|
237
| 二零
BAHAN SAAT TEDUH | EDISI NO. 237 | JANUARI 2016
Sebab Aku ini, TUHAN, Allahmu, memegang tangan kananmu dan berkata kepadamu: "Janganlah takut, Akulah yang menolong engkau." [Yesaya 41:13]
Saran-saran Praktis
Bersaat Teduh PERSPEKTIF ditulis tidak untuk menggantikan Alkitab, tetapi sebagai alat penunjang yang membantu kita untuk mengerti firman Tuhan lebih dalam dan sistematis untuk memenuhi kebutuhan rohani Anda. Prinsipnya adalah kembali kepada sumber pertumbuhan itu sendiri, yaitu Alkitab. Back to the Bible! PERSPEKTIF disusun berdasarkan kurikulum yang dalam jangka waktu tertentu, bila Anda setia mengikutinya, maka Anda diharapkan akan memperoleh gambaran yang cukup jelas secara keseluruhan Alkitab. Untuk dapat memanfaatkan bahan ini secara maksimal, Anda dapat mengikuti saran-saran praktis sebagai berikut: Sediakan waktu teratur setiap hari sedikitnya 20 menit. Carilah tempat yang tenang, hindari suara-suara yang dapat mengganggu konsentrasi Anda. Tenangkan hati dan berdoalah terlebih dahulu memohon pimpinan Tuhan. Bacalah bacaan Alkitab yang telah ditentukan pada hari itu 2-3 kali hingga paham benar, kemudian renungkanlah. Bacalah artikel yang tersedia, dan berusahalah menjawab pertanyaan refleksi yang ada dengan jujur. Setiap jawaban dapat pula Anda tuliskan pada sebuah agenda pribadi untuk dapat dibaca lagi sewaktu-waktu. Doakanlah apa yang telah Anda renungkan, serahkan diri Anda hari itu kepada Tuhan, mohon kekuatan dari-Nya untuk hidup sesuai firman Tuhan dan melakukan tekad yang Anda buat hari itu maupun hari sebelumnya. (Doakan pula pokok doa syafaat yang telah disediakan)
PERSPEKTIF
www.gkagloria.or.id
Penerbit: BPH Majelis Umum GKA Gloria Surabaya Alamat: Jl. Pacar 9-17, Surabaya 60272 Tel. (031) 534 5898 Fax. (031) 545 2907 SMS. 087 8511 67282 Email:
[email protected] Rekening Bank: BCA a/c 256 532 5777 a.n. Gereja Kristen Abdiel Gloria Penulis edisi 237: Alfred Jobeanto, Andree Kho, Anggiat M. Pandiangan Elok Chrisinar, Ie David, Hendry Heryanto, Inge Adriana Ivan Kwananda, Liem Sien Liong, Liona Margareth Otniol H. Seba, Rohani, Sahala Marpaung, Yohanes Sudiarto Penerjemah: Tertiusanto
EDITORIAL
Berjalan Bersama Tuhan
P
uji syukur kepada Tuhan Yesus yang telah menyertai kita melewati tahun 2015 dan selalu menyertai kita dalam menjalani kehidupan di tahun 2016. Kita tahu, bahwa waktu begitu cepat berlalu. Persoalan yang satu selesai, persoalan yang lain muncul. Namun, satu hal yang tidak boleh kita lupakan, bahwa kesanggupan kita adalah karena kasih setiaNya. Jika kita telah melewati tahun 2015 dengan suka dan duka yang ada di dalamnya, maka pada tahun ini, mari kita berkomitmen untuk tetap berjalan bersama Tuhan. Tentu, “berjalan bersama Tuhan” itu, bukan berarti apa yang menjadi keinginan kita harus terjadi dan Tuhan yang harus mengikuti kehendak kita. Itu bukan arti dari berjalan bersama Tuhan! Berjalan bersama Tuhan itu berarti kitalah yang mengikuti kehendak Tuhan. Apa yang menjadi kehendak-Nya, kita lakukan. Karena itu, di tahun 2016 ini, marilah kita perbarui paradigma kita dalam berjalan bersama Tuhan. Biarlah kita taat pada tuntunan firman-Nya dan Tuhan yang berjalan di depan kita, sebab Dialah Gembala Agung kita, Amin. Soli Deo Gloria!
Selamat Tahun Baru 2016
01 JUMAT
JANUARI 2016
“Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.” (Matius 1:21)
Bacaan hari ini: Matius 1:21-23 Bacaan setahun: Matius 1
KELAHIRAN KRISTUS SANGAT BERARTI BAGIKU
D
engan berbagai keadaan dan kondisi yang terjadi di hari Natal yang dilakukan setiap tahun, muncul pertanyaan: “Apa sebenarnya yang menjadi arti Natal dalam kehidupan orang percaya?” Ini menjadi satu pertanyaan yang sangat penting untuk dijawab dan juga dimengerti, sehingga Natal bukan hanya sebuah rutinitas biasa yang dilakukan, yang hanya membuang tenaga, pikiran, bahkan uang yang banyak. Menurut Matius 1:21-23 ada 2 hal yang merupakan arti kelahiran Yesus Kristus yang sangat berarti bagi kita. Pertama, untuk menyelamatkan kita orang berdosa (ay. 21). Kelahiran Yesus Kristus dari seorang perawan merupakan hal vital bagi kebenaran Injil (Yes. 7:14); karena Yesus Kristus sudah ada sebelum Maria; karena itu Dia tidak dapat dikandung seperti bayi yang lainnya. Dia bukan sekadar lahir, melainkan Dia “datang ke dalam dunia” untuk menyelamatkan orang yang berdosa. Karena itu, kelahiran Yesus Kristus menunjuk kepada tujuan kedatangan-Nya. Kedua: untuk menyertai seluruh kehidupan kita (ay. 22-23). Kelahiran Yesus Kristus sangat berbeda dari kelahiran siapapun. Dia dikandung oleh Roh Kudus di dalam rahim Maria, dan lahir tanpa tabiat dosa. KelahiranNya ke dalam dunia ini sebagai manusia, serta menjalani kehidupan dan pengalaman manusia. Kedatangan-Nya ke dalam dunia ini juga memiliki tujuan yang sangat luar biasa bagi hidup orang percaya, yaitu “janji penyertaan-Nya.” Kata yang dipakai adalah “Imanuel,” yang artinya Tuhan Beserta Kita. Ini adalah satu janji dari Tuhan Yesus Kristus, bahwa Ia akan selalu menyertai seluruh kehidupan kita, bahkan dalam segala aspek kehidupan kita, Ia pasti akan menyertai kita. Janji penyertaan itu akan semakin kita rasakan, ketika kita tetap percaya kepada-Nya dan berserah hanya kepada Dia. Karena itu, marilah kita senantiasa bersyukur dan tetap setia kepada-Nya, yang telah datang ke dalam dunia ini, meninggalkan takhta-Nya yang mulia untuk kita menyelamatkan kita yang berdosa dan memberikan janji penyertaan-Nya. STUDI PRIBADI: (1) Apa arti kelahiran Yesus Kristus bagi kehidupan kita secara pribadi? (2) Bagaimana respons kita sebagai orang yang telah diselamatkan oleh Yesus Kristus? Berdoalah bagi jemaat Tuhan agar mereka dapat menghayati kelahiran Kristus bukan dengan hidup mementingkan diri sendiri, tetapi hidup dalam kebenaran dan kasih.
02 SABTU
“Dimanakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia.” (Matius 2:2) JANUARI 2016 Bacaan hari ini: Matius 2:1-12 Bacaan setahun: Matius 2
KELAHIRAN KRISTUS MEMBAWA SUKACITA
P
ada pasal yang pertama, kita telah merenungkan dan mempelajari bahwa kelahiran Kristus mempunyai makna yang sangat berarti dalam hidup kita, yaitu menyelamatkan kita yang berdosa dan menyertai kita selalu. Kabar baik ini sangat menyejukkan hati kita semua, karena kita terlepas dari lubang kebinasaan dan menuju kepada hidup yang kekal. Tetapi selain dari kedua hal di atas, ada hal lain yang menjadi makna dari kelahiran Yesus Kristus, yaitu sukacita; sukacita yang kekal dan abadi. Ekspresi sukacita yang benar mengenai kelahiran Yesus Kristus ditunjukkan oleh orang-orang Majus. Pertama, mereka datang menyembah Tuhan Yesus (ay. 1-2). Mereka datang dari Timur ke Yerusalem, guna mencari Raja ini. Mereka sudah begitu tidak sabar untuk mengenal-Nya, sehingga mereka sengaja melakukan perjalanan jauh untuk mencari keterangan mengenai diri-Nya. Perhatikanlah, orang yang sungguh-sungguh rindu untuk mengenal dan menemukan Kristus tidak akan peduli dengan segala kesulitan atau mara bahaya ketika mencari Dia. Kedua, mereka mempersembahkan persembahan kepada-Nya (ay. 912). Di negeri-negeri Timur, orang akan membawa persembahan bila mengadakan kunjungan penghormatan kepada rajanya. Persembahan yang diberikan orang-orang majus itu terdiri dari emas, kemenyan dan mur. Inilah pemeliharaan Allah yang dikirimkan pada waktunya, yaitu sebagai pertolongan kepada Yusuf dan Maria yang berada dalam keadaan miskin. Pemberian-pemberian ini merupakan hasil dari negeri orang-orang majus itu sendiri. Jadi, apa yang berkenan diberikan Allah kepada kita, haruslah kita gunakan untuk menghormati-Nya. Mereka mempersembahkan emas sebagai upeti kepada-Nya, sebagai seorang Raja. Karena itu mengenai diri kita sendiri, kita harus menyerahkan segala yang kita miliki kepada Yesus Kristus. Apabila kita sungguh-sungguh dalam penyerahan diri kepada-Nya, kita tidak akan keberatan untuk berpisah dengan apa yang paling kita sayangi dan hargai. Semuanya bagi Dia dan demi Dia. STUDI PRIBADI: (1) Apakah sukacita terbesar dalam kehidupan kita? (2) Bagaimana ekspresi sukacita yang harus kita tunjukkan mengenai Kelahiran Yesus Kristus? Berdoalah bagi keluarga kita dan semua umat Tuhan agar mereka selalu merasakan sukacita yang sesungguhnya dalam merayakan hari Kelahiran Yesus Kristus. Amin.
03 MINGGU
JANUARI 2016
“Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!” (Matius 3:2)
Bacaan hari ini: Matius 3:1-6 Bacaan setahun: Matius 3
BERITA YOHANES PEMBAPTIS
M
engawali kehidupan di tahun yang baru, biasanya ada banyak berita yang bisa membangun kehidupan kita, namun berita-berita itu juga bisa membuat kita kuatir melihat masa depan. Apabila kita dapat menerima berita-berita itu dengan cara pandang yang benar, maka pasti akan bermanfaat dalam kehidupan kita. Sebab itu, penting bagi kita untuk mulai belajar mendengarkan firman Tuhan, supaya melaluinya, kita bertumbuh dalam iman dan menghadapi masa depan bersama Tuhan. Kedatangan Yohanes Pembaptis di padang gurun menunjukkan kehausan dan kegersangan hati bangsa Israel akan sabda Tuhan yang selama 400 tahun, Tuhan tidak berfirman lagi kepada bangsa Israel (sejak kitab terakhir Maleakhi). Ketika Tuhan tidak lagi mau bersabda, maka hidup manusia sesungguhnya tidak akan mendapat kepastian dan ketenangan. Rasa haus akan firman Tuhan inilah yang sangat menggugah batin umat Allah pada waktu itu, ketika mendengarkan suara kenabian dari Yohanes Pembaptis. Sebab itu kedatangan Yohanes seolah-olah memberikan rasa sejuk dan memuaskan kedahagaan yang luar biasa akan firman Tuhan dalam kehidupan umat Allah. Berita yang disampaikan Yohanes adalah, “Bertobatlah Kerajaan Sorga sudah dekat!” Berita ini menjadi daya tarik yang sangat kuat bagi orang Israel yang mendengarkan. Kekeringan rohani bangsa Israel merupakan lahan yang tepat untuk firman Tuhan ditaburkan. Bertobat berarti berpaling atau mengubah pikiran untuk bersikap benar, yaitu kembali kepada Allah yang benar dan meninggalkan cara hidup yang lama. Kerajaan Allah merupakan alasan yang tepat bagi Yohanes untuk mengajak umat Allah kembali menikmati kehidupan sebagai umat Allah. Kerajaan Sorga menjadi petunjuk bagi umat Allah supaya memiliki kehidupan yang berbeda dari pola hidup dunia. Karena itu, kita hendaknya membuka telinga mendengar panggilan Allah supaya kita memiliki hidup yang berkenan kepada Allah. Janganlah kesibukan yang ditawarkan dunia, membuat kita tidak lagi mendengarkan panggilan Allah dalam hidup kita. STUDI PRIBADI: (1) Berita apa yang dibawa oleh Yohanes Pembaptis? Apa maksudnya? (2) Bagaimana respons kita, jika Tuhan memanggil kita untuk hidup bagi Kerajaan-Nya? Berdoalah bagi jemaat agar mereka menjalani kehidupan sebagai umat Tuhan dan bukan sama seperti mereka yang belum bertobat dan mengenal kebenaran di dalam Tuhan Yesus.
