ISBN: 978-602-97835-3-7
PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIKA IV 2013
Semarang, 12 Oktober 2013 Tema: Pengembangan Budaya Riset Berbasis pada Keunggulan/ Kearifan Lokal
Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang 2013
Prosiding Seminar Nasional Fisika IV 2013 (SNF2013) Editor: Dr. Supriyadi Dr. Agus Yulianto Dr. Khumaedi Dr. Putut Marwoto Dr. Susilo Dr. Sarwi Dr. Sulhadi Dr. Suharto Linuwih Dr. Sunyoto Eko Nugroho Dr. Masturi Dr. Mahardika Prasetya Aji Dr. Budi Astuti Dra. Siti Khanafiyah, M.Si. Dra. Pratiwi Dwijananti, M.Si.
© 2013, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang, Gedung D7 Lantai 2 Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229, Telp./Fax. (024) 8508034. Laman: http://fisika.unnes.ac.id/snf2013. Email:
[email protected]
ISBN: 978-602-97835-3-7
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya Prosiding Seminar Nasional Fisika IV 2013 (SNF2013). Kegiatan SNF merupakan salah satu kegiatan rutin tahunan yang diselenggarakan oleh Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang (UNNES). Kegiatan ini dilaksanakan sebagai sebagai wahana bertukar ilmu dan ajang diseminasi hasil-hasil penelitian di bidang fisika dan fisika kependidikan. Kegiatan seminar ini menghadirkan 2 (dua) pembicara utama, yaitu: (1) Prof. Dr.Eng. Khairurrijal (Fisika ITB) yang menyampaikan topik: ”Pemintalan Elektrik sebagai Penghasil Nanoserat untuk Berbagai Aplikasi”; (2) Prof. Dr. Ani Rusilowati, M.Pd. (Pendidikan Fisika UNNES) dengan topik: “Membudayaan Kearifan Lokal melalui Penelitian Pendidikan” Pada sesi berikutnya dilanjutkan dengan sesi paralel yang diikuti oleh 73 pemakalah yang berasal dari seluruh penjuru Nusantara, antara lain Universitas Negeri Padang, STKIP PGRI Padang, STIKes Ceria Buana Lubukbasung Agam Sumatera Barat, Universitas Negeri Jakarta, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Trisakti Jakarta, Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Universitas Negeri Semarang, Universitas Diponegoro Semarang, IKIP PGRI Semarang, Universitas Semarang, Universitas Jember, Universitas Negeri Makassar, Universitas Teknologi Sumbawa, Universitas Cenderawasih Papua, Universitas Negeri Papua, serta dari beberapa lembaga penelitian, seperti BATAN, LIPI, LAPAN, Nano Center Indonesia, Indonesia Coating Center, dan juga dari beberapa lembaga pendidikan menengah (SMP dan SMA/SMK) di Jawa Tengah. Makalah-makalah tersebut dikelompokkan dalam 5 (lima) kategori, yaitu fisika teori (11 makalah), fisika material (14 makalah), fisika bumi (5 makalah), fisika lingkungan (7 makalah) dan fisika pendidikan (36 makalah). Beberapa makalah di atas terpilih untuk dipublikasikan pada Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia (JPFI) dan Jurnal Fisika (JF), tentunya dengan mekanisme review yang berlaku di kedua jurnal tersebut. Selanjutnya, kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas partisipasi peserta pada kegiatan ini.
Semarang, 12 Oktober 2013 Ketua Pelaksana, Dr. Supriyadi
iii
PANITIA PELAKSANA Ketua : Dr. Supriyadi Anggota: Prof. Dr. Wiyanto Prof. Nathan Hindarto, Ph.D. Prof. Dr.rer.nat. Wahyu Hardyanto Prof. Dr. Ani Rusilowati Dr. Khumaedi Dr. Agus Yulianto Dr. Masturi Dr. Mahardika Prasetya Aji Dr. Susilo Dr. Putut Marwoto Dr. Suharto Linuwih Dr. Sunyoto Eko Nugroho Dr. Sulhadi Dr. Sarwi Dra. Pratiwi Dwijananti, M.Si. Dra. Siti Khanafiyah, M.Si. Dra. Langlang Handayani, M.App.Sc. Siti Wahyuni, M.Sc.
iv
Jadwal Seminar Nasional Fisika (SNF) 2013 Sabtu, 12 Oktober 2013, Semarang, Indonesia Sabtu, 12 Oktober 2013 07:30 – 08:30
Registrasi
08:30 – 09:00
Pembukaan Sidang Utama I : Prof. Dr. Ani Rusilowati, Universitas Negeri Semarang, Indonesia “Membudayaan Kearifan Lokal Melalui Penelitian Pendidikan”
09:00 – 09:45
(Moderator : Drs. Suharto Linuwih, M.Si ) 09:45 – 10:15
Istirahat Sidang Utama 2 : Prof. Dr. Eng. Khairurrijal, Institut Teknologi Bandung, Indonesia “Pemintalan Elektrik sebagai Penghasil Nanoserat
10:15 – 11:45
untuk Berbagai Aplikasi” (Moderator : Dr. Sutikno) Istirahat
11:45-13:00
Sidang Pararel Ruang A
Ruang B
Ruang C
Ruang D
Ruang E
Ruang F
Ruang G
Ruang H
Ruang I
Mod.:
Mod. :
Mod.:
Mod.:
Mod.:
Mod.:
Mod.:
Mod.:
Mod.:
Dr. Sarwi, M.Si.
Dr. Sunyot o Eko Nugroh o, M.Si.
Dr. Achma d Sopyan , M.Pd.
Drs. Sukisw o Supeni Edi, M.Si.
Siti Wahyuni, M.Sc.
Drs. Susilo, M.S.
Dra. Siti Khanafi yah, M.Si.
Budi Astuti, S.Pd.,M .Sc.
Sunarno , S.Si., M.Si.
13:00-13:15
A-01
B-01
C-01
D-01
E-01
F-01
G-01
H-01
I-01
13:15-13:30
A-02
B-02
C-02
D-02
E-02
F-02
G-02
H-02
I-02
13:30-13:45
A-03
B-03
C-03
D-03
E-03
F-03
G-03
H-03
I-03
v
13:45-14:00
A-04
B-04
C-04
D-04
E-04
F-04
G-04
H-04
I-04
14:00-14:15
A-05
B-05
C-05
D-05
E-05
F-05
G-05
H-05
I-05
14:15-14:30
A-06
B-06
C-06
D-06
E-06
F-06
G-06
H-06
I-06
14:30-14:45
A-07
B-07
C-07
D-07
E-07
G-07
H-07
I-07
14:45-15:00
A-08
B-08
E-08
H-08
I-08
15:00-15:15
A-09
B-09
E-09
15:15-15:30
A-10
B-10
E-10
15:30-15:45
A-11
B-11
E-11
15:45-16:00
A-12
B-12
Penutupan
16:00-16:20
Note: A-01 s/d A-12 : Fisika Pendidikan 1 (FP) B-01 s/d B-12 : Fisika Pendidikan 2 (FP) C-01 s/d C-12 : Fisika Pendidikan 3 (FP) D-01 s/d D-12 : Fisika Pendidikan 4 (FP) E-01 s/d E-12 : Fisika Teori (FT) F-01 s/d F-12 : Fisika Bumi (FB) G-01 s/d G-12 : Fisika Lingkungan (FL) H-01 s/d H-12 : Fisika Material 1 (FM) I-01 s/d I-12 : Fisika Material 2 (FM)
Kode
Judul & Penulis Fisika Pendidikan 1 (Mod.: Dr. Sarwi, M.Si.)
A-01 A-02
Implementasi Pembelajaran Berbasis Masalah pada Mata Kuliah Fisika Dasar untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa Jurusan Pendidikan Teknik Arsitektur FPTK UPI Johar Maknun Pengembangan Perangkat Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berwawasan Pendidikan Karakter Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP Maria Agatha vi
A-03 A-04 A-05 A-06 A-07 A-08 A-09 A-10 A-11
Hertiavi, Suharto Linuwih Hubungan Tingkat Penalaran Yang Diukur Dengan Teknik Ranking Task Dengan Penguasaan Konsep Siswa Yang Diukur Dengan Multiple Choice Pada Materi Fluida Statis Diah Mulhayatiah, Ade Yeti Nuryantini, Yeti Ratnawati LKS Bilingual Materi Kalor Berbasis Inkuiri Untuk Mengembangkan Karakter Siswa SMP Dwi Lida Enggayanti, Dwi Yulianti, Sugianto Perkembangan Pola Pemecahan Masalah Anak Usia Sekolah dalam Memecahkan Permasalahan Ilmu Alam E. Juliyanto, S. E. Nugroho, P. Marwoto Profil Konsepsi Listrik Mahasiswa Calon Guru Fisika Achmad Samsudin Penggunaan Tes Berpikir Kreatif Ilmiah Untuk Menentukan Keterampilan Berpikir Siswa Smp Muktar B. Panjaitan, Mohamad Nur, Budi Jatmiko Implementasi Budaya Lokal dalam Pembelajaran Fisika Inkuiri untuk Meningkatkan Minat dan Kemampuan Berkomunikasi Peserta Didik di SMP Ratih Asmoro Sari A Preliminary Study of Conceptual Understanding of Mechanics and Critical Thinking Skill of Senior High School students in Jember Regency Rosyid, Budi Jatmiko, ZA. Imam Supardi A Study of Conceptual Understanding and Critical Thinking in Mechanics Teaching at Senior High School Rosyid, Budi Jatmiko, ZA. Imam Supardi Desain Teaching LAB Berbasis Self Production Untuk Membangun Kemampuan Bekerja Ilmiah Calon Guru Fisika Susilawati, Harto Nuroso dan Didik Aryanto Fisika Pendidikan 2 (Mod.: Dr. Sunyoto Eko Nugroho, M.Si.)
B-01
B-02 B-03 B-04 B-05 B-06 B-07 B-08 B-09 B-10 B-11
Scientific Project Learning: Bagaimana Model Pembelajaran Tersebut Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Dan Motivasi Siswa Terhadap Materi Fisika? Siswanto, Manurung I.F.U., Kamisani N., Wulandari C., Lumbantobing S.S., Penerapan Model Pembelajaran Conceptual Understanding Procedures untuk Meningkatkan Curiosty dan Pemahaman Konsep Siswa F. Ismawati, S. E. Nugroho, P. Dwijananti A Study of Problem Based Learning in The Teaching of Physics in Attempts to Improving Thinking Skills Rosyid, Budi Jatmiko, ZA. Imam Supardi Efektivitas Pembelajaran Fisika Berbasis Kegiatan Laboratorium dalam Pembelajaran Fisika Teknik Usmeldi Integrasi Pembelajaran Mitigasi Bencana Berorientasi Kearifan Lokal pada Pelajaran IPA Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Berpendekatan Sains Teknologi dan Masyarakat (STM) Johar Maknun, Tjahyani Busono, Nanang Dalil Herman Penerapan Model Pecel (Project Creative Learning) Untuk Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kreatif Konsep Listrik Magnet Firmanul Catur Wibowo LKS Bilingual Berbasis Inkuiri Untuk Mengembangkan Karakter Siswa Kelas VIII SMP Pada Materi Getaran dan Gelombang Luthfia Khoirunnisa, Dwi Yulianti, Nathan Hindarto Perubahan Pola Berpikir Peserta Didik Pada Konsep Hukum Archimedes Eko Dian Pratiwi, Suharto Linuwih, Sulhadi Pengaruh Advance Organizer Berbasis Proyek Terhadap Kemampuan Analisis – Sintesis Siswa Tasiwan, Nugroho, S.E., Hartono Pembelajaran dengan Metode Guided Inquiry untuk Mengembangkan Rasa Ingin Tahu dan Keterampilan Komunikasi Siswa Lilanamami Arya Yuritantri, Nathan Hindarto, dan Achmad Sopyan Model POPMI Sebagai Salah Satu Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Fisika vii
B-12
Imron, Farid Nurul Yaqin Efektifitas Pendekatan Content and Language Integrated Learning (CLIL) Melalui Running Dictation untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Keterampilan Berkomunikasi Lisan Siswa Sekolah Bilingual Wati, Langlang Handayani, dan Nathan Hindarto Fisika Pendidikan 3 (Mod.: Dr. Achmad Sopyan, M.Pd.)
C-01
C-02 C-03 C-04 C-05
C-06
C-07
Pengembangan Media Pembelajaran Spreadsheet Excel™ Materi Gerak Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Iryan Dwi Handayani, Ani Rusilowati dan Susilo Pengembangan Media Animasi Dua Dimensi Berbasis Java Scratch Materi Teori Kinetik Gas untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa SMA Ayu Putri Martanti, Wahyu Hardyanto, dan Achmad Sopyan Educational Tablet Computer Game Sebagai Alternatif Media Pembelajaran Fisika Mandiri Untuk Siswa Sma A. Hidayati, A. Sopyan, W. Hardyanto Pengembangan Bahan Ajar Berupa Komik Kopi Pada Mata Pelajaran Muatan Lokal Lingkungan Hidup Singgih Bektiarso, Sri Wahyuni, Yushardi Pengembangan Media Game Petualangan Fluida untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa A. Y. Nuryantini, D. Mulhayatiah, Y. I. Permana, A. Susilawati Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Komputer Model Tutorial Interaktif Pada Mata Kuliah Fisika Kesehatan Mahasiswa di Sumatera Barat Junios, Delsi K, Ratna Wulan , Yulkifli Pengembangan Media Pembelajaran Games “Phy Detective” Berbasis Komputer untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa SMP Khoirul Bashooir, Isa Akhlis dan Suharto Linuwih Fisika Pendidikan 4 (Mod.: Drs. Sukiswo Supeni Edi, M.Si.)
D-01
D-02 D-03 D-04 D-05 D-06 D-07 D-08
Pengembangan Modul Pengolahan Kopi Berbasis Macromedia Flash Pada Mata Pelajaran IPA Di SMP Sri Wahyuni, Rif’ati Dina Handayani, dan Trapsilo Prihandono Pengembangan Media Computer Based Instruction (CBI) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep pada Materi Listrik Dinamis Wahyuni Handayani, Mega Hasti Anggraeni Implementasi Web Enhanced Learning pada Mata Pelajaran Fisika di SMA N 1 Rembang Sholihah, M. Sukisno, I. Akhlis Pengembangan Computer Based Testing (CBT) Dalam Uji Kompetensi Mandiri Untuk Meningkatkan Efikasi Diri Siswa Sudar Penggunaan Jejaring Sosial Facebook Sebagai Media Inovasi Pembelajaran Fisika Model Inkuiri Y.S. Utami, A. Sopyan, Sutikno Menumbuhkan Minat dan Motivasi Siswa SMP terhadap Materi Fisika melalui Pembelajaran Menggunakan alat Peraga Sederhana Siswanto., Yuhesti., Manurung I.F.U., Permana N., Yuniarti H., Pengembangan Tes Keterampilan Proses Sains Dengan Menggunakan Aplikasi Multimedi Untuk Mengembangkan Soft Skills Sunardi Pengembangan Bahan Ajar Fisika SMP Berpendekatan SETS untuk Meningkatkan Literasi Sains dan Kecakapan Hidup S. Masfuah, Sarwi
viii
Fisika Teori (Mod.: Dr. Agus Yulianto, M.Si.) E-01 E-02 E-03 E-04
E-05
E-06 E-07 E-08
E-09
E-10
E-11
Analisis Fungsi Gelombang Polar dengan Potensial Non Sentral Manning Rosen plus Scarf III Menggunakan Polinomial Romanovski Ihtiari, Suparmi, Cari Penentuan Parameter Fisis Hilal Sebagai Usulan Kriteria Visibilitas di Wilayah Tropis Judhistira Aria Utama, dan Hilmansyah Analisis Fungsi Energi dan Gelombang Untuk Potensial Manning Rosen Dimensi-D Suparmi, Cari dan Luqman H Realita Parameter Visibilitas Hilal di Indonesia Berkaitan dengan Luas Wilayah dan Pembagian Zona Waktu Terhadap Titik Acuan Takwim Standar Indonesia Novi Sopwan dan Moedji Raharto Penyelesaian Persamaan Schrodinger D-Dimensi untuk Potensial Poschl-Teller hiperbolik termodifikasi bagian Radial dengan Metode Nikiforov-Uvarov Supriyanto, Suparmi, Cari. Penyelesaian Persamaan Dirac untuk Potensial Pöschl-Teller Termodofikasi Plus Gendenstein 3 bagian Polar dengan Metode Hypergeometry Visty Devi Aryanthy, Suparmi Analisis Fungsi Gelombang dan Energi Potensial Gendenstein 3 Plus Rosen Morse Dengan Metode Hypergeometry Umi Khoiriyah, Suparmi, Cari Analisis Energi dan Fungsi Gelombang Potensial “Shape Invariant” Trigonometrik Terdeformasi plus Faktor Sentrifugal Dengan Pendekatan SUSY MK A.Suparmi,C. Cari, U.A. Deta, H. Yuliani, A.S Husein Solution of Angular Wave Function and Orbital Quantum Number of Scarf plus Rosen – Morse Non Central Potential Using Romanovski Polinomials Selsabil, Suparmi Analisis Energi dan Fungsi Gelombang Persamaan Dirac untuk Potensial Pöschl – Teller Termodifikasi plus Faktor Sentrifugal Menggunakan Metode Nikivorof – Uvarov I.S.Werdiningsih, A. Suparmi , C. Cari Penyelesaian Persamaan Dirac Untuk Potensial Rosen-Morse hiperbolik Terdeformasi q dan Poschl-Teller Non-Sentral Menggunakan Polinomial Romanovski C. Cari, A.Suparmi, U.A. Deta, H. Yuliani, A.S. Husein Fisika Bumi (Mod.: Dra. Dwi Yulianti, M.Si.)
F-01 F-02 F-03 F-04 F-05 F-06
Sebaran Medan Massa, Medan TekanandanArusGeostropik di PerairanUtara Papuapada Bulan Desember 1991 Adi Purwandana Analisis Data Geolistrik Dan Data Uji Tanah Untuk Menentukan Struktur Bawah Tanah Daerah Skyland Distrik Abepura Papua Virman Pola Penyebaran Nilai Tahanan Jenis Lapisan Batuan Gunungapi Purba Sapaya di DAS Jenelata Muhammad Altin Massinai, Lantu, Makhrani Model Inversi Tiga Dimensi (3-D) Pendugaan Triple Junction Di Selatan Papua Barat Berdasarkan Analisis Data Satelit Anomali Gravitasi Bouguer Lengkap Richard Lewerissa Analisis Statistik Temporal Erupsi Gunung Merapi Desi Kiswiranti, H. Kirbani Studi Anomali Gaya Berat Mikro antar Waktu untuk Identifikasi Penurunan Muka Air Tanah di Semarang Supriyadi, Khumaedi, M. Yusuf, H. Julhaeran Fisika Lingkungan (Mod.: Dra. Siti Khanafiyah, M.Si.)
G-01
Pengembangan Model Tingkat Kebisingan Di Daerah Sepanjang Jalan Kereta Api Agus Margiantono dan Evi Setiawati ix
G-02 G-03 G-04
G-05 G-06 G-07
Pengaruh Posisi Stack Terhadap Frekuensi Resonansi Pada Tabung Resonator Termoakustik Sigit Ristanto, Affandi Faisal Kurniawan, Choirul Huda Pengaruh Badai Matahari Oktober 2003 Pada Ionosfer dari TEC GIM Buldan Muslim Identifikasi Kadar Unsur yang Terkandung dalam Hewan di Sungai Gajahwong Yogyakarta dengan Metode AANC (Analisis Aktivasi Neutron Cepat) Cahaya Rosyidan, Sunardi dan Dwi Yulianti PengaruhStackTerhadap PeriodeGelombang Tekanan Dalam Tabung Resonator TermoakustikRamah Lingkungan Affandi Faisal Kurniawan, Sigit Ristanto, Choirul Huda Pemanfaatan Limbah Cangkang Telur Ayam dan Bebek sebagai Sumber Kalsium untuk Sintesis Mineral Tulang A.Nurlaela, S.U. Dewi, K. Dahlan, D.S. Soejoko Kajian Pengaruh Radiasi Sinar Gamma Terhadap Susut Bobot Pada Buah Jambu Biji Merah Selama Masa Penyimpanan Muhamad Akrom, Eko Hidayanto, Susilo Fisika Material 1 (Mod.: Dr. Budi Astuti, S.Pd.,M.Sc.)
H-01 H-02 H-03 H-04 H-05 H-06 H-07 H-08
Pengontrolan Morfologi Nanoserat Poli(Vinil Alkohol) dengan Pemintalan Elektrik Multi Nozel dan Kolektor Drum A. Y. Nuryantini, M. P. Ekaputra, M. M. Munir, T. Suciati, Khairurrijal Pengembangan Komposit Geopolimer γ-Al2O3 Berbasis Kaolin (Al2Si2O5(OH)4) Dengan Agregat Serat Bambu Subaer, Armayani, dan Ruth Meisye Kaloari Simulasi Perhitungan Refleksi Cahaya Oleh Permukaan Sel Surya Silikon : Studi Pengaruh Penambahan Lapisan Anti Refleksi Zinc Oksida (ZnO) Andi Suhandi dan Firmanul Catur Wibowo Pengaruh Orientasi Agregat Serat Bambu Terhadap Morfologi dan Kuat Lentur Komposit Geopolimer Berbasis Metakaolin Nurhayati, Subaer, Nur Fadillah Pemilihan Jenis Bulir Polimer sebagai Penyangga Material Fotokatalis TiO2 Hasniah Aliah, Andhy Setiawan, Masturi, Mikrajuddin Abdullah Studi Tentang Struktur dan Morfologi Keramik-Geopolimer Berbasis Kaolin Sebagai Fungsi Suhu Curing Abdul Haris dan Subaer Estimasi Ketebalan Nanolayer Al yang Disintesis Menggunakan Evaporasi Termal Andhy Setiawan, Hasniah Aliah dan Toto Winata Studi Tentang Genesa Pembentukan dan Tipe Mineral Kawasan Karst (Dinding Luar) Gua Mimpi Maros Pariabti Palloan, Munawir dan Subaer Fisika Material 2 (Mod.: Sunarno, S.Si., M.Si.)
I-01 I-02 I-03
I-04
Fabrikasi Dan Karakterisasi Keramik Berpori Berbahan Clay, Polietilen Glikol (PEG) Dan Pasir Kuarsa Dilapis Titania Untuk Aplikasi Filter Air Limbah Masturi, Winda Lestari, Hasniah Aliah Sintesis Pigmen Besi Oksida Berbahan Baku Limbah Industri Baja (Mill Scale) Tito Prastyo Rahman, Agus Sukarto, Nurul Taufiqu Rochman, Azwar Manaf Deposisi Lapisan Tipis Foto Katalis Seng Oksida (ZnO) Berukuran Nano Dengan Teknik Penyemprotan dan Aplikasinya Untuk Pendegradasi Pewarna Methylene Blue Heri Sutanto, IisNurhasanah, Eko Hidayanto, Zaenal Arifin Pengaruh Ketebalan SiO2 Dan Temperatur Terhadap Arus Bocor Dalam Kapasitor MOS Berbasis Material Berkonstanta Dielektrik Tinggi Dengan Melibatkan Perangkap Muatan Fatimah A. Noor, Masturi, Mikrajuddin Abdullah dan Khairurrijal x
I-05
I-06
I-07 I-08
Uji Ketahanan Biodegradable Plastic Berbasis Tepung Biji Durian (Durio Zibethinus Murr) Terhadap Air dan Pengukuran Densitasnya Sutikno, Nathiqoh al Ummah, Putut Marwoto Analisa Cat Tahan Temperatur Pigmen Black Oxide (KonsorsiumPasirBesiSiNas 2013) Tito Prastyo Rahman, Dwi Wahyu N, Radyum Ikono, Ikhlasul Amal, Guritno Gustianto, Dedi Hermawan, Sultoni Akbar, Nofrizal, Nurul Taufiqu Rochman Studi Pengaruh Penggunaan Poly(3-hexylthiophene) P3HT dan Grafit terhadap Kinerja Sel Surya Nurussaniah, Cari, Agus Supriyanto, Risa Suryana, Anita, Boisandi Fabrikasi dan Karakterisasi Kaca Lentur Berbahan Cult Dengan Metode Sol Gel Sheila Amelia, Sulhadi, Agus Yulianto
xi
xii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .............................................................................................................. iii Panitia Pelaksana ........................................................................................................... iv Jadwal Kegiatan .............................................................................................................. v Daftar Isi ......................................................................................................................xiii Pemintalan Elektrik sebagai Penghasil Nanoserat untuk Berbagai Aplikasi ................. U-1 Khairurrijal, A. Y. Nuryantini, M. P. Ekaputra, M. M. Munir, T. Suciati Membudayaan Kearifan Lokal Melalui Penelitian Pendidikan ..................................... U-7 Ani Rusilowati Implementasi Pembelajaran Berbasis Masalah pada Mata Kuliah Fisika Dasar untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa Jurusan Pendidikan Teknik Arsitektur FPTK UPI ................................................................................................ FP-1 Johar Maknun Hubungan Tingkat Penalaran yang Diukur dengan Teknik Ranking Task dengan Penguasaan Konsep Siswa yang Diukur dengan Multiple Choice pada Materi Fluida Statis ............................................................................................................. FP-7 Diah Mulhayatiah, Ade Yeti Nuryantini, Yeti Ratnawati Profil Konsepsi Listrik Mahasiswa Calon Guru Fisika............................................. FP-13 Achmad Samsudin Penggunaan Tes Berpikir Kreatif Ilmiah Untuk Menentukan Keterampilan Berpikir Siswa SMP ................................................................................................ FP-21 Muktar B. Panjaitan, Mohamad Nur, dan Budi Jatmiko Implementasi Budaya Lokal dalam Pembelajaran Fisika Inkuiri untuk Meningkatkan Minat dan Kemampuan Berkomunikasi Peserta Didik di SMP ......... FP-29 Ratih Asmoro Sari A Preliminary Study of Conceptual Understanding of Mechanics and Critical Thinking Skill of Senior High School Students in Jember Regency ......................... FP-37 Rosyid, Budi Jatmiko, ZA. Imam Supardi A Study of Conceptual Understanding and Critical Thinking in Mechanics Teaching at Senior High School .............................................................................. FP-43 Rosyid, Budi Jatmiko, ZA. Imam Supardi Desain Teaching LAB Berbasis Self Production untuk Membangun Kemampuan Bekerja Ilmiah Calon Guru Fisika ........................................................................... FP-51 Susilawati, Harto Nuroso, Didik Aryanto Scientific Project Learning: Bagaimana Model Pembelajaran Tersebut Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Siswa Terhadap Materi Fisika? .......... FP-57 Siswanto, Manurung I.F.U., Kamisani N.1, Wulandari C., Lumbantobing S.S.
xiii
A Study of Problem Based Learning in The Teaching of Physics in Attempts to Improving Thinking Skills .................................................................................. FP-63 Rosyid, Budi Jatmiko, ZA. Imam Supardi Efektivitas Pembelajaran Fisika Berbasis Kegiatan Laboratorium dalam Pembelajaran Fisika Teknik .................................................................................... FP-69 Usmeldi LKS Bilingual Berbasis Inkuiri Untuk Mengembangkan Karakter Siswa Kelas VIII SMP Pada Materi Getaran dan Gelombang.............................................................. FP-79 Luthfia Khoirunnisa, Dwi Yulianti, Nathan Hindarto Perubahan Pola Berpikir Peserta Didik Pada Konsep Hukum Archimedes ............... FP-87 Eko Dian Pratiwi, Suharto Linuwih, Sulhadi Model POPMI Sebagai Salah Satu Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Fisika ........ FP-93 Imron, Farid Nurul Yaqin Efektifitas Pendekatan Content and Language Integrated Learning (CLIL) melalui Running Dictation untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Keterampilan Berkomunikasi Lisan Siswa Sekolah Bilingual ..................................................... FP-101 Wati, Langlang Handayani, dan Nathan Hindarto Pengembangan Media Pembelajaran Spreadsheet Excel™ Materi Gerak Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi............................................. FP-109 Iryan Dwi Handayani, Ani Rusilowati dan Susilo Pengembangan Media Animasi Dua Dimensi Berbasis Java Scratch Materi Teori Kinetik Gas Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa SMA ............ FP-115 Ayu Putri Miranti, Wahyu Hardyanto, dan Ahmad Sopyan Pengembangan Media Game Petualangan Fluida untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa ......................................................................................... FP-121 Ade Yeti Nuryantini, D. Mulhayatiah, Y. I. Permana, A. Susilawati Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Komputer Model Tutorial Interaktif pada Mata Kuliah Fisika Kesehatan Mahasiswa Di Sumatera Barat ...................... FP-127 Junios, Delsi K, Ratna Wulan , Yulkifli Pengembangan Media Pembelajaran Games “Phy Detective” Berbasis Komputer untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa SMP..................................................... FP-133 Khoirul Bashooir, Isa Akhlis dan Suharto Linuwih Pengembangan Modul Pengolahan Kopi Berbasis Macromedia Flash pada Mata Pelajaran IPA Di SMP........................................................................................... FP-139 Sri Wahyuni, Rif’ati Dina Handayani, dan Trapsilo Prihandono Pengembangan Media Computer Based Instruction (CBI) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep pada Materi Listrik Dinamis ................................................. FP-143 Wahyuni Handayani, Mega Hasti Anggraeni Implementasi Web Enhanced Learning pada Mata Pelajaran Fisiska Di SMA N 1 Rembang ............................................................................................................... FP-151 Sholihah, Muhammad Sukisno, dan Isa Akhlis xiv
Menumbuhkan Minat dan Motivasi Siswa SMP terhadap Materi Fisika melalui Pembelajaran Menggunakan alat Peraga Sederhana .............................................. FP-157 Siswanto, Yuhesti, Manurung I.F.U., Permana N, Yuniarti H Pengembangan Tes Keterampilan Proses Sains dengan Menggunakan Aplikasi Multimedia untuk Mengembangkan Soft Skills ................................................... FP-163 Sunardi Penggunaan Jejaring Sosial Facebook Sebagai Media Inovasi Pembelajaran Fisika Model Inkuiri ............................................................................................. FP-169 Y.S. Utami, A. Sopyan, Sutikno Pengembangan Bahan Ajar Fisika SMP Berpendekatan SETS untuk Meningkatkan Literasi Sains dan Kecakapan Hidup ..................................................................... FP-175 S. Masfuah, Sarwi Pembelajaran dengan Metode Guided Inquiry untuk Mengembangkan Rasa Ingin Tahu dan Keterampilan Komunikasi Siswa ........................................................... FP-181 Lilanamami Arya Yuritantri, Nathan Hindarto, Achmad Sopyan Pengembangan Bahan Ajar Berupa Komik Kopi Pada Mata Pelajaran Muatan Lokal Lingkungan Hidup ................................................................................................ FP-185 Singgih Bektiarso, Sri Wahyuni, dan Yushardi Analisis Fungsi Gelombang Polar Dengan Potensial Non Sentral Manning Rosen Plus Scarf III Menggunakan Polinomial Romanovski ................................................ FT-1 Ihtiari, Suparmi, Cari Realita Parameter Visibilitas Hilal di Indonesia Berkaitan Dengan Luas Wilayah dan Pembagian Zona Waktu Terhadap Titik Acuan Takwim Standar Indonesia ........ FT-7 Novi Sopwan, Moedji Raharto Penyelesaian Persamaan Schrodinger D-Dimensi untuk Potensial Poschl-Teller Hiperbolik Termodifikasi Bagian Radial dengan Metode Nikiforov-Uvarov............ FT-13 Supriyanto, Suparmi, Cari Penyelesaian Persamaan Dirac untuk Potensial Pöschl-Teller Termodofikasi Plus Gendenstein 3 bagian Polar dengan Metode Hypergeometry ................................... FT-19 Visty Devi Aryanthy, Suparmi Analisis Fungsi Gelombang dan Energi Potensial Gendenstein 3 Plus Rosen Morse dengan Metode Hypergeometry............................................................................... FT-25 Umi Khoiriyah, Suparmi, dan Cari Solution of Angular Wave Function and Orbital Quantum Number of Scarf plus Rosen – Morse Non Central Potential Using Romanovski Polinomials .................... FT-29 Selsabil, Suparmi Analisis Energi dan Fungsi Gelombang Persamaan Dirac untuk Potensial Pöschl -Teller Termodifikasi Plus Faktor Sentrifugal Menggunakan Metode Nikivorof – Uvarov ................................................................................................. FT-41 I.S.Werdiningsih, A. Suparmi , C. Cari
xv
Sebaran Medan Massa, Medan Tekanan dan Arus Geostropik di Perairan Utara Papua pada Bulan Desember1991 ............................................................................. FB-1 Adi Purwandana Pola Penyebaran Nilai Tahanan Jenis Lapisan Batuan Gunungapi Purba Sapaya di DAS Jenelata .......................................................................................................... FB-11 Muhammad Altin Massinai, Lantu, Makhrani Model Inversi Tiga Dimensi (3-D) Pendugaan Triple Junction Di Selatan Papua Barat Berdasarkan Analisis Data Satelit Anomali Gravitasi Bouguer Lengkap ........ FB-17 Richard Lewerissa Studi Anomali Gaya Berat Mikro antar Waktu untuk Identifikasi Penurunan Muka Air Tanah di Semarang ........................................................................................... FB-25 Supriyadi, Khumaedi, M. Yusuf, H. Julhaeran Studi Tentang Struktur dan Morfologi Keramik-Geopolimer Berbasis Kaolin sebagai Fungsi Suhu Curing ..................................................................................... FM-1 Abdul Haris dan Subaer Studi Tentang Genesa Pembentukan Dan Tipe Mineral Kawasan Karst (Dinding Luar) Gua Mimpi Maros ......................................................................................... FM-6 Pariabti Palloan, Munawir dan Subaer Fabrikasi dan Karakterisasi Keramik Berpori Berbahan Clay, Polietilen Glikol (PEG) dan Pasir Kuarsa dilapis Titania untuk Aplikasi Filter Air Limbah............... FM-11 Masturi, Winda Lestari, Hasniah Aliah Pengaruh Ketebalan SiO2 dan Temperatur Terhadap Arus Bocor dalam Kapasitor MOS Berbasis Material Berkonstanta Dielektrik Tinggi dengan Melibatkan Perangkap Muatan.................................................................................................. FM-17 Fatimah A. Noor, Masturi, Mikrajuddin Abdullah dan Khairurrijal Analisa Cat Tahan Temperatur Pigmen Black Oxide (Konsorsium Pasir Besi SiNas 2013) .......................................................................................................... FM-23 Tito Prastyo Rahman, Dwi Wahyu N, Radyum Ikono, Ikhlasul Amal, Guritno Gustianto, Dedi Hermawan, Sultoni Akbar, Nofrizal, Nurul Taufiqu Rochman Uji Ketahanan Biodegradable Plastic Berbasis Tepung Biji Durian (Durio Zibethinus Murr) terhadap Air dan Pengukuran Densitasnya .................................. FM-27 Sutikno, Nathiqoh al Ummah, Putut Marwoto Fabrikasi dan Karakterisasi Kaca Lentur Berbahan Cult dengan Metode Sol Gel.... FM-35 Sheila Amelia, Sulhadi, Agus Yulianto
xvi
MAKALAH UTAMA 1.
Prof. Dr.Eng. Khairurrijal (Fisika ITB): ”Pemintalan Elektrik sebagai Penghasil Nanoserat untuk Berbagai Aplikasi”.
2.
Prof. Dr. Ani Rusilowati, M.Pd. (Pendidikan Fisika UNNES): “Membudayaan Kearifan Lokal melalui Penelitian Pendidikan”.
Pemintalan Elektrik sebagai Penghasil Nanoserat untuk Berbagai Aplikasi Khairurrijal1*, A. Y. Nuryantini1, M. P. Ekaputra, M. M. Munir2, T. Suciati3. 1
KK Fisika Material Elektronik, KK Fisika Teoretik Energi Tinggi & Instrumentasi, Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam, 3 KK Farmasetika, Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesa 10, Bandung 40132 *E-mail:
[email protected]
2
Abstrak. Pemintal elektrik merupakan metoda yang efisien dalam menghasilkan nanoserat. Makalah ini akan mereview pemintalan elektrik sebagai penghasil nanoserat untuk berbagai aplikasi. Pembahasan dimulai dari peralatan sederhana pada pemintalan elektrik dan modifikasi peralatan pemintalan elektrik. Selanjutnya, dipaparkan aplikasi nanoserat pada bidang elektronika berupa sensor kelembaban, bidang energi berupa sel surya dan lampu hemat energi, bidang kimia sebagai katalis, bidang biomedika sebagai rekayasa jaringan, pelepasan obat dan penutupan luka. Kata kunci: aplikasi nanoserat, pemintalan elektrik. PENDAHULUAN Metode mekanik konvensional telah mampu menghasilkan serat sampai ukuran 2 m [1]. Namun, walaupun metode mekanik konvensional telah menghasilkan serat sampai ukuran mikron, pada beberapa aplikasi, serat dalam ukuran nano masih diperlukan. Kebutuhan serat dalam ukuran nano menyebabkan pesatnya perkembangan teknologi untuk menghasilkannya. Nanoteknologi telah menghasilkan serat dalam ukuran 0,1-100 nm yang dikenal dengan nama nanoserat. Ada beberapa metode dalam pembuatan nanoserat, yaitu: pemintalan elektrik (electrospinning), pemisahan fasa (phase separation), pencetakan (templating), penarikan (drawing), ekstraksi (extraction), polimerisasi fasa uap (vapor-phase polymerization) [2]. Pemintalan elektrik dikenal sebagai salah satu metode yang efisien dalam pembuatan nanoserat melalui pemanfaatan fenomena gaya elektrostatik. Dengan pemintalan elektrik, nanoserat yang dihasilkan sangat panjang, memiliki ukuran kecil dari nanometer hingga mikrometer, dapat diproduksi dalam skala besar dengan ukuran yang seragam, dapat dibuat dari
beragam material, pembuatannya cepat, sederhana, mudah, dan serbaguna [3]. Dalam sejarahnya, William Gilbert pada abad ke-16 menemukan fenomena tertariknya tetesan air membentuk kerucut dan tetesan kecil akan dikeluarkan dari ujung kerucut ketika sepotong batu ambar yang bermuatan listrik didekatkan. Ini adalah observasi pertama yang tercatat dari electrospraying [4]. Selanjutnya, banyak ahli mengembangkan fenomena tersebut sampai proses paten, seperti yang dilakukan oleh J. F. Cooley pada bulan Mei 1900 dan Februari 1902 (U.S. Patent 692.631). W. J. Morton pada bulan Juli 1902 (U.S. Patent 0.705.691) [5]. Selanjutnya secara komersial dipatenkan oleh A. Formhals dan dijelaskan dalam urutan paten dari tahun 1934 (US Patent 1.975.504) dan tahun 1944 (US Patent 2.349.950) untuk pembuatan benang tekstil [6]. Setelah lama tidak ada kemajuan, baru pada tahun 1969 Taylor menemukan bentuk kerucut ketika tegangan permukaan seimbang dengan gaya elektrostatik dan jet dikeluarkan dari simpul kerucut [7]. Sekarang ini, metoda pemintalan elektrik semakin pesat perkembangannya. Banyak peneliti yang meneliti dan menerapkan serat hasil pemintalan elektrik tersebut. Serat hasil pemintalan elektrik banyak menarik perhatian
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
U-1
untuk diaplikasikan dalam berbagai bidang karena kelebihannya. Makalah ini mereview teknik pemintalan elektrik nanoserat polimer dan aplikasinya di dalam berbagai bidang. ALAT PEMINTAL ELEKTRIK Peralatan yang digunakan pada pemintalan elektrik terdiri dari 3 (tiga) komponen utama, yaitu: a) pompa pendorong dan alat semprot, b) sumber tegangan tinggi DC , dan c) kolektor, seperti yang tampak pada Gambar 1. Cara kerja pemintalan elektrik adalah sebagai berikut. Larutan polimer dimasukkan pada alat semprot. Alat semprot, yang memiliki ujung jarum dari besi baja sebagai nozel, diletakkan pada pompa pendorong yang kelajuan alirnya diatur. Kutub positif sumber tegangan tinggi tersebut dihubungkan ke ujung jarum alat semprot yang terbuat dari besi baja dan kutub negatifnya ke kolektor yang terbuat dari aluminium untuk menghasilkan medan listrik di antara kedua kutub tersebut. Larutan polimer yang berada di ujung alat semprot membentuk kerucut yang disebut sebagai kerucut Taylor (Taylor cone). Medan listrik tersebut menarik puncak kerucut tersebut sehingga membentuk pancaran (jet) larutan polimer yang bermuatan positif. Semakin menjauhi ujung jarum alat semprot tersebut, pancaran larutan polimer tersebut semakin mengering dan membentuk nanoserat. Akhirnya, nanoserat yang dihasilkan kemudian ditampung di kolektor.
Pengontrol
Kolektor Sumber Tegangan Tinggi
Serat
Alat Semprot
Kamera
Pompa Pendorong
USB
Pancaran (Jet)
Kerucut Taylor Pemantau Arus
USB
Gambar 1. Susunan peralatan pemintalan elektrik dengan 3 (tiga) komponen utama: pompa pendorong dan alat semprot, sumber tegangan tinggi DC , dan kolektor.
PARAMETER YANG MEMENGARUHI PEMINTALAN ELEKTRIK U-2
Proses pemintalan elektrik sangat dipengaruhi oleh banyak parameter. Parameter tersebut adalah (a) parameter larutan polimer, antara lain berat molekul, kekentalan larutan, tegangan permukaan, konduktivitas larutan, dan pengaruh dielektrik pelarut, (b) parameter proses, di antaranya tegangan, laju alir, suhu, bentuk kolektor, diameter nozel, jarak antara ujung nozel dan kolektor, dan (c) parameter lingkungan, termasuk kelembaban, jenis atmosfer, tekanan udara [8]. Pengaturan parameter di atas dilakukan untuk mendapatkan nanoserat yang baik sesuai keperluan. Nanoserat yang baik sebagai hasil pemintalan elektrik adalah (a) nanoserat dengan diameter konsisten dan dapat dikontrol, (b) nanoserat tidak cacat atau cacatnya bisa dikontrol, (c) nanoserat yang dihasilkan kontinu dan dapat dikumpulkan pada kolektor [9]. MODIFIKASI PEMINTALAN ELEKTRIK Pemintalan elektrik untuk menghasilkan nanoserat dapat dimodifikasi disesuaikan dengan kebutuhan nanoserat yang dihasilkan. Modifikasi dapat dilakukan pada kolektor dan alat semprot. Beberapa modifikasi proses pemintalan elektrik sebagai berikut. Huang, dkk. [9] memaparkan bahwa umumnya serat hasil pemintalan elektrik yang diaplikasikan berupa serat yang tidak disusun (non-woven form). Tetapi untuk beberapa aplikasi, diperlukan serat yang selaras (aligned fibers). Untuk itu ada lima macam modifikasi pemintalan elektrik untuk menghasilkan serat yang selaras, yaitu: 1. Kolektor silinder dengan kecepatan rotasi yang tinggi (a cylinder collector with high rotating speed). Kolektor silinder dengan kecepatan tinggi akan menghasilkan serat yang melingkar tetapi bentuk serat masih acak. Adapun maksud silinder diputar dengan kecepatan yang sangat tinggi dimaksudkan untuk mempercepat penguapan sehingga peristiwa penggumpalan dapat dihindari. 2. Elektroda/medan listrik bantu (an auxiliary electrode/electrical field). Bentuk elektroda bantu pada sistem ini berbentuk silinder sehingga serat yang dihasilkan melingkar juga, tetapi orientasi serat membentuk
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
barisan/tidak acak yang disebabkan adanya pengaruh medan listrik bantu. 3. Roda tipis dengan tepi tajam (a thin wheel with sharp edge). Kolektor berbentuk roda tipis dengan tepi tajam akan menghasilkan serat yang akan menyerupai kumparan dengan rentang diameter serat 100 – 400 nm yang memiliki jarak pisah tiap serat sebesar 1 – 2 µm. 4. Kolektor berbentuk bingkai (a frame collector). Kolektor berbentuk bingkai yang diletakkan di bawah pancaran larutan yang dipintal akan menghasilkan serat yang membentuk barisan sehingga mudah dikarakterisasi. Bingkai dengan bahan alumunium menghasilkan barisan serat yang lebih baik dibandingkan dengan bingkai dengan bahan kayu. 5. Kolektor multi bingkai yang berputar (a rotating multiframe structure). Kolektor ini tersusun dari beberapa bingkai dengan bahan alumunium atau kayu yang diputar sehingga menghasilkan barisan serat yang kontinu. Sill dan Recum [10] menjelaskan bahwa untuk berbagai aplikasi dimungkinkan untuk membuat konfigurasi nozel. Beberapa bentuk konfigurasi nozel di antaranya: 1. Teknik nozel tunggal (a single nozzle technique). Teknik nozel tunggal merupakan teknik yang paling mudah dan yang paling umum digunakan dalam proses pemintalan elektrik, yaitu dengan menggunakan satu ujung jarum besi baja. 2. Konfigurasi koaksial. Konfigurasi koaksial dapat dikatakan sebagai konfigurasi yang relatif baru. Konfigurasi ini dapat menghasilkan nanoserat dari dua polimer berbeda yang dipisahkan oleh kapiler. Konfigurasi koaksial terdiri dari dua kapiler yang berdampingan atau kapiler yang kecil berada di dalam kapiler yang besar. Burger, dkk. [11] melaporkan beberapa sistem pemintalan elektrik, di antaranya: 1. Pemintalan elektrik multijet (multiple-jet electrospinning). Pemintalan elektrik multijet dengan cara menggunakan multinozel dapat menghasilkan banyak nanoserat secara bersamaan.
2. Pemintalan elektrik dengan hembusan (blowing-assisted electrospinning). Pemintalan elektrik dengan hembusan biasanya digunakan untuk membuat nanoserat dari material yang sangat kental, sehingga perlu dorongan terhadap larutannya agar memudahkan keluar dari nozel. Di samping itu, ada 2 jenis sistem pemintalan elektrik lainnya [12]. 1. Sistem pemintalan elektrik dengan kolektor berupa bak koagulasi. 2. Sistem pemintalan elektrik dengan dua aliran larutan berbeda (two-stream electrospinning). APLIKASI NANOSERAT Berikut akan dibahas aplikasi nanoserat pada berbagai bidang. 1. Bidang elektronik, yaitu dalam pengembangan piranti sensor. Nanoserat berpotensi untuk dibuat menjadi piranti sensor. Untuk aplikasi sensor perlu dilakukan pengontrolan morfologi serat, seperti yang dilaporkan oleh Munir, dkk. [13] mengenai pengembangan berbagai morfologi, seperti: manik-manik (beads), serat bermanik-manik (beaded fibers), dan serat murni (fibers). Dari penelitian itu ditemukan bahwa konsentrasi larutan memainkan peran penting dalam pembentukan butiran/serat. Selain itu, dapat diamati bahwa diameter serat berbutir lebih kecil dari serat murni. Ini adalah sebuah harapan bahwa dengan mengendalikan morfologi komposit serat, kondisi optimal untuk mendapatkan sensor kelembaban kinerja tinggi dapat dicapai. 2. Bidang energi misalnya pembuatan sel surya. Nanoserat dari indium tin oxide (ITO) telah berhasil digunakan untuk membuat sel surya tipe DSSC (dye-sensitized solar cells). Penggunaan nanoserat ITO dengan struktur dua lapis (double layer nanofiber) yang panjang dengan diameter sekitar 200 nm telah menghasilkan efisiensi tinggi sebesar 3,97% [14-16]. Aplikasi lain nanoserat pada bidang energi yaitu penghematan energi melalui pemanfaatan fosfor untuk lampu
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
U-3
hemat energi. Lampu hemat energi dibuat dengan menggunakan nanoserat BCNO fosfor. Nanoserat yang dihasilkan seragam, tidak mengumpal, tahan panas, dan memiliki distribusi atom yang baik. Hasilnya menunjukkan emisi hijau dan kuning di bawah pemanasan sinar UV dapat dilihat dengan mata telanjang [17-20]. 3. Bidang kimia berupa katalis. Salah satu katalis yang dibuat adalah nanoserat dari TiO2 yang dicelupkan pada larutan kromium nitrat yang dilanjutkan dengan pemanasan. Nanoserat yang dihasilkan memiliki diameter antara 350-445 nm [21]. 4. Bidang biomedika berupa rekayasa jaringan (tissue engineering), penghantaran obat (drug delivery), penutupan luka (wound dressing), [12]. Rekayasa jaringan memberikan dukungan bagi sel untuk meregenerasi matriks sel baru yang telah hancur akibat penyakit, cedera, atau bawaan cacat tanpa merangsang tanggapan kekebalan tubuh [22]. Nanoserat diaplikasikan pada rekayasa jaringan karena nanoserat memiliki struktur yang mirip dengan jaringan asli, memiliki sifat mekanik yang menarik [23]. Sementara itu, pada pelepasan obat dapat dilakukan dengan menggunakan teknik pemintalan elektrik dengan berbagai cara, misalnya: pelapisan, penanaman obat, dan enkapsulasi (koaksial dan emulsi pemintalan elektrik). Cara-cara tersebut dapat digunakan untuk mengontrol dengan lebih baik dalam kinetika pelepasan obat [10]. Pelepasan obat dengan nanoserat didasarkan pada prinsip bahwa laju pelepasan obat meningkat dengan meningkatnya luas permukaan obat dan pembawa yang digunakan. Nanoserat juga telah banyak digunakan sebagai penutup kulit yang luka atau terbakar. Nanoserat cocok dijadikan penutup luka karena porositasnya yang tinggi akan memudahkan pertukaran gas, serta melindungi bagian luka dari infeksi dan dehidrasi. Ukuran porositas nanoserat untuk penutup luka berukuran antara 500-1000 nm. Ukuran tersebut cukup kecil untuk melindungi luka dari penetrasi bakteri. Luas permukaan yang tinggi dari nanoserat memiliki keuntungan dalam absorpsi dan U-4
penghantaran kulit (dermal delivery) [22]. Nuryantini, dkk. melaporkan pembuatan nanoserat komposit PVA/kitosan dengan metode pemintalan elektrik multi nozel dan kolektor drum. Hasil pemintalan elektrik adalah nanoserat berbentuk lembaran. Lembaran nanoserat komposit PVA/kitosan yang dihasilkan akan diaplikasikan untuk penutup luka [24]. UCAPAN TERIMA KASIH Kegiatan penelitian ini didukung secara finansial oleh Kementrian Negara Riset dan Teknologi, melalui Insentif Riset Sistem Inovasi Nasional (SINas) tahun 2013 (No. Identitas RT-20131881). REFERENSI 1.
Sautter, B. P. 2005. Continuous Polymer Nanofibers Using Electrospinning. NSF-REU Summer 2005 Program Department of Mechanical Engineering, University of Illinois at Chicago, pp. 8-10. 2. Beachleya , V. dan Wen, X. 2010. Polymer Nanofibrous Structures: Fabrication, Biofunctionalization, and Cell Interactions, Polymer Sci., 35, pp. 868–892. 3. Munir, M. M., Iskandar, F., Khairurrijal, dan Okuyama, K. 2009. High Performance Electrospinning System for Fabricating Highly Uniform Polymer Nanofibers, Rev. Sci. Instrum. 80, pp. 026106-1/3. 4. Gilbert, W. 1628. De Magnete, Magneticisque Corporibus, et de Magno Magnete Tellure (On the Magnet and Magnetic Bodies, and on That Great Magnet the Earth), London: Peter Short. 5. Cooley, J. F. 1902. US692631. 6. Formhals, A. 1934. US1975504. 7. Taylor, G. 1969. Electrically Driven Jets. Proceedings of the Royal Society of London Series a-Mathematical and Physical Sciences 313(1515), pp. 453-475. 8. Ramakrishna, S., Fujihara, K., Teo, W., Lim, T., dan Ma, Z. 2005. An Introduction to Electrospinning and Nanofibers , Singapore: World Scientific. 9. Huang, Z., Zhang, Y.-Z., Kotakic, M., dan Ramakrishna, S. 2003. A Review on Polymer Nanofibers by Electrospinning and Their Applications in Nanocomposites. Composites Sci. Technol., 63, pp. 2223–2253. 10. Sill, T. J. dan Recum, H. A. 2008. Electrospinning: Applications in Drug Delivery and Tissue Engineering, Biomater., 29, pp. 1989-2006.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
11. Burger, C., Hsiao, B. S., dan Chu, B. 2006. Nanofibrous Materials and Their Applications, Mater. Res., 36, pp. 333–368. 12. Agarwal, S., Wendorff, J. H., dan Greiner, A. 2008. Use of Electrospinning Technique for Biomedical Applications, Polymer, 49, pp. 5603–5621. 13. Munir, M. M., Iskandar, F., Djamal, M., dan Okuyama, K. 2011. Morphology Controlled Electrospun Nanofibers for Humidity Sensor Application, AIP Conf. Proc., 1415, pp. 223-226. 14. Iskandar, F., Suryamas, A. B., Kawabe, M., Munir, M. M., Okuyama, K., Tarao, T., dan Nishitani, T. 2010. Indium Tin Oxide Nanofiber Film Electrode for High Performance Dye Sensitized Solar Cells, Jpn. J. Appl. Phys., 49, pp. 0102131-0102133. 15. Munir, M. M., Widiyandari, H., Iskandar, F., Okuyama, K. 2008. Patterned Indium Tin Oxide Nanofiber Films and Their Electrical and Optical Performance, Nanotechnol., 19, pp. 37560113756017. 16. Munir, M. M., Iskandar, F., Yun, K.M., Okuyama, K., Abdullah, M. 2008. Optical and Electrical Properties of Indium Tin Oxide Nanofibers Prepared by Electrospinning, Nanotechnol., 19, pp. 14560311456031. 17. Suryamas, A. B., Munir, M. M, Ogi, T., Khairurrijal, dan Okuyama, K. 2011. Intense Green and Yellow Emissions from Electrospun BCNO Phosphor Nanofibers, J. Mater. Chem., Advance Article , pp. 12629–12631. 18. Suryamas, A. B., Munir, M. M., Ogi, T., Hogan, C. J., Okuyama, K. 2010. Photoluminescent ZrO2: Eu(3+) Nanofibers Prepared via Electrospinning, Jpn. J. Appl. Phys., 49, pp. 1150031- 1150036.
19. Suryamas, A. B., Munir, M. M., Iskandar, F., dan Okuyama, K. 2009. Photoluminescent and Crystalline Properties of Y3-xAl5O12:Ce1-x(3+) Phosphor Nanofibers Prepared by Electrospinning, Jpn. J. Appl. Phys. 105, pp. 0643111-0643115. 20. Munir, M. M., Yun, K. M., Iskandar, F., Yabuki, A., dan Okuyama, K. 2007. Heating Profile Effect on Morphology, Crystallinity, and Photoluminescent Properties of Y2O3:Eu3+ Phosphor Nanofibers Prepared using an Electrospinning Method, Jpn. J. Appl. Phys. 1, pp. 6705-6709. 21. Widiyandari, H., Munir, M. M., Iskandar, F., dan Okuyama, K. 2009. Morphology-controlled Synthesis of Chromia-titania Nanofibers via Electrospinning Followed by Annealing, Mater. Chem. Phys 116, pp. 169-174. 22. Lu, P. dan Ding, B. 2008. Applications of Electrospun Fibers, Nanotechnol. 2, pp. 169-182. 23. Kai, D., Jin, G., Prabhakaran, M. P., dan Ramakrishna, S. 2013. Electrospun Synthetic and Natural nanofibers for Regenerative Medicine and Stem Cells, Biotechnol. J. 8, pp. 59–72. 24. Nuryantini, A. Y., Ekaputra, M. P., Munir, M. M, Suciati, T., dan Khairurrijal. 2013. Pengontrolan Morfologi Nanoserat Poli(Vinil Alkohol) dengan Pemintalan Elektrik Multi Nozel dan Kolektor Drum, Seminar Nasional Fisika 2013 (Unnes, Semarang, 12 Oktober 2013).
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
U-5
Membudayaan Kearifan Lokal Melalui Penelitian Pendidikan Ani Rusilowati Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang Email:
[email protected] Abstrak. Kearifan lokal, atau sering disebut dengan local wisdom, merupakan nilai-nilai yang berlaku dalam suatu mayarakat, yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertingkah laku sehari-hari. Kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya untuk membangun peradaban masyarakat. Kearifan lokal menggambarkan cara bersikap dan bertindak untuk merespons perubahan-perubahan yang khas dalam lingkup lingkungan fisik maupun kultural. Kearifan lokal merupakan pengetahuan yang muncul dari periode panjang yang berevolusi bersama masyarakat dalam sistem lokal (Tiezzi, dkk.). Wujud kearifan lokal dapat berupa tradisi, yang tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Kearifan lokal lebih menggambarkan satu fenomena spesifik yang biasanya menjadi ciri dari komunitas masyarakat tertentu. Kearaifan lokal dapat berupa pesan-pesan moral dan juga terkait dengan fisik. Misalnya, membuat bangunan tahan gempa, menggunakan sumber energi alternatif, menggunakan bahan alam sebagai pewarna alami, menggunakan tanaman tertentu untuk obat ataupun pembersih, menyikapi bencana alam, dll. Rumoh Aceh di Aceh, Oma Hada di Nias, Joglo di jawa Tengah dan Yogyakarta merupakan contoh bangunan yang didesain berdasarkan kearifan lokal. Kearifan lokal yang ada pada setiap daerah di Inonesia merupakan satu asset atau harta terpendam bagi bangsa Indonesia yang harus digali dan terus dipertahankan sebagai satu kesatuan dalam hidup dan kehidupan semua masyarakat Indonesia. Kearifan lokal dapat dikembangkan dan dipertahankan melalui pendidikan, termasuk dalam pembelajaran dan penelitian kependidikan. Kata Kunci : kearifan lokal, penelitian, pembelajaran, fisik, kultural PENDAHULUAN Manusia menjadi kunci perubahan dalam lingkungannya, karena dari tingkah lakunya mampu mempengaruhi kelangsungan hidup seluruh makhluk hidup yang ada. Keseimbangan hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan sangat dituntut, agar terjalin harmonisasi dalam kehidupan. Sesungguhnya keharmonisan hubungan manusia dan lingkungan merupakan gambaran hidup yang sistemik, yang pada dasarnya untuk kepentingan manusia itu sendiri [1]. Oleh sebab itu, agar keharmonisan kehidupan dapat tercipta, maka manusia harus bersikap dan berperilaku arif terhadap lingkungan [2]. Melalui pemahaman terhadap kearifan lokal, keharmonisan hubungan manusia dan lingkungan dapat terjalin. Penerapan kearifan lokal sudah terbukti dapat menghindarkan manusia dari bencana. Contohnya, kearifan lokal yang ditanamkan
pada masyarakat Simeleu dapat menyelamatkan masyarakat dari bencana tsunami. Rumoh Aceh, salah satu rumah tradisional di Nusantara yang mampu tetap berdiri saat gempa melanda Aceh 9 tahun yang lalu. Oma Hada di Nias dan joglo di Yogyakarta dan Jawa Tengah, mampu bertahan ketika terjadi gempa, dan lain-lain [3]. Kearifan lokal tidak hanya berupa bangunan. Pepatah, sasanti, nyanyian, petuah, dan semboyan yang melekat dalam perilaku seharihari juga merupakan bentuk kearifan lokal dalam masyarakat. Permasalahan yang timbul, bagaimana menanamkan kearifan lokal bagi anak cucu kita? Desiminasi kearifan lokal dapat dilakukan melalui pendidikan, termasuk dalam pembelajaran dan penelitian kependidikan. Kearifan Lokal Kearifan lokal, atau sering disebut dengan local wisdom, merupakan nilai-nilai yang berlaku dalam suatu mayarakat, yang
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
U-7
diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertingkah laku sehari-hari. Kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya untuk membangun peradaban masyarakat. Kearifan lokal menggambarkan cara bersikap dan bertindak untuk merespons perubahan-perubahan yang khas dalam lingkup lingkungan fisik maupun kultural. Kearifan lokal merupakan pengetahuan yang muncul dari periode panjang yang berevolusi bersama masyarakat dalam sistem local [4]. Kearifan lokal adalah dasar untuk pengambilan kebijakkan pada level lokal di bidang kesehatan, pertanian, pendidikan, pengelolaan sumber daya alam dan kegiatan masyarakat. Wujud kearifan lokal dapat berupa tradisi, yang tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Proses sedimentasi kearifan lokal memerlukan waktu yang sangat panjang, dari generasi ke generasi berikutnya. Kearifan lokal lebih menggambarkan satu fenomena spesifik yang biasanya menjadi ciri dari komunitas masyarakat tertentu, misalnya sing temen tinemu (suatu bentuk motivasi untuk berlaku tekun), mikul dhuwur mendhem jero (suatu penghormatan kepada orang yang lebih tua), sayuk rukun bebarengankaro kancane (ajakan hidup rukun berdampingan dengan orang lain) (Jawa Tengah), rawe-rawe rantas malangmalang putung (suatu bentuk pengabdian, pembelan kepada negara) (Jawa Timur), tut wuri handayani (pendidikan nasional), bhineka tunggal ika (nasional), dan lain sebagainya. Kearaifan lokal tidak hanya berupa pesan-pesan moral, tetapi juga terkait dengan fisik. Misalnya, membuat bangunan tahan gempa, menggunakan sumber energi alternatif, menggunakan bahan alam sebagai pewarna alami, menggunakan tanaman tertentu untuk obat ataupun pembersih, menyikapi bencana alam, dll. Rumoh Aceh di Aceh, Oma Hada di Nias, Joglo di Jawa Tengah dan Yogyakarta merupakan contoh bangunan yang didesain berdasarkan kearifan lokal. Nenek moyang kita beberapa abad lalu pernah mengalami kejadian gempa dan tsunami, sehingga mendesain rumahnya sedemikian agar tahan terhadap gempa. Pemanfaatkan buah pohon jarak untuk bahan bakar lampu, memanfaatkan daun U-8
dilem/nila untuk mencuci pakaian, memanfaatkan daun sirih sebagai desinfektan juga merupakan kearifan lokal warisan budaya masa lalu. Kearifan lokal tersebut dapat dikembangkan di masa modern ini. Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan energi terbarukan sekarang sedang digalakkan. Namun pemanfaatan tanaman untuk pemenuhan energi terbarukan jangan sampai merusak alam. Masyarakat Baduy memiliki kearifan lokal mengenai pandangan terhadap alam semesta. Prinsip hidup yang selaras dengan alam adalah petatah-petitih masyarakat Baduy yaitu: ‘Gunung tak diperkenankan dilebur, lembah tak diperkenankan dirusak ,larangan tak boleh dirubah, panjang tak boleh dipotong, pendek tak boleh disambung, yang bukan harus ditolak, yang jangan harus dilarang, yang benar haruslah dibenarkan’ Nilai yang terkandung dalam aturan tersebut adalah konsep mengenai “tanpa perubahan apapun” [5]. Lingkungan hidup dalam kearifan lokal yang ada pada setiap daerah di Indonesia merupakan satu aset atau harta terpendam bagi bangsa Indonesia yang harus digali dan terus dilaksanakan sebagai satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dalam hidup dan kehidupan semua manusia Indonesia [6]. Masih banyak kearifan-kearifan lokal yang belum diketahui oleh para generasi muda. Bagaimana cara mewariskan kearifan lokal kepada generasi penerus kita? Melalui pendidikanlah kearifan lokal dapat diturunkan kepada anak cucu kita. Menggali Kearifan Lokal dari Suatu Daerah Kearifan lokal dapat ditemukan kebenarannya berdasarkan fakta-fakta atau gejala-gejala yang berlaku secara spesifik di lingkungan budaya masyarakat tertentu. Definisi ini bisa jadi setara dengan indegenous psychology [2]. Pembentukan indegenous psychology masih meminjam metode-metode ilmiah yang lazim digunakan sampai saat ini, yaitu mengontektualisasikan teori-teori yang ada dengan kecenderungan lokal yang berkembang. Hasil akhir dari indegenous psychology adalah pengetahuan yang menggambarkan tentang
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
kearifan lokal, yaitu gambaran tentang sikap atau tingkah laku yang mencerminkan budaya asli [7]. Penelitian yang dapat dilakukan adalah penelitian kuantitatif dan kualitatif atau mix antara kualitatif dan kuantitatif. Melalui penelitian dapat diketahui bahwa nenek moyang kita juga sudah mengenal pemanfaatan biomassa sebagai bahan bakar sebelum mengetahui keberadaan minyak, gas, dan batu bara di perut bumi. Melalui teori dilakukan pendalamanpendalaman yang dapat mengangkat khazanah keilmuan dari kearifan lokal yang bersifat ilmiah. Contohnya pemanfaatan tanaman Jarak Pagar sebagai sumber bahan bakar, merupakan kearifan lokal yang terus dikembangkan hingga diperoleh suatu hasil yang lebih sempurna. Berdasarkan penelitian terhadap kearifan lokal diperoleh tanaman lain yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi adalah kapuk randu, nipah, tebu, dan tanaman lain yang dapat diolah menjadi energi terbarukan (biofuel). Hasil penelitian Prihandana dan Hendroko menyimpulkan bahwa potensi energi biomassa yang dimiliki Indonesia mencapai 311,232 MW, tetapi baru dimanfaatkan kurang dari 20% [8]. Untuk memahami kearifan lokal berkembang dan tetap bertahan, maka perlu pemahaman dasar yang meliputi pemilihan perhatian (selective attention), penilaian (appraisal), pembentukan dan kategorisasi konsep (concept formation And categorization), atribusi, emosi, dan memori [9]. Karena kapasitas sistem dan perseptual kita terbatas, maka perlu melakukan pemilihan perhatian untuk membatasi informasi-informasi yang diterima dan diproses. Misalnya, pemilihan kearifan lokal untuk dikaitkan dengan materi pelajaran, yaitu dengan menghadirkan contohcontoh yang kontekstual bagi siswa. Dengan demikian, siswa dengan mudah memahami materi pembelajaran dan kearifan lokalpun dapat tersampaikan kepada generasi penerus. Beberapa stimulasi yang dipilih secara konsisten akan dinilai. Penilaian merupakan proses evaluasi terhadap stimulus yang dianggap memiliki makna dan menimbulkan reaksi emosional. Proses ini relevan dengan terbentuknya pengetahuan atau kearifan lokal, karena lebih menekankan pada kebermanfaatan dalam kehidupan. Pada proses pembelajaran tentunya juga akan dilakukan evaluasi terhadap
kebermaknaan materi pelajaran bagi kehidupan siswa. Pemahaman terhadap kearifan lokal tentunya dapat dilakukan dengan mudah ketika dalam diri siswa terdapat gambaran mental untuk menjelaskan peristiwa, benda-benda, aktivitas yang dialaminya yang disebet konsep. Melalui konsep-konsep seseorang dapat mengevaluasi informasi, membuat keputusan, dan bertindak seuai dengan konsep tersebut. Terkait dengan pembentukan dan perkembangan kearifan lokal, konsep dan kategorisasinya menyediakan kepada kita cara-cara mengorganisasi perbedaan ajaran, tingkah laku yang ada di sekitar kita ke dalam sejumlah kategori berdasarkan kepentingan tertentu. Pengkategorisasian kearifan lokal misalnya berdasarkan kepentingan konservasi alam, menjaga kerukunan, kebersamaan, dll. Tidak menutup kemungkinan kita mengadopsi kearifan lokal diari tempat lain, ketika kearifan lokal tersebut sesuai dengan kepentingan kita. Misalnya, dalam menjaga kelestarian hutan, kearifan lokal suku Chiang Mai dapat ditiru. Setiap bayi yang baru lahir, tali pusatnya dililitkan pada sebuah pohon kecil. Setelah berusia 5 tahun, dia akan diberitahu oleh orang tuanya bahwa pohon tersebut adalah miliknya dan harus dijaga sampai besar [10]. Pengadopsian atau penyesuaian terhadap suatu kearifan lokal merupakan suatu proses mental atau atribusi untuk membuat pertalian antara satu peristiwa dengan peristiwa lain. Atribusi juga membantu kita mengatasi ketidaksesuaian antara cara baru dengan cara lama dalam memahami sesuatu [11]. Atribusi ini tentunya perlu didukung oleh emosi, yaitu dorongan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kebutuhan. Misalnya, apapun yang diajarkan guru adalah baik, sehingga mendorong siswa untuk mengamalkan ajaran gurunya. Dorongan mendapatkan kebaikan merupakan motivator bagi siswa untuk patuh kepada guru.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
U-9
Mengintegrasikan Kearifan lokal dalam Pendidikan Hasil penggalian terhadap kearifan lokal, hendaknya dilestarikan melalui pengimplementasian dalam pendidikan. Kegiatan pendidikan yang dapat dilakukan antara lain adalah pengintegrasian kearifan lokal dalam materi pembelajaran, pengembangan soal, pengembangan buku ajar, pengembangan model pembelajaran, dan lain-lain. Pengintegrasian kearifan lokal dalam mata pembelajaran dapat didesain sedemikian rupa dalam beberapa mata pelajaran. Pemetaan mata pelajaran yang dapat disisipi kearifan lokal perlu dilakukan dengan cermat, agar dapat terintegrasi secara harmonis tidak tumpang tindih atau kelebihan muatan. Misalnya, pada mata pelajaran IPA sudah dimuati materi kebencanaan, maka kearifan lokal yang dapat disisipkan adalah yang terkait dengan konservasi alam, karakter yang dibentuk adalah peduli lingkungan. Kreativitas guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran yang dapat mengintegrasikan beberapa muatan ke dalam mata pelajaran yang diampunya sangat dituntut. Penggunaan kearifan lokal dalam membelajarkan materi pelajaran sebenarnya juga merupakan wujud penerapan pembelajaran kontekstual. Agar dapat memilih kearifan lokal yang sesuai dengan materi pelajaran dan lingkungan siswa, maka guru perlu melakukan identifikasi kearifan lokal yang sesuai. Pengembangan instrumen (soal) perlu juga memperhatikan kearifan lokal di daerah di mana siswa berada. Misalnya soal fisika (materi energi) untuk siswa di Bali, dibuat dengan memilih peristiwa yang terkait dengan kebiasaan membawa barang di atas kepala. Pada materi pesawat sederhana, perlu menghadirkan soal cerita yang terkait dengan kearifan lokal di Indonesia, misalnya penggunaan prinsip tuas pada pembuatan candi Borobudur, penggunaan katrol untuk mengambil air dari dalam sumur, dll. Pengembangan soal terkait dengan soal-soal internasional seperti TIMSS dan PISA, hendaknya kita dapat mengembangkan soal mirip soal-soal tersebut tetapi berbasis kearifan lokal. Dengan demikian siswa kita dapat berlatih mengerjakan soal skala
U-10
internasional, dan pembiasaannya menggunakan kearifan lokal yang dekat dengan kehidupannya. Pengembangan buku ajar berwawasan kearifan lokal juga dapat dilakukan melalui penelitian pendidikan. Dengan demikian pengembangan dan pelestarian kearifan lokal dapat terjaga, dan dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang. SIMPULAN Kearaifan lokal tidak hanya berupa pesan-pesan moral, tetapi juga terkait dengan fisik. Kearifan lokal yang ada pada setiap daerah di Inonesia merupakan satu asset atau harta terpendam bagi bangsa Indonesia yang harus digali dan terus dilaksanakan sebagai satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dalam hidup dan kehidupan semua manusia Indonesia. Kearifan lokal dapat dikembangkan dan dipertahankan melalui pendidikan, termasuk dalam pembelajaran dan penelitian kependidikan. REFERENSI 1. Akung, M. A. 2006. Membincangkan Kearifan Lokal Ekologi Kita. Kompas, 30 Nopember 2006. 2. Ridwan, N. A. 2007. Landasan Keilmuan Kearifan Lokal. Ibda-Jurnal studi Islam dan Budaya, 5(1), 27-38. 3. Widosari. 2010. Mempertahankan Kearifan lokal Rumoh Aceh dalam dinamika Kehidupan masyarakat Pasca Gempa dan Tsunami. Local Wisdom. Jurnal Ilmiah Online, 2 (2), 27-36. 4. Tiezzi, E., Marchettini, T.& Rossini, M. T. Extending the invironmental Wisdom beyond the Local Scenario: Ecodynamic Analysis and the Learning Community. http;//library.witpress.com/pages/paperinfo. asp. 5. http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/10 83/kearifan-lokal-suku-baduy-terhadapalam 6. http://www.analisadaily.com/news/37003/li ngkungan-hidup-dalam-kearifan-lokal. 7. Setiono, K. 2002. Pengembangan Psikologi Indegenous di Indonesia. Jurnal Ilmiah Psikologi-Kognisi, 6(2).
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
8. Rama Prihandana, Roy Hendroko. 2008. Energi hijau: pilihan bijak menuju negeri mandiri energi. Depok: Penebar Swadaya. 9. Matsumoto, D. 2000. Culture and Psychology. Belmont: Wadsworth. 10. http://www.antara news.com.31 Agustus 2013. 11. Wirawan, S. 1992. Psikologi Lingkungan. Jakarta: Grasindo
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
U-11
KELOMPOK FISIKA PENDIDIKAN 1
Implementasi Pembelajaran Berbasis Masalah pada Mata Kuliah Fisika Dasar untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa Jurusan Pendidikan Teknik Arsitektur FPTK UPI Johar Maknun1 1
Dosen Fisika pada Jurusan Pend. Teknik Arsitektur FPTK UPI * Email:
[email protected]
Abstrak.
Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang efektivitas penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada mata kuliah Fisika Dasar terhadap keterampilan berpikir kritis mahasiswa Jurusan Pendidikan Teknik Arsitektur FPTK UPI. Metode yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen dengan desain “The randomized pretest-posttest control groups design”. Kelas eksperimen mendapatkan pembelajaran berbasis masalah dan kelas kontrol mendapatkan pembelajaran konvensional. Data penelitian dikumpulkan melalui instrumen penelitian berupa tes keterampilan berpikir kritis dalam bentuk pilihan ganda, observasi, dan angket. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh rerata N-gain keterampilan berpikir kritis kelas eksperimen 0,65 (kriteria sedang) dan kelas kontrol 0,37 (kriteria sedang). Berdasarkan hasil perhitungan uji-t terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan keterampilan berpikir kritis antara mahasiswa yang diajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran konvensional. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis masahasiswa Jurusan Pendidikan Teknik Arsitektur FPTK Universitas Pendidikan Indonesia. Mahasiswa yang belajar dengan model pembelajaran berbasis masalah memiliki keterampilan berpikir kritis lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang melatihkan pemecahan masalah secara berkelompok telah memberikan dampak pada peningkatan keterampilan berpikir kritis mahasiswa. Secara umum mahasiswa terlibat dalam proses belajar mengajar yang dilaksanakan dengan menerapkan metode pembelajaran berbasis masalah. Mahasiswa melakukan diskusi materi pelajaran, pembahasan permasalahan yang diberikan dosen, menjawab pertanyaan dan latihan soal secara berkelompok. Mereka menyatakan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan telah memberi arahan yang jelas mengenai kemampuan fisika yang harus dimiliki dalam mendukung pencapaian kompetensi bidang arsitektur dan melatihkan keterampilan berpikir kritis melalui pembelajaran fisika.
Kata kunci: fisika, keterampilan berpikir kritis, pembelajaran berbasis masalah.
PENDAHULUAN Fisika sebagai salah satu bagian dari sains dan teknologi merupakan ilmu yang mempelajari alam serta interaksinya. Dengan fokus kajian ini membuat ilmu fisika memegang peranan yang sangat luas dalam perkembangan teknologi. Fisika sebagai bagian dari sains mencakup proses dan produk. Proses-proses pada pembelajaran sains memungkinkan pengembangan kompetensi-kompetensi yang bersifat hands-on dan minds-on pada diri peserta didik, seperti penguasaan kecakapan hidup, penguasaan prinsip-prinsip alam, penguasaan keterampilan proses sains, penguasaan keterampilan berpikir tingkat dasar dan tingkat tinggi seperi berpikir kritis dan kreatif serta kemampuan pemecahan masalah [1].
Pada perkuliahan Fisika ditemukan beberapa permasalahan antara lain kurang adanya kesiapan dari mahasiswa mengikuti perkuliahan, pengelolaan mata kuliah dengan metode informasi dan diskusi umumnya masih cenderung mengarah ke pemberian informasi, sehingga pembelajaran masih didominasi oleh dosen. Pada pembelajaran ini, gagasan awal mahasiswa relatif kurang digali dan dipertimbangkan dalam pembelajaran, mahasiswa cenderung bersifat pasif, motivasi mahasiswa untuk belajar mandiri kurang, dan sharing pengetahuan antar mahasiswa kurang terfasilitasi [2]. Pendidikan sains (fisika) relatif gagal karena begitu sering disajikan hanya sebagai pengetahuan siap pakai dan bersifat informatif saja [3]. Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang mendasari semua keterampilan berpikir tingkat
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-1
tinggi lainnya adalah berpikir kritis. Pengembangan keterampilan berpikir kritis telah menjadi tujuan pendidikan akhir-akhir ini. Keterampilan berpikir kritis sangat penting diajarkan kepada siswa karena keterampilan ini merupakan dasar yang memungkinkan mereka menanggulangi dan mereduksi ketidakraturan di masa datang [4]. Dengan keterampilan berpikir kritis, mereka dapat mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengkonstruksi argumen serta menghadapi berbagai tantangan, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan dengan tepat sehingga dapat menolong dirinya dan orang lain dalam menghadapi kehidupan. Pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa dapat dilakukan dengan mengkondisikan pembelajaran sedimikian rupa sehingga siswa memperoleh pengalaman-pengalaman dalam pengembangan keterampilan berpikir kritis [5]. Peningkatan keterampilan berpikir tersebut akan diupayakan melalui implementasi pembelajaran berbasis masalah (PBM) pada perkuliahan Fisika Dasar. Pokok bahasan yang menjadi kajian penelitian ini adalah keseimbangan benda tegar yang merupakan suatu topik esensial bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan Teknik Arsitektur, karena akan memberikan dukungan pada penguasaan kompetensi arsitektur. Pembelajaran Berbasis Masalah dan Keterampilan Berpikir Kritis Pembelajaran berbasis masalah (PBM) diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Langkah PBM dapat dinamakan metode pemecahan masalah (problem solving) [6]. Strategi problem solving juga dapat didefinisikan sebagai strategi pada proses pembelajaran yang aktivitasnya bertumpu kepada masalah dengan penyelesaiannya dilandaskan atas konsep-konsep generik atau konsep dasar bidang ilmu [7]. Pemecahan masalah melalui kerja tim dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam berpikir kritis, pencarian informasi secara aktif, mengkonstruksi pemahaman, dan keterampilan memberikan alasan tingkat tinggi. Pembelajaran ini akan memberi peluang bagi siswa untuk belajar secara lebih bermakna (meaningfull) [8].
FP-2
Strategi pemecahan masalah (problem solving) bukan hanya sekedar strategi mengajar, tetapi juga merupakan suatu strategi berpikir. Dengan demikian pembelajaran yang bernuansa pemecahan masalah harus dirancang sedemikian rupa sehingga mampu merangsang siswa untuk berpikir dan mendorong menggunakan pikirannya secara sadar untuk memecahkan masalah. Belajar pemecahan masalah pada hakekatnya adalah belajar berpikir (learning to think) atau belajar bernalar (learning to reason), yaitu berpikir atau bernalar mengaplikasikan pengetahuan-pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya untuk memecahkan masalahmasalah baru yang belum pernah dijumpai [9]. Tahapan pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahapan pada strategi yang dikembangkan oleh Heller P. et al. (1992). Hal dikarenakan pemecahan masalah yang dimaksudkan pada penelitian ini berkaitan dengan kegiatan pemecahan masalah dalam penyelesaian soal cerita atau penyelesaian soal perhitungan dalam fisika berdasarkan tingkat berpikir dari domain kognitif Bloom yakni aspek penerapan dan analisis [10]. Penjabaran Heller, P. et.al [7] terdapat lima tahapan dalam memecahkan masalah, yakni: 1. Visualisasi masalah Pada tahapan ini dilakukan penerjemahan pernyataan masalah ke dalam gambaran visual, menggambar sketsa (atau deretan sketsa) dari situasi, dan memilih pendekatan kualitatif. 2. Uraian secara konsep Fisika Pada tahap ini siswa menggunakan pemahaman konsep dan prinsip Fisika secara kualitatif untuk menganalisis dan menggambarkan masalah dalam istilah Fisika, menerjemahkan sketsa-sketsa ke dalam gambaran fisik masalah, membuat simbol-simbol spesifik yang relevan untuk variabel diketahui dan tidak diketahui, serta membuat simbol-simbol spesifik dari variabel target. 3. Rencana solusi Pada tahap ini, meliputi penerjemahan deskripsi fisika ke dalam gambaran masalah matematis yang tepat, mengidentifikasi konsep dan prinsip fisika dalam bentuk persamaan, menentukan tahapan matematis untuk menyelesaikan masalah.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
4. Pelaksanaan perencanaan Menerjemahkan rencana ke dalam rangkaian tindakan (matematis) yang tepat. 5. Pengecekan dan evaluasi Menetapkan apakah jawaban benar dan masuk akal. Tujuan pembelajaran berpikir kritis dalam sains dan disiplin yang lain adalah untuk memperbaiki keterampilan berpikir pembelajar dan menyiapkan agar berhasil menghadapi kehidupan. Pembelajaran berpikir kritis dirancang untuk mencapai pemahaman dari hubungan bahasa yang logis, yang seharusnya menghasilkan kemampuan menganalisis, mengkritisi, dan menyarankan ide-ide untuk memberi alasan secara induktif dan deduktif dan untuk mencapai kesimpulan yang faktual berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang rasional [11]. Berpikir kritis dapat dikembangkan melalui pengalaman yang bermakna, yaitu pengalaman atau pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada pembelajar untuk memperoleh keterampilan-keterampilan dalam memecahkan masalah dapat merangsang keterampilan berpikir kritis pembelajar. Pengalaman ini diperlukan agar pembelajar memiliki struktur konsep yang berguna dalam meganalisis dan mengevaluasi suatu permasalahan. Dengan berpikir kritis, pembelajar dapat mengatur, menyesuaikan, mengubah, atau memperbaiki pikirannya sehingga pembelajar dapat bertindak lebih cepat. Orang yang berpikir kritis akan berpikir dan bertindak secara normatif, siap nalar tentang sesuatu yang mereka lihat, dengar, atau pikirkan. Michael Scriven dan Alec Fisher [12] mendefinisikan berpikir kritis sebagai “critical thinking is skilled and active interpretation and evaluation of observation and comunication, information and argumentation”. Dalam definisi berpikir kritis ini, skilled menunjukkan kemampuan untuk memberikan alasan. Proses active menunjukkan proses metakognisi, sedangkan evaluation menggambarkan proses menentukan perhitungan, kualitas, atau nilai sesuatu. Observation mangacu pada apa yang dilihat dan dirasakan, information mengacu pada fakta informasi, communication mengacu pada apa yang berada diluar informasi, dan
argumentation mengacu pada bahasa untuk mempresentasikan alasan mengenai kesimpulan. Secara lebih detail Ennis [13] membagi berpikir kritis kedalam lima indikator. Kemudian lima indikator berpikir kritis tersebut diuraikan menjadi 12 sub keterampilan berpikir kritis. Adapun pengelompokannya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Indikator Berpikir Kritis Menurut Ennis [13] Keterampilan Berpikir Kritis 1.Elementary clarification (memberikan penjelasan sederhana) 2.Basic support (membangun ketrampilan dasar) 3.Inference (menyimpulkan)
4.Advanced clarification (membuat penjelasan lebih lanjut 5.Strategies and tactics (strategi dan taktik )
Sub Keterampilan Berpikir Kritis 1.Memfokuskan pertanyaan 2.Menganalisis argumen 3.Bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang menantang 4.Mempertimbangkan redibilitas (kriteria suatu sumber) 5.Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi 6.Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi 7.Membuat inuksi dan mempertimbangkan induksi 8.Membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan 9.Mendefenisikan istilah, mempertimbangkan defenisi 10.Mengidentifikasi asumsi
11.Memutuskan suatu tindakan 12.Berinteraksi dengan orang lain
Metode Banyak faktor ataupun variabel luar yang sulit untuk dikontrol. Oleh karena itu dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah quasi exsperiment. Hal tersebut dirasakan cocok karena metode ini mempunyai karakteristik mengkaji suatu objek yang didalamnya tidak mungkin mengontrol semua variabel yang relevan, kecuali variabel yang diteliti. Desain penelitian yang digunakan adalah “The randomized pretest-posttest control groups design” [14]. Mula-mula dipilih secara acak kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Selanjutnya dilakukan tes awal terhadap kedua kelompok, setelah itu kedua kelompok diberi perlakuan yang berbeda, dan diakhiri pemberian tes akhir dengan perangkat yang sama. Bentuk desainnya ditunjukkan pada Tabel 2.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-3
Tabel 2. Desain Penelitian TesTesKelas Perlakuan awal akhir Eksperimen O X O Kontrol O Y O Keterangan: X : perlakuan berupa model pembelajaran berbasis masalah, Y : perlakuan berupa model pembelajaran konvensional O : tes awal dan tes akhir Peningkatan keterampilan berpikir kritis sebelum dan setelah kegiatan pembelajaran dihitung dengan gain score ternormalisasi (ngain). (% S f % Si ) (1) g (% S m % Si ) Keterangan :
adalah gain score ternormalisasi Sf adalah skor rerata tes awal Si adalah skor rerata tes akhir Sm adalah skor maksimum Gain score ternormalisasi atau n-gain merupakan metode yang cocok untuk menganalisis hasil tes awal dan tes akhir dan merupakan indikator yang lebih baik dalam menunjukkan tingkat efektivitas perlakuan. Tingkat perolehan n-gain dikategorikan ke dalam tiga kategori, yaitu : Gain-tinggi : () > 0,7 Gain-sedang : 0,7 ≥ () ≥ 0,3 Gain-rendah : () < 0,3 [15] Hasil perbandingan kelompok kontrol dan eksperimen selanjutnya dilakukan pengujian statistik dengan uji perbedaan dua rata-rata. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan karakteristik topik kesetimbangan benda tegar dan metode pembelajaran yang diterapkan yaitu pembelajaran berbasis masalah (PBM), maka indikator keterampilan berpikir kritis yang diteliti meliputi basic support (membangun keterampilan dasar), inference (menyimpulkan) dan strategies and tactics (strategi dan taktik). Peningkatan keterampilan berpikir kritis mahasiswa dilihat dari skor tes awal dan tes akhir setelah mengikuti pembelajaran. Diagram persentase perbandingan skor rata-rata tes awal,
FP-4
tes akhir dan N-gain keterampilan berpikir kritis antara kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan dalam diagram pada Gambar 1.
Gambar 1. Perbandingan Skor rata-rata tes awal, tes akhir dan N-gain Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas eksperimen dan Kelas kontrol
Merujuk pada data yang tertera pada Gambar 1, peningkatan keterampilan berpikir kritis mahasiswa yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah sebesar 0,65 (65%) termasuk kategori sedang dan peningkatan keterampilan generik mahasiswa yang mengikuti pembelajaran konvensional sebesar 0,37 (37%) juga termasuk kategrori sedang. Untuk mengetahui kebermaknaan peningkatan keterampilan generik tersebut maka dilakukan pengujian hipotesis. Hasil pengujian hipotesis tertera pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Pengujian Hipotesis Paired Dif f erences
Eks - Kon
Mean 1. 72727
Std. Dev iation 1. 85631
Std. Error Mean .39577
95% Conf idenc e Interv al of the Dif f erence Lower Upper .90423 2. 55031
t 4. 364
df 21
Sig. (2-tailed) .000
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis keterampilan berpikir kritis, n-gain dari kedua kelas menunjukkan perbedaan yang signifikan antara mahasiswa yang mendapat pembelajaran kesetimbangan benda tegar melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Peningkatan keterampilan berpikir kritis kelas eksperimen disebabkan karena dalam pembelajaran tersebut memberi peluang bagi mahasiswa untuk lebih leluasa dalam belajar secara mandiri, saling bertukar pikiran dengan sesamanya, dan saling membantu dalam menyelesaikan setiap tugas yang diberikan oleh dosen.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Selanjutnya peningkatan keterampilan berpikir kritis mahasiswa secara khusus dapat dikelompokkan ke dalam setiap indikator keterampilan berpikir kritis. Persentase skor rata-rata N-gain untuk setiap indikator keterampilan berpikir kritis mahasiswa untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol tertera pada Gambar 2.
BK1 = basic support (membangun keterampilan dasar), BK2 = inference (menyimpulkan) dan BK3 = strategies and tactics (strategi dan taktik) Gambar 2. Deskripsi n-gain tiap indikator keterampilan berpikir kritis
Pembelajaran berbasis masalah melibatkan mahasiswa dalam masalah. Masalah yang diajukan pada mahasiswa dapat berupa fenomena menarik yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga mahasiswa merasa perlu mengetahui bagaimana fenomena tersebut terjadi dan apa sebabnya. Perasaan ingin tahu siswa akan mendorong mereka untuk belajar melalui membaca, bertanya atau diskusi. Langkah penyajian masalah merupakan hal yang paling penting sebagai upaya menvisualisasikan situasi dan identifikasi masalah yang aktual dan relevan [16]. Hal tersebut menyebabkan peningkatan seluruh indikator keterampilan berpikir kritis kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol. Secara berurutan peningkatan (n-gain) setiap indikator keterampilan berpikir kritis adalah strtaegi dan taktik 0,81 (81%) kategori tinggi, membangun keterampilan dasar 0.68 (68%) kategori sedang dan menyimpulkan 0,51 (51%) kategori sedang. Pada pembelajaran kesetimbangan benda tegar dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah (PBM) dosen menyajikan berbagai permasalahan yang biasa dihadapi oleh mahasiswa. Permasalahan tersebut diharapkan menarik perhatian mahasiswa untuk dapat memecahkan permasalahan yang mereka hadapi.
Konflik yang dihadapi mahasiswa akan mendorong mereka membuat dugaan-dugaan (prediksi) terhadap masalah yang dihadapi. Prediksi mahasiswa ini akan memotivasi mereka melakukan ekplorasi untuk mengumpulkan informasi terhadap jawaban masalah yang dihadapi. Hal itu juga yang menyebabkan keterampilan berpikir kritis kelas eksperimen lebih unggul dibandingkan kelas kontrol. Hal ini sejalan dengan pendapat Jonson & Jonson [6] yang menyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang menimbulkan konflik yang dihadapi mahasiswa akan menjadi hal menarik untuk dipecahkan mahasiswa. Melalui kegiatan pembelajaran ini beberapa indikator keterampilan berpikir kritis mahasiswa dapat dilatih dengan melakukan pembelajaran berbasis masalah. Keterampilan berpikir kritis sangat penting untuk dilatih, karena mahasiswa yang dapat berpikir kritis dapat menyelesaikan persoalannya sendiri. Selain itu berpikir kritis secara esensial merupakan keterampilan menyelesaikan masalah (problem solving). Menurut Ennis [13] dalam berpikir kritis kemampuan bernalar dan berpikir reflektif yang diarahkan untuk memutuskan hal-hal yang meyakinkan untuk dilakukan. Keterampilan berpikir kritis perlu dikembangkan dalam diri mahasiswa karena melalui keterampilan berpikir kritis mahasiswa dapat lebih mudah memahami konsep fisika, peka akan masalah yang terjadi sehingga dapat memahami dan menyelesaikan masalah dan mampu mengaplikasikan konsepkonsep dalam situasi yang berbeda termasuk mengaplikasikan dalam mendukung kompetensi bidang keahlian mereka. Kesimpulan Penerapan pembelajaran berbasis masalah (PBM) pada mata kuliah Fisika Dasar program studi Pendidikan Teknik Arsitektur FPTK UPI telah berhasil meningkatkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa. Ini ditunjukkan oleh nilai n-gain mahasiswa yang mengikuti pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Melalui pembelajaran fisika yang dapat menumbuhkan keterampilan berpikir kritis yang baik diharapkan dapat lebih meningkatkan
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-5
kompetensi mahasiswa termasuk kompetensi bidang arsitektur yang ditentukan oleh Ikatan Arsitek Indonesia (IAI). Salah satu kompetensi yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran fisika adalah kompetensi pengetahuan fisik dan fisika bangunan. Hal tersebut juga dapat mengokohkan peran fisika dalam mendukung perkembangan teknologi.
9.
10. REFERENSI 1. Depdiknas. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi : Ketentuan Umum. Jakarta : Depdiknas. 2. Maknun, Johar. 2012. Pengembangan Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui Penerapan Pembelajaran Tutor Sebaya pada Mata Kuliah Fisika Dasar Mahasiswa Program Studi Pendidikan Teknik Arsitektur FPTK UPI. Laporan Penelitian Universitas Pendidikan Indonesia. 3. Heuvelen, A. V. 2001. “Millikan Lecture 1999: The Workplace, Student Minds, and Physics Learning Systems”. American Journal of Physics, 69, (11), 1138-1146. 4. Cabera, G. A. 1991. A Framwork for Evaluation The Teaching of Critical Thinking. Education. 113(1). 59-63. 5. Lipman, M .2003. Athingking in Education. 2nd Ed. Cambridge: Cambridge University Press. 6. Sanjaya, W. 2012. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana. 7. Gok T. & Silay I. 2010. “The Effect of Problem Solving Strategies on Students’ Achievement, Attitude and Motivation”. American Journal of Physics Education, 4, (1), 7-21. 8. Redhana, I. W. & Sastrawidan, I. D. K. (2003). Pembelajaran Generatif dengan Strategi Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Kimia Dasar II. Dalam Indonesian Scientific Journal Database. Journal Pendidikan dan Pengajaran Universitas Pendidikan
FP-6
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Ganesha, Singaraja [Online], 36, (1), 1-13. Tersedia:http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/ Search.html [23 Desember 2011]. Sudjimat, D. A .1995. Pembelajaran Pemecahan Masalah : Tinjauan Singkat Berdasarkan Teori Kognitif. Journal Pendidikan Matematika dan Sains Malang: IKIP Malang. Heni. 2012. Penerapan pembelajaran Generatif dengan Strategi Problem Solving untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMA pada Materi Fluida Statis. Tesis Universitas Pendidikan Indonesia. Hakim. 2010. Model Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Problem Posing pada Topik Kesetimbangan Benda Tegar untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA. Tesis Universitas Pendidikan Indonesia. Fischer, Alec. 2001. Cirtical Thinking In An Introduction. United of Kingdom: Cambridge University Press. Costa dan Pressceisen.(1985). Developing Mind: A resource Book For teaching Thinking. Alexandria: ACSD Frankel, J. R. & Wallen, N. E (2007). How to Design and Evaluate Research in Education (sixth ed). New York: MeGrawHill Book Co. Hake, R.R 1998. Interactive-Engagement Versus Traditional Methods : A SixThousand-Student Survey of Mechanics Test Data for Introductary Physics Courses. American Journal of Physics, 66(1), pp. 6474 Heller & Heller. 1999, Cooperative Group Problem solving in Physics, Supported by National Science Foundation (NSF), the Department of Education, Fund for Improving Post-Secondary Education (FIPSE), and by the University of Minnesota.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Hubungan Tingkat Penalaran Yang Diukur Dengan Teknik Ranking Task Dengan Penguasaan Konsep Siswa Yang Diukur Dengan Multiple Choice Pada Materi Fluida Statis Diah Mulhayatiah1,*, Ade Yeti Nuryantini2, Yeti Ratnawati2 1
Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia. 2 Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan MIPA Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Indonesia. *Email: [email protected]
Abstrak. Penelitian ini dilatarbelakangi karena rendahnya nilai penguasaan konsep siswa dan perlunya kemampuan tingkat penalaran siswa dalam pelajaran fisika. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diterapkan suatu format baru dari latihan konseptual dan dilakukan secara kolaboratif yaitu collaborative ranking task yang bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat penalaran dengan penguasaan konsep siswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pre-eksperimental dengan desain one-shot case study. Penelitian ini dilakukan di SMA Pasundan Banjaran kelas XI IPA dengan sampel kelas XI IPA 1 yang dipilih dengan menggunakan teknik sampling purpose. Data keterlaksanaan model collaborative ranking task dan penilaian teknik ranking task diperoleh dari lembar aktifitas guru dan siswa, dilengkapi hasil tingkat penalaran siswa yang diperoleh dari tes dengan bentuk soal ranking task, dan penguasaan konsep siswa yang diperoleh dari tes dengan bentuk soal multiple choice. Berdasarkan perhitungan didapat nilai thitung (3,55) > ttabel (2,04) dengan α = 0,05 dan harga rxy = 0,54. Dengan demikian terdapat hubungan antara tingkat penalaran yang diukur dengan teknik ranking task dan penguasaan konsep siswa yang diukur dengan multiple choice, dan berkategori sedang. Kata Kunci : Tingkat Penalaran Siswa, Penilaian Teknik Ranking Task, Penguasaan Konsep Siswa.
PENDAHULUAN Pendidikan Fisika merupakan bagian dari pendidikan formal yang pada dasarnya ikut memberi kontribusi dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Kegiatan pembelajaran fisika dapat dikatakan berhasil apabila siswa mencapai kompetensi tertentu sesuai dengan tujuan pembelajaran. Ketercapaian kompetensi siswa diukur melalui kegiatan evaluasi pembelajaran. Menurut Muhibbin (2009: 197) evaluasi merupakan penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Hasil
evaluasi akan memberi gambaran tentang pengetahuan yang diperoleh siswa. Aspek kognitif merupakan salah satu aspek yang dapat diukur melalui tes dimana tes merupakan alat yang bisa digunakan untuk mengukur sejauh mana penguasaan konsep peserta didik. Menurut W. Sri Anitah (2008: 33) penguasaan konsep yaitu kemampuan menjelaskan dengan cara memberikan contoh atau mendemonstrasikan atribut-atribut objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan. Berdasarkan data nilai penguasaan konsep siswa pada materi fluida statis tahun ajaran 2012/2013 kelas XII IPA di SMA Pasundan Banjaran sebagai berikut: FP-7
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
TABEL1. Persentase Nilai Penguasaan Konsep Siswa pada Materi Fluida Statis Tahun Ajaran 2012/2013
No
Indikator Penguasaan Konsep
Persentase
1
Menjelaskan
69%
2
Mencontohkan
45%
3
Meramalkan
51%
4
Menyimpulkan
41%
5
Membandingkan
27%
6
Menghitung
41%
Data di atas dapat disimpulkan bahwa hasil persentase beberapa indikator penguasaan konsep pada materi fluida statis tergolong rendah. Persentase yang paling tinggi yaitu hanya sekitar 69%. Teknik penilaian yang sering digunakan di sekolah biasanya lebih menekankan pada aspek mengingat (C1) saja, sedangkan aspek-aspek lain seperti, memahami (understand), mengaplikasikan (apply), menganalisis (analyse), mengevaluasi (evaluate), dan mencipta (create) banyak diabaikan, sehingga penguasaan konsep siswa rendah. Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka perlu adanya suatu format baru dari latihan konseptual yang diharapkan dapat membantu siswa menguasai konsep. Siswa perlu dilatih dengan pertanyaan mengenai konsep atau aplikasi konsep, yang dapat mengukur proses mental yang tinggi serta dapat menampilkan ideide baru dari siswa sebagaimana yang dikemukakan oleh O’Kuma et al. (2000) mengenai sebuah bentuk soal evaluasi dengan sebutan ranking task. Menurut Ramalis, dkk. (2009: 2) ranking task pertama kali dikemukakan adalah oleh Maloney pada tahun 1987 yaitu suatu format baru dari latihan konseptual yang dapat menggambarkan struktur pengetahuan yang dibangun. Latihan konseptual ini biasanya menyajikan empat hingga delapan seri gambar
atau diagram kepada peserta didik yang menggambarkan perbedaan yang sangat kecil sekali diantara satu gambar atau diagram dengan yang lainnya, dan kemudian mereka diminta untuk melakukan penilaian secara komparatif untuk selanjutnya mengurutkan tingkatan hasil atau fenomena yang terjadi berdasarkan situasi tersebut. Melalui soal ranking task pada proses meranking dan mengungkapkan alasan jawaban siswa dilatih untuk mengembangkan tingkat penalaran mereka dalam memahami suatu konsep, kemampuan penalaran merupakan salah satu keterampilan yang diperlukan dalam pelajaran fisika. Menurut kamus besar bahasa Indonesia penalaran adalah berpikir logis; proses mengembangkan mental dari fakta dan prinsip. Pada dasarnya penalaran merupakan proses berpikir logis untuk memperoleh kesimpulan dari informasi yang diberikan. Penelitian tentang ranking task telah dilakukan sebelumnya oleh Hudgins (2007) menunjukan bahwa collaborative ranking task sangat membantu untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa, kemudian berdasarkan hasil penelitian Ramalis (2009) mengemukakan bahwa collaborative ranking task berbantu e-learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dan kemampuan generik siswa pada materi IPBA. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Wijaya (2010) menunjukan bahwa ranking task exercises dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa, kemudian diperkuat kembali dari hasil penelitian yang dilakukan Mattern (2011) menunjukkan bahwa ranking task dapat membantu siswa dalam memahami konsepkonsep fisika, sedangkan berdasarkan hasil penelitian Nurmatin (2012) menujukkan bahwa nilai tes dengan bentuk soal ranking task lebih besar dibandingkan dengan menggunakan soal pilihan ganda. Materi yang dipilih dalam penelitian ini adalah materi fluida statis, karena banyak penerapan konsep fluida statis dalam kehidupan sehari-hari. Fluida statis juga merupakan salah satu materi fisika yang disajikan dengan banyak gambar, maka diperlukan suatu alat evaluasi yang tepat berupa analisis terhadap gambar-
FP-8 Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
gambar tersebut.
collaborative ranking task dari pertemuan ke-1 sampai dengan pertemuan ke-3.
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pre-eksperimental dan desain one-shot case study. Populasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah kelas XI IPA di SMA Pasundan Banjaran, yang terdiri atas tiga kelas. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan cara nonprobability sampling jenis sampling pruposive, yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu. (Sugiyono, 2011: 124). Sampel yang dipilih yaitu kelas XI IPA 1, karena kelas tersebut merupakan kelas unggulan yang ada di SMA Pasundan Banjaran. Adapun Jenis data yang akan diambil dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari data hasil evaluasi dengan menggunakan instrumen tes ranking task dan menggunakan instrumen tes multiple choise. Data kualitatif diperoleh dari data keterlaksanaan pembelajaran dengan model collaborative ranking task dan penilaian teknik ranking task melalui lembar observasi.
GAMBAR 1. Interpretasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran Collaborative Ranking Task
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, keterlaksanaan penilaian teknik ranking task pada setiap pertemuan terlaksana dengan sangat baik. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut: TABEL 3 Interpretasi Keterlaksanaan
HASIL DAN PEMBAHASAN No
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran collaborative ranking task pada setiap pertemuan mengalami peningkatan dan dapat mempertahankan pada pertemuan berikutnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut: TABEL 2. Interpretasi Keterlaksanaan
No 1 2 3
Tahapan 1 2 3
Keterlaksanaan (%) Guru Siswa 81,25 % 75,00 % 87,50 % 81,25 % 93,75% 93,75%
Interpretasi
Tahapan
1
1
2
2
3
3
Keterlaksanaan (%) Guru Siswa 77.94 69,12 % % 92,69 80,88 % % 98,53 64,12 % %
Interpretasi Sedang Sangat Baik Sangat Baik
Adapun grafik aktifitas guru dan siswa untuk keterlaksanaan penilaian teknik ranking task dari pertemuan ke-1 sampai dengan pertemuan ke-3 pada gambar berikut:
Baik Baik Sangat Baik
Berikut disajikan grafik aktifitas guru dan siswa untuk keterlaksanaan model pembelajaran FP-9 Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
100 50 0
3.
81,25 93,75 93,75 81,2575 87,5
Aktivitas Guru
Terendah
44
Sangat Rendah
Berdasarkan tabel 5 rata-rata nilai tingkat penalaran siswa dengan menggunakan penilaian teknik ranking task sebesar 68,12 dengan kategori baik. Pada penilaian tingkat penalaran siswa diperoleh nilai tertinggi yaitu sebesar 91 dan nilai terendah yang diperoleh siswa adalah sebesar 44.
Aktivitas Siswa
TABEL 6. Nilai Hasil Penguasaan Konsep Siswa GAMBAR 2. Interpretasi Keterlaksanaan Penilaian Teknik Ranking Task
Nilai rata-rata tingkat penalaran siswa berada pada level tingkat penalaran tiga (nearfunctional) sebanyak 12 siswa, dengan rincian masing-masing level sebagai berikut: Tabel 4. Data Tingkat Penalaran Siswa No
Tingkat Penalaran
1 2 3 4 5
Unstructured Subfunctional Nearfunctional Functional Expert Jumlah
Jumlah Siswa 7 12 10 4 0 33
% 21,21 36,36 30,30 12,12 0
Adapun interpretasi dari hasil tingkat penalaran siswa terangkum dalam grafik di bawah ini:
No.
Siswa
Skor yang diperolah
Kategori
1.
33 orang
Rata-rata = 72,45
Baik
2.
Nilai tertinggi
93
Sangat Baik
3.
Nilai terendah
47
Sangat Rendah
Berdasarkan tabel 6 rata-rata nilai penguasaan konsep siswa sebesar 72,45 dengan kategori baik. Pada penilaian hasil penguasaan konsep siswa diperoleh nilai tertinggi yaitu sebesar 93 dan nilai terendah yang diperoleh siswa adalah sebesar 47. Setelah dilakukan perhitungan korelasi dari kedua variabel tersebut maka diperoleh harga koefisien korelasi sebesar 0,54 yang berarti mempunyai kategori korelasi sedang. Setelah diketahui koefisien korelasi (rxy) yaitu sebesar 0,54 kemudian dilakukan uji hipotesis yaitu untuk mengetahui apakah Ha diterima dan H0 ditolak. Adapun hasil uji hipotesis dapat dilihat melalui tabel 9. Tabel 7. Uji Hipotesis No
GAMBAR 3. Persentase Tingkat Penalaran Siswa
Data hasil tingkat penalaran siswa adalah sebagai berikut : TABEL 5. Nilai Hasil Tingkat Penalaran Siswa No. 1. 2.
Nilai Rata-rata Tertinggi
Skor 68,12 91
Kategori Baik Sangat Baik
Harga yang diperlukan
Nilai
1
Jumlah data (n)
33
2
Koefisien korelasi (rxy)
0,54
3
thitung
3,55
4
Derajat kebebasan(dk)
5
ttabel
31 2,04
Berdasarkan perhitungan, diperoleh harga thitung (3,55) > ttabel (2,04) dengan taraf signifikan 5% maka Ha = ρ ≠ 0 . Hal ini berarti HO ditolak dan Ha diterima yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan tingkat penalaran yang
FP-10 Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
diukur dengan teknik ranking task dan penguasaan konsep siswa yang diukur dengan multiple choice adalah sedang. Adapun harga koefisien determinasi dari kontribusi tingkat penalaran dan penguasaan konsep siswa sebesar 29,16%.
4. Hubungan hasil tingkat penalaran yang diukur dengan teknik ranking task dan penguasaan konsep siswa yang diukur dengan multiple chiose menunjukkan harga korelasi 0,54 yang berkategori sedang. UCAPAN TERIMA KASIH
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis sebanyak tiga kali pertemuan, menganalisis dan pengolahan data mengenai masalah dengan judul “Hubungan Tingkat Penalaran yang Diukur dengan Teknik Ranking Task dan Penguasaan Konsep Siswa yang Diukur dengan Multiple Choise pada Materi Fluida Statis” yang dilaksanakan di SMA Pasundan Banjaran Kabupaten Bandung, penulis memperoleh beberapa kesimpulan diantaranya: 1. Hasil analisis lembar observasi pembelajaran menunjukan aktifitas guru dan siswa selama pembelajaran berlangsung dengan menggunakan model pembelajaran collaborative ranking task mengalami peningkatan pada tiap pertemuan. Hal tersebut dibuktikan dengan keterlaksanaan aktifitas guru dan siswa pada pertemuan ke2 dan ke-3 dapat mencapai kategori sangat baik. Sementara untuk hasil analisis lembar observasi penilaian menunjukan aktifitas guru dan siswa selama penilaian teknik ranking task mengalami peningkatan pada tiap pertemuan, untuk pertemuan ke-3 mencapai kategori sangat baik. 2. Hasil tingkat penalaran siswa yang diukur dengan teknik ranking task dalam penelitian ini diperoleh rata-rata nilai berkategori baik, dengan hasil tingkat penalaran siswa yang paling banyak berada pada level tingkat penalaran dua (subfunctional) sebanyak 12 siswa, dengan persentase sebesar 36,36%. 3. Hasil penguasaan konsep siswa dalam penelitian ini dengan menggunakan tes tulis berbentuk multiple chiose diperoleh ratarata nilai berkategori baik yaitu 72,45, hasil ini dapat membuktikan bahwa penerapan format baru dari latihan konseptual ranking task dapat menghasilkan nilai rata-rata siswa di atas nilai KKM dan berkategori baik.
Terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan jurnal ini. REFERENSI 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Hudgins, D. W. et. al. 2007. Effectiveness of Collaborative Ranking Tasks on Student Understanding of Key Astronomy Concepts. Dalam Astronomy Education Review,Volume5(1).[Online].Tersedia:http: //aer.aas.org/resource/1/aerscz/v5/i1/p1_1 Maltern, Danny Duane. 2011. The Effects of Physics Ranking Tasks on Student Understanding of Conceptual Physics Concepts. Montana State University. [Online].Tersedia:http://etd.lib.montana.ed u/etd/2011/mattern/MatternD0811.pdf Nurmatin, Suci. 2012. Analisis Tes berbasis Ranking Task dan Pilihan Ganda dalam Mengukur Prestasi Belajar Siswa. Universitas Pendidikan Indonesia. [Online].Tersedia:http://repository.upi.edu/ operator/upload/s_fis_0800330_chapter1.p df O’Kuma, et al. 2000. Ranking Task Exercise in Physics. USA: Upper Saddle River. [Online].Tersedia:http://galileo.phys. Ramalis, Taufik Ramlan, dkk. 2009. Collaborative Ranking Tasks (CRT) Berbantuan E-Learning Untuk Meningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Dan Keterampilan Generik Sains Ipba Mahasiswa Calon Guru Fisika. Tesis Magister pada SPs UPI. [Online].Tersedia:http://repository.upi.edu/ Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta. Syah, Muhibbin. 2009. Psikologi Belajar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. FP-11
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
8.
Wijaya, Agus Fanny Chandra. 2010. Ranking Task Exercises (RTE) sebagai Alternatif Latihan Konseptual dan Assessment dalam Pembelajaran Fisika. Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Indonesia. [online]. tersedia: http://file.upi.edu/direktori/fpmipa/jur._pen
9.
d._fisika/198108122005011agus_fany_cha ndra_w/ranking_task_exercises__agus_fan y_c._.pdf W. Sri Anitah, dkk. 2008. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarata: Universitas Terbuka.
FP-12 Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Profil Konsepsi Listrik Mahasiswa Calon Guru Fisika Achmad Samsudin1* 1
Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI * Email: [email protected]
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil konsepsi listrik mahasiswa calon guru fisika pada berbagai angkatansebagai dasar dalam menganalisis conceptual change dari prakonsepsi (konsepsi awal) menuju konsepsi ilmiah (scientific conception) yang mantap. Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut digunakan metode penelitian case study (studi kasus/lapangan) terhadap mahasiswa calon guru fisika yang mengontrak mata kuliah Fisika Umum, Fisika Dasar, dan Listrik Magnet dengan melibatkan subjek penelitian sebanyak 24 mahasiswa yang mewakili setiap level angkatan. Setelah dilakukan analisis terhadap kasus konsepsi listrik didapatkan hasil analisis data sebagai berikut:profil capaian konseptual (conceptual gain)tentang listrik mahasiswa calon guru fisika untuk semester 1 (30); 3 (22,5); 5 (20); 7 (32,5); dan 9 (36). Disimpulkan bahwa profil konsepsi listrik mahasiswa calon guru fisika masih cukup banyak yang berpotensi mengalami miskonsepsi.Supaya penelitian lanjutan menjadi lebih baik, perlu diperbanyak jumlah responden yang terlibat dan objektivitas analisis kualitatif, perlu ditingkatkan. Kata kunci: Konsepsi, Listrik, Mahasiswa. PENDAHULUAN Posner et al (1982) dalam Kucukozer & Kocakulah (2008) menegaskan bahwa akomodasi bergantung pada empat kondisi yaitu: dissatisfaction (ketidakpuasan) of students with the existed concept, plausibility (masuk akal) of new concept, intelligibility (kejelasan) of new concept, dan fruitfulness (kesuksesan) of new concept. Hewson and Hewson (1992) dalam Kucukozer & Kocakulah (2008) mengembangkan teorinya dan menyatakan bahwa conceptual change adalah perubahan pada “status”. Mereka juga menekankan bahwa ketika “pre-konsepsi” mahasiswa sedang menghilangkan status lamanya, konsep yang baru sedang mendapatkan statusnya dan oleh karena itu konsep dapat dipahami, diterima, dan dilihat sebagai sesuatu yang berguna bagi siswa. Mereka juga menekankan bahwa conceptual change jangan dilihat sebagai situasi dimana konsepsi siswa ”terhapus” secara penuh atau hilang/sirna dari otak/pikiran mereka. Hewson & Hewson (1992) dalam Kucukozer & Kocakulah (2008) menunjukkan
bahwa conceptual change akan berguna untuk menampilkan arti dari kata “change” ketika kata itu digunakan untuk membedakan arti dan mereka mendeskripsikan kata “change” dalam 3 situasi yang berbeda. Contoh pertama yang diberikan yaitu “transformasi katak menjadi pangeran setelah dicium oleh putri”. Pada “change” ini, katak ditransformasi menjadi pangeran, dan situasi pertama ini statusnya telah hilang secara penuh. Contoh kedua, bantuan “rekening bank” mendeskripsikan “change” (perubahan).Uang didepositokan berjangka; neraca keuangan menjadi meningkat karena adanya bunga.Ketika uang habis, neraca keuangan menjadi berkurang.Di sini, “change” diartikan sebagai pengurangan atau penambahan dalam kuantitas tertentu.Sebagai contoh ketiga yaitu “dua politisi berseberangan yang tinggal di kota yang sama dan salah satunya adalah walikota”.Setelah pemilu digelar, walikota kalah dalam pemilu dan pesaingnya menang dan akhirnya menjadi walikota. Jadi, saat mantan walikota sedang kehilangan statusnya, politisi yang lain mendapatkannya. Dalam “change” jenis ini,
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-13
terdapat kehilangan status tetapi tidak secara lengkap. Mereka hanya bertukar posisi satu sama lain. Peneliti tidak menyetujui kehilangan secara penuh selama conceptual change terjadi seperti contoh pertama. Dalam contoh kedua, perubahan diterima sebagai asimilasi atau “conceptual capture” dan itu dapat diterima sebagai akomodasi atau “conceptual exchange” dalam contoh ketiga. Banyak penelitian mengatakan bahwa terdapat hubungan antara konsepsi alternatif siswa dengan kemampuan penalaran (Lawson & Thompson, 1988; Oliva, 2003) dalam She & Liao [2].Konsepsi alternatif merupakan konsepsi siswa yang belum lengkap dan dapat berubah (mengalami change) seperti strukturnya konsep ilmiah.Keterkaitan antara penalaran ilmiah dengan conceptual change sangat erat. Park & Han (2002) mengatakan bahwa penalaran deduktif siswa tidak selalu aktif dan digunakan dalam proses conceptual change [2]. Sinatra & Pintrich (2003) dalam Kang et al [3] mengungkapkan bahwa conceptual change tidak hanya bergantung pada faktor-faktor kognitif saja seperti recognition of conflict melainkan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor afektif, metakognisi, dan atau motivasi. Meskipun sudah banyak penelitian kualitatif yang menitikberatkan pada faktor nonkognitif, akan tetapi belum melandaskan pada hasil empirik. Selanjutnya, masih sangat sedikit yang melakukan penelitian tentang conceptual change yang menyelidiki pengaruh kejadian yang berbeda dalam kerangka kognitif dan nonkognitif. Mahasiswa calon guru fisika merupakan cikal bakal atau calon guru fisika profesional masa depan, sehingga perlu diketahui penguasaan konsep dan profil konsepsi No 1 2 3
mahasiswa terhadap konsep listrik. Konsep listrik sangat krusial dalam konsep kelistrikan, karena bersifat abstrak dan cukup kompleks. Capaian konseptual (conceptual gain) mahasiswa tiap angkatan mengindikasikan conceptual change mahasiswa sesuai level penalaran ilmiah (scentific reasoning) yang digunakan mahasiswa. Dari uraian latar belakang dalam studi kasus ini, dapat diajukan rumusan masalah yaitu: “Bagaimanakah profil konsepsi listrik mahasiswa calon guru fisika untuk setiap angkatan?” Studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui profil mahasiswa calon guru fisika tentang konsepsi listrik pada berbagai angkatan sebagai dampak perkuliahan yang membekalkan konsep listrik. METODE Subjek penelitian studi kasus ini adalah mahasiswa calon guru fisika di Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia sebanyak 5 angkatan.Angkatan 2012 (semester 1) sebanyak 5 mahasiswa, angkatan 2011 (semester 3) sebanyak 5 mahasiswa, angkatan 2010 (semester 5) 4 mahasiswa, angakatan 2009 (semester 7) 5 mahasiswa, dan angkatan 2008 (semester 9) sebanyak 5 mahasiswa.Subjek penelitian dalam studi kasus ini tidak untuk digeneralisasi secara umum dan hanya sebagai gambaran awal atas kondisi yang ada. Data yang diperlukan untuk menjawab rumusan permasalahan terdiri dari data kuantitatif dan data kualitatif.Data tersebut dikumpulkan dengan beberapa teknik seperti dalam Tabel 1.
TABEL 1. Teknik Pengumpulan Data Data yang diperlukan Teknik koleksi data Profil Konsepsi listrik Test– PG dilengkapi essay dan mahasiswa calon guru fisika Tingkat Penalaran (TP) Mata Kuliah yang Dokumentasi SAP dan Silabus membekalkan konsep listrik Pola perkuliahan Observasi kelas (Fisika Umum) Dokumentasi SAP dan silabus
FP-14
Sasaran Mahasiswa Mata kuliah Interaksi dosen, mahasiswa, perangkat pembelajaran SAP dan Silabus untuk mengetahui pola perkuliahan
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Tes yang digunakan untuk menjaring konsepsi listrik diterjemahkan dari soal yang dikembangkan oleh Vatansever [4] dalam tesisnya yang berjudul “Effectiveness of Conceptual Change Instruction on Overcome Students’ Misconceptions of Electric Field, Electric Potential and Electric Potential Energy at Tenth Grade Level.” HASIL DAN DISKUSI Data hasil studi kasus yang dianalisis dalam penelitian ini secara garis besar dibagi ke dalam 3 (tiga) bagian yaitu profil konsepsi listrik mahasiswa calon guru fisika, mata kuliah yang membekalkan konsep listrik, dan pola perkuliahan mata kuliah yang memberikan pembekalan konsep listrik. Profil konsepsi listrik yang dimiliki mahasiswa calon guru fisika dijaring menggunakan instrumen tes PG Terbuka yang dilengkapi tingkat penalaran sebanyak 10 soal.Instrumen ini diterjemahkan dari Vatansever [4]. Soal diisi mahasiswa di rumah (kos) masing-masing (dibawa pulang). Walaupun tes konsep listrik dibawa pulang dan dikerjakan di rumah, hasil dari pengerjaan mahasiswa tidak ada yang teridentifikasi sama maupun mirip. Soal ini diberikan pada 5 angkatan dari angkatan terbaru 2012 sampai dengan angkatan terakhir 2008 (semester 9).Rekapitulasi konsepsi listrik mahasiswa disajikan pada Gambar 1. RERATA SKOR CAPAIAN KONSEP LISTRIK (Max. 100)
RERATA SKOR
Keterangan: 1. Semester 1 4. Semester 4 2. Semester 2 5. Semester 5 3. Semester 3 GAMBAR 1. Profil Konsepsi Listrik Mahasiswa Calon Guru Fisika untuk Setiap Angkatan
Mahasiswa yang berpeluang mengalami miskonsepsi dan atau pre-konsepsi ditunjukkan pada Tabel 2. TABEL 2. umlah Mahasiswa yang Berpotensi
Mengalami Miskonsepsi atau Prekonsepsi Potensi Semeste r
Miskonseps i
Konseps i paralel
Norma l
3 1 1 2 2 9
2 1 0 1 2 6
0 1 1 1 1 4
1 3 5 7 9 Jumlah
Tidak Paha m 0 1 2 0 0 2
Konsep-konsep yang sering dialami miskonsepsi oleh mahasiswa dapat terlihat pada Tabel 3 sebagai berikut. TABEL 3. Konsep yang Berpeluang Terjadi Miskonsepsi dan Konsepsi Paralel
Potensi miskonsepsi Nomor Soal
1 (10 org) & 5 (5 org)
Potensi Konsepsi Paralel 9 (4 org)
Konsep yang potensial terjadi miskonsepsi yaitu pada konsep Potensial Listrik.Sedangkan konsep listrik masih dalam taraf konsepsi paralel atau pre-konsepsi. Contoh soal nomor 7 dalam tes konsep listrik yaitu: Sebuah partikel bermuatan negatif -qpertamatama diletakkan di titik A dalam listrik seragam. Jika lintasan panah paralel menunjukkan arah listrik, tentukan beberapa alternatif di bawah ini yang memberikan pernyataan yang benar untuk properti listrik (electrical properties) muatan –q dan titik yang diberikan? (Efek gaya gravitasi diabaikan)
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-15
A. Karena listriknya seragam, potensial listrik semua titiknya juga sama, yang berarti bahwa semua titik-titiknya equipotensial. B. Karena potensial listrik titik A dan C adalah sama, yang berarti bahwa semua titik-titiknya equipotensial, tidak ada usaha yang diperlukan untuk menggerakkan muatan –q dengan kelajuan konstan dari titik A ke titik C. C. Karena tidak ada koneksi (sambungan) diantara listrik dengan potensial listrik, potensial titik-titik yang diberikan tidak
FP-16
dipengaruhi apakah listriknya seragam atau tidak. D. Karena potensial listrik di titik A dan B adalah sama, yang berarti bahwa semua titik-titiknya equipotensial, tidak ada usaha yang diperlukan untuk menggerakkan muatan –q dengan kelajuan konstan dari titik A ke titik B. E. ................................................................. ................................................................. ...................................... Manakah representasi penalaran terbaik dari jawaban Anda di bawah ini? □ Saya yakin □ Saya tidak yakin □ Saya tidak tahu Contoh pengerjaan tes PG terbuka oleh mahasiswa semester 1 (novice) yang masih mengalami miskonsepsi sebagai berikut:
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Analisis Data, Pengembangan Teori, dan Keterbatasan Analisis Data Berdasarkan data pada Gambar 1 tentang rerata capaian konseptual (Conceptual gain) mahasiswa calon guru fisika untuk setiap angkatan terlihat bahwa semester 5 memperoleh capaian konsep terendah dengan skor 20 sedangkan semester 9 memperoleh capaian konsep tertinggi dengan skor 36. Jika dilihat dari jumlah mahasiswa yang berpotensi mengalami miskonsepsi paling banyak terjadi pada semester 1 yaitu berjumlah 3 dari 5 mahasiswa (60%) dan mahasiswa semester 1 yang berpotensi mengalami konsepsi paralel (pre-konsepsi) yaitu berjumlah 2 mahasiswa (40%). Praktis pada semester 1 masih terlihat bahwasanya capaian konsepnya yang sebesar 30 tidak mencerminkan konsepsinya sudah mengarah pada konsepsi ilmiah.Jika dianalisis lebih mendalam, justru potensi terjadinya miskonsepsi dan konsepsi paralel ini cukup wajar untuk level 1 (semester 1) yang baru mendapatkan mata kuliah Fisika Umum untuk konsep listrik, potensial listrik, dan energi potensial listrik.Mahasiswa fisika semester 1 masih banyak mengandalkan penalaran sederhana terhadap konsep listrik yang mahasiswa peroleh ketika menempuh pendidikan di tingkat SMA.Akibatnya penelaran yang digunakan dalam menerapkan konsep listrik sedikit banyak masih mengandung miskonsepsi dan prekonsepsi.Ingatan (memori) siswa pada konsep listrik di SMA masih banyak mewarnai ketika mengerjakan tes, ketika mahasiswa bertemu dengan konsep yang ditampilkan dalam bentuk baru dan lebih kompleks, mahasiswa berusaha mengakomodasi menjadi pengetahuan baru. Sesuai temuan She & Liao (2010) bahwa level penalaran ilmiah peserta didik sangat berperan dalam progres pembentukan conceptual change. Penalaran ilmiah sangat penting bagi conceptual change dan siswa dengan cepat dapat mengasosiasi sekumpulan mental yang baru dan memori berbasis ingatan hirarki. Jika melihat dari hasil capaian konseptual, semester 5 mendapatkan skor terendah yaitu 20 dan di urutan kedua terendah yaitu semester 3
yaitu 22,5; akan tetapi semester 5 menunjukkan konsepsi yang terbaik. Hal ini ditunjukkan dengan data yaitu hanya 1 mahasiswa yang berpotensi mengalami miskonsepsi dan untuk semester 3 yang berpotensi mengalami miskonsepsi berjumlah 1 mahasiswa dan yang berpotensi mengalami konsepsi paralel 1 mahasiswa. Mahasiswa semester 5 sedang mendapatkan mata kuliah Listrik Magnet, sehingga konsep yang mahasiswa dapatkan diasumsikan masih baru dan segar diingatan. Walaupun begitu, masih juga ditemukan mahasiswa yang tidak paham konsep berjumlah 2 mahasiswa.Hal ini menunjukkan anomali dalam data.Seharusnya konsepsi mahasiswa semester 5 sudah mantap dan tidak ada alasan mahasiswa tidak paham konsep tentang listrik.Kasus mahasiswa semester 5 yang tidak paham konsep mengindikasikan bahwa konsep mahasiswa masih dalam tataran permukaan dan penalaran yang digunakan masih cenderung parsial. Hal ini sangat berbeda dengan hasil temuan semester 7 dan semester 9, mahasiswa yang berpotensi mengalami miskonsepsi ada 2 mahasiswa untuk masing-masing level, akan tetapi tidak ditemukan mahasiswa yang tidak paham konsep. Ini mengindikasikan bahwa level penalaran mahasiswa semester atas (semester 7 dan 9) sudah cukup mantap dalam menganalisis persoalan yang diberikan dalam soal konsep listrik. Bisa digolongkan jenis conceptual change mahasiswa semester atas dalam conceptual change permanen, sedangkan untuk semester bawah (1 dan 3), conceptual change yang dialami masih dalam tipe temporal (semestara). Sedangkan miskonsepsi yang dialami semester 5 sifatnya miskonsepsi yang permanen, perlu analisis lanjutan untuk mengetahui penyebab mendasarnya.Conceptual change temporal ini sifatnya sangat sementara dan bergantung kepada pembelajaran (perkuliahan) yang didapatkan. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Kucukozer & Kocakulah (2008) dalam penelitiannya, yaitu “Miskonsepsi masih sering terjadi dalam konsep kelistrikan terutama konsep arus dan analisis menggunakan diagram conceptual change yang menunjukkan ada tiga tipe conceptual change siswa setelah tes akhir tunda (delayed postest) yaitu: conceptual change
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-17
permanen, conceptual temporal/sementara, dan Miskonsepsi.”
change
Pengembangan Teori Teori yang dihasilkan dengan menggunakan Grounded Theory dalam studi kasus ini menunjukkan bahwa: 1. Mahasiswa calon guru Fisika berpotensi besar mengalami miskonsepsi dan atau level konsepsinya masih tergolong pre-konsepsi berupa konsepsi paralel. 2. Conceptual change yang terlihat dari conceptual gain menunjukkan bahwa angkatan akhir (semester 7 dan 9) sudah mulai menuju ke konsepsi ilmiah yang menggunakan penalaran ilmiah saat mengerjakan persoalan fisika sedangkan pada semester awal (1, 3, dan 5) masih banyak terjadi miskonsepsi, konsepsi paralel, dan tidak paham konsep yang masih mengandalkan ingatan (memori) masa lalu (pre-konsepsi). a. Keterbatasan Penelitian ini banyak terdapat keterbatasan terutama dalam hal-hal berikut ini:
1. Subjek dalam studi kasus ini sangat terbatas pada 5 mahasiswa untuk setiap angkatan. 2. Subjektivitas peneliti dalam menganalisis data hasil tes konseptual.
