DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI
DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN JAKARTA 2006
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada LAPAS/RUTAN di Indonesia (Sebuah Analisa)
Diterbitkan oleh:
DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN JAKARTA 2006
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada LAPAS/RUTAN di Indonesia (Sebuah Analisa) Pelindung Pengarah Penanggung Jawab Editor Perumus
Cover & Layout
: : :
Drs. Mardjaman, Bc.IP Soejoto, Bc.IP, SH, MM Sihabudin Bc.IP, SH, MH Yen Yerussalam : dr. Hendra Salim Henri Puteranto : Dra. Emi Sulistyati Dyah Ayu Noorshinta S. Sos, M.Si Inang Winarso Denny Ahmad Fauzi : Arifin Fitrianto
Diterbitkan oleh: DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN JAKARTA 2006 Diterbitkan dengan bantuan dana dari: Program Aksi Stop AIDS (ASA) – Family Health International (FHI) Kompleks Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular & Penyakit Lingkungan (P2M & PL), Departemen Kesehatan Republik Indonesia Jl. Percetakan Negara No. 29 Jakarta 10560 Telp : (021) 422 3463 Fax : (021) 422 3455 Email :
[email protected] Laporan workshop ini merupakan hasil kerja sama dalam program penanggulangan HIV/AIDS di Lapas/Rutan di Indonesia antara ASA/FHI, IHPCP, Komisi Penanggulangan AIDS dan DKT Indonesia. Modul ini bebas diperbanyak, diterjemahkan, dikutip sebagian ataupun seluruh isinya selama menyebutkan sumbernya, mencantumkan seluruh logo lembaga yang terkait dalam pembuatan buku ini serta meminta izin kepada penerbit. Dilarang menjual atau mempergunakan buku ini untuk tujuan komersial tanpa persetujuan tertulis dari penerbit.
Sambutan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Assalamu Alaikum Wr. Wb Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas ijin dan rahmat-Nya, maka Workshop Operasionalisasi Strategi Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/ Rutan di Indonesia tahun 2005-2009 telah dilaksanakan dengan baik. Sangat disadari bahwa upaya penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba di lapas /rutan tidak semata dapat dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan namun diperlukan bantuan dan kerjasama dari instansi/lembaga terkait baik sector pemerintah, pemerintah daerah, swasta, LSM dan lembaga donor peduli AIDS. Oleh karena itu diperlukan kerjasama dalam penggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba dimasa yang akan datang dapat terus dijalin dan ditingkatkan. Terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu terselenggaranya Workshop Operasionalisasi Strategi Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/ Rutan di Indonesia tahun 2005-2009. Akhirnya diharapkan hasil Workshop ini bermanfaat untuk kemajuan dalam penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba pada Lapas/ Rutan di Indonesia sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari upaya penanggulangan HIV/AIDS Nasional. Wassalamu Alaikum Wr. Wb
Jakarta, 20 Desember 2005 Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Drs. Mardjaman, Bc.IP NIP.040011877
ii
Kata Pengantar Penyelenggaraan Workshop Operasionalisasi Strategi Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/ Rutan di Indonesia tahun 2005 – 2009 telah terlaksana dengan lancar dan membuahkan hasil yang perlu segera ditindaklanjuti. Dalam analisa Workshop Operasionalisasi ini dilakukan pemetaan situasi HIV/AIDS yang mencakup persebaran HIV/AIDS di Indonesia, gambaran umum di 14 Propinsi peserta workshop sesuai dengan situasi propinsi dan jumlah Lapas/Rutan yang ada, berikutnya telah di data kelemahan internal dan ancaman eksternal yang ditemui di unit Pelaksana Teknis di 14 Propinsi peserta Workshop dalam Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba, kemudian di analisis secara kelembagaan, program prioritas, pendanaan, monitoring dan evaluasi serta advokasi. Akhirnya diharapkan hasil Workshop ini bermanfaat untuk kemajuan dalam penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia.
Jakarta, 20 Desember 2005 Direktur Bina Khusus Narkotika
Sihabudin Bc.IP, SH, MH NIP. 040027916
iii
Daftar Isi HALAMAN JUDUL .................................................................
i
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAKATAN.......... ii KATA PENGANTAR ................................................................ iii DAFTAR ISI ............................................................................. v BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang............................................................. 1
B.
Maksud dan Tujuan ..................................................... 5
C.
Ruang Lingkup ........................................................... 6
BAB II PELAKSANAAN KEGIATAN A.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan ................................... 9
B.
Narasumber ............................................................... 9
C.
Peserta .................................................................. 10
D.
Sumber Dana ............................................................. 11
E.
Metode ........................................... ..........................11
iv
BAB III PEMETAAN SITUASI HIV/AIDS SERTA GAMBARAN UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM DI 14 PROPINSI A.Persebaran HIV/AIDS di Indonesia ...................................... 11 B.Gambaran Umum 14 Propinsi Peserta Workshop dan Banyaknya Lapas/Rutan yang Ada di propinsi Tersebut......... 22 C.Kelemahan dan Ancaman yang di temui di Unit Pelaksana Teknis Kanwil Depkum dan HAM di 14 Propinsi Peserta Workshop.............................................................
42
BAB IV ANALISIS A.Kelembagaan..................................................................... 55 B.Program Prioritas ............................................................
61
C.Pendanaan.......................................................................
66
D.Monitoring dan Evaluasi ..................................................... 67 E.Advokasi .......................................................................... 68
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A.Kesimpulan....................................................................... 68 B.Rekomendasi................................................. ................... 70 Lampiran .............................................................................. 73 Daftar Pustaka....................................................................... 75
v
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B
erdasarkan data yang dimiliki Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM RI diketahui sampai dengan tahun 2005 jumlah keseluruhan narapidana dan tahanan di Indonesia adalah 101.036 orang (100%)1 dan sebanyak 22.732 orang (23%) diantaranya adalah narapidana dan tahanan narkotika. Data tersebut menunjukkan terjadinya peningkatan yang signifikan terhadap jumlah narapidana dan tahanan narkotika dari tahun-tahun sebelumnya2. Seiring dengan peningkatan tersebut keberadaan narapidana dan Direktorat Bina Registrasi dan Statistik - Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Rekapitulasi Jumlah Narapidana dan Tahanan di Seluruh Indonesia, November 2005. 2 Direktorat Bina Registrasi dan Statistik - Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Rekapitulasi Jumlah Narapidana dan Tahanan Napza di seluruh Indonesia, September 2005 1
BAB I Pendahuluan
1
tahanan narkotika di Lapas/Rutan mengakibatkan munculnya permasalahan yang berhubungan dengan isu penularan HIV dan penyakit menular lainnya. Menurut data hasil surveilen yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI di beberapa kota besar di Indonesia pada tahun 2004 diketahui 24,5% dari jumlah narapidana dan tahanan di Lapas/Rutan Propinsi DKI Jakarta terinfeksi HIV dan pada urutan kedua adalah Propinsi Bali yaitu sebanyak 10,2%.3 Data tersebut menunjukkan kasus pengidap HIV pada narapidana dan tahanan patut diduga. Hal pertama, narapidana dan tahanan narkotika sudah mengidap HIV sejak sebelum masuk ke institusi Lapas/Rutan.4 Hal kedua, narapidana dan tahanan narkotika terinfeksi HIV di dalam Lapas/Rutan sebagai akibat penggunaan narkoba dengan cara suntik secara ilegal dan/atau melakukan berbagai kegiatan yang bisa menimbulkan perlukaan seperti menindik, tato dan lain-lain bersama-sama dengan narapidana dan tahanan lain yang mengidap HIV.5 Kenyataan di lapangan (Lapas/Rutan) menunjukkan ada beberapa narapidana dan tahanan pengidap HIV yang Hasil Surveillance P2ML Departemen Kesehatan Tahun 2004 Makalah Direktur Bina Khusus Narkotika, Strategi Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba di Lapas/Rutan di Indonesia Tahun 2005 – 2009. 5 Ibid 3 4
2
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
sudah masuk dalam tahapan AIDS. Selain itu penyakit menular seperti TBC, Hepatitis C dan lainnya menjadi semakin mudah menulari narapidana dan tahanan. Kondisi demikian tentunya menjadi tantangan baru bagi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan sebagai instansi yang bertanggung jawab penuh dalam menangani persoalan narapidana dan tahanan di Lapas/Rutan. Dikatakan demikian karena terlepas semakin bertambahnya jumlah narapidana dan tahanan narkotika dan peningkatan prevalensi HIV atau penyakit infeksi lainnya di kalangan mereka, dukungan dana kesehatan bagi narapidana dan tahanan pada tiap Lapas/Rutan yang hanya berkisar antara 1 – 2 juta rupiah/tahunnya 6 jelas tidak mencukupi untuk pelayanan kesehatan. Belum lagi prasarana tehnis untuk penanganan masalah kesehatan narapidana/tahanan masih sangat terbatas. Hal ini tentunya menggambarkan betapa persoalan penanganan kesehatan narapidana dan tahanan akan menjadi masalah serius. Hal penting yang harus dipikirkan saat ini adalah bagaimana mengatasi masalah kesehatan narapidana dan tahanan di Lapas/Rutan. 6
Laporan Bagian Keuangan Direktorat Jenderal Pemasyarakat per 2005
BAB I Pendahuluan
3
Selain itu isu rujukan layanan kesehatan bagi narapidana dan tahanan juga merupakan isu penting yang harus dicarikan pemecahannya. Karena ada beberapa Lapas/ Rutan yang selalu mengalami kesulitan ketika harus merujuk ke Rumah Sakit di luar Lapas/Rutan bagi narapidana dan tahanan yang mengalami sakit yang kronis dan parah. Banyak dari instansi kesehatan, baik itu Puskesmas maupun Rumah Sakit, yang menolak rujukan dari Lapas/Rutan. Jikalaupun bersedia, layanan yang diberikan belum optimal. Untuk mengatasi berbagai kendala dalam penangganan masalah HIV/AIDS di Lapas/Rutan langkah awal yang telah dimulai oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan bekerjasama dengan sejumlah instansi pemerintah dan NGO 7 adalah menetapkan Strategi Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba 2005 – 2009 pada Lapas/Rutan di Indonesia dalam suatu buku, yang saat ini telah disosialisasikan pada tingkat nasional dan internasional.8 Buku pedoman ini akan menjadi rujukan secara konseptual dan
Departemen Kesehatan RI, KPA, FHI, ASA, AusAID, Burnet Institute dan USAID. Sosialisasi telah dilakukan pada berbagai forum nasional maupun internasional, dan menjadi bahan rujukan beberapa instansi yang akan terlibat dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba di Lapas/Rutan. Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba di Lapas/Rutan 2005 – 2006 ini dipresentasikan pada Konverensi Internasional di Toronto - Canada 7 8
4
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
implementasi dalam pelaksanaan program penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba di Lapas/Rutan. Memperhatikan berbagai hal yang telah disebutkan sebelumnya, maka untuk menyeragamkan misi dan program penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba perlu dilaksanakan Workshop Nasional mengenai Operasionalisasi Strategi Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia. Didahului dengan kegiatan Pre-Workshop sebanyak 2 kali di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, dengan tujuan menyatukan persepsi dalam pelaksanaan Workshop. Pre-Workshop ini dihadiri oleh Tim Kecil yang terdiri dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Biro Perencanaan Departemen Hukum dan HAM RI, LSM dan Lembaga Donor. B.
Maksud dan Tujuan
1. Tersusunnya panduan prioritas program kerja berdasarkan Strategi Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia untuk tingkat nasional dan propinsi tahun 2006 dan 2007.
BAB I Pendahuluan
5
2. Tersusunnya TOR kegiatan untuk APBN/Non-APBN sebagai acuan bagi peserta Workshop di daerah. 3.
Terbentuknya Pokja gabungan lintas sektoral terkait dan LSM peduli AIDS dalam Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkotika di Lapas/Rutan pada tingkat Propinsi.
C.
Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam pelaksanaan Workshop
Operasionalisasi Strategi Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia ini dibatasi pada analisis situasi di 14 Propinsi yang disesuaikan berdasarkan Komitmen Sentani (Propinsi prioritas yang termaktub dalam Komitmen Sentani). Dalam analisis itu akan diketahui secara umum baik kekuatan internal suatu Unit Pelaksana Tekhnis (UPT) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Ham RI maupun peluang di propinsi peserta workshop. Juga akan diketahui baik kelemahan internal UPT maupun ancaman yang ditemukan dalam penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba yang tentunya akan berbeda
6
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
permasalahan di tiap propinsi, sehingga dapat disusun program prioritas untuk masing-masing propinsi disesuaikan dengan kebutuhan UPT dan fasilitas yang ada di propinsi. Adanya workshop ini akan lebih memperkuat komitmen masing-masing propinsi dalam penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia.
BAB I Pendahuluan
7
8
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
BAB II PELAKSANAAN KEGIATAN
A.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Workshop dilaksanakan pada 14 – 17 Desember 2005 di Via Renata, Cimacan Jawa Barat.
B.
Narasumber 1.
Direktur Jendral Pemasyarakatan
2.
Sekretaris Ditjen Pemasyarakatan
3.
Konsultan ASA
4.
Kakanwil Depkum dan Ham Prop Sumatera Utara
5.
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional
BAB II Pelaksanaan Kegiatan
9
C.
6.
Direktur Bina Perawatan Ditjen Pemasyarakatan
7.
Wakil KPAND Prop. Sumatera Utara
8.
Kasubdit Perawatan Kesehatan
9.
RSKO
10.
Bagian Keuangan Ditjen Pemasyarakatan
Peserta Peserta Workshop seluruhnya berjumlah 79 orang dari 14 Propinsi yaitu: DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta, Banten, Bali, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Riau, Lampung, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara yang terdiri dari unsur : 1.
Kanwil Departemen Hukum dan HAM Propinsi
2.
KPAD Propinsi
3.
Dinas Kesehatan Propinsi
4.
Lapas/Rutan
5.
LSM peduli HIV/AIDS
Termasuk peninjau dari lintas sektor yang berkepentingan seperti WHO, BNN, RSKO, Ditjen P2MPL Depkes RI, Depsos serta 15 orang panitia dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
10
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
D.
Sumber Dana Kegiatan Workshop ini terlaksana atas dukungan dana dari Aksi Stop Aids (ASA/FHI), Indonesia HIV/AIDS Prevention and Care Project (IHPCP), Burnet Indonesia, DKT
Indonesia
dan
Direktorat
Jenderal
Pemasyarakatan. E.
Metode Workshop ini dilaksanakan dengan menggunakan metode ceramah, tanya jawab, diskusi kelompok dan pleno.
BAB II Pelaksanaan Kegiatan
11
12
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
BAB III PEMETAAN SITUASI HIV/AIDS SERTA GAMBARAN UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM YANG ADA DI 14 PROPINSI
A.
Persebaran HIV/AIDS di Indonesia Kasus HIV/AIDS di Indonesia sejak tahun 1987 sampai
dengan 30 September 2005 mengalami peningkatan terus terutama pada kelompok pengguna narkoba suntik atau injecting drug user (IDU) prosentase kumulatifnya paling tinggi. Sedangkan kelompok yang berganti-ganti pasangan seksual secara heteroseksual menempati urutan kedua. Sedangkan penularan karena kasus hemofilia digabungkan dengan
BAB III
Pemetaan Situasi HIV/AIDS Serta Gambaran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM Yang adaDI 14 Propinsi
13
penularan melalui transfusi darah. Seperti terlihat pada grafik di bawah ini (grafik A.1) A.1.
Persentase Kumulatif Kasus AIDS di Indonesia Berdasarkan Cara Penularan s/d 30 September 2005 9
70
59.9
Persentase
60 47.8
50 40 30 20 10
9.2
6.3
0 Homosex
Heterosex
IDU
0.1
1.8
Transfusi
Perinatal
Unknown
Faktor Risiko
A.2
Grafik Kecenderungan Faktor Risiko Kasus AIDS per Periode di Indonesia 10
100.0 90.0 80.0 72.5
70.0
66.4
64.7 60.0 53.7 50.0
46.7
43.2
40.0 30.0 20.0 10.0
17.6
17.6
11.8
0.0
0.0 87-90
Hom oseks
9
9.8
7.7
5.9
2.2 0.0 96-2000
1.1 1.1 0.0 91-95
Heteroseks
IDU
Lain-lain
4.2 1.8 2001-sekarang
Tdk diketahui
Departemen Kesehatan RI, Laporan Triwulan HIV/AIDS di Indonesias/d September 2005 Ibid
10
14
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
Grafik di atas menggambarkan bahwa kecenderungan temuan kasus AIDS di kelompok IDU mulai meningkat secara signifikan pada awal tahun 2000-an sampai dengan periode saat ini. Sebaliknya pada peride yang sama kelompok heteroseksual dan homoseksual mengalami penurunan temuan kasus AIDS. A.3.
Persentase Kumulatif Kasus AIDS di Indonesia Berdasarkan Kelompok Umur s/d 30 September 2005 11
60
54.04
P ersentase
50 40 30
25.01
20 8.58
10 0.67
0.55
0.19
< 1 th
1-4 th
5-14 th
3.97
2.03
0.65
50-59 th
≥ 60 th
4.32
0 15-19 th
20-29 th
30-39 th
40-49 th
Unkown
Kelompok Umur
Kasus AIDS seperti tertera pada grafik di atas, kelompok umur yang paling banyak ditemukan kasus AIDS masih didominasi oleh usia muda yaitu antara 20-29 th. Yang perlu diperhatikan adalah, pada kelompok usia remaja sudah mulai ditemukan kasus AIDS, sehingga bisa dipastikan sejak masih remaja memiliki perilaku yang berisiko. 11
Ibid
BAB III
Pemetaan Situasi HIV/AIDS Serta Gambaran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM Yang adaDI 14 Propinsi
15
A.4.
Persentase Kasus AIDS pada Pengguna Napza Suntik di Indonesia Berdasarkan Jenis Kelamin sd 30 September 2005 Perempuan 6%
Tak Diketahui 2%
Laki-laki 92%
Dari 2010 kasus AIDS pada Pengguna Napza Suntik yang dilaporkan, 1852 kasus adalah laki-laki, 124 kasus perempuan dan 34 kasus tidak diketahui jenis kelaminnya. A.5.
Kumulatif Kasus AIDS pada Pengguna Napza Suntik di Indonesia Berdasarkan Propinsi sd 30 September 2005 12
NO PROPINSI 1 2 3 4 5 7 12 6 8 9 16 11 10 12
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Timur Bali Sumatera Utara Lampung Sumatera Selatan Kalimantan Barat Maluku Sulawesi Utara Kepulauan Riau Jawa Tengah NTB
∑ KASUS
IDU
%
1873 262 280 186 122 54 43 107 51 84 130 54 26
1293 192 118 75 62 46 27 26 25 18 17 14 13
69.0 73.3 42.1 40.3 50.8 85.2 62.8 24.3 49.0 21.4 13.1 25.9 50.0
Ibid
16
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
20 21 13 22 15 17 14 18 19 23 24 25 26 27 28 29 30 31
A.6.
Sumatera Barat Banten Bangka Belitung Papua Jambi Bengkulu DI Yogyakarta NTT Kalimantan Timur Kalimantan Selatan Riau Gorontalo Sulawesi Tengah Kalimantan Tengah Sulawesi Selatan NAD Maluku Utara Irian Jaya Barat NASIONAL
18 16 32 648 16 12 18 29 7 3 67 2 2 1 14 3 1 25 4186
13 13 12 9 9 8 7 4 3 2 1 1 1 1 0 0 0 0 2010
72.2 81.3 37.5 1.4 56.3 66.7 38.9 13.8 42.9 66.7 1.5 50.0 50.0 100.0 0.0 0.0 0.0 0.0 48.0
Persentase Kumulatif Kasus AIDS pada Pengguna Napza Suntik di Indonesia berdasarkan Golongan Umur sd 30 September 2005 13
80
73.43
70 Persentase
60 50 40 30 16.07
20 10
3.93
3.18
0.30
0.30
2.79
40-49 th
50-59 th
≥ 60 th
Tak diketahui
0 15-19 th
20-29 th
30-39 th
Kelompok Umur 13
Ibid
BAB III
Pemetaan Situasi HIV/AIDS Serta Gambaran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM Yang adaDI 14 Propinsi
17
A.7.
Kasus Kematian Narapidana dan Tahanan Narkotika di Lapas Rutan Wilayah DKI Jakarta tahun 2005. 179
180
179
159
160 140 120 100
76
80
58
60
43
35
40 20 0 Lapas kelas 1 Cipinang
Lapas khusus narkotika
2004
Rutan Salemba
2005
Khusus pada Lapas Narkotika Jakarta terjadi penurunan angka kematian periode tahun 2005 setelah adanya intervensi perawatan ODHA baik dengan obat-obat ARV maupun obatobat penyakit infeksi oportunistik, bekerja sama dengan Rumah Sakit Dharmais dibawah Supervisi Prof. Dr. Samsurizal Djauzi.
18
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
A.8.
10 Propinsi di Indonesia dengan Kasus AIDS Terbanyak s/d 30 September 2005 14 1873
2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0
673 280
DKI Jakarta
Papua
Jatim
262
Jabar
186
143
122
107
84
54
Bali
Kep. Riau
Sumut
Kalbar
Sulut
Riau, Lampung, Jawa Tengah
AIDS
A.10.
NO 1
14 15
Kumulatif Kasus AIDS, yang Meninggal dan Rate Kumulatif Kasus AIDS per 100.000 Penduduk per Propinsi di Indonesia sd. 30 September 2005 15
PROPINSI DKI Jakarta
2
Papua
3
Jawa Timur
4
Jawa Barat
5
Bali
6
Riau
7
Sumatera Utara
8
Sulawesi Utara
PEMEKARAN
RINCIAN
Papua Irjabar Tak diket.
613 51 9
Tak diket Jawa Barat Banten
9 253 16
∑ KASUS 1873 673 280 278 186
Riau Kep.Riau Tak diket
54 130 13
197 122
Tak diket. Sulut Gorontalo
1 83 2
86
MENINGGAL 332 142 19 0 82 0 45 5 42 32 73 0 36 0 31 1
CASE RATE 22,50 39,68 0,81 0,73 0,2 5,91 4,15 1,06 4,26 0,24
Ibid Ibid
BAB III
Pemetaan Situasi HIV/AIDS Serta Gambaran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM Yang adaDI 14 Propinsi
19
Sumatera Selatan
9
Tak diket. Babel Sumsel
Jawa 10 Tengah DI 11 Yogyakarta Sulawesi 12 Selatan Kalimantan 13 Timur * Case Rate = Jumlah Kumulatif AIDS Jumlah Penduduk
A.11.
75
0 3 15
Kepulauan Riau
31
0,17
18
7
0,58
14
12
0,18
7
5
0,29
KABUPATEN Kota Pekan Baru Kab. Siak Kab. Rokan Hulu Kab. Rokan Hilir Kota Dumai Tak diketahui Kota Batam Kab. Karimun Kota Tanjung Pinang Kab. Kepulauan Riau
Ibid
20
0,63
54
Total 3 Sumatera Selatan Kota Palembang Kota Prabumulih Kab. Ogan Komering Ulu Kota Pagar Alam 4 Bangka Belitung Kota Pangkal Pinang Kab. Bangka Kab. Belitung Kab. Belitung Timur Tidak diketahui Total 16
3,56
Kumulatif Kasus AIDS, Tiap Kabupaten untuk Propinsi Pemekaran sd. 30 September 2005 16
NO PROPINSI 1 Riau
2
1 31 43
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
AIDS 35 1 3 1 1 13 114 4 11 14 197 39 2 1 1 19 4 3 2 1 72
5 Papua
Kota Jayapura Kab. Jayapura Kab. Merauke Kab. Paniai Kab. Mimika Kab. Nabire Kab. Biak Numfor Tak diketahui Kab. Fak-fak Kota Sorong Kab. Sorong
186 143 146 46 17 57 18 9 1 26 24
6 Irian Jaya Barat Total 7 Jawa Barat Kota Bandung Kab. Karawang Kota Sukabumi Kota Bekasi Tak diketahui 8 Banten Kab. Serang Kota Tangerang Kab. Tangerang Total
A.12.
