antungku." "Sebenarnya ada sedikit keberuntungan," kata Kepala Polisi. "Tampaknya presiden tercinta kami berkeras menghadiri eksekusi itu." Bolchenkov menyedot rokoknya dalam-dalam. "Dan ia hanya punya kesempatan Jumat pagi." Connor tersenyum kecut. "Aku senang akhirnya kau bisa bicara, Mr. Fitzgerald," lanjut Kepala Polisi. "Sebab kupikir sudah tiba saatnya untuk memberitahumu bahwa ada alternatif." 285 284
BAB DUA PULUH SATU Mark twain pernah berkata tentang teman- "Jika ia-tidak muncul pada waktunya, ketahuilah ia sudah mati." Mulai pukul empat, Maggie memeriksa jamnya setiap beberapa menit. Menjelang pukul setengah lima, ia mulai bertanya-tanya apakah ia sudah begitu mengantuk saat Joan meneleponnya, hingga ia salah paham tentang apa yang dikatakan Joan. Pukul lima Maggie memutuskan sudah saatnya menelepon Joan di rumah. Tak ada jawaban, hanya telepon berdering terus-menerus. Kemudian ia mencoba telepon mobil Joan. Kali ini ia memperoleh pesan: "Telepon ini untuk sementara rusak. Harap coba lagi kemudian." Maggie mulai mondar-mandir mengelilingi meja dapur, merasa yakin bahwa Joan pasti menerima berita dari Connor. Harus berita penting, bila tidak mengapa harus membangunkannya pukul dua pagi buta? Apakah Connor telah menghubungi Joan? Apa286 kah Joan tahu Connor berada di mana? Apakah Joan dapat mengatakan kepada Maggie kapan Connor pulang? Menjelang pukul enam, Maggie memutuskan ini peristiwa gawat
darurat. Ia menyetel televisi untuk mencocokkan jamnya. Wajah Charlie Gibson muncul di layar. "Dalam jam berikut kita akan berbincang-bincang mengenai hiasan-hiasan Natal yang bahkan anak-anak pun akan dapat membantu Anda melakukannya. Tapi terlebih dulu kita akan menjumpai Kevin Newman untuk mendengar berita pagi ini." Maggie mulai berjalan-jalan di seputar dapur sementara seorang reporter memprediksikan bahwa RUU Pengurangan Senjata Nuklir, Biologi, Kimia, dan Konvensional dari Presiden hampir pasti kandas di Senat, karena kini Zerimski telah terpilih menjadi pemimpin Rusia. Maggie baru mempertimbangkan apakah hendak melanggar aturan seumur hidup dengan menelepon ' Joan di Langley, ketika baris-baris teks muncul di bawah gambar Kevin Newman: "Kecelakaan di GW Parkway melibatkan sebuah truk pasir dan sebuah Volkswagen— pengendara mobil diasumsikan tenggelam. Berita selengkapnya dalam Berita Saksi Mata pukul 6.30." Kata-kata itu melintasi layar bawah dan menghilang. Maggie mencoba makan semangkuk cornflakes sementara buletin pagi berlanjut. Andy Lloyd muncul di layar. Ia mengumumkan bahwa Presiden Zerimski merencanakan kunjungan resmi ke Washington sebelum Natal. "Presiden menyambut baik berita itu," kata seorang reporter, "dan berharap itu akan sedikit-banyak meyakinkan pemimpin-pemimpin Senat bahwa Presiden Rusia yang baru menghendaki tetap bersahabat dengan Amerika. Namun mayoritas para pemimpin Senat mengatakan akan menanti dulu hingga Zerimski menyampaikan pidato..." Ketika mendengar bunyi gedebuk di keset, Maggie pergi ke ruang depan, mengambil tujuh amplop yang tergeletak di lantai. Ia memeriksanya sambil berjalan kembali ke dapur. Empat untuk Connor. Ia tak pernah membuka surat-suratnya sementara Connor sedang pergi. Ada sebuah tagihan Pepco. Yang lain berprangko Chicago, dan huruf dalam nama Maggie ada di sudut sehingga tak bisa lain kecuali kartu Natal tahunan dari Declan O'Casey Surat terakhir bertulisan tangan yang bagus dari
putrinya. Ia meminggirkan surat-surat lainnya dan membuka surat putrinya. Dear Mom, Aku (tanya mengabarkan ba(m>a Stuart tiba di Los Angeles (tari Jumat. Kami merencanakan bermobil ke San Francisco beberaw (jari sebelum terbang ke Vttisbington tanggal lima belas. Maggie tersenyum. Kami berdua menunggu-nunggu merayakan Natal bersama Mom dan Dad. Dad tidak meneleponku, jadi kuanggap ia belum pulangi.. Maggie mengernyit. Aku menerima surat dari Joan, yang tampaknya 288 tak menyukai pekerjaan barunya. Kuduga, seperti kita semua, ia rindu pada Dad. Ia mengatakan i# membeli sebuah Volkstfagen baru yang seksL Maggie membaca kalimat itu untuk kedua kalinya. Kemudian tangannya mulai gemetar. "Ya Tuhan, tidak!" teriaknya keras. Ia melihat jamnya. Pukul 06.20. Di televisi, Lisa McRee memegangi rantai kertas hiasan daun holly dan buah berry. "Hiasan pesta Natal yang dapat dikerjakan dengan bantuan anak-anak," tutur Lisa dengan ceria. "Sekarang kita membahas pohon Natal." Maggie pindah ke Saluran 5. Seorang penyaji berita lain sedang berspekulasi mengenai apakah rencana kunjungan Zerimski akan mempengaruhi pemimpin-pemimpin Senat sebelum mereka mengadakan pemungutan suara mengenai RUU Pengurangan Senjata. . "Ayo, cepat!" kata Maggie. Akhirnya penyaji berita berkata, "Dan kini kita ikuti berita selengkapnya tentang kecelakaan di George Washington Parkway. Kami akan menghubungi koresponden kami, Liz Fullerton, di tempat kejadian peristiwa." "Terima kasih, Julie. Saya berdiri di jalur median George Washington Parkway, di mana terjadi kecelakaan tragis sekitar pukul 03.15 pagi ini. Tadi saya mewawancarai seorang
saksi mata yang menceritakan kepada Saluran 5 apa yang dilihatnya." Kamera memfokus pada seorang pria yang jelas tak menduga akan ditayangkan di televisi pagi itu. "Saya sedang menuju Washington," katanya kepada 289 reporter, "ketika truk pasir itu menuangkan muatannya di jalan raya hingga mobil di belakangnya kelabakan tak terkendali. Mobil itu selip, meluncur menuruni tebing, dan tercebur ke Sungai Potomac." Kamera bergerak menampilkan sungai dengan sorotan w ide angle, terfokus pada sekelompok polisi penyelam, kemudian kembali ke reporter. "Tampaknya tak seorang pun tahu pasti apa yang telah terjadi," ia melanjutkan. "Bahkan mungkin sekali pengendara truk pasir itu tak menyadari telah terjadi kecelakaan, karena tempat duduknya yang tinggi, dan melanjutkan perjalanannya" "Jangan, jangan!" jerit Maggie. "Jangan Joan!" "Di belakang saya Anda dapat melihat para polisi penyelam yang telah menemukan kendaraan itu, ternyata sebuah Volkswagen Passat. Mobil itu diharap dapat segera diangkat ke permukaan. Identitas pengendara masih belum diketahui." "Jangan, jangan, jangan," ulang Maggie. "Ya Tuhan, semoga bukan Joan." "Polisi meminta pengendara Mercedes hitam yang mungkin menyaksikan kecelakaan tersebut supaya tampil untuk membantu penyelidikan mereka. Kami berharap akan menyampaikan berita lebih banyak lagi pada tiap jam. Jadi sampai jumpa..." Maggie lari ke ruang duduk, menyambar mantelnya, dan menerjang keluar melalui pintu depan. Ia melompat ke dalam mobil, dan lega karena Toyota tua itu nyaris langsung hidup. Ia mengeluarkannya pelan-pelan menuju Avon Place, kemudian baru mempercepat lajunya di Twenty-Ninth Street dan menuju ke timur di M Street ke arah Parkway. 290 Jika memeriksa kaca spion, ia akan melihat Ford kecil biru yang berbali k, kemudian mengejarnya. Penumpang di jok depan sedang menelepon nomor yang tak terdaftar.
"Mr. Jackson, baik sekali kau mau datang dan menjumpaiku lagi." Jackson senang dengan basa-basi Nikolai Romanov yang berlebihan, lebih-lebih karena mengandung pretensi bahwa ia mungkin punya beberapa pdihan dalam persoalan itu. Pertemuan pertama atas permintaan Jackson, dan jelas tidak dianggap sebagai "menyia-nyiakan waktu", sebab Sergei masih berkeliaran dengan kedua belah kakinya. Setiap pertemuan berikutnya diikuti dengan panggilan dari Romanov untuk memberitahu Jackson tentang rencanarencana terakhir. Tsar duduk tenggelam di kursi yang berlengan tinggi. Jackson melihat segelas cairan tak berwarna di meja di sampingnya. Ia ingat reaksi orang tua itu ketika pada satu kesempatan ia mengajukan pertanyaan, maka ia menunggu orang tua itu bicara. "Mr. Jackson, kau akan senang mendengar bahwa kecuali satu masalah yang masih harus dipecahkan, semua yang diperlukan guna meloloskan rekanmu sudah diatur. Yang kita perlukan sekarang ialah agar Mr. Fitzgerald menyetujui syarat-syarat kita. Bila ia tak mampu melakukannya, aku tak bisa menghalanginya digantung besok pagi pukul delapan." Romanov bicara tanpa perasaan. "Biar kurunut apa yang telah kita rencanakan sejauh ini, begitu dia memutuskan melanjutkannya. Aku yakin, sebagai 291 Wakil Kepala Direktur CIA, pengamatanmu pasti akan berguna." Orang tua itu menekan tombol di lengan kursi, dan pintu-pintu di ujung ruang tamu itu langsung terbuka. Alexei Romanov masuk ruangan. " "Kau pasti sudah mengenal putraku," kata Tsar. Jackson memandang ke arah orang yang selalu menemaninya dalam perjalanan ke Istana Musim Dingin, tapi jarang bicara. Ia mengangguk. Orang muda itu menyingkap hiasan dinding permadani indah dari abad keempat belas yang
melukiskan Pertempuran di Flanders. Di baliknya terdapat televisi besar. Layar keperakan yang datar itu tampak agak tidak sesuai dengan lingkungan yang begitu megah, tapi tak melebihi ketidaksesuaian pemilik dan pembantu-pembantunya, pikir Jackson. Gambar pertama yang muncul di layar adalah bagian luar Penjara Crucifix. AIexei Romanov menunjuk jalan masuknya. "Zerimski diharapkan tiba di penjara pukul 07.50. Ia berada di mobil ketiga dari arak-arakan tujuh mobil, dan akan masuk melalui gerbang samping di sini." Telunjuknya melintasi layar. "Ia akan disambut Vladimir Bolchenkov, yang akan mengiringkannya ke halaman utama, tempat eksekusi akan dilaksanakan. Pada pukul 07.52..." Romanov muda melanjutkan mengajak Jackson merunut rencana dari menit ke menit. Dengan perincian yang lebih gamblang lagi bila menyangkut penjelasan tentang bagaimana orang dapat melaksanakan lolosnya Connor Jackson melihat bahwa ia tampaknya tak memperhatikan satu masalah yang masih 292 mengganjal, jelas karena percaya bahwa ayahnya akan muncul dengan solusi sebelum besok tiba. Setelah selesai, Alexei mematikan televisi, mengembalikan permadani ke tempatnya semula, dan agak membungkuk pada ayahnya. Kemudian ia meninggalkan ruangan tanpa sepatah kata pun lagi. Ketika pintu telah tertutup, orang tua itu bertanya, "Apakah ada beberapa pandangan?" "Satu atau dua," jawab Jackson. "Pertama-tama, perkenankan saya mengatakan saya terkesan oleh rencana itu, dan yakin kemungkinan besar itu akan sukses. Jelas Anda telah memikirkan segala kemungkinan yang barangkali timbul—yaitu mengasumsikan Connor menyetujui syaratsyarat Anda. Dan mengenai hal itu, saya harus mengulangi, saya tak punya wewenang untuk berbicara atas namanya." Romanov mengangguk. "Tetapi Anda masih menghadapi satu masalah." "Apakah kau punya solusinya?"
