Sambut sambit sambat Karya: Trisulo Mustafa
Pemeran Ayah Banyu Lastri Rahma Broto Sobat Wanita-wanita tunasusila
ADEGAN 1 *panggung masih gelap*
Ayah
:Dunia memang begitu indah. Lebih indah dari apa yang dibayangkan manusia-manusia yang pernah mengalaminya. Hingga akhir hayatmu pun kau akan merasakan keindahan dunia. Tidak bisa? Hanya dugaanmu saja, kau terlalu mengada-ada, sobatku. Apabila kau tidak dapat menemukannya? Berarti pencarianmu atas kehidupan indah itu baru separuh jalan. Ayolah, masa segitu saja kau sudah menyerah. Kau lemah, sobat. Bagai mendoan goreng yang sudah didiamkan selama lima jam di piring melamin milik Mpok Ijah. Masih tidak menemukannya? Sepertinya kau hanya leyeh-leyeh di dipan tuamu saja tanpa melakukan hal yang berarti. Ayolah bergerak. Ya, bergerak seperti aku. Apa? Aku? Kau tidak
tahu kisahku? Mari aku tunjukkan betapa bahagianya aku. Lhoo…. Kok malah menyepelekan aku. Kau tak tahu betapa indahnya hidup yang kujalani. Sudahlah! Tak perlu banyak bertanya kau! Sudah seperti wartawan saja! *cahaya lampu menerangi panggung* Tampak seorang wanita yang sedang mengasuh anaknya di sudut ruangan seraya menyanyikan nina bobo dengan lirihnya Lastri
: nina bobo ooh niiiina booboo kalau tidak bobo digigit nyamuk. Tidurlah anakku sayang, jangan membuka matamu dahulu. Hari masih malam. Tidurlah anakku sayang, sampai matahari terbit dan bersinarlah kau layaknya surya yang memecah gelap. Aku mencintaimu sampai akhir hayatku.
Ayah
: Lastri. Suamimu baru sampai di rumah selepas pekerjaannya.
Lastri
: eh Ayah. Sini biar aku bawakan tasnya.
Ayah
: terima kasih, istriku tercinta. Banyu sudah tidur?
Lastri
: sudah, yah. Baru saja aku menidurkannya. Ayah sebaiknya mandi, tidak baik kalau sehabis kehujanan tidak langsung mandi, nanti bisa masuk angin.
Ayah
: Lastriiii, Lastriiiiii. Kau memang sungguh pengertian dengan keadaanku yang seperti ini. memang tidak salah kalau aku meminangmu enam tahun yang lalu.
Lastri
: Ayah bisa saja. Aku hanya melakukan apa yang aku harus lakukan sebagai seorang istri yang baik. Sudah sudah, tak perlu memujiku terus, sebaiknya ayah segera mandi.
Ayah
: tentu saja, Lastri. Tapi sebelum mandi, aku ingin memberikanmu ini.
Lastri
: apa itu, Yah?
Ayah membuka sebuah kresek yang berisi mainan bayi dan sebuah kotak merah Ayah
: ini mainan untuk Banyu dan hadiah spesial untukmu.
Lastri
: ya ampun sebuah liontin emas. Ayah, tapi ini kan barang mahal. Lebih baik kan uangnya dipakai untuk membeli kebutuhan yang lain.
Ayah
: tak apa-apa, Lastri. Sesekali memberikan hadiah untukmu kan tidak salah. Lagipula hari ini bos Ayah memberikan bonus besar untuk kinerja Ayah selama ini. Tapi Ayah agak heran, karena Bos Ayah seperti menyebutkan sesuatu yang Ayah tidak mengerti.
Lastri
: apa itu, Yah?
Ayah
: entahlah. Angon-angon atau pesangon atau apa, Ayah agak sulit mengingatnya. Maklum telinga Ayah sepertinya sudah lelah dimakan usia.
Lastri
: terima kasih ya, Ayah. Liontin emas ini akan aku rawat sebaik mungkin.
Ayah
: iya, Lastri. Aku sebaiknya mandi. Malam mulai menunjukkan dinginnya.
