Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 Bandung, 2 dan 3 Desember 2013
Editor Dr. Jusak Sali Kosasih Dr. Syeilendra Pramuditya Dede Enan, S.Ap.
ISBN : 978-602-19655-5-9
Program Studi Magister Pengajaran Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung 2013 http://portal.fi.itb.ac.id/skf2013
ii
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Dewan Pengarah Prof. Dr. Umar Fauzi Dr. Euis Sustini Dr. Siti Nurul Khotimah Dr. Khairul Basar
Panitia Penyelenggara Ketua
:
Dr. Jusak Sali Kosasih
Sekertaris
:
Dr. Syeilendra Pramuditya
Bendahara
:
Dr. Fatimah A. Noor, Nuri Trianti, M.Si.
Web dan Publikasi
:
Aghust Kurniawan, S.Si.
Acara
:
Nina Siti Aminah, M.Si.
Logistik
:
Agus Suroso, M.Si.
Konsumsi
:
Dr. Fatimah A. Noor, Nuri Trianti, M.Si.
Prosiding
:
Dr. Syeilendra Pramuditya, Dede Enan, S.Ap.
Dokumentasi
:
Aghust Kurniawan, S.Si., Dede Enan, S.Ap.
Penyelenggara : Program Studi Magister Pengajaran Fisika FMIPA - ITB Didukung oleh : Himpunan Fisika Indonesia (HFI) Program Magister Pengajaran MIPA ITB
iii
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Foto Kegiatan
iv
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Kata Pengantar
Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) telah dilaksanakan pada tanggal 2 dan 3 Desember 2013 bertempat di Aula Barat InstitutTeknologi Bandung. Seminar ini dapat terlaksana dengan sukses berkat dukungan dari Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, InstitutTeknologi Bandung, dan Himpunan Fisika Indonesia (HFI) Jawa Barat. Seminar Kontribusi Fisika merupakan sarana pertukaran pikiran dan ide tentang peran penting fisika dalam kehidupan. Sebagai salah satu ilmu dasar, fisika selalu hadir dalam semua aspek kehidupan manusia dan menjadi pilar dari perkembangan jaman modern yang didukung oleh teknologi modern saat ini. Seminar ini diikuti oleh lebih dari 100 peserta yang berasal dari 14 institusi di Indonesia. Peserta terdiri dari 5 orang pembicara utama, 76 presenter yang terbagi dalam 4 kelompok presentasi paralel, dan partisipan dari berbagai kalangan. Topik yang disampaikan dalam sesi panel cukup beragam, mulai dari konsep pendidikan fisika, sel surya, energi dan panasbumi, hingga teori relativitas khusus Einstein, dan pola pendidikan di Amerika Serikat. Keragaman bidang aplikasi dari fisika juga tercermin dari topik dan hasil penelitian yang disampaikan para presenter sesi paralel, di mana sebagian dari topik-topik tersebut merupakan hasil karya mahasiswa Program Studi Magister Pengajaran Fisika FMIPA ITB dan Program Studi Sains Komputasi FMIPA ITB. Prosiding seminar ini diterbitkan sebagai salah satu upaya mempublikasikan hasil-hasil karya tersebut. Kami berupaya untuk menyelesaikan proses penyuntingan Prosiding SKF 2013 ini sebaik mungkin agar dapat diterbitkan tepat waktu. Tentu hal ini hanya dapat dilakukan dengan dukungan rekan-rekan penyunting serta kerjasama para peserta/pemakalah dalam melakukan perbaikan. Walau demikian kami sadar bahwa masih terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan prosiding ini. Kritik dan saran kami harapkan guna perbaikan pada penerbitan yang akan datang. Akhirnya, kami selaku panitia SKF 2013 mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung terselenggaranya acara SKF 2013 dan terselesaikannya penyuntingan dan penerbitan Prosiding ini. Semoga SKF 2013 dan Prosiding ini dapat membawa manfaat bagi kita semua. Sampai jumpa di seminar SKF berikutnya.
Dr. Jusak Sali Kosasih Ketua SKF 2013
v
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Jadwal Seminar
vi
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Jadwal Hari Pertama
vii
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Room A Parallel Session 1 Room A (Hari Pertama) Analisa Sifat Optik Lapisan Tipis TiO2:Co Menggunakan Spectroscopic Ellipsometry Ginna Permata Anggraeni, Resti Marlina, Resti Fauziah, Andrivo Rusydi dan Yudi Darma PENGGUNAAN NANAS (ANANAS COMOSUS LINNAEUS MERRI) UNTUK MENGATASI TINGGINYA KADAR KOLESTEROL DARAH PADA PRIA DEWASA PRODUKTIF Vuie Vuie Lewa Analisa Sinyal EEG Saat Menggerakkan Kedua Kaki Sebagai Switch Control FES Pada Proses Rehabilitasi Pasien Pasca Stroke Muhammad Hilman Fatoni, Eka Wiantara, Achmad Arifin Implementasi Android Sebagai Sistem Akuisisi Konsentrasi Karbon Monoksida Lingkungan Berbasis Mikrokontroller PIC24F Ahmad Fauzi
Parallel Session 2 Room A (Hari Pertama) Menentukan Porositas sebuah balok yang berisi bola-bola kecil dengan cara perhitungan secara manual berdasarkan geometri balok dan bola serta dengan cara memasukan air pada balok yang berisi bola-bola kecil Bambang Achdiat Penggunaan Putih Telur Untuk Menurunkan Tekanan Darah Pada Pria Penderita Hipertensi Grade Satu Yosina Lete Simulasi Penentuan Material Heatsink Sebagai Pendingin GPU dengan Menggunakan COMSOL Juan Prahamma Hartjamt, Renadi Permana Kusumawiangga, Suprijadi Metode Identifikasi Variabel berdasarkan Skema: Tinjauan terhadap Hukum Kedua Termodinamika Risti Suryantari
Parallel Session 3 Room A (Hari Pertama) Karakteristik Letusan Gunung Lokon 9-10 September 2013 Dolfie P. Pandara
viii
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Keluwih (artocarpuscommunis) dengan Menggunakan Metode DPPH (1,1 Difenil-2- Pikrilhidrazil) Rentauli Silaen Karakterisasi Pola Berjalan dengan Principle Component Analiysis (PCA) Dedi Nurcipto, Achmad Arifin, Djoko Purwanto Pengaruh Bentuk Lintasan Aliran Fluida dalam PLTU Laurensia Anindita Dwiputri, Abednego Wiliardy, Novitrian
Parallel Session 4 Room A (Hari Pertama) Analisa Spektroskopi Raman pada film tipis Karbon diatas lapisan γ-Al2O3 Angga Virdian, Adha Sukma Aji, Yudi Darma Studi Pengaruh Curcumin berukuran nanometer Terhadap konsentrasi Kreatinin Ginjal Pada Tikus Galur Wistar Terinduksi Aloksan Syenda Manusiwa, Donn Richard Ricky dan Horasdia Saragi Pengaruh Geometri Terhadap Distribusi Panas Pada Wajan Donny Dwiputra, Dian Ahmad Hapidin, Sparisoma Viridi Porositas untuk Model Sphere Packing Porous Medium Susunan 9-4-9 Trise Nurul Ain
Room B Parallel Session 1 Room B (Hari Pertama) Simulasi Carbon Nanotube (10,0) dengan atom Pengganti Galium, Arsenic dan Nitrogen dengan Menggunakan PHASE Software. Nurul Ikhsan, Ely Aprilia, Acep Purqon, dan Suprijadi UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK TERONG GALATIK HIJAU(Solanum melonge) DENGAN METODE DPPH (1,1 DIFENIL-2- PIKRILHIDRAZIL) Helen Yanti Pengaruh kuat Tekan Komposit Sekam Padi Terhadap Pemberian MgOH Ida Sriyanti, Khairurijal dan Leni Marlina Sebaran Resistivitas Daerah Sesar Sumatera berdasarkan Hasil Pemodelan 1D Metode Magnetotellurik Rahman Nurhakim, Rudi Prihantoro, Nurhasan, Nazli Ismail
ix
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Parallel Session 2 Room B (Hari Pertama) Pengaruh Waktu Penumbuhan Lapisan Tipis Karbon di atas Lapisan SnO2/Si Menggunakan DC Unbalanced Magnetron Sputtering Heldi Alfiadi dan Yudi Darma PENGGUNAAN JEDA INTERMITEN SENAM PADA SAMPEL YANG DUDUK BERKEPANJANGAN UNTUK MENSTABILKAN GLUKOSA DARAH POSTPRANDIAL Alfa Christina Maria ANALISIS KETIDAKTERATURAN PLASMA IONOSFER PADA SAAT AKTIVITAS MATAHARI TINGGI DI ATAS BANDUNG, PONTIANAK DAN MENADO Sri Ekawati and Wahyu Srigutomo Kerangka Acuan Mutlak pada Persamaan Transformasi Lorentz Berdasarkan Relativitas DSSU dan Kontribusinya pada Mata Kuliah Fisika Zat Padat dalam Pokok Bahasan Dislokasi Iftita Selviana, Hamdi Akhsan, dan Taufiq
Parallel Session 3 Room B (Hari Pertama) Interpretasi Anomali Gaya Berat Daerah Panas Bumi “PH” Berdasarkan Analisis Spektrum, Filter, Dan Gradien Gaby Hanna Sigalingging dan Wahyu Srigutomo UJI EFEKTIVITAS PEMBERIAN BUAH MELON JINGGA (CANTALOUPE) TERHADAP KADAR MALONDIALDEHYDE (MDA) DARAH PADA SUPIR ANGKOT PEROKOK DI TERMINAL PARONGPONG Ruthdian Wanitri Sinurat Efek Medan Magnet Induksi terhadap Gelombang Elektromagnetik Sekunder Siti Sachlia Aplikasi Metode Gaya Berat untuk Memperkirakan Prospek Panas Bumi untuk Daerah "DNG" Ayunda Zidafrian, Wahyu Srigutomo
Parallel Session 4 Room B (Hari Pertama) Perhitungan Porositas Untuk Model Sphere Packing Porous Medium Zulfikar Fahmi PENGGUNAAN JERUK NIPIS (CITRUS AURANTIFOLIA) UNTUK MENGATASI KADAR KOLESTEROL TINGGI PADA WANITA USIA DI ATAS 40 TAHUN Rina Oktaria
x
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
PEMODELAN KE DEPAN ANOMALI GRAVITY 2-D Azka Aulia Nadhira dan Wahyu Srigutomo Analisis Ukuran dan Lokasi Port dalam Desain Speaker Cabinet terhadap Respons Frekuensi Suara Keluaran Arthur Hutagalung, Eko Tri Prasetyo, Habibi Abdillah, dan Suprijadi
Room C Parallel Session 1 Room C (Hari Pertama) Predict-Observe-Explain-Write Model: Bagaimana Model Pembelajaran Tersebut Meningkatkan Pemahaman Konsep Dan Motivasi Siswa Terhadap Materi Fisika? DEWI JUITA, DINA RAHMI DARMAN, YUSMANILA, TRISNA KURNIAWAN
Studi Literatur Penggunaan Komik Sebagai Media Pembelajaran Mekanika Kuantum : Pendekatan Sejarah HERFIEN REDIANSYAH Uji Penggunaan Model Pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) untuk Mengatasi Rendahnya Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP Intan Relita Foloria Giawa Macro Visual Basic PowerPoint sebagai Media belajar Virtual Lab AVO Meter Analog Ratna Puspitasari, Siti Nurul Khotimah, Wahyu Hidayat
Parallel Session 2 Room C (Hari Pertama) Penggunaan Metode Mind Mapping (Peta Pikiran) untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP Ratna Cempaka Kombado Model Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Website Pada Konsep Fluida Statis Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI Dede Trie Kurniawan, Ida Hamidah Pengajaran Mata Kuliah Fisika Terapan di Pendidikan Vokasi Universitas Brawijaya Fatahah Dwi Ridhani
xi
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Pengembangan Pembelajaran Fisika Berbasis Sains Teknologi Masyarakat dengan Pendekatan Scientific pada Kurikulum 2013 untuk Meningkatkan Literasi Sains dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa LAILATUL NURAINI
Parallel Session 3 Room C (Hari Pertama) Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SMP dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Victor Pandapotan Butar-butar EKSPLORASI KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN PENGGUNAAN METODE EKSPOSITORI PADA PEMBELAJARAN FISIKA SERTA IMPLIKASINYA PADA PENCAPAIAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA Diki Rukmana, Muhtar Amin POTENSI KEARIFAN LOKAL KHAS SUMATERA SELATAN DALAM PENGEMBANGAN MATERI PEMBELAJARAN SAINS TOPIK GLOBAL WARMING BERDASARKAN KURIKULUM 2013 untuk SISWA SMP Meilinda Studi Penumbuhan Lapisan Penyangga SnO2 diatas Substrat Silikon Mukhlis Achmad Zaelani, Adha Sukma Aji, dan Yudi Darma*
Parallel Session 4 Room C (Hari Pertama) Mengatasi Rendahnya Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Isa Bella IMPLEMENTASI ALAT PERAGA PERISKOP DAN TEROPONG SEDERHANA PADA MATERI ALAT OPTIK DI KELAS XI SMK BHAKTI KENCANA MAJALAYA Diki Rukmana, Muhtar Amin, Lailatul Nuraini, Sheila Fitriana, Widya Yuni.
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP dengan Menggunakan Model connecting, organizing, reflecting, and extending (CORE) Grifin Ryandi Egeten Raspberry Pi sebagai Solusi Murah Pendidikan Pemrograman Dasar Christian Fredy Naa, Sparisoma Viridi
xii
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Room D Parallel Session 1 Room D (Hari Pertama) ANALISA METODE TAHANAN JENIS UNTUK MENENTUKAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA Gilang Ramadhan dan Wahyu Srigutomo Miniaturisasi Curcumin dan Penggunaannya untuk Menurunkan Kadar SGOT pada Tikus Wistar Terinduksi Aloksan Yuki Setiono KOMPARASI AKURASI EKSTRAKSI FISIS KELEMBABAN TANAH DENGAN OPTIS DAN RADAR Wiweka Aktivitas Antimikrobial Nanopartikel Zinc Oxide (ZnO) pada Strain Staphylococcus Aureus Kapas Fernando Pasaribu, Donn Richard Ricky dan Horasdia Saragih
Parallel Session 2 Room D (Hari Pertama) Pengaruh kadar gula dalam larutan terhadap daya serap Super Absorbent Polymer Enggar Alfianto PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADITUS LINN) UNTUK MENURUNKAN KOLESTEROL TOTAL PADA WANITA HIPERKOLESTEROLEMIA Agnes Tjakrapawira Analisis Fraktal Tekstur Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode MinkowskiBouligand Joko Sampurno, Azrul Azwar, Fourier Dzar Eljabbar Latief, Wahyu Srigutomo Studi FTIR pada Penumbuhan Lapisan Tipis Karbon diatas Al2O3/Si(100) Menggunakan DC Unbalance Magnetron Sputtering Rachmat Maulana, Adha Sukma Aji, Yudi Darma
Parallel Session 3 Room D (Hari Pertama) Pemodelan Baterai Nuklir sebagai Catu Daya untuk Jantung Buatan Muhammad Yangki Sulaeman, Dwi Wahyudi, dan Khairul Basar
xiii
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
TERAPI AROMA KAYU MANIS UNTUK MENURUNKAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI Marta Novita*, Sapti Widiarti, dan Nurhayati Siagian Penentuan Kuat Kutub Magnet Batang dengan Metode Simpangan Solenoida Berarus Listrik IRNIN AGUSTINA DWI ASTUTI Aplikasi Metode Ground Penetrating Radar untuk Identifikasi Lapisan Bawah Permukaan. Studi Kasus: Jalan Kampus Institut Teknologi Bandung Pradini Rahalintar dan Wahyu Srigutomo
Parallel Session 4 Room D (Hari Pertama) Visualisasi Distribusi Temperatur pada Model Bendungan Sungai dengan Membandingkan Metode Perata-rataan dan Persamaan Fourier Okky Ferryanto, Irsantyo Mahandrio Hadi, Sparisoma Viridi INHALASI MINYAK ESENSIAL MAWAR (ROSE) UNTUK MENURUNKAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA TEKANAN DARAH TINGGI Melani Tambunan Teori Moneter Gas Ideal dan Akar Masalah Kesenjangan Distribusi Kekayaan Rachmad Resmiyanto Pemodelan Ke Depan Anomali Gaya Berat 2-D dengan Teknik Integrasi Permukaan Poligon Vicky Jasmine dan Wahyu Srigutomo
xiv
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Jadwal Hari Kedua
xv
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Room A Parallel Session 5 Room A (Hari Kedua) Pemodelan Ke-Depan Anomali Gravitasi 2D untuk Densitas yang Bervariasi Secara Polinomial Terhadap Kedalaman Sesri Santurima, Hairil Anwar, Cahyo Aji Hapsoro, dan Wahyu Srigutomo Uji Penggunaan Prebiotik Fructo Oligosacarida untuk Menghasilkan Pertumbuhan Bakteri Probiotik Streptococcus Lactis dan Lacktobacillus Bulgaricus pada Pembuatan Keju Nusri Edo Pengaruh Ketebalan HfO2 dan Orientasi Substrat Terhadap Nilai Transmittansi Elektron pada Kapasitor MOS bermassa Isotropik dengan Menggunakan Pendekatan Fungsi Gelombang Airy Khairiah, Fatimah A. Noor, Mikrajuddin Abdullah, dan Khairurrijal STANDARDISASI TEKNIK SAMPLING UNTUK KLASIFIKASI TERAWASI DATA PENGINDERAAN JAUH RESOLUSI MENENGAH Wiweka Pemodelan Jejak Gelombang untuk Menentukan Lokasi Episenter Arief Rachman Pribadi dan Wahyu Srigutomo
Parallel Session 6 Room A (Hari Kedua) Pengembangan Model dan Simulasi Kehilangan Tekanan Fluida Panas Bumi Menggunakan Bahasa Pemograman Visual Basic Candra Mecca Sufyana dan Abdurrachim Sintesis ZnO Nanopartikel yang Terdispersi Pada Pelarut Organik Annisa Aprilia, Tuti Susilawati, Trisa Apriani dan Lusi Safriani Pemodelan Elektrostatik 2D Menggunakan Metode Elemen Hingga Dengan Elemen Segitiga Linier Camar Remoa dan Wahyu Srigutomo PENGARUH BAKTERI PROBIOTIK PADA KEJU TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PADA MENCIT YANG DI INDUKSI OLEH ALOKSAN Joyto Sri Rejeki Sinurat Pemodelan Aliran Hidrotermal Pada Sistem Panas Bumi Mohammad Faizal Pratomo and Wahyu Srigutomo
xvi
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Room B Parallel Session 5 Room B (Hari Kedua) Pengaruh Variasi Ketinggian Reservoir Dan Susunan Klep Terhadap Efisiensi Pompa Hidram Claudia Mariska Mardikawati Maing, Widya Arisya, Cristi Ascika Sekeon, Enjang Jaenal Mustopa Pembelajaran Fisika berbasis Wolfram Mathematica 8.0 Christian Fredy Naa UJI PENGGUNAAN DAUN SALAM (SYZYGIUM POLYANTHUM) MENURUNKAN KADAR KOLESTEROL PADA LAKI-LAKI USIA PRODUKTIF 50-65 TAHUN Ester Marselina Pangaribuan Pemodelan Distribusi Panas Pada Oven Konvensional Muhammad Rifqi Abidin, Gilang Ramadhan, Novitrian, dan Habibi Abdillah Studi Sifat Optik dari Film Tipis Disperse Red 1 dengan Spektrofluorometer Naily Ulya, I.B.G. Narayana Wijaya, Herman
Parallel Session 6 Room B (Hari Kedua) Pemodelan Ke-Depan Anomali Medan Magnetik 2D Dengan Elemen Segiempat Firman Iqro Bismillah dan Wahyu Srigutomo Pemodelan Aliran Tunak 2-D Untuk Fluida Ideal Dalam Medium Berpori Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga Hairil Anwar, Wahyu Srigutomo UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK BIJI CEMPEDAK(artocarpus champeden) DENGAN METODE DPPH Ellen Sabrina Malau STUDI MENGENAI ENERGI IKAT PADA KLUSTER KARBON DENGAN PERANGKAT LUNAKAMSTERDAM DENSITY FUNCTION Afnar Delivery, Wahyu Srigutomo
xvii
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Room C Parallel Session 5 Room C (Hari Kedua) Pengembangan Metode Quantum Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Tri Sabatina
Kontribusi Fisika Matematika dalam Mengembangkan Kemampuan Pemecahan Masalah Calon Guru Fisika melalui Keterampilan Berpikir Reflektif Ellianawati, Rusdiana D, Sabandar J Pengembangan Media Pembelajaran Gerak Parabola Berbasis Perangkat Lunak Logger Pro Berorientasi Eksperimen Inkuiri Menggunakan Media Roket Air Pradita Adnan Wijaya MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENERAPAN METODE IMPROVE DALAM AKTIVITAS PEMBELAJARAN Lidya Wea Profil Fenomena Induksi Magnet pada Suatu Bahan AULIA ALFA FITHRIYAH, MELDAWATI, SITI FAUZIAH HUSEN, ALAMTA SINGARIMBUN
Parallel Session 6 Room C (Hari Kedua) meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa smp melalui model pembelajaran kooperatif tipe think pair share Yusnita Aruan Pengaruh Penerapan Model Pembelajaraan Kooperatif Tipe Jigsaw II Terhadap Peningkatan Motivasi Belajar dan Hasil Belajar Kognitif Fisika Siswa Niki Dian Permana P, Agus Yoni PW Desain Alat Eksperimen Sederhana untuk Menunjukkan Fenomena Induksi Magnetik Suka Prayanta Pandia, Ahmad Muhammad, Firman, Alamta Singarimbun Penerapan Strategi Reciprocal Teaching Untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMP Dewi Sulistyarini
xviii
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
A Simple Viscometer for High School and First Years Undergraduate Program Students: Theory and Experiment Sparisoma Viridi, Sidik Permana, Wahyu Srigutomo, Angggie Susilawati
Room D Parallel Session 5 Room D (Hari Kedua) Analisis Pulsa Magnet Pc3 dengan Medan Magnet Antar Planet Pada Saat Badai Magnet Tahun 2000 Setyanto Cahyo Pranoto dan Wahyu Srigutomo Rancang Bangun Dan Uji Eksperimental Pengaruh Variasi Tinggi Katup Limbah Dan Jarak Antara Katup Terhadap Efisiensi Pompa Hidram Dzikri Rahmat Romahdon, Marjan Fuadi, Sari Sami Novita, Enjang Jaenal Mustopa Pengaruh Jumlah Lapisan Absorber pada Daya Absorbsi Gelombang Akustik Dianita Nanda Persia, Indra Pratama Adiputro, Acep Purqon UJI EFISIENSI POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI VOLUME TABUNG UDARA Dinar Maftukh Fajar, Hari Anggit Cahyo Wibowo, Latifah Nurul Qomariyatuzzamzami, Enjang Jaenal Mustopa
Parallel Session 6 Room D (Hari Kedua) Generator Nanosecond Pulsed Electric Field (nsPEFs) menggunakan Power MOSFETs dan Rangkaian Voltage Multiplier Muhammad Yangki Sulaeman, Rena Widita Pengaruh Kadar Gula dalam Larutan terhadap Daya Serap Super Absorbent Polymer Enggar Alfianto, Faiz Jazuli Nor, Suprijadi Pengontrolan dan Distribusi Suhu dari Sumber Panas Alfian Yuanata Optimasi Rangkaian Analog Sensor Fluxgate Frekuensi Tinggi Widyaningrum Indrasari, Mitra Djamal, Ramli Metode Sparse Matriks untuk Pemodelan Magnetotellurik (MT) Rudy Prihantoro, Edi Pramono Sukarman, Doddy Sutarno, dan Nurhasan
xix
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Daftar Isi Susunan Kepanitiaan
iii
Foto Kegiatan
iv
Kata Pengantar
v
Jadwal Seminar
vi
Daftar Isi
xx
Pemanfaatan Energi Panasbumi (Geotehermal Energy) Sebagai Salah Satu Sumber Energi Alternatif di Indonesia Alamta Singarimbun (Pembicara Utama)
P1
Demi Penyadaran tentang Sains dan Cara Ilmiah: Mengajarkan Teori Relativitas Khusus secara Sederhana, Grafis, dan Menunjukkan Proses dan Batas Cara Ilmiah Aloysius Rusli (Pembicara Utama)
P7
Basic Structure of the US Education System A. Stevie Bergman (Pembicara Utama)
P14
Studi Mengenai Energi Ikat Pada Kluster Karbon dengan Perangkat Lunak Amsterdam Density Function Afnar Delivery, Wahyu Srigutomo, Freddy Haryanto
1
Pemanfaatan Kacang Hijau (Phaseolus Raditus Linn) Untuk Menurunkan Kolesterol Total Pada Wanita Hiperkolesterolemia Agnes Tjakrapawira, Palupi Triwahyuni, dan Florida Hondo
7
Pengontrolan dan DistribusiSuhu dari Pemanas Alfian Y. dan Hendro
13
Sintesis ZnO Nanopartikel yang Dapat Terdispersi Pada Pelarut Organik Annisa Aprilia, Trisa Apriani, Tuti Susilawati, dan Lusi Safriani
18
Desain Alat Praktikum Untuk Mengamati Fenomena GGL Induksi Magnetik Pada Kumparan Aulia Alfa Fithriyah, Meldawati, Siti Fauziah Husen, dan Alamta Singarimbun
25
Aplikasi Metode Gaya Berat dalam Memperkirakan Lokasi Panas Bumi Daerah “DNG” Ayunda Zidafrian dan Wahyu Srigutomo
32
xx
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Perbandingan Penentuan Porositas Sebuah Balok Yang Berisi Bola-Bola Kecil dengan Metode Matematis Geometri Balok dan Bola, Metode Watering, dan Metode Mikroct Bambang Achdiat, Deden Anugrah Hendriyana, Rimella Diaz, dan Fourier Dzar Eljabbar Latief
39
Pengembangan Model dan Simulasi Kehilangan Tekanan Pada Pipa Alir Fluida Panas Bumi Menggunakan Bahasa Pemograman Visual Basic Candra Mecca Sufyana, dan Abdurrachim
46
Pembelajaran Fisika Berbasis Wolfram Mathematica 8.0 Christian Fredy Naa dan Agus Suroso
54
Raspberry Pi sebagai Solusi Murah untuk Pendidikan Pemrograman Dasar dan Dasar-Dasar Kontrol Christian Fredy Naa dan Sparisoma Viridi
61
Pengaruh Variasi Ketinggian Reservoir Terhadap Efisiensi Pompa Hidram Claudia Mariska M, Cristi Ascika S, Widya Arisya P, dan Enjang Jaenal Mustopa
67
Model Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Website Interaktif pada Konsep Fluida Statis untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI Dede Trie Kurniawan dan Ida Hamidah
74
Karakterisasi Pola Berjalan dengan Principle Component Analiysis (PCA) Dedi Nurcipto, Achmad Arifin, dan Djoko Purwanto
82
Predict- Observe- Explain- Write Model: Bagaimana Model Pembelajaran Tersebut Meningkatkan Pemahaman Konsep Dan Motivasi Siswa Terhadap Materi Fisika? Dewi Juita, Dina Rahmi Darman, Trisna Kurniawan, dan Yusmanila
89
Pengaruh Geometri terhadap Distribusi Panas pada Wajan Donny Dwiputra, Dian Ahmad Hapidin, dan Sparisoma Viridi
94
Eksplorasi Keunggulan dan Kelemahan Penggunaan Metode Ekspositori pada Pembelajaran Fisika serta Implikasinya pada Pencapaian Kemampuan Kognitif dan Keterampilan Proses Sains Siswa Diki Rukmana
101
Implementasi Alat Peraga Periskop dan Teropong Sederhana di SMK Bhakti Kencana Majalaya Muhtar Amin, Diki Rukmana, Sheila Fitriana, Lailatul Nuraini, dan Widya Yuni
108
Uji Efisiensi Pompa Hidram dengan Variasi Volume Tabung Udara Dinar M. F., Hari Anggit C. W., Latifah N. Q., Enjang J.M.
115
xxi
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Pengaruh Variasi Tinggi Katup Limbah dan Jarak Antar Katup Terhadap Efisiensi Pompa Hidram Dzikri Rahmat R, Marjan Fuadi, Sari Sami N, dan Enjang Jaenal Mustopa
121
Kontribusi Pembelajaran Fisika Matematika dalam Mengembangkan Kemampuan Pemecahan Masalah Calon Guru Fisika Melalui Keterampilan Berpikir Reflektif Ellianawati, Rusdiana D., dan Sabandar J
130
Uji Penggunaan Daun Salam (Syzygium Polyanthum) Untuk Menurunkan Kadar Kolesterol Pada Laki-Laki Usia 45-65 Tahun Ester Marselina Pangaribuan, Untung Sudharmono, dan Gilny Aileen Joan Rantung
137
Pengaruh Kadar Gula dalam Larutan terhadap Daya Serap Super Absorbent Polymer Enggar Alfianto, Faiz Jazuli Nor, dan Suprijadi
144
Interpretasi Anomali Gaya Berat Daerah Panas Bumi “PH” Berdasarkan Analisis Spektrum, Filter, dan Gradien Gaby Hanna Sigalingging dan Wahyu Srigutomo
150
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP dengan Menggunakan Model connecting, organizing, reflecting, and extending (CORE) Grifin Ryandi Egeten, Louise M. Saija, dan Sonya F. Tauran
158
Pengaruh Waktu Penumbuhan Lapisan Tipis Karbon di atas Lapisan SnO2/Si Menggunakan DC Unbalanced Magnetron Sputtering Heldi Alfiadi, Muchlis Achmad Zaelani dan Yudi Darma
164
Pengaruh Penambahan Nanopartikel Silika terhadap Kuat Tekan Komposit Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit Ida Sriyanti, Leni Marlina, Iftita Selviana
170
Penggunaan Model Pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP Intan Relita Foloria Giawa, Kartini Hutagaol, dan Horasdia Saragih
175
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Isa Bella, Louise Saija, dan Horasdia Saragih
181
Analisis Fraktal Tekstur Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Minkowski-Bouligand Joko Sampurno, Azrul Azwar, Fourier Dzar Eljabbar Latief, dan Wahyu Srigutomo
187
xxii
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Simulasi Penentuan Material Heatsink Sebagai Pendingin Graphic Processing Unit (GPU) dengan Menggunakan Comsol Juan Prahamma Hartjamt, Renadi Permana Kusumawiangga, dan Suprijadi Haryono
193
Aktivitas Antimikrobial Nanopartikel Zinc Oxide (ZnO) pada Strain Staphylococcus Aureus Kapas Fernando Pasaribu, Donn Richard Ricky dan Horasdia Saragih
201
Pengaruh Ketebalan HfO2 dan Orientasi Substrat Terhadap Nilai Transmittansi Elektron pada Kapasitor MOS bermassa Isotropik dengan Menggunakan Pendekatan Fungsi Gelombang Airy Khairiah, Fatimah A. Noor, Mikrajuddin Abdullah, dan Khairurrijal
207
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP melalui Penerapan Metode IMPROVE Lidya Wea, Louise M. Saija, dan Kartini Hutagaol
215
Menurunkan Tekanan Darah Penderita Hipertensi dengan Menggunakan Aroma Kayu Manis (Cinnamon) Marta Novita Oktarina, Sapti Widiarti dan Nurhayati Siagian
222
Potensi Kearifan Lokal Khas Sumatera Selatan Dalam Pengembangan Materi Pembelajaran Sains Topik “Global Warming” Berdasarkan Kurikulum 2013 Untuk Siswa SMP (Sekolah Menengah Pertama) Meilinda, Khoiron Nazip, dan Ermayanti
228
Inhalasi Minyak Esensial Mawar (Rose) Untuk Menurunkan Tekanan Darah Pada Penderitaan Tekanan Darah Tinggi Melani Tambunan*, Sapti Widiarti dan Palupi Triwahyuni
235
Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II Terhadap Peningkatan Motivasi Belajar dan Hasil Belajar Kognitif Fisika Siswa Niki Dian Permana P, Agus Yoni PW, Yennita, dan Zuhdi Ma’aruf
241
Simulasi Carbon Nanotube (10,0) dengan atom Pengganti Galium, Arsenik dan Nitrogen dengan Menggunakan Perangkat Lunak PHASE. Nurul Ikhsan, Ely Aprilia, Acep Purqon, dan Suprijadi
248
Pengembangan Media Pembelajaran Gerak Parabola Berbasis Perangkat Lunak Loggerpro Berorientasi Eksperimen Inkuiri Menggunakan Roket Air Pradita Adnan Wijaya dan Muchlas
255
Teori Moneter Gas Ideal dan Akar Masalah Kesenjangan Distribusi Kekayaan Rachmad Resmiyanto
263
xxiii
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Sebaran Resistivitas daerah Sesar Sumatera Berdasarkan Hasil Pemodelan 1D Metode Magntotellurik Rahman Nurhakim, Doddy Sutarno, Rudi Prihantoro, Nurhasan, dan Nazli Ismail
269
Macro Visual Basic PowerPoint sebagai Media Belajar Virtual Lab AVO Meter Analog Ratna Puspitasari, Siti Nurul Khotimah, dan Wahyu Hidayat
276
Penggunaan Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) Untuk Mengatasi Kadar Kolesterol Tinggi Pada Wanita Usia Di Atas 40 Tahun Rina Oktaria, Untung Sudharmono, dan Nilawati Soputri
283
Identifikasi Variabel berdasarkan Skema: Tinjauan Terhadap Hukum Kedua Termodinamika Risti Suryantari
288
Metode Sparse Matriks untuk Pemodelan Magnetotellurik (MT) Rudy Prihantoro, Edi Pramono, Doddy Sutarno, dan Nurhasan
295
Analisis Pulsa Magnet Pc3 dengan Medan Magnet Antar Planet Pada Saat Badai Magnet Tahun 2000 Setyanto Cahyo Pranoto dan Wahyu Srigutomo
301
Efek Medan Magnet Induksi terhadap Gelombang Elektromagnetik Sekunder Siti Sachlia, Annisa Siska Pandini, Mohamad Amin, dan Alamta Singarimbun
308
A Simple Viscometer for High School and First Years Undergraduate Program Students: Theory and Experiment Sparisoma Viridi, Sidik Permana, Wahyu Srigutomo, Anggie Susilawati, and Acep Purqon
315
Analisis Ketidakteraturan Plasma Ionosfer pada Saat Aktivitas Matahari Tinggi diatas Indonesia Sri Ekawati dan Wahyu Srigutomo
322
Alat Eksperimen Sederhana untuk Menunjukkan Fenomena Induksi Magnetik Suka Prayanta Pandia, Ahmad Muhammad, Firman, dan Alamta Singarimbun
329
Porositas untuk Model Sphere Packing Porous Medium Susunan 9-4-9 Nurhidayah Muharayu, Trise Nurul Ain, Zannuraini, dan Fourier Dzar Eljabbar Latief
335
Penggunaan Nanas (Ananas comosus Linnaeus merri) Untuk Mengatasi Tingginya Kadar Kolesterol Darah Pada Pria Dewasa Produktif Vuie Vuie Lewa, Untung Sudharmono, dan Nilawati Soputri
343
xxiv
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Optimasi Rangkaian Pengolah Sinyal Analog Sensor Fluxgate Frekuensi Tinggi Widyaningrum Indrasari, Mitra Djamal, Wahyu Srigutomo, dan Ramli
350
Penggunaan Putih Telur Untuk Menurunkan Tekanan Darah Pada Pria Penderita Hipertensi Grade Satu Yosina Lete, Nilawati Soputri, dan Gilny Aileen Joan Rantung
358
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Yusnita Aruan, Louise M. Saija, dan Kartini Hutagaol
363
Perhitungan Porositas Untuk Model Sphere Packing Porous Medium Berbentuk Kubus Sederhana Zulfikar Fahmi, Nilam Sari, Wilda Febi Rahmadhani, dan Fourier Dzar Eljabbar Latief
370
Analisa spektroskopi Raman pada film tipis karbon diatas lapisan γ-Al2O3 Angga Virdian, Rachmat Maulana, Adha Sukma Aji, dan Yudi Darma
377
xxv
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Pemanfaatan Energi Panasbumi (Geotehermal Energy) Sebagai Salah Satu Sumber Energi Alternatif di Indonesia Alamta Singarimbun Abstrak
Energi merupakan kebutuhan dasar manusia. Selama ini, salah satu sumber energi yang telah banyak digunakan adalah energi hidrokarbon (minyak bumi dan gas alam). Kebutuhan bahan bakar untuk transportasi, industri, komersial, rumah tangga dan lainnya dari tahun diperkirakan naik secara signifikan. Diperkirakan pada tahun 2025, kebutuhan energi diperkirakan setara dengan 5.000 juta SBM. Tenaga listrik saat ini banyak mengandalkan energi solar (PLTD) sebagai sumber energinya. Dalam pemakaian energi hidrokarbon tersebuti, pemerintah masih memberikan subsidi yang cukup besar kepada rakyat. Konsumsi listrik di Indonesia secara rata-rata di atas 350 kWh/kapita. Meski angka ini masih tergolong rendah dibandingkan dengan konsumsi rata-rata dunia, namun angka ini menunjukkan besanya pasokan energi yang harus tersedia. Untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut, maka energi panasbumi merupakan salah satu sumber energi alternatif. Kata-kata kunci: energi, hidrokarbvon, format manuscript, PLTD, panasbumi, energi alternatif
Pendahuluan Manusia tidak mungkin hidup tanpa energi, karena itu energi merupakan kebutuhan dasar. Salah satu sumber energi yang telah banyak selama ini adalah energi hidrokarbon (minyak bumi dan gas alam) untuk kebutuhan bahan bakar, transportasi, industri, rumah tangga dan lain-lain. Kebutuhan energi semakin lama semakin meningkat, namun di sisi lain cadangan energi konnvensional terbatas. Isu cadangan hidrokarbon yang semakin lama semakin menipis dan harga yang cenderung meningkat menjadi kendala besar dalam pengembangan industri dan investasi. Sehubungan dengan itu perlu dipikirkan elternatif untuk memanfaatkan dan mengembangkan energi lain sebagai energi alternatif untuk mensubstitusi pamakaian energi fosil hidrokarbon. Masalah lain yang berkaitan adalah dampak sisa pembakaran bahan bakar hidrokarbon yang dianggap sebagai salah satu pemicu isu pemanasan global yang dapat mengancam kehidupan manusia serta makhluk lain di muka bumi. Inilah masalah yang harus dihadapi segera. Pola hidup yang bergantung kepada hidrokarbon sdmestin ya dapat diubah. Pemenuhan ketergantungan manusia terhadap energi fosil tidak dapat dipertahankan untuk jangka panjang. Perlu diupayakan sumber energi lain sebagai sumber energi alternatif terutama untuk energi listrik sebagai salah satu kebutuhan utama manusia. Perlu digalang usaha bersama dalam mencari sumber energi alternatif.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P1
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Beberapa Bentuk Energi Alternatif Berbagai sumber energi alternatif selain hidrokarbon telah diteliti dan dikembangkan. Bentuk sumber energi sedang dikaji oleh para pakar dalam bidang tersebut misalnya adalah energi biodiesel dari biji karet (Rachimoellah, 2008), energi dari palm (Joelianingsih, 2008), gasifikasi biomassa dan pemanfaatan gas buang (Sirodz, 2008), tenaga angin (Gorlov, 1995), tenaga air, energi nuklir, tenaga matahari, dan lain-lain. Pemanfaatan energi alternatif untuk keperluan rumah tangga (memasak) juga sedang diteliti dan dikembangkan (Irzaman, 2008). Perlu diperhatikan persyaratan agar sumber energi alternatif layak dimanfaatkan yakni energi tersebut terbarukan (renewable), ramah lingkungan dan ketersediannya memadai. Sesungguhnya Indonesia sangat beruntung karena memiliki banyak sumber energi dalam beberapa bentuk, misalnya energi panasbumi yang tersembunyi di bawah permukaan bumi. (Singarimbun, 2008). Peran Teknologi Dalam Menemukan dan Mengembangkan Energi Alternatif Unsur penting dalam menemukan dan memanfaatkan sumber energi alternatif adalah ilmu pengetahuan dan teknologi. Berbasiskan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki, diharapkan penggunaan energi alternatif dapat lebih optimal. Faktor yang juga amat penting dalam hal ini tentunya adalah dampaknya terhadap lingkungan hidup. Pilihan atas ilmu dan teknologi harus tepat dan tidak menimbulkan dampak yang justru dapat merugikan. Jangan sampai pemanfaatan energi alternatif malah membawa masalah baru dan malapetaka terhadap kehidupan di bumi, khususnya kehidupan manusia. Sumber-sumber energi yang dikembangkan perlu diuji kelayakannya dari beberapa segi. Dalam hal ini salah satu sumber energi yang layak karena memenuhi persyaratan adalah energi panasbumi. Energi panasbumi bersifat terbarukan (renewable). Energi ini tidak menimbulkan polusi dan ramah terhadap lingkungan. Energi tersebut tersedia di alam. Untuk memanfaatkan energi panasbumi, dibutuhkan berbagai ilmu (multidisiplin); mulai dari pencarian sumbernya (eksplorasi) maupun pemanfatannya (ekploitasi). Ilmu dan teknologi diperlukan untuk mengolah energi dalam bentuk panas dari bumi menjadi energi yang dapat dipakai sesuai kebutuhan serta aspek pendistribusian dan ekonominya. Dalam pemanfaatan energi panasbumi, pada tahap awal dibutuhkan teknik eksplorasi dengan beberapa metoda geofisika. Dalam hal ini diterapkan kaedahkaedah Fisika ke dalam bumi. Tujuannya adalah untuk mengetahui lokasi serta dimensi reservoir panas dan fluida (air) dalam reservoir (medium berpori) di bawah permukaan bumi. Titik lokasi dan dimensi sebagai dasar perkiraan cadangan reservoir panasbumi perlu diketahui terlebih dahulu dengan tepat dan benar. Dengan metoda geofisika, dapat diukur parameter fisis di bawah permukaan bumi, misalnya nilai konduktifitas. Nilai parameter fisis bumi ini kemudian diinterpretasi maknanya. Hasilnya dapat mengindikasikan adanya reservoir fluida (air), dimana fluida merupakan media pengambil sumber panas yang ada di bawah permukaan bumi. Parameter fisis bumi sebagai fungsi kedalaman dapat dipetakan membentuk struktur perlapisan bumi berdasarkan konduktifitasnya. Output atau hasil dari tahap ini berupa distribusi konduktifitas serta dari hasil penelitian lainnya secara menyeluruh dapat dijadikan dasar untuk merekomendasikan penempatan titik bor dalam tahap berikutnya (eksploitasi).
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P2
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Meskipun belum diketahu berapa tepatnya, namun menurut dugaan, Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sumber panasbumi terbesar di dunia. Belum ada angka yang jelas secara kuantitatif untuk menyatakannya, karena hal ini tergantung kepada penelitian yang harus dilakukan dan juga bergantung kepada level kecanggihan teknologi yang dipakai untuk memperkirakannya. Hasil dari setiap eksplorasi geofisika dapat diintegrasikan menjadi kumpulan data tentang sumber energi panasbumi. Karena itu langkah konkrit eksplorasi Geofisika disarankan untuk direalisasikan secara maksimal. Tekniologi pengolahan data yang akurat menjadi andalan dalam menginterpretasi data pengukuran yang outputnya dapat dipergunakan untuk menginventarisasi data reservoir panasbumi. Beberapa metoda Geofisika Eksploarsi untuk target reservoir panasbumi adalah metoda Controlled Source Audio Magnetotelluric (CSAMT), metoda Magnetik, metoda Gravitasi dan metoda Self Potential. Dalam pengolahan datanya dibutuhkan teknik modelling dan teknik inversi. Data lapangan berupa peta yang didukung oleh teknologi penentuan posisi (GPS). Teknik simulasi untuk memperkirakan sebaran temperatur, tekanan dan entalpi dikembangkan dengan dipandu oleh gradien geotermal (perubahan temperatur terhadap kedalaman) pada titik bor yang akan dapat digunakan untuk mengetahui distribusi temperatur tekanan dan entalpi dalam reservoir. Pengetahuan akan besaran fisis ini dapat menolong untuk mempertimbangkan layak tidaknya reservoir panasbumi dieksploitasi. Sifat-sifat serta asal-usul dan sifat kimia fluida dapat diketahui dengan teknik isotop dan analisa kimia. Analisa isotop Helium, yaitu rasio kandungan gas 4He dan 3He yang dibawa oleh air bawah tanah dapat menginformasikan adanya interaksi air bawah tanah dengan batuan. Rasio tersebut digunakan untuk mengidentifikasi area yang potensi energi panasbuminya tinggi. Potensi dan Pemanfaatan Energi Panasbumi di Indonesia Energi panasbumi diekstrak dari energi panas intrusi magma di bawah permukaan bumi. Di bawah permukaan bumi, air dalam akuifer dipanasi oleh magma yang dapat mencapai temperatur sekitar 150o - 200o C (Singarimbun, 1997). Karena berada dalam tekanan tinggi, maka air tersebut dapat berupa wujud cair. Air yang panas bertekanan tinggi inilah yang dipergunakan sebagai pembawa energi ke permukaan bumi yang siap dimanfaatkan. Untuk mengkonversi energi panas menjadi energi listrik, diperlukan sistem pembangkit listrik (Power Plants). Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas, kurang lebih 2 juta km persegi, terdiri dari sekitar 17.490 pulau-pulau. Secara geologis dan geografis, Indonesia sangat beruntung karena banyak memiliki daerah vulkanik. Secara geologi, kepulauan Indonesia dikenal sebagai “rings of fire”, karena adanya gugusan gunung api yang membentang melingkari kepulauannya. Indonesia diketahui memiliki 129 gunung api aktif dan ratusan lagi tidak aktif. Daerah vulkanik ini merupakan daerah yang sangat potensial menyimpan energi panasbumi. Sumber-sumber panasbumi tersebar hampir di seluruh pulau, terutama di daerah jalur pegunungan sirkum pasifik atau jalur vulkanisme, misalnya pulau Jawa yang secara geologis merupakan daerah vulkanik. Ada beberapa negara yang telah berhasil memakai energi panasbumi sebagai sumber energi, khususnya untuk pembangkit listrik. Indonesia juga sudah memanfaatkannya meskipun masih dalam orde yang sangat kecil dibandingkan dengan jumlah yang tersedia. Pemakaiannya masih terbatas pada sumber-sumber yang dikategorikan ideal atau high-grade
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P3
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
hydrothermal system. Secara umum sumber panasbumi seperti ini memiliki karakteristik seperti kedalaman reservoir yang relatif dangkal (kurang dari 2.500 meter), memiliki kandungan uap dengan enthalpi relatif tinggi serta memiliki permeabilitas yang memenuhi syarat. Energi panasbumi diekstrak dari energi panas yang dimiliki oleh intrusi magma di bawah permukaan bumi dimana air merupakan wadah pembawanya ke atas permukaan bumi. Di bawah permukaan bumi, air dalam akuifer dipanasi oleh magma yang dapat mencapai temperatur sekitar 150o hingga 200o C (Singarimbun, 1997). Indonesia diperkirakan memiliki potensi energi panasbumi terbesar di dunia (27.000 MW = 40 % dari cadangan panasbumi dunia). Perusahaan yang mengelola energi di Indonesia belum memanfaatkan energi panasbuminya dengan signifikan, baru sekitar 3 % dari keseluruhan yang diperkirakan (Eddie Widiono, Kompas, 12 Oktober 2005). Sebagian daerah sumber panasbumi dimanfaatkan hanya untuk tempat parawisata karena daerah panasbumi umumnya di daerah pegunungan dan berhawa sejuk. Hanya sedikit saja yang dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik, misalnya di Jawa barat (Wayang Windu Drajad, Patuha, Kamojang), Dieng, dan lainlain. Saat ini baru terpakai 807 MW. Di Jawa Barat misalnya, energi panasbumi diperkirakan sekitar 1.500 MW. Ke depan, energi panasbumi perlu mendapat perhatian serius untuk dikembangkan sebagai jawaban atas tantangan kebutuhan dunia akan energi, khususnya Indonesia. Belum dimanfaatkannya energi ini secara optimal adalah karena energi ini tersembunyi berada di bawah kerak bumi. Bila energi panasbumi ini telah termanfaatkan dengan optimal, maka diharapkan kebutuhan akan energi pembangkit listrik di Indonesia dapat terpenuhi, bahkan mungkin saja Indonesia dapat mengekspor tenaga listrik ke luar neger untuk menambah devisa negara Teknologi Pemanfaatan Energi Panasbumi Dalam tahap awal dibutuhkan teknik ekplorasi dengan beberapa metoda Geofisika. Dalam hal ini diterapkan kaedah-kaedah Fisika ke dalam bumi untuk mengukur nilai beberapa parameter fisis di bawah permukaan bumi, terutama konduktifitas. Parameter tersebut dipetakan sebagai fungsi kedalaman dan diperoleh gambaran struktur perlapisan bumi berdasarkan nilai konduktifitas (1-D, 2-D dan 3-D). Interpertasinya dapat digunakan untuk mengetahui lokasi reservoir panasbumi dan fluida (air) dalam daerah medium berpori di bawah permukaan bumi. Juga untuk memperkirakan dimensi sebagai dasar perkiraan kuantitas cadangan reservoir panasbumi. Output atau hasil dari tahap ini dikorelasikan dengan hasil penelitian lainnya secara menyeluruh. Hasil akhir dijadikan dasar untuk merekomendasikan daerah prospek dan penempatan titik bor dalam tahap berikutnya (eksploitasi). Beberapa metoda Geofisika Eksploarsi untuk target reservoir panasbumi, anatara lain adalah: - Metoda Controlled Source Audio Magnetotelluric (CSAMT) - Metoda Magnetik - Metoda Gravitasi - Metoda Self Potential - Geolistrik Teknik pengolahan data yang akurat menjadi andalan dalam menginterpretasi data. Pekerjaan pengolahan data Geofisika sebagian besar didukung oleh teknik pemrograman. Outputnya dapat dipergunakan untuk menginventarisasi data reservoir
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P4
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
panasbumi diintegrasikan menjadi kumpulan data sumber energi panasbumi. Dipandu oleh gradien geotermal dapat diperkirakan sebaran/distribusi temperatur. Tekanan dan entalpi. Pengetahuan akan besaran fisis ini dapat menolong untuk mempertimbangkan layak tidaknya reservoir panasbumi untuk dieksploitasi. Sifat-sifat serta asal-usul fluida dapat diketahui dengan teknik isotop. Analisa isotop Helium, yaitu rasio kandungan gas 4He dan 3He yang dibawa oleh air bawah tanah dapat menginformasikan adanya interaksi air bawah tanah dengan batuan. Rasio tersebut digunakan untuk mengidentifikasi area yang potensi energi panasbuminya tinggi. Tantangan dan Kesempatan Masalah energi tidak lagi sekedar di depan mata, tetapi sudah ada dan terjadi saat ini. Pertambahan manusia semakin lama semakin cepat maka kebutuhan akan energi cenderung akan semakin tinggi pula. Energi yang dibutuhkan manusia harus terpenuhi namun ketersidiaan energi yang dipakai selama ini tidak bertumbuh dan sangat terbatas, berkurang dari waktu ke waktu. Karena itu sudah sangat mendesak untuk segera dikembangakan sumber energi alternatif. Dalam memanfaatkan energi alternatif diperlukan ilmu dan teknologi yang tidak sekedar mutakhir saja, tetapi tidak kalah pentingnya adalah kearifan dalam pemakaiannya. Indonesia sangat beruntung karena kaya akan sumber energi, baik sumber energi dari tumbuhan karena tanahnya subur di daerah tropis, energi matahari kerena berada di daerah katulistiwa dan khususnya potensi panasbumi karena berada di daerah vulkanik. Indonesia memiliki energi panasbumi sangat melimpah tetapi masih tersembunyi untuk diungkapkan dan dimanfaatkan bagi kesejahteraan umat manusia. Oleh karena itu perlu segera diambil tindakan tepat untuk memanfaatkannya. Perlu menggalang usaha bersama untuk mengaplikasikan potensi energi yang besar ini. Pihak-pihak yang terkait seperti Perguruan Tinggi, Lembaga-lembaga Penelitian serta Lembaga Pemerintah yang berwenang harus bekerja sama dan bergerak cepat untuk melakukan tindakan nyata. Khususnya untuk para ahli yang terkait dalam bidang ini agar lebih menekuninya dan didukung sepenuhnya dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan serta potensi yang dimiliki. Kebijakan (regulasi) perlu diperhatikan dengan lebih baik dan arif dengan memperhatikan segala aspek karena pemanfaatan energi ini menyangkut hajat hidup orang banyak, bukan untuk sekelompok kecil saja. Pusat Penelitian Terpadu energi alternatif yang menangani ilmu, teknologi dan informasi panasbumi dirasakan perlu diberdayakan. Instiutut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas lainnya sebagai Lembaga Pendidikan Tinggi memiliki peluang dan kesempatan yang besar untuk ikut ambil bagian memberikan kontribusi dalam pemanfaatan dan pengembangan energi alternatif di Indonesia, terutama dalam Eksplorasi dan Eksploitasi. Apa yang Harus Dilakukan ? Harus diupayakan pencarian, pemanfaatan dan pengelolaan energi alternatif baik dalam skala daerah dan nasional bahkan dalam lingkup Internasional. Harus terjangkau sumber energi oleh semua pihak dan kaum. Di samping itu perlu terus-menerus disosialisasikan dan dikampanyekan agar masyarakat menyadari betapa perlunya hidup dengan hemat energi serta mengurangi ketergantungan kepada energi hidrokarbon
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P5
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Masyarakat perlu diingatkan agar dapat mengubah gaya hidup yang boros terhadap energi Dengan penghematan diperhitungkan dapat menghemat energi setara 2.900 juta SBM per tahun. Dengan demikian, krisis energi yang menjadi isu penting saat ini dapat diantisipasi dan diatasi.
Kesimpulan Kebutuhan akan energi cenderung semakin tinggi. Indonesia sangat beruntung karena kaya akan potensi panasbumi yang masih banyak tersembunyi untuk diungkapkan dan dimanfaatkan serta dikembangkan bagi kesejahteraan umat manusia, khususnya bangsa Indonesia. Langkah yang perlu dilakukan adalah menggalang usaha bersama untuk mengaplikasikan potensi energi panasbumi di Indonesia di masa depan. Para ahli yang terkait dalam bidang panasbumi perlu mendapat dukungan agar mereka dapat lebih fokus menekuninya dalam riset dan aplikasi potensi panasbumi. Lembaga Pemerintah yang terkait dengan pemanfaatan panasbumi dan Lembaga Penelitian serta pihak Universitas dapat bekerjasama untuk pengembangan dan aplikasi potensi panasbumi di Indonesia. Daftar Pustaka [1] Singarimbun, A., Pemanfaatan Energi Panasbumi Sebagai Salah Satu Sumber Energi Alternatif di Indonesia, Workshop on Renewable Energy Technology Applications to Support E 3i Village, Jakarta, 2008. [2] Singarimbun, A., Ehara, S., and Fujimitsu, Y., (1994). Estimation of magmatic water disappearance from a magma chamber, 1994 Annual Meeting of the Geothermal Research Society of Japan, Tsukuba, Japan, Nov. 1994. [3] Singarimbun, A., Ehara, S. and Fujimitsu, Y., (1995). A Model of Magmatic Hydrothermal System and Its Application to Kuju Volcano, 1995 Annual Meeting of the Geothermal Research Society of Japan, Akita, Japan, Oct. 1995.
Alamta Singarimbun Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem Kompleks Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung e-mail:
[email protected]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P6
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Demi Penyadaran tentang Sains dan Cara Ilmiah: Mengajarkan Teori Relativitas Khusus secara Sederhana, Grafis, dan Menunjukkan Proses dan Batas Cara Ilmiah Aloysius Rusli Abstrak Penyadaran tentang makna dan peran sains, beserta penyadaran tentang cara ilmiah yang ikut menjadi pembuka jalan menuju pemahaman jagad raya ini, perlu mewarnai pembelajaran fisika bagi kebanyakan mahasiswa. Sebagai salah satu contoh penerapannya dilaporkan satu cara grafis untuk menyadari makna dan cara kerja Teori Relativitas Khusus. Ilham dan cara ini diperoleh dari salah satu dari enam buku Thomas A Moore berjudul ’Six Ideas that Shaped Physics’, yang dijabarkan lebih lanjut. Diagram x-t dan p-E digunakan untuk menunjukkan berbagai hal: keberlakuan konstannya laju cahaya dalam vakum bagi setiap pengamat, peran persamaan metrik untuk menunjukkan saling-terkaitnya posisi dan saat suatu peristiwa bagi berbagai pengamatnya yang saling bergerak, perbedaan skala jarak dan waktu berbagai pengamat itu, kontraksi jarak dan dilasi waktu pada diagram x-t, penggunaan konsep momentum untuk menunjukkan keterkaitan momentum dengan energi dan massa, dan penggunaan prinsip kekekalan momentum-4 untuk membahas peristiwa tumbukan elastik dan non-elastik antara dua partikel relativistik. Melalui cara yang dibuat grafis dan sederhana ini, juga dapat ditampilkan bagaimana cara ilmiah digunakan, yaitu dari pengamatan ke refleksi dan hipotesis ke pengujian untuk memeriksa konsistensi. Hal ini lalu juga dapat dikaitkan dengan peluasan wawasan dan kawasan penerapan cara ilmiah dalam jagad raya ini. Kata-kata kunci: penyadaran ilmu dan ilmiah, Teori Relativitas Khusus, cara grafis
Pendahuluan Penyadaran telah menjadi fokus perhatian penulis sejak beberapa tahun terakhir ini [1]. Penyadaran ini adalah tentang makna dan peran sains, dan penyadaran tentang cara ilmiah yang ikut menjadi pembuka jalan menuju pemahaman jagad raya ini. Dengan makin membanjirnya informasi yang tersedia di World Wide Web, yang juga menimbulkan makin cepat beralihnya perhatian generasi muda dari topik ke topik (shortening span of attention), penyadaran menjadi makin penting bagi penulis dalam membelajarkan fisika. Kalau mahasiswa dapat dibuat sadar akan apa yang sedang diperhatikannya, maka upaya memahaminya lebih mudah dapat tumbuh, dan dengan tumbuhnya pemahaman, semoga dapat tumbuh pulalah motivasi untuk lebih mendalaminya agar dapat digunakan memecahkan beberapa masalah. Setelah beberapa tahun memanfaatkan sebagian seri buku Thomas A Moore [2] yang terdapat di Perpustakaan Fisika ITB (juga ada di Perpustakaan Unpar), atas pemberitahuan oleh profesor Satria Bijaksana, tampaknya cara grafis bagi pembelajaran Teori Relativitas Khusus bermanfaat untuk menyadarkan mahasiswa
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P7
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
akan dasar-dasar Teori itu. Maka diajukanlah makalah ini untuk berbagi tentang perkembangan itu. Kerangka makalah ini tersusun sebagai berikut: Mula-mula diajukan transformasi Galileo-Newton sebagai titik tolak. Untuk pedagoginya, dipilih gerak 1 dimensi saja. Berdasarkan suatu prinsip korespondensi, ini lalu dikembangkan menjadi transformasi Lorentz. Maknanya adalah sebagai pengaitan koordinat posisi dan saat terjadinya suatu peristiwa (‘event’) atau benda menurut dua pengamat yang saling bergerak. Dari transformasi Lorentz, langsung dapat diperoleh ‘persamaan metrik’
t 2 − x 2 = t ′ 2 − x′ 2
(1)
dan dari situ dapat dibahas sifat-sifat diagram posisi-waktu bagi berbagai pengamat yang saling bergerak. Transformasi Lorentz telah ditulis dengan memilih c sebagai satuan bagi kecepatan. Istilah fisikanya: menggunakan satuan natural/alamiah. Pilihan yang juga digunakan oleh Moore ini (disebutnya ‘satuan relativitas’, ‘SR’) cukup strategis, karena memperjelas keterkaitan konsep posisi dan waktu, karena ditulis dengan satuan yang sama. Misalnya nanodetik sebagai jarak, adalah 0,3 meter dalam satuan S.I. (Sistem Internasional). Selain itu, lintasan-dunia sinar cahaya menjadi terstandarkan berkemiringan 45o terhadap sumbu x dan sumbu t. Hal ini membantu intuisi dalam menganalisis Teori ini. Berbedanya skala jarak dan waktu bagi pengamat yang berbeda geraknya lalu dapat ditampilkan dengan meninjau pengamat O ′ yang menggunakan sebuah pengukur jarak (‘batang meter’) dan pengukur waktu (‘jam’) yang diam terhadap dirinya. Dari persamaan metrik (1) diperoleh bahwa posisi skala 1, 2, 3, … bagi jarak atau waktu, bagi berbagai pengamat yang bergerak terhadap pengamat O , membentuk kurva-kurva hiperbola. Dampak konsep ‘mengukur jarak’ dan ‘mengukur waktu’ lalu adalah kontraksi jarak dan dilasi waktu. Setelah meninjau beberapa dampak kinematis tadi, lalu dikembangkan dinamika gerak melalui peluasan konsep momentum, bertitik tolak dari transformasi Lorentz. Diperolehlah analog persamaan metrik berbentuk
E ′2 − p′2 = E ′2 − p′2
(2)
bagi energi total E benda yang bermomentum p dalam arah x , dengan
E = γm dan p = γmv = Ev
(3)
γ =1
(4)
dengan
(1 − v 2 ) .
Kalau kemudian ditinjau diagram p − E , akan dapat disimpulkan bahwa seperti pada diagram x − t , skala bagi massa m akan berupa hiperbola pula. Kalau kemudian ditinjau contoh soal berupa dua benda dengan massa dan kecepatan tertentu, akan dapat diperoleh berbagai hasil, tergantung dari kecepatan salah satu benda setelah tumbukan. Berbagai hasil itu menggambarkan situasi elastik sampai ke non-elastik,
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P8
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
dan akan tampak kesetaraan energi dengan massa, karena kesetaraan energi kinetik dan massa dengan jelas akan terlihat. Akhirnya dapat digarisbawahi pola cara ilmiah dan suatu pola yang dapat diinterpretasikan pada ilmu, yaitu bahwa sepertinya dari bentuk-bentuk yang terlihat dan terukur, dapat dikembangkan konsep-konsep ‘abstrak’ yang efektif untuk menggapai pemahaman yang lebih mendalam, yang ternyata tetap konsisten dengan perilaku alam yang nyata. Wawasan ini dapat pula dikaitkan dengan adanya keterbatasan cara ilmiah, karena adanya konsep-konsep yang tak terukur seperti kebaikan, keramahan, religiositas, dsb. Diagram posisi vs waktu Pembahasan sebaiknya dimulai dengan transformasi Galileo-Newton, yang menghu-bungkan koordinat x dan t menurut pengamat O bagi suatu peristiwa P , dengan koordinat x′ dan t ′ bagi P menurut pengamat O′ yang sedang bergerak lurus beraturan terhadap O dengan kecepatan v > 0 ke arah sumbu x > 0 yang searah dengan sumbu x′ . Dengan asumsi bahwa pada saat titik asal koordinat O dan O′ tepat berimpit, t dan t ′ dipilih = 0, dapat disimpulkan bahwa kedua koordinat P itu berkaitan sbb:
x = x′ + vt dan t = t ′
(5)
atau tentu juga dapat ditulis
x′ = x − vt
dan
t′ = t .
(6)
Berdasarkan persamaan (5), transformasi Lorentz lalu dapat ditulis
x = γ ( x′ + vt ′)
dan t = γ (t ′ + vx′) .
(7)
Lihat Gambar x − t di bawah ini. Sumbu t (garis ODL) dan sumbu x (garis OFGCB) bagi pengamat O digambarkan saling tegak lurus. Karena O′ bergerak dengan laju v ke kanan, lintasan-dunianya OK, berkemiringan 1 / v . Di sini dipilih v = 0,6 (satuan natural, SR). Lintasan-dunia ini tentu menjadi sumbu t ′ bagi O′ . Dari simetrinya terhadap lintasan-dunia cahaya yang merambat ke kanan dari O , sumbu x′ (OA) bagi pengamat O′ akan berkemiringan v terhadap sumbu x . Skala sumbu t , x, t ′, x′ dipilih sama-sama nanodetik. Dengan demikian lintasan-dunia cahaya menjadi bersudut ±45o terhadap sumbu t dan x . Akibat persamaan metrik (1), skala t ′ = 1 ns bagi berbagai pengamat O′ yang berkecepatan macam-macam terhadap O , akan terletak pada hiperbola t = x + 1 . Jadi misalnya skala t ′ = 1 merupakan titik potong hiperbola itu dengan sumbu t ′ (disebut K dalam Gambar). Secara serupa, titik A pada Gambar itu menunjukkan skala 1 pada sumbu x′ . Maka simetri waktu dan posisi tampak dengan jelas di Gambar itu. 2
2
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P9
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Maka peristiwa dilatasi waktu dapat tampak dari peristiwa O dan K. O′ akan mengamatinya sebagai berjarak-waktu 1 nanodetik di lokasi x′ = 0, tetapi O mengamati jarak-waktu itu sebesar OL, yang jelas > 1 ns. Peristiwa kontraksi jarak tampak pada peristiwa O dan A, yang panjangnya 1 ns menurut O′ , yang mengukurnya pada saat t ′ = 0. Demikian pula O akan mengukurnya pada t yang harus sama (sesuai dengan konsep ’mengukur suatu jarak’), misalnya pada t = 0 , yaitu jarak OC yang juga jelas < 1 ns. Dapat dicatat bahwa pengukuran tersebut berbeda dengan ”saat melihat” peristiwa pengukuran itu. O akan melihat ujung kiri pada saat t = 0 , tetapi ujung kanan saat t = 0 baru akan dilihatnya pada t = t D yang ≠ 0. Berbeda pula hasilnya, jika pengukuran posisi kedua ujung panjang itu mau ”dilihat sama-sama pada t = 0 ”: Posisi H akan berjarak OG bagi O = 0,5 ns, lebih pendek lagi daripada OC. Jadi definisi ”pengukuran” perlu dirinci agar jelas. Diagram momentum vs energi Jika kemudian ditinjau interaksi antara dua peristiwa atau benda, misalnya kalau dua benda yang semula bergerak bebas lalu bertumbukan dan kemudian bergerak bebas lagi, diagram energi vs momentum dapat menjadi sarana visual yang berguna. Pada diagram ini, satuan momentum p dan energi E juga didasarkan pada satuan natural tersebut di atas, sehingga satuan momentum dan energi sama-sama kilogram. Dari transformasi Lorentz (persamaan 7) dapat diperoleh bentuk
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P10
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
p = γ ( p′ + vE ′) dan E = γ ( E ′ + vp′) ,
(8)
dengan p dan E bermakna seperti tertulis pada persamaan (3), yang langsung menunjukkan hubungan p = vE dan persamaan (2). Dengan kemudian meninjau
O′ yang diam terhadap benda yang ditinjau, akan diperoleh hiperbola
E 2 − p 2 = m2 .
(9)
Sebagai perluasan konsep momentum biasa, lalu diperkenalkan konsep ’momentum-4’ (p-4) yang berkomponen vektor momentum biasa, dengan komponen keempat berupa energi total benda. Besarnya p-4 ini adalah m , yang merupakan suatu konstanta khas benda. Dari hasil klasik tentang kekalnya momentum dan energi, dapatlah lalu dihipotesiskan bahwa p-4 total juga konstan. Hiperbola
E 2 − p 2 = 1 yang digambarkan pada Gambar di atas, menunjukkan besarnya p-4 atau massa m = 1 menurut berbagai pengamat O′ yang bergerak terhadap O dengan p . laju v = E Makna energi E sebagai komponen ke 4 (waktu) dari p-4 diperoleh dari persamaan (9) ini, jika ditulis sebagai
E = (m 2 + p 2 ) yang untuk limit klasik
menghasilkan E = m + p 2m . Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa energi kinetik klasik dan massa, yang jumlahnya adalah komponen keempat p-4, memang samasama bermakna energi. Sebagai contoh konkret dapat ditinjau dua benda, masing-masing bermassa m 2
= 1 kg dan berlaju v =
5 9 ≈ 0,75 (sehingga γ = 1,5 ). Arah kecepatannya
berlawanan sehingga keduanya dapat bertumbukan lalu misalnya menggabung dan diam terhadap pengamat. Jadi secara klasik tumbukan ini bersifat inelastik sempurna. Secara relativitas, pada Gambar di atas tampak momentum dan energi awal kedua benda ini, beserta p-4 resultantenya. Karena simetrinya, p-4 total ini bermomentum nol
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P11
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
sehingga energi total dan massa totalnya sama-sama 3 kg. Tampak bahwa secara klasik, terjadi ’pertambahan’ massa 1 kg. Akan tetapi kalau ditinjau besarnya energi kinetik yang semula ada, yaitu masing-masing benda sebesar 0,5 kg, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya massa total dan p-4 sistem dua benda ini konstan saja dan kesetaraan hakekat energi dan massa tergarisbawahi. Hasil dan diskusi Dari uraian di atas, kiranya tampak betapa secara grafis dapat ditampilkan kesetaraan waktu dan ruang, dan kesetaraan energi dan massa. Konstannya bentuk persamaan (1) dan (2) mengkuantitatifkan hal ini. Di samping uraian tersebut, kemudian juga dapat digarisbawahi suatu pola cara ilmiah dan pola ilmu yang tersirat. Pola cara ilmiah tampak dari siklus pengamatan ke pemikiran-refleksi logis ke penyimpulan suatu hipotesis, yang kemudian diuji kesesuaiannya dengan hasil pengukuran. Misalnya tampak betapa hasil pengukuran oleh Coulomb, Ampere, dsb dapat melandasi karya Gauss dan Maxwell yang menyimpulkan bentuk persamaan yang simetris, dan menghasilkan konsekuensi bahwa laju rambat cahaya dalam vakum hanya terkait pada sifat listrik-magnet keadaan vakum. Hasil terakhir ini kemudian diambil oleh Einstein sebagai hipotesis awal, yang lalu menuntun ke kesetaraan ruang-waktu, dan energi-massa. Semua ini akhirnya diwasiti oleh kesesuaian ramalan kuantitatif pengukuran dengan realita. Pola ilmu yang juga tampak tersirat adalah, bahwa melalui pengukuran realita, dapat dikembangkan konsep dan kesimpulan logis yang sepertinya bertahap, dari yang sederhana sampai yang canggih, seolah ada upaya penuntunan dan pendidikan oleh Sang Penciptanya. Sudah tentu juga perlu digarisbawahi sikap yang adil, yaitu pengakuan bahwa hipotesis ’Sang Pencipta’ memang hipotesis yang sulit atau tampaknya tak mungkin dibuktikan dengan pengukuran apa pun. Hal ini lalu membuka pintu untuk menyadari keterbatasan kawasan ilmu, akibat pembatasannya pada yang dapat diukur dan diuji. Daripada lalu bertindak tidak adil dengan mengatakan bahwa ’Sang Pencipta pasti ada’, atau sebaliknya, lebih tepat untuk menyadarkan diri bahwa menurut latar belakang masing-masing manusia, keyakinan atau hipotesis tentang asal muasal jagad ini hanya dapat menjadi pilihan masing-masing pribadi, karena membuktikannya dengan pengukuran tampaknya tidak mungkin. Semoga dengan menyadari wawasan lebih luas dari ilmu, dan terbatasnya kawasan ilmu, sikap sebagai manusia yang lebih utuh dapat ikut diupayakan. Kesimpulan Telah diuraikan dasar-dasar Teori Relativitas Khusus melalui dua buah diagram, dengan hasil yang tampaknya memahamkan kepada mahasiswa bahwa Teori Einstein ini dapat dinalarkan dan didiagramkan. Di samping itu, penyadaran beberapa konsep Teori Relativitas Khusus ini dapat digunakan untuk menyadari adanya pola dalam cara ilmiah dan pola dalam ilmu, yang dapat diinterpretasikan sebagai mengindikasikan adanya pengaturan oleh Sang Pencipta jagad. Dengan demikian mahasiswa dapat diharapkan menjadi lebih sadar tentang kaitan kawasan ilmu dan kawasan non-ilmu, dan keutuhannya sebagai seorang manusia.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P12
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Katolik Parahyangan, atas dukungan fasilitas dan finansial bagi sebagian studi ini, dan kepada para mahasiswa Pendidikan Fisika Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, atas partisipasinya menggali efektivitas cara grafis yang dilaporkan dalam makalah ini. Referensi [1] A. Rusli, “A format for the basic physics lecture – aiming at science awareness: some study results”, Proceedings of the 3rd International Conference on Mathematics and the Natural Sciences (ICMNS 2010), 579-586 [2] Thomas A Moore, “Six Ideas that Shaped Physics, 2nd edition”, Pearson, 2003
Aloysius Rusli Jurusan Fisika Fakultas Teknologi Informasi dan Sains Universitas Katolik Parahyangan Bandung
[email protected],
[email protected]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P13
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Basic Structure of the US Education System A. Stevie Bergman Abstract This talk set out to describe the basic set up of the US educational system up through secondary school. I am not an expert in the field, so my powerpoint was primarily based on my personal experience and some research.
Basic Structure: A typical American child will begin schooling around age 4 with pre-school and kindergarden. These years are primarily unstructured with a lot of play time. Teachers tend to try to build up basic communication skills. The first year of formal education required by law occurs around 6 years old with first grade, and the first year of primary education (also called elementary school). Elementary school is grades 1 through 5. During this time the student generally has one primary teacher who covers topics generally. The students stay in one class throughout their entire school day. Middle school is grades 6th through 8th. The school day is split in to periods, but generally there is a long period (often called “home room”) where students have a teacher, meant to be their primary adviser. During middle school, subjects become more specialized and the students move around the school to different classrooms throughout the day. Class sizes are approximately 20 to 35 students. Classes begin at approximately 8am and end around 4pm. Often, students participate in schoolsponsored sports. High school is grades 9th through 12th. The day is often split in to approximately six or seven periods, and classes are specialized (example: Calculus AB or European history). If a student is preparing for university, and they have the required prerequisites, they can take Advanced Placement (AP) classes, if they are offered at their school. AP courses are meant to be college-level and have a nation-wide exam at the end of the year. If the student achieves a certain score, their AP class can often be counted for college credit. Schooling Options: There are many options and variations for schooling in the US. The most general are public, private, charter, or home school. Public school is primarily funded by the US federal and state governments through income tax. If attending public school, one is required to go to the school in their zone closest to their house. Public schooling is the most common option in the US. (Note that in public schools, civic and religious education is very strictly limited and must follow very exacting restrictions based on laws.) Private schools vary in their government funding, but are primarily funded through student tuition. As you can gather from that, it is often very expensive to attend private school, however in some (but not all) areas of the US, it is the best option.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P14
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Private schools generally have much more leeway in what they can teach their students due to the fact that they do not accept much, if any, government funding. Charter schools are a new phenomenon in the US and are relatively controversial. Charter schools are subsidized by the government, but not completely. They have the name “charter” because the school will form from a specific written charter to have a certain type of education. Often, charter schools follow a specific educational philosophy, like Montessori or Waldorf. If a family wants to provide their own education for their child, called home schooling, then they must register that they are doing so through the government. I know that there are restrictions, however I am not completely sure what they are. Influences: There are myriad influences on the education system in the US. It is a controversial and hotly-contested topic that is full of politics. Some, of the many, things that affect the education system are: the Parent-Teacher Association, the teachers' union, textbook companies, income taxes and zoning, and many others.
A. Stevie Bergman Theoretical High Energy Physics and Instrumentation Research Division Institut Teknologi Bandung
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. P15
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Studi Mengenai Energi Ikat Pada Kluster Karbon dengan Perangkat Lunak Amsterdam Density Function Afnar Delivery1, Wahyu Srigutomo1, Freddy Haryanto2 Abstrak Atom karbon merupakan salah satu jenis atom yang umum ditemukan sebagai unsur pembentuk materi. Kumpulan atom karbon dapat membentuk berbagai macam materi (alotrop), seperti kristal, grafit, dan grafena. Seluruh penyusun materi ketiga material di atas adalah atom karbon, namun terdapat perbedaan dari jumlah, posisi, dan ikatan karbon dari ketiga jenis materi tersebut. Pada makalah ini akan membahas mengenai perhitungan energi ikat pada kluster grafena yang terfragmentasi dengan menggunakan perangkat lunak Amsterdam Density Function (ADF). Perangkat lunak ADF menggunakan metode Density Functional Theory (DFT) untuk memperoleh energi ikat dari atom-atom karbon yang menyusun kluster grafena. Parameter yang akan dianalisa dari hasil perhitungan adalah kaitan antara jumlah kluster pada grafena dengan energi ikatnya, aturan pertambahan kluster serta parameter-parameter yang terdapat pada perangkat lunak ADF yang mempengaruhi perhitungan. Hasil penelitian menunjukan energi ikat pada kluster karbon semakin besar nilainya apabila kluster karbon bertambah sesuai dengan aturan tertentu. Kata-kata kunci : Atom karbon, alotrop, energi ikat, perangkat lunak ADF. Pendahuluan Dewasa ini penelitian mengenai grafena (layer satu dimensi dari grafit)[1], telah menghasilkan beberapa penemuan penting. Hasil dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa grafena merupakan inovasi dalam bidang material elektronik[1-3]. Grafena ternyata memiliki sifat-sifat yang sangat menunjang penggunaannya sebagai bahan material elektronik, seperti mobilitas elektronnya yang tinggi, sifat konduktivitasnya yang tinggi, dan kuatnya ikatan antar atomnya, sehingga menjadikan material ini sulit untuk dihancurkan[1-4]. Grafena sendiri sudah diaplikasikan penggunaannya pada peralatan-peralatan elektronik, seperti pada Li-ion baterai, karena beberapa keunggulannya tersebut[1-4]. Dalam makalah ini akan dicoba untuk meneliti mengenai karakterikstik energi ikat dari kluster karbon grafena yang terfragmentasi dengan menggunakan bantuan perangkat lunak ADF[5]. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara jumlah kluster karbon dengan energi ikat dari sistem tersebut, apakah pertambahan energi ikat sesuai dengan bertambahnya kluster karbon, atau pertambahan energi ikat bergantung pada pola tertentu dari pertmbahan kluster karbon itu sendiri. Teori Pada perangkat lunak ADF, menggunakan pendekatan DFT untuk menentuka nilai energi ikat dari suatu sistem. DFT merupakan suatu metode pendekatan yang digunakan untuk memecahkan masalah sistem banyak partikel dari persamaan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 1
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Schrodinger (Schrodinger equation for many-body problems)[6]. Persamaan Schrodinger digunakan untuk mengetahui sifat elektronik dari suatu materi. Untuk menemukan solusi dari persamaan Schrodinger sistem banyak partikel dibutuhkan solusi eksak dari persamaan kuantum, namun hal ini belum dapat tercapai, karena terdapat permasalahan pada perhitungan energi potensial yang cukup rumit untuk dipecahkan secara analitik pada hamiltonian persamaan ini. N M 1N ZA N N 1 Hˆelec i2 Te VNe Vee 2 i1 i1 A1 riA i1 ji rij
(1)
Salah satu solusi untuk memecahkan persamaan Hamiltonian ini adalah DFT[6]. Hohenberg dan Kohn menunjukan bahwa energi dasar dari suatu sistem M-elektron (banyak elektron), hanya berupa fungsi kerapatan dari elektron tersebut, namun hal tersebut hanya akan terjadi apabila kerapatan elektron tersebut benar-benar fungsi kerapatan elektron dari energi dasar tersebut[6,7]. Persamaan energi dasar dan persamaan energi berdasarkan kerapatan elektron ditampilkan pada persamaan (2), dan persamaan (3).
E 0 min E
(2)
E i E n r
(3)
N
Berdasarkan persamaan (2) dan (3), terbentuklah persamaan Kohn-Sham untuk menemukan solusi Hamiltonian sekaligus memperoleh energi dasar dari sistem banyak partikel. Persamaan Kohn-Sham tersebut ditampilkan pada persamaan (4).
1 2 Veff (r ) i (r ) i i (r ) 2
(4)
Dengan penguraian dari Veff, berupa persamaan (5) di bawah ini :
Ene[n] Eee[n] EXC[n] Veff (r ) n( r ) n ( r ) n( r ) V ext ( r ) V ee ( r ) V XC ( r )
(5)
Persamaan (5) memiliki kendala pada Vxc, yaitu energi potensial korelasipertukaran (exchange-correlation potential), Vxc sendiri didefinisikan sebagai suatu energi yang memuat semua interaksi-interaksi partikel yang terjadi[6,7]. Salah satu solusi untuk memecahkan masalah ini adalah metode Local Density Approximation (LDA)[6]. LDA adalah suatu metode pendekatan yang mengasumsikan rapat-jenis semua elektron bernilai sama[6]. Persamaan dari pendekatan LDA untuk memecahkan persoalan Vxc dijabarkan pada persamaan (6). EXC[n] [ XC(n(r))n(r)] XC(n(r)) (6) VXC[n] XC(n(r)) n(r) n(r) n(r) n(r)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 2
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Selain dengan metode pendekatan LDA, salah satu metode yang umum digunakan adalah Generalized Gradient Approximation (GGA). Perbedaan utama metode GGA dengan LDA adalah pada metode GGA rapat-jenis dari semua elektron tidak dianggap homogen, namun gradien pada rapat-jenis elektron dianggap pada koordinat yang sama.
Metodologi Penelitian
Gambar 1. Diagram alir pengerjaan penelitian. Hasil Penelitian Tabel 1. Energi ikat dari beberapa pendekatan yang terdapat pada ADF.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 3
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Dari hasil perhitungan menggunakan perangkat lunak ADF, hasil perhitungan energi ikat molekul C6H12 yang paling mendekati teori (-1686 kcal/mol), terdapat pada metode pendekatan GGA:BLYP, yaitu -2637,77 kcal/mol pada kondisi frozen core none, dan -2624,59 kcal/mol pada frozen core small, medium, dan large. Persentase error sebesar 56% pada hasil frozen core none, sedangkan pada frozen core small, medium, dan large persentase error sebesar 55%. Dari hasil perbandingan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa perangkat kesalahannya, parameter penelitian pada perangkat lunak ini harus diperhatikan agar hasil perhitungan tidak terlalu besar penyimpangan nilainya dari nilai teori. Hasil dari penelitian kedua, mengenai energi ikat kluster karbon yang bertambah secara horizontal dengan tiga metode pendekatan LDA, GGA:BLYP, dan Hartree-Fock ditampilkan pada gambar 2 dan 3.
Gambar 2. Perbandingan energi ikat pada frozen core none.
Gambar 3. Perbandingan energi ikat pada frozen core small,medium, dan large.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 4
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Hasil dari penelitian ketiga, mengenai perhitungan energi ikat dari kluster karbon yang bertambah sesuai dengan referensi[2] ditampilkan pada gambar 4 dan 5.
Gambar 4. Perbandingan energi ikat pada frozen core none
Gambar 5. Perbandingan energi ikat pada frozen core small, medium, dan large. Kesimpulan Pada penambahan kluster menyamping, dengan parameter frozen core none, dapat disimpulkan semakin banyak jumlah kluster maka energi ikat akan semakin besar, namun pada parameter frozen core small, medium, dan large, kecenderungan energi ikat belum dapat diketahui dengan pasti. Pada penambahan kluster yang mengikuti referensi, dengan parameter frozen core none, small, medium, ataupun large, dapat disimpulkan bahwa pada kondisi ini semakin banyak jumlah kluster, maka energi ikat akan semakin besar. Dari hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa penambahan kluster karbon memiliki aturan tertentu, penambahan kluster karbon tidak dapat dilakukan tanpa memenuhi aturan ini, karena akan memberikan nilai energi ikat yang tidak dapat dipastikan kecenderungannya.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 5
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Referensi [1] http://www.graphene.manchester.ac.uk/. [2] Kheirabadi and Shafiekhani, “Storages States of Li ions Graphene Cluster for
Enhanced Li-ion battery”, Journal of physics Alzahra University (2009). [3] Widodo, Eko, Studi Mengenai Graphene, Jurnal ITB (2010). [4] Ramadesigan, dll, "Modeling and Simulation of Lithium-ion Batteries from a
System Engineering Perspective", Journal of The Electrochemical Society (2011). [5] www.scm.com. [6] Kohn, Walter, "Electronic Structure of Matter-Wave Functions and Density
Functionals", Department of Physics, University of California, USA (1999). [7] Juan
Carlos Cuevas, "Introduction to Density presentation", Karlsruhe University, German.
Functional
Theory-slide
Afnar Delivery Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem Kompleks, Institut Teknologi Bandung e-mail:
[email protected] Wahyu Srigutomo Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem Kompleks, Institut Teknologi Bandung
[email protected] Freddy Haryanto Kelompok Keilmuan Nuklir dan Biofisika, Institut Teknologi Bandung e-mail:
[email protected]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 6
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Pemanfaatan Kacang Hijau (Phaseolus Raditus Linn) Untuk Menurunkan Kolesterol Total Pada Wanita Hiperkolesterolemia Agnes Tjakrapawira*, Palupi Triwahyuni, dan Florida Hondo Abstrak Penyakit kardiovaskular mencapai tingkat tertinggi dalam kasus kematian. Kolesterol tinggi merupakan salah satu faktor terjangkitnya penyakit kardiovaskular yang berujung pada kematian. Oleh karena itu kasus kardiovaskular harus diatasi dengan menurunkan kadar kolesterol total, salah satunya ialah dengan mengkonsumsi makanan berserat tinggi. Kacang hijau diuji coba untuk menurunkan kolesterol pada wanita hiperkolesterolemia. Kacang hijau rebus mengandung 7.6 gram serat pangan larut. Serat pangan larut dalam kacang hijau ialah pektin yang dapat membentuk gel untuk mengikat asam empedu dari kolesterol. Dalam kacang hijau terkandung juga asam amino lisin tinggi yaitu 8.24 gram yang dapat menurunkan kolesterol total dalam darah. Data yang diperoleh dari penelitian terhadap (n=15) wanita hipekolesterolemia yang mengkonsumsi kacang hijau dengan rentang waktu 2 minggu, akan diuji menggunakan statistic t-test dengan tingkat significant = 0.05. Berdasarkan penelitian ini kacang hijau dapat digunakan untuk menurunkan nilai total kolesterol dalam darah. Kata-kata kunci: Kacang Hijau, Kolesterol Total, Hiperkolesterolemia Pendahuluan Hiperkolesterolemia ialah salah satu penyebab penyakit kardiovaskular yang merupakan penyebab mobiditas dan mortalitas tinggi pada dekade terkahir ini [1]. Gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok dapat mengakibatkan ganguan metabolisme seperti hipertensi, diabetes dan hiperkolesterolemia. Statistik menunjukan secara global kematian yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskular yang ditimbulkan oleh gaya hidup yang tidak sehat mencapai 4-5 juta jiwa pertahunnya. Apabila masalah ini tidak teratasi, penyakit kardiovaskular tetap akan menjadi penyakit pembunuh nomer satu pada tahun 2020 [2]. Namun hal ini dapat teratasi dengan cara menurunkan jumlah kolesterol dalam darah karena akan mengurangi resiko terjangkitnya penyakit kardiovascular [3]. The National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III merekomendasikan pencegahan penyakit kardiovascular ialah dengan memiliki berat badan ideal, secara rutin melakukan kegiatan fisik seperti olahraga, membatasi asupan kolesterol dan mengkonsumsi makanan berserat tinggi [4]. Faktor pencetus penyakit kardiovaskular seperti hipertensi, kolesterol tinggi (hiperkolesterolemia), diabetes, obesitas dan dislipidemia 60% dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi. Diet serat tinggi mempunyai banyak pengaruhnya terhadap kesahatan karena dapat berpengaruh terhadap menurunnya risiko penyakit seperti jantung koroner, stoke, hipertensi, diabetes, dan obesitas. Mencegah dan menurunkan kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, dan gangguan pencernaan [5]. Kacang hijau (phaseolus radiatus linn) sangat memungkinkan untuk menurunkan kolesterol pada penderita hiperkolesterolemia Karena tingginya serat larut
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 7
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
yang terkandung dalam kacang hijau. Kacang hijau juga lebih mudah dicerna dalam tubuh dibandingkan dengan kacang-kacangan lainya [6]. Kacang hijau merupakan sumber pektin yang merupakan serat larut air yang yang dapat menurunkan kolesterol dalam darah [1]. Serat yang mempunyai kemampuan untuk melekat, mampu mengurangi kolesterol total sebanyak 3-7% pada manusia dengan cara membentuk gel yang mengikat kolesterol [7]. Selain serat, protein yang dipecah menjadi asam amino lisin dapat menurunkan kolesterol. Protein diperlukan tubuh untuk metabolisme. Asam amino essensial seperti lisin tidak diproduksi dalam tubuh sehingga harus didapati dari sumber lain. Asam amino lisin dalam kacang hijau dapat menurunkan sintesis molekul pada very low desnsity lipoprotein (VLDL) karena jumlah lisin yang lebih dari pada arginine yang digunakan untuk mensintesis VLDL. Kacang hijau merupakan sumber asam amino lisin tinggi sebesar 5.85-8.24 gm/100gm protein [8]. Mengkonsumsi lisin dalam jumlah yang tinggi dapat meningkatkan L-carnitine yang disintesis oleh lisin. L-Carnitine merupakan produk akhir dari metabolism sebagai perantara pembentukan lemak menjadi energi di mitrokondria. L-Carnitine bersama dengan asam pantothenic (Vit B5) menjadi aktif sehingga memaksimalkan pemecahan asam lemak dan mencegah sintesa kolesterol [9]. Berdasarkan uraian di atas, kacang hijau mempunyai potensi untuk menurunkan kolesterol dalam darah. Kandungan serat dalam kacang hijau yang dipadu dengan komposisi gizi lainya seperti magnesium, vitamin dapat menurunkan kolesterol [5]. Kacang hijau sangat menguntungkan karena pengolahnnya yang sederhana dan bahannya yang murah dan mudah ditemukan. Kacang hijau juga merupakan menu yang sering dikonsumsi masyarakat. Penggunaan kacang hijau untuk menurunkan kolesterol dengan mengkonsumsi dalam bentuk makanan maupun minuman berpengaruh terhadap penyerapan kolesterol dalam usus halus. Hal ini sangat menguntunkan bagi penderita hiperkolsterolemia. Teori Kacang hijau (phaseolus radiatus linn) adalah salah satu jenis tanaman yang mudah ditanam oleh petani kecil. Umumnya kacang hijau dapat tumbuh dalam bulan apapun dalam setiap tahun. Namun musim panas merupakan waktu yang tepat untuk menanam kacang hijau karena kandungan nitrogen dalam tanah menjadi lebih menguntungkan untuk pertumbuhan kacang hijau. Pertumbuhan kacang hijau termasuk singkat karena hanya mencapai 55-77 hari. Kacang hijau tumbuh subur pada 6 juta hektar diseluruh dunia. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kacang hijau yang besar. Terdapat beberapa jenis kacang hijau diseluruh dunia. Namun Indonesia umunya lebih menyukai kacang hijau jenis phaseolus radiatus linn yang mempunyai tekstur hijau dan mengkilat [6]. Dalam 100 gram kacang hijau terdapat 62,12% karbohidrat [10], 1-1,5% lemak, 3.5-4.5% serat serta terkandung beberapa vitamin yang diperkaya oleh beberapa mineral [6]. Protein tinggi sejumlah 25-30% terdapat dalam kacang hijau [11]. Kacang hijau telah diteliti kandungan gizinya dan mempunyai banyak keuntungan seperti, meningkatkan status gizi, memenuhi kekurangan zat besi, dan menurunkan angka mal-nutrisi pada anak dan wanita diseluruh dunia. Keuntungan dari kacang hijau selain merupakan sumber protein, kacang hijau juga merupakan bahan pokok yang termasuk murah harganya. Kacang hijau diolah seperti dalam berbagai macam seperti direbus, diolah menjadi bubur, bahkan pengolahan dijadikan tepung dan bahan pembuatan mie instant [6].
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 8
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Kolesterol adalah precursor pada hormon steroid seperti hormone progesterone, estrogen, testosterone, glucocorticoids, dan mineralocorticoids. Hormon steroid merupakan hormon vital dalam tubuh. Kolesterol selain digunakan untuk mensintesis vitamin D, kolesterol juga diperlukan untuk mensintesis bile acid atau disebut asam empedu yang digunakan untuk mencerna lemak dan minyak [12]. Kolesterol bisa didapatkan dari tubuh maupun dari makanan yang dikonsumsi. Hati meregulasi biosintesis kolesterol. Metabolisme kolesterol terjadi pada tingkat sel [13]. Enzim 3-hydroxy-3-metyl glutary Co-Enzyme A (HMG CoA) disitesis dalam hati untuk membentuk kolesterol [14]. Homeostatis kolesterol melibatkan pergerakan dari kolesterol antara jaringan peripheral dan hati. Penyerapan yang disertain dengan ekskresi kolesterol melalui feses terjadi usus halus [12]. Hiperkolesterolemia merupakan keadaan dimana tingginya kadar kolesterol total dalam darah [15]. Di kota Anderson California Selatan, Amerika, dilakukan penelitian pada dekade 1980-2006 oleh He terhadap 158,000 wanita yang menderita Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 dengan kecenderungan tinggi untuk menderita penyakit jantung seperti hiperkolesterolmia. Responden pada penelitian ini menjalankan diet serat pangan tinggi berupa whole-grain, cereal fiber, bran, dan wheat grem. Hasil penelitian tersebut menyatakan prevalensi komplikasi penyakit jantung kronis dan kematian menurun hingga 29% [16]. Metode penelitian Sampel Sampel dipilih dengan teknik purposive sampling yaitu sampel ditentukan sesuai dengan tujuan penelitian. Jumlah anggota sampel pada penelitian ini berjumlah 15 orang wanita. Seluruh sampel merupakan wanita rumah tangga yang berumur 3050 tahun yang memiliki nilai kolesterol total kategori sedang (>200 mg/dL). Sampel yang diggunakan tidak sedang dalam pengobatan penurun kolesterol. Disain eksperimen Kacang hijau yang digunakan untuk eksperimen berasal dari pasar Lembang Jawa Barat. Kacang hijau ditimbang menggunakan neraca, lalu kemudian direndam semalaman untuk keeseokan harinya direbus selama 20 menit. Kacang hijau rebusan didiamkan pada suhu ruangan lalu kemudian diblender dan ditimbang. Penelitian dilaksanakan selama 14 hari. Setiap sampel setiap harinya menerima 300 ml minuman kacang hijau. Mode pengumpulan sampel Data dikumpulkan menggunakan instrument kolesterol meter dengan merek easy touch. Sebelum pengambilan data, seluruh sampel terlebih dahulu dipuasakan selama 8-12 jam untuk menghindari faktor ekstronous. Faktor ekstronous merupakan faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh peneliti seperti reaksi tubuh saat memproses makanan. Faktor yang memungkinkan terjadi jika sampel tidak puasa ialah meningkatnya kolesterol untuk proses pembentukan garam empedu. Hal tersebut tergantung pada jenis makanan yang dikonsumsi
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 9
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Analisis statistik Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis agar dapat dipergunakan untuk menjelaskan data secara keseluruhan. Langkah awal tersebut ialah dengan mengolah penyebaran data secara statistik lalu kemudian dianalisis berdasarakan data yang didapatkan. Kemudian dari analisis tersebut dapat diperoleh kesimpulan. Tabel 1. Uji normalitas data. GROUP Kol_SEBELUM Kol_SESUDAH
Kolmogorov-Smirnova Statistic Df 0.120 15 0.109 15
Sig. 0.200 0.200
Pada tabel 2 Keseluruhan data diananlisis untuk melihat perbedaan pretest dan posttest. Kemudian data diolah untuk mendapatkan hasil perbedaan rata-rata kolesterol total sebelum dan sesudah perlakuan (Tabel 2). Tabel 2. Deskripsi Statistik Nilai Kolesterol Total Sebelum dan Sesudah Pemberian Kacang hijau. DATA Mean Median Std.Error of Mean Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness Minimum Maximum
Kolesterol Sebelum 219.20 217.00 2.900 11.233 126.171 0.338 0.580 203 239
Kolesterol Sesudah 210.73 208.00 3.957 15.327 234.924 -0.115 0.580 184 236
Hasil dan diskusi Hasil data seluruh sampel wanita dijabarkan pada tabel 2 (n=15). Terdapat 33% wanita yang berumur 30-39 tahun, 40% wanita berumur 40-49 tahun dan 27% wanita dengan umur 50-59 tahun. Langkah pertama sebelum menggunakan uji-t data Pretest dan posttest diuji kenormalitasan data dengan menggunakan perhitungan statistik pada SPSS (Tabel 1). Data tidak terdistribusi normal jika Ho ditolak. Ho berbunyi data terdistribusi normal jika sig > dari α. Didapati bahwa kedua data pretest dan posttest terdistribusi normal, karena pengujian normalitas data dari pretest dan postest didapati data kedua sig bernilai 0.200 = 0.05). 0.200>0.05 maka langkah selanjutnya dapat menggunakan uji-t. Dari data tersebut dapat terlihat perbedaan sebelum pemberian kacang hijau dari 15 sampel yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh data dengan nilai ratarata (mean) 219.20 ( = 0.05) sedangkan nilai tengah (median) didapati bernilai 217.00 ( = 0.05), data menyatakan suatu berbedaan yang mengartikan bahwa data tidak terdistribusi secara simetris melainkan terdapat kemiringan kearah kanan (positif).
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 10
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Nilai kemiringan (skewness) dari nilai data kolesterol sebelum pemberian kacang hijau bernilai positif yaitu 0.338 ( = 0.05). Distribusi data tersebut menjelaskan tinggi nilai kolesterol total sebelum pemberian kacang hijau. Variance (keragaman data) sebelum pemberian kacang hijau bernilai 126.171 ( = 0.05), nilai tergolong tinggi yang menyatakan data beragam dengan nilai minimum 203 dan maximum 239. Sesudah pemberian kacang hijau didapati mean bernilai 210.73 ( = 0.05) dengan nilai tengah (median) senilai 208.00 ( = 0.05) dengan nilai kemiringan (skewness) -0.115 ( = 0.05). Nilai data kolesterol yang diperoleh setelah pemberian kacang hijau bernilai negatif yang menyatakan kemiringan ke arah kiri. Keragaman data sesudah pemberian kacang hijau bertambah besar yaitu 234.924 ( = 0.05), dengan nilai minimum 184 dan nilai maximum 236. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengkonsumsi kacang hijau sebanyak 100 gram dalam sehari selama 2 minggu mampu menurunkan nilai kolesterol total dalam darah. Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas bantuan dana dalam pelaksanaan penelitian. Kepada Universitas Advent Indonesia atas bantuan berupa dana untuk mengikuti Seminar Kontribusi Fisikia (SKF) 2013 sehingga karya tulis ilmiah ini dapat dipublikasikan dan kepada dosen pembimbing atas krirtik dan saran. Referensi [1] Bazzano L.A, “Effects of soluble dietary fiber on low-density lipoprotein cholesterol and coronary heart disease risk”, Curent Atherosclerosis Reports 10(10), 473-477(2008) [2] Monroe C dan Virmani R, “Current trends in the classification of sudden cardiac death based on autopsy derived data: A review of investigation into the etiology of sudden cardiac death”, Revista Española de Cardiología 64(1), 10-2(2011) [3] Talati R., Baker W.L., Pabilonia M.S., White C.M., Coleman C, “The Effects of barley-derived soluble fiber on serum lipid”, Annals of Family Medicine 7(2), 157163(2009) [4] Maki K.C., Beiseigel J.M., Jonnalagadda S.S., Gugger C.K., Reeves M.S., Farmer M.V., Kaden V.N & Rains T.M, “Whole grain ready-to-eat Oat Cereal, as part of dietary program for weight loss, reduces low-density lipoprotein cholesterol in adults with overweight and obesity more than a dietary program including lowfiber controls foods”, American Dietetic Association 110(2), 205-14(2010) [5] Anderson J.W., Braid P., Davis R.H., Ferreri S., Knudtson M., Koraym A., Waters V., Williams C.L, “Health benefit of dietary fiber”, Nutrition Reviews 64(4), 188205(2009) [6] Nair R.M., Yang R.Y., Easdown w.j., Thavarajah D., Thavarajah P., Hughes J.A. & Keatinge D., “Biofortification of mungbean (Vigna radita) as a whole food to enhance human health”, Journal of the Sience of Food and Agriculture 93(8), 1805-1813(2013)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 11
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
[7] Brouns F., Hemery Y., Price R. & Anson N.M, “Wheat aleurone: separation, composisition, heath aspects, and potential food use” Critical Reviews in food science and nutrition 52(6), 553-586(2012) [8] Pal S., Ellis V. & Dahliwal S, “Effecs of whey protein isolate in body composition, lipids, insulin in overweight and obese individual”, British Journal of Nutrition 104, 716-723(2010) [9] Fischer M., Hirche F., Kluge H. & Eder K, “A moderate excess of dietary lysine lowers plasma and tissue carnitine concertration in pigs”, British Journal of Nutrition 101, 190-196(2008) [10] Susilowati A., Aspiyanto., Moerniati S. & Maryati Y, “Potency of amino acids as savory fraction from begetable broth of mung beans (Phaseolus radiates linn) though brine fermentation by rhizopus-C1”, Research Centre for Chemistry 9(2), 339-346(2009) [11] Bourtoom T, “Factors affecting the properties of edible film prepared from mung bean proteins”, International Food Reaserch Journal 15(2),167-180(2008) [12] Zhao C. & Wright K.D, “Liver X receptor in cholesterol metabolism”, Journal of Endocrinology 204, 233-240(2010) [13] Rayner K.J., Suarez Y., Davalos A., Parathath S., Fitzgerald M.L., Tamehiro N., Fisher E.A., Moore K.J. & Hernando C.F, “Mir-33 Contributes to the regulation of cholesterol homeostatis”, Science 328(5985),1570-1573(2010) [14] Jo Y. & Boyd R.A.D, “Control of cholesterol synthesis through regulated ERassociated degradation of HMG CoA reductase”, Critical Reviews in Biochemistry and Molecular Biology 45(3) ,185-198(2010) [15] Schober S.E., Makuc D.M., Zhang C., Kennedy S.J. & Burt V, “Health insurance affects diagnosis and control oh hypercholesterolemia and hypertension among adults aged 20-64 United States, 2005-2008” National Center for Biotechnology Information Vol 57 hal,1-8 (2011) [16] He, M., Dam, R.M., Rimm E., Hu, F.B., Qi, L, “Whole-grain, cereal fiber, bran, and germ intake and the risk of all-cause and cardiovascular disease-specific mortality among women with type II diabetes mellitus” Circvulation 121, 2162-1268(2010) Agnes Tjakrapawira* Faculty of Nursing Universitas Advent Indonesia
[email protected]
Palupy Triwahyuni Faculty of Nursing Universitas Advent Indonesia
[email protected]
Florida Hondo Faculty of Nursing Universitas Advent Indonesia
[email protected]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 12
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Pengontrolan dan DistribusiSuhu dari Pemanas Alfian Yuanata dan Hendro Abstrak Telah dilakukan dasar dari pengontrolan sumber panas menggunakan “Arduino Uno R3” sebagai pengontrol utamanya. Dengan hal tersebut, dapat diatur panas yang akan berkerja untuk nilai tertentu. Alat ini kemudian dikembangkan untuk memanaskan suatu sampel yang berada pada jarak tertentu. Hal ini ditujukan akibat kebutuhan suatu eksperimen lain terhadap pemanas tersebut. Dalam pengontrolan ini diharapkan pemanas dapat menjaga keseimbangan temperatur dari sampel tanpa memberi pengaruh lain. Untuk membuat pemanas dengan karakteristik tersebut, akan dilakukan pengukuran distribusi panas secara 2D yang dihasilkan sebagai fungsi jarak relative pemanasnya dengan memberikan titik referensi tertentu bersuhu tetap yang dikontrol oleh Arduino tersebut. Sehingga dapat diketahui diposisi mana yang paling efektif meletakan sampel .Hasil yang akan diperoleh ialah suatu alat pemanas dengan pengontrolan Arduino, terkalibrasi, dan diketahui posisi sampel yang paling baik dari pemanas. Kata-kata kunci: Arduino, Labview, Pemanas, Sensor Pendahuluan Pada paper ini telah ada studi literatur sebelumnya yang terkait, namun bahasan yang sering dijumpai yaitu pemanasan dalam ruang tertutup. Pengontrolan pemanas menggunakan mikrokontroler Arduino-UNO R3 terkait pada buku [1] yang membahas tentang kerja mikrokontroler sehingga dapat menjadi pengontrol. Tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk melihat distribusi suhu pemanasnya sehingga dapat ditentukan pada penelitian lain posisi penempatan suatu sampel yang akan dipanaskan. Terkait dengan yang telah diteliti oleh yang lain dengan parameter / keadaan yang berbeda yaitu dari segi sistemnya, sehingga dilakukan penelitian tentang pemanasan diruang terbuka seiring dengan kebutuhan eksperimen lain yang membutuhkan pemanasan terhadap sampel secara terbuka agar dapat diteliti langsung sampel tersebut. Sejauh ini yang telah diteliti adalah karakteistik pemanas yang telah dirancang, lalu juga telah dilihat distribusinya dan telah dilakukan ”curve fitting” terhadap sampling dari distribusinya tersebut. Teori Sensor LM35 merupakan sensor suhu yang biasanya diberikan tegangan input sebesar 5V. LM35 ini hanya membutuhkan arus sebesar 60µA yang berarti LM35 memiliki self-heating sehingga ada kesalahan pembacaan yang kurangdari 0,5ºC padasuhu 25 ºC . Karakteristik utamanya adalah memiliki factor skala linier antara tegangan dan suhu dengan nilai 10 mVolt/ºC. Jangkauan operasinya adalah -55 ºC sampai +150 ºC.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 13
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Selanjutnya adalah mikrokontroler. Mikrokontroler berkerja seperti komputer, berkerja tergantung algoritma yang dibuat didalamnya. Untuk Arduino-UNO R3 memiliki karakteristik terhadap LM 35 sebagai berikut : Digital Read = int (2,048 Tc)
(1)
Persamaan (1) merupakan fungsi transfer antara data yang terbaca oleh mikrokontroler terhadap suhu yang terukur dalam satuan celcius. Pemanasnya sendiri hanya merupakan lilitan kawat biasa yang menahan daya besar dan merubahnya kedalam bentuk energi panas. Untuk pemanas yang menggunakan listrik AC maka digunakan rangkaian triac dan optokopler seperti gambar berikut :
Gambar 1. Rangkaian optokopler dan triac sebagai on/off untuk AC 220V Rangkaian diatas berkerja tergantung tegangan input pada basis transistor. Jika ada tegangan tertentu maka keadaa pada Load adalah on, sedangkan jika tidak ada tegangan pada basis transistor maka keadaan load off. Dalam pengukuranya digunakan metode pengukuran dengan memasang 4 sensor dengan 1 sensor adalah sensor referensi sebagai pengontrol pemanas, sedangkan sisanya untuk menentukan distribusi panas. Sehingga dapat diketahui karakteristik pemanas dan distribusi panasnya. Hasil dan diskusi Dari hasil pengukuran didapat pengontrolan pemanas pada suhu 100 ºC didapat grafik berikut:
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 14
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Grafik 1. Grafik suhu pemanas dalam pengontrolan 100 ºC. Dari grafik 1 diatas , pada mulanya memiliki simpangan dari titik pengontrolan sebesar 5% hingga 12%.
Grafik 2. Grafik suhu pemanas dalam keadaan stabil. Dari grafik 2 diatas,simpangan dari titik pengontrolannya adalah 2% hingga 4%. Dari grafik 1 dan 2 dapat diketahui bahwa untuk mencari bentuk kontur distribusi panasnya akan memiliki simpangan / error sesuai dengan kelakuan pemanas ini, pada saat stabil kontur yang didapat tiap titik pengukuran juga akan mengalami simpangan. Dari hasil pengukuran didapat bentuk kontur distribusi panas seperti grafik 3 berikut.
Grafik 3. Kontur distribusi panas.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 15
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Dari grafik 3 dapat dilihat pemanas memiliki distribusi yang sempit pada ujungnya, sedangkan pada sisi silindernya memilikidistribusi yang lebih luas. Sehingga di ambil sampling yaitu untuk ujung pemanas, dan sisi silinder pemanas, sehingga dilakukan curve fitting dari posisi tersebut dan didapat grafik berikut :
Grafik 4. Hasil curve fitting untuk data ujung pemanas Dari hasil curve fitting grafik 4 didapat suatu fungsi transfer antara suhu dan jarak terhadap pemanas nya sebagai berikut : T = 100 exp (-6,207 r + 0,8175) + 28,36 dengan R square = 0,977. R square menyatakan tingkat akurasi hasil curve fitting terhadap sebaran data.