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9
17
673 226 1 14 12 9 2 13 1 278
Prevalensi HIV Tertinggi pada Napi di Beberapa Propinsi 5 Tahun Terakhir17 PROPINSI DKI Jawa Barat Jawa Timur Bali Lampung Babel DIY Banten Kalimantan Timur
1999 1.69 0.9 18.7 1 -
2000 17.53 7 2.8 -
TAHUN 2001 2002 22 7.55 20.6 5 0.68 9.6 10.2 2.5 2.3 10.8 -
2003 17.65 21.1 4.23 10.7 2.8 21.3 0.36
2004 6.27 7.14 5 -
Ibid
BAB III
Pemetaan Situasi HIV/AIDS Serta Gambaran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM Yang adaDI 14 Propinsi
21
B.
Gambaran Umum 14 Propinsi Peserta Workshop dan banyaknya Lapas/Rutan yang ada di Propinsi tersebut.
1.
Propinsi Bali18 Bali atau yang disebut juga dengan Pulau Dewata
adalah sebuah pulau di Indonesia yang terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Di dunia, Bali dikenal sebagai tujuan pariwisata. Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km dan selebar 112 km sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Bali memiliki 8 Kabupaten dan 1 Kotamadya dengan jumlah penduduk +/- 4.500.000 jiwa yang mayoritas (93%) menganut agama Hindu Dharma. Agama lainnya adalah Islam, Protestan, Katolik, dan Buddha. Data komulatif kasus AIDS pada pengguna napza suntik di propinsi Bali adalah 186 kasus AIDS dan 75 orang diantaranya kasus IDU.19
www.wikipedia.com Departemen Kesehatan RI, Op.Cit., Kumulatif Kasus AIDS Pada Pengguna Napza Suntik di Indonesia Berdasarkan Propinsi s/d 30 September 2005 18 19
22
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
Di Propinsi Bali terdapat 4 buah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yaitu Lapas Klas IIA Denpasar, Lapas Klas IIB Singaraja, Lapas Klas IIB Anak Gianyar, Lapas Klas IIB Karang Asem, Lapas Klas IIB Tabanan dan Lapas Narkotika Klas IIA Bangli20 serta 4 buah Rumah Tahanan Negara (Rutan) yaitu Rutan Klas IIB Klungkung, Rutan Klas IIB Gianyar, Rutan Klas IIB Bangli, Rutan Klas IIB Negara, dengan jumlah keseluruhan Narapidana dan Tahanan di Propinsi Bali 1.245 orang dan 422 orang diantaranya kasus narkotika.21 2.
Propinsi Banten22 Banten adalah sebuah propinsi di pulau Jawa, Indone-
sia yang beribukota Serang. Propinsi ini dulunya merupakan bagian dari propinsi Jawa Barat, namun dipisahkan sejak tahun 2000 berdasarkan keputusan Undang-undang No.23 tahun 2000. Wilayahnya mencakup sisi barat dari Propinsi Jawa Barat, yaitu Serang, Lebak, Pandeglang, Cilegon, dan (sesuai SK Menteri Kehakiman dan HAM RI No.M.04.PR.07.03 Tahun 2003 tentang Pembentukan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Pematang Siantar, Lubuk Linggau, Bandar Lampung, Jakarta, Bandung, Nusakambangan, Madiun, Pamekasan, Martapura, Bangli, Maros dan Jayapura), namun sampai saat ini Lapas Narkotika Bangli belum siap operasional dan dialihkan ke Lapas Klas IIA Kerobokan Denpasar) 21 Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Direktorat Bina Registrasi dan Statistik, Loc.Cit. 22 www.wikipedia.com., Loc.Cit. 20
BAB III
Pemetaan Situasi HIV/AIDS Serta Gambaran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM Yang adaDI 14 Propinsi
23
Tangerang. Pemerintahan Propinsi Banten dibentuk pada tahun 2000 ini memiliki 6 buah Kabupaten/Kota. . Data komulatif kasus AIDS pada pengguna napza suntik di propinsi Banten terdapat 16 kasus AIDS dan 13 orang diantaranya kasus IDU.23 Di Propinsi Banten terdapat 6 buah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yaitu Lapas Pria Kelas I Tangerang, Lapas Wanita Kelas IIA Tangerang, Lapas Pemuda Kelas IIA Tangerang, Lapas Anak Pria Klas IIA Tangerang, Lapas Anak Wanita Kelas IIB Tangerang, Lapas Kelas IIA Serang, dan 3 buah Rumah Tahanan Negara (Rutan) yaitu Rutan Klas IIB Serang, Rutan Klas IIB Pandeglang, Rutan Klas IIB Rangkas Bitung, dengan jumlah keseluruhan Narapidana dan Tahanan di Prpopinsi Banten 4.251 orang dan 1.526 orang diantaranya kasus narkotika.24 3.
Propinsi DKI Jakarta25 Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta adalah sebuah
propinsi sekaligus ibu kota Indonesia. Karena Jakarta Departemen Kesehatan RI, Loc.Cit. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Direktorat Bina Registrasi dan Statistik, Loc.Cit. 25 www.wikipedia.com., Loc.Cit. 23 24
24
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
merupakan sebuah kota yang amat besar dan sekaligus ibu kota Indonesia, maka kota ini mempunyai status yang sama dengan sebuah propinsi. Jakarta terletak di bagian barat laut pulau Jawa. Koordinatnya adalah 6°112 LS 106°502 BT. Pada tahun 2004, luasnya adalah sekitar 650 km² dan penduduknya berjumlah 8.792.000 jiwa. DKI Jakarta memiliki 5 Kotamadya dan 1 Kabupaten. Data komulatif kasus AIDS pada pengguna napza suntik di propinsi DKI Jakarta terdapat 1.873 kasus AIDS dan 1.293 orang diantaranya kasus IDU.26 Di Propinsi DKI Jakarta terdapat 2 buah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yaitu Lapas Klas I Cipinang dan Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta27 dan Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta serta 2 buah Rumah Tahanan Negara (Rutan) yaitu Rutan Klas I Jakarta Pusat dan Rutan Klas IIA Jakarta Timur, dengan jumlah keseluruhan Narapidana dan Tahanan di Propinsi DKI Jakarta 10.120 orang , dan 5.322 orang diantaranya kasus narkotika.28
Departemen Kesehatan RI, Loc.Cit. Ibid, SK Menteri Kehakiman dan HAM RI perihal 13 Lapas Narkotika. 28 Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Direktorat Bina Registrasi dan Statistik, Loc.Cit. 26 27
BAB III
Pemetaan Situasi HIV/AIDS Serta Gambaran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM Yang adaDI 14 Propinsi
25
4.
Propinsi D.I. Yogyakarta29 Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah Daerah
Tingkat I yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa dan berbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah di sebelah utara. D.I Yogyakarta memiliki wilayah sebesar 3.185,80 km² dengan total penduduk sebanyak +/- 4.3640.000 dan memiliki 4 Kabupaten dan 1 Kotamadya. Data komulatif kasus AIDS pada pengguna napza suntik di propinsi DI Jogyakarta terdapat terdapat 18 kasus HIV dan 7 orang diantaranya kasus IDU. 30 Di Propinsi DI Jogyakarta terdapat 2 buah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yaitu Lapas Klas IIA Jogyakarta dan Lapas Klas IIB Sleman serta 3 buah Rumah Tahanan Negara (Rutan) yaitu Rutan Klas IIB Bantul, Rutan Klas IIB Wonosari dan Rutan Klas IIB Wates, dengan jumlah keseluruhan Narapidana dan Tahanan 919 orang dan 132 orang diantaranya kasus narkotika.31
www.wikipedia.com., Loc.Cit. Departemen Kesehatan RI, Loc.Cit. 31 Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Direktorat Bina Registrasi dan Statistik, Loc.Cit. 29 30
26
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
5.
Propinsi Jawa Barat32 Jawa Barat adalah sebuah propinsi Indonesia yang
terletak di Pulau Jawa dengan ibu kota Bandung. Luas wilayah Jawa Barat adalah 55..390 km dengan jumlah Kabupaten/Kota sebanyak 23 buah dan keseluruhan jumlah penduduk sebanyak 32 juta orang. Pada tahun 2000, propinsi ini dimekarkan dengan berdirinya Propinsi Banten di bagian barat. Propinsi ini terkesan istimewa karena letaknya dekat dengan ibu kota Indonesia, Jakarta, sehingga banyak pendatang yang menetap di propinsi ini. Jawa Barat adalah propinsi yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Data komulatif kasus AIDS pada pengguna napza suntik di propinsi Jawa Barat terdapat 262 kasus AIDS dan 192 orang diantaranya kasus IDU.33 Di Propinsi Jawa Barat terdapat 18 buah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yaitu Lapas Klas I Sukamiskin, Lapas Narkotika Klas IIA Banceuy34, Lapas Klas IIA Bogor, Lapas Klas IIA Bekasi, Lapas Klas I Cirebon, Lapas Klas IIA Kuningan, Lapas Klas IIA Karawang, Lapas Klas IIB Subang, Lapas Narkotika www.wikipedia.com., Loc.Cit. Departemen Kesehatan RI, Loc.Cit. 34 Ibid, SK Menkeh dan HAM RI perihal 13 Lapas Narkotika 32 33
BAB III
Pemetaan Situasi HIV/AIDS Serta Gambaran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM Yang adaDI 14 Propinsi
27
Kelas IIA Cirebon35, Lapas Klas IIB Ciamis, Lapas Klas IIB Cianjur, Lapas Klas IIB Garut, Lapas Klas IIB Indramayu, Lapas Klas IIB Majalengka, Lapas Klas IIB Purwakarta, Lapas Klas IIB Sumedang, Lapas Klas IIB Sukabumi, Lapas Klas IIB Tasik Malaya dan 2 buah Rumah Tahanan Negara (Rutan) yaitu Rutan Klas I Bandung dan Rutan Klas I Cirebon, dengan jumlah keseluruhan Narapidana dan Tahanan di Propinsi Jawa Barat 11.095 orang dan 3.140 orang diantaranya kasus narkotika.36 6.
Propinsi Jawa Tengah37 Jawa Tengah adalah propinsi yang terletak di sebelah
tengah pulau Jawa dan berbatasan dengan propinsi Jawa Barat di sebelah barat, Jawa Timur di sebelah timur dan propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas wilayah dari propinsi ini mencapai 32.548,20 km² dengan total penduduk +/- 35.000.000 orang dan memiliki 29 Kabupaten dan 6 Kotamadya. Penduduk asli Jawa Tengah adalah suku Jawa.
Bahasa Jawa
dipertuturkan oleh kurang lebih 97% penduduk propinsi ini.
Ibid Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Direktorat Bina Registrasi dan Statistik, Loc.Cit. 37 www.wikipedia.com., Loc.Cit 35
36
28
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
Data komulatif kasus AIDS pada pengguna napza suntik di propinsi Jawa Tengah terdapat 54 kasus AIDS dan 14 orang diantaranya kasus IDU.38 Di Propinsi Jawa Tengah terdapat 22 buah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yaitu Lapas Klas I Semarang, Lapas Klas I Batu, Lapas Klas IIA Besi, Lapas Klas IIA Kembang Kuning, Lapas Klas IIA Permisan, Lapas Narkotika Klas IIA Nusakambangan39, Lapas Anak Klas IIA Kutoarjo, Lapas Klas IIA Magelang, Lapas Klas IIB Sragen, Lapas Klas IIB Pekalongan, dan Lapas Klas IIA Purwokerto, Lapas Klas IIA Kendal, Lapas Klas IIA Ambarawa, Lapas Wanita Klas IIA Semarang, Lapas Klas IIB Brebes, Lapas Klas IIB Cilacap, Lapas Terbuka Klas IIB Nusakambangan, Lapas Klas IIB Klaten, Lapas Klas IIB Tegal, Lapas Klas IIBKendal, Lapas Pemuda Klas IIB Plantungan, dan Lapas Klas IIB Pati, serta 19 Rumah Tahanan (Rutan) yaitu Rutan Klas I Surakarta, Rutan Klas IIA Pekalongan, Rutan Klas IIB Pemalang, Rutan Klas IIB Boyolali, Rutan Klas IIB Kudus, Rutan Klas IIB Demak, Rutan Klas IIB Banyumas, Rutan Klas IIB Purwodadi, Rutan Klas IIB
38 39
Departemen Kesehatan RI, Loc.Cit. Ibid, SK Menkeh dan HAM RI perihal 13 Lapas Narkotika
BAB III
Pemetaan Situasi HIV/AIDS Serta Gambaran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM Yang adaDI 14 Propinsi
29
Rembang, Rutan Klas IIB Purbalingga, Rutan Klas IIB Purworejo, Rutan Klas IIB Salatiga, Rutan Klas IIB Blora, Rutan Klas IIB Banjarnegara, Rutan Klas IIB Temanggung, Rutan Klas IIB Wonogiri, Rutan Klas IIB Wonosobo, Rutan Klas IIB Jepara dan Rutan Klas IIB Kebumen serta Cabang Rutan (Cabrut) Purworejo di Kutoarjo, dengan jumlah keseluruhan Narapidana dan Tahanan di Propinsi Jawa Tengah 6.597 orang dan 1.179 orang diantaranya kasus narkotika.40 7.
