SAB 1 PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang Masalah Salah satu faktor panting dalam melaksanakan pembangunan ekonomi adalah tersedianya sumber daya manusia baik dalam jumlah maupun mutu. Oleh sebab itu pelaksanaan pendidikan baik formal maupun nonformal harus dikelola secara profesional agar mampu menghasilkan anak didik yang siap melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi ataupun memasuki dunia kerja. f?endidikan memegang peran penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, dengan demikian semua jajaran yang terlibat dalam melaksanakan proses belajar mengajar seperti halnya para guru ataupun dosen (tenaga pendidik) harus memiliki komitmen profesi dalam melaksanakan tugas. Disamping para pelaksana pendidikan yang harus profesional, dalam proses belajar mengajar perlu ·ditunjang oleh sarana dan prasarana yang mencukupi agar proses pembelajaran dapat tercipta
dengan baik sehingga
anak didik memiliki pengetahuan,
ketrampilan yang memadai pasca pendidikan. Para pakar mengatakan bahwa abad 21
merupakan abad
pengetahuan karena pengetahuan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan;
berarti
para
dosen
dituntut
lebih
professional
dalam
bidangnya. Pendapat tersebut lebih dipertegas oleh Naisbitt (1995:12), yang menjelaskan, bahwa paling tidak terdapat sepuluh kecenderungan
1
2 besar yang akan terjadi
pada pendidikan di abad 21 ini yang menjadi
alasan mengapa para pendidik atau dosen harus memiliki komitmen profesi yaitu karena ; 1) adanya pergeseran dari masyarakat industri ke masyarakat informasi, 2) dari teknologi yang dipaksakan ( tepat guna) ke teknologi tinggi, 3) dari ekonomi nasional ke ekonomi dunia, 4) dari perencanaan jangka pendek ke perencanaan jangka panjang, 5) dari sentralisasi ke desentralisasi, 6) dari bantuan institusional ke bantuan diri, 7) dari demokrasi perwakilan ke demokrasi partisipatoris, 8) dari hierarkihierarki ke penjaringan, 9) dari Utara ke Selatan dan 10) dari pili han tunggal ke pilihan majemuk. Ragam implikasi kecenderungan di atas berdampak terhadap dunia pendidikan utamanya perguruan tinggi yang menjadi ujung tombak dalam menciptakan SDM yang berkualitas, tentunya tidak terlepas dari keberadaan para dosen sebagai tink-tank, aspek kurikulum, manajemen pendidikan, strategi dan metode pendidikan. Menurut Naisbitt (1995), terdapat delapan kecenderungan besar di Asia yang ikut mempengaruhi dunia yaitu; 1) dari negara bangsa ke jaringan, 2) dari tuntutan ekspor ke tuntutan konsumen, 3) dari pengaruh Barat ke cara Asia, 4) dari control pemerintah ke tuntutan pasar, 5) dari desa ke metropolitan, 6) dari padat karya ke teknologi canggih, 7) dari dominasi kaum pria ke muculnya kaum wanita, 8) dari Barat ke Timur. Kedelapan kecenderungan itu akan mempengaruhi tata nilai dalam
berbagai aspek, pola dan gaya hidup
masyarakat baik di desa maupun di kota. Pada dasarnya semua itu akan mempengaruhi pola
pendidikan yang lebih disukai dengan tuntutan
kecenderungan tersebut. Berkaitan dengan itu, pendidikan ditantang untuk mampu
menyiapkan
SDM
yang
mampu
menghadapi
tantangan
kecenderungan itu tanpa kehilangan nilai-nilai kepribadian dan nilai bangsa. Searah dengan pendapat Naisbitt di atas, mengutip pendapat Surya (1998:22), yang mengatakan bahwa pendidikan di Indonesia di abad 21 mempunyai karakteristik sebagai berikut; 1) pendidikan nasional mempunyai tiga fungsi dasar yaitu; (a) untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, (b) untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil dan ahli yang diperlukan
dalam
mengembangkan
proses
industrialisasi,
penguasaan
berbagai
(c) cabang
membina
dan
keahlian
ilmu
