Belajar pada Materi Pokok Laju Reaksi
68
Sikap ilmiah merupakan sikap yang diwujudkan dalam bentuk perilaku yang bersifat keilmuan terhadap suatu stimulus tertentu. Salah satu tujuan pembelajaran kimia adalah untuk memupuk sikap ilmiah dalam diri siswa. Ciri-ciri sikap ilmiah siswa antara lain jujur, obyektif, bertanggung jawab, ingin tahu, tidak mudah putus asa, kritis, tidak mudah mempercayai sesuatu yang belum terbukti, dan sebagainya. Dalam bereksperimen dan demonstrasi siswa dituntut untuk menggunakan metode ilmiah dalam memecahkan masalah. Dengan melaksanakan eksperimen dan demonstrasi diharapkan siswa dapat menemukan konsep sendiri dan konsep tersebut lebih bertahan lama dalam diri siswa karena siswa melakukan pengamatan langsung. Sikap ilmiah yang dimiliki siswa berperan dalam penemuan konsep sehingga siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi akan memiliki prestasi belajar yang berbeda dengan siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah. Siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi memiliki prestasi belajar yang tinggi jika dibandingkan dengan prestasi belajar siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah. 3. Interaksi antara Metode Pengajaran dengan Sikap Ilmiah Siswa terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Materi Pokok Laju Reaksi Dari uraian sebelumnya diprediksikan bahwa pembelajaran yang dilakukan dengan model pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan eksperimen mempunyai prestasi belajar yang lebih tinggi daripada pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan demonstrasi, serta siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi akan memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi daripada siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah. Faktor sikap ilmiah mempunyai peran dalam metode eksperimen dan demonstrasi. Pada metode eksperimen sikap ilmiah yang dimiliki siswa lebih berperan daripada metode demonstrasi. Karena pada pelaksanaan eksperimen di laboratorium siswa memiliki peran yang lebih besar dalam kegiatan belajar mengajar. Pada pelaksanaan eksperimen di laboratorium siswa melakukan percobaan sendiri sedangkan pada pelaksanaan demonstrasi siswa mengamati apa yang diperagakan guru. Siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi pada kelas eksperimen dengan penggunaan model
pembelajaran
kooperatif
tipe
Jigsaw
dengan
eksperimen
di
69
laboratorium akan memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan metode demonstrasi. Siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah pada kelas eksperimen dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode demonstrasi akan memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi daripada siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah pada kelas eksperimen yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium. Faktor –faktor yang
Faktor Eksternal
mempeng aruhi prestasi
Metode Mengajar
Jigsaw dengan Metode
Jigsaw
Eksperimen Faktor Internal
dengan Metode
Sikap Ilmiah
Prestasi Belajar Siswa Gambar 8. Skema kerangka berpikir Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium dan demonstrasi terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok Laju Reaksi. 2. Terdapat pengaruh sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok Laju Reaksi.
70
3. Terdapat interaksi antara model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode eksperimen dan demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa pada materi pokok Laju Reaksi.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Tawangsari Sukoharjo, pada kelas XI IPA Semester I tahun pelajaran 2009/2010. 2. Waktu Penelitian
71
Penelitian ini dilaksanakan dengan tahap-tahap sebagai berikut: a. Tahap persiapan Tahap persiapan meliputi pengajuan judul skripsi, penyusunan proposal penelitian, permohonan ijin penelitian, penyusunan instrumen penelitian. Waktu pelaksanaan pada bulan Mei 2009 sampai Agustus 2009. b. Tahap penelitian Tahap penelitian meliputi semua kegiatan pengambilan data di tempat penelitian. Waktu pelaksanaan pada bulan September 2009 sampai November 2009. c. Tahap penyelesaian Tahap penyelesaian meliputi pengolahan data dan penyusunan laporan. Waktu pelaksanaan pada bulan November 2009 sampai Januari 2010.
B. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimental. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Factorial Design 2 ´ 2. Rancangan ini menggunakan 2 kelompok subyek, yaitu kelompok pertama sebagai kelas eksperimen I dan kelompok kedua sebagai kelas eksperimen II. Rancangan penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.
48
Tabel 4. Rancangan Penelitian Kelas
Metode Menga
Sikap Ilmiah (B) Tinggi (B1)
Rendah (B2)
A1B1
A1B2
jar (A) Eksperimen I
Jigsaw dengan eksper imen
72
(A1) Eksperimen II
Jigsaw dengan
A2B1
A2B2
demon strasi (A2) Keterangan: A1 : Pengajaran Jigsaw dengan metode eksperimen A2
: Pengajaran Jigsaw dengan metode demonstrasi
B1
: Sikap ilmiah tinggi
B2
: Sikap ilmiah rendah
A1B1 : Pengajaran Jigsaw dengan metode eksperimen pada siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi A1B2 : Pengajaran Jigsaw dengan metode eksperimen pada siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah A2B1 : Pengajaran Jigsaw dengan metode demonstrasi pada siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi A2B2 : Pengajaran Jigsaw dengan metode demonstrasi pada siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah
1. Variabel Penelitian Variabel adalah sesuatu yang menjadi dasar obyek pengamatan dan sebagai faktor yang berperan dalam peristiwa yang diteliti. Variabel yang terdapat dalam penelitian ini terdiri atas: a. Variabel bebas Variabel bebas yaitu variabel yang dipilih untuk dicari pengaruhnya terhadap variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah: 1) Metode Pembelajaran Pada penelitian ini model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dipadukan
dengan metode eksperimen
dan
metode demonstrasi.
Pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan metode eksperimen laboratorium dimana siswa melakukan percobaan sendiri di laboratorium dalam
73
kelompok ahli (expert groups) dan mendiskusikannya kemudian menjelaskan hasil percobaan dalam kelompok asal (home groups). Sedangkan pada pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan metode demonstrasi siswa memperhatikan dan mendiskusikan percobaan yang diperagakan guru dalam kelompok ahli (home groups) selanjutnya menjelaskan kepada teman yang lain dalam kelompok asal (home groups). 2) Sikap Ilmiah Sikap ilmiah merupakan bentuk perilaku yang bersifat keilmuan terhadap stimulus tertentu. Pada penelitian ini sikap ilmiah dikategorikan menjadi dua yaitu sikap ilmiah tinggi dan sikap ilmiah rendah. Adapun penentuan kategori sikap ilmiah sebagai berikut: a) Kategori Sikap Ilmiah Tinggi Semua siswa yang mempunyai skor sikap ilmiah ³ skor sikap ilmiah rata-rata seluruh kelas. b) Kategori Sikap Ilmiah Rendah Semua siswa yang mempunyai skor sikap ilmiah < skor sikap ilmiah rata-rata kelas. b. Variabel terikat Variabel terikat adalah variabel yang kehadirannya dipengaruhi oleh variabel lain, dalam hal ini adalah variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini adalah prestasi belajar siswa pada materi pokok laju reaksi. Prestasi belajar merupakan hasil yang diperoleh sebagai akibat dari aktivitas selama mengikuti pelajaran kimia materi laju reaksi yang mengakibatkan perubahan pada diri siswa yang dilambangkan dalam bentuk nilai. Prestasi belajar siswa yang diukur dalam penelitian ini meliputi aspek kognitif dan aspek afektif. 2. Prosedur Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan secara bertahap dengan urutan sebagai berikut: a. Melakukan observasi pada siswa SMA Negeri 1 Tawangsari, yakni meliputi obyek penelitian, pengajaran dan fasilitas yang dimiliki.
74
b. Melakukan uji coba soal pretest pada siswa kelas XII IPA. c. Menentukan kelas yang akan dijadikan kelas eksperimen I dan eksperimen II secara random. d. Memberikan tes awal (Pretest) dengan instrumen yang telah diujicobakan. e. Melaksanakan penelitian yaitu mengajar materi pokok laju reaksi dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium pada kelas eksperimen I dan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode demonstrasi pada kelas eksperimen II. f. Memberikan tes akhir (Postest). g. Mengolah dan menganalisis data penelitian. h. Menarik kesimpulan.
