Hubungan Antara Kecemasan Perpisahan Dengan Orang Tua Terhadap Risiko Perilaku Bullying Santri di Pesantren Assanusi Cirebon Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh :
Silvia Rahmawati 1111104000002
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016 M / 1437 H
THE FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES SCHOOL OF NURSING SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA Undergraduate Thesis, January 2016 Silvia Rahmawati, NIM 1111104000002 The Correlation Between Separation Anxiety With Parents Against the Risk of Bullying Behavior of Students in Boarding Assanusi Cirebon xvii + 87 Pages + 11 Tables + 2 Charts + 7 Attachment ABSTRACT Separation Anxiety is supposed to be a situation in which individuals become fearful and anxious while being away from their parents. Individuals who experience severe anxiety due to separation with parents at risk to commit acts of bullying. The purpose of this research was to determine the correlation between separation anxiety with parents against the risk of bullying behavior of students in Boarding Assanusi Cirebon. The sample in this research as many as 123 students aged 12 -15 years. Research stratified random sampling method. This type of research is quantitative descriptive analysis design with approach cross – sectional. Collecting data using questionnaires separation anxiety and the risk of bullying behavior. The test results showed the reliability of research instrument of 0.844 for separation anxiety and 0.940 to the risk of bullying behavior. Results from the study showed that the majority of respondents experiencing high anxiety at 63.4% and has a high risk of bullying behavior amounted to 52.0%. Statistical test results using spearman rank test showed exist a weak relationship between separation anxiety with parents against the risk of bullying behavior of students in boarding assanusi cirebon (P= value = <0.001) with value r = 0.352. It means that the higher an anxiety then the higher risk of bullying behavior. Based on the results of this research can be input for a nanny or caretaker for more attention to students who experience anxiety in order not to happen action of bullying. Key word : Teens, Separation Anxiety, Bullying, Boarding schools Reference : 57 (2005 – 2014)
iii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Januari 2016 Silvia Rahmawati, NIM : 1111104000002 Hubungan Antara Kecemasan Perpisahan dengan Orang Tua Terhadap Risiko Perilaku Bullying Santri di Pesantren Assanusi Cirebon xvii + 87 Halaman + 11 Tabel + 2 Bagan + 7 Lampiran ABSTRAK Kecemasan berpisah merupakan suatu keadaan dimana individu menjadi takut dan cemas saat berada jauh dari orang tuanya. Individu yang mengalami kecemasan berat akibat berpisah dengan orang tua memiliki risiko untuk melakukan tindakan bullying. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying santri di Pesantren Assanusi Cirebon. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 123 santri usia 12 – 15 tahun. Metode penelitian stratified random sampling. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain analisis deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Pengumpulan data menggunakan kuesioner kecemasan berpisah dan risiko perilaku bullying. Hasil uji instrumen penelitian didapatkan hasil reliabilitas sebesar 0,844 untuk kecemasan berpisah dan 0,940 untuk risiko perilaku bullying. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden mengalami kecemasan tinggi sebesar 63,4 % dan memiliki risiko perilaku bullying tinggi sebesar 52,0 %. Hasil uji statistik menggunakan uji spearman rank menunjukkan adanya hubungan yang lemah antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying santri di pesantren assanusi cirebon (p value = <0,001) dengan nilai r = 0,352. Ini artinya bahwa semakin tinggi kecemasan maka semakin tinggi risiko perilaku bullying. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pengasuh atau pengurus agar lebih memperhatikan santri yang mengalami kecemasan agar tidak terjadi tindakan bullying. Kata kunci: Remaja, Kecemasan Berpisah, Bullying, Pesantren Referensi : 57 (Tahun 2005 – 2014)
iv
v
vi
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Silvia Rahmawati
Tempat, Tanggal lahir
: Indramayu, 31 Mei 1993
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: JL. Raya Sliyeg No.70 RT/RW 003/001 Desa Sliyeg Kecamatan Sliyeg Kabupaten Indramayu Jawa Barat
No. HP
: 085295636516
E-mail
:
[email protected]
Fakultas / Jurusan
: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan
Riwayat Pendidikan
:
1. TK Pipit Sliyeg Indramayu
(1997-1999)
2. SD Negri 1 Sliyeg Indramayu
(1999-2005)
3. Mts Negri Ciwaringin Cirebon
(2005-2008)
4. MAN Model Ciwaringin Cirebon
(2008-2011)
5. Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta
(2011 – 2016)
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, karena perantara beliaulah kita selaku umatnya saat ini dapat mengetahui yang mana hak dan bathil. Puji syukur atas nikmat dan kebesaran-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Kecemasan Perpisahan Dengan Orang Tua Terhadap Risiko Perilaku Bullying Santri Di Pesantren Assanusi Cirebon”. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis menemukan cukup banyak hambatan dan kesulitan, sehingga dalam penulisan ini penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga penulisan skripsi dapat terselesaikan. Oleh sebab itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam – dalamnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Rektor Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Dr Arief Sumantri S.KM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
ix
3. Ibu Maulina Handayani, S.Kp,M.Sc selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan dan selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu memberikan pengarahan dan motivasi selama proses pendidikan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Errnawati, S.Kp,M.Kep, Sp.KMB selaku Sekertaris Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Ibu Ns. Eni Nur’aini Agustini, S.Kep, M.Sc, selaku Dosen Pembimbing 1 saya yang telah mencurahkan waktu dan pemikirannya untuk memberikan bimbingan, petunjuk, dan nasehat kepada penulis demi terselesaikannya penulisan skripsi ini. 6. Ibu Ratna Pelawati, S.Kp, M.Biomed sebagai Dosen Pembimbing 2 saya yang tidak kenal lelah memberikan waktu luang dan masukan-masukan yang berharga demi terselesaikannya penulisan skripsi ini. 7. Segenap Staf Pengajar dan Karyawan di lingkungan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada saya selama duduk dibangku kuliah. 8. K.H Ali Munir, selaku pengasuh Pesantren Assanusi Cirebon yang telah memberikan izin kepada penulis dalam melakukan proses penelitian kepada santri-santri. 9. Santri putra dan putri yang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. 10. Ucapan terima kasihku yang teristimewa kepada ayahanda H. Zainuddin Dimyati, S.Ag dan Ibunda tercinta Hj. Kasparih yang selalu mendoakan anaknya serta x
memberikan dorongan baik materi maupun moril dan kakak saya Saatun Hariyanti, S.E dan suami, Herry Setiawan, S.H.I dan istri, dan keponakan saya Wildan Pratama Hariyanto dan Elizia Kanza Setiawan yang selalu memberikan support dan doa. 11. Ns. Ari Nur Husaini, S.Kep, yang selalu memberikan inspirasi, menghibur, memberi masukan, dan semangat kepada penulis. 12. Sahabatku Nur Triningtyas Putri, S.Kep, Diza Liane Sahputri, S.Kep, Rizka Nazhriyah,
Inayati
Salsabila,
Widiany,
Amanda,
Azmi,
Devi,
Yoyoh
Rokayah,Ahmad Ogi Priadi, S.Kom yang selalu menemani dan memberi dukungan. 13. Seluruh teman-teman angkatan 2011 yang telah banyak membantu selama menjadi mahasiswa di PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap hasil karya ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan. Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Ciputat, Januari 2016
Silvia Rahmawati
xi
DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul ................................................................................................ i Pernyataan Keaslian Karya .......................................................................... .ii Abstract ....................................................................................................... .iii Abstrak ......................................................................................................... .iv Pernyataan Persetujuan ................................................................................. v Lembar Pengesahan ..................................................................................... vi Daftar Riwayat Hidup ................................................................................. vii Kata Pengantar ............................................................................................. ix Daftar Isi....................................................................................................... xii Daftar Bagan ............................................................................................... xv Daftar Tabel ............................................................................................... .xvi Daftar Lampiran ........................................................................................ .xvii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1 A. Latar Belakang .......................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 7 C. Pertanyaan Penelitian ................................................................................ 8 D. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 8 E. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 9 F. Ruang Lingkup Penulisan .......................................................................... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 11 A. Remaja .................................................................................................... 11 1. Pengertian Remaja .............................................................................. 11 2. Tahap Perkembangan Remaja ............................................................ 12 3. Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja .......................................... 14 4. Tugas Perkembangan Remaja............................................................. 17 5. Masalah-masalah yang Terjadi pada Remaja ..................................... 19 6. Kenakalan Remaja .............................................................................. 20 B. Bullying ................................................................................................... 21 1. Pengertian Bullying ............................................................................. 21 2. Bentuk-bentuk Bullying ...................................................................... 22 3. Faktor-Faktor Penyebab Bullying ....................................................... 23 4. Dampak Bullying ................................................................................ 27 5. Penanggulangan Bullying ................................................................... 28 6. Kuisioner Perilaku Bullying ................................................................ 30 C. Kecemasan Perpisahan ............................................................................ 29 1. Pengertian Kecemasan ........................................................................ 29 2. Tingkat Kecemasan............................................................................. 30 3. Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan ............................................ 32
xii
4. Respon Terhadap Kecemasan ............................................................. 34 5. Gejala Kecemasan............................................................................... 36 6. Kecemasan Perpisahan ....................................................................... 37 6.1 Pengertian Kecemasan Perpisahan ............................................... 37 6.2 Penyebab Kecemasan Perpisahan ................................................. 38 6.3 Tanda dan Gejala Kecemasan Perpisahan .................................... 39 6.4 Dampak Kecemasan Perpisahan ................................................... 39 7. Kuisioner Kecemasan Perpisahan ....................................................... 40 D. Pesantren ................................................................................................. 43 1. Pengertian Pesantren ........................................................................... 44 2. Jenis Pesantren .................................................................................... 44 3. Tujuan Pesantren................................................................................. 44 E. Kerangka Teori ........................................................................................ 45 BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN OPERASIONAL ....... 48 A. Kerangka Konsep .................................................................................... 48 B. Hipotesis .................................................................................................. 49 C. Definisi Operasional................................................................................ 50 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN.......................................................... 53 A. Desain Penelitian .................................................................................... 53 B. Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................. 53 C. Waktu dan Tempat .................................................................................. 56 D. Instrumen Penelitian ............................................................................... 56 E. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen .................................................. 57 F. Tahap Penelitian ..................................................................................... 60 G. Pengolahan Data ..................................................................................... 61 H. Analisa Data............................................................................................ 62 I. Etika Penelitian ....................................................................................... 63 BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................... 65 A. Gambaran Lokasi Penelitian ................................................................... 65 B. Hasil Analisa Univariat ........................................................................... 66 1. Karakteristik Responden ..................................................................... 66 2. Gambaran Tingkat Kecemasan Perpisahan Santri Assanusi .............. 67 3. Gambaran Risiko Perilaku Bullying Santri Assanusi ......................... 69 C. Hasil Analisa Bivariat ............................................................................. 71 BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................... 74 A. Karakteristik Responden ......................................................................... 74 B. Analisa Univariat .................................................................................... 74 C. Analisa Bivariat ...................................................................................... 79 D. Keterbatasan Penelitian........................................................................... 83 BAB VII PENUTUP ............................................................................................ 85 xiii
A. Kesimpulan ............................................................................................. 85 B. Saran ........................................................................................................ 86 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xiv
DAFTAR BAGAN
Halaman Gambar 2.1 Kerangka Teori .................................................................... ........ ...... 49 Gambar 3.1 Kerangka Konsep ................................................................ ........ ...... 52
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional ...................................................................... .................... 54 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responde menurut Jenis Kelamin di Pesantren assanusi .......................................................................................... .................... 70 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responde menurut Kelas di Pesantren assanus ...........71 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kecemasan Perpisahan dengan Orang Tua pada Santri di Pesantren Assanusi ......... ........ .................. 72 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kecemasan Perpisahan dengan Orang Tua Setiap Kelas ........................................... ...... .. ...................73 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden menurut Kecemasan Perpisahan Antar Jenis Kelamin .............................................................. ...... .. ...................73 Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden menurut Risiko Perilaku Bullying Santri Assanusi cirebon ......................................................... ...... .. ...................74 Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden menurut Risiko Perilaku Bullying Antar Jenis Kelamin .............................................................. ...... .. ...................74 Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Responden menurut Risiko Perilaku Bullying Setiap Kelas........................................................................... ...... .. ...................75 Tabel 5.9 Persentase Kecemasan Perpisahan dan Risiko Perilaku Bullying................76 Tabel 5.10 Hubungan Kecemasan Perpisahan dan Risiko Perilaku Bullying ...................76
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumen Perizinan Lampiran 2 Penjelasan Penelitian Lampiran 3 Kuesioner Penelitian Lampiran 4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran 5 Hasil Uji Univariat Lampiran 6 Hasil Uji Normalitas Lampiran 7 Analisa Bivariat
xvii
1
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang tumbuh dan berkembang, salah satu pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui oleh manusia adalah masa remaja. Masa remaja adalah masa transisi yang didalamnya terdapat perubahan yang terjadi pada dirinya. Masa remaja juga biasa disebut dengan masa puberitas yaitu suatu masa peralihan dari anak – anak menuju dewasa, remaja banyak mengalami perubahan baik secara fisik, psikologis dan sosial (Pieter & Lubis, 2010). Masa remaja adalah salah satu tahap perkembangan manusia atau masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa dimulai pada usia 10 – 20 tahun dan belum menikah. Perubahan
fisik
yang
terjadi
pada
masa
remaja
ditandai
dengan
berkembangnya ciri-ciri seks primer, sekunder dan bertambahnya tinggi badan (Pieter & Lubis, 2010). Wong (2008) mengatakan, perubahan fisik pada remaja yang sangat jelas adalah bertambahnya berat badan dan tinggi badan, perubahan ukuran payudara pada wanita dan perubahan suara pada laki-laki. Selain perubahan fisik, perubahan psikososial atau pengembangan identitas diri pada remaja merupakan masa krisis atau suatu titik balik peningkatan kerentanan dan peningkatan potensial, semakin berhasil individu mengatasi krisis maka akan semakin sehat perkembangannya. Pada masa ini remaja mulai melihat dirinya sebagai individu yang berbeda dan terpisah dari orang tua (Wong, 2008). Menurut Agustiani (2009), Pada tahap perkembangan psikososial, terdapat lima
2
hal yang dialami oleh remaja : pertama Identity : mengemukakan dan mengerti siapa diri sebagai individu, kedua Autonomy : menetapkan rasa yang nyaman dalam ketergantungan, ketiga Intimacy : membentuk relasi yang tertutup dan dekat dengan orang lain, keempat Sexuality : mengekspresikan perasaan-perasaan dan merasa senang jika ada kontak fisik dengan orang lain, kelima Achievement : mendapat keberhasilan dan memiliki kemampuan sebagai anggota masyarakat. Maka masa remaja ini sangat rawan terpengaruh oleh kondisi lingkungannya. Perubahan lain yang terjadi pada masa remaja adalah perubahan kognitif, yaitu ciri berpikir konkret sehingga remaja dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang baru. Sebagai contoh dari perkembangan kognitif adalah remaja ingin mengetahui pendapat orang lain mengenai dirinya dan remaja mampu membayangkan pikiran orang lain (Wong, 2008). Remaja telah memiliki kemampuan yang lebih baik dari anak dalam berpikir mengenai situasi secara hipotesis dan memikirkan sesuatu yang belum terjadi (Agustiani, 2009). Perubahan kognitif pada masa remaja membuatnya lebih mampu berfikir secara abstrak. Perubahan-perubahan yang dialami oleh remaja akan membuat remaja mendapatkan peran-peran baru dan terikat pada kegiatan-kegiatan baru, dan hal ini menyebabkan kecemasan (Agustiani, 2009). Menurut Siregar (2013), kecemasan merupakan keadaan khawatir atau gelisah yang tidak menentu serta reaksi ketakutan yang disertai dengan keluhan fisiologis. Menurut Videbeck (2008), kecemasan dapat menyebabkan respon kognitif, psikomotor dan fisiologis yang tidak nyaman, misalnya kesulitan berkonsentrasi dalam belajar.
