SEJARAH REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA PERIODE 1963-2014
H. ABDOEL ARNOWO (1963-1966) Ludruk sebagai Pesan Terselubung ▪ Pria kelahiran 30 Oktober 1904 ini adalah rektor pertama Universitas Brawijaya. Terlahir dari seorang tokoh Kota Surabaya, Arnowo, pria ini pernah menjadi orang penting dizamannya. Sebelum menjadi Presiden pertama UB, ia pernah menjadi Residen Surabaya dan Wakil Gubernur Jawa Timur serta berbagai jabatan penting lain juga pernah disandangnya. ▪ Doel Arnowo adalah orang yang pertama kali berjuang mengganti status Universitas Brawijaya menjadi universitas negeri. Sebuah tim yang dibentuknya sengaja dikirimkan untuk menemui Menteri Kompartemen Kesejahteraan Rakyat kala itu, Mulyadi Djojoamartono, juga mendekati Presiden Soekarno. Bung Karno, suatu waktu setelah sidang, meminta alm. Doel mendatangkan ludruk terkenal dari Surabaya. Doel kemudian menghadirkan ludruk Marhaen, asli Surabaya dan berpesan kepada Bowo dan Kasihan, untuk sedikit menyentil masalah status kenegerian UB. ▪ Ternyata sindiran ini berhasil. Bung Karno segera memanggil Tajib Hadiwidjaja, Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP). Tak lama setelah itu, keluarlah Surat Keputusan Menteri PTIP No. 1 tahun 1963 pada tanggal 5 Januari 1963 tentang Penegerian Universitas Brawijaya. ▪ Tidak hanya sampai disini, Doel Arnowo dengan rela hati mencurahkan harta, tenaga dan pikirannya. Mengutip buku Empat Puluh Tahun Universitas Brawijaya, konon katanya bangunan Kotalama adalah milik Doel pribadi dan disumbangkan kepada Universitas Brawijaya, begitu juga dengan sebagian tanah miliknya di wilayah Dinoyo.
BRIGJEND. PROF. DR. DR. ERI SOEDEWO (1966) Dokter Bedah Militer yang Ojo Dumeh
▪ Eri Soedewo bukan berasal dari kalangan pendidikan. Ia adalah dokter ahli bedah dari kalangan militer dengan pangkat Brigadir Jendral. Ia juga diserahi tanggungjawab sebagai Koordinator Perguruan Tinggi Negeri se-Jawa Timur dan juga Pejabat Rektor Universitas Airlangga, Surabaya serta Ketua Presidium IKIP Malang dan Surabaya. ▪ Eri bertugas membangun kembali stabilitas di berbagai perguruan tinggi yang dipimpinnya. Memadukan kedisiplinan militer dan pendidikan, Eri merasa memadukan keduanya sebagai modal memimpin perguruan tinggi sejak tahun 1966. Apa yang telah dilakukan untuk menenangkan universitas tersebut berhasil dan kelak menjadi dasar tindakan rektor berikutnya. ▪ Eri berprinsip bahwa manusia diciptakan memiliki martabat tinggi dengan akal pikiran dan kemampuan bahasa yang dimiliki. Dengan nurani, manusia menurut Eri, merupakan cermin sifat ke-Tuhan-an. Namun kemampuan ini sebagai mahluk tidak mungkin menandingi sang Pencipta atau dalam bahasa Jawa ojo dumeh.
KOLONEL MOEJADHI (1966-1969) Kolonel Rektor ▪ Ketika menjabat sebagai Rektor, ia adalah Komandan Korem 083 Malang. Selama menjabat, misinya adalah mengembalikan situasi kampus kembali normal akibat berbagai pengaruh politik diluar kampus. Akan tetapi, putra dari Muanto dan Dharma ini mampu mengembalikan iklim kampus yang kondusif untuk kegiatan perkuliahan. ▪ Kewenangannya sebagai Komandan membantu UB melaksanakan perkuliahan di fasilitas Korem, mengingat masih minimnya fasilitas pada saat itu. Ia bekerja tidak hanya sendiri, tapi juga didampingi oleh Drs. Sofyan Aman, Drs. Al. Soediharto, Drs. Soeti Rahayu dan lainnya. Dengan wibawanya, Moejadhi dan pembantunya mampu menggandeng semua kalangan kampus untuk membatasi pengaruh dari luar kampus. ▪ Masa jabatan sang Kolonel berakhir pada tahun 1969. Ia diharuskan menempuh pendidikan di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat dan digantikan oleh Prof.Dr. Ir. Moeljadi Banoewidjojo, Pembantu Rektor Bidang Akademik era Moejadhi. Jabatan terakhirnya adalah Kepala Staf Kodam VII/Brawijaya berpangkat Brigadir Jendral dengan lima orang anak.