*black out* Ayah
: apa kau masih ragu akan kehidupan indahku, sobatku. Harus berapa kali kubilang kalau hidupku sangat indah. Pekerjaan dengan upah besar untuk seorang anak desa sepertiku yang bahkan tak lulus sekolah dasar. Istri cantik yang penurut, santun, baik hati dan tulus mencintaiku, serta seorang anak laki-laki yang tampan dengan jemari mungilnya yang menghiasi keranjang bayi kami di rumah. Kau sudah percaya? Baguslah kalau begitu.
Sekarang aku akan melanjutkan hidupku yang indah ini. Sudah- sudah sana pergi, kembali kesini kapan-kapan saja. Pokoknya jangan sekarang. Ayooo cepat, sana pergi. Ini aku beri kau sebatang rokok. Anggap saja sangu dari aku yang sedang berbahagia ini. ADEGAN 2 *cahaya lampu menerangi panggung* Suasana panggung tampak suram banyak perabot yang berserakan. Diujung ruangan ada seorang anak kecil yang menangis dengan kencang mencari ibunya. Ayah masuk dengan langkah gontai. Ayah
: Bajingan…. Bajingan….. semuanya bajingan. Apa kau lihat-lihat. Dasar bocah keparat!
Banyu
: huweeeeeeeee…. Ma….maaaa…. huweeeee…..
Ayah
: diam kau, bedebah! Hentikan tangismu yang menggangu pendengaranku ini.
Banyu
: ma….maa…. maaaa naaaaa….
Ayah
: Lastri? Kau mencari Lastri? Kau mencari wanita sundal itu. Wanita yang dengan tega menjual tubuhnya demi uang itu? Masih sudi kau menyebutnya sebagai mama? Aku saja tak sudi. Bahkan untuk mengingatnya saja aku sudah menganggapnya sebagai najis besar. Harus dicuci dengan tanah!
Banyu
: aaaaa….yaaaa…. aaa…..yaaa
Ayah
: Apa? Kau lapar? Makan sampah ini! makan! Dasar bocah biadab! Karenamu kita semua menjadi susah. Dasar keparat! Kau selalu saja menyusahkanku!
Banyu
: aaaa…yaaaa….. huweeeeeeee…….
Ayah
: hidupmu enak, bangsat! Makan langsung diberi makan, buang air besar tinggal buang, apa-apa harus orang lain yang mengerjakan. Hidupmu terlalu indah untuk makhluk semacammu, bocah!
Ayah membanting meja dan beberapa perabot hingga rusak parah serta menendang bak sampah sehingga isinya terurai kemana-mana lalu merebahkan dirinya di kasur Ayah
: andaikan saja hidupku bisa bertukar denganmu, bocah. Kau akan tahu mengapa aku menjadi seperti ini. Dan kau akan mengetahui bahwa hidup itu tidak seindah yang kau bayangkan!
*black out* ADEGAN 3 Ayah
: kau lagi. Kenapa? Tumben sekali mengunjungiku sesuntuk ini. malam ini badai datang lagi. Apa kau mau menginap di rumahku? Baiklah. Tapi maaf kalau rumahku berantakan sekali ditambah bau pesing anak tak tahu diuntung itu. Apa? Kau masih mempertanyakan keindahan hidupku ini? kau sudah gila, sobat. Tak ada yang namanya hidup indah! Itu semua hanya omong kosong belaka! Tapi aku terkadang iri dengan seorang anak kecil. Kehidupan mereka begitu indah. Bahkan sampai kebusukan dalam hidup ini masih bisa dirasa indah. Andaikan aku bisa menjadi anak kecil lagi, pasti hidupku akan indah. Apa? Aku bisa menjadi anak kecil lagi? Sepertinya kau
mulai sinting, sobatku. Sudahlah kita tidur saja, makin khayal omonganmu bila tak tidur. *cahaya lampu menerangi panggung* Ruangan tampak rapi yang disambut oleh tangis seorang bayi dari sebuah keranjang bayi yang berada di sudut ruangan. Banyu yang sudah dewasa, berpakain rapi layaknya seorang pegawai kantoran memasuki panggung Banyu : Ya ampun. Anakku kenapa lagi ini? Ayah : huweeee…. Huweeee….. huweeeee…. Banyu
: oh Anakku haus ya? sini mimik susu dulu. Kamu pasti haus ya Ayah tinggal seharian bekerja. Sabar yaa, sebentar lagi kamu akan punya Mama baru yang akan sangat sayang kepadamu. Dan kamu tidak perlu khawatir akan sendirian lagi di rumah ini.
