rtiku!” “Kenapa tiba-tiba Neechan berkata seperti itu? Memangnya selama ini aku minta kau yang membayar semuanya? Aku yang akan membayar semuanya!” “Sudahlah. Pakaian darimu sudah menumpuk di rumah. Dan tidak ada satupun yang bisa ku pakai. Hari ini aku juga tidak bisa jalan-jalan seperti biasa, harus segera pulang kerumah karena ayahku selalu makan siang di rumah. Dia tidak suka kalau aku terlalu dekat denganmu. Kau tau dia bilang apa? Aku terlalu mengikuti semua maumu, pulang malam, memakai rok pendek, dan apalah, aku tidak ingat. Aku sampai harus menutup telinga saat dia bilang seharusnya aku menikah saja denganmu kalau terus menuruti semua maumu!” “Kalau begitu kita menikah saja!” Kata Kay secara tiba-tiba.
Bab. 13 Matsuri mematung. Ia menoleh kepada Kay yang berdiri di sampingnya dan memandangnya heran. “Kau mau menikah denganku supaya bisa bermain-main? Supaya bisa dengan bebas mengajakku jalan-jalan seharian lalu pulang malam?” Matsuri tertawa lalu kembali melangkahkan kakinya. “Kau sangat kekanak-kanakan!” “Memangnya kenapa? Jangan bilang kalau kau hanya akan menikah dengan orang yang kau cintai! Siapa? Arata?” “Lalu bagaimana denganmu? Sudah berhenti mencintai wanita itu? Wanita yang tidak pernah kau sebutkan namanya?” “Satu minggu, Aku sudah menyisihkan waktuku selama itu untuk mengawasinya di Indonesia secara diam-diam. Dia terlihat sangat bahagia dengan laki-laki itu, tertawa bersama, dia bahkan tidak pernah tertawa seperti itu saat bersamaku.” Wajah Kay kali ini terlihat benarbenar sedih, bukan pura-pura seperti yang sudah di tunjukkannya di awal. Tapi ekspresi sedih itu segera di sembunyikannya rapat-rapat dengan memaksakan sebuah senyum. “Sepertinya sekarang sudah saatnya aku melupakan dia, kau juga harus melupakan Arata!” “Tidak semudah itu!” “Lalu? Kau tidak akan menikah sampai kau bisa melupakan Arata kan? Ku perkirakan kalau itu sedikitnya memakan waktu dua tahun. Saat itu kau sudah berusia berapa Neechan? Apakah setelah berhasil melupakan Arata kau akan langsung bertemu dengan pria yang kau cintai? Apakah akan langsung menikah begitu saja? Sadar atau tidak kau akan menyia-nyiakan banyak waktu bila menolak gagasanku ini!” Matsuri meletakkan semua belanjaannya di kasir dan membayarnya dengan uang pemberian ibunya. Ia menenteng kantong plastik berwarna putih itu keluar dari supermarket dan menolak saat
Kay menawarkan diri untuk membawakannya. Ia masih memikirkan semua ucapan Kay yang ada benarnya. Lalu setelah menikah mereka akan seperti apa? Matsuri berhenti melangkah dan memutar tubuhnya menghadap Kay. “Kita tidak menikah karena saling mencintai, lalu apa cukup kita menikah dengan alasan agar bisa bermain-main saja? Kau tidak merasa janggal?” “Aku menikah karena merasa nyaman denganmu, Neechan! Bukan karena ingin bermain-main, kita bisa saja mengatakan kalau kita tidak akan menikah, atau menikah tidak begitu penting. Lalu bagaimana dengan orang tuamu? Bagaimana dengan ibuku? Mereka berfikir seharusnya kita menikah pada usia sekarang, tapi kenyataannya kita sama-sama kehilangan saat deadline semakin dekat. Sekarang jawab pertanyaanku, Apa yang kau rasakan setiap kali kau bersama denganku?” Matsuri memutar bola matanya sejenak lalu kembali memandangi Kay dari balik kaca matanya. “Aku merasa kekanak-kanakan!” katanya Ketus lalu kembali melanjutkan langkahnya lagi. Sepertinya ia akan membatalkan rencananya untu pergi ketoko buku. “Kau tau? Aku juga merasakan hal yang sama. Kau merampas kedewasaanku, merampas wibawaku. Bersamamu membuatku mendapatkan kembali kegembiraan masa kecilku yang hilang, Aku melupakan masa-masa kesepian itu dan semuanya berganti dengan cerita-cerita seru yang selalu ku ucapkan kepadamu. Aku bahkan tidak pernah banyak bercerita dengan wanita yang kucintai.” “Tapi aku tidak pernah bercerita apa-apa kepadamu. Itu artinya perasaan itu cuma kau rasakan sendiri.” “Kau begitu karena kau bukanlah orang yang suka membicarakan hal-hal yang tidak penting.” Matsuri menghentikan langkahnya sekali lagi. “Apa yang kau fikirkan sekarang? Kenapa tiba-tiba mengatakan hal-hal aneh seperti ini?” “Karena sadar atau tidak saat berdua kita merasa tentram. Kita bisa membicarakan Arata atau Ivea, namanya wanita yang tidak pernah ku sebutkan itu. Dan saat kita saling bercerita apa yang kau rasakan? Kita bisa membicarakan kesedihan kita dengan perasaan yang biasa-biasa
saja. Bukankah itu sudah cukup? Menikah tidak harus dengan cinta, kan? Cinta itu bisa bertahan berapa lama? Yang kita butuhkan adalah pasangan yang bisa membuat kita nyaman seumur hidup. Apa pendapatku salah?” Tidak ada yang salah. Pikir Matsuri. Semua kata-kata Kay bisa di terimanya dengan baik. Tapi untuk menikah dengan alasan seperti ini masih membuatnya merasa ragu. Ia sama sekali tidak yakin dengan semua tawaran gila Kay kali ini. “Kenapa harus aku?” “Kau tau alasannya, alasan yang sama yang membuat kita dekat.” “Kita baru kenal!” “Kita sudah kenal lama, lima tahun silam kita sudah saling kenal. Tapi kita memang baru dekat sekitar sebulan yang lalu. Kau tidak percaya padaku? Kau bisa keluar rumah seharian bersamaku, tidur denganku di pantai pada saat kita pertama kali bertemu bulan lalu karena percaya padaku, lalu kenapa kau bisa tidak percaya dengan ini?” “Pernikahan dan main-main itu berbeda, sanyang!” Matsuri menepuk-nepuk pipi Kay lembut. “Buang rencana gilamu! Kau memangilku Neechan dan kau sudah ku anggap seperti adikku sendiri. Aku tidak akan nyaman kalau harus mengubah hubungan itu menjadi sesuatu yang asing!” “Aku juga benar-benar menganggapmu sebagai kakak sendiri. Dan hubungan yang seperti ini bisa berlanjut setelah kita menikah nanti. Pernikahan kita menyelamatkan hati banyak orang. Menyelamatkan hati orang tuamu, ibuku, adik-adik kita, Arata dan istrinya, Ivea dan Nathan. Dan kita tidak perlu menderita untuk itu. Aku juga bebas membawamu ke Paris. Tapi kau tidak boleh mengira kalau aku mengatur pernikahan ini demi membawamu ke Paris. Aku sudah mencari model lain karena kau sudah menolak tawaranku yang itu!” “Baguslah, kalau begitu aku tidak perlu diet! Lalu bagaimana kau akan mengatakannya kepada orang tuamu, Ayahku tidak menyukaimu!” “Dia menyuruhmu menikah denganku, berarti tidak membenciku! Kau bersedia atau tidak? Jika kau bersedia Malam ini juga aku akan datang menemui orang tuamu bersama Yoshi. Dia saudaraku yang paling tua, pengganti Ayah. Dan dia sudah setuju akan menemaniku menemui orang tuamu. Bagaimana?”
“kau benar-benar serius? Kau tidak akan tertawa setelah ini kan?” “Tentu saja akan tertawa. Tapi kita tertawa bersama! Jadi?” Matsuri menatap mata Kay semakin dalam untuk mencari pembenaran. Sejurus kemudian ia menarik nafas dalam –dalam dan menghembuskan sepatah kata. “Baiklah!”