tanya orang tua itu. "Ya," jawab Jackson. "Saya punya solusinya." Bolchenkov menghabiskan waktu satu jam untuk menjelaskan secara terperinci rencana Romanov, kemudian pergi meninggalkan Connor untuk mempertimbangkan jawabannya. Ia tak perlu diingatkan bahwa ia menghadapi batas waktu yang tak dapat diubah: Zerimski akan tiba di Crucifix dalam waktu 45 menit. Connor terbaring di bangku. Syarat-syaratnya sudah dikemukakan sejelas mungkin. Tetapi bahkan bila ia menerima syarat-syarat itu dan dengan rekayasa 293 berhasil lolos, ia sama sekali tak yakin akan mampu melaksanakan kewajiban transaksi itu. Bila ia gagal, mereka akan membunuhnya. Sederhana saja—kecuali bahwa Bolchenkov telah berjanji ini bukan kematian cepat dan mudah di tiang gantungan. Seandainya Connor ragu, ia juga telah menjelaskan bahwa semua kontrak dengan Mafya Rusia yang tak dilaksanakan, secara otomatis akan menjadi tanggung jawab keluarga terdekat pihak yang melanggar. Connor masih dapat melihat ekspresi sinis di wajah Kepala Polisi ketika ia mengeluarkan foto dari saku dan menyerahkannya kepada Connor. "Dua wanita yang cantik," kata Bolchenkov. "Kau pasti bangga dengan mereka. Sungguh merupakan tragedi» kalau harus memperpendek hidup mereka untuk sesuatu yang tak mereka ketahui sama sekali." Lima belas menit kemudian pintu sel terbuka kembali, dan Bolchenkov kembali dengan sebatang rokok yang tak disulut menggelantung di mulut. Kali ini ia tidak duduk. Connor melanjutkan memandangi langit-langit, seolah Bolchenkov tak ada di situ. "Kulihat rencana kecil kami masih merupakan dilema bagimu," kata Kepala Polisi sambil menyulut rokok. "Bahkan setelah perkenalan kita yang singkat, itu tak mengagetkanku. Tapi mungkin setelah
mendengar berita terakhir dariku, kau akan berubah pikiran." Connor masih tetap memandangi langit-langit. "Tampaknya mantan sekretarismu, Joan Bennett, mengalami kecelakaan fatal dengan mobilnya dalam perjalanan dari Langley menuju rumah istrimu." 294 Connor menurunkan kakinya, duduk sambil menatap Bolchenkov. "Bila Joan telah mati, bagaimana kau tahu ia dalam perjalanan akan mengunjungi istriku?" "CIA bukannya satu-satunya lembaga yang menyadap telepon istrimu," jawab Kepala Polisi, la menyedot rokoknya terakhir kali, membiarkan puntungnya jatuh dari mulut, dan menginjak-injaknya di lantai. "Kami menduga sekretarismu, entah bagaimana, telah mengetahui siapa yang ditahan di Lapangan Kemerdekaan. Dan tanpa mengemukakan seluk-beluk hal ini, jika istrimu sebangga dan sekukuh ungkapan profilnya, dapat kita asumsikan tak lama lagi ia juga akan sampai ke kesimpulan yang sama. Jika memang demikian, aku khawatir Mrs. Fitzgerald akan mengalami nasib yang sama seperti sekretarismu." "Jika aku menyetujui syarat-syarat Romanov," kata •Connor, "aku ingin menyisipkan klausulku sendiri ke dalam kontrak itu." Bolchenkov mendengarkan penuh minat. "Mr. Gutenburg?" "Saya sendiri." "Ini Maggie Fitzgerald. Saya istri Connor Fitzgerald, yang sekarang sedang Anda tugaskan ke luar negeri." "Saya tak ingat nama itu," kata Gutenburg. "Anda menghadiri pesta perpisahannya di rumah kami di Georgetown beberapa minggu lalu." "Saya kira Anda keliru mengira saya orang lain." jawab Gutenburg tenang. "Saya tidak keliru mengira Anda orang lain, Mr. 295 Gutenburg. Nyatanya, pada pukul 20.27 tanggal 2 November, Anda menelepon dari rumah kami ke
kantor Anda." i "Saya tidak menelepon seperti iru, Mrs. Fitzgerald. Dan dapat saya tegaskan bahwa/ suami Anda tidak pernah bekerja untuk saya." / "Kalau begitu katakan pada saya, Mr. Gutenburg, apakah Joan Bennett pernah bekerja untuk CIA? Atau barangkali ia juga telah dihapus sama sekali dari ingatan Anda?" "Apa yang hendak Anda katakan, Mrs. Fitzgerald?" "Nah, akhirnya saya berhasil menarik perhatian Anda. Biar saya perbaiki dulu ingatan Anda yang rusak sementara ini. Joan Bennett adalah sekretaris suami saya selama hampir dua puluh tahun. Dan saya rasa Anda sulit menyangkal bahwa ia tewas akibat kecelakaan dalam perjalanan dari Langley untuk bertemu dengan saya." "Saya turut menyesal membaca berita tentang kecelakaan tragis Miss Bennett itu, tapi saya tak mengerti apa hubungannya dengan saya." "Pers mungkin juga samar-samar mengenai apa yang sebenarnya terjadi di George Washington Parkway kemarin pagi. Tapi mereka mungkin selangkah lebih dekat dengan solusi jika mereka diberitahu bahwa Joan Bennett biasa bekerja untuk seseorang yang menghilang dari muka bumi sementara melaksanakan tugas khusus dari Anda. Dulu saya selalu beranggapan seorang peraih Medali Kehormatan, menurut para wartawan, senantiasa menarik perhatian para pembaca." "Mrs. Fitzgerald, saya tak dapat diharapkan meng296 ingat setiap orang dari 17.000 orang yang bekerja pada CIA. Dan saya pasti tak ingat pernah bertemu dengan Miss Bennett, apalagi suami Anda." "Mungkin saya harus menggugah ingatan Anda yang kabur lebih jauh, Mr. Gutenburg. Untungnya— atau celakanya—tergantung pada sudut pandang Anda, putri saya telah merekam
dengan video pesta yang menurut Anda tidak Anda hadiri itu. Maksudnya ini sebagai hadiah kejutan buat ayahnya Natal nanti. Saya punya pandangan lain tentang peristiwa itu, Mr. Gutenburg. Walau Anda hanya memainkan peran kecil, dalam rekaman video itu tampak Anda sangat akrab dengan Miss Bennett. Percakapannya juga direkam, dan rasanya jaringan televisi akan menganggap kontribusi Anda pantas disiarkan pada tayangan berita awal petang ini." Kali ini Gutenburg tak menjawab beberapa lama. "Mungkin sebaiknya kita bertemu, Mrs. Fitzgerald," katanya akhirnya. "Tak ada gunanya, Mr. Gutenburg. Saya sudah tahu persis apa yang saya inginkan dari Anda." "Dan apa itu, Mrs. Fitzgerald?" "Saya ingin tahu di mana suami saya saat ini, dan kapan saya dapat melihatnya kembali. Sebagai imbalan dua informasi kecil itu, saya akan menyerahkan rekaman videonya." "Saya perlu waktu sedikit." "Tentu saja," kata Maggie. "Bagaimana kalau kita batasi hingga 48 jam? Dan, Mr. Gutenburg, jangan buang-buang waktu dengan mengaduk-aduk rumah saya mencari rekaman itu. Anda takkan menemukannya, sebab telah saya sembunyikan di suatu 297 / tempat di luar perkiraan orang yang ingatannya berbelit-belit seperti Anda." "Tapi..." Gutenburg mulai. "Juga harus saya tambahkan, bila Anda memutuskan menghilangkan saya seperti yang Anda lakukan pada Joan Bennett, saya telah menginstruksikan kepada pengacarapengacara saya bahwa bila saya meninggal dalam keadaan yang mencurigakan, mereka harus langsung menayangkan kopi-kopi rekaman itu di ketiga jaringan TV utama, Fox, dan CNN. Bila sebaliknya, saya hilang
begitu saja, rekaman itu akan ditayangkan tujuh hari kemudian. Cukup sekian dulu, Mr. Gutenburg." Maggie meletakkan pesawat telepon dan menjatuhkan diri ke tempat tidur dengan bermandi keringat. Gutenburg menyelinap masuk lewat pintu yang menghubungkan kantornya dengan kantor Direktur. Helen Dexter mendongak dari mejanya, tak dapat menyembunyikan kekagetannya karena wakilnya telah memasuki ruangan tanpa mengetuk pintu lebih dulu. "Kita punya masalah," hanya itu yang dikatakan Gutenburg. 298 ^5
BAB DUA PULUH DUA Si terpidana tidak sarapan. Staf dapur selalu berusaha menghilangkan kutu-kutu dari roti untuk makanan terakhir tahanan, tetapi kali ini usaha mereka sia-sia. Si tahanan memandang sajian itu hanya satu kali, lalu meletakkan piring kaleng itu di bawah bangku tidurnya. Beberapa saat kemudian seorang imam Ortodoks Rusia memasuki sel. Ia menjelaskan kepada si tahanan, walaupun agama mereka tidak sama, ia dengan senang hati menyelenggarakan upacara keagamaan terakhir. Hosti itulah satu-satunya santapannya hari itu. Setelah sang imam menyelenggarakan upacara kecil itu, mereka berlutut bersama di lantai dingin. Pada akhir doa pendek, sang imam memberkatinya dan meninggalkannya dalam kesunyian. Ia berbaring di bangku tidurnya sambil menera-wangi langit-langit. Tak sesaat pun ia menyesali 299 Keputusannya. Begitu ia menjelaskan alasan-alasannya, Bolchenkov menerimanya tanpa
