Analisis Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak Sebelum dan Sesudah Penerapan Modernisasi Administrasi Perpajakan (Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama se Malang Raya) Riska Noer Fajarwati Kertahadi Bondan Catur Kurniawan (PS Perpajakan, Jurusan Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya,
[email protected]) ABSTRACT The modernization of tax administration is the product of the existence of tax reform that has been, was being and keep rolling on. The modernization of the tax administration is expected to increase voluntary compliance of Taxpayers since the enactment of the Self Assessment System has been requiring the Taxpayers do their own tax obligations. Taxpayer compliance is a critical issue on which the existence of a voluntary Taxpayer compliance is a major key that can make successful the Self Assessment System. There are two kinds of tax compliance, formal and material. In addition, with the voluntary compliance, can increase high government revenue of the taxation sector. This research was conducted in March 2014 in KPP Pratama Malang Selatan, KPP Pratama Malang Utara, KPP Pratama Singosari, and KPP Pratama Kepanjen, by spreading questionnaires to Taxpayers non employee. Sample was taken by purposive sampling method there were 99 respondents. The answer is measured with a Likert scale. The data obtained were analyzed using Paired samples t test. Results of analysis showed there are increase significant differences in formal compliance, material compliance, and compliance variable before and after implementation of the modernization tax administration. Keywords: Compliance, Formal Compliance, Material Compliance, Modernization of Tax Administration, Paired Sample t Test PENDAHULUAN Struktur
agar bisa memperluas basis perpajakan sehingga
keuangan
penerimaan
Negara
potensi penerimaan perpajakan dapat dipungut
Indonesia yang tercermin dalam Anggaran
dengan optimal.
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terdiri
“Merancang sebuah reformasi pajak yang
dari tiga sumber penerimaan yaitu: penerimaan
tepat dan bisa diterapkan bukanlah tugas yang
dari sektor pajak, penerimaan dari sektor
mudah di negara manapun. Terlebih lagi untuk
minyak dan gas bumi dan penerimaan dari
memiliki reformasi yang dapat diterima dan
sektor
Pemerintah
kemudian berhasil dilaksanakan jauh lebih
Indonesia mengandalkan pemasukan dari sektor
sulit” (Bird, 2004:1). Apabila pemerintah tidak
minyak
dengan
mampu menciptakan terobosan baru dibidang
terjadinya kemerosotan harga minyak dan gas
perpajakan, maka akan menjadi kendala bagi
bumi di pasaran dunia sekitar tahun 1980-an
kestabilan APBN. Pemerintah dalam hal ini
maka peranan pendapatan dari sektor minyak
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) perlu melakukan
dan gas bumi terhadap penerimaan negara pun
reformasi
menjadi menurun.
perpajakan.
bukan dan
pajak. gas
Pemerintah
Awalnya
bumi.
Namun
Indonesia
melakukan
yang
dilakukan
komprehensif
Reformasi mencakup
di
perpajakan tiga
bidang
bidang yang yaitu
pengamanan penerimaan negara salah satunya
reformasi di bidang kebijakan (tax policy),
dengan mengalihkan pemasukan kas negara
reformasi di bidang administrasi perpajakan (tax
yang tadinya berasal dari sektor minyak dan gas
administration)
bumi menjadi sektor pajak. Adanya tuntutan
pengawasan.
peningkatan
penerimaan,
perbaikan
dan
reformasi
di
bidang
dan
DJP telah berhasil menerapkan modernisasi
perubahan
mendasar
dalam
segala
aspek
administrasi perpajakan dengan dibentuknya
perpajakan
menjadi
alasan
dilakukannya
Kanwil dan KPP Wajib Pajak Besar pada tahun
reformasi perpajakan dari waktu ke waktu.
2002, sehingga pada tahun 2004 berdasarkan
Penyempurnaan terhadap kebijakan perpajakan
Keputusan
dan sistem administrasi perpajakan diharapkan
254/KMK.01/2004 tentang Organisasi Dan Tata
Menteri
Keuangan
No
Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta I, Kantor Pelayanan Pajak Madya, Dan
1
Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Lingkungan
hak perpajakannya. Apalagi dengan adanya
Kantor
Pajak
penerapan administrasi yang modern membuat
Jakarta I, dibentuk KPP untuk pembayar wajib
kewajiban Self Assessment System baik bagi Wajib
pajak menengah (Medium Taxpayers Office/MTO)
Pajak
yang kemudian lebih dikenal dengan KPP
karyawan maupun Wajib Pajak badan semakin
Madya. Selama kurun waktu dua tahun sejak
dituntut untuk dapat melaksanakan kewajiban
tahun 2006-2008 telah dibentuk KPP untuk
perpajakannya sendiri.
Wilayah
Direktorat
Jenderal
orang
pribadi
karyawan
dan
non
pembayar Wajib Pajak kecil (Small Taxpayers
Berdasarkan data dari Bidang Dukungan
Office/STO) yang disebut dengan KPP Pratama
Teknis dan Konsultasi DJP Jatim III (2014)
yang bertugas melayani Wajib Pajak badan
menunjukkan
menengah kebawah dan Wajib Pajak orang
Pajak non karyawan dari tahun 2004 sampai
pribadi.
dengan 2011. Terjadi kenaikan jumlah Wajib
Pembentukan
KPP
Pratama
perkembangan
jumlah
Wajib
dilakukan
Pajak yang terdaftar dari tahun ke tahun yang
dengan merombak struktur fungsi dari KPP Pra
cukup konsisten yaitu rata-rata naik 2500 orang
Modern. Sebelum dilakukannya modernisasi
Wajib
administrasi
mengindikasikan
perpajakan
di
Kota
Malang
Pajak
setiap
tahunnya.
bahwa
Hal
kepatuhan
ini
dalam
terdapat satu Kantor Pelayanan Pajak. Pada
aspek mendaftarkan diri untuk mendapatkan
tahun 2008 KPP tersebut dipecah berdasarkan
NPWP semakin meningkat. Namun kepatuhan
wilayah kerja menjadi empat kantor dengan
tidak
mengusung nama dan struktur organisasi yang
mendaftarkan diri untuk menjadi Wajib Pajak
berbeda yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
saja, sehingga masih perlu melihat aspek-aspek
Pratama. KPP Pratama tersebut adalah KPP
lainnya.
