ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR RIIL, PRODUK DOMESTIK BRUTO, INVESTASI ASING, DAN UTANG LUAR NEGERI TERHADAP NERACA TRANSAKSI BERJALAN DI INDONESIA TAHUN 1988:1 – 2007:4
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas – Tugas dan Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh: SUSANA FAJARWATI NIM. F1106049
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini aku persembahkan kepada: Allah SWT yang telah memberi petunjuk dan kekuatan untuk menyelesaikan amanah ini
Karya sederhana ini aku hadiahkan kepada : 1. Ayah dan Ibuku tercinta yang telah memberi perhatian dan kasih sayangnya 2. Eyang kakung dan Eyang uti (Alm.) yang memberi wejangan dan bantuan materiil 3. Om dan tante yang tak ada hentinya memberi semangat dan motivasi 4. Adikku dan si kecil terima kasih atas canda tawanya 5. Sahabat -sahabatku 6. Almamaterku
HALAMAN MOTTO
Man jadda Wa jadda, “Siapa yang bersungguh – sungguh, maka akan berhasil”.
Mulailah dari hal yang kecil dan dari diri sendiri.
Manusia merencanakan, namun Tuhan yang menentukan _Thomas A. Kempis_
Syukur adalah jalan yang mutlak untuk mendatangkan lebih banyak kebaikan dalam hidup anda. _Marci Shimoff_
Hidup dan nasib bisa tampak berantakan, misterius, fantastis, dan sporadis. Namun, setiap elemennya adalah subsistem keteraturan dari sebuah holistic yang sempurna. Menerima kehidupan berarti menerima kenyataan bahwa tak ada hal sekecil apapun terjadi karena kebetulan. Ini fakta yang tak terbantahkan. _Edensor_
Saat Allah menjawab doamu, Ia menambah imanmu . . . Saat Allah belum menjawab doamu, Ia menambah kesabaranmu . . . Saat Allah menjawab tapi bukan doamu, Ia memilih yang terbaik untukmu . . .
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Riil, Produk Domestik Bruto, Investasi Asing, dan Utang Luar Negeri Terhadap Neraca Transaksi Berjalan Di Indonesia Tahun 1988:1 – 2007:4”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam penyusunan skripsi ini banyak sekali kendala yang penulis hadapi. Namun berkat arahan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, maka akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu dengan kerendahan hati dan ketulusan yang mendalam penulis manghaturkan terima kasih kepada : 1. Riwi Sumantyo, SE selaku pembimbing yang dengan arif dan bijak
telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing dan memberikan masukan yang berarti dalam penyusunan skripsi ini. 2. Prof. Dr. M.Com, Ak. Bambang Sutopo, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Dwi Prasetyani, SE., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Lukman Hakim, SE., M.Si terima kasih atas pinjaman referensi – referensi dan bantuan data-datanya yang diberikan. 6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta staff dan karyawan yang telah memberikan ilmu, bimbingan, arahan dan pelayanan kepada penulis. 7. Keluarga yang senantiasa selalu mendoakan, memberi dorongan dan bimbingan kepada penulis. 8. Teman-teman Ekonomi Pembangunan angkatan 2006 Non Reguler dan semua sahabatku terimakasih atas segala bantuan dan dukungannya. 9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu baik secara langsung maupun tidak atas bantuannya kepada penulis hingga terselesaikannya penelitian ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan-kekurangan. Penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai bahan perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Surakarta,
Mei 2010
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK………………………………………………………………… ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………… iii HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………. iv HALAMAN PERSEMBAHAN………………………......…………….... v HALAMAN MOTTO…………………………………………………….. vi KATA PENGANTAR……………………………………………………..vii DAFTAR ISI……………………………………………………………….ix DAFTAR TABEL………………………………………………………… xiii DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….. xiv DAFTAR GRAFIK………………………………………………………. xv DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………… xvi
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah…………………………………... ……... 1 B. Perumusan Masalah………………………………………………. 7 C. Tujuan Penelitian…………………………………………………. 7 D. Manfaat Penelitian………………………………………... ………8 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori…………………………………………………… 9 1. Neraca Pembayaran……………………………………………. 9 a. Pengertian Neraca Pembayaran…………………………….. 9 b. Mekanisme Pencatatan Neraca Pembayaran………………..10 c. Struktur Neraca Pembayaran...……………………………...13 d. Konsep Keseimbangan Neraca Pembayaran……………......18 2. Nilai Tukar Riil (REER).…………………….....………..…....20 a. Sistem Nilai Tukar…………………………………………..20
b. Teori Nilai Tukar …………………………………………... 21 c. Perubahan – Perubahan Kurs Valuta Asing………………… 25 d. Kurs riil……………………………………………………... 28 e. Pengaruh perubahan kurs riil terhadap Transaksi berjalan…. 30 3. Produk Domestik Bruto……………………………………….. 30 a. Pengertian Produk Domestik Bruto…………………………. 30 b. Cara Penghitungan Produk Domestik Bruto………………... 32 c. Indikator Ekonomi Lain…………………………………….. 34 4. Investasi Asing………………………………………………... 36 a. Pengertian Investasi Asing………………………………….. 36 b. Peranan Penanaman Modal Asing………………………….. 37 c. Pola Investasi……………………………………………….. 39 5. Utang Luar Negeri……………………………………………. 40 a. Pengertian Utang Luar Negeri………………………………. 40 b. Jenis – jenis Utang Luar Negeri…………………………….. 41 B. Penelitian Terdahulu..…………………………………………... 44 1. Penelitian oleh Hari Murti…………………………………….. 44 2. Penelitian oleh Sabine Hermann dan Axel Jochem…………... 45 3. Penelitian oleh Matthieu Bussière, Marcel F, dan Gernot J.M...46 C. Kerangka Pemikiran……………………………………………... 47 D. Hipotesis…………………………………………………………. 50 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian……………………………………….. 51 B. Jenis dan Sumber Data…………………………………………... 51 C. Definisi Variabel Operasional…………………………………… 52 1. Variabel Dependen…………………………………………... 52 a. Neraca Transaksi Berjalan………………………………... 52 2. Variabel Independen………………………………………… 52 a. Nilai tukar riil (REER)...………………………………… 52 b. Produk Domestik Bruto…………………………………. 53 c. Investasi Asing…………………………………………... 53
d. Utang Luar Negeri………………………………………. 53 D. Metode Pengumpulan Data……………………………………… 54 E. Metode Analisis Data……………………………………………. 54 1. Uji Statistik………………………………………………….. 55 a. Uji t (uji secara individu)………………………………... 55 b. Uji F (uji bersama - sama)………………………………..57 c. Uji R² (uji koefisien determinasi)……………………….. 59 2. Uji Asumsi Klasik…………………………………………… 59 a. Uji Multikolinieritas…………………………………….. 59 b. Uji Heteroskedastisitas………………………………….. 60 c. Uji Autokorelasi…………………………………………. 61 BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum………………………………………………... 63 1. Neraca Pembayaran Indonesia………………………………....63 B. Perkembangan Variabel…………………………………………. 65 1. Perkembangan Neraca Transksi Berjalan Indonesia………… 65 2. Perkembangan Nilai Tukar Riil (REER) Indonesia………… 68 3. Perkembangan Produk Domestik Bruto Indonesia………… 71 4. Perkembangan Investasi Asing (PMA) Indonesia…………. 74 5. Perkembangan Utang Luar Negeri Indonesia……………..
77
C. Analisis Data dan Pembahasan………………………………….. 80 1. Analisis Regresi Linear Berganda……………………………80 2. Uji Statistik………………………………………………….. 81 a. Uji t……………………………………………………… 81 b. Uji F……………………………………………………... 83 c. Nilai R²…………………………………………………...84 3. Analisis Ekonometrika………………………………………. 84 a. Uji Multikolinieritas…………………………………….. 84 b. Uji Heteroskedastisitas………………………………….. 85 c. Uji autokorelasi………………………………………….. 86 4. Interpretasi Ekonomi………………………………………… 87
a. Pengaruh REER Terhadap Neraca Transaksi Berjalan…..87 b. Pengaruh PDB Terhadap Neraca Transaksi Berjalan…… 88 c. Pengaruh PMA Terhadap Neraca Transaksi Berjalan…... 89 d. Pengaruh ULN Terhadap Neraca Transaksi Berjalan……90 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……………………………………………………….91 B. Saran……………………………………………………………... 92
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
TABEL
Halaman
1.1 Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan Indonesia Tahun 1984/85 – 1996/97................................................. 3 4.1 Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan Indonesia Tahun 1988:1-2007:4…………………………………… 66 4.2 Perkembangan Nilai Tukar Riil (REER) Indonesia Tahun 1988:1-2007:4…………………………………….69 4.3 Perkembangan Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 1988:1-2007:4…………………………………….72 4.4 Perkembangan Investasi asing (PMA) Indonesia Tahun 1988:1-2007:4…………………………………….75 4.5 Perkembangan Utang Luar Negeri Indonesia Tahun 1988:1-2007:4………………………………….....78 4.6 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda…………………………….80 4.7 Hasil Uji t…………………………………………………………....82 4.8 Hasil Uji F
……………………………………………………....83
4.9 Hasil Uji Multikolinieritas…………………………………….......... 85 4.10 Hasil Uji Heteroskedastisitas………………………………….......... 85
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR
Halaman
2.1 Skema Kerangka Pemikiran……………………………………….. 50 3.1 Daerah Kritis Uji t…………………………………………………. 56 3.2 Daerah Kritis Uji F………………………………………………… 58 3.3 Daerah Ho diterima dan ditolak uji Autokorelasi (Durbin-Watson)..................................................... 61 4.1 Daerah terima dan tolak Uji t………………………………………. 81 4.2 Daerah terima dan tolak Uji F………………………………………83 4.3 Daerah Ho diterima dan ditolak Uji Autokorelasi (Durbin-Watson).................................................... 86
DAFTAR GRAFIK
GRAFIK
Halaman
4.1 Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan Indonesia Tahun 1988:1-2007:4….67 4.2 Perkembangan Nilai Tukar Riil (REER) Indonesia Tahun 1988:1-2007:4……70 4.3 Perkembangan Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 1988:1-2007:4…. ...73 4.4 Perkembangan Investasi asing (PMA) Indonesia Tahun 1988:1-2007:4……...76 4.5 Perkembangan Utang Luar Negeri Indonesia Tahun 1988:1-2007:4……….....79
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Data-data Penelitian 2. Hasil Regresi Linear Berganda 3. Hasil Uji Multikolinearitas 4. Hasil Uji Heteroskedastisitas
ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR RIIL, PRODUK DOMESTIK BRUTO, INVESTASI ASING, DAN UTANG LUAR NEGERI TERHADAP NERACA TRANSAKSI BERJALAN DI INDONESIA TAHUN 1988:1 – 2007:4
ABSTRAK
Susana Fajarwati NIM. F1106049
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh nilai tukar riil, produk domestik bruto, investasi asing, dan utang luar negeri terhadap neraca transaksi berjalan di Indonesia tahun 1988:1 – 2007:4. Sehubungan dengan masalah tersebut diajukan hipotesis yaitu, diduga variabel nilai tukar riil, produk domestik bruto, dan utang luar negeri berpengaruh negatif terhadap neraca transaksi berjalan. Sementara variabel investasi asing berpengaruh positif terhadap neraca transaksi berjalan. Sejalan dengan masalah tersebut dan hipotesis penelitian maka penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Data yang digunakan merupakan data sekunder berupa data neraca transaksi berjalan, nilai tukar riil , produk domestik bruto, investasi asing, dan data utang luar negeri Indonesia. Data- data tersebut diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) beberapa terbitan dari Bank Indonesia (BI), International Monetary Fund (IMF), dan dari Badan Pusat Statistik (BPS). Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel nilai tukar riil, produk domestik bruto, dan utang luar negeri berpengaruh positif terhadap neraca transaksi berjalan. Sementara variabel investasi asing berpengaruh negatif terhadap neraca transaksi berjalan. Hasil keempat variabel ini tidak sesuai dengan teori. Berdasarkan temuan – temuan tersebut maka diajukan saran –saran, bagi Bank Indonesia sebagai otoritas moneter mampu menjaga kestabilan nilai kurs. Sementara bagi pemerintah, hendaknya mampu menciptakan kestabilan ekonomi keuangan dan politik serta mampu menciptakan iklim yang kondusif untuk meningkatkan kepercayaan para investor asing.
Kata Kunci: Neraca Transaksi Berjalan, Nilai Tukar Riil, Produk Domestik Bruto, Investasi Asing, Utang Luar Negeri, Indonesia, dan Ordinary Least Square (OLS).
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Kemakmuran merupakan harapan yang pasti dimiliki setiap negara. Indikator negara yang makmur adalah perekonomian yang maju pesat dan terpenuhinya kebutuhan dalam negeri. Berbagai upaya ditempuh setiap negara untuk
meningkatkan
perekonomiannya.
Selain
dengan
meningkatkan
pemasukan dari pajak, suatu negara juga melakukan perdagangan dengan negara lain. Perdagangan internasional ini terjadi antara dua negara atau lebih dengan landasan saling menguntungkan satu sama lain. Dimana salah satu pihak mendapatkan keuntungan berupa uang atau pendapatan, sementara pihak lain menerima barang atau jasa yang dibutuhkan dalam negerinya. Kegiatan jual-beli atau transaksi ekonomi tersebut dicatat dalam suatu neraca pembayaran internasional (NPI). Neraca pembayaran internasional merupakan suatu catatan yang sistematis mengenai transaksi ekonomi yang dilakukan oleh penduduk (residen) suatu negara dengan penduduk negara lain (non residen) dalam jangka waktu tertentu (Sugiyono, 2003:3). Salah satu tujuan penyusunan ini dimaksudkan untuk mengetahui perubahan posisi cadangan devisa suatu negara. Bertambah atau berkurangnya posisi cadangan devisa terkait dengan surplus atau defisitnya neraca pembayaran. Apabila terjadi surplus neraca pembayaran, maka posisi cadangan devisa akan
bertambah sebesar surplus tersebut. Demikian sebaliknya, bila terjadi defisit neraca pembayaran (Sugiyono, 2003 : 7). Neraca pembayaran dikelompokkan kedalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu : transaksi berjalan (current account) dan transaksi modal (capital account). Neraca transaksi berjalan merupakan transaksi yang terkait dengan perdagangan, seperti ekspor-impor barang dan jasa, transaksi yang terkait dengan penghasilan, seperti pembayaran bunga dan pembagian deviden, serta transaksi yang terkait dengan transfer seperti hibah. Sementara transaksi modal merupakan transaksi yang terkait dengan barang modal dan investasi seperti penanaman modal langsung dan investasi portofolio (Sugiyono, 2003:2-3). Apabila impor suatu negara melebihi ekspornya, maka negara tersebut mengalami defisit transaksi berjalan (current account defisit). Sebaliknya, bila ekspor suatu negara lebih besar dibanding impornya, maka negara tersebut mengalami surplus transaksi berjalan (current account surplus). Perekonomian Indonesia 1995/1996 ditandai dengan defisit transaksi berjalan dalam jumlah besar, yaitu – US$ 7,943 miliar yang merupakan defisit terbesar yang pernah terjadi. Defisit yang cukup besar sebelumnya adalah – US$ 4,352 miliar pada 1991/1992, dan –US$ 4,051 miliar pada 1986/1987 yang ketika itu sampai memaksa pemerintah melakukan devaluasi 12 September 1986. Perkembangan neraca transaksi berjalan dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut (Prasetiantono, 1996:106). Tabel 1.1 Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan Tahun 1984/85 – 1996/97 (US$ Juta) TAHUN
EKSPOR
IMPOR
JASA -
TRANSAKSI
JASA 1984/85 + 19.901 - 14.427 - 7.442 1985/86 + 18.612 - 12.552 - 7.892 1986/87 + 13.697 - 11.451 - 6.297 1987/88 + 18.434 - 12.952 - 7.098 1988/89 + 19.824 - 14.311 - 7.372 1989/90 + 23.830 - 17.374 - 8.055 1990/91 + 28.143 - 23.028 - 8.856 1991/92 + 29.714 - 24.803 - 9.263 1992/93 + 35.303 - 27.317 - 10.547 1993/94 + 36.504 - 29.127 - 10.317 1994/95 + 42.161 - 34.122 - 11.527 1995/96 + 46.904 - 41.846 - 13.001 1996/97 + 53.264 - 45.471 - 14.667 Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN 1996/1997
BERJALAN - 1.968 - 1.832 - 4.051 - 1.707 - 1.859 - 1.599 - 3.741 - 4.352 - 2.561 - 2.940 - 3.488 - 7.943 - 6.874
Dari tabel diatas terlihat, bahwa neraca transaksi berjalan mengalami defisit. Meskipun neraca perdagangan mengalami surplus karena nilai ekspor lebih besar dibanding nilai impor. Tetapi secara keseluruhan setelah dikurangi dengan jasa-jasa neraca transaksi berjalan mengalami defisit. Gejala krisis keuangan ditahun 1997, mulai tampak dengan diawalinya defisit transaksi berjalan yang cukup besar di tahun 1995/1996, yaitu sebesar 7,943 miliar US$. Krisis nilai tukar yang berlangsung sejak Juli 1997 selain mengakibatkan aliran modal keluar dalam jumlah besar juga menyebabkan turunnya aliran modal dalam rangka kegiatan investasi serta menyulut timbulnya krisis utang luar negeri swasta (Hakim, 1997:40). Menurut Krugman dan Obstfeld, ada dua faktor utama yang mempengaruhi saldo transakai berjalan, yaitu kurs riil mata uang domestik terhadap mata uang asing dan pendapatan bersih domestik. Namun masih ada faktor lain yang juga mempengaruhi saldo transaksi berjalan, seperti Investasi asing, pengeluaran pemerintah, utang luar negeri dan lain sebagainya.
