SANGGAR SENI DHARMA BUDAYA KOTA PASURUAN (Kajian terhadap Fakta dan Aktivitas Kesenian Daerah) Sumanto *
Abstrak Sanggar Seni Dharma Budaya Kota Pasuruan merupakan suatu komunitas kesenian daerah khususnya seni tari yang masih berkembang sampai saat ini di dilingkungan masyarakat kota Pasuruan yang dikenal sebagai masyarakat yang Islami (masyarakat santri). Sebagai bagian dari sistem sosial masyarakat eksistensi atau keberadaan Sanggar Seni Dharma Budaya tersebut tidak lepas dari perhatian dan dukungan masyarakat, Pemerintah Daerah Kota Pasuruan, dan para pelaku seni untuk tetap melestarikan dan mengembangkan potensi kesenian daerah yang bisa diterima oleh komunitas masyarakat di kota Pasuruan. Kondisi tersebut sebagai gambaran realita kesenian daerah dan keanekaragaman budaya manusia, termasuk pandangan mengenai nilai-nilai sosial budaya yang dianutnya sendiri serta yang berlaku umum bagi masyarakat setempat. Keanekaragaman kesenian tersebut berada dalam suatu sistem yang unsur-unsurnya saling terkait dan berfungsi secara seimbang. Baik unsur-unsur yang ada pada Sanggar Seni Dharma Budaya itu sendiri maupun dalam masyarakat dan pemerintah daerah kota Pasuruan. Kata kunci: akulturasi, asimilasi, enkulturasi, kesenian daerah
Pendahuluan Kesenian daerah merupakan salah satu potensi budaya yang senantiasa perlu mendapatkan perhatian secara khusus dalam upaya pembinaan, pelestarian dan pengembangannya. Keragaman kesenian di daerah yang satu dengan daerah yang lain bisa berbeda dan memiliki ciri yang khas sesuai dengan sistem sosial yang berlaku di daerah setempat. Sementara seni itu sendiri adalah suatu kebutuhan jiwa yang hakiki bagi manusia yang berbudaya, terutama bangsa Indonesia yang dikenal di seluruh dunia memiliki corak dan ragam budaya yang majemuk, berkepribadian dan adiluhung. Kehidupan kesenian dalam sistem sosial masyarakat keberadaannya akan dijiwai oleh perilaku masyarakat tempat seni itu berada, dan sejalan dengan perubahan yang ada. Sehubungan dengan keberadaan kesenian daerah tersebut dinyatakan bahwa di kota Pasuruan telah tercipta dan tergarap berbagai ragam kesenian yang sebagian besar menggambarkan keanekaragaman bentuk kesenian daerah dan potret cerita rakyat kota Pasuruan (www.pasuruan.go.id/budaya.htm. 2006). Kesenian daerah di kota Pasuruan sebagai fakta sosial yang dalam kenyataannya berupa aktivitas kehidupan berkesenian upaya pembinaan, pelestarian dan pengembangannya telah dilakukan secara terarah seperti yang ada pada sanggar seni Dharma Budaya kota Pasuruan. Secara fungsional struktural menunjukkan bahwa sanggar seni Dharma Budaya kota Pasuruan beserta aktivitas kegiatan kesenian yang dilakukannya merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian *
Stap Pengajar Jurusan Kependidikan Sekolah Dasar dan Pra-Sekolah FIP Universitas Negeri Malang
1
yang saling berkait, berinterkasi dan menyatu dalam ikatan budaya daerah. Hal ini sesuai dengan salah satu teori dalam sosiologi yang membahas tentang ketergantungan antara satuan-satuan sosial dalam masyarakat yaitu teori struktural fungsional di mana sumber saling ketergantungan adalah orientasi nilai bersama, di mana komitmen moral individu terhadap nilai bersama membuat mereka mengesampingkan kepentingan individu yang sempit demi kelanggengan sistem sosial (Sunarto 1990). Dalam teori ini setiap bagian dalam suatu struktur harus mempunyai peran sesuai dengan tugasnya masing-masing. Menurut teori fungsionalime struktural masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan (Ritzer dalam Alimandan 1992). Demikian pula dalam suatu lembaga, organisasi, atau perkumpulan, selama ada interkasi sosial dan ada peran yang dimainkan maka di situlah teori fungsional struktural tersebut dijalankan. Hal ini sesuai dengan pandangan Soekanto (1990) bahwa metode fungsional yaitu salah satu metode dalam sosiologi yang dipergunakan untuk menilai kegunaan lembaga-lembaga sosial masyarakat dan struktur sosial masyarakat. Dalam teori fungsionalisme menurut Kaplan (dalam Simatupang 1999) kita harus mengetahui bagaimana kaitan antara institusi-institusi atau struktur-struktur suatu masyarakat sehingga membentuk suatu sistem yang bulat. Penganut teori ini cenderung untuk melihat hanya kepada sumbangan satu sistem atau peristiwa