EKSTRAKSI FLAVONOID DARI TANAMAN OBAT SEBAGAI ANTI OKSIDAN Gogot Haryono Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Yogyakarta
[email protected]
Abstract Flavonoids are phenolic compounds found in many plants and some species can act as antioxidants. Antioxidants are a substance very easily oxidized, so that when there is an air / oxygen would oxidize antioxidants first before oxidize other substances. Penilitian result of various crops showed varying levels of antioxidants in each plant. This study aims to determine the levels of flavonoids in several medicinal plants are widely consumed by humans is the parasite tea, red betel leaves, soursop leaves, fruit and leaves of gotu kola gods crown. From the research results for the five materials tested, mistletoe tea has the highest concentration of flavonoids. Research carried out by the extraction time of 120 minutes, the concentration of ethanol 96%, stirrer speed of 300 rpm and a temperature of 70 ° C solution obtained parasite tea flavonoid concentration of 0.575 g / L, the mass transfer coefficient (Kca) is calculated based on the results of experiments for the extraction of tea flavonoids parasite 0.00863382 min-1. Keywords: flavonoids, extraction, plant PENDAHULUAN Indonnesia merupakan negara tropis yang mempunyai luas hutan terbesar kedua setelah Brazil. Keanekaragaman yang terdapat dalam hutan tropis dapat berupa spesies tanaman, spesies mamalia, spesies reptilika dan amfibi serta spesies burung. Sedangkan spesies tanaman yang terdapat dihutan dapat berupa kayu dan non kayu antara lain terdiri dari tanaman obat, buah-buahan, rempah-rempah, sayuran dan produk lainnya. Dari keanekaragaman hasil yang didapat dari hutan tersebut menunjukkan hutan merupakan sumber alam yang sangat penting dan mempunyai banyak fungsi bagi kehidupan manusia. Hasil survey menunjukkan bahwa penduduk pedesaan yang hidup disekitar hutan sering menggunakan tanaman hutan sebagai obat bila mengalami sakit. Dalam perkembangannya jenis tanaman obat yang berada di hutan sekarang sudah banyak dibudidayakan oleh masyarakat secara luas. Kebanyakan tanaman obat yang dibudidayakan mengandung senyawa flavonoid, yaitu senyawa yang diketahui banyak manfaatnya untuk penyembuhan suatu penyakit. Beberapa jenis tanaman obat yang banyak dibudidayakan masyarakat antara lain sebagai berikut:
Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa). Merupakan salah satu tanaman obat yang multi khasiat. Berdasarkan pengalaman beberapa pengobat herbal, mahkota dewa digunakan untuk pengobatan jantung, kanker, lever, diabetes mellitus, darah tinggi dan penyakit kulit (Winarto, 2005). Berdasarkan literatur dan hasil-hasil penelitian, diketahui bahwa zat aktif yang terkandung didalam daun dan kulit buah mahkota dewa antara lain mengandung alkaloid, terpenoid, saponin dan senyawa resin. Pada daun pun diketahui terkandung senyawa lignan (polifenol), sedangkan pada kulit buah terkandung zat flavonoid. (Winarto, 2005). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rohayami (2008) buah mahkota dewa yang sudah masak dapat diambil flavonoidnya dengan cara ekstraksi, kadar flavonoid yang didapat sebesar 1,7647 mg/L.
