Sekelumit Kiprah Prof. Eddy Bagus di Bidang Mikrobiologi UNAIR NEWS – Salah satu pakar UNAIR di bidang mikrobiologi adalah Prof. Dr. H. Eddy Bagus Wasito, dr., MS., Sp.MK. Selama ini, selain mengajar dan menjadi Ketua Prodi Mikrobiologi Klinik FK, peserta Exchange Scientist Program : Enteropathogenic Bacteria : Its Pathogenic Mechanism(S) Okinawa, 1991 ini berkhidmat di RSUD dr Soetomo. Pengabdiannya di bidang mikrobiologi sudah tidak perlu disanksikan lagi. Terdapat banyak publikasi ilmiah maupun makalah seminar yang telah dihasilkannya dan menjadi referensi ranah mikrobiologi tanah air. Eddy Bagus menyatakan, prospek bidang Mikrobiologi di Indonesia begitu luas. Modal yang dimiliki negeri ini sudah melimpah. Khususnya, khazanah sumber daya alam yang sangat beragam. Semua itu bisa dimaksimalkan dengan pengelolaan yang baik. “Ilmuwan atau klinisi mikrobiologi tidak hanya dibebani tanggungjawab untuk mendeskripsikan suatu penyakit yang berasal dari mikroba. Lebih dari itu, harus pula sanggup mencari cara pencegahan dan pengobatannya,” Dijelaskan penulis delapan buku ini, peminat bidang ini menunjukkan tren peningkatan yang signifikan. Tak heran, sebab persoalan di bidang mikrobiologi, terutama penyakit yang muncul dari situ, makin beraneka rupa. Jenis penyakit yang bersumber dari virus, jamur, dan bakteri, terus tumbuh macam dan modelnya. Bahkan, cenderung lebih sulit ditangani. Hal itu menjadi tantangan tersendiri bagi para ilmuwan mikrobiologi. Di sisi lain, fenomena tersebut menjadikan orang-orang tertarik untuk mengkaji bidang ini. Menurut penulis 15 publikasi internasional dalam rentang
1993-2016 ini, terdapat sejumlah aspek yang menjadi penunjang pengembangan Mikrobiologi. Antara lain, Sumber Daya Manusia (brainware), fasilitas (hardware), metode, dan budget. Keempat elemen itu mesti dipenuhi dengan proporsional untuk bisa melakukan optimalisasi rencana besar tersebut. Sinergitas setiap pemangku kebijakan/kepentingan menjadi sangat sentral perannya. Tak dapat dimungkiri, pemikiran reviewer proposal penelitian program doktor Unair 2009 dan proposal penelitian strategis nasional 2010 ini tergolong brilian. Aksinya di dunia pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakatpun kongkret dan aplikatif. Pantaslah, bila ayah satu anak ini kerap diganjar penghargaan. Antara lain, dosen teladan III tingkat Bagian Mikrobiologi dan Parasitologi FK UNAIR 1982, dosen teladan III FK UNAIR 1990, Satya Lencana Karya Satya XX Presiden RI 1998, dan Penghargaan Sudjono Djuned Pusponegoro sebagai Penulis Ilmiah Bidang Kedokteran 2002. Guru Besar ini juga aktif memberikan bimbingan untuk para mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas akhir. Baik di level S1, S2, maupun S3. Di rentang 2006 hingga sekarang, ada 21 orang mahasiswa S1 yang dibimbingnya. Sedangkan sejak 1994 hingga saat ini, tercatat 79 orang yang diarahkannya mengerjakan tugas akhir pada jenjang S2/Spesialis. Sementara di jenjang doktoral, sejak 1998 hingga 2016, ada 20 orang yang dibimbing Eddy Bagus untuk menyelesaikan desertasi. (*) Penulis: Rio F. Rachman Editor: Defrina Sukma Satiti
Menjawab Tantangan Kesehatan dengan Telemedicine UNAIR NEWS –Tantangan kesehatan di level nasional dan global semakin meningkat. Di level global, penyakit jenis sindrom metabolisme yang mengakibatkan kasus penyakit degeneratif semakin banyak terjadi karena gaya hidup. Belum lagi, kasus penyakit yang menjadi endemis seperti Zika, dan Influenza. Di level nasional juga terdapat sekelumit tantangan. Transmisi virus HIV di Indonesia adalah yang tertinggi di Asia. Belum lagi ditambah adanya neglected infectious disease. Sementara itu, di luar bidang kesehatan, teknologi tumbuh sedemikian cepat. Maka, para tenaga medis wajib merespon kondisi kesehatan di Indonesia dengan perkembangan teknologi. Inovasi bernama telemedicine menjadi jawabannya. Pernyataan itu disampaikan oleh Direktur Rumah Sakit Universitas Airlangga Prof. Dr. M. Nasronuddin, dr., Sp.PD., K-PTI, FINASIM, dalam acara “Symposium Telemedicine: Inovasi Pelayanan Kesehatan melalui Pengembangan Health Science Institute” yang dilaksanakan di Aula Dharmawangsa RS UNAIR, Rabu (8/2). Nasron, sapaan akrabnya, mengatakan bahwa telemedicine merupakan inovasi di bidang kesehatan yang akan digunakan RS UNAIR. Keberadaan telemedicine dapat dimanfaatkan oleh para dokter di suatu rumah sakit untuk berkomunikasi dengan dokter serta tenaga medis lain di tempat yang berbeda. Melalui telemedicine, dokter bisa memberikan konsultasi, menegakkan diagnosis, hingga tata laksana operasi. “Bila mau merujuk ke RS UNAIR, pasien masih dalam kondisi unstable (tidak stabil) sebelum dikirim ke sini. Sehingga perlu dilakukan operasi. Pasien tinggal langsung call dan dipandu dari sini. Sangat bermanfaat bagi rumah sakit yang
