SAKRALISASI IDEOLOGI MEMAKAN KORBAN Sebuah Laporan Investigasi Kasus Tanjung Priok
Siapa yang berdiri di sini yang begitu busuk hingga tak menghargai kebenaran ? Siapa yang berada di sini yang begitu hina hingga tak mencintai keadilan ?
untuk mereka, saudara kita, yang tertindas oleh kekuasaan
SAKRALISASI IDEOLOGI MEMAKAN KORBAN Sebuah Laporan Investigasi Kasus Tanjung Priok
KontraS Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan
Tim Penyusun: Ahmad Hambali Edwin Partogi Eko Dahana Ikravany Hilman Indria F Alphasonny M. Islah Munarman Munir Sri Suparyati Victor Da Costa
Tim Editing, Desain Grafis dan Percetakan : Gian Moko Mouvty Makarim al-Akhlaq Satrio Utomo Udi Islah Usman Hamid Foto cover : Harian Umum Sinar Harapan dok. Kontras/isl KontraS Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan April 2001
Kata Pengantar
Prolog MISTERI YANG TAK PERNAH TERUNGKAP DIBALIK PERISTIWA TANJUNG PRIOK OLEH : YUSRON ZAINURI* Selang beberapa jam, setelah terjadinya penembakan yang dilakukan oleh aparat keamanan kepada massa yang menuntut pembebasan teman-teman kami, yang ditahan di Markas Kodim 0502 Jakarta Utara, Jenderal Beni Moerdani --Panglima ABRI pada waktu itu-- memberikan keterangan seputar terjadinya peristiwa tersebut. Dia menyatakan, bahwa massa yang beringas dan bersenjatakan parang, golok serta bambu runcing menyerang petugas keamanan. Akibatnya penembakan pun tidak bisa dihindari. Masih menurut Jendral Beni Moerdani yang didampingi oleh Mayor Jendral Tri Sutrisno selaku Pangdam Jaya pada waktu itu, dari peristiwa tersebut 9 orang meninggal dunia 36 orang luka-luka. Demikian keterangan Beni Moerdani yang disiarkan seluruh media massa dan TVRI. Dilanjutkan dengan safari Jendral Beni Moerdani keliling Pondok Pesantren yang diantar oleh KH. Abdurahman Wahid. Pernyataan pemerintah tentang tragedi Tanjung Priok tersebut menimbulkan reaksi dari tokoh-tokoh masyarakat, Letjen (Purn) Ali Sadikin, Mayjen (Purn) dr. Azis Saleh dan kawan-kawan yang tergabung dalam Forum Diskusi Keprihatinan dalam Berkonstitusi, atau yang lebih dikenal dengan Petisi 50, turun langsung ke lapangan berdialog dengan masyarakat Koja, tempat terpicunya peristiwa 12 September 1984, dengan provokasi Sersan Hermanu, Petugas Babinsa yang masuk ke dalam Mushola As-sa’adah tanpa membuka sepatu. Setelah itu, Ali Sadikin dan kawankawan mengirim surat dan catatan hasil temuannya di Tanjung Priok kepada Presiden RI. Dan melahirkan buku putih tentang peristiwa Tanjung Priok yang bertentangan dengan pemerintah. Akibat dari itu, HR Dharsono mantan Pangdam Siliwangi serta Sekjen ASEAN, salah seorang penandatangan yang mengoreksi keterangan pemerintah, juga mengadakan pertemuan di kediaman AM Fatwa sekretaris petisi 50 bersama Erlangga tokoh HMI pada saat itu, ditangkap dan diadili yang kemudian divonis dengan hukuman yang sangat berat. Sangat misterius memang, peristiwa yang terjadi pada 12 September 1984 atau yang lebih dikenal dengan peristiwa Tanjung Priok. Ketika di Jalan Yos Sudarso pada malam itu, massa yang bergerak untuk meminta pembebasan 4 rekannya yang ditahan di Kodim Jakarta Utara setelah menghadiri Tabligh Akbar di Jalan Sindang, dihadang oleh aparat keamanan yang bersenjata lengkap dengan sikap siap menembak, iring-iringan massa pun berhenti 5 meter di hadapan petugas dan tak lama kemudian tanpa tembakan peringatan terlebih dahulu petugas memuntahkan pelurunya ke arah massa yang saat itu sedang bertakbir dan berteriak iv
Kata Pengantar
“Allahu Akbar” sambil menunggu dibukakan jalan agar bisa sampai ke Markas Kodim Jakarta Utara yang jaraknya masih sekitar 5 KM lagi. Suasana dingin pada malam itu semakin menakutkan, lampu penerang jalan dimatikan, kilatan api terlihat dari moncong-moncong senjata yang dibarengi suara letusan senapan yang ditembakkan secara acak, juga dari atas truk yang melintas dari arah utara menuju selatan. Lebih menyeramkan lagi, ketika truk yang berisi tentara berhenti dan memeriksa orang-orang yang masih hidup, seseorang yang berada disamping saya, karena rasa ketakutan yang tak terhingga, membuat ia harus melarikan diri, namun nasib tak mengantarkannya untuk berlari ia dihabisi oleh tiga orang dengan berondongan peluru yang bertubi-tubi. Kejadian itu dengan sangat jelas terlihat oleh saya yang pada waktu itu juga sedang menahan rasa sakit dan takut . Dari jalan itu, kami dilempar ke atas truk dengan terlebih dahulu diseret dan diputar-putar di atas aspal serta menembakan senjatanya ke dekat bagian tubuh saya, kemudian kami dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat. Di sana kami mendapat perawatan dari para juru rawat Rumah Sakit itu. Setelah dianggap sudah agak membaik, kami dikirim