SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TERKINI PASAR UANG SHARI’AH Abdul Wahab Program Studi Ekonomi Shari’ah Universitas Islam Lamongan E-mail :
[email protected] Abstract: The rapid development of syariah banking in Indonesia ranging from the establishment of Bank Mu'amalat in 1992 which is a major milestone in the economic development of Islam in Indonesia to the emergence of other syariah financial institutions such as Bank Shariah, BPRS, Syariah Pawnshops, Syariah Insurance, BMT, Shariah Cooperative, Shariah Capital Markets, Amil Zakat Institutions and others. In the midst of the rapid development of shariah banking in Indonesia, when compared to the development of inter-syariah bank money market, especially since the establishment of Bank Mu'amalat, it is still considered too small. The products of inter-syariah bank money market are, among others, SWBI (Bank Indonesia Wadi'ah Certificates, Inter-Bank Mudharabah Investment (IMA) Certificates, SBPU (Money Market Securities) of Mudharabah, Government Investment Letter, Bonds based on the basis of Qardhul Hasan, Bank Indonesia Shariah Certificates.Basically, Syariah Money Market and Conventional Money Market have such similar functions as regulator of liquidity. But the fundamental difference between the two, among others, lies in the mechanism of publication and on the nature of the instrument itself. Keywords: History, syariah money market
Pendahuluan Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah mengakibatkan penurunan tajam kegiatan ekonomi serta melemahnya daya beli masyarakat. Sebagian besar bank di Indonesia harus mengalami negative spread serta menanggung kredit macet dalam jumlah besar. Akibat penarikan dana dalam jumlah besar, maka untuk menghindarkan diri dari likuiditas yang makin buruk, tidak sedikit bank konvensional yang tidak punya pilihan lain selain menawarkan bunga simpanan tinggi pada tingkat 50 persen hingga 70 persen. Akibatnya, puluhan bank menjadi sekarat dan banyak usaha gulung tikar karena tidak mampu membayar kewajibannya.1 Kalau diteliti lebih dalam lagi, sebenarnya pemicu utama kebangkrutan yang dialami oleh bank, baik yang besar maupun yang kecil, pada dasarnya bukanlah karena kerugian yang dideritanya, melainkan karena lebih kepada ketidakmampuan bank tersebut untuk memenuhi likuiditasnya.2 Dengan demikian, dalam rangka peningkatan efisiensi pengelolaan dana bank jika permasalahan ini dihubungkan dengan kondisi likuiditas sebuah perbankan baik yang berupa kelebihan maupun kekurangan dana, maka keberadaan Pasar Uang menjadi sangat penting sebagai sarana memobilisasi pengumpulan dana masyarakat untuk memenuhi atau mempertahankan likuiditasnya. Dewan Shari’ah Nasional dalam merespon pesatnya perkembangan kegiatan ekonomi yang diikuti dengan munculnya Pasar Uang sebagai fasilitas operasional Lembaga Keuangan saat ini, dan untuk mencegah adanya aplikasi yang tidak adil di Pasar Uang dengan mengambil keuntungan atau bunga yang berlebihan kepada pihak yang kekurangan dana Awalil Rizky, Indonesia: Undercover Economy Bank bersubsidi yang membebani (Yogyakarta: EPublishing, 2008), 43. 2 Muhammad, Manajemen Bank Shari’ah (Yogyakarta: UUP AMP YKPN, 2002), 311. 1
51
maupun sebaliknya, dengan mengeluarkan Fatwa No 37 tentang Pasar Uang Antarbank dengan prinsip shari’ah sebagai solusi, meskipun dalam pelaksanaannya fatwa ini masih perlu ditelaah dan dikaji ulang. Hal ini untuk melihat apakah fatwa tersebut sudah benar-benar mengcover semua permasalahan yang terjadi di Pasar Uang Antarbank, sehingga perlu adanya pembenahan lebih lanjut terkait dengan kenyataan, realita dan mekanisme di lapangan. Untuk mengetahui keberadaan Pasar Uang Shari’ah di Indonesia, maka di bawah ini penulis akan membahas tentang Sejarah dan Perkembangan terkini Pasar Uang Shari’ah. Pengertian Pasar Uang. Pasar Uang (money market) adalah mekanisme untuk memperdagangkan dana jangka pendek, yaitu dana berjangka waktu kurang dari satu tahun. Kegiatan di Pasar Uang ini terjadi karena ada dua pihak, baik pihak yang membutuhkan dana, maupun pihak yang memiliki kelebihan dana keuangan untuk memenuhi kebutuhan dana jangka pendek maupun untuk menempatkan dana atas kelebihan likuiditasnya dalam waktu jangka pendek juga. Mereka itu dipertemukan di dalam Pasar Uang, sehingga unit yang kekurangan memperoleh dana yang dibutuhkan, sedang unit yang kelebihan memperoleh penghasilan atas uang yang berlebih tersebut.3 Pengertian Pasar Uang dalam teori ekonomi bukanlah suatu tempat (fisik) orang berjualan dan menjajakan barang dagangannya. Pasar diartikan secara lebih luas dan abstrak, namun tetap mencakup pasar dalam pengertian sehari-hari, yaitu pertemuan antara permintaan dan penawaran.4 Apabila permintaan bertemu penawaran di pasar, maka akan terjadi transaksi. Transaksi merupakan kesepakatan antara apa yang diinginkan pembeli dan apa yang diinginkan penjual. Dalam transaksi seperti itu kedua belah pihak mencapai kesepakatan mengenai dua hal, yaitu harga dan volume dari apa yang ditransaksikan. Dalam hal Pasar Uang yang ditransaksikan adalah hak untuk menggunakan uang