Bul. Agron. 25 (2) : 15-22 (1997)
CARA PENANAMAN SETEK BULUH BAMBU BETUNG, ANDONG, TEMEN, HITAM, DAN TALI (Planting Method of Culm Cuttings of Dendrocalnmus asper, Gignntochlonpsrudoarundinacea, Gigantochloa niter, Gigantochloa atroviolnceae nnd Gigantoclrlon npus)
Sandra Arifin Aziz 1) ABSTRACT Experiments of the planting method of two nodes culm cuttings horizontally and one node culm vertically were carried out on Dendrocalamus asper, Gigantochloa pseudoarundinacea, and G. atter (Experiment l), and D. asper, G. atroviolacea, and G. apus (Experiment 2). Factorial Randomized Block Design were used, with the first factor: planting method of two nodes culm cuttings horizontally and one node culm cuttings vertically and bamboo species as the second factor. All combinations were replicated four times. Two nodes culm cuttings planted horizontally was better than one node culm cuttings planted vertically. Gigantochloa atter had the best growth percentage (60 %) and followed by G. pseudoarundinacea 56 %, D. asper 52 %, G. atroviolncea and G. opus < 10 %. G. apus could not be propagated vertically. Vertical planting with one node in the dry season is not advisable.
RINGKASAN Percobaan penanaman setek buluh secara horizontal dua buku dan vertikal satu buku dilakukan pada bambu betung, andong, temen (percobaan l), betung, hitam dan tali (percobaan 2). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial, dengan faktor pertama : cara penanaman setek buluh dua buku secara horizontal dan setek buluh satu buku secara vertikal dan jenis bambu sebagai faktor kedua. Semua kombinasi perlakuan diulang empat kali. Didapatkan bahwa penanaman setek buluh dua buku secara horizontal lebih baik dari setek buluh satu buku secara vertikal. Bambu temen mempunyai persentase turnbuh terbaik (60 %) diikuti berturut-turut oleh barnbu andong 56 %, betung 52%, hitam dan tali < 10 %. Bambu tali belum dapat ditanam secara vertikal. Penanaman secara vertikal tidak disarankan di musim kemarau.
PENDAHULUAN Bambu dapat diperbanyak baik secara generatif maupun secara vegetatif. Pembiakan bambu dengan cara generatif mempunyai kendala karena sulit mendapatkan biji bambu. Pembiakan yang umum dilaksanakan pada bambu adalah dengan cara vegetatif. Terdapat beberapa cara pembiakan secara vegetatif, yaitu dengan menggunakan anakan atau offset
' ~ t a~urusan f Budidaya Pertanian, Faperta IPB
(Banik, 1980), setek buluh, setek cabang dan teknik kultur jaringan (Mc. Clure, 1966; Hasan, 1980; Farelly, 1984). Penggunaan offset dianggap terlalu berat. bulky, sulit ditransportasikan dan setlap rumpun induk hanya bisa menyediakan bahan yang terbatas (Banik, 1980). Di lain pihak tingkat keberhasilannya relatif tinggi (Sindoesoewarno, 1963 ; Sutiyono et al. 1984). Karena kerugian-kerugian di atas, penggunaan akar rimpang sebagai bahan perbanyakan dalam skala besar menjadi tidak praktis (Hasan, 1980).
