Jurnal Material dan Energi Indonesia Vol. 01, No. 01 (2011) 7 – 14 © Jurusan Fisika FMIPA Universitas Padjadjaran
SEL-SURYA POLIMER: STATE OF ART DAN PROGRES PENELITIANNYA DI UNIVERSITAS PADJADJARAN AYI BAHTIAR†, ANNISA APRILIA, FITRILAWATI Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung-Sumedang KM 21Jatinangor, Indonesia diterima 3 November 2010 revisi 9 Februari 2011 dipublikasikan 28 Februari 2011 Abstrak. Sel-surya merupakan suatu piranti untuk mengkonversi energi matahari menjadi energi listrik. Perkembangan penelitian dan aplikasi sel-surya sebagai sumber energi listrik utama dimasa mendatang sangat pesat, seiring berkurangnya sumber energi listrik berbahan bakar fosil dan masalah pencemaran lingkungan. Sel-surya berbahan polimer semikonduktor atau sel-surya plastik merupakan salah satu kandidat sel-surya masa depan, karena menawarkan kemudahan dalam proses sintesis bahan, fabrikasi, ringan dan dapat diproduksi secara masal dan berbiaya murah. Sampai saat ini efisiensi sel-surya polimer mencapai 6– 7% berbasis konsep bulk-heterojunction atau blend polimer dan fuleren, baik struktur tunggal maupun tandem. Efisiensi ini masih relatif rendah dan perlu ditingkatkan untuk produksi masal dan komersialisasi. Dalam makalah ini, akan dibahas tentang perkembangan sel-surya polimer di dunia dan progres penelitian sel-surya polimer di Jurusan Fisika Universitas Padjadjaran. Penelitian telah dimulai tahun 2009, berbasis bulk-heterojunction polimer poli(3-heksiltiofen, P3HT) dan turunan fuleren ([6,6]-phenyl-C61-butyric acid methyl ester, PCBM) sebagai bahan aktif sel-surya. Berbagai pendekatan dilakukan untuk meningkatkan kinerja sel-surya berupa aniling termal, penyisipan lapisan tipis optical spacer dan penambahan molekul aditif dalam bahan aktif. Kata kunci : sel-surya polimer, bulk-heterojunction, optical spacer, molekul aditif Abstract. Solar cell is a device for converting sunlight into electricity. Research development and application of solar cells for electricity source grows very fast, due to a decreasing of fossil energy sources and environmental problems. Semiconducting polymer solar cells or plastic solar cells become a promising candidate for future solar cells, because it offers the easy-ways of synthetic materials, fabrication process, lightweight, and it can be fabricated with mass and low cost production. Currently, 6–7% efficiency is achieved for polymer solar cells based on bulk-heterojunction concept or blend polymer with fullerene using both single and tandem structure. However, this efficiency is still low and need to be improved for mass production and commercialization. In this paper, we discuss the state of the art of polymer solar cells and its research progress at Department of Physics Universitas Padjadjaran. Our research on polymer solar cells has been started since 2009 using bulk-heterojunction of polymer poly(3-hexylthiophene, P3HT) and fullerene’s derivative fullerene ([6,6]-phenyl-C61-butyric acid methyl ester, PCBM) as an active material layer. Several approaches such as thermal annealing, insertion of thin optical spacer layer, and addition of additive molecule into active layer have been applied to improve the performance of solar cells Keywords : polymer solar-cell, bulk-heterojunction, optical spacer, additive molecule
1. Pendahuluan Semakin meningkatnya kebutuhan dan konsumsi energi listrik di Indonesia dan semakin mahalnya harga bahan bakar minyak (BBM) dunia, mengakibatkan pasokan listrik di Indonesia semakin tersendat. Perusahaan Listrik Negara (PLN), yang menyediakan pasokan energi listrik di Indonesia telah menerapkan kebijakan pemadaman begilir dan penghematan penggunaan energi listrik untuk mengurangi beban daya PLN. Oleh karena itu, perlu dipikirkan pencarian sumber energi listrik alternatif yang dapat digunakan secara massal dan berbiaya murah. Dalam 30 tahun mendatang, sumber energi dari bahan fosil semakin berkurang sehingga penggunaan sumber energi alternatif,