dalam jangka waktu tertentu. Jadi di pasar tersebut terjadi transaksi pinjam-meminjam dana, yang selanjutnya menimbulkan hutang-piutang. Adapun barang yang ditransaksikan dalam pasar ini adalah secarik kertas berupa surat hutang atau janji untuk membayar sejumlah uang tertentu pada waktu tertentu.5 Adanya Pasar Uang Shari’ah di Indonesia didasarkan pada Fatwa DSN MUI No 37/DSN-MUI/X/2002 tentang Pasar Uang Antarbank berdasarkan Prinsip Shari’ah. Pasar Uang Shari’ah yang dimaksud di sini bukanlah pasar dengan akad jual beli utang (bai aldayn), melainkan berbasis Mudharabah (Muqaradhah)/ Qiradh, Musharakah, Qardh, Wadi’ah, al-Sharf, dan Aqad Shari’ah lainnya. Di dalam fatwa ini juga tertera landasan alQur’an dan al-Hadith yang mendasari diperbolehkannya Pasar Uang Shari’ah tersebut.6 Fungsi Pasar Uang Adapun fungsi Pasar Uang antara lain: a. Pasar Uang berfungsi sebagai sarana alternatif bagi lembaga-lembaga keuangan, perusahaan-perusahaan non-keuangan dan peserta lainnya baik dalam memenuhi kebutuhan dana jangka pendeknya maupun dalam rangka melakukan penempatan dana atas kelebihan likuiditasnya dalam waktu jangka pendek. b. Pasar Uang secara tidak langsung berfungsi sebagai sarana pengendali moneter oleh Bank Indonesia dalam melaksanakan Operasi Pasar Terbuka. 3
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Shari’ah (Jakarta: Kencana, 2009), 201.
Boediono, Ekonomi Moneter (Yogyakarta: BPFE, 2001), 1. Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Shari’ah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001), 183. 6 Tim Penulis DSN-MUI-BI, Himpunan Fatwa Dewan Shari’ah Nasional (Jakarta: Kerjasama DSN-MUIBI, 2003), 238. 4 5
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
52
c. Pasar Uang juga dapat berperan untuk memberikan informasi bagi perusahaan, pemerintah, masyarakat, perorangan, sektor luar negeri, dan peserta Pasar Uang lainnya mengenai kondisi moneter, preferensi dan tingkah laku Pasar Uang, pengaruh kebijakan moneter serta pengaruh dari interaksi kegiatan ekonomi dalam dan luar negeri.7 Sejarah Perkembangan Terkini Pasar Uang Shari’ah Pandangan Islam terhadap uang. Islam memandang uang hanyalah sebagai alat tukar, bukan sebagai komoditas atau barang dagangan. Maka motif permintaan terhadap uang adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi (money demad for transaction), bukan untuk spekulasi atau trading. Islam tidak mengenal spekulasi (money demand for speculation). Karena pada hakikatnya uang adalah milik Allah SWT yang diamanahkan kepada kita untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat. Dalam pandangan Islam, uang adalah flow concept, karenanya harus selalu berputar dalam perekonomian, sebab semakin cepat uang itu berputar dalam perekonomian, maka akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan akan semakin baik perekonomian. Bagi mereka yang tidak dapat memproduktifkan hartanya, Islam menganjurkan untuk melakukan musyarakah atau mudharabah yaitu bisnis dengan bagi hasil. Tetapi jika tidak ingin mengambil resiko yang mungkin timbul, Islam sangat menganjurkan untuk melakukan Qard yaitu meminjamkannya tanpa imbalan apapun, karena meminjamkan uang untuk memperoleh imbalan adalah riba. Islam tidak mengenal konsep time value of money. Islam mengenal konsep economic value of time, artinya yang bernilai adalah waktu itu sendiri. Islam memperbolehkan penetapan harga tangguh bayar lebih tinggi daripada harga tunai. Zaid bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib, cicit Rasulullah Saw, adalah orang yang pertama menjelaskan diperbolehkannya penetapan harga tangguh-bayar lebih tinggi daripada harga tunai, yang sama sekali bukan disebabkan time value of money, namun karena ditahannya hak si penjual. Misalnya, bila barang dijual tunai dengan untung Rp. 1.000,- si penjual dapat membeli lagi dan menjual lagi, sehingga dalam satu hari itu keuntungannya bisa mencapai Rp 2.000,-. Namun bila dijual dengan tangguh-bayar, hak penjual tertahan sehingga dia tidak dapat membeli lagi dan menjualnya lagi, maka untuk alasan inilah yaitu tertahannya hak penjual yang telah memenuhi kewajibannya (menyerahkan barang) Islam membolehkan penetapan harga tangguh lebih tinggi daripada harga tunai. 8 Perkembangan Terkini Pasar Uang Shari’ah Pesatnya perkembangan Perbankan Shari’ah di Indonesia, diawali sejak berdirinya Bank Mu’amalat pada tahun 1992 yang merupakan tonggak utama perkembangan ekonomi Islam di Indonesia, sampai kemudian bermunculan berbagai Lembaga Keuangan Shari’ah yang lain seperti Bank Shari’ah, BPRS, Pegadaian Shari’ah, Asuransi Shari’ah, BMT, Koperasi Shari’ah, Pasar Modal Shari’ah, Lembaga Amil Zakat dan lain-lain. Dalam penilaian Global Islamic Financial Report (IFR) tahun 2011, Indonesia menduduki urutan keempat negara yang memiliki potensi yang kondusif dalam pengembangan Industri Keuangan Shari’ah setelah Iran, Malaysia dan Arab Saudi. (Grafik 1) Berdasarkan data dari Global Islamic Financial Report (IFR) tahun 2011, bahwa posisi Industri Keuangan Shari’ah Indonesia di Dunia Internasional berada pada urutan ke 4 setelah Iran, Malaysia, dan Saudi Arabia.
