ISSN: 2339-0654
PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIKA Jakarta, 7 Juni 2014
SNF 2014
Sekretariat: JURUSAN FISIKA FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA JL. PEMUDA NO. 10. RAWAMANGUN, JAKARTA TIMUR 13220 NO. TELP. 021-29266285, 29266284
PF-71: PERANAN PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PERTANYAAN (LEARNING BY QUESTIONING) TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR SISWA: STUDI DI BEBERAPA SMA DI SIDOARJO Nadi Suprapto1*), Suliyanah2, Setyo Admoko3 1,2,3
*)
Prodi Pendidikan Fisika, Jurusan Fisika, FMIPA UNESA
Email:
[email protected];
[email protected]
Abstrak Fokus penelitian ini adalah menganalisis peranan pembelajaran fisika melalui pertanyaan “LBQ” (learning by questioning) terhadap keterampilan berpikir siswa SMA, yang ditinjau dari aspek: gain peningkatan keterampilan berpikir, aktivitas guru dalam menerapkan siklus pertanyaan, dan respons siswa dan guru model terhadap pembelajaran. Setelah dihasilkan beberapa contoh perangkat pembelajaran LBQ yang terdiri atas silabus, RPP, LKS dan panduannya, buku siswa, Lembar penilaian dan kuncinya, selanjutnya dilakukan penerapan di sekolah. Desain penelitian yang digunakan adalah Research and Development (R&D). Subyek yang digunakan selama penerapan perangkat adalah 124 siswa yang tersebar di tiga SMA di Sidoarjo dengan peringkat akreditasi yang sama. Hasil penelitian menunjukkan: (a) Penerapan LBQ dapat meningkatkan keterampilan berpikir siswa dengan perolehan gain untuk 10 atribut keterampilan berpikir berada pada rentang 0,34 sampai 0,71 dengan rata-rata 0,54 (sedang); ditemukan enam atribut keterampilan berpikir (60%) dari sepuluh yang diteliti yang konsisten dan dapat ditingkatkan dengan pembelajaran melalui pertanyaan (LBQ). Keenam atribut tersebut adalah menganalisis dan mensintesis (analizing and synthesizing), meningkatkan kualitas pertanyaan (raises questions), menggali informasi (information searching), menggunakan konsep (utilizes concept), membuat inferensi (makes inferences), dan mengambil keputusan (making decision), (b) Aktivitas guru dalam menerapkan siklus pertanyaan menunjukkan dominan dalam merencanakan pertanyaan, menanya, mendengarkan respons siswa, namun kurang dalam memberikan waktu tunggu, (c) Guru model dan siswa merespons positif LBQ. Guru model menganggap LBQ sesuai untuk diterapkan dalam pembelajaran fisika, sementara siswa memberikan jawaban positif sebesar 84,27%.
