Sumber penerangan utama yang digunakan oleh rumah tangga menjadi salah satu indikator kemiskinan yang digunakan oleh BPS (Badan Pusat Statistik). Rumah tangga yang menggunakan sumber penerangan selain listrik dari PLN atau non-PLN dalam jumlah besar dapat dikategorikan sebagai rumah tangga miskin.
PEN D A HU L U AN
Tempat
tinggal atau hunian berpengaruh terhadap kondisi lingkungan melalui penggunaan alat-alat atau perabot rumah tangga, seperti listrik, penghangat ruangan, pemanas air, lemari es, dan mesin cuci. Secara prinsip penggunaan energi di lingkungan hunian penduduk akan meningkat seiring dengan kepadatan rumah. Sementara itu, Hass (2004) mengungkapkan fakta tentang implikasi komponen teknologi terhadap penghematan energi listrik dalam penggunaan barang-barang rumah tangga. Peningkatan teknologi memudahkan penduduk memenuhi kebutuhan hidupnya melalui barang-barang yang disediakan, terutama barang-barang yang membutuhkan input energi lebih se-
dikit dibandingkan dengan sebelum adanya temuan teknologi. Dengan kekuatan daya yang terpasang, penduduk akan mengatur penggunaan energi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebagai contoh, melalui teknologi penduduk dapat mengombinasikan listrik dan seperangkat televisi agar input yang dibutuhkan lebih sedikit. Penduduk juga dapat mengombinasikan minyak dan sistem pemanas ruangan, gas dan kompor untuk menghemat penggunaan kompor listrik, serta bentuk-bentuk kombinasi lainnya. Kemudian Lutzenheiser (1993) menjelaskan kerangka penggunaan energi dalam lingkungan hunian melalui dua pendekatan,
yaitu ekonomi dan perilaku. Dalam kerangka ekonomi, penggunaan energi penduduk menggambarkan tingkat kesejahteraan. Penduduk berpenghasilan tinggi cenderung memiliki pola konsumsi energi yang tinggi pula karena dipicu oleh peralatan atau perabot rumah tangga yang lebih kompleks. Di sisi lain, biaya untuk mengakses listrik berkekuatan besar tidaklah murah sehingga tidak semua golongan mampu mengaksesnya. Sementara itu, dalam pendekatan perilaku, penggunaan energi adalah fungsi dari perilaku. Individu berperilaku positif terhadap lingkungan, dalam arti mereka mampu mengendalikan tingkat kerusakan lingkungan melalui penghematan energi apabila didahului oleh pengetahuan, preferensi, dan sikap yang positif terhadap lingkungan. Energi listrik merupakan salah satu infrastruktur yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu, penyediaan energi listrik harus dapat terjamin dalam jumlah yang cukup, harga yang wajar, dan mutu yang baik. Semakin meningkat perkonomian suatu daerah akan semakin meningkat juga konsumsi energi listriknya. Konsumsi listrik Indonesia setiap tahunnya terus meningkat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, prakiraan kebutuhan listrik jangka panjang di Indonesia sangat diperlukan agar dapat menggambarkan kondisi kelistrikan saat ini dan masa datang.
Gambar 1 Daya Terpasang Sumber: Harsono, 2012
secara prinsip penggunaan energi di lingkungan hunian penduduk akan meningkat seiring dengan kepadatan rumah.
Konsumsi listrik indonesia setiap tahun terus meningkat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional.
PLN mendukung kebijakan pemerintah dalam pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT), yaitu menyangkut konservasi energi, efisiensi pemanfaatan sumber energi setempat, diversifikasi energi, dan pelestarian lingkungan. Selain itu, PLN menetapkan kebijakan untuk memprioritaskan pemanfaatan EBT di daerah tertinggal, pulau-pulau terdepan yang berbatasan dengan negara tetangga, dan pulau-pulau terluar lainnya, terutama di wilayah Indonesia Timur (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN (Persero) 2010–2019, 2010). Kebutuhan listrik Indonesia diperkirakan tumbuh rata-rata 8,46 persen per tahun (Jawa-Bali 7,8 persen, Indonesia Barat 10,2 persen, dan Indonesia Timur 10,8 persen). Masyarakat yang memanfaatkan energi listrik di Indonesia selama ini, menurut data PLN tahun 2004, mencapai 33,3 juta pelanggan. Persentase pengguna listrik terbesar adalah rumah tangga (93 persen). Namun masyarakat belum menunjukkan kepedulian dan kesadaran terhadap arti penting menjaga keberlanjutan pasokan listrik. Hal ini tercermin dari sikap hidup yang boros ketika menggunakan energi listrik. Contoh sikap yang menunjukkan rendahnya kesadaran masyarakat adalah ketika mereka memasang daya listrik yang lebih besar daripada kebutuhan rumah tangganya dan menggunakan peralatan elektronik tanpa memperhatikan daya listriknya. Sayangnya, sebagian besar masyarakat Indonesia tidak menyadari akibat yang ditimbulkan dari pemakaian yang berlebihan ini, khususnya dampak bagi lingkungan hidup.