04 SENIN
JANUARI 2016
“Lalu Iblis meninggalkan Dia …” (Matius 4:11)
Bacaan hari ini: Matius 4:1-11, Lukas 4:13 Bacaan setahun: Matius 4
IBLIS MENUNGGU WAKTU YANG BAIK
M
elihat jauh ke depan sepanjang tahun 2016, kita tentu dapat melihat ada banyak kesempatan demi kesempatan untuk kita lewati dalam kehidupan ini. Kemajuan zaman telah memberikan berbagai kesempatan untuk memajukan kehidupan kita. Namun di sisi lain, kita juga dapat melihat ada banyak godaan telah menanti kita. Injil Matius menunjukkan bahwa Allah mengizinkan Tuhan Yesus mengalami godaan sejak awal pelayanan-Nya dalam dunia ini. Paling tidak ada tiga macam godaan yang terbesar dalam kehidupan ini, yaitu godaan fisik (hal lahiriah), godaan kekayaan dunia, dan godaan fenomenal untuk mencobai Allah (hal yang spektakuler). Ketika kita menghadapi rasa lapar yang tak terpuaskan, kemiskinan yang tidak kunjung habis dan melihat halhal yang spektakuler, tapi tidak menyentuh kehidupan kita, maka kita akan tergoda untuk mengikuti godaan si-Jahat. Dan si-Jahat seringkali bukan mencobai umat Allah hanya satu bagian, tetapi terkadang sekaligus semua godaan itu menghampiri hidup kita. Pelajaran penting yang ditunjukkan Matius dalam bagian ini adalah, Tuhan Yesus menghadapi segala macam serangan si-Jahat dengan firman Tuhan. Hal tersebut diungkapkan dengan sebuah perkataan Kristus, “Ada tertulis...” Pengenalan yang benar akan firman Tuhan dan menghidupinya merupakan senjata yang sangat baik dan benar untuk melawan segala macam godaan si-Jahat. Melalui kebenaran firman Tuhan, si-Jahat telah dikalahkan dan meninggalkan Tuhan Yesus. Kemenangan yang sejati atas godaan si-Jahat selalu dimulai saat kita bersandar kepada firman Tuhan sebagai pedang roh untuk melawan si-Jahat. Namun, perlu disadari juga bahwa dalam Injil Lukas 4:13 mengingatkan kepada kita, memang pada waktu itu, si-Jahat pergi meninggalkan Tuhan Yesus, karena ia telah gagal menggoda dan menjatuhkan Tuhan Yesus, namun si-Jahat akan selalu menunggu waktu yang baik untuk mencobai dan menjatuhkan Tuhan Yesus selama tinggal di dunia ini. Karena itu, marilah kita hidup dalam kewaspadaan menghadapi segala macam godaan si-Jahat. STUDI PRIBADI: (1) Apa wujud godaan yang ditawarkan si-Jahat kepada Tuhan Yesus? (2) Bagaimana Tuhan Yesus mengalahkan godaan si-Jahat? Berdoa bagi jemaat yang sedang hidup dalam godaan si-Jahat agar mereka tidak mengandalkan hikmat dan kekuatan diri sendiri, melainkan bersandar pada Tuhan dan taat pada firman-Nya.
05 SELASA
JANUARI 2016
“Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.” (Matius 5:20)
Bacaan hari ini: Matius 5:1-20 Bacaan setahun: Matius 5:1-26
RITUAL KEAGAMAAN
M
atius 5 ini merupakan awal dari khotbah Yesus di bukit yang berlanjut sampai pasal 7. Khotbah ini merupakan kumpulan dari perkataan dan pengajaran Yesus, artinya pengajaran-pengajaran dalam khotbah di bukit ini bukanlah sesuatu yang disampaikan dalam satu waktu saja. Pada pasal 5 ini Yesus mengajarkan mengenai prinsip-prinsip dan hukum Kerajaan Allah. Kerajaan Allah berbeda dengan kerajaan dunia yang mengutamakan kekuatan dan kebesaran. Dalam Kerajaan Allah, orang-orang yang kecil dan tersisihkan justru mendapatkan perhatian. Mereka adalah orang yang miskin dan berduka (ay. 3-4). Setiap orang yang berbuat kebenaran di dunia juga akan mendapatkan upahnya dari Allah, termasuk orang-orang yang menderita karena Injil (ay. 5-12). Selanjutnya (ay. 13-16) Tuhan Yesus menjelaskan bahwa kehidupan para pengikut-Nya harus memberikan dampak bagi dunia. Menjadi pengikut Kristus berarti menjadi saksi Allah. Untuk bisa menjadi saksi yang hidup, para pengikut Kristus harus sungguhsungguh menghidupi pengajaran Yesus, bukan hanya sekadar melakukan ritual keagamaan (ay. 17-20). Hal itu harus ditunjukkan melalui sikap dan perbuatan dalam keseharian, sehingga orang-orang dapat merasakan dampak yang baik dan memuliakan Tuhan. Bagaimana dengan kehidupan kita hari ini? Apakah hidup kita sudah menunjukkan sikap seorang murid Kristus? Ataukah kita masih sering memisahkan antara kehidupan rohani di gereja dengan keseharian kita? Marilah kita hidup sebagai murid-murid Tuhan, baik di dalam gereja maupun di luar gereja. Sadarilah bahwa ibadah yang dikehendaki Tuhan bukan sekadar ritual keagamaan yang kita lakukan setiap minggunya dan di gereja saja. Ibadah kita yang berkenan kepada-Nya meliputi seluruh aspek kehidupan kita. Kehidupan yang berintegritas adalah kehidupan yang Tuhan Yesus kehendaki. Kehidupan yang menampakkan Dia, di manapun kita berada. Karena itu marilah kita memiliki sikap hidup yang berkenan kepada-Nya. STUDI PRIBADI: (1) Apakah kehadiran Yesus membuat hukum Taurat tidak berlaku lagi? (2) Bagaimana hidup keagamaan orang Farisi? Berdoalah bagi jemaat, agar mereka tidak melakukan ibadah dan kegiatan rohani lainnya sebagai ritual dan kebiasaan, tetapi sungguh-sungguh dihidupi sesuai yang Tuhan kehendaki.
06 RABU
JANUARI 2016
“Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu di surga adalah sempurna.” (Matius 5:48)
Bacaan hari ini: Matius 5:27-48 Bacaan setahun: Matius 5:27-48
HUKUM KERAJAAN ALLAH
P
ada bacaan sebelumnya Yesus mengatakan bahwa hidup pengikutNya harus lebih benar daripada orang Farisi. Lalu pertanyaannya, bagaimana caranya supaya bisa hidup lebih benar dari orang Farisi yang notabene adalah orang-orang yang taat beragama? Pada ayat-ayat selanjutnya, Yesus memberikan beberapa contoh mengenai cara untuk hidup lebih benar dari orang Farisi. Enam kali Yesus menggunakan formula, “Kamu telah mendengar..., tetapi Aku berkata kepadamu” (ps. 5:21-22, 27-28, 31-32, 33-34, 38-39, 43-44). Di sini Yesus menunjukkan maksud sebenarnya dari hukum Taurat diberikan kepada mereka. Dia memberikan pengertian yang lebih dalam mengenai Taurat. Menaati hukum Taurat bukan sekadar perkara mematuhi peraturan yang tertulis saja. Tidak cukup hanya mematuhi perintah untuk tidak membunuh, tetapi juga tidak boleh marah dan membenci saudara (ps. 5:21-22). Tidak cukup hanya memberi persembahan, tetapi juga harus memiliki relasi yang baik dengan Allah dan sesama (ps. 5:23-26). Tidak cukup hanya menghindari perzinahan, tapi harus menjaga hati dari hawa nafsu (ps. 5:27-30). Tidak cukup hanya menikah secara legal, tetapi harus menghidupi komitmen pernikahan (ps. 5:31-32). Janganlah membuat sumpah, tetapi hindari mengucapkan kata-kata yang tidak bertanggung jawab (ps. 5:33-37). Jangan mencari keadilan bagi diri sendiri dengan membalas kejahatan, tetapi ampuni dan kasihilah orang lain (ps. 5:38-47). Inti dari semua hal ini adalah, Yesus menuntut pengikut-Nya untuk sempurna (ps. 5:48); bukan hanya dalam ketaatan terhadap hukum yang tertulis, melainkan juga dalam karakter, kekudusan, kedewasaan, dan kasih. Semua itu tidak akan bisa terwujud jika hanya mengandalkan kekuatan diri sendiri tanpa pertolongan Roh Kudus. Bagaimana dengan diri kita hari ini? Marilah kita hidup bukan sekadar menjadi orang Kristen, tetapi kita hidup menurut hukum Kerajaan Allah, sehingga melalui kita, orang lain dapat mengenal Tuhan yang kita sembah. STUDI PRIBADI: (1) Apakah yang dimaksud dengan sempurna seperti Bapa pada ayat 48? (2) Bagaimana caranya supaya kita bisa menjadi sempurna? Berdoalah memohon pertolongan Tuhan supaya setiap kita sebagai orangorang percaya dapat menjadi pribadi yang semakin serupa dengan Kristus dalam kehidupan kita.
07 KAMIS
JANUARI 2016
“Jadi janganlah kamu seperti mereka ...” (Matius 6:8)
Bacaan hari ini: Matius 6:1-18 Bacaan setahun: Matius 6:1-18
JANGANLAH SEPERTI MEREKA
T
uhan Yesus memperingatkan para murid agar mereka tidak menjadi seperti orang-orang munafik (ay. 2). Di mana mereka melakukan segala kegiatan agama mereka, baik dalam hal memberi sedekah, berdoa maupun berpuasa, dengan maksud agar dilihat dan dipuji oleh orang (ay. 2, 5, 16). Mengapa Tuhan Yesus memperingatkan para murid agar tidak berlaku munafik seperti mereka? Menurut Tuhan Yesus, apa yang telah mereka perbuat tersebut, yang kelihatannya sebagai perbuatan ibadah kepada Allah, sesungguhnya tidak ditujukan kepada Allah. Jelaslah bahwa motivasi mereka hanya untuk mencari kemuliaan dan pujian bagi diri mereka sendiri dan bukan untuk pujian dan kemuliaan bagi Allah. Menurut Tuhan Yesus, apa yang telah mereka lakukan tersebut, sesungguhnya mereka telah mendapatkan upahnya, karena mereka sudah dilihat, dikagumi dan dipuji oleh orang yang melihat perbuatan mereka. Alangkah tidak berartinya upah mereka itu. Apa faedahnya jika kita menerima pujian dari sesama pelayan, tetapi Tuan kita tidak berkata, “Baik sekali perbuatanmu itu.” Jika kita hanya mengharapkan pujian manusia, maka upah yang tidak berarti itulah yang hanya menjadi bagian kita. Mereka melakukannya agar dilihat orang, dan itulah yang mereka dapatkan, yaitu orang-orang melihat mereka. Dalam bacaan kita pagi ini, Tuhan Yesus tidak menginginkan para murid-Nya bersikap seperti mereka. Peringatkan Tuhan tersebut bukan hanya untuk para murid Tuhan pada waktu itu, tetapi juga untuk kita yang menjadi murid Tuhan pada masa kini. Marilah kita memperhatikan dengan seksama kewajiban ibadah kita, dan janganlah tertuju untuk mendapatkan pujian manusia, tetapi kepada Allah saja. Karena itu, dalam melakukan kegiatan ibadah kita, hindarilah setiap hal yang cenderung membuat kita dikenal orang, tetapi sebaliknya biarlah Allah yang dikenal orang melalui ibadah kita. Biarkanlah hanya Allah yang mengetahui segala ibadah yang kita lakukan bagi-Nya. Dengan demikian, segala ibadah kita mendatangkan kemuliaan bagi Allah. STUDI PRIBADI: (1) Kepada siapakah segala ibadah kita ditujukan? (2) Mengapa mendapatkan pujian dari Allah lebih baik daripada mendapatkan pujian dari manusia? Doakanlah agar kita sebagai orang percaya dimampukan untuk dapat melakukan segala kegiatan ibadah kita dengan motivasi untuk memuji dan memuliakan Tuhan. Bukan sebaliknya.
