Sambutan Pembukaan Gubernur Agus D.W. Martowardojo Pada Joint IMF-Bank Indonesia Conference
The Future of Asia’s Finance: Financing for Development Jakarta, 2 September 2015
• Yang terhormat Managing Director Christine Lagarde, penyelenggara pendamping Konferensi ini;
• Yang terhormat Bapak Menteri Bambang Brodjonegoro, • Yang terhormat para Gubernur, Deputi Gubernur, Duta Besar, Perwakilan lembaga regional dan multilateral, masyarakat bisnis, kolega kami dari dunia akademik, para panelis,
• Hadirin sekalian, Selamat pagi dan selamat datang.
1.
Saya menyambut Anda sekalian dengan hangat di Konferensi yang diselenggarakan bersama-sama oleh Bank Indonesia dan IMF dengan topik
“The
Future
of
Asia’s
Finance:
Financing
for
Development.” Topik ini memang sangat penting karena masih ada kesenjangan keuangan yang besar di Asia. Dalam hal ini, mencari pembiayaan optimum akan menjadi tantangan di tengah kondisi saat ini.
2.
Sebelum saya menyampaikan pandangan tentang masalah pembiayaan, izinkan saya untuk membahas tentang perkembangan ekonomi global. Keuangan Asia saat ini sedang menghadapi tantangan berat. Dalam
waktu dekat, kita mungkin akan masih menghadapi meningkatnya volatilitas arus modal sebagai konsekuensi dari kondisi ekonomi global yang tidak sesuai perkiraan. - Perlambatan pertumbuhan ekonomi global terus menekan
produksi dan prospek. Menguatnya dollar AS setelah
pemulihan ekonomi AS secara parsial dan pelonggaran di Eropa dan Jepang telah menguji sejumlah Negara penyangga ekonomi Asia. Melemahnya harga komoditas telah berdampak sangat buruk pada ekspor sejumlah negara utama di kawasan ini. Dan yang terbaru, keputusan Tiongkok untuk menstimulus pertumbuhan moderatnya melalui kebijakan kurs telah meningkatkan risiko pembiayaan eksternal. Faktanya, kerentanan keuangan global kembali meningkat senada dengan lonjakan global yang terjadi pada Tahun 2013, sedang terjadi saat ini, dan telah menimbulkan penarikan arus modal dari beberapa negara emerging markets, termasuk Asia.
3.
Meskipun Asia tetap tangguh menghadapi berbagai risiko ini, dan telah memimpin pertumbuhan global selama tiga puluh tahun terakhir, perannya untuk mendukung pemulihan ekonomi global tampaknya agak melemah. Sejumlah negara e m e r g i n g m a r k e t s di kawasan ini mengalami
perlambatan
pertumbuhan
ekonomi
dan
menghadapi
peningkatan kerentanan terhadap sistem keuangan, yang sebagian besar terkait dengan pengembalian modal.
4.
Asia sangat memerlukan bauran kebijakan yang tepat untuk memastikan pertumbuhan dan memitigasi risiko. Pengalaman mengajarkan kita tentang pentingnya pemerintah mengambil tindakan kebijakan yang tegas dan kredibel untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan keuangan. Arah kebijakan “stabilitas di atas pertumbuhan” setelah gerakan Federal Reserve pada Mei 2013 adalah contoh yang menarik. Bahkan, pertumbuhan yang termoderasi dianggap sangat penting untuk perkembangan ekonomi lebih lanjut, baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang.
5.
Dalam hal Indonesia, untuk menjawab situasi saat ini, Bank Indonesia telah secara konsisten melaksanakan kebijakan moneter cenderung ketat sejak pertengahan 2013. Sejumlah hasil positif telah terlihat. Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat seiring dengan pelambatan ekonomi global, pertumbuhan masih tercatat dengan tingkat yang relatif tinggi sebesar 4,67% pada triwulan kedua 2015. Fondasi ekonomi Indonesia tetap baik dan menunjukkan peningkatan dengan perbaikan defisit rekening transaksi berjalan, surplus neraca perdagangan dalam dua triwulan terakhir 2015, dan laju inflasi yang dapat dikelola yang diharapkan ada dalam target Bank Indonesia sebesar 4±1% pada 2015.
6.
Selain itu, stabilitas sistem keuangan tetap solid, ditopang oleh sistem perbankan yang tangguh dan pasar keuangan yang relatif stabil. Untuk lebih mendukung stabilitas makroekonomi, Bank Indonesia menerapkan langkah kehati-hatian untuk sektor bisnis yang memiliki akses ke utang luar negeri untuk melakukan lindung nilai dengan menerapkan rasio lindung nilai dan menjaga likuiditas valuta asing yang memadai dengan melaksanakan peraturan rasio likuiditas. Selain itu, untuk mempercepat pendalaman pasar keuangan, Bank Indonesia telah memperbaiki sejumlah langkah yang terkait dengan transaksi valuta asing terhadap rupiah dan posisi net valuta asing pada bank-bank komersial.