SIMPULAN Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa profil capaian konseptual (conceptual gain)tentang listrik mahasiswa calon guru fisika untuk semester 1, 3, 5, 7, dan 9 secara berurutan yaitu: 30; 22,5; 20; 32,5; dan 36. Untuk semeser 1, profil konsepsi listrik mahasiswa masih dalam level pre-konsepsi dinyatakan dengan masih ditemukannya miskonsepsi dan konsepsi paralel, sedangkan untuk semester atas (semester 7 dan 9) cenderung menuju konsepsi ilmiah (scientific conception). Hal ini sejalan dengan penalaran ilmiah (scientific reasoning) yang mahasiswa gunakan untuk mengerjakan tes. FP-18
Dalam upaya menyempurnakan penelitian lanjutan, perlu diberikan beberapa saran berkaitan dengan studi kasus ini, antara lain diharapkan: 1. Menambah jumlah responden dalam studi kasus sehingga lebih mewakili sebaran mahasiswa fisika yang ada. 2. Menggunakan soal essay untuk menjaring konsepsi mahasiswa tentang listrik, supaya proses penalaran dan penguraian jawaban dapat lebih teramati secara mendetail.
UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr.Hj. Nuryani Y. Rustaman, M.Pd. yang berkenan mengarahkan dan memberikan masukan dalan studi kasus ini. Tak lupa, peneliti mengucapkan terima kasih kepada mahasiswa dan staf dosen terkait yang terlibat dalam penelitian ini. REFERENSI 1. Kucukozer, H. & Kocakulah, S. 2008. Effect of Simple Electric Circuits Teaching on Conceptual Change in Grade 9 Physics Course.Tersedia: http://www.tused.org. Diakses pada tanggal 19 November 2012 2. She, H.C. & Liao, Y.W. 2010.Bridging Scientific Reasoning and Conceptual Change Through Adaptive Web-based Learning. Journal of Research in Science Teaching. 47: 91-119. 3. Kang et al. 2010. Cognitive Conflict and Situational Interest as Factors Influencing Conceptual Change. International Journal of Environment & Science Education (IJESE),5: 383-405. 4. Vatansever, O. 2006. Effectiveness of Conceptual Change Instruction on Overcome Students’ Misconceptions of Electric Field, Electric Potential and Electric Potential Energy at Tenth Grade Level. Turkey: The Graduate School of Natural and Applied Sciences of Middle East Technical University.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-19
Penggunaan Tes Berpikir Kreatif Ilmiah Untuk Menentukan Keterampilan Berpikir Siswa Smp Muktar B. Panjaitan1*, Mohamad Nur2, dan Budi Jatmiko3 * Email: [email protected]
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif ilmiah siswa SMP. Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah tes berpikir kreatif ilmiah yang dikembangkan oleh Hu & Adey (2002) dengan indikator kelancaran, fleksibilitas dan originalitas. Subjek penelitian adalah 65 orang siswa SMP kelas VII. Skor kelancaran diperoleh dengan sederhana yaitu dengan menghitung secara terpisah semua tanggapan yang diberikan oleh subjek, tanpa melihat kualitas. Skor fleksibilitas tiap soal diperoleh dengan menghitung jumlah pendekatan atau cakupan dalam jawaban. Nilai orisinalitas dikembangkan dari tabulasi frekuensi semua tanggapan yang diperoleh. Jika probabilitas dari respon lebih kecil dari 5%, diberikan skor 2 poin, 5 sampai 10%, diberikan 1 poin; lebih besar dari 10%, diberikan 0 poin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian siswa dapat memberikan respon terhadap kelancaran dan fleksibilitas yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah mempunyai kemampuan berpikir kreatif ilmiah. Jawaban atau respon originalitas terlihat pada item 1, 3, 4, dan 5. Pada item 2, 6, dan 7 respon siswa tidak menunjukkan adanya kebaruan. Pada item 6 siswa mengalami kesulitan untuk melakukan pengujian atau kurang memahami instrumen, prosedur dan prinsip pengujian ilmiah. Pada item 7, siswa mengalami kesulitan untuk melakukan imanjinasi dan produk ilmiah untuk merancang dan menghasilkan mesin. Kata kunci: thinking, creative, scientific creative thinking. PENDAHULUAN Berpikir merupakan proses mental yang membentuk representasi mental baru melalui transformasi informasi oleh interaksi kompleks dari atribusi mental yang mencakup pertimbangan, pengabstrakan, penalaran, penggambaran, pemecahan masalah logis, pembentukan konsep, kreativitas dan kecerdasan (Solso et al., 2008). Ada tiga ide dasar tentang berpikir: (1) berpikir adalah kognitif terjadi secara “internal”, dalam pemikiran namun keputusan diambil lewat perilaku; (2) Berpikir adalah proses yang melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan dalam sistem kognitif; (3) Berpikir bersifat langsung dan menghasilkan perilaku yang “memecahkan” masalah atau langsung menuju pada solusi. Berpikir memungkinkan seseorang untuk merepresentasikan dunia sebagai model dan memberikan perlakuan terhadapnya secara
efektif sesuai dengan tujuan, rencana, dan keinginan (Wikipedia). Kata yang merujuk pada konsep dan proses yang sama diantaranya kognisi, pemahaman, kesadaran, gagasan, dan imajinasi. Berpikir melibatkan manipulasi otak terhadap informasi, seperti saat kita membentuk konsep, terlibat dalam pemecahan masalah, melakukan penalaran, dan membuat keputusan. Berpikir adalah fungsi kognitif tingkat tinggi dan analisis proses berpikir menjadi bagian dari psikologi kognitif. Proses berpikir dasar merupakan gambaran dari proses berpikir rasional yang mengandung sejumlah langkah dari yang sederhana menuju yang kompleks. Sedangkan proses berpikir kompleks yang disebut keterampilan berpikir tingkat tinggi, yaitu pemecahan masalah, pengambilan keputusan, berpikir kritis dan berpikir kreatif (Costa, 1985). Kajian literatur menunjukkan bahwa terdapat berbagai definisi mengenai istilah kreativitas. FP-21
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Banyak pakar yang memandang kreativitas sebagai suatu bentuk pemikiran (mental), sementara beberapa kalangan menganggapnya sebagai upaya menghasilkan suatu produk. Secara umum, The Oxford English Dictionary (1995) menjelaskan “creativity as being imaginative and inventive, bringing into existence, making, originating.” Istilah kreativitas bertautan dengan perubahan yang dapat menghasilkan gagasan baru: kapasitas untuk menghasilkan gagasan yang orisinal, inventif dan baru. Pembahasan pengertian berpikir kreatif tidak akan terlepas dari topik kreativitas. Keterampilan berpikir diperlukan oleh setiap orang agar berhasil dalam kehidupannya. Semua orang tua dan guru setuju jika para siswa di sekolah diajarkan cara berpikir khususnya cara berpikir tingkat tinggi karena keterampilan ini sangat berguna dalam aspek kehidupannya. Proses berpikir dihubungkan dengan pola perilaku yang lain dan memerlukan keterlibatan aktif pemikir melalui hubungan kompleks yang dikembangkan melalui kegiatan berpikir. Berpikir kreatif pada dasarnya merupakan perpaduan antara berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi (Baer, 1993). Seseorang waktu berpikir kreatif dalam memecahkan masalah, berpikir divergen akan menghasilkan banyak ide dan kebenaran berpikir tersebut akan ditentukan oleh berpikir logisnya. Selanjutnya Baer (1993) mengemukakan berpikir kreatif merupakan sinonim dari berpikir divergen. Ada 4 (empat) indikator berpikir divergen, yaitu (1) fluence, adalah kemampuan menghasilkan banyak ide, (2) flexibility, adalah kemampuan menghasilkan ide-ide yang bervariasi, (3) originality adalah kemampuan menghasilkan ide baru yang sebelumnya belum ada dan (4) elaboration, adalah kemampuan mengembangkan atau menambahkan ide-ide sehingga dihasilkan ide yang lebih rinci dan detail. Kreativitas seseorang ditunjukkan dalam berbagai hal, seperti kebiasaan berpikir, sikap, pembawaan atau kepribadian, atau kecakapan dalam memecahkan masalah. Berbagai definisi kreativitas ada dalam literatur psikologi (Runco, 2004; Sternberg, 2008). Tetapi, setiap pendidik harus memiliki FP-22
definisi kreativitas secara tersirat agar dapat menerima bahwasanya kreativitas adalah keterampilan penting untuk diajarkan (Kleiman, 2008). Runco (2004) menyatakan bahwa kreativitas adalah…the ability to produce work that is both novel (ie original, unexpected) and appropriate (ie useful, adaptive concerning task constraints). Definisi ini diterima secara luas dalam literatur kreativitas. Definisi dan pandangan ini kontras dengan pandangan bahwa kreativitas terbatas pada individu-individu berbakat, tetapi menganggap bahwa setiap orang mampu menghasilkan produk kreatif (Weisberg, 1993). Pada awal abad ke-21, kreativitas dibutuhkan dan terus meningkat pada setiap bidang kegiatan manusia (Baucus, Norton, Baucus, & Human, 2008; Florida & Tinagli, 2004; Halbesleben, Novicevic, Harvey, & Buckley, 2003; Roberts, 2006). Bahkan sekarang ini, kreativitas dianggap “…an essential life skill, which needs to be fostered by the education system” (Craft, 1999) karena memiliki potensi untuk memecahkan berbagai masalah sosial, politik, dan ekonomi (Burnard & White, 2008). Jika guru bersedia dan termotivasi untuk mengubah sikap dan perilaku mereka untuk mengadopsi cara-cara atau praktek-praktek baru yang akan meningkatkan berpikir kreatif siswa, walaupun menghadapi faktor penghambat (Alencar, 2002; Craft, 2003). Penelitian lanjut diharapkan bahwa pada aspek sosial dan kerjasama, dengan penekanan bahwa lingkungan kreatif dapat meningkatkan berpikir kreatif (Kamplys, 2010). Interaksi dengan lingkungan dan perbedaan individu dapat memengaruhi proses kreatif (Amabile, 1996). Berfokus pada proses kreatif, dan faktor-faktor yang memengaruhi proses kreatif memberikan peluang bagi para pendidik untuk mengembangkan krativitas. Kyung-Hwa (2005) dalam penelitiannya menemukan bahwa kemampuan berpikir kreatif berhubungan dengan kepribadian kreatif tetapi ada perbedaan antara kemampuan berpikir kreatif dan kepribadian kreatif. Travers (1979) mendefinisikan berpikir kreatif adalah suatu proses berpikir yang mengkonstruksi jawaban atau ide asli. Perkin (Marzano et al., 1988) mendefinisikan berpikir
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
kreatif sebagai hasil tindakan internal (mengambil keputusan, merumuskan hipotesis, menarik kesimpulan), dan eksternal (membuat analogi, memiliki gagasan baru untuk eksperimen) yang konsisten, berbicara hanya dalam garis besarnya saja, asli dan tepat sesuai dengan yang dipersyaratkan. Amabile (1996); Runco dan Chand, (1995); (Northcott et al., 2007) menyatakan, Creative thinking is linked to knowledge, motivation, problem finding, idea finding, and evalutaion. Definisi ini memberikan pengertian bahwa berpikir kreatif berhubungan dengan pengetahuan, motivasi, menemukan masalah, menemukan ide atau gagasan baru, dan evaluasi. Northcott et al., (2007) menambahkan bahwa terdapat dua proses mendasar yang terjadi selama proses berpikir kreatif, yakni proses kognitif (apa yang kita tahu), dan non-kognitif (apa yang kita rasakan). Tang (2009) memandang keterampilan berpikir kreatif sebagai bentuk kelancaran kognitif yang mendukung kemampuan seseorang merepresentasikannya dengan simbol-simbol. De Bono (2007) mengemukakan berpikir kreatif adalah keterampilan: 1) merancang, 2) melakukan perubahan dan perbaikan, dan 4) memperoleh gagasan baru. Lipman (dalam McGregor, 2007), mengemukakan bahwa keterampilan berpikir kreatif berhubungan dengan “imagination, independence, experimentation, holism, expression, selftranscendence, surprise, generativity, and inventiveness provide descriptor of valuable characteristics of creative thinking.” Definisi ini lebih menekankan pada karakteristik berpikir kreatif yang melibatkan imajinasi, eksperimentasi, holisme, ekspresi, transendensidiri, kejutan, pembangkitan, dan daya temu. de Bono (2007), menggambarkan bagaimana kita harus berpikir kreatif untuk memperbaiki kehidupan, melakukan inovasi desain, menciptakan perubahan dan memperbaiki sistem. Bertolak dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa keterampilan berpikir kreatif merupakan salah satu aspek kognitif yang harus diperhatikan dalam proses pembelajaran sains di kelas. Wheeler et al., (2002) menyatakan bahwa berpikir kreatif merupakan salah satu yang
paling penting bagi anak-anak sedini mungkin untuk memperoleh dan mengembangkan keterampilan pada usia awal mereka. Berpikir kreatif dapat digunakan dalam sejumlah konteks pembelajaran untuk memperkaya perolehan pengetahuan dan keterampilan. Tanpa kemampuan berpikir kreatif, anak-anak tidak menjadi imajinatif dan seolah keterampilan yang didapat hanya keterampilan yang dipindahtangkankan dalam kehidupan pribadi dan profesional. Tes Berpikir Kreatif Ilmiah Tes kreativitas ilmiah ini dikembangkan oleh Weiping Hu, Shanxi Teachers’ University, China and Philip Adey, King’s College London, UK. Structure Scientific Creativity Model (SSCM) tiga dimensi yang muncul dari analisis ditunjukkan pada Gambar 2.7. Struktur rancangan tersebut merupakan landasan teoritis untuk mengukur kreativitas ilmiah, penelitian kreativitas ilmiah, dan pengembangan kreativitas berbasis ilmiah.
GAMBAR 1 Structure Scientific Creativity Model (SSCM) tiga dimensi
Dalam Structure Scientific Creativity Model (SSCM) bahwa kreativitas ilmiah didefinisikan semacam sifat intelektual atau kemampuan memproduksi atau berpotensi menghasilkan produk tertentu yang masih asli dan memiliki nilai pada individu atau sosial, dirancang dalam pikiran dengan tujuan tertentu, menggunakan informasi yang diberikan. Definisi ini dapat dijabarkan dengan satu hipotesis tentang struktur kreativitas ilmiah:
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-23
Kreativitas ilmiah berbeda dari kreativitas yang lain karena berfokus pada percobaan sains kreatif, menemukan masalah dan pemecahannya secara kreatif ilmiah, dan aktivitas sains kreatif. Kreativitas ilmiah adalah semacam kemampuan. Struktur kreativitas ilmiah tidak melibatkan faktor non-intelektual, meskipun faktor non-intelektual dapat mempengaruhi kreativitas ilmiah. Kreativitas ilmiah bergantung pada pengetahuan ilmiah dan keterampilan. Kreativitas ilmiah merupakan kombinasi struktur statis dan struktur perkembangan. Ilmuan remaja dan dewasa mempunyai dasar struktur mental kreativitas ilmiah yang sama. Kreativitas dan kecerdasan analitis merupakan dua faktor yang berbeda tetapi mempunyai fungsi yang sama dalam hal kemampuan mental. Tujuan Tes Berpikir Kreatif Ilmiah Tes yang digunakan untuk memperoleh data berpikir kreatif ilmiah siswa terdiri dari tujuh item, yaitu: 1) Silakan Anda tuliskan sebanyak mungkin kegunaan ilmiah dari sepotong kaca; 2) Jika Anda dapat naik sebuah pesawat ruang angkasa melakukan perjalanan luar angkasa ke planet, apa pertanyaan ilmiah yang Anda buat untuk penelitian?; 3) Silakan berpikir bagaimana memperbaiki sepeda biasa Anda, sehingga lebih menarik, lebih berguna dan lebih indah; 4) Misalkan tidak ada gravitasi, gambarkanlah seperti apa jadinya dunia ini?; 5) Buat sebanyak mungkin metode untuk membagi bujursangkar menjadi empat potongan yang sama (bentuk yang sama); 6) Ada dua jenis serbet. Bagaimana cara Anda untuk menguji mana yang lebih baik? Silakan tuliskan metode, instrument, prinsip dan prosedur sederhana yang mungkin untuk mengujinya dan 7) Silakan merancang mesin pemetik apel. Menggambar, menunjukkan nama dan fungsi dari setiap bagian Untuk item 1 sampai 4, salah satu contoh dari jawaban yang diberikan untuk membantu siswa memahami keperluan dari suatu benda dasar mulai dari penggunaan biasa sampai pada rekayasa. Berdasarkan model Torrance’s Unusual Test (dalam Hu & Adey, 2002), tes ini dirancang untuk mengukur kelancaran, fleksibilitas, dan orisinalitas menggunakan FP-24
obyek tertentu tujuan ilmiah. Sel SSCM meliputi pengetahuan ilmiah (dalam dimensi produk), kelancaran, fleksibilitas dan orisinalitas (dalam dimensi sifat/trait) dan berpikir (dalam dimensi proses), sehingga tiga dari 24 sel. Untuk item 2 yaitu pengajuan pertanyaan baru, sudut pandang baru membutuhkan imajinasi dan diperlukan untuk membuat kemajuan nyata dalam sains. Tujuan dari tugas kedua adalah untuk mengukur tingkat kepekaan terhadap masalah ilmu pengetahuan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kelancaran, fleksibilitas, dan orisinalitas. Sel SSCM, masalah x kelancaran, fleksibilitas dan orisinalitas x berpikir dan imajinasi, ada enam dari 24 sel. Menurut SCSM untuk item 3, teknik produksi adalah komponen kunci kreativitas dalam sains. Tugas ketiga ini dirancang untuk mengukur kemampuan siswa untuk meningkatkan teknik produk. Dalam Torrance’s Product Improvement Task (Torrance dalam Hu & Adey, 2002), produk seperti toy dog dan toy monkey. Dalam penelitian ini, mengingat usia dan karakter siswa dan tujuan pengukuran, digunakan sepeda karena objek tersebut sangat akrab dengan siswa sekolah menengah dan mengandung prinsip-prinsip ilmiah. Item ini juga bertujuan untuk melihat kelancaran, fleksibilitas, dan orisinalitas. Sel SSCM : kelancaran x teknik produk, fleksibilitas dan originalitas x berpikir dan imajinasi, ada enam sel. Tujuan item 4 adalah untuk mengukur imajinasi ilmiah siswa. Tetapi item tersebut dapat digunakan untuk menilai kelancaran, fleksibilitas, dan orisinalitas. SSCM: kelancaran x fenomena, fleksibilitas dan orisinalitas x imajinasi tiga sel. item 5 dirancang dirancang untuk mengukur kreativitas ilmiah kemampuan pemecahan masalah. Sel SSCM: Masalah x fleksibilitas dan orisinalitas x berpikir dan imajinasi, empat sel. Item 6 untuk menilai kemampuan kreatif eksperimental. Item 6 dan 7 berhubungan dengan kegiatan kreatif ilmiah dunia nyata, yang membuat siswa benar-benar menghasilkan produk ilmiah. Item ini dibuat karena kinerja kreatif dunia nyata sangat berkorelasi kuat dengan domain lainnya (Okuda et al., dalam Hu & Adey, 2002). Sel SSCM:
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
fenomena x fleksibilitas dan orisinalitas x berpikir, dua sel. Tujuan item 7 dirancang untuk mengukur kemampuan perancangan produk kreatif ilmiah. SSCM: teknik produk x fleksibilitas dan berpikir x orisinalitas dan imajinasi, empat sel. Terlihat bahwa tidak setiap sel dalam SSCM diwakili. Dalam paper and pencil test yang dilakukan untuk siswa SMP, bahwa sel ilmu pengetahuan x imajinasi tidak terpenuhi. HASIL DAN PEMBAHASAN Teknik skoring yang digunakan berdasarkan Structure Scientific Creativiy Model (SSCM) yang muncul pada gambar tiga dimensi. Nilai dari item 1 sampai 4 adalah jumlah skor kelancaran, skor fleksibilitas dan skor orisinalitas. Skor kelancaran diperoleh dengan sederhana yaitu dengan menghitung secara terpisah semua tanggapan yang diberikan oleh subjek, tanpa melihat kualitas. Skor fleksibilitas tiap soal diperoleh dengan menghitung jumlah pendekatan atau cakupan dalam jawaban. Nilai orisinalitas dikembangkan dari tabulasi frekuensi semua tanggapan yang diperoleh. Frekuensi dan persentase dari masing-masing respon dihitung. Jika probabilitas dari respon lebih kecil dari 5%, diberikan skor 2 poin, Jika probabilitas 5 sampai 10%, diberikan 1 poin; Jika probabilitas respon lebih besar dari 10%, diberikan 0 poin (Hu & Adey, 2002). TABEL 1 Frekuensi Jawaban Siswa Indikator Kelancaran Skor Item Kelancaran 1 2 3 4 5 0 1 13 2 31 1 2 8 12 12 31 7 3 19 10 22 6 9 4 8 12 10 4 28 5 11 9 7 3 8 6 7 4 7 7 7 3 4 2 3 8 3 1 2 9 1 1 10 6 0 Jumlah 65 65 65 65 65 Rerata 4.77 3.4 3.69 1.88 6 Stdev 2.45 1.93 1.73 1.11 4.86
TABEL 2 Frekuensi Jawaban Siswa Indikator Fleksibilitas Skor Fleksibilitas 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah Rerata Stdev
1 6 20 9 11 12 2 4 1 65 3.46 1.75
2 5 26 19 15 65 1.68 0.92
3 4 11 22 13 8 4 3 65 2.52 1.47
Item 4 5 14 32 1 13 7 4 9 2 28 8 7 3 2 65 65 1.2 4.17 0.96 1.65
6 9 35 13 8 65 3.92 2.59
7 40 8 7 10 65 2.4 3.45
Nilai item 5 dihitung lagi dengan tabulasi semua jawaban dari semua subjek, dan kemudian jawaban itu dirangking untuk menentukan angkanya. Jika probabilitas kurang dari 5%, mendapat 3 poin, probabilitas dari 5 sampai 10, mendapat 2 poin; Jika probabilitas lebih besar dari 10, mendapat 1 poin. Hanya ada satu skor untuk masing-masing metode pembagian tugas 5. (Kebanyakan siswa bisa mendapatkan poin 3 atau 4, tetapi ada juga yang mendapatkan 20 sampai 30 poin (Hu & Adey, 2002). Umumnya, tidak ada yang mendapatkan nilai 0 karena merupakan pembagian yang sangat sederhana). TABEL 3 Persentase Jawaban Siswa tiap Item (Fleksibilitas dan Originalitas) Jumlah Skor 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 9.23 30.76 13.84 16.92 18.46 3.07 6.15 1.53
2 7.69 40.00 29.23 23.07
3 6.15 16.92 33.84 20.00 12.30 6.15 4.61
Item 4 21.53 49.23 20.00 6.15 3.07
5 1.53 10.76 13.84 43.07 12.30 10.76 4.61 3.03
6 13.84
7 61.53
53.84
12.30
20.00
10.76
12.30
15.38
Nilai item enam adalah jumlah dari skor fleksibilitas dan orisinalitas. Skor fleksibilitas maksimal 9 poin untuk satu metode yang benar (skor instrumen: 3 poin, prinsip 3 poin, prosedur 3 poin). Skor Orisinalitas dihitung seperti
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-25
metode sederhana sebelumnya: jika kurang dari 5%, itu mendapat 4 poin, jika probabilitas adalah antara 5-10%, mendapat 2 poin, jika probabilitas lebih besar dari 10%, adalah 0 point. Pada item 6 sistem penilaian yang digunakan berbeda dengan item 1 – 4 karena siswa mengalami kesulitan untuk merancang metode pengujian kualitas. Nilai tugas tujuh ditentukan oleh fungsi mesin. Khusus untuk fungsi mesin pemetik harus mencakup mampu mencapai apel, menemukan apel, memetik apel, mengangkut apel ke tanah, memilah apel, menempatkan apel dalam wadah, pindah ke pohon berikutnya. Masing-masing fungsi mendapat 3 poin. Nilai orisinalitas adalah pada rentang 1 sampai 5, sesuai dengan bobot jawaban yang diberikan siswa.
Tabel 4 Penilaian Jawaban Siswa Indikator Originalitas Ite m
1
Jumlah Siswa dengan Probabilitas Respon 0– Nilai 5– Nilai > Nilai 5% 10 10% % 3 2 4 1 68 0
2
-
-
-
-
65
0
3
3
2
4
1
68
0
4
2
2
4
1
69
0
5
2
3
3
2
60
1
6
-
-
-
-
65
0
7
-
-
-
-
65
1
Keterangan
Ada respon original Tidak ada respon original Ada respon original Ada respon original Ada respon original Tidak ada respon original Tidak ada respon original
Pada item 1, 3, 4 dan 5 respon siswa menunjukkan adanya berpikir kreatif ilmiah kelancaran, fleksibilitas dan originalitas Pada item 2, 6, dan 7 respon siswa tidak menunjukkan kebaruan. Untuk item 2, kemungkinan siswa kurang mampu menggunakan imajinasi dan membuat pertanyaan ilmiah dan bahkan kurang memahami makna dari kata ilmiah. Pada item 6 siswa mengalami kesulitan untuk melakukan pengujian atau kurang memahami FP-26
instrumen, prosedur dan prinsip pengujian ilmiah Pada item 7, siswa mengalami kesulitan untuk melakukan imanjinasi dan produk ilmiah untuk menghasilkan pemetik apel. REFERENSI Alencar, E. M. L. S. (2002). Mastering creativity for education in the 21st century. In B. Clark (Ed.), Proceedings of the 13th Biennial World Conference of the World Council for Gifted and Talented Children (pp. 13-21). Northridge, CA: World Council for Gifted and Talented Children. Amabile, T. M., (1996). Creativity in Context: Update to "The Social Psychology of Creativity". Westview Press, Boulder. Baer, J. (1993). Creativity and Divergent Thinking: A Task Specific Approach. London: Laurence Erlbaum Associated Publisher. Baucus, M. S., Norton, W. I., Baucus, D. A., & Human, S. E. (2008). Fostering creativity and innovation without encouraging unethical behavior. Journal of Business Ethics, 81(1), 97115. Costa, A.L. (1985). Goal for a Critical Thinking Curriculum. Dalam Costa, A.L. (ed) Developing Minds : A Resource Book for Teaching Thinking. ASCD. Virginia: Alexandria. Craft, A. (1999). Creative development in the early years: some implications of policy for practice. The Curriculum Journal, 10(1), 135150. de Bono, E. (2007). Revolusi Bandung: Mizan Media Utama.
Berpikir.
Florida, R. L., & Tinagli, I. (2004). Europe in the creative age. London: DEMOS. Halbesleben, J. R. B., Novicevic, M. M., Harvey, M. G., & Buckley, M. R. (2003). Awareness of temporal complexity in leadership of creativity and innovation: A competencybased model. The Leadership Quarterly 14(4-5), 433-454.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Hu, Weiping & Adey, Philip. (2002). A Scientific Creativity Test for secondary Student, International Journal of Science Education, 24:4, 389-403. Kamplys, Panagiotis. (2010). Fostering Creative Thinking The Role of Primary Teachers. Dissertation: University of Jyvaskila. Kyung-Hwa, L. (2005) The Relationship Between Cretive Thinking Ability and Creative Personality of Preshoolers. International Educational Journal, 2005, 6 (2), 194-199. Shannon Research Press. Marzano, R. J., Pickering, D., & McTighe, J. (1988). Dimension of Thinking A Framework for Curriculum and Instruction. Virginia: Assosiation for Supervisions and Curriculum Development (ASCD)
Sternberg, Robert J,. (2008). Psikologi Kognitif. Terjemahan: Yudi Santoso. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Tang, O.S. (2009). Problem Based Learning and Creativity. Singapore: Cengange Learning. Travers, Jhon F. (1979). Educational Psychology. New York: Harvers & Row Publisher Weisberg, R.W. (1993). Creativity: Beyond the myth of genius. New York: Freeman Wheeler, S., Waite, S.J. & Bromfield, C. (2002). Promoting Creative Thinking Through the use of ITC. Journal of Computer Assisted Learning, 18, 167-378.
McGregor, D. (2007). Developing Thinking: Developing Learning A Guide to Thinking Skill in Education. England . Mc Graw Hill. Northcott, B; Milliszewska & Dakich,E. (2007). ICT for Inspiring Creative Thinking. Proceeding Ascilite Singapore . Oxford English Dixionary. (1995). Concise Oxford Dictionary (9th Edition). Oxford, UK: Oxford UP. Roberts, P. (2006). Nurturing creativity in young people: A report to government to inform future policy. London: Department for Culture, Media and Sport. Craft, A. (2003). The limits to creativity in education: Dilemmas for the educator. British Journal of Educational Studies, 51(2), 113-127. Runco, M. A. (2004). Creativity., Annual Review of Psychology [NLM - MEDLINE] 55, 657. Runco, M. A., & Chand, I. (1995). Creativity and cognition. Educational Psychology Review, 7(3), 243-267. Solso, R.L., Maclin, O.H., Maclin, K.M. (2008). Cognitive Psychology. 8th Edition. USA: Pearson Education Inc.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-27
Implementasi Budaya Lokal Dalam Pembelajaran Fisika Inkuiri Untuk Meningkatkan Minat Dan Kemampuan Berkomunikasi Peserta Didik Di SMP Ratih Asmoro Sari1,* 1
SMA Masehi 3 PSAK SMG * Email: [email protected]
Abstrak, Penelitian ini termasuk penelitian pengembangan, karena dalam penelitian ini dikembangkan perangkat pembelajaran fisika inkuiri SMP yang mengimplementasikan budaya lokal. Perangkat yang dikembangkan terdiri dari silabus, RPP, Panduan Inkuiri dan alat evaluasi. Pengembangan perangkat mengacu pada pengembangan (Research and Development). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas, kepraktisan dan efektivitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan dalam meningkatkan minat dan kemampuan berkomunikasi peserta didik. Subyek penelitian ini adalah 21 peserta didik kelas VIII SMP Masehi 2 PSAK Semarang. Rancangan uji coba yang digunakan untuk pengambilan data adalah one-shot case study untuk mengetahui peningkatan kemampuan berkomunikasi dan one-group pre-test post-test design untuk mengetahui peningkatan minat peserta didik. Hasil analisis data menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan memiliki kevalidan, kepraktisan dan mampu meningkatkan minat dan kemampuan berkomunikasi peserta didik. Secara statistik hasil tes minat menunjukkan peningkatan dari kategori kurang berminat (59,31) menjadi berminat (70,03). Kemampuan berkomunikasi tertulis peserta didik meningkat secara signifikan dari kategori kemampuan cukup (47,17) menjadi baik (76,59). Respon peserta didik terhadap pembelajaran positif (98,52%), keterlaksanaa RPP selama pembelajaran dapat terlaksana dengan baik (88,24%-94,12%). Penelitian ini hanya membatasi aspek minat dan kemampuan berkomunikasi. Aspek lain dapat dikaji dalam penelitian berikutnya. Kata kunci: Budaya Lokal; Kemampuan Berkomunikasi; Minat; Pengembangan Perangkat Pembelajaran. PENDAHULUAN Keanekaragaman budaya bangsa harus dilestarikan dan dikembangkan dengan tetap mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa melalui pendidikan. Sekolah perlu memprogramkan dan memberikan wadah kepada peserta didik untuk memahami dan melestarikan kekhususan budaya lokal melalui usaha-usaha nyata dan formal dalam kurikulum (berupa perangkat pembelajaran) sehingga peserta didik tidak terasing dari budayanya sendiri. Menurut Alexon (2009) guru perlu menguasai berbagai pendekatan dan metodologi
pembelajaran yang mengintegrasikan budaya lokal dalam pembelajaran di sekolah [1]. Pembelajaran berbasis budaya lokal mengintegrasikan budaya lokal sebagai bagian dari proses pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk membangun pengetahuan, mengembangkan keterampilan proses sains, dan menumbuhkan sikap ilmiah. Metode yang cocok digunakan dalam pembelajaran berbasis budaya lokal hasil penelitian Suastra secara proporsional yaitu metode inkuiri, demonstrasi dan diskusi [8,9]. Dalam buku Perangkat Penilaian KTSP yang diterbitkan oleh Dirjen Mandikdasmen Depdiknas (2008) minat berfungsi sebagai
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-29
pendorong peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar [3]. Apabila kegiatan pembelajaran sesuai dengan minat, karakteristik dan kebutuhan maka kepuasan belajar peserta didik dapat tercapai, sehingga ketercapaian penguasaan materi pelajaran juga meningkat (Saliman, 2006) [7]. Belajar dengan budaya merupakan strategi yang memanfaatkan budaya menjadi media dalam pembelajaran. Ludruk, ketoprak, wayang, gamelan dan tari merupakan potensi budaya masyarakat Jawa. Gamelan dimainkan dengan cara memukul, menggesek atau meniup pada bagian yang menghasilkan bunyi. Gamelan yang lengkap terdiri dari 72 peralatan yang dapat dikelompokkan menjadi empat jenis kordofon (alat musik gesek dan petik) seperti rebab, siter, celempung, (2) ideofon (alat musik pukul) seperti saron, gambang, kenong, gender, dan gong, (3) terofon (alat musik tiup) seperti suling, dan (4) membranofon (alat musik yang memiliki membran) seperti kendhang (Tjahyanto et al., 2011) [11]. Penyebab timbulnya bunyi dan peristiwa resonansi dapat diamati dengan memukul jenis gamelan ideofon dan membranofon atau menggesek jenis gamelan kordofon sedangkan tinggi rendahnya bunyi dapat dibedakan dengan memukul jenis gamelan ideofon. Pengamatan aktivitas peserta didik dalam kegiatan pembelajaran menunjukkan bahwa peserta didik cenderung pasif hanya mendengarkan guru dan tidak ada interaksi komunikasi yang dilakukan peserta didik dengan guru. Respon dan aktivitas peserta didik juga tampak kurang. Peserta didik cenderung hanya menerima materi tanpa mengkomunikasikan masalah yang dialaminya. Minat sebagai pendorong aktivitas peserta didik dan kemampuan berkomunikasi peserta didik yang rendah diduga menjadi penyebab ketidaktercapaian kompetensi mata pelajaran fisika. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah : (1) apakah perangkat pembelajaran fisika inkuiri dengan mengimplementasikan budaya lokal yang dikembangkan memenuhi kevalidan dan kepraktisan; (2) apakah pembelajaran fisika inkuiri yang
FP-30
mengimplementasikan budaya lokal dapat meningkatkan minat dan kemampuan berkomunikasi peserta didik. Penelitian ini bertujuan menghasilkan perangkat pembelajaran fisika inkuiri dengan mengimplementasikan budaya lokal yang valid dan praktis. Disamping itu juga mengetahui efektifitas keberhasilan implementasi budaya lokal dalam pembelajaran fisika inkuiri sebagai upaya meningkatkan minat dan kemampuan berkomunikasi peserta didik terhadap pembelajaran fisika. METODE PENELITIAN Desain penelitian menggunakan metode Research And Development dengan langkah meliputi: (1) Analisis kebutuhan, (2) menentukan tujuan dan desain produk, (3) mengembangkan instrumen perangkat, (4) validasi pakar, (5) uji coba terbatas, revisi, uji coba skala luas (6) produk akhir. Desain penelitian yang digunakan mengacu pada desain penelitian analisis kebutuhan oleh Sugiyono (2009) [10]. Proses penelitian diawali dengan studi literatur berkaitan dengan aspek budaya lokal yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran. Perangkat yang dikembangkan dalam penelitian ini meliputi silabus, RPP, panduan inkuiri dan alat evaluasi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: (1) instrumen untuk mengukur variabel terikat yaitu tes minat, tes kemampuan berkomunikasi tertulis dan lembar observasi kemampuan berkomunikasi lisan; (2) instrumen untuk mengukur kepraktisan perangkat pembelajaran yaitu angket respon siswa dan respon guru terhadap pembelajaran. Draf perangkat pembelajaran diuji oleh tiga orang validator yang kompeten untuk menentukan validitas perangkat.Validator terdiri dari satu orang pakar fisika murni, satu orang pakar fisika pendidikan dan satu orang praktisi pendidikan. Ketiga validator memvalidasi dan melihat kelayakan instrumen sesuai keahlian masing-masing. Peninjauan kelayakan meliputi isi, format, dan bahasa. Subyek uji coba terbatas adalah 12 peserta didik kelas VIII SMP Masehi 1 PSAK Semarang
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
sedangkan subjek uji coba skala luas adalah 21 peserta didik kelas VIII B SMP Masehi 2 PSAK Semarang tahun pelajaran 2012/2013. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dari dua kelas yang homogen. Uji homogenitas kelas VIII A dan VIII B SMP Masehi 2 PSAK diperoleh nilai sig. pada kisaran 0,737 – 0,985. Ujicoba pada skala luas menggunakan rancangan penelitian pre-experimental design dengan mengambil bentuk one-shot case study untuk mengetahui peningkatan kemampuan berkomunikasi tertulis dan one-group pre-test post-test design untuk mengetahui peningkatan minat peserta didik. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah minat dan kemampuan berkomunikasi peserta didik sedangkan variabel bebas adalah pembelajaran fisika inkuiri yang mengimplementasikan budaya lokal. Pelaksanaan penelitian terdiri atas bagian pengembangan perangkat pembelajaran fisika inkuiri yang mengaplikasikan budaya lokal dan bagian aplikasi perangkat pembelajaran yang dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Unsur-unsur pengembangan meliputi studi pendahuluan, pengembangan, dan evaluasi. Aplikasi perangkat pembelajaran yang dikembangkan berupa kegiatan pembelajaran di kelas yang dikembangkan dari alur pembelajaran sains berbasis budaya lokal dari penelitian Suastra yang terdiri dari: (1) kegiatan awal, (2) eksplorasi, (3) elaborasi, (4) konfirmasi, dan (5) kegiatan akhir [8,9]. Budaya lokal yang diimplementasikan pada pembelajaran fisika inkuiri adalah gamelan Jawa yang terdiri dari kendhang, gender,saron, peking, bonang, kenong dan gong. SK/KD yang dijadikan objek pengembangan yaitu Standar Kompetensi 6 yaitu memahami konsep dan penerapan getaran gelombang dan optika dalam produk teknologi sehari-hari, pada Kompetensi Dasar 6.2 yaitu mendeskripsikan konsep bunyi dalam kehidupan sehari-hari. Pengukuran minat belajar menggunakan sembilan indikator yang terdiri atas: (1) gairah, (2) inisiatif, (3) responsif, (4) kesegeraan, (5) konsentrasi, (6) ketelitian, (7) kemauan, (8) keuletan, dan (9) kerjakeras. Pengukuran
kemampuan berkomunikasi menggunakan indikator kemampuan berkomunikasi menurut Wardhani (2010) yaitu: (1) menyajikan pernyataan dengan tulisan atau gambar, (2) mengajukan dugaan, (3) memanipulasi matematis, (4) menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi, (5) menarik kesimpulan dari pernyataan, (6) memeriksa kesahihan suatu argumen, (7) menemukan pola atau sifat dari gejala untuk membuat generalisasi [12], Teknik pengambilan data yang digunakan antara lain: (1) observasi terhadap kemampuan berkomunikasi lisan dilakukan selama pembelajaran berlangsung; (2) tes kemampuan berkomunikasi tertulis diberikan kepada peserta didik di akhir setiap seri pembelajaran; (3) tes minat diberikan kepada peserta didik sebelum dan sesudah dilakukan pembelajaran; (4) angket respon siswa diberikan kepada peserta didik di akhir penelitian; dan (5) angket respon guru diberikan pada guru di akhir setiap seri pembelajaran. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain uji validitas perangkat menggunakan modifikasi Hobri (2010) [5]., uji normalitas menggunakan SPSS16, uji normalized gain Hake (1998) [4], uji beda rerata kedua hasil pre-test dan post-test minat, uji beda rerata tiap post-test kemampuan berkomunikasi tertulis, dan teknik persentase Arikunto (2006) [2]. HASIL DAN PEMBAHASAN Perangkat yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah perangkat pembelajaran fisika yang mengimplementasikan budaya lokal yang valid dan memiliki kepraktisan dengan berorientasi metode pendekatann inkuiri pada pokok bahasan bunyi. Perangkat pembelajaran tersebut terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), silabus, panduan inkuiri dan alat evaluasi. Validitas perangkat pembelajaran diperoleh dari validasi tiga orang pakar yang kompeten di bidangnya. Rerata total hasil validasi masingmasing jenis perangkat terendah 3,54 (angket respon siswa) dan tertinggi 3,83 (angket
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-31
pelaksanaan pembelajaran). Hasil ini menunjukkan perangkat pembelajaran valid, dengan beberapa revisi meliputi operasionalisasi kata kerja, konsistensi istilah, petunjuk pengerjaan soal, dan penambahan rubrik indikator penilaian. Hasil pelaksanaan pembelajaran inkuiri dengan mengimplementasikan budaya lokal pada uji coba terbatas menunjukkan respon positif peserta didik terhadap pembelajara. Hasil analisis angket menunjukkan respon positif peserta didik terhadap pembelajaran sebesar 98,68% dan keterlaksanaan pembelajaran sebesar 70,59%. Ini menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran fisika inkuiri dengan mengimplementasikan budaya lokal pada uji coba terbatas memiliki kepraktisan. Terdapat penambahan kegiatan sosialisasi pengenalan media dan cara kerja kepada peserta didik oleh guru pada fase eksplorasi alur pembelajaran inkuiri yang mengimplementasikan budaya lokal. Uji coba selanjutnya pada lembar tes kemampuan berkomunikasi tertulis untuk mengetahui daya pembeda, tingkat kesukaran, dan reliabilitas butir tes. Terdapat 17 soal tentang bunyi yang diujicobakan. Hasil reliabilitas butir tes kemampuan berkomunikasi tertulis sebesar 0,86. Berdasarkan hasil uji coba
dilakukan revisi terhadap lembar tes kemampuan berkomunikasi tertulis meliputi perbaikan soal yang tergolong sangat mudah, dan penambahan soal sesuai indikator kemampuan berkomunikasi tertulis. Perangkat pembelajaran yang telah mengalami revisi selanjutnya disebut produk hipotetik yaitu sebuah produk yang telah mengalami perbaikan berdasarkan hasil ujicoba.Setelah produk yang dikembangkan diperbaiki selanjutnya digunakan pada uji coba skala luas. Pada keempat seri pembelajaran yang dilakukan terdapat kemajuan proses maupun hasil pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri dengan mengimplementasikan budaya lokal gamelan pada pokok bahasan bunyi mampu mengajak peserta didik untuk menggunakan lingkungan (gamelan) sebagai sumber belajar secara nyata sehingga menarik perhatian peserta didik. Pendekatan inkuiri dan diskusi yang digunakan mampu mengembangkan kemampuan berkomunikasi peserta didik. Secara statistik nilai akhir tes minat peserta didik lebih besar daripada nilai awal tes. Hasil perhitungan nilai tes awal (pre-test) dan nilai tes akhir (post-test) minat peserta didik beserta normalized gain (N-Gain) disajikan pada Tabel 1.
TABEL 1. Rata-Rata Pre-test, Post-test dan Normalized Gain Minat Peserta Didik Subyek Pre-Test Post-Test Rata-rata 59,31 70,03
Berdasarkan perhitungan rata-rata hasil pengukuran minat awal dan akhir menunjukkan peningkatan minat akhir terhadap minat awal peserta didik. Hasil pengukuran nilai minat awal peserta didik berada pada kategori kurang berminat sedangkan pengukuran nilai minat akhir peserta didik berada pada kategori berminat. Dengan demikian minat peserta didik dalam mempelajari fisika melalui implementasi budaya lokal gamelan mengalami peningkatan meskipun peningkatan nilai minat akhir terhadap nilai minat awal peserta didik tersebut jika dilihat dari N-gain sebesar 0.26 berada pada kriteria rendah.
FP-32
Uji normalitas terhadap nilai minat peserta didik diperoleh nilai sig 0.2 untuk nilai pre-test dan post-test . Nilai ini lebih besar dari 0,05 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa data nilai pre-tes dan post-test minat berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji komparatif (uji-t) pada data pre-test dan post-test minat peserta didik diperoleh thitung = 6,01. Dengan melihat ttabel pada daftar distribusi t untuk taraf kesalahan 5% diperoleh nilai t = 2,021. Dengan membandingkan thitung dan ttabel didapat bahwa thitung lebih besar dari ttabel. Ini membawa konsekwensi yang menyatakan bahwa nilai post-test lebih besar dari nilai pre-test. Berdasarkan analisa nilai tes
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
akhir minat peserta didik terhadap nilai awal menunjukkan bahwa pembelajaran fisika inkuiri yang mengimplementasikan budaya budaya lokal memberi kontribusi bagi peningkatan minat peserta didik. Hasil analis nilai tes kemampuan berkomunikasi tertulis peserta didik tiap pertemuan beserta N-gainnya disajikan pada Tabel 2. TABEL 2. Rata-rata dan N-Gain Kemampuan Berkomunikasi Tiap Seri Pembelajaran Seri Rata-rata Seri N-gain 1 47,17 1-2 0,22 2 58,69 2-3 0,25 3 69,17 3-4 0,24 4 76,59 1-4 0,56
Rata-rata nilai test kemampuan berkomunikasi seri pembelajaran pertama dan kedua berada pada kriteria cukup sedangkan pada seri pembelajaran ketiga dan keempat berada pada kriteria kemampuan baik. Dapat dikatakan bahwa kemampuan berkomunikasi peserta didik mengalami peningkatan dari kriteria kemampuan cukup menjadi kemampuan baik. Normalized gain seri pembelajaran keempat (terakhir) terhadap seri pembelajaran pertama (awal) sebesar 0,56 berada pada kriteria sedang meskipun normalized gain tiap seri pembelajaran berkisar antara 0,22 – 0,25 berada pada kriteria rendah. Peningkatan kemampuan berkomunikasi tiap seri pembelajaran berada pada kriteria rendah, hal ini dikarenakan peningkatan kemampuan berkomunikasi tertulis memerlukan pembiasaan dan merupakan sebuah proses yang membutuhkan waktu. Indikator kemampuan berkomunikasi tertulis yang mengalami peningkatan tertinggi adalah indikator ketiga yaitu menyusun bukti, memberi alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi sedangkan indikator yang mengalami peningkatan terkecil yaitu indikator kedua yaitu menemukan pola atau sifat dari gejala untuk membuat generalisasi. Uji normalitas diperoleh nilai sig antara 0,145 – 0,200. Nilai ini lebih besar dari 0,05 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa data nilai kemampuan berkomunikasi tertulis berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji komparatif (uji-t) pada data tes kemampuan
berkomunikasi tertulis peserta didik diperoleh thitung = 5,49. Dengan melihat ttabel pada daftar distribusi t untuk taraf kesalahan 5% diperoleh nilai t = 2,021. Dengan membandingkan thitung dan ttabel didapat bahwa thitung lebih besar dari ttabel. Ini membawa konsekwensi yang menyatakan bahwa nilai akhir kemampuan berkomunikasi tertulis lebih besar dari nilai awal. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan inkuiri dan diskusi pada pembelajaran fisika yang mengimplementasikan budaya lokal gamelan memberikan kontribusi pada peningkatan kemampuan berkomunikasi peserta didik. Pengamatan kegiatan pembelajaran untuk mengukur keterlaksanaan RPP dan pengelolaan pembelajaran dilakukan oleh observer dengan menggunakan angket pelaksanaan pembelajaran. Aspek yang diamati dalam keterlaksanaan RPP meliputi kegiatan dari pendahuluan sampai dengan penutup. Persentase keterlaksanaan pembelajaran berkisar antara 88,24% - 94,12% berada pada kategori sangat baik dan 98,52% peserta didik memberikan respon penilaian positif terhadap pembelajaran fisika. Dengan demikian perangkat pembelajaran fisika yang mengimplementasikan budaya lokal dinilai memiliki kepraktisan. Hasil penelitian ini sesuai dengan temuan penelitian Latukau (2011) yaitu pembelajaran sains berbasis budaya lokal dapat meningkatkan minat peserta didik SD [6] dan penelitian Saliman (2006) bahwa pemanfaatan budaya lokal dapat meningkatkan partisipasi peserta didik [7]. Penelitian ini juga melengkapi penelitian Suastra (2010) terhadap alur pembelajaran sains berbasis budaya lokal pada fase elaborasi yaitu: peserta didik memperluas hasil penyelidikannya dengan mencari contoh lain terkait dengan fenomena fisika yang terjadi di lingkungan sekolah dan lingkungan tempat tinggal, peserta didik menggali dan membaca buku yang relevan termasuk buku paket dan peserta didik mengembangkan hasil penyelidikannya untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini hanya membatasi pada aspek minat dan kemampuan berkomunikasi peserta didik. Aspek lain masih dapat diungkap seperti
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-33
pemahaman konsep dan ketrampilan proses sains. Hal ini membuka peluang bagi peneliti lain untuk mengkaji lebih lanjut. Beberapa faktor yang menjadi kendala dan keterbatasan antara lain : 1) Keterbatasan waktu penelitian sehingga tidak tercapai peningkatan kemampuan berkomunikasi yang optimal, 2) Sampel penelitian hanya berjumlah 21 anak sehingga perlu sampel yang lebih besar supaya dapat digeneralisasikan hasil penelitiannya, 3) Sampel penelitian berasal dari sekolah dengan input kemampuan siswa di bawah sekolah favorit , 4) Materi pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi fisika kelas VIII semester 2 pokok bahasan bunyi. Oleh karena itu hasil penelitian terbatas pada materi tersebut. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa perangkat pembelajaran inkuiri yang mengimplementasikan budaya lokal yang dikembangkan memenuhi kevalidan. Minat dan kemampuan berkomunikasi peserta didik dalam mempelajari fisika secara statistik meningkat melalui pembelajaran yang mengimplementasikan budaya lokal. Pelaksanaan pembelajaran fisika inkuiri yang mengimplementasikan budaya lokal berdasarkan hasil observasi dinilai sangat baik dan respon peserta didik lebih banyak menunjukkan respon positif, sehingga dapat dikatakan perangkat pembelajaran fisika inkuiri yang mengimplementasikan budaya lokal memiliki kepraktisan. UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Prof. Dr. Wiyanto, M.Si (Unnes), Dr Sugianto, M.Si (Unnes), Dr. Harto Linuwih, M.Si (Unnes), Dr. Sulhadi, M.Si (Unnes), Drs. Koko Supratiyoko, M.Pd (SMP 7 Semarang).
FP-34
REFERENSI 1. Alexon. 2009. Model Pembelajaran IPS SD Untuk Meningkatkan Apresiasi Budaya Lokal. Disertasi. Bandung:Universitas Pendidikan Indonesia. 2. Arikunto, S. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara. 3. Depdiknas. 2008. Perangkat Penilaian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas. 4. Hake, R.R, 1998. Interactive-engagement versus traditional methods: A six-thousandstudent survey of mechanics data for introductory physics courses. American Journal Physics. 66(1):64-74. 5. Hobri, H. 2010. Metodologi Penelitian Pengembangan. Mangli: Pena Salsabila Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum. 6. Latukau, M. 2011. Aplikasi Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal Untuk Meningkatkan Minat Dan Pemahaman Konsep Peserta didik SD. Tesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. 7. Saliman, 2006. Pemanfaatan Budaya Lokal untuk Meningkatkan Partisipasi Peserta Didik pada Proses Pembelajaran. Artikel. Universitas Negeri Yogyakarta. 8. Suastra, I.W. 2010. Model Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal Untuk Mengembangkan Kompetensi Dasar Sains Dan Nilai Kearifan Lokal Di SMP. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran. 43(2): 8-16. 9. Suastra, I.W. 2011a. Efektivitas Model Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal Untuk Mengembangkan Kompetensi Dasar Sains Dan Nilai Kearifan Lokal Di SMP. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan. 5(3): 258-273. 10. Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: CV Alfabeta. 11. Tjahyanto, et.al. 2011. Model Analysis BySynthesis Aplikasi Pembangkit Suara Gamelan Sintetik. Makalah dipresentasikan
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
pada Seminar Nasional Aplikasi Teknologi, Yogyakarta,17-18 Juni 2011. 12. Wardhani, S. 2010. Teknik Pengembangan Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika Di SMP/MTs. Makalah Diklat Guru Pemandu/Guru Inti/Pengembang Matematika SMP Jenjang Dasar Tahun 2010. Yogyakarta: Depdiknas Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika Yogyakarta.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-35
A Preliminary Study of Conceptual Understanding of Mechanics and Critical Thinking Skill of Senior High School students in Jember Regency Rosyid1*, Budi Jatmiko2, ZA. Imam Supardi3 1
Postgraduate Program of Science Education Surabaya State University, Physics teacher at SMAN 3 Jember 2 Lecturer of Postgraduate Program of Science Education of Surabaya State University, 3 Lecturer of Postgraduate Program of Science Education Surabaya State University * Email: [email protected]
Abstrak. Conceptual understanding and critical thinking skill are the gates to success in learning mechanics at school. Conceptual understanding of mechanics should cover several representation abilities; that is, verbal, charts, images, and mathematical. The fact that exists is that learning success is measured only by how students can work on the problems that focus on mathematical calculation. Various representations enable teachers to explore the students’ capabilities. The objectives of this research were (1) to identify the method that teachers used in the teaching of mechanics at school, (2) to determine senior high school students’ conceptual understanding of mechanics, (3) to analyze the critical thinking skill of senior high school students, (4) to determine the ability of students’ multi-representation, (5) to determine the response of senior high school students toward the initial condition of mechanics learning, and (6) to determine the main books used references in the teaching of mechanics at senior high schools in Jember. The research results showed that the methods used by teachers were lecturing, discussion, Question-Answer (range 58% -90%), the conceptual understanding of mechanics was low (54.35-68.30) far below Minimum Achievement (KKM) of 75.00, students’ critical thinking skill was categorized low, the ability of multi-representation ranged 50% -60%, the students did not know that the mechanic-physics teaching materials that were studied used representation formats of Verbal, Mathematics, Images, and Charts (85%), and almost 100% of teachers used only one book source (reference) in teaching physics. It is necessary to conduct further research on the use of teaching models that can improve conceptual understanding and critical thinking skill of high school students in Jember. Kata kunci: Critical Thinking Skills, Conceptual Understanding of Mechanics. PENDAHULUAN Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran sains pada pendidikan di sekolah dewasa ini adalah masih rendahnya pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kritis. Pencapaian kemampuan sains (IPA) siswa di Indonesia dapat dilihat berdasarkan hasil penilaian TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study). Tahun 2011 memperoleh skor 406 urutan ke 40 dari 42 negara. Dengan capaian tersebut, rata-rata siswa Indonesia hanya mampu mengenali sejumlah fakta dasar tetapi belum mampu mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai
topik sains, apalagi menerapkan konsep-konsep yang kompleks dan abstrak (TIMSS, 2011). Kondisi tersebut disebabkan karena siswa Indonesia rata-rata baru mampu mengingat pengetahuan melalui penerapan rumus-rumus dalam menyelesaikan masalah akademik, namun penguasaan keterampilan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari masih rendah. Tujuan pendidikan semestinya tidak hanya menekankan pada perolehan pengetahuan, apalagi hanya sekedar menghafal sejumlah fakta dan konsep, tetapi harus menggambarkan hasil belajar sampai pada tingkatan berpikir tingkat tinggi bahkan sampai pada kemampuan pemecahan masalah. Sejalan dengan hal tersebut, Gagne (1985) berpendapat bahwa
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-37
kondisi belajar perlu diarahkan pada pemecahan masalah yang merupakan kapabilitas tertinggi dalam keterampilan berpikir. Pembelajaran harus dilakukan bukan hanya mengarah pada pencapaian pemahaman tetapi juga peningkatan keterampilan berpikir kritis. Keterampilan berpikir dapat didefinisikan sebagai proses kognitif yang dipecah-pecah ke dalam langkahlangkah nyata yang kemudian digunakan sebagai pedoman berpikir. Berpikir kritis seperti yang terkonsep dalam Delphi Report on Critical Thinking (American Philosophical Association, 1990) adalah penilaian yang bertujuan mengatur secara pribadi dalam memberikan pertimbangan nalar terhadap bukti, konteks, standar, metode, dan struktur konseptual di dalam pengambilan keputusan tentang apa yang akan diyakini atau apa yang akan dilakukan" (Facione & Facione, 1997). Berpikir kritis atau critical thinking menurut Cotton (1991) juga dikenal dengan thinking skills, berpikir kreatif, berpikir tingkat tinggi (high-order thinking). Dalam berpikir kritis terdapat dua dimensi penting, yaitu kerangka berpikir dan pekerjaan mental yang spesifik. Schafersman (1991) mengatakan berpikir kritis adalah berpikir berdasarkan pengetahuan yang sesuai dan dapat dipercaya, atau cara berpikir yang beralasan, dapat digambarkan, bertanggung jawab dan mahir. Tujuan penelitian ini adalah untuk melengkapi kajian awal dalam pengembangan model pembelajaran, yang fokus dalam mengkaji data : untuk mengetahui metode yang digunakan guru, mengetahui pemahaman konsep mekanika, mengetahui keterampilan berpikir kritis, mengetahui kemampuan Multi
representasi, mengetahui tanggapan siswa SMA tentang kondisi awal pembelajaran mekanika, dan mengetahui Buku-buku utama yang dijadikan referensi dalam pembelajaran mekanika SMA di Jember. METODE Penelitian ini adalah penelitian awal dalam rangka pengembangan model pembelajaran mekanika berbasis masalah dengan pendekatan multi representasi untuk melatihkan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa SMA, yang difokuskan untuk mengetahui metode dan referensi yang digunakan oleh guru, tanggapan siswa terhadap pembelajaran mekanika, tingkat pemahaman konsep, keterampilan berpikir siswa, dan kemampuan multi representasi siswa. Penelitian ini dilaksanakan di beberapa SMA Negeri di Kabupaten Jember dengan jumlah sampel masing-masing 1 (satu) kelas XI IPA dengan jumlah responden sebanyak 40 siswa (masing-masing sekolah), dengan menggunakan angket dan tes. HASIL DAN PEMBAHASAN Metode yang Digunakan Guru Penggunaan metode pembelajaran sangat penting untuk menunjang keberhasilan dalam proses pembelajaran. Dari angket yang disebar ke responden diperoleh bahwa sebagian besar guru dominan menggunakan metode ceramah, diskusi dan tanya jawab, seperti dalam tabel 1.
Tabel 1. Motode pembelajaran yang digunakan guru dan tanggapan siswa tentang metode yang digunakan guru No Sekolah Guru Motode Pembelajaran yang digunakan guru Tanggapan siswa 1 SMAN 3 JBR KDW Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab 58 % ceramah 2 SMAN 3 JBR UJG Ceramah,Praktikum,Tanya Jawab 65 % ceramah 3 SMAN 5 JBR LSI Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab 80 % ceramah 4 SMAN MBS IPG Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab 90 % ceramah 5 SMAN 2 TGL SLH Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab 75 % ceramah 6 SMAN PKS MNN Ceramah, Diskusi 68 % ceramah
Hasil observasi pada Tabel 1 yang peneliti lakukan, menunjukkan bahwa proses pembelajaran fisika masih berpusat pada guru FP-38
dan lebih menekankan pada proses transfer pengetahuan dari guru kepada siswa sehingga tidak memposisikan siswa sebagai peng-
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
kontruksi pengetahuan. Akibatnya siswa tidak mengetahui makna dari teori yang dihafalnya tersebut. Hal ini mengakibatkan rendahnya pemahaman konsep fisika yang berakibat rendahnya keterampilan berpikir kritis siswa.. Pemahaman Konsep Mekanika Pembelajaran untuk pemahaman harus memperhatikan pengetahuan awal peserta didik (Dochi, 1996) dan memanfaatkan potensi lingkungan sebagai sumber balajar. Implikasinya adalah perlu optimalisasi proses pembelajaran melalui pemilihan metode pembelajaran yang berorientasi pada berbagai variasi cara penyampaian pesan, substansi kurikulum yang kontekstual dan perumusan tujuan pembelajaran yang diarahkan pada pencapaian pemahaman secara mendalam (deep understanding). Pemahaman merupakan suatu proses mental berupa akomodasi dan transformasi pengetahuan. Ini berarti bahwa pemahaman merupakan rekonstruksi makna dan hubunganhubungan, bukan hanya sekedar proses asimilasi dari pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya. Dari hasil tes pemahaman konsep mekanika siswa SMA diperoleh data pada Tabel 2. TABEL 2. Hasil Tes Pendahuluan untuk melihat pemahaman konsep mekanika siswa SMA kelas XI IPA tahun 2011/2012 menggunakan Instrumen FCI*)
No Sekolah
Hasil Keterrata-rata capaian PKF *) 1 SMAN 3 JBR 68,30 Kurang** 2 SMAN 5 JBR 62,02 Kurang** 3 SMAN MBS 54,35 Kurang** 4 SMAN 2 TGL 58,95 Kurang** 5 SMAN PKS 59,80 Kurang** Ket : *) Soal tes yang digunakan adalah bentuk tes yang dikembangkan FCI. **) Jauh di bawah KKM
Data dari Tabel 2 tersebut sejalan dengan hasil kajian ahli bahwa salah satu konsep dalam mekanika yang banyak dipahami berbeda oleh siswa adalah tentang “ gerak dan gaya” yang dikaji dalam hukum-hukum Newton tentang gerak (Sequeira & Leite, 1991). Jika pemahaman konsep siswa menyimpang (miskonsepsi) tidak menjadi perhatian guru, maka berakibat pada rendahnya pencapaian hasil belajar fisika. Clement (1982) menemukan bahwa "gerak disebabkan gaya” (“motion implies force”)" miskonsepsi terbukti pada sekitar 90% dari siswa sebelum pembelajaran fisika, dan lebih dari 70% sesudahnya. Hasil Tes pemahaman konseptual Force and Motion Conceptual Evaluation menunjukkan bahwa siswa memiliki pemahaman konseptual rendah pada konsep gaya dan gerak, hanya 30 persen siswa memberikan jawaban yang benar (Panprueksa et. al, 2012). Siswa yang telah lama belajar mekanika dan siswa yang baru belajar mekanika ternyata memiliki miskonsepsi yang serupa mengenai mekanika (Mc. Dermott, 1984). Keterampilan Berpikir Kritis siswa Pengembangan berpikir kritis dianggap sebagai salah satu tujuan yang paling penting dari ilmu pengetahuan pendidikan selama lebih dari satu abad (Forawi, 2012). Banyak pendapat ahli dalam mendefinisikan berpikir kritis. Paul (1992) menyatakan berpikir kritis sebagai -"seni berpikir tentang berpikir secara disiplin intelektual." Menurut Paul, jenis pemikiran ini melibatkan tiga komponen penting, (1) analisis (analyzing), (2) menilai (assessing) dan (3) meningkatkan (improving). Sebagai langkah awal proses menganalisis dan menilai, berpikir dibawa ke tingkat yang lebih kritis atau pemikiran yang dibuat lebih baik. Ini melibatkan gagasan menerapkan standar intelektual dan pengendalian diri pada orang-orang yang berpikir.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-39
Tabel 3. Hasil Tes Pendahuluan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA Kelas XI IPA Tahun 2011/2012
No 1
2 3 4 5 6 7
Indikator Keterampilan Mengidentifikasi kriteria untuk mempertimbangkan jawaban yang mungkin Mengidentifikasi kesimpulan Kemampuan memberikan alasan Berhipotesis Menggunakan prosedur yang ada Mengaplikasikan konsep Mempertimbangkan alternatif
SMAN 3 SMAN 5 SMAN SMAN 2 SMAN Jbr Jbr MBS Tgl Pks % Capaian % Capaian % Capaian % Capaian % Capaian 30,74 %
28,80 %
19,70 %
31,65 %
31,65 %
40,77 % 45,50 % 39,05 % 38,40 % 15,55 % 32,35 %
35,65 % 40,45 % 32,23 % 30,20 % 12,55 % 30,25 %
25,35 % 30,45 % 27,33 % 27,15 % 12,25 % 28,72 %
38,62 % 45,60 % 35,17 % 37,35 % 15,78 % 30,25 %
38,62 % 45,60 % 35,17 % 37,35 % 15,78 % 30,25 %
Berdasarkan Tabel 3 diatas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan berpikir kritis siswa harus ditingkatkan. Rendahnya keterampilan berpikir kritis dan prestasi belajar siswa diduga ada kaitannya dengan proses pembelajaran yang terjadi dan minimnya bahan ajar yang berkualitas sebagai rujukan guru dan siswa. Model pembelajaran yang digunakan yaitu model pembelajaran konvensional yang kurang memfasilitasi siswa dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa yang berakibat kepada rendahnya prestasi belajar siswa. Oleh karena itu untuk memperbaikinya perlu dicari alternatif solusi. Kemampuan Multi Representasi Pemahaman siswa terhadap konsep mekanika hanya berfokus pada verbal dan matematika, padahal untuk memahami konsep juga bisa melalui representasi lainnya,yaitu gambar, bagan, skema, peta, dan grafik. Hasil tes yang menggunakan format multi representasi (20 soal) terdiri atas 5 soal verbal, 5 soal matematis, 5 soal gambar, dan 5 soal grafik diperoleh bahwa kemampuan representasi siswa masih rendah, ditunjukkan pada tabel 4.
TABEL 4. Kemampuan multirepresentasi Mekanika siswa SMA di Jember No Sekolah Representasi Skor Ket 1. SMAN 3 Verbal 4 80 % JBR Matematis 3 60 % Gambar 2 40 % Grafik 3 60 % Ketercapaian 60 % 2. SMAN Verbal 3 60 % PKS Matematis 3 60 % Gambar 2 40 % Grafik 2 40 % Ketercapaian 50 % Berdasarkan data tersebut kemampuan siswa dalam mengerjakan soal multirepresentasi (verbal, matematis, gambar, dan grafik) masih tergolong rendah. Hal ini sejalan dengan data tentang kondisi awal pembelajaran, diketahui bahwa siswa tidak mengetahui bahan ajar fisika mekanika yang dipelajarinya menggunakan format-format representasi Verbal, Matematika, Gambar, dan Grafik. Kondisi Awal Pembelajaran Mekanika Kondisi awal sebelum pembelajaran mekanika berlangsung diperoleh data seperti pada Tabel 5.
FP-40
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
TABEL 5. Tanggapan siswa SMA tentang kondisi awal pembelajaran fisika mekanika No
Kondisi Pembelajaran
1. 2. 3.
Siswa mengetahui tujuan pembelajaran fisika Mekanika. Siswa mengetahui deskripsi pembelajaran Mekanika. Apakah Anda mengetahui bahwa bahan ajar fisika mekanika yang dipelajari telah menggunakan format-format representasi Verbal, Matematika, Gambar, dan Grafik? Siswa mengetahui aplikasi konsep-konsep fisika yang terkait dengan representasi Verbal, Matematika, Gambar, dan Grafik Siswa mengalami kesulitan mempelajari mekanika. Siswa menganggap konsep verbal sebagai sumber kesulitan dalam pembelajaran mekanika. Siswa menganggap konsep matematika sebagai sumber kesulitan dalam pembelajaran mekanika. Siswa menganggap menggambarkan konsep fisika sebagai sumber kesulitan dalam pembelajaran mekanika. Siswa menganggap analisis grafik atau penggambaran grafik konsep fisika sebagai sumber kesulitan dalam pembelajaran. Penggunaan bahan ajar dalam pembelajaran mekanika dilengkapi dengan CD animasi.
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 .
Dari analisis data pada Tabel 5 diketahui 87,5% siswa SMA tidak mengetahui bahan ajar fisika mekanika yang dipelajarinya menggunakan format-format representasi Verbal, Matematika, Gambar, dan Grafik. Dalam tabel tersebut juga ditemukan bahwa 90 % siswa mengatakan tidak mengetahui aplikasi konsep-konsep mekanika yang terkait dengan representasi Verbal, Matematika, Gambar dan Grafik. Ini adalah salah satu penyebab mengapa siswa SMA masih menemui kendala dalam menguasai konten fisika secara benar, karena pengajaran dengan melibatkan multirepresentasi yang dapat memberikan konteks yang kaya bagi siswa untuk memahami suatu konsep fisika secara benar belum diketahuinya. Bahan ajar guru yang digunakan Berdasarkan hasil wawancara secara terbatas terhadap 10 orang guru fisika di beberapa sekolah di Jember, yang diambil secara acak pada tanggal 24 November 2012 dalam acara MGMP Kabupaten, diperoleh informasi bahwa buku-buku yang dijadikan sumber acuan utama
Persentase Ya Tidak 25 15 10 30 5 35
4
36
38 35
2 5
34
6
30
10
38
2
2
38
dan buku pendamping dalam pembelajaran tersebut di atas ditunjukkan pada Tabel 6. TABEL 6. Buku-buku utama yang dijadikan referensi dalam pembelajaran fisika SMA. Inisial Buku Fisika No Institusi Guru Karya 1. UJG SMAN 3 Jember Bob Foster , Halliday, dkk 2. SRJ SMAN 1 Jember Bob Foster, Halliday,dkk 3. HDY SMAN 2 Jember Bob Foster, Halliday dkk 4. SLM SMAN Pakusari Bob Foster 5. SLH SMAN Tanggul 2 Bob Foster 6. MN SMAN Tanggul 1 Bob Foster 7. RJK SMAN 5 Jember Bob Foster, Halliday dkk 8. JK SMAN Kencong Bob Foster 9. KSG SMAN Rambipuji Bob Foster 10. DDK SMAN Arjasa Bob Foster Dari hasil wawancara tersebut, diketahui bahwa semua guru yang diwawancarai
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-41
menggunakan buku fisika karya Bob Foster sebagai acuan pertama dalam pembelajaran Fisika. Buku fisika karya Holliday digunakan oleh 40% guru fisika sebagai acuan kedua (pendamping). Sementara itu ada 60% guru fisika yang hanya menggunakan buku karya Bob foster sebagai acuan utama, tanpa menggunakan buku pendamping lainnya. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Hampir mayoritas guru fisika (58%-90%) dalam membelajarkan mekanika menggunakan metode ceramah, diskusi dan tanya jawab dan ini berpengaruh terhadap rendahnya pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa, dan hampir 100 % guru hanya menggunakan satu buku sumber (referensi) dalam mengajar fisika 2. Pemahaman konsep mekanika rendah (hasil Tes FCI), skor yang diperoleh berkisar (54,35-68.30) jauh di bawah KKM sebesar 75.00. 3. keterampilan berpikir kritis siswa tergolong rendah, kemampuan multi representasi berkisar 50%-60%. 4. siswa tidak mengetahui bahwa bahan ajar fisika mekanika yang dipelajari telah menggunakan format-format representasi Verbal, Matematika, Gambar, dan Grafik (85 %). TINDAK LANJUT Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang penggunaan model pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa SMA di Kabupaten Jember. REFERENSI
1.
2.
Clement, John. (1982) “Students’ Preconceptions in Introductory Mechanics”, American Journal of Physics 50(1), pp. 66-71. Cotton, K. (1991). "Teaching Thinking Skills."Retrieved July, 27th 2011, from
FP-42
www.nwr el . or g/ scpd/ si r s/ 6/ cu11. html. 3. Dochi, F.J.R.C. (1996).Prior Knowledge and Learning. Dalam Corte, E.D. & Weinert, F. (Eds) : International Encyclopedia of Development and Instructional Psychology . New York: Pergamon. 4. Facione, N.C., & Facione, P.A. (1997). Critical thinking assessment in nursing education programs: An aggregate data analysis. Millbrae, CA: The California Academic Press. 5. Forawi, S.A. (2012). Perceptions on Critical Thinking Attributes of Science Education Standards. International Conference on Education and Management Innovation IPEDR vol.30 (2012) © (2012) IACSIT Press, Singapore. 6. Gagne, R.M. (1985). The Conditions of Learning and Theory of Instruction, New York: Holt, Rinehart and Winston. 7. TIMSS 2011 International Results in Science. Chestnut Hill, MA: TIMSS & PIRLS International Study Center, Boston College. 8. Panprueksa. K., Phonphok. N., Boonprakob. M., and Dahsah. C.(2012). Thai Students’ Conceptual Understanding on Force and Motion. International Conference on Education and Management Innovation IPEDR vol.30 (2012) IACSIT Press, Singapore. 9. Paul, R.W. (1995). Critical thinking: How to prepare students for a rapidly changing world. Santa Rosa,CA: Foundation for Critical Thinking. 10. Schafersman, Steven. D. (1991). An introduction to critical thinking. http://www.freeinquiry.com/criticalthinking.html.p 1-13. 11. Sequeira, M., Leite, L. (1991). "Alternative Conceptions and History of Science in Physics Teacher Educatuion", Science Education 75, 1: 45 - 56. JCR® factor de impacto (2011): 1.775.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
A Study of Conceptual Understanding and Critical Thinking in Mechanics Teaching at Senior High School Rosyid1*, Budi Jatmiko2, ZA. Imam Supardi3 1
Postgraduate Program of Science Education Surabaya State University, Physics teacher at SMAN 3 Jember 2 Lecturer of Postgraduate Program of Science Education of Surabaya State University, 3 Lecturer of Postgraduate Program of Science Education Surabaya State University * Email: [email protected]
Abstrak. This study focuses on learning for achieving conceptual understanding, conceptual understanding in Physical Mechanics learning, test of conceptual understanding in physical mechanics teaching, and critical thinking skills in physics at senior high school that become important instruments in the teaching of physics. The study materials were obtained from Journals, books, and the relevant research findings. The most important thing is that teaching conceptual understanding and critical thinking skills should be undertaken at all levels of education from elementary school to senior high school as a bridge to college. The teaching for understanding should consider learners’ prior knowledge and use the environmental potentials as learning resources. The implication is the need to optimize the learning process through selection of learning models oriented to variations of ways of sending a message, contextual curriculum substances and the formulation of learning objectives directed to achieving a deep understanding. The conceptual understanding covers the understanding of objects and events as well as the principles/theories and rules. Both components of physics must be understood qualitatively and quantitatively. So far, the most ppopular test of conceptual understanding in the field of mechanics is Force Concept Inventory (FCI) test and the Test of Understanding Graphs Kinematics (TUG-K). FCI and TGU-K are most widely used as diagnostic tests in the field of mechanics. FCI was developed in order to determine students' alternative ideas that focus on the essential ideas of Newtonian mechanics. However, the instruction should be carried out leading to not only the achievement of understanding but also the progress in critical thinking skills. Thinking skill can be defined as a cognitive process that is broken down into real steps that are then used as a guide to thinking. Kata kunci: Conceptual understanding, critical thinking skills, physical mechanics. PENDAHULUAN Fokus pendidikan di negara maju telah lama mengarah pada pengembangan dan penerapan strategi pembelajaran untuk pemahaman dan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Hal ini dilakukan karena disinyalir banyak peserta didik tidak memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi padahal keterampilan ini sangat penting. Pemahaman (understanding) menduduki posisi strategis dalam tangga belajar (learning ladder). Pembelajaran harus dilakukan bukan hanya mengarah pada pencapaian pemahaman tetapi juga peningkatan keterampilan berpikir kritis. Keterampilan berpikir sebagai proses kognitif yang dipecah-pecah ke dalam langkah nyata
yang kemudian digunakan sebagai pedoman berpikir. Kajian makalah ini focus pada bagaimana pembelajaran untuk pencapaian pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa SMA. PEMBELAJARAN UNTUK PENCAPAIAN PEMAHAMAN KONSEP Pengemasan pembelajaran seharusnya diorientasikan pada aktivitas-aktivitas yang mendukung terjadinya pemahaman terhadap konten materi pembelajaran dan keterkaitannya dengan konteks kehidupan nyata di lapangan. Menurut Sudjana (1991), Pemahaman adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-43
mampu memahami arti dari konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini, siswa tidak hanya menghafal secara verbalitas, tetapi memahami konsep dari konsep atau masalah. Sedangkan konsep merupakan bentuk abstrak dari suatu prinsip atau teori yang bisa dipahami dan di jabarkan baik secara implisit maupun eksplisit. Anderson (2001) menyatakan bahwa siswa dikatakan memahami (understand) bila memiliki kemampuan berpikir untuk mengkonstruksi makna dari materi pembelajaran baik berupa lisan, tulisan dan komunikasi grafik, atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran siswa. Siswa akan belajar arti konseptual baru dengan memperoleh penyajian atribut-atribut kriteria dari konsep, dan kemudian mereka akan menghubungkan atribut-atribut ini dengan gagasan relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif mereka. PEMAHAMAN KONSEP FISIKA Pembelajaran fisika secara teoritis di kelas meliputi 2 (dua) jenis pembelajaran, yaitu pembelajaran siswa memahami konsep dan menerapkan konsep (Darliana,2006). Memahami konsep meliputi memahami objek dan peristiwa, serta prinsip dan aturan. Kedua komponen fisika tersebut harus dipahami secara kualitatif dan kuantitatif. Secara lengkap memahami konsep mencakup : a) Memahami situasi objek atau dan peristiwa yang dijelaskan oleh prinsip atau teori (rumus) dan keberlakuan umum dari situasi objek atau dan peristiwa tersebut. b) Memahami parameter-parameter dalam prinsip dan teori, posisinya dalam objek atau dan peristiwa, hubungannya, dan perubahannya. Pemahaman (understanding) merupakan kata kunci dalam pembelajaran. Dengan demikian, pemahaman sebagai representasi hasil pembelajaran menjadi sangat penting. Landasan teoretis sebagai alternatif pijakan dalam mengemas pembelajaran untuk pemahaman (learning for understanding) sekaligus dalam pengembangan kemampuan FP-44
berpikir kritis adalah sebagai berikut. (1) Tiga wawasan berpikir dalam pembelajaran fisika: (a) mengajar tidak hanya menyajikan materi pelajaran, (b) belajar tidak hanya menyimpan sesuatu di memori (c) bukti pemahaman bukan hanya menghafal apa yang disimpan dalam memori (Santyasa, 2010). (2) Guru fisika dianjurkan lebih banyak menyediakan contextrich problem dan mengurangi context-poor problem dalam pembelajaran (Yerushalmi & Magen, 2006). Landasan teoretis tersebut menekankan pula pentingnya guru melakukan perubahan paradigma dalam memfasilitasi peserta didik, dari cara pandang: "mengajar adalah berceritera tentang konsep" menjadi sebuah perspektif ilmiah teoretis: "mengajar adalah menggubah lingkungan belajar dan menyiapkan rangsangan-rangsangan kepada peserta didik untuk melakukan inquiry learning dan memecahkan masalah"(Jabot & Kautz, 2003). Mengajar bukan berfokus pada how to teach tetapi hendaknya lebih berorientasi pada how to stimulate learning (Longworth, 1999; Novodvorsky, 2006) dan learning how to learn (Longworth, 1999). Pengembangan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis dalam pemecahan masalah fisika umumnya terjadi melalui proses perubahan konseptual secara berkelanjutan. Oleh sebab itu, belajar untuk pengembangan pemahaman dan kemampuan pemecahan masalah fisika tidak dapat dilepaskan dari model perubahan konseptual (Santyasa, 2010).
PEMAHAMAN KONSEP DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MEKANIKA Pemahaman konsep mekanika dalam pembelajaran fisika dapat diketahui dan di ukur menggunakan tes pemahaman konsep. Tes pemahaman konsep berbeda dengan tes fisika yang digunakan pada ujian nasional. Tes pemahaman konsep butir soalnya bersifat kualitatif sedangkan tes Fisika yang digunakan selama ini butir soalnya lebih banyak bersifat kuantitatif. Para peneliti mengembangkan tes pemahaman konsep karena didorong oleh keinginan mendiagnosis pemahaman konsep siswa dengan cara yang lebih mendalam. Tes
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
tersebut dapat digunakan untuk merencanakan pembelajaran dan juga untuk melakukan penelitian. Tes Pemahaman konsep dalam bidang mekanika yang paling dikenal adalah tes Force Concept Inventory (FCI) dan Test of Understanding Graphs Kinematics (TUG-K). FCI dan TGU-K paling luas digunakan sebagai tes diagnostik dalam bidang mekanika. FCI dikembangkan dalam rangka mengetahui ide-ide alternatif siswa yang fokus pada ide-ide esensial mekanika Newton (Maloney et al., 2001). Versi original FCI dipublikasikan pada tahun 1992 oleh Hestenes et al., (1992) dan sekitar setengah dari soal FCI sama seperti MDT (Mechanics Diagnostic Test) (Savinainen & Scott, 2002). FCI didesain untuk enam dimensi konseptual dalam bidang gaya dan kinematik yang terkait. Enam dimensi tersebut yaitu kinematika, hukum I Newton, hukum II Newton, hukum III Newton, prinsip superposisi, dan macam-macam gaya. FCI membantu guru-guru mekanika dasar (introductory mechanics) secara efisien menguji konsepsi alternatif siswanya dan juga menguji prestasi siswanya (Yeo & Zadnik, 2001). Penemuan utama hasil penelitian yang dilaporkan oleh Hestenes, et al., (Savinainen dan Scott, 2002) setelah mengimplementasikan FCI, adalah sebagai berikut. Pertama, latar belakang matematika siswa tidak merupakan faktor utama dalam memperoleh skor FCI untuk SMA (high school). Kedua, skor pretest adalah rendah bagi siswa pemula, dan skor posttest siswa tidak berhubungan dengan tingkat sosial ekonomi siswa. Selain itu gain dari pretest ke posttest setelah pembelajaran konvensional tidak besar. Ketiga, tidak ada korelasi yang dapat diidentifikasi antara skor posttest dan kompetensi guru. Keempat, skor FCI 60 % dianggap sebagai ambang masuk (entry threshold) fisika mekanika Newton dan di bawah batas tersebut, pemahaman siswa tentang konsep mekanika Newton tidak cukup efektif memecahkan masalah. Henderson (2002), melaporkan bahwa untuk mahasiswa yang mengambil FCI setiap tahun di University of Minnesota menemukan bahwa: (i) FCI tidak cocok digunakan sebagai placement test, (ii) ada sedikit perbedaan antara skor FCI bila tes diberikan untuk yang dinilai (graded )
terhadap yang tidak dinilai (ungraded), (iii) FCI sebagai pretest tidak mempengaruhi hasil posttest. Selain FCI, TUG-K juga menjadi perhatian bagi peneliti pendidikan fisika. TUG-K dikembangkan oleh Beichner (1994) untuk menguji kesulitan siswa di dalam menginterpretasikan grafik menyangkut kinematika. Pengembangan TGU-K diawali dengan merumuskan tujuan pembelajaran (Objective). Setiap tujuan dibuatkan tiga butir soal, yang hasilnya sebuah perangkat tes dengan 21 soal pilihan ganda. Pengecoh dirumuskan berdasarkan atas jawaban siswa terhadap tes esai. Tes esai diujikan kepada sekelompok siswa dan kekeliruan yang paling sering digunakan siswa menjawab tes esai tersebut dijadikan sebagai pengecoh (Beichner, 1994). Uji validitas isi TGU-K dilakukan dengan meminta 15 pakar pendidikan sain menyelesaikan tes, mengomentari kesesuaian tujuan, mengkritik butir-butir soal, dan mencocokkan butir soal dengan tujuan. TUG-K diberikan kepada 524 mahasiswa dan siswa SMA dari berbagai negeri. Hasil analisis menunjukkan bahwa TGU-K adalah tes yang valid dan reliable. (Beichner, 1994). Tes menyangkut konsep mekanika Newton lainya dikembangkan oleh Bao, et al. (2002), khusus hukum ketiga Newton. Tes yang dikembangkan adalah tes pilihan ganda yang setiap soalnya hanya mengukur pemikiran siswa yang berkaitan dengan satu besaran fisika (physical feature) dari hukum ketiga Newton. Besaran fisika yang dimaksud adalah massa, dorongan (pushing), kecepatan, dan percepatan. Setiap besaran fisika tersebut dibuatkan tiga soal dengan keadaan (setting) berbeda. Validasi disain tes ini dilakukan dengan cara menginterviu siswa mengenai konsistensi jawaban siswa dengan penjelasan yang diberikannya, dan untuk memvalidasi keefektifan instrumen ini digunakan analisis konsentrasi (Bao et al., 2002). Tes khusus menyangkut konsep energi dan momentum dikembangkan oleh Singh & Rosengrant (2003). Tes ini terdiri dari 25 butir soal pilihan ganda, digunakan untuk mengidentifikasi kesulitan siswa terhadap konsep energi dan momentum. Pengembangannya diawali dengan menyiapkan
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-45
Blueprint, suatu kerangka perencanaan tes yang diinginkan. Bentuk awal tes ini adalah esai (freerespons). Jawaban siswa terhadap tes esai ini dan hasil interviu digunakan sebagai rujukan membuat pengecoh. Setelah tes pilihan ganda dikonstruksi, para staf pengajar dan postdocts diminta memeriksa tiap butir soal dari tes tersebut dan mengomentari kesesuainnya (appropriateness) dan relevansinya untuk fisika dasar. Disamping itu para staf pengajar dan postdocts diminta memeriksa ambiguitas katakata pada setiap butir soal (Singh & Rosengrant, 2003). Tes ini diberikan kepada 1356 siswa yang terdiri dari 1170 siswa kelas kalkulus (calculus-based classes) dan 186 siswa kelas aljabar (algebra-based classes). Koefisien reliabilitas tes ini untuk kelas kalkulus 0,75 dan untuk kelas aljabar 0,68. Tingkat kesukarannya berkisar dari 0,2 sampai 0,8. Daya pembedanya berkisar dari 0,21 sampai 0,48 (Singh & Rosengrant, 2003). Dari hasil analisis tes ini ditemukan bahwa siswa mempunyai kesulitan di dalam menginterpretasikan secara kualitatif prinsip-prinsip dasar yang berhubungan dengan energi dan momentum dan menerapkannya dalam situasi fisika. Kesulitan-kesulitan ini tidak bergantung pada latar belakang populasi (Singh & Rosengrant, 2003). KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS (CRITICAL THINKING) DALAM PEMBELAJARAN
Pengembangan berpikir kritis dianggap sebagai salah satu tujuan yang paling penting dari ilmu pengetahuan pendidikan selama lebih dari satu abad (Forawi, 2012). Istilah-istilah seperti berpikir tingkat tinggi dan berpikir reflektif telah banyak digunakan secara bergantian dengan istilah berpikir kritis (Geertsen ,2003, Quinn et al., 2009, Wallace et al., 2009). Banyak pendapat ahli dalam mendefinisikan berpikir kritis. Paul (1995) menyatakan berpikir kritis sebagai -"seni berpikir tentang berpikir secara disiplin intelektual." Menurut Paul, jenis pemikiran ini melibatkan tiga komponen penting, (1) analisis (analyzing), (2) menilai (assessing) dan (3) meningkatkan (improving). Sebagai langkah awal proses menganalisis dan menilai, berpikir FP-46
dibawa ke tingkat yang lebih kritis atau pemikiran yang dibuat lebih baik. Ini melibatkan gagasan menerapkan standar intelektual dan pengendalian diri pada orang-orang yang berpikir (Geertsen, 2003 ). Definisi berpikir kritis sangat beragam dari yang sederhana sampai yang kompleks. Ennis (1991) mendefinisikan berpikir kritis sebagai pemikiran reflektif dan reasonable berfokus pada memutuskan apa yang harus dilakukan. Paul (1995) menulis bahwa berpikir kritis menggunakan satu set standar pemikiran intelektual. Standar ini memandu proses berpikir dan membantu orang meningkatkan kemampuan untuk berpikir kritis. Berpikir tentang berpikir dalam rangka meningkatkan proses berpikir adalah jantung pemikiran kritis (Paul, 1995). Halpern (1996) berpikir kritis didefinisikan sebagai penggunaan keterampilan kognitif atau strategi yang meningkatkan kemungkinan hasil yang diinginkan. Definisi lain meliputi: pembentukan kesimpulan logis (Simon & Kaplan, 1989), mengembangkan penalaran hatihati dan logis (Stall & Stahl, 1991), memutuskan tindakan apa yang harus diambil atau apa yang harus dipercaya melalui pemikiran reflektif yang wajar (Ennis, 1991), dan tujuan menentukan apakah akan menerima, menolak, atau menangguhkan penilaian (Moore & Parker, 1994). Burden dan Byrd (1994) mengkategorikan berpikir kritis sebagai aktivitas berpikir tingkat tinggi yang memerlukan seperangkat keterampilan kognitif. Dari sudut pedagogik menurut Philips & Bond (2004) secara umum terdapat empat konsep yang berbeda dalam hal berpikir kritis: berpikir kritis sebagai ketrampilan generik, berpikir kritis sebagai ketrampilan yang melekat (embeded), berpikir kritis sebagai komponen dari ketrampilan belajar sepanjang hayat, dan berpikir kritis untuk menjadi kritis. Meyers (1986) berpendapat bahwa siswa akan mencapai potensi maksimal dalam masyarakat, ketika siswa belajar untuk berpikir kritis. Paul (2002) berpendapat bahwa berpikir kritis sekarang menjadi kebutuhan untuk kelangsungan hidup ekonomi dan sosial." Chaffee (1988) mendefinisikan berpikir kritis sebagai "upaya aktif yang ditentukan dan terorganisir untuk memahami dunia dengan hati-
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
hati dalam memeriksa ide dan pemikiran orang lain, dalam rangka memperjelas dan meningkatkan pemahaman ". Facione et al., (1995) menyatakan ada hubungan antara kemauan untuk berpikir kritis dan keterampilan berpikir kritis. Hui (1998) berpendapat berpikir kritis adalah sebuah proses yang dapat berkembang ketika siswa belajar untuk bernalar dan berpikir yang berguna dalam membuat kesimpulan atau hasil. Dalam sebuah kajian komprehensif dari literatur pada tahun 1987, Beyer mengemukakan bahwa berpikir kritis memerlukan seperangkat keterampilan dan pendekatan untuk menjadi efektif. Beyer (1987) menawarkan definisi operasi kognitif yang mencakup strategi untuk berpikir, keterampilan berpikir kritis dan keterampilan berpikir mikro (micro-thinking skills). Strategi pemikirannya termasuk dalam pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan membuat konsep. Ketika mengambil keputusan tentang bagaimana mengukur critical thinking, penting diingat bahwa critical thinking bukan sekedar kumpulan kemampuan sederhana dan banyak penulis telah menguji kompleksitas sifat dasar konstruk ini (Spicer & Hanks, 1995; RaneSzostak & Robertson, 1996; Facione & Facione, 1997; Adams, 1999). Lebih jauh lagi, tidak ada definisi critical thinking yang disepakati secara universal (Rane Szostak & Robertson, 1996; Adams, 1999). SIMPULAN Pemahaman merupakan salah satu faktor penting dalam belajar yang harus diperhatikan pendidik dalam membatu siswa mencapai tujuan pendidikan yang meliputi memahami objek dan peristiwa, serta prinsip/teori dan aturan. Pemahaman konsep mekanika dalam pembelajaran fisika dapat diketahui dan di ukur menggunakan tes pemahaman konsep. Dalam berpikir kritis terdapat dua dimensi penting, yaitu kerangka berpikir dan pekerjaan mental yang spesifik. REFERENSI
1. Adams, B.L. (1999). Nursing education for critical thinking. Journal of Nursing Education, 38 (3), 111-125. 2. Anderson, Lorin W., & Krathwohl, David R. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching and Assessing: a Revision of Bloom’s Taxonomy. New York. LongmanPublishing.(http://www.kurwongbs s.qld.edu.au/thinking/Bloom/blooms.htm). 3. Beichner, R.J. (1994). Testing Student Interpretation of Kinematics Graphs. Am. J.Phys., 62(8),750-762. 4. Beyer, B.K. (1987). Practical strategies for the teaching of thinking. Boston, MA: Allyn and Bacon, Inc. 5. Burden, P.R., & Byrd, D.M. (1994). Methods for effective teaching. Boston, MA: Allyn and Bacon, Inc. 6. Chaffee, J. (1988). Thinking critically. Boston, MA: Houghton Mifflin. 7. Darliana. (2006). Struktur konsep dan belajar cara belajar fisika. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral PMPTK PPPG IPA. Bandung. 8. Ennis, R. H. (1991). Critical thinking: A streamlined conception. Teaching Philosophy, 14(1), 5-24. 9. Ennis, R. H. (1993). Critical thinking assessment. Dalam Donmoyer, R., & Merryfield, M.M (Eds.): Theory into practice: Teaching for higher order thinking. 32(3). 179-186. 10. Facione, N.C. (2004). Critical thinking, what it is and why it counts. California Academic Press. 11. Facione, N.C., & Facione, P.A. (1997). Critical thinking assessment in nursing education programs: An aggregate data analysis. Millbrae, CA: The California Academic Press. 12. Facione, N.C., and Facioine, P.A. (1996). Externalizing the critical thinking in knowledge development and clinical judgment. Nursing Outlook, 44, 129-36. 13. Facione, P. A., Giancarlo, C.A., Facione, N.C., & Gainen, J. (1995). The disposition toward critical thinking. Journal of General Education, 44(1), 1-25. 14. Forawi, S.A. (2012). Perceptions on Critical Thinking Attributes of Science Education
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-47
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22. 23.
24.
25.
Standards. International Conference on Education and Management Innovation IPEDR vol.30 (2012) © (2012) IACSIT Press, Singapore. Geertsen, H. (2003). Rethinking thinking about higher-level thinking. Teaching Sociology. 31, 1-19. Halpern, D.F. (1996). Thought and knowledge: An introduction to critical thinking. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates. Henderson, C. (2002).Common Concerns about the Force Concept Inventory. The Physics Teacher, Vo. 40, December 2002. Western Michigan University Kalamazoo, MI 49008-5252; Charles. Henderson @ wmich. edu. Hui , W. (1998). Critical thinking: An overview. Educational Psychology Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University. Retrieved Agustus 17, 2011, from http://chiron.valdosta.edu/whui /col/cogsys/cri hnk.html. Jabot, M., & Kautz, C. H. (2003). A model for preparing preservice physics teachers using inquiry-based methods. Journal of Physics Teacher Education Online. 1(4). 2532).Available at: http://www.phy.ilstu. edu/jpteo. Longworth, N. (1999). Making lifelong learning work: learning cities for a learning century.London: Kogan page Limited. Maloney, D.P.(2001). Surveying Students Conceptual Knowledge of Electricity and Magnetism, Am.J.Phys.Suppl, 69(7), S12S23. Moore, B.N., & Parker, R. (1994). Critical thinking. Mountain View, CA: Mayfield. Novodvorsky, I. (2006). Shift in beliefs and thinking of a beginning physics teacher. Journal of Physics Teacher Education Online. 3(3). 11-17. Available at: http ://www. phy. ilstu. edu/jpteo. Pascarella, E., & Terenzini, P. (1991). How college affects students: Findings and insights from twenty years of research. San Francisco, CA: Jossey Bass. Paul, R.W. (1995). Critical thinking: How to prepare students for a rapidly changing
FP-48
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
world. Santa Rosa,CA: Foundation for Critical Thinking. Philips, V., and Bond C., (2004). Undergraduates’ experiences of critical thinking,Higher Education Research & Development, 23:3. Quinn, C., Burbach, M., Matkin,G., and Flores, K. (2009). Critical thinking for natural, agricultural, and environmental ethics education. Journal of Natural Resources and Life Sciences Education, 38, 221-227. Rane,Szostak, D., & Robertson, J.F. (1996). Issues in measuring critical thinking: Meeting the challenge. Journal of Nursing Education 35 , (1), 5-11. Santyasa, I.W. (2010). Pengembangan Pemahaman Konsep Dan Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Bagi Siswa SMA, Laporan Penelitian. Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha. Savinainen, A., & Scott, P. (2002). Using the force concept inventory to monitor student learning and to plan teaching. Physics Education, 37(1). 53-58. Simon, H.A., & Kaplan, C.A. (1989). Foundations of Cognitive Science. Cambridge, MA: MIT Press. Sing, C., And Rosengrant, D. (2003). Multiple-Choice of Energi and Momentum Concepts. Am.J.Phys., 71(6), 607-617. Spicer, K. & Hanks, W. (1995). Multiple measures of critical thinking skills and predisposition in assessment of critical thinking. Paper presented at the Annual Meeting of the Speech Communication Association. San Antonio, TX. Stahl, N.N., & Stahl, R.J. (1991). We can agree a er all: Achieving a consensus for a critical thinking component of a gi ed program using the Delphi technique. Roeper Review, 14(2), 79-88. Sudjana, N. (1991). Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di sekolah. Bandung: Penerbit Sinar Baru. Wallace, A. Berry., & D. Cave. (2009). Teaching Problem Solving and Thinking Skills through Science. Abington, Oxon: Routledge.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
37. Yeo, S., and Zadnik, M. (2001). Introduction Thermal concept Evaluation: Assesing Students’ Understanding, Physics teacher, 39, 496-504. 38. Yerushalmi, E., & Magen, E. (2006). Some old problem, new name? Altering students to the nature of the problem-solving process. Phyisic Education. 41(2). 161-167. On line http://www.iop.org/ Ej/journal/PhysEd.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-49
Desain Teaching LAB Berbasis Self Production Untuk Membangun Kemampuan Bekerja Ilmiah Calon Guru Fisika Susilawati*, Harto Nuroso, Didik Aryanto
Program Studi Pendidikan Fisika, FPMIPA Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) PGRI Semarang * Email:[email protected] Abstrak, Pada penelitian ini akan dilakukan pengembangan teaching LAB design berbasis self production pada praktikum fisika untuk membangun kemampuan bekerja ilmiah calon guru fisika. Permasalahan yang dihadapi di beberapa sekolah terdapat keterbatasan fasilitas laboratorium fisika dan alat peraga. Selain itu, proses praktikum di laboratorium fisika cenderung masih bersifat verifikasi. Penelitian ini berupaya untuk memdesain teaching LAB berorientasi pada pendekatan inquiry. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium pendidikan Fisika FPMIPA IKIP PGRI Semarang. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengembangkan kualitas kompetensi calon guru fisika dalam menerapkan pembelajaran dengan aktivitas kinerja ilmiah. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengembangkan desain pembelajaran dalam praktikum dan kemampuan bekerja ilmiah mahasiswa. Penelitian dilakukan dengan metode research and development. Metode penelitian ini digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut, yaitu desain teaching LAB dan scientific ability rubric. Produk yang dihasilkan yaitu perangkat pembelajaran LAB, alat praktikum berbasis self production dan scientific ability rubric. Penelitian ini dilakukan berdasarkan analisis kebutuhan calon guru fisika untuk memiliki keahlian tertentu (softskill) dan kemampuan memfasilitasi siswa dalam kegiatan eksplorasi. Kata kunci: teaching LAB design, self production, kerja ilmiah.
PENDAHULUAN Perkembangan tuntutan kompetensi guru terus mengarah pada pembelajaran berbasis aktivitas aktif siswa, kreativitas dan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Seiring dengan perkembangan paradigma, banyak wawasan dunia fisis dan sosial akan mampu dicapai secara komprehensif. strategi yang diterapkan untuk mengembangkan hal tersebut melalui observasi, eksperimen, dan penalaran. Strategi ini mengambarkan hakikat IPA sebagai keterampilan proses. Masukan tersebut sangat penting dalam perancangan kurikulum 2013. Mempersiapkan calon guru yang memiliki berbagai kompetensi merupakan upaya untuk menyiapkan calon guru yang memiliki kemampuan intelektual, emosional, spiritual, dan sosial yang berkualitas. Dengan demikian, siswa diharapkan mampu untuk menghadapi dan mengatasi segala macam akibat dari adanya perkembangan yang terjadi di lingkungan dan masyarakat. Pendidikan
sains bertujuan untuk mempersiapkan siswa yang melek sains dan teknologi, untuk memahami dirinya dan lingkungan sekitarnya, melalui pengembangan keterampilan proses, sikap ilmiah, keterampilan berpikir, penguasaan konsep sains yang esensial, kegiatan teknologi, dan upaya pengelolaan lingkungan (Grime, 2012). Sains merupakan suatu proses yang menghasilkan pengetahuan. Proses tersebut bergantung pada proses observasi yang cermat terhadap fenomena dan teori-teori temuan untuk memaknai hasil observasi tersebut. Perubahan pengetahuan terjadi karena hasil observasi yang baru yang mungkin menantang teori sebelumnya (Sayeed, 2012). Sebagai lembaga pendidikan sesuai dengan tugas dan fungsinya harus menghasilkan tenaga yang kompeten dalam bidang keahliannya (Toth et al, 2012). Dalam hal ini, guru sebagai praktisi bagi implementasi kurikulum, harus memiliki kompetensi dalam
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-51
hal merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses pembelajaran. Kompetensi guru dalam melaksanakan tugas profesinya harus berorientasi kepada pencapaian standar kompetensi yang harus dicapai oleh siswanya (Schaap et al, 2009). Secara khusus, keutamaan penelitian ini berupaya meningkatkan kemampuan calon guru fisika agar nantinya mampu memfasilitasi siswa sekolah menengah untuk memiliki kompetensi relevan dan kontekstual dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, penelitian ini mengupayakan pelaksanaan proses pembelajaran praktikum fisika dilaksanakan berorientasi pada self production. Dalam penelitian ini, alat praktikum yang digunakan adalah alat praktikum yang dibuat sendiri oleh mahasiswa dan pemanfaatan secara maksimal alat praktikum yang telah tersedia. Hal ini sebagai salah satu upaya untuk membangun kemampuan bekerja ilmiah mahasiswa. Berdasarkan hasil penelitian Handayani (2008) proses pembelajaran dengan metode kontekstual dapat meningkatkan kinerja ilmiah siswa SMP. Menurut Hasil penelitian Aktamis & Ergin (2008) mengenai investigasi pengaruh science process skill dinyatakan bahwa kemampuan kreativitas siswa, sikap terhadap sains dan prestasi belajar meningkat. Sedangkan menurut Zimmerman (2007) keterampilan melakukan inquiry dalam eksperimen mampu meningkatkan penguasaan konsep siswa dari pemahaman konsep sampai pada kemampuan mengevaluasi suatu konsep/teori. Aktivitas yang dilakukan dalam praktikum hendaknya dimulai dari melibatkan siswa dalam berbagai kegiatan aktif di kelas, melakukan ekplorasi, menjelaskan hasil eksplorasi, menjelaskan hasil eksplorasi, bekerjasama dan meakukan evaluasi hasil kegiatan (Bybee, 2005) Pendekatan kritis dilakukannya penelitian ini berawal dari hasil observasi bahwa beberapa SMA berusaha melengkapi dan memodernisasi peralatan praktikum kejuruan dengan maksud menghasilkan tamatan yang berkualitas profesional dan siap pakai. Pendekatan konseptual dalam penelitian ini adalah tim peneliti akan meningkatkan kompetensi calon guru fisika untuk dapat memfasilitasi siswa dalam melakukan keterampilan proses sains sebagai hakikat dari IPA. Kreativitas mahasiswa calon guru fisika sangat diperlukan sebagai bekal mengajar di sekolah menengah. Keberadaan alat praktikum FP-52
di laboratorium belum terdistribusi merata disetiap sekolah menengah. Pelajaran fisika diupayakan melalui aktivitas belajar dan proses sains. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan pengembangan teaching lab design berbasis self production. Adapun rumusan masalah pada penelitian ini, antara lain: (a) bagaimana pengembangan alat peraga berbasis self production; (b) bagaimana pengembangan desain teaching lab berbasis self production; (c) bagaimana gambaran scientific ability calon guru fisika.; dan (d) bagaimana pengembangan bahan ajar berbasis kinerja ilmiah. Tujuan yang akan dicapai pada penelitian ini adalah agar mahasiswa mampu membuat alat peraga berbasis self production dan desain pembelajarannya. Selain itu, agar calon guru fisika mampu mengembangkan kemampuan bekerja ilmiah. Selanjutnya, mahasiswa mampu mengemas content yang berkaitan dengan apliaksi alat peraga menjadi bahan ajar yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran di sekolah menengah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan ide kreatif sebagai solusi dalam mengatasi keterbatasan alat peraga maupun alat praktikum. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya menambah alat peraga dan alat praktikum di laboratorium sekolah. Bagi guru, penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif pembelajaran berbasis laboratorium dengan menggunakan desain teaching lab. Bagi siswa, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman bermakna bagi siswa untuk menumbuhkan kreativitas siswa dan kemampuan kerja ilmiah siswa.
METODE PENELITIAN Metode Penelitian yang digunakan adalah research & development, penelitian ini mengembangkan praktikum fisika dasar yang sudah ada. Menurut Borg dan Gall (Sugiyono, 2010) penelitian pengembangan merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mengembangkan atau memvalidasi produkproduk yang digunakan dalam pembelajaran. Prosedur penelitian terdiri dari 3 tahapan. Tahap pertama: tahap studi pendahuluan dilakukan dengan menerapkan pendekatan deskriptif. Studi literatur dan analisis kebutuhan diidentifikasi berdasarkan permasalahan yang dihadapi dalam praktikum fisika dasar. Tahap
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Kedua, tahap penyusunan desain teaching lab dan scientific ability rubric. Uji coba terbatas dan judgment kepada ahli ekxperimen dilakukan untuk mengembangkan desain sebelumnya. Hasil uji coba terbatas di evaluasi dan direvisi untuk dilanjutkan dengan uji coba secara luas. Tahap Ketiga, tahap validasi perangkat desain teaching lab dan scientific ability rubric.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan kinerja ilmiah mendeskripsikan kemampuan dalam melakukan prosedur, proses dan metode dalam kegiatan penelitian. Kinerja ilmiah digunakan untuk mengkonstruksi pengetahuan dan pemecahan masalah dalam kegiatan eksperimen. Adapun kinerja ilmiah yang dibutuhkan oleh calon guru fisika antara lain: (1) kemampuan menunjukkan proses fisika dalam berbagai cara; (2) kemampuan untuk membuat alat dan menjelaskannya melalui uji kualitatif maupun hubungan kuantitatif; (3) kemampuan mengubah suatu teori secara kualitatif maupun hubungan kuantitatif. (4) kemampuan mendesain
investigasi eksperimen; (5) kemampuan mengumpulkan dan menganalisis data; (6) kemampuan mengevaluasi suatu prediksi dan hasil eksperimen; tuntutan konseptual, pemecahan masalah dan pemodelan; dan (7) kemampuan komunikasi. Kemampuan bekerja ilmiah yang harus dilatih berdasarkan pada karakteristik pelajaran fisika dan pengalaman mengajar guru, tingkat kemampuan kognitif, rekomendasi ahli dan analisis hasil proses sains. Untuk membantu mahasiswa mengembangkan kemampuan bekerja ilmiah, perlu melibatkan siswa dalam aktivitas yang baik, dan menemukan cara untuk menilai keterampilan siswa dalam mengerjakan tugas dan menemukan umpan balik yang tepat. Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah desain pembelajaran LAB, alat praktikum berbasis self production dan scientific ability rubric. Adapun rancangan desain pembelajaran lab yang dihasilkan terdiri dari 6 rangkaian pertanyaan, mengenai: (1) masalah; (2) peralatan; (3) prediksi; (4) pertanyaan metode; (5) eksplorasi; dan (6) pengukuran. Kemampuan kinerja mahasiswa dalam membuat desain teaching lab dapat dilihat pada Gambar 1.
GAMBAR 1. Kemampuan Kinerja Mahasiswa Mendesain Teaching Lab Berdasarkan Gambar 1 kemampuan mahasiswa melakukan eksplorasi untuk mendesain teaching labmencapai 82%. Kemampuan mahsiswa untuk mengidentifikasi masalah untuk dapat menerapkan konsep melalui pembuatan alat peraga atau alat praktikum mencapai 68%. Adapun desain alat praktikum berbasis self production berikut spesifikasinya antara lain: pertama, alat uji elektrolit merupakan alat
praktikum untuk mengidentifikasi zat yang tergolong kedalam larutan elektrolit kuat, elektrolit lemah, dan non elektrolit. Alat ini menggunakan alarm dan lampu LED untuk menunjukkan identifikasi larutan yang diuji. Kedua, generator kincir untuk untuk membuktikan prinsip GGL Induksi pada kumparan. Ketiga, meriam parabola dengan counter timer sebagai media gerak parabola. Hasil uji
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-53
coba meriam parabola dapat dilihat pada Tabel 1. TABEL 1. Hasil Uji Coba meriam parabola dengan counter timer ɵ 200 300 400 450 500 600 700 800
S (cm) 115 126 145 165 154 125 98 53
t (s) 0,31 0,43 0,53 0,62 0,69 0,75 0,88 0,90
Dalam penelitian ini dilakukan uji ahli sebagai uji validasi kelayakan produk alat praktikum berbasisi self production dan desain teaching LAB. Berdasarkan hasil uji validasi dinyatakan bahwa alat praktikum dan desain teaching lab. Adapun saran yang direkomendasikan sebagai perbaikan bahwa desain alat praktikum yang dibuat masih belum rapi dan praktis. Pada tabung resonansi, tabungnya cukup berat dan tidak transparan sehingga kurang menarik secara visual. Untuk alat meriam parabola, desain alat yang dibuat hendaknya lebih praktis, jarak yang diperoleh tidak mesti ditentukan. Untuk generator kincir¸ magnet yang digunakan terlalu berat. Alat uji elektrolit, alat yang dibuat tidak terlalu sensitif sehingga pada keadaan tertentu lampu indikator tidak nyala dengan baik. Analisis hasil validasi ahli dinyatakan berdasarkan kelayakan alat terhadap content, kelayakan bahasa, efektivitas produk, dan kelayakan penyajian. Berdasarkan hasil uji coba produk, diperoleh rerata 3,5 (70%) dari skala 5. Hal ini menunjukkan bahwa alat yang dihasilkan sudah layak untuk digunakan sebagai media pembelajaran. Dari aspek kelayakan tahapan pengajuan pertanyaan pada desain teaching lab diperoleh rerata 4,10 (82%) dari skala 5. Hal ini menunjukkan bahwa rangkaian pertanyaan yang dibuat oleh mahasiswa telah mampu mengarahkan proses menemukan konsep. Dari aspek kelayakan bahasa, desain teaching lab diperoleh rerata 3,7 (74%). Hal ini menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan mampu menyampaikan content dengan jelas. Dari aspek alat peraga secara praktis diperoleh rerata 4,20 (84%) yang menunjukkan alat praktikum atau alat peraga yang digunakan praktis dan mudah digunakan. Efektivitas penggunaan alat peraga belum diuji karena keterbatasan unsur pembanding. Selain itu, alat FP-54
Keempat, tabung resonansi untuk mengetahui cepat rambat bunyi di udara. Hasil uji coba tabung resonansi dapat dilihat pada Tabel 2. TABEL 2. Hasil Uji Coba Tabung Resonansi f (Hz) 512 Hz
L (cm) 15 cm
Λ (m) 0,6 m
Hz Hz
cm cm
m m
V (m/s2) 307,2 m/s2 m/s2 m/s2
praktikum atau alat peraga yang didesain berikut desain teaching lab berbeda indikator satu dengan yang lainnya sehingga menyulitkan untuk menganalisis efektivitas penggunaan alat. Black & William (1989) melakukan penilaian kinerja memberikan makna secara individu, kelompok kecil, dan umpan balik dalam kelompok besar dapat meningkatkan pembelajaran lebih dari hanya sekedar umpan balik terbimbing. Sanders (2007) dalam membuat pertanyaan menyarankan tiga prinsip pertanyaan bimbingan, antara lain: (1) dimana awal percobaan (identifikasi dan komunikasi tujuan pembelajaran dan keterampilan); (2) dinama posisi sekarang (menilai atau menolong siswa menilai sendiri untuk tahap pemahaman); (3) bagaimana cara mendapatkan (membantu mahasiswa dengan strategi dan kemampuan mencapai tujuan). Cara memfasilitasi praktikum di laboratorium hendaknya sedapat mungkin membuat mahasiswa belajar mandiri dan saling belajar dengan temannya. Banyak cara untuk memfasilitasi agar hal tersebut dapat tercapai. Fasilitas yang disediakan ini sebaiknya secara eksplisit berisi tujuan percobaan, perintah yang jelas, dan diagram cara kerja yang jelas. Fasilitas tersebut dapat disajikan dalam bentuk: (1) rangkaian kegiatan pengamatan untuk memperlihatkan proses; (2) prosedur yang kompleks, atau peralatan yang rumit; (3) suatu demonstrasi dan deskripsi penggunaan alat; (4) video interaktif untuk pembelajaran mandiri. Mahasiswa harus didorong untuk membaca dan berfikir tentang semua aspek aktivitas di laboratorium. Hal ini dapat dibantu dengan rangkaian memberi sebelum melakukan penelitian/percobaan atau tugas dan diulang lagi setelah selesai melakukan penelitian/percobaan tersebut. Dalam pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat berisi petunjuk poin-poin yang dipandang penting. Pertanyaan-pertanyaan ini juga dapat
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
memotivasi mahasiswa untuk memeriksa apakah mereka sudah melaksanakan prosedur secara benar. 2. KESIMPULAN Pengembangan desain teaching lab berbasis self production berawal dari pembuatan alat peraga tabung resonansi, meriam parabola, alat uji elektrolit dan generator kincir. Deskripsi kinerja ilmiah calon guru fisika menunjukkan proses fisika dalam berbagai cara; kemampuan untuk membuat alat yang telah melalui uji kualitatif maupun hubungan kuantitatif; kemampuan menerapkan konsep dan teori secara kualitatif maupun hubungan kuantitatif; kemampuan mendesain eksperimen; kemampuan mengumpulkan dan menganalisis data; kemampuan mengevaluasi suatu prediksi dan hasil eksperimen; penjelasan konseptual, pemecahan masalah dan pemodelan; serta kemampuan komunikasi. Desain teaching Lab melalui langkah identifikasi masalah, pengembangan pertanyaan mengenai peralatan, pengajuan metode, kegiatan eksplorasi dan proses pengukuran. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada LPPM IKIP PGRI Semarang atas dukungannya dalam program hibah APBI untuk melaksanakan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada tim dosen pengampu mata kuliah Laboratorium Pendidikan Fisika sehingga perkuliahan berbasis project dapat terlaksana dengan baik. Terima kasih kepada kepala laboratorium fisika beserta laboran IKIP PGRI Semarang atas izin untuk melakukan uji coba alat. Terima kasih kepada semu pihak yang terlibat dalam penelitian dan publikasi hasil penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA 1.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9. 10.
11.
Students Scientific Creativity, Sciences Attitudes and Academic Achievements. Asia-Pasific Forum and Learning, 9(1): 1-20 Black, P & Wiliam, D. 1989. Inside the BlackBox: Raising Standards through Classroom Assessment. London: Nelson. Bybee, R.W. (2005). Doing Science: The Process of Scientific Inquiry. Colorado: BSCS Grime, R.W. (2012). A school’s experience of the discrete teaching of scientifc skills at early secondary level. Physics Education Journal, 94: 99-102 Handayani, S. (2008). Sains Garden Sebagai Media Pembelajaran Untuk Meningkatkan Kemampuan Kerja Ilmiah Siswa. Jurnal Pendidikan Inovatif, 2: 7478 Sanders, E.R. (2010). Assessing Higherorder Scientific Process Skills in a Research-oriented Laboratory Course. Los Angeles: Spring Quarter Sayeed, A. (2012). Physics Through Problem Solving XXV: Small Oscillations. Physics Education Journal, 28 (4): 15-25 Schaap, H., de Bruijn, E., Van der Schaaf, M. F. and Kirschner, P. A.(2009) 'Students' personal professional theories in competence-based vocational education: the construction of personal knowledge through internalisation and socialisation', Journal of Vocational Education & Training, 4, 481 — 494 Sugiyono. (2010). Metode Penelitian. Jakarta: Remaja Rosdakarya Toth, P, et al. 2012. Learning Strategies and Styles in Vokasional Educational. Adaptive Vocasional Education Journal, 3: 195-202 Zimmerman, C. (2007). The development of scientific thinking skills in elementary and middle school. ELSEVIER, 27: 172223
Aktamis, H & Ergin, O. 2008. The Effect of Scientific Process Skills Education on
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-55
DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN SESI PARALEL FISIKA PENDIDIKAN 1 Pemakalah :
Pertanyaan :
Maria
1. Apa yang mendasari pengambilan 4 nilai pendidikan karakter dalam
Agatha Herviati
penelitian dari 18 nilai karakter? 2. Apa yang membedakan perangkat pembelajaran yang sudah ada dimuati nilai “Pendikar” dari penelitian anda?
Penanya :
Jawaban :
Tri Laela
1. Ada 2 alasan yaitu keterbatasan waktu dan sebagai pendukung proses
Hidayati
pembelajaran. 2. Ada kolom tentang pendidikan karakter dan penilaian poin masing-masing. 1. Apakah respon positif itu sudah dapat kita kategorikan inquiri? 2. Bagaimana metode untuk melakukan pendidikan karakter pada waktu yang sama dalam pembelajaran?
Muktar Panjaitan
Pertanyaan: 1. Mengapa menggunakan 4 nilai? 2. Apa yang memebedakan penelitian dari yang sudah ada?
Jawab 1. Karena terbatasnya waktu, serta mengakomodir kegiatan penelitian yaitu kegiatan lab 2. Di dalam lampiran terpotret hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai Karakter
Pemakalah : Pertanyaan : Diah 1. Tingkat penalaran seperti apa yang anda lakukan? Mulhayatiah 2. Penguasaan konsep seperti apa yang anda gunakan? 3. Ada korelasi tetapi koefisien determinasi rendah? Penanya :
Jawaban :
Prof. Dr.
1. Tingkat penalaran ada 5 yaitu Exspert, Function, Rear Function dan,
Nathan H
2. Penguasaan konsep menggunakan C1-C6 dengan dibatasi sampai C4 3. Determinasi rendah karena design one shot study sehingga hanya dibuat desain RAK dengan melibatkan factor-faktor eksternal, seperti perbedaan sekolah dan perbedaan jenis kelamin.
Pemakalah :
Pertanyaan :
S. Masfuah
1. Pada pokok bahasan apa, pendekatan Sets bahan ajar fisika? 2. Penelitian yang anda lakukan, mungkinkah dapat dikembangkan atau
Penanya :
dipublikasikan?