Seorang wanita mengetuk pintu dan langsung masuk memeluk Banyu Rahma : sayaaaaaanggg…… ya ampun. Ternyata rumah kamu jauh sekali ya. aku sampai tersasar sampai gang sebelah. Ayah
: waaaah. Calon ibu baruku ternyata cantik. Body-nya juga bohay. Waaah si Banyu menang banyak ini. tapi tunggu sebentar, kenapa Banyu sekarang menjadi besar ya? dan… dan… mengapa aku menjadi kecil ini? bagaimana bisa. Banyu…. Banyu!
Banyu
: ada apa, anakku?
Ayah
: kenapa aku bisa menjadi kecil seperti ini? dan kenapa kau menjadi besar? Dan mengapa ada wanita cantik ini di rumahku? Ada apa sebenarnya?
Banyu
: ooooh… ini Rahma calon ibu baru kamu. Sayang, kemari sebentar. Anakku ingin berkenalan denganmu.
Rahma : lucunyaaaaa… adek kecil namanya siapa? Ayah
: kecal kecil kecal kecil!! Aku Ayahnya Banyu!
Banyu
: sayang, kamu mau minum apa?
Rahma : aku mau teh hangat saja, sayang. Banyu
: sebentar ya, akan aku buatkan untukmu.
Rahma : heh bocah tengik! Sebentar lagi, kau dan ayahmu yang bodoh itu akan jatuh miskin semiskin-miskinnya. Ayah
: Bagaimana bisa!
Rahma : Ayahmu akan jatuh kedalam perangkapku dan aku akan mengeruk habis harta bendanya. Dan kamu tidak akan bisa melakukan apa-apa. Ayah
: Dasar jalang!!!
Banyu
: Sayang, minumannya sudah jadi.
Rahma : Terima kasih, sayang. sepertinya barusan anakmu ngompol. Ayah
: Banyu! Aku tidak ngompol! Wanita busuk itu merencanakan hal yang sangat jahat padamu.
Disaat Banyu mengecek keadaan Ayah, Rahma memasukkan sesuatu kedalam minuman Banyu Ayah
: Banyu! Dengarkan kata-kataku!
Banyu
: andaikan kau bisa berbicara, anakku. Aku ingin mengetahui bagaimana tanggapanmu terhadap Rahma. Rahma orang yang baik, aku berkenalan dengannya di sebuah bar. Dia sungguh ramah dan menawan. Kau pasti senang kan bisa memiliki ibu seperti dia.
Ayah
: Banyu! Apakah kata-kataku tak dapat kau cerna sebaik mungkin dengan otak dangkalmu itu?
Rahma : sayang, ayo kita minum teh hangat ini. Banyu
: iya, sayang. aku tinggal sebentar ya. jangan bandel!
Banyu meminum teh hangat yang sudah diberi obat itu dan seketika Banyu merasa badannya sangat aneh. Banyu
: sayang, kepalaku tiba tiba pusing dan badanku terasa sangat panas.
Rahma : aku juga, sayang. lebih baik kita merebahkan diri kita di kasur. Banyu
: baiklah.
Rahma mematikan lampu dan dengan buas mencumbu Banyu. *black out* Ayah
: tidaaaaaaaaaaaaaaakkkkkkkkkkkkk………
*cahaya lampu menerangi panggung* Suasana rumah tampak tenang, tampak Ayah yang sedang menangis seraya melihat Banyu yang sedang menggunakan kokain di ranjang. Ayah
: Banyu anakku. Apa yang telah kau perbuat, nak.
Banyu
: heee anakku. Kau harus tahu. Kokain ini sangat nikmat. Kau harus mencobanya. Benar kan, sayang? kokain kita ternyata sudah habis. Dan sepertinya uangku juga sudah habis.