Propinsi Jawa Timur41 Jawa Timur adalah sebuah propinsi di ujung timur Pulau
Jawa dengan wilayah yang juga meliputi Pulau Madura dan Bawean. Ibukotanya adalah Surabaya yang merupakan kota terbesar kedua di Indonesia. JawaTimur memiliki penduduk berjumlah sekitar 30-40 juta jiwa dengan luas wilayah 47.922 km². Data komulatif kasus AIDS pada pengguna napza suntik di propinsi Jawa Timur terdapat 280 kasus AIDS dan 118 orang diantaranya kasus IDU.42 Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Direktorat Bina Registrasi dan Statistik, Loc.Cit. 41 www.wikipedia.com., Loc.Cit 42 Departemen Kesehatan RI, Loc.Cit. 40
30
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
Di Propinsi Jawa Timur terdapat 23 buah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yaitu Lapas Klas I Surabaya, Lapas Klas I Malang, Lapas Klas IIA Kediri, Lapas Klas IIA Jember, Lapas Klas IIA Malang, Lapas Klas IIA Blitar, Lapas Klas I Madiun, Lapas Klas IIA Pamekasan, Lapas Narkotika Klas IIA Madiun43, Lapas Narkotika Klas IIA Pamekasan44, Lapas Klas IIA Sidoarjo, Lapas Klas IIA Bojonegoro, Lapas Klas IIB Mojokerto, Lapas Klas IIB Jombang, Lapas Klas IIB Ngawi, Lapas Klas IIB Tulung Agung, Lapas Klas IIB Blitar, Lapas Klas IIB Tuban, Lapas Klas IIB Lamongan, Lapas Klas IIB Bondowoso, Lapas Klas IIB Banyuwangi, Lapas Klas IIB Pasuruan, Lapas Klas IIB Lumajang dan 14 buah Rumah Tahanan Negara (Rutan) yaitu Rutan Klas I Surabaya, Rutan Klas IIB GresikRutan Klas IIB Ponorogo, Rutan Klas IIB Magetan, Rutan Klas IIB Pacitan, Rutan Klas IIB Trenggalek, Rutan Klas IIB Nganjuk, Rutan Klas IIB Situbondo, Rutan Klas IIB Probolinggo, Rutan Klas IIB Sumenep, Rutan Klas IIB Sampang, Rutan klas IIB Bangkalan, Rutan Klas IIB Bangil, Rutan Klas IIB Kraksaan dan 2 buah Cabang Rutan (Cabrut) yaitu Cabrut Sumenep di Arjasa dan
43 44
Ibid, SK Menkeh dan HAM RI perihal 13 Lapas Narkotika Ibid, SK Menkeh dan HAM RI perihal 13 Lapas Narkotika
BAB III
Pemetaan Situasi HIV/AIDS Serta Gambaran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM Yang adaDI 14 Propinsi
31
Cabrut Probolinggo di Kraksaan dengan jumlah keseluruhan Narapidana dan Tahanan di Propinsi Jawa Timur 11.326 orang dan 1.277 orang diantaranya kasus narkotika.45 8.
Propinsi Kalimantan Timur46 Kalimantan Timur adalah Daerah Tingkat I yang
berstatus propinsi di Indonesia. Propinsi ini merupakan salah satu dari empat propinsi di Kalimantan. Propinsi ini merupakan propinsi terbesar kedua di Indonesia setelah Papua. Wilayahnya kira-kira sama dengan satu setengah pulau Jawa dan Madura. Tapi penduduknya hanya 2,7 juta orang saja. Data komulatif kasus AIDS pada pengguna napza suntik di propinsi Kalimantan Timur terdapat 7 kasus AIDS dan 3 orang diantaranya kasus IDU.47 Di Propinsi Kalimantan Timur terdapat 4 buah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yaitu Lapas Klas IIB Samarinda, Lapas Klas IIA Balikpapan, Lapas Klas IIB Tenggarong, Lapas Klas IIB Tarakan dan 4 buah Rumah Tahanan Negara (Rutan) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Direktorat Bina Registrasi dan Statistik, Loc.Cit. 46 www.wikipedia.com., Loc.Cit 47 Departemen Kesehatan RI, Loc.Cit. 45
32
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
yaitu Rutan Klas IIA Samarinda, Rutan Klas IIB Tanjung Redeb, Rutan Klas IIB Balikpapan, Rutan Klas IIA Tanah Grogot, dengan jumlah keseluruhan Narapidana dan Tahanan di Propinsi Kalimantan Timur 3.540 orang dan 541 orang diantaranya kasus narkotika.48 9.
Kepulauan Riau49 Propinsi Kepulauan Riau adalah sebuah propinsi di In-
donesia. Propinsi Kepulauan Riau berbatasan dengan Laut China Selatan di sebelah utara; negara Malaysia dan Propinsi Kalimantan Barat di timur; Propinsi Sumatera Selatan dan Jambi di selatan; Negara Singapura, Malaysia, dan Propinsi Riau di sebelah barat. Propinsi ini memiliki 4 kabupaten dan 2 kotamadya dan memiliki penduduk sebanyak 802.000 jiwa dan luas sebesar 21.992 km². Data komulatif kasus AIDS pada pengguna napza suntik di propinsi Kepulauan Riau terdapat 67 kasus AIDS dan 1 orang diantaranya kasus IDU.50
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Direktorat Bina Registrasi dan Statistik, Loc.Cit. 49 www.wikipedia.com., Loc.Cit 50 Departemen Kesehatan RI, Loc.Cit. 48
BAB III
Pemetaan Situasi HIV/AIDS Serta Gambaran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM Yang adaDI 14 Propinsi
33
Di Propinsi Kepulauan Riau terdapat 8 buah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yaitu Lapas Klas IIA Pekanbaru, Lapas Klas IIA Tanjung Pinang, Lapas Klas IIA Bengkalis, Lapas Klas IIA Tembilahan, Lapas Klas IIA Batam, Lapas Klas IIB Pasir Pangarayan, Lapas Anak Klas IIB Pekanbaru, Lapas Klas IIB Bangkinang dan 4 buah Rumah Tahanan Negara (Rutan) yaitu Rutan Klas IIB Dumai, Rutan Klas IIB Siak Sri Indrapura, Rutan Klas IIB Tanjung Balai Karimun dan 4 buah Cabang Rutan (Cabrut) yaitu Cabrut Bengkalis di Bagan Siapi-api, Cabrut Bengkalis di Selatpanjang, Cabrut Rengat di Taluk Kuantan, Cabrut Tanjung Pinang di Dobo Singkep, dengan jumlah keseluruhan Narapidana dan Tahanan di Propinsi Riau 6.159 orang dan 1.140 orang diantaranya kasus narkotika.51 10.
Papua52 Papua adalah sebuah propinsi di Indonesia yang terletak
di belahan barat pulau Irian dan pulau-pulau di sekitarnya. Papua juga kadang dipanggil sebagai Papua Barat karena
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Direktorat Bina Registrasi dan Statistik, Loc.Cit. 52 www.wikipedia.com., Loc.Cit 51
34
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
Papua bisa merujuk kepada seluruh pulau papua atau belahan selatan negara tetangga, Papua New Guinea. Pada tahun 2004, Papua dibagi lagi menjadi dua propinsi oleh pemerintah Indonesia; bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya menjadi Irian Jaya Barat. Papua memiliki 20 Kabupaten/Kota dengan total wilayah sebesar 420.540 km2 dan memiliki jumlah penduduk sebanyak 4.500.000 jiwa. Data komulatif kasus AIDS pada pengguna napza suntik di propinsi Papua terdapat 648 kasus AIDS dan 9 orang diantaranya kasus IDU.53 Di Propinsi Papua terdapat 10 buah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yaitu Lapas Klas IIA Abepura, Lapas Narkotika Klas IIA Jayapura54, Lapas Klas IIB Sorong, Lapas Klas IIB Merauke, Lapas Klas IIB Fak-fak, Lapas Klas IIB Manokwari, Lapas Klas IIB Serui, Lapas Klas IIB Biak, Lapas Klas IIB Nabire, Lapas Klas IIB Wamena dan 3 buah Cabang Rutan (Cabrut) yairu Cabrut Sorong di Teminabuhan, Cabrut Fak-fak di Kaimana, Cabrut Merauke di Tanah Merah, dengan 53 54
Departemen Kesehatan RI, Loc.Cit. Ibid, SK Menkeh dan HAM RI perihal 13 Lapas Narkotika
BAB III
Pemetaan Situasi HIV/AIDS Serta Gambaran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM Yang adaDI 14 Propinsi
35
jumlah keseluruhan Narapidana dan Tahanan di Propinsi Papua 6.159 orang dan 1.140 orang diantaranya kasus narkotika.55 11.
Sulawesi Selatan56 Sulawesi Selatan adalah Daerah Tingkat I, yang
berstatus propinsi di Indonesia, dengan ibukota: Makassar (Ujungpandang). Posisi Geografis 0°12' - 8° Lintang Selatan, 116°48' - 122°36' Bujur Timur. Propinsi Sulawesi Selatan berbatasan: sebelah utara: Sulawesi Tengah sebelah timur: Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara sebelah barat: Selat Makassar sebelah selatan: Laut Flores. Luas Propinsi Sulawesi Selatan adalah 62.482,54 km². Sulawesi Selatan memiliki 23 Kabupaten/Kota. Data komulatif kasus AIDS pada pengguna napza suntik di propinsi Sulawesi Selatan terdapat 14 kasus AIDS dan 0 orang diantaranya kasus IDU.57 Di Propinsi Sulawesi Selatan terdapat 8 buah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yaitu Lapas Klas I Makasar, Lapas
56 57
www.wikipedia.com., Loc.Cit Departemen Kesehatan RI, Loc.Cit.
36
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
Nrkotika Klas IIA Maros, Lapas Klas IIB Watampone, Lapas Klas IIB Palopo, Lapas Klas IIB Bulukumba, Lapas Klas IIB Polewali, Lapas Anak Klas IIB Pare-pare dan 17 buah Rumah Tahanan Negara (Rutan) yaitu Rutan Klas I Makasar, Rutan Klas IIB Mamuju, Rutan Klas IIB Majene, Rutan Klas IIB Makale, Rutan Klas IIB Pinrang, Rutan Klas IIB Enrekang, Rutan Klas IIB Sidenreng, Rutan Klas IIB Watansopeng, Rutan Klas IIB Barru, Rutan Klas IIB Jeneponto, Rutan Klas IIB Bantaeng, Rutan Klas IIB Selayar, Rutan Klas IIB Sinjai, Rutan Klas IIB Sengkang, Rutan Klas IIB Malino, Rutan Klas IIB Mamasa, dengan jumlah keseluruhan Narapidana dan Tahanan di Propinsi Sulawesi Selatan 4.272 orang dan 717 orang diantaranya kasus narkotika.58 12.