Grafik 5. Hasil curve fitting untuk data sisi silinder pemanas. Dari hasil curve fitting grafik 5 didapat suatu fungsi transfer antara suhu dan jarak terhadap pemanas nya sebagai berikut : T = 100 exp (-3,871 r + 0,04322) + 34,15
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 16
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
dengan R square = 0,955. Dari kedua hasil curve fitting tersebut, tampak bentuk fungsi eksponensial. Terdapat angka 100 yang sepertinya terkait titik pengontrolan dan terdapat konstanta seperti 28 dan 34 yang terkait keadaan lingkungan , lalu untuk fungsi dalam eksponensial terkait bentuk permukaan pemanas. Kesimpulan Pemanasan secara terbuka dipengaruhi oleh bentuk permukaan dari pemanas. Selain itu juga dipengaruhi oleh titik pengontrolan dan suhu lingkungan. Didapat bentuk kontur distribusi panas yang unik yang menjelaskan bahwa sebaran panas bergantung pada bentuk permukaan panas. Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Fajar MD atas bantuanya dalam penelitian ini dan kepada Imra AM atas dukungannya. Referensi [1] V. Udayashankara, and M.S. Mallikarjunaswamy, “8051 Microcontroller :
Hardware, Software and Applications”, New Delhi: McGraw-Hill, 2009. [2] F.B Steven, “Arduino Microcontroller : Processing for everyone!”, M&C Publishers,
2010. [3] F.B. Steven, “Arduino Microcontroller : Processing for everyone! Second Edition”,
M&C Publishers, 2012. [4] F.B. Steven, “Arduino Microcontroller : Processing for everyone! Third Edition”,
M&C Publishers, 2013. [5] B.M. Asit. “Optoelectronic and Optical Fiber Sensors”, New Delhi : Asoke K, 2013. [6] “Karakteristik dari sensor suhu LM 35” , http://shatomedia.com/2008/12/sensor-
suhu-lm35/, [diakses tanggal 26 November 2013] . Voltage Control Circuit with Triac and Optocoupler”, http://elprojects.blogspot.com/2011/01/rms-voltage-control-circuit-with.html, [diakses tanggal 26 November 2013].
[7] “RMS
Alfian Yuanata Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam InstitutTeknologi Bandung
[email protected]
Hendro Kelompok Keilmuan Fisika Bumi Energi Tinggi dan Instrumentasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam InstitutTeknologi Bandung
[email protected]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 17
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Sintesis ZnO Nanopartikel yang Dapat Terdispersi Pada Pelarut Organik Annisa Aprilia*, Trisa Apriani, Tuti Susilawati, dan Lusi Safriani Abstrak ZnO nanopartikel telah berhasil dipreparasi dengan menggunakan teknik sederhana yaitu metode sol-gel, dengan ukuran partikel yang dihasilkan sekitar 20-50 nm. ZnO nanopartikel tersebut terdispersi dengan baik pada pelarut organik, sehingga dapat diaplikasikan sebagai partikel penerima elektron pada sel surya hibrida struktur komposit. Prekursor yang digunakan berasal dari zinc acetat dihidrate dengan metanol dan natrium hidroksida sebagai pelarut dan katalis. Proses pencampuran menggunakan teknik refluks untuk mengkontrol laju reaksi serta mengisolasi proses sontesis dari kelembaban udara luar. Berdasarkan hasil pengukuran difraksi sinar-x, diketahui bahwa teknik pencucian yang lengkap mencakup proses pengendapan menggunakan sentrifugasi dan pengeringan dalam kondisi vakum dapat menghilangkan senyawa organik seperti asam dan air. Hal ini menyebabkan kristal ZnO dapat terbentuk pada suhu rendah yaitu 150°C, dimana pada umumnya kristal ZnO baru akan terbentuk pada suhu relatif tinggi (>500°C). Kata-kata kunci: ZnO nanopartikel, Metode sol-gel, Difraksi sinar-X Pendahuluan Penggunaan ZnO nanopartikel pada sel surya hibrid berstruktur komposit dengan polimer MODMO-PPV dan P3HT telah dilaporkan beberapa tahun belakangan ini [1,2]. Berkaitan dengan panjang difusi eksiton dan sifat transport muatan pada polimer yang digunakan, maka ukuran partikel ZnO merupakan parameter penting dalam menentukan kinerja sel surya. Ukuran partikel ZnO yang digunakan untuk aplikasi sel surya komposit, setidaknya memiliki ukuran berkisar antara 10 nm [3]. Hal ini berkaitan dengan panjang difusi eksiton pada polimer P3HT, yaitu sebesar 10-15 nm [4]. Untuk mengurangi proses rekombinasi yang dapat terjadi pada persambungan antara P3HT dan ZnO sebagai partikel penerima elektron, maka diperlukan pencampuran yang baik antar keduanya, dengan kata lain ZnO nano partikel harus berada pada matriks P3HT dengan sebaran merata (homogen). Pada dasarnya tidak mudah mendapatkan ZnO berukuran nano dan dapat tercampur sempurna dengan P3HT, hal ini berkaitan dengan sifat kelarutan ZnO yang sangat rendah pada pelarut organik. Dibutuhkan teknik preparasi khusus untuk menghasilkan ZnO nanopartikel yang dapat terlarut dengan baik pada pelarut organik. Permasalahan lain yang perlu diperhatikan adalah temperatur pembentukan kristal ZnO yang sangat tinggi (> 500°C) bila dibandingkan dengan titik leleh kristal polimer P3HT (~233,7°C) [5]. Dengan menggunakan teknik pencucian yang dapat membuang sisa-sisa reaksi, maka proses pembentukan ZnO nanopartikel dapat dihasilkan hanya dengan menggunakan temperatur sintesis kurang dari 200°C [6]. Maka dari itu pada penelitian kali ini akan dilakukan proses preparasi bersuhu rendah ZnO nanopartikel dan dapat terdispersi/larut pada pelarut organik, sehingga memungkinkan untuk digunakan sebagai material penerima elektron pada sel surya hibrid.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 18
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Eksperimen ZnO nanopartikel telah berhasil di sintesis menggunakan metoda sol gel bersuhu rendah (150oC). Metode yang digunakan merupakan adaptasi dengan sedikit memodifikasi percobaan yang telah dilakukan oleh Meunlenkap dan Spanhel [7,8]. Bahan yang digunakan adalah prekursor Zinc acetat dihidrat (Zn(CH3COOH)2.2H2O) dengan konsentrasi sebesar 5 mmol produksi Merck Jerman, dengan katalis berupa NaOH (7,2 mmol), pelarut alkohol yang digunakan adalah metanol. Sedangkan untuk proses pencucian, senyawa heksana dipilih untuk menghilangkan supernatant, seperti gugus asam, ion Na+, dan air. Proses pembentukan ZnO sol dilakukan dengan menggunakan teknik refluks. Zn asetat dihidrat dilarutkan oleh metanol menggunakan pengaduk magnetik dengan pemanasan pada suhu 64°C. NaOH yang sebelumnya telah dilarutkan oleh metanol di tambahkan setetes demi setetes menggunakan buret. Pengadukan dilakukan selama 1 jam hingga didapatkan larutan yang bening sempurna. Selanjutnya adalah tahap pengendapan, larutan dibiarkan selama kurang lebih 2-3 hari agar didapatkan endapan putih. Selanjutnya endapan tersebut dilarutkan oleh metanol dan heksana dengan perbandingan 1:1. Selanjutnya adalah pemisahan menggunakan perangkat sentrifugasi. Pencucian dilakukan berulang yang dilanjutkan pada pemanasan dalam kondisi udara terbuka dan vakum. Untuk pembuatan lapisan tipis komposit antara P3HT dan ZnO, setelah dilakukan pencucian, kemudian endapan tersebut dilarutkan menggunakan kloroform ditambah dengan metanol sebanyak 3 % volume, selanjutnya dapat dicampur dengan P3HT yang sebelumnya telah dilarutkan di kloroform. Untuk mengetahui ukuran dari ZnO nanopartikel yang dihasilkan, dilakukan karakterisasi TEM (transmission electron microscopy). Sedangkan karakterisasi difraksi sinar-X (X-ray diffraction – XRD) dilakukan untuk mengetahui struktur kristal ZnO dalam fasa padat (serbuk). Pengukuran spektrum emisi pada lapisan komposit antara P3HT dan ZnO, dilakukan sebagai tahap awal untuk mengetahui ada atau tidaknya proses transfer muatan antar keduanya. Hasil dan diskusi Pada tahap eksperimen telah dijelaskan bahwa Zinc acetate dihidrat digunakan sebagai prekusor, dan metanol sebagai pelarutnya, sedangkan penambahan NaOH berperan sebagai katalis ketika pembentukan ZnO. Setelah mengalami proses pencucian dengan heksana dan metanol, ZnO gel dapat larut (terdispersi) di kloroform dengan penambahan metanol. Pada sintesis ini tidak menggunakan stabilizer, dengan tujuan agar partikel yang terbentuk masih berada pada area kuantum confinement, yaitu kurang dari 10 nm [9]. Pada dasarnya penambahan stabilizer berfungsi untuk memperlambat pertumbuhan partikel, tetapi dikarenakan dapat meningkatkan PH larutan prekursor, maka ukuran partikel yang dihasilkan menjadi lebih besar (>15 nm) [7]. Proses pencucian ZnO sol dengan heksana berfungsi untuk membuang supernatant yang terbentuk ketika proses reaksi pembentukan ZnO berlangsung, yaitu kandungan asetat dan ion-ion. Pertumbuhan partikel ZnO sebenarnya dapat diatur dengan waktu “penuaan” prekursor, dan dapat diperlambat dengan kondisi temperatur yang rendah <5°C, selain itu kandungan asetat dan air sangat mempengaruhi ukuran ZnO dan mempercepat pertumbuhan partikel, selain itu kandungan asetat dan air yang berlebih dapat mereduksi kuantitas/jumlah ZnO yang dihasilkan. Selanjutnya ZnO sol yang telah mengalami proses pencucian, dapat dengan mudah membentuk kristal ZnO hanya dengan suhu pemanasan 150°C,
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 19
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
hasil ini telah diklarifikasi dengan hasil XRD dan dibandingkan dengan ZnO larutan prekursor (tanpa dilakukan pencucian).
Gambar 1. Kurva absorbansi prekursor ZnO prekursor terlarut di kloroform. Gambar 1 merupakan spektrum absorbansi dari ZnO nanopertikel yang terlarut di kloroform dan sudah mengalami pencucian secara lengkap dengan menggunakan heksana dan metanol, tetapi belum mengalami pemanasan/kalsinasi. Berdasarkan spektrum absorbansi tersebut dapat terlihat bahwa ukuran partikel berada pada daerah kuantum confinement, diketahui dari nilai onset absorbsi berada pada panjang gelombang 380 nm, dan puncak serapan pada 335,81 nm [9]. Jika dilakukan perhitungan ukuran partikel dengan menggunakan band-gap optikal, yaitu perhitungan dengan memperkirakan ukuran diameter partikel (D) dikaitkan dengan setengah panjang gelombang dari puncak eksitonik (λ½), menggunakan persamaan [3], 1240 ⁄ λ1/2= 3,301 + 294 ⁄ D2 -1,09 ⁄ D
(1)
Nilai λ ½ sebesar 355,08 nm, maka dengan menggunakan persamaan (1) diameter partikel yang dihasilkan sekitar 3,7 nm. Tentu saja hasil perhitungan ini perlu diklarifikasi dengan metoda perhitungan dan pengukuran lainnya, seperti XRD dan TEM. Tetapi untuk mengetahui ukuran partikel dari dengan metoda scherrer pada spektrum XRD tidak dapat dibandingkan, dikarenakan ZnO yang diukur berbeda fasa. Ada kemungkinan aglomerasi ZnO nanospheres dengan bulir yang lebih besar, ketika proses kalsinasi untuk menghasilkan ZnO dalam bentuk serbuk. Berdasarkan kurva absorbansi, dapat pula diketahui koefisien absorbsi ZnO nanopartikel yang terbentuk. Perlu diketahui bahwa seiring dengan penurunan ukuran partikel di daerah kuantum confinement maka akan terjadi peningkatan koefisien absorpsi dibandingkan dalam bentuk bulk [9]. Dengan ukuran partikel yang sekecil itu dan dibandingkan dengan panjang difusi eksiton pada P3HT yang berkisar antara 10 nm. Sehingga dapat diasumsikan dapat dibentuk persambungan bulk yang baik antara P3HT dan ZnO, dimana ZnO partikel dapat terjebak di matriks P3HT. Berdasarkan hasil perhitungan dari onset absorbsi maka dapat diketahui nilai energi gap sebesar 3,37eV.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 20
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 2. Pola XRD pada ZnO serbuk dengan variasi perlakukan. Gambar 2 merupakan pola difraksi sinar-X serbuk ZnO hasil sintesis dengan variasi perlakuan pencucian dan pemanasan. Dapat diketahui bahwa tahap pencucian yang lengkap serta pemanasan dalam kondisi vakum dapat memfasilitasi pembentukan Kristal ZnO. Pada serbuk yang mengalami pemanasan di udara terbuka, difraksi yang diperankan oleh senyawa organik masih dominan (difraksi pada sudut 2θ<30°). Tetapi ketika proses pemanasan dilakukan dalam keadaan vakum, maka pola difraksi pada daerah senyawa organik dapat dipastikan telah hilang. Produk reaksi ketika proses sol-gel berlangsung adalah ZnOH dan ZnO-asetat, yang dapat berubah menjadi ZnO ketika mengalami proses kondensasi dan hidrolisis. Proses kondensasi berlangsung ketika ZnO-asetat bereaksi dengan H-O-H membentuk ZnOH, dan proses hidrolisis ketika ZnOH – bereaksi dengan ZnO-asetat menghasilkan Zn-OZn dengan produk lain berupa O-asetat dan H-asetat yang dapat menghilang ketika proses pemanasan berlangsung. Dapat diketahui, untuk mendapatkan ZnO nanopartikel yang dapat terlarut di pelarut organik seperti kloroform, metode sol-gel dengan teknik pencucian yang tepat sangat diperlukan. Sedangkan untuk mendapatkan serbuk ZnO dengan ukuran yang lebih kecil dari 10 nm setelah mengalami proses kalsinasi (pemanasan), diperlukan pengkajian lebih lanjut. Untuk lebih memperjelas ukuran dan bentuk partikel yang dihasilkan, maka selanjutnya adalah karakterisasi TEM, yang diperlihatkan pada gambar 3. Serbuk yang dihasilkan setelah proses pencucian dengan heksana dan metanol dilanjutkan dengan pemanasan dalam keadaan vakum. Hasil endapan sebelum dilakukan pemanasan, yaitu berupa gel dan dapat terlarut dengan baik di kloroform dengan sedikit penambahan metanol sebesar 3% volume.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 21
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 3. Hasil karakterisasi TEM, ZnO nanopartikel struktur Kristal wurtzite telah terbentuk.
Gambar 4. Penurunan intensitas emisi pada lapisan tipis P3HT:ZnO dengan variasi konsentrasi ZnO yang terdispersi. Salah satu cara untuk mengetahui apakah lapisan komposit antara P3HT dan ZnO telah terbentuk dengan baik, adalah dengan mengamati penurunan intensitas emisi dari lapisan komposit tersebut. Gambar 4 merupakan spektrum emisi dari lapisan komposit P3HT:ZnO, dan terlihat adanya penurunan intensitas emisi seiring dengan peningkatan konsentrasi ZnO. Pada aplikasi sel surya, pengamatan spektrum emisi tersebut berkaitan dengan terjadinya proses rekombinasi eksiton dan dapat berkontribusi pada arus foto yang dihasilkan oleh divais [2]. Kesimpulan Proses pencucian dan pemanasan ZnO sol memegang peranan penting dalam menghasilkan ZnO nanopartikel yang dapat terlarut pada pelarut organik. Dengan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 22
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
pencucian lengkap dan pemanasan dalam kondisi vakum maka dapat dipastikan senyawa organik dapat dihilangkan walaupun pemanasan dilakukan pada suhu relatif rendah (150°C). Hal ini dapat terlihat dari hasil pengukuran difraksi sinar-x. Penggunaan ZnO nanopartikel pada sel surya hibrid dimungkinkan dapat dilakukan, berdasarkan hasil pengukuran emisi terjadi penurunan intensitas emisi. Penurunan intensitas ini berasal dari adanya proses transfer muatan antara P3HT dengan ZnO nanopartikel. Ucapan terima kasih Peneliti mengucapkan terimakasih kepada DIPA BLU Unpad Nomor kontrak 1139/UN6.R/PL/2012, tanggal 17 April 2012 atas sumber dana penelitian hibah kompetitif. Selain itu ucapan terimakasih tertuju kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM Unpad) sebagai fasilitator dalam penyediaan dana penelitian. Referensi [1] W. J. E. Beek, M. M. Wienk, M. Kemerink, X. Yang, and R. A. J. Janssen, “Hybrid Zinc Oxide Conjugated Polymer Bulk Heterojunction Solar Cells”, J. Phys. Chem. B, 109, 9505-9516, 2005 [2] W. J. E. Beek, M. M. Wienk, and R. A. J. Janssen, “Hybrid solar cells from regioregular polythiophene and ZnO nanoparticle”, Adv. Func. Mater., 16.11121116, 2006 [3] I. Tikhonov, “A study of nanoparticles size effect in P3HT-ZnO bulk heterojunction solar cells”, papers ADP/TSF-P3HT-ZnO, 2008. [4] Günes, H. Neugebauer, and N. S. Sariciftci, “ Conjugated polymer-based organic solar cells”, Chem. Rev., 107 (4), pp 1324-1338, 2007. [5] Trinh Tung Ngo, Duc Nghia Nguyen and Van Tuyen Nguyen, “Glass transition of PCBM, P3HT, and their blends in quenched state”, Adv. Nat. Sci.: Nanosci. Nanotechnol. 3, 045001 (4pp), 2012. [6] Ü. Özgür, Ya. I. Alivov, C. Liu, A. Teke, M. A. Reshchikov, S. Doğan, V. Avrutin, S.-J. Cho and H. Morkoç, “A comprehensive review of ZnO materials and devices”, Journal of applied physics 98, 041301, 2005. [7] A. Eric Meuleunkamp., “Synthesis and Growth of ZnO Nanoparticles”, J. Phys.Chem. B, 102, 5566-5572, 1998. [8] L. Spanhel, “ Semiconductor cluster in Sol-Gel Process: Quantuzes Agregation. Gelation, and Crystal Growth in concentrated ZnO colloids”, J. A,. Chem. Soc. 113, 2826-2833, 1991. [9] N. S. Pesika, K. J. Stebe, and P. C. Searson, “Relationship between absorbance spectra and particle size distribution for Quantum-sized Nanocrystals”, J. Phys. Chem. B, 107, 10412-10415, 2003.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 23
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Annisa Aprilia* Laboratorium Material Maju dan Energi Terbarukan Program Studi Fisika, FMIPA Universitas Padjadjaran
[email protected]
Lusi Safriani Laboratorium Material Maju dan Energi Terbarukan Program Studi Fisika, FMIPA Universitas Padjadjaran
[email protected]
Trisa Apriani Laboratorium Material Maju dan Energi Terbarukan Program Studi Fisika, FMIPA Universitas Padjadjaran
[email protected] Tuti Susilawati Laboratorium Material Maju dan Energi Terbarukan Program Studi Fisika, FMIPA Universitas Padjadjaran
[email protected]
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 24
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Desain Alat Praktikum Untuk Mengamati Fenomena GGL Induksi Magnetik Pada Kumparan Aulia Alfa Fithriyah*, Meldawati, Siti Fauziah Husen, dan Alamta Singarimbun Abstrak Gaya Gerak Listrik (GGL) induksi magnetik pada kumparan merupakan fenomena fisika yang prosesnya tidak dapat dilihat secara langsung, sehingga relatif sulit untuk di pahami siswa. Oleh sebab itu, diperlukan media yang representatif untuk menunjukkan fenomena GGL induksi magnet pada kumparan. Hal tersebut bertujuan untuk membantu siswa memahami konsep GGL induksi magnet. Melalui Research Based Learning (RBL), didesain suatu media pembelajaran berupa alat praktikum yang dapat menunjukkan profil dari fenomena GGL induksi magnet pada kumparan. Metoda yang digunakan yaitu dengan memberikan perubahan fluks magnetik pada beberapa macam kumparan dengan jumlah lilitan dan luas penampang yang bervariasi. GGL induksi yang dihasilkan akan diamati melalui osiloskop. Diharapkan melalui media ini, siswa dapat lebih mudah memahami konsep GGL induksi magnetik pada kumparan. Kata-kata kunci: GGL induksi magnetik, kumparan, alat praktikum. Pendahuluan GGL induksi magnetik pada kumparan terjadi akibat adanya perubahan fluks magnetik yang mempengaruhi kumparan tersebut. Fenomena ini tidak dapat di amati secara kasat mata sehingga siswa kesulitan memahaminya. Untuk membantu siswa agar lebih mudah dalam mempelajari konsep GGL induksi, digunakan alat praktikum sehingga siswa dapat mengamati karakteristik dari GGL induksi magnetik secara langsung. Pada kenyataannya, tidak semua sekolah memiliki peralatan laboratarium yang lengkap untuk mendukung proses pembelajaran GGL induksi. Hal ini menuntut guru untuk kreatif dan mampu mendesain sebuah alat percobaan sederhana yang dapat menunjukkan fenomena tersebut. Melalui penggunaan alat ini, diharapkan siswa lebih mudah mempelajari dan memahami konsep GGL induksi magnetik pada kumparan. Teori Berdasarkan hukum Faraday, jika sebuah magnet digerakkan disekitar kumparan maka pada kumparan tersebut akan timbul GGL induksi magnetik. Besarnya GGL induksi ( ) ini bergantung dari besarnya perubahan fluks magnetik yang mempengaruhi kumparan sesuai dengan persamaan berikut:
d . dt
(1)
dari persamaan di atas terlihat bahwa semakin besar perubahan fluks magnetik, maka GGL induksi yang dihasilkan juga akan semakin besar.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal 25
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Fluks magnetik ( ) didefenisikan sebagai banyaknya garis gaya magnet yang menembus suatu permukaan atau bidang secara tegak lurus seperti tampak pada gambar berikut.
Gambar 1. Garis Gaya Magnet yang menembus suatu permukaan
Dalam bentuk matematis, fluks magnetik dinyatakan dengan
B dA
(2)
BdA cos
(3)
dengan adalah sudut antara B dengan normal bidang. Jika B homogen pada sebuah luas A, maka persamaan (3) menjadi
BA cos Karena sudut
(4)
t , maka
BA cos t
(5)
Sehingga hukum induksi Faraday menjadi
d BA sin t dt
(6)
Jika kumparan terdiri dari N lilitan, maka
N
d NBA sin t dt
(7)
Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa GGL Induksi dipengaruhi oleh jumlah kumparan, perubahan medan magnet, perubahan luas dan perubahan sudut antara B dan A. Nilai GGL Induksi berubah secara sinusoidal terhadap waktu, yang kita amati disini adalah nilai GGL maksimumnya hingga persamaan (7) menjadi
maks NBA
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal 26
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Untuk mengamati fenomena GGL induksi magnetik pada suatu kumparan, dirancang alat percobaan dengan menggunakan pipa PVC sebagai rangka dari kumparan. Kawat yang digunakan untuk membuat kumparan adalah kawat tembaga dengan diameter 0,2 mm. Sumber fluks magnetik menggunakan magnet bentuk silinder pipih dengan diameter luar 4 cm, diameter dalam 2 cm dan ketebalan 7 mm. Untuk menggerakan magnet digunakan dinamo dengan jumlah kecepatan putaran 2400 rotasi per menit. Untuk mengukur jarak sumber magnet dengan kumparan digunakan rel dari bahan akrilik yang lengkapi dengan mistar sebagai alat ukur jarak. Kawat tembaga dililitkan pada pipa PVC. Penggunaan pipa PVC ini bertujuan untuk menghindari adanya induksi magnetik pada bahan lain selain kawat. Karena PVC bersifat diamagnetik maka penggunaannya tidak mempengaruhi hasil yang diperoleh secara signifikan. Untuk menghasilkan perubahan fluks magnetik magnet dipasang pada dinamo sehingga magnet akan berputar. Akrilik digunakan sebagai dudukan kumparan dan rel presisi dengan penambahan mistar sebagai penunjuk skala. Untuk memutar dinamo digunakan catu daya dengan tujuan agar tegangan yang bekerja pada dinamo stabil. Sedangkan untuk mengamati GGL induksi magnetik pada kumparan digunakan osiloskop dengan tujuan agar pola GGL induksi yang muncul pada kumparan dapat teramati. Jika di sekolah tidak terdapat osiloskop, maka masih dapat digunakan multimeter biasa. Untuk penggunaan dengan multimeter hasil yang diperoleh kurang akurat karena adanya fluktuasi nilai GGL induksi magnetik. Berikut ini adalah gambar hasil rancangan alat percobaan yang telah dibuat
Gambar 1. Alat percobaan untuk mengamati GGL induksi pada kumparan Pada gambar terlihat bahwa dinamo dihubungkan pada catu daya dengan tegangan keluaran 12 volt. Kumparan diletakkan berdampingan dengan magnet dan dihubungkan dengan osiloskop untuk membaca GGL induksi yang dihasilkan. Kumparan yang digunakan bervariasi dengan merubah luas penampang dan jumlah lilitan. Tiga kumparan memiliki luas penampang yang sama yaitu 0,0045 m2 namun dengan jumlah lilitan yang berbeda yakni 1000, 2000 dan 3000 lilitan.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal 27
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Sedangkan dua kumparan lainnya memiliki luas penampang berbeda, yakni 0,0031 m2, 0,0045 m2 dan 0,0081 m2 dengan jumlah lilitan masing-masing 2000 lilitan. Untuk mengamati pengaruh jumlah lilitan terhadap GGL induksi digunakan 3 kumparan yang memiliki diameter sama namun jumlah lilitan berbeda. Kumparan diletakkan pada dudukan dengan jarak 1 cm dari magnet. Ketika magnet diputar nilai GGL Induksi yang timbul pada kumparan akan terlihat melalui osiloskop. Untuk mengamati pengaruh jarak terhadap GGL induksi, jarak antara magnet dengan kumparan divariasikan antara 1 hingga 35 cm. Jarak terjauh yang diukur adalah 35 cm, karena pada jarak lebih dari 35 cm GGL induksi pada kumparan sulit teramati pada osiloskop. Untuk mengamati pengaruh jumlah luas penampang terhadap GGL Induksi, digunakan 3 buah kumparan yang memiliki jumlah lilitan sama dengan luas penampang berbeda. Pada percobaan ini, dilakukan prosedur yang sama seperti percobaan pertama untuk masing-masing kumparan yang telah tersedia. Hasil dan Diskusi Hasil percobaan pengaruh jumlah lilitan terhadap besar GGL Induksi dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1. Hasil percobaan pengamatan pengaruh jumlah lilitan terhadap besarnya GGL induksi
dengan N1, N2, dan N3 adalah kumparan dengan jumlah lilitan masing-masing 1000 lilitan, 2000 lilitan dan 3000 lilitan.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal 28
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Dari tabel di atas, terlihat bahwa semakin besar jarak antara kumparan dari magnet maka semakin kecil GGL Induksi yang timbul di kumparan. Hal ini terjadi karena semakin jauh kumparan dari magnet maka fluks magnetik yang menembus penampang kumparan juga semakin sedikit, sehingga GGL Induksi yang timbul juga semakin kecil. Selain itu, semakin banyak jumlah lilitan maka GGL Induksi yang timbul pada kumparan semakin besar. Hal ini terjadi karena semakin banyak jumlah lilitan, maka tebal kumparan juga semakin besar, akibatnya material kawat yang dipengaruhi oleh fluks magnetik semakin banyak, sehingga GGL induksi yang dihasilkan akan semakin besar. Untuk hasil percobaan pengamatan pengaruh luas penampang lilitan terhadap besar GGL Induksi dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2. Hasil percobaan pengamatan pengaruh luas penampang kumparan terhadap besarnya GGL induksi
A1, A2, dan A3 adalah kumparan dengan luas penampang masing-masing 0,0031 m2, 0,0045 m2 dan 0,0081 m2. Dari tabel di atas, terlihat bahwa semakin besar luas penampang kumparan maka GGL Induksi yang timbul semakin besar. Hal ini terjadi karena semakin besar luas penampang kumparan maka jumlah fluks magnetik yang menembus penampang kumparan semakin banyak, akibatnya GGL Induksi yang timbul pada kumparan semakin besar. Dari hasil percobaan ini, terlihat kecenderungan perubahan GGL Induksi terhadap jumlah lilitan dan luas penampang kumparan mengikuti hubungan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal 29
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
maks NBA .
Hasil yang diperoleh sesuai dengan karakteristik GGL induksi pada
kumparan yang diyakini hingga saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa rancangan alat percobaan ini dapat digunakan oleh guru sebagai salah satu media pembelajaran yang dapat membantu siswa memahami konsep GGL induksi pada kumparan. Kesimpulan Dari hasil percobaan diatas, diketahui bahwa untuk memperbesar nilai GGL Induksi pada suatu kumparan dapat digunakan 3 cara, yakni memperbanyak jumlah lilitan pada kumparan, memperbesar luas penampang kumparan dan memperkecil jarak antara kumparan dan sumber fluks magnetik. Desain alat di atas dapat digunakan guru untuk membantu siswa memahami konsep GGL Induksi Magnetik pada kumparan.
Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Jurusan Fisika Institut Teknologi Bandung atas dukungan finansial untuk penelitian dan keikutsertaan penulis dalam kegiatan seminar ilmiah ini. Penulis juga berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu baik dalam diskusi materi maupun dalam proses perancangan alat. Referensi [1] David Halliday, Robert Resnick, dan Jearl walker, “Principles of Physics“, Penerbit John Wiley & SonsS, California, USA, Edisi 9, 2011, P.791 [2] Hugh D Young dan Roger A Freedman, “Fisika Universitas”, Edisi kesepuluh, jilid 2, Pantur Silaban, (Alih Bahasa ), Amalia Safitri dan Santika (editor), penerbit Erlangga , Jakarta, 2002, P.373 [3] Paul A, Tipler, “Fisika untuk sains dan teknik”, Edisi 3,jilid 2, Bambang Soegijono (Alih Bahasa), Wibi Hardani (Editor), Penerbit Erlangga, Jakarta, 2001, P.297 [4] Suyoso, “Common Textbook : Listrik Magnet”, Penerbit IMSTEP JICA, Yogyakarta, 2003, P.134 [5] Wayne M, Saslow, “Faraday’s Law Of Electromagnetic Induction”, Journal of Electricity, Magnetism, and Light, 2002, P.505
Aulia Alfa Fithriyah* Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung
[email protected]
Meldawati Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung
[email protected]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal 30
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Siti Fauziah Husen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung
[email protected]
Alamta Singarimbun KK Fisika Bumi dan Sistem Komplek Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung
[email protected]
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal 31
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Aplikasi Metode Gaya Berat dalam Memperkirakan Lokasi Panas Bumi Daerah “DNG” Ayunda Zidafrian* dan Wahyu Srigutomo Abstrak Kebutuhan panas bumi yang semakin meningkat sebagai salah satu alternatif energi mengakibatkan perlunya eksplorasi baru untuk menemukan daerah sumber panas bumi baru. Salah satu metode geofisika yang dapat digunakan untuk investigasi awal eksplorasi panas bumi adalah metode gaya berat. Pengukuran gaya berat dilakukan sebanyak 370 titik pada daerah “DNG” dan kemudian diolah sehingga didapatkan nilai Anomali Bouguer Lengkap. Setelah itu dilakukan pembagian wilayah regional yang menggambarkan anomali densitas untuk kedalaman yang tinggi dan wilayah residual yang menggambarkan anomali densitas untuk kedalaman yang dangkal. Hasil yang didapat kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk peta kontur untuk diinterpretasi. Didapatkan gambaran lokasi potensi panas bumi pada bagian tengah daerah pengukuran. Kata-kata kunci: Anomali Bouguer Lengkap, densitas, metode gaya berat, regional, residual Pendahuluan Dewasa ini, kebutuhan akan energi terus meningkat. Keadaan ini memicu negara-negara di dunia untuk mengurangi ketergantungan pada penggunaan energi yang berasal dari bahan bakar fosil yang ketersediannya semakin menipis. Untuk mengatasi masalah ini, energi alternatif adalah jawabannya. Salah satu energi alternatif yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia adalah energi panas bumi. Energi panas bumi adalah energi panas yang bersih, berlimpah, dan terbarukan. Indonesia, sebagai negara yang terletak pada zona tumbukan lempeng, memiliki 40% potensi panas bumi dunia, diperkirakan sekitar 28000 megawatt. Untuk menentukan lokasi potensi panas bumi, diperlukan metode geologi, geokimia, dan geofisika. Metode geologi digunakan untuk menyelidiki sistem vulkanik, struktur geologi, dan jenis batuan. Metode geokimia digunakan untuk membuat model hidrologi dan sistem fluida. Metode geofisika digunakan untuk menemukan perbedaan sifat fisik pada bawah permukaan, menyelidiki anomali, dan parameter fisik batuan reservoir[1]. Pada penelitian kali ini, akan digunakan salah satu metode geofisika yaitu metode gaya berat. Metode gaya berat merupakan metode geofisika yang dapat diterapkan dan dikembangkan, dengan keuntungan dibandingkan dengan metode lainnya. Selain biaya yang lebih rendah, dibutuhkan waktu yang lebih singkat untuk akuisisi dan pengolahan data. Dalam metode gaya berat, keadaan bawah permukaan diselidiki berdasarkan variasi medan gravitasi bumi yang dihasilkan oleh perbedaan massa jenis antara batuan bawah permukaan[2]. Metode ini dapat memperoleh distribusi massa jenis yang dapat menggambarkan keadaan bawah permukaan. Pengukuran gaya berat ini merupakan salah satu metoda geofisika yang paling ekonomis untuk mendapatkan model struktur sistem panas bumi secara garis besar. Pada penelitian ini, nilai gaya berat yang didapatkan dari hasil pengukuran kemudian
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 32
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
direduksi dengan menambahkan faktor-faktor koreksi sehingga didapatkan nilai Anomali Bouguer Lengkap. Nilai ini kemudian dianalisa secara lateral dengan membaginya menjadi daerah regional dan residual, dan secara kedalaman dengan menggunakan analisa spektrum. Teori Alat yang digunakan untuk mengukur gaya berat disebut gravimeter. Ini adalah instrumen yang relatif hanya mengukur perbedaan nilai gravitasi[3]. Dalam proses ini, pengukuran gaya berat dilakukan dengan cara looping, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Pengukuran dilakukan pada titik-titik pengukuran yang posisi dan ketinggiannya telah diukur sesuai dengan peta rencana kerja. Titik pengukuran gaya berat ini ditentukan dengan mempertimbangkan hal-hal teknis, akses ke lokasi, stabilitas tanah, titik distribusi yang optimal, biaya, dan waktu.
Gambar 1. Pengukuran secara looping. Gravimeter pada dasarnya adalah neraca pegas yang dilengkapi dengan beban konstan yang tergantung pada ujung pegas. Properti pegas yang digunakan tidak elastis sempurna, sehingga tidak akan berubah menjadi posisi normal setelah penarikan. Kondisi ini mengakibatkan dibutuhkannya koreksi pada nilai gaya berat, yaitu koreksi apungan. Selain elastisitas pegas, koreksi apungan ini juga dipengaruhi oleh suhu dan getaran selama proses pengukuran. Ini menyebabkan adanya perbedaan nilai bacaan gravimeter pada suatu titk yang sama di waktu yang berbeda. Data awal yang dihasilkan dari pengukuran gaya berat adalah dalam bentuk koordinat titik pengukuran, ketinggian, nilai bacaan alat, dan waktu tiap titik pengukuran, serta rapat massa rata-rata batuan pada daerah penyelidikan. Nilai yang didapatkan dari bacaan alat kemudian dikonversi ke dalam unit miligal (mGal) dan kemudian dilakukan penambahan faktor koreksi. Faktor koreksi yang lakukan adalah koreksi apungan, faktor alam seperti gaya tarik matahari dan bulan yang disebut koreksi pasang surut, koreksi lintang, dan kondisi topografi seperti koreksi udara bebas, koreksi Bouguer, dan koreksi medan. Setelah perhitungan koreksi, akan didapatkan nilai Anomali Bouguer Lengkap. Koreksi Tidal
gt g s t
(1)
Koreksi Apungan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 33
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Dn
g akh g o (tn to ) takh to
(2)
Koreksi Lintang g g o (1 0.0053024sin 2 2 )
(3)
Koreksi Udara Bebas
g FA 0.3086h
(4)
Koreksi Bouguer
g B 0.04193 h
(5)
Koreksi Medan TC (r2 r1 r12 z 2 r22 z 2 )
(6)
Anomali Bouguer Lengkap CBA g obs g g FA g B TC
(7)
Setelah mendapatkan nilai Anomali Bouguer Lengkap, data ini kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk peta kontur dengan menggunakan perangkat lunak Surfer 9.0. Dari peta kontur ini, nilai gaya berat dapat menggambarkan informasi anomali massa jenis bawah permukaan. Untuk analisa secara lateral, Anomali Bouguer Lengkap kemudian dipisah menjadi anomali regional dan anomali residual. Anomali regional menunjukkan anomali massa jenis untuk bawah permukaan yang lebih dalam, sementara anomali residual menunjukkan anomali massa jenis pada kedalaman yang lebih dangkal.
Gambar 2. Grafik anomali bouguer lengkap
Gambar 3. Grafik regional
Gambar 4. Grafik residual.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 34
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Untuk analisa secara kedalaman, dilakukan metode analisa spektrum pada nilai Anomali Bouguer Lengkap dengan menggunakan perangkat lunak Oasis Montaj. Hasil dan diskusi Dari hasil perhitungan Anomali Bouguer Lengkap, didapatkan hasil transformasi dalam bentuk peta kontur sebagai berikut.
Gambar 5. Peta kontur anomali bouguer lengkap di atas peta topografi daerah ”DNG” 3D. Gambar 5 menunjukkan persebaran massa jenis bawah permukaan daerah ”DNG”. Seperti yang terlihat pada skala warna, warna merah mengindikasikan anomali massa jenis yang tinggi dan warna biru menunjukkan anomali massa jenis yang rendah. Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa anomali tinggi mendominasi daerah utara menuju tengah daerah penelitian. Anomali gaya berat yang tinggi ini berasosiasi dengan keberadaan gunung api yang terdapat pada daerah penelitian, dan anomali rendah berhubungan dengan lapisan sisa aktivitas gunung api seperti tuf dan breksi. Pada kasus panas bumi, anomali tinggi ini dapat mengindikasikan adanya struktur sistem panas bumi pada bawah permukaan, terkait dengan keberadaan gunung api dan manifestasi panas bumi pada daerah anomali tinggi.
Gambar 6. Peta kontur anomali regional di atas peta topografi daerah ”DNG” 3D.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 35
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Metode gaya berat ini mampu mendapatkan nilai gaya berat pada suatu titik, dari permukaan hingga kedalaman yang sangat dalam pada bawah permukaan. Untuk memudahkan interpretasi data, pemisahan anomali regional dan residual diperlukan. Anomali regional pada Gambar 6 menunjukkan persebaran massa jenis pada sumber yang sangat dalam, yang biasanya adalah batuan dasar. Seperti terlihat pada Gambar 6, anomali massa jenis yang tinggi mendominasi bagian tengah daerah pengukuran, dan mengecil di sisi-sisi luarnya.
Gambar 7. Peta kontur anomali residual di atas peta topografi daerah ”DNG” 3D. Peta kontur residual menunjukkan persebaran massa jenis pada kedalaman yang dangkal, sekitar 2-4 km di bawah permukaan. Pada eksplorasi panas bumi, daerah residual ini menjadi fokus utama. Hal ini dikarenakan batuan impermeabel (caprock) yang berkaitan erat dengan keberadaan sistem panas bumi, berada pada daerah ini. Seperti yang terlihat pada Gambar 7, anomali massa jenis tinggi pada daerah residual juga mendominasi bagian tengah daerah pengukuran. Dari hasil ketiga peta kontur, dapat dilihat adanya hubungan antara elevasi dan anomali massa jenis yang tinggi yang mengindikasikan terdapatnya sumber panas pada bawah permukaan. Di Indonesia, keberadaan sumber panas bumi berkaitan dengan gunung berapi. Asumsi adanya sumber panas diperkuat dengan kehadiran daerah vulkanik seperti yang ditunjukkan pada ketinggian di peta kontur. Peta kontur regional dan residual menunjukkan bahwa anomali massa jenis yang tinggi berada pada bagian tengah daerah pengukuran. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa prospek panas bumi pada daerah ini berada pada bagian tengah daerah penelitian. Untuk penelitian yang lebih jauh, dapat dilakukan pemodelan bawah permukaan pada data anomali residual.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 36
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 8. Hasil analisa spektral data anomali bouguer lengkap. Untuk analisa secara kedalaman, dilakukan analisa spektrum pada data anomali bouguer lengkap dengan menggunakan perangkat lunak Oasis Montaj. Hasil yang didapatkan seperti Gambar 8 di atas kemudian didigitize dengan menggunakan Matlab untuk mendapatkan nilai pada titik-titiknya.
Gambar 9. Hasil digitize data analisa spektral. Dari hasil di atas kemudian dilakukan penentuan titik cut-off untuk memisahkan daerah regional dan residual. Daerah yang curam menunjukkan daerah regional dan daerah yang lebih landai menunjukkan daerah residual. Setelah itu dilakukan perhitungan persamaan garis untuk mendapatkan nilai gradiennya, dimana nilai gradien yang dihasilkan ini merupakan nilai kedalaman. Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa kedalaman regional yaitu 13.273km di bawah permukaan dan kedalaman residual yaitu 2.5795km di bawah permukaan. Kesimpulan Pada derah ”DNG” anomali massa jenis tinggi yang menggambarkan potensi daerah sumber panas bumi berada pada bagian tengah daerah penelitian. Anomali regional menunjukkan keadaan bawah permukaan daerah yang dalam, dari hasil analisa spektral berada pada kedalaman 13 km di bawah permukaan. Anomali residual menunjukkan keadaan bawah permukaan daerah yang dangkal, berada pada kedalaman 2 km di bawah permukaan.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 37
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih atas Lab Pemodelan dan Inversi, Prodi Fisika Institut Teknologi Bandung atas dukungan dan diskusinya yang bermanfaat. Referensi [1] Herdianita, R. and Situmorang, J., Detailed Geothermal Exploration, (2012) [2] Soengkono, S., Introduction to Geothermal Geophysics-Gravity Method, (2010) [3] Soengkono, S., Geophysics for Geothermal Prospecting-Gravity Method,(2010)
Ayunda Zidafrian* Fisika Bumi dan Sistem Kompleks Institut Teknologi Bandung
[email protected]
Wahyu Srigutomo Fisika Bumi dan Sistem Kompleks Institut Teknologi Bandung
[email protected]
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 38
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Perbandingan Penentuan Porositas Sebuah Balok Yang Berisi Bola-Bola Kecil dengan Metode Matematis Geometri Balok Dan Bola, Metode Watering, dan Metode Mikroct Bambang Achdiat, Deden Anugrah Hendriyana, Rimella Diaz, dan Fourier Dzar Eljabbar Latief* Abstrak Tulisan ini membahas tentang porositas sebuah benda yang berbentuk balok yang diasumsikan terdapat elemen-elemen penyusun di dalamnya yang berbentuk bola-bola kecil. Untuk menentukan porositas sebuah benda dapat dilakukan dengan berbagai cara di antaranya, dengan melakukan perhitungan secara manual berdasarkan geometri bentuk benda dan elemen-elemen penyusunnya yang menggunakan anggapan-anggapan tertentu pada benda dan elemen-elemen penyusunnya, dengan cara membuat sebuah wadah berbentuk balok yang kemudian diisi bola-bola kecil dengan berbagai macam susunan yang kemudian balok tersebut diisi air yang akan mengisi celah-celah kosong pada balok sehingga volume air dan porositas balok tersebut dapat ditentukan, serta bisa juga dengan menggunakan alat seperti µCT. Pada tulisan ini hanya membahas tentang penentuan porositas secara perhitungan manual dan dengan pengisian air pada balok dengan pola bola 2x2, 3x3, 2x2 sehingga jumlah bola sebanyak 17 buah, serta dengan cara scaning melalui alat µCT. Berdasarkan hasil perhitungan secara manual matematis diperoleh nilai porositas sebesar 0,59 sedangkan berdasarkan hasil perbandingan volume air yang mengisi celah pada balok dengan volume balok diperoleh nilai porositas sebesar 0,54, dan berdasarkan metode µCT mendapatkan nilai porositas 0,61. Dan error metode watering sebesar 8,47% dan metode scan µCT memiliki eror 38,98%. Kata kunci: Porositas, balok berisi bola, matematis manual, watering, scaning µCT Pendahuluan Porositas sebuah benda adalah rasio antara volume pori-pori atau ruang kosong yang terdapat pada benda dengan volume keseluruhan benda tersebut. Sehinnga porositas ini akan sangat erat kaitannya dengan densitas sebuah benda, semakin besar densitas sebuah benda maka porositas benda tersebut semakin kecil dan sebaliknya. Porositas ada dua jenis, yaitu : pertama, porositas absolut dimana perbandingan volume pori terhadap seluruh volume benda. kedua, porositas efektif, yaitu perbandingan volume pori yang berhubungan dengan seluruh volume benda. Porositas efektif inilah yang kemudian sangat mempengaruhi permebailitas suatu zat padat dalam mengalirkan fluida, seperti yang telah diuji Nurwidiyanto dalam papernya yang berjudul estimasi hubungan porositas dan permeabilitas pada batupasir (Study Kasus Formasi Kerek, Ledok, Selorejo) Dalam kehidupan sehari-hari porositas akan dapat dijumpai dalam berbagai bidang, misalnya dalam bidang kedokteran yakni pada tulang dan gigi, maka porositas
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 39
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
porositas tulang atau gigi perlu diketahui untuk membedakan tulang yang keropos dan yang masih kuat, karena terdapat perbedaan nilai porositas pada kedua keadaan tulang tersebut dengan rentang nilai porositas tertentu, sehingga ketika kita mengukur porositas tulang dengan menggunakan alat yang disebut µCT dan diperoleh hasilnya, maka kita akan dapat mengetahui keadaan tulang kita apakah keropos atau masih baik. Contoh lain adalah jika kita ingin mengetahui pengaruh susu (dalam hal ini kalsium) pada gigi dapat dilakukan dengan menentukan nilai porositas sebelum dan sesudah gigi diberikan susu. Dalam bidang lain seperti fisika, pengukuran porositas ini digunakan untuk mengetahui struktur elemen-elemen dari sebuah materi seperti babatuan sehingga kita bisa mengetahui siftat bebatuan tersebut. Selain itu kita pun dapat mengetahui kerusakan-kesusakan yang terjadi pada alat-alat elektronik atau mesin seperti mobil dan motor, dengan pengukuran porositas maka akan diketahui keadaan komponen dari mobil/motor tersebut, misalkan terdapat sesuatu di dalamnya yang menyebabkan mobil rusak yang dapat diketahui dari perbedaan nilai porositasnya yang dapat ditunjukkan oleh µCT. Pengukuran porositas sebuah benda dapat dilakukan dengan berbagai cara di antaranya, dengan melakukan perhitungan secara manual berdasarkan geometri bentuk benda dan elemen-elemen penyusunnya yang menggunakan anggapananggapan tertentu pada benda dan elemen-elemen penyusunnya. Selain itu dengan cara membuat sebuah wadah berbentuk balok yang kemudian diisi bola-bola kecil dengan berbagai macam susunan yang kemudian balok tersebut diisi air yang akan mengisi celah-celah kosong pada balok sehingga dapat diukur volume air dan porositas balok tersebut dapat ditentukan, serta bisa juga dengan menggunakan alat untuk mengukur porositas seperti µCT. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji tingkat presisi metode watering dengan metode MikroCT . Metode penelitian Dalam pembahasan ini dilakukan dua cara untuk menentukan nilai porositas sebuah benda, yakni: a. Penentuan porositas dengan perhitungan manual. Perhitungan secara manual berdasarkan geometri bentuk benda dan elemenelemen penyusunnya dapat dilakukan dengan melakukan anggapan-anggapan tertentu pada benda dan elemen-elemen penyusunnya, misalnya kita mengukur porositas benda berbentuk balok dengan mengasumsikan elemen-elemen penyusunnya berupa bola, maka nilai porositasnya adalah:
1
Vbola Vbalok
(1)
Jika bentuknya sembarang, secara umum nilai porositasnya dapat diperoleh dari hubungan:
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 40
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
1
Velemen Vbenda
(2)
Dengan Velemen = jumlah volume elemen-elemen penyusun benda (cm3), Vbenda = volume total benda (cm3) b. Penentuan porositas dengan metode watering. Cara ini hanya berlaku jika pori-pori benda cukup besar dengan batas tertentu, untuk pori-pori yang lebih kecil penentuan porositas dapat dilakukan dengan mengganti air dengan gas. Dengan cara memasukkan air pada benda yang berisi elemen-elemen penyusunnya, maka air akan mengisi ruang-ruang kosong pada benda tersebut dan kita bisa mengukur volume air tersebut, sehingga nilai porositasnya dapat ditentukan dengan hubungan.
V pori Vbenda
(3)
Dengan: Vpori = volume pori-pori benda (cm3), Vbenda volume total benda (cm3) c.
Penentuan porositas dengan MikroCT
Salah satu alat yang digunakan untuk mengetahui pencitraan benda bagian dalam dan menghasilkan gambar dalam 3D (dimensi) adalah CT (Computed Tomography) Scan. CT Scan yang memiliki kemampuan menggambarkan objek pada rentang pengukuran orde mikro (10-6) dinamakan Mikro CT Scan. Kondisi fisik mikroCT digambarkan seperti berikut :
Gambar 1. Set Alat Mikro CT Scan (sumber: http://www.skyscan.be). Prinsip kerja Mikro CT Scan bisa dilihat pada diagram berikut.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 41
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 2. Diagram Prinsip Kerja Mikro CT Scan sumber: http://www.skyscan.be). Sinar x digunakan sebagai media utama untuk menghasilkan pencitraan bagian dalam objek karena kemampuannya yang bisa menembus bahan. Setelah sumber sinar x diembakan sehingga bisa menembus objek, maka peristiwa atenuasi pun terjadi. Karena ada sebagian energi yang diserap maka intensitas akhir dari sinar x setelah menembus objek berkurang yang menghasilkan cahaya tampak dan ditangkap oleh detektor sintilator. Cahaya tampak tersebut diatur dan difokuskan sehingga dapat direkam oleh bagian CCD. Kemudian objek diputar 3600 dan terjadi proses yang sama. Hasil dari pencitraan direkonstruksi sehingga menghasilkan gambar 3D yang dipotong - potong dan dapat terlihat gambar penampangnya. Dari gambar yang dihasilkan terlihat perbedaan kejelasan warna hitam putih akibat atenuasi yang menunjukkan perbedaan penyusun bahan. Hasil dan Diskusi Porositas pada sebuah balok yang di dalamnya terdapat bola-bola kecil dengan pola 2x2, 3x3, 2x2, seperti ditunjukan pada gambar 3:
Gambar 3. Simulasi 3D Susunan Bola. Terdapat dua nilai porositas pada balok yang berisi bola-bola kecil dengan pola 2x2, 3x3, 2x2 dari dua cara yang berbeda, sebagai berikut: a. Porositas balok berisi bola-bola kecil dari perhitungan secara manual berdasarkan geometrinya.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 42
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Berdasarkan literatur volume sebuah bola adalah
4 Vbola R3 3
(4)
dengan R adalah jarii-jari bola. Sedangkan volume balok yang digunakan dalam percobaan ini berdasarkan perhitungan manual adalah
Vbalok (6 R)(6 R)(2 R 2 2 R) 36 R3 (2 2 2)
(5)
Pada balok tersebut terdapat 17 bola sehingga volume bola total:
Vbola 17 43 R 3
(6)
Sehingga porositasnya secara perhitungan manual adalah:
17 43 R 3 Vbola 68 1 1 1 1 0, 41 3 Vbalok 521, 47 36(2 2 2) R
0, 59 b.
Porositas balok berisi bola-bola kecil dengan cara mengisi celah kosong pada balok berisi bola dengan air yang kemudian diukur volume airnya.
Dari hasil percobaan diperoleh volume balok:
Vbalok 3, 45 cm 2, 95 cm 35,11cm 3 dan volume pori-pori balok:
V pori 19 cm3 Sehingga porositas balok adalah:
V pori Vbalok
19cm3 0,54 35,11cm3
Terdapat perbedaan nilai porositas dari hasil perhitungan secara manual dengan yang menggunaakan air dengan presisi sebesar
% kesalahan
hitung air 0,59 0,54 100% 100% 8, 47% 0,59 hitung
Hal ini bisa disebabkan karena bentuk bola yang tidak benar-benar simetris sehingga volumenya bukanlah 4/3πR3, hal ini akan berdampak terjadinya perbedaan antara hasil perhitungan secara manual dan dengan cara memasukkan air ke dalam
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 43
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
balok. Selain itu perbedaan hasil bisa juga disebabkan oleh ketidakpasan antara bolabola yang di susun dalam balok, artinya panjang dan lebar balok bukanlah 6R (yang sebenarnya harus 6R) karena terdiri dari 3 bola ke samping, melainkan panjang balok mungkin lebih dari dari 6R meskipun hanya terdapat sedikit perbedaan. Faktor yang terakhir bias juga karena kesalahan paralaks dalam pengukuran volume air dan volume balok atau bisa juga karena ketelitian dari alat ukur yang masih kurang. c.
Porositas balok dengan skaning melalui alat µCT.
Hasil dari penembakan dan pencitraan sinar X yang ditembakan pada objek menghasilkan gambar yang menginterpretasikan objek yang diamati sampai ke bagian dalam dari objek. Hasil pemotretan dalam eksperimen ini sebagai berikut, dimana warna putih merupakan bagian yang dianggap benda, dan warna hitam merupakan bagian yang dianggap kosong.
Gambar 4. Hasil MikroCT pada aplikasi Fiji. Dari hasil eksperimen, maka nilai porositasnya di dapatkan 0,36.
% kesalahan
hitung CT 0,59 0,36 100% ,59 100% 38,98% 0 hitung
Hal ini bisa disebabkan karena susunan bola saat disusun tidak benar-benar simetris di dalam balok, sehingga saat di crop hasil gambarnya tidak membentuk volume wadah yang sesungguhnya, akibatnya berdampak saat penentuan porositasnya dengan ukuran volume wadah yang berbeda dari seharusnya.
Noise Gambar 5. Noise foto scanning µCT.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 44
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Pencitraan yang didapat akibat dari tidak simetrisnya susunan bola bisa dilihat dari ukuran bola yang menjadi tidak sama dilihat dari foto hasil scaning mikroCT. Penghitungan nilai porositas ditentukan dari jumlah pixel foto yang berwarna merah. Gambar foto kami memberikan gambar seperti di atas, ketika di-trashold ingin menghilangkan noise di pinggir muncul noise di dalam bulatan, dan sebaliknya. Sehingga kami mendapatkan ukuran bulatan merah sempurna yang ukuran bulatannya tidak identik. Nilai porositas pada penelitian kami, nilai yang diperoleh melalui µCT cukup jauh dari nilai perhitungan manual matematis dan metode watering. Perbedaan nilai metode watering dan hitungan matematis manual bisa disebabkan karena pengaruh adanya rem perekat pada ruang antar bola, sehingga mengurangi jumlah air yang masuk ke ruang, serta ukuran bola yang tidak identik. Perbedaan nilai metode scaning mikroCT dengan metode watering dan hitung matematis manual bisa disebabkan karena susunan bola yang tidak tepat simetris, sehingga ukuran crop di aplikasi Fiji tidak sesuai dengan ukuran ruang yang sebenarnya, serta adanya noise yang mengganggu penentuan pori pada ruang yang diamati. Kesimpulan Nilai porositas dengan metode matematis manual adalah 0,59, sedangkan metode watering 0,54, dan scaning dengan µCT mendapatkan porositas 0,61. Dan eror metode watering sebesar 8,47% dan metode scan µCT memiliki error 38,98%. Ucapan terima kasih Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya laporan ini yaitu, Tim Zulfikar dan Tim Trise. Referensi [1] Nurwidiyanto. (2005). Estimasi Hubungan Porositas Dan Permeabilitas Pada
Batupasir. Undip.Semarang.
*Corresponding author Bambang Achdiat Deden Anugerah Rimela Diaz Fourier Dzar Eljabbar Latief* Program Studi Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung Email:
[email protected] *) Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 45
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Pengembangan Model dan Simulasi Kehilangan Tekanan Pada Pipa Alir Fluida Panas Bumi Menggunakan Bahasa Pemograman Visual Basic Candra Mecca Sufyana, dan Abdurrachim Abstrak Kehilangan tekanan sangat diperlukan pada saat pendesainan pipa dan penempatan separator. Perhitungan kehilangan tekanan cukup rumit dan membutuhkan waktu yang lama jika dilakukan dengan proses perhitungan manual. Dalam paper ini, akan dipaparkan suatu model dan perancangan perangkat lunak yang berbasis interface yang menggunakan fitur-fitur Windows untuk menyajikan data input dan output untuk menghitung kehilangan tekanan pada pipa. Perangkat lunak ini dapat digunakan untuk kondisi aliran satu fasa maupun dua fasa. Kondisi aliran ini dibatasai oleh nilai dryness dari uap yang mengalir di sepanjang pipa. Untuk kondisi satu fasa digunakan metode Homogeneous dan untuk kondisi fluida dua fasa dapat menggunakan metode Beggs-Brill, Harrison-Freeston, atau Zhao-Freeston. Perangkat lunak ini telah di validasi menggunakan salah satu rangkaian pipa lapangan Wayang Windu (WWQ-3) yang memiliki tekanan kepala sumur 12,7 bar-a, entalpi 2745 kJ/kg, laju alir masa total 9,6 kg/s, dan 14 data fitting pipa. Nilai kehilangan tekanan total dengan metode Harrison-Freeston 0,13 bar-a, Zhao-Freeston 0,12 bar-a dan Beggs-Brill 0,19 bar-a dengan nilai error kurang dari 1%, dimana metode Beggs-Brill memberikan hasil yang paling mendekati dengan pengukuran. Perbandingan hasil perhitungan pemodelan dengan data desain memenuhi minimum error yang diharapkan sehingga pemodelan dianggap valid dan dapat digunakan untuk simulasi. Kata-kata kunci: Fluida Panas Bumi, Kehilangan Tekanan, Perangkat Lunak Pendahuluan Penelitian yang dilakukan para ahli untuk memperkirakan kehilangan tekanan aliran fluida panas bumi pada pipa yaitu dengan membuat korelasi penentuan densitas campuran dengan pengamatan di laboratorium ataupun dengan melakukan pengukuran di sumur percobaan. Beggs dan Brill menentukan gradien tekanan pada kondisi aliran dua fasa dengan memperhitungkan pola aliran yang terjadi di pipa selama aliran dan pengaruh inklinasi terhadap liquid holdup [1]. Harrison dan Freeston menentukan kehilangan tekanan dua fasa dengan memperhatikan perbandingan antara daerah aliran gas terhadap total area (void fraction) yang didapatkan berdasarkan analisis dari distribusi kecepatan aliran fluida dua fasa menggunakan Fifth power law [2]. Sedangkan Zhao melakukan koreksi distribusi kecepatan aliran fluida dengan menggunakan Seventh power Law [3]. Persoalan aliran multifasa dalam pipa adalah memperkirakan besarnya kehilangan tekanan yang terjadi selama aliran. Banyak metode yang telah dikembangkan untuk memperkirakan besarnya kehilangan tekanan tersebut, dimana masing-masing mempunyai kelemahan dan kelebihan. Dengan demikian, perlu dilakukan pemilihan metode yang tepat sesuai dengan kondisi lapangan sebelum suatu metode tersebut diaplikasikan untuk pemecahan persoalan aliran fluida multifasa
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 46
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
pada pipa. Oleh karena itu, dalam paper ini dikembangkan perangkat lunak untuk menghitung kehilangan tekanan berdasarkan metode Beggs-Brill, Harrison-Freeston, dan Zhao-Freeston yang kemudian dilakukan uji validitas terhadap ketiga metode tersebut pada salah satu rangkaian pipa lapangan Wayang Windu. Teori Kehilangan tekanan yang terjadi pada pipa alir fluida dapat diakibatkan karena pengaruh gravitasi sekitar 80-95%, pengaruh gesekan sekitar 5-20%, dan pengaruh akselerasi yang pada umumnya diabaikan karena bernilai sangat kecil. Persamaan dasar untuk perhitungan kehilangan tekanan total ditunjukkan oleh persamaan 1 berikut ini:
dp dp dp dp dz total dz gravitasi dz friksi dz akselerasi
(1)
Metode Beggs dan Brill menggunakan keseimbangan energi untuk menghitung gradien tekanan pada kondisi aliran dua fasa. Pada metode Beggs dan Brill banyak parameter fisika yang diperhitungkan, yaitu: Liquid hold up Untuk kondisi aliran fluida dua fasa dikenal adanya istilah Liquid Holdup (HL) sebagai perbandingan antara volume segmen pipa yang terisi cairan dengan volume pipa keseluruhan. Liquid Holdup (HL) terjadi akibat adanya perbedaan kecepatan antara fasa cair dengan fasa uap. Jika perbedaan tersebut diabaikan maka disebut sebagai Non slip holdup (λL) Kecepatan Superfisial Kecepatan superfisial merupakan perbandingan laju alir volume persatuan luas area. Pola Aliran Beggs dan Brill mengelompokkan pola aliran menjadi tiga kelompok yaitu segregated flow, intermitten flow, dan distributed flow. Untuk menentukan bentuk aliran yang sesuai dapat digunakan beberapa bilangan tak berdimensi yaitu bilangan Froude (NFR) dan bilangan kecepatan liquid (NLV). 2
N FR
v m gd in
(2)
Persamaan 2 memperlihatkan bahwa Bilangan Froude dipengaruhi oleh kecepatan superfisial campuran (vm), gravitasi (g), dan diameter dalam pipa (din) dan pada persamaan 3 memperlihatkan bahwa bilangan kecepatan liquid (NLV) dipengaruhi oleh kecepatan superfisial air (VSL), densitas air (ρw), gravitasi (g), dan tegangan permukaan fasa cair (σw).
N LV
VSL w g w
ISBN 978-602-19655-5-9
0.25
(3)
Hal. 47
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Untuk penentuan peta pola aliran digunakan korelasi berdasarkan grafik liquid content terhadap bilangan Froude seperti ditunjukkan pada Gambar 1
Gambar 1. Peta pola aliran Beggs-Brill (www.fekete.com). Pengaruh Inklinasi Semakin membesarnya inklinasi pipa sampai pada suatu harga tertentu, gaya gravitasi yang bekerja pada fasa cair akan menyebabkan semakin berkurangnya kecepatan alir fasa cair dan meningkatkan liquid holdup seperti terlihat pada Gambar 2
Gambar 2. Grafik Hubungan Antara Inklinasi dan Liquid Holdup [1] Densitas Dua Fasa Densitas dua fasa didapatkan dari penjumlahan densitas fasa air (ρw) dan densitas fasa uap (ρv) yang masing-masing dikalikan dengan nilai liquid holdupnya.
tp w H L v H g
ISBN 978-602-19655-5-9
(4)
Hal. 48
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Berdasarkan parameter-parameter fisis tersebut didapatkan nilai gradien tekanan akibat gravitasi dimana dipengaruhi oleh densitas dua fasa (ρtp) dan inklinasi (θ) seperti pada persamaan 5. g dp tp sin dL gravitasi g c
(5)
Sedangkan gradien tekanan akibat gesekan dipengaruhi oleh faktor friksi (ftp), densitas non-slip (ρn), kecepatan campuran (vm), dan diameter (d) seperti yang diperlihatkan pada persamaan 6. ftp n vm 2 dp yy dz 2 gc d friksi
(6)
Untuk metode Harrison-Freeston, pola aliran dianggap mengalir pada kecepatan rata-rata (vm) yang sama yang dipengaruhi oleh void fraction (α) (didapatkan berdasarkan korelasi penurunan index rasio (1-x)/x dan vw/vv yang dapat dilihat pada persamaan 7), laju alir massa total (W), densitas fluida (ρ), kualitas uap (x) dan luas penampang pipa yang terisi cairan (Aw) yang diperlihatkan pada persamaan 8.
1 1 (1 x) / x
vm
0.8
vw / vv
0.515
W (1 x ) (1 ) Aw
(7)
(8)
Persamaan 9 menghitung nilai gradien tekanan akibat gesekan pada metode Harrison-Freeston dipengaruhi oleh tegangan geser (σw), diameter (d), dan suku ”percepatan” (AC)
4 w dp dL d (1 AC ) in
(9)
Untuk nilai suku ”percepatan” ditentukan berdasarkan nilai tekanan pada titik tertentu (P) yang diperlihatkan pada persamaan 10. AC
W 2 x 2 vv PA2
(10)
Model perhitungan kehilangan tekanan pada metode Zhao hampir sama dengan metode Harrison, perbedaan terletak pada penentuan pendekatan nilai void fraction, dimana Zhao menemukan formula baru menentukan void fraction dengan menggunakan Seventh Power law yang ditunjukkan pada persamaan 11. 1
7/8
1 g 1 x f
ISBN 978-602-19655-5-9
f g
7/8
(11)
Hal. 49
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Hasil dan diskusi Program yang tersedia telah melakukan perhitungan secara otomatis yaitu saat hasil perhitungan menghasilkan harga dryness (x) dari fluida 1 atau 0 maka program akan langsung memilih menggunakan persamaan fluida dua fasa (aliran tercampur sempurna) yang dalam hal ini menggunakan persamaan Homogeneous. Begitu pula sebaliknya, jika harga dryness berada diantara 1 dan 0 maka program akan memilih menggunakan persamaan fluida dua fasa (aliran terpisah) dengan menggunakan persamaan yang telah dikeluarkan oleh Beggs-Brill, Harrison-Freeston, dan ZhaoFreeston, sesuai dengan metode yang dipilih. Data yang diperlukan untuk melakukan perhitungan kehilangan tekanan adalah data fluida seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 1 yaitu tekanan kepala sumur (bara), entalpi (kJ/kg), dan laju alir massa (kg/s). Selain itu perlu adanya data layout pipa , panjang pipa (meter), diameter dalam dan luar pipa (inchi) serta data sudut inklinasi yang diperoleh dari data elevasi jalur pipa seperti yang terlihat pada Tabel 2. Untuk data statik, diperlukan harga kekasaran pipa, dan metode friksi yang akan digunakan. Pemilihan metode friksi akan mempengaruhi tinggi rendahnya beda tekanan dimana dalam program ini tersedia 7 macam persamaan untuk menentukan harga friksi yaitu metode Churcill, Hagen, Blassius, Colebrook-White, Fanin, Barr, dan Moody. Tabel 1. Da ta Fluida Sumur WWQ-3. Variabel
Nilai
Satuan
P
12.7
bar-a
H
2745
kJ/kg
m
9.6
Kg/s
Tabel 2. Data Layout Rangkaian Pipa WWQ-3. Fitting
Ek(m)
d in (inch)
d out (inch)
Inklinasi
1
2
17.625
18
90
14
4
17.625
18
90
1
2
17.625
18
0
8
9
17.625
18
0
1
1.5
17.625
18
45
2
7
17.625
18
0
1
1.97
17.625
18
45
2
7
17.625
18
0
1
8.47
17.625
18
0
4
16
17.625
18
0
1
18.07
17.625
18
0
28
774
17.625
18
0
14
4
17.625
18
0
31
64
17.625
18
0
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 50
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 3 adalah form input dan output kehilangan tekanan total jika objek button hitung dikenakan event click, dimana sebelumnya input layout pipa yang berupa data array (Tabel 2) yang tersimpan dalam file ASCII di load menggunakan button Browsing File.
Gambar 3. Tampilan form input dan output kehilangan tekanan dengan metode BeggsBrill. Apabila objek lihat lengkap dikenakan event click maka muncul input dan output lengkap yaitu tekanan akibat gravitasi, friksi, akselerasi dan total pressure drop seperti yang terlihat pada Gambar 4. Objek Button simpan data adalah sebagai data store untuk menyimpan dan mencetak output ke dalam file ASCII.
Gambar 4. Tampilan form output lengkap kehilangan tekanan dengan metode BeggsBrill Berdasarkan output pressure drop dari ketiga metode tersebut, dapat dilihat kurva perbandingan tekanan keluar dari setiap segmen dengan metode Beggs-Brill, Harrison-Freeston, dan Zhao-Freeston yang ditunjukkan pada Gambar 5.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 51
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 5. Kurva Perbandingan Pressure Drop Berbagai Metode. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan simulator didapatkan hasil kehilangan tekanan total ketiga metode tersebut dan dibandingkan dengan data lapangan pada Tabel 3. Tabel 3 Validasi Data Kehilangan Tekanan Tekanan Data Lap Errors (bar-a) (bar-a) (%) Metode Zhao
12.58
12.5
0.64
Beggs-Brill
12.51
12.5
0.066
Harrison
12.57
12.5
0.56
Dari hasil validasi Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa baik metode Harrison-Freeston, Zhao-Freeston dan Beggs-Brill memberikan hasil perkiraan kehilangan tekanan yang cukup baik terhadap hasil pengukuran karena memiliki nilai error kurang dari 1%. Akan tetapi secara keseluruhan hasil dari metode Beggs-Brill lebih presisi untuk data lapangan WWQ 3 ini Kesimpulan Perbandingan hasil perhitungan pemodelan dengan data desain memenuhi minimum error yang diharapkan yaitu 5 % dimana keseluruhan error pemodelan memiliki rata-rata error di bawah 1 % sehingga pemodelan dianggap valid untuk digunakan dalam simulasi menentukan kehilangan tekanan. Di antara ketiga metode kehilangan tekanan yang ada pada simulator, hasil perhitungan kehilangan tekanan dengan menggunakan Metode Beggs-Brill memberikan hasil yang paling mendekati jika dibandingkan dengan hasil pengukuran. Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih atas Kepala Prodi Teknik Panas Bumi dan Direktur Politeknik Piksi Ganesha Bandung atas dukunganya pada penelitian ini. Referensi [1]
Beggs, H.D., dan J.P. Brill, ”A Study of Two-Phase Flow in Inclined Pipes”, SPE Reprint Series No. 13 Vol. II, Dallas (1977)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 52
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
[2] [3]
Freeston, D.H. dan K.C. Lee, ”Geothermal Production Technology”, Geothermal Institute University of Auckland (1994) Zhao, H. D., K. C Lee,., and Freeston, D. H, ”Geothermal Two-Phase Flow in Horizontal Pipes”, Proceedings WGC, Tohoku-Japan (2000)
Candra Mecca Sufyana* Departement of Informatics Management Politeknik Piksi Ganesha Bandung
[email protected]
Abdurrachim Departement of Mechanical Engineering Institut Teknologi Bandung
[email protected]
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 53
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Pembelajaran Fisika Berbasis Wolfram Mathematica 8.0 Christian Fredy Naa* dan Agus Suroso Abstrak Salah satu permasalahan di dunia pendidikan khususnya pendidikan Fisika adalah bagaimana menarik minat belajar siswa/mahasiswa sekaligus memberi penjelasan yang menarik mengenai Fisika itu sendiri. Permasalahan ini terkait dengan bagaimana membuat bahan ajar Fisika yang menarik minat belajar siswa/mahasiswa merupakan tantangan bagi para pendidik. Wolfram Mathematica 8.0 merupakan perangkat lunak yang mampu menyediakan bahan ajar yang interaktif untuk pembelajaran Fisika. Selain itu, Wolfram Mathematica 8.0 menyediakan fitur untuk membuat dokumen, presentasi yang interaktif yang mampu meningkatkan pengertian dan minat belajar siswa/mahasiswa. Dengan salah satu fiturnya yang disediakan gratis, yakni CDF (Computable Document Format), Wolfram Mathematica 8.0 memberikan opsi yang mudah dan murah bagi para pendidik. Makalah ini memberikan penjelasan mengenai prinsip serta fitur-fitur yang terdapat di Wolfram Mathematica 8.0. Kata-kata kunci: media pembelajaran, interaktif, Wolfram Mathematica 8.0 Pendahuluan Pada hakekatnya, perkembangan sains dan teknologi di masa-masa yang akan datang ditentukan oleh kualitas pendidikan di masa kini. Siswa yang saat ini sedang menempuh pendidikan di level dasar dan menengah merupakan calon-calon inventor dan inovator di masa depan. Salah satu kewajiban generasi masa kini adalah mempersiapkan generasi yang akan datang melalui pendidikan dan pengajaran. Namun, patut diakui bahwa pola pendidikan saat ini masih belum mengakomodasi tujuan mulia tersebut. Fisika sebagai salah satu mata pelajaran penting dalam sains dan teknologi masih dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dan cukup dihindari oleh siswa. Alasannya cukup sederhana, Fisika secara umum tidak menarik minat belajar siswa. Media pembelajaran merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap minat belajar siswa. Dengan perkembangan informasi yang teknologi yang semakin pesat, pengembangan media pembelajaran menjadi tantangan tersendiri bagi para guru. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana membuat media pembelajaran yang menarik namun sekaligus akurat. Buku dan papan tulis merupakan media pembelajaran klasik yang hingga saat ini masih digunakan secara luas. Kelemahan dari media ini adalah sifatnya yang statik, yang terkadang tidak cukup memberi gambaran konsep di benak siswa. Selain itu, cukup sulit untuk memberikan informasi terbaru (up to date) pada buku yang sudah diterbitkan beberapa tahun yang lalu. Media pembelajaran berbasis animasi merupakan salah satu media yang mampu menarik minat belajar siswa. Siswa dapat memperoleh gambaran mengenai sistem fisis yang sedang dipelajari. Namun, media pembelajaran berbasis animasi ini tidaklah akurat karena tidak memecahkan formulasi fisika dalam prosesnya. Tantangan lainnya adalah banyaknya tools yang harus dikuasai oleh guru. Perangkat lunak demi perangkat lunak harus dikuasai untuk membuat materi ajar, membuat materi pekerjaan rumah/ujian, menulis rumus, membuat presentasi, membuat animasi, serta pencarian
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 54
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
informasi yang relevan bagi pembelajaran. Hal ini tentu menguras sumber daya dan waktu yang cukup banyak. Makalah ini menguraikan secara komprehensif perangkat lunak Wolfram Mathematica sebagai opsi media pembelajaran untuk menjawab tantangan seperti yang telah diuraikan di atas. Mathematica dapat digunakan untuk membuat media pembelajaran yang menarik namun dengan tetap memberikan perhitungan yang akurat. Perangkat lunak ini pun mampu memberikan informasi terbaru ketika terhubung dengan internet. Selain itu, perangkat lunak ini dapat membantu hampir semua pekerjaan guru sehingga memberi keuntungan secara praktis dan kompatibilitas. Sekilas tentang Wolfram Mathematica Wolfram Mathematica merupakan sistem yang terintegrasi untuk melakukan teknik komputasi. Dikembangkan sejak 1960, Mathematica sering disebut sebagai permulaan dari teknik komputasi modern. Konsep dari Mathematica adalah menciptakan sebuah sistem yang mengintegrasikan beragam aspek tentang teknik komputasi dalam satu kesatuan secara koheren [1]. Saat ini Mathematica telah menyatukan komputasi berbasis simbolik, mesin pencari berbasis komputasi, editing, visualisasi, presentasi hingga baru-baru ini memasuki aplikasi mobile. Konsep ini menjadikan Mathematica sebagai one for all tools untuk kepentingan komputasi. Demokratisasi komputasi merupakan jargon dari Mathematica [2], dimana Mathematica mempermudah bagi siapa saja untuk bisa melakukan komputasi bahkan bagi mereka yang tidak fasih dalam pemrograman. Mathematica digunakan secara luas untuk menunjang penelitian di berbagai bidang seperti matematika, sains dan teknik [1]. Mathematica juga digunakan di sektor keuangan karena kemampuannya dalam hal pemodelan ekonomi [3]. Selain untuk kepentingan-kepentingan profesional tersebut, Mathematica juga digunakan di sektor pendidikan. Mathematica telah digunakan sebagai sarana untuk membuat bahan pelajaran/kuliah [4]. Mathematica juga mengembangkan demonstrasi interaktif untuk kepentingan pendidikan yang bisa diunduh dengan gratis [5] dan baru-baru ini Mathematica mengembangkan portal edukasi [6] yang diproyeksikan menjadi media pembelajaran yang sistematik dan gratis. Mathematica merupakan inisiator dari kampanye Computer Based Math (Matematika berbasis komputer) [7]. Kampanye ini ditujukan untuk memperbaiki sistem pendidikan di dunia yang selama ini secara tidak sadar menyamakan matematika dan berhitung. Model pendidikan seperti ini dikhawatirkan akan menjadikan siswa menjadi sekedar mesin hitung tanpa mengerti arti dari matematika itu sendiri. Konsep dibalik inovasi pendidikan ini adalah menyerahkan perhitungan mekanik kepada komputer sehingga siswa bisa lebih memikirkan esensi dari matematika itu sendiri. Uraian di atas menyimpulkan bahwa pendidik dapat memanfaatkan keunggulan Mathematica untuk membuat media pembelajaran. Keunggulan ini terdapat dalam fitur-fitur terintegrasi yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya. Fitur Wolfram Mathematica Notebook merupakan antar muka dasar dari Mathematica. Di antar muka ini, perhitungan numerik serta visualisasi interaktif dapat dilakukan. Antar muka ini juga mendukung masukan teks. Dengan kata lain, Mathematica Notebook menggabungkan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 55
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
pemrograman dan proses teks dalam sebuah antar muka. Integrasi ini memungkinkan pendidik untuk membuat perhitungan numerik, visualisasi dan teks dengan sebuah perangkat lunak. Mathematica juga menyediakan fitur untuk mengubah Notebook menjadi presentasi. Hal ini mempermudah pengguna karena tidak perlu bekerja dua kali untuk membuat catatan pembelajaran dan presentasi. Contoh tampilan antar muka dari Mathematica Notebook dan presentasi dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tampilan Mathematica Notebook.
Gambar 2. Hasil pencarian tentang difraksi dengan Wolfram Alpha.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 56
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Wolfram Alpha meru pakan mesin pencari berbasis komputasi. Wolfram Alpha berbeda dengan mesin pencari lainnya karena Wolfram Alpha memberi informasi yang terkomputasi, jika diperlukan dapat disertai dengan data aktual yang terdapat di internet. Gambar 2 menunjukan hasil pencarian “difraksi” menggunakan Wolfram Alpha. Jika dibandingkan dengan situs Wikipedia, Wolfram Alpha memberikan informasi yang lebih lengkap, disertai dengan kalkulasi dan visualisasi parameter yang relevan. Dengan kemampuan ini, siswa/pengajar dapat memperoleh informasi secara efisien dan akurat. Situs Demonstration Mathematica merupakan situs yang mengumpulkan kontribusi dari para pengguna Mathematica yang membuat bahan pembelajaran. Dari situs ini, pengajar tidak perlu membuat bahan pembelajaran dari awal, cukup mencari dengan kata kunci yang terkait. File dapat diunduh dalam bentuk notebook Mathematica yang dapat dimodifikasi dengan program Mathematica. Selain itu, bahan pembelajaran dapat diunduh dalam versi CDF. CDF merupakan aplikasi untuk menampilkan dokumen/halaman web interaktif dari produk yang dihasilkan dari Mathematica. Bisa dikatakan CDF merupakan versi interaktif dari PDF. CDF dapat diperoleh secara gratis, sehingga pengguna yang tidak memilki program Mathematica bisa mendapatkan akses untuk menggunakan berbagai bahan pembelajaran yang tersedia di Demonstration Wolfram Mathematica. Contoh Bahan Pembelajaran Pipa organa terbuka/tertutup merupakan sebuah kolom udara dengan ujung yang terbuka/tertutup. Kolom udara tersebut dapat beresonansi untuk menghasilkan bunyi pada frekuensi tertentu (frekuensi alamiah) serta kelipatannya. Visualisasi pipa organa terbuka/tertutup dengan Mathematica ditujukan oleh Gambar 3. Visualisasi ini diperoleh dari situs Demonstrasi Mathematica [8] lalu diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Dengan memilih ujung terbuka/tertutup (open ends) serta mode harmonik (n) yang menghasilkan perubahan secara simultan, siswa dapat memiliki gambaran mengenai bentuk gelombang pada pipa organa. Selain itu, pengajar dapat lebih mudah menjelaskan mengenai topik ini karena tidak perlu menggambar di papan tulis untuk mode dan ujung pipa yang berbeda.
Gambar 3. Bahan ajar Pipa Organa. Efek Doppler merupakan perubahan frekensi yang terdengar oleh pengamat akibat gerak relatif antara objek dan pengamat. Efek ini mudah dihitung dengan formula yang ada, namun sulit bagi siswa untuk memperoleh gambaran nyata mengenai efek ini. Gambar 4 menunjukan simulasi efek Doppler dimana sebuah sumber bunyi bergerak secara relatif terhadap pengamat yang diam. Pada simulasi ini siswa/pengajar dapat memberi input pada lokasi pengamat serta kecepatan dan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 57
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
frekuensi sumber bunyi. Ketika simulasi ini dijalankan, siswa/pengajar dapat melihat bentuk gelombang, grafik frekuensi yang teramati serta mendengar perubahan frekuensi ketika sumber bunyi bergerak. Gambar 5 menunjukan simulasi pola difraksi dengan m asukan berupa jumlah kisi, lebar dan jarak antar kisi. Dengan simulasi ini, siswa dapat memperoleh pengertian mengenai perbedaan pola difraksi antara konfigurasi kisi yang satu dengan yang lainnya.
Gambar 4. Bahan ajar Efek Doppler [9].
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 58
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 5. Bahan ajar difraksi pada kisi [10]. Kesimpulan Wolfram Mathematica menyediakan platform all in one sebagai media pembelajaran. Dengan keunggulan dan fitur-fiturnya, Mathematica dapat memberi kemudahan dalam membuat media pembelajaran serta menarik minat belajar siswa. Referensi [1] Stephen Wolfram, “The Mathematica Book, 5th Edition”, Wolfram Media, 2003. [2] “Wolfam Predictive Interface Heads Up Broad New Capabilities of Mathematica 9” url: http://company.wolfram.com/news/2012 /wolfram-predictive-interface-headsup-broad-new-capabilities-of-mathematica-9/ [diakses: 29 Oktober 2013] [3] William T. “Shaw, Modeling Financial Derivatives with Mathematica”, Cambridge University Press, 2009 [4] Kontributor, “Wolfram Library Archive”, url: http://library.wolfram.com/infocenter/ Courseware/ [diakses: 29 Oktober 2013] [5] Kontributor Wolfram Demonstration Project, “Wolfram Demonstration Project”, url: http://demonstrations.wolfram.com [diakses: 29 Oktober 2013] [6] Kontributor, “Wolfram Education Portal”, url: http://education.wolfram.com [diakses 29 Oktober 2013] [7] Conrad Wolfram, “Stop Teaching Calculating, Start Teaching Math”, url: http://www.computerbasedmath.org [diakses 29 Oktober 2013] [8] Enrique Zeleny, “Resonance in Open and Closed Pipes”, url: http://demonstrations. wolfram.com/ResonanceInOpenAndClosedPipes/ [diakses: 29 Oktober 2013] [9] Alan Joyce, “The Doppler Effect”, url: http://demonstrations.wolfram.com/ TheDopplerEffect/ [diakses: 29 Oktober 2013] [10] Peter Fallon, “Multiple Slit Diffracion Pattern”, url: http://demonstrations. wolfram.com/ MultipleSlitDiffractionPattern/ [diakses: 29 Oktober 2013]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 59
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Christian Fredy Naa* Program Studi Fisika Institut Teknologi Bandung
[email protected]
Agus Suroso Program Studi Fisika Institut Teknologi Bandung
[email protected]
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 60
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Raspberry Pi sebagai Solusi Murah untuk Pendidikan Pemrograman Dasar dan Dasar-Dasar Kontrol Christian Fredy Naa* dan Sparisoma Viridi Abstrak Pendidikan pemrograman dasar sejak level pendidikan menengah sangat diperlukan untuk mengakselarasi penguasaan teknologi bagi generasi muda. Namun, hal ini terhambat oleh pembiayaan infrastruktur yang mahal. Pada makalah ini, kami memperkenalkan solusi murah untuk mengatasi hambatan ini dengan menggunakan mini komputer Raspberry Pi. Raspberry Pi merupakan komputer seharga Rp. 500.000,-, memiliki ukuran sebesar kartu kredit yang dapat menjadi solusi untuk implementasi pendidikan pemrograman dasar level pendidikan menengah. Raspberry Pi memilki kapabilitas untuk terhubung dengan dunia luar, dengan demikian pelajaran pemrograman dapat dibawa ke level yang lebih jauh untuk mempelajari sistem terintegrasi Kata-kata kunci: Raspberry Pi, pendidikan pemrograman dasar Pendahuluan Kemampuan dasar-dasar pemrograman merupakan landasan untuk bisa berinovasi di dunia teknologi. Oleh karena itu, kemampuan ini harus sedapat mungkin dikuasai oleh generasi muda. Namun generasi muda saat ini lebih cenderung mengkonsumsi teknologi. Konsumsi teknologi tersebut berasal dari komputer, game console, smart phone dan tablet yang harganya makin terjangkau. Survey Nielsen yang dilakukan pada Mei 2013 mengungkapkan pengguna smart phone di Indonesia menghabiskan rata-rata lebih dari tiga jam per hari chatting, browsing dan aktivitas lainnya [1]. Survey lainnya, yang dilakukan TNS global technology menunjukan remaja Indonesia menghabiskan 8.6 milyar rupiah per tahun untuk konsumsi teknologi seperti membeli komputer, smart phone dan tablet [2]. Teknologi-teknologi tersebut kurang mengakomodasi kemampuan menguasai dasar pemrograman karena produk yang cenderung tertutup untuk bisa diprogram ulang serta kurangnya fleksibilitas untuk koneksi dengan perangkat keras yang lain. Memperkenalkan dasar-dasar pemrograman sejak sekolah level menengah memiliki beberapa keuntungan, diantaranya dapat mengajarkan berpikir analitis serta dapat mengajarkan konsep-konsep penting dalam matematika. Keuntungan ini sulit diperoleh oleh siswa ketika mereka hanya diajarkan bagaimana cara menggunakan komputer dengan program yang sudah jadi serta tertutup untuk dikembangkan oleh pengguna. Uraian di atas menunjukan betapa pentingnya memperbesar kesempatan bagi generasi muda untuk dapat mempelajari dasar-dasar pemrograman. Hingga saat ini, masih sedikit sekolah yang mengadopsi pelajaran atau ekstrakurikuler dasar-dasar pemrograman. Hal ini dikarenakan infrastruktur dan biaya pemeliharaan yang cukup mahal. Selain itu, dengan keluaran yang hanya berupa perangkat lunak, subjek ini
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 61
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
dirasa tidak memberi dampak yang signifikan. Oleh karena itu diperlukan solusi murah yang mampu mengakomodasi siswa sekolah untuk menguasai bukan hanya pemrograman dasar perangkat lunak namun juga perangkat keras. Pemrograman yang terintegrasi seperti ini dapat memberikan keluaran yang nyata dan praktis serta lebih menarik minat siswa untuk belajar. Makalah ini memperkenalkan Raspberry Pi sebagai solusi murah untuk pendidikan dasar-dasar pemrograman. Raspberry Pi diciptakan oleh Eben Upton untuk mengakomodasi generasi muda untuk mempelajari level dasar pemrograman dengan biaya murah [3]. Sejak diproduksi masal pada tahun 2011, Raspberry Pi telah digunakan untuk kepentingan pendidikan di beberapa sekolah di dunia [4]. Makalah ini terdiri dari pengenalan modul Raspberry Pi serta aplikasinya untuk pendidikan dasardasar pemrograman perangkat lunak dan keras. Tentang Raspberry Pi Raspberry Pi merupakan komputer mini berukuran kartu kredit yang dikembangkan oleh Yayasan Raspberry Pi dengan tujuan untuk menstimulasi pembelajaran dasar-dasar pemrograman/komputer di sekolah. Seiring dengan perkembangannya, Raspberry Pi kini bukan hanya digunakan untuk pendidikan namun juga digunakan secara luas dalam alat-alat elektronik buatan sendiri lainnya seperti otomatisasi [5], web server [6] dan cluster komputer [7]. Raspberry Pi memiliki sistem yang mirip dengan telepon genggam, yakni system on chip (SoC). System on Chip ini terdiri dari prosesor ARM1176JZF0-S dengan clock speed 700 MHz, 256 MB RAM dan prosesor grafis (GPU) Video Core IV. Raspberry Pi memiliki konektor yang biasa ditemui pada komputer secara umum, seperti 2 port USB, keluaran video (komposit dan HDMI), keluaran audio serta masukan ethernet (LAN) untuk koneksi jaringan dan internet. Untuk hard drive, Raspberry Pi menggunakan 4GB SD Card dengan sistem operasi LINUX . Rapberry Pi membutuhkan tenaga DC sebesar 5V melalui masukan micro USB. Raspberry Pi memiliki 2x13 pin GPIO (General Purpose Input Output) untuk terhubung dengan komponen elektronik lainnya. Gambar 1 menunjukan board dari Raspberry Pi serta keterangan dari komponen-komponennya. Board Raspberry Pi sendiri dijual seharga kurang lebih Rp. 500.000,- harga ini tentu sangat murah jika dibandingkan dengan komputer/laptop pada umumnya
Gambar 1. Board Raspberry Pi.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 62
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 2 menunjukan Raspberry Pi yang sudah berfungsi layaknya komputer. Pada gambar terlihat Raspberry Pi terhubung dengan monitor melalui kabel HDMI, keyboard dan mouse melalui 2 Port USB, internet melalui ethernet port serta 4GD SD Card sebagai hard drive. Dengan setiap komponen yang dimilikinya, ukurannya yang kecil serta harga yang relatif murah, Raspberry Pi dapat digunakan sebagai alat untuk pembelajaran dasar-dasar komputer. Dengan adanya GPIO, siswa dapat mempelajari dasar-dasar kontrol seperti mengendalikan saklar, menyalakan LED, mengontrol masukan dari sensor dan sebagainya. Dengan demikian Raspberry Pi dapat digunakan untuk pembelajaran elektronika dasar serta sistem terintegrasi.
Gambar 2. Board Raspberry Pi yang sudah terhubung dengan monitor, keyboard, mouse, ethernet dan 4GB Sd Card Implementasi Raspberry Pi untuk Pendidikan Filosofi dibalik pengembangan Raspberry Pi adalah untuk menginspirasi pendidikan pemrograman dengan menyediakan platform untuk pembelajaran pemprograman dari level yang paling dasar. Oleh karena itu, sebagian besar perintahperintah dasar di Raspberry Pi merupakan perintah berbasis Linux dan bukan GUI sebagai mana komputer pada umumnya. Pemrograman Raspberry Pi berbasis pada bahasa Python dengan Nano/VIM sebagai program editor. Dengan GPIO, Raspberry Pi dapat terhubung dengan perangkat elektronik lainnya. Gambar 3 menunjukan board ekspansi Pi-Face yang dipasang dengan GPIO Raspberry Pi. Board ekspansi ini memiliki dua relay DC, empat input switch, delapan input digital, delapan output dan delapan indikator LED. Ekstensi Pi-Face ini dapat digunakan sebagai media pembelajaran pemrograman Raspberry Pi serta perangkat elektronik lainnya. Raspberry Pi dapat digunakan sebagai pembelajaran berbasis proyek. Model pembelajaran ini merupakan model yang lebih berfokus kepada siswa. Model pembelajaran ini tidak menggunakan bahan ajar yang kaku dimana siswa dibimbing ke jalur keilmuan yang didesain oleh pengajar [8]. Pembelajaran berbasis proyek
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 63
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
memberi kebebasan kepada siswa untuk berkreasi, untuk mencari informasi dan menyelesaikan proyek yang didesain sesuai dengan kemampuan siswa.
Gambar 3. Raspberry Pi terhubung dengan Piface Dengan fiturnya yang unggul untuk ukuran komputer mini dan harganya yang murah, Raspberry Pi dapat diimplementasikan untuk pembelajaran berbasis proyek. Pengajar dapat mengajarkan dasar-dasar pemrograman serta integrasi Raspberry-Pi dengan komponen elektronik lainnya. Namun sistem operasi Linux bisa menjadi hambatan bagi para siswa sekolah menengah yang pada umumnya merupakan pengguna sistem operasi Windows. Oleh karena itu pelatihan dasar Linux merupakan hal yang penting sebelum para siswa dapat menggunakan Raspberry Pi. Pada Gambar 4, kami membuat contoh proyek berupa sistem sederhana rumah cerdas (Smart Home) berbasis Rasperry Pi. Kami telah memperluas proyek ini sehingga dapat menggendalikan delapan buah saklar. Raspberry Pi GPIO terhubung dengan Relay AC yang kemudian terhubung dengan delapan buah lampu melalui dua buah AC terminal. Pada sistem ini, Raspberry-Pi dilengkapi dengan wi-fi doodle yang diprogram sedemikian hingga berperan sebagai pemancar wi-fi (ad-hoc). Pemrograman dilakukan dengan bahasa Python yang digabungkan dengan program webiopi [9] sebagai antar muka. Sistem ini dapat dikembangkan dengan mendesain Raspberry Pi untuk membaca masukan dari sensor. Sistem seperti ini dapat digunakan sebagai salah satu subjek pembelajaran berbasis proyek.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 64
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 4. Contoh proyek sederhana sistem terintegrasi. Raspberry Pi terhubung dengan relay AC untuk menyalakan lampu belajar yang dikendalikan via wi-fi.
Gambar 5. Skematik dari contoh proyek sistem sederhana rumah cerdas berbasis Raspberry Pi. Kesimpulan Raspberry Pi diperkenalkan sebagai solusi untuk pembelajaran dasar-dasar pemrograman, elektronika dasar dan sistem kontrol di sekolah menengah. Raspberry Pi memiliki keunggulan dari segi harga, aksesibilitas dan fleksibilitas. Referensi [1] Konsumen Indonesia ketagihan smartphone, Koran Sindo url: http://koransindo.com/node/321184 [diakses 26 Oktober 2013] [2] “Cheap smartphones change RI internet behaviour: Survey”. The Jakarta Post url: http://www.thejakartapost.com/news/2011/05/31/cheap-smartphones-change-riinternet-behavior-survey.html [diakses: 26 Oktober 2013]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 65
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
[3] Raspberry Pi’s Eben Upton: we need to create a generation of producers not consumers, Wired.co.uk url: http://www.wired.co.uk/news/archive/201310/18/eben-upton-raspberry-pi [diakses: 26 Oktober 2013] [4] Raspberry Pi Education Project, url: [5] http://www.raspberrypi.org/ archives/tag/education [diakses: 26 Oktober 2013] [6] Steven Goodwin, “Smart Home Automation with Linux and Raspberry Pi”, Apress, 2013 [7] Raspberry Web Server url: http://raspberrywebserver.com [diakses: 26 Oktober 2013] [8] Simon J. Cox et al. “Iridis-pi: a low-cost, compact demonstration cluster”, Cluster Computing, Springer US, 2013 [9] Michale M Grant, “Getting a Grip on Project-based Learning: Theory, Cases and Recomendation”, Meridian: A Middle School Computer Technologies Journal, Vol 5, Number 1, p83 2002. [10] Webiopi, Internet of Things framework, url: https://code.google.com/p/webiopi/ [diakses :26 Oktober 2013]
Christian Fredy Naa* Physics Department Institut Teknologi Bandung
[email protected]
Sparisoma Viridi Nuclear Physics and Biophysis Research Division Institut Teknologi Bandung
[email protected]
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 66
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Pengaruh Variasi Ketinggian Reservoir Terhadap Efisiensi Pompa Hidram Claudia Mariska M, Cristi Ascika S, Widya Arisya P, dan Enjang Jaenal Mustopa Abstrak Pompa hidram merupakan salah satu alat alternatif yang mulai dikembangkan saat ini yang berfungsi untuk menaikkan air dari tempat rendah ke tempat yang lebih tinggi. Keuntungan pompa ini adalah tidak memerlukan listrik dan bahan bakar dalam pengoperasiannya. Ketika aliran fluida mengalir melalui pipa penghantar dan dihentikan secara tiba-tiba, maka akan timbul perubahan momentum massa fluida, di mana hal ini akan meningkatkan tekanan air pada tabung udara (air chamber) sehingga air dapat naik ke tempat yang lebih tinggi dan ditampung pada bak penampung. Metode yang digunakan ialah metode eksperimen di mana peneliti memvariasikan ketinggian sumber air (reservoir) sebanyak 4 kali. Pengukuran dilakukan dengan volume buangan ditetapkan sebanyak 1500 cm3. Pada ketinggian 134,2 cm diperoleh debit hasil terbesar 1,87 cm3/s dalam selang waktu 43,18 sekon dengan efisiensi 12,73%, ketinggian 157,4 cm diperoleh debit hasil terbesar 2,71 cm3/s dalam selang waktu 42,01 sekon dengan efisiensi 14,95%, ketinggian 203,4 cm diperoleh debit hasil sebesar 1,85 cm3/s dalam selang waktu 42,30 sekon dengan efisiensi 8,13% dan ketinggian 249,9 cm diperoleh debit hasil terbesar 1,50 cm3/s dalam selang waktu 24,96 sekon dengan efisiensi 3,25%. Diperoleh efisiensi terbaik pompa hidram untuk pipa penghantar berdiameter ½ inchi dan pipa masukan berdiamater 0,2 inchi yakni 14,95% pada ketinggian reservoir 157,4 cm dari permukaan tanah Kata-kata kunci : pompa hidram, reservoir, palu air, Pendahuluan Permasalahan mengenai air, belakangan ini banyak terjadi di beberapa wilayah di indonesia. Masalah ini tidak hanya terjadi di daerah perkotaan tetapi juga di daerah pedesaan. Beberapa penyebabnya antara lain kurang tersedianya air bersih dikarenakan sumber air mengalami polusi sebagai akibat dari aktivitas manusia itu sendiri ataupun karena pegaruh iklim sehingga meyebabkan sirkulasi air terganggu, pertumbuhan peduduk yang semakin cepat di mana semakin padat penduduk maka kebutuhan akan air pada suatu wilyah akan bertambah pula, sehingga diperlukan suplai air yang memadai dan juga dikrenakan jarak antara sumber air dengan pemukiman warga yang relatif cukup jauh ataupun letak pemukiman warga yang lebih tinggi dibanding dengan sumber air sehingga warga harus bersusah payah secara manual mengambil air dari sumber air yang kemudian dibawa menuju tempat tinggal mereka[1]. Hal ini lebih sering dijumpai di daerah pedesaan dibanding daerah perkotaan, umumnya daerah pedesaan yang belum dialiri listrik. Permasalahan ini sebaiknya segera diatasi. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan membuat suatu alat yang efektif dan tepat guna, dalam hal ini pompa yang mampu mengangkut air dari tempat yang lebih rendah ke tempat yang lebih tinggi dan dapat beropersi tanpa memerlukan listrik. Belakangan ini mulai dikenal sebuah pompa yang
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 67
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
mampu beroperasi seperti itu yakni hidraulic ram pump atau yang lebih dikenal dengan pompa hidram[2]. Dalam penelitian ini, dilakukan eksperimen untuk melihat efisiensi dari pompa hidram. Dalam pengoperasiannya, efisiensi pompa dipengaruhi oleh beberapa parameter, antara lain: panjang pipa penghantar (inlet), klep limbah, tabung udara, diameter pipa serta ketinggian reservoir[3]. Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk melihat bagaimanakah pengaruh ketinggian reservoir terhadap efisiensi pompa hidram. Setelah memperoleh data dari parameter-parameter di atas, maka efisiensi pompa dapat dihitung dengan menggunakan persamaan D’Aubuisson dengan terlebih dahulu menghitung debit limbah dan debit hasil dari pompa. Teori Pompa hidram merupakan pompa yang tidak memerlukan listrik dalam pengoperasiannya. Secara singkat prinsip kerja pompa hidram adalah dengan memanfaatkan energi aliran air dengan mekanisme penutupan klep limbah yang cepat sehingga timbul energi hentakan balik (palu air), inilah yang kemudian dimanfaatkan sebagai energi untuk menaikkan air ke tempat yang lebih tinggi. Palu air adalah peristiwa benturan yang sangat keras atau hantaman yang terjadi di dalam pipa akibat aliran air yang tiba-tiba dihentikan. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan yang diakibatkan oleh penutupan klep limbah yang cepat. Saat air masuk ke pipa penghantar sebagian air masuk ke tabung udara dan sebagian lainnya menuju klep limbah. Setiap penambahan air dalam tabung udara akan menekan udara dalam tabung sehingga klep hisap akan tertutup. Pada kondisi ini tekanan dalam tabung udara lebih besar daripada tekanan pada pipa penghantar. Adanya perbedaan tekanan ini yang menyebabkan klep limbah terbuka dan sebagian air keluar, sesaat kemudian klep limbah akan tertutup kembali dan terjadi palu air, peristiwa ini yang menyebabkan klep hisap terbuka sebagian air masuk ke tabung udara dan sebagiannya akan masuk ke pipa masukan dan dihantarkan menuju bak penampung. Peristiwa ini akan terjadi membentuk siklus, yang diakibatkan karena adanya perbedaan tekanan antara tekanan pada tabung udara dengan tekanan pada pipa penghantar dan klep limbah. Pada pompa hidram berlaku Hukum Bernoulli untuk 2 keadaan, yaitu keadaan saat klep limbah terbuka dan keadaan saat klep limbah tertutup. Berikut persamaan Bernoulli untuk keadaan klep limbah terbuka : P1
1 1 v12 gh1 P2 v2 2 gh2 , 2 2
karena P1 dan P2 sama yaitu tekanan udara luar, maka persamaan di atas menjadi
gh1
1 v2 2 2
v2 2 gh1
(1)
sedangkan persamaan Bernoulli untuk keadaan klep limbah tertutup seperti berikut
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 68
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
P1
1 1 v12 gh1 P2 v2 2 gh2 , 2 2
P1 gh1 P2
(2)
Efisiensi pompa hidram dapat dihitung menggunakan persamaan D’Aubuisson[2], dengan terlebih dahulu menghitung debit limbah dan debit hasil. Q
volume lim bah t
(3)
q
volume hasil t
(4)
qh
(5)
A
Q q H
Di mana volume limbah ditetapkan sebesar 1500 cm3, t waktu yang dibutuhkan hingga dihasilkan volume limbah 1500 cm3, H ketinggian reservoir dari permukaan tanah (cm), h ketinggian bak penampung dari permukaan tanah (cm), Q debit limbah (cm3/s), q debit hasil (cm3/s), dan ηA efisiensi pompa hidram menurut D’Aubuisson (%). Metodologi Penelitian a. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilakukan di Basic Science Centre A Institut Teknologi Bandung pada bulan November 2013 selama + 3 minggu dengan menggunakan metode eksperimen. Penelitian ini meliputi perancangan, pembuatan dan pengambilan data dengan memvariasikan ketinggian reservoir. b. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian pembuatan pompa hidram dilakukan dengan menyusun peralatan seperti gambar berikut :
I
h
H
Gambar 1. Skema susunan alat pompa hidram.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 69
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Dengan [A] sumber air (reservoir); [B] pipa penghantar; [C] klep hisap, [D] klep limbah, [E] tabung udara (air chamber), [F] stop kran, [G] pipa masukan (inlet), [I] bak penampung, [H] ketinggian reservoir dari permukaan tanah (cm), [h] ketinggian bak penampung dari permukaan tanah (cm). Reservoir Merupakan sumber air yang nantinya akan menglairkannya ke pompa. Pipa penghantar Merupakan pipa yang mengalirkan air dari reservoir menuju ke pompa. Klep hisap Merupakan klep yang menghantarkan air dari pipa penghantar menuju ke tabung udara dan menjaga agar air yang ada di tabung udara tidak turun kembali ke pipa penghantar. Klep limbah Merupakan klep tempat keluarnya air yang berasal dari reservoir. Pada bagian inilah peristiwa palu air terjadi. Tabung udara (air chamber) Merupakan bagian pada pompa hidram yang berfungsi untuk menjaga tekanan pada pompa. Stop kran Merupakan bagian pada pompa hidram yang berfungsi untuk membuka atau menutup aliran air yang menuju pipa masukkan Pipa masukan Merupakan pipa yang berfungsi untuk menghantarkan air menuju bak penampung Bak penampung Merupakan bak tempat menampung air yang keluar dari pipa masukan. Secara umum prinsip kerja pompa hidram dapat dilihat pada skema berikut : Air pada reservoir Air mengalir melalui pipa penghantar (inlet)
Sebagian air memasuki tabung vakum (air chamber)
Sebagian air naik ke pipa masukan (inlet)
Sebagian air terbuang melalui katup limbah
Air masuk ke bak penampungan
Air kembali ke reservoir
Gambar 2. Skema prinsip kerja pompa hidram.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 70
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Hasil dan Diskusi Dari penelitian ini diperoleh nilai efisiensi yang berbeda untuk masing-masing ketinggian reservoir. Adapun dalam penelitian yang dilakukan, instalasi dari pompa hidram terdiri dari : 1. 2. 3. 4. 5.
Pipa penghantar dengan diameter ½ inch dan panjang 3 meter. Pipa masukan (inlet) dengan diameter 0,2 inch dan panjang 5 meter. Klep hisap dan klep limbah dengan diameter ½ inch. Tabung udara dengan volume 1300 cm3. Stop kran dengan diameter ½ inch.
Berikut data debit hasil, debit limbah, dan efisiensi yang diperoleh untuk 4 variasi ketinggian reservoir Tabel 1. Data efisiensi terhadap ketinggian H (cm)
h (cm)
134,2
333,5
157,4
333,5
203,4
333,5
249,9
333,5
t (s)
Q (cm3/s)
q (cm3/s)
η (%)
50,86 48,30 43,18 34,40 35,71 35,71 41,19 44,80 42,30 25,46 24,43 24,96
29,49 31,06 34,74 43,60 42,01 42,01 36,41 33,48 35,46 58,92 61,39 60,09
1,44 1,61 1,87 2,36 2,54 2,71 1,59 1,67 1,85 1,35 1,41 1,50
11,53 12,28 12,73 13,6 14,07 14,95 6,86 7,79 8,13 2,98 2,99 3,25
dari data tersebut dapat digambarkan grafik sebagai berikut
Grafik 1. Debit hasil (q) terhadap ketinggian reservoir (H).