Bab. 14 Jika tidak ada Yoshi, Kay ragu kalau lamarannya akan di terima. Matsuri benar kalau meyakinkan ayahnya adalah hal yang sulit, tapi Kay sudah membuktikan kalau laki-laki itu tidak membencinya. Pernikahan di adakan setelah Natal, masih sangat lama. Karena Kay tidak ingin Matsuri berubah fikiran, pendaftaran pernikahan sudah dilakukan. Ia dan Matsuri sudah sah menjadi suami istri menurut hukum yang berlaku. Semua itu sudah membuat Kay cukup cukup lega meskipun Matsuri masih menolak untuk tinggal bersama sebelum pernikahan diadakan. Meskipun begitu, bulan-bulan yang berlalu berisi banyak pertemuan dan banyak jalan-jalan, Alasan menyiapkan pernikahan selalu menjadi Andalan Kay untuk mebawa Matsuri ke Tokyo. Meskipun semuanya terasa seperti sedang bermain-main, tapi kepuasan Ibunya, Sachi dan Yoshi terhadap wanita Yang Kay pilih untuk masuk kedalam keluarganya sedikit banyak membuatnya bangga karena walau bagaimanapun semua anggota keluarga sudah mengenal Matsuri sebagai wanita yang baik. Terlebih kekonsistensian Matsuri yang masih tidur bersama Sachi dan menolak tidur bersama Kay meskipun mereka telah resmi menikah semakin membuat keluarganya menyukai Matsuri. Matsuri tetap seorang Sensei di hadapan orang lain dan hanya akan menjadi Neechan bila bersama Kay. Tapi semua kenangan tentang Ivea masih terus melekat dan tidak henti-hentinya mengganggu. Kesedihan menelusup dengan pasti karena keputusan untuk melupakan Ivea tidak benar-benar membuatnya terlepas dari beban. Kay masih belum ikhlas sepenuhnya. Pernikahan yang kurang dari sebulan lagi itu tidak pernah di beri tahukan kepada siapapun di Indonesia selain Tara dan pada saat di beri tahu, Tara memberi respon yang buruk. Dia menyayangkan betapa cepatnya Kay
mengambil keputusan sebelum ia mengetahui perasaan Ivea yang sebenarnya. Tapi hari-hari bersama Matsuri bisa sangat menghibur karena menghabiskan uang untuk mendandani Matsuri sudah dengan sukses memberikan kepuasan tersendiri baginya. Kay memperhatikan penampilannya sekali lagi, hari ini ia berjanji untuk mengantarkan Matsuri ke toko buku. Matsuri selalu lebih memilih untuk menumpuk buku bila di bandingkan dengan membeli baju, meskipun Matsuri bersedia merubah penampilannya tapi ia menolak untuk melepas kacamatanya. Kay beruntung karena seleranya Matsuri tentang kacamata cukup menarik sehingga kacamata itu sama sekali tidak merusak penampilannya yang sudah sangat luar biasa. “Nichan, Kakak ipar sudah menunggumu. Dimohon jangan berlama-lama karena dia tidak suka menunggu!” Suara Sachi yang berteriak keras dari balik pintu membuat Kay meraih mantel yang sudah di siapkannya dan segera keluar kamar. Matsuri sudah menunggunya di ruang tengah sambil bertolak pinggang. Matanya menatap Kay dengan pandangan kesal yang masih berusaha di tahannya sebisa mungkin. Matsuri tidak mungkin marahmarah di depan ibunya dan Sachi. “Kau sudah siap?” ia berkata dengan suara manis meskipun ekspresi wajahnya masih menyiratkan rasa kesal. Matsuri mengenakan Jaket kulitnya yang berwarna coklat muda dengan aksen bulu berwarna putih di pergelangan tangannya, senada dengan mantel yang Kay gunakan. Kay sangat suka melakukan ini, ia yang mengatur penampilan Matsuri dan semua pakaian yang di belikannya selalu memiliki kesamaan dengan pakaian yang sudah Kay miliki sebelumnya. “Tentu saja, Honey!” Jawab Kay. Ia mendekati Matsuri dan mengenakan syal pelangi miliknya kepada gadis itu. Ia tidak begitu membutuhkannya karena sweater turtle neck sudah cukup menghangatkannya. Tapi Matsuri pasti sangat membutuhkan tambahan selain blouse cotton rayon dengan leher berpotongan rendah yang di kenakan di balik jaketnya. Kay menyodorkan lengannya dan Matsuri menyelipkan tangannya disana. “Ayo, kita pergi sekarang!” Langkah demi langkah keluar dari gedung apartemen mewah itu benar-benar memberi kehangatan lebih. Dengan penampilan luar biasa,
Kay berbangga hati berkeliling kota Tokyo dengan angkutan umum. Matsuri membuat pandangan orang berkali-kali lipat terarah kepadanya bila dibandingkan dengan melangkah seorang diri. Tidak, Bila seorang diri Kay lebih suka menggunakan kendaraan pribadi dan kelakuan yang seperti ini baru Kay lakukan semenjak ia dekat dengan gadis itu. Matsuri benar-benar membuatnya nyaman dalam segala hal. “Neechan! Kau tidak bicara sama sekali dari tadi. Ada apa?” Kay menggenggam tangan istrinya yang di bungkus sarung tangan berwarna hitam pekat, Meskipun terlihat kesal Matsuri masih memeluk lengan Kay erat-erat. “Kau masih marah karena terlalu lama menunggu?” “Aku fikir tidak jadi pergi! Sampai hari pernikahan aku akan merasa sangat bosan, jadi butuh hiburan!” “kau sudah sangat banyak mengumpulkan buku. Buku-buku itu tidak akan bisa di bawa ke Paris! Kalau bosan kita jalan-jalan saja!” Kay menjerit saat Matsuri menarik rambutnya kesal, ia memohon untuk segera di lepaskan dan Matsuri melepaskannya pelan-pelan. “Sampai kapan akan jalan-jalan terus? Musim gugur sudah kita habiskan dengan jalan-jalan dan aku tidak akan membiarkan hobi anehmu itu menggangguku!” “Aku beruntung karena Neechanku tidak bekerja. Jadi aku bisa menjemputmu di Fukuoka kapanpun aku suka. Salahmu sendiri tidak mau tinggal di Tokyo bersamaku! Seandainya kita tinggal bersama kau tidak akan merasa lelah dengan hobi anehku!” “Aku lebih suka kau panggil Neechan daripada Honey seperti tadi! Aku merasa aneh setiap kali kau memanggilku dengan sebutan itu. Setelah menikah kita tidak akan tinggal dengan ibumu kan? Kalau begitu aku harus mendengarmu memanggilku Honey setiap hari.” “kita lihat saja nanti!” “Lalu kita menikah untuk berapa tahun? Aku harus menyiapkan alasan perceraian dulu!” “Kau gila?”Kay berteriak lagi. “Aku tidak menikah untuk bercerai. Pernikahan ini serius Neechan, meskipun kita akan bermain-main seperti ini seumur hidup. Yang penting kita tidak akan bertengkar karena cemburu kan? Kau tidak akan melempar semua perabotan
rumah kepadaku karena aku pergi dengan wanita lain. Dan aku juga tidak akan begitu!” “Stuppid!” Matsuri ikut-ikutan berteriak. “Kau jangan pernah berfikir untuk melakukan itu kalau pernikahan ini benar-benar serius!” Kay tertawa, ia yakin siapapun yang sedang melihat mereka akan merasa iri. Ponsel Kay berdering, Sebuah nomor yang tidak di kenal sedang menantinya Untuk menjawab. Dengan penuh keheranan Kay menekan tuts terima dan mendekatkan ponselnya ketelinga. Ia mendengar suara seseorang yang sangat di kenalnya, suara yang ingin dilupakannya. Sesaat kemudian ia menoleh kebelakang dan nyaris terduduk lemas jika saja tangan-tangan Matsuri yang masih memeluk lengannya erat menahannya. Ivea mendekat diiringi Nathan dan berdiri di hadapan Kay dengan tatapan tak percaya. “Bisa kita bicara?” desisnya.
Bab. 15 Kay memandang Matsuri yang kelihatannya tidak mengerti dengan masalah yang terjadi. Matanya mencari-cari tempat yang terdekat agar bisa duduk dan setelah menemukannya, Kay mengajak semuanya untuk masuk ke tempat yang sama. Ia dan Ivea duduk di meja yang berbeda, sedangkan Nathan dan Matsuri tampak sedang ngobrol-ngobrol di meja lainnya. Sesekali Kay memandangi Matsuri, lalu kembali memandang Ivea. “Kau kelihatan sangat bahagia. Dia calon istrimu?” tanya Ivea dengan suara parau. Kay gugup dan ia sangat benci begini. Apakah ia bahagia bersama Matsuri? Tentu saja, tapi tidak akan sama dengan kebahagiaan bila Kay bersama Ivea. “Aku dan dia sudah resmi secara hukum. Dia sudah menjadi istriku sekarang.” “Kau tidak memberi tau kami sama sekali.” “Aku baru akan mengirim undangan akhir minggu ini.” Ivea memandangi Matsuri sejenak. “Dia cantik, dewasa, dan kelihatannya baik!” Kay tidak menjawab apa-apa. Semuanya terasa sangat kaku, dia bahkan merasa gugup dengan pembicaraan hari ini. Ivea datang ke Tokyo sesuai harapannya, tapi gadis itu terlambat. Kay seharusnya tidak terlalu percaya diri, Ivea datang hanya untuk mempertanyakan kebenaran pernikahannya dan ia datang bersama Nathan. Kay berdehem sebelum memulai ucapannya “Maaf karena tidak memberi tau sebelumnya.” “Seharusnya aku yang bilang begitu. Aku benar-benar payah, mengejarmu ke Tokyo berharap kau membatalkan pernikahanmu dan kembali ke Indonesia bersamaku!”
Kay hampir saja berteriak. Ivea mencintainya? Benarkah? Ivea hanya takut, takut karena Kay akan pergi bersama orang lain dan tidak akan kembali kepadanya dengan perasaan yang sama. Entahlah, Kay tidak yakin. “Aku sangat menyayangimu Eve. Rasa sayang yang tidak pernah ku rasakan kepada orang lain sebelumnya. Semula aku ragu karena ku fikir perasaan kali ini ada karena kau sudah menyerupai perempuan yang pernah aku cintai. Tapi ternyata perasaan seperti ini pada akhirnya hanya kepadamu saja. Tapi rasa sayangku sendiri tidak cukup!” Ivea memandang Kay dengan tatapan terkejut. “apa alasanmu mengatakan itu? Apa kau mengerti perasaanku bagaimana?” “Perasaan yang bagaimana?” “Meskipun aku tidak ingat apa-apa, Aku sudah mendengar ceritanya dari Mbak Tara! Cukup banyak untuk tahu orang seperti apa aku ini sebenarnya.” Kay diam sejenak lalu berbicara lagi. “Semula aku mengira juga begitu. Kita berciuman, itu awal dari semuanya. Kau pergi lalu meninggalkanku dalam rasa bersalah yang tak berujung. Kemudian kita dipertemukan lagi dalam keadaan berbeda. Kau menepati janjimu untuk melupakan semuanya dan aku tertekan karena kau juga melupakan perasaanmu kepadaku. Semua yang terjadi antara kita sangat membuatku stress. Aku kira aku bisa merampasmu dari Nathan. Tapi melihatmu menangis histeris saat Nathan meninggalkanmu membuat aku sadar kalau aku cuma merasakan cinta ini sendiri” Ivea memijat kepalanya yang terasa sakit sebulir air mata mengalir dipipinya dengan anggun. Ivea yang sama persis dengan Bianca Karta. Menjadi putri Bian membuat Ivea benar-benar meniru segala tindak tanduknya. Tapi Kay meyakini perasaanya kepada Ivea dan perasaanya kepada Bian adalah perasaan yang sama. Ia mungkin mencintai Ivea karena Bian, tapi dia tidak pernah berfikir menjadikan Ivea sebagai pengganti Bian karena perasaanya kepada Bian sendiri juga sudah sangat lama lenyap dan menghilang. Kay tersenyum getir untuk dirinya sendiri, tapi Ia berusaha setegar mungkin untuk menghadapinya. Lagipula saat ini sudah ada Matsuri disisinya, Matsuri memang tidak akan keberatan bila Kay membatalkan pernikahan, tapi Kay tidak akan
melakukannya. Apapun yang dilakukannya sudah melewati banyak pertimbangan. Semua kata-kata yang diucapkannya pun juga sudah di fikirkan masak-masak. Perasaan Ivea ini hanya sementara dan akan segera menghilag secepatnya. Ivea hanya merasa bimbang karena ia merasa Kay masih mencintainya, dan akan yakin kepada cintanya yang sesungguhnya setelah ia tau Kay sudah menjadi milik orang lain. “Apa kau baik-baik saja?” Kay bertanya lagi. Wajah Ivea telihat sangat pucat, ia menunduk dalam dan kemudian jatuh begitu saja.
