Risalah Seminar
Nasional Pengawetan
Makanan
Dengan Iradiasi, Jakarta,
6 - 8 Juni 1983
PENGAWETAN BAHAN MAKANAN DENGAN PROSES IRADIASI - SUATU ALTERNATIF YANG PERLU DIPERTIMBANGKAN Nazir Abdullah *) ABSTRAK
- ABSTRACT
Pengawetan bahan makanan dengan proses iradiasi - suatu alternatif yang perlu dipertimbangkan. Pengawetan makanan dengan proses iradiasi telah menghasilkan lebih dari 40 jenis komoditi makanan yang dinyatakan "wholesome" atau "aman" dimakan oleh konsumen. Pengawetan makanan dengan proses iradiasi berguna untuk mencegah kehilangan atau kerusakan komoditi dalam penyimpanan yang disebabkan oleh serangga gudang, oleh mikroba pembusuk maupun secara proses enzimatik, dan lain sebagainya. Nilai kehilangan ini cukup besar dan memprihatinkan. Beras sebagai makanan pokok rakyat Indonesia tidak luput.dari ancaman kehilangan dalam penyimpanan yang mencapai 2 - 5 persen, disebabkan oleh berbagai penyebab. Angka ini dianggap cukup besar dan perlu diteliti lagi. Bila angka ini diterapkan pada produksi beras yang dicapai dalam tahun 1981, yaitu 22 juta ton, maka kehilangan beras dalam penyimpanan dapat mencapai 0,4 - 1,0 juta ton. Jumlah ini dapat dimanfaatkan bagi 4 - 10 jut a manusia dengan 100 kg beras per kapita per tahun, bjlamana seluruhnya dapat diselamat· kan. Dinilai dengan uang akan menghasilkan setara dengan 100 - 250 milyar rupiah. Jumlah ini dapat digunakan untuk membeli berpuluh-puluh alat iradiasi (iradiator)1 yang dapat dipakai untuk tujuan disinfestasi serangga gudang, dalam upaya menyelamatkan beras dari kerusakari dalam penyimpanan. Food preservation by irradiation - an alternative to be considered. Food preservation by irradiation has resulted more' than 40 food items which are "wholesome" for consumer. Food irradiation is useful for the prevention of food losses during storage caused by insects, spoilage microbes, as well as by enzymatic processes, etc. The value of loss is quite high and seriotls. Rice as the staple food for the people of the country is facing a similar problem, with a loss of 2 - 5 percent during storage. If this figure is incorporated into the national production of rice ()f 1981, which as reached up to 22 million tons, the loss will be equivalent to 0.4'7""1.0 million tons. This amount could be utilized by 4 - 10 million people based on 100 kg per capita per "year, if such a loss could be prevented. This value expressed in money is equal to 100 - 250 billions of rupiahs, which is large enough to be used for the purchase of several irradiators for ,rice Insects.disinfestation ...
PENDAHULUAN Pengawetan makanan dengan iradiasi adalah suatu proses fisika, dapat dianggap sarna dengan proses lainnya seperti pemanasan, pendinginan, dan lain sebagainya .. Pengawetan makanan dengan .iradisi sudah dilakukandi banyak negara. Berbagai , tingkat kegiatan telah dilakukan, n1Ulai dari penelitian laboratorium sampai kepada skala semi.pilot dan pilot, dan ada pula yang mencapai skala komersial. Skala ko· . mersial sudah dilakukan di beberapa negara, yaitu Belgia, Belanda, Hungaria, Jepang, dan Afrika Selatan (1). Lebih dari 40 komoditi .makanan yang diawetkan denga~ proses iradiasi sudah memperoleh "clearance'" dan' dinyatakan "aman" dimakan oleh konsumen. Yang dimaksudkan di sini ialah tidak mengandung racun, nilai gizi tetap baik dan bebas kontaminasi mikroorganisme (2). Pengawetan makanan dengan proses iradiasi dapat bertujuan untuk mencegah kerusakan oleh serangga hama gudang (disinfestasi serangga), kerusakan oleh mikroba pembusuk dan bebas dari kontaminasi mikroba patogen, memperpanjang *)
Pusat ApJikasi Isotop dan Radiasi,
BAT AN.
