Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
SEGMENTASI TEKSTUR CITRA LIDAH PENDERITA TIFOID MENGGUNAKAN METODE ADAPTIF
Supatman Fakultas Teknologi Informasi Universitas Mercu Buana Yogyakarta
Abstract Typhoid and paratyphoid (hereinafter referred to as typhoid) is an acute infectious disease of the small intestine which is included in the category endemic in Indonesia. The disease is classified as infectious diseases listed in Act No. 6 of 1962 on the outbreak. In Indonesia as an epidemic of typhoid rare but more often are sporadic, scattered in an area and rarely cause more than one case in the home and source of infection could not be determined. Identification of typhoid disease conducted with a variety of laboratory tests, including tests widal and culture. The results of these tests are used to ascertain the symptoms of typhoid patients within one week. Early identification of typhoid disease can also be done by looking at the condition of the patient's tongue, the tongue is the degree of soiling. Getting dirty tongue then the probability of patients suffering from typhoid will be even greater.
1. Pendahuluan
maka probabilitas menderita tifoid akan semakin besar. Proses identifikasi real time
Tifoid dan paratifoid (selanjutnya
melalui tekstur citra lidah dilakukan dengan
disebut tifoid) merupakan penyakit infeksi
proses
akut usus halus yang dimasukkan dalam
segmentasi untuk memisahkan citra lidah
katagori endemik di Indonesia. Penyakit ini
dari objek lainnya seperti bibir, gigi dan
digolongkan
bagian dalam mulut lainnya.
penyakit
menular
yang
awal
preprocessing
citra
yaitu
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Di Indonesia
2. Dasar Teori
tifoid jarang sebagai epidemic akan tetapi
2.1 Tifoid
lebih sering bersifat sporadic, terpencarpencar
disuatu
daerah
dan
jarang
Tifoid dan paratifoid (selanjutnya disebut tifoid) adalah penyakit infeksi akut
menimbulkan lebih dari satu kasus pada
usus
orang-orang
endemik di Indonesia. Sinonim tifoid adalah
penularan
serumah tidak
serta
dapat
sumber ditentukan.
halus
yang
merupakan
typhoid dan patatyphoid fever,
penyakit
enteric
Identifikasi dini penyakit tifoid secara visual
fever, typhus dan paratyphus abdominfis.
dapat
Etiologinya ialah
juga
dilakukan
dengan
melihat
Salmonella typhi,
S.
kondisi lidah pasien, yaitu dengan tingkat
paratytphi A., S. paratyphi B., dan S.
kekotoran lidah. Semakin kotor lidah pasien
paratyphi C [25,26].
32
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
Penularan S. typhi terjadi melalui
bermacam-macam
oleh
mengakibatkan
mulut
makanan
yang
tercemar.
faktor
penampilan
yang citra
suatu
Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam
benda tidak sama persis dengan bentuk
lambung oleh asam lambung. Sebagian lagi
fisik
masuk ke usus halus, mencapai jaringan
merupakan efek degradasi atau penurunan
limfoid
kualitas yang dapat berupa rentang kontras
lalu
kemudian
berkembang masuk
biak.
aliran
Kuman
darah
dan
nyatanya.
Faktor-faktor
tersebut
benda yang terlalu sempit atau terlalu lebar,
mencapai sel-sel retikuloendotelial hati,
distorsi
limpa dan organ-organ lain. Diprediksi
kekaburan akibat obyek yang bergerak
proses ini berjalan pada masa tunas, yang
(motion blur), noise atau gangguan yang
berakhir
disebabkan
saat
sel-sel
retikuloendotelial
geometrik,
oleh
kekaburan
interferensi
(blur),
peralatan
melepas kuman pada peredaran darah dan
pembuat citra, baik berupa transduser,
menimbulkan bakteri untuk kedua kalinya.
peralatan
Kuman-kuman
optik.
selanjutnya
masuk
ke
jaringan beberapa organ tubuh, terutama
elektronik
Teknik
limpa, usus halus dan kandung empedu
mengurangi
[25,26].
degradasi
Ciri-ciri utama penderita demam
pada
panas
restoration),
berlahan,
peralatan
proses
untuk
menghilangkan citra
perbaikan/peningkatan enhacement),
secara
dan atau
tifoid berupa tanda-tanda klinis antara lain meningkat
ataupun
digital
meliputi
citra
(image
restorasi dan
efek
citra
(image
tranformasi
spasial
gangguan GIT (konstipasi, diare, mual-
(spasial transformation). Subyek lain dari
muntah) dan lidah kotor [29].