Bab. 16 Semuanya begitu cepat. Yang diketahuinya, disaat yang sama Natahan dan Matsuri segera mendekat dan membantunya membawa Ivea kerumah sakit. Gadis itu membuatnya khawatir. Selama berjamjam Kay terlihat sangat cemas karena terus mondar-mandir di depan pintu ruang ICU. Setelah melihat wajah Nathan, Kay berusaha untuk lebih tenang dan duduk di samping Matsuri. Ia tidak pantas menunjukkan ekspresi yang seperti itu di hadapan Nathan dan istrinya meskipun Matsuri akan mengerti. “Kau ingin membatalkan pernikahan kita?” Matsuri bersuara, ia memandang Kay yang juga memandangnya dengan sangat terkejut. “Bukankah dia datang untukmu? Dia sudah memenuhi harapanmu!” “Bagaimana bisa dirimu berkata begitu?” Jawab Kay dingin. “Kau sudah menjadi istriku dan itu tidak bisa di batalkan lagi kecuali jika kita bercerai!” “Aku tidak keberatan, demi kebahagiaanmu..” “Berhentilah bicara! Aku tidak akan melakukannya.” Kay menggeram, ia memandang Nathan yang berdiri di hadapannya. “Dia tidak mencintaiku dengan sepenuh hati, dia hanya mencintaimu dan itu tidak harus kau ragukan lagi. Perasaannya yang sekarang ini semu, Dia memiliki perasaan seperti itu karena aku pergi dengan meninggalkan harapan. Jadi genggamlah dia serat yang kau bisa!” Nathan tidak menjawab apa-apa. Kay juga tidak membutuhkan jawaban apa-apa karena ia menggenggam tangan Matsuri dan membawa istrinya pergi. Bagaimana mungkin ia akan melepaskan kenyamanan yang di dapatnya sekarang? Bagaimana mungkin Kay bisa menyingkirkan Matsuri yang selalu menemaninya selama ini begitu saja hanya karena kedatangan Ivea yang terlambat? Kay tidak bisa
menghancurkan harapan banyak orang pada dirinya dan Matsuri sekarang disaat hari pernikahan semakin dekat. Kay tidak akan pernah menghancurkan harapan ibunya, Yoshi, Sachi, dan juga seluruh keluarga besar Matsuri. Dia tidak akan pernah bisa melakukannya demi dirinya sendiri.
Bab. 17 Fitting gaun pernikahan yang terakhir, Kay benar-benar sedang mengerjakannya dengan sepenuh hati. Sore ini akan ada pengambilan foto Preewedding sederhana di studio dan gaun itu harus selesai sebelum jam makan siang. Sejak pertemuannya dengan Ivea, Kay benar-benar kehilangan semangat. Matsuri nyaris saja menangis melihat ini, ia merasa menjadi penghalang, merasa merusak hubungan orang lain, merasa mengikat Kay yang tidak mencintainya. Matsuri tidak terlalu membutuhkan Kay, ia bisa menjalani kehidupannya semula jika Kay tidak ada. Tapi gadis itu, entah bagaimana keadaannya. Apakah ia bisa menerima semua ini? “Indahnya kalau gaun pernikahan di buatkan oleh mempelai pria, pasangan hidup kita untuk selamanya!” Sachi bergumam sambil memandangi Matsuri dengan iri. Gadis itu duduk di sofa ruang tengah apartemen keluarganya sambil menopang dagu dengan kedua tangannya. Di sebelahnya ada Natsuki, baru saja datang kemarin sore dan wajahnya masih terlihat mengantuk. Seharusnya Natsuki beristirahat, tapi ia menolak. Anak itu malah sibuk memotret Matsuri dan Kay dengan kamera ponselnya dengan alasan Matsuri adalah kakak satu-satunya dan dia tidak bisa melewatkan detik-detik bahagianya, Natsuki tidak ingin menyesal. “Kalau begitu suruh Kenji belajar membuat gaun!” Gumam Natsuki. “Dia mana bisa! Juga tidak akan mau!” “Membelikan gaun yang di inginkan sudah cukup! Kenapa harus di buat sendiri?”
“Tentu saja berbeda!” Suara Sachi terdengar agak sengit. Ia dan Natsuki mulai cek-cok lagi. “Sesuatu yang di buat sendiri tidak sama dengan yang di beli, Bodoh!” Natsuki berhenti memotret lalu memandang Sachi dengan wajah yang sama sengitnya. “Bodoh? Kau masih harus memanggilku Senpai. Sejak kapan aku mengizinkanmu berhenti memanggilku dengan sebutan Senpai?” “Sudah!” Matsuri berteriak sambil memperbesar bola matanya. “Kalian ini bukan siswa Sekolah lagi. Kenapa masih bertengkar setiap kali bertemu? Masalah yang kecil selalu jadi besar. Kapan akan berubah?” Sachi dan Natsuki tidak berkata-kata lagi keduanya benar-benar bubar masuk kekamar masing-masing. Tiba-tiba tawa Kay terdengar meskipun samar dan sebentar. Ia mendangi Matsuri dan Matsuri juga menolehkan pandangannya kepada Kay. “Apanya yang lucu?” Tanya Matsuri tegas. “Sensei, ini bukan sekolah lalu kenapa harus marah-marah? Mereka berdua hanya saling melepas rindu dan cara yang mereka pilih seperti itu. Seharusnya di biarkan saja!” Matsuri menghela nafas. “Suasana hatiku sedang buruk, jadi tidak bisa mengerti dengan hal yang seperti itu!” “Kenapa? Ada masalah?” “Sudah selesai fittingnya?” Kay memandang Matsuri dalam lalu mengangguk. “kalau begitu aku mau istirahat dulu. Nanti bangunkan aku kalau sudah saatnya ke studio!” Matsuri mengangkat gaunnya yang menyapu lantai dan melangah selebar yang dia bisa. Kay segera menarik lengannya, mengalihkan tujuan Matsuri dari kamar Sachi ke kamarnya. Natsuki sudah berbaring di atas ranjang Kay, tapi begitu melihat Matsuri dan Kay, ia langsung bangun dari posisi santainya dan keluar dari kamar tanpa ada seorangpun yang memintanya. Bunyi pintu di tutup menyadarkan Matsuri dengan keadaan yang aneh diantara mereka. Ia duduk di atas ranjang Kay dengan perasaan yang lebih tenang.
“Kau kesal karena apa?” Kay bertanya sambil duduk di sebelah Matsuri. “Kalau masih berharap, temui gadis itu. Aku tau kau tidak bisa membatalkan pernikahan ini karena takut menyinggung perasaanku dan keluargaku. Mintalah dia menunggu sampai waktu yang tepat untuk kita berpisah. Aku tidak suka melihat wajah sedihmu itu!” “Karena itu? Karena tidak mau melihat wajah sedihku? Baiklah. Aku akan berusaha tersenyum. Aku tidak mungkin meminta hal itu sekarang. Dia sudah memiliki orang lain, kau sudah dengar sendiri apa yang kukatakan pada laki-laki itu di rumah sakit. Neechan, Kau jangan khawatir. Istirahatlah disini karena setelah pernikahan, kita akan langsung terbang ke Paris.” Matsuri hanya memandangnya heran. Kay cukup keras kepala tentang hal yang satu itu. Ia berkeras mengatakan kalau Ivea tidak benar-benar mencintainya. Matsuri juga sudah banyak mendengar ceritanya dari Nathan. Beberapa kali ia datang menjenguk Ivea di rumah sakit dan gadis itu terlihat sangat terpukul. Matsuri berbaring masih dengan menggunakan gaun pernikahannya di atas ranjang. Ia tidak harus mengatakan apa-apa karena ia sedang tidak ingin berkelahi. Perkelahiannya dengan Kay selalu dapat di atasi dengan mudah, selalu membuatnya merasa lebih lega. Tapi perkelahian tentang topik yang satu ini bisa membuat suasana di antara mereka semakin memburuk dan Matsuri tidak suka merasakan hal-hal yang buruk di dalam hatinya.
Bab. 18 Terlelap untuk waktu yang lama dan tidak ada yang mengganggu membuat Matsuri merasa lebih baik. Tapi begitu ia membuka mata suasana sama sekali tidak seperti yang di duganya, Suasana kamar sudah benar-benar gelap gulita tanpa cahaya, hanya ada seberkas cahaya yang tetap memaksa masuk dari bawah pintu kamar yang tertutup. Cahaya yang berasal dari ruang tengah. Matsuri bergerak dan merasakan ada sesuatu yang berbeda dengan tempatnya berbaring, landasan tubuhnya sudah berada di atas sesuatu yang lebih keras meskipun yang sebagian lagi masih merasakan empuknya kasur yang berisi air. Sebuah gerakan kecil saja benar-benar membuat ranjang bergoyang hebat. Matsuri mengerutkan dahinya karena seharusnya sore ini ia dan Kay pergi ke studio? Kenapa tidak ada yang membangunkannya? Tangan Matsuri bahkan masih bisa merasakan kalau gaun pernikan masih di kenakannya sampai sekarang. Gadis itu mengangkat kepalanya dan berharap bisa melihat di mana ia sedang berbaring sekarang, tapi sia-sia karena selimut gelap lebih dahsyat di bandingkan kemampuan matanya untuk beradaptasi dalam gelap. Sebuah cahaya kecil menyala tidak jauh dari wajahnya dan Matsuri melihat sesuatu yang mengejutkan disana. Sebuah foto dari ponsel terang benderang menampilkan sebuah gambar dirinya dan Kay yang sedang tertidur. Tapi posisi yang indah itu membuat foto terlihat dramatis, Matsuri dan Kay meringkuk dalam posisi enam sembilan dimana wajah mereka saling bertemu dan tidak ada satupun anggota tubuh mereka bersentuhan. Matsuri mengenakan gaun pernikahannya, rambutnya terurai lembut dan wajahnya benar-benar polos tanpa make Up. Sedangkan Kay menggunakan setelan kemeja putih dengan mata yanag juga terpejam. Sangat kontras dengan sutra hitam yang menjadi
alas dimana mereka berdua berbaring. Matsuri mengenali tempat itu, kamar Kay. Cahaya itu bergeser menerangi sesuatu dan Matsuri terkejut saat menyadari kalau dirinya sedang berbaring di atas tubuh seseorang. Wajah Kay mulai terlihat di terangi cahaya dari ponselnya. Laki-laki itu tersenyum padanya lalu berbisik. “Bagaimana? Bagus tidak? Kita tidak perlu ke studio lagi!” Matsuri masih memandangi Kay dengan tatapan yang penuh tanda tanya. Tidak ada satu katapun yang mampu keluar dari bibirnya. “Ini Foto prewedding kita, Neechan!” Ujar Kay menjelaskan. “Aku memanggil fotografer kemari karena kau tidur dengan sangat nyenyak. Dengan bantuan Sachi dan Natsuki semuanya jadi sebagus ini. Kita lihat kejutan lainnya di pernikahan nanti!” “Kenapa aku tidak di bangunkan saja?” Akhirnya Matsuri bersuara juga. “Sudah. Tapi kau tidak mau bangun seolah-olah kau sudah meminum banyak obat tidur sebelumnya. Kau bisa bayangkan bagaimana ributnya saat kamar ini di rubah jadi studio dadakan tadi? Lighting yang terangpun sama sekali tidak mengganggumu. Bisa kau bayangkan sendiri bagaimana kan? Bagaimana fotonya?” Matsuri mengibaskan tangannya yang tanpa sengaja menyentuh flap ponsel sehingga cahaya satu-satunya yang menerangi mereka mati. Ia menjauhkan tubuhnya dari Kay dan berbaring menghadap langitlangit yang sama sekali tidak tampak. Selanjutnya hanya suara yang terdengar. “Aku benar-benar polos disana, Tanpa Make Up apanya yang bagus?” “Kenapa? Tidak terlalu jelek, fotografernya juga seorang fotografer hebat dari Korea. Namanya Ahn Jang Seok. Namanya sudah bergema di negaranya sana dan sengaja datang ke Jepang karena Pernikahan kita. Jadi hargai karyanya ya, Neechan! Foto-foto itu nanti akan di pajang di pintu masuk. Kalau kau didandani saat di foto, mereka tidak akan terkejut lagi waktu melihatmu berjalan menuju suamimu di Altar!” “Bodoh! Apa kau benar-benar yakin akan melakukan ini semua? Kau akan menyesal karena meninggalkan orang yang kau cintai hanya untuk pernikahan yang bertujuan main-main ini!”