berkomentar, bahkan mengangguk pendek ketika meninggalkan sel. Setidaknya itulah yang dapat dilakukan Kepala Polisi untuk mengakui bahwa ia mengagumi keberanian moral orang itu. Tahanan itu sudah pernah satu kali menghadapi maut. Yang kedua kali ini tidak lagi menimbulkan kengerian yang sama baginya. Dulu ia memikirkan istri dan anaknya yang takkan pernah dilihatnya lagi. Tetapi kini ia hanya bisa memikirkan orangtuanya, yang kedua-duanya telah meninggal hanya berselang beberapa hari. Ia gembira bahwa tak seorang pun dari mereka dikuburkan dengan membawa hukuman mati ini sebagai kenangan terakhir darinya. Bagi mereka, kepulangannya dari Vietnam merupakan kemenangan, dan mereka sangat senang ketika ia menyatakan niatnya untuk melanjutkan mengabdi kepada negerinya. Ia mungkin sudah menjadi direktur, jika Presiden tidak terpaksa memutuskan mengangkat seorang perempuan untuk mendukung kampanyenya. Ternyata tidak menolong. Walaupun Gutenburg yang menancapkan belati di antara tulang belikatnya, tak ada yang meragukan siapa yang menyerahkan senjata itu. Perempuan itu pasti menikmati perannya sebagai Lady Macbeth. Ia akan menuju ke liang kubur dengan hanya sedikit sesama warga negara yang pernah menyadari pengorbanannya. Baginya itu saja sudah lebih dari cukup. Tak akan ada upacara perpisahan. Tak ada peti mati berselubungkan bendera Amerika. Tak ada sa-300 habat dan kerabat yang berdiu di ti'pi kubur untuk mendengarkan imam memuji pengabdian dan pelayanan kepada masyarakat yang menandai kariernya. Tak ada marinir yang mengangkat senjata dengan bangga. Tak ada tembakan salvo 21 kali. Tak ada bendera terlipat yang diserahkan atas nama Presiden kepada keluarga dekatnya. Tidak. Ia hanya ditakdirkan menjadi salah satu pahlawan tak dikenal Tom Lawrence. Baginya, yang tertinggal hanyalah digantung di negeri yang tak dicintai dan tak mencintainya. Kepala pelontos, sebuah nomor di pergelangan, dan kubur tak bernisan.
Mengapa ia mengambil keputusan yang sangat mengharukan Kepala Polisi yang biasanya tanpa belas kasihan? Ia tak punya waktu untuk menjelaskan kepada orang itu apa yang telah terjadi di Vietnam, tetapi di situlah kematian akan menjemputnya dan takdir ini tak dapat diubah lagi. Mungkin ia seharusnya menghadapi regu penembak beberapa tahun lalu di negeri lain yang jauh. Namun ia selamat. Kali ini tak seorang pun akan menolongnya di saat terakhir. Dan kini telah terlambat untuk berubah pikiran. Presiden Rusia terbangun pagi itu dengan suasana hati buruk. Orang pertama yang ditumpahi kemarahan adalah kokinya. Ia menyapu sarapannya dengan tangan hingga tumpah ke lantai sambil berteriak, "Inikah keramahan yang bisa kuharapkan setelah sampai di Leningrad?" Ia bergegas keluar kamar. Di mang kerjanya, 301 seorang petugas dengan gugup meletakkan dokumen-dokumen untuk ditandatangani, yang memberi kuasa kepada polisi untuk menahan para warga tanpa dakwaan tindak pidana. Ini tidak mengubah suasana hati Zerimski yang gelap. Ia tahu bahwa itu merupakan kiat untuk menyingkirkan para pencopet, penjaja obat bius, dan penjahat kecil-kecil dari jalanan. Yang ia kehendaki adalah kepala Tsar yang disajikan di atas piring. Jika Menteri Dalam Negeri terus-menerus mengecewakannya, ia terpaksa mempertimbangkan untuk menggantinya. Menjelang saat Kepala Staf tiba, Zerimski telah selesai menandatangani riwayat ratusan jiwa orang-orang yang melakukan hanya satu tindak pidana, yaitu mendukung Chernopov selama kampanye pemilihan. Telah tersebar desas-desus di sekitar Moskwa bahwa mantan Perdana Menteri merencanakan akan beremigrasi. Pada hari ia meninggalkan Rusia, Zerimski akan menandatangani seribu perintah semacam itu, dan akan menjebloskan ke penjara semua orang yang pernah bekerja untuk Chernopov dalam kapasitas apa pun. Ia melemparkan pena di meja. Semuanya tekih dilaksanakan dalam waktu kurang dari seminggu.
Bayangan malapetaka yang akan m ditimbulkannya selama sebulan, setahun, membuatnya agak gembira. "Limusin Anda sudah menunggu, Mr. President," kata seorang petugas dengan takuttakut. Wajah orang itu tak dapat dilihatnya. Ia tersenyum memikirkan apa yang pasti akan menjadi puncak harinya. Ia telah merindukan suatu pagi di Crucifix sebagaimana orang-orang lain merindukan malam balet di Kirov. 302 Ia meninggalkan ruang kerja dan berjalan menyusuri koridor pualam yang panjang dari blok perkantoran yang baru saja disita, menuju ke pintu terbuka. Rombongannya bergerak cepat menduluinya. Ia berhenti sejenak di anak tangga teratas, memandang ke bawah ke iring-iringan mobil yang mengilat. Ia telah memberi instruksi kepada para petugas Partai bahwa ia harus mendapat satu limusin lebih banyak daripada presiden sebelumnya. Ia memasuki pintu belakang mobil ketiga dan melihat jam: pukul 07.43. Polisi telah menyiapkan jalan sejam sebelumnya sehingga iring-iringan mobil dapat meluncur tanpa bertemu dengan satu kendaraan pun yang menuju ke arah mana saja. Ia pernah menjelaskan kepada Kepala Staf bahwa penghentian lalu lintas membuat para warga setempat lebih menyadari bahwa presiden mereka sedang berada di kota. Polisi lalu lintas telah memperkirakan baj^wa perjalanan itu yang biasanya berlangsung dua puluh menit dapat diselesaikan dalam tujuh menit kurang. Sementara meluncur melintasi lampu lalu lintas dengan warna apa pun dan melintasi sungai, Zerimski bahkan tak memandang sekilas pun ke arah Hermitage. Begitu mereka tiba di seberang Sungai Neva, pengendara mobil terdepan mempertinggi kecepatan hingga seratus kilometer per jam untuk memastikan bahwa Presiden tepat waktu dalam melaksanakan komitmen resmi pertama di pagi itu. Sementara berbaring di bangku tidur, si tahanan dapat mendengar para penjaga
berderap melalui jalan 303 batu menuju ke arahnya. Detak bot mereka terdengar semakin keras. Ia ingin tahu berapa banyak mereka itu. Mereka berhenti di depan selnya. Sebuah anak kunci diputar di lubang kunci dan pintu terbuka lebai. Bila hidup tinggal beberapa menit saja, orang memperhatikan semua detail. Bolchenkov memimpin mereka masuk. Tahanan itu sangat terkesan bahwa ia telah kembali begitu cepat. Bolchenkov menyulut rokok dan menyedotnya sekali sebelum menawarkannya kepada si tahanan. Tahanan itu menggeleng. Kepala Polisi mengangkat bahu, menggilas rokok itu di lantai dengan kakinya, dan pergi untuk menyambut Presiden. Orang berikut yang masuk sel adalah imam. Ia membawa Alkitab besar yang terbuka dan dengan lembut menyanyikan kata-kata yang tak berarti apa-apa bagi si tahanan. Kemudian tiga orang yang langsung ia kenali, tapi kali ini tak ada pisau cukur, tak ada jarum, hanya sepasang borgol. Mereka menatapnya, nyaris ingin mengajaknya berkelahi. Tetapi dengan kecewa mereka melihat tahanan itu dengan tenang meletakkan kedua tangannya di belakang punggung, dan menunggu. Mereka memasang borgol dan mendorongnya keluar sel menuju ke koridor. Pada akhir terowongan panjang dan kelabu itu ia hanya dapat melihat secercah sinar matahari. Presiden turun dari limusin dan disambut oleh Kepala Polisi. Ia senang telah menghadiahkan kepada Bolchenkov bintang Orde Lenin pada hari yang sama dengan ketika ia menandatangani perintah untuk menangkap saudaranya. Bolchenkov mengiringi Zerimski memasuki halam304 in tempat akan dilaksanakan eksekusi. Tak seorang pun berpikiran untuk melepas mantel Presiden yang berlapiskan bulu binatang atau topinya di pagi yang begitu dingin. Sementara mereka
melintasi halaman, massa yang berjejalan, bergerombol memunggungi tembok, mulai bertepuk tangan. Kepala Polisi melihat wajah Zerimski mengernyit. Presiden mengharapkan jauh lebih banyak orang datang untuk menyaksikan eksekusi orang yang telah dikirim untuk membunuhnya. Bolchenkov telah mengantisipasi mungkin ini akan menyebabkan kesulitan, maka ia membungkuk dan berbisik ke telinga Presiden, "Saya telah diberi instruksi hanya mengizinkan para anggota Partai untuk menghadiri ini." Zerimski mengangguk. Bolchenkov tak menambahkan betapa sulitnya menggiring orang-orang itu ke Crucifix pagi hari itu. Terlalu banyak di antara mereka telah mendengar berita bahwa begitu masuk ke sana, orang tak akan keluar lagi. Kepala Polisi berhenti di dekat kursi mewah dari abad kedelapan belas yang dibeli Katarina Agung dari kediaman Perdana Menteri Inggris Robert Walpole pada tahun 1779, dan yang telah diminta kembali dari Hermitage sehari sebelumnya. Presiden langsung duduk di kursi empuk itu, di depan tiang gantungan yang baru didirikan. Baru beberapa detik saja, Zerimski sudah mulai gelisah tak sabar sementara menunggu tahanan itu muncul. Ia memandang ke massa dan matanya menatap bocah kecil yang sedang menangis. Ia tidak senang. Pada saat itu si tahanan muncul dari koridor gelap menuju ke cahaya pagi yang tajam. Kepala 305 pelontos berlumuran darah kering serta seragam penjara yang tipis warna kelabu membuatnya tampak aneh tak bernama. Ia tampak bukan main tenang bagi orang yang hidupnya tinggal beberapa saat lagi. Si terhukum menerawang ke matahari pagi dan menggigil, sementara seorang petugas jaga bergegas menghampirinya, memegang pergelangan kirinya, dan memeriksa nomornya: 12995. Kemudian petugas itu berpaling menghadap Presiden dan membacakan perintah pengadilan.