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Tawangsari Tahun Ajaran 2009/2010. 2. Sampel Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik random sampling. Dalam teknik
Cluster Random Sampling ini sampel
merupakan unit dalam populasi yang mendapat peluang sama untuk menjadi sampel, bukan siswa secara individual. D. Teknik Pengumpulan Data 1. Sumber Data Pada penelitian ini data adalah prestasi belajar siswa pada materi pokok Laju Reaksi dan sikap ilmiah siswa. Aspek penilaian yang diambil meliputi aspek kognitif dan aspek afektif. Penilaian aspek kognitif diperoleh langsung dari siswa dengan menggunakan tes bentuk obyektif yang diberikan sebelum dan sesudah proses pembelajaran laju reaksi dengan perangkat tes yang sama. Sedangkan penilaian aspek afektif dilakukan dengan menggunakan angket yang diisi langsung oleh siswa. 2. Instrumen Penelitian
75
a. Instrumen Penilaian Kognitif Instrumen yang digunakan dalam penilaian aspek kognitif berupa soalsoal obyektif materi laju reaksi. Perangkat tes yaitu tes obyektif dengan 5 alternatif jawaban. Jawaban yang benar diberi skor 1 dan jawaban yang salah diberi skor 0. Untuk mengetahui validitas, reliabilitas, taraf kesukaran soal, dan daya pembeda maka instrumen yang akan dipakai dalam penelitian ini perlu diujicobakan terlebih dahulu kepada sekelompok siswa yang telah menerima materi pokok laju reaksi. 1) Uji Validitas Suatu alat ukur dikatakan valid apabila dapat mengukur apa yang hendak diukur, atau dapat memenuhi fungsinya sebagai alat ukur. Validitas yang diuji dalam penelitian ini adalah validitas item atau validitas butir soal. Validitas item dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiliki oleh sebutir item. Untuk mengetahui validitas butir soal dicari dengan menghitung indeks korelasi antara X dan Y yang dapat digunakan rumus korelasi Product Moment dengan rumus sebagai berikut: rxy =
N(å XY ) - (å X )(å Y )
[(Nå X
2
)(
- (å X ) N å Y 2 - (å Y ) 2
2
)]
Keterangan: rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan Y, dua variabel yang
dikorelasikan X = skor butir item tertentu Y = skor total N = jumlah subyek (Masidjo, 1995: 246)
Kriteria pengujian: Kriteria item dinyatakan valid jika rxy > rtabel Kriteria item dinyatakan tidak valid jika rxy £ rtabel
76
Kriteria validitas suatu tes (rxy) adalah sebagai berikut: 0,91 – 1,00 : Sangat Tinggi 0,71 – 0,90 : Tinggi 0,41 – 0,70 : Cukup 0,21 – 0,40 : Rendah Negatif – 0,20 : Sangat Rendah (Masidjo, 1995: 243) Hasil uji validitas instrumen penilaian kognitif terangkum dalam Tabel 5. Tabel 5. Rangkuman Hasil Uji Validitas Instrumen Penilaian Kognitif Variabel
Jumlah
Kriteria S
Valid
Drop
32
3
o a l Soal-soal
materi
35
pokok Laju Reaksi
Hasil uji validitas instrumen penilaian kognitif yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 14. 2) Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah keajegan suatu tes apabila diteskan kepada subyek yang sama dalam waktu yang berlainan atau kepada subyek yang tidak sama pada waktu yang sama. Taraf reliabilitas suatu tes dinyatakan dengan suatu koefisien yang disebut dengan koefisien reliabilitas atau r11 yang dinyatakan dalam suatu bilangan koefisien antara -1,00 sampai 1,00. Pengujian reliabilitas menggunakan rumus Kuder-Richardson (KR.20) sebagai berikut: æ n ö r11 = ç ÷ è n -1 ø
Keterangan:
é S t - å pq ù ê ú 2 ëê S t ûú
77
r11
: koefisien reliabilitas
n
: jumlah item
S
: standar deviasi
p
: indeks kesukaran
q
: 1-p (Masidjo, 1995: 233)
Kriteria reliabilitas adalah sebagai berikut: 0,91 – 1,00 : Sangat tinggi 0,71 – 0,90 : Tinggi 0,41 – 0,70 : Cukup 0,21 – 0,40 : Rendah Negatif – 0,20 : Sangat rendah (Masidjo, 1995: 243) Hasil uji reliabilitas instrumen penilaian kognitif terangkum dalam Tabel 6. Tabel 6. Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penilaian Kognitif Variabel
Jumlah
Reliabilitas
Kriteria
0,858
Tinggi
S o a l Soal-soal materi
35
pokok Laju Reaksi Hasil uji reliabilitas instrumen penilaian kognitif yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 14. 3) Uji Taraf Kesukaran Soal Taraf kesukaran suatu item dapat diketahui dari banyaknya siswa yang menjawab benar. Taraf kesukaran suatu item dinyatakan dalam bilangan indeks yang disebut Indeks Kesukaran (IK), yaitu bilangan yang
78
merupakan hasil perbandingan antara jawaban benar yang diperoleh dengan jawaban yang seharusnya diperoleh dari suatu item. Untuk menghitung bilangan indeks kesukaran suatu item digunakan rumus sebagai berikut: B N ´ Skor maksimal
IK = Keterangan: IK
: Indeks Kesukaran
B
: Jumlah jawaban yang benar yang diperoleh siswa dari suatu item
N
: kelompok siswa Skor maksimal : Besarnya skor yang dituntut oleh suatu jawaban benar dari suatu item N ´ Skor maksimal : Jumlah jawaban benar yang harus diperoleh dari suatu item (Masidjo, 1995: 189)
Klasifikasi indeks kesukaran adalah sebagai berikut: 0,81 – 1,00 : Mudah Sekali (MS) 0,61 – 0,80 : Mudah (Md) 0,41 – 0,60 : Sedang (Sd) 0,21 – 0,40 : Sukar (Sk) 0,00 – 0,20 : Sukar Sekali (SS) (Masidjo, 1995: 192) Hasil uji taraf kesukaran instrumen penilaian kognitif terangkum dalam Tabel 7. Tabel 7. Rangkuman Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Penilaian Kognitif Variabel
Soal-soal
Jumlah Soal
materi pokok Laju Reaksi
35
Kriteria SM
Md
Sd
Sk SS
3
15
10
5
2
79
Hasil uji taraf kesukaran instrumen penilaian kognitif yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 14. 4) Taraf Pembeda Suatu Item Taraf pembeda suatu item adalah taraf sampai dimana jumlah jawaban benar dari siswa-siswa yang tergolong kelompok atas (pandai) berbeda dari siswa-siswa yang tergolong kelompok bawah (kurang pandai) untuk suatu item. Perbedaan jawaban benar dari siswa tergolong kelompok atas dan bawah disebut Indeks Diskriminasi (ID), dengan rumus sebagai berikut: ID =
KA - KB NKA atau NKB ´ skor maksimal
Keterangan: ID
: Indeks Diskriminasi KA
: Jumlah jawaban benar yang diperoleh dari siswa tergolong kelompok atas
KB
: Jumlah jawaban benar yang diperoleh dari siswa tergolong kelompok
NKA atau NKB ´ Skor maksimal : Perbedaan jawaban benar dari siswa-siswa yang tergolong kelompok atas dan bawah yang seharusnya diperoleh. (Masidjo, 1995: 198) Klasifikasi daya pembeda adalah sebagai berikut: 0,80 – 1,00 : Sangat Membedakan (SM) 0,60 – 0,79 : Lebih Membedakan (LM) 0,40 – 0,59 : Cukup Membedakan (CM) 0,20 – 0,39 : Kurang Membedakan (KM) Negatif – 0,19 : Sangat Membedakan (SM) (Masidjo, 1995: 201) Hasil uji daya pembeda instrumen penilaian kognitif terangkum dalam Tabel 8. Tabel 8. Rangkuman Hasil Uji Daya Pembeda Instrumen Penilaian Kognitif
80
Variabel
Soal-soal
Jumlah Soal
materi
35
Kriteria SM
LM
CM
KM
SKM
3
12
16
4
-
pokok Laju Reaksi Hasil uji daya pembeda soal instrumen penilaian kognitif yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 14. b. Instrumen Afektif dan Sikap Ilmiah Instrumen penilaian afektif yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket. Jenis angket yang digunakan adalah angket langsung dan sekaligus menyediakan alternatif jawaban. Responden atau siswa memberikan jawaban dengan memilih salah satu alternatif jawaban yang disediakan. Penyusunan item-item angket berdasarkan indikator yang telang ditetapkan sebelumnya. Dalam menjawab pertanyaan, siswa hanya dibenarkan dengan memilih salah satu alternatif jawaban yang telah disediakan. Pemberian skor untuk angket afektif dan sikap ilmiah ini digunakan skala 1 sampai 4. Untuk item yang mengarah jawaban positif, pemberian skornya sebagai berikut: Skor 4 untuk jawaban Sangat Setuju (SS) Skor 3 untuk jawaban Setuju (S) Skor 2 untuk jawaban Tidak Setuju (TS) Skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) Sedangkan untuk item yang mengarah jawaban negatif, pemberian skornya sebagai berikut: Skor 1 untuk jawaban Sangat Setuju (SS) Skor 2 untuk jawaban Setuju (S) Skor 3 untuk jawaban Tidak Setuju (TS) Skor 4 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) Sebelum digunakan untuk mengambil data penelitian, instrumen tersebut diujicobakan terlebih dahulu untuk mengetahui kualitas item angket: 1) Uji Validitas
81
Untuk mengetahui validitas butir soal angket dicari dengan menghitung indeks korelasi antara X dan Y yang dapat digunakan rumus korelasi product moment dengan rumus sebagai berikut: rxy =
N(å XY ) - (å X )(å Y )
[(Nå X
2
)(
- (å X ) N å Y 2 - (å Y ) 2
2
)]
Keterangan: rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan Y, dua variabel yang
dikorelasikan X = skor butir item tertentu Y = skor total N = jumlah subyek (Masidjo, 1995: 246) Kriteria pengujian: Kriteria item dinyatakan valid jika rxy > rtabel Kriteria item dinyatakan tidak valid jika rxy £ rtabel Kriteria validitas suatu tes (rxy) adalah sebagai berikut: 0,91 – 1,00 : Sangat Tinggi 0,71 – 0,90 : Tinggi 0,41 – 0,70 : Cukup 0,21 – 0,40 : Rendah Negatif – 0,20 : Sangat Rendah (Masidjo, 1995: 243) Hasil uji validitas instrumen penilaian afektif terangkum dalam Tabel 9. Tabel 9. Rangkuman Hasil Uji Validitas Instrumen Penilaian Afektif Variabel
Jumlah
Kriteria S
Valid
Drop
32
-
o a l Angket
afektif
32
82
materi pokok Laju Reaksi Hasil uji validitas instrumen penilaian afektif yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 17. Hasil uji validitas instrument sikap ilmiah terangkum dalam Tabel 10. Tabel 10. Rangkuman Hasil Uji Validitas Instrumen Sikap Ilmiah Variabel
Jumlah
Kriteria S
Valid
Drop
40
-
o a l Angket sikap ilmiah
40
Hasil uji validitas instrumen sikap ilmiah yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 8. 2) Uji Reliabilitas Digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengukuran dapat memberikan hasil yang relatif tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali pada subyek yang sama. Untuk mengetahui tingkat reliabilitas digunakan rumus alpha (digunakan untuk mencari reliabilitas yang skornya bukan 1 dan 0), yaitu sebagai berikut: 2 æ n öæç å S i rtt = ç 1 ÷ S 2t è n - 1 øçè
ö ÷ ÷ ø
Keterangan: rt
: Koefisien reliabilitas suatu tes
n
: Jumlah item
åS S 2t
2 i
: Jumlah kuadrat S dari masing-masing item : Kuadrat dari S total keseluruhan item (Masidjo, 1995: 238)
83
Adapun acuan penilaian reliabilitas suatu butir soal atau item adalah sebagai berikut: 0,91 – 1,00 : sangat tinggi 0,71 – 0,90 : tinggi 0,41 – 0,70 : cukup 0,21 – 0,40 : rendah Negatif – 0,20 : sangat rendah (Masidjo, 1995: 243) Hasil uji reliabilitas instrumen penilaian afektif terangkum dalam Tabel 11. Tabel 11. Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penilaian Afektif Variabel
Jumlah
Reliabilitas
Kriteria
0,883
Tinggi
S o a l Angket afektif
32
materi pokok Laju Reaksi Hasil uji reliabilitas instrumen penilaian kognitif yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 17. Hasil uji reliabilitas instrumen sikap ilmiah terangkum dalam Tabel 12.
