RISALAH PERMASALAHAN RUU PENDIDIKAN TINGGI OLEH : KEMENTRIAN KAJIAN STRATEGIS 2011-2012 KABINET KM ITB 27 JUNI 2011 A. SEBUAH PENGANTAR, PANDANGAN DAN HARAPAN
Mengacu pada pembukaan UUD 1945, salah satu tujuan bangsa Indonesia adalah “mencerdaskan
kehidupan bangsa”.
Frase ini tidak
hanya menyatakan negara perlu atau wajib menyelenggarakan pendidikan, lebih dari pada itu, negara wajib menjamin terciptanya pendidikan yang berkualitas dan dapat diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini dipertegas di dalam batang tubuh UUD 1945 bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara. Atas dasar ini peningkatan kualitas pendidikan bukan kerja sampingan dari pemerintah. Pendidikan baik kualitas maupun pemerataan adalah hal pokok yang harus menjadi perhatian pemerintah. Bergemingnya wacana rancangan undang-undang perguruan tinggi seolah menjadi angin segar ditengah krisis pendidikan di negeri ini. Wajar saja bagi sebuah negara yang sudah 66 tahun untuk mulai beranjak dari mengurusi pendidikan dasar kepada peningkatan kualitas pendidikan tinggi.
Memusatnya perguruan tinggi berkualitas di pulau Jawa adalah salah satu masalah terbesar dalam dunia pendidikan tinggi bahkan di Indonesia. Pendidikan tinggi akan menjadi salah satu daya tarik bagi masyarakat, khususnya menengah keatas dan industri. Tak ayal, berjejalnya kampus-kampus top di pulau jawa akan menambah kepadatan penduduk dan riuhnya aktivitas di pulau jawa.Selain itu, dampak yang juga cukup memprihatinkan adalah semakin tertutupnya kesempatan bagi perguruan tinggi di daerah-daerah untuk boleh berkembang. Meskipun kelihatan sederhana, boleh jadi pemerataan kualitas akan berdampak besar bagi banyak sektor di Indonesia.
Tak dapat dipungkiri, Pulau jawa terutama kota-kota seperti Bandung, Jakarta, Yogya, dan Surabaya selalu menerima “tamu” mahasiswa-mahasiswa baru, sementara jumlah ini tidak sebanding dengan lulusan perguruan tinggi dari pulau jawa yang memilih pulang ke kampung halamannya. Lagi-lagi karena industriindustri sebagian besar masih terpusat di pulau jawa. Masalah kepadatan bukan masalah sepele, dengan pemerataan jumlah dan kualitas penduduk, masalah rumah tinggal, transportasi, lingkungan hingga bencana alam dapat diminimalisir. Bukan tidak mungkin ekonomi, politik dan sosial di negara Indonesia akan menjadi jauh lebih baik setelahnya. Disinilah peran “tak terlihat” RUU PTN. Terlalu dangkal apabila RUU PTN hanya sekedar memikirkan pengaturan kursi, biaya masuk, atau statuta PT. Terlalu tidak Pancasilais kalo RUU PTN justru menjadikan perguruan tinggi sebagai industri baru untuk bisnis swasta.
Indonesia punya titik berdiri yang jelas, pendidikan adalah hak dan dijamin pemerintah bukan komoditas bisnis. Terlebih lagi, terlalu tidak adil, kalau RUU PT lagi-lagi hanya jadi tameng berlindung pemerintah atau “mainan” kampus-kampus papan atas di negeri ini, Untuk semakin memperkuat posisinya yang tanpa sadar perlahan-lahan mengikis nilai luhur keberagaman dan keadilan di Indonesia. Melalui kehadirannya, RUU PT bisa menjawab masalah yang lebih fundamental, yakni akses dan pemerataan kualitas PT di Indonesia. Sudah saatnya kita kembali memperhatikan kampuskampus yang ada di daerah-daerah. Akses pendidikan hendaknya tidak lagi menjadi
alasan lulusan SMA tidak melanjutkan studinya ke perguruan tinggi. Pendidikan bagaimanapun adalah organel yang sangat penting dan berangkai dengan semua aspek berbangsa dan bernegara. Tak berlebihan menampatkan pendidikan di posisi akar suatu bangsa. Negara yang maju tidak akan pernah terlepas dari tata kelola dan kualitas pendidikan yang baik.
