A. ONLINE LEARNING IN VIRTUAL ACADEMIA by PAMELA McLAN Banyak pengembang pembelajaran online memiliki tujuan agar para pembelajar dapat memilih pada yang ingin mereka pelajari dan sesuai dengan gaya belajar mereka. Pada bagian ini Mclean menggambarkan sebuah gambaran yang menggugah tidak hanya pada perjalanannya dalam self-directed learning tetapi juga pengalamannya pada penemuan orang-orang yang berharap dapat bekerja secara virtual. Dia menggunakan istilah pada dunia pembelajarannya sebagai “virtual academia”, dan dia mengeksplorasi komponen dunia virtual melalui kumpulan catatan anekdot yang dapat menggambarkan inisiatif kolaborasi sehingga dapat diakses oleh seluruh manusia dibelahan dunia ini.
Program ini mulai berjalan ketika orang-orang di UK dan Nigeria terhubung dengan orang-orang yang berasal dari negara lain. Pekerjaan Mclean berhubungan dengan pendidikan, pengembangan, kolaborasi dan pembelajaran. Pada bab ini digambarkan gabungan antara individual-learning dan pengalaman group-learning. Pembelajaran informal online ini digambarkan sebagai “virtual academia”.
McLan adalah seorang pembelajar dan guru serta seseorang yang bekerja pada system thinker. Pekerjaan ini membuat Mclean mempelajari dua hal yaitu pemikirian analitis mengenai pengalaman belajar dan sistem yang berhubungan dengan itu dan yang kedua adalah dia tidak dapat membagikan pengalaman tersebut. Kematian sahabatnya di tahun 2000 membuat Mclean harus berhubungan dengan guru-guru yang berada di daerah terpencil Nigeria.
Virtual Academia tidak dapat difenisikan secara harafiah, namun Mclean menggambarkan bagaimana istilah virtual academia tersebut. Virtual academia hanya berbasis pada internet, tidak memiliki struktur formal. Pembelajar pada virtual academia harus memiliki internet dan menganggap hal tersebut sebagai “Home Institution” meraka. Di dalam virtual academia, ada beberapa elemen penting yaitu : a. Adanya saling tolong-menolong antar anggota komunitas b. Adanya beberapa anggota kelompok yang memiliki keahlian pada bidang tertentu, yang dapat membantu anggota kelompok lain c. Orang-orang yang ingin tahu dan kebingungan dapat pertanyaan dengan nyaman
saling mengajukan
d. Memberikan links dan saran dapat membantu memperbaiki miskonsepsi
Pengalaman di virtual academis mereflesikan budaya dan merupakan sebuah alat bagi pembelajar dari berbagai komunitas. Di dalam group online orang-orang dapat bertanya dan menjawab pertanyaan dan mendiskusikannya lebih dalam. Seseorang yang memberikan pertanyaan dapat disebut sebagai “guru sementara” yang memberikan tantangan kepada anggota yang lain dan mempertajam cara berfikir mereka dari yang tradisional menjadi socratic model. Tipe pertanyaan dan jawaban dapat menjadi lebih kaya dibandingkan dengan pertanyaan dan jawaban pada tipe tugas formal. Pertanyaan dan jawaban pada group academia dapat dilihat pada gabungan pembelajaran, mengajar, dan testing. Di dalam group ini tidak terdapat moderator yang memonitor dan menetukan jalannya diskusi.
Teachers talking adalah sebuah pengenalan ICT kepada beberapa guru di bagian terpencil Nigeria. Awalnya mereka meminta John Dada, dari Fantsuam Foundation and the Fantsuam Cisco Academy, untuk mengadakan pelatihan komputer. Lalu John meminta Mclean untuk mendesign dan membuat sebuah kursus praktik yang disebut dengan Teachers Talking sebab pesertanya adalah yang berasal dari sekolah yang kurang memiliki fasilitas, dan tanpa komputer, sehingga mereka hanya mengajarkan teori saja tanpa ada demosntrasi. Mclean memulainya dengan membentuk yahoo group. Setelah membuat yahoo groups, Mclean melaunching teacher talking kepada anggota group, anggota group merespon sangat baik, dan memereka memperoleh pengalaman belajar yang baik.
Pada perjalannya Mclean tidak terlalu mendapat kendala dalam mengelola Teachers Talking. Namun, terdapat kesalahan fatal yang dapat mempengaruhi komunikasi 2 arah, dimana ada overlap cultural yang sangat besar, karena Mclean dan John berasal dari negara yang berbeda. Untuk mengatasi masalah ini dibentuklah cultural mediator. Cultural mediator bertugas untuk menterjemahkan semua yang menjadi pokok bahasan yang ada pada group online, agar pehaman antara Mclean, John, dan guru-guru yang berasal dari Nigeria dapat dipahami bersama.