Tabel 12. Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Sikap ilmiah Variabel
Jumlah
Reliabilitas S o
Kriteria
84
a l Angket Sikap Ilmiah
40
0,891
Tinggi
Hasil uji reliabilitas instrumen sikap ilmiah yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 8.
E. Teknik Analisis Data 1. Uji Prasyarat Analisis a. Uji Normalitas Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah sampel penelitian ini dari populasi normal atau tidak. Dalam penelitian ini uji normalitas yang digunakan adalah metode Liliefors. Prosedur uji normalitas dengan menggunakan metode Liliefors adalah sebagai berikut: 1) Menentukan hipotesis nol (H0) H0 = sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal H1 = sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal 2) Tingkat Signifikansi : a = 0,05 3) Statistik Uji L0 = Max F(z i ) - S(z i ) Dengan: F(zi)
= P (Z £ Z i )
S(zi)= proporsi cacah Z lebih kecil atau sama dengan Zi Zi
= skor standar
Zi
=
X
= Nilai rata-rata
S
= Standar Deviasi
Xi - X S
4) Daerah Kritik
{
DK = L L > L α;n
}
L > L a ,n yang diperoleh dari tabel Liliefors pada tingkat a dan n (ukuran sampel)
85
5) Keputusan Uji H0 ditolak jika L Î DK atau H0 diterima jika L Ï DK (Budiyono, 2000: 169) b. Uji Homogenitas Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah suatu sampel berasal dari populasi yang homogen atau tidak. Untuk mengetahui homogenitas varians digunakan uji Bartlett. Langkah-langkah pengujian homogenitas dengan menggunakan uji Bartlett adalah sebagai berikut:
{
c 2 = (ln 10 ) B - å (n i - 1) log S i2
{
= 2,3026 B - å (n i - 1) log Si2 B = (log S2)
å (n
i
}
}
-1)
é å (n i - 1)S i2 ù S = ê ú ëê å n i - 1 ûú 2
(
)
Yang akan diuji adalah: H0 : δ12 = δ 22 = populasi yang mempunyai varian yang sama H1 : d12 ¹ d 22 = populasi tidak mempunyai varian yang sama Adapun langkah-langkah pengujiannya yaitu sebagai berikut: 1) Menentukan Hipotesis
( )
2) Menghitung varian masing-masing sampel Si2 dengan rumus: S = 2 i
( X i - X )2 n -1
( )
3) Menghitung varian gabungan dari semua sampel S 2 dengan rumus: S2 =
å (n - 1)S å (n - 1)
2 i
i
i
4) Menghitung harga satuan (B) dengan rumus:
(
B = log S 2
)å (n
i
-1)
( ) = (ln10){B - å (n - 1) log S }
5) Menghitung harga chi kuadrat c 2 dengan rumus:
c2
i
2 i
86
6) Menghitung c 2 dari tabel distribusi chi kuadrat pada taraf signifikasi 5 % 7) Daerah kritik
{
DK = c 2 c 2 > c12-a ;k -1
}
8) Mencari nilai c 2 dari tabel distribusi chi kuadrat pada taraf signifikansi 5 % 9) Kriteria pengujian H0 diterima apabila c 2hitung < c 2tabel yang berarti populasi homogen. (Sudjana, 1996: 261-263) c. Uji t-matching Uji t-matching bertujuan untuk mencari kesetaraan antara dua sampel dalam penelitian. Langkah-langkah: 1) Menentukan hipotesis H0 ; m1 = m2 H1; m1 ¹ m2 2) Komputasi S = 2
(n 1 -1)S12 + (n 2 - 1)S 22 n1 + n 2 - 2
X1 - X 2
t = S
1 1 n1 n2
3) Daerah Kritik DK = n1 + n2 -2 H0 diterima jika -t1- 1 α < thitung > t1- 1 α 2
2
(Sudjana, 1996: 239)
2. Pengujian Hipotesis
87
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama. Tujuan dari analisis ini untuk menguji signifikansi efek dua variabel bebas terhadap satu variabel terikat dan interaksi kedua variabel bebas terhadap variabel terikat. Adapun modelnya sebagai berikut: a. Analisis Variansi Dua Jalan dengan Frekuensi Sel Tak Sama 1) Model Xijk= µ+ αi + βj + (αβ)ij + e ijk Dengan: Xijk
= data (nilai) ke-k pada baris ke-i dan kolom ke-j;
µ
= rerata dari seluruh data (rerata besar);
αi
= µi - µ = efek baris ke-i pada variabel terikat;
βj
= µj - µ = efek kolom ke-j pada variabel terikat;
(αβ)ij
= µij – (µ + αi + βj) = kombinasi efek baris ke-i dan kolom ke-j pada variabel terikat;
e ijk
= deviasi data Xijk terhadap rataan populasinya (µij) yang berdistribusi
normal
dengan rataan 0 i = 1,2; 1. Pemberian pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium 2. Pemberian pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan metode demonstrasi j= 1,2; 1. Sikap ilmiah tinggi 2. Sikap ilmiah rendah k = 1,2,3….,n; n = banyaknya data amatan pada setiap sel 2) Hipotesis H0A
: αi = 0 untuk setiap i = 1,2; H1A
: paling sedikit ada satu αi yang tidak nol
H0B
: βj = 0 untuk setiap j =1,2
88
H1B
: paling sedikit ada satu βj yang tidak nol
H0AB
: (αβ)ij = untuk setiap i= 1,2 dan j= 1, 2;
H1AB
: paling sedikit ada satu (αβ)ij yang tidak nol 3) Komputasi a) Notasi-notasi n ij = ukuran sel ij (sel pada baris ke-I dan kolom ke-j)
= banyaknya data amatan pada sel i = frekuensi sel ij
n h = rataan harmonik frekuensi seluruh sel =
N =
ån
ij
pq 1 åij n ij
= banyaknya seluruh data amatan
i, j
åX
SS ij =
2 ijk
k
æ ö ç å X ijk ÷ ø -è k n ijk
2
= jumlah kuadrat deviasi dua amatan pada pada sel ij = rataan pada sel ij
ABij
Ai =
å AB
ij
= jumlah rataan pada baris ke-i
ij
= jumlah rataan baris ke-j
i
Bj =
å AB j
G=
å AB
ij
= jumlah rataan semua sel
i, j
b) Besaran-besaran (1) =
G2 p.q
(2) =
å SS
ij
i, j
A i2 (3) = å q i
89
å
(4) =
j
B 2j p
å AB
(5) =
i- j
2 ij
c) Jumlah Kuadrat (JK) JKA (jumlah kuadrat baris)
= nh {(3) – (1)} = n h {(4 ) - (1)}
JKB (jumlah kuadrat kolom)
= n h {(1) + (5) - (3) - (4 )}
JKAB (jumlah kuadrat interaksi) JKG (jumlah kuadrat galat)
=2
JKT (jumlah kuadrat total)
= JKA + JKB + JKAB + JKG
d) Derajat Kebebasan (dk) dkA (derajat kebebasan baris)
= p-1
dkB (derajat kebebasan kolom)
= q-1
dkAB (derajat kebebasan interaksi) = (p-1)(q-1) dkG (derajat kebebasan galat)
= N-p.q
dkT (derajat kebebasan total)
= N-1
e) Rataan Kuadrat (RK) RKA (rataan kuadrat baris)
= JKA/ dkA
RKB (rataan kuadrat kolom)
= JKB/ dkB
RKAB (rataan kuadrat interaksi)
= JKAB/ dkAB
RKG (rataan kuadrat galat)
= JKG/ dkG
f) Statistik Uji FA (Statistik uji antar baris) FB (Statistik uji antar kolom) FAB (Statistik uji interaksi) g) Daerah Kritik (DK)
{ } = {F F ³ F } = {F F ³ F }
DKA = FA FA ³ Fa;p-1; N - pq DKB
DKAB
B
a ; p -1; N - pq
B
AB
AB
a ; p -1; N - pq
= RKA/RKG = RKB/RKG = RKAB/RKG
90
h) Keputusan Uji H0A ditolak jika FA ³ Fa ;p -1; N - pq H0B ditolak jika FB ³ Fa;p-1; N- pq H0AB ditolak jika FAB ³ Fa ;( p -1)( q -1); N - p i) Rangkuman Anava Tabel 13. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama Sumber
JK
dk
RK
Fobs Fa
Baris (A)
JKA
p-1
RKA
Fa
F*
Kolom (B)
JKB
q-1
RKB
Fb
F*
Interaksi (AB)
JKAB
(p-1)(q-1)
RKAB Fab
F*
Galat (G)
JKG
N-pq
RKG
-
-
Total
JKT
N-1
-
-
-
(Budiyono, 2000: 224-228) b. Uji Lanjut Anava (Uji Scheffe) Sebagai tindak lanjut dari analisis variansi dua jalan adalah menggunakan uji Scheffe untuk uji rerata. Tujuan dari uji Scheffe adalah untuk melakukan pelacakan terhadap perbedaan rerata setiap pasang kolom, baris, dan setiap pasang sel. Rumus metode Scheffe adalah sebagai berikut: Fi - j =
(X
.i
- X .j
)
2
æ 1 1 ö÷ RKG ç + çn ÷ è .i n .j ø
Dengan: Fi - j
= nilai Fobs pada perbandingan kolom ke-I dan kolom ke-j
X.i
= rataan pada kolom ke-i
X.j
= rataan pada kolom ke-j RKG = rataan kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi
n.i
= ukuran sampel kolom ke-i
n.j
= ukuran sample kolom ke-j
91
{
DKA = F F > (p - 1)Fα; p -1; N - pq
} (Budiyono, 2000: 209)
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah skor sikap ilmiah siswa dan nilai prestasi belajar siswa pada materi pokok Laju Reaksi. Prestasi belajar siswa meliputi aspek kognitif dan aspek afektif. Data-data tersebut diambil dari kelompok eksperimen I (kelas pengajaran Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium) dan kelompok II (kelas pengajaran Jigsaw dengan metode demonstrasi). Jumlah siswa yang dilibatkan pada penelitian ini adalah 64 orang siswa dari kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 SMA Negeri 1 Tawangsari Sukoharjo tahun ajaran 2009/2010.