Sulawesi Utara59 Propinsi Sulawesi Utara terletak di jazirah Pulau
Sulawesi (hampir berbentuk huruf K). Propinsi Sulawesi Utara terdiri dari 6 kabupaten dan 3 Kotamadya. Ibukota Sulawesi Utara adalah Manado. Sulawesi Utara memiliki luas sebesar Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Direktorat Bina Registrasi dan Statistik, Loc.Cit. 59 www.wikipedia.com., Loc.Cit 58
BAB III
Pemetaan Situasi HIV/AIDS Serta Gambaran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM Yang adaDI 14 Propinsi
37
5.561 km² dengan jumlah penduduk sebanyak +/- 4.500.000 jiwa. Data komulatif kasus AIDS pada pengguna napza suntik di propinsi Sulawesi Utara terdapat 84 kasus AIDS dan 18 orang diantaranya kasus IDU.60 Di Propinsi Sulawesi Utara terdapat 6 buah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yaitu Lapas Klas IIA Manado, Lapas Klas IIB Tahuna, Lapas Klas IIB Ulusiau, Lapas Klas IIB Tomohon, Lapas Klas IIB Tondano dan 1 buah Rumah Tahanan (Rutan) yaitu Rutan Klas IIB Kotamubagu serta 5 buah Cabang Rutan (Cabrut) yaitu Cabrut Tahuna di Tagulandang, Cabrut Tahuna di Tamako, Cabrut Tahuna di Lirung, Cabrut Tahuna di Enemawira, Cabrut Tondano di Amurang, dengan jumlah keseluruhan Narapidana dan Tahanan di Propinsi Sulawesi Utara 1.338 orang dan 45 orang diantaranya kasus narkotika.61 13.
Sumatera Selatan62
Departemen Kesehatan RI, Loc.Cit.55 Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Direktorat Bina Registrasi dan Statistik, Loc.Cit. 56 www.wikipedia.com, Loc.Cit 57 Departemen Kesehatan RI, Loc.Cit. 60
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Direktorat Bina Registrasi dan Statistik, Loc.Cit. 62 www.wikipedia.com, Loc.Cit 61
38
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
Propinsi ini memiliki luas wilayah 87.017 km2 dan memiliki 14 Kabupaten dan satu Kotamadya. Jumlah penduduk keseluruhan di propinsi ini adalah 6.518.719 jiwa dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 1.397.001 jiwa (21,34%).
Data
komulatif kasus AIDS pada pengguna napza suntik di propinsi Sumatera Selatan terdapat 43 kasus AIDS dan 27 orang diantaranya kasus IDU.63 Di Propinsi Sumatera Selatan terdapat 8 buah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yaitu Lapas Klas I Palembang, Laps Anak Klas IIA Palembang, Lapas Narkotika Klas IIA Lubuk Linggau****, Lapas Klas IIA Lahat, Lapas Klas IIB Tanjungraja, Lapas Klas IIB Sekayu, Lapas Klas IIB Muara Enim, Lapas Klas IIB Lubuk Linggau dan 3 buah Rumah Tahanan (Rutan) yaitu Rutan Klas I Palembang, Rutan Klas IIB Baturaja, Rutan Klas IIB Prabumulih serta 5 buah Cabang Rutan (Cabrut) yaitu Lubuk Linggau di Surulangun Rawas, Cabrut Lahat di Pagar Alam, Cabrut Lahat di Tebing Tinggi, Cabrut Baturaja di Martapura, Cabrut Baturaja di Muara Dua, dengan jumlah keseluruhan
63
Departemen Kesehatan RI, Loc.Cit. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Direktorat Bina Registrasi dan Statistik, Loc.Cit. 64
BAB III
Pemetaan Situasi HIV/AIDS Serta Gambaran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM Yang adaDI 14 Propinsi
39
Narapidana dan Tahanan di Propinsi Sumatera Selatan 4.751 orang dan 610 orang diantaranya kasus narkotika.64 14.
Sumatera Utara65 Sumatra Utara adalah sebuah propinsi yang terletak di
Pulau Sumatra, berbatasan dengan Aceh di sebelah utara dan dengan Sumatra Barat serta Riau di sebelah selatan. Propinsi ini terutama merupakan kampung halaman suku bangsa Batak, yang hidup di pegunungan dan suku bangsa Melayu yang hidup di daerah pesisir timur. Selain itu juga ada suku bangsa Jawa, Nias, Mandailing dan Tionghoa. Propinsi Sumatera Utara memiliki luas 71.680 km² dengan total jumlah penduduk sebanyak +/- 11.850.000 (2002) serta memiliki 18 Kabupaten dan 7 Kotamadya. Data kumulatif kasus AIDS pada pengguna napza suntik di propinsi Sumatera Utara terdapat 122 kasus AIDS dan 62 orang diantaranya kasus IDU.66 Di Propinsi Sumatera Utara terdapat 16 buah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yaitu Lapas Klas I Medan, Lapas Anak www.wikipedia.com., Loc.Cit Departemen Kesehatan RI, Loc.Cit. 67 Ibid, SK Menkeh dan HAM RI perihal 13 Lapas Narkotika 65 66
40
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
Klas IIA Medan, Lapas Wanita Klas IIA Medan, Lapas Klas IIA Pematang Siantar, Lapas Narkotika Klas IIA Pematang Siantar67, Lapas Klas IIB Labuhan Ruku, Lapas Klas IIB Sibolga, Lapas Klas IIB Binjai, Lapas Klas IIB Rantau Prapat, Lapas Klas IIB Siborong-borong, Lapas Klas IIB Panyabungan, Lapas Klas IIB Tanjung Balai, Lapas Klas IIB Tebing Tinggi, Lapas Klas IIB Padang Sidempuan, Lapas Klas IIB Lubuk Pakam, Lapas Klas IIB Gunung Sitoli dan 8 buah Rumah Tahanan (Rutan) yaitu Rutan Klas I Medan, Rutan Klas IIB Kabanjahe, Rutan Klas IIB Tarutung, Rutan Klas IIB Sidikalang, Rutan Klas IIB Pangkalan Brandan, Rutan Klas IIB Labuhan Deli, Rutan Klas IIB Balige, Rutan Klas IIB Tanjung Pura serta 11 buah Cabang Rutan (Cabrut) yaitu Cabrut Sibolga di Barus, Cabrut Padang Sidempuan di Kota Nopa, Cabrut Padang Sidempuan di Gunung Tua, Cabrut Padang Sidempuan di Sipirok, Cabrut Padang Sidempuan di Sibuhuan, Cabrut Padang Sidempuan di Natal, Cabrut Lubuk Pakam di Pancur Batu, Cabrut Tarutung di Pangurupan, Cabrut Rantau Prapat di Kota Pinang, Cabrut Gunung Sitoli di Pulau Telo, dengan jumlah keseluruhan
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Direktorat Bina Registrasi dan Statistik, Loc.Cit. 68
BAB III
Pemetaan Situasi HIV/AIDS Serta Gambaran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM Yang adaDI 14 Propinsi
41
Narapidana dan Tahanan di Propinsi Sumatera Utara 11.857 orang dan 4.079 orang diantaranya kasus narkotika.68 C.
Kelemahan dan Ancaman yg ditemui di Unit Pelaksana Tekhnis (UPT Kanwil Depkum dan HAM di 14 (empat belas) Propinsi Peserta Workshop Di dalam pertemuan workshop ini terungkap bahwa
secara umum ditemukan kekuatan internal yaitu adanya komitmen Kepala Kantor Wilayah Depkum dan Ham Propinsi, Komitmen Kepala Unit Pelaksana Tekhnis (UPT) Pemasyarakatan,
dan
telah
terlatihnya
petugas
pemasyarakatan dalam hal pencegahan HIV/AIDS dan Penanggulangan narkoba walaupun jumlahnya masih terbatas serta peluang eksternal seperti adanya BNP/BNK, KPAD, Dinas Kesehatan Propinsi, LSM peduli HIV/AIDS walaupun dalam pelaksanaannya masih bervariasi. Disamping itu ada pula ditemukan kelemahan internal dan ancaman eksternal pada masing-masing propinsi sebagai berikut yang dapat digambarkan sebagai berikut :
42
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
1.
Propinsi Bali KELEMAHAN
* * *
* * * *
* * *
Kurangnya sarana dan prasarana di institusi tempat narapidana/tahanan berada Masih bergantung pada pihak pendanaan pihak donor Perbandingan jumlah petugas Pembina dengan jumlah penghuni yg tidak seimbang Meningkatnya jumlah narapidana/tahanan ODHA di LP/Rutan dalam lima tahun terakhir ini Terjadinya peredaran narkoba di LP/Rutan Munculnya OI pada ODHA Mobilitas narapidana dan tahanan yg tinggi (pemindahan dari Lapas ke Lapas lain) WBP baru belum memiliki pengetahuan ttg HIV/AIDS maupun narkoba Over capacity
ANCAMAN
* * *
* *
Belum adanya dukungan optimal dari keluarga WBP untuk menghentikan penyalahgunaan narkoba Belum adanya kesadaran dari keluarga WBP untuk terlibat dalam Family Support Adanya stigma dari masyarakat bahwa LP sebagai sumber berkembangnya HIV/AIDS dan masih terjadinya penyalahgunaan narkoba. Masyarakat di beberapa LP/Rutan belum bisa menerima informasi mengenai adanya WBP yg terkena HIV/AIDS Belum semua rumah sakit mampu melayani secara maksimal thd WBP ODHA
Belum adanya panduan T&R di Lapas/Rutan
2.
Propinsi Banten KELEMAHAN
ANCAMAN
*
Over capacity
*
*
Jumlah personil yang masih kurang, baik kuantitas maupun kualitasnya
*
*
Banyaknya kasus-kasus narkotika, yang potensial mengidap HIV/AIDS di Lapas/Rutan
*
*
Belum diketahuinya jumlah penderita HIV/AIDS di Lapas/Rutan se-propinsi Banten secara akurat Sarana dan prasarana kesehatan di Lapas/Rutan tertentu kurang memadai (dibawah standard)
*
*
* * *
Sistem rujukan kepada RS Pemerintah/Swasta belum berjalan optimal (karena narapidana/tahanan yg dirawat di RS masih harus membayar) Tidak ada dasar hubungan kerjasama secara berkesinambungan dalam bentuk MoU, baik dengan instansi Pemda maupun LSM lainnya Wilayah Banten barat belum ada LSM yang menangani HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkotika yang menjalani kemitraan dengan Lapas/Rutan Kesadaran masyarakat terhadap bahaya epidemic HIV/AIDS maupun penyalahgunaan narkotika masih sangat rendah Belum tumbuhnya minat dari berbagai unsur terkait untuk ikut aktif dalam menanggulangi penyebaran HIV/Aids di Lapas/Rutan Belum terakomodirnya unsur Kanwil Hukum dan HAM dalam POKJA KPAD Banten Belum terbentuknya BNK di Propinsi Banten
BAB III
Pemetaan Situasi HIV/AIDS Serta Gambaran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM Yang adaDI 14 Propinsi
43
3.
Propinsi DKI Jakarta KELEMAHAN
* * * *
Over capacity Kualitas petugas yg rendah Rendahnya komitmen Angka kejahatan narkotika yang tinggi
* * * * *
Tingginya pecandu narkoba suntik Kurangnya sarana dan prasarana medis Kurangnya anggaran Belum adanya standar poliklinik Kurangnya sosialisasi
4.
ANCAMAN
* * * *
Propinsi D.I. Yogyakarta KELEMAHAN
* * * * * *
* * *
44
Adanya peredaran gelap narkoba Semakin meningkatnya angka HIV/AIDS Meningkatnya angka kematian di Lapas/Rutan Rendahnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS
Terbatasnya langkah-langkah penanggulangan HIV/AIDS di Lapas masih dalam batas sosialisasi dan KIE Belum ada tindak lanjut hasil survey Tindak lanjut membutuhkan beban biaya bagi Lapas Program kerjasama masih bersifat insidentil Belum semua warga Lapas memiliki pemahaman dan kesadaran pentingnya pencegahan HIV/AIDS Sarana dan prasarana kurang memadai (lab. dan ruang perawatan) termasuk obat-obatan (hanya obat generik tertentu yang ada) Hanya ada dua orang dokter umum dan dokter gigi di 2 Lapas. (Bahkan di 3 Rutan tidak ada dokter) Resistensi petugas terhadap metodemetode penanggulangan HIV/AIDS di Lapas Adanya indikasi penularan HIV di Lapas masih tinggi
ANCAMAN *
Terbatasnya sumber daya LSM dan waktu pendampingan di Lapas
* *
Perlu pendampingan minum obat (PMO) Kurangnya dukungan dari keluarga WBP
*
Kurangnya jejaring untuk program TB meskipun sudah dimulai November 2005 Perlunya program kegiatan reguler untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran dalam penanggulangan HIV/AIDS Kurangnya tenaga pendamping untuk WBP yang membutuhkan rujukan dan pemeriksaan/perawatan yang perlu waktu
* *
*
Tidak semua dokter mempunyai komitmen yang sama dalam penanggulangan HIV/AIDS
*
Masih tingginya resistensi masyarakat pada upaya tersedianya akses material pencegahan HIV/AIDS tertentu di Lapas Tidak semua program Harm Reduction dapat dilaksanakan di Lapas
*
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
5.
