Warganegara 1 Kresna Warganegara Rigen pratitisari Bahasa Indonesia 28 Agustus 2012
Cerita sang pejuang Tahun 1936, Desa Malik “Haduuh ayah kenapa aku harus menjual makanan ini sekarang. Aku mau bermain sama anak anak lain.” Aku memberi ikan gurame kepada salah satu ibu-ibu yang sedang mengantri untuk mendapatkan ikan gurame. “Ya sudah, tapi jangan lama-lama ya Kresna. Nanti kita akan makan malam dengan ibumu.” Aku berlari menuju teman-temanku, kami bermain sampai akhirya malam tiba. Saat aku berjalan menuju rumah, ada suara teriakan. Aku berlari dengan kencang menuju arah teriakan itu. Ternyata, ada seseorang yang memegang pisau dan ibu-ibu yang sudah meninggal. Aku melihat pintu masuk ke dalam desa dan ada 50 orang menuju desaku, mereka membakar rumah-rumah penduduk desa dan membunuh mereka, lalu ada seseorang yang dating dari kejauhan. Orang itu sangat tinggi dan gagah “Burn alle gebouwen in dit kleine dorp! Deze plek zal binnenkort een bolwerk Nederland!”
Warganegara 2 Dia menunjuk gedung-gedung desa kita dengan dan tertawa. “Lari! Mereka akan menghancurkan desa ini!” Laki-laki itu mempunyai muka yang sangat ketakutan. Aku tidak bisa bergerak, aku tidak percaya apa yang dilihat oleh mataku. Kita tidak pernah melakukan sesuatu yang membuat Belanda Marah kepada kita. Aku berdiri diam di tengah penduduk-penduduk yang sedang berlari. Aku mengumpulkan semua keberanianku dan berlari keluar desa. Di belakang terlihat orang orang Belanda yang masih berlari mencoba menangkap penduduk desa yang sedang melarikan diri, tiba tiba… “Aduh!” Rasa pusing dan sakit memulai memasuki kepalaku, kaki yang lemah ini sudah tidak kuat lagi untuk berdiri. Lalu, ada yang mengangkatku, dia berlari keluar desa dan akhirnya kita selamat. Mataku menutup.
Mataku mulai terbuka, suara burung berkicau bisa terdengar. “Akhirnya kamu bangun juga, ini untuk kamu.” Seorang anak menyapa dan memberiku tiwul yang di alaskan oleh daun. Dengan senang aku mengambil singkongnya dan memakannya. “Aku Ucep, nama kamu siapa?” “Kresna”
“apa yang terjadi, dimana ini dan mereka itu siapa?” Aku menunjuk orang-orang yang sedang duduk di dekat kali. “Desamu diserang oleh Belanda, kau diselamatkan oleh salah satu
Warganegara 3 penduduk desa yang sedang melarikan diri, mereka adalah sisa penduduk desamu dan ini adalah desa Kepiring, desa terdekat dari desamu.” Mendengar itu aku langsung berlari menuju orang-orang, itu beraharap bahwa ayah dan ibu telah sampai kesini selamat. Aku melihat beberapa temanku dan penduduk desa yang lain. Tetapi, ayah dan ibu tidak ada. Air mata mulai keluar, aku terduduk berpikir apa yang akanku lakukan, aku tidak punya ayah dan ibu, desaku hancur.
Setelah beberapa hari, aku menentukan untuk tinggal di desa Kepiring dan memulai hidup baru. Setelah beberapa tahun aku dan Ucep bergabung dengan orang-orang yang ingin melawan balik Belanda . Kita menjadi teman baik. Aku bahkan menganggap dia sebagai saudaraku. Tetapi, Ucep sangat suka uang. Dia akan melakukan apa saja untuk uang, apa lagi kalau jumlahnya banyak. Dia bahkan pernah mencuri uang dari seorang yang tidak bersalah, tetapi dia berjanji untuk tidak melakukan itu lagi. Ucep juga pintar dengan bahasa Belanda, dia pernah menjadi tahanan Belanda dan dia diajari oleh salah satu orang Indonesia yang ditahan. Aku lalu membebaskan dia dari penjara itu.