Amru Hidayah
Jawaban: 1. Pada pokokbahasan Suhu dan kalalor dan dikembangkan satu semester 2. Mungkin
Pemakalah :
Pertanyaan :
Firmanul
1. Obyek sasaran penelitian yang dilakukan SMA atau MAHASISWA?
Catur
2. Berapa lama projek penelitian yang dilakukan?
Wibowo Penanya :
Jawaban :
Amru
1. Mahasiswa
hidayah
2. Projek penelitian yang dilakukan setengah semester
KELOMPOK FISIKA PENDIDIKAN 2
Scientific Project Learning: Bagaimana Model Pembelajaran Tersebut Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Dan Motivasi Siswa Terhadap Materi Fisika? Siswanto, Manurung I.F.U., Kamisani N., Wulandari C., Lumbantobing S.S.* Pendidikan Fisika, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Jawa Barat. *Email: [email protected]
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatan keterampilan proses sains siswa serta motivasi siswa terhadap mata pelajaran fisika melalui penerapan model scientific project learning. Project yang diberikan kepada siswa yaitu membuat sebuah alat yang dapat menjelaskan konsep tekanan hidrostatis. Model ini diterapkan berdasarkan pada hakikat pembelajaran sains yaitu sebagai proses dan produk. Penelitian ini menggunakan desain penelitian one group pretest posttest design, dimana populasinya yaitu seluruh siswa kelas VIII salah satu SMP di kabupaten Grobogan. Sampel diambil secara acak sebanyak 30 siswa. Data dikumpulkan menggunakan wawancara, lembar observasi, dan test. Hasil penelitian menunjukan bahwa melalui penerapan scientific project learning, terdapat peningkatan keterampilan proses sains siswa secara signifikan, yaitu diperoleh nilai peningkatan rerata N-Gain sebesar 0.44. Selain itu, melalui penerapan model pembelajaran ini, siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar fisika. Siswa merasa bahwa fisika yang menurut mereka sulit, menjadi lebih mudah dipelajari karena pemahaman materi dilakukan melalui fenomena yang ditunjukan oleh alat yang mereka buat. Kata Kunci : scientific project learning, keterampilan proses sains, motivasi siswa. PENDAHULUAN Sains merupakan bagian dari pembelajaran di setiap sekolah. Namun pemahaman dan rasa ingin tahu mengenai sains di kalangan siswa masih rendah. Kita tahu pada era ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak terlepas dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains. Fisika adalah bagian dari pembelajaran IPA yang memiliki peranan penting dalam mengikuti dan mengembangkan IPTEK. Oleh karena itu, dalam memacu ilmu pengetahuan dan teknologi, proses pembelajaran fisika perlu mendapat perhatian yang lebih. Pembelajaran IPA sangat ditekankan untuk melakukan kegiatan yang sesuai dengan bagaimana ilmu tersebut diperoleh. Misalnya dengan melakukan observasi, percobaan atau
kegiatan praktikum yang pada intinya mengarah pada pembelajaran berbasis inquiri. IPA-Fisika adalah ilmu pengetahuan yang menggunakan metode ilmiah dalam prosesnya. Dengan demikian, proses pembelajaran fisika bukan hanya memahami konsep-konsep fisika semata, melainkan juga mengajar siswa berpikir konstruktif melalui fisika sebagai keterampilan proses sains (KPS), sehingga pemahaman siswa terhadap hakikat fisika menjadi utuh, baik sebagai proses maupun sebagai produk. Melalui peningkatan keterampilan proses sains diharapkan dapat terwujudnya generasi bangsa yang mampu bersaing pada tataran dunia globalisasi. Rustaman (2006) mengemukakan bahwa keterampilan dasar bekerja ilmiah terdiri atas kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual. Kecerdasan intelektual sebagian besar merupakan keterampilan proses sains (KPS) pada pendidikan dasar dan menengah. Dalam pembelajaran sains khususnya Fisika, proses pembelajaran tidak terlepas dari
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-57
pengembangan keterampilan proses sains. Hal ini terbukti dari beberapa kompetensi yang secara jelas menuntut mengembangkan keterampilan proses sains. Pada praktiknya, dalam pengembangan keterampilan proses sains, juga dibutuhkan motivasi siswa yang tinggi untuk belajar. Oleh sebab itu, pengembangan motivasi juga perlu dilakukan untuk menumbuhkan rasa ketertarikan dan semangat siswa untuk belajar dan mengikuti proses pembelajaran. Motivasi yang timbul dalam diri maupun dari luar diri siswa sangat membantu dalam proses pembelajaran (Mary Hanrahan,1998). Oleh sebab itu, model pembelajaran dikelas harus dirancang untuk meningatkan minat dan motivasi belajar siswa (Teresa Larkin-Hein, 2000). Menurut Aditia Krisnawati (dalam Aris Prasetyo Nugroho, 2013:12) motivasi belajar siswa dalam pembelajaran fisika masih sangat rendah sehingga akan mengakibatkan prestasi belajar menurun. Oleh karena itu motivasi merupakan faktor penting yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas belajar siswa. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti kepada beberapa siswa, menunjukkan bahwa siswa ternyata kurang tertarik untuk belajar fisika. Kebanyakan siswa merasa bahwa fisika sangat sulit untuk dipahami. Hal ini menyebabkan siswa menjadi kurang termotivasi untuk mengikuti proses belajar mengajar. Kemudian, siswa menjelaskan bahwa proses pembelajaran yang dilakukan dirasa kurang menarik, sehingga siswa menjadi tidak termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti melakukan sebuah inovasu pembelajaran sains yang menekankan pada pemberian proyek yang harus diselesaikan siswa. Inovasi pembelajaran yang dilakukan yaitu Scientific Project Learning. Scientific Project Learning merupakan sebuah metode pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa dalam pembelajarannya. Pada metode ini, menggunakan teknik Laboratory setting yang menitikberatkan pada produk berupa proyek yang dikerjakan oleh siswa. Metode pembelajaran ini dapat memacu siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Menurut FP-58
Baran dan Maskan (2010) bahwa pembelajaran proyek secara umum dapat membuat siswa menjadi lebih menikmati proses pembelajaran yang dilakukan, siswa menjadi lebih aktif, serta dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa. Beberapa penelitian tentang pembelajaran sains yang menekankan pada pemberian proyek juga menunjukan hasil yang positif, terutama dalam meningkatkan beberapa kemampuan dan keterampilan dalam diri siswa. Menurut Colley dan Kabba (2008), bahwa pembelajaran proyek dapat membantu meningkatkan pemahaman konsep sains siswa. Selain itu, pembelajaran yang menekankan pada pemberian proyek dapat meningkatkan berbagai keterampilan siswa, sikap siswa, dan pemahaman konsep fisika (Yalcin, 2009; Hussain, 2011). Secara umum, berdasarkan studi literatur yang dilakukan peneliti, menunjukan hasil bahwa pembelajaran sains yang menggunakan metode pemberian proyek dapat mendukung untuk meningkatkan beberapa keterampilan yang ada dalam diri siswa serta rasa ketertarikan siswa untuk mengikuti proses pembelajaran. Pada penelitian ini, sintaks pembelajaran model scientific projecct learning di bagi dalam lima tahap. Tahap-tahap tersebut yaitu (1) Tahap pembentukan kelompok, (2) Tahap pemberian proyek, berupa pemberian suatu masalah yang dapat memunculkan miskonsepsi yang berkaitan dengan sains, sehingga dapat memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah tersebut, (3) Tahap penanaman konsep, (4) Tahap pertanggung jawaban proyek berupa presentasi tugas di depan kelas oleh masing-masing kelompok, (5) Tahap pemberian test. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk (1) mengembankan model pembelajaran Scientific Project Learning untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan motivasi siswa terhadap mata pelajaran fisika, (2) meningkatkan keterampilan proses sains dan motivasi siswa terhadap mata pelajaran fisika. METODE Penelitian ini, menggunakan metode pre experiment. Metode ini dipilih karena sesuai dengan tujuan penelitian yang hanya ingin melihat bagaimana penerapan Scientific Project Learning dapat meningkatkan keterampilan
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
proses sains dan motivasi siswa. Desain penelitian yang digunakan yaitu one group pretest posttest design. Desain ini hanya menggunakan satu kelompok eksperimen tanpa ada kelompok pembanding. Sampel penelitian dipilih dengan simple random sampling, dimana populasinya yaitu seluruh siswa kelas VIII salah satu SMP di kabupaten Grobogan dan sampel diambil secara acak sebanyak 30 siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (1) Test; digunakan untuk mengukur dan melihat peningkatan keterampilan proses sains siswa. Keterampilan proses sains yang ditingkatkan yaitu keterampilan mengamati, menyusun hipotesis, merencanakan pecobaan, menerapkan konsep, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan baik verbal maupun non verbal. Tes dilaksanakan sebelum pembelajaran (pretes) dan setelah pembelajaran (postes). (2) Lembar observasi; digunakan untuk mengukur proses keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, serta digunakan untuk melihat motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Aspek motivasi yang diamati meliputi empat aspek, yaitu aspek percaya diri, perhatian, relevansi, dan kepuasaan (Suprijono, 2010). (3) Wawancara; digunakan untuk mewawancarai beberapa siswa yang dijadikan sebagai sampel untuk dimintai keterangan tentang tanggapan siswa selama mengikuti proses kegiatan belajar mengajar menggunakan model scientific project learning. Untuk menghitung peningkatan keterampilan proses sains siswa, digunakan rumus faktor gain yang dinormalkan yang dihitung sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hake (1998), yaitu:
Keterangan: % postest = skor postest % pretest = skor pretest dengan kriteria tingkat gain adalah: a) g ≤ 0,30 : rendah, b) 0,30 ≤ g ≥ 0,70 : sedang, c) g ≥ 0,70 : tinggi. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik model pembelajaran scientific project learning adalah adanya produk berupa proyek yang diberikan guru kepada siswa.
Produk yang ditugaskan kepada siswa berkaitan dengan sains. Sehingga, model ini sangat sesuai jika dikaitkan dengan pembelajaran IPA khususnya Fisika yang pada hakikatnya berorientasi pada proses dan produk. Model scientific project learning yang diterapkan dalam penelitian ini memiliki beberapa tahapantahapan, dimana tahapan-tahapan yang dilakukan mendukung dan sesuai dengan tujuan penelitian yang dilakukan yaitu untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan motivasi siswa. Pada tahap pertama, guru membentuk kelompok. Dalam proses belajar mengajar, guru membagi siswa menjadi lima kelompok, dimana masing-masing kelompok terdiri dari 6 siswa. Kemudian, pada tahap ke dua, guru memberikan sebuah permasalahan kepada siswa yang berkaitan dengan Fisika, yaitu pada konsep tekanan hidrostatis. Permasalahan yang diberikan merupakan sebuah permasalahan yang dapat menimbulkan sebuah miskonsepsi dalam diri siswa yang ada pada materi tekanan Hidrostatis. Kemudian, siswa diberi motivasi untuk menjawab permasalahan yang diberikan melalui pembuatan sebuah alat yang dapat menjelaskan konsep dari permasalahan tersebut. Pada tahapan ini, dapat menumbuhkan rasa ingin tahu siswa, sehingga siswa menjadi lebih termotivasi untuk mencari jawaban dari masalah tersebut. Pembuatan proyek yang dilakukan siswa, dapat melatihkan siswa beberapa keterampilan proses. Beberapa keterampilan tersebut yaitu: keterampilan mengamati, menyusun hipotesis, merencanakan pecobaan, menerapkan konsep, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan baik verbal maupun non verbal. Selanjutnya, tahap ke tiga merupakan tahap penanaman konsep. Pada tahap ini, proses pembelajaran dilakukan guru di dalam kelas dengan menggunakan metode demonstrasi. Siswa dibekali beberapa konsep dasar yang berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari, serta menjadi dasar bagi siswa dalam menyelesaikan proyek yang mereka buat. Pada tahap berikutnya yaitu tahap pertanggungjawaban proyek. Pada tahap ini, siswa mempresentasikan hasil analisisnya mengenai proyek dan permasalahan yang mereka buat. Setiap kelompok
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-59
mempresentasikan hasil pengamatan dan analisisnya, kemudian ditanggapi oleh kelompok lainnya. Pada tahap ini, guru berperan sebagai fasilitator untuk memfasilitasi jalannya diskusi yang dilakukan oleh siswa.
Tahap terakhir yaitu tahap pemberian test. Tahap ini dilakukan untuk mengetahui penguasaan keterampilan proses sains yang ada dalam diri siswa, sekaligus untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami dan menguasai konsep yang sudah dipelajari siswa.
TABEL 1. Hasil Uji Peningkatan Rata-Rata Keterampilan Proses Sains Siswa Jenis Keterampilan mengamati menyusun hipotesis merencanakan percobaan menerapkan konsep menyimpulkan mengkomunikasikan Rata-rata
Rata-rata Skor Pretest Postest 2,13 4,12 1,23 2,53 1,11 1,71 1,03 3,11 2,33 3,63 1,95 3,57 1,63 3,11
Kategori
0,69 0,34 0,15 0,51 0,48 0,53 0,44
Sedang Sedang Rendah Sedang Sedang Sedang Sedang
Tabel 2. Lembar Observasi Motivasi Siswa Terhadap Proses Belajar Mengajar Aspek yang diamati Percaya diri Perhatian Relevansi Kepuasan
Berdasarkan Tabel 1. menunjukan bahwa proses pembelajaran yang menggunakan model scientific project learning dapat meningatkan keterampilan proses sains siswa. Berdasarkan hasil analisis menggunakan N-gain menunjukan bahwa peningkatan rata-rata keseluruhan dari keterampilan proses sains yang diukur sebesar 0,44 dan termasuk dalam kategori sedang. Keterampilan proses sains yang diukur berupa keterampilan mengamati, menyusun hipotesis, merencanakan pecobaan, menerapkan konsep, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan baik verbal maupun non verbal. Berdasarkan hasil tersebut, terlihat bahwa keterampilan merencanakan percobaan mendapat nilai N-gain yang paling kecil yaitu sebesar 0,15 dan termasuk dalam kategori rendah. Setelah peneliti menganalisis data pendukung yang lain, yaitu dari hasil wawancara dan lembar observasi, rendahnya peningkatan disebabkan karena siswa tidak terbiasa dalam melaksanakan eksperimen. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru, ternyata lebih menekankan pada aktivitas siswa mengerjakan soal untuk melatih FP-60
Persentase jawaban observer 84 % 92 % 88 % 96 %
pemahaman konsepnya. Selain itu, rendahnya nilai peningkatan pada keterampilan merancang percobaan disebabkan karena guru kurang terampil dalam menjelaskan sebuah materi dengan menggunakan sebuah fenomena atau eksperimen sederhana. Data ini diperoleh melalui observasi yang dilaksanakan oleh observer terhadap guru. Kemudian, berdasarkan lembar observasi yang di isi oleh 5 observer, menunjukan hasil bahwa dalam proses pembelajaran, siswa lebih termotivasi untuk mengikuti proses belajar mengajar. Aspek yang diamati untuk menunjukan tingginya motivasi siswa terhadap proses belajar mengajar, yaitu: aspek percaya diri, perhatian, relevansi, dan kepuasan. Hasil observasi dapat dilihat pada Tabel 2. Aspek paling tinggi yaitu pada aspek kepuasan. Siswa merasa puas mengikuti proses belajar mengajar menggunakan model yang scientific project learning. Hasil ini juga didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti secara terbuka kepada beberapa siswa. Wawancara dilakukan dengan mengacu pada aspek-aspek yang ada dalam lembar
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
observasi. Siswa merasa bahwa proses pembelajaran yang dilakukan bermakna bagi mereka. Mereka menjadi lebih mudah memahami konsep yang dipelajari. Aspek kedua yang dominan adalah aspek perhatian. Hal ini terjadi karena proses pembelajaran terpusat pada siswa melalui presentasi hasil proyek yang sudah dilaksanakan. Hal ini selaras dengan jawaban siswa pada saat dilakukan wawancara. Siswa merasa bahwa proses pembelajaran yang dilakukan lebih memberikan kebebasan kepada siswa sehingga siswa lebih terfokus dalam menyelesaikan pekerjaan dan tugasnya. Kemudian, pada dua aspek yang lain yaitu aspek percaya diri dan aspek relevansi, hasil observasi pun menunjukan bahwa siswa memiliki rasa percaya diri dan mampu mengkaitkan antar berbagai konsep yang dipelajari. Berdasarkan observasi yang dilakukan, siswa lebih berani dan lebih aktif. Ketika diberi kesempatan bertanya, siswa berebut untuk mengajukan pertanyaan. Selain itu, keaktifan siswa ditunjukan dengan lancarnya proses diskusi yang dilakukan. Ada timbal balik antara siswa yang menjadi penyaji dengan siswa yang menjadi peserta. Ketika penyaji tidak bisa menjawab pertanyaan yang ditanyakan peserta, ada beberapa peserta yang membantu penyaji menjawab pertanyaan. Hal ini menunjukan bahwa siswa menjadi percaya diri dan memiliki aspek relevansi yang besar. Pada penelitian ini, peneliti melakukan wawancara kepada siswa untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap proses pembelajara. Menurut siswa, proses pembelajaran menjadi lebih menarik sehingga siswa tidak merasa bosan dan jenuh mengikuti proses pembelajaran. Akan tetapi, ada beberapa kendala dalam proses pembelajaran ini yang dikeluhkan siswa. Siswa merasa kesulitan untuk merancang percobaan dengan menggunakan alat yang mereka buat sendiri. Hal ini ternyata sesuai dengan hasil test yang dilakukan untuk mengukur peningkatan keterampilan proses sains siswa, dimana pada aspek keterampilan merancang percobaan mendapatkan kategori peningkatan yang rendah. Sehingga, hal ini dapat menjadi pokok permasalahan utama yang dapat dikaji untuk penelitian selanjutnya.
PENUTUP Berdasarkan temuan pada kegiatan penelitian, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Scientific Project Learning dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan proses sains serta memotivasi siswa untuk belajar sains khususnya fisika. Sintaks pembelajaran yang dilakukan terdiri dari lima tahapan. Kelima tahapan tersebut yaitu: (a) tahap pembagian kelompok; (b) tahap pemberian proyek melalui suatu masalah yang dapat menjadikan miskonsepsi dalam diri siswa, sehingga melalui proyek yang dibuat, siswa dapat mengatasi miskonsepsi yang ada dalam diri mereka sendiri; (c) tahap penanaman konsep; (d) tahap pertanggungjawaban proyek berupa presentasi laporan proyek yang sudah dibuat; (e) tahap pemberian test atau penilaian. Selain itu, berdasarkan hasil analisis data yang sudah diolah peneliti bahwa peningkatan rata-rata dari keterampilan proses sains dengan menggunakan uji N-gain mencapai skor 0,44 yang termasuk kriteria sedang. Beberapa keterampilan tersebut yaitu keterampilan mengamati, menyusun hipotesis, merencanakan pecobaan, menerapkan konsep, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan baik verbal maupun non verbal. Selain itu, siswa juga menjadi termotivasi untuk mengikuti proses kegiatan belajar mengajar. Berdasarkan penelitian ini, peneliti menyarankan bahwa guru harus memfasilitasi siswa untuk dibiasakan melakukan percobaan yang dapat mendukung konsep yang akan dipelajari. Temuan dalam penelitian ini menunjukan bahwa peningkatan keterampilan siswa untuk menyusun percobaan termasuk dalam kategori rendah. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih peneliti sampaikan kepada semua pihak yang sudah membantu dalam penelitian ini, terutama guru Fisika dan Ibu Kepala SMP tempat penelitian dilakukan. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-61
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
5.
FP-62
Baran, M. & Maskan, A. 2010. The effect of project-based learning on pre-service physics teachers electrostatic achievements. Cypriot Journal of Educational Sciences, 5: 242-257. Colley, E.D. & Kabba, E. 2008. “Project based science instruction”, George Mason University, America. Hake, R.R. 1998. Interactive-engagement vs traditional methods: A six thousand student survey of mechanic test data for introductory physics courses. Journal of Physics. 66 (1): 64-74. Hanrahan, M.1998. The effect of learning environment factors on students' motivation and learning. International Journal of Science Education 20 (6) p 737-753. Hein T-L,. 2000. Learning Styles in Introductory Physics: Enhancing Student Motivation, Interest, & Learning. International Conference on Engineering and Computer Education S´o Paulo, Brazil.
6.
Husain, S., Muben, S. & Tariq, S. 2011. The Effectiveness of Teaching Physics through Project Method on Academic Achievement of Students at Secondary Level -A Case Study. Journal of Education and Practice, Vol 2, No 8 : 28-34.
7.
Nugroho, A.P, et.al. 2013. Pengembangan Media Pembelajaran Fisika Menggunakan Permainan Ular Tangga ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII Materi Gaya. Jurnal Pendidikan Fisika Vol.1 No.1:12.
8.
Rustaman,Y.N. et.al. 2006. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Common TextBook JICA Edisi Revisi. Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI. Suprijono, A., 2010, Cooperative Learning, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Yalcin, A.S., Turgut, U. & Buyyukasap, E. 2009. The Effect of Project Based Learning on Science Undergraduates’ Learning of Electricity, Attitude towards Physics and Scientific Process Skills. International Online Journal of Educational Sciences, 1(1): 81-105.
9. 10.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
A Study of Problem Based Learning in The Teaching of Physics in Attempts to Improving Thinking Skills Rosyid1*, Budi Jatmiko2, ZA. Imam Supardi3 1
Postgraduate Program of Science Education Surabaya State University, Physics teacher at SMAN 3 Jember 2 Lecturer of Postgraduate Program of Science Education of Surabaya State University, 3 Lecturer of Postgraduate Program of Science Education Surabaya State University * Email: [email protected]
Abstrak. The study in this paper is based on the results of literature study, journals and research findings on problem-based learning that focus on the implementation of problem-based learning and the influence of problem-based learning in building thinking skills. From the results of the study, it was found that problem-based learning could improve thinking skills, train problemsolving skills, enhance the mastery of subject matters, and provide the conditions for improving critical and analytical thinking skills as well as solving complex problems in the real life. The results of research on problem solving practiced in class with ill-defined structured problems provide the following effects. (1) The problem discovery can increase creativity. (2) Motivate learners to make learning joyful. (3) The ill-defined structured problems require different skills from those of the problems in the standard form. (4) Encourage learners to understand and gain the problem relations with particular disciplines. (5) The information entering the long-term memory is reinforced better by the use of ill defined-structured problems. Kata kunci: Problem-Based Learning, Thinking skills. PENDAHULUAN Pembelajaran berdasarkan masalah (PBL) dirancang untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual. Sesuai dengan manfaat tersebut, maka melalui PBM diharapkan dapat melatihkan keterampilanketerampilan berpikir siswa dalam memecahkan masalah. Keterampilan berpikir ini dapat dilatihkan melalui keterampilan proses sains. Sesuai dengan hasil penelitian Çaliscan et al., (2010) dan Seçluk (2010) bahwa pengajaran dengan strategi pemecahan masalah memiliki efek positif terhadap keterampilan berpikir siswa dalam pemecahan masalah fisika. Barrows dalam makalah tentang PBL menjelaskan motivasi untuk mengembangkan pendekatan PBL di McCaster University seperti yang dia rujukkan bahwa grup McCaster memperhatikan bahwa siswa tidak tertarik dan bosan dengan model pendidikan kesehatan yang banyak menyerap informasi, kebanyakan yang diterima hanya memiliki sedikit relevansi
terhadap pratek medis.” Hal ini secara langsung menggiring pada “desain tentang peningkatan penalaran klinis atau proses penyelesaian masalah” (Barrows, 1984). Dia mencari metode yang akan menghubungkan pendidikan dengan praktek professional yang diterima dalam pendidikan kedokteran. Menurut Arends (2008), PBL mengambil psikologi kognitif sebagai dukungan teoritisnya. Fokusnya tidak banyak pada apa yang sedang dikerjakan siswa (perilaku), tetapi pada apa yang mereka pikirkan (kognisi) selama mereka mengajarkannya. Kajian dalam makalah ini focus pada pembelajaran berbasis masalah dalam fisika untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis. PENGARUH IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING/PBL) Pengaruh PBL dalam pembelajaran, yang telah dikaji dari hasil penelitian para ahli
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-63
beragam hasilnya. Arends (2004); Hasting (2001) menge-mukakan PBL dapat merangsang siswa untuk berpikir tingkat tinggi, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar. Wang, Thomson, and Shuler (1998) mengemukakan PBL dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa, melatih keterampilan memecahkan masalah, dan meningkatkan penguasaan materi pelajaran. Duch et al., (2001) mengungkapkan bahwa PBL menyediakan kondisi untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan analitis serta memecahkan masalah kompleks dalam kehidupan nyata. Hal ini didukung pendapat Feletti and Bound (1997) yang mengemukakan bahwa dalam menerapkan model PBL hendaknya siswa bekerja sama antara satu dengan lainnya dalam bentuk berpasangan atau dalam kelompok kooperatif untuk bersama-sama memecahkan masalah yang dihadapi. Kenyataan tersebut didukung penelitian Rindell (1999) yang menemukan model PBL dipandu strategi kooperatif dalam pelajaran genetika dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Edwards and Bries (2000) menemukan bahwa kemampuan berpikir kritis dapat ditingkatkan dengan mengkombinasikan antara strategi kooperatif dengan pendekatan pemecahan masalah (problem solving). Model PBL sangat penting dipasangkan dengan pembelajaran kolaboratif atau kooperatif (cooperative learning). Wang, Thompson, and Shuller (1998); Lord (2001); Gilbert and Driscooll (2002) menemukan pentingnya model PBL dipasangkan dengan strategi kooperatif karena dapat memacu kemampuan berpikir kritis siswa. Burrowes (2003) menemukan dalam penelitiannya pada perkuliahan biologi umum, bahwa model konstruktivis yang dipadukan dengan strategi kooperatif dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi khususnya berpikir kritis mahasiswa. Aspek lain yang berhubungan dengan konstruksi pengetahuan dan mahasiswa yang ikut serta dalam PBL adalah pemikiran kepemilikan pengetahuan. Cockrell et al., (2000) menjelaskan studi kasus dalam kelompok kolaboratif dalam lingkungan PBL, mereka menyebutkan bahwa mahasiswa “ingin menguasai dasar pengetahuan yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan keperFP-64
cayaan diri atau kepemilikan dalam pembelajaran mereka”. Hasilnya, kuliah menjadi lebih berpusat pada mahasiswa yang merupakan ideal dari semua strategi pembelajaran yang berdasarkan epistemology konstruktivis dan ini juga mendorong motivasi instrinsik pada mahasiswa karena mereka lebih terlibat secara aktif dalam pembentukan pengetahuan mereka sendiri. Pada gilirannya, dorongan pembelajaran self-directed ini kondusif bagi mahasiswa yang meraih kemampuan pembelajaran seumur hidup. Dalam hubungan dengan kerja kelompok sebagai stimulus interaksi, Dolmans et al., (2005) menyatakan bahwa “kesempatan untuk berdiskusi, berpendapat, memaparkan dan mendengar sudut pandang lainnya menstimulasi pembelajaran mahasiswa”. Pembelajaran Berbasis Masalah yang diistilahkan Problem-based learning (PBL) adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar dengan masalah-masalah praktis, berbentuk illstructured, atau open-ended melalui stimulus dalam belajar. PBL memiliki karakteristikkarakteristik sebagai berikut:(1) belajar dimulai dengan suatu permasalahan, (2) memastikan bahwa permasalahan yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata pebelajar, (3) mengorganisasikan pelajaran di seputar permasalahan, bukan di seputar disiplin ilmu, (4) memberikan tanggung jawab sepenuhnya kepada pebelajar dalam mengalami secara langsung proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan kelompok kecil, dan (6) menuntut pebelajar untuk mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk produk atau kinerja (performance). Proses pembelajaran dengan pendekatan problem-based learning dijalankan dengan 8 langkah, yaitu: (1) menemukan masalah,(2) mendefinisikan masalah,(3) mengumpulkan fakta-fakta,(4) menyusun dugaan sementara,(5) menyelidiki, (6) menyempurnakan permasalahan yang telah didefinisikan,(7) menyimpulkan alternatifalternatif pemecahan secara kolaboratif, (8) menguji solusi permasalahan (Fogarty, 1997). Pengambilan masalah dari konteks nyata sangat bermanfaat bagi pebelajar dalam mengembangkan kemampuannya memecahkan masalah. Hasil-hasil penelitian tentang pemecahan masalah yang dipraktikan dalam
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
kelas dengan masalah berstruktur ill-defined Guru berperan sebagai pembimbing dan memberikan dampak-dampak sebagai berikut. (1) menstimulasi pebelajar berpikir untuk Penemuan masalah dapat meningkatkan memecahkan masalah. Sebagai fasilitator, guru kreativitas. (2) Memotivasi pebelajar yang melatih kemampuan pebelajar berpikir secara menjadikan belajar terasa menyenangkan. (3) metakognisi. Ketika pebelajar menghadapi Masalah dengan struktur ill-defined tantangan permasalahan dan diminta untuk membutuhkan keterampilan yang berbeda mencari pemecahannya, ia berada dalam situasi dengan masalah yang berbentuk standardkesenjangan antar skema berpikir yang problem. (4) Mendorong pebelajar memahami dimilikinya dengan informasi-informasi baru dan memperoleh hubungan-hubungan masalah yang dihadapinya. Pada saat ini, pebelajar dengan disiplin ilmu tertentu. (5) Informasi membutuhkan bantuan-bantuan untuk mencari yang masuk ke dalam memori jangka panjang pemecahan masalah agar kesenjangan dapat lebih diperkuat dengan menggunakan masalah dihilangkan (Boud & Felleti, 1997). yang berstruktur ill-defined (Krulik & Rudnick, Dipastikan bahwa metode pengajaran PBL 1996). dapat meningkatkan pencapaian siswa dalam Pembelajaran dengan pendekatan problem pemecahan masalah dengan tingkat kemampuan based learning juga memberikan peluang bagi rendah. Adesoji (1995, 1997) menemukan pebelajar untuk melibatkan kecerdasan majemuk bahwa pemecahan masalah merupakan strategi (multiple intelligences) yang dimiliki pebelajar yang efektif dalam mengajar siswa dalam tingkat (Fogarty, 1997; Gardner, 1999). Keterlibatan kemampuan yang berbeda. Okebukola (1992) kecerdasan majemuk dalam pemecahan menegaskan bahwa penggunaan strategi masalah dengan pendekatan problem based pembelajaran yang tepat dapat mempengaruhi learning dapat menjadi wahana bagi pebelajar kinerja siswa yang berprestasi rendah. Namun, yang memiliki kecerdasan majemuk beragam Divers at al., (1994) menemukan bahwa untuk melibatkan kemampuannya secara optimal pembelajaran dapat dibuat berhasil dalam kelas dalam memecahkan masalah. Guru membentuk ketika lebih menekankan pada pengetahuan kelompok-kelompok pebelajar yang jumlah sebelumnya bukan tingkat kognitif siswa. anggotanya 4-5 orang (Boud & Felleti, 1997). Secara terstruktur, Arends (2007) Masing-masing kelompok mengumpulkan faktamenyatakan bahwa sintaks pembelajaran fakta dari permasalahan, merepresentasi masalah, berdasarkan masalah mengikuti lima tahapan merumuskan model-model matematis untuk utama (sintaks), sebagaimana yang disajikan penyelesaiannya, dan melakukan pengujian dalam Tabel 1. dengan perhitungan, dan menyajikan hasilnya di depan kelas. Tabel 1. Sintaks Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Fase
Perilaku Guru
Fase 1: Mengarahkan siswa ke permasalahannya.
Fase 3: Membantu investigasi mandiri dan kelompok.
Guru menjelaskan tujuan pelajaran, mendeskripsikan keperluankeperluan logistik penting dan memotivasi siswa untuk ikut terlibat dalam kegiatan problem solving yang dipilihnya sendiri. Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas pembelajaran yang berhubungan dengan permasalahannya. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang tepat guna, melaksanakan eksperimen, dan berusaha mencari penjelasan dan solusi.
Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya serta memamerkannya. Fase 5: Menganalisis dan
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang sesuai seperti laporan, rekaman video, dan model, serta membantu mereka berbagi karya mereka. Guru membantu siswa melakukan refleksi atas penyelidikan dan
Fase 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-65
Fase meng-evaluasi proses problem solving.
Perilaku Guru proses-proses yang mereka gunakan.
Pengemasan pembelajaran seharusnya diorientasikan pada aktivitas-aktivitas yang mendukung terjadinya pemahaman terhadap konten materi pembelajaran dan keterkaitannya dengan konteks kehidupan nyata di lapangan. Dukungan Teoritis Pembelajaran Berdasarkan Masalah Nur (2008) mengungkapkan tiga arus utama pemikiran abad kedua puluh yang mendukung model pembelajaran berdasarkan masalah. 1) Dewey dan kelas berorientasi masalah PBM menemukan akar intelektualnya dalam hasil karya John Dewey yang mendeskripsikan pandangan tentang pendidikan dengan sekolah sebagai cermin masyarakat yang lebih besar dan kelas akan menjadi laboratorium untuk penyelidikan dan pengatasan masalah kehidupan nyata. Pedagogi Dewey mendorong guru untuk melibatkan siswa di berbagai proyek berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki berbagai masalah sosial dan intelektual penting. Dewey dan penganutnya (Nur, 2008) menegaskan bahwa pembelajaran di sekolah seharusnya lebih bermakna (purposeful), tidak terlalu abstrak. Visi pembelajaran yang purposeful dalam problem centered (berpusat pada masalah) yang didukung oleh keinginan bawaan siswa untuk mengeksplorasi situasisituasi yang secara personal berarti baginya jelas berhubungan dengan PBM kontemporer dengan filosofi dan pedagogi pendidikan Dewey. 2) Piaget, Vygotsky dan Konstruktivisme Aspek psikologi banyak memberikan dukungan teoritis pada PBM. Para psikologis Jean Piaget dan Lev Vygotsky, memiliki peran instrumental dalam mengembangkan konsep constructivism (konstruktivisme) yang banyak menjadi sandaran PBM kontemporer. Menurut Vygotsky (1978) pelajar memiliki dua tingkat perkembangan yang berbeda, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat pengembangan potensial. Tingkat pengem-
FP-66
Sumber: Arends (2007) bangan aktual menemukan fungsi intelektual individu saat ini dan kemampuannya untuk mempelajari sendiri hal-hal tertentu. Tingkat perkembangan potensial merupakan tingkat yang dapat difungsikan atau dicapai oleh individu denga bantuan orang lain, misalnya guru, orangtua atau teman sebaya yang lebih maju. Zona yang terletak di antara tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial pelajar dinamakan zone of proximal development. 3) Bruner dan Discovery Learning Jerome Bruner (1979) memberikan dukungan teoritis yang penting terhadap discovery learning, sebuah model pengajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa memahami struktur atau ide-ide kunci suatu disiplin ilmu, kebutuhan akan keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar, dan keyakinan bahwa pembelajaran sejati terjadi melalui personal discovery (penemuan pribadi). Ketika discovery learning diterapkan di bidang sains dan ilmu sosial, Bruner menekankan penalaran induktif dan proses penyelidikan yang menjadi karakter khas metode ilmiah. PBM juga menyadarkan diri pada konsep lain yang berasal dari Bruner, yaitu idenya tentang scaffolding. Menurut Bruner, scaffolding sebagai sebuah proses dari pelajar yang dibantu untuk mengatasi masalah tertentu yang berada di luar kapasitas perkembangannya dengan bantuan guru atau orang yang lebih mampu. PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR Untuk memecahkan masalah memang dituntut keterampilan berpikir rasional, berpikir kreatif, berpikir alternatif, berpikir sistem, berpikir lateral dan sebagainya. Oleh karena itu, pola berpikir tersebut perlu dikembangkan di sekolah dan kemudian diaplikasikan dalam bentuk pemecahan masalah. Model pembelajaran pemecahan masalah (problem based instruction) dapat diterapkan untuk
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
maksud tersebut. Menurut Caliscan et al., (2010) bahwa informasi yang dipelajari melalui pembelajaran berbasis masalah dapat bertahan lebih lama dan tertransfer dengan lebih baik. Selain itu PBM juga dirancang untuk belajar peran-peran orang dewasa dan menjadi siswa yang mandiri (otonom). Dari manfaat PBM ini, melalui belajar peran-peran orang dewasa, maka siswa akan meniru sikap yang dicerminkan oleh orang dewasa seperti saling bekerjasama, menghargai perbedaan pendapat, memberikan tanggapan, berdiskusi dan pembentukan karakteristik diri. Pembelajaran berdasarkan masalah berusaha membantu siswa menjadi mandiri dan siswa mampu mengatur dirinya sendiri (self-regulated learner). Guru membimbing siswa dengan cara mendorong siswa mencari solusi terhadap masalah nyata yang dirumuskannya sendiri, siswa belajar menangani tugas-tugas pencarian solusi secara mandiri. Untuk mendapatkan hasil pencarian yang optimal melalui kemandirian, siswa dituntut juga harus teliti dalam proses pencarian, jujur dalam pemaparan dan penganalisisan hasil pencarian dan harus mampu mempertanggungjawabkan hasil dari pencariannya. Peran guru dalam PBM adalah menyodorkan berbagai masalah otentik, memfasilitasi penyelidikan siswa, dan mendukung pembelajaran siswa (Arends 2008). Berdasarkan masalah otentik yang dipecakan, siswa akan menemukan sendiri konsep-konsep dan prinsipprinsip dalam fisika. Pembelajaran berdasarkan masalah memiliki tiga tujuan yang saling berhubungan satu sama lain: 1) mengembangkan kemampuan siswa untuk menyelidiki secara sistematis suatu pertanyaan atau masalah; 2) mengembangkan pembelajaran yang selfdirected; 3) pemerolehan atau penguasaan konten. Berdasarkan paparan tentang hakekat pembelajaran berdasarkan masalah di atas, maka PBM dipandang sebagai salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir untuk membelajarkan materi yang lebih bermakna dan memprosesnya sebagai memori jangka panjang. SIMPULAN
1)
2)
3)
4)
PBL dapat merangsang siswa untuk berpikir tingkat tinggi, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar, melatih keterampilan memecahkan masalah, dan meningkatkan penguasaan materi pelajaran dan menyediakan kondisi untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan analitis serta memecahkan masalah kompleks dalam kehidupan nyata. Model PBL sangat penting dipasangkan dengan pembelajaran kolaboratif atau kooperatif (cooperative learning) karena dapat memacu kemampuan berpikir kritis siswa. Pembelajaran Berbasis Masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open-ended melalui stimulus dalam belajar. Pembelajaran berdasarkan masalah dirancang untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual. REFERENSI
1. Adesoji, F.A. (1995). Students’ ability levels and their competences in a selfdirected problem-solving task. Ife Journal of Curriculum Studies and Development,1(1),55-61. 2. Adesoji, F.A. (1997). Average students and effectiveness of problem-solving instructional strategies. Ife Journal of Educational Studies,4(1),16-19. 3. Arend, R. I. (2008). Learning to Teach. New York: McGraw-Hill Companies. 4. Arends, R. I. (1997). Classroom Instruction and Management. New York: McGraw-Hill Companies. 5. Arends, R.I. (2004). Learning to Teach. New York: McGraw-Hill. 6. Barrows, H. S. (1986). “A taxonomy of Problem-based learning methods.” Medical Education, 20 (6), 481-486. 7. Barrows, H. S. (1996). “Problem-based learning in medicine and beyond: A brief overview.” In L. Wilkerson and W. H.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-67
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Gijselaers (Eds.), Bringing Problem-Based Learning to Higher Education: Theory and Practice. New Directions For Teaching and Learning, No. 68. San Francisco, CA: Jossey-Bass. Barrows, H. S. and Tamblyn, R. (1980) “Problem-based Learning: An Approach to Medical Education”. New York: Springer. Barrows, H.S. (1984). “A specific, problem-based, self-directed learning method designed to teach medical problem-solving skills, and enhance knowledge retention and recall”. In: H.G. SCHMIDT and M.L. DE VOLKER (Eds), “Tutorials in Problem-Based Learning”. Maastricht, The Netherlands: Van Gorcum, 16-32. Boud, D., and G. Feletti (1997). “The Challenge of Problem Based Learning.” London: Kogan Page. Burrowes, P .A. (2003). Astudent-Centered Approach to Teaching General Biology That Really Work: Lord’s Constructivist Model. The American Biology Teacher. 65(7) September: 491-501. Çaliscan, S., Selçuk, G.S, and Erol, M. (2010). Effects of The Problem Solving Strategies Instruction on the Students’ Physics Problem Solving Performances and Strategy Usage. Turkey: Journal of Social and Behavioral Sciences Vol. 2: 22392243, www.sciencedirect.com. Cockrell, K.S., Caplow, J.A., and Donaldson, J.F. (2000) “A Context for Learning: collaborative groups in the problem-based learning environment.” The Review of Higher Education, 23(3), 347-363. Diver,R., Asoko,H., Leach, J., Mortimer, E., & Scott, P.(1994). Constructing scientific knowledge in the classroom. Educational Researcher, 23(7), 5-12. Dolmans, D. H., De Grave, W., Wolfhagen, I. H., Van Der Vleuten, C. P. (2005). “Problem-based learning: future challenges for educational practice and research.” Medical Education, 39(7), 732-41. Duch, B.J., Groh, S.E., Allen, D.E., (2001) “The Power of Problem-based Learning”, Stylus: Virginia. Fogarty, R. (1997). Problem-based learning and other curriculum models for
FP-68
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
the multiple intelligences classroom. Arlington Heights, Illinois: Sky Light. Gardner, H. (1999). The dicipline mind: What all students should understand. New York:Simon & Schuster Inc. Gilbert, N. J., and Driscoll, M. P. (2002). Colaborative Knowledge Building A Case Study. J. Education Technology Research and Development. 50(1): 59-79. Krulik, S., dan Rudnick, J.A. (1996), The New Sourcebook for Teaching Reasoning and Problem Solving in Yunior and Senior High School, Boston: Allyn and Bacon. Lord, T. R. (2001). 101 Reasons for Using Cooperative Learning in Biology Teaching. The American Biology Teacher. 63(1) January: 30-37. Nur, M. (2008). Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: PSMS Unesa. Okebukola, P.A.O. (1992). Can good concept mappers be good problem solvers?” Education Psychology, 12(2): 113 – 129. Piaget, J. (1952). The origins of intelligence in children. New York: International Universities Press. Rindell, A. J. A. (1999). Applying InquiryBased and Cooperative Group Learning Strategies to Promote Critical Thinking. Journal of College Science Teaching (JCST) 28(3): 203-207. Vygotsky, L. S. (1978). “Mind and society: The development of higher psychological processes.” Cambridge, MA: Harvard
University Press.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Efektivitas Pembelajaran Fisika Berbasis Kegiatan Laboratorium dalam Pembelajaran Fisika Teknik Usmeldi1* 1
Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang *E-mail: [email protected]
Abstrak. Fisika Teknik merupakan salah satu mata pelajaran pendukung di jurusan Teknik Elektro yang mempersiapkan guru Sekolah Menengah Kejuruan. Survei pendahuluan menunjukkan bahwa mahasiswa yang telah mengambil kuliah fisika teknik tidak menguasai konsep fisika untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kuliah teknik elektro. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan model pembelajaran berbasis kegiatan laboratorium dalam perkuliahan fisika teknik. Diharapkan mahasiswa dapat menguasai konsep fisika dan keterampilan generik fisika. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen kuasi dengan desain pretest-posttest grup kontrol. Subyek penelitian adalah mahasiswa jurusan teknik elektro, Universitas Negeri Padang. Data dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi, lembar penilaian kemampuan generik, dan tes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran berbasis kegiatan laboratorium dapat meningkatkan penguasaan konsep fisika dan mengembangkan keterampilan generik mahasiswa. Disarankan kepada dosen fisika teknik untuk menerapkan model pembelajaran berbasis kegiatan laboratorium. Kata kunci: Kemampuan generik, kegiatan laboratorium, penguasaan konsep fisika. PENDAHULUAN Peningkatan kualitas pendidikan merupakan salah satu program pembangunan nasional. Semua lembaga pendidikan, mulai dari pendidikan dasar sampai pada pendidikan tinggi, berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan sesuai dengan bidangnya masingmasing. Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pendidikan merupakan prioritas utama yang harus segera dipenuhi, apalagi dalam era globalisasi. Fakultas Teknik (FT) Universitas Negeri Padang (UNP) sebagai lembaga penghasil guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan calon guru SMK. Upaya yang telah dilaksanakan oleh FT UNP antara lain; (1) peningkatan jumlah dan jenis peralatan laboratorium, (2) pengembangan kurikulum, (3) peningkatan kualitas dosen dan teknisi/laboran. Sejalan dengan diberlakukannya kurikulum yang berbasis kompetensi di SMK, FT UNP juga membenahi kurikulumnya. Mata
kuliah dikembangkan berdasarkan kompetensi yang diperlukan oleh dunia usaha dan industri, di samping kompetensi kependidikan. Fisika Teknik termasuk salah satu mata kuliah yang diwajibkan kepada seluruh mahasiswa FT UNP. Mata kuliah Fisika Teknik di program studi Pendidikan Teknik Elektro FT UNP diberikan selama dua semester, yaitu Fisika Teknik 1 dan Fisika Teknik 2. Mata kuliah Fisika Teknik berfungsi sebagai mata kuliah pendukung bagi mata kuliah keahlian (MKK) Teknik Elektro. Setelah mengikuti perkuliahan Fisika Teknik diharapkan mahasiswa dapat menguasai konsep fisika dan mampu menerapkannya ke dalam MKK Teknik Elektro. Namun demikian, upaya yang telah dilakukan tersebut belum menunjukkan hasil yang maksimum. Hal ini ditunjukkan oleh hasil survei terhadap pelaksanaan perkuliahan Fisika Teknik di program studi Pendidikan Teknik Elektro FT UNP, sebagai berikut: (1) Dosen Fisika Teknik menyatakan bahwa kemampuan mahasiswa dalam menguasai konsep fisika
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
PF-69
masih rendah. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata nilai mahasiswa dalam mata kuliah Fisika Teknik adalah C (56 – 65). Nilai Fisika Teknik ini adalah gabungan dari nilai teori dan nilai praktikum. Rata-rata nilai teori Fisika Teknik adalah D (40 – 55). (2) Dosen MKK Teknik Elektro menyatakan bahwa kemampuan mahasiswa dalam menerapkan konsep fisika masih rendah. (3) Kuliah Fisika Teknik dilaksanakan secara teori di kelas dengan metode ceramah yang lebih dominan di samping tanya jawab dan pemberian tugas berupa penyelesaian soal. (4) Praktikum Fisika Teknik dilaksanakan di laboratorium untuk pengujian teori (verifikasi) dengan menggunakan petunjuk praktikum. Rendahnya kemampuan mahasiswa dalam menguasai dan menerapkan konsep fisika, disebabkan karena mahasiswa kurang dibekali dengan kemampuan-kemampuan yang diperlukan untuk dapat menguasai dan menerapkan konsep fisika seperti: kemampuan memecahkan masalah, keterampilan berpikir dan bernalar. Kurangnya pembekalan kemampuan-kemampuan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran Fisika Teknik yang lebih dominan menggunakan metode ceramah yang berupa penjelasan teori, penjabaran rumusrumus dengan bantuan operasi matematik (diferensial dan integral), dan penyelesaian soalsoal berbentuk perhitungan. Reif (1995) menyatakan bahwa metode pembelajaran yang bersifat informatif, mengakibatkan pembelajaran fisika menjadi kurang efektif karena mahasiswa memperoleh pengetahuan fisika yang lebih bersifat nominal daripada fungsional. Banyak dosen mengakui bahwa metode mengajar tradisional dalam kuliah fisika gagal untuk menanamkan pemahaman konsep yang mendalam dari materi kuliah (Hake, 1998; McDermott, 1999; Redish, 2003). Akibatnya mahasiswa tidak mempunyai keterampilan yang diperlukan dalam memecahkan masalah dan tidak mampu menerapkan apa yang telah mereka pelajari. Hal ini sejalan dengan laporan dari Physics at the Crossroads dan Shaping the Future yang menyatakan bahwa mahasiswa Universitas Pendidikan Fisika di Amerika Serikat yang telah menyelesaikan kuliah fisika sering tidak siap untuk belajar lebih lanjut dalam sains murni dan terapan (Taylor, 2002). PF-70
Untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menguasai konsep fisika, perlu dilaksanakan pembelajaran yang dapat membekali mahasiswa dengan kemampuankemampuan (kemampuan generik) yang diperlukan dalam menguasai dan menerapkan konsep fisika. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah pembelajaran fisika berbasis kegiatan laboratorium. Model pembelajaran berbasis kegiatan laboratorium adalah pembelajaran yang mengintegrasikan kuliah teori dan praktikum. Model pembelajaran ini menitikberatkan pada proses kerja di laboratorium dengan menggunakan metode pemecahan masalah, inkuiri, demontrasi, dan eksperimen. Dalam pembelajaran berbasis kegiatan laboratorium, konsep ditemukan melalui kegiatan praktikum berdasarkan fakta yang diamati di laboratorium. Pembelajaran berbasis kegiatan laboratorium memiliki karakteristik seperti yang dinyatakan oleh Depdiknas (2002), antara lain: (1) Mengintegrasikan teori dan praktikum untuk memantapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap; (2) Kondisi belajar yang kondusif untuk mengembangkan kreativitas, motivasi, dan wawasan; (3) Memanfaatkan teknologi. Integrasi teori dan praktikum didukung oleh Dugger (1992) yang menyatakan bahwa pembelajaran fisika di laboratorium memungkinkan mahasiswa untuk memperoleh pengetahuan teoritis dan aplikasinya melalui kegiatan hands-on. Pembelajaran fisika perlu diarahkan pada pembelajaran yang melibatkan mahasiswa secara aktif dalam pembentukan konsep fisika melalui kegiatan praktikum (Suyitno, 2000; Dit Dikmenjur, 2002). Berdasarkan pada kondisi pembelajaran fisika yang telah diuraikan di atas maka dilakukan upaya untuk melaksanakan pembelajaran fisika yang dapat meningkatkan penguasaan konsep fisika mahasiswa. Pembelajaran fisika berbasis kegiatan laboratorium diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menguasai konsep fisika, keterampilan melakukan praktikum, dan memiliki sikap ilmiah dalam melakukan praktikum. Sehubungan dengan hal tersebut maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana efektivitas penerapan model pembelajaran fisika berbasis
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
kegiatan laboratorium dalam perkuliahan fisika teknik? Tujuan penelitian adalah untuk mengungkapkan efektivitas penerapan model pembelajaran fisika berbasis kegiatan laboratorium dalam perkuliahan fisika teknik. Diharapkan mahasiswa menguasai konsep fisika dan kemampuan generik fisika. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Fisika Teknik di jurusan Teknik Elektro FT UNP. METODE Penelitian ini menggunakan metode eksperimen kuasi dengan desain pretest-posttest grup kontrol (Creswell, 2009). Pre-test dan posttest diberikan pada mahasiswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan soal yang sama. Penelitian dilaksanakan pada mahasiswa program studi Pendidikan Teknik Elektro FT UNP yang mengikuti kuliah Fisika Teknik 2 yang berjumlah 61 orang. Materi Fisika Teknik yang disajikan dalam penelitian adalah listrik searah sebanyak 5 pokok bahasan dan medan magnet sebanyak 4 pokok bahasan. Langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan penelitian adalah: (1) melakukan survei pendahuluan, (2) menyusun instrumen penelitian, (3) mela-kukan ujicoba instrumen peneltian, (4) memberikan pre-test pada mahasiswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, (5) memberikan perlakuan dengan melaksanakan pembelajaran fisika berbasis kegiatan laboratorium pada mahasiswa kelas eksperimen, sedangkan mahasiswa kelas kontrol melaksanakan pembelajaran reguler, (6) mengevaluasi kemampuan generik mahasiswa dalam pembelajaran fisika berbasis kegiatan laboratorium pada saat pembelajaran berlangsung untuk setiap pokok bahasan, (7) memberikan post-test pada mahasiswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, (8) menganalisis data dan menginterpretasi hasil yang diperoleh. Instrumen yang digunakan dalam penelitian berupa: format observasi, format penilaian kemampuan generik, tes penguasaan konsep fisika, bahan ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, dan petunjuk praktikum. Format observasi digunakan sebagai pedoman dalam melakukan survei pendahuluan. Format penilaian kemampuan generik digunakan untuk
menilai kemampuan mahasiswa dalam: menganalisis masalah, mengkons-truksi solusi melalui kegiatan praktikum, memeriksa solusi, menyajikan hasil, dan mengkomunikasikan hasil praktikum. Tes penguasaan konsep fisika yang digunakan dalam penelitian ini ada dua naskah yaitu soal penguasaan konsep fisika untuk materi listrik searah dan soal penguasaan konsep fisika untuk materi medan magnet. Kedua naskah soal ini berbentuk tes esai dengan mengutamakan pertanyaan tentang konsep fisika daripada penyelesaian soal-sal berupa perhitungan dengan menggunakan rumus-rumus fisika. Naskah soal ini disusun oleh peneliti dengan bantuan penimbang ahli (expert judgement) untuk mengetahui validitas isi tes. Validitas konstruk dan reliabilitas tes diperoleh dalam ujicoba instrumen penelitian. Setelah melalui proses ujicoba, diperoleh soal penguasaan konsep fisika untuk materi listrik searah berjumlah 16 item dan soal penguasaan konsep fisika untuk materi medan magnet berjumlah 12 item. Data penguasaan konsep fisika dianalisis secara kuantitatif untuk mengetahui penguasaan konsep fisika mahasiswa dalam pembelajaran berbasis kegiatan laboratorium. Peningkatan penguasaan konsep fisika mahasiswa dianalisis dengan menghitung rata-rata skor gain dinormalisasi (NG) dari skor pre-test dan posttest. Perbedaan rata-rata skor penguasaan konsep fisika mahasiswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dianalisis dengan menggunakan uji-t. Data kemampuan mahasiswa dalam: menganalisis masalah, mengkonstruksi solusi melalui kegiatan praktikum, memeriksa solusi, menyajikan hasil, dan mengkomunikasikan hasil praktikum dianalisis dengan menghitung ratarata dari skor setiap kemampuan dan membandingkannya dengan skor kategori. HASIL PENELITIAN Analisis dilakukan terhadap data pre-test dan post-test untuk materi listrik searah, medan magnet, dan gabungan kedua materi ini. Analisis data bertujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan model pembelajaran fisika berbasis kegiatan laboratorium dalam perkuliahan fisika teknik. Efektivitas penerapan model pembelajaran fisika tersebut ditinjau dari: (1)
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
PF-71
Rata-rata Skor
peningkatan penguasaan konsep fisika bagi mahasiswa kelas eksperimen, (2) perbedaan rata-rata skor penguasaan konsep fisika bagi mahasiswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, dan (3) kemampuan generik mahasiswa kelas eksperimen dalam perkuliahan fisika teknik. Selanjutnya dianalisis masing-masing aspek ini untuk mengetahui efektivitas penerapan model pembelajaran
Pre-test Post-test NG (%)
Peningkatan Penguasaan Konsep Fisika Mahasiswa Peningkatan penguasaan konsep fisika mahasiswa dapat diketahui dengan menghitung rata-rata skor gain dinormalisasi (NG) dari skor pre-test dan post-test. Setelah melalui proses analisis data skor pre-test dan post-test, diperoleh rata-rata skor NG untuk penguasaan konsep fisika mahasiswa kelas eksperimen sebesar 0,31 dan standar deviasi sebesar 0,13. Berdasarkan kategori skor gain dinormalisasi, peningkatan penguasaan konsep fisika mahasiswa termasuk kategori sedang. Bila ditinjau dari materi Fisika Teknik yang dibahas, diperoleh rata-rata skor NG sebesar 0,36 dengan standar deviasi sebesar 0,11 untuk materi listrik searah dan rata-rata skor NG sebesar 0,27 dengan standar deviasi sebesar 0,15 untuk medan magnet. Peningkatan penguasaan konsep fisika mahasiswa dalam materi listrik searah termasuk kategori sedang dan dalam materi medan magnet termasuk kategori rendah. TABEL 1. Peningkatan Penguasaan Konsep Fisika Materi Listrik searah Medan magnet Gabungan
Rata-rata Rata-rata RataKategori Pre-test Post-test rata NG 52,82 69,66 36 (%) Sedang 48,56
62,07
27 (%)
Rendah
50,69
65,86
31 (%)
Sedang
Peningkatan penguasaan konsep fisika mahasiswa kelas eksperimen dapat divisualisasikan dengan grafik seperti dalam Gambar 1.
PF-72
GAMBAR 1. Peningkatan Penguasaan Konsep Fisika Mahasiswa Kelas Eksperimen
Perbedaan Rata-rata Skor Penguasaan Konsep Fisika Mahasiswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Sebelum menganalisis data untuk mengetahui perbedaan rata-rata skor penguasaan konsep fisika mahasiswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, dengan menggunakan uji-t, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas distribusi data dan uji homogenitas data. Uji normalitas distribusi data dan uji homogenitas data merupakan uji persyaratan analisis data untuk menentukan rumus uji-t yang digunakan. Hasil uji normalitas distribusi data menunjukkan bahwa data pre-test dan post-test penguasaan konsep fisika bagi mahasiswa kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal pada taraf signifikansi α = 0,05 (Tabel 2). TABEL 2. Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Pre-test dan Post-test Kelompok Uji Pre-test kelas eksp Post-test kelas eksp Pre-test kelas kont Post-test kelas kont
2 X hitung
2 dk X tabel
Simpulan
1,724
38,885
26
Normal
2,379
37,652
25
Normal
1,750
42,557
29
Normal
2,438
41,337
28
Normal
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
TABEL 3. Hasil Uji Homogenitas Data Penguasaan Konsep Fisika bagi Mahasiswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Kelompo k Uji Pre-test Post-test
Fhitung 1,42 1,60
Ftabel 1,84 1,84
Dk 31,28 31,28
Simpulan Homogen Homogen
Berdasarkan hasil uji normalitas distribusi data dan uji homogenitas data penguasaan konsep fisika bagi mahasiswa kelas eksperimen dan kontrol maka dapat ditetapkan bahwa uji beda rata-rata skor penguasaan konsep fisika dapat menggunakan uji-t (dengan rumus untuk data normal dan homogen). Setelah dilakukan uji beda rata-rata terhadap data penguasaan konsep fisika mahasiswa diperoleh hasil bahwa rata-rata skor pre-test penguasaan konsep fisika bagi mahasiswa kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak berbeda secara signifikan (α = 0,05). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penguasaan konsep fisika mahasiswa sebelum kuliah Fisika Teknik dimulai adalah sama dalam kedua kelas tersebut. Uji beda rata-rata skor post-test penguasaan konsep fisika menunjukkan bahwa rata-rata skor post-test penguasaan konsep fisika bagi mahasiswa kelas eksperimen dan kelas kontrol berbeda secara signifikan (α = 0,05). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penguasaan konsep fisika mahasiswa sesudah kuliah Fisika Teknik menjadi berbeda dalam kedua kelas tersebut. Rata-rata skor penguasaan konsep fisika bagi mahasiswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Uji beda rata-rata skor peningkatan penguasaan konsep fisika (NG) menunjukkan bahwa rata-rata skor NG bagi mahasiswa kelas eksperimen dan kelas kontrol berbeda secara signifikan (α = 0,05). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan peningkatan penguasaan konsep fisika mahasiswa sesudah mengikuti kuliah Fisika Teknik. Rata-rata skor peningkatan penguasaan konsep fisika bagi mahasiswa di kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas
kontrol. Hasil uji beda rata-rata skor penguasaan konsep fisika bagi mahasiswa kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk kelompok uji pre-test, post-test, dan NG dapat dilihat pada Tabel 4. TABEL 4. Hasil Uji Beda Rata-rata Skor Penguasaan Konsep Fisika bagi Mahasiswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Kelom pok Uji
Klp.PerRatalakuan rata Eksp 50,69 Pre-test Kontrol 50,73 PostEksp 65,86 test Kontrol 57,49 Eksp 0,31 NG Kontrol 0,13 Keterangan: t tabel = 2,000
Std.D ev. 9,07 10,80 8,61 10,89 0,10 0,14
Nilai t hitung 0,014 3,306 5,590
Ket Tdk Sig Sig Sig
Visualisasi dari perbedaan rata-rata skor pretest dan post-test penguasaan konsep fisika mahasiswa dalam Tabel 2 dapat dilihat pada Gambar 2. 100 90
Rata-rata Skor
Hasil uji homogenitas data menunjukkan bahwa data pre-test penguasaan konsep fisika bagi mahasiswa kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah homogen (α = 0,05), demikian juga data post-test penguasaan konsep fisika (Tabel 3).
80 70 60 50
Eksperimen
40 30
Kontrol
20 10 0 Pre-test
Post-test
Gain Score
Kelompok Uji
GAMBAR 2. Perbedaan penguasaan konsep fisika mahasiswa
Kemampuan Generik Mahasiswa Kelas Eksperimen Pembelajaran Fisika Teknik Dalam pembelajaran fisika berbasis kegiatan laboratorium dilakukan evaluasi proses pembelajaran. Evaluasi proses pembelajaran bertujuan untuk mengetahui kemampuan mahasiswa dalam pembelajaran Fisika Teknik. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan generik fisika yang meliputi kemampuan: (1) menganalisis masalah, (2) mengkons-truksi solusi melalui kegiatan praktikum, (3) memeriksa solusi, (4) menyajikan hasil, dan (5) mengkomunikasikan hasil prak-tikum. Kemampuan menganalisis masalah adalah kemampuan dalam mendiskusikan konsepkonsep yang diperlukan untuk memecahkan
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
PF-73
TABEL 5. Kemampuan Generik Mahasiswa dalam Pembelajaran Fisika Teknik No. 1 2 3 4 5
Kemampuan Menganalisis masalah Mengkonstruksi solusi Memeriksa solusi Menyajikan hasil Mengkomunikasikan hasil
Ratarata 63,17
Standar Deviasi 11,94
82,28
4,91
69,69 78,83 68,38
10,42 8,35 9,71
Merujuk pada Tabel 5 dan kategori penilaian dalam buku pedoman Universitas Negeri Padang dapat disimpul-kan bahwa kemampuan mahasiswa dalam: (1) menganalisis masalah termasuk kategori cukup, (2) mengkons-truksi solusi melalui kegiatan praktikum termasuk kategori sangat baik, (3) memeriksa solusi termasuk kategori baik, (4) menyajikan hasil termasuk kategori baik, dan (5) mengkomunikasikan hasil termasuk kategori baik. Rata-rata skor kemampuan mahasiswa dalam pelaksanaan pembelajaran dalam Tabel 5 dapat divisualisasikan dengan grafik seperti yang terlihat pada Gambar 3.
PF-74
100 90 80 Rata-rata Skor
masalah. Kemampuan mengkonstruksi solusi adalah kemampuan dalam melakukan kegiatan praktikum. Kemampuan memeriksa solusi merupakan kemampuan mahasiswa dalam memeriksa apakah konsep yang ditemukan dalam praktikum dapat mendukung solusi masalah dan apakah jawaban atau solusi dari masalah sudah ditemukan. Kemampuan menyajikan hasil adalah kemampuan dalam menyusun laporan hasil praktikum yang mencakup: penyajian data, analisis data, dan kesimpulan. Kemampuan mengkomunikasikan hasil adalah kemampuan mempresentasikan dan mendiskusikan hasil kegiatan praktikum dengan kelompok lain. Rata-rata skor kemampuan generik mahasiswa dalam pembelajaran Fisika Teknik disajikan dalam Tabel 5.
70 60 50 40 30 20 10 0 Anls Msh Kons Sols Perk Sols
Saji Hsl
Kom Hsl
Kategori Kemampuan
GAMBAR 3. Grafik kemampuan mahasiswa dalam pelaksanaan pembelajaran
PEMBAHASAN Peningkatan penguasaan konsep fisika bagi mahasiswa kelas eksperimen termasuk kategori sedang. Walaupun demikian, penguasaan konsep fisika bagi mahasiswa kelas eksperimen termasuk kategori baik (rata-rata skor post-test 65,86). Bila ditinjau dari rata-rata skor penguasaan konsep fisika bagi mahasiswa kelas eksperimen untuk materi yang diujikan dalam Fisika Teknik, terdapat perbedaan rata-rata skor penguasaan konsep fisika dalam materi listrik searah dan materi medan magnet. Penguasaan konsep fisika mahasiswa kelas eksperimen untuk materi listrik searah lebih tinggi daripada materi medan magnet, baik pada saat pre-test maupun post-test. Hal ini menunjukkan bahwa materi medan magnet lebih sulit dipahami oleh mahasiswa bila dibandingkan dengan materi listrik searah. Kemungkinan yang menjadi faktor penyebab kesulitan mahasiswa ini adalah banyak konsep atau teori dalam materi medan magnet yang sulit untuk dibuktikan karena keterbatasan alat laboratorium. Sebagai contoh dalam membahas sub pokok bahasan prinsip kerja motor listrik, mahasiswa hanya bisa mengamati putaran rotor pada motor listrik. Mahasiswa tidak bisa mengukur besar kecepatan rotor karena tidak tersedia alat pengukur kecepatan putaran di laboratorium. Mengacu pada hasil analisis data dan membandingkan rata-rata skor kemampuan generik mahasiswa dalam pembelajaran fisika
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
berbasis kegiatan laboratorium dengan skor kategori maka diperoleh bahwa kemampuan mahasiswa dalam: mengkonstruksi solusi termasuk kategori sangat baik, memeriksa solusi, menyajikan dan mengkomunikasikan hasil praktikum termasuk kategori baik. Dari sejumlah kemampuan generik yang dapat diungkapkan dalam pembelajaran fisika berbasis kegiatan laboratorium, ternyata kemampuan mahasiswa dalam menganalisis masalah termasuk kategori cukup. Hal ini kemungkinan disebabkan karena mahasiswa belum memiliki pengetahuan awal yang berkaitan dengan materi yang akan dibahas. Kemampuan menganalisis masalah, mengkonstruksi solusi, dan memeriksa solusi adalah bagian dari kemampuan pemecahan masalah. Penguasaan konsep fisika mahasiswa dapat ditingkatkan dengan melakukan kegiatan pemecahan masalah secara berkelompok (Bormann, 2012). Peningkatan penguasaan konsep fisika dan kemampuan generik mahasiswa yang diperoleh dalam pembelajaran fisika berbasis kegiatan laboratorium didukung oleh McDermott (1975) yang menyatakan bahwa mahasiswa harus mampu melakukan kegiatan laboratorium di samping menguasai konsep esensial. Kemampuan mahasiswa dalam melakukan praktikum, memecahkan masalah, dan mengkomunikasikan hasil telah memenuhi kriteria ketiga ABET (Lattuca, 2006). Kemampuan mengkonstruksi solusi yang berupa kemampuan dalam melakukan praktikum inkuiri termasuk kategori sangat baik. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Cox (2002) dan Jongdee (2009) yang menemukan bahwa kegiatan laboratorium inkuiri dapat meningkatkan kinerja mahasiswa dalam melakukan praktikum. Deters (2005) dan Weaver (2008) dalam penelitiannya menemukan bahwa kegiatan laboratorium inkuiri dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam berpikir logis, memecahkan masalah, dan memberikan pengalaman yang mengesankan dalam kegiatan laboratorium. Kegiatan laboratorium berbasis inkuiri dapat meningkatkan keterampilan mahasiswa bekerja di laboratorium (French, 2002).
SIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran fisika berbasis kegiatan laboratorium efektif untuk meningkatkan penguasaan konsep fisika dan kemampuan generik mahasiswa. Efektivitas penerapan model pembelajaran tersebut ditinjau dari: (1) peningkatan penguasaan konsep fisika mahasiswa kelas eksperimen, (2) perbedaan rata-rata skor penguasaan konsep fisika mahasiswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, dan (3) kemampuan generik mahasiswa kelas eksperimen dalam pembelajaran fisika berbasis kegiatan laboratorium. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa peningkatan penguasaan konsep fisika mahasiswa kelas eksperimen termasuk kategori sedang. Peningkatan penguasaan konsep fisika mahasiswa kelas kontrol termasuk kategori rendah. Terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor penguasaan konsep fisika mahasiswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Rata-rata skor penguasaan konsep fisika mahasiswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Penguasaan konsep fisika mahasiswa kelas eksperimen termasuk kategori baik. Kemampuan generik mahasiswa eksperimen dalam pembelajaran fisika berbasis kegiatan laboratorium termasuk kategori baik. Kemampuan generik tersebut adalah kemampuan: menganalisis masalah, mengkonstruksi solusi, memeriksa solusi, menyajikan hasil, dan mengkomunikasi-kan hasil praktikum. Pembelajaran fisika berbasis kegiatan laboratorium dapat meningkatkan penguasaan konsep fisika dan kemampuan generik yang diperlukan mahasiswa dalam menerapkan konsep fisika. Oleh karena itu dosen mata kuliah Fisika Teknik diharapkan dapat menggunakan model pembelajaran ini untuk mahasiswa program studi Pendidikan Teknik Elektro. Mengingat banyak waktu yang digunakan untuk membahas satu pokok bahasan, maka perkuliahan Fisika Teknik yang terdiri atas kegiatan tatap muka, tugas terstruktur, dan tugas mandiri harus dilaksanakan oleh mahasiswa dengan baik. Dosen mata kuliah Fisika Teknik diharapkan dapat memfasilitasi dan memotivasi mahasiswa untuk melaksanakan kegiatan tatap
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
PF-75
muka, tugas terstruktur, dan tugas mandiri. Untuk meningkatkan motivasi belajar mahasiswa dalam perkuliahan Fisika Teknik, dosen diharapkan dapat mengembalikan tugastugas kuliah, laporan praktikum, dan hasil ujian mahasiswa. Model pembelajaran fisika berbasis kegiatan laboratorium dilaksanakan di laboratorium, karena tahapan pembelajarannya melibatkan kegiatan praktikum. Untuk itu diperlukan peralatan laboratorium yang mendukung pelaksanaan pembelajaran. Kepala laboratorium fisika sangat diharapkan dapat berupaya untuk mencari solusi kekurangan peralatan laboratorium, misalnya kerjasama dengan laboratorium Fisika Teknik di fakultas/ universitas lain. REFERENSI 1.
2.
3.
4.
5.
Bormann, Jennifer Minick. Maret 2012. “Incorporating Group Problem Solving to Improve Student Learning in an Agrcultural Genetics Class1”. NACTA Journal. Cox, A.J., Junkin, W.F. 2002. “Enhanced Student Learning in the Introductory Physics Laboratory”. Physics Education. 37(1). 37-44. Creswell, J.W. 2009. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. New Delhi: Sage Publications. Depdiknas. 2002. Pengembangan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan Abad ke-21. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Deters, K. 2005. ”An Inquiry Lab on Inclined Planes”. The Physics Teacher. Vol 43. 177-179.
6.
Dit Dikmenjur. 2002. ”Pokok-pokok Pikiran: Pengembangan Pendidikan Kejuruan Menjelang 2020”. Sejarah Pendidikan Teknik dan Kejuruan di Indonesia. Jakarta: Depdiknas.
7.
Dugger, J. and Johnson,D. 1992. “A Comparison of Principles of Technology and High School Physics Student Student Achievement Using a Principles of
PF-76
Technology Achievement Test”. Journal of Technology Education. Volume 4, No.1, Fall 1992. 8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
French, D., Russel, C. Nov 2002. “Do graduate teaching assistants benefit from teaching inquiry-based laboratories?” Bioscience. Vol 52 (11). p.1036. Hake, R.R. 1998. “Interactiveengagement versus traditional methods: A six-thousandstudent survey of mechanics test data for introductory physics courses”. American Journal of Physics. 66, 64-74. Jongdee, Pintip Ruenwongsa. 2009. “Guided Inquiry Learning Unit on Aquatic Ecosystems for Seventh Grade Students”. Journal of Natural Resources & Life Sciences Education. Volume 38. Lattuca,L.R., Terenzini,P.T., and Volkwein,J.F. 2006. Engineering Change: A Study of the Impact of EC 2000. Executive Summary. USA: ABET Inc Tersedia: http:// www.abet.org. [5 Februari 2008]. McDermott, L.C. 1975. “Improving High School Physics Teacher Preparation”. Physics Teacher. 13(9). 523-529. McDermott, L.C. and Redish, E.F. 1999. “Resource Letter, PER-1: Physics Education Research”. American Journal of Physics, 67(9),755-767. Redish E.F. 2003. Teaching Physics with Physics Suite. New York: John Willey & Son, Inc.
15.
Reif, F. 1995. “Millikan Lecture 1994: Understanding and Teaching Important Scientific Thought Processes”. American Journal Physics. Vol 63(1), 17-32.
16.
Suyitno, A. 22 Agustus 2000. ”Beberapa Upaya Pemberdayaan Perkuliahan Biologi bagi Mahasiswa Pendidikan Biologi di FPMIPA UNY”. Proceeding Seminar Nasional. Pengembangan Pendidikan MIPA di Era Global. Yogyakarta: FPMIPA UNY.
17.
Taylor, J.A., Lunetta, V.N., Dana, T.M., and Tasar, M.F. 2002. ”Bridging Science and Engineering”. Journal of College Science Teaching. Vol 31(6), 378-383.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
18.
Weaver, Gabriela C., Cianán B Russell & Donald J Wink. 2008. “Inquiry-based and research-based laboratory pedagogies in undergraduate science”. Nature Chemical Biology. Vol 4(10).
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
PF-77
LKS Bilingual Berbasis Inkuiri Untuk Mengembangkan Karakter Siswa Kelas VIII SMP Pada Materi Getaran dan Gelombang Luthfia Khoirunnisa1*, Dwi Yulianti2, Nathan Hindarto2 1
Mahasiswa Jurusan Fisika Unnes 2 Dosen Jurusan Fisika Unnes * Email: [email protected]
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model, menguji tingkat kelayakan, keterbacaan, mengetahui perubahan tingkat penguasaan siswa terhadap materi getaran dan gelombang, serta mengindikasikan perubahan karakter disiplin dan rasa ingin tahu setelah diterapkan LKS bilingual berbasis inkuiri untuk mengembangkan karakter siswa kelas VIII SMP pada materi getaran dan gelombang. Penelitian ini menggunakan metode Research and Development dengan desain penelitian Pre-Experiment tipe One-Group Pretest-Posttest. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dokumentasi, tes dan observasi. Hasil penelitian diperoleh LKS yang terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian pendahuluan, bagian isi dan bagian akhir. Kelayakan LKS dengan kriteria sangat layak dan keterbacaan dengan kriteria mudah dipahami. Hasil penelitian menunjukkan penguasaan materi meningkat pada kategori sedang, dan nilai rata-rata karakter berada pada kategori membudaya. Hal ini berarti LKS bilingual berbasis inkuri dapat mengembangkan dapat meningkatkan penguasaan materi siswa pada pokok bahasan getaran dan gelombang, serta mengembangkan karakter siswa kelas VIII SMP pada materi getaran dan gelombang. Kata kunci: LKS, inkuiri, karakter. PENDAHULUAN Pembelajaran sains di sekolah SMP bilingual belum banyak melibatkan siswa dalam kegiatan praktikum, padahal didukung sarana dan prasarana yang lengkap. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan media LKS berbasis inkuiri, karena arus informasi yang berkembang di sekolah saat ini sangat cepat, sehingga perlu adanya pengintegrasian karakter. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang model LKS bilingual berbasis inkuiri untuk mengembangkan karakter siswa kelas VIII SMP pada materi getaran dan gelombang. METODE Jenis penelitian yang digunakan berupa Research and Development. Bentuk desain eksperimennya adalah Pre Experimental Design dengan jenis Pre-test and Post-test One Group
Design. Desain penelitian ini yaitu PreExperiment dengan jenis yang dipilih One– Group Pretest-Posttest. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII I SMP N 5 Semarang tahun ajaran 2012/2013. Pengambilan subjek dilakukan menggunakan teknik random sampling.
HASIL DAN PEMABAHASAN Susunan LKS LKS yang dikembangkan terdiri dari 31 halaman yang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian pendahuluan, bagian isi, dan bagian akhir. Bagian pendahuluan berisi Halaman Depan, Kata Pengantar (Preface), Daftar Isi (Table Of Contents), Standar Kompetensi (Standard Competence), Kompetensi Dasar
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-79
(Basic Competence), Indikator, Tujuan Pembelajaran (Learning’s Objective), Petunjuk Kerja (Instructions) dan Peta Konsep (Concept Map). Sedangkan bagian isi berisi sub topik berupa kegiatan eksperimen yang dituntun menggunakan pertanyaan-pertanyaan untuk mendorong siswa berinkuiri. Bagian akhir merupakan bagian tes evaluasi dan daftar pustaka. Hal ini sesuai dengan Depdiknas (2006: 8) yang menyatakan bahwa bahan ajar yang baik terdiri dari petunjuk belajar, kompetensi yang akan dicapai, isi materi pembelajaran, informasi pendukung, latihan soal dan evaluasi. Unsur inkuiri dimunculkan melalui penyusunan alur penemuan konsep. Siswa diajak untuk menyelidiki, berfikir ilmiah, sistematis, logis, menemukan konsep serta dapat menarik kesimpulan sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat the National Science Teachers Association (2004), tujuan pembelajaran sains adalah pembelajaran yang memfokuskan pada keterampilan penyelidikan, pembelajaran menemukan, pembelajaran untuk semua anak, merangsang minat sains anak serta mengembangkan warga negara yang berliterasi ilmiah. LKS mengintegrasikan pendidikan karakter disiplin dan rasa ingin tahu. Karakter di implementasikan pada kegiatan pembelajaran melalui media LKS agar mengembangkan kedua karakter tersebut, serta mengaplikasikannya pada kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan penelitian Ghufron (2010) yang menyatakan bahwa integrasi nilai-nilai karakter bangsa dapat dilakukan pada kegiatan pembelajaran semua mata pelajaran pada satuan pendidikan. Kelayakan LKS
Tabel 1. Analisis Aspek Kelayakan LKS Aspek didaktik Materi yang disajikan, disusun secara ringan dan sederhana melalui kegiatan eksperimen agar siswa aktif dan tidak merasa bosan dengan pembelajaran. Pada bagian akhir LKS terdapat soal evaluasi sejumlah 20 soal berbentuk pilihan ganda dan 6 soal essay. Tujuan pemberian soal FP-80
evaluasi adalah untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi getaran dan gelombang setelah menggunakan model LKS berbasis inkuiri yang dikembangkan. Hal itu sesuai dengan Depdiknas (2008: 38) yang menyatakan bahwa bahan ajar yang baik dilengkapi ilustrasi dan tugas atau latihan serta aktivitas lain yang dapat memperkuat pemahaman siswa terhadap materi dan kompetensi yang dipelajari. Penjabaran diatas sesuai pendapat Darmodjo et. al (1992), menyatakan bahwa aspek didaktik berarti Lembar Kerja Siswa (LKS) mendukung berlangsungnya proses belajar mengajar dan harus memenuhi persyaratan didaktik yang berarti harus mengikuti asas-asas belajar mengajar efektif. Pembelajaran disini efektif karena siswa berinteraksi langsung antara indera, obyek dan lingkungan belajar melalui permasalah yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari sehingga mengembangkan kompetensi siswa. Hal ini juga sesuai dengan pendapat bahwa siswa akan lebih mudah menerima pelajaran jika materi yang disampaikan melalui pengalaman langsung karena lebih mudah diingat dan bermakna (Yulianti & Wiyanto, 2009: 1-3). Aspek konstruksi Aspek konstruksi memperoleh kriteria sangat layak, karena LKS menggunakan bahasa Indonesia baku yang sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Selain itu penulisan huruf teks pada LKS disesuaikan pada tingkat perkembangan siswa kelas VIII SMP. LKS menggunakan susunan kalimat, kosa kata yang mudah dimengerti yang merupakan faktor penting dalam penyusunan LKS. Hal ini sesuai dengan pendapat Untari et. al (2008: 166), penggunaan bahasa menjadi faktor penting dalam pengembangan bahan ajar cetak seperti buku kerja siswa, lembar kerja siswa, dan bahan Aspek Kelayakan Didaktik Konstruksi Teknik Total Persentase skor
ajar non cetak. Aspek Teknik
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Kriteria Sangat Layak Sangat Layak Sangat Layak Sangat Layak
LKS berbasis inkuiri ini berisi ilustrasi dan contoh gambar berwarna, dengan komposisi warna yang berimbang, serta background. LKS berbasis inkuiri dengan gambar berwarna membuat siswa mengakses dan merefleksikan pengetahuan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Parsons et, al (2004: 3) pada pembelajaran inkuiri bergambar merupakan media yang tepat untuk mengakses dan merefleksikan pengetahuan. Keterbacaan LKS LKS mudah dipahami karena menggunakan kosakata sederhana sehingga siswa dapat lebih mudah memahami isi bacaan. Kalimat yang digunakan juga tidak terlalu panjang dan komunikatif sehingga akan lebih mudah untuk memahami isi bacaan dan seolah-olah siswa berinteraksi dengan gurunya sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Untari et, al (2008: 166) penggunaan bahasa komunikatif akan membuat siswa merasa seolah-olah berinteraksi (pseudointeraction) dengan gurunya sendiri melalui tulisan-tulisan yang disampaikan dalam bahan ajar. LKS juga berisi gambar - gambar berwarna, kegiatan praktikum berisi penyelidikan masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari, tantangan dan info sains yang update sehingga mendorong siswa membaca dan tertarik dengan LKS. Hal ini sesuai dengan perdapat Yildirim et. al (2011), beberapa pembelajaran menunjukkan bahwa LKS meningkatkan ketertarikan siswa pada pelajaran dan memberikan efek positif. LKS juga berisi ilustrasi yang bermanfaat pada pemahaman konsep sehingga siswa mudah memahami. Hal ini sesuai dengan penelitian Cook (2008), ilustrasi bermanfaat sebagai alat yang membantu pemahaman dan ketuntasan belajar siswa. Hasil Belajar Kognitif Analisis uji t menghasilkan harga t = -12,23, berdasarkan tabel, harga t untuk α = 5% dengan dk = 50 - 2 = 48 adalah 2,013, karena harga t yang diperoleh berada pada daerah penolakan Ho, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan penguasaan materi yang
signifikan antara pre-test dan post-test. Hasil analisis penguasaan materi siswa disajikan pada Tabel 2 TABEL 2. Hasil analisis peningkatan penguasaan materi Data Nilai Pretest Post-test Nilai terendah 40 70 Nilai tertinggi 80 100 Rata-rata kelas 57 77 Gain 0,47 (sedang) Hasil uji gain menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar kognitif walaupun berada pada kriteria sedang. Peningkatan hasil belajar karena pembelajaran dilakukan melalui eksperimen, sehingga siswa akan termotivasi untuk menemukan jawaban dari persoalan yang ada pada LKS sehingga lebih mudah menguasai materi. LKS berbasis inkuiri terbukti efektif meningkatkan hasil hasil belajar siswa sekaligus membantu siswa memperoleh keterampilan proses ilmiah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yildirim et al. (2011), LKS lebih efektif meningkatkan hasil belajar siswa sekaligus membantu siswa memperoleh keterampilan proses ilmiah. Selain itu, peningkatan hasil belajar siswa meningkat karena pengintegrasian karakter pada LKS yang dikembangkan, hal ini sesuai pendapat Benninga et, al (2003) pengintegrasian pendidikan karakter memberi pengaruh positif terhadap peningkatan hasil belajar.
Karakter Siswa TABEL 3. Rekapitulasi perkembangan tiap aspek karakter Aspek Disiplin Kehadiran Menggunakan peralatan Mengumpulkan laporan Rasa Ingin Tahu Mengajukan pertanyaan Mencari reverensi lain
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Kriteria Membudaya Mulai berkembang Mulai berkembang Mulai terlihat Mulai berkembang
FP-81
Karakter yang diteliti pada penelitian ini adalah karakter disiplin dan rasa ingin tahu. Karakter disiplin mencakup 3 indikator, diantaranya kehadiran, menggunakan peralatan sesuai dengan petunjuk dan mengumpulkan laporan tepat waktu. Karakter rasa ingin tahu mencakup 2 indikator, yaitu mengajukan pertanyaan untuk memperjelas dan menggali ilmu tentang pelajaran dan mencari reverensi lain terhadap materi yang diajarkan. Rekapitulasi perkembangan tiap aspek karakter disajikan pada Tabel 3. Perkembangan karakter dianalisis menggunakan uji gain. Hasil uji gain data awal dan data akhir disajikan pada Tabel 4. TABEL 4. Hasil uji gain karakter Indikator Disiplin Kehadiran Menggunakan peralatan Mengumpulkan laporan Rasa Ingin Tahu Mengajukan pertanyaan Mencari reverensi lain
Uji Gain Gain Kategori 0,84 Tinggi 1,00 Tinggi 0,67 Sedang 0,90 Tinggi 0,68 Sedang 0,59 Sedang 0,78 Tinggi
Disiplin Analisis pada Tabel 3, untuk aspek kehadiran, memperoleh kategori membudaya. Hal ini berarti siswa sudah terbiasa untuk masuk kelas tepat waktu, hanya beberapa yang terlambat karena pelajaran fisika berlangsung setelah jam istirahat sehingga terkadang beberapa siswa masih berada di kantin atau mengobrol bersama temannya. Pada indikator menggunakan peralatan sesuai dengan petunjuk berada pada kategori mulai berkembang. Hal ini terjadi karena siswa belum terbiasa menggunakan LKS berbasis inkuiri. Sedangkan pada indikator mengumpulkan laporan tepat waktu berada pada katagori mulai berkembang, karakter sudah mulai tampak pada perilaku siswa sehari-hari. Kebanyakan siswa sudah mengumpulkan tugas tepat waktu atau paling tidak mereka mengumpulkan pada hari yang ditentukan. Pada setiap eksperimen siswa semakin disiplin dalam mengumpulkan laporan. Kedisiplin siswa pada setiap indikator meningkat dari eksperimen pertama sampai keempat. Hal ini menunjukkan siswa mulai
FP-82
disiplin setelah beberapa kali treatment dan dukungan dari guru untuk membiasaan berperilaku positif. Hal ini sesuai pendapat Osher et, al (2009) dukungan sekolah untuk membiasakan perilaku positif dapat meningkatkan kedisiplin sekolah. Secara keseluruhan karakter disiplin berada pada katagori membudaya, peningkatan terjadi pada setiap pertemuan. Ini berarti karakter dapat dikembangkan melalui suatu kebiasaan. Hal ini dengan Musfiroh (2008 : 30) yang menyatakan bahwa karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), acting, menuju kebiasaan (habit). Secara keseluruhan analisis karakter disiplin dengan uji gain ekperimen pertama sampai keempat didapatkan perubahan nilai karakter disiplin siswa 0,84 artinya terletak pada kategori tinggi artinya bahwa kedisiplinan dapat dibangun pada sistem pendidikan terutama sekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat Bear (2008) sistem pendidikan mempunyai pengaruh besar terhadap pendekatan kedisiplinan antara lain perubahan perilaku, penegesan kedisiplinan, pendidikan karakter dan toleransi. Adanya pengaruh positif penggunaan LKS berbasis inkuiri pada pembelajaran. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian Hamidah & Palupi (2011) yang menunjukkan bahwa tindakan kelas yang berbasis pembiasaan dan motivasi memberikan makna yang sangat berarti bagi pembentukan karakter disiplin siswa. Kedisplinan individu meningkat pada setiap eksperimen, hal ini menciptakan hubungan yang baik antar siswa, lingkungan sekolah, peningkatan hasil belajar dan kecakapan pengendalian emosi. Hal ini sesuai pendapat Bear (2010) kedisiplinan individu menciptakan hubungan yang baik antar siswa, lingkungan sekolah, peningkatan hasil belajar, kepercayaan diri dan kecakapan pengendalian emosi. Rasa Ingin Tahu Analisis pada Tabel 3, untuk indikator mengajukan pertanyaan untuk memperjelas dan menggali ilmu tentang pelajaran, memperoleh kategori mulai terlihat. Hal ini berarti masih ada siswa yang tidak berani bertanya tetapi sebagian besar sudah berani mengajukan pertanyaan. Pada indikator mencari reverensi lain terhadap materi yang diajarkan berada pada katagori
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
mulai berkembang, sebagian besar siswa mecari referensi melui buku paket dan yang lain browsing lewat internet karena di dukung wifi di sekolah tersebut. Pada eksperimen pertama karakter rasa ingin tahu masih rendah terbukti siswa hanya sekedar memperhatikan setiap proses eksperimen dan belum mengajukan pertanyaan. Hal tersebut karena baru pertama menggunakan LKS berbasis inkuiri sehingga siswa masih terfokus bagaimana menggunakan alat yang sesuai. Adapun siswa bertanya tetapi konsep yang diutarakan masih dangkal. Sedangkan indikator kedua dideskripsikan bahwa siswa masih mencari referensi dari buku paket belum banyak mencari referensi dari berbagai sumber. Pada tahap ini siswa lebih banyak berada pada melihat dan mengamati informasi baru, ini disebut proses asimilasi. Piaget dalam Rifa’i & Anni (2009: 25) mengungkapkan bahwa perkembangan kognitif anak dimulai dengan tahap asimilasi. Pada eksperimen kedua, perolehan skor nilai karakter rasa ingin tahu meningkat. Hal ini menunjukkan memasuki tahap asimilasi dan akomodasi walaupun belum sepenuhnya karena belum mencari referensi dari berbagai sumber hanya beberapa siswa saja. Menurut Piaget dalam tahap akomodasi siswa mulai melakukan perubahan konsep yang sudah pernah ada, karena adanya informasi dan pengalaman yang baru (Rifa’i & Anni, 2009: 25). Pada tahap tersebut siswa mulai membangun konsep, beberapa mulai bertanya dengan pertanyaan fokus. Perubahan karakter rasa ingin tahu meningkat pada eksperimen ketiga sebagian siswa sudah mulai bertanya dengan pertanyaan fokus, bahasa jelas dan mendalam. Siswa juga mulai mencari dari berbagai referensi seperti internet. Pada eksperimen keempat siswa telah mampu berada pada tahap akomodasi yang lebih utuh dengan adanya peningkatan rata-rata tiap indikator. Pada akhir eksperimen indikator pertama berada pada katagori mulai telihat dan indikator kedua berada pada katagori mulai berkembang, tetapi secara keseluruhan karakter rasa ingin tahu memperoleh katagori membudaya. Ini terjadi karena menggunakan pendekatan inkuiri. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sujudi (2011), kelebihan dari
pendekatan inkuiri ini dapat membangkitkan rasa ingin tahu dalam bentuk pertanyaan serta mendorong siswa untuk mencari jawaban. Hasil analisis data karakter dengan menggunakan uji gain menunjukkan adanya pengembangan aspek rasa ingin tahu pada setiap eksperimen. Hal ini membuktikan adanya pengaruh positif penggunaan LKS berbasis inkuiri dalam pembelajaran. Adanya perkembangan rasa ingin tahu dikarenakan menggunakan metode inkuiri yang memberi kesempatan siswa melakukan analisis pada sebuah masalah. Hasil penelitian Zion & Sadeh (2007) rasa ingin tahu dapat dikembangkan dengan mengikuti kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran yang memperbanyak model inkuiri didalamnya, seperti penggunaan LKS berbaisis inkuiri sehingga siswa mampu terlibat lebih aktif. Secara keseluruhan pada akhir eksperimen terlihat rasa ingin tahu siswa mempunyai peningkatan yang lebih rendah dibandingkan dengan disiplin. Signifikansi gain karakter rasa ingin tahu berada pada katagori sedang, disebabkan pemberian LKS yang mengintegrasikan karakter hanya berlangsung saat pembelajaran materi getaran dan gelombang, padahal prinsip pertama pengembangan karakter menyatakan bahwa pengembangan pendidikan karakter harus dilakukan secara berkelanjutan mulai dari awal sampai akhir siswa berada di satuan pendidikan. Pengembangan pendidikan karakter bangsa harusnya melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah. Pembelajarannya tidak hanya melalui bidang studi tertentu, tetapi diintegrasikan ke berbagai bidang studi. Kemendiknas (2010 : 11) menyatakan bahwa salah satu prinsip pendidikan karakter adalah melalui semua mata pelajaran. Pernyataan tersebut sesuai dengan Sewell & College (2003) yang mengemukakan bahwa penanaman karakter dapat diintegrasikan pada kehidupan sekolah sehingga menjadi kultur dan budaya di sekolah. UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak dan Ibu serta keluarga yang tulus
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-83
ikhlas memberikan kasih sayang, do’a, motivasi, dan bimbingan, serta semua pihak yang tidak dapat di sebutkan satu-persatu dalam memberi doa, motivasi, dan bantuan lain sehingga terselesaikannya makalah ini
11.
REFERENSI 1. Bear, G. G & Duqutte, J. F. 2008. Selfdiscipline, A Primary Goal of Education, Help Student Exhibit Good Behavior In and Out of School. Bethesda, MD : National Association of School Psychologist. 2. Bear, G. G. 2010. Discipline Effective School Practices. Bethesda, MD : National Association of School Psychologist. 3. Benninga J. S, M.W. Berkowich, P. Kuehn & K. Smith. 2003. The Relationship of Character Education Implementation and Academic Achievement in Elementary School. Journal of Reseacrh in Character Education, 1(1): 19-23. 4. Cook, M. 2008. Students’Comprehension of Science Concepts Depicted in Textbook Illustrations. Electronic Journal of Science Education, 12(1): 2-14. Tersedia di http://ejse.southwesternedu/ [diakses 24-72013] 5. Darmodjo, H & Kaligis, J. R. E. 1992. Pendidikan IPA II. Jakarta: Depdikbud. 6. Depdiknas. 2006. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. 7. Depdiknas. 2008. Pengembangan Bahan Pembelajaran SD. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional 8. Ghufron, A. 2010. Integrasi Nilai-Nilai Karakter pada Kegiatan Pembelajaran. Cakrawala Pendidikan Jurnal Ilmu Pendidikan, Edisi Khusus Dies Natalis UNY(2) : 13-24. Tersedia di http://journal.uny.ac.id [diakses 7-1-2012]. 9. Hamidah, S & S. Palupi. 2011. Peningkatan Soft skills Tanggung Jawab dan Disiplin Terintegrasi Melalui Pembelajaran Praktik Patiseri. Penelitian DIPA UNY. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. 10. Kemendiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional
FP-84
12.
13.
14.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum. Musfiroh, Tadkiroatun. 2008. Pengembangan Karakter Anak Melalui Pendidikan Karakter. In Tinjauan Berbagai Aspek Character Building: Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter?. Edited by Arismantoro. Yogyakarta : Tiara Wacana. NSTA. 2004. Position statement on scientific inquiry. Online. Tersedia di www.nsta.org/about/positions/inquiry.aspx/ [diakses 1-31-2013]. Osher, et, al. 2010. How Can We Improve School Discipline. Educational Researcher. 39 (1): 48-58. Parson, E. R & Summer. G. 2004. Use of Images as Reflective Discrepant Events: Pathways for Elementary Teachers to Reconsider Practice in relation to their Views of Science Teaching and Learning. Electronic Journal of Science Education. 9 (1): 2-3.
15. Rifa’I, A. & C.T. Anni. 2009. Psikologi Pendidikan. Semarang: Unnes Press. 16. Sewell & College. 2003. Teacher’s Attitudes Toward Character Education and Inclusion in Family and Consumer Science Education Curriculum. Journal of Family and Cosumer Science Education, 21(1): 1117. 17. Sujudi, A. 2011. Pendekatan Inkuiri Untuk Mengembangkan Kemampuan Bertanya Siswa dalam Pembelajaran Fisika. Foton, Jurnal Pendidikan Fisika dan Pembelajarannya, 15 (1): 1-2. 18. Untari, et, al. 2008. Pengembangan Bahan Ajar dan Lembar Kegiatan Siswa Matapelajaran PKn dengan Pendekatan Deep Dialoque/Critical Thinking untuk Meningkatkan Kemampuan Berdialog dan Berpikir Kritis Siswa SMA di Jawa Timur. Jurnal Penelitian Kependidikan, 18(1): 163165. 19. Yildirim N, Sevil K, Alipasa A. 2011. The Effect Of The Worksheet on Student’s Achievement in Chemical Equilibrium. Journal of Turkish Science Education, 8(3): 44-58.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
20. Yulianti, D. & Wiyanto. 2009. Perancangan Pembelajaran Inovatif Prodi Pendidikan Fisika. Semarang: LP2M. 21. Zion, M & I. Sadeh. 2007. Curiosity and open inquiry. JBE, 41(4): 162-168. 22. Zuchdi, D., Z. K. Prasetya, & M. S. Masruri. 2010. Pengembangan model Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran Bidang Studi di Sekolah Dasar. Cakrawala Pendidikan Jurnal Ilmu Pendidikan, Edisi Khusus Dies Natalis UNY(2) : 13-24. Tersedia di http://journal.uny.ac.id [diakses 7-1-2012].
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-85
Perubahan Pola Berpikir Peserta Didik Pada Konsep Hukum Archimedes Eko Dian Pratiwi1*, Suharto Linuwih2, dan Sulhadi2 1)
2)
SMP N 2 Batang, Jl. RE Martadinata, Sekalong, Batang Prodi Pendidikan IPA, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang [email protected]
Abstrak. Telah dilakukan penelitian pengaruh alat peraga hukum Archimedes terhadap perubahan pola pikir peserta didik pada konsep hukum Archimedes. Alat peraga hukum Archimedes sebagai media pembelajaran untuk menjelaskan konsep yang sulit dipahami peserta didik, terutama tentang konsep benda terapung, tenggelam dan melayang. Hal ini ditunjukkan dengan hasil belajar peserta didik pada konsep hukum Archimedes di SMP N 2 Batang tahun pelajaran 2011/2012 kelas VIII, belum mencapai 85% dari nilai batas tuntas 70. Pembelajaran dengan menggunakan alat peraga hukum Archimedes yang dikembangkan secara nyata berpengaruh terhadap pola berpikir peserta didik, sehingga diharapkan pemahaman konsep peserta didik meningkat. Pola berpikir peserta didik kelas unggulan sebelum menggunakan alat peraga berasal dari pembacaan buku teks, pengetahuan sebagai struktur teoritis, hasil pembelajaran, konsep yang terfragmentasi, intuisi kehidupan sehari-hari, mengerjakan tidak serius, kemampuan verbal terbatas atau bahasa yang belum terstruktur. Setelah menggunakan alat peraga terjadi perubahan pola berpikir yaitu hasil pembelajaran lebih mendominasi dan mengerjakan tidak serius sudah tidak terlihat. Pola berpikir peserta didik kelas bawah, sebelum menggunakan alat peraga pola berpikirnya berasal dari intuisi kehidupan sehari-hari dan tidak serius mengerjakan memiliki porsi lebih besar. Setelah menggunakan alat peraga, terjadi perubahan pola berpikir, hal ini terlihat dari adanya pembacaan buku teks dan hasil pembelajaran. Kata Kunci: pola berpikir, alat peraga, hukum Archimedes PENDAHULUAN Pada saat melakukan kegiatan pembelajaran, guru harus selalu berusaha untuk memperhatikan kondisi awal, aktivitas dan peran serta peserta didik dalam pembelajaran, serta memperhatikan hasil yang diperoleh peserta didik setelah menempuh proses pembelajaran. Dengan melibatkan diri pada kegiatan pembelajaran dan evaluasi diri secara terus menerus, akan membantu memberi masukan pada proses dan metode pembelajaran yang harus dilakukan untuk kegiatan pembelajaran yang akan datang. Pada akhirnya setelah melewati jangka waktu yang cukup lama guru akan memperoleh pengalaman pembelajaran sehingga dapat menerapkan model pembelajaran maupun alat bantu pembelajaran
yang tepat, sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Pendekatan multi-representasi merupakan salah satu pendekatan yang cukup efektif untuk digunakan dalam rangka menanamkan pemahaman konsep-konsep fisika [1]. Hal ini mengindikasikan bahwa pendekatan multirepresentasi yang digunakan dalam pembelajaran konseptual interaktif memiliki efektivitas yang tergolong tinggi dalam menanamkan konsep-konsep yang tercakup dalam materi fisika. Ini dapat dimengerti mengingat penggunaan berbagai representasi dalam suatu penjelasan konsep dapat membantu memudahkan siswa dalam memahaminya. Pembelajaran sains yang berdasarkan fenomena alam dapat meningkatkan pemahaman konsep sains pada siswa [2]. Diperlukan
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-87
penerapan bermacam-macam pola pengajaran yang bertujuan untuk mendukung keberartian pembelajaran sains dan mendukung siswa mempelajari konsep sains [3]. Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan memanfaatkan alat peraga, hasilnya ternyata alat peraga tersebut dapat meningkatkan hasil belajar siswa [4]. Pengunaan instruksi berorientasi pada perubahan konseptual melalui pembelajaran kooperatif terhadap pemahaman konsep menunjukkan akuisis secara signifikan lebih baik daripada siswa yang menerima instruksi ilmu tradisional [5]. Menurut sebagian peserta didik, fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang sulit. Ada beberapa konsep fisika yang sulit untuk dipahami peserta didik, misalnya massa jenis, gerak, hukum Newton, hukum Archimedes dan masih banyak yang lainnya. Oleh karena itu guru perlu memikirkan strategi pembelajaran yang efektif untuk menyampaikan materi yang akan diajarkan pada peserta didik. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memperbaiki metode mengajar, menggunakan alat peraga yang dikembangkan dari alat peraga yang sudah ada, atau membuat alat peraga lain yang inovatif. Alat peraga tersebut diharapkan dapat membantu peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri berdasarkan konsep yang akan disampaikan. Dari pengalaman mengajar selama ini, materi hukum Archimedes sulit untuk dipahami oleh peserta didik, terutama tentang konsep benda terapung, tenggelam dan melayang. Hal ini ditunjukkan dengan hasil nilai ulangan harian peserta didik pada konsep hukum Archimedes di SMP N 2 Batang tahun pelajaran 2011/2012 kelas VIII, dari 226 peserta didik hanya 40% yang mendapat nilai sesuai KKM yaitu 70, dengan batas tuntas materi minimal 85% yang sesuai KKM. Konsep benda terapung, tenggelam dan melayang masih kurang dapat dipahami peserta didik. Hal tersebut bertolak belakang dengan keseharian peserta didik yang sudah terbiasa melihat contoh benda terapung yaitu kapal, benda tenggelam misalnya batu yang berada di dasar kolam dan benda melayang yaitu saat pelajaran olahraga renang dan mereka sendiri melayang di dalam kolam renang. Berdasarkan kondisi yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa metode FP-88
pembelajaran yang selama ini digunakan kurang efektif, sehingga perlu sebuah solusi yang sekiranya dapat meningkatkan pemahaman konsep peserta didik tentang hukum Archimedes. Dengan bantuan alat peraga yang telah dikembangkan diharapkan dapat meningkatkan pola pikir peserta didik. Pengembangan pola pikir dari hasil pembelajaran konsep fisika diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik menjadi lebih optimal. EKSPERIMEN Penelitian diawali dengan pretes untuk mengetahui pemahaman konsep awal peserta didik, selanjutnya dilakukan observasi pemahaman konsep sebelum praktikum dan setelahnya dilakukan wawancara. Berdasarkan hasil observasi pemahaman konsep awal dibuat desain alat peraga hukum Archimedes yang dikembangkan. Selanjutnya alat peraga yang telah direvisi siap untuk praktikum subyek penelitian. Langkah berikutnya dilakukan pengambilan data dari postest dan dilanjutkan wawancara sesudah praktikum. Seluruh peserta didik SMP N 2 Batang kelas VIII diambil sebagai populasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampel berstrata atau stratified sample diperoleh satu kelas atas (unggulan) dan satu kelas bawah. Pengukuran pemahaman konsep peserta didik menggunakan metode observasi berupa lembar pengamatan. Disamping metode observasi, juga digunakan metode wawancara. Hasil wawancara sebelum dan sesudah praktikum untuk mengetahui perubahan pola berpikir peserta didik yang menunjukkan peningkatan pemahaman konsep peserta didik pada materi hukum Archimedes HASIL DAN DISKUSI Responden yang terpilih untuk wawancara berjumlah 15 orang dari 40 peserta didik pada kelas unggulan, untuk kelas bawah terpilih 10 responden dari 33 peserta didik. Pemilihan responden tersebut berdasarkan atas kriteria nilai pretes maupun postes yang mewakili nilai tertinggi, sedang dan terendah. Selanjutnya, dari dua kelompok responden tersebut diambil
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
masing-masing dua orang responden untuk mewakili kelompoknya. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan pola jawaban mereka telah mengakomodir pola jawaban anggota responden yang lainnya. Wawancara untuk mengetahui perubahan pola pikir siswa dilakukan dua kali yaitu
sebelum pembelajaran menggunakan alat peraga yang dikembangkan dan sesudahnya. Proses perekaman dilakukan tiap kali wawancara dan hasil rekaman diputar pada saat melakukan analisis. Hasil analisis wawancara partisipan I dan II baik kelas unggulan maupun kelas bawah ditunjukkan pada Tabel 1.
TABEL 1. Perubahan Pola Berpikir Peserta Didik sebelum dan sesudah menggunakan Alat Peraga Hukum Archimedes yang Dikembangkan
Partisipan
I
II
Kelas
Unggulan
Bawah
Pola berpikir sebelum menggunakan alat peraga
Pola berpikir setelah menggunakan alat peraga
Mempunyai konsepsi awal, pembacaan buku teks, pengetahuan sebagai struktur teoritis, hasil pembelajaran, konsep yang terfragmentasi, intuisi kehidupan sehari-hari, mengerjakan tidak serius, kemampuan verbal terbatas atau bahasa yang belum terstruktur. Tidak punya konsepsi awal, tidak serius mengerjakan, intuisi kehidupan sehari-hari
Pembacaan buku teks, intuisi kehidupan sehari-hari, pengetahuan sebagai struktur teoritis, hasil pembelajaran, konsep yang terfragmentasi, bahasa yang belum terstruktur.
Terdapat perubahan pola berpikir
Pembacaan buku teks, intuisi kehidupan sehari-hari, hasil pembelajaran, konsep terfragmentasi, bahasa yang belum terstruktur, tidak serius mengerjakan.
Terdapat perubahan pola berpikir
Dari hasil analisis wawancara masih dimungkinkan ada peserta didik yang menentukan pilihan tanpa pertimbangan matang, karena itu pada tahap seleksi data ini hanya dipilih pola-pola jawaban yang umum sebagai fokus penelitian. Secara umum menurut Linuwih (2011) faktor-faktor yang menyebabkan konsepsi awal meliputi: pembacaan buku teks, intuisi kehidupan sehari-hari, pengetahuan sebagai struktur teoritis, apresiasi konseptual dan pembelajaran. Berdasarkan Tabel 1, sebelum menggunakan alat peraga, pola jawaban yang diberikan oleh partisipan I yang mewakili kelas unggulan: secara umum didapatkan dari pembacaan buku teks, pengetahuan sebagai struktur teoritis, hasil pembelajaran masa lalu, konsep yang terfragmentasi, intuisi kehidupan sehari-hari, dan beberapa diantaranya mengerjakan tidak serius, ini terlihat pada jawaban ’coba-coba’. Fakta ini menunjukkan peserta didik kelas unggulan telah memiliki konsepsi awal. Struktur
Ket.
pengetahuan yang digambarkan sebagai nodenode terhubung secara lengkap, sehingga recalling memori jangka panjangnya pada pembelajaran masa lalu dapat dilakukan dengan cepat. Mereka juga dapat menggunakan pengalaman intuisi kehidupan sehari-hari untuk menyelesaikan masalah, seperti tampak dalam kalimat ini, ... ’Karena sudah pernah lihat barang-barang tenggelam yang berat bendanya bu.... ’. Pola jawaban lain juga menunjukkan ketidak-seriusan dalam mengerjakan soal, ini dapat dilihat dari jawaban ’coba-coba’. Pada umumnya sebagian besar peserta didik sudah mempunyai konsep di dalam pikirannya, tetapi dalam pengungkapannya belum benar. Ini menunjukkan kemampuan verbal peserta didik terbatas atau kalimatnya tidak terstruktur dengan baik, akibatnya apa yang ada dipikirannya akan berbeda saat diungkapkan dalam bentuk lisan, seperti pada kalimat berikut ’ ... Karena jika suatu benda yang massa jenisnya lebih berat dari massa bendanya bisa tenggelam bu ...’. Maksud kalimat itu adalah bahwa massa jenis
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-89
benda lebih besar daripada massa jenis zat cair maka benda itu akan tenggelam. Pola jawaban yang menunjukkan konsep yang terfragmentasi juga diperlihatkan dalam pola jawaban peserta didik, seperti terlihat pada jawaban ’... karena saya kira massa jenis benda sama dengan massa jenis zat cair itu terapung, ternyata yang betul melayang ...’. Ini menunjukkan bahwa konsep yang dimiliki peserta didik terpotong-potong (fragmented). Untuk kelas bawah, dapat dilihat pola jawaban ’asal saja’, ’ngawur saja’ mempunyai porsi yang lebih besar. Pola jawaban tersebut menunjukkan peserta didik kelas bawah tidak mempunyai konsepsi awal atau bisa juga peserta didik tidak serius dalam mengerjakan soal. Tidak ditemukan pola jawaban yang mengacu pada pembacaan buku teks, artinya kesadaran peserta didik kelas bawah dalam membaca buku teks sangat rendah. Pola-pola jawaban di atas juga mengindikasikan bahwa peserta didik kelas bawah gagal memanggil memori jangka panjangnya, ini disebabkan struktur pengetahuan yang berupa node-node terhubung lemah atau parsial, bahkan tidak terhubung sama sekali . Ada juga pola jawaban yang menunjukkan peserta didik menggunakan pengalaman intuisi dalam kehidupan sehari-hari,seperti terlihat pada petikan wawancara berikut. .......................................................... I: Kamu pernah lihat benda tenggelam ? P: Pernah.... I: Dimana itu ? P: ....di dasar... Namun dapat dipastikan peserta didik sudah berusaha menggali konsep yang ada dalam pikiran mereka untuk diungkapkan sebagai jawaban. Menurut Linuwih (2011) jika struktur pengetahuan seorang siswa yang berkembang tidak cukup fleksibel untuk beradaptasi dengan situasi problem-solving yang berbeda, dia dapat berusaha untuk menyelesaikan suatu problem baru berdasarkan pada ’bagaimana sebuah problem contoh telah diselesaikan’, walaupun prosedur yang digunakan mungkin tidak sesuai[6]. Berdasarkan hasil analisis wawancara setelah peserta didik menggunakan alat peraga: sebagian besar pola jawaban kelas unggulan berasal dari pembacaan buku teks, pengalaman FP-90
intuisi kehidupan sehari-hari, pengetahuan sebagai struktur teoritis dan hasil pembelajaran. Pola jawaban dari hasil pembelajaran terlihat mendominasi dalam pola jawaban peserta didik. Hal ini sesuai dengan yang diharapkan dalam penelitian ini, terjadi peningkatan pemahaman dari hasil pembelajaran setelah menggunakan alat peraga yang dikembangkan. Pola jawaban yang menggambarkan konsep yang terfragmentasi masih terlihat, nampak dalam petikan wawancara berikut: ............................................................... I: Soal nomor 14, apa jawabanmu ? P: ...D bu... I: Kenapa D, alasanmu apa ? P: Karena volume rongga kapal lebih besar... I: Kenapa begitu... P: Karena jika terbuat dari besi kan lebih berat tidak tenggelam karena mendapatkan gaya apung... I: Hubungannya apa dengan rongga lebih besar.... P:.kalau rongganya kecil tenggelam bu.. Pengungkapan konsep dengan menggunakan bahasa yang belum terstruktur juga masih ada, contohnya pada kalimat berikut: ....bendanya lebih berat sedangkan massa jenis zat cairnya lebih kecil..., maksudnya adalah massa jenis bendanya lebih besar daripada massa jenis zat cair. Tetapi pola jawaban yang menggambarkan peserta didik tidak serius mengerjakan soal sudah tidak nampak. Dapat dipastikan bahwa pembelajaran menggunakan alat peraga hukum Archimedes yang dikembangkan merubah pola pikir peserta didik yang pada akhirnya pemahaman konsep peserta didik kelas unggulan meningkat. Pada kelas bawah fenomena yang terjadi setelah pembelajaran menggunakan alat peraga yang dikembangkan sebagai berikut. Dari pola jawaban peserta didik mengindikasikan adanya perubahan pola berpikir, terlihat dari pembacaan buku teks sudah mulai dilakukan, contohnya dalam kalimat berikut ini ’....karena baca LKS....’. Selain itu peserta didik juga menggunakan intuisi sehari-hari, pola jawaban yang menggunakan hasil pembelajaran juga sudah nampak seperti petikan wawancara berikut ini. .............................................................................
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
P: Massa jenis zat cair lebih kecil daripada massa jenis benda bu... I: Kondisi benda apa itu ? P: .....tenggelam.... I: Tenggelam...kok massa jenis benda lebih kecil ? P: ....(berpikir sebentar)...massa jenis benda lebih besar bu... Dari kesalahan jawaban yang peserta didik berikan sebelumnya, akhirnya peserta didik berusaha memperbaikinya dengan recalling hasil pembelajaran yang sudah didapatkan pada waktu pembelajaran dengan memakai alat peraga yang dikembangkan. Akan tetapi polapola jawaban yang berasal dari konsep yang terfragmentasi masih nampak seperti petikan wawancara berikut: ................................................................ P: ....massanya lebih ringan.. I: Kondisi benda apa itu, kok massanya lebih ringan ? P: ....terapung bu... I: Terapung....massa atau massa jenisnya yang lebih ringan ? P: ...(baca soal lagi)....massa jenisnya lebih ringan dari zat cair bu.... I: Kamu jawab apa ? P: Massa lebih besar.... Demikian juga pola jawaban yang pengungkapannya belum benar secara verbal masih banyak terlihat, contohnyapada kalimat berikut ’ ....massanya lebih ringan..’., seharusnya kalimat itu berbunyi ’massa jenisnya lebih kecil’. Selanjutnya pola jawaban yang berasal dari ketidak seriusan tetap ada walaupun frekuensinya tidak sebanyak pada waktu sebelum menggunakan alat peraga yang dikembangkan. Contohnya seperti pada kalimat berikut ’....ngarangan kok bu...’, maksudnya jawabannya adalah hasil mengarang atau asal saja. Secara garis besar dapat digambarkan bahwa peserta didik kelas bawah telah mengalami perubahan pola pikir yang cukup baik berdasarkan pola-pola jawaban yang disampaikan. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan pemahaman konsep tentang materi hukum Archimedes pada peserta didik kelas bawah setelah proses pembelajaran menggunakan alat peraga yang dikembangkan. Pemetaan perubahan pola berpikir peserta didik
tersebut dapat ditunjukkan pada Gb. 1, Gb. 2, Gb. 3 dan Gb 4.
GAMBAR 1. Pola berpikir peserta didik kelas unggulan sebelum menggunakan alat peraga
GAMBAR 2. Pola berpikir peserta didik kelas unggulan setelah menggunakan alat Peraga
Berdasarkan Gambar 1. dan Gambar 2; pada kelas unggulan sebelum menggunakan alat peraga yang dikembangkan, peserta didik sudah mempunyai konsepsi awal maka struktur pengetahuan yang digambarkan sebagai nodenode terlihat agak banyak dan saling terhubung dengan baik. Setelah menggunakan alat peraga yang dikembangkan maka node-node tersebut menjadi bertambah banyak dan terhubung semakin lengkap dan rumit. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada peserta didik kelas unggulan, konsepsi awal yang sudah dimiliki diperkuat dengan aktivitas pembelajaran yang menggunakan alat peraga yang dikembangkan menjadi konsepsi baru, sehingga dimungkinkan pemahaman konsep peserta didik kelas unggulan berkembang ke arah konsepsi alternatif dan konsepsi ilmiah yang menuju pada terbentuknya konsepsi paralel. Konsepsi lebih dari satu yang terjadi pada seseorang tentang suatu konteks/konsep dikatakan sebagai konsepsi parallel [7]. Lebih lanjut menurut Linuwih (2011), konsepsi paralel dapat terjadi dari pemikiran yang berupa konsepsi ilmiah dan konsepsi alternatif yang muncul secara
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-91
bersamaan dan bersaing. Konsepsi paralel dapat juga terjadi dari dua macam konsepsi alternatif yang saling bersaing [6].
GAMBAR 3. Pola berpikir peserta didik kelas bawah sebelum menggunakan alat peraga
GAMBAR 4. Pola berpikir peserta didik kelas bawah setelah menggunakan alat peraga
Berdasarkan Gb. 3. dan Gb 4; pada peserta didik kelas bawah, sebelum menggunakan alat peraga yang dikembangkan tidak mempunyai konsepsi awal, sehingga node-node yang digambarkan hanya sedikit dan tidak terhubung dengan baik bahkan bisa jadi tidak terhubung sama sekali. Setelah menggunakan alat peraga yang dikembangkan, terjadi peningkatan pemahaman konsep pada peserta didik kelas bawah, sehingga node-node tersebut jumlahnya agak banyak dan saling menyambung secara sederhana. KESIMPULAN Pola berpikir peserta didik kelas unggulan sebelum menggunakan alat peraga sebagian besar berasal dari pembacaan buku teks, pengetahuan sebagai struktur teoritis, hasil pembelajaran, konsep yang terfragmentasi, intuisi kehidupan sehari-hari, mengerjakan tidak serius, kemampuan verbal terbatas atau bahasa yang belum terstruktur. Setelah menggunakan alat peraga terjadi perubahan pola berpikir pada peserta didik yaitu hasil pembelajaran lebih mendominasi dan mengerjakan tidak serius sudah tidak terlihat. Pola berpikir peserta didik
FP-92
kelas bawah, sebelum menggunakan alat peraga pola berpikirnya berasal dari intuisi kehidupan sehari-hari dan tidak serius mengerjakan memiliki porsi lebih besar. Hal ini menunjukkan peserta didik kelas bawah tidak mempunyai konsepsi awal. Setelah menggunakan alat peraga, terjadi perubahan pola berpikir, hal ini terlihat dari adanya pembacaan buku teks dan hasil pembelajaran. REFERENSI 1. Suhandi, A. dan Wibowo. F.C. 2012. Pendekatan Multirepresentasi Dalam Pembelajaran Usaha-Energi dan Dampak terhadap Pemahaman Konsep Mahasiswa . Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 8: 1-7 2. Calvacante,PS., Newton,DP., & Newton,LD. 1997. The effect of various kinds of lesson on conceptual understanding in science. Research in science & Technological Education. Vol.15. No.2. 185-193. 3. Tytler, R.2002. Teachng for understanding in science : Constructivist / Conceptual change teaching approaches. Australian Science Teachers Journal 48.4. Dec 2002 4. Aziz, A., Yulianti, D. dan Handayani, L. 2006. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Memanfaatkan Alat Peraga Sains Fisika untuk meningkatkn Hasil Belajar Dan Kerjasama Siswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia Vol.4 [2]. 5. Celikten, O, at al. 2012. The effect of the conceptual change oriented instruction through cooperative learning on 4th grade students understanding of earth and sky concepts. Science Education International. Vol.23, No. 1, 84-96. 6. Linuwih, S. 2011. “Konsepsi Paralel Mahasiswa Calon Guru Fisika Pada Topik Mekanika”. Disertasi. Bandung : PPs UPI. 7. Hartmann,S. & Niedderer,H. 2005. Parallel Conceptions in The Domain of Force and Motion, dalam Boersma, K . Research And the Quality Of Science Education;471 – 481
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Model POPMI Sebagai Salah Satu Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Fisika Imron1,*, Farid Nurul Yaqin2 1
Staf Pendidik SMAN 1 Lasem, Rembang 2 Mahasiswa Fisika FMIPA UNNES * Email: [email protected]
Abstrak. Perkembangan Teknologi Informasi (Komputer) telah mengubah paradigma pembangunan di segala bidang, baik dalam penyampaian materi pelajaran maupun dalam penyelenggaran pendidikan. Dunia pendidikan secara sadar telah banyak berubah seiring dengan kemajuan teknologi informasi (TI). Pemanfaatan komputer dalam dunia pendidikan dapat memunculkan paradigma baru tentang sistem pendidikan yang diharapkan dapat mengatasi berbagai kendala klasik seperti : kurangnya guru yang berkualitas, terbatasnya alat bantu pembelajaran, mahalnya alat praktikum, kurangnya sarana/prasarana pendidikan, dan mahalnya sumber belajar. Hal ini menuntut pendidik harus lebih kreatif menyiapkan peserta didik, karena dalam kelas pendidik lebih banyak berperan sebagai fasilitator. Salah satu alternatif paradigma baru sistem pendidikan yang berbasis komputer adalah ”dot com educational system” dan juga ”multimedia pembelajaran interaktif”. Namun demikian, majunya teknologi informasi dan komunikasi tidak serta merta menuntaskan kendala tersebut dan tidak serta merta meningkatkan mutu pendidikan. Masih banyak upaya yang harus ditempuh agar dunia pendidikan dapat memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Dalam artikel ini penulis akan memfokuskan pembahasan dan mengajak diskusi tentang penerapan modul, praktikum dan pemanfaatan multimedia pembelajaran interaktif beserta hubungan terhadap pelaksanaan KTSP beserta kendalanya. Kata kunci: Model POPMI, Multimedia, Pembelajaran Interaktif, Prestasi Belajar. PENDAHULUAN
Kemajuan internet turut mendukung agar informasi yang tersedia dimana saja. Sesuai data APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) pertengahun 2009, jumlah pengguna Internet di Indonesia ada sekitar 30 juta orang atau 13 %. Angka ini masih jauh dari penetrasi netter dunia yang mencapai 23.5% atau 17.2% di Asia. Persentase netter Indonesia (13%) masih kalah jauh dengan negara-negara tetangga di Asia seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan China. Malaysia : 62.8% netter, Filipina : 14.6%, Thailand : 20.5% , Vietnam : 24.2%, China : 22.4%, Korea Selatan : 76.1% dan Jepang : 73.1%. Seiring dengan perkembangan Teknologi Informasi (TI) yang semakin pesat, kebutuhan akan suatu konsep dan mekanisme belajar mengajar (pendidikan) berbasis TI menjadi tidak
terelakkan lagi. Konsep yang kemudian terkenal dengan sebutan e-Learning ini membawa pengaruh terjadinya proses transformasi pendidikan konvensional ke dalam bentuk digital, baik secara isi (contents) dan sistemnya. Saat ini konsep e-Learning maupun multimedia pembelajaran interaktif sudah banyak diterima oleh masyarakat dunia, terbukti dengan maraknya implementasi e-Learning di lembaga pendidikan. Di bidang pendidikan, akan dikembangkan education sehingga sebagian besar perpendidikan tinggi, SMA dan SMK akan terhubung dengan internet. Microsoft sebagai patner pemerintah, telah menyiapkan pembuatan kurikulum TIK dan program lain, salah satu diantaranya adalah mendukung program One School One Computer Lab. TI telah memberikan konstribusi luar biasa dalam hal penyebaran informasi ke seluruh
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-93
belahan dunia, hanya dengan berada di depan komputer yang terhubung dengan internet kita terhubung ke dunia global untuk ”bermain” informasi dengan ribuan komputer penyedia informasi yang dibutuhkan, terutama dalam bidang pendidikan. Namun demikian, majunya TIK tidak serta merta menuntaskan kendala tersebut dan tidak serta merta menngkatkan mutu pendidikan. Masih banyak upaya yang haus ditempuh, agar dunia pendidikan dapat memanfaatkan kemajuan TIK. Salah satu upaya tersebut adalah memanfaatan model multimedia pembelajaran interaktif. Dimana dengan menggunakan konsep e-learning, peserta didik dapat belajar secara on line, baik dengan internet maupun intranet. Sehingga, pendidik tidak ada alasan untuk kekurangan jam dan materi tidak cukup untuk disampaikan. Ada perubahan besar paradigma dalam pendidikan TEORI YANG MELANDASI FISIKA, HASIL DAN PEMBAHASAN, SIMPULAN, DAN REFERENSI Mengingat luasnya permasalahan yang menyangkut satuan pendidikan, peserta didik, dan bahan kajian untuk mata pelajaran fisika, maka perlu diberi batasan sebagai berikut: 1. Model pembelajaran yang digunakan adalah model POPMI yaitu: panduan modul, paktikum dan multimedia interaktif. 2. Media pembelajaran yang digunakan adalah multimedia pembelajaran interaktif. 3. Materi yang digunakan adalah Listrik Dinamis yang merupakan salah satu topik mata pelajaran Fisika kelas X semester 2 pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). 4. Model POPMI yang dimaksud adalah penggabungan 3 model, yaitu : model pembelajaran berbasis tekstual (panduan modul), inquiry (praktikum) dan model berbasis TIK yaitu multi media pembelajaran interaktif. Adapun yang menjadi rumusan masalah : 1. Adakah peningkatan prestasi belajar fisika dengan memanfaatkan Model POPMI? 2. Sebarapa besar peningkatan prestasi belajar fisika dengan memanfaatkan Model FP-94
POPMI? 3. Sejauhmana pemanfaatan Model POPMI dalam menunjang pelaksanaan KTSP terutama mata pelajaran Fisika? Teori Yang Melandasi Pembelajaran Fisika Beberapa teori yang melandasi pembelajaran Fisika, yaitu: a. Filsafat Kontruktivisme Filsafat konstuktivisme adalah filsafat yang mempelajari hakekat pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu terjadi. Menurut filsafat ini, pengetahuan adalah bentukan (kontruksi) kita sendiri yang sedang menekuninya. Bila yang sedang menekuni adalah peserta didik, maka pengetahuan itu adalah bentukan peserta didik sendiri. (Suprijono:2009). Piaget mengamati bagaimana seorang anak pelan-pelan membentuk pengetahuannya sendiri. Dalam kasus belajar fisika, anak diberi kebebasan untuk mempelajari sendiri dan kemajuannya dapat sendiri-sendiri. Tekanannya adalah peserta didik hanya dapat mengerti fisika bila ia sendiri belajar. Dengan demikian, peserta didik membangun pengetahuannya sendiri. (Suparno:2007). b. Teori Inteligensia Majemuk Teori ini dikembangkan oleh Howard Gardner seorang Profesor dari Havard University, AS. Gardner menggolongkan adanya 9 inteligensi yang dipunyai manusia, yaitu inteligensia linguistik, matematis-logis, ruang visual, kinestetik-badani, musikal, interpersonal, intrapersonal, lingkungan, dan eksistensial. Berbagai metode untuk mengeti inteligensi peserta didik antara lain: (1) tes inteligensia ganda, (2) mengamati reaksi peserta didik saat pendidik mengajar dengan berbagai inteligensi ganda, (3) mengamati gerak dan aktivitas peserta didik di luar kelas, (4) nilai rapor dan juga portofolio kegiatan peserta didik. Dalam risetnya, Gardner juga menemukan bahwa pendidik kebanyakan lebih suka mengajar dengan metode yang sesuai dengan inteligensi yang menonjol (Suparno:2007). c. Teori Perkembangan Piaget Piaget membedakan 4 tahap dalam perkembangan kognitif seseorang, yaitu tahap sensorik-motorik (0-2 tahun), tahap pra-
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
operasional (2-7 tahun), tahap pemikiran operasional (7-11 tahun) dan tahap pemikiran formal (11 tahun ke atas). Dalam perkembangannya, pemikiran anak berkembang pelan-pelan mulai dari sensorimotor, lalu ke pemikiran konkrit dan baru ke pemikiran abtrak. Itulah sebabnya, dalam pembelajaran fisika atau IPA di SD dan SMP, perlu banyak praktik atau contoh kejadian yang konkrit seharihari(Suparno:2007). Prinsip-prinsip Piaget dalam pembelajaran diterapkan dalam program-program yang menakankan pembelajaran melalui penemuan dan pengalaman-pengalaman nyata dan manipulasi alat, bahan atau media pembelajaran yang lain serta peranan pendidik sebagai fasilitator yang mempersiapkan lingkungan dan kemungkinan peserta didik dapat memperoleh berbagai pengalaman belajar. d. Doing Sciences Secara umum, proses doing sciences mencakup langkah-langkah sebagai berikut: (1) mengamati gejala yang ada; (2) mengajukan pertanyaan mengapa gejala itu terjadi; (3) membuat hipotesa untuk menjawab persoalan yang diajukan atau menjelasakan alasannya; (4) merencanakan suatu eksperimen dan melakukannya; (5) menarik kesimpulan apakah hipotesanya benar atau tidak. (Suparno:2007).
e. Prinsip Less in More Sebagian besar pendidik fisika berpendapat, bahwa peserta didik harus dijejali banyak bahan fisika, seluruh buku paket harus diselesaikan. Dengan target, peserta didik lulus fisika 100 % dengan nilai yang sangat baik. Berlawanan dengan keyakinan sebagian besar pendidik di atas, dalam pembaharuan pendidikan fisika, yang dikenal dengan prinsip less ini more. Artinya, dalam pembelajaran fisika, kita tidak menekankan banyaknya bahan, sehingga peserta didik terbelenggu dan malah tidak menguasai bahan. Melainkan kita mengajarkan yang penting saja. Sehingga, bahan fisika dapat dikurangi jumlahnya. Teknologi Informasi (Komputer) Dan TIK Saat ini komputer dan piranti pendukungnya telah masuk dalam setiap aspek kehidupan dan pekerjaan. Komputer yang ada sekarang memiliki kemampuan yang lebih dari sekedar perhitungan matematik biasa. Diantaranya adalah sistem komputer di kassa supermarket yang mampu membaca kode barang belanjaan, sentral telepon yang menangani jutaan panggilan dan komunikasi, jaringan komputer dan internet yang menghubungkan berbagai tempat di dunia.