Hukum di Indonesia masih mempunyai kekuatan yang sangat dahsyat, semoga dengan hadirnya paying hukum baru ini, benar-benar menjadi angin segar buat PT, pemerintah bahkan masyarakat yang kurang mampu untuk mengakses pendidikan tinggi sehingga istilah “mencerdaskan kehidupan bangsa” tidak sekedar menjadi retorika kosong di pembukaan UUD 45.
Gambar 1 : Peran Pemerintah dalam Penyelenggaraan pendidikan
B. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN YANG INGIN DISELESAIKAN RUU PT
MENURUT DPR ( SARASEHAN ITB, 4 JUNI 2011 ) OLEH IR. RULLY CHAIRUL AZ WAR, M.SI (WAKIL KETUA KOMISI X DPR RI)
o FOKUS UTAMA RUU PT 1.
Daya Saing SDM Indonesia RUU PT Berangkat dengan Pokok Pemikiran Pendidikan sebagai alat untuk bersaing
dalam Era Globalisasi: “Era Globalisasi menuntut kita selaku bangsa untuk memiliki daya saing. Namun sejumlah fakta menunjukkan, dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM), daya saing kita sebagai bangsa masih terlalu lemah.” Tabel 1. Posisi Daya Saing Indonesia (The Global Competitiveness Index 2010 -2011 Rangkings and 2009 – 2010 Comparisons) Country/ Economy
GCI 2010
Score
Rank
GCI 2009
Score
Rank
Singapura
3
5.48
3
0
Malaysia
26
4.88
24
-2
Brunei
28
4.75
32
4
Indonesia
44
4.43 54
10
Vietnam
59
4.27
16
Darussalam
75
Philippines
85
3.96
87
2
Gambar 2 : Indeks Pembangunan I52 Negara di Dunia, 2010
2. Lulusan Universitas kebutuhan Industri
tidak
relevan
dengan
Jumlah orang Indonesia yang bekerja pada Februari 2011 sebanyak 111.3 juta orang dengan komposisi; a. SD ke bawah 55.1 juta (49.33%) b. Diploma 3.3 juta (2.98%) c. Sarjana 5.5 juta (4.99%) Sumber : BPS, Februari 2011
Sehingga kesimpulannya RUU PT disusun untuk menjawab kedua permasalahan pokok tersebut . DPR berinisiatif membuat RUU Pendidikan Tinggi dengan tujuan menciptakan satu sistem Pendidikan Tinggi yang bisa menghasilkan lebih banyak SDM bangsa yang berpendidikan tinggi, bermutu dan berdaya saing di tingkat global. Bisa dilihat disini DPR belum mampu melihat persoalan secara holistic karena banyak aspek-aspek lain yang belum diperhatikan. Dan meskipun DPR dalam hal ini perwakilannya melalui Pak Rully memaparkan realita maslaah yang ada di perguruan tinggi seperti : 1. Masalah keterbatasan daya tampung Perguruan Tinggi bermutu
Lulusan UN Thn 2011
Mendaftar di SNMPTN 2011
1. 450.498 orang
460.611 orang
Daya Tampung 60 PTN (SNMPTN 2011)
Peserta SNMPTN 2011
Tahun Kelulusan
110.149 kursi
12.469 orang
2009
67.848 orang
2010
460.611 orang
2011
JENIS
JUMLAH
TOTAL
PTN Umum
83 PTN
83
PTN Khusus
50 PTN
50
PTS
3.017 PTS
3.017
TOTAL PT
3.150
Sedikitnya daya tamping PTN bermutu dan terkonsentrasinya di pulau Jawa belum diperhatikan bagaimana arah kebijakan mengatasinya di RUU PT terutama bagaimana pemerintah memberdayakan dan meningkatkan kualitas Perguruan Tinggi di daerah yang belum otonom dan tentu sulit melewatiu masa transisi tanpa campur tangan pemerintah termnasuk dalam pembiayaan.
2. Masalah Keterjangkauan Biaya Pendidikan Tinggi a. Biaya belajar di PT relatif masih tinggi bagi penghasilan rata-rata masyarakat tingkat pendapatan masyarakat masih rendah. b. Biaya pengelolaan PT yang dibebankan kepada masyarakat masih cukup tinggi komersialisasi pendidikan.