Kurs riil merupakan harga sejumlah produk luar negeri yang dijadikan dalam produk domestik. Perubahan kurs riil mempengaruhi transaksi berjalan, karena perubahan tersebut mencerminkan harga barang dan jasa domestik relatif terhadap barang dan jasa luar negeri. Jika terjadi kenaikan pada kurs riil, maka dapat memperbaiki posisi transaksi berjalan. Dikarenakan kurs riil yang meningkat dapat menyebabkan produk luar negeri lebih mahal daripada produk domestik. Sehingga konsumen luar negeri akan menanggapi pergeseran harga ini dengan meningkatkan permintaan mereka terhadap ekspor kita, yang pada akhirnya akan memperbaiki saldo transaksi berjalan. Seperti yang telah disebutkan diatas, pendapatan bersih juga merupakan faktor utama yang mempengaruhi saldo transaksi berjalan. Pendapatan bersih merupakan hasil pengurangan antara pendapatan dengan pajak. Jika terjadi kenaikan pendapatan bersih domestik, akan mendorong konsumen domestik untuk meningkatkan perbelanjaan mereka atas semua barang, termasuk barang impor dari luar negeri, maka kenaikan pendapatan bersih dapat memperburuk kondisi neraca transaksi berjalan. Statistik neraca pembayaran diperlukan dalam perhitungan pendapatan nasional, mengingat salah satu variabel pendapatan nasional adalah nilai ekspor – impor barang dan jasa yang tercatat dalam neraca pembayaran. Namun dalam penelitian ini yang digunakan adalah produk domestik bruto sebagai proxy atau wakil dari variabel pendapatan nasional. Perolehan pendapatan nasional dapat dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pada dasarnya PDB merupakan jumlah nilai tambah yang
dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Pemerintah
selalu
berupaya
dalam
menanggulangi
masalah
ketidakseimbangan pada neraca pembayaran, misalnya defisit pada neraca transaksi berjalan. Seringkali terjadinya defisit ini disebabkan oleh nilai atau jumlah ekspor lebih kecil dibandingkan jumlah impornya. Besarnya impor menyebabkan pengeluaran untuk pembayaran barang-barang impor tersebut meningkat. Sehingga, jika tidak diimbangi dengan pemasukan dari ekspor akan terjadi defisit transaksi berjalan. Secara teoritis, defisit transaksi berjalan dapat ditutup dengan meningkatkan aliran modal masuk (capital inflow). Artinya ketika transaksi berjalan mengalami defisit, maka aliran modal masuk dari luar negeri akan dibuka lebar untuk mengimbanginya. Aliran modal ini pada dasarnya masuk melalui 4 (empat) pos, yaitu investasi asing (FDI), deposit asing pada bank-bank komersial nasional (Foreign Deposit), utang luar negeri (offshore loan) baik swasta maupun pemerintah, dan investasi portofolio (portfolio investment). Dari keempat pos tersebut, investasi asing adalah yang paling aman. Dana yang didapat biasanya digunakan untuk mengadakan alatalat atau fasilitas produksi, seperti membeli lahan, membeli mesin, bahan baru dan sebagainya (Erani dalam Andrik Agusta, 2008:7). Selain investasi asing, banyak negara berkembang yang menggunakan utang luar negeri sebagai alat untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan. Upaya ini seringkali mengandung resiko, apabila tidak terdapat pengelolaan yang baik. Masalah akan bertambah parah bila negara kesulitan untuk
membayar bunga dan cicilan utang. Terlihat sejak krisis ekonomi yang diawali dengan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada pertengahan tahun 1997 lalu nyaris memuat Indonesia bangkrut secara finansial, karena jumlah utang luar negerinya, terutama dari sektor swasta yang sangat besar, ditambah lagi dengan ketidakmampuan sebagian besar dari perusahaan-perusahaan dalam negeri untuk membayar kembali utang luar negeri mereka. Seperti yang telah disebutkan diatas, neraca pembayaran khususnya neraca transaksi berjalan merupakan catatan atau pembukuan yang dijadikan salah satu tolok ukur perekonomian yang sehat suatu negara. Untuk mencegah terjadinya defisit pada saldo transaksi berjalan, maka harus diketahui penyebabnya. Namun jika sudah terlanjur terjadi defisit pada transaksi berjalan, diharapkan pemerintah sebagai pembuat kebijakan mampu memilih secara jeli kebijakan yang baik dalam mengatasi masalah tersebut.
Berdasarkan hal tersebut diatas, melatar belakangi penyusun untuk melakukan penelitian dengan judul “ ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR RIIL, PRODUK DOMESTIK BRUTO, INVESTASI ASING, DAN UTANG LUAR NEGERI TERHADAP NERACA TRANSAKSI BERJALAN DI INDONESIA TAHUN 1988:1 – 2007:4 “. B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Bagaimana pengaruh nilai tukar riil terhadap neraca transaksi berjalan? b. Bagaimana pengaruh produk domestik bruto terhadap neraca transaksi berjalan? c. Bagaimana pengaruh investasi asing terhadap neraca transaksi berjalan? d. Bagaimana pengaruh utang luar negeri terhadap neraca transaksi berjalan? C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian yang diharapkan dapat dicapai dalam penelitian ini adalah: a. Mengetahui pengaruh nilai tukar riil terhadap neraca transaksi berjalan. b. Mengetahui pengaruh produk domestik bruto terhadap neraca transaksi berjalan. c. Mengetahui pengaruh investasi asing terhadap neraca transaksi berjalan. d. Mengetahui pengaruh utang luar negeri terhadap neraca transaksi berjalan.
D. MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini diantaranya sebagai berikut: a. Bagi pihak yang berwenang dapat dijadikan bahan penetapan kebijakan dalam mengantisipasi defisit pada neraca transaksi berjalan yang terjadi di Indonesia. b. Bagi peneliti berguna sebagai bahan latihan dan menambah pengetahuan ilmiah sekaligus sebagai aplikasi dari mata kuliah yang dipelajari.
c. Dapat dipergunakan sebagai bahan perbandingan bagi peneliti – peneliti lain yang berminat melakukan penelitian dalam bidang permasalahan selanjutnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI 1. Neraca Pembayaran a. Pengertian Neraca Pembayaran Neraca pembayaran merupakan suatu catatan yang sistematis mengenai transaksi ekonomi yang dilakukan oleh penduduk (residen) suatu negara dengan penduduk negara lainnya (non residen) dalam jangka waktu tertentu (Sugiyono, 2002:3). Menurut Tambunan, neraca pembayaran atau Balance of Payment (BOP)
adalah
catatan
sistematis
dari
semua
transaksi
ekonomi
internasional (perdagangan, investasi, pinjaman, dan sebagainya) yang terjadi antara penduduk dalam negeri suatu negara dengan penduduk luar negeri selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), yang biasanya dinyatakan dalam dolar Amerika Serikat. Oleh karena itu, BOP sangat
berguna karena menunjukkan struktur dan komposisi transaksi ekonomi dan posisi keuangan internasional suatu negara. Lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF, Bank Dunia, dan negara-negara donor juga
menggunakan
BOP
sebagai
salah
satu
indikator
dalam
mempertimbangkan pemberian bantuan keuangan kepada suatu negara. Selain itu, BOP juga merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara disamping variabel-variabel ekonomi makro lainnya seperti laju pertumbuhan PDB, tingkat pendapatan per kapita, tingkat inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar mata uang domestik. Sementara, menurut Sukirno neraca pembayaran adalah neraca pembukuan yang menunjukkan nilai berbagai jenis transaksi (mutasi) keuangan yang dilakukan diantara satu negara dengan negara-negara lain dalam satu tahun tertentu.
b. Mekanisme Pencatatan Neraca Pembayaran Pencatatan transaksi dalam NP menggunakan prinsip double entry system, artinya setiap transaksi dicatat pada dua sisi, yaitu pada sisi debet dan sisi kredit dengan nilai yang sama. Neraca pembayaran pada umumnya disajikan dalam bentuk vertikal, yaitu dari atas ke bawah sehingga tidak tampak sisi debet atau kredit, maka berdasarkan konvensi, pencatatan pada sisi kredit diberi tanda plus (+) sedangkan pencatatan pada sisi debet diberi tanda minus (-).
Kredit
halnya
Sebagaimana
Debit
Kewajiban
dengan
Aset
perusahaan, dalam
neraca
neraca pembayaran setiap transaksi yang mengakibatkan pengurangan asset atau pertambahan kewajiban dicatat pada sisi kredit sedangkan transaksi yang mengakibatkan pertambahan aset atau pengurangan kewajiban dicatat pada sisi debet. Secara ringkas, pencatatan transaksi dalam neraca pembayaran dapat dilihat dalam diagram di bawah ini.
Berdasarkan prinsip – prinsip pencatatan tersebut di atas, transaksi – transaksi yang dicatat pada sisi debet dan kredit antara lain ialah sebagai berikut: a. Sisi Debet 1. Impor Barang 2. Jasa-jasa yang diterima penduduk dari bukan penduduk (impor jasa) 3. Pemberian hadiah kepada bukan penduduk (transfer) 4. Penjualan kekayaan (assets) yang di miliki oleh bukan penduduk 5. Pembelian surat- surat berharga (securities) milik bukan penduduk 6. Penanaman modal langsung oleh penduduk di luar negeri (direct investment abroad)
7. Pinjaman yang diberikan kepada bukan penduduk 8. Pembayaran utang (debt repayments) kepada bukan penduduk 9. Pembelian emas milik bukan penduduk Sesuai dengan sistem yang dianut, pencatatan transaksi – transaksi tersebut di atas harus dibarengi dengan pencatatan di sisi kredit. Sebagai contoh, apabila impor dibiayai dengan utang maka pencatatan debet (impor) dibarengi dengan pencatatan kredit (kewajiban). b. Sisi Kredit 1. Ekspor barang 2. Jasa-jasa yang diberikan penduduk kepada bukan penduduk (ekspor jasa) 3. Penerimaan hadiah dari bukan penduduk (transfer) 4. Pembelian kekayaan (assets) milik penduduk oleh bukan penduduk 5. Penjualan surat-surat berharga (securities) milik penduduk kepada bukan penduduk 6. Penanaman modal langsung (direct investment) oleh bukan penduduk 7. Pinjaman yang diterima dari bukan penduduk 8. Pembayaran utang (debt repayments) oleh bukan penduduk 9. Penjualan emas milik penduduk kepada bukan penduduk Sesuai dengan sistem yang dianut, pencatatan transaksi – transaksi tersebut di atas harus dibarengi dengan pencatatan di sisi debet. Sebagai contoh,
apabila ekspor dibayar tunai maka pencatatan kredit (ekspor) dibarengi dengan pencatatan debet (pertambahan aset).
c. Struktur Neraca Pembayaran Dilihat dari strukturnya, neraca pembayaran dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar, yaitu transaksi berjalan dan transaksi modal. Struktur neraca pembayaran terdiri dari beberapa komponen yang dapat dikelompokkan sebagai berikut (Sugiyono, 2002:17-20): 1. Transaksi berjalan (current account) a. Perdagangan barang (trade) 1) Ekspor (exports) 2) Impor (imports) b. Jasa-jasa (services) c. Penghasilan (income) d. Transfer (transfers) 2. Transaksi Modal dan keuangan (capital and financial account) a. Transaksi modal (capital account) b. Transaksi keuangan di luar cadangan devisa (financial account) 1) Penanaman modal langsung (foreign direct investment) 2) Investasi surat berharga (portofolio investment) 3) Investasi lainnya
3. Perubahan cadangan devisa (changes in reserves) 4. Selisih perhitungan (errors and omissions)
Penjelasan mengenai masing – masing komponen dalam neraca pembayaran adalah sebagai berikut : 1. Transaksi Berjalan (Current Account) Transaksi berjalan meliputi perdagangan barang dan jasa, penghasilan (income), dan current transfer. Secara keseluruhan, transaksi berjalan menggambarkan nilai bersih antara sisi kredit dan sisi debet dari seluruh transaksi yang tercatat dalam setiap komponen transaksi berjalan. Secara analitis, dalam kelompok transaksi berjalan tersebut terdapat dua neraca lainnya, yaitu neraca perdagangan, yang merupakan hasil bersih dari perdagangan barang atau ekspor dan impor barang, dan neraca jasa yang merupakan hasil bersih antara ekspor jasa dan impor jasa. Khusus menenai neraca perdagangan, perhitungan baik ekspor maupun impor harus dalam nilai free on board (f.o.b), bukan dalam nilai keseluruhan, termasuk cost, insurance, dan freight (c.i.f), mengingat ongkos dan jasa pengiriman
merupakan
kelompok
transaksi
jasa
sehingga
harus
dikelompokkan dalam jasa-jasa. Beberapa transaksi yang termasuk dalam kelompok jasa antara lain ialah jasa transportasi, pariwisata, dan komunikasi. Sementara itu, hasil penggunaan faktor produksi, modal dan tenaga kerja dicatat dalam kelompok penghasilan (income), misalnya dividen dan bunga. Selanjutnya transaksi dalam kelompok transfer meliputi
transaksi
yang
tidak
menimbulkan
kewajiban
untuk
melakukan
pembayaran (unrequited transfer), seperti hibah yang diterima pemerintah maupun swasta. 2. Transaksi Modal dan keuangan (capital and financial account) Transaksi modal dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu capital transfer dan pembelian / penjualan non-financial asset, seperti paten, dan copyrights. Capital transfer selain mencakup pemberian barang modal (fixed assets), juga transfer uang dalam rangka pembelian barang modal. Sementara itu, transaksi keuangan yang meliputi transaksi yang menyebabkan bertambah atau berkurangnya asset dan atau kewajiban luar negeri di bagi dalam dua kelompok besar, yaitu transaksi keuangan di luar cadangan devisa (reserve assets) dan transaksi yang mengakibatkan perubahan cadangan devisa. Kelompok transaksi keuangan di luar reserve mencakup transaksi yang terkait dengan lalu lintas keuangan baik jangka pendek, menengah, maupun panjang yang dilakukan baik oleh pemerintah, perusahaan pemerintah, maupun swasta, termasuk penanaman modal asing. Perlu
dikemukakan
bahwa
pembayaran
bunga
pinjaman
tidak
diperhitungkan dalam lalu lintas modal melainkan dalam jasa-jasa mengingat transaksi tersebut merupakan transaksi jasa. 3. Perubahan cadangan devisa (changes in reserves) Sementara itu, transaksi keuangan yang menyangkut cadangan devisa atau reserve assets merupakan pos yang menampung surplus atau defisit neraca pembayaran. Pos ini menunjukkan besarnya perubahan jumlah
cadangan devisa yang dikuasai oleh otoritas moneter1 sehubungan dengan transaksi internasional yang terjadi pada periode waktu tertentu, biasanya satu tahun. Adapun komponen cadangan devisa yang dicatat dalam neraca pembayaran meliputi: -
Emas moneter (monetary gold), yaitu emas yang dikelola otoritas moneter baik yang disimpan di dalam negeri maupun di luar negeri;
-
Reserves Position in the Fund (RPF), merupakan rekening yang dimiliki anggota IMF yang bersifat likuid (Liquid claim) terhadap IMF. Jumlah RPF yang dimiliki masing-masing anggotanya tergantung pada besarnya setoran kuota dalam valuta asing.2 RPF dapat diperhitungkan sebagai komponen cadangan devisa mengingat sewaktu-waktu dapat ditarik dalam bentuk fasilitas yang dapat diberikan oleh IMF;
-
Special Drawing Rights (SDR), merupakan rekening giro yang dimiliki negara anggota IMF dalam satuan hitung SDR yang diciptakan oleh IMF untuk digunakan dalam setiap kali melakukan transaksi keuangan dengan IMF. Pembentukan rekening tersebut dimaksudkan untuk menunjang stabilitas moneter internasional dengan cara melakukan alokasi
pada
saat
kondisi
likuiditas
internasional
mengalami
ketidakseimbangan. Dengan demikian, SDR memungkinkan bertambah besarnya cadangan devisa masing-masing negara, sekaligus menambah
1
Dalam hal Indonesia, hanya mencakup cadangan devisa yang dikelola oleh Bank Indonesia. 2 Setoran kuota dalam valuta asing ditetapkan minimal 25 % dari kuota negara anggota dan sisanya dalam bentuk mata uang domestik
likuiditas internasional. Besarnya rekening SDR masing-masing negara anggota dapat berubah pada saat memperoleh alokasi atau tambahan alokasi SDR dan pada saat melakukan pembelian atau melakukan transaksi keuangan dengan IMF; -
Valuta asing (Foreign exchange), tagihan kepada bukan penduduk dalam bentuk mata uang asing, saldo rekening giro, dan saldo simpanan berjangka dalam valuta asing serta kertas berharga dalam valuta asing.
4. Selisih perhitungan (errors and omissions) Selisih perhitungan merupakan komponen penyeimbang neraca untuk menampung selisih atau perbedaan antara pencatatan di sisi kredit dan di sisi debet. Selisih antara sisi kredit dan sisi debet tersebut dapat terjadi, mengingat dalam praktik sumber data pencatatan transaksi neraca pembayaran pada sisi debet berbeda dengan sisi kredit sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan masing-masing sisi. Selain itu, selisih perhitungan juga dapat terjadi karena kesalahan pencatatan, selisih waktu pencatatan (time-lag), selisih kurs, dan kesulitan dalam pengumpulan data.
d. Konsep Keseimbangan Neraca Pembayaran Konsep keseimbangan neraca pembayaran bukan dilihat dari sisi neraca itu sendiri melainkan dilihat dari komponen tertentu yang ada dalam neraca pembayaran sehingga akan terlihat apakah neraca pembayaran mengalami surplus atau defisit. Komponen yang menimbulkan terjadinya
surplus atau defisit meliputi transaksi yang termasuk dalam transaksi berjalan (current account) dan transaksi yang termasuk dalam transaksi modal dan keuangan (capital and financial account) di luar cadangan devisa (reserves assets), dan disebut dengan “ autonomous transaction”. Sementara itu, komponen yang menampung surplus atau membiayai defisit meliputi transaksi yang mengakibatkan perubahan cadangan devisa dan disebut “ accommodating transaction”. Surplus pada autonomous transaction terjadi apabila sisi kredit dari transaksi-transaksi yang dicatat lebih besar daripada sisi debetnya; demikian pula sebaliknya apabila terjadi defisit. Dalam literatur ekonomi dan keuangan internasional, autonomous transaction digolongkan dalam transaksi-transaksi yang disebut transaksitransasksi
“above
the
line”
(diatas
garis
pemisah),
sedangkan
accommodating transaction merupakan transaksi-transaksi “below the line” (di bawah garis pemisah). Secara
umum,
dikenal
empat
konsep
keseimbangan
neraca
pembayaran, yaitu:
a. Konsep Keseimbangan Perdagangan (Trade Balance) Dalam konsep ini, transaksi yang termasuk dalam autonomous transaction atau transaksi yang mengakibatkan surplus atau defisit hanya transaksi ekspor dan impor barang sehingga keseimbangan neraca pembayaran diukur dari besarnya surplus defisit kedua transaksi tersebut. Apabila ekspor lebih besar daripada impor maka neraca
pembayaran negara bersangkutan mengalami surplus; demikian pula sebaliknya. b. Konsep Keseimbangan Transaksi Berjalan (Current Account Balance) Untuk menentukan surplus atau defisit pada autonomous transaction selain diperhitungkan ekspor dan impor, juga diperhitungkan jasa-jasa, termasuk penghasilan (income) dan transfer. Surplus terjadi apabila ekspor barang, jasa, penghasilan, dan transfer lebih besar daripada impor barang, jasa, penghasilan, dan transfer; demikian pula sebaliknya. c. Konsep basic balance Dalam konsep ini, yang termasuk dalam autonomous transaction selain pos-pos dalam transaksi berjalan, juga komponen-komponen dalam transaksi modal dan keuangan jangka panjang. d. Konsep Overall Balance Yang termasuk autonomous transaction dalam konsep ini adalah komponen-komponen dalam transaksi berjalan, komponen-komponen transaksi modal dan keuangan baik jangka panjang maupun jangka pendek.
