BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Efektivitas Antimalaria Dari Ekstrak Herba Andrographis Paniculata Nees Tunggal Dan Kombinasi Masing-Masing Dengan Artesurat Dan Klorokuin Pada Pasien Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi
4.1.1 Uji In-Vitro Berdasarkan kajian pustaka dari literatur-literatur dan uji in-vitro diperoleh bahwa uji in-vitro dilakukan untuk melihat efektifitas antimalaria dari masing-masing obat uji terhadap Plasmodium Falciparum yang dilaksanakan di Laboratorium Sentral Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang.Kultur malaria dengan menggunakan Plasmodium Falciparum Papua (2300) (Izwar,Zein U, 2004) 4.1.2 Pelaksanaan Uji In-vitro (1)
Kelompok perlakuan
a. Kelompok medium RPMI 1640 yang diberi isolat Plasmodium falciparum galur Papua (2300) + obat uji klorokuin yaitu Chloroquine Diphosphate Salt Cat no.193919-ICN Biomedicals, dengan konsentrasi 0,25 - 0,5 – 2,5 – 5 – 25 – 50 dan 100 ug. b. Kelompok medium RPMI 1640 yang diberi isolat Plasmodium falciparum galur Papua (2300) + obat uji sambiloto dengan konsentrasi 0,25 - 0,5 – 2,5 – 5 – 25 – 50 dan 100 ug. c. Kelompok medium RPMI 1640 yang diberi isolat Plasmodium falciparum galur Papua (2300) + obat uji artemisinin 08007 MR, Aldrich Chem dengan konsentrasi 0,25 - 0,5 – 2,5 – 5 – 25 – 50 dan 100 ug. d. Kelompok medium RPMI 1640 yang diberi isolat Plasmodium falciparum galur Papua (2300) + obat uji ekstrak sambiloto 37% dangan 18
konsentrasi 0,25-0,5-2,5-5-25-dan 100 ug (Schineder EL, Carlson HK,2003) 4.1.3 Hasil Dari pengujian obat secar in-vitro, diperoleh hasil penurunan kepadatan parasit plasmodium falciparum dengan peningkatan dosis obat uji seperti yang tercantum pada tabel 1. Kepadatan eritrosit dihitung dalam jumlah plasmodium falciparum/200 eritrosit dalam 5000 eritrosit kultur yang dihitung masing-masing tiga kali dan diambil rata-ratanya (Zein U,Hendri H,2003)
Gambar 5. Tabel Penurunan Parasit P. Falcifarum dengan Peningkatan Dosis Obat Uji (Zein U,Hendri H,2003) KELOMPO K UJI Klorokuin
Sambiloto
Artemisin
Arte+Samb
Kloro+Samb
Dosis Obat Uji/ml dan Kepadatan parasit Kontro
0.5
l
ug
41
17.9
15.4
11.1
3
3
7
47.3
41.3
31.3
27.5
3
3
3
3
18
13.2
10.2
8.67
3
7
29.4
22.6
19
7
7
21.2
17.5
7
3
38.17
38.08
44.73
30.2
1 ug
5 ug
13.3
10
50
ug
ug
8.83
6.6
100
200
5.47
5.2 7
21.5
13.3
10
3 7.58
5.93
4.1 3
17.6
17.6
12.3
7
7
3
10.2
6.8
5.73
10
2.3
7
Pada kelompok uji obat tunggal klorokuin dan ertemisin, efek membunuh parasit telah terlihat paha dosis 0,5 ug, ditandai dengan terlihatnya bentuk, crisis form
19
pada eritosit yang terinfeksi dan dengan peningkatan dosis, efek ini makin meningkatkan dengan semakin menurunnya kepadatan parasit, sampai dosis optimal 200 ug. Pada kelompok sambiloto tunggal, kepadatan parasit pada dosis awal 0,5 ug malah meningkat, dan pada peningkatan dosis berikutnya 1 ug baru terlihat efek membunuh parasit, dan efek ini semakin meningkat dengan menurunnya jumlah parasit dengan peningkatan dosis. Pada kelompok obat uji sambiloto dengan artemisin, penurunan kepadatan parasit juga terlihat dengan peningkatan dosis obat uji (Tabel 9), dan dengan uji statistik, efikasi dari lima kelompok obat uji ini tidak berbeda makna. Penambahan obat uji artemisinin terhadap