SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) XI A. 1. Pokok Bahasan
: Proses pembentukan telur
A.2. Pertemuan minggu ke : 14 dan 15 (4 jam) B. Sub Pokok Bahasan
:
1. Struktur telur 2. Bagian-bagian telur dan vitelogeni 3. Ovulasi 4. Pembentukan putih telur dan plumping 5. Pembentukan kerabang telur 6. Mekanisme peneluran C. Tujuan: Menjelaskan proses pembentukan telur dan struktur telur serta vitelogeni. Mampu menjelaskan terjadinya ovulasi, peranan hormon dan perkembangan folikel. Mampu menerangkan pembentukan putih telur dan mekanisme plumping. Mampu menerangkan proses pembentukan kerabang telur dan akhirnya mengetahui pula mekanisme peneluran (cluth, laying squence dan oviposition) D. Uraian Bahasan
Proses Pembentukan Telur 1. Struktur telur Telur tersusun dari kuning telur (yolk), putih telur (albumen), kerabang tipis dan kerabang telur serta beberapa bagian lain yang cukup komplek (gambar 19). Sebutir telur dengan berat 60 g mempunyai garis tengah (lingkaran ekuator) 4,2 -5,8 cm dan lingkaran membujur 13-16 cm. Isi telur 55 cm3 dengan luas permukaan 70 cm2
Universitas Gadjah Mada
Gambar 19. Potongan melintang telur (SumberCard dan Nesheim, 1982) 3. Ovulasi Sebutir telur terbentuk terbentuk selama 24-27 jam. Ovulasi kuning telur teriadi 15-45 menit setelah peneluran (ovipositiori). Oleh karena itu ovulasi tidak akan terjadi apabila telur masih berada di dalam oviduk. Terhambatnya peneluran ini disebabkan karena jam peneluran jatuh pada sore atau malani hari, akibatnya terjadilah seri peneluran secara suksesif dari setiap individu. Hirarkis dari ovum yang distimulasikan oleh hormon steroid menyebabkan ovulasi teriadi secara berkesinambungan.
Gambar 20. Proses terjadinya ovulasi (Sumber: Bahr dan Johnson, 1991) Ovum pada fase perkembangan cepat akan mensekresikan estrogen sementara itu theka interna mensekresikan testosteron. Sekresi progesteron oleh granulosa dari folikel yang sudah masak teriadi sehari setelah ovulasi. Kronologi terjadinya ovulasi merupakan dua ritme, pertama karena pengaruh hormon yang dilepaskan oleh hipofisis yang dipengamhi oleh pengaturan cahaya. Kedua tergantung dari ritme pemasakan ovum di ovarium. Luteinizing Hormon (LH) yang diproduksi oleh hipofisis disekresikan 6 jam sebelum ovulasi di bawah kontrol dari sekresi progesteron dari granulosa folikel. Produksi progesteron sendiri sebetuhiya juga tergantung dari sekresi LH. Asosiasi ini menyebabkan terjadinya sinkronisasi antara derajat masaknya folikel dan terjadinya ovulasi. Hasil ini merupakan implikasi progresif dan umpan balik dari sekresi progesteron dari folikel dan LH dari hipofisis. Umpan balik positif ini tidak
Universitas Gadjah Mada
mungkin terjadi selama periode 4 -11 jam setelah penerangan.