Sementara si petugas melaksanakan formalitas-formalitas itu, si tahanan memandang ke sekeliling halaman. Ia melihat massa menggigil. Kebanyakan dari mereka enggan menggerakkan satu otot pun, karena takut jangan-jangan diperintahkan bergabung dengannya. Matanya menatap si bocah yang masih juga menangis. Seandainya mereka mengizinkannya membuat surat wasiat, ia sebenarnya ingin mewariskan segalanya kepada anak itu. Sekilas ia menatap ke tiang gantungan, kemudian menatap Presiden. Pandangan mereka bertemu. Walaupun ngeri, tahanan itu tetap menatap mata Zerimski. Ia sudah bertekad bulat takkan membiarkan Presiden puas melihat betapa dia takut. Seandainya Presiden berhenti balas menatapnya dan melihat ke tanah di antara kakinya, ia akan tahu sendiri. Setelah selesai membacanya, si petugas menggulung kembali lembaran perintah pengadilan lalu berderap pergi. Ini isyarat bagi kedua tukang pukul itu untuk maju, memegangi lengan si tahanan kiri dan kanan, lalu menggiringnya menuju tiang gantungan 306 Ia berjalan dengan tenang melewati Presiden dan terus menuju ke tiang gantungan. Ketika tiba di anak tangga kayu pertama, ia mendongak ke menara jam. Pukul 07.57. Hanya sedikit orang yang tahu dengan tepat tinggal berapa lama mereka boleh hidup, pikirnya. Ia nyaris menghendaki jam berdentang. Ia telah menunggu selama 28 tahun untuk melunasi utangnya. Kini pada saat-saat terakhir seperti ini, semuanya melintas kembali dalam ingatannya. Waktu itu suatu pagi yang panas dan gerah di bulan Mei di Nan Dinh. Seseorang harus dijadikan teladan, dan sebagai perwira senior ia telah dipilih secara khusus. Wakilnya maju dan dengan sukarela menggantikan tempatnya. Dan, sebagai penakut, dia tidak memprotesnya. Si perwira Vietkong tertawa dan menerima tawaran itu, tetapi kemudian memutuskan bahwa kedua orang itu harus menghadapi regu penembak hari berikutnya. Tengah malam. Letnan yang sama itu telah datang di samping ranjangnya dan
berkata bahwa mereka harus mencoba lolos. Mereka takkan punya kesempatan lain lagi. Keamanan dalam kamp selalu longgar, sebab ke utara terbentang bermil-mil hutan belantara • yang diduduki tentara Vietkong, dan ke selatan rawa-rawa tak terterobos sepanjang empat puluh kilometer. Beberapa orang telah mencoba* keberuntungan mereka melintasi jalur itu sebelumnya, tetapi mereka tak pernah berhasil. Letnan mengatakan bahwa ia memilih mengambil risiko mati di tengah rawa-rawa daripada menghadapi kematian yang pasti di depan regu penembak. Ketika ia menyelinap pergi ke dalam kegelapan malam, 307 dengan enggan Kapten bergabung dengannya. Beberapa jam kemudian ketika matahari terbit di atas cakrawala, kamp masih terlihat. Melintasi rawa yang bau dan penuh nyamuk, mereka masih dapat mendengar para penjaga tertawa-tawa sambil bergiliran menembaki mereka. Mereka menyelam di bawah permukaan rawa, tetapi hanya beberapa detik kemudian mereka terpaksa muncul dan berjuang lebih lanjut. Akhirnya, setelah mengalami hari yang terpanjang dalam hidupnya, kegelapan pun tiba. Ia telah meminta Letnan supaya meneruskan perjalanan tanpa dia, tapi Letnan menolak. Pada akhir hari kedua ia menginginkan seandainya saja ia diizinkan menghadapi regu penembak daripada harus mati dalam rawa jahanam di negeri terkutuk itu, tetapi perwira muda itu berjuang terus dan terus. Selama sebelas hari dan dua belas malam mereka tidak makan, hanya minum dari curah hujan yang tertumpah deras tak henti-hentinya. Pada pagi hari kedua belas mereka mencapai tanah kering. Ia ambruk mengigau karena sakit dan terlalu letih. Kemudian ia tahu bahwa selama
empat hari lagi Letnan memanggulnya melintasi hutan, menuju wilayah aman Hal berikut yang ia ingat ialah terjaga di rumah sakit tentara. "Sudah beraga lama aku di sini?" tanyanya kepada perawat yang mengurusinya. "Enam hari." kata wanita itu. "Anda beruntung dapat hidup." "Dan sahabatku?" "Ia telah sembuh beberapa hari lalu. Pagi ini ia telah mengunjungi Anda satu kali." 308 Ia tertidur lagi. Ketika terjaga ia meminta kertas dan pena kepada perawat. Sepanjang sisa hari itu ia duduk di ranjang rumah sakit dan terus-menerus menulis ulang surat penghargaan. Setelah menuliskannya dengan pantas, ia meminta supaya dikirimkan kepada Komandan. Enam bulan kemudian ia berdiri di halaman rumput Gedung Putih, di antara Maggie dan ayahnya, serta mendengarkan surat penghargaan itu dibacakan dengan keras. Letnan Connor Fitzgerald melangkah ke depan dan Presiden menganugerahinya Medali Kehormatan. Sementara menaiki tangga tiang gantungan, ia memikirkan seorang pria yang akan berkabung untuknya bila tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ia telah berpesan kepada mereka untuk tidak mengatakan yang sebenarnya. Sebab bila tahu, ia akan melanggar perjanjian dan menyerahkan dirinya serta kembali ke Crucifix. "Kalian harus tahu." jelasnya kepada mereka, "kalian berurusan dengan orang yang sungguh-sungguh terhormat. Jadi pastikan jam telah berdentang delapan kali sebelum ia tahu ia telah ditipu." Dentang pertama membuat seluruh tubuhnya menggigil, dan pikirannya dikembalikan ke saat itu. Dentang kedua, bocah kecil yang menangis itu lari ke kaki tiang gantungan dan berlutut. Dentang ketiga, Kepala Polisi menahan kopral muda yang telah maju selangkah hendak membawa pergi anak itu. Dentang keempat, si tahanan tersenyum kepada Sergei seolah bocah itu putra tunggalnya.
Dentang kelima, kedua tukang pukul itu men309 dorongnya maju sehingga ia berdiri tepat di bawah tali yang bergelayutan. Dentang keenam, algojo mengalungkan jerat di seputar lehernya. Dentang ketujuh, ia menurunkan pandangan dan menatap langsung Presiden Republik Rusia. Dentang kedelapan, algojo menarik tuas dan pintu kolong terbuka. Ketika jasad Christopher Andrew Jackson tergantung di atasnya, Zerimski mulai bertepuk tangan. Beberapa orang dari massa itu ikut bertepuk tangan dengan setengah hati. Semenit kemudian kedua tukang pukul menurunkan jasad itu dari tiang gantungan. Sergei menerobos maju, membantu mereka menurunkan sahabatnya ke dalam peti mati kasar yang terletak di tanah di samping tiang gantungan. Kepala Polisi mengiringi Presiden kembali ke limusin. Dan iring-iringan mobil melaju keluar gerbang penjara sebelum tutup peti mati dipaku. Empat tahanan memanggul peti mati yang berat itu ke makam. Sergei berjalan di samping mereka. Mereka keluar halaman dan menuju ke sebidang tanah berbatu di belakang penjara. Bahkan orang mati pun tak boleh lolos dari Crucifix. Seandainya Sergei menengok ke belakang, ia akan melihat sisa massa itu keluar melalui gerbang penjara. Kemudian barulah gerbang ditutup rapat-rapat dan pasak kayu besar disusupkan kembali di tempatnya. Para pengusung peti mati berhenti di sisi kubur tak bertanda yang baru saja digali oleh tahanan-tahanan lain. Mereka menurunkan peti mati tanpa 310 upacara ke dalam bang lahat Kemudian tanpa doa ataupun tanpa hening sesaat, mereka menimbunkan gumpalan tanah yang baru saja digali ke atasnya. Bocah itu tak bergerak sebelum mereka menyelesaikan tugas mereka. Beberapa menit kemudian para penjaga menggiring para tahanan kembali ke sel mereka. Sergei berlutut, bertanya-tanya hingga kapan mereka mengizinkannya berada di sebelah kuburan.
Sesaat kemudian sebuah tangan diletakkan di bahu bocah tersebut. Ia mendongak dan melihat Kepala Polisi berdiri di atasnya. Seorang yang jujur, suatu ketika pernah dikatakannya pada Jackson. "Kau mengenalnya dengan baik?" tanya Kepala Polisi. "Ya, Sir," jawab Sergei. "Ia partnerku." Kepala Polisi mengangguk. "Aku mengenal orang untuk siapa dia mengorbankan nyawanya," katanya. "Aku hanya berharap punya sahabat seperti dia." 311
BAB DUA PULUH TIGA "Mrs. fitzgerald tak sepandai penilaiannya sendiri," kata Gutenburg. "Amatir jarang yang pandai," kata Helen Dexter. "Apakah itu berarti videonya telah kaudapatkan?" "Belum, walau aku punya gambaran cukup jelas di mana barang tersebut," kata Gutenburg. Ia berhenti sejenak. "Tapi bukan di mana tepatnya." "Berhentilah bersikap sok tahu," kata Dexter. "Jelaskan saja masalahnya. Kau tak perlu membuktikan padaku betapa pandai dirimu." Gutenburg tahu bahwa sudah hampir tiba saatnya ia menerima pujian dari Direktur. "Mrs. Fitzgerald tak sadar rumah dan kantornya telah dipasangi mikrofon sebulan yang lalu. Dan kita memasang agen-agen untuk mengawasinya sejak hari suaminya terbang dari Dulles tiga minggu lalu." "Nah, apa yang kautemukan?" "Tidak banyak bila keping-keping informasi itu dilihat secara terpisah. Tapi bila dipasang bersama, 312 akan mulai menunjukkan gambaran." Ia menyodorkan berkas dan tape recorder ke seberang meja. Direktur tak menggubris barang-barang itu. "Jelaskan saja semuanya," katanya agak marah.