2. Nilai Tukar Mata Uang (Kurs) a. Sistem Nilai Tukar Nilai tukar mata uang atau yang sering disebut dengan kurs adalah harga satu unit mata uang asing dalam mata uang domestik atau dapat juga
dikatakan harga mata uang domestik terhadap mata uang asing (Simorangkir dan Suseno, 2004: 4). Menurut Sukirno, nilai tukar mata uang (kurs) adalah nilai yang menunjukkan jumlah mata uang dalam negeri yang diperlukan untuk mendapat satu unit mata uang asing. Kurs valuta asing adalah nilai pertukaran dari mata uang suatu negara terhadap negara lainnya (Beam, 2003: 390). Pada setiap negara terdapat suatu sistem kurs valuta asing yang ditentukan oleh kebijakan yang dianut oleh pemerintah masing-masing negara tersebut. Sistem kurs yang dipakai suatu negara, yaitu: 1.) Fixed exchange rate (sistem nilai tukar tetap) yaitu nilai mata uang suatu negara ditetapkan oleh pemerintah atau Bank Sentral. a.) Pegged to a currency, nilai tukar ditetapkan terhadap mata uang tertentu. b.) Pegged to a basket of currency, nilai tukar ditetapkan sekelompok mata uang terkuat. c.) Currency board, nilai tukar ditetapkan oleh dewan mata uang. 2.) Floating exchange rate (sistem nilai tukar mengambang). a.) Managed floating exchange rate (sistem nilai tukar mengambang terkendali), yaitu Pemerintah atau Bank Sentral akan menjaga supaya nilai tukar berada diantara batas atas dan batas bawah. b.) Free floating exchange rate (sistem nilai tukar mengambang bebas), yaitu nilai tukar suatu negara diserahkan pada mekanisme pasar (tidak ada intervensi dari pemerintah ataupun Bank Sentral).
b. Teori Nilai Tukar atau Kurs Ada 4 pendekatan yang dikenal dalam proses pembentukan kurs (Salvatore, 2000: 42-48): 1.) Pendekatan Perdagangan atau Pendekatan Elastisitas Terhadap Pembentukan Kurs Model ini melihat bahwa nilai tukar atau kurs antara dua mata uang dari dua negara ditentukan oleh besar – kecilnya perdagangan barang dan jasa yang berlangsung diantara kedua negara tersebut. Menurut pendekatan ini kurs ekuilibrium adalah kurs yang akan menyeimbangkan nilai impor dan ekspor dari suatu negara. Jika nilai impor negara tersebut lebih besar ketimbang nilai ekspornya (artinya negara yang bersangkutan mengalami defisit perdagangan), maka kurs mata uangnya akan mengalami peningkatan (artinya mata uangnya mengalami depresiasi atau penurunan nilai tukar), dan hal itu akan berlangsung secara cepat dalam sistem kurs mengambang yang berlaku pada saat ini. Peningkatan kurs (angka nominalnya) atau penurunan nilai tukar mata uang tersebut akan membuat harga dari berbagai komoditi ekspornya menjadi lebih murah bagi para importir atau pihak asing sedangkan berbagai produk barang dan jasa impor menjadi lebih mahal bagi penduduk domestik. Akibatnya, lambat laun ekspor negara tersebut akan mengalami kenaikan sedangkan impornya akan terus menurun sampai pada akhirnya
nilai perdagangan internasionalnya benar – benar seimbang (impor sama dengan ekspor). Pendekatan
elastisitas
tersebut
menekankan
pentingnya
peran
perdagangan atau arus pertukaran barang dan jasa dalam pembentukan kurs. Sedangkan arus permodalan internasional juga memainkan peran yang penting, namun bersifat pasif, yakni hanya untuk menutup atau mengimbangi setiap bentuk ketidakseimbangan perdagangan temporer. 2.) Teori Paritas Daya Beli untuk Menjelaskan Proses Pembentukan Kurs Pendekatan kurs ini lebih relevan diaplikasikan guna mengamati pergerakan kurs dalam jangka panjang ketimbang dalam jangka pendek. Teori ini mempostulasikan atau merumuskan gejala bahwa kurs antara dua mata uang adalah identik dengan rasio dari tingkat dari harga umum dari kedua negara yang bersangkutan. Sebagai contoh, jika harga satu karung gandum di Amerika Serikat adalah $2, sedangkan harga gandum di Inggris adalah £1 per karung, maka kurs yang berlaku antara dolar dan poundsterling adalah R=$2 / £1 = 2. Jadi, berdasarkan hukum satu harga (law of one price), komoditi yang sama seharusnya memiliki harga yang sama pula (dalam kondisi itulah daya beli dari kedua mata uang tadi berada dalam kondisi paritas atau persamaan). 3.) Pendekatan Moneter Terhadap Pembentukan Kurs dan Lonjakan Kurs Pendekatan moneter (Monetary Approach) memberikan penjelasan yang sangat kontras. Pendekatan ini mempostulasikan atau menyatakan bahwa kurs tercipta dalam proses penyamaan atau penyeimbangan stok
atau total permintaan dan penawaran mata uang nasional di masing-masing negara. Penawaran uang di suatu negara diasumsikan dapat ditetapkan atau diciptakan secara independen oleh otoritas moneter dari negara yang bersangkutan. Namun sebaliknya, permintaan uang sangat ditentukan oleh tingkat pendapatan riil negara tersebut, atau tingkat harga harga-harga umum yang berlaku serta suku bunga. Semakin tinggi pendapatan riil dan harga-harga yang berlaku di negara tersebut, maka akan semakin besar pula permintaan uang di negara tersebut karena setiap individu dan perusahan memerlukan lebih banyak uang untuk membiayai transaksi hariannya. Di lain pihak, semakin tinggi suku bunga yang ada, maka akan semakin besar biaya oportunities penyimpanan uang (tunai atau simpanan yang tidak menghasilkan bunga) sehingga setiap orang akan memilih asset atau sekuritas yang menghasilkan bunga seperti obligasi atau deposito perbankan. Itu berarti, tingkat permintaan uang memiliki hubungan terbalik dengan besaran atau tingkat bunga. 4.) Pendekatan Keseimbangan Portofolio Terhadap Pembentukan Kurs Pendekatan keseimbangan portofolio (portfolio-balance approach) berbeda dari pendekatan moneter dalam hal diasumsikannya obligasiobligasi domestik dan luar negeri sebagai substitusi yang tidak sempurna. Perbedaan lainnya dari keseimbangan portofolio ini adalah penekanannya bahwa kurs sesungguhnya terbentuk dalam proses penyamaan dan penyeimbangan stok atau total permintaan dan total penawaran aset-aset
finansial dalam setiap negara. Pendekatan ini juga memperhitungkan arti penting perdagangan (sektor riil) secara eksplisit ke dalam analisisnya. Dengan demikian, pendekatan keseimbangan portofolio dapat dianggap sebagai salah satu versi pendekatan moneter yang lebih realistis dan memuaskan. Pendekatan keseimbangan portofolio itu merumuskan kesimpulan yang menyatakan kenaikan penawaran uang di negara domestik akan mendorong terjadinya kemerosotan suku bunga di negara yang bersangkutan, sehingga akan membuat para investor menukarkan obligasi domestiknya menjadi mata uang domestik dan obligasi luar negeri. Pembelian secara besarbesaran atas obligasi luar negeri itu dengan sendirinya menimbulkan depresiasi atas mata uang domestik. Selanjutnya, depresiasi itu merangsang peningkatan ekspor negara domestik dan sekaligus menyurutkan impornya. Pada gilirannya hal ini menciptakan surplus perdagangan bagi negara domestik yang segera disusul oleh apresiasi mata uangnya.
c. Perubahan – Perubahan Kurs Valuta Asing Apabila kurs valuta asing sepenuhnya ditentukan oleh mekanisme pasar maka kurs tersebut akan selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan yang terus menerus tersebut akan berlaku disebabkan oleh perubahan yang selalu terjadi keatas permintaan atau penawaran valuta asing.
Oleh karena sifatnya yang selalu mengalami perubahan tersebut, kurs pertukaran yang ditentukan oleh mekanisme pasar dinamakan kurs pertukaran yang berubah bebas atau kurs pertukaran mengambang. Beberapa faktor yang mempunyai pengaruh besar ke- atas perubahan dalam kurs pertukaran adalah (Sukirno, 2002:361-365):
1. Perubahan dalam cita rasa masyarakat. Perubahan ini akan mempengaruhi permintaan. Apabila penduduk suatu negara semakin lebih menyukai barang-barang dari satu negara lain, maka permintaan ke atas mata uang negara lain tersebut bertambah. Maka perubahan seperti itu mempunyai kecenderungan untuk menaikkan nilai mata uang negara lain tersebut. 2. Perubahan harga dari barang-barang ekspor. Apabila harga barang-barang ekspor mengalami perubahan maka perubahan ini akan mempengaruhi permintaan ke atas barang ekspor itu. Perubahan ini selanjutnya akan mempengaruhi kurs valuta asing. Kenaikan harga barang-barang ekspor akan mengurangi permintaan ke atas barang tersebut di luar negeri. Maka kenaikan tersebut akan mengurangi penawaran mata uang asing. Kekurangan penawaran ini akan menjatuhkan nilai uang dari negara yang mengalami kenaikan dalam harga-harga barang ekspornya. Apabila harga barang-barang
ekspor mengalami penurunan, maka akibat yang timbul adalah yang sebaliknya. 3. Kenaikan harga-harga umum (Inflasi). Berlakunya keadaan demikian di suatu negara dapat menurunkan nilai mata uangnya. Di satu pihak kenaikkan harga-harga itu akan menyebabkan penduduk negara itu semakin banyak mengimpor dari negara lain. Oleh karenanya permintaan ke atas valuta asing bertambah. Di lain pihak, ekspor negara itu bertambah mahal dan ini akan mengurangi permintaannya dan selanjutnya akan menurunkan penawaran valuta asing. 4. Perubahan dalam tingkat bunga dan tingkat pengembalian investasi. Disamping dipengaruhi oleh perubahan dalam permintaan dan penawaran ke atas barang-barang yang diperdagangkan diantara berbagai negara, kurs valuta asing dipengaruhi pula oleh aliran modal jangka panjang dan jangka pendek. Tingkat bunga dan tingkat pengembalian investasi sangat mempengaruhi jumlah serta arah aliran modal jangka panjang dan jangka pendek. Tingkat pendapatan investasi yang lebih menarik akan mendorong pemasukan modal ke negara tersebut. Penawaran valuta asing yang bertambah ini akan meninggikan nilai mata uang negara yang menerima modal tersebut. 5. Perkembangan ekonomi Bentuk dari pengaruh perkembangan ekonomi kepada kurs valuta asing tergantung kepada corak dari perkembangan ekonomi itu.
Apabila ia terutama disebabkan oleh perkembangan sektor ekspor, penawaran ke atas mata uang asing terus menerus bertambah. Dalam keadaan seperti itu perkembangan ekonomi akan meninggikan nilai mata uang. Tetapi apabila sumber perkembangan itu adalah dari perluasan kegiatan ekonomi di luar sektor ekspor, perkembangan itu berkecenderungan akan menurunkan nilai mata uang asing. Akibat yang demikian akan timbul karena pendapatan yang bertambah akan menaikkan impor. Kenaikkan impor ini akan menaikkan permintaan ke atas valuta asing.
d. Kurs Riil Kurs riil merupakan gabungan angka kurs nominal dan tingkat harga. Untuk mendefinisikan kurs riil secara lebih terinci, maka perlu memperjelas ukuran tingkat harga yang akan digunakan. Misalnya, P us sebagai
harga dolar
dari
sejumlah
komoditi
baku
yang selalu
dikonsumsikan setiap minggunya oleh segenap rumah tangga dan perusahaan Amerika. Begitu pula P G , yakni sebagai harga komoditi yang setiap minggu selalu dibeli oleh segenap rumah tangga dan perusahaan Jerman. Kemudian dapat didefinisikan secara formal kurs riil dolar/DM, yang dilambangkan q $ / DM , sebagai harga dolar relatif dari komoditi Jerman terhadap komoditi Amerika. Jadi bisa dikatakan kurs riil itu adalah nilai dolar dari tingkat harga Jerman dibagi dengan tingkat harga Amerika; atau secara simbolis:
q $ / DM = (E $ / DM xPG ) / PUS ...................................................... (2.1) Seumpama, komoditi acuan Jerman berharga DM100 (sehingga P G = DM100 per komoditi acuan Jerman), sedangkan harga komoditi acuan Amerika berharga $50 (jadi P us =$50 per komoditi acuan Amerika), dan kurs nominalnya adalah E $ / DM = $0,50 per DM. Maka kurs riil dolar/ DM: ($0,50 per DM) x (DM100 per komoditi Jerman) q $ / DM =
($50 per komoditi Amerika) = ($50 per komoditi Jerman) / ($50 per komoditi Amerika) = 1 komoditi Amerika per komoditi Jerman
Kenaikan kurs riil dolar/DM q $ / DM (yang disebut depresiasi riil dolar terhadap DM akan mengakibatkan penurunan daya beli dolar di wilayah Jerman dila dibandingkan dengan daya belinya di wilayah Amerika. Perubahan daya beli ini terjadi karena harga dolar dari barang-barang Jerman (E $.DM xPG ) mengalami kenaikan relatif terhadap harga dolar dari barang-barang Amerika (P us ). Dolar dianggap mengalami depresiasi secara riil terhadap DM bila q $ / DM meningkat karena daya beli hipotetis dari produk-produk Amerika secara keseluruhan terhadap produk Jerman menurun. Barang dan jasa Amerika menjadi lebih murah dibandingkan dengan barang dan jasa Jerman. Adapun apresiasi riil dolar terhadap DM merupakan penurunan dalam q $ / DM . Penurunan ini menunjukkan merosotnya harga relatif dari produk-produk di Jerman, atau meningkatnya
daya beli dolar di Jerman (bila dibelanjakan di Jerman) dibandingkan dengan daya belinya di Amerika.
e. Pengaruh perubahan kurs riil terhadap Transaksi berjalan Sejumlah pembelanjaan domestik juga meliputi pembelian produk impor meskipun tidak sebanyak pembelian atas barang dan jasa produksi domestik. Sementara itu, produk luar negeri yang dikonsumsikan itu lebih condong pada kondisi barang dan jasa dari negara asalnya. Untuk mengetahui perubahan harga relatif output nasional tersebut mempengaruhi transaksi berjalan, harus diketahui pengaruhnya terhadap ekspor. Jika EP*/P meningkat, misalnya secara relatif produk luar negeri menjadi lebih mahal daripada produk domestik; setiap unit output domestik kini hanya dapat membeli lebih sedikit output luar negeri. Konsumen akan menanggapi pergeseran harga ini dengan meningkatkan permintaan mereka terhadap ekspor kita. Reaksi ini selanjutnya meningkatkan ekspor dan cenderung memperbaiki transaksi berjalan domestik.
3. Produk Domestik Bruto a. Pengertian Produk Domestik Bruto Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Bruto (PDB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan.
Produk Domestik Bruto pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan Produk Domestik Bruto atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang bruto dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar. Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi, sedang harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Data Produk Domestik Bruto (PDB) menurut penggunaan atas dasar harga konstan memiliki tahun dasar yang berbeda, dimana tahun 1988 – 1997 menggunakan tahun dasar tahun 1988/1989, PDB tahun 1998 – 2002 menggunakan tahun dasar 1996, lalu PDB tahun 2003 – 2006 tahun dasarnya tahun 2002, dan sisanya menggunakan tahun dasar tahun 2007. Untuk menghitung PDB menurut harga konstan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
PDB HKx =
PDB HBx x100 …………………………………… (2.2) IHK x
Dimana :
PDB HKx = PDB harga konstan tahun tertentu PDB HBx = PDB harga berlaku tahun tertentu
IHK x
= Indeks Harga Konsumen tahun tertentu
Oleh karena data PDB pada tahun 1988 – 2007 tidak tersedia data kuartalan dan hanya tersedia data tahunan, maka data PDB pada tahun tersebut diinterpolasikan ke dalam data kuartalan dengan formulasi sebagai berikut (Insukindro dalam Nugroho, 2008): Yt1 =
1é 4 .5 (Yt - Yt -1 )ùú ………………………… ……... (2.3) Yt ê 4ë 12 û
Yt 2 =
1é 1 .5 (Yt - Yt -1 )ùú ………………………………… (2.4) Yt ê 4ë 12 û
Yt 3 =
1é 1 .5 (Yt - Yt -1 )ùú ………………………………… (2.5) Yt + ê 4ë 12 û
Yt 4 =
1é 4 .5 (Yt - Yt -1 )ùú …………………………………(2.6) Y + t ê 4ë 12 û
Dimana: Yt1, Yt 2, Yt 3, Yt 4 = Data Kuartalan 1, 2, 3, 4
Yt
= Data tahun yang berlaku
Yt -1
= Data tahun sebelumnya
b. Cara penghitungan Produk Domestik Bruto Untuk menghitung angka-angka Produk Domestik Bruto ada tiga pendekatan yang dapat digunakan, yaitu : 1. Menurut Pendekatan Produksi Produk Domestik Bruto adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit – unit
pruduksi tersebut dalam penyajian ini dikelompokkan menjadi 9 lapangan usaha sektor yaitu: a. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan b. Pertambangan dan Penggalian c. Industri Pengolahan d. Listrik, Gas dan Air bersih e. Konstruksi f. Perdagangan, Hotel, dan Restoran g. Pengangkutan dan komunikasi h. Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan i. Jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah Setiap sektor tersebut dirinci lagi menjadi sub-sub sektor. 2. Menurut Pendekatan Pendapatan Produk Domestik Bruto merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, Produk domestik bruto mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi).