99
daya segar komoditi yang mudah rusak (perishable), menunda pematangan buah (delay of ripening), dan menghambat pert~nasan (inhibition of sprouting). Secara formal baru sedikit sekali negara-berkembang yang telah menerima teknologi iradiasi untuk pengawetan makanan, meskipun teknologi ini sesungguhnya lebih tepat diterapkan di negara berkembang, yang menghadapi kehilangan bahan makanan disebabkan oleh kerusakan yang cukup tinggi dan di lain pihak cara pengamanan yang ada sangat kurang (3). Penelitian pengawetan bahan makan~n dengan proses iradiasi mulai dilakukan dalam tahun 1967 di Indonesia (4). Sampai sekarang belum berhasil memperoleh "clearance" dari pihak yang berwenang untuk beberapa makanan yang dianggap sudah cukup "aman" dimakan oleh konsumen. Usaha untuk memperoleh izin tersebut bagi beberapa komoditi makanan sedang dilakukan (3). Pada pembukaan Pertemuan Koordinasi Penelitian Pengawetan Dengan Iradiasi yang berlangsung di Davis, Kalifornia, Amerika Serikat, Chancellor Emeritus Universitas Kalifornia, Dr. Emil Mrah antara lain mengatakan: " adalah hal yang biasa bahwa teknologi baru seperti pengawetan makanan dengan proses iradiasi menghadapi proses yang lambat diterima oleh industri makanan " (6). Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang manfaat proses iradiasi untuk disinfestasi serangga gudang pada beras, yang perlu dipertimbangkan sebagai salah satu alternatif dalam upaya menyelamatkan beras dari kerusakan dalam penyimpanan. PENYUSUTAN AKIBAT KERUSAKAN Pada tahun 1981 produksi beras mencapai sekitar 22 juta ton, yang berarti lebih dari dua kali lipat produksi beras pada waktu pra-pelita, yang waktu itu baru mencapai sekitar 10 juta ton (7). Angka tersebut sesungguhnya lebih tinggi, bilamana kehilangan yang terjadi pada waktu pra-panen, waktu panen sampai menjadi beras dapat diselamatkan, atau setidak-tidaknya ditekan serendah mungkin. Kehilangan ini dapat bersifat kualitatif dan kuantitatif. Tidak sedikit jumlah komoditi makanan yang terbuang sebagai akibat kerusak· an yang disebabkan pembusukan, serangga, baik sewaktu masih berada di lapangan maupun dalam pengangkutan, sewaktu dip roses, penyimpanan, dan: penyaluran; Kerugian yang disebabkan pembusukan, dan penyebab lainnya cukup besar dan kadang-kadang melebihi 25% dari produksi yang seharusnya diperoleh (4). Menurut FAO yang dikutip DANDI SUKARNA (8), kehilangan hasil panen di negara berkembang mencapai 10 -.30%, antaranya sekitar 5% disebabkan berbagaijenis hama gudang, tikus, tungau, burung, dan jasad renik. Angka BULOG yang dikutip oleh penulis yang sarna (8) memperkirakan sekitar 25%, terdiri atas 8% pada waktu panen, 5% waktu pengangkutan, 2% waktu pengeringan, 5% waktu penggilingan, dan 5% waktu penyimpanan. SOEMARDI (9) menyebutkan bahwa kehilangan bobot beras dipengaruhi banyak faktor, selain dari itu belum ada kesepakatan cara penentuan dan parameter yang tepat untuk digunakan. Menurut para ahli, jumlah kehilangan itu beraneka ragam, antara 10 - 37%, sedang kehilangan kuantitatif yang diteliti menunjukkan angka 4,5% pada proses panen/perontokan, 2,5% pada pengeringan, 4% waktu 100
penggilingan, dan2,1 % waktu penyimpanan. Angka-angka terse but di atas dianggap tidak tepat dan tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya oleh kalangan tertentu, oleh sebab itu dianggap perlu diteliti kembali. Namun demikian angka-angka terse but sudah memberikan suatu gambaran bahwa selama penyimpanan memang terjadi kehilangan yang disebabkan kerusakan yang bervariasi an tara tempat yang satu dan tempat yang lain.
Produksi beras tahun 1981 (7)
100 milyar 0,4 4% juta juta orang 2,1 (9) 22 juta ton
250 milyar Kerusakan5% (8) 1,1 juta dalam gudang 10 juta orang
Kehilangan beras (ton)
Nilai kehilangan sebagai konsumsi (100 kg beras/ kapita/tahun)
Nilai (Rp) (Rp.250/kg)
Gambar 1. Produksi beras tahun 1981 - hubungan produksi dan kehilangan () = sumber pustaka.
101 '.