pengetahuan dan teknologi, 2) sebagai Negara kepualauan yang berbedabeda suku, agama dan bahasa, pendidikan tidak hanya sebagai proses transfer pengetahuan saja, akan tetapi mempunyai fungsi pelestarian kehidupan bangsa dalam suasana persatuan dan kesatuan nasional, 3) dengan makin meningkatnya hasil pembangunan, mobilitas penduduk akan
mempengaruhi
corak
pendidikan
nasional,
4)
perubahan
karakteristik keluarga baik fungsi maupun struktur, akan banyak menuntut atas pentingnya kerja sama berbagai lingkngan pendidikan dan dalam keluarga sebagai intinya. Nilai-nilai keluarga hendaknya tetap dilestarikan dalam berbagai lingkngan pendidikan, 5) azas belajar sepanjang hayat harus menjadi landasan utama dalam mewujudkan
pendidikan untuk
mengimbangi tantangan perkembangan jaman, 6) penggunaan berbagai inovasi lptek
terutama media elektronik, informatika dan komunikasi
4 dalam
berbagai kegiatan pendidikan, 7) penyediaan perpustakaan dan
sumber-sumber belajar sangat diperlukan dalam menunjang upaya pendidikan dalam proses pendidikan; 8) publikasi dan penelitian dalam bidang pendidikan dan bidang lain yang terkait,
merupaka suatu
kebutuhan nyata bagi pendidikan di abad pengetahuan. Pendidikan di abad pengetahuan menuntut keberadaan dosen yang memiliki komitmen dan professional di bidangnya, manajemen pendidikan yang modern dan professional dengan bernuansa pendidikan. Lembaga-lembaga
pendidikan
diharapkan
mampu
mewujudkan
peranannya secara efektif dengan keunggulan dalam kepemimpinan, proses belajar mengajar, pengembangan stat, kurikulum, tujuan dan harapan, iklim kampus
yang kondusif, penilaian diri, komunikasi dan
keterlibatan orang tua/masyarakat. Yang tidak kalah pentingnya adalah sosok penampi Ian dosen yang ditandai dengan keunggulan
dalam
nasionalisme dan jiwa juang, keimanan dan ketakwaan, penguasaan iptek, etos kerja dan disiplin, profesionalisme, kerja sama dan belajar dengan berbagai disiplin, wawasan masa depan, kepastian karir dan kesejahteraan lahir dan batin. Pendidikan mempunyai peranan yang amat strategis untuk mempersiapkan generasi muda yang memiliki kemampuan dan kecerdasan emosional yang tinggi, menguasai megaskills yang handal. Untuk itu lembaga pendidikan berbagai jenis dan jenjang memerlukan
pencerahan dan pemberdayaan
dalam
termasuk di dalamnya unsure dosen yang profesional.
segala aspek
5 Dosen sebagai ujung tombak dalam mensukseskan pelaksanaan proses belajar mengajar yang
berkualitas dituntut harus memiliki
komitmen profesi; diterima dan mampu beradaptasi terhadap lingkungan; memiliki motivasi yang tinggi serta senantiasa mengembangkan diri sesuai dengan profesi baik melalui pendidikan formal maupun nonformal seperti pelatihan jangka pendek maupun jangka panjang. Perangkat demikian harus mampu menciptakan kepuasan bagi dosen yang bersangkutan agar mampu beradaptasi terhadap lingkungan pendidikan yang bernuansa pembelajaran di abad pengetahuan seperti digambarkan sebelumnya. Kemudian timbul pertanyaan apakah para tenaga pendidik seperti halnya dosen sudah siap dan mampu merespon terjadinya perubahan ini?, jawabnya pasti belum. Praktek pembelajaran yang terjadi dewasa ini masih didominasi oleh dijumpai
pola atau paradigma yang digunakan banyak
di abad industri. Pada abad pengetahuan
paradigma yang
digunakan jauh berbeda dengan pada abad industri. Galbreath (1999:17), menyatakan
bahwa pendekatan pembelajaran yang digunakan pada
abad pengetahuan
adalah pendekatan campuran yaitu paduan antara
pendekatan belajar dari dosen, belajar dari mahasiswa lain, dan belajar pada diri sendiri. P-raktek pembelajaran
di abad industri dan abad
pengetahuan sangat berbeda seperti ditunjukkan pada tabel 1.1. Pada label 1. 1 dapat dilihat bahwa; 1) pada abad industri banyak dijumpai aturan
belajar melalui fakta, drill dan praktek dan dan penggunaan serta
prosedur-prosedur.