ditempati,” tutur Nasron. Telemedicine juga dapat dimanfaatkan untuk membangun jejaring dengan pusat pelayanan kesehatan baik di Indonesia maupun luar negeri. Di Jepang, salah satu rumah sakit yang memanfaatkan telemedicine adalah rumah sakit bersalin St. Mary. Junichiro Okada, MD., memaparkan pemanfaatan telemedicine di rumah sakit tersebut. “Pada saat tersebut kami menerima panggilan. Neonatologis dan perawat bekerja sama memeriksa kondisi bayi, dan memilih staf yang tepat untuk diberangkatkan ke sana,” tutur Junichiro. Biasanya, pihak dokter di St. Mary menggunakan panggilan video dari klinik bersalin via Google Hangouts dan Skype, dengan dokter atau bidan di klinik atau rumah sakit lain. Penggunaan telemedicine yang menuai banyak manfaat itu juga diamini oleh Lucky Andrianto, dr., Sp.An-KAP. Dokter spesialis anestesi itu menuturkan, bila ada kasus sulit di bidang spesialis anestesi di tempat yang nun jauh, biasanya mereka menggunakan aplikasi WhatsApp Messenger baik chat maupun panggilan video. “Kalau ada kasus sulit dari dokter anestesi di daerah, mereka menggunakan WhatsApp. Kita forward ke staf senior, dan staf senior memberikan jawaban,” tutur Lucky. Namun, di dalam kondisi darurat seperti bencana, jenis telemedicine yang efektif digunakan adalah gelombang radio. Pembicara terakhir dalam sesi presentasi simposiun kali ini adalah Tedy Apriawan, dr., Sp.BS. Dokter spesialis bedah saraf RS UNAIR itu memaparkan mengenai kekurangan dan kelebihan penggunaan telemedicine. “Telemedicine lebih mudah diakses, menghemat biaya kesehatan, meningkatkan kualitas pelayanan pasien, metode modern, dan
dapat menyimpan rekam medis,” tuturnya. Tantangannya, telemedicine hanya dapat digunakan oleh para tenaga terlatih, membutuhkan peralatan yang canggih, dan memerlukan biaya yang besar. Penulis: Defrina Sukma S Editor: Nuri Hermawan
Bisa Ular Penanggulangan Tropis
untuk Penyakit
JIKA Anda menjumpai ular, pasti Anda merasa takut (ophidiophobia). Atau bahkan Anda tidak segan-segan untuk membunuhnya. Padahal, Indonesia memiliki tingkat biodiversitas yang tinggi pada keanekaragaman spesies ular, sekitar 380 spesies ular dapat dijumpai di negeri ini. Bahkan delapan persen diantaranya adalah ular berbisa dan berbahaya bagi manusia. Namun, sebenarnya dibalik itu bisa ular memiliki manfaat yang tersembunyi. Snake venom atau bisa ular merupakan senyawa kimiawi yang diproduksi oleh kelenjar khusus dari sejumlah spesies ular tertentu yang digunakan untuk melumpuhkan mangsa dan mempertahankan diri. Bisa ular mengandung lebih dari 20 jenis senyawa berbeda, kebanyakan adalah protein. Hasil riset terkini menyebutkan bahwa bisa ular dapat digunakan untuk mengatasi organismeorganisme yang menimbulkan masalah, khususnya penyakit tropis. Sayangnya, masih sedikit sekali para peneliti life sciences di
dunia yang tertarik untuk bergerak pada riset snake venom ini. Penyakit tropis merupakan salah satu bentuk penyakit yang sering terjadi di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Jenis penyakit tropis itu ada tiga macam, yaitu penyakit infeksi oleh bakteri, penyakit infeksi oleh virus, dan penyakit infeksi oleh parasit. Penyakit infeksi oleh bakteri misalnya tuberkulosis, tetanus, batuk rejan, dan yang lainnya. Penyakit infeksi oleh virus misalnya zika, demam berdarah dengue (DBD), flu burung, dan lainnya. Sedangkan penyakit infeksi oleh parasit misalnya penyakit chagas, malaria, leishmaniasis, dan yang lainnya. Gigitan ular berbisa seringkali mematikan, kecuali jika berhasil mendapatkan pertolongan yang tepat. Tetapi, biological components pada bisa ular memiliki sifat terapeutik yang signifikan. Hal inilah yang kemudian membuat bisa ular memiliki potensi yang bagus untuk mengeliminasi organismeorganisme yang menimbulkan masalah penyakit tropis pada skala laboratorium. Ketiadaan vaksin yang efektif untuk solusi penanganan penyakit tropis saat ini merupakan salah satu penunjang bahwa penelitian bisa ular ini menjadi sangat penting untuk dikembangkan di masa mendatang. Penelitian secara in vitro menyebutkan bahwa peptida-peptida bisa ular Naja atra memiliki aktivitas untuk melawan multidrug-resistant tuberculosis atau MDR-TB, yaitu bakteri yang dapat membentuk resistensi terhadap obat antimikroba yang digunakan sebagai pengobatan penyakit tersebut. MDR-TB tidak memberikan respon pada dua jenis obat yang ampuh untuk antiTB, yaitu isoniazid dan rifampicin. Selain itu, bisa ular dari Naja naja, Daboia russelli, Bungarus fasciatus, dan Naja kaouthia memiliki aktivitas antiMDR-TB, sehingga perlu dilakukan eksplorasi lebih dalam sebagai obat anti-TB yang lebih ampuh. Bungarus fasciatus adalah spesies ular berbisa dari famili Elapidae yang