Bilamana direrhatikan skema da1azu Ga{J1b!f I ~HPHt QiFirfiuH~gn ~i\gF; besarnyakehilangan beras dalam penyimpanan bila dinilai dengan potensi yang dapat digunakan untuk memberi makan 4 - 10 juta manusia bilamana kerusakan itu sepenuhnya dapat diatasi. Bila dinilai dalam bentuk uang, maka jumlahnya mencapai 100 - 250 milyar rupiah yang dapat dipakai untuk membeli berpuhm-puluh alat iradiasi (iradiator) bila untuk satu iradiator diperkirakan harganya sekitar 1,25 - 1,50 milyar rupiah (10). PENYEBAB KERUSAKAN Kehilangan hasil produksi disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain oleh kerusakan yang terjadi dalam penyimpanan. DANDI SUKARNA (8) mengidentifisir sekitar 20 jenis serangga yang terdapat pada komoditi makanan yang disimpan di gudang, namun hanya beberapa jenis saja yang digolongkan sebagai hama yang penting. Di an tara serangga yang sudah diidentifisir itu yang khusus ditemukan pada beras yang disimpan terlihat dalam Tabell. Tabel 1. Serangga yang merusak beras dalam gudang *) Nama Kumbang:
Kupu-kupu:
III)
Keterangan Sitophilus oryzae L. S. zeamais Mot. Rhizopertha dominica F. Trogoderma granarium Everts Ahasverus advena Walk
Hama penting
Ephestia cautella Walk Plodia interpunctata Hbn. Corcyra cephalonica Stain. Doloessa viridis ZeU.
Hama Hama Hama Hama
Hama penting Hama penting Hama penting penting penting penting penting
Dikutip dari (8) dan disusun kembali
SURIAWIRIA yang dikutip oleh DANDI SUKARNA (8) menemukan pula jenis kapang pada beras yang diteliti, yang terdiri at as 10 strain Aspergillus, 4 strain Penicillium, dan 5 strain Fusarium. HUDA YA dkk. (11) melakukan pemeriksaan pada contoh beras BULOG dari 10 gudang beras dalam negeri dan 6 gudang beras impor, menemukan hama beras sebagai berikut: beras dalam negeri mengandung hama serangga Sitophilus spp., Tribolium spp., Oryzaephilus surinamensis, Rhyzopertha dominica, Tenebroides mauritanicus, dan Cryptolestes pusillus. Hama serangga yang dapat diidentifisir dari beras impor yaitu Tribolium spp., Oryzaephilus surinamensis, Sitophilus spp., Ephestia sp., dan Silphanus sp. Sitophillus spp., Tribolium spp., dan Oryzaephilus surinamensis ditemukan dalam jumlah besar. DANDI SUKARNA dan DJATNIKA KILIN (12) meneliti contoh beras dari gudang-gudang BULOG di Kabupaten Bogar, Bandung, Indramayu dan Cireban dan 102
menemukan serangga-serangga Sitophilus sp., Trobolium castaneum, Laemophloeus pusillus, Oryzaephilus surinamensis, Rhizopertha dominica, dan Carpophilus dimidiatus. Sedang dari kapal-kapal yang mengangkut beras untuk Indonesia ditemukan Trogoderma granarium Everts dari Pakistan dan Burma, Tribolium castaneum, Sitotroga cerealella dan Rhizopertha dominica dari Amerika Serikat (13). EI-KADY (14) menyebutkan dalam publikasinya bahwa S. oryzae, T. castaneum, O. surinamensis, dan E. kuhniella biasa ditemukan pada beras yang disimpan di Mesir. FU dkk. (15) mengatakan bahwa hama serangga yang sangat merugikan pada beras yang disimpan di Taiwan, yaitu S. zeamais Mot., Rhyzopertha dominica, T. castaneum Herbts, dan Sitotraga cerealella Oliver. Dari uraian di at as jenis hama serangga yang menyerang beras dalam penyimpanan yang terdapat di Indonesia hampir sarna dengan jenis serangga yang menyerang beras di luar negeri. USAHA PENYELAMATAN KONVENSIONAL Dalam praktek sehari-hari aneka ragam pestisida digunakan dalam upaya menyelamatkan beras dari kerusakan oleh serangga. Sampai sekarang metil bromida merupakan salah satu fumigan yang masih banyak digunakan di gudang-gudang penyimpanan beras. Menurut MAJUNDER yang dikutip DANDI SUKARNA (8), pemakaian metil bromida dengan konsentrasi yang lebih tinggi daripada yang diperlukan untuk mematikan serangga, dapat mematikan kapang Aspergillus spp. danPenicillium spp. pada komoditi makanan. Selain metil bromida dipakai pula berbagai jenis pestisida lainnya seperti tablet phosphin (nama perdagangan: Phostoxin), fumigan yang mengandung lindane (nama perdagangan, Gammexane smoke generator), Detia Gas-Ex-B, dan lain sebagainya. Pemakaian pestisida sebagai fumigan mempunyai daya bunuh yang terbatas, karena fumigan ini bersifat perlakuan-permukaan (surface treatment), sedang serangga perusak beras umumnya meletakkan telurnya dalam beras dan tumbuh dalam butir beras, sehingga pemakaian· fumigan perlu dilakukan berulang kali. Selain dari itu pemakaian fumigan dapat meninggalkan efek residu pada komoditi makanan yang diperlakukan. Meskipun diketahui dan disadari adanya kelebihan dan kelemahan dari pemakaian pestisida ini, namun belum diperoleh satu carapun yang dianggap tepat dan berhasil baik untuk pencegahan kerusakan oleh hama serangga gudang. Proses iradiasi sudah diteliti daya mampunya untuk tujuan disinfestasi serangga dalam penyimpanan komoditi makanan, dan tampaknya merupakan suatu alternatif yang perlu dipertimbangkan untuk digunakan pada waktu yang akan datang. PROSES IRADIASI UNTUKPENGAWETAN Proses iradiasi sudah sejak tahun 1950-an dicoba dalam penelitian pengawetan makanan. Proses iradiasi untuk tujuan pengawetan makanan dapat dikategorikan dalam 3 golongan (2), yaitu:
103
(1) Pemakaian dosis rendah (sampai 1 kGy). Dosis ini dipakai untuk meng· hambat pertunasan, disinfestasi serangga, dan penundaan pematangan buah.
