Ruang Interaksi Sosial Aktual yang Terbentuk Melalui Virtual Third Place (Studi Kasus couchsurfing.org) Catrin Putri Danik, Joko Adianto 1. Depaetemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia 2. Depaetemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
[email protected] Abstrak Semakin maraknya penggunaan internet mengakibatkan adanya perkembangan akan kebutuhan manusia dalam ruang sosial virtual. Hal ini diiringi dengan munculnya berbagai macam sosial media, yang memiliki ragam dan fungsi yang berbeda-beda. Melihat kritteria third place Oldenburg sebagai salah satu pemenuh kebutuhan manusia akan ruang interaksi sosial lalu melihat bagaimana peran teknologi dalam membentuk virtual third place pada ruang cyber. Dilakukanya studi kasus pada couchsurfing.com yang berfungsi sebagai sosial media yang mampu menghasilkan interaksi sosial di dalamnya. Dengan berkembangnya teknologi, virtual third place hanya mampu menstimulasi aktual third place. Namun virtual third place dapat mendorong munculnya third place pada ruang aktual.
Actual Social Interaction Space Formed Through Virtual Third Place (Case Study couchsurfing.org) Abstract The widespread of Internet uses lead to the development of human needs in the virtual social space. It is accompanied by the emergence of various kinds of social media, which has wide and diverse functions. Seeing character Oldenburg third place as one of fulfilling the human need for social interaction space and then look how the role of technology in shaping a virtual third place on cyber space. I investigate this matter by using a case study on couchsurfing.com that have functions as a social medium that is able to generate social interaction within it. With the development of technology, a virtual third place only able to stimulate the actual third place. However, a virtual third place could encourage the emergence of third place on the actual space. Keywords: Third place, cyberspace, virtual third place, couchsurfing
Pendahuluan Sejak berkembangnya teknologi informasi, fenomena sosial media tidak dapat dipisahkan dari hidup keseharian manusia. Fenomena ini menawarkan berbagai macam program dan fungsi yang berbeda seperti Twitter, Facebook, Instagram, dan masih banyak lagi. Data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, atau APJII (apjii.com) yang saya peroleh pada tahun 2014 mengidikasikan peningkatan akan pengguna internet di Indonesia. Asosiasi ini juga memprediksi bahwa pada tahun 2015 pengguna internet di Indonesia mencapai 139 juta pengguna. Hal yang menarik dari data ini adalah sebanyak 61,23% penggunaan internet ditujukan untuk merambah sosial media. Data tersebut
Identifikasi karakter..., Catrin Putri Danik, FT UI, 2014
mengindikasikan tingginya kebutuhan manusia akan sosial media yang digunakan sebagai ruang interaksi sosial secara virtual. Seiring dengan kemajuan teknologi informasi, manusia akan memenuhi kebutuhanya dengan bantuan teknologi (Dawaesar, 2013). Teknologi memungkinkan kegiatan manusia secara efisien, termasuk berinteraksi sosial. Dengan adanya kelebihan ini manusia akan semakin membutuhkan teknologi dalam kehidupanya (Grosz, 2002). Adanya peran teknologi dalam mengefisiensi dari segi waktu, ruang, dan sebagainya inilah yang menjadi pemicu akan munculnya kebutuhan manusia pada teknologi. Dengan terbentuknya interaksi sosial pada virtual maka timbul pertanyaan akan bagaimana bentuk interaksi sosial aktual yang terbentuk dari virtual?
Kajian teori Untuk menjawab pertanyaan tersebut, saya akan menggunakan konsep third place yang dikemukakan oleh Oldenburg (1999) sebagai pembentuk ruang interaksi sosial. Pengertian third place menurut Oldenburg (1999) yang menyatakan bahwa third place merupakan tempat untuk orang yang ingin mengobati stress, kesepian, dan keterasingan. Pengertian dari third place adalah suatu tempat yang bisa dijadikan tempat berlindung sementara dari kebosanan. Tidak hanya dijadikan tempat untuk melarikan diri, tetapi dimana orang akan bersantai dan terasa terhibur dan juga mendapatkan ketenangan di dalamnya. Pada third place orang melarikan diri dari first place (rumah) dan second place (tempat kerja atau sekolah) untuk membuka jati dirinya dan bertujuan untuk bersosialisasi di dalamnya. Berdasarkan penelitiannya, Oldenburg (1999) mengungkap 8 (delapan) karakter yang membentuk third place yaitu on neutral ground, leveler, conversation is the main activity, accessibility and accomodation, the regulars, low profile, mood is playful, dan a home away from home. di masa sekarang dengan adanya peran teknologi dalam keseharian manusia, maka terbentuk third place dalam ruang virtual yang menghadirkan interaksi sosial di dalamnya.