merupakan salah satu ular paling berbahaya dan mematikan di Indonesia. Pada dunia virologi atau cabang ilmu yang mempelajari tentang virus, LAAO (L-Amino acid oxsidase) yang diisolasi dari bisa ular Bothrops jararaca, menunjukkan aktivitas sebagai antivirus melawan virus dengue serotipe 3. Sedangkan bisa ular dari Crotalus durissus terrificus, dapat menghambat replikasi virus Measles dan bisa ularnya tidak memiliki sifat sitotoksisitas berdasarkan penelitian berbasis laboratorium. Selain itu, senyawa immunokine, salah satu derivat dari αtoxin yang diisolasi dari bisa ular Naja siamensis, menunjukkan daya hambat infeksi limfosit oleh virus HIV dan FIV. Disisi yang lain, phospholipase A2 atau PLA2 dan 12 peptida turunan dari PLA2 yang diisolasi dari bisa ular, memiliki aktivitas anti-HIV. Bisa ular dari Naja sumatrana, Bungarus candidus, Hydrophis cyanocinctus, dan Oxyuranus candidus memiliki sifat anti-HIV berdasarkan penelitian berbasis laboratorium. Naja sumatrana adalah salah satu jenis golongan kobra yang paling mematikan di dunia yang berada di Pulau Sumatera, Indonesia. Crotoxin B yang diisolasi dari Crotalus durissus cumanensis, memiliki aktivitas untuk melawan Plasmodium falciparum penyebab penyakit malaria. Sedangkan whole venom dari Naja haje, Cerastes cerastes, Crotalus viridis, Philodryas baroni, dan Hypisglena torquata memiliki aktivitas untuk melawan Trypanosoma cruzi (penyebab penyakit Chagas) dan Leishmania spp (penyebab penyakit Leishmaniasis). Selain itu, LAAO yang diisolasi dari bisa ular Lachesis muta, Bothrops atrox, dan Bothrops moojeni juga dapat melawan Leishmania spp. dan Trypanosoma cruzi. Pada penelitian berbasis laboratorium, bisa ular atau snake venom memiliki potensi sebagai kandidat obat untuk melawan agen-agen penyakit tropis seperti bakteri, parasit, dan virus.
Namun, perlu dilakukan riset lebih mendalam lagi untuk mendapatkan manfaat langsung pada aplikasi klinis. Inilah yang seharusnya sudah menjadi salah satu keunggulan riset bidang life sciences di Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara lain, karena Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, terutama pada golongan herpetofauna yang di dalamnya termasuk ular berbisa. (*) Editor: Bambang Bes
Prodi Sastra Jepang, Hadirkan Nuansa Negeri Sakura di Airlangga UNAIR NEWS – Program studi (prodi) Sastra Jepang Universitas Airlangga masih terbilang sebagai salah satu prodi yang baru. Berada di lingkup Fakultas Ilmu Budaya (FIB), prodi Sastra Jepang baru dibentuk pada tahun 2006 dan sudah mengalami banyak perkembangan di dalamnya. Ketika ditemui di ruang kerjanya, Dwi Anggoro Hadiutomo, M.Hum., Ph.D., selaku Kepala prodi Sastra Jepang mengatakan bahwa prodi yang tengah dipimpinnya tersebut sudah dilengkapi dengan tenaga pengajar yang mempunyai keahlian di masingmasing bidang. “Dosen–dosen yang kami miliki mempunyai keahlian yang beragam, bahkan ada juga yang menekuni budaya popular Jepang seperti cosplay dan anime,” tutur Dwi. Selain itu, untuk menambah kemampuan mahasiswa dalam berbicara
dan menulis huruf kanji prodi Sastra Jepang secara rutin mendatangkan Native asal Jepang untuk bisa membimbing secara langsung mahasiswa. Untuk Native sendiri, Dwi menjelaskan bahwa prodi Sastra Jepang bekerja sama dengan beberapa lembaga Jepang, salah satunya adalah Ashinaga Foundation. Lembaga tersebut secara berkala bersedia mendatangkan mahasiswa asal Jepang ke Indonesia untuk belajar maupun membantu dosen membimbing mahasiswa dalam mengasah kemampuan berbahasa Jepang. Tidak hanya itu, prodi fasilitas laboratorium kurikulum yang disusun kuliah yang tidak hanya
Sastra Jepang juga dilengkapi dengan Bahasa Jepang yang memadai. Dalam prodi Sastra Jepang memberikan mata berupa kajian sastra dan budaya saja.
Namun, juga dibekali dengan ilmu penerjemahan, korespondensi, dan juga mata kuliah pengajaran. “Dengan begitu lulusan Sastra Jepang diharuskan unggul dalam Ilmu Kebahasaan,” imbuh Dwi. Untuk kegiatan mahasiswa sendiri setiap tahunnya prodi Sastra Jepang memiliki kegiatan “Japanese World” yang dikelola oleh Himpunan Mahasiswa Sastra Jepang UNAIR (Niseikai). Kegiatan ini merupakan sebuah event yang menyelenggarakan festival seni, bazaar makanan, panggung hiburan, dan juga lomba-lomba yang semuanya disusun dengan mengangkat nuansa Jepang. Tiap tahunnya Japanese World yang diadakan di Kampus B UNAIR dan selalu ramai dikunjungi pengunjung dari dalam kota maupun luar kota. Selain ingin menikmati acara, pengunjung juga ingin merasakan animo suasana Negeri Sakura di Surabaya. “Jepang kan kaya akan tata tertib dan budaya popular, kita ingin hadirkan disini. Jadi disini (Sastra Jepang, -red), mahasiswa tidak melulu belajar Bahasa atau grammar tapi dibarengi dengan mempelajari budaya Jepang yang lain seperti minum teh, menonton film Jepang, dan bersama sama memasak masakan Jepang,” tambah Dwi.