Bul. Agron. 25 (2) : 15-22(1997)
Menurut Sindoesoewamo (1963), pembiakan vegetatif dengan menggunakan setek bu1uhmempunyai keuntungan, yaitu tidak per1u merusak atau membongkar rumpun yang ada daD daTi satu buluh dapat diperoleh beberapa bib it. Menurut Prastowomanan ( 1962), keuntungan lain daTi setek bu1uh adalah bibit dapat dipero1eh relatif 1ebih mudah daD murah, waktu pengambilan 1ebih cepat, memungkinkan pembiakan bagi areal yang 1uas daD untuk setek tidur pembentukan rumpun lebih cepat. Kerugiannya adalah persentase tumbuhnya 1ebih rendah daripada offset, kurang tahan kekeringan dan karena dalam ruasruasnya tidak cukup tersimpan zat cadangan makanan, kemampuan tumbuhnya kecil (Sindoesoewamo, 1963). Menurut Farelly (1984), keberhasilan penanaman bambu dengan setek bu1uh bergantung pada species bambu yang digunakan, posisi bu1uhdaDumur buluh. Perbanyakan dengan ouluh menurut Uchimura (1980) daD Aziz, Ghu1amahdi daD Adiwirman (1991) merupakan cara perbanyakan yang sejauh ini berhasil untuk jenis bambu simpodia1 yang mudah berakar. Sedangkan perbanyakan dengan menggunakan cabang menurut Hasan (1980) clan Aziz, et al. ( 1991) kurang berhasil. Bambu ampe1 (Bambusa vulgaris) dikenal mudah diperbanyak dengan setek buluh, sementara tingkat keberhasilan setek buluh bambu temen (Gigantochola atter), bambu andong (G. pseudoarundinacea) daD bambu betung (Dendrocalamus asper) adalah rendah (Prastowomanan, 1962; Haris, 1992; Suyatno, 1992).
Menurut Aziz et al. (1991), kemungkinan bahan setek buluh dengan umur clan bagian buluh yang berbeda akan menghasilkan keberhasilanyang berbeda.Setekdari bagian tengah clan ujung buluh memberikan ha.sil yang lebih baik dibandingkan dengan pangkal (Bumarlong, 1980 ; Aziz, et al. 1991 ; Suyanto,1992). Keberhasilan perbanyakan bambu betungdaTisetekbuluh yang ditanamhorizontal SandraArifm Aziz
adalah33.75 %, sedangkanpenanamanvertikal hanya21 % (Aziz et al. 1991). Pumama(1995) menemukanbahwa hanya 16 % yang mampu berakardari setekyang bertunas(88.33 %) pada bambusembilang(D. giganteus). Dari hasi1penelitian Mc. ClUTe(1996) diketahui bahwa setekbu1uhBambusavulgaris menunjukkan peningkatan vitalitas sampai umur buluh lima tahun. Banik (1980) dan Austin dan Veda (1983) menyatakanbahwa setek buluh D. strictus yang bernmur kurang daTiduatahunmemberikanbasil terbaik. Penanaman setek buluh dapat dilakukandengantiga caravertikal, miring, clan horizontal (Mc. CluTe, 1966;Austin clanVeda, 1983;Ma Naixun clanZhan Wenyan, 1996;Oai Qihui, 1996). Menurut Aziz et al. (1991) pada bambubetung,kecepatanmunculnyatunasbarn clanpertumbuhanakar serta tajuk, relatif lebih cep.at pada penanaman horizontal. Namun demikian pertumbuhan akar clan tajuk dari penanaman vertikal jauh lebih bait dari penanamanhorizontal. Beberapabasil penelitian menunjukkan bahwa air clan kelembabanmerupakanfaktoT yang paling penting dalam pembibitan (Aziz et al. 1991 ; Manurung, 1991 ; Haris, 1992 ; Suyanto,1992).
BAHANDAN METODE Penelitian ini terdiri daTi dua percobaan, yaitu nercobaan I, pada bambu betung, andong dan temen, dilakukan mulai bulan November 1994 sampai Februari 1995, dan nercobaan2 pada bambu tali, hitam dan betungdilakukanmulai bulan April sampaiJuni 1995. Kedua percobaan menggunakan RancanganAcak Kelompok Faktorial dengan faktor pertama : penanamansetek buluh dua buku secara horizontal clan setek buluh satu buku secaravertikal, clan faktor kedua : jenis bambu. Setiap kombinasi perlakuan diulang empat kali clan masing-masingterdiri dari 10 setekbuluh. 16
Bul. Agron. 25 (2) : 15-22(1997)
Setek yang ditanam, bail horizontal maupun vertikal diberi air ke dalarn ruasruasnya,kemudian ditanam. Penanamanhorizontal dilakukan ::t 10 cm di bawahpermukaan tanah, sedangkan vertikal, bukunya berada :t 10 cm dibawah permukaan tanah. Lubang pada bambu yang ditanam vertikal kemudian ditutup denganplastik. Setelah ditanam, permukaan tanah ditutup denganjerami padi, agar kelembaban tanahternsteljaga. Pengamatandilakukan pada persentase tumbuh, waktu keluar tunas, jumlah tunas/setek, panjang tunas, jumlah ranting, panjangranting,bobot kering akar clantajuk.