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 71
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Grafik 2. Ketinggian reservoir (H) terhadap efisiensi (ηA). Berdasarkan data dan grafik yang ada, diperoleh untuk grafik 1 hubungan antara debit hasil dengan ketinggian reservoir, di mana semakin tinggi reservoir semakin rendah debit, dan sebaliknya. Pada penelitian ini, debit terbesar yang dihasilkan adalah saat reservoir berada pada ketinggian 157,4 cm. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diamati bahwa pompa hidram dapat bekerja pada ketinggian minimum 134,2 cm dan maksimum pada ketinggian 249,9 cm. Ketika reservoir diletakkan pada ketinggian di bawah 134,2 cm atau di atas 249,9 cm, air tidak dapat mengalir naik ke pipa masukan. Hal ini disebabkan semakin tinggi reservoir laju aliran fluida dari reservoir semakin cepat, sehingga klep limbah terbuka lebih lama yang akan berpengaruh pada peristiwa palu air sehingga volume air yang masuk ke dalam pipa masukan lebih sedikit, demikian pula dengan debit hasilnya. Untuk grafik 2, hubungan antara efisiensi dengan ketinggian reservoir sama halnya dengan grafik 1 dipengaruhi oleh ketinggian reservoir, karena ketinggian reservoir ini mempengaruhi debit limbah dan debit hasil pompa hidram. Kesimpulan Pompa hidram merupakan salah satu alat alternatif yang mulai dikembangkan yang memiliki fungsi untuk menaikkan air dari tempat rendah ke tempat yang lebih tinggi. Keuntungan pompa ini adalah tidak memerlukan listrik dan bahan bakar dalam pengoperasiannya. Pada penelitian ini peneliti melakukan variasi terhadap ketinggian reservoir guna melihat pengaruh ketinggian reservoir terhadap efisiensi yang dihasilkan dari suatu pompa hidram. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan efisiensi terbaik pompa hidram untuk 4 variasi ketinggian reservoir dengan diameter pipa masukan ½ inchi adalah ketika reservoir diletakkan pada ketinggian 157,4 cm dari permukaan tanah yakni 14,95%. Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa ketinggian reservoir berpengaruh terhadap efisiensi pompa hidram. Referensi [1] [2]
Parulian Siahaan dan Tekad Sitepu, “Rancang Bangun dan Uji Eksperimental Pengaruh Variasi Panjang Driven Pipe dan Diameter Air Chamber Terhadap Efisiensi Pompa Hidram”, Jurnal Dinamis,Volume II, No.12, Januari 2013 Daniel Ortega Panjaitan dan Tekad Sitepu, “Rancang Bangun Pompa Hidram dan Pengujian Pengaruh Variasi Tinggi Tabung Udara dan Panjang Pipa Pemasukan Terhadap Unjuk Kerja Pompa Hidram”, Jurnal e-Dinamis,Volume II, No.2 September 2012
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 72
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
[3] [4] [5] [6]
[7] [8]
Yeni Herawati, Kuswartomo, dan Gurawan Wibowo, “Panjang Pipa Inlet terhadap Efisiensi Pompa Hidram”, Jurnal Dinamika Teknik Sipil, Akreditasi BAN DIKTI No://DIKTI/Kep/2009 Ahmad Nur Arianta, “Pengaruh Variasi Ukuran Tabung Udara Terhadap Unjuk Kerja Sebuah Pompa Hidram”, Skripsi Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2010 Eko P., “Pompa Hidram”, URL http://mastekop.blogspot.com/2010/09/pompahidram.html [diakses 23-11-2013] Mulyato, “Membuat Pompa Hidram (Hidraulic Ram Pump)”, update 7-8-2010, URL http://mulyantogoblog.wordpress.com/2010/07/27/membuat-pompa-hydramhidraulic-ram-pump [diakses 15-11-2013] Serway A dan Jewett J., “Fisika Untuk Sains dan Teknik Edisi 6”, Salemba Teknika, Jakarta, 2009 Suroso, Dwi P, dan Yordan K., “Pembuatan dan Karakterisasi Pompa Hidrolik Pada Ketinggian Sumber 1,6 meter”, Seminar Nasional VIII SDM Teknologi Nuklir, Yogyakarta, 31Oktober 2012
Claudia Mariska Maing Magister Studi Pengajaran Fisika Institut Teknologi Bandung
[email protected] Cristi Ascika Sekeon Magister Studi Pengajaran Fisika Institut Teknologi Bandung
[email protected] Widya Arisya Putri Program Studi Pengajaran Fisika Institut Teknologi Bandung
[email protected] Enjang Jaenal Mustopa KK Fisika Bumi dan Sistem Kompleks Institut Teknologi Bandung
[email protected]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 73
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Model Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Website Interaktif pada Konsep Fluida Statis untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI Dede Trie Kurniawan* dan Ida Hamidah Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keterampilan proses sains siswa yang dilakukan melalui model pembelajaran berbasis masalah berbantuan website. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi experiment dengan rancangan penelitian “control group pretest-posttest design”. Penelitian ini dilaksanakan pada pokok bahasan fluida statis kelas XI pada satu sekolah menengah atas tahun pelajaran 2011/2012. Subyek penelitian terdiri dari dua kelas dengan jumlah sampel masingmasing sebanyak 36 siswa. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data keterampilan proses sains dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran. Uji hipotesis penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji t pada N-gain keterampilan proses sains setelah dilakukan pembelajaran berbasis masalah berbantuan website. Hasil analisis data menunjukkan N-gain keterampilan proses sains siswa sebesar 0.376 (sedang). Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah pada pokok bahasan fluida statis berbantuan website secara signifikan dapat lebih meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Disamping itu pada umumnya, siswa memberikan tanggapan positif terhadap pembelajaran. Kata kunci : keterampilan proses sains, website, Model pembelajaran berbasis masalah
Pendahuluan Pendidikan sains memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi era globalisasi dan teknologi informasi. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam menjamin kelangsungan pembangunan suatu bangsa. Jika pendidikan merupakan salah satu instrumen utama pengembangan sumber daya manusia, tenaga kependidikan dalam hal ini guru sebagai salah satu unsur yang berperan penting di dalamnya, memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan tugas dan mengatasi segala permasalahan yang muncul. Guru merupakan komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Keberhasilan implementasi suatu strategi pembelajaran akan tergantung pada guru dalam menggunakan metode, teknik dan strategi pembelajaran. Keterampilan proses yang mencakup ranah kognitif dan psikomotor juga akan mempengaruhi hasil belajar siswa di sekolah. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam proses kegiatan belajar mengajar harus senantiasa melatih keterampilan proses sains tersebut. Menurut Moffit (Ratnaningsih, 2003[1}) Salah satu model pembelajaran yang dapat melatih keterampilan proses sains tersebut adalah Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Hal ini karena siswa dapat memahami konsep dari suatu
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 74
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
materi melalui bekerja dan belajar pada situasi atau masalah yang diberikan. Siswa melakukan investigasi, eksplorasi, membuat kesimpulan sebelum melakukan pemecahan masalah, mengaitkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang telah dimilikinya, dan mengkonstruksi pemahamannya sendiri. Moffit (Ratnaningsih, 2003) menyatakan bahwa “belajar berbasis masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa aktif secara optimal, memungkinkan siswa melakukan investigasi pemecahan masalah yang mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari berbagi konten area”. Pendekatan ini meliputi menyimpulkan informasi sekitar masalah, melakukan sintesis dan mempresentasikan apa yang didapat kepada yang lain. Selain itu, agar konsep-konsep dalam pokok bahasan fisika dapat menjadi lebih konkret, model PBM dapat menjadi salah satu alternatif untuk diterapkan dalam pembelajaran fisika sebagai contoh pokok bahasan fluida statis. Hal itu disebabkan karena dalam model PBM lebih menekankan pada interaksi dan komunikasi dalam pembelajaran serta menekankan pada proses pembentukan pengetahuan secara aktif oleh siswa. Selain itu model PBM juga lebih mengungkapkan masalah-masalah yang biasa dialami dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat membiasakan siswa dalam menyelesaikan masalah yang ditemukan dengan metode ilmiah dan diskusi. Era globalisasi dan modernisasi tidak dapat dipungkiri telah berdampak pada perkembangan teknologi dan informasi, khususnya teknologi komunikasi berbasis komputer yang mengalami perkembangan cukup pesat. Seiring dengan berjalannya waktu, teknologi informasi menawarkan cara alternatif untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran, seperti pembelajaran berbasis website, pengajaran dengan power point, pembelajaran interaktif online dan offline dan masih banyak cara-cara yang lain. Pemanfaatan komputer sebagai salah satu media pembelajaran diharapkan dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu, sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan secara efektif dan efisien. Komputer merupakan alat yang bisa dimanfaatkan sebagai media utama dalam pembelajaran karena berbagai macam kemampuan yang dimilikinya, diantaranya memiliki respon yang cepat secara virtual (tampilan) terhadap masukan yang diberikan siswa (user), mempunyai kapasitas untuk menyimpan dan memanipulasi informasi, serta dapat digunakan secara luas sebagai alat dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Hamalik (2005[2]) Komputer adalah “suatu medium yang interaktif, dimana siswa memiliki kesempatan untuk berinteraksi dalam bentuk mempengaruhi atau mengubah urutan yang disajikan”. Menurut Hamalik (1986) ada beberapa keunggulan penggunaan media komputer jika dibandingkan media lainnya, diantaranya dapat menunjukan banyak hal dan banyak segi yang beraneka ragam, dan dapat menciptakan peristiwa-peristiwa yang tidak dapat dilihat mata. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan bantuan komputer, siswa secara langsung beinteraksi dengan komputer yang telah dilengkapi dengan software pembelajaran yang berisi simulasi atau praktikum virtual materi ajar tertentu yang akan dibuat berbasis website. Melalui simulasi atau praktikum virtual tersebut siswa dibimbing untuk menemukan kesimpulan akan materi yang sedang dipelajari. Di sisi lain, penggunaan media pembelajaran juga sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. Kemp dan Dayton (Ikhsan, 2006) menjelaskan bahwa peran yang dapat diperoleh dari penggunaan media pembelajaran adalah: (1)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 75
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar, (2) pembelajaran dapat lebih menarik, (3) pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar, (4) waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek, (5) kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan, (6) proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun diperlukan, (7) sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan, dan (8) peran guru dapat bergeser ke arah yang lebih positif. Namun demikian, pembuatan media pembelajaran yang tepat juga memerlukan waktu yang tidak sedikit. Selain itu, tidak semua guru memiliki kemampuan untuk membuat dan mempersiapkan media pembelajaran, sehingga diperlukan bantuan pihak lain untuk mengaktualiasasikannya. Pemilihan website sebagai media pembelajaran didasarkan oleh kemudahan mengakses informasi melalui internet, baik melalui perangkat keras portable (personal computer) maupun perangkat keras movable (laptop, PDA, atau handphone), dan dapat dilakukan dimana saja, kapan saja, serta oleh siapa saja, termasuk oleh siswa. Selain itu, perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat memungkinkan banyak pihak untuk selalu memperbarui isi atau content materi ajar beserta komponen-komponen lainnya, sehingga perkembangan ilmu pengetahuan dapat dengan mudah dan cepat untuk diinformasikan atau disampaikan kepada siswa dibandingkan dengan penggunaan media pembelajaran lainnya. Penelitian ini dimaksudkan untuk menerapkan model PBM pada materi fluida statis. Konsep fluida statis merupakan konsep yang cukup penting dalam kurikulum pembelajaran fisika. Meskipun konsep ini telah dipelajari siswa sejak di sekolah dasar, tapi kenyataannya banyak siswa mengalami kesulitan untuk mengaplikasikan konsep fluida statis dalam berbagai permasalahan. Siswa kesulitan memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan fenomena fluida statis dalam kehidupan seharihari. Hal ini terjadi karena siswa menerima konsep fluida statis dengan mendengarkan atau mencatat hukum-hukum yang berlaku yang diberikan oleh guru tanpa keterlibatan siswa secara langsung dalam menemukan hukum-hukum tersebut. Oleh karena itu perlu adanya upaya peningkatan penguasaan konsep fluida statis melalui pembelajaran berbasis masalah (PBM) berbantuan website interaktif. Berdasarkan uraian di atas, maka dipandang perlu dilakukan suatu penelitian mengenai penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dengan bantuan website interaktif untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa kelas XI pada materi fluida statis. Penelitian ini menginduk kepada penelitian utama mengenai suatu integrasi antara model dan media pembelajaran berbantuan website pada pembelajaran fisika untuk meningkatkan hasil belajar dan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah Quasi eksperimental, yaitu penelitian dengan pengambilan sampel tidak secara random dan mengontrol validitas internal dengan teknik tertentu (Fraenkel, 2007[3]) . Dalam penelitian ini subjek penelitian terdiri dari satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pelaksanaan model pembelajaran berbasis masalah dengan batuan website interaktif, sedangkan variabel terikatnya berupa keterampilan proses sains siswa pada konsep fluida statis kelas XI.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 76
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Desain ini menggunakan satu kelompok kontrol dan satu kelompok eksperimen. Kelompok eksperimen akan mendapatkan perlakuan berupa model pembelajaran berbasis masalah dengan bantuan website interaktif. Selain itu sebelum dan sesudah perlakuan dilakukan tes. Tes sebelum perlakuan dikenal sebagai pretest. Sedangkan tes setelah perlakuan disebut posttest. Pada Tabel 1 disajikan “randomized control group pretest-posttest design” Tabel 1 Desain penelitian randomized control group pretest-posttest design Kelas Perlakuan Posttest Pretest Eksperimen O X1 O Kontrol O X2 O Keterangan : O = Tes X1 = Model pembelajaran model pembelajaran berbasis masalah dengan bantuan website interaktif X2 = Model pembelajaran pembelajaran berbasis masalah tanpa website interaktif. Pengembangan keterampilan proses sains dihitung dengan skor N-Gain (Hake, 2004), dan digunakan rumus:
N Gain
skorpostes skorpretes skormaksimum skorpretes
dengan kriteria nilai N-Gain pada Tabel 2 Tabel 2. Kriteria Gain Ternormalisasi (N-Gain) N-Gain G < 0,3 0,3 ≤ G ≤ 0,7 G > 0,7
Kriteria peningkatan peningkatan rendah peningkatan sedang peningkatan tinggi
(hake, 2004[4]) Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan pogram SPSS for windows versi 16.00. Pengujian normalitas distribusi data dalam penelitian ini dilakukan dengan Kolmogorov-Smirnov. Untuk melihat perbedaan perkembangan berpikir kritis dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t. Hasil dan Pembahasan Pembahasan terhadap Hasil Penelitian berikut dilakukan berdasarkan analisis data dan temuan di lapangan :
1. Keterampilan Proses Sains Siswa Data keterampilan proses sains siswa diperoleh dari pretets, posttest, dan N-Gain. Skor pretets, posttest, dan N-Gain keterampilan proses sains siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 77
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 3. Peningkatan keterampilan proses sains pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Peningkatan keterampilan proses sains dapat dikelompokkan untuk setiap tipe keterampilan yaitu, keterampilan mengamati, interpretasi, klasifikasi, prediksi, aplikasi konsep, merencanakan percobaan dan mengkomunikasikan. Nilai rata-rata gain yang dinormalisasi untuk setiap tipe keterampilan proses sains untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol diperlihatkan oleh Gambar 4.
Gambar 4. Diagram Perbandingan Nilai Rata-Rata N-Gain Per Tipe Keterampilan Proses Sains. Berdasarkan Gambar 4 perolehan rata-rata N-Gain KPS siswa untuk setiap aspek KPS pada pembelajaran dengan model PBM berbantuan website interaktif lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional 2. Angket Tanggapan Siswa Terhadap pembelajaran Pada akhir pembelajaran diberikan angket tanggapan siswa terhadap model PBM berbantuan website Interaktif pada kelas eksperimen. Pada umumnya siswa memberikan tanggapan positif terhadap pelaksanaan model PBM berbantuan website Interaktif. Rekapitulasi hasil tanggapan siswa disajikan pada gambar 5
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 78
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 5. Persentase tanggapan siswa terhadap model PBM berbantuan website interaktif. Indikator Angket : 1. Keterkaitan terhadap pembelajaran 2. Minat dan Motivasi belajar dengan pembelajaran yang diterapkan 3. Membantu Pemahaman konsep di materi ajar 4. Teknis Pembelajaran Berbantuan Website Interaktif 5. Pembelajaran dapat mengembangkan hands on dan minds on 6. Kejelasan Instruksi lembar kerja 3. Implementasi dan Pengujian Media Pengembangan story board pada penelitian pembelajaran fluida statis berbantuan website interaktif disajikan pada Gambar 6.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 79
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 6. Praktikum Virtual Fluida statis yang diintegrasikan dengan website interaktif Kesimpulan Berdasarkan data dan analisis hasil penelitian yang telah dilakukan tentang model PBM berbantuan website interaktif pada pembelajaran fluida statis untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa dapat disimpulkan bahwa: 1. Model PBM berbantuan website interaktif secara signifikan dapat lebih meningkatkan keterampilan proses sains siswa dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. 2. Siswa memberikan tanggapan positif terhadap model PBM berbantuan website interaktif pada konsep fluida statis setelah memperoleh pembelajaran. Daftar Rujukan [1] Ratnaningsih, Nani. (2003). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Matematik
Siswa Sekolah Menengah Umum (SMU) melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis pada PPS UPI: tidak diterbitkan. [2] Hamalik, O. (1986). Media Pendidikan. Bandung: Alumni. [3] Fraenkel, J.R. & Wallen, N.E.(2007). How To Design And Evaluate Research In
Education, 6th Edition. Singapore: McGraw-Hill. [4] Hake, R.R. (2004). Interactive-Engagement Versus Traditional Methode: A Six-
Thousand-Student Survey of Mechanics Tes Data For Introductory Physics Course, Am. J. Phys.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 80
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Dede Trie Kurniawan and Ida Hamidah School of Postgraduate Studies Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
[email protected]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 81
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Karakterisasi Pola Berjalan dengan Principle Component Analiysis (PCA) Dedi Nurcipto*, Achmad Arifin, dan Djoko Purwanto Abstrak Klasifikasi gaya berjalan sangat diperlukan dalam diagnosa kelainan pada gaya berjalan seseorang. Di mana kaki mempunyai sumber informasi yang banyak dibutuhkan dalam bidang medis dan analisa gerakan lainnya. Proses awal untuk dapat mengklasifikasikan gaya berjalan diperlukan karakterisasi pola gaya berjalan tersebut. Metode yang digunakan dalam karakterisasi pola di sini adalah dengan menganalisa komponen utama gaya berjalan. Principle component analysis (PCA) merupakan metode untuk mendapatkan komponen utama sebagai analisa pola dan karakterisasi pola berjalan sebagai validasi gaya berjalan narmal atau abnormal. Untuk mendapatkan variabel gaya berjalan menggunakan Optotrak Cetrus3020 yang termasuk motion capture yang mempunyai keakuratan tinggi dalam mengambil informasi posisi joint angle. Informasi joint diekstrak guna mendapatkan variabel gaya berjalan yang berupa sudut angle (hip, knee dan ankle), kemudian dianalisa untuk mendapat komponen utama / principle component (PC). Dari hasil analisa pada tiga subjek normal dan dua subjek cacat anatomi didapatkan pola yang berbeda diantara keduanya. Di mana rata-rata pada subjek normal mempunyai nilai PC ke-1 sebesar 1,62 kemudian PC ke-2 sebesar 1,04 dan pada PC ke-3 sebesar 0,32. Sedangkan rata-rata pada subjek abnormal mempunyai nilai pada PC ke-1 sebesar 1,64 yang mempunyai kemiripan seperti subjek normal, sedangkan pada PC ke-2 mempunyai nilai rata-rata sebesar 0,82 dan PC ke-3 sebesar 0,53. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil karakterisasi yang didapatkan pada subjek abnormal mempunyai kemiripan pada PC ke-3 sebesar 33,11%, PC ke-2 sebesar 78,01% dan PC ke-1 sebesar 99,22% terhadap karakter normal. Sehingga dengan menggunakan PCA maka klasifikasi gaya berjalan dapat dilakukan untuk verifikasi phase portrait pola berjalan. Kata-kata kunci: Karakterisasi pola berjalan, Ekstraksi ciri gaya berjalan, Optotrak Cetrus3020, Principle Component Analysis (PCA). Pendahuluan Walking atau berjalan merupakan sebuah metode daya penggerak menggunakan dua kaki secara berurutan untuk memberikan dorongan dan sokongan [1]. Sedangkan gait atau gaya berjalan merupakan metode penggerakan kaki secara bergantian dengan irama tertentu. Awal penelitian gait dimulai tahun 1929 merupakan awal sejarah tentang gaya berjalan [2]. Dari situlah penelitian gaya berjalan mulai barkembang diantaranya untuk keperluan medis, animasi dan lain-lain. Kali ini, penulis mengembangkan hasil yang telah dilakukan oleh peneliti[3]. Pada penelitian tersebut menggunakan marker (penanda) yang berwarna merah yang diletakan pada subjek ukur. Sedangkan pada penelit [1] menggunakan sensor ganiometer, dua force sensitive resistor (FRS) yang dipasang pada kaki kanan untuk menentukan gerakan kontak kaki pada lantai. Bagian tubuh yang diteliti adalah bagian tubuh bawah yaitu sudut sendi hip, knee dan ankle. Peneliti tersebut mendefinisikan satu siklus gaya jalan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 82
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
atau satu cycle dimulai dari awal menyentuhnya heel terhadap lantai / inital contact (IC) sampai dengan IC berikutnya[1]. Satu siklus gaya berjalan yang terdiri dari dua phase, yaitu stance phase dan swing phase. Dan pada Stance phase dan swing phase terdiri dari enam gerakan dasar yang dimulai dari posisi initial contact (IC) yaitu ketika tumit kaki kanan pertama kali menyentuh tanah. Dilanjutkan dengan posisi foot flat (FF), yaitu ketika heel dan toe pada posisi sejajar dengan tanah dan kaki lainnya akan meninggalkan tanah. Kemudian posisi mid stance dimana ketika telapak kaki tepat diatas tanah dengan kaki lainnya mengayun dan berada pada posisi tegak lurus tubuh. Heel off (HO) adalah posisi ketika tumit pertama kali naik dan toe off (TO) adalah posisi ketika ujung jari akan meninggalkan tanah untuk masuk ke fase single support (swing phase). Posisi gait cycle ini diilustrasikan pada Gambar1. Penulis melakukan pengukuran sudut persendian kaki dan level berjalan untuk mendapatkan karakterisasi pola berjalan, yang menitik beratkan pada gaya berjalan kaki sebelah kanan seperti penulis sebelumnya. Pada penelitian kali ini penulis menggunakan Optotrak Certus3020 dari Northern Digital Inc dengan penanda khusus yang memungkinkan melakukan pengukuran pada gerakan ektrim dan mempunyai keakuratan tinggi. Hasil dari pengukuran diekstrak dan dilakukan karakterisasi pola gaya berjalan pada subjek normal dan subjek cacat akibat kecelakaan. Pola berjalan digambarkan dengan ploting antara sudut dan kecepatan.
Gambar 1. Stance phase and swing phase in level gait [1]. Untuk menganalisa pola pada subjek normal dan abnormal menggunakan metode Principle Component Analysis(PCA) sebagai validasi. Hasil penelitian yang dilakukan akan dibahas lebih dalam pada bagian hasil dan diskusi. Teori Optical motion capture merupakan salah satu metode dalam motion capture yang digunakan dalam merekam gerakan suatu objek, salah satu motion cature adalah Optotrak Certus3020 dari Northern Digital Inc. Dengan menggunakan enam merker sebagai penanda memungkinkan untuk mengukur dengan gerakan yang ektrim dengan keakuratan yang tinggi. Lihat gambar 3. Proses pengukuran dilakukan pada ruang yang telah ditentukan. Lihat gambar 2. Dalam pengukuran digunakan enam buah marker yang dilekatkan pada joint angle kaki sebelah kanan untuk mengukur sudur hip, knee dan ankle. Dengan persamaan trigonometri, sudut pada masing-masing joint angle didapatkan. Penulis mengukur terhadap lima objek, terdiri dari tiga objek yang mempunyai gaya berjalan normal dan dua objek mengalami cacat anatomi (abnormal). Parameter kami bahwa subjek dikatakan normal adalah dengan menggali informasi dari riwayat
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 83
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
yang dialami subjek, tidak penah mengalami kecelakan lower limb atau prematur waktu lahir. Dapat diamati juga secara langsung bahwa subjek tidak mempunyai kelainan saat berjalan. Sedangkan untuk subjek abnormal adalah subjek pernah mengalami kecelakan sehingga mempunyai kelaian gaya bejalannya dibanding dengan subjek yang normal. Principle Component Analysis(PCA) merupakan analisa multivarian yang bertujuan untuk mereduksi variabelnya. Dengan menghilangkan korelasi diantara variabel untuk mendapatkan variabel baru yang tidak berkorelasi sehingga mencerminkan varibel asli yang disebut principal component. Dalam pembentukan analisa komponen utama melalui analisis komponen utama ada dua cara. Pertama, pembentukan komponen utama berdasarkan matrik kovariasi. Kedua, pembentukan komponen utama berdasarkan matrik korelasi.
Gambar 2. Lintasan pengukuran.
Gambar 3. Penempatan marker pada joint angle.
Matrik kovarian yang dibentuk dari matrik ciri dimulai variabel asal x nxp , akan dicari matriks varian kovarian dengan persamaan berikut
S jk
1 p ( xij x j )( x jk xk ) n 1 i 1
(1)
selanjutnya dari matriks varians kovarians dicari nilai eigen yang diperoleh dari bentuk persamaan determinan : dihitung vector-vektor eigen melalui persamaan Sei =
ISBN 978-602-19655-5-9
S i I 0
i ei i
i
dengan i = 1,2,…,
dari nilai eigen tersebut , =1,2,….
p
Hal. 84
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Sedangakan matrik yang dibentuk dari matrik korelasi adalah dengan memisalkan komponen utama ke-i ; Wi yang dibentuk berdasarkan variabel-variabel yang telah dibakukan Z’ = (Z1, Z2,.........Zp).dengan cov(Z) =ρ didefenisikan sebagai: Wi = ei1Z1 + ei2Z2+ ...+ eipZp
i=1,2... p
(2)
Sementara itu , proporsi total variansi yang dapat dijelaskan oleh komponen ke –k berdasarkan variabel bebas yang telah dibakukan didefenisiskan sebagai utama kek adalah
k
(3)
p
Dengan λk =adalah eigen dari ρ , dan k = 1,2,…, p , Hasil eigen yang kami dapat kami tampilkan dalan Scree plot yang mana adalah grafik yang menunjukkan relasi antara faktor dengan nilai Eigennya. Langkah-langkah dalam memperoleh Principle Component : 1. Mengumpulkan data tiap n dimensi disini kami menggunakan tiga dimensi untuk dianalisis yaitu X,Y dan Z mencerminkan dimensi pada hip,knee dan ankle . 2. Dari masing-masing dimensi dicari rata-rata yang dapat dicari dengan persamaan (4).
X i 1 Xi n
(4)
3. Setelah hasil persamaan (4) diperoleh selanjutnya membentuk data baru dari hasil pengurangan tiap-tiap sampel dengan rata-rata. Dimana setiap variabel ke-n dikurangi dengan rata-rata dimensi. 4. Selanjutnya membentuk matrik var-kovar dari mesing-masing dimensi dengan persamaan berikut
Cov ( X , Y )
n i 1
( Xi X )(Yi Y ) n 1
(5)
Persamaan 5 dapat ditulis seperti berikut cov( X , X ) cov( X , Y ) cov( X , Z ) c cov(Y , X ) cov(Y , Y ) cov(Y , Z ) cov( Z , X ) cov( Z , Y ) con( Z , Z )
(6)
5. Kemudian mencari eigenvalue dan eigenvector dari matrik var-kovarian dari persamaan (6). 6. Mengelompokan eigenvector dari yang terbesar hingga terkecil sehingga terbentuk matrik ciri. Dari eigen inilah karakterisasi bisa didapatkan. Hasil dan diskusi Untuk memperoleh hasil yang diinginkan dilakukan kaliberaisi dengan pengukuran tehadap penggaris untuk memastikan jarak antar marker. Dilanjutkan pengukuran terhadap garis busur untuk memastikan pengukuran terhadap sudut
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 85
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
dengan menggunakan tiga buah marker. Setelah pengukuran pada jarak dan sudut mampu terukur maka dilakukan pengukuran pada subjek. Pengukuran terhadap subjek dimana dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: a) Pengukuran lansung dengan subjek dengan posisi berdiri tegap untuk kaliberasi. Dimana pengukuran yang telah dilakukan didapatkan hasil dari masing-masing joint angle adalah nol, baik sudut hip, knee ataupun ankle. b) Setelah melakukan kalibrasi, selanjutnya dilakukan pengukuran lansung pada subjek berjalan. Pengukuran dilakukan pada tempat yang sudah dipersiapkan. Pengukuran dilakukan sebanyak 5 kali percobaan.
Gambar 4. Gait Level. Maka hasil pengukuran sudut joint angle dapat dillihat seperti gambar 4. Besarnya sudut hip berkisar antara -20 sampai 10. Sedangkan besarnya sudut knee kisaran antara -5 sampai 55. Dan besarnya sudut ankle berkisar antara -20 sampai 15. Dari hasil percobaan menunjukan kemiripan trajektori seperti yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya[1]. Selain mendapatkan sudut joint angle dalam pengukuran, Stance phase and swing phase pada level gait dapat diketahui dengan bantuan marker yang dilekatkan pada Joint angle. Seperti pada gambar 3. Dengan menurunkan persamaan sudut joint angle (hip, knee dan angkle) terhadap t maka didapatkan kecepatan ( ).
t
(7)
Pada gambar 5, merupakan ploting sudut terhadap kecepatan ( ), terlihat perbedaan keduanya antara pola gaya berjalan normal dan abnormal. Dimana yang membedakan antara pola gaya berjalan normal dan abnormal adalah saat awal kaki menyentuh lantai. Bulatan tebal pada gambar 5 menunjukan pola yang seharusnya ada pada pola berjalan normal. Untuk menganalisa karakter dari keduanya lebih lanjut dilihat pada grafik pada gambar 6 setelah dilakukan proses ekstrasi ciri dengan PCA. Pada gambar 6 merupakan hasil rata-rata Scree plot grafik yang menunjukkan hubungan antara faktor dengan nilai eigennya. Hasil scree plot yang dapatkan dari ploting korelasi matrik dapat dilihat pada grafik tersebut. Rata-rata pada subjek normal mempunnyai nilai PC ke-1 sebesar 1,62 kemudia PC ke-2 sebesar 1,04 dan pada PC ke-3 sebesar 0,32. Sedangkan rata-rata pada subjek abnormal mempunyai nilai pada PC ke-1 sebesar 1,64 yang mempunyai kemiripan seperti subjek normal, sedangkan pada PC ke-2 mempunyai nilai rata-rata sebesar 0,82 dan PC ke-3 sebesar 0,53.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 86
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Kesimpulan Dari hasil pengukuran yang telah dilakukan, hasil pengukuran trajektori subjek normal dengan Optotrack Cetrus3020 mempunyai kemiripan pola berjalan seperti yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.
Gambar 5. Phase phortrait normal dan Phase phortrait abnormal. Dengan ploting antara sudut dan kecepatan didapatkan phase phortrait yang dapat membedakan pola berjalan. Dari hasil ploting ini dapat dijadikan sebagai acuan karaterisasi untuk klasifikasi. Dengan menggunakan metode PCA, karakterisasi pola dari gaya berjalan normal atau cacat anatomi dapat dikenali.
Gambar 6. Grafik hubungan antara principle component dengan nilai Eigen.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 87
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil PCA yang didapatkan pada subjek abnormal mempunyai kemiripan pada PC ke-3 sebesar 33,11%, PC ke-2 sebesar 78,01% dan PC ke-1 sebesar 99,22% terhadap karakter normal. Sehingga PCA dapat digunakan untuk klasifikasi sebagai verifikasi pola berjalan.! Ucapan terima kasih Penelitian ini merupakan program penelitian master ITS. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pasca sarjana elektro medik ITS atas dukungan serta fasilitas motion cature Optotrak Certus3020 dari Northern Digital Inc. Referensi [1] Achmad Arifin., “Chapter 2. Mathematical Model and Control System Design”, Doctoral Thesis. [2] I.T. Jolliffe “Principal Component Analysis, Second Edition” , 2002 [3] Elva Susianti “Pengembangan Motion capture Sistem untuk Trajektori Planing” Tesis TE092099 ,2012 [4] Qiang Huang, Kazuhito Yokoi, Shuuji Kajita, Kenji Kaneko, Hirohiko Arai, Noriho Koyachi, Kazuo Tanie, ”Planning Walking Patterns for a Biped Robot”, IEEE Transactions On Robotics And Automation, Vol. 17, No. 3, June 2001. [5] Aggarwal J.K., Q. Cai, “Human Motion Analysis: A Review”, Computer and vision, Research Center Department of Electrical and Computer Engineering., The University of Texas at Austin [6] Michael W. Whittle “Gait anlalysisn Introduction, 4th Edition” Elsevier, 2007. [7] Sandro Mihradi “Pengembangan Sistem Optik Pengamat Gerak Berjalan 2D dari Dua Sisi Bidang Sagittal”, Proceeding Seminar Nasional Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 16-17 Oktober 2012 [8] http://www.ndigital.com/lifesciences/certus-motioncapturesystem.php [accessed 14 June 2012] [9] Jamrud Aminuddin “ Dasar-Dasar Fisika Komputasi dengan Matlab” Gava Media, 2008 [10] Bedictus Indrajaya “Pengembangan Wireless Wearable Sensor Untuk Pengukuran Lower limb Joint Angle s Dan Gait Phases” Tesis ,2012 Dedi Nurcipto* Teknik Elektronika Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya,
[email protected] Achmad Arifin Teknik Elektronika Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya,
[email protected] Djoko Purwanto Teknik Elektronika Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya,
[email protected]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 88
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Predict- Observe- Explain- Write Model: Bagaimana Model Pembelajaran Tersebut Meningkatkan Pemahaman Konsep Dan Motivasi Siswa Terhadap Materi Fisika? Dewi Juita*, Dina Rahmi Darman, Trisna Kurniawan, dan Yusmanila Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa serta motivasi siswa terhadap mata pelajaran fisika melalui penerapan model predict-observeexplain-write. Prediksi yang akan diajukan oleh siswa yaitu mengenai hubungan antara gaya dan luas permukaan terhadap tekanan zat padat. Model ini diterapkan berdasarkan pada hakikat pembelajaran sains yaitu sebagai proses dan produk. Penelitian ini menggunakan desain penelitian one group pretest posttest design, dimana populasinya yaitu seluruh siswa kelas VIII salah satu SMP di kabupaten Sumedang. Sampel diambil secara acak sebanyak 32 siswa. Data dikumpulkan menggunakan wawancara, angket motivasi, dan tes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui penerapan predict-observe-explain-write-model, terdapat peningkatan pemahaman konsep siswa secara signifikan, yaitu diperoleh nilai peningkatan rerata N-Gain sebesar 0,45. Selain itu, melalui penerapan model pembelajaran ini, siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar fisika. Siswa merasa bahwa fisika yang menurut mereka sulit, menjadi lebih mudah dipelajari karena pemahaman materi dilakukan melalui penyelidikan langsung oleh siswa dalam rangka pembuktian prediksi yang telah mereka buat.. Kata-kata kunci:predict - observe- explain- write, pemahaman konsep, motivasi siswa Pendahuluan Model predict- observe- explain- write (POEW) memiliki tahapan pembelajaran berupa memprediksi, mengamati, menjelaskan, dan menulis. Tahapan-tahapan POEW telah banyak dilakukan oleh peneliti di dalam negeri maupun di luar negeri. Peneliti sebelumnya menemukan bahwa model POE dapat meningkatkan pemahaman dan hasil belajar mahasiswa sains di Australia [1]; strategi TTW dapat meningkatkan pemahaman dan komunikasi matematis siswa [2]; menulis dapat mendukung pengembangan pemahaman konseptual fisika mahasiswa [3]; dan yang terakhir menemukan bahwa model POEW dapat meningkatkan penguasaan konsep kalor, keterampilan berpikir kritis, dan menurunkan miskonsepsi siswa [4]. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya maka peneliti tertarik untuk mengembangkan POEW untuk meningkatkan pemahaman konsep tekanan dan motivasi siswa dalam pembelajaran fisika. Teori Model POEW ini merupakan gabungan dari model POE (predict- observe- explain) dan strategi TTW (think, talk, write). Model ini memiliki empat sintaks pembelajaran yakni memprediksi, mengobservasi, menjelaskan, dan menulis. Pada fase prediction, siswa memberikan prediksi atas persoalan yang diberikan oleh guru di awal pembelajaran. Pada fase observe, siswa mengobservasi kebenaran jawabannya
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 89
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
melalui kegiatan eksperimen. Pada fase explain, siswa menjelaskan di depan kelas mengenai ketidaksesuaian antara prediksi dan hasil temuan atau memperkuat prediksi yang telah disampaikannya. Pada fase write, siswa menuliskan kesimpulan yang telah diperolehnya selama proses pembelajaran berlangsung [5]. Pemahaman konsep adalah ukuran kemampuan siswa dalam memaknai dan memahami suatu konsep yang diberikan [6]. Pemahaman konsep yang diteliti dalam penelitian ini mencakup kemampuan menafsirkan, mengklasifikasikan, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan. Pemahaman konsep siswa diukur dengan menggunakan tes tertulis dalam bentuk pilihan ganda. Motivasi belajar dapat diartikan sebagai dorongan yang timbul pada diri seseorang secara disadari ataupun tidak disadari serta usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok tertentu untuk bergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang diharapkan [7]. Motivasi belajar sisw diukur dengan angket motivasi siswa. Hasil dan diskusi Pelaksanaan kegiatan penelitian dimulai dengan kegiatan memprediksi. Pada kegiatan prediksi, guru memberikan pertanyaan terkait dengan materi tekanan pada benda padat. Pertanyaan yang diberikan kepada siswa adalah manakah yang lebih sakit diinjak dengan sepatu high hill dari pada sepatu pantofel?. Siswa mulai memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan oleh guru tersebut. Jawaban siswa bervariasi. Guru memberikan kebebasan atas jawaban siswa, karena tiap siswa berhak untuk menampilkan pendapat mereka masing-masing. Selain pertanyaan tersebut, guru juga memberikan pertanyaan tambahan berupa faktor-faktor apa sajakah menurutmu yang dapat mempengaruhi tekanan pada benda padat?. Siswa akan memulai berpikir lebih tajam. Setelah siswa mencoba untuk menjawab persoalan tersebut, langkah selanjutnya adalah siswa dibentuk dalam 5 kelompok yang berisikan 6 – 7 orang siswa. Siswa melakukan kegiatan observasi. Siswa bersama teman sekelompoknya melakukan penyelidikan atas kebenaran prediksi yang telah mereka sampaikan tersebut. Siswa melakukan eksperimen dengan menggunakan 2 balok logam yang bermassa beda. Permukaan balok logam terdiri dari 2 bentuk permukaan yakni persegi dan persegi panjang. Siswa dapat menyelidiki apakah faktor gaya dan luas permukaan dapat mempengaruhi besarnya tekanan pada zat padat. Siswa dipandu dengan LKS yang dibuat oleh peneliti yang bertujuan untuk memandu siswa dalam menemukan dan membangun konsep tekanan pada benda padat. Langkah selanjutnya adalah siswa melakukan kegiatan eksplanasi. Salah satu kelompok mempersentasikan hasil diskusinya di depan kelas yang dilengkapi data hasil percobaan yang telah mereka peroleh dalam kegiatan observasi. Ketika salah seorang siswa menjelaskan, semua perhatian siswa tertuju pada penjelasan yang diberikan oleh temannya di depan kelas. Langkah terakhir yang dilakukan siswa dalam model POEW ini adalah kegiatan menulis. Siswa menuliskan kesimpulan pelajarannya hari ini. Siswa dapat menuliskan hasil diskusinya secara ringkas kepada guru.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 90
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Berdasarkan rangkaian proses pembelajaran yang digunakan maka diperoleh bahwa pemahaman konsep tekanan dan motivasi siswa meningkat. Hasil pemahaman konsep tekanan pada benda padat dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Uji Pemahaman konsep tekanan siswa. Jenis Kemampuan menafsirkan mengklasifikasikan menyimpulkan membandingkan menjelaskan Rata-rata
Rata-rata Skor Pretest Postest 0,12 0,47 0,31 0,62 0,4 0,72 0,16 0,56 0,31 0,66 0,26 0,6
< N-Gain >
Kategori
0,39 0,45 0,53 0,48 0,5 0,45
Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
Hasil postes tiap kemampuan pemahaman konsep siswa dapat dilihat pada Gambar 1 dan hasil angket motivasi siswa dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 1. Hasil pemahan konsep siswa setelah diberi perlakuan.
Gambar 2. Hasil angket motivasi siswa. Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa tiap aspek pemahaman konsep memiliki nilai N-Gain yang berada dalam kategori sedang. Pemahaman konsep tekanan siswa mengalami peningkatan. Penilaian tiap aspek pemahaman konsep setelah diberikan perlakuan terlihat pada Gambar 1. Grafik ini menjelaskan bahwa nilai aspek pemahaman konsep memiliki variasi mulai dari 47% hingga 72%.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 91
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Aspek menafsirkan dapat dicapai oleh 15 siswa dari 32 siswa (47%). Ini merupakan aspek terendah yang mampu dicapai oleh siswa. Setelah peneliti melakukan penyelidikan melalui kegiatan wawancara dan observasi dari 3 orang observer, diperoleh bahwa terdapat beberapa penyebab siswa tidak mampu mencapai aspek menafsirkan dengan baik. Penyebab tersebut adalah guru jarang melatih siswa untuk membaca grafik. Guru menjelaskan hubungan konsep fisika melalui sebuah rumusan matematis seperti P ~ F dan P ~ 1/A. Peneliti yang mengajarkan POEW pun tidak mengajak siswa untuk menggambarkan hubungan konsep fisika melalui grafik, melainkan hanya menggunakan lisan. Padahal, ketika ditanyakan kepada siswa megenai hubungan tersebut, siswa mampu menjawab dengan baik. Namun, ketika hubungan tersebut dipindahkan ke dalam sebuah grafik, siswa tidak mampu lagi menjawabnya. Kelemahan yang dimiliki oleh siswa dalam kemampuan menafsirkan dapat menjadi bahan penelitian selanjutnnya. Aspek mengklasifikasikan dapat dicapai oleh 20 siswa dari 32 siswa (63%). Aspek menyimpulkan dapat dicapai oleh 23 siswa dari 32 siswa (72%). Aspek ini memperoleh persentase tertinggi yang mampu dicapai oleh siswa karena peranan dari kegiatan menulis diakhir pembelajaran yang membuat siswa dapat memperoleh kesimpulan yang benar. Aspek membandingkan dapat dicapai oleh 18 siswa dari 32 siswa (56%). Aspek ini berada pada aspek terendah urutan kedua. hal ini disebabkan karena siswa jarang diajak oleh guru fisikanya untuk melakukan kegiatan percobaan sehingga siswa kurang terlatih dalam aspek membandingkan. Aspek yang terakhir adalah aspek menjelaskan yang mampu dicapai oleh 21 siswa dari 32 siswa (66%). Motivasi siswa terlihat meningkat dalam melaksanakan pembelajaran fisika. Ini terlihat pada Gambar 2 yang menjelaskan bahwa nilai aspek motivasi siswa berada pada 76% sampai 94%. Siswa merasa semakin percaya diri dalam menyampaikan pendapat dan berdiri ke depan. Siswa percaya diri terhadap hasil data percobaan yang telah diperolehnya. Perhatian siswa terpusat pada kegiatan pembelajaran. Posisi siswa dalam model POEW ini sebagai subjek belajar, bukan sebagai objek belajar. Siswa mampu mengaitkan hubungan konsep-konsep fisika. Siswa mampu memgaitkan hubungan gaya terhadap tekanan dan hubungan luas permukaan benda padat terhadap tekanan. Siswa menemukan sendiri hubungan antar konsep tersebut. Siswa juga merasa puas terhadap proses pembelajaran fisika. Siswa merasa dilibatkan dalam proses pembelajaran. Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan yang telah dipaparkan, maka model POEW (predictobserve- explain- write) dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dan memotivasi siswa dalam belajar fisika. Tahapan dalam model POEW ini berupa (1) predict, siswa membuat dugaan atau prediksi; (2) observe, siswa melakukan observasi; (3) explain, siswa menjelaskan ketidaksesuaian antara prediksi dan pengamatan; (4) write, siswa menuliskan hasil diskusinya. Pemahaman konsep siswa meningkat yang diketahui dari nilai N-Gain sebesar 0,45 yang berada dalam kategori sedang. Aspek pemahaman konsep yang belum mampu dicapai oleh siswa dengan baik adalah kemampuan menafsirkan dan membandingkan. Siswa termotivasi dalam pembelajaran fisika. Siswa memiliki rasa percaya diri, perhatian, relevansi, dan kepuasan yang tinggi saat menggunakan model POEW dalam pembelajaran fisika.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 92
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Ucapan terima kasih Ucapan terimakasih peneliti sampaikan kepada semua pihak yang sudah membantu dalam penelitian ini, terutama guru Fisika dan Bapak Kepala SMP tempat penelitian dilakukan. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Referensi [1] Liew, W Chong, ”The Effectiveness of Predict-Observe-Explain Tasks in Diagnosing Students’ Understanding of Science and in Identifying their levels of Achievement”. Paper Presented at Annual meeting of The American Educational Research Association. San Diego. 1998 [2] Ansari, B.I., Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik melalui Strategi TTW (eksperimen di SMUN Kelas I Bandung. Disertasi PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan. 2003 [3] Bullock S., Building Concepts Through Writing-to-Learn in College Physics Classroom . [online]. Tersedia: http://www.nipissingu.ca/oar/PDFS/V922E.pdf [25 Mei 2013] [4] Supriyati, Pengembangan Model Pembelajaran Predict- Observe- Explain- Write untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep, Keterampilan Berpikir Kritis, dan Mendapatkan Gambaran Kuantitas Miskonsepsi Siswa SMA pada Materi Suhu dan Kalor. Tesis PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan. 2013 [5] Kala, Nesli, “The Effectiveness of Predict-Observe-Explain Technique in Probing Students’ Understanding about Acid-Base Chemistry: A Case for The Concepts of PH, POH, and Strength”. International Journal of Science and Mathematics Education. 11, 555 - 574. 2012 [6] Anderson, L.W. dan Karthwol D.R., Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka pelajar. 2010 [7] Asrori, M., Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima. 2008 Dewi Juita* Pascasarjana Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Indonesia
[email protected] Dina Rahmi Darman Pascasarjana Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Indonesia
[email protected]
Trisna Kurniawan Pascasarjana Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Indonesia
Yusmanila Pascasarjana Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Indonesia
[email protected]
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 93
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Pengaruh Geometri terhadap Distribusi Panas pada Wajan Donny Dwiputra*, Dian Ahmad Hapidin, dan Sparisoma Viridi Abstrak Wajan dengan geometri tertentu memiliki distribusi dan kecepatan perambatan panas yang berbeda. Wajan dengan distribusi panas tidak merata dapat membuat makanan yang dimasak memiliki tingkat kematangan tidak merata. Wajan dengan kecepatan perambatan panas yang lama membuat konsumsi energi lebih banyak. Simulasi dilakukan untuk mengetahui geometri wajan yang paling baik dari bentuk yang ada. Simulasi menggunakan persamaan Fourier untuk perambatan panas pada padatan dan diselesaikan dengan metode elemen hingga. Hasil yang peroleh menunjukkan wajan dengan alas datar memiliki perambatan panas lebih cepat dan penambahan spiral pada alas wajan membuat distribusi panas lebih merata. Kata-kata kunci: elemen hingga, geometri, perambatan panas, wajan. Pendahuluan Seringkali makanan yang dimasak di atas wajan gosong, hal ini disebabkan oleh persebaran panas yang tidak merata. Selain itu waktu pemanasan wajan seringkali terlalu lama sehingga konsumsi energi berlebihan. Wajan dengan bentuk geometri tertentu memiliki properti penyebaran panas yang unik. Untuk mengoptimalkan energi diperlukan geometri wajan yang tepat sehingga penyebaran panasnya merata dan cepat.. Perambatan panas pada kasus serupa telah ditinjau pada jurnal [1] yaitu pada bread baking oven. Transfer panas dibahas oleh buku [2] dan literatur [3]—[5]. Penjelasan teknis modul program yang digunakan diberikan pada [6]. Penelitian ini bertujuan untuk memodelkan dengan komputasi untuk menggambarkan apa yang terjadi ketika sebuah wajan dipanaskan. Perambatan panas dimodelkan pada berbagai bentuk wajan yang umum beredar di pasaran. Kami mencari hubungan geometri wajan dengan tingkat kemerataan panasnya, sebagai parameter efisiensi. Untuk melihat efisiensinya wajan-wajan ini ditinjau pada suatu tiitik waktu dan diamati suhu rata-rata dan bentuk fisis kemerataan panasnya. Teori dan metode pemodelan Perpindahan panas bergantung waktu diberikan oleh persamaan Fourier untuk perambatan panas pada padatan
Cp
T C p u T k T Q t
(1)
dengan densitas bahan, Cp kapasitas panas pada tekanan tetap, k konduktivitas termal, u vektor kecepatan (dalam hal ini fluks kalor per per Cp), dan Q sumber
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 94
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
panas. Suku T menyatakan kebergantungan temperatur pada waktu. Secara umum t T ada-lah fungsi ruang spasial dan waktu. Metode elemen hingga digunakan dalam komputasi untuk menyelesaikan persamaan diferensial terkait persebaran panas bergantung waktu. Elemen hingga diterapkan dalam berbagai geometri wajan yang umum beredar di pasaran. Pemodelan elemen hingga ini dilakukan dengan COMSOL Multiphysics. Bentuk wajan yang ditinjau pada tulisan ini adalah bentuk wajan cembung yang umum dan wajan beralas datar. Bentuk yang ke dua akan divariasikan dengan penambahan spiral dibawahnya, spiral memiliki persamaan polar
r ( )
2 N
(2)
dengan variasi putaran N=1, 4, 7, dan 10. Bahan yang digunakan adalah alumunium termasuk sumber panasnya. Parameter yang konstan pada geometri adalah diameter wajan (2 m) dan sumber panas bentuk kotak (10kW).
Gambar 1. Bentuk wajan cembung (A) dan alas datar (B) dengan mesh elemen hingga.
Gambar 2. Wajan beralas datar dengan sumber panasnya yang ditinjau, variasi parameter putaran N=1, 4 , 7, dan 10.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 95
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Hal yang ditinjau adalah hasil pemodelan mengenai bentuk fisis kemerataan panas wajan dan waktu yang dibutuhkan untuk meratakan panas. Untuk menentukan waktu yang dibutuhkan ini, diambil suatu titik waktu dan dibandingkan pada semua geometri suhu rata-rata pada permukaan atasnya. Hasil dan diskusi Melalui simulasi diperoleh distribusi panas pada wajan model A (cembung) dan wajan model B (alas datar) seperti pada gambar 3.
(a)
(b)
Gambar 3. Distribusi panas pada wajan pada waktu 3000s pada (a) wajan cembung, (b) wajan beralas datar. Kemudian dihitung temperatur rata-rata dari permukaan atas (alas) wajan model A dan B dengan diameter pengukuran yang sama. Kurva temperatur permukaan ratarata wajan model A dan B disajikan pada gambar 4.
Gambar 4. Temperatur permukaan atas rata-rata dari wajan model A dan model B.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 96
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Wajan model B memiliki perambatan panas yang lebih cepat dibanding wajan model A. Hal ini karena geometri cembung pada wajan A memiliki luas permukaan yang lebih besar sehingga perambatan panas membutuhkan waktu yang lebih lama. Penambahan geometri spiral pada wajan model B memberikan hasil distribusi panas yang berbeda. Perbedaan distribusi panas dan cepat perambatannya dapat dilihat dari gambar 5. a)
b)
c)
d)
Gambar 5. Distribusi panas pada wajan pada waktu 3000s pada wajan tipe B dengan variasi putaran spiral (a) 1 putaran, (b) 4 putaran, (c) 7 putaran, (d) 10 putaran. Kurva temperatur rata-rata untuk wajan model B dengan variasi jumlah putaran spiral terlihat pada gambar 6.
Gambar 6. Temperatur permukaan rata-rata wajan model B dengan berbagai variasi jumlah putaran spiral.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 97
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Pada gambar 5 dan gambar 6 terlihat bahwa wajan model B dengan alas tanpa spiral memiliki kenaikan panas yang lebih cepat dibandingkan wajan dengan penambahan geometri spiral. Wajan dengan penambahan spiral pada alasnya membuat sumber panas tidak langsung menempel pada permukaan alas utama wajan. Panas dari sumber panas harus merambat dulu melalui spiral sebelum sampai pada permukaan alas wajan. Dengan demikian wajan dengan penambahan spiral membutuhkan waktu pemanasan yang relatif lebih lama. Pada gambar 6, gradien kurva berubah signifikan setelah waktu mencapai 90s, kemudian setelah waktu lebih dari 90s, kenaikan panas pada wajan relatif konstan. Pada simulasi yang dilakukan, sumber panas mengikuti keliling geometri persegi sehingga panas merambat pada dua daerah ; daerah bagian dalam sumber panas dan bagian luar sumber panas. Pada awal pemanasan, daerah dalam dan luar sumber panas memiliki suhu yang sama sehingga panas merambat dengan besar sama pada dua daerah tersebut. Suhu pada daerah dalam akan lebih cepat naik dikarenakan luasnya yang lebih kecil dibandingkan daerah luar. Kemudian ketika mencapai waktu 90s, suhu pada daerah dalam mencapai titik jenuh sehingga panas cenderung lebih banyak merambat ke arah daerah luar. Hal ini menyebabkan kenaikan suhu daerah luar lebih cepat dari sebelumnya sehingga gradien kurva temperatur permukaan rata-rata akan naik. Penambahan spiral pada wajan model B memungkinkan distribusi panas pada wajan lebih merata. Panas dari sumber panas merambat pada geometri spiral sebelum akhirnya mencapai permukaan alas wajan. Temperatur dari spiral akan lebih tinggi dibanding alas wajan sehingga spiral dapat dipandang sebagai sumber panas lain. Dengan demikian jika putaran lebih banyak maka distribusi panas pada wajan semakin merata.
Gambar 7. Hubungan gradien temperatur terhadap banyaknya putaran spiral. Semakin banyak jumlah putaran spiral tidak berarti gradien temperatur rata-rata semakin tinggi, hal yang dapat dipastikan adalah semakin banyak jumlah putaran spiral maka semakin merata distribusi panasnya. Hal yang menarik dari gambar 7 adalah eksistensi nilai maksimum gradien temperatur yaitu pada jumlah putaran 4. Untuk setiap model dengan ketebalan spiral yang berbeda selalu ada suatu nilai
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 98
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
jumlah putaran yang dapat memaksimalkan kecepatan kenaikan temperatur permukaan rata-rata. Hal ini adalah baru dan belum dihipotesiskan sebelumnya. Untuk mengetahui respon temperatur pada jumlah spiral yang lebih banyak harus dilakukan simulasi pada jumlah putaran spiral lebih banyak. Jika hubungan gradien temperatur terhadap jumlah putaran spiral seperti pada gambar 7 asimptotik, maka kita dapat mengambil limit tak hingga pada suatu nilai gradien. Nilai ini harus dibandingkan pada sistem yang ekivalen dengan jumlah putaran spiral tak hingga yaitu wajan tanpa spiral (model B). Kesimpulan Wajan dengan model B (alas datar) memungkinkan perambatan panas lebih cepat dibandingkan dengan wajan dengan model bentuk A (cembung). Wajan model B dengan penambahan alas spiral yang memiliki putaran lebih banyak memungkinkan perambatan panas lebih merata, walaupun kenaikan temperatur tidak setinggi pada wajan model B biasa (tanpa spiral). Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Lab Komputasi dan kepada anggota kelas Komputasi dan Simulasi Sistem Fisis 2013 yang telah memberikan ide dan inspirasi. Referensi [1] L. Xie, X. He, H. Liu, and C. Yang, “Shape design of the pan in bread baking oven”, Advance Journal of Food Science and Technology 5(8), 1091-1095 (2013). [2] T.L. Bergman, A.S. Lavine, F.P. Incropera, and D.P. Dewitt, “Fundamentals of heat and mass transfer”, John Wiley & Sons, USA, Seventh Edition, 2011. [3] I. Martinez, "Heat conduction", URL http://webserver.dmt.upm.es/~isidoro/ bk3/c11/ Heat%20conduction.pdf [accessed 12 December 2013] [4] Y. Peles. “Heat transfer, chapter 2: heat conduction equation”, McGraw-Hill Course Companies, Inc. Course Notes, URL http://wwwme.nchu.edu.tw/Enter/ html/lab/lab516/Heat%20Transfer/chapter_2.pdf [accessed 12 December 2013] [5] Queen’s University Faculty of Engineering and Applied Science Mechanical and Materials Engineering Online Courses, “MECH 346: heat transfer”, as in URL http://me.queensu.ca/Courses/346/ [accessed 12 December 2013] [6] COMSOL Resources, “Introduction to heat transfer module”, 2012.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 99
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Donny Dwiputra* Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi Institut Teknologi Bandung
[email protected]
Dian Ahmad Hapidin Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi Institut Teknologi Bandung
[email protected]
Sparisoma Viridi* Fisika Nuklir dan Biofisika Institut Teknologi Bandung
[email protected]
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 100
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Eksplorasi Keunggulan dan Kelemahan Penggunaan Metode Ekspositori pada Pembelajaran Fisika serta Implikasinya pada Pencapaian Kemampuan Kognitif dan Keterampilan Proses Sains Siswa Diki Rukmana Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi keunggulan dan kelemahan penggunaan metode ekspositori pada pembelajaran fisika serta implikasinya pada pencapaian kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains siswa kelas XI SMK pada pokok bahasan fluida statis. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilaksanakan dengan mengambil sampel satu kelas yang terdiri dari 33 siswa. Data mengenai keunggulan dan kelemahan penggunaan metode ekspositori pada pembelajaran fisika diperoleh dari hasil wawancara dan pengisian angket, sedangkan data mengenai pencapaian kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains siswa diperoleh dari hasil tes. Berdasarkan hasil penelitian, terungkap bahwa penggunaan metode ekspositori pada pembelajaran fisika memiliki keunggulan dari sisi kelengkapan materi, pembahasan soal serta minimnya tekanan terhadap siswa pada proses pembelajaran. Adapun kelemahan yang terungkap adalah berupa minimnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, minimnya pengalaman belajar yang diperoleh siswa serta sikap negatif yang timbul terhadap pembelajaran fisika. Berdasarkan tes kemampuan kognitif, diperoleh rata-rata pencapaian kemampuan kognitif siswa pada soal C2 dan C3 berada pada kategori cukup (41.26%,40.02% ) sedangkan pada soal C4 berada pada kategori sangat rendah (13.33%). Berdasarkan tes keterampilan proses sains diperoleh rata-rata pencapaian keterampilan proses sains siswa pada indikator mengklasifikasi berada pada kategori cukup (48,36%), pada indikator mengamati, menafsirkan pengamatan, meramalkan, mengajukan pertanyaan dan berhipotesis berada pada kategori kurang (25.60%, 31.55%, 39.47%, 25.00%, 39.26%), serta pada indikator merencanakan percobaan berada pada kategori tidak baik (16.37%). Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran fisika dengan metode ekspositori memiliki kelemahan yang berimplikasi pada rendahnya kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains yang dimiliki oleh siswa. Kata-kata kunci : Ekspositori, Kognitif, Keterampilan Proses Sains Pendahuluan Berdasarkan pengalaman penulis mengajar fisika di sekolah menengah, banyak sekali kendala yang dihadapi oleh seorang guru ketika melaksanakan pembelajaran fisika didalam kelas. Mulai dari tidak sebandingnya beban materi dengan jam pelajaran yang tersedia, hingga kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung untuk kegiatan laboratorium. Hal tersebutlah yang seringkali melatarbelakangi seorang guru lebih memilih metode ekspositori, atau biasa disebut juga metode penyampaian langsung (direct isntruction) [1] sebagai metode mengajar fisika. Metode pembelajaran ini menekankan pada penyampaian materi secara verbal dengan maksud agar siswa menguasa materi pelajaran secara optimal [2]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 101
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Metode pembelajaran ekspositori dilandasi oleh teori belajar behavioristik (Gage dan Berliner, 1979) yang lebih menekankan pemahaman bahwa perilaku manusia pada dasarnya merupakan keterkaitan antara stimulus dan respon [3]. Pada penggunaan metode ekspositori, guru berperan sebagai pemberi stimulus yang harus berusaha menciptakan respon siswa sebanyak mungkin melalui aktivitas pembelajaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan penggunaan metode ekspositori ketika diterapkan pada pembelajaran fisika baik dari sudut pandang guru maupun sudut pandang siswa serta implikasinya pada pencapaian kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains (KPS). Pemilihan kemampuan kognitif dan KPS sebagai pencapaian hasil belajar yang diteliti, didasarkan pada hakikat pembelajaran fisika (sebagai sebuah produk dan proses) serta tuntutan kurikulum yang menghendaki agar siswa memiliki penguasaan konsep dan sejumlah keterampilan ilmiah yang baik setelah mengikuti pembelajaran fisika. Metode Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang mengkaji tentang status keadaan sesuatu dengan kondisi terkini [4]. Pada peneltian ini yang akan di deskripsikan adalah pencapaian kemampuan kognitif dan KPS siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan metode ekspositori. Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil sampel satu kelas yang berjumlah 33 orang. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah angket, pedoman wawancara, tes kemampuan kognitif dan tes KPS. Untuk memperoleh instrumen yang baik, terlebih dahulu dilakukan judgement expert. Selain itu, dilakukan juga uji reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran pada instrumen tes kemampuan kognitif dan tes KPS. Adapun rumus yang digunakan untuk mendeskripiskan hasil penelitian adalah rumus deskriptif persentase [5] sebagai berikut: P
n
(1)
x 100%
N
Keterangan : n = jumlah skor siswa N = jumlah skor maksimal P = tingkat presentasi yang dicapai. Kriteria penafsiran variabel penelitian ini ditentukan berdasarkan tabel 1 berikut. Tabel 1. Kriteria penafsiran variabel penelitian.
ISBN 978-602-19655-5-9
Presentase (%) 81 - 100 61 – 80 41 - 60
Kriteria Sangat Baik Baik Cukup
21 – 40 0 - 20
Kurang Tidak Baik
Hal. 102
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Hasil dan Diskusi Kegiatan pembelajaran merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Untuk melakukan suatu proses pembelajaran yang baik, diperlukan sebuah metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan dan karakter materi yang akan diajarkan. Dalam rangka mencari kesesuaian tersebut, seorang guru perlu mempelajari keunggulan dan kelemahan dari metode pembelajaran yang akan digunakan sehingga dapat dibuat sebuah pertimbangan tertentu. Kelebihan penggunaan metode ekspositori dari sudut sebagaimana terungkap dari hasil wawancara disajikan pada tabel 2.
pandang
guru
Tabel 2. Kelebihan metode ekspositori berdasarkan sudut pandang guru. No
Kelebihan Metode Ekspositori
1. Waktu yang digunakan lebih efisein sehingga target materi dapat tercapai. 2. Konsep-konsep fisika yang rumit bagi siswa dapat lebih mudah disampaikan dalam bentuk final, dibandingkan harus membangunnya dari dasar. 3 Dengan banyaknya mengerjakan soal-soal latihan, siswa menjadi lebih terbiasa menggunakan rumus dan melakukan perhitungan matematis. 4 Tidak dapat dilaksanakannya praktkum dan demostrasi dapat disiasati dengan menunjukan data hasil praktikum secara langsung untuk kemudian diberikan penjelasan. Berdasarkan tabel tersebut tampak bahwa kelebihan dari penggunaan metode ekspositori pada pembelajaran fisika sejalan dengan tujuan utama penggunaan metode tersebut yakni, memaksimalkan waktu belajar, menciptakan kemandirian siswa dan berfokus pada hasil akademik [1][2]. Kelebihan lainnya adalah guru dapat memaparkan secara langsung kepada siswa data hasil praktikum yang telah dilakukan (baik oleh guru maupun orang lain) ketika kegiatan praktikum tidak dapat dilaksanakan (karena terkendala sarana). Hal tersebut penting dilakukan untuk memberikan pemahaman pada siswa bahwa hukum-hukum yang dipelajari di dalam fisika diperoleh melalui serangkaian proses eksperimen dan percobaan. Adapun Kelebihan penggunaan metode eskpositori dari sudut pandang siswa sebagaimana terungkap dari pengisian angket ditunjukan pada tabel 3. Tabel 3. Respon siswa terhadap penggunaan metode ekspositori dalam pembelajaran fisika. No
Kelebihan Metode Ekspositori % Penjelasan materi yang diberikan secara lengkap, membuat siswa merasa 1. 81,82 memahami materi dengan lebih baik. 2. Latihan soal dan pembahasan yang diberikan secara lengkap, membantu 71.21 siswa untuk terbiasa mengunakan rumus dan melatih cara melakukan perhitungan. 3. Siswa merasa lebih rileks dan nyaman mengikuti pembelajaran fisika 84.85 ketika guru menjelaskan semua materi secara langsung
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 103
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Pada tabel tersebut tampak bahwa sebagian besar siswa merasa bahwa pembelajaran dengan metode ekspositori yang dilakukan oleh guru cukup baik dalam memfasilitasi mereka untuk memahami materi, membiasakan perhitungan matematis dan menciptakan suasana belajar yang rileks. Respon positif tersebut merupakan modal yang penting dalam pembelajaran, karena dengan begitu siswa tidak lagi merasa takut dan tertekan ketika mengikuti pelajaran fisika . Selain memiliki kelebihan, penggunaan metode ekspositori dalam pembelajaran fisika juga memiliki kelemahan. Adapun kelemahan dari sudut pandang guru sebagaimana terungkap dari hasil wawancara disajikan pada tabel 4. Tabel 4. Kelemahan metode ekspositori berdasakan sudut pandang guru. No
Kelemahan Metode Ekspositori
1. Guru perlu menyiapkan bahan ajar yang lengkap dan betul-betul dikuasai 2. Proses pembelajaran terasa sangat melelahkan dan membutuhkan suara yang prima 3 Mendapatkan respon negatif dari siswa manakala soal evaluasi berbeda dengan contoh soal yang diberikan didalam pembelajaran. Berdasarkan tabel tersebut tampak bahwa sebagian besar kelemahan yang terjadi berasal dari hal-hal yang bersifat teknis. Kunci utama pembelajaran ekspositori adalah pada pemberian bahan ajar secara langsung dari guru dengan penyampaian verbal, sehingga secara otomatis guru perlu mempersiapkan bahan ajar yang lengkap dan dituntut untuk memiliki stamina yang baik untuk menunjang kegiatan pembelajaran. Selain itu, guru juga dituntut untuk membuat soal evaluasi yang sesuai dengan apa yang diberikan pada proses pembelajaran. Karena pada pembelajaran ekspositori guru tidak memfasilitasi siswa untuk mengembangkan pengetahuan sendiri, maka ketika guru memberikan soal yang tidak sesuai dengan pembelajaran akan mendapat respon negatif dari siswa. Adapun Kelemahan penggunaan metode eskpositori dari sudut pandang siswa ditunjukan pada tabel 5. Pada tabel tersebut terlihat bahwa siswa merasa materi yang sudah dipahami cepat terlupa kembali, hal tersebut cukup wajar terjadi karena hampir seluruh proses pembelajaran yang dilakukan mengandalkan daya ingat siswa tanpa adanya aktivitas penguatan, baik melalui demonstrasi maupun eksperimen. Kelemahan lain yang terungkap adalah kesulitan siswa dalam mengkomunikasikan pemahaman yang mereka miliki, hal tersebut diakibatkan karena didalam proses pembelajaran siswa tidak dilatihkan untuk berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Implikasi lainnya yang timbul dari pembelajaan fisika yang dilakukan dengan metode ekspositori adalah pola pikir negatif yang timbul pada diri siswa dimana sebagian besar siswa menyatakan bahwa fisika merupakan mata pelajaran yang yang harus dihafal.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 104
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Tabel 5. Kelemahan metode ekspositori berdasarkan sudut pandang siswa. No
Kelemahan Metode Ekspositori
%
1. Konsep yang sudah dipahami pada proses pembelajaran terasa cepat terlupa kembali ketika pembelajaran berakhir. 2. Tidak tersedianya aktivitas demonstrasi dan eksperimen membuat siswa merasa kesulitan untuk memahami aplikasi nyata dari teori yang dijelaskan . 3. Siswa merasa kesulitan ketika menjawab soal, walaupun siswa merasa memahami apa yang ditanyakan soal. 4. Siswa kesulitan menjawab soal ketika soal tersebut berbeda dari soal yang pernah dibahas oleh guru. 5. Tertanamnya pola pikir pada siswa bahwa semua materi dan rumus fisika yang dipelajari harus dihafal.
90,90 77.27
69.70 71.27 87.88
Untuk memberikan gambaran bagaimana implikasi dari penggunaan metode ekspositori terhadap pencapaian hasil belajar pada aspek kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains siswa maka disajikan grafik pada gambar 1 dan gambar 2.
Gambar 1. Presentase pencapaian kemampuan kognitif siswa. Berdasarkan gambar 1 terlihat bahwa pencapaian kemampuan kognitif siswa berada pada kategori sangat rendah pada aspek menganalisis (C4) sedangkan pada aspek menjelaskan (C2) dan menerapkan (C3) berada pada kategori cukup. Rendahnya kemampuan menganalisis disebabkan karena siswa tidak dibiasakan untuk melakukan kegiatan yang bersifat analisis, mereka hanya terbiasa memperoleh penjelasan yang diberikan oleh guru secara langsung.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 105
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 2. Presentase pencapaian keterampilan proses sains siswa. Berdasarkan gambar 2 terlihat bahwa hampir pada semua aspek keterampilan proses sains siswa berada pada kategori rendah terutama pada aspek merencanakan percobaan. Hal tersebut merupakan hasil yang sangat wajar mengingat pada pembelajaran ekspositori siswa tidak diberikan latihan keterampilan hands-on. Adapun terdapatnya beberapa siswa yang mampu memberikan jawaban pada soal tes keterampilan proses kemungkinan lebih didasarkan pada pemahaman konsep yang telah mereka kuasai. Berdasarkan hasil dan pembahasan ini dapat diperoleh sebuah rekomendasi bahwa jika seorang guru memutuskan untuk menggunakan metode ekspositori dalam pembelajaran fisika (dikarenakan berbagai kendala dan keterbatasan) maka hendaknya guru tidak hanya berfokus pada upaya mengejar waktu dan pencapaian prestasi akademik saja, guru perlu juga memperhatikan kualitas proses pembelajaran yang dilakukan. Kelemahan penggunaan metode eskpositori yang ditemukan pada beberapa aspek pembelajaran perlu disiasati dengan menambahkan metode lain yang dapat melengkapi, seperti metode tanya jawab, diskusi, demonstrasi dan eksperimen. Perlu diingat bahwa pencapaian hasil belajar fisika ditekankan pada dua aspek yaitu penguasaan konsep dan keterampilan, sehingga jika hanya menggunakan metode ekspositori pada pembelajaran fisika, maka akan berakibat pencapaian hasil belajar kurang optimal terutama pada aspek keterampilan. Kesimpulan Pembelajaran fisika yang dilakukan dengan menggunakan metode ekspositori, disamping memiliki beberapa keunggulan dari sisi kelengkapan materi, pembahasan soal serta minimnya tekanan pada siswa pada proses pembelajaran, juga memiliki kelemahan berupa minimnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran serta sikap negatif yang timbul terhadap pembelajaran fisika. Implikasi yang ditimbulkan dari penggunaan metode ekspositori tampak pada masih rendahnya pencapaian kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains siswa. Berdasarkan hal tersebut maka bagi guru yang masih menjadikan metode ekspositori sebagai metode utama
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 106
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
dalam membelajarkan fisika, hendaknya perlu diupayakan untuk mengintegrasikannya dengan metode lain yang dapat menutupi kelemahan tersebut. Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada siswa SMK Bhakti Kencana Majalaya atas partisipasinya pada penelitian ini serta rekan-rekan mahasiswa Prodi Pendidikan Fisika SPs UPI atas saran dan masukannya. Penulis juga berterima kasih kepada Dr. Dadi Rusdiana atas dikusinya yang bermanfaat. Referensi [1] Bruce Joyce, Marsha Weil dan Emily Calhoun, “Model of Teaching”, Penerbit Pustaka Pelajar, Bandung, Edisi kedelapan, 1980. [2] Wina Sanjaya, “Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan”, Penerbit Kencana Prenada Media Group, Jakarta, Cetakan Kesembilan, 2012. [3] Ratna Wilis Dahar, “Teori belajar”, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1989. [4] James H. Mc.Milan dan Sally Schumacher, “Research in Education (A Conceptual Introduction)”. Penerbit Longman, New York & London, 1997. [5] Riduan, “Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula”, Penerbit Alfabeta, Bandung, 2014. Diki Rukmana Prodi Pendidikan Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
[email protected]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 107
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Implementasi Alat Peraga Periskop dan Teropong Sederhana di SMK Bhakti Kencana Majalaya Muhtar Amin*, Diki Rukmana, Sheila Fitriana, Lailatul Nuraini, dan Widya Yuni Abstrak Telah dilakukan implementasi alat peraga periskop dan teropong yang telah dirancang oleh peneliti dengan tujuan untuk : (1) mendeskripsikan hasil penyelidikan siswa terhadap prinsip kerja periskop dan teropong dengan bantuan alat peraga periskop dan teropong sederhana (2) mendeskripsikan ketercapaian indikator pembelajaran pada sub materi periskop dan teropong, dan (3) mendeskripsikan respon siswa terhadap alat peraga periskop dan teropong sederhana. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas XI SMK Bhakti Kencana Majalaya. Sampel penelitian terdiri dari satu kelas eksperimen (XI Keperawatan 2). Alat peraga periskop dan teropong yang dirancang ditelaah dan dinilai oleh tim dosen Pengembangan Ragam Media pembelajaran Fisika Sekolah Pascasarjana UPI. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rata-rata hasil penyelidikan siswa terhadap prinsip kerja periskop dan teropong sebesar 95% dengan ketegori sangat baik, rata-rata ketercapaian indikator pembelajaran sebesar 84,2% dengan kategori sangat baik, rata-rata respon siswa terhadap alat peraga periskop dan teropong sebesar 93,3% dengan kategori sangat baik. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat peraga periskop dan teropong sederhana yang telah dirancang dapat digunakan oleh siswa sebagai media untuk menyelidiki prinsip kerja periskop dan teropong sehingga dapat meningkatkan ketercapaian indikator pembelajaran dan motivasi siswa. Kata-kata kunci: alat peraga, teropong, periskop Pendahuluan Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang melibatkan seseorang dalam upaya memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai positif dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar. Buku, informasi dari internet, pengalaman, hasil wawancara, hasil observasi, hasil percobaan dan media pembelajaran merupakan sumber belajar. Salah satu sumber belajar yaitu media pembelajaran, dapat digunakan didalam pembelajaran fisika untuk mengajarkan materi yang bersifat abstrak agar lebih konkret sehingga mudah dipahami siswa. Berdasarkan hasil observasi kegiatan pembelajaran, diperolah hasil bahwa dalam pembelajaran fisika dibutuhkan bantuan media alat peraga agar siswa mampu memahami konsep yang diajarkan dengan lebih baik dan mampu mengapliksikan konsep yang dipelajari tersebut dalam bentuk yang lebih nyata. Tujuan dari penelitian ini diantaranya adalah: (1) mendeskripsikan hasil penyelidikan siswa terhadap prinsip kerja periskop dan teropong dengan bantuan alat peraga periskop dan teropong sederhana, (2) mendeskripsikan ketercapaian indikator pembelajaran pada sub materi periskop dan teropong, dan (3) mendeskripsikan respon siswa terhadap alat peraga periskop dan teropong sederhana
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 108
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Dasar Teori Kata media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari “medium”. Secara harfiah kata tersebut mempunyai arti perantara atau pengantar. Briggs [1] menyatakan bahwa media merupakan alat untuk memberikan rangsangan bagi siswa supaya terjadi proses belajar. Sedangkan menurut Gagne [1] media merupakan berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa media pembelajaran merupakan wadah dari pesan. Menurut Prabu dan Markus [2], penggunaan media visual dalam proses pembelajaran fisika dapat menjembatani materi yang bersifat abstrak menjadi konkrit. Sehingga siswa dapat menyaksikan langsung fenomena yang sedang dipelajari. Disamping itu menurut Usman dan Asnawir [3] dengan adanya media pembelajaran dengan penggunaan yang kreatif akan memperbesar kemungkinan bagi siswa untuk belajar lebih banyak, lebih baik dalam memahami pelajaran, dan dapat meningkatkan keterampilan siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran. Media pembelajaran merupakan bagian integral dalam keseluruhan proses pembelajaran. Adapun kegunaan media antara lain: (1) memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis, (2) mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indera, (3) menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar, (4) memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori dan kinestetik, dan (5) memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama [1] Metode Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI Keperawatan 2 SMK Bhakti Kencana Majalaya, dengan jumlah siswa sebanyak 33 orang. Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitain ini adalah mulai dari tahap analisis kurikulum, pembuatan RPP, perancangan alat peraga dan implementasi alat peraga di sekolah. Adapun Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. 2. 3. 4. 5.
Rubrik Penilaian Lembar Kerja Siswa (LKS) Rubrik Penilaian Produk Siswa Rubrik Penilaian Presentasi Siswa Angket Respon siswa Tes penguasaan konsep
Teknik analisis data yang dilakukan pada penelitian ini dengan menggunakan rumus deskriptif persentase [4] sebagai berikut: P
n
x 100%
(1)
N
Keterangan : n = jumlah skor siswa N = jumlah skor maksimal P = tingkat presentasi yang dicapai. Kriteria penafsiran variabel penelitian ini ditentukan berdasarkan tabel 1 berikut.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 109
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Tabel 1. Kriteria penafsiran variabel penelitian. Presentase (%) 81 - 100 61 – 80 41 - 60
Kriteria Sangat Baik Baik Cukup
21 – 40 0 - 20
Kurang Tidak Baik
Hasil dan diskusi Pada kegiatan pembelajaran siswa dikelompokan menjadi 5 kelompok yang terdiri dari 6-7 orang. Kelompok 2, 4 dan 5 mendapatkan pembelajaran mengenai periksop sedangkan Kelompok 1 dan 3 mendapatkan pembelajaran mengenai teropong. Pada kegiatan pembelajaran ini siswa ditunjukan alat peraga periskop dan teropong untuk kemudian dianalisis cara kerjanya berdasarkan petunjuk pada lembar kerja yang telah diberikan. Berdasarkan analisis terhadap pengisian LKS diperoleh rata-rata prensentase sebesar 95 % (kategori sangat baik). Penilaian hasil pengisian LKS secara lengkap dilihat dari beberapa aspek penilaian disajikan dalam tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Penilaian hasil pengisian LKS. Kelompok 1 2 3 4 5
Aspek Penilaian I
II
III
IV
4 4 2 2 4
2 4 2 4 4
4 2 2 3 3
2 2 2 2 3
Rata-rata
Skor Total
%
12 12 8 11 14
75 75 50 68 87
11.4
95
Keterangan aspek penilaian: I. Alat dan Bahan II. Pertanyaan Konsep III. Sketsa alat IV. Penjelasan cara kerja alat Berdasarkan data penilaian LKS yang dikerjakan oleh siswa, terlihat bahwa siswa yang terpilih untuk membuat rancangan periskop memberikan analisis cara kerja periskop dengan sangat baik, sedangkan siswa yang terpilih untuk membuat rancangan teropong memberikan hasil analisis cara kerja teropong yang kurang baik. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor diantaranya adalah sebagai berikut.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 110
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
1) Ketika siswa menyelidiki cara kerja periskop, posisi cermin pada periskop dapat teramati dengan jelas oleh siswa sehingga dengan didukung oleh pemahaman konsep pemantulan pada cermin datar, siswa dengan mudah dapat menjelaskan cara kerja periskop. 2) Ketika siswa menyelidiki cara kerja teropong, posisi lensa pada teropong kurang dapat teramati dengan jelas. Selain itu pemahaman dasar siswa mengenai pembiasan juga terlihat lemah, sehingga mengakibatkan siswa tidak dapat menyelidiki cara kerja teropong dengan baik. Setelah siswa mengkonsultasikan kepada guru hasil pengisian lembar kerja, siswa mulai membuat sendiri periskop dan teropong sederhana dengan alat dan bahan yang telah dipersiapkan. Berdasarkan analisis terhadap produk yang dibuat siswa diperoleh rata-rata prensentase sebesar 82 % (kategori sangat baik). Hasil penilaian produk siswa secara lengkap dilihat dari beberapa aspek penilaian disajikan dalam tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Hasil penilaian produk siswa. Kelompok 1 2 3 4 5
Aspek Penilaian I II II 4 2 2 4 4 4 3 2 2 3 4 4 3 4 4 Rata-rata
Skor Total 8 12 7 11 11
66 100 58 92 92
9.8
82
%
Keterangan aspek penilaian: I. Estetika Alat II. Fungsi III. Aplikasi Konsep Setelah selesai membuat periskop dan teropong, siswa mempresentasikan hasil pekerjaan mereka di depan kelas. Berdasarkan penilian terhadap presentasi yang telah dilakukan siswa diperoleh rata-rata penilaian presentasi siswa sebesar 87% (kategori sangat baik). Hasil penilaian presentasi siswa secara lengkap dilihat dari beberapa aspek penilaian disajikan dalam tabel 4 berikut. Tabel 4. Hasil penilaian presentasi Siswa. Kelompok 1 2 3 4 5
Aspek Penilaian I II II 3 3 3 4 4 4 3 3 3 3 4 3 3 4 3 Rata-rata
ISBN 978-602-19655-5-9
Skor Total 9 12 9 11 11
75 100 75 92 92
10.4
87
%
Hal. 111
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Keterangan aspek penilaian: I. Organisasi II. Wawasan Konsep III. Media presentasi Setelah siswa mengikuti semua proses pembelajaran, siswa diberikan tes penguasaan konsep berdasarkan indikator pembelajaran yang telah disusun. Berdasarkan hasil tes diperoleh hasil bahwa pencapaian hasil belajar siswa sebesar 84,2% dengan kategori sangat baik. Adapun penjelasan dari pencapaian hasil belajar tersebut ditinjau dari indikator pembelajaran yang telah disusun dapat dipaparkan sebagai berikut: Indikator 1 : Menyelidiki prinsip kerja periskop berdasarkan konsep pemantulan pada cermin datar. Untuk kelompok periskop, secara umum siswa dapat mengaplikasikan konsep pemantulan cahaya pada cermin datar pada pembuatan periskop dengan baik. Hal ini terlihat dari jawaban-jawaban siswa terhadap pertanyaan konsep yang semuanya dapat dijawab dengan benar dengan dilengkapi gambar pemantulan sinar pada cermin datar. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa indikator ini dapat tercapai dengan baik. Beberapa faktor yang membantu siswa untuk dapat mengaplikasikan konsep pemantulan pada cermin datar pada pembuatan periskop diantaranya adalah: a. Konsep pemantulan pada cermin datar termasuk dalam kategori materi yang sederhana. b. Siswa telah mendapatkan konsep pemantulan cermin pada pertemuan sebelumnya dengan baik. Indikator 2 : Menggunakan cermin datar untuk membangun sebuah periskop sederhana. Untuk kelompok periskop, secara umum siswa dapat membangun sebuah periskop yang dapat berfungsi dengan baik, walaupun estetika produk yang dihasilkan masih belum begitu baik. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa indikator pembelajaran ini dapat tercapai. Beberapa faktor yang membantu siswa untuk dapat membangun sebuah periskop yang dapat berfungsi dengan baik diantaranya adalah: a. Membangun sebuah periskop sederhana termasuk dalam kategori yang mudah. b. Siswa memliki pemahaman konsep yang sudah baik mengenai cara kerja periskop. Indikator 3: Menyelidiki prinsip kerja teropong bumi berdasarkan konsep pembiasan pada lensa cembung. Untuk kelompok teropong, secara umum siswa tidak dapat mengaplikasikan konsep pembiasan pada lensa cembung jika lensa cembung yang digunakan lebih dari satu. Hal yang menjadi kesulitan siswa adalah bagaimana meletakan posisi lensa kedua dan lensa ketiga agar dihasilkan bayangan sesuai dengan syarat yang diberikan. Kesulitan ini diakibatkan oleh beberapa hal diantaranya adalah: a. Siswa tidak memiliki bekal konsep yang cukup mengenai pembiasan pada lensa, terutama jika lensa yang digunakan lebih dari satu. b. Siswa tidak memahami bahwa bayangan yang dibentuk oleh lensa pertama dapat menjadi benda bagi lensa kedua dan seterusnya.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 112
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
c. Siswa belum mempelajari konsep lup (kaca pembesar) Berdasarkan hal diatas, dapat disimpulkan bahwa indikator pembelajaran ini belum tercapai secara sempurna, sehingga siswa perlu mendapat remedial pada materi pembiasan pada lensa cembung. Indikator 4: Menggunakan lensa cembung untuk membangun sebuah teropong bumi sederhana. Untuk kelompok teropong, secara umum siswa dapat membangun sebuah periskop, namun persikop tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik. Beberapa faktor yang menyebabkan siswa tidak dapat membangun sebuah teropong yang dapat berfungsi dengan baik diantaranya adalah: a. Kekurang telitian siswa dalam melakukan pengukuran. b. Siswa tidak memliki pemahaman konsep yang baik mengenai cara kerja teropong. c. Lensa yang digunakan kemungkinan nilai fokusnya tidak sesuai dengan data yang tertera pada bungkusnya. Di akhir kegiatan penelitian, siswa diberikan angket untuk mengetahui respon mereka terhadap media pembelajaran yang telah digunakan. Berdasarkan analisis respon siswa terhadap alat peraga periskop dan teropong, dapat diketahui bahwa alat peraga periskop dan teropong yang dibuat mendapatkan respon yang positif dari siswa dengan nilai rata-rata presentase respon positif sebesar 93.3% dengan kategori sangat baik. Sehingga secara umum dapat dkatakan bahwa siswa merasa tertarik terhadap media pembelajaran yang digunakan sehingga mereka pun merasa lebih termotivasi untuk belajar. Agar teropong dan periskop yang dijadikan media pembelajaran secara optimal, maka beberapa perbaikan yang dapat dilakukan adalah: 1. Teropong dapat dibongkar dan dipasang kembali sehingga siswa dapat menyelidiki lebih detail bagian-bagaian teropong. kemudian disediakan tabung teropong yang memiliki ukuran lain yang dapat dipasang pada teropong, agar siswa dapat mengetahui bahwa ukuran panjang teropong tidak dapat sembarang. 2. Cermin pada periskop dapat diatur sudutnya agar siswa dapat mengetahui bahwa jika sudutnya tidak 45o maka periskop tidak berfungsi. Kesimpulan Alat peraga periskop dapat membantu siswa untuk dapat menyelidiki prinsip kerja periskop dengan baik. Baik alat peraga periskop maupun alat peraga teropong mendapatkan respon positif dari siswa dalam pembelajaran. Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada siswa SMK Bhakti Kencana Majalaya atas partisipasinya pada penelitian ini serta rekan-rekan mahasiswa Prodi Pendidikan Fisika SPs UPI atas saran dan masukannya. Referensi [1] Aksara Riyana dan Susilana, “Media Pembelajaran”. Penerbit CV Wacana Prima, Bandung, 2007.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 113
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
[2] Prabu, A. dan Markus, I.M.. “Efektifitas Penggunaan Software Pesona Fisika dalam Pembelajaran Fisika di SMA Santa Ursula BSD”, 2006 [3] Arif Rahman Aththibby, Dan Ishafit.. “Perancangan Media Pembelajaran Fisika Berbasis Animasi Komputer Untuk Sekolah Menengah Atas Pokok Bahasan Hukum Newton Tentang Gerak”. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011. [4] Riduan, “Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula”, Penerbit Alfabeta, Bandung, 2014.
Muhtar Amin* Prodi Pendidikan Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung
[email protected]
Diki Rukmana Prodi Pendidikan Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung
[email protected]
Lailatul Nuraini Prodi Pendidikan Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung
[email protected]
Sheila Fitriana Prodi Pendidikan Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung
[email protected]
Widya Yuni Prodi Pendidikan Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung
[email protected]
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 114
ProsidingSeminarKontribusiFisika2013 (SKF2013) 2-3 Desember2013, Bandung, Indonesia
Uji Efisiensi Pompa Hidram dengan Variasi Volume Tabung Udara Dinar M. F.*, Hari Anggit C. W., Latifah N. Q., Enjang J.M. Abstrak Telah dilakukan penelitian untuk menguji efisiensi pompa hidram. Alat ini bekerja memanfaatkan prinsip palu air pada keseimbangan katup buang dan katup hisap sehingga dapat memindahkan air ke tempat yang lebih tinggi. Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen berdasarkan studi literatur dengan melakukan variasi volume tabung udara (vacuum chamber). Variasi volume yang digunakan adalah volume 330 mL, 600 mL, 1000 mL, 1500 mL, dan 2000 mL. Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa variasi volume tabung udara tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap efisiensi pompa hidram. Rancang bangun pompa hidram yang menghasilkan efisiensi terbaik adalah pompa hidram dengan volume tabung udara 1500 ml dengan efisiensi sebesar 17,21 %. Kata Kunci : Pompa Hidram, Tabung Udara, efisiensiPendahuluan Pendahuluan Air merupakan salah satu kebutuhan yang sangat fundamental dalam kehidupan manusia. Kebutuhan air yang cukup banyak sering menimbulkan permasalahan baru, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di daerah yang jauh dari sumber air atau dengan sumber air yang lebih rendah, sehingga untuk mendapatkannya dibutuhkan usaha yang lebih berat karena harus diangkat melalui jalan yang menurun dan menanjak. Sebagai solusi masalah tersebut, maka penggunaan pompa hidram sangat tepat. Pompa hidram merupakan alat yang digunakan untuk menaikkan air dari tempat rendah ke tempat yang lebih tinggi dengan prinsip palu air [1]. Pompa hidram memiliki beberapa keunggulan yaitu tidak membutuhkan energi listrik atau bahan bakar, tidak membutuhkan pelumasan, biaya pembuatan dan pemeliharaannya relatif murah serta konstruksi yang mudah [2]. Dalam aplikasinya, efisiensi pompa hidram masih perlu ditingkatkan karena air yang terbuang lebih banyak dibandingkan air yang dihasilkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk merancang pompa hidram yang efektif dan efisien. Dalam penelitian ini, dilakukan eksperimen untuk menguji efisiensi hasil rancang bangun pompa hidram dengan variasi volume tabung udara. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suwarda dan Wirawan (2008), ada tidaknya tabung udara merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi besarnya efisiensi pompa hidram [3]. Efisiensi diperoleh dengan membandingkan debit hasil dengan debit limbah, serta perbandingan head masuk dan head keluar berdasarkan metode D’Aubission. Teori Cara kerja dari pompa hidram dapat dijelaskan dengan bagan berikut ini:
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 115
ProsidingSeminarKontribusiFisika2013 (SKF2013) 2-3 Desember2013, Bandung, Indonesia
Gambar 1: Bagan Pompa Hidram. Bagian utama dari pompa hidram adalah dua buah katup, yaitu: katup hisap (3) dan katup buang (5). Air masuk dari reservoir melalui pipa (1). Mula-mula katup buang terbuka karena gravitasi sedangkan katup hisap tertutup. Air yang masuk memenuhi badan pompa (2) mendorong ke atas katup menutup. Tertutupnya katup buang mengakibatkan dorongan air menekan dan membuka katup hisap lalu air masuk mengisi ruang dalam tabung udara (4) di atas katup hisap. Pada volume tertentu pengisian air dalam tabung udara optimal, massa air dan udara dalam tabung kompresi akan menekan katup hisap untuk menutup kembali, pada saat yang bersamaan sebagian air keluar melalui pipa (7). Dengan tertutupnya kedua katup, maka aliran air dalam badan pompa berbalik berlawanan dengan aliran air masuk diikuti dengan turunnya katup buang. Hal ini karena arah tekanan air tidak lagi ke katup buang tetapi berbalik ke arah pipa input (1). Di sinilah palu air (water hammer) itu terjadi, dimana air dengan tenaga gravitasi dari terjunan sumber air menghantam arus balik tadi, sebagian besar debit air keluar melalui katup buang, sementara sisanya mendorong katup hisap masuk ke dalam tabung udara sekaligus mendorong air yang ada dalam tabung udara untuk keluar melaui pipa output (7). Energi hantaman yang berulang-ulang mengalirkan air ke tempat yang lebih tinggi [4]. Perhitungan efisiensi pompa hidram ditentukan dari perkalian perbandingan debit hasil (q) dan debit masuk (Q+q) serta perbandingan head keluar (h) dan head masuk (H) [5]. Perhatikan Gambar 2 berikut.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 116
ProsidingSeminarKontribusiFisika2013 (SKF2013) 2-3 Desember2013, Bandung, Indonesia
Gambar 2: Head masuk dan Head keluar Efisiensi pompa hidram ditentukan dengan persamaan D’Aubission:
q.h .100% (Q. q ).H
(1)
Kecepatan air pada badan pompa dan tekanan saat katup buang tertutup dapat dianalisis menggunakan persamaan Bernoulli [6] sebagai berikut.
p1
v12 p v2 z1 2 2 z2 2g 2g
(2)
Dimana
p v g
: tekanan (Pa) : kecepatan (m/s) : percepatan gravitasi (9,8 m/s2) : berat jenis air (9800 kg/m2s2) z : ketinggian (m) Indeks 1 menyatakan posisi pada ketinggian sumber air, indeks 2 menyatakan posisi pompa hidram. Karena z diukur dari ketinggian pompa, maka z 2 sama dengan nol. Hasil dan Diskusi Pompa hidram hasil rancang bangun memiliki diameter pipa penghantar PVC ukuran ½ inch, katup buang dan katup hisap menggunakan kleptabok dengan ukuran ½ inch, kedua klep dipasang berlawanan arah. Berdasarkan analisis Persamaan (2) dengan mengatur head masuk (H) 143 cm dan panjang pipa penghantar (L) 3 m, maka didapatkan tinggi maksimum head keluar (h) sebesar 11,73 m dan tekanan pada badan pompa sebesar 1,15x105 Pa. Namun pada penelitian ini digunakan head keluar (h) sebesar 335,5 cm agar diperoleh pengukuran debit keluar yang lebih efektif.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 117
ProsidingSeminarKontribusiFisika2013 (SKF2013) 2-3 Desember2013, Bandung, Indonesia
Penelitian ini dilakukan dengan variasi volume tabung udara 330 ml, 600 ml, 1000 ml, 1500 ml, dan 2000 ml, masing-masing volume dilakukan pengujian sebanyak tiga kali. Hasil eksperimen ditunjukkan pada Tabel 1. Perbandingan efisiensi pompa hidram dengan variasi volume udara ditunjukkan pada Gambar 3. Efisiensi pompa hidram mulai naik pada volume 600 mL, kemudian turun pada volume 2000 mL. Pada volume 1000 mL, penurunan efisiensi maksimum sebesar 2,46%. Nilai ini lebih kecil dibandingkan perubahan efisiensi dari volume 600 mL ke 1000 mL dan dari volume 1500 mL ke 2000 mL. Hasil ini menunjukkan bahwa variasi volume tertentu tidak memberikan perubahan efisiensi yang signifikan. Berdasarkan data olahan pada Tabel 1, efisiensi terbesar diperoleh pada sistem pompa hidram dengan volume tabung udara 1500 mL (Gambar 3) yaitu 17,21%. Dari debit hasil (q) yang diperoleh, volume keluaran yang dihasilkan dalam satu hari mencapai 281,66 L. Hal ini setara dengan kebutuhan air 2 orang dengan asumsi setiap orang memerlukan air 150 liter per hari [7].
Tabel 1. Hasil Eksperimen Pompa Hidram dengan Variasi Volume Tabung Udara. No
VTU (mL)
1
330
2
600
3
1000
4
1500
5
2000
Q (mL/s)
q (mL/s)
T (s)
A
39,47 39,79 40,02 43,19 43,02 43,43 32,70 30,28 28,47 39,70 40,26 41,15 30,00 32,12 29,64
2,96 2,49 2,42 3,06 3,05 3,35 2,22 2,03 1,93 3,06 3,02 3,26 1,88 1,78 1,54
1,73 1,79 1,70 1,65 1,66 1,65 1,43 1,38 1,42 1,72 1,69 1,74 1,39 1,42 1,45
16,37% 13,80% 13,37% 15,52% 15,52% 16,64% 14,90% 14,75% 14,89% 16,79% 16,37% 17,21% 13,84% 12,30% 11,60%
Keterangan: VTU Q q T
: Volume tabung udara (mL) : Debit limbah (mL/s) : Debit hasil (mL/s) : Periode menutupnya katup (s)
A
: Efisiensi D’Aubuisson
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 118
ProsidingSeminarKontribusiFisika2013 (SKF2013) 2-3 Desember2013, Bandung, Indonesia
Gambar 3: Efisiensi pompa hidram dengan variasi tabung udara. Pengaruh volume tabung udara terhadap efisiensi relatif tidak signifikan. Hal ini dilihat dari perbedaan efisiensi terbesar yang dihasilkan oleh masing-masing tabung memiliki simpangan baku 1,3%. Nilai ini relatif kecil dibandingkan dengan variasi volume-volume tabung yang digunakan. Tabung udara pada sistem pompa hidram berfungsi sebagai pegas udara. Air yang masuk ke badan pipa dari reservoir memiliki kecepatan yang menyebabkan katup buang menutup dengan cepat. Akibatnya badan pompa akan mengalami tekanan yang tinggi. Tekanan tersebut menekan ke segala arah, termasuk melawan tekanan yang dihasilkan energi potensial dari tinggi reservoir. Tekanan yang mengarah ke reservoir membuat badan pompa mengalami penurunan tekanan sehingga katup buang kembali terbuka.Tekanan yang mengarah ke katup hisap membuat katup hisap terbuka dan sebagian air masuk ke dalam tabung udara. Udara yang tertekan karena bertambahnya volume air bekerja seperti pegas udara, yaitu pada mulanya terkompresi saat air masuk dan kemudian kembali memberikan tekanan. Tekanan yang dihasilkan dari pegas udara tersebut hanya diteruskan menuju selang penghantar, hal ini karena katup hisap sudah tertutup kembali. Proses ini terus menerus berulang sehingga air dapat mengalir terus ke selang penghantar. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa variasi tabung udara tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap efisiensi pompa hidram. Rancang bangun pompa hidram yang menghasilkan efisiensi terbaik adalah pompa hidram dengan volume tabung udara 1500 ml dengan efisiensi sebesar 17, 21 %. Saran Untuk penelitian selanjutnya, disarankan agar dilakukan analisis konsep fisika pada pompa hidram dengan menggunakan mekanika fluida yang lebih kompleks, dilakukan pengukuran tekanan pada tabung udara saat pompa hidram bekerja, dan dilakukan pemilihan bahan terutama katup yang mampu bekerja secara stabil, sehingga perubahan keadaan katup yang mempengaruhi kinerja pompa hidram tidak terjadi.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 119
ProsidingSeminarKontribusiFisika2013 (SKF2013) 2-3 Desember2013, Bandung, Indonesia
Referensi [1] Departemen Pekerjaan Umum, Badan Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan Umum, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman. 2002. Petunjuk Teknis Pemanfaatan Pompa Hidram dalam Penyediaan Air Bersih.Bandung: Indonesia [2] Didin S. Fane, Rudy Sutanto, I Made Mara. 2012. Pengaruh Konfigurasi Tabung Kompresor terhadap Unjuk Kerja Pompa Hidram. ISSN: 2088-088X Vol. 2 No. 2 Juli 2012. [3] Made Suarda dan IKG Wirawan. 2008. Kajian Eksperimental Pengaruh Tabung Udara terhadap Tekanan Pompa Hidram. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin CAKRAM Vol. 2 No.1, Juni 2008 (10-14). [4] Agus Budiman dkk. 2010. Pelatihan Pembuatan Hidram (Pompa Tenaga Air) sebagai Alternatif Penghematan Tenaga Listrik dan Pemenuhan Kebutuhan Air pada Musim Kemarau. Laporan Kegiatan PPM Program Reguler Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Negeri Yogyakarta. [5] Anonim. 2010. Hydram. Diunduh dari uww.somaiya.edu/projdcts/hydram.pdf [6] Sri Utami Handayani. 2010. Bahan Ajar Pompa dan Kompresor. Diunduh dari utami.community.undip.ac.id/files/2010/07/BAB-1-Pendahuluan1.pdf. [7] Ifah Latifah. -. Rancangan Sistem Suplai Air Bersih di Desa Cipeuteuy. Diunduh dari http://www.academia.edu/1990977/Rancangan_Sistem_Suplai_Air_Bersih_di_De sa_Cipeuteuy
Dinar Maftukh Fajar* Magister Pengajaran Fisika Institut Teknologi Bandung
[email protected]
Hari Anggit Cahyo Wibowo Magister Pengajaran Fisika Institut Teknologi Bandung
[email protected]
Latifah Nurul Qomariyatuzzamzami Magister Pengajaran Fisika Institut Teknologi Bandung
[email protected]
Dr. Enjang Jaenal Mustopa Institut Teknologi Bandung
[email protected]
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 120
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Pengaruh Variasi Tinggi Katup Limbah dan Jarak Antar Katup Terhadap Efisiensi Pompa Hidram Dzikri Rahmat R, Marjan Fuadi, Sari Sami N, dan Enjang Jaenal Mustopa Abstrak Air merupakan kebutuhan pokok mahluk hidup. Penduduk yang bermukim di dataran tinggi memerlukan pompa untuk menaikkan air dari sumber yang berada di dataran yang lebih rendah. Pompa hidram dapat digunakan sebagai alat alternatif untuk menaikkan air dari tempat rendah ke tempat yang lebih tinggi tanpa menggunakan listrik atau bahan bakar minyak. Dalam penelitian ini dicari pengaruh ketinggian katup limbah serta jarak antar katup terhadap efisiensi pompa hidram. Metode penelitian yang dilakukan yakni metode eksperimen dengan melakukan percobaan dengan mengubah-ubah tinggi katup limbah dan jarak antar katup. Pompa hidram yang digunakan dalam penelitian ini memiliki diameter pipa masukan 0.5 inci dan diameter pipa penghantar 0.5 cm. Variasi tinggi katup limbah terhadap tanah yang digunakan diantaranya yakni 10,6 cm, 16,7 cm, dan 18,5 cm untuk jarak antar katup 9 cm. Sedangkan variasi jarak antar katup yang digunakan diantaranya yaitu 7 cm, 9 cm, dan 12 cm untuk ketinggian katup limbah 16,7 cm terhadap permukaan tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi maksimum diperoleh saat tinggi katup limbah 16,7 cm dan jarak antar katup 9 cm, yakni sebesar 12,5%. Tidak ditemukan adanya hubungan linear antara tinggi katup limbah dan jarak antar katup terhadap efisiensi pompa hidram. Terdapat nilai optimum tinggi katup limbah dan jarak antar katup limbah yang menghasilkan efisiensi maksimum. Kata-kata kunci : Pompa hidram, tinggi dan jarak katup limbah, efisiensi. Pendahuluan Pompa hidram merupakan salah satu pompa air yang hemat energi dan ramah lingkungan. Pompa hidram merupakan teknologi tepat guna dalam bidang pemompaan dengan menggunakan tenaga momentum air (water hammer) untuk menaikkan air. Pompa hidram merupakan salah satu pompa air yang tidak menggunakan BBM dan listrik. Penelitian mengenai pompa hidram telah banyak dilakukan, akan tetapi masih banyak pula yang perlu dikaji sehingga pengetahuan tentang perencanaan pompa hidram lebih baik. Efektifitas kinerja dari pompa hidram dipengaruhi beberapa parameter, antara lain tinggi jatuh, diameter pipa, jenis pipa, karakteristik katup limbah, panjang pipa inlet dan panjang pipa pada katub limbah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh tinggi katup limbah dan jarak antar katup terhadap efisiensi pompa hidram. Terdapat beberapa variabel yang mempengaruhi efisiensi pompa hidram. Beban katup limbah mempengaruhi efisiensi pompa hidram. Besar kecilnya beban pada katup limbah sangat berpengaruh pada efektifitas kerja pompa hidram terutama pada debit pemompaan. [1] Penelitian tentang karakteristik volume tabung udara dan beban katup limbah terhadap efisiensi pompa hydraulic ram menghasilkan kesimpulan bahwa faktor beban katup limbah dan volume tabung berpengaruh pada variabilitas dari efisiensi
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 121
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
pompa hidram, begitu pula interaksi antar kedua faktor tersebut. [2] Kajian eksperimental pengaruh tabung udara pada head tekanan pompa hidram dan menyimpulkan bahwa dengan pemakaian tabung udara, terjadi penurunan perubahan tinggi tekanan dalam pipa penghantar pada instalasi pompa hidram. [3] Tekanan input dan tekanan output pada pompa hidram juga mempengaruhi efisiensi pompa. Tekanan input merupakan tinggi jatuh air dari sumbernya ke pompa hidram. Sedangkan tinggi output merupakan tinggi dari pompa hidram ke lokasi pengiriman tertinggi. Penelitian tersebut juga diturunkan suatu persamaan empiris dengan berdasarkan data-data laboratorium, persamaan bernoully dan water hammer. [4] Teori Pompa hidram merupakan alat untuk menaikkan air ke tempat yang lebih tinggi yang energi penggeraknya tidak menggunakan bahan bakar minyak ataupun tenaga listrik, melainkan menggunakan tenaga hantaman air yang masuk ke dalam pompa atau disebut juga dengan “water hammer”. Air mengalir dari suatu sumber ataupun suatu reservoir ke dalam pompa hidram melalui pipa pemasukan dengan posisi pompa lebih rendah dari sumber air ataupun reservoir tersebut. Di dalam pompa air, air keluar melalui katup limbah dangan cukup cepat, maka tekanan dinamik yang bergerak ke atas tersebut akan mendorong katup limbah sehingga katup limbah akan tertutup secara tiba-tiba dan katup limbah tersebut menghentikan aliran air dalam pipa pemasukan. Air yang terhenti akibat katup limbah tersebut mengakibatkan tekanan tinggi yang terjadi secara tiba-tiba di dalam pompa hidram. Tekanan air yang besar atau “water hammer” dalam ram sebagian direduksi oleh lolosnya air ke dalam tabung udara yang berfungsi meratakan perubahan tekanan yang drastis dalam hydraulic ram melalui katup penghantar dan denyut tekanan di dalam tabung yang kembali lagi ke pompa akan menyebabkan hisapan dan tertutupnya katup penghantar yang merupakan katup searah yang menghalangi kembalinya air ke dalam pompa, sehingga air dalam tabung tersebut akan tertekan keluar melalui pipa penghantar (outlet) yang mengalirkan air ke atas dengan ketinggian tertentu. Pengaturan ukuran panjang pipa inlet dari reservoir ke kolom limbah dan berat dari katup limbah diharapkan pompa hidram dapat memompa air yang optimal. Momentum Aliran Pipa Zat cair yang bergerak dapat menimbulkan gaya yang dapat menggerakkan katup pada pompa hidram. Demikian juga zat cair yang mengalir pada belokan pipa juga bisa menimbulkan gaya yang bekerja pada belokan tersebut. Gaya pada aliran pipa dapat dijelaskan dengan persamaan momentum yang didefinisikan sebagai perkalian antara massa (m) dan kecepatan (v). Momentum = m.v
(1)
Menurut hukum II Newton, perubahan momentum dapat menyebabkan terjadinya gaya, yang sebanding dengan laju perubahan momentum. Gaya yang terjadi karena adanya gerak zat cair disebut dengan gaya dinamis dan merupakan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 122
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
gaya tambahan pada gaya tekanan hidrostatis. Dalam menentukan laju perubahan momentum di dalam aliran zat cair, dipandang tabung arus dengan tampang dA. Dalam hal ini dianggap bahwa aliran melalui tabung arus adalah mantap. Momentum melalui tabung aliran dalam satu satuan waktu adalah : Momentum = dm .v = ρ . v . dA . v = ρ .v2.dA (2) dengan: ρ = rapat massa zat cair v = kecepatan aliran A = tampang aliran t = waktu dm = perubahan momentum dA = perubahan tampang Integrasi persamaan di atas diperoleh: Momentum =
v
2
A
dA dA Av 2
(3)
A
atau Momentum = ρ Q v
(4)
dengan v = Kecepatan rerata pada tampang Q = Debit. Apabila dt adalah waktu yang diperlukan elemen zat cair untuk melintasi tabung arus, maka massa zat cair yang yang melewati tabung arus adalah : dM = ρ d Q dt = ρ v dA
(5)
Berdasar Hukum II Newton, dF = dm a = ρ v dA dt dv
(6)
Apabila kecepatan merata maka dan aliran pada seluruh tampang maka: F = ρv dv
dA = ρv A dv
(7)
A
atau: F=ρQd
(8)
Apabila ditinjau tabung pipa terdiri dari sejumlah tabung dan dibatasi oleh tampang 1 dan 2, maka : F = ρ Q v2 – ρ Q v1
ISBN 978-602-19655-5-9
(9)
Hal. 123
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Analisis persamaan-persamaan di atas menunjukkan bahwa gaya yang bekerja pada zat cair adalah sebanding dengan laju perubahan momentum. (Bambang Triadmodjo, 1996). Persamaan (9) dapat diasumsikan untuk 3 arah persamaan yaitu : • Arah sumbu x : Fx = ρ Q (vx2 – vx1)… (10) • Arah sumbu y : Fx = ρ Q (vy2 – vy1)…(11) • Arah sumbu z : Fx = ρ Q (vz2 – vz1)…(12) Hukum Bernoulli Hukum Bernoulli berlaku pada mekanisme pemompaan oleh pompa hidram. Dengan asumsi keadaan ideal. Penggunaan hukum ini terdapat pada dua keadaan, yakni keadaan katup limbah terbuka dan keadaan katup limbah tertutup. Berikut persamaan Bernoulli untuk keadaan katup limbah terbuka :
P1
1 1 v1 2 gh1 P2 v 2 2 gh2 2 2
Karena reservoar dan katup limbah dalam keadaan kontak dengan udara maka P1 dan P2 sama, maka dapat diketahui berapa besar kecepatan aliran di katup limbah.
gh1
1 v 2 2 2
v 2 2gh1
(13)
Sedangkan persamaan Bernoulli untuk keadaan katup limbah tertutup sebagai berikut:
P1
1 1 v1 2 gh1 P2 v 2 2 gh2 2 2
P1 gh1 P2
.
(14)
Efisiensi Pompa Hidram Efisiensi pompa hidram dapat dihitung menggunakan persamaan D’Aubuisson, dengan terlebih dahulu menghitung debit limbah dan debit hasil.