Sesuai peninjauan berkala yang dilakukan prodi Sastra Jepang, 80% lulusan Sastra Jepang bekerja di berbagai macam bidang yang linier seperti di Bank Jepang, penerjemah, dosen atau guru Bahasa jepang, staf di perusahaan Jepang hingga Guide Tour. Dwi juga mengatakan bahwa masyarakat selalu berpandangan bahwa prodi yang berawalan dengan “Sastra” selalu diidentikkan dengan puisi dan sajak. Padahal di sastra banyak yang bisa dipelajari, dari sastra sendiri, sejarah hingga budaya. “Kita harus mengubah pola pikir tentang sastra. Jadi sastra itu dengan budaya yang menyangkut-menyangkut dengan kehidupan manusia. Pemikiran seperti itu harus mulai digaungkan. Jangan terjebak dengan pemikiran sastra yang sempit. Dengan artian lulusan sastra tidak hanya bisa jadi editor bahasa, tapi bisa di lingkungan kerja manapun,” tambah Dwi. (*) Penulis : Faridah Hari Editor : Nuri Hermawan
Diperlukan ’Human untuk Bangkitkan Kabupaten Sampang
Capital’ SDM di
UNAIR NEWS – Human development (pembangunan manusia) di wilayah Kabupaten Sampang dinilai sangat harus diperhatikan, mengingat Sampang berada nomer tiga terbawah di Indonesia. Dengan posisi ini membuat Kabupaten Sampang perlu adanya perubahan. Pemerintah harus berpikir keras bagaimana membangun sumber daya yang bagus, karena sejak tahun 2006 hingga 2010 sudah dilakukan program pemerintah di Sampang, namun
kenyataannya peningkatan di daerah ini sangat kecil. Hal itu diungkapkan oleh Dwi Astutiek, S.Ag, M.Si., dalam ujian terbuka Program Doktor, di Gedung Pascasarjana Universitas Airlangga, Senin (6/12). Turut hadir sebagai undangan akademik dalam ujian Doktor ini, diantaranya Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) RI, Imam Nahrawi. Di akhir ujian, Dewan Penguji program Doktor PSDM (Pengembangan Sumber Daya Manusia) Sekolah Pascasarjana UNAIR, menyatakan Promovendus Dwi Astutiek lulus dengan predikat Sangat Memuaskan. Menurut promovendus, di Sampang ada fenomena luar biasa yang bisa dihubungkan dengan teori Human Capital, karena sebelumnya pemerintah sudah menawarkan perspektif pendidikan. “Fenomena tersebut sebenarnya dapat diubah, namun tidak semudah membalikkan telapak tangan,” tandas Dwi Astutik. Dalam penelitiannya, perempuan kelahiran Madura ini menyampaikan bahwa beberapa persoalan disampang yang belum teratasi sampai saat ini yaitu pada bidang sosial, religi, budaya dan infrastruktur. Sehingga pada permasalahan infrastruktur yang membuat masyarakat Sampang kurang mendapatkan fasilitas sebagaimana mestinya. Misalnya fasilitas pendikan yang dirasa kurang. Akibat kurang, sehingga mengakibatkan banyak anak-anak belajar di masjid atau di surau-surau di dekat rumah mereka. Didepan tim penguji, promovendus juga mengungkapkan fakta tentang karismatik seorang kiyai. Menurutnya, pengaruh seorang kiyai di Madura dan juga di Sampang ini sangat terlihat. Misalnya tuntunan untuk belajar di Pondok Pesantren, sehngga sejak dini anak-anak disana sudah dipondokkan. ”Selain itu kesalahan religion trap adalah tuntuan untuk menikah di usia dini, sehingga di sekitar Sampang itu, anak usia 12 sampai 13 tahun sudah dinikahkan, bahkan setara usia anak kelas IV Sekolah Dasar,” imbuh Dwi Astutiek.
