PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN P ANGAN V OL. 22 NO. 2 2003
Penampilan Jagung Protein Tinggi di Dua Lingkungan Tumbuh Firdaus Kasim1, M. Yasin HG 1, Evert Hosang 2, dan Koesnang 1 2
1 Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Nusatenggara Timur
ABSTRACT. Performance of Quality Protein Maize Under Two Environments. A quality protein maize (QPM) is an improved normal maize that contains nearly twice of the lysine and tryptophan-amino acids essential for protein synthesis in human and monogastric animals. A set of introduced QPM population was evaluated for yield and its adaptation under two environments in Bajeng-Gowa, South Sulawesi and Naibonat, East Nusa Tenggara. The population consisted of five white and seven yellow QPM. In each location, 12 QPM materials plus five Indonesian open pollinated varieties were arranged in a randomized block design with three replications. Each entry was grown in a two-row plot with 5 m length, 75cm apart and 20 cm within row spacing and one plant per hill. Observations were made on flowering dates, plant height, ear height, husk cover, and yield. Analyses of variance in each location and combined analysis in both locations were performed. In general, all of the introduced materials grew reasonably good under both environments. The genotype x location interaction was siginificant for plant height, ear height, husk cover, and yield. The promising genotypes were Pop TLWD H.Oil C15 and Pop.63 C2 QPM TLWD for the white kernel type. While for the yellow QPM, the two most promising ones were Pop.65 C6 QPM TLYF and S87P65Q. However, more yield testings are needed in more environments and season. Key words: Quality Protein Maize, yield performance. ABSTRAK. Jagung protein tinggi (QPM) adalah jagung yang mengandung dua kali lipat lisin dan triptofan, asam amino yang penting untuk sintesis protein pada ternak monogastrik dan manusia. Satu populasi jagung QPM introduksi dievaluasi di Gowa Sulawesi Selatan dan Naibonat Nusatenggara Timur. Populasi yang diuji terdiri atas lima QPM berbiji putih dan tujuh QPM berbiji kuning. Pada setiap lokasi, 12 materi uji dan lima populasi jagung biasa ditata dalam percobaan acak kelompok dengan tiga ulangan. Setiap entri ditanam pada petakan dua baris, panjang 5 m, jarak antara baris 75 cm, jarak dalam barisan 20 cm, satu tanaman per rumpun. Pengamatan dilakukan terhadap umur berbunga, tinggi tanaman, tinggi tongkol, penutupan kelobot, dan hasil. Sidik ragam dilakukan terhadap data pada setiap lokasi dan gabungan dua lokasi. Secara umum semua populasi jagung QPM introduksi tumbuh baik pada kedua lingkungan. Interaksi genotipe x lingkungan nyata untuk karakter tinggi tanaman, tinggi tongkol, penutupan kelobot, dan hasil. Genotipe QPM berbiji putih yang terbaik adalah Pop TLWD H.Oil C15 dan Pop.63 C2 QPM TLWD, sedangkan untuk jenis kuning adalah Pop.65 C6 QPM TLYF dan S87P65Q. Namun demikian masih diperlukan uji daya hasil lebih banyak pada lokasi dan musim berbeda. Kata kunci: Jagung bermutu protein tinggi, hasil.
S
ebagai bahan pangan dan pakan, jenis jagung yang ada di Indonesia masih mempunyai kelemahan dilihat dari nilai nutrisinya. Kandungan protein biji jagung umumnya 8-11% dengan kandungan asam amino lisin dan triptofan yang rendah, masingmasing 0,05% dan 0,225% dari total protein biji. Angka ini kurang dari separuh konsentrasi yang disarankan
96
oleh WHO/FAO (WHO 1985). Bila jagung digunakan sebagai pakan maka protein ternak juga kekurangan dua asam amino ini. Dengan demikian diet sehat untuk manusia dan ternak monogastrik harus memasukkan lisin dan triptofan dari sumber lain. Mertz et al. (1964) menemukan mutan jagung pada biji opak yang mengandung lisin tinggi yang kemudian diketahui bahwa karakter tersebut diatur oleh gen opaque-2 (o-2). Gen opaque-2 yang mampu meningkatkan kadar lisin dan triptofan pada endosperm jagung telah dimanfaatkan untuk menghasilkan produk riset yang disebut Quality Protein Maize (QPM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemindahan gen opaque-2 ke dalam jagung normal dapat meningkatkan kualitas protein jagung yang