Sedang
di
abad
pengetahuan
mengininkan paradigma belajar melalui proyek-proyek dan permasalahan-
6
permasalahan, inkuiri dan desain, menemukan dan penciptaan. 2) betapa sulitnya mencapai reformasi yang sistimatik karena bila paradigma lama masih dominan; dampak reformasi cenderung akan ditelan oleh pengaruh paradigma lama. 3) meskipun telah dinyatakan sebagai polaritas, perbedaan praktek pembelajaran abad pengetahuan dan abad industri dianggap sebagai suatu kontinum. Meskipun sekarang dimungkinkan memandang banyak contoh praktek di abad industri yang "murni" dan jauh lebih sedikit contoh lingkungan pembelajaran di abad pengetahuan yang murni besar kemungkinannya menemukan metode persilangan perpaduan
antara metode di abad
pengetahuan dan metode di abad industri. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan reformasi pembelajaran, metode lama tidak sepenuhnya hilang, namun hanya digunakan kurang lebih jarang dibanding metodemetode baru. 4) praktek pembelajaran di abad pengetahuan lebih sesuai dengan teori belajar modern melalui penggunaan prinsip-prinsip belajar berorientasi pada proyek dan perm.asalahan sampai aktivitas kolaboratif dan difokuskan pada masyarakat, belajar kontekstual yang
didasarkan
pada dunia nyata dalam konteks ke peningkatan perhatian
pada
tindakan-tindakan atas dorongan pembelajar sendiri, 5) pada abad pengetahuan nampaknya praktek pembelajaran tergantung pada pirantipiranti pengetahuan modern yakni komputer dan telkomnikasi, namun sebagian besar karakteristik abad pengetahuan bisa dicapai tanpa memanfaatkan piranti
modern. Meskipun teknologi informasi dan
telkomunikasi merupakan katalis yang penting yang membawa kita pada
7
metode belajar
abad pengetahuan, perlu diketahui bahwa
yang
membedakan metoda tersebut adalah pelaksanaan hasilnya bukan alatnya, Kita dapat melengkapi peralatan lembaga pendidikan
kita
dengan teknologi tanpa mengubah pelaksanaan dan hasilnya. Tabel1.1 Perbedaan Praktek Pembelajaran di Abad lndustri dan Abad Pengetahuan Praktek Pembelajaran Abad lndustri
Abad Pengetahuan
set>agai fasilitater, De sen pembimbing, konsultan sumber Dosen sebagai kawan belajar
1
Desen set>agai pengaral'l
2
sebagai Do sen pengetal'luan Belajar diarahkan oleh siswa . Belajar diarahkan oleh kurikulum Belajar dijadwalkan secara ketat Belajar secara erbuka, ketat dengan dengan waktu yang terbatas waktu yang terbatas fleksibel sesuai dengan keperluan Terutama berdasarkan proyek dan Terutam didasarkan pada fakta masalah Bersifat teoritik, prinsip-prinsip dan Dunia nyata dan refleksi prinsip dan survey survey Penyelidikan dan perancangan Peng_ulangan dan Jatihan Aturan dan prosedur Penemuan dan Penciptaan Kolaboratif Kompetetif 13erfokus pada kelas Berfokus pada masyarakat Hasilnya ditentukan seoetumnya Hasilnya tert>uka Keanekaragaman yang kreatif. Mengikuti norma Komputer sebagai subjek belajar Komputer sebagai peralatan semua jenis belajar Presentasi dengan media statis lnteraksi multimedia yang dinamis Komunikas sebatas ruang kelas Komunikasi tidak terbatas ke seluruh dunia Tes diukur dengan norma Unjuk kerja diukur oleh pakar.
3 4
5 6 7 8 9 10 11
12 13 14 15 16
Sumber. Galbreath (1999)
Akhirnya yang paling utama adalah paradigma baru pembelajaran ini
memberikan
peluang
dan
tantangan
yang
lebih
besar
bagi
perkembangan profesionalisme baik pada preservice dan inservice para dosen. Di banyak hal paradigma ini menggambarkan redefenisi profesi pengajaran dan peran-peran yang dimainkan dosen dalam proses
a pembelajaran.