3
Kondisi yang menyebabkan remaja mengalami kecemasan adalah ketika memasuki sekolah yang baru, beban tugas sekolah yang padat, dan adanya perasaan malu terhadap lingkungan sosialnya atau penampilan yang buruk (Dewi, 2008). Menurut Aminullah (2013) kecemasan yang dialami oleh remaja siswa SMP biasanya berkaitan dengan pembelajaran yang diberikan disekolah. Selain siswa SMP yang bersekolah di sekolah konvensional, kecemasan juga bisa dialami oleh siswa SMP yang bersekolah di pondok pesantren. Selain kecemasan timbul karena tugas sekolah, kecemasa juga timbul akibat perpisahan dengan orang tuanya, terlebih santri yang bersekolah di pesantren atas permintaan orang tuanya (Aminullah, 2013). Kecemasan akan perpisahan adalah bentuk kecemasan dan ketakutan anak-anak atau remaja untuk berpisah dengan orang tuanya. Gangguan ini terjadi sekitar 4% pada anak-anak dan remaja awal, biasanya gangguan kecemasan ini terjadi saat individu pertama kali masuk sekolah karena individu tidak mau jauh dari orang tuanya (Amirullah, 2014). Kecemasan perpisahan biasanya terjadi akibat adanya kejadian traumatik atau yang sangat menekan kehidupan individu, misalnya pindah ke lingkungan yang lain seperti pindah rumah atau pindah sekolah (Joseph, 2012). Disini semakin memungkinkan pada remaja untuk terjadi kecemasan, karena selain kecemasan yang terjadi akibat perubahan yang dialami, kecemasan juga dialami karena jauh dari orang tua dan lingkungan baru pesantren. Kecemasan di pesantren sendiri akan lebih sering terjadi pada santri yang baru masuk di tahun pertama pendidikannya di pesantren karena lingkungan barunya tersebut. Kehidupan yang baru tersebut mengakibatkan perubahan peran pada
4
santri yang baru masuk pesantren, yang pada awalnya sebagai anak yang selalu dekat dengan orang tuanya kini harus tinggal di pesantren sehingga dapat menimbulkan kecemasan perpisahan. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Rahmatika (2014) menunjukan bahwa 43,8 % santri tingkat SMP Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Kebun Jeruk Jakarta mengalami kecemasan tinggi akibat perpisahan dengan orang tua nya. Kecemasan perpisahan sendiri dapat menimbulkan dampak negatif bagi individu yaitu persepsi menyempit, mudah tersinggung, dan individu mudah emosi (Astuti & Resminingsih, 2010). Terlebih santri yang baru masuk pesantren berada pada rentang usia remaja awal, maka pada masa ini perkembangan emosinya menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi sosial (Mashar, 2011). Hal ini tidak terlepas dari berbagai macam pengaruh, seperti lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah, dan teman-teman sebayanya serta aktifitas-aktifitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari (Mu’tadin, 2007 dalam Fefriawati, 2010). Menurut Semiun (2006), individu yang mengalami kecemasan perpisahan cenderung memiliki sifat mudah tersinggung dan mudah marah. Penelitian yang dilakukan
oleh
Utami
(2014)
terkait
Dampak
hospitalisasi
terhadap
perkembangan anak, menunjukan bahwa individu yang mengalami kecemasan berat akibat berpisah dengan orang tua dapat menampilkan perilaku agresif dari menggigit, mengucapkan kata – kata marah, bahkan menendang – nendang. Perilaku agresif tersebut bisa dilampiaskan kepada orang lain atau benda.
5
Berperilaku agresif pada remaja umumnya merupakan
bagian dari
pengendalian emosi yang masih rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuliani (2013), mengungkapkan bahwa emosi remaja masih labil, sehingga remaja mudah dipengaruhi oleh teman sebayanya bahkan remaja mudah terjerumus kedalam tindakan yang tidak bermoral seperti tawuran dan mengejek – ejek temannya. Bentuk - bentuk kenakalan remaja seperti tawuran dan mengejek – ejek temannya juga termasuk perilaku bullying. Kenakalan remaja merupakan perilaku menyimpang yang dilakukan seseorang usia 14 – 19 tahun yang menimbulkan masalah dalam masyarakat (Kusmiyati, 2013). Kusmiyati (2013), mengungkapkan bahwa anak yang sudah merasa tidak nyaman dalam rumah maka mudah terpengaruh lingkungan misalnya ajakan teman yang membuatnya melakukan hal – hal negatif. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Semai Jiwa Amini (2008) tentang kekerasan bullying di kota Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta menunjukkan bahwa terjadinya tingkat kekerasan pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 66,1 %. Kategori kekerasan yang dilakukan oleh siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang tertinggi adalah kekerasan psikologis berupa pengucilan, yang kedua kekerasan verbal seperti mengejek – ejek, dan yang ketiga adalah kekerasan fisik berupa memukul. Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pada tahun 2014 kasus bullying menduduki peringkat teratas pengaduan masyarakat. Dari tahun 2011 hingga Agustus 2014, KPAI mencatat sebanyak 1.480 kasus bullying di bidang pendidikan (Setyawan, 2014).
6
Perilaku bullying sendiri adalah salah satu kenakalan remaja yang terjadi di berbagai lingkungan termasuk sekolah, perilaku bullying merupakan aktivitas sadar, disengaja, dan bertujuan untuk melukai, menanamkan ketakutan melalui ancaman agresi lebih lanjut, dan niat untuk mencederai (Coloroso, 2007 dalam Adilla, 2009). Perilaku bullying dilakukan dari orang yang merasa lebih kuat kepada orang yang lebih lemah. Faktor-faktor terjadinya bullying antara lain perbedaan kelas, senioritas, keluarga yang tidak harmonis, situasi sekolah yang tidak harmonis, karakter individu atau kelompok, persepsi nilai yang salah atas perilaku korban (Astuti, 2008). Basyirudin (2010), menyebutkan bahwa tindakan kekerasan pada remaja tidak hanya terjadi pada institusi pendidikan formal saja, namun terjadi juga di dunia pesantren. Bentuk perilaku bullying yang dilakukan biasanya adalah secara verbal contohnya mengejek, menghina, mengolok-olok. Kedua dalam bentuk fisik contohnya adalah menonjok, menampar, memukul, mendorong dan menendang. Ketiga
secara
psikologis
contohnya
adalah
mengucilkan,
menjauhkan,
mendiamkan, memfitna, dan memandang dengan hina (Yayasan Semai Jiwa Amini, 2008). Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada November 2014 pada 10 orang santri usia remaja di pondok pesantren assanusi cirebon mengatakan bahwa di pesantrennya terjadi perilaku bullying. 4 dari 10 orang mengatakan adanya tindakan bullying seperti diolok-olok, 3 orang dari santri yang di wawancara mengatakan terjadi tindakan bullying seperti dihina atau diberi nama panggilan
7
yang bukan nama asli dan tidak jarang ada juga yang dipukul, dan 3 orang mengatakan ada juga yang dikucilkan orang lain yang dianggap tidak sesuai dengan dirinya atau kelompoknya dan tidak mau menemaninya. Selain itu 7 dari 10 orang mengatakan pernah memiliki nama panggilan yang buruk yang diberikan oleh teman-temannya, seperti botak, gembul, dan karet. Akibat bullying bagi korban akan menimbulkan perasaan tertekan karena pelaku menguasai korban, mengalami kesakitan fisik dan psikologis, kepercayaan diri yang menurun, malu, trauma, merasa sendiri, takut sekolah, merasa tidak ada yang menolong dirinya, bahkan cenderung ingin bunuh diri (Astuti, 2008). Melihat fenomena bullying banyak terjadi dan dapat menimbulkan dampak negatif, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying santri di pesantren Assanusi Cirebon. Pesantren di pilih karena peneliti belum menemukan penelitian serupa terkait bullying di pesantren dan pesantren cirebon dipilih karena dekat dengan tempat tinggal peneliti dan sudah dilakukan studi pendahuluan yang menunjukan adanya bullying. B. Rumusan Masalah Perilaku bullying merupakan salah satu kenakalan remaja yang terjadi di berbagai lingkungan termasuk sekolah (Adilla, 2009). Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa tindakan kekerasan pada remaja tidak hanya terjadi pada institusi pendidikan formal saja, namun terjadi juga di dunia pesantren (Basyirudin, 2010). Perilaku bullying lazim terjadi pada remaja menunjukan bahwa emosi pada remaja cenderung labil. Penelitian yang dilakukan oleh Utami
8
(2014), menunjukan bahwa peningkatan emosi pada remaja yang mengalami perpisahan dengan orang tua merupakan salah satu respon dari kecemasan. Melihat hasil penelitian terdahulu dan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di pesantren assanusi cirebon, maka peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying santri di pesantren assanusi cirebon. C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran tingkat kecemasan remaja saat berpisah dengan orang tua nya? 2. Bagaimana gambaran risiko perilaku bullying pada santri di Pesantren Assanusi Cirebon? 3. Apakah ada hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying santri di pesantren Assanusi Cirebon? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying santri di Pesantren Assanusi Cirebon. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi gambaran tingkat kecemasan remaja pada saat berpisah dengan orang tua nya. b. Mengidentifikasi gambaran risiko perilaku bullying santri di Pesantren Assanusi Cirebon.
9
c. Mengidentifikasi hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying santri di Pesantren Assanusi Cirebon. E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Penelitian ini dapat menjadi pengalaman baru dan dapat menambah pengetahuan, serta menerapkan ilmu yang didapatkan seperti penulisan ilmiah, ilmu keperawatan jiwa, ilmu keperawatan anak, ilmu keperawatan keluarga. 2. Bagi Pondok Pesantren Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai gambaran bagi para pengasuh dan pengurus pondok pesantren bahwa tingkat kecemasan perpisahan dengan orang tua dapat mempengaruhi risiko perilaku bullying di Pondok Pesantren. Sehingga nantinya dapat meminimalisir dampak bullying. 3. Bagi Ilmu Keperawatan Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi tambahan dalam bidang ilmu keperawatan terutama keperawatan jiwa, keperawatan anak, maupun keperawatan keluarga. 4. Bagi peneliti lain Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, dan bahan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kecemasan perpisahan dengan orang tua, dan risiko perilaku bullying. F. Ruang Lingkup Penelitian Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain Cross-sectional (potong lintang). Penelitian ini dilakukan di pesantren assanusi cirebon yang melibatkan
10
santri putra dan putri usia remaja. Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying santri di pesantren assanusi cirebon. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner kecemasan berpisah, dan kuesioner resiko bullying
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian Remaja Adolescence (remaja) adalah perubahan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Periode ini dimulai sekitar usia 10 atau 12 tahun sampai ke usia 18 atau 20 tahun. Pada masa ini remaja mengalami perubahan fisik yang cepat, termasuk bertambahnya tinggi dan berat badan, dan perkembangan fungsi seksual (Santrock, 2007). Masa remaja adalah masa perubahan dari masa kanak-kanan menuju dewasa, disebut remaja apabila seorang anak berusia 11-20 tahun (Wong dkk, 2008). Masa remaja merupakan masa transisi perkembangan individu dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada saat tersebut terjadi perkembangan dan perubahan yang sangat pesat baik fisik, psikologis dan sosial (Potter & Perry, 2005). Batasan seorang remaja dimulai dari usia 13 tahun sampai usia 21 tahun, dan masa remaja dibagi dalam tiga bagian yaitu remaja awal mulai usia 13-15 tahun, remaja tengah mulai usia 16-18 tahun, dan remaja akhir dimulai usia 19-21 tahun (Dariyo, 2011). Masa puber atau permulaan remaja adalah masa perkembangan fisik dan intelektual secara pesat (Djiwandono, 2006). Sedangkan menurut Valentini & Nisfiannoor (2006), usia remaja berkisar antara 13 tahun sampai dengan 19 tahun.
11
12
Jadi dapat disimpulkan, masa remaja adalah masa perlihan dari anakanak menuju dewasa yakni pada usia 10 – 21 tahun yang mana didalamnya terjadi perubahan-perubahan pada dirinya. 2. Tahap Perkembangan Remaja Perkembangan adalah proses spontan dengan cakupan luas yang berakibat pada gejala pertambahan secara terus-menerus, modifikasi, dan penyusunan ulang struktur-struktur psikologis (Piaget, 1970 dalam Salkind, 2009). Menurut Pieter & Lubis (2010), masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 2.1 Remaja Awal Masa remaja awal kurang lebih berlangsung di masa sekolah menengah pertama atau sekolah menengah akhir dan perubahan pubertas terbesar terjadi di masa ini (Santrock, 2007). Ciri – ciri dinamika remaja awal yaitu (Pieter & Lubis, 2010) : 2.1.1
mulai menerima kondisi dirinya
2.1.2
berkembang cara berpikir
2.1.3
menyadari bahwa setiap manusia memiliki perbedaan potensial
2.1.4
bersikap overestimate, seperti meremehkan segala masalah, meremehkan kemampuan orang lain dan terkesan sombong
2.1.5
akibat sombong menjadikan dia gegabah dan kurang waspada
2.1.6
proporsi tubuh semakin proporsional
2.1.7
tindakan masih kanak – kanak, akibat ketidak stabilan emosi
13
2.1.8
sikap dan moralitasnya masih bersifat egosentris
2.1.9
banyak perubahan dalam kecerdasan dan kemampuan mental
2.1.10 selalu merasa kebingungan dalam status 2.1.11 periode yang sulit dan kritis 2.2 Remaja Tengah Ciri –ciri dinamika remaja tengah yaitu (Pieter & Lubis, 2010) : 2.2.1
Bentuk fisik makin sempurna dan mirip dengan orang dewasa
2.2.2
Perkembangan sosial dan intelektual lebih sempurna
2.2.3
Semakin berkembang keinginan untuk mendapatkan status
2.2.4
Ingin mendapatkan kebebasan sikap, pendapat, dan minat
2.2.5
Keinginan untuk menolong dan ditolong orang lain
2.2.6
Pergaulan sudah mengarah pada heteroseksual
2.2.7
Belajar bertanggung jawab
2.2.8
Apatis akibat selalu ditentang sehingga malas mengulanginya
2.2.9
Perilaku agresif akibat diperlakukan seperti kanak - kanak
2.3 Remaja Akhir Masa remaja akhir kurang lebih terjadi pada pertengahan dasawarsa yang kedua dari kehidupan. Minat karir, pacaran, dan eksplorasi identitas sering kali lebih menonjol di masa remaja akhir di banding di masa remaja awal (Santrock, 2007). Ciri – ciri dinamika remaja akhir yaitu (Pieter & Lubis, 2010) : 2.3.1
Disebut dewasa muda dan meninggalkan dunia kanak – kanak
2.3.2
Berlatih mandiri dalam bentuk keputusan
14
2.3.3
Kematangan emosional dan belajar mengendalikan emosi
2.3.4
Dapat berpikir objektif sehingga mampu bersikap sesuai situasi
2.3.5
Belajar menyesuaikan diri dengan norma – norma yang berlaku
2.3.6
Membina hubungan sosial secara heteroseksual
3. Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja Masa remaja dikenal sebagai salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia yang memiliki beberapa keunikan. Keunikan tersebut bersumber dari kedudukan masa remaja sebagai periode transisional antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Pada masa remaja terjadi perubahanperubahan yang dapat dikatakan sebagai ciri umum yang menonjol pada masa remaja (Agustiani, 2009). Pada masa remaja terjadi beberapa perubahan, seperti perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional (Santrock, 2007). 3.1 Perubahan biologis Pada perubahan biologis terjadi perubahan fisik dalam tubuh remaja. Gen-gen yang diwariskan dari orang tua, perkembangan otak, tinggi badan dan berat badan, perubahan dalam keterampilan motorik, dan perubahan hormonal di masa pubertas. Faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik yaitu : 3.1.1
Faktor internal Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu, yaitu :
15
3.1.1.1 Sifat jasmaniah yang diwariskan oleh orang tuanya. Anak yang orang tuanya bertumbuh tinggi cenderung lebih cepat menjadi tinggi dari pada anak dengan orang tua bertumbuh pendek, hal ini dapat dikatakan sebagai faktor genetik. 3.1.1.2 Kematangan Faktor kematangan dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik, contohnya anak yang berumur tiga bulan walaupun makanan bergizi supaya menunjukan otot kakinya agar bisa berjalan, tidak mungkin berhasil jika usianya sebelum lebih dari sepuluh bulan. 3.1.2
Faktor eksternal
3.1.2.1 Kesehatan Anak yang sering sakit – sakitan pertumbuhan fisiknya akan terhambat. 3.1.2.2 Makanan Makanan yang bergizi akan membuat anak tumbuh dengan pesat dibandingkan anak yang tidak mendapat makanan yang bergizi. 3.1.2.3 Stimulasi lingkungan 3.1.2.4 Individu yang tubuhnya sering dilatih oleh lingkungannya untuk meningkatkan percepatan pertumbuhannya, akan berbeda dengan yang tidak mendapatkan latihan. (Ali, 2010)
16
3.2 Perubahan kognitif Menurut Piaget remaja termotivasi untuk memahami dunianya karena hal ini merupakan suatu bentuk adaptasi biologis (Santrock, 2007). Ali (2010), menambahkan bahwa remaja secara aktif mengkontruksi dunia kognitifnya sendiri, mereka juga melibatkan gagasan-gagasan baru karena informasi ini dapat meningkatkan pemahaman mereka. Menurut Piaget (dalam Santrock, 2007), individu berkembang melalui empat tahap kognitif, yaitu sensorimotor, praoperasional, operasi konkret, dan operasi formal. 3.2.1
Pemikiran
sensorimotor
dan
praoperasional
sensorimotor
berlangsung mulai dari lahir hingga usia 2 tahun. Dalam tahap ini, bayi mengonstruksi suatu pemahaman mengenai dunia dengan cara mengordinasikan pengalaman – pengalaman sensoris (seperti melihat dan mendengar) melalui tindakan – tindakan fisik – motorik. 3.2.2
Tahap praoperasional, yang berlangsung antara usia 2 tahun sampai 7 tahun. Dalam tahap ini, anak-anak mulai merepresentasikan dunianya dalam bentuk kata-kata, bayangan, dan gambar.