Setelah tiga tahun, aku dan Ucep telah mendapat jabatan kapten. Aku mendapatkan misi untuk memasuki Benteng Belanda dengan diam-diam dan membunuh general Zach Schark. General kita berkata bahwa Zach Schark adalah general yang memerintahkan tentara Belanda untuk menghancurkan Desa Malik dan akan menghancurkan desa lain jika kita tidak membunuhnya. Aku hanya bisa berpikir satu hal, yaitu untuk berjuang demi Ayah, Ibuku, desaku
Warganegara 4 dan untuk Indonesia. Aku, Ucep dan beberapa prajurit berjalan menuju bentengnya Zach Schark selama tiga hari. “Akhirnya, sudah berapa hari kita berjalan? dua hari pak! Ujar salah satu prajurit. “Itu lihat prajurit-prajurit yang menjaga di dekat gua itu, Kita bunuh saja mereka dan menggambil baju dan masker mereka. Polu dan Kape, kalian sembunyikan badannya.” “Siap pak!” Polu dan Kape hormat kepada aku dan Ucep. Kami lalu melaksanakan rencana kita dan berhasil memasuki Benteng musuh. Ayo, kita diskusi di belakang menara penjaga itu. Kita berjalan kesana, mencoba untuk menjadi normal sebisa mungkin. Kami akhirnya sampai di belakang menara penjaga. “Kita akan melakukan ini dengan cepat aku akan memasuki ruangannya Zach secara diam-diam dan membunuh dia. Aku akan membalas dendamku, kalian coba mengalihkan perhatian para penjaga supaya aku bisa masuk”. “Kalau kita ketahuan, lari keluar secepatnya. Lari ke gua yang di selatan itu lalu belok ke kanan ada pintu rahasia di sana.” Tiba-tiba, ada suara teriakan “indringers, is er een groep mensen inlander hier!” Aku hanya bisa menerjemahkan sedikit dari kalimat Belanda itu. Inlander, di sini! Gawat, kabur kabur! Kita telah ditemukan!
Aku berlari dengan semua tenaga. Mengindari peluru-peluru musuh. Cepat!. Mimit, Kape tembak penjaga-penjaga di gerbang itu. Polu, Huti ayo
Warganegara 5 cepat, setelah itu aku sadar, dimana Ucep. Tolong! Aku melihat ke belakang aku, “Ucep!” Ucep telah tertangkap oleh dua orang Belanda yang sedang mengejar kami. Aku mencoba untuk menyelamatkan dia tetapi dia sudah dibawa kedalam gedung Belanda itu. Aku berlari menuju gua itu, saat aku tiba di depan gua itu, aku merasakan sesuatu yang sangat tajam memasuki kakiku. Aku bisa melihat darah bercucuran dari kakiku. Peluru yang menusuk itu membuat kaki kananku tidak bisa bergerak. Sisa prajurit-prajuritku langsung mengangkat aku kedalam gua. Mereka membawaku ke tempat rahasia yang ada di sebelah kanan goa.
Kami beristirahat di situ dan akhirnya jatuh tertidur. Saat aku mulai menikmati tidurku, aku mendengar suara Mimit Kabur! Lari! Mereka telah datang aku membuka mataku dan melihat Mimit terkena tembak di kepala oleh orang Belanda. Aku lalu merasakan peluru memasuki dadaku. Bagaimana mereka menemukan tempat ini, apakah perjuanganku akan berakhir seperti ini. Aku tidak bisa berjuang untuk ayahku, ibuku, desaku dan bahkan Indonesiaku. Aku sudah tidak bisa berpikir mataku mulai menutup. Jangan mati Komandan apa yang akanku lakukan. Kita akan… Itulah kata terakhir Polu.
“hahaha ik ga rijk worden.”
“Hartelijk dank voor het ons de weg omhoog. U krijgt het geld morgen. U zult ook in staat zijn om mijn elite krachten te bundelen.”
Warganegara 6 “Suara itu terdengar seperti, Ucep! Dia yang memberi tahu tempat persembunyian kita. Betapa teganya dia. Perjuangan kita selama ini, semuanya sia-sia.”