pengolahan citra digital diantaranya adalah pengkodean
citra
(image
coding),
2.2 Citra
segmentasi citra (image segmentation),
2.2.1 Format Citra
representasi dan deskripsi citra (image
2.2.1. 1. Komponen Citra Digital
representation and description). Karena pengolahan citra dilakukan
Citra
adalah
representasi
dimensi untuk bentuk fisik
dua
nyata tiga
dengan komputer digital maka citra yang akan
diolah
terlebih
dimensi. Citra dalam perwujudannya dapat
ditransformasikan
bermacam-macam,
gambar
besaran-besaran diskrit dari nilai tingkat
hitam-putih pada sebuah foto (yang tidak
keabuan pada titik-titik elemen citra. Bentuk
bergerak) sampai pada gambar berwarna
citra ini disebut citra digital. Setiap citra
yang
digital
Proses
bergerak
mulai
pada
transformasi
dari
pesawat dari
televisi.
bentuk
memiliki
ke
dahulu
dalam
beberapa
bentuk
karakteristik,
tiga
antara lain ukuran citra, resolusi dan format
dimensi ke bentuk dua dimensi untuk
lainnya. Umumnya citra digital berbentuk
menghasilkan citra akan dipengaruhi oleh
persegi panjang yang memiliki lebar dan
33
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
tinggi tertentu, yang biasanya dinyatakan
baik koordinat
dalam banyaknya titik atau piksel (picture
kecerahannya. Setiap titik biasanya memiliki
element/pixel).
koordinat sesuai dengan posisinya dalam
Ukuran citra dapat juga dinyatakan secara
fisik
dalam
citra. Koordinat ini biasanya dinyatakan
panjang
indeks x dan y hanya bernilai bilangan bulat
(misalnya mm atau inch). Dalam hal ini
positif, yang dapat dimulai dari 0 atau 1.
tentu saja harus ada hubungan antara
Citra digital yang selanjutnya akan disingkat
ukuran titik penyusun citra dengan satuan
”citra” sebagai matrik ukuran M x N yang
panjang. Hal tersebut dinyatakan dengan
baris dan kolomnya menunjukkan titik-
resolusi
ukuran
titiknya yang diperlihatkan pada persamaan
setiap
satuan
di bawah ini menurut [10]:
satuan
yang
yang
satuan
spasial maupun tingkat
merupakan
banyaknya
titik
untuk
panjang.
Biasanya
digunakan adalah dpi (dot per inch). Makin
f (0,0)
f (0,1)
...
f (0, N 1)
besar resolusi makin banyak titik yang
f (1,0)
f (1,1)
...
f (1, N 1)
...
...
...
...
terkandung dalam citra dengan ukuran fisik
X=f(x,y)=
(1)
f (M 1,0) f (M 1,1) ... f (M 1, N 1)
yang sama. Hal ini memberikan efek penampakan citra menjadi semakin halus.
Setiap titik juga memiliki nilai berupa Format citra digital ada bermacammacam.
Karena
sedangkan
informasi
informasi
digital
yang
informasi yang diwakili titk tersebut. Format
tertentu,
nilai piksel sama dengan format citra
tersebut
dapat
keseluruhan.
Pada
dinyatakan secara bervariasi, maka citra
pencitraan,
yang mewakilinya dapat muncul dalam
bilangan bulat positif.
berbagai
format.
Citra
merepresentasikan
citra
sebenarnya
merepresentasikan
angka
nilai
ini
kebanyakan biasanya
sistem berupa
yang
merepresentasikan informasi yang hanya bersifat
biner
untuk
membedakan
2
2.2.1.2 Representasi Citra Digital
keadaan tentu tidak sama citra dengan informasi yang lebih kompleks sehingga
Komputer dapat mengolah isyarat-
memerlukan lebih banyak keadaan yang
isyarat elektronik digital yang merupakan
diwakilinya.
semua
kumpulan sinyal biner (bernilai dua: 0 dan
informasi tadi disimpan dalam bentuk
1). Untuk itu, citra digital harus mempunyai
angka, sedangkan penampilan angka
format tertentu yang sesuai sehingga dapat
tersebut
merepresentasikan obyek pencitraan dalam
Pada
biasanya
citra
digital
dikaitkan
dengan
bentuk kombinasi data biner.