ke Rumah Tahanan Militer Cimanggis. Setibanya di sana, ratusan orang yang ternyata juga telah lebih dahulu menghuni RTM tersebut, mereka terdiri dari para mubaligh yang yang sangat kritis pada waktu itu dan orang-orang yang hanya sekedar membicarakan kejadian pada malam itu serta anggota keluarga yang sedang mencari sanak familinya yang hilang pada saat malam 12 September 1984. Mereka ditahan dan disiksa, setelah itu banyak di antara mereka yang kemudian dilepaskan dengan terlebih dahulu harus menandatangani beberapa pernyataan dan dilanjutkan kewajiban absen satu minggu 2 kali kemarkas Kodim tempat tinggal mereka. Memang, setelah kejadian itu, Umat Islam diteror oleh TNI yang melakukan penangkapan tanpa prosedur hukum hanya karena dianggap ulama, ustad atau aktifis yang terlalu kritis kepada penguasa pada waktu itu. Bukan hanya masyarakat sipil yang merasakan teror tersebut. Beberapa orang dari kalangan militer yang sangat haus akan keislaman juga mendapat perlakuan yang sama. Mereka di penjarakan dan dipecat dari dinas kemiliterannya. Kami para korban, setelah melalui pemeriksaan yang berliku-liku, akhirnya kami dihadapkan kepada hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, dengan tuduhan yang dibuat berlapis dari pasal subversif sampai akhirnya Jaksa harus mengikuti apa yang pertama kali disampaikan oleh Panglima ABRI pada malam setelah kejadian yakni pasal 214 yang dikenakan pada kami. Ketika kami dihadapan majelis hakim, awalnya kami sangat penuh harap akan mendapat secercah keadilan dari para Majelis hakim yang mulia, karena tuduhan jaksa yang menyatakan bahwa kami menyerang petugas dengan sangat beringas telah v
Kata Pengantar
membuat kami yang waktu itu harus mengalami luka-luka di badan, saat ini hati kami pun sangat terluka dengan tuduhan itu. Namun, ternyata majelis hakim tidak bisa berbuat apa-apa menghadapi tekanan sang penguasa yang mengharuskan kami tetap dipenjara walau jaksa tidak bisa membuktikan tuduhannya. Inilah peristiwa yang hingga kini masih tetap meninggalkan misteri walau telah dilakukan “ Proses Islah “ antara aparat yang ditugaskan pada malam itu dengan para korban Tanjung Priok. Islah yang di Monumenkan dalam Piagam Ishlah tersebut tidak terlihat sedikit pun kebenaran yang diungkap. Apakah Islah dapat dilakukan tanpa ada sebuah pengakuan yang jujur. Nampaknya, proses pengadilan tak mungkin dihindari untuk bisa mengungkap kabut yang menutupi semua misteri itu. Semoga Buku yang diterbitkan dari hasil Investigasi ini, bisa menjadi sumber informasi bagi para pejuang HAM dan demokrasi. Jakarta, 12 Maret 2001
vi
daftar isi
Daftar Isi Kata Pengantar......................................................................................iv Daftar Isi.............................................................................................vii Bab I
Pendahuluan............................................................................1
Bab II
Gambaran Umum......................................................................6 1.
Gagasan Azas Tunggal........................................................6
2.
Formalisasi Asas Tunggal....................................................9
Bab III Gambaran Peristiwa.................................................................12 A. Gambaran Komunitas........................................................12 B. Peristiwa As Sa’adah dan Penangkapan.............................13 C. Upaya Pembebasan............................................................14 D. Penghadangan dan Penembakan.........................................15 E. Korban............................................................................17 F.
Penangkapan Pasca Peristiwa........................................... 18
G. Proses Peradilan................................................................19 Bab IV Pola Pelanggaran HAM...........................................................21 A. Peristiwa dan Korban........................................................22 2.
Pelaku.............................................................................28
Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi....................................................32 1.
Kesimpulan.....................................................................32
2.
Rekomendasi...................................................................35
Catatan................................................................................................38 Lampiran.............................................................................................40 Epilog .................................................................................................48
vii