08 JUMAT
JANUARI 2016
“… Janganlah kuatir akan hidupmu, … janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai …” (Matius 6:25)
Bacaan hari ini: Matius 6:25-34 Bacaan setahun: Matius 6:19-34
JANGANLAH KAMU KUATIR
K
uatir adalah perasaan takut, cemas, gelisah terhadap suatu hal yang belum diketahui dengan pasti atau perasaan takut, tidak tenang, gelisah jika apa yang diharapkan tidak terjadi, atau tidak sesuai dengan yang diharapkan. Apa saja yang dapat membuat kita kuatir? Mungkin saja sakit penyakit, serangan virus, AIDS/HIV, kanker—semua itu amat mematikan dan belum ada obatnya. Peperangan, teror, bencana alam, kegagalan baik dalam studi, kerja bahkan keluarga, dan masih banyak hal lainnya yang mungkin dapat kita daftarkan, yang sesungguhnya membuat kita menjadi kuatir. Dalam Matius 6:25-34 ini, Tuhan Yesus menyatakan hal-hal pokok yang membuat kita sebagai manusia, kuatir. Yang pertama, kita kuatir akan hidup kita ini, akan apa yang akan kita makan atau minum (ay. 25). Kedua, kita kuatir akan tubuh kita, akan apa yang akan kita pakai (ay. 25). Namun demikian, Tuhan Yesus juga menasihatkan kita, agar tidak usah kuatir akan hal-hal tersebut. Mengapa demikian? Pertama, menurut Tuhan Yesus, kekuatiran itu sendiri tidak dapat mengubah apa-apa di dalam diri kita (ay. 27). Jadi buat apa kuatir. Kedua, karena Allah Bapa di Sorga tahu apa yang kita perlukan (ay. 32). Tuhan Yesus memberikan contoh bagaimana burung-burung di langit, Allah Bapa pelihara (ay. 26), bunga Bakung di ladang didandani begitu indahnya oleh Allah, bahkan melebihi keindahan pakaian raja Salomo yang megah itu (ay. 28-29; Luk. 7:28), dan begitu juga rumput di padang, Dia dandani (ay. 30). Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kita? Karena itu janganlah kita kuatir! Di sini, Tuhan Yesus tidak bermaksud bahwa mengadakan persiapan untuk kebutuhan fisik di masa depan adalah salah (bdk. 2Kor 12:14; 1Tim. 5:8). Yang dilarang oleh Tuhan Yesus adalah kekuatiran atau kecemasan yang menunjukkan bahwa kita kurang percaya akan pemeliharaan dan kasih Allah sebagai Bapa kita (ay. 30; bdk. 1Pet. 5:7). STUDI PRIBADI: (1) Mengapa hidup dalam kekuatiran itu tidak baik? (2) Bagaimana seharusnya respons kita terhadap keadaan yang menimbulkan kekuatiran? Doakanlah agar sebagai orang percaya, kita dimampukan untuk senantiasa berserah kepada Tuhan dan tidak kuatir dalam segala situasi yang sedang kita hadapi, sekalipun sedang berada dalam zona yang tidak nyaman.
09 SABTU
JANUARI 2016
“Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu.” (Matius 7:24)
Bacaan hari ini: Matius 7:24-27 Bacaan setahun: Matius 7
KRISTEN YANG BIJAKSANA
T
uhan Yesus memberikan sebuah perumpamaan pada akhir dari khotbah-Nya di atas bukit. Ada 2 macam orang yang mendengar firman Tuhan: (1) Yang mendengar dan melakukan (bijaksana); dan (2) Yang mendengar tetapi tidak melakukan (bodoh). Jika kita ditanya, ingin menjadi yang macam mana? Pasti menjadi orang yang bijaksana, yaitu yang mendengar dan melakukan firman Tuhan. Seperti apakah orang Kristen yang bijaksana itu? Pertama, mereka tidak cuma menampilkan kehidupan Kristen yang “tampak luar” semata, tetapi kehidupan yang benar-benar ada di dalam Kristus. Kedua pembangun dalam perumpamaan ini sedang membangun rumah dengan pondasi yang berbeda, tetapi pada akhirnya yang terlihat dari luar adalah rumahnya saja. Demikian juga dalam kehidupan orang Kristen. Kita bisa menampilkan kehidupan sebagai orang Kristen, secara tampak luar saja, mis. rajin gereja, membaca Alkitab, berdoa, pelayanan, dll. Sehingga kita akan dinilai orang lain, orang Kristen yang “jempolan.” Tetapi sebenarnya kehidupan Kristen macam itu hanya dinampakkan di lingkungan gedung gereja atau pada hari Sabtu dan Minggu saja. Di luar itu, Tuhan Yesus dan firman-Nya tidak dipedulikan. Kita melakukan apa yang menjadi keinginan dan pemikiran kita. Kiranya kita dijauhkan dari hal ini. Kedua, mereka mendengar (atau membaca) dan melakukan firman Tuhan. Kata “melakukan firman Tuhan” mempunyai arti “berlatih (practice) melakukan firman Tuhan.” Seperti olahragawan, yang dalam kesehariannya selalu berlatih dan berlatih, sebagai anak Tuhan, kita juga harus tekun berlatih/melakukan firman Tuhan dalam keseharian hidup kita; sehingga kehidupan Kristen kita benar-benar diletakkan dalam pondasi yang teguh dan tidak tergoyahkan. Firman Tuhan benar-benar menjadi pengontrol dan pedoman hidup kita. Karena itu, ketekunan untuk melakukan firman Tuhan adalah perlu dan harus dilakukan hari ini juga. Mari kita mempunyai waktu teduh yang teratur setiap hari bersama Tuhan! STUDI PRIBADI: (1) Apakah artinya seorang Kristen yang dikatakan bijaksana itu? (2) Bagaimana mewujudkan kehidupan Kristen yang bijaksana dalam kehidupan kita? Berdoalah bagi setiap jemaat Tuhan agar diberikan hati seorang murid yang mau belajar dan melakukan firman Tuhan dalam hidupnya sehari-hari, sehingga menyenangkan hati Tuhan dan menjadi teladan.
10
MINGGU
JANUARI 2016
“Hal itu terjadi supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya: Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita.” (Matius 8:17)
Bacaan hari ini: Matius 8:1-17 Bacaan setahun: Matius 8:1-17
DIA MEMIKUL KELEMAHAN KITA
3
perikop firman Tuhan hari ini menyatakan tentang kuasa Tuhan Yesus dalam menyembuhkan berbagai penyakit. Pertama, Tuhan Yesus menyembuhkan orang yang sakit kusta. Berikutnya, Tuhan menyembuhkan hamba seorang perwira, dan ketiga, Tuhan menyembuhkan mertua Petrus dan orang banyak. Melalui semua peristiwa ini, ada sesuatu yang ingin dinyatakan Tuhan Yesus, terutama jika dilihat dari ayat 17 yang merupakan kutipan dari Yesaya 53:4. (1) Tuhan Yesus ingin menyatakan diri-Nya sebagai Mesias yang telah dinubuatkan dan dijanjikan Allah melalui para nabi. Terkadang banyak orang tertarik dengan kuasa Tuhan Yesus yang mampu menyembuhkan penyakit, tetapi gagal untuk mengenal Dia sebagai Mesias. Mereka hanya datang kepada Dia untuk kesembuhan semata. Ini yang tentunya jangan sampai terjadi dalam kehidupan kita. Banyak orang mau percaya kepada Tuhan Yesus karena mukjizat kesembuhan semata. Kemudian mereka kembali kecewa ketika sakit-penyakit kembali dialami dalam hidup mereka. Tuhan Yesus melakukan segala mukjizat kesembuhan untuk menyatakan diri-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat, bukan sekadar “Ahli Mukjizat.” (2) Ada sesuatu hal yang serius dalam hidup manusia yang lebih dari sakit-penyakit, yaitu dosa yang hanya dapat diselesaikan di dalam Tuhan Yesus. Tuhan Yesuslah yang menanggung kelemahan (dosa) kita. Tuhan mati di atas kayu salib untuk menebus kita dari dosa, sehingga setiap kita yang percaya kepada-Nya dijadikan-Nya milik Allah; sehingga walaupun sakit-penyakit masih bisa menimpa hidup kita, tetapi ada pengharapan dan kekuatan karena kita telah menjadi milik Allah. Bagaimana dengan kita? Apakah saat ini kita sedang bergumul dengan sakit-penyakit? Atau mungkin bergumul dengan kerabat kita yang sedang mengalami sakit-penyakit? Kita berdoa, agar Tuhan memberikan pertolongan-Nya; tetapi lebih dari itu hendaknya kita mengingat bahwa Dia adalah Tuhan dan Juruselamat kita. Di dalam Dia, kita dimampukan untuk menghadapi segala situasi karena kita telah menjadi milik Tuhan. STUDI PRIBADI: (1) Apa yang ingin dinyatakan Tuhan melalui mukjizat kesembuhan yang Ia lakukan? (2) Apakah orang Kristen harus kehilangan harapan ketika sakit? Jelaskan! Berdoalah bagi setiap jemaat Tuhan agar dikuatkan dalam pergumulannya melawan sakit-penyakit karena memiliki pemahaman bahwa hidupnya telah menjadi milik Tuhan Yesus.
11 SENIN
JANUARI 2016
“Tetapi Yesus berkata kepadanya: Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka.” (Matius 8:22)
Bacaan hari ini: Matius 8:18-34 Bacaan setahun: Matius 8:18-34
IKUTLAH AKU
O
rang berpikir, ketika seseorang beragama Kristen, maka secara otomatis dia mengikut Tuhan, padahal dalam kenyataannya, tidak demikian. Hari ini kita temukan banyak orang beragama Kristen, tetapi dalam hidup sehari-hari tidak menunjukkan sikap mengikut Tuhan. Apa artinya mengikut Tuhan? Pada saat Tuhan Yesus berkata, “IKUTLAH AKU” berarti Tuhan memanggil kita untuk meneladani Dia dalam keseluruhan hidup kita. Tentu saja panggilan untuk mengikut Tuhan ini merupakan satu keputusan besar dan penting yang kita buat ketika kita menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat kita. Firman Tuhan hari ini mengajarkan kepada kita dua prinsip penting dalam mengikut Tuhan: Pertama, ketika seseorang mengikut Tuhan Yesus, maka itu berarti ada harga yang harus dibayar. Dikatakan bahwa ketika Yesus mengajar, banyak orang mengikut Dia dan salah seorang ahli Taurat berkata kepadaNya, “Guru, aku akan mengikut Engkau, kemana saja Engkau pergi.” Kemungkinan orang ini berpikir bahwa mengikut Yesus itu pasti enak, karena Yesus bisa melakukan mukjizat-mukjizat. Tetapi Yesus berkata kepadanya, “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya.” Ini berarti bahwa seseorang yang mengikut Tuhan, harus siap sedia berkorban karena sebagaimana dunia ini menolak Yesus, maka jika kita benar hidup meneladani Tuhan Yesus, ini berarti kita juga akan ditolak oleh dunia. Siapkah kita membayar harga mengikut Dia dan tidak kompromi dengan dunia ini? Kedua, ketika seseorang memutuskan mengikut Tuhan Yesus, maka itu harus dilakukan segera, tanpa penundaan. Seringkali kita menundanunda melakukan firman Tuhan dengan berbagai alasan, seperti yang dilakukan salah satu murid-Nya dalam ayat 21. Tentu saja ayat ini bukan melarang seorang anak menguburkan ayahnya yang meninggal, tapi sikap yang mengutamakan hal yang lain lebih daripada mengikut Tuhan, itulah yang salah. Bagaimana dengan kita? STUDI PRIBADI: (1) Apa yg dimaksud, mengikut Tuhan Yesus? (2) Sebagai pengikut Kristus, bagaimana seharusnya sikap kita terhadap kesulitan yang muncul karena iman kita? Doakanlah agar jemaat sebagai murid-murid Tuhan Yesus, tidak selalu menuntut mendapatkan berkat dari Tuhan, tetapi belajar untuk ”memberi” kepada Tuhan dan menjadi murid yang bertumbuh dan jadi berkat.