“Meskipun tujuan pernikahan ini untuk main-main, tapi pernikahan ini bukan main-main. Aku yang selalu kesepian ini merasakan bagaimana punya teman yang membuatku merasa nyaman untuk pertama kalinya di dalam hidupku. Kau yang bodoh, karena setelah ini kau hanya akan terus menemaniku kemanapun aku pergi.” Suara tawa Matsuri tiba-tiba meramaikan suasana. Iya, dia memang bodoh karena memilih untuk setuju menjalani ide gila Kay tanpa berfikir panjang. Tapi mungkin ia juga sudah memiliki perasaan nyaman yang Kay katakan, dia sudah menyadari seperti apa perasaan itu dan mengapa Alasan kenyamanan itu bisa membuatnya setuju untuk menyerahkan hidup bukan kepada orang yang di cintainya. Menikah tidak harus dengan cinta, merasa nyaman untuk berbagi dan bercerita lebih penting dari itu. Cinta bisa membuat kita menyimpan banyak rahasia,tapi kenyamanan bisa membuat kita membuka semua rahasia yang tersimpan tanpa beban. Pintu kamar terbuka dan lampu menyala. Natsuki masuk kekamar dan menghampiri mereka berdua di ranjang dengan warna yang dominan hitam itu. Ia bertolak pinggang sambil memandang Kay dan Matsuri secara bergantian. “Neechan!” Kata Natsuki garang. “Kalau sudah bangun cepat ganti baju dan makan malam. Kami semua sudah makan, tinggal kalian berdua yang belum. Ini kan malam Natal, seharusnya berkumpul dengan keluarga. Jangan mentang-mentang pengantin baru malah lebih memilih di kamar berdua gelap-gelapan.” “Kau cemburu?” Tanya Kay. Wajar kalau saudara laki-laki merasa cemburu saat ia merasa saudara perempuannya akan pergi meninggalkannya bersama orang lain. Dan ekspresi Natsuki sama sekali tidak menentang pertanyaan Kay barusan. “Kalau cemburu segera menikahlah!” Medengar ucapan terakhir Kay, Natsuki mendengus. Ia segerak keluar dari kamar setelah meminta Kay dan Matsuri mengganti pakaian mereka karena keluarga besar sudah berkumpul untuk merayakan Natal bersama. “Sudah pernah ku bilang, Kan? Natsuki dan dirimu sangat mirip. Masih kekanak-kanakan padahal kalian sama sekali jauh dari usia remaja!”
“Neechan! Hanya bersamamu aku seperti itu karena hanya padamu aku bisa bermanja-manja. Bahkan pada ibuku tidak begitu. Sekarang Mari kita jadikan pernikahan ini sebagaimana pernikahan yang sebenarnya meskipun belum ada cinta disana!” Matsuri tertawa. “Mana ada adik yang mengatakan hal seperti itu kepada Neechan-nya sendiri!”
Bab. 19 Bukan Kay namanya jika tidak bisa menjadikan seorang perempuan seperti putri di hari pernikahannya. Selama ini , di tangan Kay sangat banyak wanita yang menjelma menjadi cantik jelita di hari penting dalam hidupnya. Jika ia menjadikan mempelai orang lain seperti putri, Maka mempelainya sendiri adalah bidadari. Gaun pernikahan yang sangat mewah itu benar-benar membuat Matsuri menjelma menjadi sangat luar biasa sehingga Kay tersenyum tanpa henti melihatnya. Gedung yang penuh dengan bunga Lili menjadikan pernikahan mereka terkesan sangat sakral dan suci. Dengan wajah penuh binar Kay menanti wanita tercantik untuk menggenggam tangannya dan mengucapkan janji setia bersama selamanya. Teriakan sachi yang tidak henti-hentinya mengucapkan selamat di tengah deraian tepuk tangan membuat suasana benar-benar riuh, tapi semuanya menjadi Hening saaat Matsuri memasuki ruangan, Cadar yang menutupi wajahnya itu membuat semua orang penasaran dengan wajahnya. Langkah demi langkah Matsuri menjadi detik-detik yang membuat jantung semua orang berusaha menyamakan nada dengan langkahnya. Semuanya merasa tegang, tapi Kay tidak begitu. Ia tidak pernah merasakan ketegangan ataupun ketakutan seperti apapun saat bersama Matsuri. Hanya kenyamanan yang menjadi alasannya berdiri disini dan menyambut tangannya dengan senyum merekah. Tidak ada gangguan, tidak ada kekacauan, ataupun kegugupan. Semuanya berjalan dengan sangat lancar tanpa halangan, bahkan Kay mencium Matsuri tanpa ada beban. Decak kagum banyak orang memuji Kay yang menjadikan pasangannya sendiri menjadi sangat luar biasa dan Kay yakin pujian akan semakin membanjirinya bila upacara pernikahan selesai dan bersambung ke Pesta yang akan di laksanakan di
tempat itu juga. Pesta akan di adakan sampai malam tiba, tapi menjelang sore, Kay dan Matsuri sudah berganti pakaian karena harus mengejar pesawat ke Paris yang di jadwalkan berangkat malam ini. Ruang ganti menjadi sangat gaduh membantu pasangan itu mengganti pakaiannya tapi tiba-tiba pintu di ketuk, Begitu Natsuki membuka pintu kegaduhan yang tadi benar-benar berubah menjadi sunyi. Beberapa Asisten Kay yang memenuhi ruangan memilih untuk pergi meninggalkan mereka disana. Natsuki mundur dan mendekat kepada Kenji dan Sachi yang berdiri di sisi lain ruangan. Gadis bergaun merah darah itu mendekati Matsuri secara perlahan sambil menggandeng lakilaki yang tampak prima dengan tuxedonya. Ivea dan Nathan, Keduanya berdiri di hadapan Matsuri lalu tersenyum. Melihat itu, Kay yang tadinya berada dalam jarak yang cukup jauh mendekati Matsuri dan berdiri di sebelahnya, begitu juga dengan Sachi. Ivea memberikan sebuah buket besar buga lili kepada Matsuri. “Selamat atas pernikahannya!” Matsuri juga berusaha mengusahakan sebuah senyum. “Terima kasih.” Desisnya pelan. Ia berusaha mengambil buket bunga lili itu dan memeluknya erat-erat. Tapi Kay segera mengambil alih dan memberikannya kepada Sachi untuk di letakkan di sudut ruangan di antara kado-kado yang lain. Matsuri menoleh kepada Kay dengan perasaan aneh, Tapi sesegera mungkin ia memandang Ivea dan Nathan kembali. “Kalian sudah lama datang?” “Kami tepat waktu saat melihat kalian di Altar. Nyaris terlambat memang karena harus membeli bunga dulu. Tidak ku sangka gedung ini di penuhi bunga yang sama.” Jawab Ivea, dia berusaha menghilangkan rasa kikuknya dan memandangi bunga bawaannya yang sudah di letakkan Sachi di sudut ruangan. Mungkin ia merasa kalau hadiah darinya sama sekali tidak berarti. Kay menggenggam tangan Matsuri kuat-kuat lalu mengucapkan terimakasih atas kehadiran Ivea dan Nathan. Sesekali ia tampak mengusahakan sebuah senyum untuk mencairkan suasana yang sangat kaku. “Kami tidak bisa berlama-lama karena harus segera check in. Malam ini juga kami akan berangkat menuju Paris.” Ujar Kay.
“Tapi Mom sama sekali belum datang. Mungkin pesawatnya terlambat!” “Dia akan ke Paris juga kan? Sampaikan maafku kepada Bian karena tidak bisa menunggunya. Katakan padanya sampai jumpa di Paris.” Kay kemudian menoleh kepada Natsuki yang baru saja memasuki ruangan. “Bagaimana mobilnya?” “Sudah siap, tinggal berangkat!” Jawab Natsuki. Tanpa banyak bicara lagi Kay membawa Matsuri menjauh, keluar dari ruangan itu dengan gerakan suer cepat dan meninggalkan Ivea dan Nathan. Ada perasaan kasihan di hati Matsuri melihat keduanya, baik Ivea maupun Kay benar-benar malang karena semua ini. Semua yang berjalan di kehidupan mereka membuat keduanya ragu dengan perasaannya sendiri. Berkali-kali Matsuri memandangi Kay tapi tidak sepatah katapun keluar dari mulutnya. Sedangkan Kay sibuk berceloteh tentang Paris, tentang dia yang sudah menyewa sebuah flat disana untuk satu bulan, juga tentang mengapa mereka harus pergi beberapa hari lebih cepat. Kay juga sudah menyusun banyak rencana yang di katakannya satu persatu secara detail dengan cermat dan baik. Laki-laki itu sedang menyembunyikan kesedihannya dan Matsuri sama sekali tidak ingin merusak suasana hatinya. Meskipun Kay berpura-pura, ia akan menerimanya. Bertanya tentang perasaan Kay yang sebenarnya malah akan membuat Kay merasa kehilangan kenyamanan itu dan Matsuri akan tetap tersenyum untuk Kay, juga untuk semua rencana bulan madu cemerlang yang terucap dari mulutnya.