warna. Citra digital (digital image) adalah citra kontinyu f(x,y) yang sudah didiskritkan
34
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
Citra yang tidak berwarna atau hitam
2.2.1.3 Tingkat Abu-abu (Grayscale)
putih dikenal sebagai citra dengan derajat
Kecerahan dari citra yang disimpan
abu-abu (citra graylevel/grayscale). Derajat
dengan cara pemberian nomor pada tiap-
abu-abu yang dimiliki ini bisa beragam
tiap
mulai dari 2 derajat abu-abu (yaitu 0 dan 1)
pikselnya maka makin terang (putih) piksel
yang
citra
tersebut. Sedangkan semakin kecil nilai
monochrome, 16 derajat keabuan dan 256
suatu piksel, mengakibatkan warna pada
derajat keabuan.
piksel tersebut menjadi gelap. Dalam sistem
dikenal
juga
sebagai
pikselnya.
Semakin
tinggi
nomor
kecerahan yang umum terdapat 256 tingkat Dalam sebuah citra monochrome, sebuah piksel diwakili oleh 1 bit data yang
untuk setiap piksel. Scala kecerahan seperti ini dikenal sebagai grayscale.
berisikan data tentang derajat keabuan yang dimiliki piksel tersebut. Data akan
Proses grayscale ini bertujuan untuk
berisi 0 bila piksel berwarna hitam dan 1
merubah citra 24 bit RGB menjadi citra abu-
bila piksel
berwarna putih. Citra yang
abu. Pemilihan pemrosesan pada tingkat
memiliki 16 derajat keabuan (mulai dari 0
abu-abu ini dipilih karena lebih sederhana,
yang mewakili warna hitam sampai dengan
yaitu
15
yang
mewakili
menggunakan
sedikit
warna
putih)
kombinasi warna dan dengan citra abu-abu
4
data.
dirasakan sudah cukup untuk memproses
derajat
peta yang semula berupa RGB colour
direpresentasikan
oleh
Sedangkan
dengan
citra
hanya
bit 256
keabuan (nilai dari 0 yang mewakili warna
dengan liputan abu-abu.
hitam sampai dengan 255 yang mewakili Titik1
warna putih) direpresentasikan oleh 8 bit
Titik2
Titik3
Titik4
data. B
G
R
B
G
R
B
G
R
B
G
R
Dalam citra berwarna, jumlah warna bisa beragam mulai dari 16, 256, 65536 atau 16 juta warna yang masing-masing
Gambar 1. Model penyimpanan piksel pada buffer memori[3]
direpresentasikan oleh 4,8,16 atau 24 bit
Pengubahan citra 24 bit ke citra abu-
data untuk setiap pikselnya. Warna yang
abu YUV dengan mengambil komponen Y
ada terdiri dari 3 komponen utama yaitu
(luminance)
nilai merah (red), nilai hijau (green) dan nilai
mengalikan komponen R, G, B dari nilai
biru (blue). Paduan ketiga komponen utama
taraf intensitas tiap piksel RGB dengan
pembentuk warna tersebut dikenal sebagai
konstanta (0.299R,0.587G,0.11B).
dapat
dilakukan
dengan
RGB color yang nantinya akan membentuk citra warna.
35
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
berdasarkan histogram dari bagian ke-ij (1≤ i,j ≤ m). Hasil akhir dari proses ini adalah gabungan dari bagian-bagian citra tadi, yang sebearnya berasal dari sebuah citra yang lebih besar. Sebuah citra dapat dibagi menjadi 4, 6, 9 bagian dan seterusnya tergantung pada ukuran dimensi citra dan besarnya perbedaan latar belakang yang Gambar 2. Operasi Pengubahan Citra 24 bit
paling gelap dan latar belakang yang paling
(piksel warna ) ke Citra Abu-Abu YUV [9]
terang, sehingga bagian-bagian kecil tadi menutup seluruh bagian dari citra asal. Ilustrasi pembagian citra menjadi empat
2.2.1.4 Pengambangan Adaptif. Pendekatan langsung dalam metode adaptif
adalah
dengan
membagi
bagian diberikan pada Gambar 2.5 [33].
citra
menjadi beberapa bidang berukuran m x m lalu memilih threshold Tij untuk bagian citra
T1,1
T2,1
T1,2
T2,2
Gambar 3. Pembagian daerah dengan teknik pengambangan adaptif [33].
Nilai ambang lokal dapat dihitung dengan salah satu dari tiga cara berikut [21]:
(2) 36
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
atau 4. Eksperimen Eksperimen
(3)
dilakukan
menggunakan citra lidah penderita tifoid dengan merubah parameter sub window dan nilai konstanta pada perangkat lunak aplikasi perangkat
(4)
lunak
adaptif.