12 SELASA
JANUARI 2016
“Yang kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” (Matius 9:13)
Bacaan hari ini: Matius 9:1-17 Bacaan setahun: Matius 9:1-17
BELAS KASIHAN VS. PERSEMBAHAN
M
engerti isi hati dan memiliki perspektif Tuhan adalah panggilan hidup, dari kita yang mengaku diri sebagai pengikut Tuhan Yesus. Sebagai orang-orang yang telah menerima belas kasihan dan anugerah keselamatan dari-Nya, kita sering lupa diri. Ketika berhadapan dengan mereka yang masih berada di luar pintu anugerah keselamatan, kita sering memandang sebelah mata dan menghakimi mereka. Kita lupa bahwa dulu kita pun termasuk bagian dari mereka (orang-orang berdosa). Kondisi yang sama kita temukan dalam kisah yang kita baca hari ini. Ketika orang Farisi melihat Yesus bergaul dengan Matius, si pemungut cukai, maka mereka pun mulai mencibir. Mereka lupa, bahwa Tuhan pun telah beranugerah kepada nenek moyang mereka sehingga mereka boleh menjadi umat pilihan Allah. Mereka menjadi umat-Nya, karena anugerah Tuhan, bukan karena perbuatan mereka. Tuhan Yesus menegaskan kepada mereka bahwa kedatangan-Nya bukan untuk orang yang merasa diri sudah benar dan tidak membutuhkan pengampunan, melainkan Ia datang untuk mereka yang hancur hatinya dan membutuhkan keselamatan. Perkataan Tuhan Yesus ini seharusnya mengingatkan kita bahwa sebagaimana Tuhan telah berbelas kasihan kepada kita, maka kita juga harus berbelas kasihan kepada orang lain. Banyak orang Kristen yang merasa jika dirinya telah banyak memberi persembahan, rajin beribadah, itu sudah cukup menunjukkan bahwa mereka adalah pengikut Kristus, terlepas dari sikap mereka terhadap sesamanya. Tentu saja itu tidak benar. Jika memang benar kita adalah pengikut Kristus, maka seharusnya kita meneladani sikap Kristus, berpikir seperti Kristus, dan berkata-kata seperti Kristus. Yang Tuhan inginkan adalah belas kasihan. Bagaimana dengan kita hari ini? Sudahkah kita menaruh belas kasihan kepada orang lain? Khususnya kepada mereka yang bersalah kepada kita, dan mereka yang masih belum menerima anugerah keselamatan atau hidup dalam dosa? Mungkin itu famili, teman dekat atau anak-anak kita? STUDI PRIBADI: (1) Bagaimana sikap Matius dalam menanggapi panggilan Tuhan Yesus? (2) Setelah Matius menjadi murid Tuhan, perubahan apa yang terjadi dalam hidupnya? Doakanlah agar jemaat Tuhan mengerti isi hati Tuhan dan kehidupannya selaras dengan imannya di dalam Tuhan Yesus, sehingga hidup yang penuh belas kasihan, melekat dalam dirinya.
13 RABU
JANUARI 2016
“Lalu Yesus menjamah mata mereka sambil berkata: Jadilah kepadamu menurut imanmu.” (Matius 9:29)
Bacaan hari ini: Matius 9:27-31 Bacaan setahun: Matius 9:18-38
SEMUA TERGANTUNG KEHENDAK TUHAN
A
da orang Kristen yang sakit dan ketika sudah didoakan oleh pendeta terkenal, ternyata tidak sembuh, maka ada komentar mengatakan “kamu kurang beriman, oleh sebab itu kamu tidak sembuh.” Memang dalam bacaan kita hari ini, Tuhan Yesus berkata kepada dua orang yang buta itu: “Jadilah kepadamu menurut imanmu.” Ayat inilah yang sering dipakai orang Kristen untuk mengharapkan apa yang diinginkannya, bisa terjadi. Asalkan aku percaya sungguh-sungguh bahwa Tuhan Yesus sanggup melakukan mukjizat, maka aku akan mendapatkan mukjizat itu. Sehingga jika mukjizat yang diharapkan itu tidak terjadi, maka orang akan menuduh imannya tidak sungguh-sungguh. Namun apabila kita perhatikan pelayanan yang Tuhan Yesus lakukan, Yesus tidak selalu menanyakan iman orang yang dilayani-Nya, namun Yesus menyembuhkannya (contoh: Mat. 9:32-33). Marilah kita renungkan: apa yang terjadi dalam hidup kita, termasuk kesembuhan, tergantung pada apa dan siapa? Tergantung pada iman kita? Pada kehendak kita? Atau pada kehendak Tuhan? Memang iman percaya kita kepada kemahakuasaan Tuhan, kesanggupan Tuhan melakukan apa yang mustahil, itu penting untuk kita miliki. Tuhan pun meminta kita untuk mempercayainya. Tetapi kesembuhan, mukjizat atau apapun yang terjadi dalam hidup kita tidak ditentukan oleh iman kita itu. Karena iman manusia sangat rentan untuk berubah-ubah tergantung situasi dan kondisi. Ketika kita sangat mengharapkan sesuatu, maka iman kita akan sangat kuat, tetapi pada situasi lain, iman kita juga bisa berubah. Dalam pelayanan-Nya di dunia, Yesus tidak selalu menyembuhkan semua orang sakit. Contohnya, di kolam Betesda ada begitu banyak orang sakit yang mengharapkan kesembuhan. Tapi ketika datang, Yesus hanya menyembuhkan satu orang saja. Jadi apa yang terjadi dalam hidup kita itu, semuanya tergantung pada kehendak Tuhan. Kita harus percaya akan kemahakuasaan Tuhan, namun di sisi lain kita juga harus percaya penuh pada kedaulatan dan kehendak Tuhan yang terbaik bagi kita. STUDI PRIBADI: (1) Apa yang kita pelajari tentang kemahakuasaan Tuhan? (2) Apa yang kita pelajari tentang kedaulatan Tuhan? Berdoalah agar setiap anak Tuhan mempunyai pengenalan dan iman yang benar kepada Tuhan, sehingga hidup mereka benar-benar menyenangkan hati Tuhan.
14 KAMIS
“Yesus memanggil kedua belas murid-Nya dan memberi kuasa kepada mereka untuk mengusir roh-roh jahat dan untuk melenyapkan segala penyakit dan segala kelemahan.” (Matius 10:1) JANUARI 2016 Bacaan hari ini: Matius 10:1-15 Bacaan setahun: Matius 10:1-20
TUHAN MEMPERLENGKAPI
S
eringkali kita mendengar orang Kristen tidak mau melayani Tuhan, dalam Pemberitaan Injil, karena alasan: “Saya tidak bisa, saya tidak mampu...” Yang menjadi pertanyaan, berdasarkan apakah kita melayani Tuhan? Apakah karena kita mempunyai kemampuan, baru kita mau melayani Dia? Ketika Tuhan memanggil kedua belas murid-Nya untuk melayani dan mengikut Dia, kita melihat prinsip yang penting, bahwa Tuhan lah yang memanggil dan menghendaki kedua belas murid itu untuk melayani-Nya. Tuhan mau memakai mereka, bukan karena mereka yang menghendaki. Ketika kita mau melayani Tuhan, apakah dasar dan motivasi kita? Sekadar mengisi waktu luang, merasa punya kemampuan, suka berorganisasi, suka berkumpul dengan komunitas atau karena terpaksa? Ingatlah dasar dan motivasi kita melayani adalah karena Tuhan Yesuslah yang memanggil dan menghendaki kita untuk melayani. Tuhan Yesus memberi anugerah dan kesempatan kepada kita untuk menjadi rekan sekerja Allah. Setelah Tuhan Yesus memanggil kedua belas murid-Nya, Tuhan tidak langsung menyuruh mereka pergi melayani, tapi memperlengkapi mereka (ay. 1, “...dan memberi kuasa kepada mereka untuk mengusir roh-roh jahat dan untuk melenyapkan segala penyakit dan segala kelemahan”). Tuhan tidak hanya memanggil dan mengutus mereka, tapi Tuhan Yesus tahu apa yang murid-murid butuhkan untuk melayani. Karena itu, Tuhan memperlengkapi mereka. Murid-murid Tuhan Yesus juga belajar langsung dari pelayanan-Nya. Saat Tuhan memanggil dan memberi kesempatan kita melayani-Nya, Dia tidak akan membiarkan kita, tanpa kemampuan. Tuhan Yesus pasti akan menolong dan memperlengkapi kita, asalkan kita mau dipakai oleh-Nya, dan mau terus belajar. Tuhanlah yang akan berkarya memakai diri kita. Bersyukurlah jika Tuhan memanggil, memperlengkapi, dan memakai kita menjadi rekan sekerja Allah. Apakah Anda sudah siap dan rela membayar harganya? Mari kita melayani Dia, sebab mengikut dan melayani Dia adalah suatu anugerah yang besar! STUDI PRIBADI: (1) Bagaimanakah respons kedua belas murid ketika Yesus memanggil, memperlengkapi dan mengutus mereka? (2) Pelajaran apa yang Anda dapatkan? Berdoalah agar setiap anak Tuhan mengerti akan panggilan Tuhan untuk melayani, dan mau meresponinya dengan benar dan segera. Kiranya Tuhan memperlengkapi mereka sesuai bagiannya.
15 JUMAT
JANUARI 2016
“Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit.” (Matius 10:31)
Bacaan hari ini: Matius 10:21-42 Bacaan setahun: Matius 10:21-42
JANGANLAH KAMU TAKUT “Takut!” adalah sesuatu yang tidak asing bagi kita. Banyak hal bisa membuat kita merasa takut. Ada orang yang takut terhadap ketinggian, atau “acrophobia.” Ada orang yang takut rasa sakit yang disebut dengan “agliophobia.” Rasa takut gagal, dan masih banyak hal yang lain lagi yang bisa membuat orang merasa takut. Apa akibatnya, jika seseorang merasa takut? Ketika seseorang merasa takut, maka sangat sulit untuk dia berpikir jernih. Ketakutan membatasi dirinya untuk berani memutuskan sesuatu, atau memutuskan sesuatu, tanpa pertimbangan yang baik. Tuhan sangat memahami kelemahan kita sebagai manusia yang cenderung takut. Dalam bagian ini, rasa takut yang dimaksud mengarah kepada kekuatiran, rasa tidak yakin akan masa depan, rasa takut akan kesulitan ataupun persoalan yang belum dihadapi dan belum tentu terjadi. Dalam bagian ayat yang kita baca, Allah memberikan alasan mengapa kita tidak perlu merasa takut, yaitu karena kita lebih berharga daripada banyak burung pipit. Dalam Alkitab, burung pipit ini disebutkan secara langsung dalam pernyataan yang Yesus ucapkan pada perjalanan-Nya yang ketiga ke Galilea, dan yang Dia nyatakan kembali kira-kira setahun kemudian ketika melayani di Yudea. Setelah menunjukkan bahwa dua ekor burung pipit dijual seharga sebuah uang logam yang bernilai kecil, Yesus menyatakan, bahwa walaupun burung-burung kecil ini dianggap begitu kecil nilainya, “tidak seekor pun dari antaranya dilupakan di hadapan Allah” (Luk. 12:6). Yesus menguatkan hati murid-murid-Nya agar mereka tidak takut, sebab diri mereka lebih bernilai daripada banyak burung pipit. Kalau burung Pipit saja Tuhan perhatikan, terlebih lagi kita anak-anak-Nya, pasti Dia akan cukupkan. Bagaimana dengan kita? Adakah hal-hal tertentu yang membuat kita begitu khawatir sehingga kita lupa bahwa ada Tuhan yang mengendalikan hidup kita? Marilah kita belajar menyerahkan rencana kita dalam tahun ini dalam doa, dan percayalah bahwa Tuhan bekerja dalam segala sesuatu dalam hidup kita. STUDI PRIBADI: (1) Mengapa kita tidak boleh terperangkap dalam kekuatiran menghadapi hidup ini? (2) Pernahkah Anda kuatir sampai meragukan akan kuasa Tuhan? Berdoalah bagi orang-orang Kristen yang berada di daerah terpencil dan hidup dalam kondisi ekonomi yang lemah, agar mereka tetap mengerjakan yang terbaik dan percaya pada pemeliharaan Tuhan.
