Risalah Seminar Nasional Pengawetan Makanan Dengan Iradiasi, Jakarta, 6 - 8 Juni 1983
ASPEK PENGATURAN
MAKANAN IRADIASI
P.S.M. Simatupang* ABSTRAK - ABSTRACI Aspek pengaturan makanan iradiasi. Untuk mempertahankan mutu makanan yang berasal dari pertanaman rakyat, perkebunan, perikanan dan peternakan dilakukan pengawetan dengan berbagai macam cara. Cara yang banyak digunakan ternyata ada yang kurang sempurna cara pelaksanaannya, meninggalkan residu yang dapat mengganggu kesehatan atau terlalu tinggi biayanya, sehingga perlu dicari cara pengawetan lain yang cukup efektif, murah biaya dan cukup aman bagi kesehatan manusia. Penelitian pengawetan makanan dengan menggunakan radiasi pengion sudah dilakukan sejak tahun limapuluhan, dan ternyata cara ini dapat memberikan harap an di bidang pengawetan. Iradiasi makanan dengan menggunakan dosis tepat dapat membasmi bakteri patogen, menurunkan jumlah total mikroba, membasmi serangga, memperpanjang masa simpan makanan dan menghambat pertunasan, tanpa menimbulkan gangguan kesehatan di bidang gizi, mikrobiologi dan toksikologi. Biaya iradiasi makanan juga dapat dipertanggungjawabkan secara komersial. F AO, IAEA dan WHO secara bersama-sama telah mengeluarkan ketentuan mengenai keamanan makanan iradiasi, dan WHO telah memberikan kejelasan ("clearance") beberapa jenis makanan. FAOfWHO Codex Alimentarius Commission telah mengeluarkan rekomendasi mengenai standar makanan iradiasi dan pengaturan penggunaan fasilitas iradiasi untuk penanganan makanan, dan di tahun 1982 sedang menyusun rancangan revisi standar makanan iradiasi dengan menetapkan dosis tidak melebihi 10 kGy adalah aman untuk makanan iradiasi. Beberapa negara juga sudah menetapkan ketentuan mengenai iradiasi makanan di peraturan perundang-undangannya, atau memberikan kejelasan untuk jenis makanan tertentu. Mengingat keunggulan teknik iradiasi di bidang pengawetan makanan, pengetahuan yang cukup tinggi yang perlu dimiliki dan lalu-lintas perdagangan komoditi makanan iradiasi di masa mendatang, sudah perlu dipertimbangkan pengaturan penggunaan dan pengawasan iradiasi makanan. Untuk menuju ke penetapan pengaturan ini, sudah tentu masih memerlukan waktu untuk melakukan pengkajian yang lebih mendalam di bidang iradiasi makanan, dan meningkatkan penelitiannya. The legal aspect of irradiated food. To maintain the quality of commodities of agriculture, horticulture, fishery, and husbandry, produced by the common village people, various preservation methods have been applied. The methods extensively utilized sometimes proved to be inadequate, left residues that harm the health of the consumers, and too costly, therefore new more effective preservation methods need to be found, which are not only cheap but also safe to human health. Researches on food preservation by means of ionizing radiation has already been done since the fifties, and this method seemed to give hopeful results in food preservation. Irradiation of food with proper doses can destroy pathogenic bacteria, lower the total microbial count, irradicate insects, lengthen the shelf life, and inhibit sprouting without causing deleterious effects on health factors such as nutritive value, microbiology and toxicology. The irradiation cost meets also the commercial requirements. FAO, IAEA and WHO in a joint communique have released statements on the safety of irradiated food, and WHO has already given clearance to a number of food items. FAOfWHO Codex Alimentarius Commission has issued recommendations on irradiated food standards and rules for the application of irradiation facilities for food preservation, and in 1982 a revision on the standard of irradiated food has been formulated namely that a dose of not higher than 10 kGy is toxicologically safe for irradiated food. Several countries have also incorporated rules concerning irradiated food into their laws, or have already given clearance to certain food commodities. As irradiation technique in food preservation is indeed superior compared to conventional methods, more and deeper knowledge should be obtained; and while irradiated food commodity trade flow in the future is going to increase it is certainly about time to consider the establishment of rules concerning the control of irradiated food.
• Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan.