Digram
implementasi
blok
metode
adaptif ditunjukkan pada Gambar 4 dan
dengan W : blok yang diposes
perubahan nilai konstan ditunjukkan pada
Nw : banyaknya piksel pada blok W C
metode
Tabel 1.
: konstanta yang dapat
ditentukan secara bebas
Citra Lidah Penderita Tifoid
Algoritma Metode Adaptif
Citra Lidah (tersegmentasi)
Gambar 4. Diagram blok implementasi metode adaptif.
Tabel 1. Parameter pengujian perangkat lunak implementasi algoritma adaptif 5. Hasil dan pembahasan Berdasarkan
data
citra
lidah
Pengujian
Sub Window
Konstanta
1
4x4
0.14
penderita
2
16 x16
0.14
segmentasi dengan merubah sub window
3
19 x 19
0.14
dan
4
16 x 16
0.10
Gambar 5.
6
16 x 16
0.19
nilai
tifoid
diperolah
konstanta
hasil
ditunjukkan
uji
pada
37
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
Sub Window : 4x4
Sub Window : 16x16
Sub Window : 19 x 19
Konstanta : 0.14
Konstanta : 0.14
Konstanta : 0.14
Sub Window : 16x16
Sub Window : 16x16
Sub Window : 16 x 16
Konstanta : 0.10
Konstanta : 0.14
Konstanta : 0.19
Gambar 5. Hasil Uji Perangkat Lunak Segmentasi
Citra
Lidah
Menggunakan
6. Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang diambil
Metode Adaptif.
dari analisa dan pengujian segmentasi citra
Berdasarkan Gambar 5. Hasil Uji Perangkat
lidah menggunakan metode adaptif
Lunak
penderita penyakit tifoid lain :
Segmentasi
Citra
Lidah
Menggunakan Metode Adaptif diperoleh
a. Ukuran
optimal
dalam
sub
pada
window
ukuran optimal sub window diperoleh pada
diperoleh pada nilai 16 x 16 piksel.
nilai 16 x 16 piksel dengan nilai konstanta
b. Konstanta optimal pada nilai 0.14.
0.14. Semakin rendah nilai konstanta maka segmentasi
citra
semakin
besar
(over
segmentation) dan semakin besar sub window maka semakin segmentasi citra semakin besar.
38
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
Daftar Pustaka
Gaussian–Markov Random Fields and Neural Oscillator Networks”, IEEE
[1].
Adi Dharma Wibawa, 2005, “Early
Transactions On Neural Networks,
Detection
Vol. 12, No. 2, March.
On
The
Condition
Of
Pancreas Organ As The Cause Of Diabetes
Mellitus
Processing
Fausett,
Laurene,
1994,
Iris
Image
“Fundamentals Of Neural Networks,
Modified
SOM-
Arcitectures,
Algorithms,
and
Applications”,
Prentice
Hall,
By
Using
[8].
Kohonen, ICBME, Singapura.
Englewood Cliffs. [2].
Ajith Abraham, 2004, “Meta learning evolutionary artificial neural networks”,
[9].
Nero Computing.
H.P.
Ng.,
Watershed Image
[3].
Andy Song, Vic Ciesielski, 2004 ” Texture
Analysis
by
“ An Improved
Algorithm
For
Segmentation”,
Medical ICBME,
Singapura.[17]
Genetic
Programming”, In Proceedings of the
[10]. Ham., Fredric M., Kostanic., Ivica,
2004 Congress on Evolutionary, G.
2001, ” Principles of Neurocomputing
Greenwood
for Science & Engineering”, McGraw-
(Editor),
pages
2092-
2099, Portland.
[4].
2005,
Hill, Inc.
B.C. Merki, M.R. Mahfouz, 2005, “Unsupervised
[11]. Haryanti Rivai, 2005 “Pengenalan ciri-
Three-Dimensional
ciri tekstur kecacatan kain sutera
Segmen-tation of Medical Images
dengan
menggunakan
metode
Using an Anotomical Bone Altas ”,
gaussian markov random field dengan
ICBME, Singapura.
klasifikasi
SOM-Kohonen”,
ITS,
Surabaya. [5].
B. Jaganatha Pandian, 2005, “AI Based Detection And Classification Of Microca-lcifications
In
[12]. J.T. Pramudito, 2005,“Design and
Digital
Implemtation Of Early Osteoporosis
Mammogram” , ICBME, Singapura.
[6].