bersangkutan, terutama kandungan triptosan dan lisin. Jagung QPM semula tidak diminati karena pengaruh pleiotrofik sifat fisik endospermnya yang lunak, rentan hama gudang dan busuk tongkol, hasil rendah, dan biji lama mengering. Peneliti CIMMYT (Centro Internacional de Mejoramiento de Maiz Y Trigo) menggabungkan gen o2 dengan ’o-2 endosperm modifier gene’ (Vasal et al. 1980). Melalui suatu program seleksi berulang dan setelah beberapa siklus seleksi, akhirnya dihasilkan jagung QPM dengan endosperm lebih keras (Bjarnason and Vasal 1992). Kini kandungan protein jagung QPM naik dari 9,0% menjadi 11,0-13,5%, kandungan triptofan dan lisinnya meningkat berturut-turut menjadi 0,11% dan 0,475%. Jagung QPM sekarang memiliki sifat yang hampir sama dan ada yang hasilnya lebih tinggi daripada jagung biasa (Cordova 2001). Keberhasilan CIMMYT perlu dimanfaatkan, baik langsung sebagai bahan introduksi maupun sebagai bahan donor perbaikan genetik materi nasional. Meskipun dari tempat asalnya bahan genetik introduksi telah berupa improved germplasm namun perlu dievaluasi dan ditingkatkan adaptasinya di agroekosistem Indonesia, diintegrasikan dengan materi genetik nasional, dan pada gilirannya dikembangkan. Di Indonesia, penelitian jagung QPM pernah dilakukan (Dahlan 2002, komunikasi pribadi). Pada awal tahun 70-an materi QPM introduksi dievaluasi oleh Lembaga Pusat Penelitian Pertanian (LP3) di Bogor. Karena kelemahan sifat agronomis dan endosperm yang lunak, materi tersebut tidak dikembangkan. Di
KASIM ET AL.: JAGUNG QPM
tahun 1980-an, materi QPM asal CIMMYT pernah diuji di Malang dan ada yang disilangkan dengan materi nasional. Namun penelitian tidak berlanjut. Makalah ini menyajikan hasil pengujian pendahuluan terhadap 12 populasi jagung QPM asal CIMMYT, di dua lingkungan tumbuh.
BAHAN DAN METODE Bahan genetik introduksi berasal dari CIMMYT Asian Regional Program, Thailand. Benih jagung QPM sebanyak 12 populasi terdiri atas tujuh genotipe berbiji kuning dan lima genotipe berbiji putih diterima pada bulan Juli 2001 masing-masing sebanyak 500 biji. Materi genetik introduksi tersebut merupakan hasil perbaikan populasi siklus lanjut dan beberapa jenis sintetik. Sebagai langkah awal, jagung berbiji kuning dan putih tersebut diuji bersamaan dalam satu percobaan di dua lokasi selama musim kemarau 2002. Lokasi pertama adalah lahan kering dataran rendah di kebun percobaan (KP) Bajeng, Sulawesi Selatan dan KP Naibonat, Nusatenggara Timur. KP Bajeng memiliki jenis tanah Entisol, pH agak masam (5,9), kandungan bahan organik rendah (1,77%), dan tekstur tanah pasir berdebu (liat 12%, debu 38%, dan pasir 50%). KP Naibonat terletak di lahan tadah hujan dataran rendah yang relatif lebih kering di musim kemarau, jenis tanah Inceptisol, pH netral (7,7), kandungan bahan organik rendah (1,79%), dan tekstur tanah debu berliat (liat 40%, debu 47%, dan pasir 13%). Entri yang dievaluasi semula berjumlah 20 yang terdiri atas 12 populasi QPM dan delapan jenis jagung normal. Namun yang dianalisis adalah 17 genotipe, yakni 12 genotipe QPM, empat populasi jagung normal asal Balitsereal (Pool-2(S1)C8, AMATL(S1)C3, Bisma, Lagaligo), dan lokal NTT (Putih). Percobaan ditata berdasarkan rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Penanaman di KP Bajeng dilakukan pada 15 April 2002 dan di KP Naibonat 28 Mei 2002. Setiap entri ditanam dua baris pada petak berukuran panjang 5 m, jarak tanam 75 x 20 cm, dua tanaman per lubang. Pada saat penjarangan, tanaman disisakan menjadi satu batang per rumpun. Tanaman dipupuk dengan 135 kg N, 90 kg P2O5, dan 45 kg K2O/ha. Sepertiga N dan semua P 2O5 dan K2O diberikan pada waktu tanam dan sisa N diberikan pada umur 30 hari sesudah tanam (HST). Lahan percobaan diairi 5-6 kali, sesuai dengan kebutuhan tanaman, sampai periode masak fisiologis. Air pengairan berasal dari sumur pompa dan dialirkan ke lahan pertanaman melalui alur-alur di antara baris tanaman. Peubah yang diamati adalah komponen agronomis dan hasil, penampilan tanaman, penutupan kelobot,
PADA D UA LINGKUNGAN TUMBUH
