Ruben Sianipar|1
ANALISIS YURIDIS PEMBERIAN HAK GUNA USAHA TERHADAP PERUSAHAAN ASING DALAM BENTUK JOINT VENTURE SETELAH UNDANG UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL RUBEN SIANIPAR ABSTRACT The result of the research showed that the procedure in giving Leasehold on the request by applicants to obtain Leasehold to Head of the National Land Board is regulated in the Regulation of Head of the National Land Board, with a copy to Regional Chief Executive. Before requesting Leasehold, a foreign investor is required to be an Indonesian legal entity or a Corporation in which it is required to perform joint venture with Domestic Investment according to the prevailing rules. A foreign company as an applicant is required to request in written form to Head of the Land Office by attaching his personal data and the Request for Leasehold. Head of the National Land Board then processes the issuance of the Decree of Leasehold and gives it to the applicant; after that, the applicant is required to immediately take a responsibility by paying an amount of money for State’s revenues and land and building acquisition fee. Keywords: Leasehold, Capital Investment, Joint Venture, Foreign Company I.
Pendahuluan Dalam rangka meningkatkan gairah dan iklim investasi, pemerintah
memberikan fasilitas hak atas tanah kepada modal asing. Hal ini diatur dalan Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1980 tentang Pemanfaatan Tanah Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan Untuk Usaha Patungan dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Keputusan ini menyebutkan bahwa, hak guna usaha dalam rangka penanaman modal asing di pegang oleh peserta Indonesia atas nama badan hukum peserta Indonesia dalam usaha patungan yang bersangkutan. Jika dalam usaha patungan terdapat lebih dari satu peserta Indonesia, maka hak guna usaha diberikan atas nama salah satu dari peserta tersebut. Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1980 dicabut dengan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1992 tentang Pemanfaatan Tanah Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan Untuk Usaha Patungan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Dalam Pasal 1 ayat (4) disebutkan bahwa, hak guna usaha diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun dan dapat
Ruben Sianipar|2
diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 (dua puluh lima) tahun sepanjang perusahaan yang bersangkutan masih menjalankan usahanya dengan baik dan dapat diperbaharui. Pelaksanaan lebih lanjut mengenai hak guna usaha ini telah ada sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah. Diketahui bahwa pemberian hak atas tanah berkaitan dengan subjek dan objek serta proses yang terjadi dalam pemberian hak tersebut, termasuk dalam pemberian HGU. Menyangkut subjek HGU, diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, dinyatakan bahwa: yang dapat mempunyai Hak Guna Usaha adalah: (a) warga Negara Indonesia; (b) badan hukum yang didirikn menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Bagi Indonesia, kegiatan penanaman modal/investasi langsung, baik dalam bentuk investasi asing maupun investasi dalam negeri mempunyai kontribusi secara langsung bagi pembangunan. Penanaman modal akan semakin mendorong pertumbuhan ekonomi, ahli teknologi dan pengetahuan, serta menciptakan lapangan kerja baru untuk mengurangi angka pengangguran dan mampu meningkatkan daya beli masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang hanya mampu pada konsumsi akan berjalan lambat pada akhirnya akan memunculkan persoalan peningkatan
angka
pengangguran
yang tentunya
akan
berimbas
pada
meningkatnya jumlah mayarakat miskin dan berimbas pada terciptanya instabilitas politik dan keamanan. Atas dasar hal tersebut, hal yang menjadi suatu keharusan yang tidak dapat dipungkiri dan dihindari adalah upaya untuk mendorong investasi harus dilakukan. Hanya dengan mendorong investasi, maka pertumbuhan ekonomi dapat terus dipacu yang pada akhirnya diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan mengentaskan kemiskinan.1 Pemberian Hak Guna Usaha Terhadap perusahaan Asing Dalam Bentuk Joint Venture Setelah Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang 1
Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2007). hlm. 58
Ruben Sianipar|3
Penanaman Modal, sehingga perlu pengembangan yang lebih mendalam yang terkait dengan bagaimana mengetahui kebutuhan kebutuhan dan masalah masalah yang ada di Indonesia sehingga investor melakukan penanaman modal. Oleh karena hal tersebutlah yang menjadi dasar pemikiran untuk melakukan analisisi yuridis lebih lanjut mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan Pemberian Hak Guna Usaha Terhadap Perusahaan asing yang dilakukan oleh pemerintah serta dampak dampaknya yang dirasakan oleh masyarakat, terutama oleh orang asing yang melakukan penanaman modal asing di Indonesia. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1.