3.2.3
Tahap pemikiran operasi konkret, berlangsung antara usia sekita 7 hingga 11 tahun, penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif selama penalaran dapat di terapkan ke contoh – contoh yang spesifik dan konkret.
17
3.2.4
Tahap pemikiran operasi formal, tahap ini muncul di usia antara 11 hingga 15 tahun. Karakteristik yang paling menonjol dari pemikiran operasi formal adalah sifatnya yang lebih abstrak dibandingkan pemikiran operasi konkret.
3.3 Perubahan sosio – emosional Perubahan yang terjadi adalah perubahan dalam hal emosi, kepribadian, relasi dengan orang lain, dan konteks sosial. Contoh perubahan sosio-emosional yaitu menanggapi perkataan orang lain, agresi terhadap teman sebaya, kegembiraan dalam pertemuan sosial seperti di pesta dansa senior dan orientasi peran gender (Santrock, 2007). Dalam hal ini emosi memiliki peranan penting dalam tingkah laku individu termasuk dalam masalah sosial ini saling berkaitan. Adapun ciri utama pikiran emosional tersebut adalah respon yang cepat tetapi ceroboh, mendahulukan perasaan kemudian pemikiran, memperlakukan realitas sebagai realitas simbolik, masa lampau diposisikan sebagai masa sekarang, realitas yang ditentukan oleh keadaan (Ali, 2010). 4. Tugas Perkembangan Remaja Masa remaja sebagai masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak menuju dewasa. Tugas pokok remaja adalah mempersiapkan diri memasuki masa dewasa (Larson dkk, 2002 dalam Santrock, 2007).
18
Pada setiap tahapan perkembangan manusia terdapat tugas-tugas yang berasal dari harapan masyarakat yang harus dipenuhi oleh individu, dan ini disebut sebagai tugas-tugas perkembangan. Pada masa remaja terdapat tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh individu, yaitu : 4.1 Menerima bentuk tubuh orang dewasa yang dimiliki dan hal – hal yang berkaitan dengan fisiknya. 4.2 Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan figur – figur otoritas. 4.3 Mengembangkan keterampilan dalam komunikasi interpersonal, belajar membina relasi dengan teman sebaya dan orang dewasa, baik secara individu maupun dalam kelompok. 4.4 Menemukan model untuk identifikasi. 4.5 Menerima diri sendiri dan mengandalkan kemampuan dan sumber – sumber yang ada pada dirinya. 4.6 Memperkuat kontrol diri berdasarkan nilai – nilai dan prinsip – prinsip yang ada. 4.7 Meninggalkan bentuk – bentuk reaksi dan penyesuaian yang kekanak – kanakan (Agustiani, 2009). Sedangkan menurut Pieter & Lubis (2010), semua tugas perkembangan masa pubertas berfokus pada usaha mempersiapkan diri menuju masa dewasa dengan cara : 4.1 Mencapai relasi yang lebih matang dengan teman sebaya dari jenis kelamin yang berbeda.
19
4.2 Mencapai peran sosial feminin dan maskulin. 4.3 Menerima bentuk perubahan fisik dan menggunakannya. 4.4 Meminta, menerima, dan mencapai perilaku yang bertanggung jawab secara sosial dan mencapai kemandirian secara emosional dari orang tua ataupun orang dewasa lainnya. 4.5 Mempersiapkan diri dalam penyesuaian diri pada norma – norma lingkungan sosial. 5. Masalah – masalah yang Terjadi pada Remaja Seorang remaja bisa saja mengalami masalah yang berat dan memerlukan waktu yang lama untuk menyelesaikannya (Santrock, 2007). Ada beberapa masalah yang terjadi pada remaja yaitu : 5.1
Penggunaan obat terlarang, alkohol, dan merokok Remaja tertarik menggunakan obat-obatan karena mereka yakin bahwa
obat-obatan dapat membantu mereka beradaptasi terhadap lingkungan yang selalu berubah. Para remaja menganggap dengan merokok dan minumminuman keras dapat mengurangi stress, tidak bosan, dan dalam beberapa situasi dapat membantu remaja untuk melahirkan diri dari kenyataan dunia. Remaja dapat merasakan perasaan tenang, gembira, rileks saat memakai obat. Namun penggunaan obat untuk memperoleh kepuasan pribadi dapat menimbulkan dampak yang sangat merugikan.
20
5.2 Kenakalan remaja Kenakalan remaja mengarah pada berbagai perilaku, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial, pelanggaran, sampai tindakan kriminal. Biasanya kenakalan ini dilakukan oleh remaja yang gagal dalam menjalani tugas perkembangannya. 5.3 Gangguan depresif dan bunuh diri Pada masa remaja, gejala-gejala depresif dapat dilihat dalam berbagai cara, seperti menuliskan kata-kata yang mengerikan, atau senang mendengarkan lagu-lagu yang bertema sedih. Gangguan tidur juga dapat muncul seperti sulit tidur di malam hari. Dengan timbulnya perasaan depresi akan membuat remaja menjadi bosan dan enggan untuk melanjutkan hidupnya, sehingga muncul ide-ide untuk bunuh diri dan usaha bunuh diri di masa remaja. 6. Kenakalan Remaja 6.1 Pengertian kenakalan remaja Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal (Santrock, 2007). Sedangkan menurut Sudarsono (2012), kenakalan remaja adalah perbuatan atau kejahatan yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama.
21
6.2 Jenis – jenis kenakalan remaja Jensen (1985) dalam Sarwono (2012), kenakalan remaja dibagi menjadi 4 jenis, yaitu : 6.2.1
Kenakalan remaja yang menimbulkan korban fisik pada orang lain. Misalnya perkelahian, pembunuhan, perampokan, dan lain – lain.
6.2.2
Kenakalan yang menimbulkan korban materi. Misalnya : pencurian, perusakan, pemerasan, dan lain – lain.
6.2.3
Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban dipihak orang lain. Misalnya : pelacuran, penyalahgunaan obat, dan lain – lain.
6.2.4
Kenakalan yang melawan status. Misalnya : mengingkari status sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara pergi dari rumah, dan lain – lain.
B. Bullying 1. Pengertian Bullying Bullying adalah suatu situasi dimana terjadinya penyalahgunaan kekuatan/kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok (Yayasan Sejiwa, 2008). Sedangkan menurut Astuti (2008), bullying adalah suatu tindakan untuk menyakiti seseorang dan menyebabkan seseorang menderita, tindakan ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, biasanya dilakukan dengan perasaan senang. Bullying adalah tindakan yang menimbulkan rasa sakit atau menyakiti orang lain untuk kepentingan sendiri (Wharton, 2005). Menurut Flynt dan Marton (2006), perilaku bullying adalah perilaku agresi yang dilakukan secara
22
bebas dengan tujuan melukai orang lain secara penuh dan dilakukan secara berulang-ulang. Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa bullying adalah suatu tindakan untuk menyakiti dan menyebabkan seseorang menderita, biasanya tindakan ini dilakukan secara terus-menerus dan dilakukan dengan perasaan senang. 2. Bentuk – bentuk Bullying Bullying dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu : 2.1 Bullying fisik Jenis bullying ini jelas terlihat oleh mata, siapapun bisa melihatnya karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku bullying dan korbannya. Contohnya adalah memukul, menendang, menampar, memalak, dan melempar dengan barang. 2.2 Bullying verbal Jenis bullying ini juga bisa terdeteksi karena bisa tertangkap indra pendengaran. Contohnya adalah membentak, meledek, mencela, memaki, menghina, dan memfitnah. 2.3 Bullying mental atau psikologis Jenis bullying ini paling berbahaya karena tidak tertangkap mata atau teling, bullying ini terjadi secara diam-diam dan diluar radar pemantauan kita. Contohnya adalah memandang sinis, memandang penuh ancaman, mempermalukan di depan umum, mengucilkan, memandang yang merendahkan, dan meneror lewat pesan pendek telepon (Sejiwa, 2008).
23
Sedangkan menurut Astuti (2008), bentuk – bentuk bullying yaitu : 2.1 Fisik Menganiaya secara fisik seperti memukul, menendang, menonjong, mendorong, mencakar, meludahi, mengancam, dan lain-lain. 2.2 Non fisik 2.2.1 Verbal Berkata-kata yang menyakiti korban, mengancam, menghasut, berkata jorok pada korban, dan menyebarkan kejelekan korban. 2.2.2 Non verbal 2.2.2.1 Langsung Tindakan kasar dan membahayakan, menatap dengan sinis, dan menakuti. 2.2.2.2 Tidak langsung Memanipulasi pertemanan, mengasingkan, dan mencurigai. 3. Faktor – faktor Penyebab Terjadinya Bullying Anak-anak tidak dilahirkan untuk menjadi seorang pembuli, perilaku bullying juga tidak diajarkan secara langsung kepada anak-anak. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi anak menjadi seorang pelaku tindakan bullying, yaitu :
24
3.1 Faktor individu Faktor utama yang mempengaruhi perilaku bullying yaitu pelaku tindakan bullying dan korban bullying. 3.1.1
Pelaku tindakan bullying Pelaku tindakan bullying cenderung menganggap dirinya senantiasa diancam dan berada dalam bahaya. Biasanya pembuli memiliki kekuatan secara fisik, namun tidak memiliki perasaan bertanggung jawab terhadap tindakan yang telah dilakukan.
3.1.2
Korban bullying Korban buli adalah seseorang yang menjadi sasaran berbagai tingkah laku agresif. Anak-anak yang sering menjadi korban buli biasanya menonjolkan ciri-ciri tingkah laku internal seperti bersikap pasif, sensitif, pendiam, dan tidak membalas jika diserang musuhnya.
3.2 Faktor keluarga Latar belakang keluarga memiliki peranan yang penting dalam membentuk perilaku bullying. Orang tua yang sering bertengkar cenderung membentuk anak-anak yang berisiko untuk menjadi lebih agresif. Anakanak yang mendapatkan kasih sayang yang kurang, didikan yang tidak sempurn, berpotensi untuk menjadi pelaku tindakan bullying. 3.3 Faktor teman sebaya Teman sebaya juga memainkan peranan yang penting terhadap perkembangan tingkah laku buli, sikap anti sosial dan tingkah laku
25
dikalangan remaja. Kehadiran teman sebaya sebagai pengamat, secara tidak langsung membantu pelaku tindakan bullying memperoleh dukungan kekuasaan dan popularitas. Saksi atau teman sebaya yang melihat kejadian bullying, cenderung mengambil sikap diam dan tidak mau ikut campur. 3.4 Faktor media Tingkah laku kekerasan yang sering ditayangkan di televisi dan media elektronik akan mempengaruhi tingkah laku kekerasan anak-anak dan remaja. Misalnya acara smack down, acara tersebut dikatakan telah mempengaruhi perilaku kekerasan pada anak-anak dan remaja. 3.5 Faktor self – control Kontrol diri dapat mempengaruhi korban bullying melalui interaksi dengan jenis kelamin dan ukuran berat badan, serta kekuatan. (Verlinden dkk, 2000 dalam Yusuf & Fahrudin, 2012) Sedangkan menurut Hoover, et al (1998) dalam Simbolon (2012), faktor – faktor penyebab terjadinya bullying adalah faktor internal dan eksternal. 1.1 Faktor internal, yaitu : 1.1.1
Karakteristik kepribadian
1.1.2
Kekerasan yang dialami sebagai pengalaman masa lalu
1.1.3
Sikap keluarga yang memanjakan anak sehingga tidak membentuk kepribadian yang matang
26
1.2 Faktor eksternal, yaitu : 1.2.1
Lingkungan
1.2.2
Budaya
Menurut Astuti (2008), penyebab terjadinya bullying disebabkan oleh : 3.1 Perbedaan kelas Perbedaan kelas menjadi penyebab terjadinya bullying, perbedaan kelas disini termasuk perbedaan gender, agama, dan ekonomi. Sebagai contoh perbedaan kelas ekonomi yaitu individu yang ekonominya lebih rendah cenderung menjadi korban bullying. 3.2 Tradisi senioritas Tradisi yang diwariskan oleh seniornya dahulu seringkali dijadikan alasan untuk melakukan tindakan bullying. 1.3 Senioritas Penyebab senioritas muncul dari diri individu sendiri dengan alasan untuk menunjukkan kekuasaannya. 1.4 Keluarga yang tidak rukun Masalah-masalah pada keluarga seperti perceraian orang tua, kurangnya komunikasi, ketidak harmonisan orang tua, dan lain-lain dapat menjadi penyebab terjadinya tindakan bullying.
27
1.5 Situasi sekolah yang tidak harmonis Situasi sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat juga menyebabkan terjadinya perilaku bullying. 1.6 Karakter individu atau kelompok, seperti ; Dendam atau iri hati, adanya semangat ingin menguasai korban dengan kekuatan fisik, untuk meningkatkan popularitas pelaku dikalangan teman sepermainannya dapat menjadi penyebab terjadinya perilaku bullying. 1.7 Persepsi nilai yang salah atas perilaku korban Korban merasa bahwa dirinya pantas di bully, sehingga korban tidak berani untuk melawan pelaku. 4. Dampak Bullying Menurut Astuti (2008), dampak bullying pada diri korban timbul perasaan tertekan oleh karena pelaku menguasai korban. Bagi korban, kondisi ini menyebabkan dirinya mengalami kesakitan fisik dan psikologis, kepercayaan diri yang menurun, malu, trauma, tak mampu menyerang balik, merasa sendiri, dan merasa takut ke sekolah. Sedangkan menurut Levianti (2008), beberapa dampak fisik yang biasanya ditimbulkan bullying adalah sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batuk, bahkan dampak fisik bisa mengakibatkan kematian. Dampak lain yang kurang terlihat namun berefek jangka panjang adalah menurunnya kesejahteraan psikologis dan penyesuaian sosial yang buruk.
28
Dampak buruk yang dapat terjadi pada korban bullying, antara lain : 4.1 Kecemasan 4.2 Merasa kesepian 4.3 Rendah diri 4.4 Depresi 4.5 Penarikan sosial 4.6 Keluhan pada kesehatan fisik 4.7 Penggunaan alkohol dan obat – obatan (Priyatna, 2010) 5. Penanggulangan Bullying Strategi untuk mengatasi bullying antara lain : 5.1 Strategi yang menekankan pada bukti nyata (factual evidence) dan rationale untuk perubahan (empirical-rational) 5.2 Strategi yang melibatkan re-edukasi dan kesepakatan pada norma-norma baru (normative-re-educative). 5.3 Strategi yang menekan orang untuk berubah (power-coercive). (Astuti, 2008) 6. Kuesioner perilaku Bullying Beberapa kuesioner yang banyak digunakan untuk perilaku bullying antara lain The Bullying Prevalence Questionnaire (BPQ) yang dibuat oleh Ken Rigby dan Phillip Slee (1994), dengan pilihan jawaban tidak pernah, sekali, jarang, dan selalu. Terdapat 20 pernyataan dengan arah favorable dan unfavorable. The Handling Bully Quitionnaire (HBQ) dibuat oleh Bauman S, Rigby K & Hoppa K (2008), kuesioner ini terdiri dari 22 pernyataan yang
29
terdiri dari 5 pilihan jawaban yaitu sangat setuju, setuju, mungkin setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju. Kuesioner ini dapat digunakan untuk menentukan tindakan apa yang paling tepat untuk menangani bullying karena kuesioner ini diisi langsung oleh siswa dan hasilnya dapat di diskusikan untuk menentukan penanganan bullying yang paling tepat. Kuesioner Bullying yang dibuat oleh Atfiyanah (2013), digunakan untuk mengetahui risiko remaja dalam melakukan bullying. Kuesioner ini terdiri dari 28 pernyataan dan dibuat dalam pertanyaan favorable dan unfavorable. Setiap pertanyaan disediakan empat pilihan jawaban, yaitu SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju), dan penilaian menggunakan skala Likert. Untuk pertanyaan favorable skor yang diberikan adalah 4 = SS (Sangat Sesuai), 3 = S (Sesuai), 2 = TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat Tidak Sesuai). Sedangkan untuk pertanyaan unfavorable skor yang diberikan adalah 4 = STS (Sangat Tidak Sesuai), 3 = TS (Tidak Sesuai), 2 = S (Sesuai), 1 = SS (Sangat Sesuai). Dari ketiga kuesioner diatas, peneliti memilih menggunakan kuesioner bullying yang dibuat oleh Atfiyanah (2013). Kuesioner ini digunakan karena peneliti ingin mengetahui risiko remaja dalam melakukan tindakan bullying, dengan hasil akhir yaitu perilaku bullying rendah atau perilaku bullying tinggi. C. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan Ansietas merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi permasalahan (Asmadi, 2008). Sedangkan menurut Carpenito
30
(2009), ansietas merupakan perasaan tidak tenang (ketakutan) yang dialami individu/kelompok dan aktivasi sistem sarap otonom dalam merespon ancaman yang tidak spesifik dan tidak jelas. Kecemasan juga di definisikan sebagai perubahan yang berseberangan dengan ketenangan yang Allah gambarkan dalam firman-Nya dalam surat Al-Fajr ayat 27-30 yaitu “Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi di ridhai-Nya: Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku” (Az-zahrani, 2005). Sedangkan menurut Astuti & Resminingsih (2010), kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi individu yang berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu, biasanya dengan objek ancaman yang tidak begitu jelas. 2. Tingkat Kecemasan Tingkat kecemasan menurut Astuti & Resminingsih (2010), tingkat kecemasan dibagi menjadi empat, yaitu : 2.1 Kecemasan ringan Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari
dan
menyebabkan
seseorang
menjadi
waspada
dan
meningkatkan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, persepsi meningkat, kesadaran tinggi, motivasi meningkat, mampu untuk belajar.