terhadap sistem yang lain dan mengabaikan adanya pertentangan suatu fungsi yang ada dalam suatu sistem sosial. Dilihat dari sudut pandang perspektif fungsionalis menurut Indianto (2004) bahwa melihat masyarakat adalah sebagai suatu jaringan kelompok yang bekerja sama secara terorganisasi dan memiliki seperangkat aturan dan nilai yang dianut oleh sebagian anggotanya. Dalam hal ini masyarakat dipandang sebagai sesuatu yang stabil dengan kecenderungan ke arah keseimbangan, yaitu untuk mempertahankan sistem kerja yang selaras dan seimbang. Keberadaan suatu kelompok atau lembaga diharapkan akan melaksanakan tugas tertentu secara terus menerus sesuai dengan fungsinya. Untuk melihat dan mengidentifikasi fenomena budaya di masyarakat seperti yang ada dalam sanggar seni Dharma Budaya kota Pasuruan, perwujudannya dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) kebudayaan fisik (kebendaan) berupa benda-benda hasil karya manusia, misalnya perlengkapan dan alat-alat kerja, (2) sistem sosial, (3) sistem nilai budaya atau istiadat sebagai kebudayaan abstrak. Ditinjau melalui perspektif sosiologi seni menunjukkan bahwa obyek materialnya adalah kehidupan sosial, gejala-gejala dan proses hubungan antar manusia itu sendiri, serta hasil kebudayaan manusia. Sedangkan mengenai obyek formalnya lebih ditekankan pada manusia sebagai makhluk sosial atau masyarakat. Dengan demikiaan, obyek formal sosiologi adalah hubungan antar manusia serta proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat (Indianto 2004). Penelaahan terhadap berbagai kebudayaan, diharapkan mampu memberikan pengertian mengenai keanekaragaman budaya manusia, pandangan mengenai nilai-nilai sosial budaya yang berbeda, hal-hal yang
2
berlaku umum bagi kebudayaan manusia, dan gambaran mengenai hal-hal apa saja yang mempengaruhi adanya keanekaragaman di antara kebudayaan manusia. Kajian sosiologi seni ini tidak bertujuan untuk memberikan penilaian bahwa suatu kebudayaan lebih tinggi atau lebih rendah dari kebudayaan masyarakat lain. Dengan observasi (pengamatan) terhadap aktivitas dan interkasi sosial dalam kesenian daerah, khususnya yang ada di sanggar seni Dharma Budaya kota Pasuruan yang kami lakukan pada bulan Maret 2006 hasilnya dapat dipaparkan berikut ini. Kesenian Daerah dalam Konteks Perubahan Budaya Kesenian dapat diartikan dalam rumusan yang beragam, misalnya menurut Koentjaraningrat (1994) kesenian adalah segala ekspresi hasrat manusia akan keindahan. Kesenian dapat dipahami yang lebih umum bahwa seni adalah penggunaan imajinasi manusia secara kreatif dengan menggunakan lambang-lambang untuk menerangkan, memahami, dan menikmati hidup. Dalam hal ini kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan tentu bermuatan nilai budaya. Unsur kesenian dalam sistem budaya yang cukup penting adalah nilai atau nilai budaya. Kita bisa melihat bahwa nilai itu tersebar sebagai nilai pengetahuan, nilai religi, nilai sosial, nilai ekonomi, dan nilai seni. Nilai adalah suatu konsepsi abstrak yang dipandang baik dan bernilai yang digunakan sebagai acuan tingkah laku dalam kehidupan sosial. Sedangkan nilai seni adalah nilai budaya yang didapatkan khusus dalam bidang seni, yang berkenaan dengan hakekat karya seni dan hakekat berkesenian (Sedyawati1983). Secara umum dapat dikemukakan bahwa kesenian daerah adalah hasil ekspresi jiwa manusia terhadap nilai keindahan yang ada di suatu tempat dan bersifat lokal atau kedaerahan. Sebenarnya tidak semua hasil karya seni dapat dinyatakan demikan, karena ada karya seni yang lebih mengutamakan pesan budaya yang mengandung unsur-unsur budaya masyarakat dengan maksud menjawab atau menginterpretasikan permasalahan kehidupan sosialnya, mengisi kebutuhan atau mencapai suatu bersama, seperti kemakmuran, persatuan, kemuliaan, kebahagiaan, dan rasa aman yang berhubungan dengan yang gaib (spiritual) dan lainlain. Kesenian sebagai hasil ekspresi keindahan yang mengandung pesan budaya terwujud dalam bermacammacam bentuk, seperti seni lukis, seni rias, seni patung, seni sastra, seni tari, seni vokal, dan seni drama. Kesenian di suatu daerah akan memiliki sifat yang khas dibandingkan dengan unsur-unsur kebudayaan lainnya. Sifat khas yang dimaksud adalah bahwa kesenian dapat dinikmati oleh setiap orang dengan tidak mengenal batas kesukuan atau kebangsaan, meskipun kesenian daerah berpedoman kepada sistem pengetahuan, kepercayaan, nilai, norma-norma yang hidup dalam masyarakat pemilik kesenian tersebut. Pada saat ini suatu jenis kesenian tertentu, mungkin sekali masih “murni” mengandung pesan budaya etniknya. Akan tetapi ada pula kesenian etnik yang telah mendapatkan pengaruh dari unsur sistem budaya