1. Data Sikap Ilmiah Siswa Pada Materi Pokok Laju Reaksi Data penelitian mengenai skor sikap ilmiah siswa diperoleh dengan menggunakan angket sikap ilmiah. Data sikap ilmiah dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu sikap ilmiah tinggi bagi siswa yang mempunyai skor sikap ilmiah ≥ rata-rata sikap ilmiah gabungan dan kategori sikap ilmiah rendah bagi siswa yang mempunyai skor sikap ilmiah < rata-rata skor sikap ilmiah gabungan. Perhitungan kategori pembagian kelompok siswa dapat dilihat pada Lampiran 8. Pada kelas eksperimen I (Pengajaran Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium) nilai tertinggi sikap ilmiah siswa adalah 134 sedangkan nilai terendah adalah 105. Pada kelas eksperimen I terdapat 18 siswa yang mempunyai kategori sikap ilmiah tinggi dan 14 siswa yang mempunyai sikap ilmiah rendah. Perhitungan kategori sikap ilmiah siswa dapat dilihat pada Lampiran 9. Distribusi frekuensi sikap ilmiah kelas
92
eksperimen I disajikan dalam Tabel 14 dan perhitungan distribusinya frekuensinya disajikan dalam Lampiran 26.
67 Ilmiah Siswa dengan Pengajaran Jigsaw Tabel 14. Distribusi Frekuensi Sikap dengan Metode Eksperimen di Laboratorium Interval
Tengah interval
Frekuensi
% Frekuensi
105,0
- 109,8
107,4
3
9,38
109,9
- 114,7
112,3
5
15,63
114,8
- 119,6
117,2
6
18,75
119,7
- 124,5
122,1
9
28,13
124,6
- 129,4
127,0
6
18,75
129,5
- 134,3
131,9
3
9,38
32
100 %
Jumlah
Sedangkan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang data pada Tabel 14 dapat dilihat pada Gambar 9. 10 9 9 8 7 Frekuensi
6
6
6 5 5 4 3
3
3 2 1 0 107,4
112,3
117,2
122,1
127,0
131,9
Tengah Interval
Gambar 9. Histogram Sikap Ilmiah Siswa Pengajaran Jigsaw dengan Metode Eksperimen di Laboratorium
Pada kelas eksperimen II (Pengajaran Jigsaw dengan Metode Demonstrasi) nilai tertinggi sikap ilmiah siswa adalah 132 sedangkan
93
nilai terendah adalah 103. Pada kelas eksperimen II terdapat 14 siswa yang mempunyai sikap ilmiah tinggi dan 18 siswa yang mempunyai sikap ilmiah rendah. Perhitungan distribusi frekuensi sikap ilmiah siswa dapat dilihat pada Lampiran 26. Distribusi frekuensi sikap ilmiah siswa pada kelas eksperimen II disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Distribusi Frekuensi Sikap Ilmiah Siswa dengan Pengajaran Jigsaw dengan Metode Demonstrasi
Interval
Tengah Interval
Frekuensi
% Frekuensi
103,0
- 107,8
105,40
2
6,25
107,9
- 112,7
110,30
5
15,63
112,8
- 117,6
115,20
9
28,13
117,7
- 122,5
120,10
7
21,88
122,6
- 127,4
125,00
6
18,75
127,5
- 132,3
129,90
3
9,38
32
100 %
Jumlah
Sedangkan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang data pada Tabel 15 dapat dilihat pada Gambar 10.
10 9 9 8 7 Frekuensi
7 6 6 5 5 4 3 3 2 2 1 0 105,40
110,30
115,20
120,10
125,00
129,90
Tengah Interval
Gambar 10. Histogram Sikap Ilmiah Siswa Pengajaran Jigsaw dengan Metode Demonstrasi
94
Perbandingan distribusi frekuensi skor sikap ilmiah siswa untuk kelas eksperimen I (Pengajaran Jigsaw dengan Metode Eksperimen di Laboratorium) dan kelas eksperimen II (Pengajaran Jigsaw dengan Metode Demonstrasi) terdapat pada Tabel 16 dan histogramnya dapat dilihat pada Gambar 11. Perhitungan secara terinci dapat dilihat pada Lampiran 26. Tabel 16. Perbandingan Sikap Ilmiah Siswa antara kelas eksperimen I (Pengajaran Jigsaw dengan Metode Eksperimen di Laboratorium) dan kelas eksperimen II (Pengajaran Jigsaw dengan Metode Demonstrasi) Metode Interval
Tengah Interval
Metode
Eksperi
Demon
men
strasi
f
%f
f
%f
103,0 – 107,4
105,2
2
6,25
2
6,25
107,5 – 111,9
109,7
1
3,125
4
12,50
112,0 – 116,4
114,2
7
21,875
7
21,875
116,5 – 120,9
118,7
4
12,5
8
25,00
121,0 – 125,4
123,2
10
31,25
5
15,625
125,5 – 129,9
127,7
5
15,625
4
12,50
130,0 – 134,4
132,2
3
9,375
2
6,25
32
100
32
100
Jumlah
Sedangkan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang data pada Tabel 16 dapat dilihat pada Gambar 11.
95
12
10 10
8 Frekuensi
8 7 7 Jigsaw dengan Metode Eksperimen Jigsaw dengan Metode Demonstrasi
6 5 4
5
4
4
4 3 2 2
2
2 1
0 105,2
109,7
114,2
118,7
123,2
127,7
132,2
Tengah Interval
Gambar 11. Histogram Perbandingan Sikap Ilmiah Siswa antara Pengajaran
Jigsaw
dengan
Metode
Eksperimen
di
Laboratorium dan Metode Demonstrasi
2. Data Prestasi Kognitif Materi Pokok Laju Reaksi Pada siswa yang dikenai pengajaran Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium, selisih nilai tertinggi prestasi kognitif siswa pada materi pokok laju reaksi adalah 59,4 sedangkan selisih nilai terendah adalah 15,7. Distribusi frekuensi selisih nilai prestasi kognitif siswa yang dikenai pengajaran Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium disajikan dalam Tabel 17. Tabel 17. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Prestasi Kognitif Siswa Pengajaran Jigsaw dengan Metode Eksperimen di Laboratorium Interval
Tengah
Frekuensi
% Frekuensi
in te rv al
15,7
-
22,9
19,3
1
3,13
23,0
-
30,2
26,6
3
9,38
30,3
-
37,5
33,9
16
50,00
37,6
-
44,8
41,2
9
28,13
96
44,9
-
52,1
48,5
2
6,25
52,2
-
59,4
55,8
1
3,13
32
100 %
Jumlah
Sedangkan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang data pada Tabel 17 dapat dilihat pada Gambar 12. 18 16 16 14
Frekuensi
12 10
9
8 6 4
3 2
2
1
1
0 19,3
26,6
33,9
41,2
48,5
55,8
Tengah Interval
Gambar 12. Histogram Selisih Nilai Prestasi Kognitif Pengajaran Jigsaw dengan Metode Eksperimen di Laboratorium Pada siswa yang dikenai pengajaran Jigsaw dengan metode demonstrasi, nilai tertinggi prestasi kognitif pada materi pokok Laju Reaksi adalah 46,9 sedangkan nilai terendah adalah 18,8. Distribusi frekuensi selisih nilai prestasi kognitif siswa yang dikenai pengajaran Jigsaw dengan metode demonstrasi disajikan dalam Tabel 18. Tabel 18. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Prestasi Kognitif Siswa Pengajaran Jigsaw dengan Metode Demonstrasi
Interval
Tengah interval
Frekuensi
% Frekuensi
18,8
-
23,4
21,1
5
15,63
23,5
-
28,1
25,8
6
18,75
28,2
-
32,8
30,5
7
21,88
32,9
-
37,5
35,2
10
31,25
97
37,6
-
42,2
39,9
3
9,38
42,3
-
46,9
44,6
1
3,13
32
100 %
Jumlah
Sedangkan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang data pada Tabel 18 dapat dilihat pada Gambar 13. 12 10
Frekuensi
10
8 7 6 6 5 4 3 2 1 0 21,1
25,8
30,5
35,2
39,9
44,6
Tengah Interval
Gambar 13. Histogram Selisih Nilai Prestasi Kognitif Pengajaran Jigsaw dengan Metode Demonstrasi Untuk lebih dapat membandingkan selisih nilai prestasi kognitif siswa pada kelas eksperimen I (Pengajaran Jigsaw dengan Metode Eksperimen di Laboratorium) dan kelas eksperimen II (Pengajaran Jigsaw dengan Metode Demonstrasi) terdapat pada Tabel 19 dan histogramnya dapat dilihat pada Gambar 19 . Perhitungan secara terinci dapat dilihat pada Lampiran 26. Tabel 19. Perbandingan Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Prestasi Kognitif Siswa antara kelas eksperimen I (Pengajaran Jigsaw dengan Metode Eksperimen di Laboratorium) dan kelas eksperimen II (Pengajaran Jigsaw dengan Metode Demonstrasi) Metode
Tengah Interval
Inter val
f
Metode
Eksperi
Demon
men
strasi
%f
f
%f
98
15,7 – 21,9
18,8
1
3,125
5
15,625
22,0 – 28,2
25,1
3
9,375
7
21,875
28,3 – 34,5
31,4
12
37,50
9
28,125
34,6 – 40,8
37,7
9
28,125
10
31,25
40,9 – 47,1
44,0
5
15,625
1
31,25
47,2 – 53,4
50,3
1
3,125
0
0
53,5 – 59,7
58,6
1
3,125
0
0
32
100
32
100
Total
Sedangkan untuk memperoleh gambaran yng lebih jelas tentang data pada Tabel 19 dapat dilihat pada Gambar 14. 14 12 12 10 10 Frekuensi
9
9
8
Jigsaw dengan Metode Eksperimen 7 Jigsaw dengan Metode Demonstrasi
6 5
5
4 3 2 1
1
1
1 0
0
50,3
58,6
0 18,8
25,1
31,4
37,7
44,0
Tengah Interval
Gambar 14. Histogram Selisih Nilai Prestasi Kognitif Siswa Eksperimen I (Pengajaran
Jigsaw
dengan
Metode
Eksperimen
di
Laboratorium) dan kelas eksperimen II (Pengajaran Jigsaw dengan Metode Demonstrasi)
3. Data Prestasi Afektif Materi Pokok Laju Reaksi Pada siswa yang dikenai pengajaran Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium, nilai tertinggi prestasi afektif siswa pada materi pokok Laju Reaksi adalah 80,5 sedangkan nilai terendah adalah 60,2. Distribusi frekuensi nilai prestasi afektif siswa yang dikenai pengajaran Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium disajikan dalam Tabel 20.