He m a t E n ergi Lis trik B u ka n H anya Hemat Materi Seiring dengan keluarnya Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Penghematan Energi, perlu dibangkitkan kesadaran masyarakat tentang arti pentingnya hemat energi listrik. Dalam menggugah kesadaran tersebut, kampanye hemat energi memiliki peran penting untuk mengubah cara pandang dan perilaku masyarakat. Akan tetapi, dari berbagai kampanye yang telah dilakukan, penekanan utama mengarah kepada upaya menghemat listrik. Hal ini seolah-olah upaya menghemat listrik hanya dapat dilakukan dengan mematikan beragam alat-alat elektronik sehingga mengurangi biaya untuk membayar listrik. Dari pemahaman inilah muncul slogan “Hemat Energi Listrik Hemat Materi”.
Penekanan kampanye “Hemat Energi Listrik Hemat Materi” ini menjadi bias dengan kondisi masyarakat Indonesia. Berhemat umumnya terjadi dengan sendirinya untuk rumah tangga kelas menengah ke bawah dengan pendapatan yang rendah. Mereka telah terbiasa menggunakan listrik dengan daya dan biaya minim sesuai dengan kemampuan ekonomi mereka. Penerapan kampanye “Hemat Energi Listrik Hemat Materi” dapat diterapkan pada masyarakat kelas menengah ke atas. Namun permasalahan tidak berhenti di satu aspek ekonomi tersebut. Kondisi lingkungan yang diakibatkan dari penggunaan listrik berlebihan tersebut tidak pernah diungkapkan dalam kampanye hemat listrik ini.
Tabel 1 Rumah Tangga yang Menyalakan Lampu di Siang Hari
Sumber: Survei Perilaku Masyarakat Peduli Lingkungan, 2012
Dewasa ini terjadi disparitas antara konsumsi energi listrik yang terus tumbuh dengan sumber energi yang semakin terbatas. Hal ini menyebabkan ekplorasi dilakukan dengan mengabaikan tatanan ekosistem alam sehingga menyebabkan hilangnya potensi hayati, deforestasi, dan bencana alam.
Pe ri la k u P em a nf a a ta n Lis trik Dalam konteks perilaku pemanfaatan energi listrik, berikut adalah data hasil survei yang dapat dijadikan acuan. Survei Perilaku Masyarakat Peduli Lingkungan yang dilakukan oleh Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup pada 2012 menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga di Indonesia menggunakan listrik yang bersumber dari PLN. Sebagian besar rumah tangga di Indonesia menggunakan listrik yang bersumber dari PLN, yakni 96,4 persen. Sebagian besar rumah tangga (80,9 persen) yang menggunakan listrik dari PLN memasang daya kurang dari 900 watt. Hal ini karena penggunaan listrik hanya untuk keperluan rumah tangga saja sehingga daya yang terpasang tidak besar. Namun rumah tangga yang memiliki daya listrik dengan besar lebih dari 900 watt mempunyai proporsinya yang cukup besar juga, yaitu 23,2 persen. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menghemat penggunaan energi adalah memasang lampu hemat energi di setiap ruangan. Secara total rumah tangga yang memasang lampu hemat energi mencapai 84,5 persen. Berdasarkan wilayah, diketahui
Sebagian besar rumah tangga (80,9 PERSEN) menggunakan listrik dari pln dan memasang daya kurang dari 900 watt.
semakin banyak ruangan yang tidak mendapatkan cahaya matahari memperbesar kecenderungan mereka untuk menyalakan lampu di siang hari.
masih diperlukan upaya penyadaran kepada masyarakat agar lebih efisien dalam memanfaatkan listrik.
bahwa rumah tangga yang tinggal di Jawa memiliki persentase yang paling rendah dalam hal penggunaan lampu hemat energi (41,7 persen). Sementara itu, wilayah yang paling banyak menggunakan lampu hemat energi adalah Sulawesi yang sebesar 99,9 persen. Hal ini berarti hampir rumah tangga telah menggunakan lampu hemat energi. Perilaku rumah tangga di Indonesia dalam hal pemanfaatan energi listrik secara efisien tergolong cukup baik. Selain menggunakan lampu hemat energi untuk mengurangi pemakaian listrik, banyak rumah tangga melakukan penghematan listrik dengan cara tidak menyalakan lampu di siang hari. Berdasarkan hasil survei, diketahui bahwa tujuh dari sepuluh rumah tangga di Indonesia cenderung mematikan lampu di siang hari. Sementara itu, rumah tangga yang menyalakan lampu di siang hari adalah mereka yang memiliki keterbatasan sistem pencahayaan di dalam rumah. Jumlah lampu yang dinyalakan pun sangat bervariasi, yaitu satu hingga lebih dari enam unit. Semakin banyak ruangan yang tidak mendapatkan cahaya matahari memperbesar kecenderungan mereka untuk menyalakan lampu di siang hari.