Ia juga menyampaikan bahwa Pemberdayaan Sumber Daya Manusia di Sampang harus dilaksanakan secara bersamaan, baik secara personal maupun secara umum. Menjawab pertanyaan Menpora Imam Nahrawi, tentang bagaimana peran muslimat di Madura atau di Sumenep, dan bagaimana seandainya Madura menjadi provinsi? Dijelaskan promovendus bahwa masalah utamanya tetap pada SDM. “Misalnya kalau memang Madura ingin jadi Provinsi, maka masalah utamanya adalah pemberdayaan sumber daya” tandas Dwi ketika menjawab pertanyaan Imam Nahrawi. (*) Penulis: Akhmad Janni Editor: Bambang Bes
Alumni HI UNAIR Jadi Biro Protokol Sekretariat Presiden UNAIR NEWS – Sore itu, di suatu sudut Istana Negara, kru UNAIR NEWS bertemu dengan salah satu Alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga. Perempuan muda, kalem dan ramah tersebut menjumpai kami di sebuah ruangan rapat yang kebetulan sedang tidak digunakan lantaran waktu sudah hampir masuk jam pulang kerja. “Apa kabar?” sapanya. Tepat pukul 15.10 WIB perbicangan santai dan menarik pun mengenai alumni ini pun dimulai. Vinandhika Parameswari namanya, Viki sapaan akrabnya. Ia adalah Sarjana Hubungan Internasional FISIP UNAIR yang kini bekerja sebagai Biro Protokol, Sekretariat Presiden, Kementrian Sekretariat Negara Republik Indonesia. Perempuan asal Ponorogo tersebut sering terlibat dalam kegiatan
keseharian Presiden Joko Widodo maupun Ibu Negara Ibu Iriana. Mahasiswa angkatan 2010 tersebut bercerita mengenai kesehariannya meramu dan menyusun berbagai acara presiden dan ibu negara. Mulai dari menyiapkan bahan-bahan untuk acara harian presiden, membuat konsep rencana acara harian presiden, hingga menyusun konsep acara kenegaraan dan masih banyak lagi. “Awalnya aku tidak tahu protokoler itu tugasnya ngapain, yang saya tahu tugasnya menyertai kepala negara,” terang Vinandhika. Semasa kuliah, Alumni SMAN 1 Jember tersebut mengaku sering mengikuti lomba karya tulis, berbagai lomba pernah ia menangi, Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) tidak luput dari keikutsertaanya. Ia juga pernah bergabung dalam UKM penalaran. Akan tetapi kemampuan menulisnya pun semakin terasah ketika menjalani kuliah di HI UNAIR. “Waktu SMA sampai kuliah tuh, suka banget sama lomba karya ilmiah. Apalagi pas masuk HI setelah tahu tugas-tugasnya, jurnal mingguan dan analisis, jadi semakin baik aja nulisnya, walaupun sempat kaget di awal-awal,” tandas perempuan kelahiran 1992 tersebut. Bagaimana Cerita Masuk Istana? Setelah lulus dari UNAIR pada tahun 2014, Viki awalnya bekerja di perusahaan Media Monitoring Internasional di Jakarta. Kemudian, ia bersama beberapa teman se-angkatannya mengikuti seleksi CPNS dari Kementrian Sekretariat Negara setahun kemudian. Pada waktu itu, lowongan yang dibutuhkan adalah Sarjana Hubungan Internasional yang akan ditempatkan di Biro Protokol Sekretariat Presiden. Adapun materi yang diujikan meliputi pengetahuan umum, kewarganegaraan dan matematika dasar. Adapula tes yang berbasis komputer. Setiap peserta tes diharapkan mampu memenuhi standar nilai yang dibutuhkan di setiap materi ujian.
Ditempat itu, peserta langsung dirangking siapa aja yang memenuhi kualifikasi, siapa yang memenuhi batas minimum. Setelah lolos dalam tahap tersebut, berikutnya, ia menjalan tes TOEFL dan juga wawancara oleh pejabat eselon 1 dan 2 dari unit kerja yang berbeda. Yang akhirnya membawa Viki untuk lolos dalam tes tersebut. “Saya tidak habis berfikir untuk lolos sampai tahap selanjutnya, karena yang lolos dan diterima akhirnya hanya dua orang.” lanjut Viki. Memori Kuliah Ketika
ditanya
soal
alasan
mengambil
studi
HI.
Viki
menceritakan bahwa sejak SMA, Ayahnya gemar membaca dan mengikuti politik internasional. Kegemaran tersebut secara tidak langsung mendorongnya untuk senang mengikuti kajian tersebut. Pada tahun 2010, setelah mengikuti tes masuk Perguruan Tinggi, Viki diterima sebagai mahasiswa baru HI FISIP UNAIR. “Ayah suka sekali sama bacaan buku-buku dunia politik global, kemudian saya juga tertarik untuk mengikutinya, akhirnya Ayah mendukung saya mengambil jurusan HI.” Ungkap alumni yang mengaku sempat berminat konsentrasi dalam Bisnis dan Organisasi Internasional tersebut. Semasa kuliah, Viki mengaku senang dengan berbagai mata kuliah yang dia ambil. Salah satu yang ia ingat adalah mata kuliah Geopolitik dan Geostrategi yang diajar oleh Drs. Djoko Sulistyo, M.S., dan Drs. Wahyudi Purnomo, M.Phil. Ia juga pernah ikut berkolaborasi dalam penulisan ilmiah bersama dosennya, yakni Dra. Baiq Lekar Sinayang Wahyu Wardhani, MA., Ph.D., dan I Gede Wahyu Wicaksana M.Si., Ph.D. Di penghujung masa kuliah, ia mengambil peminatan Studi Perdamaian dan Keamanan yang kemudian mengantarkannya untuk mengulas tugas akhirnya dengan judul “Terorisme sebagai
Tantangan Kelompok Etnis Terhadap Negara: Studi Kasus Gerakan Transnasional Boko Haram di Nigeria”. Ketika ditanya soal apa manfaat ilmu yang ia pelajari dulu waktu kuliah, Viki menjawab bahwa ilmu hubungan internasional sangat bermanfaat sesuai dengan pekerjaannya saat ini. Apalagi ia bekerja di lingkungan presiden yang notabenenya adalah individu dan juga aktor utama dalam Hubungan Internasional. Manfaat itu sangat terasa, lanjutnya, karena dulu ketika kuliah banyak belajar hal-hal dari berbagai macam isu, lalu mengkajinya melalui berbagai macam sudut pandang. “Saya bersyukur belajar di HI UNAIR, disana saya belajar banyak hal, membuat jurnal, analisis, belajar berbagai isu multidimensional yang dikaji menggunakan berbagai irisan, liberalisme, realism, kontruktivisme dan lain lain. Jadi, bisa tahu gimana melihat satu permasalahan dari berbagai macam sudut pandang.” Tutur alumni HI yang menyelesaikan kuliah dalam 7 semester tersebut. Penulis : Ahalla Tsauro Editor: Nuri Hermawan
Antara Imam Syafii dan Kumpulan Cerita Pendek “Merantau” Salah satu idola saya, yang namanya nyaris tiap hari didengung-dengungkan di Pondok Pesantren Gontor adalah Imam Syafii. Dia membuat puisi yang mahsyur. Yang di Indonesia, setelah melalui proses penerjemahan, kerap diberi judul Merantau.