cukup
apabila
dilihat
berdasarkan
Pratama Malang Utara, KPP Pratama Malang
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut,
Selatan, KPP Pratama Singosari, KPP Pratama
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
Kepanjen.
mengenai apakah terdapat perbedaan signifikan
Berdasarkan
KPP
kepatuhan formal Wajib Pajak sebelum dan
diketahui
sesudah penerapan modernisasi administrasi
kontribusi sektor industri dan perdagangan
perpajakan pada KPP Pratama se Malang Raya,
yang paling besar terhadap PDRB. Kontribusi
apakah
sektor
kepatuhan material Wajib Pajak sebelum dan
Pratama
data
Malang
industri
mencapai
Subbag
Utara
terhadap
32,8%
dan
Umum
(2014)
PDRB tahun 2010
kontribusi
terdapat
perbedaan
signifikan
sektor
sesudah penerapan modernisasi administrasi
perdagangan terhadap PDRB mencapai 41%.
perpajakan pada KPP Pratama se Malang Raya,
Melihat sektor perdagangan yang menjadi
apakah terdapat perbedaan signifikan variabel
perhatian utama Kota Malang, seharusnya
kepatuhan Wajib Pajak sebelum dan sesudah
peran dari Wajib Pajak orang pribadi yang
penerapan modernisasi administrasi perpajakan
mendominasi penerimaan di sektor perpajakan.
pada KPP Pratama se Malang Raya. Oleh karena
Peningkatan penerimaan perpajakan akan sia-
itu peneliti bermaksud untuk membuat sebuah
sia apabila tidak diiringi dengan peningkatan
tulisan dari hasil penelitian yang dilakukan
kepatuhan Wajib Pajak.
dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak Sebelum
Kepatuhan pajak merupakan masalah klasik yang dihadapi di hampir semua negara yang
dan
menerapkan
Administrasi Perpajakan (Studi Pada Kantor
sistem
perpajakan.
Menurut
Sesudah
Penerapan
Modernisasi
Pelayanan Pajak Pratama se Malang Raya)
Andreoni dalam Hutagaol (2007:1) masalah kepatuhan dapat dilihat dari segi keuangan publik (public finance), penegakan hukum (law
TINJAUAN TEORI
enforcement), struktur organisasi (organizational
Pengertian Pajak
structure), tenaga kerja (employees), etika (code of conduct),
atau
gabungan
dari
semua
Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat
segi
Soemitro,
SH,
seperti
yang
dikutip
oleh
tersebut. Menurut Nurmantu, (2005:148-149) isu
Nurmantu (2005:12) pajak adalah iuran rakyat
kepatuhan menjadi penting karena dengan
kepada kas negara (peralihan kekayaan dari
Wajib
sektor
Pajak
yang
patuh,
maka
akan
partikulir
ke
sektor
pemerintah)
meningkatkan penerimaan sektor pajak pula.
berdasarkan
Hal ini menjadi menarik ketika kepatuhan
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
perpajakan dilihat berdasarkan keadaan dimana
(tegen
Wajib Pajak melaksanakan kewajiban dan hak–
2
prestasi),
undang-undang yang
langsung
(dapat dapat
ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai
dipandang perlu dan memberi bantun
pengeluaran umum.
guna kelancaran pemeriksaan.
Undang-Undang
Nomor
6
Tahun
1983
7.
Apabila dalam waktu mengungkapkan
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
pembukuan, pencatatan atau dokumen
Perpajakan jo. Undang-Undang Nomor 16
serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak
Tahun 2009 pasal 1 mendefinisikan pajak yaitu
terikat
suatu
kewajiban
untuk
“kontribusi wajib kepada negara yang terutang
merahasiakan,
maka
kewajiban
untuk
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
merahasiakan
itu
ditiadakan
oleh
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
permintaan untuk keperluan pemeriksaan.
tidak mendapatkan imbalan secara langsung
Mardiasmo (2011:54-55) merumuskan hak-
dan digunakan untuk keperluan negara bagi
hak yang diperoleh sebagai Wajib Pajak antara
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”
lain:
Wajib Pajak Berdasarkan
Undang-Undang
Nomor
6
1.
Mengajukan surat keberatan dan banding
2.
Menerima tanda bukti pemasukan SPT
3.
Melakukan pembetulan SPT yang telah
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
dimasukkan
Cara Perpajakan (KUP) jo. Undang-Undang
4.
Nomor 16 Tahun 2009 pasal 1 menyebutkan 5.
adalah orang pribadi atau badan, meliputi pemotong
pajak,
permohonan
Mengajukan
permohonan permohonan
pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
pajak
dikenakan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
ketetapan pajak
perundang-undangan
Berdasarkan kewajiban
definisi perpajakan
yang
dan
6.
perpajakan.
tentang
Wajib
Pajak,
akan
timbul
penundaan penundaan
atau pengangsuran pembayaran pajak Mengajukan
peraturan
pajak,
Mengajukan
penyampaian SPT
bahwa yang dimaksud dengan Wajib Pajak pembayar
oleh
7.
yang
Meminta
perhitungan dalam
pengmbalian
surat
kelebihan
pembayaran pajak 8.
Mengajukan permohonan penghapusan
menurut Mardiasmo (2011:54) adalah sebagai
dan
berikut:
pembetulan surat ketetapan pajak yang
1.
Mendaftarkan diri untuk mendapatkan 9.
Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan Menghitung dan membayar sendiri pajak
bukti
pemotongan
atau
pemungutan pajak 11. Mengajukan keberatan dan banding
Mengisi SPT (diambil sendiri mengambil dengan
Memberi kuasa kepada seseorang untuk
10. Meminta
dengan benar 4.
serta
melaksanakan kewajiban perpajakannya
sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) 3.
sanksi,
salah
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 2.
pengurangan
cara
lain
tata
cara
Obligations–Practice
dengan
atau
dikutip oleh Widodo dkk (2010:152) mengenai
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan)
hak-hak Wajib Pajak yang harus tertera di dalam
dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam
semua sistem antara lain:
pelaksanaannya
yang
Berdasarkan GAP002–Taxpayers’s Rights and
diatur
bahasa Indonesia dengan menggunakan
1.
