SEJARAH PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-QUR’AN AL-FURQON (1973-2007) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.)
Oleh Babay Pujiyati NIM: 103022027503
JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009 M/1430 H
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 06 Juli 2009
Babay Pujiyati
ii
SEJARAH PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-QUR’AN AL-FURQON (1973-2007) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.)
Oleh Babay Pujiyati NIM: 103022027503
Di bawah Bimbingan
Prof. Dr. H. Didin Saefuddin, MA.
JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009 M/1430 H iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi
berjudul
“SEJARAH
PERKEMBANGAN
PONDOK
PESANTREN AL-QUR’AN AL-FURQON (1973-2007)” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 21 Juli 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.) pada Jurusan Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta, 21 Juli 2009
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota,
Sekretaris Merangkap Anggota,
Drs. H. M. Ma’ruf Misbah, MA NIP: 1959 1222 199103 1 003
Usep Abdul Matin, S.Ag., MA. NIP: 150 288 304
Anggota,
Prof. Dr. H. Didin Saefuddin, MA. NIP: 1961 1025 199403 1 001
Drs. Tarmizi Idris, MA. NIP: 1960 1212 199003 1 003
iv
ABSTRAK Babay Pujiyati Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon (1973-2007) Pondok pesantren adalah tempat belajar-mengajar, penyebaran/penyiaran ajaran dan pengetahuan agama Islam dan merupakan sebuah sistem pendidikan keagamaan yang memikul tanggung jawab bagi para muridnya (santri). Secara umum, pondok pesantren mempunyai tujuan dan fungsi sebagai lembaga pendidikan dan penyiaran agama Islam, untuk membentuk manusia yang mempunyai kesadaran tinggi akan pentingnya ajaran-ajaran agama Islam, untuk memajukan umat Islam sebagai umat yang berpengetahuan luas dan juga untuk melestarikan ajaran-ajaran agama Islam untuk diwariskan dan diajarkan serta disebarkan lagi oleh generasi berikutnya. Disamping itu pesantren juga sebagai lembaga yang berfungsi sebagai tempat berinteraksi dan bersosial. Pondok pesantren di Indonesia sudah ada lama sejak jaman sebelum masa penjajahan. Pada masa perkembangan Islam di Indonesia, pesantren menjadi basis sentral dalam penyebaran agama Islam di Nusantara dan menjadi pusat massa yang bergerak menantang penjajahan pada masa pra-kemerdekaan. Akan tetapi esensi dari berdirinya pesantren adalah sebagai sebuah lembaga yang berorientasi pada pendidikan dan pengajaran agama Islam, bukan lembaga pergerakan sosial dan politik. Dalam perkembangannya sampai saat ini, jumlah pondok pesantren di Indonesia tidak terhitung banyaknya yang tersebar di seluruh wilayah nusantara. Salah satu pondok pesantren yang ada di Indonesia adalah pondok pesantren AlQur’an Al-Furqon yang terletak di Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Dimana sebelum berdirinya pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon ini, masyarakat sekitar berada dalam keterbelakangan ilmu pengetahuan tentang agama Islam dan hanya mengenal Islam dari pengakuan atau atas dasar agama keturunan. Dengan berdirinya pondok pesantren oleh K.H. Abdurrahman, mempunyai peran yang sangat penting di dalam masyarakat, bukan hanya telah menghidupkan keagamaannya saja, tetapi juga turut membantu pendidikan kepada masyarakat khususnya baca tulis Al-Quran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan dan peranan pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon dalam bidang pendidikan, dakwah dan sosial. Untuk menjawab persoalan yang diketengahkan dan mewujudkan tujuan yang diinginkan, dalam penelitiannya, penulis menggunakan metode kepustakaan (library research) dan juga riset lapangan (field research) dengan melakukan observasi langsung ke lokasi dan wawancara (interview) langsung kepada sumbersumbernya . Setelah dilakukan kajian dan penelitian dengan menggunakan metode tersebut, diketahui bahwa, perkembangan pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon dari segi kuantitas telah mempunyai beberapa cabang yang tersebar di berbagai tempat dengan fasilitas serta sarana dan prasarana yang memadai. Sedangkan dari segi kualitas, pesantren ini terus berusaha meningkatkan mutunya, terbukti dengan prestasi-prestasi yang telah diraih baik oleh santri yang masih aktif maupun v
alumninya. Peran pesantren Al-Furqon dalam bidang pendidikan yaitu memberantas kebodohan dari segi pengetahuan agama khususnya dalam pembelajaran Al-Qur’an. Dalam bidang dakwah, pesantren ini berperan dalam penyebaran agama Islam dengan melakukan pengajian rutin serta membentuk majlis-majlis taklim. Sedangkan dalam bidang sosial keagamaan, pesantren AlFurqon senantiasa meningkatkan Ukhuwah Islamiah dengan terus melakukan kegiatan-kegiatan sosial yang berbau keagamaan, seperti pemotongan hewan kurban yang dilakukan setiap tahun, serta bakti sosial dan kemasyarakatan.
vi
KATA PENGANTAR
ا ا ا Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala kebesaran dan karunia-Nya yang telah menciptakan bumi dan alam semesta beserta seluruh isinya. Berkah dan hidayah-Nya pula telah membukakan pintu hati dan pikiran penulis sehingga dapat merampungkan skripsi ini. Shalawat beserta salam penulis haturkan ke pangkuan Nabi Muhammad saw, yang telah menunjukkan semua umatnya kepada jalan yang lurus. Demikian juga penulis haturkan ke hadapan keluarga, sahabat, serta para tabi’in yang senantiasa meneruskan perjuangan beliau Skripsi ini mengambil judul “Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon (1973-2007)”. Makalah hasil penelitian ini merupakan salah satu syarat guna mendapatkan gelar Sarjana Humaniora di Jurusan Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Kemudian, seiring dengan penulisan skripsi ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis, baik bantuan moril maupun materiil, demi terselesaikannya penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih terutama penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Prof. Drs. H. Abd. Chair, MA.selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah menyetujui skripsi ini.
vii
2. Bapak Drs. H. Ma’ruf Misbah, MA. Selaku Ketua Jurusan Sejarah Peradaban Islam yang telah banyak membantu memproses demi terlaksananya skripsi ini. 3. Bapak Drs. Usep Abdul Matin, MA. Selaku Sekretaris Jurusan Sejarah Peradaban Islam. 4. Bapak Prof. Dr. Didin Saefuddin, MA. selaku Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu dengan sabar untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama proses penulisan Skripsi. 5. Pimpinan dan seluruh staf perpustakaan Adab dan Humaniora, dan juga pimpinan dan seluruh staf perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan bagi penulis untuk mendapatkan buku-buku yang digunakan sebagai referensi dalam penulisan skripsi ini. 6. Ibu Ustadzah Hj. Siti Jubaedah selaku pimpinan pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon I Cilendek, Bapak H. Dadun Abdurachim, S.Pdi. selaku pengasuh pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon Pusat Cimulang, demikian juga para ustadz dan ustadzah, para santri yang walaupun sedikit tapi tetap semangat untuk menuntut ilmu yang telah menerima kehadiran penulis dengan hati yang tulus dan ikhlas, menyediakan ruang, waktu dan kesempatan selama proses penulisan Skripsi ini. 7. Mama dan Bapak, kakak-kakak penulis (A Arifin-Teh Maryati, A Denie-Teh Ida, A Andri-Teh Lies) and my funny nephews (Teh Wanda, De Dinda, Kakak Aby, Kakak Vito, De Ezra dan Aa Adhwa), kel. Besar H. Ridin, Kel. Besar H.
viii
Muin dan seluruh pihak keluarga atas doa dan dorongannya, baik moril maupun materiil. 8. Teman-teman SPI 2003. Sulis, Yastri, Riza, Nuur Hairry, Robiatul Adawiyah, Nurjanah, Nuril, Shinta, & Alm. Ulisah (semoga Allah memberikan ruang di sisi-Nya), Dody, Robby, Imam, Awal, Agus, Hamid, dan teman-teman lainnya (I’m sorry, if you can’t found your name here) yang telah banyak memberikan motivasi, kritik dan sarannya kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini. Tidak lupa juga, Abdul Mujib, Erlangga, Acep Herza, Anugrah, Dewi, Novi dan teman-teman PMII yang sepenanggung seperjuangan you are the best. 9. Komunitas rumahku, Arrum, Lia, Sari dan your childs, Rohim, Rohmat, serta teman-teman lain dari Aliyah sampai sekarang yang selalu memberikan semangat dan masukan selama berteman dengan penulis. Demikian ucapan terima kasih penulis, semoga amal baik bapak-ibu, saudara-saudari, dan teman-teman yang telah penulis sebutkan di atas di terima oleh Allah SWT. Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang memerlukannya. Amien ya rabbal ‘alaimin.
Jakarta, 06 Juli 2009 Penulis
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAN ................................................................................ ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. iii LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. iv ABSTRAK........................................................................................................ vi KATA PENGANTAR...................................................................................... vi DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
BAB I
PENDAHULUAN .......................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1 B. Identifikasi Masalah ................................................................... 6 C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................... 7 D. Tujuan Penelitian........................................................................ 8 E. Metode Penelitian ...................................................................... 9 F. Survey Pustaka ........................................................................... 10 G. Sistematika Penulisan ................................................................. 11
BAB II
SELAYANG PANDANG KABUPATEN BOGOR ....................... 13 A. Sejarah Ringkas Kabupaten Bogor.............................................. 13 B. Gambaran Umum Kabupaten Bogor ........................................... 16 C. Kondisi Sosial-Budaya ............................................................... 22 D. Kondisi Keagamaan Kabupaten Bogor........................................ 24
x
BAB III
SEJARAH
PERKEMBANGAN
PONDOK
PESANTREN
AL-QUR’AN AL-FURQON ……………………………………... 27 A. Latar Belakang dan Tujuan Berdirinya Pondok Pesantren Al-Qur'an Al-Furqon …………………………………………… 33 1. Latar Belakang ……………………………………………... 33 2. Tujuan ……………………………………………………… 36 B. Perkembangan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon ……… 38 C. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon ….. 40
BAB IV
PERANAN
PONDOK
PESANTREN
AL-QUR’AN
AL-FURQON ................................................................................ 46 A. Bidang Pendidikan...................................................................... 48 B. Bidang Dakwah ......................................................................... 51 C. Bidang Sosial.............................................................................. 55
BAB V
KESIMPULAN ............................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 59 LAMPIRAN ..................................................................................................... 62
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Membicarakan pesantren atau pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam sangat penting dan menarik. Dengan membicarakan pendidikan pondok pesantren, kita dapat mengetahui peran, fungsi dan kontribusi pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam dan dakwah Islam dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia. Pesantren sebagai lembaga pergulatan spiritual, pendidikan dan sosialisasi yang sudah tua dan sangat heterogen merupakan pusat perubahan di bidang pendidikan, politik, budaya, sosial dan keagamaan. Pesantren yang sudah terdapat sebelum masa penjajahan menunjukkan adanya pengaruh agama sebelum Islam. Oleh sebab itu pesantren dapat dipandang sebagai bentuk pendidikan yang ortodoks ataupun yang progresif dan dapat disamakan dengan pusat-pusat pendidikan serupa dalam lingkungan “Agama Jawa” yang telah memiliki tradisi suasana budaya Hindu dan Budha.1 Meskipun sejak abad ke-17, pesantren di Jawa menjadi pusat-pusat pengganti otoritas gaya hidup keraton. Keraton menekankan gaya hidup berdasarkan nilai-nilai Jawa kuno yang halus, sedangkan pesantren
1
Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial (Jakarta: P3M, 1986), h. 2.
xii
menekankan perilaku kesalehan dan kehidupan akhirat. Namun masingmasing pihak biasanya mengakui legitimasi dan peran sosial pihak lain.2 Pada mulanya banyak pesantren dibangun sebagai pusat reproduksi spiritual, yakni tumbuh berdasarkan sistem-sistem nilai yang bersifat Jawa, tapi para pendukungnya tidak hanya menanggulangi isi pendidikan agama saja. Pesantren bersama-sama dengan para muridnya mencoba melaksanakan gaya hidup yang menghubungkan kerja dan pendidikan serta membina lingkungan desa berdasarkan struktur budaya dan sosial. Karena itu pesantren mampu menyesuaikan diri dengan bentuk masyarakat yang amat berbeda maupun dengan kegiatan-kegiatan individu yang beraneka ragam. Akhirnya pesantrenlah yang hampir semata-mata merupakan basis terbuka bagi penduduk desa demi terlaksananya swadaya dalam bidang sosial, budaya dan perekonomian.3 Pesantren-pesantren sebagai pusat sosial dan budaya serta organisasiorganisasi basis dari wujud kepribadian pimpinan non-formal di daerah transformasi pendidikan Islam yang di dalamnya termasuk pesantren, bermula dari perluasan kesempatan belajar bagi penduduk pribumi yang terjadi pada akhir abad ke-19 M. Pada waktu itu, pemerintah Hindia-Belanda memberikan fasilitas pendidikan dengan sistem perjenjangan. Selain sistem perjenjangan itu, Belanda juga mengenalkan sistem sekolah yang sekarang disebut berbasis kompetensi. Tetapi sekolah-sekolah desa tersebut, setidak-tidaknya dalam perkembangan awalnya, cukup mengecewakan. Bagi pemerintah Belanda, 2
Ibid.
3
Ibid.
xiii
sekolah desa ini tidak berhasil mencapai tujuan seperti yang diharapkan, karena tingkat putus sekolah yang tinggi dan mutu pengajaran yang amat rendah. Di sisi lain, kalangan pribumi, khususnya di Jawa terdapat resistensi yang sangat kuat terhadap sekolah-sekolah tersebut, yang mereka pandang sebagai bagian integral dari rencana pemerintah kolonial Belanda untuk “membelandakan” anak-anak mereka.4 Pada tahun 1882, pemerintah Belanda mendirikan Pengadilan Agama yang bertugas untuk mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan pesantren yang disebut Priesterraden. Tidak begitu lama setelah itu, dikeluarkan Ordonansi tahun 1905 yang berisi peraturan bahwa guru-guru agama yang akan mengajar harus mendapatkan izin dari pemerintah setempat. Peraturan yang lebih ketat lagi dibuat pada tahun 1925 yang membatasi siapa yang boleh memberikan pelajaran mengaji. Peraturan tersebut mungkin disebabkan oleh adanya gerakan organisasi pendidikan Islam yang sudah mulai tampak tumbuh dan berkembang5. Akhirnya, pada tahun 1932 peraturan dikeluarkan yang dapat memberantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya atau yang memberikan pelajaran yang tak disukai oleh pemerintah yang disebut Ordonansi Sekolah Liar (Wilde School Ordonantie)6.
4
Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan pendidikan Pesantren (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 5-7. 5
Muchtarom Zuhairin, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), h. 147.
6
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 1997), h. 253.
xiv
Jika kita melihat peraturan-peraturan pemerintah Belanda yang sedemikian ketat dan keras mengenai pengawasan, tekanan dan pemberantasan aktifitas madrasah dan pondok pesantren di Indonesia, maka seolah-olah dalam waktu yang tidak lama, pendidikan Islam akan menjadi lumpuh atau porak poranda. Akan tetapi apa yang dapat disaksikan dalam sejarah adalah keadaan yang sebaliknya. Masyarakat Islam di Indonesia pada zaman itu laksana air hujan atau air bah yang sulit dibendung. Dibendung di sini meluap di sana. Kemudian pada awal penjajahan Jepang, pesantren berkonfrontasi dengan imperialis baru ini lantaran penolakan Kyai Hasyim Asy’ari – kemudian diikuti kyai-kyai pesantren lainnya – terhadap Saikere yaitu penghormatan terhadap kaisar Jepang Tenno Haika sebagai keturunan dewa Amaterasu dengan cara membungkukkan badan 90 derajat menghadap Tokyo setiap pagi pukul 07.00, sehingga mereka ditangkap dan dipenjara di Jepang. Ribuan santri dan kyai berdemonstrasi mendatangi penjara, kemudian membangkitkan dunia pesantren untuk memulai gerakan bawah tanah menentang Jepang.7 Demonstrasi yang digelar tersebut menyadarkan pemerintah Jepang betapa besar pengaruh Kyai Tebuireng yang menjadi referensi keagamaan seluruh kyai Jawa dan Madura itu. Lagi pula Jepang memandang bahwa tindakan tersebut bukan saja tidak menguntungkan, tetapi merupakan kesalahan fatal terutama dalam upaya rekrutmen kekuatan militer menghadapi
7
Mujamil Qomar, Pesantren: Dari Transfortasi Metodologi Menuju Demokratisasi Intitusi (Jakarta: Erlangga, 2005), h. 12.
xv
tentara sekutu. Kyai Hasyim pun akhirnya dibebaskan dari penjara. Sejak saat itu Jepang tidak pernah mengganggu kyai dan pesantrennya. Bahkan Jepang memberikan preferensi8 kepada pemimpin Islam atau kyai pesantren, seperti dibentuknya Kantor Urusan Agama Indonesia, Masyumi dan Hizbullah. Maka pesantren dan madrasah masih bisa mengoperasikan kegiatan belajarmengajarnya secara lebih wajar dibanding kegiatan belajar lembaga pendidikan umum lainnya.9 Pada mulanya, keberadaan pesantren sebetulnya tidak direncanakan sebagai lembaga pendidikan yang mengambil batas tegas untuk secara permanen hadir di tengah warga desa dan meninggalkan komunitas yang berada di perkotaan. Namun, ketika kaum kolonial menguasai sejumlah daerah di beberapa wilayah Nusantara, memaksa para kyai pengasuh yang jauh dari keramaian kota dan menjauh dari intaian penjajah. Pesentren-pesantren sebagai pusat sosial dan budaya serta organisasiorganisasi basis dari wujud kepribadian pimpinan non-formal di daerah adalah amat berpengaruh terhadap pembentukan cara
hidup di desa-desa.