Rahma : apa? Uangmu sudah habis? Dasar! Pria miskin! Kalau kau tak bisa mencari uang lagi untuk membelikanku kokain, aku akan mencari pria lain yang mampu membelikanku kokain! Banyu
: tapi, sayang? kita kan mau menikah bulan depan.
Rahma : menikah? Aku tak sudi menikahi orang miskin sepertimu apalagi ditambah anakmu yang tak berguna itu? Ayah
: kau bilang aku apa, jalang?
Rahma : tak berguna! Rahma menampar Banyu dan pergi keluar dari panggung. Banyu
: aku tak berguna katanya.
Ayah
: tidak, nak. Ayah yang tak berguna. Ayah tak bisa mencegah niat jahat wanita jalang itu.
Banyu
: tidak..tidak… masih ada jalan lain. Masih banyak pelacur-pelacur murah yang dapat kugunakan untuk melepaskan nafsu bejatku ini.
Ayah
: Jangan, nak. Jangan.
Banyu segera berlari keluar panggung. Ayah
: tidak, nak. Tidak. Jangan lakukan hal bodoh seperti itu, nak. Kau hanya mengulangi kesalahan yang sama untuk kesekian kalinya.
Banyu memasuki panggung dengan beberapa wanita. Ayah hanya bisa meratapi apa yang dilakukan Banyu tanpa bisa berbuat apa-apa. *black out* Ayah
: sobat? Itukah kau sobat? Ah maaf tuan, aku kira kau adalah sobatku.
*cahaya lampu menerangi panggung* Suasana panggun kembali tenang. Di ranjang duduk Banyu dan seorang pemuda, sedangkan Ayah hanya dapat melihat dari keranjang bayi. Banyu
: entahlah. Aku bingung harus bagaimana. Sepertinya sudah tidak ada wanita yang mau denganku lagi.
Surya
: santai saja, Banyu. Kau pasti akan mendapatkan apa yang ingin kamu dapatkan.
Ayah
: hey anak muda, walaupun aku seorang perokok. Asap rokokmu itu terasa menyesakkan di hidungku yang kecil ini.
Surya
: eh aku lupa kalau ada anak kecil di rumah ini. aku sebaiknya mematikan rokokku.
Banyu
: ah tidak usah. Dia tidak akan menghirup asapmu dari sini.
Ayah
: aku menghirupnya, tengik!
Surya
: lalu apa yang akan kau lakukan setelah masuk panti?
Banyu
: aku pun juga tak tahu. Mungkin mencari sebuah kehidupan baru dan tentu saja pasangan yang baru.
Surya
: kau pasti bisa, Banyu. Aku yakin. Sangat yakin.
Banyu
: kenapa kau bisa begitu yakin, Surya?
Surya
: tentu aku sangat yakin. Karena aku selalu memperhatikanmu dari awal. Aku menyayangimu, Banyu.
Banyu
: aku juga menyayangimu, Surya. Tapi ada yang terasa janggal.
Ayah
: Nak! Kau tak serius mengatakan itu kan?
Surya
: kau serius?
Banyu
: entahlah. Pikiranku sedang tak jernih.
Surya
: kita jalani saja dulu.
Ayah
: hey jangan kau apa-apakan anakku itu, anak muda. Berani kau meracuni anakku dengan berhubungan sesama jenis. Kau akan langsung berhadapan denganku.
Surya
: aku tak peduli apa yang dikata orang. Karena aku benar benar mencintaimu, Banyu. Aku akan selalu menyemangatimu disaat kau sedang rehab.