119
PENDAHULUAN Sebagai negara agraria, Indonesia banyak menghasilkan bahan pangan yang berasal dari pertanaman rakyat, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Dalam memanfaatkannya banyak ditemukan permasalahan yang mengakibatkan kerugian, antara lain kerusakan, pembusukan, pertunasan, infestasi serangga atau pencemaran mikroba. Hal ini sering terjadi sewaktu panen, penangkapan, pemotongan, pengumpulan, pengangkutan, penanganan atau pengolahan, penyimpanan, atau pemasaran (1). Banyak usaha dilakukan untuk mengawetkan makanan hingga mutu tetap dapat dipertahankan, seperti pengeringan, pengasinan, pengasapan, peragian, pendinginan, pembekuan, pemanasan dan penggunaan bahan kimia (2). Cara pengawetan ini tidak terlepas dari permasalahan, karena pengeringan yang hanya mengandalkan sinar matahari, harga garam atau es yang cukup tinggi, pemanasan at au pembekuan memerlukan biaya yang tinggi, at au bahan kimia yang digunakan meninggalkan sisa yang dapat mengganggu kesehatan. Jadi perlu dicari usaha yang cukup efektif, tidak banyak memakan biaya dan cukup aman bagi kesehatan manusia. Sejak tahun limapuluhan sudah dimulai penelitian di bidang pengawetan makanan dengan menggunakan teknik radiasi pengion. Cara ini banyak memberikan harapan, karena mampu membasmi bakteri patogen, menurunkan jumlah total mikroba, membasmi serangga, memperpanjang masa simpan gabah, rempah-rempah, buah kering dan buah segar, menghambat pertunasan, serta meningkatkan kualitas dan sanitasi makanan (3). Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) telah melakukan penelitian iradiasi beras, ikan segar, ikan kering, ikan asin, tepung gandum dan rempah-rempah (4). Seperti cara pengawetan yang terdahulu disebut, juga iradiasi makanan mempunyai masalah sendiri, karena pada makanan yang diiradiasi selalu dapat timbul permasalahan kesehatan. Untuk itu perlu diberikan perhatian terhadap pengaturan di bidang penggunaan dan pengawasan iradiasi makanan, hingga makanan iradiasi cukup sehat dan aman untuk dikonsumsi manusia. PERMASALAHAN IRADIASI MAKANAN Permasalahan kesehatan di bidang iradiasi makanan ialah masalah gizi, mikrobiologi dan toksikologi (5). Masalah gizi. Pada iradiasi makanan dikhawatirkan adanya perubahan kimia yang mengakibatkan berubahnya komposisi gizi, dan hal ini menyangkut susunan protein, vitamin, dan lain-lain; juga perlu dikhawatirkan berubahnya "bio-availability" zat gizi yang bersangkutan (5, 6). Masalah mikrobiologi. Di samping kemanfaatan iradiasi untuk membasmi bakteri patogen dan menurunkan jumlah total mikroba, perlu juga diberikan perhatian terhadap kemungkinan 120
timbulnya resistensi atau efek mutagenik atau peningkatan patogenitas mikroba dalam makanan (5, 7). Masalah toksikologi. Masalah kesehatan di bidang toksikologi makanan iradiasi ialah antara lain ke· mungkinan timbulnya efek mutagenik atau teratogenik (5, 6). Suatu Komite Ahli yang dibentuk oleh FAO, IAEA dan WHO (Joint FAO/ lAEA/WHO Expert Committee) di tahun 1964,1969,1976 dan 1980 telah meninjau dan mendalami bukti-bukti yang ada ten tang kesehatan makanan iradiasi, dan di tahun 1982 mengatakan bahwa makanan yang diiradiasi hingga 10 kGy (1 megarad) adalah sehat dan aman untuk dikonsumsi manusia. Keamanan ini sudah meliputi masalah gizi, mikrobiologi dan toksikologi (6, 7,8). F AO/WHO Codex Alimentarius Commission yang telah mengeluarkan rekomendasi ten tang standar makanan iradiasi dan tentang pengaturan penggunaan fasi· litas iradiasi untuk penanganan makanan, di tahun 1982 sedang menyusun rancang· an revisi kedua rekomendasi tersebut dalam rangka menetapkan kesehatan makanan yang diiradiasi tidak melebihi 10 kGy (9, 10). PENGATURAN MAKANAN IRADIASI Sesuai dengan penggunaan teknik iradiasi pengion untuk mengawetkan makanan dan persyaratan kesehatan makanan iradiasi, sudah seharusnya iradiasi makanan diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pengaturan ini sebaiknya meliputi (3,8,11): Pengawasan fasilitas iradiasi, meliputi : a. perizinan; b .. penilikan berkala. Pengawasan iradiasi makanan, meliputi : a. sumber radiasi; b. dosis terserap; c. pengendalian proses; d. pencatatan seluruh kegiatan proses; e. iradiasi ulang; f. pewadahan; g. pemberian label; h. pengujian makanan iradiasi. Pengawasan perdagangan makanan iradiasi, meliputi : a. label; b. pewadahan; c. dokumen perdagangan; d. sertif1kat iradiasi; e. keIjasama internasional. Beberapa negara sudah mengatur iradiasi makanan di dalam peraturan perundang-undangannya dan telah diberikan kejelasan ("clearance") bagi beberapa jenis makanan (12) clan WHO juga sudah memberikan kejelasan bagi beberapa jenis ma12\