†
email :
[email protected] 7
8
Ayi Bahtiar, Annisa Aprilia, Fitrilawati
seperti panas bumi, angin, biomasa, air, nuklir dan matahari semakin dibutuhkan [1]. Karenanya kajian intensif pengembangan, penggunaan dan manajemen sumber energi listrik selain fosil, sangat mendesak untuk segera dilakukan. Sel-surya merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mengkonversi energi matahari menjadi energi listrik, karena tidak memerlukan generator dan dapat ditangani secara individu. Perkembangan industri pembuat modul sel-surya di dunia pun sangat meningkat tajam (46%) dari tahun 2000 dan mencapai 1200 MW pada tahun 2004 dan terus berkembang sampai 30 tahun ke depan dan pada tahun 2020 diharapkan bisa menghasilkan daya 200 GW [2]. Jumlah daya ini sama dengan daya yang dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sebanyak 200 buah. Dewasa ini, material aktif untuk sel-surya umumnya adalah semikonduktor inorganik, seperti Silikon (Si), Galium Arsenida (GaAs), Kadmiumselenium (CdSe) dan masih banyak lagi, dengan efisiensi konversi bervariasi mulai dari 8% sampai 40% [2]. Namun, proses pembuatan sel-surya berbahan aktif ini umumnya dibuat dalam bentuk film tipis menggunakan teknik efitaksi, sehingga memerlukan biaya yang tinggi. Oleh karena itu, pemanfaatan sel-surya anorganik di Indonesia sangat minim. Tren penelitian sel-surya saat ini adalah menggunakan material organik dan polimer terkonjugasi. Polimer terkonjugasi memiliki elektron-π yang terdelokalisasi sehingga mampu menyerap sinar matahari, membentuk pembawa-pembawa muatan, mentransport muatan-muatan tersebut dan menghasilkan listrik [3,4]. Penelitian di bidang sel-surya berbahan aktif polimer terkonjugasi sangat berkembang pesat, karena menawarkan proses pembuatan yang berbiaya murah, sederhana dan dapat dihasilkan efisiensi konversi yang tinggi. Polimer poli(3-heksiltiofen) atau P3HT merupakan material yang banyak dikaji sebagai bahan aktif sel-surya polimer, karena memiliki struktur regio-reguler (RR) yang mampu menghasilkan konduktivitas listrik yang tinggi, mudah larut dalam pelarut organik biasa, dan dapat dibuat dalam bentuk film tipis dengan teknik sederhana, seperti spin-coating, dip-coating, inkjet printing dan roll-to-roll printing [5]. Saat ini sel-surya dengan konsep bulk-heterojunction (BHJ) campuran polimer P3HT sebagai donor elektron dan turunan metanofuleren (PCBM) sebagai akseptor elektron banyak dikaji. Saat ini, efisiensi sel-surya mencapai 6–7% [6,7]. Efisiensi ini perlu ditingkatkan minimal menjadi 10% untuk produksi masal dan komersialisasi. Berbagai cara dilakukan untuk meningkatkan efisiensi sel-surya BHJ, diantaranya, penggunaan polimer baru [7], kontrol morfologi lapisan aktif [8] dan optimasi struktur [6,7]. Dalam makalah ini, dibahas perkembangan penelitian sel-surya yang dilakukan di Jurusan Fisika Universitas Padjadjaran, juga berbagai upaya untuk meningkatkan efisiensi melalui aniling termal, penyisipan lapisan optical spacer dan penambahan molekul aditif dalam bahan aktif untuk mengontrol morfologi lapisan aktif. 2. Eksperimen Polimer regioregular poli(3-heksiltiofen) (RR > 90%) dan turunan metanofuleren PCBM (struktur kimia, ditunjukkan pada Gambar 1), digunakan sebagai bahan aktif sel-surya. Kedua material diperoleh dari Sigma Aldrich, yang digunakan langsung tanpa purifikasi.
Sel Surya Polimer: State of Art dan Progres Penelitiannya di Universitas Padjadjaran
9
Gambar 1. Struktur kimia polimer P3HT dan PCBM
Sel-surya dibuat dengan struktur Gelas/ITO/PEDOT:PSS/P3HT:PCBM/Al, seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Lapisan ITO berfungsi sebagai anoda, lapisan PEDOT:PSS berfungsi sebagai injeksi lubang (hole) dan lapisan Al sebagai katoda. Dalam eksperimen, kami menggunakan campuran P3HT dan PCBM dengan rasio 1:1. -
P3HT:PCBM PEDOT-PSS
+
ITO
Gelas
PCBM P3HT
Gambar 2. Struktur sel-surya polimer dengan bahan aktif campuran P3HT dan PCBM.