Apakah Prosedur Pemberian Hak Guna Usaha terhadap Perusahaan Asing di Indonesia setelah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 telah memberikan kepastian hukum terhadap Perusahaan Asing di Indonesia?
2.
Bagaimanakah Prosedur berdirinya Perusahaan Penanaman Modal setelah Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal?
3.
Bagaimana kendala-kendala yang dihadapi Perusahaan Asing di Indonesia Pasca Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007?
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui dan menganalisis prosedur Pemberian Hak Guna Usaha kepada Perusahaan Penanaman Modal di Indonesia setelah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007.
2.
Untuk
mengetahui
dan
menganalisis
Prosedur
berdirinya
suatu
Perusahaan Penanaman Modal setelah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. 3.
Untuk mengetahui dan menganalisis kendala kendala yang dihadapi perusahaan asing di Indonesia Pasca Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007.
II. Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Sifat penelitian ini adalah Preskriptif analisis yuridis. Dikatakan Preskriptif karena penelitian ini menguraikan atau mengambarkan secara sistematis, menyeluruh dan mendalam tentang landasan pemikiran tentang norma yang ada dibalik ketentuan Undang-
Ruben Sianipar|4
Undang penanaman modal khususnya ketentuan mengenai pemberian hak guna usaha terhadap perusahaan asing. Dikatakan analisis yuridis karena dalam penelitian ini akan menguraikan, menjabarkan, dan menilai aspek hukum khususnya makna norma hukum yang berkaitan dengan Pemberian Hak Guna Usaha Terhadap perusahaan Asing Dalam Bentuk joint Venture Setelah Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal sehinnga dapat diketahui dasar pemberian hak guna usaha terhadap perusahaan asing. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dengan cara melakukan penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pemikiran konseptual dan penelitian yang telah dilakukan oleh pihak lain yang relevan dengan penelitian ini dengan menelaah dan menginventarisasi pemikiran atau pendapat. Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : a)
Bahan hukum primer terdiri dari norma atau kaedah dasar sebagaimana yang terdapat pada : 1
Undang-Undang Dasar 1945.
2
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
3
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
4
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
5
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
6
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai
7
Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 2 Tahun 2013 Tentang pelimpahan kewenangan pemberian hak atas tanah dan kegiatan pendaftaran tanah.
8
Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 9 Tahun 1999 Tata Cara Pemberian hak atas tanah negara dan hak pengelolaan.
Ruben Sianipar|5
9
Kepala badan koordinasi penanaman modal Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang pedoman dan tata cara permohonan penanaman modal.
b)
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum sepanjang relevan dan objek penelitian.
c)
Bahan hukum tersier, bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus,majalah maupun internet. Alat pengumpulan data akan sangat menentukan hasil penelitian sehinga
apa yang menjadi tujuan penelitian ini dapat terjadi. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggung jawabkan hasilnya, maka dalam penelitian akan dipergunakan alat pengumpulan data. Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen. Studi dokumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan-bahan kepustakan yang meliputi bahan hukum primer, bahan sekunder dan bahan hukum tertier
III. Hasil Penelitian dan Pembahasan Hak Guna Usaha termasuk hak atas tanah yang bukan bersumber pada hukum adat, melainkan atas tanah yang baru yang diadakan untuk memenuhi keperluan masyarakat modren. Berhubungan jangka waktu itu paling lama, maka Hak Guna Usaha tidak dimungkinkan pemberian oleh pemilik tanah. Alasannya adalah pemilik tanah akan terlalu lama terpisah dengan tanahnya. Lagi pula, pada tanah milik yang dikuasai oleh pihak lain itu berlaku kadaluarsa. Oleh karena itu, Hak Guna Usaha hanya dimungkinkan atas tanah yang dikuasai Negara.2 Selanjutnya pengaturan subjek Hak Guna Usaha dapat dilihat pada Pasal 30 UUPA yang menyatakan sebagai berikut:
2
Suardi, Hukum Agraria,( Jakarta, Iblam 2005), hlm. 38
Ruben Sianipar|6
1.