(2) Pemakaian dosis sedang (1 - 10 kGy). Dosis ini dipakai untuk mengurangi jumlah mikroba, mengurangijumlah mikroba patogen bukan pembentuk spora, dan meningkatkan sifat teknologi bahan makanan. (3) Pemakaian dosis tinggi (10 - 50 kGy). Dosis ini dipakai untuk tujuan sterilisasi bersifat komersial, dan menghilangkan virus. Dosis sampai 10 kGy (1 Mrad) dinyatak~n "aman" untuk komoditi yang diawetkan dengan proses iradiasi, dan tidak memerlukan uji toksikologi. Untuk tujuan disinfestasi serangga gudang, dosis iradiasi yang diperlukan cukup rendah, yaitu sampai 1 kGy (kelompok pertama). Pengawetan makanan dengan iradiasi untuk tujuan disinfestasi serangga gudang, khususnya untuk beras sudah dilakukan oleh banyak negara, yaitu di Mesir (14), Taiwan (15), Jepang (16,17), Brazil (18,19,20), Malaysia (16), Belanda (3), Korea (21), dan mungkin juga di beberapa negara lainnya yang belum disebutkan oleh penulis. Tingkat perkembangan kegiatan dalam bidang pengawetan makanan dengan iradiasi, khususnya untuk disinfestasi serangga gudang pada beras di negara yang satu berbeda dari .yang lain, ada yang baru mulai dengan penelitian, ada pula yang sudilh lebih maju memasuki skala semi-pilot atau skala pilot, dan skala komersial. EI-KADY (14) melaporkan bahwa di Mesir sudah memasuki skala pilot, di Jepang sudah selesai dengan uji toksikologi dan ternyata bahwa beras yang diiradiasi tidak memberikan pengaruh negatif kepada hewan percobaan yang diuji (16), dan uji mutagenik terbukti tidak memberikan pengaruh yarig negatif (22). Laboratorium Karlsruhe sudah melakukan penelitian "wholesomeness" pada beras sejak tahun 1971 (23) dan ternyata tidak memberikan pengaruh negatif. Menurut M. MAHA (3), Belanda sudah memberikan "clearance" atau izin untuk beras dan tepung beras yang diawetkan dengan proses iradiasi untuk dimakan konsumen. Dengan adanya pernyataan yang dikeluarkan oleh Komite Gabungan Pakar FAO/WHOjIAEA bulan November 1980 di Geneva bahwa dosis maksimum sampai 10 kGy dikatakan "aman" untuk makanan yang diawetkan dengan iradiasi tanpa diperlukan uji toksikologi (2), membuka jalan yang lebih nyata bagi negara-negara yang mempunyai masalah dalam penyelamatan beras dalam penyimpanan, untuk mempertimbangkan pemakaian iradiasi pada waktu mendatang. Hal ini sangat penting artinya terutama bagi negara-negara berkembang, yang belum mempunyai fasilitas dan cara pengamanan yang memadai. Pemakaian proses iradiasi untuk tujuan disinfestasi hama serangga gudang, tampaknya mempunyai prospek yang cerah di waktu mendatang.
104
Gambar 2.
Aspek-aspek yang perlu diteliti dalam proses iradiasi pada beras untuk tujuan disinfestasi. Lingkaran dalam: aspek-aspek yang telah diteliti. Lingkaran luar: aspek-aspek menuju tingkat dimasyarakatkannya proses iradiasi untuk disinfestasi.