16 SABTU
JANUARI 2016
“Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.” (Matius 11:29)
Bacaan hari ini: Matius 11:1-30 Bacaan setahun: Matius 11
MEMIKUL KUK “Kuk” dalam tradisi Yahudi adalah sebuah perkakas yang dikenal sebagai alat yang menghubungkan dua (atau lebih) lembu, menjadi satu. Kuk adalah beban/palang kayu dengan jepitan kayu vertikal yang memisahkan kedua binatang penarik sehingga bersama-sama dapat menarik beban berat. Kuk tersebut dibuat dari palang kayu tunggal dengan jerat tali yang diikatkan ke leher binatang penarik. Kayu palang itu ditempelkan pada batang dan begitulah kereta ditarik. Jika diperhatikan dalam Kisah 5:10, “kuk” merupakan simbol dari penindasan dan secara metafora sebagai cara untuk melukiskan takluknya seorang pribadi kepada orang lain. Pada masa itu, penulisan Kitab Matius ini ditujukan kepada orangorang Yahudi sehingga mereka memahami bahwa kuk yang harus dipikul itu bukanlah berkaitan dengan penindasan secara fisik, namun berkaitan dengan keharusan untuk melakukan Hukum Taurat, yang memiliki begitu banyak pasal dan aturan yang sangat ketat dan mengikat. Namun melalui kedatangan Kristus, hukum Taurat tersebut telah disempurnakan menjadi Hukum Kasih, yakni suatu hukum yang lembut dan enak. Hukum Kasih ini merupakan rangkuman dari Hukum Taurat yang tidak bertentangan sama sekali. Hukum Kasih ini justru menggenapi Hukum Taurat, sebagaimana tertulis dalam Matius 22:37-40. Apakah aplikasinya bagi kita? (1) Dalam memasuki tahun yang baru ini, mari kita bertekad untuk melakukan apa yang Yesus perintahkan, yaitu memikul kuk, artinya melakukan Hukum Kasih. Hukum Kasih ini memiliki dua aspek, yaitu kasih akan Allah dan kasih akan sesama. Kiranya kita dapat mengasihi Allah dengan segenap hati dan segenap kekuatan kita, serta mengasihi sesama yang kita jumpai sebagaimana kita mengasihi diri kita sendiri. (2) Marilah kita belajar kepada Yesus yang lemah lembut dan murah hati sehingga melalui kehidupan kita, orang lain merasakan kasih Yesus Kristus, Tuhan kita. Semoga di tahun yang baru ini, kehidupan kita semakin diubah dan menjadi dewasa di dalam Tuhan. STUDI PRIBADI: (1) Mengapa tunduk dan mengikut Tuhan Yesus jauh lebih sejahtera daripada hidup di bawah hukum Taurat? (2) Apakah itu hukum kasih? Berdoalah bagi mereka yang hidup tertindas oleh dosa dan terjerat dalam aturan kepercayaan yang membuat mereka justru jauh dari Tuhan, agar terlepaskan oleh kasih Tuhan Yesus.
17
MINGGU
JANUARI 2016
“Bukankah manusia jauh lebih berharga dari pada domba? Karena itu boleh berbuat baik pada hari Sabat.” (Matius 12:12)
Bacaan hari ini: Matius 12:9-15a Bacaan setahun: Matius 12:1-23
MANUSIA LEBIH BERHARGA
D
alam Alkitab, manusia dipandang lebih berharga dari semua ciptaan yang lain. Pada waktu TUHAN menciptakan alam semesta dan isinya, TUHAN mengatakan bahwa semua yang diciptakanNya adalah “baik.” Hal ini sangat berbeda ketika TUHAN menciptakan manusia. Manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah, di mana di dalamnya terkandung makna bahwa manusia memiliki nilai yang lebih tinggi dan jauh lebih berharga daripada ciptaan yang lain. Namun kejatuhan manusia ke dalam dosa, menyebabkan nilai manusia menjadi berubah. Bahkan lebih daripada itu, sistem, hukum, dan aturan-aturan agama yang dibuat oleh manusia menjadi lebih penting dari manusia itu sendiri. Kenyataan ini nampak di dalam Matius 12:9-15a. Di dalam konteks penyembuhan pada hari sabat di mana pertanyaan serupa ditanyakan oleh Tuhan Yesus kepada orang-orang yang berada di dalam rumah ibadat. “Bukankah manusia jauh lebih berharga daripada domba? Karena itu boleh berbuat baik pada hari Sabat” (bnd. matius 12:12). Mengapa bisa terjadi demikian? Oleh karena orang-orang Farisi telah dibutakan oleh sistem dan hukum keagamaan Yahudi yang menurut mereka lebih penting dari lainnya, termasuk untuk menolong orang. Sistem dan hukum Yahudi menyatakan: pada hari sabat tidak boleh melakukan berbagai aktifitas–,termasuk dalam hal ini menyembuhkan orang. Sebaliknya, Tuhan Yesus menyembuhkan orang yang mati sebelah tangannya. Hal ini dilakukan oleh Tuhan Yesus dengan tujuan untuk mengajarkan bahwa “manusia jauh lebih berharga dari sistem, hukum dan aturan-aturan keagamaan yang dibuat manusia.” Apakah yang bisa kita pelajari dari bagian ini? Bagian ini mengajarkan suatu prinsip penting bahwa “manusia lebih berharga” dari apapun. Banyak orang-orang yang membutuhkan pertolongan, namun tidak bisa ditolong oleh karena berbagai alasan. Itu sebabnya ini menjadi sebuah panggilan mulia bagi orang Kristen dan gereja Tuhan untuk menolong orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Maukah kita melakukannya? STUDI PRIBADI: (1) Bagaimana pandangan Alkitab tentang manusia? Apakah manusia memiliki nilai lebih baik daripada ciptaan Allah lainnya? (2) Bagiman sikap kita terhadap sesama! Berdoalah bagi setiap jemaat agar mereka tidak merendahkan sesama mereka, melainkan memandang manusia sebagai sesuatu yang berharga karena mereka diciptakan menurut rupa dan gambar Allah.
18 SENIN
JANUARI 2016
“Sebab seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga hari tiga malam, demikian juga Anak Manusia akan tinggal di dalam rahim bumi tiga hari tiga malam.” (Matius 12:40)
Bacaan hari ini: Matius 12:38-40 Bacaan setahun: Matius 12:24-50
MEMINTA TANDA
P
ersoalan yang ditanyakan para Ahli Taurat dan orang Farisi harus dimengerti dengan baik. Dalam perjalanan pelayanan Tuhan Yesus, Ia banyak melakukan berbagai mukjizat, seperti: menyembuhkan orang pada hari sabat (bdk. Mat. 12:9-15b), mengusir setan dan roh jahat (bdk. Mat. 22:22-37 dan Mat. 12:43-45). Selain itu Tuhan memiliki otoritas yang melampaui hukum Taurat (bnd. Mat. 12:10-13). Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi menjadi terkejut atas apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus Kristus. Itu sebabnya orang Farisi meyakinkan diri mereka dan orang banyak bahwa Tuhan Yesus mengusir setan dengan Beelzebul (bnd. Mat. 12:24). Namun Tuhan Yesus menjelaskan kepada mereka, dengan kuasa apakah Ia mengusir setan. Tuhan Yesus memberikan argumentasi yang panjang mengenai hal ini (bnd. Mat. 12:26-32). Itu sebabnya di dalam perdebatan itu, para ahli Taurat dan orang-orang Farisi mempertanyakan, “tanda dari Tuhan Yesus” untuk meyakinkan diri mereka bahwa Yesus adalah Mesias, yang datang dari Allah. Para ahli Taurat dan orang Farisi akan percaya kepada Yesus, seandainya Tuhan Yesus memberikan tanda yang mereka minta. Namun Tuhan Yesus tidak menjawab mereka secara langsung, melainkan memberikan analogi tentang Yunus yang berada di dalam perut ikan dan Anak Manusia yang berada di dalam perut bumi. Penjelasan Tuhan Yesus secara tidak langsung menubuatkan tentang kematian-Nya dan dikubur selama 3 hari. Tidak ada tanda lain untuk menyatakan identitas-Nya, selain tanda kematian dan penguburan-Nya. Apakah yang dapat kita pelajari dari bagian ini? Kadang kita bersikap seperti para ahli Taurat dan orang Farisi yang selalu menuntut “tanda atas apa yang Allah kerjakan di dalam kehidupan kita.” Kita seakan-akan tidak yakin bahwa Allah terus bekerja dan berkarya di dalam hidup kita. Satu hal yang harus kita pahami dan yakini adalah, bahwa Allah telah melakukan yang terbaik atas hidup kita, karena Dia yang telah menebus hidup kita. Saatnya kita mempercayakan hidup kita di tangan Allah. Amin. STUDI PRIBADI: (1) Mengapa para ahli Taurat dan orang Faisi meminta tanda dari Tuhan Yesus? (2) Apa yang Tuhan Yesus kehendaki dari kita tentang diri dan karya-Nya? Doakanlah jemaat Tuhan agar mereka menjadi orang yang percaya akan kedaulatan Tuhan dan tidak ragu akan kesetiaan Tuhan, sekalipun mereka hidup dalam kesulitan.
19 SELASA
“Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan; tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya.” (Matius 13:12) JANUARI 2016
Bacaan hari ini: Matius 13:1-23 Bacaan setahun: Matius 13:1-30
HATI YANG TERBUKA PADA FIRMAN
S
eorang dari Barat berkunjung ke pedalaman di sebuah pulau, yang dahulu dikenal sebagai sarang kanibal (pemakan daging manusia). Namun, ia mendengar bahwa pulau itu sudah maju dan penduduk di sana tidak lagi kanibal. Ketika ia berkunjung di pedalaman itu, ia menjumpai seorang penduduk asli pulau sedang duduk di bawah sebuah pohon sambil membaca sebuah buku. Buku itu adalah Alkitab. Orang Barat ini kemudian berkata kepada pemuda itu, “Di negara kami yang sudah maju, kami tidak lagi membaca Alkitab, sebab sudah ketinggalan zaman.” Namun betapa terkejutnya ketika ia mendengar jawaban pemuda itu, “Jika bukan karena buku ini, maka saat ini kamu pasti sudah mati aku makan.” Inilah bukti bahwa Alkitab berkuasa untuk mengubah kehidupan seseorang, yang dahulu jahat menjadi baik; yang dahulu keras menjadi lembut. Namun pertanyaannya adalah, mengapa masih banyak orang Kristen yang telah puluhan bahkan ratusan kali membaca Alkitab, hidupnya tetap sama saja, menyukai dosa dan hidup di dalamnya? Dari bacaan hari ini, kita tahu bahwa perubahan hidup dapat terjadi ketika seseorang membuka hatinya dan menjadikannya sebagai tanah yang subur untuk ditanami benih firman Tuhan. Dalam perumpamaan-Nya, Tuhan menyebut empat jenis tanah, yaitu tanah di pinggir jalan, berbatubatu, bersemak belukar, dan tanah yang baik. Keempat jenis tanah ini melambangkan kondisi dan sikap hati manusia ketika menerima firman Tuhan. Seseorang yang membaca dan merenungkan firman dengan hati yang keras, merasa diri paling benar, congkak dan sombong, merasa diri sudah mengetahui dan mengerti, tidak mungkin dapat melihat kebenaran dan diubahkan olehnya. Hanya orang yang dengan rendah hati datang kepada Tuhan, membuka hatinya, dan mempersilahkan Tuhan berbicara kepadanya, akan mendapatkan kebenaran yang mengubah hidupnya. Bagaimana kondisi hati kita saat kita membaca dan merenungkan firman Tuhan setiap hari? Sudahkah kita memiliki sikap hati yang benar, seperti tanah yang subur? STUDI PRIBADI: (1) Apakah dengan mendengar firman Tuhan, hidup seseorang dapat diubahkan begitu saja? (2) Hati yang seperti apa yang membuat firman Tuhan bertumbuh? Marilah kita berdoa dan memohon Tuhan melembutkan hati kita dan mengisi hati kita dengan kebenaran firman Tuhan. Firman Tuhan yang datang dalam diri kita, merubah seluruh cara pandang dan perilaku kita.