Walaupun
kebutuhan
utuk
merawat,
mengasuh
menyayangi dan mengembangkan anak-anak didik kita secara maksimal itu akan selalu berada dalam genggaman pengajaran; tuntutan-tuntutan baru abad pengetahuan menghasilkan sederet prinsip pembelajaran baru dan
perilaku
yang
harus
dipraktikkan
.
Berdasarkan
gambaran
pemelajaran di abad pengetahuan yang digambarkan di atas, dipahami bahwa pentingnya pengembangan
profesi dosen dalam menghadapi
berbagai tantangan. Dosen yang memiliki profesisionalisme dalam tugasnya sebagai pendidik tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor. Diantaranya adalah komitmen profesi, motivasi, lingkungan kerja serta usaha pengembangan diri melalui program-program pelatihan. Dosen akan merasa puas dalam melaksanakan tugasnya apabila pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki sesuai dengan bidang /tugasnya. Lebih rinci Menurut Jurnal Educational Leadership (1993) dalam Supriyadi (1998:44), menjelaskan bahwa; 1) dosen mempunyai komitmen pada mahasiswa dan proses belajarnya, 2) dosen menguasai secara mendalam bahanlmata pelajaran yang diajarkan serta cara mengajarnya kepada mahasiswa, 3) dosen bertanggung jawab memantau hasil belajar mehasiswa melalui berbagai cara evaluasi, 4) dosen berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya, 5) dosen seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya. Selanjutnya menurut Arifin (2000:23), bahwa dosen di Indonesia yang profesonal dipersyaratkan mempunyai; 1) dasar ilmu yang kuat
9
sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21, 2) penguasaan kiat-kiat profesi bedasarkan riset dan praktis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praktis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praktis pendidikan masyarakat Indonesia, 3) pengembangan
kemampuan
proesonal
pelatihan, profesi dosen merupakan
berkesinambungan
melalui
profesi yang berkembang terus
menerus dan berkesinambungan. Kekerdilan profesi dosen pendidikan disebabkan terputusnya program
pre~seNice
dan
dan ilmu in~seNice
karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen yang lemah. Faktor lain yang menyebabkan rendahnya komitmen profesi dosen yang berdampak pada rendahnya profesionalisme dosen disebabkan antara lain; 1) masih banyak dosen yang tidak menekuni atau tidak berkomitmen terhadap profesinya sebagai dosen. Hal ini disebabkan oleh banyak dosen yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan kemampuan diri tidak ada, 2) belum adanya standar profesional dosen sebagaimana tuntutan di negara-negara maju, J) kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta pencetak dosen yang lulusannya asal jadi tanpa memperhitungkan outputnya kelak di lapangan atau sistim pnerimaan dosen yang tidak profesional sehingga banyak dosen yang tidak patuh terhadap etika profesi sebagai dosen, 4)
10 kurangnya motivasi dosen
dalam meningkatkan kualitas karena dosen
tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang dipersyaratkan oleh Dikti. Kgmitmen profesi 1 motivasi 1 lingkungan kerja serta pengembangan diri melalui pelatihan bermuara pada kepuasan kerja dosen dalam melakukan profesinya sebagai ujung tombak di dalam pelaksanaan proses belajar mengajar yang berkualitas. Faktor tenaga pendidik (dosen) dalam rangka mencerdaskan bangsa
dituntut untuk bekerja
secara
profesional
yaitu;
memiliki
komitmmen profesi dalam melaksanakan proses pembelajaran, mampu beradaptasi dan menciptakan iklim kerja yang kondusif, memiliki motivasi yang tinggi, serta didukung
komitmen organisasi dalam melaksanakan
seluruh tugas-tugasnya sebagai dosen demi terciptanya proses belajar mengajar yang berkualitas. Yang dimaksud dengan proses belajar mengajar yang berkualitas di sini adalah terciptanya hubungan yang serasi diantara semua elemen yang terlibat dalam proses belajar mengajar sehingga akan menghasilkan anak didik yang memiliki pengetahuan yang memadai sebagai dasar untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Menurut
Gundlack
dkk dalam
komitmen adalah keinginan (janji)
Sutarso
(2002: 19),
bahwa
untuk mempertahankan relationship
atau hubungan (Moorman et a/ dalam Ramadania:2002:44).