Propinsi Jawa Barat KELEMAHAN
* * * * * *
6.
Kualitas dan kuantitas SDM dalam program HIV/AIDS masih kurang/belum memadai Masih ada upaya peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba di Lapas/Rutan Dukungan dana belum menjangkau semua kebutuhan (layanan kesehatan) Kurangnya fasilitas pendukung layanan kesehatan dasar dan prasarana lainnya Layanan VCT dan CST belum memadai Belum adanya kesinambungan data hasil survey
ANCAMAN
*
Kondisi over capacity
*
Meningkatnya tindak pidana narkotika dan psikotropika Meningkatnya IO pada WBP Lapas/Rutan
* * * *
Propinsi Jawa Tengah
KELEMAHAN
* * * * * * * * * * * * * *
Rendahnya pemahaman bahaya penyalahgunaan narkoba Stigma dan diskriminasi pengidap HIV/AIDS masih terjadi Masih kurangnya koordinasi lintas sektor dalam penanganan HIV dan narkoba
Terbatasnya tenaga medis, baik kualitatif maupun kuantitatif Pemahaman petugas Pemasyarakatan tentang HIV/AIDS masih terbatas Laboratorium yang menguasai IMS belum ada Belum tersedia konselor HIV/AIDS Tidak memiliki kewenangan penindakan Tidak memiliki tenaga penyidik Belum semua Lapas/Rutan punya Satgas Anti Narkoba Sarana untuk pelatihan keterampilan masih kurang Kualitas petugas terlatih masih kurang Pengetahuan tentang K3 dari petugas masih kurang Kurangnya jejaring Belum adanya rencana strategis untuk tingkat kanwil dan UPT Belum berjalannya monitoring dan evaluasi Belum adanya klinik VCT
ANCAMAN
* * * * * * * * *
Adanya stigma dan diskriminasi terhadap ODHA Pengetahuan masyarakat masih kurang Jumlah kasus HIV/AIDS meningkat setiap tahun Jejaring perawatan belum terbentuk Meningkatnya penyalahgunaan narkoba Tingginya prevalensi HIV di Lapas/Rutan Belum/kurangnya koordinasi dengan lintas sektor dan LSM terkait Respon WBP terhadap upaya pelayanan sosial masih rendah Masih adanya ego sektoral
BAB III
Pemetaan Situasi HIV/AIDS Serta Gambaran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM Yang adaDI 14 Propinsi
45
7.
Propinsi Jawa Timur KELEMAHAN
* *
* * *
8.
Belum terbentuk Pokja untuk membantu koordinasi Rujukan medis untuk perawatan lanjutan ke luar Lapas belum didukung dalam operasionalisasinya (masih menjadi tanggung jawab WBP) Dukungan dana dari APBD sangat kurang Peredaran narkoba di dalam Lapas disinyalir masih ada Sarana pendukung pencegahan penularan HIV belum lengkap (tenaga medis, paramedis, konselor, supply obat dan pengobatan dasar)
ANCAMAN
*
Kebijakan yang berbeda di tiap instansi
*
Birokrasi di dalam Lapas/Rutan memperlambat penyelesaian masalah
*
Alur pikir staf Lapas/Rutan
Propinsi Kalimantan Timur KELEMAHAN
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
46
Keterbatasan fasilitas, obat dan alat medis Sebagian UPT tidak memiliki ambulans Belum terlatihnya petugas dalam menangani tentang layanan kesehatan dan IMS bagi pengguna narkoba Anggaran kesehatan yang sangat terbatas Kurangnya komitmen sektor teknis Belum adanya penanganan lansung langsung co-infeksi, TB-HIV Belum adanya PMO, konselor, layanan VCT Belum adanya sistem VCT di Lapas Belum adanya pedoman teknis perawatan dan dukungan ODHA di Lapas Stigma dan diskriminasi terhadap WBP di pusat layanan kesehatan Petugas belum terlatih untuk CST Belum ada situasi kondusif di Lapas yang mendukung program CST Belum tersedianya data situasi HIV di Lapas Belum adanya aturan hukum yang melindungi petugas Adanya perbedaan persepsi tentang alat pencegahan Kurangnya keterampilan petugas Minimnya SDM di Lapas/Rutan Belum ada KIE khusus Lapas/Rutan Minimnya dana kesehatan Belum ada rujukan yang baku
ANCAMAN *
Peningkatan pembiayaan
* *
Diskriminasi, stigma terhadap ODHA Criminal Transmission
*
Mutasi pejabat
* *
Tidak ada jaminan keberlangsungan program Pelayanan yang parsial
*
Beban hutang di Rumah Sakit bertambah
* * *
Penolakan terhadap WBP Tidak ada kejelasan tupoksi dari masingmasing stakeholder Rendahnya komitmen antar stakeholder
*
Tidak adanya aturan yang mengikat
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
9. Propinsi Kepulauan Riau KELEMAHAN
*
* *
Keterbatasan fasilitas, obat dan alat medis Sebagian UPT tidak memiliki ambulans Belum terlatihnya petugas dalam menangani tentang layanan kesehatan dan IMS bagi pengguna narkoba Anggaran kesehatan yang sangat terbatas Kurangnya komitmen sektor teknis Belum adanya penanganan langsung coinfeksi TB-HIV Belum adanya PMO, konselor, layanan VCT Belum adanya system VCT di Lapas Belum adanya pedoman teknis perawatan dan dukungan ODHA di Lapas Stigma dan diskriminasi terhadap WBP di pusat layanan kesehatan/masyarakat luas Petugas belum terlatih untuk CST Belum ada situasi kondusif di Lapas yang mendukung program CST Belum tersedianya data situasi HIV di Lapas Belum adanya aturan hukum yang melindungi petugas Adanya perbedaan persepsi tentang alat pencegahan Kurangnya keterampilan petugas Minimnya SDM di Lapas
* * *
Belum adanya KIE khusus Lapas Belum ada rujukan yang baku Minimnya dana kesehatan
* * * * * * * * * * * * * *
10.
ANCAMAN
*
Peningkatan pembiayaan
* *
Diskriminasi/stima terhadap ODHA Criminal Transmission
*
Mutasi pejabat
* *
Tidak ada jaminan keberlangsungan program Tersedianya pelayanan yang parsial
*
Bertambahnya beban hutang di Rumah Sakit
* * *
Penolakan dari WBP Tidak ada kejelasan Tupoksi masing-masing stakeholder Rendahnya komitmen antar stakeholder
*
Tidak ada aturan yang mengikat
Propinsi Papua KELEMAHAN
* * * * *
Tidak adanya tenaga teknis kesehatan dan tidak ada tenaga dokter di Lapas Tidak tersedianya dana operasional untuk klinik Sebagian besar petugas belum mengetahui/memahami UU yang mengatur tentang narkoba Kurangnya petugas yang terampil Koordinasi masih terbatas pada beberapa anggota KPA (Dinas/Instansi terkait)
ANCAMAN
*
Kurangnya SDM
*
Belum adanya koordinasi antara Lapas dengan instansi terkait/KPA Rendahnya kualitas SDM
* * *
Penerimaan petugas tidak berdasarkan pada tingkatan keahlian Kurangnya koordinasi lintas sektoral
BAB III
Pemetaan Situasi HIV/AIDS Serta Gambaran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM Yang adaDI 14 Propinsi
47
11.
Propinsi Sulawesi Selatan KELEMAHAN
ANCAMAN
*
Keterbatasan SDM petugas lapas/rutan
*
*
Belum semua UPT mempunyai tenaga dokter Belum tersedianya sarana kesehatan yang memadai di Lapas/Rutan Belum terbentuknya sistem dan mekanisme rujukan
*
* *
* * *
12.
Belum adanya anggaran tetap baik dari APBN maupun APBD Ketergantungan kepada lembaga donor
*
Keamanan dan ketertiban Lapas/Rutan
*
Dampak negatif dari pemindahan warga binaan dari Rutan ke Lapas Daerah yang berpotensi dalam penyebaran HIV dan penyalahgunaan narkoba
Belum semua UPT mempunyai program penanggulangan HIV/AIDS dan narkoba Masih adanya peredaran dan penyalahgunaan narkoba di Lapas/Rutan Program yang telah berjalan hanya terbatas edukasi dan belum merata
Propinsi Sulawesi Utara ANCAMAN
* *
48
Petugas Lapas belum pernah mengikuti pelatihan dan bimbingan teknis tentang HIV/AIDS Kurangnya informasi yang berhubungan dengan HIV/AIDS dan narkoba
*
Koordinasi belum optimal
*
Instansi belum memiliki program untuk pelatihan HIV/AIDS di Lapas/Rutan
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
13.
Propinsi Sumatera Selatan KELEMAHAN
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
Keterbatasan fasilitas, obat dan alat medis Sebagian UPT tidak memiliki ambulans Belum terlatihnya petugas dalam menangani tentang layanan kesehatan dan IMS bagi pengguna narkoba Anggaran kesehatan yang sangat terbatas Kurangnya komitmen sektor teknis Belum adanya penanganan langsung coinfeksi TB-HIV Belum adanya PMO, konselor, layanan VCT Belum adanya system VCT di Lapas Belum adanya pedoman teknis perawatan dan dukungan ODHA di Lapas Stigma dan diskriminasi terhadap WBP di pusat layanan kesehatan/masyarakat luas Petugas belum terlatih untuk CST Belum ada situasi kondusif di Lapas yang mendukung program CST Belum tersedianya data situasi HIV di Lapas Belum adanya aturan hukum yang melindungi petugas Adanya perbedaan persepsi tentang alat pencegahan Kurangnya keterampilan petugas Minimnya SDM di Lapas Belum adanya KIE khusus Lapas Belum ada rujukan yang baku Minimnya dana kesehatan
ANCAMAN
*
Peningkatan pembiayaan
* *
Diskriminasi/stima terhadap ODHA Criminal Transmission
*
Mutasi pejabat
* *
Tidak ada jaminan keberlangsungan program Tersedianya pelayanan yang parsial
*
Bertambahnya beban hutang di Rumah Sakit
* * *
Penolakan dari WBP Tidak ada kejelasan Tupoksi masing-masing stakeholder Rendahnya komitmen antar stakeholder
*
Tidak ada aturan yang mengikat
BAB III
Pemetaan Situasi HIV/AIDS Serta Gambaran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM Yang adaDI 14 Propinsi
49
14. Propinsi Sumatera Utara KELEMAHAN
ANCAMAN
*
Kurangnya sosialisasi ke instansi terkait di daerah
*
Egoisme sektoral
*
Sarana poliklinik belum memadai sesuai kebutuhan setempat
*
*
Distribusi tenaga medis belum merata
*
*
Tidak adanya kesinambungan pelatihan tenaga WBP dalam melaksanakan Peer Education Kualitas tenaga medis rendah
*
Depkumham merupakan instansi vertical, sedangkan Menkes tidak mempunyai instansi di daerah (OTODA) Rumah sakit sebagai sumber dana daerah (profit oriented) Belum/kurang berjalannya koordinasi
* * * * * *
*
Belum adanya pembahasan tentang mekanisme kerja dalam rangka layanan kesehatan secara terpadu Layanan kesehatan bagi WBP ODHA belum tersosialisasikan di daerah Masih sebagian saja Lapas/Rutan di propinsi Sumatera Utara yang sudah membentuk Satgas P4GN Kurangnya sosialisasi tentang satgas P4GN Lapas/Rutan Belum adanya instruktur terampil dari petugas Pemasyarakatan yang mampu melakukan penyuluhan, pendidikan dan rehabilitasi social Belum optimalnya kinerja Pokja yang sudah terbentuk di Lapas/Rutan
* * *
Belum adanya keterpaduan program
*
Belum tersedianya SDM yang terampil untuk melaksanakan penegakan hokum
*
Isi Lapas/Rutan yang over capasity
*
Tingginya tingkat kejahatan narkoba
*
Tidak tersedianya sarana/prasarana yang mampu mendukung upaya penanggulangan HIV/AIDS dan narkoba di Lapas/Rutan melalui Website yang sudah tersedia Tidak adanya persamaan persepsi
*
50
Usulan yang disampaikan ke instansi vertical belum tentu terealisasi Kegiatan yang dilakukan tidak berkesinambungan
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
Berdasar hasil pemetaan kelemahan dan ancaman di 14 Propinsi tersebut diatas, terdapat tiga gradasi status kelembagaan Pokja dalam penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba antara lain : 1.