1
Benalu Teh. Benalu hidupnya menempel pada dahan-dahan pohon kayu lain, dan tidak memerlukan media tanah untuk hidup. Itulah sebabnya tanaman ini disebut parasit. Benalu teh, salah satunya Scurulla atropurpurea (BL), adalah tanaman obat yang dikenal masyarakat sebagai penghambat keganasan kanker. Kandungan kimia yang terdapat pada daun dan batang benalu teh ini antara lain berupa senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, triterpen, saponin, dan tannin. Sementara jenis benalu umum berkhasiat sebagai obat campak. (Ruwano, 2010) Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rosidah (1999) kadar flavonoid yang didapat dari ekstraksi benalu teh mencapai 9.6 mg/g. Pegagan (Centella asiatia). Pegagan mengandung bahan aktif seperti triterpenoid glikosida (terutama asiatikosida, asam asiatik, asam madecassik, madikassosida), flavanoids (kaemferol dan guercetin), volatile oils (vallerin, camphor, ciniole dan sterols tumbuhan seperti campesterol, stigmasterol, sitosterol), pektin, asid amino, alkaloid hydrocotyline, mysitol, asam bramik, asam centelik, asam isobrahmik, asam betulik, tanin serta garam mineral seperti kalium, natrium, magnesium, kalsium dan besi. Diduga glikosida triterpenoida yang disebut asiaticoside merupakan antilepra dan penyembuh luka yang sangat luar biasa. Zat vellarine yang ada memberikan rasa pahit. (Indah Lasmadiwati,dkk, 2004) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ismirani (2011) pegagan dalam etanol 30% memiliki kandungan flavonoid sebesar 2,293 % (b/b). Sirsak (Annona Muricata). Daunnya untuk pestisida nabati melawan thrips pada cabe, kutu daun kentang, wereng pada padi dan belalang. Efek herbal pada sirsak adalah antikanker, anti diabetes, anti bakteri, anti jamur, emetic, sedative, digestive, analgesic dan antimutagenik. Daun sirsak dipercaya sebagai antikanker dikarenakan terdapatnya kandungan vitamin A, B, C, fosfor, besi pada buahnya. Daun dan batang mengandung tanin, fitosterol, ca-oksalat, dan alkaloid murisine. Pada akar sirsak mengandung alkaloid, saponin, steroid atau triterpenoid dan acetogenin. Artini dkk. (2012) melakukan ekstraksi terhadap daun kering sirsak (Annona muricata L.) menggunakan metanol. ekstrak kental metanol yang telah disuspensi ke dalam metanol-air (7:3) kemudian dipartisi dengan berbagai pelarut sehingga diperoleh ekstrak kental petroleum eter sebanyak 0,1863 gram yang berwarna hijau kehitaman, ekstrak kental kloroform sebanyak 73,186 gram yang berwarna coklat kemerahan dan ekstrak kental air sebanyak 15,3411 gram yang berwarna merah kecoklatan. Sirih Merah (Piper crocatum). Sirih merah banyak mengandung senyawa aktif flavonoid, alkaloid, senyawa polifenat, tanin, antosianin, minyak atsiri. Secara khusus ada hidroksikavicol, kavicol, kavibetol, allypyrokatekol, cineole, caryophyllien, cadinen, estragol, terpennena, seskuiterpena, crotepoxide, fenil propane, amylum, eugenol, diastase, gula dan pati. Senyawa neolignan yang ada di dalamnya seperti piperbetol, methyl piperbetol, piperol A, dan piperol B. Zat aktif ini terkandung di seluruh bagian tanaman. Zat aktif yang dikandung seluruh bagian tanaman dapat merangsang saraf pusat, merangsang daya pikir, meningkatkan peristaltik, dan meredakan sifat mendengkur. Daun sirih juga memiliki efek mencegah ejakulasi prematur, ekspektoran, antiseptik, antibiotik, mematikan cendawan, antikejang, analgesic, pereda kejang pada otot polos, penekan kendali gerak, mengurangi sekresi cairan
2
pada liang vagina, penekan kekebalan tubuh, pelindung hati, dan antidiare. Tetapi banyak juga penderita menahun yang mengaku sembuh berkat sirih merah. Sebut saja, gangguan jantung, maag kronis, TBC tulang, keputihan akut, tumor payudara dan komplikasi diabetes. (Trubus, vol 10) Daun sirih dapat digunakan sebagai antibakteri karena mengandung 4,2 % minyak atsiri yang sebagian besar terdiri dari betephenol yang merupakan isomer Euganol allypyocatechine, Caryophysllen, kavikol, kavibekol, estragol, dan terpinen. (Sulistiyani dkk., 2007) Flavonoid merupakan salah satu jenis zat antioksidan yang berfungsi untuk mengurangi radikal bebas dalam tubuh yang dapat merusak sel-sel tubuh. Saat ini masyarakat banyak mengkonsumsi tanaman yang mengandung flavonoid sebagai obat antioksidan, tetapi karena dosis yang dikonsumsi kurang tepat maka belum mendapatkan hasil yang optimal.
Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri 15 atom karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada rantai propane (C3) sehingga membentuk susunan C6 - C3 - C6. Susunan ini menghasilkan tiga jenis struktur yaitu 1,3-diarilpropan atau flavonoid, 1,2-diarilpropan atau isoflavon, dan 1,1diarilpropan atau neoflavon. (Waji dan Sugrani, 2009)
Gambar 1 : Stuktur Flavonoid Pada penelitian ini dilakukan dengan metode ekstraksi menggunakan pelarut etanol untuk memisahkan senyawa flavonoid dari senyawa-senyawa lain yang terdapat dalam tanaman obat yang banyak dikonsumsi masyarakat, dan menghitung konstanta perpindahan massa pada proses ekstraksi tersebut. Hasil penelitian diharapkan dapat mengetahui kandungan flavonoid dalam tumbuhan yang diekstrak. Dengan mengetahui kadar flavonoid diharapkan pula masyarakat dapat mengkonsumsi flavonoid sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. METODOLOGI Bahan Untuk mengektrasi kandungan flavonoid dalam tumbuhan obat digunakan etanol dengan kosentrasi 96 %. Sedangkan untuk menentukan kosentrasi hasil ekstraksi menggunakan alat spektrofotometri menggunakan flavonoid pembanding dengan derajat pro analisis. Eksplorasi dan Indentifikasi Tanaman Obat. Eksplorasi tumbuhan dilakukan di berbagai tempat. Untuk batang dan daun benalu teh didapat dari perkebunen Teh Tambi Wonosobo, sedangkan buah mahkota dewa, daun sirsak, daun sirih merah dan daun pegagan didapat dari kebun masyarakat yang terdapat disekitaran Yogyakarta dan banyak dijual dipasar Beringharjo. Sampel tumbuhan dipilah menjadi bagian akar, batang, daun dan buah, kemudian dicuci bersih dan ditempatkan dalam suatu wadah, kemudian diangin-anginkan tanpa terkena sinar matahari hingga kering. Bahan kering kemudian digiling sampai halus, kemudian diayak dengan ayakan berukuran 30 mesh dan dimasukkan dalam kantong plastik yang ditutup rapat. 3
Proses Ekstraksi Untuk mengetahui waktu ekstraksi yang optimal, terlebih dulu dilakukan percobaan pendahuluan dengan menggunakan alat soxhlet dengan pelarut etanol. Waktu optimum dari percobaan pendahuluan digunakan untuk melakukan percobaan selanjutnya. Bahan baku sebanyak 25 gram, dimasukkan kedalam labu leher tiga yang dilengkapi dengan pendingin balik dan telah diisi dengan pelarut etanol 96 % volumenya 200 ml. Pengaduk dijalankan dengan kecepatan 300 rpm, dan pemanas dihidupkan pada suhu sekitar 70oC. Ekstraksi dihentikan setelah 2 jam dan pemanas serta pengaduk dihentikan. Bahan yang telah diekstraksi kemudian di saring dalam keadaan panas dan diambil filtratnya untuk di analisis kadar flavonoitnya. Sedangkan untuk menentukan nilai koefisien transfer massa (KcA) pada
proses ekstraksi terlebih dulu mencari konstate kesetimbangan berdasarkan nilai konsentrasi flavonoid pada fase cairan dengan konentrasi flavonoid pada fase setimbang dengan menggunakan pendekatan model matematis sebagai berikut : Kecepatan difusi dalam padatan dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut: NA = - DAB
................................................................................... (1)
Perpindahan massa dari permukaan padatan ke cairan (pelarut) dihitung dengan menggunakan pendekatan model matematis sebagai berikut: NA
=
KcA. Vs. (Ca*-Ca) ....................................................................... (2)
Persamaan neraca massa ekstraksi flavonoid di dalam pelarut pada tangki berpengaduk pada kondisi batch dinyatakan dalam bentuk: KcA (Ca*-Ca) =
.............................................................................(3)
Konsentrasi flavonoid padatan (Cas) dan konsentrasi flavonoid pada cairan di permukaan film pada kondisi setimbang (Ca*) dengan kondisi isothermal mengikuti hukum Henry, yaitu Ca*= H. Cas .........................................................................................(4) Kemudian persamaan (4) disubtitusi ke persamaan (3), didapat persamaan diferensial untuk ekstraksi flavonoid, yaitu KcA(H. Cas – Ca) = ........................................................................ (5) (Sediawan, 1997) Dengan mengintegralkan persamaan (5) dan menentukan harga batasnya akan didapat persamaan sebagai berikut.