TABEL 1. Pemanfaat internet di seluruh Dunia tahun 2012 Populasi(juta) Pengguna ProsentasedariPen ProsentasedariP (juta) duduk engguna China 1.340.000 538 40,1 % 22,4 % AmerikaSerikat 313,84 245 78,1 % 10,2 % India 1.200.000 137 11,4 % 5,7 % Jepang 127,36 101,2 79,5 % 4,2 % Brasil 193,94 88,4 45,6 % 3,7 % Rusia 142,5 67,9 47,7 % 2,9 % Jerman 81,3 67,4 83 % 2,8 % Indonesia 248,64 55 22,1 % 2,3 % Inggris 63,04 52,7 83,6 % 2,2% Perancis 65,63 52,2 79,6 5 2,2 % Sumber : http://inet.detik.com Dalammakalahini, Sebelum dilakukan tindakan, rata-rata nila fisika penulismemulaikegiatandenganpembagiankelompok, untuk kelas X.A adalah 60.44. Ketuntasan belajar penerapansilus 1 (penerapanmodul), siklus 2 fisika kelas X.A adalah 44 % (14 dari 32 peserta (penerapanmoduldanpraktikum) dansiklus 3 didik). Nilai terendah 44 dan tertinggi 82. (penerapanmodul, praktikumdan multimedia Dari hasil tes di atas, dilakukanlah pembagian interaktif) kelompok dengan mempetimbangkan nilai dan jenis kelamin. Dari hasil pembagian kelompok, didapatkan hasil sebagai berikut: Siklus 1 Nama Negara
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-95
TABEL 2. Pembagian kelpompok dan nilai rata-rata sebelum tindakan siklus 1 Kelompok L P Rata-rata Kelompok A 1 3 60.50 Kelompok B 1 3 60.50 Kelompok C 1 3 60.30 Kelompok D 2 2 60.50 Kelompok E 1 3 60.50 Kelompok F 1 3 60.50 Kelompok G 1 3 60.50 Kelompok H 1 3 60.30 Setelah diberi tindakan, rata-rata kelas menjadi 68,41. Ketuntasan belajar fisika kelas X.A adalah 66 % (21 dari 32 peserta didik ). Nilai terendah 33 dan tertinggi 90. Dari hasil uji kompetensi secara individu, didapatkan hasil sebagai berikut: TABEL 3. Nilai rata-rata setelah tindakan siklus 1 Kelompok Pra Siklus Siklus 1 Kelompok A 60.50 61.80 Kelompok B 60.50 69.80 Kelompok C 60.30 65.30 Kelompok D 60.50 69.80 Kelompok E 60.50 56.50 Kelompok F 60.50 81.80 Kelompok G 60.50 75.80 Kelompok H 60.30 66.80 Dari tabel di atas, ada peningkatan dan ada penurunan rata-rata kelompok setelah tindakan pada siklus pertama. Kelompok yang mengalami peningkatan tertinggi adalah kelompok F. Dari ratarata 60.50 menjadi 81.80. Kelompok yang mengalami penurunan adalah kelompok E. Dari ratarata 60.50 menjadi 56.50. Hal ini sebanding dengan keaktifan dan kekompakan kelompok dalam berdiskusi dan menyelesesaikan tugas. Kelompok E yang aktif hanya 1 peserta didik. Dari segi keaktifan dan kekompakan kelompok dalam berdiskusi dan menyelesesaikan tugas, secara umum kurang baik yaitu 47 % (15 peserta didik yang aktif dari 32 peserta didik). Dari refleksi siklus pertama, diambil tindakan dengan mengkolaborasikan antara modul dengan penerapan multimedia pembelajaran interaktif berbasis web yang dibuat sebelum penelitian. Siklus 2 Setelah diberi tindakan kedua, rata-rata kelas menjadi 71,41. Ketuntasan belajar fisika kelas X.A adalah 78 % (25 dari 32 peserta didik ). Nilai terendah 30 dan tertinggi 90.
FP-96
Dari hasil uji kompetensi didapatkan hasil sebagai berikut:
secaa
individu,
TABEL 4. Nilai rata-rata setelah tindakan siklus 2 Kelompok Pra Siklus Siklus 1 Siklus 2 Kelompok A 60.50 61.80 75.00 Kelompok B 60.50 69.80 60.00 Kelompok C 60.30 65.30 70.00 Kelompok D 60.50 69.80 60.00 Kelompok E 60.50 56.50 70.00 Kelompok F 60.50 81.80 75.00 Kelompok G 60.50 75.80 82.50 Kelompok H 60.30 66.80 82.50 Dari tabel di atas, ada peningkatan dan ada penurunan rata-rata kelompok setelah tindakan pada siklus pertama. Kelompok yang mengalami peningkatan adalah kelompok A, C, E, G dan H. Kelompok yang mengalami penurunan adalah kelompok B, D dan F. Walaupun ada beberapa kelompok yang mengalami penurunan, secara klasikal rata-rata nilai naik menjadi 71.88 (naik 5.07 % dari siklus pertama atau naik 18.93 % dari sebelum tindakan) Dari segi keaktifan dan kekompakan kelompok dalam berdiskusi dan menyelesesaikan tugas, secara umum naik menjadi 72 % (23 peserta didik yang aktif dari 32 peserta didik). Dari refleksi siklus kedua, diambil tindakan dengan disamping mengkolaborasikan antara modul dengan penerapan multimedia pembelajaran interaktif berbasis web yang dibuat sebelum penelitian, juga diberi ketrampilan praktikum di laboratorium.. Siklus 3 Setelah diberi tindakan ketiga, rata-rata kelas menjadi 81,25. Ketuntasan Ketuntasan belajar fisika kelas X.A adalah 94 % (30 dari 32 peserta didik ). Nilai terendah 60 dan tertinggi 100. Dari hasil uji kompetensi secaa individu, didapatkan hasil sebagai berikut: TABEL 5. Nilai rata-rata setelah tindakan siklus 3 Kelompok
Pra Siklus
Siklus 1
Siklus 2
siklus 3
Kelompok A 60.50 61.80 75.00 82.50 Kelompok B 60.50 69.80 60.00 82.50 Kelompok C 60.30 65.30 70.00 87.50 Kelompok D 60.50 69.80 60.00 80.00 Kelompok E 60.50 56.50 70.00 82.50 Kelompok F 60.50 81.80 75.00 82.50 Kelompok G 60.50 75.80 82.50 82.50 Kelompok H 60.30 66.80 82.50 70.00 Dari tabel di atas, semua kelompok mengalami peningkatan bila dilihat dari sebelum tindakan.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
TABEL 6. Nilai dan Prosentase kenaikan dilihat dari sebelum tindakan Kelompok Kelompok A Kelompok B Kelompok C Kelompok D Kelompok E Kelompok F Kelompok G Kelompok H
Pra Siklus 60.50 60.50 60.30 60.50 60.50 60.50 60.50 60.30
Siklus 1 61.80 69.80 65.30 69.80 56.50 81.80 75.80 66.80
Siklus 2 75.00 60.00 70.00 60.00 70.00 75.00 82.50 82.50
siklus 3 82.50 82.50 87.50 80.00 82.50 82.50 82.50 70.00
% 36 36 44 32 36 36 36 16
Dari segi keaktifan dan kekompakan kelompok dalam berdiskusi dan menyelesesaikan tugas, secara umum naik menjadi 90 % (29 peserta didik yang aktif dari 32 peserta didik). Dari refleksi siklus ketiga, dapat disimpulkan bahwa penggunaan media POPMI dapat meningkatkan prestasi belajar hal ini dapat dilihat dari peningkatan nilai sebelum dan sesudah tindakan. Sebagaimana pada tabel 5 diatas. Kelompok yang mengalami peningkatan paling tinggi adalah kelompok C yaitu 44 % dari nilai sebelum tindakan. Sedangkan yang mengalami peningkatan paling kecil adalah kelompok H yaitu 16 % dari nilai sebelum tindakan.
Manfaat Penggunaan Multimedia Pembelajaran Interaktif Penggunaan multimedia pembelajaran interaktif akan memberikan keuntungan bagi peserta didik dan pendidik. Keuntungan bagi peserta didik: (1) pembelajaran individu cenderung menurunkan jumlah waktu yang diperlukan untuk memperlajari sesuatu, atau menghemat waktu, dan peserta didik lebih serius memusatkan perhatinnya, sehingga ada waktu yang lebih banyak untuk mengerjakan tugas; (2) peserta didik dapat ikut berperan serta dalam strategi pembelajaran yang tidak mungkin dilakukan dalam situasi pembelajaran tradisonal; dan (3) penggunaan multimedia menjadi metode alternatif untuk mempelajari ketrampilan tertentu dan dapat membantu peserta didik yang tidak mampu mencapai sukses dengan metode lain; (4) kecenderungan peserta didik bergantung kepada pendidik akan berkurang; dan (5) ketrampilan belajar lebih terfokus dan dikembangkan. Sedangkan keuntungan bagi pendidik adalah: (1) akan menghemat waktu pendidik, (2) dapat
menggantikan kegiatan belajar yang kurang efektif dan berpotensi menimbulkan bahaya; (3) mengubah rutinitas pendidik; (4) memberikan semangat baru untuk mengembangkan pembelajaran dan (5) merupakan metode baru yang baik bagi pendidik; (6) pendidik tidak lagi sebagai pelaksana teknis. Dari berbagai hasil kajian, menurut Mulyasa (2005) sedikitnya terdapat (7) tujuh kesalahan yang sering dilakukan pendidik, antara lain: (1) mengambil jalan pintas dalam pembelajaran; (2) menunggu peserta didik bererilaku negatif; (3) menggunakan destruktif dicipline; (4) mengabaikan kebutuhan-kebutuhan khusus (perbedaan individu) peserta didik; (5) merasa dirinya paling pandai dikelasnya; (6) tidak adil (diskriminatif); dan (7) memaksa hak peserta didik. Dari kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan di atas, salah satu alternatif pemecahannya adalah pendidik harus lebih kreatif dan mau berubah menjadi lebih baik sehingga dalam proses pembelajaran akan terjadi pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif dan interaktif, efektif serta menyenangkan. Untuk memenuhi tuntutan pendidik sebagai profesi, pendidik harus mampu memaknai pembelajaran dan menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik. Dengan memperhatikan kajian Pullias dan Young (1988), Manan (1990), serta Yelon and Weinstein (1997) dalam Mulyasa (2005), sedikitnya dapat ada 19 (sembilan belas) peran pendidik, yakni: pendidik sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu (inovator), model dan teladan, pribadi, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah, pembawa cerita, aktor, emansipator, evaluator, pengawet, dan sebagai kulminator. Menyikapi kesalahan yang sering dilakukan pendidik dan peran pendidik di atas, salah satu pemecahannya adalah dengan mengkondisikan pendidik untuk kreatif dan menjadi pendidik yang profesional sehingga dapat menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan, diantaranya dengan memanfaatkan Teknologi Informasi (TI) dan Multimedia Pembelajaran Interaktif khususnya dalam mengimplementasikan KTSP.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-97
Memandang multimedia merupakan sesuatu yang dinamis, jika dimanfaatkan dalam bidang pendidikan akan lahirlah satu konsep pembelajaran yang baru gabungan dari pendekatan pendidikan dan hiburan yang dinamakan edutaiment (education + entertainment). Masalah yang ada dalam pengembangan model pembelajaran berbantuan TI, adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk merancang sebuah media pembelajaran. Dari tahun ke tahun, memang ada upaya mempersingkat waktu rancangan sebuah media pembelajaran yang berdurasi satu jam tayang. Bahasa Fortran pada tahun 1979 membutuhkan waktu 2286 jam (Avner:1979), sedangkan pada tahun 1994 software Presentasi membutuhkan waktu 4-6 jam (Helander, at al:1997). Pemanfaatan komputer dalam dunia pendidikan tidak hanya untuk mengetik data, namun juga memunculkan paradigma baru sistem pendidikanyang diharapkan dapat mengatasi kendala-kendala klasik. Paradigma ini dapat mengintegrasikan beberapa sistem seperti : ”virtual teacher”, ”virtual laboratory”, ”eBook”, ”e-library”, virtual school” atau lebih mudahnya dengan mengembangkan multimedia pembelajaran intraktif baik yang dibuat sendiri maupun downloud dari internet pada situs-situs pendidikan, bahkan bisa menggabungkan keduanya. Mahalnya alat dan bahan praktikum untuk pembelajaran matematika dan sains (MIPA) telah mendorong berbagai upaya pengembangan ”virtual laboratory”. Dalam virtual laboratory, semua alat dan bahan menjadi maya namun pembelajaran peserta didik melalui praktek maya dapat dilakukan secara berulang tanpa harus menyediakan alat dan bahan, baik yang bersifat bahan habis pakai atau tidak. Inefektifitas adalah kata yang cocok untuk menggambarkan pola sistem pendidikan kita sekarang, sebab seiring dengan perkembangan zaman, pertukaran informasi menjadi semakin cepat dan instan, namun institut yang masih menggunakan sistem tradisional ini mengajar (di jenjang sekolah tinggi kita anggap memberikan informasi) dengan sangat lambat dan tidak seiring dengan perkembangan TI dan mobilitas Informasi itu sendiri. Sistem konvensional ini seharusnya sudah ditinggalkan sejak ditemukannya media FP-98
komunikasi multimedia. Karena sifat internet dan juga multimedia pembelajaran interaktif yang dapat digunakan setiap saat, artinya peserta didik dapat memanfaatkan program-program pendidikan yang disediakan di jaringan internet dan memanfaat multimedia pembelajaran interaktif kapan saja sesuai dengan waktu luang mereka sehingga kendala ruang dan waktu yang mereka hadapi untuk mencari informasi sebagai sumber belajar dapat teratasi. Selain itu pendidik tidak lagi menjadi sumber informasi, dengan adanya TI, pendidik menjadi pemicu atau moderator dan fasilitator bagi murid untuk mengembangkan kreatifitasnya dan mencari pengetahuan yang seluas-luasnya dengan adanya TI. Setiap sistem sekolah harus bersifat moderat terhadap teknologi yang memampukan mereka untuk belajar dengan lebih cepat, lebih baik, dan lebih cerdas. TI dapat menjadi kunci untuk menuju model sekolah masa depan yang lebih baik. Salah satu aspeknya ialah kondisi geografis Indonesia dengan sekian banyaknya pulau yang terpencar-pencar dan kontur permukaan buminya yang seringkali tidak bersahabat, biasanya diajukan untuk menjagokan pengembangan dan penerapan TI untuk pendidikan. TI sangat mampu dan dijagokan agar menjadi fasilitator utama untuk meratakan pendidikan di bumi Nusantara, sebab TI yang mengandalkan kemampuan pembelajaran jarak jauhnya tidak terpisah oleh ruang, jarak dan waktu. Tantangan Pembelajaran MIPA Di Masa Mendatang Beberapa keuntungan pemanfaatan TI dan multimedia pembelajaran interaktif di atas, harus bisa memacu pendidik khususnya pendidik MIPA untuk lebih meningkatkan kreatifitasnya. pendidik diharapkan tidak hanya dapat memanfaatkan TI dan multimedia pembelajaran interaktif, tetapi juga harus dapat menyiapkan, merancang membuat dan menggunakan bahan ajar untuk peserta didiknya. Kendala yang dihadapi pendidik dalam menyiapkan, merancang dan membuat multimedia pembelajaran interaktif, menyebabkan minimnya kreatifitas pendidik
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Kendala tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Wargahadipraja (2005) meliputi: (1) analisis kebutuhan yang tidak tepat; (2) tidak terdesak untuk kreatif; (3) instruktur fisik dan pendidikan tidak siap; (4) perhatian terfokus pada perangkat keras daripada perangkat lunak dan manusianya; (5) tiadanya keberlangsungan pendanaan; (6) lemahnya penguasaan pendidik terhadap TI (komputer) khususnya dalam pemanfaatan dan pembuatan multimedia pembelajaran interaktif Teknologi informasi telah ”mengecilkan ukuran” bumi kita. Sejak tumbuhnya teknologi telekomunikai dan teknologi informasi, waktu tempuh dalam ruang maya makin singkat. Akibatnya seolah jarak sudah tidak menjadi masalah lagi dalam dunia telekomunikasi dan informasi. Dengan adanya rencana sertifikasi pendidik dan dosen, di masa mendatang diharapkan mampu lebih kreatif dalam menciptakan pembelajaran yang melibatkan proses berfikir tinggi, sehingga pendidik dapat berperan sebagai produser dan desainer pengalaman belajar bermutu tinggi. Untuk mengurangi berbagai kendala di atas, ada beberapa solusi yang sekiranya dapat diperhatikan dan dimanfaatkan: (1) pemerintah harus menambah anggaran untuk meningkatkan kualitas pendidik terutama dalam pelatihan pembuatan multimedia pembelajaran interaktif; (2) masing-masing sekolah harus menyiapkan satu ruangan khusus untuk pembuatan multimedia pembelajaran interaktif bagi pendidik; (3) sebagian besar kelas dalam sekolah terdapat satu perangkat komputer yang sudah terhubung dengan internet atau intranet serta sebuah proyektor; (4) pendidik harus mau berubah dari pembelajaran konvensionaltradisional menuju pembelajaran kooperatifdan berbantuan TI (multimedia interaktif); (5) pendidik harus mengetahui pendekatan terhadap pengembangan TIK, yaitu: (a) Hadir; (b) Aplikasi; (c) Integrasi; dan (d) Tranformasi; dan (6) pendidik harus mengetahui tahap pembelajaran dengan dan melalui TIK: (a) mengenal alat-alat TIK; (b) belajar bagaimana menggunakan alat-alat TIK; (c) memahami bagaimana dan kapan menggunakan alat-alat TIK; dan (d) spesialisasi dalam penggunaan alat-alat TIK.
SIMPULAN Sebelum dilakukan tindakan, rata-rata nila fisika untuk kelas X.A adalah 60.44. Ketuntasan belajar fisika kelas X.A adalah 44 % (14 dari 32 peserta didik ). Nilai terendah 44 dan tertinggi 82 Setelah diberi tindakan pada siklus, rata-rata kelas menjadi 68,41. Ketuntasan belajar fisika kelas X.A adalah 66 % (21 dari 32 peserta didik ). Nilai terendah 33 dan tertinggi 90. Setelah diberi tindakan kedua, rata-rata kelas menjadi 71,41. Ketuntasan belajar fisika kelas X.A adalah 78 % (25 dari 32 peserta didik ). Nilai terendah 30 dan tertinggi 90. Setelah diberi tindakan ketiga, rata-rata kelas menjadi 81,25. Ketuntasan Ketuntasan belajar fisika kelas X.A adalah 94 % (30 dari 32 peserta didik ). Nilai terendah 60 dan tertinggi 100. Dengan demikian, bahwa penggunaan media POPMI dapat meningkatkan prestasi belajar hal ini dapat dilihat dari peningkatan nilai sebelum dan sesudah tindakan. Sebagaimana pada tabel 5 diatas. Kelompok yang mengalami peningkatan paling tinggi adalah kelompok C yaitu 44 % dari nilai sebelum tindakan. Sedangkan yang mengalami peningkatan paling kecil adalah kelompok H yaitu 16 % dari nilai sebelum tindakan. SARAN Dengan diterapkannya kurilulum 2013, penerapan pembelajaran berbasis TIK hendaknya tidak dilakukan setenga-setengah. Sehingga, proses pembelajaran dapat berjalan asyik, menyenangkan dan memenuhi target. Sesuai apa yang diamanatkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional,. REFERENSI 1. 2.
3.
Harun, J dan Tasir, Z. 2003. Pengenalan Kepada Multimedia. Selangor :Venton Publishing. Haryanto, Yuli. 2005. Teknologi Informasi dan Komunikasi. makalah disajikan dalam Diklat Multimedia Provinsi Jawa Tengah di LPMP Jawa Tengah, Semarang Oktober 2005. Kadiawarman. 2000. Pendidikan Berbasis Komputer. makalah disajikan dalam Konvensi
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-99
4.
5.
6.
Nasional Pendidikan IV di Hotel Indonesia, Jakarta 30 Juli 2000. Mulyanto, dkk. 2005. Pembuatan Bahan Ajar Multimedia Pembelajaran Interaktif.disajikan dalam Diklat Multimedia Provinsi Jawa Tengah di LMPM Jawa Tengah, Semarang Oktober 2005. Mulyasa, E. 2005. Menjadipendidik Profesional:Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Siswoyo. 2005. Using Information Technology (IT) in Physics Teaching and Learning, makalahdisajikandalam Seminar
FP-100
7.
8. 9.
NasionalPendidikanFisika di UNJ, Jakarta 8 Desember 2005. Soehartina, Ikke. 2005. E-Learning sebagai Media Pembelajaran, makalahdisajikandalam Seminar NasionalPendidikanFisika di UNJ, Jakarta 8 Desember 2005. Susilana, Rudi dan Riyana, Cepi. 2007. Media Pembelajaran.Bandung. Wacana Prima. Suparno, Paul. 2007. Metodologi Pembelajaran Fisika: Kontruktivisme dan Menyenangkan.Yogyakarta. USD Press.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Efektifitas Pendekatan Content and Language Integrated Learning (CLIL) Melalui Running Dictation untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Keterampilan Berkomunikasi Lisan Siswa Sekolah Bilingual Wati1,*, Langlang Handayani2, dan Nathan Hindarto3 1
Mahasiswa S1Pendidikan Fisika UNNES 2,3 Dosen Jurusan Fisika UNNES * Email: [email protected]
Abstrak. Salah satu upaya pemerintah untuk mempersiapkan SDM yang berkualitas dalam rangka menghadapi era globalisasi adalah dengan menyelenggarakan sekolah bilingual. Dalam penyelenggaraanya, ada beberapa kendala yang dihadapi, diantaranya adalah kurangnya kompetensi siswa dalam memahami materi yang diajarkan dalam bahasa Inggris. Akibatnya hasil belajar dan keterampilan berkomunikasi lisan siswa rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan penerapan pendekatan CLIL melalui running dictation untuk meningkatkan hasil belajar kognitif dan keterampilan berkomunikasi lisan siswa sekolah bilingual dibandingkan metode ceramah biasa. Desain penelitian ini adalah Pretest-Posttest Control Group Design. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai gain dan t-test hasil belajar kognitif dan keterampilan berkomunikasi lisan kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan CLIL melalui running dictation lebih efektif untuk meningkatkan hasil belajar kognitif dan keterampilan berkomunikasi lisan siswa sekolah bilingual daripada metode ceramah biasa. Kata kunci: CLIL; hasil belajar; keterampilan berkomunikasi lisan; running dictation. PENDAHULUAN Globalisasi ditandai dengan semakin memudarnya batas antarnegara dan bebasnya persaingan di segala bidang. Sebagai dampaknya setiap individu dituntut untuk mampu bersosialisasi dan bersaing dengan individu lain dari seluruh belahan dunia. Guna memenuhi tuntutan tersebut, maka Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas sangat diperlukan. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan SDM. Pendidikan yang berkualitas diharapkan akan menghasilkan SDM yang berkualitas pula. Salah satu upaya pemerintah untuk mewujudkan pendidikan berkualitas yang mampu menghasilkan SDM berdaya saing global adalah dengan menyelenggarakan sekolah bilingual. Sekolah bilingual adalah sekolah yang menggunakan dua bahasa pengantar yaitu
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dalam proses pembelajarannya. Ada beberapa kendala dalam penyelenggaraan sekolah bilingual. Salah satu diantaranya adalah kurangnya pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan dalam bahasa Inggris. Hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan oleh Astika & Wahyana (2010) yaitu rendahnya kompetensi siswa dalam memahami materi dalam bahasa Inggris menjadi salah satu kendala dari pembelajaran MIPA bilingual. Rendahnya kompetensi siswa dalam memahami materi dalam bahasa Inggris menyebabkan rendahnya hasil belajar dan keterampilan berkomunikasi lisan siswa dalam bahasa Inggris. Marleny (2008), mengungkapkan bahwa dari 26 siswa yang diteliti di SMP N 9 Palembang hanya 3 orang yang memperoleh nilai tuntas dalam pelajaran fisika dengan kriteria ketuntasan 75. Sementara
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-101
itu, Suparno (Sunarsih, 2012) menyatakan bahwa hanya 36,07 % siswa SMP yang memiliki keterampilan berbicara baik. Sukaryati (2012) menyatakan bahwa salah satu hal yang menyebabkan siswa enggan berbicara (terutama dalam bahasa Inggris) adalah kurangnya penguasaan kosa kata. Ismanto (2009) menyebutkan bahwa sampai saat ini masih banyak guru yang belum berhasil menjadi role model sebagai pengguna bahasa Inggris yang baik. Penyebab hal tersebut adalah karena selama ini pihak sekolah dan guru belum melakukan pendekatan integrasi antara materi pelajaran dan bahasa Inggris. Salah satu pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan antara materi pelajaran dan bahasa pengantarnya adalah Content and Language Integrated Learning (CLIL). Marsh (Coyle, 2008) mengemukakan bahwa karakteristik dari CLIL adalah memadukan materi pelajaran non bahasa dengan bahasa pengantar asing dalam proses pembelajaran dengan porsi yang sama, tidak hanya fokus pada salah satu aspek saja. Pendekatan CLIL memungkinkan siswa untuk bisa memahami materi non bahasa sekaligus bahasa yang digunakan. Sesuai dengan pernyataan Xanthou (2011), yang menyatakan bahwa pendekatan CLIL memberikan dampak positif terhadap pengetahuan materi dan pengetahuan perbendaharaan kata bahasa Inggris siswa. Oleh karena itu, CLIL sangat tepat diterapkan di sekolah bilingual yang materi pelajarannya disajikan dalam bahasa Inggris. Salah satu metode pembelajaran yang menggunakan pendekatan CLIL adalah running dictation. Running dictation merupakan suatu metode pembelajaran berbasis game yang memfokuskan kemampuan siswa dalam reading, speaking, listening, dan writing (DEECD, 2008). Metode pelaksanaan running dictation yang berbasis game akan membuat siswa tertarik untuk mengikuti pembelajaran sehingga pemahaman siswa terhadap materi akan baik. Amaliya (2011) menyatakan bahwa dalam penelitiannya, penerapan game yaitu physics communication games dapat meningkatkan minat belajar dan pemahaman siswa. Melalui running dictation, pemahaman siswa terhadap materi berbahasa Inggris diharapkan dapat
FP-102
meningkat sehingga dapat meningkatkan hasil belajar dan keterampilan berkomunikasi siswa. Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar (Rifa’i, 2009). Hasil belajar meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Bloom (Rifa’i, 2009) menyatakan bahwa aspek kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, afektif berkaitan dengan sikap, dan psikomotorik berkaitan dengan keterampilan siswa. Keterampilan berkomunikasi adalah kecakapan untuk menyampaikan dan menerima pesan. Berdasarkan cara penyampaiannya, komunikasi dibedakan menjadi komunikasi verbal dan non-verbal. Komunikasi verbal meliputi komunikasi lisan dan tulisan. Fokus pada penelitian ini adalah keterampilan berkomunikasi lisan, yang meliputi aspek mendengarkan, berbicara, dan membaca (Bennet, 1991). Berdasarkan latar belakang tersebut rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Apakah pendekatan CLIL melalui running dictation dapat meningkatkan hasil belajar dan keterampilan berkomunikasi lisan siswa sekolah bilingual? (2) Seberapa besar peningkatan hasil belajar dan keterampilan berkomunikasi lisan siswa sekolah bilingual dengan penerapan pendekatan CLIL melalui running dictation? dan (3) Bagaimana keefektifan penerapan pendekatan CLIL melalui running dictation untuk meningkatkan hasil belajar dan keterampilan berkomunikasi lisan siswa sekolah bilingual dibandingkan dengan metode ceramah biasa? Dengan demikian tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pendekatan CLIL melalui running dictation dapat meningkatkan hasil belajar dan keterampilan berkomunikasi lisan siswa bilingual, seberapa besar peningkatannya, dan keefektifan pendekatan CLIL jika dibandingkan dengan metode ceramah biasa.
METODE Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Semarang. Subyek penelitiannya adalah kelas VII semester 2 dengan sampel dua kelas, yaitu satu kelas sebagai kelas kontrol dan satu kelas
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
sebagai kelas eksperimen. Desain penelitian yang digunakan adalah Pretest-Posttest Control Group Design. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode running dictation sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar aspek kognitif dan keterampilan berkomunikasi lisan siswa yang dikenai metode running dictation dan yang tidak dikenai metode running dictation. Terdapat tiga metode pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu metode dokumentasi, tes, dan observasi. Metode dokumentasi digunakan untuk mengetahui datadata siswa, metode tes untuk mengetahui hasil belajar kognitif siswa, dan metode observasi untuk mengetahui skor keterampilan berkomunikasi lisan siswa. Dalam penyusunan
instrumen tes dilakukan uji coba kemudian hasilnya dianalisis dengan uji validitas, reliabiltas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda, sedangkan data penelitian diuji homogenitas, normalitas, gain, dan t-test.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mengukur hasil belajar kognitif dan keterampilan berkomunikasi lisan siswa. Hasil pretest dan posttest hasil belajar kognitif dapat dilihat pada TABEL 1.
TABEL 1. Hasil Pretest dan Posttest Hasil Belajar Kognitif Kelas Kontrol Hasil Test Pretest Postest Nilai Tertinggi 92,00 92,00 Nilai Rata-rata 61,27 72,55 Nilai Gain 0,29 (rendah)
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa saat posttest rata-rata hasil belajar kognitif kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol. Nilai gain kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol yang berarti peningkatan hasil belajar kognitif kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa penerapan pendekatan CLIL melalui running dictation memberikan dampak positif terhadap hasil belajar kognitif siswa. Dampak positif metode running dictation terhadap hasil belajar kognitif siswa terjadi dikarenakan running dictation merupakan kegiatan pemantapan materi. Dalam running dictation siswa diajak untuk mengingat dan memantapkan pemahaman terhadap materi yang telah diajarkan. Kegiatan tersebut akan menambah pemahaman siswa terhadap materi sehingga hasil belajar kognitif mereka tinggi. Selain itu, lembar running dictation berisi kalimat pernyataan tentang materi yang harus dicek kebenarannya oleh siswa. Kegiatan memecahkan masalah yang kontradiktif tersebut merupakan salah satu kegiatan reflect on the material yang merupakan bagian dari Preview, Question, Read, Reflect, Recite, dan Review
Kelas Eksperimen Pretest Postest 84,00 92,00 58,73 74,91 0,39 (sedang)
(PQ4R). PQ4R merupakan strategi belajar yang dapat meningkatkan pemahaman dan daya ingat siswa (Rifa’i, 2009). Kegiatan reflect on the material adalah kegiatan mengaitkan materi yang dibaca dengan pengetahuan yang dimiliki. Dalam kegiatan running dictation, setelah siswa selesai mendiktekan semua kalimat dari lembar running dictation, siswa mendiskusikan salah atau benar pernyataan kalimat-kalimat tersebut. Siswa harus mengingat materi-materi yang telah diajarkan untuk dapat menentukan benar atau salah kalimat tersebut. Dengan demikian, ingatan siswa terhadap materi yang telah dipelajari bertambah. Kegiatan pemantapan materi dalam running dictation diperkuat dengan pembahasan bersama, sehingga siswa mengingat materi lain yang tidak mereka ingat. Hal lain yang menyebabkan adanya dampak positif metode running dictation terhadap hasil belajar kognitif siswa adalah running dictation merupakan salah satu metode pembelajaran berbasis game yang dapat membuat siswa senang melaksanakannya, sehingga siswa termotivasi dan tertarik mengikuti pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh DEECD
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-103
(2008), yang menyatakan bahwa: “running dictation is often used to inject some fun into the learning, or to enliven a tired class”. Hal serupa disampaikan oleh Pivec & Kearney (2007), yang menyatakan bahwa game dapat menumbuhkan motivasi untuk belajar, meningkatkan kemungkinan hasil belajar yang diinginkan akan tercapai. Ketertarikan siswa terhadap metode pembelajaran memunculkan motivasi siswa. Motivasi merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan keberhasilan anak dalam belajar. Siswa yang termotivasi mengikuti pembelajaran akan mengikuti pembelajaran dengan baik, sehingga pemahaman mereka terhadap materi juga baik. Peningkatan hasil belajar kelas eksperimen masih termasuk kategori sedang. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendekatan CLIL melalui running dictation belum memberikan hasil yang maksimal. Belum maksimalnya hasil tersebut disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah kurangnya pelaksanaan running dictation. Dalam penelitian ini, running dictation hanya dilakukan satu kali, sehingga pemantapan materi siswa masih relatif kurang. Dalam pelaksanaan running dictation satu siswa hanya memperoleh kesempatan dua kali untuk mendiktekan kalimat, sehingga pemantapan materi untuk setiap siswa belum maksimal. Pemahaman materi siswa ada kaitannya dengan ingatan, jika ingatan siswa baik, maka pemahaman materi siswa baik pula, sehingga hasil belajarnya baik. Untuk meningkatkan ingatan siswa terhadap materi, diperlukan kegiatan pemantapan materi seperti running dictation yang berulang. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ahmadi & Supriyono (2003), yang menyatakan bahwa untuk menambah ingatan siswa terhadap materi diperlukan pengajaran yang berulang. Pembahasan berikutnya adalah keterampilan berkomunikasi lisan siswa. Hasil skor keterampilan berkomunikasi lisan siswa dinyatakan dalam persentase untuk setiap kategori. Hasil obervasi keterampilan berkomunikasi lisan siswa dapat dilihat pada TABEL 2.
FP-104
TABEL 2. Persentase Jumlah Siswa Setiap Kategori pada Pretest. Kelas Kontrol Kelas Ekperimen Kategori Pretest Postest Pretest Postest Kurang 59,09% 22,73% 54,55% 4,55% Cukup 27,27% 40,91% 27,27% 40,91% Baik 13,64% 27,27% 18,18% 9,09% Sangat Baik 0,00% 9,09% 0,00% 45,45% Gain 0,23 (rendah) 0,43 (sedang) Secara lebih jelas data tersebut disajikan pada GAMBAR 1.
GAMBAR 1. Perbandingan persentase jumlah siswa setiap kategori keterampilan berkomunikasi lisan pada pretest dan posttest antara kelas kontrol dan kelas eksperimen.
GAMBAR 1 menunjukkan bahwa jumlah siswa yang masuk kategori baik dan sangat baik mengalami peningkatan saat posttest. Peningkatan jumlah siswa yang masuk kategori sangat baik untuk kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol. TABEL 2 menunjukkan bahwa faktor gain kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan keterampilan berkomunikasi lisan siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada siswa kelas kontrol. Hal serupa disampaikan oleh Zydatiβ (2012) yang menyatakan bahwa kompetensi berkomunikasi siswa kelas yang dikenai pendekatan CLIL lebih baik dari siswa kelas reguler. Dalam running dictation siswa dilatih untuk mengasah keterampilan berkomunikasi lisan yaitu saat mendiktekan kalimat dan diskusi. Saat mendiktekan kalimat siswa dilatih untuk menyampaikan pesan secara jelas kepada temannya. Penyampaian pesan secara jelas
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
diperlukan untuk suatu komunikasi yang efektif. Saat diskusi, siswa dilatih untuk menyampaikan pendapat mengenai pernyataan yang telah ditulis. Setelah salah satu siswa yang menyampaikan pendapatnya, guru menawarkan kepada siswa lain untuk menanggapi. Setelah beberapa siswa menanggapi, guru menyampaikan informasi yang sebenarnya. Dengan kegiatan-kegiatan tersebut, keterampilan berkomunikasi lisan siswa terlatih sehingga bisa meningkat dari sebelumnya. Hal lain yang menjadikan running dictation dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi lisan siswa adalah pemberian reward (hadiah). Reward diberikan kepada kelompok yang memperoleh skor tertinggi dalam pelaksanaan running dictation. Skor diambil dari penilaian hasil pendiktean, kecepatan pendiktean, dan keaktifan siswa dalam diskusi. Adanya reward tersebut membuat siswa termotivasi untuk bersaing memperoleh skor tertinggi, sehingga siswa termotivasi untuk melakukan yang terbaik, termasuk aktif dalam kegiatan diskusi. Siswa dengan sendirinya mau mencoba untuk menyampaikan dan menanggapi pendapat. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh Syah (2003), yang menyatakan bahwa pemberian reward (hadiah) merupakan faktor ekstrinsik yang dapat memotivasi siswa untuk belajar. Kalimat dalam lembar running dictation ditulis dalam bahasa Inggris. Dalam diskusi, siswa harus membacakan hasil diskusi dalam bahasa Inggris. Dengan demikian keterampilan berkomunikasi lisan siswa menggunakan bahasa Inggris menjadi terlatih. Ketika menanggapi pendapat, siswa masih menggunakan bahasa campuran antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, karena masih ada beberapa kata bahasa Inggris yang belum dikuasai siswa. Oleh karena itu, diperlukan pembiasaan untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi lisan siswa menggunakan bahasa Inggris, tidak hanya saat kegiatan pembelajaran tetapi juga dalam kegiatan siswa sehari-hari di lingkungan sekolah maupun di rumah. Peningkatan keterampilan berkomunikasi lisan siswa kelas eksperimen termasuk dalam kategori sedang dengan gain 0,43. Peningkatan tersebut belum masuk dalam kategori tinggi,
karena pelaksanaan running dictation hanya dilakukan satu kali selama penelitian, sehingga pelatihan keterampilan berkomunikasi lisan siswa masih relatif kurang. Untuk mengatasi hal tersebut, salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan menambah pelaksanaan running dictation. Semakin banyak pelaksanaan running dictation, semakin sering keterampilan berkomunikasi lisan siswa dilatih, sehingga keterampilan berkomunikasi lisan siswa akan semakin baik. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Hamalik (2003), yang menyatakan bahwa untuk mempelajari keterampilan, salah satu hal yang penting adalah adanya latihan (practice) secara berulang. Dalam penelitian ini ada beberapa kendala yang dihadapi. Kendala tersebut antara lain kurangnya pelaksanaan running dictation, keterbatasan materi pada lembar running dictation, kurangnya pemahaman siswa terhadap kalimat dalam lembar running dictation, adanya kesalahpahaman siswa terhadap adanya reward, dan adanya beberapa siswa pasif. kendalakendala tersebut berdampak pada hasil belajar dan keterampilan berkomunikasi lisan siswa beberapa siswa masih belum maksimal. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan CLIL melalui running dictation dapat meningkatkan hasil belajar kognitif dan keterampilan berkomunikasi lisan siswa sekolah bilingual. Peningkatan hasil belajar dan keterampilan berkomunikasi lisan siswa termasuk dalam kategori sedang, yaitu 0,39 untuk hasil belajar dan 0,43 untuk keterampilan berkomunikasi lisan. Penerapan pendekatan CLIL melalui running dictation lebih efektif untuk meningkatkan hasil belajar kognitif dan keterampilan berkomunikasi lisan siswa sekolah bilingual daripada metode ceramah biasa yang ditunjukkan dengan nilai gain CLIL lebih tinggi dari metode ceramah biasa yaitu 0,39>0,29 untuk hasil belajar dan 0,43>0,23 untuk keterampilan berkomunikasi lisan. Sementara itu, berdasarkan kendala-kendala yang dihadapi selama penelitian saran yang dapat diberikan untuk penelitian sejenis antara
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-105
lain, untuk mencapai gain lebih tinggi hendaknya running dictation dilaksanakan berulang untuk setiap materi, lembar running dictation hendaknya mencakup keseluruhan materi, dan siswa diminta untuk menerjemahkan secara tertulis kalimat pendiktean ke dalam bahasa Indonesia. Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap adanya reward, hendaknya dalam penilaian ketepatan kalimat lebih diutamakan daripada kecepatan waktu. Untuk menghindari siswa pasif, hendaknya di awal pembelajaran guru menekankan bahwa penilaian diambil secara individu bukan kelompok. UCAPAN TERIMA KASIH
Saya menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan artikel ini. Pihak-pihak tersebut antara lain Bapak Nathan dan Bu Langlang selaku dosen pembimbing, siswa-siswa SMP Negeri 2 Semarang, dosen-dosen Jurusan Fisika, dan teman-teman fisika angkatan 2009 UNNES. REFERENSI 1. Ahmadi, A. & Supriyono. W. 2003. Psikologi belajar (edisi revisi). Jakarta: PT Rineka Cipta. 2. Amaliya, S. 2011. Penerapan physics communication games dengan pendekatan SETS untuk meningkatkan pemahaman kebencanaan dan minat belajar sains fisika siswa SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. 7(2011): 101-105. 3. Astika, G. & Wahyana. A. 2010. Model pembelajaran MIPA bilingual dalam rangka mendukung keberhasilan program sekolah bertaraf internasional di Jawa Tengah. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Salatiga: FBS Universitas Kristen Satya Wacana. 4. Bennett, J. M. 1991. Four powers of communication (skills for effective learning). Singapura: McGraw-Hill Book Co. 5. Coyle, D. 2008. Content and Language Integrated Learning, Motivating Learners dan Teachers. Makalah. Diunduh di
FP-106
[email protected] tanggal 3 Januari 2013. 6. DEECD. 2008. ESL Development continuum P-10 (teaching strategy – running dictation. Department of Education and Early Childhood development. Diunduh di www.education.vic.gov.au/studentlearning/te achingresources/est tanggal 18 Januari 2013. 7. Hamalik, O. 2003. Perencanaan pengajaran berdasakan pendekatan sistem. Jakarta: PT Bumi Aksara. 8. Ismanto, H.R. 2009. Bahasa Inggris, tantangan guru untuk “go internasional”. Diunduh di www.kompas.com tanggal 17 Desember 2012. 9. Marleny. 2008. Studi pelaksanaan pembelajaran IPA Fisika di kelas rintisan sekolah bertaraf internasional (sekolah bilingual) SMP N 9 Palembang. Komunitas Blogger Universitas Sriwijaya. Diunduh di email : [email protected] tanggal 25 Juli 2012. 10. Pivec, M. & P. Kearney. 2007. Games for learning and learning from games. Informatica, 31: 419-423. Diunduh di http://mpivec.radical.ac.nz tanggal 9 Januari 2013. 11. Rifa’i, A. & Anni. C.T. 2009. Psikologi pendidikan. Semarang: Universitas Negeri Semarang Press. 12. Sukaryati, Y. 2012. Upaya peningkatan berbicara bahasa Inggris dengan menggunakan media gambar berseri siswa Kelas VII-C 2011/2012 SMP Negeri 12 Surabaya. E-jurnal Dinas pendidikan Kota Surabaya. 3: 1-15. 13. Sunarsih, S. 2012. Pembelajaran keterampilan berbicara model kooperatif teknik mencari pasangan dan teknik kancing gemerincing pada siswa introver dan ekstrover di SMP. Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 1(1): 35-39. Diunduh di http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/selok a tanggal 3April 2013. 14. Syah, M. 2003. Psikologi belajar. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 15. Xanthou, M. 2011. The impact of CLIL on L2 vocabulary development and content knowledge. English Teaching, 10 (4). Diunduh di
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
http://education.waikato.ac.nz/research/files/ etpc/files/2011v10n4art7.pdf. tanggal 19 Juli 2012. 16. Zydatiβ, W. 2012. Linguistic thresholds in the CLIL classroom? the threshold hypothesis revisited. International CLIL
Research Journal, 1(4): 17-28. Diunduh di http://www.icrj.eu/14/article2.html tanggal 26 Desember 2012.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-107
DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN SESI PARALEL FISIKA PENDIDIKAN 2
Nama Penanya : Eko Dian Pratiwi Nama Pemakalah : Firmanul Catur Wibowo Kode : B-06 Pertanyaan : Validitas biasanya diujikan pada siswa kemudian diujikan pada subyek penelitian. Tapi ternyata itu bukan ukuran valid atau tidak, karena ukuran validitas yang benar adalah dari ahli, apa para ahli harus mengerjakan soal tersebut? Jawaban : Validitas soal cukup dari para ahli (dosen) tidak perlu subyek uji coba
Nama Penanya : Nama Pemakalah : Johar Maknun Kode : B-05 Pertanyaan : Apa yang sebenarnya dimaksud PMBBKL itu?Apa yang diteskan? Jawaban : PMBBKL adalah metode untuk mengarahkan masyarakat untuk mengurangi/mencegah potensi bencana alam di lingkungan sekitar. Aspek yang diujikan adalah pemahaman siswa & masyarakat tentang bencana dan cara menanggulanginya
Nama Penanya : Dody Nama Pemakalah : Eko Dian Pratiwi Kode : B-08 Pertanyaan : Apa yang dimaksud dengan pola-pola (pada grafik)? Jawaban :
Itu adalah noda-noda konsep dengan anak panah yang menunjukkan keterkaitan antara satu konsep dengan konsep yang lain.
Nama Penanya : Hasbi Iskandar Nama Pemakalah : Siswanto Kode : B-01 Pertanyaan : Apakah perbedaan model pembelajaran PBI (Problem Based Instruction) dengan Scientific Project Learning? Jawaban : Scientific Project Learning merupakan produk dari PBI
Nama Penanya : M. Alie M. Nama Pemakalah : F Ismawati Kode : B-02 Pertanyaan : Kenapa tidak ada peningkatan yang signifikan terhadap kelas eksperimen? Jawaban : Dikarenakan belum terbiasa adanya kegiatan eksperimen
KELOMPOK FISIKA PENDIDIKAN 3
Pengembangan Media Pembelajaran Spreadsheet Excel™ Materi Gerak Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Iryan Dwi Handayani*, Ani Rusilowati dan Susilo Program Pascasarjana Kampus UNNES Bendan Ngisor Semarang, Indonesia *
Email: [email protected]
Abstrak, Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa masih rendah dan kurangnya pemanfaatan spreadsheet excel dalam pembelajaran fisika, hal tersebut merupakan kondisi yang perlu diatasi. Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan media pembelajaran yang berupa tutorial pembuatan grafik materi gerak untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Media pembelajaran yang dikembangkan berupa media tutorial dengan aplikasi spreadsheet excel digabungkan dengan software Camtasiavideo 8. Jenis penelitian yang adalah research dan pengembangan (R&D).Metode pengembangannya melalui tahapan pendahuluan (define), pembuatan (design), pengembangan (development) dan evaluasi.Subjek penelitiannya adalah siswa kelas VII D dan VII F SMP Kesatrian 2 Semarang.Hasil pengujian menunjukkan media yang dikembangkan dalam kategori baik, valid dan praktis.Kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Kata Kunci :Spreadsheet Excel, Berpikir Tingkat Tinggi.
PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak bagi dunia pendidikan, sehingga pendidik mempunyai kewajiban untuk memanfaatkannya dan mengarahkan peserta didik ke dalam pembelajaran abad 21, yang terdiri atas pengetahuan dasar, pengetahuan meta dan pengetahuan humanistis[1]. Komputer dengan segala fasilitasnya adalah suatu perangkat modern yang mempunyai banyak kelebihan. Rumusan yang sulit diketahui arti fisisnya akan lebih mudah dipahami dengan bantuan fasilitas grafik dalam
spreadsheet excel[2], selain itu kemampuan komunikasi ilmiah di kalangan siswa meningkat dengan menggunakan bahan ajar berbasis spreadsheet [3]. Peneliti melakukan pengembangan media pembelajaran Spreadsheet Excel yang digabungkan dengan software Camtasia Video 8 bertujuan untuk menghasilkan media pembelajaran yang valid, efektif yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah serta praktis. Berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir aktif dan mengutamakan keahlian dalam menerapkan, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi informasi [4].Indikator berpikir kritis dijelaskan dalam Tabel 1.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-109
TABEL 1Indikator Berpikir Kritis Menurut Ennis
Indikator berpikir kritis Elementary clarification (memberikan penjelasan sederhana) Basic support (membangun keterampilan dasar)
Inference (membuat kesimpulan)
Advance clarification (memberikan penjelasan lebih lanjut) Strategy and tactics (mengatur strategi dan taktik)
Sub indikator berpikir kritis 1. Memfokuskan pertanyaan 2. Menganalisispertanyaan 3. Bertanya dan menjawab pertanyaan 1. Mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber. 2. Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi. 1. Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi. 2. Membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi. 3. Membuat keputusan atau kesimpulan. 4. Menentukan alternatif cara lain dalam menyelesaikan masalah. 1. Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi. 2. Mengidentifikasi asumsi. 1. Menentukan solusi dari permasalahan 2. Menuliskan jawaban dari permasalahan dalam soal
Pemecahan masalah adalah suatu proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baruyang belum dikenal, sedangkan berpikir kritis merupakan bentuk dari pemecahan masalah, tetapi perbedaannya adalah berpikir kritis melibatkan penalaran yang terbuka dan pemecahan masalah biasanya dianggap bagiannya [5]. Di dalam pemecahan masalah yang diperlukan adalah pengetahuan, pengalaman, motivasi dan komunikasi [6]. Langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya [7] yaitu: memahami masalah, menyusun rencana pemecahan masalah, melaksanakan rencana dan memeriksa hasil yang diperoleh. Simulasi dengan menggunakan spreadsheet mempunyai kekuatan untuk meningkatkan dan menghubungkan antara apa yang ada di dalam konsep yang sedang dipraktekkan [8]. Fasilitas spreadsheet juga dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk menyelesaikan masalah guru matematika [9]. Materi yang bisa diselesaikan dengan spreadsheet excel di dalam model matematika antara lain deret Fibonacci, populasi, gerak proyektil sederhana, propagasi gelombang elektromagnetik, dan Newtonian [10]. Kemampuan spreadsheet excel dapat juga memecahkan masalah persamaan gelombang FP-110
elektromagnetik yang sulitdimengerti makna fisisnya jika hanya dilihat rumusannya saja [11]. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian dan Pengembangan atau Research and Development (R & D), yang terdiri atas: 1. Tahap studi pendahuluan (define) 2. Tahap studi pembuatan(design) 3. Tahap studi pengembangan (development) 4. Tahap evaluasi Uji coba produk pengembangan media pembelajaran dalam penelitian ini dilakukan melalui tahapan analisis kebutuhan siswa, uji coba kelompok kecil kemudian uji skala luas atau yang terlihat seperti ditunjukkan pada GAMBAR 1.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
tingkat kesukaran.Selanjutnya menentukan normalitas kelas eksperimen dan kelas kontrol menggunakan uji chi kuadrat, uji homogenitas kelas eksperimen dan kelas kontrol dan uji rata-rata kelas eksperimen dan kelas kontrol. Analisis kevalidan media pembelajaran dihitung dari presentase jumlah skor yang diperoleh.Analisis kepraktisan media pembelajaran dihitung dengan presentase skor yang diperoleh.Analisis keefektifan media pembelajaran dilakukan dengan tes kemampuan berpikir kritis dan tes kemampuan pemecahan masalah. Hasil validasi kualitas media oleh ahli media dan materi diperoleh bahwa dari aspek desain pembelajaran dan materi diperoleh rata-rata = 3,75 (baik). Aspek rekayasa perangkat lunak pada tahap validasi awal validator menyatakan layak tetapi perlu sedikit revisi pada pengaturan audio, tahap validasi akhir setelah revisi diperoleh ratarata = 3,50 (baik). Aspek desain komunikasi visual diperoleh rata-rata = 3,70 (baik).Angket dari siswa diperoleh hasil kualitas media pembelajaran yang dihasilkan = 3,59(baik), sedangkan isian guru diperoleh hasil = 3,88 (baik).
Analisis Kebutuhan
Pengembangan Produk Awal
2.a. Pengembangan Media Pembelajaran
2.b. Pengembangan Perangkat Penilaian
3. Validasi Ahli Media & Materi
4. Uji Coba & Revisi
4.a. Guru Fisika
4.b. Siswa Kelompok Kecil
4.c. Siswa Kelompok Besar
Kemampuan Berpikir Kritis & Pemecahan Masalah Meningkat
GAMBAR 1.Desain Uji Coba
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Kesatrian 2 Semarang, dua kelas yang digunakan adalah kelas VII D dan VII F yang terdiri dari 39 siswa, yang sudah mendapatkan materi spreadsheet excel. Data yang diperoleh dari penelitian pengembangan ini adalah data mengenai validitas media pembelajaran, kepraktisan media dan efektifitas media pembelajaran. Instrumen pengumpulan data terdiri atas: lembar penilaian kevalidan produk, dengan skor 1 (kurang), 2 (cukup), 3 (baik), dan 4 (sangat baik), angket untuk mengukur kepraktisan produk dengan skor 1 (kurang), 2 (cukup), 3 (baik), dan 4 (sangat baik) dan tes kemampuan berpikir kritis dan tes kemampuan pemecahan masalah. Analisis data ini diawali dengan analisis reliabilitas soal, daya pembeda,
Uji perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol menggunakan uji t satu pihak yaitu uji pihak kanan.Berdasarkan hasil perhitungan uji perbedaan rata-rata (uji pihak kanan) diperoleh nilai seperti ditunjukkan Tabel 2, artinya kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol.Uji gain diperoleh hasil =0,677 untuk kelas eksperimen, dan =0,529 untuk kelas kontrol.
TABEL 2.Perhitungan Uji Rata-Rata Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Sampel Eksperimen Kontrol
xi 72,5128 60,0512
si
2
149,6248 81,7867
Kemampuan pemecahan masalah peserta didik kelas eksperimen lebih baik dari
N
S
thitung
39 39
10,76
5,1809
kelas kontrol. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dihitung dengan uji gain,
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-111
diperoleh hasil =0,663 untuk kelas eksperimen, dan =0,474 untuk kelas
kontrol.
TABEL 3.Perhitungan Uji Rata-Rata Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Sampel Eksperimen Kontrol
xi 70,25 57,82
si
392,037 235,256
Penelitian R & D bertujuan untuk mengahasilkan produk baru yang sistematis dan diujicobakan sehingga kriteria efektivitas, validitas dan kepraktisan terpenuhi. Tahap pertama, media yang dibuat direvisi sesuai saran dari pembimbing penelitian. Revisi media yang dibuat terutama pada contoh nyata perbedaan benda yang bergerak dan benda yang diam, serta benda yang mengalami gerak lurus beraturan. Tahap kedua, media divalidasi oleh ahli media dan materi. Hasil yang diperoleh adalah media pembelajaran yang telah dibuat masih kurang dalam kesesuaian pengaturan audio dengan tampilan dalam tutorial, sehingga antara penjelasan dengan yang ditunjukkan tidak sesuai dan saling mendahului. Tahap ketiga, media diujicobakan pada kelompok kecil diperoleh hasil bahwa media yang digunakan untuk belajar mandiri siswa dapat membantu dalam pembuatan grafik dan siswa dapat menggunakan media tersebut dengan baik, tetapi diperoleh temuan bahwa siswa mengalami kesulitan pada saat program yang digunakan microsoft excel 2003 dan 2007, karena terdapat perbedaan pada saat akan membuat grafik. Tahap keempat, media diujicobakan dalam kelompok besar (kelas eksperimen), diperoleh hasil bahwa terjadi peningkatan kemampuan berpikir kritis yang signifikan antara hasil pre tes dan post tes pada kelas eksperimen. Dibuktikan dengan hasil uji gain 0,677 tergolong dalam kriteria sedang. Kemampuan pemecahan masalah dalam penelitian ini juga mengalami peningkatan yang signifikan, hasil uji gain diperoleh 0,66. Pemanfaatan spreadsheet excel yang digabungkan dengan Camtasia Video akan membuat tampilan dalam bentuk video tutorial, sehingga icon dan toolbar fungsi dalam spreadsheet excel akan jelas terlihat sehingga perserta didik mudah mengikutinya. Lebih menariknya lagi pembuatan grafik dan proses perhitungan FP-112
2
N
S
thitung
39 39
17,71
3,140
menggunakan spreadsheet excel sangat sederhana sehingga mudah diterapkan bagi siswa SMP dan sangat membantu dalam penjelasan konsep materi gerak lurus. Software Camtasia Video yang dirilis oleh TechSmith Corporation berguna untuk membuat record mengenai tampilan pada desktop. Gerakan cursor untuk menjelaskan tahapan pembuatan grafik pada excel dapat dicapture olehsoftware ini serta dapat diintegrasikan dengan suara [12]. Hasil dari penelitian ini adalah berupa CD pembelajaran tutorial materi gerak yang memanfaatkan spreadsheet excel dalam pembuatan grafik GLB dan GLBB. CD pembelajaran ini dapat digunakan secara bersama dalam kelas maupun untuk belajar mandiri peserta didik. Hal ini memperkuat penelitian [9], bahwa pembelajaran dengan memanfaatkan spredsheet excel dapat digunakan untuk belajar mandiri. Spreadsheetexcel dengan fasilitas numerik dan grafiknya dapat membantu meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi [2]. Hasil dari peningkatan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah menunjukkan bahwa media pembelajaran yang dikembangkan efektif untuk digunakan dalam proses pembelajaran. Hal itu dapat dilihat dari uji gain untuk peningkatan kemampuan berpikir kritis 0,677 dan peningkatan kemampuan pemecahan masalah 0,663 yang keduanya termasuk dalam kategori sedang. Hal ini memperkuat penelitian yang dilakukan [13], bahwa media pembelajaran berbasis komputer dengan microsoft excel merupakan media yang memperhatikan tingkat berpikir siswa dan membantu siswa dalam memecahkan masalah matematika. Penelitian tentang spreadsheet excel untuk membantu pemecahan masalah dalam matematika [14]. Kemampuan grafik yang dihasilkan spreadsheet excel memberikan nuansa visual
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
yang mudah untuk melihat perubahan grafik dengan cara merubah data yang dimasukkan, sehingga secara langsung grafik akan berubah jika data dirubah [15].
6. Kousar, P. 2010. Effect Of The Problem Solving Approach On Academic Achievement Of Students In Mathematics At The Secondary Level. Contemporary Issues In Education Research. 3 (3). 9-13.
SIMPULAN
7. Erica, M., dan Carsten, U. 2009. How to Teach itPolya-Inspired Scenarios in Active Math. Germany: DFKI and Saarland University.
Dari hasil penelitian yang dilakukan dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa media pembelajaran yang dikembangkan dengan spreadsheet excel valid dan praktis, kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah peserta didik yang menggunakan media pembelajaran spreadsheet excel lebih baik daripada kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah peserta didik yang tidak menggunakan media pembelajaran spreadsheet excel. UCAPAN TERIMAKASIH
Diucapkan banyak terimakasih pada dosen pembimbing, guru dan kepala SMP Kesatrian 2 Semarang, suami, anak, dan orang tua serta semua pihak yang telah membantu terselesainya tesis ini REFERENSI 1. Sutrisno. 2012. Kreatif Mengembangkan Aktivitas Pembelajaran Berbasis TIK. Jakarta: gppress. 2. Connery, K.F. 2007. Graphing Predictions Enhancing Higher Order Thinking skills in Science and Mathematics. Washington: National Academy Press. 3. Sutardi. 2010. Pengembangan Bahan Ajar Fisika SMA Berbasis Spreadsheet untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Berkomunikasi Ilmiah. Makalah. Pertemuan Ilmiah XXIV HFI Jateng & DIY. Semarang, 10 April 2010. 4. Ennis, R.H. 1995. Critical Thinking. New Jersey: Upper Saddle River. 5. Jacob dan Sam. 2008. Measuring Critical thinking in Problem Solving through Online Discussion Forums in First Year University Mathematics. International Multi Conference of Engineers and Computer Scientist. 1(8). 816-821.
8. John, P. 2005. Higher Order Thinking Skills in A Science Classroom Computer Simulation. Thesis at the Centre for Mathematics, Science and Technology Education, Queensland University of Technology, Brisbane. 9. Baker, J., dan Sudgen, J.S. 2003. Spreadsheets in Education-The First 25 Years. Electronic Journal Spreadsheet in Education. 1 (1). 18 – 43. 10. Neuwirth dan Arganbright. 2005. The Active Modeler: Mathematical Modeling with Microsoft Excel. Electronic Journal Spreadsheet in Education. 1(3). 230-235. 11. Lau, M.A., dan Kuruganty, S.P,. 2010. Spreadsheet Implementations for Solving Boundary-Value Problems in Electromagnetics. Electronic Journal Spreadsheet in Education. 4(1). 1-18. 12. Asyar, R. 2012. Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Jakarta: Referensi. 13. Semadiartha, I.K.S,. 2012. Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Komputer dengan Microsoft Excel yang Berorientasi Teori Van Hiele pada Pokok Bahasan Trigonometri Kelas X SMA untuk Meningkatkan Prestasi dan Motivasi Belajar Matematika Siswa. Tesis. Program Pascasarjana UNDIKSHA. 14. Abramovich, S. 2003. Spreadsheet-Enhanced Problem Solving in Context as Modeling. Electronic Journal Spreadsheet in Education. 1(1). 1 – 17. 15. El-Hajj, A., Karaki, S., dan Kabalan. 2005. Spreadsheet Solution of System of Nonlinear Differential Equations.Electronic Journal Spreadsheet in Education. 1(3). 217-229.
,.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-113
Pengembangan Media Animasi Dua Dimensi Berbasis Java Scratch Materi Teori Kinetik Gas Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa SMA Ayu Putri Miranti,*, Wahyu Hardyanto1, dan Ahmad Sopyan1 1
Prodi Pendidikan IPA Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang (UNNES) Semarang, Indonesia *Email: [email protected]
Abstrak. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat dan mengembangkan media pembelajaran dengan animasi dua dimensi berbasis Java Scratch materi teori kinetik gas dan mengetahui gambaran kemampuan serta efektifitas media pembelajaran dalam meningkatkan pemahaman konsep siswa SMA pada materi teori kinetik gas. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan mengikuti model 4D yang terdiri dari 4 tahap pengembangan yaitu pendefinisian, perancangan, pengembangan, dan penyebaran. Metode pengumpulan data penelitian menggunakan data penyebaran angket dan dokumentasi. Hasil penelitian dan pengujian oleh validator secara keseluruhan terhadap aspek substansi materi, aspek desain pembelajaran, aspek rekayasa perangkat lunak, dan aspek desain komunikasi visual rata-rata adalah baik. Untuk uji coba program oleh siswa secara keseluruhan cukup baik dan hasil uji coba program oleh guru secara keseluruhan adalah baik. Hasil analisis respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan program dapat diterima dengan baik oleh siswa serta tingkat ketertarikan siswa ditunjukkan oleh skor rata - rata responden yang menyatakan setuju tentang penggunaan program. Kata kunci: Java Scratch, Media pembelajaran, Pemahaman konsep PENDAHULUAN Sesuai pernyataan Arsyad [1], perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil - hasil teknologi dalam proses belajar. Menurut Suryadi [2] pengembangan potensi siswa menjadi terhambat jika guru sebagai satu - satunya sumber belajar, sehingga perlu adanya pendekatan dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Hasil penelitian Tambage dan Wage [3]menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan komputer lebih efektif daripada menggunakan pembelajaran tradisional dalam fisika. Berdasarkan hasil penelitian Adegoke [4] bahwa pembelajaran dengan menggunakan multimedia menghasilkan pembelajaran yang lebih baik daripada pembelajaran dengan kelompok belajar. Sesuai pernyataan Muller [5] bahwa multimedia menawarkan cara yang transparan untuk mempelajari aspek - aspek tertentu yang meliputi
teks, gambar, suara dan video. Multimedia secara visual dapat berbentuk sebuah animasi. Dalam penelitiannya Rias dan Zaman [6] mengungkapkan bahwa animasi dalam multimedia dapat bermanfaat untuk belajar ketika materi pembelajaran menuntut gerakan visual dan sebuah sistem multimedia pembelajaran dapat dikembangkan dalam dua versi yang berbeda yaitu dua dimensi dan tiga dimensi. Berkembangnya dunia teknologi informasi yang semakin cepat berimbas juga pada penggunaan teknologi di sekolah. Jaringan internet yang sudah berkembang dapat dimanfaatkan sebagai media online untuk pembelajaran di sekolah maupun pembelajaran mandiri. Hal ini yang mendorong untuk mengembangkan pembelajaran berbasis internet atau dapat juga disebut pembelajaran media online. Penggunaan media online akan lebih fleksibel dibandingkan dengan media offline karena cenderung tidak terbatas oleh ruang dan
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-115
waktu terutama pada pembelajaran sains yang salah satunya adalah fisika. Fisika merupakan salah satu cabang pelajaranIPA di sekolah menengah. Saat ini penyampaian pelajaran fisika masih menggunakan model pembelajaran ekspositori atau metode ceramah. Lebih buruk lagi, guru hanya memberikan rumus - rumus tanpa menerangkan konsep yang jelas. Pada umumnya siswa masih mengandalkan guru untuk memberikan informasi sehingga kemampuan berfikir siswa menjadi tidak berkembang. Selain itu, dalam pembelajaran fisika terdapat fenomena fisika yang membutuhkan pemikiran yang abstrak, salah satu contohnya adalah materi teori kinetik gas. Materi ini mengkaji obyek fisika sampai pada tatanan atom atau partikel, dengan kata lain mengkaji fisika secara mikroskopik. Atom atau partikel dalam gas ideal tidak dapat terlihat secara langsung secara kasat mata, oleh karena itu dibutuhkan suatu media yang dapat menggambarkan atom - atom tersebut agar tampak lebih jelas dan dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Sekarang ini telah banyak berkembang media pembelajaran, salah satunya adalah menggunakan Scratch yang mudah digunakan untuk membuat permainan (games) dan animasi (Lifelong Kindergarten Group at the MIT Media Lab) [7]. Dalam bukunya Kadir [8] mengatakan bahwa Scratch merupakan bahasa visual yaitu dengan menciptakan proyek dengan menggunakan perantara berupa gambar. Keunggulan Scratch adalah gratis (freeware) untuk mengunduh perangkat lunak tersebut sehingga tidak terbebani lisensi bagi penggunanya ataupun para pembuat program turunannya, dikelola oleh kelompok bukan oleh perusahaan, dapat di-embed ke PHP dan HTML yang merupakan bahasa program yang digunakan pada internet. Diungkap dalam penelitian Peppler [9] bahwa perangkat lunak pemrograman visual baru seperti Scratch, memungkinkan sebagian besar orang untuk berpartisipasi dalam berbagai macam proyek yang kreatif . Sehingga dari uraian di atas dapat dilakukan penelitian tentang pembuatan dan pengembangan media pembelajaran dengan animasi dua dimensi berbasis Java Scratch serta mengetahui gambaran kemampuan dan efektifitas media pembelajaran dengan animasi dua dimensi berbasis Java FP-116
Scratch dalam pemanfaatan sebagai alat pembelajaran fisika materi teori kinetik gas di SMA. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan model 4D (fourD models) yang terdiri dari 4 tahap pengembangan yaitu define (pendefinisian), design (perancangan), develope (pengembangan), dan disseminate (penyebaran) yang mengembangkan program media pembelajaran dengan animasi dua dimensi berbasis Java Scratch hanya pada materi teori kinetik gas saja. Metode pengumpulan data penelitian menggunakan data penyebaran angket dan dokumentasi. Pada penelitian ini dilakukan validasi terhadap aspek materi dan media pembelajaran pada program yang telah dibuat dan dikembangkan. Uji coba kepada guru dilakukan secara acak kepada beberapa guru fisika. Uji coba pada siswa diambil siswa kelas XI IPA SMAN 1 Guntur, Demak tahun pelajaran 2012/2013 yang terdiri dari 32 siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini berupa program berbentuk web yang terdiri dari header, menu, isi (content), dan footer. Pada bagian header terdapat judul dari web dan definisi teori kinetik gas itu sendiri, kemudian pada bagian menu terdiri dari menu utama (Home, SKKD, dan Indikator), materi (Tekanan Gas Ideal, Kecepatan RMS, Gerak Translasi, Gerak Rotasi, Gerak Vibrasi, dan Energi Dalam, bagian evaluasi yang terdiri dari 15 soal pilihan ganda dan bagian referensi terdiri dari sumber materi.
GAMBAR 1. Halaman Home media pembelajaran dengan animasi dua dimensi berbasis Java Scratch.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Titik berat pada pembuatan program ini terdapat pada isi (content) yaitu animasi yang dijelaskan dengan materi pada setiap sub pokok bahasan.Media pembelajaran dengan animasi dua dimensi berbasis Java Scratch merupakan sebuah program berbentuk web dengan menggabungkan beberapa unsur yaitu animasi, materi pembelajaran, dan evaluasi yang terintegrasi dan interaktif sehingga dapat berfungsi sebagai alat bantu guru dalam mengajarkan konsep fisika. Dalam hal ini terdapat dua fungsi program yaitu sebagai alat bantu untuk mengajar guru di kelas atau sebagai suplemen dan dapat digunakan siswa untuk belajar mandiri di rumah. Tahap pendefinisian (define) dan perancangan (design) program bertujuan untuk pembuatan program, sedangkan tahap pengembangan (develope) bertujuan untuk menguji dan menyempurnakan hasil pembuatan program yang siap untuk disebarkan. Tahap terakhir adalah tahap penyebaran (disseminate). Pengujian pertama yang dilakukan meliputi pengujian aspek materi dan media. Hasil penelitian dan pengujian terhadap aspek substansi materi adalah baik danpada prosesnya telah dilakukan pengembangan program untuk perbaikan dan memperjelas animasi pada gerak rotasi dan vibrasi partikel agar sesuai dengan konsep fisika. Hasil penilaian media pembelajaran meliputi tiga aspek penilaian yaitu penilaian terhadap aspek desain pembelajaran, aspek rekayasa perangkat lunak, dan aspek desain komunikasi visual. Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian aspek desain pembelajaran secara keseluruhan menunjukkan hasil yang baik, perbaikan yang dilakukan adalah penulisan soal dan penambahan link untuk hasil tes atau evaluasi keseluruhan siswa. Tujuan perbaikan tersebut dimaksudkan agar saat siswa mengerjakan tes atau evaluasi tidak bingung dengan penulisan soal. Sedangkan menambahkan link untuk hasil tes atau evaluasi dimaksudkan agar guru dapat melihat hasil tes keseluruhan siswa tanpa membuka database. Aspek rekayasa perangkat lunak berdasarkan hasil penelitian dan pengujiansecara keseluruhan adalah baik. Perbaikan pada aspek rekayasa perangkat lunak adalah menambahkan cara menggunakan atau penginstalan perangkat lunak yang diunduh dan membuat desain alir program untuk memudahkan pengembangan program.
Menambahkan cara menggunakan atau penginstalan perangkat lunakagar pengguna bisa mengunduh dan membuka animasi sehingga pengguna juga dapat belajar membuat animasi dengan perangkat lunak tersebut. Aspek desain komunikasi visual secara keseluruhan adalah baik. Perbaikan pada aspek desain komunikasi visual adalah mengganti warna top menu dengan warna yang lebih gelap, judul materi dibuat di tengah, menghilangkan penomoran soal, dan merapikan bagian help agar mudah dibaca. Pengujian kedua dikenakan pada siswa dan guru. Pengujian langsung terhadap siswa secara keseluruhan adalah cukup baik. Pada tahap ini untuk gerak rotasi dan vibrasi gerakannya dibuat lebih lambat dan menambahkan ucapan selamat datang pada bagian homeberdasarkanmasukan siswa melalui angket yang disebarkan.Hasil uji coba terhadap guru secara keseluruhan baik. Perbaikan pada tahap inimemberi petunjuk penggunaan dalam menampilkan animasi harus menginstal Java terlebih dahulu, huruf pada persamaan lebih divariatif, dan tulisan diperbesar serta bahasa dalam materi dibuat tidak terlalu formal berdasarkan masukan dari guru melalui angket. Pada tahap pengujian diakhiri diberikan angket kepada siswa untuk mengetahui seberapa besar ketertarikan atau respon siswa dengan proses pembelajaran yang telah dilakukan dengan program. Hasil keseluruhan respon siswa setuju dengan pembelajaran menggunakan media pembelajaran dengan animasi dua dimensi berbasis Java Scratch karena lebih menyenangkan dan juga dapat menggambarkan materi yang masih abstrak. Selain itu siswa juga dapat mengakses program tersebut di rumah. Pada prinsipnya pembuatan media pembelajaran dengan animasi dua dimensi berbasis Java Scratch menitik beratkan pada pembuatan animasi kualitatif yang tidak memasukkan perhitungan secara nyata seperti simulasi tetapi hanya menggambarkan gerak partikel yang bersifat abstrak dengan menggunakan Scratch. Pada penelitian ini tidak sampai pada tahap eksperimen yaitu membandingkan penggunaan media pembelajaran dengan animasi dua dimensi berbasis Java Scratch dengan media pembelajaran yang lain, sehingga untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep siswa peneliti hanya
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-117
membandingkan hasil evaluasi yang sudah didapat menggunakan program dengan hasil ulangan siswa dengan metode ceramah. Ternyata dengan menggunakan program terdapat peningkatan hasil tes. Selain itu dengan program yang sudah dibuat dapat menggambarkan materi fisika yang masih abstrak bagi siswa. Peningkatan pemahaman siswa terhadap konsep fisika dimungkinkan karena beberapa hal yaitu : 1. Beberapa materi fisika yang selama ini masih abstrak bagi siswa dapat digambarkan melalui animasi sehingga siswa lebih mudah memahami materi tersebut. 2. Penggunanaan media pembelajaran dengan animasi dua dimensi berbasis Java Scratch oleh guru dapat membantu proses pembelajaran sehingga siswa menjadi tidak bosan dan lebih tertarik pada pembelajaran karena guru tidak menjelaskan semua materi. 3. Dapat digunakan sebagai media pembelajaran mandiri karena media pembelajaran dengan animasi dua dimensi berbasis Java Scratch siswa dapat diakses secara online. Progam hasil penelitian dalam pembuatan dan pengembangan media pembelajaran dengan animasi dua dimensi berbasis Java Scratch terdapat kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari program media pembelajaran dengan animasi dua dimensi berbasis Java Scratch adalah : 1. Program media pembelajaran dengan animasi dua dimensi berbasis Java Scratch dapat dijalankan secara online maupun offline. 2. Program media pembelajaran dengan animasi dua dimensi berbasis Java Scratch dapat berjalan pada operating sistem multiplatform. 3. Program media pembelajaran dengan animasi dua dimensi berbasis Java Scratch bisa berjalan baik di semua jenis web browser. Sedangkan kelemahan dari program media pembelajaran dengan animasi dua dimensi berbasis Java Scratch adalah : 1. Untuk menjalankan program secara offline diperlukan program tambahan berupa program database dan web server. 2. Untuk mengetahui aktivitas pengguna (user) khususnya siswa saat menggunakan program media pembelajaran dengan animasi dua dimensi berbasis Java Scratch diperlukan tambahan record aktivitas pengguna (user).
FP-118
SIMPULAN Telah dihasilkan media pembelajaran dengan animasi dua dimensi berbasis Java Scratch untuk materi teori kinetik gas sesuai dengan aspek substansi materi, desain pembelajaran, rekayasa perangkat lunak, desain komunikasi visual, dan melalui uji coba guru dan siswa. Hasil penelitian dengan program ini dapat membantu siswa untuk memahami konsep fisika yang masih abstrak dan siswa merasa tertarik dengan pembelajaran menggunakan program media pembelajaran dengan animasi dua dimensi berbasis Java Scratch. SARAN 1. Saat menjalankan program secara offline diperlukan program tambahan berupa program database dan web server. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengembangkan program karena pada penelitian ini belum sampai pada tahap eksperimen. 3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui record aktivitas pengguna (user) khususnya siswa saat menggunakan program media pembelajaran dengan animasi dua dimensi berbasis Java Scratch. 4. Perlu dilakukan sosialisasi penggunaan program sehingga nantinya program media pembelajaran dengan animasi dua dimensi berbasis Java Scratch dapat diimplementasikan untuk pembelajaran.
UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan selama proses penelitian dan penulisan artikel ilmiah ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik. REFERENSI Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2. Suryadi, Ace. 2007. Pemanfaatan ICT dalam Pembelajaran. Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh. Vol 8, 83-98. 1.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Tambade, Popat Savaleram & Wagh, Bhiva Gobji. 2011. Assessing the Effectiveness of Computer Assisted Instructions in Physics at Undergraduate Level. Eurasian Journal of Physics and Chemistry Education. Vol. 3, 127-136. Adegoke, Benson Adesina. 2011. Effect of Multimedia Instruction On Senior Secondary School Students’ Achievement In Physics. European Journal of Educational Studies 3(3). 537-550. Muller, Derek Alexander. 2008. Designing Effective Multimedia for Physics Education. Thesis. Sydney : School of Physics University of Sydney. Rias, Riaza Mohd. & Zaman, Halimah Badioze. 2011. The Effects of Varied Animation in Multimedia Learning: Is the extra effort worthy?. International Journal of Digital Information and Wireless Communication (IJDIWC) 1 (3). 582-590. Lifelong Kindergarten Group at the MIT Media Lab. 2009. Scratch Reference Guide. http://scratch.mit.edu/scratch_1.4/ [diakses 28/07/2013] Kadir, Abdul & Nurcito, Lukman Arif. 2011. Bahasa Pemrograman Scratch. Yogyakarta: MediaKom. Peppler, Kylie & Kafai, Yasmin. 2007. From SuperGoo To Scratch: Exploring Creative Digital Media Production In Informal Learning. Learning, Media and Technology. Vol. 32, 149-166.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-119
Pengembangan Media Game Petualangan Fluida untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Ade Yeti Nuryantini, D. Mulhayatiah, Y. I. Permana, A. Susilawati. Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung Jln. A.H. Nasution No 105, Bandung 40614 e-mail: [email protected]
Abstrak.Rendahnya motivasi siswa dalam belajar Fisika menuntut guru untuk bisa menciptakan suasana yang dapat meningkatkan motivasi belajar. Minat siswa dalam bermain game perlu dijadikan peluang untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar Fisika. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan media pembelajaran Fisika berupa game yang dinamakan game petualangan fluida. Media game dikembangkan untuk menumbuhkan motivasi dan hasil belajar siswa pada materi pokok fluida. Instrumen yang digunakan adalah angket uji ahli media dan ahli materi, tes hasil belajar berupa pilihan ganda sebanyak 17 soal, dan lembar observasi. Hasil penelitian yang sudah dilakukan sebagai berikut: 1) Hasil penelaahan dari ahli media diperoleh nilai kelayakan sebesar 85% dengan kategori layak, 2) Hasil penelaahan ahli materi diperoleh nilai kelayakan sebesar 85% dengan kategori layak, 3) Motivasi siswa dalam belajar Fisika menggunakan game petualangan fluida menunjukkan kategori tinggi, 4) Hasil belajar siswa meningkat dengan nilai N-Gain sebesar 0,55 dengan kategori sedang. Kata kunci : game petualangan fluida, hasil belajar, motivasi. PENDAHULUAN Pelajaran Fisika bagi sebagian siswa merupakan pelajaran yang kurang disukai. Padahal, kontribusi ilmu Fisika dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat besar, sehingga penting untuk dipelajari. Hasil wawancara dengan para siswa di salah satu Sekolah Menengah Atas di daerah Kuningan mengungkapkan bahwa mereka merasa kesulitan dalam belajar Fisika karena materinya banyak yang abstrak, banyaknya persamaan matematika yang harus dipelajari, merasa bosan dan jenuh, kegiatan belajar yang tidak menyenangkan, dan monoton. Pembelajaran yang bersifat monoton akan sulit diterima oleh siswa SMA. Apalagi pada usianya, siswa SMA cenderung menyukai sebuah petualangan. Pada kondisi seperti ini, guru diharapkan dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menarik, sehingga motivasi siswa untuk belajar Fisika semakin meningkat.
Salah satu cara untuk membangkitkan motivasi belajar siswa adalah dengan menggunakan media. Media dalam pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan merangsang belajar, serta membawa pengaruh psikologis terhadap siswa [1]. Media pembelajaran dapat menyampaikan pesan dari sumber secara terencana, sehingga terbentuk lingkungan yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif [2]. Media yang digunakan dalam pembelajaran berfungsi sebagai jembatan atau media transformasi pelajaran terhadap tujuan yang ingin dicapai [3]. Salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan adalah permainan atau yang lebih dikenal dengan istilah game. Game sudah sangat popular di kalangan siswa. Minat siswa pada game dapat dilihat dari fenomena di tempat-tempat permainan yang dipenuhi oleh
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-121
para pelajar. Game merupakan salah satu bentuk hiburan yang menyenangkan. Namun, banyak pengaruh negatif yang ditimbulkan akibat game. Salah satunya adalah siswa yang gemar bermain game seringkali lupa waktu, sehingga meninggalkan kegiatan belajar mereka [4]. Pengaruh negatif dari game dapat direduksi dengan cara memadukan permainan dengan pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan multimedia yang interaktif membantu siswa dalam mempelajari materi pelajaran yang abstrak [5]. Lebih jauh lagi Sutarman menyatakan bahwa belajar dengan bantuan media komputer dan teknologi informasi dapat mempermudah siswa dalam menerima pelajaran [6]. Game sebagai media pembelajaran memiliki kelebihan di antaranya penyeragaman materi pelajaran, proses pembelajaran lebih menarik dan interaktif, proses belajar bisa terjadi dimana saja dan kapan saja, sikap positif siswa terhadap proses belajar dapat ditingkatkan [7]. Peneliti berinisiatif untuk mengembangkan sebuah media berbentuk game yang dinamakan game petualangan fluida. Game petualangan fluida dibuat dengan menggunakan Role Playing Game (RPG) maker. Game ini merupakan sebuah permainan yang para pemainnya memerankan tokoh yang disediakan untuk membangun sebuah cerita. Dalam permainan ini diselipkan materi Fisika, khusunya materi fluida statis. Belajar dalam bentuk permainan ini diharapkan dapat mengatasi kesulitan siswa dalam mempelajari materi Fisika, materi yang disampaikan cepat dan mudah diingat, mengembangkan imajinasi siswa, dan dapat menumbuhkan minat dan motivasi belajar siswa. Menurut Squire dkk., belajar Fisika dengan menggunakan simulasi digital berupa game dapat meningkatkan motivasi belajar dan meningkatkan pemahaman siswa mengenai fenomena yang abstrak. [8]. Abror menyatakan bahwa penggunaan aplikasi game dapat meningkatkan pemahaman siswa kelas VI SD dalam pelajaran matematika [9]. TABEL 1. Interpretasi Kelayakan Nilai persen < 54 55 – 59 60 – 75 76 – 85
FP-122
Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan media pembelajaran Fisika berupa game yang dinamakan game petualangan fluida dan menerapkan game ini untuk menumbuhkan motivasi dan hasil belajar siswa pada materi pokok fluida statis. METODE Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian dan pengembangan (research and development). Metode ini digunakan untuk menghasilkan produk media pembelajaran berupa game petualangan fluida dan menguji keefektifan produk tersebut. Langkah-langkah penelitian dan pengembangan terdiri dari analisis masalah, desain produk, validasi desain, revisi desain, uji coba produk, analisis hasil uji coba, produk akhir [10]. Validasi desain dilakukan untuk menilai produk yang dibuat, dilakukan dengan cara melibatkan dua orang ahli, yaitu ahli media dan ahli materi. Aspek yang diuji oleh ahli media terkait dengan keserasian warna, kejelasan teks, keserasian warna teks dengan latar, pengaturan letak teks, pengaturan letak gambar, dan kemudahan menjalankan game. Sementara itu, ahli materi menilai kesesuaian format media dengan materi ajar, yaitu kesesuaian materi dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar, indikator hasil belajar, tujuan belajar, melatih kemampuan memecahkan masalah, dan kesesuaian dengan tingkat berfikir. Instrumen yang digunakan untuk validasi desain berupa angket uji ahli media dan ahli materi. Analisis data hasil uji ahli diolah ke dalam bentuk persentase dengan menggunakan rumus 1 kemudian menginterpretasikan nilai persen pada skala kelayakan tabel 1 [11].
Nilai persen
skor yang diperoleh x100 % skormaksimum (1) Kategori
Sangat kurang layak Kurang layak Cukup layak Layak
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
86 – 100
Setelah divalidasi dan direvisi oleh ahli, dilakukan uji coba pemakaian game petualangan fluida. Uji coba dilakukan di salah satu Sekolah Menegah Atas di Kuningan dengan menggunakan metoda observasi dan tes. Untuk melihat peningkatan motivasi siswa dilakukan observasi dan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada materi fluida statis setelah menggunakan media game dilakukan tes hasil belajar. Peningkatan hasil belajar dihitung dengan menggunakan nilai normal gain (g) dengan menggunakan rumus:
(g)
skor post test skor pre test skormaksimal skor pre test
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini beranjak dari hasil pengamatan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Ciwaru Kabupaten Kuningan yang memiliki potensi untuk mengembangkan media pembelajaran dengan menggunakan media game. SMA Negeri 1 Ciwaru memiliki perangkat komputer yang memadai, tetapi sarana yang dimiliki tersebut belum digunakan secara optimal dalam pembelajaran Fisika. Dari analisis masalah yang ditemukan, dilanjutkan dengan desain produk berupa pembuatan media game petualangan fluida. Pembuatan produk dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu: (1) telaah kurikulum, (2) pembuatan skenario game, (3) pembuatan peta, (4) penyesuaian database, (5) pembuatan event. Pada tahap telaah kurikulum dilakukan penyesuaian konten materi pada game dengan kurikulum yang digunakan di SMAN 1 Ciwaru Kuningan. Hasil penelaahan maka ditetapkan materi pokok yang akan dijadikan konten materi pada media game adalah konsep massa jenis, tekanan hidrostatis, Hukum Archimedes, Hukum Pascal, viskositas, kapilaritas, dan tegangan permukaan. Selanjutnya pembuatan skenario game. Game dibuat menjadi 3 level. Level 1 pemain akan berpetualang di sebuah perkebunan hijau dimana pemain akan mendapatkan beberapa rintangan yang harus dilewati. Setiap rintangan akan memberikan materi mengenai fluida statis.
Sangat layak
Dalam level satu ini materi dikhususkan mengenai pengertian fluida, konsep massa jenis dan tekanan hidrostatis. Setelah berhasil menyelesaikan level satu, pemain akan masuk kembali ke peta utama. Kemudian, pemain akan masuk ke zona pertempuran dengan penguasa perkebunan level satu. Setelah itu, pemain akan melanjutkan ke level dua. Level dua ini hampir sama dengan level satu. Namun, perbedaan pada level dua ini pemain akan berpetualang di sebuah perkampungan kuno. Pemain akan mendapat rintangan yang lebih sulit pada level ini. Level dua berisi materi Hukum Archimedes dan Hukum Pascal. Pada level tiga pemain akan bertualang di sebuah lorong lumpur dengan materi viskositas, tegangan permukaan, dan kapilaritas. Setiap level yang dilewati pemain dihadapkan pada beberapa rintangan. Rintangan yang dihadapi akan lebih sulit dan akan lebih banyak pada setiap level. Tahap pembuatan peta dilakukan setelah skenario game petualangan fluida selesai dibuat. Peta merupakan latar belakang (background) dari game petualangan fluida yang akan dijadikan media penelitian. Peta sangat berpengaruh terhadap kualitas gambar game, sehingga peta haruslah dibuat dengan menggunakan teknik gambar yang baik. Pembuatan peta disesuaikan dengan skenario yang telah dibuat. Tahap penyesuaian database game. Dalam tahap ini, peneliti melakukan penyesuaian database dari game untuk mengatur kekuatan karakter game, background game over, background awal, dll. Tahap pembuatan event. Pembuatan event dilakukan sebagai bentuk perintah yang harus dilakukan oleh karakter di dalam game ketika game petualangan fluida dimainkan. Baik itu bagaimana karakter berjalan, dan bertarung, atau melakukan kegiatan lain. Event sangat penting, karena menentukan berjalannya skenario game yang telah dibuat sebelumnya. Setelah desain produk selesai, dilanjutkan dengan validasi desain. Validasi desain dilakukan dua kali, yaitu validasi pada produk awal, dan tahap ke dua validasi setelah dilakukan revisi. Hasil validasi oleh dua orang ahli yaitu ahli media dan ahli materi ditunjukkan pada tabel 2 dan tabel 3.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-123
TABEL 2. Hasil Validasi Ahli Media tentang Kelayakan Media Game Petualangan Fluida Aspek
% 90,0 75,0 87,5 75,0 81,9
Kelayakan visual Kelayakan bahasa Kelayakan audio Kelayakan penggunaan Rata-rata
Produk awal Kategori Sangat layak Cukup layak Sangat layak Cukup layak Layak
% 90.0 87,5 87,5 75,0 85,0
Produk setelah revisi Kategori Sangat layak Sangat layak Sangat layak Cukup layak Layak
TABEL 3. Hasil Validasi Ahli Materi tentang Kelayakan Media Game Petualangan Fluida Aspek Materi
% 65,0
Rata-rata
Produk awal Kategori Cukup layak
Produk setelah revisi % Kategori 85,0 Layak
Hasil validasi tahap awal untuk kelayakan memang mengusung plot yang cukup unik, yakni visual menunjukkan bahwa pada game petualangan perperangan dan menghadapi berbagai rintangan fluida warna yang dipilih untuk setiap gambar yang disisipi dengan materi tentang fluida. Namun, dengan latar sudah serasi. Dengan demikian, hal ini mejadikan game kurang mudah dan alurnya pandangan terhadap game cukup kontras. Begitu pula terasa rumit karena terdiri dari tiga level dan harus dengan pemilihan warna sesuai dengan karakter dan kembali ke peta utama. suasana yang diciptakan. Pengaturan letak gambar Hasil validasi dari ahli materi pada tahap sudah menunjukkan baik dengan letak yang tertata pertama menunjukkan angka yang cukup layak. rapi dan detail gambar yang menciptakan seperti Materi secara rata-rata menunjukkan adanya keadaan sesungguhnya. kesesuaian antara standar kompetensi, kompetensi Hasil validasi kelayakan bahasa mencakup dasar dan indikator pembelajaran. Namun materi tiga hal. Pertama adalah penggunaan bahasa. Bahasa yang terdapat pada media game kurang melatih siswa yang disajikan sudah sesuai dengan sasaran, tetapi dalam memecahkan masalah dan kurang menjangkau dalam beberapa petunjuk masih ada penggunaan seluruh aspek berfikir siswa SMA. bahasa asing (bahasa Inggris). Pada pengaturan letak Dari hasil validasi ahli pertama kemudian teks juga sudah baik (eyes catching). Hal ini terbukti dilakukan revisi dan setelahnya dilakukan uji bahwa dengan membaca teks tersebut kita tidak kelayakan kembali. Hasil kelayakan pada tahap 2 kehilangan pandangan terhadap bagian lain pada menunjukkan bahwa game secara keseluruhan sudah games. Begitu pula dengan penggunaan jenis huruf menunjukkan layak untuk digunakan. yang cukup baik dan jelas. Namun, kejelasan teks Hasil akhir produk kemudian digunakan saat membacanya sedikit terganggu karena dalam pembelajaran di kelas. Motivasi siswa dalam terpenggalnya teks. Dalam hal ini pemenggalan teks pembelajaran dengan menggunakan media game harus dihindari. petualangan dilihat dari hasil observasi. Observer Keberhasilan sebuah game tentunya tidak melakukan observasi pada aktivitas siswa pada terlepas dari sajian musik pendukung. Dari hasil beberapa tahapan pembelajaran, yaitu pada kegiatan validasi kelayakan pemilihan jenis musik dan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. kejelasan audio game ini sudah cukup sesuai dan Dari hasil observasi tersebut, diperoleh data motivasi baik, sehingga adanya musik pada game ini benarseperti pada tabel 4. Dari tabel 4 tampak bahwa benar mendukung suasana dan skenario pada game. motivasi siswa berada pada kategori tinggi dengan Hasil validasi dari sudut kemudahan persentase rata-rata sebesar 90%. menjalankan game. Game Petualangan Fluida TABEL 4. Motivasi Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran Fisika dengan Menggunakan Media Game No 1 2 3
FP-124
Sikap Siswa dalam Pembelajaran Pertemuan ke 1 Pertemuan ke 2 Pertemuan ke 3 Rata-rata
Jml Observer 3 3 3
Nilai Hasil Observasi 188 198 198
Nilai Maksimal 216 216 216
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Persentasi 87,0 % 91,7% 91,7% 90,0%
Peningkatan hasil belajar kognitif siswa diperoleh berdasarkan hasil pre test dan post test. Tes tersebut dilakukan pada saat sebelum dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan media game petualangan fluida (pre test) dan sesudah dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan media game petualangan fluida selama 3 kali pertemuan (post test). Soal yang digunakan
dalam tes peningkatan hasil belajar berjumlah 17 butir soal dalam bentuk pilihan ganda. Nilai peningkatan hasil belajar siswa dari hasil pre test dan post test tertera pada tabel 5. Dari tabel 5 tampak bahwa terdapat peningkatan hasil belajar dengan menggunakan media game sebesar 0,55 yang termasuk pada kategori sedang.
TABEL 5. Hasil Belajar Siswa dari Hasil Pre test dan Post Test Nilai
Keterangan
Pre test 65,00 24,00 47,20
Nilai tertinggi Nilai terendah Rata-rata
Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui bahwa data tersebut dapat diterima atau ditolak. Sebelum melakukan uji hipotesis, harus terlebih dahulu melakukan uji normalitas. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang didapat normal atau tidak. Pengujian normalitas yang dilakukan adalah dengan menggunakan distribusi chi kuadrat. Hasil perhitungan dengan menggunakan metode chi kuadrat diperoleh 2 2 nilai hitung (8,39) > tabel (7,82) untuk pre test, hitung (10,62) > tabel (7,82) untuk post test, ini artinya bahwa data pre test dan post test berdistribusi tidak normal. Setelah diketahui data pre test dan post test tidak terdistribusi normal, maka dilakukan uji wilcoxon. Hasil perhitungan diperoleh nilai Zhitung (4,85) > Ztabel (1,64) dengan taraf signifikansi 0,05. Data tersebut menunjukan bahwa nilai Zhitung lebih besar dari nilai Ztabel (Zhitung >Ztabel) maka Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar siswa yang signifikan setelah diterapkan penggunaan media game petualangan fluida pada materi fluida statis pada siswa SMAN 1 Ciwaru Kuningan. Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan media game petualangan fluida dapat terlaksana dengan baik dan dapat meningkatkan motivasi siswa. Peningkatan motivasi dapat terlihat dari aktivitas siswa selama tiga kali pertemuan dengan rata-rata 90% dengan interpretasi tinggi. Motivasi siswa 2
2
Post test 94,00 53,00 76,00
Kategori
0,55
sedang
meningkat karena suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Siswa lebih santai dalam belajar. Pembelajaran yang menyenangkan dan tidak membosankan akan menumbuhkan motivasi intrinsik siswa [12]. Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan media game petualangan fluida juga dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa. Peningkatan hasil belajar kognitif siswa dapat dilihat dari hasil skor pre test yang ratarata lebih kecil dari nilai post test. Peningkatan hasil belajar merupakan keberhasilan media pembelajaran dalam menyampaikan informasiinformasi dalam proses pembelajaran dengan baik dan jelas. Dalam hal ini, bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pembelajaran lebih baik [13]. SIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat ditarik simpulan sebagai berikut: (a). telah berhasil dibuat media pembelajaran berupa game dengan judul Petualangan Fluida, (b) terdapat peningkatan motivasi siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan media game petualangan fluida, (c) terjadi peningkatan hasil belajar siswa SMAN 1 Ciwaru Kuningan setelah menggunakan media game petualangan fluida. Besarnya peningkatan hasil belajar siswa
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-125
diperoleh dari hasil perhitungan gain sebesar 0,55 yang termasuk pada kategori sedang. REFERENSI 1. Arsyad, A. 2011. Media Pembelajaran. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta. 2. Asyhar, R. 2011. Kreaatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Gaung Persada (GP) Press: Jakarta. 3. Sudjana, N. 2009. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Sinar Baru Algesindo: Bandung. 4. Gee, J. P. 2007. What Video Game Have to Teach Us About Learning and Literac. Palgrave Macmillan: Ney York. 5. Wiyono, K. 2012. Model Multimedia Interaktif Berbasis Gaya Belajar untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Pendahuluan Fisika Zat Padat. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia Volume 8 Nomor 1, hal. 74-82. 6. Sutarman. 2009. Pengantar Teknologi Informasi. PT Bumi Aksara: Jakarta. 7. Suseno, Argo 2010. Manfaat Game dalam Kegiatan Belajar. Diakses dari http://argosus. Wordpress.com/2010/02/23/manfaat-game dalam-kegiatan-belajar/ pada tanggal 16 Mei 2013.
FP-126
8. Squire, K., Barnett, M., Grant, J. M., Higginbotham, T. Electromagnetism Supercharged! Learning Physics with Digital Simulation Games. Tersedia pada : http://www.hci.iastate.edu/REU09/pub/Main /BiologyInVRBlog/physics_game.pdf. Diakses pada tanggal 16 Mei 2013. 9. Abror, F. A. 2012. Mathematics Adventure Games Berbasis Role Playing Game (Rpg) Sebagai Media Pembelajaran Mata Pelajaran Matematika Kelas VI Sd Negeri Jetis 1. Yogyakarta 10. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian uantitatif, Kualitatif dan R &D. Alfabeta: Bandung. 11. Purwanto, Ngalim. 2012. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Rosdakarya: Bandung. 12. Cordova, D. I., Lepper, M. R. 1996. Intrinsic Motivation and The Process of Learning : Beneficial Effects of Contextualization, Personalization and Choice. Journal of Educational Psychology Vol 88, pp. 715730. 13. Sudjana, N., Rivai, A. 2011. Media Pembelajaran. Sinar Baru Algesindo: Bandung.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Komputer Model Tutorial Interaktif Pada Mata Kuliah Fisika Kesehatan Mahasiswa Di Sumatera Barat Junios1*, Delsi K2, Ratna Wulan3 , Yulkifli4 1
STIKes Ceria Buana Lubukbasung,Jl. Tuanku Nan Renceh Lubukbasung Kabupaten Agam, Sumatera Barat 2 STKIP PGRI Sumatera Barat, Padang, Sumatera Barat 3,4 Universitas Negeri Padang, Jl. Prof Hamka, Padang. Sumatera Barat *Email: [email protected]
Abstrak, Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan media pembelajaran berbasis komputer model tutorial interaktif yang valid, praktis dan efektif pada mata kuliah Fisika Kesehatan di Sumatera Barat. Pada fase investigasi awal telah dilakukan analisis kontrak perkuliahan Fisika Kesehatan yang terdiri dari materi, reviu literatur, wawancara dengan teman sejawat dan mahasiswa tentang materi yang akan dijadikan media pembelajaran berbasis TIK. Pada fase desain telah dilakukan kegiatan merancang storyboard dan merancang struktur program tutorial. Pada fase realisasi diperoleh prototype media pembelajaran berbasis komputer model tutorial interaktif. Prototype ini akan divalidasi kepada tiga orang validator media pembelajaran Fisika Kesehatan pada tahun kedua penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) media pembelajaran berbasis komputer model tutorial interaktif sudah sesuai dengan kontrak perkuliahan, 2) media pembelajaran sudah praktis berdasarkan aspek waktu, kemudahan penggunaan, dan kelengkapan komponen media pembelajaran. Kata kunci: fisika kesehatan, berbasis komputer, pengembangan media pembelajaran interaktif. PENDAHULUAN Pengembangan pendidikan akademi profesional sekaligus pusat pengembangan ilmu, mampu menghasilkan lulusan yang berbasis kompetensi menjadi visi STIKes Ceria Buana. Berdasarkan visi ini STIKes Ceria Buana menyelenggarakan pendidikan dengan mengemban sejumlah misi yang antara lain menyelenggarakan pendidikan tenaga kesehatan yang bermutu sesuai dengan tuntutan pasar dan era global, menciptakan iklim akademik yang kondusif, mengembangkan kegiatan penelitian di bidang kesehatan untuk menunjang proses belajar mengajar, melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat sebagai aplikasi ilmu di bidang kesehatan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, serta mempersiapkan
peserta didik menjadi warga masyarakat yang mampu berintegrasi, berpartisipasi dan berkontribusi dalam mengembangkan dan memajukan keluarga, lingkungan, masyarakat, dan negara. Untuk mengaplikasikan cita-cita luhur tersebut pengembangan media pembelajaran guna meningkatkan kompetensi mahasiswa adalah salah satu solusi yang dapat dilakukan. Untuk mata kuliah fisika keperawatan di Program Studi S1 Keperawatan maupun fisika kesehatan di Program Studi D. III Kebidanan STIKes Ceria Buana ditemukan bahwa tingkat pemahaman mahasiwa terhadap mata kuliah tersebut masih tergolong rendah. Hal ini dapat dibuktikan dengan seringnya mahasiwa mengulang mata kuliah ini pada tahun-tahun berikutnya untuk fisika keperawatan dan seringnya dilakukan her untuk fisika
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-127
kesehatan. Kenyataan ini tentu mengganggu proses wisuda mahasiswa yang bersangkutan. Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa dari tahun ke tahun mahasiswa yang mengulang ataupun her untuk mata kuliah fisika ini tergolong tinggi mencapai 46%. Kenyataan ini menjadi lebih serius dikarenakan kedua mata kuliah ini merupakan matakuliah dasar yang menjadi prasyarat bagi mahasiswa untuk mata kuliah tingkat lanjut seperti fisiologi dan biokimia. Kekurangpahaman mahasiswa terhadap matakuliah ini peneliti duga dikarenakan materi yang diajarkan untuk matakuliah ini sangat banyak, sementara waktu yang dialokasikan untuk mata kuliah ini tidak mencukupi. Kenyataan ini diperparah lagi dengan input mahasiswa yang tergolong memiliki kemampuan dalam kategori sedang, sehingga materi yang banyak tersebut tidak bisa dipelajari sendiri. Mahasiswa tersebut harus dapat bimbingan dari dosen yang bersangkutan. Solusi yang paling mungkin diberikan untuk permasalahan ini adalah membuat media pembelajaran yang terintegrasi dengan teknologi dan komunikasi (TIK). Berdasarkan kemajuan ilmu dan teknologi kampus diharapkan memasyarakatkan penggunaan media guna meningkatkan keefektifan pembelajaran. Media pembelajaran yang terintegrasi dengan TIK dapat membangkitkan motivasi mahasiswa ketika belajar Fisika Kesehatan. Dengan adanya solusi ini permasalahan pembelajaran Fisika Kesehatan di Sumatera Barat akan dapat teratasi.
pembelajaran berbasis komputer model tutorial interaktif pada mata kuliah Fisika Kesehatan Mahasiswa STIKes di Sumatera Barat Menurut Borg dan Gall [1], “Educational Research and Development (R&D) is a process used do develop and validate educational products”. Penelitian pendidikan dan pengembangan adalah suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasikan produk pendidikan. Prosedur Penelitian Pengembangan media pembelajaran berbasis komputer model tutorial interaktif yang akan dikembangkan mengacu pada penelitian pengembangan model Plomp [2], dengan langkah-langkah sebagai berikut : fase investigasi awal (preliminary investigation), fase desain (design), fase realisasi/konstruksi (realization/construction), fase tes, evaluasi dan revisi (test, evaluation and revision) dan fase implementasi (implementation). Secara lebih lengkap dapat digambarkan sebagai berikut :
METODE Jenis Penelitian Berdasarkan maksud dan tujuannya, penelitian ini digolongkan sebagai penelitian pengembangan (development research) yang digabungkan dengan penelitian pra-eksperimen menggunakan rancangan one-shot case study. Penelitian pengembangan yang dimaksud adalah penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan media pembelajaran berbasis komputer yang dapat dimanfaatkan dalam belajar mandiri mahasiswa STIKes di Sumatera Barat untuk mempelajari materi mata kuliah fisika kesehatan. Penelitian praeksperimen dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penggunaan media FP-128
GAMBAR 1. Prosedur Penelitian
Pengembangan Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembaran validasi, angket praktikalitas, pedoman wawancara untuk dosen
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
dan mahasiswa, lembaran observasi mahasiswa, dan lembaran tes. Instrumen validitas adalah lembaran validasi yang disusun berdasarkan skala Likert dengan 5 alternatif jawaban sebagai berikut : 4 = sangat baik 3 = baik 2 = cukup baik 1 = kurang baik 0 = tidak baik Instrumen praktikalitas terdiri dari angket praktikalitas dosen dan mahasiswa, dan pedoman wawancara dengan dosen dan mahasiswa. Angket praktikalitas berisikan tentang kemudahan menggunakan prototipe dan kemajuan yang didapat mahasiswa. Angket disusun menurut skala Likert dengan 4 alternatif jawaban sebagai berikut : 4 = selalu 3 = sering 2 = jarang 1 = tidak pernah Pedoman wawancara terdiri dari beberapa pertanyaaan pokok yang berkaitan dengan kepraktisan penggunaan prototipe media pembelajaran berbasis komputer model tutorial interaktif. Wawancara dilakukan secara lisan dalam pertemuan tatap muka secara individual kepada dosen yang memegang matakuliah Fisika Kesehatan. Wawancara dilakukan secara berkelompok kepada mahasiswa. Instrumen efektifita terdiri dari lembar observasi mahasiswa, dan lembaran tes. Lembaran observasi berisikan checklist aktivitas siswa terdiri dari beberapa indikator aktivitas yang diamati.
Kontrak perkuliahan yang sudah berjalan di sekolah-sekolah tinggi kesehatan yang ada di Sumatera Barat ditemukan bahwa pencapaian ketuntasan pembelajaran mahasiswa terkendala dibuktikan dengan seringnya mahasiswa gagal dalam mata kuliah ini, sehingga her dan semester pendek menjadi pilihan mahasiwa untuk menuntaskan mata kuliah ini. Tentu hal ini menjadi masalah yang cukup serius dikarenakan mata kuliah Fisika Kesehatan merupakan mata kuliah dasar yang wajib dipahami oleh mahasiswa untuk dapat meningkatkan pengetahuannya pada matakuliah tingkat lanjut. Didalam kontrak perkuliahan yang sudah baku telah terdapat penjabaran setiap materi perkuliahan secara sistematis, sehingga sudah seyogyanya mahasiswa mendapatkan semua materi dan memahaminya. Konsep materi sesuai dengan tujuan pembelajaran yakni menjadikan ilmu Fisika sebagai ilmu dasar dalam pemahaman mahasiswa tentang ilmu kebidanan dan atau keperawatan. 2.
Hasil analisis materi pada kontrak perkuliahan Fisika Kesehatan Analisis materi diawali dengan materi Biomekanika, pada materi ini di lihat kembali kesesuaian materi dengan pencapaian pada kontrak perkuliahan. Setelah dilakukan analisis akhirnya dapat disimpulkan materi Biomekanika sudah sesuai dengan tuntutan kontrak perkuliahan. Selanjutnya di analisis seluruh materi dan didapatkan hasil untuk seluruh materi sudah sesuai dengan tujuan pembelajaran.
3.
Hasil reviu literatur media pembelajaran berbasis komputer model tutorial interaktif Media pembelajaran berbasis komputer bertujuan untuk membantu mahasiswa memahami materi dalam mata kuliah Fisika Kesehatan melalui pembelajaran secara mandiri. Model pembelajaran yang dirancang adalah model tutorial, artinya mahasiswa tidak memerlukan banyak bantuan guru dalam memahami materi, karena semua
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Fase Investigasi Awal (Preliminary Investigation) Kegiatan yang telah dilaksanakan pada fase ini diantaranya menganalisis kontrak perkuliahan Fisika Kesehatan, menganalisis materi yang terangkum didalam perkuliahan, wawancara dengan teman sejawat, dan mewawancarai mahasiswa STIKes Ceria Buana. Berikut diuraikan hasil yang diperoleh selama fase investigasi awal : 1. Hasil analisis kontrak perkuliahan Fisika Kesehatan
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-129
penjelasan materi dan pembahasan contoh soal, serta evaluasi disediakan Media pembelajaran ini dirancang dengan menu-menu interaktif agar pengeloalaan proses pembelajaran lebih efektif dan efisien, sehingga mahasiswa bisa mengikuti pembelajaran sesuai dengan kemampuannya. Latihan soal (evaluasi) dalam media pembelajaran ini di rancang agar mahasiswa bisa memahami seluruh materi dalam pembelajaran ini dengan lebih baik. 4.
5.
Hasil wawancara dengan TPM dan teman sejawat Wawancara dengan Tim Peneliti Mitra dan teman sejawat (dosen pengampu mata kuliah yang sama) dilakukan secara tidak formal. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa pembelajaran masih didominasi oleh peran aktif dosen, dan pembelajaran dilaksanakan belum pernah menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, sementara fasilitas untuk terhubung dengan komputer itu cukup tersedia. Sementara alokasi waktu untuk perkuliahan Fisika Kesehatan belum terpenuhi dengan baik, sehingga banyak mahasiswa yang tidak paham dengan materi yang disampaikan. Untuk itu pengembangan media pembelajaran berbasis komputer model tutorial dirancang untuk meningkatkan aktivitas mahasiswa selama pembelajaran, sehingga mahasiswa tidak hanya menunggu penjelasan dari dosen melainkan bisa memahami konsep sendiri. Media pembelajaran ini juga dirancang agar dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran mandiri, sehingga siswa yang belum menguasai materi dapat mengulang-ulangnya di lain waktu. Hasil wawancara dengan mahasiswa Wawancara dengan mahasiswa juga dilaksanakan secara tidak formal. Berdasarkan wawancara dengan mahasiswa disimpulkan bahwa selama ini mahasiswa masih bergantung pada peran dosen dalam memahami pelajaran, belum pernah dilakukan pembelajran mandiri menggunakan teknologi informasi dan komputer.
FP-130
Media pembelajaran berbasis komputer model tutorial interaktif dirancang untuk membangkitkan motivasi belajar mandiri mahasiswa sesuai dengan keinginannya seperti belajar dengan alunan musik, atau audio, sehingga pembelajaran tidak lagi membosankan. Tampilan latar-latar yang menarik dan pembahasan contoh soal diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam rangka memahami materi pembelajaran. Hasil fase Desain (Design) Hasil yang diperoleh pada fase investigasi awal selnjutnya digunakan untuk acuan dalam mendesain media pembelajaran berbasis computer model tutorial interaktif yang akan dikembangkan. Desain media pembelajaran berbasis komputer ini juga memperhatikan media pembelajran interaktif lainnya yang sudah ada. Pada fase desain dilaksanakan perancangan struktur program dan perancangan storyboard. 1.
Perancangan struktur program Struktur program tutorial terdiri dari intro, petunjuk perkuliahan, materi, menu utama, dan evaluasi . bagian intro terdiri dari halaman judul penelitian dan asal dana penelitian sesuai dengan kontrak kerja dengan kopertis wilayah X sebagai perpanjangan tangan Dikti. Bagian menu utama berisi 4 menu yaitu judul CD, materi, about dan evaluasi. Pada menu materi terdapat 11 topik yang akan dipelajari mahasiswa dalam perkuliahan. Isi topik tersebut adalah : Biomekanika, Biooptik, Bioakustik, Fuida, Instrumentasi, Biotermik, Ultrasonik, Thermografi, Pemanfaatan panas dan dingin dalam bidang kesehatan, dan thermometer. Pada bagian about akan dijelaskan tentang mata kuliah Fisika Kesehatan, jumlah SKS dan penempatan mata kuliah, tujuan pembelajaran dan manfaat mata kuliah. Pada about ini tampilan disajikan menggunakan suara dan tulisan bergerak. Di bagian evaluasi berisikan soal-soal ujian tengah semester dan ujian akhir semester yang seluruh jawabannya ada dalam materi perkuliahan pada bagian sebelumnya. 2. Perancangan storyboard
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Berdasarkan perancangan struktur program, selanjutnya dilakukan perancangan storyboard. Storyboard merupakan deskripsi dari setiap scene (halaman yang ditampilkan). Hasil rancangan dari storyboard ini kemudian dijadikan acuan dalam pembuatan setiap tampilan pada media pembelajaran berbasis komputer model tutorial interaktif. Di bawah ini adalah salah satu rancangan storyboard yang dikerjakan.
dengan menggunakan software Adobe Flash Profesional cs6 ste. Teks dapat dibuat langsung pada setiap layer yang tersedia, gambargambar dapat dicopykan secara langsung dalam stage yang tersedia, suara diperoleh dari rekaman menggunakan handphone dan disimpan dalam *wav. Suara dan music yang digunakan diimport kedalam library. Untuk menghubungkan setiap scene dapat dilakukan dengan membuat bahasa pemograman action script. Langkah terakhir pada fase realisasi dilakukan dengan mempublish rancangan yang sudah dibuat kedalam bentuk *exe (exucutable), kemudian diburning ke CD. DISKUSI
GAMBAR 2. rancangan storyboard Fase Realisasi (Realization) Hasil storyboard yang sudah dirancang, selanjutnya digunakan sebagai acuan pada fase realisasi. Fase realisasi dilakukan dengan mengumpulkan objek-objek yang dibutuhkan seperti teks, gambar, suara, dan sound. Pengumpulan objek dilakukan
Media pembelajaran yang sudah dirancang sudah memenuhi kontrak perkuliahan yang ada pada mata kuliah tersebut. Setiap materi sudah menjadi satu keutuhan yang saling terkait. Mahasiswa akan dapat belajar secara interaktif dengan bisa memilih materi mana yang kurang dipahaminya. Mahasiswa juga akan dapat meyelesaikan latihan pada contoh soal dan pada evaluasi nantinya. Namun hal itu baru akan dapat digunakan setelah CD pembelajaran ini di validasi dan dilaksanakan uji praktikalitas dan uji efektifitas pada tahun kedua.
