BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 2.1
Sejarah Aceh Kerajaan Aceh Darussalam berdiri menjelang keruntuhan Samudera Pasai.
Sebagaimana tercatat dalam sejarah pada tahun 1360 M, Samudera Pasai ditaklukkan oleh Majapahit, dan sejak saat itu kerajaan Pasai terus mengalami kemunduran. Menjelang berakhirnya abad ke-14 M, kerajaan Aceh Darussalam telah berdiri dengan penguasa pertama Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada Ahad, 1 Jumadil Awal 913 H (1511 M) . Pada tahun 1524 M, Mughayat Syah berhasil menaklukkan Pasai, dan sejak saat itu, menjadi satu-satunya kerajaan yang memiliki pengaruh besar di kawasan tersebut. Bisa dikatakan bahwa kerajaan Aceh ini merupakan kelanjutan dari Samudera Pasai untuk membangkitkan dan meraih kembali kegemilangan kebudayaan Aceh yang pernah dicapai sebelumnya30. Pada awalnya, wilayah kerajaan Aceh mencakup Banda Aceh dan Aceh Besar yang dipimpin oleh ayah Ali Mughayat Syah. Ketika Mughayat Syah naih tahta menggantikan ayahnya, ia berhasil memperkuat kekuatan dan mempersatukan wilayah Aceh dalam kekuasaannya, termasuk menaklukkan kerajaan Pasai. Sekitar tahun 1511 M, kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di Aceh dan pesisir timur Sumatera seperti Peurelak, Pedir, Daya dan Aru (di Sumatera Utara) sudah berada di bawah pengaruh kolonial Portugis. Mughayat Syah dikenal sangat anti pada Portugis, untuk menghambat pengaruh Portugis, kerajaan-kerajaan kecil tersebut kemudian ia taklukkan dan masuk ke dalam wilayah kerajaannya. Sejak saat itu, kerajaan Aceh lebih dikenal dengan nama Aceh Darussalam dengan wilayah yang luas31.
30
Usman, Abdul Rani, Sejarah Peradaban Aceh, Tahun 2003, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hal 10. 31 Said, Mohammad, H, Aceh Sepanjang Abad (Jilid Pertama), Tahun 1981, Medan: PT Percetakan dan Penerbitan Waspada.
Universitas Sumatera Utara
Usaha Mughayat Syah untuk mengusir Portugis dari seluruh bumi Aceh dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil yang sudah berada di bawah Portugis berjalan lancar. Secara berurutan, Portugis yang berada di daerah Daya ia gempur dan berhasil ia kalahkan. Ketika Portugis mundur ke Pidie, Mughayat juga menggempur Pidie, sehingga Portugis terpaksa mundur ke Pasai. Mughayat kemudian melanjutkan gempurannya dan berhasil merebut benteng Portugis di Pasai.Ketika benteng di Pasai telah dikuasai Aceh, Portugis mundur ke Peurelak. Namun, Mughayat Syah tidak memberikan kesempatan sama sekali pada Portugis. Peurelak kemudian juga diserang, sehingga Portugis mundur ke Aru. Tak berapa lama, Aru juga berhasil direbut oleh Aceh hingga akhirnya Portugis mundur ke Malaka. Dengan kekuatan besar, Aceh kemudian melanjutkan serangan untuk mengejar Portugis ke Malaka dan Malaka berhasil direbut. Seiring dengan itu, Aceh melanjutkan ekspansinya dengan menaklukkan Johor, Pahang dan Pattani. Dengan keberhasilan serangan ini, wilayah kerajaan Aceh Darussalam mencakup hampir separuh wilayah pulau Sumatera, sebagian Semenanjung Malaya hingga Pattani32. Demikianlah, walaupun masa kepemimpinan Mughayat Syah relatif singkat, hanya sampai tahun 1528 M, namun ia berhasil membangun kerajaan Aceh yang besar dan kokoh. Ali Mughayat Syah juga meletakkan dasar-dasar politik luar negeri kerajaan Aceh Darussalam, yaitu: 1. Mencukupi kebutuhan sendiri, sehingga tidak bergantung pada pihak luar. 2. Menjalin persahabatan yang lebih erat dengan kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. 3. Bersikap waspada terhadap negara kolonial Barat. 32
Sufi, Rusdi & Wibowo, Agus Budi, Kerajaan-Kerajaan Islam di Aceh 2006, Banda Aceh: Badan Perpustakaan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Universitas Sumatera Utara