sambiloto, terlihat meningkatkan efikasi antimalarianya, tetapi penambahan sambiloto ini terhadap artemisin tunggal, kelihatannya tidak meningkatkan efek antimalaria dibandingkan dengan artemisinin tunggal. Secara grafik, penurunan tingkat kepadatan Plasmodium falciparum dengan peningkatan dosis obat uji dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 6. Grafik Penurunan Kepadatan Parasit P.Falciparum dengan Peningkatan Dosis Uji (Yosia Gintang,Zein U,2003) Pada kelompok obat uji klorokuin, artemisinin, dan kombinasi sambiloto dengan klorokuin maupun dengan artemisinin, efek membunuh parasit (parasite
20
crisis) sudah terlihat pada dosis 0,5 ug/ml dan efek ini makin maningkat dengan peningkatan dosis.Sedangkan pada kelompok uji sambiloto, pada dosis 0,5 ug/ml, belum ada efek menghambat, bahkan terlihat jumlah parasit semakin meningkat.Pada dosis 1 ug/ml, baru terlihat efek membunuh parasit, dan efek ini semakin kuat dengan peningkatan dosis dan efek maksimal didapati pada dosis 200 ug/ml (Yosia gintang,Zein U,Izwar,2003)
4.1.4
Hasil Uji Klinik
(1) Daerah Hasil Uji Dari kajian pustaka berdasarkan hasil uji klinik di salah satu rumah sakit umum di Indonesia yaitu Rumah Sakit Umum Penyabungan dan desa-desa di wilayah kerja Puskesmas se Kebupaten Mandailing Natal (Madina) Sumatra Utara diketahui sebagai daerah endemik malaria. Berikut frekuensi jenis penyakit :
Gambar 7. Tabel Frekuensi Jenis Penyakit Infeksi di Kabupaten Madina (Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal, 2003) No
Jenis Penyakit
Jumlah (orang)
1
Diare
6.969
2
Influenza
6.408
3
Malaria
5.952
4
Disentri
2.724
5
Bronkhitis
1.584
6
TB Paru
216
Sumber : Balai Pusat Statistik Madina 2004 (2) Rekruitmen Pasien Kepada pasien diberikan penjelasan cara minum obat sebagai berikut : obat uji diminum bersama air putih yang sudah dimasak, obat uji dengan dosis tiga kali sehari (kapsul sambiloto dan plasebonya) diberikan setiap 8 jam, obat uji dengan dosis
21
sekali sehari (kapsul klorokuin atau kapsul artesunat dan plasebonya), diberikan minimal satu jam setelah obat uji lainnya (Consensus of Malaria Management Part One,2003)
Rekruitmen Pasien: Kriteria Inklusi &
Kel. 1 (45 pasien)
Kel. 2 (45 pasien)
ES 250 mg + placebo 250 mg
ES 250 mg 3x2 kaps. Selama 5
3x2 kaps. Selama 5 hari (Hr) +
hari
kaps klorokuin plasedo 500 mg :
plasedo 500 mg :
Hr 1 = 2 kaps
Hr 1 = 2 kaps
Hr 2 = 2 kaps
Hr 2 = 2 kaps
Hr 3 = 2 kaps
Hr 3 = 2 kaps
Kel. 3 (45 pasien)
Kel. 4 (45 pasien)
ES 250 mg + plasedo 250 mg
ES 250 mg + plasedo 250 mg
3x2 kaps. Selama 5 hari (Hr) +
3x2 kaps. Selama 5 hari (Hr) +
kaps klorokuin 500 mg :
kaps artesunat 500 mg :
Hr 1 = 2 kaps
Hr 1 = 2 kaps
Hr 2 = 1 kaps + 1 kaps plasedo
Hr 2 = 2 kaps
Hr 3 = 1 kaps + 1 kaps plasedo
Hr 3 = 2 kaps
(Hr)
+ kaps
klorokuin
Gambar 8. Tabel rekuitmen pasien (Human Host Malaria,2004,Consensus of Malaria Management Part One,2003) Berdasarkan studi pustaka
parameter laboratorium pengujian empat
kelompok uji klinik dari hari ke 0 sampai hari ke 5 dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak sambiloto selama lima hari pengobatan terhadap perubahan fungsi 22
hati dan ginjal masih dalam batas normal. Dan terjadinya proses penurunan parasit Plasmodium falciparum setelah pemberian pengobatan selama 5 hari.