Note
sebagaimana
The right to be informed, assisted and heard
huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang
(hak
Rupiah,
pengarahan dan konsultasi)
dan
menandatangani
menyampaikannya
ke
KPP
serta tempat
2.
terdaftar. Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan
6.
Jika diperiksa wajib: meminjamkan
3.
dan buku
atau
atau
informasi,
The right of appeal (hak untuk melakukan
lain
seharusnya)
yang
4.
berhubungan 5.
kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib
The right to confidentiality and secrecy (hak untuk kerahasiaan)
Pajak, atau objek yang terutang pajak. kesempatan
The right to certainty (hak untuk mendapat kepastian)
dengan penghasilan yang diperoleh,
Memberikan
The right to pay no more than the correct pajak lebih dari pajak terutang yang
catatan,
dokumen yang menjadi dasarnya dan
b.
mendapat
amount of tax (hak untuk tidak membayar
Memperlihatkan
dokumen
untuk
permohonan banding)
5.
a.
yang
Kewajiban–kewajiban
untuk
adanya
memasuki tempat atau ruangan yang
hak–hak
2010:152) adalah:
3
yang
tersebut
timbul
atas
(Widodo
dkk,
1. The obligation to be honest (kewajiban untuk
fraud dan dilakukan secara legal legal yang
bersikap jujur)
disebut tax avoidance”.
2. The obligation to be co-operative (kewajiban
High
untuk bisa berkooperasi) Have decided not to comply
3. The obligation to provide accurate information and
documents
on
time
Use Full force of the
Don’t want to comply
(kewajiban
Deter by detection
Try to, but don’t always succed
melampirkan bukti/dokumen terkait) 4. The obligation to keep records (kewajiban
Help to comply
Willing to do the right thing
untuk pembukuan)
Make it easy
Create Pressure Down
5. The obligation to pay tax on time (kewajiban
Low
membayar pajak tepat waktu
Keterangan : tanda
Level of Compliance Coats
Sumber: Widodo dkk (2010)
Modernisasi Administrasi Perpajakan
Gambar 1 Model Kepatuhan Pajak
Sistem administrasi perpajakan modern atau
Model kepatuhan di atas menunjukkan
biasa dikenal sebagai modernisasi administrasi
sikap
perpajakan yaitu sistem administrasi yang
kepatuhan (Widodo dkk, 2010:15). Dimulai dari
mengalami penyempurnaan atau perubahan
Wajib Pajak yang bersedia membayar pajak
kinerjanya baik secara individu, kelompok,
dengan benar sampai kepada Wajib Pajak yang
maupun
memutuskan untuk tidak mematuhi atau Wajib
kelembagaan
ekonomis
dan
perwujudan
agar
cepat dari
lebih
efisien,
yang
merupakan
program
reformasi
kontinum
Pajak
yang
atas
2008:63).
dukungan
modernisasi
Pajak
menghindari
terhadap
kewajiban
perpajakannya (tax evasion). Model kepatuhan di
administrasi perpajakan (Widodo dan Djefris, Penerapan
Wajib
pajak
juga
merangkum dan
berbagai
intervensi
macam
yang
mungkin
merupakan perwujudan dari program dan
diperlukan
kegiatan
informasi, serta menunjukkan bahwa pegawai
reformasi
administrasi
perpajakan
untuk
mendapatkan
jangka menengah dengan tujuan yang ingin
pajak
dicapai (Poernomo, 2009:183) adalah:
mempengaruhi
1. Tercapainya tingkat kepatuhan perpajakan
melalui tanggapan dan interaksi.
yang tinggi
memiliki
Menurut
2. Tercapinya tingkat kepercayaan terhadap
sebuah
kemampuan
perilaku
untuk
pembayar
Nurmantu
pajak
(2005:148-149),
kepatuhan perpajakan didefinisikan sebagai
administrasi perpajakan, dan
“suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi
3. Tercapainya produktivitas aparat perpajakan
semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan
yang tinggi
hak perpajakannya.” Terdapat dua macam
Sedangkan tujuan modernisasi
yang ingin
kepatuhan
yaitu
kepatuhan
formal
dan
dicapai (DJP, 2007:14) adalah:
kepatuhan material. Kepatuhan formal adalah
1. Meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib
suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi
Pajak,
kewajiban perpajakan secara formal sesuai
2. Meningkatkan kepercayaan masyarakat, dan
dengan
3. Meningkatkan produktivitas dan integritas
perpajakan. Ketentuan material yaitu suatu
aparat pajak
ketentuan
memenuhi
perpajakan
adalah
kepatuhan pajak
compliance). menyebabkan
Isu
semua
ketentuan
material
perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-
Salah satu tujuan diadakannya modernisasi tingkat
Undang-undang
keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif
Kepatuhan Pajak administrasi
dalam
tercapainya
yang tinggi
kepatuhan,
ketidakpatuhan
undang perpajakan. Jika
(tax
kepatuhan
pemenuhan
formal
kewajiban
Wajib
terbatas
pada
Pajak
secara
hal–hal
yang
formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-
serta
upaya
undang perpajakan, maka kepatuhan material
meningkatkan kepatuhan menjadi salah satu
lebih dalam cakupannya yaitu pemenuhan
agenda penting baik di negara maju maupun di
secara
negara berkembang. Menurut Sofyan (2005:45)
perpajakan.