BASIL DAN PEMBABASAN Percobaan1 Sampai dengan tujuh mingu setelah tanam(MST), persentasetumbuh bambutemen WItuk penanaman vertikal adalah 77 % (Tabel I). Namun, pada akhir percobaan didapatkan jumlah tunas bambu temen yang terendah (12.900 cm). Hal ini menyebabkanbobot kering akar daD bobot kering tajuknya terendah dibandingkan perlakuanlainnya (Tabel 2). Buluh yang digunakanpada percobaan ini berumur :t 1 tahun, sehingga didapatkan basil yang cukup baik. Ini sesuai dengan pemyataan Boontawe (1988), bahwa buluh yang berumur satu tahun mempunyaiaktivitas tumbuhyangpaling besar. Cars penanamanvertikal memberikan persentasetumbuh tanaman yang nyata lebih baik daTi penanaman horizontal sampai pengamatanminggu ke-7 untuk semuajenis bambu yang dicoba. Das (1988) menyatakan bahwaseteksatubuku selainmempWIyaiharga yang lebih murah, dapat diandalkan daD mudah. Bambu temen yang ditanam vertikal mempunyaibobot kering akar dan tajuk yang terendah diikuti oleh bambu temen yang Cara Penanaman.
ditanam horizontal pada akhir percobaan.Hal ini menunjukkanbahwawalaupunpada 7 MST persentumbuh penanamanvertikal nyata lebih tinggi (67.33 %) dibandingkan penanaman horizontal (44.33 %), tetapi kondisi penanaman vertikal tidak menunjang pertumbuhan bibit. Diperkirakan hal ini disebabkanoleh kelembaban disekitar setek yang kurang pada pertumbuhan vertikal dibandingkan penanaman horizontal. Buluh yang digunakan pada percobaan ini berumur ::!: 1 tahun, sehingga didapatkan basil yang cukup bail. Ini sesuai dengan pemyataan Boontawe ( 1988), bahwa buluh yang berumur satu tahun mempunyaiaktivitas tumbuhyangpaling besar. Cara penanamanvertikal memberikan persentasetumbuh tanaman yang nyata lebih bail daTi penanaman horizontal sampai pengamatanminggu ke-7 untuk semuajenis bambu yang dicoba. Das (1988) menyatakan bahwasetek satubuku selain mempunyaiharga yang lebih murah, dapat diandalkan daD mudah ditransportasikan, juga mempunyai keberhasilanpembibitanyang tinggi. Persentasetumbuh yang jauh lebih besar daTi basil percobaan sebelumnyapada tahun1989(Aziz ef al., 1991)yangdilakukan pada bambu betung (vertikal 21 % dan horizontal 33.75 %) diperkirakan akibat perlakuan bahan setek yang lebih berhati-hati daTi saat penebangansampai penanamandi percobaan,yaitu dengan menjaga kelembaban daTibahansetektersebut. Tambacdan Victucio (1991)menyatakanbahwasetekbuluh dua buku mempunyai keberhasilantumbuh yang tinggi padabambuampeldan betung,sedangkansetek satu buku hanya pada bambu anpel. Berbeda denganbasil penelitian ini yaitu 77 % untuk satu buku dan 43 % untuk dua buku pada bambulemen, penelitian Tombac dan Victucio (199I ) mempunyai persentase keberhasilan penbibitanbambutemenyang lebih rendah. Dari pengamatan pada penanaman vertikal terlihat kecenderunganbahwa bahan setek yang mempunyai diameter yang besar mempunyai keberhasilan tumbuh yang lebih bail daripadayang berdiameterlebih kecil. 17
Bul. Agron. 25 (2) : 15-22 (1997)
Tabel
PersentaseSetekTumbuh pada Bambu Betung,Andong daDTemen yang Ditanam Vertikal dan Horizontal