31
2.2 Kecemasan sedang Memungkinkan seseorang memusatkan pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung, pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, mudah tersinggung, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah stress. 2.3 Kecemasan berat Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Seseorang yang mengalami kecemasan berat memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan perhatiannya. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, insomnia, sering kencing, diare, persepsi menyempit, tidak bisa belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri, dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi. 2.4 Panik Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan karena mengalami kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan
32
panik yaitu susah bernapas, pucat, pembicaraan inkoheren, tidak dapat merespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, mengalami halusinasi dan delusi. Sedangkan menurut Videbeck (2008), tingkat kecemasan dibagi menjadi tiga, yaitu : 2.1 Kecemasan ringan Perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian khusus, stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi dirinya sendiri. 2.2 Kecemasan sedang Perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar berbeda, individu menjadi gugup atau agitasi. 2.3 Kecemasan berat Kecemasan berat dialami ketika individu yakin bahwa ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, dan memperlihatkan respon takut dan distres. 3. Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kecemasan (Stuart, 2006) : 3.1 Faktor predisposisi 3.1.1
Teori psikoanalitik Menurut teori psikoanalitik Sigmund Freud, kecemasan timbul karena konflik antara elemen kepribadian yaitu id (insting) dan
33
super ego (nurani). Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif seseorang sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan norma budayanya. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya. 3.1.2
Teori interpersonal Menurut teori ini kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan kelemahan spesifik.
3.1.3
Teori behavior Kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
3.1.4
Teori perspektif keluarga Kecemasan dapat timbul karena pola interaksi yang tidak adaptif dalam keluarga.
3.1.5
Teori perspektif biologi Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepam. Obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator inhibisi asam gama-aminobutirat (GABA). Yang berperan penting dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan ansietas. Selain itu, kesehatan umum individu dari riwayat ansietas pada
34
keluarga memiliki efek nyata sebagai predisposisi ansietas. Cemas mungkin
disertai
dengan
gangguan
fisik
dan
selanjutnya
menurunkan kemampuan individu untuk mengatasi stressor. 3.2 Faktor presipitasi Stressor pencetus dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : 3.2.1
Ancaman
terhadap
integritas
seseorang
yang
meliputi
ketidakmampuan fisiologis atau menurunnya kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari – hari. 3.2.2
Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi dari seseorang.
4. Respon Terhadap Kecemasan Menurut Stuart & Sundeen (2006), respon individu terhadap kecemasan yaitu : 4.1 Respon fisiologi 4.1.1
Kardiovaskular Respon
dari
kardiovaskular
berupa
jantung
berdebar,
peningkatan tekanan darah atau penurunan tekanan darah, denyut nadi menurun. 4.1.2
Pernafasan Respon dari pernafasan berupa nafas cepat, nafas pendek, tekanan pada dada, pembengkakan pada tenggorokan, dan terengah-engah.
35
4.1.3
Neuromuskuler Respon dari neuromuskular berupa refleks meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, tremor, gelisah, wajah tegang, dan gerakan yang jangkal.
4.1.4
Gastrointestinal Respon dari gastrointestinal berupa kehilangan nafsu makan, menolak makan, mual, diare, dan rasa tidak nyaman pada abdomen.
4.1.5
Traktus urinarius Respon traktus urinarius berupa sering berkemih dan tidak dapat menahan BAK.
4.1.6
Kulit Respon dari kulit berupa wajah kemerahan, berkeringat di telapak tangan, gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat, dan berkeringat seluruh tubuh.
4.2 Respon perilaku Respon perilaku berupa gelisah, tegang, tremor, bicara cepat, menarik diri dari hubungan interpersonal, dan menghindar dari masalah. 4.3 Respon kognitif Respon kognitif yaitu konsentrasi terganggu, pelupa, hambatan berfikir, bingung, sangat waspada, kesadaran diri meningkat, takut cidera atau kematian.
36
4.4 Respon afektif Responnya yaitu mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, ketakutan, dan gugup. 5. Gejala Kecemasan Menurut Carpenito (2009), gejala – gejala kecemasan dibagi menjadi dua, yaitu : 5.1 Gejala fisiologis 5.1.1
Kegelisahan
5.1.2
Tangan atau anggota tubuh bergetar
5.1.3
Banyak berkeringat
5.1.4
Sulit berbicara atau suara bergetar
5.1.5
Jantung berdebar
5.1.6
Sakit kepala
5.1.7
Nafas pendek
5.2 Gejala kognitif 5.2.1
Khawatir tentang sesuatu
5.2.2
Keyakinan – keyakinan bahwa akan terjadi sesuatu yang mengerikan akan terjadi tanpa ada alasan yang jelas
5.2.3
Merasa terancam
5.2.4
Ketakutan akan ketidakmampuan menghadapi masalah
5.2.5
Sulit berkonsentrasi
5.2.6
Merasa kebingungan
37
5.3 Gejala emosional 5.3.1
Kurang percaya diri
5.3.2
Marah yang berlebihan
5.3.3
Menangis
5.3.4
Mencela diri sendiri
6. Kecemasan Perpisahan 6.1 Pengertian kecemasan perpisahan Kecemasan perpisahan adalah kecemasan dan kekhawatiran yang tidak realistik pada anak tentang apa yang akan terjadi bila berpisah dengan orang-orang yang berperan penting dalam hidupnya, misalnya orang tua. Ketakutan itu mungkin berpusat pada apa yang mungkin terjadi dengan individu yang berpisah dengan anak itu (misalnya orang tua akan meninggal atau tidak kembali karena suatu alasan lain) atau apa yang terjadi dengan anak itu bila terjadi perpisahan (ia akan hilang, diculik, disakiti atau dibunuh) (Semiun, 2006). Sedangkan menurut Joseph (2012), gangguan kecemasan berpisah adalah suatu keadaan dimana individu menjadi takut dan cemas saat berada jauh dari orang yang disayang. Karena alasan tersebut, anak itu enggan untuk dipisahkan dari orang lain, dan mungkin karena itulah anak tidak mau tidur sendirian tanpa ditemani atau didampingi oleh orang kesayangannya atau tidak mampu meninggalkan rumah tanpa disertai oleh orang lain (Semiun, 2006).
38
6.2 Penyebab kecemasan perpisahan Gangguan kecemasan perpisahan seringkali terjadi setelah adanya suatu kejadian traumatik atau yang sangat menekan kehidupan individu, misalnya dirawat di rumah sakit, kematian orang yang disayangi, atau pindah ke lingkungan yang lain seperti pindah rumah atau pindah sekolah (Joseph, 2012). 6.3 Tanda dan gejala kecemasan perpisahan Gejala spesifik kecemasan perpisahan yaitu : 6.3.1
Distress berlebihan berulang – ulang saat berpisah dari orang tua
6.3.2
Khawatir yang berlebihan bahwa suatu peristiwa yang tidak diinginkan akan terjadi
6.3.3
Penolakan untuk pergi ke sekolah atau tempat lain karena perpisahan dengan orang – orang penting
6.3.4
Takut yang berlebihan dan enggan untuk sendiri
6.3.5
Penolakan untuk tidur sendirian
6.3.6
Mimpi buruk berulang
6.3.7
Keluhan fisik yang berulang, seperti sakit kepala, sakit perut, mual dan muntah (Grohol, 2014)
Sedangkan menurut Kaneshiro & Zieve (2013), gejala kecemasan perpisahan yaitu : 6.3.1 Distress berlebihan ketika dipisahkan dengan orang tua
39
6.3.2 Mimpi buruk 6.3.3 Keluhan fisik yang berulang – ulang 6.3.4 Khawatir kehilangan orang tua 6.3.5 Keengganan untuk tidur sendirian 6.4 Dampak kecemasan perpisahan Semiun (2006), membagi beberapa dampak dari kecemasan kedalam beberapa simtom, yaitu : 6.4.1
Simtom suasana hati Individu yang mengalami kecemasan memiliki perasaan akan adanya hukuman dan bencana yang mengancam dari suatu sumber tertentu yang tidak diketahui. Individu yang mengalami kecemasan tidak bisa tidur, dan dengan demikian dapat menyebabkan sifat mudah marah.
6.4.2
Simtom kognitif Kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan pada individu mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan yang mungkin terjadi. Individu tersebut tidak memperhatikan masalahmasalah yang ada, sehingga individu sering tidak bekerja atau belajar secara efektif, dan akhirnya dia akan menjadi lebih merasa cemas.
40
6.4.3
Simtom motorik Individu yang mengalami kecemasan sering merasa tidak tenang, gugup, kegiatan motorik menjadi tanpa arti dan tujuan, misalnya jari-jari tangan atau kaki mengetuk-ngetuk, dan sangat kaget terhadap suara yang terjadi secara tiba-tiba.
7. Kuesioner Kecemasan Perpisahan Beberapa kuesioner yang dapat digunakan untuk melihat kecemasan perpisahan yaitu Separation Anxiety Disorder Self Assessment Tool, kuesioner ini dikembangkan oleh Hartford Hospital, kuesioner ini terdiri dari 12 pernyataan dengan pilihan jawaban YA atau TIDAK. Kuesioner ini bertujuan untuk melihat apakah seorang anak atau seorang orang tua mengalami kecemasan ketika berpisah dengan orang tua. Jika 12 pernyataan dijawab “Ya” maka menunjukkan kecemasan perpisahan dengan orang tua dan harus dilakukan konseling. Adult Separation Anxiety Questionnaire yang dibuat oleh Manicavasagar V, Silove D, Wagner R, Drobny J pada tahun 2012. Kuesioner ini untuk mengukur tingkat kecemasan perpisahan untuk masa dewasa atau yang dialami diatas usia 18 tahun, kuesioner ini menggunakan pilihan dengan skala likert yaitu tidak pernah, kadang-kadang, jarang, dan sering. Kelemahan kuesioner ini tidak dapat digunakan pada usia remaja awal. Screen for Child Anxiety Related Disorder (SCARED), kuesioner ini dikembangkan oleh Boris Birmaher, Suneeta Khetarpal, Marlane Cully dkk. Kuesioner ini berjumlah 11 pernyataan dan dibuat dalam pernyataan favorable dan unfavorable. Masing-masing pernyataan diberi
41
penilaian 4 – 1. Kuesioner ini dibuat dengan tujuan untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan perpisahan dengan orang tua saat memasuki lingkungan atau tempat baru. Setiap pernyataan disediakan empat pilihan jawaban, yaitu SS (Sangat Sering), S (Sering), J (Jarang), dan TP (Tidak Pernah), dan penilaian menggunakan skala Likert. Untuk pertanyaan favorable skor yang diberikan adalah 4 = SS (Sangat Sering), 3 = S (Sering), 2 = J (Jarang), 1 = TP (Tidak Pernah). Sedangkan untuk pertanyaan unfavorable skor yang diberikan adalah 4 = TP (Tidak Pernah), 3 = J (Jarang), 2 = S (Sering), 1 = SS (Sangat Sering). Dari ketiga kuesioner diatas, peneliti memilih untuk menggunakan kuesioner Screen for Child Anxiety Related Disorder (SCARED), karena peneliti ingin mengetahui tingkat kecemasan perpisahan dengan orang tua saat remaja memasuki pesantren. Dengan hasil individu mengalami kecemasan rendah atau kecemasan tinggi. D. Teman Sebaya Teman sebaya adalah anak pada usia yang sama atau pada level kedewasaan yang sama (Santrock, 2007). Teman sebaya adalah sekelompok orang yang memiliki usia yang sama dan memiliki kelompok sosial yang sama pula, misalnya teman sekolah (Mu’tadin, 2002). Interaksi teman sebaya memainkan peran khusus dalam perkembangan sosioemosional anak-anak, salah satu fungsi yang paling penting dari kelompok teman sebaya adalah untuk memberika sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga (Santrock, 2007).
42
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa teman sebaya adalah sekelompok orang yang memiliki usia yang sama dan biasanya terjadi pertukaran informasi yang dapat mempengaruhi perilaku dari anggota lainnya. Relasi dengan teman sebaya dapat berdampak positif ataupun negatif. Sisi positifnya antara lain adalah anak-anak mengeksplorasi prinsip-prinsip kesehatan dan keadilan melalui pengalaman ketika mereka mgalami perbedaan pendapat dengan teman sebayanya (Piaget, 1932, Sullivan, 1953 dalam Santrock, 2007). Selain itu para ahli juga mengungkapkan dampak negatif teman sebaya bagi perilaku individu. Teman sebaya memiliki pengaruh besar dalam tingkah laku individu, remaja yang memiliki perilaku buruk akan memberikan pengaruh negatif kepada teman sebayanya. Salah satu pengaruh buruknya yaitu dapat menjadikan individu sebagai pelaku tindakan bullying, karena salah satu faktor penyebab terjadinya bullying adalah faktor teman sebaya. Tindakan bullying dilakukan oleh remaja karena adanya teman sebaya yang memberikan pengaruh negatif dengan cara menyebarkan ide (baik secara aktif maupun pasif), remaja menganggap bahwa perilaku bullying bukanlah suatu masalah besar dan merupakan suatu hal yang wajar untuk dilakukan. Remaja memiliki keinginan untuk tidak lagi bergantung pada keluarganya dan mulai mencari dukungan dan rasa aman dari kelompok sebayanya, untuk mendapatkan rasa aman tersebut, remaja mengikuti perilaku- perilaku yang teman sebayanya lakukan (Kupersmidt & Derosier, 2004 dalam Santrock, 2007).
43
E. Pesantren 1. Pengertian Pesantren Kata pesantren berasal dari kata santri dengan awalan “pe” dan akhiran “an”, yang artinya tempat tinggal santri. Pesantren adalah tempat para santri menimba ilmu agama dan ilmu-ilmu lainnya (Efendi & Makhfudli, 2009). Pesantren adalah institusi yang memfokuskan pengajaran agama dengan menggunakan metode pengajaran tradisional dan mempunyai aturanaturan (Khuluq, 2008). Sedangkan menurut Wahid (2001) dalam Indonesian institute for society empowerment / INSEP (2011), pesantren merupakan kehidupan yang unik yang menunjukkan ciri-ciri subkultur. Pondok pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan agama islam berupa asrama yang terpisah antara santri putra dan santri putri (Siregar, 2013). 2. Jenis Pesantren Seiring dengan perkembangan zaman, pesantren-pesantren berusaha mengembangkan diri sesuai dengan tuntutan zaman. Berdasarkan kegiatan yang berlangsung di dalam pesantren, pesantren dapat di klasifikasikan menjadi 2 macam, yaitu : 2.1 Pesantren salafi atau salafiah (tradisional) Pesantren mengajarkan
salafi kitab
merupakan klasik
dan
pondok agama
pesantren islam.
yang
Umumnya,
hanya lebih
mendahulukan dan mempertahankan hal-hal yang bersifat tradisional dalam sistem pendidikan maupun perilaku kehidupannya, serta sangat
44
selektif
terhadap
segala
bentuk
pembaruan,
termasuk
kurikulum
pengajarannya. 2.2 Pesantren khalafi atau khalafiah (modern) Pesantren
khalafi
merupakan
pondok
pesantren
yang
selain
menyelenggarakan kegiatan pendidikan agama juga menyelenggarakan pendidikan jalur sekolah atau formal, baik sekolah umum (SD, SMP, dan SMA) maupun sekolah berciri khas agama. (Efendi & Makhfudli, 2009). 3. Tujuan Pesantren Pesantren berfungsi untuk membentuk manusia-manusia yang mampu membangun hubungan dengan Allah, manusia lain, dan lingkungan. Pesantren mempunyai fungsi sebagai berikut : 3.1 Tempat belajar ilmu – ilmu agama (keislaman) 3.2 Meningkatkan fungsi syiar dan pelayanan 3.3 Berperan aktif dalam peningkatan kualitas umat melalui dakwah 3.4 Mengembangkan dakwah dengan cara yang kreatif dan inovatif 3.5 Membangun struktur lembaga yang kokoh dan berwibawa 3.6 Membentuk kader – kader dakwah islam 3.7 Sebagai garuda depan dalam mencetak para mujahid dakwah, termasuk para penghafal Al-Quran (hafiz dan hafizah) 3.8 Menjadikan pesantren sebagai media pemberdayaan untuk perempuan korban kekerasan
45
3.9 Merespon persoalan – persoalan kemasyarakatan seperti masalah kemiskinan, memelihara tali persaudaraan, mengurangi pengangguran, memberantas kebodohan, menciptakan kehidupan yang sehat 3.10
Sebagai aktor pengelola perdamaian (Efendi & Makhfudli, 2009)
F. Kerangka Teori Kerangka teori penelitian ini berdasarkan modifikasi teori Lawrence Green (1080). Kerangka konsep ini dibagi ke dalam tiga faktor yaitu faktor predisposisi (predisposing), faktor pemungkin (enabling), dan faktor penguat (reinforcing).