DISINFESTASI
SERANGGA
GUDANG DI INDONESIA
Gambar 2 memperlihatkan rangkaian kegiatan sehubungan dengan disinfestasi serangga gudang, khususnya pada beras dalam penyimpanan. Dalam lingkaran pertama terlihat tiga buah lingkaran kedl, masing-masing untuk iradiasi, beras, dan serangga. Untuk proses iradiasi diperlukan sumber radiasi, seperti sinar gamma 60Co atau sinar gamma
137CS,
besarnya sumber, 1aju dosis 105
sumber, dosis yang diperlukan untuk tujuan disinfestasi, dan dosimetri yang me. nentukan distribusi dosis pada bahan yang diiradiasi. Untuk beras, perlu diteliti jenisnya, produksi asal, dari dalam negeri atau beras impor, mutu sosohan, beras kepala, beras slijp, waktu setelah panen, kadar air dalam beras, dan tingkat awal kontaminasi serangga. Untuk serangga perlu diteliti tentang jenis serangga :yang~ merusak beras dalam penyimpanan, daur hidup tiap jenis serangga, stadia perkembangannya, serangga pada beras lokal dan pada beras impor. Setelah iradiasi dilakukan, apa yang terjadi pada beras dan serangga? Pemakaian iradiasi di sini bertujuan untuk disinfestasi serangga, maka sasaran pertama yang harus diperhatikan ialah reaksi iradiasi pada serangga, apakah semua serangga pada semua tingkat stadianya musnah atau mati, kalau tidak bagaimana perkembangan selanjutnya bagi yang dapat bertahan ("survive"). Oleh sebab itu perlu dicari dosis yang tepat yang dapat mematikan serangga pada semua tingkat stadianya. Dalam hal ini banyak.. faktor yang perlu diperhatikan, antara lain faktor suhu (20), laju dosis, cara perlakuan iradiasi, dan lain sebagainya. Dosis 0,15 - 0,16 kGy sudah cukup efisien mematikan atau menghentikan per· kembangan serangga S. oryzae L (24, 25); dosis 0,08 - 0,12 kGy dianggap sudah cukup efisien membunuh semua stadia serangga S, oryzae L. dalam waktu dua minggu (24, 26). Serangga lain yang juga merusak beras seperti Tribolium sp. dan Ephestia sp. ternyata tidak dapat berkembang biak pada dosis 0,15 - 0,16 kGy. Berbagai Penelitian telah dilakukan terhadap hama serangga beras, baik memakai iradiasi (27, 28, 29, 30), memakai 32p (31, 32), tanpa memakai iradiasi ataupun 32p (11,32) .. Dan bagaimana yang terjadi dengan beras yang diiradiasi? Seperti yang terlihat pada Gambar 2, perlu diperhatikan hal-hal yang menyangkut sifat fisika, kimiawi, dan nilai gizi beras yang telah diiradiasi. Beberapa penelitian telah dilakukan dalam hal ini, dan memberikan gambaran bahwa thiamin beras tidak mengalami kerusakan oleh iradiasi (25, 34). Peneliti lain (35) melaporkan bahwa tidak terjadi perubahan sifat "flakiness" dan "gel consistency" beras iradiasi yang dimasak, begitu pula pH dan kadar amilosa. Suatu hal yang perlu diperhatikan bahwa iradiasi tidak memberikan sifat kebal pada beras, sehingga infestasi ulang atau reinfestasi dapat saja terjadi dari serangga yang ada di sekitar tempat penyimpanan. Pencegahan terhadap reinfestasi adalah semata-mata tergantung kepada bahan pengemas yang dipakai dan kondisi tempat penyimpanan, khususnya yang menyangkut faktor kebersihan ("hygiene"). Lingkaran kedua menggambarkan jenis kegiatan yang perlu dilakukan sebelum pengawetan dengan iradiasi ini dimasyarakatkan. Kegiatan ini meliputi uji "whole. someness", yang meliputi uji toksikologi dan uji mutagenik melalui hewan percobaan, aspek hukum ("legal aspect") yang memberikan izin penggunaan makanan yang diiradiasi untuk konsumen rakyat. Di segi lain perlu dipelajari aspek ekonomi bila· mana sesuatu rencana sudah sampai kepada pendirian suatu plan iradiatof' untuk tujuan komersial. Berpedoman pada hasil Komite Gabungan Pakar FAO/WHO/IAEA yang ber· sidang pada bulan November 1980 (2) di Geneva, yang menyatakan bahwa makan106
an yang diiradiasi dosis maksimum 10 kGy adalah "aman" untuk dimakan tanpa memerlukan uji toksikologi lagi, khusus untuk disinfestasi serangga beras yang memerlukan dosis jauh lebih rendah dari pada itu (maksimum 1 kGy), serta hasil penelitian yang dilaporkan KAWABATA (16, 22) bahwa beras yang diiradiasi tidak memberikan pengaruh negatif bilamana dimakan, maka penggunaan iradiasi untuk tujuan disinfestasi serangga pada beras tidak perlu diragukan lagi tentang ke"aman"-annya bilamana dimakan konsumen. Sekarang tinggal menunggu keputusan Pemerintah cq Departemen Kesehatan untuk memberikan aspek hukum bagi komoditi makanan yang diproses dengan iradiasi, khususnya untuk beras. Dalam tahun 1969 sudah diadakan kerjasama an tara BATAN dan BULOG untuk penelitian penggunaan proses iradiasi dalam upaya mengurangi kerusakan oleh serangga gudang pada beras yang disimpan. Kerjasama serupa dilanjutkan lagi dalam tahun 1976. Mengikuti uraian di atas maka pengawetan bahan makanan dengan proses iradiasi adalah suatu alternatif yang perlu dipertimbangkan guna dikembangkan lebih lanjut. KESIMPULAN 1. 2.