Pengambilan peranan ganda – sebagai lembaga pendidikan dan arena perjuangan atau jihad fisabilillah – dari pesantren itu kemudian melahirkan pola hubungan sosial antara pesantren dan desa yang demikian menyatu.
8
Preferensi merupakan kecenderungan untuk memilih sesuatu yang memang sesuai.
9
Mujamil Qomar, Pesantren: Dari Transfortasi, h. 13
xvi
Sesudah masa kemerdekaan, ternyata keberadaan dan perkembangan pesantren tetap tidak bisa meninggalkan basis lamanya di pedesaan.10 Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan tetap istiqomah dan konsisten melakukan perannya sebagai pusat pendalaman ilmu-ilmu agama (tafaqquh fi al-din) dan lembaga dakwah Islamiyah serta ikut mencerdaskan bangsa telah diakui oleh masyarakat. Walaupun pesantren-pesantren sudah banyak yang mengadakan perubahan-perubahan yang mendasar sebagai jawaban positif atas perkembangan zaman namun perubahan tersebut masih sangat terbatas.11 Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud mengangkat sebuah pesantren untuk dijadikan bahan penulisan skripsi. Pesantren tersebut yaitu Pondok Pesantren Al-Quran Al-Furqon terletak di Kabupaten Bogor, tepatnya di desa Cilendek. Pesantren ini adalah pesantren salafiyah yang didirikan oleh K.H. Abdurrahman (biasa dipanggil Bapa atau Aba oleh santri dan masyarakat setempat) pada tahun 1973. Sesuai dengan namanya yaitu Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon, pesantren ini mengkhususkan dirinya sebagai pesantren dengan sistem pendidikan Al-Qur’an yang banyak mencetak para qori dan qori’ah.
10
Manfred Ziemek, Pesantren, h. 56.
11
Abdullah Syukri, Gontor dan Pembaharuan pendidikan Pesantren, h. x.
xvii
B. Identifikasi Masalah Dari judul yang penulis angkat, yaitu “Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon (1973-2007)”, penulis dapat mengidentifikasi permasalahan-permasalahan tersebut sebagai berikut: 1. Sejarah perkembangan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon. 2. Pesantren sebagai lembaga pendidikan. 3. Pesantren dan masyarakat pedesaan. 4. Sejarah perekonomian pesantren. 5. Peranan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Banyaknya permasalahan yang telah diidentifikasikan di atas, untuk memperjelas dan membatasi masalah yang terlalu luas maka penulis memberikan batasan-batasan masalah yang akan dibahas. Oleh karena itu, penulis memberikan batasan kepada hal-hal yang berkaitan seputar sejarah berdiri, perkembangan dan peranan Pondok Pesantren Al-Qur’an AlFurqon. 2. Perumusan Masalah Dengan batasan masalah di atas itulah kemudian penulis membuat rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut:
xviii
•
Bagaimanakah sejarah perkembangan serta peranan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon dalam bidang pendidikan, dakwah dan sosial budaya?
D. Tujuan Penelitian Ada beberapa tujuan yang ingin penulis capai melalui penelitian ini yang terbagi dalam dua tujuan besar, yaitu tujuan akademis dan tujuan praktis. 1. Tujuan Akademis, yang meliputi: a.
Untuk mengetahui sejarah berdirinya Pondok Pesantren Al-Qur’an AlFurqon.
b.
Untuk mengetahui perkembangan Pondok Pesantren Al-Qur’an AlFurqon.
c.
Untuk mengetahui peranan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon dalam bidang pendidikan, dakwah dan sosial budaya.
2. Tujuan Praktis, yang meliputi: a.
Sebagai syarat utama untuk mendapat gelar Strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
b.
Untuk memperkenalkan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon kepada masyarakat luas.
c.
Sebagai tambahan wawasan sejarah pesantren di Indonesia.
xix
E. Metode Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan sejarah dan pendekatan ilmu lainnya seperti sosiologi keagamaan. Adapun dalam rangka mengumpulkan data untuk menunjang penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian yang bersifat historis dengan tujuan untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematik dan obyektif, dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi, serta mensintesis bukti-bukti untuk menegakkan fakta-fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat. Untuk itu penulis dalam melakukan penelitian ini menggunakan suatu alat pengumpulan data penelitian berupa: 1. Library Research Yaitu mengumpulkan data teoritis yang bersumber dari bahanbahan kepustakaan yang ditulis para ilmuan yang ada hubungannya dengan judul skripsi ini. Bahan pustaka menjadi sumber primer dan sekunder berdasarkan otensitas dengan obyek pokok bahasan. 2. Field Research Yaitu riset lapangan dengan mengadakan kunjungan langsung ke Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon. Sebagai obyek penelitian yang berlokasi di daerah Bogor Barat tepatnya di Desa Cilendek Barat dengan melakukan: a.
Deep Interview Yaitu mengadakan interview (tanya jawab) dengan orang-orang yang bersangkutan dengan hal ini yaitu: pimpinan pondok pesantren,
xx
pengurus, keluarga, guru, alumni pondok yang sekarang sudah cukup berhasil membangun sebuah pondok atau menjadi tokoh agama dan pejabat pemerintah daerah yang berkaitan dengan masalah yang akan ditulis. b. Observasi Yaitu dengan melihat dan mengamati secara langsung keadaan sarana pembelajaran dan kegiatan-kegiatan yang ada di pondok pesantren tersebut. Teknis penulisan yang dipakai penulis mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Skripsi, Tesis dan Disertasi UIN Jakarta Tahun 2007.
F. Survey Pustaka Penulis telah melakukan survey pustaka ke beberapa literatur, khususnya yang ada di lingkungan UIN Jakarta, penulis tidak menemukan satu pun tulisan yang mengangkat pondok pesantren Al-Qur’an “Al-Furqon” Kabupaten Bogor. Jadi boleh dikatakan tulisan ini adalah tulisan yang pertama dan sumbangan penulis mengenai pesantren ini untuk daerah Kabupaten Bogor. Namun, literatur mengenai pesantren secara umum cukup banyak di antaranya, yaitu: Buku pertama, Budaya Damai Komunitas Pesantren, yang ditulis oleh beberapa penulis di antaranya Badrus Sholeh dan kawan-kawan. Buku ini mendasarkan kajiannya pada pilihan pendekatan studi lebih ke metode
xxi
kualitatif. Buku ini membahas kondisi pesantren yang telah menjadi basis pengembangan pendidikan Islam selama beradab-abad seolah tersapu oleh derasnya penetrasi ekspresi global atas Islam Indonesia, yang dinilai semakin radikal dan bahkan dituduh sebagai basis berkembangnya organisasi atau gerakan terorisme di Asia Tenggara. Dan masih banyak lagi buku-buku yang ada relevansi dengan pesantren seperti: Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan, karya Nurcholish Madjid. Modernisasi Pesantren: Kritik Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan Tradisional Islam, karya Yasmadi. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, karya Zamakhsari Dhofier, dan lain-lain.
G. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang masing-masing bab berisi beberapa sub-bab, yaitu: BAB I
: Pendahuluan meliputi beberapa sub-bab, yaitu latar belakang masalah,
identifikasi masalah,
pembatasan dan perumusan
masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian dan terakhir sistematika penulisan. BAB II : Berisi selayang pandang Kabupaten Bogor, yang meliputi sejarah ringkas Kabupaten Bogor, gambaran umum Kabupaten Bogor, dan kondisi sosial-budaya serta keagamaan Kabupaten Bogor.
xxii
BAB III : Memuat tiga sub-bab yang berisi tentang sejarah perkembangan pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon yang membahas sekilas sejarah berdiri dan pendiri pondok pesantren serta latar belakang dan tujuan berdirinya, perkembangan pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon sejak awal berdiri sampai sekarang, dan sistem pendidikan pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon. BAB IV : Berisi tentang peranan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon yang meliputi peranan di bidang pendidikan, di bidang dakwah dan peranan di bidang sosial. BAB V : Berisi kesimpulan, yang kemudian dilanjutkan dengan daftar pustaka dan lampiran.
xxiii
BAB II SELAYANG PANDANG KABUPATEN BOGOR
E. Sejarah Ringkas Kabupaten Bogor Pada tahun 1745, cikal bakal masyarakat Bogor semula berasal dari sembilan kelompok pemukiman digabungkan oleh Gubernur Baron Van Inhof menjadi inti kesatuan masyarakat Kabupaten Bogor. Pada waktu itu Bupati Demang Wartawangsa berupaya meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan kesejahteraan rakyat yang berbasis pertanian dengan menggali terusan dari Ciliwung ke Cimahpar dan dari Nanggewer sampai ke Kalibaru/Kalimulya. Penggalian untuk membuat terusan kali dilanjutkan di sekitar pusat pemerintahan, namun pada tahun 1754 pusat pemerintahannya terletak di Tanah Baru kemudian dipindahkan ke Sukahati (Kampung Empang sekarang).12 Terdapat berbagai pendapat tentang lahirnya nama Bogor itu sendiri. Salah satu pendapat menyatakan bahwa nama Bogor berasal dari kata Baghar atau Baqar yang berarti sapi dengan alasan terdapat bukti berupa patung sapi di Kebun Raya Bogor. Pendapat lainnya menyebutkan bahwa nama Bogor berasal dari kata Bokor yang berarti tunggul pohon enau (kawung). Pendapat di atas memiliki dasar dan alasan tersendiri diyakini kebenarannya oleh setiap ahlinya. Namun berdasarkan catatan sejarah bahwa pada tanggal 7 April 1752
12
www.bogorkab.go.id
xxiv
telah muncul kata Bogor dalam sebuah dokumen dan tertulis Hoofd Van de Negorij Bogor, yang berarti kepala kampung Bogor. Pada dokumen tersebut diketahui juga bahwa kepala kampung itu terletak di dalam lokasi Kebun Raya itu sendiri mulai dibangun pada tahun 1817.13 Perjalanan sejarah Kabupaten Bogor memiliki keterkaitan yang erat dengan zaman kerajaan yang pernah memerintah di wilayah tersebut. Pada empat abad sebelumnya, Sri Baduga Maharaja dikenal sebagai raja yang mengawali zaman kerajaan Pajajaran, raja tersebut terkenal dengan “ajaran dari leluhur yang dijunjung tinggi yang mengejar kesejahteraan”. Sejak saat itu secara berturut-turut tercatat dalam sejarah adanya kerajaan-kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah tersebut, yaitu:14 1. Kerajaan Taruma Negara, diperintah oleh 12 orang raja. Berkuasa sejak tahun 358 sampai dengan tahun 669. 2. Kerajaan Galuh, diperintah oleh 14 raja. Berkuasa sejak 516 hingga tahun 852. 3. Kerajaan Sunda, diperintah oleh 28 raja. Bertahta sejak tahun 669 sampai dengan tahun 1333. Kemudian dilanjutkan Kerajaan Kawali yang diperintah oleh 6 orang raja berlangsung sejak tahun 1333 hingga 1482. 4. Kerajaan Pajajaran, berkuasa sejak tahun 1482 hingga tahun 1579. Pelantikan raja yang terkenal sebagai Sri Baduga Maharaja, menjadi satu perhatian khusus. Pada waktu itu terkenal dengan upacara Kuwedabhakti,
13
Profil Kabupaten Bogor ( Bogor: Bagian Humas Setda Kabupaten Bogor, 2007), h. 3.
14
www.bogorkab.go.id
xxv
dilangsungkan tanggal 3 Juni 1482. Tanggal itulah kiranya yang kemudian ditetapkan sebagai hari Jadi Bogor yang secara resmi dikukuhkan melalui sidang pleno DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor pada tanggal 26 Mei 1972. Pada tahun 1975, Pemerintah Pusat (dalam hal ini Menteri Dalam Negeri) menginstruksikan bahwa Kabupaten Bogor harus memiliki Pusat Pemerintahan di wilayah Kabupaten sendiri dan pindah dari Pusat Pemerintahan Kotamadya Bogor. Atas dasar tersebut, pemerintah daerah Tingkat II Bogor mengadakan penelitian dibeberapa wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor untuk dijadikan calon ibu kota sekaligus berperan sebagai pusat pemerintahan. Alternatif lokasi yang akan dipilih diantaranya adalah wilayah Kecamatan Ciawi (Rancamaya), Leuwiliang, Parung dan Kecamatan Cibinong (Desa Tengah). Hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa yang diajukan ke pemerintah Pusat untuk mendapat persetujuan sebagai calon ibu kota adalah Rancamaya wilayah Kecamatan Ciawi. Akan tetapi pemerintah Pusat menilai bahwa Rancamaya masih relatif dekat letaknya dengan pusat pemerintahan Kotamadya Bogor dan dikhawatirkan akan masuk ke dalam rencana perluasan dan pengembangan wilayah Kotamadya Bogor. Oleh karena itu atas petunjuk pemerintah Pusat agar pemerintah daerah Tingkat II Bogor mengambil salah satu alternatif wilayah dari hasil penelitian lainnya.15
15
Ibid.
xxvi
Dalam sidang Pleno DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor tahun 1980, ditetapkan bahwa calon ibu kota Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor terletak di Desa Tengah Kecamatan Cibinong. Penetapan calon ibu kota ini diusulkan kembali ke pemerintah Pusat dan mendapat persetujuan serta dikukuhkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1982, yang menegaskan bahwa ibu kota pusat-pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor berkedudukan di Desa Tengah Kecamatan Cibinong. Sejak saat itu dimulailah rencana persiapan pembangunan pusat pemerintahan ibu kota Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor dan pada tanggal 5 Oktober 1985 dilaksanakan peletakan batu pertama oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bogor pada saat itu.16
F. Gambaran Umum Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan ibu kota RI dan secara geografis mempunyai luas sekitar 299.019.06 Ha terletak antara 6 019-6047 Lintang selatan dan 106021'-1070103' Bujur Timur. Wilayah ini berbatasan dengan: Sebelah Utara
:
Kabupaten Bekasi, Kota Depok
Sebelah Barat
:
Kabupaten Lebak (Propinsi Banten)
Sebelah Barat Daya :
Kabupaten Tengerang
Sebelah Timur
Kabupaten Karawang
:
16
Profile Kabupaten Bogor, h. 3.
xxvii
Sebelah Timur Laut :
Kabupaten Purwakarta
Sebelah Selatan
:
Kabupaten Sukabumi
Sebelah Tenggara
:
Kabupaten Cianjur
Sebelah Tengah
:
Kotamadya Bogor
Sebagai kota penyangga bagi DKI Jakarta, berupa pengembangan pemukiman
perkotaan
sebagai
bagian
dalam
sistem
Metropolitan
Jabodetabek. Konservasi berkenaan dengan posisi geografis di bagian hulu dalam tata air untuk Metropolitan Jabodetabek. Pengembangan pertanian, khususnya holti-kultura. Jumlah penduduk yang besar seringkali menjadi beban dalam proses pembangunan jika berkualitas rendah. Oleh sebab itu, untuk menunjang keberhasilan pembangunan, Pemerintah Kabupaten Bogor harus secara terus-menerus melakukan upaya pengendalian jumlah penduduk, dengan menciptakan tatanan keluarga kecil sehat dan berkualitas sebagai upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) ke depan.
Sumber: BAPPEDA Kab. Bogor
xxviii
Makna motif dan lambang daerah Kabupaten Bogor
1. Bagian inti : a.
Kujang, jenis senjata tradisional masyarakat Sunda yang identik dengan keberanian dan keagungan Sunda di masa lampau. Kujang melambangkan keperwiraan yang berarti gambaran masyarakat Bogor yang memiliki sifat tak gentar dalam menegakkan kebenaran.
b.