3
yang berasal dari agama (misalnya Hindu, Budha, Islam, Kristen) atau mendapat pengaruh dari budaya asing. Hal ini tergantung situasi lingkungan para pendukung kesenian etnik tersebut. Kondisi ini juga telah terjadi di lingkungan masyarakat kota Pasuruan, baik yang terjadi melalui proses enkulturasi, akulturasi dan asimilasi. Enkulturasi (pembudayaan), yaitu proses individu mempelajari dan menyesuaikan pikiran serta sikapnya dengan adat istiadat, sistem norma, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Proses enkulturasi sejak kecil sudah dimulai dalam alam pikiran warga suatu masyarakat. Mula-mula dari orang-orang di dalam lingkungan keluarganya, kemudian dari teman-teman bermain. Seringkali ia belajar dengan meniru saja berbagai tindakan. Kemudian tindakan meniru itu diinternalisasikan dalam kepribadiannya. Dengan berkali-kali meniru, tindakan menjadi suatu pola yang mantap dan norma yang mengatur tindakanya dibudayakan. Sementara akulturasi, yaitu proses sosial yang timbul bila bertemu suatu kebudayaan tertentu dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sehingga tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian budaya itu sendiri. Sedangkan asimilasi, yaitu proses perpaduan dua kebudayaan proses sosial yang timbul bila ada: (a) golongan-golongan manusia dengan latar kebudayaan yang berbeda-beda, (b) saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga (c) kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya masing-masing berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran. Biasanya golongan-golongan yang terlibat dalam suatu proses asimilasi adalah suatu golongan mayoritas dan beberapa golongan monoritas. Golongan monoritas berubah sifat khas unsur-unsur kebudayaannya, dan menyesuaikan diri dengan kebudayaan dari golongan mayoritas sehingga lambat laun kehilangan kepribadian kebudayaannya, dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas. Menurut Joyomartono (1991) penerimaan masyarakat terhadap suatu budaya dimulai dengan pengambilan kebiasaan baru oleh sejumlah kecil individu, kemudian tersebar menjadi bagian dari subbudaya, dan mungkin menjadi ciri yang universal dari anggota-anggota satuan sosial. Pada saat ini kesenian etnik/daerah berkembang dan dilestarikan lewat kegiatan sanggar-sanggar, perkumpulan-perkumpulan seni, balai banjar, lembaga pendidikan seni formal. Pengembangan dan pelestarian itu menghasilkan kesenian terpadu antara kesenian etnik dengan budaya baru yang berkembang di masyarakat Indonesia masa kini. Setiap masyarakat, senantiasa memiliki sistem simbol dalam kebudayaannya yang dikembangkan secara bersama oleh anggota warga masyarakat yang bersangkutan dalam berkesenian. Kebutuhan akan kesenian daerah diatur, diarahkan atau dikendalikan secara budaya. Oleh karena itu, keuniversalan kehadiran kesenian dalam kehidupan masyarakat, senantiasa menunjukkan sifatnya yang kultural-spesifik (Arthadinata 2004). Kesenian daerah hanya dapat diterima atau dipahami bersama dalam konteks suatu kebudayaan tertentu di mana kesenian itu berada. Dengan demikian,
4
kebudayaan di sini merupakan batas wilayah penerimaan dan pemahaman suatu kesenian (Triyanto 1994:170). Keanekaragaman budaya daerah harus menyadarkan kepada kita bahwa sangat penting bagi kita untuk memahami latar belakang sosial budaya yang berasal dari masyarakat lain. Melalui kajian tentang fenomena sosial budaya daerah tidak dimaksudkan untuk memberikan penilaian suatu produk budaya apakah itu baik atau buruk, cocok atau tidak cocok bagi suatu masyarakat. Namun melalui ilmu sosiologi dan antropologoi kita diajak untuk memahami keanekaragaman budaya sebagai suatu sistem budaya yang dapat memperkaya kebudayaan bangsa Indonesia. Dalam konteks kehidupan masyarakat Indonesia yang multietnis yang Bhineka Tunggal Ika, sosiologi berperan untuk mewujudkan integrasi dan keutuhan persatuan nasional.