Untuk sel-surya yang diberikan perlakuan aniling termal, sebanyak 10 mg P3HT dilarutkan dalam 1 ml klorobenzen dan diaduk sampai larutan homogen. 10 mg PCBM juga dicampur dengan 1 ml klorobenzen diaduk sampai homogen. Kedua larutan, kemudian dicampurkan dan diaduk selama 18 jam pada temperature 50 °C, sehingga rasio akhir P3HT:PCBM adalah 1:1. Sebelum digunakan, larutan difilter dengan syringe-filter 0,45 µm. Film tipis dibuat menggunakan spin coater dengan kecepatan 800 rpm selama 20 detik. Film tipis kemudian dianil dengan suhu 150 °C di dalam oven yang divakumkan selama 30 menit. Aniling termal merupakan teknik umum yang digunakan untuk mengembalikan keteraturan atau kristalinitas polimer P3HT yang terganggu akibat kehadiran PCBM [9]. Lapisan Alumunium (Al) dibuat dengan teknik evaporasi termal. Sifat optik film tipis diukur dengan menggunakan spektroskopi UV-Vis. Karakteristik sel-surya diukur dengan mengukur arus listrik dari piranti ketika diberi tegangan panjar maju. Sebagai sumber cahaya, digunakan lampu Halogen atau Xenon. Untuk sel-surya yang menggunakan lapisan tipis optical spacer, kami menggunakan lapisan titanium sub-oksida (TiOX) yang disisipkan di antara lapisan aktif dan lapisan Alumunium. Lapisan TiOX dibuat dengan teknik spin-coating, sedangkan material TiOX dibuat dengan teknik sol-gel suhu rendah [7]. Lapisan TiOX dispin-coating di atas lapisan aktif, kemudian dianil pada suhu 150 °C selama 30 menit. Untuk sel-surya yang menggunakan molekul aditif sebagai campuran pada pelarut bahan aktif, digunakan molekul 1,8-diiodooktan (DIO). Sebanyak 3% molekul aditif DIO dicampurkan dengan larutan P3HT:PCBM dalam klorobenzen yang sudah diaduk hingga homogen. Larutan difilter
10
Ayi Bahtiar, Annisa Aprilia, Fitrilawati
dengan syringe filter 0,45 µm, sebelum dibuat film tipis. Struktur sel-surya yang dibuat adalah seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2. Ada 3 sampel sel-surya yang dibuat yaitu sel-surya tanpa perlakuan aniling termal (Sampel A), dianil termal pada suhu 100 °C selama 30 menit (Sampel B), dan sel-surya yang dianil termal pada suhu 100 °C selama 30 menit (Sampel C). 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Sel-Surya dengan Aniling Termal
2
J [µA/cm ]
Kurva karakteristik sel-surya dengan lapisan aktif blend P3HT:PCBM (1:1) yang dianil termal pada suhu 150 °C dalam keadaan disinari dengan lampu Xenon dengan intensitas 177 mW/cm2 ditunjukkan pada Gambar 3. Luas area sel-surya adalah 4 mm2.
10 8
Gelap Disinari
6 4 2 0 0.0 -2
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
V [Volt]
-4 -6
Gambar 3. Kurva karakteristik sel-surya dalam keadaan gelap dan disinari.