(3) Rata-rata penurunan kepadatan parasit dari H0-H28 pada masing-masing kelompok pengobatan (Zein U,Safri Z,2003) Berdasarkan studi pustaka pada perolehan hasil penurunan jumlah parasit P. falciparum pada 4 Kelompok Uji Pengobatan melalui perhitungan statistika, efikasi masing-masing kelompok obat diperoleh hasil berikut : Parasitemia/ml H0
190,13
164,85
149,55
173,69
H1
139,75
131,52
113,18
140,12
H2
86,63
86,56
83,03
98,69
H3
53,38
59,27
49,24
74,29
H4
26,50
17,88
18,48
39,14
H5
16,00
6,06
8,79
20,24
H6
4,00
1,52
3,64
9,05
H7
0,00
0,00
0,00
0,00
H8
0,00
0,00
0,00
0,00
H9
0,00
0,00
0,00
0,00
H10
0,00
0,00
0,00
0,00
23
Gambar 9. Tabel Rata-rata Penurunan Kepadatan Parasit dari H0 – H28 pada Masing-masing Kelompok Uji Pengobatan (Bloland,1993 PB,Barcus MJ,2002) Berdasarkan studi pustaka pada tabel 15 menunjukkan penurunan rata-rata jumlah parasit Plasmodiumfalciparum sampai hari ke 28 pada masing-masing kelompok uji pengobatan. Pada hari ke tujuh pengobatan, pada semua kelompok uji tidak ditemukan lagi Plasmodiumfalciparum dalam darah tepi, dan tetap tidak ditemukan sampai hari ke 28 tindak lanjut pengobatan. Dapat dilihat bahwa parasitemia menunjukkan penurunan sejak H1 pada semua kelompok obat uji dan pada hari ke tujuh tidak ditemukan lagi parasit pada pemeriksaan darah tepi pada semua kelompok uji obat (Bloland,1993) Gambar 10. Tabel Perbandingan Efikasi antara Kelompok ES 250 dengan ES 500 (Chang HH,Schineder,2003) Kelompok
Hasil Pengobatan
Uji Sensitif
Resisten
Total
ES 250
40
4
44
ES 500
38
4
42
Total
78
8
86
ES: Ekstrak Sambiloto; p = 0,617 (Fisher’s Exact Test) 24
Berdasarkan literature hasil statistik dengan Fisher’s Exact Test menunjukkan nilai p = 0,617, berarti tidak ada beda efikasi antara kedua kelompok uji (jumlah masing-masing kelompok yaitu : kelompok ES 250 sebanyak 44 dan jumlah kelompok pengobatan ES 250 mg dengan 500 mg (Schineder EL,2003) Hasil Pengobatan Kelompok Uji
Sensitif
Resisten
Jumlah
ES + K
37
4
41
ES + A
40
1
41
Total
77
5
82
Gambar 11. Tabel Perbandingan Efikasi antara Kelompok ES + K dengan ES A (Ananta Toer,2004) Keterangan:
ES = Ekstrak Sambiloto K = Klorokuin A = Artesunat p
= 0,359 (Fisher’s Exact Test)
Bila dibandingkan efikasi antara kelompok ES+K dengan ES+A secara statistic dengan Fisher’s Exact Test didapati nilai p = 0,359, berarti tidak ada perbedaan bermakna efikasi antara kedua kelompok uji pengobatan. Seperti yang bisa kita lihat pada tabel bahwa perbandingan resisten dan jumlah antara kelompok ES+K dengan ES+A adalah sama, dan itu berarti perbandingan efikasi ES+K dengan ES+A adalah sama. Berdasarkan Kajian pustaka dari hasil efikasi masing-masing kelompok uji pengobatan menunjukkan bahwa, baik efikasi ekstrak tunggal sambiloto (250 mg dan 500 mg) dengan masing-masing artesurat dan klorokuin memiliki efikasi yang sama (Acang N,2002)
25
4.2 Efek Samping Dan Efek ImunomodulasiEkstrak Sambiloto
4.2.1 Pengamatan Efek Samping Ekstrak herba sambiloto sebagai tanaman obat tradisional yang telah digunakan secara turun temurun oleh rakyat Indonesia diberbagai daerah untuk berbagai kegunaan dalam penyembuhan, telah membuktikan secara faktual tentang keamanannya dari segi efek samping yang ditimbulkannya (Dahlan MS, 2004). Penelitian pada hewan coba yang telah dilakukan diberbagai sentra juga membuktikan bahwa ekstrak herba sambiloto ini sebagai zat herba alami yang tingkat toksisitasnya sangat rendah, dan keamanan penggunaannya terhadap fungsi organ vital tubuh hewan coba juga telah dibuktikan. Pada pengamatan yang dilakukan terhadap pasien pada penelitian yang sudah pernah dilakukan, tidak ditemukan efek samping yang berarti pada semua pasien yang mendapatkan kapsul ekstrak sambiloto selama lima hari, dan juga tidak ditemukan efek yang berarti selama pemantauan pengobatan sampai hari ke 28. Selama periode penelitian tidak ada pasien yang harus menghentikan pengobatan karena alasan efek samping yang tidak dapat ditolerir.Pada beberapa pasien dengan keluhan pusing dan mual, umumnya lebih disebabkan oleh penyakit malarianya (Bambang Madyono,2002). Dengan meneruskan pengobatan, keluhan-keluhan tersebut berangsur-angsur hilang dan pasien mengalami perbaikan terhadap penyakit malarianya secara klinis, maupun secara parasitologis.Jadi berdasarkan studi pustaka dan kajian literature-literatur tentang penelitian sambiloto membuktikan bahwa sambiloto tidak memiliki efek samping dalam penggunaannya (Abbas,2000)