Q q
volume lim bah t
(15)
volume hasil t
(16)
qh Q q H
(17)
A
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 124
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Volume air limbah ditentukan sebesar 1500 cm3, t adalah waktu yang dibutuhkan hingga volum limbah sebesar 1500 cm3, T adalah perioda ketukan. H adalah ketinggian reservoir dari permukaan tanah (cm), h ketinggian bak penampung dari permukaan tanah (cm), Q debit limbah (mL/s), q debit hasil (mL/s), dan ηA efisiensi pompa hidram menurut D’Aubuisson (%). Metodologi Penelitian a. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilakukan di Basic Science Centre A Institut Teknologi Bandung pada bulan November 2013 selama + 3 minggu dengan menggunakan metode eksperimen. Penelitian ini meliputi perancangan, pembuatan dan pengambilan data dengan memvariasikan ketinggian katup limbah dan jarak antar katup. b. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian pembuatan pompa hidram dilakukan dengan menyusun peralatan seperti gambar berikut :
Gambar 1. Skema susunan alat pompa hidram. Dengan [A] sumber air (reservoir); [B] pipa masukan; [C] katup penghantar, [D] katup limbah, [E] tabung udara (air chamber), [F] stop kran, [G] pipa penghantar, [J] bak penampung, [H] ketinggian reservoir dari permukaan tanah (cm), [h] ketinggian bak penampung dari permukaan tanah (cm). Deskripsi masing-masing komponen pompa hidram adalah sebagai berikut: 1) Reservoir merupakan sumber air; 2) Pipa masukan merupakan pipa yang mengalirkan air dari reservoir menuju ke pompa; 3) Katup penghantar merupakan katup dalam hal ini berupa klep yang menghantarkan air dari pipa masukan menuju ke tabung udara dan menjaga agar air yang ada di tabung udara tidak turun kembali ke pipa masukan; 4) Katup limbah merupakan katup dalam hal ini berupa klep tempat keluarnya air yang berasal dari reservoir. Pada bagian inilah peristiwa palu air terjadi; 5) Tabung udara (air chamber) merupakan bagian pada pompa hidram yang berfungsi untuk menjaga tekanan pada pompa, dengan adanya tabung udara, menjaga agar air yang masuk ke
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 125
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
dalam pipa masukan kontinyu; 6) Stop kran merupakan bagian pada pompa hidram yang berfungsi untuk membuka atau menutup aliran air yang menuju pipa masukkan; 7) Pipa penghantar merupakan pipa yang berfungsi untuk menghantarkan air menuju bak penampung; dan 8) Bak penampung merupakan bak tempat menampung air yang keluar dari pipa masukan. Secara umum prinsip kerja pompa hidram dapat dilihat pada poin-poin berikut: 1) Siklus I yakni air mengalir dari reservoar melalui pipa masukan menuju pompa hidram. Seiring bertambahnya volume air yang masuk ke dalam pompa hidram katup limbah tertutup secara mendadak dan menciptakan tekanan balik dalam pipa masukan; 2) Siklus II yakni saat tekanan pada pipa masukan diteruskan ke segala arah dan menyebabkan katup penghantar terbuka dan air terdorong dari pipa masukan masuk ke dalam tabung udara (air chamber); 3) Siklus III yakni pada saat udara tertekan oleh air yang masuk dari pipa masukan sehingga volumenya terkompres mengecil. Tekanan udara dalam tabung udara meningkat. Pada saat tekanan dalam tabung udara lebih tinggi dari tekanan udara luar, udara mulai menekan balik air sehingga katup penghantar tertutup dan air dalam tabung udara naik melalui pipa penghantar ke dalam bak penampung; dan 4) Siklus IV yakni saat tekanan udara pada pipa masukan mengecil dan menyebabkan katup limbah kembali terbuka. Kemudian siklus periodik pompa hidram berulang kembali dari siklus pertama. Hasil dan Diskusi Dari penelitian ini diperoleh nilai efisiensi yang berbeda untuk masing-masing ketinggian katup limbah dan jarak antar katup. Adapun dalam penelitian yang dilakukan, instalasi dari pompa hidram terdiri dari : 1. Pipa masukan dengan diameter ½ inch dan panjang 3 meter. 2. Pipa penghantar dengan diameter 0,5 cm dan panjang 5 meter. 3. Katup penghantar dan katup limbah dengan diameter ½ inch. 4. Ketinggian reservoir 143 cm. 5. Ketinggian bak penampung 335.5 cm. 6. Tabung udara dengan volume 1300 cm3. 7. Stop kran dengan diameter ½ inch. 8. Ketinggian katup penghantar 16,7 cm. Berikut data debit hasil, debit limbah, dan efisiensi yang diperoleh untuk 3 variasi ketinggian katup limbah. Table 1. Data efisiensi terhadap ketinggian katup limbah hKL (cm) 7.7 10.6 16.7 18.5 20.4
ISBN 978-602-19655-5-9
dAK (cm) 9 9 9 9 9
q (mL/s) 3.269 2.746 2.352 1.722 1.232
Q (mL/s) 42.578 53.173 41.785 62.070 61.393
T (s) 2.16 1.87 1.66 2.28 2.54
ηA (%) 10.1 11.5 12.5 6.3 2.3
Hal. 126
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Dari data tersebut dapat digambarkan grafik sebagai berikut:
Gambar 2. Ketinggian katup limbah (hKL) terhadap efisiensi (ηA) Table 2. Data efisiensi terhadap jarak antar katup. hKL (cm)
dAK (cm)
q (mL/s)
Q (mL/s)
T (s)
ηA (%)
16.7 16.7 16.7 16.7 16.7
5 7 9 12 15
1.848 2.085 2.352 1.531 1.154
56.858 52.791 41.785 58.096 60.343
2.12 1.90 1.66 2.25 2.46
6.7 8.9 12.5 6.0 3.2
Dari data tersebut dapat digambarkan grafik sebagai berikut :
Gambar 3. Jarak antar katup (dAK) terhadap efisiensi (ηA). Berdasarkan data dan grafik pada gambar 2 diperoleh hubungan antara ketinggian katup limbah dengan efisiensi. Tidak terdapat hubungan linier antara ketinggian katup dan efisiensi. Terdapat nilai optimum tinggi katup limbah yang memberikan nilai efiensi paling besar yakni 16,7 cm, sejajar dengan katup penghantar
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 127
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
dengan jarak antar katup 9 cm. Saat ketinggian katup limbah dibuat lebih rendah dari katup penghantar, diperlukan pancingan manual sebanyak kurang lebih 20 kali sampai akhirnya pompa hidram berfungsi dan menghasilkan siklus lengkap. Saat ketinggian katup limbah sejajar dengan katup penghantar, pompa dapat beroperasi tanpa pancingan manual. Begitu juga ketika katup limbah lebih tinggi dari katup penghantar, pompa beroperasi tanpa pancingan awal. Dari kedua table, dapat dilihat suatu pola, jika frekuensi ketukan pompa semakin besar periode ketukan, semakin kecil efisiensi pompa hidram. Kesimpulan Pompa hidram merupakan alat alternatif yang dapat digunakan untuk menaikkan air dari tempat rendah ke tempat yang lebih tinggi. Keunggulan pompa ini adalah tidak memerlukan listrik dan bahan bakar dalam pengoperasiannya. Dari hasil eksperimen diperoleh beberapa kesimpulan mengenai hubungan ketinggian katup limbah dan jarak antar katup terhadap efisiensi pompa hidram, diantaranya tidak ditemukan hubungan linier antara ketinggian katup limbah dan jarak antar katup terhadap efisiensi pompa hidram. Didapatkan pola periode ketukan, jika periode ketukan membesar maka nilai efiensi pompa menurun, akibat dari jumlah air yang terbuang pada saat katup limbah bertambah banyak karena waktu buka katup semakin lama. Terdapat nilai optimum untuk ketinggian katup limbah serta jarak antar katup. Didapatkan efisiensi maksimum terjadi saat tinggi katup limbah 16,7 cm dan jarak antar katup 9 cm. Pada saat nilai tinggi katup limbah dan jarak antar katup optimum, efisiensinya yaitu 12,5%. Referensi [1] [1] Cahyanta, Y. A. dan Indrawan. (1996). “Studi Terhadap Prestasi Pompa Hydraulic Ram Dengan Variasi Beban Katup Limbah.” Jurnal Ilmiah Teknik Mesin, Cakram. [2] [2] Shu San, G. dan Santoso, G. (2002). “Studi Karakteristik Tabung Udara dan Beban Katub Limbah Terhadap Efisiensi Pompa Hydraulic Ram.” Jurnal Teknik Mesin, Universitas Kristen Petra, Surabaya. [3] [3] Suarda, M. dan Wirawan, IGK. (2008). “Kajian Eksperimental Pengaruh Tabung Udara Pada Head Tekanan Pompa Hydram.” Jurnal Ilmiah Teknik Mesin, Universitas Udayana, Bali. [4] [4] Wahyudi, S. I. dan Fachrudin, F. (2008). “Korelasi Tekanan dan Debit Air Pompa Hidram Sebagai Teknologi Pompa Tanpa Bahan Bakar Minyak.“ Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, Universitas Sultan Agung, Semarang. [5] [7] Serway A dan Jewett J., “Fisika Untuk Sains dan Teknik Edisi 6”, Salemba Teknika, Jakarta, 2009 [6] [8] Suroso, Dwi P dan Yordan K, “Pembuatan dan Karakterisasi Pompa Hidrolik Pada Ketinggian Sumber 1,6 meter” Seminar Nasional VIII SDM Teknologi Nuklir, Yogyakarta, 31 Oktober 2012
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 128
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Dzikri Rahmat Romadhon Magister Studi Pengajaran Fisika Institut Teknologi Bandung
[email protected] Marjan Fuadi Permadi Magister Studi Pengajaran Fisika Institut Teknologi Bandung
[email protected] Sari Sami Novita Program Studi Pengajaran Fisika Institut Teknologi Bandung
[email protected] Enjang Jaenal Mustopa KK Fisika Bumi dan Sistem Kompleks Institut Teknologi Bandung
[email protected]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 129
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Kontribusi Pembelajaran Fisika Matematika dalam Mengembangkan Kemampuan Pemecahan Masalah Calon Guru Fisika Melalui Keterampilan Berpikir Reflektif Ellianawati*, Rusdiana D., dan Sabandar J Abstrak Keterampilan berpikir reflektif merupakan kecakapan seseorang dalam membuat keputusan berdasarkan kesimpulan-kesimpulan yang merepresentasikan salah satu kemampuan self assessmentnya. Keterampilan ini secara teoritis merupakan keterampilan yang urgen untuk dimiliki dan dilatihkan kepada calon guru terutama dalam pemecahan masalah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui level keterampilan berpikir reflektif mereka dalam memecahkan masalah yang dilakukan melalui penelitian deskriptif analisis data hasil ujian akhir semester fisika matematika I terhadap 40 mahasiswa pendidikan fisika. Mata kuliah ini dipilih karena memiliki peluang yang besar untuk dilatihkan beragam pola pemecahan masalah. Berdasarkan hasil analisis data terungkap bahwa pembelajaran yang dilakukan dalam perkuliahan fisika matematika I sudah membekalkan empat dari lima tahapan berpikir reflektif berdasarkan kerangka pikir Dewey dalam pemecahan masalah. Keempat tahapan tersebut yaitu kepekaan dalam mengidentifikasikan masalah, membatasi dan merumuskan masalah, mengajukan beberapa alternatif pemecahan masalah, dan mengembangkan ide untuk memecahkan masalah, sedangkan tahapan kelima yaitu kemampuan untuk melakukan pengujian terhadap solusi pemecahan masalah dan menggunakannya sebagai bahan pertimbangan membuat keputusan final masih belum muncul. Tahapan terakhir ini merupakan kunci bagi evaluasi hasil pemikiran yang sudah berkembang. Hal ini sangat penting dalam pembuatan keputusan tentang strategi pemecahan masalah dan akan berimbas pada profesionalisme mengajar calon guru fisika di masa yang akan datang. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu pengembangan program pembelajaran fisika matematika yang mampu memunculkan tahapan kelima ini dan meningkatkan kemampuan empat tahapan lainnya dalam pemecahan masalah. Kata-kata kunci : Keterampilan Berpikir Reflektif, Pemecahan Masalah, Framework Dewey Pendahuluan Proses berpikir reflektif dalam pemecahan masalah menurut Dewey [1] merupakan proses pemecahan masalah yang membutuhkan keterampilan mengenali masalah, merumuskan masalah, menyusun beberapa alternatif pemecahannya, mengembangkan ide dari alternatif yang dipilihnya, serta keterampilan mempertimbangkan kembali keputusannya hingga menjadi keputusan final. Menurut Piaget dalam Dahar [2], pada dasarnya sejak lahir manusia telah memiliki potensi untuk memecahkan masalah yang secara bertahap berkembang dari sensori-motor, pra operasional, operasional konkrit hingga operasi formal ketika mencapai usia sekolah. Proses perkembangan intelektual dalam pemecahan masalah ini sangat dipengaruhi dari lingkungan baik berupa lingkungan formal maupun non formal. Pada
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 130
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
lingkungan formal, dalam hal ini sekolah maka gurulah yang harus memberikan stimulus kepada siswa untuk belajar memecahkan berbagai persoalan sederhana melalui proses pembelajaran yang bermakna. Guru sendiri harus memiliki kemampuan dan pangalaman yang memadai untuk dapat melakukan proses pembelajaran yang diharapkan. Ini berarti proses pendidikan bagi calon guru juga berperan penting dalam melatihkan keterampilan pemecahan masalah. Istilah keterampilan dalam konteks keterampilan berpikir reflektif memiliki makna suatu kecakapan yang dapat ditularkan melalui proses berlatih. Artinya keterampilan ini berpeluang untuk dapat dilatihkan kepada siapa saja sesuai dengan tingkat berpikir mereka. Selama ini pola pemecahan masalah terutama soal-soal matematika dan sains dilakukan dengan tahapan 2D-J yaitu diketahui, ditanyakan, dan jawab dan telah menjadi suatu pola umum yang digunakan. Keterampilan pemecahan masalah dengan pola ini telah dilatihkan oleh guru selama bertahun-tahun mulai dari bangku sekolah dasar hingga sekolah menengah, sehingga wajar jika pola ini begitu melekat pada diri siswa. Namun pada kenyataannya, dengan pola ini siswa masih sangat jarang melakukan evaluasi terhadap hasil pemecahan masalahnya, mereka sudah cukup puas dengan hasil kerjanya tanpa melakukan konfirmasi ulang terhadap perolehannya [3,4]. Rodgers [5] telah mengupas dengan sangat dalam pemikiran Dewey tentang keterampilan berpikir reflektif. Beliau sampai pada kesimpulan bahwa berpikir reflektif harus memenuhi empat kriteria yaitu bahwa (1) Refleksi merupakan proses yang bermakna yang membawa seseorang berpindah dari satu pengalaman ke pengalaman lain dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang hubungan satu pengalaman kepada pengalaman berikutnya; (2) Refleksi merupakan proses berpikir yang sistematik, teliti, dan disiplin yang berakar pada inkuiri ilmiah; (3) Refleksi harus terjadi dalam suatu komunitas dengan cara berinteraksi dengan orang lain; dan (4) Refleksi mensyaratkan sikap menghargai perkembangan personal dan intelektual diri dan orang lain. Nampak bahwa apabila nilai-nilai positif yang tercermin dari keterampilan berpikir reflektif ini diterapkan dalam pendidikan calon guru maka secara bertahap akan membentuk sikap positif seperti di atas yang akan berimbas pada siswa yang kelak diampunya. Wulan [6] menyatakan bahwa keterampilan berpikir reflektif sejatinya merupakan irisan dari keterampilan berpikir kritis dan kreatif dan masuk pada tataran keterampilan berpikir tingkat tinggi, yaitu analisis, sintesis, dan evaluasi dalam ranah berpikir Bloom. Kenyataannya, para guru masih mengalami kendala untuk dapat menerapkan ranah berpikir tingkat tinggi di sekolah mereka [7,8,9,10]. Di lain sisi jika keterampilan berpikir reflektif ini diimplementasikan dalam program perkuliahan maka tiga keterampilan berikir yaitu keterampilan berpikir kritis, kreatif, dan keterampilan berpikir tingkat tinggi dapat sekaligus dilatihkan. Ini berarti ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan di perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan calon guru untuk mengatasinya. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian lanjut tentang pada tataran mana sesungguhnya level keterampilan berpikir reflektif ini sudah dilatihkan di dalam perkuliahan sehingga dapat dirumuskan pola pembelajaran yang sesuai untuk melatihkan keterampilan berpikir reflektif ini kepada calon guru.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 131
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Metode Data penelitian ini diperoleh dengan melakukan analisis deskriptif terhadap hasil ujian akhir semester mata kuliah fisika matematika 1 dari 40 mahasiswa pendidikan fisika semester 2 pada suatu perguruan tinggi negeri di Semarang. Pemilihan mata kuliah ini didasarkan pada pemikiran bahwa mata kuliah ini sarat dengan peluang dilaksanakannya latihan pemecahan masalah sehingga dapat dilakukan identifikasi level keterampilan berpikir reflektif mereka pada kemampuan memecahkan masalah. Analisis yang dilakukan meliputi ketuntasan pemecahan soal, prioritas penyelesaikan masalah, kebenaran solusi, dan pola pemecahan masalah. Dengan menggunakan perhitungan statistik product moment coefficient correlation diperoleh gambaran tentang level keterampilan berpikir reflektif mahasiswa calon guru fisika dalam pemecahan masalah fisika matematika I. Hasil dan diskusi 1. Analisis keterampilan mahasiswa dalam mengenali masalah Materi yang diujikan pada ujian akhir semester fisika matematika 1 meliputi: deret tak hingga, matrik dan vektor, persamaan parametrik dan non parametrik (PPNP), persamaan bidang, integral lipat, deret Fourier, dan persamaan diferensial biasa (PDB). Urutan materi yang diujikan sama dengan urutan nomor soal, soal nomor 1 materi yang diujikan adalah deret tak hingga, soal nomor 2 tentang matrik dan vektor, dan seterusnya. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan diperoleh informasi yang tersaji pada Tabel 1. Tabel 1. prioritas.
Distribusi jumlah mahasiswa yang menyelesaikan soal dengan beragam No. Soal 1
Materi yang diujikan deret tak hingga
Urutan prioritas penyelesaian soal I II III IV V VI VII 27 1 2 2 2 3 0
0,35
2
matrik dan vektor
9
26
1
1
2
1
0
0,55
3
PPNP
1
2
24
4
2
2
1
0,62
4
persamaan bidang
0
5
3
22
4
2
1
0,38
5
integral lipat
1
2
6
4
21
6
0
0,25
6
deret Fourier
1
3
3
4
3
21
4
0,06
7
PDB
1
1
1
4
6
2
25
0,18
IK
Keterangan: I,II,III, dst merupakan urutan pemecahan soal UAS, IK = Indeks Kesukaran. Tabel 1 memperlihatkan bahwa indeks kesukaran soal nomor 1 sampai dengan 4 adalah sedang dan soal nomor 5, 6 dan 7 adalah sukar. Dilihat dari prioritas penyelesaian soal, sebanyak 60% mahasiswa mengerjakan ketujuh soal secara berurutan dari nomor 1 sampai dengan nomor 7 sedang 40% lainnya menyelesaikan dengan urutan bebas. Jika dilihat dari tingkat kesukaran soal, nampak bahwa 46% mengerjakan soal mudah sebagai prioritas utama; 11% mengerjakannya soal sukar sebagai prioritas utama, sedang 43% lainnya dengan prioritas yang acak.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 132
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Rerata skor soal nomor 1 sampai nomor 4 adalah 2,18 dari skala 4 dan rerata skor soal nomor 5 sampai nomor 7 adalah 0,49 dari skala 3. Dari analisis ini dapat disimpulkan bahwa mahasiswa sudah mengenali dengan cukup baik masalah yang terepresentasi dari masing-masing jenis soal terlihat dari perolehan skor yang cukup baik pada soal mudah yang dikerjakan sebagai prioriras utama penyelesaian soal. Namun masih perlu penguatan pada soal kategori sukar karena skornya masih cukup jauh dari skor maksimal.
2. Analisis keterampilan merumuskan masalah Berdasarkan hasil analisis terhadap ketuntasan penyelesaian masalah ternyata 95 % mahasiswa telah mengerjakan soal yang diujikan. Hal ini mengindikasikan bahwa mahasiswa sudah dapat merumuskan masalah dengan menuliskan apa yang mereka ketahui dan varibel yang harus dicari. Data ketuntasan tersebut seperti yang terlihat pada Gambar 1. 100 90
95
90
88
88
83
80 68
70
65
% merumuskan masalah
60 50 40
30
25
30 20 10
10 8
5
0
3
8
10 5 8 3
10 3
0
Materi yang diujikan
Gambar 1. Data pemecahan soal UAS fisika matematika I ( dikerjakan; = selesai dikerjakan; = tidak dikerjakan)
= tidak selesai
Dari ketujuh soal tersebut, soal nomor 6 yaitu materi deret Fourier merupakan soal yang paling banyak tidak selesai dikerjakan. Soal nomor 6 ini dikerjakan oleh mahasiswa dengan lebih detail, namun tidak sesuai yang diharapkan. Jadi perlu ada penguatan kembali tentang prosedur pemecahan masalah deret Fourier yang lebih sederhana. Adapun soal nomor 7 merupakan soal yang paling banyak tidak dikerjakan oleh mahasiswa karena mahasiswa sudah menghabiskan waktu untuk menyelesaikan soal nomor 6.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 133
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
3. Analisis keterampilan mengajukan beberapa alternatif pemecahan masalah
Skor rata‐rata jawaban
Pola penyelesaian masalah yang muncul bersadarkan enam pola yang telah ditemukan adalah seperti pada Gambar 2 berikut.
3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
2,5 2,125 1
1
Pola A
Pola C
Pola D
Pola E
Pola pemecahan masalah Gambar 2. Pola penyelesaian masalah berdasarkan temuan penelitian sebelumnya [11]. Pola A, C, dan D yang menganut 2D-J ternyata masih ada sampai tingkat perguruan tinggi. Adapun pola E sudah terbebas dari 2D-J memperoleh skor tertinggi, sedang pola penyelesaian dengan konfirmasi (pola B dan pola F) belum muncul. Terdapat hubungan dengan korelasi yang sangat kuat [12] yaitu r = 0,939 antara pola pemecahan soal dengan rata-rata perolehan skor (skor maksimum 7). Saat ini, pola E terbukti merupakan pola yang paling cocok untuk menyelesaikan soal-soal tersebut, namun perlu digali korelasi ini untuk pola B dan pola F. 4. Analisis keterampilan mengembangkan ide untuk memecahkan masalah Berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan oleh dosen diperoleh informasi bahwa persentase terbesar mahasiswa memberikan jawaban yang benar adalah pada soal nomor 3 yaitu sebesar 63%. Pada soal ketiga ini terdapat empat macam alternatif pemecahan jawaban seperti Gambar 3. Gambar 3 b), c), dan d) adalah alternatif jawaban dari jawaban yang standar a) yang terdapat pada buku pegangan mahasiswa. Jawaban a) dikerjakan oleh 21 orang mahasiswa, jawaban c) dikerjakan oleh 2 orang mahasiswa, sedang jawaban b) dan d) dikerjakan masing-masing oleh 1 orang mahasiswa. Nampak bahwa mahasiswa mulai berpikir secara divergen dalam pemecahan masalah. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa mahasiswa sudah mampu mengembangkan ide (berpikir divergen) dalam menyelesaikan masalah, meskipun persentasenya masih relatif kecil.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 134
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 3. Alternatif pemecahan masalah pada soal nomor 3. Kesimpulan Empat tahap pemecahan masalah menurut Dewey telah dilatihkan melalui pembelajaran fisika matematika I meski masih relatif kecil masing-masing persentasenya. Tahapan kelima, konfirmasi hasil, yang merupakan kunci evaluasi hasil belum muncul, sehingga perlu dilakukan pengembangan program pembelajaran fisika matematika 1 yang mampu memunculkannya dalam pemecahan masalah serta meningkatkan kualitas keempat tahapan lainnya. Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Khumaedi, M.Si. yang telah bersedia memberikan bantuan berupa data untuk penelitian ini. Referensi [1] Dewey, J. How We Think. Boston, New York, Chicago: D.C. Heath and Co. Publishers; 1910. [2] Dahar, R.W. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:Erlangga. 2011; 136:141 [3] Sabandar, J. Berpikir Reflektif dalam Pembelajaran Matematika. Tersedia di website: http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/1947052419810 31JOZUA_SABANDAR/KUMPULAN_MAKALAH_DAN_JURNAL/Berpikir_Reflektif2 .pdf.(diakses tanggal 25 Mei 2013) [4] Slisko, J. How can formulation of physics problems and exercises aid students in thinking about their results? Lat. Am. J. Phys. Educ.: 2008. 2 (2). [5] Rodgers, C. Defining Reflection: Another Look at John Dewey and Reflective Thinking. Teachers College Record: 2002. 104 (4); 842:866.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 135
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
[6] Wulan, A.R. Keterampilan Berpikir Kritis dan Kreatif. Disampaikan dalam perkuliahan Evaluasi Pembelajaran IPA di Sekolah Pasca Sarjana UPI tanggal 12 April 2013. [7] Choy, S.C., Oo, P.S. Reflective Thinking and Teaching Practice: A Precursor for Incorporating Critical Thinking into the Classroom. International Journal of Instruction: 2002. 5 (1); 167:182. [8] [8] Planinic, M. at.al. Comparison of Student Understanding of Line Graph Slope in Physics and Mathematics. IJSE: 2012. [9] Arslan, A. S., Arslan S. Mathematical models in physics: A study with prospective physics teacher. Scientific Research and Essays: 2010. 5 (7); 634:640. [10] Taşar, M. F. What part of the concept of acceleration is difficult to understand: the mathematics, the physics, or both?” ZDM Math. Educ.: 2010. 42; 469:482. [11] Ellianawati, Rusdiana, D., Sabandar, J. Reflective Thinking Skills in Prospective Physics Teachers. Diseminarkan dalam forum MSCEIS 2013 tanggal 19 Oktober 2013 di UPI Bandung. [12] Sugiyono. Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta; 2012. [13] Tyre M.J., Eppinger S.D., Csizinszky, E.M.H. Systematic versus Intuitive Problem Solving on the Shop Floor: Does it Matter? Massachusetts Institute of Technology Sloan School of Management Working Paper No. 3716, November, 1995. Tersedia di http://web.mit.edu/eppinger/www/pdf/Tyre_SloanWP3716_Nov1995.pdf. (Diakses tanggal 09 Desember 2013).
Ellianawati1,2, Rusdiana D1, dan Sabandar J1 1 Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia 2 Universitas Negeri Semarang Email:
[email protected]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 136
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Uji Penggunaan Daun Salam (Syzygium Polyanthum) Untuk Menurunkan Kadar Kolesterol Pada Laki-Laki Usia 45-65 Tahun Ester Marselina Pangaribuan*, Untung Sudharmono, dan Gilny Aileen Joan Rantung Abstrak Pada penelitian ini daun salam telah digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol. Hal ini perlu dilakukan karena prevalensi penderita penyakit hiperkolesterolemia terus meningkat. Daun salam (Syzygium polyanthum) diuji coba untuk menurunkan kadar kolesterol total darah kepada laki-laki usia 45-65 tahun. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sejumlah 10 orang dengan dosis 0.36 gram/KgBB pada setiap sampel yang telah dikonversi dari tikus jantan Galuh Wistar ke manusia. Dari hasil analisis data dengan menggunakan statistik uji normalitas didapati distribusi data tidak normal. Oleh Karen itu, peneliti memakai uji Wilxocon Signed rank pada tingkat signifikansi α = 0,05 diperoleh perbedaan kadar kolesterol yang signifikan antara sebelum dan sesudah pemberian air rebusan daun salam (Syzygium polyanthum) terhadap penurunan kadar kolesterol darah. Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa daun salam (Syzygium polyanthum) dapat digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol total darah. Kata-kata kunci: daun salam (syzygium polyanthum), hiperkolesterolemia, kolesterol total darah. Pendahuluan Pada masa ini penyakit kardiovaskular menjadi salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa pada tahun 2008, sekitar 57 juta kematian di seluruh dunia, diperkirakan 17.3 juta orang meninggal dikarenakan penyakit kardiovaskular atau sekitar 30 persen dari seluruh dunia. Dan lebih dari 80 persen kematian ini akibat penyakit kardiovaskular terjadi di beberapa negara berkembang [8]. Beberapa faktor utama yang menadi pemicu terjadinya penyakit kardiovaskular ialah dislipidemia. Dislipidemia adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan kadar kolesterol dalam darah, kadar trigliserida, dan kadar LDL (Low Density Lipoprotein) serta penurunan kadar HDL (High Density Lipoprotein) dari batas normal [9]. Hiperkolesterolemia memiliki kontribusi yang signifikan terjadinya aterosklerosis dan penyakit jantung koroner (PJK) serta menjadi penyebab awal kematian diseluruh dunia [2]. Aterosklerosis adalah timbunan plak yang didalamnya terkandung kolesterol, lemak terbentuk didalam tunika intima dan tunika media arteri besar dan sedang. Kolesterol sendiri diproduksi oleh hati dalam memenuhi kebutuhan tubuh. Selain itu, kolesterol juga diperoleh dari makanan yang berasal dari hewani [1]. Aterosklerosis merupakan salah satu penyebab dari mortalitas dan morbiditas. Beberapa faktor seperti: faktor usia dan jenis kelamin, faktor genetik, pola hidup yang signifikan dan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 137
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
tekanan darah tinggi dapat menjadi penyebab penyakit jantung koroner, tingginya kadar kolesterol trigliserida, serum total kolesterol dan LDL yang memungkinkan teserang penyakit jantung koroner (PJK) dan aterosklerosis [2] Salah satu tanaman obat yang memiliki pontensi sebagai pengobatan dalam menurunkan kadar kolesterol dalam darah, yaitu: daun salam (Syzygium polyanthum). Kusuma et al., (2011) melaporkan bahwa didalam ekstrak daun salam memiliki kandungan seperti: senyawa flavonoid, alkaloid, tanin, steroid, triterpenoid, dan saponin yang memiliki fungsi untuk menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh [3]. Selain itu, daun salam memiliki beberapa kandungan vitamin, diantaranya: vitamin A, vitamin C, dan vitamin E yang berfungsi sebagai antioksidan [4]. Daun salam adalah tanaman herbal yang tersebar luas di Asia Tenggara salah satu yang banyak dijumpai dengan mudah adalah Indonesia. Daun salam juga digunakan sebagai tanaman herbal dan farmakologi dalam mengobati beberapa penyakit seperti kolesterol tinggi, diare, diabetes mellitus, menurunkan kadar kolesterol LDL, dan meningkatkan kadar kolesterol HDL [5]. Flavonoid adalah senyawa antioksidan polifenol alami, yang termasuk dalam kandungan flavonoid adalah flavonoid kuersetin [6]. Flavonoid bekerja menurunkan kadar kolesterol dari dalam darah dengan menghambat kerja enzim 3-hidroksi 3-metilglutaril koenzim A reduktase (HMG Co-A reduktase) [7]. Metode Penelitian Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah laki-laki usia 45-60 tahun yang memiliki kadar kolesterol total diatas 200 mg/dL. Jumlah sampel yang menjadi koresponden dalam penelitian ini berjumlah 10 orang yang menderita hiperkolesterolemia. Sampel ini dibuat dengan teknik purposive sampling yaitu sampel ditentukan sesuai dengan tujuan penelitian. Eksperimen Pertama, dalam mendapatkan sampel yang sesuai dengan kriteria penelitian. Penelti mencari sampel yang sesuia dengan kriteria penelitian, yaitu: laki-laki usia 4560 tahun yang kadar kolesterol total di atas 200 mg/dL. Peneliti terlebih dahulu mengecek kadar kolesterol total sampel dengan menggunakan alat Easy Touch GCU. Setelah mengetahui hasil kadar kolesterol total sampel diatas 200 mg/dL, sampel ditimbang berat badan kemudian menandatangani surat persetujuan (informed consent) yang isi didalamnya menjelaskan tentang informasi penelitian, efek samping yang mungkin dapat terjadi selama mengonsumsi air rebusan daun salam. Seluruh sampel ditempatkan didalam satu rumah dan pola makan untuk sampel di sama ratakan. Air Rebusan Daun Salam Material yang digunakan dalam penelitian ini daun salam (Syzygium polyanthum). Daun salam (Syzygium polyanthum) dipilih hanya daun segar yang muda dan hijau. Dicuci bersih di air mengalir sesudah itu, daun salam dihitung dan ditimbang sesuai dosis daun salam yaitu: 0,36 g/KgBB. Dosis ini didapat dari penelitian sebelumnya dengan hasil konversi dosis dari tikus jantan Galuh Wistar ke manusia. Kemudian masukkan air dalam panci yang pertama untuk direbus hingga mendidih.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 138
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Setelah itu, masukkan panci yang kedua lalu ditambah dengan air ±1000 liter, panaskan hingga mencapai titik didih 90 derajat celcius. Setelal air dalam panci yang kedua mendidih, masukkan daun salam yang sudah ditimbang ke dalam panci yang kedua. Direbus selama ±15 menit dengan titik didih 90 derajat celcius. Kemudian air rebusan daun salam dinginkan. Setelah itu, diukur dengan menggunakan gelas ukur sesuai dengan takaran dosis masing-masing yang sudah dihitung sebelumnya. Kemudian air rebusan daun salam ditambah dengan air bersih hingga mencapai 100 cc sehingga setiap sampel mengonsumsi air rebusan daun salam 100 cc setiap pagi selama 14 hari. Terapi Air rebusan Daun Salam Seluruh sampel dalam penelitian ini ditempatkan di dalam satu rumah dan pola makan yang sama selama tujuh hari. Selama tujuh hari, sampel akan diberi air rebusan daun salam setiap hari satu kali sehari diminum di pagi hari oleh sampel. Pada hari keempat belas pengukuran kembali kadar kolesterol total darah setelah berpuasa selama 9 jam. Senyawa flavonoid yang terdapat didalam daun salam memiliki kandungan yang dapat menghambat enzim HMG-CoA reduktase sehingga pada sintesis kolesterol menjadi menurun sehingga mengakibatkan kadar kolesterol darah menurun (Chen et al., 2001) [11]. Saponin (triterpenoid) dapat membentuk ikatan kompleks yang tidak larut dengan kolesterol yang berasal dari makanan dan berikatan dengan asam empedu membentuk micelles, meningkatkan pengikatan kolesterol oleh serat sehingga kolesterol tidak dapat diserap oleh usus. Kandungan niasin dapat memperbaiki kadar kolesterol dalam tubuh. Adam (2004) melaporkan bahwa serat dalam terkandung dalam daun salam bermanfaat untuk menghambat absorbsi kolesterol di usus sehingga memiliki potensi menurunkan kadar kolesterol total dalam tubuh [13]. Pengukuran Kadar Kolesterol Pengukuran kadar kolesterol dilakukan dengan menggunakan alat Easy Touch GCU. Pengukuran dilakukan diujung jari manis tangan kiri sampel. Dengan cara mempersiapkan alat cek kolesterol, yaitu: menghidupkan alat kolesterol sampai muncul gambar tetesan darah didalam alat, dan menyambungkan strip kolesterol pada alat kolesterol yang sudah menyala, disamping itu, menyiapkan jarum yang sudah di pasangkan di alat pencil. Kemudian jari manis sampel dibersihkan dengan menggunakan alcohol swab dengan cara membersihkan melingkar dari arah dalam ke luar. Setelah dibersihkan, jari manis sampel di tusuk, sampai mengeluarkan darah. Darah sampel kemudian di masukkan ke dalam strip kolesterol. Lalu ditutup kembali dengan menggunakan alcohol swab diluka jari manis tangan kiri sampel. Tunggu selama 150 detik hingga hasil kolesterol total darah sampel muncul. Sehingga hasil kadar kolesterol total darah sampel diketahui, kemudian dicatat sesuai dengan kriteria penelitian. Analisis Statistik Data dari hasil pretest dan posttest akan dianalisis data rata-rata kolesterol sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan. Setelah itu dilakukan uji normalitas dari data kadar kolesterol total darah sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan. Dari hasil uji normalitas data berdistribusi tidak normal. Setelah uji normalitas perhitungan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 139
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
selanjutnya menggunakan Wilxocon Signed Rank test dengan tingkat signifikansi α=0,05 untuk melihat pengaruh statistic dilakukan dengan menggunakan aplikasi SPSS (versi 16.00) [10]. Hasil dan Diskusi Jumlah sampel sebelum perlakuan berjumlah 10 orang dan jumlah sampel sesudah penelitian berjumlah 10 orang (n=10). Dari tabel 1 dapat dilihat perbedaan rata-rata nilai antara hasil pre-test dan post-test menunjukkan bahwa terdapat penurunan kadar kolesterol total Tabel 1. Deskripsi Statistik Kadar Kolesterol Sebelum dan Sesudah Perlakuan. Kadar_Kolesterol_Total_Seb elum_Perlakuan
Kadar_Kolesterol_Total_S esudah_Perlakuan
10 0 219.20 5.756 18.201 331.289 2.282
10 0 168.50 6.412 20.277 411.167 -.482
.687
.687
Kurtosis
6.378
-.863
Std. Error Of Kurtosis
1334
1.334
Minimum
200
135
Maximum
267
197
Deskripsi Statistik N
Valid Missing Mean Std. Error of Mean Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness
Kemudian dari data tersebut diuji normalitas. Dengan bentuk hipotesis jika Sig. ≥ α maka data berdistribusi normal [10]. Berdasarkan tabel 2 uji normalitas sebelum perlakuan sig.=.002 artinya Sig. < α sehingga data dinyatakan berdistribusi tidak normal. Karena data berdistribusi tidak normal, maka uji yang digunakan untuk mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan daun salam (syzygium polyanthum) untuk menurunkan kadar kolesterol total adalah uji Wilxocon Signed Rank. Bentuk hipotesis untuk uji Wilxocon Signed Rank adalah Ho: penggunaan daun salam (syzygium polyanthum) memberikan pengaruh yang baik dalam menurunkan kadar kolesterol total darah Tabel 2. Uji Normalitas Data Kadar Kolesterol Sebelum dan Sesudah Perlakuan. Test Of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic Df Sig. Kadar_Kolesterol_Total_ .339 10 .002 Sebelum_Perlakuan Kadar_Kolesterol_Total_ .210 10 .200* Sesudah_Perlakuan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 140
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Tabel 3. Uji Pengaruh Nilai Rata-Rata Kolesterol Total Sebelum Dan Sesudah Perlakuan. Rank Kadar_Kolesterol_Total_ Sebelum_Perlakuan
Negative Rank Positive Rank
Kadar_Kolesterol_Total_ Sesudah_Perlakuan
Ties Total
N 10a 0b
Mean Rank 5.50 .00
Sum Of Rank 55.00 .00
0c 10
1. Kadar_Kolesterol_Total_Sesudah_Perlakuan
Kadar_Kolesterol_Total_Sebelum_Perlakuan 3. Kadar_Kolesterol_Total_Sesudah_Perlakuan= Kadar_Kolesterol_Total_Sebelum_Perlakuan Tabel 4. Hasil uji Wilxocon Signed Rank. Test Statisticsb
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Kadar_Kolesterol_Total_Sesudah_Perlakuan Kadar_Kolesterol_Total_Sebelum_Perlakuan -2.803a .005
a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test Setelah diuji Wilxocon Signed Rank dengan menggunakan SPSS (versi 16.00) [10] dengan melihat mean rank pada tabel 3 maka dari hasil uji pengaruh nilai rata-rata kadar kolesterol total sebelum dan sesudah perlakuan yaitu: Kadar_Kolesterol_Sesudah_Perlakuan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 141
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
polyanthum) memiliki pengaruh yang signifikan dalam menurunkan kadar kolesterol total pada laki-laki usia 45-60 tahun. Referensi [1] Adaramoye OA, Akintayo O, Achem J, Fafunso MA. Lipid-lowering effects of methanolic extract of vernonia amygdalina leaves in rats fed on high cholesterol diet. Vascular health & Risk Management 2008; 4(1): 235--241. [2] Zamani Marzyieh, Alireza O. Rahimi, Reza Mahdavi, Mohammed Nikbakhsh, Morteza V. Jabbari, Hassan Rezazadeh, Abbas Delazar, Lutfun Nahar and Satyajit D. Sarker (2007). Assessment of anti-hyperlipidemic effect of Citrullus colocynthis. Brazilian Journal of Pharmacognosy, 17(4): 492-496 [3] Kusuma et al. 2011. Biological activity and phytochemical analysis of three indonesian medicinal plants, Murraya koenigii, Syzygium polyanthum and Zingiber purpurea. Journal of Acupuncture and Meridian Studies 4:75- 79. [4] Michael RP. Flavonoids attenuate cardiovascular disease, inhibit phosphodiesterase, and modulate lipid homeostasis in adipose tissue and liver. [Online]. 2007 [cited 2007 Jan 5]; [16 screens]. Experimental Biology and Medicine 231 : 1287 – 1299. Available from : URL:http://www.ebmonline.org [5] Aljamal, A. Effects of Bay Leaves on Blood Glucose and Lipids Profiles on the patients with Type 1 Diabetes. World Academy of Science, Engineering and Technology. 2010; 45. 211-214. [6] English J.New dietary supplement shows dramatic effects in lowering cholesterol, LDL, and trygliserides. LE. Magazine 2004 Nov 4. [7] Sekhon S. 2012. Antioxidant, Antiinflammatory and Hypolipidemic Properties of Apple Flavonols. Nova Scotia Agricultural College Truro; Nova Scotia [skripsi] [8] Mendis, S, Puska, P, Norrving B, editors. Global Atlas on Cardiovascular Disease Prevention And Control. World Health Organization. Geneva. 2011 [9] Ballanntyne, CM, O’Keefe, Gotto AM. Dyslipidemia and Atherosklerosis Essentials Fourth Edition. Massachussetts: Jones and Bartlett Publishers; 2009. 5-6 [10] Uyanto,SS.2009.Pedoman Analisis Data dengan SPSS Edisi 3.Yogyakarta:Graha Ilmu [11] Owen OJ, Amakiri AO, Karibi-Botoye TA. Lipid lowering effect of bitter leaf (Vernonia amygdalina) in broiler chickens fed finishers mash. Agric Biol J N Am 2011; 2(6): 1038--1041. [12] Chen TH, Liu JC, Chang JJ, Tsai MF, Hsieh MH, Chan P. The in vitro inhibitory effect of flavonoid astilbin on 3-hydroxy-3- methylglutaryl coenzyme a reductase on vero cells. Zhonghua Yi Xue Za Zhi (Taipei);2001.Jul;64(7):382-7. 13 [13] Adam JM, Soegondo S, Soemiardji G, Adriansyah H. Petunjuk praktis penatalaksanaan dislipidemia. Jakarta: PB. PERKENI, 2004: 1-14, 20-26
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 142
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Ester Marselina Pangaribuan* Faculty of Nursing Indonesian Adventist University [email protected] Untung Sudharmono Faculty of Nursing Indonesian Adventist University [email protected] Gilny Aileen Joan Rantung Faculty of Nursing Indonesian Adventist University [email protected] *Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 143
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Pengaruh Kadar Gula dalam Larutan terhadap Daya Serap Super Absorbent Polymer Enggar Alfianto, Faiz Jazuli Nor, dan Suprijadi Abstrak Diabetes Militus atau yang sering disebut dengan penyakit kencing manis disebabkan karena jumlah insulin dalam tubuh tidak cukup untuk menyerap glukosa, sehingga akan terjadi penumpukan gula didalam darah. Salah satu gejalanya adalah urin mengandung glukosa. Super absorbent polymer merupakan bahan utama yang digunakan sebagai penyerap urin pada popok sekali pakai. Untuk mengetahui pengaruh kadar gula terhadap kemampuan penyerapan bahan, dilakukan uji kemampuan penyerapan Super absorbent polymer terhadab larutan gula. Dalam penelitian ini, kadar gula divariasikan mulai dari 0% hingga 50 %. Uji dilakukan delam rentang waktu 1 menit untuk tiap larutan. Hasil yang didapatkan adalah semakin tinggi kadar larutan gula, penyerapan semakin lambat. Kata-kata kunci: Super absorbent polymer, diabetes, urin, glukosa Pendahuluan Glukosa merupakan salah satu dari korbohi-drat yang dibutuhkan oleh tubuh. Molekul ini merupakan bagian penting yang berperan dalam memproduksi energi didalam tubuh. Hormon yang berperan dalam menyerap dan menyalur-kan glukosa adalah insulin. Hormon ini di produksi oleh kelenjar pankreas akibat aktifitas sel beta di dalamnya. Jika didalam tubuh seseorang kehilangan atau produksi hormon insulin tidak cukup untuk menyerap glukosa maka akan mengakibatkan penumpukan glukosa didalam tubuh. Penyakit karena kurangnya hormon insulin disebut diabetes millitus. Diabetes militus ada beberapa tipe. Diabetes yang sering terjadi pada balita sampai dengan remaja tergolong dalam tipe 1. Diabetes militus tipe 1 terjadi akibat hilangnya sel beta pada pankreas. Sel ini berfungsi untuk memproduksi hormon insulin. Sehingga produksi insulin dalam tubuh berkurang. Hormon ini berperan sebagai pembuka gerbang sel untuk penyerapan glukosa. Jika jumlah penyerapan glukosa tidak terjadi secara normal akibatnya gula tetap berada didalam darah. Indikasi yang terjadi akibat penyakit ini seperti peningkatan rasa haus, dan volume urin, inveksi berulang, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan serta dalam kasus yang parah dapat terjadi koma [1]. Gejala tersebut timbul akibat dari tingginya kadar gula dalam darah. Jika glukosa dalam darah cukup tinggi maka glukosa pun akan ikut keluar pada urin [2]. Penggunaan popok sebagai antisipasi ketika balita buang air kecil sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat di Indonesia. Rahasia popok dapat menyerap urin yang dikeluarkan balita adalah Super Absorbent Polymer. Bahan ini berhasil mengatasi masalah akibat waktu buang air kecil dari balita yang tidak bisa dikontrol.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 144
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Namun bagaimana pengaruh penyerapan dari Super Absorbent Polymer jika urin mengandung glukosa belum diketahui. Tujuan penelitian kali ini adalah untuk mengatahui pengaruh dari penyerapan Super Absorbent Polymer terhadap urin yang mengandung glukosa. Sehingga dapat dijadikan acuan deteksi dini terhadap terjadinya penyakit diabetes militus. Dengan mengetahui diabetes militus lebih dini maka dapat dilakukan pengabotan dini yang penting untuk mengurangi terjadinya gagal ginjal berat yang memerlukan dialisis, serta menunda ”end stage renal disease” dan dengan ini memperpanjang umur penderita [3]. Teori Polimer yang digunakan untuk menyerap air memiliki sejarah yang panjang. Penemuan polimer untuk menyerap cairan dapat dibedakan berdasarkan atas kemampuan polimer dalam menyerap air. Mula-mula polimer pertama di buat dengan bahan kertas (Whatman no 3 filter paper) memiliki kemampuan penyerapan sebesar 180% dari berat awal [4]. Kemampuan penyerapan kemudian meningkat ketika ditemukan tissue wajah, dalam penelitian Zohuriaan-Mehr[4]. Disebutkan bahwa kemampuan tissue wajah dalam menyerap cairan adalah sebesar 400% dari berat awal. Perkembangan selanjutnya adalah polimer yang terbuat dari wood pulp fluff, dengan kemampuan 1200% dari masa awal. Kemudian di susul oleh bola kapas yang memiliki kemampuan 1890%. Kemampuan penyerapan terus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat hingga ditemukan Super Absorbent Plymer. Super Absorbent Polymer merupakan bahan polymer yang dapat menyerap air. Senyawa polymer tersebut terdiri dari COO-, Na+ dan COOH. Kemudian bebereapa molekul tersebut membentuk suatu senyawa Polymer [5]. Polymer yang terdiri dari bebereapa senyawa tersebut memiliki kemampuan menyerap air dengan mematuhi aturan Osmosis. Proses penyerapan dikarenakan adanya kadar Natrium di dalam Polymer. Sehingga sesuai dengan aturan Osmosis yaitu air yang memiliki kadar garam lebih kecil dibanding kadar garam di dalam Polymer menyerap kedalam membran permeable COOH [6]. Setelah cairan diserap kedalam Polymer, lapisan permeabel berubah menjadi membran hydrophilic sehingga air yang telah beara didalam membran terkunci didalam membran [5]. Proses tersebut berlanjut hingga kapasitas penyerapan mencapai maksimum, sehingga air tak lagi dapat diserap oleh polymer. Gambar 1 menunjukkan susunan kimia dari Super Absorbent Polymer.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 145
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 1. Susunan kimia Super Absorbent Polymer [6]. Perkembangan Superabsorbent polymer, kemungkinan besar mengarah ke bahan selulosa berbasis Hydrogel [7]. Perkembangan tersebut memiliki titik berat pada bahan yang memiliki sifat bio degradable. Artinya pada saat dibuang, bahan tersebut mudah untuk di urai oleh alam. Sehingga bahan yang baru di nilai aman dan tidak berbahaya untuk alam. Selulosa merupakan kandidat untuk bahan yang dapat terurai dengan baik di alam [7]. Struktur selulosa memiliki kandidat yang baik untuk digunakan sebagai bahan penyerap, bahan itu juga memiliki kemampuan baik untuk menyerap cairan dan mengubahnya menjadi gel. Kemampuan penyerapan dinilai baik karena bahan selulosa bersifat hidrophyl, sehingga cairan yang telah terperangkap, tak bias keluar dalam waktu tertentu [7]. Jika di perhatikan kondisi produksi dunia terkait dengan absorbent polymer, terdapat peningkatan tren pertahun [4]. Penigkatan tersebut tentu saja berkaitan erat dengan permintaan pasar yang cenderung naik. Untuk itu, bahan yang baru yang ramah lingkungan di perlukan guna mengamankan kondisi alam. Metode Penelitian Pada penelitian kali ini, yang dilakukan pertama kali adalah mengukur kapasitas Super Absorbent Polymer jika larutan adalah air murni. Pada literatur [5], disebutkan bahwa kapasitas penyerap Super Absorbent Polymer adalah 300 kali dari massa awalnya. Namun untuk bahan yang terdapat dipasaran kemungkinan kapasitas serapan berbeda. Uji pertama ini menggunakan Super Absorbent Polymer seberat 1 gr. Air murni yang digunakan sebagai pelarut seberat 100gr. Setelah didapat nilai serapan bahan, kemudian dilakukan pengujian dengan variasi konsentrasi larutan gula. Air yang telah diberi variasi kadar gula, selanjutnya dimasu-kkan dalam gelas yang berisi 1 gr Super Absorbent Polymer. Berdasarkan pematauan Diabetes Militus yang dilakukan pemerikasaan kadar gula dalam darah menggunakan uji HbA1c menunjukkan bahwa bahwa pada keadaan normal kadar gula pada tubuh berkisar antara 4-6% [8]. Pada penelitian kali ini kadar gula yang digunakan divariasikan mulai dari 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% sebagai acuan penderita diabetes militus memiliki kadar gula lebih besar dari pada presentase pada keadaan normal.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 146
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Larutan yang diserap oleh Super Absorbent Polymer akan berbentuk gel. Langkah selanjut-nya adalah memisahkan gel yang telah terbentuk dengan air sisa yang tidak terserap. Kemudian gel yang terbentuk ditimbang untuk mengetahui berat maksimum dari cairan yang dapat diserap. Selain itu untuk dilakukan pula pengukuran terhadap volume larutan yang tidak terserap. Dua macam pengukuran tersebut dilakukan untuk mengetahui kemampuan penyerapan cairan oleh Super Absorbent Polymer, Penimbangan dimaksudkan untuk memperoleh nilai perubahan masa Super Absorbent Polymer stelah menyerap larutan. Sedangkan pengukuran volume bertujuan untuk mengetahui sisa cairan. Pengukuran sisa cairan diperlukan karena masing-masing larutan memiliki kerapatan gula yang berbeda. Sehingga sisa larutan seharusnya dapat digunakan untuk mengamati persentase larutan yang tak terserap. Kadar gula yang digunakan kemudian dibandingkan dengan kondisi kadar gula dalam cairan urin untuk beberapa macam pasien diabetes. Hasil perbandingan digunakan untuk justifikasi apakah Super Absorbent Polymer dapat digunakan sebagai kandidat peringatan dini untuk deteksi penderita diabetes. Jika mungkin, maka teknis yang digunakan adalah dengan membandingkan berat awal dari popok dengan berat akhir ketika popok sudah tak dapat menyerap cairan. Hasil dan diskusi Batasan waktu penyerapan diberikan agar didapatkan hasil yang relevan. Setiap sample diberikan waktu penyerapan selama 1 menit. Perhitungan waktu dimulai sejak dicampur-kannya larutan dengan Super Absorbent Polymer dan pada saat waktu menunjukkan satu menit larutan dipisahkan. Setalah percobaan dilakukan maka dida-patkan hasil pengukuran yang menunjukkan perubahan berat gel. Perubahan ini diakibatkan adanya perbedaaan kadar gula didalam larutan. Data percobaan dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Data hasil pengukuran penyerapan larutan terhadap Super Absorbent Polymer. Berat Polymer (gr) 1 1 1 1 1 1
Kadar Gula (%) 0 10 20 30 40 50
Berat Gel (gr) 70 67.5 49.9 47.8 41 39.6
Jika diamati, kemampuan polymer yang digunakan pada percobaan memiliki kemampuan penyerapan yang sangat lebih kecil dari literature yang ada [5,4]. Penurunan kemampuan penyerapan, kemungkinan dikarenakan oleh bahan yang digunakan untuk pembuatan Super Absorbent Polymer berbeda dengan bahan yang digunakan pada literatur. Perbedaan kemampuan penyerapan tidak menjadi bahasan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 147
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
tersendiri, karena bahan ini diperoleh dari popok yang ada di pasaran. Dan tidak ada data mengenai bahan serta type polymer yang digunakan. Dari data yang didapat, diketahui bahwa jika air murni dengan kadar gula 0% yang diserap, kapasitas penyerapan adalah 70 kali dari massa awal. Nilai ini dijadikan patokan sebagai pembanding untuk larutan dengan kadar gula yang lebih besar. Peningkatan kadar gula dalam larutan mengakibatkan volume larutan yang diserap pun berubah. Semakin besar kadar gula ternyata volume larutan yang terserap dan berubah menjadi gel lebih sedikit. Sisa volume dari hasil penyerapan larutan berdasarkan kadar gulanya dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2, Sisa volume dari larutan yang telah terserap oleh Super Absorbent Polymer. Dari data-data tersebut, menunjukkan bahwa jika kadar gula di tambah, kapasitas penyerapan cairan pun berkurang. Semakin besar kadar gula dalam larutan volume larutan setelah penyerapan pun lebih banyak. Peru-bahan daya serap ini dapat dijadikan acuan untuk mengetahui tingkat kadar gula dalam larutan. Semakin banyak kadar gula dalam cairan, maka kemampuan penyerapan Super Absorbent Polymer semakin berkurang. Pengurangan kapasitas penyerapan ini diperngaruhi penambahan gula dalam larutan. Penambahan gula menjadikan air lebih pekat. Karena cara kerja penyerapan oleh Super Absorbent Polymer sama seperti cara kerja osmosis, jadi sangat wajar jika pengurangan daya serap terjadi. Proses osmosis dapat terjadi bila selisih dari kepekatan cairan tinggi. Semakin encer cairan, maka semakin cepat pula cairan terserap dalam selaput semi permeabel. Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan diketahui bahwa semakin besar kadar gula dalam larutan maka kapasitas penyerapan dari Super Absorbent Polymer menjadi berkurang. Peru-bahan tingkat penyerapan berbanding terbalik terhadap kadar gula dalam larutan. Sehingga dengan mengetahui perubahan penyerapan dari popok terhadap urin, maka dapat dijadikan sebagai deteksi dini terhadap gejala diabetes bagi balita.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 148
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Referensi [1] Report of WHO Consultation, “Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus and its Complications”, Geneva. World Health Organization, 1999, p. 4 [2] Indra Kurniawan, “Diabetes Melitus Tipe 2 pada Usia Lanjut”, Majalah Kedokteran Indonesia Volume 60, Ikatan Dokter Indonesia, 2010, p. 584 [3] Heriyannis Homenta, “Diabetes Militus Tipe I”, Program Pasca Sarjana Ilmu Biomedik, 2012. [4] Iranian Polymer Journal 17(6), 2008, 451-477 [5] Super Absorbent Polymer, The Water CAMPWS Center for Advance Materials for purification of Water with Systems, University of Illionis. [6] Nonwovens Containing Immobilized Superabsorbent Polymer Particles, 2003, Darryl L. Whitmore, BASF Corp., Portsmouth, Virginia. [7] Materials 2009, 2, 353373; doi: 10.3390/ma 2020353 [8] Kontributor Biomedika, “Pemerikasaan Kimi Klinik”, Biomedika, URL http://biomedika. co.id/v2/services/laboratorium/33/pemeriksaan-kimia-klinik.html [diakses 2 Februari 2013]
Enggar Alfianto Program Studi Sains Komputasi FMIPA ITB Email: [email protected] Faiz Jazuli Nor Program Studi Sains Komputasi FMIPA ITB [email protected] Suprijadi Kelompok Keilmuan Fisika Teori Energi Tinggi dan Instrumentasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam e-mail : [email protected]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 149
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Interpretasi Anomali Gaya Berat Daerah Panas Bumi “PH” Berdasarkan Analisis Spektrum, Filter, dan Gradien Gaby Hanna Sigalingging* dan Wahyu Srigutomo Abstrak Interpretasi anomali gaya berat digunakan untuk mengetahui parameter fisis bawah permukaan berupa kontras rapat massa. Interpretasi ini dilakukan dengan menggunakan tahapan analisis spektrum, filter, dan gradien. Analisis spektrum digunakan untuk pemisahan anomali regional dan residual serta mendapatkan nilai perpotongan bilangan gelombang anomali regional dan residual (Kcutoff). Kcutoff ini berguna untuk penentuan lebar jendela yang digunakan untuk memisahkan anomali regional dan residual. Pemisahan ini dilakukan dengan analisis filtering low pass filter metode perata-rataan (moving average). Analisis gradien horizontal maupun vertikal dilakukan untuk menajamkan efek-efek perubahan lateral dan vertikal termasuk sesar, kelurusan maupun kecenderungan perubahan sifat perlapisan di daerah penelitian. Kata-kata kunci : anomali regional, anomali residual, analisis spektrum, filter, dan gradien.
Pendahuluan Pada penelitian ini dilakukan kajian data anomali medan gaya berat Bouguer dengan menggunakan analisis filter, spektrum, dan gradien yang bertujuan untuk memperkirakan kedalaman area residual (dangkal) dan regional (dalam) serta melakukan interpretasi dasar daerah panas bumi PH. Menurut penelitian sebelumnya, telah dilakukan identifikasi prospek panas bumi dengan menggunakan metode fault and fracture density untuk daerah PH [1]. Penelitian ini melakukan pendekatan metode yang berbeda yaitu dengan metode anomali gaya berat untuk mengetahui bagaimana persebaran densitas di bawah permukaan. Manfaat dari metode ini dapat menggambarkan dan menginterpretasikan persebaran densitas sehingga memberikan informasi yang baru untuk penyelidikan daerah panas bumi PH. Selain itu, dengan menggunakan metode analisis spektrum dan filtering, bisa diperkirakan kedalaman daerah anomali dalam (regional) dan dangkal (residual) yang menjadi acuan penting untuk penyelidikan panas bumi yang biasanya terletak pada daerah dangkal (residual). Teori Analisis spektrum dilakukan untuk mengestimasi kedalaman sumber anomali, baik yang bersifat dangkal (residual) maupun yang bersifat dalam (regional). Analisis spektrum menggunakan prinsip transformasi Fourier dimana nilai CBA pada suatu lintasan tertentu yang berdomain ruang ditransformasikan kedalam domain bilangan gelombang. Spektrum diturunkan dari potensial gaya berat yang teramati pada suatu bidang horizontal dengan persamaan transformasi Fouriernya adalah
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 150
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
1 F U F , r
k z0 z '
e 1 F 2 k r
(1)
.
(2)
Persamaan (2) dan (3) menyatakan bahwa (U) merupakan potensial gaya berat, merupakan konstanta gaya berat, merupakan rapat massa anomali, dan r merupakan jarak (meter) sehingga dari kedua persamaan diatas didapatkan persamaan F U 2
e
k zo z '
.
k
(3)
Berdasarkan persamaan (3), transformasi Fourier anomali gaya berat yang diamati pada bidang horizontal diberikan oleh 1 1 F g z F z F r , z r
F g z 2 e
k z0 z '
,
(4) (5)
dimana gz merupakan anomali gaya berat, k merupakan bilangan gelombang, z o merupakan ketinggian titik ukur, dan z merupakan kedalaman benda anomali. Jika distibusi rapat massa bersifat random dan tidak ada korelasi antara masingmasing nilai gaya berta, maka nilai = 1, sehingga hasil transformasi Fourier anomali gaya berat menjadi
A Ce
k zo z '
,
(6)
dimana A merupakan amplitudo gelombang dan C merupakan konstanta. Hubungan langsung antara amplitudo (A) dengan bilangan gelombang (k) dan juga kedalaman (z0 – z) dapat dilihat dengan melogaritmakan persamaan (7), sehingga menjadi
LnA ( z 0 z ' ) LnC .
(7)
Nilai k yang didapatkan dari hasil perpotongan garis regional dan residual disebut sebagai kcutoff. Nilai ini diambil sebagai penentu lebar jendela (n) yang berguna untuk memisahkan anomali regional dan residual. Hubungan panjang gelombang () dengan bilangan gelombang (k) diperoleh dari persamaan
k
2
,
n.x .
ISBN 978-602-19655-5-9
(8) (9)
Hal. 151
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Lebar jendela (n) yang telah didapatkan akan digunakan dalam tahap selanjutnya yaitu filter dengan metode moving average. Teknik ini pada dasarnya merupakan perata-rataan data anomali gaya berat yang ada. Hasil pemfilteran merupakan harga anomali regional sedangkan anomali residualnya didapat dengan melakukan pengurangan nilai pengukuran dengan anomali regionalnya. Secara matematis persamaan moving average untuk 1 dimensi adalah
Treg(i)
T(i n) ...T(i) ...T(i n) , N
N mn ,
(10) (11)
dimana m merupakan lebar jendela (bernilai ganjil) dan n = (m-1)/2. Prinsip lainnya yang penting dalam penelitian ini adalah analisis gradien. Metode ini digunakan untuk menentukan parameter geometrik, seperti batas lokasi dan kedalaman dari sumber anomali. Ada dua metode gradien yang digunakan dalam pengolahan data ini yaitu metode gradien horizontal dan metode gradien vertikal. Metode gradien horizontal digunakan untuk menetukan batas-batas kontras densitas secara lateral dari data gaya berat. Metode ini baik untuk menggambarkan sumber dangkal maupun dalam. Amplitudo dari gradien horizontal dinyatakan oleh persamaan 2
g g HGg . x y 2
(12)
Metode gradien vertikal diperlukan untuk melokalisasi batas kontras densitas dari data gaya berat secara vertikal. Amplitudo dari gradien vertikal diekspresikan oleh persamaan
VG g
g . z
(13)
Hasil dan diskusi Dalam survey gaya berat kali ini, massa jenis rata-rata batuan yang dipergunakan bernilai 2.2 gr/cm3. Ada 2 penampang lintasan yang dibuat untuk dilakukan analisis spektrum dengan interval 50 meter.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 152
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 1. Peta Kontur CBA dengan penampang lintasan A dan B.
Hasil analisis spektrum adalah
Gambar 2. kcutoff pada lintasan A dengan menggunakan analisis spektrum.
Gambar 3. kcutoff. pada lintasan B dengan menggunakan analisis spektrum.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 153
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Dari grafik pada Gambar 2 dan Gambar 3 diatas, dapat dicari lebar jendela (window) dan kedalaman bidang dangkal (residual) dan dalam (regional) dengan menggunakan metode perata-rataan (moving average). Tabel 1. Lebar jendela yang didapatkan dengan menggunakan metode moving average. Lintasan
kcutoff
interval
Window
A
0.006365
50
19.74194
B
0.006102
50
20.59259
Rata-rata
0.008225
16.87622
Tabel 1 menjelaskan bahwa lebar jendela yang didapatkan adalah 16.87x16.87 sementara lebar jendela yang dipakai harus bilangan ganjil, sehingga dilakukan pendekatan nilai menjadi 17x17. Kedalaman bidang dangkal (residual) adalah 1.0182 km dan bidang dalam (regional) adalah 11.059 km Hasil dari pemfilteran moving average merupakan anomali regional (Gambar 4) karena menggunakan prinsip low pass filter. Maka untuk mendapatkan anomali residual, dilakukan pengurangan nilai CBA dengan nilai regional.
Gambar 4. Peta kontur regional hasil filtering dengan metode moving average.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 154
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 5. Peta kontur residual hasil filtering dengan metode moving average. Tabel 2. Nilai anomali gaya berat disetiap peta kontur. Peta kontur
Nilai anomali (mgal)
CBA
45 - 135
Regional
45 – 135
Residual
-6 – 5.5
Dari tabel 2, nilai anomali tinggi pada kontur CBA kemungkinan disebabkan oleh pengaruh keberadaan batuan dasar di permukaan yang mempunyai kontras rapat massa lebih tinggi dibandingkan dengan rapat massa batuan di sekitarnya. Hasil gambaran pola CBA belum dapat menunjukkan pola kelurusan geologi secara jelas. Untuk dapat melihat pola cekungan perlu dipisahkan menjadi anomali regional dan anomali residual. Peta anomali regional dapat dilihat pada Gambar 4. Nilai anomali rendah pada kontur regional diperkirakan merefleksikan adanya batuan sedimen terlapukan atau terubahkan dikedalaman dan anomali tinggi berada dibagian barat daya daerah “PH” merefleksikan adanya batuan yang mempunyai densitas tinggi yang merupakan batuan intrusi vulkanik ataupun plutonik yang tidak tersingkap kepermukaan. Peta anomali residual dapat dilihat pada Gambar 5. Nilai anomali rendah pada kontur residual memperlihatkan adanya batuan dengan kontras rapat massa yang lebih rendah (batuan sedimen) yang kemungkinan sebagai cekungan sedimen dan menempati daerah. Anomali tinggi kemungkinan disebabkan adanya intrusi batuan yang bersifat masif di dekat permukaan. Peta kontur gradien horizontal (Gambar 6) yang cenderung rendah mengindikasikan bahwa tidak terdapat perubahan rapat massa dalam arah x dan y sementara yang bernilai sedang menunjukkan adanya perubahan massa yang mungkin disebabkan oleh adanya sesar/patahan atau struktur.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 155
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 6. Peta kontur gradien horizontal
Gambar 7. Peta kontur gradien vertikal
Gambar 7 menjelaskan bahwa anomali gradien vertikal menunjukkan anomali rendah - sedang hampir di seluruh daerah PH. Artinya pada daerah PH, tidak banyak terjadi perubahan lapisan secara vertikal atau dapat dikatakan lapisan tersusun cukup homogen. Kesimpulan Hasil analisis spektrum menunjukkan 2 bidang kedalaman yang berbeda yaitu untuk bidang dangkal (residual) adalah 1.0182 km dan dalam (regional) adalah 11.059 km. Bidang regional terdiri dari struktur batuan sedimen. Anomali residual menunjukkan nilai anomali tinggi terkonfirmasi di sekitar sesar/patahan. Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Laboratorium Fisika Bumi ITB dan Laboratorium WS Channel yang telah bersedia membagikan ilmu yang bermanfaat baik melalui diskusi maupun praktik atas penelitian ini. Referensi [1] Bujung, C.A.N., et al, “Identifikasi prospek panas bumi berdasarkan fault and fracture density (FFD): Studi kasus gunung Patuha, Jawa Barat”, Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi 2 (1), 67 – 75 (2011) [2] Kadi, W.G., “Aplikasi pemodelan dalam pengolahan data gaya berat”, HAGI HMGF ITB (1991) [3] Kearey, P., Brooks, M., & Hill, I, “An introduction to geophysical exploration”, Blackwell Science Ltd. (2002) [4] Phillips, J. D., “Processing and interpretation of aeromagnetic data for the Santa Cruz Basin-Patahonia Mountains area, South-Central Arizona, U.S”, Geological Survey Open-File Report, 2-98 (1998) [5] Reynolds, John M., “An introduction to applied and environmental physics”, Wiley, Wesr Suxes, England, 1997, p. 54 [6] Telford, W., Geldart, L., & Sheriff, R., “Applied geophysics”, Cambridge, UK : Cambridge University Press, 1990, p. 6-61 [7] Suswati, A.R., et.al, “Laporan Pemetaan Geologi Komplek Gunung api, Kabupaten Bandung, Jawa Barat”, Subdit pemetaan gunung api, Direktorat Vulkanologi (2000)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 156
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gaby Hanna Sigalingging* Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem Kompleks Institut Teknologi Bandung [email protected]
Wahyu Srigutomo Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem Kompleks Institut Teknologi Bandung [email protected]
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 157
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP dengan Menggunakan Model connecting, organizing, reflecting, and extending (CORE) Grifin Ryandi Egeten*, Louise M. Saija, dan Sonya F. Tauran Abstrak Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode eksperimen yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP dengan menggunakan model connecting, organizing, reflecting, and extending (CORE). SMP Negeri 1 Parongpong Bandung kelas VIII D dan kelas VIII E merupakan sampel pada penelitian ini. Sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen yang berjumlah 36 orang terdiri dari 16 orang laki-laki dan 20 orang perempuan dan kelompok kontrol yang berjumlah 37 orang yang terdiri dari 17 orang laki-laki dan 20 orang perempuan. Kelompok eksperimen diberi model pembelajaran CORE dan kelompok kontrol diberi pembelajaran biasa. Data diperoleh dari hasil pretest dan posttest diolah dengan menggunakan teknik analisis deskriptif statistik. Rata-rata peningkatan pada kelompok kontrol adalah 0.1704 ± 0.0713, kemudian rata-rata peningkatan pada kelompok eksperimen adalah 0.2419 ± 0.0219. Signifikansi adalah 0.008 lebih kecil dari . Didasarkan pada hasil penelitian ini, kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diperlakukan pembelajaran model CORE meningkat dibanding dengan siswa yang diperlakukan pembelajaran biasa. Sehingga dapat disimpulkan model CORE meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP. Kata-kata kunci: Model CORE, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, Siswa SMP Pendahuluan Bagian-bagian yang terlibat dalam proses memecahkan masalah adalah suatu masalah untuk dipecahkan, siswa, dan guru yang membimbing [1]. Masalah adalah bagian pertama dalam proses memecahkan masalah, ketika menghadapi masalah, hal yang terutama adalah mengerti masalah yang dihadapi agar mampu membuat dan mengembangkan solusi yang tepat. Tujuan utama dari masalah yang diberikan kepada siswa adalah untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah siswa [2]. Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan yang penting dimiliki oleh siswa. Karena siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah dapat mengembangakan cara berpikir yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah [3], [4]. Kemampuan pemecahan masalah melibatkan kesanggupan untuk melakukan pertimbangan yang baik, menganalisis, memberikan pendapat yang membangun, dan pengembangan akan strategi maupun ide-ide yang baru. Hal tersebut didapati dalam pembelajaran matematika [5]. Namun, terdapat kesulitan bagi siswa dalam menentukan solusi suatu masalah matematika karena sebagian besar siswa tidak memiliki dorongan dari dirinya sendiri untuk memecahkan masalah tersebut. Akibatnya, pencapaian pembelajaran
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 158
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
matematika anak SMP hanya 1% [6], [7]. Sebuah penelitian melaporkan bahwa 1% siswa yang akan belajar matematika, 29% siswa yang akan menggunakan matematika dalam kehidupan mendatang, dan 70% siswa yang tidak akan pernah membutuhkan matematika [8]. Model pembelajaran dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan menolong siswa menjadi lebih efektif dan kreatif dalam belajar [6]. Itu sebabnya dibutuhkan suatu model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis untuk siswa. Dalam penelitian model yang diterapkan adalah model pembelajaran connecting, oraganizing, reflecting, and extending (CORE) [11]. Teori Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah suatu proses pemahaman dan resolusi masalah sehingga menghasilkan suatu hasil pembelajaran yang baik [9]. Peningkatan akan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dianggap sebagai salah satu solusi yang tepat untuk meningkatkan motivasi belajar siswa, mengembangkan keterampilan siswa, dan proses berpikir [8]. Terdapat empat langkah pemecahan masalah: 1) Memahami masalah. Siswa dilatih memahami kondisi soal atau masalah. 2) Merencanakan penyelesaian. Membuat rencana penyelesaian masalah. 3) Menyelesaikan masalah sesuai rencana. Melakukan perhitungan. 4) Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah-langkah yang sudah dilakukan [10]. Pembelajaran dengan model CORE terdiri dari empat tahap yang berkaitan yang membuat siswa menjadi lebih aktif, kreatif, kritis, dan membangun ide sendiri [11]. Tahap pertama adalah connecting dimana siswa akan menghubungkan pengetahuan yang sudah pernah dipelajari dengan pengetahuan yang akan dipelajari. Pengetahuan yang dimiliki oleh siswa bukan hanya diperoleh dari guru saja, dapat diperoleh dari diskusi dengan teman, membaca buku, dan mendengar [12]. Tahap kedua adalah organizing yaitu siswa mengorganisir pengetahuan tersebut sehingga membuat keterkaitan yang berguna untuk menyelesaikan masalah yang dilakukan pada kelompok diskusi [13]. Tahap yang ketiga adalah reflecting untuk meningkatkan proses berpikir siswa yang dilakukan dengan cara menarik kesimpulan dan mengerjakan soal berkelompok [14]. Dan tahap yang keempat adalah extending yaitu melatih kemampuan berpikir siswa akan materi yang dipelajari dengan cara memberikan soal-soal yang tingkat kesukarannya lebih tinggi dibanding soal-soal sebelumnya secara individu sehingga memberi sebuah kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan apa yang telah dipelajari [15]. Desain eksperimen Sampel penelitan adalah siswa SMP Negeri 1 Parongpong Bandung, 36 orang adalah kelompok eksperimen dan 37 orang kelompok kontrol, pembagian sampel ini dilakukan dengan teknik purposive sampling. Materi pembelajaran yang dipilih adalah sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV). Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah siswa terdiri dari lima soal yang sudah diuji kevaliditasnya. Soal-soal yang dibuat disesuaikan dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator kemampuan pemecahan masalah matematis. Instrumen tersebut diberikan kepada siswa sebelum perlakuan (pretest) dan sesudah
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 159
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
perlakuan (posttest). Setelah pretest selesai, periksalah hasil pretest kemudian lakukanlah kegiatan mengajar. Selama penelitian kelompok eksperimen akan diberi perlakuan model pembelajaran CORE sedangkan kelompok kontrol diberi pembelajaran biasa. Setelah selesai perlakuan, lakukanlah posttest. Setelah data pretest dan posttest dikumpulkan, lakukanlah perhitungan statistik. Analisis statistik Data dari hasil pretest dan posttest akan dianalisis data gain ternormalisasi dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol untuk mengetahui peningkatan nilai masing-masing siswa sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan. Setelah itu dilakukan uji normalitas dari hasil gain ternormalisasi untuk mengetahui apakah sebaran normal atau tidak. Kemudian menghitung homogenitas kedua kelompok untuk mengetahui apakah kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memiliki variansi yang sama (homogen). Dan yang terakhir ialah melakukan uji-t pada tingkat signifikansi = 0.005 untuk melihat perbedaan rata-rata signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Perhitungan statistik juga dilakukan dengan applikasi SPSS (versi 17.00). Hasil dan diskusi Jumlah sampel pada kelompok kontrol adalah 37 orang yaitu 17 orang laki-laki dan 20 orang perempuan dan kelompok eksperimen adalah 36 orang yang terdiri dari 16 orang laki-laki dan 20 orang perempuan. Namun, data yang ada hanya 29 orang dari kedua kelompok (n=29), hal ini disebabkan karena ada siswa yang tidak ikut pretest maupun posttest. Dari tabel 1 dapat dilihat perbedaan rata-rata nilai antara hasil pretest dan posttest pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, hal ini menunjukkan bahwa rata-rata kelompok eksperimen lebih baik. Tabel 1. Deskritif statistik kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Descriptive Statistics
Kelompok Kontrol
Kelompok Eksperimen
Mean
Pretest 7.931
Posttest 23.5862
Pretest 14.4138
Posttest 35.1034
Std. Error of Mean
0.54802
1.36233
0.79642
1.94654
Std. Deviation
2.95116 8.709
7.33639 53.823
4.28883 18.394
10.48245 109.882
Skewness
-0.366
-0.266
-0.359
0.93
Std. Error of Skewness
0.434 -0.136
0.434 -0.42
0.434 -0.954
0.434 0.901
Minimum
0.845 2
0.845 10
0.845 6
0.845 16
Maximum
14
38
20
62
Variance
Kurtosis Std. Error of Kurtosis
Dari data pretest dan posttest, dicari gain ternormalisasi untuk dapat menguji normalitas distribusi data. Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata gain ternormalisasi
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 160
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibanding kelompok konrtol. Jaraknya adalah 0.0715, gain ternormalisasi pada penelitian ini masih tergolong rendah. Tabel 2. Deskriptif statistik gain ternormalisasi kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.
Mean
Gain Ternormalisasi Kel. Kel. Kontrol Eksperimen 0.1704 0.2419
Std. Error of Mean
0.01324
0.02194
Std. Deviation
0.07132
0.11815
Variance
0.005
0.014
Skewness
-0.33
0.716
Std. Error of Skewness Kurtosis
0.434 -0.22
0.434 0.161
Std. Error of Kurtosis
0.845
0.845
Minimum
0.02
0.07
Maximum
0.31
0.54
Descriptive Statistics
Data gain ternormalisasi akan digunakan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Hipotesisnya adalah H0: data berdistribusi normal. H0 akan diterima jika sig. = 0.05. Pada tabel 3 menunjukkan bahwa data gain dari kelompok kontrol dan kelompok eksperimen adalah berdistribusi normal (H0 diterima). Selanjutnya adalah uji homogenitas dengan bentuk hipotesisnya adalah H0: varians kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sama besar. H0 akan diterima jika sig. = 0.05. Dengan menggunakan test levene, didapati bahwa varians kelompok kontrol dan kelompok eksperimen tidak sama besar (H0 ditolak). Tabel 3. Uji normalitas distribusi data kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dan uji homogenitas. Levene's Test for Kolmogorov-Smirnov Equality of Variances Kelompok df Sig. F Sig. 29 0.149 Kontrol 7.739 0.007 29 0.136 Eksperimen Kerena data kelompok kontrol dan kelompok eksperimen berdistribusi normal, maka uji yang digunakan untuk mengetahui apakah pembelajaran dengan model CORE memberikan pengaruh yang baik terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis adalah uji-t. Bentuk hipotesis untuk uji-t ini adalah H0: pembelajaran dengan model CORE tidak memberikan pengaruh yang baik terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis. H0 akan diterima jika sig. 0.05. Berdasarkan hasil uji-t pada tabel 4, menunjukkan bahwa nilai sig.=0.008 artinya H0 ditolak. Ternyata walaupun gain ternormalisasinya tergolong rendah, namun pembelajaran dengan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 161
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
model CORE memberikan pengaruh yang baik terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Tabel 4. Hasil t-test dengan varians yang tidak sama. t-test for Equality of Means T
Equal Variances not assumed -2.792
df.
46.015
Gain
Sig. (2 Tailed) Mean Difference Std. Error Difference
0.008 -0.071563 0.02563
Kesimpulan Mengacu pada data hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa model pembelajaran connecting, organizing, reflecting, and extending (CORE) memberikan pengaruh yang lebih baik untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP. Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas bantuan dana yang diberikan untuk melaksanakan penelitian ini dan kepada Universitas Advent Indonesia atas bantuan dana yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti seminar kontribusi fisika (SKF) 2013 sebagai pembicara. Referensi [1] N. Sockalingam, J. Rotgans, and H. Schmidt, “Assessing the Quality of Problems
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
in Problem-Based Learning”, International Journal of Teaching and Learning in Higher Education 24(1), 43-51(2012) O. D. Temur, “Analysis of Prospective Classroom Teachers’ Teaching of Mathematical Modeling and Problem Solving”, Eurasia Journal of Mathematics, Sciences and Technology Education 8(2), 83-93(2012) S. Pimta, S. Tayruakham, and P. Nuangchalerm, “Factors Influencing Mathematic Problem Solving Ability of Sixth Grade Students”, Journal of Social Sciences 5(4), 381-385(2009) A. Klegeris, M. Bahniwai, and H. Hurren, “Improvement in Generic Problem Solving Abilities of Students by Use of Tutor-less Problem-Based Learning in Large Classroom Setting”, Journal of Life Sciences Education 12, 73-79(2013) J. Woodward, S. Beckmann, M. Driscoll, M. Franke, P. Herzig, A. Jitendra, K. R. Koedinger, and P. Ogbuehi, “Improving Mathematical Problem Solving in Grades 4 through 8. Publisher: Institute of Education Sciences, United States of America, p.6 (2012) M. Sajadi, P. Amiripour, and M. R. Malkhalifeh, “The Examining Mathematical Word Problems Solving Ability under Efficient Representation Aspect”, Journal of Mathematics Education Trends and Research, 1-11(2013)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 162
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia [7] Kennedy and N. Stoyonova, “What are You Assuming?”, Journal of Mathematics
Teaching in Middle School 18(2), 86-91(2012) [8] T. H. Huang, Y. C. Liu, and H. C. Chang, “Learning Achievement in Solving Word-
[9] [10] [11]
[12]
[13] [14] [15]
Based Mathematical Questions through a Computer-Assisted Learning System. Journal of Educational Technology & Society 15(1), 248-259(2012) B. McDonald, “Evaluation Instruments Used in Problem-Based Learning”, Journal of Education, (2013) G. Polya, “How to Solve It. Publisher: Princeton University Press, United States of America L. Azizah, S. Mariani, dan Rochmad, “Development of Devices the CORE Model Constructivism Mathematic Connection”, Journal of Mathematics Education 2(1), 101(2012) Marais and Nalize, “Connectivism as Learning Theory: The Force Behind Changed Teaching Practice in Higher Education”, Journal of Education and Social 4(3), 173-182(2011) Ase and Hansson, “The Meaning of Mathematics Instruction in Multilingual Classroom”, Journal of Education Study Mathematics 81, 103-125(2012) Clark and A. Marie, “When Privilege Meets Poverty: Using Poetry in The Process of Reflection”, Journal on Excellence in College Teaching 20(2), 125-142(2009) Kaur and Berinderjeet, “Mathematics Homework: A Study of Three Grade Eight Classrooms in Singapore”, International Journal of Science and Mathematics Education 9(1), 187-206(2011)
Grifin Ryandi Egeten* Faculty Education of Mathematics Universitas Advent Indonesia [email protected] Louise M. Saija Faculty Education of Mathematics Universitas Advent Indonesia [email protected] Sonya F. Tauran Faculty Education of Mathematics Universitas Advent Indonesia [email protected]
*
Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 163
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Pengaruh Waktu Penumbuhan Lapisan Tipis Karbon di atas Lapisan SnO2/Si Menggunakan DC Unbalanced Magnetron Sputtering Heldi Alfiadi, Muchlis Achmad Zaelani dan Yudi Darma Abstrak Telah dilakukan penumbuhan lapisan tipis karbon di atas lapisan SnO2 pada suhu rendah menggunakan DC Unbalanced Magnetron Sputtering dengan memvariasikan waktu deposisi. Pada mulanya, lapisan SnO2 ditumbuhkan di atas silikon substrat menggunakan metode evaporasi termal dilanjutkan dengan oksidasi kering. Sputtering lapisan karbon di atas lapisan SnO2 dilakukan pada suhu 300 0C dengan tekanan 4.6x10-2 torr pada rentang waktu penumbuhan antara 1 sampai 4 jam. Penumbuhan lapisan tipis karbon di atas lapisan SnO2/Si ini dikarakterisasi menggunakan beberapa alat yaitu mikroskop optik, X-ray Difraction (XRD), Spectroscopy Fourier Transform Infra Red (FTIR), dan Spektroskopi Raman. Dari hasil pengukuran ditunjukkan bahwa lapisan tipis karbon telah tumbuh di atas lapisan SnO2 secara merata, terutama pada waktu deposisi di atas 2 jam. Intensitas phonon yang melibatkan vibrasi atom karbon meningkat dengan penambahan waktu sputtering. Hal ini mengindikasikan bahwa ketebalan lapisan karbon meningkat dengan meningkatnya waktu deposisi. Sejalan dengan itu diperkirakan kualitas lapisan karbon semakin baik seperti yang ditunjukkan hasil pengukuran XRD dan FTIR. Struktur ini diharapkan dapat menjadi awal dalam pembuatan devais elektronik berbasis lapisan karbon. Kata-kata kunci: DC unbalanced magnetron sputtering, Evaporasi, Oksidasi kering, SnO2. Pendahuluan Material berbasis karbon seperti graphene dan carbon nanotube sudah menunjukkan ciri-ciri yang sangat bagus [1]. Beberapa kelompok peniliti di seluruh dunia telah mempelajari fungsi dari transistor sebagai transistor logik dan transistor berfrekuensi tinggi [2]. Selain itu, peniliti juga mencari cara untuk membuat graphene dengan kristanilitas yang tinggi, harga pembuatan yang murah dan sangat mudah dibuat. Pembuatan graphene untuk dijadikan devais elektronik merupakan permasalahan utama. Masalah ini diselesaikan dengan berbagai metode, salah satunya adalah dengan menggunakan DC Unbalanced magnetron sputtering yang dilakukan pada eksperimen ini [3]. Untuk membuat lapisan karbon diatas substrat silikon, kita menggunakan lapisan SnO2 sebagai lapisan penyangga. Di sisi lain, material oksida telah digunakan pada devais elektronik karena aplikatif. Perlu diketahui bahwa material SnO2 masuk dalam kategori kelompok material oksida. Material ini sangat menarik karena memiliki karakteristik yaitu, lebar pita sekitar 3.8 eV, memiliki konstanta dielektrik yang tinggi sekitar 9.8, dan sangat mudah difabrikasikan. Dalam aplikasinya juga material ini sering digunakan sebagai sensor gas dan lapisan penyangga. Selain itu, material ini juga dapat menggantikan ion-sensitive field effect transistor (ISFET) dengan gate field effect transistor (EGFET) untuk mengukur pH [4]. Dalam teknologi mikrobakteri, lapisan tipis SnO2 dapat
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 164
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
digunakan sebagai anoda [5]. Pembuatan SnO2 dapat menggunakan teknik deposisi yaitu sputtering, evaporasi termal, dan spray pyrolysis [6]. Dalam eksperimen ini dilakukan deposisi lapisan SnO2 dengan menggunakan substrat silikon. Material Sn di tumbuhkan diatas silikon dengan proses evaporasi termal dalam keadaan teroksidasi dengan suhu tertentu. Kemudian dilakukan penumbuhan karbon dengan menggunakan DC Unbalanced magnetron sputtering diatas lapisan SnO2 dengan variasi tertentu. Setelah itu, dikarakterisasi menggunakan optical microskopi, XRD, Raman, dan FTIR spektra untuk mengetahui bentuk dan keberadaan material yang telah ditumbuhkan. Metode eksperimen Pada mulanya, material Sn dimetalisasi dengan menggunakan evaporator termal di atas substrat silikon dengan energy filamen sebesar 40 A dalam waktu 60 detik. Target yang digunakan untuk penumbuhan lapisan Sn memiliki impuritas 99.999% (tin wire). Setelah itu, lapisan Sn dioksidasi kering dalam keadaan suhu 225 0 C, dimana suhu tersebut adalah sekitar suhu titik leleh Sn. Oksigen dialirkan menuju sampel selama 10 menit untuk membentuk lapisan tipis SnO2. Selanjutnya, penumbuhan karbon diatas lapisan SnO2 dengan menggunakan sputtering. target yang digunakan dalam proses ini ialah pelet yang terdiri dari 95% grafit dan 5% serbuk besi. Proses sputtering dilakukan dengan variasi waktu 1 sampai 4 jam. Parameter yang digunakan dalam proses sputtering yaitu aliran gas argon 100 sccm, suhu 300 0C, tegangan 450 V, dan tekanan 4.6 x 10-1 Torr. Beberapa sampel dilakukan proses annealing pada suhu 700 0C untuk stabilitas termal pada lapisan penyangga. Hasil dan diskusi
Gambar 1. Citra hasil karakterisasi dengan menggunakan optical mikroskop C/SnO2 fungsi dari waktu deposisi. (a) 1 jam, (b) 2 jam, (c) 3 jam, (d) 4 jam. SnO2 diannealing pada suhu 7000C
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 165
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Citra mikroskop optik Gambar 1 memperilhatkan citra dari hasil karakterisasi dari lapisan karbon di atas lapisan SnO2 dengan variasi waktu deposisi 1-4 jam. Gambar ini diambil menggunakan kamera BX Olympus CCD pada kamera Raman Sentterra. Seperti yang dapat kita lihat, warna grain yang gelap menginterpretasikan lapisan silikon atau karbon dan warna terang mengindikasi lapisan tipis penyangga SnO2. Dari hasil ini terlihat bahwa jumlah dari atom karbon semakin bertambah seiring bertambahnya waktu deposisi. Selain itu karena bertambah atom karbonnya, ketebalan dari lapisan karbon juga diperkirakan bertambah. X-ray Difraksi Gambar 2 memperlihatkan spektra difraksi X-ray lapisan karbon di atas lapisan SnO2 sebagai fungsi dari waktu deposisi. Sebagai tambahan sampel yang diukur ini menggunakan lapisan SnO2 dengan suhu annealing 700 0C dan dilakukan oksidasi kering. Seperti yang terlihat, gambar 2 mengindikasikan lapisan karbon dan SnO2 memiliki ketebalan yang cukup untuk menutupi lapisan silikon. Hal ini dibuktikan pada gambar bahwa tidak terdapat puncak Si(100) pada hasil XRD. Selain itu, kita dapat melihat puncak-puncak SnO2 yang memiliki orientasi yang berbeda seperti (110), (200), (211), (220), dan (202). Dari hasil tersebut, kita peroleh hasil yang jelas dari puncak difraksi SnO2 dengan pemberian suhu annealing 700 0C. Puncak SnO2 yang jelas tersebut merupakan indikasi dari lapisan terbentuk yang memiliki kristalisasi bagus dengan puncak yang tajam di berbagai arah orientasi. Hal ini sangat berbeda pada hasil puncak lapisan karbon dan lapisan endapan oksida yang cenderung amorphous. Perbedaan tersebut ditandai dengan puncak yang lebar dan tidak tajam. Selain itu, pada data tidak terlihat puncak karbon. Kemungkinan puncak lapisan karbon tidak terlihat adalah tertutupnya puncak karbon (002) oleh puncak SnO2(110). Berdasarkan data dari JCPDS, C(002) memiliki difkraksi konstruktif pada sudut 26.6240 di mana puncak dari SnO2(110) juga terletak pada sudut 26.7750. Dalam hal ini puncak 2dengan sudut 26.7750 adalah puncak SnO2 dengan arah yang berbeda. Dari hasi XRD yang sama, pada sudut 25-330 juga diperkirakan adanya ikatan karbon dengan oksida dari lapisan SnO2 yang memiliki ketebalan tipis. Selain itu keberadaan lapisan karbon bisa dideteksi dari puncak yang amorphous dari puncak difraksi dibawah 200. Spektroskopi Raman Gambar 3 memperlihatkan spektra dengan menggunakan raman dari struktur C/SnO2/Si sebagai fungsi dari waktu deposisi. Vibrasi dari fonon TO dari ikatan Si-Si secara jelas dapat diamati sekitar 540 cm-1. Pada raman shift sekitar 300 cm-1 kita dapat mengamati intensitas vibrasi dari ikatan C-C meningkat seiring dengan bertambahnya waktu deposisi. Hasil ini juga mendukung dari jumlah atom karbon yang meningkat seiring bertambahnya waktu deposisi. Vibrasi Si-C ada pada raman shift 950 cm-1 dan juga bertambah seiring bertambahnya waktu deposisi. Hasil ini menandakan bahwa beberapa atom karbon berdifusi dengan atom Si melewati lapisan penyangga SnO2. Nomor atom karbon yang berikatan dengan substrat silikon bertambah seiring bertambahnya waktu deposisi. Sesuatu yang menarik jika kita mengamati raman shift sekitar 1350 cm-1 yang ditandai dengan tanda (*). Puncak dengan tanda ini memiliki hubungan dengan ikatan jenis D, di mana ikatan ini mengindikasikan adanya material karbon seperti graphite
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 166
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
atau graphene [17]. Secara umum, ikatan D menunjukkan pinggiran dari struktur graphene atau grafit. Intensitas yang lemah dari ikatan D bisa diinterpretasikan sebagai pinggiran horizonta berbentuk zig-zag dari struktur graphene atau grafit. Selain itu keberadaan ikatan D juga bisa diindikasikan kerusakan pada ujung material. Kerusakan ini disebabkan oleh interaksi elektron atau ar+ dengan kisi material. Interaksi ini biasa terjadi pada proses sputtering.
Gambar 2. Spektra dari hasil karakterisasi dengan difraksi X-ray pada lapisan C/SnO2/Si dengan waktu deposisi (a) 1 jam, (b) 2 jam, (c) 3 jam, (d) 4 jam.
ISBN 978-602-19655-5-9
Gambar 3. Citra dari hasil spektroskopi Raman pada sampel C/SnO2 dengan proses annealing 700 0C dan variasi waktu deposisi (a) 1 jam, (b) 2 jam, (c) 3 jam, (d) 4 jam
Hal. 167
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Fourier Transform Infrared Pada gambar 4 terdapat ikatan C=O yang terletak pada nomor gelombang 1711 cm-1 yang menandakan ada interaksi antara karbon-oksigen. Interaksi semkin meningkat seiring bertambahnya waktu deposisi.
(a)
(b)
(C)
Gambar 4. Citra dari hasil karakterisasi Fourier Transform InfraRed pada lapisan C/SnO2 (a)1700-1750 cm-1, (b) 2300-2400 cm-1, dan (c) 2400-2500 cm-1. Begitu juga dengan ikatan O-C-O dan O=C=O yang terletak pada nomor gelombang 2360 dan 2408 cm-1. Kedua puncak ini juga meningkat seiring bertambahnya waktu deposisi. Hasil dari FTIR ini juga mendukung dari hasil spektra Raman akan keberadaan lapisan karbon yang telah ditumbuhkan. Kesimpulan Telah dideposisi lapisan karbon dengan lapisan SnO2 sebagai lapisan penyangga dengan menggunakan DC unbalanced magnetron sputtering. Dari hasil pengukuran, intensitas phonon yang melibatkan atom karbon meningkat dengan penambahan waktu sputtering. Hal ini mengindikasikan bahwa ketebalan lapisan karbon meningkat dengan meningkatnya waktu deposisi. Kami juga memperkirakan lapisan yang tumbuh terdiri dari struktur grafit atau graphene dari hasil spektra Raman. Diperkirakan kualitas lapisan karbon semakin baik seperti yang ditunjukkan hasil pengukuran XRD dan FTIR. Struktur ini diharapkan dapat menjadi awal dalam pembuatan devais elektronik berbasis lapisan karbon. Ucapan terima kasih Kami mengucapkan terima kasih kepada A. M. Ayu dan Dania Nurissa atas bantuannya. Ekperimen ini didanai oleh pemerintah Indonesia melalui dana riset DIKTI. Referensi [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7]
Novoselov, S. K., et al. Nature 490, 192 (2012). Lin, Y. M., et al. Science 327, 662 (2010). Aji, A. S., et al. Asian Phys. Symp. 5, 12 (2012). Batista, P. D., et al. Brazilian J. Phys. 36, 478 (2006). Kim, Y., et al. J. Korean Phys. Soc. 39, S337 (2001). Ruske, M., et al. Thin Solid Films 351, 146 (1999). Bagheri-Mohagheghi, M.-M., et al. Physica B 403, 2431 (2008).
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 168
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
[8] [9] [10] [11] [12] [13] [14] [15] [16] [17]
Nam, D. H., et al. Electrochimica Acta 66, 126 (2012). Selin Tosun, B., et al. Thin Solid Films 520, 2554 (2012). Dieguez, et al. J. Appl. Phys. 90, 1550 (2001). Peercy, P. S. and Morosin, B., Phys. Rev. B 7, 2779 (1973). Tuinstra, F. and Koenig, J. L., J. Chem. Phys. 53, 1126 (1970). Nemanich, R. J., Phys. Rev. B 20, 392 (1979). Almaric-Popescu, D., and Bozon-Verduaz, F., Catalyst Today. 70, 139 (2001). Jung, K., et al. Surf. Coating Tech. 171, 46 (2003). Lord Jr., R. C., and Wright, N., J. Chem. Phys. 5, 642 (1937). R.Saito, et al., Advances in physics,60, No. 3, 413-550 (2010).
Heldi Alfiadi Kelompok Keilmuan Fisika Material Elektronik Institut Teknologi Bandung [email protected] Mukhlis Achmad Zaelani Kelompok Keilmuan Fisika Material Elektronik Institut Teknologi Bandung [email protected] Yudi Darma* Kelompok Keilmuan Fisika Material Elektronik Institut Teknologi Bandung [email protected]
* Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 169
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Pengaruh Penambahan Nanopartikel Silika terhadap Kuat Tekan Komposit Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit Ida Sriyanti, Leni Marlina, Iftita Selviana Abstrak Penelitian ini membahaspengaruhpenambahannanosilikaterhadapkuat tekan komposit limbah TandanKosongKelapaSawit (TTKS). Permasalahan yang dicari jawabannya adalah bagaimana pengaruh nanopartikel silika terhadap kuat tekan komposit Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen dengan metode simple mixing dan hot-pressing. PVAc digunakan sebagai bahan perekat dan nanopartikel silika digunakan sebagai filler. Kondisi optimum campuran PVAc dan TKKS dengan fraksi massa TKKS/PVAc sebesar 13 : 2 memiliki kuat tekan sebesar 82,88 MPa. Kondisi optimum campuran PVAc, TKKS dan nanopartikel silika dengan fraksi massa TKKS/PVAc/ nanopartikel silika sebesar 13 : 2 : 0,75 memiliki kuat tekan sebesar 100,39 MPa. Variasi tekanan untuk mempermudah interaksi nanopartikel silika dan rantai polimer PVAc menghasilkan kuat tekan sebesar 115,35 MPa pada tekanan 100 MPa. Hasil ini menghasilkan komposit dengan kuat tekan yang lebih besar dibandingkan komposit yang dibuat oleh Kumagai (55,7 MPa) dan Masturi (84,37). Kata Kunci :KuatTekan, PVAcdanNanosilika Pendahuluan Sumatera Selatan merupakan daerahterbesrketiga di Indonesia yang memiliki area perkebunan kelapa sawit terbesar. Produksi kelapa sawit pada tahun 2012 mencapai 2.242.649 ton [1]. Jumlah ini terus meningkat karena perluasan lahan perkebunan kelapa sawit terus dilakukan. Kelapa sawit merupakan jenis tanaman yang cukup produktif. Industri kelapa sawit dapat menghasilkan 10 – 35 ton tandan buah kelapa sawit (fresh fruit bunch) per hektar setiap tahun [2]. Selain buah kelapa sawit, perkebunan kelapa sawit juga menghasilkan tandan kosong, pelepah pohon, dan kulit buah (kernel).Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan hasil industri perkebunan kelapa sawit yang sering dianggap sebagai limbah. TKKS biasanya dibuang atau dibakar sehingga berdampak besar pada pencemaran lingkungan. TKKS sebenarnya memiliki kandungan serat kasar yang cukup tinggi [2] sehingga dapat dijadikan material komposit. Di lain pihak, kebutuhan bahan baku kayu untuk berbagai sektor terus bertambah. Departemen Kehutanan memperkirakan bahwa kebutuhan bahan baku kayu di Indonesia mencapai 63,48 juta m3 setiap tahun, sedangkan kemampuan produksi kayu rata-rata hanya sebesar 22,8 juta m3 per tahun [3]. Berdasarkan data ini, telah terjadi kesenjangan kebutuhan bahan baku kayu sebesar 40,60 juta m3 setiap tahun. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang fisika material diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan kebutuhan bahan baku kayu. Pengolahan material non-kayu untuk dijadikan bahan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 170
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
pengganti kayu dapat dijadikan solusi alternatif dalam mengurangi kesenjangan yang terjadi.Pengolahan TKKS menjadi material komposit pengganti kayu mulai diteliti. Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki pengaruh penambahan nanopartikel silika terhadap kuat tekan komposit dari limbah TKKS. Pembuatan komposit material pengganti kayu biasanya dilakukan dengan mencampurkan polimer jenis tertentu dan filler pada material mentah (dalam hal ini TKKS). Polimer secara umum mengacu pada gabungan beberapa isomer. Isomer sendiri merupakan rangkaian ikatan kimiawi dari beberapa unsur kimia yang memiliki formula sama [4]. Dalam penelitian ini, polimer yang digunakan adalah polivinil asetat (PVAc). Secara fisis, campuran polimer dan material mentah memiliki kekuatan tekan yang rendah. Peningkatan kekuatan tekan dilakukan dengan menambahkan material lain sebagai filler [5]. Dalam penelitian ini, filler yang akan diteliti adalah nanopartikel silika. Penambahan nanopartikel silika sebagai filler telah dilakukan pada beberapa penelitian sebelumnya. Masturi [6] menggunakan nanopartikel silika pada material komposit dari limbah rumah tangga. Kumagai dan Sasaki [7] menggunakan nanopartikel silika pada material komposit yang terbuat dari sekam padi. Penambahan nanopartikel silika pada pembuatan komposit berbahan baku clay juga pernah dilakukan [8], [9], [10]. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan metode hot-pressing dan simple-mixing. Sampel TKKS diambil dari perkebunan kelapa sawit di daerah Tanjung Siapi-api. Polimer PVAc komersial (FOXTM) digunakan sebagai bahan perekat (adhesif) dan nanopartikel silika (dibeli dari Bratachem) digunakan sebagai filler. TKKS dipotong sehingga berukuran sekitar 1 mm dan dihancurkan dengan menggunakan mechanical blender. PVAc dengan massa spesifik dicampurkan dengan 15 mL air dan diaduk selama 20 menit dengan menggunakan magnetic stirrer. TKKS kemudian dicampurkan dengan PVAc dan air dan campuran ini dikeringkan dalam oven selama 20 menit. Campuran ini kemudian diletakkan dalam cetakan silinder. Proses hot-pressing dilakukan dengan temperatur dan tekanan yang bervariasi. Sampel yang telah dibuat memiliki ukuran diameter 25 mm dan tinggi 16 – 18 mm. Fraksi massa optimum dari campuran TKKS dan PVAc digunakan untuk penambahan nanopartikel silika. Karakterisasi yang dilakukan meliputi pengujian kuat tekan komposit, SEM, dan XRD. SEM digunakan untuk mengetahui ukuran nanopartikel silika. XRD digunakan untuk mengetahui kristalinitas material yang digunakan. Hasil dan Pembahasan Pengujian Kuat Tekan Komposit Serta Variasi Temperatur dan Tekanan Kuat tekan komposit berkaitan dengan celah yang ada pada rantai polimer dan mobilitas partikel. PVAc memiliki rantai polimer fleksibel yang memiliki banyak celah sebelum penambahan TKKS. Tanpa adanya penambahan apa pun, celah pada rantai polimer memungkinkan partikel lebih mudah bergerak (mobile). TKKS yang ditambahkan pada PVAc berikatan dengan rantai polimer sehingga mobilitas partikel berkurang dan rantai polimer menjadi lebih padat. Hal ini menyebabkan kuat tekan komposit meningkat.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 171
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Fraksi massa optimum yang didapat dari pencampuran PVAc dan TKKS kemudian digunakan pada penambahan nanopartikel silika. Fraksi massa optimum dari campuran TKKS/PVAc/nanopartikel silika adalah 13 : 2 : 0,05 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Kuat tekan sebesar 100,39 MPa didapatkan ketika komposit mencapai fraksi massa optimum. 80,00 Kekuatn Tekan (Ma)
70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 0
0,002
0,004
0,006
0,008
0,01
0,012
0,014
Fraksi Nanopartikel Silika (w/w)
Gambar 1. Fraksi Massa Optimum dari Pencampuran TKKS, PVAc, dan Nanopartikel Silika. Penambahan nanopartikel silika mempengaruhi kuat tekan komposit. Polimer memiliki kuat tekan yang lebih rendah daripada kuat tekan kayu, logam, dan keramik. Salah satu cara untuk meningkatkan kuat tekan komposit yang menggunakan polimer adalah dengan cara menambahkan filler [5]. Nanopartikel silika memiliki luas permukaan yang sangat besar sehingga dapat berikatan dengan rantai polimer dan menyusup dalam celah rantai polimer dalam skala nanometer [8]. Ikatan nanopartikel silika dengan PVAc meningkatkan kuat tekan komposit karena rantai polimer menjadi lebih padat dan mobilitas partikel lebih sedikit. Ikatan antara PVAc dan nanopartikel silika diperkuat dengan cara memvariasikan tekanan saat proses hot-pressing. Penambahan tekanan akan mendorong nanopartikel silika sehingga ikatan yang dihasilkan akan lebih banyak. Kuat tekan pada kondisi fraksi massa optimum dan tekanan sebesar 100 MPa didapatkan sebesar 115,35 MPa seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3. Kuat tekan ini lebih besar daripada kuat tekan yang didapatkan oleh Masturi [6] sebesar 84,37 MPa serta lebih besar dari komposit yang dibuat oleh Kumagai dan Sasaki [7] sebesar 55,7 MPa. Karakterisasi SEM dan XRD Karakterisasi SEM digunakan untuk mengetahui ukuran nanopartikel silika. Berdasarkan Gambar 4, diketahui bahwa nanopartikel silika yang digunakan memiliki ukuran sekitar 100 nm. Ukuran ini memungkinkan nanopartikel silika untuk meningkatkan kuat tekan komposit.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 172
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 4. Karakterisasi SEM dari Nanopartikel Silika. Karakterisasi X-ray Diffraction (XRD) digunakan untuk mengetahui kristalinitas bahan-bahan yang digunakan. Berdasarkan Gambar 5, kurva XRD tidak menunjukkan puncak tajam pada posisi 2θ. Hal ini menunjukkan bahwa baik PVAc dan nanopartikel silika berada pada fase amorf. Percampuran PVAc dan nanopartikel silika menambah tingkat ke-amorf-an komposit. Kesimpulan Nanopartikel silika dapat digunakan untuk meningkatkan kuat tekan komposit yang menggunakan polimer karena mampu berikatan dengan rantai polimer dalam skala nanometer. Daftar Pustaka [1] Anonim.
2013. Potensi Kelapa Sawit di Sumatera Selatan. www.regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/commodityarea.php?ia=16&ic=2. Diakses tanggal 25 Oktober 2013.
[2] Igwe, J. C., dan C. C. Onyegbado. (2007). A Review of Palm Oil Mill Effluent
(Pome) Water Treatment. Global Journal of Environmental Research, Vol. 1, No. 2 p. 54 – 62. [3] Departemen Kehutanan. 2009. Rekapitulasi Produksi Kayu Bulat Berdasarkan
Sumber Produksi Tahun 2004 – 2008. Jakarta: Statistik Kehutanan. [4] Jensen, W. B. (2006). The Origin of the Term Allotrope. J. Chem. Educ., Vol. 83
p. 838 – 839. [5] S.Y. Fu, X. Q. Feng, B. Lauke, Y. W. Mai. (2008). Effects of Particle Size,
Particle/matrix Interface Adhesion and Particle Loading on Mechanical Properties of Particulate-polymer Composites. ScienceDirect Composites B, Vol. 39 p. 933 – 961. [6] Masturi, M. Abdullah, Khairurrijal. (2011). High Compressive Strength of Home
Waste and Polyvinyl Acetate Composites Containing Silica Nanoparticle Filler. J Mater Cycles, Vol. 13 p. 225–231.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 173
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia [7] Kumagai, S., Sasaki J. (2009). Carbon/silica Composite Fabricated from Rice
Husk by Means of Binderless Hot Pressing. Bioresourcetechnol, Vol. 100 p. 3308–3315. [8] Hariyawarman, A. R B. W. Nuryadin, M. Abdullah, Khairurrijal. (2008). Fabrikasi
Material Nanokomposit Superkuat, Ringan dan Transparan. Jurnal Nanosains & Nanoteknologi, Vol. 1, No. 1(1).
Ida Sriyanti, Leni Marlina, Iftita Selviana Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP Universitas Sriwijaya email: [email protected]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 174
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Penggunaan Model Pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP Intan Relita Foloria Giawa*, Kartini Hutagaol, dan Horasdia Saragih Abstrak Kemampuan komunikasi matematis yang merupakan titik berat dalam pembelajaran matematika pada siswa SMP saat ini masih tergolong rendah. Oleh karena itu diperlukan usaha untuk dapat mengatasinya. Model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) menjadi salah satu cara yang dapat digunakan untuk membantu mengatasi masalah tersebut. Dengan cara mendengarkan, berbicara, menggunakan kemampuan berpikir serta melakukan pengulangan pada model pembelajaran AIR akan membuat pembelajaran lebih efektif. Penelitian terhadap hal ini telah dilakukan pada siswa SMPN 1 Parongpong Bandung Barat sebagai sampel. Sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol di mana siswa diberi perlakuan pembelajaran biasa dan kelompok eksperimen di mana siswa diberi perlakuan model pembelajaran AIR. Dari hasil analisis data dengan menggunakan statistik uji-t pada tingkat signifikansi =0,05 diperoleh bahwa pengajaran dengan menggunakan model pembelajaran AIR menghasilkan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran biasa. Mengacu kepada hasil ini, disimpulkan bahwa pembelajaran model AIR lebih tepat digunakan untuk meningkatkan kemampuan matematis siswa dibanding dengan pembelajaran biasa. Kata-kata kunci: model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR), Kemampuan Komunikasi Matematis, Siswa SMP Pendahuluan Pengetahuan yang dimiliki siswa tentang berbagai konsep dalam sebuah pembelajaran biasanya tidak sempurna dengan tingkat yang berbeda-beda dan mendalam. Hal tersebut ditandai dengan adanya ketidakjelasan mengenai tingkat keberhasilan siswa dalam setiap tahapan proses pembelajaran [6]. Dalam pelajaran matematika, rendahnya kemampuan komunikasi menjadi salah satu penyebab banyaknya siswa yang berjuang merasa tidak puas karena menghadapi hambatan perkembangan kemampuan matematika. Padahal dalam pedagogi yang efektif, kemampuan komunikasi matematis menjadi bagian untuk mematahkan pola-pola negatif [4]. [7] melaporkan bahwa proses pengajaran dapat didasarkan pada beberapa representasi dan transformasi fleksibel di antara siswa. Sebuah tindakan komunikatif yang baik diperlukan untuk dapat menghasilkan pemahaman yang baik terhadap pembelajaran. Oleh karena itu rendahnya kemampuan komunikasi matematis perlu ditingkatkan dan dikembangkan oleh setiap pendidik dalam proses pembelajaran dewasa ini. Desain model pembelajaran menjadi acuan dalam mengatasi rendahnya kemampuan siswa. Dalam penelitian ini model yang diterapkan adalah model pembelajaran auditory intellectually repetition (AIR) dengan tujuan mengetahui
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 175
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
pengaruh model pembelajaran auditory intellectually repetition (AIR) untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Sebagai bahan pertimbangan, terdapat hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan model pembelajaran AIR yaitu [11] yang meneliti tentang eksperimentasi model pembelajaran AIR terhadap prestasi belajar matematika ditinjau dari karakter belajar siswa. Teori Literatur pendidikan matematika menggambarkan bahwa kelas yang mempunyai komunikasi yang baik adalah kelas di mana guru sebagai fasilitator berfokus pada pemikiran siswa dan mendorong adanya dialog sehingga siswa mampu menyampaikan pemahaman matematika. Guru yang menggunakan logika ini menyadari bahwa komunikasi adalah proses penyampaian yang dinamis, di mana pemikiran siswa, situasi dan tujuan guru semua harus diperhitungkan [2]. Salah satu cara untuk dapat mendorong siswa berinteraksi dan berkomunikasi adalah dengan melakukan diskusi kelompok [3]. Dalam [8], kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa untuk mengkomunikasikan ide matematis kepada orang lain dengan cara berbicara mengemukakan pendapat dengan bahasa sendiri dan menyusun suatu argumen, kemudian menuangkan ide-ide atau mengekspresikan konsep matematika ke dalam tulisan dengan memberikan jawaban dalam bentuk pengulangan. Standar komunikasi matematis yang merupakan program pengajaran matematika memungkinkan siswa untuk mampu: a) mengorganisir dan mengkonsolidasi pemikiran matematis mereka melalui komunikasi; b) mengkomunikasikan pemikiran matematis secara koheren (tersusun secara logis) dan jelas kepada teman-temannya, guru dan orang lain; c) menganalisis dan mengevaluasi pemikiran matematis dan strategis dari orang lain; d) menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara tepat. Kemampuan komunikasi siswa dapat diukur melalui beberapa aspek yang diungkapkan [1] yaitu: a) menyatakan ide matematika melalui ucapan, tulisan, demonstrasi, dan melukisnya secara visual dalam tipe yang berbeda; b) memahami, menafsirkan, dan menilai ide yang disajikan dalam tulisan, lisan, atau dalam bentuk visual; c) mengkonstruk, menafsirkan dan menghubungkan bermacam-macam representasi ide dan hubungannya. Model pembelajaran auditory intellectually repetition (AIR) merupakan model yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. Model pembelajaran ini menganggap suatu pembelajaran akan lebih efektif apabila menekankan tiga hal, yaitu Auditory Intellectually dan Repetition. Auditory merupakan pembelajaran melalui mendengar. [10] melaporkan pengolahan pendengaran mengacu pada kemampuan otak untuk menghadiri, memahami dan mengkodekan informasi dari pendengaran. Intellectually bermakna bahwa belajar harus menggunakan kemampuan berpikir. Pertumbuhan intelektual harus diikuti dengan rasa percaya diri untuk jujur dan benar-benar terlibat dalam berpikir serta memiliki rasa penasaran sehingga memberi inisiasi untuk berinteraktif [5]. Repetition diartikan sebagai pengulangan. Sebuah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang lebih cepat diingat dalam otak. Dengan melakukan pengulangan dan latihan dapat membangun dan memperkuat ingatan [9].