4. Menerima bantuan tenaga ahli dari pihak luar. 5. Menjalankan dakwah Islam ke seluruh kawasan nusantara. Kerajaan Aceh Darussalam mencapai masa kejayaan di masa Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1590-1636). Pada masa itu Aceh merupakan salah satu pusat perdagangan yang sangat ramai di Asia Tenggara. Ketika Iskandar Muda meninggal dunia tahun 1636 M, yang naik sebagai penggantinya adalah Sultan Iskandar Thani Ala‘ al-Din Mughayat Syah (1636-1641M). Masa kekuasaan Iskandar Thani, Aceh masih berhasil mempertahankan masa kejayaannya. Penerus berikutnya adalah Sri Ratu Safi al-Din Taj al-Alam (1641-1675 M), putri Iskandar Muda dan permaisuri Iskandar Thani. Hingga tahun 1699 M, Aceh secara berturut-turut dipimpin oleh empat orang ratu. Di masa ini, kerajaan Aceh sudah mulai memasuki era kemundurannya. Salah satu penyebabnya adalah terjadinya konflik internal di Aceh, disebabkan penolakan para ulama Wujudiyah terhadap pemimpin perempuan. Para ulama Wujudiyah saat itu berpandangan bahwa, hukum Islam tidak membolehkan seorang perempuan menjadi pemimpin bagi laki-laki. Kemudian terjadi konspirasi antara para hartawan dan uleebalang, dan dijustifikasi oleh pendapat para ulama yang akhirnya berhasil memakzulkan Ratu Kamalat Syah. Sejak saat itu, berakhirlah era sultanah di Aceh34. Berikut ini daftar para sultan yang pernah berkuasa di kerajaan Aceh Darussalam: 1. Sultan Ali Mughayat Syah (1496-1528 M). 2. Sultan Salahuddin (1528-1537). 3. Sultan Ala‘ al-Din al-Kahhar (1537-1568). 4. Sultan Husein Ali Riayat Syah (1568-1575). 5. Sultan Muda (1575). 6. Sultan Sri Alam (1575-1576). 7. Sultan Zain al-Abidin (1576-1577). 34
Usman, Abdul Rani, Sejarah Peradaban Aceh, Tahun 2003, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
8. Sultan Ala‘ al-Din Mansur Syah (1577-1589). 9. Sultan Buyong (1589-1596). 10. Sultan Ala‘ al-Din Riayat Syah Sayyid al-Mukammil (1596-1604). 11. Sultan Ali Riayat Syah (1604-1607) 12. Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1607-1636). 13. Iskandar Thani (1636-1641). 14. Sri Ratu Safi al-Din Taj al-Alam (1641-1675). 15. Sri Ratu Naqi al-Din Nur al-Alam (1675-1678). 16. Sri Ratu Zaqi al-Din Inayat Syah (1678-1688). 17. Sri Ratu Kamalat Syah Zinat al-Din (1688-1699). 18. Sultan Badr al-Alam Syarif Hashim Jamal al-Din (1699-1702). 19. Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui (1702-1703). 20. Sultan Jamal al-Alam Badr al-Munir (1703-1726). 21. Sultan Jauhar al-Alam Amin al-Din (1726). 22. Sultan Syams al-Alam (1726-1727). 23. Sultan Ala‘ al-Din Ahmad Syah (1727-1735). 24. Sultan Ala‘ al-Din Johan Syah (1735-1760). 25. Sultan Mahmud Syah (1760-1781). 26. Sultan Badr al-Din (1781-1785). 27. Sultan Sulaiman Syah (1785-1795). 28. Alauddin Muhammad Daud Syah. 29. Sultan Ala‘ al-Din Jauhar al-Alam (1795-1815) dan (1818-1824) 30. Sultan Syarif Saif al-Alam (1815-1818) 31. Sultan Muhammad Syah (1824-1838) 32. Sultan Sulaiman Syah (1838-1857). 33. Sultan Mansur Syah (1857-1870). 34. Sultan Mahmud Syah (1870-1874). 35. Sultan Muhammad Daud Syah (1874-1903)35. 2.2 Profil Provinsi Aceh Semula provinsi ini bernama Daerah Istimewa Aceh, namun sejak tanggal 9 Agustus 2001 diubah menjadi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kemudian daerah ini berganti nama lagi menjadi Provinsi Aceh sejak keluar Peraturan Gubernur No. 49 pada tanggal 7 April 2009. Aceh merupakan salah satu dari 33 Provinsi di Indonesia yang memiliki keunikan dan keistimewaan. Provinsi yang lahir pada tanggal 26 Mei 1959 ini memiliki beberapa keistimewaan, yaitu
35
Lombard, Denys. 2007. Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Jakarta:
Kepustakaan Populer Media.