20
RABU
JANUARI 2016
“Hal Kerajaan Sorga itu seumpama biji sesawi ...” (Matius 13:31)
Bacaan hari ini: Matius 13:31-35 Bacaan setahun: Matius 13:31-58
HAL KERAJAAN SORGA
T
uhan Yesus sering menggunakan contoh dari kehidupan sehari-hari untuk mengajarkan sebuah kebenaran kepada murid-murid-Nya. Dalam bagian ini, Tuhan menggunakan biji sesawi dan ragi untuk menjelaskan tentang Kerajaan Allah. Dalam perumpamaan yang pertama, Tuhan mengatakan bahwa hal Kerajaan Surga seumpama biji sesawi yang diambil dan ditaburkan orang di ladangnya. Biji sesawi dikenal sebagai biji yang paling kecil dari segala jenis benih, tapi apabila sudah bertumbuh, sesawi itu lebih besar daripada sayuran lain, bahkan menjadi pohon sehingga burung-burung di udara datang bersarang pada cabang-cabangnya (ay. 32). Apa maksudnya? Biji sesawi atau Kerajaan Allah ini dikatakan, sekalipun kelihatan sangat kecil, tetapi memberi pengaruh yang luar biasa besarnya. Ketika Tuhan Yesus memberitakan Injil Kerajaan Allah, sepertinya hal itu tidak terlalu memberi pengaruh yang luar biasa dalam kehidupan masyarakat yang Ia layani pada zaman itu. Tetapi saat ini, benih yang kecil itu yakni Kerajaan Allah sudah berkembang dengan begitu besar dan luas bahkan sampai ke pelosok-pelosok dunia. Dalam perumpamaan yang kedua, Tuhan Yesus menggambarkan Kerajaan Allah dengan sebuah ragi. Pada saat ragi itu diadukkan dalam tepung, maka ragi itu akan meresap ke dalam seluruh adonan sampai setiap bagian terpengaruh. Ragi tidak terlihat, tetapi pengaruhnya dapat dilihat dan dirasakan oleh semuanya. Demikian juga dengan Kerajaan Allah. Pengaruh Kerajaan Allah ini bisa dirasakan dan dilihat oleh semua orang melalui kehidupan orang-orang percaya yang memberikan pengaruh dalam seluruh aspek kehidupannya. Ketika anak-anak Tuhan hidup sesuai dengan panggilannya, yakni sebagai anak-anak Kerajaan Allah, maka kita bisa memberikan pengaruh yang luar biasa bagi lingkungan di mana kita berada. Adakah kehadiran kita selama ini telah memberikan pengaruh yang positif bagi keluarga kita, rekan kerja kita, rekan sepelayanan kita, bahkan masyarakat di mana kita tinggal? STUDI PRIBADI: (1) Apa hubungan Kerajaan Sorga dengan kehidupan orang Kristen? (2) Menurut Anda, sudahkah orang Kristen memiliki dampak bagi sekitarnya? Mengapa? Berdoalah agar kehadiran kita selalu dirindukan oleh banyak orang karena kita membawa pola hidup kerajaan Allah dalam setiap tutur kata, pikiran dan perbuatan kita.
21
KAMIS
JANUARI 2016
“...Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan.” (Matius 14:16)
Bacaan hari ini: Matius 14:13-16 Bacaan setahun: Matius 14:1-21
APA ALASAN ANDA MELAYANI?
Z
aman ini adalah zaman yang bercirikan falsafah hidup pragmatis. Suatu tindakan akan diukur dengan pertimbangan, “apa yang akan saya dapatkan kalau saya melakukannya?” Keuntungan apa yang bisa saya peroleh? Kalau tidak ada manfaatnya buat saya, untuk apa saya lakukan? Falsafah hidup seperti itu berkembang subur khususnya di kotakota besar, menyebar di lapisan masyarakat kelas atas, termasuk orangorang Kristen. Karena itu pula, banyak alasan yang dibuat untuk menolak kesempatan melayani Tuhan. Mengapa harus saya yang melayani? Mengapa tidak orang lain yang melayani saya? Apa yang saya akan peroleh lewat pelayanan? Yang pasti saya harus kehilangan lebih banyak waktu dan tenaga, bahkan uang! Maka mulailah orang mencari berbagai alasan untuk menolak: “Maaf saya sibuk, saya belum siap, saya tidak merasa tergerak, saya sedang tidak mood.” Dalam konteks bacaan Alkitab hari ini, kita menemukan bahwa Tuhan baru saja mendengar berita tentang kematian tragis Yohanes Pembaptis. Dalam kedukaan-Nya, Tuhan mengajak murid-murid untuk mengasingkan diri. Namun ketika Tuhan melihat orang banyak datang kepada-Nya, hatiNya tergerak untuk melayani mereka. Ia tidak menolak mereka dengan dalih bahwa Dia sedang “tidak mood,” atau Ia membutuhkan waktu untuk menyendiri. Tuhan tetap melayani mereka. Tuhan justru memakai konteks ini untuk mengajar para murid prinsip-prinsip dasar yang penting dalam melayani. Ia tidak bertanya kepada murid-murid-Nya: “Apakah kalian memiliki mood, beban atau kesanggupan untuk melayani?” Bahkan secara logika, Tuhanlah yang harus dilayani! Namun sebaliknya, Tuhan berkata kepada para murid: “Kalian harus memberi mereka makan.” Di sini kita menangkap satu prinsip dasar melayani, bahwa pelayanan tidak dimulai dari perasaan atau logika atau kesanggupan atau kemauan diri, tetapi karena menyadari bahwa ini adalah pekerjaan yang Tuhan kehendaki bagi kita. Ini adalah perintah Tuhan. Karena itu, marilah kita belajar taat, belajar melayani Dia, melayani sesama yang membutuhkan. STUDI PRIBADI: (1) Mengapa banyak orang Kristen tidak mau terlibat dalam pelayanan? (2) Apakah melayani Tuhah harus berdasarkan mood, kesanggupan, atau perintah-Nya? Berdoalah bagi jemaat Tuhan agar mereka memiliki kesadaran bahwa melayani Tuhan bukan suatu opsi yang bergantung pada perasaan mereka, tetapi karena ini adalah perintah Tuhan.
22
JUMAT
JANUARI 2016
“Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air.” (Matius 14:28)
Bacaan hari ini: Matius 14:22-33 Bacaan setahun: Matius 14:22-36
PENGALAMAN IMAN PETRUS
K
etika manusia mengalami badai hidup, biasanya mereka berseru kepada Tuhan: “Tuhan, tolong saya.” Hal yang sama juga dialami para murid; ketika mereka mengalami badai sakal dan rasa takut terhadap hantu, mereka juga berseru (Yoh. 6:16-17). Ketika berada di tengah danau (Mrk. 6:48), mereka diterpa angin sakal. Tuhan Yesus melihat betapa payahnya mereka mendayung karena angin itu; dan kira-kira jam tiga malam datanglah Yesus kepada mereka dengan berjalan di atas air. Ketika para murid melihat-Nya berjalan di atas air, mereka pun berseru: “Itu hantu!” Lalu mereka berteriak-teriak karena takut. Lalu Tuhan Yesus menyatakan diri-Nya kepada mereka: “Tenanglah! Aku ini, jangat takut!”. Kemudian, salah satu dari kedua belas murid-Nya, Petrus namanya, berseru dan menjawab: “Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air.” Petrus yang saat itu diterpa angin sakal seharusnya berseru kepada Tuhan Yesus: Guru, atau Tuhan, tolonglah saya. Redakanlah angin sakal ini! Tetapi apa yang diserukan Petrus? Dia tidak meminta Tuhan Yesus untuk meredakan angin sakal itu dan menolong dia, tetapi yang dia minta adalah: “Suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air” (ay. 28). Petrus tidak meminta supaya Tuhan Yesus meredakan angin sakal itu, tetapi ia meminta supaya dirinya dapat berjalan di atas air yang diombangambingkan angin sakal. Yesus mengabulkan permintaannya. Petrus dapat berjalan di atas air yang diombang-ambingkan angin sakal. Namun akhirnya Petrus takut dan tenggelam, lalu ia berteriak: “Tuhan, tolonglah aku!” dan Tuhan Yesus menolongnya. Petrus meminta perkara yang tidak biasa tapi luar biasa. Namun, permintaan Petrus untuk melakukan perkara yang besar itu (berjalan di atas air), tidak dibarengi dengan iman yang besar. Bagimana dengan Anda? Dari firman Tuhan ini, kita belajar bahwa, sekalipun kita berada dalam keadaan yang sangat sulit, mintalah kepada Tuhan untuk melakukan perkara yang besar, sekalipun kita sedang mengalami badai hidup. STUDI PRIBADI: (1) Mengapa Petrus menjadi takut ketika berjalan di atas air? (2) Pelajaran apa yang Anda dapatkan dari pengalaman iman Petrus? Berdoalah bagi jemaat agar mereka tetap teguh dan setia kepada Tuhan, sekalipun menghadapi berbagi tantangan dan kesulitan hidup. Berdoa agar mereka bertumbuh dalam iman.
23
SABTU
JANUARI 2016
“Dengar dan camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.” (Matius 15:11)
Bacaan hari ini: Matius 15:1-20 Bacaan setahun: Matius 15:1-20
TIDAK CUKUP HANYA PERBUATAN
H
ampir setiap kali Tuhan Yesus berjumpa dengan orang Farisi, pasti terjadi konflik. Jarang sekali terjadi sebuah pertemuan yang menyenangkan atau membahagiakan. Mengapa pertemuan antara Yesus dan orang Farisi seringkali menimbulkan konfik? Pertemuan mereka tentu bukan sebuah pertemuan biasa, antara dua pemimpin agama. Pertemuan mereka adalah sebuah pertemuan antara dua filosofi mengenai Allah dan keselamatan. Orang-orang Farisi berpikir bahwa manusia yang mengerjakan keselamatan, tetapi Yesus mengatakan Allah lah yang mengerjakan keselamatan. Orang Farisi percaya bahwa jika manusia mematuhi hukum-hukum agama, berbicara baik, bergaul dengan orang yang baik, memberi korban penghapusan dosa maka manusia akan masuk sorga. Karena pemahaman ini, mereka membuat berbagai-bagai peraturan untuk dilakukan supaya menjadi kudus di hadapan Tuhan. Salah satu peraturan yang dibuat orang Farisi adalah mengenai makan dan minum. Peraturan itu mengatur, jika seseorang makan berdua atau lebih, maka dalam meja itu tidak boleh bersama-sama dengan orang yang berdosa, sebelum makan harus cuci tangan, tidak makan makanan yang najis. Apabila peraturan ini tidak dilakukan maka kita menjadi najis dan berdosa di hadapan Tuhan. Hal ini lah yang menjadi pemicu konflik dalam Matius 15 yang kita baca. Orang-orang Farisi melihat murid-murid Yesus makan dengan tidak mencuci tangan, sehingga menurut orang Farisi, murid-murid Yesus telah berdosa. Pertanyaan penting yang harus kita bahas, apakah dengan tidak cuci tangan waktu makan maka membuat murid-murid menjadi berdosa? Tidak, dalam hukum Musa tidak ada peraturan harus cuci tangan sebelum makan. Itulah hukum buatan orang Farisi. Karena itulah Yesus menegur mereka, bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang. Apa yang Yesus ingin sampaikan? Jangan utamakan perbuatanmu, tetapi utamakanlah hatimu untuk menjadi benar di hadapan Tuhan. STUDI PRIBADI: (1) Mengapa Tuhan Yesus seringkali mengecam orang-orang Farisi? (2) Apa yang sesungguhnya Tuhan kehendaki dari kehidupan keagamaan kita? Berdoalah bagi jemaat agar mereka tidak terjebak pada pandangan yang salah, dengan menekankan yang tidak penting dalam keimanan mereka, dan mengabaikan yang seharusnya dalam mengikut Tuhan.