Detection
Software
Clavicular
Cortx
System
By
Thickness
Measurement”, ICBME, Singapura.
Duda., Ricard O, Hart., Peter E, Stork., Peter E, 2000, “Pattern Clasification”, John Willey & Sons Inc.
[13].
Jin-Hyuk
Hong,
2005.,
“The
classification of cancer based on DNA [7].
Erdogan Çesmeli and DeLiang Wang,
microarray data that uses diverse
2001, “Texture Segmentation Using
39
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ensemble
genetic
ISSN : 2086-7719
programming”,
Analisis
Citra,
Membangun
Artificial Itellejence in Medicine.
dan
Tahapan
Aplikasi
Biometrika”,
C.V. Andi Offset, Yogyakarta. [14]. M.S.G. Tsuzuki, 2005, “4D Thoracic Organ
Modelling
Unsunchronized
from
MR
[22]. Pratt., William K., 2001, “Digital Image Processing”, John Willey & Sons.
Sequential
Images”, ICBME, Singapura. [23]. Rinaldi [15]. Marques de sa, J.P., 2001,”Pattern
Citra
Munir, Digital
2004,
“Pengolahan
Dengan
Pendekatan
Algoritmik”, Informatika, Bandung.
Recognition:Consept, Methods and
[24]. Russ., John C., 1998, “The Image
Applications”,Springer.
Processing Handbook 3th”, A CRC [16]. Matthew
J.Langdon,Ph.D,
2003,
Handbook Published.
”Classification of Gaussian Markov Random
Field
Application
to
(GMRF)
Powder
with
images
[25].
”,
Soeparman, 1995., “Ilmu penyakit dalam”, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
University of Leads. [26]. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, [17]. Mei-Gie
Lim,
2005,
“Probability
1982., “Ilmu kesehatan anak jilid 2”,
Distribution Maps As Medical Image
Fakultas
Kedokteran
Labeling Tool – Pros and Cons”,
Indonesia, Jakarta.
Universitas
ICBME, Singapura. [27]. Shao-Jer Chen, 2005, “Quantitative [18].
Mori, Shunji., Nishida, Hirobumi.,
Assessment Of Pathological Findings
Yamada, Hiromitsu, 1999, “Optical
For
Character Recognition”, John Willey &
Sonographic
Sons Inc.
ICBME, Singapura.
[19]. Nicholas V. Swindale and Hans-Ulrich Bauer, Kohonen's
1998,
“Application
self-organizing
[28].
Breast
Cancer Texture
Analysis”,
Steinmetz., Raft, Nahrstedt., Klara,
of
2002,
“Multimedia
feature
Media
Coding
map algorithm to cortical maps of
through
Fundamentals, and
Content
Processing”, Prentice-Hall inc.
orientation and direction preference”, [29]. Supatman,
The royal society .
2008,”Identifikasi
citra
tekstur bubuk susu dengan metode [21].
Putra.,
Darma,
2009,
“Sistem
alih-ragam gelombang singkat untuk
Biometrika, Konsep Dasar, Teknik
memprediksi keaslian produk susu”,
40
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
Proceedings SITIA2008, ISBN: 978979-8897-24-5, tanggal: 8 Mei 2008 , ITS Surabaya. [30].
Supatman, 2008, “Identifikasi Citra Sketsa
Figur
Metode
Manusia
Pulse
Dengan
Coupled
Neural
Network (PCNN) Untuk Mempredisi Daya
Tahan
Terhadap
Stres”,
Prosiding Semnasif 2008, ISSN:19792328, Jurusan Teknik Informatika, FTI, UPN “Veteran” Yogyakarta.
[31]. Supatman., Mulyanto, Eko., Purnomo, Mauridy H., 2007, “Identifikasi citra tekstur lidah menggunakan metode gaussian markov random field untuk deteksi
dini
penyakit
tifoid”,
Proceedings SITIA2007, ISBN : 978979-9589-9-8, tanggal 9 Mei 2007, ITS Surabaya. [32]. Supatman, 2006,”Ekstraksi ciri citra tekstur lidah menggunakan metode Co-Occurrence
Prosiding
Matrik”,
Seminar Nasional Peran Teknologi Pemrosesan
Sinyal
Diera
Global”
ISBN : 979-1149-91-7, tanggal: 11 November
2006,
Universitas
Fak.
Wangsa
Teknik, Manggala
Yogyakarta. [33]. Usman Ahmad, 2005, ”Pengolahan Citra
Digital
Pemrogramannya”,
dan Graha
Teknik Ilmu,
Yogyakarta.
41