Propinsi yang telah terbentuk Pokja;
2.
Propinsi yang sedang dalam proses pengembangan Pokja; dan
3.
Propinsi yang belum membentuk Pokja Lapas/Rutan Propinsi. Selain itu setiap propinsi mempunyai karateristik yang
berbeda-beda dalam hal jumlah narapidana narkotikanya dan penyebab penularan HIV/AIDS, baik melalui narkoba suntik maupun penularan melalui kegiatan seksual yang beresiko. Pada sisi lain hal yang perlu menjadi perhatian adalah letak geografis propinsi yang merupakan daerah lintas batas yang dapat mempercepat penularan HIV dan penyalahgunaan narkoba seperti Propinsi kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, dan Papua. Pelaksanaan strategi penanggulangan HIV/AIDS dan Narkoba di Lapas/Rutan melingkupi tiga pilar program yaitu:
BAB III
Pemetaan Situasi HIV/AIDS Serta Gambaran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM Yang adaDI 14 Propinsi
51
1.
Pencegahan dan Care, Support and Treatment (CST) bagi ODHA;
2.
Pencegahan timbulnya penyalahgunaan narkoba baru di kalangan narapidana/tahanan;
3.
Rehabilitasi dan pelayanan sosial.
Ketiga pilar ini didukung dengan penelitian dan pengembangan serta dukungan multisektoral. Pada kenyataannya tiap propinsi masih bervariasi dalam melaksanakan ketiga pilar program penanggulangan HIV/AIDS dan Narkoba tersebut. Karena ternyata ada propinsi yang baru melaksanakan program pencegahan saja tapi belum melaksanakan pencegahan penyalahgunaan narkoba. Ada juga propinsi yang sudah melaksanakan pencegahan penyalahgunaan narkoba tapi belum melaksanakan program pencegahan dan CST bagi ODHA serta rehabilitasi. Bahkan ada pula propinsi yang belum melaksanakan
program
penanggulangan
dengan
terkoordinasi. Secara umum gambaran kelemahan yang terjadi pada masing-masing propinsi adalah masih kurangnya sarana dan prasarana, anggaran masih tergantung pada pihak donor karena anggaran kesehatan dari APBN/APBD masih sangat
52
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
kecil, meningkatnya jumlah narapidana dan tahanan ODHA dalam kurun waktu lima tahun terakhir, masih adanya peredaran narkoba dalam Lapas/Rutan, belum adanya panduan terapi dan rehabilitasi, terbatasnya jumlah tenaga medis pada setiap Lapas/Rutan, terbatasnya kualitas dan kuantitas SDM, belum optimalnya komitmen antar stakeholder dan yang terakhir adalah meningkatnya jumlah penyalahgunaan narkoba. Sedang ancaman yang muncul adalah belum semua rumah sakit bersedia melayani narapidana dan tahanan ODHA secara optimal, adanya stigma dan diskriminasi dari masyarakat bahwa Lapas sebagai tempat “incubator” HIV/AIDS dan infeksi penyakit menular lainnya, belum adanya dukungan optimal dari keluarga narapidana dan tahanan untuk menghentikan penyalahgunaan narkoba, mutasi pejabat mengakibatkan berubahnya kebijakan yang telah ada, serta lemahnya koordinasi lintas sektor serta kebijakan pemerintah tentang otonomi daerah.
BAB III
Pemetaan Situasi HIV/AIDS Serta Gambaran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM Yang adaDI 14 Propinsi
53
54
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
BAB IV ANALISIS
A.
Kelembagaan Sistem Pemasyarakatan ini erat kaitannya dengan
pelaksanaan pidana hilang kemerdekaan yang dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan penjatuhan pidana.69 Meskipun demikian konsepsi pemasyarakatan tidak sama dengan penjara, walaupun konsep ini merupakan penyempurnaan dari konsep penjara. Dikatakan demikian karena konsepsi pemasyarakatan ini bukan semata-mata merumuskan tujuan dari pidana penjara, melainkan suatu sistem pembinaan, suatu 69
Adi Sujatno, 2004: 7
BAB IV Analisis
55
metodologi dalam bidang Treatment of Offenders.70 Istilah ini diperkenalkan oleh Dr. Sahardjo, SH dalam pidato penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa bidang ilmu hukum oleh Universitas Indonesia pada tanggal 5 Juli 1963. Sistem Pemasyarakatan bersifat multilateral-oriented treatment dengan pendekatan yang berpusat pada potensipotensi yang ada, baik pada individu yang bersangkutan (WBP) maupun yang ada di tengah-tengah masyarakat sebagai suatu keseluruhan. 71
Dalam arti pembinaan Warga Binaan
Pemasyarakatan yang terdiri dari narapidana, anak didik pemasyarakatan, dan klien pemasyarakatan dalam kerangka pemasyarakatan adalah pembinaan manusia yang melibatkan semua aspek, sehingga yang dipentingkan dalam upaya pemulihan kesatuan hubungan ini adalah prosesnya yaitu proses interaktif yang didukung dengan program pembinaan yang sesuai untuk itu.72 Tegasnya Sistem Pemasyarakatan menjembatani proses kehidupan negatif antara narapidana dengan unsur-unsur masyarakat melalui pembinaan, perubahan menuju kehidupan yang positif.73 Secara singkat, 70 71 72 73
Ibid Ibid Ibid: 21 Ibid: 14
56
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
Sistem Pemasyarakatan adalah konsekuensi adanya pidana penjara yang merupakan bagian dari pidana pokok dalam sistem pidana hilang kemerdekaan.74 Dalam perkembangan selanjutnya pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan sejak lebih dari 35 tahun semakin mantap dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.75 Secara tegas dalam pasal 1 ayat 2 UU No.12 Tahun 1995 disebutkan bahwa Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh masyarakat, dapat berperan aktif dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
74 75
Ibid: 7 Ibid: 8
BAB IV Analisis
57
Dalam
kaitannya
dengan
tujuan
sistem
pemasyarakatan yaitu membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, mandiri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab76 dan juga untuk melindungi masyarakat dan memberikan perlindungan atau rasa aman bagi masyarakat maka dapatlah dikatakan bahwa Sistem Pemasyarakatan merupakan suatu sistem administrasi. Pelayanan Sistem Pemasyarakatan diberikan kepada 2 (dua) pihak yaitu Warga Binaan Pemasyarakatan dan masyarakat luas. Pelayanan yang diberikan kepada Warga Binaan Pemasyarakatan berupa pembinaan dan pembimbingan agar ketika mereka bebas dari sistem pemasyarakatan dapat memperoleh penghidupan yang layak sehingga tidak lagi mengulangi pelanggarannya. Sedangkan bagi masyarakat luas pelayanan yang dapat dikontribusikan oleh Sistem Pemasyarakatan adalah perlindungan dan pemberian rasa 76
Adi Sujatno, 2004:23
58
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
aman dari para pelanggar hukum yang telah masuk ke sistem pemasyarakatan ini. Permasalahannya adalah Sistem Pemasyarakatan yang telah sekian lama dikumandangkan dan dijadikan dasar dalam penanganan narapidana tidak dijalankan sebagaimana yang diharapkan. Hal ini disebabkan berbagai instrumen pendukung keberhasilan pelaksanaan sistem pemasyarakatan, baik sarana dan prasarana, kualitas dan kuantitas sumbe daya manusia, pendanaan, program kegiatan, dan lain sebagainya, belum tersedia secara memadai. Selain itu pola pikir yang mendasari para petugas Lapas/Rutan selaku pembina warga binaan pemasyarakatan dan sistem yang terbentuk belumlah sejalan dengan paradigma sistem pemasyarakatan yang telah berkembang selama ini. Dikatakan demikian karena orientasi aktifitas dari petugas pemasyarakatan masih lebih pada upaya pengamanan Lapas/Rutan dari kemungkinan terjadinya pelarian narapidana dan tahanan. Kenyataan ini tentunya mengakibatkan permasalahan lain yang muncul di Lapas/Rutan tidak menjadi prioritas utama untuk ditangani. Sehingga berbagai permasalahan tersebut semakin lama semakin membesar dan suatu saat akan
BAB IV Analisis
59
terungkap ke permukaan, seperti halnya permasalahan HIV/ AIDS dan peredaran narkoba yang terjadi di Lapas/Rutan. Berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh Lapas/Rutan sebagai suatu institusi dalam Sistem Peradilan Pidana dalam penanganan masalah HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba, mengharuskan Lapas/Rutan ini untuk membuka diri dan melakukan kerjasama dengan berbagai institusi dan pihak terkait yang memiliki kewenangan dalam penanganan masalah HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba, karena Lapas/Rutan merupakan karakteristik khas dari suatu Lembaga dimana ada pelayanan kesehatan dalam penegakan hukum. Hal ini tampak pada hasil presentasi masing-masing kelompok propinsi dapat dilihat bahwa secara umum mereka sangat membutuhkan segera terbentuknya Pokja penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba di Lapas/Rutan di daerah masingmasing. Bagi propinsi yang sudah terbentuk Pokja Lapas/Rutan berharap dukungan dana rutin untuk pelaksanaan program tersebut baik dari APBN maupun Non-APBN. Bagi yang telah punya perangkat untuk kesiapan Pokja diharapkan dapat cepat direalisasikan dan bagi propinsi yang belum memiliki kesiapan
60
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
perangkat agar didukung dari tingkat Pusat (Direktorat Jenderal Pemasyarakatan). B.