"Selama makan siang Mrs. Fitzgerald dan Joan Bennett di Kafe Milano, pembicaraan mereka ke sana kemari hingga saat ia akan kembali kerja lagi. Saat itulah ia mengajukan pertanyaan kepada Bennett." "Apa pertanyaannya?" "Mungkin kau ingin mendengarnya sendiri." Wakil Direktur menekan tombol "Play" pada tape recorder dan duduk kembali. "Aku juga. Kopi tanpa susu, tanpa gula." Terdengar langkah-langkah menjauh. "Joan, aku belum pernah memintamu melanggar kepercayaan sebelum ini, tapi ada sesuatu yang perlu kuketahui." "Moga-moga aku bisa membantu, tapi seperti yang telah kujelaskan, jika mengenai Connor, mungkin aku juga sama tak tahunya seperti kau." "Kalau begitu aku perlu nama seseorang yang tahu." Kemudian disusul hening lama, akhirnya Joan berkata, "Kusarankan kaulihat daftar tamu pesta perpisahan Connor." "Chris Jackson?" "Bukan. Sayangnya dia sudah tak bekerja di sana lagi." Kemudian disusul lagi hening lama. "Orang kecil kelimis yang pergi tanpa pamit itu? Yang bilang bekerja di bagian ganti kerugian itu?" Gutenburg mematikan tape. 313 "Kenapa kau datang ke pesta itu?" bentak Dexter. "Sebab kau menyuruhku menyelidiki apakah Fitzgerald sudah memperoleh pekerjaan yang akan menahannya di Washington. Jangan lupa, putrinyalah yang memberi kita petunjuk yang memungkinkan kita meyakinkan Thompson bahwa tidak bijaksana mempekerjakannya. Kau pasti ingat keadaan waktu itu." Direktur mengernyit. "Apa yang terjadi setelah Mrs. Fitzgerald meninggalkan Kafe Milano?"
'Tak ada yang berarti hingga ia pulang malam itu. Ia menelepon beberapa orang—ia tak pernah menelepon secara pribadi dari kantor—salah satunya ke ponsel Chris Jackson." "Mengapa ia berbuat demikian jika sudah tahu Jackson sudah keluar dari sana?" "Itu berpangkal dari masa lalu. Jackson dan Fitzgerald berdinas di Vietnam bersama. Jackson-lah yang merekomendasikan Fitzgerald untuk menerima Medali Kehormatan, dan yang merekrutnya sebagai NOC." "Apa Jackson menceritakan pada perempuan itu tentang dirimu?" tanya Dexter tidak percaya. "Tidak, tak sempat," jawab Gutenburg. "Aku telah memerintahkan untuk memblokir ponselnya saat kita tahu ia di Rusia." Ia tersenyum. "Tapi kita masih bisa mengidentifikasi siapa yang mencoba menghubunginya dan ia mencoba menghubungi siapa." "Apakah itu berarti telah kautemukan kepada siapa ia melapor?" "Jackson hanya menghubungi satu nomor sejak ia mendarat di Rusia, dan kuduga ia terpaksa melakukannya hanya karena dalam keadaan darurat." 314 "Siapa yang diteleponnya?" tanya Dexter tak sabar. "Sebuah nomor tak terdaftar di Gedung Putih." Dexter bahkan tak berkedip. "Teman kita Mr. Lloyd, sudah pasti." "Sudah pasti," sahut Gutenburg. "Apakah Mrs. Fitzgerald tahu Jackson melapor langsung ke Gedung Putih?" "Kupikir tidak," sahut Gutenburg. "Jika tahu, dia pasti telah mencoba menghubunginya sendiri beberapa waktu lalu." Dexter mengangguk. "Kalau begitu harus kita pastikan ia takkan pernah tahu." Gutenburg tak menunjukkan emosi. "Aku mengerti. Tapi aku tak bisa berbuat apa pun sampai video keluarga itu ada di tanganku." "Bagaimana kabar terakhir video itu?" tanya Dex-ter. "Kita takkan maju seinci pun jika tak menemukan petunjuk dalam sebuah sadapan telepon. Ketika
Joan-Bennett menelepon Mrs. Fitzgerald dari Langley pukul dua dini hari untuk memberitahu akan menemuinya satu jam kemudian, salah satu anak buahku mengecek apa yang ia lihat di komputer perpustakaan referensi. Ternyata perempuan itu menemukan sesuatu yang membuatnya menduga bos lamanya sedang meringkuk di penjara di St. Petersburg. Tapi, seperti yang kauketahui, ia tak dapat menepati janjinya pada Mrs. Fitzgerald." "Terlalu cepat menggembirakan." "Memang. Tapi ketika ia tak muncul juga, Mrs. Fitzgerald meluncur ke GW Parkway dan menunggu hingga polisi mengangkat mobil itu." "Mungkin ia melihat laporan di TV. atau mendengarnya dari radio," kata Dexter. "Ya, itulah asumsi kita—kisah itu jadi berita utama setempat pagi itu. Begitu tahu pasti Bennett yang berada di mobil itu, ia langsung menelepon putrinya di Stanford. Bila suaranya terdengar agak mengantuk, itu karena waktu itu baru pukul lima pagi di California." Ia membungkuk lagi dan menekan tombol "Play" di tape recorder. "Hai, Tara. Ini Mom." "Hai, Mom. Jam berapa ini?" "Maaf meneleponmu pagi-pagi, Sayang, tapi ada berita yang sangat menyedihkan." "Bukan Dad. kan?" "Bukan. Joan Bennett—ia meninggal dalam kecelakaan mobil." "Joan meninggal? Aku tak percaya. Katakan itu tak benar." • "Sayangnya itu memang benar. Dan aku punya firasat mengerikan bahwa itu sedikit-banyak berkaitan dengan belum pulangnya ayahmu." "Ayolah, Mom, mengapa jadi ketakutan? Bagaimanapun baru tiga minggu Dad pergi." "Mungkin kau benar, tapi kuputuskan memindahkan rekaman video pesta perpisahan Dad yang kau-buat, ke tempat yang lebih aman." "Mengapa?" "Sebab itu satu-satunya bukti yang kumiliki bahwa ayahmu pernah berjumpa dengan orang
bernama Nick Gutenburg, apalagi bekerja untuknya." Wakil Direktur menyentuh tombol "Stop". "Percakapan itu masih berlanjut beberapa saat, tapi tak 316 banyak menambah pengetahuan kita. Ketika Mrs. Fitzgerald meninggalkan rumah beberapa menit kemudian sambil membawa videotape, petugas yang mendengarkan menyadari arti apa yang baru saja ia dengar, dan membuntutinya hingga ke universitas. Mrs. Fitzgerald tak langsung menuju ke Kantor Penerimaan seperti biasa, tapi mampir di perpustakaan. Di situ ia menuju ke bagian komputer lantai satu. Ia menghabiskan waktu dua puluh menit mencari sesuatu di salah satu komputer, lalu pergi dari situ dengan membawa printout sekitar dua belas halaman. Kemudian ia masuk lift, turun ke pusat riset audio visual di lantai dasar. Petugas itu tak berani mengambil risiko selift dengannya. Jadi begitu tahu lantai berapa yang dituju Mrs. Fitzgerald, ia menghampiri komputer yang baru saja digunakannya dan rnencoba memanggil dokumen yang terakhir dibuka." "Tentu saja ia telah menghapus semuanya," kata Dexter. "Ya, tentu saja," timpal Gutenburg. "Tapi printout-nya bagaimana?" "Lagi-lagi tak ada petunjuk mengenai apa yang tertera di dalamnya " "Tak mungkin ia hidup bersama Connor Fitzgerald selama 28 tahun tanpa menangkap sesuatu pun dari cara kerja kita" "Petugas itu meninggalkan perpustakaan dan mc nunggu di mobil. Setelah beberapa menit. Mi s Fitzgerald meninggalkan gedung. Ia tak lagi mem bawa video, tapi..." "Ia pasti telah menitipkannya di pusat audio vi suai." 317 "Perkiraanku juga begitu," kata Gutenburg. "Universitas menyimpan berapa video di perpustakaan?" "Dua puluh lima ribu lebih." jawab Gutenburg.