Yang dapat menggunakan Hak Guna Usaha adalah a)
Warga Negara Indonesia;
b)
Badan hukum yang yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
2.
Orang atau badan hukum yang mempunyai Hak Guna Usaha dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagai yang tersebut dalam ayat (1) Pasal ini dalam jangka waktu 1 Tahun wajib melepaskan atau mengalihkan itu kepada opihak lain yang mermenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh Hak Guna Usaha, jika ia tidak memenuhi syarat tersebut. Jika Hak Guna Usaha yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Dalam Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1999 tentang
Pelimpahan Wewenang Pemberian dan pembatalan keputusan pemberian Hak atas tanah Negara ditetapkan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi atau Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dan diperbaharui Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 tahun 2013 Tentang Pelimpahan Kewenagan Pemberian Hak Atas Tanah Dan Kegiataan Pendaftaran Tanah, dalam peraturan ini ditetapkan tentang wewenang pemberian hak yang dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah Nasional propinsi atau kepala kantor pertanahan kabupaten/kotamadya, baik mengenai Hak milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai. Pada Pasal 9 Peraturan Kepala Badan Nasional Nomor 2 tahun 2013 menyatakan bahwa Kepala Kanwil BPN memberi keputusan mengenai pemberian Hak Guna Usaha atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 2.000.000 M2 (dua juta meter persegi). Tahapan dalam permohonan pemberian hak guna usaha oleh perseorangan atau badan hukum, yaitu:3
3
Santoso Urip, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah ( Jakarta: Kencana, 2010), hlm.226.
Ruben Sianipar|7
1.
Adanya permohonan pemberian hak guna usaha, Permohonan pemberian hak guna usaha diajukan oleh pemohon kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia melalui Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi dengan tembusan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/kota yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.
2.
Kegiatan yang dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan, yaitu: a. Setelah berkas permohonan diterima, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi: 1)
Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik;
2)
Mencatat dalam formulir isian;
3)
Memberitahukan kepada pemohon untuk membayar biayabiaya yang diperlukan untuk menyelesaikan permohonan tersebut dengan rinciannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4)
Memerintahkan kepada Kepala bidang terkait untuk melengkapi bahan-bahan yang diperlukan.
b. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi meneliti kelengkapan dan kebenaran data yuridis dan data fisik permohonan hak guna usaha dan memeriksa kelayakan permohonan tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan atau diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Dalam hal data yuridis dan data fisiknya belum lengkap, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi memberitahukan kepada pemohon untuk melengkapinya. c. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi memerintahkan kepada Panitia Pemeriksa Tanah B atau petugas yang ditunjuk untuk melakukan pemeriksaan tanah, setelah Hasil pemeriksaan tanah oleh Panitia Pemeriksa Tanah B dituangkan
Ruben Sianipar|8
dalam risalah pemeriksaan tanah dan hasil pemeriksaan tanah oleh petugas yang ditunjuk dituangkan dalam risalah pemeriksaan tanah (konstatering rapport) sepanjang data yuridis dan data fisiknya telah cukup untuk mengambil keputusan. d. Dalam hal tanah yang dimohonkan belum ada surat ukurnya, Kepala Kantor
Wilayah
Badan
Pertanahan
Nasional
Provinsi
memerintahkan kepada Kepala bidang pengukuran dan pendaftaran tanah untuk mempersiapkan surat ukur atau melakukan pengukuran. e. Dalam hal keputusan pemberian hak guna usaha telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi, setelah mempertimbangan pendapat panitia pemeriksaan Tanah B atau petugas yang ditunjuk, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi menerbitkan keputusan pemberian hak guna usaha atas tanah yang di mohon atau keputusan penolakan yang disertai dengan alasan penolakannya. f. Dalam hal keputusan pemberian hak guna usaha tidak dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi yang bersangkutan menyampaikan berkas permohonan tersebut kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, disertai pendapat dan pertimbangannya. 3.
