Roti Tawar Laktogenik - Satyaningtyas, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.1 p.121-131, Januari 2014
ROTI TAWAR LAKTOGENIK, PERANGSANG ASI, BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr) Lactogenic White Bread, a Food Product Containing Sweet Leaves (Sauropus androgynus (L.) Merr) for Stimulating Human Breast Milk Based on Local Wisdom Eryna Satyaningtyas1*, Teti Estiasih1 1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran, Malang 65145 *Penulis Korespondensi, Email:
[email protected] ABSTRAK Status gizi ibu menyusui sangat penting dalam sistem produksi ASI. Selama masa laktasi, wanita mengalami peningkatan berat badan yang optimal maka sering kali ibu mengurangi konsumsi makanannya. Akibatnya terjadi penurunan berat badan yang cepat sehingga menghambat produksi susu dan berdampak buruk pada pengeluaran ASI. Oleh karena itu, diperlukan cara untuk meningkatkan kuantitas ASI dengan mengonsumsi makanan laktogenik yang berefek laktogagum. Salah satunya adalah daun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr) yang terdapat senyawa steroid yang berperan dalam refleks prolaktin untuk memproduksi ASI, serta merangsang hormon oksitosin untuk memacu pengeluaran dan pengaliran ASI. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan perbandingan tepung terigu dan tepung daun katuk yang tepat untuk menciptakan roti tawar dengan karakteristik yang baik dari segi organoleptik dan fisikokimia yang berkhasiat sebagai pelancar ASI. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh perlakuan terbaik dari sifat fisikokimia dan organoleptik pada perlakuan perbandingan proporsi tepung terigu:tepung daun katuk (b/b) 90:10 atau substitusi tepung daun katuk 10%. Kata kunci: ASI, Daun katuk, Laktogenik, Roti tawar ABSTRACT Nutritional status of lactating mothers are very important. During lactation, women have increased the optimal weight, often reduce food consumption.There is a rapid weight loss that can inhibit the production of milk and negative impact on stimulate spending human breast milk. Therefore, to increase the quantity of human breast milk, consumption lactogenic foods that have an lactagagum effect. One of them is sweet leaves (Sauropus androgynus (L.) Merr) which are steroid compounds that play a role in reflex prolactin to produce breast milk, as well as stimulating oxytocin hormone to stimulate spending and drainage breast milk. This study aims to obtain comparison of flour and sweet leaves powder to product a white bread as facilitator human breat milk. Based on the results obtained from the best treatment of the proportion of treatment comparisons flour: sweet leaves powder (w/w) of 90:10 or substitution of 10% sweet leaves powder. Keywords: Human breast milk, Lactogenic, Sweet Leaves, White bread PENDAHULUAN Salah satu parameter kesehatan di Indonesia adalah kesehatan bayi dan balita melalui pemberian ASI eksklusif. World Health Organization (WHO) dan berbagai negara di belahan dunia menganjurkan hanya memberikan air susu ibu (ASI) pada bayi selama 6 bulan pertama (ASI eksklusif) yang dilanjutkan hingga anak berusia 2 tahun. Secara 121
Roti Tawar Laktogenik - Satyaningtyas, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.1 p.121-131, Januari 2014 nasional cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia berfluktuasi dan menunjukkan kecenderungan menurun. Cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0–6 bulan turun dari 62.2% tahun 2007 menjadi 56.2% pada tahun 2008. Sedangkan cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai 6 bulan turun dari 28.6% pada tahun 2007 menjadi 24.3% pada tahun 2008 [1]. Jumlah ibu yang menyusui pada tahun 2012 masih terdapat 42% walaupun mengalami peningkatan 10% dari tahun 2007 yang hanya 32%. Selama masa laktasi, dimana wanita yang mengalami peningkatan berat badan yang optimal maka setelah melahirkan akan memiliki berat badan yang lebih tinggi dari pada awal masa kehamilan. Sehingga sering kali ibu mengurangi konsumsi makanannya, akibatnya dapat menghambat produksi susu atau mengganggu status gizi ibu, selain itu rasa letih yang sering dirasakan ibu seiring dengan penurunan berat badan yang cepat akan berdampak buruk pada pengeluaran ASI [2]. Oleh karena itu, diperlukan