“Isu
kepatuhan
kepatuhan
menjadi
penting
karena
substansif
isi
dan
Menurut material
jiwa
ketentuan
Widodo
(2010:69)
adalah
suatu
keadaan
ketidakpatuhan secara bersamaan menimbulkan
dimana Wajib Pajak secara substansi (hakekat)
upaya menghindarkan pajak, baik dengan fraud
memenuhi semua isi dan jiwa undang-undang
(penipuan) dan illegal yang disebut tax evasion,
perpajakan.
maupun penghindaran pajak tidak dengan
diidentifikasi antara lain (Widodo, 2010: 69-70):
4
Kepatuhan
material
dapat
1. Mengisi SPT dengan jujur sesuai dengan
2. Mengisi
keadaan sebenarnya
SPT
PPh
sesuai
jiwa
dan
ketentuan Undang-Undang KUP
2. Mengisi SPT dengan benar, jelas dan lengkap
3. Besar kecilnya tunggakan pajak
3. Kesesuaian junlah kewajiban pajak yang harus
dibayar
dengan
Kerangka Pemikiran
perhitungan
sebenarnya
Kepatuhan Wajib Pajak yang terdiri dari: 1. Kepatuhan Formal 2. Kepatuhan Material 3. Variabel Kepatuhan
4. Besar/kecilnya tunggakan pajak Kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance) menurut Chaizi Nasucha seperti yang telah dikutip
oleh
Sofyan
(2005:45)
Sebelum Modernisasi Administrasi Perpajakan
dapat
diidentifikasi dari (a) kepatuhan Wajib Pajak
Setelah Modernisasi Administrasi Perpajakan
dalam mendaftarkan diri, (b) kepatuhan untuk menyetorkan
kembali
Surat
Pemberitahuan
Perbedaan
(SPT), (c) kepatuhan dalam penghitungan dan Analisis Data Paired Samples t Test
pembayaran pajak terutang, (d) dan kepatuhan dalam
pembayaran
tunggakan.
Kepatuhan
pajak merupakan kunci dari keseluruhan sitem
Pembahasan dan Penarikan Kesimpulan
perpajakan karena dengan tingkat kepatuhan Gambar 2 Kerangka Berpikir
yang tinggi maka akan mendongkrak tingkat penerimaan yag tinggi pula. Indikator
kepatuhan
pajak
Hipotesis
menurut
Hipotesis merupakan jawaban sementara
Simanjuntak dan Mukhlis (2012:103) antara lain
terhadap rumusan masalah. Pada penelitian ini
dapat dilihat dari:
hipotesis dari rumusan masalah adalah:
1. Aspek ketepatan waktu, sebagai indikator kepatuhan adalah persentase pelaporan
1. H01: Tidak terdapat perbedaan signifikan
SPT yang disampaikan tepat waktu sesuai
meningkat kepatuhan formal Wajib Pajak
ketentuan yang berlaku.
sebelum dan sesudah penerapan modernisasi administrasi perpajakan
2. Aspek income atau penghasilan Wajib Pajak, sebagai
indikator
kepatuhan
Ha1:
adalah
Terdapat
perbedaan
signifikan
kesediaan membayar kewajiban angsuran
meningkat kepatuhan formal Wajib Pajak
PPh sesuai ketentuan yang berlaku
sebelum
dan
sesudah
penerapan
modernisasi administrasi perpajakan
3. Aspek law enforcement (pengenaan sanksi), adalah
2. H02: Tidak terdapat perbedaan signifikan
yang
meningkat kepatuhan material Wajib Pajak
ditetapkan berdasarkan Surat Ketetapan
sebelum dan sesudah penerapan modernisasi
Pajak (SKP) sebelum jatuh tempo
administrasi perpajakan.
sebagai
indikator
pembayaran
kepatuhan
tunggakan
pajak
Ha2:
4. Aspek lainnya misalkan aspek pembayaran
Terdapat
perbedaan
dan aspek pembukuan
meningkat
Berdasarkan
Pajak sebelum dan sesudah penerapan
menurut
pengertian
Nurmantu
kepatuhan
(2005:148-149)
kepatuhan
signifikan
material
Wajib
modernisasi administrasi perpajakan.
dan
indikator kepatuhan dari beberapa teori yang
3. H03: Tidak terdapat perbedaan signifikan
telah dipaparkan maka dapat disimpulkan
meningkat variabel kepatuhan Wajib Pajak
bahwa indikator untuk kepatuhan formal dilihat
sebelum dan sesudah penerapan modernisasi
dari sisi Wajib Pajak sebagai berikut:
administrasi perpajakan Ha3:
Terdapat
perbedaan
signifikan
1.
Pendaftaran dan pengukuhan
2.
Ketepatan waktu sebelum batas akhir
meningkat
Melaksanakan kewajiban perpajakan secara
Pajak sebelum dan sesudah penerapan
formal
modernisasi administrasi perpajakan
3. 4.
Melaksanakan hak-hak perpajakan
5.
Melihat motivasi untuk membayar pajak
variabel
kepatuhan
Wajib
METODE PENELITIAN Sesuai dengan tujuan penelitian, maka jenis
Sedangkan untuk kepatuhan material, indikator
penelitian yang digunakan adalah explanatory
kepatuhan adalah sebagai berikut:
research dengan pendekatan kuantitatif. Metode
1. Pemahaman mengenai bahasa peraturan
atau
perundang-undangan perpajakan
teknik
skala
pengukuran
data
yang
digunakan oleh peneliti adalah Skala Likert. Dalam
5
penelitian
ini
populasinya
adalah
seluruh Wajib Pajak KPP Pratama se Malang
3.
Kepatuhan untuk menyetorkan kembali
Raya yang terdaftar selama periode sebelum
SPT yang dimaksud adalah SPT Tahunan
dan
PPh Orang pribadi 1770.
sesudah
terjadinya
modernisasi
administrasi perpajakan yaitu 2004, 2005, 2006,
Pedoman menentukan jumlah sampel yang
2007, 2008, 2009, 2010, 2011 yaitu sejumlah
digunakan oleh peneliti adalah rumus Slovin.