PROF.DR.IR. MOELJADI BANOEWIDJOJO (19691973) Birokrat yang Ilmuwan ▪ Sebelum menjabat sebagai Rektor, Moeljadi juga pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Pertanian UB hingga tahun 1969. Ia juga pernah menjabat sebagai Pembantu Rektor Bidang Akademik pada saat Kolonel Moejadhi memimpin. Penunjukkannya sebagai Rektor UB kala itu berdasarkan kesepakatan pimpinan universitas dan fakultas, mengingat belum adanya peraturan mengenai penggantian rektor.
▪ Moeljadi Banoewidjojo adalah pria kelahiran Ponorogo tahun 1924. Beliau adalah lulusan jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Indonesia tahun 1954. Gelar Doktornya diraih dengan disertasi berjudul Rentabilitas Tanah-tanah Pertanian pada tahun 1969. Ketika dikukuhkan sebagai guru besar, ia menyampaikan orasi ilmiah dengan judul Pembangunan Pertanian. ▪ Moeljadi menjadi Dekan Fakultas Pertanian UB hingga 1969. Selama menjabat, ia banyak berperan dalam pengembangan pertanian, termasuk menjadikan FP UB sebagai fakultas dengan jumlah guru besar dan doktor terbanyak, bahkan dirinya adalah doktor pertama yang dimiliki oleh UB. ▪ Selama menjadi rektor, ia mulai menerima tenaga baru, baik dosen maupun administrative, juga melakukan pembebasan lahan di sekitar Dinoyo secara bertahap. Tidak hanya itu, hasil pemikirannya dituangkan dalam tulisan tentang pendidikan dan pembangunan. Ayah dari dua orang anak ini berpendapat pendidikan pada era 60-70an tidak relevan dengan kebutuhan tenaga kerja juga tentang alih teknologi dan potensi endogen. Semasa hidupnya, ia telah menghasilkan sekitar 150 judul karya ilmiah dan menjadi anggota tim pakar Badan Pengendali Bimas (BImbingan Massal) Pertanian.
PROF. DARJI DARMODIHARJO, SH (1973-1979) Asisten Dosen dan Rektor Alumni Pertama ▪ Pada akhirnya, Universitas Brawijaya dipimpin oleh putranya sendiri. Adalah Darji Darmodihardjo, alumni Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Universitas Brawijaya tahun 1965. Beliau adalah seorang Sarjana Hukum berpangkat Kolonel dan dilantik pada tanggal 20 November tahun 1973. Dardji adalah perwira menengah dengan jabatan akhir sebagai Asisten V/Teritorial Kodam VIII Brawijaya. Ia juga pernah menjadi guru SR atau setingkat SD dan menjadi guru bahasa Jepang pada zaman penjajahan Belanda. Pria kelahiran Blora tahun 1930 ini memasuki dunia militer pada tahun 1945 di Pati, Jawa Tengah dengan pangkat Letnan II. ▪ Tak banyak yang tahu bahwa ia pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Hukum Administrasi pada tahun 1964 hingga 1966. Ia dipercaya mengajar di sepuluh perguruan tinggi di Jawa Timur, hingga dua kali menjabat sebagai rektor pada periode 1973-1977 dan 1977 hingga 1979. Ia juga dipercaya mengemban jabatan sebagai DIrektur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) pada tahun 1979. ▪ Penggantian akronim UNBRA menjadi UNIBRAW juga diputuskan di jamannya. Sekembalinya dari rapat kerja nasional pimpinan universitas dan fakultas, ia bersama dewan senat sepakat untuk mengubah akronim menjadi UNIBRAW. Capaian lainnya yang telah ditempuh adalah upaya penyatuan kampus yang tersebar di beberapa wilayah, seperti Dinoyo, Kotalama dan Jl. Guntur. Nama Darji juga diabadikan menjadi nama laboratorium Pancasila bersama beberapa pakar lain. Dari laboratorium inilah muncul gagasan pelaksanaan pendidikan dan penataran pendidikan dan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila secara nasional (P4). Darji juga dikukuhkan menjadi Guru Besar Luar Biasa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya pada tanggal 5 Februari 1976 dengan orasi berjudul “Pancasila Sumber dari Segala Hukum di Indonesia (Suatu Tinjauan dari Segi Filsafat)”.