Universitas Sumatera Utara
istimewa dalam hal pendidikan, adat, dan agama. Ibu kota Provinsi Aceh terletak di Banda Aceh. Daerah Aceh terletak di kawasan paling ujung dari bagian utara Pulau Sumatera dengan luas areal 58.357.63 km2. Letak geografis Provinsi Aceh terletak antara 2o-6o Lintang Utara dan 95o-98o Lintang Selatan dengan ketinggian rata-rata 125 m diatas permukaan laut. Provinsi paling barat Indonesia ini berbatasan dengan : Sebelah Utara dan Timur Selat Malaka. Sebelah selatan Provinsi Sumatera Utara. Sebelah barat berbatasan dengan Samudera Indonesia. Provinsi Aceh dikelilingi oleh perairan, satu-satunya hubungan darat hanyalah dengan Provinsi Sumatera Utara. Sehingga membuat provinsi ini memiliki ketergantungan yang kuat dengan Provinsi Sumatera Utara36.
2.2.1
Lambang Daerah
Kupiah (Peci) Aceh berbentuk segi 5 (lima), adalah melambangkan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang bermakna Falsafah hidup Rakyat dan Pemerintah Daerah yang disebut PANCACITA yang terdiri dari lima unsure yaitu : Dacing : Melambangkan Keadilan. Rencong : Melambangkan Kepahlawanan. Padi, Kapas, dan Cerobong Pabrik : Melambangkan Kemakmuran.
36
Permendagri Nomor 66 tahun 2011
Universitas Sumatera Utara
Kubah Masjid, Kitab dan Kalam : Melambangkan Keagamaan dan Ilmu Pengetahuan. Warna Putih : Melambangkan Kemurnian. Warna Kuning : Melambangkan Kejayaan. Warna Hijau : Melambangkan Kesejahteraan dan Kemakmuran. 2.2.2 Demografi Provinsi Aceh Suku Aceh merupakan salah satu suku yang tergolong ke dalam etnik melayu atau ras melayu, dan sering diakronimkan dengan Arab, Cina, Eropa, dan Hindustan (ACEH). Aceh adalah tempat pertama masuknya agama Islam di Indonesia dan sebagai tempat timbulnya kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu peureulak dan Pasai. Pada masa Sultan Iskandar Muda agama dan kebudayaan Islam begitu besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh, sehingga daerah ini mendapat julukan "seuramo mekkah" (serambi mekkah). 2.2.2.1 Data penduduk Provinsi Aceh Tabel 1 Data Penduduk Provinsi Aceh Kabupaten/Kota (1) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Tahun 2007 (2) Simeulue 81 127 Aceh Singkil 94 961 Aceh Selatan 209 853 Aceh Tenggara 174 371 Aceh Timur 313 333 Aceh Tengah 170 766 Aceh Barat 152 557 Aceh Besar 307 362 Pi d i e 373 234 Bireuen 355 989 Aceh Utara 510 494 Aceh Barat 121 302
2008 (3) 81 790 100 265 210 111 175 501 332 915 182 533 153 398 310 107 380 382 357 564 517 741 123 101
2009 (4) 82 344 102 505 215 315 177 024 340 728 189 298 158 499 312 762 386 053 359 032 532 537 124 813
2010 (5) 80 674 102 509 202 251 179 010 360 475 175 527 173 558 351 418 379 108 389 288 529 751 126 036
2011 (6) 82 521 104 856 206 881 183 108 368 728 179 546 177 532 359 464 387 787 398 201 541 878 128 922
Daya
Universitas Sumatera Utara
13. Gayo Lues 14. Aceh Tamiang 15. Nagan Raya 16. Aceh Jaya 17. Bener Meriah 18. Pidie Jaya 19. Banda Aceh 20. Sabang 21. Langsa 22. Lhokseumawe 23. Subulussalam Jumlah
74 312 239 451 124 141 70 673 111 040 128 446 219 659 29 144 140 005 158 169 63 444 4.223.83 3
74 794 239 899 124 340 75 597 112 549 130 906 217 918 29 221 140 267 158 760 64 256 4.293.915
75 165 241 734 125 425 82 904 114 464 135 345 212 241 29 184 140 415 159 239 66 451 4.363.477
79 560 251 914 139 663 76 782 122 277 132 956 223 446 30 653 148 945 171 163 67 446 4.494.410