dan tongkol. Penyakit bulai diamati pada saat tanaman berumur 3 minggu. Pengamatan terhadap penyakit daun (hawar daun dan karat ) menggunakan skor 1-5, dilakukan pada akhir stadia pembungaan di mana: Skor 1: tidak ada penularan pada daun Skor 2: dua-tiga daun yang berada di bawah tongkol terinfeksi penyakit Skor 3: penularan penyakit mencapai dua-tiga daun di atas tongkol Skor 4: penularan mencapai hampir pada semua daun kecuali dua-tiga daun bagian atas Skor 5: hampir semua daun tanaman terinfeksi bulai. Penampilan umum tanaman dan tongkol juga diberi skor 1-5, di mana skor 1 sangat baik, 3 sedang, dan skor 5 sangat jelek. Skor penutupan kelobot adalah: Skor 1: Kelobot menutup rapat dengan baik, sehingga beberapa tongkol dapat diikat menjadi satu pada ujung tongkol Skor 2: Kelobot menutup ketat hanya sampai ujung tongkol Skor 3: Kelobot menutup agak longgar di ujung tongkol Skor 4: Kelobot menutup tongkol kurang baik, ujung tongkol terlihat Skor 5: Kelobot menutup tongkol sangat jelek, sebagian biji nampak tidak dilindungi kelobot.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan materi QPM introduksi umumnya baik di kedua lokasi percobaan. Sidik ragam menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata di antara entri di setiap lokasi dalam hal tinggi tanaman, tinggi tongkol, dan umur berbunga betina. Sidik ragam gabungan menunjukkan adanya interaksi yang nyata antara entri x lokasi pada peubah tinggi tanaman, tinggi tongkol, skor penutupan kelobot, skor tongkol, dan hasil (Tabel 1). Hal ini mencerminkan adanya perbedaan respons entri pada kedua lingkungan tumbuh. Pengaruh tunggal entri dalam sidik gabungan juga berbeda nyata untuk setiap peubah, kecuali kadar air panen dan hasil. Umumnya tinggi tanaman dan posisi tongkol lebih rendah di Naibonat daripada Bajeng (Tabel 2). Hal ini tampaknya berkaitan dengan kondisi pertanaman di Naibonat yang lebih tercekam kekeringan dibanding di Bajeng sebagaimana tercermin juga dari lambatnya stadia pembungaan. Umur berbunga tanaman betina di Naibonat berkisar antara 62-68 hari. Tanaman jagung lokal NTT (putih) paling tinggi, baik di Naibonat maupun di Bajeng. Di Bajeng, umur berbunga tergolong normal dan tidak ada dari genotipe QPM yang lebih
97
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN P ANGAN V OL. 22 NO. 2 2003
genjah daripada Pool-2(S1)C8. Pada penelitian sebelumnya diketahui bahwa populasi Pool-2 adalah materi jagung nasional yang tergolong genjah yang berbunga pada umur 42 hari. Dari tempat asalnya semua materi QPM berumur sedang sampai dalam pada lingkungan tropis (Vasal 2001). Dalam penggolongan CIMMYT, jagung berumur sedang dan dalam masing-masing dapat dipanen pada umur 100-110 hari dan 110-130 hari. Penelitian Salam Wahid et al. (2002) di Takalar terhadap 23 genotipe QPM putih menunjukkan kisaran umur berbunga betina 55-62 hari dan umur berbunga 18 genotipe QPM kuning berkisar antara 56-61 hari. Skor penutupan kelobot tidak memperlihatkan per-
bedaan nyata antara genotipe dan semua entri QPM tergolong genotipe yang sifat kelobotnya tertutup rapat, dengan susunan biji dalam tongkol yang baik. Rata-rata hasil pada kedua lingkungan dan intensitas penularan penyakit bulai, hawar daun, dan karat di KP Bajeng disajikan pada Tabel 3. Di Bajeng, tiga genotipe putih (Pop. 63 C2 QPM TLWD, Pop. 62 C6 QPM TLWF, dan TLWD H. Oil C15) dan satu genotipe kuning (Pop. 65 C6 QPM TLYF) memberikan hasil yang lebih tinggi daripada varietas Bisma. Di Naibonat, hasil tertinggi jenis putih diberikan oleh Pop. 64 C1 QPM TLWD dan dari jenis kuning diberikan oleh S87 P69Q. Di kedua lingkungan tumbuh, entri QPM putih yang
Tabel 1. Nilai F hitung sebagian peubah pada percobaan evaluasi jagung protein tinggi (QPM) di Bajeng, Sulsel dan Naibonat, NTT, MK 2002. Peubah
Ulangan (U)
Lokasi (L)
Entri (E)
0,91 2,63 0,17 0,05 0,07 1,49
56,62 114,40 1,73 75,76 1,25 0,70
2,67 ** 2,56** 2,69 ** 2,49 ** 1,44 tn 0,94 tn
Tinggi tanaman Tinggi tongkol Skor Penutupan Kelobota Skor tongkola Kadar air panen Hasil
Interaksi L x E
KK (%)
2,50 ** 2,30 ** 1,83 * 2,48 ** 1,09 tn 2,54 **
8,12 15,61 35,51 24,44 17,18 21,03
a
transformasi ke V(x + 0,5); tn = tidak nyata * : berbeda nyata pada taraf 0,05; ** : berbeda sangat nyata taraf 0,01.
Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman, tinggi tongkol, umur berbunga betina (UBB), dan skor penutupan kelobot (SPK) entri jagung protein tinggi (QPM) di Bajeng, Sulsel dan Naibonat, NTT, MK 2002.
Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tongkol (cm)
Umur berbunga betina
Skor penutupan kelobot (1-5)
Entri Bajeng
Naibonat
Bajeng
Naibonat
Bajeng
Bajeng
Naibonat
Putih TLWD H.Oil C15 High Oil C13 Pop. 62 C6 QPM TLWF Pop. 63 C2 QPM TLWD Pop. 64 C1 QPM TLWD
176 173 193 185 190
141 149 134 142 135
91 75 103 98 106
54 57 51 46 50
46,3 43,3 49,0 48,3 47,0
1,3 1,3 1,0 1,0 2,6
2 2 2 2 2
Kuning TempxTrop.Yellow Dent QPM Pop. 61 C1QPM TEYF Pop. 65 C6 QPM TLYF Pop. 66 C0 QPM TLYD S87 P69Q S87 P65Q S87 P66Q
173 191 185 198 151 188 185
139 141 148 139 125 136 140
75 105 93 103 78 101 90
47 56 64 52 47 58 50
43,3 46,0 49,0 46,0 47,3 47,3 47,7
1,3 2,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
2 2 1 3 2 2 1
Kontrol Pool-2(S1)C8 AMATL(S1)C3 Bisma Lagaligo Lokal NTT (Putih)
190 214 195 181 225
136 143 159 137 181
96 106 120 94 123
48 58 67 46 90
43,3 46,7 51,3 51,3 56,0
1,6 1,0 1,3 1,6 1,0
2 1 1 1 1
KK (%) BNT 0,05
8,5 26,8
8,8 20,7
13,8 24,8
17,2 15,3
2,5 2,0
36,9 tn
32,7 1,0
tn :tidak nyata; SPK: 1 = Kelobot menutup rapat dengan baik; 5 = Kelobot menutup tongkol sangat jelek
98
KASIM ET AL.: JAGUNG QPM
PADA D UA LINGKUNGAN TUMBUH
Tabel 3. Rata-rata hasil entri jagung protein tinggi (QPM) dan varietas pembanding di Bajeng dan Naibonat serta intensitas penularan penyakit bulai (Peronosclerospora maydis), skor penyakit hawar daun, (Helminthosporium maydis) dan penyakit karat (Puccinia polysora), MK 2002. Hasil (t/ha)
Penularan penyakit di Bajeng
Entri Bajeng
Naibonat
% bulai
Hawar daun (skor)*
Karat (skor)*
Putih TLWD H.Oil C15 High Oil C13 Pop. 62 C6 QPM TLWF Pop. 63 C2 QPM TLWD Pop. 64 C1 QPM TLWD
4,58 3,68 4,73 5,15 3,53
3,98 3,90 3,65 3,65 4,09
5,1 10,7 0 1,5 11,2
1,3 1,3 1,6 1,0 2,0
1,0 2,3 1,0 1,0 1,0
Kuning TempxTrop.Yellow Dent QPM Pop. 61 C1QPM TEYF Pop. 65 C6 QPM TLYF Pop. 66 C0 QPM TLYD S87 P69Q S87 P65Q S87 P66Q
3,13 3,94 4,56 3,92 3,64 4,03 4,03
3,69 4,15 4,21 3,79 5,28 3,95 3,19
6,1 0,8 0 2,8 10,2 4,0 2,1
1,6 1,6 1,3 1,0 1,6 1,0 2,3
3,3 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
Kontrol Pool-2(S1)C8 AMATL(S1)C3 Bisma Lagaligo Lokal NTT (Putih)
2,03 4,49 4,12 4,25 2,88
4,60 4,24 5,19 5,21 2,18
0,5 1,6 0,1 0,9 12,1
1,6 1,0 1,6 1,3 1,6
1,6 2,0 1,0 1,0 1,0
KK (%) BNT 0,05
17,8 1,15
22,9 1648
71,4 7,1
19,8 tn
40,0 1,1
% bulai = infeksi alami di KP Bajeng, * Skor 1 = tidak tertular; 5 = semua daun tertular penyakit.