Jumlah tunas setek daD panjang tunas terpanjang rata-rata sampai pengamatanke-7 tidak dipengaruhi oleh jenis bambu daD cara penanaman. Percobaan 2
Pada akhir pengamatan,jumlah tunas, jumlah ranting, bobot keling akar dan tajuk tidak dipengharuhi oleh cara penanamandan jenis bambuyang ditanam(Tabel 3). Jenis bambu mempengaruhi panjang rantulg daD panjang tunas. Bambu hitam mempunyai tunas panjang (5.393 cm) diikuti betung daD tali, masing-masingberturut-turut 3.842 dan 0.431 cm. Sedangkanpanjang rantulgbetungdan tali tidak berbeda(1.882 cm daD 1.891 cm) tetapi berbeda dengan bambu hitam (1.268 cm). 8ambu tali tidak tumbuh tunasnyapada tanamanvertikal, yang berarti cara pembibitan ini tidak cocok untuk bambu tali. Contoh tanamanyang diambil untuk bambubetungdaD hitam yang ditanam vel1ikal tidak mempunyai akar. Kemungkinandenganpenambahanwaktu pengamatanakan memberikanbasil yang lebih baik. Dari beberapa percobaan yang telah dilakukan, diketahui bahwa jumlah tunas dan ranting yang lebih banyak akan menunjukkan keberhasilan tumbuh bibit yang lebih baik. PadaTabel 3 diperolehinformasi bahwajumlah tunas bambu betung dan hitam yang ditanam ve11ikalmemangsangat rendah. Bambu tali yang ditanam vertikal tidak tumbuh tunasnya, tetapi tumbuh ranting dan cabang-cabang bahan setek. Ini sesuaidengan
Sandra Arifin Aziz
penemuanStapleton (1985) bahwa, kompetisi yang besar daTi tunas-tunasyang tidak akan berakar mengurangipembentukanakar. Pembentukanakarterjadi padabuku-bukudasardaTi cabang, hal ini berbedadaTi yang dikemukakan oleh PROSEA (1995), bahwa akar keluar daTibuku bu1uh. Panjangranting penanaman vertika1 nyata lebih tinggi dibandingkan yang ditapam horizontal, tetapi panjang tunas penanaman horizontal lebih tinggi daTi penanamanvert~al. Tunas kelihatannyalebih mempengaruhi keberhasilan pertumbuhan dibandingkanran~'ing Bambu yang ditanam horizontal lebih baik tumbuhnya dibandingkan yang ditanam vertikal untuk panjang tunas. Penanaman horizontal pada bambu hitam mempunyai panjangtunas tertinggi (9.177 cm) yang tidak berbeda dengan betting (7.294 cm) yang ditanam hol1zontal, diikuti oleh bambu hit am yang ditanam vertikal (1.608) cm). Bambu hitam pertumbuhannyatidak rapat, rumpunnya biasanyalebih kecil daTijenis-jenis bambu lain karena hanya satu rebung yang muncul daTi bu1uhyang lama, sedangkanbambu tali bisa lebih daTi dua rebung yang muncul daTibuluh yang lama (Widjaja, 1987). Keduajenis bambu ini mempunyai percabangan yang berada dibagian atas buluh, pada buku 8-11 pada bambu tali dan buku ke-l0 pada bambu hitam (PROSEA, 1995). Kemungkinan besar percabanganyang lebih banyak sampaimendekati pangkalbuluh, bisa dijadikan acuanbahwajenis atau rumpun bambu tersebut mudah diperbanyaksecaravegetatif Kondisi tanamandi pembibitan kurang baik dibandingkanpercobaan 1, karena curah
18
Bul. Agron. 25 (2) : 15-22 (1997)
hujan yang tidak menunjang pada saat penanamandi bulan Juni, yaitu 593 rom (April), 489.6 mm (Mei) dan 197.7mm (Juni) perbulan.