Keberadaan Sanggar Seni Dharma Budaya bagi Pelaku Budaya Keberadaan sanggar seni Dharma Budaya di Jalan Pahlawan 28 Pasuruan, tepatnya berada di stadion luar Untung Suropati Pasuruan, atau di belakang kantor Kota Pasuruan. Pada mulanya sanggar tersebut dirintis oleh Bapak Suparmin (pegawai Pemda Kota Pasuruan) bersama Intrasminah (Isteri Bapak Suparmin yang juga sebagai penari) sebagai perwujudan atas kecintaannya pada kegiatan seni, khususnya pada bidang seni tari dan kerawitan. Atas prakarsa dan dukungan dari pemerintah daerah Kota Pasuruan pada tanggal 20 Oktober 1979 bapak Suparmin mendapatkan kesempatan atau tugas belajar ke PSKB di Yogjakarta selama 1 tahun sebagai utusan pemerintah kota Pasuruan untuk mempelajari kesenian daerah. Dengan berbekal pengalaman kesenian yang telah dipelajarinya dan adanya semangat belajar yang cukup tinggi akhirnya tugas mempelajari kesenian daerah tersebut berhasil diselesaikan dengan baik. Setelah pulang dari Yogjakarta Pak Suparmin menghimpun putra-putri karyawan Pemda Pasuruan untuk dilatih menari. Semula hanya diikuti oleh 4 orang anak. Adapun tempat kegiatan latihannya menggunakan ruang Panti PKK yang ada di lingkungan kantor Kota Pasuruan. Berkat kesabaran dan ketelatenan melatih tari tersebut maka pada tanggal 21 April 1981 beliau berhasil mementaskan tari di gedung DPRD Kodya Pasuruan. Mulai saat itulah kegembiraan dan kebahagian Bapak Suparmin semakin nyata, dan selain itu murid-murid yang berminat belajar menari juga semakin banyak, sedangkan daya tampung panti PKK sangat terbatas. Maka pada awal tahun 1985 kegiatan latihan menari dipindahkan ke Aula SD Negeri Pekuncen. Berkat bantuan dan kerjasama yang baik dengan para seniman kota Pasuruan serta adanya perhatian yang cukup besar dari Bapak Walikota, beserta rekannya berusaha mengembangkan kegiatan kesenian dengan menambah kegiatan di bidang seni karawitan. Mulai saat itulah kemudian kegiatan kesenian itu diberi nama “Sanggar Seni Dharma Budaya” yang artinya Berbakti Membina
5
Seni Budaya. Melalui kegiatan seni di sanggar inilah pembinaan kesenian daerah khususnya di kota Pasuruan dilakukan. Pada tahun 1987 pemerintah Kota Pasuruan mendapatkan bantuan pembangunan Gedung Keterampilan dari Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Timur yang berlokasi di belakang Kantor Walikota Pasuruan sekakang ini. Atas ijin Bapak Walikota Pasuruan, di Gedung Keterampilan inilah digunakan sebagai tempat kegiatan atau latihan seni tari Sanggar Seni Dharma Budaya. Dalam perkembangannya dari tahun ke tahun aktivitas Sanggar Seni Dharma Budaya di pandang oleh masyarakat sekitar nampak semakin jelas dan berdampak positif bagi upaya pembinaan kesenian di Pasuruan. Demikian pula perhatian dari pemerintah daerah juga semakin besar. Sebagai wujud perhatian dari pemerintah daerah tersebut, maka dilakukanlah penataan bidang administrasi dan pembinaan organisasi Sanggar Seni Dharma Budaya dengan diterbitkannya Surat Keputusan Walikota Pasuruan Nomor 359 Tahun 1996 tentang Pembentukan Pengurus Sanggar Seni Dharma Budaya yang fokus pembinaannya pada bidang Seni Tari dan Karawitan. Sejalan dengan pergantian dan masa jabatan pimpinan di lingkungan pemerintahan daerah Kota Pasuruan maka kepengurusan di Sanggar Seni Dharma Budaya juga mengalami beberapa kali perubahan pengurus maupun pembinannya. Perubahan kepengurusan tersebut dituangkan pada SK. Walikota Nomor 257 Tahun 1998, Nomor 359 Tahun 1990, Nomor 202 Tahun 1994, Nomor 425 Tahun 2000. Dalam SK nomor 425 tahun 2000 inilah jangkauan pembinaannya diperluas dengan menambah kegiatan seni yaitu cabang seni Pedalangan dan Campursari. Sejalan dengan perkembangan perjalanan sanggar seni Dharma Budaya, maka para anggota pengelola sanggar beserta pekerja seni dan para seniman di kota Pasuruan bertekat bulat untuk lebih menyemarakkan kota Pasuruan, yaitu dengan melestarikan dan meningkatkan prestasi dalam membina kesenian daerah dengan motto “Membina Anak Bangsa untuk menjadi Generasi yang Berbudi Pekerti Luhur Santun dan Berbudaya”. Dilihat pada susunan keanggotaan pengurus Sanggar Seni Dharma Budaya adalah sebagai berikut: (1) Pelindung: Walikota dan wakil Walikota Pasuruan, (2) Pengarah: Sekretatis Daerah Kota Pasuruhan, (3) Pembina: Ny. Aminurohman dan Ny. Pudjo Basuki, (4) Pembina Teknis: Kabag. Sosial Setda Kota Pasuruhan, Kabag. Ekonomi Kota Pasuruhan dan Kasi Kebudayaan Dinas P dan K Kota Pasuruhan, (5) Ketua: Suparmin, (6) Sekretaris: Desi Ika Kusumaningrum, (7) Bendahara: Bekti Sudarmini, (8) Seksi-seksi: tari, karawitan, pedalangan dan campursari. Seksi tari di antaranya: Intarsminah, Bekti Sudarmini, Bambang Prasetyo, Restina, Dwi Kristina, Desi Ika Kusumaningrum. Dari gambaran tersebut menunjukkan adanya peran atau fungsi unsur-unsur pelaku budaya yang telah tertata, terjalin dalam suatu struktur atau sistem sosial yang harmonis.