Surya memeluk Banyu. *black out* Ayah
: jangan lakukan itu, nak. Jangan, Banyu! Jangaaaaaaaan……
ADEGAN 4 Ayah
: ternyata kau memang sobatku. Sudah sangat lama sepertinya. Apa? Kau menungguku untuk menyapa terlebih dahulu. Dasar kau ini. entahlah. Aku juga bingung dengan keadaan ini. aku sudah kacau, aku bahkan sudah tidak
tahu aku ini siapa. Apa? Kembali ke masa lalu? Kau mulai dengan ide-ide sintingmu. Aku tak habis pikir, dahulu kau sekolah dasar dimana memangnya? Tapi kembali ke masa lalu sepertinya lebih dapat menjernihkan pikiranku disbanding keadaanku saat ini. Mau kemana kau? Reparasi jam? Sepertinya diujung gang Pak Asep masih membuka reparasi jam. *black out* Suasana panggung tampak sibuk. Ayah sedang mengerjakan sesuatu di ranjang sedangkan Lastri tampak sibuk menyuapi Banyu. Lastri
: ayo Banyu, buka mulutnya yang lebar.
Ayah
: Lastri, tolong buatkan aku segelas teh hangat.
Lastri
: iya sebentar, Ayah. Sebentar ya, nak. ibu mau ambilkan ayah minuman dahulu.
Lastri mengantarkan minuman kepada Ayah. Ayah
: hutang kita kepada Broto si lintah darat itu makin banyak, Lastri. Kita sudah tidak bisa dilunasi dalam waktu dekat.
Lastri
: memangnya Ayah hutang apa saja kepada Pak Broto? Sepertinya untuk pelunasan panik saja tidak sampai sebesar itu jumlahnya.
Ayah
: eeehh anu… untuk kebutuhan Ayah yang lainnya. Kamu tak akan mengerti bila aku ceritakan.
Terdengar suara pintu yang diketuk, Lastri langsung membukakan pintu.
Broto
: selamat sore, Lastri dan suami. Mohon maaf bila kedatangan saya mengganggu kemesraan senja di kediaman saudara. Kedatangan saya kesini hanya sekedar bersilaturahmi dan juga…..
Ayah
: besok, Broto! Besok!
Broto
: lho lho lho ada apa ini?
Ayah
: aku janji aku akan bayar semua hutangku besok!
Broto
: benarkah itu?
Lastri
: memang sebenarnya Ayah itu hutang apa dengan Pak Broto?
Broto
: Lastri tak mengetahuinya? Suami macam apa kamu.
Ayah
: besok, Broto! Besok! Aku janji Besok! Dan kau tak perlu kesini. Aku akan mengantarkannya ke rumahmu besok sore sepulang aku kerja!
Broto
: baiklah kalau begitu. Besok akan aku tunggu di rumah. Kalau begitu saya permisi dulu. Omong-omong liontinmu bagus, Lastri.
Lastri
: liontin ini tidak akan saya jual, Pak Broto. Ini hadiah dari Ayah dan aku sudah berjanji akan menjaga liontin ini.
Broto
: kalau begitu aku pamit dulu. Mari, Lastri.
Lastri
: mari, Pak Broto.
Broto meninggalkan panggung. Lastri
: Ayah harus menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi!
Ayah
: sudahlah Lastri. Bagaimana kalau liontin emas yang aku berikan dahulu kita jual saja untuk menutup hutang-hutang kita.
Lastri
: ya, apabila Ayah menjelaskan kepadaku terlebih dahulu apa yang terjadi secara rinci.
Pintu diketuk dengan kencang dari luar. Lastri membukanya dan Broto masuk ke dalam rumah dengan senyum liciknya. Broto
: perubahan rencana. Aku mau hutangmu dibayar sekarang. Tanpa pengecualian.
Lastri
: sebenarnya Ayah hutang apa dengan Pak Broto?
Broto
: suamimu selalu bermain ke club malam milikku. Menghabiskan uang untuk judi, wanita dan narkotika.
Lastri
: Ayah, ini tidak mungkin kan?
Ayah
: maafkan aku, Lastri.
Broto
: jadi kalian ingin membayar hutang kalian dengan apa? Wah liontinmu berkilau sekali, Lastri.
Lastri
: aku akan membayarnya dengan apapun. Termasuk jiwa dan ragaku tapi tidak dengan liontin ini.
Ayah
: jangan, Lastri. Jangan!
Lastri
: aku sudah tidak peduli. Aku hanya akan selalu memegang teguh janjiku kepada orang yang pernah memberikanku liontin ini.
Broto
: monggo ikut denganku, Lastri.