81 382 257 681 142 861 78 540 125 076 136 000 228 562 31 355 152 355 175 082 68 990 4.597308
(Data BPS Aceh Tahun 2011)
2.2.2.2 Perekonomian Lemahnya pengelolaan sumber daya alam, keuangan, dan sosial-ekonomi masyarakat yang terjadi sejauh ini, mengakibatkan pertumbuhan ekonomi di Aceh mengalami instabilitas. Berdasarkan data Bank Indonesia
pada tahun 2011,
pertumbuhan ekonomi Aceh hanya sebesar 5,02 persen, lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat sebesar 6,5 persen. Jika dilihat dari perkembangan beberapa tahun terakhir (2007-2011)38, pertumbuhan ekonomi Aceh menunjukkan kecenderungan yang fluktuatif. Hal ini menggambarkan bahwa pondasi struktur ekonomi Aceh masih lemah dan labil. Perubahan harga jual komoditi migas dan produk pertanian di pasaran dunia sangat mempengaruhi nilai sumbangan produk yang paling dominan dalam struktur ekonomi Aceh. Hal ini disebabkan karena ekspor kedua sektor ini masih dalam bentuk bahan mentah (row material). Sehingga nilai tambah yang diperoleh dari hasil ekspor komoditas ini menjadi sangat kecil. Penduduk miskin di Aceh pada tahun 2011 tercatat sebesar 19,48 persen, masih lebih besar dari penduduk miskin tingkat nasional yang hanya sebesar 12,36 persen. 37
Data BPS Aceh tahun 2011
38
Data Regional Investment BKPM
Universitas Sumatera Utara
Hal ini mencerminkan bahwa dampak dari pembangunan belum memberikan pengaruh signifikan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat secara umum, terutama masyarakat yang tinggal di pedesaan. Tingkat pengangguran terbuka di Aceh pada tahun 2011 mengalami penurunan, namun kondisi tersebut tergolong masih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata nasional. Tingkat pengangguran terbuka di Aceh pada tahun 2011 tercatat sebesar 7,43 persen, sementara angka pengangguran terbuka Nasional hanya sebesar 6,8 persen. Jika dilihat dari sisi gender keberadaan pengangguran terbuka perempuan tahun 2011 mencapai 8,50 persen lebih tinggi 1,70 persen dibandingkan pengangguran terbuka laki-laki sebesar 6,80 persen39. 2.2.2.3 Sumber Daya Alam Provinsi Aceh merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang memiliki kekayaan alam cukup banyak. Industri utama berupa semen, pupuk, kayu gergajian, moulding chips, plywood, dan kertas. Aceh memiliki sejumlah industri besar. Antaranya : - PT. Arun - PT. PIM - PT. AAF - Lafarge Semen Andalas - Exxon Mobil - CALTEX Daerah Aceh memiliki bahan tambang, seperti tembaga, timah hitam, minyak bumi, batubara, dan gas alam. Selain itu, terdapat tambang emas di daerah Aceh Besar, Pidie, Aceh Tengah, dan Aceh Barat. Tambang biji besi terdapat di Aceh Besar, Aceh Barat, dan Aceh Selatan. Tambang mangan terdapat di Kabupaten Aceh Tenggara dan Aceh Barat. Sementara tambang biji timah, batu 39
Ibid,
Universitas Sumatera Utara
bara, dan minyak bumi terdapat di Aceh Barat dan Aceh Timur, yakni di Rantau Kuala dan Simpang Peureulak, serta gas alam di daerah Lhok Sukon dan Kabupaten Aceh Utara. Provinsi Aceh juga terkenal dengan hasil perkebunan berupa buahbuahan, tetapi yang lebih dikenal yaitu Kopi diwilayah dataran tinggi gayo atau Takengon. Potensi perikanan adalah budidaya rumput laut, kerapu, kakap, lobster dan kerang mutiara dengan potensi sebaran seluas ±12.014 ha,membentang mulai dari Sabang, Aceh besar, Aceh Barat, Aceh Selatan, Simeleu, sampai Pulau Banyak Kabupaten Aceh Singkil. Pengembangan perikanan ini didukung oleh sebaran luas terumbu karang seluas ± 274.841 ha, membentang mulai dari Sabang, Aceh Besar sampai pantai barat selatan Aceh40. 2.3.