Pakujajar, merupakan lambang keteguhan yang selalu menjadi gema tradisi bagi kerajaan Pajajaran yang pernah berpusat di Bogor. Pakujajar ini melambangkan keteguhan dalam mempertahankan tradisi dengan segala kepribadiannya dan nilai-nilai positif sebagai wujud nyata melestarikan budaya bangsa.
c.
Harupat yang berarti sagar/ruyung, sebagai gagang (perah) kujang merupakan perlambang keterikatan Kabupaten Bogor dengan sejarah asal-usul nama Bogor yang berarti Kawung. Harupat juga bermakna sesuatu yang kuat, kokoh, simbol kekokohan masyarakat Bogor dalam mempertahankan jati diri.
xxix
d.
Anda (telur), yang di dalamnya terdapat Kujang, harupat, pakujajar dan warna putih melambangkan awal atau inti kehidupan yang ditandai oleh kesucian.
2. Bagian tengah: a.
Puncak Sunung (Meru), pada bagian tengah menunjukkan Gunung Salak dan Gunung Pangrango yang secara geografis keduanya merupakan patok/batas wilayah Kabupaten Bogor di sebelah selatan. Puncak Gunung melambangkan tujuan atau cita-cita yang tinggi. Dua puncak gunung yang berbeda tingginya menggambarkan anak tangga menuju tujuan atau cita-cita.
b.
Aliran Sungai, dua aliran sungai yang mengapit anda (telur) melambangkan Sungai Ciliwung dan Cisadane mengapit Bogor. Aliran sungai mempunyai makna filosofis yang melambangkan kesuburan. Sungai Ciliwung dan Cisadane memiliki arti yang strategis bagi pembangunan pertanian di Kabupaten Bogor.
c.
Segitiga sama sisi, membingkai gunung dan sungai yang menjadi sumber
kehidupan
bagi
masyarakat,
bermakna
keutamaan.
Melambangkan bahwa kesuburan dan kekayaan alam harus diolah dan dimanfaatkan dengan landasan nilai-nilai keutamaan agar memperoleh kemaslahatan. 3. Bagian luar: Lingkaran, melambangkan kesempurnaan. Artinya perjuangan hidup haruslah ditujukan kearah kesempurnaan lahir dan bathin tanpa cacat
xxx
seperti lingkaran penuh yang merupakan proyeksi sebuah pola bumi tempat hidup manusia. 4. Makna warna: a. Hitam dan putih, keduanya melambangkan perjuangan hidup; Putih melambangkan kesucian, kebenaran dan kebersihan sedangkan hitam melambangkan kebathilan atau kesuraman. b. Kuning, merupakan warna emas, melambangkan kejayaan dan kebesaran. c. Hijau, digunakan sebagai warna dasar mengandung makna kesuburan. Bagi orang Sunda, hijau berarti subur. d. Biru, merupakan warna yang menimbulkan kesan keindahan, Seperti laut biru, gunung yang membiru. Karena itu biru melambangkan keindahan. Lambang ini bermakna bahwa Bogor sebagai daerah wisata alam memiliki keindahan alam yang mempesona. 5. Perisai: a. Tiga sudut dalam perisai melambangkan tiga komponen yang menentukan kesejahteraan umat di suatu kawasan/Negara yang disebut dengan "Trinangtung di Bumi" yaitu masyarakat, ulama, cendikiawan dan pemerintahan (Umaro). b. Tiga garis sisi membentuk perisai, melambangkan tiga hal yaitu iman, ilmu dan amal yang merupakan benteng kehidupan umat. c. Perisai yang bertuliskan motto juang "TEGAR BERIMAN" pada bagian bawahnya melambangkan tameng dan benteng yang mampu
xxxi
menjamin keamanan, ketentraman dan kenyamanan hidup lahir dan bathin berupa keimanan yang kuat terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 6. Arti rangkaian kata: a. Prayoga Tohaga Sayaga, Prayoga berarti Utama, Tohaga berarti Kokoh dan kuat, Sayaga berarti sedia, siap siaga. Prayoga Tohaga Sayaga mengandung makna pendirian dan perjuangan masya-rakat Kabupaten Bogor hendaknya selalu mengutamakan kekokohan, kuat pada pendirian dan perjuangannya serta selalu siap siaga menghadapi berbagai tantangan dalam mencapai cita-cita, mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. b. Kuta Udaya Wangsa, Kuta berarti Kota, Udaya berarti fajar, Kebangkitan atau pembangkit, Wangsa berarti bangsa atau suku bangsa. Ketiga kata tersebut mengandung makna bahwa Kabupaten Bogor dengan dukungan masyarakatnya hendaklah menjadi pembangkit dan pusat kebangkitan bagi perjuangan pembangunan untuk memperoleh kemajuan dan kemakmuran bangsa. c. Tegar Beriman, Akronim dari Tertib, Segar, Bersih, Indah, Mandiri, Aman dan Nyaman.
Tegar
Beriman menggambarkan kondisi
masyarakat dan lingkungan alam daerah yang terbentuk oleh perilaku dan usaha masyarakatnya dengan landasan iman yang kokoh. Hal ini juga merupakan perwujudan dari Prayoga Tohaga sayaga dan Kuta Udaya
Wangsa. TEGAR BERIMAN merupakan motto juang
xxxii
Kabupaten Bogor yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 1995.
G. Kondisi Sosial-Budaya Potensi kekayaan seni budaya, keramahan dan sopan santun penduduknya serta kesejukan udaranya merupakan kebanggaan dan keistimewaan yang membedakan Kabupaten Bogor dengan daerah lainnya di Indonesia. Keragaman seni budaya dan pariwisata sebagai potensi daerah merupakan kekayaan yang terus dilestarikan. Dimana nilai-nilai budaya yang ada dilihat sebagai bagian dari masa depan dan dikembangkan secara kreatif. Meski masyarakatnya telah banyak mengalami pergeseran namun adat istiadat serta kebudayaan asli daerah yang merupakan warisan leluhur tetap dilestarikan. 17 Cepatnya laju imigrasi dari berbagai daerah, pertemuan antara masyarakat dan pendatang yang berbeda budaya ras dan suku bangsa tidak lagi dapat dihindarkan. Namun dengan kearifan sikap hal tersebut tidak menjadi perpecahan dan kerancuan budaya.18 Kabupaten Bogor merupakan tempat dimana budaya Sunda masih tetap terpelihara, sehingga selalu menarik untuk digali dan dicermati sebagai perekat persatuan dan kesatuan dimasyarakat. Seni budaya yang merupakan
17
Profile Kabupaten Bogor, h. 20.
18
Ibid.
xxxiii
potensi yang berpengaruh bagi pengembangan sektor kepariwisataan antara lain: angklun, silat cimande, debus, wayang golek dan sebagainya. Kerukunan antar umat beragama diupayakan agar senantiasa terbina dengan baik demi terlaksananya kesinambungan pembangunan dan kokohnya persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini juga merupakan usaha membentengi diri terhadap dampak negatif modernisasi dan globalisasi.19 Untuk mendukung hal tersebut Pemerintah senantiasa berusaha memfasilitasi kebutuhan pembangunan sarana peribadatan dan senantiasa menjalin kerjasama dengan para ulama, tokoh agama untuk meningkatkan harmonisasi dan kerukunan hidup sesama umat beragama.20
Seni dan Budaya Seni tradisional yang terdapat di Kabupaten Bogor: No Seni Tradisional 1
Pedalangan
Lokasi Kec. Ciampea, Cibungbulang, Nanggung, Cigudeg, Ciriu, Jonggol, Parung
2
Topeng Cikuda
Kec. Gunungsindur
3
Reog
Kec. Gunungsindur, Leuwiliang, Gunung Putri, Cariu, Ciomas, Cijeruk, Cibungbulang, Nanggung, Cigudeg
4
Calung
Kec. Cibinong, Ciomas, Cibungbulang, Gunung Putri, Cariu, Klapanunggal, Rumpin, Parung, Cisarua, Nanggung, Sukaraja, Ciawi, Babakan Madang.
5
Gondang
6
Kliningan
Kec. Cibinong, Pamijahan Kec. Cariu, Ciampea, Nanggung, Cigudeg, Jonggol, Parung, Cibinong.
7
Barongsay
Kec. Citeureup, Ciampea, Jonggol, Parung, Cibinong.
19
Ibid.
20
Ibid.
xxxiv
8
Cibatokan
Kec. Cibungbulang.
9
Qosidah
35 Kecamatan
10
Marawis
Kec. Ciawi, Cisarua
11
Degung
Kec. Cisarua, Ciawi, Cibinong, Cariu, Cileungsi, Jonggol, Gunung Putri, Cibungbulang, Leuwiliang, Parung, Babakan madang, Citeureup, Jasinga.
12
Tari Klasik
Kec. Cibinong
13
Rampak Gendang
Kec. Cibinong, Dramaga.
14
Angklung
Kec. Cibinong, Citeureup, Sukaraja, Ciawi
15
Pantun Beton
Kec. Cariu
16
Kecapi Suling
Kec. Cibinong, Ciawi, Cisarua, Parung, Cileungsi
17
Tembang Sunda Cianjuran
Kec. Kemang, Ciawi
18
Tandjidor
Kec. Kemang, Bojong Gede, Cijeruk, Citeureup, Leuwiliang, Parung, Cibinong.
19
Jingprak
Kec. Cibungbulang
20
Ajeng
21
Tari Jaipong
Kec. Cileungsi Kec. Cibinong, Dramaga, cileungsi, Cariu, Jonggol, Ciomas
22
Pencak Silat
35 Kecamatan
Sumber: Dinas Pariwisata dan Seni Budaya
H. Kondisi Keagamaan Kabupaten Bogor Masyarakat Kabupaten Bogor, umumnya masyarakat Sunda pra Hindu-Budha yang telah mempercayai akan adanya Tuhan yang mereka sebut Hyang atau Sang Hyang.21 Ketika agama Hindu-Budha masuk ke daerah ini, 21
Istilah Sang Hyang merupakan tanda penghormatan dan penghargaan kepada raja-raja yang menguasai kerajaan Sunda. Seperti Prabu Raja Ratu disebut dalam prasasti Batu Tulis sebagai Ra Hyang Niskala Wastu Kencana, anaknyadisebut dengan nama Ra Hyang Ningrat Kencana. Ratu Samiam juga disebut dengan nama Sang Hyang, dan lain-lain. Penggunaan istilah atau nama Sang Hyang,Ra Hyang dapat diartikan sebagai bentuk pelegitimasian terhadap raja agar mendapat penghormatan lebih, karena istilah Hyang dalam masyarakat Sunda adalah istilah lain sebutan terhadap Tuhan atau kuasa (dewa-dewi),seperti Nyi Pohaci Sang Hyang Sri (Dewi Padi), Sang Hyang Linggawisi, Sang Hyang Watangagong dan lain-lain.
xxxv
agama yang mereka yakini tidak hilang, karena agama Hindu-Budha berbaur dengan agama lama masyarakat Sunda. Hal ini dapat terbukti dengan posisi Dewa-dewi Hindu-Budha berada di bawah Hyang. Dalam sanghyang siksakanda ng karesian, menyebutkan “…mangkubumi bakti di ratu, ratu bakti di dewata dewata bakti di hyang…”.(Mangkubumi berbakti kepada Raja, Raja berbakti kepada Dewata, Dewata berbakti kepada Hyang).22 Dari bukti yang ada ternyata Agama Sunda, yang percaya kepada Hyang tetap diyakini oleh orang-orang Sunda, terutama di daerah pedalaman dan rakyat biasa. Meskipun agama Hindu-Budha telah banyak diyakini olah para raja dan pembesar kerajaan. Adapun kedatangan Islam ke Bogor karena adanya hubungan perdagangan orang-orang pribumi dengan orang-orang Muslim yang datang dari Arab, Persia, dan India yang diperkirakan telah dimulai sejak abad ke 7 M. dengan diawali hubungan yang menguntungkan kedua belah pihak ini, menjadikan Nusantara merupakan daerah perdagangan yang sangat ramai dikunjungi dan menjadi pusat perdagangan, barang dagangan yang biasa ditemui dengan mudah terutama rempah-rempah dan hasil hutan di daerah Nusantara yang telah terkenal. Di masa selanjutnya, dengan adanya hubungan perdagangan ini menghasilkan terbentuknya komunitas-komunitas Islam di daerah-daerah kepulauan Nusantara.23
22
Atja dan Saleh Danasasmita, Sanghyang Siksakandang Karesian; Naskah Sunda Kuno Tahun 1518 M (Proyek Pengembangan Pemuseuman Jawa Barat), h.22 & 28. 23
Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-kota Muslim di Indonesia (T.tp.: Menara Kudus, 2000), h. 1-2.
xxxvi
Kerukunan antar umat beragama diupayakan agar senantiasa terbina dengan baik demi terlaksananya kesinambungan pembangunan dan kokohnya persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini juga merupakan usaha membentengi diri terhadap dampak negatif modernisasi dan globalisasi.24 Untuk mendukung hal tersebut Pemerintah senantiasa berusaha memfasilitasi kebutuhan pembangunan sarana peribadatan dan senantiasa menjalin kerjasama dengan para ulama, tokoh agama untuk meningkatkan harmonisasi dan kerukunan hidup sesama umat beragama. Berkenaan dengan sarana keagamaan dan jumlah pemeluk agama, kegiatan umat beragama di Kabupaten Bogor semakin semarak dan telah berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan penghayatan dan pengalaman ajaran agama sebagaimana tuntunan kitab suci dan rasul-Nya. Kegiatan keagamaan itu sangat didukung pula oleh ketersediaan sarana keagamaan, berupa Masjid sebanyak 3.412, Musholla sebanyak 3.736, Gereja katolik sebanyak 24, gereja Protestan Sebanyak 20, pura 8 dan vihara 20. Sedangkan jumlah penduduk berdasarkan agama yang dianut terdiri dari pemeluk agama Islam sebanyak 3.253.382 jiwa, Katolik sebanyak 24.519 jiwa, Protestan sebanyak 21.665 jiwa, Hindu sebanyak 11.932 jiwa dan pemeluk agama Budha sebanyak 21.209 jiwa.25
24
Ibid.
25
www.bogorkab.go.id
xxxvii
BAB III SEJARAH PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-QUR’AN AL-FURQON
Istilah pondok pesantren di berbagai daerah memiliki sebutan yang beragam. Di Minangkabau misalnya, pesantren disebut surau, penyantren di Madura, rangkang di Aceh dan Pondok di Jawa Barat.26 Namun secara definitive, seperti diidentifikasi oleh hasil keputusan Musyawarah / Lokakarya tentang Pengembangan Pondok Pesantren tanggal 2 sampai dengan 6 Mei 1978 di Jakarta, pondok pesantren paling tidak memuat tiga unsur, yaitu kyai (Sunda : ajengan), santri dengan asramanya dan masjid atau mushalla.27 Pondok pesantren terdiri dari dua rangkaian kata; pondok dan pesantren, yang membentuk suatu pengertian. Kata pondok berasal dari bahasa Arab funduk yang berarti rumah penginapan atau hotel.28 Menurut WJS. Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, “Pondok mengandung empat makna; 1) rumah untuk sementara waktu, 2) rumah, 3) rumah yang agak kurang baik biasanya berdinding bilik beratap rumbia dsb. dibuat berpetak-petak untuk tempat tinggal (beberapa keluarga), 4) madrasah dan asrama (tempat mengaji belajar agama Islam dsb.).29
26
Mulyanto Sumardi, Sejarah Singkat Pendidikan Islam Di Indonesia 1945-1979 (Jakarta: Dharma Bhakti, 1978), h. 38. 27
Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Lembaga Islam, Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren (Jakarta: 1988), h. 8. 28
Ibid., h. 7.
29
WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cet. VII (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), h. 955
xxxviii
Kata pesantren berasal dari kata santri dengan awalan “pe” dan akhiran “an”, yang berarti tempat tinggal santri.30 Sedangkan santri merupakan gabungan kata sant (manusia baik) dengan kata tra (suka menolong), sehingga kata “pesantren” berarti tempat tinggal/pendidikan manusia baik-baik. 31 Namun menurut Prof. Johns, kata santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru mengaji. Sedangkan CC. Berg berpendapat, asal kata santri adalah shastri yang dalam bahasa India bermakna ahli kitab suci agama Hindu. Shastri sendiri berasal dari kata shastra yang berarti buku-buku agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan32 Soegarda Poebakawatja juga menjelaskan bahwa pesantren berasal dari kata santri, yaitu seorang yang belajar agama Islam. Dengan demikian pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam.33 Hamdan Rasyid mendefinisikan, pondok pesantren sebagai tempat pendidikan Islam khas Indonesia yang tumbuh berkembang sejak masa-masa awal kedatangan Islam di Indonesia.34
30 Zamakhsyari Dofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, Cet. I (Jakarta: LP3ES, 1982), h. 18. 31
Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial, Cet. I (Jakarta: P3M, 1986), h.