4.2.2 Respon Imun Terhadap Malaria Infeksi Plasmodium falciparum pada manusia akan melibatkan respon imun humoral dan seluler, dengan tujuan untuk mengeliminasi parasit dari dalam tubuh manusi. Respon imun humoral akan menghasilkan beberapa jenis antibodi, seperti antibodi terhadap sporozoit yang akan menghambat invasi sporosit ke hepar, 26
anatibodi terhadap merozoit yang menghambat invasi merozoit ke eritrosit, antibodi terhadap antigen malaria dalam eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium falciparum yang dapat menghambat proses sitoadheren pada endotel pembuluh darah, dan akan terbentuk pula antibodi yang menetralisir toksin yang dihasilkan oleh Plasmodium falciparum (Barcus MJ, Laihad F,2002) Imunitas terhadap infeksi malaria melibatkan respons imun seluler dan humoral.Respons imun seluler yang diperantarai oleh limfosit T khususnya sel T sitotoksik memegang peranan penting terhadap infeksi sporozoit intra seluler (skizogoni ekstra-eritrositik). Efek pertahanan dari sel T sitotoksik ini diperantarai dengan cara lisis langsung dengan sekresi INF-γ dan aktifasi makrofag agar menghasilkan NO atau senyawa lain untuk membunuh parasit. Peningkatan aktifitas dari sel T sitotoksik diharapkan akan meningkatkan reaksi pertahanan tubuh terhadap malaria terutama terhadap sporozoit pada fase skizogoni ekstra-eritrositik (Abbas, 2000). Untuk mengatasi infeksi oleh Plasmodium.falciparum, tubuh memberikan respon imun yang kompleks dan beberapa diantaranya berhasil mengeliminasi parasit, walaupun berapa yang lain kurang berhasil karena parasit dapat menghindar dari respon imun tubuh (Human IFN, 2005). Dalam beberapa literatur sudah banyak dibuktikan bahwa tanaman obat sambiloto juga bersifat atau berkhasiat sebagai imunomodulator (atau tepatnya sebagai imunostimulator).Sebagai imunomodulator, AP dapat menstimulasi produksi antibodi spesifik terhadap antigen sel darah merah domba, meningkatkan reaksi alergi tipe lambat (Delayed Type Hypersensitivity). Terhadap makrofag, meningkatkan indeks migrasi (macrophage imgration index = MMI) dan meningkatkan fagositosis 14
terhadap sel target Escherichia coli yang dilabel C-leucine. Terhadap limfosit yang diisolasi dari limpa, meningkatkan aktifitas proliferasinya, sehingga AP disebut sebagai Imunostimulator (Torre et al, 2002). Dari penelitian ini telah dibuktikan bahwa ekstrak herba sambiloto tunggal
27
250 mg tiga kali sehari selama lima hari mempunyai efikasi sebagai antimalaria falsiparum tanpa komplikasi pada pasien dewasa, dan tidak berbeda bermakna dengan yang lebih tinggi sebesar 500 mg. Tetapi dengan penggandaan dosis menjadi 500 mg, ternyata keamanannya dilihat sama sehingga efek samping yang timbul tidak menunjukkan perbedaan dengan dosis 250 mg. Hanya dari peningkatan dosis ini terlihat adanya kenaikan kadar TNF-α yang bermakna pada hari ke tujuh pengobatan dibandingkan dengan hari sebelum mendapat pengobatan (H0). Asumsi peneliti sebelumnya, dengan peningkatan kadar TNF-α ini merupakan suatu efek imunomodulator. Imunomodulator tidak menyebabkan terjadinya respons imun humoral maupun seluler dan bukan merupakan suatu antigen, melainkan menyebabkan
modulasi
dari
respons
imun
berupa
stimulasi
maupun
supresi.Imunomodulator mempunyai efek positip atau negatip terhadap sistim imun, sehingga dapat mempunyai aspek terapi khusus yang berkaitan dengan mekanisme sistim imun, seperti infeksi, termasuk malaria (Zhangnm et al, 1995). Bahan kimia yang bersifat sebagai imunomodulator dapat berasal dari bahan sintetik maupun bahan alam (hewan, mikroorganisme atau tanaman). Salah satu tanaman itu yaitu Sambiloto dan Bidara yang masih diuji sebagai obat antimalaria dan untuk menstabilkan kadar lemak darah saat terinfeksi malaria. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa banyak tanaman obat yang mempunyai aktifitas stimulasi nonspesifik terhadap sistim imun.Tanaman obat tersebut dikatakan bersifat sebagai imunomodulator. (Schider EL, Calson HK,2003).