Kca = - [ ln
]. ......................................................... (7)
Untuk mendapatkan nilai KcA pada kondisi optimum, digunakan penyelesaian secara numeris dengan metode Hook Jeeves. Pada penelitian ini yang dihitung nilai KcA nya adalah ekstraksi bahan dengan nilai flavonoid teringgi.
4
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentrasi Flavonoid pada Berbagai Jenis Bahan Hasil analisis data percobaan untuk berbagai jenis bahan tanaman obat, diperoleh bahwa konsentrasi flavonoid pada benalu teh lebih tinggi dibandingkan tanaman yang lain seperti terlihat pada Gambar 2. Konsentrasi flavonoid bahan daun sirih merah (0,225 gr/L), mahkota dewa 0,283 gr/L), daun pegagan (0,308 gr/L), daun sirsak (0,438 gr/L) dan benalu teh ( 0,575 gr/L.). Sebagai catatan pada percobaan tersebut diatas, pengaruh umur bahan, ekosistem tumbuhnya bahan, waktu pengambilan bahan sangat mempengaruhi kosentrasi flavonoid yang dihasilkan. Hal ini dibuktikan dari beberapa kali percobaan yang peneliti lakukan untuk kondisi yang berlainan akan didapat hasil yang berbeda. Hasil diatas merupakan hasil rata-rata yang diperoleh .
Konsentrasi Flavonoid (g/L)
0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 Daun Sirih Merah
Buah Mahkota Dewa
Daun Pegagan
Daun Sirsak
Benalu Teh
Jenis Bahan
Gambar 2 : Konsentrasi Flavonoid pada Berbagai Jenis Bahan Pengaruh Konsentrasi Pelarut Terhadap Konsentrasi Flavonoid Data hasil penelitian menunjukkan konsentrasi pelarut sangat berpengaruh terhadap konsentrasi flavonoid yang dihasilkan seperti terlihat pada Gambar 3.
Konsentrasi Flavonoid (gr/L)
0,6 0,5 0,4 mahkota dewa
0,3
pegagan
0,2
sirsak benalu
0,1 0 0
20
40
60
80
100
Konsentrasi Pelarut (%)
5
Gambar 3 : Konsentrasi Flavonoid Terhadap Konsentrasi Pelarut Konsentrasi pelarut sangat berpengaruh terhadap proses ekstrasi flavonoid yang dihasilkan, hal ini disebabkan karena makin tinggi kosentrasi pelarut akan lebih kuat mendorong proses difusi material dari fase padatan ke fase cairan. Penentuan Koefisien Transfer Massa (KcA) Ekstraksi Benalu Teh Koefisien transfer massa (Kca) yang dihitung sengaja dipilih bahan yang mempunyai kadar flavonoid paling tinggi yaitu benalu teh. Untuk menghitung Kca digunakan persamaan (7), adapun nilai konstanta Henry dicari dengan membuat gambar hubungan antara Ca* dan Cas. Cas dapat dihitung dengan persamaan (5) sedangakan Ca* diperoleh dari kurva standar. Gambar hubungan antara Cas dan Ca* akan menghasilkan nilai slope sebesar 0,3774 dan nilai slop tersebut merupakan nilai konstanta Henry. Adapun nilai koefisien transfer massa (Kca) dihitung dengan data ekstraksi benalu teh menggunakan persamaan (7) yang diselesaikan menggunakan metode Hook Jeeves. Hasil yang diperoleh koefisien transfer massa (Kca) benalu teh optimum sebesar 0.00863382menit-1 Daftar Notasi Ca = konsentrasi flavonoid fasa cairan (gram bahan/liter etanol) Ca* = konsentrasi flavonoid kondisi setimbang (gram bahan/gram etanol) Cas = konsentrasi flavonoid pada fasa padatan (gram bahan/gram etanol) Cao = konsentrasi flavonoid pada saat mula-mula (gram bahan/liter etanol) Kca = koefisien transfer massa (1/menit) Dl = difusifitas molekuler flavonoid dalam pelarut (cm2/menit) H = konstanta Henry (gram bahan/mL pelarut) M = massa bahan (gram) Mf = massa flavonoid (gram) KESIMPULAN Berdasarkan hasil-hasil penelitian disimpulkan bahwa: 1. Hasil ekstrasi pada tanaman obat (benalu teh, daun sirsak, daun sirih merah, daun pegagan, dan mahkota dewa.) dengan pelarut etanol semua mengandung senyawa flavonoid. 