7.
Pencapaian positif tersebut diakui oleh lembaga internasional, di antaranya Standard and Poor's (S & P) yang menaikkan prospek peringkat Indonesia dari Stabil menjadi Positif.
Hadirin yang saya hormati,
8.
Dengan perkembangan ekonomi global yang tidak menguntungkan, penting
bagi
negara-negara
berkembang
untuk
meningkatkan
permintaan domestik agar menjaga dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini, investasi infrastruktur akan membantu membuka potensi pertumbuhan dan menjaga pertumbuhan berkelanjutan dalam jangka menengah. Namun, upaya ini harus disertai dengan perbaikan struktural untuk meningkatkan iklim usaha dan memperkuat kapasitas kelembagaan. Oleh karena itu, penetapan prioritas investasi infrastruktur dengan mempertimbangkan kekhasan negara dan hal-hal yang dapat dipelajari dari negara-negara yang berhasil akan menjadi penting dalam melakukan investasi infrastruktur.
9.
Investasi
infrastruktur
sangat
membutuhkan
pembiayaan
jangka
panjang. Tantangannya adalah bagaimana memberikan pembiayaan yang berkelanjutan di tengah bertambah ketatnya peraturan keuangan, lemahnya pengeluaran sektor korporat, terbatasnya sumber daya pemerintah, dan adanya ketidakpastian global. Kami mengetahui bahwa ada sejumlah pengaturan regional dan global yang diprakarsai untuk mengatasi pembiayaan infrastruktur, di antaranya: Asian Bond Markets Initiative (ABMI) dalam kerja sama ASEAN+3, ASEAN Infrastructure Fund (AIF) dalam kerja sama ASEAN dengan ADB, dan Global Infrastructure Fund (GIF) dalam kerja sama G20. Selanjutnya di tingkat nasional, pemerintah
telah
menyisihkan
pembiayaan
untuk
pembangunan
infrastruktur. Apakah semua inisiatif tersebut sudah cukup?
10. Mari simak pertanyaan ini. Berapa banyak biaya yang dibutuhkan oleh Asia untuk membiayai ekonominya? ADB memperkirakan lebih dari USD1 triliun
diperlukan
untuk
infrastruktur
demi
mempertahankan
pertumbuhan ekonomi ASEAN saat ini dalam periode sepuluh tahun. Selain itu, juga diperkirakan bahwa dalam periode yang sama, Asia akan harus menginvestasikan sekitar USD8 triliun dalam infrastruktur nasional secara keseluruhan untuk energi, transportasi, telekomunikasi, air, dan sanitasi. Selain itu, kawasan ini akan harus menginvestasikan sekitar USD300 miliar untuk proyek-proyek infrastruktur perpipaan regional, yang melibatkan pekerjaan konstruksi fisik dan kebijakan terkoordinasi dengan dua negara Asia atau lebih serta memiliki dampak lintas perbatasan yang positif dan signifikan.
11. Secara finansial, kebutuhan pembiayaan infrastruktur lintas perbatasan dan
regional
seringkali
bersaing
dengan
pembiayaan
untuk
meningkatkan infrastruktur nasional. Kebutuhan besar akan proyekproyek infrastruktur telah menimbulkan kesenjangan pembiayaan yang besar, atau perbedaan antara total kebutuhan keuangan dengan pembiayaan yang mungkin tersedia melalui sumber daya pemerintah langsung.
12. Berdasarkan hal tersebut, kita harus menggandakan upaya pembiayaan untuk pembangunan. Izinkan saya menyampaikan beberapa opsi. Kerja Sama Pemerintah dan Swasta (KPS) adalah solusi alternatif untuk mempercepat pembangunan infrastruktur. Meskipun skema ini dapat menambah
investasi
infrastruktur,
kita
harus
mempertimbangkan
risikonya terhadap posisi fiskal karena KPS umumnya menciptakan kontinjensi untuk kewajiban di kemudian hari. Proyek-proyek yang baik harus dipilih dengan cermat. Tata kelola yang baik dan penegakan peraturan yang tegas sangat diperlukan.
13. Selain itu, sektor keuangan harus memainkan peran aktif dalam pembiayaan pembangunan. Memperkuat langkah-langkah kehati-hatian dan perlindungan harus melengkapi peran ini. Dengan kebijakan makro-
ekonomi yang baik, peningkatan kelompok penghasilan menengah, penghematan tinggi, banyaknya sumber daya tenaga kerja, semakin tingginya tingkat pendidikan, dan pesatnya penerapan teknologi, Asia memiliki komponen yang tepat untuk melanjutkan pertumbuhan dan menarik investasi.