Tabel 7. Perkembangan folikel telur Fase Perkembangan Lambat
Medium
Cepat
Lama (bulan)
4-5
2
0,5
Diameter (mm)
<1
2-8
8-40
Herat (g)
0,001
0,01-0,3
20
JumlahOvum
>1000
6-40
5-8
Warna Disekresikan
Putih
Kuning Pucat
Kuning
Protein
Protein
Protein dan lemak
Disekresikan
Kelambatan ovulasi dan oviposition (peneluran) merupakan konsekuensi dari
perbedaan
antara
ritme
gelap
saat
terjadinya
sekresi
LH
dari
hipotamamus-hipofisis dengan ritme endogen pemasakan folikel selama lebih dari 24 jam. Selama desinkronisasi sudah melewati waktu tersebut maka ovulasi akan terhenti dan pemasakan ovum dilanjutkan pada hari berikutnya sehingga terjadi seri peneluran. Ovulasi ditandai dengan robeknya lapisan folikel dan keluarnya kuning telur masuk ke dalam infundibulum (gambar 48). Lapisan folikel yang terdiri dari kolagen dan serin protease (proteoglikan) ini diaktifkan oleh plasminogen yang kaya akan sulfat terutama pada daerah stigma folikel. Produksi plasminogen ini tergantung dari tempat lapisan folikel, robeknya lapisan folikel terjadi di daerah diskus germinalis berkembang yaitu pada stigma folikel 4. Pembentukan Putih Telur dan Mekanisme Plumping Kuning telur melakukan penetrasi ke dalam magnum 15-20 menit setelah ovulasi. Selama waktu tersebut dimungkinkan terjadinya pembuahan karena spermatozoids tersimpan pada daerah glandula spermatik yaitu pada zona radiata dan lapisan perivitelin dari leher infundibulum. Dari infundibulum kuning telur mengalami penetrasi ke magnum dan kuning telur berada di bagian ini selama 3,5 jam. Selama waktu tersebut maka kuning telur terbungkus oleh putih telur. Putih telur terdiri dari 88% air, protein (90% bahan kering atau kurang lebih 4 g protein/telur), mineral (6% bahan kering), glukosa bebas (3,5% bahan kering) dan
Universitas Gadjah Mada
sama sekali tidak terdapat lipida. Putih telur merupakan sumber protein dan tersekresikan serta terakumulasi di dalam sel epithelium dan tubuler. Keberadaan telur di magnum ini merupakan stimulasi dari saluran reproduksi untuk mensekresikan putih telur tersebut. Sintesa protein ini terjadi karena konsentrasi RNA dan kecepatan sintesa putih telur dari glandula tubuler meningkat pada saat pembentukan telur. Protein putih telur yang berupa ovalbumin, ovotransverin, ovomucoid dan lysosome disinthesa oleh glandula tubuler, sementara itu avidin dan ovomucin disintesa oleh sel gobelet. Putih telur yang dibentuk berbentuk kental berupa gel yang tipis yang mengandung kurang lebih 15 g air atau separuh dari jumlah air keseluruhan. Selama 6-7 jam pertama telur berada di magnum maka kandungan air putih telur meningkat dua kali sehingga mencapai 3,5-7 g air setiap gram protein. Mekanisme penyerapan air bersama-sama dengan protein di dalam proses pembentukan putih telur ini dinamakan plumping. Perbedaan struktur dari putih telur, tebaltipisnya putih telur, terjadinya putih telur tipis dan tebal interna dan eksterna serta chalaza terbentuk pada saat ini. Chalaza merupakan protein yang terakumulasi akibat adanya rotasi dan tekanan pada saat pembentukan putih telur sehingga membebaskan ikatan protein dari putih telur. Chalaza ini berperanan untuk mempertahankan posisi kuning telur agar stabil di tengah dan juga diduga sebagai penyebaran panas pada saat penetasan. Putih telur merupakan sumber protein utama dalam telur yang terdiri dari ovalbumin (merupakan protein utama), globulin dan lisosom, ovomusin, avidin, flavoprotein dan ovomukoid. Semua protein telur berbentuk glikoprotein kecuali avidin dan lisosom. 5. Pembentukan Kerabang Telur Kerabang telur terdiri dari dua bagian yaitu kerabang tipis (membran) baik luar dan dalam yang dihasilkan oleh ithmus dan kerabang telur keras. Tebal kerabang telur 300 mm. Komposisi dari kerabang telur dapat digambarkan sebagai berikut: Kerabang telur terdiri dari Bahan kering 98,4% dan air 1,6%. Bahan kering terdiri dari protein 3,3% dan mineral 95,1% . Diantara mineral yang paling banyak terdapat di kerabang telur adalah CaCO3<98,43%). MgCO3 (0,84%) dan Ca3(PO4)2 (0,75%). Persentase berat mineral/berat total dari kerabang telur serta berat absolut/berat kerabang telur seperti pada tabel berikut ini. Kerabang telur terdiri dari beberapa lapisan yaitu:
Universitas Gadjah Mada
a. Kutikula b. Membran Palissadik c. Membran cone (cone layer) d. Membran mamiler e. Membran kerabang dalam
Gambar 21. Struktur kerabang telur (Sumber: Card dan Nesheim, 1982)
a. Membran kerabang telur Membran kerabang telur ini terdiri dari dua bagian yaitu luar dan dalam. membran ini tersususn dari protein yang berbentuk serat dan berikatan dengan keratin tetapi juga terdapat kolagen yang mengandung hydroksiprolin dan hydroksilisin serta elastin. Struktur ikatan dari protein membran kerabang telur ini belum jelas namun diduga merupakan rantai peptida. b. Kerabang telur Secara umum kerabang telur terdiri dari air 1,6%, protein 3,3% dan Bahan kering terutama mineral yaitu 93,6% berupa CaCO3 sisanya MgCO3 dan Cas(PO4). Susunan kimiawi dari kerabang telur adalah:
Universitas Gadjah Mada
1. Membran mamiler, membran ini terikat dengan membran kerabang dalam dan tersusun dari cone dasar dan membran cone (cone layer), membran mamiler mengandung muko polisakarida dan glikoprotein. 2. Cone dasar tersususn dari membran yang merupakan perkembangan dari membran kerabang bagian luar. 3. Membran palisadik. Lapisan ini mengandung kapur berupa kalsium karbonat yang berikatan dengan 3% bahan organik. Bahan organik utama terdiri dari 11% polisakarida dan 70% protein yang berbentuk ikatan glikoprotein atau komplek protein-polisakarida. 4. Kutikula merupakan bagian paling luar dari kerabang telur yang tersusun dari protein (90%), gula (4%) dan 3% lipida serta 3,5% abu. Pada kutikula ini terdapat pula zat wama kerabang telur, misalnya warna coklat dari akumulasi protoporpirin. 5. Pigmen kerabang telur, warna kerabang telur ditentukan oleh beberapa zat antara lain melanin, karotenoid dan porpirin. Warna melanin diambil dari sintesa melanin pada kulit dan migrasi dari melanosit dari lapisan layer epidermis kulit. Warna kerabang telur pada unggas liar sebenarnya digunakan sebagai perlindungan terhadap predator.
Biosintesa porpirin dimulai dari pembentukan 4 cincin pirole yang dihubungkan oleh metiline dan karakteristik porpirin adalah terbentuknya komplek ion metal seperti hemoglobin dan kloropil yang bertintikan ion besi dan magnesium. Komplek metaloporpirin ini akan membentuk sitokrom, katalase dan substansi yang lain. Suksinat dan glisin merupakan starter dari biosintesis porphobilinogen yang kemudian ditransfer secara enzimatik menjadi uroporpirin. Dekarboksilase dari uroporpirin menghasilkan coproporpirin dan dekarboksilasi untuk terbentuk protoporpirinogen serta secara autooksidasi akan terbentuk protoporpirin. Hasil akhir dari sintesa porpirinogen ini adalah porpirin yang merupakan zat warna pada kerabang telur coklat. Ketika tidak ada telur dalam oviduk temyata level asam delta aminolevulinic (ALA) dan ALA dehidratase lebih tinggi dan nyata lebih tinggi pada uterus ayam RIR dibandingkan ayam SCWL. Aktivitas ALA dehidratase meningkat ketika diketemukan telur di uterus. Variasi warna pada kerabang telur ini meskipun secara tidak nyata berpengaruh terhadap harga telur, tetapi dapat digunakan sebagai salah satu
Universitas Gadjah Mada
kriteria untuk menentukan tingkat kesenangan konsumen. Warna kerabang telur tidak selalu berhubungan dengan kualitas kerabang telur. Oviduk khususnya pada uterus merupakan tempat untuk mendistribusikan zat warna untuk kerabang telur khususnya terjadi saat mineralisasi kerabang telur di uterus. Warna kerabang telur ini memudar sejalan dengan meningkatnya umur ayam dan menurunnya resistensi kerabang terhadap keretakan. Juga tidak terdapat hubungan dengan seri bertelur, tetapi variasi inter dan intra individu cukup bbesar pengaruhnya terhadap warna kerabang telur. Pigmentasi kerabang telur berhubungan dengan kamuflase dan berperanan pada regulasi temperatur tubuh, tetapi efeknya terhadap kekuatan retak masih merupakan perdebatan yang belum selesai. 5. Pembentukan Kerabang Telur Pembentukan kerabang telur dimulai dari istmus kira-kira 4,5 jam setelah ovulasi dan berakhir 1,5 jam sebelum peneluran. Lapisan pertama yang dideposisikan adalah membran kerabang tipis bagian luar dan inti mamiler.