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 176
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 1 Parongpong, Bandung Barat dengan cara eksperimental yang melibatkan dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Sampel dari penelitian ini adalah siswa kelas VII D (sebagai kelompok eksperimen) dan kelas VII E (sebagai kelompok kontrol). Jumlah siswa pada kelas VII D adalah 34 orang dengan 16 orang laki-laki dan 18 perempuan, sedangkan jumlah siswa pada kelas VII E adalah 37 orang dengan 19 orang laki-laki dan 18 orang perempuan. Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari instrumen penelitian, RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), LKS (Lembar Kerja Siswa) dan materi ajar yaitu persamaan dan pertidaksamaan linier satu variabel. Instrumen dibuat untuk mengevaluasi hasil belajar siswa dengan tujuan mengukur peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. Instrumen yang digunakan terdiri dari lima soal uraian yang sudah diuji kevaliditasannya terlebih dahulu kepada siswa yang bukan merupakan sampel penelitian, sebelum instrumen tersebut diberikan kepada seluruh sampel penelitian. Kedua kelompok sampel diberikan tes sebelum pembelajaran dimulai yang disebut pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa, dalam hal ini kemampuan yang dimaksud ialah kemampuan komunikasi matematis. Kemudian kedua kelompok sampel diberi perlakuan, di mana kelompok eksperimen diberi perlakuan model pembelajaran AIR dan kelompok kontrol diberi perlakuan pembelajaran biasa. Pada pembelajaran terakhir, diberikan tes akhir yang disebut posttest kepada kedua kelompok sampel. Terhadap semua hasil yang diperoleh, maka dilakukan perhitungan statistik. Model Pembelajaran AIR Pada kelompok sampel yang diberi perlakuan model pembelajaran AIR, siswa diberikan penjelasan mengenai materi ajar terlebih dahulu. Selama pembelajaran berlangsung, siswa diberi kesempatan untuk aktif dalam mendengarkan, berargumen, bertanya maupun memberikan pendapat. Setelah itu, siswa dibagi kepada beberapa kelompok yang kemudian diberikan masalah untuk diselesaikan. Siswa diberikan kesempatan untuk berpikir dan mengkonstruk penyelesaian masalah. Kemudian untuk melatih pemahaman, siswa diberikan kesempatan untuk mengkomunikasikannya kepada teman satu kelompok ataupun di depan kelas. Dan pada akhir pembelajaran siswa diberikan pengulangan berupa kuis atau tugas untuk mengingatkan kembali akan pembelajaran yang telah dilakukan. Analisis Statistik Seluruh informasi data yang diperoleh, diolah dan dianalisisi. Dari data pretest dan posttest diperoleh gain ternormalisasi dari kedua kelompok untuk mengetahui peningkatan nilai masing-masing kelompok sampel terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Setelah itu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas untuk mengetahui data terdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Kemudian dilakukan uji yang terakhir yaitu uji-t pada tingkat signifikansi = 0.05 untuk melihat perbedaan dua rata-rata signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 177
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Hasil dan Diskusi Tabel 1. Deskripsi statistik kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Descriptive Statistics
Kelompok Kontrol Gain Pre Post Ternormali test test sai
Mean
11.1
49.89
0.4385
Std. Error of Mean Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis Minimum Maximum
0.9 5.7 32.35 0.5 0.4 -0.9 0.8 2 22
3.07 18.6 347.8 0.35 0.39 -0.4 0.76 22 94
0.0329 0.1998 0.040 0.527 0.388 -0.263 0.759 0.17 0.93
Kelompok Eksperimen Gain Pre Post Ternor test test malisasi 0.58424 10.4 61.76 1 1.2 4.04 0.04184 7.1 23.6 0.24398 50.8 555.6 0.060 1.3 0.06 0.168 0.4 0.40 0.403 1.8 -1.37 -1.399 0.8 0.79 0.788 0 22 0.22 32 98 0.98
Tabel tersebut menunjukkan perubahan nilai siswa pada kedua kelompok sampel. Berdasarkan hasil, dilihat dari rata-rata nilai pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol mengalami peningkatan yang cukup baik. Pada gain ternormalisasi, ditunjukkan rata-rata kelompok eksperimen lebih tinggi dari pada kelompok kontrol. Gambar 1 menyajikan diagram yang menunjukkan perbedaan peningkatan pada kelompok ekperimen dan kontrol sebelum dan sesudah diberi perlakuan.
Gambar 1. Perbedaan nilai siswa sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Data gain ternormalisasi tersebut digunakan untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal atau tidak dan apakah data memiliki varians yang homogen atau tidak dengan uji normalitas dan homogenitas. Hipotesis pada uji normalitas adalah H0 : data berdistribusi normal, akan ditolak apabila sig = 0.05. Sedangkan hipotesis pada uji homogenitas adalah H0 : data memiliki varians yang homogen, akan ditolak apabila sig. = 0.05. Tabel 2 menunjukkan hasil dari uji normalitas dan homogenitas.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 178
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Tabel 2. Uji normalitas dan uji homogenitas data kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. KolmogorovSmirnov df Sig. 37 0.173 34 0.118
Kelompok Kontrol Eksperimen
Levene's Test for Equality of Variances F Sig. 3.197
0.078
Signifikansi data yang diperoleh dari kedua kelompok sampel pada uji normalitas dan homogenitas adalah besar dari = 0.05, sehingga H0 dari uji normalitas dan uji homogenitas diterima. Dengan kata lain, data berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Untuk mengetahui apakah model pembelajaran AIR memberikan pengaruh terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa adalah dengan menggunakan uji-t. Hal ini dilakukan karena data yang diperoleh berdistribusi normal dan homogen. Hipotesis pada uji-t yaitu H0 : model pembelajaran AIR tidak memberikan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa lebih baik dari pada model pembelajaran biasa. H0 akan ditolak apabila sig. = 0.05. Hasil uji-t pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil t-test t-test for Equality of Means Gain T df. Sig. (2 Tailed) Mean Difference Std. Error Difference
Equal Variances assumed -2.762 69 0.007 -0.14572091 0.05275225
Signifikansi yang diperoleh adalah kecil dari = 0.05, sehingga H0 dari hasil uji-t tersebut ditolak. Kesimpulan Mengacu pada hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa model pembelajaran auditory intellectually repetition (AIR) memberikan pengaruh yang lebih baik untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa SMP. Referensi [1] C. Greenes dan L. Schulman, “Communication Processes in Mathematical Explorations and Investigation”. Dalam Elliott, P. C. dan Kenney, M. J., “Communication in Mathematics, K-12 and Beyond”. Virginia: NCTM (1996) [2] D. B. Forrest, “Communication Theory Offers Insight into Mathematics Teachers’ Talk”, The Mathematics Educator 18(2), 23-32(2008) [3] E. Zakaria, T. Solfitri, Y. Daud, dan Z. Z. Abidin, “Effect of Cooperative Learning on Secondary School Students’ Mathematics Achievement”, Journal of Creative Education 4(2), 98-100(2013)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 179
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia [4] G. Anthony dan M. Walshaw, “Characteristics of Effective Teaching of
[5]
[6]
[7]
[8] [9]
[10]
[11]
Mathematics: A View from the West”, Journal of Mathematics Education 2(2), 147-164(2009) M. Noonan, “An Inclusive Learning Initiative at Nui Maynooth: The Search for a Model of Best Practice for Integrating Students With Intellectual Disabilty”, The Irish Journal of Adult and Community Education 107-114(2012) M. Voskoglou, “Application of the Centroid Technique for Measuring Learning Skills”, Journal of Mathematical Sciences & Mathematics Education 8(2), 3445(2013) M. Voskoglou dan G. Kosyvas, “Analyzing students’ difficulties in understanding real numbers”, Journal of Research in Mathematics Education 1(3), 301336(2012) National Council of Teacher of Mathematics, Principles and Standards for School Mathematics, Reston, 2000 N. Cabaroglu, S. Basaran, J. Roberts, “A Comparison Between The Occurrence of Pauses, Repetitions and Recasts Under Conditions of Face-To-Face and Computermediated Communication: A Preliminary Study”, The Turkish Online Journal of Educational Technology 9(2), 14-23(2010) S. Anthony, J. Kleinow dan J. Bobiak, “Narrative Ability Under Noisy Conditions in Children With Low-Normal Auditory Processing Skills”, Contemporary Issues in Communication Science and Disorders 36, 5-13(2009) Q. Ainia, N. Kurniasih dan M. Sapti, “Eksperimentasi Model Pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Karakter Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri Se-Kecamatan Kaligesing Tahun 2011/2012”, Kontribusi Pendidikan Matematika dan Matematika dalam Membangun Karakter Guru dan Siswa 9-13(2012) ISBN: 978-979-163538-7
Intan Relita Foloria Giawa* Faculty Education of Mathematics Universitas Advent Indonesia [email protected] Kartini Hutagaol Faculty Education of Mathematics Universitas Advent Indonesia [email protected] Horasdia Saragih Faculty of Sciences Universitas Advent Indonesia [email protected] *
Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 180
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Isa Bella*, Louise Saija, dan Horasdia Saragih Abstrak Kemampuan pemecahan masalah matematis pada siswa SMP dewasa ini masih sangat rendah. Di Indonesia rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis ini terlihat dari hasil ujian nasional yang diselenggarakan pemerintah dimana hasilnya di bawah rata-rata yang diharapkan. Diperlukan suatu usaha untuk mengatasinya Pada penelitian ini, model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw telah dicoba digunakan untuk mengatasi rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis pada siswa SMP. Di dalam prosesnya model pembelajaran ini terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok asal dan kelompok ahli. Siswa kelompok asal diberi soal yang berbeda-beda tingkat kesukarannya. Sementara kelompok ahli diberi soal yang sama tingkat kesukarannya. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini melibatkan seluruh siswa untuk bekerja sama menyelesaikan masalah matematika sehingga meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan berdiskusi di kelompok. Hal ini memupuk rasa tanggung jawab, kepercayaan diri, dan saling menghargai antar siswa. Sampel pada penelitian ini adalah siswa SMP PGRI Lembang, dimana sampel ini dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok ekperimen dan kontrol. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw diterapkan pada kelompok eksperimen, sementara kelompok kontrol diberi perlakuan pengajaran konvensional. Dari hasil analisis data dengan menggunakan statistik uji-t pada tingkat signifikansi = 0,05 diperoleh bahwa model pengajaran dengan menggunakan tipe Jigsaw menghasilkan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan pengajaran konvensional. Mengacu kepada hasil ini maka disimpulkan bahwa pengajaran model kooperatif tipe jigsaw digunakan lebih baik dibandingkan pengajaran konvensional untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP. Kata-kata kunci:Pembelajaran Masalah ,Siswa SMP
kooperatif,
Jigsaw,Kemampuan
Pemecahan
Pendahuluan Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dewasa ini masih sangat rendah [1]. Di Indonesia rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis ini terlihat dari hasil ujian nasional yang diselenggarakan oleh pemerintah dimana hasilnya masih di bawah rata-rata yang diharapkan [2]. Bukan saja di Indonesia, hal serupa juga terjadi di Filipina. Dari tahun 1995 sampai 2011, IEA (Asosiasi Internasional untuk Evaluasi Prestasi Pendidikan) telah melakukan TIMMS (Trends in Mathematics and Science Study) dan melaporkan hasilnya bahwa pencapaian matematis siswa di Filipina adalah 29% lebih rendah dari rata-rata. Hal ini dikarenakan masih rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dinegara tersebut [3].
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 181
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa ini, disebabkan oleh karena guru kurang kreatif dalam mendesain tugas matematika yang melibatkan kegiatan pemecahan masalah [1]. Guru harus melakukan banyak cara, khususnya dalam penggunaan model pembelajaran di dalam kelas untuk membantu siswa memecahkan masalah matematika untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalahnya [4]. Ini perlu dilakukan mengingat bahwa pemecahan masalah merupakan inti dari pelajaran matematika [5]. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran yang telah dikembangkan dapat mengatasi rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Uji coba penggunaan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw kepada siswa SMP menghasilkan kinerja matematis yang lebih baik, oleh karena itu disarankan agar pengembang kurikulum harus dilakukan sehingga mendorong para guru untuk menggunakan model pembelajaran ini dalam mengajar matematika untuk mengatasi rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa [6]. Pembelajaran koperatif tipe Jigsaw memberikan kesempatan baik kepada siswa untuk dapat belajar satu sama lain untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa karena dalam model pembelajaran ini siswa dikelompokan secara heterogen [7]. Penerapan pembelajaran koopertaif model Jigsaw pada siswa SMP dapat mengatasi rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis [8]. Teori Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, awalnya dikembangkan oleh Eliot Aronson pada tahun 1997 di Austin Texas, dianggap efektif dalam meningkatkan hasil pendidikan yang positif [12]. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini dapat meminimalkan daya saing dalam lingkungan belajar dengan mendorong siswa untuk bekerja sama, selain itu juga dilaporkan bahwa sikap siswa lebih positif terhadap model pembelajaran ini, karena meningkatkan hubungan yang lebih positif antara peserta atau anggota kelompok [9]. Semua studi menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe jigsaw akan meningkatkan prestasi akademik pada siswa [10].
Kelompok
A1A2A3
A1B1C1
ISBN 978-602-19655-5-9
B1B2B3
A2B2C2
C1C2C3
A3B3C3
Hal. 182
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Model pembelajaran kooperatif melatih keterampilan belajar siswa dan tingginya kepercayaan diri dalam belajar. Keuntungan ini dalam kelompok model pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan oleh dua faktor [11]. Pertama, siswa merasa bahwa mereka dapat mencapai lebih banyak belajar melalui metode ini , dan kedua ada perbaikan dalam hubungan sosial antara siswa dan siswa dapat bebas mengeluarkan pendapat mereka sehingga kegiatan ini dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa [11]. Pemecahan masalah adalah salah satu cara terbaik untuk melibatkan siswa dalam operasi berpikir analisis, sintesis dan evaluasi yang dianggap sebagai keterampilan kognitif tingkat tinggi [13]. Pemecahan masalah memiliki sejarah panjang dan sukses dalam pendidikan matematika dan dihargai oleh banyak guru sebagai cara untuk terlibat dan memfasilitasi pembelajaran dalam kelas mereka. Potensi manfaat menggunakan pemecahan dalam matematika adalah dapat memperluas dan mengembangkan pemikiran matematika siswa melampaui perolehan rutin teknik terisolasi dan prosedur [14]. Pemecahan masalah melibatkan setidaknya tiga dimensi : a. pengetahuan asal, b. solusi menyelesaikan masalah, dan c. karakteristik pemecah masalah. Metode Penelitian Sampel Penelitian Pada penelitian ini jumlah anggota sampel 62 pada siswa SMP PGRI Lembang, terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Untuk Sampel kontrol di kelas VII B dan kelompok eksperimen di kelas VII A. Kelas VII B berjumlah 31 orang, laki-laki 17 orang (55%) dan perempuan 14 orang (45%) untuk kelas VII A berjumlah 31 orang, laki-laki berjumlah 16 orang (52%) dan perempuan 15 orang (48%). Dibawah ini akan ditampilkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan di SMP PGRI dengan materi Persamaan dan Pertidaksamaan Liniear Satu Variabel pada kelompok kontrol dan kelompok ekperimen. Desain Penelitian Materi pembelajaran yang dipilih untuk diajarkan pada penelitian ini adalah persamaan dan pertidaksamaan linears satu variabel. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah siswa terdiri dari lima soal yang sudah diuji kevaliditasnya. Soal-soal yang dibuat disesuaikan dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator kemampuan pemecahan masalah matematis. Instrumen tersebut diberikan kepada siswa sebelum perlakuan dilakukan (pretest) dan sesudah perlakuan (postest). Selama penelitian kelompok eksperimen akan diberi perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sedangkan kelompok kontrol diberi pembelajaran biasa. Jigsaw Terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal adalah kelompok yang heterogen sedangkan kelompok ahli kelompok yang
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 183
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
memiliki tingkat kemampuan yang sama. Di kelompok asal diberikan soal yang berbeda-beda dan setiap kelompok diberikan tanggung jawab untuk menjadi anggota kelompok ahli. Hasil dan Diskusi Tabel 1. Deskritif statistik kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Descriptive Statistics Mean Std. Error of Mean Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis Minimum Maximum
Pretest 18.9677
Posttest 50.0645
Kelompok Eksperimen Pretest Posttest 17.4194 62.5161
1.44838 8.06426 65.032 0.518
2.52724 14.07109 197.996 -0.062
1.596221 8.88735 78.985 0.893
1.46344 8.14809 66.391 0.594
0.421 -0.428
0.421 0.596
0.421 -0.448
0.421 0.806
0.821 8.00 38.00
0.821 16.00 84.00
0.821 10.00 38.00
0.821 48.00 86.00
Kelompok Kontrol
Tabel 2. Deskriptif statistik gain ternormalisasi kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Descriptive Statistics Mean Std. Error of Mean Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis Minimum Maximum
ISBN 978-602-19655-5-9
Gain Ternormalisasi Kel. Kel. Kontrol Eksperimen 0.3848 0.5462 0.02838 0.01605 0.15803 0.8938 0.025 0.008 0.286 0.309 0.421 0.143 0.821 0.05 0.78
0.821 1.386 0.821 0.35 0.80
Hal. 184
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Tabel 3. Uji normalitas distribusi data kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dan uji homogenitas Kolmogorov-Smirnov Kelompok Kontrol Eksperimen
Df 31 31
Sig. 0.112 0.113
Levene's Test for Equality of Variances F Sig. 9.211
0.200
Tabel 4. Hasil t-test dengan varians yang tidak sama. t-test for Equality of Means Equal Variances not Gain assumed T -4.950 df. 47.412 Sig. (2 Tailed) 0.000 Mean Difference -0.16142032 Std. Error Difference 0.03260875 Kesimpulan Mengacu pada data hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memberikan pengaruh yang lebih baik untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis. Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas bantuan dana yang diberikan untuk melaksanakan penelitian ini, kepada Universitas Advent Indonesia yang atas bantuan dana diberikan kepasa penulis untuk mengikuti seminar kontribusi fisika (SKF) 2013 sebagai pembicara, dan dosen pembimbing atas saran dan masukan yang membangun. Referensi [1] Fernandez, F., Llinares, S., & Valls, J., (2013). Primary school teacher’s noticing of students’ mathematical thinking in problem solving. Journal of The Mathematics Enthusiast , ISSN 1551-3440, Vol. 10, nos.1&2, pp.441-468 2013. [2] Zakaria, E., Solfitri, T., Daud, T., & Abidin, Z. Z., (2012). Effect of Cooperative Learning on Secondary School Students’ Mathematics Achievement. Journal of Creative Education 2013. Vol.4, No.2, 98-100. [3] Trance, C. J. N., (2013). Process Inquiry: Analysis of Oral Problem-Solving Skills in Mathematics of Engineering Students. Journal of US-China Education Review A, ISSN 2161-623X February 2013, Vol. 3, No. 2, 73-82. [4] Lynch, K., & Star, J.R., (2013). Teachers' views about multiple strategies in middle and high school mathematics: Perceived advantages, disadvantages, and reported instructional practices. Mathematical Thinking and Learning.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 185
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
[5] Ozdemir, S., & Reis, A. Z., (2013). The effect of Dynamic and Interactive Mathematics Learning Environments (DIMLE), supporting multiple representations, on perceptions of elementary mathematics pre-service teachers in problem solving process. Mevlana International Journal of Education (MIJE) Vol. 3(3), Special Issue: Dynamic and Interactive Mathematics Learning Environment pp.85-94, 01 July, 2013 [6] Mbacho, W. N., & Changeiywo, M. J., (2013). Effects of Jigsaw Cooperative Learning Strategy on Students’ Achievement by Gender Differences in Secondary School Mathematics in Laikipia East District, Kenya. Journal of Education and Practice, Vol.4, No.16, 2013. [7] Goodell, S. L., Cooke, K. N., & Ash, L. S., (2013). Cooperative Learning Through In-Class Team Work: An Approach to Classroom Instruction in a Life Cycle Nutrition Course. NACTA Journal June 2012. [8] Gocer, A., (2010). A comparative research on the effectivity of cooperative learning method and jigsaw technique on teaching literary genres. Journal oF Educational Research and Reviews Vol. 5(8), pp. 439-445. [9] Tran, V. D., & Lewis, R. R., (2012). The Effects of Jigsaw Learning on Students’ Attitudes in a Vietnamese Higher Education Classroom. International Journal of Higher Education Vol. 1, No. 2; 2012. [10] Fini, S. A. A., Zainalipour, H., & Jamri, M., (2012). An Investigation into the Effect of Cooperative Learning with Focus on Jigsaw Technique on the Academic achievement of 2nd-Grade Middle School Students. Journal of Life Science and Biomedicine, J. Life Sci. Biomed. 2(2): 21-24, 2012. [11] Senguil, S., & Katranci, Y., (2012). Teaching the Subject ‚Sets‛ with the ‘Dissociation and Re-Association’ (Jigsaw). International Online Journal of Educational Sciences, 2012, 4(1), 1-18. [12] Meng, J., (2010). Jigsaw Cooperative Learning in English Reading. Journal of Language Teaching and Research, Vol. 1, No. 4, pp. 501-504, July 2010 [13] Taale, D., K., (2011). Improving physics problem solving skills of students of Somanya Senior High Secondary Technical School in the Yilo Krobo District of Eastern Region of Ghana. Journal of Education and Practice, Vol 2, No 6, 2011. [14] Windsor, W., (2011). How problem solving can develop an algebraic perspective of mathematics. APMC 16 (4) 2011.
Isa Bella*, ouise M. Saija, Horasdia Saragih Faculty Education of Mathematics Universitas Advent Indonesia [email protected] [email protected] [email protected]
*
Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 186
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Analisis Fraktal Tekstur Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Minkowski-Bouligand Joko Sampurno, Azrul Azwar, Fourier Dzar Eljabbar Latief, dan Wahyu Srigutomo Abstrak Penelitian ini membahas tentang analisis fraktal pada tekstur tanah gambut. Objek utama yang dijadikan tinjauan adalah distribusi bentuk pori pada sampel batuan. Hasil pengolahan data dengan menggunakan program analisis fraktal yang dibuat dengan metode Minkowski-Bouligand menunjukan bahwa seluruh kontur permukaan segmen tanah gambut berkelakuan sebagai fraktal dengan dimensi bervariasi antara 1,64 hingga 1,90. Rentang nilai dimensi ini menunjukan bahwa tingkat keteraturan tekstur segmen tanah gambut seluruh sampel bervariasi. Tingkat keteraturan pola tekstur seluruh segmen tanah gambut dari yang paling teratur hingga yang paling tidak teratur secara berturut-turut adalah L5, L3, L2, L4 dan L1. Kata Kunci: Fraktal; Tanah Gambut; Minkowski-Bouligand Pendahuluan Konsep fraktal telah diaplikasikan dalam banyak bidang diantaranya untuk mempelajari susunan spasial suatu objek [1][2], turbulensi[3], dan geologi [4][5]. Dalam ilmu tanah, konsep fraktal telah diaplikasikan untuk menganalisis distribusi ukuran pori dan partikel tanah [6][7][8], gambar irisan tipis tanah[9], analisis struktur tanah liat [10], struktur pori dan matrik suatu media berpori di alam [11], kekuatan permukaan [12] dan variabilitas spasial properti tanah[13][4]. Posadas dkk,[14] berhasil memperlihatkan bahwa parameter multifraktal dapat mengkuantifikasi susunan spasial pori-pori tanah sehingga dapat digunakan untuk mengklasifikasikan sturktur tanah. Pada penelitian ini metode analisis fraktal akan diaplikasikan pada tekstur dari tanah gambut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pola fraktal tekstur pori yang muncul pada tanah gambut sekaligus menghitung dimensinya. Dengan mengetahui nilai dimensi fraktalnya dapat dianalisis perilaku distribusi tekstur pori pada tanah gambut tersebut. Metodologi Objek penelitian ini adalah sampel tanah gambut yang diambil di wilayah Pontianak, Kalimantan Barat tepatnya di posisi koordinat (0° 4' 2.27" S, 109° 18' 48.59"E). Sampel tanah gambut ini berada di kedalaman 30cm dari permukaan. Sampel yang diambil adalah sampel yang berupa tanah gambut murni. Sampel ini dibuat dalam bentuk kubus dengan ukuran 2cm x 2cm x 2cm. Sampel ini dikeringkan selama 7 hari agar tidak ada lagi kandungan air di dalamnya. Sampel yang digunakan akan direkonstruksi menjadi data digital dengan menggunakan perangkat pemindai micro computerized tomography (μCT Scanner) untuk menghasilkan gambar profil 3D. Gambar profil ini akan ditampilkan dalam skala gryscale dengan ukuran 220 x 220 x 220 pixel.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 187
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Dari gambar 3D ini diambil lima buah segmentasi 2D yang dianggap mewakili struktur secara keseluruhan dari bagian bawah hingga bagian atas secara berturutturut (L1 - L5). Masing-masing gambar 2D ini memiliki ukuran 220 x 220 pixel (Gambar 2). Kumpulan gambar 2D inilah yang kemudian akan dianalisis menggunakan metode fraktal.
Gambar 1. Citra 2D segmen tanah gambut yang ditinjau. Objek yang akan diteliti adalah distribusi tekstur pori tanah gambut. Agar diketahui distribusi tekstur porinya, masing-masing profil pada Gambar 1 akan ditreshold menggunakan Metode Canny [15] untuk mendapatkan gambar tekstur dalam bentuk biner (Gambar 2). Gambar binner ini berfungsi untuk membedakan antara batas tepi pori dan latar belakangnya. Setiap daerah batas tepi pori akan diberi nilai pixel 256 (putih) dan selainya akan diberi nilai pixel 0 (hitam). Gambar binner inilah yang akan dianalisis. Untuk menghitung dimensi gambar biner yang akan dianalisis, diasumsikan gambar biner ini diletakan pada suatu luasan yang digrid merata. Kemudian dihitung berapa banyak kotak yang diperlukan untuk menutup daerah yang berwarna putih (bernilai satu). Dimensi fraktal dihitung dengan melihat seberapa jumlah kotak tersebut berubah ketika ukuran kotaknya diperkecil. Misalkan N (ε) adalah jumlah kotak dengan panjang sisi ε yang diperlukan untuk menutup bidang. Maka dimensi fraktal didefinisikan sebagai:
log N . D lim 0 1 log
(1)
dimana :
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 188
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
N : jumlah kotak yang memiliki panjang sisi yang menutupi daerah sisi fraktal D : Dimensi fraktal yang dihitung dengan metode Minkowski-Bouligand Hasil dan diskusi Hasil pengolahan citra masukan menjadi gambar binner diperlihatkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Tekstur segmen tanah gambut yang ditinjau. Dengan menggunakan program analisis fraktal yang telah dibuat berdasarkan pada metode minkowski-bouligand didapat data log jumlah kotak terhadap log ukuran kotak. Dengan menggunakan metode regresi linear didapatkan kurva linear yang mewakili distribusi data tersebut untuk masing-masing segmen sebagaimana ditampilkan pada Gambar 3.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 189
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 3. Hasil Pengolahan Data. Dari Gambar 3. dapat dilihat bahwa log-log plot jumlah kotak vs. ukuran kotak seluruh segmen tanah gambut membentuk kurva linear. Dari sifat ini dapat disimpulkan bahwa seluruh tekstur pori tanah gambut yang ditinjau berkelakuan sebagai fraktal. Dimensi fraktal (D) segmen tanah gambut dihitung berdasarkan kemiringan masing-masing kurva. Nilai dimensi fraktal untuk seluruh segmen dapat dilihat pada Tabel 1. Table 1. Nilai dimensi fraktal dan intercept seluruh segmen (L1-L5). Segmen ke-
1
2
3
4
5
D
1.64
1,76
1,79
1,74
1.90
Pada analisis ini, tekstur yang didapatkan dari pengolahan citra menggunakan Metode Cany merupakan tekstur gabungan antara batas tepi pori dan batas tepi matrik yang berlainan tingkat kepadatannya. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 1 dan Gambar 2. Pada penelitian yang akan datang, akan ditinjau secara khusus tekstur pori dari tanah gambut tersebut. Gonzales-Barron dan Butler [16] menyatakan bahwa nilai dimensi fraktal suatu tekstur yang semakin rendah menunjukan bahwa tektur tersebut semakin heterogen bentuknya. Sebaliknya, nilai dimensi fraktal suatu tekstur yang semakin tinggi menunjukan semakin homogen bentuk tekstur tersebut. Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa permukaan yang paling beraturan dimiliki oleh L5 dimana nilai dimensinya paling besar (D=1,9), sedangkan permukaan paling tidak beraturan adalah L1 karena
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 190
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
segmen ini memiliki dimensi terkecil (D=1,64). Segmen 2, 3, dan 4 memiliki distribusi tekstur yang hampir sama. Hal ini ditunjukan dengan nilai dimensi fraktal yang berdekatan (1,76, 1,79, dan 1,74). Dari seluruh segmen tanah gambut yang ditinjau, masing-masing segmen memiliki tekstur yang bervariasi. Tingkat keteraturan pola tekstur seluruh segmen tanah gambut dari yang paling teratur hingga yang paling tidak teratur secara berturutturut adalah L5, L3, L2, L4 dan L1. Kesimpulan Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa seluruh tekstur segmen tanah gambut yang ditinjau berkelakuan sebagai fraktal. Nilai dimensi fraktal seluruh segmen bervariasi antara 1.64 hingga 1,90. Rentang nilai dimensi ini menunjukan bahwa tingkat keteraturan tekstur segmen tanah gambut seluruh sampel bervariasi. Tingkat keteraturan pola tekstur seluruh segmen tanah gambut dari yang paling teratur hingga yang paling tidak teratur secara berturut-turut adalah L5, L3, L2, L4 dan L1. Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terimakasih atas dana yang diberikan oleh Ditjen Dikti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui DIPA Universitas Tanjungpura: DIPA-023.04.2.415134/2013, tanggal 1 Mei 2013, Sesuai SPK Nomor 6246/UN22.13/LK/2013, tanggal 10 Mei 2013. Referensi [1] Evertsz, C.J.G., and B.B. Mandelbrot. 1992. Multifractal measures. p. 921–953. In H.-O. Peitgen et al. (ed.). Chaos and Fractals. New Frontiers of Science. Springer-Verlag, New York. [2] Cheng, Q., and F.P. Agterberg. 1996. Multifractal modeling and spatial statistics. Math. Geol. 28:1–16 [3] Meneveau, C., and K.R. Sreenivisan. 1991. The multifractal nature of turbulent energy dissipation. J. Fluid Mech. 224:429–484 [4] Muller, J., and J.L. McCauley. 1992. Implication of fractal geometry for fluid flow properties of sedimentary rocks. Transp. Porous Media 8:133–147 [5] Cheng, Q., and F.P. Agterberg. 1996. Multifractal modeling and spatial statistics. Math. Geol. 28:1–16 [6] Caniego, F.J., M.A. Martín, and F. San José. 2001. Singularity features of poresize soil distribution: Singularity strength analysis and entropy spectrum. Fractals 9:305–316 [7] Posadas, A., D. Giménez, M. Bittelli, C.M.P. Vaz, and M. Flury. 2001. Multifractal characterization of soil particle-size distributions. Soil Sci. Soc. Am. J. 65:1361– 1367 [8] Martín, M.A., and E. Montero. 2002. Laser diffraction and multifractal analysis for the characterization of dry soil volume-size distribution. Soil Tillage Res. 64:113– 123 [9] Zhou, H., E. Perfect, Y. Z. Lu, B. G. Li And X. H. Peng, 2011, Multifractal Analyses Of Grayscale And Binary Soil Thin Section Images, Fractals, Vol. 19, No. 3.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 191
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
[10] Tarquis, A.M., K.J. McInnes, J.R. Key, A. Saa, M.R. Garcı´a, M.C. Dı´az, Multiscaling analysis in a structured clay soil using 2D images, Journal of Hydrology 322 (2006) 236–246. [11] Dathe, A., Ana M. Tarquis, Edith Perrier, Multifractal analysis of the pore- and solid-phases in binary two-dimensional images of natural porous structures, Geoderma 134 (2006) 318–326 [12] Folorunso, O.A., C.E. Puente, D.E. Rolston, and J.E. Pinzon. 1994. Statistical and fractal evaluation of the spatial characteristics of soil surface strength. Soil Sci. Soc. Am. J. 58:284–294 [13] Kravchenko, A., C.W. Boast, and D.G. Bullock. 1999. Multifractal analysis of soil spatial variability. Agron. J. 91:1033–1041 [14] Posadas, A., Daniel Giménez, Roberto Quiroz, and Richard Protz, Multifractal Characterization Of Soil Pore Systems, Soil Sci. Soc. Am. J., Vol. 67, Sept.–Oct. 2003 [15] Canny, John, "A Computational Approach to Edge Detection," IEEE Transactions on Pattern Analysis and Machine Intelligence,Vol. PAMI-8, No. 6, 1986, pp. 679698. [16] Gonzales-Barron, U., Butler, F., “Fractal texture analysis of bread crumb digital images”, Eur Food Res Technol (2008) 226:721–72
Joko Sampurno*) Jurusan Fisika FMIPA Universitas Tanjungpura e-mail : [email protected] Azrul Azwar FMIPA Universitas Tanjungpura e-mail : [email protected] Fourier Dzar Eljabbar Latief Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem Kompleks Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung e-mail : [email protected] Wahyu Srigutomo Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem Kompleks Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung e-mail : [email protected]
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 192
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Simulasi Penentuan Material Heatsink Sebagai Pendingin Graphic Processing Unit (GPU) dengan Menggunakan Comsol Juan Prahamma Hartjamt*, Renadi Permana Kusumawiangga, dan Suprijadi Haryono Abstrak Dengan semakin bertambahnya kecepatan GPU (Graphic Processing unit), panas yang dihasilkan GPU semakin tinggi. Oleh karena itu dibutuhkan pendinginan yang memadai agar GPU dapat bekerja secara optimal. Salah satu pendingin yang digunakan adalah heatsink, material yang umum digunakan untuk heatsink adalah allumunium 1050A. Dengan menggunakan modul heat transfer in solid pada COMSOL beserta geometri heatsink berbentuk sirip, dapat diperoleh distribusi penyebaran temperatur yang bergantung pada jenis material. Pada tulisan ini dilakukan simulasi dengan menggunakan material allumunium dengan grade yang berbeda, besi, tembaga, baja dan emas. Kata-kata kunci: GPU, Heatsink, Heat Transfer Pendahuluan Perpindahan panas atau heat transfer merupakan proses termal yang mempelajari proses menghasilkan panas, menggunakan panas, mengubah panas, dan menukarkan panas dalam sistem fisis. Proses ini diklasifikasikan menjadi konduktivitas termal, konveksi termal, radiasi termal, dan perpindahan panas melalui perubahan fasa [1]. Proses inilah yang terjadi pada GPU (Graphics Processing Unit) dan heatsink. COMSOL memberikan proses pembelajaran mengenai perpindahan panas pada GPU ini berupa simulasi dalam bentuk 1D, 2D, maupun 3D dengan analisis finite element[2]. Material-material yang digunakan, terutama Aluminium, dipakai sebagai meterial uji dimana terdapat koefisien-koefisien yang berpengaruh[3] kemudian akan dibandingkan harganya pasarannya[4]. Eksperimen COMSOL menyediakan simulasi untuk pembelajaran mengenai perpindahan panas dengan membentuk geometeri alat atau struktur model untuk diuji, menentukan material yang akan diuji, menentukan modul yang akan digunakan yakni heat transfer in solids, kemudian menentukan parameter yang akan diproses, terakhir mengcompute langkah-langkah yang telah diatur. Geometri bentuk model didesain secara sederhana layaknya GPU dengan heatsink yang menempel diatasnya seperti pada Gambar 1.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 193
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 1. Betuk geometri heatsink (kiri) dan GPU (kanan). Material-material yang digunakan adalah emas, berlian Alloy 1050, Alloy 6031, Alloy 6063, Berlian, Emas, Polycarbonate, Stainless steel, Tembaga, Titanium dan silkon sebagai material dari GPU sendiri. Material-material ini memiliki koefisienkoefisien yang dibutuhkan untuk melakukan proses heat transfer yang dilakukan dengan metode finite element dan sudah terlampir dalam COMSOL . Modul heat transfer in solids dipilih untuk mengetahui proses yang dilakukan. Dengan rumus C p Q
T C pu T (kT ) Q t
P
tot
,
,
(1) (2)
V
untuk proses heat transfer dan
n ( kT ) h (Text T ) ,
(3)
sebagai proses convective cooling dan heat insulation. Rumus 1,2 dan, 3 diubah menjadi numerik oleh COMSOL sendiri secara otomatis. Pada sub-modul dipilih heat source yang menentukan daya yang akan dikenai kerja pada bentuk geometri GPU dengan material silikon yang akan menghasilkan temperature tinggi. Kemudian sub-modul convective cooling dipilih untuk menyesuaikan kondisi ruangan ber-AC yaitu 17oC dengan koefisen heat transfernya 5 W/(m2.K) yang menjadi penyesuaian dari model terhadap udara ruangan secara konveksi. Proses penyebaran ditunjukan pada Gambar 2.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 194
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 2. Arah rambat persebaran panas pada model. Semua parameter yang disusun kemudian di-compute secara stasioner dan juga berdasarkan waktu (time dependent). Hasil yang diperoleh secara 3D dan 2D akan berupa video (time dependent) dan gambar proses linear. Di tampilkan pula plot grafik persebaran panasnya. Hasil dan diskusi Hasil proses compute COMSOL menghasilkan tampilan berupa model berwarna yang merepresentasikan temperatur secara stasioner (Gambar 3). Secara khusus, tiga material yang menarik yang akan didiskusikan adalah poycarbonate, berlian, dan Alloy 1050.
Gambar 3. Hasil pemodelan heat transfer semua material yang diuji. Dari kiri atas kekanan emas, berlian Alloy 1050, Alloy 6031, Alloy 6063, Berlian, Emas, dan kiri bawah ke kanan Polycarbonate, Stainless steel, Tembaga, Titanium. Pada pemodelan heatsink dengan material polycarbonate terlihat heat transfer yang tidak merata dan juga plot data penyebaran panasnya dari bawah ke atas secara vertikal dengan koordinat sumbu y maksimum 650oC di bagian yang menempel GPU dan dan 17oC pada bagian teratas heatsink (Gambar 4).
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 195
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 4. Pemodelan dengan heatsink bermaterial polycarbonate..
Gambar 5. Grafik persebaran panas secara vertikal arc length vs temperatur polycarbonate. Hasil pemodelan dengan material terbaik adalah heatsink menggunakan material berlian seperti pada Gambar 6 beserta dengan persebaran panasnya secara vertikal dengan suhu dibagian yang menempel pada GPU 87.25oC dan bagian teratas heatsink 86.25oC, simulasi dilakukan secara stasioner.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 196
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 6. Pemodelan dengan heatsink bermaterial berlian.
Gambar 7. grafik plot persebaran panas secara vertikal arc length vs temperatur berlian. Bila dibandingkan harga material, berlian jauh lebih mahal dari material-material lain [4] (harga berubah sesuai dengan nilai mata uang dunia).
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 197
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Karena umumnya GPU menggunakan heatsink Alloy 1050. Hasil Pemodelan ini (Gambar 8) dilakukan seperti pemodelan pada polycarbonate dan berlian berikut dengan stasioner.
Gambar 8. Pemodelan dengan heatsink bermaterial Alloy 1050.
Gambar 9. grafik persebaran panas secara vertikal arc length vs temperatur Alloy 1050. Pada Gambar 10, persebaran panas yang digambarkan dengan grafik waktu vs temperatur. Terdapat pita-pita yang berjajar membentuk grafik persebaran panas yang
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 198
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
menunjukan bagian bawah suatu pita merupakan bagian heatsink yang bersentuhan dengan GPU dan bagian atas pita yang merupakan bagian atas heatsink. Yang memanas membentuk grafik peningkatan suhu digambarkan dengan plot temperatur vs waktu (time dependent) selama 10 detik dan suhu maksimum pada koordinat sumbu y 48oC
Gambar 10. Pemodelan dengan heatsink bermaterial Alloy 1050 beserta grafik persebaran panas secara vertikal arc length vs temperatur dan grafik waktu vs temperatur. Material lain memiliki suhu akhir lebih tinggi bila dibandingkan dengan Alloy 1050. Kesimpulan Alloy 1050 merupakan material dengan heat transfer yang baik dan harga yang cukup terjangkau [4] dibandingkan dengan material uji yang lain. Ucapan terima kasih Terima kasih banyak untuk Habibi S.Si dan Yangki Sulaeman yang telah mengajari penggunaan COMSOL. Serta Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 yang memberi kesempatan mempresentasikan hasil studi ini. Referensi [1] Kontributor Wikipedia, "Heat Transfer", Wikipedia, Ensiklopedi Bebas, 5 Desember 2013, 00:26 UTC [diakses 10 Desember 2013]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 199
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
[2] COMSOL 4.3, “Introduction to Heat Transfer Module”, update Mei 2012, URL http://www.comsol.com/model/download/142935/IntroductionToHeatTransferMod ule.pdf [accessed 10 December 2013] [3] Alumatter, “Alu select Physical and Elastic Properties”, update 2012, URL http://aluminium.matter.org.uk/aluselect/03_physical_browse.asp [accessed 10 December 2013] [4] TIIMarketEYE, update 2013, URL http://www.ttiinc.com/page/ME_Materials [accessed 10 December 2013]
Juan Prahamma Hartjamt* Physics Departement Institut Teknologi Bandung [email protected] Renadi Permana Kusumawiangga Physics Departement Institut Teknologi Bandung [email protected] Suprijadi Haryono Faculty of Mathematics and Natural Sciences Institut Teknologi Bandung [email protected] *Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 200
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Aktivitas Antimikrobial Nanopartikel Zinc Oxide (ZnO) pada Strain Staphylococcus Aureus Kapas Fernando Pasaribu*, Donn Richard Ricky dan Horasdia Saragih Abstrak Resistensi bakteri terhadap antimikroba terjadi sangat cepat akhir-akhir ini. Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan strain bakteri yang memiliki kemampuan resistensi tinggi. Ragam penyakit seperti: diare, dehidrasi, mastitis, osteomyelitis dan endokarditis dapat disebabkan oleh S. aureus. S. aureus merupakan golongan bakteri gram positif yang memiliki membran luar yang tebal sehingga resisten terhadap penicillin. Kemampuan resistensi S. aureus dapat menghambat tubuh dalam proses pembentukan antibodi tubuh hingga kematian. Zinc Oxide (ZnO) adalah suatu material yang mampu menghasilkan OH*, O2* dan H2O2 yang mampu merusak membran sel mikroorganisme sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif baru untuk membasmi bakteri S. Aureus. Jumlah OH*, O2* dan H2O2 yang dihasilkan oleh ZnO sangat tinggi ketika ukurannya berada pada orde nanometer. ZnO berukuran nanometer (nanopartikel ZnO) telah berhasil difabrikasi dengan menggunakan reaktor mikro. Polimer polyvinylpyrrolidone (PVP) digunakan sebagai material pengkapsulasi. Ukuran nanopartikel ZnO divariasikan dengan memvariasikan konsentrasi PVP. Ragam ukuran nanopartikel ZnO yang difabrikasi, secara invitro dengan media blood agar menggunakan metode difusi cakram di petridish, telah diuji untuk membasmi bakteri S. Aureus. Pengujian dilakukan selama 48 jam di dalam inkubator pada temperatur 37ºC. Dari hasil pengujian diperoleh bahwa semakin kecil ukuran nanopartikel ZnO semakin efektif menghambat perkembangan S. Aureus. Kata-kata kunci: antibakteri, blood agar, difusi cakram, in vitro, S. aureus, nanopartikel ZnO. Pendahuluan Metal oksida merupakan material yang memiliki sifat antibakteria oleh karena mampu menghasilkan OH*, O2-* dan H2O2 ketika terpapar sinar ultraviolet ataupun sinar tampak [1,2,3,4]. OH*, O2-* dan H2O2 yang dihasilkan secara efektif mampu merusak membran sel mikroorganisme. Zinc oksida (ZnO) merupakan material oksida yang memiliki toksisitas rendah sehingga aman digunakan sebagai antibakteria terhadap mikroorganisme patogen [5,6]. Namun dalam ukuran makro, ZnO menghasilkan jumlah OH*, O2-* dan H2O2 yang sedikit sehingga memiliki aktivitas antibakteria yang rendah. Pada penelitian ini bakteri S. aureus digunakan sebagai subjek untuk menguji aktivitas antibakeri nanopartikel ZnO. S. aureus merupakan salah satu bakteri yang paling banyak merugikan manusia karena memiliki daya resisten terhadap penicillin dalam bentuk kista. Zaoutis et al. [7] melaporkan bahwa kontak kulit, pemakaian benda bersama, dan kurangnya kebersihan personal dapat mengakibatkan kontaminasi penyebaran S. aureus. Beberapa ragam penyakit dapat ditimbulkan oleh S. aureus seperti: diare, dehidrasi, mastitis, osteomyelitis, endokarditis dan cystic fibrosis [8]. Perez et al. [9] menginvestigasi bahwa S. aureus merupakan golongan bakteri gram
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 201
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
positif yang menghasilkan cytotoxin dan resisten terhadap penicillin. S. aureus juga memiliki sifat hemolytic yang mampu menghancurkan sel darah merah hospes. Sifat resistensi S. aureus dapat menghambat proses regenerasi sel di dalam tubuh hingga kematian pada hospes. Sifat hemolytic dan tingginya resistensi terhadap penicillin mikroorganisme S. aureus sebagaimana diterangkan di atas menyebabkan sulitnya ragam penyakit yang muncul untuk diatasi. Oleh karena itu dibutuhkan suatu zat yang memiliki sifat antibakteria, sehingga dapat menghambat aktivitas S. aureus dengan efektif. Ukuran partikel ZnO yang direkayasa dalam orde nanometer dengan menggunakan metode mikroreaktor berpotensi besar dalam menghambat pertumbuhan S. aureus. Eksperimen Zinc chloride (ZnCl2), sodium hydroxide (NaOH) dan aquadest (H2O) digunakan sebagai prekursor yang dilarutkan ke dalam Etanol. Polyvinylpyrrolidone (PVP) digunakan sebagai material pengkapsulasi untuk meminiaturisasi material ZnO ke orde nanometer. Seluruh bahan-bahan tersebut diperoleh dari Merck dan digunakan langsung tanpa purifikasi. Nanopartikel ZnO difabrikasi menggunakan metode bottomup menggunakan reaktor mikro berbentuk tabung. ZnCl2 (10 mM), NaOH (16 mM), dan H2O (1000 mM) dilarutkan masing-masing ke dalam 200 mL ethanol. Ukuran nanopartikel ZnO divariasi dengan menggunakan larutan polimer PVP pada konsentrasi yang berbeda (1g; 3g; 5g yang dilarutkan ke dalam 100 mL larutan ethanol). Larutan ZnCl2, NaOH, H2O dan PVP dialirkan secara bersamaan ke dalam reaktor mikro (Gambar 1). Pola alir molekul cair dalam tabung reaktor mikro dimanfaatkan pada proses pencampuran dan reaksi, sehingga menghasilkan material hasil reaksi yang homogen. Proses pemanasan dibantu dengan menggunakan lampu pemanas pada temperatur 40ºC, hal ini diperlukan sehingga proses pemutusan ikatan Zn(OH)2 menjadi ZnO dan H2O dapat terjadi. Nanokoloid ZnO berpelarut etanol yang dihasilkan oleh reaktor mikro kemudian dievaporasi menggunakan evaporator. Reaksi kimia dalam proses fabrikasi ZnO secara sederhana adalah sebagai berikut: nZnCl2 + 2nNaOH + lH2O Zn2+n (OH-)m (H2O)lCl-k + (2n-k)Cl+ (2n-m)OH- + 2nNa+ nZnO + (l+n)H2O + 2nNaCl. Zn(OH)2ZnO + H2O
Gambar 1. Skema tabung reaktor mikro yang digunakan pada fabrikasi nanopartikel ZnO.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 202
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Aktivitas antibakteria nanopartikel ZnO diuji dengan metode difusi cakram menggunakan suspensi bakteria S. aureus pada media blood agar (99,9%; SigmaAldrich). Kultur S. aureus diperoleh dari Sanbe Farma. Cotton bud digunakan untuk menyebarkan bakteri pada media setelah dicelupkan ke dalam suspensi S. aureus. Bakteri disebarkan dengan metode garis pada blood agar di petri dish steril. Kertas cakram direndam ke dalam ragam cairan nanopartikel ZnO dengan ukuran yang berbeda dan dibagi ke dalam 3 kelompok di petri dish. Nanopartikel ZnO pada media S. aureus diinkubasikan pada temperatur 37ºC selama 48 jam. Aktivitas antibakteri diuji melalui ukuran zona inhibisi S. aureus. Zona inhibisi merupakan daerah yang menunjukkan fenomena daya hambat suatu material dalam menekan pertumbuhan mikroorganisme. Zona inhibisi diukur dengan menggunakan penggaris dalam skala milimeter (mm). Hasil dan bahasan Karakterisasi Nanopartikel ZnO berpelarut etanol dilakukan dengan uji respon absorbans pada panjang gelombang 200-800 nm dengan menggunakan alat ukur Spectrophotometer S-25 BELCO Germany. Pada Tabel 1 dipaparkan rangkuman hasil pengukurannya. Nanopartikel ZnO diinvestigasi puncak absorbansinya. Dari hasil investigasi didapatkan ukuran nanopartikel ZnO yang beragam oleh karena variasi konsentrasi PVP (1g PVP, 3g PVP dan 5g PVP). Diameter rata-rata suatu partikel dapat ditentukan dengan spektrum absorbans optiknya [10,11]. Kumbhakar et al. [12] telah menurunkan perumusan hubungan jari-jari nanopartikel ZnO dengan puncak absorbansi panjang gelombang, sehingga diameter nanopartikel ZnO dapat dicari menggunakan Persamaan 1. 0,3049 26, 23012 r nm
10240, 72 p nm
(1)
2483, 2 6,3829 p nm
Hasil karakterisasi menunjukkan variasi PVP sebagai pengkapsulasi dapat menghasilkan ukuran nanopartikel ZnO yang berbeda, dimana semakin besar jumlah PVP yang digunakan, maka semakin kecil ukuran diameter nanopartikel ZnO yang dihasilkan. Dari hasil uji, diperoleh ukuran diameter nanopartikel ZnO masing-masing: 2.57 nm, 2.09 nm, dan 2.02 nm. Tabel 1. Hasil pengukuran diameter nanopartikel ZnO dengan variasi PVP. Parameter
1 gr-PVP
3 gr-PVP
5 gr-PVP
max
296 nm 1.043 1.285 2.57
260 nm 1.301 1.045 2.09
253 nm 0.843 1.01 2.02
Intensitas (a.u.) r (nm) d=2r(nm)
Keterangan: max : puncak absorbansi; 2r : diameter nanopartikel. Aktivitas antibakteria nanopartikel ZnO pada strain S. aureus sebagai media uji diinvestigasi menggunakan penggaris untuk mengetahui zona hambatnya. Pada Tabel 2 dipaparkan hasil uji antibakteria nanopartikel ZnO pada S. aureus dengan menggunakan metode difusi cakram. Aktivitas antibakteria diketahui melalui
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 203
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
pengukuran zona inhibisi pada hasil eksperimen. Hasil pengukuran zona inhibisi menunjukkan adanya perbedaan daya inhibisi bakteri dari ketiga jenis ukuran nanopartikel ZnO. Dari hasil pengukuran diperoleh bahwa nanopartikel ZnO dengan diameter rata-rata d1=2,02 nm memiliki aktivitas inhibisi yang paling kuat dibanding nanopartikel ZnO dengan diameter rata-rata d2=2,09 nm dan d3=2,57 nm (Gambar 2), sedangkan nanopartikel ZnO pada ukuran 2,02 nm memiliki zona inhibisi yang lebih besar dari ukuran 2,09 nm. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran nanopartikel ZnO, maka semakin besar sifat antibakterinya. Tabel 2. Hasil uji zona inhibisi nanopartikel ZnO pada strain S. aureus.
Zona inhibisi pada S. aureus (mm)
d1=2,58 nm
d2=2,0 8 nm
d3=2,02 nm
11
13
14
Gambar 2. Zona inhibisi antibakteri nanopartikel ZnO pada strain S. aureus. (A) zona inhibisi antibakteri nanopartikel ZnO berdiameter rata-rata d1=2,57nm; (B) zona inhibisi antibakteri nanopartikel ZnO berdiameter rata-rata d2=2,08 nm; (C) zona inhibisi antibakteri nanopartikel ZnO berdiameter rata-rata d3=2,02 nm. Aktivitas antibakteria nanopartikel ZnO melibatkan reaksi fotokatalis yang dapat menghasilkan OH*, O2-* dan H2O2 (Gambar 3). Reaksi fotokatalis nanopartikel ZnO dalam menghasilkan oksidan bebas melibatkan bantuan sinar ultraviolet (UV) dan sinar tampak sehingga menghasilkan pasangan elektron dan hole. Fotoeksitasi pada nanopartikel ZnO menghasilkan lompatan elektron dari pita valensi ke pita konduksi. Oksidasi molekul H2O oleh hole menghasilkan gas hidrogen dan radikal hidroksil (OH*). Sedangkan elektron yang tereksitasi akan mereduksi molekul O2 membentuk anion superoksida (O2¯*). Jumlah oksidan bebas (OH*, O2-* dan H2O2) yang dihasilkan sangat besar apabila ukuran partikel ZnO berada pada orde nanometer oleh karena jumlah atom permukaan sangat besar. Davoudi et al. [13] melaporkan bahwa H2O2 mampu menginaktivasi sel bakteria, sehingga dapat menghambat pertumbuhan S. aureus.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 204
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 3. Reaksi Fotokatalis nanopartikel ZnO menghasilkan oksidan bebas (OH*, O2-* dan H2O2). Kesimpulan Penggunaan nanopartikel ZnO sebagai antibakteria telah diuji pada mikroorganisme strain S. aureus dengan menggunakan metode difusi cakram. Nanopartikel ZnO dengan ragam ukuran diameter rata-rata (d1=2,57nm; d2=2,08 nm; d3=2,02 nm) telah digunakan. Dari hasil pengukuran zona inhibisi yang diperoleh masing-masing ragam ukuran nanopartikel ZnO sebagai hasil aktivitas antibakterinya menunjukkan bahwa nanopartikel ZnO pada ukuran rata- rata 2,02 memiliki daya hambat lebih besar dibanding ukuran nanopartikel ZnO yang lain (2,02 nm > 2,09 nm > 2,57 nm). Hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran nanopartikel ZnO, semakin efektif dalam membunuh bakteri S. aureus. Ucapan terima kasih Ucapan terimakasih ditujukan kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DP2M) – DIKTI atas bantuan pendanaannya untuk melaksanakan kegiatan penelitian ini dan kepada Sanbe Farma yang telah menyediakan kultur bakteri S. aureus. Referensi [1] LI Youji, MA Mingyuan, WANG Xiaohu, WANG Xiaohua, “Inactivated properties of activated carbon supported TiO2 nanoparticles for bacteria and kinetic study”, Journal of Environmental Sciences 20, 1527–1533 (2008) [2] Sharma V., Shukla R.K., Saxena N., Parmar D., Das M., Dhawan A., “DNA damaging potential of zinc oxide nanoparticles in human epidermal cells”, Toxicol. Lett. 185, 211–218 (2009) [3] N. Padmavathy and R. Vijayaraghavan, “Mechanism of Interaction of nanocrystalline ZnO with microbes”, Journal of Biomedical Nanotechnology 7, 813-822 (2011) [4] Chang Y., Zhang M., Xia L., Zhang J. and Xing G, “The Toxic Effects and Mechanism of CuO and ZnO Nanoparticles”, Materials 2012, 5, 2850-2871 (2012) [5] Amin SA, Pazouki M, Hosseinnia A, “Synthesis of TiO2–Ag nanocomposite with sol–gel method and investigation of its antibacterial activity against E. coli”, Powder Technol 196, 241-245 (2009) [6] S. Pal, Y. K. Tak and J. M. Song, “Does the antibacterial activity of silver nanoparticles depend on the shape of the nanoparticle? A study of the gram-
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 205
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
negative bacterium Escherichia coli”, Appllied Environmental Microbiology 73, 1712-1720 (2007) Zaoutis, T.E., P. Toltzis, J. Chu, T. Abrams, M. Dul, J. Kim, K.L. McGowan and S.F. Coffin, “Clinical and molecular epidemiology of community-acquired methicillin resistant Staphylococcus aureus infections among children with risk factors for health care-associated infection: 2001–2003”, Pediatric Infectious Diseases Journal 25, 343–348 (2006) Fraunholz, Martin, Jörg Bernhardt, Jörg Schuldes, Rolf Daniel, Michael Hecker, and Bhanu Sinha. "Complete genome sequence of Staphylococcus aureus 6850, a highly cytotoxic and clinically virulent methicillin-sensitive strain with distant relatedness to prototype strains", Genome announcements 1 (5), e00775-13 (2013) Perez, Leandro Reus Rodrigues, Ana Lúcia Souza Antunes, Jéssica Weiss Bonfanti, Jaqueline Becker Pinto, Eliane Wurdig Roesch, Diógenes Rodrigues, and Cícero Armídio Gomes Dias, "Detection of Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus in Clinical Specimens from Cystic Fibrosis Patients by Use of Chromogenic Selective Agar", Journal of clinical microbiology 50 (7), 2506-2508 (2012) Hale P.S., Maddox L.M., Shapter J.G., Voelcker N.H., Ford M.J., dan Waclawik E.R., “Growth Kinetics and Modeling of ZnO Nanoparticles”, Journal of Chemical Education 82 (5), 775-778 (2005) Haiss W., Thanh N.T.K., Aveyard J., dan Fernig D.G.,“Determination of size and concentration of gold nanoparticles from UV-Vis spectra”, Analytical Chemistry 79 (11), 4215-4221 (2007) Kumbhakar P., Singh D., Tiwary C.S., dan Mitra A.K., “Chemical synthesis and visible photoluminescence amission from monodispersed ZnO nanoparticles”, Chalcogenide Letters 5 (12), 387-394 (2008) Davoudi M., Vakili T., Absalan A., Ehrampoush M. H., Ghaneian M. T., “Antibacterial Effects of Hydrogen Peroxide and Silver Composition on Selected Pathogenic Enterobacteria”, Middle-East Journal 13, 710-715 (2013)
Kapas Fernando Pasaribu* Prodi S1 Biologi Universitas Advent Indonesia [email protected]
Horasdia Saragih Dosen Fakultas Sains Hayati Universitas Advent Indonesia [email protected]
Donn Richard Ricky Dosen Fakultas Sains Hayati Universitas Advent Indonesia [email protected] *Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 206
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Pengaruh Ketebalan HfO2 dan Orientasi Substrat Terhadap Nilai Transmittansi Elektron pada Kapasitor MOS bermassa Isotropik dengan Menggunakan Pendekatan Fungsi Gelombang Airy Khairiah, Fatimah A. Noor, Mikrajuddin Abdullah, dan Khairurrijal Abstrak Pemodelan transmittansi pada makalah ini yakni pada kapasitor metal-oksidasemikonduktor (MOS) berbasis material konstanta dielektrik tinggi (high-k material) dengan menggunakan struktur n+Poly-Si/ HfO2/Trap/SiO2/Si bermassa isotropik. Lapisan HfO2/SiO2 berukuran nanometer yang digunakan sebagai gerbang oksida dalam kapasitor MOS tersebut. Penggunaan tersebut menyebabkan terbentuknya perangkap muatan pada antarmuka HfO2/SiO2. Hal ini merupakan permasalahan utama dalam penggunaan material high-k pada divais MOS karena dapat mempengaruhi kinerja divais. Transmittansi dimodelkan secara analitik dengan menggunakan pendekatan fungsi gelombang Airy. Pada makalah ini struktur yang digunakan adalah n+Poly-Si/HfO2/Trap/SiO2/Si dengan melihat pengaruh dari variasi ketebalan HfO2 dan orientasi substrat yang diberikan terhadap nilai transmittansi. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa HfO2 memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai transmittansi. Diperoleh pula bahwa orientasi substrat tidak berpengaruh pada nilai transmittansi tersebut. Kata kunci: Transmittansi, orientasi substrat, ketebalan HfO2, massa isotropik, fungsi Airy. Pendahuluan Piranti MOSFET adalah Transistor efek medan metal-oksida semikonduktor yang merupakan bagian terpenting dari rangkaian terintegrasi berskala sangat besar seperti pada mikroprosessor dan memori. MOSFET pertama dibuat dengan menggunakan substrat silicon yang dioksidasi secara termal. Piranti pertama memiliki panjang channel sepanjang 20 mikrometer dan ketebalan oksida sebesar 0,1 mikrometer. Penelitian MOSFET terus dikembangkan untuk memperoleh piranti yang lebih kecil lagi dengan karakteristik yang lebih baik [1]. Akibatnya, pengurangan ukuran dari MOSFET akan menyebabkan penyusutan lapisan SiO2 sampai berukuran nanometer. Hal ini akan menimbulkan hal yang tidak diinginkan di mana arus bocor yang besar akan timbul dan disipasi daya menjadi tinggi bila ketebalan SiO2 kurang dari 1,5 nm [2]. Pada makalah ini [3] telah dikembangkan pemodelan transmittansi elektron pada kapasitor metal-oksida-semikonduktor (MOS) berbasis material konstanta dielektrik tinggi (high-k material) dengan menggunakan struktur n+PolySi/HfO2/Trap/SiO2/Si bermassa isotropik. Lapisan HfO2/SiO2 berskala nanometer yang digunakan sebagai gerbang oksida dalam kapasitor MOS menyebabkan terbentuknya perangkap muatan pada antarmuka HfO2/SiO2. Hal ini merupakan salah satu masalah
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 207
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
utama dalam penggunaan material high-k pada divais MOS karena dapat mempengaruhi kinerja divais. Pada makalah ini menggunakan HfO2 sebagai material high-k. sehingga strukturnya menjadi n+Poly-Si/HfO2/Trap/SiO2/Si, dengan menvariasikan ketebalan dari HfO2 maka akan dilihat pengaruhnya terhadap nilai transmittansinya. Selain mevariasikan ketebalan dari HfO2 pada makalah ini juga dibahas perbandingan nilai substrat yang divariasikan antara lain Si(100), Si (110, dan Si (111) terhadap nilai transmittansi. Teori Pada kasus ini penggantian gerbang terobosan diperbolehkan asalkan tetap menjaga karakter elektriknya, yaitu kapasitansinya tetap sama besar. Gambar 1 adalah pemodelan kapasitor susunan seri dari HfO2 , Trap dan SiO2. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut 1 1 1 1 Ctotal Ca Cb Ct
(1.1)
Dimana C
A 0 d
(1.2)
C = kapasitansi kapasitor 0 = permitivitas ruang hampa = konstansta dielektrik tinggi d = ketebalan dari persamaan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penggantian material dibolehkan asal dapat menjaga nilai kapasitansinya. Dengan menggunakan material yang berkonstata dielektrik lebih besar maka ketebalan oksida terobosan dapat dibuat lebih kecil sehingga menyebabkan proses fabrikasi menjadi lebih mudah dan murah dan nilai kapasitansi besar. Dimana nilai konstanta dielektrik HfO2 adalah 25. [4]
+
HfO2
Trap
SiO2
n+ Poly-Si
p-Si
Gambar 1. Pemodelan kapasitor seri
Nilai potensial untuk setiap daerah pada kapasitor adalah
ISBN 978-602-19655-5-9
n+ Poly-Si/ HfO2 /trap/SiO2/Si
Hal. 208
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia 0 z t b a V z h bd1 a t ab z d d z t 1 a t a 2 t b a1 t b eVox
di mana,
z 0 0 z d1 d1 z d2 d2 z d3 z d3.
eVox
d1 t b d 2 d1 a b d3 d 2 a b
(1.3)
,
a dan b adalah ketinggian penghalang HfO2 dan SiO2, h adalah kedalaman perangkap muatan. Ketebalan HfO2, perangkap, dan SiO2 adalah d1, (d2-d1), dan (d3d2). 1 , 2 , and 3 adalah konstanta dielektrik HfO2, trap, dan SiO2, e adalah muatan elektron, dan Vox adalah tegangan oksida. V(z)
SiO2
n+Poly- Si
Reg 4
HfO2
z trap
p-Si Reg 5
Reg 1
Reg 2
Reg 3
Gambar 2 Profil potensial sebelum diberi tegangan bias.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 209
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
V(z)
SiO2 n+Poly- Si
HfO2
Reg 4
trap
z p-Si Reg 5
Reg 1
Reg 2
Reg 3
Gambar 3. Profil potensial sesudah diberi tegangan bias Pemberian tegangan bias akan mengakibatkan pengurangan lebar channel. Fungsi gelombang untuk masing-masing regional 1, 2, 3, 4 dan 5 dalam Gambar 3 adalah A exp(i1 ( z ) B exp( i1 ( z ) z 0 CA ( ( z ) DB ( ( z ) 0 z d1 i i z EAi ( ( z ) FBi ( ( z ) d1 z d 2 GA ( ( z ) HB ( ( z ) d 2 z d3 i i z d3 . I exp(i 5 z )
(1.4)
Pemodelan diawali dari persamaan Hamiltonian yang menggambarkan gerak elektron dalam material isotropik [5]. Untuk nilai orientasi masing-masing substrat tertera pada tabel di bawah ini. [6], [7], [8]. Tabel 1.1. Nilai orientasi substrat Si(100). Lembah L1
L2
L3
1,02 0 0 5,26 0 0 5,26 0 0
Si (100) 0 5,26 0 0 1,02 0 0 5,26 0
ISBN 978-602-19655-5-9
0 0 5,26 0 0 5,26 0 0 1,02
Hal. 210
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Tabel 1.2. Nilai orientasi substrat Si(110) Lembah L1
L2
L3
5,26 0 0 5,26 0 0 1,09 0 0
Si (110) 0 3,14 2,12 0 3,14 -2,12 0 5,26 0
0 2,12 3,14 0 -2,12 3,14 0 0 5,26
Tabel 1.3. Nilai orientasi substrat Si(111). Lembah L1
L2
L3
4,57 1,21 0,98 4,57 -1,21 0,98 2,46 0 -1,97
Si (111) 1,21 0,98 3,14 -1,70 -1,70 3,87 -1,21 0,98 3,14 1,70 1,70 3,87 0 -1,97 5,26 0 0 7,74
Hasil dan diskusi Perhitungan transmittansi dalam kapasitor n+Poly-Si/HfO2/trap/SiO2/Si(100) digunakan parameter sebagai berikut: a = 1.5 eV, b= 3.34 eV, d1= 2.5 nm, (d3-d2)= 0.5 nm, a = 13.5, and b = 3.9 [2]. Massa efektif elektron di dalam HfO2, perangkap, dan SiO2 digunakan sebesar as 0.20 m0, 0.35 m0, dan m0. Gambar 4 mengilustrasikan transmitansi elektron sebagai fungsi energi elektron untuk variasi ketebalan HfO2. Lebar perangkap (w) dan kecepatan fasa elektron (ve) adalah 0,1 nm dan 1x105 m/s. Dari gambar terlihat bahwa transmittansi meningkat seiring dengan bertambahnya energi elektron. Ketika ketebalan HfO2 ditambah (2.5nm, 5nm dan 7.5nm) maka nilai transimittansi berkurang.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 211
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 4. Hubungan antara Transmittansi dengan Energi Elektron dengan variasi ketebalan HfO2 Pengaruh variasi orientasi substrat antara Si (100), Si (110) dan Si (111), menunjukkan tidak adanya pengaruh dari perbedaan substrat yang digunakan yang ditunjukkan dalam Gambar 3. Kedalaman perangkap muatan digunakan sebesar 0,1 eV.
Gambar 5. Hubungan antara Transmittansi dengan energi Elektron untuk variasi nilai orientasi substrat. Kesimpulan Dalam paper ini telah dikembangkan pemodelan transmittansi elektron dalam struktur n+Poly-Si/HfO2/trap/SiO2/Si(100) bermassa isotropik dengan memvariasikan ketebalan dari HfO2 dan memvariasikan orientasi substrat. Diperoleh bahwa transmittansi cenderung membesar seiring dengan berkurangnya ketebalan HfO2 dan orientasi substrat tidak berpengaruh pada nilai transmittansi tersebut
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 212
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Ucapan terima kasih Penelitian ini didukung secara finansial oleh Hibah Desentralisasi DIKTI dan Riset Inovasi KK ITB tahun 2013. Referensi [1] Markus yogi Prayoga, “Simulasi Piranti n-MOSFET dengan Menggunakan Persamaan Differensial Parsial Pada Matlab”, Skripsi Institut Pertanian Bogor, (2001) [2] F. A. Noor, M. Abdullah, Sukirno, Khairurrijal, A. Ohta, and S. Miyazaki, “Electron and hole components of tunneling currents through an interfacial oxide-high-k gate stack in metal-oxide-semiconductor capacitors”, Journal of Applied Physics 108, 093711-1/4 (2010) [3] Khairiah, F. A. Noor, M. Abdullah, Khairurrijal, “Pemodelan Transmittansi Elektron pada Kapasitor MOS bermassa Isotropik dengan Menggunakan Pendekatan Fungsi Gelombang Airy”, Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS), (3-4 Juli 2013) [4] A.S. Aji, Yudi Darma, Khairiah, F. A. Noor, M. Abdullah, Khairurrijal, “Simulasi Kinerja Divais Memory berbasis Titik Kuantum Semikonduktor dengan Bahan Berdielektrik Tinggi sebagai Oksida Terobosan”, Prosiding Seminar Nasional Material (2012) [5] L. F. Mao, “The effects of the injection-channel velocity on the gate leakage current of nanoscale MOSFETs”, IEEE Electron Devices Letters 28(2), 161-163 (2007). [6] Lilik Hasanah, Khairurrijal, Mikrajuddin Abdullah, Toto Winata, and Sukirno, “Electron Transmittance at Si(110)/Si0.5Ge0.5/Si(110) Anisotropic Heterostructure with Bias Voltage for Incident Energy Lower than Potential Barrier”, ICMNS (2010) [7] Fatimah A. Noor,1) Mikrajuddin Abdullah, Sukirno, and Khairurrijal2), “Comparison of Electron Direct Transmittance and Tunneling Time of Si (100)/HfO2/Si(100) and Si (110)/HfO2/Si (110) Structures with Ultra-thin Trapezoidal Barrier”, Indonesian Journal of Physics Vol 18 No. 2 April 2007 [8] Fatimah Arofiati Noor, Mikrajuddin Abdullah, Sukirno, and Khairurrijal, “Analysis of Electron Direct Tunneling Current through Very-Thin Gate Oxides in MOS Capasitors with the Parallel-Perpendicular Kinetic Energy Components and Anisotropic Masses”, Brazilian Journal of Physics, vol. 40, no. 4, December, 2010
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 213
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Khairiah Kelompok Keahlian Fisika Material Elektronik Institut Teknologi Bandung e-mail: [email protected] Fatimah A. Noor* Kelompok Keahlian Fisika Material Elektronik Institut Teknologi Bandung e-mail: [email protected] Mikrajuddin Abdullah Kelompok Keahlian Fisika Material Elektronik Institut Teknologi Bandung e-mail: [email protected] Khairurrijal Kelompok Keahlian Fisika Material Elektronik Institut Teknologi Bandung e-mail: [email protected]
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 214
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP melalui Penerapan Metode IMPROVE Lidya Wea*, Louise M. Saija, dan Kartini Hutagaol Abstrak Penelitian ini berfokus pada upaya untuk melihat peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa SMP sebagai akibat dari Metode IMPROVE. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen, dengan subjek (sampel) yang dipilih secara acak dari kelas VIII SMPN 10 CIMAHI, Bandung Barat, yang terdiri dari 2 kelas, kelas eksperimen dan kelas kontrol. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan komunikasi matematis berbentuk uraian. Analisis data menggunakan uji perbedaan dua rata-rata sampel independen. Untuk mengetahui kemampuan, pola jawaban dan strategi yang digunakan oleh siswa dalam mengkomunikasikan masalah dilakukan analisis terhadap hasil pekerjaan siswa. Dari hasil analisis data dengan menggunakan statistik uji-t pada tingkat signifikansi = 0,005 diperoleh bahwa pengajaran dengan menggunakan metode IMPROVE menghasilkan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Mengacu kepada hasil ini, disimpulkan bahwa pembelajaran metode IMPROVE lebih efektif digunakan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dibanding dengan pembelajaran konvensional. Kata-kata kunci: Metode IMPROVE, Kemampuan Komunikasi Matematis, Siswa SMP Pendahuluan Rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa dapat di kategorikan masih rendah oleh karena umumnya kegiatan pembentukan pola berfikir siswa pada Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dalam pembelajaran berlangsung secara biasa [1]. Permasalahan tersebut mampu dihadapi dengan pengertian cara menganalisa pembelajaran dan bagaimana pendidik menyalurkan pembelajaran dengan cara yang tidak biasa. Tujuannya adalah seperti menurut National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) bahwa diharuskan program pengajaran matematika mulai dari play group sampai pada tingkat mengengah atas hendaknya memampukan siswa untuk: 1) Mengorganisasikan dan mengkonsilidasikan pemikiran matematis siswa melalui komukasi. 2) Mengkomunikasikan pemikiran matematis mereka secara jelas kepada teman sebaya, guru, ataupun lainya. 3) Menganalisis dan mengevaluasi pemikiran dan strategi matematis yang diutarakan oleh orang lain. 4) Menggunakan bahasa matematika untuk mengungkapkan ide-ide matematis secara tepat [2]. Kemampuan komunikasi adalah kemampuan yang sangat penting untuk dimiliki oleh siswa, oleh karena manfaatnya dalam mengaktifkan kelas dan tujuan dalam pembelajaran matematika [3]. Dalam peraktek secara langsung apabila mentransfer pembelejaran matematika kepada siswa, guru hendaknya lebih memilih berbagai variasi pendekatan, strategi, metode dan model yang sesuai dengan situasi sehingga tujuan pembelajaran yang telah direncanakan akan tercapai dengan baik. Bantuan pendidik pada saat
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 215
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
berlangsungnya aktivitas belajar-mengajar adalah adanya kemampuan pendekatan dan metode pembelajaran yang mendukung berlangsungnya pembelajaran. [4]. Khususnya pendidik harus memiliki cara berkomunikasi yang baik dan bagaimana cara membangun komunikasi yang berlangsung di kelas, baik pada siswa ke siswa, guru kepada siswa dan sebaliknya dalam memecahan persoalan melalui soal yang didapat. Salah satu metode pembelajaran yang jarang terdengar di Indonesia adalah Metode IMPROVE (introducing the new concepts, metacognitive questioning, practicing, reviewing and reducing difficulries, Obraining mastery, Verification and Enrichment) yang merupakan suatu metode yang mendukung adanya kemampuan komunikasi serta merupakan metode pembelajaran yang inovatif digunakan untuk membantu siswa pada pengembangan berbagai keterampilan matematikanya [5]. Teori Penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dengan metode IMPROVE, oleh karena itu berikut adalah teori tentang kemampuan komunikasi matematis dan metode IMPROVE. Kecendrungan yang biasa terjadi didalam kelas seperti kepada siswa yang terbiasa menerima materi dan penjelasan dari guru secara monoton dan tinggal menerapkan ilmu yang di dapat dari guru, tanpa perlu mengetahui bagaimana proses ilmu pengetahuan tersebut berasal, bisa ditemukan, dan mengapa bisa seperti itu proses terjadi dan akibatnya. [6]. Siswa seharusnya menjadi suatu subjek yang berarti bahwa, siswa menjadi pusat segala aktivitas dalam kegiatan suatu pembelajaran, dan guru tetap memiliki peran sebagai seorang fasilitator atau motivator didalam kelas (student-centered). Menyadari pentingnya suatu teknik pembelajaran yang menekankan pada siswa aktif dengan berbekal kemampuan matematika, diharapkan siswa dapat menerapkan matematika pada disiplin yang lebih baik, serta dapat menyelesaikan masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut dapat terwujud melalui suatu bentuk pembelajaran yang menanamkan kesadaran metakognisi siswa [7]. Berdasarkan perkembangan kognitifnya pada siswa SMP yang mulai menginjak tahap berfikir formal, penelitian tertarik mengunakan pengaruh Metode IMPROVE terhadap Perkembangan kognitif siswa SMP. Pada penelitian ini penulis mencoba melakukan penelitian berdasarkan kategori kelas, yaitu kelas berkategori baik dan kelas berkategori sedang. Pembelajaran dengan Metode IMPROVE terdiri dari tujuh tahap yang berkaitan. Metode IMPROVE merupakan singkatan dari semua langkah-langkah dalam pengajaran, yaitu: tahap pertama Introduction the new concepts yaitu pendidik menjelaskan terlebih dahulu tentang materi yang akan dipelajari secara umum, dan berusaha menciptakan lingkungan belajar yang kondisif bagi siswa untuk dapat belajar secara aktif. Tahap kedua Metacognitive questioning yaitu pendidik memberikan pertanyaan-pertanyaan metakognitif. Pertanyaan-pertanayaan tersebut dapat berupa : pertanyaan pemahaman masalah, pertanyaan tentang pengembangan hubungan antara pengetahuan lalu dan sekarang, pertanyaan menggunakan strategi penyelesaian masalah yang tepat dan pertanyaan refleksi pada saat menyelesaikan masalah, serta dapat mengembangkan komunikasi siswa pada matematika. Tahap ketiga Practicing yaitu pada bagian ini guru memberikan latihan kepada siswa untuk
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 216
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
mengasah kemampuan metakognitifnya. Tahap keempat Reviewing yaitu merivew masalah dan mereduksi kesulitan yang dihadapi dapat dilakukan dengan diskusi di kelas. Tahap kelima Obtaining mastery yaitu pada tahapan ini pada akhirnya dapat dilihat apakah tujuan pembelajaran telah tercapai atau belum. Tahap keenam Verification yaitu dilakukan tes untuk melihat apakah siswa sudah menguasai materi atau belum. Tahap ketujuh Enrichment and remedial yaitu bagi siswa yang belum menguasai materi dilakukan remedial, sedangkan yang sudah menguasai materi mendapatkan materi pengayaan [8]. Metode Penelitian Sampel Sampel penelitian ini adalah SMP Negeri 10 Cimahi, Bandung Barat. Jumlah sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Jumlah kelompok eksperimen adalah 37 orang yang terdiri dari 12 orang lakilaki dan 26 orang perempuan. Jumlah kelompok kontrol adalah 39 orang yaitu 12 orang laki-laki dan 27 orang perempuan. Sampel ini dibuat dengan teknik purposive sampling yaitu sampel ditentukan sesuai dengan tujuan penelitian. Disain Eksperimen Materi pembelajaran yang dipilih untuk diajarkan pada penelitian ini adalah sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV). Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa yang terdiri dari lima soal yang sudah diuji validitasnya. Soal-soal yang dibuat disesuaikan dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator kemampuan komunikasi matematis. Instrumen tersebut diberikan kepada siswa sebelum perlakuan dilakukan (pretest) dan sesudah perlakuan (posttest). Selama penelitian kelompok eksperimen akan diberi perlakuan metode pembelajaran IMPROVE, sedangkan kelompok kontrol diberi pembelajaran biasa. Yang perlu diperhatikan adalah postest berlangsung sama dengan pretest berlangsung agar hasilnya tidak bias. Setelah data pretest dan posttest dikumpulkan, lakukanlah perhitungan statistik. Metode IMPROVE Tahap Metode IMPROVE ,yaitu: tahap pertama Introduction the new concepts yaitu pendidik menjelaskan terlebih dahulu tentang materi persamaan linear satu variabel (PSLV), sehingga siswa mempunyai gambaran tentang apa saja yang akan mereka pelajari termasuk juga tujuan-tujuan yang ingin dicapai dari pembelajaran tersebut. Tahap kedua Metacognitive questioning yaitu pendidik memberikan pertanyaan-pertanyaan metakognitif yang berupa apa, mengapa, dan bagaimana. Tahap ketiga Practicing yaitu memberikan latihan kepada siswa untuk mengasah kemampuan metakognitifnya. Tahap keempat Reviewing yaitu merivew masalah dan mereduksi kesulitan yang dihadapi dapat dilakukan dengan diskusi di kelas. Tahap kelima Obtaining mastery yaitu dapat dilihat apakah tujuan pembelajaran telah tercapai atau belum. Tahap keenam Verification yaitu dilakukan tes seputar materi yang diajarkan untuk melihat apakah siswa sudah menguasai materi atau belum. Tahap ketujuh Enrichment and remedial yaitu bagi siswa yang belum menguasai materi dilakukan remedial, sedangkan yang sudah menguasai materi mendapatkan materi pengayaan.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 217
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Analisis Statistik Data dari hasil pretest dan posttest akan dianalisis data gain ternormalisasi dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol untuk mengetahui peningkatan nilai masing-masing siswa sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan. Setelah itu dilakukan uji normalitas dari hasil gain ternormalisasi untuk mengetahui apakah sebaran normal atau tidak. Kemudian menghitung homogenitas kedua kelompok untuk mengetahui apakah kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memiliki variansi yang sama (homogen). Dan yang terakhir ialah melakukan uji-t pada tingkat signifikansi = 0.05 untuk melihat perbedaan rata-rata signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Perhitungan statistik juga dilakukan dengan applikasi SPSS (versi 17.00). Hasil dan diskusi Tabel 1. Deskritif statistik kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Descriptive Statistics Mean Std. Error mean Std. Deviation Variance Skewness Std. Error Skewness Kurtosis Std. Error Kurtosis Minimum Maximum
kelompok kontrol pretest Posttest 12.7027 20.5405 0.53534 0.43253 3.25632 2.63095 10.604 6.922 -0.25 -0.126 0.388 0.388 -1.053 -0.152 0.759 0.759 7 14 17 26
kelompok Eksperimen pretest Posttest 11.4865 21.8378 0.70564 0.4955 4.29225 3.01398 18.423 9.084 0.236 0.789 0.388 0.388 -1.713 -0.233 0.759 0.759 7 17 17 28
Tabel 2. Deskriptif statistik gain ternormalisasi kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Descriptive Statistics Mean
Gain Ternormalisasi kelompok kontrol 0.4988417
kelompok Eksperimen 0.6150892
0.02989178
0.03551161
0.18426532 0.034 0.197 0.383 -0.722
0.21600867
Std. Error mean Std. Deviation Variance Skewness Std. Error Skewness Kurtosis
0.047 -0.056 0.388 -0.388
Std. Error Kurtosis Minimum
0.75
0.759
0.18182
0.18182
Maximum
0.85714
1
Dari Tabel 1 menunjukan data pretest dan posttest, dicari gain ternormalisasi untuk dapat menguji normalitas distribusi data. Tabel 2 akan menunjukkan tambahan penjelasan bahwa rata-rata gain ternormalisasi berdasarkan tabel-tabel di atas telah menjelaskan bahwa rata-rata Kemampuan komunikasi matematis awal siswa pada kedua kelas hampir sama, namun setelah diberlakukan metode IMPROVE pada
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 218
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
pembelajaran dalam kelas maka rata-rata kedua kelas tidak sama, melainkan rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat perlakuan (metode IMPROVE) lebih tinggi daripada kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional. Data gain ternormalisasi yang digunakan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Hipotesisnya adalah H0: data berdistribusi normal akan diterima jika sig. = 0.05. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kelompok kontrol dan kelompok eksperimen adalah berdistribus normal (H0 diterima). Selanjutnya adalah uji homogenitas dengan bentuk hipotesisnya adalah H0: varians kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sama akan diterima jika sig. = 0.05. Dengan menggunakan test levene didapati bahwa varians kelompok kontrol dan kelompok eksperimen tidak sama besar (H0 ditolak). Aspek kemampuan
Gain Ternormalis asi
Kelas menggunak an metode pembelajar an konvesional menggunak an metode IMPROVE
Kolmogoro a v-Smirnov 0.104
0.108
Sig. .200
Kesimp ulan
keterang an
*
.200 *
Ho diterim a Ho diterim a
Normal
Normal
Tabel 3. Uji normalitas distribusi data kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dan uji homogenitas. Kerena data kelompok kontrol dan kelompok eksperimen berdistribusi normal, maka uji yang digunakan untuk mengetahui apakah ada pembelajarn dengan metode IMPROVE memberikan pengaruh yang baik terhadap kemampuan komunikasi matematis adalah uji-t. Bentuk hipotesis untuk uji-t ini adalah H0: pembelajaran dengan metode IMPROVE tidak memberikan pengaruh yang baik terhadap kemampuan komunikasi matematis. H0 akan diterima jika sig. 0.05. Berdasarkan hasil uji-t pada Tabel 4, menunjukkan bahwa nilai sig. = 0.00 artinya H0 ditolak. Ternyata walaupun gain ternormalisasinya tergolong rendah, namun pembelajaran dengan metode IMPROVE memberikan pengaruh yang baik terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Tabel 4. Hasil t-test dengan varians yang tidak sama.
Gain
Equal variances assumed
t -2.51
df 73
Sig.(2ta iled) 0.014
Mean Difference -0.116
Std. Error Difference 0.046
Lower -0.209
Upper -0.024
Kesimpulan Mengacu pada data hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa metode pembelajaran introducing the new concepts, metacognitive questioning, practicing, reviewing and reducing difficulries, Obraining mastery, Verification and Enrichment
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 219
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
(IMPROVE) memberikan pengaruh yang lebih baik untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa SMP sebanyak 97%. Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Universitas Advent Indonesia yang atas bantuan dana yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti seminar kontribusi fisika (SKF) 2013 sebagai pembicara. Referensi [1] T. Herman, “Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menegah Pertama”, Journal Educationist No. I Vol. I Januari 2007 [2] N. Ita, “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatife Tipe Two Stray – Two Stray untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP”,Skripsi, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 2012 [3] D. Syamsuduha, “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Berbantuan Program Geometer’s Sketchpad Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa SMP”, Tesis pada Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 2010 [4] Suharsimi Arikunto, “Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan”, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 2009 [5] U. Sumarmo, “Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan Karakter”. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Volume 1, Tahun 2011, ISBN 978-602-19541-0-2, 2011 [6] L.L. Tarigan, “Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing”, Skripsi pada program sarjana pendidikan Universitas Advent Indonesia, Bandung, 2013 : [Tidak diterbitkan] [7] R.J. Marzano, ”A Theory Based Meta-analysis of Research on Instruction”, Tersedia: www.mcrel.org/PDF/Instruction/5982RR_InstructionMeta_Analysis.pdf.1998 [diakses 20 juni 2013] [8] Z. R. Mavarech, and B. Kramarski, “IMPROVE: A Multidimensional Method for Teaching Mathematics in Heterogeneous classroom”. American Educational Reasearch Journal, 34(2) (1997)
Lidya Wea* Education Faculty of Mathematics Universitas Advent Indonesia [email protected]
Louise M. Saija Education Faculty of Mathematics Universitas Advent Indonesia [email protected]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 220
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Kartini Hutagaol Education Faculty of Mathematics Universitas Advent Indonesia [email protected]
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 221
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Menurunkan Tekanan Darah Penderita Hipertensi dengan Menggunakan Aroma Kayu Manis (Cinnamon) Marta Novita Oktarina*, Sapti Widiarti dan Nurhayati Siagian Abstrak Tekanan darah penderita hipertensi telah dapat diturunkan dengan menggunakan aroma kayu manis (cinnamon). Ekstrak kayu manis yang sudah diolah menjadi bubuk sehingga menghasilkan aroma yang menyenangkan. Terapi aroma diberikan selama 30 menit kepada 25 orang anggota sampel yang menderita hipertensi di dalam suatu ruang pada temperatur 25-260C dan kelembapan 50-60%. Sebelum terapi aroma diberikan, tekanan darah anggota sampel terlebih dahulu diukur sebagai data awal. Setelah 30 menit pemberian terapi, tekanan darah anggota sampel kembali diukur 10 menit setelah terpapar aroma kayu manis sebagai data akhir. Statistik uji-t digunakan untuk menguji perbedaan dua nilai rata-rata tekanan darah (rata-rata tekanan darah sebelum perlakuan dan rata-rata tekanan darah sesudah perlakuan). Dari hasil pengujian diperoleh bahwa sistol sesudah pemberian aroma kayu manis menurun secara signifikan dibandingkan dengan sistol sebelum pemberian aroma. Hal yang sama juga terjadi pada diastol. Kata-kata kunci: Hipertensi, aroma terapi, kayu manis (cinnamon).
Pendahuluan Departemen Kesehatan Republik Indonesia melaporkan bahwa pada tahun 2007 penduduk Indonesia terserang penyakit hipertensi sebanyak 31,7%. Persentasi ini diperkirakan akan meningkat dari tahun ke tahun karena oleh berbagai faktor, terutama oleh pola hidup yang tidak baik. Hipertensi dapat mengakibatkan serangan jantung, gangguan ginjal, stroke, dan bahkan dapat berakibat pada kematian [1]. Untuk mencegah terjadinya hipertensi beberapa tindakan sering dilakukan seperti melakukan terapi. Tekanan darah normal pada orang sehat adalah berada pada kisaran sistol 120 mmHg/ diastole 80 mmHg yang lazim ditulis sebagai 120/80 mmHg. Jika tekanan darah lebih besar dari nilai-nilai tersebut maka seseorang dinyatakan terkategori penderita hipertensi [2]. Teori Penyakit hipertensi dapat berujung pada terjadinya stroke dan kanker darah [5]. Hipertensi pada usia di atas umur 71 sangat beresiko tinggi pada kematian karena sangat susah untuk diobati. Hipertensi juga dapat menyebabkan berbagai penyakit krosnis lainnya, salah satu yang paling ditakuti adalah komplikasi terhadap serangan jantung [6]. Kekurangan yang paling mendasar pada kasus ini adalah kesadaran penderita hipertensi yang rendah dalam pengecekan kesehatan mereka secara rutin dan tepat waktu [7]. Terkadang para penderita hipertensi juga sering mengalami gangguan mental karena sering cemas atau takut akan penyakit yang dialaminya [8].
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 222
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Untuk mengatasi masalah tingginya tekanan darah pada penderita hipertensi, pendekatan terapi aroma baik untuk dilakukan. Bahan-bahan yang umum digunakan dalam terapi aroma adalah berasal dari tumbuh-tumbuhan, baik dari bunga, batang maupun daun yang sarinya diekstrak melalui proses penyulingan. Sari ini diuapkan dengan berbantuan bahan lain sehingga menghasilkan aroma yang sangat menyenangkan. Secara umum terapi aroma dilakukan dengan cara penguapan sari ekstrak tersebut dengan memakai tungku yang dipanaskan yang akhirnya menghasilkan uap aroma yang dapat langsung dihirup [9]. Kayu manis memiliki kandungan senyawa kimia: etil sinamat, betakarofilen, linalool dan metilkavikol, cinnzelanol, kumarin, benzil, benzoate dan felandren [10]. Kayu manis saat ini sudah banyak digunakan sebagai obat herbal yang dapat membantu menyembuhkan beberapa penyakit, diantaranya: gangguan pada sistem pencernaan, gangguan pada sistem kekebalan tubuh dan gangguan pada kualitas tidur [11]. Dalam hal ini kayu manis dijadikan sebagai bahan konsumsi. Aroma kayu manis sangat diminati oleh banyak orang karena keharumannya. Dengan demikian aroma kayu manis untuk tujuan penyembuhan suatu panyakit berpotensi untuk digunakan [12]. Salah satu kandungan kayu manis yang diketahui banyak manfaatnya adalah linalool. Dilaporkan bahwa linalool memiliki pengaruh menenangkan, dapat menginduksi hypothermia dan dapat menambah lamanya tidur [13]. Efek penenangan dapat berujung pada menurunnya tekanan darah. Namun penggunaan terapi aroma kayu manis terhadap penurunan tekanan darah, belum ada dilaporkan oleh peneliti. Oleh karena itu, melalui terapi aroma kayu manis adalah cara yang mudah, efektif dan efisien untuk dilakukan. Hasil dan diskusi Deskripsi statistik nilai tekanan darah (sistol maupun diastol) yang diperoleh sebelum pemberian dan sesudah pemberian aroma kayu manis kepada ke-25 anggota sampel didaftarkan pada Tabel 1. Dari hasil yang ditunjukkan pada tabel 1 terlihat bahwa terdapat perbedaan antara nilai rata-rata sistol sebelum pemberian aroma kayu manis dan nilai rata-rata sistol sesudah pemberian aroma kayu manis. Nilai rata-rata sistol sebelum pemberian kayu manis adalah 160,27±2,99 sedangkan nilai rata-rata sistol sesudah pemberian aroma kayu manis selama 30 menit adalah 153,23±3,03. Hal yang sama terjadi pada nilai rata-rata diastol, dimana nilai rata-rata diastol sebelum pemberian aroma kayu manis adalah 97,34±1,90 dan nilai rata-rata diastole sesudah pemberi adalah 92,00±1,52. Perbedaan yang terjadi pada nilai rata-rata tekanan darah ini menunjukkan tren penurunan. Artinya, terjadi penurunan tekanan darah pada anggota sampel setelah menghirup aroma kayu manis selama 30 menit. Namun, signifikansi perbedaan ini perlu diuji sebagaimana akan dilakukan selanjutnya. Dari jumlah anggota sampel sebanyak 25 orang, diperoleh nilai skewness masing-masing variable (sistol dan diastol sebelum dan sesudah perlakuan) adalah tidak nol. Hasil ini memberikan informasi bahwa data tidak terdistribusi normal secara simetris. Oleh karena itu uji normalitas distribusi data diperlukan untuk membuktikannya. Pola distribusi data untuk masing-masing variable memiliki pola miring (skewed) yaitu miring ke arah kanan sebagaimana ditunjukkan oleh nilai kemiringannya (skewness) yang positif.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 223
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Tabel 1. Deskripsi Statistik Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik. Deskripsi Stastistik Jumlah Sampel Mean Std. Error of Mean Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis Minimum Maximum
Sistol Pre 160 2.9 15,2 232 1.3 0.4 3.3 0.8 141 210
Sistol Post 25 153, 3.0 15,4 239 1.5 0.4 3.8 0.8 135. 205.
Diastol Pre 97.3 1.9 9.6 93 .97 0.4 -0.3 0.8 86 115.
Diastol Post 92. 1.5 7.7 60 0.7 0.4 0.4 0.8 79 110.
Distribusi data yang menceng kanan ini menjelaskan bahwa jumlah anggota sampel yang memiliki nilai sistol maupun diastole yang relatif rendah lebih besar dibandingkan dengan yang memiliki nilai sistol maupun diastole yang relatif tinggi. Atau dengan kata lain, jumlah anggota sampel yang memiliki tekanan darah yang relatif rendah diukur dari tekanan darah rata-rata, lebih banyak dibandingkan dengan jumlah anggota sampel yang memiliki tekanan darah yang relatif tinggi. Keragaman (variance) tekanan darah anggota sampel, baik sistol maupun diastole sebelum dan sesudah pemberian aroma kayu manis, yang adalah kuadrat dari simpangan baku (standard deviation), menunjukkan nilai yang relatif besar yaitu 232,685 (sistol sebelum pemberian aroma kayu manis); 239,305 (sistol sesudah pemberian aroma kayu manis); 93,915 (diastol sebelum pemberian aroma kayu manis); dan 60,640 (diastol sesudah pemberian aroma kayu manis). Artinya, tekanan darah anggota sampel (sistol maupun diastole, sebelum maupun sesudah pemberian aroma kayu manis), sangat beragam. Besarnya keragaman ini dapat difahami sebagai akibat dari besarnya rentang sebaran nilai yang dimiliki oleh masing-masing variabel, sehingga membangun ruang yang lebar terhadap simpangan data diukur dari nilai rata-rata. Tabel 2. menunjukkan hasil uji normalitas distribusi nilai tekanan darah (sistolik dan diastolik) sebelum dan sesudah pemberian aroma kayu manis. Hasil uji menggunakan statistic Kolmogorov-Smirnov diperoleh bahwa data sistolik sebelum dan sesudah pemberian aroma kayu manis, dan juga data diastolic sebelum dan sesudah pemberian aroma kayu manis, semuanya berdistribusi normal. Hal ini ditunjukkan oleh nilai sig. yang diperoleh dari hasil perhitungan dimana adalah lebih besar dari nilai α.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 224
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Tabel 2. Tekanan Darah Sistol dan Diastol Sebelum dan Sesudah Perlakuan. Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov Sistol_Sebelum_Perlakuan Sistol_Sesudah_Perlakuan Diastol_Sebelum_Perlakuan Diastol_Sesudah_Perlakuan
Statistic 0.147 0.148 0.212 0.154
Df 25 25 25 25
Sig. 0.153 0.145 0.052 0.116
Tabel 3 menunjukkan hasil uji beda dua nilai rata-rata, yaitu rata-rata nilai sistol sebelum pemberian aroma kayu manis dengan rata-rata nilai sistol sesudah pemberian aroma kayu manis dengan menggunakan uji-t berpasangan. Dari hasil uji beda dua nilai rata-rata ini diperoleh bahwa nilai sig. lebih kecil dari nilai α. Nilai sig. yang diperoleh adalah 0,000 sementara nilai α adalah 0,05. Artinya, terjadi perbedaan yang signifikan secara statistik antara nilai rata-rata sistol sebelum pemberian aroma kayu manis dengan nilai rata-rata sistol sesudah pemberian aroma kayu manis. Nilai rata-rata perbedaannya adalah 7,04±1,04. Sebagaimana telah diterangkan di atas dimana nilai rata-rata sistol sebelum pemberian kayu manis adalah 160,27±2,99 sedangkan nilai rata-rata sistol sesudah pemberian aroma kayu manis selama 30 menit adalah 153,23±3,03. Mengacu kepada nilai-nilai ini dan mengacu kepada hasil uji beda yang ditunjukkan pada tabel 3, maka dinyatakan bahwa terjadi penurunan tekanan darah (sistol) pada anggota sampel setelah menghirup aroma kayu manis selama 30 menit, yaitu dari 160,27±2,99 ke 153,23±3,03. Tabel 3. Uji Beda Dua Nilai Rata-rata Sistol dengan Uji-t Berpasangan. Paired Samples Test Paired Differences Std. Std. Error Deviation Mean Mean Sistolik_Sebelum_Perlakuan Sistolik_Sesudah_Perlakuan
7.03846
5.31022
t
1.04142
Sig. (2tailed)
df
6.759
25
0.000
Tabel 4. Uji Beda Dua Nilai Rata-rata Diastol dengan Uji-t Berpasangan. Paired Samples Test Paired Differences Std. Std. Error Mean Deviation Mean Diastolik_Sebelum_Perlakuan Diastolik_Sesudah_Perlakuan
ISBN 978-602-19655-5-9
5.346
5.614
1.101
t 4.856
df 25
Sig. (2tailed) 0.000
Hal. 225
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Diharapkan Tabel 4 menunjukkan hasil uji beda dua nilai rata-rata diastole sebelum pemberian aroma kayu manis dan rata-rata nilai diastol sesudah pemberian aroma kayu manis dengan menggunakan uji-t berpasangan. Dari hasil uji beda dua nilai rata-rata ini diperoleh juga bahwa nilai sig. lebih kecil dari nilai α. Nilai sig. yang diperoleh adalah 0,000 sementara nilai α adalah 0,05. Artinya, juga terjadi perbedaan yang signifikan secara statistik antara nilai rata-rata diastol sebelum pemberian aroma kayu manis dengan nilai rata-rata diastol sesudah pemberian aroma kayu manis. Nilai rata-rata perbedaannya adalah 5.346±1.101. Sebagaimana juga telah diterangkan di atas dimana nilai rata-rata diastol sebelum pemberian kayu manis adalah 97,34±1,90 dan nilai rata-rata diastole sesudah pemberian kayu manis adalah 92,00±1,52. Mengacu kepada nilai-nilai ini dan mengacu kepada hasil uji beda yang ditunjukkan pada tabel 4, maka dinyatakan bahwa terjadi penurunan tekanan darah (diastol) pada anggota sampel setelah menghirup aroma kayu manis selama 30 menit, yaitu dari 97,34±1,90 ke 92,00±1,52. Mengacu kepada beberapa referensi yang ada bahwa penurunan tekanan darah yang terjadi terkait dengan penghirupan aroma kayu manis ini dapat diterangkan berikut ini. Bahwa linalool yang merupakan salah satu zat memiliki sifat menenangkan masuk ke sistem persarafan dan akan diikat oleh reseptor GABA. Linalool yang diikat oleh reseptor GABA akan menghambat glutamate yang dilepaskan dari neuron lain di synapsis sehingga informasi yang masuk ke neuron tidak banyak sehingga otak mendefenisikan suasana dalam keadaan tenang. Akhirnya jantung tidak dipacu secara cepat. Selanjutnya sebagai hasilnya tekanan darah menjadi menurun. Frekuensi denyut jantung ditentukan oleh otak, karena salah satu fungsi otak adalah sebagai pengendali organ, salah satunya adalah jantung [14]. Kesimpulan Dari hasil analisis data tekanan darah, baik sistol maupun diastol, dengan menggunakan uji beda dua nilai rata-rata diperoleh bahwa ditemukan perbedaan yang signifikan secara statistik antara nilai rata-rata sistol dan diastol sebelum pemberian aroma kayu manis dengan nilai rata-rata sistol dan diastole sesudah pemberian aroma kayu manis. Perbedaan yang terjadi adalah disebabkan oleh terjadinya penurunan tekanan darah (sistol dan diastol) pada anggota sampel setelah menghirup aroma kayu manis selama 30 menit. Mengacu kepada hasil yang diperoleh ini menginformasikan bahwa aroma kayu manis dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah (sistol dan diastol) pada penderita hipertensi. Referensi [1] Mc Grane M.M., 2011. Dairy comsumption blood pressure and risk of hipertension: An evidence-based review of recent literature. Curr. Cardiovasc. Risk Rep. Salud Publica De Mexico Vol. 55 No. 5 hal. 493. [2] Salehnejad G., Aliranmaei N. dan Naderi A., 2013. Study of Relationship Between High Blood Pressure and Clinical Markers and Individual Cerebro Vascular Accident in Clients that Referred to Towhid Hospital in Sanandaj (Kurdistan of Iran) in 2010. Life Science Journal Vol.10 hal. 441-450. [3] Fava C., Sjogren M. dan Melander O., 2013. Prediction of Blood Pressure Changes Over Time and Incidence of Hypertension by a Genetic Risk Score in Swedes. Hypertension Vol. 61 No. 2 hal. 319-26.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 226
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
[4] Chien L.W., Ceng S.L. dan Chi F.L., 2012. The effect of lavender aromatherapy on autonomic nervous system in middle woman with insomia. Journal of Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine Vol. 20 hal. 1-9. [5] Mancia G., 2013. Ambulatory Central Blood Pressure: A New Opportunity for Mechanistic and Clinical Cardiovascular Research. Journal of the American Heart Association Vol. 61 hal. 1148-1149. [6] Niiranen T. J., Asayama K. dan Staesen, J. A., 2013. Outcome-Driven Thresholds for Home Blood Pressure Measurement: International Database of Home blood pressure in relation to Cardiovascular Outcome. Journal of the American Heart Association Vol. 61 No.1 hal. 27-34. [7] Jung Jung D., Cha Y.J., Kim E.S., Ko G .II., Jee S.Y., 2013. Effect of ylang-ylang aroma on blood pressure and heart rate in healthy men. Journal of Exercise Rehabilitation Vol .2 No. 9 hal. 250-255. [8] Goldstein F.C., Levey A.I. dan Steenland N. K., 2013. High Blood Pressure and Cognitive Decline in Mild CognitiveImpairment. Journal compilation The American Geriatrics Society Vol. 61 No. 1 hal. 67-73 [9] McLean R.M, Williams S. dan Parnell W.R., 2013. Blood pressure and hypertension in New Zealand: results from the 2008/09 Adult Nutrition Survey. Journal of the New Zealand Medical Vol. 126 No. 1372 hal. 1175-8716. [10] Khaki A., Nouri M. dan Khaki A.A., 2013. Remedial Effect of Cinnamon Zeylanicum on serum anti-oxidants levels in male diabetic. Rat. Arash Life Science Journal Vol. 10 No. 4 hal. 100. [11] Fathiazad F., Khaki A. dan Khaki A.A., 2013. Effect of Cinnamon Zeylanicum on serum Testosterone and anti-oxidants levels in Rats International. Journal Women’s Health Reproduction Sci. Vol. 1 No. 1 hal. 2330-4456. [12] Buchbauer G., 2004. U¨ berbiologi sche Wirkungen von Duftstoffen und a¨ therischen O’ len. Wiener medizini sche Wochenschrift Vol.154 No. 21–22 hal. 539–547. [13] Buckle J., 2001. Aromatherapy and Diabetes. Diabetes Spectrum Vol. 4 No. 3 hal. 124-126. [14] Whiting P.J., 2003. GABA-A receptor Subtypes in the Brain: a Paradigm for CNS Drug Discovery. Journal Drug Discovery Today Vol. 8 No.10 hal.445-450. Martha Novita Oktarina Faculty of Nursing Universitas Advent Indonesia [email protected] Sapti Widiarti Faculty of Nursing Universitas Advent Indonesia Nurhayati Siagian Faculty of Nursing Universitas Advent Indonesia *
Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 227
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Potensi Kearifan Lokal Khas Sumatera Selatan Dalam Pengembangan Materi Pembelajaran Sains Topik “Global Warming” Berdasarkan Kurikulum 2013 Untuk Siswa SMP (Sekolah Menengah Pertama) Meilinda, Khoiron Nazip, dan Ermayanti Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan prototype materi pembelajaran sains berbasis lokal material khas Sumatera Selatan untuk mengembangkan enviroment literacy siswa SMP berdasarkan kurikulum 2013. Daerah yang dijadikan sampel untuk melihat kearifan lokal yang dimiliki ialah Kotamadya Palembang mewakili daerah perkotaan, Kabupaten Muara Enim mewakili daerah pegunungan dan Kabupaten Ogan Ilir mewakili dari pesisir rawa dan transisi. Pada tahun pertama penelitian ini berhasil diidentifikasi beberapa kearifan lokal khas sumatera selatan dan topik pembelajaran berdasarkan kurikulum 2013 yang dapat digunakan untuk membangun karakter enviroment literacy siswa di SMP. Beberapa kearifan lokal yang berpotensi untuk dikembangkan dalam materi pembelajaran sains topik global warming diantaranya tunggu tubang, lebak lebung, sistem siring, rumah apung dan rumah panggung. Dari hasil penelitian tentang kearifan lokal tersebut didapat data tentang sikap masyarakat terhadap pengaruh global warming terkait dengan kearifan lokal yang mereka punyai dan pengembangannya pada pembelajaran sains topik global warming di SMP untuk penanaman karakter enviroment literacy. Kata-kata kunci: kearifan lokal, environment literacy, global warming
Pendahuluan Pendidikan formal merupakan slaah satu alternatif paling rasional bagi keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup dan juga menjadi sarana yang sangat penting dalam menghasilkan sumberdaya manusia yang dapat melaksanakan prinsip pembangunan berkelanjutan (6,8,9). Setelah 22 tahun materi lingkungan hidup menyusup dalam kurikulum di sekolah seharusnya telah menghasilkan wujud nyata berupa terbentuknya sikap dan perilaku sadar lingkungan pada masyarakat (1). Namun berdasarkan hasil penelitian Universitas Adelaide (2), Indonesia masuk dalam empat negara besar yang paling berkonstribusi terhadap kerusakkan lingkungan setelah Brazil, Amerika Serikat dan China. Fakta di atas merupakan indikasi nahwa tujuan dari pendidikan lingkungan hidup belum sepenuhnya tercapai. Belum tercapainnya tujuan pendidikan lingkungan hidup karena aplikasi pendidikan lingkungan hidup pada semua jenjang pendidikan lebih menekankan subtansi materi ekologi walau pun telah ada yang mengajarkan dalam bentuk analisis masalah tapi permasalahan yang dimunculkan bukan permasalahan lokal atau permasalahan yang benar-benar terjadi maksudnya hanya berupa prediksi padahal siswa terutama SMP (Sekolah Menengah Pertama) kebawah masih mengalami perkembangan metakognitif yang rendah sehingga tidak bisa meletakkan hal berbeda
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 228
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
dalam 1 kemungkinan yang sama. Menurut penelitian ketika informasi kogniti yang disampaikan pada siswa lepas dari lingkungan sosial siswa dan tidak menyentuh aspek mental secara aktif maka tidak akan mengubah sikap siswa (5,10) dan salah satu lingkungan yang paling berpengaruh terhadap kehidupan siswa adalah kearifan lokal, untuk itulah penelitian ini dilakukan. Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif pada tiga kabupaten/kota di sumatera selatan. Ketiga kabupaten kota itu adalah Muara Enim mewakili daerah pegunungan, Ogan Ilir mewakili daerah rawa dan Palembang mewakili daerah Urban. Penelitian dilakukan untuk mendata kearifan lokal yang berpotensi untuk dikembangkan dalam materi ajar topik “global warming” di SMP yang dilakukan dengan cara observasi lapangan, wawancara dan studi dokumentasi. Pengambilan data lapangan dilakukan secara sistemik melalui kuesioner (kuantitatif) dan wawancara mendalam, Selain itu riset ini disertai dengan diskusi kelompok fokus (Focus Group Discussion) dan pengamatan lapang untuk lebih memahami kondisi nyata yang terjadi. Sumber data ada dua yaitu data primer, diperoleh dari masyarakat dan pemerintah pada level kampung/desa hingga kabupaten. Data primer yang dikumpulkan berdasarkan hasil pengamatan di lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur yang saling terkait dengan wilayah riset. Data kearifan lokal yang didapat kemudian direduksi dan di perdalam hanya pada data yang berpotensi untuk di kembangkan dalam materi ajar di SMP berdasarkan kurikulum 2013. Kearifan lokal menurut undang-undang no. 23 tahun 2009 adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk melindungi dan mengelola lingkungan secara lestari (7), kearifan lokal juga dapat dipandang sebagai usaha manusia dengan menggunakan akalnya dalam bertindak atau bersikap terhadap sesuatu, obyek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu (7). Hasil dan diskusi Beberapa kearifan lokal yang berpotensi untuk dikembangkan dalam topik global warming (pemanasan global) untuk pembelajaran sains di SMP adalah sebagai berikut. Tabel 1. Potensi Kearifan Lokal Sumatera Selatan. No 1 2 3 4 5 6 7
Kearifan Lokal Rumah apung Rumah panggung Gataran Tunggu Tubang Lebak Lebung Shifting Cultivation Lubuk Larangan
ISBN 978-602-19655-5-9
Asal Wilayah Palembang Sumsel Ogan Ilir M. Enim Ogan Ilir M. Enim M. Enim
Hal. 229
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Rumah Apung merupakan sejenis rumah rakit yang terletak di bantaran sungai musi. Rumah ini berpondasi beberapa lapis bambu sehingga bisa mengapung di atas permukaan sungai sesuai ketinggian air. Rumah panggung merupakan rumah yang umum terdapat di daerah Sumatera selatan hal ini dimungkinkan karena berada di daerah hutan bela tara sehingga banyak binatang-binatang liar yang masuk ke kampung dan membahayakan kehidupan manusia. Namun seiring perkembangan zaman dan pertambahan jumlah penduduk, rumah panggung yang biasanya dulu hanya di huni di bagian atasnya sedang bagian bawah hanya tempat meletakan kayu bakar atau memelihara hewan ternak sekarang bagian bawah dibangun dengan bentuk yang lebih modern dan terkadang disewakan ke keluarga yang lainnya. kearifan lokal ini berpotensi untuk dikembangkan dalam topik pembelajaran sains di SMP terutama bahasan hubungan tentang aktivitas manusia dan kaitannya dengan global warming. Gataran merupakan istilah yang dipakai penduduk Ogan Ilir untuk menamai lantai tambahan rumah berupa tambahan papan yang diletakkan di atas lantai dasar atau awal. Gataran ini akan dibuat penduduk yang bertempat tinggal di daerah pasang surut untuk menghadapi air yang pasang hingga melebihi lantai dasar. Rumah panggung di daerah pasang surut biasanya setinggi maksimal naiknya permukaan air rawa/sungai. Pengaruh perubahan cuaca dan effeck global warming pada tahun 2013 awal tinggi air pasang melebihi dari biasanya. Masyarakat menyikapi banjir pasang ini tidak dengan mengungsi atau meninggikan permukaan tanah tempat mereka tinggal tetapi memasang gataran di lantai rumah mereka dan melepaskannya kembali ketika air telah kembali surut. Ketika beberapa rumah terbakar pada pertengahan juni 2013 yang penduduk lakukan hanyalah membangun kembali rumah mereka dengan meninggikan tiang rumahnya di tempat awal (hasil wawancara). Kearifan lokal ini menjaga alih fungsi rawa dan menjaga daerah resap air sehingga ketika terjadi perubahan cuaca ekstrim sebagai dampak global warming daerah resap air dan sumber karbon di rawa tetap terjaga. Perubahan tinggi tiang rumah dan sisa gataran dapat di lihat pada Gambar 1 dan 2.