Sebagai studi lanjutan, agaar lebih memahami isu cross-cultural pada group online, Mclean melihat ada beberapa kesalahan pada group online yaitu :
a. Hubungan perbedaan pada konten informasi (antara pengetahuan terdahulu dengan pengetahuan saat ini) b. Perbedaan pada kehidupan nyata anggota group yang berefek pada kebiasaan online (kultur komunitas, bahasam konsep, kebiasaan diri sendiri dan terhadap orang lain) c. Hubungan perbedaan pada teknologi komunikasi yang digunakan (biaya, kemampuan, kekeluargaan, dll)
Mclean membuat sebuah analogi untuk ICT three-legged stool, yaitu :
a. I = information, konten, kenyaataan, gambaran, kata, gambar, diagram, video, pesa, dll. b. C = komunikasi, orang-orang yang membetuhkan komunikasi, membutuhkan akses informasi, membutuhkan informasi yang tepat. c. T = teknologi, hadrwere, softwere, issue of efective use, power supply, maintenance, training, running costs, infrasturcture, kebijakan telekomunikasi Lalu Mclean mendefenisikan ulang ICT three-legged stool tersebut menjadi : a. I = information/initiatives/interests : menolong orang untuk mengakses informasi dan membuat pengetahuan baru melalui berbagai initiatives. b. C = communitcation/community/culture : membangun komunitas, dari efektive komunikasi. c. Teknology : teknologi/tools/training : memberikan anggota groups berbagai tps teknik dan training online, biasanya pada sesi spontan e-learning
Mclean mencoba untuk menemukan point-point dari persamaan dan perbedaan antara kultur pendidikan tradisional dan kultur pembelajran online. Kemudian dia mencoba sebuah konsep dari personal pembelajaran onlinenya “virtual academia” dan menegksplorasi semua bagian-bagiannya.
B. GAMING LEARNING by CLARK QUINN Pada bab ini Quinn membuat sebuah terobosan baru menganai permainan dalam pembelajaran untuk menunjang pengembangan kepercayaan diri dan motivasi siswa. Menurutnya permainan dalam pembelajaran sangat berpengaruh dalam pembelajaran
kontekstual. Dia merancang sebuah kriteria design yang harus ada pada sebuah permainan pembelajaran.
Kebanyakan pembelajaran formal berusaha untuk memperaktikan dan cukup menyediakan hal tersebut, dibandingkan untuk mendemonstrasikan hasil penelitian. Tujuan dari pembelajaran yang berupa jarian yang berulang hingga pembelajaran sesuai dengan kontennya.
Ada beberapa elemen penting dalam pembelajaran berbasis game, yaitu : a. Clear Goals : tujuan dari pembelajaran harus jelas melalui permainan. b. Appropiate challange : perintah-perintah pada permainan harus dapat disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang akan ditempuh oleh pembelajar, namun tidak menentukan kompetensi mereka. c. A story “World” : perintah-perintah harus dibentuk dalam lingkungan yang sesungguhnya, dimana lingkungan tersebut harus masuk akal. d. Meaningfullness : perintah-perintah membutuhkan aplikasi pengetahuan yang nyata, yang sesuai dengan jalannya cerita. e. Relevance : perintah-perintah dan jalan ceirta harus dapat menarik perhatian pemain. f. Exploratory : pemain harus meiliki alternatif pilihan jawaban, dan mereka harus bertanggung jawab pada pilihan tersebut. g. Directness : pemain harus beraksi pada dunia permainan tersebut. h. Coupled : dunia permainan harus dapat memberikan respon atas aksi dari pemain dan logika dunia. i. Novel : dunia permainan tidak mudah untuk ditebak, sehingga selalu mendapat perhatian dari pemain. Dalam mendesain sebuah game pembelajaran kita harus mampu membuat kerangka untuk membangun sebuah game yang dapat sesuai dengan pembelajaran. Kita harus memperhatikan beberapa elemen dalam mendesain sebuah game pembelajaran, diantaranya : graphics, audio, penulisan dialog, interaksi, video dan mungkin beberpa elemen lain yng akan anda gunakan seperti pada pengembangan sotfwere teknik. Untuk memulai proses desain game pembelajaran diperlukan sebuah analisis. Tidak seperti pada game kebanyakan, pada game pembelajaran harus dimulai dengan