7
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Shari’ah, 206.
8
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Shari’ah dari Teori ke Praktik, 185.
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
53
Tentunya dengan melihat beberapa aspek dalam perhitungan indeks, seperti jumlah Bank Shari’ah, jumlah lembaga keuangan non Bank Shari’ah, maupun ukuran aset Keuangan Shari’ah yang memiliki bobot terbesar, maka Indonesia diproyeksikan akan menduduki peringkat pertama dalam beberapa tahun ke depan. Optimisme ini sejalan dengan laju ekspansi kelembagaan dan akselerasi pertumbuhan aset Perbankan Shari’ah yang sangat tinggi, ditambah dengan volume penerbitan sukuk yang terus meningkat. Ini disebabkan bahwasannya pengembangan keuangan shari’ah di Indonesia yang lebih bersifat market driven dan dorongan bottom up dalam memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga lebih bertumpu pada sektor riil yang juga menjadi keunggulan tersendiri. Berbeda dengan perkembangan Keuangan Shari’ah di Iran, Malaysia, dan Arab Saudi yang lebih bertumpu pada sektor keuangan, bukan sektor riil. Sedangkan dilihat dari peringkat volume Industri Keuangan Shari’ah Indonesia di tingkat global, menurut Maris Strategies & The Bankers, November 2010, pada tahun 2010 berada pada peringkat 13 dengan jumlah aset US$ 7,2 Miliar, yang pada tahun 2009 berada pada peringkat 17 dengan jumlah aset sebesar US$ 3,38 Miliar. 9 Berdasarkan data statistik yang disampaikan Bank Indonesia bahwa sampai dengan Maret 2013, Industri Perbankan Shari’ah telah mempunyai jaringan sebanyak 11 Bank Umum Shari’ah (BUS), 24 Unit Usaha Shari’ah (UUS) dan 159 BPRS dengan total jaringan kantor mencapai 2.740 kantor yang tersebar di hampir seluruh penjuru Nusantara, yang terdiri dari jumlah Kantor Bank Umum Shari’ah sebanyak 1812 kantor, jumlah Kantor UUS (Unit Usaha Shari’ah) sebanyak 529 kantor, jumlah Kantor BPRS sebanyak 399 kantor. (Tabel 1)10
Di tengah pesatnya perkembangan perbankan shari’ah di Indonesia tersebut, ternyata bila dibandingkan dengan perkembangan Pasar Uang Antarbank Shari’ah bila kita ukur sejak awal berdirinya Bank Mu’amalah pada Tahun 1992 sampai Tahun 1994 masih dinilai terlalu kecil karena waktu itu merupakan moment ketika pertama kalinya diperkenalkan Konsep Perbankan Shari’ah. Pada tahun 1998 kebutuhan likuiditas Bank Shari’ah dipenuhi dengan cara penjualan dan pembelian sekuritas Shari’ah yang dikenal dengan Investasi Islam. Akan tetapi, likuiditas adalah bentuk untuk memenuhi persyaratan likuiditas yang ditetapkan daripada investasi. Terdapat kupon obligasi dengan suku bunga 0 yang diperdagangkan dengan prinsip bay’ al inah dan al bay’ dayn. Harga ditentukan dengan cara lelang dan tender umum (al munaqasah) dimana pengikatan dari investor dibuat. 11 Perkembangan Pasar Uang Shari’ah selanjutnya terjadi sejak tahun 2002, ketika ditandai dengan dikeluarkannya Fatwa DSN MUI No 37/DSN-MUI/X/2002 tentang Pasar Uang Antarbank berdasarkan Prinsip Shari’ah. Adapun latar belakang dikeluarkannya Fatwa tersebut, tentunya setelah menimbang beberapa hal sebagai berikut : 9
Halim Alamsyah, Deputi Gubernur Indonesia,” Ceramah Ilmiah Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Milad ke 8 IAEI, 13 April 2012 dalam www.bi.go.id. 10 Statistik Perbankan Shari’ah hingga Maret 2013 dalam www.bi.go.id diakses pada 1 Juni 2013. 11 Riva’i Veitzal, Islamic Financial Managemen (Jakarta: Raja Grafindo, 2008), 376.
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
54
1) Bahwa Bank Shari’ah dapat mengalami kekurangan likuiditas disebabkan oleh perbedaan jangka waktu antara penerimaan dan penanaman dana atau kelebihan likuiditas yang dapat terjadi karena dana yang terhimpun belum dapat disalurkan kepada pihak yang memerlukan. 2) Bahwa dalam rangka peningkatan efisiensi pengelolaan dana, bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip shari’ah memerlukan adanya Pasar Uang Antarbank. 3) Bahwa untuk memenuhi keperluan itu, maka dipandang perlu penetapan fatwa tentang Pasar Uang Antarbank berdasarkan prinsip shari’ah.12 Adapun untuk Perkembangan Pasar Uang Shari’ah saat ini di Indonesia, masih belum menampakkan kegairahnya. Hal ini bisa diamati dari aktivitas Bank- Bank Shari’ah sebagai pelaku utama Pasar Uang ini. Instrument SBI Shari’ah yang justru relatif kecil, yakni 2,91% 9, 31% dari total DPK. Berdasarkan data olahan statistik perbankan shari’ah dari Bank Indonesia, proporsi penempatan SBI Shari’ah terlihat masih kecil. Pada bulan Maret 2012 sebesar 6,67%, pada bulan April 2012 turun menjadi 3, 82%, pada bulan Agustus 2012 turun lagi menjadi 2, 98%, pada bulan Desember 2012 agak naik sedikit menjadi 4, 50%, dan pada akhir bulan Maret 2013 kenaikannya juga masih relative kecil yaitu 5, 6%.13 (Tabel 2&3). Hal tersebut sangat berbeda sekali dengan apa yang terjadi Malaysia dan Bahrain yang justru berjaya di Pasar Uang Shari’ah ini. Bahkan Pasar Uang Shari’ahnya diakui secara internasional sejak lahirnya Bahrain Monetary Agency (BMA) dan Bank Negara Malaysia. Hal ini merupakan bagian dari perwujudan kesungguhan masing-masing negara ketika hendak memutuskan mendirikan dan mengenalkan Bank Shari’ah di negaranya.