6
Bentuk Aktivitas dan Visualisasi Seni di Sanggar Seni Dharma Budaya Bentuk seni di Sanggar Seni Dharma Budaya yaitu seni tari, karawitan, pedalangan dan campursari. Untuk kegiatan seni tari jadwalnya adalah sebagai berikut ini. Pertama, kegiatan latihan peserta tari tingkat dasar I, II, III, dan IV (umumnya pesertanya siswa TK dan SD), dan latihan peserta tari tingkat dasar V dan VI (pesertanya siswa SLTP dan umum) dilaksanakan pada hari Minggu. Kedua, pembinaan tari bagi guru TK dilaksanakan pada hari Selasa. Ketiga, pembinaan tari bagi guru TK khusus Dharma Wanita dan TK. Pertiwi dan karawitan dilaksanakan pada hari Rabu. Keempat, pembinaan tari bagi Guru TK dan Umum dilaksanakan pada hari Jumat. Kelima, khusus untuk peserta tari yang akan dikirim ke Jepang dalam misi pertukaran kebudayaan dilaksanakan pada hari Sabtu. Peserta tari berusia mulai dari anak Taman Kanak-kanak (TK), anak usia Sekolah Dasar (SD), anak usia Sekolah Menengah Pertama/Umum dan ada yang sudah dewasa yang keseluruhannya sekitar 125 orang. Untuk kegiatan karawitan yang beranggotakan sekitar 25 orang dilaksanakan pada setiap hari Rabu dan Jumat bertempat di Sanggar Dharma Budaya. Kegiatan pedalangan yang mempelajari pedalangan wayang kulit gaya Jawa Tengahan dan Gaya Jawa Timuran dilaksanakan pada hari Minggu malam bersamaan dengan kegiatan Campursari. Bagi anak-anak yang mendaftar menjadi anggota sanggar tari dikelompokkan menjadi 6 (enam) tingkat, yang didasarkan pada usia dan tingkat kemampuannya. Pembiayaan untuk setiap peserta tari yaitu untuk pendaftaran sebesar Rp.15.000,- (lima belas ribu rupiah) dan untuk biaya setiap bulannya (istilahnya SPP) sebesar Rp.10.000,- (sepuluh ribu rupiah). Sedangkan untuk peserta tari dalam satu kelompok (Paket) dikenakan biaya setiap bulannya Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah). Untuk peserta tari yang dikirim oleh lembaga/Pemkot Pasuruan maka biaya sepenuhnya ditanggung oleh instansi yang mengirimnya. Dilihat dari penampilan karya seni tari yang telah dilakukan dari kurun waktu mulai tahun 1981 sampai sekarang, Sanggar Seni Dharma Budaya telah menampilkan prestasi terbaik dalam seni tari di antaranya adalah sebagai berikut ini. (1) Tari Merak Abyor prestasi yang diraih yaitu sebagai 10 penyaji pilihan terbaik dalam Festival karya Tari Merak se Jawa Timur mascot PON 2000. Tari Merak Abyor dilatarbelakangi oleh kehidupan satwa burung merak yang melambangkan keanggunan, keindahan, kelincahan gerak-gerik kehidupan burung merak yang sedang bercanda ria di alam jagad raya. Dalam kehidupan sehari-hari burung merak senang sekali memamerkan keindahan sayapnya, dengan cara memekarkannya. Berkat prestasi tersebut para penari asuhan Bapak Suparmin dan Ibu Intrasminah diberi kesempatan mengikuti Gelar Tari Massal Kridha Budaya
7
Nusantara di GOR Sidoarjo pada acara pembukaan PON 2000 yang lalu (http//www.pemkot. Pasuruan. go.id/parsenibud.htm.2006).