3. Menurut Pendekatan Pengeluaran
Produk Domestik Bruto adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari: a. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba b. Pengeluaran konsumsi pemerintah c. Pembentukan modal tetap domestik bruto d. Perubahan inventori, dan e. Ekspor neto (ekspor neto merupakan ekspor dikurangi impor) Secara konsep ketiga pendekatan tersebut akan menghasikan angka yang sama. Jadi, jumlah pengeluaran akan sama dengan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksi. Produk Domestik Bruto yang dihasilkan dengan cara ini disebut sebagai Produk domestik Bruto atas dasar harga pasar, karena didalamnya sudah dicakup pajak tak langsung neto.
a. Indikator ekonomi lain Dari data Produk domestik bruto dapat juga diturunkan beberapa indikator ekonomi penting lainnya, seperti : 1) Produk Nasional Bruto Yaitu Produk domestik bruto ditambah dengan pendapatan neto dari luar negeri. Pendapatan neto itu sendiri merupakan pendapatan atas faktor produksi (tenaga kerja dan modal) milik penduduk
Indonesia yang diterima dari luar negeri dikurangi dengan pendapatan yang sama milik penduduk asing yang diperoleh di Indonesia. 2) Produk Nasional Neto atas dasar harga pasar Yaitu produk domestik bruto dikurangi dengan seluruh penyusutan atas barang – barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi selama setahun. 3) Produk Nasional Neto atas dasar biaya faktor produksi Yaitu produk nasional neto atas dasar harga pasar dikurangi dengan pajak tidak langsung neto. Pajak tidak langsung neto merupakan pajak tidak langsung yang dipungut pemerintah dikurangi dengan subsidi yang diberikan oleh penerintah. Baik pajak tidak langsung maupun subsidi, kedua-duanya dikenakan terhadap barang dan jasa yang diproduksi atau dijual. Pajak tidak langsung bersifat menaikkan harga jual sedangkan subsidi sebaliknya. Selanjutnya, produk nasional neto atas dasar biaya faktor produksi disebut sebagai produk domestik bruto.
4. Investasi Asing a. Pengertian Investasi Asing
Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang – barang modal dan perlengkapan – perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi
barang-barang
dan
jasa-jasa
yang
tersedia
dalam
perekonomian (Sukirno, 2002: 107). Investasi lazim disebut juga dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal. Dengan demikian, di dalam makroekonomi pengertian investasi atau akumulasi modal adalah berbeda dengan modal. Dalam penelitian ini investasi yang dimaksud ialah investasi swasta yaitu Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA). Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) menurut BKPM adalah modal dalam negeri diartikan sebagai sumber produktif dari masyarakat Indonesia yang dapat digunakan dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak hak, benda-benda (bergerak atau tidak bergerak) yang dapat disisihkan untuk menjalankan usaha (BKPM, 1985: 17). Dari pengertian diatas, contoh dari kekayaan termaksud yaitu tanah, bangunan, kayu di hutan, dan lain-lain. Kekayaan tersebut dapat dimiliki oleh negara maupun swasta, yang dapat dibagi menjadi :
a. Dimiliki oleh pihak swasta nasional baik perorangan maupun badan hukum, termasuk koperasi.
b. Dimiliki oleh pihak asing baik perorangan maupun badan hukum. PMA atau investasi asing merupakan investasi yang dilakukan oleh para pemilik modal asing di dalam negeri untuk mendapatkan suatu keuntungn dari usaha yang dilakukan. Menurut Kuncoro (2000:215) investasi merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional disamping ekspor, tabungan domestik, dan bantuan luar negeri.
b. Peranan Penanaman Modal Asing Menurut Kuncoro, penanaman modal asing ini memiliki peranan yang cukup penting dalam pembangunan, diantaranya: 1. Sumber dana eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi. 2. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu dikuti dengan perubahan struktur produksi dan perdagangan. 3. Modal asing dapat berperan penting dalam mobilitas dana. Investasi mempunyai peran dalam ekonomi makro. Pertama, menjadi komponen pengeluaran yang cukup besar dan tahan lama. Adanya perubahan dalam investasi akan mengganti permintaan agregat yang selanjutnya terdapat pula pada output dan kesempatan kerja. Kedua, investasi
dapat
meningkatkan
output
potensial
sehingga memicu
pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Adanya investasi dipengaruhi oleh (Samuelson, 1995 : 136) yaitu:
1. Hasil penjualan. Investasi akan dilakukan bila investor mampu menjual lebih banyak. Jika output naik, maka investasi juga akan naik, berlaku pula sebaliknya. 2. Biaya. Dalam berinvestasi, investor memerlukan pinjaman untuk membeli barang – barang modal. Pinjman tersebut akan dikenai bunga serta pajak. Tingkat bunga dan pajak mempunyai hubungan terhadap investasi, yaitu bila bunga naik, maka investasi akan turun, dan sebaliknya. Dalam pengambilan keputusan investasi, tingkat suku bunga riil menjadi unsur penting pertimbangan. Tingkat suku bunga riil menyesuaikan tingkat suku bunga nominal terhadap laju inflasi. 3. Ekspektasi. Bila investor menganggap kondisi ekonomi di masa depan bagus, maka investasi akan berjalan. Namun bila investor beranggapan kondisi ekonomi di masa depan buruk, maka investasi tidak akan dijalankan. Investasi asing di Indonesia dapat dilakukan dalam 2 (dua) bentuk, yaitu : investasi portofolio dan investasi langsung. Investasi portofolio dilakukan melalui pasar dengan instrumen surat berharga seperti saham dan obligasi. Sedangkan investasi langsung atau lebih dikenal dengan penanaman modal asing (PMA) langsung lebih cenderung melakukan investasi dengan jalan membangun, membeli total atau mengakuisisi perusahaan.
Bila dibandingkan dengan investasi portofolio, PMA dengan jalan langsung (FDI) lebih banyak mempunyai kelebihan, selain sifatnya permanen atau jangka panjang, PMA dengan jalan FDI ini memiliki andil dalam silih teknologi, alih keterampilan manajemen dan membuka lapangan kerja baru.
c. Pola Investasi Terdapat 2 (dua) jenis FDI menurut pola investasi yang dilakukan, yaitu : 1. Green – field Investment, dimana pemilik modal membangun keseluruhan usahanya mulai dari awal / dari titik nol. 2. Investasi langsung tetapi memanfaatkan perusahaan sejenis yang sudah ada di negara yang dituju dengan melakukan merger. Sedangkan menurut jenis usaha yang dilakukan, FDI dibagi kemali menjadi 2 (dua), yaitu : 1. Horisontal FDI Dimana investor menginvestasikan modalnya dengan mendirikan investasi yang sama persis jenisnya dengan yang dilakukan di negara asalnya, dan keseluruhan proses produksi yang terjadi dilakukan sendiri dan tidak melibatkan perusahaan lokal/ domestik. 2. Vertikal FDI Vertikal FDI ini dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
a. Backward vertical FDI, adalah investor melakukan investasi dengan mendirikan industri di negara tertentu dengan masih memanfaatkan output dari perusahaan lokal setempat. b. Forward vertical FDI, adalah investor mendirikan industri di negara host dengan menjual hasil produksi perusahaan domestik.
5. Utang Luar Negeri a. Pengertian Utang Luar Negeri Secara umum utang luar negeri adalah sebuah pinjaman yang akan menimbulkan kewajiban membayar kembalai terhadap utang luar negeri baik dalam valuta asing maupun dalam rupiah (Diana Yumanita et. Al., 2001 : 9). Secara formal pengertian utang luar negeri tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan dan Menteri Negara/ Ketua Bappenas No. 189 / KMN 03 / 1995 & No. Kep – 031 / KET / 5 / 1995 tentang Tata cara perencanaan, Pelaksanaan/ Penatausahaan, & Pemantauan Tinjauan / Hibah Luar Negeri dalam rangka pelaksanaan APBN. Dalam SKB tersebut dijelaskan bahwa pinjaman luar negeri adalah setiap penerimaan negara, baik dalam bentuk devisa dan atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan atau dalam bentuk jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negari yang harus dibayar kembali dengan persyaratan-persyaratan tertentu.(Diana Yumanita et. Al., 2001:10).
b. Jenis – jenis Utang Luar Negeri Jenis-jenis utang luar negeri dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu: 1. Dari segi jangka waktu, utang luar negeri terdiri atas : a). Pinjaman jangka pendek, yaitu pinjaman dengan jangka waktu sampai dengan 5 tahun. b). Pinjaman jangka menengah, yaitu pinjaman dengan jangka waktu di atas 5 tahun sampai dengan 15 tahun. c). Pinjaman jangka panjang, yaitu pinjaman dengan jangka waktu di atas 15 tahun. 2. Dari segi status penerima pinjaman, terdiri atas : a). Pinjaman Pemerintah b). Pinjaman swasta 3. Dari segi persyaratan pinjaman, terdiri atas : a). Pinjaman Lunak (Concessional Loan) Merupakan pinjaman yang berasal dari lembaga multilateral maupun negara bilateral yang dananya berasal dari iuran anggota (untuk multilateral) atau dari anggaran negara yang bersangkutan
(untuk
bilateral)
dan
ditujukan
untuk
meningkatkan pembangunan. Oleh karena itu tingkat bunganya rendah (maksimum 3,5 %), jangka waktu pengembalian 25 tahun atau lebih, dan masa tenggang (grace period) cukup panjang (sekurang-kurangnya 7 tahun). Selain itu, biasanya
pinjaman lunak mengandung hibah (grant element) sekurangkurangnya 35 % dari total pinjaman. b). Pinjaman Setengah lunak (Semi-concessional Loan) Merupakan pinjaman yang memiliki persyaratan pinjaman yang sebagian lunak dan sebagian lagi komersial. Bentuk pinjaman yang masuk kategori ini adalah fasilitas kredit ekspor dan Purchasing and Installment Sales Agreement (PISA). c). Pinjaman Komersial (Commersial Loan) Merupakan pinjaman yang bersumber dari Bank / Lembaga Keuangan
dengan
persyaratan
yang
berlaku
di
pasar
internasional pada umumnya. Tingkat bunga yang berlaku di pasar internasional antara lain LIBOR ditambah margin sekitar 0,5 % s.d. 1,5 %. Bentuk pinjaman komersial ini dapat berupa pinjaman siaga (standby loan); pinjaman sindikasi yang diterima dari sindikat bank-bank internasional dalam bentuk uang tunai (cash) untuk membiayai suatu proyek atau pembiayaan lainnya; dan sewa beli (leasing) atau Installment Sale Financing. 4. Dari segi sumber dana pinjaman, terdiri atas : a). Pinjaman dari lembaga internasional (Multilateral) Pinjaman yang berasal dari badan-badan internasional seperti World Bank dan Asian Development Bank pada dasarnya merupakan pinjaman yang bersyarat ringan (pinjaman lunak). b). Pinjaman dari negara-negara anggota IGGI / CGI (bilateral)
Seperti
halnya
pinjaman
yang
berasal
dari
lembaga
internasional, pinjaman dari negara bilateral anggota IGGI / CGI biasanya juga berupa pinjaman lunak. 5. Dari segi bentuk pinjaman yang diterima, terdiri atas : a). Bantuan Proyek Merupakan bantuan luar negeri yang digunakan untuk keperluan proyek pembangunan dengan cara memasukkan barang modal, barang dan jasa. b). Bantuan Teknik c). Bantuan Program
B. PENELITIAN TERDAHULU 1. Penelitian oleh Hari Murti tahun 2007 Peneliti mengambil judul Analisis Jangka Pendek dan Jangka Panjang Determinan Neraca Transaksi Berjalan Serta Fenomena Twin Defisit Di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan pengaruh surplus atau defisit neraca fiskal, nilai tukar riil, pendapatan per kapita riil, kelambanan neraca transaksi berjalan, investasi domestik, dan pengeluaran pemerintah terhadap neraca transaksi berjalan di negara- negara berkembang di Asia Tenggara dan Asia Selatan tahun 1985-2005.
Penelitian ini menggunakan model ekonometrika dengan metode Fixed effect untuk data cross section dan time series. Ada dua pengujian dalam metode tersebut, pertama dilakukan uji statistik yang terdiri dari uji t (secara individu), uji f (secara bersama-sama), dan koefisien determinasi (R²). Kemudian pengujian kedua dengan uji asumsi klasik, terdiri dari uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokerelasi. Hasil penelitian ini bahwa, di kawasan Asia Tenggara, faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap neraca transaksi berjalan dalam jangka pendek adalah, neraca transaksi berjalan tahun sebelumnya, neraca fiskal, investasi domestik, pengeluaran pemerintah, nilai tukar dan krisis ekonomi pada tahun 1997. Lag neraca transaksi berjalan dan krisis ekonomi 1997 saja yang memiliki hubungan positif dengan neraca transaksi berjalan. Sedangkan variabel lainnya memiliki hubungan negatif. Sedangkan dalam jangka panjang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap neraca transaksi berjalan adalah neraca fiskal, investasi domestik, pengeluaran pemerintah, dan nilai tukar. Sedangkan di kawasan Asia Selatan, faktor-faktor yang berpengaruh signifikan pada neraca transaksi berjalan dalam jangka pendek adalah neraca transaksi berjalan tahun sebelumnya, neraca fiskal, pengeluaran pemerintah, pendapatan per kapita dan nilai tukar. Lag neraca transaksi berjalan, neraca fiskal, dan nilai tukar memiliki hubungan positif terhadap neraca transaksi berjalan, sedangkan investasi domestik, pengeluaran pemerintah, dan pendapatan per kapita memiliki hubungan negatif terhadap neraca transaksi berjalan. Sedangkan dalam jangka panjang variabel-variabel independen
memiliki hubungan yang sama dengan angka pendek namun koefisiennya selalu lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, variabelvariabel independen tersebut memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dalam jangka pendek. 2. Penelitian oleh Sabine Hermann dan Axel Jochem tahun 2005 Peneliti mengambil judul Determinants of current account developments in the central and easy European EU member states consequences for the enlargement of the euro area. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tentang determinan defisit transaksi berjalan pada negara-negara di Eropa Tengah dan Timur yang baru bergabung dengan Uni Eropa. Penelitian ini menggunakan model ekonometrika dengan metode Feasible Generalized least squares (FGLS) untuk penelitian tahun 1994-2004. Hasil penelitian ini bahwa, pendapatan per kapita relatif, neraca finansial, rasio investasi, dan nilai tukar riil memiliki pengaruh yang signifikan terhadap neraca transaksi berjalan di negara-negara Eropa Tengah dan Timur. Pendapatan relatif dan neraca fiskal memiliki hubungan yang positif dengan neraca transaksi berjalan, sedangkan rasio investasi dan nilai tukar riil menunjukkan hubungan yang negatif. 3. Penelitian oleh Matthieu Bussière, Marcel Fratzscher dan Gernot J. Müller tahun 2004 Peneliti mengambil judul Current account Dynamics In OECD And EU Acceding Countries. Penelitian ini dilakukan untuk membahas tentang determinan neraca transaksi berjalan pada negara-negara yang tergabung dalam
OECD dan Uni-Eropa dalam jangka pendek dan jangka panjang. Penelitian ini menggunakan model dinamis dengan metode Generalized Method of Moments (GMM) untuk penelitian tahun 1995-2002. Hasil penelitian ini bahwa, Dalam jangka pendek, variabel lag neraca transaksi berjalan, surplus fiskal, ∆ net output dan pendapatan relatif mempengaruhi neraca transaksi berjalan secara signifikan dan memiliki hubngan positif dengan neraca transaksi berjalan. Sedangkan rasio pengeluaran publik tidak berpengaruh signifikan terhadap neraca transaksi berjalan. Rasio investasi memiliki hubungan yang negatif terhadap neraca transaksi berjalan. Sedangkan, dalam jangka panjang, variabel surplus fiskal dan pendapatan relatif memiliki hubungan positif terhadap neraca transaksi berjalan. Variabel rasio investasi seperti pada hasil estimasi jangka pendek, memiliki hubungan negatif terhadap neraca transaksi berjalan.