Dari kurva karakteristik arus-tegangan di atas, diperoleh parameter-parameter sebagai berikut: tegangan hubung-terbuka, VOC = 0,3 Volt, rapat arus hubung singkat, JSC = 5,275 µA/cm2, rapat arus pada daya maksimum, JMPP = 4,675 µA/cm2, tegangan pada daya maksimum, VMPP = 0,2 Volt, maka faktor pengisi (fill-factor, FF) dan efisiensi konversi (η) diperoleh 0,59 dan 0,0005%, berdasarkan persamaan :
η=
VOC * ISC * FF Pin
(1)
IMPP * VMPP ISC * VOC
(2)
FF =
Nilai efisiensi konversi ini masih sangat kecil dibandingkan dengan efisiensi yang saat ini dicapai pada sel-surya P3HT:PCBM, yaitu 5%. Hal ini diakibatkan oleh nilai tegangan terbuka VOC yang lebih kecil dari seharusnya yaitu ~0,63 Volt. Arus yang kecil diakibatkan oleh tingginya nilai hambatan seri dari sel-surya, yang berasal dari belum optimumnya morfologi lapisan aktif dan masalah homogenitas antarmuka (interface) antar lapisan di dalam sel-surya. Di samping itu, selsurya ini dibuat dalam lingkungan yang lembab, sehingga mengakibatkan penetrasi oksigen ke dalam lapisan aktif selama spin-coating dan evaporasi Alumunium. Akibatnya elektron-elektron yang dihasilkan oleh proses fotogenerasi akan diserap, sehingga arus listrik yang sampai ke katoda
Sel Surya Polimer: State of Art dan Progres Penelitiannya di Universitas Padjadjaran
11
(Al) kecil. Faktor lainya yang menyebabkan rendahnya efisiensi adalah nilai FF yang kecil. Nilai FF yang kecil diakibatkan oleh degradasi sel-surya selama pengukuran. Hasil pengukuran pada sel-surya pristin tanpa diberikan tegangan panjar maju, diperoleh rapat arus JSC = 37,5 µA/cm2. Namun arus listrik terus berkurang selama pengukuran akibat degradasi karena foto-oksidasi polimer. Efek degradasi ini menjadi perhatian khusus bagi sel-surya polimer, karena pengurangan panjang konjugasi polimer akibat oksidasi sehingga arus yang mengalir menjadi berkurang. Dengan menggunakan teknik enkapsulasi, kelompok N.S. Sariciftci dkk [10] berhasil membuat sel-surya polimer blend MDMO-PPV:PCBM, dan kelompok Brabec dkk dari Konarka dengan selsurya blend P3HT:PCBM tanpa mengalami penurunan efisiensi dalam waktu 1 tahun yang diuji coba diatas atap gedung [11]. Salah satu cara untuk mengatasi efek degradasi, di samping enkapsulasi, juga sebaiknya pembuatan sel-surya dan pengukuran karakteristiknya dilakukan di dalam Glove-Box yang dialiri gas Nitrogen, sehingga efek oksidasi dapat dikurangi. Di samping itu, arus yang kecil dapat diakibatkan oleh kontak yang buruk antara lapisan aktif dan katoda. 3.2. Sel-Surya dengan Lapisan Optical Spacer TiOX Gambar 4 memperlihatkan pengaruh penyisipan lapisan tipis optical spacer TiOX terhadap parameter-parameter sel-surya: VOC, JSC, FF dan η. Efisiensi sel-surya yang disisipi lapisan TiOX lebih tinggi daripada sel-surya tanpa lapisan TiOX [12]. Hal ini menunjukkan bahwa penyisipan optical spacer meredistribusi intensitas cahaya di dalam sel-surya akibat perubahan interferensi optis antara cahaya datang dan cahaya yang dipantulkan Alumunium [13], sehingga maksimum absorpsi terjadi di dalam lapisan aktif. Akibatnya, jumlah arus fotogenerasi dan efisiensi meningkat. Namun, jika lapisan TiOX dipertebal, maka semua parameter sel-surya akan berkurang. Lapisan TiOx yang lebih tebal akan menurunkan efisiensi sel-surya akibat meningkatnya resistansi seri (RS) sel-surya. Dalam Gambar 4 jelas, bahwa kinerja sel-surya optimum jika ketebalan lapisan TiOX di bawah 10 nm. Hasil ini sesuai dengan studi sebelumnya oleh Hayakawa dkk [14], yang mengkaji efek penyisipan lapisan TiOx terhadap resistansi paralel (RP) dan resistansi seri (RS) selsurya, menggunakan inverse gradien dari kurva I-V pada keadaan hubung terbuka dan hubung singkat. Hayakawa dkk menemukan bahwa penyisipan lapisan TiOx meningkatkan nilai RP sebesar 5 orde dan nilai RS hanya berubah sedikit, jika ketebalan lapisan TiOx di bawah 10 nm. Dengan demikian, meningkatnya nilai VOC akibat dari meningkatnya nilai resistansi paralel. 3.3. Sel-Surya dengan Molekul Aditif Spektra absorbansi lapisan tipis P3HT murni dan P3HT:PCBM yang ditambahkan 3% volume molekul aditif 1,8-diiodooktan (DIO) tanpa perlakuan dan dengan perlakuan aniling termal 100 °C dan 150 °C selama 30 menit di dalam oven vakum, ditunjukkan pada Gambar 5. Pada spektrum film tipis P3HT murni, terdapat puncak-puncak vibronik pada panjang gelombang 515 nm dan 550 nm, yang merupakan transisi π−π* dan pada 600 nm yang merupakan ciri dari adanya agregat atau interaksi antar rantai polimer. Munculnya puncak-puncak ini mengindikasikan bahwa polimer P3HT membentuk struktur kristal berbentuk lamela [15].