Gambar 22. Mekanisme pembentukan kerabang telur (Sumber:Sauveur, 1988) Mineralisasi dari kalsium karbonat kemudian dilakukan di dalam uterus pada 10 jam setelah ovulasi, kemudian secara cepat terbentuklah cone yang bersama-sama dengan yang berbentuk silindris dan mengandung lapisan palisadik. Kalsium dideposisikan sebanyak 0,33 mg/jam selama 10 - 23 jam setelah ovulasi, dan ovulasi berikumya terjadi 30 menit setelah peneluran. Akhirnya kalsifikasi terhenti setelah CaCOs dalam bentuk kristalin. Kutikula dibentuk 1,5 jam sebelum peneluran. Sebelum terjadi kalsifikasi kerabang telur, kalsium (Ca) tidak disimpan dalam uterus tetapi terdapat pada plasma darah dalam bentuk ion kalsium. Deposisi Ca plasma darah pada kerabang telur mi terjadi sangat cepat terutama pada saat mineralisasi kerabang telur yaitu 2 g Ca yang setara dengan konsumsi
Universitas Gadjah Mada
total kalsium plasmatik setiap 12 menit. Mobilisasi kalsium dari tulang meduler terjadi apabila kekurangan kalsium dalam pakan. Ayam mampu memobilisasikan kalsium sebanyak 58% dari tulang meduler di bawah kontrol dari hormon estrogen dan testosteron. Saat terjadi absorpsi kalsium permukaan sel tulang meduler mengembang 9 kali, namun dengan adanya aktivitas osteoblastik maka rekonstruksi tulang meduler akan terjadi kembali sehingga tetap menjadi tulang yang kompak. Kandungan kalsium pakan memegang peranan penting pada proses kalsifikasi kerabang telur. Peningkatan sekresi asam dan air melalui proventrikulus meningkatkan solubilitas kalsium karbonat pakan dan meningkatkan retensi kalsium intestinum selama kalsifikasi kerabang telur. Kapasitas absorpsi kalsium meningkat 6 kali pada ayam dewasa. Penetrasi kalsium dalam uterus bersifat aktif. Transfer kalsium kemudian menurun dengan kehadiran ion Na atau enzim karbonik anhidrase yang merupakan penyebab produksi bikarbonat. Transfet kalsium berasosiasi dengan sintesis protein sitosolik, calbindin (Calsium binding protein) merupakan afinitas dari sintesis ini. Calbindin diketemukan dalam glandula tubuler yang menjamin terjadinya transpor kalsium bersama dengan kehadiran enzim Ca ATPase di uterus. Enzim ini merupakan fasilitator dalam absorpsi kalsium dalam cairan uterus.
6.
Mekanisme Peneluran (Ovipositiori)
Keluarnya telur dari oviduk (oviposition) merupakan hasil kerja bersama yang dikoordinasi oleh faktor fisiologis antara lain kontraksi otot uterus dan relaksasi vagina untuk melepaskan telur. Pada unggas aktivitas kontraksi uterus meningkat setiap terjadi peneluran baik itu peneluran normal atau peneluran prematur. Regulasi peneluran tergantung dari hormon arginin vasotosin (oksitosin) yang disekresikan hormon hipifisis posterior, dan hormon prostaglandin yang diproduksi oleh ovarium dan uterus. Ovarium berperanan penting pada sebelum dan sesudah pemasakan ovum, karena ovulasi tidak akan terjadi sebelum terjadinya oviposisi.
Peneluran reguler I I I . I I I. I I I. dst.
Universitas Gadjah Mada
Peneluran irreguler I I . I I I . . I . dst.
