PENGANTAR KISAH Saya bersama istri mulai mendaftar haji sekitar bulan September 1997, saat pendaf-taran berlangsung nilai rupiah terhadap dolar Amerika masih sekitar Rp 2.350,00 per 1 $ US, jadi ongkos naik haji ditetapkan oleh pemerintah sebesar delapan juta lebih sedikit (nilai nominal riilnya sudah agak lupa). Alhamdulillah saya dan istri masih dapat tempat, meskipun harus berdesakan di Bank untuk berebut mendapat urutan depan, sehingga dari pagi sudah ngantri di depan loket pembayaran Bank, sehingga bisa berangkat pada periode haji tahun 1998. Sebelum berangkat, kami mengikuti serangkaian kegiatan berupa manasik haji setiap hari minggu di masjid Muhajirin Banyumanik dan juga mengadakan pertemuan rutin dengan sesama calon jamaah haji dalam satu regu, kebetulan pada periode haji ini telah diatur oleh Departemen Agama Kota Semarang dengan model pengelompokan regu yang didasarkan pada kedekatan lokasi tempat tinggal calon jamaah haji, konon pada tahun-tahun sebelumnya pengelompokan berdasar-kan profesi calon jamaah, misalnya dosen dikumpulkan dengan sesama dosen, meski rumah mereka berjauhan tetapi kalau satu profesi, bisa jadi satu regu, pengusaha juga dengan sesama pengusaha, dst. Secara kebetulan dalam satu lingku-ngan jamaah masjid di kampung saya, yaitu masjid AlAmin Gaharu Banyumanik, yang berangkat haji bersama dengan saya saat itu ada 9 orang, untuk
1
satu regu diatur paling tidak berjumlah 10 orang, sehingga dari 10 orang dalam regu saya 7 orang bertempat tinggal di Gaharu Perumnas Banyumanik, dan 3 orang di Kruing Banyumanik yang juga berdekatan rumahnya, sehingga untuk berkomunikasi tidak sulit. Sebelum berangkat kita ber sepuluh melakukan kegiatan sholat taubat, do’a keselamatan untuk diri sendiri dan keluarga yang di rumah serta keselamatan lingkungan (tetangga). Banyak tetangga dan saudara yang minta untuk di do’akan untuk kebaikan mereka dan minta supaya dipanggil namanya dari tanah suci agar supaya bisa segera pergi haji pada periode berikutnya, saya catat beberapa nama yang minta khusus dipanggil antara lain adalah: mBah Kasno, Pak Sartomo, Pak Wahab, jamaah Masjid Al-Amin secara keseluruhan, dan muncul lagi nama Pak Sartomo, jadi Pak Sartomo tercatat dalam buku saya 2 kali (anehnya, ternyata beliau pada tahun berikutnya benar-benar berangkat haji, meskipun beliau termasuk pegawai dengan golongan yang tidak tinggi, tetapi ybs memenangkan hadiah haji dari kantornya yang diselenggarakan tiap tahun oleh direkturnya). Teman-teman kantor juga banyak yang minta di do’akan, antara lain agar proyek-proyek yang sedang dikerjakan bisa berjalan dengan lancar dan selamat, Agus dan Any minta di do’akan agar segera dapat jodoh yang baik dan bertanggung jawab (alhamdulillah, ternyata tak lama kemudian mereka melaksanakan pernikahan, Agus dapat Guru SMA N 1 Semarang, Any dapat orang Solo), Pak
2
Herman, Bu Marni, Joko, Wawan, Anies, Bu Rondiyah, Bu Jeki, mBak Tri, Pak Nur, Pak Padi, Pak Tri Arso, Pak Djoko Amriyono, Bu Yusi, Bu Bekti, Pak Haryanto, bahkan para mahasiswa juga ada yang minta di do’akan yaitu: Wakhidah dan Ummadin. Untuk saudara-saudara jauh yang tercatat yaitu: Mas Lutfi dan mBak Lin yang merasa sedang kena cobaan, Mas Labib dan mBak Melok. Do’a khusus untuk anak-anak adalah supaya mereka sukses studi dan perjalanan hidupnya kelak (alhamdulillah, sekarang mereka kuliah di Kedokteran dan Teknik Industri), untuk orang tua supaya mendapatkan kemudahan dalam hidup di hari tua dan khusnul khotimah, demikian pula untuk saudara sekandung baik dari saya maupun istri kami do’akan agar selalu dalam lindungan Allah SWT, amin ya Robbal ’alamin. Banyak kisah menarik yang saya alami ketika akan pergi haji, antara lain, ketika mau melunasi biaya haji sebesar sekitar Rp 17 juta, tetangga belakang rumah datang menawarkan rumahhnya untuk dijual dengan harga Rp 35 juta, dia bilang karena Pak Parfi tetangga bisa ditawar, dia patok harga menjadi 30 juta rupiah. Dalam hati saya, mungkin kalau saya tawar 25 juta rupiah pasti akan dikasihkan, tetapi kalau saya beli rumah tersebut, saya nggak jadi pergi haji – seperti menghitung suara tokek – beli rumah dan hajinya lain kali, atau tidak beli rumah tapi bisa haji – beli, tidak beli – haji dulu, nambah rumah dulu – bingung juga hati ini, bimbang rasanya saat itu. Toh saya masih muda, baru berusia 42 tahun, kesempatan haji masih panjang, aahh ....... niat haji
3
kan sudah lama, kenapa diundur lagi. Alhamdulillah, akhirnya tetap mantab pergi haji, kalau Allah ridho, pasti suatu saat saya akan bisa nambah rumah juga, amin.
MULAI PERJALANAN KE TANAH SUCI Kami berangkat pada tanggal 24 Maret 1998, sebelum subuh sudah berangkat dari rumah, sholat sunah safar dahulu di masjid sebanyak 2 rakaat, lalu ke Balai Kota tempat pemberangkatan ke Donohudan, sampai di Balai Kota sholat subuh. Sebagaimana diajarkan dalam manasik, sebelum meninggalkan rumah baca do’a dulu: Bismillahi, walhamdulillahi, tawakkaltu ’alallah, walaa haula walaa quwwata illa
4
billaahil ’aliyil ’ adhiim (Dengan nama Allah, segala puji bagi Allah, dan aku berserah diri pada Allah. Tiada daya serta kekuatan kecuali dari Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung) Dalam perjalanan ke Balai Kota diantar oleh Bapak Ibu Pakel (mertua), Mas Wid, Alfi, Ayas, Wahyu, Joko, Jamhari, mBendol. Berangkat dari Balai Kota ke Donohudan jam 06.30 wib, sampai di Donohudan jam 09.00. Sejak dari rumah, di Balai Kota, dan di Donohudan badan rasanya masuk angin, gemrobyos, keringat dingin, sebab sampai dengan 2 hari menjelang berangkat masih ngurus pekerjaan di Jakarta, kehujanan lagi, repotnya lagi harus segera pulang tapi nggak dapat tiket pesawat, akhirnya terpaksa naik kereta ceng-ceng po, saya minum decolgen 2 tablet sekaligus, alhamdulillah nggak ambruk (jatuh sakit beneran), mungkin karena kecapaian dalam persiapan-persiapan yang mepet waktunya sehingga kurang istirahat. Di Donohudan beli teh hangat Rp 500,00 per gelas dalam satu hari menunggu pemberangkatan ke Jedah, saya menghabis-kan 10 gelas minuman teh anget, dan makan bakso (Rp 2.500,00 per mangkok) sebanyak 4 mangkok, makan nasi brongkos (Rp 3.750,00), beli kaos oblong (Rp 8.000,00), tali kacamata Rp 3.000,00 dapat 2 buah, dan foto Rp 4.000,00 per lembar (foto Mekah Al Mukaromah, untuk lebih mendalami relung dan detail kondisi lingkungan Ka’bah agar supaya tidak bingung kalau sampai di sana nantinya, memang saya punya hobi selalu mempelajari kondisi lingkungan atau tempat