46
Faktor Pemungkin
Remaja
Faktor Penguat Keluarga yang tidak harmonis Pengaruh media Budaya Kekerasan yang dialami di masa lalu Persepsi yang salah tentang perilaku korban Perbedaan kelas Senioritas Karakter individu atau kelompok (Astuti, 2008)
Batasan usia 13 – 21 tahun Perubahan yang terjadi pada masa remaja : perubahan fisik, psikologis, dan sosial (Dariyo, 2011)
Remaja masuk pesantren
Terjadi perubahan & mendapat peran-peran baru (Agustiani, 2009)
Faktor Predisposisi Kecemasan Perpisahan
Dampak negatif : persepsi menyempit, mudah tersinggung, mengalihkan perhatian, mudah marah
(Astuti & Resminingsih, 2010)
(Astuti & Resminingsih, 2010)
Risiko perilaku bullying Fisik
(Yayasan SEJIWA, 2008)
(Yayasan SEJIWA, 2008)
Lingkungan
Teman sebaya (Simbolon, 2012)
Dampak positif : kewaspadaan meningkat, motivasi belajar meningkat, kesadaran tinggi
Verbal
Remaja yang mengalami kecemasan mudah dipengaruhi oleh:
Mental atau psikologis (Yayasan SEJIWA, 2008)
47
Keterangan : Faktor – faktor yang dapat menyebabkan individu melakukan tindakan bullying yaitu kecemasan perpisahan, keluarga yang tidak harmonis, pengaruh media, teman sebaya, persepsi yang salah tentang perilaku korban, perbedaan kelas, senioritas, karakter individu atau kelompok, lingkungan, budaya, dan kekerasan yang dialami di masa lalu. Namun dalam penelitian ini hanya faktor kecemasan perpisahan yang dikendalikan, sedangkan faktor – faktor lainnya tidak di kendalikan. Maka dari itu peneliti tidak mengetahui apakah risiko perilaku bullying pada santri hanya disebabkan oleh kecemasan perpisahan atau disebabkan juga oleh faktor lain.
Sumber : modifikasi kerangka teori perilaku Lawrence Green (1989), Astuti (2008), Astuti & Resminingsih (2010), Myers (dalam Levianti, 2008), Santrock (2007), Yayasan SEJIWA (2008).
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu satu variabel independen dan satu variabel dependen. Kecemasan perpisahan dengan orang tua sebagai variabel independen dan risiko perilaku bullying santri sebagai variabel dependen. Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat di gambarkan sebagai berikut :
Variabel Independen
Variabel Dependen
Kecemasan perpisahan dengan orang tua
Risiko perilaku bullying santri di Pesantren Assanusi
48
49
B. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ha = Ada hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying santri di pesantren Assanusi Cirebon. H0 = Tidak ada hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying santri di pesantren Assanusi Cirebon.
50
C. Definis Operasional
No
Variabel
Definisi Operasional
Cara ukur
Alat ukur
1
Independen
Kekhawatiran yang
Menghitung skor dari
Peneliti menggunakan
Kecemasan
tidak jelas pada
pertanyaan
kuesioner kecemasan
perpisahan
individu tentang apa
kecemasan
perpisahan yang berisi 11
yang akan terjadi bila
perpisahan.
pertanyaan.
Hasil
Skala
1. Kecemasan berpisah
Ordinal
tinggi jika nilai rata-rata 24 2. Kecemasan berpisah
berpisah dengan
Setiap pernyataan diberi
rendah jika nilai rata-rata
orang tuanya
penilaian antara :
< 24
(Semiun, 2006).
SS : 4
(Azwar, 2012)
S:3 J:2 TP : 1 2
Dependen
Risiko untuk
Menghitung skor dari
Kuesioner yang
Risiko
melakukan suatu
pertanyaan risiko
digunakan adalah
1. Risiko Bullying tinggi jika nilai
Ordinal
51
perilaku
tindakan untuk
bullying
menyakiti seseorang
bullying yang berisi 28
dan menyebabkan
pertanyaan.
rendah jika nilai
seseorang menderita,
Untuk pertanyaan positif
rata-rata < 88
tindakan ini dilakukan
SS : 4
secara langsung oleh
S:3
seseorang atau
TS : 2
kelompok yang lebih
STS : 1
kuat, biasanya
Untuk pertanyaan negatif
dilakuka dengan
SS : 1
perasaan senang
S:2
(Astuti, 2008).
TS : 3
Bullying ada tiga
STS : 4
bentuk, yaitu: fisik, verbal, dan non verbal
perilaku bullying.
kuesioner risiko perilaku
rata-rata
88
2. Risiko Bullying
(Azwar, 2012)
52
atau psikologis (Yayasan Semai Jiwa Amini, 2008).
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying santri di Pesantren Assanusi Cirebon. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain Cross-sectional (potong lintang). Penelitian cross-sectional adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antar variabel dimana variabel independen dan variabel dependen diidentifikasi hanya satu kali dan pada waktu yang sama (Dharma, 2011). B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang akan diteliti (Sugiyono, 2012). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh santri yang duduk di bangku SMP pesantren assanusi cirebon yang berjumlah 187 santri. 2. Sampel Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2012). Untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik random sampling yaitu stratified random sampling (pengambil sampel secara acak stratifikasi). Jika suatu populasi mempunyai unit yang mempunyai
53
54
karakteristik yang berbeda-beda, maka teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah stratified random sampling (Notoatmodjo, 2010). Pengambilan jumlah sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus yang telah dikembangkan oleh Isaac dan Michael (Sugiyono, 2012) :
Λ2.N.P.Q s= d2 (N-1) + Λ2.P.Q Λ2 dengan dk = 1, taraf kesalahan yang diinginkan 10% -> 2,706 P = Q = 0,5 d = 0,05 s = jumlah sampel s=
2,706 x 187 x 0,5 x 0,5 0,052 (187-1) + 2,706 x 0,5 x 0,5
=
126,5055 0,0025 (186) + 0,67
=
126,5055 0,465 + 0,67
=
126,5055 1,135
= 111,45 dibulatkan menjadi 112 Dengan tingkat kepercayaan yang dikehendaki 90 %, maka besar sampel yang diperoleh dengan menggunakan rumus tersebut adalah 112 santri.
55
Peneliti mengantisipasi apabila terdapat responden yang drop out atau berhenti di tengah jalan, maka jumlah sampel ditambah 10 %. Besar sampel setelah ditambah 10 % menjadi 112 + (10 % x 112) = 123 responden. Jumlah sampel pada penelitian ini yaitu 123 santri. Jumlah populasi 187, santri kelas VII berjumlah 68 santri, kelas VIII berjumlah 53 santri, dan kelas IX 66 santri. Maka besar sampel untuk setiap kelas adalah :
Dalam penelitian keperawatan sampel yang diambil harus memiliki kriteria sampel sebagai berikut : a. Kriteria inklusi Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukkan atau layak untuk diteliti. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah : 1. Santri yang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) 2. Terdaftar sebagai santri pondok pesantren assanusi Cirebon 3. Bersedia menjadi responden
56
C. Waktu dan Tempat 1. Waktu Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2015. Mulai dari pengambilan data sampai penyusunan hasil. 2. Tempat Penelitian dilakukan di pondok pesantren assanusi cirebon Jl. Kebon Melati No. 02 Desa Babakan Kecamatan Ciwaringin Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. D. Instrumen Penelitian Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang dikembangkan oleh Boris Birmaher, Suneeta Khetarpal, Marlane Cully dkk, kuesioner ini dalam bentuk skala likert, dimana responden harus menjawab pertanyaan yang sesuai dengan dirinya. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner kecemasan perpisahan dan kuesioner risiko perilaku bullying. Responden memilih jawaban untuk setiap pernyataan yang menunjukkan kesetujuan (favourable) atau yang ketidaksetujuan (unfavourable), dengan empat kategori jawaban yaitu SS (Sangat Sering), S (Sering), J (Jarang), TP (Tidak Pernah). Untuk pengumpulan datanya, peneliti akan menggunakan satu data demografi dan tiga kuesioner, yaitu : 1. Data demografi, yaitu : a. Jenis kelamin b. Kelas
57
2. Kuesioner kecemasan perpisahan Kuesioner ini dikembangkan oleh Boris Birmaher, Suneeta Khetarpal, Marlane Cully dkk. Kuesioner berisi tentang kecemasan perpisahan dengan orang tua, dengan tujuan untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan perpisahan dengan orang tua saat memasuki pesantren. Kuesioner ini berisi 11 pertanyaan, masing-masing pertanyaan diberi nilai 4-1. Pertanyaan dengan jawaban sangat sering (SS) : 4, sering (S) : 3, jarang (J) : 2, tidak pernah (TP) : 1. 3. Kuesioner risiko perilaku bullying Kuesioner
ini
dibuat
oleh
Atfiyanah
(2013),
kuesioner
ini
menggunakan skala likert yang memiliki empat jawaban, yaitu : SS (sangat sesuai), S (sesuai), TS (tidak sesuai), STS (sangat tidak sesuai). Kuesioner ini terdiri dari 28 pernyataan dengan arah favorable dan unfavorable. E. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen 1. Uji Validitas Validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen yang bersangkutan mampu mengukur apa yang akan diukur (Arikunto, 2010). Untuk melakukan uji coba instrumen yang akan digunakan, responden diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada. Jumlah responden untuk uji coba instrumen yaitu sebanyak 30 orang (Siswanto dkk, 2013).
58
Uji validitas dapat menggunakan rumus Pearson Product Moment sebagai berikut :
( √* (
)
) (
(
)(
)(
) (
)+
Keterangan : = koefisien korelasi N
= jumlah responden = skor tiap item pertanyaan = skor total
Metode pengujian validitas instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan korelasi pearson product moment, yaitu distribusi (t tabel) untuk
= 0,05 dan derajat kebebasan (dk = n-2) dengan
ketentuan instrumen valid apabila nila r hitung > r tabel pada
= 0,05
dengan N + 30 artinya instrumen tersebut valid karena menyatakan adanya korelasi antara skor item dengan jumlah skor total (Riwidikdo, 2013). Tempat uji validitas di Pesantren Kebon Jambu. Pesantren ini dipilih karena karakteristik nya sesuai dengan Pesantren Assanusi. Peneliti telah melakukan uji validitas pada 30 santri di pesantren kebon jambu cirebon. Hasil uji validitas dianalisa menggunakan rumus Pearson Product Moment dengan bantuan perangkat lunak komputer. Dari
59
hasil analisis didapatkan bahwa r tabel (n-2) < r hitung atau 0,374 < r hitung. Untuk pernyataan kecemasan berpisah sebanyak 11 item di dapatkan hasil yang menunjukkan 100 % valid, dan untuk pernyataan risiko perilaku bullying terdapat 28 item menunjukkan hasil 100 % valid. Sehingga kedua kuesioner tersebut dapat digunakan. 2. Uji Reabilitas Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan suatu alat pengukur dalam mengukur gejala yang sama, dan setiap alat pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang konsisten (Arikunto, 2010). Rumus :
R11 = 2(rxy) (1+rxy)
Keterangan : = Koefisien reliabilitas internal seluruh item Apabila
> r tabel berarti reliabel dan apabila
< r tabel maka tidak
reliabel. Hasil uji reabilitas didapatkan nilai Alpha Cronbach ( ) untuk kuesioner kecemasan berpisah sebesar 0,844. Sedangkan untuk kuesioner risiko perilaku
60
bullying sebesar 0,940. Dari kedua hasil uji reabilitas tersebut dapat dinyatakan bahwa kedua kuesioner tersebut reliabel dan dapat digunakan. F. Tahapan Penelitian a. Dimulai dengan perumusan masalah, menentukan variabel penelitian, dan menentukan lokasi penelitian. b. Melakukan studi kepustakaan untuk mendapat gambaran dan landasan teoritis yang tepat. c. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan setelah proposal penelitian mendapatkan persetujuan dari pembimbing dilanjutkan dengan mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada institusi pendidikan sebagai landasan permohonan mengadakan penelitian di pesantren Assanusi Cirebon. d. Peneliti melakukan uji validitas dan reabilitas kuesioner di pondok pesantren yang berbeda yaitu pesantren kebon jambu cirebon. e. Setelah mendapatkan surat izin dari institusi pendidikan peneliti mengajukan izin terlebih dahulu kepada pengasuh dan pengurus pesantren assanusi cirebon. f. Setelah mendapatkan izin dari pihak pesantren, peneliti dibantu pengurus pesantren untuk menjelaskan tujuan penelitian dan melakukan informed consent kepada responden. g. Setelah itu peneliti memilih responden yang memenuhi kriteria inklusi untuk dijadikan sampel penelitian.
61
h. Peneliti memeriksa kembali apakah lembar kuesioner yang sudah di isi sesuai dengan petunjuk dan mengeliminasi kuesioner yang tidak terisi lengkap. i. Menghitung dan mencatat tabulasi data yang diperoleh, kemudian membuat tabel data. j. Setelah lembar kuesioner tersebut terisi, dilakukan pengolahan data menggunakan program komputer. G. Pengolahan Data Proses pengolahan data penelitian menggunakan langkah – langkah sebagai berikut : 1. Editing Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan, meliputi kelengkapan jawaban, kejelasan jawaban dan konsistensi antara jawaban pada isian kuesioner. 2. Coding Coding merupakan pemberian kode numerik terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Kegiatan ini bertujuan untuk merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka. 3. Entri data Entri data merupakan proses pemasukan data kedalam program atau fasilitas analisis data.
62
4. Cleaning data Cleaning data merupakan proses pembersihan data setelah data sudah dimasukkan kedalam komputer untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode. (Notoatmodjo, 2010). H. Analisa Data Analisa data yang akan digunakan adalah menggunakan program komputer, yang terdiri dari dua macam analisa data, yaitu univariat dan bivariat. 1. Analisis univariat Analisa Univariat digunakan untuk menjelaskan karakteristik masing – masing variabel yang dimiliki. Variabel independen kecemasan perpisahan dengan orang tua dan variabel dependen risiko perilaku bullying. 2. Analisi bivariat Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Yaitu untuk mengetahui hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying. Analisa data yang digunakan adalah uji Korelasi Spearman Rank. Uji Spearman Rank digunakan untuk menguji korelasi dua variabel dimana kedua variabelnya adalah ordinal. Hasil penelitian dibandingkan p-value dengan signifikan alpha 0,05. Apabila p-value lebih kecil dari alpha (0,05) maka ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen, dan apabila p-value lebih besar dari alpha (0,05) maka tidak ada hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.