Identifikasi karakter..., Catrin Putri Danik, FT UI, 2014
Gambar 1. Perbedaan dan hubungan ruang virtual dengan cyber Sumber: dokumen pribadi
Gambar di atas merupakan diagram akan bagaimana teknologi dalam menghadirkan interaksi sosial. Dengan adanya teknologi menghasilkan cyberspace yang menjadikan ruang akan terbentuknya sosial media di dalamnya. Soukup (2006) menyatakan bahwa dengan adanya teknologi cyberspace dan interner dapat menghasilkan virtual third place yang setara dengan Oldenburg third place di ruang aktual. Ada 3 (tiga) kriteria utama yang harus terbentuk dalam virtual third place yaitu localization, accessibility, dan presence. Pemahaman
konsep
localization
adalah
hilangnya
komunitas
lokal
untuk
menghadirkan third place melalui jejaring internet. Komunitas yang terbentuk tidak terbatas secara geografis sehingga konsep lokal pun hilang. Sementara pemahaman konsep accessibility adalah memiliki akses internet yang memadai dari seluruh dunia untuk dapat bergabung di virtual third place. Konsep presence merujuk pada pemahaman sarana untuk pengguna bertemu secara virtual , seakan-akan bertatap muka di dalam ruang cyber. Adanya 3 (tiga) karakter tersebut, menurut Soukup (2006) menggantikan 3 (tiga) karakter third place di ruang aktual yang dikemukakan oleh Oldenburg (1999). Ketiga karakter yang terganti adalah: localized community, Levelers, dan accessible. Hal ini menjadikan karakter virtual third place adalah on neutral ground, conversation is the main activity, low profile, mood is playful, the regulars, a home away from home, Localization, Accessibility, dan Presence.
Studi kasus dan pembahasan Saya menginvestigasi salah satu sosial media yaitu www.couchsurfing.org sebagai studi kasus. Media sosial ini dibuat oleh Casey Fenton pada tahun 2004. Ide utamanya adalah menciptakan jaringan pertemanan untuk berbagi rumah mereka, dengan orang asing.
Identifikasi karakter..., Catrin Putri Danik, FT UI, 2014
Gambar 2. Jumlah Anggota dan Ide Program Kegiatan Komunitas Sumber: www.couchsurfing.org
Couchsurfing adalah komunitas global yang beranggotakan 6.000.000 orang lebih yang berasal dari 100.000 kota. Karena banyaknya individu yang bergabung, maka dibentuklah berbagai macam event, yang terhitung ada 170.000 event yang muncul berlandaskan macam-macam ketertarikan akan suatu hal dan jumlah ini terus bertambah. Ada 3 macam aktivitas utama yang di wadahi oleh couchsurfing yaitu Become a Host. Dalam program ini pengguna berkesempatan untuk menjadi penerima tamu pengguna couchsurving dari mana saja. Dengan meminjamkan sofa untuk para tamu untuk tempat tinggal sementara. Namun ini program pilihan, tidak semua orang bersedia rumahnya dimasuki orang asing. Rediscover Your City. Di tiap kota memiliki acara mingguan seperti acara lari stadion, makan malam, nonton bareng, grup membaca buku dan masih banyak lagi. Disini bertujuan untuk bertemu dan bertatap muka di dunia nyata. Membuat teman baru. Travel the World program ini pengguna bisa melakukan perjalanan dengan warga lokal dari negara dari seluruh dunia. Pengguna couchsurfing di Jakarta berjumlah lebih dari 3000 anggota. Ada ratusan acara rediscover your city yang terbentuk di Jakarta. Acara yang saya pilih untuk dijadikan studi kasus di Jakarta adalah ‘Selatan Weekly Wednesday night meet-up’. Berlokasi di Beer garden, Kemang, Jakarta Selatan. Tempat ini menjual makanan dan minuman dan mewadahi untuk orang untuk berkumpul. Tempat ini buka pada sore hari hingga subuh. Dimulai dari pukul 18.00 hingga pukul 02.00.