Keadaankekeringanini sudahdiusahakanuntuk diatasi dengan penyiraman di bulan Juni daD pemberianmulsa.
Keterangan
CaraPenanaman 19
Bul. Agron. 25 (2): 15-22(1997)
Tabel 3. PanjangTunas, PanjangRanting, lumlah Tunas, lumlah Ranting, Bobot Kering Akar dan Bobot Kering Tajuk Bambu Betung, Hitam dan Tali yang Ditanam Vertikal dan Horizontal padaMinggu ke-l 0
Keterangan
Angka-angkayang diikuti oleh hw"Ufkecil yang berbedamerupakanpengaruhinteraksiyang nyataberbeda pactataraf kesalahanlima persen. Angka-angkayang diikuti oleh huruf besaryang berbedapactakolom ataubaris yang sarnamerupakanpengaruhfaktor tunggalyang nyataberbedapactauji BNT lima persen.
KESIMPULAN Cara penanaman horizontal dengan bahan setek buluh dua buku lebih baik dibandingkanpenanamanvertikal satubuku. Bambu temen mempunyai persentase tumbuhbibit yang lebih bail (60 %) dibandingkan, berturut-turut daTi yang terbaik, bambu andong56 %, betung 52 %, hitam <10 %, dan tali < 10 %. Bambu tali belum dapat ditanam secaravertikal. Penanamandi musim kemarau tidak disarankanuntuk cara pembibitan ini. Kalaupun alan dilakukan sebaiknyadenganmemakai
SandraArifin Aziz
setek buluh dua buku yang ditanam secara horizontal. DAFTAR PUSTAKA Austin, P. daD K. Veda. 1983. Bamboo. John Weather Hill, Inc. New York. 216 p. Aziz, S.A., M. Ghulamahdi daD Adiwinnan. 1991. Kemungkinan cara pembibitan daD pemberian Rootone F pada perbanyakan bambu betung (Dendrocalamus asper (Shult f) Backer ex Heyne). Laboratorium Ekotisiologi Tanaman. Jurusan Budidaya Pe11anian, Faperta, IPB. Bogor.
20
Bul. Agron. 25 (2) : 15-22 (1997)
Banik, R.L. 1980. PJ'opagation of bambooby clonal methods and by seeds. l!1 G. Lessard & Chouinard (eds.), Bamboo Research in Asia, p. ]39-]50. Proceddingof a workshop 28-30 May, 1981. Singapore. Boontawe,B. 1988. Statusof bambooresearch and depelopmentIII Thailand l!1 I.V.R. Rao, R. Guanaharanand C.B. Sastry (eds.), Bamboo current research. Proceedingsof The InternationalWorkshop, 14-18Nov, ]988. India. Bumarlong, A.A. ]980. Country report of Philliphines. l!1 G. Lessards and A. Chouinard (eds.), Bamboo Resarch in Asia. p. 69-80. Proceedings of a workshop28-30May 1980.Singapore. Oai Qihui. ] 996. Orientation Cultivation of Bamboos. l!1 I.V.R. Rao, R. Guanaharan and C.B. Sastry (eds.), Bamboo current research. Proceedings of The International Wokshop, ] 4-] 8 Nov, 1988. India. Das, A.N. 1988. Bamboo research in Nepal. In Fu Maoyi and Xiao Jianghua (eds.), p. 44-54, Cultivation and Utilization on Bamboos. The Research Institute of Subtropical Forestry, The Chinese Academy of Forestry. P.R. China. Farelly, D. 1984. The book of bamboo. Sierra Club books. San Fransisco. 322 p. Haris,
R.Z.
1992.