PROF.DR. HARSONO, S.E (1979-1987) Piawai Kelola Potensi ▪ Ketika Darji sibuk dalam tugas kenegaraan sebagai Dirjen Dikdasmen, UB dikelola oleh Prof. Dr.Harsono, S.E dan dilantik oleh Prof.Dr. D.A. Tisna Amidjaja pada 14 Mei 1974. Pria ini sebelumnya mengajar di Fakultas Eknomi sejak tahun 1964 setelah pernah menjadi asisten dosen di FE Universitas Gajah Mada. Di tahun 1964 hingga 1966, ia menjabat sebagai Pembantu Dekan II, kemudian sebagai DIrektur Lembaga Penelitian Unibraw pada tahun 1967 hingga 1970. Setelah itu,ia kembali ke Fakultas Ekonomi dan menjabat sebagai Dekan selama tujuh tahun berturut-turut. Tidak sampai disini, ia menjabat sebagai Sekretaris Rektor atau Pembantu Rektor II, hingga akhirnya dipercaya sebagai Rektor. Pada tahun 1984, ia berhasil menyelesaikan pendidikan Doktor di UGM pada tahun 1984 saat masih menjabat dan setahun kemudian, ia mendapat predikat sebagai Guru Besar.
▪ Selama masa kepemimpinannya, ia berhasil menyatukan UB dalam kelompok Proyek Perintis I dan menyatu dengan perguruan tinggi lain untuk menyaring mahasiswa melalui UMPT dan melanjutkan penyatuan kampus UB. Ia juga mengupayakan negosiasi dengan warga Ketawanggede untuk pembebasan lahan dan pembangunan gedung kuliah, meneruskan cita-cita rektor terdahulu secara besar-besaran. Pada masanya, pembangunan UB sesuai master plan sudah mulai tertata. Ia juga diminta menjadi Konsultan Bank Dunia dan BKBN selama tahun 1987-1988, pun pernah menjadi rektor Universitas Bangkalan yang kini menjadi Universitas Trunojoyo Madura. Ayah dari tiga orang anak ini juga pernah menjadi Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VII dan kemudian menjadi Inspektur Jendral Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta.
PROF.DRS. ZAINAL ARIFIN ACHMADY, MPA (19871994) Sang Administrator Handal ▪ Zainal Arifin Achmady adalah Rektor ke-7 Universitas Brawijaya, menggantikan Prof.Dr. Harsono SE dengan masa jabatan 1987 hingga 1991. Ayah dari tiga orang putra ini merupakan alumni Fakultas Ketataniagaan dan Kenegaraan (FKK) yang kini menjadi Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya tahun 1965.
▪ Arifin mulai mengabdi sebagai dosen pada tahun 1966. Enam tahun kemudian, ia didapuk menjadi Pembantu Dekan II hingga tahun 1978 dan karirnya pun semakin menanjak. Ia pernah menjadi Kepala Biro Administrasi Umum Universitas Brawijaya pada 1978 hingga 1979, menjadi Pembantu Rektor II hingga tahun 1987 dan mencapai puncaknya menjadi Rektor selama dua periode sejak 1987 hingga tahun 1993. Jabatan ini dilepaskannya ketika menjabat sebagai Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1993. ▪ Tidak hanya mampu mengelola universitas, ayah dari tiga orang putra ini pun lihai mengelola dirinya sendiri. Ia mampu menyelesaikan pendidikannya dan meraih gelar Master of Public Administration dari University of Southern California, Amerika Serikat pada tahun 1975, bahkan ketika ia sibuk bertugas. Ia juga berhasil menerbitan berbagai buku seperti Perijinan Usaha(1974), Perijinan Usaha pada Sektor Perusahaan Perdahangan dan Jasa (1978) dan beberapa buku lainnya. Selain menjadi guru besar FIA UB, Arifin juga pernah menjabat sebagai Pembantu Rektor I pada Universitas Paramadina, Jakarta.