12
Ayi Bahtiar, Annisa Aprilia, Fitrilawati
8
(b)
FF
Vo c (m V )
0.3 (a ) 0.2
6 0.1 4 0
20
40
60
80
0
20
40
60
80
d (T iO x ) [n m ]
d ( T iO x ) [ n m ] -5
Efisiensi (% )
(c )
2
Jsc (m A /cm)
[× 10 ] 0. 3 0. 2 0. 1
1
(d )
0.8 0.6 0.4 0.2
0
20
40
60
80
0
d (T iO x ) [n m ]
20
40
60
80
d (T iO x ) [n m ]
Gambar 4. Grafik efek ketebalan lapisan TiOX terhadap parameter sel-surya (a). VOC, (b). FF, (c). JSC, (d) efesiensi
0.25
OD [a.u.]
0.20
P3HT murni setelah spin-coating 0 aniling 100 C 0 aniling 150 C
0.15
0.10
0.05
0.00 300
400
500
600
700
λ [nm]
Gambar 5. Spektra absorbansi film tipis P3HT murni, film tipis P3HT:PCBM (1:1) yang dicampur 3% volume molekul ODT.
Penambahan sedikit molekul DIO tetap mempertahankan puncak-puncak vibronik di atas, sehingga kehadiran molekul PCBM tidak menggangu kristalinitas polimer P3HT bahkan pada film tipis tanpa perlakuan aniling termal. Hasil ini berbeda dengan film tipis tanpa molekul aditif, dimana kehadiran PCBM mengganggu kristalinitas P3HT, sehingga diperlukan aniling termal untuk mengembalikan kristalinitas P3HT di dalam film tipis campuran P3HT:PCBM [9]. Parameter-parameter sel-surya yang ditambahkan 3% molekul DIO ke dalam lapisan aktifnya (P3HT:PCBM) diperlihatkan dalam Tabel 1. Tampak bahwa penambahan ODT, meningkatkan rapat arus dan tegangan terbuka. Hal ini mungkin diakibatkan oleh separasi fasa antara P3HT dan PCBM menjadi lebih jelas, sehingga meningkatkan efisiensi pemisahan eksiton dan transfer muatan [8]. Akibatnya arus listrik meningkat. Namun, untuk mengkaji lebih jauh diperlukan foto SEM atau TEM untuk melihat morfologi lapisan aktif sel-surya. Proses aniling termal,
Sel Surya Polimer: State of Art dan Progres Penelitiannya di Universitas Padjadjaran
13
menurunkan nilai dari semua parameter sel-surya yang diakibatkan oleh perubahan morfologi lapisan aktif. Diperlukan kajian morfologi lebih lanjut untuk menjelaskan penurunan nilai parameter sel-surya yang ditambahkan molekul ODT akibat aniling termal. Tabel 1. Parameter-parameter sel-surya dengan penambahan molekul 3% volume ODT
Sampel
JSC [mA/cm2]
VOC [Volt]
FF
A
12,5
0,58
0,29
B
0,15
0,50
0,31
C
0,015
0,50
0,11
4. Kesimpulan Telah dilakukan fabrikasi sel-surya berbahan aktif campuran P3HT:PCBM dengan rasio 1:1, menggunakan beberapa perlakuan, yaitu aniling termal, penyisipan lapisan tipis optical spacer TiOX, dan penambahan molekul aditif 1,8-diiodooktan pada larutan campuran P3HT:PCBM dalam klorobenzen. Penyisipan lapisan tipis TiOX meningkatkan kinerja sel-surya akibat dari redistribusi absorpsi cahaya sehingga maksimum absorpsi cahaya terjadi pada lapisan aktif. Ketebalan optimum dari lapisan TiOX adalah 10 nm, jika lebih tebal menurunkan kinerja sel-surya akibat bertambahnya resistansi seri sel-surya [16]. Penambahan molekul aditif DIO mempertahankan kristalinitas P3HT pada lapisan aktif P3HT:PCBM, sehingga meningkatkan kinerja sel-surya. Namun, kinerja sel-surya menurun akibat aniling termal. Perlu studi morfologi lebih lanjut, untuk menjelaskan efek penambahan molekul aditif DIO pada morfologi lapisan aktif sel-surya, seperti separasi fasa P3HT dan PCBM, pembentukan antar-rantai P3HT dan PCBM. Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Dikti (DIKTI) atas suport dana penelitian ini melalui Penelitian Hibah Bersaing (PHB) Tahun 2010, berdasarkan SK No. 710/H6.26/LPPM/PL/2010. Terima kasih juga untuk Andria Kurniawan, Ahmad Rosikhin atas bantuannya dalam eksperimen. Daftar Pustaka 1. W. Hoffmann, and L. Waldmann, PV Solar Electricity: From a Niche Market to One of the Most Mainstream Markets for Electricity, in High-Efficient Low-Cost Photovoltaics ; Recent Development, edited by Petrova-Koch, R. Hezel, and A. Goetzberger, Berlin : Springer Verlag GmbH, 2009, pp. 29-43. 2. G. Dennler, N. S. Sariciftci, and C. J. Brabec, Conjugated Polymer-Based Organic Solar Cells, in Semiconducting Polymers: Chemistry, Physics and Engineering, Vol I Second Edition, edited by G. Hadziioannou and G.G. Malliaras, Weinheim : Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, 2006, pp. 455-530. 3. C.J. Brabec, N.S. Sariciftci, and J.C. Hummelen, Adv. Funct. Mater. 11, 15 - 26 (2001). 4. R. D. McCullough, Adv. Mater. 10, 93 - 98 (1998). 5. F. C. Krebs, Sol. Energy Mater. Sol. Cells 93, 394-412 (2009). 6. J. Y. Kim, K. Lee, N. E. Coates, D. Moses, T-Q. Nguyen, M. Dante, A. J. Heeger, Science 317, 222-225 (2007). 7. S. H. Park, A. Roy, S. Beaupre, S. Cho, N. Coates, J. S. Moon, D. Moses, M. Leclerc, K.-H. Lee, A. J. Heeger, Nat. Photonics 3, 297–302 (2009).
14
Ayi Bahtiar, Annisa Aprilia, Fitrilawati
8. Y. Liang, Z. Xu, J. Xia, S.-T. Tsai, Y. Wu, G. Li, C. Ray and L. Yu, Adv. Mater. 22, E135E138 (2010). 9. A. Bahtiar, Fitrilawati, and A. Aprilia, Effect of Thermal Annealing on Optical Properties and Morphology of Thin Film of P3HT-PCBM Blend, The 7th International Symposium on Modern Optics and Its Applications, Bandung, August 12-14, (2009). 10. G. Dennler, C. Lungenschmied, H. Neugebauer, N.S. Sariciftci, M. Latreche, G. Czeremuszkin, and M.R. Wertheimer, Thin Solid Films 349, 511-512 (2006). 11. J. A. Hauch, P. Schilinsky, S. A. Choulis, R. Childers, M. Biele and C. J. Brabec, Sol. Energy Mater.Sol. Cells 92, 727-731 (2008). 12. A. Bahtiar, A. Kurniawan, A. Rosikhin, and A. Aprilia, The Role of TiOX Interlayer on Performance of Bulk-Heterojunction Polymer Solar Cells, Proceedings of the 5th Kentingan Physics Forum; International Conference on Physics and Its Application, 21-24 (2010). 13. J. Y. Kim, S. H. Kim, H.-H Lee, K. Lee, W. Ma, X. Gong, and A. J. Heeger, Adv. Mater. 18, 572–576 (2006). 14. A. Hayakawa, O. Yoshikawa, T. Fujieda, K. Uehara, and S. Yoshikawa, Appl. Phys. Lett. 90, 1635171-1635173 (2007). 15. H. Sirringhaus, P. J. Brown, R. H. Friend, M. M. Nielsen, K. Bechgaard, B. M. W. LangeveldVoss, A. J. H. Spiering, R. A. J. Janssen, E. W. Meijer, P. Herwig and D. M. de Leeuw, Nature 401, 685-688 (1999). 16. Roy, S. H. Park, S. Cowan, M. H. Tong, S. Cho, K.e Lee, and A. J. Heeger, Appl. Phys. Lett. 95, 0133021 – 0133023 (2009)