kanan (ikan, daging ayam, beras, gandum, rempah-rempah, biji-bijian, buah-buahan, kentang dan bawang) (5, 7), tetapi masih ada negara yang sedang mempertimbangkan pengaturannya (13). Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara kita, kewenangan instansi di bidang iradiasi makanan, adalah seoagai berikut: Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) berwenang di bidang yang berhubungan dengan penggunaan teknik radiasi pengion, sesuai dengan kewenangannya: a. sebagai badan penyelenggara dan pengawas tertinggi dalam penggunaan tenaga atom (14); b. mengadakan dan meningkatkan kegiatan di bidang tenaga atom dalam penggunaan, penelitian dan pengembangan tenaga atom (15); c. membangun dan memelihara fasilitas penelitian, produksi dan pendidikan di bidang tenaga atom (15); d. izin pemakaian zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya (16). Departemen Kesehatan berwenang di bidang pengawasan makanan, sesuai dengan kewenangannya di bidang : a. melindungi rakyat dari sebab-musabab penyakit yang berasal dari makanan (17); b. menetapkan bahan berbahaya bagi kesehatan (18); c. pengawasan produksi, imp or dan peredaran makanan (19); d. registrasi makanan (20); e. label dan periklanan makanan (21); f. cara produksi yang baik untuk makanan (22); g. bahan tambahan makanan (23); h. standar bahan tambahan makanan (24). Dari semua peraturan perundang-undangan di atas di bidang makanan, belum ada yang mengatur makanan iradiasi. Sebelum dikeluarkan peraturan perundang-undangan tentang makanan iradiasi, seyogianya harus dilakukan penelitian di bidang iradiasi makanan. Tetapi seperti kondisi yang umumnya terdapat di negara berkembang, di Indonesia belum tersedia fasilitas penelitian iradiasi makanan terutama yang mengenai uji toksikologi, dan biaya penelitian yang sangat tinggi. Mengingat hal ini, sebaiknya dilakukan pengkajian yang mendalam tentang pengaturan makanan iradiasi di negara maju. Untuk ini perlu diperhatikan : 1. Rekomendasi FAO/IAEA Codex Alimentarius Commission ten tang standar makanan iradiasi (25) dan tentang pengaturan penggunaan fasilitas iradiasi untuk penanganan makanan (26). Kedua rekomendasi ini sedang mengalami revisi dalam rangka menetapkan bahwa makanan yang diiradiasi dengan dosis ratarata tidak lebih dari lOkGy (1 megarad = 1000 kilorad) adalah aman dan sehat untuk dikonsumsi manusia (9,10). 2. Kebijaksanaan FDA mengenai makanan iradiasi yang meliputi hal sebagai beri\ kut (13): a. makanan yang diiradiasi dengan dosis 100 kilorad (1 kGy = 0,1 megarad) atau kurang dapat dianggap aman untuk konsumsi manusia; b. makanan yang diiradiasi dengan dosis melebihi 100 kilorad, harus meng122
alami uji toksikologi yang berkaitan dengan uji mutagenisitas; makanan yang merupakan tidak lebih dari 0,01 % diit harian ("daily diet") yang diiradiasi dengan dosis 5 megarad atau kurang adalah aman untuk dikonsumsi tanpa perlu mengalami uji toksikologi. FDA juga telah meminta tanggapan masyarakat terhadap perumusan kebijaksanaan di bidang makanan iradiasi. 3. Saran Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency, IAEA) tentang pengaturan makanan iradiasi, seperti yang tertera dalam Model Regulation for the Control of and Trade in Irradiated Foods (11,27). Memperhatikan : 1. Rekomendasi FAO/WHO Codex Alirnentarius Commission tentang keamanan makanan jika diiradiasi dengan dosis tidak melebihi 10 kGy masih merupakan rancangan yang 'masih memerlukan pengesahan di Sidang FAO/WHO Codex Alirnentarius Commission, 2. Kebijaksanaan FDA di bidang makanan iradiasi masih belum dalam bentuk peraturan perundang-undangan, 3. Perbedaan dosis antara yang dipertirnbangkan FAO/WHO (10 kGy = 1000 kilorad) dan FDA (1 kGy = 100 kilorad) yang aman untuk makanan iradiasi. 4. Kemampuan negara kita pada masa ini di bidang penelitian iradiasi makanan. Sudah tentu masih diperlukan waktu untuk mempertirnbangkan pengaturan di bidang makanan iradiasi, dan jika mungkin agar meningkatkan penelitian di bidang iradiasi makanan, khususnya uji toksikologi. c.