63
I. Etika Penelitian Dalam melakukan penelitian, ada tiga masalah etika penelitian keperawatan (Hidayat, 2008) 1. Informed consent (lembar persetujuan) Informed consent adalah bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Peneliti memberikan lembar informen consent kepada santri sebelum mengisi kuesioner. Tujuan dari informed concent adalah agar santri mengerti maksud dan tujuan penelitian. Jika santri bersedia, maka santri harus menandatangani lembar persetujuan. Akan tetapi jika santri tidak bersedia, maka peneliti harus menghormatinya dan tidak ada paksaan. 2. Confidentially (kerahasiaan) Etika penulisan bertujuan untuk menjamin kerahasiaan identitas responden, melindung dan menghormati hak responden. Peneliti menjelaskan kepada santri bahwa peneliti akan menjamin kerahasiaan identitas santri, dimana data-data yang diperoleh hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian. 3. Anonimity (tanpa nama) Peneliti tidak meminta santri untuk menuliskan nama mereka. Karena masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan
64
kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Tempat Penelitian Pondok Pesantren Assanusi merupakan pondok pesantren yang sejarahnya di mulai dari perjuangan Al-maghfirullah K.H. Muhammad Sanusi. Pesantren ini berada di Jl. Kebon Melati No.02 Babakan Ciwaringin Cirebon 45167.pesantren Assanusi di resmikan pada tahun 1994. Pada saat ini Pesantren Assanusi di pimpin oleh K.H Ali Munir. Jumlah santri Assanusi berjumlah 304 santri, 187 santri duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), 109 santri duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), dan 8 santri mengabdi di pesantren. Untuk mengawasi seluruh santri di pesantren Assanusi maka pengasuh membentuk kepengurusun, mulai dari kepengurusan pusat sampai kepengurusan kamar yang bertujuan untuk mengontrol kegiatan maupun tingkah laku santri. Kepengurusan pesantren dipegang oleh santri senior, kepengurusan ini terdiri dari kepala pondok, wakil kepala pondok, bendahara, seksi keamanan, seksi ibadah, seksi kebersihan, seksi kesehatan, dan kepala kamar di setiap kamar. Peraturan – peraturan yang dibuat oleh pengurus wajib dipatuhi oleh seluruh santri. Namun pengurus memberikan keringanan bagi santri baru, mereka selama sebulan tidak dituntut untuk mengikuti semua pengajian atau peraturan pesantren, santri baru tersebut diberikan keringanan dengan tujuan mereka akan merasa kerasan di pesantren. Di tahun ajaran pertama selama dua semester, santri baru mulai dimasukan tentang materi pembinaan akhlakul karimah dengan tujuan santri mengerti tentang perilaku yang baik. 65
66
Apabila ada santri yang melanggar peraturan atau melakukan perbuatan merugikan kepada santri lain akan mendapatkan sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukanya. Pengurus juga memberikan kesempatan kepada santri untuk konseling dengan ustadz atau seniornya di pondok pesantren jika memiliki masalah. Selain itu, pihak pesantren juga bekerjasama dengan pihak sekolah formal baik itu SMA atau SMP terutama guru BP dan wali kelas apabila ada santri yang berkelakuan tidak baik. Sehingga jika ada santri yang berkelakuan tidak baik maka akan ditegur oleh pihak pengurus. B. Karakteristik Responden Karakteristik responden dibawah ini merupakan karakteristik sampel penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, dan kelas. Dibawah ini merupakan kategori responden penelitian, antara lain : a) Jenis Kelamin Responden Tabel 5.1 Distribusi Jenis Kelamin Responden Jenis Kelamin
Frekuensi
Laki - laki
59
Presentase (%) 48,0 %
Perempuan
64
52,0 %
Total
123
100,0
Tabel 5.1 menunjukkan distribusi jenis kelamin responden. Jenis kelamin perempuan memperoleh jumlah tertinggi sebesar 64 responden (52,0 %).
67
b) Kelas Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelas Kelas VII
Frekuensi 45
Presentase (%) 36,6 %
VIII
35
28,5 %
IX Total
43 73
35,0 % 100,0
Tabel 5.2 menunjukkan distribusi kelas responden. Kelas VII memperoleh jumlah tertinggi sebesar 45 responden (36,6 %), dan kelas VIII memperoleh jumlah terendah yaitu 35 responden (28,5 %). Kelas responden dimasukkan dalam data demografi untuk melihat presentase tiap kelas, sehingga peneliti bisa mengetahui kelas mana yang paling banyak mengalami kecemasan berpisah dan mana yang memiliki risiko perilaku bullying tinggi. C. Analisa Univariat a. Gambaran Kecemasan Perpisahan Dengan Orang Tua pada Santri Assanusi Cirebon Nilai kecemasan perpisahan dengan orang tua pada santri diukur dengan kuesioner yang dijawab langsung oleh responden. Untuk tingkat kecemasan perpisahan dengan orang tua pada santri Pondok Pesantren Assanusi Cirebon yaitu :
68
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Kecemasan Perpisahan Dengan Orang Tua pada Santri Assanusi Cirebon Kecemasan Perpisahan Rendah
Frekuensi
Presentase (%)
45
36,6 %
Tinggi
78
63,4 %
Total
123
100,0
Frekuensi kecemasan perpisahan dengan orang tua pada santri Pondok Pesantren Assanusi Cirebon didapatkan hasil bahwa kebanyakan santri mengalami kecemasan tinggi sebanyak 78 responden (63,4 %).
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Kecemasan Perpisahan Dengan Orang Tua Setiap Kelas Kecemasan Perpisahan
Kelas VII N
%
Kelas VIII N
%
Kelas IX N
%
Rendah
13
28,9
10
28,6
22
51,2
Tinggi
32
71,1
25
71,4
21
48,8
Total
45
100
35
100
43
100
Tabel 5.4 menunjukkan distribusi kecemasan perpisahan setiap kelas. Kecemasan tertinggi dialami oleh santri kelas VII sebanyak 32 responden (71,1 %).
69
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Kecemasan Perpisahan Antar Jenis Kelamin Kecemasan
Perempuan
Presentase
Laki - laki
(%)
Perpisahan
Presentase (%)
Rendah
20
31.3
25
42.4
Tinggi
44
68.8
34
57.6
Total
64
100
59
100
Tabel 5.5 menunjukkan distribusi kecemasan perpisahan antar jenis kelamin. Kecemasan perpisahan tertinggi terjadi pada santri perempuan sebanyak 44 responden (68,8 %). b. Gambaran Risiko Perilaku Bullying Santri Pesantren Assanusi Cirebon Gambaran risiko perilaku bullying pada santri Pesantren Assanusi didapatkan hasil berdasarkan jawaban responden pada kuesioner. Untuk frekuensi risiko perilaku bullying santri Pesantren Assanusi didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Risiko Perilaku Bullying Santri Assanusi Cirebon Risiko Perilaku Bullying Rendah
Frekuensi 59
Presentase (%) 48,0 %
Tinggi
64
52, 0 %
Total
123
100,0
70
Distribusi frekuensi risiko perilaku bullying santri Pondok Pesantren Assanusi Cirebon didapatkan hasil bahwa mayoritas santri memiliki risiko perilaku bullying tinggi sebanyak 64 responden (52,0 %).
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Risiko Perilaku Bullying Antar Jenis Kelamin Risiko Perilaku Bullying Rendah Tinggi Total
Perempuan 38 26 64
Presentase (%) 59.4 40.6 100
Laki - laki
Presentase (%) 39.0 61.0 10 0
23 36 59
Tabel 5.7 menunjukkan distribusi risiko perilaku bullying antar jenis kelamin. Risiko perilaku bullying tertinggi dialami oleh santri laki – laki sebanyak 36 responden (61,0 %).
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Risiko Perilaku Bullying Setiap Kelas Risiko Perilaku Kelas VII Bullying N % N
Rendah Tinggi Total
25 20 45
55,6 44,4 100
Kelas VIII %
18 17 35
51,4 48,6 100
N
18 25 43
Kelas IX %
41,9 58,1 100
Tabel 5.8 menunjukkan distribusi risiko perilaku bullying setiap kelas. Risiko perilaku bullying tertinggi dialami oleh santri kelas IX sebanyak 25 responden (58,1 %).
71
D. Analisa Bivariat Berdasarkan kerangka konsep, analisis bivariat akan menguji hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah kecemasan perpisahan dengan orang tua, sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah risiko perilaku bullying. Tabel 5.9 Hubungan Antara Kecemasan Perpisahan dengan Orang Tua Terhadap Risiko Perilaku Bullying Santri Pesantren Assanusi Cirebon Resiko Perilaku Bullying Kecemasan Rendah Tinggi Total Nilai r P PerpisahanN % N % N % Rendah 32 71,1 13 28,9 45 100 0,352 < 0,001 Tinggi 27 34,6 51 65,4 78 100 Total 59 48,0 64 52,0 123 100 Analisis hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying santri Assanusi Cirebon ini menggunakan uji Spearman Rank. Hasil penelitian di dapatkan koefisien korelasi ( r ) antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying santri Pesantren Assanusi Cirebon ( r ) 0,352 dengan tingkat signifikan < 0,001. Hal ini menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang lemah antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying santri pesantren Assanusi Cirebon.
72
Tabel 5.10 Persentase Antara Kecemasan Perpisahan dengan Orang Tua Terhadap Risiko Perilaku Bullying Antar Kelas 1. Kelas VII
Kecemasan Perpisahan
Risiko Perilaku Bullying Rendah Tinggi
N
% 13 12 25
Rendah Tinggi Total
N 100 37.5 55.6
% 0 20 20
Total
N 0 62.5 44.4
% 13 32 45
100 100 100
Jumlah santri kelas VII berjumlah 45 responden, yang mengalami kecemasan perpisahan tinggi sebanyak 32 santri, dan yang memiliki risiko perilaku bullying tinggi sebanyak 20 santri. 2. Kelas VIII
Kecemasan Perpisahan
Risiko Perilaku Bullying Rendah Tinggi
N Rendah Tinggi Total
% 10 8 18
N 100 32.0 51.4
% 0 17 17
Total
N 0 68.0 48.6
% 10 25 35
100 100 100
Santri kelas VIII berjumlah 35 santri, yang mengalami kecemasan kecemasan perpisahan tinggi sebanya 25 santri, dan yang berisiko untuk melakukan tindakan bullying tinggi sebanyak 17 responden.
73
3. Kelas IX
Kecemasan Perpisahan
Rendah Tinggi Total
Risiko Perilaku Bullying Rendah Tinggi
N 0 18 18
% 0 85.7 41.9
N 22 3 25
Total
% 10 0 14.3 58.1
N 22 21 43
% 100 100 100
Santri kelas IX berjumlah 43 santri. Dari ke 43 santri tersebut, yang mengalami kecemasan tinggi sebanyak 21 responden, dan yang memiliki risiko perilaku bullying tinggi sebanyak 25 responden.
BAB VI PEMBAHASAN Bab ini akan membahas hasil penelitian yang telah diperoleh, pembahasan merupakan rincian dari hasil penelitian yang dikaitkan dengan tujuan penelitian. Hasil dari penelitian akan dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya maupun teori yang ada. A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah santri putra & putri pesantren Assanusi Cirebon yang duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP), berusia 12 – 15 tahun. Mayoritas responden dalam penelitian ini berada di kelas VII. Responden dalam penelitian ini berjumlah 123 santri, dimana santri laki – laki berjumlah 59 (48,0 %) dan santri perempuan berjumlah 64 (52,0 %). B. Analisa Univariat a. Gambaran Kecemasan Perpisahan dengan Orang Tua pada Santri di Pesantren Assanusi Cirebon Kecemasan perpisahan adalah bentuk kecemasan dan ketakutan anakanak atau remaja untuk berpisah dengan orang tuanya, kecemasan perpisahan biasanya terjadi akibat adanya kejadian traumatik atau yang sangat menekan kehidupan individu misalnya pindah ke lingkungan yang lain seperti pindah rumah atau pindah sekolah (Joseph, 2012). Kecemasan pada remaja yang berada di pesantren biasanya terjadi pada santri yang
74
75
baru masuk di tahun pertama pendidikannya di pesantren karena lingkungan barunya tersebut. Pada masa ini, remaja banyak mengalami perubahan. Perubahan – perubahan yang dialami oleh remaja akan membuat remaja mendapatkan peran – peran baru dan terikat pada kegiatan – kegiatan baru, dan hal ini menyebabkan kecemasan (Agustiani, 2009). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa sebagian besar santri mengalami kecemasan tinggi sebanyak 78 responden (63,4%), dan sebagian santri mengalami kecemasan rendah sebanyak 45 responden (36,6%). Kecemasan berpisah paling banyak terjadi pada santri kelas VII yaitu 32 responden (71,1 %), diikuti santri yang duduk di kelas VIII sebanyak 25 responden (71,4 %) dan kelas IX sebanyak 21 responden (48,8 %). Jika dilihat dari jumlah presentasenya, kecemasan tertinggi dialami oleh santri kelas VIII, namun jika dilihat dari jumlah responden kelas VII yang banyak mengalami kecemasan berpisah tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kecemasan perpisahan tidak hanya terjadi pada santri yang baru masuk pesantren, namun bisa terjadi pada santri yang duduk di kelas VIII dan IX. Kecemasan perpisahan dialami oleh santri putri lebih banyak, yaitu 44 responden (68,8 %). Salah satu peraturan pesantren yaitu santri dilarang sering pulang ke rumah, karena dikhawatirkan santri tersebut tidak betah tinggal dipesantren. Peraturan tersebut dapat menimbulkan kecemasan pada santri, terlebih kunjungan orang tua pun sangat jarang. Biasanya orang tua hanya
76
berkunjung ke pesantren satu bulan sekali, dan tidak semua santri dikunjungi oleh orang tuanya dan santri hanya bisa pulang ketika liburan pesantren atau liburan sekolah tiba. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmatika (2014), menunjukkan bahwa santri tingkat SMP Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Kebun Jeruk Jakarta mengalami kecemasan perpisahan tinggi sebanyak 32 responden (43,8 %), dan santri yang mengalami kecemasan rendah sebanyak 41 responden (56,2 %). Pada penelitian ini remaja mampu beradaptasi dengan lingkungannya dan mulai bergaul dengan teman sebayanya. Penelitian yang dilakukan oleh Amirullah (2014), menunjukkan bahwa gangguan kecemasan terjadi sekitar 4% pada anak-anak dan remaja awal. Hal ini terjadi disebabkan karena remaja yang awalnya selalu dekat dengan orang tua kini harus berpisah dengan orang tuanya dan hidup di lingkungan yang baru, hal tersebut dapat menyebabkan remaja mengalami kecemasan. Kondisi yang menyebabkan remaja mengalami kecemasan yaitu ketika remaja mulai memasuki sekolah yang baru, beban tugas sekolah yang padat, dan pindah ke lingkungan yang lain seperti pindah rumah atau pindah sekolah (Dewi, 2008). Selain itu, remaja mengalami kecemasan akibat dari berpisah dengan orang tuanya. Hal ini diperkuat oleh jawaban responden terkait pernyataan “Akankah kamu merasa aman ketika pergi ke pesantren bersama dengan orang tua”, hasilnya 62 responden menjawab “Sangat Setuju” dan 33 responden
77
menjawab “Setuju”. Hasil tersebut menunjukkan bahwa remaja mengalami kecemasan ketika akan berpisah dengan orang tuanya. b. Gambaran Risiko Perilaku Bullying pada Santri di Pesantren Assanusi Cirebon Perilaku bullying adalah salah satu kenakalan remaja yang terjadi di berbagai lingkungan termasuk sekolah, perilaku bullying merupakan aktivitas sadar, disengaja, dan bertujuan untuk melukai, menanamkan ketakutan melalui ancaman agresi lebih lanjut, dan niat untuk mencederai (Coloroso, 2007 dalam Adilla, 2009). Sedangkan risiko perilaku bullying adalah risiko untuk melakukan suatu tindakan kekerasan yang dapat menyebabkan
seseorang
menderita.
Pada
penelitian
ini,
peneliti
menggunakan kuesioner untuk menilai tingkat risiko perilaku bullying pada santri di Pesantren Assanusi. Hasil penelitian yang dilakukan pada santri di pesantren Assanusi didapatkan hasil bahwa mayoritas santri memiliki risiko perilaku bullying rendah sebanyak 59 responden (48,0 %), dan 64 responden (52,0 %) mengalami risiko perilaku bullying tinggi. Risiko perilaku bullying tertinggi dialami oleh santri putra sebanyak 36 responden (61,0 %), sedangkan untuk santri putri yang memiliki risiko perilaku bullying tinggi sebanyak 26 responden (40,6 %). Penyebab lain terjadinya bullying di pesantren Assanusi disebabkan oleh faktor teman sebaya, karena santri yang tinggal di pesantren lebih dekat dengan teman sebayanya, santri yang berusia remaja ini sering
78
menyamakan dirinya dengan teman sebaya baik dalam perbuatan maupun perlakuan Pesantren Assanusi ini memilki komplek kamar, yang mana di dalam setiap komplek memiliki kepala komplek sebagai penanggung jawab para santri ketika di lingkungan komplek, sedangkan di kamar ditempatkan kepala kamar yang mana usia dan lama pesantrenya lebih lama dari santri seusianya di kamar tersebut. Hal ini diharapkan dapat meminimalisir tindakan bullying dan sejenisnya. Namun ternyata hal ini masih belum efektif karena masih terjadinya bullying. Terkait dengan penelitian pada santri ini adalah remaja awal yang mana berada dalam masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. Menurut Yuliani (2013), masa remaja adalah masa yang rentan dimana pada masa ini emosi remaja masih labil sehingga remaja mudah dipengaruhi oleh teman sebayanya bahkan remaja mudah terjerumus kedalam tindakan kekerasan (Yuliani, 2013). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Basyirudin (2010), hasil penelitian ini menunjukkan bahwa santri yang memiliki perilaku bullying tinggi hanya 15 responden (19 %), sedang 51 responden (63,3 %), dan rendah 14 responden (17,7 %). Risiko perilaku bullying sendiri dipengaruhi oleh lingkungan individu, dimana semakin baik lingkungan maka semakin rendah risiko perilaku bullying (Maghfiroh & Rachmawati, 2009). Dalam hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa risiko tindakan bullying dialami juga oleh remaja yang tinggal di pesantren.