suatu cara untuk dapat meningkatkan kuantitas ASI. Salah satunya adalah dengan mengonsumsi makanan yang mempunyai efek laktogagum. Secara teoritis, senyawa-senyawa yang mempunyai efek laktagogum diantaranya adalah sterol. Sterol merupakan senyawa golongan steroid [3]. Senyawa-senyawa tersebut dapat diperoleh dari bahan pangan lokal yaitu daun katuk (Sauropus androgynus (L) Merr). Menurut Ching and Mohamed [4], menyatakan bahwa kandungan fitosterol dari daun katuk yang didapat dengan mengekstrak tepung katuk dengan etanol 70% adalah 2.43% (2.43 g/100 g) atau 2433.4 mg/100 g kering. Pengembangan riset mengenai daun katuk terus dilakukan, terutama untuk meningkatkan kuantitas ASI. Salah satunya adalah dengan pembuatan pangan laktogenik, yaitu roti tawar laktogenik yang disubstitusikan dengan tepung daun katuk. Serta perlu dilakukan penelitian untuk menguji efektivitas roti tawar laktogenik sebagai pelancar ASI. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan dalam penelitian diantaranya adalah pada pembuatan tepung daun katuk adalah air, daun katuk segar yang diperoleh dari Jl. Ir. H. Juanda III dan Jl. Eltari Tengah II Buring, serta natrium bikarbonat. Selain itu, menggunakan bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan roti tawar adalah tepung terigu, garam, susu skim bubuk merk, margarin, ragi roti, gula. Bahan kimia yang digunakan untuk analisa diperoleh dari toko Makmur Sejati dan toko Sari Kimia. Bahan tersebut meliputi HCl 0,1N, NaOH 45%, aquades, H2SO4 pekat, asam borat (HBO3), tablet kjedahl, indikator pp, indikator metil red, petroleum eter (PE), dan kertas saring. Alat Alat yang digunakan meliputi mixer, timbangan analitik, oven, baskom plastik, loyang, ayakan 80 mesh, cawan petri, color reader, desikator, labu kjedahl, perangkat ekstraksi Soxhlet, buret, kertas saring, erlenmeyer, pendingin balik, penangas air, pipet tetes, gelas ukur, beaker glass, spatula, pipet ukur, karet hisap, penjepit statif, timbangan analitik dan mortar.
Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 1 faktor yaitu proporsi tepung terigu : tepung daun katuk yang terdiri dari 5 level dan 3 ulangan. Pengamatan dan Analisa Pengamatan pada produk penelitian dilakukan dengan pengamatan sifat fisik (organoleptik (warna, aroma, rasa, dan keempukan), derajat pengembangan roti, dan tingkat kecerahan, tingkat kemerahan, tingkat kekuningan, Perlakuan terbaik dari kedua pengamatan tersebut di analisa menggunakan metode De Garmo. 122
Roti Tawar Laktogenik - Satyaningtyas, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.1 p.121-131, Januari 2014 HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Komposisi Nutrisi dan Jumlah Kalori Tepung Daun Katuk Data hasil analisa kimia untuk mengetahui komposisi nutrisi dan jumlah kalori pada tepung daun katuk sebagai bahan baku pembuatan roti tawar laktogenik disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Komposisi Nutrisi Tepung Daun Katuk dengan Analisa Kimia Jenis analisa I 23.24 5.61 8.67 10.6 51.88
Protein (%) Lemak (%) Air (%) Abu (%) KH (%)
Ulangan II 25.79 5.27 9.36 9.87 49.71
III 25.38 5.93 9.65 10.73 48.31
Rata rata 24.80 5.60 9.23 10.40 4.97
Tabel 2. Jumlah Kalori Tepung Daun Katuk Komposisi
Protein Lemak KH
Jumlah Komposisi 24.8 g 5.6 g 49.97 g Total kalori
Nilai Kalori/ Gram 4 Kkal/g 9 Kkal/g 4 Kkal/g
Jumlah Kalori 99.2 Kkal 50.4 Kkal 199.88Kkal 349.48Kkal
Hasil analisa kimia tepung daun katuk berpengaruh pada produk hasil. Kadar karbohidrat yang didapat merupakan hasil dari perhitungan kasar carbohydrate by difference. Selain itu, hasil analisa kimia tepung daun katuk tersebut nampak sesuai dan tidak berbeda nyata dengan komposisi nutrisi tepung daun katuk yang dilakukan oleh Subekti [5], Subekti [6] dan Arifin [7] yang disajikan dalam Tabel 3 . Tabel 3. Komposisi Nutrisi Tepung Daun Katuk Komponen
Pustaka (5)
Pustaka (6)
Pustaka (7)
Kadar Air (%)
8.12
13.79
8.12
Protein (%) Lemak (%) Serat Kasar (%) Abu (%) Kalsium (%)
28.68 4.2 12.02
22.14 10.13 5.95
33.97 4.97 14.24
10.64 1.65
10.32 1.93
12.6 -
Fosfor (%) Energi bruto (Kal/g)
0.29 3552.65
1.17 3.842
-
Ket: (-): tidak dianalisa
123
Roti Tawar Laktogenik - Satyaningtyas, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.1 p.121-131, Januari 2014 2.
Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Roti Tawar Laktogenik Secara Organoleptik Data hasil perhitungan tingkat kesukaan panelis ditentukan dari empat jenis atribut mutu yang diujikan dalam kuesioner disajikan sebagai berikut: Warna
Tingkat Kesukaan
6
5.10a
4.75a
5
4.85a 4.10ab
4
3.60b
3 2 1 0 10
20
30
40
50
Substitusi Tepung Daun Katuk (%)
Gambar 1. Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Warna Roti Laktogenik Tersubstitusi Tepung Daun Katuk (BNT (α=0.05) = 0.7886) Pada Gambar 1, dapat diketahui nilai yang didapatkan adalah 3.60 sampai 5.10 dari rentangan sangat tidak menyukai hingga sangat menyukai. Nilai tertinggi nampak pada roti tawar laktogenik dengan substitusi tepung daun katuk 10%. Semakin tinggi konsentrasi proporsi tepung daun katuk yang digunakan untuk substitusi, maka warna yang dihasilkan pada produk roti tawar tersebut akan semakin berwarna hijau gelap sehingga panelis banyak yang tidak menyukainya. Namun, berdasarkan data yang telah didapatkan, nampak nilai pada roti tawar laktogenik dengan tepung daun katuk 30% lebih tinggi dari 20%, yaitu 4.85 > 4.75, akan tetapi nilai tersebut tidak berbeda nyata. Aroma
Tingkat Kesukaan
6
5.10a
5
4.95a 4.30ab
4
3.90a 2.95b
3 2 1 0 10
20
30
40
50
Substitusi Tepung Daun Katuk (%)
Gambar 2. Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Aroma Roti Laktogenik Tersubstitusi Tepung Daun Katuk (BNT (α=0.05) = 0.7145) Pada Gambar 2, nilai tertinggi pada sangat menyukai yaitu pada substitusi tepung daun katuk 10%. Semakin tinggi konsentrasi proporsi substitusi tepung daun katuk yang digunakan, maka aroma yang dihasilkan pada produk roti tawar laktogenik tersebut akan 124
Roti Tawar Laktogenik - Satyaningtyas, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.1 p.121-131, Januari 2014 semakin langu khas daun katuk, sehingga aroma langu tersebut akibat adanya penambahan tepung daun katuk. Aroma tajam dan bau langu yang ditimbulkan akan mengurangi penilaian panelis. Rasa
Tingkat Kesukaan
6
5.65a
5.60a
5
4.35b 3.55c
4
2.85c
3 2 1 0 10
20
30
40
50
Substitusi Tepung Daun Katuk (%)
Gambar 3. Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Rasa Roti Laktogenik Tersubstitusi Tepung Daun Katuk (BNT (α=0.05) = 0.364) Pada Gambar 3, nilai tertinggi pada nilai sangat menyukai yaitu pada substitusi tepung daun katuk 10%. Hal ini diduga semakin tinggi konsentrasi proporsi substitusi tepung daun katuk yang digunakan pada pembuatan roti tawar laktogenik, maka karakteristik khas daun katuk akan makin terasa sehingga mampu mengurangi penilaian panelis pada produk tersebut. Keempukan
Tingkat Kesukaan
6
5.25a
5.30a
5
4.85a
4.35ab
4
3.80b
3 2 1 0 10
20
30
40
50
Substitusi Tepung Daun Katuk (%)
Gambar 4. Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Keempukan Roti Laktogenik Tersubstitusi Tepung Daun Katuk (BNT (α=0.05) = 0.7498) Pada Gambar 4, nilai tertinggi kesukaan panelis pada nilai sangat menyukai yaitu pada substitusi tepung daun katuk 20% dibanding 10%, yaitu 5.30 > 5.25 namun perbedaan nilai tersebut tidak berbeda nyata. Semakin tinggi konsentrasi substitusi tepung daun katuk yang digunakan, maka tekstur yang dihasilkan pada produk roti tawar laktogenik tersebut akan semakin keras dan padat. Hal tersebut dapat diduga akibat substitusi tepung daun katuk yang mampu menurunkan kemampuan pada adonan baik dalam pembentukan maupun penahanan gas sehingga tingkat pengembangan menurun sebanding dengan 125