Sebagai contoh peneluran seekor ayam. Hari
1
2
3
4
5
6
7
8
9 dst
Peneluran
I
I
I
-
I
I
I
-
-
Laying Squence
Cluth
Berhenti bertelur
Laying squence dan cluth tergantung dari genetik ayam, cara peneliharaan dan faktor lingkungan terutama lama pencahayaan.
Gambar 23 . Seri bertelur (SumberBahr dan Johnson, 1991) Hormon
arginin
vasotosin
(oksitosin)
bersama
dengan
prostaglandin
menyebabkan kontraksi uterus dan ekspulsi telur. Injeksi prostaglandin E dan F meyebabkan kontraksi uterus dan relaksasi vagina sehingga terjadi ovipisisi prematur. Konsentrasi prostaglandin tipe F (PGF) dan tipe E (PGE) plasma darah meningkat selama oviposisi. Sementara itu prostaglandin yang diproduksi ovarium hanya tipe F saja yang meningkat akibat dari stimulasi arginin vasotosin. Hal ini jelas bahwa kombinasi antara arginin vasotosin dengan prostaglandin dari ovarium maupun uterus sebagai penyebab ekspulsinya telur (ovipositiori). Seri peneluran pada unggas dinamakan laying squence dan jumlah telur dari setiap laying squence dinamakan cluth. Terdapat beberapa seri peneluran antara lain kontinyu, regular dan irreguler (gambar 23).
Universitas Gadjah Mada
Beberapa data mengenai berat telur, persentase kuning telur, putih telur dan kerabang telur dari berbagai unggas seperti pada Tabel 8.
Tabel 8. Berat dan persentase bagian-bagian telur Jenis unggas
Berat telur
Persentase
(g)
Kuning telur
Putih telur
Kerabang telur
Angsa
155
30-33
55-58
11-13
Itik Pekin
92
33
57,5
9,5
Kalkun
80-90
31-35
54-58
8,5-10,5
Itik Manila
75-85
33-37
50-53
11-13
Ayam Leghorn
50-70
25-33
57-65
8,5-10.5
Burung Mutiara
35-45
25-35
50-60
15
Phesant
29-32
30-32
52-55
9,5-10,5
Merpati
18
18-22
65-75
7-9
8-10
30-33
52-60
7-9
Burung Puyuh
Apabila diperhatikan bahwa berat telur terkecil dari bangsa unggas piaraan adalah telur burung puyuh, sedangkan yang terbesar adalah telur angsa (Burung Unta (ostrich) mempunyai berat telur 900-1000 g). Burung merpati mempunyai persentase putih telur terbesar, sedangkan itik Manila menghasilkan kuning telur paling besar (33-37%).
7.
Kualitas Telur
Telur merupakan bahan pangan yang berkualitas tinggi bagi manusia dan khususnya merupakan sumber pakan embrio ayam. Produsen telur konsumsi lebih tertarik kepada berat telur karena berat telur merupakan faktor pertama dari harga. Disamping itu produsen juga menyukai telur dengan kualitas kerabang telur yang tinggi. Untuk para pembibit, karena telur akan ditetaskan maka mereka mementingkan kualitas telur yang ideal. Jumlah bakteri dan porositas dari kerabang telur merupakan pertimbangan sehingga untuk pertukaran gas di dalam telur selama penetasan berjalan lancar. Sedangkan telur untuk dikonsumsi yang paling diutamakan adalah kesegaran, besar telur kemudian barulah harga. Tidak kalah pentingnya adalah
Universitas Gadjah Mada
warna kerabang telur dan kekuningan dari kuning telur. Telur yang cacat dan retak tidak akan dijual dalam bentuk unite, tetapi masih dapat digunakan untuk kue di pabrik roti. Industri agro alimentaire mengutamakan telur yang mudah untuk memisahkan antara putih dan kuning telur, anti kristalin, emulsi, stabilitas persentase protein dan kebersihan telur. Untuk mengukur nilai dari kuning telur dilakukan dengan menggunakan indeks kuning telur yaitu perbandingan antara tinggi dengan diameter kuning telur. Pengukuran indeks kuning telur ini relatif lebih mudah dibanding dengan putih telur hal ini karena bentuk kuning telur relatif lebih stabil dibanding dengan putih telur. Daya