C. KERANGKA PEMIKIRAN Neraca transaksi berjalan (Current account), terdiri dari transaksi impor dan ekspor barang dan jasa. Pada current account, ekspor dicatat sebagai kredit karena menghasilkan devisa bagi negara. Sedangkan impor dicatat sebagai debit karena menghilangkan /mengeluarkan devisa dari negara. Selain ekspor dan impor, transaksi lain yang termasuk dalam current account adalah pembayaran faktor (factor payment) dan unilateral transfers. Nilai tukar riil (REER) merupakan harga sejumlah produk luar negeri yang dijadikan dalam produk domestik. Perubahan kurs riil mempengaruhi transaksi
berjalan, karena perubahan tersebut mencerminkan harga barang dan jasa domestik relatif terhadap barang dan jasa luar negeri. Jika kurs riil menurun (depresiasi) secara relatif produk luar negeri menjadi lebih mahal dibanding dengan produk domestik. Sehingga konsumen luar negeri akan meningkatkan permintaan mereka terhadap ekspor kita. Selanjutnya akan meningkatkan ekspor dan cenderung memperbaiki neraca transaksi berjalan domestik. Sehingga hubungan antara nilai tukar riil dengan neraca transaksi berjalan adalah negatif (Krugman, 1999: 173). Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai seluruh produk barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu perekonomian dalam waktu 1 tahun. PDB riil dihitung berdasarkan harga konstan 1993 yang dinyatakan dalam juta rupiah. Produk domestik bruto meningkat, kemudian diikuti dengan peningkatan pada pendapatan per kapita dapat mengakibatkan para konsumen domestik menjadi konsumtif. Sehingga banyak melakukan impor barang-barang luar negeri. Bila tidak diimbangi dengan pemasukan dalam ekspor dapat mengakibatkan defisit pada neraca transaksi berjalan. Sehingga PDB dengan neraca transaksi berjalan memiliki hubungan negatif (Krugman, 1999:174). Investasi asing merupakan pengeluaran atau perbelanjaan penanaman modal untuk membeli barang – barang modal dan perlengkapan – perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan berproduksi barang – barang dan jasa – jasa yang tersedia dalam perekonomian. Investasi asing yang masuk ke Indonesia diharapkan dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pabrik dan proyek-proyek baru, dan bahkan untuk meningkatkan produktifitas barang ekspor. Sehingga jika barang ekspor kita dapat bersaing dengan produk-produk dari negara lain, maka akan
menambah saldo dalam neraca transaksi berjalan. Secara umum, modal asing langsung mempunyai hubungan positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia baik jangka pendek maupun jangka panjang (Suryawati, 2000). Secara umum utang luar negeri adalah sebuah pinjaman yang akan menimbulkan kewajiban membayar kembali terhadap utang luar negeri baik dalam valuta asing maupun dalam rupiah (Diana Yumanita et al, 2001: 9). Menurut teori, utang luar negeri berperan cukup penting dalam mengatasi masalah defisit pada neraca transaksi berjalan. Utang luar negeri seperti halnya investasi asing, adalah transaksi
pada
pos
neraca
modal
(Capital
Account),
yang
bersifat
mengakomodasikan kepentingan neraca transaksi berjalan (Current Account) yang bersifat otonom. Jadi bila neraca transaksi berjalan mengalami defisit, maka akan dikompensasikan dengan aliran devisa yang berasal dari neraca modal. Karena itulah, maka pos neraca transaksi berjalan disebut sebagai gap making, sedangkan pos neraca modal disebut sebagai gap filling (Ingram dalam Prasetiantono, 1996:105). Sehingga utang luar negeri berpengaruh negatif terhadap neraca transaksi berjalan. Mengingat banyaknya variabel yang memiliki hubungan atau pengaruh dengan variabel neraca transaksi berjalan, maka dalam penelitian ini peneliti membatasi hanya dengan menggunakan variabel nilai tukar riil (REER), produk domestik bruto, investasi asing, dan utang luar negeri. Untuk mempermudah pemahaman dalam penelitian ini, digambarkan suatu kerangka pemikiran yang sistematis sebagai berikut:
Nilai Tukar riil (REER) Produk domestik bruto (PDB) Rasio Investasi Asing (PMA) thd PDB
Rasio Neraca Transaksi Berjalan thd PDB
Utang Luar Negeri (ULN)
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran
D. HIPOTESIS Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1). Diduga nilai tukar riil (REER) berpengaruh negatif terhadap neraca transaksi berjalan di Indonesia tahun 1988:1 - 2007:4. 2). Diduga produk domestik bruto berpengaruh negatif terhadap neraca transaksi berjalan di Indonesia tahun 1988:1 – 2007:4. 3). Diduga investasi asing berpengaruh positif terhadap neraca trransaksi berjalan di Indonesia tahun 1988:1 – 2007:4. 4). Diduga utang luar negeri berpengaruh negatif terhadap neraca transaksi berjalan di Indonesia tahun 1988:1 – 2007:4.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. RUANG LINGKUP PENELITIAN Penelitian ini merupakan studi mengenai analisis pengaruh nilai tukar riil, produk domestik bruto, investasi asing, dan utang luar negeri terhadap neraca transaksi berjalan. Penelitian ini dilakukan di Indonesia dengan input data tahun 1988:1 – 2007:4 beserta faktor – faktor yang mempengaruhinya (nilai tukar riil, produk domestik bruto, investasi asing, dan utang luar negeri).
B. JENIS DAN SUMBER DATA a. Jenis data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data time series dari tahun 1988:1 – 2007:4, yaitu data-data seperti: neraca transaksi berjalan, nilai tukar riil, produk domestik bruto, investasi asing, dan utang luar negeri. b. Sumber data Sumber data realisasi neraca transaksi berjalan, nilai tukar riil, produk domestik bruto, investasi asing, dan utang luar negeri yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Laporan Tahunan Bank Indonesia (BI), Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (BI) beberapa terbitan, International Monetary Fund (IMF) dan Laporan keuangan Depkeu.
C. DEFINISI VARIABEL OPERASIONAL Definisi ini diberikan agar tidak terjadi kesalahan dalam penafsiran terhadap suatu variabel yang ada. Variabel-variabel tersebut, yaitu: a. Variabel Dependen Neraca transaksi berjalan (CA) Neraca transaksi berjalan (Current account), terdiri dari transaksi impor dan ekspor barang dan jasa. Pada current account, ekspor dicatat sebagai kredit karena menghasilkan devisa bagi negara. Sedangkan impor dicatat sebagai debit karena menghilangkan /mengeluarkan devisa dari negara. Selain ekspor dan impor, transaksi lain yang termasuk dalam current account adalah pembayaran faktor (factor payment) dan unilateral transfers. Dalam penelitian ini data neraca transaksi berjalan (CA) merupakan persentase CA terhadap PDB. Hal ini sesuai dengan data yang dipakai dalam jurnal Hari murti tahun 2007. b. Variabel Independen 1.) Nilai tukar riil(REER) Kurs riil (REER) merupakan harga sejumlah produk luar negeri yang dijadikan dalam produk domestik. Data nilai tukar dalam model menggunakan nilai tukar nominal yang dikalikan dengan rasio indeks harga konsumen (IHK) Amerika terhadap indeks harga konsumen (IHK) Indonesia.
2.) Produk domestik bruto (PDB)
PDB adalah nilai seluruh produk barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu perekonomian dalam waktu 1 tahun. PDB riil dihitung berdasarkan harga konstan 1993 yang dinyatakan dalam juta rupiah. 3.) Investasi Asing (FDI) Investasi asing merupakan pengeluaran atau perbelanjaan penanaman modal untuk membeli barang – barang modal dan perlengkapan – perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan berproduksi barang – barang dan jasa – jasa yang tersedia dalam perekonomian. Dalam penelitian ini variabel investasi asing diperoleh dari persentase penanaman modal asing (PMA) terhadap PDB. Data ini dipakai oleh Hari Murti dalam jurnalnya mengenai determinan neraca transaksi berjalan di beberapa negara kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan. 4.) Utang luar negeri Secara umum utang luar negeri adalah sebuah pinjaman yang akan menimbulkan kewajiban membayar kembali terhadap utang luar negeri baik dalam valuta asing maupun dalam rupiah (Diana Yumanita et al, 2001: 9). Dalam penelitian ini variabel utang luar negeri yang digunakan adalah utang luar negeri pemerintah dan swasta.
D. METODE PENGUMPULAN DATA
Dikarenakan data yang digunakan adalah data sekunder, yang sebelumnya telah tersedia di dinas / instansi yang terkait maka metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mencari dan membaca literatur yang relevan dan berkaitan dengan penelitian skripsi. Relevansi didasarkan pada data yang telah disajikan oleh institusi yang bersangkutan dan telah teruji secara empiris, misalnya data yang dikeluarkan oleh Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (BI), Laporan Tahunan Bank Indonesia (BI), Badan Pusat Statistik (BPS), International Monetary Fund (IMF) dan laporan keuangan Depkeu.
E. METODE ANALISIS DATA Model analisis yang digunakan untuk membuktikan hipotesis penelitian yaitu mengetahui bagaimanakah pengaruh antara nilai tukar riil (REER), produk domestik bruto, investasi asing, dan utang luar negeri terhadap neraca transaksi berjalan di Indonesia tahun 1988:1 – 2007:4. Jadi analisis data-data tersebut dapat digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi neraca transaksi berjalan dengan melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen pada periode tersebut. Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis hubungan dan pengaruh antar variabel berupa pendekatan teori ekonomi, teori statistik, dan teori ekonometrika. Model alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika. Model Regresi yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut:
CA it = b 0 + b1REER it + b 2 PDB it + b 3 PMA it + b 4 ULN it + e it
Keterangan: CA
: Neraca Transaksi Berjalan (Current Account)
REER
: Nilai tukar riil
PDB
: Produk domestik bruto
PMA
: Investasi Asing
ULN
: Utang Luar Negeri
1. Uji statistik Proses analisa yang akan dilakukan melalui pengujian variabel-variabel independen yang meliputi uji t (uji individual), uji F (uji bersama-sama), dan uji R² (uji koefisien determinasi). a. Uji t (uji secara individu) Uji t ini merupakan pengujian variabel-variabel secara individu, dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh masing-masing variabel independen dalam mempengaruhi variabel dependen, dengan beranggapan variabel independen lain tetap / konstan. Langkah-langkah pengujian t test adalah sebagai berikut (Gujarati, 1995: 119 dalam Hariawan Rahwanto, 2007: 51):
i. Menentukan hipotesisnya a) Ho : b1 = 0 Berarti suatu variabel independen secara individu tidak berpengaruh terhadap variabel dependent.
b) Ho : b1 ¹ 0 Berarti suatu variabel independen secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen. ii. Melakukan perhitungan nilai t sebagai berikut: a) Nilai t tabel = t a / 2 ; N - K …………………………….... (3.1) Keterangan:
a : derajat signifikansi N : jumlah sample (banyaknya observasi) K : banyaknya parameter b) Nilai t hit =
bi ……………………………………… (3.2) Se(b i )
Keterangan:
bi
: koefisien regresi
Se(b i ) : standar error koefisien regresi iii. Kriteria pengujian
Ho ditolak
Ho diterima
- ta/2; N - K
Ho ditolak ta/2; N - K
Gambar 3.1 Daerah Kritis Uji t iv.
Kesimpulan a. Apabila nilai – t tabel < t hit < t tabel, maka Ho diterima. Artinya variabel Independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan.
b. Apabia nilai t hit > +t tabel atau t hit < -t tabel, maka Ho ditolak. Artinya variabel independen mampu mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.
b. Uji F (Uji bersama-sama) Uji F ini merupakan pengujian bersama-sama variabel independen yang dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen secara signifikan. Langkah-langkah pengujian adalah sebagai berikut (Gujarati, 1995 : 134 dalam Soma Ghofur, 2008) : i.
Menentukan Hipotesis a) Ho : b1 = b 2 = b 3 = b 4 = 0 Berarti,
semua
variabel
independen
secara
individu
tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen. b) Ho : b1 ¹ b 2 ¹ b 3 ¹ b 4 ¹ 0 Berarti, semua variabel independen secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen. ii.
Melakukan perhitungan nilai F sebagai berikut: a) Nilai F tabel = F a; K - 1; N - K ………………………… (3.3) Keterangan: N : jumlah sample / data K : banyaknya parameter R 2 /(K - 1) b) Nilai F hitung = ……………………….. (3.4) (1 - R 2 )( N - K )
Keterangan :
R 2 : Koefisien determinasi
N : jumlah observasi/ sample K : banyaknya variabel
iii. Kriteria pengujian
Ho diterima
Hoditolak
F(a; K - 1; N - k )
Gambar 3.2 Daerah Kritis Uji F
iv. Kesimpulan a) Apabila nilai F hit < F tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya
variabel
independen
secara
bersama-sama
tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan. b) Apabila nilai F hit > F tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan. c. Uji R² (Uji koefisien determinasi) Nilai R 2 untuk mengetahui berapa persen variasi variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen. Uji ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketepatan yang paling baik dalam analisis regresi, yang ditunjukkan oleh besarnya koefisien determinasi ( R 2 ) antara nol dan satu (0 < R 2 < 1).
Jika koefisien determinasi 0, artinya variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen, atau dengan kata lain model tersebut tidak menjelaskan sedikitpun variasi dalam variabel tidak bebas. Sedangkan koefisien determinan mendekati 1, artinya variabel independen semakin mepengaruhi variabel dependen, atau dengan kata lain model dikatakan lebih baik apabila koefisien determinasinya mendekati 1.
2. Uji Asumsi Klasik a. Multikolinieritas Multikolinieritas merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya lebih dari satu hubungan linier pasti antara beberapa / semua variabel independen dari model regresi (Gujarati, 1995 : 320 dalam Soma Ghofur, 2008: ). Salah satu asumsi model klasik yang menjelaskan ada tidaknya hubungan antara beberapa / semua variabel dalam model regresi. Jika dalam model terdapat multikolinier, maka model tersebut memiliki kesalahan standar yang besar sehingga koefisien tidak dapat diukur dengan ketepatan tinggi. Salah satu metode untuk mengetahui ada tidaknya multikolinier adalah menggunakan pengujian dengan pendekatan Koutsoyiannis. Metode ini dikembangkan oleh Koutsoyiannis (1977) menggunakan metode coba-coba dalam memasukkan variabel bebas. Dari hasil coba-coba tersebut, selanjutnya akan diklasifikasikan dalam 3 macam(Aisyah, 2007:109), yaitu : 2) suatu variabel bebas dikatakan berguna 3) suatu variabel bebas dikatakan tidak berguna
4) suatu variabel bebas dikatakan merusak
b. Heteroskedastisitas Asumsi dari model regresi linier klasik adalah kesalahan penggangu mempunyai variasi yang sama. Apabila asumsi tersebut tidak terpenuhi maka akan terjadi heteroskedastisitas, yaitu suatu keadaan dimana variasi dari kesalahan penggangu tidak sama untuk semua nilai variabel bebas. Terdapat beberapa metode yang dipergunakan untuk mendeteksi heteroskedastisitas dalam model empiris yaitu Uji Park, Uji Glejser, Uji white, Uji LM ARCH dan Uji Breusch Pagan – Godfeg. Pengujian heteroskedastisitas dalam penelitian ini akan menggunakan uji LM ARCH. Pada metode ini yang dijadikan tolok ukur adalah nilai Obs*R-squared. Jika nilai Obs*R-squared lebih kecil dari nilai X² maka pada model tersebut tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. Sebaliknya, jika Obs*R-squared lebih besar dibanding nilai X² maka terdapat masalah heteroskedastisitas pada model tersebut (Aisyah, 2007 : 109).
c. Autokorelasi Autokorelasi adalah suatu keadaan dimana kesalahan variabel penggangu pada suatu periode tertentu berkorelasi dengan kesalahan penggangu periode lain. Asumsi ini untuk menegaskan bahwa nilai variabel dependen hanya diterangkan (secara sistematis) oleh variabel independen dan bukan oleh variabel gangguan (Gujarati, 1995 : 401).
Pada penelitian ini digunakan dua metode untuk menilai apakah dalam model tersebut terdapat masalah autokorelasi atau tidak, yaitu metode DurbinWatson test.
RaguRagu
Raguragu
AutokoreLasi (+)
0
dl
Tidak ada Autokorelasi
du
2
Autokorelasi (-)
4-du
4-dl
4
Gambar 3.1 Daerah Ho Diterima dan Ditolak uji Autokorelasi (Durbin-Watson)
Hipotesis untuk menguji ada tidaknya autokorelasi adalah : Ho : tidak ada serial autokorelasi baik positif maupun negatif. Untuk menguji hipotesis nol tidak ada autokorelasi, terdapat tabel DurbinWatson (DW), dengan kriteria hasil perhitungan DW statistik dibandingkan dengan tabel (DW), sebagai berikut: Jika d < dL = Menolak Ho Jika du < d < 4-du = tidak menolak Ho Jika dL ≤ d ≤ du atau 4-du ≤ d ≤ 4-dL = pengujian tidak meyakinkan (inconclusive)
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. GAMBARAN UMUM NERACA PEMBAYARAN INDONESIA (Juta US$) URAIAN
2004
2005 Q1
A. Transaksi Berjalan I. Barang 1. Ekspor, fob 2. Impor, fob II. Jasa-jasa III. Pendapatan
1,564 20,152 70,767 -50,615 -8,811 -10,917
505 4,987 20,026 -15,040 -2,318 -2,494
Q2 311 4,816 21,394 -16,578 -2,653 -2,091
Q3 -1,078 4,615 21,738 -17,123 -2,672 -3,275
2006 Q4 1,191 7,951 23,066 -15,115 -4,218 -2,909
Q1 765 6,976 23,057 -16,082 -3,811 -2,729
Q2 239 6,509 23,793 -17,284 -2,986 -3,537
Q3 -372 5,657 24,173 -18,515 -3,044 -3,246
IV. Transfer
1,139
330
239
253
367
329
252
260
1,852
-480
1,852 -1,512 -3,408 1,896 4,409 353 4,056 -1,045 985 2,030
-480 334 -732 1,066 792 58 734 -1,606 -863 -743
-1,454 33 -1,488 2,205 -680 2,885 -1,086 366 -1,452 -2,607 -2,048 -560
-3,631 100 -3,732 156 -961 1,117 2,276 -65 2,341 -6,164 -4,859 -1,305
3,627 200 3,427 -651 -745 94 4,102 409 3,693 -24 -1,389 1,365
1,203 100 1,103 983 -777 1,760 2,180 163 2,017 -2,060 -1,377 -683
389 100 289 1,059 -722 1,781 885 122 763 -1,655 -862 -792
709 100 609 1,230 -1,021 2,251 1,770 245 1,526 -2,392 -1,883 -509
3,415
26
-1,143
-4,710
4,819
1,967
628
336
D. Selisih Perhitungan
-3,106
324
-337
1,540
-904
0
0
0
E. Keseluruhan (C+D)
309
350
-1,480
-3,169
3,914
1,967
628
336
36,320
36,030
33,865
30,318
34,724
36,275
36,651
36,502
B. Transaksi Modal dan Keuangan I. Transaksi Modal II. Transaksi Keuangan 1. Investasi Langsung a. Ke luar Negeri b. Dalam Negeri 2. Investasi Portofolio a. Aset b. Liabilitas 3. Investasi Lain a. aset b. Liabilitas C. Total (A+B)
F. Cadangan Devisa
Sumber: Laporan Tahunan Bank Indonesia
Dari tabel neraca pembayaran Indonesia tersebut, terlihat perkembangan neraca pembayaran tahun 2004 sampai dengan 2006 secara keseluruhan. Dimana terdiri dari dua pos yaitu neraca transaksi berjalan serta neraca transaksi modal dan keuangan. Pada tahun 2004, baik neraca transaksi berjalan maupun transaksi modal mengalami surplus. Neraca transaksi berjalan surplus sebesar 1,564 miliar US$. Sedangkan neraca modal senilai 1,852 miliar US$. Sehingga jumlah kedua neraca tersebut sebesar 3,415 miliar US$. Ditahun berikutnya, yaitu tahun 2005 kuartal ketiga neraca transaksi berjalan mengalami defisit sebesar 1,078 miliar US$. Sementara untuk neraca transaksi modal dan keuangan mengalami defisit yang lebih besar dibanding neraca
transaksi berjalan senilai 3,631 miliar US$. Cadangan devisa terbesar terjadi ditahun 2005 kuartal tiga sebesar 3,169 miliar US$. Tahun 2006 baik kuartal satu hingga kuartal tiga neraca pembayaran Indonesia mengalami defisit. Jika dilihat dari neraca perdagangan, tahun 2004 hingga 2006 memiliki nilai ekspor yang lebih besar dibandingkan dengan nilai impor. Dengan demikian dapat dikatakan neraca perdagangan mengalami surplus. Sementara pada neraca transaksi keuangan investasi langsung kedalam negeri juga mengalami surplus. Ini berarti, banyak investor asing yang menanamkan modalnya ke Indonesia.