Kata Kunci: pembelajaran fisika, pertanyaan,LBQ, SMA, keterampilan berpikir
1. Pendahuluan Pembelajaran yang efektif harus menumbuhkembangkan rasa ingin tahu siswa. Hal ini yang membuat kontinuitas dalam pembelajaran (fisika). Proses belajar seseorang tidak akan pernah berhenti karena akan selalu timbul pertanyaanpertanyaan dalam kehidupan sehari-harinya [1]. Sebenarnya, guru secara umum (termasuk guru fisika) sering kali menganjurkan “pemecahan masalah” tetapi jarang didengar tentang pentingnya penciptaan masalah-masalah dan pengajuan pertanyaan-
pertanyaan. Guru hanya sebagai pemberi masalah kepada pebelajar bukan pengorientasi masalah. Kerapkali masalah muncul dari guru bukan dari siswa karena kegagalan atau kurang terampilnya selama proses penciptaan masalah tersebut [2]. Berdasarkan rasional tersebut akhirnya telah dikembangkan contoh perangkat pembelajaran melalui pertanyaan (Learning by Questioning) oleh peneliti yang terdiri dari tiga topik fisika SMA: fluida statis, perpindahan kalor, dan Hukum-hukum Newton sesuai dengan Kurikulum 2013. Perangkat pembelajaran tersebut terdiri atas silabus, RPP, LKS dan panduannya, buku siswa, Lembar penilaian LBQ dan kuncinya. Perangkat pembelajaran yang
236 223
dikembangkan telah memenuhi validasi konstruksi dan isi [2] sehingga bisa diimplementasikan di kelas. Strategi pertanyaan ini dikembangkan dari inovasi Corebima sejak tahun 1985 melalui pembelajaran berpola PBMP (Pemberdayaan Berpikir Melalui Pertanyaan) atau Thinking Empowerment by Questioning (TEQ) [3] dan Suprapto tahun 2010 mengenai pembelajaran bertanya Sokrates (Socratic Method) dan pembelajaran melalui serangkaian pertanyaan pemandu (Guiding Questions) [4], sebagaimana ilustrasi berikut:
sebesar 76,7%. Hasil ini jika dibandingkan dengan respons guru model menunjukkan adanya perbedaan yang cukup signifikan atau sekitar 18 poin (95% berbanding 76,7%) [2]. Hal ini berarti reliabilitas jawaban siswa maupun jawaban guru masih perlu dikonfirmasi lagi, mengingat implementasi terbatas pada satu kelas di sebuah SMA di Sidoarjo. Selain itu aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran belum terukur dan teramati dalam penelitian sebelumnya. Untuk itu akan dilakukan validasi empiris terkait konfirmasi, klarifikasi, dan konsistensi variabel yang telah diperoleh agar diperoleh gambaran pembelajaran fisika melalui pertanyaan “LBQ” (learning by questioning) terhadap keterampilan berpikir siswa SMA, yang ditinjau dari aspek: gain peningkatan keterampilan berpikir, aktivitas guru dalam menerapkan siklus pertanyaan, dan respons siswa dan guru model terhadap pembelajaran.
2. Metode Penelitian
Gambar 1. Proses Pengembangan Pembelajaran LBQ [5] Hasil implementasi perangkat pada kelas terbatas yang sebelumnya telah dilakukan terkait peningkatan keterampilan berpikir siswa menunjukkan gain peningkatan untuk 10 atribut keterampilan berpikir berada pada rentang 0,27 sampai 0,73 dengan rata-rata 0,48 (sedang). Perolehan tertinggi dicapai oleh siswa dalam hal menggali informasi (information searching) dan terendah pada membuat asumsi (makes assumption). Melalui pembelajaran bertanya, keterampilan siswa dalam hal meningkatkan kualitas pertanyaan (raises questions) meningkat 72 persen [2]. Pembelajaran melalui pemberian pertanyaan menjembatani siswa aktif menjawab pertanyaanpertanyaan yang memacu timbulnya pertanyaanpertanyaan baru. Hal tersebut nampaknya berhubungan dengan semakin berkembangnya penalaran siswa. Hal ini sejalan dengan pernyataan “melalui pertanyaan dapat dikembangkan kemampuan berpikir (kritis), yang merupakan salah satu ciri dari berkembangnya penalaran formal” [6]. Selanjutnya pada implementasi terbatas tersebut juga diperoleh tanggapan atau respons guru model dan siswa dalam pembelajaran. Guru model merespon positif atau sebesar 95 persen penerapan LBQ sangat sesuai dilaksanakan di kelas fisika. Di sisi lain, mayoritas siswa juga memberikan respons positif
Jenis penelitian yang dipilih adalah Research and Development (R&D). Penelitian diawali dengan menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut [7]. Penelitian dibatasi hanya pada sebuah contoh perangkat pembelajaran bertanya model LBQ pembelajaran Fisika di SMA materi fluida statis. Atribut-atribut keterampilan berpikir yang teliti dibatasi hanya pada 10 atribut [2]. Subjek penelitian adalah siswa SMA program MIPA di Sidoarjo, dengan melibatkan guru mitra fisika. Pemilihan SMA dilakukan melalui teknik sampling purposive yakni dengan pertimbangan lokasi dan memperhatikan akreditasi sekolah yang setara dengan sekolah saat implementasi terbatas. Penelitian telah dilakukan di 3 SMA di Sidoarjo dengan total siswa yang terlibat sebanyak 124 orang. Distribusi siswa di tiga SMA tersebut dinyatakan dalam Tabel 1. Tabel 1. Sebaran Siswa No.