tahan membran vitelina dari kuning telur terhadap pecahnya kuning telur juga penting artinya untuk menyatakan kualitas kuning telur. Wama dari kuning telur menjadi kriteria utama terhadap konsumen. Untuk memberi warna kuning sesuai dengan permintaan konsumen merukana hal yang sangat komplek. Secara laboratorium, kuning telur ini diukur dari sampel telur dengan menggunakan kipas Roche pada tempat yang terang, tidak buta warna. Warna kuning telur ini ditentukan oleh kandungan B karotin yang terdapat pada kuning telur. Dengan mengggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 450 nm dengan materi standard B karotin atau kalium bikromat dapat diketahui pula apakah warna kuning telur berasal dari lutein (luzerna) atau zeaxanthin (jagung kuning). Di samping itu sering terdapat pula bintik darah pada kuning telur. Karakter yang lebih spesifik terhadap putih telur adalah kandungan protein (lysozyme), yang berperanan terhadap kualitas putih telur yang digambarkan pada kekentalan putih telur yang meliputi putih telur kental dan encer yang merupakan pembungkus dari kuning telur. Ketika telur dipecah pada kaca, maka terlihat bahwa putih telur kental melekat pada kuning telur dan menutupi semua permukaan kuning telur. Cara pengukuran putih telur yang lazim digunakan adalah: -
proporsi putih telur kental dan encer khususnya tinggi atau ketebalan putih telur setelah telur dipecah.
-
indeks albumen yaitu perbandingan antara tinggi albumen dengan pankang albumen encer.
perbandingan secara visual antara telur yang sudah dipecah pada kaca tersebut dengan standard yang telah dikeluarkan oleh USDA dari Amerika Haugh Unit, yaitu satuan nilai dari putih telur yang dikemukakan oleh Haugh pada tahun 1939, yaitu dengan cara menghitung secara logaritma terhadap tinggi albumen kental
Universitas Gadjah Mada
dan kemudian ditransformasikan ke dalam nilai koreksi dari fungsi berat telur: Haugh Unit
= log 100 (H-1,7P 0,37 + 7,57)
H
= tinggi putih telur kental (mm)
P
= berat telur (g)
untuk mengukur nilai HU ini ada beberapa ketentuan: 1. telur tidak boleh disimpan pada temeratur kurang dari 12°C 2. pecahlah telur secara hati-hati, putih telur tidak boleh rusak 3. ukurlah segera tinggi albumen kental yaitu pada jarak 8 mm dari perbatasan dengan kuning telur, janganlah menunda pengukuran apabila temperatur lingkungan tinggi. 4. pengukuran dengan menggunakan depth mikrometer berkaki tiga dengan kepekaan 1/10 mm akan lebih akurat apabila titik pengukuran terhadap tinggi albumen dilakukan lebih dari satu kali, dengan demikian hasihiya dibuat rata-rata.
Biasanya nilai HU bervariasai antara 20-110 dan telur yang baik antara 50 -100. Di Amerika Serikat nilai dari HU ini kemudian digunakan sebagai indikator terhadap kualitas isi telur dan diklasifikasikan ke dalam 4 klas yaitu: Klas
AA
A
HU
U> 79
79>U>55
B 55>U>31
C U<31
Selain nilai HU ada juga cara untuk mengukur kualitas putih telur yaitu dengan mengetahui viskositas dari putih telur, tetapi metode ini sangat sulit dilaksanakan karena harus menggunakan alat viskometer untuk mengetahui rheologi dari kerekatan pseudoplastik dan interpretasi dari hasilnya. Pengukuran iini membutuhkan pH lingkungan yang stabil dengan temperatur 20°C dan harus selesai paling lama 4 menit. Untuk mengetahui kualitas kerabang telur maka dapat dilakukan beberapa pengujian meliputi bentuk, soliditas, warna dan porositas dari kerabang telur. Bentuk telur dinyatakan dengan indeks telur yaitu perbandingan antara diameter lebar dengan diameter panjang telur yang dinyatalkan dalam persen. Nilai indeks telur bervariasai antara 65 - 82 % dan yang ideal adalah 70-75%. Indeks telur ini tidak dapat digunakan sebagai indikator untuk menentukan jenis kelamin anak ayam dari telur tetas yang ditetaskan. Nilai indeks telur ini sangat bervariasi antara individu dalam suatu kelompok dan peneluran dari satu seri