Berdasarkan wilayah, tidak terdapat perbedaan dalam hal kebiasaan menyalakan lampu di siang hari. Paling banyak adalah yang menyalakan satu sampai tiga lampu dengan rata-rata lebih dari 90 persen.
cara langsung berhubungan dengan perilaku penggunaan listrik. Semakin tinggi tingkat pendidikan tidak secara langsung memengaruhi rumah tangga untuk berperilaku hemat listrik.
Pengukuran perilaku rumah tangga dalam penggunaan listrik didasarkan pada hasil perhitungan tertentu. Perhitungan yang digunakan adalah proporsi jumlah ruangan tiap rumah tangga dengan jumlah lampu terpasang, baik lampu biasa dan lampu hemat energi, lampu yang dinyalakan pada siang dan malam, dan membiarkan alat elektronik tetap menyala meskipun tidak digunakan.
Pola yang sama juga ditemukan untuk rumah tangga dengan perilaku tidak hemat listrik karena yang paling banyak adalah mereka berpendidikan sedang (53,8 persen). Persentase rumah tangga yang memiliki perilaku tidak hemat listrik paling kecil adalah yang berpendidikan tinggi, yaitu sebesar 13 persen.
Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa perilaku rumah tangga menurut tingkat pendidikan menunjukkan hal berikut. Tingkat pendidikan sedang (712 tahun atau setingkat SMP-SMA) mempunyai perilaku hemat dalam penggunaan listrik, yakni 51,7 persen. Sementara itu, rumah tangga yang berpendidikan tinggi (SMA ke atas) memiliki perilaku hemat listrik hanya 10,1 persen saja. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak se-
Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan rumah tangga, baik kategori rendah, sedang, maupun tinggi, memiliki perilaku hemat dalam penggunaan listrik. Namun perilaku hemat listrik tersebut hanya berselisih sedikit dengan perilaku tidak hemat listrik. Dengan demikian, masih perlu adanya upaya penyadaran kepada masyarakat agar lebih efisien dalam memanfaatkan listrik, baik dalam penggunaan lampu hemat energi dan tidak perlu menyalakan listrik jika tidak diperlukan.
Tabel 2 Perilaku Penggunaan Listrik menurut Tingkat Pendidikan
Sumber: Survei Perilaku Masyarakat Peduli Lingkungan, 2012
Perilaku rumah tangga dalam pemanfaatan listrik dapat dilihat juga berdasarkan status pekerjaan. Diketahui bahwa penduduk yang memiliki perilaku hemat listrik dengan status bekerja (69,2 persen) lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk yang tidak bekerja (30,8 persen). Hal ini berarti penduduk yang berstatus bekerja lebih mempertimbangkan segi efisiensi dalam pemanfaatan listrik karena memengaruhi besarnya pengeluaran rumah tangga untuk membayar listrik.
Jika dilihat dari sisi penduduk yang berperilaku tidak hemat listrik, paling besar adalah mereka yang statusnya telah bekerja (67,4 persen) dibandingkan dengan yang tidak bekerja (32,6 persen). Hasil ini memperlihatkan bahwa penduduk yang berstatus bekerja juga memiliki perilaku tidak hemat listrik. Oleh karena itu, dapat dikatakan lebih dari separuh penduduk yang berstatus bekerja memiliki perilaku hemat listrik. Hanya saja persentase penduduk yang berstatus tidak bekerja yang berperilaku tidak hemat listrik cukup besar karena hampir mendekati separuhnya (42,6 persen).