79
C. Analisa Bivariat Analisa bivariat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji Spearman Rank, karena peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying santri di Pesantren Assanusi Cirebon. Hasil uji Spearman Rank pada penelitian ini didapatkan koefisien korelasi ( r ) antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying santri di Pesantren Assanusi Cirebon ( r ) 0,352 dengan tingkat signifikan 0,000. Hasil ini menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang lemah antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying santri di Pesantren Assanusi Cirebon. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa individu yang mengalami kecemasan perpisahan tinggi (63,4 %) memiliki tingkat risiko perilaku bullying tinggi. Hal ini menggambarkan bahwa semakin tinggi individu mengalami kecemasan perpisahan maka semakin tinggi individu mengalami risiko perilaku bullying. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Utami (2014), mengungkapkan bahwa individu yang mengalami kecemasan berat akibat berpisah dengan orang tuanya dapat menampilkan perilaku agresif dari mengucapkan kata – kata marah, bahkan sampai menendang – nendang. Berperilaku agresif pada remaja merupakan bagian dari pengendalian emosi yang masih rendah, terutama pada remaja yang tinggal di pesantren. Pada penelitin ini, santri yang mengalami kecemasan perpisahan tinggi yaitu santri kelas VII sebanayk 32 responden (71,1 %) dan mayoritas terjadi pada santri
80
putri. Namun untuk santri yang berisiko melakukan tindakan bullying yaitu santri kelas IX sebanyak 25 responden (58,1 %), mayoritas terjadi pada santri putra. Pada santri kelas VII yang mengalami kecemasan perpisahan rendah sebanyak 13 santri dan yang mengalami kecemasan berpisah tinggi sebanyak 32 santri, dari 45 santri tersebut yang memiliki risiko perilaku bullying rendah sebanyak 25 santri (55.6 %) dan yang memiliki risiko perilaku bullying tinggi sebanyak 20 santri (44.4 %). Untuk santri kelas VIII yang mengalami kecemasan berpisah tinggi sebanyak 25 santri dan kecemasan rendah sebanyak 10 santri, dari 35 santri tersebut yang memiliki risiko perilaku bullying rendah sebanyak 18 santri (51.4 %) dan yang berisiko tinggi sebanyak 17 responden (48.6). Sedangkan pada santri kelas IX yang mengalami kecemasan berpisah rendah sebanyak 22 santri dan yang mengalami kecemasan tinggi sebanyak 21 santri, dari 43 santri tersebut santri yang memiliki risiko perilaku bullying rendah sebanyak 18 santri (41.9) dan yang berisiko tinggi sebanyak 25 santri (58.1 %). Hasil ini menunjukkan bahwa kelas IX mengalami kecemasan berpisah rendah, namun memiliki risiko perilaku bullying paling tinggi. Pesantren Assanusi tidak memiliki tempat konseling khusus, namun di pesantren ini setiap kamarnya ada kepala kamar yang bertanggung jawab atas santri yang berada di kamar tersebut dan biasanya santri yang baru masuk ditititpkan kepada kepala kamar, sehingga jika santri mengalami kecemasan bisa konsultasi kepada kepala kamar. Untuk mengatasi kecemasan yang dialami oleh santri biasanya kepala kamar atau pihak pengurus pusat mengajak santri untuk
81
melakukan kegiatan – kegiatan yang mungkin bisa menghilangkan kecemasan seperti olah raga. Bagi santri baru tidak semua peraturan diberlakukan, ada beberapa peraturan yang belum diberlakukan agar santri bisa mengurangi kecemasannya. Penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Semai Jiwa Amini (2008), menunjukkan bahwa terjadi tingkat kekerasan pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 61,1 %. Sedangkat menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dari tahun 2011 hingga 2014 KPAI mencatat sebanyak 1.480 kasus bullying di bidang pendidikan (Setyawan, 2014). Hal ini jelas bahwa tindakan bullying pada remaja dari tahun ke tahun semakin meningkat. Tindakan kekerasan pada remaja tidak hanya terjadi pada institusi pendidikan formal saja, namun terjadi juga di dunia pesantren (Basyirudin, 2010). Terlebih remaja yang tinggal di Pesantren akan lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebayanya, sehingga teman sebaya memiliki pengaruh yang kuat pada perilaku remaja (Wong, 2008). Terlebih di Pesantren Assanusi kedekatan antara pengasuh dengan santri tidak begitu dekat karena terlalu banyak santri sehingga pengasuh sulit untuk mengawasi semua santri, namun antara pengurus dan santri dekat sehingga ketika ada santri yang mengalami cemas, pengurus dapat membantu santri tersebut untuk mengurangi kecemasannya dengan mengajak ngobrol ataupun melakukan kegiatan yang membuat santri bisa mengurangi kecemasannya. Namun mayoritas santri memilih untuk menceritakan kecemasannya kepada teman sebayanya daripada ke pengurus, namun beberapa teman sebayanya memiliki perilaku yang kurang baik
82
sehingga santri yang mengalami kecemasan mudah terpengaruh oleh teman sebayanya dan berisiko untuk melakukan tindakan bullying. Melihat definisi kecemasa menurut Asmadi (2008), bahwa kecemasan adalah gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi permasalahan. Hal ini terkait dengan dunia pesantren dimana santri menjadikan perpisahan dengan orang tua dan lingkungan serta peraturan pesantren sebagai suatu stresor yang dapat memicu suatu bentuk kecemasan. Ditambah lagi santri dipaksa harus hidup mandiri sehingga memiliki peran baru yang awal sebagai anak ynag tinggal di lingkunagn rumah, namun kini menjadi santri yang dituntut harus menyiapkan semua keperluanya sendiri. Menurut Agustiani (2009), Kecemasan dapat timbul jika sesorang mengalami perubahan & mendapat peran-peran baru dalam kehidupanya. Munculnya kecemasan ini dapat menimbulkan respon negatif dan positif, respon negatif ini dapat menyebabkan berbagai hal antara lain mudah marah dan persepsi menyempit. Sebagaimana menurut Astuti & Resminingsih (2010), dampak negatif dari kecemasan adalah persepsi menyempit, mudah tersinggung, mengalihkan perhatian, dan mudah marah. Dengan persepsi yang menyempit dapat menyebakan terjadinya bullying, karena santri tersebut mencoba mencari hal yang dapat mengalihkan perhatian dari kecemasan tersebut dengan melakukan tindakan bullying sebagai suatu yang awalnya di anggap lelucon namun dapat berdampak menjadi karakter individu atau kelompok, santri tersebut menjadikan teman sesama santrinya sebagai sasaran bullying untuk membuat dirinya dan
83
temannya tertawa, yang pada awalnya berupa bullying verbal berkembang lagi menjadi bullying psikologis dan fisik. D. Keterbatasan Penelitian Dalam penyusunan penelitian ini, terdapat keterbatasan dan menjadi kekurang penelitian ini, antara lain : 1. Pada penelitian ini, peneliti tidak mengendalikan faktor – faktor lain dari penyebab terjadinya tindakan bullying seperti faktor teman sebaya, lingkungan, budaya, kekerasan yang dialami di masa lalu, pengaruh media, persepsi yang salah tentang perilaku korban, perbedaan kelas, karakter individu atau kelompok, senioritas, dan faktor keluarga yang tidak harmonis. Hanya faktor kecemasan perpisahan dengan orang tua yang dikendalikan sehingga hasilnya tidak maksimal. 2. Populasi dalam penelitian ini masih terbatas, hanya santri yang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang menjadi responden penelitian, untuk santri yang duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) tidak dijadikan responden. 3. Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner yang berisi pernyataan untuk mengukur tingkat kecemasan perpisahan dan tingkat risiko perilaku bullying, dan menggunakan pernyataan tertutup sehingga responden tidak dapat mengungkapkan jawaban dengan bebas. 4. Kuesioner bullying yang digunakan tidak mencakup seluruh aspek dari bullying, sehingga hasilnya tidak maksimal.
84
5. Peneliti mengalami kesulitan dalam menyamakan jadwal meneliti dengan jadwal kegiatan pesantren yang padat.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut : a. Diperoleh hasil gambaran kecemasan perpisahan dengan orang tua pada santri di Pesantren Assanusi Cirebon dengan nilai kecemasan tinggi sebanyak 78 santri (63,4 %) dan nilai kecemasan rendah sebanyak 45 santri (36,6 %). Kecemasan perpisahan tinggi dialami oleh santri kelas VII sebanyak 32 responden (71,1 %), mayoritas terjadi pada santri perempuan sebanyak 44 responden (68,8 %). b. Diperoleh hasil gambaran risiko perilaku bullying santri di Pesantren Assanusi Cirebon dengan nilai risiko perilaku bullying rendah sebanyak 59 responden (48,0 %) dan risiko perilaku bullying tinggi sebanyak 64 responden (52,0 %). Santri yang berisiko memiliki perilaku bullying terjadi pada santri kelas IX sebanyak 25 responden (58,1 %), dan mayoritas dialami oleh santri laki-laki sebanyak 36 responden (61,0 %). c. Terdapat hubungan yang lemah antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying santri di Pesantren Assanusi Cirebon. Dimana semakin tinggi kecemasan perpisahan dengan orang tua maka semakin tinggi tingkat risiko perilaku bullying.
85
86
B. Saran a. Bagi Pesantren Assanusi Hasil dari penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pengasuh maupun pengurus pesantren agar lebih memperhatikan santri yang mengalami kecemasan berpisah dengan orang tuanya agar tidak terjadi tindakan bullying ataupun dampak negatif dari kecemasan. Pengasuh ataupun
pengurus
dapat
menjalin
kerjasama
dengan
pelayanan
keperawatan agar dapat melakukan penanggulangan kecemasan berpisah dan melakukan pencegahan tindakan bullying. b. Bagi Responden Responden harus mampu menangani kecemasannya saat berpisah dengan orang tua agar tidak terjadi dampak-dampak negatif dari kecemasannya tersebut. c. Bagi Pendidikan Keperawatan Penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas santri mengalami kecemasan berpisah tinggi. Hasil dari penelitian ini bisa dijadikan sebagai bahan tambahan bagi pelayanan keperawatan, khususnya dalam bidang keperawatan jiwa maupun keperawatan anak.. Perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan kepada remaja maupun orang tua terkait dampak kecemasan berpisah dan dampak risiko perilaku bullying.
87
d. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian selanjutnya bisa mengontrol faktor – faktor lain penyebab terjadinya bullying seperti faktor keluarga yang tidak harmonis, teman sebaya, perbedaan kelas, senioritas, lingkungan dan budaya sehingga penyebab terjadinya bullying pada remaja dapat diketahui. Untuk menentukan kuesioner yang akan digunakan, peneliti harus teliti apakah kuesioner nya dapat digunakan atau tidak dalam penelitian. Bisa juga dengan membandingkan antara remaja yang duduk di Sekolah Menengah Pertama(SMP) dengan remaja yang duduk di Sekolah Menengah Atas (SMA). Metode penelitian yang digunakan bisa dengan teknik wawancara, sehingga responden dapat menjelaskan jawabannya secara jelas dan terbuka.
Daftar pustaka Adilla. Nissa. Pengaruh Kontrol Sosial terhadap Perilaku Bullying Pelajar di Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Kriminologi Indonesia Vol.5 No.1, Februari 2009.
Agustiani. Dr. Hendriati. Psikologi Perkembangan : Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja. Bandung : Refika Aditama, 2009.
Ali, Zaidin. Pengantar keperawatan keluarga. Jakarta : EGC, 2010.
Aminullah. M Afif. Kecemasan antara siswa SMP dan santri pondok pesantren. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan. Vol.01, No.02, Agustus 2013.
Amirullah. Kurnia. Mengenal separation anxiety: kecemasan akan perpisahan, 2014. Diakses 17 November 2014 dari http://margina.net/mengenal-separation-anxietykecemasan-akan-perpisahan
Arikunto, S. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta : Rineka Cipta, 2010.
Asmadi. Teknik prosedural keperawatan: konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta: Salemba Medika, 2008.
Astuti, Poni Retno. Meredam Bullying : 3 Cara Efektif Menanggulangi Kekerasan pada Anak. Jakarta : Grasindo, 2008.
Astuti. Endang Sri & Resminingsih. Bahan Dasar untuk Pelayanan Konseling pada Satuan Pendidikan Menengah Jilid I. Jakarta :Grasindo, 2010.
Atfiyanah. Hubungan antara sensation seeking dan konformitas teman sebaya terhadap kecenderungan perilaku bullying siswa SMA Triguna Tangerang. Skripsi. Jakarta :UIN Syarif Hidayatullah, 2013.
Azwar, Saifuddin. Penyusunan Skala Psikologi. Edisi 2. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2012.
Az-zahrani. Musfir. Konseling terapi. Jakarta: Gema Insani Press, 2005.
Basyiruddin, Farkhan. Hubungan antara penalaran moral dengan perilaku bullying para santri madrasah aliyah Pondok Pesantren Assa’adah Serang Banten. Skripsi. Jakarta :UIN Syarif Hidayatullah, 2010.
Carpenito. Lynda Juall. Diagnosa keperawatan aplikasi pada praktik klinis. Jakarta:EGC, 2009.
Dahlan, M. S. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta : Salemba Medika, 2011.
Dariyo, Agoes. Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama. Bandung : Refika Aditama, 2011.
Dewi. Ismira. Anxiety disorder: dapat dialami pula oleh anak dan remaja, 2008. Diakses 16 November 2014 dari http://www.kabarindonesia.com
Dharma, Kusuma Kelana. Metodologi Penelitian Keperawatan : Panduan Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penrlitian. Jakarta : CV. Trans Info Media, 2011.
Djiwandono, Sri Esti Wuryani. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Grasindo, 2006.
Efendi, Ferry dan Makhfudli. Keperawatan kesehatan komunitas teori dan praktek dalam keperawatan. Jakarta : Salemba Medika, 2009.
Fefriawati, Rita. Hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku agresif remaja di SMKN 5 Padang Tahun 2010. Skripsi. Padang :Universitas Andalas, 2010. Flynt, S.W. Morton, R.C. Alabama. Elementary principals’ perception of bullying. Education, 2, 187-191, 2006.
Grohol, John M. Separation anxiety disorder symptoms, 2014. Diakses 05 Januari 2015 dari http://psychcentral.com/disorders/separation-anxiety-disorder-symptoms/.
Hidayat, A Aziz Alimun. Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah. Jakarta : Salemba Medika, 2008.
Joseph G. Separation anxiety in children. Medicastor, 2012. Diakses 06 Januari 2015 dari http://medicastore.com/penyakit/3297/Gangguan_Kecemasan_Berpisah.html.
Kaneshiro, Neil K & Zieve, David. Separation anxiety in children, 2013. Diakses 06 Januari 2015 dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002509/. Khuluq, Drs. Lathiful, M.A. Fajar kebangunan ulama biografi K.H. Hasyim Asy’ari. Yogyakarta : LkiS, 2008.
Kusmiyati. Berbagai perilaku kenakalan remaja yang mengkhawatirkan, 2013. Diakses 24 Maret 2015 dari http://health.liputan6.com/read/688614/berbagai-perilakukenakalan-remaja-yang-mengkhawatirkan?p=3
Levianti. Konformitas dan bullying pada siswa. Jurnal Psikologi Vol 6 No 1, Juni 2008.
Maghfirah, Ufah & Rachmawati Mira Aliza. Hubungan antara iklim sekolah dengan kecenderungan perilaku bullying. Jurnal Psikohumanika Vol 1, No. 1, 2009.
Mashar. Riana. Emosi anak usia dini dan strategi pengembangannya. Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011.
Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta, 2010.
Pieter Herri Zan, S.Psi & Lubis Dr. Namora Lionggo, M.Sc. Pengantar psikologi dalam keperawatan. Jakarta : Kharisma Putra Utama, 2010.
Potter, A.Patricia & Perry, Anne Griffin. Buku ajar fundamental keperawatan. Jakarta : EGC, 2005. Priyatna, Andi. Let’s End Bullying : Memahami, Mencegah & Mengatasi Bullying. Jakarta : PT Elex Media Komputindo, 2010.
Rahmatika, Dewi. Hubungan tingkat kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap motivasi belajar santri di pondok pesantren Asshidiqiyah Kebon Jeruk Jakarta. Skripsi. Jakarta :UIN Syarif Hidayatullah, 2014.
Riwidikdo, Handoko. Statistik Kesehatan. Yogyakarta : Rohima-Press, 2013.
Salkind, Neil J. Teori-teori perkembangan manusia. Bandung : Nusa Media, 2009.
Santrock. John W. Adolescence, eleventh edition-Remaja edisi kesebelas. Jakarta : Erlangga, 2007.
Sarwono, S. W. Psikologi remaja, edisi revisi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2012.
Semiun. Yustinus. Kesehatan mental 2. Yogyakarta: Kanisius, 2006.
Setyawan, Davit. KPAI :Kasus Bullying dan Pendidikan Karakter, 2014. Diakses 12 Juni 2015 dari http://www.kpai.go.id/berita/kpai-kasus-bullying-dan-pendidikankarakter/
Simbolon. Mangadar. Perilaku Bullying pada Mahasiswa Berasrama. Jurnal Psikologi Vol.39 No.2, Desember 2012.