5
yang akan saya tuju baik lewat peta, gambar, foto, maupun cerita untuk mengenal lebih awal daerah sasaran = kayak detektif atau pakar aja rasanya, tapi ternyata itu menolong banyak, khususnya bagi saya, sehingga ketika sampai di tujuan merasa bahwa saya sudah pernah kesini). Masih di Donohudan, sekitar jam 15.00 wib dapat pembagian pasport dan living cost sebesar 1.500 real (mata uang Arab Saudi = kurang jelas mengenai ejakannya, yang benar RIAL atau REAL, sebab dua jenis mata uang itu memang ada untuk negara yang berbeda, tapi nggak tahu yang Arab Saudi itu RIAL atau REAL). Jam 00.15 wib kami semua diberang-katkan ke Air Port Adisumarmo Solo, take off jam 02.00 wib tepat, berhenti di Batam jam 03.30 wib untuk mengisi bahan bakar dan konfirmasi jadwal pendaratan di Jeddah, bandara King Abdul Aziz, baru jam 05.30 wib terbang lagi langsung tanpa henti menuju Jeddah. Do’a sebelum pesawat berangkat saya baca juga: Bismillahi majreeha wa mursaahaa, inna robbii laghofuururrohiim. Wa maa qoda rullaaha haqqa qadrihii wal ardhu jamii’an qabdhatahuu yaumal qiyaamah, was samaawaati matwiyyatun biyamii-nih, subhaanahu wa ta’aala ammaa yusyrikuun (Dengan nama Allah berangkat dan berlabuhnya, sesungguh-nya Tuhanku Maha Pengampun lagi Penyayang. Mereka tiada kuasa untuk mengagungkan Allah sesuai hak keagunganNYA. Bumi dengan segala isinya berada pada genggamanNYA pada
6
hari kiamat, sementara segenap langit-langit terlipat disisi kananNYA. Maha Suci dan Maha Tinggi Allah dari apa-apa yang mereka syirikkan) Di Pesawat kami mengumpulkan BAXIES sebesar 10 real (yaitu uang “mel” untuk driver di Arab Saudi), diserahkan ke Pak Zawawi selaku ketua regu. Dapat permen dari Garuda, makanan kecil, di pesawat ada TV yang memutar kisah perjalan haji. Sholat subuh di pesawat, belum bisa melakukan kegiatan telepon ke rumah sebab di pesawat dilarang menggunakan alat-alat komunikasi elektronik. Tiap regu menerima pembagian sebuah peta kota-kota di Arab Saudi, yaitu kota Mekah, Madinah, Mina, dan Arofah, karena di regu 17 yang senang baca peta cuman saya, maka peta tersebut langsung diserahkan saya, kemudian saya bawa dan saya jadikan pedoman dalam perjalanan di sana. Dalam perjalan di pesawat ini saya ngobrol dengan TPHI (Tim Pembimbing Haji Indonesia) yang sekaligus menjadi ketua kloter, dia bilang bahwa bagi yang sudah kena najis tidak diperkenankan sholat subuh di pesawat (dengan tayamum), setelah sampai di Jeddah supaya mengganti sholatnya (konon mengqodlo sholat gak boleh, tapi ini katanya bukan qodlo, entahlah namanya apa, pokoknya daripada tidak sholat lebih baik sholatnya mundur karena darurat). Karena diperkirakan sampai Jeddah sekitar jam 12.00 waktu Arab Saudi (sekitar jam 16.00 wib), maka para jamaah dimohon untuk sholat dluhur di Jeddah bukan di pesawat.
7
Menjelang jam 12.00 wib atau sekitar 3 jam perjalanan dari Batam, banyak jamaah yang sudah kelihatan capek, jenuh, maklum karena pesawat isi penuh, jenis pesawat yang digunakan adalah Boeng 767 dari kapasitas standar 300 diubah menjadi 344 seats, jadi betul-betul sumpek kayak naik bus antar kota tetapi di udara. Di pesawat di tawarkan tasbeh mutiara, bagus sekali, harganya Rp 105.000,00. Belum berani beli apa-apa sebab ibadah utama dan hidup di Arab pun belum dilakukan.
KISAH SELAMA DI JEDDAH dan MEKKAH AL MUKAROMAH Tiba di Jeddah bandara King Abdul Aziz jam 15.00 wib, atau jam 11.00 waktu Arab Saudi. Di Jeddah diberi makan, kemudian mandi, berwudhu langsung pakai ihrom, sholat dluhur dan 8
asar dijama’ secara berjamaah. Yang repot di sini adalah ngurus barang, pemeriksaannya memang cepat tetapi yang diperiksa banyak sekali, bukan hanya dari Indonesia saja. Ketika turun dari pesawat, yang datang dari Indonesia ada 4 kloter (artinya 4 pesawat dari Indonesia mendarat berurutan), dari Brasil 1 pesawat, orang Brasil mendarat sudah pada berpakaian ihrom semua, kemudian dari Turki. Dalam pemerik-saan saya diberi tahu ibu saya yang sudah punya pengalaman pergi haji, dianjurkan supaya memilih pemeriksa yang terpelajar, biasanya ditandai dengan orang Arab yang berkulit putih, mereka lebih sopan dibanding-kan dengan Arab hitam, dan yang penting “tidak njalukkan” – artinya tidak neko-neko dalam memeriksa, biarpun urutannya panjang tapi pilihlah dalam urutan yang pemeriksanya orang Arab putih. Alhamdulillah meskipun capek tapi lancar, handphone dan kamera serta obat-obatan yang saya bawa tidak dipermasalahkan. Dari Jeddah menuju Mekkah menggu-nakan bus besar, seatnya 2 – 2 kapasitas 56 seats, karena satu regu hanya 50 orang sehingga bus terasa longgar, berangkat sekitar jam 16.00 waktu Arab (untuk selanjutnya waktu yang ditulis adalah waktu Arab, bukan wib lagi). Dalam perjalanan, kami semua dalam satu bus mengumandangkan talbiah berbare-ngan dengan ada satu orang yang memimpin, asyik, khusuk, nikmat, bergetar hati ini dalam bertalbiah tersebut:
9
Labbaikallahumma labbaik, labbaikalaa syariikalabbaik, innal hamda wanni’mata laka walmulk, laa syariikalak (Aku memenuhi panggilanMU ya Allah, ini aku datang, tiada sekutu bagiMU, ya Allah ini aku datang. Sesungguhnya segala pujian serta kenikmatan adalah bagiMU sematamata, tiada sekutu bagiMU. Sampai di Mekkah jam 17.45, jalanan padat, lalu lintas cukup ramai, pada saat melintasi Pilgrims Reception Area (sebelum masuk kota Mekkah ada pemeriksaan untuk calon jamaah haji di sini) kami diberi kurma dan air zam-zam. Masuk kota Mekkah tidak lupa kami do’a juga sesuai tuntunan dalam manasik (do’a dalam Arab dan Indonesia supaya mantab karena tahu artinya, yang saya tulis artinya saja): Wahai Allah, sesungguhnya daerah ini adalah Tanah Suci serta KeamananMU, maka selamatkanlah daging, darah, rambut, serta kulitku dari api neraka. Dan amankanlah aku dari azabMU pada hari dibangkitkannya para hambaMU. Masukanlah aku kedalam golongan para waliMU dan orang-orang yang setia kepadaMU. Sampai Maktab (hotel) sudah sekitar jam 18.30, maktab kami di Syieb Amir (konon di sini dulu Nabi Muhammad waktu kecil sedang menggembala kambing, dibelah dadanya oleh Jibril
10