66. 32
CC. Berg, Indonesia, dalam HAR. Gibb (ed.), Whiter Islam? A Survey of Modern Movement in the Moslem World (London: 1933), h. 257. 33
Soegarda Poebakawatja, Ensiklopedia Pendidikan (Jakarta: Gunung Agung, 1976), h.
223. 34
Hamdan Rasyid, Kaderisasi Ulama Di Pesantren, dalam Dinamika Pesantren, Telaah Kritis Terhadap Pesantren Saat ini, Saefullah Ma’shum, ed., Cet. II (Jakarta: Yayasan Islam alHamidiyah, 1988), h. 76.
xxxix
Departemen Agama RI pun merumuskan pondok pesantren sebagai berikut “The Pesantren is a system of religious education making it obligary for their students to stay in boarding-school …” (Pesantren adalah sebuah sistem pendidikan keagamaan yang memikul tanggung jawab bagi para muridnya untuk bertempat tinggal di pondok …)35 Dari beberapa pengertian di atas, penulis menyimpulkan pengertian pondok
pesantren
sebagai:
“Rumah
sementara/asrama
tempat
belajar
mengajar/lembaga pendidikan, penyebaran/penyiaran agama Islam beserta seluk beluknya. Secara umum, pondok pesantren mempunyai tujuan dan fungsi sebagai lembaga pendidikan dan penyiaran agama Islam, untuk membentuk manusia yang mempunyai kesadaran tinggi akan pentingnya ajaran-ajaran agama Islam, untuk memajukan umat Islam sebagai umat yang berpengetahuan luas dan juga untuk melestarikan ajaran-ajaran agama Islam untuk diwariskan dan diajarkan serta disebarkan lagi oleh generasi berikutnya. Disamping itu pesantren juga sebagai lembaga yang berfungsi sebagai tempat berinteraksi dan bersosial. Dan sehubungan dengan semakin berkembangnya pesantren saat ini, maka pondok pesantren diharapkan bisa menjadi acuan atau referensi guru bagi pembangunan masyarakat sekitarnya, yang mampu menetapkan diri dan konsisten dalam mata rantai keseluruhan pendidikan nasional, dalam rangka pembangunan masyarakat seutuhnya.
35
Departemen Agama RI, The Development of Islam in Indonesia (Jakarta: Karya Uni Press, t.t.), h. 50
xl
Mengenai sejarah perkembangan pondok pesantren di Indonesia, ada beberapa pendapat yang membicarakan mengenai asal usul dan latar belakangnya. Pertama; pendapat yang menyebutkan bahwa pesantren berakar pada tradisi Islam sendiri, yaitu tradisi tarekat.36 Pengikut tarekat selain diajarkan amalan-amalan, juga diajarkan kitab-kitab agama Islam dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan agama Islam. Aktivitas mereka dinamakan pegajian. Selanjutnya pengajian ini tumbuh dan berkembang melalui lembaga pesantren.37 Kedua; pendapat yang menyatakan bahwa kehadiran pesantren di Indonesia diilhami oleh lembaga pendidikan “Kuttab”.38 Dan ketiga; mulanya merupakan pengambil-alihan dari sistem pesantren orang-orang Hindu di Nusantara pada masa pra-Islam.39 Dilihat dari aspek materi dan metode pendidikan yang diterapkan, pesantren di Indonesia setidak-tidaknya dapat diketahui dalam bentuk salaf murni, yaitu pesantren yang semata-mata hanya mengajarkan pengajian kitab kuning, dengan menggunakan sistem Sorogan dan Bandungan.40
36
Istilah Tarekat diambil dari bahasa Arab Thariq, yang berarti “Jalan: Jalan kontemplatif Islam”. Kata ini biasanya dikontraskan dengan syariat yang berorientasi kepada tindakan kehidupan. Lihat Muhaimin AG, Islam Dalam Bingkai Budaya Lokal Cirebon, Cet. I (Jakarta: Logos, 2001), h. 337. 37
Abul Azis, Ensiklopedia Islam, Cet. I (Jakarta: Logos, 2001), h. 103.
38
Istilah “Kuttab” adalah lembaga pendidikan dasar yang telah muncul sejak zaman Nabi, lihat Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam, Cet. I (Bandung: Tri Geda Karya, 1993). 39
Azis, Ensiklopedia, h.104.
40
Sorogan merupakan sistem pengajian yang dilakukan oleh santri secara perorangan. Sistem ini memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai, dan membiming secara maksimal kemampuan seorang santri. Sedangkan istilah Bendungan merupakan sistem pengajian yang diakukan oleh santri secara bersama-sama. Biasanya dimaksudkan untuk santri-santri tingkat menengah, tinggi. Lihat Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, h. 29-30.
xli
Pada masa perkembangan Islam di Indonesia, pesantren menjadi basis sentral dalam penyebaran agama Islam di Nusantara dan menjadi pusat massa yang bergerak menantang penjajahan pada masa pra-kemerdekaan. Akan tetapi esensi dari berdirinya pesantren adalah sebagai sebuah lembaga yang berorientasi pada pendidikan dan pengajaran agama Islam, bukan lembaga pergerakan sosial dan politik. Sejarah mencatat bahwa, pesantren adalah benteng pertahanan terakhir dari Negara Kesatuan Republik Indonesia atau basis umat Islam di negeri ini pada era kemerdekaan, baik sebelum maupun sesudahnya. Bagaimanapun juga, berdirinya Republik ini tidak bisa dilepaskan dari peran serta jasa ulama.41 Pondok pesantren adalah lembaga yang dapat dikatakan wujud proses perkembangan sistem pendidikan nasional. Dari segi historis pesantren tidak hanya identik dengan makna ke-Islaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia. Sebab, sebagai lembaga yang serupa, pesantren sebenarnya sudah ada sejak masa kekuasaan Hindu-Budha, sehingga Islam tinggal meneruskan dan mengislamkan lembaga pendidikan yang sudah ada. Tentunya, ini tidak berarti mengecilkan peranan Islam dalam mempelopori masalah pendidikan Islam di Indonesia.42 Pada umumnya, mayoritas pondok pesantren tumbuh-berkembang dan berasal dari lembaga-lembaga pengajian. Relasi antara pegajian dan lembaga
41
Saefullah Ma’shum, ed., Dinamika Pesantren: Telaah Kritis Keberadaan Pesantren Saat Ini, Cet. I (Jakarta: Yayasan Islam al-Hamidiyah, 1998), h. 25. 42
Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 3.
xlii
pesantren merupakan sebuah sinergi yang sangat erat yang tidak dapat dipisahkan satu sama yang lain.43 Dewasa ini, pesantren terbagi kedalam dua jenis, yaitu pesantren Salaf (masih menggunakan sistem pendidikan sederhana atau tradisional) dan pesantren Modern (sudah mengadopsi sistem pendidikan modern/umum).44 Nurcholish Madjid mensinyalir bahwa pesantren mengandung makna Islami sekaligus keaslian (Indigenous) masyarakat Islam Indonesia.45 Pesantren dapat dikategorikan sebagai lembaga pendidikan “tradisional”. Dalam batasan ini, merujuk bahwa lembaga ini telah menjadi bagian yang mendasar dari sistem kehidupan mayoritas umat Islam Indonesia, dan telah mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perjalanan hidup umat Islam. Pengertian dalam arti “tradisional” disini bukan berarti tetap (stagnan) tanpa mengalami adaptasi melainkan cara pembelajaran dan sistem pondok pesantren.46 Uraian di atas menjelaskan bahwa pesantren telah dikenal sejak lama. Namun demikian, pesantren baru mendapat perhatian para ahli yang mempelajari Islam di Indonesia sejak pertengahan abad ke-19,47 itupun pada umumnya belum merupakan deskripsi yang utuh mengenai pesantren. Terlepas dari karakteristik 43
Ibid., h. 31.
44
Azyumardi Azra, “Pesantren: Kontinuitas Dan Perubahan”, Pengantar dalam Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren, h. xii. 45
Nurcholis, Bilik-bilik Pesantren, h. 3.
46
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Cet. I (Jakarta: INIS, 1994), h. 55.
47
Sindu Galba, Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi, Cet. I, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), h. 20.
xliii
dan jenis pesantren, Zamakhsyari melihat setidaknya pesantren memiliki lima elemen dasar, yaitu kyai, masjid, santri, pondok, dan kitab Islam klasik (kitab kuning). Sebagai elemen, itu yang membedakan sistem pendidikan pesantren dengan lembaga pendidikan lainnya. Pondok pesantren juga terbagi berdasarkan klasifikasi spesifikasinya, seperti pesantren yang khusus mempelajari dan memperdalam Al-Qur’an, pesantren yang khusus untuk mengafalkan Al-Qur’an atau yang biasa disebut pesantren Huffadz, pesantren yang khusus untuk kelompok tarekat, dan lain-lain. Walaupun dalam prakteknya pondok pesantren disamping kekhususannya itu tetap mengajarkan dan menyiarkan ajaran dan pengetahuan-pengetahuan agama yang lain, seperti ilmu Fiqih, Tasawuf, Aqidah, dan lain-lain. Jumlah pondok pesantren di Indonesia sendiri sudah tidak terhitung lagi jumlahnya, baik yang berbasis salafiyah maupun modern ataupun kombinasi antara salafiyah dan modern. Di Kabupaten Bogor sendiri, jumlah pondok pesantren yang tercatat di Direktorat Pendidikan Islam, Departemen Agama RI, sampai saat ini mencapai 209 pondok pesantren, yang terdiri dari pondok pesantren salafiyah dan kombinasi salafiyah dan modern.48 Dan diantara sekian banyaknya pondok pesantren di Kabupaten Bogor, salah satunya adalah pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon yang akan penulis kaji dalam penelitian ini.
A. Latar Belakang dan Tujuan Berdirinya Pondok Pesantren Al-Qur’an AlFurqon 1. Latar Belakang Berdirinya Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon Pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon didirikan tahun 1975 oleh almarhum K.H. Abdurrahman (yang biasa dipanggil Bapak atau Abi oleh 48
pendis.depag.go.id/kerangka/pontren.htm
xliv
santri dan anak-anaknya, dan selanjutnya disebut Bapak) yang terletak di Kampung Sawah Desa Cilendek Barat Kecamatan Cilendek Barat. Pada awalnya pondok pesantren itu bukan merupakan bangunan milik pribadi tetapi masih tempat kontrakan yang sangat sederhana. Pada periode awal ini, tempat belajarnya masih menyatu dengan kediaman bapak.49 Adapun berdirinya pondok pesantren ini dilatarbelakangi oleh keinginan dan semangat yang kuat dari Bapak untuk mengembangkan dan mengamalkan ilmu Al-Qur’an, karena memang pada waktu itu tidak banyak tempat atau wadah yang mengkhususkan untuk mempelajari AlQur’an dengan seni (lagu). Sementara Bapak sendiri banyak bergelut di bidang seni baca Al-Qur’an, bahkan beliau sempat mengikuti MTQ (Musabaqah Tilawatil Qur’an) tingkat nasional di Palembang. Maka, atas dorongan dan dukungan dari keluarga, dibangunlah sebuah pondok pesantren yang diberi nama “Al-Furqon”. Nama ini diambil dari nama lain dari Al-Qur’an yang berarti pembeda, dalam hal ini pembeda antara yang hak dan bathil.50 Pada awal berdirinya pesantren, santri yang menuntut ilmu di sana masih berupa “santri kalong” yakni santri yang tidak tinggal menetap di pondok atau asrama. Pada waktu itu santrinya baru berjumlah dua orang, namun dalam perkembangannya, beliau mempunyai gagasan bahwa santri
49 Wawancara Pribadi dengan KH. Dadun Abdurachim selaku ketua Yayasan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon pusat, Cimulang, Bantar Kambing, Bogor, 07 Mei 2008. 50
Ibid.
xlv
yang menuntut ilmu di Al-Furqon bukan lagi sebagai santri kalong. Lepas dari kontrakan, Bapak mulai membangun dua lokal di pinggir sungai kecil untuk pesantren dan rumahpun masih panggung pada tahun 1978, dan waktu itu santrinya sudah ada sepuluh orang. Tidak lama kemudian, Bapak kembali mengikuti MTQ tingkat nasional di Semarang antara tahun 19791980-an. Mulai dari sini pulalah santri sudah mulai melonjak banyak, yang kemudian Bapak mendapat panggilan dari Bupati Bogor yang waktu itu dijabat oleh bapak Aif Ruhdi dan memberikan bantuan dana sebesar Rp 7 juta (tujuh juta rupiah) yang pada tahun itu jumlah tersebut sudah sangat besar-untuk membangun dua lantai yang kemudian terealisasi dengan baik sehingga terbentuklah pesantren dari mulai jumlah santrinya 2 orang saja hingga akhirnya sampai 200 orang pada waktu itu. Pada tahun 1984, Bapak mengikuti MTQ di Bandung yang kemudian mendapat juara I, waktu itu beliau berdampingan dengan KH. Ahmad Syahid. Setelah mengikuti MTQ di Bandung itulah, Bapak sampai mempunyai
700
santri
pada
tahun
1990-an.51
Karena
mulai
berkembangnya pesantren, Bapak mulai memikirkan untuk pindah dan membangun tempat yang lebih luas dan memadai, akhirnya pada tahun 1992 bapak membangun pesantren di daerah Cimulang, Bantar Kambing Bogor yang sekarang dijadikan pusat dari pesantren Al Furqon. Pada akhir tahun 1996 Bapak beserta keluarga pindah dari Cilendek ke Cimulang, tetapi banyak warga yang berdatangan meminta 51
Ibid.
xlvi
Bapak agar tidak meninggalkan desa mereka dan kebetulan juga anaknya yaitu KH. Ahmad Baisuni (biasa di panggil “Aa”) tidak ingin pindah dan meninggalkan Cilendek. Akhirnya pada tahun 1997 , Aa beserta istri diberikan kepercayaan untuk memimpin pondok pesantren Al-Furqon 1 di Cilendek dan Bapak pindah ke Cimulang dengan anggota keluarga yang lain dengan membawa santri yang telah dibagi menjadi dua yaitu 350 orang dibawa Bapak dan 350 orang ditinggal di Cilendek.52 Al-Furqon 1 di tinggal Bapak-karena figur Bapak yang lebih dikenal oleh masyarakat pada waktu itu-bukan akhir dari segalanya, walaupun pada saat itu kondisinya sangat memprihatinkan, tetapi dengan segala keterbatasan dan dengan doa dari orang tua serta usaha Aa dan Istri (teteh) santri mulai banyak yang datang karena figur Bapak sudah tergantikan oleh Aa yang memang notabene masih muda dan berprestasi yaitu juara 1 MTQ tingkat Propinsi dan beliau merupakan pemegang Tajwid terbaik se-Kota dan seKabupaten Bogor.
2. Tujuan Berdirinya Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon Islam mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum atau ilmu yang menyangkut permasalahan duniawi. Karena hidup umat manusia di muka bumi ini adalah mengharap kebahagiaan di dunia dan akhirat kelak.
52
Wawancara pribadi dengan Hj. Siti Jubaedah selaku pengasuh pondok pesantren AlQur’an Al Furqon 1, Cilendek Barat, Bogor, 14 Mei 2008.
xlvii
Tujuan pendidikan Islam sebenarnya bukan hanya membentuk pribadi muslim yang bertakwa kepada Allah SWT saja, tetapi juga membentuk jiwa seorang muslim yang dapat menyiarkan ajaran Islam kepada muslim lainnya. Untuk mencapai tujuan itu, sangat dibutuhkan suatu wadah pendidikan bagi umat muslim. Wadah ini direalisasikan demi mendapatkan kader-kader penyebar ajaran agama Islam di masa mendatang. Itulah sebabnya, tidak heran bahwa bila para ulama dahulu sampai sekarang mendirikan pondok pesantren sebagai wadah pembinaan umat Islam. Setiap orang hidup pasti punya tujuan, begitu pula bapak, beliau membangun pondok pesantren Al-Furqon pun mempunyai tujuan. Adapun tujuan utamanya adalah untuk memajukan umat agar dapat baca tulis AlQur'an, menghafal Al-Qur’an, mengenal seni dalam membaca Al-Qur’an, memberikan pemahaman akan isi dan kandungan Al-Qur’an dan mencetak qori dan qori’ah yang berprestasi di masa yang akan datang serta membentuk manusia yang berakhlakul karimah. Bapak juga mempunyai pemikiran agar setelah santri keluar dari pondok pesantren Al-Furqon dapat bermanfaat bagi masyarakat luas dengan cara mendekatkan para santri itu sendiri dengan masyarakat.53 Di samping itu, tujuan pendidikan pondok pesantren adalah untuk membentuk manusia yang mempunyai kesadaran tinggi akan pentingnya ajaran-ajaran agama Islam. Selain itu, diharapkan memiliki kemampuan 53
Wawancara Pribadi dengan KH. Dadun Abdurachim.
xlviii
tinggi untuk mengadakan respon terhadap tantangan-tantangan dan tuntutan-tuntutan hidup dalam konteks ruang lingkup dan waktu di masyarakat. Adapun visi dan misi Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon adalah sebagai berikut: a.