4.2.3 Efek Antimalaria Ekstrak herba sambiloto diketahui mempunyai empat komponen aktif yang bersifat antimalaria, dan telah dibuktikan terhadap Plasmodium berghei secara in vivo pada binatang percobaan dan terhadap Plasmodium falciparum secara in vitro. Inilah yang menjadi dasar, bahwa ekstak ini mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan parasit dan sebagai alasan untuk melakukan uji klinik terhadap pasien malaria falciparum tanpa komplikasi. (Dahlan MS, 2004). Dua dari komponen 28
Andrographis paniculata, yaitu neoandrografolida dan deoxyandrografolida disebut yang paling efektif dari keempat komponen. Eekstrak herba sambiloto menunjukkan peningkatan mencapai angka diatas 90%.Peningkatan efikasi ini mungkin berkaitan dengan kualitas bahan sambiloto serta pengolahannya. Dengan hasil efikasi sambiloto tunggal > 90% pada penggunaan terhadap pasien malaria falsiparum dewasa tanpa komplikasi dan hasil pembersihan parasit dari dalam darah rata-rata pada hari ke tujuh pengobatan, maka jelas Indonesia sebenarnya mempunyai aset tanaman obat yang tidak kalah efisien dengan negaranegara Cina, India dan lainnya yang telah lebih dulu memproduksi tanaman obat tradisionilnya untuk menjadi komoditi ekspor yang dapat diandalkan. Persoalan penanggulangan penyakit malaria di Indonesia sampai saat ini masih menemukan banyak kendala untuk mengendalikannya, dan masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting. Bila tanaman herba sambiloto ini dapat dikembangkan menjadi fitofarmaka, maka sambiloto menjadi salah satu alternatif pengobatan malaria yang berasal dari tanaman Indonesia sendiri. (Dahlan MS, 2004).
29
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Peningkatan dosis obat uji secara in-vitro dapat menurunkan kepadatan parasit plasmodium falciparum. 5.1.2 Sambiloto
tidak
mempunyai
efek
sampingdan
memiliki
efek
imunomodulasi. 5.2 Saran 5.2.1 Perlu dilakukan uji klinik lanjutan secara multi senter menggunakan kombinasi kapsul ekstrak sambiloto dengan obat antimalaria lainnya agar dicapai ParasiteClearance Time yang lebih cepat. 5.2.2 Perlu dilakukan uji klinik lanjutan terhadap penderita jenis malaria lainnya, serta pada pasien malaria falsiparum dengan komplikasi atau malaria berat danmalaria falsiparum dengan penyakit penyerta lain. 5.2.3 Tanaman obat tradisional sambiloto dapat dikembangkan menjadi fitofarmaka sebagai pengobatan alternatif terhadap malaria falsiparum di Indonesia (khususnya penyakit malaria yang diderita oleh wisatawan saat traveling). 5.2.4 Perlu dilakukan penelitian dan pengkajian lebih lanjut terhadap tanaman obat tradisional Indonesia yang berpotensi, salah satunya tanaman bidara (Ziziphus Mauritiana) menjadi fitofarmaka sebagai pengobatan alternative terhadap malaria falsiparum di Indonesia (khususnya penyakit malaria yang diderita oleh wisatawan saat traveling).
30