(2) Tari Kencring Wirasari, hasil kreasi Ibu Intrasminah yang diilhami dari kesenian Jaran Kecak dan Pahlawan Putri Pasukan Untung Surapati. Prestasi yang diperoleh yaitu sebagai 10 peringkat pilihan terbaik dalam festival tari kerakyatan pada Pekan Budaya Jawa Timur tahun 2000 di Taman Krida Budaya Kota Malang. Tari Kencring Wirasari (www.pasuruan.go.id/budaya.htm. 2006) mengungkapkan tingkah laku prajurit putri yang sedang melepaskan lelah dengan jalan menari-nari. Tarian ini melambangkan semarak gerak dan gemerincingnya goseng sebagai penggugah semangat prajurit dengan sepak terjang yang lincah, energik, unik dan menarik.
(3) Porseni SD tahun 2001, pada katagori Festival Tetembangan Anak di Sidoarjo, Sanggar Seni Dharma Budaya telah berhasil mengantarkan anak-anak SDN Kebon Agung meraih prestasi 10 terbaik, demikian juga penata gending-nya dapat peringkat terbaik se Jawa Timur. (4) Tari Krida Siwi Surapati hasil koreografi Ibu Intrasminah tahun 2001 meraih prestasi kategori penilaian terbaik se Jawa Timur dalam Festival Cak Durasim tahun 2001 di Surabaya. (5) Gelar Seni di TMII Jakarta, di mana setiap 2 tahun sekali Sanggar Seni Dharma Budaya mewakili Pemerintah Daerah Kota Pasuruan diberi kesempatan mengisi kesenian daerah di anjungan Jawa Timur TMII Jakarta. Dengan personil sekitar 40 orang menampilkan karya seni tari, wayang kulit, kesenian terbang Bandung dan lainnya. Dari gelar seni tersebut Tim Kesenian Kota Pasuruan cukup banyak mendapatkan perhatian pengunjung utamanya bagi turis manca negara.
Gambar 1. Tari Wirasari, salah satu kreasi tari yang dilakukan oleh siswa Sanggar Seni Dharma Budaya
(6) Pergelaran seni yang diselenggarkan setiap bulan April bertempat di gedung “Gradhika Bhakti Praja” di mana pergelaran kesenian daerah tersebut berkaitan dengan HUT Sanggar Seni Dharma Budaya Kota Pasuruan, dengan berbagai kegiatan antara lain lomba tari, lukis, dan campursari.
8
Peran Masyarakat pada Kesenian Daerah Menurut penuturan Ibu Intrasminah selaku Pembina tari menyatakan bahwa pada masa sekarang ini masih ada sebagian kecil masyarakat sekitar yang memperlihatkan perilaku kurang berpartisipasi, kurang mendukung pada aktivitas kesenian daerah. Apresiasi masyarakat di kota Pasuruan terhadap keberadaan kesenian daerah khususnya seni tari sebagian kurang mendapatkan perhatian, fenomena dalam kehidupan keseharian nampaknya lebih memperhatikan budaya atau kesenian modern, seni pop yang lebih komunikatif atau juga dilatarbelakangi pandangan ajaran agama Islam yang dianut oleh mayoritas penduduk Pasuruan. Kondisi ini tentunya tidak lepas dari pandangan masyarakat kota Pasuruan yang cukup kental dengan nuansa keislaman, yang berpendapat bahwa menari itu tidak sejalan atau dilarang oleh agama Islam. Anak-anak kecil yang bertempat tinggal di sekitar Sanggar Seni Dharma Budaya ada yang sampai dilarang oleh guru ngajinya karena alasan tidak dibenarkan oleh ajaran Islam. Dampak yang dirasakan oleh Sanggar Seni Dharma Budaya yaitu anak-anak yang mengikuti kegiatan seni tari kebanyakan mereka yang jauh dari sanggar. Namun demikian sebagian masyarakat di Kota Pasuruan masih tetap mendukung keberadaan sanggar seni dan aktivitas yang dilakukan. Bahkan pemerintah kota juga masih ikut berperan besar dalam upaya melestarikan kelangsungan aktivitas seni seperti yang dilaksanakan di Sanggar Seni Dharma Budaya. Sampai saat ini sanggar seni masih tetap berkembang, dan sebagai perwujudan dari aktivitas yang dilakukan maka pada setiap tahunnya selalu diadakan pagelaran seni untuk menunjukkan prestasi dari murid-murid yang belajar di Sanggar Seni Dharma Budaya. Penyediaan material seni yang berupa pakaian tari, properti tari, alat pendukung (gamelan), wayang kulit, keybord, seragam pengrawit, peralatan audio (tape recorder) dan lainnya, selain disediakan sendiri oleh Sanggar Seni Dharma Budaya, juga mendapatkan bantuan peralatan kesenian dari pemerintah daerah Kota Pasuruan, serta para pemerhati atau