Salah satu penyebab terhambatnya perkembangan Pasar Uang Shari’ah Indonesia, yakni adanya kekhawatiran bahwa Pasar Uang Shari’ah dengan instrumen derivatifnya akan mengakibatkan bubble economy yang merupakan mayoritas sumber krisis perekonomian abad ini. Akan tetapi, di dalam pasar uang yang dijalankan dengan murni shari’ah, kekhawatiran ini tidak akan berlaku karena instrumen yang diperjualbelikan merupakan instrumen tahap pertama dan tidak dapat disekuritisasi kembali. Para Ulama’ telah menyepakati bahwa instrumen yang disekuritisasi kembali bersifat derivatif dan tidak untuk diperjualbelikan. Seiring dengan peningkatan pemahaman tersebut serta semakin berkembang pesatnya Perbankan Shari’ah, para pakar, praktisi ekonomi Islam, pemerintah beserta stakeholder terkait dituntut untuk mampu mengembangkan Pasar Uang Shari’ah dengan lebih inovatif dan solutif. Instrumen yang dikembangkan harus segera dibahas bersama-sama. Hal yang terpenting adalah instrumen tersebut bersifat ke-Indonesian, tidak sekedar meniru dari 12 13
Tim Penulis DSN-MUI-BI, Himpunan Fatwa Dewan Shari’ah Nasional, 238. Statistik Perbankan Shari’ah Maret 2013 dalam www.bi.go.id.
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
55
negara-negara lain. Terlebih, pembatasan tentang shari’ah tidaknya suatu transaksi berbeda antar negara dan antar ulama ataupun madzhab. Selain itu, pasar uang shari’ah yang dikembangkan haruslah berperan sebagai lembaga intermediasi sektor riil yang ukurannya lebih besar dibandingkan perbankan. Produk di sektor moneternya hanya ada dan mengikuti perkembangan sektor riil sehingga prinsip “uang adalah cermin dari barang” 14 Analisa terhadap Fatwa DSN tentang Pasar Uang Antarbank berdasarkan Prinsip Shari’ah. Fatwa DSN MUI No 37/DSN-MUI/X/2002 (terlampir) tentang Pasar Uang Antarbank berdasarkan Prinsip Shari’ah dalam pelaksanaannya masih perlu ditelaah dan dikaji ulang, agar nantinya fatwa tersebut benar-benar bisa mengcover semua permasalahan yang terjadi di pasar uang Antarbank. Apabila diperlukan juga ada suatu pembenahan lebih lanjut terkait dengan kenyataan, realita dan mekanisme di lapangan, antara lain: 1) Dalam fatwa ini masalah pasar uang berdasar prinsip shari’ah dengan berbagai akad yang diperbolehkan seakan-akan telah menjadi salah satu solusi dalam transaksi pasar uang, namun dalam masalah pasar uang ini muncul kembali permasalahan, yaitu dalam hal perjanjian pembelian kembali (repurchase agreement). 2) Dari segi keputusan-keputusan yang tertuang dalam dalam fatwa tersebut disebutkan bahwa Pasar Uang Antarbank yang dibenarkan adalah yang tidak menggunakan bunga, dan akad-akad yang dianjurkan adalah mudharabah, musharakah, qard, wadi’ah, maupun sharf, dan kepemilikan atas instrumen pasar hanya dapat dipindahtangankan satu kali saja. Namun dalam realitanya akad-akad yang sering digunakan adalah mudharabah dan wadi’ah. Sedangkan untuk akad-akad seperti qard dan sharf jarang digunakan. 3) Mengenai instrumen apa yang dipakai dalam pasar uang berprinsip shari’ah, di dalam fatwa itu juga tidak diberikan penjelasan bagaimana mekanismenya jika dilakukan dalam pasar uang. Karena di dalam Islam, sebuah instrumen merupakan perwakilan dari kepemilikan atau harta. Oleh karena itu instrumen dapat diperjualbelikan jika terdapat aset atau transaksi yang mendasarinya.15 Mekanisme Pasar Uang a. Syarat mekanisme Pasar Uang agar dapat berfungsi dengan baik adalah sebagai berikut: 1) Uang yang diperdagangkan harus mempunyai bentuk (instrument) tertentu, antara lain: Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Bank Indonesia Shari’ah (SBIS), Reverse Repo SBN, SBN secara outright, Term Deposit dan Jual Valuta Asing terhadap Rupiah.16 2) Ada lembaga keuangan yang bersedia menjadi pencipta pasar (market maker), lembaga inilah yang akan menyimpan instrumen-instrumen pasar uang dan akan menjualnya kepada unit yang mempunyai kelebihan dana jangka pendek, atau membelinya dari unit yang kekurangan dana jangka pendek. Di Indonesia fungsi ini dijalankan oleh ficorinvest yang sering disebut security house 3) Diperlukan adanya prasarana komunikasi yang memadai. 17