3. 4.
5.
Proses iradiasi untuk tujuan disinfestasi serangga pada beras dalam penyimpanan dapat membunuh serangga pada semua tingkat stadia secara efektif. Berdasarkan keputusan rapat Komite Gabungan Pakar FAO/WHO/IAEA me- . ngenai "wholesomeness" makanan yang diiradiasi, yang menyatakan dosis maksimum sampai 10 kGy (= 1 Mrad) adalah "am an" untuk makanan yang diiradiasi tanpa diperlukan uji toksikologi lagi, maka dosis maksimum 1 kGy (= 100 krad) untuk tujuan disinfestasi serangga pada beras tidak perlu dikhawatirkan lagi. Namun demikian diperlukan "clearance" Pemerintah cq Departemen Kesehatan agar produk yang diiradiasi dapat sampai kepada konsumen. Iradiasi tidak memberikan sifat kebal atau imun pada beras, sehingga faktor reinfestasi perlu mendapat perhatian tersendiri, khususnya yang menyangkut teknologi pengemasan dan penyimpanan. Proses iradiasi sebagai suatu alterantif perlu dipertimbangkan dalam upaya menyelamatkan komoditi makanan, khususnya beras, dari kehilangan yang disebabkan kerusakan oleh serangga gudang.
PUST AKA 1. 2. 3. 4.
5.
ANONIM, Summary report of F AO/IAEA meeting on marketing, market testing and consumer acceptance of irradiated food, Food Irradiation News letter 7 1 (1983) 16. WHO, Wholesomeness of Irradiated Food. Report of a Joint FAO/IAEA/WHO Expert Committee (Techn. Rep. Series 659), WHO, Geneva (1981) 9. MAHA, M., Prospek penggunaan tenaga nuklir dalam bidang teknologi pangan. Bull. BAT AN III 2 (1982) 19. ABDULLAH, N., dan AMIRUDDIN, A., Kemungkinan pengembangan cara pengawetan dengan radiasi untuk bahan makanan dan hasil pertanian di Indonesia, Majalah BATAN I 2 (1968) 41. ANONIM, Legislation on food irradiation.in RCA countries, Food Irradiation Newsletter
51 (1981) 17. 107
6. ANONIM, Report on a FAO/IAEA Research Coordination Meeting on Factors Influencing
7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 20. 21.
22. 23. 24. 25. 26. 27.
28. 29.
30. 31.
108
thA mill~IAI Ai VMH budldlAft DfAMU, Dnll. OdlfMrllA U-1D June tOnt PooJ IrraJIation Newsletter 7 1 (1983) 3. SATARl, G., "Prospek peningkatan produksi padi di Indonesia", Lokakarya Penelitian Padi Bogor 22 - 24 Maret (1983). SUKARNA, D., "Masalah ham a gudang dan pengendaliannya", Risalah Lokakarya Pasca Panen Tanaman Pangan Cibogo, Bogor 5 - 6 April (1982) 181. SOEMARDI, "Penekanan kehilangan hasil dan program penelitian pasca panen", Risalah Lokakarya Pasca Panen Tanaman Pangan Cibogo, Bogor 5 - 6 April (1982) 203. RIDWAN, M., dan SUDJANA, K. (1983), Komunikasi pribadi. HUDAY A, M.S., DANUSUPADMO, C.J.S., NASROH, A., dan HARIY ADI, Perkembangan beberapa species serangga hama beras (Suatu perbandingan antara beras impor dan beras dalam negeri sebagai media) (1980) tidak diterbitkan. SUKARNA, D., and KlLIN, D., "Research activities on storage insect at the Central Research Institute for Agriculture", Symp. Pest of Storage Products, April 24 - 26, BIOTROP, Bogor (1978). SURIAWIRIA, Deteksi, pengukuran dan evaluasi jamur penghasil mikotoksin pada beras dan gabah, Project Report 1977, National Logistic Agency, Jakarta (1977). EL-KADY, E.A., "Use of radiation disinfestation in the control of rice insect pests during storage", Combination Processes in Food Irradiation (Proc. Symp. Colombo, 1980), IAEA, Vienna (1981) 