Siregar, Chynthia Novalia. Tingkat kecemasan pada santri pondok pesantren. Jurnal Psikologi Vol 01 No 01, 2013.
Siswanto dkk. Metodologi kedokteran dan kesehatan. Yogyakarta : Bursa Ilmu, 2013.
Stuart & Sundeen. Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC, 2006.
Sudarsono. Kenakalan remaja. Jakarta : Rineka Cipta, 2012.
Sugiyono. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta, 2012.
Tim peneliti Indonesian Institute for Society Empowerment (INSEP). Al-Zaytun : The Untold Stories. Jakarta : Pustaka Alfabet, 2011.
Utami, Yuli. Dampak hospitalisasi terhadap perkembangan anak. Jurnal Ilmiah Vol 2 No 2, Mei – Juli 2014.
Valentini Veronica & Nisfiannoor M. Identity achievement dengan intimacy pada remaja SMA. Jakarta : Obor Indonesia, 2006.
Videbeck. Sheila L. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:EGC, 2008.
Wharton. S. How to stop that bully : menghentikan si tukang teror. Yogyakarta : Kanisius, 2005.
Wong dkk. Buku ajar keperawatan pediatrik edisi 6. Jakarta : EGC, 2008.
Yayasan Semai Jiwa Amini (Sejiwa). Bullying Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan Sekitar Anak. Jakarta : Grasindo, 2008.
Yuliani, Risa. Emosi negatif siswa kelas XI SMAN 1 Sungai Limau. Jurnal Ilmiah Konseling Volume 2, No 1, Januari 2013.
Yusuf, Husmiati & Fahrudin, Adi. Perilaku Bullying : Asesmen Multidimensi dan Intervensi Sosial. Jurnal Psikologi Undip Vol. 11, No.2, Oktober 2012.
Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Peneliti : Silvia Rahmawati NIM
: 1111104000002
Judul penelitian: Hubungan Antara Kecemasan Perpisahan Dengan Orang Tua Terhadap Risiko Perilaku Bullying Santri di Pesantren Assanusi Cirebon Saya yang bertanda tangan di bawah ini setelah membaca dan memahami penjelasan penelitian, menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian dengan judul penelitian “Hubungan Antara Kecemasan Perpisahan Dengan Orang Tua Terhadap Risiko Perilaku Bullying Santri Di Pesantren Assanusi Cirebon”. Tanda tangan saya menyatakan bahwa saya telah diberi informasi dan memutuskan untuk mengisi kuisioner. Saya memahami bahwa data yang dihasilkan adalah rahasia dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu keperawatan dan tidak merugikan saya. Apakah anda bersedia menjadi responden? (YA / TIDAK) Responden
(Inisial nama…………………………………)
Lampiran 3 Kode Responden : ……………… (Diisi oleh peneliti)
Lembar Kuisioner A. Data Demografi Petunjuk pengisian a. Isilah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan kondisi anda. b. Apabila mengalami kesulitan dalam memahami pertanyaan kuisioner ini, anda dapat meminta penjelasan kepada peneliti. c. Setelah selesai mengisi kuisioner ini, segera serahkan kembali kepada peneliti. d. SELAMAT MENGERJAKAN……!!!
1. Apa jenis kelamin anda? a. Laki – laki b. Perempuan 2. Kelas berapa anda? a. VII b. VIII c. IX Petunjuk pengisian a. Isilah dengan memberi tanda ceklis ( √ ) pada pilihan jawaban yang telah disediakan sesuai dengan keadaan anda, apabila jawaban belum sesuai maka berilah dua garis ( = ) pada jawaban anda sebelumnya, kemudian beri tanda ceklis ( √ ) pada jawaban anda yang telah sesuai
Contoh : No
Pernyataan
Sangat
Sering
sering (SS)
(S)
jarang (J) Tidak pernah (TP)
1
√
Saya senang tinggal di pesantren
Pada contoh, jawaban yang diberi tanda ceklis ( √ ) adalah Setuju ( S ). Dengan demikian anda setuju bahwa pernyataan tersebut mencerminkan diri anda. B. Kecemasan Berpisah No
Pernyataan
1
Seberapa sering kamu merasa tidak nyaman pergi ke pesantren karena takut / khawatir terhadap sesuatu yang berhubungan dengan pesantren (misalnya : ujian hafalan, kyai / ustadz, alarm bahaya)
2
Seberapa sering anda mengingat orang tua atau keluarga anda saat di pesantren
3
Seberapa sering kamu tidak ingin pergi ke pesantren karena kamu ingin bersenang – senang diluar pesantren
4
Jika kamu mempunyai perasaan buruk (misal: takut, gugup, sedih) tentang pesantren, apakah itu membuatmu lebih mudah untuk pergi ke pesantren
5
Jika kamu mudah memiliki teman baru, akankah itu membuatmu mudah untuk pergi ke pesantren
SS
S
J
TP
6
Akankah kamu merasa aman ketika pergi ke pesantren bersama dengan orang tua
7
Saya berkeinginan ke pesantren jika saya dapat melakukan banyak hal yang saya sukai setelah selesai kegiatan pesantren (misal: bermain dengan teman seperti sepak bola, dan lain lain)
8
Saya merasa takut jika saya tidur jauh dari rumah
9
Saat tinggal di pesantren saya mimpi buruk tentang sesuatu yang buruk terjadi padaku dan orang tua ku
10
Saat tinggal di pesantren saya takut sendirian
11
Saya tidak suka berada jauh dari keluarga saya
C. Risiko Perilaku Bullying
No
Pernyataan
SS
1
Saya tidak akan melakukan kekerasan dengan menggunakan kaki (menendang)
2
Saya tidak pernah berniat mengolok-olok teman saya
3
Saya
tidak
akan
mencela
teman
yang
prestasinya tidak bagus 4
Saya berteriak ketika santri lain sedang belajar
5
Saya suka mengambil uang atau barang milik santri lain tanpa sepengetahuannya
6
Saya tidak akan mengolok-olok teman saya dengan nama panggilan atau julukan
7
Saya akan memberi nama julukan yang tidak sesuai dengan namanya kepada santri yang tidak saya suka, dan itu merupakan hal yang biasa menurut saya
8
Saya
akan
meneror
santri
lain
dengan
menggunakan ancaman jika saya tidak suka dengan santri tersebut 9
Ketika seorang teman menitipkan barang miliknya, saya akan menjaganya dengan baik
10
Saya akan menyenggol teman hingga jatuh jika teman tersebut membuat saya kesal
11
Saya senang mengganggu kegiatan santri lain yang tidak saya suka
12
Saya
akan
menggunakan kekerasan fisik
kepada teman yang membuat saya jengkel
S
TS
STS
13
Sah saja bila mempunyai keinginan untuk mencela
orang
lain
yang
lebih
rendah
tingkatannya daripada saya 14
Ketika berhadapan dengan santri yang bersikap “songong”, saya akan memukulnya
15
Sebagai santri yang baik, saya akan selalu memanggil teman sesuai dengan namanya
16
Saya suka membantu santri lain belajar dengan tenang
17
Saya akan menyembunyikan atau menyobek buku pelajaran santri yang menyebalkan
18
Sikap saling menghargai akan selalu saya jaga
19
Saya akan menginjak kaki santri lain yang menghalangi jalan saya
20
Saya akan memanggil teman dengan namanama binatang, karena itu merupakan hal yang wajar menurut saya
21
Saya akan megotori baju santri lain yang saya inginkan
22
“bodoh” adalah kata yang tepat ketika saya akan mengejek orang lain
23
Saya akan mencela santri yang tidak mau mengikuti perintah saya
24
Saya mendukung teman yang suka mencela orang lain, karena itu merupakan hiburan bagi saya
25
Saya akan mengancam teman yang lebih rendah dari saya agar dia taat dan patuh kepada saya
26
Saya suka menyinggung teman saya dengan perkataan yang tidak baik
27
Saya senang bila dapat merusak alat belajar atau barang siswa lain
28
Bagi saya menggunakan barang orang lain tanpa seizinnya adalah hal yang biasa
Lampiran 5 Hasil Olahan SPSS Univariat 1) Karakteristik Responden JenisKelamin
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
laki-laki
59
48.0
48.0
48.0
perempuan
64
52.0
52.0
100.0
123
100.0
100.0
Total
Usia
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
12
29
23.6
23.6
23.6
13
45
36.6
36.6
60.2
14
26
21.1
21.1
81.3
15
23
18.7
18.7
100.0
123
100.0
100.0
Total
Kelas
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
VII
45
36.6
36.6
36.6
VIII
35
28.5
28.5
65.0
IX
43
35.0
35.0
100.0
123
100.0
100.0
Total
2) Frekuensi Kecemasan Perpisahan Kecemasan Perpisahan
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
rendah
45
36.6
36.6
36.6
tinggi
78
63.4
63.4
100.0
Total
123
100.0
100.0
Laki - laki
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
rendah
25
42.4
42.4
42.4
tinggi
34
57.6
57.6
100.0
Total
59
100.0
100.0
Perempuan
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
rendah
20
31.3
31.3
31.3
tinggi
44
68.8
68.8
100.0
Total
64
100.0
100.0
Kelas VII
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
rendah
13
28.9
28.9
28.9
tinggi
32
71.1
71.1
100.0
Total
45
100.0
100.0
Kelas VIII
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
rendah
10
28.6
28.6
28.6
tinggi
25
71.4
71.4
100.0
Total
35
100.0
100.0
Kelas IX
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
rendah
22
51.2
51.2
51.2
tinggi
21
48.8
48.8
100.0
Total
43
100.0
100.0
3) Frekuensi Risiko Perilaku Bullying Risiko Perilaku Bullying
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
rendah
59
48.0
48.0
48.0
tinggi
64
52.0
52.0
100.0
Total
123
100.0
100.0
Bullying Laki- laki
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
rendah
23
39.0
39.0
39.0
tinggi
36
61.0
61.0
100.0
Total
59
100.0
100.0
Bullying Perempuan
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
rendah
38
59.4
59.4
59.4
tinggi
26
40.6
40.6
100.0
Total
64
100.0
100.0
Kelas VII
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
rendah
25
55.6
55.6
55.6
tinggi
20
44.4
44.4
100.0
Total
45
100.0
100.0
Kelas VIII
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
rendah
18
51.4
51.4
51.4
tinggi
17
48.6
48.6
100.0
Total
35
100.0
100.0
Kelas IX
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
rendah
18
41.9
41.9
41.9
tinggi
25
58.1
58.1
100.0
Total
43
100.0
100.0
Lampiran 6 Hasil Uji Normalitas dan Crosstabs One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test kecemasanberp risikoperilakub isah ullying N Normal Parametersa,,b
Most Extreme Differences
123
123
Mean
24.27
88.54
Std. Deviation
4.251
11.201
Absolute
.102
.069
Positive
.102
.047
Negative
-.078
-.069
Kolmogorov-Smirnov Z
1.136
.766
Asymp. Sig. (2-tailed)
.152
.601
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Lampiran 7 Analisa Uji Bivariat Correlations kecemasanperp risikoperilakub isahan ullying Spearman's rho
1.000
.352**
.
.000
123
123
.352**
1.000
Sig. (2-tailed)
.000
.
N
123
123
Kecemasan Perpisahan Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Risiko Perilaku Bullying
Correlation Coefficient
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Lampiran 4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kecemasan Perpisahan Case Processing Summary N Cases
Valid Excludeda Total
% 30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha .844
N of Items 11
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
P1
30.93
24.616
.516
.834
p2
30.80
26.993
.419
.839
p3
31.00
23.310
.787
.806
p4
31.80
28.303
.384
.841
p5
30.77
26.323
.641
.824
p6
30.77
26.323
.641
.824
p7
30.77
26.323
.641
.824
p8
30.90
27.886
.328
.846
p9
30.77
26.323
.641
.824
p10
31.03
24.378
.502
.837
p11
31.13
25.706
.463
.838
2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Risiko Perilaku Bullying Case Processing Summary N Cases
Valid a
Excluded Total
% 30
100
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.940
28
Item-Total Statistics Corrected Scale Mean if Item Scale Variance if Deleted
Item Deleted
Item-Total
Cronbach's Alpha
Correlation
if Item Deleted
p1
87.03
125.606
.787
.936
p2
87.28
132.350
.522
.939
p3
87.48
133.401
.595
.938
p4
86.72
133.421
.537
.939
p5
87.48
133.401
.595
.938
p6
86.97
135.392
.374
.941
p7
86.83
133.291
.563
.939
p8
87.48
133.401
.595
.938
p9
87.48
133.401
.595
.938
p10
87.03
148.106
-.524
.946
p11
87.17
137.148
.376
.941
p12
87.48
133.401
.595
.938
p13
86.86
124.623
.817
.935
p14
86.72
133.635
.567
.939
p15
86.52
134.401
.640
.938
p16
87.48
133.401
.595
.938
p17
86.66
129.948
.806
.936
p18
86.69
130.936
.642
.938
p19
86.52
134.401
.734
.937
p20
86.76
128.833
.688
.937
p21
86.55
134.113
.748
.937
p22
86.48
135.759
.626
.938
p23
86.45
135.542
.665
.938
p24
86.69
133.365
.582
.938
p25
86.72
128.278
.858
.935
p26
86.66
133.591
.523
.939
p27
86.79
133.099
.567
.939
p28
86.72
136.421
.545
.939
Persentase Kecemasan Perpisahan dengan Risiko Perilaku Bullying Case Processing Summary (Kelas VII) Cases Valid N kecemasanberpisah * risikoperilakubullying
Missing
Percent 45
100.0%
N
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 45
100.0%
kecemasanberpisah * risikoperilakubullying Crosstabulation risikoperilakubullying rendah kecemasanberpisah
rendah
Count
Total
Total
13
0
13
100.0%
.0%
100.0%
% within risikoperilakubullying
52.0%
.0%
28.9%
% of Total
28.9%
.0%
28.9%
12
20
32
% within kecemasanberpisah
37.5%
62.5%
100.0%
% within risikoperilakubullying
48.0%
100.0%
71.1%
% of Total
26.7%
44.4%
71.1%
25
20
45
55.6%
44.4%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
55.6%
44.4%
100.0%
% within kecemasanberpisah
tinggi
tinggi
Count
Count % within kecemasanberpisah % within risikoperilakubullying % of Total
Symmetric Measures Asymp. Std. Errora
Value
Approx. Tb
Approx. Sig.
Interval by Interval Pearson's R
.570
.083
4.550
.000c
Ordinal by Ordinal
.570
.083
4.550
.000c
Spearman Correlation N of Valid Cases
45
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Based on normal approximation.
Case Processing Summary (Kelas VIII) Cases Valid N kecemasanberpisah * risikoperilakubullying
Missing
Percent 35
100.0%
N
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 35
100.0%
kecemasanberpisah * risikoperilakubullying Crosstabulation risikoperilakubullying rendah kecemasanberpisah
rendah
Count
Total
Total
10
0
10
100.0%
.0%
100.0%
% within risikoperilakubullying
55.6%
.0%
28.6%
% of Total
28.6%
.0%
28.6%
8
17
25
% within kecemasanberpisah
32.0%
68.0%
100.0%
% within risikoperilakubullying
44.4%
100.0%
71.4%
% of Total
22.9%
48.6%
71.4%
18
17
35
51.4%
48.6%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
51.4%
48.6%
100.0%
% within kecemasanberpisah
tinggi
tinggi
Count
Count % within kecemasanberpisah % within risikoperilakubullying % of Total
Symmetric Measures Asymp. Std. Errora
Value
Approx. Tb
Approx. Sig.
Interval by Interval Pearson's R
.615
.097
4.476
.000c
Ordinal by Ordinal
.615
.097
4.476
.000c
Spearman Correlation N of Valid Cases
35
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Based on normal approximation.
Case Processing Summary (Kelas IX) Cases Valid N kecemasanberpisah * risikoperilakubullying
Missing
Percent 43
100.0%
N
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 43
100.0%
kecemasanberpisah * risikoperilakubullying Crosstabulation risikoperilakubullying rendah kecemasanberpisah
rendah
tinggi
Count
Total
0
22
22
% within kecemasanberpisah
.0%
100.0%
100.0%
% within risikoperilakubullying
.0%
88.0%
51.2%
% of Total
.0%
51.2%
51.2%
18
3
21
85.7%
14.3%
100.0%
100.0%
12.0%
48.8%
41.9%
7.0%
48.8%
18
25
43
41.9%
58.1%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
41.9%
58.1%
100.0%
Count % within kecemasanberpisah % within risikoperilakubullying % of Total
Total
tinggi
Count % within kecemasanberpisah % within risikoperilakubullying % of Total
Symmetric Measures Asymp. Std. Errora
Value
Approx. Tb
Approx. Sig.
Interval by Interval Pearson's R
-.868
.068
-11.219
.000c
Ordinal by Ordinal
-.868
.068
-11.219
.000c
Spearman Correlation N of Valid Cases
43
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Based on normal approximation.