Gambar 2 Perilaku Pemanfaatan Listrik menurut Status Pekerjaan Sumber: Survei Perilaku Masyarakat Peduli Lingkungan, 2012
Berdasarkan status tempat tinggal, yakni kota dan desa, dapat diketahui bahwa penduduk yang tinggal di desa (52,5 persen) memiliki perilaku hemat listrik lebih tinggi dibandingkan dengan kota (47,5 persen). Kondisi ini memberikan gambaran bahwa penduduk yang tinggal di wilayah perdesaan memiliki perilaku hemat listrik dibandingkan dengan kota. Hal ini dipengaruhi oleh faktor kepemilikan berbagai alat elektronik dan kelengkapan fasilitas
rumah tangga, seperti jumlah ruang yang harus terpasangi lampu. Penduduk yang tinggal di kota dan memiliki jumlah ruangan lebih dari tiga mempunyai persentase 52,2 persen, bandingkan dengan yang tinggal di desa yang hanya sebesar 47,8 persen. Dari perilaku pemanfaatan listrik menurut wilayah diketahui bahwa secara nasional perilaku penduduk yang hemat listrik sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk yang berperilaku tidak hemat listrik. Besarnya masing-masing adalah 56,7 persen dan 43,3 persen. Berdasarkan wilayah, ditunjukkan bahwa penduduk di Pulau Bali-NTT memiliki perilaku hemat listrik paling tinggi dibandingkan dengan wilayah lain, yakni sebesar 81,3 persen. Sementara itu, wilayah yang paling rendah dalam hal perilaku hemat listrik adalah Jawa yang hanya mencapai 42,2 persen.
Gambar 3 Perilaku Pemanfaatan Listrik menurut Tempat Tinggal Sumber: Survei Perilaku Masyarakat Peduli Lingkungan, 2012
Hal yang menarik terjadi untuk Pulau Jawa, yaitu penduduk yang memiliki perilaku hemat listrik lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak hemat listrik. Kondisi ini tidak terjadi untuk wilayah lain karena rata-rata perilaku hemat listrik lebih tinggi daripada perilaku tidak hemat listrik. Faktor yang menyebabkan penduduk di Jawa lebih banyak yang tidak berperilaku hemat listrik adalah karena tingkat ekonomi dan ketersediaan fasilitas yang dimiliki oleh rumah tangga relatif lebih baik dibandingkan dengan wilayah lain. Di samping itu, ketergantungan penduduk di Jawa terhadap peralatan yang menggunakan listrik cukup tinggi sehingga konsumsi listrik menjadi tinggi.
Imp l i ka si Ke b ija ka n Untuk mengurangi pemborosan energi listrik, khususnya di rumah dalam pemakaian lampu dan alat elektronik, perlu adanya upaya untuk mendorong pemakaian hemat listrik. Dampak dari pemakaian listrik yang tidak hemat, salah satunya, adalah beban biaya yang harus ditanggung akibat dari kenaikan harga listrik. Tidak dapat diabaikan bahwa selama sumber energi listrik masih berasal dari energi fosil, maka kuantitasnya akan semakin menurun yang berbanding lurus dengan kenaikan tarif dasar listrik. Langkah nyata yang perlu dilakukan untuk mendorong masyarakat berperilaku hemat listrik adalah dengan cara-cara berikut. 1. mematikan lampu jika tidak digunakan 2. menyalakan lampu dengan kapasitas watt kecil atau remang-remang di saat tidur 3. mematikan peralatan elektronik saat tidak digunakan 4. mengganti lampu rumah dengan lampu hemat energi. Sebagai upaya memberikan pemahaman komprehensif untuk mengubah cara pandang dan perilaku masyarakat menjadi hemat listrik tersebut, perlu adanya upaya kampanye yang terus-menerus lewat
berbagai media. Perlu adanya pengembangan pemanfaatan listrik dengan beberapa cara berikut ini. 1. teknologi hijau, hemat energi, dan sumber daya, seperti mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dan menggunakan energi dengan efisien 2. pemanfaatan sumber-sumber alam yang tersedia, seperti memperbanyak jumlah ventilasi di rumah agar matahari dapat dimanfaatkan sebagai sumber penerangan pada siang hari.
Daf tar Pu s taka Haas. 1998. “Residential Energy Demand in OECD Countries and the Role of Irreversible Efficiency Improvements”. Energy Economics. 29 (3). Pp 227-236. Kementerian Lingkungan Hidup. 2012. Perilaku Masyarakat Peduli Lingkungan. Kerja sama dengan Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM. Lutzenheiser. 1993. “Population and Environment: An Attemp to Set Some Basic Parameter for Analysis”. Makalah dalam presentasi pada Population Association of America Annual Meeting. Cincinati. 1-3 April.
Policy Brief ini ditulis oleh Eddy Kiswanto berdasarkan hasil penelitian “Indeks Perilaku Masyarakat Peduli Lingkungan di Indonesia” yang dibiayai oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Isi sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Jl. Tevesia, Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Tlp. (0274) 547867, 556564, 6491154 Faks. (0274) 556563 e-mail:
[email protected] homepage: http://www.cpps.ugm.ac.id