Sekolah
L
P
Jumlah
1.
SMAN 4 Sidoarjo
14
28
42
2.
SMAN 1 Wonoayu
18
22
40
3.
SMAN 1 Taman
13
29
42
Total
45
79
124
224 237
Data yang dikumpulkan dari sumber-sumber: pengamat pembelajaran, guru mitra, dan siswa pada dasarnya dapat diklasifikasikan ke dalam jenis data atribut (baik/ sedang/ kurang baik, positif/ negatif, dan sejenisnya) yang terejawantahkan dalam kalimat pernyataan dan hasil-hasil penelitian. Beberapa atribut dikuantifikasi untuk memudahkan pemberian analisis. Sehingga teknik analisis data yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif dengan persentase dan analisis logis. Peningkatan keterampilan berpikir siswa dihitung dengan rumus gain (g) rata-rata ternormalisasi [8], [9].
= (%<Sf> - %<Si>)/(100 - %<Si>)
Sf dan Si adalah rata-rata skor keterampilan berpikir akhir (final) dan rata-rata skor keterampilan berpikir awal (initial) yang dinyatakan dalam persen. Besarnya faktor-g (gain) dikategorikan: [g >0,7 =tinggi; 0,3≤ g ≤0,7= sedang; g < 0,3= rendah].
3. Hasil dan Pembahasan Perolehan gain peningkatan keterampilan berpikir untuk 10 atribut yang diteliti dideskripsikan pada Gambar 2.
(1)
Perolehan (gain) keterampilan berpikir Atribut keterampilan berpikir: 90 80
a. Menganalisis dan mensintesis (analizing and synthesizing)
70
b. Meningkatkan kualitas pertanyaan (raises questions)
60
c. Menggali informasi (information searching)
50
d. Mengolah informasi (information prosesing)
40
e. Menggunakan konsep (utilizes concept) f. Membuat inferensi (makes inferences) g. Membuat asumsi (makes assumption)
30 20 Spost
a
b
c
d
e
f
g
h
77.33 80.14 83.22 56.97 76.14 73.16 50.48
Spre
54.2
i
j
72.68 57.24
40.06 31.75 53.14 33.97 41.14 35.16 25.52 24.2 31.68 27.24 g (x 100) 62.00 71.00 64.00 35.00 59.00 59.00 34.00 40.00 60.00 41.00
h. Membangun implikasi (generates implications) i. Mengambil keputusan (making decision) j. Memecahkan masalah secara kreatif (creative problem solving)
Gambar 2. Grafik perolehan (gain) keterampilan berpikir siswa Berdasarkan Gambar 2 di atas terlihat bahwa distribusi keterampilan berpikir siswa beragam. Sebaran gain keterampilan berpikir dari kesepuluh atribut berkisar 0,34 sampai 0,71 dengan rata-rata 0,54 (berkategori sedang). Gain perolehan tertinggi adalah keterampilan dalam meningkatkan kualitas
pertanyaan (atribut ke-) sebesar 0,71 (berkategori tinggi). Sebaliknya, keterampilan dalam membuat asumsi (atribut ke-7), perolehan gainnya terendah sebesar 0,34 (berkategori sedang). Sementara itu gain ke-8 atribut keterampilan berpikir yang lain juga berkategori sedang dari 0,35 sampai 0,64.