PROF.DRS.H.M HASYIM BAISOENI (1994-1998) “Motor” Guru Besar ▪ Pria kelahiran Pamekasan, Madura, ini adalah Rektor UB ke-8 melalui pemilihan yang cukup sengit. Karirnya dimulai pada tahun 1963 sebagai dosen di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gajah Mada dan menjadi dosen luar biasa di Fakultas Teknik dan Fakultas Ekonomi UGM hingga tahun 1965. Predikat sebagai guru besar diraihnya pada tahun 1988 dengan judul orasi ilmiah Peranan Matematika dalam Pengembangan Ilmu dan Teknologi. ▪ Menjadi pejabat tidak lantas membuatnya lupa meneliti dan membuat karya tulis. Berbagai penelitian yang pernah dilakukan Hasyim antara lain Listrik Pedesaan Jawa Timur, Penelitian Pengembangan Daya Non Minyak atau Gas Bio di Kabupaten Kediri dan Analisa Pengaruh Beberapa Indikator Sosial Ekonomi dan Kontrasepsi di Pedesaan Kabupaten Sidoarjo dengan Model Matematika. ▪ Baisoeni semasa memimpin selalu memotivasi dosen muda untuk meneruskan studinya, di dalam maupun luar negeri, sementara dosen senior diajaknya untuk banyak menghasilkan karya ilmiah setara desertasi untuk peningkatan kualifikasi guru besar. Terbukti setelah masa kepemimpinan ayah dari empat anak ini, banyak guru besar dan doktor baru yang dimiliki universitas.
PROF.DR. EKA AFNAN TROENA, S.E (1998-2002) From Zero to Hero ▪ Pria ini mengenyam pendidikan Sekolah Rakyat di Sepanjang ini melanjutkan pendidikan SMP dan SMEA di Surabaya, dilanjutkan di Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya . Karir pendidikannya dimulai dengan menjadi Asisten Dosen semasa kuliah. Pendidikannya dilanjutkan di Fakultas Pascasarjana, Universitas Airlangga. ▪ Perjuangan Afnan dimulai dari bawah. Tidak banyak yang tahu, semasa kuliah, Afnan pernah menjadi supir bus dan kernet untuk membiayai kuliahnya Karir di dunia universitasnya juga dimulai dengan menjadi asisten dengan golongan kepangkatan II/b. Perjuangannya membuahkan hasil, ia menjadi Tim Ahli Kodam V/Brawijaya. Pria kelahiran 19 Agustus 1942 ini merupakan ahli di bidang sumberdaya manusia. Ia dikukuhkan menjadi guru besar pada tahun 1997 dengan orasi ilmiah berjudul “Produktivitas, Jembatan Menuju Masa Depan” ▪ Afnan berupaya meningkatkan pendidikan dosen dan karyawan. Ia giat meningkatkan kerjasama dengan berbagai lembaga, dalam maupun luar negeri. Kebijakan ini rupanya dirasakan sebagai paksaan bagi sebagian orang, namun nyatanya membuahkan hasil. Di akhir masa jabatannya, banyak dosen yang telah merampungkan studinya dengan baik dan kembali dengan membawa gelar doktor maupun master. ▪ Pemaksaan ini juga berbuah manis, mulai ada mahasiswa Malaysia yang menimba ilmu di Fakultas Kedokteran. Ia juga mencetuskan ide tentang kelas internasional, pada saat itu ditujukan untuk Fakultas Kedokteran dan Fakultas Pertanian. Kelak, ide ini akan menjadi nyata pada kepempinan selanjutnya. Di zamannya, hampir seluruh pejabat strutktural mengikuti berbagai program pendidikan dan pelatihan administrasi. Kini pria yang telah menyusun empat buku ini kembali mengajar di FEB dan Program Pascasarjana. Ia berpendapat bahwa tugas utama seorang dosen adalah mengajar, sedangkan menjadi Rektor adalah tambahan, maka sudah semestinya ia kembali mengajar di fakultas.