Mencetak Qori dan Qori’ah yang berakhlak Qur’ani.54
b.
Meningkatkan Iman dan Taqwa
c.
Meningkatkan Akhlakul Karimah
d.
Mempersiapkan masa depan yang Qur’ani.55 Adapun kegiatan yang diterapkan sebenarnya tidak terlepas dari
tujuan utama didirikannya Pondok Pesantren ini, yaitu mengajarkan baca tulis dan mengenalkan lagu-lagu dalam membaca Al-Qur’an, memberikan pemahaman kandungan Al-Qur’an, mencetak qori dan qori’ah yang berprestasi di masa-masa yang akan datang serta membentuk insan-insan yang bertaqwa kepada Allah SWT. Karena itu, kegiatan belajar/pengajian yang diadakan waktunya mengiringi pelaksanaan Shalat lima waktu. Di sela-sela kegiatan tersebut, sering diberikan nasihat-nasihat yang dikutip dari ayat-ayat Al-Qur’an maupun Al-Hadis sebagai media pembinaan mental (akhlak)..
54
Wawancara pribadi dengan Hj. Siti Jubaedah.
55
Ibid.
xlix
B. Perkembangan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon Sejak awal berdirinya pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon sampai sekarang, banyak perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, pada awal berdirinya, yakni pada tahun 1973, pesantren ini belum memiliki sarana yang memadai untuk proses belajar mengajar. Dimulai dari sebuah rumah kontrakan, bapak menerapkan program pendidikan pada saat itu hanya sebatas baca tulis Al-Qur'an, menghafal AlQur’an dan mengenal seni dalam membaca Al-Qur’an. Perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai pondok pesantren AlQur’an Al-Furqon sampai saat ini tentunya bukan hanya dari segi kualitas saja tetapi juga dari segi kualitas. Dari segi kuantitas, pondok pesantren Al-Furqon telah melakukan pengembangan dengan mempunyai beberapa cabang di beberapa tempat, yang tentunya dengan adanya cabang-cabang tersebut semakin bertambah banyak pula jumlah santrinya. Diantara cabang-cabang pondok pesantren Al-Furqon yang ada sampai saat ini antara lain: 1. Pondok Pesantren Al-Furqon di Cimulang Kemang Bogor yang merupakan menjadi pusat dari semua cabang. 2. Pondok Pesantren Al-Furqon I di Cilendek Barat Bogor Barat. 3. Pondok Pesantren Al-Furqon II di Cilendek Barat Bogor Barat. 4. Pondok Pesantren Nurul Furqon di Cibinong. 5. Pondok Pesantren Al-Itsqon di Leuwiliang Bogor. 6. Pondok Pesantren Raudhatul Qur’an di Cijeruk Bogor.
l
7. Pondok Pesantren Hidayatul Furqon di Leuwiliang Bogor. 8. Pondok Pesantren Baitul Furqon di Bogor. Keadaan sarana fisik pondok pesantren Al-Qur’an Al-Fuqon, baik asrama putra dan putri, masjid, aula, sekretariat dan sebagainya, cukup memadai walaupun kondisinya sangat sederhana. Adapun dari segi kualitas, pondok pesanten Al-Furqon sangat memperhatikan serta meningkatkan mutu segi materi pembelajaran, metode pembelajaran, evaluasi sebagai barometer prestasi santri serta asatidz (guru). Dengan pengembangan kualitas yang terus ditingkatkan oleh pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon, maka banyak kemajuan kualitas yang telah dicapai pesantren ini. Salah satunya bisa dilihat dari prestasi-prestasi yang telah diraih baik oleh santri maupun alumni khususnya dibidang seni membaca Al-Qur’an (Qira’ah), antara lain: 1. Siti Azizah, finalis MTQ tingkat Nasional di Padang tahun 1985; 2. K.H. Jejen Syukrillah, juara I MTQ tingkat Internasional di Makkah, Saudi Arabia tahun 1990; 3. K.H. Ridwan Alawi, juara II MTQ tingkat Internasional di Bangkok, Thailand tahun 1992; 4. Hj. Titin Thoyyibah, juara I MTQ tingkat Nasional di Jambi tahun 1997; 5. Hj. Nurhidayah, juara harapan I MTQ tingkat Nasional di Bali dan juara I MTQ RRI/TVRI di Jakarta tahun 1999; 6. Ustadz Andi Ghalib, juara I DAI TPI di Jakarta tahun 2007; 7. Dan lain-lain.
li
C. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon Setiap lembaga pendidikan baik itu lembaga pendidikan formal maupun pondok pesantren, tentunya memiliki sistem pendidikan dan pengajaran tersendiri. Sistem pendidikan formal secara Nasional biasanya sama karena ada aturan yang sentral dari pemerintah pusat. Sedangkan sistem pendidikan pondok pesantren beserta peraturan-peraturan yang berlaku di dalamnya walaupun ada yang sama tapi biasanya banyak pula yang berbeda dikarenakan pengaturannya tidak terpusat seperti pendidikan nasional tetapi dikelola sendiri-sendiri oleh masing-masing pondok pesantren. Pondok pesanten Al-Qur’an Al-Furqon memakai sistem pendidikan Salafi dengan menggunakan metode pengajaran yang dilaksanakan dengan sistem Sorogan dan Bandongan.56 Dalam menggunakan kitab pelajarannya sama dengan pesantren yang lainnya yaitu menggunakan kitab-kitab klasik. Sistem ini lebih efektif untuk para santri yang telah mengikuti sistem Sorogan, Bandongan dengan intensif dan lebih efisien bagi mereka yang memiliki sarana yang diperlukan, seperti kitab-kitab yang dipelajari dan alatalat tulis. Kitab dipakai untuk menyimak, sedangkan alat tulis dipergunakan untuk memberikan syarah, arti secara harfiah atau dalam bahasa Jawa “ngafsahi”. Kebanyakan kitab-kitab klasik itu hasil karya dari ulama-ulama 56
Kata sorogan berasal dari bahasa Jawa yang berarti “sodoran atau yang disodorkan”. Maksudnya suatu sistem pengajian dimana seorang santri berhadapan dengan seorang Kyai. Kemudian Kyai memberikan tuntunan bagaimana cara membacanya, menghapalnya dan apabila telah meningkat, juga tentang terjemahan dan tafsirnya lebih mendalam. Metode ini adalah merupakan metode yang paling intensif, karena dilakukan seorang demi seorang dan ada kesempatan untuk tanya jawab secara langsung. Sedangkan yang diartikan dengan sistem Bandongan atau Wetonan dalam sistem pengajian ini seorang Kyai membacakan dan menerjemahkan kalimat-kalimat yang mudah diikuti oleh sebagian besar santri dan masing-masing memegang kitabnya sendiri, lalu santri mendengarkan dan menyimak bacaan Kyai.
lii
dahulu dari berbagai disiplin ilmu yaitu kitab-kitab yang menyangkut beberapa cabang ilmu seperti ilmu Fiqh, Tauhid, Akhlak, Tasawuf, Nahwu, Shorof, Tafsir Hadis, dan lain-lain. Diantara kitab-kitab yang digunakan di pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon adalah kitab Qami’u al Thughyan karangan Syaikh Zainuddin bin Ali bin Ahmad Syafi’i al Kusyani al Malibari, yaitu kitab Tasawuf, Fiqih dan Akhlaq, kitab Safinah al Najah, yaitu kitab Fiqih karangan Syaikh Nawawi al Bantani, kitab Tijanu al Dariri, yaitu kitab Tauhid karangan Syaikh Ibrahim al Bajuri, kitab Qathru al Ghaits, juga merupakan kitab tauhid karangan Syaikh Muhammad Nawawi al Jawi, kitab Tanqih al Qaul al Hatsits, yaitu kitab Tafsir Hadis karangan Syaikh Muhammad bin Umar an Nawawi al Bantani, kitab Hasyiah, yaitu kitab Risalah kitab Ta’lim al Muta’allim, kitab tentang Akhlak dan Tata Krama, karangan Syaikh Ibrahim bin Ismail, kitab Tafsir al Qur’an al Jalalain, yaitu kitab Tafsir Al-Qur’an karangan dua Imam Jalaluddin, yaitu Imam Jalaluddin Abdurrahman al Suyuti dan Imam Jalaluddin al Mahalli, kitab Hidayah al Mustafid, yaitu kitab tentang Ketetapan/Aturan Tajwid karangan syaikh Muhammad al Mahmud, kitab Fathu al Aqfal, yaitu penjelasan kitab Fathu al Rahman dalam Tajwid AlQur’an karangan Syaikh Sulaiman al Jamzuri, dan kitab Al Qira’at al ‘Asyar al Mutawatirah, yaitu kitab tentang Metode Qira’ah karangan Syaikh Muhammad Karim Rajih.57
57
Wawancara Pribadi dengan KH. Dadun Abdurachim. Dan menurut data kitab-kitab keilmuan yang dipergunakan di pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon.
liii
Adapun untuk memperlancar jalannya sistem yang ditetapkan, maka pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon membuat dan memberlakukan jadwal aktifitas keseharian santri serta tata tertib untuk santri guna mengatur serta mendisiplinkan santri-santri yang ada. Berikut ini adalah aktifitas santri dalam sehari-hari; 1.
03.00-04.00
Shalat Tahajud
2.
04.00-05.00
bangun pagi dan shalat Subuh berjama’ah.
3.
05.00-selesai
sorogan Al-Qur’an.
4.
06.00-selesai
sekolah pagi bagi yang sekolah
5.
08.00-09.00
mengaji Murottal.
6.
09.00-10.00
mengaji Mujawwad.
7.
10.00-11.30
sekolah kejar paket B bagi yang tidak sekolah formal di luar.
8.
11.30-12.00
makan
9.
12.00-selesai
shalat Dzuhur dan sorogan Al-Qur’an.
10. 13.30-15.00
istirahat.
11. 15.00-15.30
shalat
12. 15.30-17.00
mengaji Mujawwad.
13. 17.00-selesai
mandi sore dan lain-lain.
14. 18.00-selesai
shalat Maghrib berjama’ah, Bandongan kajian kitab kuning.
15. 19.30-selesai
shalat Isya berjama’ah, makan malam
liv
16. 20.30-22.00
mengaji Mujawwad dan Tahlilan pada malam Jum’at.
•
Malam Kamis qiroatul barzanji bagi santri putra.
•
Malam Jum’at, qiroatul barzanji bagi santri putri.
•
Malam Sabtu, muhadharah.
•
Malam Minggu, pelajaran kaligrafi.
17. 22.00-03.00
istirahat.
18. 07.00-10.00
kerja bakti pada hari minggu.
Dan berikut tata tertib yang berlaku di pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon: 1. Pakaian a. Wajib berpakaian rapi baik di dalam asrama maupun di luar Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon I. b. Bagi santri putri dilarang keluar memakai celana panjang. 2. Kebersihan dan Ketertiban a. Dilarang membuang sampah, meludah dan menggantungkan pakaian melalui tralis jendela kamar. b. Dilarang menulis, mencoret-coret dinding, lemari dan bangunan sekitar area Pondok Pesantren. c. Dilarang meninggalkan Pondok Pesantren tanpa izin pengasuh Pondok Pesantren. d. Dilarang mengadakan hubungan dengan santri Putra baik langsung maupun tidak langsung. lv
e. Tamu pria/wali santri dilarang memasuki asrama tanpa izin pengasuh Pondok Pesantren. f. Agar mementingkan uang kost/ uang makan setiap bulan. g. Wajib melaksanakan piket kebersihan/ masak sesuai jadwal. 3. Keamanan a. Dilarang merokok, membawa minum-minuman keras serta membawa dan mempergunakan obat-obatan terlarang. b. Dilarang membawa/menyimpan senjata tajam, senjata api dan senjata lain yang membahayakan. c. Dilarang melakukan kegiatan lain yang tidak menunjang kepada Akhlakul Karimah. d. Dilarang pindah kamar tanpa izin pengasuh Pondok Pesantren. e. Dilarang memasuki kamar staf penngajar/kamar lain tanpa izin. 4. Pengajian dan Pendidikan a. Santri wajib melaksanakan shalat lima waktu secara berjamaah. b. Lima belas menit sebelum masuk waktu shalat harus sudah berkumpul di aula untuk melaksanakan tadarus Al-Qur’an. c. Diharuskan mengerjakan shalat sunnah awwabin, tahajud, dhuha dan shalat sunnat lainnya. d. Diharuskan melakukan puasa sunnah senin dan kamis. e. Sesama rekan santri harus saling menghormati, menghargai dan saling tolong-menolong.
lvi
f. Santri wajib mengikuti semua kegiatan pelajaran yang telah ditentukan oleh Pondok Pesantren kecuali dalam keadaan uzur (bagi perempuan).
5. Sanksi-sanksi Bila santri melanggar ketentuan-ketentuan yang tercantum di dalam tata tertib ini maka akan dikenakan sanksi sebagai berikut: a. Peneguran. b. Penegasan. c. Dikeluarkan dari Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-furqon. Tentu saja, penerapan sanksi-sanksi tersebut disesuaikan dengan kadar pelanggarannya 6. Moto “ SANTRI ” S = Sehat
T = Tertib
A = Aman
R = Rapi
N = Nyaman
I = Indah dan Islami
lvii
BAB IV PERANAN PONDOK PESANTREN AL-QUR’AN AL-FURQON
Membicarakan pesantren atau pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam sangat penting dan menarik. Peranan pondok pesantren berarti bagaimana suatu pondok pesantren itu memerankan sesuatu yang berarti di masyarakat. Dalam hal ini peranan seorang kyai memang sangat berarti dan sangat dibutuhkan karena maju dan mundurnya atau berkembangnya suatu pondok pesantren itu tergantung dari sosok kyai, karena biasanya visi dan misi pesantren diserahkan pada proses improvisasi yang dipilih sendiri oleh seorang kyai bersama para pembantunya.58 Ribuan pesantren yang tersebar luas di kawasan Nusantara ini telah berhasil mengisi sebagian pendidikan di Indonesia. Lembaga pendidikan ini memiliki khazanah sejarah intelektual tersendiri karena sudah ada lama sebelum lahirnya proklamasi kemerdekaan. Demikian beruratnya sehingga tiap pesantren memiliki sifat- sifat khas tersendiri dengan kelebihan-kelebihan dan kekurangankekurangannya. 59 Hal ini dapat tercapai dengan maksimal dan memuaskan bila dalam penyajiannya diutamakan pemahaman, wawasan (insight), inisiatif, serta
58
Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan, Cet. I (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 6. 59
M. Dawam Rahardjo, Pergulatan Dunia Pesantren: Membangun dari Bawah (Jakarta: LP3ES, 1985), h. 26.
lviii
kerjasama dengan mengembangkan kreatifitas. Jadi, bukan hanya prosedur rutinitas tertentu untuk meraih hasil yang diinginkan. Hal ini mudah dimengerti dan dipahami bila diingat tidak mungkin membicarakan masalah metode tanpa menyentuh hal-hal yang erat hubungannya.60 Keberadaan pondok pesantren di tengah-tengah masyarakat tidak hanya sebagai lembaga pendidikan tetapi juga sebagai lembaga penyiaran Islam. Karena pembinaan yang dilakukan pesantren biasanya tidak hanya fokus pada santri di lingkungan pesantren, tetapi juga masyarakat sekitar melalui dakwah atau pengajian yang dilakukan oleh para kyai.61 Selanjutnya pondok pesantren tumbuh dan berkembang dewasa ini dengan memadukan tiga unsur pendidikan yang amat penting, yaitu: Ibadah untuk menanamkan iman; Tabligh untuk menyebarkan ilmu; Amal untuk mewujudkan kegiatan kemasyarakatan dalam kehidupan sehari-hari.62 Berdirinya pondok pesantren di Nusantara menjadi pusat perhatian masyarakat dari dahulu sampai sekarang. Itu terbukti dengan masih eksisnya pondok pesantren sampai sekarang, bahkan jumlahnya semakin banyak. Ditilik dari sejarah pendidikan Islam Indonesia, pesantren sebagai sistem pendidikan Islam tradisional – telah memainkan peranan cukup penting dalam membentuk kualitas sumber daya manusia Indonesia, terlebih sekarang setelah banyak bermunculan pesantren
60
Ibid.
61
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Cet. I (Jakarta: Rajawali Press, 1996), h.