14
Rahma Suci Setia, Sukuk Salam dalam Pasar Uang Shari’ah sebagai langkah nyata mewujudkan swasembada pertanian di Indonesia, Juara 1 pada Lomba Artikel Ekonomi Islam se UI, 2011. 15
Riva’i Veitzal, Islamic Financial Managemen, 357-361. Kebijakan Moneter dalam www.bi.go.id. diakses pada 7 Juni 2013. 17 Magdalena Lumbantoroah, Ensiklopedi Ekonomi, Bisnis dan Manajemen, (jilid 2), (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1992), 24. 16
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
56
4) Informasi keuangan yang dapat dipercaya, yang dalam hal ini diwujudkan dalam bentuk
Laporan Harian Bank Umum (LHBU) agar setiap peminat dapat membuat penelitian mengenai keadaan perusahaan. 18 b. Kebijakan Pengembangan Mekanisme Pasar Uang di Indonesia. Bank Indonesia, sebagai bank sentral di Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan yang bertujuan untuk menciptakan sistem keuangan yang sehat, meningkatkan ketersediaan informasi bagi pelaku pasar, serta meningkatkan efektivitas kebijakan moneter. Instrumen yang diterbitkan, antara lain: 1) Penggunaan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Bank Indonesia Shari’ah (SBIS), Reverse Repo SBN, SBN secara outright, Term Deposit dan Jual Valuta Asing terhadap Rupiah sebagai peranti Operasi Pasar Terbuka dan sekaligus Pasar Uang dengan tujuan utama sebagai peranti kebijakan moneter.19 2) Penghapusan Istilah Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) dan cukup digunakan istilah Laporan Harian Bank Umum (LHBU) yang merupakan suatu sistem automasi yang tidak hanya terbatas pada Pasar Uang Rupiah dan valuta asing tetapi juga informasi lainnya yang terkait dengan pasar keuangan seperti Informasi tentang Pinjaman Luar Negeri (PLN) Jangka Pendek, Informasi tentang Dana Usaha, serta penyempurnaan informasi tentang Jakarta Interbank Offered Rate ( JIBOR), disamping itu terdapat adanya enhancement sistem LHBU yang baru dengan peningkatan perfomance dan availability informasi. 3) Penetapan Data Jakarta Offered Rate (JIBOR) sebagai referencerate (arah perkembangan suku bunga). Suku Bunga merupakan indikasi penawaran dalam transaksi PUAB di Indonesia yang berasal dari kontributor JIBOR.20 4) Kebijakan mengenai Pasar Uang Shari’ah di Indonesia didasarkan pada Peraturan Bank Indonesia Nomor : 10/36/PBI/2008 tanggal 10 Desember 2008 tentang Operasi Moneter Shari’ah yang merupakan wujud pengendalian moneter berdasarkan prinsip shari’ah dalam rangka mendukung tugas Bank Indonesia dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.21 c. Mekanisme Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) adalah sebagai berikut. 1) Mekanisme call money, bisa diperdagangkan secara langsung antar bank, dan biasanya dilakukan melalui telepon. Hal ini dilakukan karena kebutuhan likuiditas bank biasanya mendesak, baik karena kekurangan dalam kliring maupun untuk memenuhi kebutuhan kewajiban likuiditas.22 2) SBI diterbitkan Bank Indonesia tanpa warkat (scripless) dan seluruh kepemilikan maupun transaksinya dicatat dalam sarana Bank Indonesia (BI-SSSS). Bank Umum dapat membeli dari Pasar Perdana sementara Masyarakat hanya diperbolehkan membeli di Pasar Sekunder. Penerbitan SBI di Pasar Perdana di lakukan dengan mekanisme lelang. SBI diterbitkan dalam jangka waktu (tenor) 1 bulan sampai dengan 12 bulan. Peserta lelang SBI terdiri dari Bank Umum dan pialang besar uang Rupiah dan valas. Metode lelang penerbitan SBI dilakukan dengan menggunakan dua cara, yaitu: Variabel Rate Tender (VTR) yaitu Peserta lelang mengajukan penawaran kuantitas dan tingkat diskonto SBI, Fixed Rate Tender (FTR) yaitu Peserta lelang mengajukan penawaran kuantitas dengan tingkat diskonto yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang SBI paling lambat pada 1 hari kerja sebelum
18
19 20 21 22
Surat Edaran Peraturan BI No.13/08/PBI/2011 tentang LHBU. Kebijakan Moneter dalam www.bi.go.id. Surat Edaran Peraturan BI No.13/08/PBI/2011 tentang LHBU. Kebijakan Moneter dalam www.bi.go.id. Faried Wijaya dan Soetatwo Hadiwigeno, Lembaga-lembaga Keuangan dan Bank (Yogyakarta: BPFE, 1999), 393-394.