Identifikasi karakter..., Catrin Putri Danik, FT UI, 2014
Acara ‘Selatan Weekly Wednesday night meet-up’ dilakukan tiap minggunya pada hari Rabu. Acara dimulai pukul 19.30 hingga 12.30. Dengan mengikuti acara ini, saya melihat bagaimana bentuk dari virtual third place ini dapat menghadirkan interaksi sosial secara actual. Saya mengikuti acara ini untuk mengidentifkasi apakah kriteria akan sebuah aktual yang berawal dari virtual third place terjadi di dalamnya. Hal pertama adalah on neutral gorund, ini merupakan langkah awal dalam couchsurfing untuk ikut bergabung di dalamnya. Anggota menggunakan identitas diri pada couchsurfing dan dijadikan sebagai alat untuk bertemu dan terkoneksi dengan pengguna lainya. Tempat ini tidak memiliki kriteria formal siapa saja yang boleh masuk dan tidak menolak siapapun yang datang. Di dalamnya tidak ada pengistimewan antara manusia satu dengan lainya, tidak ada batasan akan siapa saja yang boleh daftar. Hal ini mengindikasikan munculnya karakter leveler. Aktivitas percakapan adalah salah satu cara untuk bersosialisasi yang sifatnya menghibur dan bersenang-senang. Pada virtual third place yang dilakukan dalam rediscover your city adalah mencari suatu acara yang cocok dengan minat lalu membaca kriteria bagaimana acara itu dibuat lalu di dalamnya ada akses untuk bertanya dan komentar akan acara yang dibuat. Kondisi ini membuktikan munculnya karakter Conversation is the main activity.
Gambar 3. perbincangan pada couchsurfing Sumber: www.couchsurfing.org
Perbincangan di atas merupakan salah satu contoh bahwa terjadi percakapan di dalam program rediscover you city ini. Adanya percakapan pada pengguna couchsurfing ini
Identifikasi karakter..., Catrin Putri Danik, FT UI, 2014
menghasilkan hubungan antara pengguna, membahas akan apa yang mereka lakukan. Disini juga menegaskan bahwa acara ini terbuka bagi siapapun yang ingin ikut. Kegiatan yang dilakukan di dalam couchsurfing sama-sama berbagi pengalaman akan apa yang pernah di lakukan dalam perjalanan. Saya sama sekali tidak merasa terintimidasi akan satu dan lainya, walau baru bergabung dengan komunitas ini. Para anggota menciptakan suasana pembicaraan yang ramah sehingga terasa karakter low profile di dalamnya. Ketika keputusan untuk mengikuti salah satu acara yang ada pada ini, maka yang di lakukan pertama kali adalah menekan tombol ‘join’ dalam acara ini. supaya menjadi anggota dan akan menerima email yang berisikan update acara ini setiap harinya. Sejak itu, saya menjadi the regulars.
Gambar 4. The Regulars di couchsurfing weekly meet-up jakarta Sumber: www.couchsurfing.org
Walaupun pada tiap pengguna tidak ada keterikatan antara satu dengan lainya, karena secara tidak langsung mereka tidak pernah bertemu. Namun acara inilah yang membentuk keterikatan itu dengan adanya minat yang sama, lalu mengikuti acara yang sama, secara tidak langsung ada koneksi di antara para penggunanya. Kegiatan ini merupakan pilihan bagi pengguna, tidak semua acara harus di ikuti. Kriteria terakhir adalah A home away from home. Ketika berada di dalamnya, pengguna tidak asing dengan kegiatan yang ada. Pengguna couchsurfing merupkan sebuah komunitas yang terbentuk karena adanya minat yang sama pada dunia travelling. Berfungsi sebagai konektor para traveller dalam jaringan global untuk berbagi pengalaman, dan informasi kepada traveller yang lain. Maka couchsurfing mampu menjadi home dari komunitas ini.