42. 62
Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan: Visi, Misi dan Aksi (Jakarta: PT. Gemawindu Panca Perkasa, 2000), h. 222.
lix
modern, peran pesantren pun lebih komplek lagi dan beban yang dipikul pesantren pun semakin berat. Azyumardi Azra mengatakan bahwa keterkaitan pesantren dan komunitas lingkungannya yang dalam banyak hal terus bertahan hingga kini, pada segi lain, justru dapat menjadi “beban” bagi pesantren itu sendiri.63 Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon memiliki peranan yang sangat penting dalam masyarakat, khususnya dalam penyebaran dan pengembangan agama Islam. Di sini penulis ingin menguraikan peranan pondok pesantren di bidang pendidikan, dakwah dan sosial keagamaan.
B. Peranan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al Furqon Di Bidang Pendidikan Pendidikan merupakan pembangunan watak (character building) manusia. Untuk menghasilkan watak manusia yang baik, mental yang kuat dan jiwa yang kokoh, diperlukan dasar dan pondasi yang kuat dalam pembangunan watak tersebut. Laksana membangun sebuah gedung, bila pondasinya kuat, maka gedung itu akan berdiri kokoh. Sebaliknya, gedung tersebut akan mudah roboh bila dibangun di atas pondasi yang rapuh. Al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam dan falsafah hidup umat Islam, di dalamnya memuat totalitas prinsip yang berkaitan dengan kehidupan manusia termasuk masalah pendidikan. Dan teori-teori tentang pendidikan Islam ke sanalah harus mengacu dan berpijak. Lembaga pendidikan pesantren di Indonesia memiliki sejarah yang panjang seperti halnya dengan pendidikan nasional. Dilihat dari sistem 63
Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren, h. xxvi
lx
pendidikannya, pendidikan pesantren sebernarnya merupakan sub sistem dari pendidikan nasional. Dengan membicarakan pendidikan pondok pesantren, kita dapat mengetahui peran, fungsi dan kontribusi pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam dan dakwah Islam dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia. Peranan dari pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon tentu sangat banyak sekali. Di bidang pendidikan, tujuan awal berdirinya pesantren pun yaitu ingin memajukan umat agar dapat baca tulis Al-Qur'an, menghafal AlQur’an, mengenal seni dalam membaca Al-Qur’an, memberikan pemahaman kandungan Al-Qur’an dan mencetak qori dan qori’ah yang berprestasi di masa yang akan datang serta membentuk manusia yang berakhlakul karimah. Bapak juga mempunyai pemikiran agar setelah santri keluar dari pondok pesantren Al-Furqon dapat bermanfaat bagi masyarakat luas dengan cara mendekatkan para santri itu sendiri agar dapat bersosialisasi dengan masyarakat.64 Pada waktu diamanatkan dari Bapak ke Aa dan Teteh, pondok pesantren bahkan semakin berkembang karena pada waktu itu jarang sekali ada suami istri yang dua-duanya dapat muncul sebagai figur. Dalam pelajaran kitab, Teteh yang mengajar dan banyak santri putra-putri yang berminat dan waktu belajarnya yaitu setelah shalat maghrib. Sedangkan dalam pelajaran yang berhubungan dengan seni membaca Al-Qur’an, Aa sendiri yang mengajarkan dibantu oleh staf-staf kepercayaan beliau, Aa juga mengajarkan 64
Wawancara Pribadi dengan KH. Dadun Abdurachim selaku ketua Yayasan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon pusat, Cimulang, Bantar Kambing, Bogor, 07 Mei 2008.
lxi
Tajwid karena ilmu tajwid terbaik se-Kota dan se-Kabupaten Bogor dimiliki oleh Aa, jadi waktu itu pondok pesantren berkembang pesat sekali. Pada bulan Ramadhan banyak santri kilat dari kalangan masyarakat biasa sampai yang santri juga tetapi santri salafi kitab. Karena mereka yang awalnya hanya belajar kitab di pesantrennya, mereka belajar tajwid dan mengajinya di pesantren ini.65 Bahkan sekarang yang dirasakan di sisi lain, mungkin pelajaran inti seperti mengaji kitab berkurang, karena santri yang tidak sekolah, sekarang difokuskan kepada pelajaran sekolah dengan dipercaya langsung oleh dinas pendidikan kota Bogor untuk mengadakan sekolah kejar paket B setingkat dengan SMP. Yang awalnya pukul 09.00 itu belajar Mujawwad, sekarang itu mereka dari hari Rabu sampai hari Sabtu diberikan pelajaran sekolah. Tetapi menurut Teteh itu sangat menunjang sekali, tidak berkurang bahkan lebih bertambah, yang awalnya mereka hanya belajar kitab, Tajwid, Murottal, Mujawwad dan ilmu agama lainnya, sekarang mereka bertambah ilmu dengan mengenal Bahasa Inggris, Fisika, Matematika, Biologi dan pelajaran sekolah pada umumnya.66 Berdasarkan uraian di atas, telah terjadi perpaduan antara sistem pendidikan tradisional dan sistem pendidikan modern antara lembaga pendidikan pesantren salaf dengan modern walaupun baru sebatas sekolah kejar paket B. 65 Wawancara pribadi dengan Hj. Siti Jubaedah selaku pengasuh pondok pesantren AlQur’an Al Furqon 1, Cilendek Barat, Bogor, 14 Mei 2008. 66
Ibid.
lxii
Nampaknya, pesantren ini harus banyak melakukan studi banding dengan pondok-pondok pesantren yang sudah mapan guna memaksimalkan sistem pendidikannya agar bisa menghasilkan alumni-alumni yang benarbenar siap pakai dan mampu menjawab segala tantangan jaman sesuai dengan visi, misi dan tujuan pondok pesantren tersebut.
C. Peranan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al Furqon Di Bidang Dakwah Pengertian dakwah secara etimologis adalah panggilan, seruan atau ajakan yang berasal dari kata bahasa Arab yaitu isim masdar dari kata Da’aayad’u-da’wah. Sedangkan menurut istilah, dakwah yaitu setiap kegiatan yang menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman kepada Allah swt sesuai dengan garis akidah, syari’at dan akhlak Islamiyah. M. Quraish Shihab mengatakan bahwa dakwah adalah seruan atau ajakan menuju kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.67 Bahkan dakwah bukan sekedar hanya peningkatan pemahaman keagamaan dalam tingkah laku dan pandangan saja, tetapi menuju kepada pelaksanaan ajaran Islam secara lebih menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan baik politik, ekonomi, sosial dan budaya.
67
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1992), h. 194.
lxiii
Sedangkan menurut Toha Yahya Oemar, dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah swt untuk kemaslahatan di dunia dan di akhirat.68 Adapun tujuan utama dakwah adalah mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridhoi oleh Allah swt sesuai dengan segi atau bidang masing-masing.69 Berdasarkan keterangan dan pendapat di atas, maka dakwah Islam dapat diartikan mengajak dan menyeru umat manusia baik dengan lisan, tulisan maupun perbuatan supaya masuk dan tetap berada di jalan Allah swt dengan cara hikmah dan bijaksana atau dengan cara yang baik untuk mewujudkan ajaran Islam menjadi kenyataan dalam kehidupan Syakhshiyah, usrah, jama’ah dan umat dalam semua segi kehidupan sehingga terwujud Khairu Ummah. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua yang sudah mengakar pada masyarakat Indonesia, tentunya memiliki peranan yang cukup besar dalam kehidupan beragama, sebagai benteng umat dalam bidang akhlak dan membentuk kualitas sumber daya manusia Indonesia, melalui media pendidikan dan dakwah. Selain sebagai pusat pengajaran Islam, pesantren juga sebagai pusat dakwah atau lembaga dakwah Islam. Dakwah Islam yang dilakukan pesantren terbagi dalam dua metode, yaitu dakwah bi al-lisan dan
68
Toha Yahya Oemar, Ilmu Da’wah (Jakarta: Widjaya, 1983), h. 1.
69
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, cet. III (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), h. 280-281.
lxiv
dakwah bi al-hal yang merupakan perwujudan dari metode dakwah dalam alQur’an surat An-Nahl ayat 125 sebagai berikut:
َِِ رَ "!َ ِِْ ْ َِ وَاْ ََِِْ اَََِْ وََدُِْْ ِِ ه$ِْ%َأُدْعُ إَِ' ﺱ َِْی,َُْ ِْ َُ-َِْ وَهَُ أ.ِ-ِْ%ََّ َْ ﺱ$َ0 َْ ِ َُ-َْأََُْ إِن رَ !َ هَُ أ Artinya: “Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.70
Dakwah bi al-lisan dilakukan dengan cara menyelenggarakan majlis ta’lim, ceramah-ceramah keagamaan dan pengajaran di kelas kepada para santri. Sedangkan dakwah bi al-hal dilakukan dengan cara kyai memberikan contoh perbuatan atau perilaku akhlak yang mulia seperti yang dicontohkan nabi sebagai suri tauladan yang baik atau uswatun hasanah. Tentunya obyek dakwah tidak hanya ditujukan kepada para santri, tetapi juga masyarakat sekitar. Berdakwah merupakan kewajiban atas semua umat Islam, bukan semata-mata tugas kyai saja, tetapi seluruh elemen yang ada di pesantren, terutama apabila dakwah dilakukan kepada masyarakat, baik kyai maupun santri harus bisa memberikan pengertian, penjelasan terhadap masalah yang ada di masyarakat mengenai agama dan harus bisa menjadi uswatun hasanah bagi masyarakat.
70
Al-Qur’an dan Terjemahannya, Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an Departemen Agama RI (Jakarta: PT. Serajaya Santra, 1988), h. 421
lxv
Pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon dalam usahanya untuk meluaskan dan menyebarkan ajaran agama Islam menggunakan media dakwah dan pengembangan ilmu Al-Qur’an sebagai sarananya. Melalui cara ini, diharapkan dakwah yang telah dilakukan mampu memberikan dampak positif bagi masyarakat. Jika dilihat dari metodenya, yang dilakukan pesantren ini, nampak tidak ada yang istimewa. Namun jika dilihat dari ragam pengajian, jumlah yang hadir serta panggilan-panggilan ceramah keluar daerah dan motivasi masyarakat untuk belajar, ini merupakan peranan yang sangat besar bagi pondok pesantren dalam usahanya membina umat Islam. Sampai saat ini, Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon masih selalu mengembangkan kegiatan dakwahnya pada Majlis Ta’lim dan pengajian rutin. Majlis Ta’lim merupakan sarana dakwah yang paling banyak jumlahnya di hampir setiap tempat, karena Majlis Ta’lim ini orang dapat mengambil ilmu pengetahuan Islam secara meluas. Pada umumnya jamaah pengajian yang aktif dalam kegiatan ini adalah para Ibu, tetapi saat ini para remaja juga tidak mau ketinggalan dalam mengikuti pengajian. Sambutan masyarakat terhadap pengajian ini cukup baik, Majlis Ta’lim Al-Furqon dipimpin oleh Hj. Siti Jubaedah yang kebetulan adalah pimpinan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya pengunjung pengajian yang selalu aktif datang untuk mengikuti pengajian dan diharapkan apabila mereka pulang ke rumah masing-masing dapat melaksanakan isi kandungan pengajian yang diterima dalam beribadah menyembah khaliknya tanpa melupakn pergaulan terhadap sesama manusia.
lxvi
D. Peranan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al Furqon Bidang Sosial Kehadiran pondok pesantren di tengah-tengah masyarakat tidak hanya sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai lembaga penyiaran agama Islam.71 Sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam tertua di negara kita, hingga kini keberadaan pondok pesantren masih terus berkembang dan telah berusaha memenuhi dirinya guna meningkatkan fungsi dan peranannya sebagai wadah untuk membina umat Islam sekitarnya.72 Dalam usaha ini, pondok pesantren telah melakukan segala tindakan dan aktivitas secara intensif, sehingga pembinaan yang telah dilakukannya mencapai hasil yang cukup memuaskan.73 Pondok Pesantren di samping memainkan peran atau fungsi tradisionalnya, juga memainkan peran atau fungsi sosial. Dengan fungsi ini pesantren diharapkan lebih peka terhadap persoalan-persoalan yang ada di masyarakat. Hubungan pesantren dengan masyarakat sekelilingnya tentu berbeda-beda, sesuai dengan fungsi dan peranan pesantren-pesantren itu sendiri serta kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Untuk itu, Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon, dalam peranannya terhadap masyarakat telah melakukan kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan sosial-keagamaan, yaitu:
71
Hasbullah, Kapita Selekta, h. 42
72
Ibid, h. 46.
73
Sindu Galba, Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), h.
67.
lxvii
1. Pemotongan Hewan Qurban Kegiatan ini dilakukan setiap Hari Raya Idul Adha. Sebagian masyarakat mempercayakan penyembelihan hewan qurban kepada Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon. Adapun tujuannya diharapkan agar adanya rasa tanggung jawab dari orang-orang yang mampu untuk mendermakan sebagian hartanya dengan membeli hewan qurban yang selanjutnya diberikan kepada masyarakat sekitar yang lebih membutuhkan.
2. Bakti Sosial dan Kemasyarakatan Dalam hal ini bukan saja berupa kegiatan rutin seperti pembersihan sarana dan fasilitas umum saja, tetapi Pondok Pesantren Al-Qur’an AlFurqon juga menyalurkan zakat pada hari Raya Idul Fitri, menerima dan menyalurkan segala macam shadaqoh kepada orang yang membutuhkan. selain itu menerima donatur-donatur dari kalangan orang-orang yang yang mampu berupa bantuan pakaian, sembako, dan uang bagi masyarakat miskin, yatim piatu, dhuafa dan pendistribusian bantuan tersebut merupakan kegiatan rutin tahunan bagi Pondok Pesantren Al-Qur’an AlFurqon kepada masyarakat sekitar.
lxviii
BAB V KESIMPULAN
Di Indonesia banyak didirikan pondok-pondok pesantren. Hal ini disebabkan karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Dan banyak orang tua yang mempercayakan anaknya untuk menuntut ilmu di pondok pesantren. Salah satu tempat di Indonesia berdiri pondok pesantren yang bernama Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon. Pondok pesantren ini berdiri di Bogor, tepatnya di Kampung Sawah Desa Cilendek Barat Kecamatan Cilendek Barat pada tahun 1975. Tujuan dari pondok pesantren ini untuk memajukan umat agar dapat baca tulis Al-Qur’an, menghafal Al-Qur’an, mengenal seni dalam membaca Al-Qur’an, memberikan pemahaman akan isi dan kandungan Al-Qur’an, dan mencetak qori dan qori’ah yang berprestasi di masa yang akan datang serta membentuk manusia yang berakhlakul karimah. Disamping itu pula setelah keluar, para santri Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon dapat bermanfaat bagi masyarakat luas dengan cara mendekatkan para santri itu sendiri dengan masyarakat. Adapun tujuan dari Pondok Pesantren AlQur’an Al-Furqon adalah: a. Mencetak qori dan qori’ah berakhlak mulia. b. Meningkatkan iman dan takwa. c. Meningkatkan akhlakul karimah. d. Mempersipkan masa depan yang qur’ani.
lxix
Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon mempunyai peranan yang luas dalam hal pendidikan dan sosial keagamaan. a. Bidang Pendidikan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon memakai sistem pendidikan salafi dengan menggunakan metode pelajaran yang dilaksanakan dengan sistem sorogan dan bandongan. Disamping pendidikan agama, Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon ini juga mengajarkan pendidikan formal seperti Bahasa Inggris, Fisika, Matematika, Biologi dan pelajaran sekolah pada umumnya. b. Bidang Dakwah Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon mengembangkan dakwah pada majlis ta’lim dan pengajian rutin. Majlis ta’lim merupakan sarana dakwah yang paling banyak jumlahnya, karena dengan dakwah orang dapat mengambil ilmu pengetahuan Islam secara meluas. c. Bidang Sosial Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon dalam peranannya terhadap masyarakat telah melakukan kegiatan yang ada kaitannya dengan sosial keagamaan yaitu: a) Pemotongan hewan kurban. b) Bakti sosial dan kemasyarakatan. Di jaman era globalisasi sekarang ini, Pondok Pesantren Al-Qur’an AlFurqon menginginkan para santri yang berakhlak mulia dan mencerminkan manusia qur’ani.
lxx
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahannya. Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an Departemen Agama RI. Jakarta: PT. Serajaya Santra, 1988. AG, Muhaimin. Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Tri Ganda Karya, 1993. _______. Islam Dalam Bingkai Budaya Lokal Cirebon. Jakarta: Logos, 2001. Aly, Djalaludin dan Abdullah. Kapasitas Selekta Pendidikan Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998. Anderson, Ben. Revolusi Pemuda: Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa 1944-1946. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1988. Asy’ari, Zubaidi Habibullah. Moralitas Pendidikan Pesantren. Yogyakarta: LKPSMNU DIY, 1995. Atja dan Danasasmita, Saleh. Sanghyang Siksakandang Karesian; Naskah Sunda Kuno Tahun 1518 M. Proyek Pengembangan Pemuseuman Jawa Barat. Azis, Abdul. Ensiklopedi Pendidikan. Jakarta: Ictiar Van Hoeve, 1994. Berg, CC. Indonesia, dalam HAR. Gibb, ed. Whiter Islam? A Survey of Modern Movement in the Moslem World, London: 1933. Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Lembaga Islam. Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren. Jakarta: 1988. Departemen Agama RI. The Development of Islam in Indonesia. Jakarta: Karya Uni Press, t.t. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1995. Dhofier, Zamaksyari. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES, 1982. Endang, Turmudi. Perselingkuhan Kyai dan Kekuasaan. Yogyakarta: LkiS, 2003. Esposito, Jhon L. Ensiklopedi Dunia Islam Modern. Bandung: MIZAN, 2001. Galba, Sindu. Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi. Jakarta: Rineka Cipta,1995. lxxi
Hasbullah. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Rineka Cipta, 1995. _______. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995. Husni, Moch. Ensiklopedi Nasinal Indonesia, Jil. 3. Jakarta: PT. Delta Pamungkas, 2004. Madjid, Nurcholis. Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta: Paramadina, 1997. Ma’shum, Saefullah. ed. Dinamika Pesantren: Telaah Kritis Keberadaan Pesantren Saat Ini. Jakarta: Yayasan Islam Al-Hamidiyah dan Yayasan Saefuddin Zuhri, 1998. Mastuhu. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: Rajawali Press, 1996. Mas’ud, Abdurrahman. Dari Harmain Ke Nusantara: Jejak Intelektual Arsitek Pesantren. Jakarta: Kencana, 2006. Muthohar, Ahmad. Ideologi Pendidikan Pesantren: Pesantren di Tengah Arus Ideologi-ideologi Pendidikan. Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2007. Oemar, Toha Yahya. Ilmu Da’wah. Jakarta: Widjaya, 1983. Oetomo, Wahyu. Perguruan Tinggi Pesantren: Pendidikan Alternatif Masa Depan. Jakarta: Gema Insani Press, 1997. pendis.depag.go.id Poebakawatja, Soegarda. Ensiklopedia Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, 1976. Prasodjo, Soedjoko, dkk. Profil Pesantren. Jakarta: LP3ES, 1974. Profil Propinsi RI “Jawa Barat”. Jakarta: Yayasan Bhakti Wawasan Nusantara, 1992. Profil Kabupaten Bogor. Bogor: Bagian Humas Setda Kabupaten Bogor, 2007. Qomar, Mujamil. Pesantren: Dari Transfortasi Demokratisasi Intitusi. Jakarta: Erlangga, 2005.