Roti Tawar Laktogenik - Satyaningtyas, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.1 p.121-131, Januari 2014 penambahannya [8], serta mampu menurunkan tingkat keempukan pada produk roti tawar yang dihasilkan. 3.
Pengujian Derajat Pengembangan Roti Tawar Laktogenik Derajat pengembangan pada roti laktogenik merupakan kemampuan mengalami pertambahan ukuran setelah proses pengovenan. Perhitungan derajat pengembangan dilakukan sebelum dan setelah pengovenan. Data hasil pengujian derajat pengembangan roti tawar laktogenik disajikan pada Gambar 5.
Rerata Derajat Pengembangan (%)
250
202.23a
200
172.37b
150
124.63c
100
72.67d 45.90e
50 0 10
20
30
40
50
Substitusi Tepung Daun Katuk (%)
Gambar 5. Hubungan Penggunaan Substitusi Tepung Daun Katuk Terhadap Rerata Derajat Pengembangan Roti Tawar Laktogenik yang Dihasilkan (BNT (α=0.05) = 1.439) Pada Gambar 5, hasil pengukuran derajat pengembangan pada roti tawar laktogenik yang disubstitusi oleh tepung daun katuk yang dihasilkan menunjukkan bahwa rerata derajat pengembangan berbeda nyata dengan α=0.05 pada setiap proporsi substitusi tepung daun katuk. Rerata derajat pengembangan paling tinggi pada roti laktogenik yang disubstitusi tepung daun katuk 10% yaitu 202.23% dan terendah pada roti laktogenik yang disubstitusi tepung daun katuk 50%. Hal ini disebabkan karena walaupun pada tepung daun katuk memiliki kadar protein yang tinggi, namun berbeda dengan jenis protein yang terkandung dalam tepung terigu yang memiliki kemampuan dalam penahanan gas, sehingga substitusi parsial tepung terigu dengan tepung daun katuk akan menurunkan kemampuan kadar gluten pada tepung terigu, dan menurut Roessalina [8], akan berakibat pada menurunnya kemampuan baik dalam pembentukan maupun penahanan gas sehingga tingkat pengembangan menurun sebanding dengan penambahannya. 4.
Analisa Warna Analisa fisik berikutnya adalah analisa warna L, a, b. Untuk bahan cairan yang tidak tembus cahaya atau padatan, warna bahan dapat diukur dengan membandingkannya terhadap suatu warna standar yang dinyatakan dalam angka-angka [9]. Berikut adalah data analisa fisik warna L, a, b yang disajikan pada Tabel 4, Tabel 5, dan Tabel 6. Berdasarkan Tabel 4, nilai tertinggi terdapat pada substitusi tepung daun katuk 10% sebesar 40.70. Semakin tinggi proporsi substitusi tepung daun katuk dan kandungan klorofilnya, maka semakin gelap warna produk roti laktogenik tersebut. Klorofil merupakan pigmen hijau sehingga memiliki kecenderungan sebagai warna yang terbagi dalam warna gelap. Untuk itu hasil pengukuran tingkat kecerahan akan berbanding terbalik dengan jumlah klorofil [10]. Oleh karena itu, peningkatan jumlah total klorofil tepung daun katuk akan menurunkan tingkat kecerahan dari warna roti tawar.