B. PERKEMBANGAN VARIABEL 1. Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan Indonesia Perkembangan neraca transaksi berjalan Indonesia selama periode penelitian dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Pada tahun 1980an, lebih tepatnya tahun 1988 sampai dengan kuartal ketiga di tahun 1997 neraca transaksi berjalan mengalami defisit. Dimana defisit terparah terjadi pada kuartal kedua tahun 1996 yaitu sebesar 1,959% dari PDB Indonesia. Kemudian di tahun – tahun berikutnya mengalami kenaikan atau terjadi surplus. Namun, pada kuartal pertama tahun 2004 dan kuartal ketiga pada tahun 2005 terjadi defisit yang lebih besar dibanding defisit pada tahun 1996, berturut – turut sebesar 3,964% dan 2,341% dari PDB Indonesia.
Masa pemulihan mulai terlihat di tahun 2005, tepatnya pada kuartal keempat terjadi surplus sebesar 1,512%. Surplus terbesar pada penelitian ini terjadi di tahun 2006 kuartal ketiga yaitu sebesar 5,567% dari PDB Indonesia. Fluktuasi neraca transaksi berjalan di Indonesia ini dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu belum maksimalnya penerimaan ekspor karena lebih besarnya pengeluaran impor, pembiayaan pembangunan diberbagai sektor, pembayaran cicilan utang luar negeri dan pembiayaan belanja negara lainnya serta pengeluaran dari sektor jasa dapat menyebabkan terjadinya fluktuasi pada neraca transaksi berjalan. Perkembangan neraca transaksi berjalan Indonesia selama periode penelitian dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut : Tabel 4.1 Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan Indonesia Tahun 1988:1 – 2007:4 (persentase dari PDB) TAHUN 1988:1 1988:2 1988:3 1988:4 1989:1 1989:2 1989:3 1989:4 1990:1 1990:2 1990:3 1990:4 1991:1 1991:2 1991:3 1991:4 1992:1 1992:2 1992:3 1992:4 1993:1 1993:2 1993:3
CA -0,125 -0,538 -0,272 -0,717 -0,440 -0,285 -0,342 -0,245 -0,736 -0,875 -1,274 -0,325 -1,232 -1,330 -0,921 -0,866 -1,186 -0,996 -0,796 -0,025 -0,591 -0,273 -0,352
TAHUN 1998:1 1998:2 1998:3 1998:4 1999:1 1999:2 1999:3 1999:4 2000:1 2000:2 2000:3 2000:4 2001:1 2001:2 2001:3 2001:4 2002:1 2002:2 2002:3 2002:4 2003:1 2003:2 2003:3
CA 1,740 7,932 2,553 3,946 2,158 3,589 3,527 3,582 3,886 3,151 5,180 6,231 5,090 3,496 5,015 2,508 3,571 3,708 4,831 3,676 2,208 3,951 4,017
1993:4 -0,895 2003:4 2,885 1994:1 -1,105 2004:1 -3,964 1994:2 -0,491 2004:2 4,338 1994:3 -0,131 2004:3 5,158 1994:4 -0,757 2004:4 0,594 1995:1 -1,453 2005:1 0,394 1995:2 -1,576 2005:2 0,834 1995:3 -1,396 2005:3 -2,341 1995:4 -0,944 2005:4 1,512 1996:1 -1,572 2006:1 4,613 1996:2 -1,959 2006:2 2,811 1996:3 -1,573 2006:3 5,567 1996:4 -0,777 2006:4 2,838 1997:1 -0,822 2007:1 3,859 1997:2 -1,039 2007:2 3,236 1997:3 -0,198 2007:3 3,026 1997:4 1,374 2007:4 4,851 Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) BI, data diolah
Neraca Transaksi Berjalan (persentase dari PDB) CA 10.000 8.000 6.000 4.000
2006
2005
2004
2003
2001
2000
1999
1998
1996
1995
1994
1993
1991
1990
-4.000
1989
-2.000
1988
2.000 0.000
-6.000 CA
Gambar 4.1 Grafik Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan Indonesia Periode 1988:1 – 2007:4 Sumber: Tabel 4.1 diolah
Dari grafik 4.1 diatas terlihat bahwa neraca transaksi berjalan Indonesia mengalami fluktuasi, dimana di awal tahun 1988 hingga mendekati akhir tahun 1997 selalu mengalami defisit. Kemudian mulai terlihat membaik setelah
melewati krisis ditahun 1997/ 1998. Di tahun 2004 kondisi neraca transaksi berjalan mengalami defisit lagi. Salah satu penyebabnya adalah penurunan nilai ekspor kita dibanding dengan impornya yang meningkat. Secara teoritis, depresiasi rupiah dapat menaikkan nilai ekspor. Dikarenakan barang – barang ekspor kita dinilai murah dibanding barang – barang dari luar negeri. Sehingga banyak konsumen luar negeri yang mengimpor barang – barang kita. Hal itu dapat meningkatkan ekspor dan cenderung akan memperbaiki neraca transaksi berjalan Indonesia. Namun disisi lain, depresiasi rupiah juga dapat mengakibatkan inflasi dalam perekonomian. 2. Perkembangan Nilai Tukar riil (REER) Selama periode penelitian sistem kurs yang dipakai Indonesia ada dua sistem. Pada tahun 1988 hingga 1997, Indonesia memakai sistem kurs mengambang terkontrol. Dimana pemerintah/bank sentral dapat melakukan intervensi untuk menentukan kurs rupiah terhadap mata uang asing. Sementara mulai tanggal 14 Agustus 1997 sampai sekarang menggunakan sistem kurs mengambang bebas. Pada sistem ini, pemerintah/ bank sentral tidak melakukan intervensi terhadap kurs yang berlaku. Perubahan sistem ini terjadi dikarenakan jumlah cadangan devisa yang dimiliki negara tidak cukup untuk digunakan dalam penentuan nilai kurs. Sehingga nilai kurs diserahkan pada mekanisme pasar. Perkembangan nilai kurs riil selama periode penelitian dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Pada tahun 1988 kuartal satu kurs riil Rupiah terhadap dolar senilai 6.296,06, lalu mengalami peningkatan maupun penurunan dikuartal - kuartal selanjutnya. Hingga ditahun 1997 kuartal keempat mengalami depresiasi kurs riil yaitu sebesar 9.852,75. Tahun 1998
kuartal pertama merupakan depresiasi tertinggi selama periode penelitian, yaitu sebesar 19.415,30. Kemudian lambat laun mulai terlihat peningkatannya (apresiasi) mencapai 10.167,00 di tahun 1999 kuartal keempat, meskipun di tahun 2001 kuartal kedua sempat terdepresiasi kembali menjadi 14.574,36. Namun secara umum, masih dapat terkontrol ditahun – tahun berikutnya. Depresiasi kurs riil yang terjadi di tahun 1998 tersebut kemungkinan disebabkan oleh krisis moneter yang melanda Indonesia pada saat itu. Beberapa faktor yang mampu mempengaruhi naik atau turunnya kurs riil, diantaranya besarnya kurs nominal, harga barang – barang di luar negeri, dan harga barang – barang domestik (dengan asumsi salah satu faktor berubah, sedangkan dua faktor yang lain dianggap tetap). Perkembangan kurs riil selama periode penelitian dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut : Tabel 4.2 Perkembangan Nilai Tukar riil (REER) Periode 1988:1 – 2007 : 4 TAHUN 1988:1 1988:2 1988:3 1988:4 1989:1 1989:2 1989:3 1989:4 1990:1 1990:2 1990:3 1990:4 1991:1 1991:2 1991:3 1991:4 1992:1 1992:2 1992:3
REER 6.296,06 6.313,78 6.369,67 6.451,39 6.517,03 6.540,42 6.610,50 6.636,44 6.716,73 6.715,27 6.646,66 6.700,44 6.835,68 6.815,04 6.693,30 6.659,59 6.704,95 6.704,85 6.733,67
TAHUN 1998:1 1998:2 1998:3 1998:4 1999:1 1999:2 1999:3 1999:4 2000:1 2000:2 2000:3 2000:4 2001:1 2001:2 2001:3 2001:4 2002:1 2002:2 2002:3
REER 19.415,30 18.291,36 17.912,89 11.072,99 11.774,99 10.803,41 10.572,52 10.167,00 10.297,23 11.551,35 11.973,46 12.491,28 12.883,66 14.574,36 12.033,9 12.644,44 11.829,25 10.590,10 10.318,13
1992:4 6.775,65 2002:4 10.194,93 1993:1 6.526,15 2003:1 9.901,34 1993:2 6.479,91 2003:2 9.442,73 1993:3 6.496,20 2003:3 9.366,69 1993:4 6.477,12 2003:4 9.220,19 1994:1 6.385,53 2004:1 9.138,65 1994:2 6.390,88 2004:2 9.661,07 1994:3 6.350,47 2004:3 9.757,69 1994:4 6.306,92 2004:4 9.636,62 1995:1 6.243,78 2005:1 9.571,24 1995:2 6.182,88 2005:2 9.802,96 1995:3 6.210,98 2005:3 10.201,09 1995:4 6.225,48 2005:4 9.297,17 1996:1 6.084,74 2006:1 8.485,51 1996:2 6.184,73 2006:2 8.424,54 1996:3 6.206,63 2006:3 8.376,47 19964 6.211,97 2006:4 8.154,87 1997:1 6.216,77 2007:1 8.024,01 1997:2 6.275,15 2007:2 8.018,84 1997:3 7.082,88 2007:3 8.161,16 1997:4 9.852,75 2007:4 8.075,43 Sumber: International Monetary Fund (IMF), data diolah
Nilai Tukar riil (REER) Periode 1988:1 – 2007:4 REER 25000 20000 15000 10000 5000
2006
2005
2004
2003
2001
2000
1999
1998
1996
1995
1994
1993
1991
1990
1989
1988
0
REER
Gambar 4.2 Grafik Perkembangan Nilai Tukar riil (REER) Periode 1988:1 – 2007:4 Sumber: Tabel 4.2 diolah
Dari grafik 4.2 diatas terlihat bahwa, kurs riil rupiah terhadap dolar juga mengalami fluktuasi. Dimana selama tahun 1988 hingga tahun 1997 kuartal kedua masih berada dalam kondisi aman. Kemudian mulai menunjukkan gejala depresiasi kurs riil di tahun 1997 kuartal ketiga dan terjadi depresiasi terparah pada tahun 1998 kuartal pertama. Selanjutnya, terjadi perbaikan di tahun – tahun berikutnya. Seperti yang telah disebutkan diatas, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi naik-turunya kurs riil, salah satunya adalah kurs nominal. Dikarenakan kurs riil merupakan gabungan angka kurs nominal dengan tingkat harga. Jika kurs nominal turun (misal : 1$ = Rp 5.000 menjadi 1$ = Rp 7.000) disebut depresiasi nilai tukar dapat mengakibatkan kurs riil juga akan mengalami penurunan juga (depresiasi), begitu pula sebaliknya.
3. Perkembangan Produk Domestik Bruto Indonesia Perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia, dapat dilihat dari besar kecilnya nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Secara umum besarnya PDB Indonesia dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Pada periode penelitian yaitu kuartal pertama tahun 1988 nilai PDB sebesar 148,15 triliun rupiah. Kemudian meningkat secara signifikan di tahun – tahun berikutnya. Namun pada kuartal pertama di tahun 1998 mengalami penurunan yang semula sebesar 338,35 triliun rupiah, kini menjadi 320,51 triliun rupiah dan menurun terus menerus hingga kuartal keempat di tahun 1998. Seperti yang kita ketahui, saat itu terjadi krisis moneter yang menyebabkan pendapatan dalam negeri mengalami penurunan. Namun, seiring berjalannya waktu pendapatan nasional pun meningkat di tahun – tahun selanjutnya.
Tinggi-rendahnya pendapatan suatu negara dipengaruhi oleh beberapa hal. Salah satunya adalah pemasukan dari ekspor barang dan jasa Indonesia ke luar negeri. Jika ekspor mengalami penurunan sementara impor kita makin meningkat lambat laun dapat mengakibatkan defisit neraca transaksi berjalan. Selanjutnya, akan mempengaruhi besarnya pendapatan nasional negara kita. Untuk lebih jelasnya, berikut dapat dilihat tabel dan grafik perkembangan pendapatan nasional di Indonesia selama periode penelitian. Tabel 4.3 Perkembangan Produk Domestik Bruto Indonesia Periode 1988:1 – 2007 : 4 (Triliun Rupiah) TAHUN 1988:1 1988:2 1988:3 1988:4 1989:1 1989:2 1989:3 1989:4 1990:1 1990:2 1990:3 1990:4 1991:1 1991:2 1991:3 1991:4 1992:1 1992:2 1992:3 1992:4 1993:1 1993:2 1993:3 1993:4 1994:1 1994:2 1994:3 1994:4 1995:1
PDB 148,15 154,04 159,93 165,83 167,90 172,26 176,62 180,99 182,56 185,80 189,05 192,29 194,20 196,91 199,62 202,33 209,17 213,53 217,89 222,25 223,07 226,02 228,96 231,91 248,13 256,39 264,65 272,90 275,97
TAHUN 1998:1 1998:2 1998:3 1998:4 1999:1 1999:2 1999:3 1999:4 2000:1 2000:2 2000:3 2000:4 2001:1 2001:2 2001:3 2001:4 2002:1 2002:2 2002:3 2002:4 2003:1 2003:2 2003:3 2003:4 2004:1 2004:2 2004:3 2004:4 2005:1
PDB 320,51 316,16 311,81 307,47 342,16 353,43 364,69 375,96 370,70 375,35 380,01 384,66 420,88 438,17 455,45 472,73 448,33 448,94 449,55 450,16 461,63 466,58 471,54 476,49 482,03 487,22 492,41 497,60 502,72
1995:2 282,14 2005:2 507,88 1995:3 288,32 2005:3 513,05 1995:4 294,50 2005:4 518,21 1996:1 302,44 2006:1 551,65 1996:2 309,33 2006:2 568,13 1996:3 316,21 2006:3 584,60 1996:4 323,10 2006:4 601,07 1997:1 324,40 2007:1 612,97 1997:2 329,05 2007:2 627,62 1997:3 333,70 2007:3 642,26 1997:4 338,35 2007:4 656,91 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), data diolah
Produk Domestik Bruto Indonesia (Triliun Rupiah) PDB
2006
2005
2004
2003
2001
2000
1999
1998
1996
1995
1994
1993
1991
1990
1989
1988
700.00 600.00 500.00 400.00 300.00 200.00 100.00 0.00
PDB
Gambar 4.3 Grafik Perkembangan Produk Domestik Bruto Indonesia Periode 1988:1 – 2007:4 Sumber: Tabel 4.3 diolah
Dari grafik 4.3 diatas menunjukkan bahwa produk domestik bruto Indonesia mengalami peningkatan di setiap tahunnya. Meskipun sesekali mengalami penurunan, tetapi secara umum selalu terjadi peningkatan. Ada beberapa cara untuk meningkatkan besarnya produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Selain dengan peningkatan disektor ekspor barang dan jasa,
pemerintah juga melakukan pengadaan berbagai macam pajak untuk menambah pemasukan pada PDB Indonesia.
4. Perkembangan Penanaman Modal Asing Indonesia Investasi
adalah
langkah
awal
kegiatan
pembangunan
ekonomi.
Penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, mencerminkan marak lesunya pembangunan. Perkembangan investasi di Indonesia dimulai dengan terbitnya UU No.1/ Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan UU No.6/Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang disertai dengan dimulainya pemerintahan Orde Baru. Kedua undang-undang ini kemudian dilengkapi dan disempurnakan pada tahun 1970. Untuk UU No.1/ Tahun 1967 tentang penanaman modal asing disempurnakan dengan UU No. 11/Tahun 1970. Sedangkan UU No.6/ Tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negeri disempurnakan dengan UU No. 12/ Tahun 1970. Perkembangan persentase penanaman modal asing terhadap PDB Indonesia selama periode penelitian dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Dimana, di tahun 1988 hingga tahun 1997 kuartal ketiga terjadi surplus dalam penerimaan investasi asing. Pada awal periode penelitian, yaitu tahun 1988 kuartal pertama besarnya PMA 0,218% dari PDB Indonesia. Kemudian di
tahun – tahun berikutnya terjadi penurunan dan kenaikan meskipun tak kentara. Mulai dikuartal pertama tahun 1997 hingga tahun 2004 terjadi defisit atau penurunan dalam penerimaan investasi. Di tahun 2005 terjadi pemulihan hingga akhir periode penelitian. Terjadinya penurunan ini kemungkinan disebabkan oleh keadaan ekonomi dan politik Indonesia pada saat itu sedang mengalami ketidakstabilan. Sehingga terjadi penurunan kepercayaan investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk lebih jelasnya, berikut dapat dilihat tabel dan grafik perkembangan penanaman modal asing di Indonesia selama periode penelitian.