12.088
Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah
Wajib
didasarkan
Pajak. pada
Periode
pengamatan
pertimbangan
bahwa
12.088 Orang Wajib Pajak. Dengan tingkat
perubahan administrasi pajak sebelum dan
kesalahan sebesar 10%. Jadi Jumlah sampel
sesudah modern terjadi pada tahun 2008,
minimal yang harus digunakan oleh peneliti
kemudian diambil 4 (empat) tahun sebelum dan
adalah:
4 (empat) tahun sesudah modernisasi. Jumlah
n=
N
populasi didasarkan pada beberapa kriteria
=
1+Ne
12.088
1+ 12.088(0,1)2
2
penetapan antara lain: Tabel 1. Kriteria Penetapan Populasi
=
No.
orang Wajib Pajak.
1.
Populasi Wajib Pajak
Jumlah
Populasi Wajib Pajak Orang
Analisis
34.603
Populasi Wajib Pajak Karyawan
digunakan
dalam
sampel yang akan diteliti adalah berpasangan
Populasi Wajib Pajak Orang
atau berkorelasi dengan tujuan membandingkan
2.000
sebelum dan sesudah treatment atau perlakuan
Pribadi KPP Pratama Batu 4.
akan
berpasangan atau paired sample t-test karena
15.694
se Malang Raya 3.
yang
menguji hipotesis penelitian ini adalah uji t
Pribadi se Malang Raya 2.
99.17952 ~ dibulatkan menjadi 99
Populasi Wajib Pajak Orang
yaitu
4.821
modernisasi
administrasi
perpajakan.
Pribadi Tidak Efektif se Malang
Syarat bisa dilakukannya uji t berpasangan
Raya
adalah:
Total Populasi Sumber:
Bidang
12.088 Dukungan
Teknis
dan
1.
Data berdistribusi normal
2.
Kedua kelompok data adalah dependen (saling berhubungan/berpasangan)
Konsultasi DJP Jatim III (2014) KPP Pratama Batu tidak dimasukkan ke dalam lokasi penelitian dikarenakan pada tahun
HASIL DAN PEMBAHASAN
2004 telah terjadi pemisahan pada KPP Malang
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Sebelum dan Sesudah Modernisasi
menjadi dua kantor yaitu KPP Malang dan KPP Batu.
Sedangkan
cut
off
dari
periode
No
pengamatan adalah pada tahun 2007 dimana
r hitung
r hitung
sebelum
sesudah
r tabel
ket
1
0,393
0,462
valid
telah terjadi modernisasi yang memisahkan KPP
2
0,585
0,571
valid
Malang menjadi empat kantor yaitu KPP
3
0,641
0,440
valid
Pratama Malang Selatan, KPP Pratama Malang
4
0,678
0,523
valid
5
0,462
0,566
valid
6
0,549
0,412
Utara, KPP Pratama Singosari dan KPP Pratama Kepanjen. Sedangkan setelah modernisasi KPP
0,361
valid
7
0,452
0,399
Batu berubah menjadi KPP Pratama Batu.
8
0,394
0,420
valid
Berdasarkan hal tersebut apabila akan menguji
9
0,484
0,591
valid
menggunakan uji paired samples t test tidak dapat
10
0,397
0,453
valid
11
0,394
0,603
valid
12
0,373
0,409
valid
13
0,450
0,417
valid
purposive sampling maksudnya adalah penentuan
14
0,372
0,460
valid
sampel dengan pertimbangan tertentu. Kriteria
15
0,401
0,661
valid
penentuan sampel yang digunakan oleh peneliti
16
0,419
0,381
valid
17
0,449
0,441
18
0,423
0,399
19
0,419
0,383
valid
dimasukkan ke dalam kriteria pengamatan. Penentuan sampel yaitu dengan teknik
adalah: 1.
Penelitian ini fokus pada Wajib Pajak Orang
2.
pribadi
non
karyawan
yang
valid
valid 0,361
valid
10
0,490
0,434
valid
melakukan usaha atau pekerjaan bebas.
21
0,615
0,520
valid
Wajib Pajak Orang pribadi non karyawan
22
0,569
0,567
valid
23
0,604
0,432
valid
yang dimaksud adalah Wajib Pajak yang
Berdasarkan Tabel 2 di atas pada semua
terdaftar mulai tahun 2004 sampai dengan
item pertanyaan dapat diketahui bahwa pada
2007 dan efektif sampai dengan tahun
nilai
2011 di KPP Pratama se Malang Raya.
signifikansi
untuk
semua
item
nilai
signifikansi lebih kecil jika dibandingkan degan
6
r tabel (nilai rhitung positif dan rhitung > rtabel)
dan 0,090 pada kepatuhan sesudah penerapan
sehingga disimpulkan bahwa item 1 sampai
modernisasi administrasi perpajakan. Hal ini
item 23 kuesioner kepatuhan sebelum dan
berarti lebih besar dari tingkat kesalahan yang
sesudah penerapan modernisasi administrasi
telah ditetapkan yaitu 5% atau 0,05 sehingga
perpajakan valid dan bisa digunakan untuk
dengan
analisa berikutnya.
dinyatakan bahwa rata-rata skor sebelum dan
tingkat
sesudah Tabel 3. Hasil Uji Realibilitas Sebelum dan
kepercayaan
penerapan
95%
dapat
modernisasi
pajak
berdistibusi normal.
Sesudah Modernisasi Case Processing Summary
Cases
a.
Hasil Uji Hipotesis N
%
Valid
30
30,3
Excludeda
69
69,7
Total
99
100,0
Tabel 5. Uji Hipotesis 1 Paired Samples Statistics Mean Pair 1
Listwise deletion based on all variables in the procedure.
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Sebelum
48.7677
99
3.09650
.31121
Sesudah
65.7677
99
3.57379
.35918
Paired Samples Correlations
Reliability Statistics Kepatuhan Sebelum
N
Modernisasi
Pair 1
Cronbach's Alpha
Sebelum & Sesudah
N of Items ,833
95% Confidence Std. Interval of the Std. Error Difference Deviati Mea Mean on n Lower Upper
N of Items ,838
23
di atas menunjukkan bahwa nilai Cronbach’s Alpha pada kepatuhan sebelum dan sesudah
Berdasarkan
penerapan modernisasi administrasi perpajakan 0,833
dan
0,838.