TABEL 1. Rekapitulasi Mahasiswa yang Mengulang dan Her pada Matakuliah Fisika Keperawatan dan Fisika Kesehatan di STIKes Ceria Buana Tahun Ajaran 2009/2010 2010/2011 2011/2012
Fisika Keperawatan 18 17 17
Mahasiwa Yang Mengulang dan Her Jumlah % Fisika Jumlah Mhs Mengulang Kesehatan Mhs 48 37,5 45 120 45 37,7 47 110 37 45,9 40 89
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
% Her 37,5 42,7 44,9
FP-131
SIMPULAN DAN SARAN Dengan telah selesainya produk media pembelajaran Fisika Kesehatan ini di tahun pertama disarankan, agar produk yang sudah jadi ini harus tetap dilanjutkan dengan uji validitas dan uji praktikalitas serta uji efektifitas pada tahun kedua. Sehingga produk yang sudah dibuat ini benar-benar mampu menjadi solusi untuk peningkatan pemahaman mahasiswa STIKes di Sumatera Barat. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapan terimakasih kepada Kementerian pendidikan dan kebudayaan
FP-132
(Kemendikbud) RI karena penelitian ini dibiayai oleh Dana Dikti melalui penelitian kerjasama perguruan tinggi (PEKERTI) pada tahun 2013, dengan No. Kontrak. 27/KONTRAK/010/KM/2013. REFERENSI 1. Punaji. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta: Kencana. 2. Hobri. 2009. Metodologi Penelitian Pengembangan (Development Research), Aplikasi Pada Penelitian Pendidikan Matematika. Jember : Universitas Jember.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Pengembangan Media Pembelajaran Games “Phy Detective” Berbasis Komputer Untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa SMP Khoirul Bashooir1,*, Isa Akhlis1 dan Suharto Linuwih1 1
Universitas Negeri Semarang, Semarang, Indonesia * Email: [email protected]
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan media pembelajaran games “Phy Detective” berbasis komputer yang dikembangkan oleh peneliti dan peningkatan minat belajar siswa setelah menggunakan media pembelajaran games “Phy Detective” untuk pokok bahasan pesawat sederhana di SMP N 1 Karangtengah. Desain penelitian yang digunakan adalah Desain Penelitian R&D (Research & Development). Tahapan-tahapan yang dilakukan adalah (1) analisis potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) uji coba produk dan (7) revisi produk. Media games “Phy Detective” sudah melewati validasi desain dari para pakar dan uji coba produk di kelas VIII I SMP N 1 Karangtengah. Pada uji validasi desain, media games “Phy Detective” mendapatkan skor rata-rata 85,36 (sangat tinggi). Pada uji coba produk, peneliti menggunakan metode One-Group Pretest-Posttest Design yang merupakan bagian dari metode Pre-Eksperimental Design. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling. Sampel adalah kelas VIII I SMP N 1 Karangtengah. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah angket, tes, dan dokumentasi. Pada hasil dari uji coba produk, pembelajaran yang dikembangkan mendapatkan kriteria tinggi dan minat belajar siswa meningkat sebesar 0,12 (rendah). Secara keseluruhan media games “Phy Detective” layak digunakan dalam pembelajaran dan dapat meningkatkan minat belajar siswa. Kata kunci: media pembelajaran, games berbasis komputer, minat belajar. PENDAHULUAN Pembelajaran merupakan terjemahan dari kata “instruction”. Hal ini dapat diartikan bahwa pembelajaran mengandung unsur perintah. Perintah atau instruction dapat dikategorikan menjadi self instruction dan external instruction [25]. Oleh karena itu pembelajaran dapat dipandang dari dalam diri pelaku ataupun dari luar diri pelaku. Pengajaran yang diberikan oleh guru merupakan salah satu contoh pembelajaran yang berasal dari luar pelaku. Selain kata instruction, ada istilah lain untuk mengungkapkan pembelajaran. Istilah tersebut adalah learning. Perbedaan yang ada antara dua kata tersebut adalah instruction diartikan sebagai pengajaran dan learning diartikan sebagai belajar. Perbedaan ini membawa pengaruh tentang cara mengambil sudut pandang untuk
memahami proses pembelajaran. Penggunaan instruction yang berarti pengajaran mempunyai makna guru memberikan instruksi atau materi pembelajaran kepada siswa. Pembelajaran yang mempunyai fokus aktifitas berada pada guru dikenal dengan teacher center. Learning yang berarti belajar mempunyai makna siswa melakukan aktivitas belajar dan proses pembelajaran yang dilaksanakan lebih berpusat tentang bagaimana siswa belajar. Pembelajaran yang berpusat pada siswa dikenal dengan student center. Pada pembelajaran student center guru dan siswa mempunyai kedudukan sebagai learner/pelajar [13]. Terdapat kesamaan antara self instruction dan learning, yaitu siswa melakukan aktifitas belajar sebagai pembelajaran student center. Salah satu faktor yang berpengaruh dalam pembelajaran adalah minat belajar. Berdasarkan
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-133
wawancara dengan Guru Mata Pelajaran IPA SMP N 1 Karangtengah diketahui bahwa minat belajar siswa untuk belajar fisika masih rendah. Minat yang rendah dapat membuat pembelajaran menjadi kurang optimal. Hal ini dikarenakan siswa kurang aktif untuk mengikuti pembelajaran [28]. Media pembelajaran yang interaktif dan menyenangkan dapat meningkatkan minat belajar siswa [4]. Komputer dapat digunakan sebagai media pembelajaran. Menurut Wankat & Oreonovicz, sebagaimana dikutip oleh Wena [30], salah satu keuntungan pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran komputer adalah dapat merangsang siswa untuk mengerjakan latihan karena tersedianya (1) animasi grafis, (2) warna, dan (3) musik. Komputer bahkan notebook atau laptop bukan menjadi barang yang mewah lagi, sehingga banyak orang yang sudah mempunyai komputer. Game atau yang biasa disebut permainan merupakan salah satu hal yang disukai oleh anak-anak. Dengan perkembangan teknologi yang ada kemudian muncullah game komputer. Di dalam game komputer terdapat beberapa unsur yang dapat mendorong seseorang berlama-lama untuk memainkannya. Unsurunsur tersebut diantaranya adalah tampilan yang bagus, isi yang menarik, serta kesenangan sewaktu menyelesaikan level ataupun stage untuk menuju level berikutnya. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hwang & Wu [14] mengenai penelitian-penelitian yang dipublikasikan dalam Jurnal Teknologi Pendidikan di Inggris menunjukkan bahwa penelitian tentang Digital Game Based Learning dari tahun 2001 ke 2010 semakin meningkat. Beberapa kesimpulan dari penelitian tersebut diantaranya adalah game edukasi berbasis komputer dapat menambah minat belajar siswa [8], [18]. Game edukasi juga dapat meningkatkan motivasi belajar [5], [7], [11]. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk membuat media pembelajaran berbasis games komputer untuk meningkatkan minat belajar siswa, dalam hal ini adalah siswa SMP. Dalam penelitian ini ada dua permasalahan, yaitu (1) Bagaimana kelayakan media pembelajaran game “Phy Detective” yang dikembangkan peneliti ? (2) Bagaimana minat belajar siswa terhadap mata pelajaran fisika
FP-134
setelah menggunakan media pembelajaran game “Phy Detective”? METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini berupa Research & Development. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian R&D ini adalah (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) uji coba produk dan (7) revisi produk. Pada tahapan uji coba produk peneliti melakukan penelitian menggunakan metode One-Group Pretest-Posttest Design. Subjek penelitian adalah 21 siswa kelas VIII I SMP N 1 Karangtengah Kabupaten Demak. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penggunaan media pembelajaran game “Phy Detective” sedangkan variabel terikatnya adalah minat belajar siswa. Data penelitian diambil dengan metode tes, dokumentasi, dan angket kemudian dianalisis menggunakan deskriptif persentase.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pengembangan media pembelajaran ini dilakukan untuk mendapatkan media pembelajaran IPA khususnya fisika yang berbasiskan games untuk siswa SMP. Adapun hasil dari analisis data yang diperoleh adalah sebagai berikut : Uji Ahli Media pembelajaran yang dikembangkan dievaluasi oleh 3 orang ahli. Data yang didapatkan dari evaluasi tersebut disajikan dalam Tabel 1. TABEL 1. Hasil Analisis Uji Ahli Kategori Kelayakan isi Kebahasaan Sajian Kegrafisan Rata-rata
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Skor 84,44 85,00 85,33 86,67 85,36
Dengan demikian media yang dikembangkan sudah memenuhi kriteria skor sangat tinggi (81,26% ≤ x ≤ 100%). Akan tetapi ada beberapa saran yang diperoleh dari para ahli, diantaranya adalah : 1. Media hendaknya dikemas menjadi lebih ringkas / di-compile atau include dalam windows melalui proses install, 2. Pada movie clip tokoh utama, saat berjalan dan berhenti memiliki ratio yang tidak seimbang, 3. Lambang dari besaran hendaknya dituliskan latin (italic), 4. Hendaknya menggunakan urutan yang logis agar siswa mudah memahami. Sebelum ke tahapan uji coba produk, media yang sudah diujikan direvisi sesuai dengan saran dari ahli untuk mendapatkan media yang lebih baik. Angket Minat Belajar Data minat belajar siswa dianalisis menggunakan uji gain. Hasil analisis data yang diperoleh disajikan dalam Tabel 2. TABEL 2. Data Angket Minat Belajar Siswa Jumlah Siswa Kategori Pretest Posttest Sangat Tinggi 8 12 Tinggi 12 8 Rendah 1 1 Sangat Rendah 0 0 Gain 0,12
Angket Pengembangan Media Hasil analisis angket pengembangan media pembelajaran yang diberikan kepada siswa ketika posttest disajikan dalam Tabel 3. TABEL 3. Data Angket Pengembangan Media Pembelajaran Kategori Jumlah Siswa Sangat Tinggi 8 Tinggi 12 Rendah 1 Sangat Rendah 0 Skor Rata-rata 81,20 (tinggi)
Hasil Belajar Kognitif Hasil analisis hasil belajar siswa dalam aspek kognitif disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4. Hasil Belajar Kognitif Kategori Nilai Tertinggi Nilai Terendah Rata-rata
Nilai 100 55,33 74,60
Hasil Belajar Psikomotorik Hasil analisis hasil belajar siswa dalam aspek psikomotorik disajikan dalam Tabel 5. TABEL 5. Hasil Belajar Psikomotorik Kategori Nilai Nilai Tertinggi 100 Nilai Terendah 70,83 Rata-rata 87,50
Pembahasan Penelitian pengembangan yang dilaksanakan bertujuan untuk menghasilkan media pembelajaran games untuk pelajaran IPA khususnya fisika. Media pembelajaran games yang dikembangkan merupakan games berbasiskan komputer untuk meningkatkan minat belajar siswa. Slameto [23] menjelaskan bahwa jika bahan pelajaran yang tidak sesuai dengan minat siswa maka siswa tidak akan belajar dengan baik. Hal ini berarti siswa tidak melaksanakan aktivitas belajar dengan baik. Perbandingan minat belajar siswa saat sebelum menggunakan media (pretest) dan setelah menggunakan media (posttest) disajikan dalam Gambar 1. Dalam Gambar 1, kenaikan minat belajar terjadi pada 15 siswa. Sedangkan penurunan terjadi pada 3 siswa. Kondisi konstan terlihat pada 3 siswa. Secara umum dalam pengujian media games yang dikembangkan melaui analisis gain dapat diketahui bahwa minat belajar siswa naik sebesar 0,12.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-135
GAMBAR 1. Perbandingan Minat Belajar Siswa saat Pretest dan Posttest
Berdasarkan kategori minat, pada keadaan awal ada 8 siswa yang memiliki minat dengan kategori sangat tinggi, 12 siswa dengan kategori tinggi, 1 siswa dengan kategori rendah dan 0 siswa dengan kategori sangat rendah. Pada keadaan akhir, 12 siswa mempunyai minat dengan kategori sangat tinggi, 8 siswa dengan kategori tinggi, 1 siswa dengan kategori rendah dan 0 siswa dengan kategori sangat rendah. Minat belajar 4 siswa naik dari tinggi menjadi sangat tinggi dan 1 siswa naik dari rendah menjadi tinggi. Akan tetapi ada 1 siswa yang minatnya turun dari tinggi menjadi rendah. Angket siswa dengan minat belajar yang turun menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi turunnya minat adalah guru, kegrafisan media serta petunjuk operasional dari penggunaan media yang kurang komunikatif. Oleh karena itu, media yang dikembangkan masih perlu diperbaiki dalam aspek kegrafisan dan petunjuk operasional penggunaan media. Dalam penelitian ini dilampirkan data berupa hasil belajar siswa baik kognitif maupun psikomotorik. Penilaian hasil belajar siswa perlu dilakukan untuk mengetahui keberhasilan proses pembelajaran. Hasil belajar siswa dalam aspek kognitif memiliki rata-rata sebesar 74,60. Nilai tertinggi yaitu 100 diperoleh oleh 2 orang siswa dengan minat kategori tinggi. Nilai terendah yaitu 53,33 diperoleh oleh 3 orang siswa dengan rincian 2 siswa memiliki minat kategori sangat tinggi dan 1 siswa memiliki minat kategori tinggi. Hasil belajar siswa dalam aspek psikomotorik memiliki rata-rata 87,50. Nilai tertinggi yaitu 100 diperoleh oleh siswa dengan minat kategori tinggi. Nilai terendah yaitu 70,83 diperoleh oleh siswa dengan kategori minat
FP-136
tinggi. Setelah dilakukan wawancara dengan siswa yang bersangkutan hal ini terjadi karena perbedaan intelegensi yang dimiliki. Muhibbin Syah [28] menjelaskan bahwa semakin tinggi kemampuan intelegensi siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelegensi siswa maka semakin kecil peluangnya untuk meraih sukses. Intelegensi yang baik dimiliki siswa bernilai tinggi. Salah satu siswa yang bernilai tinggi adalah siswa yang cerdas. Hal ini dapat diketahui berdasarkan informasi dari siswasiswa di kelas. Berbeda halnya dengan siswa yang mendapatkan nilai rendah tetapi memiliki minat dengan kategori sangat tinggi. Siswa tersebut membutuhkan waktu belajar, pengarahan dari guru atau diskusi dengan teman yang lebih banyak dikarenakan intelegensi yang mereka miliki kurang baik. Faktor lain yang berpengaruh cukup besar dalam pembelajaran di kelas adalah peran guru. Dalam buku “Psikologi Pendidikan”, Muhibbin Syah [28] menjelaskan “mengajar” mengandung konotasi membimbing dan membantu untuk memudahkan siswa dalam menjalani perubahannya sendiri. Slameto [23] mengungkapkan bahwa guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan. Tugas guru telah meningkat yaitu dari sebagai pengajar menjadi direktur pengarah belajar, yang tugas dan fungsinya adalah (1) perencana pengajaran, (2) pengelola pengajaran, (3) penilai hasil belajar, (4) motivator belajar, dan (5) pembimbing. Adanya siswa yang memiliki minat belajar turun menunjukkan bahwa guru dalam hal ini peneliti belum bisa
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
memotivasi siswa tersebut. Hal ini menjadi saran bagi peneliti untuk meningkatkan kapasitas diri untuk menjadi guru. Kedudukan media pembelajaran game “Phy Detective” dalam pembelajaran adalah sebagai suplemen dalam pembelajaran. Suplemen yang dimaksud adalah waktu penggunaan game “Phy Detective” di luar jam pembelajaran sekolah. Dengan adanya game “Phy Detective” dimaksudkan agar siswa dapat bermain dan belajar pada waktu luang mereka. Pada penelitian Research and Development yang sejenis yaitu tentang media Digital Game Based Learning (DGBL) yang dilakukan oleh Noviami, et al [19] pada pembelajaran sistem reproduksi di SMP memperoleh kesimpulan bahwa media DGBL yang dikembangkan efektif dan layak digunakan sebagai media pembelajaran pada materi sistem reproduksi manusia di SMP. Games yang terdapat dalam media yang dikembangkan oleh Noviami, et al [19] adalah (1) puzzel/gambar acak, (2) Crossword (TTS/Teka-Teki Silang), dan (3) Monopoli. Games yang dipilih oleh Noviami, et al. adalah games yang cukup populer dikalangan anak-anak baik putra maupun putri. Berbeda halnya dengan fight games yang dipilih oleh peneliti. Walaupun fight games merupakan games yang sangat interaktif, tetapi hanya populer dikalangan anak putra. Hal ini berarti game “Phy Detective” lebih efektif jika digunakan oleh anak putra. Ketercapaian tujuan Indikator keberhasilan dari penelitian pengembangan ini adalah media yang dikembangkan mendapatkan kriteria sangat tinggi atau tinggi. Untuk kriteria sangat tinggi adalah 81,26% ≤ x ≤ 100% dan untuk kriteria tinggi adalah 62,51% ≤ x ≤ 81,25%. Sedangkan untuk efektifitas media pembelajaran yang dikembangkan untuk meningkatkan minat belajar siswa ditunjukkan dengan diterimanya hipotesis. Dalam penelitan ini dilakukan dua uji, yaitu (1) validasi desain/uji ahli dan (2) uji coba produk. Hasil analisis data yang diperoleh dalam validasi desain/uji ahli media yang dikembangkan mendapatkan skor rata-rata 85,36 (sangat tinggi). Pada hasil analisis data yang
didapatkan pada uji coba produk menunjukkan bahwa media yang dikembangkan mendapatkan kriteria tinggi. Data tersebut dapat dilihat dari modus dan skor rata-rata yang bernilai tinggi pada Tabel 3. Penerimaan hipotesis penelitian ditunjukkan dengan adanya gain atau peningkatan pada minat belajar siswa. Peningkatan minat belajar siswa yang didapatkan dari analisis data adalah sebesar 0,12. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Media pembelajaran game “Phy Detective” layak digunakan dalam pembelajaran. Hasil uji produk mendapatkan skor rata-rata sebesar 81,20 (tinggi). 2. Penggunaan media pembelajaran game “Phy Detective” dapat meningkatkan minat belajar siswa. Hasil gain berada pada kategori rendah yaitu 0,12. Hasil gain minat belajar siswa dalam kategori rendah. Pada peneltian sejenis disarankan melakukan penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama. Untuk memperoleh hasil yang lebih maksimal peneliti juga perlu memperhatikan beberapa faktor, yaitu : (1) peran guru dan (2) manajemen waktu. Pada penelitian sejenis disarankan peneliti dapat mempersiapkan manajemen waktu yang baik sehingga sesuai dengan yang direncanakan. REFERENSI 1. Alwi, H. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 2. Anni, C.T. 2007. Psikologi Belajar. Semarang : Unnes Press. 3. Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT. Rineka Cipta. 4. Ayad, K. & Rigas, D. 2010. Using edutainment in e-learning application : an empiricalstudy. International Journal of Computers, 4: 36-43. 5. Burguillo, J. C. 2010. Using game theory and competition-based learning to stimulate
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-137
6. 7.
8.
9. 10.
11.
12.
13. 14.
15.
16.
17.
student motivation and performance. Computers & Education, 55 :566–575. Depdiknas. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Depdiknas. Dickey, M. D. 2011. Murder on Grimm Isle: the impact of game narrative design in an educational game-based learning environment. British Journal of Educational Technology, 42 : 456–469. Ebner, M. & Holzinger, A. 2007. Successful implementation of user-centered game based learning in higher education: an example from civil engineering. Computers & Education, 49 : 873–890. Freitas, S.D. 2007.Learning in Immersive worlds, A review of game-based learning. Harefa, A. 2008. Menjadi Manusia Pembelajar (ON BECOMING A LEARNER) : Pemberdayaan Diri dan Masyarakat lewat Proses Pembelajaran. Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara. Harris, K. & Reid, D. 2005. The influence of virtual reality play on children’s motivation. Canadian Journal of Occupational Therapy, 72 : 21–30. Hurd, D. & Jennings, E. 2009. Standardized Educational Games Ratings: Suggested Criteria. Huba & Freed. 2000. Learner-Centered Assessment on College Campuses. Hwang, G.J. & Wu, P.H. 2012 . Advancements and trends in digital gamebased learning research: a review of publications in selected journals from 2001 to 2010. British Journal of Educational Technology,43: E6-E10. Krisno, A. et al.2008.Ilmu Pengetahuan untuk SMP/MTs kelas VIII. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. Lucio T.D.P. et al.2011. Otranto in the Middle Ages : a Serious Game for Edutainment. International Journal of Information and Education Technology, 1 :47-57. Madcoms. 2007. Macromedia Flash Pro 8. Yogyakarta : ANDI
FP-138
18. Malone, T.W. 1980.What makes things fun to learn? A study of intrinsically motivation computer games. Palo Alto: Xerox. 19. Noviami, R.R. et al. 2012. Pengembangan Media Digital Games Based Learning (DGBL) pada Pembelajaran Sistem Reproduksi Manusia di SMP. Unnes Journal of Biology Education, 1 : 1-8.] 20. Safari. 2003. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Deptiknas, Dirjen Dikdasmen dan Direktoran Tenaga Kependidikan. 21. Savinainen, A. & Scott, P. 2002. Using the Force Concept Inventory to Monitor Student Learning and to Plan Teaching.]. 22. Sessoms, D. 2008. Interactive Instruction : Creating Interactive Learning Environments Through Tomorrow’s Teachers. International Journal of Technology in Teaching and Learning,4:86-89. 23. Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. 24. Sudjana, N. & Rifai, A. 2009. Media Pengajaran (Penggunaan dan Pengembangannya) . Bandung : Sinar Baru Algesindo. 25. Sugandi, A et al. 2008. Teori Pembelajaran. Semarang : Unnes Press. 26. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung : CV. Alfabeta. 27. Sugiyono. 2011. Statistika untuk Penelitian.Bandung : CV. Alfabeta. 28. Syah, M. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. 29. TheRealKal-El.2012.What’s a fighting game?.Tersedia di http://www.gamefaqs. com/boards/208-fighting-games/64902177 Diakses pada tanggal 10 Mei 2013. 30. Wena,M.2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta : PT. Bumi Aksara. 31. Wiyanto.2008. Menyiapkan Guru Sains mengembangkan Kompetensi Laboratorium. Semarang : Unnes Press.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN SESI PARALEL FISIKA PENDIDIKAN 3 Kode : C-02
Pertanyaan : 1) Alasan pemilihan aplikasi?
Pemakalah : Ayu Putri M.
2) Apakah animasi dibuat pada internal software?
Penanya : Shohibul Kahfi
3) Sistem evaluasi interaktif? 4)apakah dapat digunakan offline dan online?
Jawaban : 1) Gratis (freeware), dikelola oleh kelompok, dapat diembed pada PHP dan HTML 2) Animasi dibuat sendiri. 3) Sistem evaluasi tidak interaktif karena hanya mengetahui pemahaman setelah pembelajaran dengan program 4) Program dapat dijalankan online maupun offline.
Kode : C-04
Pertanyaan : Apa content yang ada didalam komik sehingga
Pemakalah : Singgih
pemahaman siswa harus harus dibentuk?
Bekiarso/Sri Wahyuni Penanya : Junios
Jawaban : Didalam komik ada lembar kerja siswa yang membuat siswa berfikir kritis tentang jenis-jenis kopi secara kontekstual, sehingga siswa merasa paham dan mengerti tentang kopi. Didalam komik juga terdapat soal-soal yang menyangkut tentang kopi sampai pada manfaat kopi.
Kode : C-05
Pertanyaan : Bagaimana bentuk gamesnya dan hasil risetnya?
Pemakalah : Ade Y. Nuryantini
Jawaban : Bentuk gamesnya adalah dengan games seperti
Penanya : Junios
umumnya tetapi untuk bias masuk atau naik ketiap level harus menjawab pertanyaan dan pernyataan. Hasil risetnya karenasifatnya pengembangan maka baru berupa peningkatan dalam satu kali pembelajaran.
Penanya : Bambang Suigiarto
Pertanyaan : 1) Bagaimana proses penelitian yang diterapkan ke siswa? 2) Bagaimana degan alokasi waktu yang dibutuhkan?
Jawaban : 1) Proses penelitian berupa uji coba games dengan pre dan posttest hasil belajar dan diberi angket motivasi sehingga didapat peningkatan belajar. 2) Alokasi sesuai dengan jadwal pembelajaran tetapi untuk satu konsep dalam 3 kali pertemuan. Kode : C-06
Pertanyaan : Media pembelajaran berbasis computer model
Pemakalah : Diah M.
tutorial interaktif yang valid, praktis dan efektif berdasarkan apa?
Penanya : Junios
Kesimpulannya?
Jawaban : Valid, praktis dan efektifitas berdasarkan penilaian pakar materi dan pakar instrument.
KELOMPOK FISIKA PENDIDIKAN 4
Pengembangan Modul Pengolahan Kopi Berbasis Macromedia Flash Pada Mata Pelajaran IPA Di SMP Sri Wahyuni1*, Rif’ati Dina Handayani1, dan Trapsilo Prihandono1 1
Universitas Jember *Email : [email protected]
Abstrak. Pembelajaran dengan modul merupakan salah satu cara pembelajaran yang memberi kesempatan siswa untuk belajar mandiri. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan mengembangkan modul pengolahan kopi berbasis macromedia flash pada mata pelajaran IPA di SMP yang dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang kopi yang merupakan hasil bumi penduduk lokal. Modul yang dikembangkan meliputi modul pengolahan kopi yang dipegang oleh siswa dan guru. Dimana modul pengolahan kopi yang dipegang oleh guru dilengkapi dengan menggunakan macromedia flash sehingga lebih mudah dimengerti oleh para siswa karena visualisasi animasi dapat ditampilkan dalam bentuk interaktif. Pengambilan data dilakukan dengan metode dokumentasi, observasi, dan tes hasil belajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan digunakannya modul pengolahan kopi berbasis macromedia flash, pemahaman siswa dan hasil belajar siswa rata-rata meningkat. Kata Kunci: Modul Pengolahan Kopi, Macromedia Flash, Mata Pelajaran IPA.
PENDAHULUAN Di Kecamatan Ajung tepatnya di desa Renteng terdapat area perkebunan kopi, dimana di daerah tersebut terdapat sekolah menengah pertama yang merupakan sekolah milik perkebunan. Siswa yang sekolah di SMP tersebut merupakan anak dari masyarakat sekitar yang bekerja di perkebunan. Secara umum siswa di SMP tersebut mengetahui dan mengenal tentang kopi dan pemanfaatannya, akan tetapi mereka belum tahu mengenai sejarah kopi, manfaat dan pengolahan kopi. Hal ini disebabkan karena memang di sekolah tidak pernah diajarkan tentang kopi dan pengolahan kopi. Hal ini sangat disayangkan karena siswa yang sekolah dan tinggal di daerah perkebunan tersebut kurang paham tentang kondisi di sekitarnya. Oleh karena itulah untuk menunjang pemahaman siswa mengenai pengolahan kopi yang berada di daerahnya, maka dikembangkannya modul pengolahan kopi berbasis macromedia flash pada mata pelajaran
IPA di SMP. Modul dapat didefinisikan sebagai uraian dari seperangkat materi yang disusun secara sistematik baik tertulis maupun tidak tertulis sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. Karena hal ini masih bersifat baru dan usia dari siswa sekolah menengah pertama di SMP Negeri 2 Ajung Jember masih tergolong anak-anak, maka penyampaian materi dengan menggunakan modul juga harus menarik. Salah satu cara untuk mengembangkan modul supaya menarik adalah dengan menggunakan macromedia flash yang diajarkan pada mata pelajaran IPA Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah penelitian adalah (1) Apakah modul pengolahan kopi berbasis macromedia flash yang dikembangkan dapat menumbuhkan pemahaman siswa tentang pengolahan kopi? (2) Apakah modul pengolahan kopi berbasis macromedia flash yang dikembangkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Tujuan dalam penelitian ini adalah (1) Memperoleh modul pengolahan kopi berbasis macromedia flash yang dapat
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP -139
menumbuhkan pemahaman siswa tentang pengolahan kopi. (2) Mengetahui apakah modul pengolahan kopi berbasis macromedia flash yang dikembangkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. METODE
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 ajung Jember. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII yang berasal dari dua kelas, yaitu kelas untuk uji coba dan kelas yang diberi perlakuan yang dipilih secara acak setelah sebelumnya dilakukan uji homogenitas untuk mengetahui apakah semua kelas itu homogen. Pengujian dilakukan terhadap nilai raport fisika semeter genap. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang dilaksanakan melalui beberapa tahapan yang merupakan modifikasi dari model Dick dan Carey yang dikembangkan oleh Walter Dick dan Lou Carey (Akbulut, 2007). SMP Negeri 2 Ajung merupakan sekolah satu-satunya yang terletak di daerah perkebunan kopi, dimana lokasi yang strategis di pinggir jalan dengan jumlah siswa yang cukup besar. Berbagai fasilitas tersedia, namun ternyata hasil belajar siswa masih tergolong rendah, ditandai dengan banyaknya siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimum yang ditetapkan sekolah yaitu 70. Penelitian ini menggunakan metode dokumentasi untuk mengetahui nilai raport IPA semester genap untuk keperluan uji homogenitas. Metode tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa. Tes diberikan sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan pembelajaran. Metode observasi dilakukan untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa. Untuk menguji hipotesis yang diajukan dimana sampel berkorelasi/berpasangan yaitu membandingkan nilai tes awal dan nilai tes akhir digunakan rumus t-test sampel related.
FP -140
Teknik analisis data untuk mengetahui besarnya tingkat kenaikan yang dicapai dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan persentase (%) skor yang diperoleh dengan skor maksimum dikali 100% kemudian dihitung gain dengan rumus gain ternormalisasi (Wiyanto, 2008).
g
S post S pre 100% S pre
(1)
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil akhir dari produk modul pengolahan kopi berbasis macromedia flash digunakan dalam uji coba pemakaian. Hasil pre test pada uji coba pemakaian menunjukkan bahwa dari 35 siswa tidak satupun siswa yang memiliki pemahaman sangat jelek maupun jelek. Sebesar 38,1% dari jumlah siswa memiliki pemahaman yang cukup dan 57,5% memiliki pemahaman baik serta 4,34% memiliki pemahaman yang sangat baik. Hasil tersebut menunjukkkan bahwa tingkat pemahaman awal siswa berbeda satu dengan yang lain. Pada akhir pembelajaran siswa diberi post test untuk mengetahui pemahaman siswa tentang pengolahan kopi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 35 siswa tidak satupun siswa yang memiliki pemahaman jelek maupun cukup. Sebesar 16,4% dari jumlah siswa memiliki pemahaman baik dan 83,6 % memiliki pemahaman sangat baik. Siswa yang awalnya memiliki tingkat pemahaman cukup, setelah diberi perlakuan maka pemahamannnya meningkat menjadi baik dan sangat baik. Penggunaan bahan ajar berupa komik kopi berfungsi sebagai media atau jembatan untuk mengirim informasi ke memori jangka panjang agar mudah diiingat dan bertahan lama. Kemampuan mengingat yang baik akan memudahkan siswa dalam menangkap dan memahami isi materi. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan modul pengolahan kopi berbasis macromedia flash dalam pembelajaran dapat menumbuhkan pemahaman siswa. Hasil ini sesuai dengan pendapat Sudjana & Rivai (2008) yang menyatakan bahwa modul pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
siswa yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi pemahaman dan hasil belajar yang dicapainya. Kemampuan kognitif untuk siswa sekolah menengah pertama didominasi oleh pengetahuan dan pemahaman (Buoncristiani & Buoncristiani, 2006). Pemahaman ditekankan pada keterkaitan antar konsep, hubungan antara pengetahuan
awal yang dimiliki siswa dan pengetahuan baru yang mereka dapatkan sehingga pemahaman siswa menjadi lebih baik dari sebelumnya (Portoles & Lopez, 2007). Aspek pemahaman yang diukur dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam menguraikan, menduga (memperkirakan), membedakan, mengingat (menulis kembali) dan menyimpulkan.
TABEL 1. Hasil uji Signifikansi Penumbuhan Pemahaman Siswa Hasil Pre Test Post Test
Rata-rata 54,67 90,50
dk
t hitung
t tabel
44
2,892
2,016
Hasil analisis data pada Tabel 1, diper-oleh bahwa thitung sebesar 2,892 dan ttabel sebesar 2,016. Dari uji t tersebut, diketahui bahwa thitung > ttabel, maka Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi penumbuhan pema-
Kriteria Terima Ho Jika t hitung < t tabel
haman siswa setelah menggunakan modul pengolahan kopi berbasis macromedia flash.
TABEL 2. Nilai Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pre Test dan Post Test Kategori Nilai Tertinggi Nilai Terendah Presentase Nilai Rata-rata
Pre Test 87 57 62,00%
Hasil Post Test 98 75 86,5%
Hasil perbandingan pre test dan post test pada Tabel 2, dapat diketahui besarnya peningkatan hasil belajar siswa melalui perhitungan dengan uji gain. Perhitungan tersebut menunjukkan besarnya peningkatan hasil belajar siswa setelah menggunakan modul pengolahan kopi berbasis macromedia flash sebesar 0,76 dan termasuk dalam kategori tinggi. Salah satu faktor atau penyebab semakin meningkatnya hasil belajar siswa adalah meningkatnya respon dan keaktifan siswa setelah menggunakan modul pengolahan kopi berbasis macromedia flash. Penggunaan modul pengolahan kopi sebagai bahan ajar merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi kendala siswa dalam memahami materi, selain itu modul dapat merangsang siswa untuk mencari kaitan antara materi satu dengan yang lain dengan media animasi macromedia flash, sehingga siswa akan lebih mudah mengingat materi secara keseluruhan.
Kategori
0,76
Tinggi
Respon siswa terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan dengan menggunakan modul pengolahan kopi berbasis macromedia flash cukup mendapat simpati. Hal ini terlihat dari tanggapan positif siswa bahwa guru telah menempatkan diri sebagai fasilitator dalam menyampaikan materi yang telah direncanakan, memberikan tugas secara proporsional, menyampaikan materi dengan menggunakan modul pengolahan kopi berbasis macromedia flash untuk menggugah motivasi, telah berusaha untuk menyampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami, serta memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk bertanya tentang materi pelajaran. Kelebihan dari penggunaan modul pengolahan kopi berbasis macromedia flash diantaranya: (a) anak lebih cepat menangkap materi-materi pelajaran yang diberikan melalui animasi macromedia flash, (b) pembelajaran di kelas menjadi lebih hidup karena modul ini
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP -141
menuntut anak untuk berperan aktif, dan (c) alokasi waktu dalam menyampaikan materi lebih efisien. Kelemahan dari penggunaan modul pengolahan kopi berbasis macromedia flash diantaranya: (a) tidak semua siswa mempunyai bakat memahami dan menelaah animasi macromedia flash, (b) untuk mencapai hasil yang maksimal memerlukan keahlian khusus dari guru dalam menyampaikan materi dengan bantuan animasi macromedia flash.
REFERENSI 1.
2.
PENUTUP 3. Berdasarkan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa: (a) terjadi peningkatan pemahaman siswa kelas VII SMP Negeri 2 ajung Jember setelah menggunakan modul pengolahan kopi berbasis macromedia flash. (b) ) terjadi peningkatan hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri 2 ajung Jember setelah menggunakan modul pengolahan kopi berbasis macromedia flash Besarnya peningkatan hasil belajar siswa dari hasil uji gain adalah sebesar 0,76 dan termasuk dalam kategori tinggi. Saran yang dapat diberikan terkait de-ngan penelitian ini adalah: (a) guru sebaiknya lebih sabar mengajari siswa yang tidak mempunyai bakat dalam memahami dan menelaah animasi macromedia flash, jika perlu guru mengajari siswa bagaimana cara membaca bacaan dalam bentuk animasi macromedia flash, (b) bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan atau mengembangkan modul pengolahan kopi berbasis macromedia flash sebaiknya memilih pokok bahasan yang mampu menyajikan materi lebih luas.
4.
5.
Akbulut, Y. 2007. Implications of Two Well Known Models for Instructional Designers in Distance Education: DickCarey Versus Marrison-Ross-Kemp. Turkish Online Journal of Distance Education-TOJDE, 8(2): 62-68 Buoncristiani, Patricia, E. Buoncristiani, & Martin A. 2006. The Elementary Science Classroom is the Place for Teaching Thinking. Virginia Journal of Science Education 1 (1): 21-32 Portoles, Joan J & Lopez, Vicent S. 2007. Cognitive variables in science problem solving: A review of research. Journal Of Physics Teacher Education Online, 4 (2): 25-32 Sudjana, N. & Rivai, A. 2008. Media Pengajaran. Bandung: Penerbit CV. Sinar Baru Bandung. Wiyanto. 2008. Menyiapkan Guru Sains mengembangkan Kompetensi Laboratorium. Semarang: Universitas Negeri Semarang Press.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih yang sedalam-dalamnya kami sampaikan kepada Lembaga Penelitian Universitas Negeri Jember atas bantuan dana melalui Hibah Bersaing pada program BOPTN tahun anggaran 2013.
FP -142
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Pengembangan Media Computer Based Instruction (CBI) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep pada Materi Listrik Dinamis Wahyuni Handayani1Mega Hasti Anggraeni2,* 1
Pendidikan Fisika, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung 2 SMK Gunadharma Nusantara Kabupaten Bandung * Email: [email protected]
Abstrak.Pembelajaran fisika yang lebih terfokus pada perhitungan matematis menyebabkan kemampuan siswa dalam memahami suatu konsep lemah. Hal ini dapat diatasi dengan mengembangkan Computer Based Instruction (CBI) sebagai media pembelajaran yang sifatnya menuntun siswa untuk memahami suatu konsep. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui efektivitas media CBI yang dikembangkan dengan menerapkan langkah-langkah Creative Problem Solving (CPS), terhadap peningkatan pemahaman konsep siswa pada materi listrik dinamis. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian pengembangan. Telah dilakukan uji coba terbatas pada siswa kelas X-E SMA Bina Muda Cicalengka Kabupaten Bandung dengan jumlah 43 siswa. Hasil penelitian memperlihatkan, pemahaman konsep siswa pada listrik dinamis setelah menggunakan media CBI mengalami peningkatan yang signifikan, hal ini ditunjukkan dengan hasil uji-t dengan taraf signifikasi 0,05 diperoleh hasil bahwa thitung
PENDAHULUAN Salah satu sarana di sekolah adalah perangkat komputer yang tersedia di laboratorium komputer, namun pada saat ini komputer di sekolah digunakan sebatas pada mata pelajaran Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK). Pelaksanaannya dalam seminggu hanya satu kali pertemuan sehingga komputer yang sudah ada di sekolah, kurang digunakan secara optimal. Dalam kepentingan pembelajaran, komputer dapat digunakan untuk membantu para guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran terutama dalam menerapkan pola pembelajaran siswa aktif dan mandiri dalam kerangka student center, yakni guru berperan sebagai fasilitator bukan sebagai instruktur dan
bukan sebagai aktor utama yang dominan dalam pembelajaran. Menurut Prasetyo (2001: 11.8), hubungan komputer dengan tujuan instruksional jika dilihat dari segi kegunaan komputer dalam proses belajar mengajar khususnya dalam ranah tujuan kognitif dijelaskan bahwa, komputer dapat mengontrol interaksi pengajaran mandiri untuk mengajarkan konsep, aturan prinsip, langkah dalam proses, dan kalkulasi yang kompleks. Hampir seluruh materi dalam fisika mengajarkan konsep, aturan prinsisp dan kalkulasi. Demikian pula halnya materi dalam pokok bahasan listrik dinamis di tingkat SMA, selain menuntut kemampuan memahami konsep dan prinsip, mengharuskan pula siswa memiliki kemampuan perhitungan secara
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-143
matematis. Dalam proses pembelajaran seringkali guru terjebak mengajarkan formulasi sistem fisis dan perhitungan matematisnya sehingga tak jarang penanaman konsep terabaikan. Di sisi lain kemampuan siswa dalam perhitungan matematikpun lemah. Kedua hal ini menjadi penyebab tujuan pembelajaran tidak tercapai sehingga perolehan hasil belajar siswa tidak optimal. Permasalahan lainnya, sering terjadi dalam kegiatan pembelajaran, siswa menemukan masalah yang berhubungan dengan materi pelajaran namun tidak bisa meminta bantuan langsung kepada guru karena jumlah siswa yang banyak yang menyebabkan kurang tersedianya komentar atau jawaban yang jelas dari guru. Penyebab lainnya adalah keterbatasan waktu yang tersedia bagi siswa untuk berkonsultasi langsung dengan guru mengenai materi pelajaran dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Masalah ini harus dapat diatasi, salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan media berbantuan komputer. Sebagaimana dikatakan Fenrich, 1997 yang dikutip oleh Gatot Pramono (Depdiknas 2008:3), bahwa manfaat multimedia pembelajaran bagi pengguna diantaranya adalah siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuan, kesiapan dan keinginan mereka, siswa belajar dari tutor yang sabar (komputer) yang menyesuaikan diri dengan kemampuan dari siswa, siswa akan terdorong untuk mengejar pengetahuan dan memperoleh umpan balik yang seketika, siswa menghadapi suatu evaluasi yang obyektif melalui keikutsertaannya dalam latihan/tes yang disediakan, siswa menikmati privasi dimana mereka tak perlu malu saat melakukan kesalahan, belajar saat kebutuhan muncul (just-in-tim learning), dan belajar kapan saja mereka mau tanpa terikat suatu waktu yang telah ditentukan dan mengatasi kelemahan pada pembelajaran kelompok maupun individual. Apabila media dipilih dan disiapkan dengan baik, digunakan secara tepat maka akan memberikan manfaat yang sangat berarti bagi guru maupun siswa. Media dapat digunakan untuk tujuan-tujuan pembelajaran, antara lain sikap memahami. Sebagaimana dikatakan
FP-144
Anderson (2010: 105), siswa dikatakan memahami bila mereka dapat mengkontruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulisan ataupun grafis, yang disampaikan melalui pengajaran, buku atau layar komputer. Salah satu media yang dianggap tepat untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa adalah media Pembelajaran Berbasis Komputer atau Computer Based Instruction(CBI). Fungsi CBI adalah untuk membantu proses pembelajaran individual atau kelompok kecil. Sehingga pada CBI, siswa langsung berinteraksi dengan media dan peran guru adalah sebagai desainer dan programer pembelajaran. Model yang digunakan adalah metode drill. Menurut Rusman (2011: 292), tahapan penyajian metode drill adalah sebagai berikut: a. Penyajian masalah-masalah dalam bentuk latihan soal pada tingkat tertentu dari kemampuan dan performance siswa. b. Siswa mengerjakan soal-soal latihan. c. Program merekam penampilan siswa, mengevaluasi, kemudian memberikan umpan balik. d. Jika jawaban yang diberikan siswa benar program menyajikan materi selanjutnya dan jika jawaban siswa salah program menyediakan fasilitas untuk mengulang latihan (remedial) yang dapat diberikan secara parsial atau pada akhir keseluruhan soal. Media yang digunakan tidaklah cukup untuk melakukan proses pembelajaran yang efektif, namun harus ada strategi yang digunakan untuk melakukan proses pembelajaran yang lebih efektif. Strategi yang dianggap tepat adalah strategi pembelajaran melalui Creative Problem Solving (CPS). Menurut Suryosubroto (2009: 200) langkah-langkah CPS bila diterapkan dalam pembelajaran, yaitu: penemuan fakta, penemuan masalah, berdasarkan fakta-fakta yang telah dihimpun, ditentukan masalah/pertanyaan kreatif untuk dipecahkan, penemuan gagasan, menjaring sebanyak mungkin alternatif jawaban untuk memecahkan
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
masalah, penemuan jawaban, ditemukan jawaban yang diharapkan.
sehingga
Dengan menggunakan strategi pembelajaran yang memungkinkan berkembangnya kemampuan berpikir kreatif-kritis, diharapkan akan meningkatkan pemahaman konsep siswa.
Mulai
1
Menu Utama
Tidak
PilihTujuan?
PilihAturan?
Tidak
Tidak
Pilih Materi?
Ya
Ya
Baca Petunjuk
Baca Aturan
Baca Materi
1
1
Ya
Latihansoal
Tidak
JawabBenar?
Ya
Remedial
Tidak
Soal Habis?
Ya
Selesai
GAMBAR 1. Diagram Alir Media CBI
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-145
Berdasarkan uraian di atas, pada penelitian ini akan dikembangkan suatu media interaktif berbasis komputer dan diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa METODE PENELITIAN Penelitian ini dirancang dengan model penelitian pengembangan atau R&D (Research and Development). Menurut Sugiyono (2011:407) metoda R&D merupakan salah satu metoda penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut. Langkah-langkah penelitian dan pengembangan produk media CBI, mengikuti langkah-langkah penelitian dan pengembangan Borg dan Gall yang dimodifikasi, yang telah dilaksanakan oleh Sukmadinata. Secara garis besar, langkah penelitian dan pengembangan yang dimodifikasi oleh Sukmadinata dan kawan-kawan terdiri atas tiga tahap yaitu tahap studi pendahuluan, tahap pengembangan dan tahap pengujian (Nana Syaodih, 2007:182). Saat ini penelitian baru sampai pada tahap pengujian terbatas. Tahap studi pendahuluan dilakukan dengan cara mengamati potensi dan masalah. Potensinya adalah ketersediaan laboratorium komputer di sekolah, sedangkan masalah yang dihadapi adalah pemahaman konsep dalam materi listrik dinamis yang tidak optimal. Berangkat dari tahapan studi pendahuluan, tahap berikutnya membuat desain media CBI dengan mengakomodasi pendapat Sudjana dan Rivai (2001: 4) tentang kriteriakriteria pemilihan media untuk kepentingan pengajaran, yaitu harus terpenuhi hal-hal sebagai berikut : ketepatan dengan tujuan pengajaran, dukungan terhadap isi bahan pelajaran, kemudahan memperoleh media, keterampilan guru dalam menggunakannya, tersedia waktu untuk menggunakannya, dan sesuai dengan taraf berpikir siswa. Selanjutnya dibuatlah media CBI yang di dalamnya menerapkan langkah-langkah Creative Problem Solving (CPS) dan menggunakan metoda drill. Diagram alir media CBI diperlihatkan pada Gambar 1.
FP-146
HASIL DAN PEMBAHASAN Telah dilakukan studi pendahuluan di SMA Bina Muda Cicalengka Kabupaten Bandung untuk memastikan bahwa masalah yang dihadapi adalah pemahaman konsep. Dari hasil tes pemahaman konsep materi listrik dinamisterhadap 46 siswa, 13% diantaranya termasuk ke dalam kategori mengerti, 33% cukup mengerti dan 53% tidak mengerti. Berdasarkan fakta tersebut tampak bahwa pemahaman siswa terhadap materi listrik dinamis masih kurang. Atas dasar pemikiran tersebut maka dibuat media CBI untuk pembelajaran materi listrik dinamis. Gambar 2 memperlihatkan salah satu tampilan media CBI.
GAMBAR 2. Tampilan Media CBI
Desain media CBI menerapkan metode dill, dengan strategi pembelajaran CPS. Penyajiannya dalam media dijelaskan pada bagian berikut ini. Untuk tahap penemuan fakta, siswa diharuskan membaca materi pelajaran. Diberikan waktu 20 menit untuk membaca dan guru memantau melalui komputer induk. Jika
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
100 Nilai
siswa tidak membaca materi pelajaran, maka ia tidak bisa melanjutkan ke tahap menjawab soalsoal. Tahap penemuan masalah diimplementasikan melalui tugas membaca soal atau pertanyaan. Untuk tahap penemuan gagasansiswa harus menjawab soal atau pertanyaan tentang ide-ide yang bisa digunakan untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini soal atau pertanyaan disajikan secara bergradasi dan menuntun pada simpulan materi pelajaran. Tahap terakhir yaitu simpulan, siswa menjawab soal terakhir yang mengarahkan siswa pada simpulandari materi pelajaran. Cara kerja program ini, jika jawaban siswa salah, satu soal maupun seluruh soal, maka program akan kembali memberikan soal yang sama hingga siswa menjawab benar. Namun tidak serta merta diberikan soal, siswa dapat juga membaca materi terlebih dahulu dengan cara memilih opsi “Materi Pelajaran”. Jika jawaban benar, maka program akan memberikan soal lanjutan. Jika seluruh soal telah selesai dikerjakan dengan benar, siswa bisa mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan dalam bagian evaluasi. Soal-soal evaluasi dikerjakan secara manual (tidak menggunakan komputer). Untuk mengetahui tingkat efektivitas media, data yang digunakan adalah nilai N-Gain tes pemahaman konsep yang dicapai oleh siswa sebelum dan sesudah menggunakan media. Sampelnya adalah siswa kelas X-E yang sedang menerima pembelajaran fisika materi listrik dinamis sebanyak 43 orang.
Pretest
50
Posttest N-Gain
0 1 2 3 4 5 6 7
GAMBAR 3. Nilai Rata-rata Pemahaman Konsep TiapIndikator Keterangan: 1 = Menafsirkan 2 = Menyimpulkan 3 = Mengklasifikasikan 4 = Menjelaskan 5 = Merangkum 6 = Membandingkan 7 = Mencontohkan
Aspek pemahaman konsep dibuat berdasarkan salah satu aspek kognitif Bloom yaitu memahami. Indikator yang terdapat dalam aspek memahami yaitu menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan. Gambar 3 memperlihatkan nilai rata-rata pemahaman konsep yang dicapai siswa untuk tiap indikator.Mencontohkan memiliki peningkatan tertinggi dengan nilai N-Gain sebesar 0,87. Mengklasifikaskan memiliki peningkatan terendah dengan nilai N-Gain sebesar 0,34.Sedangkan lima indikator lainnya, memiliki interpretasi sama yaitu sedang. Data hasil pretest dengan nilai rata-rata sebesar 20,27 dalam skala 100, menunjukkan bahwa pemahaman konsep siswa kurang. Namun setelah proses pembelajaran dengan menggunakan media CBI, pemahaman konsep siswa menunjukkan interpretasi baik dengan nilai rata-rata posttest sebesar 60,53. Gambar 4 memperlihatkan nilai rata-rata pemahaman konsep.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-147
dibuktikan dengan uji t (Ho ditolak dan Ha diterima). Media ini didesain tidak hanya untuk meningkatkan hasil belajar, diharapkan juga memberi kesempatan siswa untuk belajar mandiri, peluang untuk berinteraksi dan belajar dengan teman sebaya, menumbuhkan rasa percaya diri dan motivasi. Hal ini dapat terlihat dari antusiasme siswa saat membaca materi pelajaran. Tampak siswa yang biasanya jarang memperhatikan guru saat pembelajaran cenderung antusias membaca materi pelajaran dari komputernya. Hal positif berikutnya adalah munculnya sikap kerjasama, selama pembelajaran tampak siswa berinteraksi dengan teman satu grup, ini memungkinkan melaui penggunaan satu unit komputer oleh dua orang siswa.
Nilai Rata-Rata
80 60 Pretest
40
Posttest
20 0 Tes
GAMBAR 4. Nilai Rata-rata Pemahaman Konsep
Dari nilaipretest dan posttes dapat diketahui besarnya peningkatan pemahaman siswa melalui perhitungan dengan uji gain. Sehingga dengan menggunakan kedua data tersebut diperoleh NGain sebesar 0,50 yang diinterpretasikan “sedang”. Berdasarkan hasil perhitungan yang ditampilkan pada tabel 1, tampak bahwa thitung< ttabel yang mengartikan bahwa ada peningkatan pemahaman konsep yang signifikan setelah menggunakan media CBI melalui CPS ini yang
TABEL 1. Hasil uji signifikansi Pemahaman konsep
Jenis Tes
Nilai Rata-rata
Pretest
20,27
Posttest
60,53
PENUTUP Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa media CBI dapat meningkatkan pemahaman konsep. Artinya media CBI efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep pada materi listrik dinamis. Namun efektivitasnya masih dalam taraf sedang yang setara dengan nilai N-Gain pemahaman konsep yaitu 0,5. Oleh karena itu harus dilakukan perbaikan terhadap media ini, baik dari sisi muatan yang terkandung dalam media maupun desain visualnya. Agar siswa dapat belajar secara mandiri, pertanyaan-pertanyaan CPS, sebaiknya didesain dengan kalimat sederhana, bergradasi dan menuntun pada
FP-148
dk
thitung
ttabel
Simpulan
4
18,177
2,704
Ho di tolak, Ha di terima
jawaban yang diinginkan. Dari sisi visualnya, media ini kurang menarik karena dibuat dengan memanfaatkan Visual Basic Aplication (VBA) yang terdapat pada Microsoft Excel 2007, agar tampilan visual lebih menarik maka dapat digunakan software lain, misalnya macromediaFlash. REFERENSI 1. Anderson, L. W dan Krathwohl, D. R. 2010. Kerangka Landasan untuk Pembelajaran Pengajaran, dan Assesment. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2. Arsyad, Azhar. 2006. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja G. Persada
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
3. Dahar, Ratna Willis. 1996. Model-Model Mengajar. Bandung: CV Diponegoro 4. Jingga GM. 2013. Panduan Menyusun Silabus dan RPP. Yogjakarta: Araska 5. Pramono, Gatot. 2008. Pemanfaatan Multimedia Pembelajaran. Pusat Teknologi Informasi [Online]. Tersedia: http://msigidhrd.files.wordpress.com. Diakses pada tanggal 11 Desember 2012 6. Rusman. 2011. Model-model pembelajaran mengembangkan profesionalisme guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 7. Syaodih, Nana. 2007. Metode Penelitian Pendidikan.Bandung: Kerjasama Program Pascasarjana UPI dengan PT. Remaja Rosdakarya 8. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualtitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta 9. Sunaryo, Sunarto. Pembelajaran Berbasis Komputer. [Online]. Tersedia http://staff.uny.ac.id. Diakses pada tanggal 18 Desember 2012 10. Suryosubroto. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-149
Implementasi Web Enhanced Learning Pada Mata Pelajaran Fisika Di SMA N 1 Rembang Sholihah1*, Muhammad Sukisno1, dan Isa Akhlis1 1
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang, Indonesia * Email: [email protected]
Abstrak. Kurangnya variasi dalam proses pembelajaran menyebabkan kurangnya minat dan motivasi siswa dalam mengikuti pelajaran fisika. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya peningkatan motivasi belajar fisika siswa dengan implementasi web enhanced learning dan untuk mengetahui apakah hasil belajar siswa kelas XI di SMA N 1 Rembang dengan implementasi web enhanced learning lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran menggunakan media Ms. PowerPoint. Metode penelitian yang digunakan adalah post-test only control design untuk mengetahui hasil belajar ranah kognitif dan pre-test post-test control group design untuk mengetahui peningkatan motivasi belajar siswa. Berdasarkan uji gain didapatkan peningkatan motivasi siswa adalah 0,337 yang termasuk dalam kategori sedang. Ratarata hasil belajar ranah kognitif siswa kelas eksperimen adalah 79,704 dan kelas kontrol adalah 76,741. Kemudian dilakukan uji-t dan dari hasil perhitungan didapatkan nilai t hitung=1,227 dan dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa dengan implementasi web enhanced learning lebih baik dibandingkan siswa yang menggunkanan media pembelajaran Ms. PowerPoint. Keywords: Web Enhanced Learning, motivation, learning outcomes. PENDAHULUAN Bagian Belajar adalah suatu proses yang penting bagi kehidupan seseorang yang mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya (Rifa’i & Anni, 2009:82). Beberapa siswa terkadang merasa jenuh atau bosan dengan kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang biasanya menggunakan metode konvensional. Proses pembelajaran dengan menggunakan metode konvensional/tradisonal ini berpusat kepada guru sehingga para siswa kurang berminat atau termotivasi untuk mendengarkan penjelasan dari guru. Hal
ini dapat diatasi dengan cara memberikan variasi pada metode pembelajaran dan penggunaan media pembelajaran (Schmidt, 2002:4). Menurut Mc Donald, seperti yang dikutip oleh Sardiman (2007:73), motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya ”feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Perubahan energi dalam diri seseorang itu berbentuk suatu aktivitas nyata berupa kegiatan fisik. Motivasi merupakan salah satu faktor penting dalam proses belajar. Motivasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-151
menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar. Untuk mengetahui motivasi belajar siswa ada beberapa indikator pengukuran. Indikator-indikator tersebut antara lain: ketekunan dalam belajar yang mencakup kehadiran di sekolah, ulet dalam menghadapi kesulitan yang mencakup sikap dan usaha dalam menghadapi kesulitan, minat dan ketajaman perhatian dalam belajar, berprestasi dalam belajar, dan mandiri dalam belajar (Aritonang, 2008: 14). Kemajuan teknologi informasi membawa dampak positif bagi kemajuan dunia pendidikan khususnya teknologi komputer yaitu internet. Menurut Sa’ud (2009:189), internet dapat digunakan sebagai penunjang pembelajaran di sekolah karena internet memiliki sifat-sifat yang khas. Sifat-sifat tersebut antara lain: sebagai media interpersonal dan juga sebagai media massa yang memungkinkan terjadinya komunikasi one-to-one maupun one-to-many, memiliki sifat interaktif, dan memungkinkan terjadinya komunikasi secara langsung (synchronous) maupun tidak langsung (asynchronous). Selain itu, internet juga dapat dimanfaatkan setiap saat. Artinya, siswa dapat memanfaatkan internet untuk belajar kapan saja sesuai dengan waktu luang mereka dan di mana saja. Sehingga kendala ruang dan waktu yang mereka hadapi untuk mencari sumber belajar dapat teratasi. Proses pembelajaran yang masih memerlukan bimbingan menyebabkan kegiatan pembelajaran tatap muka di kelas masih dibutuhkan terutama dalam mata pelajaran fisika. Web enhanced learning merupakan pemanfaatan internet untuk pendidikan, untuk menunjang peningkatan
FP-152
kualitas belajar mengajar di kelas (Sa’ud, 2009:201). Peranan web di sini adalah untuk menyediakan sumber belajar yang sangat kaya akan informasi. Ini dilakukan dengan cara memberikan alamat-alamat atau link ke berbagai sumber belajar yang sesuai dan bisa diakses secara online, untuk meningkatkan kuantitas dan memperluas kesempatan berkomunikasi antara pengajar dengan peserta didik secara timbal balik. Web enhanced learning juga dapat dikatakan sebagai langkah awal bagi institusi pendidikan yang akan menyelenggarakan pembelajaran dengan internet secara lebih kompleks. Menurut Schmidt (2002:3), ada 4 komponen dalam pelaksanaan web enhanced learning. Empat komponen tersebut adalah administrative component, assessment component, content delivery component, community component. Tahapan dalam pelaksanaan web enhanced learning antara lain: siswa mengakses course yang ada di web, mengadakan tatap muka di kelas untuk diskusi materi, siswa mengerjakan tugas/kuis yang tersedia di web, siswa berkomunikasi dan diskusi di web dengan guru atau teman selain melakukan diskusi melalui tatap muka, memberikan ujian jika materi yang dibahas telah usai (Mahoney & Dziuban, 2000:5). METODE Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan posttest only control design untuk hasil belajar siswa dan pre-test post-test control group design untuk melihat adanya peningkatan hasil belajar siswa. Penelitian dilaksanakan di SMA N 1 Rembang dengan subyek penelitian adalah kelas XI IPA 2 dan XI IPA 3 tahun ajaran 2012/2013. Kelas XI IPA 2 bertindak sebagai kelas eksperimen
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
yang diberi pembelajaran web enhanced learning sedangkan kelas XI IPA 3 bertindak sebagai kelas kontrol yang diberi pembelajaran dengan media Ms. PowerPoint. Metode pengambilan data penelitian yaitu metode dokumentasi, metode kuesioner (angket), dan metode tes. Metode dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data penelitian seperti daftar nama siswa dan hasil belajar siswa sebelumnya yaitu nilai ulangan tengah semester 2. Metode kuesioner (angket) digunakan untuk mengetahui motivasi belajar siswa dan metode tes digunakan untuk memperoleh data hasil belajar kognitif siswa. Materi yang digunakan untuk penelitian adalah materi fluida yang diajarkan di semester genap kelas XI. Uji yang digunakan untuk melihat hasil dari implementasi web enhanced learning yaitu uji gain, uji normalitas data, dan uji-t separated varians. Uji gain digunakan untuk melihat adanya peningkatan motivasi siswa, uji normalitas data digunakan untuk melihat apakah data hasil tes terdistribusi dengan normal atau tidak, dan uji-t separated varians digunakan untuk menguji hipotesis hasil belajar siswa dengan implementasi web enhanced learning lebih baik dibandingkan siswa yang menggunkanan media pembelajaran Ms. PowerPoint. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Motivasi Belajar Dari pre-test dan post-test yang telah dilakukan diperoleh motivasi belajar siswa untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol seperti pada tabel 1. Hasil rata-rata pre-test motivasi belajar kelas eksperimen adalah 68% dan rata-rata post-test adalah
78,778% sedangkan hasil rata-rata pre-test motivasi belajar kelas kontrol adalah 64,815% dan rata-rata post-test adalah 70,444%. Adanya peningkatan diketahui dengan menggunakan uji gain. Kelas eksperimen memiliki nilai = 0,337 dengan peningkatan kategori sedang dan kelas kontrol memiliki nilai = 0,279 dengan peningkatan kategori rendah seperti yang tercantum pada tabel 2. Dari hasil analisis data dapat diketahui adanya peningkatan motivasi belajar kelas eksperimen yang menggunakan web enhanced learning. Implementasi web enhanced learning merupakan hal yang jarang dilakukan di sekolah tersebut atau dapat dikatakan belum pernah dan baru dilaksanakan. Terdapat fasilitas-fasilitas tambahan yang disediakan dalam web enhanced learning, antara lain: adanya chat room, forum, quiz, survey, dan lainlain. Fasilitas-fasilitas tersebut merupakan hal baru yang menarik bagi siswa. Ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Rifa’i & Anni (2009:186) bahwa ada beberapa cara yang dapat dilakukan guru dalam meningkatkan motivasi siswa yaitu: membangkitkan minat belajar, mendorong rasa ingin tahu, menggunakan variasi metode penyajian yang menarik, dan membantu peserta didik dalam merumuskan tujuan belajar. Selain itu, adanya pemberian batas waktu pada penugasan di web (quiz) juga dapat meningkatkan motivasi siswa karena siswa terpacu untuk segera menyelesaikan tugas yang diberikan. Yang sangat diperlukan dalam pembelajaran web enhanced learning ini adalah motivasi dari dalam diri sendiri (Hermans et al., 2008:4). Bila seseorang telah memiliki motivasi instrinsik dalam dirinya, maka dia secara sadar akan selalu ingin maju dalam belajar dan keinginan itu dilatarbelakangi oleh pemikiran yang positif bahwa semua matapelajaran yang dipelajari sekarang
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-153
akan dibutuhkan dan berguna untuk masa kini dan masa yang akan datang (Djamarah, 2011:150). Selain dapat
meningkatkan motivasi, pemberian batas waktu pada setiap tugas dapat melatih disiplin siswa.
TABEL 1. Motivasi Belajar Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Presentase Nilai Kriteria Motivasi Kelas Eksperimen Pre-test Post-test 86% - 100% Sangat Tinggi 0 3 71% - 85% Tinggi 11 21 56% - 70% Sedang 15 3 41% - 55% Rendah 0 0 25% - 40% Sangat Rendah 0 0 Jumlah 27 27
Kelas Kontrol Pre-test Post-test 0 0 4 11 23 16 0 0 0 0 27 27
TABEL 2. Peningkatan Motivasi Belajar Siswa Kelas
Pre-test
Post-test
Keterangan
Eksperimen
68%
78,778%
0,337
Sedang
Kontrol
64,815%
70,444%
0,279
Rendah
Semua tugas yang diberikan memiliki batas waktu pengumpulan terutama tugas yang ada di web. Tugas yang terdapat di web berupa uraian dan pilihan ganda. Untuk tugas atau latihan yang berbentuk uraian dibagi menjadi 2 bentuk yaitu bentuk yang dikerjakan langsung secara online dan dalam bentuk download soal yang nantinya jawaban dari siswa diupload melalui menu upload tugas yang ada sesuai dengan materi. Dari tugas-tugas yang diberikan, ada beberapa siswa yang tidak dapat mengumpulkan tugas di web karena telah melebihi masa tenggang pengumpulan tugas. Ada beberapa alasan mengapa siswa tidak mengumpulkan tugas antara lain: lupa jika ada tugas, sakit, dan sedang dalam proses persiapan olimpiade sehingga siswa tersebut lebih fokus belajar olimpiade daripada mengerjakan tugas FP-154
yang lain. Selain adanya keterlambatan dalam pengumpulan tugas juga ditemukan adanya tugas siswa yang keseluruhan jawabannya mirip dengan siswa yang lain. Kejadian ini diketahui ketika jawabanjawaban siswa pada soal uraian yang bentuknya berupa upload file. Pada awal pemberian tugas melalui web banyak siswa yang jawabannya mirip. Setelah dilakukan pengarahan ketika pembelajaran secara tatap muka di kelas, jumlah siswa yang jawabannya mirip semakin berkurang. Ini merupakan salah satu kelemahan dari pembelajaran web enhanced learning karena pada web belum ada sistem yang dapat mendeteksi siapa yang mengunggah file tugas yang mirip tersebut. Untuk siswa yang keseluruhan jawabannya mirip mendapat hukuman yaitu pengurangan
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
skor dan mengerjakan tugas lain yang jumlahnya lebih banyak. Dari gambar 1, jelas terlihat adanya perbedaan antara motivasi belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol yang dapat disebabkan oleh beberapa hal. Siswa di SMA N 1 Rembang dalam proses pembelajaran sudah terbiasa menggunakan media Ms. PowerPoint sedangkan web enhanced learning sendiri merupakan hal yang jarang dilakukan di sekolah tersebut atau dapat dikatakan belum pernah. Adanya perbedaan motivasi siswa juga disebabkan perbedaan fasilitas yang diberikan oleh media web dengan Ms. PowerPoint. Pada media Ms. PowerPoint hanya diberikan animasi, video, dan gambar sedangkan media web tidak hanya diberikan animasi, video, dan gambar tetapi juga terdapat fasilitas-fasilitas lain. Fasilitas tersebut antara lain: adanya chat room, forum, quiz, survey, dan lain-lain.
kategori sedang berbeda dengan yang diharapkan oleh peneliti. Hal tersebut dapat disebabkan oleh siswa yang sudah mulai bosan menggunakan media web sehingga mengakibatkan turunnya minat belajar dengan menggunakan media web yang telah disediakan. Kebosanan siswa dapat terjadi karena kurang adanya variasi dalam memberikan treatment. Hasil Belajar Dari analisis data yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa hasil belajar siswa kelas eksperimen yang menggunakan implementasi web enhanced learning lebih baik daripada siswa yang menggunakan media Ms. PowerPoint. Analisis data untuk hasil belajar menggunakan uji t separated varians karena kedua kelas mempunyai jumlah anggota yang sama dan memiliki varians yang berbeda. Dari hasil perhitungan didapatkan thitung adalah 1,227 dan ttabel dengan taraf signifikansi 5 % dan dk = 26 yaitu 2,056. Karena thitung < ttabel maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa dengan implementasi web enhanced learning lebih baik dibandingkan siswa yang menggunkanan media pembelajaran Ms. PowerPoint.
GAMBAR 1. Grafik Motivasi Belajar Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Peningkatan motivasi kelas kontrol termasuk rendah karena Ms. PowerPoint merupakan media yang biasa digunakan sehingga siswa merasa kurang ada sesuatu yang baru. Tapi menurut para siswa, ini lebih menarik daripada hanya menggunakan ceramah. Peningkatan motivasi dengan menggunakan implementasi web enhanced learning pada kelas eksperimen termasuk ke dalam
GAMBAR 2. Grafik Hasil Belajar Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Perbedaan hasil belajar ranah kognitif antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat disebabkan oleh adanya perbedaan
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-155
jumlah bahan yang digunakan untuk belajar. Seperti yang telah diketahui dengan web enhanced learning siswa tidak hanya belajar dari media web yang telah disediakan tetapi juga bisa belajar dari website lain yang mempunyai materi bahasan yang sama yang materinya tidak ada di dalam web yang disediakan. Siswa dapat mencari sendiri web lain tersebut atau memilih link website lain yang telah disediakan. Selain itu juga ditunjang dengan adanya diskusi kelas yang dilakukan setiap tatap muka sehingga siswa dapat bertanya jika belum paham tentang materi yang mereka pelajari di web. Untuk pembelajaran dengan menggunakan Ms. PowerPoint, siswa hanya dapat mempelajari materi dari Ms. PowerPoint yang telah diberikan karena tidak ada link ke materi yang lain selain buku pelajaran. SIMPULAN Implementasi web enhanced learning dapat meningkatkan motivasi siswa belajar fisika dengan kategori sedang. Siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan media Ms. PowerPoint juga mengalami peningkatan motivasi belajar tetapi tidak sebesar siswa yang menggunakan web enhanced learning. Selain itu, hasil belajar fisika siswa ranah kognitif melalui implementasi web enhanced learning lebih baik jika dibandingkan dengan siswa yang menggunakan media pembelajaran Ms. PowerPoint.
FP-156
REFERENSI Aritonang, Keke T. 2008. Minat dan Motivasi dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Penabur, 10(7): 11-21 Djamarah, Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta Hermans, Charles M., Haytko, Diana L & Stenerson Beth Mott. 2004. Student Satisfaction in Web Enhanced Learning Environments. Journal of Instructional Pedagogis, 7(1): 1-15 Mahoney, Lois S & Dziuban, Charles. 200. Assessing Web-Enhanced Course and Student Learning Outcomes. Acoounting Educators Journal, 3(2): 1-8. Rifa’i, Achmad & Anni, Catharina T. 2009. Psikologi Pendidikan. Semarang: Universitas Negeri Semarang Press Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT RajaGravindo Persada Sa’ud, Udin Syaefudin. 2009. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta Schmidt, Klaus. 2002. The Web Enhanced Classroom. Journal of Industrial Technology, 18(2): 2-6
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Menumbuhkan Minat dan Motivasi Siswa SMP terhadap Materi Fisika melalui Pembelajaran Menggunakan alat Peraga Sederhana Siswanto1*, Yuhesti 1, Manurung I.F.U. 1, Permana N. 1, Yuniarti H. 1 1
Mahasiswa S2 Pendidikan Fisika, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Jawa Barat. *Email: [email protected]
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menumbuhkan minat dan motivasi siswa terhadap materi fisika melalui pembelajaran dengan menggunakan alat peraga sederhana. Penelitian ini menggunakan metode one shot case study pre experimental. Populasinya adalah seluruh siswa kelas VIII salah satu SMP di kota Bandung, sedangkan sampel penelitian diambil secara acak, yaitu sebanyak 27 siswa. Instrumen penelitian yang digunakan adalah angket dan lembar observasi. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh hasil bahwa penerapan alat peraga sederhana dapat menumbuhkan minat dan motivasi siswa. Siswa menjadi lebih antusias dan tertarik untuk mengikuti proses pembelajaran. Kata kunci: alat peraga sederhana, minat, motivasi. PENDAHULUAN Hakikat pembelajaran IPA adalah proses dan produk. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di sekolah tidak hanya mementingkan penguasaan fisika terhadap fakta konsep dan teori IPA (sebagai produk) tetapi yang lebih penting adalah siswa mengerti proses bagaimana fakta dan teoriteori tersebut ditemukan. Dengan kata lain siswa harus mendapat pengalaman langsung dan menemukan sendiri proses tersebut (Depdiknas, 2006). Sesuai yang tertera dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Fisika SMA, pembelajaran fisika di sekolah bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut (BSNP, 2006) (1) Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa; (2) Mengembangkan sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain; (3) Mengembangkan pengalaman melalui percobaan agar dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis, merancang dan merakit instrumen, mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan secara lisan dan tertulis; (4) Mengembangkan kemampuan penalaran induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip untuk mendeskripsikan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif
maupun kuantitatif; (5) Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemampuan-kemampuan pada poin-poin di atas oleh para guru, jarang sekali dikembangkan, padahal kompetensi tersebut nantinya harus dimiliki siswa ketika terjun langsung ke dunia kerja. Oleh karena itu, perlu kiranya seorang guru membuat proses pembelajaran yang sedapat mungkin melibatkan para pelajar dalam memecahkan masalah, mengijinkan para pelajar untuk aktif membangun dan mengatur pembelajarannya, dan dapat menjadikan pelajar yang realistis. Kegiatan pemberian pengalaman langsung terhadap siswa tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan eksperimen maupun demonstrasi menggunakan alat peraga sederhana karena dalam upaya untuk mengajar yang baik yang meliputi (sebagian) penanganan gaya belajar siswa yang berbeda, upaya meningkatkan keaktifan partisipasi siswa dalam pembelajaran dan memberikan perubahan tempo untuk menjaga perhatian siswa serta membangkitkan rasa ingin tahunya. Demonstrasi dapat memberikan kontribusi yang berharga dalam mencapai tujuan tersebut (McFarland, 2005). Sains mencakup pengetahuan dan cara mengetahuinya. Mengajarkan konten sains tanpa
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-157
proses berarti mengajarkan sejarah, bukan pencarian aktif terhadap sebuah pengetahuan ilmiah (Wenning, 2009). Oleh karena itu, pertanyaan-pertanyaan arahan dikembangkan dalam rangka untuk menyempurnakan tujuan yang telah disebutkan di atas karena dengan mengajukan pertanyaan yang di desain sedemikian rupa sehingga dapat mengembangkan pemahaman konseptual, kita membuat siswa berpikir. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dimaksudkan untuk membantu siswa menjelaskan makna, mengeksplorasi berbagai sudut pandang secara netral dan hormat serta memantau diskusi dan pemikiran mereka sendiri (VanZee et al, 2001) Sebelum melakukan penelitian, dalam sesi wawancara terbuka dengan beberapa siswa, peneliti menyadari bahwa banyak dari mereka yang kurang meminati mata pelajaran fisika yang selama ini diikutinya. Sementara dari hasil penelitian McFarland (2005) menyebutkan bahwa banyak siswa berkomentar sangat positif tentang pembelajaran demonstrasi, seperti demonstrasi membantu pemahaman konsep dan demonstrasi membuat fisika menyenangkan. Harapan agar proses eksperimen dan demonstrasi tersebut berlangsung menyenangkan maka perlu disediakan alat peraga yang memadai. Penggunaan alat peraga sendiri mempunyai beberapa manfaat yaitu untuk meletakkan dasar-dasar yang nyata dalam berfikir, mengurangi terjadinya verbalisme, memperbesar minat dan perhatian peserta didik untuk belajar, meletakkan dasar perkembangan belajar agar hasil belajar bertambah mantap, memberikan pengalaman yang nyata untuk dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri pada setiap peserta didik, menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan, membantu tumbuhnya pemikiran dan berkembangnya kemampuan berbahasa, memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain serta membantu berkembangnya efisiensi dan pengalaman belajar yang lebih sempurna (McFarland, 2005). Menurut Hartati (2010) bahwa penggunaan alat peraga dalam pembelajaran dapat meningkatkan keterampilan berfikir kritis dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan suatu alat peraga untuk meningkatkan minat dan motivasi siswa, serta penguasaan konsepnya. Slameto (2010:57) menjelaskan bahwa minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati FP-158
seseorang, diperhatikan terus menerus disertai dengan rasa senang. Berdasarkan hasil penelitian Fyan dan Maehr bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu latar belakang keluarga, kondisi atau konteks sekolah dan motivasi (Suprijono, 2010). Motivasi belajar sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, menurut Clayton Alderfer dalam Nashar (2004:42) adalah kecenderungan siswa dalam melakukan kegiatan belajar yang didorong oleh hasrat untuk mencapai prestasi atau hasil belajar sebaik mungkin. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan suatu alat peraga untuk menumbuhkan minat dan motivasi siswa terhadap materi fisika. METODE Metode penelitian ini menggunakan menggunakan desain penelitian one shot case study pre experimental. Desain penelitian ini menggunakan satu kelompok yang diberikan treatment. Populasi yang digunakan adalah seluruh siswa kelas VIII di salah satu SMP di kota Bandung. Sedangkan sampel penelitian sebanyak 27 siswa. Sampel diambil secara acak. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk melihat keberhasilan alat peraga sederhana dalam meningkatkan minat dan motivasi siswa. Alat peraga yang dibuat menggunakan bahan yang cukup sederhana, murah, serta mudah didapatkan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memudahkan guru yang ingin mencoba membuat alat peraga seperti ini. Metode pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode demonstrasi, ceramah, dan tanya jawab. Instrumen penelitian yang digunakan adalah angket dan lembar observasi. Angket motivasi belajar dalam penelitian ini menggunakan model motivasi ARCS yang dikembangkan oleh Keller (1987) dalam Suprijono (2010). Motivasi belajar siswa pada ARCS terdiri dari 4 indikator, yaitu Attention (Perhatian), Relevance (Relevansi), Confidende (Percaya Diri), Satisfaction (Kepuasan). Teknik yang digunakan adalah dengan pemberian angket motivasi belajar kepada sampel penelitian. Data tentang motivasi belajar ini akan dianalisis dengan analisis deskriptif. Pemberian skor motivasi belajar diolah dalam bentuk persentase data. Selain menggunakan angket, juga digunakan lembar observasi yang diisi oleh observer. Lembar observasi digunakan untuk mengamati aktivitas guru dan aktivitas siswa.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Dalam lembar observasi, ada tiga kegiatan utama yang diamati, yaitu pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Masing-masing observer mengamati aktivitas guru dan siswa dari ketiga kegiatan tersebut. Aspek yang diukur dalam penelitian ini ditinjau berdasarkan penggunakan alat peraga dalam proses pembelajaran. Alat peraga yang digunakan ada dua macam, yaitu alat peraga yang menunjukkan tekanan zat padat dan alat peraga yang menunjukkan tekanan zat cair. Alat peraga yang pertama dibuat dengan tujuan untuk menyelidiki adanya hubungan antara tekanan dengan luas bidang permukaan benda dan menyelidiki adanya hubungan antara tekanan dengan gaya yang diberikan oleh benda. Alat dan
bahan yang digunakan adalah kayu yang memiliki luas penampang berbeda di kedua ujungnya, balok berukuran sama dengan massa yang berbeda, nampan dan adonan secukupnya, dengan konsentrasi sebagai berikut: 1. Siapkan wadah berukuran 20 cm x 15 cm x 3 cm beserta air 300 cc yang sudah dipanaskan hingga mendidih. 2. Campurkan 0,25 kg tepung terigu pada air mendidih tersebut sambil diaduk-aduk hingga merata. 3. Letakkan adonan tersebut di dalam wadah dan dirapikan sesuai dengan bentuk wadah. 4. Letakkan sagu di atas permukaan adonan (supaya permukaan adonan tidak lengket).
GAMBAR 1. Gambar Alat Peraga yang Menunjukkan Tekanan Zat Padat
Alat peraga yang kedua dibuat dengan tujuan untuk menemukan kaitan antara tekanan dengan kedalaman fluida dengan menggunakan alat dan bahan, yaitu botol bekas air mineral, selang
secukupnya, air yang diberi pewarna, selotip, kerangka alat yang dibuat dari papan dan ember. Gambar alat peraga ditunjukkan oleh gambar 3.
GAMBAR 2. Alat Peraga tekanan Zat Cair
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh hasil obeservasi dan hasil angket. Hasil observasi
yang dilakukan oleh observer terhadap aktivitas guru dan siswa dapat dilihat pada berikut ini.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-159
TABEL 1. Hasil Observasi Aktivitas Guru No 1 2 3
Komponen Kegiatan Pendahuluan Kegiatan Inti Kegiatan Penutup
TABEL 2. Hasil Observasi Aktivitas Siswa No Komponen 1 Kegiatan Pendahuluan 2 Kegiatan Inti 3 Kegiatan Penutup
Berdasarkan Tabel 1. secara keseluruhan menunjukan bahwa aktivitas guru sudah baik. Aktivitas yang dilakukan oleh guru sudah sesuai dengan sintak pembelajaran yang dibuat dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Setelah diamati, hasil ini ternyata disebabkan karena guru melakukan persiapan dengan baik sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Selain itu, ketika dilaksanakan wawancara secara langsung dengan guru, ternyata guru mempelajari sintak pembelajaran yang dibuatnya sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Guru juga menambahkan, bahwa alat peraga yang digunakan dalam pembelajaran juga membantu guru untuk memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang dapat membangun konsep siswa. Sehingga, secara tidak langsung, alat peraga membantu guru untuk melaksanakan proses pembelajaran secara sistematis, terarah, dan terencana. Selanjutnya, pada Tabel 2. tentang aktivitas siswa, hasil menunjukan bahwa, pada kegiatan pendahuluan aktivitas siswa sangat baik. Semua siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar pada kegiatan pendahuluan secara sistematis. Kemudian pada aktivitas yang kedua, yaitu kegiatan inti, ternyata tidak semua siswa secara sistematis mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Hal ini disebabkan karena ada beberapa siswa yang tidak bisa menjawab pertanyaan arahan yang diberikan oleh guru ketika melakukan demonstrasi. Selain itu, ketika guru
Ya (%) 100 100 100
Tidak (%) 0 0 0
Ya (%) 100 87 94
Tidak (%) 0 13 6
hendak mengarahkan siswa untuk menyimpulkan proses pembelajaran, ada beberapa siswa yang tidak bisa memberikan kesimpulan terhadap pembelajaran yang dilakukan. Namun, secara keseluruhan, aktivitas siswa sangat baik pada kegiatan inti. Hasil observasi menunjukan bahwa siswa antusias untuk mengikuti proses belajar mengajar. Hal ini ditunjukan dari respon siswa ketika guru mengajukan beberapa pertanyaan arahan. Hampir semua siswa menjawab pertanyaan arahan yang diajukan oleh guru. ini menunjukan bahwa siswa antusias untuk mengikuti proses belajar mengajar menggunakan alat peraga. Kegiatan terakhir yang diamati oleh observer adalah kegiatan penutup. Pada kegiatan penutup, secara keseluruhan siswa mengikuti aktivitas-aktivitasnya dengan baik. Akan tetapi, ada beberapa siswa yang tidak bisa menyimpulkan hasil pembelajaran yang sudah dilakukan. Hal ini yang menyebabkan terdapat angka 6 % untuk jawaban tidak pada lembar observasi bagian kegiatan penutup. Instrumen selanjutnya adalah angket. Angket tersebut digunakan untuk melihat motivasi siswa terhadap proses belajar mengajar dengan alat peraga yang kami gunakan. Setelah proses belajar mengajar selesai, dibagikan angket kepada siswa, dan menyuruh siswa untuk mengisi angket tersebut. Secara garis besar, rekapitulasi angket dapat di lihat pada Tabel 3. dan Tabel 4.
TABEL 3. Hasil Angket untuk Alat Peraga Zat Padat No 1 2 3 4
FP-160
Indikator Perhatian Relevansi Percaya Diri Kepuasan
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Ya (%) 89 78 89 87
Tidak (%) 11 22 11 13
TABEL 4. Hasil Angket untuk Alat Peraga Zat Padat No 1 2 3 4
Indikator
Ya (%) 83 74 87 71
Perhatian Relevansi Percaya Diri Kepuasan
Berdasarkan persentase rata-rata hasil angket tersebut, terlihat bahwa alat peraga yang kami buat, baik alat peraga tekanan zat padat maupun zat cair, sudah berhasil dalam membuat siswa berminat dan termotivasi untuk belajar fisika. Oleh sebab itu, jelas bahwa alat peraga yang digunakan sangat bermanfaat bagi siswa. Secara lebih rinci, dapat dilihat pada pembahasan berikut. Pada aspek yang pertama yaitu membahas aspek perhatian. Berdasarkan hasil angket diperoleh sebanyak 89% (untuk alat peraga tekanan zat padat) dan 83 % (untuk alat peraga tekanan zat cair) siswa yang memperhatikan pembelajaran melalui penggunaan alat peraga. Aspek yang ke dua adalah aspek relevansi yaitu kesesuaian materi pembelajaran dengan pengalaman belajar siswa. Pada indikator ini, sebanyak 78 % (untuk alat peraga tekanan zat padat) dan 74 % (untuk alat peraga tekanan zat cair) siswa menganggap bahwa alat peraga yang dibuat berhasil menjelaskan fenomena-fenomena yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut siswa, melalui alat peraga ini, kebingungan yang ada dalam diri siswa akan materi menjadi dapat teratasi. Lebih jauh dari itu, siswa menjadi lebih mampu mengkaitkan materi dengan fenomena yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, komponen ketiga yang ada dalam angket ini yaitu aspek percaya diri. Sebanyak 89 % siswa menjawab Ya pada angket alat peraga tekanan zat padat, dan 87 % siswa menjawab Ya pada angket alat peraga tekanan zat cair. Terlihat bahwa keduanya menunjukan angka yang hampir sama. Hal ini berarti bahwa, menurut siswa penggunaan alat peraga dalam proses belajar mengajar, menjadikan siswa lebih tertarik untuk belajar tentang fisika. Sehingga, selama proses kegiatan belajar mengajar, siswa menjadi lebih percaya diri dalam pembelajaran. Selama proses belajar mengajar, siswa menjadi lebih sering bertanya, karena rasa ingin tahunya tentang akan materi yang diajarkan. Hasil ini diperkuat oleh hasil observasi yang dilakukan oleh 4 observer pada kegiatan pendahuluan dan kegiatan inti. Hasil observasi menunjukan bahwa
Tidak (%) 17 26 13 19
siswa menjadi lebih percaya diri untuk mengikuti proses belajar mengajar. Selain itu, siswa menjadi tertarik untuk mengikuti proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru. Kepercayaan diri siswa ini ditunjukan dari banyaknya siswa yang bertanya kepada guru tentang fenomena-fenomena yang ditunjukan oleh alat peraga yang digunakan. Kemudian, aspek yang terakhir yaitu aspek kepuasan. Berdasarkan hasil analisis terhadap angket, jelas diketahui bahwa hampir semua siswa setuju bahwa penggunaan alat peraga memberikan kepuasan terhadap diri siswa. Berdasarkan angket tersebut, siswa menjadi lebih senang dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Mereka menjadi tidak bosan dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar karena siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan ide-idenya yang terkait dengan konsep yang dipelajari. Hasil ini diperkuat oleh hasil observasi yang dilakukan oleh observer. Berdasarkan observasi yang dilakukan, siswa menjadi lebih semangat dan pandai dalam melakukan penyimpulan terhadap proses pembelajaran yang dilakukan. Berdasarkan hasil observasi dan angket tersebut, secara keseluruhan menunjukan respon positif dari siswa terhadap alat peraga yang digunakan dalam proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan minat dan penguasaan konsep siswa. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa alat peraga yang kami buat dapat digunakan pada proses belajar mengajar fisika. Alat peraga yang kami buat dapat menarik perhatian siswa untuk mengikuti proses belajar mengajar secara sistematis. Selain itu alat peraga yang kami buat juga dapat menjelaskan konsep fisika dengan benar. Hal tersebut diperoleh berdasarkan hasil analisis lembar observasi dan angket terhadap penerapan alat peraga yang menunjukkan dimana sebanyak 78 % (untuk alat peraga tekanan zat padat) dan 74 % (untuk alat peraga tekanan zat
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-161
cair) siswa menganggap bahwa alat peraga yang dibuat berhasil menjelaskan konsep dan sebanyak 89 % (untuk alat peraga tekanan zat padat) dan 87 % (untuk alat peraga tekanan zat cair) siswa menganggap bahwa alat peraga dapat meningkatkan minat dan motivasi siswa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan alat peraga pada konsep tekanan dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih peneliti sampaikan kepada semua pihak yang sudah membantu dalam penelitian ini, terutama guru Fisika dan Ibu Kepala SMP tempat penelitian dilakukan. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. DAFTAR PUSTAKA 1. 2.
3.
BSNP. 2006. Panduan Penyusunan KTSP. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. 2006. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Fisika Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA). Jakarta: Depdiknas. Hartati. 2010. Pengembangan Alat Peraga Gaya Gesek Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. 6 :128132.
FP-162
4.
McFarland, Ernie. 2005. Using Demonstrations in Teaching Physics. La Physique Au Canada. 61 (2) :87-89 .
5.
Nashar. 2004. Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal dalam Kegiatan Pembelajaran. Jakarta: Delia Press. 6. Sakti, Indra., Puspasari, Yuniar Mega., Risdianto, Eko. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) Melalui Media Animasi Berbasis Macromedia Flash Terhadap Minat Belajar dan Pemahaman Konsep Fisika Siswa di SMA Plus Negeri 7 Kota Bengkulu. Jurnal Exacta. 10 (1) :1-10. 7. Slameto. 2010. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. 8. Sukmadinata, N.Syaodih 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung :Rosda. 9. Suprijono, A. 2010. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 10. Wenning, Carl J. 2009. Scientific Epistemology: How Scientists Know What They Know. Journal Physics Teacher Education Online. 5 (2) :3-15. 11. VanZee, Emily H. et al. 2001. Teacher Questioning During Conversation About Science. Journal of Research in Science Teaching. 38 (2) :159-190.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Pengembangan Tes Keterampilan Proses Sains Dengan Menggunakan Aplikasi Multimedia Untuk Mengembangkan Soft Skills Sunardi,* .
Prodi Pendidikan IPA, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang, Indonesia * Email: [email protected]
Abstrak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan tes evaluasi untuk mengukur keterampilan proses sains dan mengembangkan soft skills siswa. Produk yang dikembangkan adalah sebuah perangkat multimedia berupa kuis interaktif yang dikerjakan secara berkelompok yang berisi tes keterampilan proses sains pada topik fluida dalam bentuk pilihan ganda yang terdiri dari soal mengidentifikasi dan mengontrol variabel, merumuskan hipotesis, mendefinisikan variabel operasional, menginterpretasi data dan mendesain penelitian. Sistem multimedia yang dibangun untuk mengembangkan soft skills meliputi sistem pengaturan skor, pengaturan waktu dan sistem pemilihan soal dan jawaban. Produk multimedia terintegrasi dengan perangkat penilaian soft skills. Desain penelitian menggunakan Research And Development (R&D). Desain uji coba menggunakan control group pretest-posttest design. Pre dan pos tes dilakukan untuk melihat peningkatan hasil keterampilan proses sains. Metode angket dilakukan untuk melihat perfomance soft skills setelah proses pembelajaran. Hasil pre tes keterampilan proses sains pada kelas eksperimen diperoleh rata-rata 62, pos tes 72 dan gain sebesar 0,26. Hasil pre tes keterampilan proses sains pada kelas kontrol diperoleh rata-rata 67, pos tes 83 dan gain sebesar 0,48. Hasil perfomance soft skills diperoleh rata-rata skor 2,95 (baik) pada kelas eksperimen dan 2,35 (cukup) pada kelas kontrol. Jadi pengembangan tes keterampilan proses sains dengan menggunakan aplikasi multimedia untuk mengembangkan soft skills efektif. Kata kunci: Tes keterampilan proses sains, multimedia, soft skills. PENDAHULUAN Tujuan pembelajaran Fisika menekankan pada produk dan proses sains[1]. Metode pengamatan untuk menilai keterampilan proses sains memiliki beberapa hambatan, diantaranya tidak mendukung pada kelas dengan jumlah siswa yang besar, dibutuhkan keterampilan khusus dalam mengamati siswa dan sekolah harus memiliki laboratorium yang memadai[2]. Untuk itu, paper and pencil test bisa menjadi solusi yang efektif untuk menilai keterampilan proses sains[3]. Selain permasalahan diatas, tantangan pendidik kedepan adalah bagaimana membekali kemampuan yang cukup dalam mempersiapkan peserta didik tidak hanya pada aspek hard skills (aspek pengetahuan dan keterampilan) saja
melainkan juga kemampuan dalam aspek soft skills. Sumber daya manusia yang unggul tidak hanya memiliki kemampuan hard skills saja melainkan juga memiliki kemampuan dalam aspek soft skills. Hal ini ditegaskan lagi dalam kurikulum 2013 bahwa kompetensi lulusan menitik beratkan pada peningkatan dan keseimbangan soft skills dan hard skills yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan[4]. Tugas atau proyek berbasis kelompok merupakan strategi pembelajaran yang efektif dalam mengembangkan soft skills siswa[5]. Pemanfaatan multimedia menjadi hal yang penting dalam proses pembelajaran. Ada beberapa alasan, mengapa multimedia pembelajaran dapat meningkatkan proses belajar peserta didik. Alasan pertama, pembelajaran
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-163
akan lebih menarik perhatian peserta didik sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. Alasan kedua, multimedia memberikan kemudahan untuk menggabungkan gambar, video, foto, grafik dan animasi dengan suara, teks dan suara secara interaktif yang dikendalikan dengan program komputer[6]. Pemanfaatan multimedia meningkatkan komponen interaktivitas yang menunjuk kepada proses pemberdayaan pengguna untuk mengendalikan lingkungan melalui computer[7]. Perlu produk yang dapat mengembangkan soft skills dan keterampilan proses sains. Bertolak dari pemikiran tersebut maka perlu dilakukan penelitian Pengembangan Tes Keterampilan Proses Sains dengan Menggunakan Aplikasi Multimedia Untuk Mengembangkan Soft Skills.
pada kelas kontrol. Subjek kelas kontrol adalah siswa kelas XI IPA 2 sejumlah 24 siswa. Kelas kontrol digunakan untuk melihat perbedaan hasil tes keterampilan proses dan perfomance soft skills antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Instrumen data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Instrumen tes keterampilan proses sains, instrumen multimedia dan instrumen penilaian perfomance soft skills berupa angket. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis validitas tes dengan validitas pakar, analisis reliabilitas tes keterampilan proses sains dengan teknik belah dua (split half), analisis reliabilitas perangkat penilaian soft skills dengan rumus Cronbach Alpha. Peningkatan gain score hasil keterampilan proses dengan rumus Hake yang dirumuskan :
METODE g
Desain penelitian menggunakan metode Research And Development (R&D). Perangkat instrumen yang dikembangkan dalam penelitian ini meliputi perangkat instrumen tes keterampilan proses sains, perangkat instrumen multimedia dan perangkat instrumen penilaian soft skills. Draf instrumen diuji oleh tiga orang validator yang memiliki keahlian atau berkompeten dibidangnya untuk menentukan validitas instrumen. Pakar fisika memberikan validitas isi dari tes keterampilan proses sains yang dikembangkan. Pakar multimedia memberikan penilaian terhadap aspek multimedia yang dikembangkan. Pakar evaluasi pendidikan memberikan penilaian terhadap instrumen untuk menilai soft skills siswa. Uji coba terbatas menggunakan 12 siswa yang dibagi dalam empat kelompok untuk mengetahui keterlaksanaan dari multimedia yang dibuat berkaitan pada aspek keterbacaan dan cara pengoperasian dari multimedia yang dikembangkan. Desain uji coba skala luas menggunakan control group pretest-posttest design. Subjek uji coba skala luas tes keterampilan proses sains dengan menggunakan multimedia adalah siswa kelas XII IPA 1 sejumlah 26 siswa sebagai kelompok eksperimen. Sebagai pembanding, digunakan tes evaluasi keterampilan proses sains dengan paper and pencil test tanpa menggunakan multimedia
FP-164
S post % S pre % 100 % S pre %
dimana 𝑔 = peningkatan hasil tes, 𝑆post = skor rerata post-test, 𝑆pre = skor rerata pre-test. Kriteria interpretasi skor soft skills adalah sebagai berikut : kurang (1,00 – 1,75), cukup (1,76 – 2,50), baik (2,51 – 3,25), sangat baik (3,26 – 4,00). Uji beda perfomance soft skills antara kelompok eksperimen dan kelompok control dengan menggunakan uji t. HASIL DAN PEMBAHASAN Perangkat yang dihasilkan adalah sebuah perangkat multimedia berupa kuis interaktif yang dikerjakan secara berkelompok yang berisi tes keterampilan proses sains pada topik fluida. Soal keterampilan proses sains terdiri dari soal pilihan ganda yang terdiri dari mengidentifikasi dan mengontrol variabel, merumuskan hipotesis, mendefinisikan variabel operasional, menginterpretasi data dan mendesain penelitian. Sistem multimedia yang dibangun untuk mengembangkan softs skills meliputi sistem pengaturan skor, pengaturan waktu dan sistem pemilihan soal dan jawaban. Soal keterampilan proses sains dibagi menjadi tiga kategori soal berdasarkan tingkat kesulitan. Masing masing kategori soal memiliki penambahan skor dan pengurangan skor yang berbeda baik dalam
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
menjawab benar maupun menjawab salah. Untuk masing masing kategori soal didesain dengan warna yang berbeda untuk mempermudah dalam memilih soal. Dalam memilih soal, setiap soal yang sudah dipilih tidak dapat dipilih kembali. Dalam menjawab setiap pilihan jawaban, dibutuhkan kehati-hatian karena tidak bisa merubah hasil jawaban yang sudah dipilih. Skor akan bertambah secara otomatis ketika menjawab benar dan akan berkurang secara otomatis ketika menjawab salah. Untuk mengembangkan time management skills, perangkat multimedia terintegrasi dengan sistem pengatur waktu atau timer. Setiap soal dibatasi waktu 2,5 menit untuk mengerjakannya. Sistem secara otomatis akan kembali ke menu awal yaitu menu pilih soal ketika batas waktu untuk mengerjakan soal telah habis. Pengembangan produk multimedia terintegrasi dengan perangkat penilaian soft skills siswa. Perangkat penilian soft skills terintegrasi dengan kegiatan siswa berbasis berkelompok. Masing-masing kelompok diminta untuk mengerjakan kuis interaktif yang dibuat
dalam bentuk aplikasi multimedia. Soft skills yang dikembangkan meliputi berkomunikasi (communication skills), bekerjasama (teamwork skills), membuat keputusan (decision making skills), kepemimpinan (leadership skills) dan manajemen waktu (time management skills). Desain produk hasil pengembangan tes keterampilan proses sains dengan menggunakan aplikasi multimedia untuk mengembangkan soft skills ditunjukkan pada Gambar 1. Untuk mendapatkan data tentang hasil tes keterampilan proses sains dilakukan pretes dan postes pada kelompok eksperimen dan kelas kontrol. Hasil skor rata-rata pretes dan postes tes keterampilan proses pada kelas eksperimen dan kelas kontrol ditunjukkan pada Tabel 1. Untuk mendapatkan data tentang perfomance soft skill digunakan instrumen penilaian dengan metode angket. Penilaian perfomance soft skill dilakukan setelah proses pembelajaran. Hasil rata-rata skor penilaian setiap aspek perfomance soft skill pada kelompok eksperimen dan kelas kontrol ditunjukkan pada Gambar 2.
GAMBAR 1. Desain Produk Hasil Pengembangan Tes Keterampilan Proses Sains Dengan Menggunakan Aplikasi Multimedia Untuk Mengembangkan Soft Skills
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-165
TABEL 1. Skor rata-rata pretes dan postes tes keterampilan proses sains pada kelas eksperimen dan kelas kontrol Skor rerata kelompok Skor rerata kelompok kontrol eksperimen No Keterampilan Proses Sains Pre tes Pos tes Pre tes Pos tes 62 78 58 69 1 Mengidentifikasi dan mengontrol variabel 61 89 51 65 2 Merumuskan hipotesis 66 79 59 71 3 Mendesain penelitian 75 91 69 76 4 Mendefinisikan variabel operasional, 69 79 71 77 5 Menginterpretasi data 67 83 62 72 Rata rata
GAMBAR 2. Skor rata-rata penilaian setiap aspek perfomance soft skill pada kelompok eksperimen dan kelas kontrol
Pengembangan tes keterampilan proses sains dengan aplikasi multimedia interaktif dapat dapat meningkatkan communication skills karena sistem yang dikembangkan mampu memberikan kesempatan yang luas untuk masing masing kelompok untuk berkomunikasi secara intensif satu sama lain untuk menyampaikan ide-ide yang sederhana dan kompleks dengan mudah dan jelas untuk mencapai tujuan bersama yaitu mendapatkan skor atau nilai yang tinggi. Hal yang penting dalam meningkatkan communication skills adalah bagaimana mengartikulasikan apa yang harus dicapai tim dalam mencapai tujuan bersama, menumbuhkan lingkungan yang memungkinkan anggota tim untuk berkomunikasi secara terbuka dan jujur, mengakui kesalahan mereka sendiri tanpa kehilangan rasa hormat, bernegosiasi, mendengarkan dan saling memfasilitasi satu sama lain[8].
FP-166
Pengembangan tes keterampilan proses sains dengan aplikasi multimedia interaktif dapat meningkatkan teamwork skills karena melalui sinergi yang ditingkatkan melaui kerjasama akan meningkatkan motivasi yang jauh lebih besar dan akan menciptakan lingkungan yang lebih kompetitif dari pada lingkungan individual[9]. Setiap anggota dalam kelompok dapat belajar dan saling membantu. Bekerjasama akan meningkatkan perasaaan positif satu sama lain, dan menghindarkan dari keterasingan dan kesepian, membangun hubungan, dan dapat memberikan penguatan pada pandangan orang lain. Pekerjaan yang membutuhkan kerja sama tim akan membantu membangun kepercayaan diri tim. Lebih lanjut team building mendorong anggota tim untuk memeriksa bagaimana mereka bekerja sama, mengidentifikasi kelemahan mereka, dan mengembangkan lebih cara yang efektif untuk menjalin kerjasama [10].
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Pengembangan tes keterampilan proses sains dengan aplikasi multimedia interaktif dapat meningkatkan leadership skills karena setiap kelompok dihadapkan pada sebuah pilihan yang harus dipilih, proses pengambilan keputusan ini membutuhkan kemampuan untuk memimpin dan mengorganisasi dan menggerakan seseorang sesuai dengan arahan. Karya terbaru yang dilakukan dalam domain kepemimpinan adalah pentingnya kecerdasan emosional sebagai salah satu persyaratan dasar dari pemimpin modern[11]. Pengembangan tes keterampilan proses sains dengan aplikasi multimedia interaktif dapat meningkatkan decision making skills karena setiap kelompok dihadapkan pada sebuah pilihan yang mengadung resiko yang harus dipilih. Pengembangan tes keterampilan proses sains dengan aplikasi multimedia interaktif dapat ini dilengkapi dengan sistem yang mana setiap kelompok harus memiliki strategi dalam mengambil keputusan dalam memilih soal maupun dalam menjawab soal yang selanjutnya akan menumbuhkan sikap untuk mengevaluasi setiap keputusan yang diambil oleh kelompok. Pengembangan tes keterampilan proses sains dengan aplikasi multimedia interaktif dapat meningkatkan time management skills karena sistem yang dikembangkan dilengkapi dengan pengatur waktu atau timer sehingga ada pembiasaan oleh setiap kelompok untuk dapat menjawab soal dengan tepat waktu. Pengembangan tes keterampilan proses sains dengan aplikasi multimedia interaktif yang dikerjakan secara berkelompok dapat mengembangkan soft skills (communication skills) karena memberi kesempatan penuh kepada siswa untuk saling bertanya, mengemukakan dan menanggapi ide, pendapat, mengusulkan solusi dalam menyelesaikan masalah. Melalui keterampilan komunikasi siswa dapat mengekspresikan pikirannya melalui berbagai cara sehingga orang lain dapat memahaminya[12]. Bahasa yang digunakan anak dapat berupa bahasa percakapan, tulisan, maupun simbol-simbol. Dengan berkembangnya keterampilan komunikasi, maka akan mengembangkan keterampilan proses yang lain seperti menginterpretasi data, mengajukan
dugaan, mendefinisikan variabel operasional dan mendesain penelitian. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan pengembangan tes keterampilan proses sains dengan menggunakan aplikasi multimedia dapat meningkatkan keterampilan proses sains dengan skor rata-rata pre tes 62, pos tes 72 dan gain sebesar 0,26. Selain itu pengembangan tes keterampilan proses sains dengan menggunakan aplikasi multimedia dapat mengembangkan perfomance soft skills dengan skor rata-rata 2,95 dengan kriteria baik. Jadi pengembangan tes keterampilan proses sains dengan menggunakan aplikasi multimedia untuk mengembangkan soft skills efektif. Saran yang dapat dirumuskan pada penelitian ini, pengembangan tes keterampilan proses sains dengan menggunakan aplikasi multimedia dapat dijadikan alternatif untuk diterapkan karena dapat dijadikan tes evaluasi keterampilan proses sains dan dapat mengembangkan soft skills siswa. REFERENSI 1.
2.
3.
4. 5.
6.
7. 8.
Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 22, 23, 24 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas. Onwu, G. O .M. dan Mozube. 1992. Development And Validation Of Science Process Skills Test for Secondary Science Student. Journal of Science Teachers Association of Nigeria, Volume 27 No.2. Hal 37-43. Monica, K.M.M. 2005. Development And Validations Of A Test Of Integrated Science Process Skills For The Further Education And Training Learners. Disertasi. Afrika Selatan : University Of Pretoria. Permendikbud. 2013. Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menegah. Jakarta: Mendikbud. Zhang, A. 2012. Cooperative Learning and Soft skills Training in an IT Course. Journal of Information Technology Education Research, Volume 11. Hal 6777. Munir. 2008. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung : SPS Universitas Pendidikan Indonesia Philips, R. 1997. A practical guide for educational applications. London: Kogan Page limited. Belzer, K. 2004. Project management: Still more art than science. Retrieved August 19, 2012, from
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-167
http://www.pmforum.org/library/papers/BusinessSucc ess.htm 9. Phillips, J. 2002. IT project management. New Delhi, India: Tata McGraw-Hill. (Phillips, 2002) 10. Lehman, C. dan DuFrene, D. 2008. Business communication (15th ed.). Cincinnati, OH: SouthWestern/Thompson Learning.
FP-168
11. Goleman, D. 1998. Working with emotional intelligence. New York: Bantam Books. 12. Martin, R. et al. 2005. Teaching science for all children-inquiry methods for constructing understanding. Boston: Pearson.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Penggunaan Jejaring Sosial Facebook Sebagai Media Inovasi Pembelajaran Fisika Model Inkuiri Y.S. Utami1*, A. Sopyan1, Sutikno1 1
Prodi Pendidikan IPA Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang (UNNES) Semarang, Indonesia Republic *email: [email protected]
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model inkuiri dengan media facebook sebagai inovasi pembelajaran fisika. Ini meliputi produk, proses dan sikap. Secara umum, model inkuiri belum dapat diterapkan di Madrasah Aliyah Negeri Babakan. Inovasi dalam pembelajaran fisika dimaksudkan untuk mengetahui keefektifan model inkuiri yang memanfaatkan facebook di sekolah. Sampel penelitian diambil di kelas X.6 yang terdiri atas kelompok kecil, sedang dan besar. Hasil analisis menunjukkan bahwa inovasi pembelajaran fisika model inkuiri dengan facebook membantu siswa dalam mengemukakan gagasan secara tulisan, kegiatan pembelajaran menjadi dinamis, siswa mudah memahami konsep dan aplikasi fisika dalam kehidupan sehari-hari. Kesulitan dalam pembelajaran fisika model inkuiri diantaranya kegiatan belajar mengajar berjalan lambat, sedikit siswa yang aktif berdiskusi di group facebook dan beberapa siswa menggunakan nama samaran. Inovasi pembelajaran fisika model inkuiri ditemukan secara terpisah memiliki kemampuan yang berbeda dalam melibatkan dimensi produk, proses dan sikap, namun secara keseluruhan memiliki kemampuan yang sama, kecuali untuk penilaian proses pada kelompok kecil dan kelompok sedang.
Kata kunci: Inkuiri; Media pembelajaran; Efektivitas; Facebook PENDAHULUAN Fisika merupakan salah satu bagian dari sains yang mempelajari materi atau gejala alam dalam lingkup ruang dan waktu. Cakupan dari fisika sangat luas meliputi dimensi produk, proses dan sikap. Oleh karena itu pembelajaran fisika harus melibatkan ketiga aspek dimensi tersebut dan berdasarkan pada model inkuiri (NRC, 1996; Summa, 2011). Secara umum inkuiri ini memberi dampak positif pada kesuksesan kognitif, keterampilan proses dan sikap sains bagi siswa (Anderson, 2002). Melalui model ini, konsep dan fenomena sains fisika dapat dipahami secara lebih dalam, siswa diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat agar keterampilan berpikir logis dan kritis terpelihara (Opara, 2011; Smolleck dan Mongan, 2011). Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Babakan memiliki latar belakang siswa yang beraneka ragam. Sebagian besar siswa hidup dalam lingkungan pondok pesantren yang memiliki jadwal kegiatan padat di luar jam sekolah sedangkan sisanya tinggal di luar lingkungan pondok pesantren. Keragaman latar belakang ini mempengaruhi siswa dalam aktivitas belajar fisika. Sedangkan kegiatan
pembelajaran fisika di MAN Babakan masih berpusat pada guru dan model inkuiri belum dapat diterapkan di MAN Babakan. Inovasi dalam pembelajaran fisika perlu dilakukan agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa dari segi kognitif, afektif dan psikomotorik (Lubis, 2011). Salah satu bentuk inovasi dari pembelajaran fisika model inkuiri adalah dengan menggunakan World Wide Web. Facebook merupakan salah satu web di internet dan banyak digemari saat ini. Karena penggunaan facebook cukup mudah dan murah, situs jejaring sosial ini berpotensi dalam kegiatan belajar mengajar sebagai alat komunikasi dan sarana pendukung kerjasama bagi siswa (Lebel, 2012; Tuunainen, et al, 2009; Wang, et al, 2012). Semakin meningkatnya jejaring sosial facebook, semakin meningkat pula pengguna facebook yang tidak hanya siswa melainkan juga guru (Mazer, et, al, 2009). Berdasarkan voting di internet, 63% mendukung rancangan usulan bahwa jejaring sosial akan membawa perubahan positif yang besar dalam metode pendidikan (Toliver, 2011). Berdasarkan uraian ini maka perlu dilakukan penelitian tentang penggunaan
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-169
jejaring sosial facebook sebagai media inovasi dalam pembelajaran fisika model inkuiri agar dapat digunakan di Madrasah Aliyah Negeri Babakan. Penelitian ini dilakukan untuk membuat inovasi model inkuiri dengan menggunakan facebook agar dapat digunakan di MAN Babakan dan untuk mengetahui keefektifan dari model inkuiri dengan facebook di MAN Babakan. METODE PENELITIAN Penelitian pengembangan ini menggunakan prosedur Research and Development (R & D) dari Sugiyono (2009) yang bertujuan untuk menghasilkan produk baru atau menyempurnakan produk yang sudah ada yang dapat dipertanggungjawabkan serta menguji keefektifan dari produk tersebut. Tahap-tahap yang dilalui dalam prosedur penelitian pengembangan ini adalah sebagai berikut (1) tahap pendahuluan yang terdiri dari studi literatur berupa jurnal dan studi lapangan berupa penerapan model inkuiri yang belum dapat dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran fisika di sekolah, (2) tahap pengembangan yang terdiri atas pembuatan inovasi model inkuiri dan penyusunan perangkat pembelajaran model inkuiri dengan menggunakan Facebook, validasi desain, revisi desain serta uji coba produk dan (3) tahap evaluasi yang terdiri dari tes awal, implementasi model dan tes akhir. Uji coba produk dilaksanakan di kelas X.6 MAN Babakan yang terdiri dari tiga kelompok yaitu kelompok kecil (3 orang), kelompok sedang (9 orang) dan kelompok besar (26 orang). Jenis data yang digunakan dalam penelitian dan pengembangan ini adalah dokumentasi, kuesioner, tes dan observasi. Adapun pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan adalah sebagai berikut, (1) siswa diberi angket tentang tanggapan terhadap facebook, (2) siswa diberi tes awal untuk mengetahui kemampuan awal dari siswa, (3) inovasi pembelajaran fisika dengan model inkuiri menggunakan facebook diberikan pada siswa dan aktivitas pembelajaran tersebut dilihat melalui observasi, (4) siswa diberi evaluasi berupa tes uraian untuk mengetahui hasil akhir siswa setelah diberi inovasi pembelajaran dan (5) siswa diberi angket tentang minat mereka terhadap inovasi
FP-170
pembelajaran fisika dengan model inkuiri menggunakan facebook. HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah proses kegiatan inovasi pembelajaran fisika dengan model inkuiri menggunakan facebook selesai, maka diperoleh rata-rata nilai pretest, nilai afektif, nilai psikomotorik dan nilai posttest seperti yang terdapat pada Gambar 1. Sedangkan hasil angket tanggapan dan minat siswa dari inovasi pembelajaran facebook dapat dilihat pada Gambar 2. Peningkatan nilai rata-rata siswa untuk kelompok kecil adalah 0,31 dengan kriteria sedang, untuk kelompok sedang adalah 0,24 dengan kriteria rendah dan untuk kelompok besar adalah 0,61 dengan kriteria sedang. Adapun bentuk kegiatan pembelajaran fisika model inkuiri dengan facebook seperti pada Gambar 3 dan hasil uji normalitas seperti pada Tabel 1.
GAMBAR 1. Rekapitulasi Nilai Rata-Rata Siswa
GAMBAR 2. Rekapitulasi Data Angket Siswa
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
GAMBAR 3. Kegiatan Pembelajaran di Facebook
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa Dn hitung > Dn tabel baik untuk penilaian pretest, postest, afektif maupun psikomotorik, hal ini menunjukkan bahwa keempat aspek penilaian tersebut berdistribusi normal untuk semua kelompok. Uji kesamaaan varians dilakukan untuk mengetahui apakah ketiga kelompok mermpunyai varians yang sama atau tidak setelah diberi perlakuan. Hasil uji kesamaan varians nilai hasil postest, nilai afektif dan nilai psikomotorik pada kelompok kecil, kelompok sedang dan kelompok besar terdapat pada Tabel 2. Hasil uji kesamaan varians diperoleh Fhitung = 0,73, sedangkan Ftabel dengan taraf kesalahan 5% adalah 3,28 untuk nilai postest. Sedangkan untuk nilai afektif diperoleh Fhitung = 0,66 dan Ftabel dengan taraf kesalahan 5% adalah 3,28. Untuk nilai psikomotrik diperoleh Fhitung = 1,00 dengan taraf kesalahan 5% adalah 3,28. Karena Fhitung < Ftabel
disimpulkan bahwa ketiga kelompok memiliki varians yang sama. Uji perbedaan rata-rata dilakukan untuk menguji perbedaan antar kelompok kecil, kelompok sedang dan kelompok besar. Adapun hasil analisis uji perbedaan dua pihak kelompok kecil dengan kelompok sedang, uji perbedaan dua pihak kelompok kecil dengan kelompok besar dan uji perbedaan dua pihak kelompok sedang dan kelompok besar dinyatakan pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa thitung < ttabel untuk nilai postest dan nilai afektif. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pembelajaran fisika model inkuiri dengan jejaring sosial facebook pada kelompok kecil dan kelompok sedang pada penilaian kognitif dan afektif. Sedangkan untuk nilai psikomotorik diperoleh thitung > ttabel. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pembelajaran fisika model inkuiri dengan jejaring sosial facebook pada kelompok kecil dan kelompok sedang pada penilaian psikomotorik. Untuk kelompok kecil dan kelompok besar diperoleh nilai thitung < ttabel pada semua aspek penilaian. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pembelajaran fisika model inkuiri dengan jejaring sosial facebook pada kelompok kecil dan kelompok besar. Sedangkan pada kelompok sedang dan kelompok besar diperoleh nilai thitung < ttabel untuk semua aspek penilaian. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pembelajaran fisika model inkuiri dengan jejaring sosial facebook pada kelompok sedang dan kelompok besar. Adapun hasil penilaian model pembelajaran inkuiri dan perangkat pembelajaran seperti pada Gambar 4 dan Gambar 5.
Tabel 1. Hasil Uji Normalitas pada Kelompok Kecil, Kelompok Sedang dan Kelompok Besar Variasi Nilai Nilai Nilai Nilai Pretest Postest Afektif Psikomotorik Dn hitung Kelompok kecil 0,59 0,61 0,67 0,42 Dn hitung Kelompok sedang
0,55
0,60
1,01
0,77
Dn hitung Kelompok besar
0,67
1,44
1,49
0,86
Dn table
0,22
Kriteria
Data berdistribusi normal
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-171
Tabel 2. Hasil Uji Kesamaan Varians Nilai Postest, Nilai Afektif dan Nilai Psikomotorik Varians Nilai Postest Nilai Afektif Nilai Psikomotorik Fhitung
0,73
0,66
1,00
Ftabel
3,28
3,28
3,28
Kriteria
Ketiga kelompok mempunyai varians yang sama
Tabel 3. Hasil Uji Perbedaan Dua Pihak Kelompok Kecil, Kelompok Sedang dan Kelompok Besar Variasi dk thitung ttabel Nilai Post-test
K. Kecil
2
-2,46
K. Sedang
2
-2,46
Nilai Afektif
K. Kecil
2
-0,41
K. Sedang
2
Nilai Psikomotorik
K. Kecil
2
-0,41 8,71
K. Sedang
2
8,71
Nilai Post-test
K. Kecil
2
0,49
K. Besar
2
0,49
Nilai Afektif
K. Kecil
2
-1
K. Besar
2
-1
Nilai Psikomotorik
K. Kecil
2
1,12
K. Besar
2
1,12
Nilai Post-test
K. Sedang
8
-0,61
K. Besar
8
-0,61
Nilai Afektif
K. Sedang
8
0,89
K. Besar
8
0,89
Nilai Psikomotorik
K. Sedang
8
-3,47
K. Besar
8
-3,47
Hasil analisis menunjukkan bahwa inovasi pembelajaran fisika model inkuiri dengan menggunakan jejaring sosial facebook membantu siswa dalam mengemukakan gagasan dan ide secara tulisan, kegiatan pembelajaran menjadi lebih dinamis dan siswa lebih mudah memahami konsep fisika serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Adapun kesulitan yang dihadapi dari pembelajaran fisika model inkuiri ini adalah kegiatan proses pembelajaran berjalan lebih lambat karena tidak semua siswa membuka facebook setiap hari dan tidak setiap siswa menggunakan telepon seluler yang memiliki fasilitas internet lengkap, kesulitan lain adalah dalam pembentukan kelompok karena beberapa siswa menggunakan nama samaran yang tidak sama dengan nama asli mereka dan hanya sedikit siswa yang aktif berdiskusi di group facebook. Inovasi pembelajaran fisika
FP-172
4,3
4,3
2,3
model inkuiri secara terpisah untuk setiap kelompok siswa memiliki kemampuan yang berbeda dalam melibatkan dimensi produk, proses dan sikap, namun secara keseluruhan semua kelompok tidak memiliki perbedaan yang berarti, kecuali penilaian proses pada kelompok kecil dan kelompok sedang. Pembelajaran fisika model inkuiri dengan jejaring sosial facebook dapat membantu siswa dalam memahami fisika baik dalam bentuk produk, proses dan sikap. Seperti dalam penelitian sebelumnya (Dumbrajs, et al, 2011) yang menyatakan bahwa setelah pembelajaran dengan menggunakan inkuiri siswa dapat menjawab pemahaman fenomena alam secara lebih dalam. Selain itu, siswa dapat memahami konsep dengan lebih baik melalui kegiatan praktikum yang telah dilakukan. Meskipun hasil akhir yang dicapai
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
masih kecil karena keterbatasan waktu tetapi pembelajaran fisika model inkuiri dengan jejaring sosial facebook dapat menarik minat siswa untuk belajar fisika. Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Kim dan Shin (2011) yang menyatakan bahwa inkuiri sains tidak mudah diterapkan dalam pembelajaran di ruang kelas dalam situasi yang normal. Karena kegiatan dalam pembelajaran dengan model inkuiri terlalu banyak aspek yang terlibat seperti membuat hipotesis, mendesain dan melakukan praktikum, menemukan hasil dan membuat kesimpulan dari penemuan mereka sehingga sulit dilakukan dalam sebuah kelas yang normal. Ada beberapa hambatan yang ditemukan dalam pembelajaran inkuiri, hambatan ini meliputi (1) adanya kesalahan atau hasil yang tidak terduga dalam praktikum, sehingga siswa merasa bingung dalam kegiatan praktikum, (2) kegiatan praktikum tidak selalu dilakukan, siswa sering gagal dalam melaksanakan praktikum, ini bukan cara yang baik dalam mengajar sains jika dilakukan dengan tidak baik, dan (3) kegiatan praktikum tidak dilakukan di sekolah, karena siswa selalu membutuhkan manipulasi hasil kegiatan praktikum untuk mendapatkan jawaban yang benar dalam kelas sains
di facebook untuk kegiatan diskusi antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa yang lain. Di dalam group facebook ini, aktivitas siswa dinilai di dalam diskusi. Pelaksanaan dalam pembelajaran, kelas X.6 dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok kecil, kelompok sedang dan kelompok besar. Pembelajaran fisika model inkuiri dengan menggunakan jejaring sosial facebook efektif dilakukan di kelas X.6, hal ini dapat dilihat dari minat siswa yang tinggi dalam pembelajaran dengan model ini. Dalam penelitian ini waktu yang diperlukan pada proses pembelajaran hanya satu bulan. Untuk penelitian selanjutnya perlu waktu yang lebih lama agar hasil yang diperoleh lebih efektif sehingga cakupan aspek dimensi proses, sikap dan produk dapat terlihat secara lebih jelas. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kepada Dr. Ahmad Sopyan dan Dr. Sutikno selaku dosen pembimbing penelitian ini. REFERENSI 1. Anderson, R. 2002. Reforming Science Teaching: What Research Says About Inquiry. Journal Of Science Teacher Education, 13(1): 1-12 2. Dumbrajs, S, et al. 2011. Towards Meaningful Learning through Inquiry. Eurasian Journal of Physics and Chemistry Education, 3(1): 39-50
GAMBAR 4. Diagram Penilaian Ahli Model
GAMBAR 5. Diagram Penilaian Ahli Materi
SIMPULAN Inovasi model inkuiri dengan menggunakan facebook dalam pembelajaran fisika dilakukan dengan cara membuat group
3. Kim, M and Shin, C. (2011). Pre-Service Teachers’ Views on Practical Work With Inquiry Orientation in Textbook-Oriented Science Classrooms. International Journal of Environmental & Science Education, 6(1): 23-37 4. Lubis, K.M. 2011. Peningkatan Aktivitas Pembelajaran Hidrosfer Dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Melalui Tindakan Guru Inovatif Pada Kelas X Di SMA Negeri 1 Semarang. Jurnal Geografi, 8 (1): 21-32 5. Mazer, et, al. 2009. The Effects of Teacher Self-Disclosure Via Facebook on Teacher
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-173
Credibility. Learning, Media Technology, 34(2): 175-183
and
6. NRC. 1996. National Science Education Standards. Washington DC: National Press 7. Opara, J. 2011. Some Considerations in Achieving Effective Teaching and Learning in Science Education. Journal of Educational and Sosial Research, 1 (4): 8589 8. Smolleck, L and Mongan, A. 2011. Changes in Preservice Teacher’s SelfEfficacy : From Science Methods to Student Teaching. Journal of Educational and Developmental Psychology, 1(1): 133145 9. Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta 10. Summa, K. 2011. Pengembangan Model Pembelajaran Bilingual Preview-Review Berbasis Inkuiri. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, 44(1-3): 1-9 11. Toliver, F. 2011. My Students Will Facebook Me But Won’t Keep Up With My Online Course: The Challenges of Online Instruction. American Communication Journal, 13 (1): 59-81 12. Tuunainen, V.K, et al. 2009. Users’ Awareness of Privacy on Online Social Networking sites-Case Facebook. 22nd Bled eConference eEnablement: Facilitating an Open, Effective and Representative eSociety 13. Wang, Q, et al. 2012. Exploring the Affordances of Facebook for Teaching and Learning. International Review of Contemporary Learning Research, 1 (1) : 23-31
FP-174
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Pengembangan Bahan Ajar Fisika SMP Berpendekatan SETS untuk Meningkatkan Literasi Sains dan Kecakapan Hidup S. Masfuah*, Sarwi Program Pascasarjana, Kampus UNNES Bendan Ngisor Semarang, Indonesia * Email: [email protected]
Abstrak. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan validitas bahan ajar Fisika SMP berpendekatan SETS, menguji keefektifan penerapan bahan ajar untuk meningkatkan literasi sains dan kecakapan hidup siswa serta menghitung besaran hubungan antara literasi sains dan kecakapan hidup. Penelitian ini menggunakan pendekatan Research & Development. Pengujian penerapan keefektifan bahan ajar menggunakan desain pretes-postes kontrol grup. Teknik analisis pengujian keefektifan penerapan bahan ajar menggunakan uji gain, t pihak kanan dan analisis deskriptif. Bahan ajar yang dikembangkan berkategori sangat valid dengan skor 89. Berdasarkan uji t dan analisis deskriptif, penerapan bahan ajar yang dikembangkan lebih efektif meningkatkan literasi sains dan kecakapan hidup daripada penerapan buku dari sekolah dengan nilai rerata > 75 untuk hasil literasi sains dan nilai rerata > 80 untuk kecakapan hidup. Dari uji regresi, terdapat korelasi antara literasi sains dan kecakapan hidup dengan nilai r = 0,5. Berdasarkan analisis, disimpulkan bahwa bahan ajar berpendekatan SETS dengan kompetensi literasi sains dan kecakapan hidup sangat valid sehingga layak digunakan untuk pembelajaran. Selain itu, penerapan bahan ajar berpendekatan SETS dengan kompetensi literasi sains dan kecakapan hidup dapat meningkatkan literasi sains dan kecakapan hidup siswa, serta terdapat korelasi positif antara literasi sains dan kecakapan hidup siswa. Kata kunci: pengembangan bahan ajar berpendekatan SETS , literasi sains, kecakapan hidup. PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang didukung Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai, mendorong pemerintah melakukan sejumlah perubahan, diantaranya perubahan pendekatan dan visi pendidikan berorientasi kecakapan hidup (life skills) yang terintegrasi dengan kurikulum yang berlaku [1]. Pendidikan kecakapan hidup berfungsi sebagai bekal siswa untuk menghadapi tuntutan dan tantangan dalam hidupnya. Konsep kecakapan hidup harus diberikan sejak dini dan berkelanjutan karena tidak mudah untuk membentuknya [2]. Kecakapan hidup yang ditekankan untuk tingkat dasar adalah kecakapan generik, yang berkaitan dengan kecakapan personal dan kecakapan sosial [1]. Pendidikan kecakapan hidup bukan sesuatu yang baru, tetapi perlu ditingkatkan intensitas dan efektivitasnya,
terutama perangkat pembelajaran termasuk didalamnya sumber belajar dan prosesnya [3]. Dengan demikian, agar pendidikan kecakapan hidup dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan identifikasi kebutuhan jenis program pendidikan, perangkat pembelajaran yang sesuai. Selain itu, kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari sains. Ilmu sains yang berisi teori dibuat untuk memudahkan kehidupannya. Pembelajaran sains dapat menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Selain kecakapan hidup, tujuan dari pendidikan sains adalah peningkatan literasi sains [4]. Literasi sains merupakan salah satu ranah studi Programme for International Student Assessment (PISA). PISA mendefinisikan literasi sains sebagai kemampuan menggunakan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan untuk memahami serta
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-175
membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia [5]. Penilaian literasi sains merupakan suatu proses yang kontinu dan terus berkembang sepanjang hidup manusia [6]. Prestasi Indonesia dalam penilaian literasi sains masih rendah, menduduki urutan 50 dari 57 peserta [7]. Faktor yang mempengaruhi literasi sains adalah kemampuan membaca, ketersedianya sumber belajar, rendahnya kemampuan mengidentifikasi dan mejelaskan masalah, memahami sistem kehidupan dan memahami penggunaan peralatan sains [8]. Pembelajaran sains untuk tingkat SMP menekankan pembelajaran salingtemas, yaitu pembelajaran yang menghubungkan antara sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat atau yang lebih dikenal dengan SETS (Science, Environment, Technology and Society). Pendidikan bervisi dan berpendekatan SETS membawa sistem pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang dapat menerapkan pengetahuan yang diperolehnya guna meningkatkan kualitas hidup manusia tanpa harus membahayakan lingkungan [9]. Selain itu, SETS dan pendidikan lingkungan bertujuan untuk membentuk individu yang memiliki literasi sains dan teknologi serta memiliki kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungannya [10]. Selain itu, salah satu komponen sistem pembelajaran yang memegang peranan penting dalam membantu siswa mencapai standar kompetensi dan kompetensi siswa adalah sumber belajar yang termasuk di dalamnya terdapat bahan ajar karena bahan ajar berkontribusi terhadap kualitas hasil belajar siswa karena berisi tentang struktur materi yang memuat kompetensi yang akan dicapai siswa. Keuntungan bahan ajar tertulis, diantaranya sesuai dengan psikologis siswa, mempunyai umpan balik, memiliki kredibilitas lebih dari guru, relatif murah, fleksibel, dapat berperan sebagai pengganti guru [11]. Namun, terdapat kekurangan bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran, diantaranya keterbacaan, indeks pengaktifan siswa, kesalahan konsep dan gambar, jenjang soal latihan yang tidak proporsional serta hanya menekankan aspek pengetahuan sains dengan sedikit konten sains sebagai cara berpikir, penyelidikan ilmiah dan pemahaman terhadap lingkungan [12]. KTSP yang berlaku sekarang ini menuntut guru untuk FP-176
lebih kreatif dalam melakukan pembelajaran, termasuk kemampuan mengelola bahan ajar yang digunakan sebagai salah satu komponen belajar untuk mencapai standar kompetensi yang ditetapkan [13]. Berdasarkan observasi awal di kelas, guru lebih sering memberikan materi dalam bentuk catatan karena buku yang tersedia kurang sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai, konten materi yang ada dalam buku masih dangkal dan hanya sedikit pengembangan materi, buku yang ada kurang kontekstual sehingga sulit dipahami. Selain itu, siswa lebih menyukai tentang buku cerita maupun petualangan. Bahan ajar yang dengan suatu cerita dapat mengembangkan karakter siswa. Buku yang berisi cerita akan memungkinkan pebelajar mengintepretasikan isi bacaan dengan penuh pengertian sehingga menjadi lebih bermakna [14]. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa siswa sangat pandai menghafal, tetapi kurang terampil dalam mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya. Hal tersebut disebabkan karena kecenderungan pendidikan sains di Indonesia lebih menekankan pada konsep abstrak dan kurang mengembangkan eksperimen aktif [13]. Dengan demikian, diperlukan suatu bahan ajar yang memuat tentang sejumlah kompetensi yang akan dicapai siswa, dapat menghubungkan materi dengan kehidupan nyata siswa sehingga siswa dapat memahami materi tanpa bergantung dengan guru, dapat berpikir secara terintegrasi, bukan hanya menguasai aspek kognitif, tetapi juga aspek psikomotor dan afektif yang digunakan siswa sebagai bekal untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya, bahan ajar yang dapat membuat siswa berpikir dan bersikap ilmiah. METODE Penelitian ini mengembangkan bahan ajar Fisika SMP berpendekatan SETS dengan memasukkan kompetensi literasi sains dan kecakapan hidup dengan menggunakan prosedur penelitian dan pengembangan yang meliputi tahap pendahuluan, perancangan dan pengembangan [15]. Penelitian ini diawali dengan pendahuluan yang berkaitan dengan analisis masalah, perumusan tujuan penelitian, perancangan bahan ajar dan perangkat pembelajaran, validasi dari 3 validator, tahap uji
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
coba skala kecil dengan subjek 6 siswa dan uji coba skala luas dengan subjek 28 siswa kelas eksperimen. Instrumen yang digunakan adalah tes untuk mengukur kemampuan literasi sains, sedangkan untuk mengukur kecakapan hidup digunakan LKS, tugas dan lembar observasi. Pengujian penerapan keefektifan bahan ajar menggunakan desain pretes-postes kontrol grup. Analisis validitas bahan ajar menggunakan analisis deskriptif. Peningkatan kemampuan literasi sains dan kecakapan hidup menggunakan uji faktor gain, sedangkan pengujian keefektifan penerapan bahan ajar menggunakan uji t pihak kanan dan analisis deskriptif yang dibandingkan dengan nilai KKM. Kemampuan literasi sains yang diteliti adalah pengetahuan sains, proses sains yang meliputi mengidentifikasi pernyataan ilmiah, menjelaskan konsep, menginterpretasi data dan menarik kesimpulan serta aplikasi sains, sedangkan kecakapan hidup yang diteliti adalah kecakapan personal yang terdiri atas indikator bertanggung jawab, percaya diri, mandiri, sopan, disiplin, menggali informasi, mengolah informasi, mengambil keputusan dan memecahkan masalah. Kecakapan sosial yang terdiri atas indikator bekerjasama, keaktifan bertanya, menyanggah/ menjawab pertanyaan, mendengarkan dan menuliskan gagasan. Kecakapan akademik yang terdiri atas indikator menyiapkan alat bahan dan melaksanakan penelitian, sedangkan kecakapan vokasional terdiri atas indikator merangkai dan menggunakan alat.
komponen SETS (Gambar 4) serta penugasan dalam soal terintegrasi dan hubungan keterkaitan unsur SETS (Gambar 5).