Bab. 20 Begitu memasuki pesawat, Kay mulai berhenti berbicara. Semula Matsuri kira Kay mulai bosan dan lelah tapi kemudian Kay menangis dan memeluknya. Dengan manja ia menceritakan semuanya, menceritakan penyesalannya yang terlalu cepat mengambil keputusan pernikahan dan penyesalan atas semua sikapnya kepada Ivea. Dia selalu menyalahkan dirinya sendiri atas semua yang terjadi dan lagi-lagi Matsuri merasa di butuhkan. Kay benar-benar membutuhkannya seperti yang selalu laki-laki itu ucapkan. Hanya Matsuri yang membuatnya merasa nyaman. Kata Neechan yang selalu Kay ucapkan membuat Matsuri berusaha memikirkan jalan keluar yang terbaik, tapi tidak ada yang bisa di temukan. Yang bisa di lakukannya sebagai seseorang yang di anggap sebagai kakak, hanyalah menepuk-nepuk bahu Kay dan berkata. “Menangislah, Tapi setelah pesawat Take Off hapus air matamu ya?” Kay semakin menenggelamkan wajahnya ke bahu Matsuri, beberapa bulir air matanya menembus pakaian yang Matsuri kenakan sehingga sebersit perasaan hangat timbul. Dia tidak bisa mengatakan apa-apa karena Kay tidak akan memperdulikannya. Kay hanya peduli dengan pendapatnya sendiri dan berkeras untuk itu lalu apa yang bisa di lakukannya selain ini? “Seandainya masih bisa di perbaiki…”Kay mengeluh. Matsuri menghela nafas dalam-dalam. “Kalau begitu bila suatu saat nanti ada kesempatan, bicaralah baik-baik dengannya. Jangan sampai timbul rasa bersalah lagi seperti ini. Kalau masih ingin bersamanya bawa dia kesisimu. Kalau memang serius untuk melupakannya jangan menjauh darinya. Jauh malah akan membuatmu semakin teringat-ingat, semakin benci dengan keadaan!”
Kay melepas pelukannya dan memandang Matsuri dengan matanya yang mulai memerah. Pipinya tidak basah karena semua air matanya tumpah di bahu Matsuri. “Kalau melihatnya terus aku merasa mau mati!” “Buat dirimu terbiasa dengan dia, pelan-pelan semuanya akan jadi biasa. Jadikan dia teman, adik, atau apapun sampai kau tidak memiliki perasaan apa-apa lagi setiap kali melihatnya. Jangan pernah berrfikir untuk membuatnya cemburu, Balas dendam, sakit hati. Selama ini kau selalu berusaha membalasnya. Sikapmu bisa menjadikan siapapun merasa semakin buruk, kau tidak ada bedanya dengan Arata kalau begini!” Sebuah rengutan terlukis di wajah Kay, tentu saja Kay tidak suka disama-samakan dengan arata karena Arata adalah topik terburuk yang pernah di bicarakan Kay dengan kata-kata yang selalu menunjukkan betapa besar ketidak sukaannya kepada laki-laki itu. Tapi kata-kata seperti itu bisa membuat Kay merasa lebih tenang dan bersantai hingga akhirnya mereka memutuskan untuk tidur selama perjalanan ke Paris.
Bab. 21 Setibanya di Prancis, yang terlihat adalah langit yang gelap. Pergi malam dan tiba menjelang malam seharusnya membuat mereka meras lelah, tapi rasa lapar lebih dominan. Kay selalu menolak untuk mampir dan makan malam selama di perjalanan menuju flat yang mereka sewa. Ia malah lebih memilih untuk berhenti di supermarket terdekat dan mebeli beberapa bahan dasar untuk membuat Omlet. Flat yang Kay pilih bukanlah sebuah flat besar, hanya flat tiga lantai dan mereka menghuni lantai tiga selama sebulan penuh. Lampu menyala dengan cukup terang dan menyinari semua ruangan dengan baik. Semuanya lengkap, satu kamar dengan sebuah ruang tengah sekaligus ruang tamu dan dapur, terdapat sebuah kamar mandi di dekat dapur dan sama sekali tidak ada kamar mandi di kamar. Matsuri meletakkan Koper yang di bawanya di atas satu-satunya ranjang yang berada di flat itu setelah menyalakan lampu sebelumnya. Ia mulai memasukkan satu persatu pakaian kedalam lemari dengan telaten, di mulai dari pakaiannya di bilik kiri lemari dan pakaian Kay di bilik yang satunya. Kay menyusul masuk kekamar dan berbaring di ranjang tanpa membuka sepatu. “Neechan, cepat masakkan sesuatu. Aku hampir mati kelaparan” Keluhnya. Matsuri sama sekali belum menghentikan kegiatannya memindahkan pakaian kedalam lemari. “Salahmu sendiri, kenapa menyewa flat. Kalau di hotel sekarang kita tiggal pesan makanan.” “Kita ini kan pengantin baru, aku cuma mau makan masakan istriku. Lagipula kita di Paris sebulan, sekalian bulan madu. Flat lebih murah di bandingkan Hotel karena Hotel di hitung permalam sedangkan disini perbulan. Kalau di hotel tidak akan terasa seperti
hidup berumah tangga. Boros uang untuk memesan makan malam romantis, laundry juga. Kalau di flat kita tidak perlu laundry lagi karena kau akan mencucikan pakaianku!” Matsuri berdesis. “Kalau begitu lanjutkan pekerjaanku memindahkan semua pakaian ini kelemari. Aku mau mandi dulu lalu masak untuk makan malam.” Ia kemudian meninggalkan koper-koper yang masih berisi pakaian yang tersisa lalu mengambil handuk di dalam koper miliknya. Saat hendak beranjak pergi Matsuri mendapati Kay menyodorkan sesuatu kepadanya, sebuah pakaian yang dilipat rapi dengan warna merah hati terdapat motif huruf M&K berwarna merah jambu yang menonjol di lipatan paling atas. “Apa ini?” tanya Matsuri. “Ini hadiah pernikahan, aku tau Neechan tidak suka gaun tidur. Jadi ku buatkan ini sebagai ganti gaun tidur, lihat sulaman M&K-nya, Matsuri dan Kay. Aku juga punya!” “Kenapa tidak N&K? Neechan dan Kay!” Kay berdecak. “Neechan pakai ini saja sehabis mandi, Oke! Sekarang pergilah mandi sana. Pergi, pergi!” Tubuh Matsuri di dorong-dorong oleh Kay untuk keluar dari kamar. Dengan perasaan menggelikan Matsuri melangkah kekamar mandi dan menggantung semua pakaiannya di belakang pintu. Dengan semangat Matsuri menyalakan shower dan mandi beberapa lama. Setidaknya mandi kali ini akan membuat tidurnya semakin nyenyak, dia tidak akan bisa tidur seandainya sisa Make Up dan beberapa Spray yang membuat rambutnya mengeras masih belum di bersihkan. Sebenarnya Matsuri benar-benar ingin berlama-lama di sirami air, tapi mengingat Kay menunggu makan malam buatannya, ia segera menyelesaikan mandinya secepat mungkin dan mengenakan pakaian yang Kay berikan. Sebuah long blouse berlengan pendek terbuat dari katun asli terlihat sangat pas dengan ukurannya. Pengganti gaun tidur yang lumayan nyaman. Semula Matsuri mengira Kay memberikan piama kepadanya karena kerah shanghai dan kancingnya mengingatkan Matsuri pada piama. Tapi blouse ini tidak di sertai piama. Kancing yang berbaris bebeberapa butir di bawah kerahnya hanya aksen yang melengkapi saja karena di bagian punggung, ada sebuah resleting panjang sampai ke
pinggul untuk memudahkannya memakai blouse itu.. Sulaman M&K yang besar itu menghiasi bagian dada membuat Matsuri tersenyum setiap kali melihatnya. Kay bilang dia juga punya? Punya Gaun yang seperti ini? Matsuri tertawa. “Neechaan sudah selesai belum? Kalau sudah giliranku!” Suara Kay di depan pintu lantang diiringi ketukan brutalnya. Matsuri mendengus. “Iya sebentar!” Ia lalu membungkus rambutnya dengan handuk dan melemparkan pakaian kotor ke dalam keranjang di sudut ruangan. Dengan suasaana hati yang lebih baik, Matsuri keluar dari kamar mandi dan mempersilahkan Kay masuk. Ia lalu berusaha sepenuh hati membuatkan Omlet yang enak dengan bahan-bahan yang sudah Kay beli lalu menyajikannya di atas meja. Matsuri kemudian duduk sambil memandangi dua piring omlet yang sudah membuat perutnya bernyanyi-nyanyi. Kay ternyata juga punya perasaan, dia sama sekali tidak berlama-lama di kamar mandi seperti dugaannya. Anak itu keluar dalam keadaan lebih segar, rambut panjangnya di ikat dengan baik, selain itu Kay menggunakan t-shirt hitam dengan celana yang memiliki warna dan motif yang sama dengan blouse yang Matsuri pakai. Sebelum Kay duduk, Matsuri memandanginya dengan seksama. Sulaman M&K di celananya ada di bagian lutut sebelah kanan. “Jadi ini yang kau punya? Kenapa cuma buat celana?” “Aku mau buat piama, tapi aku tidak suka tidur pakai piama. Tshirt lebih nyaman.” Kay duduk menghadap piringnya dan bersiap memegang garpu dengan senyum mengembang. “Ayo Makan!” Katanya dengan riang. Makan malam pertama sebagai pengantin baru, Kay terus mengomentari banyak hal sambil terus mengisi mulutnya dengan suapan-suapan besar omelet. Dalam waktu singkat Kay sudah menghabiskan Omelet di piringnya dan pindah menyantap omlet di piring Matsuri. Semula Matsuri merasa kesal karena makannya di ganggu, tapi lama-lama dia bisa menerima sikap Kay dengan perasaan terbuka. “Masih lapar?” Tanya Matsuri, ia sudah berhenti makan dan membiarkan Kay menghabiskan semua omlet yang masih tersisa di piringnya.
“Ini sudah cukup!” “Kalau begitu cepat habiskan. Aku mau mencuci peringnya!” Kay bergerak semakin cepat sampai omletnya benar-benar habis lalu mendorong piringnya menjauh, Matsuri mengemasi semuanya dan memindahkannya ke tempat cuci piring yang ada di sebelah meja makan. Sebagai perempuan satu-satunya dan anak yang tertua, soal urusan dapur bukanlah masalah yang besar bagi Matsuri, ia terbiasa melakukannya dengan hati-hati. “Bagaimana rasanya? Pakaiannya nyaman?” Tanya Kay. Matsuri tidak menoleh, tapi dia tau Kay mendekat. “Nyaman sekali untuk tidur. Terima kasih!” “Tapi, Neechan malam ini kau tidak boleh memakainya untuk tidur!” Matsuri mematung, Kedua tangan Kay memeluk tubuhnya dari belakang. Kata-kata yang di bisikkan Kay tadi benar-benar berhasil membuatnya merinding.