Gambar 1. Rumah panggung yang baru di bangun yang tingginya lebih dari tetangga lainnya.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 230
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 2. Sisa gataran yang belum di bongkar. Kearifan lokal berikutnya yang berpotensi di dalam pengembangan materi ajar adalah adat istiadat tunggu tubang. Tunggu tubang merupakan adat istiadat daerah Semendo kabupaten Muara Enim adat ini berisikan pewarisan harta keluarga berupa rumah, tanah, kebun dan sawah pada anak perempuan di keluarga. Pewarisan tersebut menyebabkan si pewaris boleh memanfaatkan sepenuhnya arta warisan keluarga tetapi tidak boleh menjual dan mengalihfungsikannya, kearifan lokal ini menjaga kelestarian alam dan lahan pertanian sehingga ekologi tetap terjaga. Pewarisan dalam adat tunggu tubang ini tergolong pewarisan kolektif (11). Kearifan lokal berikutnya adalah lebak lebung dan lubuk larangan. Prinsip dasar kedua kearifan lokal ini sama hanya nama dan asalnya saja yang berbeda. Lebak lebung dan lubuk larangan adalah pembatasan pengambilan ikan pada wilayah lebung tertentu sampai batas yang di tentukan, bila waktu panen ikan lebung di lelang dan pengemin sebagai pemenang memberikan uang pembelian lebung pada pemerintah setempat untuk dana pembangunan daerah hal ini berlangsung setahun sekali sehingga keberadaan ikan sebagai sumber daya lokal tetap kelestariannnya sedangkan lubuk larangan belum terlalu teroganisir seperti lebak lebung tetapi memiliki dampak yang yang sama terhadap pelestarian ekosistem. Berikut gambar wilayah rawa salah satu lokasi lebak lebung di kabupaten Ogan Ilir tepatnya Tanjung Putus
Gambar 3. Daerah rawa lebak lebung Tanjung Putus.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 231
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Kearifan lokal berikutnya adalah shifting cultivation atau ladang berpindah. Disebut kearifan lokal karena ini merupakan kebiasaan yang terus berlangsung dan di anggap baik oleh masyarakat. Menurut Colfer (1997),ladang berpindah merupakan sebuah sistem pertanian yang terus berpindah dari satu ladang ke ladang lainnya dengan membuka ladang baru dan meninggalkan ladang yang sebelumnya telah dimanfaatkan. Sistem pertanian tersebut terus berjalan dari generasi ke generasi, yang dikenal dengan nama lain seperti tebang bakar (slash and burn), ‘uma Jalan’ dan ‘lembo’ di Kalimantan, atau ‘ngahuma’ di Jawa Barat, (Col). Siklus dari sistem perladangan berpindah adalah sebagai berikut
Gambar 4. Siklus Shifting Cultivation (12). Sistem perladangan berpindah dimulai dengan melakukan penebangan di kawasan hutan kemudian pada musim kemarau lahan dibakar dengan tujuan untuk pembersihan lahan (a). Ketika musim hujan,lahan mulai ditanami dengan tanaman semusim hingga dua kali musim tanam (b) dan setelah itu lahan diberakan hingga waktu yang tak ditentukan (c). Pada saat diberakan atau di tinggal, lahan ditumbuhi oleh semak belukar yang akan membentuk hutan sekunder (d) dan dalam waktu yang sangat lama akan kembali membentuk hutan primer (e). Seiring berjalannya waktu, petani akan mengelola ladang yang telah dimiliki sebelumnya dengan menggunakan cara tebang bakar kembali. Biasanya proses peladangan sebelum diberakan berlangsung 10-15 tahun. Menurut beberapa penelitian untuk daerah trofis ladang berpindah bisa menjaga unsur hara di tanah karena ada proses pemberaan atau penghutanan kembali tapi seiring dengan pertambahan penduduk dan kebutuhan ekonomi sehingga pembukaan hutan semakin luas. Hasil dari kearifan lokal yang didapat selanjutnya akan dikembangkan dalam materi ajar topik pemanasan global (Global Warming). topik global warming ini terdapat dalam KD.3.10 kelas XIII yang berbunyi mendeskripsikan tentang penyebab terjadinya pemanasan global dan dampaknya bagi ekosistem. Pengembangan materi
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 232
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ajar akan mengikuti model pengembangan materi ajar educational reconstruction yang dikembangkan oleh Duit (1995).
Gambar 5. Model pengembangan materi ajar. Penelitian ini masih dalam tahap penyelesaian yang akan dilanjutkan pada tahap berikutnya. Kesimpulan Berdasarkan data ditemukan tujuh kearifan lokal yang berpotensi untuk dikembangkan dalam pengembangan materi ajar topik global warming untuk siswa SMP yaitu rumah apung, rumah panggung, gataran, tunggu tubang, lebak lebung, shifting kultivasion atau ladang berpindah dan lubuk larangan. Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih atas DIKTI melalui dana penelitian Skim Hibah bersaing atas dukungan finansialnya pada penelitian ini . Referensi [1] Adisendjaja, Y.H. 2009. Pembelajaran pendidikan lingkungan hidup: belajar dari
[2] [3]
[4] [5]
pengalaman dan belajar dari alam. Makalah penelitian di unduh dari direktori Dosen UPI. www.UPI.edu/directori/dosen/Mipa/Pdf. tanggal 2 maret 2013 Corey J.A. Bradshaw, Giam X., Navjot .S. Sodhi. 2010. Evaluating the relative enviroment Impact of Countries. Jurnal PloS ONE (5)5-e-104040 Colfer, C.J.P. 1997. Beyond Slash and Burn, Building on Indigenous Managementof Borneo’s Tropical Rain Forest. The New York Botanical Garden. NewYork Fox, J.M., 2000. How Blaming ‘Slash and Burn’ Farmers is Deforestating Mainland Southeast Asia. Analysis from The East-West Center 47. pp:1-7 Leksono, S.M., Rustaman, N. 2012.Ujicoba Pengembangan Model Pembelajaran Koservasi Biodiversity Berbasis Kearifan Lokal Untuk Meningkatkan Literacy Biodiversity bagi Calon Guru Biologi. Prosiding seminar nasional “cakrawala pembelajaran berkualitas di Indonesia”
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 233
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia [6] Martins, Mata M.A. Carlos A. V. Costa. .2006. Education for Sustainability:
Challenges and Trends. Jurnal of Clean Techn Environ Policy Vol 8: 31–37 [7] Ridwan, Nurma Ali. 2009. Landasan Keilmuan kearifan lokal. Ibda’ 5(1): 27-38 [8] Rowe D. 2002. Enviroment literacy and Sustainability as core Requirements
Succes Story and Models. Journal of Teaching Sustainability at Universtie (5) 3945 [9] Trevors, J.T. & Saier, M.H.,(2010). Education for Humanity. Jurnal Water Air Soil Pollution 206:1–2 [10] Yusuf. Y., Rhoma D.W., (2007). Transformasi Masyarakat Melalui Pendidikan Lingkungan Hidup (Kajian Perilaku Masyarakat Kampus Dan Kurikulum Pendidikan Lingkungan di Perguruan Tinggi Yogyakarta). Jurnal Penelitian Bappeda Kota Yokyakarta Volume 2. 2007
Meilinda* Prodi Pendidikan Biologi FKIP UNSRI [email protected]
Khoiron Nazip Prodi Pendidikan Biologi FKIP UNSRI [email protected]
Ermayanti Prodi Pendidikan Biologi FKIP UNSRI [email protected]
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 234
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Inhalasi Minyak Esensial Mawar (Rose) Untuk Menurunkan Tekanan Darah Pada Penderitaan Tekanan Darah Tinggi Melani Tambunan*, Sapti Widiarti dan Palupi Triwahyuni Abstrak Tekanan darah penderita hipertensi telah dapat diturunkan dengan menggunakan. Minyak essensial aroma mawar, dicampur dengan air dan kemudian dipanaskan sehingga yang inhalasi atau menghirup uap yang menghasilkan aroma. Terapi aroma diberikan selama 35 menit kepada 26 orang anggota sampel yang menderita hipertensi di dalam suatu ruangan yang memiliki pencahayaan dan suhu yang sama . Sebelum terapi aroma diberikan, tekanan darah anggota sampel terlebih dahulu diukur sebagai data awal. Tekanan darah anggota sampel kembali diukur sebagai data akhir. Dari hasil pengujian diperoleh bahwa sistol sesudah pemberian aroma minyak essensil mawar menurun secara signifikan dibandingkan dengan sistol sebelum pemberian aroma. Hal yang sama juga terjadi pada diastole. Kata kunci: Hipertensi, aroma terapi, Mawar (ROSE)
Pendahuluan Saat ini tekanan darah tinggi merupakan, salah satu risiko utama yang dapat mengakibatkan. Jumlah tingkat kematian tiap tahun dan terdapat kecacatan, kematian dan tujuh persen kecacatan disesuaikan hidup tahun. Hipertensi meningkat dengan cepat yang dialami berjuta orang tidak mengenal usia yang mempengaruhi lebih dari satu dari tiga orang dewasa 25 tahun keatas sekitar satu milliar orang di dunia, berpenghasilan rendah, dan menengah memiliki biaya sosial, perkembangan dan ekonomi yang besar. Hipertensi banyak dijumpai di Indonesia terutama di kota-kota besar dan merupakan faktor terjadinya infark miocard. Peningkatan tekanan darah yang terjadi terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang dapat menimbulkan komplikasi [1] Peningkatan darah yang sangat tinggi jika sistolik diatas 180 mmHg dan diastolik sama dengan110 mmHg disebut krisis hipertensi yang sering memilki kompilkasi yang fatal fakor resiko utama adalah: stroke, gagal ginjal, gagal jantung, yang dapat memberi harapan hidup pendek dan sering disebut sillent killer. Perubahan gaya hidup dan pola makan dapat memperbaiki kontrol tekanan darah dan mengurangi resiko terkait kompliasi [2]. Untuk mencegah tinggi tekanan darah pada penderita tekanan darah tinggi terapi aroma merupakan suatu, penyembuhan yang mengunakan bunga-bunga, tumbuh-tumbuhan memiliki aroma yang harum dan menyenangkan untuk meningkatkan, kesehatan yang dapat membuat rileks, meningkatkan kebugaran tubuh, mengurangi stres, diperkirakan bahwa aroma minyak esensial yang diinhalasi akan memberikan reaksi dan mengirimkan pesan-pesan keotak dan aromanya tidak memiliki efek berbahaya bagi kesehatan. Saat ini aromaterapi sangat berkembang dengan pesat merupakan terapi alami yang telah digunakan dibeberapa hotel, spa, pemijatan dan sebagai tambahan untuk campuran lulur, parfurm, sabun. Pengharum yang dapat digunakan di rumah tangga, oleh karena itu selain digunakan sebagai
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 235
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
pengharum, aromaterapi sudah mulai digunakan sebagai pengobatan yang dapat mencegah atau menyembuhkan tanpa ada efek samping yang berbahaya [3]. Teknik penyembuhan ini mampu meningkatkan kesehatan tubuh dan pikiran. Mawar merupakan salah satu tananam yang tumbuh di daerah subtropis dan tropis yang memiliki sifat menenangkan dan aroma yang segar kandungan zat aktif yang bermanfaat sebagai penghilangkan depresi, memperlancar peredaran darah, nyeri haid, mengobati luka memar, memperlancar haid, mengobati keputihan, sakit lambung, maag [4]. Terapi ini sangat tepat digunakan untuk dada sesak, sedih, antiviral, antibakteri, antiperadangan, dan sumber vitamin C [5]. Minyak mawar adalah salah satu minyak atsiri hasil penyulingan dan penguapan daun-daun mahkota sehingga dapat dibuat menjadi parfum. Mawar juga dapat dimanfaatkan untuk teh, jelly, dan selai. Kandungan senyawa kimia: geraniol dan citronellol, linalool, citral, phenylethyl alcohol, nerol, farnesol, eugenol, serta nonylic aldehyde [6]. Salah satu kandungan mawar adalah linalool yang memiliki fungsi menenangkan, anti cemas, manajemen stres [7]. Eksperimen Sampel Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 26 orang wanita penderita hipertensi yang berumur 40-68 tahun. Tekanan darah sampel yang digunakan berada di atas 140/90 mmHg. anggota sampel tidak memiliki gangguan asma, sesak nafas dan tidak mengkonsumsi obat anti hipertensi, anggota sampel menjalankan pola makan yang telah ditetapkan oleh peneliti dimana seluruh bahan makanan yang diberikan tidak berpotensi untuk meningkatkan tekanan darah. Aroma Minyak Essensial Mawar Material yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari minyak essensial mawar, hasil penyulingan minyak asli mawar, minyak essensial mawar memiliki aroma yang tajam yang sangat disukai sampel Kandungan minyak esensial dari tumbuhtumbuhan, seperti pada batang, daun, akar, buah, dan bunga dapat diisolasi atau dipisahkan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan penyulingan (distilation). Penyulingan merupakan proses yang sangat menentukan untuk mendapatkan minyak esensial dari suatu tanaman. Terdapat beberapa cara penyulingan yang dapat dilakukan untuk menghasilkan minyak esensial dan cara-cara tersebut tergantung pada volume serta ketersediaan alat-alat pendukung di lokasi penyulingan. Alat penyulingan minyak sebaiknya terbuat dari bahan stainless steel. Jika proses penyulingan dibuat dari bahan lain (non-stainless steel), minyak yang dihasilkan akan tampak keruh. Terapi Aroma Dipastikan semua sampel mendapat suhu, pencahayaan ruangan yang sama, dan juga sampel istirahat Seluruh anggota sampel ditempatkan di ruangan yang telah disediakan. Sebelum pemberian aroma mawar penderita diberi pengarahan teknik penghirupan dengan cara mengunakan air hangat dan menuangkan minyak essensial mawar, sampel menghirup selama 35 menit sebelum proses aroma minyak essensial mawar diberikan sampel diambil tekanan darahnya (sebelum perlakuan) dan sampel menghirup aroma setelah selesai aroma diberikan distop ditunggu 10 menit kemudian diambil tekanan darah (setelah pemberian)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 236
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Pengukuran Tekanan Darah Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan menggunakan alat spigmomanometer digital (Omron). Pengukuran dilakukan pada tangan kiri di pergelangan tangan dengan cara merekatkan mangset di tangan kiri responden. Proses pengukuran ini dimulai dari menghidupkan spigmomanometer digital, kemudian menekan tombol start, posisi responden duduk dengan tangan kiri sejajar dengan jantung. Nilai tekanan darah yang muncul dilihat pada saat nilai sistol dan diastol muncul bersamaan. Analisis Statistik Data hasil penelitian, yaitu: tekanan darah awal (sistol dan diastole) dan tekanan darah akhir (sistol dan diastole) seluruh anggota sampel, dianalasis secara statistik dengan menggunakan program SPSS versi 17. Uji normalitas distribusi data dilakukan dengan menggunakan statistik Kolmogorov-Smirnov. Sementara uji beda dua nilai rata-rata dilakukan dengan menggunakan uji-t berpasangan. Pada masing-masing pengujian tingkat signifikansi yang digunakan adalah α=0,05. Hasil dan Diskusi Deskripsi statistik nilai tekanan darah (sistol maupun diastole) yang diperoleh sebelum pemberian dan sesudah pemberian aroma minyak essensial mawar kepada ke-26 anggota sampel didaftarkan pada tabel 1. Dari hasil yang ditunjukkan pada tabel 1 terlihat bahwa terdapat perbedaan antara nilai rata-rata sistol sebelum pemberian aroma minyak essensial dan nilai rata-rata sistol sesudah pemberian aroma minyak essensial mawar. Nilai rata-rata sistol sebelum pemberian aroma minyak essensial mawar adalah 1.6092 sedangkan nilai rata-rata sistol sesudah pemberian aroma minyak essensial mawar selama 35 menit adalah 15469 ±. Hal yang sama terjadi pada nilai rata-rata diastol, dimana nilai rata-rata diastole sebelum pemberian aroma minyak essensial mawar 10646± dan nilai rata- rata diastole sesudah pemberi adalah 942308±. Perbedaan yang terjadi pada nilai rata-rata tekanan darah ini menunjukkan tren penurunan. Artinya, terjadi penurunan tekanan darah pada anggota sampel setelah menghirup aroma minyak essensial mawar selama 35 menit. Namun, signifikansi perbedaan ini perlu diuji sebagaimana akan dilakukan selanjutnya. Tabel 1. Deskripsi statistik tekanan darah sistolik dan diastolik. Deskripsi Stastistik Jumlah Sampel Mean Std. Error of Mean Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis Minimum Maximum
ISBN 978-602-19655-5-9
Sistol Sebelum Perlakuan
Sistol Sesudah Perlakuan
Diastol Sebelum Perlakuan
Diastol Sesudah Perlakuan
26 1.6092 2.77124 1.41306 199.674 .652 .456 .597 .887 140.00 198.00
1.5469 2.53939 1.29484 167.662 .386 .456 .082 .887 132.00 184.00
1.0646 3.28129 1.67314 279.938 .042 .456 -.775 .887 79.00 139.00
94.2308 1.94881 9.93703 98.745 -.112 .456 -.447 887 75.00 111.00
Hal. 237
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Dari jumlah anggota sampel sebanyak 26 orang, diperoleh nilai skewness masing-masing variable (sistol dan diastol sebelum dan sesudah perlakuan) adalah tidak nol. Hasil ini memberikan informasi bahwa data berdistribusi normal secara simetris. Oleh karena itu uji normalitas distribusi data diperlukan untuk membuktikannya. Pola distribusi data untuk masing-masing variable memiliki pola miring (skewed) yaitu miring ke arah kanan sebagaimana ditunjukkan oleh nilai kemiringannya (skewness) yang positif. Distribusi data yang menceng kanan ini menjelaskan bahwa jumlah anggota sampel yang memiliki nilai sistol maupun diastole yang relatif rendah lebih besar dibandingkan dengan yang memiliki nilai sistol maupun diastole yang relatif tinggi. Atau dengan kata lain, jumlah anggota sampel yang memiliki tekanan darah yang relatif rendah diukur 98.745 dari tekanan darah rata-rata, lebih banyak dibandingkan dengan jumlah anggota sampel yang memiliki tekanan darah yang relatif tinggi Keragaman (variance) tekanan darah anggota sampel, baik sistol maupun diastole sebelum dan sesudah pemberian aroma minyak essensial mawar, yang adalah kuadrat dari simpangan baku (standard deviation), menunjukkan nilai yang relatif besar yaitu 1.41306 (sistol sebelum pemberian aroma minyak essensial mawar): 1.29489 (sistol sesudah pemberian aroma minyak essensial mawar); 1.67314(diastol sebelum pemberian aroma minyak essensial mawar); 9.93703 dan (diastol sesudah pemberian aroma minyak essensial mawar). Artinya, tekanan darah anggota sampel (sistol maupun diastole, sebelum maupun sesudah pemberian aroma minyak essensial mawar), sangat beragam. Besarnya keragaman ini dapat difahami sebagai akibat dari besarnya rentang sebaran nilai yang dimiliki oleh masing-masing variabel, sehingga membangun mawar. Hasil uji menggunakan statistic Kolmogorov-Smirnov diperoleh bahwa data sistolik sebelum dan sesudah pemberian aroma minyak essensial, dan juga data diastolic sebelum dan sesudah pemberian aroma minyak essensial mawar, semuanya berdistribusi normal. Hal ini ditunjukkan oleh nilai sig. yang diperoleh dari hasil perhitungan dimana adalah lebih besar dari nilai α. ruang yang lebar terhadap simpangan data diukur dari nilai rata-rata. Tabel 2 menunjukkan hasil uji normalitas distribusi nilai tekanan darah (sistolik dan diastolik) sebelum dan sesudah pemberian aroma minyak essensial mawar. Tabel 2. Tekanan darah sistol dan diastol sebelum dan sesudah perlakuan. Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov Statistic
Df
Sig.
Sistol_Sebelum_Perlakuan
145
26
172
Sistol_Sesudah_Perlakuan
130
26
200
Diastol_Sebelum_Perlakuan
117
26
200
Diastol_Sesudah_Perlakuan
121
26
200
Tabel 3 menunjukkan hasil uji beda dua nilai rata-rata, yaitu rata-rata nilai sistol sebelum pemberian aroma minyak essensial mawar dengan rata-rata nilai sistol sesudah pemberian aroma minyak essensial mawar dengan menggunakan uji-t berpasangan. Dari hasil uji beda dua nilai rata-rata ini diperoleh bahwa nilai sig lebih kecil dari nilai α. Nilai sig. yang diperoleh bahwa 16092 ±2,99 sedangkan nilai rata-rata
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 238
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
sistol sesudah pemberian aroma minyak essensial mawar selama 35 menit adalah 15469±. Mengacu kepada nilai-nilai ini dan mengacu kepada hasil uji beda yang ditunjukkan pada tabel 3, maka dinyatakan bahwa terjadi penurunan tekanan darah (sistol) pada anggota sampel setelah menghirup aroma minyak essensial mawar selama 35 menit, yaitu dari 16092± ke 15469 adalah, 0000 sementara nilai α adalah 0,05. Artinya, terjadi perbedaan yang signifikan secara statistik antara nilai rata-rata sistol sebelum pemberian aroma minyak essensial mawar dengan nilai rata-rata sistol sesudah pemberian minyak essensial mawar. Nilai rata-rata perbedaannya adalah 6,23±5,43 Sebagaimana telah diterangkan di atas dimana nilai rata-rata sistol sebelum pemberian aroma minyak essensial mawar adalah Tabel 3. Uji Beda Dua Nilai Rata-rata Sistol dengan Uji-t Berpasangan. Paired Samples Test Paired Differences
Sistolik_Sebelum_Perlakuan Sistolik_Sesudah_Perlakuan
Mean
Std. Deviation
6,23077
270271
Std. Error Mean
T
53004 11.755
df
Sig. (2-tailed)
25
0.00
Tabel 4. Uji beda dua nilai rata-rata diastol dengan uji-t berpasangan. Paired Samples Test Paired Differences Mean Diastolik_Sebelum_Perlakuan Diastolik_Sesudah_Perlakuan
122308
Std. Deviation 12.58351
Std. Error Mean 2.46783
T 4.956
df
Sig. (2-tailed)
25
0.00
Tabel 4 menunjukkan hasil uji beda dua nilai rata-rata diastole sebelum pemberian aroma minyak essensial mawar dan rata-rata nilai diastol sesudah pemberian aroma minyak essensial mawar dengan menggunakan uji-t berpasangan. Dari hasil uji beda dua nilai rata-rata ini diperoleh juga bahwa nilai sig. lebih kecil dari nilai α. Nilai sig. yang diperoleh adalah 0,00 sementara nilai α adalah 0,05. Artinya, terjadi perbedaan yang signifikan 122308±2.46783 Sebagaimana juga telah diterangkan di atas dimana nilai rata-rata diastol sebelum pemberian aroma minyak essensial mawar adalah 10646±1,52 dan nilai rata-rata diastole sesudah pemberian aroma minyak essensial mawar adalah 942308±1,90. Mengacu kepada nilai-nilai ini dan mengacu kepada hasil uji beda yang ditunjukkan pada tabel 4, maka dinyatakan bahwa terjadi penurunan tekanan darah (diastol) pada anggota sampel setelah menghirup aroma minyak essensial mawar selama 35 menit, yaitu dari 10646±1,90ke 942308±1,52. Dari hasil analisis statistik ditunjukkan bahwa penurunan tekanan darah yang terjadi terkait dengan penghirupan aroma esensial mawar dapat diterangkan berikut ini. Bahwa mekanisme kerja inhalasi mawar ini yang paling utama ialah indra penciuman. Pada saat inhalasi mawar maka semua molekul akan masuk ke dalam tubuh terutama paru-paru. Kemudian terjadi pertukaran gas di dalam alveoli yang mana molekul-
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 239
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
molekul dari inhalasi mawar akan dibawa oleh sirkulasi darah dari paru-paru menuju seluruh tubuh terutama pada sistem persarafan [9]. Salah satu molekul yang mempengaruhi sistem persarafan adalah linalool , yang mana linalool ini memilki sifat yang menenangkan. Apabila linalool masuk ke sistem persarafan maka akan langsung diikat oleh reseptor GABA yang mana reseptor GABA ini akan mengikat sifat yang menenangkan. Apabila linalool ini diikat oleh resptor GABA maka glutamate terhambat sehingga informasi yang masuk ke neuron tidak banyak, sehingga dapat mempengaruhi neuron lain sampai informasinya terbawa ke otak sehingga otak merasa tenang karena informasi yang dikirim tidak banyak. Sehingga dapat mempengaruhi kerja jantung, dimana cepat lambatnya jantung berdetak dipengaruhi oleh otak sehingga tekanan darah bisa terkontrol.
Daftar Pustaka [1] Radhi, Ansa dan Muhamad. 2010. Pencegahan dan pengendalian-hipertensi. Hypertension crisis ,Blood Press. Vol. 19 No. 6 hal. 328–36. [2] Asokan GV et al. 2011. Osteoarthritis among women in Bahrain: a public health audit. Oman Medical Journal, Vol. 26 No. 6, hal. 426—430. [3] Vries, DPD, LAM Dubois. 2004. Early selection in hybird Tea-rose seedlings for cut stem length. Euphyt Vol. 26 No.3 hal. 761-767. [4] Mulyana Yanti, Warya Sohadi, Fika dan Inayah. 2011. Efek aromaterapi minyak esensial mawar (rose domacena mill) terhadap jumlah bakteri udara ruangan berpendingin. Jurnal stikes Vol. 6 No.1 hal. 84-98. [5] McLain DE. Chronic Health Effects Assessment of Spike Lavender Oil. Walker Doney and Associates, Inc 2009; 1-18 [6] Taufiq T. 2007. Menyuling Minyak Atsiri. PT. Citra Pramana: Yogyakarta [7] Brambilla P, Peres J, Barale F, Schettini dan Soares JC. 2003. GABAergic dysfinction in mood disorders. Nature Publishing Group Vol. 8 hal. 721-73 Melani Tambunan*, Laboratorium Sains Terapan, Universitas Advent Indonesia Jln. Kolonel Masturi No. 288 Parongpong, Bandung Barat email: [email protected] Sapti Widiarti Laboratorium Sains Terapan, Universitas Advent Indonesia Jln. Kolonel Masturi No. 288 Parongpong, Bandung Barat Palupi Triwahyuni Laboratorium Sains Terapan, Universitas Advent Indonesia Jln. Kolonel Masturi No. 288 Parongpong, Bandung Barat *) Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 240
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II Terhadap Peningkatan Motivasi Belajar dan Hasil Belajar Kognitif Fisika Siswa Niki Dian Permana P*, Agus Yoni PW, Yennita, Zuhdi Ma’aruf Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II terhadap motivasi belajar dan hasil belajar kognitif fisika siswa. Penelitian dilakukan pada kelas VII salah satu SMP Negeri 1 Kampar Timur Kabupaten Kampar provinsi Riau dengan populasi penelitian terdiri dari 6 kelas dengan jumlah siswa 170 orang, sampel diambil dengan teknik simple random sampling sehingga terpilih satu kelas sebagai kelas eksperimen yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dan satu kelas lagi sebagai kelas kontrol yang menerapkan model pembelajaran konvensional. Penelitian ini menggunakan desain Pretest-Postest control group design. Instrument penelitian yang digunakan adalah angket motivasi belajar ARCS terdiri atas Attention (perhatian), Relevance (relevansi), Confidence (percaya diri), Satisfaction (kepuasan) dan tes hasil belajar kognitif fisika pada materi zat dan wujudnya. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh kesimpulan bahwa motivasi belajar fisika siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Peningkatan hasil belajar kognitif fisika siswa di kelas eksperimen diperoleh N-gain 0.7 dengan kategori tinggi sedangkan pada kelas kontrol diperoleh Ngain 0.53 dengan kategori sedang sehingga disimpulkan bahwa peningkatan hasil belajar kognitif fisika siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Berdasarkan hasil analisis inferensial dengan uji t diperoleh hasil nilai thitung (5,11) > ttabel (1,76) sehingga H0 ditolak dan Ha diterima dengan signifikansi 5% sehingga disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar kognitif fisika siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Dengan demikian model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II layak digunakan sebagai alternatif model pembelajaran fisika di sekolah karena dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar dan menigkatkan hasil belajar kognitif fisika siswa. Kata-kata kunci: Motivasi Belajar, Hasil Belajar Kognitif, Model Pembelajaran Kooperatif, Tipe Jigsaw II
Pendahuluan Permasalahan utama dalam pembelajaran pendidikan formal saat ini adalah rendahnya daya serap peserta didik [1]. Hal ini terjadi karena pembelajaran di sekolah saat ini cenderung berpusat pada guru (teacher centered) sehingga siswa tidak mendapat akses untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dalam proses berpikirnya. Menurut Bobi DePorteer kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan kita lakukan [2].
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 241
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Hal ini terbukti ketika peneliti memperoleh informasi dari guru bidang studi IPA fisika di salah satu SMP negri di Kabupaten Kampar Provinsi Riau, rata-rata hasil belajar kognitif IPA fisika siswa kelas VII pada tahun ajaran 2010/2011 adalah 63 sedangkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) untuk tahun ajaran 2011/2012 adalah 65. Sehingga hasil belajar kognitif siswa belum tercapai seperti yang diinginkan. Menurut UUSPN No.20 tahun 2003 pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Salah satu tujuan pembelajaran IPA fisika di SMP adalah memberikan pengalaman kepada siswa dalam merencanakan dan melakukan kerja ilmiah untuk membentuk sikap ilmiah oleh karena itu seharusnya dalam pembelajaran fisika siswa berinteraksi dengan guru dengan cara siswa dibimbing oleh guru dalam menemukan konsep fisika melalui sumber belajar yang ada sehingga siswa secara aktif dapat mengetahui bagaimana proses menemukan sebuah konsep fisika. Dalam rangka melakukan perbaikan kualitas pembelajaran yang selama ini dilakukan agar sesuai dengan tujuan pembelajaran fisika di SMP maka guru bisa melakukan perubahan metode pembelajaran yang biasa dilakukan dengan metode baru yang bisa mengajarkan bagaimana siswa belajar menemukan sebuah konsep melalui kerja ilmiah sehingga bisa meningkatkan motivasi dalam diri siswa untuk giat dalam belajar dan hasil belajar kognitif siswa juga bisa mengalami peningkatan karena motivasi belajar berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Seorang siswa yang memiliki intelegensia cukup tinggi, bisa jadi gagal karena kekurangan motivasi. Hasil belajar akan optimal jika ada motivasi yang tepat [3] Teori kontruktivisme merupakan teori yang tepat untuk menumbuhkan motivasi dan meningkatkan hasil belajar siswa. Teori kontruktivisme menyatakan bahwa siswa harus membangun sendiri pengetahuanya dan guru memberikan anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi [4] Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model yang mengacu pada teori kontruktivis. Unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif adalah saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, interaksi secara langsung, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok [5]. Prinsip dasarnya adalah siswa aktif, belajar kerja sama, belajar menemukan sambil melakukan, membangun motivasi dan pembelajaran yang menyenangkan [6]. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson et al (1978) dari Universitas Texas. Bentuk adaptasi dari Jigsaw Aronson yang lebih praktis dan mudah adalah Jigsaw II. Jigsaw II ini sangat cocok digunakan dalam pelajaranpelajaran kajian sosial, sastra, beberapa bagian ilmu pengetahuan alam, dan bidangbidang lainnya yang tujuannya penguasaan konsep [7]. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II telah terbukti dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dan prestasi akademiknya, daya ingatan siswa, kepuasan siswa dengan pengalaman belajar yang diperolehnya serta membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan berkomunikasi secara lisan, keterampilan sosial, meningkatkan rasa percaya diri serta membantu meningkatkan hubungan positif antar siswa [5].
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 242
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Tahapan dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II adalah sebagai berikut [7] 1. Membaca Siswa membaca semua materi secara umum berdasarkan tujuan pembelajaran kemudian setiap siswa membaca materi sesuai dengan lembar materi ahli yang diterimanya. 2. Diskusi Kelompok Ahli Siswa yang memiliki lembar materi ahli yang sama berkumpul untuk mendiskusikan materi dalam kelompok ahli.
Gambar 1. diagram diskusi kelompok ahli [1]. Group A, B, C, D, dan E merupakan kelompok asal sedangkan kelompok 1, 2, 3 dan 4 merupakan kelompok diskusi ahli. 3. Laporan Tim Setelah dari kelompok ahli siswa kembali ke kelompok asal untuk mengajarkan materi yang menjadi keahlianya kepada teman-teman sekelompok secara bergantian. 4. Tes Pada akhir jam pelajaran siswa mengerjakan tes individual yang mencakup semua topik yang dipelajari pada pertemuan tersebut. 5. Rekognisi Tim Sesegera mungkin setelah melakukan tes, skor kemajuan individual dan skor tim dihitung. Kepada tim dengan skor tertinggi diberikan penghargaan. Skor perkembangan diperoleh siswa dengan membandingkan skor kuis individualnya dengan skor awal mereka. Metodologi Penelitian Bentuk penelitian ini adalah quasi experimental dengan desain penelitian yang digunakan berupa randomized pretest-posttest control group design.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 243
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Tabel1. Randomized pretest-posttest control group design [8].
Treatment group R Control group R
O1 X O1 C
O2 O2
Berdasarkan gambar desain penelitian di atas O1 adalah pretest, O2 adalah posttest, X adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dan C adalah penerapan model pembelajaran konvensional. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII sejumlah 170 orang yang terdistribusi dalam 6 kelas. Sampel diambil dua kelas secara acak (simple random sampling) dari populasi yang ada sehingga diperoleh satu kelas eksperimen (treatment group) dan satu kelas kontrol (control group). Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes hasil belajar kognitif fisika siswa pada materi pokok zat dan wujudnya dan angket motivasi belajar siswa. Tes hasil belajar kognitif fisika siswa ini berbentuk pilihan ganda (multiple choice test) yang telah divalidasi oleh para ahli berupa validitas isi (content validity) yang terdiri dari 3 soal C1 (pengetahuan), 3 soal C2 (pemahaman), 4 soal C3 (penerapan), 2 soal C4 (analisis) dan 1 soal C5 (sintesis). Angket motivasi belajar yang digunakan diadopsi dari model motivasi ARCS yang dikembangkan oleh Keller (1987) yang terdiri dari 36 pernyataan yang terdistribusi dalam 4 indikator yaitu (1) Perhatian (Attention) merupakan strategi untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan minat siswa (2) Relevansi (Relevance) merupakan strategi untuk menghubungkan keperluan, minat dan motif siswa (3) Percaya diri (Confidence) merupakan strategi untuk membantu siswa membangkitkan sikap percaya, yakin akan berhasil atau berhubungan dengan harapan untuk berhasil (4) Kepuasan (Satisfaction) strategi untuk membangkitkan rasa bangga, puas atas hasil yang dicapainya [9]. Pemberian skor motivasi belajar disusun berdasarkan skala likert. Data tes hasil belajar kognitif dan angket motivasi dianalisis secara deskriptif dan inferensial untuk melihat gambaran peningkatan hasil belajar kognitif dan motivasi belajar siswa serta untuk menguji hipotesis setelah dilakukan uji homogenitas dan uji normalitas. Peningkatan hasil belajar kognitif siswa dianalisis dengan cara membandingkan hasil skor tes sebelum pembelajaran (Spretest) dan sesudah pembelajaran (Sposttest) serta skor maksimal ideal (Smaks) dengan menggunakan persamaan N-gain yang dinormalisasi (g) sebagai berikut [10] :
g
S post S pre S maks S pre
(1)
Kategori peningkatan hasil belajar kognitif berdasarkan gain dijelaskan pada tabel berikut:
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 244
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Tabel 2. Kategori peningkatan hasil belajar kognitif berdasarkan N-gain (g) [10] . Batasan g ˃ 0,7 0,3 ≤ g ≥ 0,7 g ˂ 0,3
Kategori Tinggi Sedang Rendah
Hasil dan Diskusi Berdasarkan hasil analisis data secara deskriptif diperoleh peningkatan hasil belajar kognitif fisika siswa sebagai berikut:
Gambar 2. Grafik peningkatan hasil belajar kognitif siswa
Gambar 3. Grafik peningkatan hasil belajar kognitif siswa tiap indikator pada kelas kontrol
Gambar 4. Grafik peningkatan hasil belajar kognitif siswa tiap indikator pada kelas eksperimen.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 245
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 5. Grafik Motivasi Belajar Siswa Berdasarkan grafik pada gambar 2, N-gain kelas eksperimen adalah 0.7 (Tinggi), lebih tinggi daripada kelas kontrol 0.53 (Sedang) sehingga disimpulkan bahwa peningkatan hasil belajar kognitif pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Pada gambar 3 dan 4, dapat disimpulkan bahwa peningkatan hasil belajar kognitif fisika siswa tiap indikator, kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol kecuali pada indikator C1 (penerapan). Pada kelas eksperimen dan kontrol terlihat bahwa gain tertinggi diperoleh pada indikator C1 (pengetahuan) sedangkan yang terendah terletak pada indikator C5 (sintesis). Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan secara signifikan dari hasil belajar kognitif siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan analisis data secara inferensial yaitu uji homogenitas, uji normalitas menggunakan persamaan chi kuadrat dan uji hipotesis dengan menggunakan uji t-test. Uji t-test menggunakan persamaan t-test pooled varian karena jumlah siswa kelas eksperimen tidak sama dengan kelas kontrol dan analisis data secara inferensial diperoleh bahwa data memiliki varians homogen dan data terdistribusi normal [10] Berdasarkan hasil perhitungan uji hipotesis dengan signifikansi 5% diperoleh untuk nilai thitung= 5,11 sedangkan ttabel = 1,67 sehingga thitung › ttabel maka Ho ditolak artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar kognitif fisika siswa kelas eksperimen yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dan hasil belajar kognitif fisika siswa kelas kontrol yang menerapkan model pembelajaran konvensional. Berdasarkan grafik pada gambar 5 terlihat bahwa deskripsi motivasi belajar siswa di kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol disetiap indikator motivasi. Kesimpulan Berdasarkan hasil dari analisis data dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar kognitif siswa yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Selain itu, motivasi belajar siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Dengan demikian model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II bisa digunakan sebagai alternatif model pembelajaran fisika di sekolah karena terbukti dapat meningkatkan motivasi belajar dan meningkatkan hasil belajar kognitif fisika siswa.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 246
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada lembaga penelitian Universitas Riau karena telah memberikan bantuan finansial untuk penelitian ini yang merupakan tugas akhir ketika penulis menyelesaikan studi S1 di Universitas Riau. Penulis juga berterima kasih kepada Kepala Sekolah, Guru IPA Fisika dan siswa SMPN 1 Kampar Timur yang telah bersedia menjadi tempat penelitian dan berbagai pihak yang telah ikut serta memberikan bantuan dan masukan untuk menyelesaikan penelitian ini. Referensi [1] Trianto, “Mendesain Pembelajaran Inovatif–Progresif”, Penerbit Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010 [2] Hartono, “Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan”, Penerbit Zanafa, Pekanbaru, 2008 [3] Sardiman, “Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar”, Penerbit Rajawali Press, Jakarta. 2011 [4] Paul Suparno, “Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan”, Penerbit Kanisius, Yogyakarta 2012 [5] Anita Lie, “Cooperatife Learning”, Penerbit Grasindo, Jakarta, 2010. [6] Nur Asma, ”Model Pembelajaran Kooperatif”, Penerbit DEPDIKNAS, Jakarta, 2006 [7] Slavin, R. E., “Cooperative Learning: Teori, Research and Practice”, Terjemahan Narulita Yusron, Penerbit Nusa Media, Bandung, 2005 [8] Jack R. Fraenkel & Norman E. Wallen, “How to Design and Evaluate Research in Education”, Penerbit McGraw-Hil, New York, 2008 [9] Keller, john M dan Thomas W Kopp, “an application of the ARCS model of motivational design”, dalam Charles M reigeluth (ed), instructional theories in action, 289-319. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaurn, publisher, 1987 [10] Hake, R. R. “Analyzing Change/Gain Scores”. Penerbit Indiana University, Indiana, 1999 [11] Sugiyono,M “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D”, Penerbit Alfabeta, Bandung, 2011 Niki Dian Permana P* Program Studi Pendidikan Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia [email protected]
Agus Yoni PW Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Riau [email protected] Yennita Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Riau [email protected] Zuhdi Ma’aruf Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Riau [email protected]
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 247
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Simulasi Carbon Nanotube (10,0) dengan atom Pengganti Galium, Arsenik dan Nitrogen dengan Menggunakan Perangkat Lunak PHASE. Nurul Ikhsan*, Ely Aprilia, Acep Purqon, dan Suprijadi Abstrak Simulasi karakteristik dari suatu material merupakan bagian penting sebelum proses eksperimen dan pabrikasi material, tahapan ini mampu mereduksi resiko kegagalan dalam proses pembuatannya. Analisis hasil komputasi menjadi salah satu penentu kelayakan material untuk dapat dibuat secara eksperimen atau tidak. Walaupun demikian simulasi material juga memberikan keleluasaan bagi peneliti untuk dapat mengetahui sifat meterial yang belum ada dalam kehidupan nyata. Makalah ini akan membahas mengenai proses simulasi menggunakan perangkat lunak PHASE dan analisanya dengan objek meterial carbon nanotubes. Kata-kata kunci: Carbon nanotubes, simulasi komputasi, density of states.
Pendahuluan Sejak ditemukan pada tahun 1991 oleh Ijima [1], CNT telah menjadi objek riset yang sangat menarik. Sifat elektronik dan magnetiknya bergantung pada kiralitas dan diameternya [2]. Eksperimen dan simulasi telah banyak dilakukan untuk mempelajari sifat fisis, magnetik maupun elektronik pada CNT. Ketidakmurnian pada CNT dengan menggunakan atom pengotor nitrogen telah dilakukan oleh S.S Yu et al. Dengan menggunakan pendekatan LDA (local density approach) mereka menyimpulan bahwa dengan mengubah kadar atom nitrogen pada CNT dapat mengontrol properti elektronik CNT [3]. Doping nitrogen pada CNT dapat mengubah sifat semikonduktornya menjadi metalik [4]. Sifat elektronik dan magnetic cari CNT dengan atom pengotor juga telah banyak dipelajari dengan menggunakan teori ab initio. Diawali dengan penemuan Teori Hohenberg-Kohn [5] dan Kohn-Sham [6] yang memungkinkan kita untuk menyelesaikan persamaan Schrodinger dengan memodelkan sistem fiktif yang terdiri dari partikel tidak saling berinteraksi namun memiliki densitas yang sama seperti pada sistem yang saling berinteraksi. Pada persamaan Kohn-Sham ini dikenal potensial eksternal yang bekerja secara lokal ditempat partikel yang tidak saling berinteraksi itu bergerak, potensial ini juga dikenal sebagai Kohn-Sham Potential. Melalui persamaan inilah kita bisa mencari energi minimun dari suatu sistem partikel (seperti atom yang terdiri dari inti dan elektron) dengan menyelesaikan permasalahan nilai eigen. Selain itu dalam persamaan ini dirumuskan pula densitas dari sistem dengan N-partikel. Ide Kohn-Sham ini memberikan pandangan baru dalam Density Functional Theory (DFT), dan memberikan kontribusi yang besar di bidang komputasi material. Dengan cara pandang baru ini memungkinkan para peneliti untuk mengaplikasikan teori tentang interaksi elektron dalam atom pada material yang lebih kompleks, sehingga dapat
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 248
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
menyelesaikan permasalahan yang ada pada dunia nyata melalui proses pemodelan dan simulasi dengan bantuan komputer. Berbagai program atau perangkat lunak telah dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan simulasi material. Melalui simulasi material perhitungan yang rumit dalam bahasa matematis dapat disederhanakan dalam bahasa numerik dengan berbagai pendekatan dan asumsi. Penemuan komputer berkecepatan tinggi dan perkembangan jaringan komputer turut berkontribusi pada perkembangan ilmu rekayasa material. Komputer berkecepatan tinggi membantu perhitungan simulasi menjadi lebih cepat. Simulasi dalam dunia rekayasa material merupakan salah satu bagian penting guna mengurangi resiko kegagalan produksi material. Dalam makalah ini akan dibahas tahapan dan persiapan perhitungan untuk melakukan simulasi material dengan menggunakan perangkat lunak PHASE. Objek material yang digunakan pada peneltian ini adalah CNT (10, 0) dengan atom pengganti Galium, Arsenic dan Nitrogen. Teori Fungsional Kerapatan Sederhananya, teori fungsional kerapatan ddidefinisikan sebagai energi sebagai fungsi dari kerapatan muatan. Secara eksak teori kerapatan ini didefinisikan oleh Teori Hohenberg-Kohn [5] dalam hamiltonian h2 H 2me
V 2 i
ext
i
(r )
i
1 e2 2 i j ri rj
Berbagai metode telah dikembangkan untuk dapat menyelesaikan many body problem ini. Diantaranya pendekatan Hartree-Fock dan pendekatan Kohn-Sham. Dengan menggunakan pendekatan Kohn-Sham [6] hamiltonian diatas dapat dituliskan sebagai berikut
E KS Ts [n] drVext (r )n(r ) E Hartree [n] E II E XC [n]
(1)
Nilai fungsi kerapatan elektron didapat dengan meminimisasi nilai energi Kohn-Sham.
H
KS
i i (r ) 0
(2)
Pada simulasi komputasi perhitungan numerik dilakukan untuk menyelesaikan persamaan Kohn-Sham dengan nilai tebakan awal fungsi gelombang dan kerapatan elektron melalui proses iterasi
i H KS inp i i
(3)
Dengan nilai i adalah selisih nilai energi untuk fungsi gelombang dengan nilai mendekati 0 apabila nilai fungsi gelombang telah tercapai. Dengan menggunakan fungsi gelombang yang baru, kerapatan elektron yang baru pun dihitung dengan persamaan sebagai berikut
out 2 i occ
ISBN 978-602-19655-5-9
2
(4)
Hal. 249
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Proses ini akan diulang sehingga nilai
inp out
dikenal sebagai self consistent field
(SCF). Secara aliran program, metode SCF ini dapat diungkapkan seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Skema SCF pada perangkat lunak PHASE. Perangkat Lunak PHASE Perangkat lunak PHASE dikembangkan oleh Center for Research on Innovative Simulation (CISS) Tokyo University [7]. Program ini didukung oleh pemerintah jepang bidang kementrian pendidikan, olah-raga, dan kebudayaan (MEXT). Perangkat lunak PHASE menggunakan bahasa pemrograman Fortran untuk menghitung struktur atomik , magnetik dan elektronik CNT. Untuk mendapatkan hasil secara visual, agar mudah menginterpretasikan hasil perhitungan, dapat digunakan PHASE Viewer. PHASE menghitung elektronik, magnetik, dan struktur atom berdasarkan SelfConsistent Theory (SCF) yang digunakan untuk menyelesaikan persamaan KohnSham. Struktur optimal didapatkan dengan meminimasi gaya dari hasil pergitungan SCF menggunakan metode GDIIS, conjugate gradient, dan metode verlet velocity hingga gaya yang didapat konvergen.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 250
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Perangkat lunak PHASE dapat di download secara gratis untuk keperluan penelitian dan pendidikan, dengan syarat mengakui bahwa mereka telah mengunakan perangkat lunak PHASE yang dikembangkan oleh CISS pada publikasi mereka. Hasil dan diskusi Seluruh perhitungan yang kami kerjakan dilakukan di QC-cluster (quantum computing cluster), Laboratorium Komputasi Lanjut, Program Studi Fisika ITB. Kami menggunakan konfigurasi 8 cores prosesor dan 24 GB memori untuk melakukan percobaan ini. Konfigurasi tersebut hanya sebagian dari total kemampuan QC-cluster, konfigurasi total yang dimiliki cluster ini adalah 36 cores dan 76 GB memori.
Gambar 2. Struktur CNT(10,0), terdiri dari 80 atom karbon dengan ujung zigzag. 35
30
DOS (states/eV)
25
20
15
10
5
0 -1.5
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
Energy (eV)
Gambar 3. Density of States CNT(10,0) menunjukan adanya gap antara pita valensi dan pita konduksi. Garis vertikal yang terputus di 0 eV menyatakan Fermi level, dan garis merah menyatakan DOS dari struktur CNT(10,0), diambil dari referensi [6]. Perhitungan pertama adalah perhitungan CNT(10,0) sempurna, yang tidak diberikan atom pengotor ataupun pengganti. Hasil perhitungan ini dilakukan sebagai validasi sistem. Dari hasil perhitungan menggunakan perangkat lunak PHASE, struktur CNT(10,0) seperti ditunjukan oleh Gambar 2, memiliki karakteristik DOS yang ditunjukan oleh Gambar 3, dari kurva ini dapat diamati bahwa CNT(10,0) merupakan bahan semikonduktor yang mempunyai nilai band gap 0.82 eV. Kurva DOS ini menggambarkan kebolehjadian suatu elektron untuk berada pada tingkatan energi
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 251
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
tertentu. Semakin tinggi keadaan (states) per elektron volt-nya, maka kemungkinan ditemukannya elektron pada energi tersebut adalah tinggi. Sebaliknya jika keadaan per elektron voltnya nol, maka tidak mungkin ditemukan eletron pada energi tersebut. Hasil energi gap yang kami peroleh, telah sesuai dengan perhitungan yang telah dilakkan oleh Saito dkk [2], yang menyatakan bahwa CNT(10,0) berifat semikonduktor.
Gambar 4. Struktur awal sebelum perhitungan CNT(10,0) dengan atom pengganti galium, arsenik dan nitrogen. 20
15
DOS (states/eV)
10
5
0
-5
-10
-15 -1.5
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
Energy (eV)
Gambar 5. Density of states CNT(10,0) dengan atom pengganti galium, arsenik dan nitrogen menunjukan bahwa penambahan atom pengganti tersebut menghilangkan sifat semikonduktor CNT(10,0). Garis merah menyatakan DOS dari spin-up, sedangkan garis biru menyatakan DOS dari spin-down. Berawal dari perhitungan CNT(10,0) yang telah mengkonfirmasi pekerjaan sebelumnya. Kami melanjutkan penelitian dengan cara mengganti beberapa atom karbon yang ada pada rantai Single Wall Carbon Nanotubes, seperti yang ditunjukan oleh Gambar 4. Perhitungan CNT(10,0) dengan atom pengganti galium, arsenic dan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 252
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
nitrogen telah berhasil kami lakukan. Adanya atom pengganti tersebut telah mengubah struktur dan sifat elektronik CNT(10,0). Dari hasil perhitungan kerapatan elektron yang ditunjukan oleh Gambar 5, dapat dilihat bahwa penambahan atom pengganti tersebut menghilangkan sifat semikonduktor dari CNT(10,0), karena terdapat kebolehjadian ditemukannya elektron dengan spin down di sekitar Fermi level, hal ini memungkinkan elektron dengan polarisasi spin down untuk menyebrang dari pita valensi ke pita konduksi. Kemudian dari perbedaan spin up dan spin down teramati bahwa struktur ini memiliki perbedaan densitas antara elktron yang memiliki spin-up dan spin down, sehigga diduga material CNT(10,0) dengan pengganti Ga, N, dan As dengan konfigurasi seperti pada Gambar 2 diperkirakan memiliki momen magnetik, besarnya momen magnetik ini belum dapat ditentukan hanya dengan perhitungan DOS. Perhitungan lebih lanjut dengan memperhatikan parameter polaritas dari spin elektron yang lebih teliti, dapat dilakukan untuk menghitung momen magnetik dari material ini. Kesimpulan Perangkat lunak PHASE yang berkerja secara first principles, telah berhasil digunakan untuk memprediksi karakteristik material CNT (10,0) yang telah divalidasi oleh penelitian sebelumnya. Selanjutnya simulasi lebih lanjut mengenai CNT(10, 0) dengan atom pengganti galium, arsenik, dan nitrogen menunjukan bahwa sifat semikonduktor yang ada pada CNT(10, 0) akan hilang dengan adanya atom pengganti tersebut. Selain itu ditemukan pula bahwa sifat magnetik dari material ini pun berubah. Penelitian lebih lanjut mengenai momen magnetik yang bekerja pada sistem ini dapat dilakukan pada penelitian yang akan datang. Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada program peningkatan kapasitas ITB yang telah memberikan dukungan dana penelitian ini. Referensi [1] Sumio Ijima. “Helical microtubules of graphitic carbon”, Nature 354, 56-58 (1991) [2] R. Saito, G. Fujita, M. Dreaaelhaus dan Dresselhaus M. S. “Electronic structure of chiral graphene tubules”, Appl. Phys. Lett.60, 2204-2206 (1992) [3] S. S. Yu, W. T. Wen, Q. B. Zheng dan Q Jiang. “Effects of doping nitrogen atoms on the structure and electronic properties of zig-zag single walled carbon nanotubes through first-principle calculation”, Nanotechnology 18, 1-7 (2007) [4] R. Czerw, M. Terrones, J. C. Charlier, X. Blase, B. Foley, R. Kamalakaran, N. Grobert, H. Terrones, D. Tekleab, P.M. Ajayan, W. Blau, M. Ruhle dan D. L. Caroll. “Identification of electron donor states in n-doped carbon nanotubes”, Nano Letters 1(9), 457-460 (2001) [5] P. Hohenberg dan W. Kohn. “Inhomogeneous electron gas”. Phys. Rev. 136, B864-B871 (1964) [6] W. Kohn dan L. J. Sham. “Self-consistent equation including exchange and correlation effect”, Phys. Rev. B 54, 16533-16539 (1996) [7] http://www.ciss.iis.u-tokyo.ac.jp/ (diakses Juli 2012) [8] F. Muttaqien “Electronic and Magnetic Properties of Substational Impurities in Zigzag Edge (10,0) Carbon Nanotubes”. Master Thesis ITB, 2012.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 253
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Nurul Ikhsan* Program Studi Sains Komputasi, Institut Teknologi Bandung [email protected] Ely Aprilia Pusat Teknologi Instrumentasi dan Otomasi Institut Teknologi Bandung [email protected] Acep Purqon Program Studi Fisika Institut Teknologi Bandung [email protected] Suprijadi Program Studi Fisika Institut Teknologi Bandung [email protected]
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 254
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Pengembangan Media Pembelajaran Gerak Parabola Berbasis Perangkat Lunak Loggerpro Berorientasi Eksperimen Inkuiri Menggunakan Roket Air Pradita Adnan Wijaya* dan Muchlas Abstrak Model pengembangan media pembelajaran menggunakan modifikasi dari model 4-D yang disarankan oleh Thiagarajan (1974). Model 4-D yang dimodifikasi ini terdiri dari 3 tahap, yaitu: (1) Tahap Pendefinisian (define), (2) Tahap Perancangan (design), dan (3) Tahap Pengembangan (develop). Untuk mengetahui kelayakan media, dilakukan validasi kebeberapa validator yang menjadi subjek penelitian, yakni ahli media, ahli materi, dan ahli pengguna. Validasi ini berupa pemberian angket dengan kriteria yang telah ditentukan. Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan media pembelajaran berbasis perangkat lunak LoggerPro berorientasi eksperimen inkuiri menggunakan media roket air pada pokok bahasan gerak parabola untuk SMA/MA kelas XI, meliputi: (1) Alat percobaan roket air, (2) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, (3) Lembar Kerja Siswa (LKS), (4) Rubrik Penilaian, (5) Panduan praktikum, dan (6) Contoh laporan praktikum. Media ini telah memenuhi syarat kelayakan dengan kriteria; media sebesar 88,6 % termasuk dalam kategori sangat baik (SB), materi sebesar 77,6 % termasuk dalam kategori baik (B), dan pengguna sebesar 93 % temasuk dalam kategori sangat baik (SB). Dari hasil analisis validasi yang menunjukkan bahwa hasil media pembelajaran ini dinyatakan valid dan dapat dimanfaatkan serta layak dijadikan sebagai media pembelajaran fisika pokok bahasan gerak parabola untuk SMA/MA kelas XI. Kata-kata kunci: Pengembangan, Eksperimen Inkuiri, Gerak Parabola
Pendahuluan Sebagai sains, fisika memegang peranan penting dalam keberhasilan pengajaran. Namun, masih banyak siswa yang menganggap bahwa fisika merupakan pelajaran yang sulit dan menakutkan, sehingga fisika tidak menarik. Hal ini ditunjukkan oleh nilai ujian nasional tahun 2012 yang diperoleh siswa-siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) negeri dan swasta provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, pada bidang studi fisika yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya, seperti ditunjukkan pada gambar berikut [9].
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 255
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 1. Data UAN SMA Negeri dan Swasta Jurusan IPA. Penelitian ini dilatar belakangi oleh rendahnya penguasaan siswa terhadap hasil belajar fisika, karena masih banyak siswa yang menganggap bahwa fisika merupakan pelajaran yang sulit dan menakutkan, sehingga fisika tidak menarik. Ketepatan memilih media pembelajaran merupakan faktor utama dalam mengoptimalkan hasil pembelajaran. Salah satu pokok bahasan fisika yang dianggap sulit oleh para siswa adalah materi gerak parabola, karena dalam penyampaian materi gerak parabola guru hanya melakukan demonstrasi dan ceramah. Hal ini dikarenakan harga alat eksperimen yang cukup mahal, sehingga tidak tersedianya alat percobaan gerak parabola di beberapa sekolah. Berdasarkan kasus diatas, Salah satu upaya untuk mengubah keadaan tersebut adalah dilakukannya pembelajaran eksperimen inkuiri menggunakan media roket air, karena pembelajaran tersebut menuntut keaktifan siswa dalam menguasai serta memahami konsep fisika secara eksperimen. Agar lebih mudah dalam mempelajari dan mengamati gejala gerak parabola, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan alat bantu komputer yang didukung oleh perangkat lunak LoggerPro untuk menganalisisnya. Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan media pembelajaran berbasis perangkat lunak LoggerPro berorientasi eksperimen inkuiri menggunakan media roket air pada pokok bahasan gerak parabola untuk SMA/MA kelas XI. Landasan Teori A. Pengertian Media Pembelajaran Pengertian media secara terminologi cukup beragam, sesuai sudut pandang para pakar media pendidikan. Kata media pembelajaran berasal dari bahasa latin medius yang berarti tengah, perantara atau pengantar. Sadiman dalam Musfiqon mengatakan media adalah perantara atau pengantar pesan pengirim ke penerima pesan. Dalam bahasa arab, media juga berarti perantara (wasail) atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Gerlach & Ely dalam Arifin, mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan alat-alat grafis, photografis,
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 256
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual dan verbal [3]. Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran merupakan proses komunikasi. Jadi, media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar. B. Microsoft Excel 2007 (Spreadsheet Excel) Microsoft Excel merupakan program aplikasi spreadsheet (lembar kerja elektronik). Fungsi dari Microsoft Excel adalah untuk melakukan operasi perhitungan serta dapat mempresentasikan data kedalam bentuk tabel [3]. Microsoft Excel atau Microsoft Office Excel adalah sebuah program aplikasi lembar kerja spreadsheet yang dibuat dan didistribusikan oleh Microsoft Corporation untuk sistem operasi Microsoft Windows dan Mac OS. Aplikasi ini memiliki fitur kalkulasi dan pembuatan grafik yang dengan menggunakan strategi marketing. Microsoft yang agresif, menjadikan Microsoft Excel sebagai salah satu program komputer yang populer digunakan di dalam komputer mikro hingga saat ini. Bahkan, saat ini program ini merupakan program spreadsheet paling banyak digunakan oleh banyak pihak, baik di platform PC berbasis Windows maupun platform Macintosh berbasis Mac OS, semenjak versi 5.0 diterbitkan pada tahun 1993. C. Materi Materi yang disampaikan dalam media ini adalah gerak parabola untuk siswa SMA/MA kelas XI. Metode Penelitian A. Model Pengembangan Penelitian ini merupakan usaha untuk menyelesaikan masalah pendidikan khususnya pembelajaran eksperimen melalui pengembangan produk. Pengembangan produk ini dilakukan dengan menggunakan model yang pernah dipakai oleh Thiagarajan (1974) yakni Model 4-D. Model ini terdiri dari 4 tahap pengembangan yaitu Define, Design, Develop, dan Desseminate atau diadaptasikan menjadi Model 4-P, yaitu Pendefinisian, Perancangan, Pengembangan, dan Penyebaran [3]. Melalui model pengembangan Thiagarajan, dilakukan pengembangan media pembelajaran dan penyusunan buku pegangan guru pembelajaran berorientasi eksperimen inkuiri menggunakan media roket air pada pokok bahasan gerak parabola untuk SMA/MA kelas XI yang diterapkan dalam pembelajaran. B. Prosedur Pengembangan Penelitian ini menggunakan prosedur pengembangan yang disarankan oleh Thiagarajan kemudian dimodifikasi oleh peneliti. Modifikasi prosedur pengembangan media pembelajaran model 4D dalam penelitian ini hanya sampai tahap pengembangan (develop) untuk menghasilkan naskah perangkat. Penjelasan tahap pendefinisian (define), perancangan (design), dan Pengembangan (develop) dijelaskan dalam lampiran.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 257
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
C. Uji Coba Produk Sesuai ilustrasi prosedur pengembangan pada gambar di atas, ujicoba produk pada penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap yakni uji dari para ahli (Expert Judgedment), uji lapangan terbatas dan uji lapangan diperluas. Tahap ujicoba oleh para ahli dimaksudkan untuk memperoleh validasi media pembelajaran praktek yang dirancang, termasuk juga perangkat-perangkat pendukungnya. Teknik yang digunakan untuk melakukan uji ini adalah Delphi yakni penyimpulan hasil berdasarkan konsensus para ahli/pakar. Sedangkan prosedur teknik Delphi dilakukan dengan urutan (1) Penentuan tujuan yang diinginkan dicapai dari produknya yang dibuat, (2) Penyusunan kuisioner atau angket, (3) Penentuan ahli (Expert) sebagai sampel, (4) Pengiriman kuisioner kepada responden (Ahli), (5) Review terhadap kusioner yang dikembangkan pakar, (6) Mengundang pakar ahli untuk mengklasifikasi jawaban, dan (7) Pengambilan kesimpulan berdasarkan hasil konsensus pakar. Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian yaitu dengan angket sebagai instrumennya [3]. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan media yang dibuat setelah kuesioner dilakukan, langkah selanjutnya adalah dengan menganalisis data sebagai berikut: a. Membuat tabulasi data dan menganalisisnya. b. Menghitung presentase dari tiap-tiap sub variabel dengan rumus: P(s)
s 100 % N
(1)
c. Dari presentase yang telah diperoleh kemudian ditransformasikan kedalam tabel, guna mempermudah pembacaan hasil penelitian. Untuk menentukan kriteria kualitatif dilakukan dengan cara: 1. Menentukan persentase skor ideal (skor maksimum) = 100%. 2. Menentukan persentase skor terendah (skor minimum) = 0%. 3. Menentukan range = 0-100 %. 4. Menentukan interval yang dikehendaki = 5 (sangat baik, baik, cukup, kurang, dan tidak baik). 5. Menentukan lebar interval (100/5 = 20). Tabel 1. Interval kriteria penilaian No 1 2 3
Interval 0% - 20% 21% - 40% 41% - 60%
Kriteria Sangat buruk Buruk Cukup
4 5
61% - 80% 81% - 100 %
Baik Sangat baik
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 258
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Hasil dan diskusi A. Hasil Pembuatan Media Penelitian ini menghasilkan media pembelajaran gerak parabola berorientasi eksperimen inkuiri dengan menggunakan roket air, dan perangkat pendukungnya. Hasil pengembangan alat percobaan roket air di sajikan pada gambar berikut.
Gambar 2. Alat Percobaan Roket Air. Sedangkan perangkat pendukungnya dideskripsikan pada tabel berikut. Tabel 2. Produk media pembelajaran gerak parabola berorientasi eksperimen inkuiri dengan menggunakan roket air No
Nama Produk
1
Buku Pegangan Guru
2
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
3
Lembar Kerja Siswa (LKS)
4
Rubrik Penilaian
5 6
Modul Praktikum Contoh Laporan
ISBN 978-602-19655-5-9
Deskripsi Merupakan panduan untuk melaksanakan proses pembelajaran terdiri dari, RPP, LKS, rubrik penilaian, modul dan contoh laporan praktikum Uraian tentang perencanaan pembelajaran gerak parabola dengan acuan silabus dan standar isi dari pemerintah Berfungsi sebagai lembar petunjuk praktikum untuk penguatan konsep dasar tentang GLB, GLBB, dan gerak parabola serta analisisnya. Berfungsi untuk mengukur apakah indikator sudah tercapai atau belum, berisi soal-soal pengembangan dari LKS dan skor penilaian. Uraian tentang prosedur percobaan. Berisi tentang diskripsi dan hasil percobaan
Hal. 259
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
B. Analisis Data 1. Analisis angket uji media Dari hasil analisis uji media diperoleh rata-rata kelayakan 88,6% dan masuk kedalam interval 81% sampai dengan 100%, sehingga termasuk kriteria sangat baik. Hasil uji media untuk berbagai aspek ditunjukkan oleh gambar berikut.
Gambar 1. Grafik hasil uji media. 2. Analisis angket uji materi Dari hasil analisis uji materi diperoleh rata-rata kelayakan 77,4% dan masuk kedalam interval 61% sampai dengan 80%, sehingga termasuk kriteria baik. Hasil uji media untuk berbagai aspek ditunjukkan oleh gambar berikut.
Gambar 2. Grafik hasil uji materi.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 260
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
3. Analisis angket uji pengguna Dari hasil analisis uji pengguna diperoleh rata-rata kelayakan 94% dan masuk kedalam interval 81% sampai dengan 100%, sehingga termasuk kriteria sangat baik. Hasil uji media untuk berbagai aspek ditunjukkan oleh gambar berikut.
Gambar 5. Grafik hasil uji pengguna C. Pembahasan Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, menyatakan bahwa pengembangan media pembelajaran gerak parabola berorientasi eksperimen inkuiri menggunakan media roket air dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran fisika SMA/MA kelas XI. Media ini telah memenuhi syarat kelayakan dengan kriteria: media (alat percobaan dan buku pegangan guru) sebesar 88,60 % atau termasuk dalam kategori sangat baik (SB), materi (kesesuaian materi dengan perangkat pembelajaran yang dikembangkan) sebesar 77,60 % atau termasuk dalam kategori baik (B), dan pengguna sebesar 93,80 % temasuk dalam kategori sangat baik (SB). Dari hasil pengujian tersebut, media yang dikembangkan layak dijadikan sebagai media pembelajaran fisika berorientasi eksperimen inkuiri menggunakan media roket air pokok bahasan gerak parabola untuk SMA/MA kelas XI. Secara visual dapat terlihat pada grafik di bawah ini.
Gambar 6. Grafik hasil uji media pembelajaran.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 261
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa alat percobaan roket air dengan didukung oleh perangkat pembelajaran eksperimen inkuiri yang divalidasi oleh para ahli dan hasilnya menunjukkan bahwa pengembangan media pembelajaran gerak parabola berorientasi eksperimen inkuiri untuk siswa SMA/MA layak digunakan sebagai media pembelajaran. Referensi [1] Agung, R. 2012. Pemanfaatan Teknik Tracking LoggerPro Pada Pembentukan
Deret Fourier Keluaran Rangkaian Pengintral RC. Yogyakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Ahmad Dahlan. [2] Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta. [3] Arsyad, Azhar. 2006. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo. [4] Ashline, et al. 2013. Water Rockets in Flight: Calculus in Action. Colchester: St. Michael’s College.
Pradita Adnan Wijaya* Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan [email protected] Muchlas Program Studi Teknik Elektro Universitas Ahmad Dahlan [email protected]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 262
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Teori Moneter Gas Ideal dan Akar Masalah Kesenjangan Distribusi Kekayaan Rachmad Resmiyanto Abstrak Distribusi kekayaan merupakan persoalan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Sampai saat ini hampir tidak ada negara yang memiliki distribusi kekayaan yang merata. Akar persoalan kesenjangan distribusi kekayaan ini dapat diurai dengan teori moneter gas ideal yang sudah kami bangun sebelumnya. Teori ini dibangun dengan kias perilaku gas ideal dan proses barter. Berdasarkan teori moneter gas ideal, kelompok masyarakat yang menguasai kekayaan ialah kartel perbankan. Kata-kata kunci: teori moneter gas ideal, distribusi kekayaan
Pendahuluan Teori moneter gas ideal merupakan teori moneter yang dibangun berdasarkan kias antara perilaku gas ideal dengan proses barter dalam ekonomi. Jumlah uang beredar (JUB) V dikiaskan dengan volume gas, daya beli uang P dikiaskan dengan tekanan gas, pendapatan nasional dikiaskan dengan suhu gas, sehingga didapatkan persamaan umum moneter sebagai berikut PV kT .
(1)
dengan bilangan kmerupakan tetapan yang nilainya belum ditentukan [1]. Berdasarkan data-data moneter di Indonesia (1990-2011) dan AS (1913-2012) yang diplot menurut teori ini didapatkan kesimpulan bahwa pola proses moneter ialah PV n C
(2)
Dengan C merupakan tetapan dan nilai n, 0 < n < 1. Untuk Indonesia, n = 0,59 dan C = 0,49. Sedangkan untuk AS n = 0,39 dan C = 0,28 [2]. Persamaan (2) menunjukkan ada kelestarian selama proses moneter berlangsung. Karena suku PVdianggap sebagai tenaga uang maka persamaan ini disebut sebagai persamaan kelestarian tenaga uang, yakni n n PV . i i Pf V f
(3)
dengan penjurus idan f menyatakan keadaan awal dan akhir [3]. Sistem Moneter Saat Ini Sistem moneter saat ini tegak di atas 3 pilar yaitu uang fiat, perbankan dengan sistem cadangan pecahan (fractional reserve banking, FRB) dan bunga uang [4,5]. Sekarang, seluruh aktivitas ekonomi manusia hidup dalam sistem tersebut. Sistem ini bukan hanya berlaku di Indonesia, melainkan di seluruh negara di dunia.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 263
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Uang fiat merupakan uang yang beredar menurut dekrit pemerintah. Uang fiat yang berlaku sekarang memiliki nilai nominal yang jauh lebih besar dibanding nilai intrinsiknya. Sistem perbankan cadangan pecahan memungkinkan perbankan umum untuk melakukan proses penciptaan uang secara berlipat. Rasio cadangan ini dikenal sebagai Giro Wajib Minimum (GWM) yang besarnya ditentukan oleh bank sentral negara. Bunga uang memberi landasan bagi perbankan untuk menggelar aktivitas sewa-menyewa uang. Dengan demikian ada kelindan yang kuat antara uang dan perbankan. Dengan demikian, dalam sistem moneter saat ini, lembaga perbankan memainkan peran yang penting dalam pusaran ekonomi manusia. Perbankanlah satusatunya lembaga yang diijinkan untuk mencetak dan melipatgandakan uang. Tenaga-uang Perbankan dan Tenaga-uang Rakyat Apabila jumlah uang beredar mula-mula ialah Vi, kemudian perbankan menambah uang beredar sebanyak Vt maka jumlah uang beredar sekarang menjadi Vf = Vi + Vt. Dengan demikian nisbah Vi/Vf merupakan nisbah antara JUB awal dan JUB akhir. Dalam sistem perbankan cadangan pecahan (FRB), hubungan antara JUB awal (setoran tabungan) dengan JUB akhir diatur oleh koefisien pengganda uang beredar (money supply multiplier). Koefisien ini bernilai 1 / GWM
JUB akhir
1 setoran tabungan GWM
(4)
Dengan demikian, nilai nisbah Vi/Vf adalah GWM itu sendiri,
Vi Vi GWM . V f Vi Vt
(5)
sehingga persamaan (3) dapat ditulis ulang menjadi Pf GWM Pi . n
(6)
Uang sejumlah Vt yang ditambahkan ke JUB awal Vi mengakibatkan persamaan kelestarian tenaga-uang (3) dapat diurai menjadi
PiVi Pf V f Pf Vi Vt . n
n
n
(7)
Karena uang sejumlah Vt diciptakan oleh kartel perbankan, maka suku Pf Vt
n
merupakan suku tenaga-uang yang dimiliki kartel perbankan. Suku ini menunjukkan bagian tenaga-uang yang dimiliki kartel perbankan,
E bank Pf Vt . n
ISBN 978-602-19655-5-9
(8)
Hal. 264
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Sebaliknya, suku Pf Vi
n
merupakan bagian tenaga-uang yang dimiliki seluruh
pemegang uang selain kartel perbankan. Suku ini dapat juga dinamai sebagai tenagauang rakyat. Tenaga-uang ini dapat dimaknai sebagai kekayaan. Persamaan (1) menunjukkan bahwa tenaga-uang merupakan stok barang/jasa atau pendapatan nasional. Oleh karena itu porsi kepemilikan tenaga-uang sesungguhnya merupakan porsi distribusi kekayaan. Untuk nilai Vi Vt dengan n 1 dapat diselesaikan dengan menggunakan n
pendekatan deret binomial 2 suku pertama sebab nilai GWM membentang 0 GWM 1 . Dalam praktiknya, nilai GWM biasanya hanya kurang dari 10%.
Dengan demikian nilai Vi Vt dapat diurai menjadi n
Vi Vt
n
GWM . Vt n 1 n 1 GWM
(9)
Persamaan (7) akan menjadi GWM n n PV , i i Pf Vt 1 n 1 GWM
(10)
yang juga dapat ditulis dalam bentuk lain yakni Pf Vt n
1 PV n . GWM i i 1 n 1 GWM
n
(11)
n
Suku Pf Vi dapat dicari dengan cara mengalikan persamaan (6) dengan Vi , n Pf Vi n GWM PV i i . n
(12)
Dua persamaan terakhir ini secara berurutan menunjukkan bagian tenaga-uang yang dimiliki kartel perbankan dan yang dimiliki seluruh pemegang uang di luar kartel perbankan. Persamaan (11) dan (12) menunjukkan betapa sederhana peta distribusi kekayaan akan dibagi. Satu-satunya faktor hanyalah GWM. Distribusi Kekayaan yang dimiliki Kartel Perbankan dan Rakyat Sekarang akan dilihat bagaimana peta distribusi kekayaan di Indonesia dan AS. Di Indonesia, nilai n berdasarkan data pengamatan ialah n = 0,59dan diandaikan nilai GWM = 0,05 sehingga didapatkan
Pf Vt 0,97 PiVi . n
ISBN 978-602-19655-5-9
n
(13)
Hal. 265
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Pf Vi 0,17 PiVi . n
n
(14)
Persamaan (13) dan (14) menunjukkan kue distribusi kekayaan di Indonesia dikuasai oleh kartel perbankan sebanyak 90% lebih. Seluruh rakyat hanya menikmati kue distribusi kekayaan sebesar 17%. Sedangkan
penguasaan tenaga-uang di AS berdasarkan data
jika GWM diandaikan
n 0,39 dan
0,05 didapatkan skema
Pf Vt 0,98PiVi .
(15)
Pf Vi 0,31PiVi .
(16)
n
n
n
n
Ternyata, kue distribusi kekayaan di AS juga dimonopoli oleh kartel perbankan. Semua nilai skema penguasaan tenaga-uang di Indonesia dan AS di atas seharusnya jika dijumlahkan bernilai 1 (satu). Perbedaan nilai ini disebabkan oleh (1) pengambilan suku dalam penguraian Vi Vt hanya diambil 2 suku pertama saja, (2) n
nisbah Vi V f tidak 100% tercermin dalam GWM sebab dalam operasional di lapangan sangat mungkin ada kendala-kendala yang menyebabkan koefisien pengganda uang tidak bekerja secara maksimal. Meskipun demikian, kita dapat mengambil kesimpulan penting bahwa pembagian proporsi penguasaan tenaga-uang antara kartel perbankan dan rakyat menunjukkan ketimpangan yang luar biasa, sekira 9:1. Ketimpangan proporsi penguasaan tenaga-uang antara kartel perbankan dan rakyat akan nampak jelas sekali ketika proses moneter ialah proses isotermik yakni n = 1. Dalam proses ini, skema penguasaan tenaga-uang akan menjadi Pf Vt 1 GWM PV i i.
(17)
Pf Vi GWM PV i i .
(18)
Persamaan kelestarian tenaga-uang sejatinya menceritakan adanya pergeseran penguasaan tenaga-uang. Penambahan uang sejumlah Vt ke dalam peredaran uang di masyarakat menyebabkan pihak yang menambahkan uang sejumlah Vt memiliki kuasa tenaga-uang yang luar biasa. Pihak yang menambahkan uang ini adalah kartel perbankan. Penyadapan tenaga-uang sebesar (1-GWM) ini dapat dikatakan sebagai wujud lain dari korupsi/pencurian nilai uang yang dilakukan oleh perbankan. Pada titik ini, seluruh aktivitas perbankan sejatinya adalah aktivitas perampasan kekayaan seluruh rakyat. Hikmah Persamaan Tenaga-uang Persamaan kelestarian tenaga-uang menunjukkan bahwa siapapun yang memiliki kendali atas jumlah uang beredar sama saja memiliki kendali atas tenagauang perekonomian. Jadi ketika bank sentral memiliki kendali atas JUB maka sebenarnya bank sentral menguasai tenaga-uang perekonomian negara. Ketika perbankan komersial diijinkan oleh negara untuk melipatgandakan uang melalui nisbah
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 266
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
GWM yang ditetapkan bank sentral maka perbankan komersial menguasai tenagauang perekonomian. Porsi penguasaan tenaga-uang perekonomian dapat berbentuk misalnya industri apa yang akan didukung, ke mana uang akan dialirkan dan korporat mana yang akan mendapat dukungan paling besar. Hal ini nampak nyata sekali ketika proses pinjam-meminjam uang dengan bank selalu akan melibatkan jaminan aset peminjam. Porsi penguasaan tenaga-uang perekonomian merupakan kekuasaan yang tidak main-main sebab kartel perbankan dapat mendominasi berbagai sektor dalam perekonomian negara. Kaitan antara uang dan kekuasaan ditegaskan oleh Duncan (1997). Ia menyatakan bahwa siapa yang memiliki uang sebanyak satu sen maka ia menguasai dunia dan berhak memerintah seluruh manusia tapi hanya sebesar satu sen saja [6]. Data moneter yang ada menunjukkan bahwa kartel perbankan menguasai sekitar 90% tenaga-uang maka penguasa negara/rakyat yang sebenarnya ialah kartel perbankan. Bukti Kesenjangan Distribusi Kekayaan Di muka sudah dibahas, persamaan kelestarian tenaga-uang menunjukkan adanya kesenjangan luar biasa antara rakyat pemegang uang dan kartel perbankan. Menurut Kompas [7], Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat simpanan nasabah kaya (simpanan di atas Rp 2 miliar) di Indonesia hingga akhir 2012 mencapai Rp 1.718,9 triliun dari total simpanan Rp 3.277,15 triliun. Jumlah tersebut merupakan 52,45 persen dari total simpanan masyarakat Indonesia. Ini dimiliki oleh 185.174 rekening dari total 118.728.353 rekening. Jadi, 0,16% dari total rekening telah menguasai 52,45% dari total uang simpanan. Fakta ini dapat disederhanakan, jika negara berpenduduk 10 ribu orang maka 16 orang menguasai separo lebih dari total kekayaan seluruh penduduk. Sisanya dimiliki oleh 9984 orang. Di AS, kartel perbankan juga menguasai distribusi kekayaan. Untuk menunjukkan betapa kayanya kartel perbankan di AS, kekayaan tersebut dapat dibandingkan dengan jumlah uang yang beredar sebagaimana disajikan dalam gambar 1. Gambar ini menunjukkan bahwa kekayaan kartel perbankan ialah 6,6 kali lipat uang jenis M1 atau 1,5 kali lipat uang jenis M2 atau 0,99 kali lipat uang jenis M3.
Gambar 1. Kekayaan perbankan di AS 1992-2012 sebagai fungsi dari jumlah uang beredar M1, M2 dan M3. Kekayaan perbankan adalah 6,6 M1 atau 1,5 M2 atau 0,99 M3. Sumber data: http://www.thetrailofgreen.com.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 267
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Kesimpulan Sistem moneter kita telah menciptakaan distribusi kekayaan yang timpang. Aktivitas kartel perbankan telah menghisap kekayaan rakyat sehinggga kekayaan rakyat hanya sekitar 10% saja dari kekayaan total. Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan yang telah mendukung dalam keikutsertaan kegiatan ilmiah ini. Referensi [1] Resmiyanto, Rachmad, “Perumusan Model Moneter Berdasarkan Perilaku Gas Ideal”, Prosiding Seminar Nasional Pembelajaran Fisika, UNP, Padang, 2 November 2013 [2] Resmiyanto, Rachmad, “Pandangan terhadap Proses Moneter di Indonesia dan AS Berdasarkan Model Moneter Gas Ideal”, Seminar Nasional Fisika, UNHAS, Makassar, 14 November 2013 [3] Resmiyanto, Rachmad, “Teori Moneter Gas Ideal: Teori Inflasi Baru”, Seminar Nasional Sains dan Pembelajaran Sains, UMP, Purworejo, 30 November 2013 [4] Iswardono, 1999, Uang dan Bank, Ed. 4, Cet.6, BPFE, Yogyakarta [5] Mankiw, N. Gregory, 2007, Makroekonomi, Ed.6, Cet.1, Erlangga, Jakarta. [6] Duncan, Hugh Dalziel, 1997, Sosiologi Uang, Pustaka Pelajar, Yogyakarta [7] http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/02/07/15340728/Simpanan.Nasaba h.Kaya.-Tembus.Rp.1.718.Triliun, tayang tanggal 07 Februari 2013
Rachmad Resmiyanto Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan [email protected]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 268
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Sebaran Resistivitas daerah Sesar Sumatera Berdasarkan Hasil Pemodelan 1D Metode Magntotellurik Rahman Nurhakim*, Doddy Sutarno,Rudi Prihantoro, Nurhasan, dan Nazli Ismail Abstrak Sesar Sumatera merupakan salah satu sesar aktif di Indonesia akibat pertemuan dua lempeng yaitu lempeng Indo-Australia dan Eurasia. Sesar tersebut membentang dari utara hingga selatan Pulau Sumatera. Beberapa metoda geofisika sudah banyak dilakukan untuk mempelajari sesar Sumatera ini. Dalam penelitian ini, digunakan metoda Magnetotelurik untuk meneliti sebaran resistivitas didaerah sesar tersebut. Metode magnetotellurik merupakan salah satu metode geofisika yang dapat memetakan bawah permukaan dengan parameter berupa sebaran resistivitas. Metode ini mempunyai kelebihan mempunyai penetrasi yang sangat dalam hingga ratusan kilometer. Pada bulan Agustus 2013, pengukuran telah dilakukan pada beberapa titik yang memotong sesar dengan mengukur intensitas medan listrik dan magnet di setiap titik. Analisis dilakukan terhadap pseudosection resistivitas semu, fasa, skewness dari data hasil pengukuran. Hasil yang didapatkan memperlihatkan bahwa daerah sesar mempunyai nilai resisitivitas yang kontras disekitar sesar serta adanya lapisan dekat permukaan yang memiliki resistivitas cukup tinggi. Kata-kata kunci: Magnetotellurik, Resistivitas, Sesar Sumatera
Pendahuluan Sesar didefinisikan sebagai bidang rekahan yang disertai oleh adanya pergeseran relatif (displacement) satu blok terhadap blok batuan lainnya. Jarak pergeseran tersebut dapat hanya beberapa milimeter hingga puluhan kilometer, sedangkan bidang sesarnya mulai dari yang berukuran beberapa centimeter hingga puluhan kilometer (Billing, 1969). Terdapat sesar yang memanjang segmen Aceh sepanjang 200km[1]. Sesar merupakan salah satu penyebab terjadinya gempa bumi. Telah banyak dilakukan penelitian tentang sesar dengan menggunakan metode geofisika seperti motode GPS, seismic tetapi penggunaan metode magnetotellurik masih jarang dipergunakan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan metode magnetotellurik untuk penelitian sesar melalui analisa sebaran resistivitas dan fase dari data Magnetotelurik. Teori Magnetotelurik merupakan salah satu metode geofisika yang mengukur medan elektromagnetik alam yang dipancarkan oleh bumi. Tikhonov dan Cagnaird mengembangkan teori yang mendasari metode magnetotelurik pada tahun 1950. Mereka berdua mengamati bahwa medan listrik dan medan magnet berhubungan dengan arus telluric yang mengalir di bumi sebagai akibat dari variasi medan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 269
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
elektromagnetik alami bumi yang bergantung pada sifat kelistrikan terutama konduktivitas medium (bumi). Metode magnetotelurik (MT) adalah metode sounding elektromagnetik (EM)
dengan mengukur secara pasif komponen medan listrik ( E ) dan medan magnet alam
( H ) yang berubah terhadap waktu. Data pengukuran yang dihasilkan dari metode MT merupakan sebaran resistivitas yang menggambarkan variasi konduktivitas listrik terhadap kedalaman. Sehingga secara umum metode MT dapat digunakan untuk memperoleh informasi mengenai struktur tahanan jenis bawah permukaan. Berdasarkan frekuensinya sumber medan elektromagnetik alami bumi dibagi 2, yaitu : a. Frekuensi rendah (f < 1Hz). Medan elektromagnetik yang termasuk pada frekuensi rendah ini berasal dari interaksi antara solar wind dengan medan magnet bumi di lapisan ionosfer. b. Frekuensi tinggi (f > 1Hz). Medan elektromagnetik yang termasuk pada frekuensi tinggi ini berasal dari aktifitas badai petir dan transmisi gelombang radio pada lapisan atmosfer. Secara umum, fenomena elektromagnetik dapat dijelaskan secara matematis melalui persamaan Maxwell. Berikut adalah persamaan Maxwell dalam bentuk differensial : B E (1) t D H J (2) t D q (3) B 0 (4) Dimana
E = Medan Listrik (Volt/meter) B = Fluks atau Induksi Magnet (Tesla) H = Medan Magnet (Ampere/meter) 2 D = Perpindahan Dielektrik2(Coulomb/m ) J = Rapat Arus (Ampere/m ) q = Rapat muatan listrik (Coulomb/m3)
Hubungan fluks dan intensitas medan dalam medium, yaitu: D E B H E J E
ISBN 978-602-19655-5-9
(5) (6) (7)
Hal. 270
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
= Permitivitas dielektrik (Farad/meter) = Permeabilitas magnetik (Henry/meter) = Konduktivitas listrik (Siemens/meter) = Tahanan jenis (Ohm.meter)
Sifat fisik medium diasumsikan tidak bervariasi terhadap waktu dan posisi (homogen isotropik). Impedansi didefinisikan sebagai perbandingan antara komponen medan listrik dan medan magnet yang saling tegak lurus dapat diperoleh dari penurunan persamaan Maxwell, sehingga didapat : Ex Z xy i0 (8) Hy Ey (9) Z yx i0 Hx Impedansi kompleks dapat pula dinyatakan sebagai besaran amplitudo dan fasa. Dalam prakteknya besaran tersebut lebih sering dinyatakan dalam bentuk tahananjenis dan fasa sebagai berikut :
1
0
ZI
2
Im Z I Re Z I
tan 1
(10)
(11)
Gelombang EM yang merambat dalam medium mengalami atenuasi sehingga penetrasinya terbatas. Skin depth didefinisikan sebagai kedalaman pada suatu medium homogen dimana amplitudo gelombang EM telah terreduksi menjadi 1/e dari amplitudonya di permukaan bumi (ln e = 1 atau e = 2.718 ...). Besaran tersebut dirumuskan sebagai berikut:
503
f
m
(12)
Besaran skin depth digunakan untuk memperkirakan kedalaman penetrasi atau kedalaman investigasi gelombang EM. Untuk keperluan praktis digunakan definisi kedalaman efektif yang lebih kecil dari skin depth yaitu /2. Hasil dan diskusi Hasil pengambilan data lapangan ditampilkan dalam grafik data sebagai berikut (data dari salah satu titik pengambilan data). Data pada titik Db2, sebagai berikut:
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 271
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Resistivitas (Ohm.m)
1000
100
10
1 1000
100
10
1
0.1
0.01
0.001
Frekuensi (Hz) Rho xy
Rho yx
Grafik 1. Data resistivitas terhadap frekuensi 120
Fasa (Degrees)
100 80 60 40 20 0 1000
100
10
1
0.1
0.01
0.001
Frekuensi (Hz) Fasa xy
Fasa yx
Grafik 2. Data fasa terhadap frekuensi 160 Impedansi (mV/Gam/km)
140 120 100 80 60 40 20 0 1000
100
10
1
0.1
0.01
0.001
Frekuensi (Hz) Impedansi xx
Impedansi xy
Impedansi yx
Impedansi yy
Grafik 3. Data impedansi terhadap frekuensi
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 272
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
1.2 1
Skewness
0.8 0.6 0.4 0.2 0 1000
100
10
1
0.1
0.01
0.001
Frekuensi (Hz)
Grafik 4. Data skewness terhadap frekuensi Data yang telah diambil dari semua titik pengukuran kemudian diolah sehingga didapatkan hasil berupa pseudosection frekuensi terhadap resistivitas dan frekuensi terhadap fasa sebagai berikut :
Gambar 1. Pseudosection terhadap resistivitas
frekuensi
Gambar 2. terhadap fasa
Pseudosection
frekuensi
Analisa dimensionaliltas dapat dilakukan dengan melhat grafik data hasil pengukuran. Parameter yang digunakan untuk menganalisa dimensionalitas ialah, data resistivitas, impedansi, dan skewness terhadap frekuensi. Data grafik resistivitas (grafik 1) memperlihatakan pada frekuensi tinggi nilai resistivitas berimpit dan mulai terpisah pada rentang frekuensi 101-100Hz. Dari data tersebut dapat dianalisa bahwa pada frekuensi besar hingga frekuensi 101-100Hz lapisan bawah permukaan yang terukur mempunyai dimensionalitas 1D ditandai dengan nilai sebaran resistivitas yang sama. Sedangkan, ketika melebihi rentang tersebut hingga frekuensi rendah nilai reisistivitas tidak lagi berimpit atau bernilai sama yang menadakan bahwa lapisan tersebut memiliki dimensionalitas 2D dan 3D. Data grafik selanjutnya dari grafik impedansi dan skewness dapat memperkirakan dimensionalitas pada frekuensi rendah tersebut. Dari grafik impedansi
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 273
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
terhadap frekuensi dapat dilihat bahwa pada frekuensi tinggi nilai impedansi Zxy dan Zyx lebih besar dibanding Zxx dan Zyy hingga rentang frekuensi antara 101-100Hz. Hal tersebut menandakan bahwa daerah frekuensi tinggi memiliki dimensionalitas 1D dimana sesuai dengan teori bahwa untuk impedansi 1D nilai Zxx=Zyy0 sedangkan nilai Zxy=-Zyx (pada grafik merupakan nilai besar impedan si sehingga Zxy=Zyx). Untuk frekuensi rendah data impedansi semua nilai mengecil hampir mendekati 0 dengan kata lain bahwa untuk frekuensi rendah dari 100Hz merupakan lapisan yang mempunyai nilai dimensionalitas yang makin 1D atau 2D karena untuk dimensionalitas 3D akan mempunyai nilai impedansi yang tidak mendekati 0. Sehingga untuk lapisan tersebut merupakan lapisan 2D dengan penggabungan analisa berdasarkan nilai resistivitasnya. Selain itu, analisa impedansi diperkuat dengan adanya data skewness terhadap frekuensi. Nilai skewness adalah nilai perbandingan dari impedansi Zxx+Zyy terhadap Zxy-Zyx. Untuk dimensionalitas 1D nilai skewness0 dan untuk dimensionalitas 2D&3D 0. Dapat dilihat dari data grafik bahwa nilai skewness0 untuk rentang frekuensi tinggi hingga sekitar 100Hz dan nilainya menjadi semakin besar untuk frekuensi yang lebih kecil. Data tersebut menambah hasil analisa bahwa lapisan pada frekuensi kecil memiliki dimensionalitas 2D. Analisis letak sesar dapat dilihat dari hasil pseudosection frekuensi terhadap resistivitas pada gambar 6. Gambar pseudosection tersebut menggambarkan adanya perubahan resistivitas pada titik Db2, D5 dan Db5. Pada titk Db2 dan Db 5 merupakan perubahan peralihan antara lempeng darat dengan lautan karena titik selanjutnya merupakan daerah pantai yang berbatasan dengan laut. Pada titik D5 terjadi perubahan kontras resistivitas dan pada titik tersebut diperkirakan letak dari sesar Sumatera. Karakteristik sesar sendiri ialah mempunyai nilai resistivitas yang rendah tetapi masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai resistivitas air laut. Pada titik D5 terjadi perubahan nilai resistivitas dari tinggi ke rendah diakibatkan adanya perbedaan lempeng akibat patahan sehingga terjadi perubahan nilai resistivitas. Kesimpulan Analisis dimensionalitas yang dilakukan dengan parameter resistivitas, impedansi dan skewness pada data hasil pengukuran menunjukkan struktur terdiri dari 1D dan 2D. Daerah sesar diperkirakan terletak disekitar titik D5 yang diperlihatkan adanya kontras resistivitas dari pseudosection data hasil pengukuran. Data geologi diperlukan sebagai data tambahan melihat susunan struktur batuan dalam penentuan bidang sesar. Penggabungnan data hasil pengukuran dengan metode lain (AMT, CSAMT, seismik, dll) dapat meningkatkan resolusi hasil pengukuran dan sebagai validasi penentuan letak sesar. Ucapan terima kasih Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Kerjasama Luar Negeri dan Publikasi Internasional yang dibiayai oleh DIKTI tahun 2013. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tokyo Institute of Technology, Jepang atas dukungan peralatan MTU untuk kegiatan pengambilan data MT. Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam survey MT di Aceh.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 274
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Referensi [1] Sieh, Kerry & Natawidjaya, D. Neotectonics of the Sumatran faults, Indonesia. Journal of Geophysical Research, vol 105 p.28,295-28,326. December 10, 2000. [2] Fiona S. & K. Bahr, Practical Magnetotellurics, Cambridge Univ. Press., 2005 [3] P. Karey, M. Brooks & Ian Hill, An Introduction to Geophysical exploration 3rd edition, blackwell science, 2002 [4] Telford W.F. & Godart, Applied Geophysics 2nd edition, Cambridge Univ. Press., 1985 [5] W. Lowrie, Fundamentals of geophysics 2nd edition, Cambridge Univ. Press., 2007
Rahman Nurhakim* Department of Physics Institut Teknologi Bandung [email protected]
Rudy Prihantoro Department of Physics Institut Teknologi Bandung [email protected]
Nurhasan Department of Physics Institut Teknologi Bandung [email protected]
Doddy Sutarno Department of Physics Institut Teknologi Bandung [email protected]
Nazli Ismail Department of Physics Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 275
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Macro Visual Basic PowerPoint sebagai Media Belajar Virtual Lab AVO Meter Analog Ratna Puspitasari*, Siti Nurul Khotimah, dan Wahyu Hidayat Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melatih keterampilan proses awal siswa sebelum melaksanakan pengukuran dengan AVO Meter. Pada praktikum pengukuran kelistrikan, praktikan sering tidak menyadari telah melakukan kesalahan dalam menggunakan alat ukur yang berakibat kerusakan alat sehingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Untuk itu, kami membuat media belajar Virtual lab AVO Meter Analog menggunakan Macro Visual Basic PowerPoint untuk kasus rangkaian dua resistor seri. Pertama, diawali dengan menyusun materi tentang AVO Meter, mendisain tampilan media, mengklasifikasi sub bab materi pada setiap slide ppt, dan membuat hyperlink yang terdapat pada media. Kedua, membuat sejumlah button seperti: command button, option button, combo box serta text box dan menuliskan program macro visual basic untuk mengaktifkan perintah yang diinginkan. Media belajar virtual lab AVO Meter ini dapat melatih siswa mengenal komponen-komponen pada AVO Meter, cara menggunakan sesuai dengan fungsi kerjanya, dan membaca skala ukur. Kata-kata kunci: AVO Meter Analog, Macro Visual Basic, PowerPoint, Virtual Lab
Pendahuluan Berdasarkan rumusan terbaru kurikulum 2013, Standar Kompetensi Lulusan satuan pendidikan berisikan 3 (tiga) komponen yaitu kemampuan proses, konten, dan ruang lingkup penerapan komponen proses dan konten. Komponen proses adalah kemampuan minimal untuk mengkaji dan memproses konten menjadi kompetensi [1]. Proses pembelajaran di sekolah menengah diharapkan dapat membangun kemampuan proses siswa secara prosedural, baik soft skill ataupun hard skill. Salah satu cara untuk melatih kemampuan tersebut yaitu membangun pembelajaran bermakna dengan kegiatan praktikum. Hambatan yang dialami guru dalam melaksanakan kegiatan praktikum yaitu dibutuhkan waktu khusus untuk persiapan sebelum praktikum dilaksanakan serta tidakadanya laboran yang dapat membantu pelaksanaan praktikum IPA Fisika [2]. Sedangkan kendala yang dialami siswa selama kegiatan praktikum salah satunya yaitu kesiapan siswa terhadap materi praktikum akibat kurang memahami panduan kerja sebelum melaksanakan praktikum [3]. Adanya kendala selama proses kegiatan praktikum ini tentu harus segera ditindaklanjuti secara serius agar ketercapaian dalam proses pembelajaran dapat terpenuhi sesuai dengan yang diharapkan. Praktikum virtual atau sering disebut virtual lab merupakan suatu kegiatan laboratorium yang menggunakan program aplikasi dalam komputer. Selama sepuluh tahun terakhir telah dilakukan penelitihan secara empiris yang menyatakan bahwa eksperimen secara virtual dapat meningkatkan keterampilan, sikap kemandirian, dan pemahaman siswa [4]. Selain itu, penggunaan virtual lab memungkinkan siswa untuk
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 276
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
mengeksplorasi dan mendesain laboratorium mereka sendiri ketika menerapkan konsep-konsep fisika [5]. Berdasarkan masalah di atas, tujuan dalam penelitian ini adalah untuk membuat Media Belajar Virtual Lab AVO Meter Analog berbasis Macro Visual Basic PowerPoint, yang diharapkan untuk membantu siswa dan guru dalam melatihkan keterampilan proses awal sebelum melakukan kegiatan praktikum secara nyata. Teori AVO meter atau sering disebut juga sebagai Multimeter ditemukan pertama kali oleh Donald Macadie pada tahun 1920an adalah suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur besaran listrik seperti: tegangan, arus, dan hambatan listrik pada suatu komponen elektronik atau dalam rangkaian listrik. Terdapat dua tipe AVO meter berdasarkan cara kerjanya, yaitu: AVO meter analog dan AVO meter digital. AVO Meter Analog AVO meter analog atau yang biasa disebut multimeter jarum adalah alat pengukur besaran listrik menggunakan tampilan dengan jarum yang bergerak. AVO meter ini dapat digunakan untuk mengukur arus listrik (mA), hambatan (Ohm), dan tegangan (Volt). Kelebihan AVO meter analog adalah mudah dalam pembacaannya dengan tampilan yang lebih sederhana. Sedangkan kekurangannya yaitu memiliki akurasi yang rendah. Prinsip Kerja AVO Meter Analog Prinsip kerja dari AVO meter analog berdasarkan pada pengaruh arus listrik yang mengalir ke dalam rangkaian AVO meter tersebut. Bagian utama dari sebuah multimeter analog adalah pergerakan dari kumparan akibat perubahan fluks magnet permanen (the permanent-magnet moving coil / PMMC). Tipe umum dari pergerakan ini digunakan untuk pengukuran arus DC. Susunan dasar dari prinsip kerja AVO meter analog ditunjukkan pada Gambar 1 berikut ini.
Gambar 1. Komponen dasar penggerak jarum penunjuk pada AVO meter analog [6]. Saat arus pengukuran (Im) masuk ke dalam kabel kumparan seperti ditunjukkan pada Gambar 1, selanjutnya akan dihasilkan medan magnet dalam kumparan tersebut. Adanya arus ini menginduksi medan magnet yang saling berinteraksi dengan medan magnet permanen seperti bentuk sepatu kuda. Dari interaksi ini menghasilkan suatu gaya akibat sebuah torsi mekanis yang dihasilkan oleh kumparan. Karena kumparan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 277
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
terusik oleh medan induksi dan tergulung secara permanen pada sebuah tabung silinder putar (drum) seperti ditunjukkan Gambar 1, gaya torsi yang dihasilkan akan mengakibatkan rotasi dari tabung mengelilingi batang pemutarnya. Terdapat dua pegas pengendali pada batang pemutar drum. Saat drum berputar, satu pegas menggulung batang pemutar dari depan menuju ke dalam, pegas yang lain menggulung batang pemutar pada arah yang sebaliknya, sehingga memperlihatkan sebuah ukuran torsi dengan arah putaran yang berlawanan, dan mengendalikan pergerakan dari drum. Pegas ini menghasilkan nilai torsi yang bergantung pada sudut simpangan dari drum, , atau sudut simpangan jarum penunjuk. Pada suatu posisi tertentu (atau sudut simpangan tertentu), gaya torsi dari kedua pegas tersebut berada dalam kesetimbangan. Pengertian Microsoft PowerPoint 2010 Aplikasi Microsoft Powerpoint, pertama kali dikembangkan oleh Bob Gaskins dan Dennis Austin sebagai presenter untuk perusahaan bernama Forethoutght, Inc yang kemudian mereka ubah namanya menjadi Power Point. Microsoft Office PowerPoint 2010 merupakan salah satu perangkat lunak yang dikeluarkan oleh Microsoft yang dapat digunakan untuk mempresentasikan tulisan atau gambar kepada orang lain secara efektif, profesional dan juga mudah. Microsoft Power Point dapat terdiri dari teks, grafik, obyek gambar, clipart, movie, suara dan obyek yang dibuat dengan program lain [7]. Setiap pergerakan dari jarum penunjuk ditandai oleh dua besaran listrik: pertama, Rm adalah hambatan dalam yang dimiliki oleh kabel untuk membentuk kumparan; kedua, Im adalah arus meter yang menyebabkan jarum penunjuk menyimpang pada posisi skala maksimum. Oleh karenanya, apabila hukum Ohm diaplikasikan kita akan mendapatkan: Vm= Rm Im
(1)
Pengertian Macro Visual Basic Microsoft menyediakan Visual Basic for Applications (VBA) atau Macro yang merupakan pengembangan bahasa pemrograman Visual Basic yang digunakan pada aplikasi Microsoft Office. Visual Basic Applications dapat digunakan untuk membuat otomatisasi pekerjaan dalam Microsoft Office, sehingga dapat menghemat waktu dan tenaga. Dalam MS-PowerPoint, penggunaan Visual Basic Applications dapat melalui jendela Visual Basic Editor yang dikenal dengan penggunaan bahasa macronya. Macro merupakan rangkaian perintah-perintah dan fungsi-fungsi yang tersimpan dalam modul Microsoft Visual Basic Editor dan dapat dijalankan sewaktu-waktu jika dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan [7].
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 278
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Hasil dan diskusi Prosedur Pembuatan Media Belajar AVO Meter
Membuat Prosedur Macro pada Visual Basic Editor Membuat prosedur macro dapat ditulis melalui jendela Visual Basic Editor, dengan menuliskan kode-kode macro serta menjalankan prosedur tersebut. Berikut adalah prosedur-prosedur macro untuk menjalankan program Visual Basic pada pembuatan program Virtual Lab AVO Meter.
Pada slide 3 – 7 Mengaktifkan tombol CommandButton untuk mengisi tulisan pada TextBox dan menampilkan gambar yang tersembunyi.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 279
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
- Klik simbol CommandButton pada bagian group Control - Mengubah nama tombol dengan mengklik Properties dan mengisi nama sesuai yang diinginkan pada kolom Caption - Membuat perintah pada tobol CommanButton tersebut dengan mengklik View Code dan mengisi perintah pada jendela Visual Basic Editor.