GAMBAR 1. Sampul depan
GAMBAR 2. Cerita tokoh Fizi
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan survei di SMPN 1 Juwana, terdapat kendala terutama buku ajar untuk siswa yang kurang berkualitas. Setelah identifikasi masalah, tahap selanjutnya adalah merancang bahan ajar. Bahan ajar yang dikembangkan terdiri atas sampul depan (Gambar 1), penggunaan buku, ulasan materi yang diawali dengan cerita tokoh bernama Fizi (Gambar 2), kegiatan berpikir yang berbentuk pertanyaan inkuri (Gambar 3), kegiatan praktikum, memuat aspek literasi sains dan kecakapan hidup dikemas dalam ulasan materi beserta aplikasinya dan disajikan dengan kaitan komponen SETS, contoh soal dan lembar berpikir yang memuat aspek literasi sains dan kecakapan hidup, kegiatan diskusi, sekilas info yang disajikan dalam bahasan tahukah kamu dan kaitan
GAMBAR 3. Kegiatan Berpikirlah
GAMBAR 4. Bahasan Tahukah kamu sains yang memuat kaitan unsur SETS
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-177
GAMBAR 5. Tugas terintegrasi kaitan komponen SETS
Bahan ajar yang dikembangkan tidak berupa ulasan cerita materi secara penuh, tetapi melibatkan pertanyaan inquiri, menggunakan pertanyaan retorik, menghindari kalimat yang bersifat ancaman, bersifat kontekstual, banyak berbicara dengan pembaca sehingga dapat menggiring siswa untuk berpikir dan menemukan materi. Proses pembelajaran IPA kelas 7-9 hendaknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup [13]. Bahan ajar ini memuat kompetensi literasi sains sebagai aspek kognitif dan kompetensi kecakapan hidup sebagai aspek afektif dan psikomotorik. Hal itu disebabkan karena salah satu kecakapan hidup yang dikembangkan melalui proses pendidikan adalah keterampilan berpikir [16]. Selain itu, bahan ajar ini memuat keterkaitan unsur SETS karena pembelajaran SETS dapat memberikan bekal kecakapan hidup pada siswa [17]. Setelah desain bahan ajar selesai, tahap selanjutnya adalah validasi ahli. Penilaian validitas bahan ajar dari ahli berskor rata-rata 89 atau berkategori sangat valid. Tahap selanjutnya adalah uji coba skala kecil. Hasil uji coba skala kecil ini digunakan untuk mengetahui informasi
tentang keterterapan, keterbacaan, kendala dalam penggunaan produk dan proses pembelajaran, serta persentase ketertarikan siswa terhadap modul yang dikembangkan. Respons siswa uji coba skala kecil terhadap bahan ajar sebesar 85 atau berkategori baik. Setelah uji coba skala kecil, tahap selanjutnya adalah uji coba skala besar. Uji coba skala besar digunakan untuk implementasi bahan ajar yang dikembangkan. Sebelum sampel penelitian ditentukan, dilakukan uji homogenistas kemudian ditentukan kelas eksperimen dan kontrol dengan teknik pusposive random sampling. Pada tahap awal, kedua kelas diberikan pretes, kelas eksperimen diberikan bahan ajar yang dikembangkan, sedangkan kelas kontrol menggunakan bahan ajar dari sekolah. Pada kelas eksperimen, siswa diminta membaca cerita tokoh Fizi dan menjawab pertanyaan yang ada, kemudian praktikum untuk menemukan konsep, diskusi untuk membahas hasil praktikum kemudian pemberian LKS untuk mereview materi yang disampaikan. Di akhir pertemuan, siswa diberikan tugas terintegrasi untuk mengkaitkan antar komponen SETS. Setelah semua materi disampaikan, siswa diberikan tes rumpang untuk mengetahui keterbacaan bahan ajar, angket respons terhadap bahan ajar yang dikembangkan dan postes untuk mengetahui kemampuan literasi sains dan kecakapan hidup siswa. Selanjutnya, data postes dianalisis untuk mengetahui perbedaan tiap indikator literasi sains dan kecakapan hidup, diuji faktor gain untuk mengetahui peningkatan kemampuan literasi sains dan kecakapan hidup (Tabel 1), uji t pihak kanan untuk mengetahui keefektifan penerapan bahan ajar yang dikembangkan pada kelas eksperimen yang dibandingkan dengan penerapan bahan ajar dari sekolah pada kelas kontrol (Tabel 2), serta analisis deskriptif yang dibandingkan dengan KKM (aspek kognitif bernilai 75, psikomotor dan afektif bernilai 80).
TABEL 1. Uji Faktor Gain kemampuan Literasi Sains dan Kecakapan Hidup Siswa Variasi Pretes Postes Gain FP-178
Nilai Postes Literasi Sains Kelas kontrol Kelas eksperimen 18 19 73 81 0,67 0,77
Skor Kecakapan Hidup Kelas kontrol Kelas eksperimen 73 72 81 85 0,3 0,46
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
TABEL 2. Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-rata Uji Satu Pihak Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Nilai Postes Literasi Sains Skor Kecakapan Hidup Variasi Kelas kontrol Kelas eksperimen Kelas kontrol Kelas eksperimen Rata-rata 73 81 81 85 dk 52 52 52 52 thitung 2,4 2,4 3,0 3,0 ttabel 2,0 2,0 2,0 2,0
Hasil perhitungan uji t pihak kanan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol (Tabel 2), didapatkan hasil bahwa rata-rata nilai literasi sains kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Berdasarkan uji gain peningkatan ratarata (Tabel 1), didapatkan hasil bahwa kelas eksperimen mempunyai peningkatan tinggi, sedangkan kelas kontrol mempunyai peningkatan sedang. Hal itu disebabkan karena kelas eksperimen diberikan bahan ajar yang berisi pertanyaan retorik yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa secara inkuiri. Pembelajaran dengan uraian inkuiri dapat mengembangkan sikap dalam mencari penyelesaian soal dan masalah dengan jawaban yang logis melalui pembelajaran yang penuh makna [18]. Selain itu, terdapat gap pada indikator menjelaskan dan aplikasi sains. Dibutuhkan pemikiran yang runtut dan logis pada indikator menjelaskan, sedangkan aplikasi sains merupakan contoh dari pemanfaatan sains. Gap tersebut disebabkan karena perbedaan bahan ajar yang digunakan. Pembelajaran dengan mempergunakan terminology cognitive, membuat siswa dapat menganilisis pengaruh sains dan teknologi bagi masyarakat [8]. Selain itu, Tabel 2 menunjukkan bahwa ratarata kompetensi kecakapan hidup kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Demikian juga dengan uji gain (Tabel 1), menunjukkan bahwa peningkatan kedua kelas berada dalam kategori sedang. Ketersediaan bahan ajar yang relevan dapat menumbuhkan kecakapan sebagai bekal hidup mandiri dan bermasyarakat [19]. Selain itu, bahan ajar yang memuat sejumlah kompetensi yang tersirat dalam kegiatan penyelidikan ilmiah sehingga dapat meningkatkan disiplin, tanggung jawab dan penguasaan soft skills lainnya [20]. Tabel 1 dan 2 menunjukkan bahwa kemampuan kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Namun, indikator kecakapan personal mempunyai rata-rata kemampuan yang
sama. Hal itu disebabkan karena pada aspek mengenal diri, dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk membentuknya sehingga harus dimulai sejak TK [1]. Pembudayaan sikap, sopan santun dan karakter, dibutuhkan kerjasama antara peran orang tua di rumah dan peran sekolah [21]. Selain itu, tidak ada hubungan yang signifikan antara karakter sosial dengan kemampuan siswa dalam memahami konsep [22]. Perbedaan skor yang diperoleh dari semua instrumen disebabkan karena penggunaan bahan ajar berpendekatan SETS dapat membimbing siswa untuk berpikir dan bertindak dalam memecahkan masalah di kehidupan sehari–hari dengan menghubungkaitkan secara timbal balik unsur SETS [23]. Berdasarkan analisis deskriptif, skor literasi sains kelas eksperimen sebesar 81 atau > 75, sedangkan skor kelas kontrol sebesar 71 atau < 75. Selain itu, rerata skor kecakapan hidup kelas eksperimen 85 atau > 80, sedangkan skor kelas kontrol sebesar 81. Dengan demikian, rata-rata skor yang dicapai lebih dari KKM yang ditentukan sehingga bahan ajar yang dikembangkan lebih efektif untuk meningkatkan literasi sains dan kecakapan hidup siswa. Selain itu, berdasarkan uji regresi linear, diperoleh nilai r=0,5 dengan α=5%. Dari hasil tersebut, diketahui bahwa terdapat cukup korelasi antara kecakapan hidup dan literasi sains siswa. SIMPULAN Hasil penelitian dan pengembangan bahan ajar Fisika berpendekatan SETS dengan kompetensi literasi sains dan kecakapan hidup siswa untuk kelas VII berskor 89 atau berada dalam kategori sangat valid berdasarkan hasil penilaian oleh validator dan berskor 84 atau berada dalam kategori baik berdasarkan respons siswa. Selain itu, tingkat keterbacaan bahan ajar berada dalam kategori mudah dipahami. Berdasarkan analisis deskriptif dan uji t pihak kanan, penerapan bahan ajar berpendekatan SETS dengan kompetensi literasi sains dan kecakapan hidup lebih efektif
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-179
meningkatkan literasi sains dan kecakapan hidup siswa daripada penerapan bahan ajar dari sekolah. Selain itu, berdasarkan uji regresi, terdapat cukup korelasi antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan nilai r=0,5. UCAPAN TERIMAKASIH Diucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing, keluarga dan semua pihak yang telah membantu atas terselesainya penelitian tersebut. REFERENSI 1.
Depdiknas. 2006. Pengembangan Model Pendidikan Kecakapan Hidup. Jakarta: Puskur Balitbang Depdiknas. 2. Irianto, Y., B. 2005. Antara Life-Skills, KBK dan KTSP. Jurnal Administrasi Pendidikan, 12 (2): 14-26. 3. Marwiyah, S. 2012. Konsep Pendidikan Berbasis Kecakapan Hidup. Jurnal Falasifa, 1 (3): 75-97. 4. Dani, D. 2009. Scvientific Literacy and Purposes for Teaching Science: A Case Study of Lebanese Private School Teachers. International Journal of Environmental & Science Education, 4 (3): 289-229. 5. Bybee, R. W. 2009. PISA’S 2006 Measurement of Scientific Literacy: An Insider’s Perspective for the U.S. Science Forum and Science Expert Group PISA 2006 Science. A Presentation for the NCES PISA Research Conference, 2 June. Washington, DC. 6. Shwartz, Y, et. al. 2006. The Use Of Scientific Literacy Taxonomy For Assessing The Development Of Chemical Literacy Among High-School Students. Chemistry Education Research and Practice, 7 (4): 203-225. 7. Balitbang Kemdikbud. 2011. Survei Internasional PISA (Programme for International Student Assessment). Puspendik di tulis pada 20 Desember 2012. 8. Hadi, S & E. Mulyatiningsih. 2009. Model Trend Prestasi Siswa Berdasarkan Data PISA Tahun 2000, 2003, dan 2006. Laporan Penelitian, 1-50. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional. 9. Binadja, A. 2005. Pembelajaran Sains Berdasar Kurikulum 2004 Bervisi dan Berpendekatan SETS. Implikasinya pada Pengembangan Silabus Subjek Sains. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan MIPA Universitas Negeri Semarang, 10 Desember 2005. 10. Kim, M. & W. M. Roth. 2008. Envisioning Technological Literacy in Science Education: Building Sustainable Human Technology Lifeworld Relationships. Journal of Educational Thougt, 4: 185206. 11. Bauer. 2010. Textbooks and Teaching Resources: A Case Study from the Early Childhood-ClassroomAustralia.IARTEM e-Journal, 3 (2): 81-96.
FP-180
12. Adisendjaja, Y. H. 2009. Analisis Modul Ajar Biologi SMA Kelas X di Kota Bandung Berdasarkan Literasi Sains. Makalah diseminarkan dalam Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Biologi di Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UPI, Bandung 25-26 Mei 2007. 13. Puskur Balitbang. 2007. Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPA. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. 14. Iriaji. 2009. Pengembangan Gambar Illustrasi Berperspektif Jender pada Modul Teks Sekolah Dasar Kelas Awal. Jurnal Penelitian Kependidikan, 19 (2): 1-15. 15. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: CV ALFABETA. 16. Pidarta, M. 2007. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta. 17. Nurohman, S. 2006. Penerapan Pendekatan SainsTeknologi-Masyarakat dalam Pembelajaran IPA Sebagai Upaya Peningkatan Life Skills Peserta Didik. Majalah Ilmiah Pembelajaran, 2 (1). 18. Khan, M., A. 2009. Teaching of Heat and Temperature by Hypothetical Inquiry Approach: A Sample of Inquiry Teaching. Journal of Physics Teacher Education, 5 (2): 43-64. 19. Sugianto, D. 2011. Implementasi Perpustakaan Sekolah Sebagai Sumber Belajar dalam Penyelenggaraan Pendidikan Keterampilan (Kecakapan) Hidup Tingkat Pendidikan Dasar. Presentasi Forum Diskusi Pustakawan Perpustakaan Universitas Malang. Malang: 9 September 2011. 20. Hamidah, S. dan S., Palupi. 2012. Peningkatan Soft Skills Tanggung Jawab dan Disiplin Terintegrasi melalui Pembelajaran Praktik Patiseri. Jurnal Pendidikan Karakter, 2 (2): 143-152. 21. Ujiningsih & S. D. Antoro. 2010. Pembudayaan Sikap Sopan Santun di Rumah dan di Sekolah Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Karakter Siswa. Makalah disampaikan dalam Temu Ilmiah Nasional Guru II Universitas Terbuka. 22. Sarwi & S. E. Nugroho. 2013. Development of an Open-Inquiry Experiment to Increase Students Social Character Aspects and Scientific Communication. Engineering International Conference “UNNES Conservation” 2013 Proceeding. Semarang: 8 January 2013. 23. Millah, E., S. 2012. Pengembangan Buku Ajar Materi Bioteknologi di Kelas XII SMA IPIEMS Surabaya Berorientasi Sanis, Teknologi, Lingkungan dan Masyarakat (SETS). Jurnal BioEdu Unesa, 1 (1): 1924.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Pembelajaran dengan Metode Guided Inquiry untuk Mengembangkan Rasa Ingin Tahu dan Keterampilan Komunikasi Siswa Lilanamami Arya Yuritantri*, Nathan Hindarto, dan Achmad Sopyan Jurusan Fisika Universitas Negeri Semarang *Email: [email protected] Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa pembelajaran dengan metode guided inquiry dapat mengembangkan rasa ingin tahu dan keterampilan komunikasi siswa. Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment design dengan one group pretest-posttest design. Perkembangan rasa ingin tahu dan keterampilan komunikasi diukur dengan menggunakan skala sikap yang setiap item mengandung indikator yang dapat mengukur rasa ingin tahu dan keterampilan komunikasi siswa. Hasil penelitian yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa pembelajaran dengan metode guided inquiry dapat mengembangkan rasa ingin tahu dan keterampilan komunikasi siswa. Berdasarkan uji gain diperoleh perkembangan sebesar 0,32 yang termasuk dalam kategori sedang, sehingga penelitian pembelajaran dengan metode guided inquiry ini dikatakan berhasil dapat mengembangkan rasa ingin tahu dan keterampilan komunikasi siswa. Kata Kunci: Pembelajaran, Guided Inquiry, Rasa Ingin Tahu, Keterampilan Komunikasi.
PENDAHULUAN Dewasa ini, proses pembelajaran fisika yang ada di sekolah-sekolah cenderung menggunakan metode mengajar secara informatif. Secara tradisional, dimana guru mengajarkan fakta-fakta, rumus-rumus, hukum-hukum atau problem-problem tertentu dan siswa hanya menghafalkan saja. Guru hanya tertuju pada hasil belajar siswa dan kurang memperhatikan proses untuk mencapai hasil tersebut. Siswa kurang terlibat aktif dalam pembelajaran karena siswa hanya diberi pengetahuan secara tradisional (metode ceramah) sehingga siswa menerima pengetahuan secara abstrak dengan lebih banyak mendengar dan mencatat tanpa mengalami atau melihat sendiri. Padahal menurut Koes [15] salah satu kunci untuk belajar fisika adalah pembelajaran harus melibatkan siswa secara aktif untuk berinteraksi dengan objek konkret. Metode pembelajaran inquiry dalam fisika merupakan metode pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif, karena menurut Amin [1] inquiry mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan problem, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan, mempunyai sikap-sikap obyektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka dan sebagainya. Disamping itu, inquiry juga cara yang sangat tepat untuk mengembangkan kebiasaan berpikir siswa. Metode guided inquiry merupakan salah satu bagian dari metode inquiry. Dalam pembelajaran dengan metode
guided inquiry, guru menyediakan bimbingan atau pentunjuk yang luas kepada siswa [1]. Guided inquiry ini dicirikan dengan permasalahan yang telah diidentifikasikan oleh guru dan berbagai pertanyaanpertanyaan arahan yang menunjukkan langkahlangkah kegiatan pembelajaran [14]. Seperti halnya Martin [7] yang menyatakan bahwa dalam guided inquiry, guru menetapkan petunjuk dan menyarankan aktifitas yang bersifat open-ended, yang mengajarkan siswa untuk mencari apa yang dapat mereka selidiki dan temukan terhadap sesuatu yang mereka tidak mengerti. Rasa ingin tahu merupakan kodrat manusia yang membuat manusia selalu bertanya-tanya. Menurut Kemendiknas [4] rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Totalitas psikologis dan sosiologi skultural mengelompokkan rasa ingin tahu dalam olah pikir. Rasa ingin tahu yang kuat merupakan motivasi kaum ilmuwan. Samani dan Harianto [9] menyatakan bahwa rasa ingin tahu merupakan keinginan untuk menyelidiki dan mencari pemahaman terhadap rahasia alam atau peristiwa sosial yang sedang terjadi. Sedangkan Raka [8] menyatakan bahwa rasa ingin tahu adalah minat mencari kebaruan, keterbukaan, terhadap pengalaman baru, menaruh perhatian pada hal-hal atau pengalaman baru, melihat berbagai hal atau topik sebagai hal-hal menarik, menjelajah dan berusaha menemukan sesuatu. Berdasarkan penyataan-pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-181
rasa ingin tahu tidak hanya muncul untuk membuktikan sesuatu yang sudah ada tetapi juga untuk menemukan hal-hal yang baru. Mustari [6] dalam bukunya yang berjudul Nilai Karakter: Refleksi untuk Pendidikan Karakter, menyatakan bahwa untuk mengembangkan rasa ingin tahu pada siswa, hendaknya siswa tersebut diberi kebebasan untuk melakukan dan melayani rasa ingin tahu mereka sendiri. Siswa hanya diberikan cara-cara untuk mencari jawaban dari pertanyaan yang mereka dapatkan. Apabila pertanyaannya tentang Bahasa Inggris, maka siswa tersebut diberi kamus, apabila pertanyaannya tentang pengetahuan, maka siswa tersebut diberi Ensiklopedia, sedangkan dalam hal ini siswa diberi pembelajaran dengan metode guided inquiry supaya siswa dapat menemukan pertanyaan serta menemukan jawaban dari pertanyaan itu sendiri melalui kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Adapun indikator rasa ingin tahu untuk SMP menurut Kemendiknas [4] adalah (1) bertanya kepada guru dan teman tentang materi pelajaran, (2) menunjukkan sikap tertarik dan tidak tertarik terhadap pembahasan suatu materi, (3) mencari informasi dari berbagai sumber tentang materi pelajaran, (4) mencari informasi dari berbagai sumber tentang pengetahuan umum yang berkaitan dengan materi pelajaran. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) mendefinisikan komunikasi sebagai pengiriman atau penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Sedangkan menurut Kemendiknas [4] komunikasi adalah tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. Komunikasi juga mengandung pengertian memberitahukan dan menyebarkan informasi, berita, pesan, pengetahuan, nilai, dan pikiran dengan maksud agar menggugah partisipasi dan selanjutnya orang yang diberitahukan tersebut menjadi milik bersama antara orang yang memberi atau menyampaikan informasi (komunikator) dan orang yang menerima informasi (komunikan) [10]. Adapun indikator kemampuan komunikasi secara lisan yang akan diuraikan disini adalah kemampuan berdiskusikan hasil percobaan yang sudah dilaksanakan, yaitu (1) kemampuan mengajukan pertanyaan, (2) menjawab pertanyaan, (3) mengajukan pendapat, dan (4) menanggapi pendapat saat diskusi.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian quasi experimental design dengan one group pretest-
FP-182
posttest design. Adapun desain penelitian one group pretest-posttest design. Penelitian dilaksanakan di MTs N Sulang Kabupaten Rembang. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII 2 yang berjumlah 28 orang. Faktor yang diteliti pada penelitian ini adalah proses pembelajaran Fisika dengan metode guided inquiry yang dapat mengembangkan rasa ingin tahu dan keterampilan komunikasi siswa. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi, observasi, dan skala sikap. Metode dokumentasi dilakukan dengan mengambil dokumen atau data-data yang mendukung penelitian yaitu daftar nama siswa yang menjadi sampel penelitian dan dokumentasi ketika penelitian berlangsung. Metode observasi menurut Sutrisno Hadi [11] merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Metode ini dilakukan untuk memperoleh data keterampilan komunikasi siswa secara lisan ketika melakukan presentasi saat diskusi. Metode skala sikap adalah metode yang digunakan untuk mengukur keadaan sikap siswa [12]. Rasa ingin tahu dan keterampilan komunikasi siswa. Penyusunan skala sikap berdasarkan indikatorindikator yang tertulis pada pendahuluan. Indikatorindikator tersebut dijabarkan menjadi item-item yang dapat mengukur rasa ingin tahu dan keterampilan siswa. Pada item-item tersebut mengandung komponen-komponen sikap yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (affective), dan komponen konatif (conative) [2]. Perkembangan rasa ingin tahu dapat diketahui dengan melakukan uji gain pada hasil pretest dan posttest skala sikap siswa.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan metode guided inqury. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan lembar kerja siswa (LKS) yang sudah disesuaikan dengan materi pembelajaran disusun sebagai penunjang pelasanaan pembelajaran. Untuk mengetahui perkembangan rasa ingin tahu dan keterampilan siswa digunakan skala sikap yang berjumlah 20 item dengan 10 item bersifat positif dan 10 item yang bersifat negatif. Pelaksanaan penelitian dilakukan sebanyak empat kali pertemuan. Diawali dengan memberikan pretest, pertemuan kedua dan ketiga pembelajaran dengan metode guided inquiry dan pertemuan terakhir adalah posttest.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Rasa ingin tahu dan keterampilan komunikasi siswa diukur dengan menggunakan skala sikap. Seperti yang telah diuraikan di atas, skala sikap ini diberikan pada siswa untuk pretest dan posttest. Dilakukannya pretest dan posttest ini supaya dapat diketahui perkembangan rasa ingin tahu dan keterampilan komunikasi siswa setelah diterapkannya metode pembelajaran guided inquiry. Dari analisis yang telah dilakukan terlihat bahwa rasa ingin tahu dan keterampilan komunikasi siswa sebelum dan sesudah dilakukan pembelajaran dengan metode guided inquiry mengalami perbedaan. Hal tersebut dapat terlihat pada Gambar 1. 100
80
80
89
63
60
78,39 68,43 pretest
Nilai
44
40
fenomena yang memancing rasa ingin tahu. Ketika rasa ingin tahu siswa terpancing, maka rasa ingin tahu siswa akan lebih besar daripada sebelumnya. Selanjutnya, National Research Council (NRC) [5], menyatakan inquiry meliputi berbagai aktifitas, diantaranya melakukan pengamatan, menjawab pertanyaan, mengkaji buku dan sumber informasi yang lain untuk melihat apa yang telah diketahui dari penemuan-penemuan yang sudah terbukti dengan cara mengumpulkan, menganilisis, menginterpretasikan data, menyusun jawaban, penjelasan dan memprediksi dan mengkomunikasikan hasil penemuan. Ketika mengkomunikasikan hasil penemuan, siswa melatih keterampilan komunikasinya. Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa pembelajaran dengan metode guided inquiry dapat mengembangkan rasa ingin tahu dan keterampilan komunikasi siswa.
posttest
20
SIMPULAN
0 Nilai Terendah Nilai Tertinggi Nilai Rata-rata GAMBAR 1. Perbandingan Hasil Pretest dan Posttest Skala Sikap
Uji gain skala sikap dilakukan untuk mengetahui perkembangan rasa ingin tahu dan keterampilan komunikasi lisan siswa. Perkembangan ini berdasarkan nilai rata-rata sebelum dilakukan pembelajaran dengan metode guided inquiry dan sesudah dilakukan pembelajaran dengan metode guided inquiry. Hasil uji gain skala sikap ini disajikan pada Tabel 1.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh simpulan bahwa pembelajaran dengan metode guided inquiry dapat mengembangkan rasa ingin tahu dan keterampilan komunikasi siswa.
UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti mengucapkan terima kasih kepada pihakpihak yang telah membantu dan memberikan masukkan selama proses penelitian dan penulisan artikel ilmiah ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
TABEL 1. Hasil Uji Gain Skala Sikap
Nilai Rata- Nilai Rata-rata rata Pretest Posttest 68,43
78,39
Gain 〈 〉 0, 32
Keterang an
REFERENSI 1.
Sedang
Berdasarkan uji gain pretest dan posttest pada Tabel 1 diperoleh bahwa perkembangan rasa ingin tahu dan keterampilan komunikasi siswa sebesar 0,32 dengan kategori sedang. Pembelajaran dengan metode guided inqury memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa ingin tahu dan keterampilan komunikasi siswa. Hal ini sejalan dengan definisi dari Alfred Novak [3], Teaching Science Through Inquiry yang mengatakan bahwa inquiry merupakan tingkah laku yang terlibat dalam usaha manusia untuk menjelaskan secara rasional fenomena-
2. 3.
4.
5. 6.
Amien, M. 1978. Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan Menggunakan Metode “Discovery” dan “Inquiry”. Jakarta: Dikti. Azwar, S. 2003. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Haury, David L. 1993. Teaching Science through Inquiry. ERIC Clearinghouse for Science Mathematics and Environmental Education Columbus OH. Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Pedoman Sekolah. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum. Llewllyn, D. 2005. Teaching High School Science Through Inquiry. California: Corwin Press. Mustari, M. 2011. Nilai Karakter: Refleksi untuk Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Laksbang Pressindo.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-183
7.
Ozdilek, Z. & N. Bulunuz. 2001. The Effect of a Guided Method on Pre-service Teachers’ Science Teaching Self-Efficacy Beliefs. Journal of Turkish Science Education, 6(2): 26. 8. Raka, G. 2011. Pendidikan Karakter di Sekolah. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. 9. Samani, M. dan Hariyanto. 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Rosdakarya. 10. Sugiyo. 2005. Komunikasi antar Pribadi. Semarang: UNNES Press. 11. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
FP-184
12. Suharsimi . 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. 13. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 14. Wenning, C.J. 2005. Levels of inquiry: Hierarcies of pedagogical practies and inquiry processes. Journal Physics Teacher Education Online, 2(3), 3-11. 15. Yulianti, D. & Wiyanto. 2009. Rancangan Pembelajaran Inovatif Prodi Pendidikan Fisika. Semarang: LP3 UNNES.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Pengembangan Bahan Ajar Berupa Komik Kopi Pada Mata Pelajaran Muatan Lokal Lingkungan Hidup Singgih Bektiarso, Sri Wahyuni, dan Yushardi Universitas Jember Email : [email protected] Abstrak. Bahan ajar dapat didefinisikan sebagai uraian dari seperangkat materi yang disusun secara sistematik baik tertulis maupun tidak tertulis sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan mengembangkan bahan ajar berupa komik kopi pada mata pelajaran muatan lokal lingkungan hidup yang dapat meningkatkan pengetahuan siswa tentang kopi yang merupakan hasil bumi penduduk lokal. Bahan ajar yang dikembangkan merupakan bahan ajar cetak berupa komik kopi yang dipegang oleh guru dan siswa. Pengambilan data dilakukan dengan metode dokumentasi, observasi, dan tes hasil belajar. Hasil penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Berdasarkan analisis kualitatif diperoleh bahwa bahan ajar berupa komik kopi termasuk kategori sangat layak untuk dijadikan bahan ajar pembelajaran bagi siswa sekolah dasar. 2) Berdasarkan hasil uji t dan uji gain ternormalisasi diperoleh bahwa terjadi peningkatan pemahaman siswa sekolah dasar dengan kategori tinggi (g= 0,74).
Kata Kunci: Bahan Ajar, Komik Kopi, Muatan Lokal Lingkungan Hidup.
PENDAHULUAN Di Kecamatan Panti tepatnya di desa kemiri terdapat area perkebunan kopi Kali Kepuh Gunung Pasang, dimana di daerah tersebut terdapat sekolah yang letaknya di dekat perkebunan. Siswanya berasal dari lingkungan yang sebagian besar orang tuanya bekerja di perkebunan. Secara umum siswa di sekolah tersebut mengetahui dan mengenal tentang kopi dan pemanfaatannya, akan tetapi mereka belum tahu mengenai sejarah kopi, manfaat dan kandungan apa saja yang terdapat di dalamnya. Hal ini disebabkan karena memang di sekolah tidak pernah di ajarkan tentang materi kopi. Hal ini sangat disayangkan karena siswa yang sekolah dan tinggal di daerah perkebunan tersebut kurang paham tentang kondisi di sekitarnya. Oleh karena itulah untuk menunjang pemahaman siswa mengenai kopi yang berada didaerahnya, maka dimunculkannya muatan lokal berbasis lingkungan hidup tentang perkopian yang sangat diperlukan siswa untuk menambah wawasan yang luas tentang perkopian. Salah satunya dengan dikembangkannya bahan ajar berupa komik pada mata pelajaran muatan lokal lingkungan
hidup tentang perkopian. Bahan ajar berupa komik adalah media yang mempunyai sifat sederhana, jelas, mudah dipahami dan lebih bersifat personal sehingga bersifat informatif dan edukatif yang mampu memberikan kesempatan bagi siswa untuk membangun konsep sesuai dengan kecepatan belajarnya masing-masing. Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah penelitian adalah (1). Bagaimanakah mengembangkan bahan ajar berupa komik kopi? (2) Apakah penerapan bahan ajar berupa komik kopi dapat menumbuhkan pemahaman siswa tentang kopi. Tujuan dalam penelitian ini adalah (1). Mengembangkan bahan ajar berupa komik kopi. (2) Menumbuhkan pemahaman siswa tentang kopi melalui penerapan bahan ajar berupa komik kopi. METODE Jenis penelitian adalah penelitian pengembangan yang dilaksanakan melalui beberapa tahapan yang merupakan modifikasi dari model 4-D (Four D Models). Pengembangan perangkat model ini terdiri dari empat tahap, yaitu tahap Pendefinisian (Define), Perancangan (Design), Pengembangan
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-185
(Develop), dan Penyebaran (Disseminate). Karena hasil penelitian ini tidak disebarkan ke seluruh sekolah maka hanya digunakan tiga tahap, yaitu sampai tahap pengembangan. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas V MI Bustanul Ulum Panti yang dipilih dengan menggunakan metode Purpose Sampling. Uji kelayakan bahan ajar berupa komik kopi melibatkan dua orang ahli yaitu ahli materi dan media. Aspek yang diuji meliputi aspek kemasan, aspek materi, aspek bahasa, dan aspek gambar. Instrumen yang digunakan untuk uji ahli adalah angket kelayakan. Data hasil uji ahli dianalisis dengan menggunakan skala kelayakan Linkert. Uji signifikansi digunakan untuk mengetahui ada tidaknya penumbuhan pemahaman siswa sebelum dan sesudah menggunakan bahan ajar berupa komik kopi. Data yang digunakan untuk uji ini adalah nilai pre test dan post test. Uji dihitung dengan menggunakan rumus uji t satu pihak. Uji gain digunakan untuk mengetahui besar penumbuhan pemahaman siswa sebelum dan setelah menggunakan bahan ajar berupa komik kopi. Peningkatan pre test dan post test dapat dihitung menggunakan rumus gain ternormalisasi [1].
g
S post S pre 100% S pre
(1)
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini melalui tiga tahap pengembangan, yaitu pendefinisian, perencana-an, dan pengembangan. Pada tahap pendefi-nisian peneliti memperoleh informasi bahwa siswa di MI Bustanul Ulum mengetahui dan mengenal tentang kopi dan pemanfaatannya, akan tetapi mereka belum tahu mengenai sejarah maupun manfaat kopi. Hal ini sangat disayangkan karena siswa yang sekolah dan tinggal di daerah perkebunan kopi kurang paham tentang kondisi di sekitarnya. Pada tahap perencanaan disiapkan perangkat pendukung pembelajaran yang akan
FP-186
dikembangkan. Tahap ini terdiri 4 tahap, yaitu: (1) penyusunan kisi-kisi tes dan validasi tes; (2) penyusunan bahan ajar berupa komik kopi; (3) Bahan ajar didesain sedemikian rupa berupa komik kopi agar menarik sehingga diharapkan siswa suka dan konsep mudah dipahami. Pada tahap pengembangan ada beberapa tahapan, antara lain uji ahli untuk kelayakan bahan ajar berupa komik kopi dilakukan melalui 2 tahap, yaitu tahap 1 merupakan uji kelayakan untuk produk awal sedangkan tahap 2 merupakan uji kelayakan media setelah dilakukan revisi dan disempurnakan. Hasil uji ahli untuk kelayakan bahan ajar berupa komik kopi secara keseluruhan disajian dalam Tabel 1. Hasil uji kelayakan untuk kemasan atau fisik menunjukkkan bahwa desain cover dan background pada sampul bahan ajar telah menggambarkan tema dan materi yang disajikan dalam bentuk komik. Selain itu pada cover bahan ajar terdapat judul materi pembelajaran dan sasaran pengguna agar media bisa digunakan secara tepat guna. Hasil uji kelayakan materi menunjukan bahwa materi yang disajikan pada bahan ajar sesuai dengan Standart Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Materi yang tadinya banyak menjadi lebih praktis untuk dipelajari karena disajikan dalam bentuk komik. Hasil uji kelayakan bahasa menunjukkan kelayakan yang tinggi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan mudah dipahami siswa karena bahasa yang digunakan tidak menimbulkan makna ganda dalam menjelaskan materi. Hasil uji kelayakan untuk aspek gambar menunjukkan bahwa gambar yang dibuat dalam bentuk komik sesuai dengan karakter siswa MI yang menyukai gambar-gambar lucu. Selain itu perpaduan warna dalam komik sudah terlihat proporsional. Informasi yang disajikan dalam komik juga mudah dipahami dan secara keseluruhan mampu mengggambarkan isi dan materi yang disajikan.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Tabel 1. Hasil uji Kelayakan Bahan Ajar Berupa Komik kopi Tingkat Kelayakan Aspek
Kelayakan Kemasan Kelayakan Materi Kelayakan Bahasa Kelayakan Gambar Rata-rata
Produk Awal (Tahap 1)
Produk Akhir (tahap 2)
%
Kategori
%
Kategori
86,7 80,0 82,0 86,7 83,9
Sangat Layak Layak Layak Sangat Layak Layak
86,7 80,0 88,7 86,7 85,5
Sangat Layak Layak Sangat Layak Sangat Layak Sangat Layak
Hasil akhir dari produk bahan ajar berupa komik kopi digunakan dalam uji coba pemakaian. Hasil pre test pada uji coba pemakaian menunjukkan bahwa dari 32 siswa tidak satupun siswa yang memiliki pemahaman sangat jelek maupun jelek. Sebesar 39,1% dari jumlah siswa memiliki pemahaman yang cukup dan 56,5% memiliki pemahaman baik serta 4,34% memiliki pemahaman yang sangat baik. Hasil tersebut menunjukkkan bahwa tingkat pemahaman awal siswa berbeda satu dengan yang lain. Pada akhir pembelajaran siswa diberi post test untuk mengetahui pemahaman siswa tentang kopi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 32 siswa tidak satupun siswa yang memiliki pemahaman jelek maupun cukup. Sebesar 17,4% dari jumlah siswa memiliki pemahaman baik dan 82,6 % memiliki pemahaman sangat baik. Siswa yang awalnya memiliki tingkat pemahaman cukup, setelah diberi perlakuan maka pemahamannnya meningkat menjadi baik dan sangat baik. Penggunaan bahan ajar berupa komik kopi berfungsi sebagai media atau jembatan untuk mengirim informasi ke memori jangka panjang agar mudah diiingat dan bertahan lama. Kemampuan mengingat yang baik akan memudahkan siswa dalam menangkap dan memahami isi materi. Hal ini
menunjukkan bahwa penggunaan bahan ajar berupa komik kopi dalam pembelajaran dapat menumbuhkan pemahaman siswa. Hasil ini sesuai dengan pendapat Sudjana & Rivai (2008) yang menyatakan bahwa media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi pemahaman dan hasil belajar yang dicapainya [2]. Kemampuan kognitif untuk siswa sekolah dasar didominasi oleh pengetahuan dan pemahaman [3]. Pemahaman ditekankan pada keterkaitan antar konsep, hubungan antara pengetahuan awal yang dimiliki siswa dan pengetahuan baru yang mereka dapatkan sehingga pemahaman siswa menjadi lebih baik dari sebelumnya [4]. Aspek pemahaman yang diukur dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam menguraikan, menduga (memperkirakan), membedakan, mengingat (menulis kembali) dan menyimpulkan. Hasil analisis data pada Tabel 2, diperoleh bahwa thitung sebesar 2,796 dan ttabel sebesar 2,016. Dari uji t tersebut, diketahui bahwa thitung > ttabel, maka Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi penumbuhan pemahaman siswa setelah menggunakan bahan ajar berupa komik kopi.
Tabel 2. Hasil uji Signifikansi Penumbuhan Pemahaman Siswa Hasil Rata-rata dk t hitung t tabel Kriteria Pre Test 51,87 Terima Ho 44 2,796 2,016 Jika t hitung < t tabel Post Test 87,70
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FP-187
Tabel 3. Nilai Penumbuhan Pemahaman Siswa Pre Test dan Post Test Hasil Kategori Kategori Pre Test Post Test Nilai Tertinggi 77 100 Nilai Terendah 37 71 0,74 Tinggi Presentase Nilai Rata-rata 51,93% 87,7% Hasil perbandingan pre test dan post test pada Tabel 3, dapat diketahui besarnya penumbuhan pemahaman siswa melaui perhitungan dengan uji gain. Perhitungan tersebut menunjukkan besarnya penumbuhan pemahaman setelah menggunakan bahan ajar berupa komik kopi sebesar 0,74 dan termasuk dalam kategori tinggi. Salah satu faktor atau penyebab semakin tumbuhnya pemahaman siswa adalah meningkatnya respon dan keaktifan siswa setelah bahan ajar berupa komik kopi. Penggunaan komik kopi sebagai bahan ajar merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi kendala siswa dalam memahami materi. Penggunaan komik dalam pembelajaran muatan lokal lingkungan hidup merupakan hal baru untuk menumbuhkan pemahaman siswa sekolah dasar. Melalui bahan ajar berupa komik kopi, siswa dirangsang untuk mencari kaitan antara gambar satu dengan yang lain dalam mengaitkan antar materi sehingga siswa akan lebih mudah mengingat materi secara keseluruhan. Kelebihan dari penggunaan bahan ajar berupa komik kopi diantaranya: (a) anak lebih cepat menangkap materi-materi pelajaran yang diberikan melalui komik, (b) pembelajaran di kelas menjadi lebih hidup karena bahan ajar berupa komik kopi ini menuntut anak untuk berperan aktif, (c) alokasi waktu dalam menyampaikan materi lebih efisien. Kelemahan dari penggunaan bahan ajar berupa komik kopi diantaranya: (a) tidak semua siswa mempunyai bakat dalam menelaah gambar seperti komik, (b) untuk mencapai hasil yang maksimal memerlukan keahlian khusus dari guru dalam menyampaikan materi seperti bercerita dalam komik. PENUTUP
menggunakan dihasilkan bahan ajar berupa komik kopi. Besarnya peningkatan pemahaman siswa dari hasil uji gain adalah sebesar 0,74 dan termasuk dalam kategori tinggi. Saran yang dapat diberikan terkait dengan penelitian ini adalah: (a) guru sebaiknya lebih sabar mengajari siswa yang tidak mempunyai bakat dalam menelaah gambar seperti komik, jika perlu guru tidak malu-malu untuk ikut bercerita seperti di komik, (b) bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan atau mengembang-kan bahan ajar berupa komik sebaiknya memilih pokok bahasan yang mampu menyajikan materi lebih luas. Terima kasih yang sedalam-dalamnya kami sampaikan kepada Lembaga Penelitian Universitas Negeri Jember atas bantuan dana melalui Hibah Unggulan pada program BOPTN tahun anggaran 2013. REFERENSI 1. Wiyanto. 2008. Menyiapkan Guru Sains mengembangkan Kompetensi Laboratorium. Semarang: Universitas Negeri Semarang Press. 2. Sudjana, N. & Rivai, A. 2008. Media Pengajaran. Bandung: Penerbit CV. Sinar Baru Bandung. 3. Buoncristiani, Patricia, E. Buoncristiani, & Martin A. 2006. The Elementary Science Classroom is the Place for Teaching Thinking. Virginia Journal of Science Education 1 (1): 21-32 4. Portoles, Joan J & Lopez, Vicent S. 2007. Cognitive variables in science problem solving: A review of research. Journal Of Physics Teacher Education Online, 4 (2): 25-32
Berdasarkan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa: (a) telah dihasilkan bahan ajar berupa komik kopi yang diajarkan pada mata pelajaran muatan lokal lingkungan hidup, (b) terjadi peningkatan pemahaman siswa kelas V MI Bustanul Ulum Panti setelah FP-188
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN SESI PARALEL FISIKA PENDIDIKAN 4 D-07
Pertanyaan :
Pemakalah : Sunardi
1. Produk berupa soal-soal dikerjakan secara kelompok, bagai mana soal tersebut dapat dikata mengembangkan tes keterampilan prose sains? 2. Jenis keterampilan apa yang dikembangkan dengan metode ini? Jawab : 1. Dengan proses stelah perlakuan 2. – variabel operasi - interpreasi data - membuat hipotesis - mengontrol variabel
Penanya : Ana Sofiani
Penanya : siswanto
Pertanyaan : 1. Apa hubungan KPS dengan soft skill? 2. Bagaimana indikator soft skill yang saudara kembangkan? 3. Bagaimana preesnya KPS? Jawab : 1. Hubunga pada komunikator sukses 2. – leadership sukses - Comunikasi sukses - Management waktu - Kerjasama 3. Prats = sukses Posts = sukses
D-06 Pemakalah : Siswanto Penanya : Aya Sofiani
Pertanyaan :
D-01
Pertanyaan :
Pemakalah : Rif’ati Dina
1. Bagaimana cara penggunaan media dalam pembelajaran dilapangan? Jawab : Karena keterbatasan perangkat kers , maka hanya dilakukan demonstrasi media yang dikembangkan
Handayani
Penanya : Sudar
1. Berilah gambaran mengenai angket yang digunakan dalam penelitian ini? 2. Adapun presentasinya itu, untuk pertanyaan dalam angktet ataukah siswanya itu sendiri? Jawab : 1. Angket yang dikembangkan berdasar model ARCS yang dikembangkan Keller (1987). 2. Penghitungan presentase didasarkan pada jumlah peranyaan untk tiap-tiap indikator yang ada dalam model ARCS
Penanya : Sunardi
Pertanyaan 1.
Bagaimana keefektifan kepada anak-anak, dalam penggunaan komputer untuk pembelajaran? Jawab : Keefektifan yang didapat, untuk memberikan kemudahan siswa dalam berimajinasi dalam proses pembelajaran.
D-03
Pertanyaan
Pemakalah : Sholihah
1. Apakah dengn lued enhances learning peneliti hanya memanfaatakan situs-situs yang sudah ada diinternet ataukah perlu merancang sendiri semacam membuat Blog untuk mengerahkan siswa mengakses blognya tersebut? 2. Kalau merancang sendiri, bagaimana mengatasi ketidakmampuan guru dalam merancang Web tersebut? Jawab: 1. Situs yang digunakan penelitian, peneliti merancang sendiri kemudian didalam situs tersebut disisipkan link ke website yang lain sbagai materi pengayaan 2. Guru dapat memenfaatkan fasilitas-fasilitas jasa pembuatan Web atau meminta bantuan kepada guru TIK yang ada di sekolah tersebut. Selain itu bisa dengan cara pelatihan-pelatihan
Penanya : Aya sofiani
Penanya : Sunardi
Pertanyaan : 1. Dalam kelas Kontrol treatment bagaimana yang anda gunakan? 2. Penelitian yang anda lakukan ,bagaimana dibandingkan dengan power point? Jawaban: 1. Treatment yang diberikan pada kelas control hamper sama dengan kelas eksperimen yaitu dengan menggunakan kelas 2. Dibandingkan dengan Ms. Power Point karena media tersebutlah yang biasa digunakan di sekolah tempat penelitian
Penanya : Ikhbar Nur Jiwanto
Pertanyaan : 1. Pertimbangan apa yang anda gunakan dalam pengambilan sample, dimana teknik pengambilan samplenya menggunakan purposive sampling? Jawaban: 1. kedua kelompok sample diajar oleh guru yang sama - Kedua kelompok sample memiliki rata-rata nilai kognitif yang hampir sama - Kedua kelompok sample bersifat homogeny
Penanya: Sudar
Pertanyaan :
1. Apa kelebihan dan kekurangan Web enhanced learning dengan ms. Power Point? Jawaban: 1. Hanya bisa diterapkan untuk sekolah-sekolah yang memiliki jaringan internet - Pada saat pngumpulan tugas hanya dikerjakan oleh sebagian siswa - Siswa belum mengetahui siapa yang mengerjakan / mengupload pertama kali
KELOMPOK FISIKA TEORI
Analisis Fungsi Gelombang Polar Dengan Potensial Non Sentral Manning Rosen Plus Scarf III Menggunakan Polinomial Romanovski Ihtiari1, Suparmi2, Cari3 1
Mahasiswa Ilmu Fisika Pascasarjana Universitas Negeri Sebelas Maret 2,3 Ilmu Fisika Pascasarjana Universitas Negeri Sebelas Maret * Email: [email protected]
Abstrak, Penentuan fungsi gelombang dan tingkat-tingkat energi dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan Schrödinger, Klein-Gordon, maupun persamaan Dirac. Dalam penelitian ini fungsi gelombang polar dan bilangan kuantum orbital ditentukan dengan menggunakan persamaan Schrödinger untuk potensial non-sentral Manning-Rosen plus Scarf III. Persamaan Schrödinger dipecahkan dengan menggunakan polinomial Romanovski. Penyelesaian persamaan Schrödinger dilakukan dengan mereduksi persamaan Schrödinger menjadi bentuk persamaan diferensial orde dua tipe Hypergeometri. Setelah itu dilakukan subtitusi variabel yang sesuai dengan parameter Romanovski. Penentuan dari fungsi gelombang polar dan bilangan kuantum orbital ditentukan dengan mensubstitusi permisalan fungsi gelombang Romanovski kedalam persamaan hypergeometry perantara dan menjabarkannya sehingga diperoleh persamaan differensial Romanovski. Kata Kunci: Persamaan Schrödinger, Potensial Non-Sentral Manning-Rosen, Potensial Scarf III, Polinomial Romanovski. PENDAHULUAN Partikel yang bergerak dalam benda padat memiliki kerapatan energi yang tidak nol[1]. Gerakan partikel akibat pengaruh relativistik menyebabkan partikel tersebut berpindah dalam medan potensial[2]. Untuk menyelesaikan persamaan gerak dari partikel tersebut dapat digunakan persamaan Schrödinger, Dirac, dan Klein-Gordon[3]. Terdapat beberapa metode untuk menyelesaikan persamaan Schrödinger pada potensial sentral dan non sentral[4]. Metode yang telah dilakukan antara lain Supersymmetry[5], metode Nikiforov-Uvarov (NU)[6], dan [7] polinomial Romanovski . Pada makalah ini akan diselesaikan persamaan Schrödinger dengan menggunakan potensial non-sentral Manning-Rosen plus Scarf III dengan polinomial Romanovski. Hal tersebut bertujuan guna mendapatkan persamaan gelombang bagian polar dan bilangan kuantum orbital.
Metode yang dipilih untuk menyelesaikan sistem yang dipengaruhi oleh potensial nonsentral Manning-Rosen plus Scarf III adalah Polinomial Romanovski karena Polinomial Romanovski merupakan bagian dari penyelesaian eksak untuk beberapa kasus. Penyelesaian persamaan ini dilakukan dengan mereduksi persamaan Schrödinger menjadi persamaan diferensial orde 2 tipe Hipergeometri. Kemudian dilakukan substitusi variabel yang sesuai dengan parameter Romanovski. Bagian akhir adalah menyelesaiakan persamaan diferensial polinomial Romanovski hingga diperoleh persamaan gelombang bagian sudut nan nilainilai bilangan kuantum orbital untuk berbagai variasi nilaivariabel yang ada.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FT-1
PERSAMAAN DIFERENSIAL POLYNOMIAL ROMANOVSKI
d x wx x wx dx
Persamaan diferensial orde dua tipe hipergeometri secara umum dituliskan sebagai berikut, d 2 y n x dy x x x n y n x 0 2 dx dx
(1)
Dimana
x ax 2 bx c; dx e n nn 1 2n1 p
Dengan subtitusi Persamaan (2) ke Persamaan (1) maka diperoleh bentuk,
ax bx c d y n2x dx e dy n x dx dx nn 1 2n1 p y n x 0
Dan d 2a x e b wx exp ax 2 bx c
wx 1 x 2 e q tan
D n p , q x
2
a 1, p 0,
b 0,
c 1,
d 21 p , e q
y n x Dn p , q x p n
Dn p , q x dDn p , q x 2 x 1 p q dx 2 dx nn 1 2n1 p Dn p , q x 0
x
(9)
1
1 x e d 1 x 1 x 2
p
q tan 1 x
n
(3)
2
n
2
dx n
(4)
Jika Persamaan (4) disubtitusikan ke dalam Persamaan (3) maka,
1 x d
1
Subtitusi Persamaan (9) ke Persamaan (6),
2
Untuk polinomial Romanovski nilai dari setiap variabel adalah sebagai berikut,
(8)
Dengan melakukan subtitusi Persamaan (4) ke Persamaan (8) maka akan diperoleh fungsi bobot yang dinyatakan sebagai berikut, p
(2)
(7)
p
e
q tan 1 x
(10)
Sedangkan fungsi gelombang untuk polinomial Romanovski dinyatakan dengan,
P 1 z
p 2 2
e
q tan 1 x 2
Dn
( p ,q )
(11)
Persamaan Gelombang Bagian Polar dengan Potensial Non-Sentral Manning-Rosen plus Scarf III
2
2
(5)
Persamaan (5) merupakan persamaan diderensial orde dua tipe polinomial Romanovski, dengan Dn p ,q x merupakan parameter Romanovski yang ditunjukkan oleh Persamaan (6), Dn p , q x
1 dn 1 x 2 n wx n wx dx
(6)
Persamaan Schrodinger bagian polar untuk potensial non sentral Manning-Rosen plus Scarf III dinyatakan sebagai berikut, P 1 1 1 1 2 sin P sin sin 2 2 1 2 2b a cos 2 b aa 1 sin 2 sin 2
(12) Dimana
Dengan merupakan faktor bobot yang diperoleh dari penyelesaian persamaan diferensial Pearson, yang dinyatakan dengan,
FT-2
l l 1 dan
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
(13a)
1 2 m 2 2
(16)
(13b) Dengan memisalkan,
Dengan mensubtitusi Persamaan (12a) dan (12b) ke Persamaan (11) kemudian didiferensialkan secara parsial maka diperoleh persamaan diferensial orde, P P cot 2 2 1 m b 2 aa 1 2b a cos 2 l l 1 P 0 sin 2 2
2 x2
x
2
1
2 2 x2 2
x
2
1
2
x
2
(17)
1
2
Persamaan (17) disubtitusi ke Persamaan (16) sehingga diperoleh, x 1 D x 2 1x D x 2
p, q
2
p, q
n
n
1 2 m 2 b 2 aa 1 2b a ix 2 x 2 4 sin 2 2 l l 1 2
D p , q x 0 n
(14) (18) Persamaan (13) direduksi menjadi persamaan diferensial orde dua tipe hipergeometri perantara dengan pemisalan cos ix sehingga diperoleh hasil sebagai berikut, 2 1 x P2 2 x P 2 1 m b 2 aa 1 2b a ix 2 l l 1 P 0 sin 2 2
(15) P merupakan fungsi gelombang polar yang mempunyai sifat yang sama dengan X n . Persamaan (14) dapat diselesaikan dengan subtitusi Persamaan (11) ke Persamaan (15) dengan terlebih dahulu menhitung
2 P dan 2
P sehingga diperoleh bentuk persamaan
diferensial orde dua tipe polinomial Romanovski yang dinyatakan sebagai, 2 Dn p ,q x D p ,q x 2x 2 x n 2 2 x2 x 2 2 2 2 x 1 x 1 4 x 1 Dn p ,q x 0 1 m 2 b 2 aa 1 2b a ix 2 l l 1 sin 2
x
2
1
Dari persamaan (4.41), berlaku hubungan,
1 2b a ix x 0 2
m 2 b 2 aa 1 2
m b aa 1 2
2
2
2 4
1 2b a i 2
(19a)
0
(19b)
2 4
Sehingga persamaan diatas dapat ditulis
x 1 D x 2 1x D x l l 1D x 0 2
2
p, q
p,q
n
n
2
2
(20)
p, q
n
Persamaan (19) merupakan persamaan diferensial orde dua polinomial Romanovski bagian polar dengan potensial non sentral Manning Rosen plus Scarf III, oleh karena itu Persamaan (19) dapat dibandingkan dengan Persamaan (5) sehingga diperoleh hubungan, q a
2 p 1 2 1
l l 1 2 nl nl 1 2nl 1 p
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
(21a) (21b) (21c)
FT-3
Dengan mengkombinasi Persamaan (20a) dan (20b) maka akan diperoleh nilai yang dinyatakan sebagai berikut
Romanovski dan fungsi gelombang polar. Beberapa penyelesaian untuk tiga fungsi gelombang yang pertama adalah sebagai berikut:
0
2
1 1 2 b a m 2 4 4
(22)
2
1
,
2 1 2
2
1 4
(23)
2
1 1 2 b a m i 2 4
Kemudial bilangan kuantum orbital ditentukan dengan mengkombinasikan Persamaan (20b), (20c) dan (21), sehingga diperoleh hubungan, 2
2
1 1 1 1 2 2 b a m b a m 2 4 2 4 l nl 4 4
,
1 x 2
e tan
1
x
2 x 1
1 x
P1
Sedangkan nilai dinyatakan dengan
1
P0
1 1 2 b a m 2 4 4 2 2
i b a m 2
,
2
e tan
1
x
.2 x 1
x 2 24 6 2 2
P2
2x2 3 2
1 x 2
e tan
1
. x 2 24 6
x
2 2 2x2 3 2
Dari beberapa penyelesaian khusus fungsi gelombang polar diatas, dengan memberi variasi masukan nilai konstanta , , , serta , maka dihasilkan penyelesaianpenyelesaian fungsi gelombang polar seperti yang ditampilkan pada Tabel 1
(24) Dengan menggunakan Persamaan (10), dan (11) kita dapat menentukan polinomial TABEL 4.1. Polinomial Romanovski Dan Hubungannya Dengan Fungsi Gelombang Polar Potensial Non Sentral Rosen Morse Plus Hulthen.
l ,
Pl m
2
61 5 cos 2
61 cos 1 cos 1 5 cos 2
2.37
6.199 8.396 cos 38.592 cos
No.
l
1. 2.
1 1
1 1
0 0
0 1
0.5
2
1 cos
0.8665
0.5
1 cos
6.199 8.396 cos 38.592 cos 2
1 cos 1 cos 1.323
3.
1
1
0
2
3.19
7.543 13.487 cos 61.813 cos 2
4.
1
1
1
1
2.37
6.196 8.392 cos 38.588 cos 2
0.866
7.543 13.487 cos 61.813 cos 2
1 cos 1 cos 0.5
FT-4
0.5
0.866
6.196 8.392 cos 38.588 cos
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
2
Hasil visualisasi dari beberaa fungsi gelombang pada tabel di atas ditunjukkan oleh gambar dibawah ini.
GAMBAR 4. Variasi 1111
GAMBAR 1. Variasi 1100
GAMBAR 2. Variasi 1101
GAMBAR 3. Variasi 1102
Bentuk fungsi gelombang polar berkaitan dengan arah momentum sudut spin elektron serta melukiskan ketergantungan rapat probabilitas pada sudut. Definisi gelombang polar menyatakan probabilitas ditemukan elektron yang berkaitan dengan putaran elektron terhadap inti. Untuk 𝑚l=0, elektron berpeluang ditemukan sepanjang sumbu 𝑧. Namun untuk m𝑙=±1, elektron mempunyai probabilitas terbesar ditemukan pada bidang 𝑥𝑦 dengan perputaran mengelilingi sumbu 𝑧 sangat cepat. Untuk 𝑚𝑙=+1, perputarannya adalah searah jarum jam, sedangkan perputaran sebaliknya untuk 𝑚𝑙=−1. UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. REFERENSI 1. D. Saadatmand and K. Javidany. (2011) Collective Coordinate Analysis of Inhomogeneous Nolinear Klein-Gordon Field Theory. Department of physics, Ferdowsi university of Mashhad 917751437 Mashhad Iran. arXiv:1109.4922v1 [nlin.PS]. 2. Xian-Quan, H.U., Guang, L.U.O., Zhi-Min, W.U., Lian-Bin, N.I.U Ana Yan, M.A. 2010. Solving Dirac Equation Alt New Ring-Shaped Non-Spherical Harmonic Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FT-5
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Oscillator Potential. Journal of Communication Theoritical Physics, Vol. 53, No. 2, pp. 242-246. Gerhard Grössing. Derivation of the Schrödinger Equation and the Klein-Gordon Equation from First Principles. Austrian Institute for Nonlinear Studies Parkgasse 9, A-1030 Vienna, Austria Ikot, A. N. 2011. Analytical Solutions of Schrödinger Equation with Generalized Hyperbolic Potential Using NikiforovUvarov Method. The African Review of Physics, Vol. 6, pp. 221-227. Axel S. H and Juan M. C. Supersymmetry of Generalized Linear Schr¨odinger Equations in (1+1) Dimensions. Symmetry 2009, 1, 115-144; doi:10.3390/sym1020115. Ikot, A. N. and Akpabio, L. E. 2010. Approximate Solution of the Schrödinger Equation with Rosen-Morse Potential Including the Centrifugal Term. Applied Physics Research, Vol. 2 No. 2, pp. 202208. Cari and Suparmi. 2012. Approximate Solution of Schrodinger Equation for Trigonometric Scarf Potential with the Poschl-Teller Non-central potential Using NU Method. IOSR Journal of Applied Physics (IOSR-JAP) ISSN: 2278-4861,Vol. 2 Issue 3, pp. 13-23. Zolotaryuk, Savin, and Economou. Dichotomous collective proton dynamics in ice. Physical Review B.57.1, Januari 1998.
FT-6
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Realita Parameter Visibilitas Hilal Di Indonesia Berkaitan Dengan Luas Wilayah Dan Pembagian Zona Waktu Terhadap Titik Acuan Takwim Standar Indonesia Novi Sopwan1 dan Moedji Raharto2 1
Pascasarjana Astronomi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, ITB Kelompok Keahlian Astronomi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahauan Alam, ITB Email: [email protected], [email protected]
2
Abstrak, Setiap tahun, Kalendar hijriah ramai diperbincangkan berkaitan dengan perbedaan penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan penentuan Idul Adha. Takwim standar yang digunakan departemen Agama Republik Indonesia Selama ini menggunakan basis perhitungan untuk titik lokasi perhitungan Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Luas wilayah Indonesia yang meliputi tiga zona waktu akan memberikan variasi parameter visibilitas hilal dari wilayah paling timur dan paling barat terhadap satu titik referensi yang digunakan. Realita ini perlu dipelajari untuk dilihat seberapa besar variasi parameter visibilitas hilal di wilayah Indonesia terhadap titik acuan takwim standar Indonesia untuk kepentingan penentuan penetapan awal bulan islam setiap tahunnya.. Kata kunci: Hilal, Kalendar. PENDAHULUAN Kalendar Islam menggunakan pergerakan Bulan sebagai acuan penetapan awal penanggalan setiap bulannya. Kalendar Islam ramai diperbincangkan ketika terjadi perbedaan penetapan awal Ramadhan dan Awal Syawal. Walaupun perbedaan ini tidak terjadi setiap tahunnya, akan tetapi hal ini mengakibatkan adanya ketidak pastian dimasyarakat. Takwim standar yang digunakan departemen Agama Republik Indonesia Selama ini menggunakan basis perhitungan untuk titik lokasi perhitungan Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Luas wilayah Indonesia yang meliputi tiga zona waktu akan memberikan variasi parameter visibilitas hilal dari wilayah paling timur dan paling barat terhadap satu titik referensi yang digunakan itu. Berdasarkan kesepakatan dengan negara tetangga antara lain dengan Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura, Indonesia menggunakan kriteria kesepakatan MABIMS sebagai acuan pergantian awal bulan dengan acuan posisi Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Kriteria MABIMS yang disepakati yaitu, ketinggian bulan 2o, atau beda elongasi Bulan-
Matahari 3o, dan umur Bulan minimal 8 jam dari konjungsi. Pertimbangan pemilihan posisi Pelabuhan Ratu kemungkinan besar dikarenakan posisinya yang tidak jauh dengan Jakarta sebagai kedudukan dari Departemen Agama untuk dijadikan tempat pengamatan hilal yang representatif, sehingga data-data hasil pengamatan hilal banyak mengacu untuk lokasi Pelabuhan Ratu, selain adanya keberadaan Pos Observasi Bulan Departemen agama untuk keperluan pengmatan hilal itu sendiri. Variasi Posisi Matahari Variasi posisi Matahari lebih mudah dipahami oleh kita karena pergerakan Matahari bias dibilang tetap untuk setiap tahunnya. Setiap tahun dalam penanggalan masehi yang sama, Matahari hampir menempati posisi yang sama baik dalam asensiorekta, deklinasi, bujur dan lintang ekliptikanya. Variasi posisi Matahari dilangit merupakan representasi dari gerak orbit Bumi mengeliling Matahari dalam orbit ellips. Bila diibaratkan Bumi mengelilingi Matahari selama 365 hari dalam satu tahun, busur yang ditempuh Bumi
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FT-7
untuk satu kali gerak revolusi yaitu 360o, secara kasar kita bisa hitung gerak bumi sebesar ~ 1o/hari (360o/365 hari).
pengamatan hilal, selain itu juga peta ketinggian Bulan diperlukan sebaian acuan dalam melakukan kegiatan pengamatan hilal.
Variasi Posisi Bulan
TABEL 1. Tabel ketinggian Bulan minimum (Alt. Min.), ketinggian Bulan maksimum (Alt. Max.) untuk wilayah Indonesia, dan ketinggian Bulan di Pelabuhan Ratu (Alt. PR). TP merupakan beda ketinggian minimum terhadap Pelabuhan Ratu, sedangkan PB merupakan beda ketinggian Pelabuhan Ratu terhadap ketinggian Maksimum. Ketinggian Bulan dihitung untuk tanggal pada hari tetjadinya konjungsi , dan satu hari setelah konjungsi
Secara garis besar bisa digambarkan bahwa variasi maksimum untuk posisi Bulan sekitar 5o dari posisi Bulan. Akan tetapi keteraturannya tidak seperti keteraturan dari posisi Matahari dilangit yang hampir tetap untuk setiap penanggal Masehi setiap tahunnya. Keteraturan Bulan kemungkinan besar bisa mengikuti dari siklus-siklus Bulan yang sudah diketahui, diantaranya siklus Metonik (235 Lunasi), siklus Saros (223 Lunasi), ataupun siklus lainnya. Parameter posisi Bulan yang paling dikenal adalah ketinggian Bulan saat Matahari terbenam, yang memiliki nilai minimum 2o sesuai kriteria MABIMS, dengan acuan Pelabuhan Ratu. Luas wilayah Indonesia yang meliputi tiga zona waktu akan memberikan variasi parameter visibilitas hilal dari wilayah paling timur dan paling barat terhadap satu titik referensi yang digunakan. Variasi ketinggian Bulan saat Matahari terbenam di wilayah Indonesia terhadap titik acuan takwim standar Indonesia perlu diketahui untuk kepentingan penentuan penetapan awal bulan islam setiap tahunnya. DATA DAN PERHITUNGAN Data diperoleh dengan menghitung parameter posisi Bulan dan Matahari untuk setiap perubahan 0,5o terhadap garis lintang dan garis bujur posisi Indonesia. Posisi Indonesia yang digunakan adalah 6oLU – 11oLS,dan 95oBT – 141oBT. Posisi Pelabuhan Ratu yang digunakan adalah 7.05o LS dan 106,41667oBT. Parameter posisi Bulan dan Matahari dihitung dengan menggunakan algoritma Meuss (1997). Peta Ketinggian Bulan Peta ketinggian Bulan menggambarkan ketinggian Bulan saat Matahari terbenam diseluruh wilayah Indonesia yang diperlukan untuk pertimbagan penentuan awal Bulan Islam jika tidak adanya laporan kebehasilan
FT-8
Tahun 2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Tgl.
Alt. Min.
Alt. PR
Alt. Max.
TP
PB
12
3.9
5.6
7.4
1.7
1.8
13
16.1
18.2
20.8
2.1
2.6
10
-3.3
-1.8
-0.2
1.5
1.6
11
8
9.8
12.5
1.8
2.7
12
1.8
3.3
5.2
1.5
1.9
13
12.1
14
16.9
1.9
2.9
10
-3.3
-2.1
-1.1
1.2
1
11
7
8.5
10.3
1.5
1.8
10
2
3.1
3.8
1.1
0.7
11
12.4
13.7
14.8
1.3
1.1
8
-4.8
-3.2
-2.7
1.6
0.5
9
6
7.6
7.9
1.6
0.3
8
-1.8
0.2
0.8
2
0.6
9
8.6
11.1
11.7
2.5
0.6
7
1.2
3.7
4.4
2.5
0.7
8
11.6
14.8
15.7
3.2
0.9
5
-4.9
-3
-2.4
1.9
0.6
6
5.8
8.5
9.3
2.7
0.8
5
1.1
3.1
3.7
2
0.6
6
12.6
15.5
16.3
2.9
0.8
3
-3.9
-2.6
-2.1
1.3
0.5
4
8.8
10.7
11.2
1.9
0.5
3
3.1
4.6
5.5
1.5
0.9
4
16.9
18.5
19.3
1.6
0.8
Contoh peta ketinggian Bulan seperti gambar 1. Dalam peta ketinggian Bulan setiap bulannya: 1. Bentuk garis-garis ketinggian Bulan berubah secara dinamis, artinya bentuk tersebut tidak
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
sama setiap bulannya, mengakibatkan berbedanya kondisi hilal setiap bulannya. 2. Jika mengacu pada kriteria ketinggian Bulan tunggal, garis ketinggian Bulan menggambarkan garis batas penanggalan Bulan Islam, artinya garis batas penanggalan berubah dinamis mengikuti peta ketinggian hilal. Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan garis batas penanggala Masehi yang statis pada Bujur 180o. HASIL DAN DISKUSI Contoh data yang dihasilkan berupa waktu terjadinya Bulan Baru/konjungsi (newmoon) pada tahun 2013 seperti pada tabel 2, atau berupa peta ketinggian Bulan saat Matahari terbenam seperti pada gambar 1. Dengan dikitahuinya waktu konjungsi, kita bisa menghitung ketinggian Bulan diseluruh wilayah indonesia untuk tanggal yang sama dengan waktu konjungsi, dan satu hari setelah konjungsi, contohnya seperti peta ketinggian hilal pada gambar 1. Dari peta ketinggian hilal ditentukan nilai ketinggian minimum, maksimum, dan ketinggian untuk Pelabuhan Ratu. Untuk tahun 2013 kita bisa mendapatkan tiga nilai ketinggian tadi sesuai dengan tanggal terjadinya konjungsi, seperti pada Tabel 1. Dilakukan seleksi ulang untuk kasus hilal yang memenuhi kriteria minimum 2o untuk lokasi Pelabuhan Ratu, sehingga kita mendapat data pada tabel 2. Dari tabel 2 dapat disimpulkan bahwa variasi ketinggian Bulan saat Matahari terbenam dari nilai minimum yang merepresentasikan wilayah timur Indonesia terhadap Pelabuhan ratu, mencapai hampir 2o, sedangkan variasi terhadap nilai maksimum yang merepresentaikan wilayah Barat Indonesia sekitar 1o. Nilai ini diambil hanya untuk kasus tahun 2013, sehingga hanya merupakan cuplikan data yang kecil dari rentang data hilal dari Muharram 1H. Variasi nilai minimum dan maksimum memberikan gambaran keadaan minimum hilal untuk wilayah indonesia paling Timur. Pada kenyataannya variasi nilai minimum untuk wilayah Indonesia paling timur harus tetap memperhatikan dari peta ketinggian Bulan. Selain itu, variasi data terhadap nilai rata-rata
harus dipelajari lebih dalam untuk kasus dengan variasi yang hampir mencapai 1o. TABEL 2. Tabel ketinggian Bulan hasil reduksi data dari Tabel 1. TP dan TB dalam derajat. Tahun
Bulan
TP (o)
PB (o)
2013
Jan
1.7
1.8
2013
Feb
1.8
2.7
2013
Mar
1.5
1.9
2013
Apr
1.5
1.8
2013
Mei
1.1
0.7
2013
Jun
1.6
0.3
2013
Jul
2.5
0.6
2013
Ags
2.5
0.7
2013
Sep
2.7
0.8
2013
Okt
2.0
0.6
2013
Nov
1.9
0.5
2013
Des
1.5
0.9
Rata - Rata
1.9
1.1
Secara rata-rata dari seleksi data nilai yang memenuhi ketinggian minimum 2o untuk lokasi Pelabuhan Ratu, kita bisa memperoleh gambaran awal bahwa dengan nilai ketinggian minimum ini, Bulan setidaknya sudah berada diatas horizon untuk wilayah timur Indonesia yang mengalami kejadian kenampakan hilal lebih awal dibandingkan dengan wilayah Indonesia barat. Kesimpulan ini masih merpakan kesimpulan awal, karena kita harus melihat kasus hilal yang lebih banyak yang mencakup kejadian hilal masa lampau dan masa yang akan datang. Selain itu juga, masih perlu dilakukan tinjauan untuk berbagai parameter hilal lainnya seperti elongasi Bulan-Matahari, umur Bulan, dan Beda Azimuth Bulan-Matahari, sehingga kita memperoleh gambaran yang utuh dari berbagai parameter yang mempengaruhi visibilitas hilal akibat variasi dari konfigurasi posisi Bumi, Bulan, dan Matahari.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FT-9
TABEL 3. Tabel Bulan Baru tahun 2013 dalam Waktu Indonesia Barat (WIB), WIB = UT + 7. Iln merupakan nomor Lunasi Islam, sedangkan ILVn merupakan nomor varian metonik. Tahun
Bulan
Tanggal
Jam
Menit
Detik
ILn
ILVn
Bulan & Tahun Islam
2013
Jan
12
2
43
32
17199
44
Rabi'ul Awal
1434 H
2013
Feb
10
14
20
5
17200
45
Rabi'ul Akhir
1434 H
2013
Mar
12
2
50
60
17201
46
Jumadil Awal
1434 H
2013
Apr
10
16
35
21
17202
47
Jumadil Akhir
1434 H
2013
Mei
10
7
28
31
17203
48
Rajab
1434 H
2013
Jun
8
22
56
28
17204
49
Sya'ban
1434 H
2013
Jul
8
14
14
24
17205
50
Ramadhan
1434 H
2013
Ags
7
4
50
48
17206
51
Syawal
1434 H
2013
Sep
5
18
36
14
17207
52
Dzulkaedah
1434 H
2013
Okt
5
7
34
35
17208
53
Dzulhijjah
1434 H
2013
Nov
3
19
49
57
17209
54
Muharram
1435 H
2013
Des
3
7
22
20
17210
55
Safar
1435 H
GAMBAR 1. Peta ketinggian Bulan saat Matahari terbenam untuk wilayah Indonesia pada tanggal 10 Mei 2013
REFERENSI 1. Sopwan, N. 2008. Characteristic Hilal Metonic Cycle Near Equinox, Perihelion, Aphelion, and Solstice, Skripsi Astronomi ITB.
FT-10
2. Sopwan, N. 2012. Hilal Metonik: Sebuah Usulan Kriteria Visibilitas Hilal, Tesis Astronomi ITB. 3. Meeus, J. 1997, Astronomical Algorithms, Wilmann-Bell Inc. Virginia. 4. Djamaluddin, T. 2001, Re-evaluation of Hilaal Visibility in Indonesia.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
5. Yallop, BD. 1997. A Method for predicting the first sighting of the new Crescent Moon, RGO NAO Tech. Note 69 (pp 1 – 15).
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FT-11
FT-12
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Penyelesaian Persamaan Schrodinger D-Dimensi untuk Potensial Poschl-Teller Hiperbolik Termodifikasi Bagian Radial Dengan Metode Nikiforov-Uvarov Supriyanto*, Suparmi, Cari Ilmu Fisika, Pascasarjana UniversitasSebelasMaret Surakarta * Email :[email protected]
Abstrak, Penelitian ini merupakan studi literatur untuk menyelesaikan persamaan Schrödinger denganUntukpotensial Poschl-Teller Hyperbolik Termodifikasi secara analitik. Spektrum energi dan fungsi gelombang diperoleh melalui penyelesaian persamaan Schrödinger D-dimensi menggunakan metode Nikiforov Uvarov melalui subtitusi dengan variable yang tepat. Pendekatan dilakukan untuk menyelesaikan pesamaan Schrodinger D-dimensi bagian radial. Pendekatan energi eigenvalue dan eigenfunction dari keadaan terikat berkaitan dengan bagian radial. Adapun eigenfunction diperoleh dalam bentuk polynomial Jacobi. Potensial Poschl-Teller hiperbolik termodifikasi menyebabkan perubahan level energy dan fungsi gelombang. Kata Kunci: Persamaan Schrodinger dengan dimensi-D, Potential Poschl-Teller hyperbolik metode Nikiforov Uvarov.
Termodifikasi,
PENDAHULUAN
TEORI
Dalam sistem mekanika kuantum terdapat system interaksi antar partikel dan semua partikel bergerak satu partikel dengan lainnya,. Akibatnya, setiap partikel tidak diam pada posisi tertentu dan tidak dapat dijelaskan dengan cara fungsi gelombang saja.Ada beberapa metode alternatifyang dapat di gunakan dalam penelitian ini, antaralainSupersymmetry, metode shape invarian, metode NikiforovUvarov (NU)dan polinomial Romanovski yang telah diperkenalkan untuk memecahkan persamaan Schrodinger untuk beberapa potensial terkenal seperti potensial Klein-Gordon, potensialWoods-Saxon, Gendenshtein I dan potensial Hulthen. PotensialPoschl-Teller. sebagai potensial molekul diatomik yang penting telah menerima banyak perhatian karena aplikasi yang luas dalam fisika dan fisika kimia. Potensial ini merupakan model potensialantar molekul yang saling berdekatan dan telah digunakan untuk menggambarkan getaran molekul yang saling berikatan. Dalam paper ini penulis tertarik untuk menyelesaikan potensial Poschl-Teller hiperbolik termodifikasi dengan metode NU. Penyelesaian persamaan ini dilakukan dengan mereduksi persamaan polinomial menjadi persamaan diferensial orde 2 tipe Hipergeometri. Persamaan diferensial Hipergeometri memilki bentuk penyelesaian yang paling umum. Bila persamaan Hipergeometri telah diperoleh, tingkat-tingkat energi suatu sistem dan juga fungsi gelombangnya dapat diperoleh dengan mudah.
Persamaan Schrodinger berperan seperti hokum hokum Newton tentang gerak, jika diberikan kondisi awal tertentu, solusi persamaan Schrodinger dapat menggambarkan perilaku partikel setiap saat Hal ini identik dengan solusi dari hukum hokum Newton tentang gerak x(t) yang menggambarkan perilaku benda dalam mekanika klasik.
(1) Dengan
(2) Potensial Poschl Teller hiperbolik Termodifikasi dinyataakan sebagai
(3) Dengan mensubtitusikan persamaan (1) dan (3) maka persamaan D-dimensi untuk potensial Pocshl-Teller hiperbolik termodifikasi dinyatakan sebagai
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FT-13
(4) Metode Nikiforov Uvarov (NU) didasarkan pada penyelesaian persamaan defferensial orde dua type hypergeometri dengan special utama fungsi orthogonal. Dengan diberi potensial tertentu, persamaan Schrodinger dalam koordinat bola direduksi oleh persamaan umum type hypergeometri dengan pendekatan koordinat transformasi r → s dan kemudian mereka dapat diselesaikan secara sistematis untuk menemukan hasil yang exact atau penyelesaian particular. Persamaan utama yang diassosiasikan secara dekat dengan metode Nikiforov – uvarov diberikan bentuk sebagai berikut.
(5) dan adalah polynomial derajat adalah polynomial derajat pertama , dan adalah sebuah fungsi type hypergeometri. dan dipilihan sebagai pendekatan fungsi gelombang kedua, Persamaan (1) direduksi ke bentuk yang mudah diselesaikan menjadi;
Adapun nilai k pada persamaan (10) diperoleh dari kondisi bahwa di bawah akar pada persamaan (9) merupakan polynomial derajat dua dan merupakan polynomial kuadrat sempurna sehingga deskriminan dari polynomial derajat dua tersebut adalah nol, eigen dari persamaan (7) dinyatakan sebagai
(11) Dengan
(12) Agar system memenuhi bound state, maka dipilih harga dan atau sedemikian sehingga . Persamaan gelombang bagian ke dua dinyatakan dalam formula sebagai berikut :
Dimana kedua,
(13) Dimana Cn adalah konstanta normalisasi dan ρ(s) adalah fungsi berat harus memenuhi persamaan di bawah ini
(6) Dengan mensubtitusikan persamaan (5), dan (6), setelah dideferensialkan, sebuah persamaan type hypergeometri diperoleh sebagai berikut
(14) HASIL PENELITIAN Berikut ini persamaan Schrodinger D-dimensi untuk potensial Poschl-Teller hiperbolik termodifikasi
(7) Dan fungsi gelombang bagian pertama dinyatakan sebagai
(15)
(8) Dan juga diperoleh persamaan-persamaan yang akan digunakan untuk menemukan spectrum energy dan fungsi gelombang bagian kedua sebagai berikut
Dengan
(16) (17)
(9) Dan (10) FT-14
Pemisahan variable antara bagian radial dan bagian sudut sebagai berikut
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
sertadenganmengambilduasukupertama, makauntuk , untuknilai x kecil , dengandemikianpersamaan (19) menjadi (18) Dimana merupakankonstanta yang akanmempengaruhipersamaanpadapersamaanbagiansudut
(25)
Dengan memisalkan
1. Persamaan bagian Radial Berdasarkan persamaan (18) diperoleh
(26)
0
Dengan memisalkan bahwa persamaan (23) menjadi
(19)
maka
Dan (27) (20) 4. parameter parameter dalam metode NU 2. Persamaan bagian sudut
Persamaan (27) identikdenganpersamaan (7)
Berdasarkan persamaan (18) diperoleh (28) (29) (21)
Dengan
(22)
(30) 5. Mencarinilai kondisikhusus ,persamaan (31) untukkondisikhususmaka di ubahdalamkuadratsempurnamenjadi
3. Persamaan Schrodinger D-Dimension bagian
Radial Denganmensubtitusikanbeberapa secaratepatsehingga perolehPersamaanPerantaraHipergiometri berdasarkanpersamaan (18), kitaperoleh
variable kami (PPH),
Tanda padapersamaan (32) dipilih system dalamkondisi “Bound stae” diperolehdenganmemasukkannilai p1 p2kepersamaan (32) sehinggadiperoleh
(23)
Misalkan Melaluipendekatanbahwa
(32) karena nilai dan
(33.a)
(24) dan (33.b) Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FT-15
6. Menghitung Adapunnilai diperolehmelaluipersamaan dandiperoleh
(40)
(10),
Atau dapat dinyatakan dalam polynomial Jacobi (34.a)
(41) Dengan (42.a)
(34.b) Nilai
(42.b)
diperoleh melalui persamaan (11) yaitu (35.a) (35.b)
7. Menyamakan denga Untuk memperoleh spectrum energy untuk potensial Poschl-Teller hiperbolik termodifikasi pada kondisi khusus persamaan (34) disetarakan dengan persamaan (35) yaitu
11.Menentukan fungsi gelombang lengkap. Fungsi gelombang lengkap diperoleh melalui fungsi gelombang bagian pertama dan bagian kedua seperti pada persamaan (6), yaitu (43)
12.Normalisasi fungsi gelombang Normalisasi fungsi gelombang dengan persamaan yang identik dengan persamaan (41) sehingga diperoleh konstanta normalisasi yaitu
(36.a)
(36.b) Spektrum energy untuk kondisi khusus ini telah dihitung oleh Suparmi ( 2012, 11-3 ), yaitu
(37)
(44)
13.Solusi Persamaan bagian radial. Mengingat pemisahan pada persamaan (23) dan pendekatan bahwa solusi pada bagian radial adalah
8.Fungsi gelombang bagian pertama. Fungsi gelombang bagian pertama diperoleh melalui persamaan (8), yaitu
(45) KESIMPULAN
(38) 9. Menentukan funsi bobot. Fungsi bobot diperoleh melalui persamaan (14) yaitu (39) 10. Menentukan fungsi gelombang bagian ke dua
Persamaan Schrodinger D-Dimensi untuk potensial hiperbolik termodifikasi telah diselesaikan spectrum energy dan fungsi gelombang secara umum. Adapun spectrum energy dari persamaan Schrodinger untuk potensial Poschl-Teller hiperbolik termodifikasi adalah
Fungsi gelombang bagian ke dua diperoleh dari persamaan (13), yaitu FT-16
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Sedang fungsi gelombang ternormalisasi dari persamaan Schrodinger untuk potensial poschl-Teller hipebolik termodifikasi adalah
9. Nikiforov- Novikov, V.G., andUvarov, V.B.,(2005),Quantum-Statistical Models of Hot Dense Matter Springer Science+Business Media Basel, Switzerland. 10. Suparmi, (2011), MekanikaKuantum I, JurusanFisika Fakultas Pascasajana, UniversitasSebelasMaret Surakarta 11. Suparmi, (2011), Mekanika Kuantum II, JurusanFisika Fakultas Pascasarjana, UniversitasSebelasMaret Surakarta 12. V. H. Badalov1, H. I. Ahmadov, and A. Ahmadov. (2009), Analytical solutions of the Schr¨odinger equation with the Woods-Saxon potential for arbitrary l state
Persamaan di atas untuk kondisi khusus di mana tidak ada gaya sentrifugal akan kembali ke solusi persamaan Schrodinger 1-Dimensi untuk potensial Poschl-Teller hiperbolik. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini sebagai awal dan syarat untuk mengajukan ujian tesis. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada para komentator, yang mengakibatkan beberapa perbaikan
DAFTAR PUSTAKA 1. EgrifesHarun and Sever Ramazan. (2008), Bound states of the Dirac equation for the PTsymmetric generalized Hulthén potential by the Nikiforov-Uvarov method. Faculty of Science, Ege University, Izmir, Turkey. 35100.
Mathematical Physics, Faculty of Applied Mathematics and Cybernetics, ,Azerbaijan. 13. YesiltaOzlem, Sever Ramazan. (2008), Exact Solutions of Schr¨odinger Equation for a Ring - Shaped Potential. University,Faculty of Arts and Sciences, Department of Physics,06500,Ankara Turkiye. 14. Oladunjoye A Awoga and Akpan N Ikot,(2012) Approximate solution of Schrödinger equation in D-dimensions for inverted generalized hyperbolic potential heoretical Physics Group, Department of Physics, University of Uyo, Uyo, Nigeria.
2. Griffiths, J. David. (1995), Introduction to Quantum Mechanics. Upper Suaddle River, New Jersey. 3. M, Boztosun. AndKarakoc. (2007), An Improvement of the Asymptotic Iteration Method for Exactly Solvable Eigenvalue Problems journal Faculty of Arts and Sciences, Department of Physics, Erciyes University, Kayseri, Turkey 4. N.IkotAkpan. (2011),Analytical Solutions of Schrödinger Equation with Generalized Hyperbolic Potential Using Nikiforov-Uvarov Method , Department of Physics, University of Uyo, Uyo, Nigeria Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FT-17
FT-18
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Penyelesaian Persamaan Dirac untuk Potensial PöschlTeller Termodofikasi Plus Gendenstein 3 bagian Polar dengan Metode Hypergeometry Visty Devi Aryanthy1*, Suparmi2 1
Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta 2 Dosen Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta *Email: [email protected]
Abstrak. Fungsi gelombang digunakan untuk mendeskripsikan perilaku partikel subatomik. Fungsi gelombang suatu sistem partikel dapat ditentukan dengan menyelesaikan persamaan Dirac. Persamaan Dirac untuk sistem partikel dipengaruhi potensial yang mana potensialnya diselesaikan dengan cara mereduksi persamaan Dirac menjadi persamaan diferensial orde dua fungsi khusus seperti Hypergeometri dengan subtitusi variabel yang sesuai. Metode Hypergeometri digunakan untuk memperoleh solusi analitis polar persamaan Dirac potensial Pöschl Teller Termodifikasi Plus Gendenstein 3 bagian polar yang merupakan keuntungan ketika potensial skalar sama dengan potensial vektor. Hasil menunjukkan bahwa normalisasi fungsi gelombang sudut dapat diekspresikan dengan persamaan Differensial Hypergeometri. Sehingga persamaan fungsi gelombang dapat diperoleh. Kata Kunci: Persamaan Dirac, potensial Gendenstein 3, metode Hypergeometri PENDAHULUAN Pada fisika partikel, persamaan Dirac merupakan persamaan gelombang relativistic yang diformulasikan oleh ahli ilmu fisika Inggris Paul Dirac pada tahun 1928. Persamaan Dirac selalu mendiskripsikan partikel dinamik spin-1/2 pada mekanika kuantum[1]. Efek relativistic menjadi sangat penting untuk partikel bergerak pada medan potensial. Dan pada pengaruh relativistic, dapat dirumuskan dengan persamaan Klein-Gordon[11] atau persamaan Dirac[1,2] Pada penelitian sebelumnya, solusi ikat memperoleh fungsi potensial, yaitu potensial Hulthen[10], potensial Hartmann, Potensial Pöschl-Teller Termodifikasi[10], potensial Manning Rosen[3,10], potensial Gendenstein[10], potensial Kratzer, potensial non-refleksi, potensial Makarov dan kondisi potensial skalar adalah sama dengan atau lebih besar potensial vektor[2]. Potensial ini dapat untuk mengembangkan pengaruh relativistic struktur energi rotasi atom multi elektron, molukelar multi atom, interksi antara molekul cincin. Kebanyakkan merupakan model potensial non sentral [2]
Persamaan Klein-Gordon[11] memberikan solusi energi negatif dan densitas probabilitas yang negatif pula. Namun, hal tersebut tidak mungkin terjadi. Pada tahun 1928, Dirac meneliti persamaan gelombang kovarian relativistik dari persamaan Schrödinger[10] dan mengusulkan adanya matriks 𝛼, 𝛽 dan energi relativistiknya menjadi orde I[4]. Berbagai metode penyelesaian persamaan Schrödinger untuk gerak partikel bermuatan pada potensial – potensial sentral dan non sentral dengan suatu potensial vektor atau suatu potensial skalar terpisahkan telah dikembangkan[5]. Berbagai metode yang telah dikembangkan tersebut diantaranya adalah metode Supersymmetry, metode NikiforovUvarov (NU)[6], metode Hypergeometry[11] dan polinomial Romanovsky[7]. Pada makalah ini akan diselesaikan potensia Gendenstein 3 yang dialami oleh elektron dalam suatu atom. Selain melakukan gerakan mengitari inti elektron juga mengalami vibrasi yang diakibatkan potensial Gendenstein 3, sehingga potensial Gendenstein 3 mampu menjelaskan getaran spektrum dari suatu atom dan menjelaskan interaksi sistem atomik[5,6].
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FT-19
Metode yang sesuai untuk menyelesaikan sistem yang dipengaruhi oleh Gendenstein 3 adalah metode Hypergeometry yang pengembangannya berbasis pada pereduksian persamaan Dirac. Metode Hypergeometry merupakan persamaan yang mempunyai bentuk penyelesaian paling umum karena persamaan differensial fungsi yang lain dapat direduksi menjadi persamaan differensial Hypergeometry atau confluent Hypergeometry[8]. Bila persamaan Hypergeometry telah diperoleh, fungsi gelombangnya dapat diperoleh dengan mudah.
0 (r ) I 0 (r ) (r ) . p Mc 2 S (r ) E V (r ) c 0 (r ) 0 I (r ) (r )
(6)
Sehingga dapat diperoleh c . p (r ) E V (r ) Mc 2 S (r ) (r ) (7)
c . p (r ) E V (r ) Mc
Potensial Gendenstein 3 sebagai berikut
dituliskan
1 2b a cos 2 2 1 b 2 a(a 1) 2 ( 1) ( 1) V (r , ) 2m sinh 2 r 2m r 2 sin 2 sin 2 cosh 2 r
(1) Potensial Gendenstein 3 Plus Pöschl-Teller Termodifikasi pada persamaan (1) merupakan fungsi sudut dan fungsi radial. Persamaan Dirac dalam bentuk original oleh dirac adalah
(r , t ) H (r , t ) t Dimana, (r , t ) merupakan i
gelombang suatu elektron. Persamaan Dirac pada keadaan terikat dimana potensial skalar S(r) and potensial vektor V(r) adalah c . p Mc 2 S r (r ) E V (r )(r ) (3) Dimana M merupakan massa partikel, E adalah Energi total, dan p adalah operator momentum. I 0 p i 0 0 I 0 (4) Dimana, ̅ adalah matrik Pauli, I merupakan matrik identitas 2 x 2. Pada representasi DiracPauli, jika
(r ) (r )
(r ) FT-20
(5)
(8)
c . p (r ) E 2V (r ) Mc 2 (r ) (9)
Jika nilai c 1
(r )
.p EM
(r )
(10)
Dengan mensubtitusikan persamaan (10) ke persamaan (9), maka persamaan (9) menjadi
. p . p r 2V (r )E M r E M E M (r ) (11) Dimana,
. p . p 3i1 i pi 3j 1 j p j
1 3 1 3 3 3 j p i p j j 1 i 1 j i p j pi i 1 j 1 i 2 2
i 1 j 1 3
3
1 i j j i pi p j 2
i 1 j 1 ij pi p j i 1 Pi 2 p 2 (12) 3
(2) fungsi
2
S (r ) (r )
Ketika potensial skalar sama dengan potensial vektor, maka persamaan (7) dan (8) dapat dinyatakan sebagai
Persamaan Dirac Potensial Poschl-Teller Plus Gendenstein 3 Bagian Polar [10]
3
3
Sehingga didapatkan persamaan p 2 2V r E M (r ) E 2 M 2 (r )
(13) Dengan mensubtitusikan persamaan (1) ke persamaan (13), maka didapatkan p 2 2E M 1 2 r
1 2 2b a cos b a(a 1) 2 ( 1) ( 1) (r ) 2 2 2 sin 2 sin sinh r cosh r
E 2 M 2 (r )
(14) Dengan pemisahan variabel maka fungsi gelombang pada Persamaan (14) dinyatakan sebagai (r ) (r,, ) R(r )( )( ) (15) Sehingga persamaan Dirac tiga dimensi untuk suatu partikel dala`m koordinat bola adalah
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
1 2 1 1 (r , , ) sin 2 2 2 r r r 2 r sin 2 r sin r 1 2( E M ) 2 r
1 2 2b a cos 2 b a(a 1) ( 1) ( 1) 2 2 2 sin 2 sin cosh r sinh r 2 2
(r,, ) ( E M ) (r,, ) (16)
Dengan mensubtitusikan persamaan (15) ke persamaan (16), maka akan diperoleh persamaan differensial fungsi gelombang radial, sudut dan azimuth dengan menggunakan gaya sentrifugal.
d ab 0 dx dx (20) Persamaan (20) mempunyai dua buah titik regular singular, yaitu di titik x=0 dan x=1. Karena penyelesaiannya di titik x=0 lebih sederhana daripada penyelesaian di titik x=1, maka mula-mula dipilih penyelesaiannya di sekitar titik x=0. Persamaan (20) dapat diselesaikan dalam bentuk deret[10] x s an x n an x n s (21) x(1 x)
2( E M )( 1) 2( E M ) ( 1) 2 2 l (l 1) ( E M ) 2 R( r ) 0 sinh 2 r cosh 2 r r (17)
sin ( ) sin 2( E M ) ( )
1 2 2b a cos 2 b a(a 1) sin 2 l (l 1) sin 2 0 sin 2 sin 2
a1
Dengan dan adalah bilangan kuantum magnetik dan bilangan kuantum orbital, sehingga diperoleh penyelesaian fungsi gelombang bagian azimuth[10 ]
2
e im
(19)
( s a)(s b) a0 ( s 1)(c s)
(22)
( s a)(s b) ( s 1 b)(s 1 a) (23) a0 ( s 1)(c s) ( s 2)(s c 1) Sehingga diperoleh (a)(1 a)(b)(1 b)...(a n 1)(b n 1) (24) a a a2
n
(1)(2)(c)(c 1)...(n)(n 1 c).n!
0
Fungsi Hypergeometry didefinisikan untuk x 1.
f ( x) 2 F1 (a, b : c : x) n0
1 2 m2 2 ( )
1
c (a b 1) x
(18)
2
Dengan mensubtitusikan persamaan (20) ke persamaan (20), maka diperoleh
2 R(r ) r 2
d 2
n 0
(a) n (b) n n x (1) n (c) n
(a) n (b) n n x n!(c) n
(25)
Persamaan diatas mempunyai harga bila nilai tidak sama nol. Di sini, nilai merupakan simbol Pochammer dan dapat didefinisikan dengan[10] 1 n=0
an
METODE HYPERGEOMETRY Persamaan hypergeometry merupakan persamaan diferensial orde dua fungsi hypergeometry yang penyelesaiannya berbentuk polinomial[10]. Metode Hypergeometry digunakan untuk memperoleh solusi analitis radial dan sudut persamaan dirac. Dan juga persamaan spektrum energi dan fungsi gelombang dapat diperoleh [10] . Persamaan Differensial orde dua fungsi Hypergeometry yang diusulkan Gau𝛽 dinyatakan sebagai
a(a 1)...(a n 1)
n>0 (26)
Dimana nilai n = 0, 1, 2, 3, 4, … a = -n atau b = -n (27) maka bentuk penyelesaian yang berupa deret menjadi terputus sehingga diperoleh penyelesaian yang berhingga yaitu polynomial pangkat n[10]. HASIL DAN DISKUSI Untuk menyelesaikan persamaan Dirac potensial Pöschl-Teller Termodifikasi Plus Gendenstein 3 bagian polar dari persamaan (18) kita memperoleh
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FT-21
1 ( ) sin sin 1 2( E M ) 2b a cos 2 2 2 l (l 1) m ( ) 0 2( E M ) b a(a 1) sin 2 sin 2 sin 2
(28) Untuk menjadikan persamaan (28) menjadi persamaaan differensial orde 2 tipe Hypergeometry maka kita harus memisalkan cos 1 2 x (29)
x(1 x)
d2 1 d x 2 dx 2 dx
1 2( E M ) 2b a 1 2 x 2 2 2 l (l 1) m ( ) 0 2( E M ) b a(a 1) 4 x(1 x) 4 x(1 x) 4 x(1 x)
(30) Dengan mengingat 1 1 1 x(1 x) x 1 x Maka suku terakhir pada ruas kiri pada persamaan (30) dapat dituliskan d2 1 d x(1 x) 2 x dx 2 dx 1 2 1 1 2 1 2( E M ) b a m 2 2( E M ) b a m 2 2 4 2 4 l (l 1)( ) 0 4x 4(1 x)
(31)
( 1) ( 1) l (l 1) 4 x 4(1 x) ( ) 0 (34) Persamaan (34) merupakan persamaan differensial yang mempunyai dua buah titik regular singular di titik x = 0 dan x = 1. Persamaan (21) disubtitusikan ke persamaan (34) dengan masing-masing di titik x = 0 dan x = 1, maka diperoleh (35a) 2s a b (35b) ( ) ~ x (35c) a b
( ) ~ (1 x)
(35d) Dari uraian persamaan (35b) dan (35d) dapat disimpulkan bahwa penyelesaian umum persamaan (34) dapat dinyatakan sebagai (36) ( ) x (1 x) f ( x) Kemudian persamaan (36) disubtitusikan ke persamaan (34), maka menjadi d( ) d 2 ( ) 1 x(1 x) 2 2 2 1x 2 2 dx dx
2
Persamaan diatas bersesuaian dengan persamaan (20). Dan merupakan persamaan differensial fungsi Hypergeometry. Dengan mengaplikasikan kondisi pada persamaan (20) dengan persamaan (37) dan (26), sehingga diperoleh ( ) k a ; ( ) k b ;
2
Dimana, 1 1 2( E M ) b a m 2 ( 1) 2 4 (32) 2
2 1 1 2( E M ) b a m 2 ( 1) 2 4 (33) Sehingga diperoleh persamaan
d 2 ( ) 1 d( ) x(1 x) x 2 dx 2 dx
FT-22
l (l 1) ( ) 0 (37)
1 c 2
(38)
Sehingga dari persamaan (25), (35a), (35c), dan (38) diperoleh penyelesaian yang merupakan fungsi hypergeometry, yaitu
f ( x) 2 F1 (a, b : c : x) 1 1 cos f ( x) 2 F1 k , k : 2 : 2 2
(39)
f ( x ) n 0
k n k n 1 cos n 1 n! 2 2 n
2
(40) Dengan mensubtitusikan persamaan (35), (36), dan (39) maka diperoleh fungsi
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
gelombang potensial Pöschl-Teller Termodifikasi Plus Gendenstein 3 bagian polar dengan gelombang tingkat dasar (n=0)
1 cos ( ) 2
a b
1 cos 2
6.
a b
(41) 7.
KESIMPULAN Persamaan Dirac untuk modifikasi potensial Poschl-Teller Termodifikasi Plus Gendenstein 3 bagian polar dapat diselesaikan dengan metode Hypergeometry. Sehingga dapat dihitung nilai panjang gelombangnya adalah
1 cos ( ) 2
a b
1 cos 2
8.
a b
REFERENSI 1.
2.
3.
4.
5.
Hamzawi, M., Rajabi, A.A. 2012. Exact solutions of the Dirac equation for the new ring-shaped non-central harmonic oscillator potential. The European Physical Journal Plus (2013,DOI 10.1140/epjp/i2013-13029-9. Xian-Quan, H.U., Guang, L.U.O., ZhiMin, W.U., Lian-Bin, N.I.U Ana Yan, M.A. 2010. Solving Dirac Equation Alt New Ring-Shaped Non-Spherical Harmonic Oscillator Potential. Journal of Communication Theoritical Physics, Vol. 53, No. 2, pp. 242-246. Hammed, R.H. 2012. Approximate Solution of Scrodinger Equation With Manning-Rosen Potential in Two Dimensions by using the shifted 1/N expansion method. Journal of Basrah Researches ((Sciences), Vol 38, N0. 1, A((2012)). Greiner, W. 2000. Relativistic Quantum Mechanics, Wave Equation, Third edition, Springer, Berlin. Ikot, A. N. 2011. Analytical Solutions of Schrödinger Equation with Generalized Hyperbolic Potential Using NikiforovUvarov Method. The African Review of Physics, Vol. 6, pp. 221-227.
9.
10. 11.
Ikot, A. N. and Akpabio, L. E. 2010. Approximate Solution of the Schrödinger Equation with Rosen-Morse Potential Including the Centrifugal Term. Applied Physics Research, Vol. 2 No. 2, pp. 202208. Cari and Suparmi. 2012. Approximate Solution of Schrodinger Equation for Trigonometric Scarf Potential with the Pöschl-Teller Non-central potential Using NU Method. IOSR Journal of Applied Physics (IOSR-JAP) ISSN: 2278-4861,Vol. 2 Issue 3, pp. 13-23. Solikhah, Fuzi Marati, Suparmi dan Variani, Viska Inda. 2012. Anakysis of Spektrum and Wave Fubction of Modified Poschl Teller Potential Using Hypergeometry and Supersymmetry Method. IPTEK The Journal for Technology and Science, Vol. 23, Number 1, February 2012. Kleinert, H. and Mustapic, I. 1992. Summing the Spectral Representation of Pöschl-Teller and Rosen Morse Fixed – Energi Amplitudes. J. Math. Phys, Vol. 33 No. 2, pp. 643- 662. Suparmi. 2012. Mekanika Kuantum II, Jurusan Fisika UNS, Surakarta. Goudarzi, H., Jafari, A., Bakkeshizadeh, S., Vahidi, V. 2012. Solution of Klein-Gordon Equation for the Harmonic Oscillator Potential Plus NAD Potential. Adv. Studies Theor. Phys., Vol. 6, 2012, n0. 26, 12531262.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FT-23
FT-24
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Analisis Fungsi Gelombang Dan Energi Potensia Gendenstein 3 Plus Rosen Morse Dengan Metode Hypergeometry Umi Khoiriyah1*, Suparmi1, dan Cari1 1
Ilmu Fisika, Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta *Email :[email protected]
Abstrak – Fungsi gelombang suatu sistem partikel dapat ditentukan dengan menyelesaikan persamaan Schrӧdinger. Persamaan Schrӧdinger untuk suatu sistem partikel dipengaruhi oleh potensial tertentu. Penyelesaian persamaan ini dilakukan dengan cara mereduksi persamaan Schrӧdinger menjadi persamaan diferensial orde dua fungsi khusus seperti Hypergeometri dengan subtitusi variabel yang sesuai. Metode Hypergeometri digunakan untuk memperoleh solusi analitis persamaan Schrӧdinger dengan potensial Gendenstein 3 plus Rosen Morse. Solusi analitis dari persamaan Schrӧdinger bagian radial dapat digunakan untuk menentukan energi dan fungsi gelombang dari persamaan Schrӧdinger. Kata Kunci: Persamaan Schrӧdinger, Potensial Gendenstein 3 plus Rosen Morse , Metode Hypergeometry. PENDAHULUAN Dalam mekanika kuantum, digunakan pendekatan yang berbeda untuk menentukan besaran-besaran yang terkait dengan gerak partikel, yaitu dengan menggunakan fungsi gelombang untuk mempresentasikan dinamika partikelyang bergerak yang diperoleh dari persamaan shcrodinger dari partikel[1]. Sistem gerak partikel akibat pengaruh relativistik menyebabkan partikel tersebut berpindah dalam medan potensial[2]. Untuk menyelesaikan persamaan gerak dari partikel tersebut dapat digunakan persamaan Schrödinger, Dirac, dan Klein-Gordon yang pada dasarnya secara langsung dapat diturunkan dari Lagrangian klasik[3]. Berbagai metode penyelesaian persamaan Schrödinger untuk gerak partikel bermuatan pada potensial – potensial sentral dan non sentral dengan suatu potensial vektor atau suatu potensial skalar terpisahkan telah dikembangkan[4]. Metode lain untuk menyelesaikan persamaan Schrödinger untuk sistem gerak partikel bermuatan pada potensial sentral dan non sentral telah dilakukan[5]. Metode yang telah dilakukan antara lain Supersymmetry, metode shape invarian, metode Nikiforov-Uvarov (NU)[6] dan polinomial Romanovski[5].
Pada makalah ini akan diselesaikan potensial Gendenstein 3 plus Rosen morse yang dialami oleh elektron dalam suatu atom. Dalam rantai ikatan hidrogen transfer proton dalam ikatan hidrogen yang berdekatan dihubungkan karena adanya kerjasama alami antara ikatan hidrogen. Dimana dinamika gerak proton dipengaruhi oleh potensial lokal. Dimana potensial lokal ini diasumsikan mempunyai bentuk simetri sumur ganda dan proton dalam keadaan terikat diduga menjadi pasangan yang harmonik[8]. Pada makalah ini akan diselesaikan potensial Gendenstain 3 yang dialami oleh elektron dalam suatu atom. Selain melakukan gerakan mengitari inti elektron juga mengalami vibrasi yang diakibatkan potensial Gendhenstein 3, sehingga potensial Gendenstein 3 mampu menjelaskan getaran spektrum dari suatu atom dan menjelaskan interaksi sistem atomik[5,6]. Metode yang sesuai untuk menyelesaikan sistem yang dipengaruhi oleh Gendhenstein 3 Termodifikasi adalah metode Hypergeometry. yang pengembangannya berbasis pada pereduksian persamaan Shrodinger. Metode Hypergeometry merupakan persamaan yang mempunyai bentuk penyelesaian paling umum karena persamaan differensial fungsi yang lain dapat direduksi menjadi persamaan differensial Hypergeometry atau confluent Hypergeometry[8].
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FT-25
Bila persamaan Hypergeometry telah diperoleh, tingkat-tingkat energi suatu sistem dan juga fungsi gelombangnya dapat diperoleh dengan mudah.
Metode Hypergeometry digunakan untuk memperoleh solusi analitis radial dan sudut persamaan dirac. Dan juga persamaan spektrum energi dan fungsi gelombang dapat diperoleh [10].
Persamaan Schrodinger Potensial Gendenstain 3 Plus Rosen Morse Untuk Fungsi Radial.
Persamaan Differensial orde dua fungsi Hypergeometry yang diusulkan Gau dinyatakan sebagai berikut:
Potensial Gendenstain 3[5] dituliskan sebagai berikut:
x(1 x)
d2X dX (c (a b 1) x) abX 0 2 dx dx
(5)
1 Dari persamaan di atas diperoleh deret 2 b ( a ) cos x 2 b a(a 1) 2 v(r ) 2 2 2 2 n n 1 2mr sin x sin x (6) X x an x ( an x ) Dengan mensubtitusikan persamaan (5) ke 2
(1)
persamaan (6), maka diperoleh
Potensial Gendenstain 3 pada persamaan (1) merupakan fungsi radial.
v( )
2 1 v(v 1) 2q tanh 2 2 2m r sin
(2)
a1
( s a)( s b) a0 ( s 1)(c s)
a2
( s a)(s b)(s 1 b)(s 1 a) a0 ( s 1)(c s)(s 2)(s c 1)
(7)
(8)
Potensial Rosen morse pada persamaan (2) merupakan fungsi sudut. Sehingga diperoleh
Persamaan Shrodinger dalam bentuk original oleh Schrodinger adalah
i
(r , t ) H (r , t ) t
Dimana, gelombang suatu elektron.
an
(3) merupakan
fungsi
(a)(1 a)(b)(1 b)...(a n 1)(b n 1) a0 (1)(2)(c)(c 1)...(n)(n 1 c)n!
(9)
Persamaan shrodinger untuk potensial Gendenshetein 3 plus rosen morse adalah :
f ( x) 2 F2 (a, b : c : x) n 0
1 2 2b(a ) cos x 2 b a(a 1) sin 2 x sin 2 x 2 d 2 X 2 X EX 2 2m dx 2 2mr v(v 1) 2 q tanh 2 sin
n 0
(a) n (b) n n x (1) n (c) n
(a) n (b) n n x n!(c) n
(10)
(4)
Dimana nilai n = 0, 1, 2, 3, 4, … Metode Hypergeometry Persamaan hypergeometry merupakan persamaan diferensial orde dua fungsi hypergeometry yang penyelesaiannya berbentuk polinomial[10].
FT-26
a = -n atau b = -n (11) maka bentuk penyelesaian yang berupa deret menjadi terputus sehingga diperoleh penyelesaian yang berhingga yaitu polynomial pangkat n. Dari kondisi yang dinyatakan pada persamaan (11) dapat diperoleh tingkat energi sistem.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
( x) X z n (1 z) f ( z)
HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk menyelesaikan persamaan Schrodinger potensial Gendensthein 3 Plus Rosen Morse bagian radial pada persamaan (4) kita menggunakan pengubahan variable , dapat ditulis sebagai berikut : Cos x = 1-2z (12) Dengan mencari turunan pertama dan kedua dari pengubahan variable (5) maka diperoleh :
(19)
Kemudian persamaan (19) dideferensialkan sehingga dapat ditulis :
dX az n 1 (1 z ) f ( z ) z (1 z ) 1 f ( z ) dz z n (1 z ) f ' ' ( z ) (20) Dan diffrensial keduanya diperoleh :
d d 1 d z z1 z 2 2 dx dx 2 dx 2
2
(13)
Subtitusi persamaan potensial Gendenshtein III ke persamaan orde dua fungsi hypergeometry
d2X ( 1) z 2 (1 z ) f ( z ) 2 dz 2z 1 (1 z ) 1 f ( z ) 2z a 1 (1 z ) f ' ( z ) ( 1) z (1 z ) 2 f ( z )
1 2 b a(a 1 2b(a )(1 2 z ) d X 1 dX 2 z (1 z ) 2 z X (21) dz 4 z (1 z ) 2 dz Persamaan 2m 2 X
2z (1 2 z ) 1 f ' ( z ) z n (1 z ) f ' ' ( z )
2
persamaan (14) maka diperoleh: = 0
(14)
Dengan nilai
2m 1 1 E k dan 2 z 1 z
(15) Dengan menjabarkan persamaan potensial
1 b 2 a(a 1) 2b(a )(1 2 z ) 2 4 z (1 z )
(16)
Maka akan diperoleh : 2
1 1 2 z b (a (1 z )(b (a 1) 2 4 4 z (1 z ) (17) Persamaan (17) merupakan persamaan differensial orde dua homogeny yang mempunyai titik regular singular di titik z=0,1. Dengan menggunakan langkah yang sama yaitu pers. (13) penyelesainnya dapat dituliskan sebagai berikut
X ~ (1 - x)
(20) dan (21) disubtitusi ke
(18)
Dari uraian persamaan (13) dan (18) dapat disimpulkan bahwa penyelesaian umum untuk potensial Gendenstein 3 dapat dinyatakan sebagai
2 1 1 b (a 2 4 4z 2 b (a 1 ) 1 d 2x 1 dx 2 4 z (1 z ) 2 * z X 0 dz 2 dz 4 ( 1 z ) k 2
(22) Pengubahan parameter dari persamaan potensial yaitu, 2 (2 1) 2 (2 1) d2 1 d 4z 4(1 z ) H ( ) 0 z (1 z ) 2 ( z ) dx 2 dx l (l 1)
(23) Persamaan diatas bersesuaian dengan persamaan (14). Dan merupakan persamaan differensial orde dua fungsi Hypergeometry yang penyelesainnya dinyatakan sebagai.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FT-27
1 f ( z )2 F2 k ( , k ( ) : 2 ; r 2 (24) Dimana :
k ( ) a; k ( ) b; c 2
3.
1 2
(25) 4. Sehingga diperoleh spektrum energinya, yaitu
en
2 ( a n) 2 2m
(26)
Dengan mensubtitusi persamaan (23), (24), maka akan didapatkan fungsi gelombang potensial Gendenshtein 3 Plus Rosen Morse bagian radial dengan gelombang tingkat dasar (n=0)
sin x X0 2
a b
1 cos x 2
5.
6.
b
(27) 7.
KESIMPULAN Persamaan Shcrodinger untuk modifikasi potensial Gendensthein 3 Plus Rossen Morse bagian radial dapat diselesaikan dengan metode Hypergeometry. Sehingga dapat dihitung nilai energy
en
8.
2 ( a n) 2 2m
Dan panjang gelombangnya adalah
sin x X0 2
a b
1 cos x 2
b
2.
Hamzawi, M., Rajabi, A.A. 2012. Exact solutions of the Dirac equation for the new ring-shaped non-central harmonic oscillator potential. The European Physical Journal Plus (2013),DOI 10.1140/epjp/i2013-13029-9. Xian-Quan, H.U., Guang, L.U.O., ZhiMin, W.U., Lian-Bin, N.I.U Ana Yan, M.A. 2010. Solving Dirac Equation Alt New Ring-Shaped Non-Spherical Harmonic Oscillator Potential. Journal of
FT-28
Cari and Suparmi. 2012. Approximate Solution of Schrodinger Equation for Trigonometric Scarf Potential with the Pöschl-Teller Non-central potential Using NU Method. IOSR Journal of Applied Physics (IOSR-JAP) ISSN: 22784861,Vol. 2 Issue 3, pp. 13-23. Solikhah, Fuzi Marati, Suparmi dan Variani, Viska Inda. 2012. Anakysis of Spektrum and Wave Fubction of Modified Poschl Teller Potential Using Hypergeometry and Supersymmetry Method. IPTEK The Journal for Technology and Science, Vol. 23, Number 1, February 2012.
9.
Kleinert, H. and Mustapic, I. 1992. Summing the Spectral Representation of Pöschl-Teller and Rosen Morse Fixed – Energi Amplitudes. J. Math. Phys, Vol. 33 No. 2, pp. 643- 662.
10.
Suparmi. 2012. Mekanika Kuantum II. Jurusan Fisika UNS, Surakarta.
11.
Goudarzi, H., Jafari, A., Bakkeshizadeh, S., Vahidi, V. 2012. Solution of KleinGordon Equation for the Harmonic Oscillator Potential Plus NAD Potential. Adv. Studies Theor. Phys., Vol. 6, 2012, n0. 26, 1253-1262.
REFERENSI 1.
Communication Theoritical Physics, Vol. 53, No. 2, pp. 242-246. Hammed, R.H. 2012. Approximate Solution of Scrodinger Equation With Manning-Rosen Potential in Two Dimensions by using the shifted 1/N expansion method. Journal of Basrah Researches ((Sciences)), Vol 38, N0. 1, A((2012)). Greiner, W. 2000. Relativistic Quantum Mechanics, Wave Equation, Third edition. Springer, Berlin. Ikot, A. N. 2011. Analytical Solutions of Schrödinger Equation with Generalized Hyperbolic Potential Using NikiforovUvarov Method. The African Review of Physics, Vol. 6, pp. 221-227. Ikot, A. N. and Akpabio, L. E. 2010. Approximate Solution of the Schrödinger Equation with Rosen-Morse Potential Including the Centrifugal Term. Applied Physics Research, Vol. 2 No. 2, pp. 202208.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Solution of Angular Wave Function and Orbital Quantum Number of Scarf plus Rosen – Morse Non Central Potential Using Romanovski Polinomials Selsabil1*, Suparmi2 1
Student University of Pascasarjana, Physics, University of Sebelas Maret, Indonesia 2 Physics, University of Sebelas Maret, Indonesia *
E-mail :[email protected]
Abstract. Angular wave function and orbital quantum number of Scarf Potensial plus RosenMorse Non Central Potential is solved analytically using Romanovski polinomials method. The angular equation are obtained through the variable separation. The solution of Schrödinger equation with Romanovski polinomials has been done by reducing the 2nd order differensial equation to be the 2nd order differential equation Hypergeometric type through substitution of appropriate variables. The polar eigenfunctions are obtained in terms of Romanovski polinomials. Rosen - Morse potential is considered to be pertubation factor to the Scarf potential since it causes the decrease of lengh of angular momentum vectors. Keywords: Schrödinger equation, Scarf potential, Rosen - Morse Non Central potential, Romanovski polinomials method
BACKGROUND The exact analytical solution of Schrödinger equation for some physical potentials are very essential since the knowledge of wave function and energy contains all posible important information of the physical properties of quantum system. Recently, conciderably effort have been paid to obtain the exact solution of the central and non – central potentials. There are only a few potentials for which the Schrödinger equation can be solved exactly. In general, one has to resort to numerical techniques or approximation schemes. For many quantum mechanical systems, most approximation methods used are shifted 1 N expantion, WKB method, pertubation method, supersymmetric quantum mechanics and idea of shape invariance, etc. Although some methods produce eigenvalues easily but give complicated eigenfunction[1].
Recently, an alternative method used to Solve Schrödinger equation for a class of shape invariant potentials are Nikiforov – Uvarov (NU)[2] and finite Romanovski polynomials[3]. NU method was developed by Nikiforov – Uvarov is based on solving of the second order linear differential equation by reducing it to a generalized equation of hypergeometric type by a suitable change of variable. Finite Romanovski polynomials is a traditional method, consist of reducing Schrödinger equation by an appropriate change of variable to that of very form of generalized hypergeometric equation[3]. In this research, we will attemp to solve the Schrödinger equation for an electron which is in the bound state condition, moving in a Scarf field with simultaneously presence of Rosen – Morse potential using finite Romanovski polynomials. Rosen – Morse potential was used to describe the essential of quark - gluon dynamics in the regime suited of the asymptotical freedom of the quark[4]. Scarf
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FT-29
potential play the eessential roles in electrodynamics interatomic and intermolecular forces and can be used to describe molecular vibrations. THEORY SCHRÖDINGER EQUATION IN SPHERICAL COORDINATES The generalization to three dimensions is straightforward. Schrödinger’s equation says :
i
H t
(1)
The hamiltonian operator H is obtained from the calssical energy : 1 1 (2) m 2 V p x2 p y2 p z2 V 2 2m By the standard prescription (applied now to y and z , as well as x ) : , p , (3) pz px y i z i y i x Or can be write in Equation (3) to be :
p i
(4)
Equation (9) is called Schrödinger equation for Rosen Morse non central potential plus Scarf potential. Now, we can do to separation of variabel by definition : (10) r, , Rr P If we subtitution Equation (10) into Equation (9) we get : (11) 1 2b a cos r 2 1 2 Rr b 2 aa 1 2 2mr E r 2 Rr r r sin r sin 2 r 2 2 1 1 1 P 1 2 cot sin P sin sin 2 2 r 2 sin 2
In the left side of Equation (11) just only radial function and the right side just only polar function. In order to, the right side and the left side is same we can same all of them by l l 1 , Equation (11) becomes : (12) 1 2b a cos r 2 1 2 Rr b 2 aa 1 2 2mr E l l 1 r Rr r r sin 2 r sin 2 r 2
2 V t 2m
(5)
In spherical coordinates the Laplacian takes the form : 2 (6) 1 2 1 1 2 r sin r r 2 sin
r 2 sin 2 2
In spherical coordinates, then, the time – independent Schrödinger equation reads[5]: (7) 1 1 1
2
2
2 V E r sin 2m r 2 r r r 2 sin r 2 sin 2 2
SCARF PLUS ROSEN – MORSE NON CENTRAL POTENTIAL Rosen Morse non central potential plus Scarf potential is used in this paper : (8) 1 V r ,
2 2b a cos r 2 2 1 2 b aa 1 2 cot 2 2 2 2mr sin sin r sin 2 r 2m
If we Subtitution Equation (8) into Equation (7), we get : FT-30
(9)
and 2
r 2 r
2 2
1 2 2b a cos r 2 2 1 2 b aa 1 E 2 cot 2 2mr 2 sin 2 sin 2 r 2m sin r
For short. Thus :
i
2 1 2 1 1 r sin 2m r 2 r r r 2 sin r 2 sin 2
1 P 1 sin P sin sin 2
2 1 1 2 2 cot l l 1 2 2 r sin
(13)
Equation (12) is called Schrödinger equation for Rosen Morse non central potential plus Scarf potential in radial function and Equation (13) is called Schrödinger equation for Rosen Morse non central potential plus Scarf potential in polar function.