Metodologi
Menuju
Rahardjo, M. Dawam. Pergulatan Dunia Pesantren: Membangun Dari Bawah. Jakarta: LP3ES,1985.
lxxii
_______. Pesantren dan Pembaharuan Sosial. Jakarta: LP3ES, 1996. Rasyid, Hamdan. Kaderisasi Ulama Di Pesantren, dalam Dinamika Pesantren: Telaah Kritis Terhadap Pesantren Saat ini. Saefullah Ma’shum, ed., Cet. II. Jakarta: Yayasan Islam al-Hamidiyah, 1988. Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1992. Sholeh, Badrus, ed. Budaya Damai Komunitas Pesantren. Jakarta: LP3ES, 2007. Sumardi, Mulyanto. Sejarah Singkat Pendidikan Islam Di Indonesia 1945-1979. Jakarta: Dharma Bhakti, 1978. Tjandrasasmita, Uka. Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-kota Muslim di Indonesia. T.tp.: Menara Kudus, 2000. Wahid, Abdurrahman. Menggerakkan Tradisi Esai-esai Pesantren. Yogyakarta: LkiS, 2001. www.bogorkab.net Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Press, 1997. Zarkasyi, A. Syukri. Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005. Ziemek, Manfred. Pesantren Dalam Perubahan Sosial. Jakarta: P3M, 1986. Zuhairin, Muchtarom. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1997.
lxxiii
SUMBER WAWANCARA
Wawancara pribadi dengan KH. Dadun Abdurachim S.Pdi. Bogor: 07 Mei 2008. Wawancara pribadi dengan Ustadzah Hj. Siti Jubaedah AM. Bogor: 14 Mei 2008. Wawancara pribadi dengan Ustadz A. Sulaiman. Bogor: 14 Mei 2008. Wawancara pribadi dengan Ustadz Saefullah. Bogor: 15 Mei 2008. Wawancara pribadi dengan Endang Ibrahim. Bogor: 15 Mei 2008. Lampiran VIII
HASIL WAWANCARA
Hari/tanggal
: 07 Mei 2008
Pewawancara
: Babay Pujiyati
Responden
: K.H. Dadun Abdurachim S.Pd.I.
Jabatan
: Ketua Yayasan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon
Tempat
: Kampus Central Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon Cimulang, Bantar Kambing, Kemang, Bogor.
(T) : Bagaimana sejarah berdirinya Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon? (J) : Awalnya KH. Abdurrahman (Bapak) hanya mengajar mengaji di sebuah kontrakan, pada waktu itu beliau hanya mempunyai dua orang santri yang bernama HM Buang dan Hj Masnun, keduanya berasal dari Karawang. Kemudian tidak lama kemudian datang dua orang santri lagi yaitu M. Sutaja dari Parung dan M. Ayyuhan dari Kayu Manis untuk belajar mengaji kepada bapak. Setelah lepas dari kontrakan, pada tahun 1978 Bapak membangun dua lokal di pinggir sungai kecil untuk pesantren dan rumah pun masih panggung di Cilendek. Waktu itu kalau tidak salah bapak sudah mempunyai 10 orang santri. Alhamdulillah setelah bapak mengikuti MTQ di Semarang (979-1980), santri sudah mulai melonjak banyak. Kemudian bapak lxxiv
menerima bantuan dari Bupati Bogor yang pada waktu itu dijabat oleh bapak Aif Ruhdi sebesar Rp 7 juta untuk membangun dua lantai dan alhamdulillah terealisasi dengan baik sehingga terbentuklah pesantren mulai dari 2-200 orang santri. Pada tahun !984, bapak mengikuti MTQ di Bandung yang kemudian bapak mendapat juara I memberi dampak yang sangat baik pada waktu
itu
hingga
santri
melonjak
menjadi
700
orang.
Dengan
berkembangnya pesantren, tahun 1990-an bapak mendirikan pesantren lagi di Cimulang yang sekarang menjadi central dari semua cabang, kemudian menyerahkan pesantren yang di Cilendek kepada anak dan menantunya yaitu KH. Ahmad Baesuni dan Hj Siti Jubaedah AM. (T) : Apa yang membuat bapak berinisiatif untuk mendirikan pesantren? (J) : Setiap orang hidup pasti punya tujuan, begitu pula bapak, beliau membangun pondok pesantren Al-Furqon pun mempunyai tujuan. Adapun tujuan utamanya adalah untuk memajukan umat agar dapat baca tulis AlQur'an, menghafal Al-Qur’an, mengenal seni dalam membaca Al-Qur’an, memberikan pemahaman akan isi dan kandungan Al-Qur’an dan mencetak qori dan qori’ah yang berprestasi di masa yang akan datang serta membentuk manusia yang berakhlakul karimah. Bapak juga mempunyai pemikiran agar setelah santri keluar dari pondok pesantren Al-Furqon dapat bermanfaat bagi masyarakat luas dengan cara mendekatkan para santri itu sendiri agar dapat bersosialisasi dengan masyarakat (T) : Bagaimana kondisi sosial masyarakat setempat pada waktu bapak mendirikan pesantren? (J) : Kondisi sosial masyarakat setempat pada waktu itu sangat minim dengan ilmu agama, respon masyarakat pun memang terasa alot dan banyak tantangan. Alhamdulillah berkat dukungan keluarga, para ulama dan pemerintah serta ridho dari Allah SWT, pembangunan pesantren pun terlaksana dengan baik. Alhamdulillahnya juga dari alot dan banyaknya tantangan dari masyarakat berubah menjadi dukungan dan begitu antusias terhadap pesantren pertama yang didirikan oleh bapak di Cilendek yaitu Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon. lxxv
(T) : Bagaimana peranan pondok pesantren dalam bidang pendidikan, dakwah dan sosial budaya? (J) : Peranan dari pesantren tentu sangat banyak sekali. Di bidang pendidikan, tujuan awal berdirinya pesantren pun yaitu ingin memajukan umat agar dapat baca tulis Al-Qur'an, menghafal Al-Qur’an, mengenal seni dalam membaca Al-Qur’an, memberikan pemahaman akan isi dan kandungan AlQur’an dan mencetak qori dan qori’ah yang berprestasi di masa yang akan datang serta membentuk manusia yang berakhlakul karimah. Bapak juga mempunyai pemikiran agar setelah santri keluar dari pondok pesantren AlFurqon dapat bermanfaat bagi masyarakat luas dengan cara mendekatkan para santri itu sendiri agar dapat bersosialisasi dengan masyarakat. Di bidang dakwah, pesantren pun sering melakukan lawatan-lawatan ke cabang-cabang atau pesantren lain untuk saling bertukar pikiran dan diadakan studi banding untuk menemukan cara terbaik untuk berdakwah agar dapat diterima oleh masyarakat. Adapun dalam bidang sosial budaya, antara pihak pesantren dan pihak luar ( masyarakat ) saling mendukung dan saling berkoordinasi memberikan tips-tips khusus bagi masyarakat bagaimana cara membangun masyarakat yang madani seperti sekarang ini. Begitu sulitnya merangkul masyarakat karena masyarakat setempat masih awam,disinilah peran pesantren dengan cara mengutus santri atau ustadz terjun langsung ke majelis-majelis untuk mengajarkan baca tulis, hafalan bahkan dari kesenian Qasidah.
Pewawancara
Narasumber
Babay Pujiyati
K.H. Dadun Abdurachim S.Pd.I.
lxxvi
Lampiran IX HASIL WAWANCARA Hari/tanggal
: 14 Mei 2008
Pewawancara
: Babay Pujiyati
Responden
: Ustadz A. Sulaiman
Jabatan
: Staf Pengajar
Tempat
: Kampus Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon
I
Cilendek Barat Bogor Barat (T) : Pada tahun berapa anda masuk Pesantren Al-furqon ini? (J) : Saya masuk pesantren Al-Furqon ini pada tahun 1996. (T) : Apa alasan anda ingin masuk pesantren ini? (J) : Alasan saya masuk pesantren ini karena ingin mengubah hidup saya yang tadinya bodoh, ingin lebih mengenal Al-Qur’an supaya menerangi hati kita terutama ingin menyebarkan kepada yang lainnya. (T) : Apakah anda mengetahui sejarah berdirinya pondok oesantren Al-Furqon ini? (J) : Alhamdulillah, walaupun sedikit tapi saya mengetahui, dulu awal dibangunnya pesantren ini dengan cara prihatin sekali, yaitu dengan mengontrak tempat. Tetapi dengan berjalannya waktu pesantren ini semakin banyak santrinya sehingga tidak tertampung sampai akhirnya ada yang menyumbangkan dana dan mewakafkan tanahnya untuk membangun pesantren ini. (T) : Apa prestasi yang telah di raih oleh pondok pesantren ini? (J) : Alhamdulillah, prestasi yang telah di raih oleh pesantren ini banyak sekali, dari bidang qori dan qori’ah ada yang mengikuti bahkan menjadi juara MTQ tingkat Kabupaten, Propinsi, Nasional sampai tingkat Internasioal. Adapun dalam bidang ceramah atau dakwah, ada seorang santri yang bernama Ustadz Andi Ghalib mendapatkan juara I DAI yang ditayangkan di salah satu televisi swasta yaitu TPI. (T) : Apakah pesantren ini pernah di renovasi? pada tahun berapa? (J) : Pesantren ini pernah di renovasi pada tahun 1998 dan baru selesai pada tahun 2003. (T) : Apakah harapan yang anda inginkan untuk memajukan pesantren ini? lxxvii
(J) : Semua orang pasti punya harapan, begitu pula saya. Saya dan santri disini berharap pesantren ini berkembang lebih maju dan lebih berkualitas lagi. Memang sekarang ini kondisi santri dan internal pesantren yang sedang menurun, mungkin dari segi organisasi dan system pembelajaran masih banyak yang harus diperbaiki dan mudah-mudahan di masa yang akan datang lebih maju lagi. (T) : Sarana dan prasarana apa saja yang tersedia di pesantern ini? (J) : Alhamdulillah, walaupun pesantren ini tidak se-modern pesantren yang banyak berkembang di luar sana. Sampai saat ini pesantren sudah memiliki aula yang menyatu dengan masjid, asrama putra/putrid, dapur umum yang menyatu dengan rumah pengasuh pesantren agar terkontrol makanan dan minuman untuk para santri. Karena pesantren ini tidak dilengkapi sekolah, banyak santri yang sekolah di luar.
Bagi santri yang tidak sekolah,
pesantren bekerjasama dengan dinas pendidikan mengadakan sekolah kejar paket B. (T) : Apakah pendapat anda tentang kemerosotan pesantren ini? (J) : Kemerosotan pesantren ini mungkin karena kekuatan figur dari pemimpin pesantren yang sudah tidak ada, memang semenjak KH. Ahmad Baesuni (Aa) meninggal, pesantren ini mulai di tinggal oleh peminatnya. Oleh karena itu, Hj. Siti Jubaedah (teteh) dan para staf pengajar yang masih tetap bertahan mulai memutar otak untuk membuat pesantren ini seperti dulu lagi dengan cara merubah sistem pengajaran dan bekerjasama dengan dinas pendidikan untuk mengadakan sekolah kejar paket B tersebut. Walaupun dalam bidang qori dan qori’ah merosot drastis, tetapi sekarang sudah mulai terlihat kemajuannya dalam bidang ceramah. (T) : Bagaimana tanggapan masyarakat sekitar terhadap pesantren ini? (J) : Alhamdulillah, pesantren ini mendapat tanggapan yang baik dari masyarakat sekitar terutama tetangga-tetangga yang menganggap pesantren ini suatu tempat yang baik dan bermanfaat untuk menuntut ilmu khususnya ilmu AlQur’an. Pewawancara
Narasumber
Babay Pujiyati
Ustadz A. Sulaiman lxxviii
Lampiran X
HASIL WAWANCARA Hari/tanggal
: 14 Mei 2008.
Pewawancara
: Babay Pujiyati.
Responden
: Ustadzah Hj. Siti Jubaedah AM.
Jabatan
: Pengasuh Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon
I
Cilendek. Tempat
: Kampus Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon
I
Cilendek Barat Bogor Barat.