Hal
pedoman
menurut
dan
Sugiyono
hasil
Uji
t
.000
Berpasangan
standar
deviasi
sebesar
4,36825.
Berdasarkan selisih rata-rata (sebelum-sesudah) menunjukkan
dimana tingkat hubungan diintrepretasikan
hasil
negatif
pada
mean
(-
1.700001) berarti rata-rata kepatuhan formal
sangat kuat. Sehingga dapat diambil kesimpulan
sesudah modernisasi lebih besar daripada rata-
bahwa item pada kuisioner sebelum penerapan
rata kepatuhan formal sebelum modernisasi.
modernisasi pajak bersifat reliabel dan item-
Terlihat pula nilai |t
item memiliki kekonsistenan dalam pengukuran
hitung
| yaitu sebesar 38,722
dan nilai signifikansi 0,000. Apabila dilihat pada
skor.
tabel, nilai t tabel adalah sebesar 1,984. Sehingga
Tabel 4. Hasil Uji Normalitas
Ho ditolak karena |t
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Mean Std. Deviation
hitung
| > t tabel (38,722
>1,984) atau nilai signifikansinya lebih kecil dari
Sebelum Sesudah
taraf nyata α = 0,05 (0,000 < 0,05), sehingga dapat
99
99
72,7576
95,0505
disimpulkan
4,46778
4,86003
signifikan kepatuhan formal antara sebelum
,089
,125
Absolute
Most Extreme
Sig. (2df tailed)
diketahui bahwa dengan mean sebesar 1,700001
(2012:184) masuk dalam interval 0,800-1.000
Normal Parametersa,b
t
kepatuhan formal pada tabel diatas, dapat
ini
menunjukkan bahwa nilai Cronbach’s Alpha berdasarkan
.143
Pair Sebelu 1 m4.3682 .439 9 1.7000 17.871 16.128 38.7 Sesud 5 03 8 01 23 77 22 ah
Berdasarkan hasil uji realibilitas pada tabel
sebesar
.148
Paired Differences
Reliability Statistics Kepatuhan Sesudah Modernisasi
adalah
99
Sig.
Paired Samples Test
23
Cronbach's Alpha
Correlation
dengan
terdapat
sesudah
perbedaan
penerapan
yang
modernisasi
Positive
,089
,081
administrasi perpajakan. Nilai negatif pada thitung
Negative
-,089
-,125
menunjukkan bahwa rata-rata kepatuhan formal
Kolmogorov-Smirnov Z
,888
1,245
Asymp. Sig. (2-tailed)
,410
,090
sebelum
Differences
a. Test distribution is Normal.
administrasi signifikansi
penerapan
perpajakan sebesar
0,410
daripada
rata-rata
Tabel 6. Uji Hipotesis 2
Pada variabel kepatuhan pajak sebelum sesudah
rendah
perpajakan.
b. Calculated from data.
dan
lebih
kepatuhan sesudah modernisasi administrasi
diperoleh pada
Paired Samples Statistics
modernisasi nilai
Mean
kepatuhan
Pair 1
sebelum penerapan modernisasi administrasi
7
Std. Deviation
N
Std. Error Mean
Sebelum
23.9798
99
1.98453
.19945
Sesudah
29.2828
99
2.46212
.24745
Paired Samples Correlations N Pair 1
Sebelum & Sesudah
dengan
Correlation 99
Sig.
.212
modernisasi
menunjukkan bahwa rata-rata sebelum lebih rendah daripada rata-rata sesudah artinya kepatuhan pajak sesudah adanya penerapan
Paired Differences
modernisasi
95% Confidence Interval of the Difference
Std. Std. Deviatio Error Mean n Mean Lower Upper
Sig. (2tailed df )
t
Uji
t
administrasi
meningkat
perpajakan
dibandingkan
sebelum
lebih adanya
penerapan modernisasi administrasi perpajakan atau dengan kata lain penerapan modernisasi administrasi perpajakan berhasil meningkatkan
Pai Sebelu r1 m.2829 9 5.3030 2.81561 5.8645 4.7414 18.74 .000 Sesuda 8 8 3 9 7 0 h
hasil
penerapan
administrasi perpajakan. Nilai negatif pada thitung
.035
Paired Samples Test
Berdasarkan
Sesudah
kepatuhan pajak oleh wajib pajak.
Berpasangan
Pembahasan
kepatuhan material diatas, rata-rata sebesar
Nurmantu (2005:148-149) mendefinisikan
5,30303 dengan standar deviasi sebesar 2,81561.
kepatuhan perpajakan sebagai “suatu keadaan
Terlihat pula nilai |t
dimana
hitung
| yaitu sebesar 18,740
Wajib
Pajak
memenuhi
semua
dengan signifikansi 0,000. Berdasarkan selisih
kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak
rata-rata (sebelum-sesudah) menunjukkan hasil
perpajakannya”. Secara umum ketika hak-hak
negatif pada mean (-5.30303) berarti rata-rata
telah terpenuhi maka akan semakin mendorong
kepatuhan material sesudah modernisasi lebih
dan
besar daripada rata-rata kepatuhan sebelum
melakukan
modernisasi. Nilai t tabel adalah sebesar 1,984
kepada Wajib Pajak salah satu diantaranya
sehingga Ho ditolak karena |t
dengan mewujudkan modernisasi adminitrasi
hitung
| > t tabel
(18,740 >1,984) atau nilai signifikansinya lebih
menjadi
motivasi
seseorang
kewajibannya.
untuk
Pemenuhan
hak
perpajakan.
kecil dari taraf nyata α = 0,05 (0,000 < 0,05),
Apabila
dilihat
pada
kewajiban
sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan
mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP,
yang signifikan kepatuhan material antara
perubahan administrasi pendaftaran dari 3 hari
sebelum
kemudian
dengan
modernisasi
sesudah
administrasi
penerapan
perpajakan.
menjadi
1
hari
kerja
bahkan
Nilai
prosesnya bisa ditunggu ini adalah salah satu
negatif pada thitung menunjukkan bahwa rata-rata
produk modernisasi yang disambut positif oleh
kepatuhan
material
masyarakat secara umum dan Wajib Pajak
daripada
rata-rata
sebelum
lebih
rendah
kepatuhan
sesudah
khususnya.