ROMANOVSKI POLINOMIALS METHOD The one dimensional Schrödinger equation of any shape invariant potential can be reduced into hypergeometric of confluent hypergeometric type differential equation by suitable vatiabel transformation[7]. The hypergeometric type differential equation, which can be solved using finite Romanovski polynomials that was developed by Romanovski is presented as :
2 yn y n y n 0 2 s s
Where :
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
(14)
s as 2 bs c
ds e nn 1 2n1 p n ,
and
(15) Equation (14) is described in the textbook by Nikivorov – Uvarov where it is cast into sel adjoint form and its weight function, ws , satisfies that so called Pearson differential equation :
d s ws s ws ds
(16)
The weight function is obtained by solving the Pearson differential equation, that is :
d 2a s e b ws exp ds as 2 bs c
(17)
The corresponding polynomials are classified according to the weight function and are built up from the Rodrigues as :
yn
n 1 dn as 2 bs c ws n ws ds
(18)
For Romanovski polynomial, the values of parameters in Equation (2.24) are : a 1 , b 0 , c 1 , d 21 p and (19) e q with p 0 By inserting Equation (19) into Equation (17) we obtain that weight function :
21 p 2s q 0 ws exp ds (20) as 2 bs c
ws i s 2
p
e q tan
1
s
(21) This weight function first reported by Routh (Agboola : 2011) and then by Romanovski. The polynomial associated with Equation (21) are named after Romanovski and will be denoted by Rn p ,q s . Due to the decrease of the weight
Where y n Rm p ,q s . The Schrödinger equation of the potential of interest will be reduced into the form which is similarto Equation (23) by an appropriate transformation of variable, r f s , and by introduction a new wave function which is given as :
s g n s 1 s
2 2
e
tan 1 s 2
Dn , s (25)
The eigen function in Equation (25) is the solution Schrödinger equation for potential interest where : (26) Dn , s Rn p ,q s The Romanovski polynomials obtained from Rodigues formula with the weight function in Equation (22) is expressed as : (27) 1 d 1 s 1 s e R s D s 1 s e ds If the wave function of the level in Equation (25) is rewritten as : p q tan 1 s 1 n s 1 s2 2 e 2 Rn p ,q s (28) df s ds Then the orthogonality integral of the wave functions expressed in Equation (28) give rise to orthogonality integral of the finite Romanovski polinomials, that is : p, q
n
n
,
2 p
n
q tan 1 s
2 n
2 p
q tan 1 s
n
0
p ,q p ,q p ,q n s n s ds w Rm s Rm s ds (29)
In this case the values of p and q are not independence where n is the degree of polynomials. However, if Equation (23) is not fullfilled then the Romanovski polynomials is infinity[6].
function by s 2 p , integral of type :
w
p ,q p ,q
Rm
s Rm s ds p ,q
RESULT AND DISCUSSION (22)
Will be convergent only if m m 2 p 1 (23) This mean that only a finite number of Romanovski polynomial are orthogonal. The differential equation satisfied by Romanovski polynomial obtained by inserting Equation (15) and Equation (20) into Equation (14) is : (24) R s R s 1 s 2
2
p ,q m
s 2
2s p 1 q
p ,q m
s
To solve angular wave function and orbital quantum number of Scarf Potensial plus RosenMorse Non Central Potential, we use Equation(13). If Equation (13) times sin 2 , we get : sin d dP vv 1 2 cot sin (30) sin l l 1sin P d
1 d 2 d
2
d
2
2 sin
nn 1 2n1 p Rmp ,q s 0
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FT-31
Equatoin (20) can be divided to polar wave function just only P dan . In order to two equations
If we subtitution Equation (40) and Equation (41) into Equation (37), we can get : (42) 1 x d Ddx x 2x x dD dx x 2
m2 :
are same with constanta
(31)
dP vv 1 sin l l 1 sin 2 2 cot sin 2 m 2 sin 2
(32)
And
1 d 2 m2 d
(33)
1 1m e 2
(34)
To solve polar wave function we can times Equation (32) with P and the equation sin 2
becomes: vv 1 m 2 d 2 P dP cot l l 1P 2 cot P 0 2 d 2 d sin
(35)
In order to equation (35) to be kuadrat differential, so we can subtitute variabel with : (36) cot x If we do subtitution Equation (36) into Equation (35), we get : (37) 1 x d dxPx x dPdxx m vv 1 12xx l1lx1 Px 0 From Equation (37) we count the weight factor ifrom Equation (16), so we get : 2
2
2
2
2
2
wx 1 x 2 e q tan x 1 x 2 e tan x (38 ) From Equatian (25), we can solve wave function to get orbital quantum numer, so we get : p
P x 1 x 2
1
2
e
tan 1 x 2
dPx x 1 x 2 dx 2
1 x2
e
2
tan 1 s 2
2
1
1
Dn , x e
tan 1 x 2
(39)
Dn , x
(40)
dDn , x dx
(41) d 2 P x 1 x2 dx 2
2
1
x 1 x2 2 2
2
1 x
1 x
2
2
2
1
2
2
e
FT-32
e
tan
2
1
tan
x
1
2
e
2
x
tan 1 x
2
e
2
Dn , x x 12 x 1 x 2 2 2
,
dDn
,
dDn
dx x
tan 1 x
2 x2 x 2 x x 2 1 x 2 1 x 2 1 x 2 2 1 x 2 4 1 x 2 2x l l 1 2 m vv 1 1 x 2 1 x 2
Dn , x x 1 x 2 2
x 1 1 x 2 2 e 2
2
tan
1
x
2
1
,
dDn
dx
2
e
2
x
2
e
2
tan 1 x
tan 1 x
Dn , x
dDn , x dx
D x 0 p ,q
n
With : 2 x2 2 2 x2 2 2 2 (43) 1 x2 1 x2 1 x2 We can subtitution Equation (43) into Equation (42), so : (44) 1 x d D x 2 1x dD x
2
Equation (33) is called azimuth function, so from Equation (33) we get the solution :
n
We can write again in equation (31), we get : d
p ,q
n
2
sin d dP vv 1 2 2 cot sin 2 sin l l 1sin 2 P d d sin 1 d 2 m2 d sin d P d
p ,q
2
p, q
2
p, q
n
n
dx 2
dx
2 x 2 2x l l 1 x p, q 2 2 2 4 m v v 1 Dn x 0 1 x2
We can compare Equation (44) and Equation (37), we get the relation :
x
x 2
2x 0
2
2 0 (45)
and
2 4
2 l l 1 0
(46)
From Equation (45) and Equation (46), We can write again Equation (44) to be : (47) 1 x d D x 2 1x dD x 2
2
p,q
p,q
n
n
2
m
2
dx vv 1 2 Dn p , q x 0
dx
And
q 2 p 1 2 1 m2 vv 1 2 nl nl 1 2nl 1 p 1 2 2
(48) (49) (50) (51)
If we subtitution Equation (51) into Equation (46), we get :
2 4
l l 1
1 4 2 4 2
(52)
If Equation (52) times by 2 , we get :
1 4 1 l l 1 2 4 2 0 4 4 So, the solutions of 2 are
dx
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
(53)
1 1 2 2l l 1 2 l l 1 4 2 (54) 4 4
and
2
v v 1 m2 nl
m 2 v v 1 nl
wx 1 x 2 e The solution of Equation (27) is
1 2
tan 1 x
(66)
1 1 2 2l l 1 2 l l 1 4 2 (55) 4 4
R n p , q x D n , x
The solutions of Equation (51) are : (56)
dn 2 nl 2 1 x 1 x dx n
(57)
So, the solution of angular wave fungtion from Equation (66) and Equation (67) is
1 4 2 2 2
2
2 2
2
1 2
1 x
Pl m
1 x 2
e
1 2
2 2
(58)
1 1 l l 1 l l 1 4 2 4 4
e
m 2 v v 1 n
m 2 v v 1 nl
e
v v 1 m 2 nl
1 2
1 , so we get : 2 (59) m2 vv 1 nl2 2nl 2
can solve the solution of
m2 vv 1 nl
(60)
and
m2 vv 1 nl
(61)
From Equation (60) we can write :
1 1 m 2 vv 1 nl 2 2
(62)
And from Equation (61), we get :
1 1 m 2 vv 1 nl 2 2
(63)
The relation Equation (57) and Equation (62) we get solution of orbital quantum number : (64) 1 1 2 l vv 1 m2 nl 2 2 2 1 2 vv 1 m nl 2 2
Eqution (64) is called orbital quatum number. If in condition, there is not distrub v 0, 0 , the orbital quantum number in Equation becomes : l m nl (65) Subtitution Equation (54) and Equation (60) into Equation (38), we get :
1 2
tan 1 x
1 2
tan 1 x
(67)
tan 1 x
2 tan 1 x 1 2 2 m v v 1 n m v v 1 n l 2 1 x2 e 2 tan 1 x n 1 2 2 d 1 x 2 nl 1 x 2 m v v1nl e m v v1 n 2 dx n
(68)
Subtitution Equation (49) into Equation (50), we
m 2 v v 1 n
2 m 2 v v 1 nl
1
2
2 2 2 m v v 1 nl
2
1 1 l l 1 l l 1 4 2 4 4
and
1
REFERENSI 1. Suparmi and Cari. 2012. Approximate Solution of Schrödinger Equation for Trigonometric Scarf Potential with the Poschl – Teller Non – Central Potential. IOSR Journal of Applied Physics, Vol. 2, issue X. 2. Nikiforov, A.F and Uvarov, U.B. 1988. Special Functionin Mathematical Physics.Birkhausa, Basel. 3. Cari and Suparmi. 2012. Approximate Solution of Schrodinger Equation for Trigonometric Scarf Potential with the Poschl-Teller Non-central potential Using NU Method. IOSR Journal of Applied Physics (IOSR-JAP) ISSN: 2278-4861,Vol. 2 Issue 3, pp. 13-23. 4. S.Flugge. 1971. Practcal Quantum Mechanics. New York : Springer-Verlaag. 5. Griffiths, D.J.1995.Introduction to Quantum Mechanics. Prentice Hall, New Jersey. 6. Suparmi, Cari, Handika J., Yanuararief C., and Marini H. 2012. Approximate Solution of Schrodinger Equation for Modified Poschl – Teller plius Trigonometric Rosen – Morse Non Central Potentials in Terms of Finite Romanovski Polynomials. Journal of Applied Physics (IOSR-JAP) ISSN: 22784861,Vol. 2 Issue 2, pp. 43-51.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FT-33
7. Ikhdair. S. M. 2012. Approximate l-States of the Manning-Rosen Potential by Using Nikiforov-Uvarov Method. International Scholarly Research Network. ISRN
FT-34
Mathematical Physics. Article ID 201525
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Volume
2012,
Analisis Energi dan Fungsi Gelombang Persamaan Dirac untuk Potensial Pöschl – Teller Termodifikasi Plus Faktor Sentrifugal Menggunakan Metode Nikivorof – Uvarov I.S.Werdiningsih1*, A. Suparmi2 , C. Cari 3 1
Mahasiswa Pascasarjana, Program Ilmu Fisika, Universitas Sebelas Maret, Indonesia 2,3 (Program Ilmu Fisika, Universitas Sebelas Maret, Indonesia) *
E-mail : [email protected]
Abstrak, Tingkat energi dan fungsi gelombang persamaan Dirac untuk potensial Pöschl – Teller termodifikasi plus faktor sentrifugal dapat diselesaikan secara analitik menggunakan metode Nikivorov – Uvarov. Penyelesaian persamaan Dirac untuk untuk potensial non sentral Pöschl – Teller termodifikasi plus faktor sentrifugal dilakukan dengan cara mereduksi persamaan differensial orde dua menjadi persamaan orde dua tipe Hipergeometri melalui subsitusi variabel yang sesuai. Tingkat energi dan fungsi gelombang merupakan fungsi tertutup. Faktor sentrifugal merupakan faktor pengganggu untuk potensial non sentral Pöschl – Teller termodifikasi yang dapat menyebabkan meningkatnya energi dan fungsi gelombang. Kata kunci: Persamaan Dirac, Potensial Pöschl – Teller Termodifikasi, Faktor Sentrifugal, Metode Nikivorov – Uvarov. PENDAHULUAN Sistem partikel akibat pengaruh relativistik menyebabkan partikel tersebut berpindah dalam medan potensial[1]. Dari hubungan energi relativistik akan di dapat persamaan Klein-Gordon atau persamaan Dirac. Persamaan Klein-Gordon memberikan solusi energi negatif dan densitas probabilitas yang negatif pula. Namun, hal tersebut tidak mungkin terjadi. Pada tahun 1928, Dirac meneliti persamaan gelombang kovarian relativistik dari persamaan Schrödinger dan mengusulkan adanya matriks , dan energi relativistiknya menjadi orde I[2]. Berbagai metode penyelesaian persamaan Schrödinger untuk gerak partikel bermuatan pada potensial – potensial sentral dan non sentral dengan suatu potensial vektor atau suatu potensial skalar terpisahkan telah dikembangkan[3]. Berbagai metode yang telah dikembangkan tersebut diantaranya
adalah metode Supersymmetry, metode shape invarian, metode Nikiforov-Uvarov (NU)[4], dan polinomial Romanovski[5]. Pada makalah ini akan diselesaikan potensial non sentral PöschlTeller yang dialami oleh elektron dalam suatu atom. Selain melakukan gerakan mengitari intinya elektron juga mengalami vibrasi yang diakibatkan potensial non sentral Pöschl-Teller, sehingga potensial non sentral Pöschl-Teller mampu menjelaskan getaran spektrum dari suatu atom dan menjelaskan interaksi sistem atomik[5,6]. Metode yang sesuai untuk menyelesaikan sistem yang dipengaruhi oleh non sentral Pöschl-Teller adalah metode NikiforovUvarov [7] yang pengembangannya berbasis pada pereduksian persamaan Dirac menjadi persamaan diferensial orde 2 tipe Hipergeometri. Persamaan diferensial Hipergeometri memilki bentuk penyelesaian yang paling umum dan persamaan diferensial
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FT-35
fungsi yang lain dapat direduksi menjadi persamaan diferensial hipergeometri. Bila persamaan Hipergeometri telah diperoleh, tingkat-tingkat energi suatu sistem dan juga fungsi gelombangnya dapat diperoleh dengan mudah.
PERSAMAAN DIRAC Persamaan Dirac adalah salah satu persamaan gelombang dalam mekanika kuantum relativistik yang disusun oleh fisikawan Inggris, Paul Dirac, pada 1928 dan memberikan penjabaran tentang partikel mendasar spin , seperti elektron. Persamaan ini konsisten dengan prinsip mekanika kuantum dan teori relativitas khusus[2]. Persamaan Dirac dalam keadaan terikat dengan potensial skalar sr dan potensial vektor V r diberikan : 2
S r r E V R r
(1) Jika :
r r 0 I 0 , dan 0 I 0
r
(2a) (2b)
Dan digunakan sistem satuan c 1 , maka persamaan (1) menjadi : 2 2V r E M r E 2 M 2 r (3) Posisi suatu titik dalam koordinat bola dinyatakan dalam sistem tiga dimensi yang dapat dituliskan r , , . Dengan variabelvariabel r , , pada koordinat bola didefisikan sebagai : , , x r sin cos y r sin sin z r cos (4) Sehingga persamaan Dirac pada persamaan (3) dapat dituliskan sebagai berikut :
FT-36
2V r E M r E 2 M 2 r
(5)
PERSAMAAM DIRAC UNTUK POTENSIAL NON SENTRAL PÖSCHL – TELLER TERMODIFIKASI PLUS FAKTOR SENTRIFUGAL
PUSTAKA
c . p Mc
1 1 1 2 2 r2 2 sin 2 2 r r sin 2 r r r r sin
Potensial non sentral Pöschl-Teller termodifikasi yang digunakan dalam paper ini merupakan potensial yang variabelnya bergantung pada fungsi radial dan polar, yaitu : 1 2 1 2 cos 4 cos 2 sin 2 sin 4 (6) V r , sin 2 r
V r ,
cos 2 r
r 2 sin 2 cos 2
1 2 1 2 2 2 2 sin 2 r cos 2 r r sin r cos 2 r 2
(7)
sehingga persamaan Dirac untuk potensial non sentral Pöschl-Teller termodifikasi dapat dituliskan dengan cara mensubsitusikan Persamaan (7) ke Persamaan (5) Dengan pemisahan variabel maka fungsi gelombang dinyatakan sebagai :
r, , Rr P
(8)
Jika Rr r , maka dapat dinyatakan r
sebagai: 2 r 2E M 1 2 2E M 1 2 l l 1 E2 M 2 r 0 r 2 sin 2 r cos 2 r r2
sin P sin 2 l l 1sin 2 m 2 sin 2E M 2 2 P sin cos
1 2 m2 2
(9a)
(9b)
(9c)
Dengan m dan l adalah bilangan kuantum magnetik dan bilangan kuantum orbital, sehingga diperoleh penyelesaian fungsi gelombang bagian azimuth[8]
1 im e 2
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
(10)
2
METODE NIKIVOROV – UVAROF Persamaan diferensial Hipergeometri yang dapat diselesaikan dengan metode Nikiforov-Uvarov memiliki bentuk[3] sebagai berikut : 2 s s s s 2 s 0 s s s 2
(11)
dimana s dan s biasanya merupakan polinomial berderajat dua dan s merupakan polinomial berderajat satu. Persamaan (11) dapat diselesaikan dengan pemisahan variabel, yaitu :
s ys
(12) s merupakan fungsi gelombang bagian
pertama dan y s merupakan fungsi gelombang bagian kedua. Dengan memasukkan persamaan (12) ke Persamaan (11) diperoleh persamaan tipe Hipergeometri :
(18) Untuk mendapatkan tingkat energi dan fungsi gelombang yang terkait, diperlukan kondisi 0 . Solusi bagian kedua fungsi gelombang y n s yang bersesuaian dengan relasi Rodrigues ditunjukan oleh persamaan berikut:
cn d n n (19) s s s ds n Dimana C n merupakan konstanta normalisasi y n s
yang diperoleh berdasarkan orthogonal fungsi gelombang, dan fungsi bobot s harus tergantung pada kondisi
s s s
(20)
Persamaan gelombang sistem diperoleh dengan cara substitusi variabel dari Persamaan (12), Persamaan (14) dan Persamaan (19). HASIL DAN DISKUSI
(13) dan s adalah derivative logarithmic dimana solusinya bergantung pada :
Untuk menyelesaikan persamaan Dirac modifikasi potensial non sentral Pöschl-Teller bagian radial pada Persamaan (11a) kita menggunakan nilai pendekatan untuk hubungan sentrifugal ketika r 1 , maka sin r r [9]. Oleh karena itu, dapat dituliskan sebagai berikut: 1 1 (21) 2 d 0 2 r sin 2 r
menggunakan persamaan :
Bila Persamaan (21) disubsitusikan Persamaan (9a) sehingga diperoleh :
ke
2E M 1 2 l l 1 2 2E M 1 2 r sin 2 r cos 2 r r 0 r 2 2 2 2 E M l l 1 d 0
(22)
2 y y y 0 2 s s
(14) fungsi s merupakan polinomial berderajat satu dan parameter dicari dengan 2
k 2 2
(15)
k
(16) Harga k pada persamaan (15) dapat diperoleh dari kondisi bahwa pernyataan kuadrat di bawah akar merupakan kuadrat sempurna dari polinomial derajat satu, sehingga diskriminan di bawah akar harus nol. Persamaan tingkat energi dapat diperoleh dari persamaan (16) dengan hubungan n dan n ditentukan dengan: nn 1 , n = 0, 1, 2, ... (17) n n
Untuk mengubah persamaan differensial orde 2 tersebut menjadi persamaaan differensial orde 2 tipe Hipergeometri maka dilakukan subtitusi variabel yang sesuai yaitu cos 2r s pada Persamaan (22). Sehingga persamaan yang bersesuaian dengan Persamaan (11) : 4E M 1 2 2l l 1 2 1 s 2 4 2 1 s 2 d s s d s ds 2 1 s 2 ds 4E M 11 s E 2 M 2 l l 1 2 d 0 1 s 2 2 2 4 2 1 s 2 4 2 1 s 2 2
(23) s 0
2
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FT-37
dengan nilai : 1 s2
(24a)
s
(24b)
4E M 1 2 2l l 1 2 1 s 2 4 2 1 s 2 4E M 11 s E 2 M 2 l l 1 2 d 0 1 s 2 2 2 4 2 1 s 2 4 2 1 s 2
(24c) Untuk menentukan nilai dari digunakan Persamaan (15) dan Persamaan (24) sehingga diperoleh bahwa : E M l l 1 d ( 2
2
2
s 1 2 k 4 4 2 4 E M 1 1 2 l l 1 4 s E2 M 2 2 l l 1 d 0 1 2 2 k 4 4
2
2 2 2 2 1 1 1 1 l l 1 l l 1 2 2 2 2 16 16 2 2 8
4 p12
2
1 2 2 8
0
25) Harga k pada Persamaan (25) dapat diperoleh dari kondisi bahwa pernyataan kuadrat di bawah akar pada Persamaan (25) merupakan kuadrat sempurna dari polinomial derajat satu sehingga determinan dari persamaan di bawah akar sama dengan nol, yaitu : E M ( l l 1d 2
2
(28a)
2 2 1 1 l l 1 2 2 4 2 2 p1 8
16
2
1 2 2
2
(28b)
2 1 l l 1 2 2
2 1 l l 1 2 16
2
1 2 2
2 1 l l 1 2
2
8
Untuk memiliki arti fisis lebih, pilihan terbaik untuk nilai p diperoleh dari Persamaan (28b), maka diperoleh : 2
1 1 l l 1 2 2 p2 2 Dengan mensubsitusi Persamaan Persamaan (25) diperoleh: 2
(29) (29)
ke
2
1 1 l l 1 1 2 2 (30) s p 2 2 4 p2
1 2 4E M 1 1 2l l 1 k 4 4 4 4 2 2 E M 4E M 1 1 2l l 1 l l 1d o 2 k 0 4
Sekarang kita dapat menghitung nilai dari Persamaan (16) dan diperoleh :
26) Untuk menerukan nilai p dari Persamaan (26), maka dapat dilakukan dengan memisalkan :
Dengan mensubsitusi Persamaan (24a) dan Persamaan (30) ke Persamaan (18) diperoleh :
2
o
2E M 1 1
M2
2
l l 1d 4
o
1 p2 2
2
2
(31)
2
1 1 l l 1 2 2 s2 p2 2 2 p2
(32)
Dan n dari Persamaan (17) diperoleh :
(27b)
n n 2 2np2 n (33) Karena n sehingga dari Persamaan (31)
E
2
M2
2
l l 1d 4
o
k
1 4
(27c) Sehingga didapatkan nilai p , yaitu : FT-38
2
(27a)
2E M 1 1
p2
E
dan Persamaan (33) diperoleh hubungan :
E
2
2
1 M 2 4 2 p2 n l l 1 2 d 0 (34) 2
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Dapat diperoleh solusi untuk nilai energi pada Persamaan (34) yaitu : ( 1 1 2
2E M 1 2E M 1 4 2 4 1 4 E nr nr l l 1 2 d o E M 2 2
35) Untuk menentukan fungsi gelombang bagian radial digunakan hubungan Persamaan (14) dengan mensubtitusikan pada Persamaan (30), dan pada Persamaan (24a) dan dihasilkan persamaan diferensial orde satu. 2
2
1 1 l l 1 1 2 2 s p2 2 4 p2 1 s2
(36)
4 p 2 p 12 E M 12 E M 1l l 1 8p 1 s 4 p 2 p 1 2 E M 12 E M 1l l 1 2 2
2
2
2 2
1 s
2
8 p2
PnrA, B s
cnr 1 r n
nr !2 1 s 1 s nr
A
B
d nr 1 s Anr 1 s Bnr ds nr
(42)
Sehingga fungsi gelombang lengkap dapat dituliskan :
n Bn 1 s 2 4 1 s 2 4 Pn A,B s A 1
r
r
B 1
r
(43)
Di mana Bnr adalah faktor normalisasi fungsi gelombang bagian radial,sehingga diperoleh nilai sebagai berikut : Bnr
2 2nr 1nr 1 2 1 nr 1nr 1
(44)
Fungsi gelombang radial pada potensial non sentral Pöschl-Teller termodifikasi merupakan fungsi sinusoidal yang hanya bergantung oleh fungsi r. Fungsi gelombang radial mendiskripsikan gerak menjauh dan mendekatnya elektron terhadap inti atom seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
(37) Persamaan (37) merupakan penyelesaian fungsi gelombang bagian radial bagian yang pertama. Untuk fungsi gelombang radial bagian yang kedua terlebih dahulu ditentukan fungsi bobot menggunakan Persamaan (20) dengan mensubtitusikan Persamaan (24a) dan Persamaan (32) sehingga diperoleh : 1 1 ( l l 1 1 s s 2 2 s2 p 2 s 2
2
2
s
2
2 p2
GAMBAR 1. Visualisasi Fungsi Gelombang
38) 2
1 s
2
1 s
2
1 1 4 p22 l l 1 2 2 4 p2 2
1 1 4 p22 l l 1 2 2 4 p2
(39) Berdasarkan fungsi bobot, persamaan fungsi gelombang radial bagian kedua ditentukan menggunakan Persamaan (20) yang bersesuaian dengan relasi Rodigues. cn dn 1 s 2 n 1 s A 1 s B ( y s n
1 s A 1 s B
ds n
40)
yn s cnr 1 r 2 nr nr !PnrA, B s n
(41) Dengan polynomial dengan persamaan :
Jacobi
dinyatakan
Secara umum, tingkat energi suatu atom bersifat diskrit dengan harga energi yang dipengaruhi oleh bilangan kuantum utama yang menentukan kulit-kulit suatu atom. Energi yang didapatkan berdasarkan Persamaan (35) menunjukan tingkatan energi elektron yang ada pada kulitkulit atomnya. Harga bilangan kuantum utama ditentukan oleh harga bilangan kuantum radial dan harga bilangan kuantum orbital l yang ditunjukan n nr l 1 . Dimana harga bilangan kuantum orbital l dipengaruhi oleh nilai , , , , m , dan nl .yang merupakan gangguan dari faktor sentrifugal. Nilai dari , , dan semakin besar menunjukan bahwa gangguan yang dialami semakin besar. Sehingga ketika gangguan yang dilakukan sentrifugal semakin besar, maka tingkat energi akan semakin besar dan
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FT-39
positif serta amplitudo yang dihasilkan dari fungsi gelombang juga semakin besar. Berdasarkan Gambar 2, tampak bahwa grafik biru terhadap merah semakin positif dan merah terhadap hitam juga semakin positif sehingga berdasarkan perbandingan ketiga grafik energi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa jika potensial non sentral Pöschl – Telller termodifikasi mendapatkan gangguan faktor sentrifugal, maka tingkat energi semakin bernilai positif dan suatu elektron membutuhkan energi yang lebih tinggi untuk berada pada kulit tersebut. Oleh karena itu, jika pada suatu kulit atom yang terganggu terdapat elektron, maka elektron tersebut akan semakin mudah lepas.
GAMBAR 2. Tingkat Energi
REFERENSI 1. Xian-Quan, H.U., Guang, L.U.O., Zhi-Min, W.U., Lian-Bin, N.I.U Ana Yan, M.A. 2010. Solving Dirac Equation Alt New Ring-Shaped Non-Spherical Harmonic Oscillator Potential. Journal of Communication Theoretical Physics, Vol. 53, No. 2, pp. 242-246.
FT-40
2. Greiner, W. 2000. Relativistic Quantum Mechanics, Wave Equation, Third edition. Springer, Berlin. 3. Ikot, A. N. 2011. Analytical Solutions of Schrödinger Equation with Generalized Hyperbolic Potential Using NikiforovUvarov Method. The African Review of Physics, Vol. 6, pp. 221-227. 4. Ikot, A. N. and Akpabio, L. E. 2010. Approximate Solution of the Schrödinger Equation with Rosen-Morse Potential Including the Centrifugal Term. Applied Physics Research, Vol. 2 No. 2, pp. 202208. 5. Cari and Suparmi. 2012. Approximate Solution of Schrodinger Equation for Trigonometric Scarf Potential with the Poschl-Teller Non-central potential Using NU Method. IOSR Journal of Applied Physics (IOSR-JAP) ISSN: 2278-4861,Vol. 2 Issue 3, pp. 13-23. 6. Kleinert, H. and Mustapic, I. 1992. Summing the Spectral Representation of Poschl-teller and Rosen Morse Fixed – Energy Amplitudes. J. Math. Phys, Vol. 33 No. 2, pp. 643- 662. 7. Bakkeshizadeh, S. and Vahidi, V. 2012. Exact Solution of the Dirac Equation for The Coloumb Potential Plus NAD Potential by Using the Nikiforov-Uvarov Method. Adv. Studies Theor. Phys., Vol. 6 No. 15, pp.733-742 8. Agboola, D. 2011. Schrödinger Equation with Hulthen Potential Plus Ring-Shaped Potential. Communication in Theoritical Physics,Vol. 55 No. 6, pp. 972-976. 9. Greene, R. And Aldrich, C. 1976. Variational wave function for a screened coulomb potential, Phys. Rev. A14(6).
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN SESI PARALEL FISIKA TEORI Kode : E-01
Pertanyaan : Pengertian potensial non sentral manning rosen plus
Pemakalah : Ihtiari
scarf III dan cirri khususnya!
Penanya : Siti Wahyuni Jawaban : Untuk potensial non sentral diartikan sebagai potensial yang dapat menjelaskan tentang gerakan dari suatu electron ditinjau dari bagian fungsi gelombang sudutnya. Ciri khususnya dapat dilihat dari persamaan matematisnya. Beberapa potensial mempunyai bentuk persamaan yang berbeda, namun juga ada yang mempunyai kemiripaan Penanya : Siti Wahyuni
Pertanyaan : Alasan masih menggunakan persamaan Schrodinger ?
Jawaban : Karena yang ditinjau adalah atom dengan sifat yang hampir mirip dengan atom hydrogen dan digunakan untuk energy rendah. Kode : E-03
Pertanyaan : Apa yang disebut dengan dimensi-D?
Pemakalah : Luqman Hakim Penanya : -
Jawaban : Setiap benda memiliki dimensi terhadap masingmasing acuan. Dimensi D didasari dengan penggunaan koordinat polar dan variable momentum sudut θ1, θ2, ………θD-1,ϕ dan operator laplacian dalam koordinat polar.
Kode : E-02
Pertanyaan : Bagaimanakah penentuan parameter fisis hilal jika
Pemakalah : Judhistira Aria
cuaca / kecerahan tidak memungkinkan?
Utama Penanya : Umi Khoiriyah
Jawaban : mengasumsikan kondisi yang ideal, kredibilitas data observasi Pertanyaan : Selama ini penetapan melihat hilal ada dua
Penanya : Supriyanto
perbedaan antara hilal harus dilihat dengan mata telanjang dan bias dilihat dengan alat. Manakah yang lebih akurat dan dapat menyatukan umat islam? Jawaban : Sangat dipengaruhi sar’i harus mata telanjang, maka semua harus mau duduk bersama untuk menyatukan persepsinya. Pertanyaan : Kelebihan dankekurangan usulan yang disampaikan?
Penanya : Siti Wahyuni
Jawaban : Kelebihan : memberikan landasan teori bagi salah satu butir criteria MABIMS (kriteria yang digunakan pemerintah) yaitu ketinggian hilal ~ 2o. Kekurangan : membutuhkan lebih banyak data lagi untuk mendapatkan nilai parameter fisis yang lebih valid dan mapan
Kode : E-05
Pertanyaan : Mengapa harus ada energy yang ternormalisasi?
Pemakalah : Supriyanto Penanya : Umi Khoiriyah
Jawaban : Didalam Mekanika klasik, jumlah peluan observasi/nilai harap =1 fungsi gelombang menuju tak terhingga
Penanya : -
Pertanyaan : Apa kelebihan metode N-U?
Jawaban : Metode NU secara umum penyelesaiannya lebih panjang dan cocok untuk penyelesaian secara analitik tetapi matematisnya lebih sederhana
KELOMPOK FISIKA BUMI
Sebaran Medan Massa, Medan Tekanan dan Arus Geostropik di Perairan Utara Papua pada Bulan Desember1991 Adi Purwandana*1 1
Laboratorium Oseanografi Fisika dan , Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) *email: [email protected]
Abstrak. Perbedaan properti fisik massa air laut antara satu tempat dengan tempat lain menghasilkan gaya gradien tekanan yang memicu aliran massa air laut. Kehadiran rotasi bumi menghasilkan gaya Gaya Coriolis yang berkontribusi ketika terjadi perpindahan massa air ini. Kombinasi kedua hal tersebut dikenal sebagai faktor utama pembentuk arus geostropik yang berperan pada transpor massa air. Penelitian arus geostropik dan transpornya dilakukan berdasarkan data hasil observasi Kapal Riset Baruna Jaya I pada bulan Desember 1990-Januari 1991. Terdapat lima stasiun hidrografi yang dianalisis dalam kajian ini, yakni transek utara-selatan yang membentang dari ~57 km lepas pantai Papua hingga 220 km ke arah utara (laut lepas).Dikaji pada awal Musim Barat Laut, terjadi pengangkatan lapisan termoklin seiring mendekati pesisir. Fenomena tersebut diduga terjadi akibat perpindahan massa air karena arus terpicu anginMuson Barat Laut yang mengarah ke Timur Laut (di belahan bumi utara), sehingga trasnspor Ekman meninggalkan pesisir. Peristiwa ini memicu pengangkatan massa air dari lapisan dalam untuk mengisi lapisan atas, dan diduga merupakan tahap awal fenomena upwellingmusiman di perairan pesisir utara Papua. Berdasarkan hasil analisis arus geostropik dan transpordiperoleh adanya aliran intensif pada lapisan termoklin. Secara umum, kecepatan arus relatif terhadap tekanan 900 dbar memiliki rentang -29,2 hingga 29,0 cms-1.Kecepatan arus meningkat seiring mendekati pesisir. Identifikasi arus-arus yang terjadi didasarkan pada dua kategori aliran, yakni aliran ke barat dan aliran ke timur. Arus-arus yang mengarah ke barat yakni SEC (utara) dan SEC (selatan), dan EIC, dengan besar kecepatan 24,8; 14,2; dan 22,9 cms-1. Arus yang mengarah ke timur yakni NECC, NSCC, dan EUC; dengan besar kecepatan maksimum berturut-turut 20,3; 6,1; dan 29,0 cm s-1. Estimasi net transpor dari keseluruhan penampang menghasilkan aliran massa air sebesar 0,58 ± 0,18 Sv (1 Sv=106 m3/s).
Kata kunci: Data hidrografi, arus geostropik, transpor geostropik, perairan utara Papua. PENDAHULUAN Salah satu tujuan utama penelitian di bidang oseanografi fisika adalah untuk mendapatkan penjelasan mengenai sirkulasi massa air lautan dalam skala luas, sebagai kajian awal untuk memahami sistem iklim global, distribusi sedimen lautan, dan pergerakan lainnya. Jika dibandingkan dengan penelitian atmosfer, pengukuran untuk mendapatkan arus lautan secara langsung lebih sulit dilakukan dan membutuhkan banyak biaya [1].
Terdapat beberapa metode untuk memperoleh keterangan seputar sirkulasi lautan dengan menggunakan data hidrografi.Kajian tentang kesetimbangan geostropik dan kesetimbangan hidrostatik merupakan dasar dinamika dari metode-metode tersebut. Metodemetode ini dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tipe, berdasarkan pada dinamika dan perbedaan penerapannya: (1) metode deskriptif, (2) metode diagnostik dengan mengabaikan pengaruh angin dan dasar laut, dan (3) metode diagnostik
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FB-1
dengan memperhitungkan pengaruh angin dan dasar laut [1]. Dinamika topografi permukaan laut relatif terhadap muka referensi yang lebih dalam merupakan salah satu cara pengukuran sirkulasi di permukaan laut [2]. Wyrtki [3] melakukan investigasi kemungkinan menggunakan profil temperatur dari XBT (expendable bathythermograph) dalam kaitannya dengan kurva rata-rata temperatur-salinitas untuk menentukan dinamika topografi. Variasi dinamika topografi biasanya dapat dikategorikan berdasarkan pemicunya menjadi dua kelompok, yakni reguler dan random. Variasi reguler dipengaruhi oleh siklus tahunan struktur termal, kaitannya dengan siklus pemanasan dan pendinginan, serta perubahan sistem medan angin global. Proses ini merupakan kontributor utama dalam perubahan dinamika topografi karena secara langsung mempengaruhi densitas. Sedangkan variabilitas random dipengaruhi oleh kelokan arus-arus, eddy, gelombang internal serta pasangsurut.Lebih jauh lagi, pengaruh gesekan angin dan pemompaan Ekman juga mengakibatkan perubahan struktur temperatur dan densitas yang memunculkan dinamika topografi dan berpengaruh pada pola aliran geostropik [3]. Pada area ekuator, di mana perubahan temperatur lapisan permukaan kecil, maka perubahan dinamika topografi akan lebih dipengaruhi oleh ketebalan lapisan hangat permukaan akibat perpindahan vertikal termoklin karena perubahan medan angin ketimbang akibat pemanasasan dan pendinginan lautan [3]. Distribusi dan variabilitas kedalaman dinamik tertinggi di Samudera pasifik berada berada di sebelah barat samudera, yakni pada lokasi arus-arus batas barat (western boundary current); serta secara umum di seluruh bagian barat samudera dan area ekuator.Variabilitas terkecil dijumpai di wilayah subpolar dan bagian timur samudera.Lebih jauh Stommel [4] dan Reid [5] menyebutkan standar deviasi berkisar ±2 hingga ±5 dyn m. Dalam tulisan ini, metode diagnostik dengan mengabaikan pengaruh gesekan angin dan gesekan dasar laut akan digunakan untuk mendapatkan karakteristik kedalaman dinamik, arus geostropik, perkiraan nilai transpor massa
FB-2
air, dan identifikasi transpor massa air di perairan laut lepas utara Papua. Secara khusus, perhitungan kecepatan dan transpor geostropik ini hanya dilakukan pada akhir monsoon tenggara memasuki monsoon barat laut (musim peralihan), yakni bulan Desember. METODOLOGI Data yang dianalisis dalam kajian ini diperoleh dari hasil pengukuran karakteristik massa air, yakni temperatur dan salinitas dengan menggunakan CTD (conductivity, temperature, depth) yang terdapat pada Kapal Riset Baruna Jaya BPPT dalam kegiatan ekspedisi pada bulan Desember 1991 - Januari 1992 di perairan sebelah utara Papua. Analisis hanya dilakukan dengan mengambil satu transek utara-selatan, yakni pada stasiun-stasiun hidrografi yang tepat berada di atas kepala burung, Papua (Stasiun 12, 13, 14, 15, dan 16).Kelima stasiun tersebut berturutturut berada pada posisi 133,521o BT dan 1,333o LU; 133,520o BT dan 0,817o LU; 133,520o BT dan 0,333o LU; 133,520o BT dan 0,167o LS; 133,520o BT dan 0,650o LS (Gambar 1).Keseluruhan stasiun tersebut diukur pada tanggal 27 Desember 1991.
GAMBAR 1.Posisi stasiun hidrografi dalam ekspedisi Kapal Riset Baruna Jaya I pada bulan Desember 1990-Januari 1991 yang dianalisis dalam kajian ini.
Pengolahan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel, ODV 4 (Ocean Data View), Surfer 9, dan Origin 6.Analisis data yang dilakukan dalam kajian ini hanya dilakukan dengan memilih papar acuan level of no motion pada kedalaman 900
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
dBar.Meskipun kedalaman pengukuran hingga 1000 meter, perangkat lunak yang digunakan (ODV) membatasi pemilihan papar acuan supaya tidak dilakukan dengan menggunakan batas terbawah dari data. Disamping itu, menurut Rebert et al. [6], pada stasiun-stasiun di dekat ekuator, fluktuasi muka laut mencerminkan perubahan densitas (medan massa) di atas 400 meter, dan semakin menjauh dari ekuator menuju gyre subtropis, muka laut hanya menggambarkan perubahan struktur densitas lapisan dalam. Dengan kata lain, pemilihan kedalaman referensi atau papar acuan mulai 400 meter sudah mencukupi karena aliran horizontal hanya terkonsentrasi pada kedalaman kurang dari 400 meter [6]. Penentuan pelapisan massa air berdasarkan stratifikasi temperatur dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Origin 6 dengan kriteria laju penurunan temperatur lapisan termoklin atas dan bawah serta lapisan dalam sebagaimana menurut Ilahude[7], melalui analisis regresi linier untuk ketiga lapisan tersebut. Lapisan termoklin atas, bawah, dan dalam berturut-turut memiliki laju penurunan temperatur 9,5oC; 1,3oC; dan 0,05oC per 100 meter penurunan kedalaman.Gambar 2 memperlihatkan secara praktis penentuan lapisan tercampur, lapisan termoklin atas dan bawah, serta lapisan dalam.
GAMBAR 2.Penentuan stratifikasi lapisan massa air berdasarkan stratifikasi penurunan temperatur terhadap kedalaman: lapisan tercampur (mixed layer), lapisan termoklin atas (upper layer thermocline),
lapisan termoklin bawah (lower layer thermocline), dan lapisan dalam (deeper layer).
Adapun penentuan kecepatan arus geostropik dilakukan pada setiap antardua stasiun hidrografi, dengan memperhatikan gradien kedalaman dinamik antardua stasiun tersebut. Perhitungan kecepatan geostropik dilakukan sebagaimana menurut Pond dan Pickard [8]:
(V2 V1)
10 [ ΔD2 - ΔD1 ] 2 L Ω sin
(1)
dengan (V1-V2) kecepatan geostropik absolut antara stasiun 1 dan 2 (m/s); ΔD1 dan ΔD2 berturut-turut adalah kedalaman dinamik di stasiun 1 dan 2 (dyn.m); L adalah jarak antara stasiun 1 dan 2 (m); Ω adalah kecepatan sudut rotasi bumi (7,292x10-5 rad/sec); dan φ adalah posisi lintang antara dua stasiun (centered) dalam derajat. Identifikasi massa air dilakukan dengan mengacu pada kisaran nilai temperatur dan salinitas sebagaimana Wyrtki [9], dan ditampilkan dalam diagram T-S.
HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Massa Air
Berdasarkan analisis stratifikasi termal massa air kelima stasiun hidrografi yang membentang dari utara (stasiun 12, ~220 km lepas pantai Papua) hingga ke selatan (stasiun 16, ~57 km lepas pantai Papua) menunjukkan adanya kemiringan (slope) yang menaik hilang di stasiun 16 (Gambar 3). Seiring dengan naiknya lapisan termoklin bahkan hingga ke permukaan di stasiun 16, teridentifikasi pula naiknya lapisan dalam di bawah lapisan termoklin. Penaikan lapisan termoklin dan lapisan dalam di dekat pesisir Papua ini dimungkinkan terjadi karena pengaruh angin, di mana pada bulan Desember, perairan Indonesia memasuki masa peralihan dari muson tenggara (southeast monsoon) menuju muson barat laut (northwest monsoon) di belahan bumi selatan.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FB-3
GAMBAR 3. Profil menegak dan melintang temperatur pada stasiun 12, 13, 14, 15, dan 16. Stasiun 16 merupakan stasiun paling selatan, berada di dekat pesisir utara Papua.
Adanya sinyal penaikan lapisan dalam dan terangkatnya lapisan termoklin di dekat pesisir Papua ini mengindikasikan pengaruh angin yang berasal dari arah barat laut (yang direpresentasikan oleh muson barat laut) lebih kuat dibandingkan pengaruh angin pasat maupun angin muson tenggara yang kian melemah. Akibatnya, terjadi transpor massaair permukaan meninggalkan pesisir utara Papua. Konsekuensinya, terjadilah penaikan massa air lapisan dalam menggantikan perpindahan yang terjadi pada lapisan permukaan. Di samping itu, kedalaman lapisan termoklin yang direpresentasikan oleh
kedalaman kontur permukaan isotermal atau densitas dapat dijadikan indikasi jumlah massa air permukaan yang terdapat pada lokasi tersebut[6]. Lebih lanjut, integrasi horiontal volume lapisan atas ini akan memungkinkan perhitungan pasokan massa air, serta perpindahannya [10]. Tabel 1 memperlihatkan ketebalan dan laju penurunan temperatur terhadap kedalaman lapisan tercampur (mixed layer), lapisan termoklin atas dan bawah (upper layer thermocline, lower layer thermocline), dan lapisan dalam (deep layer).
TABEL 1. Laju penurunan temperatur per 100 meter kedalaman pada lapisan tercampur, lapisan termoklin atas, lapisan termoklin bawah, dan lapisan dalam.
Station
12
13
14
FB-4
Layer
Thickness (m)
Mixed Upper Thermocline Lower Thermocline Deep Mixed Upper Thermocline Lower Thermocline Deep Mixed Upper Thermocline Lower Thermocline Deep
43 153 232 >572 38 88 262 >612 37 91 250 >622
Decreasing Rate of Temperature (oC/100 m) 0.00 -9.78 -2.01 -0.65 0.00 -14.47 -3.15 -0.65 0.00 -15.78 -3.02 -0.68
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
15
16
Mixed Upper Thermocline Lower Thermocline Deep Mixed Upper Thermocline Lower Thermocline Deep
Bersesuaian dengan karakteristik temperatur, teridentifikasi pula adanya penaikan/desakan lapisan massa air dengan salinitas minimum dari lapisan dalam (Gambar 4). Proses ini berdampak pada penipisan lapisan ini (core layer) lapisan salinitas maksimum menuju pesisir Papua. Dimungkinkan, sebagaimana indikasi sebelumnya, pengaruh angin muson barat daya pada perairan sebelah selatan ekuator memindahkan massa air permukaan menjauhi pesisir, sehingga mengangkat lapisan massa air pada lapisan bawah.
36 152 121 >691 231 84 >685
0.00 -10.43 -3.30 -0.67 -3.02 -0.72
Tampak pula adanya penebalan lapisan inti salinitas maksimum pada stasiun 14, dengan ketebalan ~110 meter. Kondisi ini berkaitan dengan posisi stasiun 14 yang berada di sebelah utara ekuator, di mana angin muson timur laut dan angin pasat pada sekitar ekuator akan menghasilkan upwelling di ekuator meskipun intensitasnya mengecil menuju barat Samudera Pasifik. Massa air permukaan yang dipindahkan ini dimungkinkan membentuk zona konvergen di utara ekuator. Analisis ini bersesuaian dengan profil kedalaman dinamik sebagaimana pada Gambar 7.
GAMBAR 4. Profil menegak dan melintang salinitas pada stasiun 12, 13, 14, 15, dan 16. Stasiun 16 merupakan stasiun paling selatan, berada di dekat pesisir utara Papua.
Penipisan lapisan inti salinitas maksimum pada stasiun 16 sebagaimana pada Gambar 5 diikuti oleh fenomena penurunan lapisan haloklin. Derajat kenaikan salinitas terhadap kedalaman untuk stasiun 12, 13, 14, 15, dan 16 berturut-turut adalah 0,0009; 0,0018; 0,0013; 0,0014; dan 0,0011 PSU/meter atau rata-rata 0,0013 PSU/meter. Terjadi pula penurunan lapisan haloklin pada stasiun 16, dengan penurunan sebesar 70 meter
dibandingkan pada stasiun 12, dan 20 meter jika dibandingkan dengan stasiun 15. Gambar 5 juga memperlihatkan adanya penggoyangan lapisan inti salinitas maksimum terutama pada stasiun 16, di mana memiliki lapisan inti yang sangat tipis. Fenomena ini berkaitan dengan stabilitas massa air tersebut yang rendah, dimungkinkan berkaitan dengan desakan massa air salinitas minimum yang berada di bawahnya yang berada pada kisaran 34,45–34,48 PSU, dengan inti pada kedalaman
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FB-5
~300 meter. Terpantaunya salinitas tinggi di lapisan permukaan pada stasiun 16 dengan nilai yang relatif berada pada kisaran yang sama dengan nilai lapisan salinitas maksimum pada stasiun di sebelah utaranya mengindikasikan sumber massa air pada stasiun 16 adalah hasil pengangkatan dan percampuran dengan massa air salinitas maksimum di utaranya.
GAMBAR 5. Profil menegak salinitas pada stasiun 12, 13, 14, 15, dan 16 lapisan permukaaan hingga kedalaman 500 meter, di mana salinitas maksimum dan minimum teridentifikasi. Tanda panah menunjukkan penurunan batas atas lapisan inti salinitas maksimum stasiun 16.
Adapun terdeteksinya penurunan salinitas massa air hingga kedalaman ~70 meter pada stasiun 16 dimungkinkan merupakan kontribusi dari daratan yang berasal dari sungai di daratan Papua. Dengan pertimbangan pula bahwa nilai salinitas maksimum terpantau tidak lebih rendah daripada rendahnya nilai salinitas rendah tersebut, maka tidak mungkin hanya merupakan kontribusi dari penaikan massa air salinitas maksimum lapisan bawah. Berdasarkan analisis identifikasi massa air dari diagram T-S sebagaimana pada Gambar 6, mengacu pada kisaran sebagaimana Wyrtki[9], terpantau adanya massa air subtropis
FB-6
atas (subtropical lower water, SLW), massa air lapisan pertengahan Pasifik utara (northern intermediate water, NIW), dan massa air lapisan pertengahan Pasifik selatan (southern intermediate water, SIW). Kisaran nilai massa air ini oleh Wyrtki [8] kaitannya dengan massa air yang teridentifikasi dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 2.
GAMBAR 6. Diagram T-S dari kelima stasiun hidrografi di utara Papua. Zonasi dengan garis merah merupakan identifikator massa air menurut Wyrtki [9]. Tanda panah menunjukkan salinitas maksimum pada stasiun 16 yang bergeser ke bawah dan cenderung tidak berada dalam zonasi.
Sebagaimana disajikan pada Gambar 6, kisaran pola diagram T-S untuk kelima stasiun memiliki kisaran yang relatif sama pada areaarea identifikasi. Penyimpangan terlihat pada stasiun 16, di mana massa air salinitas maksimum SLW sangat tipis. Hal ini berkaitan dengan penurunan dan penipisan lapisan haloklin yang telah dijelaskan sebelumnya.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
TABEL 2.Karakteristik massa air di bagian barat Samudera Pasifik yang teridentifikasi dalam kajian ini. Water Type
T, C
S, ‰
S Minimum
7-11
34.10 – 34.50
S Minimum
5-7
34.45 – 34.60
S Maximum
1524
34.50 – 34.90
Characteristics
Nortern Intermediate Water, NIW Southern Intermediate Water, SIW Subtropical Lower Water, SLW
Struktur Arus dan Transpor Distribusi medan massa dan tekanan yang direpresentasikan dengan kedalaman dinamik diperlihatkan pada Gambar 7. Nilai N
0o
o
anomali kedalaman dinamik yang digunakan untuk menghitung kecepatan arus geostropik berada pada kisaran -0,038 hingga 0,086 dyn.m, nol pada kedalaman papar acuan.
S
GAMBAR7. Profil menegak dan melintang salinitas pada stasiun 12, 13, 14, 15, dan 16. Stasiun 16 merupakan stasiun paling selatan, berada di dekat pesisir utara Papua.
Sebagaimana disajikan pada Gambar 7 (kanan), arus geostropik di perairan utara Papua berada pada kisaran -29,2 hingga 29,0 cm/s; dengan intensifikasi arus secara keseluruhan mengarah ke barat. Khusus untuk arus geostropik pada area ekuator, dua stasiun hidrografi yang berseberangan (stasiun 14 dan 15) akan menghasilkan karakteristik aliran yang berbeda karena perbedaan posisi lintang
keduanya (stasiun 14 di sebelah utara ekuator, stasiun 15 di sebelah selatan ekuator). Identifikasi atas arus-arus yang terdapat dalam kajian ini dapat dilihat pada Gambar 8. Secara umum, pola pada Gambar 8 diderivasikan sebagaimana Wyrtki dan Kilonsky[11] dalam kajiannya pada area ekuator antara Hawaii-Tahiti. Pola tersebut setidaknya akan relatif sama untuk area-area yang berada di sekitar ekuator. Namun, intensifikasi aliran maupun pelemahan aliran dimungkinkan terjadi
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FB-7
pada area ekuator spesifik sebagaimana di Indonesia, di mana pengaruh muson menggeser peran angin pasat. Lebih khusus lagi, perairanperairan batas barat samudera, seperti pada lepas pantai utara Papua New Guinea hingga utara Papua Barat berkembang arus pesisir New Guinea (New Guinea coastal current, NGCC). NGCC memiliki karakteristik aliran ke arah barat laut pada muson tenggara, dan ke arah tenggara pada muson barat laut[12]. Berdasarkan perhitungan kecepatan geostropik yang telah dilakukan, kecepatan arus pada kedalaman hingga 100 meter berkisar 25,5 cm/s ke arah barat (antara stasiun 15 dan 16). Nilai kecepatan ini lebih kecil daripada hasil pengukuran langsung Kuroda [12] pada posisi 2,5 LS; 142 BT, lepas pantai Papua New Guinea pada muson tenggara mencapai 60 cm/s ke arah barat. Di samping itu, memasuki bulan Desember, arah NGCC permukaan hingga kedalaman 100 meter akan berbalik ke timur dengan kecepatan hingga 100 cm/s seiring berhembusnya angin muson barat laut [12]. Lebih kecilnya nilai dan berbedanya karakteristik arah arus yang terpantau pada kajian ini dimungkinkan terjadi akibat pelemahan NGCC memasuki kawasan utara Papua (utara kepala burung) yang sebelumnya arus ini melintasi gugus kepulauan di sebelah timurnya. Pelemahan ini juga dapat dimungkinkan terjadi karena kondisi angin di utara Papua yang tidak cukup kuat sebagaimana pada area 2,5 LS. Hal ini berkaitan dengan posisi perairan utara Papua yang berdekatan dengan ekuator, di mana intensitas angin muson yang melintasi ekuator akan cenderung melemah. Pada kedalaman 150 hingga 900 meter, diperoleh kecepatan arus geostropik antara stasiun 15 dan 16 adalah 5,2 cm/s ke arah barat, dengan maksimum pada kedalaman 150 meter sebesar 14,6 cm/s. Jika dibandingkan dengan Kuroda[12], arus bawah pesisir New Guinea (NGCUC) memiliki kecepatan rata-rata 54 cm/s pada kedalaman 210 meter, pada 2,5 LS dan menurun ke arah laut lepas. NGCUC memiliki karakter arah aliran yang konsisten, di mana pengaruh perubahan musiman angin muson hanya mengubah besar kecepatannya. NGCUC kuat pada musim kemarau, khususnya bulan September dan Juni-Juli, dan melemah pada
FB-8
bulan Nopember-Desember dan April[12]. NGCUC mengalir ke arah barat menyusuri pesisir utara pulau Papua, dan bergabung dengan SEC dari timur Pasifik. Dengan demikian, kecilnya intensitas kecepatan arus geostropik pada lapisan >150 meter di utara Papua ini sejalan dengan Kuroda [12], di mana arus melemah pada bulan Desember, di samping juga posisinya yang lebih jauh dari lokasi terbentuknya SEC di lintang sedang. Penekanan kajian arus antara stasiun 15 dan 16 (dekat pesisir utara Papua), ini diperlukan mengingat arus selatan ekuator SEC sesampainya pada perairan utara pulau Papua akan mengalami intensifikasi ataupun pelemahan di area dekat pesisir. Secara rinci, dari kajian ini terpantau intensitas arus sebagaimana diidentifikasi pada Gambar 8. Arus balik utara ekuator, NECC dan arus balik bawah permukaan utara,NSCC maksimum berturut-turut sebesar 3,5 cm/s dan 3,0 cm/s. Jika dibandingkan dengan Wyrtki dan Kilonsky [11] di Pasifik timur, kedua arus ini memiliki nilai untuk NECC dan NSCC berturutturut adalah 20,3 dan 6,1 cm/s. Lebih kecilnya nilai kedua arus pada hasil kajian ini disebabkan relatif jauhnya stasiun hidrografi dalam kajian ini dari posisi arus utama keduanya.
GAMBAR8. Skema zonasi araharus-arus zonal antara stasiun 12 (133,521o BT dan 1,333o LU) hingga stasiun 16 (133,520o BT dan 0,650o LS) hingga kedalaman 900 meter (papar acuan, level of no motion). NECC, NSCC, SEC, EUC, dan EIC berturut-turut adalah arus balik utara ekuator (north equatorial counter current), arus balik bawah permukaan utara (northern subsurface counter current), arus selatan ekuator (south equatorial
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
current), arus bawah ekuator (equatorial under current), dan arus pertengahan ekuator (equatorial intermediate current). Pembagian arus-arus dalam zona arah yang sama (NECC dan NSCC serta SEC dan EIC) dilakukan berdasarkan kedalaman menurut Wyrtki dan Kilonsky [11].
SEC di sebelah utara ekuator dan sebelah selatan ekuator terpantau memiliki kecepatan maksimum berturut-turut sebesar 8,9 dan 27,7 cm/s. Jika dibandingkan dengan Wyrtki dan Kilonsky[11] di Pasifik timur, kedua arus ini memiliki nilai untuk SEC utara ekuator dan SEC selatan ekuator berturut-turut 24,8 cm/s dan 14,2 cm/s. Dalam kajian ini, lebih rendahnya SEC di utara ekuator disebabkan oleh menurunnya intensitas seiring pelemahan oleh angin pasat (pemicu SEC) oleh angin muson barat laut, sedangkan lebih besarnya SEC di selatan ekuator berkaitan dengan intensifikasi oleh NGCUC. EUC dalam kajian ini memiliki kecepatan maksimum hingga 29,0 cm/s pada kedalaman 150-200 meter. Nilai ini relatif tidak berbeda jauh dengan hasil kajian Wyrtki dan Kilonsky [11] yakni sebesar 37,5 cm/s di Pasifik timur. Namun, lebih kecilnya nilai yang diperoleh dari kajian ini dimungkinkan terjadi akibat melemahnya EUC di bagian barat samudera seiring melemahnya angin pasat karena pengaruh muson. Sehingga zona divergen tidak terbentuk optimal sebagaimana di bagian tengah dan timur samudera. EIC dalam kajian ini terpantau memiliki kecepatan maksimum 22,9 cm/s. Jika dibandingkan dengan Wyrtki dan Kilonsky [11] di Pasifik timur, EIC memiliki nilai 6,1 cm/s. Lebih tingginya nilai EIC dalan kajian ini berkaitan dengan intensifikasi aliran oleh NGCUC sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Hasil perhitungan transpor dalam kajian ini ditunjukkan pada Gambar 9. Diperoleh net transpor massa air yang melewati penampang antara stasiun 12 hingga 16 yang berjarak 220.351 meter dan kedalaman 900 meter (papar acuan) atau seluas ~198 Km2 sebesar 0,58 ± 0,18 Sv (1 Sv= 106 m3/s). Nilai ini sangat rendah dibandingkan dengan nilai transpor oleh NGCUC pada 2,5o LS sebesar 11 Sv pada bulan Januari dan meningkat menjadi 20-30 Sv
padabulan Juli[12]. Kondisi ini dapat dipahami sebagaimana argumentasi sebelumnya terkait dengan pelemahan kecepatan arus di lepas pantai Papua.
Gambar 9. Profil Net transpor geostropik setiap antardua stasiun hidrografi, satuan dalam sverdrup, Sv (1 Sv=106 m3/s).
Secara umum, perhitungan perkiraan transpor geostropik mengandung beberapa ketidaktepatan. Pertama, dikarenakan kajian ini hanya mempertimbangkan komponen baroklinik dari transpor. Kedua, seringkali terjadi ketidaktepatan dalam memilih kedalaman papar acuan yang biasanya didasarkan dari kedalaman maksimum dari data. Ketiga, kondisi temporal lokal dimungkinkan mempengaruhi akurasi estimasi transpor geostropik yang dilakukan [13]. Faktor-faktor tersebut dimungkinkan juga memberikan andil terhadap akurasi perhitungan. KESIMPULAN DAN SARAN Meskipun berada di area ekuator, perairan laut dalam sebelah utara Papua merupakan kawasan tepi barat Samudera Pasifik yang berbeda dengan kawasan ekuator di bagian tengah maupun timur Samudera Pasifik. Terdapatnya arus-arus batas barat samudera seperti arus pesisir New Guinea (NGCC, NGCUC) serta berada di area yang dipengaruhi oleh angin muson menjadikan perairan ini memiliki karakteristik yang khas. Berdasarkan kajian medan massa dan tekanan dari lima stasiun hidrografi di Samudera Pasifik utara Papua pada bulan Desember 1991-Januari 1992,
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FB-9
menunjukkan adanya pengaruh angin muson barat laut pada stratifikasi dan transpor massa air.Diperlukan pengukuran arus secara langsung untuk melakukan verifikasi atas perhitungan yang telah dilakukan seiring dengan keterbatasan metode estimasi transpor geostropik. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Mulia Purba, M.Sc. dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB atas masukan-masukan dalam penulisan makalah ini.
REFERENSI 1. Wang G., L. Rongfeng, Y. Changxiang. 2003. Advances in Studying Oceanic Circulation from Hydrographic Data with Applications in the South China Sea. Advances in Atmospheric Sciences Vol. 20 No. 6. 914-920. 2. Reid, J. L., Jr. 1961. On the geostrophic flow at the surface of the Pacific Ocean with respect to the 1,000-decibar surface. Tellus, 13:489-502. 3. Wyrtki, K. 1975. Fluctuations of dynamic topography in the Pacific Ocean. Journal of Physical Oceanography Vol. 5: 450-459. 4. Reid, R. O. 1959. Influence of some errors in the equation of state or in observations on geostrophic currents. Physical and Chemical Properties of Sea Water, Nat. Acad. Sci. Publ. No. 600: 367-385. 5. Stommel, H. S. 1947. Note on use of the T-S correlation for dynamic height anomaly computations. Journal of Marine Research, 5: 85-92. 6. Rebert, J. P., J. R. Donguy, and G. Eldin. 1985. Relation between sea level, thermocline depth, heat content, and
FB-10
dynamic height in the tropical Pacific Ocean. Journal of Geophysical Research Vol. 90 No. C6: 11,719-11,725. 7. Ilahude, A. G. 1999. Pengantar ke Oseanologi Fisika. Jakarta. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 112-115 pp. 8. Pond, S. and Pickard, G. L. 1983. Introductory Dynamical Oceanography. 2nd edition. Toronto. Pergamon Press. 9. Wyrtki, K. 1961. Naga Report: Physical Oceanography of the Southeast Asian Waters. La Jolla, California. The University of California – Scripps Institution of Oceanography. 10. Wyrtki, K. 1985. Water Displacements in the Pacific and the Genesis of El Nino Cycles. Journal of Geophysical Research Vol. 90 No. C4: 7129-7132. 11. Wyrtki, K., and B. Kilonsky, 1984. Mean water and current structure during the Hawaii-to-Tahiti shuttle experiment. J. Phys. Oceanogr., 14 (2), 242-254. 12. Kuroda, Yoshifumi. 2000. Variability of currents off the northern coast of New Guinea. Journal of Oceanography. Vol. 56:103-116. 13. Fieux, M., R. Molcard, and A. G. Ilahude. 1996. Geostrophic transport of the PacificIndian Oceans throughflow. Journal of Geophysical Research Vol. 101 No. C5: 12,421-12,432.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Pola Penyebaran Nilai Tahanan Jenis Lapisan Batuan Gunungapi Purba Sapaya di DAS Jenelata Muhammad Altin Massinai1*, Lantu1, Makhrani1 1
Program Studi Geofisika FMIPA UNHAS Makassar * Email: [email protected]
Abstrak. Penelitian peranan geolistrik tahanan jenis untuk mengetahui pola penyebaran vertikal nilai tahanan jenis lapisan batuan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Jenelata dilatarbelakangi oleh kondisi geologi di daerah tersebut. Geologi daerah tersebut didominasi batuan plutonik dan rempah-rempah gunungapi. DAS Jenelata merupakan tempat aliran material letusan Gunungapi purba Sapaya. Tahanan jenis material dari beberapa jenis batuan yang mengendap ini perlu diketahui dengan menggunakan kajian geofisika-geolistrik. Metode geolistrik tahanan jenis konfigurasi Wenner yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk memetakan secara vertikal lapisan batuan di DAS Jenelata. Hasil yang diperoleh dari 4 lintasan dengan masingmasing panjang 150 meter menunjukkan nilai tahanan jenis rata-rata di DAS Jenelata sekitar 5 – 2000 Ωm. Nilai tahanan jenis ini dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu 5 – 300 Ωm dan 301 – 2000 Ωm Hasil yang terakhir ini menunjukkan nilai tahanan jenis batuan plutonik. Di sekitar hilir DAS Jenelata nilai tahanan jenis relatif rendah, yaitu dibawah 300 Ωm. Nilai ini menandakan bahwa di hilir DAS mengendap batuan yang telah mengalami pelapukan. Kata kunci: Gunungapi Sapaya, Tahanan Jenis, Batuan Plutonik PENDAHULUAN Gunungapi purba Sapaya dan Das (daerah aliran sungai) Jenelata adalah dua fenomena di Wilayah Kab. Gowa - Takalar Sulawesi Selatan, yang memiliki potensi mineral batuan yang sangat strategis. Fenomena ini pula berpotensi dalam bencana yang dapat merugikan masyarakat. Potensi mineral batuan muncul dari hasil letusan gunungapi purba Sapaya yang ditandai dengan terdapatnya batuan plutonik menerobos permukaan bumi di Das Jenelata. Hal ini dapat ketahui dengan memetakan secara vertikal dan lateral batuan-batuan tersebut menggunakan Metoda Geolistrik. Geolistrik tahanan jenis dikategorikan sebagai metode aktif, hal ini dikarenakan sumber buatan berupa arus listrik diinjeksikan ke bawah permukaan melalui titik elektroda. Arus yang diinjeksikan kemudian diukur respon potensial dan listrik dari batuan yang diukur. Permasalahan pengelolaan mineral di suatu daerah tidak terlepas akan besarnya sumberdaya
dan prospek dari lapisan (stratigrafi) batuan. Secara garis besar informasi keberadaan mineral di suatu daerah masih sangat minim yang tersedia, baik dari jumlah cadangan maupun posisi dan letak dari mineral tersebut. Hal ini sangat berpengaruh terhadap iklim investasi di daerah khususnya di bidang pertambangan dan sumberdaya mineral. Penelitian stratigrafi batuan dengan metode geolistrik konfigurasi Schlumberger-Wenner di wilayah DAS Jenelata sekitar lembah Gunung Sapaya diharapkan dapat mempermudah mendapatkan sebaran dan model posisi batuan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi berupa stratigrafi dan struktur bawah permukaan. Hal ini sangat berguna dalam menyusun kebijakan pembangunan di wilayah sekitar Das Jenelata dan lembah gunungapi purba Sapaya dengan pengukuran geolistrik tanahan jenis. Lokasi penelitian merupakan hasil produk letusan gunungapi purba Sapaya di Das Jenelata dan material letusannya menimbuni sebagian
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FB-11
sungai tersebut. Sungai Jenelata memiliki hulu di sekitar puncak Gunungapi purba Sapaya pada ketinggian sekitar 1850 meter di atas permukaan laut (mdpl). DAS Jenelata mempunyai luas 241,62 km2 dengan panjang sungai 274,84 km, membentang dari tenggara ke timulaut diapit oleh DAS Lengkese dan DAS Jeneberang di bagian utaranya. Bentuk pola aliran sungai yang dendritik dengan dua cabang sungai besar yaitu Salo Sapaya di bagian timur dan Salo Jenelata di bagian barat. Formasi batuan yang terdapat di DAS Jenelata terdiri dari Formasi BaturappeCindako di bagian hulu, Formasi Camba, Formasi Tonasa di bagian hilir. Formasi Baturappe-Cindako terdiri dari batuan plutonik basal dan batuan produk gunungapi. Sementara Formasi Camba dan Formasi Tonasa di dominasi aluvium, breksi dan batugamping. Sifat Listrik Batuan Batuan adalah suatu jenis materi, dengan demikian batuan juga mempunyai sifat-sifat kelistrikan. Suatu batuan akan memberikan respon yang berbeda-beda jika suatu arus diinjeksikan ke dalam batuan tersebut. Arus listrik ini dapat berasal dari alam itu sendiri akibat terjadinya ketidakseimbangan atau arus listrik yang sengaja dimasukkan ke dalamnya. Konduktivitas batuan berpori bervariasi tergantung pada volume, susunan pori dan kandungan air di dalamnya. Konduktivitas air itu sendiri bervariasi yaitu tergantung pada banyaknya ion yang terdapat di dalamnya. Potensial Listrik Batuan Potensial listrik batuan adalah potensial listrik alam atau potensial diri disebabkan terjadinya kegiatan elektrokimia atau kegiatan alam. Faktor pengontrol dari semua kejadian ini adalah air tanah. Potensial ini berasosiasi dengan pelapukan mineral pada bodi sulfida, perbedaan sifat batuan (kandungan mineral) pada kontak geologi, kegiatan bioelektrik dari materi organik korosi, gradien termal dan gradien tekanan.
FB-12
Konduktivitas Listrik Batuan
Pada batuan, atom-atom terikat secara ionik atau kovalen. Karena adanya ikatan ini maka batuan mempunyai sifat menghantarkan arus listrik. Aliran arus listrik dalam batuan/mineral dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu konduksi secara elektronik, secara elektrolitik dan konduksi secara dielektrik. Penyelidikan Geolistrik Tahanan Jenis Salah satu pendekatan paling sederhana dalam pembahasan gejala kelistrikan di dalam bumi adalah dengan mengasumsikan bumi sebagai medium yang homogen isotropis. Berdasarkan hukum Ohm, hubungan antara rapat arus listrik J dengan medan listrik E dan konduktivitas medium dipenuhi oleh, J E (1) Untuk medan listrik E adalah medan konservatif, maka dapat dinyatakan dalam bentuk gradien potensial V sebagai, E V . (2) Sehingga rapat arus listrik J dapat dinyatakan oleh, J V (3) Apabila tidak terdapat sumber muatan yang terakumulasi pada daerah regional, maka J E 0 (4) Untuk medium homogen isotropi, konduktivitas diasumsikan sebagai konstanta skalar dalam ruang vektor, sehingga persamaan (4) menjadi, (5) 2V 0 Karena simetri bola, potensial hanya sebagai fungsi jarak r dari sumber, sehingga persamaan (5) dapat dinyatakan oleh,
2V 2 V 0 r 2 r r
(6)
Penyelesaian bentuk persamaan diferensial dapat dilakukan melalui pengintegralan sehingga dipenuhi:
V
A B r
(7)
V adalah potensial listrik, A dan B masingmasing adalah konstanta integrasi yang nilainya bergantung pada syarat batas. Pada r = ~,
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
potensial di titik ini adalah V = 0. Berdasar syarat batas ini, maka B = 0 dan potensial listrik mempunyai nilai berbanding terbalik terhadap jarak dari titik sumber. Penentukan beda potensial listrik antara dua elektroda potensial (P1 dan P2) dapat diterapkan persamaan (7). Potensial pada titik P1 yang disebabkan oleh elektroda C1 adalah,
V11
A1 r1
dimana
Konfigurasi Wenner. Spasi jarak antar elektroda arus sama, seperti terlihat dalam gambar 1
I V
(7)
Sedangkan potensial pada titik disebabkan elektroda C2 adalah,
M
A
I A1 . 2
(8) P1
A2 r2 I dimana A2 . 2 V12
a
yang (9) (10)
Arus pada elektroda C1 dan C2 sama tetapi berlawanan arah, sehingga A2 A1 , maka potensial total di titik P1 dapat dituliskan sebagai, I 1 1 (11) . V11 V12 2 r1 r2 Adapun beda potensial terukur antara titik P1 dan P2 adalah, I 1 1 1 1 (12) V V ( P1 ) V ( P2 ) . 2 r1 r2 r3 r4 Sedangkan besarnya tahanan jenis,
V . (13) I 1 1 1 1 dengan k = 2 adalah r1 r2 r3 r4
a K
0 a
B
N a
GAMBAR 1. Susunan elektroda konfigurasi Wenner
Dalam konfigurasi Wenner diketahui bahwa AM = MN = BN = a. Nilai faktor geometri K dan resistivitas semu untuk metode ini adalah: KW 2a (14)
aW 2a
V I
(15)
METODA PENELITIAN
Lokasi tempat penelitian adalah di DAS Jenelata, di kabupaten Gowa dan Takalar, dengan koordinat 119о34’42.2” о о 120 05’44.7” BT dan 05 15’53.6” 05о30’49.5” LS. (Gambar 2). Pengolahan data lapangan dilakukan di Laboratorium Geofisika FMIPA UNHAS.
faktor konfigurasi pengukuran di lapangan. Konfigurasi Elektroda Besar potensial listrik dan tahanan jenis oleh dua sumber titik arus di permukaan dinyatakan oleh persamaan (12) dan (13). Perbedaan model bentuk letak antar elektroda potensial dan arus listrik, akan menghasilkan perbedaan faktor geometri k. Model konfigurasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FB-13
GAMBAR 2. Peta Lokasi Penelitian
Pengukuran beda potensial (v) dan besar arus (I) dilakukan dengan memakai susunan elektroda menurut aturan Wenner dimana bentangan kabel arus sejauh 500 meter dari titik pusat. Arah bentangan dipilih agar melalui topografi yang datar dan diusahakan tidak melalui bukit, sungai atau medan yang berbeda secara menyolok antara kiri dan kanan titik pusat dan merupakan garis lurus. Pengukuran lapangan metoda geolistrik akan menghasilkan nilai faktor konfigurasi, beda potensial dan arus. Besarnya nilai resistivitas terukur (semu) ditentukan dengan menggunakan persamaan untuk setiap jenis konfigurasi pengukuran. Penentuan harga resistivitas sesungguhnya bisa dilakukan baik secara manual maupun komputatif. Secara manual bisa dilakukan dengan metoda pencocokan kurva (curve matching). Pemodelan komputasi bisa dilakukan dengan bantuan software seperti Resist, Resin52, RES2DIV dan RES3DIV. Data pengukuran akan menjadi input bagi software tersebut dan melalui tahapan pengolahan yang telah ditentukan dapat diperoleh output yang diinginkan. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 3 dan 4 berikut menunjukkan distribusi tahanan jenis batuan hasil pengolahan software Res2DInv untuk nilai tahanan jenis pengukuran di lapangan. Penampang tahanan jenis semu dalam bentuk pseudosection merupakan suatu kontur yang ditampilkan dalam bentuk warna anomaly tertentu. Berikut beberapa tahanan jenis semu hasil pengukuran dengan menggunakan konfigurasi Wenner. Pengukuran lapangan dilakukan dengan panjang lintasan 50 meter dan spasi 2 meter. Gambar 3 menunjukkan nilai penyebaran tahanan jenis batuan pada lintasan yang berlokasi di hilir daerah aliran sungai (DAS) Jenelata. Nilai tahanan jenis yang tertera pada Gambar 3 dan 4 disesuaikan dengan tipe alat harus di kalikan dengan 10 Ωm. Berdasarkan penampang pseudosection maka lintasan tersebut mempunyai nilai tahanan jenis semu relatif tinggi 1 - 2000 Ωm yang terdistribusi pada
FB-14
permukaan dengan n=1 sampai n=3. Harga tahanan jenis tersebut menyebar dari arah utara ke selatan pada panjang lintasan 70-95 meter. Pada posisi 12-19 meter dengan kedalaman n=3 (7 meter) ditemukan tahanan jenis >1000 Ωm. Harga tahanan jenis tersebut diidentifikasi sebagai gabro. Batuan ini merupakan batuan beku plutonik. Hal ini menandakan bahwa batuan tersebut merupakan rangkaian dari gunungapi purba Sapaya. Gunung Sapaya adalah gunungapi aktif pada zaman Tersier. Gunung ini pernah meletus dengan erupsi intrusif meleleh yang menghasilkan batuan plutonik seperti Gabro, Andesit, Diorit dan Granodiorit. Harga tahanan jenis semu untuk n=4 dan n=5 mempunyai nilai tahanan jenis relatif rendah <80 Ωm, yang menyebar dari Utara ke selatan namun lapisannya semakin tebal ke arah selatan.
GAMBAR 3. Model lapisan batuan di bagian Hilir DAS Jenelata.
Gambar 4, adalah lintasan pengukuran pada lokasi di bagian hulu DAS Jenelata, berdasarkan penampang pseudosection, harga tahanan jenis semu relatif tinggi >400 Ωm yang menyebar mulai n=4 hingga n=7 yang ke arah barat lapisannya bertambah kecil. Harga tahanan jenis tersebut menyebar pada panjang lintasan 2-48 meter. Harga tahanan jenis semu relatif rendah <25,9 Ωm menyebar mulai n=1 hingga n=4 menyebar dari arah timurlaut ke tenggara dan lapisan menebal pada arah tenggara.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
kecoklatan. Hal ini menandakan batuan plutonik yang bersamaan dengan kemunculan gunungapi pada masa Tersier yang tersimpan di kaldera Gunung Sapaya. Batuan ini bersifat masif tersebar di beberapa titik di DAS Jenelata. Batuan plutonik basal yang diperlihatkan pada Gambar 6 memperkuat hasil interpretasi tahanan jenis lapisan batuan di daerah DAS Jenelata.
GAMBAR 4. Model lapisan batuan di bagian Hulu DAS Jenelata
Pada kedua lintasan tersebut berarah timurlaut-tenggara yang dilakukan sepanjang sisi DAS Jenelata. Berdasarkan analisis penampang pseudosection tahanan jenis tinggi >300 Ωm terdapat sepanjang lintasan 2-46 meter menyebar ke arah bawah n=1 hingga n=4. Tahanan jenis relatif rendah <83 Ωm menyebar secara lateral pada posisi 14-38 meter, sedangkan ke arah bawah menyebar mulai n=4 hingga n=8. TABEL 1. Tahanan Jenis lapisan batuan di DAS Jenelata Kode Hambatan Jenis Lapisan (Ohm meter) 1 - 24 25 – 30 65 – 80 250 250 - 300 320 – 420 400 - 450 470 - 550 560 - 640 660 - 790 800 - 920 940 - 1500 1500 - 2000
Batuan Aluvium Lempung Pasir Kuarter Breksi Andesit Granit Basalt Batu Pasir Batu Gamping Granodiorit Diorit Konglomerat Gabbro
Tabel 1 memperlihatkan hasil distribusi tahanan jenis pada Gambar (3) dan (4). Pada daerah hilir terdapat Formasi Camba yang didominasi dengan aluvium, breksi dan pasir kuarter. Batuan plutonik seperti gambro, andesit, terlihat pada posisi di kedalaman di atas 10 meter. Hal ini menandakan batuan tersebut telah tertimbun oleh endapan material yang telah mengalami efek bakar di Sungai Jenelata. Sementara pada hulu DAS Jenelata ditandai pada gambar dengan warna tahanan jenis merah
GAMBAR 6. Kenampakan batuan plutonik basal di Das Jenelata.
Batu Gamping yang terdapat di wilayah ini mempunyai tahanan jenis sekitar 560 – 640 Ohm meter. Batu Gamping merupakan gamping terumbu yang menandakan wilayah ini dulunya merupaka laut dangkal. Di sebelah utara Das Jenelata batuan ini terakumulasi membentuk Formasi Tonasa. Formasi Tonasa yang sekarang digunakan sebagai bahan baku pabrik semen di Pangkep (Pabrik Semen Tonasa) dan Maros (Pabrik Semen Bosowa). KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengolahan dengan software Res2Dinv, diperoleh hasil pemodelan distribusi tahanan jenis bawah permukaan. Pemodelan ini merupakan penampang yang menunjukkan ketebalan dan lebar lapisan yang diwakili oleh kontur warna-warna tertentu yang memiliki nilai tahanan jenis sesuai dengan hasil perhitungan. Resistivitas rendah sebagai daerah konduktif, berdasarkan data geologi (tes pit) daerah ini memiliki batuan plutonik dan batuan gunungapi yang berasal dari letusan Gunung Sapaya. Batuan plutonik seperti gabro, andesit, basal, granit dengan tahanan jenis 300 – 2000 Ohm
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FB-15
meter lebih dominan di hulu DAS Jenelata. Sementara batuan yang telah melapuk menjadi aluvium, breksi, pasir kuarter dengan tahanan jenis di bawah 300 Ohm meter lebih dominan di daerah hilir DAS Jenelata. Batuan di hilir ini banyak dimanfaatkan sebagai material bangunan. Metode geolistrik resistivitas konfigurasi Shlumberger-Wenner dapat dipakai sebagai model dalam mendeteksi penyebaran lapisan batuan. Hal ini ditunjukkan oleh kontur warna dan nilai tahanan jenis setiap lapisan batuan. UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Hasanuddin dan dengan dana BOPTN telah memfasilitasi penulis dalam penelitian ini. Pemerintah Daerah Kab. Gowa dan Takalar yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Das Jenelata. REFERENSI 1. Barker, R.D. 2001. Principle of Electrical Imaging. University of Birmingham, United Kingdom. Journal of American Chemical Society, 54: 38 – 43. 2. Busian , AE. 2005. Electrical conductance in a porous medium. Journal of Geophysics, 48: 1256-1268. 3. Hendrajaya, L. dan Arif, I.. 2002. Geolistrik Tahanan Jenis. Laboratorium Fisika Bumi ITB Bandung.
FB-16
4. Loke, M. H. 2004. Electrical imaging surveys for environtmental and engineering studies. A practical guide to 2-D and 3-D surveys, Penang, Malaysia 5. Massinai, Muhammad Altin, Syamsuddin, Makharani. 2010. Model of Vertical Resistivity Distribution of Rock Layers in Jeneberang watershed. International Journal of Basic & Applied Sciences IJBAS-IJENS V.10 No: 06 : 151-161. 6. Massinai, Muhammad Altin. 2011. The Contribution of Tectonics To Build The Geomorphology of Jeneberang Watershed Region of South Sulawesi. Disertation, Padjajaran University . 7. Massinai, Muhammad Altin. 2012. Morfotektonik Dalam Mengontrol Geomorfologi Das Lengkese-Jenelata Di Sulawesi Selatan. Indonesian Journal of Applied Sciences (IJAS), Vol.2 No.1, April 2012. 8. Massinai,Muhammad Altin. 2013. Aplikasi Metoda Geolistrik Untuk Identifikasi Sesar Bawah Permukaan Di Wilayah Das Jeneberang Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII. Fakultas Sains dan Matematika UKSW, Solo. 9. Telford,W.M. 1982. Applied geophysics, Cambridge University Press.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Model Inversi Tiga Dimensi (3-D) Pendugaan Triple Junction Di Selatan Papua Barat Berdasarkan Analisis Data Satelit Anomali Gravitasi Bouguer Lengkap Richard Lewerissa1,* 1
Jurusan Fisika Universitas Negeri Papua *
Email: [email protected]
Abstrak,Pemodelan Inversi Tiga Dimensi (3-D) pendugaan Triple Junction di Selatan Papua Barat telah dilakukan dengan memanfaatkan data satelit Anomali Gravitasi Bouguer Lengkap. Pergerakan lempeng Indo-Australia yang bergerak ke Utara, Lempeng Eurasia yang bergerak ke Selatan, dan Lempeng Pasifik diduga menghasilkan zona Triple Juntion di Selatan Wilayah Papua Barat. Pendugaan zona Triple Junction dilakukan berdasarkan analisis Kualitatif dan Kuantitatif pada data anomali Bouguer Lengkap dengan kisaran luasan antara 20 – 80 LS dan 1320 – 1360 BT. Teknik inversi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Singular Value Decomposition (SVD) menggunakan perangkat lunak Grablox dan Bloxer berbasis Graphical User Interfaces (GUI). Variabel Fisika yang menggambarkan struktur perlapisan batuan terkait dengan anomali gravitasi adalah densitas batuan. Berdasarkan hasil pemodelan inversi Tiga Dimensi (3-D) berdasarkan model prisma segiempat didapatkan densitas batuan rata-rata zona triple junction sebesar 2.677 gr/cm3, dengan densitas masing-masing lapisan batuan sebesar 2,67 gr/cm3 untuk lapisan pertama, 2,67 gr/cm3 untuk lapisan kedua, 2,67 gr/cm3 untuk lapisan ketiga, 2,68 gr/cm3 untuk lapisan keempat, dan 2,68 gr/cm3 untuk lapisan kelima pada kedalaman maksimum 30 km. Keberadaan zona triple junction tercermin dengan adanya konfigurasi geomorfik Cekungan Aru yang merupakan Cekungan yang sempit di Selatan dan melebar di Utara, sehingga membentuk segitiga sempit yang dibatasi Busur Banda. Kata kunci: Triple Junction, inversi, Grabox, Bloxer, Anomali Gravitasi.
PENDAHULUAN Kepulauan Indonesia merupakan salah satu wilayah di dunia yang memiliki struktur tektonik yang kompleks dan unik. Hal ini dikarenakan kepulauan Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik besar, yakni lempeng Indo-Australia yang bergerak relatif ke Utara, lempeng Eurasia yang relatif bergerak ke Selatan dan lempeng Pasifik yang bergerak relatif ke Barat. Ketiga lempeng tersebut bergerak aktif dengan kecepatan dan arah yang berbeda dan bertemu pada satu lokasi yang dikenal sebagai triple junction yang terletak di Selatan Papua Barat (Verstappen, 2010). Triple junction ini tercermin dalam konfigurasi geomorfik cekungan Aru yang merupakan cekungan dengan kedalaman 3680 m
yang sempit di Selatan dan melebar di Utara,sehingga membentuk segitiga sempit yang dibatasi oleh lengkungan Busur Banda. Keberadaan triple juntion ini dapat diduga dengan menggunakan metode Geofisika, salah satunya metode Gravitasi atau anomali Gravitasi bumi. Anomali gravitasi atau variasi nilai medan gravitasi bumi disuatu tempat disebabkan adanya kontras densitas lapisan batuan secara lateral. Distribusi massa jenis yang tidak seragam dapat disebabkan oleh struktur geologi yang ada di bawah permukaan bumi. Kontribusi struktur geologi terhadap variasi nilai percepatan gravitasi di permukaan bumi sangat kecil dibandingkan dengan nilai absolutnya. Variasi nilai percepatan gravitasi tersebut tidak hanya disebabkan oleh distribusi massa jenis yang
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FB-17
tidak merata tetapi juga dipengaruhi oleh posisi titik amat dipermukaan bumi. Penelitian menggunakan metode Geofisika khususnya metode gravitasi di Indonesia teristimewa di Papua Barat tentang pendugaan keberadaan triple junction masih sangat kurang atau dapat dikatakan tidak ada, sehingga Penulis berkeinginan untuk melakukan kajian atau penelitian tentang triple junction memanfaatkan data satelit anomali gravitasi Bouguer lengkap wilayah Selatan Papua Barat.
TEORI Medan Gravitasi Teori medan gravitasi didasarkan pada hukum Newton tentang medan gravitasi universal. Newton menyatakan bahwa gaya tarik menarik antara dua partikel dengan massa m0 dan m yang terpisah sejauh ⃑ ⃑ dari pusat massanya sebanding dengan perkalian massa m0dengan m dan berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya (Darmawan, 2010). Gaya tersebut dapat dijabarkan sebagai:
m0 m (r r0 ) F (r ) G 2 r r0 r r0
(1)
dengan F (r ) adalah gaya yang bekerja pada m karena adanya m0 yang memiliki arah
berlawanan dengan arah r r0 yaitu berarah dari m0menuju m, G adalah konstanta gravitasi yang besarnya 6,6732 x 10-11 Nm2/kg2. Gaya tersebut mempunyai arah yang berlawanan
dengan r r0 sehingga bernilai negatif.
y F r
m
m
0
r0
r
x Gambar 1. Gaya tarik menarik antara dua buah partikel bermassa
FB-18
Besaran yang terukur dalam metode gravitasi adalah medan gravitasi. Medan gravitasi dari partikel adalah besarnya gaya
per satuan massa pada suatu titik sejauh r r0 dari m seperti ditunjukan pada persamaan:
F (r ) m E (r ) G 0 m r r0
2
(r r0 ) r r0
(2)
dengan menganggap bumi homogen, berbentuk sferis dan tidak berotasi, maka besarnya medan gravitasi g di permukaan bumi adalah:
M g E (r ) G 2e rˆ Re
(3)
Me adalah massa bumi, Re adalah jari-jari bumi dan rˆ . Medan gravitasi g sering disebut juga sebagai percepatan gravitasi atau percepatan jatuh bebas. Satuan g dalam cgs adalah gal(1 gal= 1 cm/s2). Medan gravitasi merupakan medan yang bersifat konservatif, yaitu usaha sebuah partikel dalam medan ini tidak bergantung pada lintasan yang dilalui. Medan gravitasi dapat dinyatakan sebagai gradien (turunan) dari suatu fungsi potensial skalar, yaitu: g E (r ) U (r ) (4) dengan U (r ) merupakan potensial gravitasi dari massa m0
m U (r ) G 0 r r0
(5)
Anomali Gravitasi Medan gravitasi bumi g hanya mempunyai satu arah, yaitu menuju ke pusat bumi. Arah medan gravitasi tersebut didefinisikan sebagai arah vertikal, sedangkan yang tegak lurus arah vertikal didefinisikan horizontal. Medan gravitasi yang disebabkan benda anomali memiliki arah yang bervariasi terhadap arah vertikal, tergantung pada kedudukan terhadap benda anomali. Perubahan medan gravitasi bumi yang disebabkan benda anomali lokal ini disebut Anomali Gravitasi. Anomali tersebut yang dilambangkan dengan g ini bila dibandingkan dengan medan gravitasi bumi bernilai sangat
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
kecil ( g << g). anomali gravitasi hanya dapat diukur/terukur bersama medan gravitasi bumi pada arah yang sama. Pemodelan Tiga Dimensi (3D) Tahapan setelah data gravitasi sudah terkoreksi dan dipisahkan antara anomali lokal dan anomali regional adalah pemodelan. Pada tahap pemodelan, data gravitasi tersebut ditafsirkan agar mendapat gambaran mengenai struktur bawah permukaan berdasarkan distribusi rapat massa batuannya. Secara teknik pemodelan dilakukan dengan membandingkan nilai anomali gravitasi hasil pengamatan dengan nilai anomali gravitasi dari model geometri yang dibuat. Pemodelan tiga dimensi dianggap pemodelan yang lebih realistis dibandingkan dengan pemodelan dua dimensi karena bentuk model geometri dibuat dapat disesuaikan dengan bentuk benda yang ada di alam. Hasil perhitungannya pun lebih akurat. Kelemahan dari pemodelan tiga dimensi adalah pada proses perhitungan yang lama. Namun seiring perkembangan teknologi dengan bantuan komputer proses perhitungan dapat dilakukan dengan cepat. Pada penelitian ini model tiga dimensi (3D) yang digunakan adalah model prisma segiempat, ditunjukkan pada gambar 2.
sehingga dengan prinsip superposisi, maka anomali gravitasi dari benda pada tiap titik dapat diperkirakan sebagai jumlahan dari gaya total prisma. Sebagai contoh, prisma segiempat dengan densitas seragam dengan dimensi dibatasi oleh x1≤ x ≤ x2, y1≤ y ≤ y2, z1≤ z ≤ z2, maka gaya vertikal pada sumber diberikan oleh:
(6) dengan merupakan konstanta gravitasi dalam satuan Nm2/kg2. Triple Junction Konsep triple Junction dikembangkan pada tahun 1986 oleh W. Jason Morgan dkk. Triple junction adalah titik dimana tiga lempeng bertemu. Pada triple junction terdapat 3 istilah yaitu ridge, trench, dan transform fault. Rigde menggambarkan pergerakan lempeng secara divergen, trench menggambarkan pergerakan lempeng secara konvergen, dan transform fault menggambarkan pergerakan lempeng secara sejajar dan saling berlawanan arah. Stabilitas triple junction dinilai dengan mempertimbangkan bagaimana lempeng dapat bergerak sepanjang salah satu batas lempeng yang membentuknya. Kecepatan lempeng dapat diwakili oleh koordinat ruang kecepatan. Model triple junction berdasarkan ruang kecepatan lempeng yang menjabarkan adanya ridge, trench dan transform fault ditunjukkan pada gambar 3 (a), (b), dan (c).
GAMBAR 2.Perkiraan massa benda tiga dimensi oleh kumpulan prisma segiempat.
Kumpulan prisma segiempat ini memberikan solusi sederhana untuk memperkirakan volume dari massa benda tertentu. Jika cukup kecil, setiap prisma dapat diasumsikan memiliki densitas yang konstan,
GAMBAR 3.Geometri margin lempeng dari sebuah triple junction.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FB-19
METODE PENILITIAN Pada penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif yaitu pemodelan inversin tiga dimensi (3-D) terhadap data satelit anomali Bouguer lengkap yang diperoleh dari Bureau Gravimetrique International (BGI) dengan luasan antara 1320 BT – 1360 BT dan 20 LS – 80 LS, spasi data sebesar 2.5 menit. Pengolahan data menggunakan pemodelan inversi tiga dimensi (3-D) memanfaatkan perangkat lunak gravitasi yaitu Grablox dasn Bloxer dengan dasar pemograman berbasis GUI .
Pemetaan anomali Bouguer lengkap di bidang topografi ditunjukkan pada gambar 5, dimana ketinggian topografi maksimum sebesar 2200 m di atas permukaan laut.
HASIL DAN DISKUSI Anomali Bouguer lengkap merupakan harga anomali di suatu tempat dimana dalam perhitungannya telah dimasukkan seluruh faktor koreksi data gravitasi.Berdasarkan pengolahan data sekunder, peta kontur anomali Bouguer lengkap dalam koordinat UTM (meter) ditunjukkan pada gambar 4. Berdasarkan gambar 4 dapat dijabarkan bahwa anomali gravitasi bumi untuk daerah penelitian berkisar antara -120 mGal hingga 220 mGal dengan anomali positif tinggi terdapat dibagian utara ke timur laut, dominasi umum oleh anomali positif sedang hampir diseluruh daerah penelitian dan anomali negatif di bagian barat hingga ke tengah. Kebedaraan triple junction diperkirakan berada pada anomali gravitasi sedang yaitu antara 0 mGal – 120 mGal.
GAMBAR 5.Pemetaan anomali Bouguer lengkap di bidang topografi.
Pada gambar 6 dapat dilihat keberadaan Palung laut Aru di bagian Barat dan Palung laut Seram dibagian Selatan dan busur Banda, kedua palung ini yang mengindikasikan keberadaan zona triple junction.Guna inperpretasi kuantitatif atau pemodelan maka anomali gravitasi di topografi di kontinuasi ke atas dengan metode try and error untuk mengeliminasi efek-efek dangkal dan menonjolkan efek dalam yangmana dapat mengindikasikan keberadaan triple junction. Kontinuasi keatas dilakukan pada berbagai ketinggian tertentu hingga mendapatkan bentuk kontur anomali gravitasi yang relatif halus dan stabil. Pada penelitian ini kontinuasi ke atas dilakukan pada ketinggian 20.000 m diatas permukaan laut. Hasil kontinuasi ke atas tersebut ditunjukkan pada gambar 6.
GAMBAR 4.Perkiraan massa benda tiga dimensi oleh kumpulan prisma segiempat. GAMBAR 6.Kontinuasi ke atas pada ketinggian 20000 m
FB-20
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Hasil kontinuasi ke atas pada ketinggian 2000 m menunjukkan adanya perubahan nilai anomali gravitasi berkisar antara -50 mGal hingga 110 mGal dengan masih didominasi oleh anomali gravitasi sedang. Pola kontur anomali sudah relatif stabil dan halus, selanjutnya anomali gravitasi ini akan digunakan sebagai dasar dalam pemodelan inversi tiga dimensi (3-D). Pemodelan tiga dimensi (3D) struktur bawah permukaan pendugaan triple junction menggunakan program Grablox dan Bloxer dengan teknik pemodelan inversi (inverse modeling). Pemodelan inversi dilakukan untuk mendapatkan parameter model berdasarkan data pengukuran, dalam hal ini data yang digunakan adalah data anomali gravitasi regional hasil kontinuasi ke atas untuk wilayah selatan Papua Barat.Pemodelan inversi secara keseluruhab dilakukan menggunakan bantuan perangkat lunak Grablox dan Bloxer berbasis GUI. Tahapan pertama yang dilakukan yaitu membuat model blok awal sebagai dasar pemodelan. Model blok awal padaGUI Grablox. Model blok awal yang terdiri dari blok mayor dan blok minor ditentukan dengan cara cobacoba (try and error) untuk memperkirakan bentuk geometri blok, membagi blok mayor menjadi blok-blok minor pada bidang xy, kedalaman dan jumlah lapisan, serta perkiraan parameter densitas permukaan. Geometri blok disesuaikan dengan geometri grid anomali gravitasi regional hasil kontinuasi ke atas, terlebih dahulu geometri grid diubah ke dalam satuan km. Geometri blok dibagi mejadi lima lapisan dengan kedalaman maksimum 30 km serta menggunakan densitas batuan rata-rata di kerak bumi sebesar 2,67 gr/cm3. Proses selanjutnya dilakukan pemodelan inversi dengan terlebih dahulu membaca data anomali gravitasi hasil kontinuasi ke atas. Pemodelan inversi yang dilakukan meliputi tiga tahapan yaitu inversi base anomali gravitasi, inversi densitas blok per lapisan, dan inversi ukuran blok mayor dan minor. Hasil keseluruhan dari ketiga tahapan inversi ditunjukkan pada gambar 7 (a) dan (b). Gambar 7 (a) menunjukkan model inversi hasil pengukuran yang tidak lain merupakan data awal masukan yaitu anomali gravitasi Bouguer lengkap hasil kontinuasi ke atas. Gambar 7 (b) menunjukkan model inversi hasil perhitungan.
GAMBAR 7 (a).Model pengukuran hasil inversi menggunakan program Grablox.
GAMBAR 7 (b).Model perhitungan hasil inversi menggunakan program Grablox.
Hasil pemodelan inversi mendapatkan nilai error pada model sebesar 10 % dan error pada data sebesar 6 %. Hal ini menandakan adanya kecocokan antara model hasil perhitungan dan model pengukuran. Densitas lapisan batuan ratarata yang didapatkan sebesar 2,677 gr /cm3. Densitas rata-rata tiap lapisan masing-masing lapisan pertama sebesar 2,67 gr/cm3, lapisan kedua sebesar 2,67 gr/cm3, lapisan ketiga sebesar 2,67 gr/cm3, lapisan keempat sebesar 2,68 gr/cm3, dan lapisan kelima sebesar 2,68 gr/cm3. Ketebalan tiap-tiap lapisan diperkirakan sebesar 6 km. Model tiga dimensi (3-D) hasil inversi untuk kelima lapisan yang menunjukkan keberadaan
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FB-21
triple junction ditunjukkan pada gambar 8 (a) hingga (e).
GAMBAR 8 (a). Model tiga dimensi (3-D) lapisan pertama
GAMBAR 8 (b). Model tiga dimensi (3-D) lapisan kedua
GAMBAR 8 (c). Model tiga dimensi (3-D) lapisan ketiga
FB-22
GAMBAR 8 (d). Model tiga dimensi (3-D) lapisan keempat
GAMBAR 8 (e). Model tiga dimensi (3-D) lapisan kelima
Gambar 8 (a) hingga (e) menunjukkan tentang pendugaan zona triple junction, ini ditandai dengan perubahan densitas batuan tiap lapisan dengan kecenderungan semakin meningkat dari lapisan pertama hingga lapisan kelima khususnya pada daerah yang diberi garis merah dan tanda segitiga cenderung memiliki densitas batuan yang tinggi. Hal ini diduga merupakan akibat adanya tumbukan antar tiga lempeng utama dunia dibagian selatan Provinsi Papua Barat yang menghasilkan adanya Sesar geser Tarera-Aiduna, Palung Aru dan Palung Seram. Lokasi zona triple junction di selatan wilayah Provinsi Papua Barat diduga memiliki karakteristik geologi yang mirip dengan
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
karakteristik geologi daerah Omba serta daerah pulau Karas-pulau Adi. KESIMPULAN 1. Distribusi anomali Bouguer lengkap pada daerah penelitian didominasi oleh anomali positif sedang dengan densitas batuan ratarata sebesar 2,67 gr/cm3. 2. Model triple junction diwilayah selatan Provinsi Papua Barat dapat terlihat ditandai dengan keberadaan Sesar Tarera-Aiduna, Palung Aru, Palung Seram yang merupakan kesatuan dari Busur Banda yang memiliki densitas batuan yang tinggi SARAN Perlu dikaji lagi keberadaan triple junction ini dengan menggunakan metode geofisika yang lain serta spasi data pengukuran yang lebih rapat. REFERENSI 1. Blakely, R.J., 1995, Potential Theory in Gravity and Magnetic Applications, Cambridge University Press, USA 2. Darmawan, A. 2010. Rekonseptualisasi dan pemograman reduksi data gravitasi serta pemetaan ke koordinat teratur (gridding) menggunakan bahasa pemograman Visual Basic. Skripsi, Jurusan Fisika. FMIPA. UGM Yogyakarta. 3. Dow, D.B., Robinson, G.P., and Ratman, N., 1985, New Hypothesis for Formation of Lengguru Foldbelt, Irian Jaya, Indonesia, The Association of Petroleum Geologists Bulletin, 2, 69, 203-214. 4. Dow, D.B., Robinson, G.P., Hartono, U., dan Ratman, N., 1986, Peta Geologi Irian Jaya, Indonesia, Lembar 1 dan 2, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
5. Dow, D.B., Robinson, G.P., Hartono, U., and Ratman, N., 2005, Preliminary Geological Report: Geological of Irian Jaya, 32, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta. 6. Dow, D.B., dan Sukamto, R., 1984. Late tertiary to Quartenary tectonics of Irian Jaya. Volume 7 : 3-9. 7. Grant, F.S., and West, G.F., 1965, Interpretation Theory in Applied Geophysics, McGraw-Hill Book Company, New York 8. Lilie J. R, 1999. Whole Earth Geophysics, An Introductory Textbook for Geoogist and Geophysicists. Prentice-Hall, Inc. United Stated of America. 9. Pirttijarvi, M., 2008. Gravity interpretation and modeling software based on 3-D block models. User’s guide to version 1.6b. Department of Physics Sciences. University of Oulu. Finlandia. 10. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua Barat2008-2028. http://www.rtrwpapuabarat.info diakses 19 Maret 2013. 11. Verstappen, H. 2010. Indonesia Landforms and plate Tectonics. Jurnal Geologi Indonesia,Vol. 5 No.3 September 2010: 197-207.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FB-23
FB-24
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Studi Anomali Gaya Berat Mikro antar Waktu untuk Identifikasi Penurunan Muka Air Tanah di Semarang Supriyadi1, Khumaedi1, M. Yusuf2, H. Julhaerani3 1
Jurusan Fisika Unnes Jl. Sekaran Gunungpati Semarang 50229 2 BMKG Jakarta-Jl.Kemayaran No.1 Jakarta 3 Geofisiika Terapan-ITB-Jl.Ganesha 10 Bandung e-mail: [email protected]
Abstrak. Telah dilakukan penelitian gaya berat mikro antar waktu, yaitu pengukuran gaya berat secara berulang di tempat yang sama dengan selang waktu tertentu di kota Semarang pada periode Mei 2012 dan Oktober 2012. Pengukuran gaya berat dengan menggunakan Gravimeter Scintrex CG-5 Autograv. Hasil pemodelan awal menunjukkan anomali gayaberat mikro yang bernilai negatif akibat penurunan muka air tanah, yang artinya bahwa perubahan nilai gayaberat dipengaruhi curah hujan sehingga diperlukan koreksi curah hujan dalam pengolahan data gayaberat mikro. Untuk daerah Semarang diperoleh hasil koreksi curah hujan sebesar 99.37 Gal dengan respon perubahan muka air tanah sebesar 8 meter dalam kurun waktu 6 bulan. Untuk mengetahui daerah yang mengalami penurunan air tanah, maka anomali gayaberat mikro selang waktu yang telah diperoleh dikoreksikan dengan respon gayaberat akibat amblesan. Selanjutnya dibuat model bawah permukaan untuk masing-masing lintasan. Hasil ini menunjukkan bahwa penurunan air tanah pada akuifer masing-masing lintasan sebesar 3-6 meter. Kata kunci: gaya berat mikro antar waktu, air tanah, curah hujan PENDAHULUAN Air bawah tanah saat ini sudah menjadi komoditi ekonomi yang mempunyai peran penting. Pemanfaatan air bawah tanah yang terus meningkat dapat menimbulkan dampak negatif terhadap air bawah tanah itu sendiri juga terhadap lingkungan disekitarnya. Agar pemanfaatannya optimal tanpa menimbulkan dampak negatif, diperlukan langkah pengendalian pengambilan air bawah tanah antara lain melalui penurunan debit pengambilan air bawah tanah dan pembuatan sumur resapan di sekitar sumur artesis. Kota Semarang yang merupakan ibu kota Provinsi Jawa Tengah telah tumbuh menjadi Kota Metropolitan, hal tersebut memicu adanya kegiatan eksploitasi air tanah
yang berakibat terjadinya penurunan muka air tanah serta terjadinya intrusi air laut di beberapa wilayah Kota Semarang [1]. Pemantauan dinamika air tanah di Kota Semarang perlu dilakukan untuk mengetahui daerah yang mengalami pengurangan air tanah dan imbuhan air tanah. Penelitian dilakukan dengan metode gayaberat antar waktu. Prinsip dari metode ini adalah pengukuran gaya berat secara berulang baik harian, mingguan, bulanan, maupun tahunan dengan menggunakan gravimeter yang teliti dalam orde μGal dan pengukuran elevasi yang teliti [2]. Adanya perubahan gayaberat dipermukaan yang berhubungan dengan perubahan muka air tanah pada kedalaman 5-10 m akibat perbedaan musim [3]. Besar perubahan muka air tanah dari
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FB-25
anomali gayaberat ini berhubungan langsung dengan harga porositas batuannya. Perubahan muka air tanah mengecil jika porositasnya bertambah . Hasil ini diperkuat oleh [4] yang memperlihatkan adanya korelasi langsung antara data curah hujan dengan pembacaan gayaberatnya. Untuk keperluan tersebut dalam penelitian ini di buat model bawah permukaan dengan menggunakan data anomali gayaberat mikro selang waktu setelah dikoreksi dengan data curah hujan untuk identifikasi daerah yang mengalami penurunan air tanah.
Akusisi data ketinggian dilakukan bersama sama dengan akusisi data gayaberat. Pengukuran tinggi tanah dilakukan dengan metoda sifat datar.
METODE PENELITIAN Akuisisi data gaya berat dan ketinggian Akusisi data meliputi 50 titik lokasi pengukuran gayaberat yang diukur dengan menggunakan Gravitymeter Scinterx Autograv CG-5. Akusisi data yang dilakukan dalam dua periode musim ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai dinamika bawah permukaan sehingga diharapkan zona penurunan air tanah dapat diidentifikasi dengan baik. Akusisi data harus memperhatikan kemungkinan adanya kesalahan baik yang ditimbulkan oleh kesalahan pembacaan alat gravitymeter maupun karena instrument itu sendiri sehingga perlu didesain suatu survey berupa rangkaian tertutup. Untuk itu perlu ada satu titik referensi pengukuran sehingga penyimpangan yang terjadi dapat dikoreksi. Penentuan titik referensi didasarkan pada kondisi daerah penelitian dengan kata lain titik lokasi pengukuran yang dipilih relatif stabil. Di bagian utara merupakan daerah yang relatif tidak stabil yang diindikasikan dengan adanya amblesan permukaan tanah. Sehingga penentuan titik lokasi pengukuran dipilih daerah bagian selatan. Sebagai titik base pengukuran gayaberat dan posisi adalah titik lokasi KOP A. Yani 15 yang terletak di Taman Dipenogoro dekat Rumah Sakit Elizabeth daerah kawasan Semarang atas (Gambar 1). Titik base pengukuran dipilih karena berdasarkan informasi geologi daerah tersebut relatif stabil dan tidak mengalami amblesan.
FB-26
GAMBAR 1. Distribusi titik ukur gaya berat
Pengolahan data gaya berat awal Asumsi yang digunakan bahwa anomali gayaberat mikro selang waktu hanya diakibatkan oleh perubahan densitas dan geometri bawah permukaan, sehingga koreksi yang dilakukan pada gayaberat bacaan (g read) hanyalah koreksi kesalahan lingkup pengukuran (drift) dan koreksi pasang surut (tidal). Dari hasil koreksi tersebut dapat diperoleh gayaberat teramati (lokal). Koreksi-koreksi yang digunakan adalah : 1.Koreksi pasang surut (tide Correction). Pengukuran koreksi pasang surut dilakukan setiap 1 menit. Koreksi pasang surut ini selalu ditambahkan pada pembacaan gayaberat. 2.Koreksi apungan (drift Correction). Koreksi ini dilakukan karena kemungkinan tergesernya pembacaan titik nol pada alat gravitymeter. Koreksi ini dilakukan dengan mengadakan pembacaan ulang pada titik yang sama dalam satu lingkup (loop), sehingga dapat ditentukan besarnya koreksi pada masing-masing titik pengukuran dalam lingkup itu. 3.Gayaberat observasi lokal. Gravitymeter tidaklah mengukur nilai gayaberat mutlak, tetapi mengukur variasi nilai gayaberat dari suatu titik ke titik lain, sehingga dalam setiap pengukuran selalu diperlukan adanya titik ikat. Titik ikat ini bersifat tetap, aman dan relatif stabil. Apabila nilai gayaberat pada titik ikat
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
diketahui, maka dapat ditentukan nilai gayaberat pada masing-masing titik lokasi, akan tetapi bila nilai gayaberat pada titik ikat tidak diketahui dan hanya mempunyai nilai pengukuran, maka dengan mengkoreksikan nilai pembacaan gravitymeter ke titik ikat diperoleh nilai gayaberat observasi lokal.
Pengolahan data gaya berat lanjutan Setelah didapatkan nilai gayaberat lokal tiap pengukuran maka selanjutnya dihitung anomali gayaberat mikro selang waktu untuk periode yang berbeda. Anomali gayaberat mikro terkoreksi yang diperoleh merupakan gabungan dari respon beda musim, respon amblesan dan dinamika air tanah di daerah penelitian, oleh karena itu perlu pengolahan lebih lanjut untuk memperoleh nilai anomali yang disebabkan karena dinamika air tanah. Berikut ini akan disajikan diagram alir untuk memperoleh nilai anomali gayaberat efek dari dinamika air tanah. (Gambar 2). 1. Anomali gayaberat terkoreksi beda musim
2. Anomali gayaberat Efek amblesan (mGal) = laju amblesan * 0.30786 (mGal)
Gayaberat lokal masing-masing perioda pengukuran ini sangat dipengaruhi oleh ketinggian dari stasiun pengukuran. Anomali gayaberat lokal tinggi antara 17 s.d 20 milliGal menunjukkan daerah tersebut terletak pada daerah topografinya rendah. Anomali gayaberat lokal rendah antara –1 s.d –4 milliGal menunjukkan daerah tersebut terletak pada daerah yang topografinya tinggi. Hal ini diindikasikan oleh semakin tinggi titik amat maka gayaberat lokal semakin kecil.
GAMBAR 3. Anomali gaya berat periode Mei 2012
Anomali gayaberat mikro yang disebabkan Dinamika air tanah Hasil = 1 - 2
GAMBAR 2. Diagram alir anomali gayaberat mikro selang waktu yang disebabkan dinamika air tanah HASIL DAN DISKUSI Anomali gaya berat mikro antar waktu Dari hasil pengolahan data perioda Mei 2012 dan Oktober 2012 akan diperoleh anomali gayaberat lokal yang ditunjukkan pada (Gambar 3-5). Dilihat dari pola anomali gayaberat tampak bahwa ketiganya mempunyai pola yang hampir
sama. Besar anomali gayaberat lokal memiliki nilai yang sama yaitu –4 s.d 20 milliGal.
GAMBAR 4. Anomali gaya berat periode Oktober 2012 Anomali gayaberat mikro selang waktu untuk periode Oktober 2012 – Mei 2012 diperoleh dari pengurangan anomali gayaberat mikro lokal bulan Oktober 2012 dengan anomali gayaberat mikro lokal bulan Mei 2012. Dari peta anomali pada Gambar 5 menunjukkan bahwa:
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FB-27
Koreksi beda musim
GAMBAR 5. Anomali gaya berat mikro antar waktu periode Oktober-Mei 2012 Anomali gayaberat mikro selang waktu positif (20 sampai 40 Gal), menunjukan bahwa daerah tersebut mengalami amblesan tanah atau respon gayaberat akibat amblesan tanah lebih besar dibandingkan respon gayaberat akibat penurunan air tanah. Daerah dengan nilai anomali gayaberat positif terletak di: Kaligawe, PRPP, Peterongan. Daerah yang mempunyai respon gayaberat positif mengindikasikan bahwa daerah tersebut mengalami amblesan tanah. Hal ini didukung oleh data amblesan tanah hasil levelling. Anomali gayaberat mikro selang waktu negatif (-30 sampai 110 Gal) menunjukkan bahwa respon gayaberat akibat pengurangan air tanah lebih besar dibandingkan dengan respon gayaberat akibat amblesan. Daerah dengan nilai anomali gayaberat negatif terletak di: Candisari, Gayamsari, St.Poncol, Simpang Lima, Bandarharjo dan Pelabuhan. Pada daerah ini Pada daerah ini merupakan daerah pelabuhan yang terjadi pengambilan air cukup banyak. Anomali gayaberat mikro selang waktu yang mendekati nol menunjukkan bahwa daerah tersebut stabil atau respon gayaberat akibat amblesan tanah hampir sama dengan respon gayaberat akibat penurunan air tanah. Daerah dengan nilai anomali gayaberat mendekati nol terletak di Gadjah Mungkur, Kariadi dan Sampangan.
FB-28
Berdasarkan data curah hujan dari stasiun BMKG kota Semarang untuk selama tahun 2012 dapat di lihat bahwa musim hujan terjadi pada bulan Oktober dan musim kemarau terjadi pada bulan Mei. Dengan menggunakan persamaan eksponensial seperti yang diberikan oleh [5] dapat dilakukan pendekatan empiris untuk hubungan presipitasi dengan perubahan ketinggian muka air tanah. Nilai (H1) untuk keadaan awal dianggap nol. Sehingga kita mendapatkan nilai h dari pendekatan empiris adalah 700 mm atau 0.7 m. Kemudian g akibat perubahan ketinggian air tanah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang diberikan oleh [2]. Porositas yang digunakan 30 untuk batu pasir. Dengan demikian perubahan ketinggian air tanah yang sebesar 0.7 meter memberikan perubahan harga gayaberat sebesar 8.8 Gal.
Analisis anomali gaya berat mikro antar waktu dengan koreksi curah hujan Pada penelitian ini anomali gayaberat mikro selang waktu yang akan dikoreksikan dengan data curah hujan yaitu periode Oktober 2012– Mei 2012. Koreksi curah hujan dilakukan untuk menghilangkan efek dari penurunan massa air permukaan. Nilai anomali gayaberat selang waktu periode Oktober 2012–Mei 2012 dikurangkan dengan nilai gayaberat akibat curah hujan yang diperoleh dari rumus eksponensial dengan pendekatan empiris yaitu 8.8 Gal. Kemudian hasil anomali gayaberat setelah dikoreksikan curah hujan, di buat peta yang ditunjukkan pada Gambar 6. Berdasarkan peta tersebut anomali yang diperoleh berkisar -100 s/d 20 Gal sedangkan anomali gayaberat mikro sebelum dikoreksi curah hujan berkisar -100 s/d 30 Gal. Nilai negatif mengindikasikan proses penurunan muka air tanah.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
0.3 gr/cc dengan asumsi besar porositas akuifer batu pasir adalah 30%, dan (2) imbuhan air permukaan yang disebabkan curah hujan. Kontras densitas yang digunakan -0.4 gr/cc dengan asumsi besar porositas soil 40%. Lintasan A–B berarah Selatan–Utara melewati daerah Majapahit–Siwalan–Dr. Cipto –Pelabuhan. Model bawah permukaan pada lintasan ini ditunjukkan pada Gambar 7.
GAMBAR 6. Anomali gayaberat selang waktu periode Oktober 2012-Mei 2012 setelah dikoreksikan curah hujan
Interpretasi anomali gaya berat mikro antar waktu periode Oktober-Mei 2012 untuk penurunan nuka air tanah Interpretasi anomali gayaberat mikro selang waktu daerah Semarang dilakukan dengan membuat penampang anomali gayaberat mikro selang waktu yang dicocokkan dengan penampang geologi bawah permukaan. Interpretasi yang dibuat terdiri dari 3 lintasan yaitu: (1) lintasan A–B berarah Selatan – Utara melewati daerah Kedung Mundu, Majapahit– Siwalan–Dr. Cipto–Pelabuhan, (2) lintasan C-D berarah Selatan–Utara melewati daerah Sultan Agung–Simpang Lima–St. Tawang– Ronggowarsito, dan (3) lintasan B–T berarah Barat -Timur melewati daerah Karang Ayu–St. Poncol-Krobokan–Pengapon–Kaligawe. Model bawah permukaan dibuat untuk kedalaman 0–100 meter berdasarkan akuifer dataran Semarang berupa pasir dan kerikil, untuk akuifer dangkal dengan kedalaman 2–30 meter dan ketebalan 1–3 meter sedangkan ”akuifer dalam” dengan kedalaman 30–70 meter dan ketebalan 1–6 meter. Setiap body yang dimodelkan menggambarkan perubahan yang terjadi di bawah permukaan. Perubahan bawah permukaan yang ditunjukkan pada Gambar 7-9 adalah sebagai berikut: (1) penurunan air tanah yang
disebabkan oleh pengambilan air tanah yang berlebihan. Kontras densitas yang digunakan -
GAMBAR 7. Model penampang (A-B)
bawah
permukaan
Hasil interpretasi anomali gayaberat mikro selang waktu pada Gambar 7 menunjukkan bahwa : 1.Daerah yang mengalami penurunan air tanah adalah : -Daerah Kedung Mundu pada kedalaman 55 m dengan penurunan air tanah 2.3 m dan terjadi defisit air sebesar 1.777.836 m3/6 bln. -Daerah Lamper Tengah-Majapahit pada kedalaman 25 m dengan penurunan air tanah 0.5 m dan terjadi defisit air sebesar 910.920 m3/6 bln. -Daerah Siwalan-Dr. Cipto pada kedalaman 75 m dengan penurunan air tanah 3 m dan terjadi defisit air sebesar 9.392.790 m3/6 bln. -Daerah Dr. Cipto–Pengapon-Ronggowarsito pada kedalaman 55 m dengan penurunan air tanah 3 m dan terjadi defisit air sebesar 7.222.490 m3/6 bln.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FB-29
2.Imbuhan air permukaan yang disebabkan curah hujan yang mempengaruhi air permukaan pada kedalaman 0.7 meter. Kontras densitas yang digunakan -0.4 gr/cc dengan asumsi besar porositas soil 40%.
2.Imbuhan air permukaan yang disebabkan curah hujan yang mempengaruhi air permukaan pada kedalaman 0.7 meter. Kontras densitas yang digunakan -0.4 gr/cc dengan asumsi besar porositas soil 40%.
Lintasan C–D berarah Selatan–Utara melewati daerah daerah Sultan Agung–Simpang Lima–St. Tawang–Ronggowarsito. Model bawah permukaan pada lintasan ini ditunjukkan pada Gambar 8.
Lintasan B–T berarah Barat–Timur melewati daerah Karang Ayu–St. Poncol-Krobokan– Pengapon – Kaligawe. Model bawah permukaan pada lintasan ini ditunjukkan pada Gambar 9.
GAMBAR 8. Model penampang (C-D)
GAMBAR 9. Model Penampang (B-T)
bawah
permukaan
Hasil interpretasi anomali gayaberat mikro selang waktu pada Gambar 8 menunjukkan bahwa : 1.Daerah yang mengalami penurunan air tanah adalah : -Daerah Sultan Agung pada kedalaman 4 5m dengan penurunan air tanah 0.5 m dan terjadi defisit air sebesar 358.907 m3/6 bln -Daerah Wono Tunggal-Sriwijaya pada kedalaman 55 m dengan penurunan air tanah sebesar 0.5 m dan terjadi defisit sebesar 237.531 m3/6 bln -Daerah Simpang Lima–St.Tawang pada kedalaman 55 m dengan penurunan air tanah sebesar 3 m dan terjadi defisit sebesar 9.862.750 m3/6 bln -Daerah Ronggowarsito pada kedalaman 55 m dengan penurunan air tanah sebesar 0.7 m dan terjadi defisit sebesar 831.391 m3/6 bln
FB-30
Bawah
Permukaan
Hasil interpretasi anomali gayaberat mikro selang waktu pada Gambar 9 menunjukkan bahwa : 1.Daerah yang mengalami penurunan air tanah adalah : -Daerah Karang Ayu pada kedalaman 25 m dengan penurunan air tanah 3 m dan terjadi defisit air sebesar 4.567.569 m3/6 bln. -Daerah St.Poncol pada kedalaman 75 m dengan penurunan air tanah 5 m dan terjadi defisit air sebesar 14.865.560 m3/6 bln. -Daerah Pegadaian–St.Tawang pada kedalaman 55 m dengan penurunan air tanah 0.4 m dan terjadi defisit air sebesar 434.114 m3/6 bln. -Daerah Pengapon-Ronggowarsito pada kedalaman 55 m dengan penurunan air tanah 0.4 m dan terjadi defisit air sebesar 407.196 m3/6 bln.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
2.Imbuhan air permukaan disebabkan curah hujan yang mempengaruhi air permukaan pada kedalaman 0.7 meter. Kontras densitas yang digunakan -0.4 gr/cc dengan asumsi besar porositas soil 40%. Berdasarkan hasil interpretasi untuk semua lintasan menunjukkan bahwa anomali gayaberat mikro setelah dikoreksikan curah hujan masih ada sisa air permukaan sebesar 0.7 m, hal ini disebabkan karena : -Asumsi nilai curah hujan yang digunakan untuk seluruh daerah Semarang sama. -Asumsi nilai presipitasi yang digunakan untuk daerah Semarang sama dengan Jepang yang mestinya lebih besar nilainya karena dataran aluvial Semarang tanahnya mampu meresap air hujan lebih banyak dibandingkan dengan Jepang yang merupakan pegunungan. -Konstanta presipitasi dan evaporasi ( dan c) yang digunakan daerah Semarang sama dengan Jepang. -Di beberapa bagian kota Semarang masih diikuti rob masuknya air laut yang menggenang ke arah daratan sampai pasar Johar dan sekitarnya. KESIMPULAN Berdasarkan analisis hasil interpretasi anomali gayaberat mikro selang waktu maka dapat diambil beberapa kesimpulan: (1) anomali gayaberat mikro selang waktu periode Oktober 2012–Mei 2012 daerah Semarang berkisar antara -100 sampai 30 Gal, (2) anomali gayaberat mikro selang waktu setelah terkoreksi beda musim akibat perubahan ketinggian tanah 0.7 meter adalah 8.8 Gal dalam periode 6 bulan. Nilai anomali negatif dipengaruhi efek penurunan air tanah, (3) penurunan air tanah memberikan perubahan nilai gayaberat sebesar 90 Gal/m artinya penurunan air tanah di Semarang umumnya sebesar 0.7 meter. Hasil interpretasi model bawah permukaan anomali gayaberat mikro selang waktu, menunjukkan bahwa daerah yang mengalami penurunan air tanah yang relatif besar adalah : daerah Siwalan-Dr. Cipto pada kedalaman 75 m dengan penurunan air tanah 3 m dan terjadi defisit air sebesar 9.392.790 m3/6 bln, daerah Dr.Cipto–Pengapon-Ronggowarsito pada keda-
laman 55 m dengan penurunan air tanah 3 m dan terjadi defisit air sebesar 7.222.490 m3/6 bln, daerah Simpang Lima–St.Tawang pada kedalaman 55 m dengan penurunan air tanah sebesar 3 m dan terjadi defisit sebesar 9.862.750 m3/6bln, daerah Karang Ayu pada kedalaman 25 m dengan penurunan air tanah 3 m dan terjadi defisit air sebesar 4.567.569 m3/6 bln, dan daerah St.Poncol pada kedalaman 75 m dengan penurunan air tanah 5 m dan terjadi defisit air sebesar 14.865.560 m3/6 bln. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih ditujukan kepada DP2M DIKTI yang telah mendanai penelitian ini melalui Hibah Kompetensi tahun pertama 2012 dengan no. kontrak: 142/SP2H/PL/Dit.Litabmas /III/2012 Tanggal 7 Maret 2012
REFERENSI [1]. Hendrayana, H. (2002). Dampak Pemanfaatan Air tanah. Yogyakarta: UGM [2]. Allis R.G, Hunt T.M. (1986). Analisis of Exploration-Induced Gravity Changes at Wirakei Geothermal Field. Geophysics 51, p. 1647-1660. [3]. Lambert, A., dan Beamont, C., (1977). Nanovariation in Gravity Due to Seasional Groundwater Movement Studies : Implication for The Gravitional Detection of Tectonics Movement, Journal Geophysics Research, v. 82, p. 297-306. [4]. Goodkind, J.M., (1996). Continuous Measurement of Nontidal Variation of Gravity, Journal Geophysics Reasearch, v. 91, p. 9125-9134. [5]. Akasaka, C., dan Nakanishi, S. (2000). An Evaluation of The Background Noise for Microgravity Monitoring in The Oguni th
Field, Japan, Proceedings of 25 Stanford Geothermal Workshop, 24 - 26 January 2000.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FB-31
FB-32
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN SESI PARALEL FISIKA BUMI Kode : F-02
Pertanyaan : Korelasi data table 5 dengan data lapangan sesuai
Pemakalah : Virman
dengan teori?
Penanya : Supriyadi Jawaban : Sesuai teori, bumi dianggap heterogen, hal ini dibuktikan bahwa lapisan tanah semakin ke bawah semakin keras, akan tetapi pada hasil korelasi menunjukkan bahwa saat di lapisan 3 dan 4 nilainya menunjukkan penurunan. Ditunjukkan dengan kurva match resistivity Kode : F-03
Pertanyaan : Apakah korelasi berpengaruh terhadap kedalaman?
Pemakalah : Muhammad
Berapa bentangan kabel yang digunakan?
Altin Massinai Penanya : Richard
Jawaban : Bentangan kabel yang digunakan sampai 150 m.
Lewerissa
Sangat berpengaruh pada hasil kedalaman yang diharapkan. Semakin panjang bentaangan kabel, maka kedalaman yang didapatkan semakin dalam.
Penanya : Supriyadi
Saran : Menurut saya, penelitian ini bisa juga digunakan untuk menentukan lokasi yang bagus, misalnya yang mengandung SDA yang banyak.
Kode : F-04
Pertanyaan : Terdapat nilai yang bervaariasi dalam penelitian
Pemakalah : Richard
batuan. Apa makna fisis dari nilai yang bervariasi tersebut?
Lewerissa Penanya : Virman
Jawaban : Dalam penelitian tidak melihat setiap titik, tetapi akumulasi data variabel fisik batuan (densitas batuan). Dapat dilihat bahwa semakin dalam kandungan yang ada pada lempeng Australia yang dekat dengan samudera Australia. Tetapi belum dikaji secara mendasar untuk mendapat data pada bagian batuannya itu sendiri.
Penanya : Supriyadi
Pertanyaan : Parameter apa yang digunakan dalam penelitian ini?
Apakah isa berpengaruh pada output yan dihasilkan? Software apa yang digunakan?
Jawaban : Parameter yang dicari adalah densitas batuan dengan menggunakan software Grablock. Di sebelah kiri diisi terlebih dahulu, bisa nilai anomaly, gravitasi meenggunakan bauan kerakbaru kemudian sebelah kanan. Pemodelannya menggunakan software Blocksare, setelah itu diinversi untuk pemodelannya. Penanya : Muhammad Altin
Pertanyaan : Lokasi penelitian ini ada di Papua Barat, tepatnya di
Massinai
mana? Aapakan di darat? Di laut? Atau di mana? Banyak pengaruh kondisi geologi di alam, lalu di daerah tersebut juga merupakan milik Pertamina, apakah telah mendapat persetujuan dari Pertamina?
Jawaban : Lokasi di darat dan di laut, penelitian dilakukan menggunakan pendekatan ombak. Pertamina tidak mengetahui masalah penelitian ini. Kode : F-05
Saran : Metode statistic saalah satu fungsinya untuk mengetahui
Pemakalah : Desi Kiswiranti hasil verifikasi. Akurasi pendekatan yang dilakukan adalah Penanya : Muhammad Altin
validasi.
Massinai Penanya : Virman
Pertanyaan : Bagaimanakah terjadinya gempa tektonik? Apakah ketika suatu lempeng mengalami penurunan makan akan selalu terjadi gempa/patahan atau malah terjadi letusan gunung api/magma yang naik ke permukaan?