Tabel 4.4 Perkembangan Penanaman Modal Asing Indonesia Tahun 1988:1 – 2007:4 (persentase dari PDB) TAHUN 1988:1 1988:2 1988:3 1988:4 1989:1 1989:2 1989:3 1989:4 1990:1 1990:2 1990:3 1990:4 1991:1 1991:2 1991:3 1991:4 1992:1 1992:2 1992:3 1992:4 1993:1 1993:2 1993:3
PMA 0,218 0,091 0,130 0,184 0,214 0,081 0,156 0,244 0,243 0,226 0,224 0,390 0,572 0,249 0,148 0,498 0,648 0,492 0,331 0,262 0,512 0,569 0,440
TAHUN 1998:1 1998:2 1998:3 1998:4 1999:1 1999:2 1999:3 1999:4 2000:1 2000:2 2000:3 2000:4 2001:1 2001:2 2001:3 2001:4 2002:1 2002:2 2002:3 2002:4 2003:1 2003:2 2003:3
PMA -1,304 1,730 -0,494 -0,201 -0,589 -1,694 -1,605 -1,747 -3,018 -1,043 -2,176 -4,203 -5,562 -4,966 -2,356 -1,371 1,544 -1,276 -0,848 -1,152 -0,783 0,456 -0,361
1993:4 0,325 2003:4 -0,435 1994:1 0,449 2004:1 -0,385 1994:2 0,257 2004:2 -2,216 1994:3 0,185 2004:3 -1,143 1994:4 0,611 2004:4 -1,186 1995:1 0,786 2005:1 1,951 1995:2 0,608 2005:2 0,870 1995:3 1,061 2005:3 6,795 1995:4 0,987 2005:4 3,579 1996:1 1,538 2006:1 1,806 1996:2 0,775 2006:2 3,795 1996:3 1,214 2006:3 2,956 1996:4 1,136 2006:4 2,603 1997:1 1,746 2007:1 14,760 1997:2 0,943 2007:2 2,882 1997:3 1.366 2007:3 2,418 1997:4 -0,445 2007:4 3,657 Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) BI, diolah
Penanaman Modal Asing (PMA) Indonesia (persentase dari PDB) PMA 20.000 15.000 10.000 5.000
2006
2005
2004
2003
2001
2000
1999
1998
1996
1995
1994
1993
1991
1990
1989
-5.000
1988
0.000
-10.000 PMA
Gambar 4.4 Grafik Perkembangan Penanaman Modal Asing Indonesia Periode 1988:1 – 2007:4 Sumber: Tabel 4.4 diolah
Dari grafik 4.4 diatas dapat ditunjukkan keadaan investasi asing (PMA) Indonesia selama periode penelitian. Pada awal periode penilitian hingga tahun 1994 kenaikan ataupun penurunannya tidak terlalu kentara. Selanjutnya, tahun
1995 sampai dengan 1997 terlihat mengalami kenaikan. Namun setahun kemudian, yaitu di tahun 1998 terjadi penurunan. Defisit terbesar terjadi dikuartal pertama tahun 2001 yaitu, sebesar 5,562% dari PDB Indonesia. Kemudian berangsur – angsur membaik di tahun – tahun berikutnya. Hingga terjadi surplus PMA terbesar di tahun 2007 kuartal pertama, sebesar 14,760% dari PDB Indonesia. Pemerintah hendaknya mampu menjaga kestabilan ekonomi dan politik serta menciptakan iklim yang kondusif agar para investor asing bersedia menanamkan modalnya di Indonesia.
5. Perkembangan Utang Luar Negeri Indonesia Utang Luar Negeri terjadi sebagai akibat dari masih rendahnya akumulasi tabungan domestik. Utang luar negeri terbagi menjadi utang pemerintah maupun swasta.Umumnya, perkembangan pinjaman luar negeri Indonesia dari tahun ke tahun selalu meningkat. Hal ini dikarenakan penerimaan pemerintah dibidang ekspor belum dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri, sementara itu impor terus meningkat. Sehingga utang luar negeri tersebut tidak hanya dijadikan andalan dalam pembiayaan kebutuhan dalam negeri tetapi juga digunakan untuk pelaksanaan pembangunan di Indonesia. Pada awal periode penelitian yaitu di tahun 1988 kuartal pertama ULN Indonesia sebesar 20,9 triliun Rupiah. Kemudian mengalami kenaikan terus menerus disetiap tahunnya. Hingga ditahun 1998 kuartal kedua besarnya mencapai 555,2 triliun Rupiah. Selanjutnya, terjadi fluktuasi yang tidak terlalu kentara. Pada tahun 2006 kuartal pertama terjadi booming ULN sebesar
1.221,7 triliun Rupiah, dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 324,7 triliun Rupiah. Kemudian anjlok ditahun 2007 kuartal keempat, yang semula dikuartal ketiga nilainya sebesar 1.251,3 triliun Rupiah, kini turun dengan sangat drastis menjadi 128,7 triliun Rupiah. Untuk lebih jelasnya, perkembangan utang luar negeri Indonesia selama periode penelitian dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut:
Tabel 4.5 Perkembangan Utang Luar Negeri Indonesia Periode 1988:1 – 2007 : 4 (Triliun Rupiah) TAHUN 1988:1 1988:2 1988:3 1988:4 1989:1 1989:2 1989:3 1989:4 1990:1 1990:2 1990:3 1990:4 1991:1 1991:2 1991:3 1991:4 1992:1 1992:2 1992:3 1992:4 1993:1 1993:2 1993:3 1993:4 1994:1 1994:2 1994:3 1994:4 1995:1
ULN 20.9 21.1 21.6 22.1 22.9 23.1 23.5 23.8 27.0 28.3 29.7 31.4 31.2 31.9 32.5 33.3 36.5 36.8 37.9 39.3 40.3 41.6 42.9 43.9 48.5 51.0 53.7 56.4 57.5
TAHUN 1998:1 1998:2 1998:3 1998:4 199:19 1999:2 1999:3 1999:4 2000:1 2000:2 2000:3 2000:4 2001:1 2001:2 2001:3 2001:4 2002:1 2002:2 2002:3 2002:4 2003:1 2003:2 2003:3 2003:4 2004:1 2004:2 2004:3 2004:4 2005:1
ULN 302.5 555.2 408.6 313.8 323.8 249.6 309.8 261.0 273.4 311.2 309.3 334.1 354.4 383.7 319.3 337.6 318.6 287.1 295.5 292.1 298.1 279.4 285.0 289.8 292.8 322.0 314.6 319.7 319.6
1995:2 59.8 2005:2 325.2 1995:3 62.2 2005:3 342.9 1995:4 64.7 2005:4 324.7 1996:1 63.9 2006:1 1221.7 1996:2 64.3 2006:2 1208.4 1996:3 64.6 2006:3 1177.7 1996:4 66.2 2006:4 1161.2 1997:1 76.4 2007:1 1197.0 1997:2 81.4 2007:2 1208.5 1997:3 114.1 2007:3 1251.3 1997:4 169.5 2007:4 128.7 Sumber: Statistik Ekonomi dan Kuangan Indonesia (SEKI) BI, data diolah
Utang Luar Negeri Indonesia (Triliun Rupiah) ULN
2006
2005
2004
2003
2001
2000
1999
1998
1996
1995
1994
1993
1991
1990
1989
1988
1400.0 1200.0 1000.0 800.0 600.0 400.0 200.0 0.0
ULN
Gambar 4.5 Grafik Perkembangan Utang Luar Negeri Indonesia Periode 1988:1 – 2007:4 Sumber: Tabel 4.5 diolah
Dari grafik 4.5 diatas terlihat bahwa pada awal periode penelitian nilai ULN mengalami peningkatan disetiap tahunnya. Hingga puncak pertamanya terjadi ditahun 1998 kuartal kedua sebesar 555,2 triliun Rupiah. Kemudian terjadi booming ditahun 2006 kuartal pertama sebesar 1.221, 7 triliun Rupiah. Hingga akhirnya anjlok seara drastis menjadi 128,7 triliun Rupiah di tahun 2007 kuartal keempat. Di tahun ini, Indonesia berusaha untuk melepaskan diri
dari ketergantungannya terhadap utang luar negeri dengan mengurangi utang luar negerinya dan membayar sisa cicilan utang dan bunga pokok yang belum terlunasi. Bahkan pada akhirnya Indonesia memutuskan untuk keluar dari keanggotaan IMF (International Monetary Fund). Hal ini untuk memotong mata rantai permasalahan utang yang melanda Indonesia.
C. ANALISIS DATA & PEMBAHASAN 1. Analisis Regresi Linear Berganda Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel dalam penelitian ini berupa pendekatan teori ekonomi, statistik dan teori ekonometrika dengan lebih menekankan pada pendekatan model analisis time series (runtut waktu). Variabel utama yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah neraca transaksi berjalan sebagai variabel dependen, sedangkan variabel independennya meliputi nilai tukar riil (REER), produk domestik bruto, investasi asing, dan utang luar negeri. Tabel 4.6 Hasil Analisis Regresi Berganda Dependent Variable: CA Method: Least Squares Date: 04/18/10 Time: 12:04 Sample: 1988:1 2007:4 Included observations: 80 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C REER PDB PMA ULN
-3.890536 0.000337 0.004564 -0.257991 0.002777
0.722386 7.40E-05 0.002027 0.086936 0.000899
-5.385673 4.550761 2.251274 -2.967584 3.088139
0.0000 0.0000 0.0273 0.0040 0.0028
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.653872 0.635412 1.530755 175.7409 -144.9944
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic
1.246262 2.535155 3.749861 3.898738 35.42072
Durbin-Watson stat
2.143241
Prob(F-statistic)
0.000000
Sumber: Data diolah
Jika X1 dan X2 sama dengan nol maka besarnya Y sama dengan konstantanya yaitu sebesar -3,890536. Jika X1 meningkat 1 satuan maka Y juga akan menurun a1 satuan dan jika X1 turun 1 satuan maka Y juga akan meningkat a1 satuan (hubungan negatif). Begitu pula dengan X2, jika X2 naik 1 satuan maka Y juga akan menurun a1 satuan dan jika X2 turun 1 satuan maka Y juga akan meningkat a1 satuan.
2. Uji Statistik a. Uji t Uji t merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pengaruh dari masing – masing variabel bebas secara individu atau secara terpisah terhadap variabel terkait dengan langkah – langkah sebagai berikut: 1. α : 0,05 a / 2 : 0,025 2. Perhitungan uji t : Nilai t tabel : t α/2 ; n – k 3. Daerah penguji
Ha Ditolak
-2,000
Ho Diterima
Ho Ditolak
2,000
Gambar 4.1 Daerah terima dan tolak Uji t
Tabel 4.7 Hasil Uji t Variabel
t Hitung
t Tabel
Probabilitas Keterangan
REER
4,550761
2,000
0.0000
Signifikan
PDB
2,251274
2,000
0.0273
Signifikan
PMA
-2,967584
2,000
0.0040
Signifikan
ULN
3,088139
2,000
0.0028
Signifikan
Sumber: Data diolah
Berdasarkan tabel diatas, maka dapat diketahui bahwa : (a) Untuk Nilai tukar riil (REER) : 4,550761 > 2,000, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya variabel nilai tukar riil mempengaruhi variabel CA (Current Account) pada tingkat signifikansi 5%. (b) Untuk PDB : 2,251274 > 2,000, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya variabel PDB mempengaruhi variabel CA (Current Account) pada tingkat signifikansi 5%. (c) Untuk PMA : -2,967584 < -2,000, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya variabel PMA mempengaruhi variabel CA (Current Account) pada tingkat signifikansi 5%. (d) Untuk ULN :
3,088139 > 2,000, maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Artinya variabel ULN mempengaruhi variabel CA (Current Account) pada tingkat signifikansi 5%.
b. Uji F Uji F merupakan uji statistik untuk menguji pengaruh kurs riil, produk domestik bruto, penanaman modal asing, dan utang luar negeri terhadap neraca transaksi berjalan secara bersama – sama. Adapun langkah – langkah sebagai berikut : 1. α = 0,05 df (n - k; k - 1) = (75 ; 4) 2. Perhitungan uji F F tabel = 2,53 F hitung = 42,70120 3. Daerah pengujian
Ho diterima
Ho ditolak 2,53
42,70120
Gambar 4.2 Daerah terima dan tolak Uji F
Tabel 4.8 Hasil Uji F Variabel
FHitung
FTabel
Probabilitas Keterangan
Kurs
35,42072
2,53
0,000000
Signifikan
PDB
35,42072
2,53
0,000000
Signifikan
PMA
35,42072
2,53
0,000000
Signifikan
ULN
35,42072
2,53
0,000000
Signifikan
Sumber: data diolah
Dari hasil pengolahan data diperoleh Fhitung = 35,42072, sedangkan Ftabel = pada taraf signifikansi 5% adalah sebesar 2,53 dikarenakan F hit > F tabel (35,42072 > 2,53), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan. Jadi REER, PDB, PMA, dan ULN secara bersama-sama berpengaruh terhadap neraca transaksi berjalan (CA). c. Nilai R² Nilai adjusted R² = 0,63, artinya 63% variasi variabel CA dapat dijelaskan oleh variasi variabel REER, PDB, PMA, dan ULN, sedangkan sisanya 37 % dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
3. Analisis Ekonometrika a. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan diantara variabel bebas. Deteksi adanya multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan uji pendekatan koutsoyiannis. Hasil dari uji koutsoyiannis untuk mendeteksi masalah multikolinearitas adalah sebagai berikut:
Tabel 4.9 Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel
r²
R²
Keterangan
CA-REER
0,438953 0,635412 Tidak terjadi Multikolinearitas
CA-PDB
0,361609 0,635412 Tidak terjadi Multikolinearitas
CA-PMA
0,015323 0,635412 Tidak terjadi Multikolinearitas
CA-ULN
0,324874 0,635412 Tidak terjadi Multikolinearitas
Sumber : Data diolah
Dari tabel diatas dapat ditunjukkan bahwa untuk semua korelasi antar variabel independen memiliki r² yang lebih kecil daripada R². Hal ini memberikan kesimpulan bahwa semua variabel independen memberikan pengaruh bebas dari masalah multikolinearitas. b. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana faktor gangguan tidak memiliki varian yang sama. Pengujian terhadap gejala heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji Park, uji Glejser, Uji Spearman’s rank correlation, uji Goldfeld-Quandt, uji LM ARCH, uji Breusch-PaganGodfrey, uji White, dan lainnya (Aisyah, 2007:104). Dalam penelitian ini digunakan uji LM ARCH untuk mengetahui ada atau tidaknya masalah heteroskedastisitas pada model. Tabel 4.9 Hasil uji Heteroskedastisitas Nilai Obs*R-squared
Nilai X²
Keterangan
0,291312
3,841
Tidak terjadi Heteroskedastisitas
Sumber : Data diolah
Dari perhitungan diatas diperoleh X² (df=1, α= 5 %) = 3,841, sedangkan Obs*R-squared sebesar 0,291312. Sehingga apabila dibandingkan maka 3,841 > Obs*R-squared. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. c. Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah adanya korelasi antara anggota observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu. Jika terjadi korelasi antara residual dengan residual yang lain, maka model mengandung masalah autokorelasi. Untuk menguji adanya pengaruh autokorelasi dalam penelitian ini menggunakan metode Durbin-Watson. Berdasarkan hasil regresi pada tabel diperoleh nilai Durbin-Watson 2,143241 pada tabel statistik dengan menggunakan α=5% dan n=80 diperoleh dl=1,53, du=1,74, 4-dl=2,47, 4-du=2,26. Digambarkan sebagai berikut:
RaguRagu AutokoreLasi (+)
0
1,53
Raguragu Tidak ada Autokorelasi
1,74
2,14
Autokorelasi (-)
2,26
2,47
4
Gambar 4.3 Daerah Ho Diterima dan Ditolak dalam uji Autokorelasi
Oleh karena nilai Durbin-Watson sebesar 2,14 terletak antara du dan 4du, berarti hasil pengujian menunjukkan tidak terdapat autokorelasi pada model penelitian.
4. Interpretasi Ekonomi a. Pengaruh Nilai tukar riil (REER) terhadap Neraca transaksi berjalan Variabel nilai tukar riil memiliki koefisien sebesar 0,000337. Hal ini berarti tanda parameter untuk kurs adalah positif, sehingga memiliki hubungan positif pada tingkat signifikansi 5%. Jika kurs riil menguat sebesar 1%, maka akan menyebabkan kenaikan pula pada neraca transaksi berjalan sebesar
0,0003%,
begitupula
sebaliknya.