99
Tabel 20. Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Afektif Siswa Pengajaran Jigsaw dengan Metode Eksperimen di Laboratorium Interval
Tengah interval
Frekuensi
% Frekuensi
60,2
-
64,3
62,25
1
3,13
64,4
-
68,5
66,45
2
6,25
68,6
-
72,7
70,65
6
18,75
72,8
-
76,9
74,85
11
34,38
77,0
-
81,1
79,05
9
28,13
81,2
-
85,3
83,25
3
9,38
32
100 %
Jumlah
Sedangkan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang data pada Tabel 20 dapat dilihat pada Gambar 15. 12 11 10 9
Frekuensi
8 6 6
4 3 2 2 1 0 62,25
66,45
70,65
74,85
79,05
83,25
Tengah Interval
Gambar 15. Histogram Nilai Prestasi Afektif Pengajaran Jigsaw dengan Metode Eksperimen di Laboratorium Pada siswa yang dikenai pengajaran Jigsaw dengan metode demonstrasi, nilai tertinggi prestasi afektif pada materi pokok Laju Reaksi adalah 85,9 sedangkan nilai terendah adalah 50,9. Distribusi frekuensi selisih nilai prestasi afektif siswa yang dikenai pengajaran Jigsaw dengan metode demonstrasi disajikan dalam Tabel 21. Tabel 21. Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Afektif Siswa Pengajaran Jigsaw dengan Metode Demonstrasi
100
Interval
Tengah interval
Frekuensi
% Frekuensi
50,8
-
56,6
53,7
1
3,13
56,7
-
62,5
59,6
1
3,13
62,6
-
68,4
65,5
3
9,38
68,5
-
74,3
71,4
12
37,50
74,4
-
80,2
77,3
11
34,38
80,3
-
86,1
83,2
4
12,50
32
100 %
Jumlah
Sedangkan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang data pada Tabel 21 dapat dilihat pada Gambar 16. 14 12 12 11
Frekuensi
10
8
6 4 4 3 2 1
1
53,7
59,6
0 65,5
71,4
77,3
83,2
Tengah Interval
Gambar 16. Histogram Nilai Prestasi Afekif Pengajaran Jigsaw dengan Metode Demonstrasi
Untuk lebih dapat membandingkan selisih nilai prestasi kognitif siswa pada kelas eksperimen I (Pengajaran Jigsaw dengan Metode Eksperimen di Laboratorium) dan kelas eksperimen II (Pengajaran Jigsaw dengan Metode Demonstrasi) terdapat pada Tabel 22 dan histogramnya dapat dilihat pada Gambar 17. Perhitungan secara terinci dapat dilihat pada Lampiran 26. Tabel 22. Perbandingan Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Afektif Siswa antara kelas eksperimen I (Pengajaran Jigsaw dengan Metode
101
Eksperimen di Laboratorium) dan kelas eksperimen II (Pengajaran Jigsaw dengan Metode Demonstrasi) Tengah
Metode
Metode
Int
Eksperi
Demon
er
men
strasi
Interval
va l
f
%f
f
%f
50,8 – 55,8
53,3
0
0
1
3,125
55,9 – 60,9
58,4
1
3,125
1
3,125
61,0 – 66,0
63,5
0
0
0
0
66,1 – 71,1
68,6
6
18,75
9
28,125
71,2 – 76,2
73,7
11
34,375
8
25
76,3 – 81,3
78,8
12
37,5
10
31,25
81,4 – 86,4
83,9
2
6,25
3
9,375
32
100
32
100
Jumlah
Sedangkan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang data pada Tabel 22 dapat dilihat pada Gambar 17. 14 12 12
11 10
Frekuensi
10
9 8
Jigsaw dengan Metode Eksperimen
8 6
Jigsaw dengan Metode Demonstrasi
6
4
3 2
2
1
1 1
0
0 0
0 53,3
58,4
63,5
68,6
73,7
78,8
83,9
Tengah Interval
Gambar 17. Histogram Nilai Prestasi Afektif Siswa Eksperimen I (Pengajaran Jigsaw dengan Metode Eksperimen di Laboratorium) dan kelas eksperimen II (Pengajaran Jigsaw dengan Metode Demonstrasi)
102
B. Pengambilan Sampel Penelitian 1. Uji Normalitas Keadaan Awal Uji normalitas terhadap keadaan awal siswa diambil dari nilai ulangan harian materi sebelumnya yaitu materi pokok Sistem Periodik Unsur untuk kelas XI Ilmu Alam SMA N 1 Tawangsari tahun pelajaran 2009/2010. Terdapat 2 kelas yang akan diambil 2 kelas sebagai kelas eksperimen pada penelitian ini. Masing-masing kelas terdiri dari 32 siswa. Untuk mengetahui apakah ketiga sampel yang akan diambil sebagai kelas eksperimen berasal dari populasi yang normal atau tidak maka dilakukan uji Liliefors. Hasil uji normalitas keadaan awal siswa tercantum dalam Lampiran 21, 22, 23 dan dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Keadaan Awal Siswa Kelompok
Harga L
Kesimpulan
Hitung
Tabel
XI IPA 1
0,0949
0,1566
Normal
XI IPA 2
0,1003
0,1566
Normal
XI IPA 3
0,0836
0,1566
Normal
2. Uji Homogenitas Keadaan Awal Hasil uji homogenitas keadaan awal siswa yang diambil dari nilai ulangan harian Materi pokok Sistem Periodik Unsur Kelas XI SMA Negeri 1 Tawangsari Tahun 2009/2010 menggunakan uji Bartlett dengan taraf signifikansi 0,05 dapat dilihat pada Tabel 24 dan tercantum selengkapnya pada Lampiran 24. Tabel 24. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Keadaan Awal Siswa Prestasi
c2 hitung
c2tabel
Kesimpulan
Aspek kognitif materi
0,024
5,991
Homogen
SPU 3. Uji Keseimbangan Uji keseimbangan ini diambil dari nilai ulangan harian materi pokok Sistem Periodik Unsur kelas XI Ilmu Alam SMA Negeri 1 Tawangsari tahun pelajaran 2009/2010. Untuk kelas IPA 1 dengan jumlah siswa 32 diperoleh
103
nilai rata-rata 84,4688, kelas IPA 2 dengan jumlah siswa 32 diperoleh rata-rata 81,0 sedangkan kelas XI IPA 3 diperoleh rata-rata 76,0313. Hasil uji keseimbangan dengan menggunakan uji t dua pihak (pihak kanan dan kiri) dengan taraf signifikansi 0,05 diperoleh hasil sebagai berikut: a. Untuk kelas XI IPA 1 dan 2, t12 = 1,515 dengan t 0,975 = 2,0 atau - t 0,975 = 2,0. Karena harga –t(0,975;
62)
< t12 < t(0,975;
62)
atau berada di luar daerah
kritik maka maka Ho diterima, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan keadaan awal antara kelompok 1 dengan kelompok 2 atau kedua kelas tersebut seimbang. b. Untuk kelas XI IPA 1 dan 3, t13 = 3,664 dengan t 0,975 = 2,0 atau - t 0,975 = 2,0. Karena harg t13 > t(0,975;
62)
= 3,664 > 2,0 maka Ho ditolak, dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan keadaan awal antara kelompok 1 dengan kelompok 3 atau kedua kelas tersebut tidak seimbang. c. Untuk kelas XI IPA 2 dan 3, t23 = 2,141 dengan t 0,975 = 2,0 atau - t 0,975 = 2,0. Karena harga t23 > t(0,975;
62)
= 2,141 > 2,0 maka Ho ditolak, dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan keadaan awal antara kelompok 2 dengan kelompok 3 atau kedua kelas tersebut tidak seimbang. Dari uji keseimbangan yang telah dilakukan maka kelompok yang diambil sebagai kelas eksperimen adalah kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 SMA Negeri 1 Tawangsari Sukoharjo. Perhitungan selengkapnya uji keseimbangan dapat dilihat pada Lampiran 25.
C. Pengujian Prasyarat Analisis 1. Uji Normalitas Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama. Salah satu syarat teknik analisis variansi dapat diterapkan adalah populasi sampel harus normal pada distribusi frekuensinya. Untuk mengetahui apakah syarat tersebut telah terpenuhi, maka dilakukan uji normalitas. Dalam penelitian ini digunakan uji normalitas dengan uji Liliefors. Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah sampel dalam penelitian ini terdistribusi normal atau tidak.
104
Hasil uji normalitas nilai kognitif dan afektif untuk materi pokok Laju Reaksi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 27 dan terangkum pada Tabel 25, Tabel 26 dan Tabel 27.