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
57
sebelum hari pelaksanaan lelang. Penyelesaian transaksi dilakukan 1 hari kerja berikutnya melalui sarana BI-SSSS. 3) FASBI adalah fasilitas penempatan dana milik Bank Umum dalam Rupiah di Bank Indonesia. FASBI disediakan secara harian oleh Bank Indonesia dengan jangka waktu penempatan dana Bank antara 1hari (overnite) sampai dengan 14 hari. Tingkat bunga FASBI ditetapkan berdasarkan diskresi Bank Indonesia. FASBI dilakukan tanpa warkat dan bukti kepemilikan tercatat dalam sarana BI-SSSS. Penyelesaian transaksi FASBI pada hari yang sama (same day settlement) 4) Reverse Repo- Surat Utang Negara (RR-SUN) merupakan transaksi pembelian SUN milik Bank Indonesia oleh Bank dengan perjanjian untuk menjual kembali kepada Bank Indonesia sesuai dengan harga dan jangka waktu yang telah disepakati. Jenis SUN yang dipergunakan dapat berupa Obligasi Negara (ON) maupun Surat Perbendaharaan Negara (SPN). Transaksi RR-SUN dilakukan dengan mekanisme lelang dengan jangka waktu (tenor) 1 bulan dan 3 bulan. Peserta Transaksi RR-SUN terdiri dari Bank Umum dan Pialang besar uang Rupiah dan valas serta Perusahaan efek yang telah ditunjuk oleh Depkeu untuk ikut dalam lelang SUN di pasar perdana. Metode lelang RR-SUN dilakukan dengan menggunakan dua cara, yaitu: Variabel Rate Tender (VTR) yaitu Peserta lelang mengajukan penawaran kuantitas dan Reverse Repo Rate/ RR Rate, Fixed Rate Tender (FTR) yaitu Peserta lelang mengajukan penawaran kuantitas dengan RRRate yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 5) SBI- Repo adalah transaksi penjualan SBI secara bersyarat oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan persyaratan kwajiban pembelian kembali sesuai dengan harga dan jangka waktu yang telah disepakati. Repo merupakan instrument Kebijakan Moneter yang bersifat ekspansif. Penyelesaian transaksi Repo dilakukan pada hari yang sama (same day settlement)23 d. Mekanisme Transaksi Pasar Uang Antar Bank Shari’ah (PUAS) 1) Penerbit Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank Shari’ah (IMA) adalah Bank Shari’ah atau Unit Usaha Shari’ah (UUS) 2) Pembeli Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank Shari’ah (IMA) adalah Bank Shari’ah, Unit Usaha Shari’ah (UUS) atau Bank Konvensional. 3) Karakteristik dan Persyaratan Sertifikat IMA adalah sebagai berikut; a) Diterbitkan dengan menggunakan akad Mudharabah. b) Dapat diterbitkan baik dalam rupiah maupun valuta asing. c) Dapat diterbitkan dengan atau tanpa warkat (scripless), dengan sekurang kurangnya mencantumkan informasi sbb; (1) nilai nominal investasi, (2) nisbah bagi hasil, (3) Jangka waktu investasi, (4) indikasi tingkat imbalan sertifikat IMA sebelum didistribusikan pada bulan akhir. d) Berjangka waktu satu hari (O/N) sampai dengan 365 hari e) Dapat diperdagangkan (tradable) sepanjang belum jatuh tempo. 4) Dalam hal terjadi pemindah tanganan Sertifikat IMA, Pembeli sertifikat IMA terakhir harus memberitahukan kepada Penerbit Sertifikat IMA. Hal ini dimaksudkan agar memudahkan Penerbit sertifikat IMA dalam membayar nominal investasi pada saat jatuh tempo dan dalam pembayaran imbalan. 5) Penyelesaian Transaksi a) Pada saat Sertifikat IMA diiterbitkan, Pembeli sertifikat IMA melakukan transfer dana ke rekening Penerbit Sertifikat IMA sebesar nominal Sertifikat IMA.
23
Booklet Bank Indonesia, Mengenal Operasi Pasar Terbuka dan Fasilitas Pendanaan Bank Indonesia (Jakarta: Direktorat Pengelolaan Moneter, 2006), 9-14.
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
58
b) Pada saat sertifikat IMA jatuh tempo, Penerbit sertifikat IMA melakukan transfer dana ke rekening Pembeli Sertifikat IMA sebesar nominal Sertifikat IMA. c) Pembayaran imbalan dilakukan pada setiap hari kerja pertama bulan berikutnya.24 Produk Pasar Uang a. Produk Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Artikel-artikel yang diperdagangkan di pasar uang antara lain : 1) Mata uang (currency), yaitu uang tunai yang ada di saku kita, merupakan bukti kewajiban pemerintah untuk menjamin keberadaan nilai sejumlah uang itu kepada kita sebagai pembawa mata uang tersebut. 2) Uang kuasi (near money). Uang kuasi tidak lain dari pada surat berharga (financial paper) yang mewakili uang di mana seseorang atau perusahaan mempunyai kewajiban kepada orang atau perusahaan lain. 3) Treasury bill juga merupakan kewajiban pemerintah senilai equivalent sejumlah uang kepada pemilik bill tersebut. Bill tersebut dibayar oleh pemerintah dalam bentuk tunai setelah tanggal jatuh tempo dokumen tersebut. Bagian terbesar dari aktiva keuangan yang diperdagangkan di Pasar Uang adalah yang berjangka kurang dari satu tahun.25 Adapun Instrumen yang digunakan dalam Pasar Uang Antarbank (PUAB) adalah Instrumen atau surat-surat berharga yang jenisnya cukup bervariasi termasuk surat-surat berharga yang diterbitkan oleh badan-badan usaha swasta dan negara serta lembaga-lembaga pemerintah. Instrumen itu antara lain: 1) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan Bank Indonesia dengan sistim diskonto. 2) FASBI adalah fasilitas penempatan dana milik Bank Umum dalam Rupiah di Bank Indonesia. 3) RR-SUN merupakan transaksi pembelian SUN milik Bank Indonesia oleh Bank dengan perjanjian untuk menjual kembali kepada Bank Indonesia sesuai dengan harga dan jangka waktu yang telah disepakati. 4) SBI- Repo adalah transaksi penjualan SBI secara bersyarat oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan persyaratan kwajiban pembelian kembali sesuai dengan harga dan jangka waktu yang telah disepakati. 5) SBN secara outright adalah transaksi pembelian atau penjualan Surat Berharga secara lepas atau putus tanpa kwajiban untuk menjual atau membeli kembali.26 6) Commercial Paper (CP) dan Promissory Notes (PNs) yaitu surat tanda bukti utang yang dilakukan oleh suatu perusahaan atas dasar “clean” atau “ unsecured” pada waktu perusahaan tersebut memerlukan dana jangka pendek. Biasanya dalam jangka waktu sebulan, tiga bulan, dan enam bulan. 7) Negotiable Certificates of Deposit (Sertifikat Deposito) Instrumen keuangan yang diterbitkan oleh suatu bank atas tunjuk dan dinyatakan dalam suatu jumlah, jangka waktu dan tingkat bunga tertentu. Sertifikat Deposito adalah deposito berjangka yang bukti simpanannya dapat diperdagangkan. Ciri pokok yang membedakannya dengan deposito berjangka terletak pada sifat yang dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan sebelum jangka waktu jatuh temponya melalui lembaga-lembaga keuangan lainnya.