Gambar 2. Kode perintah tombol Command Button untuk mengisi tulisan pada TextBox dan menampilkan gambar yang tersembunyi. Pada slide 3, saat tombol CommandButton 4 ditekan, maka pada TextBox 1 akan terisi oleh tulisan yang sebelumnya telah diisi dengan memberi tanda (“…”). Serta halaman presentasi akan aktif untuk memunculkan “gambar 4” dan gambargambar yang lain akan disembunyikan.
Pada slide 8 – 9
Mengaktifkan tombol CommandButton untuk mengisi tulisan pada TextBox dan menampilkan gambar yang tersembunyi. Perintah macronya sama seperti pada slide 3 – 7. Mengaktifkan tombol ComboBox untuk memilih nilai suatu besaran listrik. - Klik simbol ComboBox pada bagian group Control - Membuat perintah pada tobol ComboBox tersebut dengan mengklik View Code dan mengisi perintah pada jendela Visual Basic Editor
Gambar 3. Kode perintah pada ComboBox untuk memilih nilai besaran listrik.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 280
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Hasil Media yang Telah Dibuat
Pada bagian ini, berisi informasi tentang prosedur dalam menggunakan AVO meter yang bertujuan untuk memandu pengguna dalam menggunakan alat ukur listrik agar tidak terjadi kasalahan selama melakukan pengukuran secara nyata. Urutan menggunakan alat ukur diberikan dengan angka yang tertulis pada tombol CommandButton.
Berisi simulasi pengukuran menggunakan AVO meter secara virtual yang disesuaikan dengan alat ukur secara riil. Pada konten latihan, disediakan rangkaian seri dua resistor yang diharapkan pengguna dapat berlatih melakukan pengukuran dengan benar mulai dari cara penggunaan alat ukur, cara memilih skala batas ukur, serta cara membaca skala meter sesuai dengan fungsi kerja AVO meter tersebut. Kesimpulan Media belajar Virtual Lab AVO Meter ini dapat melatih keterampilan awal siswa sebelum melakukan pengukuran rangkaian seri dua resistor, yaitu dengan mengenal komponen-komponen pada AVO Meter, cara menggunakan sesuai dengan fungsi kerjanya, dan membaca skala ukur. Referensi [1] Kemendikbud. 2012. Dokumen Kurikulum 2013. [2] Yennita, dkk, “Hambatan Pelaksanaan Praktikum Ipa Fisika Yang Dihadapi Guru Smp Negeri Di Kota Pekanbaru”, Artikel ilmiah, Laboratorium Pendidikan Fisika Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 281
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
[3] Al Imran, “Studi Tentang Hambatan Siswa Kelas I Listrik Di Smk Negeri 2 Makassar Dalam Pelaksanaan Praktikum Pekerjaan Mekanik Elektro (PME)”, Jurnal MEDTEK, Volume 2, Nomor 1, April 2010 [4] Zacharia dan Olympiou. (2011) Physical versus virtual manipulative experimentation in physics learning. Journal of Learning and Instruction, Vol 21, p 317-331 [5] E. Harry , and B. Edward. Making Real Virtual Lab. The Science Education Review. 2005. [6] NN. NotesOnMultimeters. http://www.eee.metu.edu.tr/~ee214/documents/NotesOn Multimeters.pdf [diakses tanggal 24/6/2013] [7] Retna, G. 2010. Belajar Cepat Microsoft PowerPoint 2010. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Ratna Puspitasari* Faculty of Mathematics and Natural Sciences Institut Teknologi Bandung [email protected] Siti Nurul Khotimah, Faculty of Mathematics and Natural Sciences Institut Teknologi Bandung [email protected] Wahyu Hidayat Faculty of Mathematics and Natural Sciences Institut Teknologi Bandung [email protected] *Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 282
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Penggunaan Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) Untuk Mengatasi Kadar Kolesterol Tinggi Pada Wanita Usia Di Atas 40 Tahun Rina Oktaria*, Untung Sudharmono, dan Nilawati Soputri Abstrak Pada penelitian ini jeruk nipis telah digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol. Hal ini perlu dilakukan karena prevalensi penderita penyakit hiperlipidemia terus meningkat. Jeruk nipis (citrus aurantifolia) diuji coba untuk menurunkan kadar kolesterol darah kepada wanita usia di atas 40 tahun. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sejumlah 10 orang yang dikumpulkan dalam 1 rumah dan diberi makanan yang sama selama 7 hari. Setiap sampel diberi jeruk nipis (citrus aurantifolia) dengan dosis 1 ml/kgBB. Dari hasil analisis data dengan menggunakan statistik uji normalitas ditemukan data berdistribusi normal oleh karena itu peneliti menggunakan uji tberpasangan pada tingkat signifikansi α = 0,05 diperoleh perbedaan kadar kolesterol yang signifikan antara sebelum dan sesudah perlakuan. Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Jeruk nipis (citrus aurantifolia) dapat digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol darah. Kata-kata kunci: Jeruk nipis (citrus aurantifolia), Hiperlipidemia, Kolesterol
Pendahuluan Berdasarkan laporan Riskesdas 2007, penyebab kematian pertama di Indonesia adalah penyakit akibat kolesterol tinggi seperti penyakit jantung dan stroke [8]. Prevalensi wanita lebih banyak yang mengalami hiperlipidemia dibandingkan pria [2]. Diprediksi tahun 2020 akan banyak terjadi kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah akibat pola hidup yang tidak benar serta kurangnya aktifitas fisik [18]. Hiperlipidemia merupakan tingginya kadar lipid (lemak) serta kolestesterol termasuk trigliserida dalam darah [7]. Dikatakan hiperlipidemia bila kadar kolesterol total ≥200mg/dL [10]. Hiperlipidemia dapat menyebabkan pengerasan pembuluh darah (aterosklerosis) yang dapat menyebabkan penyakit jantung, stroke dan kematian [4]. Pengobatan yang sering dilakukan untuk menurunkan kadar kolesterol total dengan cara mengonsumsi obat sintetik, merubah pola hidup dan berolahraga secara rutin [1]. Tetapi, mengonsumsi obat sintetis secara rutin akan menimbulkan dampak negatif pada tubuh seperti gangguan ginjal, hati dan pencernaan [17]. Oleh karena itu dibutuhkan alternatif lain yang lebih aman yaitu dengan jeruk nipis yang terbukti aman [14]. Jeruk nipis biasa digunakan sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit karena kaya akan vitamin C sebagai antioksidan [3]. Jeruk nipis memiliki berbagai macam kandungan vitamin, mineral, serta fitokemikal seperti flavonoid dan limonoid yang terbukti bermanfaat karena mengandung antioksidan yang dapat menjaga kesehatan tulang, jantung dan sistem kekebalan tubuh[15]. Selain itu, sejumlah penelitian yang telah dilakukan sebelumnya melaporkan vitamin C dan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 283
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
flavonoid dapat mencegah pengerasan pembuluh darah dan menurunkan kadar kolesterol[11][18]. Penelitian yang dilakukan di India melaporkan bahwa dalam 100g jeruk nipis memiliki komposisi air 84,6 g; protein 1,5 g; lemak 1,0 g; serat 1,3 g; karbohidrat 10,9 g; mineral 0,7 g; kalsium 90 mg; fosfor 20 mg; zat besi 0,3 mg; tiamin 0,02 mg; ribovlafin 0,03 mg; niasin 0,1 mg; vitamin C 63 mg; karoten 15 µg; energi 59 Kcal. Sedangkan fitokemikal pada jeruk nipis adalah flavonoid yang terdiri dari hesperidin, naringin, tangeretin, naringenin, eriositrin, dan hesperidin [12]. Sejumlah penelitian melaporkan kandungan pada jeruk nipis yang paling berperan dalam menurunkan kadar kolesterol yaitu vitamin C dan flavonoid [15][18]. Berdasarkan uraian di atas jeruk nipis memiliki potensi yang besar sebagai penurun kadar kolesterol karena kaya akan kandungan vitamin C dan flavonoid. Penggunaan jeruk nipis sebagai penurun kadar kolesterol sangat menguntungkan karena pengolahannya sederhana, murah dan mudah didapatkan. Eksperimen Pertama, pencarian sampel dengan cara purpossive sampling dan didapati 10 sampel wanita yang berusia di atas 40 tahun yang memiliki kadar kolesterol ≥200 mg/dL dikumpulkan pada satu rumah untuk menandatangani informed consent dan diberitahu prosedur serta efek samping yang mungkin muncul selama penggunaan jeruk nipis. Sampel dikontrak selama 7 hari untuk tinggal di 1 rumah dan hanya mengonsumsi makanan yang diberi oleh peneliti. Bahan yang digunakan adalah jeruk nipis sebanyak 21 kg yang dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel kemudian jeruk nipis dibelah dua dan diperas menggunakan pemeras jeruk manual untuk mendapatkan air jeruk nipis. Hasil perasan jeruk nipis disimpan dalam satu wadah besar dan disimpan dalam lemari pendingin untuk digunakan selama 7 hari. Setiap sampel diberikan jeruk dosis 1 ml/kgBB dan diminum pada pagi hari selama 7 hari. Pada hari kedelapan dilakukan pengukuran kadar kolesterol total setelah puasa selama 9 jam. Pengukuran kadar kolesterol total menggunakan alat cek kolesterol Easy Touch GCU dengan cara menusukan lanchet steril pada ujung jari yang terlebih dahulu dibersihkan dengan alcohol swab kemudian tetesan darah dimasukkan ke dalam strip kolesterol lalu tunggu selama 150 detik untuk mendapatkan hasil yang akan tertera pada layar Easy Touch GCU. Jeruk nipis kaya akan kandungan vitamin C sebagai antioksidan yang memperbaiki sintesis kolagen pada struktur komponen penting pembuluh darah, tendon, ligament dan tulang[13]. Vitamin C juga dibutuhkan untuk sintesis karnitin sebagai transpor lemak ke dalam mitokondria yang merubah lemak menjadi energi. Berdasarkan penelitian, vitamin C yang terlibat dalam metabolisme asam empedu yang dapat diimplikasikan dalam menurunkan tingkat kolesterol dalam darah dan mengatasi batu empedu[6]. Selain vitamin C, kandungan flavonoid pada jeruk nipis seperti hesperidin dan naringin dapat menurunkan kadar kolesterol dengan cara menghambat aktifitas enzim HMGCoA reduktase dan ACAT, merangsang transkripsi gen reseptor LDL dan menghambat sekresi apoprotein B [5]. Oleh karena tu, dengan menurunnya kadar kolesterol total maka aterosklerosis dapat dicegah sehingga faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah menurun[9]. Data dari hasil pretest dan posttest akan dianalisis data rata-rata total kadar kolesterol sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan. Setelah itu dilakukan uji
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 284
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
normalitas dari data kadar kolesterol total sebelum dan sesudah. Dari hasil data uji normalitas data berdistribusi dengan normal [16]. Setelah uji normalitas penghitungan selanjutnya digunakan uji t-berpasangan dengan tingkat signifikansi α=0,05 untuk melihat pengaruh rata-rata signifikan antara sebelum dan sesudah perlakuan [13][16]. Perhitungan statistik dilakukan menggunakan aplikasi SPSS (versi 16.00). Hasil dan diskusi Jumlah sampel sebelum perlakuan berjumlah 10 orang dan jumlah sampel sesudah penelitian berjumlah 10 orang (n=10). Dari tabel 1 dapat dilihat perbedaan rata-rata nilai antara hasil sebelum dan sesudah perlakuan. Nilai rata-rata kolesterol sebelum perlakuan adalah 243.9±9.87 sedangkan nilai rata-rata sesudah perlakuan adalah 178.9±6.06. Artinya terjadi penurunan terhadap kadar kolesterol total setelah pemberian jeruk nipis (citrus aurantifolia) selama 7 hari. Tabel 1. Deskripsi Statistik Kadar Kolesterol Sebelum dan Sesudah Perlakuan. DATA Mean Std.Error of Mean Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness Minimum
Kolesterol Sebelum 243.90 9.874 31.225 974.989 0.564 0.687 211
Kolesterol Sesudah 178.90 6.067 19.186 368.100 -1.592 0.687 133
Kemudian dari data tersebut diuji normalitas. Dengan Bentuk hipotesis jika Sig. ≥ α maka data berdistribusi normal[10]. Berdasarkan tabel 2, uji normalitas sebelum dan sesudah perlakuan Sig.=0.200 artinya Sig. > α sehingga data dinyatakan berdistribusi normal. Karena data berdistribusi normal, maka uji yang digunakan untuk mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan jeruk nipis untuk mengatasi tingginya kadar kolesterol total adalah uji t-berpasangan. Bentuk hipotesis untuk uji tberpasangan yaitu tidak ada pengaruh penggunaan jeruk nipis antara penggunaan jeruk nipis sebelum dan sesudah perlakuan. Tabel 2. Uji Normalitas Data Kadar Kolesterol Sebelum dan Sesudah Perlakuan. GROUP Kol_Sebelum Kol_Sesudah
Kolmogorov-Smirnova Statistic 0.178 0.181
Df 10 10
Sig. 0.200 0.200
Tabel 3 menunjukkan hasil uji beda nilai rata-rata nilai kadar kolesterol total sebelum pemberian jeruk nipis dengan rata-rata nilai kadar kolesterol total sesudah pemberian jeruk nipis dengan menggunakan uji t-berpasangan. Dari hasil uji beda nilai rata-rata ini diperoleh bahwa nilai sig. lebih kecil dari nilai α. Nilai sig. yang diperoleh adalah 0.00 sedangkan nilai α adalah 0.05. Artinya, terjadi perbedaan yang signifikan secara statistik antara nilai rata-rata kadar kolesterol total sebelum perlakuan dengan nilai rata-rata kadar kolesterol total sesudah perlakuan. Nilai rata-rata perbedaannya
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 285
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
adalah 65.0±10.5. Sebagaimana telah diterangkan di atas dimana nilai rata-rata kadar kolesterol total sebelum perlakuan adalah 243.9±9.87 sedangkan nilai rata-rata kadar kolesterol total sesudah perlakuan 178.9±6.06. Berdasarkan nilai-nilai ini dan mengacu kepada hasil uji beda yang ditunjukkan pada tabel 3, menunjukkan terjadi penurunan kadar kolesterol total pada anggota sampel setelah penggunaan jeruk nipis selama 7 hari yaitu dari 243.9±9.87 ke 178.9±6.06. Tabel 3. Uji Beda Nilai Rata-Rata Kolesterol Total Sebelum dan Sesudah Perlakuan. Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the Difference Lower 95% Confidence Interval of the Difference Upper T df Sig. (2-tailed)
65.000 33.203 10.500 41.248 88.752 6.191 9 .000
Setelah uji t-paired test menggunakan SPSS 16, jika sig ≥ α maka Ho diterima. Didapati pada data sig = 0.00 maka sig < α artinya ada ada pengaruh penggunaan jeruk nipis antara penggunaan jeruk nipis sebelum dan sesudah perlakuan dan Ho ditolak, dimana α = 0.05 dengan taraf kepercayaan 95% dan df =9. Kesimpulan Mengacu pada data hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penggunaan jeruk nipis (citrus aurantifolia) selama 7 hari memberikan pengaruh yang signifikan dalam menurunkan kadar kolesterol total pada wanita usia diatas 40 tahun. Referensi [1] Adams L.B. 2005. Hyperlipidemia. Stang Journal Story M (eds) Guidelines for Adolescent Nutrition Services. 109-124. [2] Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik indonesia. Status Kesehatan Masyarakat Indonesia. In: Soemantri S, Budiarso LR, Sandjaja, editors. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT); 2004. Volume 2. [3] Boshtam M., Moshtaghian J., Naderi G., Asgary S., dan Nayeri H. 2011. Antioxidant effects of Citrus aurantifolia (Christm) juice and peel extract on LDL oxidation. J Res Med Sci Vol 16( 7):951-955 [4] Debra AK. 2004. Medical nutrition therapy in cardiovascular disease.In: Mahan LK, Escott-Stump S, Editors. Krause’s food nutrition and diet therapy. 11th Ed. USA: Saunders. 860-91. [5] Haryanto, A dan Sayogo S.2013. Hiperkolesterolemia: Bagaimana Peran Hesperidin?. CDK-200. Vol. 40 No. 1. 12-16 [6] Higdon, J., Drake, VJ & Frei, B. 2009. Macronutrient Information Center. [Online] Available: http://lpi.oregonstate.edu/infocenter/vitamins/vitaminC/ [diunduh 10 juni 2013]. [7] Kreisberg R.A., dan Reusch J.E.B. 2005. Hyperlipidemia (High Blood Fat). [Online] available:http://jcem.endojournals.org/content/90/3/0.1.full [diunduh 2 juli 2013].
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 286
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
[8] Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia: 2008.h.113. [9] Mulvihill E.E., Assini J.M., Sutherland B.G., Dimmatia A.S., Khami M., Koppes J.B., Sawyez C.G., Whitman S.C. dan Huff M.W. 2010. Naringenin Decreases Progresion of Atherosclerosis by Improving Dyslipidemia in High-Fat-Fed LowDensity Lipoprotein Receptor-Null Mice. Arterioscler Thromb Vasc Biol, 30: 742748. [10] Roza J.M., Liu Z.X., Guthrie N. 2007. Effect Of Citrus Flavonoids and Tocotrienols On Serum Cholesterol Levels In Hypercholesterolemic Subjects. Alternatives Therapies, Vol. 13. hal: 44-47. [11] Sharma, P. 2013. Vitamin C Rich Fruit Can Prevent Heart Disease. Association of Clinical Biochemist of India. Ind J Clin Biochem28(3): 213-214. [12] Sidana J., Saini V., Dahiya S., Nain P., Bala S. 2013. A Review On Citrus-The Boon Of Nature. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research Vol. 18(2): 20-27. [13] Sunyoto, D & Setiawan, A. Buku Ajar: Statistik Kesehatan Paramatrik, Non paramatik, Validitas, dan Reliabilitas.Yogyakarta: Nuha Medika. [14] Suryawanshi J.A.S. 2011. An overview of Citrus aurantium used in treatment of various diseases. African Journal of Plant Science Vol. 5(7): 390-395. [15] Turner T., Burri B.J. 2013. Potential Nutritional Benefits of Current Citrus Consumption. Agriculture Vol.3 : 170-187. [16] Uyanto,SS.2009.Pedoman Analisis Data dengan SPSS Edisi 3.Yogyakarta:Graha Ilmu. [17] Voora,D., Shah,SH., Spasojevic,I., Ali,S., Reed,CR., Salisbury,BA & Ginsburg, GS. 2009. The SLCO1B1*5 Genetic Variant Is Associated With Statin Induced Side Effect.Journal of the American College of Cardiology. Vol.54(issue 17). Hal 1609-1616. [18] Yaghmaie P., Parivar K., Haftsavar. 2011. Effects of Citrus aurantifolia peel essential oil on serum cholesterol levels in Wistar rats. Journal of Paramedical Sciences (JPS). Vol 2(1): 29-31. Rina Oktaria* Faculty of Nursing Indonesian Adventist University [email protected] Untung Sudharmono Faculty of Nursing Indonesian Adventist University [email protected] Nilawati Soputri Faculty of Nursing Indonesian Adventist University [email protected] *Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 287
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Identifikasi Variabel berdasarkan Skema: Tinjauan Terhadap Hukum Kedua Termodinamika Risti Suryantari Abstrak Salah satu pernyataan pada Hukum Kedua Termodinamika adalah berkaitan dengan efisiensi mesin. Dalam mesin kalor, secara spontan kalor akan mengalir dari suhu tinggi ke suhu rendah. Untuk dapat mengalirkan kalor dari suhu rendah ke suhu tinggi maka pada mesin harus diberikan usaha, diaplikasikan untuk mesin pendingin. Pada kedua proses tersebut diberikan persamaan efisiensi mesin ideal untuk mesin kalor dan koefisien kinerja mesin pendingin. Melalui penjelasan dari literatur, seluruh mampu menuliskan kembali persamaan untuk kedua mesin tersebut dengan benar. Kemudian persoalan baru diberikan, dimana variabelnya diganti dengan variabel yang berbeda, ternyata hanya 5% mahasiswa yang mampu menjawab dengan benar, seluruh mahasiswa mengaku kesulitan dalam menjawab. Setelah diberikan penjelasan metode identifikasi variabel dengan skema sederhana, 96% mahasiswa mampu menjawab dengan benar, dan menyatakan bahwa metode ini lebih memudahkan dalam menjawab persoalan. Kata-kata kunci: identifikasi variabel, skema, termodinamika
Pendahuluan Metode Identifikasi variabel berdasarkan skema merupakan suatu metode menentukan suatu persamaan berdasarkan identifikasi variabel-variabel dari skema. Metode ini awalnya telah diterapkan bagi formulasi kecepatan relativistik serta panjang dan waktu relativistik [1,2]. Metode ini juga telah diterapkan bagi formulasi Hukum Pertama Termodinamika. Dari hasil pengujian, mahasiswa menyatakan bahwa metode ini lebih memudahkan dalam memahami konseptual persamaan kekekalan energi dalam hokum pertama termodinamika dan dalam menyelesaikan persoalan terkait [3]. Pada penelitian kali ini akan diterapkan metode serupa bagi hukum kedua termodinamika, khususnya pada formulasi efisiensi mesin ideal. Tujuan dari penelitian ini adalah agar siswa dapat memahami konseptual mesin kalor ideal, dan menuliskan persamaan dengan benar, melaui identifikasi variabel dari skema. Untuk menguji metode ini, diimplementasikan terhadap Mahasiswa Fakultas Teknologi Industri, Universitas Katolik Parahyangan Bandung. Metode ini diharapkan dapat menjadi variasi dalam pembelajaran, sehingga formulasi tidak menjadi hal yang dianggap sulit dalam fisika. Teori Termodinamika mempelajari tentang fenomena termal yang berhubungan dengan parameter suhu dan energi, yang didasarkan pada hukum-hukum termodinamika. Hukum Pertama Termodinamika merupakan suatu persamaan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 288
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
kekekalan energi yang melibatkan variabel kalor, usaha, dan energi dalam. Dalam berbagai referensi, seringkali diformulasikan seperti persamaan (1). (1)
Q U W
dimana Q menyatakan kalor, ∆U menyatakan perubahan energi dalam, dan W menyatakan usaha [3]. Dalam berbagai referensi, seringkali ditekankan untuk memperhatikan apakah kalor dan usaha tersebut diberikan pada sistem atau dihasilkan oleh sistem. Untuk membedakannya digunakan tanda positif dan negatif, dimana Q bernilai positif bila kalor masuk atau diberikan ke sistem, Q bernilai negatif bila kalor dihasilkan oleh sistem, W bernilai negatif bila usaha diberikan ke sistem, W bernilai positif bila usaha dihasilkan oleh sistem. Sementara energi dalam memiliki kemungkinan dapat meningkat atau menurun, sehingga ∆U bernilai positif bila terjadi kenaikan energi dalam dan ∆U bernilai negatif bila terjadi penurunan energi dalam [3]. Permasalahan yang ditemui dalam kelas fisika adalah, ketika tanda positif atau negatif tidak diberikan dengan tepat dan konsisten maka terdapat kemungkinan besar terjadi kesalahan pada perhitungan hasil akhir. Oleh karena itu akan dibuat skema yang dapat membantu siswa dalam menyelesaikan soal terkait formulasi ini, tanpa harus memikirkan tanda positif atau negatif pada variabel Q dan W. Skema tersebut seperti pada gambar 1 [3]. Q atau W
Sistem ∆u
W atau Q
Gambar 1. Skema untuk hukum pertama termodinamika. Penjelasan yang diberikan kepada siswa sebagai berikut [3]: a) Buat skema seperti gambar. Tanda panah ke kanan menunjukkan besaran apa yang diberikan ke sistem. Tanda panah ke bawah menunjukkan besaran apa yang dihasilkan oleh sistem. b) Tuliskan simbol besaran yang diberikan ke sistem di sebelah kiri tanda panah ke kanan (Q atau W) dan yang dihasilkan oleh sistem di sebelah bawah tanda panah ke bawah (Q atau W). c) ∆U selalu letakkan di tengah (pada sistem). d) Tulis dari atas ke bawah, maka formulasinya adalah Q U W atau W U Q . Dalam penelitian ini dibuat skema untuk Hukum Kedua Termodinamika, khususnya pada persamaan efisiensi mesin kalor ideal.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 289
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Hasil dan diskusi Skema untuk efisiensi mesin kalor ideal dan pompa kalor ideal, ditunjukkan oleh gambar 2. Variabel-variabel diletakkan pada posisi seperti yang ditunjukkan pada gambar 2, hal ini terkait dengan penjelasan konseptual kinerja mesin kalor dan pompa kalor ideal. Penjelasan tersebut adalah sebagai berikut: “Sejumlah energi kalor Q1 dari suhu yang lebih tinggi (T1) ditransfer ke suhu yang lebih rendah (T2), maka sebagian diubah menjadi usaha W dan sisanya sebesar Q2 dilepaskan atau dibuang. Usaha sebesar W diberikan pada mesin pendingin, digunakan untuk mengalirkan kalor pada suhu tinggi (T3) sebesar Q3 ke lingkungan, sehingga dalam sistem tinggal energi kalor Q4 pada suhu rendah (T4). Pada Mesin pemanas, yang dimanfaatkan adalah sebaliknya, yaitu energi kalor (Q3) pada suhu yang lebih tinggi (T3).” Suhu tinggi
Q1
Q3
T1
Mesin kalor (ideal)/ mesin Carnot
Q2
W
Pompa Kalor Ideal (pendingin/ pemanas)
Q4
T2
T3
T4
Suhu rendah
Gambar 2. Skema untuk efisiensi mesin kalor ideal. Penjelasan tersebut dilakukan sambil menggambarkan skema secara berulangulang, lalu mahaiswa melakukan hal tersebut secara mandiri. Dari skema tersebut kemudian dapat dituliskan persamaan efisiensi mesin kalor dan koefisien kinerja pompa kalor ideal dengan variable-variabel tersebut seperti pada persamaan (2), (3), dan (4). Efisiensi ideal mesin kalor: e
W Q1 Q2 T1 T2 Q1 Q1 T1
(2)
Koefisien kinerja pompa pendingin (yang dimanfaatkan adalah kalor suhu rendah): KK pendingin
Q4 Q4 T4 W Q3 Q4 T3 T4
ISBN 978-602-19655-5-9
(3)
Hal. 290
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Koefisien kinerja pompa pemanas (yang dimanfaatkan adalah kalor suhu tinggi): KK pemanas
Q3 Q3 T3 W Q3 Q4 T3 T4
(4)
Pada saat mahasiswa menggambarkan skema, maka dapat dipahami kinerja mesin kalor, dan persamaan matematis yang dituliskan adalah hasil dari pemahaman tersebut. Secara umum bila menemukan persoalan tentang efieisensi mesin atau koefisien kinerja, langkah yang yang sebaiknya dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Buatlah skema dan tuliskan seluruh variabel sesuai gambar 2. 2. Tuliskan angka-angka yang diketahui pada sebelah kanan variabel yang sesuai dan berikan tanda pada variabel yang ditanyakan. 3. Tuliskan persamaan (persamaan 2, 3 atau 4) yang memuat seluruh variabel yang ditanyakan dan variabel yang diketahui. 4. Lakukan perhitungan. Sebagai catatan bahwa langkah tersebut dilakukan setelah skema dan penjelasannya benar-benar telah dapat dipahami oleh mahasiswa. Penerapan pada Soal Soal-soal berikut diambil dari literatur [5], dengan memodifikasi nilai suhu dalam Kelvin agar tidak terpaku pada kerumitan perhitungan. Soal 1: “…Sebuah mesin Carnot melakukan kerja rata-rata per detik 440 000 W menggunakan kalor sebesar 880 000 joule per detik. Jika suhu sumber kalor adalah 600 K, pada suhu berapa kalor pembuangan dikeluarkan?...” [5] Suhu tinggi
Q1=880 000 J
Q3
T3
T1=600 K Mesin kalor (ideal)/ mesin Carnot
Q2
W=440 000 J
T2=?
Pompa Kalor Ideal (pendingin/ pemanas)
Q4
T4
Suhu rendah
Gambar 5. Skema untuk persoalan 1
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 291
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
W T1 T2 Q1 T1
Persamaan berdasarkan skema:
Penyelesaian:
440000 J s 600 K T2 880000 J s 600 K
T2 300 K
Soal 2: ”.. Lemari es memiliki koefisien kinerja sebesar 5. Jika suhu di luar lemari es adalah 300 K, berapa suhu terendah yang bisa didapat di dalam lemari es ideal?..”[5] Suhu tinggi
Q1
Mesin kalor (ideal)/ mesin Carnot
Q2
Q3
T1
T3=300K
Pompa Kalor Ideal (pendingin/ pemanas)
W
Q4
T2
T4=?
Suhu rendah
Gambar 6. Skema untuk persoalan 2 Persamaan berdasarkan skema: KK pendingin
Penyelesaian: 5
T4 T3 T4
T4 300 K T4
T4 250 K
Soal 3: “…Sebuah pompa kalor digunakan untuk menjaga agar rumah tetap hangat pada 300 K. Berapa besar kerja yang dibutuhkan dari pompa untuk menghasilkan kalor 2800 J ke dalam rumah jika suhu di luar sebesar 275 K? anggap perilakunya adalah ideal. ..”[5]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 292
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Suhu tinggi
Q1
T1
T3=300 K
Mesin kalor (ideal)/ mesin Carnot
Q2
Q3=2800 J
W=?
Pompa Kalor Ideal (pendingin/ pemanas)
Q4
T2
T4=275 J
Suhu rendah
Gambar 7. Skema untuk persoalan 3 Persamaan berdasarkan skema: Penyelesaian:
Q3 T3 W T3 T4
2800 J 300 K W 300 K 275 K
W 156 J
Pengujian Metode Pengujian dilakukan terhadap 58 mahasiswa dalam satu kelas. Berikut adalah tahapan pengujian beserta hasilnya. 1. Mahasiswa dijelaskan mengenai konseptual efisiensi mesin kalor dan koefisien kinerja pompa kalor berdasarkan literatur Giancoli [5], lalu mahasiswa diminta menuliskan ulang persamaan tersebut. Hasilnya adalah seluruh mahasiswa mampu menuliskan persamaan dengan benar. 2. Mahasiswa diberikan persoalan yaitu diminta menuliskan persamaan tersebut, namun dengan diberikan variabel yang berbeda. Hasilnya adalah, hanya 3 dari 58 mahasiswa (5%) yang mampu menuliskan dengan benar. Mahaiswa diminta pula menuliskan pendapat apakah mampu menuliskan persamaan dengan baik atau tidak. Hasilnya adalah seluruh mahasiswa (100%) kesulitan dalam menjawab, termasuk dua mahasiswa yang menjawab dengan benar tersebut. 3. Mahasiswa diberikan penjelasan tentang konseptual mesin kalor ideal, dengan menggunakan variabel-variabel yang baru (tidak sama dengan referensi), sambil membuat skema. Skema tersebut ditunjukkan oleh gambar 2. 4. Mahasiswa menggambarkan ulang skema tersebut dan juga memberikan keterangan pada variabel-variabelnya. Hasilnya adalah 56 dari 58 mahaiswa (96%) mampu menggambarkan dan menjelaskan dengan baik.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 293
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
5. Mahasiswa diberikan lima buah persoalan, dan mengerjakan soal tersebut dengan metode ini. Hasilnya adalah mahasiswa yang mampu menggambarkan skema (56 dari 58 mahasiswa) dan menjelaskan variabelnya dengan baik, mampu mengerjakan soal tersebut dengan benar . 6. Mahasiswa kemudian diminta menuliskan pendapat apakah dengan membuat skema, mereka mampu memahami konspetual mesin kalor dan menyelesaikan persoalan dengan lebih mudah. Hasilnya adalah 56 dari 58 mahaiswa (96%) yang mampu menggambarkan skema, menjelaskan dengan baik dan mampu mengerjakan persoalan dengan benar, mengatakan metode ini memudahkan. Kesimpulan Metode Identifikasi Variabel berdasarkan Skema dapat diterapkan dalam hukum kedua termodinamika terkait efisiensi mesin ideal. Melalui metode ini, 96% mahasiswa dalam sebuah kelas mampu memahami konseptual mesin kalor ideal, menyelesaikan persoalan dengan benar dan menyatakan bahwa metode ini lebih memudahkan. Metode ini dapat dijadikan salah satu referensi metode pengajaran sebagai variasi dalam pembelajaran fisika. Ucapan terima kasih Terimakasih kepada LPPM Universitas Katolik Parahyangan Bandung atas dana penelitian, mahasiswa Fakultas Teknologi Industri Universitas Katolik Parahyangan Bandung atas kerjasama dalam penelitian ini, dan Dr. Aloysius Rusli atas segala masukan dalam penulisan makalah ini. Referensi [1] Suryantari, R, Problem Solving dengan Metode Identifikasi variabel berdasarkan Skema: Tinjauan terhadap Formulasi Kecepatan Relativistik, Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2012 (SNIPS 2012), 7-8 Juni , Bandung, Indonesia, pp 13-16, ISBN 978-602-19655-3-5. [2] Suryantari, R, Problem Solving dengan Metode Identifikasi variabel berdasarkan Skema: Tinjauan terhadap Formulasi Panjang dan Waktu Relativistik, Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV, 19-20 Oktober 2012, pp 297-306, ISSN: 14114771. [3] Suryantari, R, Problem Solving dengan Metode Identifikasi variabel berdasarkan Skema: Tinjauan terhadap Hukum Pertama Termodinamika, Makalah disajikan dalam Pertemuan Ilmiah XXVII HFI Jateng & DIY, Solo, 23 Maret 2013. [4] Halliday, Resnick & Walker, Fundamental Physics, 8th edition, Pearson Education, Inc, 2007. [5] Douglas C. Giancoli, Physics Principles With Applications, 6th edition, Pearson Education, Inc, 2005. Risti Suryantari Program Studi Fisika, Universitas Katolik Parahyangan, Jl Ciumbuleuit 94, Bandung 40141 [email protected]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 294
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Metode Sparse Matriks untuk Pemodelan Magnetotellurik (MT) Rudy Prihantoro*, Edi Pramono, Doddy Sutarno, dan Nurhasan Abstrak Pemodelan Magnetotellurik (MT) dua-dimensi (2-D) maupun tiga-dimensi (3-D) merupakan persoalan syarat batas (boundary value problem) yang dapat diselesaikan menggunakan metode numerik seperti metode beda hingga dan metode elemen hingga. Pada pemodelan MT, kedua metode tersebut dimulai dengan diskritisasi persamaan Maxwell menjadi elemen-elemen yang berhingga jumlahnya lalu berujung pada penyelesaian sistem persamaan linier yang berbentuk Ax = b. Ukuran dari sistem persamaan linier yang ingin diselesaikan bergantung pada jumlah diskritisasi/ukuran mesh. Untuk mendapatkan solusi yang akurat seringkali dibutuhkan ukuran mesh yang sangat besar sehingga sistem persamaan Ax = b juga menjadi sangat besar. Penyelesaian sistem persamaan yang sangat besar memerlukan memori penyimpanan yang besar dan waktu komputasi yang lama sehingga penyelesaian sistem persamaan dengan metode konvesional/metode full matriks menjadi tidak efisien. Untuk meningkatkan efisiensi, sifat sparsitas dari matriks stiffness (matriks A) dapat dimanfaatkan. Pada penelitian ini, metode sparse matriks digunakan untuk pemodelan MT. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan metode sparse matriks dapat meingkatkan efisiensi pemodelan dengan cukup signifikan. Memori yang dibutuhkan untuk pemodelan MT menggunakan metode sparse matriks jauh berkurang dibandingkan dengan metode full matriks. Solusi sistem persamaan juga diperoleh dengan lebih cepat karena perhitungan tidak melibatkan komponen bernilai nol pada matriks stiffness. Kata-kata kunci: sparse matriks, magnetotellurik, sistem persamaan linier
Pendahuluan Pemodelan Magnetotellurik (MT) dua-dimensi (2-D) maupun tiga-dimensi (3-D) telah banyak dilakukan menggunakan beberapa metode numerik diantaranya metode beda hingga [1], metode elemen hingga [2], dan metode integral [3]. Kedua metode numerik pertama yaitu metode beda hingga dan elemen hingga, dimulai dengan diskritisasi persamaan Maxwell menjadi elemen-elemen yang berhingga jumlahnya lalu berujung pada penyelesaian sistem persamaan linier yang berbentuk Ax = b. Pada penelitian ini, metode sparse matriks digunakan untuk menyelesaikan sistem persamaan Ax = b pada pemodelan MT (2-D) menggunakan metode numerik elemen hingga dengan pendekatan elemen tepi (vektor elemen hingga). Teori Perambatan gelombang elektromagnetik di dalam bumi dapat dijelaskan melalui persamaan Maxwell (dalam domain frekuensi) berikut,
E 0
ISBN 978-602-19655-5-9
(1.a)
Hal. 295
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
E i H B 0 H E
(1.b) (1.c) (1.d)
Dengan menerapkan operasi curl pada persamaan (1.b), maka didapatkan :
1 (2) E i E 0 Persamaan (2) di atas dengan syarat batas medan di permukaan bumi (syarat batas Dirichlet) merupakan persoalan syarat batas (boundary value problem) yang dapat diselesaikan melalui metode beda hingga dan elemen hingga. Pada penelitian ini, digunakan metode elemen hingga dengan pendekatan elemen tepi (vektor elemen hingga). Adapun syarat batas Dirichlet yang berkaitan dengan domain pemodelan adalah, (3) E 1 y untuk seluruh vektor elemen di permukaan dengan bidang pemodelan merupakan domain dua dimensi (yz). Arah y merupakan arah horizontal dan arah z merupakan arah vertikal/ke dalam bumi (Gambar 2). Pada pendekatan vektor elemen hingga, setiap elemen tersusun atas 4 vektor (dalam hal ini vektor medan listrik) yang berada pada setiap tepi/sisi sebuah elemen persegi panjang seperti pada Gambar 1 berikut, tepi 1
1
o
2
y
tepi 3
tepi 4 (yc,zc)
lz
z
4
3 tepi 2 ly
Gambar 1. Elemen persegi panjang dengan 4 tepi yang merepresentasikan besaran vektor medan listrik. Dalam setiap elemen, medan listrik pada elemen yang bersangkutan merupakan superposisi dari ke-4 vektor pada masing masing tepi yang dapat dinyatakan dalam persamaan berikut,
e E
4
N E
e e i i
(4)
i1
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 296
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
dengan N1e
1 e yc y l ey
N 3e
le z e z z zˆ e c 2 lz 1
l ey yˆ 2
N 2e
N 4e
1 y yce l ey 1
l ey yˆ 2
le z zce z zˆ 2
lze
yang merupakan fungsi interpolasi. Melalui diskritisasi (membuat mesh) pada domain pemodelan, fungsional total yang terdiri dari penjumlahan setiap elemen dapat diminimisasi sehingga diperoleh sistem persamaan linier sebagai berikut,
Ax b
(5)
dengan A adalah matriks stiffness yang merupakan penjumlahan matriks elemental, x adalah vektor medan listrik yang ingin dicari dan b adalah nilai syarat batas. Untuk mendapatkan solusi yang akurat seringkali dibutuhkan ukuran mesh yang sangat besar sehingga sistem persamaan Ax = b juga menjadi sangat besar. Penyelesaian sistem persamaan yang sangat besar memerlukan memori penyimpanan yang besar dan waktu komputasi yang lama karena komponen bernilai nol pada matriks A disimpan dan dilibatkan pada perhitungan. Akibatnya penyelesaian sistem persamaan dengan metode konvesional/metode full matriks menjadi tidak efisien. Secara umum, matriks hasi pemodelan menggunakan metode elemen hingga memiliki komponen tidak nol sebanyak <10% dari total komponen matriks [4]. Untuk meningkatkan efisiensi, sifat sparsitas dari matriks A dimanfaatkan melalui pada sparse matriks. Pada metode sparse matriks komponen matriks A yang bernilai tidak nol disimpan dalam tiga buah array satu dimensi yang terdiri dari array nilai matriks, array kolom dan array baris [5]. Matriks dalam format penyimpanan sparse tersebut kemudian digunakan sebagai input dalam library solver matriks yang terdapat pada MATLAB®. Hasil dan diskusi Mesh yang digunakan pada pemodelan MT 2-D diperlihatkan pada Gambar 2. Ukuran mesh sebesar 40x40 dengan 8 elemen ditengah domain pemodelan memiliki spasi arah y yang sama sementara elemen pada y negatif (kiri) dan positif (kanan) membesar secara logaritmik untuk meningkatkan akurasi pemodelan. Spasi dalam arah z juga dibuat secara logaritmik dengan tujuan yang sama.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 297
Kedalaman (Arah Sumbu Z)
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Spasi (Arah Sumbu Y)
Gambar 2. Desain mesh yang digunakan pada pemodelan MT 2-D. Pengujian pemodelan dilakukan untuk tiga jenis struktur resistivitas bumi 2-D yaitu struktur resistivitas bumi homogen (Gambar 3), struktur resistivitas bumi berlapis (Gambar 4) dan struktur resistivitas bumi dengan kontak vertikal (Gambar 5). Ketiga struktur resistivitas 2-D yang diuji memberikan respon pemodelan yang sesuai antara hasil analitik dengan hasil pemodelan numerik menggunakan vektor elemen hingga (VFEM2DMT).
Gambar 3. Respon untuk model bumi homogen dengan resistivitas sebenarnya 100 Ω.m.
Gambar 4. Respon untuk model bumi berlapis dengan resistivitas sebenarnya 100 Ω.m (pada lapisan 1-5), 10 Ω.m (pada lapisan 6-7) dan 1000 Ω.m (pada lapisan 8-40).
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 298
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 5. Respon untuk model bumi kontak vertikal dengan resistivitas sebenarnya (10,100) Ω.m (pada lapisan 1-6) dengan batas pada 20 kiri-kanan dan 1000 Ω.m (pada lapisan 7-40) sebagai lapisan dasar. Tabel 1. Efisiensi penggunaan metode sparse matriks dalam hal penyimpanan memori dan waktu komputasi. Pemodelan MT 2-D (mesh : 40 x 40) Full
Sparse
Memori Matriks A
344.3 (Mb)
0.719 (Mb)
Waktu Komputasi Ax = b
12.418 (s)
0.195019 (s)
Pada Gambar 6, diperlihatkan pola sparsitas dari matriks A hasil pemodelan MT 2-D (sumbu x dan y menunjukan matriks persegi berukuran 3650x3650). Komponen matriks yang tidak nol sebanyak 21528 yaitu < 10% dari total komponen matriks. Dengan melakukan penyimpanan dan perhitungan hanya pada komponen tidak nol, memori penyimpanan dan waktu perhitungan dapat berkurang secara signifikan seperti yang ditampilkan pada Tabel 1. 0
500
1000
1500
2000
2500
3000
0
500
1000
1500
2000
nz = 21528
2500
3000
Gambar 6. Sparsitas Matriks A (mesh : 40x40) pada matriks berukuran 3650x3650.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 299
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Kesimpulan Karakteristik matriks dari diskritisasi model pada pemodelan MT 2-D adalah sparse (komponen matriks yang bernilai tidak nol <10% komponen total matriks). Penggunaan format sparse matriks yang tepat dapat mengurangi kebutuhan penyimpanan memori secara signifikan. Waktu komputasi untuk menyelesaikan sistem persamaan linier juga dapat berkurang secara signifikan ketika menggunakan metode sparse matriks. Referensi [1] Brewitt-Taylor, C. and J. Weaver, “Finite-difference solution of 2-dimensional induction problems”, Geophysical Journal of the Royal Astronomical Society (47), 375-396 (1976) [2] Coggon, J. H., “Electromagnetic and electrical modelling by the finite element method”, Geophysics (36), 132-155 (1971) [3] Hohmann, G. W., “Three-dimensional induced-polarization and electromagnetic modeling”, Geophysics (40), 309-324 (1975). [4] Stanimirovic, I. P., “Performance comparison of storage formats for sparse matrices” , Facta Universitatis: Ser. Math. Inform. (24), 39-51 (2009). [5] Cuvelier, F., Japhet, J., and Scarella, G., “An eficiente way to perform the assembly of finite elemento matrices in MATLAB and Octave”, Research Report No 8305 (2013). Rudy Prihantoro* Physics of Earth and Complex System Institut Teknologi Bandung [email protected]
Edi Pramono Physics of Earth and Complex System Institut Teknologi Bandung [email protected]
Doddy Sutarno Physics of Earth and Complex System Institut Teknologi Bandung [email protected]
Nurhasan Physics of Earth and Complex System Institut Teknologi Bandung [email protected]
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 300
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Analisis Pulsa Magnet Pc3 dengan Medan Magnet Antar Planet Pada Saat Badai Magnet Tahun 2000 Setyanto Cahyo Pranoto* dan Wahyu Srigutomo Abstrak Interaksi antara angin surya dengan medan magnet bumi membangkitkan berbagai macam sinyal hidromagnet di antaranya pulsa magnet Pc3. Pulsa magnet Pc3 merupakan osilasi gelombang hidromagnet pada frekuensi gelombang Ultra Low Frequency (ULF) dengan rentang periode 10 – 45 detik. Pembangkitan pulsa ini diyakini terjadi pada magnetopause dan menyebar sampai magnetosfer dan ionosfer sehingga bisa teramati dengan menggunakan magnetometer landas bumi. Untuk mempelajari respon pulsa magnet Pc3 terhadap kondisi medan magnet antar-planet (Bz) khususnya pada lintang rendah, dalam makalah ini dilakukan analisis hubungan antara medan magnet antar-planet (Bz) terhadap frekuensi pulsa magnet Pc3 dengan menggunakan data hasil observasi magnetometer landas bumi stasiun pengamatan Biak yang memiliki resolusi sampling 1 detik, data parameter angin surya oleh satelit ACE (Advanced Composition Explorer) dan data Dst (Disturbance Store Time) yang merupakan indeks global perubahan medan magnet bumi. Butterworth filter dan Fast Fourier Transform digunakan untuk mengekstraksi pulsa magnet Pc3 dari data variasi medan magnet bumi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa frekuensi dominan Pc3 berada pada rentang frekuensi 0.05-0.07 Hz dengan koefisien korelasi sebesar (r2) sebesar 0.6621. Kata-kata kunci: pulsa magnet Pc3, ULF, angin surya
Pendahuluan Manifestasi interaksi angin surya dan magnetosfer bumi secara umum dapat diamati melalui pemunculan pulsa magnet. Karakteristik pulsa magnet Pc3 terkait hubungannya dengan angin surya dan struktur magnetosfer merupakan suatu hal yang penting untuk dapat mempelajari dan memahami mekanisme pembentukannya. Hubungan tersebut muncul sebagai akibat interaksi gelombang-partikel pada frekuensi siklotron lokal angin surya pada bagian upstream [1]. Beberapa penelitian pernah dilakukan membahas hal ini diantaranya; hubungan pulsa magnet dengan ion siklotron gelombang upstream di daerah foreshock [2] serta hubungan komponen IMF dan amplitude Pc3 di lintang menengah [3 ]. Dalam penelitian ini kami menganalisis hubungan pulsa magnet Pc3 dengan medan magnet antar-planet (Bz) dilintang rendah selama badai magnet tahun 2000. Seleksi terhadap paket-paket pulsa Pc3 serta analisis statistik kami lakukan untuk mengetahui frekuensi dominan dan koefiesin korelasi terkait hubungan antara medan magnet antar-planet (Bz) terhadap frekuensi pulsa magnet Pc3. Teori Matahari adalah sistem dinamis yang merupakan faktor utama penggerak perubahan di lingkungan antariksa. Transfer energi matahari ke lingkungan Bumi
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 301
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
terjadi melalui proses transfer energi elektromagnetik dan energi kinetik yang dibawa oleh partikel bermuatan dalam bentuk plasma angin surya. Selama aktivitas matahari meningkat, energi kinetik angin surya juga mengalami peningkatan. Hal ini mengindikasikan bahwa tekanan plasma angin surya juga akan berubah dengan cepat dan mengalami peningkatan. Akibatnya terjadi eksitasi berbagai gelombang hidromagnetik diantaranya pulsa magnet Pc3 [4]. Selama berlangsungnya badai magnet terjadi peningkatan penetrasi medan listrik angin surya dalam arah radial ke dalam magnetosfer yang mengakibatkan peningkatan kekuatan pulsa magnet Pc3 poloidal yang mana terdeteksi pada komponen H medan magnet permukaan Bumi [5]. Pulsa magnet Pc3 merupakan osilasi gelombang hidromagnetik pada frekuensi gelombang ULF (Ultra Low Frequency) dengan rentang periode 10 – 45 detik. Pembangkitan pulsa ini diyakini terjadi pada magnetopause dan menyebar sampai magnetosfer dan ionosfer sehingga bisa teramati dengan menggunakan magnetometer landas bumi [6]. Berdasarkan bentuk gelombang dan periodenya, gelombang ULF diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu pulsa continue (Pc) yang bersifat kuasi-sinusoidal dan pulsa irregular (Pi) yang memiliki bentuk gelombang tidak teratur [7]. Melalui variasi spasial dan temporal yang teramati dari kejadian pulsa magnetik Pc3 memberikan bukti sangat penting yang dapat dihubungkan dengan mekanisme pembangkitan gelombang ULF baik di bagian dalam maupun luar magnetosfer. Dalam penelitiannya mengenai karakteristik spasial dan temporal pulsa magnetik Pc3 diketahui bahwa medan magnet antar planet berhubungan erat dengan pulsa magnet Pc3 [8]. Tabel 1. Klasifikasi pulsa magnet. Pulsa Magnet Kelas
Periode (Detik)
Frekuensi(Hz)
Pc1
0.2 - 5
0.2 – 5
Pc2
5 - 10
0.1 – 0.2
Pc3
10 - 45
0.022 - 0.1
Pc4
45 - 150
0.006 – 0.022
Pc5
150 - 600
0.002 – 0.006
Pi1
1 - 40
0.025 – 1
Pi2
40 - 150
0.022 – 0.006
Meskipun terdapat berbagai jenis gelombang ULF sebagai akibat interaksi medan magnet ruang antar-planet dengan medan magnet bumi namun jenis pulsa magnet yang berkaitan dengan proses di lintang rendah adalah pulsa magnet Pi2 dan Pc3 [9]. Pulsa magnet Pi2 berkaitan dengan dinamika magnetosfer bumi di magnetotail bumi yang berada pada sisi malam, sedangkan Pc3 berkaitan dengan interaksi medan magnet bumi dengan medan magnet antar-planet di sisi siang [10,11]. Dengan kata lain, pulsa magnet Pi2 berkaitan dengan substorm magnetosfer sedangkan Pc3 berkaitan dengan badai magnet. Untuk analisis dalam hubungannya dengan medan magnet antar-planet (Bz) kami hanya menggunakan variasi medan magnet bumi komponen H dikarenakan gangguan angin surya terhadap medan magnet bumi bersifat dominan pada komponen H. Untuk ekstraksi pulsa magnet Pc3 dari data variasi medan magnet
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 302
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
dilakukan dengan Butterworth filter dan Hamming [12]. Fungsi Butterworth dan Hamming windowing ditunjukkan dalam persamaan (1) dan (2). H(z)
B(z) A(z)
1 n b(1) b(2)z ... b(n 1)z 1 n 1 a(2)z ... a(n 1)z
k w k 1 0.54 0.46 cos 2 n 1
(1)
(2)
Kami juga menerapkan fungsi diskrit Fast Fourier Transform (FFT) satu dimensi untuk menunjukkan frekuensi dari pulsa magnetik. Diskrit Fast Fourier Transform (FFT) dan inversinya diberikan dalam persamaan (3) dan (4).
N ( j 1)(k 1) X ( k ) x ( j ) N j 1 x( j )
1 N ( j 1)( k 1) X ( k ) N N k 1
(3)
(4)
Hasil dan diskusi Dalam penelitian ini digunakan data hasil rekaman magnetometer stasiun Biak tahun 2000 pada koordinat geomagnet (-1.080 S – 136.050 E atau L=1.05). Magnetometer ini melakukan pengukuran terhadap tiga komponen variasi medan magnet bumi; H (arah utara-selatan), D (arah timur-barat), Z(arah vertikal) dengan resolusi satu detik. Selain data magnetometer digunakan pula data indek Dst (Disturbance Store Time) [13] yang merupakan ukuran intensitas medan magnet bumi secara global dengan resolusi satu jam dan data medan magnet antar-planet (Bz) dari satelite ACE pada rentang waktu yang sama [14]. Dari data indek Dst tahun 2000 teramati sebanyak 12 kejadian badai magnet skala kuat (<-100 nT) seperti ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Peristiwa badai magnet skala kuat dari data indek Dst tahun 2000. Date 12-Feb-2000 7-Apr-2000 24-May-2000 16-Jul-2000 11-Aug-2000 12-Aug-2000 18-Sep-2000 5-Oct-2000 14-Oct-2000 29-Oct-2000 6-Nov-2000 29-Nov-2000
Time (UT) 12:00 1:00 9:00 1:00 7 10:00 0:00 14:00 15:00 4:00 22:00 14:00
nT -133 -288 -147 -301 -106 -235 -201 -182 -107 -127 -159 -119
Perilaku medan magnet bumi sangat bergantung pada interaksinya dengan medan magnet antar-planet (Bz). Ketika medan magnet antar-planet memiliki orientasi arah selatan maka probabilitas terjadinya rekoneksi medan magnet menjadi besar seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Pada rentang waktu 12 – 18 Juli 2000 dilakukan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 303
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
plot terhadap data Bz, indeks Dst dan pulsa magnet Pc3 di stasiun Biak. Selama berlangsungnya badai magnet, komponen Bz medan magnet antar-planet sebagian besar berada pada arah selatan. Selain itu, selama rentang waktu fase pertumbuhan badai magnet komponen Bz medan magnet antar-planet memiliki nilai negatif. Ini berarti rentang waktu dimana medan magnet arah selatan berpotensi menghasilkan rekoneksi medan magnet yang cukup lama sehingga memicu terjadinya badai magnet. Kondisi medan magnet antar-planet yang memiliki orientasi arah selatan ini terus berlansung sampai melewati fase pemulihannya.
Gambar 1. Plot data tanggal 12-18 Juli 2000 (a) Plot medan magnet antar planet - Bz, (b) Plot indek Dst, (c) Plot pulsa magnet Pc3 stasiun Biak. Pada Gambar 1, terlihat jelas hubungan antara kenaikan amplitudo pulsa magnet Pc3 dengan kondisi medan magnet antar-planet (Bz) pada saat terjadi interplanetary shock dan pada saat terjadi badai magnet. Pada saat interplanetary shock tanggal 13 Juli 2000, terjadi peningkatan amplitudo pulsa magnet Pc3 sebesar 2.5 nT. Sedangkan pada saat badai magnet tanggal 15 Juli 2000, terjadi penurunan amplitudo Bz yang sangat signifikan ~ 31nT sampai ~ -52 nT yang terjadi pada rentang waktu 14:40 – 19:40 UT. Pada kondisi tersebut teramati pada indeks Dst terjadi badai magnet skala kuat (-301 nT) dengan fase utama badai ini terjadi pada rentang waktu 15 juli 2000 pukul 18 UT sampai 16 Juli 2000 pukul 00 UT. Pada saat bersamaan teramati amplitudo pulsa magnet Pc3 di stasiun Biak menunjukkan adanya anomali dengan peningkatan sebesar 4.5 nT. Korespondensi antara frekuensi pulsa magnet Pc3 dengan medan magnet antar-planet tanggal 13 Juli 2000 dan badai magnet tanggal 15 Juli 2000 di perlihatkan pada gambar 2. Spektrogram pada Gambar 2.a, memperlihatkan terjadinya peningkatan aktivitas pulsa magnet Pc3 pada rentang frekuensi (0.02 – 0.04 Hz) sekitar pukul 09:40UT - 10:00UT. Sementara itu pada saat badai magnet, Gambar 2.b, terjadi dua kali peningkatan aktifitas pulsa magnet Pc3; pertama terkait dengan sudden commencement (label S1), dan kedua terkait badai magnet (label S2). Pada saat terjadi sudden commencement sekitar pukul 14:40UT frekuensi dominan pulsa magnet Pc3 berada pada rentang (0.02-0.05Hz) sedangkan pada saat fase pertumbuhan badai magnet frekuensi dominan dari pulsa magnet Pc3 berada pada rentang (0.02-0.08Hz).
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 304
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
S1
S2
Gambar 2. Spektogram pulsa magnet Pc3 stasiun Biak; (a) 13 Juli 2000 dan (b) 15 Juli 2000. Untuk melihat frekuensi dominan pulsa magnet Pc3 maka kami lakukan distribusi bulanan seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Dari gambar tersebut terlihat bahwa selama tahun 2000 frekuensi pulsa magnet Pc3 stasiun Biak cenderung stabil pada frekuensi 0.05-0.07 Hz. Hal ini mungkin terkait dengan kondisi angin surya selama fase naik aktivitas matahari pada rentang waktu tersebut, karenanya perlu dilakukan analisa lebih lanjut mengenai hubungan antara pulsa magnet Pc3 dengan fase aktivitas matahari.
Gambar 3. Distribusi bulanan frekuensi pulsa magnet Pc 3 stasiun Biak tahun 2000. Sedangkan untuk analisis selanjutnya kami lakukan seleksi paket-paket pulsa magnet Pc3. Dari hasil seleksi paket-paket pulsa magnet Pc3 dan estimasi frekuensi dominan dari power spektrum pulsa magnet Pc3 pada saat kondisi medan magnet antar-planet (Bz) arah selatan didapat koefisien korelasi (r2) sebesar 0.6621 seperti ditunjukan pada Gambar 4. Korelasi yang kuat dengan medan magnet antar planet mengindikasikan bahwa sumber gelombang ini terkait dengan daerah kuasi-paralel bow shock. Namun hal ini masih perlu dilakukan analisis lebih lanjut.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 305
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 4. Korelasi antara frekuensi pulsa magnet Pc3 dengan medan magnet antarplanet (Bz). Kesimpulan Telah dilakukan analisis terhadap frekuensi pulsa magnet Pc3 terkait dengan kondisi medan magnet antar planet (Bz) pada rentang tahun 2000. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa frekuensi dominan Pc3 berada pada rentang frekuensi 0.05-0.07 Hz dengan koefisien korelasi sebesar (r2) sebesar 0.6621. Hal ini membuktikan juga bahwa interaksi antara angin surya dan magnetosfer bumi secara umum dapat diamati melalui pemunculan pulsa magnet Pc3. Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada program studi magister fisika ITB dan Lapan atas dukungannya dalam keikutsertaan pada kegiatan ilmiah ini. Referensi [1] Anderson, B. J., “An overview of spacecraft observations of 10s to 600s period magnetic pulsations in the Earth's magnetosphere, in Solar Wind Sources of Magnetospheric Ultra Low Frequency Waves”, eds. M. J. Engebretson, K. Takahashi, and M. Scholer, AGU Geophysical Monograph 81, 25-43 (1994) [2] Troitskaya, V. A., and O. V. Bolshakova, “Diagnostics of the magnetosphere using multipoint measurements of ULF-waves”, Adv. Space Res., 8, 413 (1988) [3] Chi, P. J., C. T. Russell, and G. Le, “Pc3 and Pc4 activity during along period of low interplanetary magnetic field cone angle as detected across the Institute of Geological Sciences array”, J.Geophys. Res., 99, 11127 (1994) [4] McPherron, R.L.,”Magnetic pulsations: their resources and relation to solar wind and gomagnetic activity”, Survey in Geophysics. 26:545-592 (2005) [5] Villante, U., P. Francia .M. Vellante and P. Di Giuseppe, “Some Aspect Of The Low Latitude Geomagnetic Response Under Different Solar Wind Conditions”, Space Sci. Rev., 107,207-217 (2003) [6] Takahashi, K., B. J. Anderson, T. Yamamoto, and N. Sato, “Propagation of compressional Pc3 pulsations from space to the ground: A case study using multipoint measurements, in Solar Wind Sources of Magnetospheric Ultra Low Frequency Waves”, Geophys. Monogr. Ser., vol. 81 (1994)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 306
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
[7] Jacobs, J. A., Y. Kato, S. Matsushita, and V. A. Troitskaya, “Classification of geomagnetic micropulsations”, J. Geophys. Res., 69, 180 (1964) [8] Vallee, M.A., et.al, “The Spatial and Temporal Characteristic of Pc3 Geomagnetic”, Pure Appl. Geophys164, 161–176 (2007) [9] Yumoto, K., “Generation And Propagation Mechanisms Of Low-Latitude Magnetic Pulsations – A review”, J. Geophys., 60, 79-105 (1986) [10] Villante, U., P. Francia .M. Vellante and P. Di Giuseppe, “Some Aspect Of The Low Latitude Geomagnetic Response Under Different Solar Wind Conditions”, Space Sci. Rev., 107,207-217 (2003) [11] Yumoto, K. And Saito, T., “Reationship Between The IMF Magnitude And Pc3 Magnetic Pulsations In The Magnetosphere”, J. Geophys. Res.,89, A11, 97319740 (1984) [12] Musafar, L. M., “Pc3 Magnetic Pulsations Observed By Ground-Based Magnetometer At Biak”, Prosiding Seminar Nasional, Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA, FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, tanggal 16 Mei 2009 [13] Indeks Dst, URL http://wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/dst_final, [diakses 25 November 2013] [14] Data ACE, URL http://www.srl.caltech.edu/ ACE/ASC/level2/, [diakses 25 November 2013]
Setyanto Cahyo Pranoto Pusat Sains Antariksa, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Email: [email protected]
Wahyu Srigutomo Fisika Bumi dan Sistem Kompleks, Institut Teknologi Bandung [email protected]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 307
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Efek Medan Magnet Induksi terhadap Gelombang Elektromagnetik Sekunder Siti Sachlia*, Annisa Siska Pandini, Mohamad Amin, Alamta Singarimbun Abstrak Hukum Faraday menyatakan bahwa medan magnetik yang berubah terhadap waktu berperan sebagai sumber medan listrik. Sementara itu, hukum Ampere memperlihatkan bahwa medan listrik yang berubah terhadap waktu berperan sebagai sumber medan magnetik. Medan listrik dan medan magnetik tersebut dapat saling terkait, membentuk sebuah gelombang elektromagnetik yang merambat melalui suatu ruang. Medan magnetik yang ditimbulkan oleh arus listrik yang berubah terhadap waktu dapat diamati dengan menggunakan alat sederhana terdiri dari sebuah koil yang dirangkai pada suatu loop. Gelombang elektromagnetik hasil interaksi medan magnet dan medan listrik tersebut dapat menginduksi benda sehingga menimbulkan gelombang elektromagnetik sekunder. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh konduktor di sekitar koil terhadap besar medan magnetik sekunder yang menghasilkan gelombang elektromagnetik sekunder dengan menggunakan osiloskop yang dirangkai membentuk sebuah loop. Dengan menggunakan koil solenoid yang hanya memiliki 16 lilitan yang kurang rapat sepanjang 0,108 m dan hambatan 0,1 ohm, hasil pengukuran melalui osiloskop menunjukan nilai ggl induksi pada orde 10-4 volt sehingga pada saat besi dan alumunium ditempatkan disekitar solenoida tidak terjadi pemagnetan akibat perubahan fluks magnetic yang sangat kecil. Dengan demikian, solenoid hanya berfungsi sebagai kawat penghantar demikian, solenoid hanya berfungsi sebagai kawat penghantar biasa pada rangkaian yang digunakan. Kata kunci : medan magnet, medan listrik, gelombang elektromagnetik sekunder Pendahuluan Medan elektromagnetik yang ditimbulkan oleh arus listrik dapat diamati dengan menggunakan alat sederhana terdiri dari sebuah koil yang dirangkai pada suatu loop. Alat sederhana ini sudah banyak digunakan untuk mengamati adanya medan magnet yang ditimbulkan oleh arus ac (alternating current) dengan melihat perilaku serbuk besi di sekitar koil yang membentuk garis-garis gaya magnet atau fluks magnet. Arus ac berubah-ubah secara sinusoidal terhadap waktu sehingga ketika medan listrik berubah-ubah dalam besar dan arah, medan magnet dihasilkan oleh arus yang berubah-ubah dalam besar dan arah. Secara bersamaan perubahan medan membentuk sebuah gelombang elektromagnetik yang merambat menjauh dari koil. Jika di sekitar koil terdapat benda yang bersifat konduktor, maka gelombang elektromagnetik hasil interaksi medan magnet dan medan listrik dapat menginduksi benda tersebut sehingga menimbulkan gelombang elektromagnetik sekunder. Melalui tugas RBL (Research Based Learning), kami memanfaatkan keadaan di sekitar koil, baik yang diisi teras besi atau aluminium untuk menghasilkan gelombang elektromagnetik sekunder yang didapat dari hasil eksperimen. Selain itu pada tujuan pendahuluan ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat atau karakteristik bahan.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 308
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Teori Medan Magnetik Akibat Adanya Arus dalam Solenoida Koil merupakan kawat yang digulung rapat menjadi heliks lilitan rapat disebut solenoida. Solenoida digunakan untuk menghasilkan medan magnetik kuat, seragam dalam daerah yang dikelilingi oleh simpalnya. Perannya dalam magnetisme analog dengan kapasitor keping-sejajar dalam elektrostatik, dalam hal bahwa kapasitor menghasilkan medan listrik yang kuat di antara platnya. Medan magnetik solenoida pada dasarnya adalah medan magnetik dari sederetan N simpal arus identik yang ditempatkan berdampingan. Gambar 1 menunjukkan garis-garis medan magnetik untuk solenoid panjang, yang digulung rapat. Di dalam solenoidnya, garis-garis medan ini hampir sejajar dengan sumbunya, berjarak rapat dan seragam, menandakan adanya medan magnetik yang kuat, seragam. Di luar solenoidnya, garis-garis kurang rapat, memencar dari satu ujung dan mengumpul pada ujung lain.
Gambar 1. Garis-garis http://dc304.4shared.com
medan
magnetik
dari
suatu
solenoida.
Sumber
:
Medan magnetik akibat adanya arus I dalam solenoid dengan panjang l yang terdiri atas N lilitan kawat ialah
B 0 nI n merupakan jumlah lilitan kawat per satuan panjang ( n
(1)
N ). l
Ggl Induksi dan Hukum Faraday Fluks Magnetik adalah kerapatan garis-garis gaya dalam medan magnet yang melalui rangkaian dengan luasan tertentu. Bila terjadi perubahan jumlah fluks magnetik yang memasuki suatu kumparan, maka pada ujung-ujung kumparan tersebut akan timbul ggl induksi. Besarnya ggl induksi bergantung pada laju perubahan fluks dan banyaknya lilitan. Faraday mengukur besarnya ggl induksi yang disebabkan oleh perubahan fluks sebesar ∆Φ dalam selang waktu ∆t dan menyatakan bahwa “Jika ada perubahan fluks melalui koil dengan N lilitan dan laju maka ggl induksi dalam kumparan adalah: t
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 309
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
N
d dt
(2)
Andaikan arus ac mengalir melalui koil yang melingkupi luasan A sehingga menghasilkan medan magnetik seragam B, maka besar medan magnetik yang melalui koil adalah
BA cos
(3)
Jadi, ggl induksi yang melalui loop akibat adanya arus ac dalam solenoida adalah
d BA cos dt
A cos
dB dt
Karena medan magnetik seragam B yang dihasilkan sejajar dengan luas kumparan yaitu A, maka nilai cos 1 .
A
d ( 0 nI ) dt
(4)
N dI l dt
(5)
A0
Arus ac yang mengalir pada solenoida berubah secara sinusoidal, sehingga besar arus ac dan ggl induksi yang dihasilkan akan memenuhi persamaan berikut. I I 0 sin t
(6)
0 cos t
(7)
Hasil substitusi persamaan (6) dan (7) ke persamaan (5), menghasilkan
0 cos t A0
N dI 0 sin t l dt
0 cos t A0
N I 0 cos t l
0 A0
N I 0 l
(8)
Tanda negatif pada rumus diatas sesuai dengan Hukum Lenz, yaitu “Ggl Induksi selalu membangkitkan arus yang medan magnetiknya berlawanan dengan sumber perubahan fluks magnetik”. Untuk mengubah fluks magnetik dalam suatu loop yang melalui sebuah koil dapat dilakukan dengan beberapa cara berikut. a) Mengubah besar B dari medan magnetik di dalam koil.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 310
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
b) Mengubah luas koil atau bagian dari luas koil tersebut untuk berada dalam medan magnet. c) Mengubah sudut antara arah medan magnetik B dan luas koil. Dalam kondisi apapun, ggl induksi dalam loop tersebut sama dengan besar laju perubahan fluks magnetiknya. Arus ac membantu mengubah B dari medan magnetik dalam koil seperti disebutkan pada cara yang pertama. Induktansi Diri Arus I yang mengalir pada koil dapat menghasilkan medan magnetik pada setiap titik di sekitar koil yang sebanding dengan I sehingga fluks magnetik melalui koil tersebut juga sebanding dengan I.
m LI
(9)
dengan L merupakan konstanta yang disebut induktansi diri koil tersebut. Apabila arus dalam rangkaian berubah, fluks magnetik akibat arus juga berubah, sehingga ggl akan diinduksi dalam rangkaiannya. Karena induktansi diri suatu rangkaian konstan, maka perubahan fluks dihubungkan dengan perubahan arus berikut.
d m dI L dt dt
(10)
Berdasarkan persamaan (5) dan (10), kita dapat mengetahui bahwa solenoida mengalami induktasi diri akibat mengalirnya arus ac melalui solenoida. Pemagnetan Apabila suatu bahan ditempatkan pada medan magnetik solenoida, medan magnetik solenoida tersebut cenderung menyearahkan momen dipol magnetik di dalam bahan itu dan bahannya dimagnetkan sehingga bahan tersebut mengalami pemagnetan. Medan magnetik resultan di suatu titik dan di tempat yang jauh dari ujung-ujungnya akibat arus dalam solenoida ditambah bahan yang dimagnetkan adalah:
B nI
(11)
dengan μ merupakan permeabilitas bahan. Jika persamaan (11) disubstitusikan pada persamaan (4), maka dengan cara penurunan yang sama diperoleh nilai ggl induksi akibat suatu bahan ditempatkan pada medan magnetik solenoida sebagai berikut.
0 A
N I 0 l
(12)
Untuk mengetahui adanya pengaruh suatu bahan yang ditempatkan pada medan magnetik solenoida, maka dilakukan pengukuran ggl induksi dengan menggunakan osiloskop pada frekuensi 1kHz sebagai ggl induksi maksimum untuk 1 2 dari nilai ggl induksi kemudian ditentukan nilai ggl induksi efektifnya (ε0) yaitu 2
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 311
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
maksimum. Sementara itu nilai arus efektif (I0) yang melalui loop dapat diukur secara langsung dengan menggunakan multimeter. Pengukuran dilakukan pada 3 jenis bahan yang berbeda yaitu udara, besi, dan aluminium di sekitar koil dengan menggunakan sumber tegangan 3V, 6V, 9V, 12V, dan 15V untuk masing-masing bahan. Dengan menggunakan solenioda yang memiliki 16 lilitan sepanjang 0,108 m dan luas penampang 9,34 x 10-4 m2, diperoleh data ε0 sebagai ggl induksi dan I0 sebagai arus efektif ac yang melewati koil solenoida. Data tersebut digunakan untuk memperoleh nilai permeabilitas bahan (μ) sebagai indikator adanya pengaruh bahan dalam solenoida sehingga menghasilkan gelombang elektromagnetik sekunder. Nilai permeabilitas bahan (μ) diperoleh dari penurunan persamaan (12) yaitu sebagai berikut.
0l
(13)
ANI 0
Hasil dan Diskusi Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan osiloskop dan multimeter pada loop yang terdiri dari solenoida, maka diperoleh data sebagai berikut. Tabel 1. Hasil Pengukuran dengan Menempatkan Udara di Sekitar Solenoida V ac (volt)
Ieff (A)
Ggl Induksi (volt)
3
0,509
-0,024745
6
1,109
-0,74942
9
0,014
-0,0010605
12
0,004
-0,000707
15
0,008
-0,000707
Tabel 2. Hasil Pengukuran dengan Menempatkan Besi di Sekitar Solenoida V ac (volt)
Ieff (A)
Ggl Induksi (volt)
3
0,522
-0,03182
6
1,123
-0,67165
9
0,015
-0,00106
12
0,004
-0,00071
15
0,008
-0,00071
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 312
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Tabel 3. Hasil Pengukuran dengan Menempatkan Aluminium di Sekitar Solenoida V ac (volt)
Ieff (A)
Ggl Induksi (volt)
3
0,519
-0,02121
6
1,115
-0,74942
9
0,015
-0,00106
12
0,004
-0,00071
15
0,008
-0,00071
Dengan menggunakan data pada tabel 1, tabel 2, dan tabel 3, maka diperoleh nilai rata-rata permeabilitas udara, besi, dan aluminium dari lima kali pengukuran untuk masing-masing bahan yang ditunjukkan pada tabel 4 berikut. Tabel 4. Hasil perhitungan permeabilitas bahan. Bahan udara besi aluminium
n (lilitan/m) 148,148 148,148 148,148
A (m2) 0,000934 0,000934 0,000934
μ (H/m)
μr (H/m)
2,45086 x 10
-8
0,01951
2,28890 x 10
-8
0,01822
2,41305 x 10
-8
0,01921
Secara teoritis, nilai permeabilitas bahan untuk udara, besi, dan aluminium berturut-turut adalah 1,2566375 x 10−6 H/m; 6,908 x 10-6 H/m; dan 1.2566650 x 10−6 H/m. Bila nilai permeabilitas bahan hasil penelitian dibandingkan dengan nilai permeabilitas bahan secara teoritis, diperoleh faktor koreksi untuk udara sebesar 98,049%, besi sebesar 99,668%, dan aluminium sebesar 98,079%. Hasil pengukuran pada osiloskop, nilai ggl yang terukur menunjukkan adanya perubahan fluks magnetik di sekitar koil. Artinya terdapat medan magnetik disekitar koil. Namun demikian, gelombang elektromagnetik sekunder akibat pengaruh bahan di sekitar koil tidak dapat terukur dengan baik. Hal tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya adalah koil solenoida hanya memiliki 16 lilitan yang kurang rapat sepanjang 0,108 m dengan hambatan koil yang terukur ± 0,1 Ω sehingga ggl induksi akibat perubahan fluks magnetik yang terukur sangat kecil. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengukuran dapat disimpulkan bahwa selenoida yang digunakan pada penelitian hanya berfungsi sebagai kawat penghantar biasa dengan hambatan yang sangat kecil + 0,1 Ω dan nilai permeabilitas bahan yang dihasilkan jauh dari yang sebenarnya hal ini dikarenakan solenoida tidak dapat terukur karena tidak terjadi pemagnetan pada bahan. Karena adanya faktor koreksi yang sangat besar, maka sebaiknya pada penelitian selanjutnya disarankan untuk memperbanyak jumlah lilitan.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 313
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Referensi [1] [2] [3] [4]
Resnick, Halliday, “Fisika Jilid 2”, Erlangga, Jakarta, 1997, h. 533-564 Tipler, “Fisika Untuk Sains dan Teknik”, Erlangga, Jakarta, 1996, h. 209-342 Young & Freedman, Fisika Universitas, Erlangga, Jakarta, 2002, h. http://education.jleb.org/workbench/, accesed 20 November 2013, 12: 56 pm
Siti Sachlia* Program Magister Pengajaran Fisika Institut Teknologi Bandung [email protected]
Annisa Siska Pandini Program Magister Pengajaran Fisika Institut Teknologi Bandung [email protected]
Mohamad Amin Program Magister Pengajaran Fisika Institut Teknologi Bandung [email protected]
Alamta Singarimbun Faculty of Mathematics and Natural Sciences Institut Teknologi Bandung [email protected]
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 314
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
A Simple Viscometer for High School and First Years Undergraduate Program Students: Theory and Experiment Sparisoma Viridi*, Sidik Permana, Wahyu Srigutomo, Anggie Susilawati, and Acep Purqon1 Abstract A simple viscometer consists of mineral water bottle and trink straw is used to predict vicosity of water. A model is derived from Bernoulli's principle and Poiseulli's law. Value about 0.374 – 0.707 cP is obtained for observation in room temperature. About 10 minutes of observation time is needed to get the data. Keywords: equation of continuity, Bernoulli’s equation, viscosity coefficient, Poiseulli flow.
Introduction In discussing fluid flow, equation of continuity and Bernoulli’s equation are the most common discussed [1], while Poiseulli flow for real fluid with viscosity [2], that produces formula relating flow rate and pressure difference through a pipe with certain length and radius [3] is rarely mentioned. In some daily life problem such as leakage on a water container, the latest concept is needed, since the two first concepts predict time for the container to be drained out is the same for all fluids, through formula known as Torricelli law [4, 5]. It seems that the drained out time is independent to fluid viscosity coefficient, which is incorrect. A common method to determine fluid viscosity coefficient is using a ball falling in viscous fluid [6], which can be extended to buoyant ball experiment [7]. In this work the Torricelli law will be extended using Poiseulli flow to include influence of fluid viscosity coefficient and a robust experiment is performed to justify the formulation in determining fluid viscosity coefficient. Influence of temperature, such as in an empirical formula [8], to fluid visocisity coefficient is neglected in this work. Required theories for building a simple viscometer and sketch of the system are explained briefly in theory part. Daily small things, that can be found easily at home, are components of the viscometer. They will be listed in experiment part. The next two parts are results and discussion part and conclusion part. Theory Three concepts are used in this work, equation of continuity, Bernoulli’s equation, and Poiseulli flow, where each of them is brief reviewed and illustrated as in the following subsections. In these subsections index i means inlet, while index o means outlet. Equation of continuity
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 315
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Through a circular pipe with inlet radius and outlet radius a relation between inlet velocity and outlet velocity is known as equation of continuity vi Ai vo Ao .
(1)
with meaings of Ai Ri and Ao Ro as shown in Figure 1. The term debit 2
2
Q vA
(2)
is also common used in Equation (1). Bernoulli’s equation Bernoulli’s equation is derived from theorem of work – kinetic energy, which considers only works done by external pressure and gravitation. The equation is pi
1 1 vi 2 gyi po vo 2 gy o , 2 2
(3)
with is fluid density, p is pressure, and y is vertical position of pipe part as illustrated in Figure 2. Equation of continuity in Equation (1) or (2) and Bernoulli’s equation in Equation (3) are derived for non-compressible fluid. And in its derivation, the last also neglected fluid friction. Poiseulli flow In a horizontal circular pipe with length L and radius R , fluid with viscosity coefficient can flow with flow rate Q due to pressure difference p that follows [3] p
8L Q. R 4
(4)
as illustrated in Figure 3. System A fluid container with form of a cylinder with radius is placed standing that its axis is parallel to direction of gravitation. Near bottom of the container small pipe with radius and length is attached perpendicular to container axis. Distance between fluid surface in the container and position of the small pipe is defined as . The system is illustrated in Figure 4. Using Equation (3) the relation between inlet point and Z point can be written as PA
1 1 vi 2 gh p Z v Z 2 , 2 2
(5)
with p i PA , where PA is air atmospheric pressure.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 316
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
It can be assumed that v Z 0 since fluid only flow from inlet to outlet and only disturbs point Z slightly. Then it can traight forward found that p Z PA gh
1 vi 2 PA gh , 2
(6)
if it is also assume that v i small and then v i 0 . 2
Height change of water surface h is
dh vi . dt
(7)
Then substitute Equation (1) and (2) into Equation (7) will give Q dh 0 . dt Ai
(8)
Equation (4) can also be written for outlet as
p Z PA
8Lo
Ro 4
Qo .
(9)
with p o PA . Substitution Equation (6) into Equation (9) and the result into Equation (8) will give a first order differential equation dh Ro gh 0, dt 8Lo Ai 4
(10)
which has solution Ro 4 g h t ho exp t . 8 Lo Ai
(11)
Experiment Value of parameters in experiment are Ri 4.25 cm , Ro 1.75 mm , L0 10 cm , g 9.8 m/s 2 , 1000 kg/m 3 , and h0 22 cm . Components of the simple viscometer and after they assambled are given in Figure 5.
Results and discussion Plots of data from Table 1 in linear and logarithmic scale for h againts t are given in Figure 6 (left) and (right), respectively. From Figure 6 (right) value of gradient m from the regression line can be obtained. This value and Equation (11) will give
1 R o 4 g 6.361 10 5 . m 8 Lo Ai m
ISBN 978-602-19655-5-9
(12)
Hal. 317
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Table 1. Experiment data.
h (cm)
t (s)
22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
0 5 9 13 26 34 41 50 56 65 72 78 91 104 115 130 139 155 169 188 215 248 313
Using parameters from the experiment it is found that has value about between 0.374 – 0.707 cP. Two gradient values are obtained, since the results are not too linear, even in logarithmic scale. It is quite good results consi-dering a very rough approximation used in deriving theory for the experiment. From references it can found that ηwater ≈ 1 × 10–2 N·s/m2 or 1 cP at about 20 °C [3] or 0.894 cP at 25 °C [9]. At room temperature it was obtained 0.868 cP, 0.707 cP, and 0.782 cP for buoyant ball experiment, falling ball experiment in Fisika Dasar Lab, and Haake Falling Ball Viscomenter (Type C, Thermo Electron Co.) in Kimia Fisika Lab, respectively [7]. Conclusion Using a very simple hand-made viscometer, water viscosity can be measured with obtained value is still in the same order as it is measured by better or standard viscometer, which is also confirmed by a recent result [10]. Further formula simplification is still needed for better use in high school, and for university student assumption to produce Equation (6) can be still debatable. Extension of this work is already implemented in Kompetisi Sains Madrasah 2013 in Malang, Indonesia, 5 - 9 November 2013. Acknowledgements This work is partially supported by RIK ITB 2013 (contract number 248/I.1.C01/PL/2013).
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 318
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Referensi [1] D. Halliday, R. Resnick, and J. Walker, “Fundamentals of Physics”, John Wiley and Sons (Asia), Hoboken, 8th, Extended, Student Edition., 2008, pp. 371-376. [2] P. M. Fishbane, S. Gasiorowicz, and S. T. Thornton, “Physics for Scientists and Engineers”, Prentice Hall, Upper Saddle River, 2nd, Extended Edition, 1996, pp. 452-453. [3] W. E. Gettys, F. J. Keller, and M. J. Skove, “Physics Classical and Modern”, McGraw-Hill Book, New York, International Edition, 1989, p. 343-344. [4] D. Halliday and R. Resnick, “Fisika”, Erlangga, Jakarta, Jilid 1, Edisi 3, 1985, 601602. [5] P. A. Tippler, “Fisika untuk Sains dan Teknik”, Erlangga, Jakarta, Jilid 1, Edisi 3, Cetakan 1, 1998, pp. 404-405. [6] A. F. Abbott, “Ordinary Level Physics”, Heinemann Educational Books, London, 4th Edition, 1984, pp. 146-149. [7] M. N. Tajuddin, “Eksperimen Bola Bergerak Mengapung di dalam Pipa untuk Menentu-kan Viskositas Fluida menggunakan Alat Bantu Kamera Digital”, Tesis Magister, Ins-titut Teknologi Bandung, Indonesia, 2009. [8] A. Soedradjat, “Mekanika-Fluida & Hidroli-ka”, Nova, 1983, pp. 12-13. [9] V. L. Streeter dan E. B. Wylie, “Mekanika Fluida”, Erlangga, Jakarta, 1986, p. 175. [10] L. N. Qomariyatuzzamzami dan S. F. Husen, "Komentar pada 'A Simple Viscometer for High School and First Years Undergraduate Program Students: Theory and Experiment'", Jurnal Pengajaran Fisika Sekolah Menengah 6 (1), 1-3 (2014). Sparisoma Viridi* Nuclear Physics and Biophysics Institut Teknologi Bandung [email protected]
Sidik Permana Nuclear Physics and Biophysics Institut Teknologi Bandung [email protected]
Wahyu Srigutomo Earth Physics and Complex System Institut Teknologi Bandung [email protected]
Anggie Susilawati Physics Department Universitas Padjajaran [email protected]
Acep Purqon Earth Physics and Complex System Institut Teknologi Bandung [email protected]
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 319
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
vi
vo
2Ri
2Ro
Figure 1. A circular pipe with inlet radius Ri and outlet radius Ro . vo
pi
vi
po
yo
yi
Figure 2. Bernoulli’s equation relates inlet (index i ) and outlet (index o ) physical parameters. pi
po
v
2R
Q L
Figure 3. Poiseulli flow through a horizontal pipe, where p pi po is pressure difference between inlet and outlet. pi vi
h Z vo
po
Lo Figure 4. System consists of fluid container with radius Ri and small outlet pipe with radius Ro and length Lo , a point Z is defined near the bottom of fluid container and vectically aligned with joint point of the container and the small pipe.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 320
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Figure 5. Left: Components to construct simple viscometer are marker (M), transparent tape (T), ruler (R), small drink straw as the small pipe (P), scissor (S), 2-liter mineral water bottle as the fluid container (B), and a piece of paper as label (L). Right: the system after assembled.
0
0.25
-0.8
0.2
ln h = -0.009t - 1.492 R² = 0.993
0.15 ln h
h (m)
-1.6
0.1
-2.4
ln h = -0.017t - 0.326 R² = 0.993
-3.2
0.05
-4
0
-4.8
0
40
80
120
160 t (s)
200
240
280
320
0
40
80
120
160
200
240
280
320
t (s)
Figure 6. Experiment result for h (left) and ln h (right) as function of time t , where h is represented in m.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 321
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Analisis Ketidakteraturan Plasma Ionosfer pada Saat Aktivitas Matahari Tinggi diatas Indonesia Sri Ekawati* dan Wahyu Srigutomo Abstrak Ionosfer, yang berisi plasma berada pada ketinggian 50 – 500 kilometer di atas permukaan bumi, merupakan penentu keberhasilan propagasi sinyal komunikasi satelit dan sistem navigasi berbasis satelit. Pada makalah ini, ketidakteraturan plasma ionosfer akan dianalisis dari aktivitas gangguan ionosfer berdasarkan data indeks S4 dan Total Elektron Content (TEC). Selain itu, ketidakteraturan plasma ionosfer akan dikaitkan juga dengan data aktivitas matahari dan geomagnet. Data ionosfer diperoleh dari penerima GPS Ionospheric Scintillation and TEC Monitoring (GISTM) GSV4004B di Manado, Pontianak, Bandung dan Kupang pada periode bulan Maret – Mei 2013. Data aktivitas matahari diperoleh dari data kejadian ledakan matahri flare X-ray dari Solar Influences Data analysis Center (SIDC), Royal Observatory of Belgium Sedangkan data aktivitas geomagnet diperoleh dari data indeks Dst dari Data Center for Geomagnetism Kyoto. Hasil menunjukkan gangguan plasma ionosfer lebih intensif ditunjukkan oleh stasiun pengataman di Bandung dibandingkan dengan stasiun lainnya. Hasil lainnya menunjukkan ionosfer sangat dipengaruhi oleh aktivitas matahari dan geomagnet. Kata-kata kunci : Ionosfer, Sintilasi, TEC, aktivitas matahari dan geomagnet Pendahuluan Atmosfer bumi, berdasarkan propagasi sinyal/ gelombang elektromagnet dari satelit ke antena di bumi atau sebaliknya, dibagi menjadi dua, yaitu troposfer dan ionosfer. Troposfer berisi partikel netral, sedangkan ionosfer berisi plasma atau gas yang terionisasi. Sehingga ionosfer selain berisi elektron-elektron, ionosfer juga berisi ion-ion. Hal tersebut menjadi latar belakang lapisan atmosfer bumi yang berisi ion-ion dinamakan ionosfer. Ionosfer sangat rentan dipengaruhi oleh pengaruh diatasnya yaitu medan magnet bumi dan radiasi dari matahari. Banyak penelitian yang menganalisis pengaruh gangguan geomagnet seperti badai geomagnet terhadap aktivitas sintilasi ionosfer [1]. Selain itu, banyak juga penelitian yang menganalisis dampak flare/ledakan matahari dari data intensitas fluks sinar-X matahari terhadap TEC ionosfer. Makalah ini bertujuan untuk menganalisis ketidakteraturan plasma ionosfer diatas Indonesia pada saat aktivitas matahari tinggi yang menggabungkan penelitian pengaruh badai geomagnet terhadap sintilasi ionosfer dan pengaruh ledakan matahari/flare X-ray terhadap total elektron di ionosfer. Metode
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 322
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Data yang digunakan pada makalah ini meliputi data ionosfer, geomagnet dan matahari yang mengGambarkan kondisi cuaca antariksa pada periode bulan Maret – Mei 2013. Walaupun makalah ini membahas aktivitas geomagnet dan matahari, namun pembahasan akan dititik beratkan pada dampaknya di lapisan ionosfer. Data ionosfer yang meliputi data indeks amplitudo sintilasi ionosfer (S4 index) dan Total Elektron Content (TEC) diperoleh dari penerima GPS Ionospheric Scintillation and TEC Monitoring (GISTM) GSV4004B diatas Menado, Pontianak, Bandung dan Kupang. Stasiun Manado terletak pada koordinat geografis (1.48o LU; 124.85o BT) atau pada koordinat geomagnet (-6.87o LS; 196.07o BT). Stasiun Pontianak terletak pada koordinat geografis (-0.03o LS; 109.33o BT) atau pada koordinat geomagnet (-8.82o LS; 180.72o BT). Stasiun Bandung terletak pada o koordinat geografis (-6.90 LS; 107.60oBT) atau pada koordinat geomagnet (-16.49o o LS; 178.93 BT). Dan stasiun Kupang terletak pada koordinat geografis (-10.15o LS; 123.67o BT) atau pada koordinat geomagnet (-19.52o LS dan 195o BT). Koordinat geomagnet penting diketahui karena ionosfer yang berisi plasma yang memiliki medan listrik, E, akan berinteraksi dengan garis-garis medan geomagnet, B. GISTM GSV4004B mengeluarkan data indeks S4 total dan S4 correction. Sehingga untuk memperoleh indeks S4 yang terkoreksi digunakan perhitungan pada persamaan (1) [2] : S 4 S 4total 2 S 4correction2
(1)
Indeks S4 tidak memiliki satuan. Indeks S4 dapat menunjukkan aktivitas gangguan plasma ionosfer berupa fluktuasi yang sangat cepat dari amplitudo gelombang elektromagnetik dari satelit ke antena di bumi atau sebaliknya setelah melalui ionosfer yang sedang terganggu. Sedangkan TEC dapat menunjukkan banyaknya total elektron yang dilalui sinyal satelit per meter persegi. Data TEC juga dapat menunjukkan besarnya waktu tunda gelombang elektromagnetik setelah melalui ionosfer. Satuan TEC adalah TEC Unit, dimana : 1TECU 1016
elektron m2
(2)
Untuk memperoleh pengaruh aktivitas badai geomagnet terhadap sintilasi ionosfer, digunakan data geomagnet, Indeks Disturbance Storm Time (Dst Index) yang diperoleh dari Data Center for Geomagnetism Kyoto, diunduh dari situs : http://wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/dst_realtime. Intensitas badai geomagnet dapat diklasifikasikan berdasarkan pola indeks Dst yang ditunjukkan pada table 1. [3] Table 1. Klasifikasi Badai Geomagnet [3]. Kelas
Dst Index (nT)
Lemah Sedang Kuat Sangat Kuat
-30 > Dst ≥ -50 -50 > Dst ≥ -100 -100 > Dst ≥ -200 Dst < -200
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 323
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Sedangkan untuk mengetahui dampak aktivitas flare sinar-X matahari terhadap TEC ionosfer digunakan data X-ray flux yang diperoleh dari Solar Influences Data Analysis Center (SIDC), Royal Observatory of Belgium. Data tersebut dapat diunduh di : http://www.swpc.noaa.gov/ftpmenu/warehouse/2013/2013_plots/xray.html. Ada tiga kategori flare X-ray di matahari, seperti yang ditunjukkan pada tabel 2. Tabel 2. Klasifikasi flare X-rays Matahari. Kategori
Kelas
Kecil
C
Menengah
M
Besar
X
Peak (W/m2) 10-6 ≤ I < 10-5 10-6 ≤ I < 10-5 10-6 ≤ I < 10-5
Hasil dan Diskusi Indeks Dst terendah selama periode Maret – Mei 2013 ditunjukkan pada Gambar 1. Sumbu-x menyatakan tanggal dan sumbu-y menyatakan besarnya medan magnet dengan satuan nT. Badai geomagnet kuat terjadi pada tanggal 17 Maret 2013 pukul 21:00 UTC yang mencapai -132 nT. Untuk mengetahui dampaknya pada kemunculan sintilasi ionosfer, maka dilakukan perbandingan data indeks Dst dengan indeks S4 ionosfer seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 2 panel atas adalah indeks Dst sedangkan panel tengah adalah indeks S4 diatas Pontianak dan panel bawah adalah indeks S4 diatas Manado pada tanggal 16, 17 dan 18 Maret 2013. Tanggal tersebut dipilih untuk mengetahui dampaknya pada kemunculan sintilasi ionosfer pada satu hari sebelum, pada saat terjadi badai dan setelah terjadi badai. Pada tanggal 16 Maret, tidak ada aktivitas sintilasi ionosfer, begitu juga pada saat terjadi badai geomagnet dua stasiun pengamat gangguan sintilasi ionosfer baik Pontianak maupun Manado tidak mendeteksi adanya aktivitas sintilasi yang kuat. Setelah badai geomagnet kuat berakhir pada tanggal 18 Maret 2013, terjadi aktivitas sintilasi kuat. Gambar 3. menunjukkan data intensitas flux sinar-X yang dipancarkan matahari pada tanggal 12 – 14 Mei 2013. Pada tanggal 12 Mei terlihat ada flare kelas M, sedangkan pada tanggal 13 dan 14 terjadi flare kelas X. Selama periode Maret-Mei 2013, data pengamatan X-ray flux yang kuat ditunjukkan pada tabel 3. Dari tiga kejadian flare kuat kelas-X yang ditunjukkan tabel 3, hanya dua kejadian flare yang mungkin berdampak pada ionosfer Indonesia. Hal tersebut karena dua kejadian flare X1.7 dan X3.2 pada tanggal 13 Mei dan 14 Mei 2013 terjadi pada siang hari diatas Indonesia, sedangkan flare X2.8 terjadi pada saat Indonesia disisi bumi bagian malam sehingga dampak langsungnya tidak begitu signifikan.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 324
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 1. Indeks Dst selama periode Maret – Mei 2013.
Gambar 2. Badai geomagnet kuat dan dampaknya pada kemunculan sintilasi ionosfer.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 325
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 3. Data X-ray Flux dari Matahari pada tanggal 12-14 Mei 2013. Tabel 3. Kemunculan Flare kelas kuat (X) selama periode Maret – Mei 2013. Tanggal 13 Mei 2013 13 Mei 2013 14 Mei 2013
Kelas flare X1.7 X2.8 X3.2
Mulai (UT/LT) 01:53 (08:53) 15:51 (22:51) 00:00 (07:00
Maks. (UT/LT) 02:17 (09:17) 16:03 (23:03) 01:11 (08:11)
Selesai (UT/LT) 02:32 (09:32) 16:24 (23:24) 01:20 (08:20)
Flare X-ray dari matahari yang merupakan gelombang elektromagnetik dapat berdampak ke bumi dalam waktu tunda sekitar 8 sampai dengan 10 menit. Pada makalah ini, dampak ionosfer dari kejadian flare sinar-X akan dilihat dari data median TEC yang ditunjukkan oleh Gambar 4 yang diambil dari 4 stasiun pengamat ionosfer, yaitu stasiun Manado, Pontianak, Bandung, dan Kupang. Gambar 4 menunjukkan data median TEC berdasarkan Lintang geografis terhadap waktu, dalam UTC, pada tanggal 12 – 14 Mei 2013. Secara umum kita memperoleh Gambaran tentang variasi ionosfer Indonesia terhadap lintang dan terhadap waktu. Ionosfer sangat dinamis dan memiliki variasi harian, musiman dan variasi 11 tahunan mengikuti siklus aktivitas matahari. Gambar 4. Menunjukkan dengan jelas, densitas elektron tertinggi terjadi pada pukul 06:00 – 07:00 UT atau pukul 13:00 – 14:00 WIB (Local Time). Pada waktu tersebut, intensitas radiasi yang diterima ionosfer dari matahari sangat tinggi dibandingkan dengan waktu lainnya. Selain itu nilai densitas elektron pada suatu hari akan berbeda dengan hari lainnya. Hal tersebut menunjukkan ionosfer mempunyai variasi harian. Ionosfer bervariasi terhadap lintang artinya besar atau kecilnya densitas elektron di ionosfer akan sangat tergantung dari posisi ionosfer terhadap lintang bumi. Gambar
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 326
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
4. menunjukkan densitas elektron ionosfer tertinggi di sekitar bervariasi dari -2.00o LS sampai dengan - 8.00o LS (koordinat geografis). Dengan kata lain, densitas elektron diatas Pontianak lebih besar dibandingkan dengan stasiun Manado. Densitas elektron diatas Bandung lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun Kupang. Dan densitas elektron tertinggi ditunjukkan oleh stasiun Bandung.
Gambar 4. Data median TEC pada tanggal 12 (atas), 13 Mei (tengah) dan 14 Mei (bawah).
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 327
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Terkait dengan peristiwa flare terhadap ketidakteraturan plasma ionosfer ditunjukkan juga oleh Gambar 4. Pada tanggal 12 Mei yang ditunjukkan Gambar 4 panel atas, puncak median TEC berada pada lintang -1.00o LS s/d -3.00o LS pada pukul 05:00 – 07:00 UT (12:00 – 14:00 WIB) dengan nilai tertinggi 95 TECU. Pada saat terjadinya flare X1.7, tanggal 13 Mei 2013, puncak median TEC berada sebesar 115 TECU di daerah yang cukup sempit di sekitar lintang -6.5o LS, namun secara umum puncak median TEC bernilai 110 TECU di lintang -5.00o LS s.d -7.00o LS pada pukul 06:00 – 07:30 UT (13:00 – 14:30 WIB). Pada saat terjadinya flare X3.2, tanggal 14 Mei 2013, puncak median TEC sebesar 110 TECU di lintang -5.30o LS s/d -7.00o LS pada pukul 06:30 – 09:30 UT (13:30 – 16:30 WIB). Kesimpulan Terjadinya badai geomagnet kuat, dengan indeks Dst mencapai -132 nT pada tanggal 17 Maret 2013 pukul 21:00 UT (atau pada tanggal 18 Maret 2013, pukul 02:00 WIB), menunjukkan peningkatan aktivitas sintilasi ionosfer pada tanggal 18 Maret 2013 dibandingkan dengan hari sebelumnya. Peningkatan sintilasi ionosfer ditunjukkan oleh kedua stasiun baik Manado dan Pontianak. Namun, durasi gangguan sintilasi ionosfer diatas Manado lebih lama dan intensif dibanding stasiun Pontianak. Terjadinya flare kelas X1.7 dan X3.2 pada tanggal 13 dan 14 Mei 2013 mempengaruhi densitas elektron ionosfer diatas Indonesia baik besarnya terhadap lintang maupun durasi terjadinya puncak TEC. Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada LAPAN atas ketersediaan data ionosfer. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Jiyo, M.Si atas diskusinya yang bermanfaat Referensi [1] Li, Guozhu, et al. “Effect of geomagnetic Storm on GPS Scintillation over Sanya.
JASTP.(2008) [2] Dubey, S., R. Wahi, and A. K. Gwal, “Ionospheric effects on GPS positioning”,
Adv. Space Res., 38(11), 2478–2484, doi:10.1016/j.asr.2005.07.030, (2006) [3] Gonzale W.D., J.A. Joselyn and Y. Kamide, H.W. Kroehl, G.Rostoker, B.T.
Tsurutani and V. M. Vasyliunnas., “What is Geomagnetic Storm?’. J. Geophyisics research, vol.99 (1996). Sri Ekawati* Earth Physics and Complex System Research Group ITB and Space Science Center, LAPAN [email protected] ; [email protected]
Wahyu Srigutomo Earth Physics and Complex System Research Group Institut Teknologi Bandung [email protected] *Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 328
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Alat Eksperimen Sederhana untuk Menunjukkan Fenomena Induksi Magnetik Suka Prayanta Pandia*, Ahmad Muhammad, Firman, dan Alamta Singarimbun Abstrak Induksi magnetik merupakan salah satu konsep fisika yang dianggap abstrak, misalnya konsep medan magnet. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk merancang suatu alat eksperimen sederhana yang dapat menunjukkan fenomena induksi magnetik. Pada prinsipnya, ketika jumlah fluks magnetik yang menembus suatu bahan berubah-ubah sebagai fungsi waktu, maka benda tersebut akan terinduksi sehingga timbul gaya gerak listrik (ggl) pada benda tersebut, ggl tersebut mempunyai nilai yang sebanding dengan besar perubahan fluks magnetik terhadap waktu. Apabila ada ggl induksi pada bahan, maka akan timbul arus pada bahan tersebut yang dikenal dengan arus eddy. Oleh karena itu, alat eksperimen ini, dirancang untuk menunjukkan adanya arus eddy pada suatu bahan konduktif apabila bahan tersebut terinduksi magnetik. Arus eddy dapat dideteksi melalui beban listrik misalnya lampu yang dihubungkan dengan kumparan (loop). Apabila jumlah fluks magnet yang menembus kumparan berubah terhadap waktu, maka pada kumparan tersebut akan timbul arus eddy sehingga lampu akan menyala. Selain menggunakan lampu pilot untuk menunjukkan adanya arus eddy, juga diukur besar ggl induksi yang timbul dengan menggunakan voltmeter dan diperoleh nilai yang terukur 22.40 volt, kemudian bentuk gelombangnya dilihat menggunakan osiloskop dan diperoleh hasilnya bentuk gelombang sinusoidal. Ini artinya tegangan yang dihasilkan adalah tegangan ac. Kata-kata kunci: Induksi magnetik, arus eddy.