Sejarah Partai Lokal Aceh Pasca perjanjian damai antara pihak Republik Indonesia dan Gerakan Aceh
Merdeka pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki Finlandia. Dalam MOU Helsinki tersebut memuat 6 (enam) pasal utama. Salah satu diantaranya mengenai tentang partisipasi politik yang didalamnya memuat tentang pengaturan pembentukan partai politik lokal (Partai Lokal). Pemerintah Republik Indonesia mengabulkan butir MOU Helshinki tersebut dengan hak istimewa dalam bentuk hak politik masyarakat Aceh yaitu berdirinya partai politik lokal khusus di Aceh yang kiprah partai politik lokal tersebut hanya mencakup wilayah Provinsi Aceh. Sesuai dengan UU No.11 tahun 2006 tentang Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang berbunyi partai politik lokal adalah suatu organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok penduduk Aceh secara suka rela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, daerah, bangsa dan Negara, melalui pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah41. Keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007 pada tanggaal 16 Maret 2007 mempercepat proses berdirinya Partai Lokal Aceh42. 40
Data Regional Investment BKPM
41
UU No.11 tahun 2006 tentang Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
42
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007.
Universitas Sumatera Utara
2.4. PARTAI ACEH Setelah MoU Helsinki ditandatangani, dengan serta merta keadaan aman dan damai terwujud di Aceh. Berdasarkan point 1.2.1 MoU Helsinki yaitu: “Sesegera mungkin tidak lebih dari satu tahun sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini, Pemerintah RI menyepakati dan akan memfasilitasi pembentukkan partai-partai politik yang berbasis di Aceh yang memenuhi persyaratan nasional”. Atas dasar inilah masyarakat Aceh tidak mau kehilangan masa depan mereka yang demokratis, adil dan bermartabat di bawah payung kepastian hukum dengan perumusan ekonomi yang memihak kepada rakyat Aceh secara khusus dan seluruh tanah air secara umum. Para pihak bertekat untuk menciptakan kondisi sehingga pemerintah rakyat Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam negara kesatuan dan konstitusi Republik Indonesia. Untuk menjamin perdamaian yang hakiki dan bermartabat serta dapat membangun masa depan Aceh dan mengukuhkan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah melalui proses demokrasi dengan partai politik lokal berdasarkan perjanjian Memorendum of Understanding (MoU) Helsinki. Para pimpinan dan para panglima wilayah Gerakan Aceh Merdeka (GAM) memberikan surat mandat kepada Tgk Yahya Mu’ad, SH atau disebut juga Muhammad Yahya Mu’ad, SH untuk terbentuknya partai politik lokal (Partai GAM) pada tanggal 19 Februari 2007. Partai GAM berdiri dengan akta notaris H. Nasrullah, SH pada tanggal 7 juni 2007 dengan pendaftaran Kanwilkum dan HAM dengan nomor : WI.UM. 08 06-01. Partai politik ini bernama GAM, yang didirikan di Banda Aceh pada hari senin, tanggal 04 Juni 2007. Selanjutnya pada hari Sabtu, 23 Februari 2008 Partai GAM diubah menjadi Partai Gerakan Aceh Mandiri (GAM). Selanjutnya pada hari Selasa, 22 April 2008 Partai Gerakan Aceh Mandiri (GAM) diubah menjadi PARTAI ACEH. Pimpinan PARTAI ACEH berkedudukan di ibukota Banda Aceh.