Tabel 25. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Prestasi Belajar Kognitif Kelompok
Lo
Ltabel
Kesimpulan
Pretes kelas Jigsaw dengan eksperimen
0,1474 0,1566
Normal
Pretes kelas Jigsaw dengan demonstrasi
0,1060 0,1566
Normal
Postes kelas Jigsaw dengan eksperimen
0,0820 0,1566
Normal
Pretes kelas Jigsaw dengan demonstrasi
0,1075 0,1566
Normal
Selisih kelas Jigsaw dengan eksperimen
0,1141 0,1566
Normal
Selisih kelas Jigsaw dengan demonstrasi
0,0978 0,1566
Normal
Tabel 26. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Prestasi Belajar Afektif Kelompok
Lo
Ltabel
Kesimpulan
Afektif kelas Jigsaw dengan eksperimen
0,0957 0,1566
Normal
Afektif kelas Jigsaw dengan demonstrasi
0,0671 0,1566
Normal
Tabel 27. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Sikap Ilmiah Siswa Kelompok Sikap
ilmiah
kelas
Lo
Ltabel
Kesimpulan
Jigsaw
dengan 0,0606
0,1566
Normal
Jigsaw
dengan 0,0634
0,1566
Normal
eksperimen Sikap
ilmiah
kelas
demonstrasi Berdasarkan hasil uji diatas tampak bahwa Lo maks < L tabel, dengan demikian dapat dikatakan bahwa sampel pada penelitian ini berdistribusi normal. 2. Uji Homogenitas Syarat yang harus dipenuhi dalam penggunaan analisis variansi selain populasi harus normal adalah populasi harus homogen. Untuk menguji homogenitas sampel dalam penelitian ini digunakan uji Bartlett. Hasil uji
105
homogenitas sikap ilmiah siswa, selisih nilai prestasi kognitif, dan prestasi afektif selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 28 Hasil uji homogenitas terangkum dalam tabel 28, Tabel 29 dan Tabel 30.
Tabel 28. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Prestasi Kognitif Siswa c2hitung
c2 tabel
Kesimpulan
0,98
3,841
Homogen
Tabel 29. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Prestasi Afektif Siswa c2hitung
c2 tabel
Kesimpulan
3,72
3,841
Homogen
Tabel 30. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Sikap Ilmiah Siswa c2hitung
c2 tabel
Kesimpulan
0,03
3,841
Homogen
Dari hasil perhitungan diperoleh c2hitung < c2 tabel , maka kedua sampel berasal dari populasi yang homogen.
D. Hasil Pengujian Hipotesis 1. Hasil Analisis Variansi Dua Jalan Setelah prasyarat analisis terpenuhi, maka diteruskan dengan pengujian hipotesis penelitian. Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis variansi (ANAVA) dua jalan sel tak sama. Perhitungan secara lengkap disajikan dalam Lampiran 29. Hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama terhadap selisih nilai prestasi kognitif materi pokok Laju Reaksi ditinjau dari variabelvariabel metode pembelajaran dan sikap ilmiah siswa terangkum dalam Tabel 31. Tabel 31. Rataan dan Jumlah Rataan Selisih Nilai Kognitif B A
B1
B2
Total
106
A1
39,23889
33,49286
72,73175
A2
33,70000
30,06667
63,76667
Total
72,93889
63,55952
136,49841
Keterangan: A1: Pengajaran Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium A2 : Pengajaran Jigsaw dengan metode demonstrasi B1 : Sikap ilmiah kategori tinggi B2 : Sikap ilmiah kategori rendah Tabel 32. Rangkuman Hasil Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama Aspek Kognitif Sumber
JK
dK RK
Fobs
Ftabel
Kesimpulan
Metode (A)
316,46730 316,46730 1
4,00
HoA Ditolak
Sikap Ilmiah (B)
346,39168 346,39168 1
4,00
HoB Ditolak
4,00
HoAB Diterima
Interaksi (AB)
17,57501
7,57501 1
0,346
Galat (G)
3047,97206 50,79953 60
-
-
Total (T)
3728,40605
-
-
63
-
Dari Tabel 32 diatas tampak bahwa: a. Nilai FA
hitung
= 6,230 dan Ftabel = 4,00, karena FA
hitung
> Ftabel maka H0A
ditolak dan H1A diterima, sehingga dapat dikatakan terdapat perbedaan pengaruh antara metode pengajaran Jigsaw dengan eksperimen di laboratorium dan pengajaran Jigsaw dengan metode demonstrasi terhadap prestasi belajar kognitif siswa pada pokok materi pokok Laju Reaksi. b. Nilai FB
hitung
= 6,819 dan Ftabel = 4,00, karena FB
hitung
> Ftabel maka H0B
ditolak dan H1B diterima, sehingga dapat dikatakan terdapat perbedaan pengaruh sikap ilmiah siswa kategori tinggi dan sikap ilmiah kategori rendah terhadap prestasi belajar kognitif siswa pada pokok materi pokok Laju Reaksi. c. Nilai FAB hitung = 0,346 dan Ftabel = 4,00, karena FB hitung < Ftabel maka H0AB diterima dan H1AB ditolak, sehingga dapat dikatakan tidak terdapat
107
interaksi antara pengajaran Jigsaw dengan metode eksprimen di laboratorium dan demonstrasi terhadap prestasi belajar kognitif siswa pada pokok materi pokok Laju Reaksi. Hasil analisis dua jalan dengan sel tak sama terhadap nilai prestasi belajar afektif materi pokok Laju Reaksi ditinjau dari variabel-variabel metode pembelajaran dan sikap ilmiah siswa dirangkum dalam Tabel 33. Tabel 33. Rataan dan Jumlah Rataan Nilai Afektif B
B1
B2
Total
A1
74,750
74,48571
149,23571
A2
74,10714
73,12778
147,23492
Total
148,85714
147,61349
296,47063
A
Keterangan: A1 : Pengajaran Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium A2 : Pengajaran Jigsaw dengan metode demonstrasi B1 : Sikap ilmiah kategori tinggi B2 : Sikap ilmiah kategori rendah Tabel 34. Rangkuman Hasil Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama Aspek Afektif Sumber
JK
Metode (A)
dK RK
15,7625015,76250 1
Sikap Ilmiah (B)
6,09000
1
Interaksi (AB)
2,01340 2,01340 1
Fobs
Ftabel
Kesimpulan
0,433
4,00
HoA Diterima
0,167
4,00
HoB Diterima
4,00
HoAB Diterima
0,055
Galat (G)
2184,78754
60 13
-
-
Total (T)
2208,65344
63 -
-
-
Dari Tabel 34 diatas tampak bahwa: a. Nilai FA hitung = 0,433 dan Ftabel = 4,00 , karena FA hitung < Ftabel maka H0A diterima dan H1A ditolak, sehingga dapat dikatakan tidak terdapat perbedaan pengaruh antara metode pengajaran Jigsaw dengan eksperimen di laboratorium dan pengajaran Jigsaw dengan metode demonstrasi
108
terhadap prestasi belajar afektif siswa pada pokok materi pokok Laju Reaksi. b. Nilai FB hitung = 0,167 dan Ftabel = 4,00 , karena FB hitung < Ftabel maka H0A diterima dan H1A ditolak, sehingga dapat dikatakan tidak terdapat perbedaan pengaruh sikap ilmiah siswa kategori tinggi dan sikap ilmiah kategori rendah terhadap prestasi belajar afektif siswa pada pokok materi pokok Laju Reaksi. c. Nilai FAB hitung = 0,055 dan Ftabel = 4,00 , karena FB hitung < Ftabel maka H0AB diterima dan H1AB ditolak, sehingga dapat dikatakan tidak terdapat interaksi antara pengajaran Jigsaw dengan metode eksprimen di laboratorium dan demonstrasi terhadap prestasi belajar afektif siswa pada pokok materi pokok Laju Reaksi. 2. Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian a. Pengujian Hipotesis Pertama Hipotesis pertama menyatakan bahwa terdapat perbedaan pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium dan demonstrasi terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok Laju Reaksi. Hipotesis tersebut diuji analisis variasi dua jalan. Untuk prestasi kognitif pada kelas yang diajar model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium (A1) rerata prestasi kognitifnya adalah 36,72500 sedangkan pada kelas yang diajar model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode demonstrasi (A2) rerata prestasi kognitifnya adalah 31,65625. Secara statistik perbedaan ini cukup signifikan.Untuk prestasi afektif rerata siswa pada kelas eksperimen 1 (A1) adalah 74,617855 sedangkan untuk kelas eksperimen 2 (A2) adalah 73,61746. Secara statistik perbedaan tersebut tidak signifikan. Dari hasil analisis data diperoleh Fhitung = 6,230 untuk prestasi kognitif dan Fhitung = 0,433 untuk prestasi afektif dengan harga Ftabel = 4,00 pada taraf signifkansi 0,05. Karena Fobs > Ftabel untuk prestasi kognitif maka H0A ditolak dan H1A diterima sedangkan untuk prestasi afektif H0A diterima dan H1A ditolak karena Fobs < Ftabel . Dari hasil
109
pengujian hipotesis ini maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh prestasi kognitif tetapi tidak terdapat perbedaan pengaruh prestasi afektif siswa yang diajar dengan model pembelajaran tipe Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium dan demonstrasi pada materi pokok Laju Reaksi. b.