Imam Syafii, yang jalan pikirannya dipegang sepenuh hati oleh mayoritas muslim Indonesia, dan kemudian populer dengan istilah Mahzab (aliran) Syafii, selalu menjadi inspirasi para santri. Semua ucapannya terukur, tidak sembarangan. Termasuk, omongannya dalam puisi tersebut. Esensi sajak yang terangkum pula pada kitab Diwan Asy Syafii itu, selalu diingat para santri, yang mengagumi Imam Syafii, sampai ke darah-darah kami. Terjemahan bebas puisi tersebut di bawah ini, saya kutip dari alumnus Gontor Ahmad Fuadi dari novel monumentalnya, Negeri Lima Menara: Merantaulah … Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang Merantaulah … Kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang. Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, kan keruh menggenang Singa jika tak tinggalkan sarang tak akan dapat mangsa Anak panah jika tidak tinggalkan busur tak akan kena sasaran Jika matahari di orbitnya tidak bergerak dan terus diam, tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari tambang Kayu gaharu Berbeda
tak ubahnya seperti kayu biasa Jika didalam hutan
Puisi itulah yang ada di pikiran saya ketika melihat kumpulan cerita pendek Rio F. Rachman dengan titel Merantau. Rio, sapaan akrabnya, kebetulan memang fans berat Mahzab Syafii. Dalam kumpulan puisinya yang terbit tahun lalu, Balada Pencatat Kitab, dia bahkan mengutip salah satu kisah terkenal tentang Imam Syafii. Kisah itu dimampatkannya dalam puisi berjudul “Guru”. Dalam Balada Pencatat Kitab, hanya “Guru” yang memakan halaman sampai dua: yang lainnya satu belaka. Artinya, ada yang istimewa dari puisi itu. Kisah Imam Syafii yang disarankan gurunya merantau ke negeri lain untuk menuntut ilmu. Kenapa? Karena sang guru mengaku bahwa ilmunya telah habis untuk diturunkan pada lelaki bernama kecil Idris tersebut. Meski demikian, kumpulan cerita pendek Merantau tentu berbeda. Di dalamnya, tak hanya soal merantau. Bahkan, di cerita pendek berjudul “Merantau”, alasan yang dipakai tokoh utama bukanlah menuntut ilmu layaknya Imam Syafii. Melainkan, bersandar pada dalih mencari sesuap nasi alias mencari pekerjaan yang layak. Persoalan keluarga yang rumit membuat tokoh utama merasa perlu meninggalkan tanah air. Pergi ke Arab untuk memburu riyal. Problematik Cerita-cerita di kumpulan ini banyak yang problematik. Seingat saya, tidak ada yang happy ending. Bahkan “Membunuh Anjing” yang memiliki ending win-win ibunya pun, didahului dengan tidak dengan sepenuhnya “mendapatkan” Ibunya kembali,
solution antara tokoh utama dan kisah-kisah sedih. Berakhir pun membahagiakan. Tokoh utama tapi anjingnya tetap mampus.
Pada kisah romantis pun, alurnya dibuat pilu. Ada yang tentang poligami, putus asa dalam asmara, hingga kasih tak sampai. Ada satu cerita berjudul “Kunang di Atas Lautan” yang tidak mengandung kesedihan. Tapi pun, tak pula berisi kesenangan. Secara umum, kisah-kisah di dalamnya mengingatkan saya pada novel O karya Eka Kurniawan. Di dalamnya, full kisah tragis
dan ironis. Ada sih, kisah cinta yang mengembalikan dua insan yang di masa lampau pernah kasmaran. Namun, mereka dipertemukan saat yang lelaki sudah buta, dan yang perempuan telah gendeng. Tak diceritakan, apakah perempuan gila itu jadi waras saat bertemu kekasihnya, atau tidak. Yang jelas, mereka kembali bersama saat telah lama terpisah. Merantau berisi 19 cerita pendek. Pada event LPDP EduFair di gedung Airlangga Convention Center Selasa lalu (2/2), salah satu copy buku dibagikan pada pengunjung sebagai “perkenalan” pada karya yang diterbitkan oleh Penerbit Suroboyo dan berisi 130 halaman tersebut. Kebetulan, Rio menjadi pembicara pada sesi Awardee Story, karena dia memang pernah menerima beasiswa tersebut.