238 225
Sebaran keterampilan berpikir: Atribut (2) Meningkatkan kualitas pertanyaan (raises questions) 100 90 80 70
Skor
60 50 40 30 20 10 0 0
8
16 24 32 40 48 56 64 72 80 88 96 104 112 120
Kode Siswa
2f
μ 80,14
2i 31,75
Skor
Gambar 3. Perbandingan keterampilan siswa dalam meningkatkan kualitas pertanyaan dalam pembelajaran. Sebaran keterampilan berpikir: Atribut (7) Membuat asumsi (makes assumption)
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0
8
16 24 32 40 48 56 64 72 80 88 96 104 112 120
Kode Siswa
7f μ 50,48
7i 25,52
Gambar 4. Perbandingan keterampilan siswa dalam membuat asumsi dalam pembelajaran.
Rata-rata keterampilan siswa dalam meningkatkan kualitas pertanyaan meningkat dari 31,75 menjadi 80,14. Sebaran keterampilan berpikir siswa dalam meningkatkan kualitas pertanyaan ditunjukkan pada Gambar 3. Adapun rata-rata keterampilan siswa dalam membuat asumsi meningkat dari 25,52 menjadi 50,48. Sebaran keterampilan berpikir siswa dalam meningkatkan kualitas pertanyaan ditunjukkan pada Gambar 4. Jika dibandingkan skor awal keterampilan berpikir siswa dan skor akhirnya, untuk atribut ke-2 tidak ada tumpang tindih. Artinya seluruh siswa mengalami peningkatan keterampilan setelah pembelajaran LBQ. Kondisi ini bertolak belakang dengan atribut ke-7 dimana terdapat siswa dengan skor awal yang lebih tinggi dari skor akhir siswa yang lain. Artinya LBQ kurang berperan dalam meningkatkan keterampilan siswa dalam membuat
asumsi. Hal ini bisa dimaklumi karena siswa kurang bisa membedakan antara asumsi dan hipotesis. Temuan lain penelitian adalah hanya 6 atribut yang identik dengan sebaran atribut butir 2 yang konsisten dalam meningkatkan keterampilan berpikir siswa. Selain itu jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh saat implementasi terbatas [2] juga sejalan, yaitu keterampilan siswa dalam menganalisis dan mensintesis (analizing and synthesizing), meningkatkan kualitas pertanyaan (raises questions), menggali informasi (information searching), menggunakan konsep (utilizes concept), membuat inferensi (makes inferences), dan mengambil keputusan (making decision). Selanjutnya terkait dengan aktivitas guru dalam menerapkan siklus pertanyaan [10]
226 239
ditunjukkan pada Tabel 2. Komponen siklus pertanyaan sebagai komponen aktivitas guru yang
direkam.
Tabel 2. Aktivitas guru dalam menerapkan siklus pertanyaan.
No.
Komponen siklus pertanyaan
Keterlaksanaan *)
Rata-rata Penilaian (kategori) *)
1.
Merencanakan pertanyaan
T
3,83 (SB)
2.
Menanyakan
T
4,00 (SB)
3.
Memberikan waktu tunggu (1)
T
3,17 (B)
4.
Mendengarkan respons siswa
T
3,67 (SB)
5.
Menilai respons siswa
T
3,33 (B)
6.
Memberikan waktu tunggu (2)
T
2,83 (B)
7.