dan dibersihkan hati belaiu), lokasinya sebelah timur Ka’bah kira-kira 1,5 km, melewati depan bekas rumah Nabi yang sekarang jadi perpustakaan, maktab kami berada pada route Masjidil Harom – pasar Seng – sebelum sampai di masjid Abu Hurairrah (Masjid Kucing) belok kanan. Kami satu regu dalam keadaan berpakaian ihrom segera ngatur kamar, istirahat sebentar lalu melakukan UMROH, baru bisa berangkat umroh sekitar jam 20.00 di mana Masjidil Harom masih penuh orang melakukan ibadah sholat isya’. Masuk ke masjid langsung bisa melihat Ka’bah, bergetar hati ini, tidak menyangka bahwa aku PARFI orang Semarang, kelahiran Jogjakarta bisa berhadapan langsung dengan Ka’bah, subhanallah, Maha Suci Engkau ya Allah, aku bersyukur kehadiratMU, ampunilah dosaku, kesombonganku, kekurangajaranku, langsung aku berdo’a: Wahai Allah, tambahkanlah bagi Baitullah ini kemuliaan, kehormatan, keagungan, serta kehebatan. Dan tam-bahkanlah pula bagi yang memuliakan serta menghormatinya, dari kalangan orangorang yang berhaji dan berumroh padanya, kemuliaan, kehormatan, keagungan, serta kebajikan. Kemudian saya dan istri serta anggota regu memulai tawaf dari garis Hajar Aswad, do’a tawaf tiap putarannya berbeda-beda, aku baca sambil jalan
11
pelan-pelan, diantara do’a-do’a yang membuat saya merinding dan menangis sambil jalan, antara lain: Wahai Allah, jadikanlah hajiku ini sebagai haji yang mabrur, sa’i yang diterima, dosa yang terampuni, amalan salih yang dikabulkan, serta perdagangan nan tiada merugi, wahai Dzat Yang Mengetahui isi hati. Keluarkanlah aku wahai Allah dari kegelapan ke arah cahaya yang terang. Wahai Allah, aku bermohon kepadaMU segala sesuatu yang mendatangkan rahmatMU serta pusaka ampunanMU, keselamatan dari segala kebaikan, keber-hasilan memperoleh surga serta kesela-matan dari azab neraka. Wahai Allah, aku memohon kepadaMU akan keimanan yang sempurna, keyakinan yang benar, rezeki yang luas, hati yang tunduk kepadaMU, lisan yang selalu berzikir, rezeki halal yang baik, serta tobat yang diterima. Setelah selesai tawaf (mengelilingi ka’bah 7x), saya dan istri terpisah dengan regu karena kami berdua pengin ke multazam dahulu baru ke makom Ibrahim sesuai petunjuk dalam manasik haji. Do’a di Multazam: Wahai Tuhan pemilik Baitullah ini, merdekakanlah diri kami dan diri kerabat kami dari api neraka. Wahai Dzat Yang Pemurah, Dermawan, Yang menyandang Keutamaan,
12
Pengarunia, Penganugerah, Yang selalu berbuat baik, karuniakanlah kebaikan atas semua akibat urusan kami, selamatkanlah kami dari kehinaan hidup di dunia serta azab neraka. Setelah dari makom Ibrahim kami berdua mencari tempat yang agak longgar (agak menjauh dari makom Ibrahim) untuk sholat biar lebih khusuk. Dari makom Ibrahim kami berdua ketemu dengan Pak Saeran sekalian, lalu bersama-sama kami (berempat) masuk ke Hijir Ismail, alhamdulillah bisa sholat di dalam Hijir Ismail saat hari pertama melihat Ka’bah. Saya kayak orang yang kegirangan, menyentuh ka’bah berkali-kali bahkan mengusap-usap dinding dan bersandar di dinding ka’bah sambil teriak “Allahu Akbar” kayak penyanyi rock. Setelah itu baru ke sumur zam-zam. Karena kami maunya berempat bersama-sama terus, kami tidak memperhatikan bahwa sumur zam-zam dipisah jadi 2 bagian yaitu untuk anisa dan untuk rizal (artinya untuk perempuan ada pintunya sendiri, untuk laki-laki juga pintu sendiri), untung saya salah masuk ke perempuan bukan istri saya dan Bu Saeran yang salah masuk ke laki-laki, sehingga yang dimarahi saya, diusir dengan katakata “rizal ….. rizal..” nah saat itu saya kira penjaga wanita yang teriak-teriak rizal-rizal itu memanggil orang yang namanya RIZAL, saya tetap aja masuk, baru sadar setelah dicegat, ternyata pintu laki-laki ada di sebelah lain. Di dalam sumur (mata air zamzam) ini saya raup, minum, dan ngikuti perilaku orang lain, setelah raup pada sholat, ya saya ikutikutan sholat 2 rakaat niyatnya sholat sunah mutlak
13
untuk mendapat ridho Allah karena telah melihat dan sampai di sumur Zam zam. Do’a ketika minum air zam-zam sangat saya hafal, sebab menjadi favorit do’a saya, selalu saya praktekkan dalam setiap habis sholat wajib, sehingga hafal betul, maka ketika sehabis minum, tanpa baca saya sudah hafal, segar dan mantab rasanya: Allaahumma innii as aluka ’ilman naafi’an wa rizqan waasi’an wa syifaa an min kulli daa in wa saqamin birahmatika yaa arhamar raahimiin (Wahai Allah, aku memohon kepadaMU ilmu nan bermanfaat, rezeki nan luas, serta kesembuhan dari segala penyakit, dengan rahmatMU wahai Allah Yang Maha mengaruniai rahmat) Dari sini kami melakukan sa’i berempat berjalan bersama, yaitu Bpk + ibu Saeran serat saya dan istri, do’a dalam sa’i yang selalu saya ingat adalah ketika dalam kondisi berlari-lari kecil diantara 2 tanda lampu hijau, yaitu: Wahai Tuhanku, ampunilah, rahmatilah, maafkanlah, muliakanlah, serta hapuskan-lah apa-apa yang Engkau ketahui, sesung-guhnya Engkau mengetahui apa-apa yang tiada kami ketahui. Sesungguhnya Engkaulah Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Pemurah
14
Sambil do’a saya selalu merenung, kadang orang itu bisa merasa paling TOP, paling PINTER, paling SUCI, paling JAGOAN, padahal itu tidak dibutuhkan Allah, yang penting adalah iman dan taqwa, bukan SOK-SOK yang begituan. Dalam hati ini kadang tergoda suatu pikiran, betapa hebatnya saya, masih muda sudah bisa pergi haji, itulah yang saya takutkan, ya Allah hapuskanlah dosa-dosaku ini, kesombonganku ini, tiada arti apapun aku ini dihadapanMU ya Allah, ampuni .... ampuni .... ampuni, dan ampuni aku ya Allah yang hina ini. Irhamna ya arhamar rohimin, kasihanilah hambaMU ini, hamba yang naif, bodoh, sombong, dan sok kurang ajar ini. Selesai sa’i kami sholat sunah 2 rakaat, ketika mau melakukan tahalul, ketemu Pak zawawi (ketua regu) maka yang memotong rambut saya adalah Pak Zawawi kemudian baru saya memotong rambut istri saya. Habis selesai melakukan rangkaian umroh ini kami semua melaksanakan sholat maghrib dan isya’ di jama’, sholat dilaksanakan di depan ka’bah arah hijir Ismail. Salah satu anggota regu kami ada yang tidak bisa ikut sholat jama’ah sebab ketahuan membawa foto tustel sehingga dia menunggu di luar masjid (di halaman). Selesai sholat ketika mau pulang ke maktab bersama-sama, ibu yang menunggu di luar tadi “hilang” tidak ada di tempat, kami semua bingung mencari, tanya “askar” dan alhamdulillah setelah kami muter-muter ibu tersebut ketemu di halaman toko perhiasan sekitar jam 01.00 dini hari.
