Disampaikan pada SEMINAR PERHIPBA 2011, Solo 9-10 November 2011
Profil DNA 10 aksesi tanaman obat sambiloto dari Pulau Kalimantan Juwartina Ida Royani, Dudi Hardianto, Siti Zulaeha dan Dwi Rizkyanto Utomo
Balai Pengkajian Bioteknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Latar Belakang Industri obat modern Hanya 10% tanaman obat yang baru dibudidayakan Pengambilan tanaman obat dari habitat aslinya, hutan dan pekarangan masyarakat: punahnya plasma nutfah
Simplisia terstandar
GACP for medicinal plants
spesies yang sama dapat memperlihatkan perbedaan yang signifikan pada kualitas kandungan senyawa aktifnya ketika tumbuh pada kondisi berbeda
Karakterisasi tanaman obat
Penanda molekuler didefinisikan sebagai segment khusus dari DNA yang merepresentasikan perbedaan pada tingkat genom (Agarwal et al., 2008) fragmen DNA yang terkait dengan bagian dari genom yang membawa gen yang bertanggung jawab untuk suatu sifat (Bagali, et al. 2010)
sangat akurat karena dapat memberikan informasi polimorphisme sebagai suatu komposisi genetik yg unik pada tiap spesies tidak bergantung pada umur dan kondisi fisiologi seperti faktor lingkungan sifatnya yang stabil dan dapat mendeteksi di semua jaringan tanpa membedakan fase pertumbuhan, diferensiasi, perkembangan tanaman, efek pleiotropik dan efek epistatik
Mengevaluasi keragaman genetik tanaman Mengetahui perubahan keanekaragaman genetik dari waktu ke waktu Mengevaluasi sumber genetik baru yang potensial Mengidentifikasi genotif tanaman yang unggul Mengkonstruksi peta genomic gen fungsional Pendaftaran plasma nutfah Identifikasi varietas Penentuan sidik jari DNA pada tanaman Perlindungan hak kekayaan intelektual
Teknik ISSR mendeteksi polimorphisme pada lokus microsatellites dan intermicrosatellites tanpa terlebih dahulu mengetahui urutan DNA
Biaya murah, lebih efisien, sederhana pengoperasiannya, akurat, prosesnya cepat, tinggi polimorphisme yang didapat, stabil, dapat dipercaya dan mudah diulang
Salah satu dari 9 tanaman obat yg potensial untuk Efek farmakologi dari sambiloto dikembangkan
Sambiloto
•
Tanaman ini kemudian menyebar ke daerah tropis Asia hingga sampai di Indonesia. Penyebaran tanaman sambiloto di Indonesia dapat dilihat dari nama sambiloto yang berbedabeda pada tiap daerah. Menurut data spesimen yang ada di Herbarium Bogoriense di Bogor, sambiloto sudah ada di Indonesia sejak 1893
68 DNA profil tanaman sambiloto dari pulau Sumatera, Jawa, Bali dan NTB telah didapatkan
Tujuan: Mendapatkan DNA profil 10 aksesi tanaman sambiloto dari Pulau Kalimantan
Bahan & Metode Bahan yang digunakan adalah 10 aksesi tanaman sambiloto hasil sampling dari beberapa daerah di Kalimantan 1
3
Kel.Sungai Ulin Kec. Banjarbaru Utara Kotamadya Banjar Baru Kel. Loktabat Selatan Kec. Banjarbaru Selatan Kotamadya Banjar Baru Kel. Angsau Kec. Pelaihari Kab. Tanah Laut
4
Kel. Atu-atu Kec. Pelaihari Kab. Tanah Laut
5
Kel. Rangda Malingkung Kec. Tapin Utara Kab. Tapin
6
Kel. Rantau Kiwa Kec. Tapin Utara Kab. Tapin
7
Ds. Harapan Masa Kec. Tapin Selatan Kab. Tapin
8
Kel. Kandangan Utara Kec. Kandangan Kab. Hulu Sungai Selatan Desa Padang Kec. Padang Batung Kab. Hulu Sungai Selatan Kelurahan Selat Hulu, Kecamatan Selat, Kabupaten Kuala Kapuas
2
9 10
S 03.26.468 114.51.076 S 03.27.210 114.48.974 S 03. 47.960 114.47.169 S 03.47.897 114.47.422 S 02 56.022 115.09.223 S 02.55.402 115.10.199 S 02.55.406 115.10.185 S 02.46.538 115.15.975 S 02.49.119 115.17.276 S 0024358 E 10115900
E
44
Pekarangan masyarakat
E
50
Pekarangan masyarakat
E
39
Pekarangan masyarakat
E
37
Pekarangan masyarakat
E
16
Pekarangan masyarakat
E
20
Pekarangan masyarakat
E
31
Pekarangan masyarakat
E
38
Pekarangan masyarakat
E
38
Kebun
22
Kebun PKK Propinsi
Bahan & Metode 10 Aksesi sambiloto dari pulau Kalimantan
Isolasi DNA genom tanaman sambiloto dengan metode modifkasi CTAB
Amplifikasi DNA genom sambiloto dengan primer ISSR : SBLT2, SBLT3, SBLT5, SBLT13 & SBLT15
Visualisasi produk amplifikasi dengan gel elektroforesis
DNA profil 10 aksesi dari pulau Kalimantan
Hasil Penelitian Primer SBLT2
Pada amplifikasi 10 aksesi dengan menggunakan primer SBLT2 terdapat pita-pita dengan jumlah yang berbeda pada tiap aksesi. Pita DNA berukuran antara 750-2000 kb dengan jumlah pita berkisar antara 2-7 pita
Hasil Penelitian Primer SBLT3
Pita DNA berukuran antara 750-2500 kb dengan jumlah pita 5-9 pita.
Hasil Penelitian Primer SBLT5
Jumlah pita yang paling sedikit yaitu hanya 5 pita dengan pita pada aksesi 3 dan 4 tidak muncul. Ukuran pita berkisar antara 2000-4000 kb dengan ukuran pita 0-5 pita. Dari profil DNA yang terbentuk tidak ada perbedaan jumlah pita yang berarti dengan menggunakan SBLT5 aksesi tidak dapat dibedakan profil DNA-nya.
Hasil Penelitian Primer SBLT13
Pada amplifikasi DNA genom dengan primer SBLT13 didapatkan beberapa aksesi yang berbeda jumlah pitanya. DNA profil yang terbentuk berukuran antara 750-2000 kb dengan jumlah pita berkisar antara 5-9 pita
Hasil Penelitian Primer SBLT15
DNA profil yang terbentuk dengan pemakaian primer SBLT15 mendapatkan jumlah pita yang paling banyak yaitu 13 pita dengan ukuran antara 750-3500 kb. Profil barkode yang dihasilkan hampir sama dan tidak ada perbedaan yang signifikan pada jumlah pita-pita yang terbentuk
Kesimpulan Dari ke 5 primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA, 2 primer memberikan profil DNA yang hampir sama yaitu primer SBLT5 dan SBLT15 pada 10 aksesi sambiloto dari pulau Kalimantan. Sedangkan 3 primer yang digunakan menghasilkan profil DNA yang berbeda antar aksesi, yaitu primer SBLT2, SBLT3 dan SBLT13. Hal ini menunjukkan adanya polimorphisme pada pita yang muncul pada 10 aksesi tersebut.
Matur Nuwun