Kegiatan yang dilakukan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, yaitu: a. Setelah menerima berkas permohonan yang disertai pendapat dan pertimbangan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi, Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia memerintahkan kepada pejabat yang ditunjuk untuk: 1) Mencacat dalam formulir isian. 2) Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik, dan apabila belum lengkap segera meminta Kepala Kantor Wilayah
Badan
Pertanahan
Nasional
bersangkutan untuk melengkapinya.
Provinsi
yang
Ruben Sianipar|9
b. Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia meneliti kelengkapan dan kebenaran data yuridis dan data fisik atas tanah yang dimohon dengan memerhatikan pendapat dan pertimbangan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi dan selanjutnya memeriksa kelayakan permohonan tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. c. Setelah mempertimbangkan pendapat dan pertimbangan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi, Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia menerbitkan keputusan pemberian hak guna usaha atas tanah yang dimohon atau keputusan penolakan yang disertai alasan penolakannya. Secara umum yang menjadi isu hukum paling dalam joint venture agreement
adalah
tentang
kepemilikan,
struktur
modal,
kepengurusan,
pemasaran, kebijakan keuangan, hak kekayaan intelektual, bantuan teknik dan pengetahuan serta jasa, penyelesaian sengketa, perubahan mitra dan cara-cara divestasi saham.4 Klausula joint venture agreement yang disepakati oleh para pihak menjadi kerangka penting untuk membentuk perusahaan patungan (joint venture company) sebagai wadah hukum menjalankan kesepakatan bisnis, sehingga kesepakatan diantara para pihak didalam joint venture agreement yang harus dibuat sejelas mungkin dan serinci mungkin. Tata cara Penanaman Modal Penanaman Modal Asing:
4
Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2007). hlm. 167.
R u b e n S i a n i p a r | 10
1.
Bagi calon penanam modal yang akan melakukan kegiatan penanaman modal dalam rangka penanaman modal asing, wajib mengajukan permohonan penanaman modal kepada: a. Menteri Investasi/Kepala BKPM; atau b. Kepala Perwakilan RI setempat; atau c. Ketua BKPMD setempat.
2.
Pemberian Persetujuan a. Kewenangan pemberian persetujuan penanaman modal dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) dilimpahkan oleh menteri Investasi/Kepala BKPM kepada Gubernur Kepala daerah provinsi dan khusus kepada Gubernur Kepala Provinsi diberikan pula pelimpahan
wewenang
pemberian
perizinan
pelaksanana
penanaman modal, sepanjang belum dibentuk instansi yang menangani penanaman modal di daerah Kabupaten/Kota. b. Untuk melaksanakan pelimpahan kewenangan tersebut lebih lanjut, Menteri Luar Negeri menugaskan Kepala Perwakilan RI, sedangkan untuk
pemberian
perizinan
pelaksanaan
penanaman
modal.
Gubernur kepala daerah provinsi menugaskan ketua BKPMD. 3.
Pemilihan Bidang Usaha a. Calon penanaman modal yang akan mengadakan usaha dalam rangka PMA, mempelajari dahulu bidang usaha yang tertutup bagi PMA dan apabila diperlukan penjelasan lebih lanjut dapat menghubungi BKPM, BKPMD, atau Perwakilan RI dan Setelah mengadakan penelitan yang cukup mengenai bidang usaha yang terbuka dan ketentuan lain yang bersangkutan, calon penanam modal mengajukan permohonan kepada Menteri Investasi/Kepala BKPM atau Gubernur Kepala Daerah Provinsi, dalam hal ini ketua BKPMD atau Kepala Perwakilan RI dengan mempergunakan tata cara permohonan yang ditetapkan oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM.
4.