Dosen
sebagai pendidik jika tidak memiliki komitmen dalam melaksanakan tugasnya akan memiliki kinerja yang rendah. Morman dalam Zulganef (2002:31 ), mengatakan komitmen sebagai hasrat (desire) atau janji untuk
11 mempertahankan keterkaitan dalam jangka panjang (enduring desire). Keterkaitan yang kuat antara komitmen dan perberdayaan disebabkan karena adanya kainginan dan kesiapan dosen dalam organisasi untuk diberdayakan dengan menerima berbagai tantangan dan tanggung jawab. Argyris dalam Rokhman (2001: 11) menyatakan bahwa komitmen yang berasal dari diri karyawan untuk menyelesaikan berbagai tugas, tanggung jawab dan wewenang berdasarkan pada alasan dan motivasi yang dimiliki. Pemberdayaan sangat terkait dengan komitmen diri (internal) dosen. Proses pemberdayaan akan berhasil bila ada motivasi dan kemauan yang kuat untuk mengembangkan diri dan memacu kreativitas individu dalam menerima tanggung jawab yang lebih besar. Sedang pemberdayaan merupakan serangkaian proses yang dilakukan secara bertahap dalam organisasi agar dapat mencapai tujuan secara optimal. Menurut Martin dan Niccols dalam Mullins (1995:54), bahwa indikator dari .komitmen profesi dicerminkan oleh; 1) Rasa kepemilikan, 2) Rasa ketertarikan, 3) Percaya kepada kepemimpinan Organisasi, dan 4) Nilai Di samping komitmmen profesional, yang dapat berpengaruh terhadap kepuasan kerja dosen adalah iklim kerja. lklim diartikan sebagai suasana batin atau karakter , etas, kondisi, norma-norma. iklim kerja adalah kondisi atau karakter lingkungan kerja. Jadi iklim kerja sekolah adalah kondisi atau karakter di sekeliling sekolah yang menggambarkan keadaan (hubungan antar semua stake holder).
12 Fisher & Frasher (1990) menyatakan bahwa iklim kerja dosen diartikan sebagai seperangkat atribut yang memberi warna atau karakter, spirit; etos; suasana batin dari setiap sekolah. Pendapat senada juga dikatakan oleh Wahyudi dkk (200§:10), Larsen dalam Mujiarto (1993:18), Silver dalam Pidarta (1995:27), menyatakan bahwa iklim kerja dosen sebagai suatu perpaduan antara kepemimpinan universitas dengan interkasi perilaku para dosen. Terjalinnya hubungan yang harmonis antara pimpinan
dengan para dosen
akan menciptakan iklim kerja yang
kondusif. Oleh sebab itu iklim kerja merupakan hal yang panting untuk diperhatikan oleh setiap pengelola sekolah/prguruan tinggi karena faktor tersebut dapat berpengaruh terhadap tingkah laku para dosen yang berdampak pula terhadap kepuasan dosen. Lebih lanjut l?idarta (1990:45), menyatakan bahwa dosen dicerminkan oleh
4 (empat) indikator yaitu;
iklim kerja
(1) Penempatan
personalia , (2) Pembinaan antar hubungan dan komunikasi, (3) Dinamisasi dan penyelesaian konflik, (4)
l?~ningkatan
Lingkungan Kerja
dan dosen. Faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap kepuasan dosen adalah motivasi kerja. Koontz ( 1989: 271 ), mengatakan bahwa motivasi rantai reaksi yang diawali dengan adanya kebutuhan yang selanjutnya menimbulkan tensi (ketegangan) yaitu keinginan yang belum terpenuhi yang kemudian menyebabkan timbulnya tindakan untuk mengarahkan tujuan dan akhirnya memuaskan keinginan. Kebutuhan - kebutuhan yang dimaksud bukanlah kebutuhan yang sederhana, karena kebutuhan itu
13 sendiri dapat pula menimbulkan keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lain. Dengan demikian indikator motivasi terdiri dari; Existence (keberadaan), Relatedness (hubungan), Growth (Pertumbuhan). Faktor lain yang berpengaruh terhadap Kepuasan kerja dosen adalah pelatihan. Untuk meningkatkan profesionalisme dosen dituntut harus mempunyai dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi , penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset serta pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, cara yang paling baik adalah melalui pelatihan. Pelatihan menurut Proktor dalam moekijat (1991)