PUST AKA 1. SIMATOEPANG, P.S.M., "Legislative aspects of food irradiation in Indonesia", The Special Committee Meeting on Legislative Aspects of Food Irradiation, Colombo, November (1980). 2. SIMATOEPANG, P.S.M., "Public health of fish preservation and food irradiation in Indonesia", RCA Workshop on Food Irradiation, Tokyo, October (1979). 3. WHO, The Technical Basis for Legislation on Irradiated Food, Report of a Joint FAO/ IAEAfWHO Expert Committee (Technical Report Series No. 316), WHO, Geneva (1965). 4. MAHA, M., "Work on food irradiation in Indonesia", Meeting on the Asia Regional Cooperative Project on Food Irradiation, Jakarta, September (1980). 5. WHO, Wholesomeness of Irradiated Food, Report of a Joint FAO/lAEAfWHO Expert Committee (Technical Report Series No. 604), WHO, Geneva (1977). 6. DIEHL, J .F., ''Wholesomeness of Irradiated Foods", Seminar on Food Irradiation for Developing Countries in Asia and the Pacific, Tokyo, November (1980). 7. WHO, Wholesomeness of Irradiated Food, Report of a Joint FAO/lAEA/WHO Expert Committee (Technical Report Series No. 659), WHO, Geneva (1981). 8. LADOMERY, L.G., "Regulatory control of and international trade in irradiated foods", Seminar on Food Irradiation for Developing Countries in Asia and the Pacific, Tokyo, November (1980). 9. FAO, and WHO, The Joint FAOfWHO Codex Alimentarius Commission, Revised Draft Recommended International General Standard for Irradiated Foods, CX/FA 82/14, FAO and WHO, Rome (1981). 10. FAO, and WHO, The Joint FAOfWHO Codex Alimentarius Commission, Revised Draft Recommended Code of Practice for the Operation of Radiation Facilities used for the Treatment of Food, CX/FA 82/14, FAO and WHO, Rome (1981). 11. GERARD, A., "Model regulations for the control of and trade in irradiated foods", The. Special Committee Meeting on Legislative Aspects of Food Irradiation, Colombo, November (1980). 123
12. ANONYMOUS, Joint FAO/lAEA Division of Atomic Energy in Food and Agriculture,list of clearance (1) and list of clearance (2) Food Irradiation Newsletter 1 3 (1977). 13. DEPARTMENT OF HEALTH AND HUMAN SERVICES, FOOD AND DRUG ADMINISTRATION, Policy for Irradiated Foods, Advance Notice of Proposed Procedures for the Regulation of Irradiated Foods for Human Consumption, Federal Register. Vol. 46 No. 59, Proposed Rules, March 27 (1981). 14. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Tenaga Atom, Lembaran Negara RI Nomor 124 Tahun 1964. 15. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1965 tentang Dewan Tenaga Atom dan Badan Tenaga Atom Nasional, Lembaran Negara RI Nomor 88 Tahun 1965. 16. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1975 tentang Izin Pemakaian Zat Radioaktif dan Atau Sumber Radiasi Lainnya, Lembaran Negara RI Nomor 16 Tahun 1975. 17. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan, Lembaran Negara RI Nomor 131 Tahun 1960. 18. Ordonansi Nomor 377 Tahun 1949 tentang Bahan Berbahaya, Surat Keputusan Komisaris Tinggi Nomor 14 Tahun 1949. 19. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 329/Men.Kes/Per/XII/76 tentang Produksi dan Peredaran Makanan. 20. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 330/Men.Kes/Per/XII/76 tentang Wajib Daftar Makanan. 21. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 79/Men.Kes/Per/I11/1978 tentang Label dan Periklanan Makanan. 22. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 23/Men.Kes/SK/I/1978 tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik Untuk Makanan. 23. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 235/Men.Kes/Per/VI/79 tentang Bahan Tambahan Makanan. 24. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 43/Men.Kes/SK/II/1978 tentang Kodeks Makanan Indonesia tentang Bahan Tambahan Makanan. 25. FAO, and WHO, Joint FAOfWHO Food Standards Programme Codex Alimentarius Commission, Recommended International General Standard for Irradiated Foods, CAC/RS 106-1979, FAO and WHO, Rome (1980). 26. FAO, and WHO, Joint FAOfWHO Food Standards Programme Codex Alimentarius Commission, Recommended International Code of Practice for the Operation of Radiation Facilities Used for the Treatment of Food, CAC/RCP 19-1979, FAO and WHO, Rome (1980). 27. ANONYMOUS, Report of the Special Committee on Legislative Aspects of Food Irradiation, Colombo, November (1980).
124
DISKUSI
SOEWARDJO ADIKOESOEMO : Setelah mengikuti seminar ini selama 2 hari, saya dapat meyakini bahwa iradiasi pada makanan dan minuman sangat penting. Atas dasar ini sampai berapajauh rancangan undang-undang makanan sudah dituangkan oleh Depkes dengan mengingat anggota untuk menilai undang-undang makanan ini terdiri dari beberapa Departemen (± 7 buah). Kami sangat berharap agar rancangan undang-undang ini dapat diajukan pada DPR masih dalam Pelita IV, karena sangat sesuai dengan tahapan pembangunan, bahwa Pelita N adalah era industrialisasi. Jadi undang-undang terse but sangat mendukung. P.8M. SIMATUPANG : Rancangan undang-undang tentang makanan sudah siap disusun tahun 1975, tetapi Sekneg waktu itu menetapkan bahwa pengaturan makanan dilakukan dalam bentuk peraturan perundang-undangan lain. MINSIAH MAHA : Pak Simatupang menyebutkan bahwa kemungkinan legalisasi makanan iradiasi se· dang dipertimbangkan oleh Depkes. Karena dalam bulan Juli 1983 nanti akan ada revisi terakhir peraturan makanan iradiasi yang dikeluarkan oleh Codex Alimentarius Commission di Roma di mana wakil Depkes tentu akan hadir, kami ingin mengetahui kira-kira bagaimana posisi Indonesia nanti dalam sidang tersebut. P.SM. SIMATUPANG : Depkes menunggu hasil sidang CAC di Roma, dan akan dikaji hasil terse but oleh Panitia Higiene Makanan dan Panitia Kodeks Makanan Indonesia. NAlLY HILMY : Melihat persyaratan yang akan dikeluarkan oleh FDA yaitu dosis
<
P.SM. SIMATUPANG: Hal ini sudah perlu dipertimbangkan oleh Depkes/Ditjen. POM. YAY ASAN LEMBAGA KONSUMEN : 1.
2.
Menurut Ditjen POM kira-kira kapan penerapan pengaturan makanan iradiasi ini dilaksanakan karena pengkajian dan penelitian cara pengawetan makanan dengan iradiasi telah banyak dilakukan? Bagaimana caranya untuk mengetahui bahwa makanan terse but diawetkan dengan iradiasi seandainya dalam label tidak disebutkan; karena Lembaga Konsumen sering sekali menemui kasus-kasus yang labelnya tidak lengkap. Lebih baik lagi apabila diwajibkan pula menyebutlcan tanggal kadaluwarsanya. 125
.
P.SM.SIMATUPANG: 1. 2.
Peraturan di lingkunganPBB (FAD/WHO Codex Alimentarius Commission) masih dalam rancangan revisi. FDA negara maju yang ketat pengawasan makanannya masih mempertimbangkan peraturannya. Sebaiknya kita lebih mendalami peraturan iradiasi makanan. Makanan iradiasi tidak dapat dideteksi apakah sudah/belum diiradiasi. Peraturan Menteri Kesehatan akan keluar tentang tanggal kadaluwarsa. NELLY:
1.