Broto dan Lastri meninggalkan panggung. *black out* Ayah
: sobat? Kau tampak sibuk? Oh sedang ada pekerjaan rupanya. Maaf kalau aku mengganggu. Itu istrimu? Cantik sekali ya. Wajahnya mengingatkanku kepada Lastri.
*cahaya lampu menyoroti ranjang* Tampak Ayah dan Lastri duduk berdampingan di kasur. Ayah
: kenapa kau lakukan itu, lastri? Kenapa? Kau masih tidak ingin berbicara dengan suamimu lagi? Ini sudah sepuluh hari kita tidak saling bicara, Lastri. Setidaknya ucapkanlah sesuatu agar aku tahu.
Lastri
: jikalau aku mati nanti, apakah kau mau memegang janji yang akan kuberikan?
Ayah
: mau, Lastri. Sangat mau. Apapun janji itu. Aku janji.
Lastri
: berjanjilah kepadaku kau akan merawat Banyu dan membesarkannya dengan penuh cinta.
Ayah
: iya, Lastri. Tapi kau tidak serius akan mati kan?
*cahaya lampu menyinari seluruh panggung* Seorang pemuda berstelan jas dan membawa sabit besar masuk ke dalam panggung. Ayah
: sobat? Apa yang kau lakukan disini?
Sobat
: tak ada. hanya ingin mengambil sisa sisa dari apa yang harus aku ambil.
Ayah
: memang apa yang akan kau ambil?
Lastri
: aku, Yah. Aku yang akan diambil.
Ayah
: sobat, Lastri. Kalian bercanda kan? Permainan apa lagi yang sedang kalian mainkan?
Sobat
: tak ada permainan disini. Lastri menjual jiwanya kepadaku agar hidup kalian tercukupi serta lepas dari berbagai hutang. Yaa walaupun permintaanya agak aneh, Lastri rela diambil jiwa dan raganya, asalkan liontin ini harus aku kembalikan padamu.
Ayah
: Lastri….
Lastri
: rawat Banyu sebaik mungkin, Yah. Ajarkan nilai-nilai luhur yang baik. Jangan sampai Banyu terperosok ke jalan yang salah. Jangan lupa ajarkan Banyu budaya bangsa ini, Yah. Dan jaga diri ayah sebaik mungkin.
Ayah
: Lastri. Jangan tinggalkan aku Lastri.
Lastri
: sampai jumpa lagi, Ayah. Aku selalu menyayangi Ayah. Sampai akhir hayatku.
Sobat
: ayo, Lastri. Neraka tempat yang indah. Tak seburuk apa yang kamu pikirkan selama ini.
Ayah
: Lastri !
Sobat
: sudahlah! Aku jijik dengan salam perpisahanmu.
Sobat dan Lastri meninggalkan panggung. *black out*
Ayah
: sobat! Kau bangsat!
ADEGAN 5 *cahaya lampu menyinari panggung* Seorang pemuda sedang duduk bersila seraya membacakan ayat suci Al-Quran dan seorang kakek yang sedang merebahkan dirinya diatas ranjang. Banyu
: lakuum..diinukum waaliyaddiin… shodaqallahuladzim..
Ayah
: Banyu.
Banyu
: iya, Ayah.
Ayah
: Ayah senang mendengarmu membacakan surat Al-Kaafirun tadi. Suaramu begitu menenangkan jiwa, nak.
Banyu
:oh iya, Ayah. Banyu terpilih menjadi duta wisata jawa tengah karena keahlian Banyu dalam menarikan tarian darah dan kepiawaian Banyu dalam berpencak silat. Dan besok lusa Bapak Gubernur Jawa Tengah ingin bertemu dengan orang yang sudah melatih Banyu menjadi Banyu yang sekarang, yah. Tidak lain dan tidak bukan yaa Ayah sendiri.
Ayah
: ah kamu bisa saja, nak. Sebenarnya ibumu lah yang membuat Ayah langsung mengajarimu banyak hal. Karena ibumu ingin agar kau tidak melupakan siapa jati diri kita sebenarnya
Banyu
: mendengarkan kisah tentang ibu dari Ayah selalu membuatku betapa hebatnya ibu itu.