Menindaklanjuti respons siswa dengan pertanyaan lainnya
T
3,67 (SB)
*) : T = Terlaksana, SB = Baik, B = Baik Berdasarkan Tabel 1, semua tahapan siklus pertanyaan terlaksana dengan baik dengan kategori baik dan sangat baik. Rata-rata penilaian terendah sebesar 2,83 pada aktivitas memberikan waktu tunggu dan penilaian tertinggi pada aktivitas menanyakan sebesar 4. Aktivitas dalam siklus pertanyaan yang pertama adalah kemampuan guru dalam merencanakan pertanyaan. Perencanaan pertanyaan efektif terdiri atas 3 langkah utama: mempertimbangkan tujuan pembelajaran, memikirkan karakteristik siswa, dan menyiapkan pertanyaan pemandu yang akan digunakan dalam menyelenggarakan pembelajaran. Pada langkah pertama, guru menyatakan konsep utama yang akan dipelajari dan membuat kerangka konsep-konsep utama dan pertanyaan pemandu yang akan membuat siswa menjawab dan menghubungkan pertanyaan esensial ke dalam unitnya. Pada tahap kedua, asking question, guru menggunakan pertanyaan dengan level-level yang
berbeda tergantung tujuan yang ingin dicapai. Pertanyaan berkategori Higher Order Thinking digunakan saat orientasi guru menggali keterampilan berpikir siswa [11]. Aktivitas guru dalam mendengarkan respons dan menialai respons siswa juga terlaksana dengan baik. Adapun wait time atau waktu tunggu harus diperhatikan dalam proses pembelajaran. Eksperimen Mary Budd Rowe (1978) menemukan “ guru bertanya diantara tiga dan lima pertanyaan tiap menit”, dengan hasil siswa secara otomatis juga akan menjawab atau mendengar ratusan informasi selama sehari. Ratarata waktu tunggu antara pertanyaan dan jawaban kurang dari satu detik [12]. Sangat jarang guru yang menggunakan longer pause atau memperhatikan waktu tunggu ini. Hal ini sejalan dengan penelitian ini yang ditunjukkan dengan hasil penilaian aktivitas guru dalam memberikan waktu tunggu terendah (2,83). Rowe juga mencatat bahwa semakin lama waktu tunggu akan menciptakan perubahan respons jawaban dari siswa. Tahapan
240 227
terakhir dari siklus pertanyaan adalah menindaklanjuti respons siswa dengan pertanyaan lainnya yang berkategori sangat baik. Semua tahapan ini dalam pembelajaran melalui bertanya harus operasional dan terukur sehingga tujuan pembelajaran tercapai agar pembelajaran dengan pertanyaan tercapai. Terkait tanggapan atau respons guru model dan siswa menunjukkan hasil yang positif. Guru model merespon positif atau sebesar 91,67 persen penerapan pembelajaran LBQ. Mereka berpendapat, pembelajaran fisika dengan strategi LBQ sangat menarik dan tidak membosankan. Strategi LBQ membuat siswa lebih aktif bertanya dan menjawab pertanyaan dalam proses
4.
pembelajaran. Selain itu, pembelajaran fisika dengan strategi LBQ menjadikan siswa lebih termotivasi untuk belajar dan berprestasi. Adapun dari angket respons siswa diketahui bahwa mayoritas siswa memberikan respons yang positif dengan persentase jawaban ya terhadap seluruh butir aspek penilaian adalah sebesar 84,27%. Selain itu guru model menyatakan bahwa pembelajaran ini membutuhkan waktu yang lebih banyak dari pada pembelajaran yang biasanya dilakukan di kelas sebagaimana dinyatakan oleh Kawalkar, Aisha [13] memberikan ilustrasi tentang tahapan pembelajaran yang menekankan pertanyaan sebagai permintaan kognitif dan dalam hubungannya dengan penemuan konsep ilmiah dan pencapaian tujuan pembelajaran.