memberikan hasil tertinggi adalah Pop. 63 C2 QPM TLWD, sedangkan untuk jenis kuning adalah S87 P69Q. Tingkat penularan penyakit bulai pada Pop. 63 C2 QPM TLWD sangat rendah. Pop 65 C6 QPM TLYF tidak terinfeksi penyakit bulai dan hasilnya cukup tinggi (4,38 t/ha). Di Bajeng ditemukan tiga jenis penyakit yakni penyakit bulai (Peronosclerospora maydis), hawar daun (Helminthosporium maydis), dan karat daun (Puccinia polysora), namun intensitas penularannya tergolong rendah. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara genotipe dalam hal penularan penyakit hawar daun. Genotipe kuning Temp x Trop. Y.D. QPM tertular penyakit karat dengan intensitas paling tinggi. Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan, karena itu populasi harapan perlu diuji lebih lanjut pada lingkungan yang lebih beragam dan musim yang berbeda. Pada gilirannya, bila diperoleh calon varietas, kemudian dilepas dan dikembangkan maka diharapkan terdapat nilai tambah dari jagung tersebut. Tingginya kandungan dan mutu protein jagung QPM dibandingkan dengan jagung biasa akan meningkatkan nilai nutrisi pangan dan pakan. Untuk sentra produksi di mana pangan berbasis jagung sangat penting,
jagung QPM akan mengatasi kekurangan protein dan asam amino. Bila jagung QPM digunakan sebagai pakan maka protein ternak juga akan lebih bermutu. QPM juga prospektif memulihkan kondisi kekurangan gizi anak-anak dan mempercepat peningkatan bobot ba- dan ternak. Berkembangnya jagung QPM secara tidak langsung akan mengurangi impor tepung ikan dan kedelai yang selama ini merupakan sumber protein pakan.
KESIMPULAN 1. Pengaruh interaksi antara entri dan lokasi nyata pada peubah hasil, tinggi tanaman, tinggi tongkol, dan skor penutupan kelobot jagung QPM. 2. Beberapa genotipe QPM prospektif untuk diuji multilokasi pada lingkungan yang sesuai. Genotipe QPM putih yang prospektif adalah populasi TLWD H.Oil C15 dan Pop.63 C2 QPM TLWD, sedangkan jenis kuning yang terbaik adalah Pop.65 C6 QPM TLYF dan S87P65Q.
99
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN P ANGAN V OL. 22 NO. 2 2003
DAFTAR PUSTAKA Bjarnason, M. and S.K. Vasal. 1992. Breeding of quality protein maize (QPM). In: Janick (ed.) Plant Breeding Reviews, Vol. 9. John Wiley & Sons, Inc. p. 181-216 Cordova, H. 2001. Quality protein maize: Improved nutrition and livelihoods for the poor. Maize Research Highlights 1999-200. CIMMYT. p. 27-31. Mertz, E.T., L.S. Bates, and O.E. Nelson. 1964. Mutant gene that changes protein composition and increases lysine content of maize endosperm. Science 145: 279-280. Salam-Wahid, A. , D. Baco, S. Saenong, O. Suherman dan F. Kasim. 2002. Uji adaptasi jagung QPM hibrida dan populasi bersari
100
bebas asal CIMMYT. Laporan penelitian, disajikan dalam Seminar Mingguan di Balitsereal. Maros. Vasal, S.K., E. Villegas, M. Bjarnason, B. Gelaw, and P. Goertz. 1980. Genetic modifiers and breeding strategies in developing hard endosperm opaque-2 materials. In: W.G. Pollmer and R.H.Pkillips (eds.). Improvement of quality traits of maize for grain and silage use. Nijhoff, The Hague. p. 37-71. Vasal, S.K. 2001. High Quality Protein Corn. In: A.R. Hallauer (ed.). Specialty corns, second ed. CRC Press LLC, Boca Raton, Florida. p. 85-129. WHO. 1985. FAO/WHO/UN expert consultation. WHO Technical Report Series No. 724, Geneva.