Pengujian Hipotesis Kedua Hipotesis kedua menyatakan bahwa terdapat perbedaan pengaruh sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar materi pokok Laju Reaksi. Hipotesis ini diuji dengan analisis variansi dua jalan. Untuk prestasi kognitif, kelompok yang mempunyai sikap ilmiah tinggi berbeda prestasi belajarnya dengan kelompok siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah pada materi pokok Laju Reaksi. Rerata siswa pada kelompok dengan kategori sikap ilmiah tinggi ( X B 1 ) adalah 36,81563 sedangkan kelompok siswa kategori sikap ilmiah rendah
( X B 2 ) adalah 31,56563. Secara
statistik perbedaan ini menunjukkan perbedaan yang signifikan. Untuk aspek afektif rerata kelas pada kelompok siswa dengan kategori sikap ilmiah siswa tinggi ( X B 1 ) adalah 74,42857 sedangkan rerata kelas pada kelompok siswa dengan siswa dengan kategori sikap ilmiah rendah ( X B 2 ) adalah 73,01746. Secara statistik perbedaan tersebut tidak signifikan. Dari hasil analisis data diperoleh harga Fhitung = 6,819 untuk prestasi kognitif dan Fhitung = 0,167 untuk prestasi afektif dengan harga Ftabel = 4,00 pada taraf signifkansi 0,05. Karena Fobs > Ftabel pada aspek kognitif maka untuk prestasi kognitif H0B ditolak sedangkan untuk prestasi afektif H0B diterima karena Fobs < Ftabel. Dari hasil pengujian hipotesis ini maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh prestasi kognitif tetapi tidak terdapat perbedaan pengaruh prestasi afektif siswa antara sikap ilmiah kategori tinggi dan sikap ilmiah kategori rendah pada materi pokok Laju Reaksi. c. Pengujian Hipotesis Ketiga
110
Hipotesis ketiga menyatakan bahwa terdapat interaksi antara metode pembelajaran yang digunakan dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok Laju Reaksi . Hipotesis ini diuji dengan analisis variansi dua jalan. Dari hasil analisis data diperoleh harga Fhitung = 0,346 untuk prestasi kognitif dan Fhitung = 0,055 untuk prestasi afektif dengan harga Ftabel = 4,00 pada taraf signifkansi 0,05 karena Fobs < Ftabel maka untuk prestasi kognitif dan prestasi afektif H0AB diterima dan H1AB ditolak. 3. Hasil Uji lanjut Anava Analisis variansi mempunyai kelemahan yaitu apabila Ho ditolak, peneliti
hanya
mengetahui
bahwa
perlakuan-perlakuan
yang
diteliti
memberikan pengaruh yang berbeda. Namun peneliti belum bisa mengetahui manakah perlakuan itu yang secara signifikan berbeda dengan yang lainnya. Uji lanjut anava bertujuan untuk mengetahui bahwa perlakuan yang yang dikenakan pada suatu kelompok akan memberikan prestasi yang lebih baik daripada yang lainnya. Pada penelitian ini uji lanjut anava dilakukandengan metode Scheffe. Hasil perhitungan uji Scheffe selengkapnya terdapat pada Lampiran 30 rangkuman hasil uji lanjut pasca analisis variansi prestasi kognitif dengan uji Scheffe disajikan dalam Tabel 34. Tabel 35. Rangkuman Hasil Uji Lanjut Anava Prestasi Kognitif No.
Rerata Komparasi Xi
Xj
Fhitung
Ftabel
Keputusan
1
A1 vs A2
36,72500 31,65625
8,092
4,00
Ho ditolak
2
B1 vs B2
36,81263 31,56563
8,681
4,00
Ho ditolak
Keterangan: A1: Pengajaran Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium A2 : Pengajaran Jigsaw dengan metode demonstrasi B1 : Sikap ilmiah kategori tinggi B2 : Sikap ilmiah kategori rendah
111
Dari Tabel 34 dapat disimpulkan: a. Nilai F
A1-A2
= 8,092 dan Ftabel = 4,00 maka Ho ditolak. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata prestasi kognitif belajar siswa yang signifikan antara baris A1 (Pengajaran Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium) dengan baris A2 (Pengajaran Jigsaw dengan demonstrasi). b. Nilai F
B1-B2
= 8,681 dan Ftabel = 4,00 maka Ho ditolak. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata prestasi kognitif siswa yang signifikan antara kolom B1 (Sikap ilmiah kategori tinggi) dan kolom B2 (Sikap ilmiah kategori rendah)
E. Pembahasan Hasil Analisa Data Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaruh penerapan
pengajaran
Jigsaw
dengan
metode
eksperimen
di
laboratorium dan metode demonstrasi terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok Laju Reaksi dan mengetahui pengaruh perbedaan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok Laju Reaksi serta interaksi antara pengajaran Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium dan demonstrasi dengan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok Laju Reaksi. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen yang dikenai pengajaran Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium dan kelas XI IPA 2 sebagai kelas eksperimen
yang
dikenai
pengajaran
Jigsaw
dengan
metode
demonstrasi. Penentuan kelas eksperimen dilakukan dengan Cluster Random Sampling dengan uji t maching 2 pihak berdasarkan nilai ulangan harian materi pokok Sistem Periodik Unsur kelas XI IPA SMA Negeri 1 Tawangsari tahun ajaran 2009/2010. Dari hasil uji t maching 2 pihak menunjukkan bahwa dari 3 kelas yang ada yaitu kelas XI IPA 1, 2 dan 3, kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 yang memiliki kemampuan awal
112
sama. Oleh karena itu pada penelitian ini kelas yang dipilih sebagai kelas eksperimen adalah kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2. Sebelum dilakukan pembelajaran materi pokok Laju Reaksi terlebih dahulu dilakukan pretes. Pretes digunakan untuk mengetahui seberapa jauh siswa telah memiliki pengetahuan mengenai pelajaran yang akan diikuti. Hasil pretes dapat pula digunakan sebagai salah satu dasar pembentukan kelompok, karena model pembelajaran yang digunakan adalah
Jigsaw
yang
termasuk
dalam
pembelajaran
kooperatif
(Cooperative Learning) dimana dalam pembentukan kelompok harus memperhatikan perbedaan kemampuan siswa serta jenis kelamin, maka pembentukan kelompok dibuat heterogen. Hal ini dimaksudkan agar terjadi interaksi siswa di dalam kelompoknya. Pada pelaksanaan pengajaran Jigsaw yang dilakukan pada penelitian ini masing-masing siswa memiliki 2 kelompok yaitu kelompok asal (home groups) dan kelompok ahli (expert groups). Dalam satu kelas terdiri dari 8 kelompok asal dan 8 kelompok ahli. Masing-masing kelompok asal maupun kelompok ahli terdiri dari 4 siswa. Pada proses belajar mengajar diskusi Jigsaw dilakukan dalam 2 sesi. Pertama siswa mendiskusikan materi konsep laju reaksi, persamaan laju reaksi, penentuan orde reaksi dan teori tumbukan. Setelah selesai diskusi di kelompok ahli dan kelompok asal, guru memberikan penjelasan terhadap materi yang belum dikuasai siswa. Sesi kedua siswa melakukan eksperimen di laboratorium (kelas eksperimen 1) dan demonstrasi (kelas eksperimen 2) kemudian mendiskusikan dalam kelompok ahli dan kelompok asal. Setiap siswa dalam kelompok asal mendapat bagian materi yang berbeda untuk didiskusikan di kelompok ahlinya dan bertugas menyampaikan hasil diskusi di kelompok ahli kepada teman-teman di kelompok asal. Pada pelaksanaan pengajaran Jigsaw dengan eksperimen di laboratorium siswa melaksanakan eksperimen
di
kelompok
ahli
kemudian
mendiskusikan
hasil
eksperimen sesuai materi yang menjadi tugasnya di kelompok ahlinya
113
tersebut kemudian menyampaikan hasil diskusi di kelompok asalnya. Sedangkan pada pelaksanaan pengajaran Jigsaw dengan demonstrasi, siswa melakukan pengamatan dari demonstrasi yang dilakukan guru di kelompok ahli dan mendiskusikan hasil pengamatan sesuai materi yang menjadi tugasnya kemudian menyampaikan hasil diskusinya kepada teman-teman di kelompok asal. Hasil analisis variansi dua jalan untuk hipotesis pertama menunjukkan adanya perbedaan hasil antara aspek kognitif dan aspek afektif. Untuk aspek kognitif terdapat perbedaan pengaruh antara kelas eksperimen yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap prestasi belajar siswa. Sedangkan pada aspek afektif tidak terdapat perbedaan pengaruh antara kelas eksperimen yang diajar model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap prestasi belajar siswa. Pada proses belajar mengajar yang menerapkan pengajaran Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium siswa diajak untuk secara aktif menemukan dan mengembangkan konsep dengan bimbingan guru. Siswa diharapkan dapat menemukan konsep dengan cara melakukan percobaan secara langsung dengan bimbingan dan arahan dari guru. Dengan melakukan pengamatan langsung maka hasil belajar yang diperoleh siswa akan lebih bertahan lama. Metode eksperimen sesuai diterapkan untuk mengajarkan materi pokok Laju Reaksi khususnya sub materi pokok Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi. Siswa melakukan pengamatan sendiri mangakibatkan konsep-konsep yang dipelajari lebih bertahan lama. Sedangkan untuk pelaksanaan pengajaran Jigsaw dengan metode demonstrasi siswa tidak melakukan percobaan secara langsung, sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa tidak tahan lama dan mengetahui secara detail jalannya percobaan sehingga pemahaman dan ketika menemui hal-hal yang masih diragukan mencoba mencari referensi. Untu kelas Jigsaw dengan demonstrasi, siswa hanya mengamati dan mendengar penjelasan guru
114
mengakibatkan mereka mudah lupa apa yang telah disampaikan guru. Untuk prestasi afektif tidak terdapat perbedaan pengaruh antara model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium dan metode demonstrasi terhadap prestasi afektif siswa. Hal ini dikarenakan pada pelaksanaan penelitian kedua kelas eksperimen menunjukkan minat belajar dan aktivitas belajar yang cukup tinggi. Pada kelas eksperimen 1 siswa bekerja sama melakukan praktikum dan berdiskusi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah disediakan yang mengarah pada penemuan konsep. Pada kelas eksperimen 2 siswa mengikuti demonstrasi dan melakukan pengamatan dengan penuh perhatian kemudian berdiskusi bersama dan menjawab pertanyaan yang telah disediakan. Siswa-siswa pada kedua kelas eksperimen aktif bertanya apabila ada yang belum dipahami. Siswasiswa pada kelas eksperimen 1 dan 2 memanfaatkan alat dan bahan laboratorium untuk menunjang proses pembelajaran dengan antusiasme yang tinggi terhadap proses belajar yang ditunjukkan dengan nilai afektif yang tidak berbeda secara signifikan antara kedua kelas eksperimen. Untuk hipotesis kedua hasil analisis variansi dua jalan menunjukkan adanya perbedaan hasil antara aspek kognitif dan aspek afektif. Untuk aspek kognitif terdapat perbedaan pengaruh sikap ilmiah kategori tinggi dan sikap ilmiah kategori rendah terhadap prestasi belajar siswa. Sedangkan pada aspek afektif tidak terdapat perbedaan pengaruh sikap ilmiah kategori tinggi dan sikap ilmiah kategori rendah terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok Laju Reaksi. Untuk prestasi kognitif kelompok yang mempunyai sikap ilmiah tinggi berbeda prestasi belajarnya dengan kelompok siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah pada materi pokok Laju Reaksi. Siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi cenderung memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, keinginan untuk
menciptakan atau menemukan hal baru, bekerja dalam tim
dengan baik, terbuka terhadap hal-hal yang baru serta bertanggung
115
jawab dengan tugas. Keinginan untuk menemukan dan menciptakan hal baru serta keingintahuan yang tinggi merupakan modal dasar bagi siswa untuk meraih prestasi kognitif yang baik. Pada saat proses belajar mengajar berlangsung siswa-siswa yang memiliki sikap ilmiah memiliki pemikiran yang lebih kritis dan mencoba mencari sumbersumber untuk menjawab hl-hal yang masih diragukan, hal ini mengakibatkan dalam menyelesaikan soal-soal menjadi lebih siap sehingga nilainya menjadi lebih baik. Untuk prestasi afektif antara siswa yang memiliki kategori sikap ilmiah tinggi dengan siswa yang memiliki kategori sikap ilmiah rendah tidak menunjukkan perbedaan prestasi afektif yang signifikan. Hal ini dimungkinkan disebabkan karena siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan rendah memiliki ketertarikan dan sikap yang positif terhadap proses belajar mengajar materi pokok Laju Reaksi namun kemampuan untuk berpikir dan bersikap ilmiah dari kelompok siswa dengan kategori sikap ilmiah rendah masih kurang dibandingkan kelompok siswa dengan kategori sikap ilmiah tinggi sehingga belum dapat menaikkan prestasi kognitif mereka. Baik siswa yang memiliki kategori sikap ilmiah tinggi maupun rendah menunjukkan aktivitas belajar yang cukup tinggi ditunjukkan dari pelaksanaan diskusi yang berjalan lancar, siswa-siswa menyiapkan buku-buku pendamping yang berhubungan dengan materi yang dipelajari dan mempergunakannya sebagai referensi, masing-masing siswa membuat catatan tentang hasil diskusi serta apabila ada materi yang belum dipahami mereka menanyakannya pada guru. Pembelajaran dengan eksperimen merupakan pembelajaran yang memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengembangkan sikap ilmiah dan keterampilan berpikir siswa dalam rangka memperoleh pemahaman ilmu dengan penyelidikan dan mencari pemecahan dari suatu
permasalahan.