(T) : Bagaimana sejarah pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon sehingga KH. Ahmad Baesuni (Aa) dan Hj. Siti Jubaedah di percaya untuk memimpin pesantren ini? (J) : Alhamdulillah, pada tahun 1997 Aa dan Teteh di percaya oleh orang tua kami yaitu KH. Abdurrahman. Pada saat itu santri di sini hampir lebih dari 500 orang, berhubung tempat sudah tidak memadai dan bapak ingin pindah ke Cimulang, karena Aa dan Teteh tidak mau ikut pindah, akhirnya bapak membagi dua kelompok, 250 orang santri tetap di Cilendek dan selebihnya ikut bapak ke Cimulang. (T) : Bagaimana kondisi sosial keagamaan masyarakat sekitar sebelum atau sesudah pesantren ini berdiri? (J) : Kondisi sosial kegamaan masyarakat pada saat itu sangat memprihatinkan, tetapi alhamdulillah kalau santri sih sudah banyak. Dengan segala keterbatasan dan do’a dari orang tua serta usaha kita, alhamdulillah pada waktu itu ada donator yaitu wakil bupati Bogor yang sanggup membenahi bangunan pesantren sekitar 40% dari bangunan sampai tahun 2000-an. Pada masa Umi (Istri Bapak), memang agak sedikit tertutup dengan masyarakat sekitar, tetapi setelah di pegang olh Teteh karena ingin sekali ilmu Teteh itu diberikan juga kepada masyarakat khususnya kaum Ibu yang ada di lingkungan pesantren dan ternyata waktu itu banyak dukungan sampailxxix
sampai Teteh membentuk pengajian Ibu-ibu yang diadakan setiap hari Selasa dan berlangsung sampai sekarang. Alhamdulillah juga banyak Ibuibu dari golongan elite yang ikut mengaji. (T) : Apakah ada kendala yang dihadapi setelah Aa dan Teteh diberikan kepercayaan untuk memimpin pesantren ini? (J) : Kendala pasti ada, karena setiap manusia hidup apalagi mau ada kemajuan pasti ada kendala. Diantaranya adalah kurangnya dukungan dari tetangga tetapi dengan berbagai cara kita dapat hadapi. Yang Teteh rasakan juga, kadang-kadang Teteh tidak percaya diri karena kita pada waktu itu masih muda diberikan kepercayaan begitu hebatnya oleh orang tua kami, padahal waktu itu ada niat untuk ikut orang tua pindah ke Cimulang, tetapi banyak Ibu-ibu yang datang dan melarang Aa dan Teteh untuk ikut dan pindah kemana-mana, karena menurut mereka siapa lagi yang akan menerangi kampung mereka ini. Pada saat yang bersamaan pula Aa dan Teteh ada niat juga untuk pindah ke Jonggol dan memindahkan pesantren ini kesana karena Aa dan Teteh telah membawa harum nama Jawa Barat dengan menjuarai MTQ tingkat Propinsi dan mendapatkan hadiah tanah dari wakil bupati. Tetapi Aa tidak mau, dengan hasil Istikharah dan petunjuk dari Allah SWT serta hasil musyawarah dengan keluarga, akhirnya Aa dan Teteh tetep bertahan di Cilendek. (T) : Bagaimana perkembangan pondok pesantren al-Furqon dari awal berdiri sampai sekarang? (J) : Pada waktu di amanatkan dari bapak ke Aa dan Teteh, alhamdulillah bahkan semakin berkembang karena pada waktu itu jarang sekali ada suami istri yang dua-duanya dapat muncul. Alhamdulillah dalam pelajaran kitab, Teteh sendiri yang mengajar dan banyak santri putra/putri yang berminat dan belajarnya setelah shalat maghrib. Sedangkan dalam pelajaran yang berhubungan dengan seni membaca Al-Qur’an,
Aa
sendiri
yang
mengajarkan di bantu oleh staf-staf kepercayaan beliau, Aa juga mengajarkan Tajwid karena Alhamdulillah ilmu tajwid terbaik se-Kota dan se-Kabupaten Bogor dimiliki oleh Aa, jadi waktu itu pondok pesantren lxxx
berkembang pesat sekali. Tetapi itulah roda kehidupan, ketika kita maju pesat, Allah SWT memberikan cobaan kepada Teteh yaitu Aa sakit diabetes, memang penyakit itu sudah diketahui sejak usia 4 bulan perkawinan Aa dan Teteh yaitu pada tahun 1995, dapat bertahan selama 8 tahun. Selama 8 tahun itu, pada bulan Ramadhan banyak santri kilat dari kalangan masyarakat biasa sampai yang santri juga tetapi santri salafi kitab. Karena mereka yang tadinya hanya belajar kitab di pesantrennya dan mereka belajar tajwid dan mengajinya di pesantren ini. Tetapi cobaan itu tidak sampai sini saja, tidak selamanya popularitas di pihak seseorang. Sebelum Allah mengambil Aa, selama 1 tahun Aa bolak-balik ke rumah sakit, dalam 1 tahun itu Teteh juga merasa di uji oleh sakitnya Aa meskipun suami ada tetapi segala-galanya diserahkan kepada Teteh, tanggungjawab santri, anak dan keluarga. Subhanallah, Allah memberikan kekuatan yang sangat luar biasa kepada Teteh, kalau tidak ada kekuatan dari Allah, Teteh tidak akan bisa merawat suami yang sedang sakit dan butuh biaya yang sangat besar, santri yang harus di urus, padahal waktu itu Teteh baru melahirkan. Dengan 1 tahun di coba dan akhirnya Allah SWT memberikan kasih sayangnya kepada Aa dan meninggal pada tahun 2003. Setelah Aa di ambil, dalam jangka 1-2 tahun pesantren ini masih dapat bertahan, tetapi entah bagaimana karena yang namanya pesantren besar itu butuh seorang figur pemimpin apalagi figure seorang laki-laki dan Teteh pun mengakui bahwa Kuatnya figure Aa yang membesarkan nama pesantren, bukan karena Teteh tidak sanggup dan kuat untuk meneruskan tetapi karena bukan di bidang yang Teteh ambil yaitu tafsir kitab dan Al-Qur’an atau penceramah (da’iah) dan Teteh bukan seorang qira’ati. Tapi dengan keyakinan Lillahi, masa Teteh tidak ada keberkahan yang selama ini Teteh cari dan Teteh dapatkan dari suami sendiri dan Alhamdulillah Teteh masih mempunyai staf pengajar yang ahli di bidangnya untuk membantu Teteh sampai sekarang. (T) : Bagaimana peranan pondok pesantren ini dalam bidang pendidikan, dakwah dan sosial keagamaan?
lxxxi
(J) : Dalam bidang pendidikan sebenarnya sama saja seperti dulu, kalau masalah materi yang disampaikan tidak berkurang, bahkan bertambah dengan adanya sekolah kejar paket yang bekerjasama dengan dinas pendidikan kotamadya , kalau pun berkurang karena waktu Tetehnya saja yang sibuk, karena Alhamdulillah Teteh dipercaya oleh Allah SWT untuk memberikan ilmu Teteh ke majelis-majelis jadi mungkin santri tidak diperhatikan karena keterbatasan fisik Teteh sendiri. Adapun dalam bidang dakwah, menurut Teteh atas nama pesantren dan majelisnya itu terlihat maju, bahkan ada santri sekaligus staf pengajar yang bernama Andi Ghalib yang keluar sebagai pemenang DAI TPI yang bisa dibilang sudah nasional dan Teteh sendiri memang Da’iah tingkat Propinsi. Bahkan di kota Bogor Teteh tercatat sebagai seksi dakwah di bawah naungan BKMM, jadi sosialisasinya kepada masyarakat sangat bagus dan masyarakat pun dapat menghargai dan banyak memberikan dukungan kepada Teteh dan pesantren ini. (T) : Apakah yang ingin dicapai oleh Teteh sebagai pengasuh pondok pesantren untuk kemajuan di masa yang akan datang? (J) : Sebagai manusia biasa, Teteh pasti punya keinginan diantaranya ingin memajukan pesantren ini di bidang Qira’at, meskipun Teteh sendiri bukan ahlinya tetapi Teteh masih banyak berharap dan meminta bantuan kepada Allah SWT, dengan segala keterbatasan ilmu teteh, tetapi Teteh tetap yakin bahwa pesantren ini Allah SWT akan memberikan keberkahan dan kemajuan lagi karena Teteh masih mempunyai keluarga dan staf pengajar yang terus mendukung. Selain itu juga, Alhamdulillah Teteh mempunyai putri yaitu Neng Dilla, walaupun baru SMP tetapi sudah membawa harum nama Al-Furqon di tingkat Propinsi dalam bidang Murottal dan Insya Allah suatu saat nanti pasti akan ada penerus Aa yng akan memajukan pesantren ini. (T) : Bagaimana system pengajaran yang dilakukan dari dulu sampai sekarang? (J) : Perubahan pasti ada, bahkan sekarang yang Teteh rasakan disisi lain mungkin pelajaran inti seperti mengaji kitab berkurang, karena santri yang tidak sekolah
sekarang difokuskan kepada pelajaran sekolah dengan lxxxii
dipercaya langsung oleh dinas pendidikan kota Bogor untuk mengadakan sekolah kejar paket B setingkat dengan SMP. Yang tadinya pukul 09.00 itu belajar Mujawwad, sekarang itu mereka dari hari Rabu-Sabtu dikasih pelajaran sekolah. Tetapi menurut Teteh itu sangat menunjang sekali, tidak berkurang bahkan lebih bertambah, yang tadinya mereka hanya belajar kitab, Tajwid, Murottal, Mujawwad dan ilmu agama lainnya, sekarang mereka bertambah ilmu dengan mengenal Bahasa Inggris, Fisika, Matematika, Biologi dan pelajaran sekolah pada umumnya. (T) : Bagaimana cara pesantren dalam mengantisifasi persaingan global khususnya dalam bidang pendidikan, dakwah dan sosial keagamaan? (J) : Teteh itu selalu mencari pangalaman dan bergaul dengan orang-orang yang lebih mengerti di bidangnya masing-masing dan Teteh dapat belajar untuk kemajuan pesantren kedepannya. (T) : Prestasi apa saja yang telah yang telah di capai oleh pesantren ini? (J) : Alhamdulillah, setelah Aa tidak ada, muncul Andi Ghalib sebagai pemenang DAI TPI, Teteh muncul di bidang MSQ dan 2 tahun terakhir ini Teteh masih ikut di tingkat Propinsi, Da’iah sendiri di tingkat Propinsi masih dipercaya oleh KotaMadya Bogor. masih ada prestasi yang lainnya walaupun masih tingkat Kabupaten.
Pewawancara
Narasumber
Babay Pujiyati
Ustadzah Hj. Siti Jubaedah AM.
lxxxiii
Lampiran XI
HASIL WAWANCARA
Hari/tanggal
: 15 Mei 2008.
Pewawancara
: Babay Pujiyati.
Responden
: Ustadz Saefullah
Jabatan
: Rois Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon I Cilendek.
Tempat
: Kampus Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon
I
Cilendek Barat Bogor Barat.
(T) : Pada tahun berapa anda masuk pesantren ini? (J) : Saya masuk pesantren inipada tahun 1994, pada masa KH. Abdurrahman. (T) : Dari mana anda mendapatkan informsi tentang pesantren ini? (J) : Pada waktu itu, banyak staf-staf pengajar pesantren ini yang mengajar di daerah saya, bahkan orang tua angkat saya pun pernah pesantren disini, sehingga pengajar-pengajar disana melirik saya dan mengajak saya untuk masuk ke pesantren ini. (T) : Bagaimana kareakter KH. Abdurrahman pada saat memimpin pesantren ini? (J) : Karakter KH. Abdurrahman sangat baik, sangat perhatian kepada santrisantrinya dan santrinya pun melihat bapak itu penuh charisma sehingga apaapa yang diperintahkan tidak ada yang menolaknya. Alhamdulillahnya juga, sosialisasi dengan masyarakat sangat baik walaupun memang yang namanya permasalahan antara pesantren dan masyarakat pasti ada dan biasa tetapi bapak selalu bersikap bijak menghadapinya. (T) : Berapa lama anda merasakan pesantren ini dipimpin oleh bapak? (J) : Saya di sini dari tahun 1994 dan bapak pindah ke Cimulang pada tahun 1997, tetapi saya saya tetap bertahan di sini sampai sekarang. Setelah bapak pindah ke Cimulang, pondok pesantren ini di pimpin oleh anaknya yaitu KH. Ahmad Baesuni. lxxxiv
(T) : Bagaimana karakter KH. Ahmad Baesuni pada saat memimpin pesantren ini? (J) : Selama saya di sini, yang saya rasakan karakter Aa tidak jauh beda dengan bapak, tetapi beliau lebih tegas, ketat, dank eras. Di samping itu, apabila ada santri yng mempunyai bakat di bidang apapun selalu di arahkan sesuai dengan kemampuan dan bakatnya, sehingga pada waktu itu pesantren ini mendapat banyak prestasi. (T) : Prestasi apa saja yang pernah di raih pesantren ini? (J) : alhamdulillah, prestasi yang pernah di raih oleh santrinya di bidang qoi dan qori’ah dari tingkat Kecamatan, Kabupaten, Propindi, Nasional sampai yang Internasional pun ada. Adapun dalam bidang dai, sudah pada tingkat naasional yang diadakan dan ditayangkan di salah satu televisi swasta yaitu TPI yang pada waktu itu berhasil menjadi juara I. (T) : Bagaimana kondisi sosial masyarakat sekitar pesantren? (J) : Kondisi sosial masyarakat sekitar sangat beraneka ragam, ada yang pro dan kontra karena pro dan kontranya sesuatu itu sudah biasa dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya kalau sudah masalah pesantren karena mungkin masyarakat merasa terganggu dengan keadaan pesantren, karena kadangkadang waktunya mereka tidur, kita masih mengaji hingga larut malam karena jarak pesantren dengan rumah penduduk sangat dekat. (T) : Bagaimana peranan pesantren dalam bidnag pendidikan, dakwah dan sosial keagamaan? (J) : Dalam bidang pendidikan, pesantren ini bisa di bilang lebih maju daripada dulu, karena dulu tidak ada sekolah, jadi santri yang masuk ke pesantren ini hanya dapat sekolah di luar. Walaupun hanya sekolah kejar paket B, tetapi alhamdulillah santri-santri yang tadinya hanya pesantren saja dan sekarang diwajibkan untuk ikut sekolah kejar paket B dan bagi santri yang sudah sekolah biar di luar saja untuk meneruskan sekolahnya. Dalam bidang dakwah, sudah terbukti dengan adanya santri yang memenangkan Dai di TPI tersebut yaitu Ustadz Abdi Ghalib. Selain itu juga, banyak diadakan majelismajelis pengajian Ibu-ibu baik din lingkungan pesantren maupun di luar lxxxv
pesantren. Banyak juga staf pengajar yang di minta untuk mengajar di sekolah-sekolah, majelis ta’lim-majelis ta’lim dan bahkan di pesantren lain. Adapun dalam bidang sosial budaya dan keagamaan sudah terlihat dari pesantren ini sendiri yaitu mengajarkan seni dalam membaca Al-Qur’an, selain itu juga ada pelajaran Qasidah yang diajarkan kepada santri maupun Ibu-ibu Majelis ta’lim oleh staf pngajar. (T) : Apakah yang ingin di capai pesantren untuk masa yang akan datang? (J) : Karena pesantren ini kehilangan seorang figure pemimpin yang sudah di kenal reputasinnya oleh orang banyak dan jujur, pesantren ini sangat membutuhkan figure pemimpin seperti Aa. Mudah-mudahan pesantren ini kembali maju seperti dulu meskipun agak sedikit sulit, tetapi Teteh dan staf pengajar di sini selalu berusaha untuk memutar otak untuk menghadapi kesulitan agar dapat maju seperti dulu. Mungkin kami sebagai staf pengajar, Insya Allah akan selalu memberikan yang terbaik untuk pesantren ini.
Pewawancara
Narasumber
Babay Pujiyati
Ustadz Saefullah
lxxxvi
Lampiran XII
HASIL WAWANCARA
Hari/tanggal
: 15 Mei 2008.
Pewawancara
: Babay Pujiyati.
Responden
: Endang Ibrahim
Jabatan
: Ketua RW 08, Cilendek Barat Bogor Barat
Tempat
: Kampung Sawah RT 03/08 Cilendek Barat Bogor Barat
(T) : Sudah berapa lama bapak tinggal di sini? (J) : Saya sudah tinggal di sini sejak tahun 1975, karena sebenarny saya asli dari Sukabumi. (T) : Sudah berapa lama bapak menjabat sebagai ketua RW? (J) : Sebenarnya masa jabatan saya sudah berakhir, karena belum ada calonnya dan warga sini belum ada yang siap, terpaksa untuk sementara saya masih menjabat untuk menutupi kekosongan sambil menunggu ada penggantinya yang benar-benar siap. (T) : Apakah pendapat bapak tentang pondok pesantren Al-Furqon I selaku ketua RW dan selaku warga disini? (J) : Menurut saya bagus sekali, perkembangannya sangat baik terbukti dengan prestasi yang sudah di raih terutama santri-santrinya banyak menjuarai qori dan qori’ah mulai dari tingkat Kecamatan bahkan samapi pada tingkat Internasional. Saya sangat mendukung sekali atas peranan Ustadzah Hj. Siti Jubaedah selaku pengasuh pesantren Karena beliau sangat bermasyarakat dan tidak lupa juga dalam bidangdakwah khususnya dai, pesantren ini telah membawa harum nama pesantren sendiri dan Cilendek pada umumnya dengan menjuarai DAI di TPI yang dapat dikatakan sudah tingkat nasional. (T) : Bagaimana pandangan dan harapan bapak tentang pondok pesantren AlFurqon? lxxxvii
(J) : KH. Ahmad Baesuni merupakan sosok yang baik, tegas dan bijaksana, beliau mau bergaul dengan mayarakat. Tetapi memang sudah waktunya beliau di ambil oleh Allah SWT pada usia yang masih muda. Alhamdulillah, walaupun KH. Ahmad Baesuni telah di ambil, masih ada istrinya yang dapat membimbing warga di sini. Keaktifan Hj Siti Jubaedah ini sangat baik sekali, bermasyarakat dan menjadi pemimpin yang dapat dihandalkan oleh pesantren dan masyarakat sekitar mulai dari pengajian Ibu-ibu yang mulai bangkit, dan sekarang sudah mulai merambah kepada genersi muda, majelis ta’lim-majelis ta’lim sampai kesenian yaitu mengajarkan kesenian qasidh dan lain-lain. Kemakmuran di bidang keagamaannya memang sudah di akui oleh masyarakat dan sekarang Hj. Siti Jubaedah di angkat menjadi ketua majelis oleh masyarakat di sini. Harapan saya adalah agar pesantren ini menjadi lebih maju dan saya juga minta dukungan dari semua pihak, baik masyarakat sekitar dan pemerintah agar lebih di perhatikan lagi keberadaannya.
Pewawancara
Narasumber
Babay Pujiyati
Endang Ibrahim
lxxxviii
lxxxix