donatur seni. Faktor pendukung keberlangsungan kegiatan seni di Sanggar Seni Dharma Budaya kota Pasuruan adalah: (a) adanya peran masyarakat yang tetap menerima dan mengapresiasi secara positif terhadap kegiatan seni yang ada di sanggar Dharma Budaya. Hal ini dibuktikan dengan upaya memasukkan anak-anak mereka untuk belajar seni tari, (b) adanya peran, perhatian dan dukungan yang cukup besar dari pemerintah daerah kota Pasuruan, baik dukungan dalam pembinaan keorganisasian maupun bantuan pembiayaan operasional kegiatan seni yang dilakukan, (c) adanya kesungguhan dan kerja keras yang dilandasi pengabdian tulus dari pada pelatih tari, pembina kesenian dan para seniman yang ada di kota Pasuruan, (d) peran masyarakat yang mau menerima keberadaan Sanggar Seni Dharma Budaya. Kendala yang masih dirasakan dalam penyelenggaraan aktivitas seni di Sanggar Seni Dharma Budaya Kota Pasuruan adalah sebagai berikut ini. (a) tidak adanya anggota yang khusus secara teknis bisa mendokumentasikan produk aktivitas seni. (b) pengaturan jadwal latihan masih sering berbenturan atau tidak
9
sesuai dengan kegiatan siswa, khususnya yang mengikuti kegiatan ekstra kurikuler (c) masih adanya pandangan sebagian masyarakat di kota Pasuruan yang menyatakan bahwa menari itu tidak boleh dilakukan karena dianggap berdosa, sehingga mereka melarang putra-putrinya untuk ikut belajar menari. Tinjauan terhadap Fakta dan Aktivitas Sanggar Seni Dharma Budaya Dari gambaran aktivitas kesenian yang dilakukan oleh Sanggar Seni Dharma Budaya Kota Pasuruan tersebut dapat dikemukakan fakta budaya di lingkungan masyarakat kota Pasuruan yang dijuluki masyarakat santri sebagai berikut. Pertama, keberadaan kesenian daerah di kota Pasuruan pada saat ini masih tetap dapat dilestarikan dengan baik. Kondisi yang demikian didukung oleh berbagai pihak yaitu masyarakat setempat, pelaku seni, pemerhati seni dan pemerintah daerah yang masih memperhatikan keberadaan dan eksistensi kesenian daerah sebagai aset budaya serta aset masyarakat kota Pasuruan. Masyarakat setempat yang bergabung dalam Sanggar Seni Dharma Budaya dengan didukung oleh para pelaku seni dan pemerhati seni dengan gigih terus berupaya memasyarakatkan dan melakukan pembinaan kepada generasi muda agar memiliki kepedulian dan kemampuan terampil kreatif dalam laku seni. Di samping itu adanya dukungan secara terstruktur dan melembaga dari pemerintah daerah untuk memajukan kesenian di kota Pasuruan juga merupakan salah satu wujud fakta budaya. Kedua, secara umum aktivitas kesenian pada Sanggar Seni Dharma Budaya Kota Pasuruan telah dikelola dengan manajemen seni yang cukup baik, terprogram, dan dapat berjalan secara harmonis. Setiap bagian dari unsur-unsur yang ada dalam struktur kepengurusan telah memiliki peran atau tugas yang berada pada tanggung jawabnya masing-masing. Selain itu adanya hubungan yang sinergi antar unsur sehingga bisa membentuk suatu kegiatan seni yang terarah dan terprogram dengan baik. Indikasinya dapat dilihat pada jadwal kegiatan latihan, jenis latihan, waktu kegiatan, pengelompokan peserta yang berlatih kesenian, dan unjuk gelar seni yang dilakukan. Ketiga, untuk mendukung keberlangsung aktivitas kesenian yang bergabung dalam Sanggar Seni Dharma Budaya tersebut, komunitas masyarakat kota Pasuruan telah memberikan sumbangsih dan pastisipasi aktif yang diwujudkan ke dalam bantuan peralatan kesenian yang dibutuhkan. Baik yang diberikan oleh pemerintah daerah, penyediaan tempat/sanggar untuk berlatih, fasilitas gedung yang digunakan untuk pentas tahunan, bantuan perseorangan dari pecinta seni, seniman di kota Pasuruan, orang tua dari siswasiswa yang bergabung dalam sanggar, para guru TK, Dharma Wanita dan masyarakat pada umumnya. Keempat, fakta budaya sebagai bukti adanya aktivitas kesenian di Sanggar Seni Dharma Budaya Kota Pasuruan, khususnya hasil karya kreasi seni dapat dilihat dari hasil karya tari yang diciptakan dan prestasi kesenian yang diraih serta peran masyarakat kota Pasuruan dalam mendukung keberadaan sanggar seni