15
Hari berikutnya, pagi jam 04.00 kami semua bangun untuk sholat subuh di masjidil harom, ternyata masjid sudah penuh, kami hanya kebagian tempat di halaman yang untuk lalu lalang pejalan kaki, tepatnya di pinggir jalan tempat orang-orang menjajakan air zamzam mangkal (dekat pasar Seng). Pulang sholat subuh cari minum dan sarapan hangat, lumayan dapat teh campur susu dari penjual yang berkebangsaan Malaysia, akhirnya menjadi langganan dan kita kalau panggil dia “Pak Cik”. Pengalaman hari pertama hidup di Arab dievaluasi bersama-sama, kita semua berdo’a mudah-mudahan diberi kemudahan dan kesehatan. Kamis, 26 Maret 1998, setelah sholat Isya’ mampir ke Pasar Seng beli sunkis 2 kg harganya 6 real, ayam grill ½ kg harganya 5 real, nasi 2 bungkus seharga 2 real untuk makan malam. Jumat, 27 Maret 1998 berangkat subuh pagi sekali dan diniatkan untuk menunggu di masjid sampai bisa melaksanakan sholat dluha, setelah dluha jalan-jalan ke Mekkah Tower beli sarapan di warungnya Si Doel Rano Karno, nasi goreng seharga 10 real, bubur ayam harganya 5 real, lalu ke Mall Hilton ketemu mahasiswa dari Gontor yang sedang ambil S2 di Al-Azar Mesir, dia berasal dari Jrakah Semarang, saya diberi kenangan uang recehan 50 halalah (1/2 real) yang biasanya pada digunakan untuk koin telepon. Pada saat Jumatan ketemu seorang jamaah asal Semarang rombongannya Mansur Hidayat (di bawah kelompok Komaidiyah, kloter 42) namanya Pak
16
Sukamto, pengusaha kacang atom “Trankil Jatingaleh” nomor telponnya 7478744, dia berdua dengan temannya bernama Sutrisno yang sangat energik, lompat sini, lompat sana, mereka tinggal di maktab JARWAL. Jumat sore saya sholat di masjid sebelah hotel, ternyata sandal saya hilang, untung cuman sandal jepit murahan, dari masjid mampir ke toko kelontong beli sandal baru. Pada hari Sabtu, 28 Maret 1998, rombongan kami mengadakan acara ziarah ke Arafah dan Mina, karena kurang koordinasi, regu 17 (regu kami) tak ada yang ikut, sehingga kami satu regu bersepakat mengada-kan acara ziarah sendiri pada tanggal 29 Maret 1998. Hari Minggu (29/03/98) jam 02.00 sebelum berangkat subuhan ke masjidil harom saya telpon ke rumah (Indonesia sudah jam 06.00 wib) yang menerima Alfi dan Ayas bicara bergantian, mereka tampak sehat-sehat saja sedang siap-siap mau ke sekolah. Jam 08.00 kami satu regu ziarah ke Jabal Tsur, di mana ada sebuah gua yang digunakan Nabi bersembunyi pada saat akan melakukan hijrah ke Madinah, lalu ke Masjid Namira di Arofah, sholat sunah, di Masjid Namira ini selalu ada orang Arab yang menawarkan diri untuk memimpin do’a kemudian kalau kita meng amini do’a tersebut dia minta bayaran, aneh memang cara orang cari tambahan uang, ada-ada saja tingkahnya, di Arofah ini ketemu rombongan dari Sleman Yogyakarta, mereka pada foto naik onta, karena ontanya sedikit yang antre untuk naik banyak maka untuk memburu
17
waktu kami tidak naik onta. Dari masjid Namira kita ke Jabal Rahmah, gunung tempat ketemunya Nabi Adam dan Ibu Hawa. Kemudian ke Mina, melihat tempat lempar jumroh wusto, ulla, aqobah, di Mina kami kehujanan deras sekali, tetapi karena tempat lempar jumroh ini bertingkat, maka kami bisa berteduh pada lantai bawah. Dari Mina sambil menuju pulang ke maktab kami lewat Jabal Nur tempat Gua Hiro berada, kami tidak naik ke atas sebab sangat tinggi dan terjal, sungguh sangat mengagumkan tekad Nabi Muhammad saat itu ketika selalu “semedi” di Gua Hiro yang ada di atas Jabal Nur. Tiap orang dalam perjalanan ini ditarik iuran sebesar 20 real, kami bersepuluh, jadi ongkos perjalanan dengan carter mobil seharga 200 real = Rp 500.000,00 untuk setengah hari. Rasanya memang mahal jika dibandingkan dengan harga di Indonesia, satu hari kita sewa mobil di Indonesia hanya Rp 275.000,00, tapi pengalaman itu kan memang mahal harganya. Dalam perjalanan kehidupan sehari-hari di Mekkah tidak jauh berbeda dengan di Indonesia, sebab kita ya hanya berkumpul dengan orang Indonesia, tetangga sendiri, dan keluarga sendiri (istri), perselisihan, perbedaan pendapat selalu saja ada, hanya karena kita menyadari bahwa sekarang sedang menjalan-kan ibadah haji dan berada di tanah suci, maka perselisihan umumnya tidak mencuat keluar tapi dipendam dalam hati dan kemudian akan hilang sendiri dengan berjalannya waktu, hal inilah yang mestinya selalu kita ingat sampai nanti kita kembali ke Indonesia, jangan
18
cepat melakukan tindakan-tindakan spontan untuk meyuarakan ketidak puasan, kejengkelan baik dengan teman, istri maupun orang lain yang kita jumpai. Suatu pelajaran yang bermanfaat untuk dipetik adalah, bahwa dalam menjalankan ibadah haji harus benar-benar dijalankan dengan ikhlas, sabar, dan penuh rasa syukur. Jangan merasa sudah tahu, merasa terhormat, lalu menyombongkan diri, di sini tidak ada perbedaan sama sekali antara yang kyia maupun yang masih awam, Allah lah yang Maha Tahu dan Maha Kuasa, Allah bisa berbuat apa saja, orang yang di Indonesia dinyatakan sebagai kyai, bisa jadi cara tawaf keliru (salah hitung jumlah putaran), bingung tak tahu arah kembali, dan sebagainya. Yang jelas kita harus benar-benar mau rendah hati (bukan rendah diri), mau mendengarkan orang lain, mau berkomunikasi dan “ngemong”. Untuk ini ada kisah menarik di regu saya, karena haji kita adalah haji tammatu (haji sambil bersenang-senang) maka kita diwajib-kan membayar dam (denda) sebanyak satu ekor kambing per orang. Di Arab banyak sekali pemukim (sebutan untuk orang Indonesia yang bekerja atau sekolah di Arab) yang mena-warkan diri untuk membelikan hewan korban dengan cara setengah memaksa kemudian membawa lari uang tersebut. Regu kami didatangi orang yang mengaku bernama Fauzi, berasal dari Demak, dalam kartu namanya tertulis :
19
H. AHMAD FAUZI AMIN PO BOX 2369 Makkah Al Mukaromah Saudi Arabia, Telpon 5425246 Alamat Indonesia : RT 08/III Wuluh Sidokumpul, Guntur – Demak 59565, Jawa Tengah. Yang menjadikan saya heran dan setengah curiga, dia minta transaksinya secara sembunyisembunyi dengan alasan kalau ketahuan orangorang maktab dan askar bisa dimarahi, lalu dalam melihat dan mencari hewan korban sebagai dam yang boleh ngantar hanya satu atau dua orang saja biar tidak mencolok. Padahal siapapun orangnya kalau berkorban kan ingin lihat bentuk hewan kurbannya, bahkan ingin berdo’a ketika darah hewan tersebut menetes keluar dari tubuhnya. Kok aneh permintaan orang Demak ini, ternyata ketika kita sedang berdebat mengenai harga dan keikutsertaan tim regu kami, dia dikejar orang dari maktab lain dan diserahkan ke polisi (askar) sebab telah dua hari jadi buron melarikan uang para jamaah haji dari regu lain di maktab lain, caranya sama dengan yang ditawarkan ke regu kita yaitu minta uangnya (10 x 250 real = 2.500 real, harga satu hewan korban adalah sekitar 250 real), kemudian mengajak 1 atau 2 orang carter mobil ke lokasi penyembelihan (dekat Mina), tapi di tengah perjalanan pura-pura mau ketemu temannya, dia minta diturunkan sebentar, ternyata lari dan pengantarnya tadi ditinggal dalam taxi/mobil carteran tersebut, karena setiap melakukan operasi
20