Berdasarkan
distribusi
jawaban
modernisasi administrasi perpajakan.
responden mengenai ketepatan waktu, misalnya
Tabel 7. Uji Hipotesis 3
penyampaian SPT Tahunan secara garis besar
Paired Samples Statistics Mean Pair 1
N
Std. Deviation
lebih dari 80% responden sudah tepat waktu
Std. Error Mean
Sebelum
72,7576
99
4,46778
,44903
Sesudah
95,0505
99
4,86003
,48845
baik sebelum maupun sesudah modernisasi administrasi perpajakan. Hal ini dikarenakan adanya
Paired Samples Correlations N Pair 1
Sebelum & Sesudah
denda/sanksi
Correlation 99
peraturan
,164
Sig.
yang
mengatur
administrasi
apabila
tentang tidak
menyampaikan SPT Tahunan tepat waktu yaitu sebesar Rp 100.000,00 bagi Wajib Pajak Orang
,106
Pribadi dan Rp 1.000.000,00 bagi Wajib Pajak badan (Mardiasmo, 2011:36). Sehingga Wajib
Paired Samples Test Paired Differences Mean
P ai r 1
Sebel um Sesu dah
22,29 293
Std. Devia tion
6,039 42
Std. Erro r Mea n ,606 98
t
95% Confidence Interval of the Difference
d f
Sig . (2tail ed)
Pajak
Upper
lainnya,
23,49 747
9 21,08 36,7 8 839 27
menyelenggarakan
,00 0
dimana
misalkan tidak
kewajiban
untuk
pencatatan/pembukuan
dikenakannya
denda/sanksi
apabila tidak melaksanakan kewajiban tersebut. Hasilnya lebih dari 50% menyatakan kadangkadang rutin, sisanya menyatakan hampir tidak
> 1,984) atau nilai signifikansinya lebih kecil dari
pernah rutin, sedangkan sesudah modernisasi
taraf nyata α = 0,05 (0,000 < 0,05), sehingga dapat perbedaan
kewajiban
Berbeda dengan kepatuhan dalam hal
Lower
nilai |thitung| lebih besar dari nilai t tabel (36,727
terdapat
menjalakan
perpajakannya.
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa
disimpulkan
disiplin
68
yang
responden
melakukan
signifikan kepatuhan pajak antara Sebelum
8
yang
menyatakan
pencatatan/pembukuan
sering dengan
rutin. Apabila ditinjau dari sisi perpajakan hal
Gambar 1 yaitu try to, but don’t always succeed
ini akan berdampak pada kesesuaian Wajib
(mencoba untuk patuh namun terkadang masih
Pajak dalam membayar pajak terhadap besarnya
gagal) maka hal yang harus dilakukan yaitu help
pajak yang seharusnya bisa terutang karena
to comply (membantu agar ia patuh) dimana
pencatatan/pembukuan merupakan dasar yang
dapat dilakukan dengan cara memberikan
utama untuk menentukan berapa pajak yang
pengarahan lewat help desk dan AR, sosialisasi
seharusnya terutang.
pengisian SPT Tahunan dengan benar, lengkap
Terlihat pada distribusi jawaban responden mengenai
hak-hak
perpajakan
yang
dan jelas sehingga terjaga agar tidak masuk ke
bisa
dalam tingkatan selanjutnya.
diperoleh oleh Wajib Pajak secara garis besar
Tingkatan selanjutnya yaitu don’t want to
terdapat peningkatan dari sebelum dan sesudah
comply (tidak mau patuh) bisa dihindari dengan
modernisasi
melihat indikasi sejak dini yaitu pada jawaban
administrasi.
Dengan
adanya
pemecahan KPP sesuai dengan wilayah kerja
responden
dari
pencatatan/pembukuan.
Wajib
Pajak,
pendukung
yang
sarana
dan
semakin
prasarana
kewajiban Hal
ini
akan
serta
berdampak pada kepatuhan material yaitu
peningkatan pelayanan pegawai pajak, apalagi
mengenai kesesuaian jumlah pajak yang dibayar
penerapan modernisasi prosedur organisasi
dengan
dimana dalam parktiknya terutama berupa
terdapat 12 orang yang menyatakan hampir
penunjukkan AR (Account Representative) yang
tidak
merupakan
program
seharusnya, 63 orang menyatakan kadang-
dalam
kadang dan 24 orang menyatakan sering. Inilah
pelaksanaannya mendapatkan tanggapan positif
salah satu tugas besar dari AR agar selalu
oleh
membimbing dan mengingatkan kewajiban apa
kegiatan
pengembangan Wajib
utama
Pelayanan Pajak
mempermudah
modern
tentang
Prima
sehingga
Wajib
semakin
Pajak
dalam
yang
melaksanakan kewajiban perpajakannya.
yang
seharusnya
pernah
terutang
menghitung
seharusnya
masih
dengan
dilakukan
yang
dengan
benar
yang
telah
kepada Wajib Pajak.
Melihat berbagai aspek seperti di atas mengindikasikan
bahwa
apa
yang
KESIMPULAN DAN SARAN
telah
Kesimpulan
dilakukan DJP telah sesuai dengan model kepatuhan yang menunjukkan sikap kontinum
Berdasarkan
pada
data
Wajib Pajak terhadap kepatuhan (Widodo dkk,
dikumpulkan dan pengujian hipotesis dengan
2010:15). Jika dilihat pada distribusi jawaban
menggunakan uji t berpasangan (paired sample t-
reponden mengenai kepatuhan formal yang
test) dapat disimpulkan bahwa:
semakin positif dari sebelum dan sesudah modernisasi
administrasi
perpajakan
1.
telah
Terdapat meningkat
perbedaan
yang
antara
kepatuhan
sebelum
yaitu willing to do the right thing (berusaha
modernisasi administrasi perpajakan. 2.