Surat Persetujuan Penanaman Modal
R u b e n S i a n i p a r | 11
a. Apabila
permohonan
mendapatkan
persetujuan,
Menteri
Investasi/Kepala BKPM atau gubernur kepala daerah provinsi, dalam hal ini Ketua BKPMD atau Kepala Perwakilan RI menerbitkan surat persetujuan penanaman modal tersebut kepada calon penanaman modal yang berlaku juga sebagai persetujuan prinsip b. Menteri Investasi/Kepala BKPM atau Gubernur Kepala Daerah Provinsi, dalam hal ini Ketua BKPMD, atau Kepala Perwakilan RI menerbitkan surat persetujuan penanaman modal tersebut kepada calon penanam modal, yang berlaku juga sebagai Persetujuan Prinsip. c. Menteri Investasi/Kepala BKPM atau Gubernur Kepala daerah Provinsi, dalam hal ini ketua BKPMD, atau Kepala Perwakilan RI menyampaikan rekaman surat Persetujuan PMA kepada Instansi Pemerintah terkait. 5.
Apabila penanam modal telah memperoleh surat persetujuan PMA dan setelah
dipenuhinya
persyaratan
yang
ditetapkan,
maka
Menteri
Investasi/Kepala BKPM atau Gubernur kepala daerah provinsi, dalam hal ini Ketua BKPMD mengeluarkan: a. Angka Pengenal Importir Terbatas; b. Keputusan Pemberian Fasilitas/keringanan bea masuk dan pungutan impor lainnya; c. Persetujuan atas rencana penggunaan tenaga kerja asing pendatang yang diperlukan bagi Ketua BKPMD untuk menerbitkan Izin Kerja Bagi Tenaga Kerja Asing Pendatang yang diperlukan; d. Izin usaha tetap atas nama Menteri yang membidangi usaha tersebut sesuai dengan pelimpahan wewenang; e. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota mengeluarkan Izin lokasi sesuai rencana tata ruang; f. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota mengeluarkan hak atas tanah dan menerbitkan sertifikat tanah sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
R u b e n S i a n i p a r | 12
g. Kepala Dinas Pekerjaan Umum daerah Kabupaten/Kota atau satuan kerja
teknis
atas
nama
Bupati/Walikota
Kepala
daerah
kabupaten/Kota yang bersangkutan atau Kepala dinas Pengawasan Pembangunan Kota untuk DKI Jakarta, mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan; h. Sekertaris
wilayah
daerah
Kabupaten/Kota
atas
nama
Bupati/Walikota Kepala daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan Kepala Kantor ketertiban untuk DKI Jakarta, atas nama Gubernur Kepala DKI mengeluarkan izin berdasarkan Undang Undang Gangguan. Secara umum, syarat-syarat dan tahapan-tahapan untuk mendirikan PT. PMA adalah sebagai berikut: A.
Pengajuan Ijin Sementara untuk pendirian PT. PMA melalui BKPM
1.
Identitas perusahaan yang akan didirikan, yang meliputi:
2.
a)
Nama Perusahaan
b)
Kota sebagai tempat domisili usaha
c)
Jumlah Modal
d)
Nama pemegang saham dan presentase modal
e)
Susunan Direksi dan Komisaris
Pengajuan
permohonan
tersebut
harus
mengisi
surat
permohonan
(Investment Aplication Under The Foreign Investment– terlampir) dengan melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut a.
Pendiri (Pemegang Saham) asing 1.
Anggaran Dasar Perusahaan dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa
Inggris
berikut
seluruh
perubahan-perubahannya,
pengesahannya ataupun pelaporan/pemberitahuannya. 2.
Copy passport yang masih berlaku dari pemegang saham individual.
b.
Dari Perusahaan PMA 1.
Anggaran Dasar Perusahaan dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa
Inggris
berikut
seluruh
perubahan-perubahannya,
pengesahannya ataupun pelaporan/pemberitahuannya.
R u b e n S i a n i p a r | 13
2. c.
NPWP Perusahaan.
Pendiri (Pemegang Saham) Indonesia 1.
Anggaran Dasar Perusahaan dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa
Inggris
berikut
seluruh
perubahan-perubahannya,
pengesahannya ataupun pelaporan/pemberitahuannya atau KTP untuk Individual. 2.