Pendahuluan Fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang kurang diminati oleh siswa. Banyak siswa yang beranggapan bahwa fisika sukar dan tidak menarik (Lasma, 2010). Beberapa faktor penyebab kesulitan dalam mempelajari fisika, antara lain pemahaman konsep matematika yang kurang, suasana belajar yang tidak menyenangkan maupun konsep fisika yang abstrak. Padahal, fisika itu sendiri berkembang karena adanya pengamatan maupun hasil percobaan yang dilakukan oleh banyak ilmuwan. Oleh karena itu, dalam mengajarkan fisika, akan jauh lebih baik apabila seorang guru dapat menunjukkan konsep fisika secara nyata bagi siswa. Hal tersebut sejalan dengan karakteristik sains itu sendiri. National Science Teacher Educatioan (NSTE) dan Association for Education of Teacher Science (AETS) pada tahun 1998 menyepakati bahwa sains adalah proses berpikir manusia dalam mempelajari dan menyikapi fenomena alam berdasarkan penemuan empiris dan proses ilmiah seperti pengamatan, pengukuran, eksperimen, penalaran, dan seterusnya. Salah satu konsep fisika yang dianggap sukar oleh siswa karena bersifat abstrak adalah konsep induksi magnetik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk merancang suatu alat peraga sederhana yang dapat menunjukkan fenomena induksi
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 329
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
magnetik. Pada dasarnya, apabila suatu benda konduktif terinduksi magnetik, maka pada benda konduktif tersebut akan muncul ggl induksi. Ggl induksi hanya timbul apabila ada perubahan fluks magnetik. Oleh karena itu, alat peraga yang akan dibuat terdiri dari tiga komponen utama, yaitu sumber medan magnet (solenodia), kumparan yang berfungsi sebagai benda konduktif (loop), dan beban listrik yaitu lampu pilot. Lampu digunakan agar jelas terlihat bahwa ada ggl induksi pada kumparan sehingga lampu akan menyala. Teori Banyak alat-alat dalam kehidupan kita sehari-hari yang berkaitan dengan elektromagnetik, yang merupakan kombinasi fenomena kelistrikan dan kemagnetan. Pada awalnya, ilmu kelistrikan dan kemagnetan berkembang secara terpisah selama beberapa abad sampai tahun 1820, namun pada faktanya, ada keterkaitan antara kelistrikan dan kemagnetan yang ditemukan oleh Hans Christian Oersted (Halliday, 10th edition). Oersted menemukan bahwa terdapat medan listrik di sekitar kawat berarus. Hal tersebut dapat diketahui apabila disekitar kawat berarus diletakkan kompas, maka arah jarum kompas akan berbeda apabila ada arus atau tidak ada arus yang mengalir pada kawat. Sementara, kaitan antara gejala kemagnetan terhadap gejala kelistrikan pertama kali diteliti oleh seorang ilmuwan Inggris yang bernama Michael Faraday. Percobaan sederhana Michael Faraday dapat dilihat pada gambar berikut ini
Gambar 1. Percobaan sederhana Michael Faraday. Dari Gambar di atas, pada bagian (a), ketika magnet digerakkan masuk ke dalam kumparan yang dihubungkan dengan sebuah Ammeter, maka jarum pada ammeter bergerak ke kanan, sedangkan pada Gambar (c), ketika magnet digerakkan menjauhi kumparan, maka jarum bergerak ke arah kiri. Hal yang menarik adalah, ketika magnet dibiarkan diam seperti pada Gambar (c), maka jarum pada ammeter
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 330
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
menunjukkan posisi nol, artinya tidak ada arus yang mengalir pada ammeter apabila magnet batang dibuat diam, meskipun tetap ada garis medan magnet yang menembus kumparan. Ini artinya, arus induksi akan timbul apabila fluks magnetik yang menembus kumparan berubah-ubah. Hubungan antara nilai ggl induksi dengan perubahan fluks magnetik dirumuskan oleh dua ilmuwan yaitu Faraday dan Lenz. Hukum Faraday dan Lenz mengenai ggl induksi
N
d
B
(1)
N
d ( B A) dt
(2)
N
d ( BA cos ) dt
(3)
dt
Dari Persamaan (3), dapat dilihat bahwa perubahan fluks magnetik dapat terjadi apabila kuat medan magnetnya fungsi waktu, atau luas permukaannya fungsi waktu atau sudut antara garis gaya magnet dan permukaan fungsi waktu. Pada penelitian ini, variabel yang dibuat fungsi waktu adalah medan magnet, sedangkan variabel lainnya tetap. Atau secara persamaan dapat ditulis
NA cos
dB dt
(4)
Persamaan (4) menunjukkan bahwa ggl induksi timbul pada suatu benda konduktif apabila medan magnet B merupakan fungsi waktu. Medan magnet fungsi waktu karena dihasilkan oleh arus yang merupakan fungsi waktu (tidak konstan) yaitu arus bolak-balik (ac), yang nilai arusnya tidak konstan melainkan sinusoidal. Adapun desain awal alat peraga yaitu seperti pada gambar di bawah ini
Gambar 2. Rancang bangun alat eksperimen.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 331
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Solenoida berfungsi sebagai sumber medan magnet. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan solenoida untuk memperoleh nilai medan magnet B yang nilainya fungsi waktu. Penelitian ini menggunakan arus ac, sehingga medan magnet disekitar kumparan merupakan fungsi waktu. Apabila medan magnet B fungsi waktu, artinya meskipun sudut antara medan magnet dengan kumparan serta luas permukaan kita buat tetap atau konstan, maka akan tetap timbul ggl induksi pada kumparan. Lampu pilot digunakan untuk menunjukkan apakah ada arus yang mengalir dalam kumparan atau tidak. Asumsi awal adalah akan ada arus eddy pada kumparan sehingga lampu pilot akan menyala ketika kumparan diletakkan di sekitar solenoida. Selain menggunakan lampu pilot, tegangan juga akan diukur menggunakan voltmeter dan bentuk gelombang yang dihasilkan dilihat menggunakan osiloskop. Hasil dan diskusi Alat ini terdiri dari tiga bagian utama. Setiap bagian dibuat secara terpisah, dan bagian-bagian tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini
Gambar 3. Bagian-bagian dari alat eksperimen. Dari gambar di atas, dapat terlihat bahwa alat ini mempunyai tiga komponen utama yang terpisah, yaitu kumparan dengan inti besi sebagai sumber medan magnet, kumparan yang akan diinduksi, serta beban listrik yaitu lampu pilot untuk menunjukkan timbulnya ggl induksi pada kumparan. Setelah setiap komponen selesai, maka kumparan dihubungkan langsung ke sumber PLN sehingga medan magnet yang timbul pada inti besi merupakan fungsi waktu karena arus yang mengalir pada solenoida adalah arus ac. Setelah dihubungkan dengan PLN, maka kumparan diletakkan di bagian atas kumparan, dan hasilnya adalah sebagai pada Gambar 4. Dari gambar dapat terlihat bahwa lampu pilot pada kumparan menyala, artinya ada arus listrik yang melalui lampu tersebut. Sedangkan, jika dilihat, kumparan tersebut sama sekali tidak terhubung dengan sumber tegangan. Dengan demikian menjadi jelas bahwa arus yang timbul pada kumparan tersebut merupakan akibat dari induksi magnetik.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 332
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 4. Alat eksperimen yang berhasil dibuat. Selain secara kualitatif, juga diukur tegangan output pada kumparan. Pengukuran tegangan dilakukan dengan dua alat ukur yaitu voltmeter dan osiloskop. Osiloskop digunakan untuk melihat bentuk gelombangnya dan diperoleh bentuk gelombang yang terbaca pada osiloskop adalah bentuk sinusoidal. Dengan menggunakan voltmeter, nilai tegangan pada kumparan berbeda pada posisi pengukuran yang berbeda, nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel di bawah ini Tabel 1. Data hasil pengamatan. No 1 2 3
Posisi kumparan Atas Tengah Bawah
Ggl induksi 10.20 v 22.40 v 30.65 v
Dari data di atas terlihat bahwa terjadi penurunan tegangan, karena sumber tegangan yang digunakan adalah sumber PLN yaitu sebesar 220 volt. Jadi dapat juga dituliskan bahwa alat ini dapat juga berfungsi menunjukkan prinsip sederhana trafo step down. Dalam penelitian ini ada beberapa variabel yang perlu diperhatikan, yaitu hambatan kumparan dengan inti besi. Karena alat tersebut dihubungkan langsung dengan PLN, yang mempunyai tegangan yang tinggi, jadi harus dibuat hambatannya cukup besar sehingga tidak terjadi hubungan arus pendek. Hambatan dapat diperbesar dengan menambah panjang kawat karena hambatan kawat sebanding dengan panjang kawat. Selain itu, hal yang harus diperhatikan juga adalah jumlah lilitan primer dengan jumlah lilitan sekunder. Karena jika kita ingin menunjukkan fenomena induksi magnetik dengan menggunakan suatu beban listrik (kipas angin, lampu, dll), kita harus memperhitungkan tegangan beban listrik tersebut. Pada penelitian ini, lampu pilot yang digunakan bekerja pada tegangan 24 volt, dengan demikian maka tegangan output haruslah dalam rentang tersebut. Penelitian ini masih dapat dikembangkan, apabila kita ingin membuat alat tersebut tidak harus lagi terhubung ke PLN, kita dapat menggunakan sumber tegangan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 333
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
yang lain, misalnya akumulator. Namun, karena akumulator menghasilkan tegangan DC, maka kita harus mengubah tegangan tersebut menjadi ac dengan menggunakan inverter. Kesimpulan Alat yang terdiri dari kumparan dengan inti besi (solenoida), kumparan (loop), dan lampu pilot dapat menunjukkan fenomena induksi magnetik. Hal tersebut dapat terlihat dari lampu pilot yang menyala, yang artinya ada arus mengalir melalui lampu tersebut. Arus tersebutlah yang dikenal dengan arus eddy akibat adanya ggl induksi yang ditimbulkan oleh perubahan fluks magnetik. Selain itu juga, ggl induksi juga terlihat dari hasil pengukuran menggunakan osiloskop dan voltmeter. Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada jurusan Magister Pengajaran Fisika atas dukungan finansial pada penelitian ini dan kepada Ibu Neny dan Pak Sparisoma Viridi yang telah membimbing serta mengarahkan dalam penelitian ini. Referensi [1] S Lasma, Hotang. (2010). Pembelajaran Berbasis Fenomena pada Materi Kalor untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP. Tesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan [2] NSTA. (1998). Standards for Science Teacher Preparation. NSTA in collaboration with the Assosiation for the Education of Teachers in Sciences. [3] Walker, Halliday & Resnick. (2012). Fundamental of Physics (10th ed). United States of America: Quad Graphics [4] Serway & Jewett. (2004). Physics for Scientist and Engineers (6th ed). Thomson Brooks/cole
Suka Prayanta Pandia* Magister Pengajaran Fisika Institut Teknologi Bandung [email protected] Ahmad Muhammad Magister Pengajaran Fisika Institut Teknologi Bandung [email protected] Firman Magister Pengajaran Fisika Institut Teknologi Bandung [email protected]
Alamta Singarimbun Institut Teknologi Bandung [email protected]
*) Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 334
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Porositas untuk Model Sphere Packing Porous Medium Susunan 9-4-9 Nurhidayah Muharayu*, Trise Nurul Ain, Zannuraini, dan Fourier Dzar Eljabbar Latief Abstrak Porositas merupakan salah satu parameter fisika yang penting dalam beberapa bidang kajian ilmu seperti pada tanah, batuan, perminyakan, dan kesehatan. Oleh karena itu, pengukuran porositas suatu medium harus dilakukan dengan metode yang baik agar didapatkan hasil yang akurat. Pada penelitian ini, digunakan tiga pendekatan untuk menghitung porositas, yaitu metode analitik, metode eksperimen secara langsung dengan menggunakan air, dan metode eksperimen tidak langsung dengan menggunakan pencitraan μ-CT. Penelitian ini menggunakan pemodelan porous medium yang paling sederhana, yaitu model sphere packing dengan susunan 9-4-9. Hasil pengukuran porositas yang didapatkan secara analitik sebesar 46,98%, dengan metode air sebesar 48,98% dan 47,38% dengan menggunakan metode pencitraan. Perbedaan nilai porositas (error) dengan menggunakan metode analitik dan eksperimen langsung sebesar 4,26 % dengan mengambil nilai porositas dari perhitungan analitik sebagai acuan. Perbedaan nilai porositas (error) yang diperoleh ini disebabkan oleh kendala dalam pengembangan medium berpori dengan metode eksperimen secara langsung. Sementara perbedaan nilai porositas (error) dengan menggunakan metode analitik dan eksperimen tidak langsung/pencitraan sebesar 0,85 % dengan mengambil nilai porositas dari perhitungan analitik sebagai acuan. Perbedaan ini disebabkan oleh bahan untuk membuat kotak/balok pada medium berpori yang dikembangkan dalam penelitian ini memiliki densitas yang tidak jauh berbeda dengan kelereng yang digunakan sebagai solid. Kata-kata kunci: Porositas, Porous Medium, Sphere Packing, -CT
Pendahuluan Porositas merupakan fraksi dari volume ruang kosong terhadap total volume suatu sistem. Ruang kosong disebut dengan pori atau ruang yang tidak ditempati oleh solid (padatan), sementara volume total adalah ruang yang ditempati pori dan solid suatu sistem medium berpori [1]. Konsep porositas digunakan di berbagai kajian ilmu seperti eksplorasi bumi, pertanian, kesehatan, teknik manufaktur, metalurgi, dan sebagainya. Dalam eksplorasi baik di bidang peminyakan maupun air tanah, porositas merupakan variabel utama untuk menentukan besarnya cadangan fluida yang terdapat dalam suatu massa batuan. Di bidang pertanian, porositas penting digunakan untuk menentukan tanaman yang cocok untuk tanah tertentu. Di bidang kesehatan, porositas merupakan besaran yang dapat mendeskripsikan sifat tulang dan gigi. Porositas pada email gigi yang meningkat dapat menyebabkan gigi berlubang sementara porositas pada tulang dapat menyebabkan osteoporosis. Dalam keadaan normal, struktur tulang
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 335
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
seperti sarang lebah. Ketika terjadi osteoporosis, ruang antar sarang tersebut merenggang atau dengan kata lain porositas tulang meningkat. Peningkatan jumlah pori pada tulang dan gigi merupakan suatu fenomena pengeroposan karena jumlah pori meningkat dari jumlah yang seharusnya. Apabila solid dipandang sebagai butiran, maka nilai maksimum porositas dari suatu volume sistem dapat ditentukan dengan mengasumsikan susunan (packing) dari butiran tersebut [2]. Untuk memudahkan pendekatan penghitungan pori dan untuk mempelajari porositas, digunakan suatu pemodelan medium berpori yang sederhana yaitu model sphere packing. Pada riset ini dilakukan pemodelan medium berpori model uniform sphere with rhombohedral packing, dengan beberapa pendekatan yaitu secara analitik yang hanya menghitung volume solid dan sistem, secara eksperimen langsung dengan menggunakan air untuk mengisi pori, dan secara eksperimen tidak langsung menggunakan alat pencitraan 3D μ-CT. Berdasarkan paparan di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari berbagai pendekatan dalam perhitungan porositas dari medium berpori sederhana yang digenerasi menggunakan sphere packing dengan geometri sederhana. Teori Porositas adalah fraksi ruang kosong diantara material medium berpori yang bernilai antara 0 sampai 1 atau dalam persentase antara 0% sampai 100%. Secara matematis porositas dapat dinyatakan sebagai:
Vb Vs V p 100% Vb Vb
(1)
dengan Vb adalah volume medium keseluruhan, Vs adalah volume padatan total, dan Vp adalah volume pori-pori [3]. Salah satu pemodelan porositas adalah dengan menggunkan model sphere packing. Secara geometri, sphere packing adalah susunan bola-bola yang tidak saling tumpang tindih dalam suatu ruang. Bola-bola tersebut berukuran identik dan ruangan yang ditempati merupakan ruangan Euclidean tiga dimensi [4]. Bentuk susunan ini adalah susunan paling sederhana untuk memodelkan porositas. Terdapat beberapa pendekatan dalam pengukuran porositas, diantaranya adalah metode analitis, metode eksperimen langsung dan metode eksperimen tidak langsung dengan tomografi komputer. Metode analitis adalah metode perhitungan porositas secara langsung dengan meninjau bentuk geometri benda 3D dan porositas dihitung dengan menggunakan Persamaan (1). Metode eksperimen langsung dilakukan dengan mengisi ruang-ruang kosong diantara solid dengan air kemudian menghitung volume air tersebut sebagai volume pori. Metode eksperimen tidak langsung, dilakukan dengan menggunakan perangkat pemindai μ-CT “SkyScan1173” untuk membuat pencitraan tiga dimensi dari geometri eksternal dan internal suatu medium berpori [5]. -CT adalah alat yang dapat mengukur penyerapan sinar X oleh suatu benda [2]. Prinsip kerja μ-CT hampir sama seperti CT scan (untuk keperluan medis), tetapi -CT menghasilkan resolusi yang lebih tinggi. Prinsip kerja pada -CT dapat dilihat pada Gambar 1.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 336
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 1. Prinsip Kerja μ-CT [2]. Dari tabung sinar X dipancarkan sinar X yang dihasilkan dari seberkas elektron yang ditembakkan ke logam target. Jika sinar X melewati sebuah lapisan objek, maka lapisan tersebut akan menyerap energi radiasi berdasarkan ketebalannya, dan sisa radiasi akan diteruskan dan kemudian ditangkap oleh detektor yang sensitif, detektor ini tersusun atas 1000 detektor piksel dan terletak pada sisi yang berlawanan dengan tabung sinar X [2]. Intensitas energi yang diterima detektor adalah sebesar I I D e d
(2)
dengan I0 adalah intensitas energi sinar X, koefisien atenuasi, dan d menyatakan ketebalan lapisan objek. Selama proses scanning, objek berputar hingga 3600 agar kamera sinar X mendapatkan banyak data tentang mikrostruktur objek sehingga diperoleh kualitas gambar yang baik [2,7]. Kemudian sebuah program khusus akan menggabungkan semua data yang terekam kamera menjadi gambar 3D utuh yang tidak hanya memperlihatkan permukaan saja, tetapi juga semua detail bagian internal objek [6]. Gambar 3D ini dipotong secara horizontal sehingga diperoleh slice seperti pada Gambar 4. Data hasil scanning -CT digambarkan dalam rentang terang hingga gelap. Semakin gelap gambar yang dihasilkan semakin banyak lapisan tersebut menyerap sinar X, ini menunjukkan bahwa lapisan tersebut semakin tebal, dan sebaliknya semakin terang gambar yang dihasilkan menunjukkan semakin tipis lapisan tersebut . Pada pengukuran porositas, gambar terang menunjukkan bahwa lapisan tersebut kosong atau lapisan pori, sementara gambar yang berwarna gelap menunjukkan lapisan tersebut berupa padatan [6]. Metodologi Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium instrumentasi Fisika FMIPA ITB, pada bulan November 2013. Pengukuran porositas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model sphere packing dengan tiga pendekatan, yaitu metode analitis dengan melakukan perhitungan secara langsung, metode eksperimen tidak langsung dengan menggunakan air, dan dengan metode eksperimen langsung dengan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 337
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
menggunakan -CT. Pemodelan sphere packing dibuat dengan menggunakan kelereng yang disusun sembilan buah dibagian paling bawah, empat kelereng dibagian tengah dan sembilan kelereng di bagian paling atas. Susunan tersebut kemudian ditempatkan dalam wadah mika yang dibentuk sedemikian rupa sehingga kelereng tidak berpindah posisi. Rancangan penelitian ini dapat digambarkan dalam diagram alur sebagai berikut
Gambar 2. Bagan Metodologi Penelitian. Hasil dan Diskusi Hasil yang diperoleh dari penelitian ini berupa nilai porositas medium berpori yang dihitung dengan berbagai pendekatan, yaitu metode analitik, eksperimen langsung, dan eksperimen tidak langsung/pencitraan. Gambar 3 berikut menunjukkan gambar medium berpori dengan susunan 9-4-9.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 338
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 3. Medium berpori susunan 9-4-9 Medium berpori susunan 9-4-9 kemudian dihitung porositasnya dengan metode eksperimen langsung dan diperoleh nilai porositasnya seperti yang terlihat pada Tabel 1. Setelah itu dilakukan proses scanning dengan -CT dan diperoleh data gambar seperti yang terlihat pada Gambar 4.
(a)
(b)
Gambar 4. Hasil Scanning Medium Berpori dengan Skyscan µ-CT (a) Jumlah kelereng slice pertama dan ketiga (b) Jumlah kelereng slice kedua. Hasil perhitungan porositas medium berpori dengan tiga metode di atas dapat dilihat pada tabel 1 berikut, Tabel 1. Hasil Perhitungan Porositas Medium berpori dengan Berbagai Metode. Metode Analitik
Volume Pori
Volume Total
Porositas
81.67 cm3
173.82 cm3
46.98 %
3
Eksperimen
17.8 cm
Pencitraan
21074750 3 pixel
36.342 cm
3
44477706 pixel
48.98 % 3
47.38 %
Berdasakan Tabel 1 dapat dilihat perbedaan nilai porositas yang diperoleh dari tiga jenis metode yang digunakan. Perbedaan nilai porositas (error) dengan menggunakan metode analitik dan eksperimen langsung sebesar 4,26 % dengan
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 339
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
mengambil nilai porositas dari perhitungan sebagai acuan. Perbedaan nilai porositas yang diperoleh ini disebabkan oleh medium berpori yang dikembangkan oleh peneliti dalam eksperimen. Diameter kelereng yang digunakan berkisar antara 1,20 cm - 1,22 cm, sehingga kotak (tempat menyusun kelereng) yang dibuat pun menjadi lebih kecil dibandingkan dengan ukuran geometri benda pada metode analitik. Selain itu, perbedaan diameter kelereng yang digunakan menyebabkan ketinggian yang tidak sama pada medium berpori, sehingga ketika air dimasukkan ke dalam medium berpori dalam uji eksperimen, kelereng yang paling tinggi posisinya yang menjadi acuan, sehingga volume air (sebagai pori) yang masuk lebih banyak. Perbedaan nilai porositas (error) dengan menggunakan metode analitik dan eksperimen tidak langsung/pencitraan sebesar 0,85 % dengan mengambil nilai porositas dari perhitungan sebagai acuan. Perbedaan ini disebabkan oleh bahan untuk membuat kotak pada medium berpori yang dikembangkan dalam penelitian ini memiliki densitas yang tidak jauh berbeda dengan kelereng yang digunakan sebagai solid, sehingga ketika dilakukan scanning dengan -CT, kotak tersebut masih terlihat. Ketika dilakukan pemotongan gambar pada software Fi-Ji, kotak tidak dapat dipotong maksimal sehingga masih terlihat cukup jelas seperti pada Gambar 5.
Gambar 5. Hasil pemotongan medium berpori hasil scanning yang masih terlihat kotaknya.
Perbedaan nilai porositas (error) antara nilai yang diperoleh dari hasil eksperimen langsung, dengan menggunakan air adalah lima kali lebih besar dibandingkan dengan hasil eksperimen tidak langsung dengan menggunakan -CT. Perbedaan tersebut diperoleh dari hasil perhitungan dengan metode analitik sebagai acuan/pembanding. Hal ini dikarenakan oleh faktor error pada metode eksperimen langsung lebih banyak. Kesulitan dalam mengembangkan medium berpori yang sesuai antara ukuran solid dan kotaknya, mencari solid yang berdiameter sama seluruhnya, dan juga variasi ketebalan kotak tempat meletakkan solid menjadi kendala utama penyebab error yang lima kali lebih besar dibandingkan dengan metode eksperimen tidak langsung/pencitraan. Selain itu, ketelitian dalam membaca skala suntikan dan ketelitian alat ukur untuk menghitung volume air sebagai pori dalam metode eksperimen langsung juga menjadi penyabab error dalam metode ini. Akan tetapi, kendala-kendala ini telah direduksi pada metode eksperimen tidak langsung/
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 340
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
pencitraan, sehingga tingkat error yang dimiliki menjadi lebih kecil dibandingkan dengan metode eksperimen langsung. Kesimpulan Perhitungan nilai porositas medium berpori yang dikembangkan dengan metode analitik sebesar 46,98%, dengan metode eksperimen langsung sebesar 48,98% dan 47,38% dengan menggunakan metode eksperimen tidak langsung/ pencitraan. Perbedaan nilai porositas (error) dengan menggunakan metode analitik dan eksperimen langsung sebesar 4,26 % dengan mengambil nilai porositas dari perhitungan analitik sebagai acuan. Perbedaan nilai porositas (error) yang diperoleh ini disebabkan oleh kendala dalam pengembangan medium berpori dengan metode eksperimen secara langsung. Sementara perbedaan nilai porositas (error) dengan menggunakan metode analitik dan eksperimen tidak langsung/pencitraan sebesar 0,85 % dengan mengambil nilai porositas dari perhitungan sebagai acuan. Perbedaan ini disebabkan oleh bahan untuk membuat kotak pada medium berpori yang dikembangkan dalam penelitian ini memiliki densitas yang tidak jauh berbeda dengan kelereng yang digunakan sebagai solid. Referensi [1] Satria. Yoga, “Korelasi tortuositas dengan porositas absolut dalam pemodelan aliran fluida menggunakan lattice gas automata model FHP III”, Positron, Vol.1, No. 1, Hal. 18-24 (2011) [2] Kachelrieß, Marc. “Micro-CT”. Handbook of Experimental Pharmacology 185/I [3] Nurwidyanto, M. Irham dkk. “Pengaruh ukuran butir terhadap porositas dan permeabilitas pada batu pasir”. Berkala Fisika, Vol. 9, No. 4 [4] Kontributor Wikipedia, "Sphere packing", Wikipedia, Ensiklopedi Bebas [diakses 20 November 2013] [5] Kontributor Wikipedia, “Porositas”, Wikipedia, Ensiklopedia Bebas [diakses 20 November] [6] Bruker,”Skyscan micro-CT in SEM”, URL http://www.skyscan.be/company/ methods.htm [accessed 20 November 2013] [7] Hiller, Jochen dkk, “Physical characterization and performance evaluation of an xray micro-computed tomography system for dimensional metrology applications”, Measurement science and technology, Vol. 23, (2012) 085404 (18pp)
Nurhidayah Muharayu Magister Studi Pengajaran Fisika Institut Teknologi Bandung [email protected]
Trise Nurul Ain Magister Studi Pengajaran Fisika Institut Teknologi Bandung [email protected]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 341
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Zannuraini Bakri Program Studi Pengajaran Fisika Institut Teknologi Bandung [email protected]
Fourier Dzar Eljabbar Latief KK Kebumian dan Sistem Kompleks Institut Teknologi Bandung [email protected]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 342
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Penggunaan Nanas (Ananas comosus Linnaeus merri) Untuk Mengatasi Tingginya Kadar Kolesterol Darah Pada Pria Dewasa Produktif Vuie Vuie Lewa*, Untung Sudharmono, dan Nilawati Soputri Abstrak Pada penelitian ini penggunaan nanas telah digunakan untuk menurunkan tingginya kolesterol darah. Hal ini perlu dilakukan karena prevalensi hiperkolesterolemia terus meningkat. Buah nanas diuji coba untuk menurunkan hiperkolesterolemia pada pria dewasa produktif. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sejumlah 10 orang yang dikumpulkan dalam 1 rumah dan diberi makanan yang sama selama 7 hari. Sampel akan diberikan perlakuan berupa pemberian jus nanas dengan dosis 1,2 ml/kg bb. Dari hasil analisis data dengan menggunakan statistik uji normalitas ditemukan data tidak berdistribusi normal oleh karena itu peneliti menggunakan uji wilcoxon pada tingkat signifikansi α=0,05 diperoleh perbedaan kadar kolesterol darah yang signifikan antara sebelum dan sesudah perlakuan. Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa buah nanas dapat digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol. Kata-kata kunci:Nanas (Ananas comosus Linnaeus merri), kolesterol darah, usia produktif.
Pendahuluan Penyakit hiperkolesterolemia sudah mendunia, penyakit ini dapat menyebabkan gangguan jantung dan serebral [6]. Diperkirakan sekitar 12 juta orang meninggal setiap tahun di seluruh dunia [6]. Hiperkolesterolemia merupakan ancaman karena dapat menyebabkan masalah makrovaskular termasuk mikro dan makro- angiopati, penyakit kardiovaskular dan penyakit serebrovaskular [7]. Kolesterol di dalam darah berikatan dengan lipoprotein yang berfungsi sebagai transportasi. High Density Lipoprotein berperan dalam mengangkut LDL kolesterol kembali ke hati untuk diuraikan sehingga dapat digunakan tubuh [12]. Hiperkolesterolemia disebut juga hiperlidemia, hal ini terjadi jika Low Density Lipoprotein (LDL) meningkat sehingga dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah dikarenakan sifatnya yang kecil dan mudah melekat [13][11]. Penyumbatan pada pembuluh darah menyebabkan nutrisi yang diterima oleh sel tidak tercukupi [1]. Berbagai upaya yang dilakukan untuk mencegah hiperkolesterolemia salah satunya diperkirakan di tahun 2030 dunia akan mengeluarkan biaya sekitar US $47 triliun [4]. Upaya lain yang dilakukan untuk menurunkan hiperkolesterolemia selama ini adalah mengkonsumsi obat sintetik anti-hiperkolesterolemia, memperhatikan gaya hidup dan mengontrol pola makan dengan mengkonsumsi buah-buahan dan tanaman herbal seperti: murbei, buah nanas, rumput Beijing, kumis kucing sweetleaf, pennywort, ginkgo, safflower [1].
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 343
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Mengkonsumsi obat sintetik memiliki efek samping terhadap penderita hiperkolesterolemia[15]. Adapun pengobatan lain dalam menurunkan hiperkolesterolemia seperti mengkonsumsi buah-buahan[1]. Buah nanas merupakan tanaman yang berasal dari keluarga Bromeliaceae, genus Ananas dan spesies comosus, termasuk tanaman yang tumbuh di daerah tropis dan subtropis [6]. Buah nanas berbunga dalam waktu sekitar 20-24 bulan dan memproduksi sekitar 200 bunga yang akan berbuah 6 bulan kemudian. Buah nanas memiliki tinggi sekitar 1-1,5 meter namun terkadang bisa lebih tinggi [2]. Buah nanas dapat tumbuh pada suhu 32,8 39,10C [9][8]. Buah nanas merupakan salah satu buah yang memiliki kandungan antioxidant yang tinggi yaitu: (1) flavonoids; (2) vitamin A; dan (3) vitamin C (4) enzim bromelin[3][16][5]. Komposisi yang ada dalam buah nanas per 100 gram daging buah yang matang sekitar 15,4 miligram vitamin C dengan kandungan air 86,5 gram [2]. Kolesterol dibentuk dengan hasil sintesis oleh enzim yang diproduksi di hati yaitu HMG CoA (3-hydroxy-3-methyl glutary Co-Enzyme A) [14]. Buah nanas memiliki efek untuk meningkatkan metabolisme sehingga kolesterol bebas yang meyebabkan penyumbatan pembuluh darah dapat diubah menjadi energi yang akan digunakan oleh tubuh [2]. LDL kolesterol yang sifatnya padat dan mudah melekat menyebabkan pembuluh darah tersumbat dan berujung pada penyakit jantung sehingga diperlukan peningkatan dari HDL kolesterol [6]. Lemak tidak dapat larut dalam air dan pH dari buah nanas yang matang yaitu 4 hingga 4,5 [2]. Penurunanan kolesterol pada penderita hiperkolesterolemia melalui penggunaan buah nanas merupakan salah satu cara yang mudah, efektif dan efisien. Cara ini digunakan oleh semua yang membutuhkan dan mudah untuk masuk kedalam tubuh kita karena buah nanas sering dikonsumsi masyarakat umum. Penggunaan buah nanas untuk menurunkan kolesterol dengan dikonsumsi secara langsung dalam bentuk jus sehingga akan diserap oleh usus halus dan berefek dalam menghambat produksi kolesterol berlebih dihati[2]. Jika menggunakan obat antihiperkolesterolemia akan memberikan rasa ketergantungan dan memiliki efek samping yang sangat berbahaya[15]. Eksperimen Pertama-tama pencarian sampel secara purposive sampling yaitu 10 orang pria dewasa berusia 15-64 tahun yang memiliki kadar kolesterol ≥200 mg/dL, tidak mengkonsumsi obat-obatan penurun kolesterol. Sampel dikumpulkan dalam 1 rumah dan diberi makanan yang sama selama 7 hari. Setelah sampel diukur kadar kolesterol total selanjutnya sampel ditimbang berat badan dan dosis pemberian jus nanas di sesuaikan. Buah nanas (Ananas comosus Linnaeus merri) dikupas sebanyak 70 buah kemudian dicuci bersih dan dijus setelah itu disimpan dalam 1 tempat didalam lemari pendingin. Pemberian jus nanas dengan dosis 1,2 ml/kg bb selama 7 hari dipagi hari. Pada hari ke 8 sampel diukur kadar kolesterol total setalah puasa 9 jam dengan menggunakan alat GCU (Glukose, Cholesterol, Uric acid) dengan cara menusukan lanchet steril pada ujung jari tangan setelah itu tetesan darah dimasukan pada strip kolesterol yang telah dipasang terlebih dahulu pada alat easy touch. Untuk menunggu hasilnya dibutuhkan waktu 150 detik.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 344
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Mekanisme buah nanas dapat mempengaruhi kolesterol total dalam darah yaitu dari efek enzim bromelin, flavonoid quercetin, dan vitamin C[2][14][5]. Enzim bromelin berpengaruh terhadap penyerapan flavonoid quercetin didalam usus halus yang akan dihantarkan melalui darah[14]. Dalam hal ini quercetin berefek pada enzim 3-hidroxy3-metilglutaril CoA akan dihambat sehingga menghambat produksi LDL[14][10]. Efek lain yang ditimbulkan adalah kolesterol yang berlebihan didalam darah akan diubah menjadi HDL oleh karena peningkatan Lechitin Cholesterol Acyl Transferase[11][12][13]. Proses kandungan-kandungan yang ada didalam buah nanas yang memengaruhi kolesterol dijelaskan lebih rinci dalam gambar dibawah ini[10][14][19]:
Data dari hasil pretest dan posttest akan dianalisis data rata-rata total kadar kolesterol sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan. Setelah itu dilakukan uji normalitas dari data kadar kolesterol total sebelum dan sesudah. Dari hasil data uji normalitas data tidak berdistribusi dengan normal[17]. Dan yang terakhir ialah melakukan uji-wilcoxon pada tingkat signifikansi untuk melihat pengaruh rata-
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 345
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
rata signifikan antara sebelum dan sesudah perlakuan[17][18]. Perhitungan statistik juga dilakukan dengan applikasi SPSS (versi 17.00). Hasil dan diskusi Jumlah sampel sebelum perlakuan adalah 10 orang dan jumlah sampel sesudah perlakuan 10 orang (n=10). Dari tabel 1 dapat dilihat perbedaan rata-rata nilai antara hasil pretest dan posttest menunjukan bahwa ada penurunan kadar kolesterol total. Tabel 1. Deskripsi Statistik Kadar Kolesterol Sebelum dan Sesudah Perlakuan. Deskripsi Stastistik Jumlah Sampel Mean Std. Error of Mean
Kadar Kolesterol Total Sebelum Perlakuan 10 246.80
Kadar Kolesterol Total Sesudah Perlakuan 10 172.40
12.541
8.332
39.659
26.349
1572.844
694.267
.984
-1.543
.687
.687
-.717
2.531
1.334
1.334
214
111
318
195
Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis Minimum Maximum
Setelah itu dari data tersebut diuji normalitas. Dengan Bentuk hipotesis jika Sig. ≥ α maka data berdistribusi normal[17]. Berdasarkan tabel 2 uji normalitas sebelum perlakuan sig.=0,005 jadi sig. < α sehingga data tidak berdistribusi normal. Karena data sebelum tidak berdistribusi normal, maka uji yang digunakan untuk mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan nanas (Ananas comosus Linnaeus merri) untuk mengatasi tingginya kadar kolesterol darah adalah uji wilcoxon. Bentuk hipotesis untuk : Penggunaan nanas tidak memberikan pengaruh yang baik uji-wilcoxon adalah terhadap penurunan kolesterol total. akan diterima jika [17]. Tabel 2. Kadar Kolesterol Total Sebelum dan Sesudah Perlakuan. Tests of Normality
Kadar_Kolesterol_Total_Se belum_Perlakuan Kadar_Kolesterol_Total_Ses udah_Perlakuan
ISBN 978-602-19655-5-9
Kolmogorov-Smirnov Statistic df Sig. .317 10 .005 .236
10
.123
Hal. 346
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Tabel 3. Uji Pengaruh Nilai Rata-Rata Kolesterol Total Sebelum dan Sesudah Perlakuan. Ranks
Negative Ranks
10
a
5.50
Sum of Ranks 55.00
Positive Ranks
0
b
.00
.00
Mean Rank
N
Kadar_Kolester ol_Total_Sesud ah_Perlakuan Kadar_Kolester ol_Total_Sebel um_Perlakuan
c
Ties
0
Total
10
Dengan keterangan: a. Kadar_Kolesterol_Total_Sesudah_Perlakuan < Kadar_Kolesterol_Total_Sebelum_Perlakuan b. Kadar_Kolesterol_Total_Sesudah_Perlakuan > Kadar_Kolesterol_Total_Sebelum_Perlakuan c. Kadar_Kolesterol_Total_Sesudah_Perlakuan = Kadar_Kolesterol_Total_Sebelum_Perlakuan Tabel 4. Uji wilcoxon. Test Statisticsb Kadar_Kolesterol_Total_Sesudah_P erlakuan Kadar_Kolesterol_Total_Sebelum_P erlakuan Z -2.803a Asymp. Sig. (2-tailed) .005 a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test Setelah uji wilcoxon dengan menggunakan spss (versi 17.00) dengan melihat mean rank pada tabel 3 maka dari hasil uji pengaruh nilai rata-rata kadar kolesterol total sebelum dan sesudah perlakuan yaitu Kadar Kolesterol Total Sesudah Perlakuan < Kadar Kolesterol Total Sebelum Perlakuan. Berdasarkan tabel 4 maka sig.= 0.005 sehingga bentuk hipotesis dari data diatas sig. < α maka Ho ditolak. Kesimpulan Mengacu pada data hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa penggunaan nanas (Ananas comosus Linnaeus merri) memberikan pengaruh terhadap penurunan kadar kolesterol total pria dewasa produktif.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 347
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Referensi [1] Adisakwattana, S., Intrawangso, J., Hemrid, A., Chanathong, B & Makynen, K. Extracts of Edible Plants Inhibit Pancreatic Lipase, Cholesterol Esterase and Cholesterol Micellization, and Bind Bile Acids. Food Technol. Biotechnol. Vol. 50 (1), hal 11-16. [2] Debnath, P., Dey, P., Chanda, A & Bhakta, T. 2012. A Survey on Pineapple and Its Medicinal Value. Scholar Academic Journal of Pharmacy (SAJP) Vol.1 Issue.1, hal 24-29. [3] Erukainure,OL., Ajiboye,JA., Adejobi,RO., Okafor,OY., Kosoko,SB & Owolabi,FO. 2011. Effect of pineapple peel extract on total phospholipids and lipid peroxidation in brain tissues of rats. Asian Pacific Journal of Tropical Medicine, hal. 182-184. [4] Fisher-Hoch, S., Vatcheva, K., Laing, S., Hossain,M., Hossein, R., Hanis, C., Brown, H., Rentfro, A., Reininger, M & McCormick, J. 2012. Missed Opportunities for Diagnosis and Treatment of Diabetes, Hypertension, and Hypercholesterolemia in a Mexican American Population, Cameron County Hispanic Cohort, 2003–2008. Preventing Chronic Disease. [5] Illanes, A. 2008. Enzyme Production. In: Enzyme Biocatalysis: Principles and Applications: Enzyme Production, Ed. Springer Pub., Chile, 57-106. [6] Islam, M., Zaman, M., Aktar, R & Ahmed, N. 2011. Hypocholesterolemic Effect of Ethanol Extract of Ananas comosas (L.) Merr. Leaves in High Cholesterol Fed Albino Rats. International journal of Life Sciences Volume 5, issue 1. [7] Neovius M., Narbro K. (2008). Cost-effectiveness of pharmacological anti-obesity treatments: A systematic review, Int. Jobes. 32, hal 1752-1763. [8] Okonkwo, S.I., Ogbuneke R.U & Uyo B.K. (2012). Elucidation of Sugar in Edible Fruit – Pineapple (Ananas Comosus). International Science Congress Association. Vol. 21(1), hal. 20-24. [9] [9] Quyen, D.T.M., Joomwong, A & Rachtanapun, P. (2013). Influence of Storage Temperature on Ethanol Content, Microbial Growth and other Properties of Queen Pineapple Fruit. Int. J. Agric. Biol Vol. 15, hal. 207-214. [10] Rivera,L., Moron, R., Sanchez,M ., Zarzuelo,A & Galisteo, M. 2008. Quercetin Ameliorates Metabolic Syndrome and Improves the Inflammatory Status in Obese Zucker Rats. North American Association for the Study of Obesity (NAASO). Vol. 208, hal. 1-7. [11] Setorki, M., Asgary, S., Eidi, A & Rohani, AH. 2010. Effects of acute verjuice consumption with a high-cholesterol diet on some biochemical risk factors of atherosclerosis in rabbits. Med Sci Monit vol. 16(4), hal. 124-130. [12] Shaikh, q & Kamal, A. 2012. HDL cholesterol-how do I raise my patients good cholesterol. Journal of the Pakistan Medical Association. Vol. 62(6), hal 623-624. [13] Verges, B. (2009). Lipid Modification in Type 2 Diabetes: The Role of LDL and HDL. Fundamental & Clinical Pharmacology vol. 23, hal. 681-685. [14] Lakhanpal, P & Rai, DK.2007.Quercetin: A Versatile Flavonoid.Internet Journal of Medical Update. Vol. 2(2), hal. 22-37 [15] Voora, D., Shah, SH., Spasojevic, I., Ali, S., Reed, CR., Salisbury, BA & Ginsburg,GS.2009.The SLCO1B1*5 Genetic Variant Is Associated With Statin Induced Side Effect.Journal of the American College of Cardiology. Vol.54(issue 17). Hal 1609-1616.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 348
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
[16] [16]Yin,L., Sun,CK., Han,X., Xu,L., Xu,Y., Qi,Y & Peng,J. Preparative Purification of Bromelain (EC3.4.22.33) From Pineapple Fruit by High-Speed Counter-Current Chromatography Using a Reverse-Micelle Solvent System. Food Chemistry. Vol.129(issue 3). Hal 925-932. [17] Uyanto,SS.2009.Pedoman Analisis Data dengan SPSS Edisi 3.Yogyakarta:Graha Ilmu [18] Sunyoto, D & Setiawan, A. Buku Ajar: Statistik Kesehatan Paramatrik, Non paramatik, Validitas, dan Reliabilitas.Yogyakarta: Nuha Medika [19] Higdon, J., Drake, VJ & Frei, B. 2009. Macronutrient Information Center. [Online] Available: http://lpi.oregonstate.edu/infocenter/vitamins/vitaminC/ [diunduh 13 juni 2013] Vuie Vuie Lewa* Ilmu Keperawatan Universitas Advent Indonesia [email protected]
Untung Sudharmono Ilmu Keperawatan Universitas Advent Indonesia [email protected]
Nilawati Soputri Ilmu Keperawatan Universitas Advent Indonesia [email protected] *Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 349
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Optimasi Rangkaian Pengolah Sinyal Analog Sensor Fluxgate Frekuensi Tinggi Widyaningrum Indrasari*, Mitra Djamal, Wahyu Srigutomo, dan Ramli Abstrak Kemampuan sensor fluxgate dalam mendeteksi sinyal sangat bergantung pada rangkaian analog pengolah sinyalnya. Rangkaian analog terdiri dari dua bagian yaitu pembangkit sinyal eksitasi dan pengolah sinyal isyarat. Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah mengoptimasi rangkaian pengolah sinyal analog sensor fluxgate agar menghasilkan respon stabil dalam mendeteksi medan AC frekuensi tinggi. Untuk itu dilakukan beberapa perubahan pengaturan pada rangkaian pengolah sinyal analognya, yaitu mengatur frekuensi eksitasi, frekuensi detektor fasa, serta cut-off frequency filter Butterworth orde 2. Dalam makalah ini, sensor fluxgate menggunakan variasi lilitan primer 4x60 dan lilitan sekunder 2x90, dengan sensitivitas sebesar 747 mV/µT atau 1,34 nT/mV. Hasil optimasi filter Butterworth orde 2 dengan memperhitungkan quality factor (Q) sebesar 0,707 menunjukkan bahwa filter dengan cut-off frequency 34,098 kHz mempunyai rentang kerja terbesar. Rangkaian pengolah sinyal analog dengan frekuensi eksitasi 32 kHz, frekuensi detektor fasa sebesar 64 kHz, dan cut-off frequency 34,098 kHz menjadikan sensor fluxgate mampu bekerja stabil dalam mendeteksi medan magnet AC hingga frekuensi 10 kHz. Kata-kata kunci: sensor fluxgate, sinyal eksitasi, medan AC frekuensi tinggi, filter Butterworth
Pendahuluan Sensor fluxgate merupakan sensor magnetik yang dapat mengukur medan magnet DC maupun AC pada rentangan 0.1nT – 1mT. Sensitivitas sensor fluxgate sangat tinggi, ukuran kecil, komsumsi daya rendah, dan stabilitas temperatur yang tinggi [1,2] menjadikannya masih menarik untuk diaplikasikan. Sensor fluxgate telah digunakan untuk mendeteksi medan magnet AC lemah [3], sensor magnetik dalam TDEM [4], survei non destruktif untuk menentukan material ferromagnetik dalam tanah [5], magnetic tracker [6], dan sensor jarak [7,8]. Agar dihasilkan sensor yang stabil dengan sensitivitas tinggi diperlukan optimasi elemen sensor, bahan inti, serta rangkaian analog sensor. Fokus dalam makalah ini adalah memaparkan tentang pengembangan sensor fluxgate dengan variasi lilitan primer 4x60 dan lilitan sekunder 2x90, serta optimasi rangkaian elektronik pengolah sinyal analog agar sensor bekerja stabil dalam mendeteksi sinyal AC hingga frekuensi 10 kHz. Modifikasi pada rangkaian elektronik pengolah sinyal analog, serta pembuatan elemen sensor dipaparkan dalam bagian Teori dan Metode Penelitian, sedangkan hasil penelitian dipaparkan dalam bagian Hasil dan Diskusi. Teori Sensor fluxgate bekerja berdasarkan perbandingan antara medan magnet yang diukur (Bext) dengan medan magnet referensi (Bref). Medan magnet referensi, dapat
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 350
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
berbentuk sinyal bolak-balik sinusoida, persegi, atau segitiga. Sinyal tersebut kemudian dieksitasi oleh inti melalui kumparan primer. Sensor fluxgate terdiri dari dua kumparan, yaitu kumparan primer sebagai kumparan eksitasi (A) dan kumparan sekunder sebagai kumparan pick-up (B), seperti terlihat pada Gambar 1a. Kumparan primer digunakan untuk membangkitkan medan magnet referensi. Sedangkan kumparan sekunder berfungsi menangkap perubahan medan magnet eksternal. Perubahan medan magnet eksternal akan menghasilkan perubahan fluks. Tegangan keluaran (Vout) pada kumparan sekunder merupakan laju perubahan flux magnet di dalam inti. Berdasarkan Hukum Faraday, amplitudo tegangan keluran induksi dituliskan sebagai,
Vout N
d dB NA dt dt
(1)
dengan N adalah jumlah lilitan kumparan sekunder dan A adalah luas bidang potong inti sensor. Output sensor diolah menggunakan rangkaian pengolah sinyal analog yang terdiri dari rangkaian pembangkit sinyal eksitasi dan rangkaian pengolah sinyal isyarat, seperti Gambar 1(b). Rangkaian pertama menghasilkan medan magnet eksitasi yang berfungsi sebagai medan referensi dalam mengukur perubahan medan magnet eksternal. Rangkaian ini terdiri dari osilator, pembagi frekuensi, dan buffer. Rangkaian kedua berfungsi untuk mengolah sinyal yang diterima oleh lilitan pick up menjadi tegangan listrik, yang merepresentasikan medan magnet terukur [9]. Rangkaian ini terdiri dari penguat awal, detector fasa, penguat akhir, dan integrator yang dilengkapi dengan rangkaian filter aktif orde-2 dengan frekuensi cut-off (fo)
fo
1 2 RC
(2)
Gambar 1. (a).Bentuk sederhana sensor fluxgate (b). Skema rangkaian analog sensor fluxgate.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 351
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Metoda Penelitian Elemen sensor fluxgate dibuat dengan metode konvensional, berdasarkan desain kumparan sekunder ganda. Elemen sensor terdiri dari empat lilitan primer dan dua lilitan sekunder. Konfigurasi lilitan yang digunakan adalah lilitan primer 4x60 dan lilitan sekunder 2x90. Sebagai bahan inti feromagnetik digunakan vitrovac 6025 Z (Vacuumschmelze) dengan lebar 1,5 mm dan tebal 0,025 mm sebanyak satu lapis. Karakterisasi sensor dilakukan di dalam ruang Faraday, dengan mengalirkan arus 80 mA sampai dengan – 80 mA pada kumparan kalibrasi. Sebagai pembangkit gelombang persegi dan pembagi frekuensi pada rangkaian pembangkit sinyal referensi, digunakan kristal 4.096 MHz dan IC CD4060. IC CD4060 dapat membagi frekuensi Kristal menajdi 24, 25, 26, 27, 28, 29, 210, 212, 213, dan 214[10]. Agar respon sensor stabil terhadap perubahan frekuensi sinyal hingga 10 kHz dilakukan optimasi filter butterworth orde 2. Kemudian dilakukan karakterisasi keluaran sensor terhadap perubahan frekuensi sinyal pada jarak tetap terhadap sumber medan berupa solenoid yang dialiri arus konstan. Hasil dan Diskusi Karakterisasi sensor Telah digunakan kumparan kalibrasi dengan respon medan magnetik (B) terhadap perubahan arus induksi (I) yang linear dan memenuhi persamaan berikut
B I 1,9568.I – 0,0347
(3)
harga B dalam μT dan kuat arus I dalam mA. Respon tegangan sensor terhadap medan magnet ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Kurva keluaran sensor pada daerah ±20 µT. Tampak bahwa daerah linear sensor berada pada daerah kerja 4µT. Dalam Gambar 3 terlihat bahwa keluaran sensor setelah melalui pendekatan linear memenuhi persamaan Vout = 0,747 B + 0.190
(4)
Sensitivitas (S) sensor merupakan rasio dari perubahan sinyal keluaran terhadap perubahan sinyal masukan, dan dihitung melalui persamaan:
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 352
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
S
keluaran . masukan
(5)
Diperoleh sensitivitas sensor fluxgate sebesar 747 mV/µT atau 1,34 nT/mV.
Gambar 3. Kurva linear sensor pada daerah kerja 4µT. Kesalahan relatif sensor ditunjukkan dalam Gambar 4. Kesalahan relatif maksimum yaitu 1,25% pada medan -3,95 µT.
Gambar 4. Kurva kesalahan relatif pendekatan linier.
sensor
pada daerah kerja 4µT dengan
Nilai sensisitvitas dan kesalahan relatif ini lebih baik dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada penelitian sebelumnya [9] (yaitu 498 mV/µT atau 2 nT/mV dan kesalahan relatif 6,98% ). Optimasi rangkaian pengolah sinyal analog Sebagai medan referensi, rangkaian eksitasi harus mampu memberikan sinyal dengan frekuensi lebih tinggi daripada frekuensi maksimum sinyal yang akan ditangkap oleh sensor (10 kHz). Untuk tujuan tersebut, pada IC CD4060 digunakan pin 6 dan 4 untuk memperoleh frekuensi eksitasi (fexc) sebesar 32 kHz dan frekuensi detector fasa 2fexc kHz [9], sesuai persamaan :
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 353
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
fexc
4, 096 MHz
f fasa
27
4, 096 MHz 26
(6)
32kHz
(7)
64kHz
Filter Butterworth orde dua (Gambar 5) dengan Quality factor (Q) sebesar 0,707, digunakan untuk mengatasi gangguan sinyal dengan frekuensi lebih tinggi.
Gambar 5. Rangkaian filter Butterworth orde 2 dengan IC OP07. Pemilihan resistansi resistor (R) dan kapasitansi kapasitor (C) didasarkan pada persamaan [11] : R1 = R2 = R
(8)
C1 = C x Q
(9)
C2 = C / Q
(10)
Perhitungan frekuensi cut-off ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Perhitungan frekuensi cut-off filter. No
R1
R2
C1
C2
fo
Filter
kOhm
kOhm
nF
nF
kHz
F01
2
2
3,3
6,6
17,049
F02
2
2
2,35
4,7
23,941
F03
1
1
3,3
6,6
34,098
F04
2
2
3,3
3,3
24,114
F05
1
1
4,7
4,7
33,863
Catatan : faktor Q pada F04 dan F05 diabaikan. Gambar 6 merupakan kurva hasil karakterisasi filter. Tampak bahwa tegangan keluaran filter F01, F02, dan F03 lebih stabil daripada F04 dan F05. Filter F03 mempunyai rentang kerja terlebar dan stabil dengan penguatan 0 dB hingga frekuensi 11 kHz, sehingga F03 digunakan sebagai filter pada rangkaian pengolah sinyal analog sensor fluxgate. Sebagai pembanding digunakan pula rangkaian dengan dilter F05.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 354
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 6. Kurva karakterisasi filter. Output rangkaian pengolah sinyal ditampilkan pada Gambar 7. Tampak bahwa rangkaian dengan filter F03 mempunyai sinyal output lebih smooth dan stabil daripada rangkaian dengan filter F05.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 7. Output rangkaian pengolah sinyal fluxgate. Hasil pengukuran respon sensor terhadap medan AC untuk beberapa variasi frekuensi pada jarak dan kuat arus konstan ditunjukkan pada Gambar 8. Tampak bahwa tegangan keluaran sensor berbanding terbalik dengan pertambahan frekuensi arus. Semakin tinggi frekuensi, reaktansi induktif solenoida kumparan semakin besar. Meningkatnya nilai reaktansi induktif solenoida akan memblokir arus AC yang melalui solenoida, sehingga tegangan keluaran sensor akan mengecil.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 355
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 8. Kurva keluaran sensor terhadap frekuensi dengan input arus AC sebesar 0,1 A pada jarak 10 cm. Kesimpulan Melalui karakterisasi dan pendekatan linear, diperoleh sensitivitas sensor fluxgate variasi lilitan primer 4x60 dan lilitan sekunder 2x90 adalah sebesar 747 mV/µT atau 1,34 nT/mV dengan kesalahan relatif maksimum 1,25 %. Hasil optimasi filter Butterworth orde 2 dengan memperhitungkan quality factor (Q) sebesar 0,707 menunjukkan bahwa filter dengan cut-off frequency 34,098 kHz mempunyai rentang kerja terbesar. Sedangkan rangkaian pengolah sinyal analog dengan frekuensi eksitasi 32 kHz, frekuensi detector fasa kHz, dan cut-off frequency 34,098 kHz menjadikan sensor mampu bekerja stabil dalam mendeteksi medan magnet AC hingga frekuensi 10 kHz. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terimakasih kepada Institut Teknologi Bandung dan Universitas Negeri Jakarta yang telah membiayai penelitian ini. Referensi [1] P. Ripka, “Sensors based on bulk soft magnetic materials: Advances and challenges”, Journal of Magnetism and Magnetic Materials. 320 (20), 2466-2473 (2008) [2] Pavel Ripka, “Fluxgate Sensors, in: P. Ripka (Ed), Magnetic Sensors and Magnetometers”, Artech House Inc, Norwood MA, 2001, pp.75-120. [3] B. Ando, S. Baglio, C. Trigona, A.R. Bulsara, N.G. Stocks, A. Nikitin, “InjectionLocking Benefits for weak AC magnetic field detection in Coupled-Core Fluxgate Magnetometers”, Proc. 2012 IEEE I2MTC, 13-16 May 2012, Graz, Austria,pp.318-322. [4] W. Srigutomo, T. Kagiyama, W. Kanda, H. Munekane, T. Hashimoto, Y. Tanaka, H. Utada, M. Utsugi, “Resistivity structure of Unzen Volcano derived from TDEM survey”, Journal of Volcanology and Geothermal Research 175, 231–240 (2008). [5] H.S. Park, J.S.Hwang, W.Y.Choi, D.S.Shima, K.W.Na, and S.O.Choi, “Development of micro-fluxgate sensors with electroplated magnetic cores for electronic compass”, Journal of Sensors and Actuators A,114, 224-229 (2004). [6] P. Ripka and A. Zikmund, “Magnetic Tracker with High Precision”, Procedia Engineering, 25 , 1617 – 1620 (2011).
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 356
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
[7] A. Zikmund and P. Ripka, “A Magnetic Distance Sensor with High Precision”, Sensors and Actuators A,186, 137 – 142 (2012). [8] W. Indrasari, M. Djamal, W. Srigutomo, Ramli, “A Magnetic Distance Sensor with High Sensitivity Based on Double Secondary Coil of Fluxgate”, IOSR Journal of Applied Physics 2(5), 29-35 (2012) . [9] Mitra Djamal, Rahmondia Nanda, “Pengukuran Medan Magnet Lemah Menggunakan Sensor Magnetik Fluxgate dengan Satu Kumparan Pick-up”, Prosiding ITB Sains&Tek.38A (2), Bandung, Indonesia, pp 99-115 (2006 ). [10] Texas Instrument, “CMOS 14-stage ripple-carry binary counter/divide and oscillator”, http://www.ti.com/lit/ds/symlink/cd4060b.pdf [11] Elliott Sound Products, “Active Filters - Characteristics, Topologies and Examples”, http://sound.westhost.com/articles/active-filters.htm Widyaningrum Indrasari* Jurusan Fisika, Universitas Negeri Jakarta [email protected] Mitra Djamal Kelompok Keilmuan Fisika Teori EnergiTinggi dan Insttrumentasi Institut Teknologi Bandung [email protected] Wahyu Srigutomo Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem Kompleks Institut Teknologi Bandung [email protected] Ramli Jurusan Fisika, Universitas Negeri Padang [email protected] *Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 357
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Penggunaan Putih Telur Untuk Menurunkan Tekanan Darah Pada Pria Penderita Hipertensi Grade Satu Yosina Lete*, Nilawati Soputri, dan Gilny Aileen Joan Rantung Abstrak Pada penelitian ini putih telur telah digunakan untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi grade satu. Hal ini perlu dilakukan karena penderita hipertensi akhir-akhir ini terus meningkat. Putih telur diuji coba kepada pria untuk menurunkan tekanan darah. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sejumlah 20 orang pria penderita hipertensi grade satu yang dibagi kedalam dua kelompok yang masingmasing kelompok terdiri dari 10 orang. Kelompok pertama merupakan kelompok eksperimen yang diberi dosis sebanyak 120 gram putih telur rebus. Anggota yang lain dijadikan kelompok kontrol. Dari hasil analisis data dengan menggunakan statistik uji-t dua sampel independen pada tingkat signifikansi α=0,05 diperoleh perbedaan tekanan darah yang signifikan antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen. kelompok eksperimen memiliki penurunan yang lebih tajam. Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa konsumsi putih telur dapat digunakan dalam menurunkan tekanan darah. Kata-kata kunci: Putih telur, Tekanan Darah, Hipertensi grade satu
Pendahuluan Hipertensi kini menjadi masalah global karena angka penderita yang terus meningkat. WHO (2011) melaporkan hingga satu milyar orang di dunia yang menderita penyakit hipertensi dan dua per tiga diantaranya berada di negara berkembang yang berpenghasilan rendah dan sedang dan pada tahun 2025 mendatang telah diperkirakan sekitar 29 persen warga dunia menderita hipertensi. Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol akan menyebabkan komplikasi penyakit jantung seperti penyakit jantung koronari dan stroke; gagal jantung kongestif; dan juga gagal ginjal dan beresiko pada kematian[8]. Dalam penanganan hipertensi, Angiotensin Converting Enzym (ACE) inhibitor berada pada barisan terdepan dalam upaya menurunkan tekanan darah. Saat ini sudah banyak obat sintetik yang berada di pasaran yang digunakan untuk pengobatan penyakit hipertensi termasuk ACE inhibitor yang bekerja menurunkan tekanan darah. Namun, meski hipertensi dapat diatasi dengan menggunakan obat-obatan penurun tekanan darah tersebut, selain dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Oleh karena hal tersebut penanganan dengan bahan alami,pola hidup yang baik serta pencegahan merupakan suatu upaya mengurangi efek samping tersebut[7]. Salah satu bahan makanan yang diketahui dapat menurunkan tekanan darah adalah putih telur[1][2]. Komponen protein dalam putih telur bila bereaksi dengan enzim pepsin, trypsin dan chymotrypsin dalam saluran pencernaan maka akan menghasilkan zat peptida yang memiliki kemampuan sama seperti ACE inhibitor yang bekerja
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 358
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
menghambat angiotensin I untuk menjadi angiotensin II sehingga dapat menghambat proses peningkatan tekanan darah[1]. Eksperimen Dalam penelitian bahan yang digunakan adalah putih telur ayam dari peternakan ayam Al-telur, Bandung Selatan. Sebelum diolah, telur terlebih dahulu dibersihkan dari kotoran pada air mengalir. Kemudian pisahkan putih telur dari kuningnya lalu masukan ke dalam wadah steinless lalu aduk hingga putih tercampur dengan merata sehingga putih telur homogen. Rebus putih telur hingga matang, setelah matang timbang rebusan putih telur masing- masing 120 gram per porsi[2]. Miguel dan Alexander (2006) menyebutkan bahwa 500 mg lysozime yang terkandung dalam 15 mg protein dalam 120 gr putih telur ketika berhidrolisis dengan berbagai macam enzim pencernaan akan menghasilkan hidrolisat dengan aktivitas ACE inhibitor yang tinggi yang dapat menurunkan tekanan darah[5]. Enzim yang menghasilkan aktivitas ACE inhibitor tertinggi adalah enzim pepsin[9]. Aktivitas ACE inhibitor dari fraksi larut meningkat selama 3 jam pertama dan nilai terendah IC50 (22,19 mg/ml) dan mencapai nilai maksimal IC50 setelah 3 jam hidrolisis[6]. Alatyang digunakan dalam penelitian untuk mengukur tekanan darah adalah spigmomanometer digital. Sampel yang digunakan merupakan 20 orang pria dengan usia dewasa akhir yaitu dengan usia 40-64 tahun, penderita hipertensi grade satu, tidak memiliki alergi putih telur, dan tidak mengkonsumsi obat-obatan antihipertensi. Sampel dibagi kedalam dua kelompok, masing- masing kelompok terdiri dari 10 orang sebagai kelompok kontrol dan 10 orang sebagai kelompok eksperimen. Sampel diasramakan dan diberi makan makanan yang sama selama enam hari. Sebelumnya dilakukan pengukuran tekanan darah untuk kedua kelompok untuk mendapatkan data tekanan darah awal. Kemudian pada kelompok eksperimen diberi perlakuan berupa pemberian putih telur rebus dan dilakukan kembali pengukuran tekanan darah setelah 12 jam pemberian putih telur pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol selama enam hari yang akan digunakan sebagai data akhir. Data yang telah didapat dianalisa menggunakan rumus uji t dua sampel independen[4]. Hasil dan Diskusi Hasil penelitian tentang penggunaan putih telur untuk menurunkan tekanan darah pada pria penderita hipertensi grade satu adalah sebagai berikut: kelompok I (Kelompk kontrol) yang tidak diberi putih telur memiliki rata- rata tekanan darah dengan nilai sistol 150,4 mmHg dan nilai diastol 92,4 mmHg setelah diamati selama enam hari. Kelompok II (kelompok eksperimen) yang diberi putih telur rebus sebanyak 120 gram setiap sore selama enam hari penelitian memiliki rata- rata tekanan darah dengan nilai sistol 134,3 mmHg dan nilai diastol 86,3 mmHg. Perbandingan nilai tekanan darah kedua kelompok ini menunjukan bahwa pria penderita hipertensi grade satu yang diberikan putih telur memiliki nilai tekanan darah yang lebih rendah dibanding pria penderita hipertensi grade satu yang tidak diberi putih telur. Kelompok yang diberi perlakuan putih telur rebus memiliki penurunan tekanan darah nilai sistol sebesar 16,1 mmHg dan diastol 6,1 mmHg. Data tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan tekanan darah setelah pemberian putih telur. Data rata-rata tekanan darah disajikan dalam bentuk Tabel 1 sebagai berikut.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 359
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Tabel 1. Rata-Rata Tekanan Darah. n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total rata-rata
Kelompok Eksperimen (X) Diastol (X2) Sistol (X1) 133 93 135 85 130 90 134 82 135 82 135 89 136 88 135 85 134 82 136 87 1343 863
= = 134,3
= = 86,3
Kelompok Kontrol (Y) Sistol (Y1) Diastol (Y2) 151 102 148 102 150 97 155 89 150 85 148 82 153 91 151 91 150 89 148 96 1504 924
= = 150,4
= = 92,4
Rata-rata hasil pengukuran tekanan darah pada pria penderita hipertensi kemudian diuji normalitasnya untuk mengetahui apakah data yang didapat mempunyai distribusi data yang normal. Data yang mempunyai distribusi normal berarti mempunyai sebaran data yang normal juga sehingga data tersebut dapat dianggap mewakili populasi. Nilai p > 0,05 merupakan distribusi normal dari suatu data[4]. Hasil tes normalitas diperoleh nilai signifikansi untuk kelompok kontrol dan eksperimen > 0,05 yang menunjukkan sebaran data normal. Data uji normalitas akan disajikan dalam tabel 2. Karena syarat uji t dua sampel independen terpenuhi, maka analisa data menggunakan uji t dua sampel independen. Homogenitas varians data dapat dicari dengan uji Levene’s, didapatkan nilai signifikansi untuk sistol menunjukkan 0,462 (p > 0,05) sehingga asumsi kedua varians sama besar terpenuhi. Sedangkan nilai signifikan untuk diastol menunjukan 0,026 (p < 0,05) sehingga asumsi kedua varians sama besar tidak terpenuhi. Karena hasil uji Levene’s nilai sistol menunjukan bahwa asumsi kedua varians sama besar terpenuhi, maka digunakan uji t dua sampel independen dengan asumsi kedua varians sama besar dan didapat nilai t = -18,089 dengan derajat kebebasan n1+n2-2= 18 dan p-value (2-tailed)= 0. Karena penelitian ini menggunakan uji hipotesis satu sisi maka nilai p-value harus dibagi dua menjadi 0. Karena nilai p-value= 0 lebih kecil dari α= 0,05 maka H0 ditolak. Sedangkan hasil uji Levene’s nilai diastol menunjukan bahwa asumsi kedua varians sama besar tidak terpenuhi, maka dugunakan uji t dua sampel independen dengan asumsi kedua varians tidak sama besar dan didapati nilai t= -2,510 dengan derajat kebebasan= 15,711 dan nilai pvalue= 0,025.Sehingga dapat disimpulkan bahwa tekanan darah sistol kelompok eksperimen lebih rendah dibanding kelompok kontrol.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 360
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Tabel 2. Uji Normalitas. Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic
df
Sig.
Sistol_Kontrol_Awal
.210
10
.200*
Sistol_Kontrol_Akhir
.196
10
.200*
Sistol_eksperimen_Sebelum
.213
10
.200*
Sistol_Eksperimen_Sesudah
.254
10
.067
Diastol_Kontrol_Awal
.191
10
.200*
Diastol_Kontrol_Akhir
.182
10
.200*
Diastol_Eksperimen_Sebelum
.222
10
.179
Diastol_Eksperimen_Sesudah
.173
10
.200*
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Kesimpulan Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa ada perbedaan yang signifikan pada tekanan darah antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Dapat ditarik kesimpulan bahwa perlakuan pemberian putih telur rebus pada dosis 120 gram pada penelitian ini berpengaruh nyata dalam menurunkan tekanan darah pada pria penderita hipertensi grade satu. Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas bantuan dana yang diberikan untuk melaksanakan penelitian ini, kepada Universitas Advent Indonesia yang atas bantuan dana yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti seminar kontribusi fisika (SKF) 2013 sebagai pembicara, dan dosen pembimbing atas saran dan masukan yang membangun. Referensi [1] Yu, Z., Yin Y., Zhao, W., Yu, Y., Liu, B., Liu, J. dan Chen, F. 2011. Novel Peptides Derived from Egg White Protein Inhibiting Alpha- Glucosidase. Food Chemistry [2] Rao S., Sun J., Liu Y., Zeng H., Su Y. dan Yang Y. (2012). ACE Inhibitor Peptides and Antioxidant Peptides Derived From in Vitro Digestion Hydrolysate of Hen Egg White Lysozyme. Food Chemistry Vol. 135 hal. 1245-1252. [3] Rong Y., Chen L., Zhu T., Song Y., Yu A., Shan Z., Sands A., Hu F.B., Liu L. (2013). Egg Consumption and Risk Of Coronary Heart Disease and Stroke: Doseresponse Meta-analysis of Prospective Cohort Studies. BMJ Vol. 346: 8539. [4] Sunyoto, D., dan Setiawan, A. 2013. Buku Ajar Statistik Kesehatan Paramatrik, Nonparamatrik,Validitas, dan Reliabilitas. Yogyakarta. Nuha Medika [5] Miguel M. dan Aleixandre A. (2009). Antihypertensive Peptides Derived From Egg Protein. The Journal of Nutrition Vol. 136 hal. 1457-1460.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 361
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
[6] Contreras M.D.M., Carron R., Montero M.J., Ramos M., Recio I. Novel Caseinderived Peptides With Antihypertensive Activity. International Dairy Journal Vol. 19 hal 556-573. [7] Rong Y., Chen L., Zhu T., Song Y., Yu A., Shan Z., Sands A., Hu F.B., Liu L. (2013). Egg Consumption and Risk Of Coronary Heart Disease and Stroke: Doseresponse Meta-analysis of Prospective Cohort Studies. BMJ Vol. 346: 8539. [8] Majumder K. dan Wu J. (2010). A new approach For Identification of Novel Antihypertensive Peptides From Egg Proteins by QSAR and Bioinformatic. Food Research International Vol. 13 hal. 1371-1378. [9] Yu Z., Liu B., Zhao W., Yin Y., Liu J., Chen F. (2012). Primary and Secondary Structure of Novel ACE Inhibitor Peptides from Egg White Protein. Food Chemistry Vol. 133 hal 315-322.
Yosina Lete Faculty of Nursing Universitas Advent Indonesia [email protected] Nilawati Soputri Faculty of Nursing Universitas Advent Indonesia [email protected] Gilny Aileen Joan Rantung Faculty of Nursing Universitas Advent Indonesia [email protected]
*
Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 362
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Yusnita Aruan*, Louise M. Saija, dan Kartini Hutagaol Abstrak Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP melalui model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS). Model pembelajaran kooperatif tipe think pair share telah mengembangkan potensi siswa sehingga memampukan siswa dalam memahami masalah, merencanakan suatu solusi dari suatu masalah, melakukan penyelesaian sesuai dengan rencana dan lebih teliti dalam memecahkan masalah. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP PGRI Lembang, Bandung Barat yang terdiri dari dua kelas, yaitu kelas kontrol dengan jumlah siswa 38 dan kelas eksperimen dengan jumlah siswa 37. Instrumen pada penelitian ini adalah tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dalam bentuk uraian dan angket respon siswa. Hasil yang diperoleh, yang telah dicapai pada penelitian ini adalah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran kooperatif tipe think pair share lebih baik daripada siswa yang memperoleh metode pembelajaran konvensional. Teknik yang digunakan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah lebih baik digunakan teknik analisis data gain karena mudah dilakukan. Kata Kunci: Pemecahan Masalah, Kooperatif , think pair share, SMP.
Pendahuluan Pemecahan masalah adalah titik fokus dan kunci standar dalam pembelajaran. Pemecahan masalah juga dianggap sebagai jantung pembelajaran matematika karena keterampilan yang dibutuhkan bukan hanya untuk belajar subjek tetapi menekankan pada perkembangan metode keterampilan berpikir juga. Tetapi pada kenyataannya, sebagian besar masalah siswa adalah memecahan masalah, dimana butuh keterampilan dalam memecahkan masalah.[10] Hal di atas menjadi misi penting bagi guru. Menurut psikologi, siswa akan memiliki keterampilan pemecahan masalah yang efektif akan terlihat dari faktor yang mempengaruhi prestasi siswa dalam belajar, yaitu faktor pengajaran di kelas, partisipasi siswa dalam kegiatan kelas dan sistem guru dalam memberikan umpan balik [10] atau boleh dikatakan bahwa model yang digunakan guru dalam proses pembelajaran sangat berpengaruh karena model pembelajaran akan membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan menolong siswa menjadi lebih efektif dalam belajar [12]. Upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS). Think Pair Share (TPS) adalah teknik yang dikembangkan oleh Lyman dan Associates (1981). Think Pair Share (TPS) melibatkan tiga langkah dalam pembelajaran , langkah
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 363
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
pertama “think”, masing-masing siswa akan berpikir secara individu tentang masalah yang dihadapi dengan waktu jangka waktu yang sudah ditentukan, langkah kedua, “pair”, kemudian para siswa akan berpasangan untuk mendiskusikan jawaban masingmasing, dengan tujuan memperoleh solusi dari masalah yang mereka hadapi, langkah ketiga “share”, pada tahap ini setiap pasangan atau kelompok akan membagikan hasil diskusi mereka di depan kelas [9]. Singkatnya bahwa model ini akan memberikan banyak kesempatan bagi siswa dalam menyampaikan berbagai pemikiran-pemikiran, ide-ide yang muncul dan itu akan meningkatkan keterlibatan siswa dalam belajar, mengembangkan potensi siswa sehingga memampukan siswa dalam memecahkan masalah sehari-hari. Berdasarkan uraian diatas telah diteliti suatu penelitian ilmiah tentang penerapan model kooperatif tipe think pair share untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP sebagai salah satu model pembelajaran yang efektif yang dapat digunakan dalam proses belajar-mengajar di dalam kelas. Teori Kemampuan pemecahan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran, membutuhkan keaktifan, keterampilan siswa serta keberanian dalam menghadapi masalah-masalah yang dihadapi [2] Hal ini dikarenakan kemampuan pemecahan masalah merupakan proses pemahaman, solusi ditemukan sehingga menghasilkan pembelajaran yang baik [15] dan ini membutuhkan langkah-langkah dalam melakukan pemecahan masalah. Ada empat langkah pemecahan masalah [11] (1) siswa mampu memahami masalah, mengetahui masalah dan menganalisa masalah (2) siswa mampu merencanakan penyelesaian terhadap masalah, dengan cara siswa mengetahui data yang ada, mencari apa yang tidak diketahui, (3) menyelasaikan masalah melalui rencana-rencana yang sudah dimuat sebelumnya, (4) siswa melakukan pengecekan kembali akan hasil yang sudah diperoleh. Ke-empat langkah ini akan membuat siswa menggunakan banyak waktu serta aktif. [2] Salah satu model pembelajaran yang efektif dan sangat baik dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah adalah Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share. Think Pair Share melibatkan siswa dalam berpikir tentang respon pertama mereka, dan kemudian memungkinkan siswa mendiskusikan ide-ide mereka dengan pasangan/kelompok sebelum berbagi dengan seluruh kelas [4]). Metode Penelitian Sampel Pada penelitian ini yang menjadi sampel LEMBANG kelas VIIIb dan VIIIc, Bandung Barat. sebanyak 75 siswa, 37 siswa untuk kelompok kelompok kontrol. Pemilihan sampel ditentukan penelitian.
peneliti adalah siswa SMP PGRI Jumlah sampel pada penelitian ini eksperimen dan 38 jumlah siswa oleh peneliti sesuai dengan tujuan
Desain Penelitian Pada penelitian ini Instrumen yang terdiri dari lima butir soal digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan materi adalah
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 364
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) dengan catatan kelima butir soal sudah diuji kevaliditasannya dan telah disesuaikan dengan indikator kemampuan pemecahan masalah matematis. Pada penelitian ini, sebelum perlakuan siswa diberikan instrumen sebagai pretes dan setelah perlakuan siswa diberikan instrumen sebagai postes. Selama Pembelajaran berlangsung, kelompok eksperimen di terapkan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share, dan kelompok kontrol diterapkan metode konvensional. Setelah diperoleh data lakukanlah perhitungan analisis data (statistik). Model Think Pair Share Think Pair Share terdiri dari tiga tahap dalam pembelajaran. Tahap pertama yaitu, think, siswa akan dihadapkan dengan masalah dan memikirkan jawaban atau solusi dari masalah tersebut secara individu. Tahap kedua, pair, dimana siswa akan berpasangan atau kelompok untuk mendiskusikan hasil jawaban ataupun solusi mereka masing-masing. Tahap ketiga, share, setiap pasangan tau kelompok secara bergantian akan membagikan hasil diskusi mereka di depan kelas Analisis Statistik Perhitungan analisis data dimulai dengan hasil pretes dan postes dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang akan dianalisis data gain ternormalisasinya dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa sebeluim dan sesudah perlakuan. Kemudian dilakukan uji normalitas kedua data gain ternormalisasi dalam hal mengetahui populasi yang digunakan berdistribusi normal atau tidak. Setelah itu uji homogenitas dengan tujuan apakah kedua sampel memilki varians yang sama. Melalui perhitungan analisis data di atas, untuk mengetahui apakah model ini memberikan pengaruh atau tidak dilakukannya ujit, pada tingkat signifikansi α = 0.05 melalui aplikasi SPSS 17.0. Hasil dan Diskusi Pada Penelitian Jumlah sampel kelompok eksperimen adalah 37 siswa, tetapi data yang dapat diguakan hanya 34 siswa (n=34) dengan alasan 2 siswa yang tidak ikut pretes dan 1 siswa yang tidak ikut postes. Jumlah sampel kelas kontrol adalah 38 tetapi data yang dapat digunakan hanya 34 siswa dengan alasan 2 siswa tidak ikut pretes dan 2 siswa yang tidak ikut postes. Hasil dari perhitungan analisis data untuk perbedaan rata-rata nilai pretes dan postes pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol ditunjukkan pada tabel 1 dibawah ini dengan kesimpulan bahwa adanya peningkatan siswa dalam belajar.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 365
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Tabel 1. Deskripsi Statistik kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Mean
Kelompok Kontrol Pretest Posttest 16.3529 54.2941
Std. Error of Mean
0.91908
4.07254
0.84744
3.0237
Std. Deviation
5.35912 28.720
23.2468 563.911
4.94137 24.417
17.6313 310.863
Skewness
-1.656
0.618
-1.511
-0.166
Std. Error of Skewness Kurtosis
0.403
0.403
0.403
0.403
2.235
-0.542
1.926
-1.504
Std. Error of Kurtosis Minimum
0.788 2
0.788 18
0.788 4
0.788 52
Maximum
22
100
24
100
Descriptive Statistics
Variance
Kelompok Eksperimen Pretest Posttest 18.6471 78.5294
Dari perolehan data pretes dan postes akan diperoleh gain ternormalisasi untuk mengetahui data berdistribusi normal seperti pada tabel 2 di bawah ini. Menjelaskan bahwa rata-rata gain ternormalisasi kelompok eksperimen lebih tinggi, 0,29922 adalah selisih nilai rata-ratanya kedua kelompok. Tabel 2. Deskriptif statistik gain ternormalisasi kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.
Descriptive Statistics Mean
Gain Ternormalisasi Kel. Kel. Kontrol Eksperimen 0.4568 0.7561
Std. Error of Mean
0.4795
0.03686
Std. Deviation
0.27958
0.21492
Variance
0.78
0.046
Skewness
0.653
-1.039
Std. Error of Skewness Kurtosis
0.403
0.403
-0.495
1.931
Std. Error of Kurtosis
0.788
0.788
Minimum
0.02
0.05
Maximum
1.00
1.00
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 366
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Perhitungan analisis data di atas akan digunakan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Dengan hipotesisnya data berdistribusi normal akan diterima jika Sig. ≥ α = 0.05. Pada tabel 3 menunjukkan bahwa kelompok kontrol diterima). Perhatikan Tabel dan kelompok eksperimen adalah berdistribus normal ( 3 di bawah ini menunjukkan bahwa kedua data berdistribusi normal. Tabel 3. Uji normalitas distribusi data kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dan uji homogenitas. Kolmogorov-Smirnov Kelompok Kontrol
Df 34
Sig. 0.092
Eksperimen
34
0.171
Levene's Test for Equality of Variances F Sig. 3.280
0.075
Perhitungan analisis data di atas menyatakan bahwa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi normal maka kita menggunakan uji-t untuk mengetahui apakah model kooperatif tipe think pair share memberikan pengaruh terhadap pembelajaran. Bentuk hipotesis untuk uji-t ini adalah H0: pembelajaran dengan model think pair share tidak memberikan pengaruh yang baik terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis. H0 akan diterima jika Sig. ≥ α = 0.05. Hasil analisis data uji-t pada Tabel 4 di bawah ini menunjukkan bahwa model kooperatif tipe think pair share memberikan pengaruh yang baik terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan sig. = 0.000, artinya H0 ditolak. Tabel 4. Hasil t-test dengan varians yang tidak sama. t-test for Equality of Means Equal Variances not Gain assumed -4.948 T df.
66
Sig. (2 Tailed)
0.000
Mean Difference
-0.2992
Std. Error Difference
0.06047
Kesimpulan Berdasarkan perhitungan analisis data ini dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) lebih baik daripada siswa yang memperoleh metode pembelajaran konvensional.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 367
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Ucapan Terimakasih Selaku penulis mengucapkan terimakasih kepada Universitas Advent Indonesia atas bantuan dana yang diberikan dalam rangka mengikuti seminar kontribusi fisika (SKF) 2013 sebagai pembicara serta kepada dosen selaku pembimbing yang telah memberikan masukan serta saran yang membangun dalam kesempurnaan penelitian ini. Daftar Pustaka [1] Ceneida Fernández. 2013. Primary school teacher’s noticing of students’ mathematical thinking in problem solving. TME. Vol 10. No 1 dan 2. Pg 441. [2] Cinar N, et al. 2010. Problem solving skills of the nursing and midwifery students and influential factors. [3] Choirotul Chikmiyah dan Bambang Sugiarto, 2012. Relationship Between Metacognitive Knowledge And Student Learning Outcomes Through Cooperative Learning Model Type Think Pair Share On Buffer Solution Matter. Unesa Journal of Chemical Education. Vol 1, No 1. Pg 55-61. [4] Huang T H, Liu Y C, dan Chang H C. (2012). Learning Achievement in Solving Word-Based Mathematical Questions through a Computer-Assisted Learning System. Educational Technology & Society, 15 (1), 248 – 259. [5] Ibe Helen Ngoji. (2009). Metacognitive Strategies on Classroom Participation and Student Achievement in Senior Secondary School Science Classroom. Science Education International. Vol. 20, No.1/2, Page 25-31. [6] Kaur dan Berinderjeet. (2011). Mathematics Homework: A Study of Three Grade Eight Classrooms in Singapore. International Journal of Science and Mathematics Education, v9 n1 p187 – 206. [7] Klegeris A, Bahniwai M, dan Hurren H. (2013). Improvement in Generic ProblemSolving Abilities of Students by Use of Tutor-less Problem-Based Learning in Large Classroom Setting. Life Sciences Education, Vol. 12, 73 – 79. [8] Lamm A.J, et al. 2012. The Influence of Cognitive Diversity on Group Problem Solving Strategy. [9] Marais, dan Nalize. (2011). Connectivism as Learning Theory: The Force Behind Changed Teaching Practice in Higher Education. Journal for Education and Social Enterprise, v4 n3 p173 – 182. [10] M. Afan. 2013). The Effect Of Think Pair Share Technique On The English Reading Achievment Of The Students Differing In Achievment Motivation At Grade Eight Of Smpn 13 Mataram. Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. Vol 1. [11] Pimta S, Tayruakham S, dan Nuangchalerm P (2009). Factors Influencing Mathematic Problem-Solving Ability of Sixth Grade Students. Journal of Social Sciences, 5(4), 381 – 385. [12] Polya. G. (2008). How to Solve It. United States of America: Princeton University Press. [13] Sajadi M, Amiripour P, dan Malkhalifeh M R. (2013). The Examining Mathematical Word Problems Solving Ability under Efficient Representation Aspect. Mathematics Education Trends and Research, 1 – 11. [14] Richard Lesh. 2013. Problem Solving in the Primary School (K-2). Journal The Mathematics Enthusiast. Indiana Universitas. Vol 10, No 1. Page 35.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 368
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
[15] Woodward J, Beckmann S, Driscoll M, Franke M, Herzig P, Jitendra A, Koedinger K R, dan Ogbuehi P. (2012). Improving Mathematical Problem Solving in Grades 4 Through 8. Institute of Education Sciences, p6. [16] B. McDonald. 2013. “Evaluation Instruments Used in Problem-Based Learning”, Journal of Education.
Yusnita Aruan Faculty Education of Mathematics Universitas Advent Indonesia [email protected] Kartini Hutagaol Faculty Education of Mathematics Universitas Advent Indonesia [email protected] Louise M. Saija Faculty Education of Mathematics Universitas Advent Indonesia [email protected] *
Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 369
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Perhitungan Porositas Untuk Model Sphere Packing Porous Medium Berbentuk Kubus Sederhana Zulfikar Fahmi, Nilam Sari, Wilda Febi Rahmadhani, dan Fourier Dzar Eljabbar Latief Abstrak Pada tugas RBL (Research Based Learning) ini, kami melakukan pengukuran porositas untuk Model Sphere Packing Porous Medium berbentuk Kubus Sederhana. Porositas adalah besaran fisika yang merupakan fraksi Volume pori di dalam sebuah sampel. Dalam penelitian ini, nilai porositas diperoleh dengan dua pendekatan, yaitu dengan perhitungan teoretis dan pengukuran. Pengukuran porositas dilakukan menggunakan dua cara yaitu: pengukuran langsung menggunakan air dan pengukuran tidak langsung dengan pendekatan teknik pengolahan dan analisis citra digital yang diperoleh dari alat μ-CT Scan. Model yang digunakan adalah kelereng dan manik-manik dengan susunan 3×3×3 bola sehingga membentuk Kubus Sederhana. Kelereng dan manik-manik masing-masing diasumsikan identik dan tidak ada lubang didalamnya sehingga pengukuran porositas dapat dianggap valid. Dari perhitungan teoritis, didapatkan nilai porositas sebesar Φ= 47%. Hasil pengukuran yang didapatkan untuk metode pengisian air adalah sebesar Φ= 45.82 % pada kelereng dan Φ = 44,95% pada manik-manik, sedangkan pengukuran menggunakan teknik pengolahan dan analisis citra digital didapat nilai porositas Φ = 52,12 %. Nilai porositas yang diperoleh pada saat pengukuran berbeda dengan teori karena terdapat beberapa kesalahan di dalam pengukuran, seperti air yang masuk ke dalam sampel dan tidak semua air tersedot oleh suntikan serta terdapat noise di sampel pada pengukuran citra digital. Kata-kata kunci: Porositas, Sphere Packing Porous Medium berbentuk kubus sederhana, μ-CT Scan
Pendahuluan Pengukuran porositas adalah pengukuran yang biasa dilakukan untuk mencari fraksi pori dalam sebuah sampel. Untuk itu, pada pengukur-an ini dilakukan pengukuran porositas dengan model sphere packing berbentuk kubus sederha-na. Menurut Glover [1] perhitungan porositas secara teori pada bentuk kubus sederhana didapatkan nilai 47%. Terkait dengan perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan nilai porositas untuk sphere packing porous medium pada kubus sederhana adalah sebesar 47% dengan asumsi bola-bola yang membentuk memiliki ukuran yang sama dan tidak bergantung pada jumlah bola-bola tersebut. Dari hasil perhitungan maka akan dilakukan pengukuran menggunakan metode konvensional yaitu dengan cara mengisi zat cair ke dalam sampel dan dilakukan dengan pengukuran meng-gunakan teknik pengolahan citra digital dari hasil pencitraan dengan perangkat μ-CT Scan.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 370
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Teori Porous Medium (media berpori) merupakan sebuah media di dalamnya terdapat ruang-ruang kosong (pori). Pori-pori biasanya diisi dengan cairan atau gas. Batu, tanah, jaringan biologi (misalnya tulang, kayu, gabus), semen dan keramik dapat dianggap sebagai media berpori. Besarnya pori-pori pada suatu bahan dapat diketahui melalui persentase porositas. Porositas adalah ukuran dari ruang kosong di antara material, dan merupakan fraksi dari volume ruang kosong terhadap total volume, yang bernilai antara 0 dan 1, atau sebagai persentase antara 0-100%. Istilah ini digunakan di berbagai kajian ilmu seperti farmasi, teknik manufaktur, ilmu tanah, metalurgi, dan sebagainya. Porositas dapat dihitung nilainya dengan cara membandingkan volume udara atau air di dalam sampel dengan volume sampel seluruhnya yang dirumuskan dengan:
φ=
Vrongga V permukaan
100 % .
(1)
Ada beberapa cara mengukur porositas, diantaranya: a. Metode konvensional Metode ini dilakukan dengan cara mengisi sampel dengan air, kemudian porositas ditentu-kan dari perbandingan antara volume air yang bisa ditampung sampel dengan volume sampel seluruhnya. b. Metode Ultrasonik Pengukuran menggunakan metode ultrasonik dilakukan oleh Amoranto Trisnobudi [2]. Metode ini digunakan untuk mengukur porositas keramik dengan menggunakan gelombang ultrasonik berfrekuensi 200 KHz. Dasar dari metode ini adalah adanya perbedaan antara kecepatan gelombang ultra-sonik di udara dan di dalam bahan tanpa poro-sitas. Bila kecepatan rata-rata bahan lebih besar dari gelombang ultrasonik maka porositas bahan tersebut tinggi. c.
Teknik pengolahan citra digital
Teknik pengolahan citra digital merupakan teknik menentukan porositas dari gambar yang telah diambil. Penentuan porositas dengan teknik pengolahan citra digital adalah dengan cara menghitung piksel-piksel yang memiliki warna tertentu pada citra digital dari sampel yang akan ditinjau. Citra digital dihasilkan dengan melakukan pemindaian sampel menggunakan μ-CT Scan. μ-CT Scan adalah alat pencitraan 3 dimensi yang memiliki resolusi spasial mencapai orde mikro meter. Prinsip kerja μ-CT Scan adalah dengan menggunakan sinar rontgen/sinar X. μ-CT Scan memiliki prinsip kerja seperti pada gambar berikut ini:
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 371
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Gambar 1. Prinsip Kerja μ-CT Scan [3]. Sumber sinar X dilewatkan pada spesimen. Sinar X ini akan mengalami atenuasi ketika melewati spesimen. Intensitas akhir setelah melewati objek kemudian ditangkap oleh detektor sintilator. Detektor sintilator ini mendapat energi kinetik dari hasil interaksi sinar X dengan bahan sehingga dapat menghasilkan cahaya tampak. Cahaya tampak ini kemudian difokuskan untuk direkam melalui CCD. Setelah itu, objek diputar sesuai keperluan kemudian dilakukan proses yang sama. Begitulah seterusnya hingga 3600. Hasil pencitraan yang diperoleh dari berbagai arah ini kemudian direkonstruksi sehingga didapatkan citra 3-D. Citra 3 Dimensi ini di-‘potongpotong’ secara horizontal sehingga diperoleh gambar penampang (slice). Perbedaan material dapat terlihat pada gray level akibat perbedaan atenuasi pada bahan. Setelah gambar proyeksi diperoleh dari pemindaian sampel dengan μ-CT Scan, maka tahapan-tahapan pengolahan citra digital yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) melakukan rekonstruksi gambar 3D menggunakan perangkat lunak NRecon; 2) Cropping gambar 3D; 3) Rotasi gambar 3D; 4) Image Tresholding dengan tujuan membedakan bagian sampel sedemikian rupa sehingga bagian padatan berwarna putih dan bagian ruang kosong/pori berwarna hitam; 5) melakukan pengukuran piksel gambar; 6) menghitung porositas. Model sphere packing adalah pengaturan bentuk tertentu tanpa melewati permukaan yang telah ditentukan. Bentuk yang dibuat biasanya terdiri dari permukaan yang identik seperti bola–bola kecil, dan ruang yang dibentuk adalah bentuk tiga dimensi. Pada penelitian ini, kami meng-gunakan model packing kubus sederhana. Secara teoritis perhitungan, porositas pada bentuk kubus sederhana bernilai tetap sebesar 47 % tanpa dipengaruhi oleh ukuran bola dan jumlah bola yang digunakan untuk membuat kubus tersebut. Aplikasi porositas dapat diterapkan untuk menentukan tingkat kesuburan tanah. Porositas tanah sangat menentukan penggunaan tanah tersebut. Tanah yang baik adalah tanah yang porositasnya besar tetapi jika porositasnya terlalu besar juga tidak baik karena air yang diterima tanah langsung turun ke lapisan berikutnya. Selain itu, aplikasi porositas dapat dilihat pada Osteoporosis. Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah disertai mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang akhirnya menimbulkan kerapuhan tulang. Melalui persentase porositas dapat diketahui kepadatan tulang seseorang. Jika nilai persentase porositasnya besar maka resiko seseorang terkena osteoporosis.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 372
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Hasil dan diskusi Pengukuran porositas menggunakan metode konvensional dilakukan pada dua buah model kubus yang terbentuk dari bola–bola yang disusun sehingga membentuk kubus sederhana. Kubus pertama dibentuk dari kelereng yang berdiameter masing–masing d = 1.2 ± 0.05 cm dan kubus kedua dibentuk dari manik –manik yang berdiameter masingmasing d = 0.8 ± 0.05 cm. Masing-masing kubus bola dimasukkan kedalam wadah berbahan mika yang juga berbentuk kubus dengan panjang sisi 3.6 cm untuk wadah kubus pertama, dan 2.6 cm untuk menampung kubus bola kedua. Berdasarkan hasil eksperimen yang telah dilakukan diperoleh data untuk model pertama menggunakan kelereng dengan sepuluh kali pengukuran adalah sebagai berikut: Tabel 1. Hasil pengukuran porositas model pertama (kelereng) dengan metode pengisian air. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata
Vair (ml) 20.8 21.8 21.2 20.4 23.4 19.8 21.2 20.8 22.4 20.0
Φ (%) 44.58 46.72 45.44 43.72 50.15 42.44 45.44 44.58 48.01 47.15 45.82
Sedangkan pada pengukuran model kedua menggunakan manik – manik dengan sepuluh kali pengukuran diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 2. Hasil pengukuran porositas model kedua (manik - manik) dengan metode pengisian air. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata
Vair (ml) 7.6 7.2 7.6 8.2 8.0 8.2 7.8 8.0 8.0 8.4
ISBN 978-602-19655-5-9
Φ (%) 43.24 40.96 43.24 46.65 45.52 46.65 44.38 45.52 45.52 47.79 44.95
Hal. 373
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Berdasarkan teori, porositas kubus sederhana tidak bergantung pada bentuk dan ukuran dari kubus tersebut. Secara perhitungan teori nilai porositas adalah Φ = 47 %. Berdasarkan hasil pengukuran eksperimen menggunakan air didapat nilai porositas masing – masing Φ = 45.82 % pada kelereng, dan Φ = 44.95% pada manik – manik. Hasil eksperimen dan teoritis didapat nilai yang hampir sama. Nilai eror yang didapatkan pada sampel kelereng adalah sebesar 2.5 % dan manik–manik memiliki eror sebesar 4.3 %. Pengukuran yang kedua menggunakan metode teknik pengolahan citra digital pada satu model sphere packing dengan kelereng. Proses pengukuran yang dilakukan memanfaatkan penjumlahan piksel yang didapat pada potongan gambar yang dihasilkan. Rekonstruksi gambar yang dilakukan menggunakan software adalah seperti berikut ini:
Gambar 2. Rekonstruksi sampel menggunakan software fiji dari potongan gambar yang dihasilkan μ-CT Scan.
Gambar 3. salah satu potongan gambar yang digunakan untuk pengukuran. Gambar 3 adalah salah satu potongan gambar yang digunakan. Hasil pengukuran terbaik meng-gunakan teknik pengolahan citra digital yang dihasilkan adalah sebesar 52.12 %. Besar eror yang dihasilkan untuk eksperimen ini adalah 10.8 %.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 374
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Terdapat kesalahan pada saat eksperimen dengan metode konvensional secara umum dikarenakan ruang sampel bocor, bungkus sampel tidak rapi atau miring, saat menyedot air, tidak semua air terserap oleh suntikan dan kesalahan dalam membaca skala dari alat suntik. Pada saat melakukan teknik pengolahan citra digital kesalahan yang terjadi adalah sampel yang dipindai tidak lurus sempurna, kelereng juga memiliki ukuran diameter yang relatif berbeda satu sama lain, susunan yang tidak lurus, saat merubah warna kelereng menjadi putih, ada sisa warna gelap yang tertinggal di sampel pengukuran mengakibatkan pengukuran menjadi kurang akurat. Kesimpulan Perhitungan menentukan porositas dilakukan dengan dua cara, yaitu perhitungan secara teori dan pengukuran. Perhitungan secara teori didapatkan nilai porositas sebesar 47% untuk bentuk sampel kubus sederhana. Pada bentuk yang sama, dibuat dua sampel dan dilakukan pengukuran menggunakan pengisian air. Pada sampel pertama menggunakan manik-manik didapatkan nilai porositas sebesar Φ = 44,95 % dengan eror = 4,3 % dan pada kelereng Φ = 45,82 % dengan eror = 2,5 %. Hasil pengukuran menggunakan pengisian air berbeda untuk masing – masing sampel karena pada manik – manik dimungkinkan ada air yang masuk kedalam lubang sehingga tidak tersedot kedalam suntikan. Pada teknik pengukuran citra digital, didapatkan hasil pengukuran sebesar Φ = 45,82 % dengan eror = 10,8 %. Pengukuran porositas meng-gunakan teknik citra digital didapatkan nilai yang besar karena ada beberapa kesalahan, salah satunya adalah adanya noise, kesalahan penyu-sunan, dan kesalahan pemotongan gambar. Saran yang bisa diberikan untuk eksperimen lebih lanjut menggunakan pemodelan yang sama bisa menggunakan sampel yang memiliki kerapatan lebih besar daripada wadah, dalam menyusun sampel serapi mungkin, dan menggunakan sampel yang memiliki ukuran benar – benar sama. Referensi [1] Glover, Paul.2000. Petrophysics MSc Course Notes. [2] Amoranto Trisnobudi, Rusli Anggra Kusuma, “Pengukuran Porositas Bahan Keramik Menggunakan metode Ultrasonik”, Proceedings, Industrial Electronic seminar IES (’09) , 151-158 (1999). [3] Tomáš Gregor, Petra Kochová, Lada Eberlová, Lukáš Nedorost, Eva Prosecká, Václav Liška, Hynek Mírka, David Kachlík, Ivan Pirner, Petr Zimmermann, Anna Králíčková, Milena Králíčková and Zbyněk Tonar (2012). Correlating Micro-CT Imaging with Quantitative Histology, Injury and Skeletal Biomechanics, Dr. Tarun Goswami (Ed.), ISBN: 978-953-51-0690-6, InTech, DOI: 10.5772/48680. Available from: http://www.intechopen.com/books/injury-and-skeletalbiomechanics/correlating-micro-ct-imaging-with-quantitative-histology [4] I Komang Tri Widya Putra, “Porositas”, Makassar, Universitas Hasanuddin. [5] Jean Rouquerol, Liquid intrusion and alternative methods for the characterization of macroporous materials (IUPAC Technical Report), Pure Appl. Chem., Vol. 84, No. 1, pp.107–136,2012. http://dx.doi.org/10.1351/PAC-REP-10-11-19 © 2011 IUPAC, Publication date (Web): 12 December 2011 [6] Kontributor Wikipedia, "Porositas", Wikipedia, Ensiklopedi Bebas, [diakses 22 November 2013]
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 375
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Zulfikar Fahmi* Magister Pengajaran Fisika Institut Teknologi Bandung [email protected] Nilam Sari Magister Pengajaran Fisika Institut Teknologi Bandung [email protected] Wilda Febi Rahmadhani Magister Pengajaran Fisika Institut Teknologi Bandung [email protected] Fourier Dzar Eljabbar Latief Fisika Bumi dan Sistem Kompleks Fakultas MIPA ITB [email protected]
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 376
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Analisa spektroskopi Raman pada film tipis karbon diatas lapisan γ-Al2O3 Angga Virdian, Rachmat Maulana, Adha Sukma Aji, dan Yudi Darma* Abstrak Telah ditumbuhkan film tipis berbasis karbon diatas lapisan γ-Al2O3 menggunakan metoda DC unbalanced magnetron sputtering. Untuk menganalisa karakteristik lapisan karbon ini digunakan Spektroskopi Raman didukung oleh beberapateknik karakterisasi lainya sepert; SEM, EDS dan, FTIR. Spektra Raman menunjukan adanya struktur karbon yang terbentuk dalam ikatan sp3. Dengan menganalisa karakteristik puncakpuncak spektra raman, diketahui struktur lapisan karbon yang dihasilkan menyerupai susunan honeycomb. Lebih jauh lagi spektra Raman memperlihatkan adanya fenomena resonansi ganda yang tergambar pada pola intensitas fonon akibat interaksi atom-atom karbon. Selanjutnya, struktur lapisan karbon juga dianalisa melalui kombinasi spektra Raman dan spektra FTIR. Data eksperimen menunjukan bahwa lapisan karbon yang dihasilkan memiliki struktur berupa beberapa lapisan Graphene. Kata-kata kunci: Graphene, Spektroskopi Raman, Sputtering
Pendahuluan Karbon merupakan sebuah unsur yang unik karena memiliki banyak allotrop. Beberapa diantaranya adalah Fullerene [1], Carbon nanotube [2], dan Graphene [3]. Dari ketiga allotrop ini, Graphene mengundang perhatian banyak orang karena memiliki sifat fisis yang lebih baik dibandingkan dengan material lain. Graphene memiliki konduktivitas listrik yang besar yaitu sekitar 2.5 x 105 cm2V-1s-1, dan pita terlarang yang dapat diatur dari nol (pita konduksi dan valensi berhimpitan) hingga beberapa eV [3]. Sifat listrik Graphene yang superior dibanding material lain inilah yang memicu berkembangnya riset dibidang fabrikasi Graphene, dan pembuatan divais berbasis Graphene. Meskipun memiliki sifat yang superior, Graphene membutuhkan pengaturan pita terlarang agar dapat diaplikasikan dalam divais elektronik. Graphene berlapis banyak menjadi alternatif untuk mengatasi masalah ini karena memiliki sifat elektrik yang mirip dengan Graphene lapisan tunggal namun memiliki pita terlarang yang hampir nol sehingga berperilaku seperti semikonduktor. Beberapa metode dikembangkan untuk menghasilkan lapisan Graphene, diantaranya pengelupasan mekanik dari graphite [4], penumbuhan epitaxial [5] diatas SiC, dan metode CVD [6]. Metode-metode ini memerlukan persyaratan fisis yang tinggi seperti tekanan dan suhu tinggi dan berbagai peralatan tambahan agar dapat berjalan. Metode alternatif lain juga dikembangkan untuk dapat menumbuhkan lapisan Graphene tanpa mengalami kendala yang sama. Penumbuhan ini menggunakan DC Unbalanced Sputtering [7]. Pada penumbuhan ini lapisan karbon akan ditumbuhkan diatas lapisan penyangga γ-Al2O3. Lapisan ini menyediakan atom-atom oksigen sehingga karbon-karbon yang terlepas dari target dapat menempel pada substrat. Lapisan penyangga ini dipilih karena memerlukan suhu oksidasi yang rendah.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 377
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Penelitian ini berfokus pada penumbuhan lapisan karbon diatas γ-Al2O3 menggunakan metoda DC Unbalanced Magnetron Sputtering. Kualitas dan struktur film karbon yang dihasilkan akan dipelajari menggunakan teknik spektroskopi Raman dan didukung oleh metode lain seperti Scanning Electron Microscope (SEM), Energy Dispersion Spectroscopy (EDS), dan Fourier Transform Infra-red (FTIR). Eksperimen Penumbuhan akan dibagi dalam 2 proses yaitu penumbuhan lapisan penyangga γ-Al2O3 dan deposisi karbon menggunakan DC Unbalanced Magneton Sputtering untuk mendapatkan lapisan karbon. Lapisan Al diatas substrat silikon (100) awalnya dihasilkan dengan menggunakan teknik evaporasi termal dimana kawat alumunium murni dipaka sebagai sumber. Lapisan penyangga γ-Al2O3 diperoleh dengan melakukan oksidasi keringterhadap Al/Si dengan mengalirkan gas oksigen murni pada suhu 550 ºC. Pada kondisi ini diperoleh fase gamma [8]. Deposisi karbon diatas lapisan γ-Al2O3 dilakukan pada suhu 300 ºC dengan tekanan sebesar 4.6 x 10-2 Torr. Target karbon dicampur dengan 5% besi (Fe) berat. Besi dapat meningkatkan proses deposisi karbon mengingat teknik ini juga menggunakan medan magnet. Gas Argon dipergunakan sebagai pembangkit plasma yang dipercepat dengan tegangan 500 Volt arus DC. Pada penelitian ini waktu deposisi dipilih selama 3 jam. Setelah dilakukan proses penumbuhan dilanjutkan dengan karakterisasi untuk menganalisis lapisan karbon yang terbentuk. Pertama dilakukan pengambilan citra SEM dan spektra EDS untuk melihat pengaruh proses sputtering pada struktur permukaan serta mengetahui unsur-unsur pembangun sampel sebelum dan setelah proses sputtering. Terakhir dilakukan karakterisasi spektra Raman dan spektra FTIR untuk menganalisa struktur lapisan karbon dengan mengamati G band, D dan D’ band, 2D Band, serta ZO band yang mungkin muncul pada titik tertentu serta bentuk ikatan karbon dengan unsur lain. Hasil dan diskusi
Gambar 1. Citra SEM sebelum (kiri) dan sesudah (kanan) proses sputtering Citra SEM pada gambar 1 menunjukan 2 keadaan yang berbeda. Pada kondisi sebelum proses sputtering (kiri), terlihat struktur γ-Al2O3 yang berpori dan tidak rata. Pada kondisi setelah sputtering (kanan) terlihat struktur yang penuh dan rata dibandingkan dengan citra sebelumnya. Selain itu muncul struktur gumpalan baru diatas permukaan. Citra SEM memperlihatkan munculnya lapisan baru diatas γ-Al2O3 akibat proses sputtering. Spektra EDS dari sampel menunjukan perhitungan seluruh
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 378
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
unsur yang ada pada sampel sebelum dan sesudah proses sputtering. Perhitungan ini dibuat dalam bentuk ternormalisasi sehingga akan terlihat persentase setiap unsur seperti terlihat pada tabel 1. Diantara unsur-unsur yang muncul dalam sampel adalah silikon, karbon, alumunium, serta oksigen. Sebelum proses sputtering terlihat bahwa persentase karbon adalah nol. Setelah proses persentasenya naik menjadi 3.4%. Untuk unsur lain persentasenya cenderung turun, hal ini disebabkan oleh bentuk ternormalisasi dari jumlah hitungan. Dari Hasil ini dapat diperoleh kesimpulan bahwa setelah proses sputtering muncul sebuah lapisan baru yang memiliki kandungan karbon. Tabel 1. Persentase unsur pembangun sampel. unsur O Al Si C
Persentase sebelum sputtering (%) 4.78 4.64 90.57 0
Peresentase setelah sputtering (%) 11.4 6.36 78.87 3.4
Karakterisasi spektra Raman menghasilkan spektrum pergeseran raman dari rentang 100 cm-1 sampai 2800 cm-1. Pada spektra ini terlihat banyak puncak-puncak kecil yang membentuk spektrum kontinu, namun pada beberapa titik terdapat puncak yang sangat tinggi. Pada rentang spektra Raman 900 cm-1 sampai 1200 cm-1, gambar 2 terlihat sebuah puncak yang tidak biasa disekitar 950~1000 cm-1. Puncak ini terjadi pada rentang T band (~960 cm-1) yang merupakan indikasi keberadaan ikatan sp3 [9]. Ikatan ini ditemui dalam struktur diamond [10]. Pada lapisan karbon yang ditumbuhkan, terdapat ikatan-ikatan karbon mirip diamond. Pada rentang 1200 cm-1 sampai 1550 cm-1 tidak ditemukan adanya puncak yang signifikan, namun pada rentang 1550 cm-1 sampai 1700 cm-1, gambar 2(c) terlihat sebuah puncak signifikan pada 1625 cm-1. Puncak ini berada pada rentang G band (1600 cm-1) [12]. G band merupakan rentang pergesaran Raman yang disebabkan oleh keberadaan struktur honeycomb pada ikatan karbon [13]. Struktur seperti ini merupakan struktur yang dimiliki lapisan Graphene [12]. Ada indikasi yang kuat bahwa lapisan karbon yang terbentuk memiliki struktur yang menyerupai Graphene yang tidak memiliki ujung-ujung struktur Graphene.
Gambar 2. Spektra Raman pada rentang rentang 900~1200 cm-1.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 379
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Pada rentang 1700 cm-1 sampai 2400 cm-1 spektra raman tidak memberikan puncak yang signifikan. Pada rentang 2400 cm-1 sampai 2800 cm-1, gambar 3 puncak yang signifikan kembali terlihat. Pada rentang ini diperoleh 3 puncak yang cukup tinggi yaitu pada 2450 cm-1, 2625 cm-1, dan ~2700 cm-1. Ketiga puncak ini berada pada sebuah rentang pergeseran Raman bernama pita 2D (2D band). Penyebab terjadinya pita 2D adalah fenomena resonansi ganda pada lapisan struktur Graphene. Pada pita 2D biasanya muncul lebih dari satu puncak dan diberi nama sesuai dengan kemunculanya dimulai dari nilai pergeseran terendah. Untuk puncak pada 2450 cm-1 dinamakan puncak 2D1, 2625 cm-1 dinamakan puncak 2D2 dan ~2700 cm-1 dinamakan puncak 2D3. Puncak-puncak ini digunakan untuk memprediksi lapisan Graphene yang mungkin tumbuh [14]. Ketika puncak 2D2 memliki intensitas yang lebih kuat dari puncak 2D1 dan 2D3, maka lapisan Graphene yang tumbuh kurang dari 5 lapisan. Jika puncak 2D1 atau 2D3 lebih besar dari 2D2, maka lapisan Graphene yang tumbuh lebih dari 5 lapisan. Spektrum ini mengindikasikan bahwa sudah ada lapisan Graphene yang terdiri lebih dari 5 lapisan.
Gambar 3. Spektra Raman pada rentang pergeseran 1550~1700cm-1. Bagian terakhir dari spektra Raman adalah rentang spektra 100 cm-1 sampai 300 cm-1. Pada gambar 4(a) ini tidak terlihat puncak yang signifikan pada rentang ini, namun terlihat banyak puncak-puncak kecil yang tajam. Puncak-puncak ini berada pada area pita ZO, yaitu sebuah daerah pergeseran Raman yang disebabkan gerakan fonon antara lapisan Graphene. Pada gambar terdapat beberapa referensi pita ZO dari beberapa lapisan Graphene yang telah diketahui jumlahnya [15,16]. Dari kemiripan bentuk pita ZO dari sampel yang mirip dengan pita ZO dari ~20 lapis Graphene. Terdapat indikasi yang kuat bahwa Graphene yang ditumbuhkan memiliki jumlah lapisan sebanyak ~20 lapisan. Spektra FTIR pada gambar 4(b), menunjukan banyak puncak pada rentang 1600 cm-1 sampai 1700 cm-1 dan 2320 cm-1 sampai 2420 cm-1. Diantaranya muncul puncak pada 1650 cm-1 dan 2360 cm-1. Puncak-puncak ini mengambarkan moda gerakan ikatan O-C (oksigen dengan karbon) dan C-O-C (2 karbon dengan oksigen) [17]. Gerakan molekul ini melibat arah gerakan meregang dari kedua jenis ikatan [18]. Kedua puncak ini menjelaskan bahwa struktur Graphene yang telah ditumbuhkan berikatan dengan lapisan atom oksigen.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 380
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
(a)
(b) Gambar 4. (a) Spektra Raman pada Rentang 100~300 cm-1 dan referensi ZO band [19,20] ; (b) Spektra FTIR pada rentang 1600~1700 cm-1 (kiri) dan 2320~2420 cm-1 (kanan). Kesimpulan Telah ditumbuhkan lapisan karbon diatas γ-Al2O3 menggunakan metode DC unbalanced magneton sputtering. Hasil analisa Spektra Raman menunjukan bahwa telah terbentuk struktur ~20 lapisan Graphene diatas lapisan penyangga γ-Al2O3. Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Resti Marlina atas dikusinya yang bermanfaat. Referensi [1] Osawa E. The Evolution of the Football Structure for the C60 Molecule : A Retrospective. Philosophical Transactions of the Royal Society of London. Series A. VOL.343, 1-8 (1993) [2] Sumio Iijima, “Carbon nanotubes” MRS Bulletin, 19, 43-49 (1994). [3] Geim and K. Novoselov, A road map for graphene, Nature, 490, 192 (2012).
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 381
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
[4] K.A. Ritter and J.W. Lyding, "Characterization of nanometer -sized, mechanically exfoliated grapheneon passivated Si (100) surface using scanning tunneling microscope", Nanotechnology, 19 015704 [5] A. Goswami, "Epitaxial Growth of crystal on one-degree oriented substrates" ,Nature 191, 160 - 161 (08 July 1961) [6] Y. G et al, "Microstructure and Prefered Orientation of titanium nitride films prepared by laser CVD", Material Transactions, Vol.50 No. 08 (2009) pp.20282034. [7] A. S. Aji and Y. Darma, “HF Treatment Effect for Carbon Deposition on Silicon (111) by DC Sputtering Technique,” The 4th International Conference On Mathematics and Natural Sciences (ICMNS 2012), Bandung 2012 [8] G. Fenget al., "Isopropanol adsorption on γ-Al2O3 surfaces: A computational study", J. Molecular. Catalyst, vol. 304, p. 58, (2009) [9] R. Kalish et al, "Thermal stability and relaxation in diamond like carbon. A raman study of films with different sp3 fraction (ta-C to a-C)",Appl. Phys Lett. 74, 2936 (1999). [10] A. Grill, "Diamond-like carbon: state of the art", Diamon and related materials 8, Elsevier, p. 428-434(1999) [11] S. Riech and C. Thomsen, "Raman spectrocopy of graphite", Phil. Trans. R. Soc. Lond. A. 362, 2271 (2004) [12] Zenhu Ni et al, “Raman Spectroscopy and Imaging of Graphene”, Nano Res, Springer, pp.273-291, 2008. [13] A.C. Ferrari and D.M. Basko, “Raman spectroscopy as a versatile tool for studying the properties of Graphene”, Nature Nanotechnology, Vol.8, pp.235-246, 2013.Pan et al, Langmuir, 24, 12410 (2008). J. Deng, R. Zeng, Y. Zhao, and G. Cheng, ACS nano., 6, 3727 (2012) [14] A. Ferrary, "Raman Spectrum of Graphene and Graphene Layers ," Phys. Rev. Lett., vol. 97, p. 187401, 2006. [15] A. Ferrari, "Raman spectroscopy of graphene and graphene: disorder electronphonon coupling, doping and nonadiabatic effects", Sol. Tate Comm., vol 14, p. 47.2007. [16] C.H Lui and T.F. Heinz, "Measurement of layer breathing mode vibrations in fewlayer graphene", Phys. Rev. B, 87,121404(R) (2013). [17] E. Benvenutti et al, "FTIR study of hydrohen and carbon monxide adsorption on Pt/TiO2, Pt/ZrO2, and Al2O3", Langmuir, 15, 8140 (1999). [18] Y. Pang et al, "Adsorption and protonation of CO2 on partially hydrovylated γAl2O3 surfaces: a density functional theory study ", Langmuir, 24, 12410 (2008) [19] S. Kitipornchai, X. He, and K. Liew, "Continuum model for the vibration of multilayered Graphene sheets," Phys. Rev. B, vol. 72, p. 075443, 2005 [20] R. Nemanich, "First- and second-order Raman scattering from finite-size crystals of graphite," Phys. Rev. B, vol. 20, p. 392, 1979.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 382
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Angga Virdian Electronic Material Physics Research Division Quantum Semiconductor Lab. Institut Teknologi Bandung [email protected]
Rachmat Maulana Electronic Material Physics Research Division Quantum Semiconductor Lab. Institut Teknologi Bandung [email protected]
Adha Sukma Aji Electronic Material Physics Research Division Quantum Semiconductor Lab. Institut Teknologi Bandung [email protected]
Yudi Darma* Electronic Material Physics Research Division Quantum Semiconductor Lab. Institut Teknologi Bandung [email protected]
*Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 383
Program Studi Magister Pengajaran Fisika Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung © 2013