Pengaruh jumlah
buku
terhadap keberhasilan set~k bambu andong. Karya ilmia. Jurusan Budidaya Pertanian, Faperta, IPB. Bogor. Hasan, S.M. 1980. Lesson from past studies on the propagation of bamboo. In G. Lessard and A. Chouinard ( eds.), Bamboo Research in Asia. P. 131-]38. Proceeding of a workshop 28-30 May, 1980. Singapore.
Cara Penanam,Ul
Manurung,H.D.J. 1991.Pengaruhzat pengatur tumbuh IAA, ffiA dan NAA terhadap pertumbuhan setek cabang bambu betting (Dendrocalamus asper (Schult f) Backer ex Heyne). Karya Ilmiah. Jurusan Budidaya Pertanian, Faperta, IPB. Bogor. Ma Naizun and Zhan Wenyan. 1996. Bamboo
siviculture.
l!1
Fu Maoyi and Xiao
Jinghua(eds.),p. 34-43, Cultivation and Utilization on Bamboos. The Research Institute of Subtripical Foresty, Tha Chinese'Academy of Forestry. P.R Shina. Mc. Clure, F.A. 1966. The bamboos- a fresh perspective. HaJvard University Press. Cambridge,Masschusetts.347 halo
Prastowomanan , H.
] 962. Kemungkinan bambu untuk memenuhi kebutuhan bahan mentah pabrik kertas. Lembaga Penelitian Kehutanan. Bogor. 132 halo
Pr'osea.1995. Bamboo. l!! S. Dt'ansfieldandE. A. Widjaya (eds.), Plant Resourcesof South East Asia no. 7. Backhuiys, Liedeu. 189p. PUIllama, B.G. 1995. Pengaruh pupuk Gandasil-D terhadap keberhasilan perakaran setek batang bambu sembilang (Delldrocalamus gigallteus Munro). Karya Ilmia. Jurusan Budidaya Pel1anian, Faperta, IPB. Bogor. Sindoesoewamo,R.D. 1963. PenanamandaD penebangan barnbu dalarn hutan Kalisetail. LaporanLembagaPenelitian Hutan.bogor. Stapleton, C.M.A. 1985. Studies on vegetative propagation of Bambusa and dendrocalamus species by culm cuttings. In A.N. Rao; C. Dhanarajan, and C.B. Sustl"y (eds.), p. 146-] 59, Recent Resarch on Bamboo. Proceeding of the 111tema-tionalBamboo Wokshop, Oct 614, 1985. Hongshore, P.R. China.
21
Bul. Agron. 25 (2) : 15-22 (1997)
Sutiyono. Hendromono, M. Warkani daD I. Sukardi. 1992. Teknik budidaya tanamanbambu. Badan PenelitiandaD PengembanganKehutanan. Bogor. 13 halo Suyanto,A. 1992. Pengaruhjumlah terhadap keberhasi]ansetekbambutemen. Karya llmiah. Jurusan Budidaya Pertanian, Faperta,IPB. Bogor. Tamboc, C.C and F.D. Virtucia. 1991. Bamboo research and depelopmentin the Phillipines. ill Bamb9oin Asia and Pasific. Nov, 27-30. IDRC-FAO and UNDP. 1995. Uchimura,E. 1980. Ba,mboocuitivar. ~G. Lessard and A.'c" Chouinard (eds.), Bamboo Researchin i\:sia. Proceedings of a Workshop 28-30 May, 1980.
Widjaya, E.A. 1987. Arevision of Ma1esian Gigantochloa (Poacea Bambosoidae). Reinwardtia,vol 10, part 3. 1987:291380. Ucapan Terima Kasih
Ucapanterima kasih penulis sampaikan kepada Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdianpada Masyarakat, Direktorat Jenderal PendidikanTinggi, Depa11emen pendidikan dan Kebudayaan,Republik Indonesia,yang telahmembiayaipenelitianini lewat danaHibah BersaingIll. Tak lupa pula penulis menyampaikan terima kasih kepada Johan dan Yuda Kurniawan yang telah membantu pada pelaksanaan percobaanini.
Singapore.
SandraArifin Aziz
22