Ayah
: tak hanya itu, Banyu. Ibumu juga memiliki paras yang sangat cantik.
Banyu
: ah Ayah. Oh iya, aku mau pergi dulu, yah. Masih ada beberapa urusan yang harus aku selesaikan.
Ayah
: iya, nak. berhati-hatilah kau di jalan.
Banyu
: Banyu pergi dulu, Yah. Assalamualaikum.
Ayah
: waalaikumsalam.
Banyu meninggalkan panggung. Ayah
:
anak
itu
sekarang
sudah
besar.
Aku
sudah
tidak
perlu
mengkhawatirkannya lagi. Lastri, anakmu sudah besar. Andai kau bisa melihatnya saat dia sukses sekarang. Kau pasti akan sangat bangga. Aku sepertinya masih punya tanggungan yang harus aku selesaikan. Tapi aku lupa. Ah memang ingatan orang tua ini sudah semakin payah. Sobat
: benar sekali, sobatku! Kau masih punya tanggungan!
Sobat masuk ke dalam panggung. Ayah
: sobat?
Sobat
: masih ingat janjimu terdahulu padaku? Tepat setelah Lastri pergi untuk selamanya?
Ayah
: ah ya. aku ingat sekarang. Yaaa, sampai Banyu menjadi sukses dan bertumbuh menjadi pria berjiwa luhur. Aku sudah siap, Sobat.
Sobat
: ternyata sudah dua puluh satu tahun ya kita tak berjumpa. Apa kau tak rindu denganku?
Ayah
: satu hal yang kurindukan dari dirimu adalah ketika kau tidak ada disini.
Sobat
: ayolah sobatku. Kita ini kawan lama. Mengapa sebegitu ketusnya kepadaku. Akupun sudah melupakan kejadian-kejadian yang sudah lampau.
Ayah
: kau tetap menjadi bajingan seperti dahulu kala, Sobat. Bagaimana kabar Lastri disana? Apakah dia bahagia?
Sobat
: Lastri? Dia sudah pergi ke surga! Banyu lah penyebabnya! Doa anak soleh! Cih! Aku jijik mendengarkan doa yang dipanjatkan anakmu itu. Sudah lama kita tidak bermain? Apa kau mau bermain lagi?
Ayah
: tidak, Sobat. Aku ingin mengakhirinya semua. Mungkin menemanimu di Neraka sepanjang umurku.
Sobat
: mulia sekali tujuanmu, Sobat. Bahkan kau bisa diangkat ke surga dengan cara itu?
Ayah
: benarkah?
Sobat
: tentu saja tidak. Ayo kita berangkat. Akan kutunjukkan warung kopi paling Enak di Neraka.
Ayah
: kau yang traktir?
Sobat
: tentu saja, Sobatku. Oh iya kau juga harus mencoba iga bakar yang ada disana.
Ayah
: iga sapi?
Sobat
: iga mu tentu saja. Ah kau ini.
Ayah
: aku hanya bercanda.
Sobat dan Ayah meninggalkan panggung sambil tertawa riang.
*black out* Suara pintu terbuka disambut dengan jeritan yang seperti lolongn kesedihan. Banyu
: Ayaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhh……..
*pause* *cahaya lampu menyoroti tengah panggung* Sobat berjalan ke tengah panggung membawa sebuah kursi dan secangkir kopi Sobat
: ah nikmat sekali kopi ini. kalian ada yang mau? Serius? Enak lho. Harganya juga terjangkau pula. Ah iya, aku hanya ingin mengucapkan salam perpisahan. Apa? Aku jahat? Aku tak pernah jahat. Malah aku sangat baik. Aku memberikan apa yang kalian inginkan, tapi yaa tentu saja ada imbalannya. Karena terkadang permintaan kali itu suka terlampau konyol. Minta kaya dalam sehari lah, bikin mie goreng saja harus merebus air dulu. Yaa kalau mau kaya ya usaha. Tapi yaa kalau tidak mau yaa bisa hubungi aku. Sudah ah, aku berbicara terlalu banyak. Aku mau pesan iga bakar dulu. Ada yang mau ikut?
*black out* *SEKIAN*