"Kita tak punya waktu untuk memeriksa itu semua," kata Dexter. "Kita memang tak punya waktu sebanyak itu, jika Mrs. Fitzgerald tak membuat kesalahannya yang pertama." Kali ini Dexter tidak menyela. Ketika meninggalkan perpustakaan, ia tak membawa video, tapi printout. Petugas kita mengikutinya hingga ke Kantor Penerimaan, di mana prinsip-prinsip Mrs. Fitzgerald mengalahkannya." Dexter mengernyitkan alis. "Sebelum kembali ke kantornya, Mrs. Fitzgerald mampir di pusat daur ulang. Bukan kebetulan ia jadi Wakil Ketua GULP." "GULP?" "Georgetown University Litter Patrol—Patroli Kebersihan Universitas Georgetown. Ia memasukkan printout itu ke tempat penyimpanan kertas." "Bagus. Jadi apa yang kautemukan?" "Daftar lengkap semua video yang kini sedang dipinjam dan tak mungkin dikembalikan sebelum semester berikut." "Jadi dia pasti merasa aman meninggalkan videonya di dalam boks yang kosong, sebab tak seorang pun akan menemukannya selama berminggu-minggu." "Tepat," kata Gutenburg. "Berapa banyak video yang termasuk dalam kategori itu?" 318 "Empat ratus tujuh puluh dua," sahut Gutenburg. "Kuduga telah kauambil alih semuanya " "Semula aku berniat berbuat demikian, tapi jika ada mahasiswa yang penuh selidik atau ada anggota staf yang tahu kehadiran CIA di kampus, semuanya akan berantakan." "Pemikiran yang bagus," kata Dexter. "Jadi apa rencanamu untuk menemukan video itu?" "Aku telah memperbantukan selusinan petugas pilihan, semuanya baru saja lulus, untuk mengecek semua judul yang ada dalam daftar tersebut sampai mereka menemukan rekaman video
buatan sendiri di dalam boks yang seharusnya boks kosong. Masalahnya, walaupun mereka menyamar dengan berpakaian seperti mahasiswa biasa, aku tak bisa membiarkan mereka di perpustakaan lebih dari dua puluh menit, atau menyuruh mereka ke sana lebih dari dua kali sehari. Jangan-jangan akan tampak mencolok, terutama nyaris tak ada orang di sana saat-saat ini. Jadi pelaksanaannya ternyata agak menyita waktu." "Menurutmu berapa lama lagi mereka akan menemukannya?" "Kita bisa saja beruntung dan langsung menemukannya, tapi kukira perlu waktu satu-dua hari, atau paling lama tiga hari." "Jangan lupa menghubungi kembali Mrs. Fitzgerald dalam waktu kurang dari 48 jam." "Aku tak lupa itu. Tapi tak perlu lagi, bila kita menemukan rekaman video itu sebelumnya." "Kecuali bila Mrs. Fitzgerald juga merekam pembicaraan per telepon denganmu." Gutenburg tersenyum. "Ia memang merekamnya, 319 tapi telah dihapus tak lama sesudah ia meletakkan pesawat telepon. Seharusnya kaulihat kesenangan Profesor Ziegler dalam mendemonstrasikan permainan terakhirnya." "Hebat," kata Dexter. "Telepon aku saat kautemukan video itu. Dengan begitu barulah tak ada sesuatu pun yang menghentikan kita melikuidasi satu orang yang masih bisa..." Telepon merah di atas meja berdering, dan ia menyambarnya tanpa menyelesaikan kalimatnya. "Direktur," katanya sambil menekan tombol di stopwatch. "Kapan ini terjadi? ...Apa kau benar-benar pasti? ...Dan Jackson? Di mana dia?" Setelah mendengar jawaban, ia langsung meletakkan pesawat telepon. Gutenburg melihat hitungan waktu stopwatch, 43 detik. "Kuharap kautemukan rekaman video itu dalam waktu 48 jam lagi," kata Direktur sambil memandang wakilnya di seberang meja. "Mengapa?" tanya Gutenburg cemas.
"Sebab Mitchell memberitahu bahwa Fitzgerald digantung pukul delapan pagi ini waktu setempat di St. Petersburg, dan Jackson baru saja naik pesawat United Airlines dari Frankfurt menuju Washington."
BAB DUA PULUH EMPAT PUKUL tujuh pagi, ketiga tukang pukul memasuki sel dan menggiringnya ke kantor Kepala Polisi. Begitu mereka meninggalkan ruangan, Bolchenkov mengunci pintu, dan tanpa sepatah kata pun menuju ke lemari pakaian di sudut. Di dalamnya terdapat seragam polisi, lalu memberi isyarat kepada Connor untuk mengganti pakaiannya dengan seragam polisi itu. Karena tubuhnya susut banyak dalam seminggu ini, pakaian itu tampak kedodoran, untunglah ada penjepit lengan baju. Berkat topi bertepi lebar dan jas biru panjang, ia berhasil tampak seperti agen polisi lain yang seribuan jumlahnya dan yang akan berpatroli di St. Petersburg pagi itu. Ia meninggalkan pakaian penjara di bagian bawah lemari, entah bagaimana Kepala Polisi akan melenyapkan pakaian itu. Tetap tanpa berkata sepatah kata pun Bolchenkov mengantarnya keluar kantor menuju ke ruang tunggu kecil, dan menguncinya di dalamnya. Setelah hening lama Connor mendengar pintu dibu323 ka, lalu langkah-langkah orang, disusul dengan pintu lain dibuka, mungkin yang belakangan pintu lemari pakaian di kantor Kepala Polisi. Ia tetap tak bergerak seraya memikirkan apa yang sedang terjadi. Pintu pertama dibuka lagi, dan dua atau tiga orang menerobos masuk kantor itu tanpa suara. Beberapa detik kemudian mereka pergi sambil menyeret sesuatu atau seseorang ke luar dan menutup pintu dengan membantingnya. Beberapa saat kemudian pintu itu dibuka, dan Bolchenkov memberi isyarat supaya ia keluar.
Mereka melintasi kantor dan kembali lagi ke koridor. Jika Kepala Polisi belok ke kiri, mereka akan kembali ke sel, tetapi ternyata belok ke kanan. Kaki Connor terasa lemas, tetapi ia mengikuti Kepala Polisi secepat mungkin. Yang pertama ia lihat ketika memasuki halaman ialah tiang gantungan. Seseorang sedang menempatkan kursi keemasan megah dibalut kain merah mewah beberapa langkah di depannya. Ia tak perlu diberitahu siapa yang akan duduk di situ. Ketika ia dan Bolchenkov melintasi halaman, Connor melihat sekelompok polisi, yang berpakaian seperti dia dengan jas biru panjang, menggiring orang-orang lewat dari jalan, mungkin untuk menyaksikan eksekusi itu. Kepala Polisi cepat-cepat melintasi jalan berkerikil menuju ke mobil di tepi halaman. Connor baru akan membuka pintu penumpang, ketika Bolchenkov menggeleng dan menunjuk ke tempat duduk pengemudi. Connor duduk di belakang kemudi. "Kendarai mobil ini sampai ke gerbang, kemudian berhenti," kata Kepala Polisi seraya duduk di tempat penumpang. 324 Selama mengendarai mobil melintasi halaman, Connor tetap menggunakan persneling satu, kemudian berhenti di depan dua penjaga yang ditempatkan dekat gerbang tertutup. Salah seorang dari mereka memberi hormat kepada Kepala Polisi dan langsung memeriksa bagian bawah mobil, sementara yang satunya melongok melalui jendela belakang dan memeriksa bagasi. Kepala Polisi mencondongkan badan dan menarik lengan baju Connor ke bawah, menutupi pergelangan kirinya. Setelah selesai memeriksa, para penjaga itu kembali ke posisi semula dan memberi hormat lagi kepada Bolchenkov. Tak ada yang menaruh perhatian sedikit pun kepada pengemudi. Pasak kayu besar ditarik dan gerbang besar Penjara Crucifix itu terbuka.
"Jalan terus," kata Kepala Polisi sambil menahan napas ketika seorang bocah lari masuk ke halaman penjara, seolah ia tahu persis harus pergi ke mana. "Lewat mana?" bisik Connor. "Kanan." Connor membelokkan mobil ke kanan, menyeberangi jalan dan mulai meluncur menyusuri Sungai Neva menuju ke pusat kota. Tak ada kendaraan lain yang tampak. "Menyeberang di jembatan berikut," kata Bolchenkov, "kemudian ambil jalan pertama ke kiri." Sementara mereka melewati penjara di seberang sungai, Connor memandang ke tembok penjara yang tinggi. Polisi masih mencoba membujuk orang-orang untuk menambah jumlah gerombolan orang yang telah berkumpul untuk menyaksikan hukuman gantung. Ha gaimana Bolchenkov akan dapat meloloskan ini? 325 Connor melanjutkan melaju beberapa ratus meter hingga Bolchenkov berkata, "Minggir di sini." Ia memperlambat mobil dan berhenti di belakang BMW besar warna putih dengan salah satu pintu belakang terbuka. "Di sinilah kita berpisah, Mr. Fitzgerald," kata Bolchenkov. "Semoga kita takkan berjumpa lagi." Connor mengangguk setuju. Ketika ia keluar dari mobil, Kepala Polisi menambahkan, "Kau mendapat hak istimewa mempunyai sahabat yang begitu mengagumkan." Memerlukan waktu beberapa lama sebelum Connor benar-benar memahami makna katakata itu. "Penerbangan Anda berangkat dari Gerbang 11, Mr. Jackson. Dua puluh menit lagi akan boarding." "Terima kasih," kata Connor sambil mengambil kartu boarding. Ia mulai berjalan pelan-pelan menuju tempat Keberangkatan, seraya berharap petugas tidak terlalu teliti memeriksa paspornya. Walau foto Jackson telah diganti dengan fotonya, Chris tiga tahun lebih tua daripada dirinya, lebih pendek lima senti, serta botak. Seandainya diminta mencopot topinya, ia harus menjelaskan