mempelajari objek, desain yang sesuai kriteria. Analisis dimulai dari telaah jalannya cerita, kemudian jalannya cerita disesuai dengan kondisi dan keadaan. Setiap kondisi dan keadaan ini didesain untuk dapat diambil sebuha keputusan. Apakah keputusan yang diambil baik atau buruk semua memiliki konsekuensi yang berefek pada situasi pemain. Pada poin spesifikasi, dimulai dengan menentukan potensial dari solusi desain. Tujuannya adalah untuk mendesain jalan cerita sehingga dapat diperbaiki sebelum diimplementasikan. Ada tiga tingkatan intermediate termasuk dokumen metriks evaluasi dan beberapa level intermediate dari potensial spesifikasi. Implementasi berdasarkan kepada dua tingkatan. Tingkatan pertama adalah low-tech prototipe yang memperoses story board final, dan yang kedua adalah pengembangan game program untuk di uji dan disempurnakan. Untuk mebuat game pembelajaran sebaiknya menggunaka sumber daya yang tepat, dan sesuai dengan ekspektasi dari stakeholder. Selain itu harus dapat disesuaikan dengan level implementasi untuk belajar melalui proses, termasuk langkah akhir. C. LIGTHS, CAMERA, ACTION : EXPERIENTIAL LEARNING WITH DIGITAK MEDIA SIMULATION by DAVID JAMES CLARKE IV AND DOUGLASS BECKWITH Penulis telah banyak memiliki pengalaman dalam mendesain lingkungan pembelajaran online untuk melahirkan sebuah metode baru dimana desain tersebut lebih murah, fotolrealistik, simulasi digital yng immersive. Perkuliahan, tugas dirumah, ujian, pengulanan, adalah model dari pendidikan tinggi saat ini. Tapi dalam model ini tidak ditemukan proses pembelajaran ekperiensial. Namun untuk jaman sekarang ini model pembelajaran yang seperti sudah disebutkan diatas dipandang sudah tidak relevan lagi. Sehingga harus ditemukan sebuah pembelajaran baru yang lebih menyentuh nilai-nilai kemasyarkatan. Selama bertahun-tahun penulis mencoba
membuat sebuah alat yang dapat
mengembangkan pembelajaran experiensial online untuk perguruan tinggi dan pelatihan korporat. Mereka memulai dengan pertanyaan sederhana : “Mengapa kelas saat ini tidak menempatkan video game sebagai sarana pembelajaran yang menguntungkan dan membuat kecanduan seperti Facebook newsfeed?”.
Selama diantara beberapa inovasi pembelajaran, penulis mengembangkan sebuah solusi pembelajaran yang disebut “Toolwere Learnscape”. Toolwere Learnscape adalah sebuah media digital dimana dapat mengimmerisasi pelajaran didalam setting yang lebih realis dan dapat berinteraksi dengannya. Bila digambarkan bila seseorang diberikan pembelajaran dengan cara perkuliahan, membaca atau menonton video, semua pembelajaran tersebut hanya akan masuk kedalam ingatan jangka pendek saja. Namun bila dilanjutkan dengan berdiskusi maka pembelajaran tersebut akan masuk ke dalam wilayah “cognitive encoding”. Bila diteruskan dengan pengalaman yang relevan maka pembelajaran yang sudah diberikan akan masuk ke dalam bagian ingatan jangka panjang, hal inilah yang dimaksud dengan “experiential learning solution”. Bila pengalaman belajar tadi memberikan umpan balik yang baik, maka semua pengalaman beljar tadi akan memasuki wilayah “cognitive reboot”, dimana disinillah terbentuk perubahan perilaku yang disebut dengan natural asessment.