Bab. 22 “Kau mau apa?” “Ini malam pertama kita kan? Aku sudah bilang pernikahan kita ini serius, jadi aku boleh meminta hak ku kan?” Nyaris saja Matsuri tidak bisa berkata-kata, tapi ia berusaha menyelesaikan pekerjaannya secepat mungkin sambil berdehem dan terus bicara meskipun ia merasakan resleting yang berada di punggungnya di buka perlahan-lahan. “Kau yakin dengan ini?” “Kau mengerti, kan? Untuk apa aku menyewa flat dengan satu kamar dan satu ranjang? Untuk apa aku menghabiskan waktu di Paris selama sebulan. Aku nyaman bersamamu dan serius untuk menjadikanmu pendampingku selamanya.” Kedua tangan Kay menelusup masuk melalui bagian yang di buka nya dan mulai membelai apapun yang bisa di sentuhnya. Ia bisa merasakan Nafas Matsuri yang mulai tidak teratur, tapi gadis itu tidak menolak. Matsuri tau benar kalau melayani Kay adalah kewajibannya dan Kay tidak pernah mengatakan kalau pernikahan ini hanya berpurapura. Ini pernikahan sebenarnya dan kesepakatannya sejak awal adalah begitu. Mereka menikah karena saling merasa nyaman dan akan berusaha mempertahankan kenyamanan itu selamanya. Walaupun tadi, Kay baru saja melampiaskan semua kesedihannya di pesawat, Kay akan tetap melakukannya kepada Matsuri karena ia tidak sedang bercanda dengan pernikahan ini. Pernikahan ini sama sekali bukan permainan meskipun tujuannya terdengar sangat tidak serius. “Bagaimana? Neechan akan melakukannya untuk pernikahan ini?” Matsuri terlihat kikuk. Tapi sejurus kemudian ia mengangguk. Kay mengeluarkan tangannya dan membalik tubuh istrinya agar menghadap kepadanya, tapi Matsuri benar-benar menunduk dalam dan tidak sanggup memandang wajah Kay. Kay tau Matsuri sedang shock
dengan setiap sentuhannya. “Neechan. Kita coba untuk bahagia melalui pernikahan ini. Kita lupakan semua masalah kita, karena kita bersamasama untuk membuat kenangan baru dan melupakan nasib buruk yang menyelubungi kita.” “Iya, Aku tau!” Jawab Matsuri parau, ia masih menunduk. Kay kemudian menggandeng tangan Matsuri menuju kamar, mau tidak mau Matsuri harus siap dengan ini karena dia sendiri juga sudah menduga cepat atau lambat ini semua akan terjadi. Mustahil bisa menghindari ini bila harus hidup bersama dalam waktu yang lama. Kamar ternyata sudah memiliki cahaya lain, bukan cahaya lampu seperti saat pertama kali mereka memasukinya. Suasana romantis menyeruak dari wangi-wangian lilin Aromatherapy beraroma rose. Matsuri harus juga siap saat Kay menanggalkan semua pakaiannya, menyentuh seluruh tubunya lalu membawanya ke tempat tidur. Ada perasaan yang tidak bisa di mengerti saat ia dan Kay berciuman, saat Kay meremas pinggulnya, menggigit payudaranya. Matsuri benar-benar berusaha menahan airmatanya untuk tidak mengalir, berusaha mengalihkan isakannya menjadi desahan dan berusaha agar Kay tidak mengetahui ketidak siapannya. Semuanya berlangsung begitu saja tanpa perasaan yang mendalam dan dengan ini Matsuri mengerti arti dari pengabdian. Melayani seorang laki-laki yang tidak di cintai baginya benar-benar menyedihkan meskipun Kay selalu berusaha untuk tidak menyakitinya dan bertindak sehati-hati mungkin. Setidaknya ia masih bersyukur karena Kay tidak memaksanya untuk melakukannya berkali-kali, laki-laki itu kini berbaring di sebelahnya sambil menggenggam tangannya erat-erat. “Neechan, “Bisiknya. “Apa aku terlalu memaksa?” “Bagaimana dengan perasaanmu sendiri? Kau juga sedang memaksakan diri.” “Apa aku menyebut nama orang lain?” Matsuri menggeleng, Kay menyebut-nyebut Neechan beberapa kali. Hanya Matsuri yang di panggilnya Neechan dalam hal ini. “Tidak!” “Tapi kau menyebut nama orang lain!” Matsuri terbelalak, ia sempat memikirkan Arata, memikirkan kekecewaannya, memikirkan rasa sakit hatinya. Semua tentang Arata
memang sengaja di hadirkannya kembali dengan harapan ingataningatan tentang laki-laki itu bisa menguap pada saat bercinta tadi dan itu cukup berhasil meskipun tidak sepenuhnya. Matsuri melepaskan tangannya dari genggaman Kay dan berbalik membelakanginya. “Maaf, aku hanya…” Matsuri tidak tau harus mengatakan apa, ia sedang memikirkan kata-kata lain yang sekiranya bisa Kay terima. Tapi seharusnya tidak ada yang perlu di sembunyikan dari Kay karena lakilaki itu pasti mengerti bagaimana perasaannya. “Aku berusaha menggantinya denganmu, mengubah Arata menjadi Kay. Aku mengucapkan namanya sama sekali diluar kesadaran.” Matsuri menghela nafas berat, buliran airmata penyesalan jatuh begitu saja dan membuat dadanya semakin sesak. Tapi kehangatan tubuh Kay menjalarinya, laki-laki itu memeluknya, membelai punggungnya, mencumbu bahu dan lehernya, Ia benar-benar berusaha menyatukan tubuhnya dan tubuh Matsuri sehingga benar-benar rapat, Punggung bertemu dada, paha bertemu paha, Kay benar-benar mengikuti lekuk tubuh Matsuri yang agak meringkuk. Kedua lengannya menekan perut dan dada gadis itu agar Matsuri tidak bergerak dan terus berada di dekatnya. “Apa itu berhasil?” Bisiknya. Matsuri menelan ludah, berusaha menenangkan dirinya. “Sedikit!” “Kalau begitu kita akan sama-sama berusaha. Sekarang tenanglah, Kau tidak perlu merasa gugup lagi. Aku harap malam ini benar-benar bisa menghancurkan lapisan-lapisan yang masih menghalangi kita. Tidurlah, Neechan!” Nafas Kay bagaikan detak jarum jam yang sama teratur dengan debaran jantungnya. Semuanya bisa memberi ketenangan yang lebih sehingga Matsuri mampu memejamkan matanya dengan damai. Walau bagaimanapun, baik hatinya dan hati Kay sedang sama-sama terluka dan mereka bersepakat untuk berusaha menyembuhkannya bersamasama. Meskipun ada sebuah perasaan buruk merasuk, tapi kenyamanan itu sudah berhasil menanganinya dengan baik hingga sekarang, keduanya bisa terlelap dengan tenang bersama-sama.
Bab. 23 Hampir setiap pagi Matsuri harus melayani permintaan Kay tentang secangkir kopi buatan rumah. Ternyata Kay sengaja membawa kopi sendiri dari Jepang demi menikmati minuman yang katanya sudah menjadi pavorit semenjak ia kembali dari Fukuoka waktu itu. Khusus untuk pagi ini, Matsuri bukan hanya harus meracik secangkir kopi buatan rumah dan membuat sarapan pagi saja, tapi juga harus mendengar Kay mengomel-ngomel karena ia menolak untuk di ajak keluar. Matsuri hanya ingin istirahat di flat karena semenjak tiba di Paris ia selalu mengikuti Kay pergi kemana-mana dan hanya berada di Flat saat malam sampai pagi hari, dan pada waktu seperti itupun di sama sekali tidak bisa istirahat karena Kay selalu mmbujuknya untuk bercinta. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul tiga sore waktu setempat, seharusnya Kay sudah berangkat karena ia janji bertemu teman Italianya pada jam segini. Tapi laki-laki itu masih mengikuti Matsuri kemanapun ia melangkah, kekamar mandi, mesin cuci, dapur, kamar, akhirnya Matsuri berhenti bergerak lalu memandang Kay dengan perasaan putus asa. “Aku sedang ingin di rumah hari ini. Ingin istirahat, apa kau tidak bisa mengerti?” “Ya, aku mengerti. Sejak datang ke Paris aku selalu membuatmu lelah kan? Tapi temanku kali ini adalah orang yang punya andil penting untuk acara puncak nanti malam. Kau tidak akan menolak untuk datang nanti malam juga kan? Aku sudah menyiapkan gaun untukmu karena kau akan ku bawa naik kepanggung bersamaku. Semua orang harus tau kalau aku sudah menikah!” Matsuri mendesah. Ia jadi ingin segera pulang ke Tokyo karena waktu-waktu di Paris sangat melelahkan. Jalan-jalan d Tokyo lebih
menyenangkan daripada di Paris meskipun tempat ini sangat indah. Semua tempat wisata sudah di datanginya dan sangat mudah membuatnya bosan. Matsuri meragukan kalau ia akan bisa bertahan beberapa minggu kedepan untuk terus berlama-lama di Paris. “Neechan, ayolah!” Kali ini Kay merengek. Setiap kali Kay memanggilnya dengan sebutan itu, Matsuri selalu luluh. Semenjak seks yang pertama Kay tidak pernah memanggilnya Neechan lagi karena menurutnya ia tidak akan nyaman bila harus bercinta dengan perempuan yang selalu di panggilnya kakak. Mungkin ini yang pertama kali semenjak itu. “Baiklah!” Kay mendekat lalu mencium bibirnya, dan setiap Kay melakukan itu Matsuri harus merasa Shock. Sudah terlalu sering dalam beberapa hari ini Kay bertidak seperti itu dan Matsuri tidak punya alasan untuk menolak. Kay selalu membantah dengan alasan yang tidak bisa di patahkan. “Malam ini pulang jam berapa?” “Tidak akan terlalu malam, aku pastikan! Setelah semua busana karyaku keluar, kita akan pulang karena aku tidak akan membiarkanmu lelah.” Dia tersenyum, dan Matsuri selalu berusaha untuk memahami semua tingkah lakunya. Tapi meskipun lelah Matsuri tidak pernah sekalipun merasa menyesal menuruti semua permintaan Kay. Laki-laki itu tidak memberikannya kesempatan untuk mengganti pakaian, Kay hanya memberikannya sebuah mantel hitam untuk melapisi blouse rajut berlengan pendek yang selalu di kenakannya di rumah. Mantel yang Kay beli di Paris untuknya dan senada dengan Jas yang di kenakannya sekarang. Begitu keluar dari bangunan itu, Matsuri bisa merasakan udara dingin menerpa pahanya sehingga ia merapatkan mantelnya. Beruntung Kay membelikannya Mantel yang panjang sampai lutut sehingga rasa dingin itu sedikit banyak bisa di atasi. Kay mengajaknya menuju suatu tempat dengan taksi, dan begitu sampai Matsuri baru mengetahui bahwa lokasi yang di tuju adalah sebuah Hotel mewah dimana semua acara malam ini akan di adakan. Kay mengajaknya menuju kesebuah ruangan dimana banyak orang berkumpul lalu duduk di kursi kosong yang tersisa. Matsuri mendengarkan Kay berbicara dengan beberapa orang dalam bahasa Prancis, bisa di pastikan kalau ia
sedang memperkenalkan Matsuri kepada teman-temannya karena di sela-sela obrolannya mereka menyapa Matsuri dalam bahasa Jepang yang pas-pasan. Walau bagaimanapun Matsuri berusaha bersikap sopan dengan tersenyum, membalas jabatan tangan, bahkan sampai menundukkan badan sebisanya kepada semua teman-teman Kay. “Mereka semua desainer juga?” Tanya Matsuri setelah Kay terlihat lebih tenang dan tidak sedang berbicara dengan siapapun, mereka hanya memperhatikan banyak orang yang mondar-mandir mengurusi perlengkapan di panggung yang ada di hadapan mereka. Catwalk benar-benar sedang di dandani semewah mungkin. “Ada beberapa yang bukan. Kebanyakan desainer menyiapkan karya yang mau mereka tampilkan malam ini!” “Lalu kau? Tidak bersiap-siap juga? Teman yang yang akan kau temui siapa?” “Lukav, dia orang penting yang membantuku menyiapkan semuanya. Jadi aku hanya perlu mempersiapkan istriku. Khe…khe..khe…” Kay terkekeh membanggakan kecurangannya membuat Matsuri berdesis. Kay lalu kembali diam karena Matsuri sama sekali tidak bertanya lagi. Ia memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang dengan teliti dan melupakan kalau Kay ada di sampingnya. Mungkin di kepalanya Matsuri sedang berusaha menerka kepribadian orang-orang yang menarik hatinya. Hati Kay mendadak kecut karena ia tahu Matsuri tidak bersikap seperti biasa disebabkan oleh pemaksaan yang di lakukan olehnya seharian ini. Matsuri tidak mau mengobrol banyak dan lebih memilih untuk memperhatikan orang lain.