mengapa kepalanya bercirikan tanda-tanda seperti punya Gorbachev. Di Kalifornia, ia akan segera dianggap sebagai anggota suatu kultus. Ia menyerahkan paspor dengan tangan kanan. Seandainya ia menggunakan tangan kiri, lengan bajunya akan tertarik ke atas dan menyingkap nomor yang ditatokan di pergelangan. Nanti kalau sudah kembali di Amerika ia akan membeli gelang jam tangan yang lebih lebar. 326 Petugas hanya memandang sekilas ke paspor lalu mempersilakannya berjalan terus. Koper yang baru didapatnya hanya berisi pakaian-pakaian ganti dan kantong cucian, lolos tanpa hambatan melalui keamanan. Ia mengangkatnya dan berjalan menuju Gerbang 11. Di ruang tunggu ia duduk di ujung, jauh dari jalan keluar menuju ke pesawat. Selama 24 jam sejak lolos dari Crucifix, Connor tak dapat santai sesaat pun. "Ini panggilan pertama untuk Finnair Penerbangan 821 ke Frankfurt," terdengar suara melalui interkom. Connor tak bergerak. Seandainya mereka mengatakan yang sebenarnya, ia takkan pernah mengizinkan Chris menggantikannya. Ia mencoba menyusun gambaran menyeluruh tentang segalanya yang terjadi sejak ia meninggalkan Bolchenkov. Ia keluar dari mobil polisi dan berjalan secepat mungkin menuju BMW yang sedang menunggu. Kepala Polisi telah menjalankan mobilnya kembali ke Crucifix saat Connor masuk pintu belakang BMW itu dan duduk di samping seorang muda yang pucat, kurus, mengenakan jas hitam kasmir panjang. Baik dia maupun kedua orang yang berpakaian serupa dan duduk di kursi depan tidak berbicara ataupun menghiraukan kehadiran Connor. BMW pelan-pelan masuk ke jalan lengang dan meluncur cepat meninggalkan kota. Begitu mereka memasuki jalan raya, si pengemudi tak memperhatikan batas kecepatan. Ketika
angka 08.00 berkedip di jam dasbor, rambu-rambu jalan memberitahu Connor bahwa mereka berada 150 kilometer dari perbatasan Finlandia. 327 Ketika angka pada rambu-rambu jalan itu mulai menurun menjadi 100 kilometer, kemudian 50, 30, dan 10, Connor mulai bertanya-tanya bagaimana mereka akan menjelaskan kehadiran seorang polisi Rusia kepada penjaga perbatasan. Tetapi ternyata tak perlu ada penjelasan. Ketika BMW sekitar tiga ratus meter dari tanah tak bertuan yang memisahkan dua negara, si pengemudi menyorotkan lampu depan empat kali. Rintangan di perbatasan langsung naik, membiarkan mereka melintasi perbatasan masuk Finlandia tanpa mengurangi laju kecepatan. Connor mulai menghargai luasnya pengaruh Mafya Rusia. Tak seorang pun dalam mobil berbicara sejak perjalanan mereka dimulai. Dan sekali lagi rambu-rambu jalanlah yang memberi petunjuk kepada Connor mereka menuju ke mana. Ia mulai menyangka Helsinki yang menjadi tujuan mereka, tetapi sekitar dua belas kilometer sebelum mencapai pinggiran kota itu, mobil mengambil jalan lintas luar meninggalkan jalan raya. Laju mobil melambat sementara si pengemudi melintasi jalan yang berlubang-lubang dan berbelok-belok, membawa mereka semakin masuk ke pedalaman. Connor menatap pemandangan tandus diselimuti lapisan salju tebal. "Ini panggilan kedua untuk Penerbangan Finnair 821 ke Frankfurt. Semua penumpang diharap masuk pesawat" Connor masih juga tidak bergerak. Empat puluh menit setelah meninggalkan jalan raya, mobil membelok ke halaman rumah pertanian yang terbengkalai. Pintu telah terbuka bahkan sebelum mereka berhenti. Orang muda yang tinggi itu melom328
pat keluar dari mobil dan menggiring Connor masuk rumah. Ia tidak menghiraukan wanita yang gemetar ketakutan ketika mereka melewatinya. Connor mengikutinya menaiki serangkaian tangga ke lantai pertama. Si orang Rusia membuka pintu, dan Connor memasuki ruangan itu. Pintu dibanting menutup, dan ia mendengar kunci lain diputar dalam lubangnya. Ia berjalan melintasi .ruangan dan memandang ke luar melalui satu-satunya jendela. Salah seorang tukang pukul berdiri di halaman, sambil menatapnya. Ia menyingkir dari jendela. Ia melihat satu setelan lengkap dengan topi hitam dari bulu kelinci telah diletakkan di atas ranjang sempit dan tampak tak nyaman. Connor melepas semua pakaiannya dan menyam-pirkannya pada kursi di dekat ranjang. Di sudut ruangan ada tirai plastik. Dan di baliknya ada shower. Dengan bantuan sebatang sabun kasar dan tetes-tetes air suam-suam kuku, selama beberapa menit Connor berusaha menghilangkan bau Crucifix dari tubuhnya. Dikeringkannya tubuhnya dengan dua lap piring. Ketika mengaca ia menyadari perlu waktu beberapa lama untuk menyembuhkan luka di kepalanya dan menunggu rambutnya tumbuh kembali seperti semula. Tetapi nomor yang ditatokan pada pergelangan tangannya akan tetap ada sepanjang hidupnya. Dikenakannya setelan di ranjang itu. Pantalonnya terlalu pendek beberapa inci, kemeja dan jasnya pas, walaupun ia telah kehilangan berat badan paling sedikit lima kilo selama meringkuk di penjara. Terdengar ketukan lembut di pintu, lalu anak kun ci diputar. Wanita yang berada di ruang duduk ketika mereka tiba, kini berdiri di sana membawa nam329 pan. Ia meletakkan nampan itu di meja samping ran jang dan menyelinap keluar sebelum Connor sempat mengucapkan terima kasih. Ia memandangi mangkuk berisi sup hangat dan tiga roti gulung, dan menjilati bibirnya. Ia duduk dan mulai melahap makanan itu, tetapi merasa
kenyang setelah menyeruput beberapa sendok sup dan mengunyah satu roti gulung. Tiba tiba ia terserang kantuk, aan menelungkup di ranjang. "Ini panggilan ketiga untuk Penerbangan Finnair 821 ke Frankfurt. Para penumpang yang masih di luar harap segera masuk pesawat" Connor masih tetap tidak beranjak. Ia pasti telah tertidur, sebab yang selanjutnya ia ingat ialah terjaga dan mendapati orang muda pucat itu berdiri di ujung ranjang, sambil memandanginya. "Kita berangkat ke bandara dua puluh menit lagi," katanya, dan melemparkan amplop cokelat yang tebal ke atas ranjang. Connor duduk dan menyobek amplop itu, ternyata berisi tiket kelas satu ke Dulles International, seribu dolar AS, dan sebuah paspor Amerika. Ia membuka paspor dan membaca nama "Christopher Andrew Jackson" di atas foto dirinya sendiri, la mendongak ke orang Rusia itu. "Apa artinya ini?" "Artinya kau masih tetap hidup," sahut Alexei Romanov. "Ini panggilan terakhir untuk Penerbangan Finnair 821 ke Frankfurt. Harap para penumpang yang masih di luar segera naik pesawat." Connor berjalan menghampiri petugas gerbang, menyerahkan kartu boarding, dan menuju ke pesawat 330 y.ing masih menunggu. Pramugara memeriksa nomor tempat duduknya dan menunjuk ke bagian depan pesawat. Connor tak perlu mencari kursi dekat jendela di deretan kelima, sebab orang Rusia itu sudah terpaku di kursi dekat jalan deretan kelima. Jelas pekerjaannya bukan hanya membawa amplop itu, tetapi juga menyerahkannya dan memastikan bahwa perjanjian benarbenar dilaksanakan. Ketika Connor melangkahi kaki pengawalnya, seorang pramugari bertanya, "Bolehkah saya bawakan topi Anda, M r. Jackson?" "Tak usah, terima kasih."
Ia bersandar di kursi nyaman, tapi tak bisa santai hingga pesawat tinggal landas. Kemudian mulai meresap ke dalam hatinya untuk pertama kali bahwa ia benar-benar telah lolos. Tetapi ia bertanyatanya untuk apa. Ia melirik ke kiri: mulai saat ini ada seseorang yang menemani dia siang-malam hingga ia melaksanakan kewajibannya dalam perjanjian. Selama perjalanan ke Jerman, Romanov tak pernah membuka mulut satu kali pun. Kecuali ketika makan beberapa potong makanan yang disediakan di depannya. Connor menghabiskan semua makanannya, kemudian melewatkan waktu dengan membaca majalah untuk penerbangan Finnair. Menjelang pesawat mendarat di Frankfurt, ia telah mengetahui segalanya tentang sauna, pelempar lembing, dan ketergantungan orang-orang Finlandia pada ekonomi Rusia. Ketika mereka berjalan menuju ruang tunggu untuk transit, Connor segera melihat agen CIA itu. Cepat-cepat ia melepaskan diri dari pengawalnya, dan dua puluh menit kemudian kembali sehingga Romanov jelas merasa lega. 331 Connor tahu sangatlah mudah untuk meloloskan diri dari penjaganya begitu mereka tiba di wilayahnya, tetapi ia juga tahu bahwa jika ia mencoba lolos, mereka akan melaksanakan ancaman yang dengan jelas dilukiskan Kepala Polisi. Ia gemetar membayangkan salah satu penjahat itu akan mencederai Maggie atau Tara. United Airlines 777 berangkat ke Dulles tepai jadwal. Connor dapat melahap hampir semua hidangan pertama dan kedua makan siangnya. Setelah pramugari menyingkirkan nampan, ia menekan tombol pada lengan kursinya, merebahkan kursi itu, dan mulai memikirkan Maggie. Betapa ia iri Maggie selalu bisa... Beberapa saat kemudian ia tertidur di pesawat untuk pertama kalinya dalam kurun waktu dua puluh tahun.