selalu meninggalkan identitas kartu nama dengan tulisan huruf latin dan bahasa Indonesia, (mungkin harapannya adalah supaya askar sulit menemukan jejaknya, sebab tulisannya latin dengan bahasa Indonesia, tetapi orang Indonesia sudah percaya sebab ada bukti kartu nama), ternyata dia tertangkap ketika beroperasi di maktab kami, alhamdulillah kita satu regu nggak jadi kena tipu. Kasihan memang si Fauzi ini, jauh-jauh dari Indonesia melancong kok hanya jadi pencoleng/penipu, kenapa keahliannya tidak justru dia manfaatkan untuk menolong sesama orang Indonesia yang mungkin kesulitan berbahasa Arab atau kesulitan mencari makan dengan menu yang cocok dengan lidah Indonesia. Nah, teman-teman sekalian, hatihatilah, meskipun di tanah suci tetapi setan iblis itu tetap saja ada, jangan mudah tergoda. Saat itu regu kami hampir pecah 2 kelompok, yaitu ada yang ingin ngikuti kemauan Fauzi, ada yang meragukan jasa baik Fauzi sebab cara berkorbannya tidak sesuai dengan apa yang diajarkan dalam manasik. Tanggal 30 Maret 1998, bangun jam 02.00 pagi berangkat ke Masjidil Harom sholat subuh, menempati lantai paling atas (atap), dingin sekali karena anginnya kencang tetapi sangat nyaman, bisa melihat dengan jelas posisi Imam dan tempat jenazah-jenazah yang di sholatkan sesudah setiap sholat wajib. Sehabis sholat melakukan tawaf, lalu do’a di multazam, sholat di makom Ibrahim, rasanya bisa khusuk sekali dan tanpa sengaja bisa nangis drojos, bukan sekedar mbrebes mili, tapi ndrojos, air mata keluar dengan derasnya, sadar
21
akan kekurangan dan dosa-dosa kita, serta terharu dan bangga bisa langsung sholat di depan ka’bah. Jam 09.00 pergi ke Mina ke tempat penyembelihan hewan korban (dam) berupa 1 onta dan 3 kambing (untuk satu regu yaitu 10 orang). Karena dalam regu hanya ada 4 bapak-bapak maka yang berangkat dari regu kami adalah 4 bapak tersebut (Pak Zawawi, Pak Harto, Pak Saeran, dan saya bersama-sama satu mobil dengan regu lain). Pulang dari Mina nukar uang 10 US $ = 36 real, dan 50 Singapore $ = 116 real. Jam 15.50 sebelum berangkat sholat ashar, bapak dan ibu Nyutran telpon dari Yogya langsung ke HP saya, untung Hpnya masih on, alhamdulillah yang di Indonesia sehat-sehat semua, dengar kabar tentang keluarga yang di Indonesia sehat rasanya senang sekali dan bersyukur sekali. Pada tanggal 31 Maret 1998, ada informasi dari ketua rombongan bahwa ada diantara jamaah yang satu rombongan ini merasa umrohnya kurang sempurna, maka dilakukan kesepakatan umroh bersama-sama lagi sambil ngantar beliau yang merasa kurang sempurna untuk menyempurnakan umrohnya, beberapa orang dalam regu kami mengikuti kegiatan tersebut sekalian melihat-lihat seputar kota Mekkah, kami ber-umroh dengan miqot dari masjid Tan’im, dari Mekkah ke Tan’im naik bus bayar 4 real untuk pp. Masjid Tan’im besar sekali, rasanya di Arab itu tak ada masjid yang kecil, karpetnya bagus, tebal, saya sempatkan untuk
22
sholat dluha di masjid Tan’im ini. Karena badan rasanya greges-greges, sore hari saya kontrol ke TKH (tim kesehatan haji), tekanan darah saya tinggi sekali yaitu 180–120, astaghfirullah, diberi obat untuk 3 hari, konon saya kebanyakan makan jeroan (hati) onta, daging onta itu efeknya lebih keras daripada daging kambing, dasar saya sudah punya bibit tekanan darah tinggi, tambah makan daging onta, naik tekanan darahnya. Tapi alhamdulil-lah nggak sampai “brek” ambruk jatuh sakit, masih bisa jalan dan melaksanakan ibadah secara normal meskipun badan rasanya “sumer". Tanggal 2 April 1998, hari Kamis, coba kontrol lagi tekanan darah ke TKH, alhamdulillah tekanan darah sudah turun yaitu menjadi 140-80 hanya flunya yang masih, juga pilek dan batuk, serta masuk angin, diberi 1 emplek Supra Flu. Hari Jumat 3 April 98 dengan kondisi badan yang masih agak flu saya jumatan dan memilih tempat yang longgar yaitu di atap, rasanya kena sinar matahari yang panas, badan terasa lebih nyaman, kayak mandi air anget, kemringet, saya siap sedia minuman banyak dalam termos, sehabis minum, kebetulan sebelah saya minta air minum ke saya, mau saya kasihkan semua bagaimana, lha wong saya sangat butuh minum banyak untuk kesehatan, kalau nggak tak kasih kok pelit amat, jangan-jangan yang minta itu adalah malaikat yang mau menguji keikhlasan saya, akhirnya dengan mengucap bismillah saya kasihkan termos tersebut, ketika satu orang minum dari termos saya, ternyata lainnya ikut minta, jadi termos saya itu keliling entah ke berapa
23
orang, wis embuh neng endi termosku, alhamdulillah akhirnya balik lagi ke saya, terus terang saya berpikir pasti deh habis air saya, eh ternyata masih penuh isi termosnya, heran saya jadinya, kok bisa ya, subhanallah, maha suci Engkau Wahai Allah, gak berani bilang apa-apa saya, hanya menunduk dan bersyukur.
24
KISAH DI AROFAH dan MINA Selama di Arofah tidak banyak menulis catatan sebab disibukkan dengan do’a dan rasa badan saya juga belum begitu sehat sehingga waktu luang saya manfaatkan betul-betul untuk istirahat (tidur) dan berdo’a. Dalam perjalanan menuju Arofah ada rasa bersalah dalam diri saya, karena saya bawa HP, maka saya sering telpon-telponan dengan teman sekantor yang juga pergi haji. Karena lokasi kita berjauhan, maka kita berjanji ketemu di Arofah, dan merencanakan untuk dolan keliling Arofah bersama. Ternyata di Arofah saya diharuskan banyak istirahat dalam tenda untuk menstabilkan kondisi badan yang belum sehat betul agar tidak jatuh sakit beneran, dan anehnya, setelah di Indonesia, teman saya juga cerita kalau di Arofah badannya sakit semua, jadi gak bisa cari tenda saya, tetapi lebih banyak tinggal di tenda dan berdo’a. Disinilah saya melihat bahwa Allah itu sangat cinta pada umatnya, kalau saya diberi sehat, mungkin di Arofah saya tidak khusuk do’a melainkan malah dolan-dolan sama teman saya keliling tenda-tenda, melihat orang-orang dari negara lain, dan sebagainya. Allah berkehendak agar saya berdo’a, bukan bermain, maka saya diberi sakit agar bisa istirahat, berdo’a, dan memohon dengan sungguh-sungguh sambil menangis. Berangkat ke Arofah hari Minggu 5 April 1998 sore menjelang maghrib, sampai di Arofah sudah malam, kita satu regu mencari tempat mengelompok, karena saya yang paling muda jadi 25
saya harus ngalah mempersilahkan beliau-beliau yang lain cari posisi baru saya nggelar tikar saya. Dalam tenda sebenarnya sudah ada terpal sebagai dasarannya, tapi saya bawa tikar plastik yang ada bantalannya sehingga tidurnya bisa nyenyak, nyaman, tikar tersebut dijual belikan di banyak tempat di kota Mekkah sehingga hampir semua jamaah menggunakan tikar palstik tersebut untuk wukuf di Arofah. Saya dapat tempat yang tenda bagian atasnya agak terbuka, sebab dekat dengan pohon, yah gak apa-apa, pada malam hari dingin tapi ternyata pada siang hari malah sejuk. Saat wukuf ini badan saya panas sekali (demam, tubuh panas tapi merasa kedinginan), sebab dalam keadaan masuk angin pakaiannya hanya menggunakan pakaian ihrom yang terbuka, tetapi alhamdulillah masih doyan makan. Oleh Pak Harto saya diberi obat Paratusin dan Panadol, lumayan bisa menurunkan panas sedikit, oleh Pak Saeran saya disemprot air dan dikompres dengan handuk basah, bapak-bapak satu regu ini memang baik-baik semua, alhamdulillah punya teman baik dan suka menolong. Kejadian yang menarik ketika wukuf adalah, pada saat akan makan siang kita masing-masing regu harus ambil jatah makan sendiri, satu regu ambil sepuluh bungkus, hal ini diberlakukan konon atas usul beberapa jamaah yang merasa tersinggung cara menyajikan makanan dari orang-orang Arab yang dengan berdiri sambil melempar-lempar makanan ke arah kita, mereka bilang kok kayak memberi makan hewan di kebun binatang saja. Saya dan Pak Saeran yang dapat tugas membantu ambil
26