Program Prioritas Berdasarkan hasil presentasi masing-masing propinsi
dapat disebutkan bahwa secara umum sejumlah program dalam keempat kelompok bidang yang ditetapkan dalam strategi penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba 2005 – 2009 yaitu pencegahan, kemitraan, pelayanan sosial dan penegakan hukum menjadi program-program yang diprioritaskan ke empat belas propinsi peserta workshop. Program-program tersebut secara keseluruhan merupakan satu kesatuan yang saling terkait dalam mensukseskan keberhasilan penanganan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba di Lapas/ Rutan. Secara garis besar keempatbelas propinsi tersebut memprioritaskan pembentukan Pokja. Prioritas pembentukan Pokja didasarkan pertimbangan pada propinsi yang belum terbentuk Pokja Lapas/Rutan, masalah HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba sangat mendesak, juga sudah adanya kesiapan akses lintas sektoral. Propinsi tersebut antara
BAB IV Analisis
61
lain: Jawa Tengah (Nusa Kambangan), Jawa Timur, Banten, Sulawesi Selatan (Makassar), dan Jawa Barat sudah menyatakan kesiapan dalam pembentukan Pokja Propinsi. Selain itu prioritas pelaksanaan program ditentukan pada pertimbangan : tingginya angka kematian, tingginya angka prevalensi HIV/AIDS, tingginya jumlah narapidana narkotika, dan propinsi lintas batas. Propinsi-propinsi yang memiliki karakteristik seperti itu adalah DKI Jakarta, Sumatera Utara, Kepulauan Riau (Batam), Jawa Barat, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta. Program-program lain yang juga menjadi prioritas dari ke empat belas propinsi ini berhubungan dengan capacity building petugas Pemasyarakatan, baik di tingkat wilayah maupun tingkat Unit Pelaksana Teknis (UPT), seperti pembentukan tenaga instruktur yang terampil di bidang usaha; peningkatan SDM petugas Pemasyarakatan Lapas/Rutan yang terlibat dalam perawatan; pengobatan dan dukungan terhadap ODHA (CST); kelengkapan tenaga medis baik dokter, perawat, pekerja sosial dan analis laboratorium, hal yang sama dalam pengelolaan rehabilitasi di mana kesiapan petugas dapat mencerminkan kualitas rehabilitasi tersebut; peningkatan kapasitas sumber daya petugas Pemasyarakatan dalam
62
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
penegakan HAM, pelatihan petugas medis Lapas/Rutan, pelaksanaan pelatihan Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3). Pelatihan K3 ini penting karena menyangkut resiko yang dihadapi petugas dari tingkah laku narapidana/tahanan serta dari peralatan yang tidak steril termasuk jarum bekas sehingga aturan kerja yang menerapkan kehati-hatian universal perlu diterapkan dan diawasi kepatuhannya. Dalam keamanan dan keselamatan kerja perlu diperhatikan bagi petugas pelaksana untuk mendapatkan perawatan profilaksis (pencegahan) bila terjadi kecelakaan tertusuk jarum tidak steril atau hal-hal lain yang terkait dengan tugasnya sehingga perlu pencatatan dan pelaporan insiden, dan pihak yang ditunjuk untuk menindaklanjuti K3 sebaiknya adalah petugas pelaksana program. Selain itu perlu juga bimbingan teknis di bidang hukum bagi petugas Pemasyarakatan. Hal lain diperlukan instrumen pendukung program, dimana untuk CST ODHA tentu diperlukan alat deteksi CD4 agar dapat diberikan Anti Retroviral untuk meningkatkan kualitas hidup ODHA, hal ini muncul karena adanya kesadaran dari masing-masing perwakilan propinsi bahwa untuk menangani kedua permasalahan tersebut Lapas/Rutan membutuhkan pendekatan-pendekatan yang berbeda, tidak
BAB IV Analisis
63
hanya berpedoman pada pendekatan pengamanan saja. Karena pada dasarnya masalah HIV/AIDS dan narkoba merupakan masalah spesifik yang lebih membutuhkan penanganan persuasif dibandingkan dengan penanganan represif. Oleh sebab itu dibutuhkan sejumlah pelatihan yang berkelanjutan bagi petugas Pemasyarakatan sehingga terbentuk satu pola pikir baru dari petugas dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana dan tahanan. Selain itu para peserta workshop juga beranggapan bahwa pelatihan dengan tujuan capacity building bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) menjadi program prioritas yang harus dilaksanakan. Karena dengan dilaksanakannya program ini, seperti pembentukan Peer Educator dan kegiatan keterampilan kerja atau kursus-kursus dalam membina dan meningkatkan kemampuan WBP, diharapkan upaya pembinaan sebagai esensi Pemasyarakatan dapat diaktualisasikan dalam penanganan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba di Lapas/Rutan. Sehingga tujuan untuk membentuk WBP sebagai manusia yang mandiri dapat terealisasi. Pemenuhan sarana dan prasarana dalam upaya penanganan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba di Lapas/
64
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
Rutan juga merupakan agenda yang diprioritaskan oleh keempatbelas propinsi peserta workshop. Akan tetapi para peserta workshop pun menyadari bahwa untuk melaksanakan keseluruhan program yang diprioritaskan tersebut tidaklah mudah. Karena seperti yang diketahui bersama banyak keterbatasan dari masing-masing propinsi, baik tingkat wilayah maupun tingkat UPT, yang dapat menghambat pencapaian keberhasilan
upaya
penanganan
HIV/AIDS
dan
penyalahgunaan narkoba di Lapas/Rutan. Oleh karenanya untuk mengoptimalkan upaya tersebut dibutuhkan adanya kerjasama dengan instansi lain yang terlibat dalam penanganan masalah HIV/AIDS dan narkoba ini. Dengan pembentukan jejaring antara KPAD, BNP/BNK, Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM RI, Lapas/Rutan, dan LSM sebagai unsur pembentukan Pokja HIV/AIDS dan narkoba serta pembentukan atau pengoperasian Satgas P4GN Lapas/Rutan diharapkan upaya penanganan kedua permasalahan ini dapat dilaksanakan secara optimal. Komitmen dan koordinasi jejaring dengan KPAD, BNP/BNK, Kanwil Depkum dan HAM, UPT dan jajarannya, Dinkes serta Pemda setempat sangat diperlukan untuk kelangsungan program. Sampai saat ini program yang ada untuk
BAB IV Analisis
65
penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba masih terlaksana dengan bantuan Lembaga Donor, baik SDM maupun pendanaan program. Perlu kesiapan dalam mempertahankan kelangsungan program, bila Lembaga Donor sudah berhenti dalam bantuannya, sehingga diperlukan komitmen Pemerintah untuk menyiapkan alokasi dana dan SDM sendiri. Oleh karena itu sejak awal pemerintah (berbagai instansi terkait) sudah harus mulai merencanakan untuk kelangsungan program kedepan. C.
Pendanaan Untuk prioritas program tahun anggaran 2006, selain
program yang sudah diajukan tahun 2005, dari segi pendanaan melalui APBN (DIPA Ditjen Pemasyarakatan) sudah tidak memungkinkan lagi dikembangkannya program-program prioritas lainnya karena waktunya tidak mencukupi. Oleh karena itu diharapkan bantuan dari Lembaga Donor untuk mendukung pelaksanaan program-program tersebut. Sedang untuk tahun anggaran 2007 diharapkan sumber dana diperoleh dari APBN melalui DIPA Ditjen Pemasyarakatan, Kantor Wilayah dan Lembaga Donor. Dengan adanya jadwal waktu yang ditetapkan dari APBN sudah barang tentu setiap propinsi yang melalui
66
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
jalur APBN/APBD sudah memasukkan program-program prioritas masing-masing propinsi sebelum akhir Pebruari 2006 untuk kegiatan tahun 2007 agar dapat diproses di tingkat yang lebih lanjut. D.
Monitoring dan Evaluasi Kegiatan ini penting dan diperlukan dalam pengamatan
proses pengelolaan program. Bagaimana koordinasi antar berbagai komponen program cukup baik seperti cara-cara memberikan KIE, juga dalam hal rujukan jangan sampai kondisi yang tidak tertolong. Monitoring dan evaluasi menjadi indikator mengenai perubahan perilaku narapidana/tahanan apakah sudah betul-betul ada perbaikan dan berapa besarnya perubahan tersebut. Pengetahuan dan keterampilan staf harus terus ditingkatkan karena pengetahuan tentang HIV/AIDS dan adiksi narkoba selalu berkembang. E.
Advokasi Dalam mengatasi pengaruh dampak buruk akibat
penggunaan jarum suntik secara ilegal perlu informasi untuk meningkatkan pengetahuan aparat penegak hukum dan
BAB IV Analisis
67
masyarakat sehingga rasa tanggung jawab terhadap masalah yang dihadapi IDU menjadi peran aktif mencegah penularan lebih lanjut, menghindari terjadinya stigma dan diskriminasi. Advokasi penting baik untuk tingkat Pusat maupun Daerah, dan perlu dibuka akses-akses penting untuk advokasi dimana peran serta KPA, BNN, Instansi Pemerintah lintas sektor dan NGO perlu memfasilitasi kegiatan advokasi ini.
68
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A.
Kesimpulan Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan
bahwa telah terbentuknya komitmen antar peserta untuk melaksanakan penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkotika lintas instansi/lembaga swadaya peduli AIDS di Propinsi asal peserta yang ditindaklanjuti dengan pembentukan Pokja Lapas/Rutan yang tercermin dari Kesepakatan Cimacan yang intinya bahwa peserta sepakat untuk membentuk Pokja Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba, dan melalui Pokja dapat tersusun prioritas program penanggulangan HIV/AIDS di Lapas/Rutan serta mengembangkan pelayanan
BAB V Kesimpulan dan rekomendasi
69
kesehatan di Lapas/Rutan sesuai standard pelayanan kesehatan masyarakat. Di samping itu juga telah tersusunnya program dan kegiatan penanggulangan HIV/AIDS sesuai prioritas masingmasing propinsi untuk tahun 2006 dan 2007, disertai salah satu TOR kegiatan masing-masing propinsi sesuai program yang mereka susun. B.
Rekomendasi
1.
Perlunya surat kesepakatan bersama (SKB) 3 menteri, Departemen Hukum dan HAM, Departemen Kesehatan, dan Departemen Dalam Negeri untuk menambah besar akses layanan kesehatan penghuni Lapas/Rutan
2.
Mendorong realisasi Kesepakatan Cimacan yang dibuat peserta workshop.
3.
Memfungsikan Pokja Lapas/Rutan di tiap propinsi dengan
mendorong
layanan
komprehensif
Penanggulangan HIV/AIDS di Lapas/Rutan
70 68
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
4.
Mendukung Kanwil Hukum dan HAM Propinsi untuk berkerjasama dengan Komisi Penanggulangan HIV Propinsi.
5.
Memperbesar bugdet pelaksanakan program penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba melalui APBN maupun non APBN.
6.
Membentuk sistem monitoring dan evaluasi program penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba secara nasional.
7.
Perlu advokasi baik tingkat Pusat dan Daerah dalam rangka mengatasi dampak buruk akibat penggunaan jarum suntik ilegal.
8.
Dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan HIV/ AIDS dan penyalahgunaan narkoba perlu disusun Standard Operasional Prosedur (SOP) antara lain SOP Metadone, SOP Voluntary Conselling and Testing (VCT), SOP Care Support and Treatment (CST), dan lainlain.
BAB V Kesimpulan dan rekomendasi
71 69
72
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
KESEPAKATAN CIMACAN WORKSHOP OPERASIONALISASI STRANAS 15 – 17 DESEMBER 2005 1. Memperkuat jejaring dan membentuk Pokja Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba di Lapas/Rutan di tingkat Propinsi dan Kabupaten-Kota. 2. Menindaklanjuti hasil workshop dalam bentuk : • Mengadakan pertemuan Kelompok Kerja Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba di Lapas/Rutan (Pokja) tingkat Propinsi untuk menyusun kegiatan tiap Kabupaten-Kota. • Mengajukan rencana kegiatan dan anggaran kepada Pemerintah Daerah dan lembaga donor untuk pelaksanaan program penanggulangan HIV/ AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba di Lapas/Rutan melalui Pokja Propinsi dan Kabupaten/Kota. 3. Melalui Pokja mengoptimalkan pelayanan kesehatan komprehensif dan berkelanjutan bagi napi/tahanan dalam pencegahan dan perawatan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba. 4. Mengembangkan pelayanan kesehatan di Lapas/Rutan sesuai dengan standar pelayanan kesehatan masyarakat.
Cimacan, 17 Desember 2005
Lampiran Lampiran
73 73
74 68
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)
DAFTAR PUSTAKA Adi Sujatno, Pemasyarakatan, Jakarta: 2004. Departemen Kesehatan RI, Laporan Triwulan HIV/AIDS di Indonesia s/d September 2005 Departemen Kesehatan RI, KPA, FHI, ASA, AusAID, Burnet Institute dan USAID. Direktorat Bina Registrasi dan Statistik, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Rekapitulasi Narapidana dan Tahanan di Seluruh Indonesia, September 2005. Direktorat Bina Registrasi dan Statistik, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Rekapitulasi Narapidana dan Tahanan di Seluruh Indonesia, November 2005. Hasil Surveillance P2ML Departemen Kesehatan Tahun 2004. Laporan Bagian Keuangan Pemasyarakatan per 2005.
Direktorat
Jenderal
Makalah Direktur Bina Khusus Narkotika, Strategi Penanggulangan HIV/AIDS di Lapas/Rutan di Indonesia Tahun 2005 – 2009. Makalah Presentasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan pada Konverensi Internasional HIV/AIDS di Penjara di Toronto – Canada. Surat Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM RI No.M.04.PR.07.03 Tahun 2003 tentang Pembentukan 13 Lembaga Pemasyarakatan Narkotika. www.wikipedia.com Daftar Pustaka
75 69 75
68 76
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia (Sebuah Analisa)