NPWP pribadi.
d.
Asli surat kuasa (dalam hal pendiri diwakili oleh orang/pihak lain)
e.
Kelengkapan data lain yang dibutuhkan oleh Departemen terkait (bila ada) dan dinyatakan dalam “Technical guidance’s book on investment implementation”.
f.
Dalam sektor bisnis yang diperlukan dalam hal kerja sama 1.
Perjanjian kerja sama (bisa berupa Joint Venture, Joint Operation, MOU, dll) antara pengusaha kecil dan pengusaha menengah/besar yang menyebutkan pihak-pihaknya, system kerjasamanya, hak dan kewajibannya.
B. Pembuatan akan Pendirian PT. PMA 1.
Setelah Ijin dari BKPM keluar, maka dapat mulai untuk proses pendirian PT. PMA (dengan catatan, nama PT. sudah bisa digunakan/memperoleh persetujuan Menteri).
2.
Salinan Akta akan selesai dalam jangka waktu maksimal 2 minggu kerja sejak penandatanganan akta.
3.
Pengurusan Domisili dan NPWP atas nama PT. yang bersangkutan NPWP yang dibuat untuk PT. PMA harus NPWP khusus PT. PMA Waktunya + 12 hari kerja. Catatan: Pada saat ini bisa sekalian mengurus Surat PKP (Pengusaha Kena Pajak) pada KPP khusus PMA tersebut dan nantinya akan dilakukan survey/tinjau lokasi perusahaan. Waktunya + 12 hari kerja, karena ada survei dari Kantor Pajak setempat lokasi usaha.
4.
Pembukaan rekening atas nama Perseroan dan menyetorkan modal saham dalam bentuk uang tunai ke kas Perseroan. Bukti setornya
R u b e n S i a n i p a r | 14
diserahkan
kepada
Notaris
untuk
kelengkapan
permohonan
pengesahan pada Departemen Kehakiman RI. 5.
Pengajuan pengesahan ke Depkumham, Waktunya + 1,5 bulan.
6.
Setelah keluar pengesahan dari Departemen Kehakiman, dapat diurus Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dan Wajib Daftar Perusahaan (WDP) nya. Waktunya + 2 minggu.
7.
Setelah semua selesai, tinggal pengurusan Berita Negaranya. Waktunya + 3 bulan
Setelah semua prosedur dilewati, maka harus dilanjutkan dengan jenis usahanya. Apabila merupakan industri, maka harus ijin Lokasi, UU Gangguan (HO)nya, Surat Ijin Usaha Industri. Kendala Kendala Yang Dihadapi Perusahaan Asing Pasca Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 yaitu : A.
Kendala Dalam Penerapan Undang-Undang Penanaman Modal. Banyak kritik bergulir sejak disahkannya Undang-Undang Penanaman
Modal dilakukan, di antaranya mengatakan bahwa political will pemerintah tidak tegas dengan menyamakan antara penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing, belum komprehesifnya pengaitan Undang-Undang Penanaman Modal dengan peraturan-peraturan lain serta terlalu umumnya rumusan dalam Undang-Undang lain serta terlalu umumnya rumusan dalam Undang-Undang Penananman modal akibat tidak membedakan antara PMA dengan PMDN.5 Kondisi-kondisi sebagaimana kritik tersebut menunjukan bahwa dalam penerapannya, Undang-Undang Penanaman Modal akan menghadapi banyak kendala dalam penerapannya, hal yang paling tampak jelas adalah mengenai pengaturan dan kemudahan hak atas tanah, dimana pemberian hak atas tanah relatif lama dan sangat bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Agraria. 5
Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2007). hlm. 167
R u b e n S i a n i p a r | 15
Walaupun untuk memperoleh Hak-Hak atas tanah tersebut investor harus memenuhi syarat-syarat tertentu, pemberiannya tetaplah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dibidang agraria. B.