Jawaban (oleh Supriyadi) : Ketika suatu lempeng bergeser atau mengalami penurunan makan akan terjadi gempa atau getaran. Tetapi tidak selalu menyebabkan gunung meletus maupun tsunami, karena ada syarat lain yang menyebabkan gunun api meletus serta terjadinya tsunami.
Kode : F-06
Pertanyaan : Apakah pengaruh persamaan muka air tanah?
Pemakalah : Supriyadi
Apakah intrusi air laut ada sangkut pautnya?
Penanya : Muhammad Altin Massinai
Jawaban : Pengruh yang terjadi dengan adanya penurunan muka air tanah adalah amblasnya tanah yang terjadi karena adanya eksploitasi air tanah secara berlebihan. Hubungannya dengan intrusi air laut adalah dilihat dari hasil invasi yang akan dikorelasi dengan ahli geologi.
Penanya : Virman
Pertanyaan : Apakah control yang digunakan?
Jawaban : Kontrol menggunakan curah hujan, sumur pantau, serta suumur penduduk. Sumur pantau ada di beberapa titik di kota Semarang dari Utara ke Selatan dan dari Barat ke Timur. Akan tetapi tinggal beberapa unit saja, karena sebagian sudah ditutup oleh warga sekitar karena mungkin terlalu banyak air yang mereka eksploitasi dan takut ketahuan. Penanya : Richard
Pertanyaan : Apakah yang mempengaruhi hanyalah curah hujan?
Lewerissa
Misalnya gempa apakah juga tidak memepengaruhi?
Jawaban : Diasumsikan bahwa curah hujan adalah pengaruh utama. Selain itu eksploitasi air tanah juga berpengaruh. Lagipula selama penelitian ini dilakukan belum pernah sekalipun terjadi gempa di kota Semarang, dan juga kota Semarrang bukan merupakan daerah rawan gempa seperti di daerah pantai selatan dan pesisir Sumatera. Penanya : Sukiswo Supeni
Pertanyaan : Mungkin berkaitan deengan intrusi air laut bisa
Edi
menggunakan parameter salinitas bukannya densitas?
Jawaban : Lebih umumnya kacaa mata fisika ada di parameter densitas dan bukannya salinitas.
KELOMPOK FISIKA MATERIAL
Studi Tentang Struktur dan Morfologi KeramikGeopolimer Berbasis Kaolin Sebagai Fungsi Suhu Curing Abdul Haris dan Subaer1* 1
Pusat Penelitian Geopolimer - Lab. Fisika Material Jurusan Fisika FMIPA UNM Jalan Dg. Tata Raya, Makassar, 90223 Telp : (0411) 840 622 nomor_telepon, Fax : (0411) 840 622 *Email: [email protected]
Abstrak. Telah dilakukan penelitian tentang struktur dan morfologi keramik-geopolimer berbahan dasar mineral kaolin dan α-SiO2. Keramik-geopolimer disintesis melalui metode aktivasi alkali mineral aluminasilikat dan di curing pada suhu 150oC, 500oC, 750oC, dan 950oC masingmasing selama 60 menit. Perubahan struktur kristal keramik geopolimer dipelajari dengan X-Ray Diffraction (XRD) sedangkan morfologi dan struktur mikro sampel yang diperoleh dikarakterisasi dengan Scanning Electron Microscope (SEM) yang dilengkapi dengan Electron Dispersive Spectroscopy (EDS) untuk uji elemental. Hasil karakterisasi dengan XRD memperlihatkan adanya perubahan fase matriks keramik geopolimer dengan meningkatnya suhu curing. Karakterisasi dengan SEM-EDS menunjukkan perubahan morfologi butiran partikel pembentuk keramik secara signifikan pada suhu curing 750oC dan 950oC. Perubahan ini disertai dengan perubahan molar oksida penyusun keramik geopolimer. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa keramik geopolimer memiliki struktur dan morfologi matriks yang baik dan homogen pada suhu curing di atas 750oC Kata kunci: keramik-geopolimer, struktur kristal, morfologi, XRD, SEM PENDAHULUAN Geopolimer merupakan jenis material maju yang memiliki potensi aplikasi yang sangat luas. Material ini dapat disintesis melalui metode aktivasi alkali mineral aluminasilikat pada suhu rendah, yakni kurang dari 100oC. [1,3,4,5]. Bahan dasar yang digunakan dapat berupa mineral aluminasilikat murni seperti kaolin dan lempung (clay) atau limbah industri seperti abu terbang (fly ash) sisa pembakaran batu bara [9] dan abu sekam padi (rice husk ash) [6, 7]. Sifat fisis dan mekanik geopolimer serta aplikasi yang mungkin bergantung pada perbadingan molar atom Si:Al di dalam strukturnya [5,8]. Salah satu potensi aplikasi geopolimer adalah keramik rekayasa yang disintesis pada suhu yang relatif rendah dibandingkan sintesis keramik tradisional.
Keramik geopolimer diproduksi karena sifatsifatnya yang khas dan berbeda dengan keramik tradisional seperti; resistansi suhu yang tinggi, ketahanan terhadap zat kimia tertentu, serta sifat fisis dan mekanik yang kuat [2]. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari struktur kristal dan morfologi matriks keramik geopolimer sebagai fungsi suhu. Keramikgeopolimer yang disentesis dari bahan dasar kaolin dan pasir kuarsa dengan metode aktivasi alkali pada suhu 70oC selama 60 menit. Sampel yang dihasilkan selanjutnya dicuring pada suhu berbeda yakni 150oC, 500oC, 750oC dan 950oC. Karakterisasi struktur kristal keramik geopolimer yang telah dicuring pada suhu yang berbeda dilakukan dengan menggunakan X-Ray Diffraction (XRD). Selanjutnya, morfologi permukaan keramik geopolimer serta komposisi elementalnya diteliti dengan menggunakan
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FM-1
Scanning Electron Microscope dan Energy Dispersive Scpectroscopy (SEM-EDS).
dengan menggunakan Tescan Vega3 SEM-EDS tanpa memoles sampel.
EKSPERIMEN
HASIL DAN DISKUSI
Penelitian ini diarahkan pada pengembangan sintesis dan optimasi struktur mikro keramikgeopolimer (KG) berbahan dasar kaolin dan pasir kuarsa. Mineral kaolin didehidroksilasi pada suhu 750oC selama 6 jam dan menghasilkan fase metakaolin yang bersifat amorf. Pasir kuarsa (fase α-SiO2) digerus selama 30 menit untuk mendapatkan butiran yang cukup halus. Metakaolin dan pasir dicampur kemudian diaduk sampai rata. Campuran kemudian diaktivasi dengan larutan alkali pada komposisi yang tepat sehingga diperoleh material gel yang bersifat homogen. Peletisasi dilakukan dengan tekanan sebesar 2 MPa selama 15 menit kemudian sampel dicuring pada suhu 70oC selama 60 menit. Gambar 1 memperlihatkan contoh produk geopolimer yang diproduksi dalam penelitian ini.
Sampel keramik geopolimer yang diproduksi dalam penelitian ini memiliki massa jenis ratarata sebesar (1,97±0,30) g/cm3. Nilai ini dapat berubah sesuai dengan rasio volume metakaolin dan pasir kuarsa serta komposisi larutan alkali yang digunakan. Gambar 2 memperlihatkan hasil search and match dari difraktogram sampel yang dicuring pada suhu 150oC/60 menit (KG150). Tampak bahwa keramik geopolimer yang dihasilkan didominasi oleh fase sodium dialuminium phyllo-decaoxodihydroxoalumatrisilicate (NaAl2((AlSi3)O11). Selain itu tampak fase SiO2 dan polygorskite (Mg0,666Al0,331)4(Si4O10)2 (OH)2(H20)8. Fase SiO2 merupakan bahan adisi keramik geopolimer sedangkan fase polygorskite terbentuk dari mineral MgO yang dikandung metakaolin dan ikut bereaksi pada saat sintesis atau proses geopolimerisasi berlangsung.
GAMBAR 1. Contoh keramik geopolimer GAMBAR 2. Difraktrogram sampel KG150. Sampel yang dihasilkan dibiarkan selama 24 jam sebelum dilakukan pengukuran massa jenis dengan metode Archimedes. Sampel tersebut selanjutnya dicuring pada suhu yang berbeda, yakni suhu 150oC, 500oC, 750oC dan 950oC masing-masing selama 60 menit dengan laju pemanasan 2oC/menit. Pengujian dengan XRD dilakukan menggunakan difraktometer Rigaku MiniFlex II pada sudut 2θ 5o – 90o. Pengujian morfologi dan komposisi elemental dilakukan
FM-2
Fase polygorskite tidak ditemukan pada sampel yang dicuring pada suhu 500oC. Fase sodium dialuminium phyllo-decaoxodihydroxo alumatri silicate (NaAl2((AlSi3)O11) ditemukan bertahan hingga suhu curing 750oC dan berganti dengan fase sodium silicate (Na2Si409) pada suhu 950oC. Hasil yang sama dilaporkan oleh [2] tetapi dengan aktivator yang berbeda. Gambar 3 memperlihatkan difraktogram sampel KG950 yang didominasi fase sodium
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
silicate (Na2Si409). Fase ini terbentuk akibat solidifikasi pada seluruh bagian sampel dengan bertambahnya suhu. Dari difraktogram tersebut tampak bahwa derajat kekristalan sampel keramik geopolimer meningkat secara signifikan.
tampak tidak rata dengan demikan kehadiran fase lain seperti pori dan retakan tidak dapat diamati dengan baik. Morfologi permukaan sampel yang dicuring pada suhu 500oC (KG500) tidak berbeda secara signifikan dengan sampel KG150. Hal ini menunjukkan bahwa partikel metakaolin dan pasta geopolimer yang bersifat amorf belum berubah menjadi fase kristal pada suhu tersebut (Gambar 5). Hal ini menjadi indikasi bahwa pasta geopolimer mampu bertahan hingga suhu 500oC.
GAMBAR 3. Difraktrogram sampel KG950 Hasil karakterisasi morfologi permukaan sampel dengan Scanning Electron Microscope (SEM) diperlihatkan pada gambar 4, 5, 6 dan 7 secara berturut-turut untuk sampel yang curing pada suhu berbeda. Gambar 4 memperlihatkan matriks keramik geopolimer KG150 dengan morfologi yang bersifat amorf.
GAMBAR 5. Mikrograf sampel yang dicuring pada suhu 500oC/60 menit (KG500) Perubahan morfologi metakaolin dan pasta geopolimer mulai terjadi pada suhu 750oC (gambar 6).
GAMBAR 4. Mikrograf sampel yang dicuring pada suhu 150oC/60 menit (KG150) Partikel metakaolin yang tidak bereaksi secara sempurna dan SiO2 saling bertindihan dan diikat oleh pasta geopolimer. Sampel tersebut tidak dipoles sehingga permukaan sampel
GAMBAR 6. Mikrograf sampel yang dicuring pada suhu 750oC/60 menit (KG750)
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FM-3
Gambar 6 memperlihatkan bahwa matriks keramik geopolimer berubah menjadi fase kristal. Morfologi metakaolin dan pasta geopolimer kembali ke bentuk pipih hexagonal. Partikel metakaolin yang tidak bereaksi tidak lagi tampak pada matrik keramik. Jarak antar butir partikel (grain boundary) mulai tampak jelas dan berperan sebagai pori pada matriks keramik geopolimer. Morfologi matrik keramik geopolimer yang dicuring pada suhu 950oC (KG950) diperlihatkan pada gambar 7. Seperti halnya sampel KG750 matriks keramik KG950 bersifat kristal pipih hexagonal. Tampak bahwa morfologi kedua sampel tersebut tidak memperlihatkan perubahan bentuk yang berarti tetapi ukuran butir relatif lebih kecil untuk sampel KG950.
pada saat sampel dicuring pada suhu 750oC dan 950oC. TABEL 1. Komposisi wt% molar oksida sampel Keramik Geopolimer Sampel
Wt % molar oksida Na2O
Al2O3
SiO2
K2O
FeO
KG150
10,04
39,17
49,15
0,52
0,76
KG500
9,59
40,11
48,04
0,56
1,34
KG750
8,90
38,30
51,12
0,72
0.74
KG950
6,96
41,52
49,78
0,57
1,16
KESIMPULAN Telah disintesis keramik geopolimer berbahan dasar kaolin dan pasir kuarsa yang diaktivasi dengan menggunakan larutan alkali sodium silicate (Na2O.3SiO2), H2O dan sodium hydroxide pellet (NaOH) serta dicuring pada suhu 150oC, 500oC, 750oC dan 950oC. Hasil karakterisasi XRD dan SEM memperlihatkan bahwa derajat kekristalan dan homogenitas matriks keramik geopolimer meningkat dengan naiknya suhu curing. Hasil analisis XRD and SEM memperlihatkan bahwa pembentukan fase baru pada struktur jaringan geopolimer mulai terbentuk pada suhu curing 750oC dan menghasilkan material dengan derajat kekristalan dan homogenitas matriks yang tinggi.
GAMBAR 7. Mikrograf sampel yang dicuring pada suhu 950oC/60 menit (KG950)
Komposisi oksida keramik geopolimer yang dicuring pada suhu yang berbeda diperiksa dengan Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) seperti yang diperlihatkan pada tabel 1. Berdasarkan tabel 1 tampak jelas bahwa rasio Al2O3 dan Na2O relatif meningkat dengan bertambahnya suhu curing. peningkatan komposisi SiO2 pada permukaan matrik KG750 dan KG950 disebabkan oleh menurunnya molar Na2O sebagai akibat perubahan fase yang terjadi
FM-4
REFERENSI 1. Barbosa, V. F. F. & MacKenzie, K. J. D. (2003), Materials Research Bulletin, Vol. 38, (2), pp. 319 - 331. 2. Bell, J.L., Patrick E. Driemeyer, P.E., and Kriven, W.M., 2009, J. Am. Ceram. Soc. 92 [3] 607–615 3. Davidovits, J., 1991, Inorganic polymeric New Materials., Journal of Thermal Analysis. Vol. 37. pp. 1633-1656. 4. Davidovits, J. 1999, The Making Etruscian Ceramics (Bucceero Nero) In VII – VIII Century B.C., Geopolimer’99 Proceedings,
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
5. Davidovits, J. 2009, The Dependence of Geopolymer on Si:Al http: // www.geopolimer.org / Diakses 12 Juni. 6. Subaer dan Abdul Haris., 2007, Fisika Material I. Makassar, Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar. 7. Subaer, 2007, Pengantar Fisika Geopolimer, DP2M Dikti Jakarta. 8. Subaer and Arie van Riessen., 2007, Thermo-mechanical and microstructural characterisation of sodium-poly(sialatesiloxo) (Na-PSS) geopolymers, J Mater Sci., Vol. 42:3117–3123. 9. van Jaarsveld, J. G. S., van Deventer, J. S. J. & Lorenzen, L. (1997), Minerals Engineering, Vol. 10, (7), pp. 659-669
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FM-5
Studi Tentang Genesa Pembentukan Dan Tipe Mineral Kawasan Karst (Dinding Luar) Gua Mimpi Maros Pariabti Palloan1, Munawir1 dan Subaer1* 1
Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Negeri Makassar *Email: [email protected]
Abstrak, Telah dilakukan penelitian berbasis observasi dan uji karakteristik mineral Kawasan Karst (dinding luar) Gua Mimpi di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi geografis serta genesa pembentukan mineral di Kawasan Karst Gua Mimpi berdasarkan analisis fisis yang meliputi nilai permeabilitas, porositas, densitas mineral, suhu, kelembaban dan intensitas curah hujan, serta uji komposisi kimia dan mikrostruktur mineral tersebut. Pengukuran permeabilitas, porositas dan densitas sampel dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai sifat fisis sampel. Pengujian komposisi kimia dilakukan dengan menggunakan Rigaku MiniFlexII X-Ray Diffraction (XRD) dari rentang sudut difraksi 2 3o – 80o. Struktur mikro sampel diperiksa dengan menggunakan Tescan Vega3SB Analytical Scanning Electron Microscopy (SEM) yang dilengkapi dengan fasilitas Energy Dispersive Spectroscopy (EDS). Hasil pengukuran sifat fisis memperlihatkan bahwa permeabilitas tanah Kawasan Karst Gua Mimpi -9 berada pada rentang 5,80 x 10-7 cm², porositas sebesar 20 - 25%. dan densitas berkisar 1,06 g/cm³ - 1,23 g/cm³. Selanjutnya, porositas batuan berkisar 0 - 17% dan densitas 2,00 - 2,86 gr/cm³. Hasil pengukuran komposisi (senyawa) kimia sampel pasir, tanah dan batu memperlihatkan variasi kandungan mineral yang sangat beragam, Tanah di sekitar Gua Mimpi didominasi oleh mineral anorthite. Selanjutnya, uji mikrostruktur memperlihatkan morfologi mineral tanah dan batuan yang berbentuk pipih dengan pola kristal heksagonal disertai volume cacat yang besar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi geografis serta komposisi kimia mineral di sekitar Gua Mimpi Kabupaten Maros sangat sesuai untuk pembentukan Karst. Kata kunci: Genesa, tipe mineral, sifat fisis, XRD dan SEM-EDS. PENDAHULUAN Bentang lahan karst menarik perhatian beberapa disiplin ilmu seperti Geologi, Biologi, Tanah, Arkeologi maupun pelaku pariwisata. Diperkirakan kawasan karst meliputi 7 –10 % dari total lahan dunia. Indonesia memiliki kawasan karst yang jumlahnya mencapai lebih dari 15,4 juta hektar, luas kawasan karst mencapai hampir 20 % dari total luas wilayah Indonesia [7]. Sebagian besar area karst tertutup oleh limestone, walaupun di beberapa tempat tertutup oleh dolomit dan limestone. Komponen pengontrol perkembangan topografi karst dan
pembentukan tanah pada batu gamping sangat ditentukan oleh curah hujan, suhu, relief, tekanan CO2, stratigrafi batuan, ketebalan batuan yang terlarut dan vegetasi. Curah hujan yang tinggi disertai suhu dan tekanan CO2 yang tinggi dapat mempercepat proses pelarutan batu gamping (karstifikasi). Vegetasi berperan dalam proses pelapukan terutama oleh karena asam-asam organik hasil dekomposisi bagian tanaman serta hasil ekskresi akar tanaman terutama laktat, sitrat dan oksalat mampu mempercepat pelapukan batuan [7]. Salah satu topografi karst yang terkenal di Sulawesi Selatan adalah Gunung karst MarosPangkep membentang seluas 4.500 hektare,
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FM-7
terluas ketiga di dunia. Secara umum mineral batu gamping Kawasan Karst adalah Calcite (CaCO3), Aragonite (CaCO3), Dolomite (CaMg(CO3)2), dan Chalchedony (SiO2).
tersebut diakibatkan oleh proses tektonik suatu akuifer produktif di kawasan karst. Sehingga, aliran air tanah dalam sistem akifer karst mengalir pada jaringan rekahan [2]. Berdasarkan pengukuran diperoleh hasil analisis besaran fisis pasir dan tanah yang terlihat pada tabel 1.
EKSPERIMEN Pengambilan sampel berupa pasir, tanah dan batu dilakukan di lokasi penelitian sekitar Gua Mimpi dengan 7 titik koordinat disertai pengukuran kondisi geografis yang meliputi intensitas cahaya, temperatur dan kelembaban udara kawasan karst gua mimpi. Sampel yang diambil pada lokasi kemudian dianalisis di laboratorium untuk mendapatkan nilai fisis berupa permeabilitas, porositas, densitas mineral, serta uji komposisi kimia dan mikrostruktur sampel. Sementara data sekunder berupa suhu, intensitas curah hujan dan debit air 5 tahun terakhir (2006-2010) diperoleh dari peneliti sebelumnya [5]. HASIL DAN DISKUSI Gambaran geografis lokasi penelitian Kawasan karst gua mimpi Bantimurung Maros secara geografis terletak antara 119034’17’’119055’13’’ BT dan 4042’49’’- 5006’42’’ LS, memiliki medan berbukit dengan tekstur topografi halus sampai sedang, bentuk lereng sedang sampai landai, punggung bukit dengan lembah sempit sampai luas, dengan kemiringan 25-27 derajat. Jarak tempuh yang dibutuhkan untuk sampai ke gua mimpi ±875 meter dengan lama perjalanan sekitar 30 menit. Curah hujan rata-rata 276,35 mm/tahun, suhu rata-rata 26,98 o C/tahun, debit air tahunan rata-rata 7,54 m3/detik. Sifat Fisis Sampel Pasir dan Tanah Permeabilitas adalah kemampuan material untuk meloloskan air tanpa merusak partikel pembentuk atau kerangka batuan yang biasanya di ukur dalam satuan millidarcie (mD) [3,4]. Semakin besar angkanya maka permeabilitasnya semakin baik untuk produksi dan sebaliknya. Porositas adalah kemampuan untuk menyimpan fluida [6]. Kawasan karst mempunyai sifat porositas dan permeabilitas yang tinggi. Sifat FM-8
TABEL 1. Tabel nilai permeabilitas tanah karst Jarak (m)
Permeabilitas 2 (cm )
L1P-100
1,50 x 10
-8
L2T-200 L3T1300 L3T2300 L4T-400 L5T-500 L6T-600 L7T-700
Hitungan Darcy (mD) 10-100
Kemampuan
2,50 x 10
-9
10-100
Baik (good)
3,50 x 10
-8
10-100
Baik (good)
5,30 x 10
-9
10-100
Baik (good)
3,60 x 10
-8
10-100
Baik (good)
-10
100-1000
Cukup (fair)
1,60 x 10
-9
10-100
Baik (good)
8,60 x 10
-9
10-100
Baik (good)
8,80 x 10
Baik (good)
TABEL 2. Tabel nilai porositas dan densitas tanah karst Jarak (m) L1P100 L2T200 L3T1300 L3T2300 L4T400 L5T500 L6T600 L7T700
Porositas % 17,98
Kemampuan porositas Sangat baik
Skala (%) >25
Densitas 3 (gr/cm ) 1,22
28,68
Istimewa
> 25
1,11
29,68
Istimewa
> 25
1,10
17,97
Sangat baik
20- 25
1,06
27,71
Istimewa
> 25
1,11
29,68
Istimewa
> 25
1,23
26,64
Istimewa
> 25
1,12
26,26
Istimewa
> 25
1,06
Pada tabel 1 terlihat bahwa nilai permeabilitas pada sampel tanah kawasan karst sekitar gua mimpi memiliki kemampuan meloloskan air
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
/permeabilitas yang baik (good) dengan skala dalam Darcy 10-100 mD. Pada tabel 2 terlihat bahwa nilai porositas tiap sampel tanah sangat baik sampai istimewa dengan skala kemampuan menyimpan air antara 20 hingga 25 %, sementara untuk densitas tiap sampel konstan pada angka 1,1 - 1,2 gr/cm3. Sampel batu Porositas merupakan hasil dari proses geologi, fisika dan kimia, diperoleh selama pembentukan batuan, sehingga dapat dijadikan petunjuk terbentuknya aktivitas geologi suatu daerah. Berikut ini tabel hasil analisis besaran fisik (porositas dan densitas) setiap sampel batuan TABEL 3. Nilai porositas dan Densitas Batuan Jarak (m)
Porositas (φ) %
Skala (%)
L01-100
0,13
0-20
Densitas (ρ) 3 gr/cm 2,50
L02-200
8,73
5-50
2,23
L03-300
8,86
5-50
2,23
L04-400
0,44
0-20
2,86
L05-500
9,13
5-50
2,00
L06-600
17,00
5-50
2,00
L07-700
0,38
0-20
2,86
Tabel 3 memperlihatkan nilai porositas batuan yang bervariasi antara 0-20 % untuk batu gamping belum terkarstifikasi, sementara batu gamping terkarstifikasi berada pada rentang 5-50 %. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa porositas batu gamping digolongkan dalam porositas sekunder, yaitu porositas yang tergantung pada proses sekunder seperti adanya rekahan, celah atau pori hasil pelarutan batuan karbonat sehingga lebih cocok digolongkan sebagai porositas sekunder [1]. Karakteristik dan struktur mikro sampel Mikrograf dari gambar 1 memperlihatkan topografi permukaan dengan bar scale 5 μm cenderung rata dan memilki pori sekunder yang jelas, sementara morfologinya berbentuk bulat lonjong.
GAMBAR 1. Contoh sampel batuan karst hasil karakterisasi SEM (bar scale 5 µm). Berdasarkan analisis EDS diperoleh unsur utama yang dikandung sampel pada gambar 1 yakni Ca, Mg, Al, Si, Na, Cr, P, S, Cl seperti diperlihatkan pada gambar 2.
GAMBAR 2. Spektrum EDS sampel gambar 1 XRD Sampel Batu Karst Pola difraksi sampel batuan (gambar 3) menunjukkan hubungan antara intensitas dengan sudut 2θ 3° - 80 ° serta menunjukkan fase yang sama antar satu sampel dengan yang sampel yang lain yaitu fase kalsit (CaCO3) dengan konsentrasi kalsit 100 % berdasarkan analisis XRD.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FM-9
Hasil pengukuran komposisi (senyawa) kimia sampel pasir, tanah dan batu memperlihatkan variasi kandungan mineral yang sangat beragam, tanah di sekitar Gua Mimpi didominasi oleh mineral anorthite (Mn) (Ca0.715Mn0.196 Na0.045) (Al1.911Si2.089O8 dan kalsit (CaCO3) dengan konsentrasi yang tinggi, sehingga karstifikasi kawasan Gua Mimpi Maros berkembang dengan baik. KESIMPULAN GAMBAR 3. Pola difraksi sinar x sampel karst XRD Sampel Pasir dan Tanah Karst Grafik pola difraksi memperlihatkan beberapa puncak yang menunjukkan fase mineral tertentu yaitu Carbon dioxide, Lonsdaleite, Sanidine, Carbon(70), Kyanite high, Graphite, dan Sodium (gambar 4 a dan b). Carbon dan Graphite pada sampel L04T memiliki masa pembentukan yang lebih lama. Mineral Calcium, Carbon, Octa Carbon, Aluminium Silicon, dan Kappa Aluminium.
(a)
(b)
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kondisi fisis, geografis dan komposisi mineral di sekiatar kawasan karst Gua Mimpi Maros sangat mendukung karstifikasi. Mineral yang dikandung batuan kawasan karst Gua Mimpi didominasi oleh mineral kalsit (CaCO3) dengan tingkat kemurnian sangat tinggi. REFERENSI 1. Adji, T.N. Haryono, E. (2009). Geomorfologi dan Hidrologi Karst Bahan Ajar. Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi: Universitas Gadjah Mada. 2. Arsyad, M. (2002). Pengetahuan Fisika Bumi. Makassar: UNM Press. 3. Darcy, H. (1856). Les fortaines publiquer de la Ville de Dijon.V. Dalmon: Paris 4. Hardiyatmo, H. (1992). Mekanika Tanah 1. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 5. Nurul Fitria Apriliani, M. A. (2012). Pengaruh Penambahan Larutan MgCl2 pada Sintesis Kalsium Karbonat Presipitat Berbahan Dasar Batu Kapur dengan Metode Karbonasi. Jurnal Sains dan Seni ITS Vol. 1, No. 1. 1-2. 6. Serra, O. (1984). Fundamental of well-log Interpretation. Tokyo: Elsevier Amsterdam Oxford, New York. 7. Wiradisastra, U. dkk. (1999). Geomorfologi dan Analisis Lanskap. Bogor: Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi IPB.Kalla, J. 1998. Kinetics of Gasification of Brown Coal. Journal of American Chemical Society, 54: 38 – 43.
GAMBAR 4 (a) & (b). Difraktogram sampel tanah dan pasir karst.
FM-10
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN SESI PARALEL FISIKA MATERIAL 1 Nama Pemakalah Ade Y. Nuryantini Kode : H01
Subaer Kode : H02
Nama Penanya Nurhayati
Pertanyaan
Jawaban
Apakah adapengaruh konsentrasi PVA terhadap laju keluaran PVA?
Firmanul Catur Wibowo
PVA bersifat Hidrofilik atau istilahnya anti air, bagaimana dengan serat yang dibuat ini? Adakah waktu batasan elastisitas bahan yang anda buat? Karena elastisitas bahan tidak selalu tetap. Seperti apa bentuk polimernya saat akan dibuat? Apakah ada data empiris dari penelitian lain sebagai perbandingan atau membandingkan dengan bahan zinc oxide yang anda pergunakan tersebut? Apakah ada pengujian mengenai efisiensi sinar atau cahaya yang terserap? Seperti apakah harapan dari hasil akhir penelitian tersebut?
Konsentrasi yang dimaksud adalah kekentalan PVA. Jika terlalu kental akan memadat saat akan keluar dari jarum, sehingga kecepatan keluar larutan PVA akan sangat kecil. Jika terlalu encer akan muncrat atau lebih seperti spray. Oleh karena itu, kami menggunakan larutan dengan konsentrasi 10% Serat ini secara alami sudah anti air, namun kami menggunakan metode dipanaskan dan penambahkan zat-zat tambahan.
AndhySetia wan
Ade Y. Nuryantini Firmanul Catur Wibowo Kode : H03
Subaer
Budi Astuti
Nurhayati Kode : H04
Hasniah Aliah
Sifat Geopolimer standar untuk elastisitasnya adalah 28 hari. Kami belum memiliki data mengenai waktu elastisitas sampel yang kami buat (minimal 1 tahun) agar tidak mengalami degradasi. Kami hanya mengukur daya tekan sampel. Kami membuat sampel ini dari berupa serbuk, saat kami buat sampel ini berupa gel. Sampai saat ini belum ada data mengenai bahan yang saya pakai, terutama bahan yang mudah teroksidasi.
Sampai saat ini kami belum sampai mengenai efisiensi sinar yang ditangkap oleh sampel yang kami buat, Kami baru sampai penggunaan atau aplikasi materialnya saja. Tujuan kami untuk membuat bahan yang lentur dan tahan panas, mampu menahan temperatur di atas 10000C, bersifat lentur dan volume penyusutannya kecil sehingga dapat digunakan untuk pengganti semen atau lebih tepatnya sebagai substitusi semen pada daerah-daerah yang unsur tanahnya mengandung bahan kimia berbahaya tinggi dan temperature lingkungan yang tinggi.
Hasniah Aliah Kode : H05
Subaer
Abdul Haris Kode : 06
Subaer
Andhy Setiawan Kode : H07
Subaer
Penggunaan bahan kimia terkadang bersifat atau mengandung zat berbahaya. Dikhawatirkan akan menjadi bahan polutan baru. Apakah material penyangga katalis tersebut bersifat seperti itu? Apakah ada pengaruh dari ukuran material yang digunakan? Sampel berupa gel kemudian dicetak. Ada proses curing, kemudian kegunaan dari proses tersebut untuk apa? Kenapa bahan tidak diplot-plotkan seperti pada ukuran yang biasa? Dimana tempat menempel sampel?
Jadi, penggunaan material penyangga tersebut digunakan untuk mendegradasi senyawa berat.
Kami tidak merubah banyak ukuran material yang digunakan untuk fotokatalis, tidak merubah ukuran penyangga.
Proses curing digunakan untuk pemampatan atau densitas bahan. Sampel yang dipanaskan pada suhu di atas 7500C akan bersifat amor fatau kristal.
Karena penelitian kami bukan untuk melihat bandgapnya, tetapi hanya untuk melihat transmitansi guna mengetahui ketebalan
Tempat menempelnya pada gelas preparat dengan silicon sehingga terjadi prose evaporasi
KELOMPOK FISIKA MATERIAL 2
Fabrikasi dan Karakterisasi Keramik Berpori Berbahan Clay, Polietilen Glikol (PEG) dan Pasir Kuarsa Dilapis Titania untuk Aplikasi Filter Air Limbah Masturi1,*, Winda Lestari2, Hasniah Aliah2 1
Departemen Fisika, Fakultas MIPA Universitas Negeri Semarang 2 Jurusan Fisika, FST UIN Sunan Gunung Djati Bandung *E-mail: [email protected]
Abstrak. Telah dilakukan pembuatan keramik berpori untuk aplikasi filter air limbah menggunakan clay sebagai matriks filter, polietilen glikol (PEG) sebagai pembentuk pori, dan pasir kuarsa sebagai penguat permeabilitas filter dengan pelapisan Titania untuk memanfaatkan sifat fotokatalisnya. Tahapan pabrikasi yaitu pencampuran bahan clay, PEG dan pasir menggunakan metode simple mixing, pencetakan dan pembakaran pada furnace. Sampel yang telah dibuat kemudian diuji kemampuan transport terhadap cair (metilen biru) untuk mengetahui permeabilitas filter air. Permabilitas tertinggi mencapai nilai k sebesar 13,9 x 10-12. Selanjutnya dilakukan karakterisasi menggunakan spektrofotometer visibel untuk mengetahui kualitas zat cair. Filter mampu menyaring larutan metilen biru hingga 89,71%. Karakterisasi SEM-EDS dilakukan untuk mengetahui morfologi filter dan porositas filter serta komposisi senyawa penyusun utama filter. Fraksi porositas filter sebesar 58,5%. Senyawa utama filter terdiri dari TiO 2, Al2O3, dan SiO2. Kata kunci: filter air, clay, PEG, pasir, titania, permeabilitas. PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan pokok umat seluruh makhluk hidup. Air juga merupakan salah satu sumber daya alam yang keberadaannya tidak dapat digantikan oleh zat lain. World Healt Organization (WHO) melaporkan bahwa dari total air yang tersedia di bumi hanya 2,53% saja yang merupakan air bersih). Permasalahan krisis air bersih berdampak besar bagi kesehatan, perekonomian dan kualitas sumber daya manusia. Ketersediaan air perlu diimbangi dengan kualitas air yang baik. Berbagai metode penjernihan air telah dikembangkan salah satunya dengan penyaringan menggunakan media filter. Filter air telah dikembangkan dengan memanfaatkan bahan organik seperti polimer, akan tetapi filter yang dihasilkan masih rentan terhadap temperatur. Penggunaan yang berulang-ulang juga dapat mengubah filter menjadi racun karena polutan air yang tertinggal didalamnya. Polutan
tersebut dapat dilkeluarkan dengan melakukan tekanan balik (reverse osmosis), akan tetapi langkah tersebut tidak berlaku untuk senyawa yang tidak dapat terdegradasi secara biologi [1]. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dikembangkan filter air yang mampu memecah senyawa non-biodegradable, salah satunya dengan memanfaatkan bahan anorganik seperti clay. Filter air dengan memanfaatkan bahan anorganik clay dan PEG dilapis titania telah dikembangkan oleh Silvia, filter yang dihasilkan memiliki nilai permeabilitas yang cukup tinggi, kualitas air juga sudah memenuhi persyartan air bersih. Filter air berbahan dasar titanium dioksida juga berhasil dibuat dengan memanfaatkan sifat fotokatalisnya [2-3]. Pada penelitian ini akan dikembangkan filter berbahan dasar clay dilapis titania dengan penambahan pasir sebagai penguat filter. Pasir dikenal sebagai media berpori yang sering digunakan dalam penyaringan air karena ketersediaan pasir sangat melimpah dan efektif digunakan sebagai filter. Safira dkk melaporkan
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FM-11
bahwa saringan pasir dapat menghilangkan partikel-partikel penyebab kekeruhan hingga mencapai efisiensi 84% [4]. Pengembangan ini diharapkan bisa meningkatkan nilai permeabilitas filter dan menghasilkan filter yang memiliki ketahanan terhadap temperatur (stabilitas termal). Penggunaan titania memiliki tujuan agar filter tidak hanya melakukan penyaringan secara fisik saja, akan tetapi mampu memecah kontaminankontaminan air dengan memanfaatkan sifat fotokatalisis titania tersebut.
Titania dengan pelapisan Titania. Bentuk filter ditunjukkan pada Gambar 1. Gambar 2 menampilkan uji transport zat cair untuk mengetahui nilai permeabilitas filter. Hasil uji transport zat cair memberikan perbandingan debit air masing-masing variasi filter. Debit air dapat digunakan untuk menghitung nilai permeabilitas filter air. Pengukuran permeabilitas dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut [5]:
EKSPERIMEN Penelitian dilakukan melalui tahap sintesis dan karakterisasi. Tahap sintesis meliputi pencampuran clay, PEG dan pasir dilapis Titania menggunakan metode simple mixing dengan komposisi yang divariasi (Tabel 1). Semua bahan dicampurkan hingga homogen kemudian dicetak menggunakan hot press, selanjutnya sampel dibakar menggunakan furnace. Setelah dibakar dilakukan uji transport zat cair dari filter, karakterisasi menggunakan
GAMBAR 2. Uji permeabilitas filter
Q
spektrofotometer Visible dan SEM-EDS. TABEL 1. Variasi komposisi filter air No Kode Perbandingan Sampel Clay : PEG : Pasir (gr) 1 S1 9,5 : 0,5 : 1,0 2 S2 9,0 : 1,0 : 1,0 3 S3 8,5 : 1,5 : 1,0 4 S4 8,0 : 2,0 : 1,0
HASIL DAN DISKUSI
GAMBAR 1. (a) Filter Tanpa Dilapis Titania, (b) Filter Dilapis Titania
Filter air berbahan dasar clay, PEG dan pasir telah dipabrikasi menggunakan metode simple mixing dengan memvariasikan komposisi bahan yang digunakan dan variasi tanpa pelapisan
FM-12
kA P L
(1)
dengan Q adalah debit aliran (m3/s), kmerupakan permeabilitas filter (m2), A adalahluas permukaan filter (m2), μ adalah viskositas cairan (Pa.s), ΔP adalah beda tekanan antara kedua permukaan filter (Pa), dan L merupakan ketebalan filter (m). Dengan meninjau beda tekanan antar kedua permukaan filter maka persamaan di atas dapat diubah ke dalam bentuk sebagai berikut:
Q
kA gh L
(2)
dimana ρ dan h adalah massa jenis cairan (kg/m3) dan ketinggian cairan pada pipa uji (cm). Filter dengan pelapisan titania memiliki nilai permeabilitas yang tinggi pada komposisi PEG tertinggi yaitu filter S4 dengan nilai k = 13,9 x 10-12. Hal tersebut karena komposisi PEG yang semakin tinggi menyebabkan poros filter semakin besar sehingga permeabilitasnya semakin tinggi. Filter dengan pelapisan titania memiliki nilai permeabilitas yang tinggi pada komposisi PEG tertinggi yaitu filter S4 dengan nilai k = 13,9 x 10-12. Hal tersebut karena
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
visibel terhadap larutan metilen biru sebagai sampel larutan limbah organik menggunakan serapan maksimum pada panjang gelombang di sekitar 664 nm [7]. Hasil pengujian permeabilitas filter ditunjukkan seperti pada Gambar 4. Hasil karakterisasi visibel menunjukkan bahwa terjadi penurunan konsentrasi metilen biru ketika dilakukan penyaringan. Data penurunan konsentrasi metilen biru setelah penyaringan oleh filter yang dilapis Titania ditunjukkan seperti pada Gambar 5. GAMBAR 3. Grafik perbandingan permeabilitas (m2/Pa.s) pada sampel dengan pelapisan Titania terhadap referensi [2].
komposisi PEG yang semakin tinggi menyebabkan poros filter semakin besar sehingga permeabilitasnya semakin tinggi [6]. Pengaruh penambahan pasir ditunjukkan pada grafik perbandingan permeabilitas dari litelatur yaitu hasil penelitian yang telah dilakukan Silvia dengan permeabilitas hasil penelitian dengan penambahan pasir ditunjukkan pada Gambar 3 [2]. Grafik tersebut menunjukkan bahwa penambahan pasir dapat meningkatkan nilai permeabilitas dari filter. Permeabilitas maksimum filter dicapai pada komposisi clay : PEG : pasir = 8,5 : 1,5 : 1,0.
GAMBAR 5. Penurunan konsentrasi metilen biru (%) untuk masing-masing sampel dengan pelapisan Titania
Karakterisasi SEM-EDS dilakukan untuk mengetahui morfologi dan distribusi ukuran partikel serta komponen senyawa penyusun filter. Pengujian filter sebelum dilakukan uji transport zat cair ditunjukkan dalam Gambar 6. Nilai debit air dan permeabilitas filter ditunjukkan pada Tabel 2.
(a)
(b) GAMBAR 4. Metilen biru sebelum disaring (S0) dan setelah disaring menggunakan filter (a) Tanpa Dilapis Titania (b) Dilapis Titania (S1-S4)
Karakterisasi Spektrofotometer visible dilakukan untuk mengetahui penurunan konsentrasi metilen biru yang dialirkan pada filter. Pengujian menggunakan spektrofotometer
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FM-13
TABEL 2. Permeabilitas filter yang dilapis titania dan yang tidak dilapis titania
No
Kode Sampel
1 2 3 4
S1 S2 S3 S4
Debit (10-9 m3/s)
Permeabilitas k (10-12 m2/Pa.s)
Tanpa Dilapis Titania Titania
Tanpa Dilapis Titania Titania
0,40 0,90 2,00 0,07
0,5 1,0 5,0 10
0,59 1,16 2,44 0,074
0,64 1,59 6,35 13,9
Filter sebelum diuji alir memiliki ukuran rata-rata partikel 0,12 µm dengan senyawa penyusun utama terdiri dari TiO2(96,31%) C (2,71%) dan Al2O3(0,93%). Selain itu terdapat senyawa yang lain seperti mgo dan cl. Filter setelah diuji alir memiliki ukuran rata-rata partikel 0,13 µm dengan senyawa penyusun utama terdiri dari TiO2(91,21%), Al2O3(2,64%), SiO2(2,37%) dan C (2,22%). Selain itu terdapat senyawa yang lain seperti K2O, MgO, FeO, Cl dan N.
(b) GAMBAR 6. Hasil Karakterisasi SEM-EDS (a) sebelum uji transport (b) sesudah uji transport
Fraksi porositas permukaan filter dapat diketahui melalui metode bayangan SEM menggunakan OriginPro [8]. Porositas permukaan filter didefinisikan sebagai: (3) TABEL 3. Fraksi Porositas Filter Air Clay dilapisi Titania
No
Perhitungan
1 2 3 4 5 6 7
V solid f max x y V total Porositas Porositas (%)
Filter Air Clay dilapisi Titania 248721,5170114 60000 10 10 6000000 0,585463 58,5463
(a) Hasil perhitungan fraksi porositas disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, terlihat bahwa fraksi porositas filter lapis Titania dengan penambahan pasir yaitu sebesar 58,5 %, nilai ini lebih tinggi dari fraksi
FM-14
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
porositas yang dilaporkan oleh Silvia dkk., yakni sebesar 47,5 % [2]. 3. KESIMPULAN Berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa nilai permeabilitas tertinggi terdapat pada filter dengan perbandingan komposisi Clay : PEG : Pasir (8,0 : 2,0 :1,0) yang dilapis Titania dengan nilai k sebesar 13,9 x 10-12. Permeabilitas yang semakin tinggi disebabkan oleh persentase PEG sebagai pembentuk poros yang semakin besar. Filter mampu menyaring larutan metilen biru hingga 89,71 %. Fraksi porositas filter air yang didapatkan dari hasil pengukuran SEM sebesar 58,5%. Komposisi senyawa utama filter terdiri dari TiO2, Al2O3, dan SiO2, setelah melalui tahap penyaringan terdapat unsur tambahan berupa karbon dan yang merupakan salah satu unsur penyusun dari metilen biru. Hal tersebut membuktikan bahwa metilen biru dapat tersaring oleh filter.
4.
5.
6.
7.
REFERENSI 1. Rautenbach, R., Linn, Th. 1990. HighPressure Reverse Osmosis And Nanofiltration, A Zero Discharge Process Combination For The Treatment Of Waste Water With Severe Fouling/Scaling Potential. Desalination, 105: 63-70. 2. Silvia. 2011. Fabrikasi dan Karakterisasi Filter Mikroskoporos Berbasis Bahan
8.
Clay, PEG, dan Titanium. Thesis. ITB. Bandung. Priatama, A., Abdullah M., Khairrurrijal, Mahfudz H.2009. Titanium dioxide based reusable microporous water filter using silicon dioxide as filler. J Nano: 79-84. Astari, S., Iqbal, R. 2009. Kehandalan Saringan Pasir Lambat Dalam Pengolahan Air. Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan. ITB. Bandung. Matyka, M., A. Khalili and Z. Koza. 2008. Tortuosityporosity relation in the porous media flow. Phys. Rev. E. 78: 026306026306. Masturi, Silvia, Aji. PA., Sustini.E, Khairurrijal, Abdullah.M. 2012. Permeability, Strength and Filtration Performance for Uncoated and TitaniaCoated Clay Wastewater Filters. American Journal of Environmental Sciences: 79-94. Aliah. H., Nuraisah. A.E., Karlina. Y., Arutanti. O., Masturi., Sustini.,Budiman. M., Abdullah. M. 2012. Optimasi Durasi Pelapisan Katalis TiO2 pada Permukaan Polimer Polipropilena serta Aplikasinya dalam Fotodegradasi Larutan Metilen Biru. Prosiding Seminar Nasional Material. ITB. Bandung. Abdullah, M., Khairurrijal. 2010. Karakterisasi Nanomaterial: Teori, Penerapan dan Pengolahan Data. CV. Rezeki Putera, Bandung.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FM-15
Pengaruh Ketebalan SiO2 Dan Temperatur Terhadap Arus Bocor Dalam Kapasitor MOS Berbasis Material Berkonstanta Dielektrik Tinggi Dengan Melibatkan Perangkap Muatan Fatimah A. Noor1,*, Masturi2, Mikrajuddin Abdullah1 dan Khairurrijal1 1
Kelompok Keahlian Fisika Material Elektronik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung 2 Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang * Email: [email protected]
Abstrak. Pemodelan arus bocor dalam transistor efek medan metal-oksida-semikonduktor (MOSFET) berbasis material berkonstanta dielektrik tinggi (high-k) telah dikembangkan dengan memperhitungkan pengaruh perangkap muatan yang terbentuk di antar muka material high-k/SiO2. Transmittansi dihitung dengan menggunakan pendekatan fungsi gelombang Airy serta melibatkan massa anisotropik elektron dan efek kopling antara energi transversal dan longitudinal yang diwakili oleh kecepatan elektron di gerbang metal. Transmittansi yang diperoleh kemudian digunakan untuk menghitung arus bocor dalam struktur n+Poly-Si/HfSiOxN/trap/SiO2/p-Si untuk variasi tegangan oksida, temperatur, dan ketebalan SiO2. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa Arus bocor menurun seiring dengan berkurangnya tegangan oksida dan bertambahnya ketebalan lapisan SiO2. Diperoleh pula bahwa temperature divais tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap perubahan arus bocor. Kata kunci: Arus bocor, kecepatan elektron, perangkap muatan, fungsi gelombang Airy. PENDAHULUAN Transistor efek medan metal-oksidasemikonduktor atau yang dikenal dengan sebutan MOSFET merupakan suatu divais elektronik yang ada di hampir semua barangbarang elektronik. MOSFET terdiri dari tiga bagian penting yaitu, metal sebagai gerbang, SiO2 sebagai lapisan insulator/oksida, dan silikon sebagai substrat di mana struktur ini dikenal dengan sebutan kapasitor MOS. Untuk mencapai performansi yang baik dengan harga yang murah MOSFET terus diperkecil sampai berdimensi sub-mikrometer. Hal ini akan membuat semakin menipisnya lapisan SiO2 dan menimbulkan efek yang tidak menguntungkan di mana arus bocor akan membesar seiring dengan menipisnya lapisan SiO2 [1]. Untuk mengantisipasi masalah tersebut diperlukan suatu material pengganti SiO2 sebagai lapisan oksida. HfSiOxN dengan konstanta dielektrik
yang tinggi (high-k) merupakan material yang cocok untuk menggantikan SiO2 karena memiliki sifat dielektrik yang baik dan kestabilan suhu yang baik di atas substrat silikon [2]. Karena lapisan SiO2 selalu terbentuk dalam proses fabrikasi, maka material yang diharapkan sebagai pengganti SiO2 adalah paduan dari SiO2 dan HfSiOxN (HfSiOxN/SiO2) yang disebut dengan paduan dielektrik tinggi (high-k dielectric stack). Namun, masalah penting yang timbul saat menggunakan material high-k termasuk HfSiOxN adalah terbentuknya perangkap muatan pada antar muka HfSiOxN/SiO2 [3]. Beberapa model telah dikembangkan dalam mempelajari arus bocor pada MOSFET berbasis material high-k [4-7] dengan menyertakan pengaruh perangkap muatan [3]. Baru-baru ini, penulis mengembangkan model tersebut dengan melibatkan massa anisotropik elektron dan efek kopling antara energi kinetik transversal dan
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FM-17
longitudinal yang direpresentasikan oleh kecepatan elektron di gerbang [8-10]. Dalam makalah ini akan dihitung arus bocor yang timbul pada MOSFET dengan menggunakan pendekatan fungsi gelombang Airy. Pengaruh ketebalan SiO2 sebagai lapisan interfasial dan temperatur pada kapasitor n+PolySi/HfSiOxN/trap/SiO2/Si(100) bermassa anisotropik akan dipelajari secara detail. MODEL TEORI
j1
j3
EFm=0
j1+j2 eVox
0
z
d1 d2 d3 +
GAMBAR 1. Profil potensial kapasitor n PolySi/HfSiOxN/trap/SiO2/Si(100) saat diberi tegangan bias negatif pada gerbang n+Poly-Si.
Gambar 1 menampilkan profil energi potensial dalam arah-z pada struktur n+PolySi/HfSiOxN/trap/SiO2/Si(100) di mana j1 dan j3 adalah ketinggian penghalang potensial HfSiOxN dan SiO2, j2 adalah kedalaman perangkap muatan (trap), d1, (d2-d1), dan (d3-d2) adalah ketebalan HfSiOxN, perangkap, dan SiO2, e adalah muatan elektron, dan Vox adalah tegangan oksida. Profil potensial penghalang pada Gambar 1 dapat ditulis secara matematik sebagai berikut: [11] 0 j z 2 3 1 V z j 2 3d1 1 2 1 3 z j d d z 2 1 1 2 1 2 2 3 1 2 3 eVox
z0 0 z d1 d1 z d 2 d 2 z d3 z d3 ,
(1)
FM-18
dengan
eVox
d1 2 3 d 2 d1 1 2 d3 d 2 1 3
,
23 adalah konstanta dielektrik HfSiOxN, perangkap, dan SiO2. Elektron bergerak dari gerbang n+Poly-Si menuju substrat silikon. Pemodelan diawali menggunakan persamaan hamiltonian dalam mendeskripsikan gerak elektron dalam material anisotropik. Dengan menggunakan metode separasi variabel dan melibatkan energi total elektron terdiri dari energi transversal (bidang x-y) dan longitudinal (arah-z), persamaan Schroedinger 1-D yang mengandung bentuk kopling antara energi transversal dan longitudinal dapat dengan mudah diperoleh. Bentuk kopling ini diwakili oleh kecepatan elektron di gerbang n+Poly-Si [9]. Persamaan gelombang elektron di masingmasing daerah dapat ditulis sebagai berikut: [9] exp(ik 1 ( z )) exp( ik 1 ( z ))exp i 1 z A ( ( z )) B ( ( z ))exp i z i 2 i z Ai ( ( z )) Bi ( ( z ))exp i 3 z A ( ( z )) B ( ( z ))exp i z i 4 i exp(ik 5 z )
z0 0 z d1 d1 z d 2 d2 z d3 z d3 ,
(2) di mana dan adalah konstanta, Ai dan Bi adalah bilangan Airy, dan k1 dan k5 adalah bilangan gelombang di gerbang n+Poly-Si dan substrat silikon. Dengan merapkan syarat batas pada z=0, z=d1, z=d2, dan z=d3, transmittansi elektron, T k 5 zz,5 k1 zz,1 , dapat dengan
mudah diperoleh dengan zz,1 dan zz,5 adalah tensor massa efektif n+Poly-Si dan Si. Transmittansi yang diperoleh kemudian digunakan untuk menghitung arus bocor yang diberikan oleh [8] Jz
el nvl mdl 2 2
3
T ( Ez )kT 0
1 exp ( EF Ez ) kT ln dEz 1 exp EF Ez (eVox ) kT
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
(3)
transmittansi. Arus bocor dalam Persamaan (3) dievaluasi dengan menggunakan metode Gauss– Laguerre Quadrature [12]. HASIL PERHITUNGAN Untuk menghitung arus bocor dalam kapasitor n+Poly-Si/HfSiOxN/trap/SiO2/Si(100) digunakan beberapa nilai parameter, yaitu: j = 1,52 eV, j= 0,3 eV, j 3,34eV, d1= 3.5 nm, (d2-d1)= 0,25 nm, 1= 13.5, = 3.9, mHfSiOxN= 0,14m0, mtrap= 0,35m0, dan mSiO2= 0,8m0 [3,8]. Massa anisotropik silikon digunakan seperti yang dilaporkan dalam Ref. [13-15].
6
10
ve = 1x105 m/s dSiO2 = 0.5 nm
102 1
T = 300K T = 400K T = 500K T = 600K
10-2 0.5
1
ve = 1x105 m/s
10
T = 300K
10-1 10-3 10-5 10-7 10-9 10-11 10-13 0.5
1
1.5
2
2.5
Ketebalan SiO2 (nm) GAMBAR 3. arus bocor.
Pengaruh ketebalan SiO2 terhadap
Pengaruh ketebalan lapisan SiO2 terhadap arus bocor ditampilkan pada Gambar saat kecepatan elektron sebesar 105 m/s dan temperatut divais sebesar 300 K. Dari gambar terlihat bahwa dengan semakin tebalnya lapisan SiO2 maka arus bocor akan berkurang. 108
104
10-4 0
103
10-15 0
1.5
2
2.5
Tegangan Oksida (V) GAMBAR 2. Rapat arus bocor vs tegangan oksida untuk variasi temperatur divais.
Gambar 2 menampilkan grafik rapat arus bocor sebagai fungsi dari tegangan oksida untuk variasi temperatur divais. Digunakan kecepatan elektron sebesar 105 m/s dan ketebalan SiO2 sebesar 0.5 nm. Dari gambar terlihat bahwa arus bocor membesar seiring dengan bertambahnya tegangan yang diberikan pada lapisan oksida dan menunjukkan perilaku osilasi pada tegangan tinggi. Terlihat pula bahwa temperatur divais tidak berpengaruh secara signifikan terhadap arus bocor
Rapat Arus Bocor (A/cm2)
Rapat Arus Bocor (A/cm2)
108
105
Rapat Arus Bocor (A/cm2)
dengan k adalah konstanta Boltzmann, T adalah temperatur, nvl adalah degenerasi lembah Si, mdl adalah rapat keadaan massa Si, EF adalah energy Fermi n+Poly-Si, mtm mts adalah rasio massa efektif transversal gerbang n+Poly-Si dan substrat Si, mts l nvl mdl , dan T(Ez) adalah
dSiO2 = 0.1 nm
106 104
0.25 nm
102
0.5 nm
1 10-2 10-4
0.75 nm 1 nm
ve = 1x105 m/s
10-6 10-8 0
T = 300K
0.5
1
1.5
2
2.5
Tegangan Oksida (V) GAMBAR 4. Rapat arus bocor sebagai fungsi dari tegangan oksida untuk variasi ketebalan lapisan SiO2.
Gambar 4 menampilkan grafik arus bocor vs tegangan oksida untuk variasi ketebalan lapisan SiO2. Kecepatan elektron di gerbang digunakan sebesar 105 m/s dan temperatur divais digunakan sebasar 300 K. Dari gambar terlihat bahwa arus bocor bertambah seiring dengan bertambahnya tegangan oksida untuk semua ketebalan SiO2. Saat ketebalan lapisan oksida mencai 0.5 nm,
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FM-19
arus bocor menunjukkan perilaku osilasi sampai ketebalan lapisan mencai 1 nm. 6. KESIMPULAN Dalam makalah ini telah dimodelkan arus bocor dalam kapasitor n+PolySi/HfSiOxN/trap/SiO2/Si(100) dengan melibatkan kopling antara energy ktransversal dan longitudinal yang diwakili oleh kecepatan elektron di gerbang, dan massa anisotropik. Pendekatan fungsi Airy digunakan dalam perhitungan transmittansi. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa arus bocor bertambah seiring dengan bertambahnya tegangan oksida. Perubahan temperature divais tidak berpengaruh secara signifikan terhadap arus bocor. Diperoleh pula bahwa arus bocor berkurang seiring dengan bertambahnya ketebalan lapisan SiO2.
7.
8.
9.
UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini didukung secara finasial oleh Hibah Desentralisasi DIKTI dan Hibah Riset Inovasi dan KK ITB tahun 2013. 10. REFERENSI 1. Govoreanu, B., Blomme, P., Rosmeulen, M., Houdt, J. V. dan Meyer, K. D. 2003. A Model for Tunneling Current in Multi-layer Tunnel Dielectrics. Solid-State Electronics, 47: 1045-1053. 2. Chowdhury, N. A. dan Misra, D. 2007. Charge Trapping at Deep States in Hf– Silicate Based High-κ Gate Dielectrics. Journal of the Electrochemical Society, 154: G30-G37. 3. Bouazra, A., Nasrallah, A. –B., Poncet, A. dan Said, M. 2008. Current tunnelling through MOS devices. Materials Science and Engineering, C 28: 662-665. 4. Zhao, Y. dan White, M. H. 2004. Modeling of Direct Tunneling Current through Interfacial Oxide and High-k Gate Stacks. Solid-State Electronics, 48: 1801-1807. 5. Wu, H., Zhao, Y. dan White, M. H. 2006. Quantum Mechanical Modeling of MOSFET Gate Leakage for High-k Gate
FM-20
11.
12.
13.
14.
Dielectrics. Solid-State Electronics, 50: 1164-1169. Chen, W. B., Xu, J. P., Lai, P. T., Li, Y. P. dan Xu, S. G. 2007. Gate Leakage Properties of MOS Devices with Tri-Layer High-k Gate Dielectric. Microelectronics Reliability, 47: 937-943. Kauerauf, T., Govoreanu, B., Degraeve, R., Groeseneken, G. dan Maes, H. 2005. Scaling CMOS: Finding the Gate Stack with the Lowest Leakage Current. Solid-State Electronics, 49: 695-701. Noor, F. A., Abdullah, M., Sukirno, Khairurrijal, Ohta, A. dan Miyazaki, S. 2010. Electron and hole components of tunneling currents through an interfacial oxide-high-k gate stack in metal-oxidesemiconductor capacitors. Journal of Applied Physics, 108: 093711-1/4. Noor, F. A., Abdullah, M., Sukirno dan Khairurrijal. 2010. Comparison of electron transmittances and tunneling currents in an anisotropic TiNx/HfO2/SiO2/p-Si(100) metal–oxide–semiconductor (MOS) capacitor. Journal of Semiconductors, 31: 124002-1/5. Noor, F. A., Iskandar, F., Abdullah, M. dan Khairurrijal. 2012. Numerical Simulation of Tunneling Current in an Anisotropic MetalOxide-Semiconductor Capacitor Telkomnika Indonesian Journal of Electrical Engineering, 10: 477-485. Noor, F. A., Khairiah, Abdullah, M. dan Khairurrijal. 2013. Electron Tunneling Current in Isotropic n+PolySi/HfSiOxN/Trap/SiO2/p-Si Capacitors: Effect of the Depth and Width Traps and Si Orientation, dalam the 4th Nanoscience and Nanotechnology Symposium -2011, Melville, NY: American Institute of Physics, pp. 154-157. De Vries, P. L. 1993. A First Course in Computational Physics, Second Edition. New York: Wiley. Yi, K. S. dan Quinn, J. J. 1983. Linear Response of a Surface Space-Charge Layers in Anisotropic Semiconductor. Physical Review B, 27: 1184-1990. Yi, K. S. dan Quinn, J. J. 1983. Optical Absorpsion and Collective Modes of Surface Space-Charge Layers on (110) and
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
(111) Silicon. Physical Review B, 27: 23962411. 15. Rahman, A., Lundstrom, M. S. dan Ghosh, A. W. 2005. Generalized Effective-mass Approach for n-Type Metal-OxideSemiconductor Field-Effect Transistor on Arbitrarily Oriented Wafers. Journal of Applied Physics, 97: 053702-1/12.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FM-21
Analisa Cat Tahan Temperatur Pigmen Black Oxide (Konsorsium Pasir Besi SiNas 2013) Tito Prastyo Rahman1,3,5*, Dwi Wahyu N1,3,6, Radyum Ikono1,6, Ikhlasul Amal1,6, Guritno Gustianto4, Dedi Hermawan4, Sultoni Akbar1, Nofrizal1, Nurul Taufiqu Rochman2 1
Divisi RnD, Nano Center Indonesia Pusat Penelitian Metalurgi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) 3 Departemen Ilmu Material, Fakultas MIPA, Universitas Indonesia 4 Indonesia Coating Center 5 Departemen Teknik Mesin, Universitas Teknologi Sumbawa 6 Departemen Teknik Metalurgi, Universitas Teknologi Sumbawa Email : [email protected]
2
Abstrak. Telah dilakukan analisa perbandingan cat khusus tahan temperatur berbahan baku black oxide “Fe Black China” (FBC) dan black oxide (KPB SiNas 13). Proses pembuatan cat diformulasi dengan mencampurkan masing-masing pigmen black oxide dengan binder, solvent dan aditif menggunakan stirer berkecepatan +2000 rpm. Hasil mixing kemudian dilakukan pengujian tahan temperatur secara indirect dengan dilapiskan pada besi ukuran 5 cm x 10 cm yang kemudian dipanasi dalam electric furnace dengan variasi temperatur 200oC, 400oC, dan 600oC. Analisa yang digunakan adalah X-Ray Diffraction (XRD) pigmen, Scaning Electron Microscopy (SEM) untuk ukuran partikel pigmen dan analisa warna cat menggunakan CIE L*a*b system. Hasil analisa menunjukan kandungan pigmen black oxide (KPB SiNas 2013) berupa senyawa Fe3O4 dan FeTiO3 dengan ukuran partikel 200-500 nm, sedangkan untuk black oxide (FBC) berupa senyawa Fe3O4 dengan ukuran partikel 100-400 nm. Analisa perubahan warna hasil pemanasan menunjukan cat dengan pigmen black oxide (KPB SiNas 2013) lebih stabil terhadap temperatur dibandingkan dengan kompetitornya. Pigmen Black Oxide hasil Konsorsium Pasir Besi SiNas 2013 mempunyai potensi industri sebagai bahan baku cat tahan temperatur. Kata Kunci : Pigmen, Black Oxide, Cat Tahan Temperatur PENDAHULUAN Kata Pigmen berasal dari bahasa latin (pigmentum) dan aslinya menandakan sebuah warna dalam bidang pewarnaan, namun berkembang waktu dikaitkan dalam bidang pewarnaan dekorasi [1]. Dalam sumber lain pigmen merupakan optikal propertis yang tak terhitung aplikasinya, dalam segala bidang industri sangat membutuhkan yang namanya pigmen mulai industri keramik, industri cat, industri plastik sampai pengrajin batik juga membutuhkan pewarna [2]. Pigmen terbagi menjadi dua berdasarkan material penyusunnya, yaitu pigmen organik (dyes) yang larut dalam air dan pigmen anorganik (pigment) larut dalam solven. Dalam klasifikasi pigmen anorganik terbagi berdasarkan sudut pandang terdiri dari 9 kluster (white pigments, black pigments, colored
pigments, metal effect pigments, interference pigments, luminescent pigments, fluorescent pigment dan phosphorescent pigments)[1]. Black oxide merupakan pigmen hitam yang sering digunakan oleh industri oil & gas, cat, toner dan otomotif. Selama ini, kebutuhan pigmen dalam negeri sangat dipengaruhi oleh importir negara eropa, amerika dan cina [3]. Ditahun 2002 total pigmen dunia hampir 40% dikuasai oleh Jerman termasuk didalamnya 50% pigmen besi oksida. Dalam perkembangannya Indonesia masih menjadi salah satu negara 100 % pengimpor pigmen. Penggunaan pigmen black oxide dalam dunia industri salah satunya menjadi filler pemberi warna dalam formulasi cat, selain sebagai cat dekorasi black oxide dapat
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FM-23
digunakan cat khusus tahan temperatur guna keperluan coating cerobong, boiler dan pipa. Sesuai dengan standar, cat tahan temperatur memerlukan formulasi antara binder dan pigmen yang sesuai. Salah satu parameter penilaian dalam aplikasinya dilihat dari analisa perubahan warna. Perubahan warna dalam cat dapat diartikan bergesernya nilai colorimetri dari sebuah sampel reference dikarenakan faktor lingkungan sekitar. Dalam penelitian ini dianalisa perubahan warna dari formulasi cat tahan temperatur berbahan baku pigmen black oxide Konsorsium Pasir Besi SiNas 2013 (KPB Sinas 13) dan black oxide ”Fe Black China” (FBC). METODE EKSPERIMEN Black Oxide
Black Oxide
“Fe Black China” (FBC)
Konsorsium Pasir Besi SiNas 2013 (KPB SiNas 13)
Characterization - X-Ray Diffraction - Scanning Electron Microscopy
Formulation Cat (extender, binder, addictive and pigment ) 1500 rpm
In Direct Thermal Resistance Testing Various temperature 200oC, 400oC, 600oC
dicampur dengan binder, solven dan adiktif dalam formulasi cat pada kecepatan 1500 rpm. Pengujian tahan temperatur sampel pengecatan pada lempeng besi dilakukan secara indirect pada temperatur 200oC, 400oC, 600oC. Penentuan fasa masing masing pigmen black oxide diperoleh melalui X-Ray diffraction dengan radiasi CuKα pada panjang gelombang yang dioperasikan pada 40 kV, 30 mA. Data difraksi sinar-X diambil pada rentang sudut difraksi dengan continous scanning untuk sampling pitch 0,02 degres. Analisa morfologi pigmen black oxide menggunakan Scaning Electron Microscopy (SEM) Rigaku. Sedangkan parameter colorimetri warna cat yang tebentuk digunakan Colorimeter/Chromameter BYKGardner GmbH 82538 Geretsried. Metode CIE-L*a*b colorimetry system direkomendasikan oleh CIE (Commision Internationale de I’Eclairage) [4]. Dalam sistem L menunjukan sumbu kecerahan (dimana nilainya berkisar dari 0 hitam hingga 100 putih), a* menunjukan koordinat variasi warna dari hijau sumbu (-) hinga merah sumbu (+) dan b* menunjukan koordinan variasi warna dari biru sumbu (-) hingga kuning sumbu (+). HASIL DAN DISKUSI
Characterization - Color System
Gambar 1 Skema Penelitian Analisa Pigmen Black Oxide
Gambar 1. Menunjukan skema analisa perubahan warna pada cat berbahan baku pigmen black oxide (KPB SiNas 13) dan black oxide (FBC). Data pengukuran perubahan warna diperoleh dengan melakukan pengukuran koordinat warna pada formulasi cat tahan temperatur berbahan baku kedua sumber pigmen black oxide. Masing masing pigmen black oxide
FM-24
Identifikasi fasa seperti gambar 2. nampak pigmen black oxide (FBC) menunjukan kandungannya berupa senyawa Fe3O4 yang identik dengan data COD (Crystallography Open Database) 96-900-7645 dengan struktur kristal kubik, space grup F d -3 m (227) dan nilai parameter kisi a=b=c=8.3941 Amstrong. Ditambah dengan informasi dari MSDS (Material Safety Data Sheet) berasal dari pengimpor pigmen tersebut menampilkan material yang terkandung dalam pigmen tersebut berupa Fe3O4. Sedangkan untuk pigmen black oxide (KPB SiNas 13) teridentifikasi mengandung senyawa Fe3O4 dan FeTiO3. Masing masing fasa identik dengan COD
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
(Crystallography Open Database) 96-900-6921 untuk magnetit dengan struktur kristal kubik, space grup F d -3 m (227) dan nilai parameter kisi a=b=c=8.3940, 96-900-6999 untuk ilmenit FeTiO3 dengan struktur rhombohedral R-3 Hasil ini nampak sesuai melihat latarbelakang bahan dasar pembuat pigmen black oxide (KPB SiNas 13) berupa pasir besi. a.
b.
Gambar 3. Analisa Morfolofi SEM pigmen black oxide a. (KPB SiNas 13) dan b. (FBC)
Gambar 2. Pola X-Ray Diffraction pigmen black oxide (KPB SiNas 13) dan (FBC).
Hasil analisa SEM pada gambar 3. menunjukan morfologi kedua pigmen black oxide nampak berbeda. Nampak struktur morfologi pigmen black oxide (FBC) memiliki sebaran partikel yang merata dan identik sama, sedangkan tampilan morfologi pigmen black oxide (KPB SiNas 13) lebih random dari segi bentuk dan ukuran. Masing masing morfologi bentuk dan ukuran pigmen black oxide tersebut berbeda diduga dipengaruhi dari proses pembuatannya yang berbeda, antara jalur kimia dengan mekanik. Menurut (Cunha et al)[5] Rute sintesis yang sering dalam pembuatan pigmen meliputi metode Pechini, sintesis combustion, metode sol-gel dan proses metalurgi serbuk. Rute sintesis yang dipilih berdampak pada warna senyawa, distribusi ukuran partikel dan daya tahan terhadap asam [5].
Hasil pengukuran colorimetri L*a*b pada tabel 1. menunjukan koordinat warna masing masing cat. Analisa perubahan warna dari hitam-coklat-merah. Nilai perubahan warna ditunjukan pada gambar 4.
Gambar 4. Perubahan Delta E terhadap fungsi temperatur
Perubahan warna dalam proses pengujian cat tahan temperatur ditandai dengan meningkatnya koordinat L, *a, dan *b. Tambahan analisa visual nampak seperti gambar 5 yang mendukung data perubahan koordinat. Peningkatan nilai koordinat warna kemungkinan terjadi perubahan fasa dari pigmen yang terkandung. [2] Meningkatnya kekosongan oksigen akibat naiknya temperatur dan reaksi dengan rantai hidrokarbon membuat terjadi kerusakan pada sistem kristal pigmen. Perbedaan perubahan warna nampak jelas dipengaruhi dengan kestabilan fasa yang terkandung dalam pigmen [6]. Teramati pigmen
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FM-25
(KPB SiNas 13 ) lebih stabil dikarenakan adanya fasa ilmenit dalam pigmen yang notabennya struktur kristalnya lebih kuat dibanding dengan magnetit, oleh sebab itu fasa pigmen (KPB SiNas 13) lebih sedikit mengalami deformasi struktur dibanding pigmen (FBC), hasilnya pada temperatur 400oC cat berbahan baku black oxide (KPB SiNas 13) masih mempertahankan warna hitam dibandingkan pembandingnya.
KESIMPULAN Pigmen black oxide (KPB SiNas 13) telah berhasil dilakukan uji coba cat tahan temperatur dengan pembanding pigmen black oxide (FBC). Hasil analisa menunjukan pigmen hasil Konsorsium Pasir Besi SiNas mempunyai potensi sebagai cat tahan temperatur hinga 400oC dibidang industri. Perlu dilakukannya sintesa pigmen yang kestabilannya dapat diaplikasikan pada temperatur lebih dari 400oC. UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kepada Program SiNas RISTEK 2013 yang telah membiayai kajian pigmen ini dan terima kasih kepada Indonesia Coating Center atas bantuannya proses Formulasi cat.
Gambar 5. Pengamatan visual hasil pengujian cat tahan temperatur Tabel 1. Analisa Pengukuran L*a*b Cat Tahan Temperatur 0oC L *a *b 200oC Reference 20,6 0,74 0,07 FBC FBC 10,32 1,13 1,11 KPB SiNas 13 KPB SiNas 13 400oC FBC KPB SiNas 13
L 25,74 19,7
*a 9,79 3,19
*b 8,5 2,66
E 13,39 9,72
600oC FBC KPB SiNas 13
L 12,27 11,34
*a 1,06 1,51
*b 0,41 0,82
E 8,34 1,13
L 30,75 28,25
*a 18.79 13
*b 15,45 10,54
E 25,79 23,48
REFERENSI 1.
2.
3.
G. Buxbaum dan G. Pfaff. 2005. Industrial Inorganic Pigment. WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KgaA. Weinheim. Candeia, R.A., Souza, M.A.F., Bernardi, M.I.B., Maestrelli, S.C., Santos, I.M.G., Souza, A.G. & Longo, E., (2006a), MgFe2O4 Pigment Obtained at Low Temperature, Materials Research Bulletin, 41, 183–190. Tito, P.R., Wahyu, D.N., Radyum, I., Suryandaru, Nofrizal, Nurul, T.R. 2013. Feasibility Study, Kajian Strategis Pengolahan Bijih/Pasir Besi Menjadi produk Pigmen dan Toner. Laporan SiNas RISTEK.
FM-26
4.
5.
6.
Candeia, R.A., Souza, M.A.F. , Bernardi, M.I.B., Maestrelli, S.C., Santos, I.M.G., Souza, A.G. & Longo, E., (2006b), Monoferrite BaFe2O4 Applied as Ceramic Pigment, Ceramics International, Vol 33, No 4, 521-525. Cunha, J.D., Melo, D.M.A., Martinelli, A.E., Melo, M.A.F., Maia, I. & Cunha, S.D. (2005), Ceramic Pigment Obtained By Polymeric Precursors, Dyes and Pigments, 65, 11-14. Tito Prastyo R. Sintesis Pewarna Magnetik Berbahan Dasar Besi Oksida. Skripsi UNNES, Maret 2012, Semarang
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Uji Ketahanan Biodegradable Plastic Berbasis Tepung Biji Durian (Durio Zibethinus Murr) Terhadap Air Dan Pengukuran Densitasnya Sutikno1,*, Nathiqoh al Ummah1, Putut Marwoto1 1.
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang (Unnes),Semarang Indonesia. *E-mail: [email protected]
Abstrak. Pengembangan teknologi kemasan plastik biodegradable adalah salah satu upaya alternatif yang dilakukan untuk keluar dari permasalahan ketergantungan penggunaan kemasan plastik yang plastik konvensional. Hal ini dilatarbelakangi berkurangnya bahan yang berasal dari cadangan minyak bumi, kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan serta resiko kesehatan. Untuk memperoleh plastik biodegradable, pada pati ditambahkan khitosan dan gliserol pemlastis, sehingga diperoleh plastik yang lebih luwes dan elastis. Penelitian ini mengkaji pemanfaatan pati biji durian dan khitosan sebagai bahan dasar pembuatan plastik biodegradable. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh penambahan khitosan pada proses pembuatan plastik biodegradable dari limbah biji durian. Dalam penelitian ini dilakukan studi mengenai pembuatan bioplastik campuran pati dan khitosan, serta gliserol sebagai pemlastis dengan melakukan variasi terhadap khitosan. Hasil yang diperoleh berupa lembaran tipis plastik (film plastik) yang telah diuji sifat ketahanan air (swelling) sebesar 0,85%, kerapatan maksimum sebesar 1,61 kg/l dengan konsentrasi khitosan 3% dari larutan pati, uji transparasi terbaik yang mencapai 80% cahaya yang ditransmitansikan, serta uji biodegradasi selama 8 hari. Kata kunci: Plastik biodegradable, khitosan, biji durian PENDAHULUAN Asia merupakan konsumen plastik terbesar di dunia, terbukti pasar wilayah ini menyerap sekitar 30% konsumsi plastik dunia diikuti benua Amerika, Eropa, serta negara-negara lain. Plastik dan polimer banyak digunakan di berbagai sektor kehidupan. Hampir setiap produk industri menggunakan plastik sebagai kemasan atau sebagai bahan dasar. Setiap tahun sekitar 100 juta ton plastik diproduksi dunia untuk digunakan di berbagai sektor industri. Sesuai perkiraan Industri Plastik dan Olefin Indonesia (INAPlas), keperluan plastik masyarakat Indonesia di tahun 2002 sekitar 1,9 juta ton kemudian meningkat menjadi 2,1 juta ton di tahun 2003. Sementara kebutuhan plastik dalam negeri di tahun 2004 diperkirakan
mencapai 2,3 juta ton. Hal ini berarti sudah berpuluh-puluh ton plastik yang telah diproduksi dan digunakan masyarakat. Plastik telah menjadi kebutuhan hidup yang terus meningkat jumlahnya [1]. Plastik merupakan polimer sintetis dari bahan baku minyak bumi yang terbatas jumlahnya dan tidak dapat diperbaharui. Plastik jenis ini tidak dapat terdegradasi oleh mikroorganisme atau sukar dirombak secara hayati (nonbiodegradable) di lingkungan karena mikroorganisme tidak mampu mengubah dan mensintesis enzim yang khusus untuk mendegradasi polimer berbahan dasar petrokimia [2]. Sehingga dibutuhkan adanya alternatif bahan plastik yang diperoleh dari bahan yang mudah didapat dan tersedia di alam dalam jumlah besar dan murah tetapi mampu
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FM-27
menghasilkan produk dengan kekuatan yang sama yaitu bioplastik [1]. Plastik banyak digunakan untuk berbagai hal, diantaranya sebagai pembungkus makanan, alas makan dan minum, untuk keperluan sekolah, kantor, automotif dan berbagai sektor lainnya. karena memiliki banyak keunggulan antara lain: fleksibel, ekonomis, transparan, kuat, tidak mudah pecah, bentuk laminasi yang dapat dikombinasikan dengan bahan kemasan lain dan sebagian ada yang tahan panas dan stabil [3]. Selain memiliki berbagai kelebihan tersebut, plastik juga mempunyai kelemahan yaitu bahan baku utama pembuatnya berasal dari minyak bumi yang keberadaannya semakin menipis dan tidak dapat diperbaharui. Selain itu plastik tidak dapat dihancurkan dengan cepat dan alami oleh mikroba penghancur di dalam tanah. Hal ini mengakibatkan terjadinya penumpukan limbah dan menjadi penyebab pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup [4]. Kelemahan plastik lain yang berbahaya bagi kesehatan manusia adalah migrasi residu monomer vinil klorida sebagai unit penyusun polivinilklorida (PVC) yang bersifat karsinogenik [5]. Monomer-monomer tersebut akan masuk ke dalam makanan dan selanjutnya akan masuk ke dalam tubuh orang yang mengkonsumsinya. Penumpukan bahan kimia yang telah masuk ke dalam tubuh ini tidak dapat larut dalam air sehingga tidak dapat dibuang keluar bersama urin maupun feses. Penumpukan bahan-bahan inilah yang bisa menimbulkan gangguan kesehatan bagi pemakainya dan bisa mengakibatkan kanker [5]. Teknologi kemasan plastik biodegradable adalah salah satu upaya yang dilakukan untuk keluar dari permasalahan penggunaan kemasan plastik yang non degradable (plastik konvensional), karena semakin berkurangnya cadangan minyak bumi, kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan serta resiko kesehatan. Indonesia sebagai negara yang kaya sumber daya alam (hasil pertanian), potensial menghasilkan berbagai bahan biopolimer, sehingga teknologi kemasan plastik biodegradable mempunyai prospek yang baik [6]. FM-28
Biodegradable plastik merupakan plastik yang dapat diperbaharui karena senyawasenyawa penyusunnya berasal dari tanaman seperti pati, selulosa, dan lignin serta hewan seperti kasein, protein dan lipid [7]. Biodegradable plastik berbahan dasar pati memiliki kekuatan mekanik yang rendah sehingga diperlukan zat tambahan untuk memperbaiki hal tersebut. Pemlastis sering digunakan untuk memperbaiki sifat elastisitas dan mengurangi sifat barrier film dari pati [8]. McHugh dan Krochta (1994), menyatakan bahwa poliol seperti sorbitol dan gliserol adalah pemlastis yang cukup baik untuk mengurangi ikatan hidrogen internal sehingga akan meningkatkan jarak intermolekul [9]. Plastik berbahan dasar pati aman bagi lingkungan. Sebagai perbandingan, plastik tradisional membutuhkan waktu sekitar 50 tahun agar dapat terdekomposisi secara alamiah, sementara plastik biodegradable dapat terdekomposisi 10 hingga 20 kali lebih cepat [10]. Hasil degradasi plastik ini dapat digunakan sebagai makanan hewan ternak atau sebagai pupuk kompos. Plastik biodegradable yang terbakar tidak menghasilkan senyawa kimia berbahaya. Kualitas tanah akan meningkat dengan adanya plastik biodegradable, karena hasil penguraian mikroorganisme meningkatkan unsur hara dalam tanah. Durian (Durio zibethinus Murr) merupakan tanaman buah berupa pohon. Biji durian mentah ini beracun dan tidak dapat dimakan karena mengandung asam lemak siklopropena, racun akan hilang jika dipanaskan 80°C. Secara fisik, biji durian berwarna putih kekuning-kuningan berbentuk bulat telur, berkeping dua, berwarna putih kekuning - kuningan atau coklat muda. Setiap 100 gram biji durian mengandung 51 g air, 46,2 g karbohidrat, 2.5 g protein dan 0.2 g lemak. Kadar karbohidratnya ini lebih tinggi dibanding singkong 34,7% ataupun ubi jalar 27,9% [11]. Kandungan karbohidrat yang tinggi ini memungkinkan dimanfaatkannya biji durian sebagai bahan pengganti sumber karbohidrat yang ada dalam bentuk tepung. Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang pembuatan plastik biodegradable berbahan dasar tepung biji
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
durian, pengukuran ketahanannya terhadap air, densitas dan lama waktu degradasi yang diperlukan film plastik secara sempurna. METODE PENELITIAN Penelitian tentang pembuatan plastik biodegradable berbasis pati biji durian dan karakterisasinya dilakukan di beberapa tempat. Dimulai dari isolasi pembuatan pati biji durian dilakukan di Wedarijaksa, Pati. Pembuatan sampel film plastik dilakukan di Laboratorium Bahan Komposit, Jurusan Fisika FMIPA UNNES. Karakterisasi serta pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Instrumental dan Elektronika, Jurusan Fisika FMIPA UNNES. Pada awalnya, biji durian dikupas kulit arinya kemudian dibersihkan dengan air. Biji durian bersih dipotong kecil – kecil dan direndam air kapur selama 1 jam. Biji durian rendaman air kapur ditiriskan dan dicuci air bersih kemudian dikeringkan dengan bantuan terik sinar matahari. Kemudian biji durian kering ditumbuk menggunakan lumpung alu dan kemudian diayak dan diayak [12]. Pembuatan sediaan larutan khitosan dengan cara melarutkan 1% bubuk khitosan dari cairan asam asetat. Pada penelitian ini menggunakan 5 ml khitosan dalam 500 ml asem asetat 0,1%, larutan kemudian diaduk sampai larut sempurna sehingga terbentuk larutan kental. Pembuatan sediaan suspensi pati dilakukan dengan cara mencampurkan 5 ml pati dalam 50 ml aquades diaduk sampai merata membentuk suspensi pati untuk setiap formula. Setelah semua bahan dasar tercampur, maka dilakukan pemanasan dan pencetakan. Pencetakan yaitu pemadatan partikel – partikel kecil menjadi bagian yang lebih besar atau kompak yang mempunyai ukuran tertentu. Pencetakan dilakukan dengan menuangkan formula 50 ml larutan yang telah dipanaskan pada plat stainless steel berukuran 18,5x12,5x2 cm3. Lelehan yang telah dituangkan pada cetakan plat tadi dikeringkan dalam oven pada suhu 45°C selama 4–5 jam dan didinginkan pada suhu kamar selama 5–6 jam.
Uji ketahanan air yaitu uji yang dilakukan untuk mengetahi seberapa besar daya serap bahan tersebut terhadap air. Pada film plastik diharapkan air yang terserap pada bahan sangat sedikit atau dengan kata lain daya serap bahan tersebut terhadap air harus rendah. Sifat ini dipengaruhi oleh komponen-komponen penyusun film plastik, seperti bahan dan pemlastis. Bahan pendukung yang digunakan pada penelitian ini yaitu khitosan yang merupakan salah satu campuran dari bioplastik yang menyebabkan bioplastik tersebut memilki ketahanan terhadap air, hal ini karena kitosan sendiri adalah senyawa yang bersifat hidrofobik. Khitosan memodifikasi molekul pati dengan proses grafting atau pencangkokan molekul khitosan kedalam molekul pati sehingga diharapkan khitosan akan mampu mereduksi sifat dari pati yang pada dasarnya bersifat hidrofilik dengan persentase air terserapnya sekitar 100%. Kerapatan merupakan sifat fisik suatu polimer. Kerapatan suatu bahan berpengaruh terhadap sifat mekanik bahan tersebut, semakin rapat suatu bahan maka semakin meningkatkan sifat mekaniknya, sehingga film plastik yang dihasilkan mempunyai kekuatan tarik yang baik. Kerapatan (densitas) ini dapat didefinisikan sebagai berat per satuan volume bahan. Pengukuran nilai densitas pada plastik sangat penting, karena densitas dapat menunjukkan struktur plastik secara umum. Aplikasi dari hal tersebut yaitu dapat dilihat kemampuan plastik dalam melindungi produk dari beberapa zat seperti air, O2 dan CO2. Birley, dkk (1988) mengemukakan bahwa plastik dengan densitas yang rendah menandakan bahwa plastik tersebut memiliki struktur yang terbuka, artinya mudah atau dapat ditembusi fluida seperti air, oksigen atau CO2. Jadi tidak seperti pada kertas, nilai densitas plastik sangat penting dalam menentukan sifat-sifat plastik yang berhubungan dengan pemakaiannya [13]. HASIL DAN PEMBAHASAN air
Dari hasil perhitungan ketahanan terhadap dapat dilihat pada Gambar 1.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FM-29
GAMBAR 1 Grafik pengaruh konsentrasi khitosan terhadap serapan air Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa penambahan khitosan berbanding terbalik dengan air yang diserap oleh film plastik, yaitu semakin besar konsentrasi dari khitosan akan menimbulkan semakin kecil peluang air yang terserap (water uptake). Hal ini dikarenakan semakin besar khitosan, maka semakin banyak pula ikatan hidrogen yang terdapat dalam biodegradable plastik sehingga ikatan kimianya akan semakin kuat dan sulit untuk diputus karena memerlukan energi yang besar untuk memutuskan ikatan tersebut [14]. Khitosan sebagai biopolimer telah memberikan sifat ketahanan air yang baik pada bahan film plastik, dikarenakan sifat pati dan kitosan yang hidrofobik (tidak suka air). Selain
itu, khitosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi, dan bersifat polielektrolitik. Karakteristik lain khitosan adalah dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat - zat organik lain, seperti protein dan lemak. Karena itu, khitosan relatif lebih banyak digunakan pada berbagai bidang industri terapan, industri farmasi dan kesehatan Sifat-sifat yang dimiliki khitosan inilah yang menyebabkan ketahanan terhadap air bahan film plastik menjadi baik. Hasil penelitian dan pengukuran ketahanan terhadap air, dapat, dilihat bahwa sampel nomer 6 dengan konsentrasi larutan khitosan yang terbesar yaitu 3 ml yang memiliki ketahanan terhadap air yang paling baik jika dibandingkan dengan sampel yang lain.
GAMBAR 2. Grafik hubungan antara penambahan khitosan terhadap densitas film plastik. Grafik pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa dengan penambahan khitosan, kerapatan biodegradable plastik mengalami penurunan yaitu pada konsentrasi khitosan 0.5ml sampai FM-30
2ml. Tetapi, saat konsentrasi khitosan 2,5ml kerapatan biodegradable plastik mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan karena penambahan komposisi larutan dari khitosan
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
akan mempengaruhi ketebalan hasil akhir dari film plastik setelah pencetakan dan pengeringan di dalam oven. Ini dapat dilihat dari hasil pegukuran tinggi film plastik dengan menggunakan jangka sorong digital berbanding lurus dengan bertambahnya khitosan, yaitu semakin besar konsentrasi larutan dari khitosan, maka film plastik semakin tebal pula. Hasil pengukuran densitas biodegradable plastik terbaik didapatkan dari konsentrasi khitosan bekisar 1 ml sampai 1,5 ml yang memiliki nilai densitas Low Density Poly Ethylene (0,91-0,94 kg/l) [15]. Salah satu manfaat khitosan adalah sebagai bahan tambahan pada pembuatan film plastik yang berfungsi untuk memperbaiki transparasi film plastik yang dihasilkan [16]. Uji transparasi film plastik dapat ditentukan dari besar cahaya yang diteruskan oleh film plastik tersebut. Cahaya yang diteruskan disebut transmitansi. Transmitansi dapat ditentukan dengan menggunakan alat Spektrometer Vis-Nir thype CHEMUSB4VIS-NIR Hasil karakterisasi sifat optik film plastik diukur dengan menggunakan spektrometer VisNir dalam daerah panjang gelombang (λ) 400 – 900 nm. Dari hasil karakterisasi Vis-Nir dapat digunakan untuk mengetahui sifat optik dari keenam film plastik yang ditunjukkan dengan spektrum transmitansi film plastik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Hasil karakterisasi spektrum transmitansi film plastik yang diperoleh, dapat dilihat bahwa transmitansi (cahaya yang diteruskan) dari film plastik dengan komposisi khitosan 0.5 ml memiliki nilai yang tinggi yaitu hampir
mencapai 80% jika dibandingkan dengan transmitansi pada sampel film plastik dengan komposisi khitosan 1 ml ; 1,5 ml; 2 ml; 2,5 ml; maupun 3 ml yang memiliki nilai transmitansi masing–masing dibawah 70%. Grafik transmitansi sampel film plastik nampak adanya perubahan transmitansi pada rentang panjang gelombang (λ) 500 nm sampai 800 nm yang merupakan daerah panjang gelombang cahaya tampak. Perubahan transmitansi tersebut menunjukkan adanya absorbsi pada panjang gelombang tertentu. Secara teori manfaat khitosan dalam film plastik selain untuk hidrofobik (tidak suka air), khitosan juga bermanfaat untuk transparansi. Suatu bahan dapat dikatakan memiliki transparansi tinggi jika transmitasinya juga tinggi. Dalam spektrum transmitansi pada Gambar 3, dapat dilihat bahwa penambahan konsentrasi khitosan berbanding terbalik dengan transmitansi. Hal ini tidak sesuai dengan teori dikarenakan semakin tinggi konsentrasi larutan dari khitosan, maka semakin rendah pula transparansi film plastik tersebut. Khitosan bermanfaat sebagai transparansi film plastik, namun dalam komposisi tertentu. Terlalu banyak larutan khitosan dalam formula film plastik akan mempengaruhi ketebalan saat pencetakan dan pengeringan film plastik dalam oven. Ketebalan film plastik tentunya akan mempengaruhi cahaya yang diserap maupun cahaya yang diteruskan oleh film plastik tersebut. Semakin tebal film plastik akan menyebabkan transparansi semakin jelek dan menurun sehingga hubungan banyaknya konsentrasi dari larutan khitosan akan berbanding terbalik dengan transmitansi film plastik tersebut.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FM-31
GAMBAR 3. Grafik hubungan transmitansi (%) film plastik terhadap panjang gelombang (nm).
Biodegradabilitas merupakan tujuan utama pembuatan film plastik berbasis biopolimer. Uji biodegradabelitas dilakukan untuk mengetahui apakah suatu bahan dapat terdegradasi dengan baik dilingkungan. Proses biodegradabilitas dapat terjadi dengan proses hidrolisis (degradasi kimiawi), bakteri/jamur, enzim (degradasi enzimatik), oleh angin dan abrasi (degradasi mekanik), cahaya (fotodegradasi). Proses ini juga dapat dilakukan melalui proses secara anaerobik dan aerobik. Pada penelitian ini uji biodergradasi dilakukan pada kondisi aerobik dengan bantuan bakteri dan jamur yang terdapat ditanah. Suatu bahan dikatakan biodegradable apabila bahan tersebut dapat mengikuti siklus hidup biomassa, termasuk konversi sumber fosil, air, dan produksi CO2. Kecepatan biodegradasi tergantung pada temperature (50-60°C), kelembaban, jumlah dan tipe mikroba. Biodegradasi berjalan cepat jika ketiga persyaratan tersebut terpenuhi [17]. Metode yang digunakan adalah metode soil burial test yaitu dengan metode penanaman sampel dalam tanah. Sampel berupa film bioplastik ditanamkan pada tanah yang ditempatkan dalam pot dan diamati per-hari terdegradasi secara sempurna. Analisis biodegradasi film plastik dilakukan melalui pengamatan film secara visual. Gambar 4 dapat dilihat bahwa film plastik yang diuji dalam FM-32
tanah, mengalami degradasi dalam waktu 8 hari yang ditunjukkan dengan terkoyaknya permukaan film plastik. Hal ini dikarenakan bahwa film plastik yang terbentuk mengandung gugus hidroksil (OH--) dan gugus karbonil (CO) dan juga ester (COOH) gugus tersebut menandakan bahwa bioplastik ini mampu terdegradasi dengan baik didalam tanah. Hasil penelitian inilah film plastik dari pati biji durian dapat dikatakan sebagai plastik yang ramah lingkungan. Gambar 4 (a) menunjukkan kondisi sampel pada hari pertama penanaman. Sampel diletakkan diatas galian tanpa penutup kaca dan dibiarkan terkena udara terbuka. Pada hari kedua sampai dengan hari keempat sampel tidak mengalamai perubahan bentuk, tetapi pada hari kelima (Gambar 4(b)) sampel dari keenam variasi larutan khitosan tersebut mengalami perubahan yaitu semua sampel sudah kehilangan dari bagiannya. Keenam sampel terdapat lubang di bagian – bagian tertentu, untuk sampel nomer 6 yaitu sampel dengan konsentrasi larutan khitosan 3 ml sudah kehilangan hampir setengah bagian sampel dengan lubang maupun bintik – bintik, hal ini disebabkan khitosan berasal dari bahan hewani yang mudah terdegradasi di alam. Pengamatan hari keenam yaitu pada Gambar 4(c) menunjukkan bahwa semua sampel semakin kehilangan bagiannya, yaitu sekitar
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
kehilangan seperempat bagiannya. Untuk sampel nomer 6, sampel ini sudah kehilangan hampir tuju perdelapan dari bagiannya. Gambar 4(d) merupakan gambar dari pengamatan hari ke tujuh, yaitu sampel dengan nomor 2, 4 dan 6 dengan konsentari larutan dari khitosan masing – masing 1 ml, 2 ml, dan 3 ml ini telah mengalami degradasi secara sempurna. Untuk sampel dengan nomor 1, 3, dan 5 masih belum mengalami degradasi secara sempurna. Hal ini mungkin dipengaruhi dari segi penempatan sampel, sinar matahari,
(a)
(b)
(d)
kelembapan, atau peran mikroorganisme itu sendiri. Pada hari ke delapan, keseluruhan sampel mengalami degradasi secara sempurna. Kerusakan yang tidak beraturan ini menunjukkan bahwa mikroorganisme tanah juga mempengaruhi pada degradasi sampel plastik berbasis pati biji durian. Sampel plastik tidak ditemukan mulai pada hari kedelapan, yang menunjukkan bahwa keseluruhan sampel berukuran 4x1 cm2 telah terdegradasi (Gambar 4 (e)).
(c)
(e)
GAMBAR 4. Foto dari uji biodegradable plastik dalam tanah pada hari ke: (a) 1, (b) 5, (c) 7 dan (d) 8. SIMPULAN Dari pembahasan hasil penelitian ini dapat ditarik beberapa simpulan yaitu film plastik dapat dibuat dari sintesis pati biji durian, khitosan serta gliserol dengan menggunakan metode pencetakan larutan. Selain itu, konsentrasi khitosan mempengaruhi ketahanan film plastik terhadap air, yaitu semakin besar konsentrasi khitosan maka ketahanan film plastik terhadap air akan semakin baik yaitu dengan nilai water uptake terbaik. Film plastik
yang baik yaitu film plastik yang mempunyai nilai densitas kecil. Kerapatan atau densitas terbaik dalam penelitian diperoleh pada sampel keempat dengan konsentrasi larutan khitosan 2 ml yaitu 0,00077 g/mm3. Untuk uji biodegradabilitasnya, film plastik berukuran 4x1 cm2 terdegradasi oleh mikroorganisme yang terdapat di tanah dalam waktu rata - rata 8 hari. UCAPAN TERIMAKASIH
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FM-33
Terimakasih disampaikan kepada semua teknisi dan laboran Jurusan Fisika Unnes yang telah membantu pelaksanaan kegiatan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Martaningtyas, D. 2004. Potensi Biodegradable. http://www.pikiranrakyat.com/cetak/0904/02/cakrawala/lainny a06.htm 2. Widyaningsih, S. dkk, 2010. Pengaruh Penambahan Sorbitol dan Kalsium Karbonat terhadap Karakteristik dan Sifat Biodegradasi Film dari Pati Kulit Pisang. Molekul, Vol. 7. No. 1. Mei, 2012: 69-81 3. Nurminah, M. 2002. Penelitian Sifat Berbagai Bahan Kemasan Plastik dan Kertas serta Pengaruhnya Terhadap Bahan yang Dikemas. Artikel Universitas Sumatera Utara 4. Careda, M. P. et al. 2007. Characterization of Edible Films of Cassava Strach by Electron Microscopy. Braz, Journal Food Technology page: 91-95 5. Siswono. 2008. Jaringan Informasi pangan dan Gizi, volume XIV. Ditjen Bina Gizi Masyarakat. Jakarta 6. Darni, Y. et al.2008. Sintesa Bioplastik dari Pati Pisang dan Gelatin dengan Plasticizer Gliserol. Universitas Lampung, Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 7. Averous, L., 2004. Biodegradable Multiphase System Based on Plasticized Starch: A Review, Journal of Macromolecular Science, United Kingdom. 8. Gontard, N.S., Guilbert, & J.L., Cuq,1993. Water and Glycerol as Plasticizer effect mechanical and Water Vapor Barrier Properties of an Edible Wheat Gluten Film, J. Food Sci., Vol. 58, No. 1, 206-211. 9. Krochta & D.M., Johnston. 1997. Edible and Biodegradable Polymers Film:
FM-34
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Challenges and Opportunities, J. Food Technologi, Vol. 51, No. 2, 61-74 Huda, T dan Firdaus, F. 2007. Karakteristik Fisikokimiawi Film Plastik Biodegradable dari Komposit Pati Singkong-Ubi Jalar. LOGIKA 4: 5 – 7 Djaeni, M dan Prasetyaningrum, A. 2010. Kelayakan Biji Durian sebagai Bahan Pangan Alternatif: Aspek Nutrisi dan Bahan Pangan. RIPTEK 4 : 37-45 Jufry, M. dan Rosmala, D. 2006. Studi Kemampuan Pati Biji Durian sebagai Bahan Pengikat Dalam Tablet Ketoprofen Secara Granulasi Basah. Majalah Ilmu Kefarmasian Vol. III: 78 – 86 Bierley, A.W., R.J. Heat and M.J. Scott, 1988, Plastic Materials Properties and Aplications. cations. Chapman and Hall Publishing, New York. Utami, H dan Darni, Y. 2010. Studi Pembuatan dan Karakteristik Sifat Mekanik dan Hidrofobisitas Bioplastik dari Pati Sorgum. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan 7: 88-93 Harnist, R. dan Darni, Y. 2011. Penentuan Kondisi Optimum Konsentrasi Plasticizer Pada Sintesa Plastik Biodegradable Berbahan Dasar Pati Sorgum. Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV: ISBN 978-979-8510-34-2 Joseph, C.S. et al. 2009. Optimum Blend of Chitosan and Poly-(ε-caprolactone) for Fabrication of Films for Food Packaging Aplications. Food Boprocess Thechnol DOI 10. 1007/s11947-009-0203-1 Siracusa, V., P., Rocculi, S., Romani,M.D., Rosa, 2008, Biodegradable Polymers for Food Packaging: A Review, Trendsin Food Science & Technology,doi:10.1016/j.tift.2008.07.003.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Fabrikasi dan Karakterisasi Kaca Lentur Berbahan Cult dengan Metode Sol Gel Sheila Amelia1*, Sulhadi1, Agus Yulianto1 1
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang (UNNES), Jalan Raya Sekaran, Gunungpati Semarang 50229, Indonesia *E-mail: [email protected]
Abstrak. Telah berhasil difabrikasikaca lentur dengan serbuk cult dengan teknik sol gel.Penggilingan cult dilakukan hingga menjadi serbuk lolos saring screen sablon T200. Pengikat berupa binder sablon cair yang terbuat dari getah karet dan kemudian dihomogenisasi dengan alat magnetic stirer lalu dioles pada permukaan kaca, setelah kering sampel dikelupas dan dipotong dan sesuaikan dengan sampel yang lain. Sampel kaca lentur dibuat 2 variasi yaitu variasi komposisi dan variasi ketebalan.Variasi komposisi bahan dilakukan agar mendapat komposisi terbaik dari pembuatan kaca lentur yaitu pada komposisi cult 20%, binder 60%, 20%air. Hasil dari karakterisasi XRD tidak menunjukkan puncak maka dapat dikatakan memiliki sifat amorphous. Selanjutnya sampel kaca lentur diuji sifat mekaniknya untuk komposisi cult 20% menunjukkan nilai tegangan dan regangan terbesar yaitu 313,15 x 10ˉ²m dan 0,7 N/m². Sedangkan untuk komposisi cult sebesar 60% mempunyai nilai tegangan dan regangan terkecil yaitu sebesar 53,91 x 10ˉ² m dan 0,175 N/m². Hasil analisis permukaan dengan menggunakan digital CCD mikroskop terlihat bahwa sampel 5 mempunyai permukaan yang rata, persebaran partikel pada sampel 5 homogen diantara sampel lain hal ini terbukti dari penampakan bintik putih yang jarang. Kata kunci: Kaca lentur, sol gel, XRD, CCD, sifat mekanik
PENDAHULUAN Kaca merupakan bahan material hasil dari perkembangan teknologi material keramik pada akhir-akhir ini.Kaca merupakan salah satu produk keramik yang memiliki bidang pemakaian yang sangat luas (Doremus, 1973). Bahan kaca kemudian mengalami perkembangan yang pesat terutama untuk satu dekade ini dalam industri pembuatan kaca. Pada industri pembuatan kaca yang sedang berkembang, mengembangkan kaca pada sifat termal, sifat optik, sifat mekanik, perlindungan dan sifat elektrik dari material kaca. Pada dasarnya, kaca merupakan suatu material yang mempunyai struktur amorf (Sulhadi, 2007).Struktur amorf mengacu pada objek yang memiliki bentuk dan dapat didefinisikan sebagai bahan non kristalin. Tidak seperti silikon kristal yang susunan atomnya
teratur, silikon amorf susunan atomnya tidak teratur sehingga aktivitas antara silikon lebih sering terjadi pada silikon amorf dibanding dengan kristal silikon (Afiffudin, 2012). Penggunaan kaca yang sangat banyak di berbagai keperluan manusia menuntut adanya produksi bahan ini dalam jumlah yang sangat besar.Jumlah produksi yang sangat besar menimbulkan dampak pada lingkungan sebab kaca tidak bersifat korosif (Mallawany, 2002).Kaca-kaca bekas (cult) yang sudah tidak terpakai lagi merupakan limbah yang tidak dapat terurai secara alamiah oleh pengurai organik.Dengan demikian diperlukan berbagai penanganan alternatif untuk menjadikan limbah kaca dapat dikembalikan ke alam secara aman atau mengolahnya kembali (Sulhadi, 2010). Pengolahan limbah kaca (cult) akhirakhir ini menjadi objek penelitian yang menarik.Daya tarik penelitian ini karena limbah
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FM-35
kaca (cult) adalah material yang sering dianggap sebagai bahan yang tidak berguna bagi kebanyakan orang namun limbah kaca (cult) ini ternyata mempunyai potensi daya guna yang sangat tinggi. Umumnya kaca bersifat keras, kuat, dan stabil pada temperatur tinggi tetapi getas dan mudah pecah. Oleh karena sifat tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian menggunakan bahan limbah kaca (cult) dalam penelitian yang berjudul “Fabrikasi dan Karakterisasi Kaca Lentur Berbahan Cult Dengan Metode Sol Gel”. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di laboratorium kemagnetan bahan jurusan fisika FMIPA, Universitas Negeri Semarang. Pengujian hasil sampel dilakukan karakteristik XRD yang dilakukan di Laboratorium Mekanik Jurusan Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Analisis sifat mekanik berupa uji kuat tarik yang terakhir adalah analisi permukaan dengan mikroskop digital MS-804 scopeman.Adapun langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut. Preparasi bahan langkah pertama dalam penyiapan bahan adalah pemilihan bahan berupa kaca yang berwarna bening kemudian dicuci.Serpihan kaca-kaca bekas kemudian dimasukkan dalan kain untuk dihancurkan dengan palu, hasilnya kemudian di giling
dengan alat grinder yang berada di laboratorium kimia anorganik Universitas Negeri Semarang. Proses penggilingan dengan grinder dimaksudkan agar pecahan kaca yang telah ditumbuk dengan palu dapat berbentuk serbuk,sehingga partikel kaca semakin kecil sehingga dapat lolos saring pada screen sablonT200. Penyaringanbahan serbuk cult kemudian disaring dengan menggunakan scren sablon T200 sehingga menghasilkan serbuk yang sangat halus.Bahan kedua adalah binder sablon, binder disaring untuk memisahkan cairan dengan pengotor dan gumpalan-gumpalan binder kering yang menempel pada permukaan botol. Penimbangan bahan merupakan pengukuran berat atau massa dari bahan-bahan padat dan cair dengan menggunakan timbangan atau neraca (Bernasconi dkk, 1995). Serbuk cult dan binder sablon ditimbang terlebih dahulu dengan komposisi bahan seperti tabel. Pencampuran bahan terdiri dari dua jenis bahan atau lebih yang sebelumnya dalam keadaan terpisah, kemudian disatukan sehingga diperoleh campuran yang homogen dan mempunyai komposisi bahan yang dikehendaki (Bernasconi dkk, 1995).
Tabel1. Variasi komposisi bahan kaca lentur No 1. 2. 3. 4. 5.
Cult 60% 40% 40% 20% 20%
Pencampuran bahan dilakukan dengan perbandingan seperti yang tertera pada tabel 1. Kedua bahan tersebut kemudian dicampur dan diaduk dengan alat magnetic stirer tanpa pemanasan. Pengolesan cairan sol dari campuran bahan yang diaduk secara terus menerus oleh magnetic stirer dioles pada kaca lembaran. Pada lima sampel pertama, variasi komposisi masing-
FM-36
Binder Aquades 20% 20% 30% 30% 40% 20% 40% 40% 60% 20% masing komposisi di oleskan pada kaca lembaran kemudian dikeringkan dengan hair dryer kekuatan rendah dengan perulangan sebanyak 20x oles. Pada seluruh sampel 5sampel kedua menggunakan komposisi sama namun menggunakan ketebalan yang berbeda. Ketebalan ditentukan dari banyak olesan yang dilakukan pada sampel yaitu 20x, 40x, 60x, 80x dan 100x.
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Setelah didapat seluruh variasi maka seluruh sampel didinginkan dengan hair dryer berkekuatan rendah supaya susunan partikelnya stabil dan permukaan tidak saling menggumpal. Tahap akhir pengelupasan sampel dari kaca lembaran dengan menggunakan cutter. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil pembuatan kaca lentur dengan variasi komposisi yang telah ditentukan dalam sebelumnya, maka didapat hasil sebagai berikut :
sangat elastis dan kuat, saat ditarik sampel no 5 paling baik kuat tariknya dibanding beberapa sampel sebelumnya. Ketika direganggkan maksimal, sampel ini dapat kembali ke bentuk semula, tidak bertambah panjang ataupun bertambah lebar.Oleh karena itu sampel no 5 ini penulis anggap sebagai sampel dengan komposisi yang terbaik.Selanjutnya komposisi 5 ini penulis kembangkan lagi dengan variasi ketebalan. Sampel kaca cult dengan variasi ketebalan
Sampel kaca cult dengan variasi komposisi
(a)
(a)
(b)
(b) (c)(d)
(c)
(d)
(e) Gambar 1 Foto sampel variasi komposisi kaca lentur( a) sampel 1 (b) sampel 2,(c) sampel 3, (d) sampel 4,(e) sampel 5. Hasil dari komposisi data 5, 20% cult, 60% binder, 20% air permukaannya rata, dari warna sampel no 5 mempunyai warna abu-abu transparan, ditinjau dari kekuatannya sampel ini
(e) Gambar 2 Foto sampel variasi ketebalan kaca lentur(a) 20x oles, (b) 40xoles,(c) 60x oles, (d) 80x oles,(e)100x oles. Dari hasil analisi XRD, tidak menunjukkan puncak-puncak tertentu ketika sampel melalui karakterisasi.Dari seluruh sampel yang telah dikarakterisasi, seluruhnya tidak menunjukkan adanya puncak-puncak tertinggi. Sehingga, struktur yang terbentuk tidak mempunyai orientasi kristal teratur.Hal ini menunjukkan bahwa seluruh sampel kaca lentur bersifat amorf. Karakterisasi xrd Karakterisasi XRD (X-ray diffraction) menggunakan sinar-X yang dihasilkan dari
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FM-37
sepasang elektroda yang terdapat di dalam tabung sinar-X.Panjang gelombang sinar-X untuk difraksi berada pada rentan 0,005 hingga 0,25nm (panjang gelombang sinar tampak sekitar 600nm).Elektron-elektron dihasilkan dengan pemanasan elektroda bertegangan rendah (katoda) yang terbuat dari filamen tungsten.Elektron-elektron dipercepat dengan kecepatan yang sangat tinggi ke arah anoda.Elektron-elektron yang menumbuk anoda
kehilangan energi dan menghasilkan sinar-x dalam jumlah kecil (kurang dari 1%) dan yang lainnya terdisipasi menjadi panas (Suryanarayana, 1998).Spektrum keseluruhan dari sinar-x yang bersifat polikromatis (spektrum malar dan karakterristik). Berikut adalah hasil karakterisasi XRD yang diperoleh dari sampel terbaik no 5 .
Gambar 3 Hasil karakterisasi XRDdatasampel 5
dari hasil analisis XRD, tidak menunjukkan puncak tertinggi ketika dikarakterisasi. Dari ke 4 data hasil XRD yang diambil sebagai perwakilan dari seluruh sampel dapat terlihat tidak terdapat puncak-puncak, sehingga struktur yang terbentuk tidak mempunyai orientasi kristal yang teratur. Hal inimenunjukkan bahwa sampel kaca yang terbentuk bersifat amorphous (Agustino, 2010).
Karakterisasi kuat tarik Uji kuat tarik dilakukan di Laboratorium Kemagnetan Bahan Jurusan Fisika Universitas Negeri Semarang dengan alat yang penulis rakit sendiri menggunakan alat yang dapat menarik sampel yang di kaitkan pada statif kemudian ditarik dengan bebab pasir yang ditempatkan pada botol dan diisi terus menerus hingga sampel putus. Alat tersebut dilengkapi dengan penggaris di sisi sampel sehingga dapat menghitung panjang regangan sampel hingga putus.
Tabel 2 Variasi komposisi cult banding tegangan, regangan dan ModulusYoung.
FM-38
σ (Tegangan)
ε (Regangan)
E (Modulus Young)
60%
53,91
0,175
308,04
2
40%
75,32
0,212
354,45
3
30%
182,0
0,475
384,00
4
40%
224,8
0,55
407,61
5
20%
313,5
0,7
447,36
No
Komposi
1
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
Modulus Young
Menentukan nilai modulus young ini, tergantung pada besar nilai regangan dan tegangan. Besar nilai tegangan ditentukan pada besarnya penambahan beban (F = m.g) yang dibagi dengan luas penampang sampel. Luas penampang sampel (A) untuk uji tegangan ini mulai dari sampel 1 sampai sampel 5 sebesar 0,4 . Besar nilai F untuk uji tegangan ini tergantung pada seberapa kuat sampel itu ditarik sampai putus.Nilai regangan diperoleh dari
penambahan panjang sampel tersebut sampai titik patah atau putus dibagi dengan panjang awal. Panjang awaldari semua sampel adalah 8 . Komposisi cult 20% mempunyai nilai tegangan dan regangan terbesar yaitu 313,15 x 10ˉ² m dan 0,7 N/m². Sedangkan untuk komposisi cult sebesar 60% mempunyai nilai tegangan dan regangan terkecil yaitu sebesar 53,91 x 10ˉ² m dan 0,175 N/m².
600 400 200 0 0%
10%
20% Komposisi 30% Cult 40%
50%
60%
70%
Gambar 4 Grafik hubungan komposisi cult dengan Modulus Y
Tabel 3. Variasi ketebalan banding tegangan, regangan dan Modulus Young σ (Tegangan)
ε (Regangan)
E (Modulus Young)
20x
313,15
0,7
447,36
2
40x
458,07
0,862
531,09
3
60x
588,47
0,896
656,60
4
80x
729,28
1,05
694,55
5
100x
915,17
1,162
787,24
No
Banyak Oles
1
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FM-39
1000 Modulus young
800 600 400 200 0 Banyak Oles (x)
Gambar 5 Grafik hubungan banyak oles dengan Modulus Young
Dari grafik Modulus Young Gambar 4.16 dapat terlihat bahwa semakin besar komposisi cult, maka semakin kecil nilai Modulus Young yang didapatkan. Hal ini disebabkan karena semakin banyak komposisi cult, maka kekuatan mekaniknya akan semakin lemah. Sebaliknya jika semakin besar jumlah bahan pengikatnya, maka kekuatan mekaniknya akan semakin bagus. Sifat mekanik komposit sangat dipengaruhi oleh sifat fisik dan mekanik bahan penyusunnya.Penelitian ini menggunakan bahan pengikat berupa binder sablon yang terbuat dari getah karet. Karet alam merupakan bahan elastomer yaitu bahan polimer yang mempunyai deformasi elastik yang besar (Wicaksono, 2013). di mana jika sebuah elastomer (karet) dikenai deformasi (gaya tarik), maka akan meningkatkan modulus elastiknya saja. Grafik di atas menunjukkan bahwa banyak oles juga mempengaruhi Modulus Young. Semakin banyak olesan bahan perulangan olesan sap maka semakin tinggi Modulus Youngnya. Hal ini dikarenakan susunan partikel yang semakin rapat karena ketebalannya bertambah.
Analisis permukaan kaca lentur Pada komposisi 60% binder : 20% air : 20% cult dianggap memiliki struktur yang paling baik, ditunjukan dengan sedikit bercak bintik putih yang berkumpul pada daerah tertentu. Hal ini menunjukan bahwa pada data
FM-40
no 5 pencampuran serbuk cult, binder dan air mendekati homogen, dibandingkan dengan komposisi yang lain.
(a)
(b)
Gambar 6 Foto permukaan kaca lentur sampel 5 komposisi 60% binder 20% air: 20% cult, (a) perbesaran 400x, (b) perbesaran 1000x. Hasil foto data 5 mempunyai gambar yang sangat jelas menunjukkan keteraturan permukaan yang diperoleh pada hasil olesan yang baik serta komposisi bahan yang paling baik pula.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan, sebagai berikut: 1. Kaca lentur berbahan cult telah berhasil dibuat dengan metode sol. gel. 2. Hasil analisis XRD kaca lentur tidak menunjukkan puncak-puncak tertinggi ,hal
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
ini menunjukkan bahwa kaca lentur amorphous. 3. Hasil dari analisis permukaan menunjukan bahwa komposisi cult 20%, binder 60%, air 20% dianggap memiliki struktur yang paling baik, ditunjukan dengan tidak terlihat bintik putih yang berkumpul pada daerah tertentu. Hal ini menunjukan bahwa pencampuran homogen. 4. Hasil analisis mekanik, pada uji tarik menunjukkan pada data 5 komposisi cult 20%, binder 60%, air 20% Komposisi cult 20% mempunyai nilai tegangan dan regangan terbesar yaitu 313,15 x 10ˉ² m dan 0,7 N/m². Sedangkan untuk komposisi cult sebesar 60% mempunyai nilai tegangan dan regangan terkecil yaitu sebesar 53,90 x 10ˉ² m dan 0,17 N/m². Dari grafik modulus young (gambar 4.19), juga terlihat bahwa semakin besar komposisi cult, maka semakin kecil nilai modulus young yang didapatkan.
9.
10. 11.
12.
13.
14.
DAFTAR PUSTAKA 15. 1. Bernasconi, Gerster, Hauser, Stauble, Schneiter. 1995. Teknologi Kimia bagian 1. Jakarta: Pradnya Paramita. 2. Bernasconi, Gerster, Hauser, Stauble, Schneiter. 1995. Teknologi Kimia bagian 2. Jakarta: Pradnya Paramita. 3. Doremus, R. 1973. Glass Science. Canada : John Wiley and Sons. 4. http://en.wikipedia.org/wiki/Phosphorus_pe ntoxide[diakses 25/01/2010] 5. Jones, G.O. 1956. Glass. London: MethuenKlimychev.V.N,Shadrin.V.K,Blekl ov.D.V. 2005. Automation of Thermotechnical Machinery in Glass Production. Glass and Ceramics. Vol.62, Nos 3-4. 6. Mackenzie, J. D. (1982). State of Art and Prospects of Glass Science. J. Non-Cryst. Solids 52:1-8 7. Mallawany,R.,2002,Tellurite Glasses Handbook: Physical Properties and Data CRC Press LLC 8. Maulana L. Z. 2013. Aplikasi Low Density Polyethylene (LDPE) pada Pembuatan
16.
17.
18.
19.
20.
Magnet Ferrite Komposit. UNNES: Semarang. Muklisin, I. 2013. Pembuatan Dan Karakterisasi Magnet Komposit Ferit Dengan Bahan Pengikat Resin. UNNES: Semarang. Sahar, R. 1998. Sains Kaca. Malaysia. Universiti Teknologi Malaysia Shelby, J. 2005. Introduction to Glass Science and Technology. UK: The Royal Society of Chemistry Solechan.2011.Fabrikasi dan Karakterisasi Sifat Listrik Kaca Cult yang didoping Serbuk Besi.UNNES: Semarang. Sulhadi. 2007. Structural and Optical Properties Studies of Erbium Doped Tellurite Glasses. Thesis Doctor of Philoshophy, Universiti Teknologi Malaysia. Sulhadi,Khumaedi dan Yulianto,A. 2010. Aplikasi Proses Oksidasi Untuk Menentukan Potensi Daur Ulang Limbah Kaca(Cult). Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIV HFI Jateng dan DIY. Sulhadi,M.R.Sahar,and M.S.Rohani,2005. Thermal Stability and Structural Studies in The TeO₂-ZnO-MgO-Li₂O- ₂ Glass System,Proc.in The XXII Regional Conference on solid State & Tecnology, Pahang, Malaysia. Suryanarayana, C. and Norton G. M. 1998. X-ray Diffraction A Partical Approach. New York: Plenum Press. Uhlmann, D.R. and Kreidl, N.J. 1983, Glass: Science and Technology. Vol.1. New York: Academics Press Wicaksono,R. 2013. Pembuatan dan Karakterisasi Magnet Komposit Berbahan Dasar Barium Ferit Dengan Pengikat Karet Alam.UNNES:Semarang. Zarzycki,J.: Processing of Gel Glasses; GlassScience and Technology, vol.2,chapter 7,p.209-249, 1984 Zarzycki, Jerzy.,Prassa, M. dan Phalippou, J., Synthesis of Glasses from Gels : The Problem of Monolithic Gels; Journal of Materials Science 17, p. 3371-3379, 1982
Seminar Nasional Fisika IV 2013 © 2013, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
FM-41
DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN SESI PARALEL FISIKA MATERIAL 2 Kode : I-01
Pertanyaan :
Pemakalah :
1. Pada Filter clay titania, apakah bahan tinatia yang digunakan berupa logam
Masturi
titania? Bukankah titania high cost? 2. Metode pencampuran apakah kering dan serbuk lalu dipres atau
Penanya :
menggunakan air yang otomatis memerlukan proses pengeringan
Sheila
3. Menyaring polusi hingga apa ?
Amelia
4. Apakah ketebalan mempengaruhi hasil saringan?
Jawaban : 1. Titania merupakan nama lain dari senyawa titanium dioksida (TiO2), senyawa murah yang banyak dipakai sebagai bahan cat, harganya sangat murah 2. Metodecampurandengan
sol
gel,dimana
clay
dilembutkanduluhinggamenjadiserbuk 3. Polutan yang disaring dalam uji penyaringan menggunakan polutan metilen dan daya saringnya hingga 98% 4. Mengingat proses degradesi metilen bisa juga bergantung pada proses absorpsi maka ketebalan pasti sangat mempengaruhi daya saringannya Kode : I-02
Pertanyaan :
Pemakalah : Tito Prastyo Rahman
1. Cara membuat warna pada cat
Jawaban : Penanya :
1. Factor dipengaruhi oleh ion pemberi warna
HeriSusanto
Fe ,Fe3+,Cr3+dll
Kode : I-03
Pertanyaan :
Pemakalah:
1. Bagaimana pengaruh luasan lapisan ZnO terhadap performa fotokatalis
Heri Susanto
2. Bagaimana pengaruh lifetime fotokatalis terhadap aplikasinya
2+
Penanya :
Jawaban:
Nurussaniah
1. Untuk luasan berpengaruh terhadap efektifitas/banyak/sedikitnya sampel yang akan difotodegradasi. Semakin luas ZnO dengan sampel yang sedikit semakin cepat proses fotodegradasinya 2. Lapisan ZnO tidak tergores oleh sampel sehingga penggunaannya bisa seumur hidup, sepanjang kaca tidak pecah karena benturan atau terjatuh
Pertanyaan : Penanya :
1. Biaya Murah ?
Hardani
2. Berlaku hanya pewarna methylene blue ? 3. Bakteri yang terkandung bisa 100 % hilang ? 4. Untuk semua jenis bakteri ?
Jawaban : 1. Untuk membuat sistem spray coaling cukup denganRp. 750.000 2. Untuk pewarna tidak hanya methylene blue. Sudah dilakukan dengan uji fotodegradasi methylene orange (MO) dan pordlan B 3. Hasil penelitian untuk pembunuhan e-colli bias mati/hilang hingga 100% 4. Penelitian yang dilakukan terhadap bakteri: E. colli mati semua Lactobasilus pada susu sapi baru 50% mati
Kode : I-05
Pertanyaan :
Pemakalah :
1. Perbandingan plastic yang dihasilkan dengan plastik yang sudah beredar
Sutikno Jawaban : Penanya : tito
1. Waktu degradasi plastic hasil penelitian ini (8 hari) lebih pendek dibandingkan hasil penelitian lain pada jurnal jurnal internasional (± 3 bulan). Namun demikian masih terdapat masalah pada tumbuhnya jamur Pertanyaan
:
1. Gambar produk yang dihasilkan 2. Apakah sudah dipasarkan
Penanya : Hendra
Jawaban
:
1. Gambar dapat dilihat padafoto-foto laporan penelitian. Pada paper tidak ditampilkan 2. Belum dipasarkan karena masih tumbuh jamur
Kode : I-06 Pemakalah : Tito Prasetya Rohman
Pertanyaan
:
1. Lifetime antara FBC dan KPB sinas 13 bagaimana ? 2. Penggunaan pigmen organic oleh sinas 13 dalam pembuktian bahan sudah diterapkan?
Penanya :
Jawaban
:
Hendra
1. Lifetime dipengaruhi oleh formulasi cat
Darmasa
2. Belum, selama ini masih anorganik karena konsorsium sinas 13 berfokus pada pengolahan pasir besi. Namun di tempat kami nano center Indonesia sudah pernah dibuat pigmen organic berbahan baku daun jati
Kode : I-07 Pemakalah : Nurussaniah Penanya : Masturi
Pertanyaan
:
1. Kenapa pada konsentrasi 1 % naik, efisiensi sel surya naik Jawaban
:
1. Pada saat konsentrasi P3HT dinaikan menjadi 1%, maka molekulmolekul P3HT yang terserap pada lapisan TiO2 juga akan semakin banyak. Hal ini akan menyebabkan banyaknya electron yang dapat dieksitasi. Elektron-elektron tersebut akan ditransfer ke elektroda sehingga akan menghasilkan aliran muatan berupa arus listrik. Padamuatanberupaaruslistrik. Padakonsentrasi 0,5dan 0,1 %, molekul P3HT yang terdepositke TiO2 belum optimal. Arus yang dihasilkan sel surya akan mempengaruhi efisiensi
Penanya : Hendra
Pertanyaan
:
1. Kelebihan kaca yang dibuat dengan yang sudah ada 2. Perbandingan hasil yang diperoleh dengan teori mengenai kaca lentur yang bagus Jawaban
:
1. Hasil yang saya peroleh adalah kaca lentur sederhana berbeda bahan utama. Jadi, untuk perbandingan dengan hasil yang baik belum ada.