229. FU, Y.K., TSAI, C.M., WU, W.S., CHANG, M.S., CHANG, Y.N., and SHU, S.L., Food Irradiation Studies at the Institute of Nuclear Energy Research, Taiwan, Rep. of China, INIS ATOM INDEX 1312 (1982) 4234. KAWABATA, T., "Food irradiation development in Japan", Combination Processes in Food Irradiation (Proc. Symp. Colombo, 1980), lAEA, Vienna (1981) 387. TATSUO, H., Development of grain irradiator. Optimum design of the irradiator. In Ja· panese, INIS ATOMINDEX 1322 (1981) 7934. WIENDL, F.M., ARTHUR, V., WALDER, J.M.M., and SGRILLO, R.B., Effects of gamma radiation in rice, substrate for Sitophilus oryzae culture. In Portugese, INIS ATOMINDEX 13 10 (1982) 3477. BARBOSA, AP., Interaction of gamma radiation and temperature on determination of the sterilizing dose of some stored products, M.S. Thesis, In Portugese, INIS ATOMINDEX 11 1 (1980) 166. UMEDA, K., Introduction of the Irradiation Treatment Technology to Korea and the Analysis of Its Influence on the Food Distribution and Utilization, National Food Re· search Institute, Ministry of Agriculture and Forestry, Tokyo, Japan (1977). KAWABATA, T. (1983), Komunikasi pribadi. LOAHARANU, P. (1983), Komunikasi pribadi. ISMACHIN, M., Studi pengawetan beras dengan menggunakan sinar gamma (Co.60), Ma· jalah BATAN 41 (1971) 25. ANONIM, Laporan akhir penelitian pengawetan beras dengan radiasi sinar gamma (Kerja· sarna BULOG·BAT AN). BULOG-BATAN (P2PsD/39/1970, Pusat Penelitian Pasar Djumat Djakarta (1970). ABDULLAH, N., SlAG IAN, E.G., ISNAENI, M., and ISMACHIN, M., "Laboratory work on food irradiation in Indonesia", Peaceful Uses of Atomic Energy, Vol. 12 (Proc. of Fourth International Conference Geneva, 1971), lAEA, Vienna (1972) 337. HUDAYA, M., SRI HARIANI, ISMACHIN, M., and DJUSMADI, Pengaruh penyinaran sinar gamma terhadap Calandra oryzae L pada jagung dan beras, Majalah BATAN I 1 (1968) 6. HUTABARAT, D., dan ISCHAK, S., "Pengaruh penyinaran sinar gamma pada Tribolium confusum D", Simposium II Aplikasi Radioisotop, Jakarta (1970). ABDULLAH, N., and HUDAYA, M., "The prospect of applying food irradiation in Indonesia", Aspect of the Introduction of Food irradiation in Developing Countries (Proc. of a Panel Bombay, 1972),IAEA, Vienna (1973) 71. ISMACHIN, M., dan ABDULLAH, N., "Aspek penelitian yang sudah dan yang sedang di· kerjakan dalam hubungan pemakaian radiasi untuk pengawetan beras", Seminar Radio· isotop PRAB, Bandung 18-19 Februari (1970). HARIY ADI, R.S., dan SUDARMAN, H., Penentuan potensi peneluran Sitophilus oryzae (L) dengan teknik perunut P-32 (1979), belum diterbitkan.
32. DANUSOEPADMO, C.J.S., Percobaan terbatas untuk memperkirakan kuantita nisbi makanan yang diambil oleh empat species serangga hama beras dari Orde Coleoptera dengan teknik perunut P-32 (1977), belum diterbitkan. 33. DANUSOEPADMO, C.J.S., NASROH, A., dan HARIY ADI, R.S., "Hubungan antara komposisi butiran beras dan derajat perkembangan populasi Sitophilus sp. dan Tribolium sp. dan kerusakan yang terjadi", Seminar Biologi Nasional, Bandung (1970). 34. SOEJONO, dan PAMUNTJAK, M., "Pengaruh radiasi sinar gamma terhadap thiamin pada beras", Simposium II Aplikasi Radioisotop, Jakarta (1970). 35. SUGIHAT, Y., "Pengaruh radiasi disinfestasi pada sifat fisik dan kimia beras", Hasil Penelitian 1975 - 1976 PAIR-BATAN (1983) 38.