setelah
mengikuti pendidikan dan pelatihan yang dapat dirasakan adalah, (1) Kepuasan pegawai bertambah, (2) Pemborosan dan kerusakan menjadi berkurang, (3) Ketidak hadiran dan perpindahan tenaga kerja menjadi berkurang, (4) Metode- metode dan sistim - sistim yang diperbaiki, (5) Tingkat produktivitas yang bertambah, (6) beban pengawasan yang berkurang, (7) Biaya uang lembur yang berkurang, (8) Biaya pemeliharan mesin yang berkurang, (9) Keluhan-keluhan yang berkurang, (1 0) Tingkat luka seseorang yang berkurang, (11) Komunikasi yang lebih baik, (12) Kecakapan (dalam berbagai pekerjaan) pegawai yang lebih besar, (13) Moril pegawai yang lebih baik, (14), Kerja sama yang lebih meningkat. Menurut
Simamora
(2004:21),
bahwa
program
pelatihan
merupakan aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan, sikap dan kinerja
individu, kelompok atau seluruh organisasi. Menurut
Simamora bahwa aktivitas ini mengajarkan keahlian baru, memperbaiki
14 keahlian yang ada dan mempengaruhi sikap peserta. Dengan demikian pelaksanaan pelatihan bagi pegawai akan menutup kesenjangan antara kemampuan dan ketrampilan
dengan permintaan jabatan sehingga
diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas
kerja pegawai
sesuai dengan target sebagaimana ditetapkan. Dari "Pengaruh
uraian
di atas,
maka
penulis
ingin
meneliti tentang
Komitmen Profesi, lklim Kerja, Motivasi dan Pelatihan
terhadap Kepuasan Kerja Dosen
(Studi Pada Diploma 3 STIESIA
Surabaya)". 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah,
maka rumuskan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1 Apakah
komitmen
profesi,
iklim
kerja,
motivasi
dan
pelatihan
berpengaruh signifkan terhadap kepuasan kerja dosen?. 2. Apakah
komitmen profesi, iklim kerja, motivasi dan pelatihan secara
parsial berpengaruh signifkan terhadap kepuasan dosen?. 3. Diantara variabel komitmen profesi, iklim kerja, motivasi dan pelatihan manakah yang
berpengaruh dominan terhadap kepuasan kerja
dosen?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah, maka disusun tujuan penelitian sebagai berikut :
15 1 Untuk mengetahui apakah komitmen profesi, iklim kerja, motivasi dan pelatihan berpengaruh terhadap kepuasan kerja Dosen. 2. Untuk mengetahui apakah komitmen profesi, iklim kerja, motivasi dan pelatihan secara parsial berpengaruh terhadap kepuasan kerja Dosen. 3 Untuk mengetahui manakah diantara variabel komitmen profesi, iklim kerja, motivasi dan
pelatihan yang berpengaruh dominan terhadap
kepuasan kerja dosen.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1 Dari segi teoritis : a. Sebagai pembuktian empiris tentang pengaruh komitmen profesi, iklim kerja, motivasi, dan pelatihan terhadap kepuasan kerja dosen program 03 STIESIA Surabaya. b. Menyediakan informasi bagi peneliti lebih lanjut yang berkaitan dengan pengeruh komitmen profesi, iklim kerja, motivasi dan pelatihan terhadap kepuaan kerja dosen. 2. Dari segi praktis. a. Bagi pihak manajemen progam Diploma 3 STIESIA, hasil penelitian ini
dapat
memberikan
meningkatkan kepuasan belajar mengajar.
sumbangan
pemikiran
dalam
upaya
kerja dosen dalam pelaksanaan proses
16 b. Sebagai bahan masukan bagi para dosen dalam upayameningkatkan kepuasankerja dosen program Diploma 3 STIESIA Surabaya. 1.5 Keterbatasan Penelitan
1.
Penelitian ini dilakukan hanya di satu unit kerja (Studi Kasus) yaitu pada
Program
Diploma
3
STIESIA
Surabaya
dengan
mempertimbangkan pada kepraktisan (lingkungan kerja peneliti), keterbatasan pembiayaan dan waktu penelitian. 2.
Responden pada penelitian ini adalah para dosen yang masih aktif mengajar pada program Diloma 3 STIESIA Surabaya.
3.
Kinerja dosen hanya diukur dengan cara menekankan pada proses belajar mengajar
4.
Penelitian dilakukan terhadap permasalahan tahun 2008.