Dokter Anestesi FK UNAIR Sukses Dapatkan 7 HAKI UNAIR NEWS – Tingginya harga alat kedokteran, membuat sejumlah dokter Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga berkreasi menciptakan sendiri alat kedokteran dengan spesifikasi harga yang terjangkau. Namun meski demikian tak kalah bagus kualitasnya dengan buatan pabrik. Departemen Anestesiologi dan Reanimasi FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo berhasil mendaftarkan sebanyak 7 Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Dengan rincian 2 Hak Paten dan 5 Hak Cipta yang dilindungi Undang-Undang. Ketujuh HKI tersebut meliputi Simulator alat Injeksi Peripheral Nerve Block (PNB) dengan Panduan Ultrasonografi untuk mengetahui anatomi syaraf, Modifikasi Lampu LED, dan Alat Perekam Audiovisual pada Laringoskop yang dapat Terhubung
dengan Gadget, LCD, dan Laptop. Kemudian Alat Peraga Video Laryngoscope dengan tiga spesifikasi ukuran yang berbeda, Karya Sinematografi Tutorial Video Laryngoscope, serta Karya Sinematografi Video Tutorial Basic Life Support. Dari ketujuh HKI tersebut, salah satu yang menarik adalah Alat Peraga Video Laryngoscope dengan inventor Soni Sunarso Sulistiawan, dr., SpAn.FIPM., Dr. Christrijogo Sumartono, dr.,SpAn.,KAR., dan Bambang Pujo Semedi, dr, SpAn. KIC. Kepada UNAIR NEWS, Soni mengklaim Video Laryngoscope ini adalah salah satu alat kedokteran yang lebih murah dengan kecanggihan yang tidak kalah dengan alat buatan pabrik. Alat ini bermanfaat untuk menunjang kegiatan pelayanan dan pendidikan. Kehadiran video Laryngoscope ini dapat membantu proses Intubasi pada kondisi yang sulit. Dalam kamus kedokteran, intubasi berarti memasukkan alat berbentuk mirip selang ke dalam organ berongga. Dalam hal ini, sering dikaitkan dengan memasukkan alat endotracheal tube atau selang nafas yang dimasukkan melalui mulut atau hidung hingga mencapai organ berongga (trakea), sehingga menjamin jalan nafas dapat bebas dan fungsi pernafasan dapat berjalan dengan baik. “Video Laryngoscope ini juga dapat dimanfaatkan ketika sedang dilakukan laringoskopi atau tindakan medis yang memungkinkan ahli anestesi melihat kondisi pita glotis dan vokal untuk melindungi organ berongga dari kemungkinan cedera oleh intubasi,” ungkapnya. Alat ini juga dapat merekam audiovisual yang terjadi selama proses laringoskopi. Gambar audiovisualnya dapat terlihat dari layar komputer maupun smartphone, sehingga dapat sekaligus dimanfaatkan untuk live streaming dan dokumentasi pendidikan. Dengan begitu, otomatis hasilnya dapat disimpan dalam bentuk softcopy dan dapat disimpan di dalam komputer atau smartphone. “Alat Video laryngoskop yang sekarang kami punya sangat
terbatas kegunaannya dan mahal sekali. Kami membutuhkan alat kedokteran yang bukan saja berfungsi sebagai pendukung pelayanan, tapi juga sebagai sarana belajar. Dan alat ini adalah jawabannya, karena dapat difungsikan juga untuk mengatasi kasus sulit sekaligus merekam audiovisual untuk pembelajaran,” ungkapnya. Adapun ukuran Blade yang tersedia mulai blade panjang no.4 untuk pasien dewasa dengan overweight hingga ukuran no.00 yang digunakan pada intubasi bayi neonatus prematur dengan berat lebih 1000 gram. Menurutnya, Videolaryngoskop ukuran tersebut sangat jarang di pasaran. Rekaman tersebut dapat membantu departemen anestesi untuk melakukan evaluasi kemampuan intubasi setiap mahasiswa dalam proses belajar mengajar. “Kami telah melakukan studi bahwa alat ini berfungsi sangat baik dan bisa menggantikan fungsi Videolaryngoscope buatan pabrik yang harganya jauh lebih mahal,” ungkapnya. Selain Videolaryngoscope, ada juga simulator alat Injeksi Peripheral Nerve Block (PNB) dengan Panduan Ultrasonografi untuk mengetahui anatomi syaraf. Alat ini berguna untuk proses pendidikan keterampilan intervensi dengan menggunakan USG guiding. Yang lebih menarik lagi, Soni dan tim Anestesiologi dan Reanimasi FK UNAIR juga mematenkan Karya Sinematografi untuk promosi kesehatan Basic Life Support penanganan henti jantung pada Awam. Sinematografi ini berisikan Film pendek yang berkisah tentang pentingnya pertolongan pertama pada suatu kegawatan henti jantung. “Kita tidak tahu sampai dimana umur seseorang dan musibah yang dapat terjadi sewaktu-waktu. Untuk itu peran serta masyarakat sangat diperlukan. Mengingat keselamatan korban sangat ditentukan oleh respon awal dan pijat jantung,” jelasnya. Melalui film pendek ini, Soni mengajak kepada semua elemen
masyarakat untuk turut berperan memberikan pertolongan BLS (Basic Life Support) berupa pijat jantung dan call for help agar keberhasilan penanganan henti jantung menjadi lebih tinggi. Karena keberhasilan terapi dokter juga sangat bergantung dari respon awal masyarakat, seawal mungkin setelah jantung berhenti. (*) Penulis: Sefya Hayu Editor: Nuri Hermawan