109
DlSKUSI
L. LAKSMI D. SISWOPUTRANTO: Bagaimana masalah pengepakan yang harus dipergunakan untuk mencegah timbulnya kembali kontaminasi serangga. Dengan alat kemas berIubang akan timbullagi kontaminasi, sebaliknya dengan alat kemas kedap timbul kelembaban karena kadar air yang tinggi. Kita ketahui beras, kopi, jagung banyak dihasilkan petani dengan kadar air tinggi, belum memenuhi persyaratan yang ditentukan. NAZIR ABDULLAH: Seperti digambarkan dalam gambaran transparansi tadi, masalah reinfestasi, merupakan masalah yang perIu diperhatikan lebih lanjut, karena iradiasi tidak menimbulkan immunitas pada beras yang diiradiasi. Dalam penelitian terdahulu sudah dicoba berbagai macam bahan pengemas, seperti plastik, kain belacu, karung, kertas, dan lain-lain. Namun demikian penelitian mengenai bahan pengemas ini perIu diteliti mendetail. YAY ASAN LEMBAGA KONSUMEN: Apa yang dimaksud dengan kalimat pada paper Bapak: Di Indonesia kita baru berada pada taraf yang disebutkan terakhir, yaitu belum ada komoditi makanan yang diawetkan dengan iradiasi yang memperoleh predikat "aman" untuk dikonsumsi. Sedang judul paper Bapak adalah: Pengawetan bahan makanan dengan proses iradiasi, suatu alternatif yang patut dipertimbangkan. NAZIR ABDULLAH: Yang dimaksudkan dalam teks makalah ialah belum ada komoditi makanan yang diproses dengan iradiasi yang sudah mendapat "cl~arance" dari yang berwewenang di negara kita, walaupun beberapa jenis komoditi sudah lanjut dalam penelitiannya. DIREKTORAT STANDARDISASI - DEPARTEMEN PERDAGANGAN: Seperti diuraikan oleh Bapak bahwa kehilangan Rp. 100 milyar dapat diatasi apabila uang terse but digunakan untuk pembelian iradiator. (I) Apakah dengan iradiasi dapat menjamin tidak akan terjadi kehilangan dalam penyimpanan? (2) Untuk jangka waktu berapa lama beras yang telah mengalami iradiasi tahan dalam penyimpanan di gudang-gudang? NAZIR ABDULLAH: Proses iradiasi memang tidak menjamin tidak terjadinya kehilangan dalam penyimpanan. Yang dijamin oleh iradiasi ialah untuk mematikan serangga gudang pada semua stadianya. Bila serangganya dapat dimatikan, diharapkan kehilangan yang disebabkan oleh serangga dapat teratasi, asal sesudah iradiasi dapat dibendung atau diperkecil kemungkinan terjadinya reinfestasi (rekontaminasi). Dalam penelitian terdahulu ditemukan bahwa dengan pengemas yang baik dapat disimpan lebih lama, bahkan lebih dari 1 tahun. 110
HARIY ADI HALID: KOMENTAR (1) Apabila teknik iradiasi akan diterapkan dalam penyimpanan beras perlu ada suatu kelayakan yang terpadu. (2) Angka-angka yang Bapak sebutkan ten tang kerusakan selama penyimpanan cukup besar. Hal terse but lebih banyak teIjadi di tingkat petani karena tidak ada sistem pengendalian hama gudang yang baik. NAZIR ABDULLAH: Seperti diuraikan tadi, mungkin data-data kerusakan yang disajikan itu tidak "up to date" lagi, namun demikian diakui bahwa ada kerusakan-kerusakan yang teIjadi selama penyimpanan oleh serangga gudang. Saya sependapat dengan saudara penanya, bahwa survei terpadu perlu dilakukan. Bahkan arah penelitian selanjutnya perlu dipertimbangkan secara terpadu pula. PT. (PERSERO) SUCOFINDO: Soal pengadaan beras terlalu kompleks, karena pengadaan terpencar-pencar, ada puncak panen dari satu sentra ke sentra lain. Sebaliknya proyek pengadaan jagung di daerah Jatim dan Sulawesi Selatan (Kendari) dapat dipakai sebagai pilot project irradiation karena jagung cepat menu run mutunya dalam penyimpanan. Juga gandum dan tepung terigu yang pabriknya terbatas tapi produksinya cukup tinggi bisa dicoba untuk iradiasi. NAZIR ABDULLAH: Karena ini bersifat komentar, saya kira tidak ada jawaban yang perlu saya berikan. Saran terse but akan dipertimbangkan. A. HALIM: Komentar Cara pengawetan beras seperti yang anda jelaskan dalam makalah nampaknya sulit diterapkan di tingkat petani, walaupun jumlah keseluruhan yang disimpan di ting· kat petani sangat besar (85 - 90% dari total produksi per tahun). Hal ini disebab· kim antara lain sebagai berikut: (1) petani menyimpan gabah dalam jumlah keeil dan letaknya terse bar . (2) dengan moon meluasnya penggunaan varitas-varitas padi baru (VUTW) yang berumur pendek, maka masa simp an di tingkat petani lebih pendek dari tahun· tahun yang lampau (3.6 bulan). (3) teknologi iradiasi terlalu tinggi bagi pengetahuan dan ketrampilan di tingkat petani. Oleh karena itu kemungkinan aplikasi teknologi iradiasi adalah di gudang-gudang yang menyimpan dalam jumlah besar seperti di BULOG, swasta eksportir, dan lainlain. NAZIR ABDULLAH: Saya sependapat dengan saudara, memang demikian halnya.
I]]