makan di dapur umum, untuk regu kami semua kebagian makan tak ada masalah, tapi dikelompok lain terjadi kegaduhan dan kekacauan sebab maunya menolong teman tapi merugikan orang lain, kasusnya begini, orang yang berangkat dengan istri, ketika orang tersebut sedang keluar membantu regunya ambil makan, si istri minta diberi 2 bungkus dengan alasan yang satu untuk suaminya, sedangkan suaminya di luar juga ambil 2 dengan alasan untuk istrinya, jadi dia dapat empat bungkus untuk berdua, belum lagi ada yang berteriak-teriak memintakan jatah temannya, sehingga ada yang mendapat bungkusan nasi berlebih tapi disisi lain ada yang tak kebagian makanan. Dari kejadian tersebut saya mengambil kesimpulan bahwa ternyata meskipun orang Arab cara bagi makanannya terasa kasar, tapi tepat sasaran, yang diberi adalah orang yang ada di dalam tenda, yang di luar tidak diberi, tidak boleh memintakan untuk teman atau istri, nanti yang belum kebagian bisa minta petugas di depan tenda. Alhamdulillah yang punya pikiran seperti itu ternyata bukan saya saja, akhirnya kita sepakat kembali untuk pembagian makanan biar dilakukan oleh petugas dari Arab saja. Selama wukuf ini waktu saya lebih banyak saya habiskan di dalam tenda sebab kondisi badan masih belum begitu sehat, keluar sebentar sama istri melihat-lihat suasana perkemahan dan foto bersama, ada bapak-bapak yang bertanya apa benar pohon di Arofah ini asalnya dari Indonesia, menurut cerita memang demikian, lalu dia tanya lagi, lha sebenarnya ini pohon apa sih? Tak jawab saja kalau orang Arab menyebut ini pohon Al-Wathoni, istri
27
saya tanya ke saya kok tahu, tak jawab lagi AlWathoni itu artinya Aku Waton Muni, lalu kita tertawa bersama-sama, ternyata sesampainya di Indonesia baru saya ketahui bahwa jenis pohon yang ditanam di Arofah adalah pohon Embo. Do’a wukuf dipimpin oleh ketua kloter lalu dilanjutkan dengan do’a sendiri-sendiri dan regu kami dipimpin oleh ketua regu yaitu Pak Zawawi. Do’a wukuf di Arofah: Wahai Allah, aku bermohon melalui DzatMU Yang Maha Pemurah, dan kedermawananMU yang Qodim, melalui namaMU yang Agung, kiranya karuniakan-lah sholawatMU atas junjungan kami Nabi Muhammad SAW, dan agar Engkau mengampuni kami, juga kepada bapak ibu kami, putra putri kami, saudarasaudara kami, para kerabat kami, para guru kami, rekan-rekan kami, istri-istri kami, dan bagi seluruh muslimin dan muslimat, para mukminin dan mukminat yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Tanggal 7 April 1998 dini hari sudah ada di Mina, dari Arofah 6 April 1998 malam setelah isya’, mabit di Muzdalifah sambil mencari batu untuk lempar jumroh. Setelah sampai Mina kami langsung menuju tenda terlebih dahulu untuk istirahat dan berbenah diri guna melempar jumroh aqobah. Setelah selesai melempar (sekitar pagi hari menjelang subuh) saya telpon ke Nyutran – Yogya (ke Ibu dan Bapak, di Indonesia sekitar jam 06.00 wib) serta ke Semarang, anak-anak cerita kalau mau
28
berangkat sholat Idul Adha di sekolah, saya juga cerita kalau rukun haji sudah terlaksana semuanya dengan selamat, sekarang saya sudah benar-benar haji, tahu-tahu saya didatangi askar yang mau pinjam HP saya, dia lihat HP saya siemen dia bilang siemen good, tak jawab ya Indonesia is siemen, so Indonesia is good, dia mau minta HP saya, saya bilang haram-haram, lalu dia hanya tersenyum ke saya. Di halaman sekitar tempat lempar jumroh kami sholat subuh berjamaah lalu pulang ke tenda lagi yang berjarak sekitar 3 km melewati terowongan Al Muazim yang terkenal karena telah menewaskan 600.000an jamaah haji Indonesia. Di tenda sakit demam saya kambuh, minum panadol lagi, obat ini ternyata menjadi obat favorit saya, panas, demam, pilek, flu, minum panadol = kayak iklan saja, kalau batuk minum OBH = Obat Batuk Haji, sehabis minum panadol badan rasanya anget, bisa gemrobyos, byos, byos, byos. Tanggal 8 April 1998 dini hari jam 02.00 berangkat lempar 3 jumroh yaitu Ulla, Wustho, dan Aqobah, keadaan masih sepi jadi enak bisa khusuk do’anya, regu kami sepakat tidak perlu mencari waktu afdol tetapi yang penting sah. Setelah hari ketiga kami di Mina, selesai lempar 3 jumroh lagi kami satu regu sepakat ke Mekkah, tanggal 12 Dulhijah (9 April 98) kami balik ke Mekkah naik mobil carteran dengan ongkos 20 real per orang, kami ambil Nafar Awal bukan Nafar Sani, kami hanya lempar 3 jumroh dua kali, dan jumroh aqobah sekali saat pertama datang dengan masih berpakaian ihrom. Keadaan perkemahan di Mina lebih bagus
29
daripada yang di Arofah, kamar mandinya pun lebih bagus, airnya melimpah, mudah mencari minum panas, tiap pagi bisa minta teh dicampur susu anget. Tetapi kalau mau mandi tetap saja harus antri, ada kejadian lucu di sini, ketika sedang antri, depan saya adalah orang tua yang katanya dari Mranggen Demak, setelah yang dari dalam KM/WC keluar maka masuklah bapak itu tadi, tak begitu lama dia keluar lagi sambil grundelan memberitahu saya “tiwas antri rak ono banyune….”, saya diam saja, kesempatan ini saya manfaatkan untuk masuk, memang di dalam KM/WC tersebut nggak ada airnya sebab pakai kran dan shower, jadi nggak ada bak mandinya. Setelah selesai, saya keluar melihat bapak depan saya tadi antri lagi pada barisan paling belakang, dia bersungut sama saya sambil ngomong “rak gelem ngandani kik…”, astaghfirullah hal adiem. Kejadian ini mungkin lucu bagi saya, tapi “nggerus” bagi bapak itu tadi. Ya Allah ampunilah kekurang ajaran saya, guyonan saya ini semoga tidak menjadi penghambat saya untuk masuk ke surgaMU.
30
KEMBALI KE MEKKAH LAGI Kami sampai di Mekkah sekitar jam 09.00 lalu melakukan tawaf ifadoh, sekitar jam 14.00 dapat telpon dari Yogya (bapak) menanyakan kasus kecelakaan jamaah haji Indonesia yang ada di Mina, kami yang ada di sini malah tidak tahu ada berita tersebut. Jumat, 10 April 98 saya dapat SMS banyak sekali, antara lain dari teman (Pak Nurhadi, ibunya juga haji bareng saya), adik-adik saya, dan beberapa voice mail, sayang voice mail tak bisa dibuka jadi nggak tahu apa isinya dan dari siapa. SMS kebanyakan mengucapkan selamat dan mendo’akan supaya dapat predikat haji mabrur (insya Allah, amin), serta menanyakan kasus tragedi Mina yang menewaskan banyak jamaah haji Indonesia. Terus terang saya dan teman-teman yang di Arab malah nggak tahu berita itu, kalau suasana di tenda kami sih aman-aman saja, tetapi di luar tenda kan banyak sekali manusia yang berjubel di sekitar tempat
31
lempar jumroh, bayangkan orang sekitar 3-4 juta berkumpul jadi satu di satu tempat yang sempit, tidur, makan, buang hajat di tempat tersebut, taruhlah yang kebagian tenda 3/4nya, jadi kan ada sekitar 1 juta orang yang kleleran di pinggir jalan, jadi ya sumpek, bau, bercampur jadi satu, tetapi di tenda nggak ada masalah apa-apa. Yang menarik di Mina adalah banyak-nya keluarga-keluarga yang membagi-bagikan roti, mulai dari bapak, ibu, dan anak-anaknya mencegat jamaah (termasuk saya) untuk dikasih roti, mereka beranggapan bahwa memberi makan musafir pahalanya besar sekali, apalagi musfirnya adalah tamu Allah. Siang hari seperti biasa saya jumatan bareng dengan pak haji Saeran (sekarang sudah layak dipanggil dengan sebutan haji), karena tempatnya sudah penuh sesak, cari tempat berdiri saja susah apalagi untuk duduk, untung saya dicarikan tempat oleh mahasiswa dari Sudan yang sedang duduk bergerombol dengan orang Libya dan Abu Dhabi, mungkin karena saya selalu baik dengan mahasiswa (hahaha, ngelantur nih ye), jadi di sini saya juga di tolong oleh mahasiswa, semuanya ramah-ramah apalagi cerita-cerita dengan bahasa setengah cowboy, mereka tahu bahwa saya dosen dari Indonesia. Untuk jumatan kami brangkat sekitar jam 10.00 padahal mulainya sekitar jam 12.00an, dua jam kami duduk di masjid sambil ngobrol, karena mereka pandai bahasa Inggris jadi ya lumayan, saya bisa tanya apa bedanya sorban (kafayeh) yang warnanya merah, putih, dan hitam, konon merah dan hitam itu untuk kebanyakan
32