Bila
dilihat
dari
nilai
probabilitasnya yaitu sebesar 0,0000 dapat dikatakan variabel tersebut berpengaruh terhadap neraca transaksi berjalan. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis, yang apabila kurs riil terdepresiasi, secara relatif produk luar negeri menjadi lebih mahal daripada produk domestik, setiap unit output domestik hanya dapat membeli lebih sedikit output luar negeri. Konsumen luar negeri akan menanggapi pergeseran harga ini dengan meningkatkan permintaan mereka terhadap ekspor kita. Selanjutnya akan meningkatkan ekspor dan cenderung memperbaiki transaksi berjalan domestik.
b. Pengaruh Produk Domestik Bruto terhadap Neraca transaksi berjalan Variabel pendapatan nasional memiliki koefisien sebesar 0,004564. Hal ini berarti tanda parameter untuk PDB adalah positif, sehingga memiliki hubungan positif pada tingkat signifikansi 5%. Jika PDB naik sebesar 1%, maka transaksi berjalan akan mengalami kenaikan pula sebesar 0,0045%, begitupula sebaliknya. Bila dilihat dari nilai probabilitasnya yaitu sebesar 0,0273 dapat dikatakan variabel tersebut berpengaruh terhadap neraca transaksi berjalan. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis, dikatakan jika produk domestik bruto tinggi, kemudian diikuti oleh pendapatan per kapita penduduk yang tinggi pula cenderung akan menyebabkan konsumen menjadi konsumtif dengan melakukan impor. Sehingga bila impor lebih besar daripada ekspor dapat menurunkan saldo transaksi berjalan atau bahkan menjadikannya defisit. Menurut penelitian ini, variabel PDB berpengaruh terhadap neraca transaksi berjalan. Namun pada kenyataannya, variabel ini justru berdiri sendiri, dimana ekspor yang dicatat dalam neraca transaksi berjalan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besar kecilnya produk domestik bruto.
c. Pengaruh Investasi asing terhadap Neraca transaksi berjalan Variabel PMA memiliki koefisien sebesar -0,257991. Hal ini berarti tanda parameter untuk PMA adalah negatif, sehingga memiliki hubungan negatif pada tingkat signifikansi 5%. Jika PMA naik sebesar 1%, maka transaksi berjalan akan menurun sebesar 0,26%, begitupula sebaliknya. Bila dilihat dari nilai probabilitasnya yaitu sebesar 0,0040 dapat dikatakan variabel tersebut berpengaruh terhadap neraca transaksi berjalan. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis, apabila PMA meningkat, maka transaksi berjalan juga akan meningkat. Seperti yang telah dipaparkan dimuka, bila terjadi defisit transaksi berjalan pemerintah berusaha meningkatkan pemasukan modal asing. Modal asing tersebut dianggap yang paling aman bila dibanding dengan utang luar negeri. Kondisi di Indonesia memang tidak sesuai dengan teori. Dimungkinkan jumlah modal asing yang masuk ke Indonesia belum maksimal, sehingga modal asing tersebut tidak berperan secara langsung, bila terjadi masalah defisit transaksi berjalan. Selain itu masuknya modal asing ke Indonesia itu lebih digunakan untuk pembangunan infrastruktur, proyek-proyek dan pabrik baru. Sehingga investasi itu akan meningkatkan pendapatan nasional. Tetapi kurang berpengaruh terhadap saldo transaksi berjalan bila terjadi defisit.
d. Pengaruh Utang Luar Negeri terhadap Neraca transaksi berjalan
Variabel ULN memiliki koefisien sebesar 0,002777. Hal ini berarti tanda parameter untuk ULN adalah positif, sehingga memiliki hubungan positif pada tingkat signifikansi 5%. Jika ULN naik sebesar 1%, maka transaksi berjalan akan naik pula sebesar 0,003%, begitupula sebaliknya. Bila dilihat dari nilai probabilitasnya yaitu sebesar 0,0028 dapat dikatakan variabel tersebut berpengaruh terhadap neraca transaksi berjalan. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis, apabila terjadi defisit pada transaksi berjalan, maka akan timbul kecenderungan untuk meningkatkan arus masuk utang luar negeri. Keadaan di Indonesia memang tidak sesuai dengan teori. Kemungkinan bila utang luar negeri ditingkatkan lalu utang tersebut digunakan untuk meningkatkan produktivitas barang ekspor, secara tidak langsung dapat memperbaiki saldo transaksi berjalan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pengujian secara empiris pada penelitian ini, maka akan ditarik beberapa kesimpulan. Dari kesimpulan yang ada terdapat beberapa saran sehubungan dengan permasalahan yang telah dikemukakan, sehingga hal ini dapat menjadi bahan masukan bagi pihak – pihak terkait. A. Kesimpulan Adapun kesimpulan dari penelitian mengenai analisis pengaruh nilai tukar, pendapatan nasional, investasi asing, dan utang luar negeri terhadap neraca transaksi berjalan adalah sebagai berikut : 1. Pengaruh nilai tukar riil (REER) terhadap neraca transaksi berjalan Variabel nilai tukar riil (REER) memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap neraca transaksi berjalan di Indonesia. Nilai koefisiennya sebesar 0,000337, yang berarti jika nilai tukar riil (REER) menguat sebesar 1%, maka neraca transaksi berjalan naik pula sebesar 0,0003%. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis. 2. Pengaruh produk domestik bruto terhadap neraca transaksi berjalan Variabel produk domestik bruto (PDB) memiliki hubungan positif, tetapi signifikan terhadap neraca transaksi berjalan di Indonesia. Nilai koefisiennya sebesar 0,004564 yang berarti jika pendapatan nasional (PDB) naik sebesar 1%, maka neraca transaksi berjalan naik pula sebesar 0,0045%. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis. 3. Pengaruh investasi asing terhadap neraca transaksi berjalan Variabel investasi asing (PMA) memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap neraca transaksi berjalan di Indonesia. Nilai koefisiennya sebesar -
0,257991, yang berarti jika nilai tukar (PMA) naik sebesar 1%, maka neraca transaksi berjalan akan turun sebesar 0,26%. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis. 4. Pengaruh utang luar negeri terhadap neraca transaksi berjalan Variabel utang luar negeri (ULN) memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap neraca transaksi berjalan di Indonesia. Nilai koefisiennya sebesar 0,002777 yang berarti jika utang luar negeri (ULN) naik sebesar 1%, maka neraca transaksi berjalan akan naik pula sebesar 0,003%. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis.
B. Saran Berdasarkan studi empiris ini dapat diusulkan beberapa saran yang sebaiknya dijalankan oleh otoritas moneter, dalam hal ini adalah pemerintah dan Bank Indonesia (BI), antara lain : 1. Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter sangat penting untuk membuat langkah – langkah selain menjaga kestabilan nilai kurs. Hendaknya Bank Indonesia bekerja sam dengan pemerintah dengan menjaga tingkat harga umum, agar tidak terjadi inflasi. 2. GDP mengukur pendapatan yang diterima oleh semua orang dalam 1 (satu) wilayah tertentu dalam jangka waktu tertentu. GDP yang tertinggi merupakan indikator membaiknya perekonomian Indonesia. Salah satu caranya dengan meningkatkan kualitas barang ekspor. Sehingga dapat mendongkrak saldo
neraca transaksi berjalan, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan nasional. 3. Pemerintah perlu menciptakan kestabilan ekonomi keuangan dan politik, serta menciptakan iklim yang kondusif. Sehingga berdampak untuk meningkatkan kepercayaan pada investor terhadap kondisi ekonomi Indonesia. 4. Pemerintah dapat megusahakan peningkatan penerimaan dalam sektor pajak dan menekan pengeluaran untuk menutupi pembiayaan cicilan pokok dan bunga utang luar negeri yang kian meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Agusta, Andrik. 2008. Neraca Transaksi Berjalan dan Analisis Variabel Penentunya. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Bussière, Matthieu, Marcel Fratzscher dan Gernot J. Müller. 2004. Current Account Dynamics In OECD And EU Acceding Countries. European Central Bank. Ghofur, Soma. 2008. Analisis Pengaruh Inflasi, Penanaman Modal Asing, dan Utang Luar Negeri Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Tahun 1981 – 2005. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Gujarati, Damodar. 1995. Ekonometrika Dasar Edisi Ketiga. Jakarta : Erlangga Hakim, Lukman. 1997. Kliping Analisis Neraca Pembayaran Bank Indonesia 1978 – 1997. Center For Economic, Social And Regional Analysis (CESRA). Hermann, Sabine dan Axel Jochem. 2005. Determinants of Current Account Developments In The Central And East European EU Member States Consequences For The Enlargement Of The Euro Area. Deutsche Bundesbank. Jerman Indikator Ekonomi.1988 - 2007. Laju Inflasi Gabungan 27 Kota di Indonesia. Jakarta : Badan Pusat Statistik. Insukindro, Maryatmo, dan Aliman. 2003. Ekonometrika Dasar. Yogyakarta : Bank Indonesia dan FE UGM. Jhingan, M.L. 1988. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta : Rajawali Pers. Krugman, Paul R. and Maurice Obstfeld. 1999. Ekonomi Internasional (Teori dan Kebijakan). Edisi kedua. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Prasetiantono, Tony. 1996. Utang Luar Negeri dan Defisit Transaksi Berjalan Dalam Perekonomian Indonesia. Jurnal Kelola: UGM Rahwanto, Hariawan. 2007. Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Cadangan Devisa Indonesia : Periode tahun 1975 – 2005. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Salvatore, Dominick. 2000. Ekonomi Internasional. Jakarta : Erlangga. Simorangkir, Iskandar, dan Suseno. 2004. Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar Seri Kebanksentralan No. 12. Jakarta : Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Bank Indonesia. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. 1988 – 2007. Data Statistik : Posisi Pinjaman Luar Negeri Pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara. Jakarta : Bank Indonesia.
_______________. 1988 – 2007. Data Statistik : Neraca Pembayaran. Jakarta : Bank Indonesia. _______________. 1988 – 2007. Data Statistik : Nilai Tukar Beberapa Mata Uang Asing. Jakarta : Bank Indonesia. _______________. 1988 – 2007. Data Statistik : Rencana Penanaman Modal Asing (PMA) yang Disetujui Pemerintah. Jakarta : Bank Indonesia Statistik Indonesia. 1988 - 2007. Posisi Pinjaman Luar Negeri Pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara. Jakarta: Badan Pusat Statistik. _______________. 1988 – 2007. Produk Domestik Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar harga Berlaku. Jakarta : Badan Pusat Statistik. Sugiyono, F.X.,. 2002. Neraca Pembayaran : Konsep, Metodologi dan Penerapan. Seri Kebanksentralan No. 4. Jakarta : Pusat Pendidikan Dan Studi Kebanksentralan. Sukirno, Sadono. 2002. Pengantar Teori Makroekonomi. Edisi Kedua. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Suryawati. 2000. Peranan Investasi Asing Langsung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Negara-negara Asia Timur. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol.5 No. 2. Tambunan, Tulus. 2001. Transformasi Ekonomi Di Indonesia. Jakarta : Salemba Empat. Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Jakarta : Erlangga. Yumanita, Diana, Dwi Mukti Wibowo, Giri Triboto, Hotbin Sigalingging, M. Seto Pranoto, Rahmat Dwi Saputro. 2001. Profil Pinjaman Luar Negeri Indonesia Dan Permasalahannya. Jakarta : Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Bank Indonesia. LAMPIRAN 1
Data CA (Current Account), Nilai Tukar Riil (REER), Produk Domestik Bruto (PDB), Investasing Asing (PMA), dan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia Tahun 1988:1 – 2007:4 TAHUN
1988:1 1988:2 1988:3
CA Persentase dari PDB -0.125 -0.538 -0.272
REER
PDB
6296.06 6313.78 6369.67
Triliun Rp 148.15 154.04 159.93
PMA Persentase dari PDB 0.218 0.091 0.130
ULN Triliun Rp 20.9 21.1 21.6
1988:4 1989:1 1989:2 1989:3 1989:4 1990:1 1990:2 1990:3 1990:4 1991:1 1991:2 1991:3 1991:4 1992:1 1992:2 1992:3 1992:4 1993:1 1993:2 1993:3 1993:4 1994:1 1994:2 1994:3 1994:4 1995:1 1995:2 1995:3 1995:4 1996:1 1996:2 1996:3 1996:4 1997:1 1997:2
-0.717 -0.440 -0.285 -0.342 -0.245 -0.736 -0.875 -1.274 -0.325 -1.232 -1.330 -0.921 -0.866 -1.186 -0.996 -0.796 -0.025 -0.591 -0.273 -0.352 -0.895 -1.105 -0.491 -0.131 -0.757 -1.453 -1.576 -1.396 -0.944 -1.572 -1.959 -1.573 -0.777 -0.822 -1.039
6451.39 6517.03 6540.42 6610.5 6636.44 6716.73 6715.27 6646.66 6700.44 6835.68 6815.04 6693.3 6659.59 6704.95 6704.85 6733.67 6775.65 6526.15 6479.91 6496.2 6477.12 6385.53 6390.88 6350.47 6306.92 6243.78 6182.88 6210.98 6225.48 6084.74 6184.73 6206.63 6211.97 6216.77 6275.15
165.83 167.90 172.26 176.62 180.99 182.56 185.80 189.05 192.29 194.20 196.91 199.62 202.33 209.17 213.53 217.89 222.25 223.07 226.02 228.96 231.91 248.13 256.39 264.65 272.90 275.97 282.14 288.32 294.50 302.44 309.33 316.21 323.10 324.40 329.05
0.184 0.214 0.081 0.156 0.244 0.243 0.226 0.224 0.390 0.572 0.249 0.148 0.498 0.648 0.492 0.331 0.262 0.512 0.569 0.440 0.325 0.449 0.257 0.185 0.611 0.786 0.608 1.061 0.987 1.538 0.775 1.214 1.136 1.746 0.943
22.1 22.9 23.1 23.5 23.8 27.0 28.3 29.7 31.4 31.2 31.9 32.5 33.3 36.5 36.8 37.9 39.3 40.3 41.6 42.9 43.9 48.5 51.0 53.7 56.4 57.5 59.8 62.2 64.7 63.9 64.3 64.6 66.2 76.4 81.4
-0.198 1.374 1.740 7.932 2.553 3.946 2.158 3.589 3.527 3.582 3.886
7082.88 9852.75 19415.3 18291.36 17912.89 11072.99 11774.99 10803.41 10572.52 10167 10297.23
333.70 338.35 320.51 316.16 311.81 307.47 342.16 353.43 364.69 375.96 370.70
1.366 -0.445 -1.304 1.730 -0.494 -0.201 -0.589 -1.694 -1.605 -1.747 -3.018
114.1 169.5 302.5 555.2 408.6 313.8 323.8 249.6 309.8 261.0 273.4
Lanjutan 1997:3 1997:4 1998:1 1998:2 1998:3 1998:4 1999:1 1999:2 1999:3 1999:4 2000:1
2000:2 2000:3 2000:4 2001:1 2001:2 2001:3 2001;4 2002:1 2002:2 2002:3 2002:4 2003:1 2003:2 2003:3 2003:4 2004:1 2004:2 2004;3 2004:4 2005:1 2005:2 2005:3 2005:4 2006:1 2006:2 2006:3 2006:4 2007:1 2007:2 2007:3 2007:4
3.151 5.180 6.231 5.090 3.496 5.015 2.508 3.571 3.708 4.831 3.676 2.208 3.951 4.017 2.885 -3.964 4.338 5.158 0.594 0.394 0.834 -2.341 1.512 4.613 2.811 5.567 2.838 3.859 3.236 3.026 4.851
11551.35 11973.46 12491.28 12883.66 14574.36 12033.9 12644.44 11829.25 10590.1 10318.13 10194.93 9901.34 9442.73 9366.69 9220.19 9138.65 9661.07 9757.69 9636.62 9571.24 9802.96 10201.09 9297.17 8485.51 8424.54 8376.47 8154.87 8024.01 8018.84 8161.16 8075.43
375.35 380.01 384.66 420.88 438.17 455.45 472.73 448.33 448.94 449.55 450.16 461.63 466.58 471.54 476.49 482.03 487.22 492.41 497.60 502.72 507.88 513.05 518.21 551.65 568.13 584.60 601.07 612.97 627.62 642.26 656.91
-1.043 -2.176 -4.203 -5.562 -4.966 -2.356 -1.371 1.544 -1.276 -0.848 -1.152 -0.783 0.456 -0.361 -0.435 -0.385 -2.216 -1.143 -1.186 1.951 0.870 6.795 3.579 1.806 3.795 2.956 2.603 14.760 2.882 2.418 3.657
311.2 309.3 334.1 354.4 383.7 319.3 337.6 318.6 287.1 295.5 292.1 298.1 279.4 285.0 289.8 292.8 322.0 314.6 319.7 319.6 325.2 342.9 324.7 1221.7 1208.4 1177.7 1161.2 1197.0 1208.5 1251.3 128.7
LAMPIRAN 2
HASIL REGRESI LINEAR BERGANDA Dependent Variable: CA Method: Least Squares Date: 04/18/10 Time: 12:04 Sample: 1988:1 2007:4 Included observations: 80 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C REER
-3.890536 0.000337
0.722386 7.40E-05
-5.385673 4.550761
0.0000 0.0000
PDB PMA ULN R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.004564 -0.257991 0.002777 0.653872 0.635412 1.530755 175.7409 -144.9944 2.143241
0.002027 0.086936 0.000899
2.251274 -2.967584 3.088139
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.0273 0.0040 0.0028 1.246262 2.535155 3.749861 3.898738 35.42072 0.000000
Estimation Command: ===================== LS CA C REER PDB PMA ULN Estimation Equation: ===================== CA = C(1) + C(2)*REER + C(3)*PDB + C(4)*PMA + C(5)*ULN Substituted Coefficients: ===================== CA = -3.890535664 + 0.0003365511185*REER + 0.004563999749*PDB 0.2579911244*PMA + 0.002777272432*ULN
LAMPIRAN 3 HASIL UJI MULTIKOLINEARITAS Dependent Variable: CA Method: Least Squares Date: 04/16/10 Time: 11:37 Sample: 1988:1 2007:4 Included observations: 80 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C REER
-3.855723 0.000587
0.677874 7.41E-05
-5.687961 7.925162
0.0000 0.0000
R-squared
0.446055
Mean dependent var
1.246262
Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.438953 1.898909 281.2567 -163.8047 1.382557
S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
2.535155 4.145118 4.204669 62.80819 0.000000
Dependent Variable: CA Method: Least Squares Date: 04/16/10 Time: 11:37 Sample: 1988:1 2007:4 Included observations: 80 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C PDB
-2.633871 0.011122
0.616748 0.001644
-4.270581 6.763768
0.0001 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.369690 0.361609 2.025573 320.0299 -168.9706 0.974147
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1.246262 2.535155 4.274265 4.333816 45.74856 0.000000
Lanjutan Multikolinearitas
Dependent Variable: CA Method: Least Squares Date: 04/16/10 Time: 11:38 Sample: 1988:1 2007:4 Included observations: 80 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C PMA
1.311757 -0.172627
0.284659 0.115616
4.608171 -1.493107
0.0000 0.1394
R-squared Adjusted R-squared
0.027787 0.015323
Mean dependent var S.D. dependent var
1.246262 2.535155
S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
2.515657 493.6252 -186.3051 0.646415
Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
4.707627 4.767178 2.229369 0.139443
Dependent Variable: CA Method: Least Squares Date: 04/16/10 Time: 11:38 Sample: 1988:1 2007:4 Included observations: 80 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C ULN
0.077302 0.004516
0.298767 0.000723
0.258737 6.246219
0.7965 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.333420 0.324874 2.083036 338.4451 -171.2085 0.971507
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1.246262 2.535155 4.330212 4.389763 39.01525 0.000000
LAMPIRAN 4 HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS ARCH Test: F-statistic Obs*R-squared
0.284988 0.291312
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/04/10 Time: 15:07 Sample(adjusted): 1988:2 2007:4
Probability Probability
0.594988 0.589381
Included observations: 79 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C RESID^2(-1)
2.083797 0.062587
0.621906 0.117238
3.350662 0.533843
0.0013 0.5950
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.003687 -0.009252 5.094036 1998.088 -239.7008 1.957079
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
2.212691 5.070634 6.119008 6.178994 0.284988 0.594988