24
MINGGU
JANUARI 2016
“... Hai Ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kau kehendaki ...” (Matius 15:28)
Bacaan hari ini: Matius 15:21-28 Bacaan setahun: Matius 15:21-39
MENGECILKAN DIRI, MEMBESARKAN IMAN
S
alah satu faktor penentu keberhasilan dari perwujudan hidup yang beriman adalah kesediaan seseorang menyangkal dirinya, dan membiarkan kuasa dan kehendak Allah bekerja dengan leluasa dalam dirinya. Tanpa kuasa Tuhan bekerja dalam hidup kita, kita tidak akan mengalami perubahan. Perikop ini menceritakan seorang perempuan Kanaan yang memiliki seorang anak yang sedang kerasukan setan memberanikan diri menemui Yesus. Orang Kanaan adalah termasuk golongan kafir bagi orang Yahudi. Dia datang kepada Yesus dengan harapan yang besar bahwa Yesus akan menolongnya. Namun apa yang diperolehnya, tidak sesuai dengan harapannya. Pertama-tama, Yesus tidak menjawabnya sama sekali (ay. 23), dan kemudian ia diusir dan ditolak, bahkan terkesan direndahkan dan dipermalukan (ay. 24-25). Yesus terkesan menolak dan menyindir dengan memakai kata “anjing”, untuk menegaskan bahwa kehadiran-Nya adalah juga untuk orang-orang non-Yahudi, orang-orang yang dianggap tidak layak. Dan melalui perempuan ini, Yesus mau menunjukkan bagaimana seharusnya orang-orang berdosa, yang tidak layak itu, meresponi kasih Allah. Perempuan ini membenarkan apa yang dikatakan Yesus, dan makin merendahkan dirinya. Ia tidak berputus asa, tapi terus memohon. Yesus menguji dan memproses iman perempuan itu. Dan benar, iman perempuan ini teruji dengan baik dan mendapatkan pujian dari Tuhan Yesus. Bagaimana dengan kita hari ini? Marilah kita bersikap rendah hati di hadapan Tuhan, tetap setia, dan terus berharap kepada-Nya. Ada kalanya Tuhan memproses ketekunan dan pengharapan kita melalui berbagai hal yang sulit dalam hidup kita, dengan tujuan memperkecil keangkuhan kita dan memperbesar iman kepada-Nya. Kiranya kita memahami kehendak Tuhan, sehingga bukannya keangkuhan kita yang semakin besar, tetapi kerendahan hati dan pengharapan kita yang semakin kuat di dalam Tuhan, sehingga kita menjadi orang Kristen yang semakin dewasa dalam iman. STUDI PRIBADI: (1) Kecenderungan negatif apa yang sering timbul pada saat menghadapi Tuhan yang sepertinya “diam” atas permohonan kita? (2) Apakah yang Anda dapat pelajari dari perempuan Kanaan ini? Berdoa bagi orang-orang yang Anda kenal sedang ada dalam pergumulan khusus menantikan pertolongan Tuhan, kiranya mereka tetap bertekun dan berharap kepada pertolongan tangan Tuhan.
25
SENIN
JANUARI 2016
“Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” (Matius 16:24)
Bacaan hari ini: Matius 16:21-28 Bacaan setahun: Matius 16
MENJADI MURID SEJATI
A
pa keunikan hidup Kristen dibanding dengan agama-agama lain? Kalau kita menjawab: “Hidup saya berubah menjadi lebih baik sejak saya percaya Tuhan Yesus... Saya merasakan ada damai dan sukacita... Dulu saya egois, tidak punya hati untuk menolong orang lain tapi sekarang saya suka berbuat kebaikan... Dulu saya tidak tertarik untuk melayani, tetapi sekarang saya suka melayani... Dulu saya pelit tapi sekarang saya suka memberi persembahan...,” maka pengikut agama manapun bisa juga mengalami hal yang sama; bahkan seorang atheispun bisa punya pengalaman yang sama. Lalu di mana keunikan hidup Kristen dibandingkan dengan mereka yang tidak percaya kepada Kristus? Pertama, transformasi hidup secara radikal dan total. Agama adalah semacam jubah atau baju luar yang berusaha memoles supaya orang menjadi lebih baik, tapi tidak pernah sanggup menyentuh dan merubah manusia dari esensinya yang paling dalam. Hidup Kristen yang sesungguhnya, justru dimulai dengan kesadaran bahwa saya tidak mempunyai kesanggupan itu, karena di dalam diri saya, ada ke-aku-an yang begitu lemah tapi sekaligus begitu dominan menguasai seluruh hidup saya. Dan ke-aku-an itulah yang pertama kali harus diselesaikan secara tuntas. Penyangkalan diri, menjadi langkah awal dari suatu perjalanan rohani yang sejati. Tanpa penyangkalan diri, tidak ada pertumbuhan rohani. Kedua, bukan menjalani ritual agama tetapi menjadi murid Kristus. Kekristenan bukan berbicara tentang bagaimana menjalani berbagai aktifitas keagamaan, tetapi tentang bagaimana seorang percaya menjadi pengikut Tuhan, menjadi murid-Nya. Ini berbicara proses pertumbuhan rohani yang dinamis karena kita diajak untuk mengikuti jejak kehidupan Tuhan kita sendiri. Di dalam proses inilah kita dibentuk, bukan untuk sekadar menjadi lebih baik, tetapi supaya kita semakin menyerupai Dia. Maka Tuhan menyampaikan suatu syarat yang paling mendasar; bahwa penyangkalan diri menjadi kunci yang menentukan gagal atau berhasilnya seseorang menjadi murid-Nya. STUDI PRIBADI: (1) Apa perbedaan mendasar antara pengikut Kristus dengan penganut agama lain? (2) Apa yang menentukan seseorang dapat menjadi pengikut Kristus sejati? Berdoalah bagi gerakan pemuridan di gereja Tuhan, agar melalu gerakan ini banyak jemaat yang dimuridkan, sehingga kehidupan mereka mengalami transformasi hidup serupa Kristus.
26
SELASA
JANUARI 2016
“… Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana …” (Matius 17:20)
Bacaan hari ini: Matius 17:14-21 Bacaan setahun: Matius 17
IMAN YANG MAMPU MEMINDAHKAN GUNUNG
S
eorang ayah datang kepada Tuhan, menyembah dan mohon belas kasihan Tuhan untuk anaknya yang sakit ayan. Dia sudah membawa anak ini kepada murid-murid Tuhan. Sangat mungkin ketika Tuhan memberi mereka tugas untuk pergi melayani, kuasa telah diberikan kepada mereka (Mat. 10:1, 5-15); kuasa untuk mengusir setan dan menyembuhkan berbagai penyakit, dan mereka punya pengalaman berhasil (Luk.9:6). Maka ketika orang ini datang membawa anaknya, murid-murid pun dengan semangat mencoba untuk menyembuhkannya. Semua yang mereka pernah pelajari, ditambah dengan pengalaman mereka sendiri, ternyata tidak dapat menyembuhkan anak itu. Mereka pun diam saja. Ketika Tuhan menyembuhkan anak itu, mereka baru bertanya mengapa mereka tidak mampu melakukannya. Dengan tegas Tuhan mengatakan bahwa mereka kurang beriman. Tapi di sini Tuhan bukan sedang bicara kuantitas, karena selanjutnya Tuhan bilang bahwa kalau mereka mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, maka mereka akan mampu melakukan hal-hal yang besar. Tidak mungkin iman para murid itu lebih kecil dari biji sesawi yang ukurannya hanya kurang dari 0.5 mm. Biji sesawi secara ukuran adalah sangat kecil, dan tidak mungkin mempunyai semua syarat untuk hidup dan menjadi besar dalam dirinya sendiri. Faktor eksternal, seperti; tanah, air, matahari, itulah yang memberi pertumbuhan kepada biji yang kecil itu. Kesalahan para murid sangat mungkin adalah dalam hal ini; mereka lebih mengandalkan teori dan pengalaman masa lalu. Mereka sama sekali telah salah fokus. Mereka belum mengerti bahwa yang membuat pelayanan mereka berkuasa itu bukan teori, bukan pengalaman, tetapi kuasa yang Tuhan sudah berikan kepada mereka. Tuhanlah yang empunya kuasa, dan kepada Tuhanlah seharusnya mereka bersandar total, bukan kepada teori atau pengalaman mereka yang begitu terbatas. Para murid, dijanjikan memiliki iman yang memindahkan gunung, serta pengalaman kuasa yang luar biasa. Masih adakah kuasa seperti itu dalam kehidupan Gereja hari ini? STUDI PRIBADI: (1) Mengapa para murid tidak dapat menyembuhkan anak yang sakit ayan? (2) Apa yang Anda pelajari dari perikop ini? Berdoalah bagi kebangunan rohani gereja Tuhan agar pelayanan gerejawi menjadi lebih efektif dan juga sesuai dengan kehendak Tuhan, sehingga pertumbuhan orang percaya semakin terasa.
27
RABU
JANUARI 2016
“… barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.” (Matius 18:5)
Bacaan hari ini: Matius 18:1-4 Bacaan setahun: Matius 18:1-20
PERHATIAN YESUS TERHADAP ANAK-ANAK
B
anyak orang Kristen maupun gereja tidak menyadari bahwa pelayanan terhadap anak-anak (Sekolah Minggu) diperhatikan secara serius oleh Tuhan Yesus. Pertama, menyambut anak-anak dengan rendah hati (ay. 5). Dilatarbelakangi dengan pertanyaan siapakah yang terbesar di Sorga (ay. 1), Yesus justru menjawabnya, bahwa yang terbesar adalah orang yang merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil (ay. 2-4). Yang menarik kemudian, Yesus mengaitkan hal ini dengan menyambut anak kecil, yaitu “Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku” (ay. 5). Dengan kata lain, perendahan hati dan pelayanan yang terbaik yang kita kerjakan bagi anakanak menjadi tolok ukur untuk mengetahui apakah kita sungguh-sungguh merendahkan hati dan melayani Dia. Kedua, mengajar anak-anak dengan benar dan sungguh-sungguh. Kepedulian Tuhan terhadap pelayanan anak-anak tidak saja berkaitan dengan sikap seseorang dalam melayani, tetapi juga isi pengajaran yang diberikan kepada mereka. Untuk menunjukkan keseriusan pelayanan pada anak-anak, Tuhan Yesus memberikan teguran yang keras, jika ada orang yang menyesatkan seorang anak saja, lebih baik baginya diikatkan batu kilangan dan kemudian ditenggelamkan dalam laut atau mencungkil mata, memotong tangan yang menyesatkan! (ay. 6-10). Tentu perintah ini tidak diterapkan secara hurufiah. Namun, hal ini menunjukkan betapa seriusnya Tuhan, agar seorang pelayan anak-anak mendidik mereka dengan benar! Ketiga, memelihara dan menyayangi anak-anak. Kepedulian Tuhan Yesus terhadap anak-anak semakin jelas, ketika Ia mengatakan: “Demikian juga Bapamu yang di Sorga tidak menghendaki supaya seorang pun dari anak-anak ini hilang” (ay. 14). Kalimat ini dilatarbelakangi dengan kisah, jika seorang memiliki seratus ekor domba, dan salah satunya tersesat, tidakkah orang itu mencari yang seekor tersebut dan meninggalkan yang kesembilan puluh sembilan? (ay. 12-14). Demikianlah kita, harus memelihara dan menyayangi anak-anak! STUDI PRIBADI: (1) Apa yang Tuhan Yesus ajarkan tentang pelayanan terhadap anak-anak? Jelaskan! (2) Bagaimana Anda memandang pelayanan anak di gereja Anda? Berdoalah bagi setiap guru Sekolah Minggu agar mereka diberikan sukacita dan semangat dalam melayani anak-anak dan memiliki tanggung-jawab yang benar dalam mendidik mereka.