Bab. 24 Lukav juga membuatnya menunggu terlalu lama. Laki-laki Italia yang juga merupakan orang kepercayaan ibunya itu sudah mengirim pesan kalau ia akan terlambat menemui Kay karena masih sangat banyak yang harus di urus. Tapi sedikitpun Kay tidak mau memberi tau Matsuri keadaan yang sebenarnya. Kay terus memandangi istrinya yang kelihatannya mulai merasa bosan dan hal ini cukup menambah kekhawatirannya. “Honey, Apa kau tidak merasa panas?” Kay bertanya sambil mendekatkan kepalanya kebahu Matsuri. Matsuri menoleh. “Ruangan ini pakai AC, mana mungkin bisa kepanasan. Aku saja masih merasa dingin” “Tapi disini banyak orang. Wajar kalau aku merasa panas. Kau punya ikat rambut tidak? Mudah-mudahan panasnya bisa berkurang kalau aku mengikat rambut.” “Matsuri menggelengkan kepalanya lalu kembali memperhatikan orang-orang. Beberapa saat kemudian ia melepaskan ikat rambut yang membebat rambutnya dan menyodorkannya kepada Kay. “Pakai ini ini saja!” “Kalau begitu bantu aku mengikat rambutku!” Kay mendengar Matsuri mendesah, meskipun begitu Matsuri tetap berdiri dari tempat duduknya dan berpindah ke belakang Kay untuk membantunya mengikat rambut. Matsuri sangat memanjakannya dan Kay sangat suka menikmati itu. Ia tidak bisa membayangkan bila tadi Matsuri tetap berkeras untuk tidak ikut, mungkin dirinya akan sebatang kara disini. Tidak, akan banyak orang yang menghampirinya tapi tidak akan sama karena hanya Matsuri yang membuatnya merasa nyaman. Setiap sentuhan Matsuri di kepalanya memberikan kehangatan dan itu
juga merupakan bentuk kenyamanan. Kay tersenyum menikmati kasih sayang istrinya. Matsuri menyudahi pekerjaannya dengan menepuk bahu Kay menggunakan kedua telapak tangannya. Tapi begitu ia akan kembali duduk, tampat duduknya di isi oleh orang lain. Matsuri lagi-lagi mendesah kesal, karena Kay membuatnya kehilangan tempat duduk. Ia memandang berkeliling mencari tempat dimana dia bisa duduk, tapi pandangannya berakhir pada wajah Kay yang menengadah menatapnya. “Aku tunggu di luar saja!” Kata Matsuri. Kata-kata itu membuat Kay kecewa, ia tidak mau di tinggal sendirian disini. Kay berusaha menyelipkan tangannya di pinggang Matsuri dan membiarkannya duduk di pangkuannya, tiba-tiba saja fikirannya melayang kepada Ivea yang pernah di pangku Nathan, kenangan yang membuatnya merasakan lagi kesedihan yang sudah di lupakannya belakangan ini. Suara Matsuri membuat Kay kembali terbangun dari kenangan buruknya, ia berusaha mengumpulkan kembali indranya dan memberikan senyuman kepada Matsuri. “Duduk disini lebih baik, Honey!” “Apa kau tidak malu, semua orang melihat kita!” “Memangnya kenapa?” Tanya Kay sengit. “Semua orang disini tau kau adalah istriku. Dilarang menolak Neechanku!” Matsuri lagi-lagi menyerah. Ia membiarkan Kay melakukan semua yang di inginkannya, hanya di pangku dan seharusnya tidak jadi masalah. Kay bahkan melakukan hal yang lebih dari ini hampir setiap malam. Perhatiannya teralih saat mendengar seseorang berdehem lalu berbicara dalam bahasa Prancis. Orang itu adalah orang yang sangat Kay kenal, Bianca Karta dan di belakangnya putri kesayangannya menyertainya, Ivea. Kay terperangah dan Matsuri memandang Kay sejenak sebelum mengembalikan pandangannya kepada Ivea dan Bian secara bergantian. Matsuri tidak mengerti bahasa Prancis, tapi ia mengerti saat Bian menyapanya dalam bahasa Jepang yang fasih. Wanita itu bukan hanya cantik, tapi juga cerdas karena sepertinya tidak hanya menguasai satu jenis bahasa.
“Kau rupanya wanita yang sial menikah dengan laki-laki ini!” Bian berbicara sambil memandang Kay dengan tatapan pura-pura sinis. “Apa yang kau katakan?” Desis Kay. “Dia adalah wanita paling beruntung di dunia karena menikah denganku!” Bian tertawa terbahak-bahak sambil menutupi mulutnya dalam jarak yang tidak begitu dekat dengan telapak tangannya. “Ya, Baiklah. Tapi siapa nama istrimu ini? Dia sepertinya orang yang cerdas. Ada apa di kepalanya sehingga ia mau menikah denganmu!”Bian lalu memandang Matsuri sambil menyentuh kepalanya. “Sayang, kepalamu tidak sedang terbentur, kan?” Matsuri lalu tersenyum tidak mengerti sambil menoleh kepada Kay minta penjelasan. Spontan tawa Bian terdengar lagi. “Kau bingung dengan perbincangan ini ya? Aku da Kay bersahabat sudah sangat lama, jadi kau jangan heran kalau aku selalu mengatainya dengan berbagai cara. Tapi walau bagaimanapun kau adalah orang yang beruntung diantara sekian banyak wanita yang dekat dengannya. Karena kau satusatunya yang di nikahinya.” “Terima kasih!” Hanya itu yang bisa Matsuri katakan. Ia tidak tau harus berkata apa selanjutunya. Bian kembali berbicara. “Kau jahat sekali pergi sebelum aku datang. Aku sangat kecewa karena begitu tiba di Tokyo kalian sudah tidak ada. Sekarang kau harus membayar semuanya. Kalian tinggal dimana?” “Kami menyewa sebelah flat…” “Aha!” Bian berseru. “Kau memilih flat? Sejak kapan begini? Biasanya kau selalu memilih hotel mewah kalau ke Paris!” “Hotel bisa membuatku banyak kehilangan kesempatan, Aku tidak bisa tidur kalau belum makan masakan istriku. Aku tidak bisa membersihkan rumah bersama, tidak bisa bercinta di dapur…” Kay berusaha menahan teriakannya saat merasakan cubitan Matsuri yang panas di pahanya. Matsuri mulai bisa merasakan kalau Kay berusaha menyakiti Ivea lagi dengan kata-katanya. Gadis itu memandang Kay seolah-olah sedang mengatai Kay yang sangat kekanak-kanakan. Kay menutupi ekspresi Matsuri itu dengan sebuah ciuman lembut di pipinya. Matsuri semakin terperangah dan Kay semakin senang. Entah senang karena apa, karena bisa melakukan itu di depan Ivea dan membuat Ivea
menyesal karena membuatnya terlalu lama menunggu atau karena Matsuri. “Kenapa?” Bian melanjutkan pembicaraan mereka yang terputus sambil memadang Matsuri dengan serius, ia lalu tertawa dengan anggunnya. “Aku mengerti, soal kata-kata yang seharusnya jadi rahasia itu? Aku mengerti karena pengantin baru selalu memiliki hasrat dimana saja! Jadi sayang, kau pandai memasak?” “Aku bisa, tidak pandai!” “Kalau begitu besok malam kami bisa datang ke flatmu? Undang kami makan malam.” Matsuri memandang Kay meminta izin, “Kalau aku sama sekali tidak keberatan…” “Tapi aku yang keberatan!” Kay menyela. “Kenapa harus malam? Siang atau pagi saja tidak bisa?”