Universitas Gadjah Mada
peneluran. Penyebab terjadinya variasi indeks telur ini belum dapat diterangakan secara jelas namun diduga sebagai akibat dari perputaran telur di dalam alat reproduksi, karena ritme tekanan dari alat reproduksi atau ditentukan oleh diameter lumen alat reproduksi. Indeks telur ini tidak dapat digunakan sebagai indikator untuk menentukan jenis kelamin anak dari telur tetas yang ditetaskan seperti yang pernah dilaporkan oleh Tri Yuwanta(1981). Kerabang telur diukur dengan cara menimbang kerabang telur setelah dicuci dan dikeringkan pada panas matahari atau dikeringkan pada pengering 100°C selama kurang lebih 6 jam. Kerabang telur yang diukur di sini termasuk di dalamnya kerabang tipis sebab tidak mudah untuk dilepaskan. Pengukuran berat kerabang telur dilakukan pada 3 butir telur dari siklus 28 hari. Hasil berat yang diperoleh kemudian dikonversikan ke dalam luas permukaan telur yang kemudian dinyatakan dalam indeks kerabang telur. Jadi indeks kerabang telur adalah perbandingan antara berat kerabang telur dengan luas permukaan kerabang telur: I
C = — x 100 S
I
= Indeks kerabang telur (g/cm2)
C
= Berat kerabang telur (g)
S
= Luas permukaan kerabang telur (cm2)
Luas permukaan kerabang telur dihitung berdasarkan berat telur menurut rumus Mongin(1965) sebagai berikut: S = 3,978 W 0,7056 dimana W adalah berat telur Tabe 9. Gizi telur yang dapat dikonsuma bang telur 60 g (%) Material Total
Komplit
Putih Telur
Kuning Telur
53,5-55
35-37
17-18,5
39,5-41,5
30-33
8-9,2
Bahan Kering
13-14,5
3,^4.5
8,7-10
Protein
6,4-7,0
3,3-4
2,7-3,2
Lemak
6,1-6,9
-
6,0-6,8
Jenuh
2,3-2,5
-
2,1-2,4
Tidakjenuh
3,5-4,0
-
3,3-3,8
Kolesterol
0,24-0,27
-
0,24-0,27
Air
Universitas Gadjah Mada
Glukosa
0,15-0,2
0,12-0,16
0,03-0,05
Abu
0,45-0,55
0,16-0,24
0,2-0,3
88-95
14-18
74-80
Kalori
Catalan: Berat kerabang telur 10-11%, untuk berat 100 g angka tersebut perlu dikonversikan Berat telur merupakan kriteria pertama dalam pemasaran telur. Berat ideal telur konsumsi yang diinginkan oleh konsumen bervariasi antara 65-70 g. Problem yang sering timbul adalah berat telur yangtahk sesuai dengan yang dinginkan yaitu ringan atau terlalu berat, namun kandungaB gin rebtif sama (label 9)
E. Pemahaman 1.
Gambar potongan melintang sebunr telur daa berilah namanya!
2.
Terangkan proses vitelogeni lengkap dengan perkembangan cepat dan lambat!
3.
Terangkan proses terj adinya ovulasi!
4.
Hormon apa saja yang berperanan dalam ovulasi?
5.
Terangkan kharakteristik perkembangan folikel!
6.
Dimana putih telur dibentuk, hormon apa saja yang mempengaruhinya
7.
Terangkan proses plumping dan gambarkan grafiknya!
8.
Sebutkan bahan penyusun putih telur?
9.
Sebutkan susunan kimia kerabang lelur?
10. Terangkan biosintesis warna kerabang telur! 11. Jelaskan proses pembentukan keiabang telur! 12. Apa yang saudara ketahui tentang calbmdin? 13. Apa yang saudara ketahui tentang opposition? 14. Jelaskan seri bertelur pada ayam! 15. Apa yang saudara ketahui tentang laying squence dan cluth? 16. Buatlah perhitungan persentase bagian-bagian telur dari berbagai unggas!
Universitas Gadjah Mada