Universitas Sumatera Utara
2.4.1. AZAS DAN TUJUAN a. Partai Politik ini berazaskan Qanun Meukuta Alam Al Asyi. Selanjutnya pada tanggal 27 Agustus 2007 terjadi perubahan azas partai menjadi azas Pancasila dan UUD 1945 serta Qanun Meukuta Alam Al Asyi. b. Tujuan PARTAI ACEH adalah : 1. Mewujudkan cita-cita rakyat Aceh demi menegakkan marwah dan martabat bangsa, agama dan negara. 2. Mewujudkan cita-cita MoU Helsinki yang di tandatangani oleh GAM dan RI pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia. 3. Mewujudkan kesejahteraan yang adil, makmur dan merata materil dan spirituil bagi seluruh rakyat Aceh. 4. Mewujudkan kedaulatan rakyat dalam rangka mengembangkan kehidupan berdemokrasi, yang menjunjung tinggi dan menghormati kebenaran, keadilan, hukum dan Hak Asasi Manusia.
2.4.2. SIFAT, FUNGSI DAN USAHA a. PARTAI ACEH bersifat independent dan terbuka. b. PARTAI ACEH berfungsi sebagai alat pemersatu perjuangan politik ACEH. c. PARTAI ACEH berusaha; 1. Menghidupkan nilai-nilai sejarah perjuangan rakyat Aceh. 2. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia menuju kehidupan bangsa yang maju dan bermartabat. 3. Melaksanakan pendidikan politik rakyat Aceh. 4. Proaktif dalam kehidupan politik dan pemerintahan.
2.4.3. DOKTRIN PARTAI ACEH mempunyai doktrin “Udep Beusare Mate Beusadjan, Sikrek Gaphan Saboh Keureunda” yang artinya hidup bersama mati
Universitas Sumatera Utara
bersama, satu kafan satu kerenda. Doktrin ini juga yang digunakan pada saat masa memperjuangkan Aceh merdeka.
2.4.4. KEDAULATAN, SUSUNAN DAN PIMPINAN PARTAI 1. Kedaulatan partai berada pada seluruh anggota dan dilaksanakan melalui musyawarah besar. 2. Susunan Partai terdiri dari; a. Dewan Pimpinan Aceh (DPA) adalah pimpinan partai pada tingkat Aceh. b.Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) adalah pimpinan partai yang mempunyai ruang lingkup pada tingkat Wilayah. c. Dewan Pimpinan Sagoe (DPS) adalah pimpinan partai yang mempunyai ruang lingkup pada tingkat Sagoe. d. Dewan Pimpinan Mukim (DPM) adalah pimpinan partai yang mempunyai ruang lingkup pada tingkat Mukim. e. Dewan Pimpinan Gampong (DPG) adalah pimpinan partai yang mempunyai ruang lingkup pada tingkat Gampong.
2.4.5. VISI Membangun citra positif berkehidupan politik dalam bingkai NKRI serta melaksanakan mekanisme partai sesuai aturan NKRI, dengan menjunjung tinggi Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki yang telah ditandatangani antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka.
2.4.6. MISI Menstransformasi dan atau membangun wawasan berfikir masyarakat Aceh dari citra Revolusi Party menjadi citra Development Party dalam tatanan transparansi untuk memakmurkan hidup rakyat Aceh khususnya dan Bangsa Indonesia43.
43
Buku Panduan Partai Aceh, DPA Partai Aceh, Banda Aceh, tahun 2008
Universitas Sumatera Utara