24
25 26
Surat Edaran BI No 9/8/DPM tanggal 30 Maret 2007 Perihal Sertifikat IMA. Zainul Arifin. Dasar-Dasar Manajemen Bank Shari’ah (Jakarta: Alvabet, 2003), 183-184. Booklet Bank Indonesia, Mengenal Operasi Pasar Terbuka dan Fasilitas Pendanaan Bank Indonesia, 9-14.
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
59
8) Tabungan yaitu investasi yang dilakukan oleh seseorang terhadap dana yang dimilikinya di salah-satu bank. Dana yang ditabung sewaktu waktu dapat diambil oleh pemilik tabungan jika diperlukan. 9) Overnight, yaitu produk yang dikeluarkan oleh bank yang mempunyai jangka waktu satu hari, dua hari, tiga hari dsb yang kurang dari satu bulan. Biasanya produk ini digunakan oleh perbankan untuk memenuhi arus masuk dan arus keluar dari dana perbankan tersebut. 10) Reksa Dana Pasar Uang (RDPU) yaitu produk yang di pasar uang atau rekening koran di bank.27 11) Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) yaitu surat-surat berharga berjangka pendek yang dapat diperjualbelikan secara diskonto dengan Bank Indonesia atau lembaga diskonto yang ditunjuk oleh BI. 12) Call Money yaitu kegiatan pinjam meminjam dana antara satu bank dengan bank lainnya untuk jangka waktu pendek. 13) Banker's Acceptence yaitu suatu instrumen Pasar Uang yang digunakan untuk memberikan kredit pada eksportir atau importir untuk membayar sejumlah barang atau untuk membeli valuta asing.28 b. Produk Pasar Uang Antar Bank Shari’ah (PUAS) 1) SWBI (Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia)29 adalah Instrumen pendukung OPT dalam rangka kontraksi moneter secara harian berupa penempatan dana jangka pendek Bank Syari’ah di Bank Indonesia berdasarkan prinsip wadi’ah di mana Bank Shari’ah hanya mendapatkan bonus tergantung kebijakan BI. 2) Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (IMA) yang digunakan sebagai sarana investasi bagi bank yang memiliki kelebihan dana untuk mendapatkan keuntungan, dan di lain pihak dapat digunakan sebagai sarana untuk mendapatkan dana jangka pendek bagi Bank Shari’ah yang mengalami defisit dana. 3) SBPU (Surat Berharga Pasar Uang) Mudharabah. 4) Surat Investasi Pemerintah (misalnya=sukuk) adalah produk instrument keuangan yang berfungsi untuk memberikan Bank Shari’ah suatu pendekatan kepatuhan secara shari’ah Islam untuk memenuhi persyaratan liquiditas yang ditetapkan. 5) Surat Utang yang berdasarkan pada dasar Qardhul Hasan di mana pembelian surat utang melalui institusi atau individu akan dipertimbangkan sebagai utang yang baik untuk pemerintah untuk melakukan pengembangan proyek untuk manfaat yang dirasakan negara. 6) Sertifikat Bank Indonesia Shari’ah (SBIS) adalah sektor obligasi Islam yang berjalan menerbitkan SBI. BI akan mengidentifikasi dan menjual SBI melalui tender dan hanya Bank Shari’ah yang diijinkan untuk mengikuti tender. 30 c. Persamaan dan Perbedaan antara Pasar Uang Antarbank (PUAB) dan Pasar Uang Antarbank Bank Shari’ah (PUAS). Pada dasarnya Pasar Uang Shari’ah dan Pasar Uang Konvensional memiliki beberapa fungsi yang sama yaitu: 1) Keduanya merupakan instrumen likuiditas yang fungsinya memudahkan perbankan yang mengalami kesulitan likuiditas, baik berupa kekurangan maupun kelebihan likuiditas. Jika bank memiliki kelebihan likuiditas ia dapat menggunakan instrumen 27
Abdul Manan, Aspek Hukum dalam penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Shari’ah Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), 19. 28 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan (Jakarta: FE UII, 1999), 136. 29 Ibid., 360. 30 Riva’i Veitzal, Islamic Financial Managemen, 376-379.