Banyak Pengalaman, Inilah Kesan Mahasiswa Asing yang KKN di Nganjuk UNAIR NEWS – Seperti tahun-tahun sebelumnya, Kuliah Kerja Nyata-Belajar Bersama Masyarakat (KKN- BBM) Universitas Airlangga juga diikuti oleh mahasiswa asing. Pada periode ke-55 kali ini, KKN BBM diikuti juga oleh sebanyak 17 mahasiswa asing yang berasal dari Universitas Brunei Darussalam. Mereka diterjunkan ke beberapa kelurahan di Kabupaten Nganjuk. Siti Nazirah, mahasiswa Program Studi Matematika asal Universitas Brunei Darussalam mengungkapkan kesannya ketika mengikuti KKN di Kabupaten Nganjuk. Mulanya, ia mengalami culture shock ketika berada di tengah-tengah masyarakat Nganjuk. Ada beberapa kendala yang mereka hadapi, salah satunya masalah bahasa. “Di sini kami banyak bersosialisasi dengan anak-anak, karena ibu-ibu jarang ada yang bisa berbahasa Indonesia,” tutur Nana, sapaan akrab Siti Nazirah yang sehari-hari menggunakan bahasa
Melayu dan Inggris itu. Mahasiswa semester enam ini bercerita, dengan mengikuti KKN BBM UNAIR, ia banyak belajar tentang kehidupan sosial dan budaya di Indonesia. Dalam satu tim KKN yang rata-rata berjumlah 10-14 orang, hanya ada dua mahasiswa dari Brunei. “Kami bertukar pikiran tentang apa yang kami ketahui. Mereka cerita tentang Indonesia, kami juga cerita tentang Brunei. Membahas politik, sosial, juga budaya,” ujarnya. Nana mengungkapkan, ada rasa bahagia yang tumbuh ketika ilmu yang ia tularkan kepada anak-anak SD di wilayahnya KKN mendapat respon positif. “Aku tanamkan mindset ke anak-anak bahwa Matematika itu nggak susah. Ketika apa yang kami lakukan dan ajarkan diingat oleh anak-anak, itu jadi kebahagiaan buat kami,” katanya. Senada dengan Nana, Mohammad Atfi mahasiswa asing yang juga berasal dari Brunei mengungkapkan rasa senangnya berinteraksi dengan anak-anak di sekolah tempat ia melakukan salah satu program KKN. “Kami mengajar di SD. Proker (program kerja) mengajar, sosialisasi cuci tangan, mengajar Bahasa Inggris, membimbing Olimpiade Sains Nasional (OSN), dan bimbingan belajar di rumah. Mereka sangat antusias mengetahui saya dari Brunei. Suatu ketika mereka berebut peta dan menunjukkan letak Brunei. Tapi ada juga dari mereka yang tidak mengenal Brunei,” ujar Atfi sambil tertawa. Atfi juga terkesan dengan keberagaman makanan yang ada di Indonesia. Ia menyebutkan beberapa makanan baru yang ia sukai. Selain itu, dengan mengikuti KKN yang dirancang oleh UNAIR, ia berencana untuk menceritakan pengalamannya kepada mahasiswa di Brunei. “Saya mau bilang ke teman saya supaya mengikuti KKN seperti
kami. Ini pengalaman yang luar biasa buat saya,” kata Atfi. Para mahasiswa asing ini mengaku, mereka mendapatkan informasi seputar KKN BBM UNAIR untuk mahasiswa asing dari kakak tingkat mereka yang pernah mengikuti kegiatan serupa. Seperti yang diketahui, Universitas Brunei Darussalam ‘langganan’ mengirimkan mahasiswanya untuk mengikuti program dari LP4M (Lembaga Pengabdian, Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan Masyarakat) ini. Program ini salah satu cara untuk bertukar wawasan dengan mahasiswa mancanegara. Kamis (2/2), tim LP4M UNAIR mengunjungi mahasiswa KKN di Kecamatan Tanjung Anom, Kabupaten Nganjuk. Tim dari LP4M sharing dengan peserta KKN perihal rangkaian kegiatan KKN yang telah berlangsung sejak 16 Januari lalu. Tim dari LP4M juga sharing dengan Darussalam.
mahasiswa
KKN
yang
berasal
dari
Brunei
Penulis : Binti Q. Masruroh Editor
: Defrina Sukma S
Tata Manajemen, UNAIR Jalin Kerjasama Teknologi Informasi UNAIR NEWS – Anak perusahaan Universitas Airlangga, PT. Dharma Putra Airlangga dan PT. Techno Internasional Mandira (TIM) bersepakat untuk mendirikan perusahaan baru yang bergerak di bidang sistem komputasi awan (cloud). Kesepakatan itu dituangkan dalam nota kesepahaman yang ditandatangani kedua belah pihak, Kamis (2/2), di ruang kerja
Wakil Rektor IV. Dari pihak UNAIR, penandatanganan nota kesepahaman diwakili oleh Wakil Rektor IV Junaidi Khotib, S.Si., M.Kes., Ph.D, sedangkan dari PT. TIM diwakili oleh Direktur Bintang Juliarso. Mereka bersepakat untuk joint venture dengan mendirikan perusahaan bernama PT. Solusi Awan Cerdas Indonesia. Proyek utamanya adalah penataan manajemen pendidikan dan rumah sakit universitas dengan sistem komputasi awan. Sistem komputasi awan merupakan gabungan pemanfaatan teknologi komputer yang dikembangkan dengan basis internet. Dengan adanya sistem komputasi awan, data mahasiswa dari awal masuk sampai lulus terekam dalam sistem. Begitu pula dengan data pasien di rumah sakit. Riwayat kesehatan mereka akan terekam dalam sistem tersebut. “Sistem informasi yang sudah diaplikasikan di RS UNAIR, contohnya. Adanya sistem yang terintegrasi dengan IT ini, pasien yang masuk hingga pembiayaan dapat terlaporkan dengan baik,” papar Junaidi. Perkembangan teknologi menjadi latar belakang kerja sama ini. Berbagai macam dinamika yang dihadapi perguruan tinggi harus direspon dengan sistem teknologi informasi yang handal. “Sekitar 450 perguruan tinggi yang ada di Indonesia sebagian besar membutuhkan sistem yang terintegrasi dalam merespon era sekarang,” tutur Bintang. Konsep yang diintegrasikan dalam bentuk teknologi informasi ini diharapkan dapat membantu universitas dalam meningkatkan kualitas pendidikan. “Harapannya sistem ini dapat didukung dengan baik yang nantinya bisa menjadi membranding UNAIR,” imbuh Junaidi yang membawahi bidang kerja sama bisnis. Dengan demikian, sistem komputasi awan yang diterapkan bisa mewadahi manajemen pendidikan maupun rumah sakit agar terkoordinasi dengan baik.
Penulis: Helmi Rafsanjani Editor: Defrina Sukma S