Ketika ia terjaga, makanan kecil sedang disajikan. Ia pastilah satu-satunya orang dalam penerbangan itu yang makan segala yang diletakkan di depannya, termasuk dua mangkuk selai. Selama jam terakhir sebelum mendarat di Washington, pikirannya kembali melayang ke Chris Jackson dan pengorbanan yang telah dilakukannya. Connor tahu ia takkan pernah dapat membalas budi itu, namun ia telah bertekad untuk tidak membiarkannya menjadi tindakan yang tanpa arti. Pikirannya melesat ke Dexter dan Gutenburg, yang kini pasti menganggapnya telah mati. Mula pertama mereka mengirimnya ke Rusia untuk menyelamatkan hidup mereka sendiri, kemudian mereka membunuh Joan, sebab wanita ini mungkin telah menyampaikan informasi kepada Maggie. Berapa lama lagi akan berlalu sebelum mereka memutuskan Maggie meru-332 pakan risiko yang terlalu besar hingga juga perlu disingkirkan? "Ini kapten Anda yang sedang berbicara. Kami telah diberi tanda aman untuk mendarat di Bandara Dulles International. Harap para awak kabin bersiap-siap untuk mendarat. Atas nama United Airlines, saya mengucapkan selamat datang di Amerika Serikat." Connor membuka paspornya. Christopher Andrew Jackson telah kembali ke tanah airnya. 333
BAB DUA PULUH LIMA MAGGIE tiba di Bandara Dulles satu jam lebih awal—kebiasaan yang biasanya membuat Connor marah. Ia memeriksa layar kedatangan, dan merasa senang ternyata penerbangan dari San Francisco dijadwalkan mendarat tepat waktu. Ia mengambil satu eksemplar Washington Posi dari kios koran dan berjalan menuju kedai kopi terdekat. Ia bertengger di kursi tinggi pada gerai, lalu memesan kopi tanpa susu dan croissant. Ia tidak melihat dua laki-laki yang duduk pada meja di sudut yang berhadapan dengannya, salah
seorang juga membawa satu eksemplar Washington Post yang tampaknya sedang dibacanya. Tetapi kalaupun melihat, Maggie takkan melihat laki-laki ketiga yang lebih memperhatikannya daripada memperhatikan layar kedatangan yang sedang ia lihat. Laki-laki itu telah melihat dua laki-laki lain di sudut itu. Maggie membaca Post dari sampul ke sampul, 334 tiap beberapa menit memeriksa jamnya. Saat akan memesan kopi cangkir kedua, ia sedang mendalami suplemen mengenai Rusia yang diterbitkan untuk mengantisipasi kunjungan Presiden Zerimski ke Washington yang akan berlangsung. Maggie tidak menyukai berita pemimpin Komunis itu, yang tampaknya berasal dari abad terakhir. Dua puluh menit sebelum pesawat dijadwalkan mendarat, ia telah meneguk kopi ketiga. Ia turun dari kursi tinggi itu dan menuju ke jajaran boks telepon umum. Kedua pria itu mengikutinya keluar restoran, sedangkan pria yang ketiga menyelinap dari satu bayangan ke bayangan lain. Ia menelepon dengan ponselnya. "Selamat pagi. Jackie," katanya ketika wakilnya menjawab telepon. "Aku cuma ingin tahu apakah semuanya beres." "Maggie," jawab sebuah suara yang berusaha terdengar tidak terlalu jengkel, "sekarang jam tujuh pagi, dan aku masih di ranjang. Kemarin kau menelepon, ingat? Universitas sedang libur. Tak ada yang kembali sebelum tanggal 14 Januari. Dan setelah tiga tahun jadi wakilmu, aku baru bisa mengelola kantor selama kau pergi." "Maaf, Jackie," kata Maggie. "Aku tak bermaksud membangunkanmu. Aku lupa sekarang masih pagi-pagi sekali. Aku berjanji takkan mengganggumu lagi." "Moga-moga Connor lekas kembali, dan Tara serta Stuart membuatmu sibuk selama dua minggu mendatang," kata Jackie. "Selamat Natal, dan aku tak mau dengar apa-apa lagi darimu hingga akhir
Januari," tambah Jackie penuh perasaan. Maggie memutuskan sambungan, menyadari dirinya 335 hanya iseng menghabiskan waktu, dan tak sepantasnya mengganggu Jackie sepagi ini. Ia memurahi diri sendiri, dan memutuskan tidak mengganggu Jackie lagi hingga Tahun Baru. Ia berjalan pelan-pelan menuju gerbang kedatangan dan bergabung dengan orangorang yang semakin banyak mengintip landas pacu dari jendela. Penerbangan pagi mulai berdatangan dan berangkat. Ketiga orang yang tidak memeriksa tanda-tanda setiap pesawat yang datang itu terus mengawasi Maggie, yang sedang menunggu pengumuman yang mengkonfir-masikan pendaratan Penerbangan 50 United dari San Francisco. Ketika pengumuman itu akhirnya muncul, Maggie tersenyum. Salah seorang dari tiga pria itu menekan sebelas nomor di ponsel dan "mengirimkan informasi kembali ke atasannya di Langley. Maggie tersenyum lagi ketika seorang pria yang mengenakan topi bisbol klub 49ers keluar dari pesawat jet—penumpang pertama keluar dari si "mata merah". Ia harus menunggu sepuluh menit lagi, lalu barulah Tara dan Stuart muncul melalui pintu. Ia belum pernah melihat putrinya tampak begitu ceria. Saat melihat Maggie, Stuart mulai menyeringai lebar, yang telah menjadi kebiasaan selama liburan mereka di Australia. Maggie memeluk mereka bergantian. "Senang sekali bertemu dengan kalian berdua," katanya. Ia mengambil alih salah satu tas Tara dan mendului mereka menuju terowongan bawah tanah yang membawa mereka ke terminal utama. Salah satu laki-laki yang mengawasinya telah menunggu di tempat parkir jangka pendek, duduk di dalam truk Toyota dengan muatan sebelas mobil 336 baru. Dua lainnya sedang berlari melintasi tempat parkir.
Maggie, Tara, dan Stuart melangkah di udara pagi yang dingin, menuju ke mobil Maggie. "Mom, bukankah sudah waktunya membeli yang lebih baru daripada sampah tua ini?" tanya Tara pura-pura ngeri. "Aku masih di high school ketika Mom membeli ini, barang bekas lagi." "Toyota itu mobil paling aman di jalan," kata Maggie dengan formal, "seperti yang dikonfirmasikan Consumer Reports secara teratur." "Tak ada mobil berumur tiga belas tahun yang aman di jalan," balas Tara. "Bagaimanapun," kata Maggie, tak memedulikan ejekan putrinya, "ayahmu berpendapat kita harus mempertahankannya hingga ia mulai pekerjaan baru, lalu ia akan diberi mobil perusahaan." Penyebutan Connor membuat mereka hening, kikuk sesaat. "Aku sudah tak sabar bertemu dengannya lagi, Mrs. Fitzgerald," kata Stuart sambil naik ke jok belakang. Maggie tidak mengatakan, "Aku juga," melainkan memuaskan diri sendiri dengan, "Jadi ini kunjungan pertamamu ke Amerika." "Ya, itu betul," jawab Stuart, sementara Maggie menghidupkan mobil. "Dan aku sudah tak yakin ingin kembali ke Oz." "Di Amerika sudah cukup banyak pengacara dengan bayaran terlalu tinggi, tanpa ditambah satu lagi dari sana," kata Tara sementara mereka antre membayar parkir. 337 Maggie tersenyum kepada Tara, merasa lebih bahagia daripada beberapa minggu terakhir ini. "Kapan kau harus pulang, Stuart?" "Bila Mom merasa ia sudah terlalu lama di sini, kami bisa saja kembali dan naik penerbangan berikut," kata Tara. "Tidak, bukan itu maksudku, cuma..." "Aku tahu—Mom suka merencanakan sebelumnya," kata Tara sambil tertawa. "Jika mungkin, Stuart, Mom ingin membuat pendaftaran para mahasiswa Georgetown pada saat pembuahan." "Mengapa itu tak terpikir olehku?" kata Maggie. "Aku tak perlu kembali masuk kerja sampai tanggal 5 Januari," kata Stuart.
"Semoga Anda dapat tahan menerimaku selama itu." "Mom tak punya banyak pilihan," kata Tara sambil meremas tangan Stuart. Maggie menyerahkan lembaran uang sepuluh dolar kepada kasir sebelum keluar dari tempat parkir dan menuju jalan raya. Ia melirik kaca spion, tetapi tak melihat Ford biru, yang tak jelas ciri-cirinya, sekitar seratus meter di belakangnya. Ford itu melaju dengan kecepatan kira-kira sama dengan mobilnya. Orang yang duduk di kursi penumpang sedang melapor ke atasannya di Langley bahwa subjek telah meninggalkan "Kerbside" pukul 07.43 dan menuju ke arah Washington dengan dua paket yang baru saja diambilnya. "Kau menikmati San Francisco, Stuart?" "Setiap saat," jawabnya. "Kami merencanakan tinggal beberapa hari lagi di sana dalam perjalanan pulangku." Ketika melirik kaca spion lagi. Maggie melihat mo338 bil patroli l^egara Bagian Virginia meluncur di belakangnya sambil mengedipngedipkan lampulampunya. "Apakah menurutmu dia mengikutiku? Aku kan tidak ngebut," kata Maggie sambil memeriksa spedometer. "Mom, mobil ini nyaris jadi barang antik, seharusnya sudah diderek bertahuntahun lalu. Kesalahannya bisa ada di mana saja, dari lampu rem sampai ban kurang angin. Minggir sajalah." Tara melongok dari jendela belakang. "Dan jika polantas itu bicara dengan Mom, jangan lupa beri dia senyum Irlandia." Maggie menepikan mobilnya sementara Ford biru itu menyalibnya melalui jalur tengah. "Brengsek," desis si pengemudi sambil melejit melewati mereka. Maggie membuka kaca jendela sementara dua agen polisi keluar dari mobil patroli dan berjalan pelan menuju mereka. Polisi pertama tersenyum dan berkata dengan sopan, "Boleh saya lihat SIM
Anda?" "Tentu saja, Sir," jawab Maggie sambil balas tersenyum. Ia membungkuk dan membuka tas serta mulai mencari-cari di dalamnya. Sementara polisi kedua memberitahu Stuart supaya menurunkan kaca jendela juga. Stuart menganggap ini permintaan aneh, sebab ia hampir tak mungkin melakukan kesalahan lalu lintas. Tapi karena ia tidak berada di negeri sendiri, menurutnya lebih arif kalau mengikuti permintaan itu. Ia menurunkan kaca jendela tepat saat Maggie menemukan SIM. Ketika Maggie berpaling menyerahkan SIM, polisi kedua menarik pistol dan menembak tiga kali ke dalam mobil. Kedua polisi itu cepat-cepat kembali ke mobil 339 patroli mereka. Sementara yang satu dengan hati-hati memasukkan mobil ke lalu lintas pagi, yang kedua menelepon seseorang yang duduk di samping pengemudi truk raksasa. "Sebuah Toyota rusak, dan memerlukan bantuan kalian secepatnya." Segera setelah mobil patroli itu melejit pergi, truk raksasa pembawa sebelas mobil Toyota baru mendekati dan berhenti di depan mobil yang tak bergerak. Orang yang duduk di sebelah sopir serta mengenakan topi Toyota dan overall biru itu melompat dari kabin dan lari menuju mobil yang berhenti. Ia membuka pintu pengemudi, pelan-pelan memindahkan Maggie ke kursi sebelah, dan menarik tuas yang membuka kap mesin mobil. Kemudian ia membungkuk ke tempat Stuart ambruk, mengambil dompet dan paspor dari saku dan jas Stuart serta menggantinya dengan ' paspor lain dan sebuah buku tipis. Pengemudi truk itu membuka kap mesin Toyota dan memeriksa di bawahnya. Dengan cepat ia menonak-tifkan alat pengikut jejak mobil dan menutup kap mesin. Rekannya kini duduk di belakang kemudi Toyota. Ia menstarter, memasukkan persneling satu, dan pelan-
pelan menaikkan mobil itu ke truk raksasa melewati tangga untuk menempati ruang yang masih tersedia. Kemudian ia mematikan mesin, memasang rem tangan, mengikat roda mobil pada truk dan bergabung kembali dengan si pengemudi di kabin truk. Seluruh kegiatan itu hanya berlangsung kurang dari tiga menit. Truk itu kembali melanjutkan perjalanan menuju Washington. Tetapi setelah berjalan delapan ratus meter, truk itu mengambil jalan keluar muatan udara dan melaju kembali ke arah bandara. 340 Para petugas CIA dalam Ford biru telah keluar dari jalan raya pada jalan keluar berikutnya, kemudian memutar kembali dan bergabung dengan lalu lintas menuju Washington. "Wanita itu pasti melakukan kesalahan kecil," demikian laporan si pengemudi kepada atas