Kesimpulan
Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah (1) penerapan LBQ dapat meningkatkan keterampilan berpikir siswa dengan perolehan gain untuk 10 atribut keterampilan berpikir berada pada rentang 0,34 sampai 0,71 dengan rata-rata 0,54 (sedang); ditemukan enam atribut keterampilan berpikir (60%) yang konsisten dan dapat ditingkatkan dengan pembelajaran melalui pertanyaan (LBQ). Keenam atribut tersebut adalah menganalisis dan mensintesis (analizing and synthesizing), meningkatkan kualitas pertanyaan (raises questions), menggali informasi (information searching), menggunakan konsep (utilizes concept), membuat inferensi (makes inferences), dan mengambil keputusan (making decision), (b) Aktivitas guru dalam menerapkan siklus pertanyaan
menunjukkan dominan dalam merencanakan pertanyaan, menanyakan, mendengarkan respons siswa, namun kurang dalam memberikan waktu tunggu, (c) Guru model dan siswa merespons positif pembelajaran dengan LBQ. Guru model menganggap LBQ sesuai untuk diterapkan dalam pembelajaran fisika, sementara siswa memberikan jawaban positif sebesar 84,27%. Penelitian ini merekomendasikan agar semua tahapan siklus pertanyaan dalam LBQ harus operasional dan terukur sehingga tujuan pembelajaran tercapai agar pembelajaran dengan pertanyaan tercapai termasuk pemberian waktu tunggu yang sering diabaikan oleh guru. Selain itu guru fisika lebih melatihkan siswa dalam membuat asumsi.
Ucapan Terimakasih Ucapan terima kasih kepada DP2M Ditjen Dikti atas didanai penelitian ini dari Skim Penelitian Desentralisasi (Hibah Bersaing) tahun 2014 berdasarkan SPK Nomor: 022.70/UN.38.11P/LT/2014, tanggal 7 Maret 2014.
Daftar Acuan [1]
Elder, L. & P. Richard. Analytic Thinking (How to Take Thinking Apart and What to Look for When You Do). The Foundation For Critical Thinking, (2007), p. 5-7.
[2] Suprapto, N., Suliyanah, & S. Admoko. Pembelajaran Fisika di SMA melalui
Pertanyaan: LBQ (Learning by Questioning) dan Keterampilan Berpikir. Jurnal Penelitian Fisika dan Aplikasinya (JPFA), 3(2), Nop (2013), p. 1-11. [3] Corebima, A.D. Berdayakan Keterampilan Berpikir Selama Pembelajaran Sains Demi Masa Depan Kita. Makalah Utama dalam Prosiding Seminar Nasional Sains, ISBN 978979-028-272-8., PPS Unesa, Surabaya (2010), p.8-10. [4] Suprapto, N. & Dwikoranto. Kajian Empiris Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model Sokrates Pada Mata Kuliah Sejarah
228 241
Fisika. Prosiding Seminar Nasional HasilHasil Penelitian, Lemlit Unesa, Surabaya (2010), p. 489-518. [5]
Suprapto, N. Analisis terhadap Jenis Pertanyaan dan Siklus Pertanyaan dalam Penerapan Strategi Pembelajaran Bertanya. Prosiding Seminar Nasional Pensa V, ISBN: 978-6-0217146-8-3, Pendidikan Sains Unesa, Surabaya (2013), p. 127-141.
[6] Zubaidah, S. Pemberdayaan Berpikir Melalui Pertanyaan”. (2010). Artikel diakses dari http://desainwebsite.net/pendidikan/pemberda yaan-berpikir-melalui-pertanyaan, tanggal 31 Januari 2011. [7]
[8]
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta (2008). Hake, Richard R. Analyzing Change/ Gain Scores. Department of Physics Indiana University, USA (1999).
[9] Savinainen, A. & Scott, P. The Force Concept Inventory: A Tool for Monitoring Student Learning. Physics Education. (2002). 37(1), p. 45-52. [10]
Fusco, Esther. Effective Questioning Strategies in the Classroom. New York: Teachers College, Columbia University (2012), p. 11-12.
[11] Marzano, Robert J. & John S. Kendall. Designing & Assesing Educational Objectives (Appliying the New Taxonomy). California: Corwin Press (2008). [12] Rowe, M. B. Wait time: Slowing Down May Be A Way of Speeding Up!. Journal of Teacher Education, (1986) 37 (1), p. 43-50. [13] Kawalkar, Aisha and Jyotsna Vijapurkar. Scaffolding Science Talk: The role ofteachers’ questions in the inquiry classroom. International Journal of Science Education (2011),11(1), p. 1–24.
Diakses dari http://www.physics.indiana.edu. tanggal 28 Nopember 2013.
229 242