Bab. 25 “Kau seharusnya tidak mengatakan itu kepadanya!” Matsuri menggeram saat ia dan Kay berada di salah satu Kamar hotel. Lukav baru saja pergi beberapa saat yang lalu setelah mengantarkan beberapa potong gaun yang mungkin akan di pakainya untuk mendampingi Kay di atas catwalk nanti. Memangnya kapan ia dan Kay pernah bercinta di dapur dan Kapan ritual masak besama itu terjadi? Kay selalu nonton televisi setiap kali Matsuri memasak untuknya dan baru kedapur saat ingin minum atau makan. Semua kata-kata bohong Kay itu sama sekali bukan masalah besar baginya, tapi pasti sudah jadi masalah besar bagi Ivea. Gadis itu bukanlah orang yang bisa menyembunyikan perasaannya karena apapun yang di rasakan oleh hati akan tergambar jelas di wajahnya. Tidak bisa di pungkiri kalau Matsuri merasa bersalah setiap kali melihat kekecewaan di wajah Ivea. Satu bulan lalu, gadis itu jatuh pingsan dan di bawa ke rumah sakit karena kecewa saat mengetahui Kay akan segera menikah dengannya, saat hari pernikahan Ivea juga hampir saja menangis karena melihat perlakuan Kay kepadanya dan hari ini juga sama. Perasaan cinta tidak bisa hilang begitu saja dalam sebulan, apalagi bila sering bertemu. Matsuri saja masih belum bisa melupakan rasa cintanya kepada Arata meskipun mereka sudah berbulan-bulan tidak bertemu dan selama itu juga tidak pernah mendengar kabarnya. “Aku sudah bilang, kan? Berhentilah berfikir untuk membalas dendam. Kau selalu berusaha untuk menyakitinya setiap kali bertemu!” Kay yang berbaring di ranjang mendesah halus. “Aku juga tidak bermaksud begitu. Semuanya keluar begitu saja. Setiap kali melihatnya aku merasa kesal dan selalu ingin marah!”
“Karena dia datang terlambat sedangkan kau sudah terlanjur memilihku? Aku sudah bertanya padamu waktu itu, apakah kau yakin dengan pernikahan kita ini? Aku juga sudah bilang, belum terlambat kalau kau ingin bersamanya sebelum pernikahan kita di langsungkan!” “Neechan, kenapa kau selalu mengatakan itu? Aku merasa kesal bukan karena menyesal sudah memilihmu. Lebih dari itu, aku bertepuk sebelah tangan dalam waktu yang sangat lama. Aku harus melihatnya bersama orang lain dan tetap tersenyum. Aku harus mendengar semua ceritanya tentang Nathan dan menahan perasaan marah. Mau tidak mau aku harus mengubah semua kebiasaan, merasakan suasana hati yang buruk karena merasa bersalah terhadapnya, aku bakan tidak bisa mengerjakan semua pekerjaanku secara professional setiap kali bersamanya, aku melalaikan banyak hal hanya untuk melakukan sesuatu yang terbaik untuknya. Aku sudah mengorbankan semuanya dan dia masih harus berfikir panjang untuk memilihku? Itu yang membuatku kesal, bukan dirimu, Neechan!” Matsuri melepaskan nafasnya perlahan, dadanya mulai terasa sangat sesak karena untuk pertama kalinya Kay berbicara dengan penuh amarah di hadapannya. Tapi sampai kapanpun Matsuri cukup dewasa dan bijaksana untuk tidak mengeluarkan air mata karena ini. Tidak ada sepatah katapun yang keluar lagi dari mulutnya karena diam selalu bisa jadi jalan keluar yang terbaik. Ia tidak mau bertengkar dan tidak akan pernah membalas semua kata-kata Kay. Meskipun ia sangat ingin mengatakan kalau Kay keterlaluan karena memandang semua hal itu hanya dari sisinya sendiri. Ivea pasti juga punya alasan tentang semua itu. Pasti ia punya alasan. Mengapa Matsuri selalu perduli dengan perasaan Ivea? Karena ia sudah terlanjur menempatkan diri sebagai Ivea sejak bertemu dengan gadis itu pertama kali, seperti yang selalu di fikirkannya kalau ia sebenarnya tidak membutuhkan Kay, tidak juga merasakan perasaan apa-apa. Tapi gadis itu pasti sebaliknya, membutuhkannya dan mencintainya. Laki-laki bodoh ini sudah menerbangkan kesempatannya untuk bersama dengan orang yang dicintainya demi hidup bersama seorang perempuan yang punya luka, yang tidak mencintainya dan mencintai orang lain. Semula Matsuri fikir ia dan Kay memang sama, tapi ternyata Kay masih memiliki banyak
kesempatan sedangkan dirinya tidak. Matsuri memejamkan mata. Ia berusaha untuk tidur dan berharap perasaan galaunya menghilang begitu ia terbangun nanti.
Bab. 26 Matsuri benar-benar kehilangan kesadaran dan baru terbangun saat alarm ponselnya bordering. Dengan masih memejamkan mata, ia berusaha meraba-raba sumber bunyi dan menyentuhnya, tapi ada sesuatu yang menempel di ponsel itu. Matsuri membuka matanya lebarlebar dan menonaktifkan alarm ponsel dan tanpa sengaja mmandang wallpaper ponsel yang sudah berganti dengan foto preweddingnya bersama Kay. Ia segera menghentikan lamunannya lalu duduk dan membaca Note yang menempel di ponselnya, memo dari Kay. Honey, Maaf mengganggu tidurmu dengan alrm. Ini sudah saatnya kau bangun dan bersiap-Siap. Aku menunggumu di ruang ganti yang ada di belakang catwalk karena aku tidak bisa membiarkan Lukav mengerjakan semuanya sendiri. Yar Husband! ^_^ Cih, Matsuri berusaha menahan tawanya. Kay masih berusaha menjadi suami yang baik sampai dengan saat ini dan sepertinya ia harus menghargainya. Tiga buah gaun yang tergeletak di atas sofa yang berada di dekat Jendela ditatapnya berlama-lama. Matsuri akan memilih yang paling di sukainya. Ia turun dari ranjang dan mendekati semua gaun yang di antarkan oleh Lukav dan pilihannya jauh kepada gaun berlengan ¾ dengan efek semi balon. Gaun berbahan polyester berwarna krem itu di hiasi dengan detail lace berwarna gun silver pada placket leher dan bagian bawah dada sehingga Matsuri seolah-olah sedang menggunakan Obi. Dia seorang wanita Jepang dan sangat
tertarik dengan gaun yang menggambarkan ciri bangsanya meskipun gaun dengan panjang badan 83 cm itu masih jauh dari kimono. Saat mengenakannya tiba-tiba saja Matsuri merasa ragu, Gaun dengan potongan pensil itu membuat tubuhnya kelihatan lebih berlekuklekuk.Tapi Matsuri tidak akan menanggalkannya karena hanya gaun itu yang cocok dengan kacamatanya. Ia tidak akan melepaskan kacamatanya kecuali saat mandi ataupun tidur. Sebuah sepatu model lancip dengan slingback dan di hiasi detail anyam pada bagian Upper menjadi pilihannya karena itu adalah sepatu yang memiliki Hak paling rendah. Matsuri tidak akan mengambil resiko bila ia harus terjatuh dan membuat Kay malu di atas catwalk nanti. Lalu bagaimana dengan rambutnya? Mungkin Matsuri akan membiarkan rambutnya yang mulai memanjang itu di urai saja karena ikat rambutnya sedang di pakai Kay. Sebelum keluar dari kamar, Matsuri memasukkan ponsel dan dompetnya kedalam sebuah tas pesta berwarna senada dengan sepatunya lalu kembali mematut dirinya di cermin. Ia sudah kelihatan lebih baik, tidak terlalu berlebihan dan elegan. Meskipun Kay sangat menyukai kemewahan ia tidak akan membuat penampilannya kelihatan memalukan hanya karena berusaha menyesuaikan diri dengan Kay. Inilah dirinya dan dia siap untuk beranjak menuju Suaminya. Langkah demi langkahnya yang memang sudah teratur menelusuri koridor dengan iringan tatapan beberapa orang, begitu juga saat ia menaiki lift menuju Aula. Tiba-tiba saja Matsuri merasa dandanannya mungkin aneh bagi banyak orang. Kepalanya berputar mencari Kay yang mungkin sedang sibuk tapi ia tidak perlu bersusah payah karena tiba-tiba saja Kay mendekatinya. “kau hampir terlambat. Sebentar lagi kita akan berjalan bersama di atas catwalk !” “Dandananku aneh tidak?” Kay mengamati Matsuri dari ujung kaki hingga kepala dengan gaya khasnya. Tidak hanya itu, ia memutar-mutar tubuh istrinya beberapa kali dan baru berhenti saat Matsuri protes. “Aku jadi pusing!” “Oke, Ini dirimu yang sebenarnya Neechan? Kau terlihat sangat sederhana!” Kata Kay setelah ia berusaha mencari celah dari
penampilan istrinya. “Tapi ku rasa aku tidak salah memilih istri! Kau tetap cantik dan apa adanya dan aku tidak akan mengedit apa-apa.”
Bab. 27 Bian berjalan cepat di ikuti oleh Ivea dengan membawa beberap barang-barang dalam kantong plastik. Pagi ini ia memang datang tanpa izin ke flat yang Kay sewa bersama istrinya. Dia tidak merasa sedang melakukan kesalahan karena saat itu Matsuri mengatakan Bian boleh datang kapan saja dan Kay tidak setuju bila ia datang pada malam hari. Ia berdiri di depan gedung berlantai tiga itu, lokasi yang Kay pilih sangat sepi, sangat jarang terlihat orang yang berlalu lalang di jalan ini. “Mom, kita pulang saja!” Ivea mengeluh. “Kenapa? Kau mau terus-terusan begini? Kau harus membiasakan diri karena suatu saat nanti kau pasti akan sering bertemu dengan Kay. Kay tidak akan pernah berhenti dari pekerjaannya dan kau juga tetap harus menjadi desainerkan? Kalau kau terus berusaha menghindarinya hatimu tidak akan sembuh!” Kata-kata Bian kali ini cukup tegas. Ia tidak akan melakukan semua ini jika bukan karena Ivea yang terus-terusan bersedih. Ivea harus bisa berbesar hati dengan pernikahan Kay, harus bisa menerima Matsuri sebagai seorang teman dan harus mampu bertemu dengan Kay tanpa menggunakan perasaan apa-apa. Semenjak hari pernikahan Kay, Ivea semakin sering murung dan berkali-kali kepergok menangis. Ia memang bisa menyembunyikannya dari Nathan tapi tidak dari Bian. Percuma saja Bian menyebut dirinya sebagai seorang ibu jika tidak bisa memahami perasaan putrinya. Bian dan Kay dulu juga pernah begini, tapi Bian selalu berusaha untuk tidak melibatkan kebenciannya setiap kali bertemu denga