2. Makin besar konsentrasi pelarut maka flavonoid yang terekstrak semakin banyak dan kosentrasi pelarut optimum sebasar 96%. 3. Hasil penelitan pada kondisi operasi 70oC, tekanan atmosferik, waktu 120 menit, konsentrasi pelarut etanol 96%, pengadukan 300 rpm diperoleh konsentrasi flavonoid optimum 0,575 g/L yang terdapat pada tanaman benalu teh. 4. Dari hasil perhitungan koefisien transfer massa (Kca) untuk ekstraksi benalu teh optimum sebesar 0,00863382 menit-1. UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih saya sampaikan kepada Magfirah dan Arina Ulya atas bantuannya dalam membantu pelaksanaan penelitian sehingga tulisan ini dapat kami sajikan. PUSTAKA Artini, Rahayu N.P., Wahjuni S., dan Sulishingtias W.D., 2012, “Ekstrak Daun Sirsak (Annona Muricata L) Sebagai Anti Oksidan Pada Penurunan Kadar Asam Urat Tikus Wistar”. Bukit Jimbaran. Astuti, Sussi, 2008, “Isoflavon Kedelai dan Potensinya Sebagai Penagkap Radikal Bebas”, Jurnal Teknologi Industri dan Pertanian, Vol. 13. Nomor 2. September Bird, R.B., Stewart, W.E.,Lightfoot, E.N., 1978, Transport Phenomena, p.503, Jhon Willey& Sons Inc.,New York. 6
Furiani K, Sekar., dan Peduk S., 2011, “Koefisien Transfer Massa (Kca) Pada Ekstraksi Klorofil Dari Daun Pepaya (Carica Papaya L) Dengan Pelarut Ethanol”, Laporan Penelitian. Yogyakarta. Hayu, Magistra H., dan Happy B. 2011.“Ekstraksi Kayu Secang Sebagai Indikator Titrasi”. Laporan Penelitian. Yogyakarta. Ismarani., Pradono D.I., dan Darusman L.K., 2011, “Mikroenkapsulasi Ekstrak Formula Pegagan - Kumis Kucing - Sambiloto Sebagai Inhibitor Angiotensin I Konverting Enzyme Secara Invitro”. Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah vol. 3 no.1.Bogor. Lasmadiwati, Indah, dkk., 2004, “Budi Daya dan Pemanfaatan untuk Obat Daun Pegagan”. Penebar Swadaya. Depok. Rohyami, Yuli, 2008, “Penentuan kandungan Flavonoid dari Ekstrak Metanol Daging Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa Scheff Boerl)”, Logika, Vol. 5, Nomor 1, Agustus Rosidah, S. Yulina, Elin S. G., 1999, “Uji Aktivitas Anti Radang Pada Tikus Galur Wistar dan Telaah Fitokimia Ekstrak Daun Babadotan dan Ekstrak Rimpang Jahe”. http://bahan_alam.fa.itb.ac.id. Diakses 2 Maret 2010. Sediawan, W.B. dan Prasetya, A., 1997, “Pemodelan Matematis Dan Penyelesaian Numeris Dalam Teknik Kimia “, Andi, Yogyakarta. Sulistiyani, Arniputri, B. Retna, 2007, “Intendifikasi Komponen Utama Minyak Atsiri Sirih Merah”, Biodiversitas Vol 8, No 2, Hal 136-137 Sarastani, Dewi., dkk. 2002. “Aktivitas Antioksidan Ekstrak dan Fraksi Ekstrak Biji Atung”, Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol.XIII. Nomor 2 Trubus, 2012, “Herbal Indonesia Berkhasiat”, PT. Trubus Swadaya, Depok. Wiji, Agestia R, dan Sugarni A., 2009, “Makalah Kimia Organik Flavonoid Bahan Alam (Querecetin)”, Makasar, Universitas Hasanudin. Winarno, W.P., 2005, “Mahkota Dewa Budidaya dan Pemanfaatan Untuk Obat”, Penebar Swadaya, Jakarta.
7