126
Roti Tawar Laktogenik - Satyaningtyas, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.1 p.121-131, Januari 2014 Tabel 4. Rerata Kecerahan (L) Roti Tawar Laktogenik Proporsi Tepung Terigu : Tepung Daun Katuk 90 : 10 80 : 20 70 : 30 60 : 40 50 : 50
Rerata Kecerahan (L) 40.70 a 39.07 b 33.87 c 32.47 d 31.10 e
Nilai BNT (α=0.05) 1.0619
Tabel 5. Rerata Nilai a (Derajat Kemerahan) Roti Tawar Laktogenik Proporsi Tepung Terigu Daun Katuk
Rerata Nilai a :
Tepung
Nilai BNT (α=0.05)
90 : 10 7.67 a 0.1488 80 : 20 7.23 b 70 : 30 7.17 bc 60 : 40 7.13 b 50 : 50 6.90 c Keterangan : Huruf yang menunjukkan tidak beda nyata (α = 0.05). Berdasarkan Tabel 5, nilai tertinggi terdapat pada substitusi tepung daun katuk 10% sebesar 7.67. Semakin tinggi proporsi substitusi tepung daun katuk, maka semakin gelap pada warna hijau tua, serta semakin tinggi kandungan klorofil yang dikandungnya. Nilai a (derajat kemerahan) berbanding lurus dengan tingkat kecerahannya. Tabel 6. Rerata Nilai b (Derajat Kekuningan) Roti Tawar Laktogenik Proporsi Tepung Terigu : Tepung Daun Katuk 90 : 10 80 : 20 70 : 30 60 : 40 50 : 50
Rerata Nilai b
Nilai BNT (α=0.05)
23.10 a 20.40 b 13.83 c 11.47 d 9.57 e
1.2094
Berdasarkan data Tabel 6, nilai tertinggi terdapat pada substitusi tepung daun katuk 10% sebesar 23.10. Semakin tinggi proporsi substitusi tepung daun katuk, maka semakin gelap warnanya, serta semakin tinggi kandungan klorofil yang dikandungnya. Nilai b (derajat kekuningan) berbanding lurus dengan tingkat kecerahannya. 5.
Karakteristik Kimia, Jumlah Kalori, dan Penentuan Informasi Nilai Gizi (Nutrition Facts) pada Roti Tawar Laktogenik Analisis proksimat adalah suatu metode analisis kimia untuk mengidentifikasi kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak, air dan abu pada suatu zat makanan dari bahan pangan. Serta, memiliki manfaat sebagai penilaian kualitas bahan pangan terutama pada standar zat makanan yang seharusnya terkandung di dalamnya.
127
Roti Tawar Laktogenik - Satyaningtyas, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.1 p.121-131, Januari 2014 Tabel 7. Uji T Karakteristik Kimia Roti Tawar Laktogenik dan Roti Tawar Kontrol (Tanpa Substitusi Tepung Daun Katuk) Karakteristik
Roti Tawar Laktogenik (%)
Roti Tawar Kontrol (%)
Ket
Kadar Protein
10.07
8.00
*
Kadar Lemak
6.34
1.50
*
Kadar Air Kadar Abu Kadar KH
27.67 2.27 53.65
36.53 1.38 52.59
* * *
Ket: (*) menunjukkan berbeda nyata pada α=0.05 Berdasarkan Tabel 7, roti tawar laktogenik sebagian besar terlihat memiliki kandungan kimia yang lebih tinggi dibandingkan dengan roti tawar kontrol sebagai pembanding. Berikut adalah komposisi kimia dan informasi nilai gizi (nutrition facts) yang dilakukan pada roti tawar laktogenik terbaik yaitu 90:10 (substitusi tepung daun katuk 10%). Kadar Protein Kadar protein roti tawar laktogenik sebesar 10.07% lebih tinggi dibandingkan dengan roti tawar kontrol sebesar 8%. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya penambahan tepung daun katuk dimana kandungan protein tepung daun katuk adalah sebesar 24.80%. Roti tawar tanpa tepung daun katuk, bahan utamanya hanya tepung terigu, dimana kadar protein tepung terigu adalah 12.74%, sedangkan menurut Departemen Kesehatan RI [11], protein tepung terigu dalam 100 gram bahan adalah 8.9 %. Semakin tinggi kadar protein yang dimiliki oleh bahan pembuatan roti tawar, maka akan semakin tinggi pula protein produk yang dihasilkan. Kadar Lemak Kadar lemak roti tawar laktogenik dengan subtitusi tepung daun katuk sebesar 6.34% lebih tinggi dibandingkan dengan roti tawar kontrol sebesar 1.5%. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya penambahan tepung daun katuk dimana kandungan lemak tepung daun katuk adalah sebesar 5.60%. Sesuai dengan Departemen Kesehatan RI [11], bahwa kadar lemak pada tepung terigu adalah 1.3%. Semakin tinggi kandungan lemak yang dimiliki oleh bahan pembuatan roti tawar, maka akan semakin tinggi pula kandungan lemak yang dihasilkan oleh produk, seperti roti tawar laktogenik, meskipun hanya 10% substitusi tepung daun katuk. Kadar lemak tepung sangat berhubungan erat dengan ketahanan produk olahan yang berbahan dasar tepung terhadap ketengikan karena oksidasi lemak [12]. Kadar Air Berdasarkan data analisa kimia kadar air yang didapat, kadar air roti tawar laktogenik sebesar 27.67% lebih rendah dibandingkan dengan roti kontrol sebesar 36.53%. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya penambahan tepung daun katuk dimana kandungan air tepung daun katuk adalah sebesar 9.23%. Sedangkan kadar air tepung terigu adalah 14.05% dan menurut Departemen Kesehatan RI [11] kadar air tepung terigu adalah 12%. Sifat dari tepung harus mampu menyerap air dalam jumlah banyak untuk mencapai konsistensi adonan yang tepat, dan memiliki elastisitas yang baik untuk menghasilkan suatu produk dengan tekstur lembut dan volume yang besar [13].
128
Roti Tawar Laktogenik - Satyaningtyas, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.1 p.121-131, Januari 2014 Kadar Abu Kadar abu roti tawar laktogenik sebesar 2.27% lebih tinggi dibandingkan dengan roti tawar kontrol sebesar 1.38%. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya penambahan tepung daun katuk dimana kadar abu tepung daun katuk adalah sebesar 10.40%. Roti tawar tanpa tepung daun katuk berbahan utama hanya tepung terigu, dimana kadar abu tepung terigu adalah 0.51%. Dapat dijelaskan bahwa menurut Aisyah (2005) dalam Fitriani [14], dengan semakin tinggi kadar mineral, maka semakin rendah kadar air, menyebabkan semakin tinggi total padatan dan kadar abu bahan tersebut. Kadar air roti tawar laktogenik adalah 27.67% dengan kadar abu 2.27%, sedangkan kadar air roti tawar kontrol adalah 36.53% dengan kadar abu 1.38%. Kadar Karbohidrat Kadar karbohidrat yang dimiliki oleh roti tawar laktogenik sebesar 53.66%. Sedangkan, kadar karbohidrat yang dimiliki oleh roti tawar kontrol adalah sebesar 52.57%. Kadar karbohidrat yang didapat merupakan hasil dari perhitungan kasar carbohydrate by difference. Jumlah Kalori Roti Tawar Laktogenik Sebelum menetukan label informasi nilai gizi, dilakukan perhitungan terhadap jumlah kalori dari roti tawar laktogenik. Di dalam tubuh baik karbohidrat, lemak, maupun protein tidak seluruhnya dapat terbakar, karena adanya kehilangan-kehilangan dalam proses pencernaan dan ekskresi. Karena itu, disarankan agar dilakukan reduksi sebanyak 2% untuk karbohidrat, 5 % untuk lemak, dan 29.2% untuk protein. Jumlah kalori roti tawar laktogenik yang disubstitusikan dengan tepung daun katuk 10%, disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Jumlah Kalori Roti Tawar Laktogenik Komposisi
Protein Lemak KH
Jumlah Komposisi 10.07 g 6.34 g 53.66 g Total kalori
Nilai Kalori/ Gram 4 Kkal/g 9 Kkal/g 4 Kkal/g
Jumlah Kalori 40.28 Kkal 57.06 Kkal 214.64Kkal 311.98Kkal
Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 8, nampak bahwa jumlah kalori roti tawar laktogenik oleh ketiga zat gizi makro adalah sebesar 311.98 Kkal. Jumlah kalori tersebut kemudian akan digunakan dalam penentuan informasi nilai gizi (nutrition facts). Penentuan Informasi Nilai Gizi (Nutrition Facts) Roti Tawar Laktogenik Penentuan takaran saji didasarkan pada kecukupan gizi yang memenuhi minimal 300 Kkal per hari sebagai syarat pangan berkalori). Selain itu, penentuan takaran saji dilakukan atas dasar pemenuhan 20% AKG sebagai persyaratan klaim tinggi pada label atau iklan pangan [15]. Acuan AKG untuk penentuan informasi nilai gizi roti tawar laktogenik bagi ibu hamil dan menyusi sesuai dengan acuan yang diberikan oleh LIPI pada ibu hamil adalah +200 dari acuan AKG biasa, yaitu sebesar 2200 Kkal. Sedangkan, pada ibu menyusui adalah +400, yaitu 2400 Kkal. Label informasi nilai gizi roti tawar laktogenik untuk ibu hamil disajikan pada Tabel 9. Berdasarkan label informasi nilai gizi pada Tabel 9 energi total dari produk roti tawar sebesar 162.26 Kkal. Sedangkan untuk %AKG untuk nutrisi pada ibu hamil dari kandungan lemak, protein, dan karbohidrat berturut-turut adalah 6.75%; 6.35%; dan 7.80%.
129
Roti Tawar Laktogenik - Satyaningtyas, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.1 p.121-131, Januari 2014
Tabel 9. Label Informasi Nilai Gizi Roti Tawar Laktogenik untuk Ibu Hamil INFORMASI NILAI GIZI Takaran saji/ Serving size (±52 gram) Jumlah sajian per kemasan : 2 potong JUMLAH PER SAJIAN Energi Total 162,26 Kkal Energi dari lemak 29,7 Kkal %AKG* Lemak 3,30 g 6,75% Protein 5,24 g 6,35 % Karbohidrat 27,9 g 7,80 % *% AKG berdasarkan jumlah kebutuhan energi untuk ibu hamil 2200 Kkal Kebutuhan energi anda mungkin lebih tinggi atau lebih rendah Kebutuhan energi untuk ibu menyusui lebih tinggi 200 Kkal dibandingkan dengan ibu hamil yaitu 2400 Kkal. Sebab, kalori yang diserap oleh ibu akan dibagi juga ke bayi melalui ASI. Untuk menghasilkan ASI yang berkualitas maka ibu hamil pada trimester ketiga dan ibu menyusui dianjurkan mengkonsumsi makanan yang mengandung energi dan zat-zat gizi lengkap. Sehingga dapat diketahui dengan produk yang sama akan memiliki informasi nilai gizi yang berbeda. Label informasi nilai gizi roti tawar laktogenik yang tersubstitusi tepung daun katuk berdasarkan kebutuhan energi ibu menyusui disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Label Informasi Nilai Gizi Roti Tawar Laktogenik untuk Ibu Menyusui INFORMASI NILAI GIZI Takaran saji/ Serving size (±52 gram) Jumlah sajian per kemasan : 2 potong JUMLAH PER SAJIAN Energi Total 162,26 Kkal Energi dari lemak 29,7 Kkal %AKG* Lemak 3,30 g 6,19% Protein 5,24 g 5,82 % Karbohidrat 27,90 g 7,15 % *% AKG berdasarkan jumlah kebutuhan energi untuk ibu menyusui 2400 Kkal Kebutuhan energi anda mungkin lebih tinggi atau lebih rendah Berdasarkan label informasi nilai gizi pada Tabel 10 dapat diketahui bahwa energi total dari produk roti tawar sebesar 162.26 Kkal. Sedangkan %AKG untuk ibu menyusui dari kandungan lemak, protein, dan karbohidrat berturut-turut adalah 6.19%; 5.28%; dan 7.15%. SIMPULAN Tingkat kesukaan panelis tertinggi terhadap roti tawar laktogenik secara organoleptik adalah pada proporsi perbandingan tepung terigu dan tepung daun katuk 90:10 atau substitusi tepung daun katuk 10% dengan derajat pengembangan sebesar 202,23%. Sedangkan pada analisa warna L, a, b merupakan analisa warna secara kuantitatif, dimana warna pada roti tawar laktogenik 90:10 (substitusi tepung daun katuk 10%) lebih cerah dibandingkan dengan proporsi substitusi tepung daun katuk yang semakin tinggi. Nilai a dan b berbanding lurus dengan tingkat kecerahan (L). Roti tawar laktogenik memiliki kadar protein, lemak, abu dan karbohidrat yang lebih tinggi dibandingkan dengan roti tawar kontrol. Sedangkan, kadar air pada roti tawar laktogenik lebih rendah dibanding roti tawar kontrol.