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
60
Pasar Uang untuk menginvestasikan dananya, dan apabila kekurangan likuiditas ia dapat menerbitkan instrumen yang dapat dijual untuk mendapatkan dana tunai. 2) Keduanya memiliki jangka waktu paling lama 90 hari atau merupakan jenis investasi jangka pendek. 3) Pembayaran dapat dilakukan dengan nota kredit melalui kliring atau bilyet giro Bank Indonesia atau transfer dana secara elektronis. Namun perbedaan mendasar diantara keduanya yaitu: 1) Ada perbedaan prinsip diantara keduanya, pada Pasar Uang Antarbank (PUAB) instrumen yang diterbitkan adalah instrumen hutang yang dijual dengan diskon dan didasarkan atas perhitungan bunga, sedangkan Pasar Uang Antarbank Shari’ah (PUAS) lebih kompleks dan mendekati mekanisme pasar modal.31 2) Peserta PUAS meliputi Bank Shari’ah dan Bank Konvensional, sedangkan peserta PUAB hanya Bank Konvensional saja. 3) Peranti yang digunakan dalam PUAS adalah Sertifikat IMA, sedangkan peranti yang umum digunakan dalam PUAB adalah promes atau promisary notes. 4) Dalam perhitungan imbalan peranti utama PUAS tidak mengikutkan sama sekali komponen bunga. Di lain pihak bunga merupakan komponen utama perhitungan imbalan dalam PUAB. 5) Risiko yang timbul dari aktivitas transaksi pada PUAS relatif jauh lebih kecil daripada risiko transaksi PUAB. 6) Sertifikat IMA sebagai peranti utama PUAS diterbitkan sebagai tanda bukti penyertaan dalam suatu proyek investasi, oleh karena itu hanya dapat dipindahtangankan satu kali, sedangkan promes merupakan suatu negotiable instrument dimana dapat dipindahtangankan berulang kali selama belum jatuh tempo.32 Kesimpulan Pasar Uang (money market) adalah mekanisme untuk memperdagangkan dana jangka pendek, yaitu dana berjangka waktu kurang dari satu tahun. Tujuan Pasar Uang adalah untuk memberikan alternatif, baik bagi lembaga keuangan bank maupun bukan bank untuk memperoleh sumber dana atau menanamkan dananya. Islam memandang uang hanyalah sebagai alat tukar, bukan sebagai komoditas atau barang dagangan. Maka motif permintaan terhadap uang adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi (money demad for transaction), bukan untuk spekulasi atau trading. Islam tidak mengenal spekulasi (money demand for speculation). Di tengah pesatnya perkembangan perbankan shari’ah di Indonesia tersebut, ternyata bila dibandingkan dengan perkembangan Pasar Uang Antar bank Shari’ah bila kita ukur sejak awal berdirinya Bank Mu’amalah masih dinilai terlalu kecil. Adapun untuk produk Pasar Uang Antarbank Syari’ah antara lain SWBI (Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia, Sertifikat (IMA) Investasi Mudharabah Antarbank, SBPU (Surat Berharga Pasar Uang) Mudharabah, Surat Investasi Pemerintah, Surat Utang yang berdasarkan pada dasar Qardhul Hasan, Sertifikat Bank Indonesia Shari’ah. Pada dasarnya Pasar Uang Shari’ah dan Pasar Uang Konvensional memiliki beberapa fungsi yang sama diantaranya sebagai pengatur likuiditas. Namun perbedaan mendasar diantara keduanya antara lain terletak pada mekanisme penerbitan dan pada sifat instrument itu sendiri. Daftar Rujukan 31 32
Ibid., 362. http://www.fe.umy.ac.id.
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
61
Alamsyah, Halim. Deputi Gubernur Indonesia,” Ceramah Ilmiah Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Milad ke 8 IAEI, 13 April 2012 dalam www.bi.go.id. Antonio, Muhammad Syafi'i. Bank Shari’ah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani, 2001. Arifin, Zainul. Dasar-Dasar Manajemen Bank Shari’ah. Jakarta: Alvabet, 2003. Boediono. Ekonomi Moneter. Yogyakarta: BPFE, 2001. Booklet Bank Indonesia. Mengenal Operasi Pasar Terbuka dan Fasilitas Pendanaan Bank Indonesia. Jakarta: Direktorat Pengelolaan Moneter, 2006. Kebijakan Moneter dalam www.bi.go.id. diakses pada 7 Juni 2013. Lumbantoroah, Magdalena. Ensiklopedi Ekonomi, Bisnis dan Manajemen (Jilid 2), Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1992. Manan, Abdul. Aspek Hukum dalam penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Shari’ah Indonesia. Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2009. Muhammad. Manajemen Bank Shari’ah. Yogyakarta: UUP AMP YKPN, 2002. Rizky, Awalil. Indonesia: Undercover Economy Bank bersubsidi yang membebani, Yogyakarta: E-Publishing, 2008. Siamat, Dahlan. Manajemen Lembaga Keuanga. Jakarta: FE UII, 1999. Soemitra, Andri. Bank dan Lembaga Keuangan Shari’ah. Jakarta: Kencana, 2009. Statistik Perbankan Shari’ah hingga Maret 2013 dalam www.bi.go.id diakses pada 1 Juni 2013. Suci Setia, Rahma. Sukuk Salam dalam Pasar Uang Shari’ah sebagai langkah nyata mewujudkan swasembada pertanian di Indonesia. Juara 1 pada Lomba Artikel Ekonomi Islam se UI, 2011. Surat Edaran Peraturan BI No.13/08/PBI/2011 tentang LHBU. Surat Edaran BI No 9/8/DPM tanggal 30 Maret 2007 Perihal Sertifikat IMA Tim Penulis DSN-MUI-BI, Himpunan Fatwa Dewan Shari’ah Nasional. Jakarta: Kerjasama DSN-MUI-BI, 2003. Veitzal, Riva’i. Islamic Financial Managemen. Jakarta: Raja Grafindo, 2008. Wijaya, Faried. Lembaga-lembaga Keuangan dan Bank. Yogyakarta: BPFE, 1999. http://www.fe.umy.ac.id.
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013