Kendala Perizinan Penanaman Modal Masalah pembenahan proses perizinan penanaman modal di Indonesia
merupakan pekerjaan rumah (home work) yang tampaknya tidak pernah selesai dikerjakan dengan baik. Birokrasi perizinan usaha sering kali bahkan menimbulkan biaya tinggi dalam dunia usaha, dikarenakan adanya biaya-biaya tidak resmi dalam pengurusan perizinan usaha tersebut. Hal ini tentunya sangat mempengaruhi iklim investasi di Indonesia, di mana sering kali survei-survei yang dilakukan menunjukkan bahwa ternyata untuk melakukan suatu kegiatan usaha di Indonesia diperlukan sejumlah perizinan usaha yang proses pengurusannya dari segi waktu serta biaya masih terbilang tidak efisien dan sangat birokratis.6 Salah satu upaya yang telah dilakukan sejak lama untuk membuat proses perizinan usaha dapat berjalan lebih cepat sederhana dan efisien adalah dengan cara membentuk One Stop Shop atau one stop invesment service melalui pendirian Badan Koordinasi Penananam Modal (BKPM) pada tahun 1973. Kegagalan melakukan one stop invesment service sebenarnya bukan karena ketidakmampuan BKPM untuk melayani calon investor, tetapi lebih disebabkan ketidakmampuan BKPM untuk melayani kepentingan dari instansi-instansi pemerintah yang memiliki kewenangan untuk memberikan izin-izin usaha yang bersangkutan. Untuk meningkatkan kinerja dari one stop shop dalam proses perizinan usaha di Indonesia memang diperlukan political will yang sungguh sungguh untuk melakukan reformasi birokrasi dan bahkan reformasi dibidang hukum baik ditingkat pusat maupun daerah.7 Realita menunjukan baik melalui berbagai pengaturan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk meningkatkan minat penanaman modal khususnya 6
David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 31. 7 David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 34.
R u b e n S i a n i p a r | 16
penanaman modal asing ke Indonesia, baik dari segi pelayanan perizinan sampai kepada lokasi penanaman modal belum menunjukan hasil yang maksimal.8 C. Kendala Dalam Kerjasama Penanaman Modal Berbagai masalah atau kendala yang dihadapi oleh para pihak khususnya pihak pemodal dalam negeri dalam rangka kerja sama ( joint-venture) dengan penanaman modal asing menimbulkan banyak ketidakpuasan antara kedua belah pihak. Untuk itu, peran pemerintah sangat diperlukan melalui sesuatu kebijaksanaan yang terarah dan dapat memberikan kepastian hukum serta rasa keadilan diantara kedua belah pihak. Sebab tidak bisa disangkal bahwa dengan adanya suatu usaha kerja sama antara penanaman modal asing dengan modal nasional tentu saja akan melahirkan berbagai implikasi dan salah satunya adalah terjadinya sengketa yang tentunya memerlukan penyelesaian secara tuntas agar tidak menimbulkan image yang buruk dari penanam modal asing. Adanya kerja sama yang dilakukan antara modal asing dengan modal nasioanl membawa pula berbagai implikasi baik politik, hukum, maupun ekonomi. Dari segi politik kehadiran penanaman modal asing tentunya membawa segi segi postif maupun negatif. Dari segi postifnya adalah membantu untuk meningkatkan tingkatan pertumbuhan ekonomi melalui pengelolaan sumber daya ekonomi, memberikan alih teknologi, kemampuan manajemen, (skill) ataupun kemampuan untuk mendapat mengelola dengan peralatan yang modern serta membuka lapangan kerja baru. Dari sisi negatif dapat mengeruk keuntungan melalui praktik-praktik yang tidak wajar seperti; penyelundupan pajak, penguasaan pasar dengan monopoli, dan sebagainya.9 Dari segi hukum perlu dipahami oleh kedua belah pihak bahwa adanya pertemuan dua sistem hukum yang berbeda baik masalah sifat, karakter maupun prinsip-prinsipnya. Masih beruntung kalau penanaman modal asing itu satu rumpun sistem hukum dengan Indonesia, misalnya: dari Negara-Negara Eropa 8
Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal Di Indonesia (Makassar: Kencana, 2004), hlm.146. 9 Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal Di Indonesia (Makassar: Kencana, 2004), hlm.70.