130
Roti Tawar Laktogenik - Satyaningtyas, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.1 p.121-131, Januari 2014 DAFTAR PUSTAKA 1) Minarto. 2011. Rencana Aksi Pembinaan Gizi Masyarakat (RAPGM) Tahun 2010 - 2014. Dilihat 21 Januari 2013. http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/terbitan/rencana-aksipembinaan-gizi-masyarakat-rapgm-tahun-2010-2014 2) Bobak, M. Irene, et al. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Alih Bahasa : Maria A. Wijayarini. EGC. Jakarta. 3) Kamariyah, N. 2012. Pengaruh Fraksi Ekstrak Daun Sauropus androgynus (L) Merr (Katuk) Terhadap Kadar Prolaktin Tikus Menyusui dan Sel Neuraglia anak Tikus. Universitas Airlangga. Surabaya. 4) Ching, L.S. and S. Mohamed. 2001. Alpha-tocopherol content in 62 edible tropical plants. J. Agric. Food Chem. 49: 3101–3105. 5) Subekti, S. 2003. Kualitas Telur Dan Karkas Ayam Lokal Yang Diberi Tepung Daun Katuk Dalam Ransum. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 6) Subekti, S. 2007. Komponen Sterol Dalam Ekstrak Daun Katuk (Sauropus androgynus L. Merr) Dan Hubungannya Dengan Sistem Reproduksi Puyuh. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 7) Arifin, M.B. 2005. Kandungan Lemak, Kolesterol Daging Serta Penampilan Ayam Broiler Umur 3 Minggu Sampai 8 Minggu Yang Diberi Daun Katuk (Sauropus androgynus) Dalam Rasumnya. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 8) Roessalina W, Y. 2007. Substitusi Tepung Gandum (Triticum aestivum) Dengan Tepung Garut (Maranta arundinaceae L) Pada Pembuatan Roti Tawar. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 9) Hardiyanti, N., E. J. Kining, Fauziah Ahmad dan N. M. Ningsih. 2009. Warna Alami. Jurusan Geografi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Makassar. 10) Putri, W, E. Zubaidah dan N. Sholahudin. 2012. Ekstraksi Pewarna Alami Daun Suji, Kajian Pengaruh Blanching dan Jenis Bahan Pengekstrak. J. Tek. Pert. Vol 4 (1) : 13 – 24. 11) Departemen Kesehatan RI, 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. DepKes RI. Jakarta. 12) Dameswary, A. 2012. Pengaruh Penambahan Tepung Sukun (Artocapus communis) Sebagai Bahan Pengganti Sebagian Tepung Terigu Pada Pembuatan Pancake dan Bakpao. Universitas Hasanuddin. Makassar. 13) Subarna, 2002. Baking Technology. Pelatihan Singkat Prinsip-prinsip Teknologi Pangan Bagi Food Inspector. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor. 14) Fitriani, S. 2012. Pengaruh suhu dan Lama Pengringan Terhadap Mutu Manisan Kering Jahe (Zingiber officinale rocs.) dan Kandungan Antioksidannya. Universitas Riau. Riau. 15) Badan POM. 2004. Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan. Direktorat Standardisasi Produk Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta.
131