Identifikasi karakter..., Catrin Putri Danik, FT UI, 2014
Oleh karenanya, couchsurfing dalam virtual third place ada beberapa kriteria yang tidak dapat menghasilkan layaknya third place yang dikemukakan oleh Oldenburg. Kriteria mood is playfull tidak dapat saya rasakan hanya melalui layar dan mata saja. Untuk itu, ada tambahan akan kriteria virtual third place yaitu accessibility, localization dan presence.
Gambar 5. Cara mengakses couchsurfing Sumber: dokumen pribadi
Accessibility pada couchsurfing accssseibility terletak pada media yang digunakan untuk mengakses couchsurfing. Adanya pengguna lalu adanya alat elektronik dan internet . lalu mengakses couchsurfing dan memiliki akun couchsurfing Localization terbentuk pada acara yang diadakan pada tiap kota, dengan adanya internet ini para pengguna bisa berasal dari manapun tidak harus dari penduduk lokal. Maka saya mencoba salah satu acara lokal yang berada di Jakarta yaitu ‘Selatan Weekly Wednesday night meet-up’. Yang diadakan setiap hari rabu malam. Pada gambar 6 saya mengidentidikasi hadirnya peran Presence pada virtual third place. Dari survey yang saya lakukan, karakter rediscover your city inilah yang mendorong adanya kehadiran anggota couchsurfing.
Gambar 6. Ruang interaksi yang terbentuk pada beer garden Sumber: dokumen pribadi
Adanya aktivitas terbentuklah ruang akan pengguna couuchsurfing yang saling bertemu. Aktivitas ini menghadirkan interaksi sosial actual yang membuat pengguna couchsurfing saling bertatap mata, lalu terjalin perbincangan dan saling mengenal. Maka kebutuhan akan karakter presence terjadi disini sebagai pendorong untuk para pengguna
Identifikasi karakter..., Catrin Putri Danik, FT UI, 2014
couchsurfing bertemu.
Kesimpulan Saya menyimpulkan bahwa dengan terbentuknya virtual third place ternyata mampu mempercepat dan membentuk aktivitas interaksi sosial aktual. cyberspace mampu menstimulasi ruang interaksi sosial melalui sosial media. Komunitas couchsurfing membentuk interaksi sosial manusia dan menghasilkan virtual third place di dalamnya dengan adanya virtual third place ini maka dapat mempermudah manusia dalam membentuk ruang interaksi sosial di ruang aktual. Ketika sebuah virtual third place dijadikan pilihan bagi para pengguna untuk menyempatkan diri untuk komunikasi atau bersosialisai karena ada alasan kemudah dan kecepatan, di situlah tempat virtual third place terbentuk.
Daftar Referensi Couchsurfing.com, (2014). Welcome to Couchsurfing! - Couchsurfing. 28 maret 2014. http://www.couchsurfing.com Dawaesar, Abha. 2013. Life in The Digital now. TEDGlobal. 8 Maret 2014 http://www.ted.com/talks/abha_dawesar_life_in_the_digital_now.html Grosz, Elizabeth. 2002. Architecture from the Outside: Essay on Virtual and Real Space. Cambridge, Massachusetts: The MIT Press Indonesia, A. (2014). Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. 28 maret 2014. http://www.apjii.or.id/v2/read/page/halaman-data/9/statistik.html Indonesia, A. (2014). Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. 28 maret 2014.http://www.apjii.or.id/v2/read/content/apjii-at-media/227/pengunaan-emailgeser- layanan-media-sosial.html Oldenburg, Ray. 1999. The Great Good Place: Cafes, Coffee Shops, Bookstores, Bars, Hair Salons, and Other Hangouts at the Heart of a Community. USA: Marlowe & Company Soukup, Charles. 2006. Computer-mediated communication as a virtual third place: building Oldenburg’s great good places on the world wide web. New Media Society 2006 8(421440). 15 Maret 2014. http://dx.doi.org/10.1177/1461444806061953
Identifikasi karakter..., Catrin Putri Danik, FT UI, 2014