PROF. DR. IR. BAMBANG GURITNO (2002-2006) Hendak Terbang Melintas Batas ▪ Bambang Guritno adalah alumni Fakultas Pertanian dengan jurusan Budidaya Pertanian Pertanian pada tahun 1974. Ia meneruskan pendidikannya ke Wageningen Agricultural University di Belanda. Gelar doktornya ditempuh dengan meneliti tentang telo atau ubi, hingga dijuluki sebagai doktor telo. Predikat Guru Besar Fakultas Pertanian disandangnya pada tahun 1995. Bambang muda adalah Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Universitas. Ia mengawali karirnya pada tahun 1970 sebagai tenaga honorer di bagian analisa Pusat Informasi Pertanian, Dinas Pertanian Rakyat Pertanian, Propinsi Jatim. pada tahun 1972, ia menjadi Asisten Tetap Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian dan pada 1976 ia menjadi Asiseten Dekan III FP UB. ▪ Pada tahun 1980-1985, Bambang dipercaya sebagai manajer Proyek Penelitian Cassava dan didanai oleh International Development Research Center (IDRC). Pada tahun 1985 hingga 1990, ia juga dipercaya sebagai Scientist Pilot Plant Ethanol di Jakarta, namun pada tahun 1983, ia mendapat kepercayaan lebih dan menjadi Dekan Fakultas Pertanian hingga tahun 1995 dan Pembantu Rektor IV pada masa kepemimpinan Hasyim Baisoeni. ▪ Selama menjabat sebagai PR IV, Bambang banyak merencanakan berbagai rencana pengembangan dan menjalin kerjasama dengan institusi, lembaga maupun universitas baik dalam dan luar negeri. Cita-cita Bambang selama menjabat adalah membawa kampus ini ke kancah nasional dan terpandang di dunia internasional. Untuk mewujudkan impiannya, ia mulai memberikan insentif bagi dosen yang tulisannya mampu menembus jurnal internasional. Keinginan ini semakin menggebu-gebu tatkala sebuah majalah asing menulis tentang posisi perguruan tinggi Indonesia yang jauh lebih rendah dibanding di Malaysia.
PROF. DR. IR. YOGI SUGITO (2006-2014) Pelopor World Class Enterpreneurial University ▪
Cita-cita Rektor terdahulu untuk menerbangkan Universitas Brawijaya menuju dunia internasional mulai dilaksanakan pada periode ini. Adalah Yogi Sugito, Rektor UB ke-11 yang bertekad menjadikan UB sebagai World Class Entrepreneurial University. Pria kelahiran 16 Juni 1951 ini adalah alumni Fakultas Pertanian pada tahun 1977. Ia mendapat gelar Doktor dari Institut Pertanian Bogor pada tahun 1983 dan menjadikannya Doktor termuda di usianya ke 31 tahun.
▪
Pria kelahiran Tulungagung ini pernah menjabat sebagai Sekretaris Jurusan Agronomi pada tahun 1984 hingga 1985, Ketua Program D-III Perkebunan (1985-1989) dilanjutkan menjadi Pembantu Dekan I Fakultas Pertanian untuk dua periode (1990-1996). Ia juga pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Pertanian (1996-2001), yang terakhir adalah sebagai Pembantu Rektor Bidang Akademik juga untuk dua periode (2001-2006). Jabatan yang tak putus dan berjenjang ini kemudian memasukkan namanya kedalam Museum Rekor Indonesia (MURI).
▪
Ia berkomitmen untukmemajukan almamaternya, sebagai dasar membuat beragam program baru, selain juga meneruskan program yang telah ada sebelumnya. Pengembangan kemampuan dilakukannya dengan mengikuti berbagai short course di Kolombia Filipina serta seminar ilmiah di berbagai negara. Ia juga pernah menjadi Ketua Tim Persiapan UB untuk menjadi Badan Hukum Pendidikan-Milik Negara (BHP-MN), Ketua Tim Penyusunan Model Inkubator Bisnis Perguruan Tinggi. Ia juga menggagas pengembangan bisnis di wilayah kampus melalui didirikannya Pusat Inkubator Bisnis dan merintis berbagai unit bisnis, baik akademis maupun non akademis.
▪
UB menghasilkan beragam perkembangan, baik pembangunan fisik maupun prestasi. Menjadi juara Pekan Ilmiah Nasional tiga kali, dibukanya program double degree dengan universitas luar negeri, pembukaan kelas internasional kerjasama dengan berbagai universitas di luar negeri, mewujudkan perpustakaan dengan standar internasional adalah sebagian dari prestasi yang dihasilkan oleh UB selama ia menjabat. Hasilnya dapat dilihat, peminat calon mahasiswa UB berjubel. Tidak hanya mahasiswa Indonesia saja, tapi juga dilirik oleh mahasiswa asing, seperti Libya maupun Malaysia. Yogi juga membuka kampus UB di Kediri dan Jakarta untuk menjangkau pemuda bangsa yang ingin belajar.
▪
Sejak awal berdirinya, universitas ini telah mengalami berbagai peristiwa. Baik maupun buruk, suka maupun duka juga telah mewarnai perjalanan kampus biru ini dalam mendidik bangsa, menjadikan putra-putri Indonesia berilmu sebagai tanda orang beriman yang harus diamalkan. Tidak lepas pula bagaimana para pria bertangan dingin ini memimpin. Sedikit banyak, pikiran dan tenaga mereka dicurahkan bagi hidupnya universitas ini.