Pembelajaran
dengan
eksperimen
dapat
membangun konsep dan ilmu dari diri siswa sendiri dengan memanfaatkan kemampuan berpikir dan bersikap ilmiah karena metode eksperimen
di
laboratorium
merupakan
pembelajaran
dengan
116
pendekatan konstruktivisme yaitu membangun pengetahuan baru berdasar pengalaman. Dengan metode eksperimen siswa dapat belajar menemukan konsep-konsep dengan berpikir sistematis. Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara pengajaran model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium dan demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar materi pokok Laju Reaksi. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium lebih baik daripada pengajaran Jigsaw dengan metode demonstrasi. Untuk sikap ilmiah siswa, semakin tinggi sikap ilmiah siswa maka semakin tinggi pula prestasi prestasi belajar yang yang dicapai. Sehingga apapun metode pembelajaran yang digunakan siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi akan memiliki prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah. Sebaliknya seberapapun tingkat sikap ilmiah siswa, baik kategori tinggi maupun rendah siswa yang dikenai pengajaran Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium akan memiliki prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang dikenai pengajaran Jigsaw dengan demonstrasi. Dapat disimpulkan bahwa apapun tingkat sikap ilmiah siswa baik tinggi maupun rendah siswa yang melakukan eksperimen di laboratorium memiliki prestasi yang lebih baik daripada siswa yang melakukan demonstrasi. Secara mandiri sikap ilmiah siswa berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa tetapi setelah berinteraksi dengan metode pembelajaran yang digunakan sikap ilmiah siswa tidak berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.
i
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan analisis data penelitian di depan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Ada
perbedaan
pengaruh
pembelajaran
kimia
menggunakan
model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium dan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode demonstrasi terhadap prestasi belajar kognitif yang ditunjukkan oleh harga Fhitung = 6,230 > Ftabel = 4,00 tetapi tidak ada perbedaan pengaruh pembelajaran kimia menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium dan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode demonstrasi terhadap prestasi belajar afektif yang ditunjukkan dari harga F hitung = 0,433 < Ftabel = 4,00. 2. Ada perbedaan pengaruh sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar kognitif siswa yang ditunjukkan oleh harga Fhitung = 6,819 > Ftabel = 4,00 tetapi tidak ada perbedaan pengaruh sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar afektif siswa yang ditunjukkan oleh harga Fhitung = 0,167 < Ftabel = 4,00. 3. Tidak ada interaksi antara model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium dan metode demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa pada materi pokok Laju Reaksi yang ditunjukkan oleh harga Fhitung = 0,346 < Ftabel = 4,00 untuk aspek kognitifnya sedangkan aspek afektif Fhitung = 0,055 < Ftabel = 4,00. B. Implikasi 1. Implikasi Teoritis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya dan dapat digunakan untuk upaya bersama antara guru, siswa serta penyelenggara sekolah agar dapat membantu siswa dalam meningkatkan kualitas hasil belajar secara maksimal.
i
ii
2. Implikasi Praktis a. Pengajaran Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium lebih baik dibandingkan dengan pengajaran Jigsaw dengan metode demonstrasi pada materi pokok Laju Reaksi, sehingga pembelajaran kimia pada materi pokok Laju Reaksi di sekolah yang memiliki fasilitas laboratorium dapat disajikan dengan pengajaran Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium. b. Pada pembelajaran materi pokok Laju Reaksi perlu memperhatikan sikap ilmiah siswa, karena siswa dengan sikap ilmiah tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan siswa dengan sikap ilmiah rendah.
C. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan implikasinya, maka peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut: 1. Dalam penyampaian materi pelajaran kimia khususnya materi-materi kimia lain yang membutuhkan pengamatan langsung sebaiknya menggunakan metode eksperimen di laboratorium dengan dipadukan penggunaan model pembelajaran kooperatif agar siswa dapat secara aktif berperan dalam proses belajar mengajar. 2. Guru perlu meningkatkan dan memperhatikan sikap ilmiah siswa dalam menyampaikan materi sehingga siswa terasah pemikirannya untuk berpikir secara sistematis dalam menyelesaikan soal-soal. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai mengenai pengajaran Jigsaw dengan metode eksperimen di laboratorium pada materi pokok lain yang membutuhkan pengamatan secara langsung dengan memperhatikan berbagai aspek dan faktor luar yang mempengaruhinya.
ii
iii
DAFTAR PUSTAKA Anita Lie. 2004. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo. Avi Hofstein and Rachel Mamlok-Naaman. 2007. The Laboratory in Science Education: The State Of The Art. Journal International of Chemistry Education
Research
and
Practice
dalam
www.rsc.org/images/Hofstein%20intro%20final_tcm18-85027.pdf tanggal diakses 5 Agustus 2009. Budiyono. 2000. Statistika Dasar Untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press. C. Asribudiningsih. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Durmus Killic. 2008. The Effect of Jigsaw Technique on Learning the Concepts of The Principles and Methods Of Teaching. World Applied Science Journal dalam www.idosi.org/wasj/wasj4(s1)/18.pdf diakses tanggal 26 Juli 2009. E. Mulyasa. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Sebuah Panduan Praktis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. H. J. Gino, dkk. 1993. Belajar dan Pembelajaran I. Surakarta: UNS Press. Ign. Masidjo.1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa Di Sekolah. Yogyakarta: Kanisius. Isjoni. 2007. Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta. Kartini Kartono. 1989. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali. Keenan, Wood & Kleinfelter. 1992. Kimia untuk Universitas Jilid 1. Terjemahan A.H Pudjaatmaka. Jakarta: Erlangga.
iii
iv
Margono, Maryana W., Linthon Sunyoto dan Trustho Rahardjo. 1994. DasarDasar Pendidikan MIPA. Surakarta: UNS Press. Marina Milner-Bolotin, Andrzej Kotlicki and Georg Rieger. 2007. Can Student Learn From Lecture Demonstrations. Departement of Physics and Astronomy
the
University
of
British
Columbia
dalam
www.encyclopedia.com/doc/1G1-160813571.html diakses tanggal 10 Agustus 2009. Michael Purba. 2006. Kimia 2 Untuk SMA Kelas 2. Jakarta : Erlangga. Mohammad Amin. 1987. Mengajarkan IPA dengan Discovery dan Inqury. Jakarta: Depdikbud. Mohammad Uzer Usman. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remadja Rosdakarya. Mulyani Sumantri dan Johar Permana. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Maulana. Mulyati, Arifin. 1995. Pengembangan Program Pengajaran Bidang Studi Kimia. Surabaya: Airlangga University Press. Nana Sudjana. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Pembelajaran. Bandung: Sinar Baru Argensindo. Ngalim Purwanto. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Ratna Wilis Dahar. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga. Robinson Situmorang, dkk. 2005. Desain Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka. Roestiyah, N. K. 2008. Srategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Saekhan Muchith. 2008. Pembelajaran Konstektual. Semarang: RaSAIL Group.
iv
v
Saifuddin Azwar. 1987. Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sardiman A. M. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Slavin, R.E. 2008. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media. Sudjana. 1996. Metode Statistika. Bandung: Tarsito. Suharsimi Arikunto. 1998. Managemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Sukirman. 1999. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: UNS Press. Unggul Sudarmo. 2007. Kimia untuk SMA Kelas XI. Jakarta: PHi b ETA. Winkel W. S. 1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo. Zainal Arifin. 1990. Evaluasi Instruksional Prinsip-teknik-Prosedur. Bandung: PT. Remadja Rosdakarya.
v