Dasar pendekatan pendidikan untuk simulasi media digital ini adalah terinspirasi dari filosofi pembeljaran experiensial yaitu “learning by doing” dan diperkuat didalam penelitian Itiel Dror’s (2006) tentang proses pembelajaran kognitif. Ada beberapa hal penting didalam pembuatan toolwere learning ini, diantaranya : a. Tidak ada guru pembimbing b. Mudah digunakan dan diakses c. Higher-order Instructional Design d. Cocreation and best practice design approach Pembelajaran ini diujikan di dua universitas. Yang pertama adalah di University of East London-Law Program. Untuk program simulasi pembelajran di UEL, pihak UEL sangat berhati-hati dalam memberikan perijinan untuk beberapa foto lokasi virtual didalam daerah juridikasi. Produksi untuk simulasi ini menggunakan teknologi green screen technology. Subjek simulasinya berupa aspek kebiasaan, aksen, infleksi suara dan autentikasi. Hasilnya adalah simulasi ini sangat memberikan dampak posiitif bagi kinerja pembelajar. Nilai rata-rata dan hasil asessment siswa meningkat sangat tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Studi kasus yang kedua adalah di University of Phoenix-First Year Sequence Program. OUPX merupak sebuah lembaga pendidikan yang memiliki faslitias pembelajaran paling besar diseluruh dunia. Pihak universitas membuat sebuah desain simulasi pembelajaran yang diharapkan dapat memberikan
dampak positif terhadap siswa tahun pertama di perguruan tinggi. Sebagai contoh, pada program personal finace, selama sembilan bulan perkuliahan, pihak universitas mengembangkan empat media simulasi digital yang selesai dalam 30 menit pembelajaran. Dalam setiap episode “virtual mentor” yang bernama monika yang membimbing matri-materi penting, dan memberikan pembelajaran seperti management keuangan. Hasilnya memberikan dampak positif yang cukup besar bagi siswa tahun pertama di universitas ini. Dalam beberapa tahun kedepan, inkorporasi fitur game base learning, elemen-elemen dari komunikasi jaringan sosial dan berfokus pada meningkatnya personalisasi adaptasi mesin pembelajaran whole-student akan mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yang akan membawa perubahan yang berkelanjutan dari media simulasi online. Ruangan kelas bukan lagi hal yang paling penting, pembelajaran dapat dilakukan dimana saja, kapan saja, dan sesuai apa yang dibiutuhkan oleh siswa. D. TOWARDS A METHODE OF IMPROVING PARTICIPANT IN ONLINE COLLABORATIVE LEARNING : CURATR by BEN BETTS Ide ini muncul pertama kali ketika penulis menemukan masalah dalam pembuatan sebuah program pembelajaran. Didalam dunia akademik kelas memegang peranan penting dalam pembelajaran, hal ini dapat berlangsung efektif namun kadang kala kelas merupakan tempat yang tidak menyenangkan untuk belajar. Penggunaan fasilitas pembelajaran online yang terbaik sekalipun bahkan seringkali menghadapi masalahmasalah dalam proses pembelajaran, misalnya pada moderator yang sangat memberikan aturan yang cukup ketat kepada anggotanya. Penulis ingin membuat sebuah program yang dapat meningkatkan pengalaman belajar mereka secara tidak tebatas.
Ada beberapa masalah didalam metode pembelajaran e-learning , salah stunya adalah dunia yang semakin memiliki konten yang sangat banyak. Peningkatan sumber daya belajar dan media sosial, telah menempatkan konten tersebut memiliki bergbagai makna.
Penulis menetapkan ada 3 objekt yang merupakan inovasi baru yang dapat memenuhi pengalaman pembalajaran sosial, diantaranya :
a. Menggunakan berbagai web yang mudah dicari sebagai “objek pembelajaran”, yang mudah dieksplorasi oleh siswa, dan siswa dapat memperoleh pengalaman belajar. b. Untuk menggambarkan kompetensi dan peningkatan pengetahuan melalui pengalaman bermain game. c. Untuk memudahkan siswa untuk slaing berinteraksi satu sama lain. Berangkat pada kalimat “dunia memiliki banyak konten”, penulis menginginkan sebuah metode program yang dapat menunjukkan pengalaman pada konten-konten pembelajaran. Curart merupakan program yang dirancang agar siswa dapat mengalami pembelajaran secara online. Curatr digambarkan dengan pendekatan visual tinggi yang dapat merefrentasikan objek ke dalam bentuk-bentuk lingkaran. Bila siswa mengakses pada lingkaran tersebut maka akan muncul berbagai informasi mengenai objek tersebut. Curatr juga memiliki game yang dpat dimainkan. Segala bentuk pengalaman belajar dapat dirasakan melalui game curatr. Melaui game curatr, siswa dapat saling berinteraksi dengan berbagai cara, seperti bergabng dengan kelompok diskusi objek pembelajaran atau menandai pekerjaan orang lain. Melalui curatr siswa juga memiliki galeri kosong yang dapat diisi dengan objek yang lain dan dapat dibagikan dengan siswa yang lain. Efek dari game ini adalah meingkatnya kemapuan intrinsik siswa. Namun dibalik itu semua ternyata tingkat kreatifitas dan moral anak menjadi menurun. Studi kasus dilakukan di Warwick Business School di UK. Program dilaksanakan selama enam minggu dan didesain untuk dilakukan pada level bawah menggunakan Curatr platform. Rata-rata siswa membuat 109 komentar selama 24 minggu periode. Setiap komentar tergantung pada detail, pemikiran dan pengalaman. Semua ide dan kontribusi siswa dibentuk ke dalam sebuah modul tugas akhir.