10
tersebut. Keikutsertaan Sanggar Seni Dharma Budaya dalam berbagai lomba seni, festival seni dan gelar seni tari tidak hanya dalam lingkup di daerah Pasuruan dan Jawa Timur saja, melainkan juga pada tingkat nasional maupun antarnegara. Hal ini dapat dilihat dari prestasi seni tari yang dibina oleh Sanggar Seni Dharma Budaya mulai tahun 1981 sampai sekarang. Kelima, adanya faktor pendukung keberlangsung kegiatan seni di Sanggar Seni Dharma Budaya Kota Pasuruan dari masyarakat dan pemerintah daerah. Selain itu para pelaku seni memiliki kesungguhan dan kerja keras yang dilandasi pengabdian tulus dari pada pelatih tari, pembina kesenian, dan para seniman yang ada di kota Pasuruan. Keenam, adanya pandangan masyarakat yang menganggap bahwa menari itu tidak boleh dilakukan karena dianggap berdosa, sehingga dapat menimbulkan kondisi yang tidak harmonis antara kegiatan kesenian dan keagamaan. Kenyataan tersebut tampaknya harus disikapi dengan pemahaman yang positif dan dicari solusinya agar dapat menumbuhkan iklim berkesenian yang diharapkan. Penutup Sebagai penutup dalam kajian ini penulis kemukakan bahwa suatu aktivitas seni tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat setempat. Kehidupan suatu kesenian daerah akan ditentukan oleh komunitas masyarakat setempat. Selama masyarakat masih memerlukan keberadaan kesenian daerahnya maka kelestarian dan keberlanjutannya tentunya masih dapat dipertahankan, meskipun dalam perkembangannya dipengaruhi oleh adanya akulturasi, enkulturisasi atau asimilasi budaya daerah setempat dengan budaya luar. Untuk menciptakan suatu komunitas kesenian daerah sebagaimana yang tergabung dalam struktur kepengurusan Sanggar Seni Dharma Budaya Kota Pasuruan, dibutuhkan adanya komitmen dan usaha yang sungguh-sungguh dari semua unsur yang terkait. Penciptaan iklim berkesenian yang terjadi di antara unsurunsur pelaku seni, unsur masyarakat dan unsur pemerintah daerah telah mampu membentuk suatu sitem sosial seperti halnya yang ada dalam suatu struktur keluarga. Setiap unsur memiliki fungsi bagi unsur yang lainnya. Demikian pula dalam suatu lembaga, organisasi, perkumpulan selama ada interaksi sosial dan ada peran yang dimainkan, maka di situlah akan terlihat hubungan unsur-unsur secara fungsional. Sanggar Seni Dharma Budaya telah berperan untuk mendidik dan menciptakan aktivitas berkesenian, serta sekaligus berupaya memasyarakatkannya. Pemerintah daerah dan masyarakat setempat beserta unsur-unsur yang terkait berperan sebagai pendukung keberadaan kesenian daerah tersebut agar tetap dapat dilestarikan sekaligus untuk menunjukkan identitas budaya daerah yang dimilikinya. Daftar Pustaka Indianto, M. 2004. Sosiologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
11
Kaplan, D. 1999. Teori Budaya (The Theory of Culture). Penerjemah: Landung Simatupang. Yogyakarta: Penerbit: Pustaka Pelajar. Karthadinata, D. M. 2004. “Seni sebagai Sistem Budaya: Model Kajian Kesenian Nusantara”. Dalam Imajinasi, Jurnal Seni. Semarang: FBS UNNES Semarang Volume 1/Juli/2004. Koentjoroningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka Joyomartono, M. 1991. Perubahan Kebudayaan dan Masyarakat dalam Pembangunan. Semarang: IKIP Semarang Press. Ritser, G. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda (Penyadur: Alimandan). Jakarta: Penerbit: CV Rajawali. Sedyawati, E. 1983. Seni dalam Masyarakat Indonesia. Bunga Rampai. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka. Soejono, S. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Sunarto. K. 1990. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI. Triyanto. 1994. “Seni sebagai Sitem Budaya: Bahasan Teoretis dan Konteks Seni Tradisional”. Dalam Media FPBS IKIP Semarang No.1 Tahun XVII April 1994. http//www.pemkot. Pasuruan. go.id/parsenibud.htm.2006. Ragam Kehidupan dan Budaya Pasuruan. www.pasuruan.go.id/budaya.htm. 2006. Pariwisata, Seni dan Budaya.
12