R u b e n S i a n i p a r | 17
Kontinental. Yang menjadi ganjalan dalam praktik bilamana penanaman modal asing itu berasal dari Amerika Serikat, Inggris ataupun Kanada yang mempunyai sistem hukum yang berbeda dengan Indonesia yakni dengan “ Common Law Sistem” atau “Hukum Anglo-Saxon”. Dari segi ekonomi adalah perimbangan modal kedua belah pihak, pembagian keuntungan, pembagian kerja, masalah alih teknologi serta masalah Indonesianisasi. Ketiga aspek atau segi mendasar tersebut harus diperhatikan oleh kedua belah pihak bilamana akan melaksanakan suatu usaha kerja sama dalam bentuk usaha patungan. Sebab ketiga aspek tersebut selalu mendapat prioritas utama para penanam modal dalam negeri. IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
1.
Proses pemberian Hak Guna Usaha terhadap perusahaan asing di Indonesia setelah Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 telah memberikan kepastian hukum bagi perusahaan asing di Indonesia, dimana diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara jo Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah dan Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 9 Tahun 1999 Tata Cara Pemberian hak atas tanah negara dan hak pengelolaan, dimana didalam melaksanakan tugas Badan Pertanahan Nasional melakukan pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum.
2
Prosedur berdirinya Perusahaan Penanaman Modal setelah Undang Undang nomor 25 tahun 2007 dengan melakukan Pengajuan Ijin Sementara untuk pendirian PT. PMA melalui BKPM dan Setelah Ijin dari BKPM keluar, maka dapat mulai untuk proses pendirian PT. PMA
3
Kendala-kendala yang dihadapai perusahaan asing pasca Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 adalah penerapan atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 yang bertentangan dengan peraturan-peraturan seperti Undang
R u b e n S i a n i p a r | 18
Undang nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha,Hak Guna bangunan dan hak pakai. Perizinan yang rumit dan kerjasama antara Penanam Modal Asing dengan Penanam Modal Dalam Negeri, dimana kendala kendala dihadapi perusahaan asing sering sekali menyulitkan perusahaan asing dalam melakukan kegiataan perusahaan disebabkan kendala kendala tersebut sehingga para investor yang akan melakukan penanaman modal di Indonesia akan enggan menanamkan modalnya di Indonesia.
B. 1.
Saran. Disarankan kepada pemerintah membentuk badan pengawas mengenai Pemberian Hak-Hak atas Tanah yang mana berfungsi mengawasi instansiinstansi yang terlibat dalam Pemberian Hak Atas Tanah agar memberikan rasa kepastian hukum bagi Investor Asing yang akan melakukan Penanaman Modal di Indonesia
2.
Disarankan agar Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal membuat satu pasal tata cara berdirinya perusahaan modal asing, agar para investor secara khusus memahami tata cara berdirinya perusahaan modal asing di Indonesia.
3.
Disarankan kepada pemerintah agar mengawasi, memberikan sanksi terhadap pejabat pejabat yang mempersulit dan memyempurnakan kekurangan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 serta memberikan kemudahan pada investor baik asing maupun nasional untuk memperlancar kegiataan perusahaan demi kesejahteraan perekonomian rakyat Indonesia.
R u b e n S i a n i p a r | 19
V. Daftar Pustaka A.
Buku
Harjono, Dhaniswara. Hukum Penanaman Modal. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2007. Ilmar, Aminuddin. Hukum Penanaman Modal Di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2007. Kairupan, David, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2013. Santoso, Urip, Hukum Agraria dan Hak Hak Atas Tanah. Jakarta: Kencana, 2007. Suardi, Hukum Agraria. Jakarta: Iblam, 2005. B.
Peraturan Perundang-undangan
1
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945.
2
Repiblik Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
3
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
4
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
5
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai
6
Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 2 Tahun 2013 Tentang pelimpahan kewenangan pemberian hak atas tanah dan kegiatan pendaftaran tanah.
7
Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 9 Tahun 1999 Tata Cara Pemberian hak atas tanah negara dan hak pengelolaan.
8
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang pedoman dan tata cara permohonan penanaman modal.