orang, sedangkan yang putih untuk golongan ningrat, tetapi golongan ningrat memakai warna merah atau hitam juga nggak apa-apa, kalau yang bukan ningrat mau pakai putih biasanya malu sendiri meskipun tidak dilarang. Orang Libya sangat mengagumi Sukarno, saya juga bilang kalau saya senang dengan Khadafi sebab ada huruf “fi” nya seperti nama saya, mereka tertawa. Kalau orang Abu Dhabi dan Sudan nggak kenal Sukarno, mereka tahunya Indonesia adalah Suharto : ....Suharto like Fahd, he is a King of Indonesia. Tanggal 13 April 98 pergi umroh sunnah berdua saja, saya dengan istri, miqot di Tan’im, naik bus dari Mekkah ke Tan’im bayar 2 real, tapi dari Tan’im ke Mekkah cuman 1 real, saya tanya kok narik ongkosnya berbeda, jawabnya kalau dari Tan’im kan kamu sudah pakai ihrom jadi ada discount. Perjalanannya lancar, berangkat setelah subuh jam 05.00 sampai maktab lagi jam 09.00, mampir beli Tang (Nutrisari) seharga 12 real, kemudian menu-karkan uang ringgit Malaysia dan dollar Singgapore sisa dari kunjungan ke Malaysia dan Singapore sebelum berangkat haji. Tanggal 14 April 98 umroh sunnah lagi bersama-sama teman satu rombongan dipimpin Pak Yatna. Kemudian tanggal 16 April 1998 umroh sunnah lagi bersama-sama dengan Pak Zawawi dan Pak Saeran sekalian, miqotnya tetap dari Tan’im. Hari-hari berikut-nya saya mencoba melaksanakan umroh sunnah dengan miqot dari Ji’ronnah sebab bapak dan ibu saya bilang kalau umroh sunnahnya sering dilaksanakan dari Ji’ronnah, makanya saya
33
berusaha mencari tahu dimana kendaraan yang menuju Ji’ronnah dan alhamdulillah ketemu sehingga bisa melaksanakan umroh dengan miqot dari Ji’ronnah maupun Tan’im. Konon Nabi selalu miqot dari Ji’ronnah, sedangkan istri Nabi disuruh miqod dari Tan’im, masjid Ji’ronnah arsitekturnya lebih kuno dari masjid Tan’im, bentuknya lebih angker, banyak orang Indonesia yang senang ke sini sebab banyak dari mereka yang mengkeramatkan khasiat air di Ji’ronnah. Tanggal 18 April 1998 saya bersama istri menyempatkan diri untuk tahajud di Masjidil Harom, berangkat ke masjid jam 02.00 diniatkan untuk tahajud, kemudian mengikuti sholat subuh, lalu istri saya pengin sekali mencium hajar aswad, ternyata sulitnya bukan main, sebenarnya sudah dekat, saya hanya sempat pegang pinggirnya saja (ngrogoh) sebab depan saya ada kepala manusia, setelah dari usaha nyium hajar aswad nggak terlaksana, istri saya sakit badannya, kaku-kaku dan panas, tak suruh istighfar mohon ampun karena terlalu bernafsu dalam ibadah. Di hotel sepi, temanteman satu regu lainnya pada melaksanakan umroh sunnah, karena sepi saya pergi ke kantor pos kirim poscard ke teman-teman dan saudara yaitu, Pak Karyadi, Oom Prodjo, Eyang Wardiman, Mas Kun, Popa, Mas Suhud, dan Oom Narto, adik saya Kresno tidak sempat saya kirimi sebab postcardnya habis, tapi dengan Kresno kita selalu SMS an. Minggu 19 April 1998 pagi telpon ke rumah diberi tahu bahwa Kresno dan keluarga serta Yangkung dan Yangti tidur di Semarang nemani anak-anak, selama ini yang nemani adalah mBendol
34
dan Ibu Pakel (mertua). Anak-anak sehat-sehat semua, siang hari sholat dluhur di depan hotel dapat info bahwa listrik di Madinah itu masih ada yang 110 volt, tidak semua 220 volt, disarankan kalau mau masak sendiri beli kompornya di Madinah saja sesuaikan dengan voltage yang ada. Saya lalu berfikir mengenai charger HP yang stromnya 220 volt, saya berharap mudah-mudahan dapat hotel dengan listrik 220 volt.
MENUJU MADINAH UNTUK SHOLAT ARBAIN DI MASJID NABAWI 21 April 1998 sesudah sholat Isya’ melakukan towaf wada’ (pamitan) untuk berangkat menuju Madinah, sebelum berang-kat ke Madinah barang-barang yang ada di kopor besar harus diisi dengan barang-barang yang tak dibutuhkan di Madinah sebab kopor besar langsung dikirim ke Jeddah, tidak ikut dibawa ke Madinah, jadi pengepakannya butuh tenaga super ekstra, baik dari 35
segi keamanan dan kekuatan agar yang didalam kopor besar tidak rusak. Sepanjang perjalanan ke Madinah cuman tidur saja, mampir di rumah makan ISTAMBUL cuman nunut ke lavtory tidak makan/minum. Sholat subuh di dalam bus. Mulai 22 April 1998 melaksanakan sholat arbain dimulai dari sholat dluhur. Penginapan kami kira-kira berjarak 3 km dari masjid Nabawi, lumayan jauh, setengah jam berjalan kaki melewati makam Baqi. Sehabis sholat dluhur cari makan dapat restoran Malaysia (MONA) masakannya enak dan porsinya gede, satu porsi bisa untuk makan berdua, harganya 7,5 real. Waktu pulang ke pondokan ambil jalan lingkar ternyata jauh sekali karena mengitari makam Baqi, sampai di pondokan pintunya di tutup nggak bisa masuk kamar sebab kunci dibawa oleh teman lain dalam satu regu, lalu disepakati, sehabis subuh kita semua pulang ke hotel, kemudian dari dluhur sampai isya’ di masjid terus, baru pulang ke hotel setelah sholat isya’. Jumat tanggal 24 April 1998 melaksana-kan ziarah bersama-sama dengan Pak Dullah orang Gaharu Barat yang bermukim di Madinah yaitu ke lokasi perang UHUD, melihat makamnya Hamzah yang dibunuh Hindun (dengan cara dimakan hatinya), ke Masjid Quba yaitu masjid yang pertama kali dibangun oleh Nabi, Masjid Qiblatain (masjid dengan dua kiblat, menghadap Masjidil Aqsa dan Masjidil Harom), tempat perang Kondahk yang strategi perangnya diautur oleh Salman Al Farizi (nama sahabat Nabi ini mengilhami saya untuk memberikan nama yang mirip kepada anak saya laki-laki, yaitu Bagus Al Farazi - AYAS) dan
36
mengalami kemenangan yang gemilang setelah kalah di UHUD (perang Islam adalah perang Badar, Uhud, Kondakh). Selama di Masjid Nabawi menyempat-kan diri untuk melihat seluruh pelosok masjid mulai dari tempat wudlu yang sekaligus juga merupakan KM/WC, kayaknya ada 6 bangunan (3 di selatan dan 3 di utara) masing-masing dengan 7 lantai kebawah, tiap lantai dihubungkan dengan tempat parkir mobil lewat jalur jalan bawah tanah, melewati bawah masjid melingkar ke luar. Di tengah-tengah masjid ada lubang udara yang ditutup tenda payung yang bisa buka tutup, design-nya bagus sekali, setiap lekukan ornamen berfungi untuk menyimpan jari-jari payung, benarbenar sebuah karya seni yang fungsional. Di sini saya punya keinginan untuk mengambil gambar tenda payung yang bisa buka tutup secara otomatis tersebut, tetapi takut kalau ketahuan bawa foto toestel (kamera) ke masjid pasti dirampas kamera saya, kebetulan bentuk kamera saya kecil, maka saya beli celana komprang seperti celananya orangorang Bangladesh, kantong-nya besar, diluarnya saya tutupi dengan pakain DAMIS, jadi tidak kelihatan kalau bawa toestel, di dalam masjid saya ambil foto sambil pura-pura tiduran, gak tahunya saya kena gebuk sajadah askar, dimarahi disuruh bangun ambil air wudlu, kaget juga saya, untung tidak dimarahi karena motret tenda payung, jadi selamatlah kamera saya, ada-ada saja tingkah kenekatan saya ini, astaghfirullah. Tiang-tiang masjid ornamennya dibung-kus emas murni, cahaya masuk lewat kubah yang bisa
37
bergeser dan dihiasi dengan batu pualam (semacam onyx) bukan glass inload, jadi indah sekali dan sangat natural. Saya dan Pak Saeran sempat naik ke atap dan sholat di bawah kubah yang sedang bergeser, akustiknya bagus sekali, gema suara meman-tul sempurna sehingga tidak menganggu orang di luar lingkup kubah. Selama di Nabawi kami berusaha untuk sholat dan berdo’a di rawdoh (taman surga) yaitu tempat antara mihrab dengan rumah Nabi, sangat berjubel di sini sebab ini salah satu tempat yang mustajab untuk memohon do’a dengan ukuran luas yang relatif kecil, maunya semua jamaah sholat dan berdo’a di sini. Setiap mau ke ROUDOH, muncul ide akalakalan di sini, karena saya lihat orang Malaysia itu sangat kompak, saling tolong menolong dalam mencarikan tempat duduk dan tempat sholat bagi temannya, biasanya mereka dicirikan dengan surban yang dibalutkan kepala seperti kelompoknya Darull Arqom (kayak Aa’ Gym), maka saya berusaha memperhatikan cara mereka berpakaian kemudian untuk saya tirukan, setiap ada orang dengan surban Darul Arqom saya dekati dan mereka pasti kelompok orang Malaysia, akhirnya saya dicarikan tempat sholat karena dikira sama-sama dari Malaysia, setelah selesai sholat di Roudoh saya ucapkan terimaksih dan cerita kalau saya dari Indonesia, mereka bilang darimana saja asal samasama muslim adalah saudara, alhamdu-lillah. Di masjid Nabawi ini jamaah putra dan putri dipisah, sehingga saya hanya dengan Pak Saeran, dan istri saya dengan Bu Saeran.