28
KAMIS
JANUARI 2016
“… Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku?...” (Matius 18:21)
Bacaan hari ini: Matius 18:21-35 Bacaan setahun: Matius 18:21-35
MENELADANI PENGAMPUNAN TUHAN
P
ada umumnya kita mampu mengampuni kesalahan orang lain sebanyak 3 kali, jika lebih dari itu, kita tidak akan memberikan pengampunan lagi. Namun dalam tradisi orang Yahudi, nampaknya quota pengampunan itu lebih besar daripada tradisi kita. Mereka dapat memberikan pengampunan sampai 7 kali. Jika keduanya diperbandingkan, maka kita perlu malu, jika tidak bisa memberikan pengampunan lebih dari 3 kali, seperti orang Yahudi! Namun dalam bacaan hari ini, Tuhan Yesus tidak mengajarkan kita untuk mengampuni orang lain (saudara kita) dengan takaran sebanyak quota pengampunan orang Yahudi. Ia mengehendaki kita memberikan pengampunan tanpa batas quota, apabila orang itu bersedia bertobat! Mengapa kita harus memiliki kualitas pengampunan yang demikian? Kepada para murid yang mempertanyakan quota pengampunan ini, Tuhan Yesus memberitahukan alasan mengapa mereka harus mengampuni dengan kualitas pengampunan yang terbaik dan lapang hati bagi mereka yang meminta pengampunan. Alasannya adalah, karena mereka telah menerima pengampunan yang besar dari Allah, yang terusmenerus mengampuni mereka yang bertobat dan kembali kepada-Nya. Pengampunan itu bersifat terus-menerus, seumur hidup! Untuk menjelaskan betapa besarnya pengampunan Allah dan betapa ringannya pengampunan yang kita berikan kepada orang lain, Tuhan Yesus memberi sebuah perumpamaan tentang seorang raja yang membebaskan hutang seorang budak yang tidak sanggup melunasi hutangnya. Namun ironis, budak itu justru tidak bisa mengampuni rekannya yang berhutang tidak sebanyak dirinya. Akibat ketiadaan pengampunan dari orang yang telah menerima anugerah dari si-raja, maka raja justru menghukumnya dan menyerahkannya kepada para algojonya (ay. 22-34). Jika kita tidak mau mengampuni kesalahan orang lain, patutkah kita menerima pengampunan dari Tuhan (ay. 35)? Karena itu, ingatlah selalu pengampunan-Nya ketika orang lain meminta pengampunan dari kita karena kesalahannya! STUDI PRIBADI: (1) Sampai berapa kali kita harus mengampuni kesalahan orang lain yang datang meminta pengampunan dari kita? (2) Bagaimana pengampunan Tuhan bagi kita? Berdoalah bagi setiap orang Kristen agar mereka menyatakan kasih Tuhan melalui pengampunan mereka kepada orang yang telah bersalah kepada mereka dan meminta pengampunan.
29
JUMAT
JANUARI 2016
“Yesus memandang mereka dan berkata: Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin.” (Matius 19:26)
Bacaan hari ini: Matius 19:16-26 Bacaan setahun: Matius 19
APA YANG TIDAK MUNGKIN BAGI ALLAH?
S
uatu hari, seorang anak laki-laki berumur 8 tahun duduk di sebuah bangku taman sambil membaca buku cerita Alkitab bergambar. Di saat sedang membaca, seorang pendeta datang menghampirinya dan duduk di sebelahnya. Anak itu tidak terusik sedikit pun dengan kedatangan seorang asing di sebelahnya, sampai pendeta itu bertanya, “Menurutmu Nak, apa yang Allah mungkin lakukan bagimu?” Anak itu terdiam sejenak untuk berpikir. Si pendeta pun dengan sabar menunggu jawaban anak itu sambil menebak apa yang akan dikatakan anak tersebut. “Ah, paling-paling dia akan menjawab ‘Allah bisa memberikanku seorang adik perempuan yang sudah lama aku doakan’ atau ‘Allah bisa menjadikan aku seorang yang sukses dan kaya’,” pikir pendeta tersebut. Namun di luar dugaan, anak itu menjawab dengan sebuah pertanyaan, “Menurut Bapak, apa yang Allah tidak bisa lakukan untukku?” Ya, benar saudara-saudaraku. Apa yang tidak bisa Allah lakukan untukmu, untukku, dan untuk dunia ini? Tiada sesuatupun yang mustahil bagi Allah. “Tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin” memang merupakan jawaban Yesus kepada murid-murid-Nya yang sedang gempar dan juga bingung karena masalah seorang muda yang kaya dan saleh—menurut aturan Yahudi—sangat sulit bahkan hampir mustahil untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga. Kebingungan mereka sangatlah wajar karena pada waktu itu orang Yahudi berpikir bahwa kekayaan sama dengan perkenanan Allah. Sehingga ketika orang yang kaya (baca: orang yang diperkenan oleh Allah) dinyatakan sukar untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga, mereka berpikir “Dia saja sulit masuk kerajaan Allah, bagaimana dengan kami Tuhan?” Sesungguhnya permasalahannya bukanlah pada banyaknya harta yang dia miliki, melainkan pada keengganannya untuk melepaskan kepunyaannya demi Kerajaan Allah. Dengan kata lain, orang itu tidak percaya bahwa Allah sanggup menopang kehidupannya, terlebih setelah ia menjual semua hartanya dan membagikannya kepada orang miskin (ay. 21). Bagaimana dengan kita hari ini? STUDI PRIBADI: (1) Sudahkah kita percaya kepada Allah yang bagi-Nya tiada hal yang tidak mungkin? (2) Adakah hal yang mungkin menghalangi kita untuk mempercayai Allah? Berdoalah supaya setiap kita bisa mempercayakan hidup kita, kebutuhan dan masalah hidup kita, kepada Allah, karena bagi-Nya tidak ada yang tidak mungkin.
30
SABTU
JANUARI 2016
“Maka tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan, lalu ia menjamah mereka dan seketika itu juga mereka melihat lalu mengikuti Dia.” (Matius 20:34)
Bacaan hari ini: Matius 20:1-16 Bacaan setahun: Matius 20:1-16
ARTI MENGIKUT YESUS
B
agi kita yang pernah tergabung dalam sebuah paduan suara atau setidaknya pernah melihat performance mereka, kita mungkin setuju bahwa paduan suara yang baik adalah yang menghasilkan suara yang harmonis. Maksudnya, setiap anggota berperan sesuai dengan suaranya dan tidak ada yang berusaha menonjolkan diri kecuali memang diminta oleh sang konduktor. Sesungguhnya inilah sebuah penggambaran yang menolong kita merenungkan apa artinya menjadi pengikut Kristus. Menjadi pengikut Kristus berarti mengikut Kristus tanpa agenda pribadi atau motivasi untuk menonjolkan diri. Dalam teks yang kita baca hari ini, kita melihat dua perikop yang sangat kontras. Dalam perikop yang pertama, mata kita dibukakan kepada sebuah realita bahwa Yakobus dan Yohanes, dua murid yang sangat dekat dengan Yesus, mencari posisi di sebelah kanan dan sebelah kiri Yesus. Mereka bahkan memanfaatkan ibu mereka untuk mendapatkan belas kasihan Yesus. Mereka sesungguhnya belum mengerti apa arti mengikut Yesus. Sedangkan pada perikop sesudahnya, kita dapat melihat bahwa dua orang buta yang baru saja dicelikkan oleh Yesus, langsung mengikut Yesus. Mereka hanya mengikut Yesus tanpa agenda atau motivasi untuk meraih posisi tertentu. Bagaimanakah dengan kita hari ini? Apakah kita telah mengikut Kristen dengan sikap yang benar? Tidak peduli berapa lama kita menjadi orang Kristen, kita diperhadapkan dengan pertanyaan yang sama, “Apakah kita sudah mengerti apa arti mengikut Yesus? Apakah kita telah menjadi pengikut Kristus yang berkenan di hati-Nya?” Menjadi pengikut Kristus sama seperti menjadi anggota paduan suara untuk mencapai harmoni. Tidak ada yang boleh menonjolkan diri karena itu akan merusak pelayanan. Sebagai pengikut Kristus, marilah kita mengikut Kristus dengan hati yang murni, tanpa motivasi untuk mencari posisi karena kita telah diselamatkan oleh-Nya. Apabila kita melakukan hal ini dalam hidup kita, maka kita akan diperkenan oleh Tuhan, sehingga mengikut Dia dengan cukacita. STUDI PRIBADI: (1) Renungkan, apakah kita sungguh telah mengikut Tuhan dengan benar? (2) Apakah kita sudah memiliki hati yang benar di dalam mengikut Dia? Marilah berdoa bagi diri kita dan juga jemaat, supaya diberi kekuatan untuk mengikut Yesus dengan kesungguhan hati dan kesetiaan, agar mereka bertumbuh dalam kedewasaan yang baik.
31 MINGGU
“Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” JANUARI 2016 (Matius 20:28)
Bacaan hari ini: Matius 20:20-28 Bacaan setahun: Matius 20:17-34
SIKAP DALAM MELAYANI TUHAN
P
elayan yang berhati hamba adalah suatu hal yang sulit didapatkan pada zaman ini. Mengapa? Bukan karena tidak ada orangnya, tetapi sulit untuk menjadi orang yang demikian. Salah satu alasannya adalah manusia suka untuk menjadikan “pelayanan menjadi status yang terpandang” di hadapan orang lain, sehingga menuntut penghargaan. Pada akhirnya apa yang dikatakan Tuhan Yesus pada ayat 26 tidak benarbenar terwujud. Pelayanan di hadapan Tuhan tanpa sadar menjadi satu tempat untuk mendapatkan pujian dan penghargaan rohani dalam Gereja Tuhan. Bagaimana dengan para murid Tuhan? Ini juga yang terjadi pada Yakobus dan Yohanes. Ketika ibu mereka datang kepada Tuhan Yesus, ia memintakan tempat terhormat bagi kedua anaknya. Kepada mereka, Tuhan Yesus berkata bahwa mereka tidak mengerti akan apa yang mereka minta. Mereka menyamakan pelayanan kepada Tuhan dengan status pemimpin atau pemerintahan di dunia ini, yang mementingkan kuasa dan otoritas. Sebaliknya, pelayanan kepada Tuhan meminta satu sikap hidup yang meneladani Tuhan Yesus sendiri. Tuhan Yesus, yang adalah Tuhan, mau datang ke dalam dunia ini untuk melayani dan memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. Tuhan Yesus mengingatkan kepada para murid, dan juga kepada kita, bahwa ketika kita dipanggil untuk melayani, maka kita diminta untuk mau memberi diri dalam pelayanan tersebut. Kita bukan berharap untuk “mendapatkan sesuatu,” tetapi “memberikan diri kita” dalam pelayanan tersebut. Bagaimana sikap kita dalam melayani Tuhan? Salah satu yang harus kita ingat adalah “kerendahan hati.” Kerendahan hati tidak sama dengan rendah diri. Orang yang rendah hati akan memahami bahwa pelayanan itu adalah anugerah Tuhan. Dirinya sebagai pelayan tidak lebih baik dari orang lain yang tidak melayani. Dalam melayani yang dipentingkan bukan “aku mendapat apa,” tetapi bagaimana “saya bisa menjadi berkat bagi sesama lewat pelayanan ini.” Siapkah Anda melayani sama seperti Tuhan Yesus? STUDI PRIBADI: (1) Kesalahan seperti apa dalam diri Yakobus dan Yohanes sehingga Tuhan menegur mereka? Mengapa? (2) Bagaimana seharusnya kita memandang pelayanan? Berdoa bagi setiap hamba Tuhan, Majelis, pengurus komisi, Guru sekolah Minggu, para aktivis Gereja agar melayani dengan meneladani Tuhan Yesus sendiri.
“Yang kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” (Matius 9:13)