2.
3. 4.
1. 2. 3. 4.
Seandainya Depkes telah mengeluarkan ketentuaJ1. mengenai penggunaan iradiasi sebagai cara pengawetan makanan, apakah setelah itu Depkes akan menganjurkan industri-industri makanan untuk memakai cara tersebut? Saya rasa dalam prakteknya hanya industri·industri besar saja yang mungkin mau melakukan karena adanya biaya tambahan untuk mengiradiasi, juga produknya dalam jumlah besar. Industri kecil tentu tidak mau, karena produknya hanya dalam jumlah kecil saja. Kalau semua mengiradiasi produknya apakah BATAN sanggup menanganinya. Kalau telah diawetkan dengan iradiasi, apakah masih perlu zat pengawet yang biasa dipakai misalnya derivat-derivat paraben dan lain-lain. P.S.M. SIMATUPANG: Depkes hanya menangani kesehatan/keamanan makanan, sedang pembinaan industri adalah kewenangan Departemen Perindustrian. Biasanya ada badan usaha iradiasi, dan badan ini akan mengiradiasi produk pengusaha lain termasuk pengusaha lemah. Sebaiknya usaha ini berbentuk badan usaha di bawah pengawasan BATAN. Tidak perlu jika telah tepat penggunaan dosis iradiasi.
SUNARY A : Dalam memproses adanya legalisasi pengawetan dengan iradiasi hendaknya tidak hanya dipertimbangkan dalam masalah teknis/keamanan tetapi juga masalah psikologi, misalnya bila dilegalisasi penggunaan iradiasi jangan-jangan pasaran negara pengimpor tidak mau menerima. P.S.M. SIMATUPANG : Yang akan dipertimbangkan adalah data dari FAD/WHO, CAC, dan FDA. Umumnya tiap negara anggota PBB ikut dalam CAC, dan FDA adalah yang paling ketat pengawasan makanannya. Jadi tidak ada permasalahan psikologis. P. SUDARSAN : If labelling of irradiated food is insisted upon, it may not be practically feasible in many developing contries. Fruits, vegetables, and fish in these countries are retailed in the loose form without packaging. Compulsary labelling will necessitate packaging which can be quite expensive. The IAEA task force has also generally cunc1uded that labelling is not necessary. What are the views of the Department of Health in Indonesia?
126
P.S.M. SIMATUPANG: The .Indonesian Government, Department of Health, will consider the Recommended Standard issued by FAOjWHO Codex Alimentarius Commission. P. LOAHARANU: I have listened to your talk and discussion with great interest. I also heard the name ofUS-FDA mentioned very often during your talk and discussion. I want to point out fact to avoid any misunderstanding with regard to the advanced notice on food irradiation of FDA as published in the Federal Register in March 1981, and the recommendation of the 1980 JECFI. FDA had appointed its own committee to review the safety of irradiated food long before the JECFI has convened in February 1980. In fact, the committee had submitted the report of the findings to FDA in August 1980. Had the FDA appointed its committee after the JECFI meeting in 1980, these may not be much, if any, discrepancy on the recommendations concerning irradiated food. In any case, FDA is reviewing overwhelming comments received from the publication of its advanced notice and it may decide to come up with a proposed regulation on food irradiation which could take the recommendations of the 1980 JECFI into consideration. In my view, developing countries should follow the recommendations of the Codex Alimentarius Commission concerning approval of irradiated foods. These re-' commendations are expected to be adopted as International General Standard for Irradiated Food by the Codex Alimentarius Commission at its next session, to be held in Rome in July this year. . FEDERASI PENGEMASAN INDONESIA: Pada setiap kemas makanan, sebaiknya dicantumkan tanggalkadaluwarsanya, agar konsumen mengetahui dengan pasti bahwa makanan tersebut masih baik atau tidak. Dengan demikian artijkegunaan dari iradiasi menjadi lebih menonjol. P.S.M. SIMATUPANG : Dalam waktu dekat Depkes akan mengeluarkan peraturan ten tang pencantuman tanggal kadaluwarsa bagi makanan yang lekas rusak, antara lain makanan bayi, susu olahan, dan makanan kaleng.
127