14. Saya juga berpandangan bahwa mendorong perkembangan pasar modal dan mengurangi ketergantungan pada intermediasi keuangan berbasis bank adalah dua langkah yang mendesak dan sangat penting. Asia telah memasuki area ini dengan melanjutkan integrasinya dalam sektor keuangan. Jika Masyarakat Ekonomi ASEAN terbentuk pada akhir tahun ini, kita harus mulai memikirkan jauh setelah 2015, dan menurut hemat saya, pembentukan ekosistem terbaik untuk pembiayaan pembangunan regional harus menjadi satu di antara tujuan akhir integrasi keuangan ASEAN pasca-2015.
15. Dengan demikian, bank-bank sentral di Asia memiliki tugas yang menantang, yaitu
menyeimbangkan kebutuhan untuk memperdalam
pasar keuangan dan memastikan stabilitas keuangan. Memperdalam pasar modal dan mendorong keuangan inklusif akan memperluas basis investor dan menyediakan pembiayaan alternatif. Keuangan inklusif harus mengubah wajah pembiayaan untuk menjadi lebih terfokus pada manusia, mendukung investor dengan lebih banyak outlet, usaha kecil dan menengah dengan lebih banyak akses dana, dan konsumen dengan hipotek dan kredit-kredit lain untuk memperlancar konsumsi. Namun, kita harus tetap waspada karena pasar modal yang lebih dinamis dapat menimbulkan berbagai risiko terkait dengan komitmen dan komposisi aliran modal.
Hadirian sekalian,
16. Sekarang, izinkan saya memberikan gambaran sekilas tentang Indonesia. Pemerintah saat ini telah memberikan perhatian besar untuk mendorong investasi infrastruktur untuk memfasilitasi pertumbuhan yang lebih kuat dan lebih berkelanjutan. Pemerintah menempatkan prioritas khusus pada penguatan konektivitas fisik, terutama konektivitas laut serta integrasi antara laut dan darat, seperti konektivitas jalan kereta api dan digital. Peningkatan simpul-simpul ini akan sangat mengurangi biaya logistik, menambah daya saing, dan menciptakan efisiensi biaya di seluruh Indonesia. Dalam lima tahun mendatang, pemerintah akan membangun 5.000 km jalan kereta api, 2.600 km jalan darat, 49 bendungan, 24 pelabuhan, dan pembangkit listrik dengan kapasitas 35.000 megawatt.
17. Pada
sisi
pembiayaan,
pemerintah
telah
berkomitmen
untuk
melaksanakan reformasi subsidi BBM. Keputusan pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM pada 2014 menciptakan ruang fiskal sekitar US$19 miliar untuk investasi infrastruktur. Selain itu, berbagai langkah telah dilakukan, seperti memberikan insentif fiskal untuk investasi dengan sistem bersasaran lebih baik, menyediakan jaring pengaman sosial untuk masyarakat miskin, melanjutkan program pendalaman keuangan untuk memobilisasi
simpanan
domestik
untuk
pembiayaan
swasta
dan
pemerintah, dan meningkatkan keterlibatan sektor swasta dengan menyempurnakan kerangka KPS dan membentuk Pusat KPS. Namun, dengan besarnya pembiayaan yang dibutuhkan, lebih banyak inisiatif diperlukan untuk mewujudkan rencana tersebut secara komprehensif.
Hadirin yang saya hormati,
18. Sebagai catatan terakhir, saya ingin menekankan bahwa Konferensi hari ini sangat penting karena akan membahas tentang berbagai peluang utama untuk pembiayaan pembangunan Asia saat ini dan di masa datang. Hal ini juga merupakan kesempatan yang baik bagi pemerintah dan sektor swasta untuk berbagi pengalaman dan bertukar pendapat untuk terobosan
dalam
menciptakan
pembiayaan
berkelanjutan
untuk
pembangunan. Asia sedang menghadapi tantangan berat dan kita harus bekerja sama untuk memilih jalan yang tepat. Saya yakin bahwa Konferensi ini akan berkontribusi dalam memberikan pemahaman dan saran kebijakan yang bermanfaat untuk hal yang sangat krusial ini.
19. Akhirnya, izinkan saya untuk mengucapkan terima kasih kepada para panelis dan tamu undangan yang telah datang ke Jakarta dan kepada panitia pelaksana atas penyelenggaraan konferensi ini.
Terima kasih dan semoga semua hadirin memperoleh diskusi yang bermanfaat.