Terdapat
sesudah
formal
memenuhi tingkatan kepatuhan yang pertama melakukan kewajiban dengan benar). Maka
dan
signifikan
perbedaan
signifikan
yang harus dilakukan adalah make it easy
meningkat
(membuat lebih mudah) antara lain dengan cara
sebelum
memberikan pelayanan dengan baik, membuat
modernisasi administrasi perpajakan.
prosedur lebih mudah, memberikan sarana
3.
Terdapat
antara
yang
penerapan
dan
kepatuhan sesudah
perbedaan antara
material penerapan
yang
signifikan
variabel
kepatuhan
prasarana yang memadahi, memberikan hak-
meningkat
hak yang seharusnya bisa diperoleh Wajib pajak
sebelum
dan sebagainya.
modernisasi administrasi perpajakan.
dan
sesudah
penerapan
Saran
Berdasarkan distribusi jawaban responden mengenai kepatuhan material dimana menurut
Berdasarkan kesimpulan yang telah tertera
Widodo (2010:69) kepatuhan material yaitu
di atas terdapat beberapa saran yaitu antara lain:
suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara
1.
substansi (hakekat) memenuhi semua isi dan jiwa
undang-undang
a. Lebih meningkatkan sosialisasi berkala
jawaban
dengan cara memberikan sosialisasi (bukan
sesudah
mengundang untuk datang ke sosialisasi
modernisasi didominasi oleh lebih dari 50%
yang diadakan) tetapi sosialisasi di tempat
responden yang menyatakan selalu (sesuai).
seperti teknik “jemput bola” pada suatu
Wajib Pajak ini tergolong dalam Wajib Pajak
daerah yang terdapat cukup banyak Wajib
tingkat selanjutnya dari model kepatuhan pada
Pajak sehingga bisa mendukung Wajib
responden
baik
perpajakan,
Bagi KPP Pratama se Malang Raya
sebelum
dan
9
Pajak untuk lebih patuh melaksanakan
Lingkungan
kewajiban
Direktorat Jenderal Pajak Jakarta I
perpajakannya.
Apabila
diprerlukan
bisa
bekerjasama
dengan
mahasiswa
yang
mempelajari
bidang
Wilayah
_____. 2007. Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2007
perpajakan.
_____.2009. Undang – Undang Ketentuan Umum
b. Meningkatkan
kemampuan
dan
keseragaman
pegawai
pajak
dalam
penyampaian
informasi
kepada
Wajib
dan Tata Cara Perpajakan Nomor 16 tahun 2009 Bird, Richard
M. 2004. Managing Tax Reform.
Pajak dapat dipahami dengan mudah oleh
World
Wajib Pajak dengan cara melakukan diklat
International
internal/ menyeluruh secara berkala setiap
Documentation
ada perubahan peraturan atau informasi
Kepatuhan
kerancuan informasi yang diperoleh karena
Boreau
of
Fiscal
Wajib
Pajak.
Jurnal
Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi 2011.
suatu masalah oleh pegawai pajak.
Yogyakarta: ANDI
c. Melakukan pengecekan di tempat berkaitan
Nurmantu, Safri Drs., MSi. 2005. Pengantar
dengan pencatatan/pembukuan dari Wajib
Perpajakan. Jakarta: Granit
Pajak dengan tujuan untuk penelitian pemenuhan
Workshop:
Akuntabilitas Vol.6 No.2
terdapat perbedaan asumsi penyelesaian
mengenai
Bank
Hutagaol, John. 2007. Strategi Meningkatkan
baru. Hal ini juga untuk menghindari
Poernomo, Hadi. 2009. Era Baru Kebijakan Fiskal:
kewajiban
Pemikiran, Konsep dan Implementasi.
perpajakan. Hal ini bisa dilakukan dalam
Jakarta: Kompas
waktu bersamaan dengan sosialisasi di 2.
Kantor
Simanjuntak, Timbul Hamonangan DR., SE.,
suatu daerah seperti pada poin (a).
MSi
Bagi
DR.,SE.,MSi. 2012. Dimensi Ekonomi
peneliti
yang
ingin
melanjutkan
penelitian ini: Peneliti
dan
Perpajakan
menyadari
keterbatasan
adanya
yang
berbagai
dimiliki
dalam
Sofyan,
Marcus
Taufan.
Penerapan
ini
Perpajakan
pada
hanya
mengamati
perbedaan tingkat kepatuhan sebelum dan sesudah
penerapan
modernisasi
pengumpulan
data
melalui
Modern
Administrasi Terhadap
Metode Penelitian Kuantitatif
Alfabeta Widodo W dan Djefris D. 2008. TaxPayer’s Right:
responden.
Apa Yang Perlu Kita Ketahui Tentang
Sehingga saran bagi peneliti yang ingin
Hak – Hak Wajib Pajak. Bandung :
melanjutkan penelitian ini adalah:
Alfabeta
a. Lebih
dari
Sistem
Pengaruh
Kulaitatif dan R&D. Bandung :
kepatuhan dari sisi Wajib Pajak sehingga subjektifitas
2005.
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Sugiyono. 2012.
kuesioner dengan menggunakan indikator terdapat
Pembangunan
Kapatuhan Wajib Pajak. Tangerang:
administrasi perpajakan dan penggunaan teknik
Dalam
Imam
Ekonomi. Jakarta:Raih Asa Sukses
melakukan penelitian ini yaitu penelitian terbatas
Mukhlis
meminimalisir
kekhawatiran
Widodo, Widi Dr. 2010. Moralitas, Budaya dan
adanya subjektifitas dari responden
Kepatuhan Wajib Pajak. Bandung :
b. Menambahkan tujuan penelitian untuk
Alfabeta
mengetahui tingkat pengaruh masingmasing
elemen
administrasi
modernisasi
perpajakan
yang
ada
sehingga bisa diketahui elemen apa yang
mendominasi
peningkatan
kepatuhan dari Wajib Pajak Daftar Pustaka _____. 2004 Keputusan Menteri Keuangan No 254/KMK.01/2004. Organisasi Dan Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak
Jakarta
I,
Kantor
Pelayanan Pajak Madya, Dan Kantor Pelayanan
Pajak
Pratama
di
10