38
Paling senang di sini adalah mengamati orang-orang Iran, mereka putih-putih, rapi-rapi dan harum, ada orang tua Iran pakai surban hitam (bukan kafayeh, tapi tutup kepala), konon menurut cerita orang Arab, mereka yang bersorban hitam kayak Ayatulloh Rohullah Imam Khomaeny adalah orang-orang yang memiliki garis keturunan Nabi. Orang yang saya perhatikan ini sudah tua, sedikit bungkuk, berjalan pakai tongkat (seperti tongkat yang diinginkan bapak saya), bapak saya pesan ke saya untuk dibelikan tonkat tersebut di Madinah, maka saya ikuti orang itu, kayaknya sudah tua tapi jalannya cepet dan jauh lagi, hebat sekali orang ini, selesai dia sholat sunnah saya tanya dimana beli tongkat ini, dikiranya saya mau minta tongkatnya, hampir saja dikasihkan ke saya, saya nggak tahu bahasa Parsi atau Arab yang dia ucapkan, saya dibantu seorang pemuda dari Pakistan dengan bicara bahasa Inggris, setelah tahu bahwa maksudnya “silahkan ambil saja tongkat ini kalau kamu butuh…”, saya bilang “No No No I would like to buy this for my father in Indonesia…”, dia jawab cari saja di apotik (drug store), maka selesai sholat saya cari apotik di sekitar masjid, karena pakaian saya lusuh, maklum dari dluhur sampai dengan isya’ di masjid terus tak mandi dan tak ganti pakaian maka sama petugas saya disuruh menunjukkan punya uang apa tidak, harga tongkatnya 150 real, kemudian saya tunjukin bahwa saya ada lembaran 500, 100, dan 50an real, belum lagi yang 5 dan 1 realan, dan saya punya kartu kredit, setelah tahu kalau saya dari Indonesia, dia bilang Indonesia kaya-kaya, please, saya dilayani dengan baik.
39
Di Madinah saya beli buku arsitektur masjid Nabawi, beli dua versi bahasa Inggris dan bahasa Arab, juga arsitektur Masjidil Harom versi bahasa Inggris, hari pertama saya beli yang versi Inggris, rasanya kok pengin juga yang versi Arab, tak datangi lagi tokonya pada hari berikutnya, harganya sudah dinaikkan, untung tak tawar bisa dengan harga kemarin. Demikian pula untuk korma, ditawari korma Nabi yaitu yang warnanya hitam bintil-bintil putih, kalau dikupas sampai ke bagian dalam tetap berwarna hitam, beli hari ini dan besuk harganya sudah lain, masya Allah orang Arab kalau berdagang sangat-sangat tidak konsisten, jadi harus hati-hati kalau beli barang di sana. Hari terakhir di Nabawi ketemu orang Polda Jateng yang berangkat haji ikut rombongan dari Jakarta, dia bilang Jakarta rusuh, Pak Harto digoyang demo mahasiswa, harga beras Rp 4.000,00/liter, bensin Rp 1.200,00/liter, mahasiswa menuntut Pak Harto turun, dianggap pikun karena mengangkat Tutut dan Bob Hasan jadi menteri, kita yang di Arab nggak tahu perkembangan politik di tanah air, rasanya Tutut nggak pernah jadi menteri, diisukan mungkin, nggak tahulah. Hari Kamis, 30 April 1998 berangkat ke Jeddah sore hari yaitu jam 17.00 waktu Arab, malamnya sampai Jeddah, sungguh indah kota Jeddah di waktu malam hari, terang benderang, kamar mandinya lumayan nyaman, airnya hangat, konon ini adalah air sulingan dari laut, barang siapa mandi dengan air sulingan ini dalam waktu lama, warna kulitnya akan semakin putih. Jumat pagi kami berkeliling kota melihat keindahan kota
40
Jeddah, pantai Laut Merah, Patung Sepeda Raksasa, Masjid yang digunakan untuk menghukum pancung, makam Ibu Hawa yang panjangnya sekitar 14 meter (tapi konon menurut riwayat dalam hadist disebutkan tentang makam ibu Hawa di Jeddah adalah lemah, yang kuat adalah makam ibu Hawa itu di Jabal Qubais Mekkah sebelah selatan Mekah Tower). Sholat Jumat di penginapan, orang Arab kalau bikin garis shof, garis tersebut adalah tempat jari kaki menempel, tapi kalau Indonesia garis shof adalah tempat tumit menempel, jadi banyak orang Arab yang membetulkan cara berdiri orang-orang dari Indonesia untuk meluruskan shofnya. Daripada bingung-bingung tak tutupin aja garis shofnya pakai sajadah, udah beres. Ketika jumatan saya ketemu bapaknya Iwan (teman dari Magelang), omongomong sebentar lalu pamitan lihat-lihat toko dan dagangan yang dijajakan di Jeddah, jas dan baju sungguh sangat murah, harganya antara 5 – 15 real (Rp 12.500 – Rp 32.500), sayang warna yang tak pilih beniknya nggak utuh, ya nggak jadi beli. Konon banyak kyai-kyai yang mborong jas, di pesawat banyak jamaah yang jas-jasan (hebat, subhanallah). Di tempat penjualan jas ini banyak sekali TKW dan TKI Indonesia yang pakai mobilmobil bagus kayak mobil Subaru-nya Tommy Suharto, Toyota yang bentuknya kayak Espass, mereka mengunakan mobil juragannya untuk jual jasa penukaran real ke rupiah, dagang jas, makanan, dan minuman sambil momong anak juragannya. Orang-orang Arab di Jeddah ini pakaiannya seperti orang Arab di Blok M atau Citra Land, kayak bintang film (Ayu Ashari, Marissa Haque,
41
dsb. Mereka ngobrol dan lari-lari disekitar dagangan sopir-sopirnya). Malam hari saya dan istri, serta Pak Saeran dan Bu Saeran melihat air muncrat yang ada di Laut Tengah dari atap hotel, terlihat juga indahnya kota Jeddah dari atap hotel. Sabtu siang tanggal 1 Mei 1998 kita ke Air Port, dapat buku kenangan dari Raja Fahd berupa Quran dan buku pengetahuan agama sebanyak 4 set, hari Minggu dinihari sekitar jam 02.00 sampai di Semarang lagi dengan selamat, karena tak ada yang jemput ke Donohudan maka saya ikut bus dan turun di Manyaran (kantor Depag yang baru), dari Manyaran naik bus ke Banyumanik, sampai masjid Al-Amin sekitar jam 03.00 wib. Sholat 2 rakaat, alhamdulillah semua selamat, kumpul lagi dengan keluarga. Insya Allah lain waktu bisa berangkat lagi ke Mekkah sekeluarga, amin.
42