Biaya Kuliah tak Terjangkau Berdasarkan data BPS per Februari 2011, Pendapatan Nasional Bruto (PNB) per kapita masyarakat Indonesia selama 2010 mencapai Rp 26,3 juta/tahun atau setara dengan US$ 2.920,1. Rata-rata kemampuan masyarakat dari sisi penghasilan untuk membiayai pendidikan sekitar Rp 1.8 juta/tahun, padahal biaya pendidikan tinggi termurah Rp 10 juta/tahun (di luar biaya masuk pertama di PT). Jadi, tingkat pendapatan masyarakat Indonesia rata-rata tidak mencukupi untuk meneruskan ke PT.
Berdasarkan data yang diterima dari tim kementrian Kajian Strategis dari Survey Credit it Suisse Internasional Tahun 2010, Peningkatan Masyarakat Kelas menengah menjadi sekitar 134 juta juga menjadi data peningkatan semu karena 110 Juta di antaranya berpenghasilan hanya sekitar 1-2,6 juta..Ditambah 60 juta penduduk yang tidak mampu maka dapat disimpulkan biaya kuliah di Indonsia hanya mampu diakses hanya sekitar 20% piramida teratas dari klasifikasi ekonomi penduduk. Dan Belum ada kebijakan dalam RUU PT yang mempertimbangkan poin ini. Klasifikasi Kelas menengah menurut data dari Credit Suisse Internasional : 1. KELAS PENDAPATAN US$2-US$4 ATAU RP1-1,5JUTA PER BULAN (38,5 PERSEN). 2. KELAS PENDAPATAN US$4-6 ATAU RP1,5 -2,6 JUTA PERKAPITA PERBULAN (11,7 PERSEN). 3. KELAS BERPENDAPATAN US$6-US$10 ATAU RP2,6-5,2 JUTA PERBULAN (5 PERSEN) 4. KELAS GOLONGAN MENENGAH BERPENDAPATAN US$10-US$20 ATAU RP5,2-6 JUTA PERBULAN (1,3 PERSEN). NAH, DARI 1,45 JUTA PESERTA UN 2011, ADAKAH DATA KLASIFIKASI PESERTA BERDASRKAN TINGKAT PENDAPATAN ORANGTUA???
Selain
itu
sistem
1/3
dibebankan
kepada
mahasiswa
secara
agregat/akumulatif memungkinkan ada mahasiswa yang membayar lebih dari 1/3 dapat menimbulkan pembebanan biaya dan pelanggaran hak terhadap warga negara serta menimbulkan iklim yang tidak bagus dengan swasta apalagi ketika kapasitas ptn bertambah. 3. Relevansi Pendidikan Tinggi dengan kebutuhan dunia kerja dan industri a. Terjadi kesenjangan antara keluaran sarjana utk prodi tertentu dari perguruan tinggi dengan kebutuhan pasar kerja, sehingga terjadi pengangguran sarjana mismatch b. Minat masyarakat pada pendidikan tinggi umumnya lebih memilih untuk mendapatkan gelar akademik yang dinilai lebih bergengsi ketimbang mencari keahlian untuk bisa pengembangan ilmu, profesi dan karir dalam bekerja (Vokasi) mispersepsi c. Perguruan Tinggi belum menjalankan perannya sebagai lembaga riset dan inovasi dengan baik sementara dunia industri belum memanfaatkan
potensi riset yang dapat dilakukan oleh perguruan tinggi dalam rangka meningkatkan daya saing industri kesenjangan PT dan dunia Industri Walaupun poin ini positif dari tim Kastrat berpendapat hal ini tidak boleh mengorbankan nilai-nilai dari aspek yang lain termasuk, dari UUD 1945 dalam hal ini Tanggung Jawab Pemerintah karena kalau tidak berpotensi ke arah Privatisasi PT karena hanya ingin memebuhi keinginan pasar.
•
(4) Postur Anggaran Pendidikan dalam APBN tidak optimal. Dari APBN anggrana murni untuk Pendikan Tinggi Hanya 5 Triliun untuk 3000an PT merupakan suatu kebijakan yang sangat buruk dalam pengembangan pendidikan.
Dari kajian Tim Kementrian Kajian Strategis belum melihat adanya political will dari pemerintah dalam meningkatkan postur anggaran , ataupun kejelasan peran dan tanggungjawab Pemerintah dengan jelas dalam RUU PT ini.
Kenyataanya dari solusi yang dirancang DPR tim kajian strategis belum melihat hasilnya dalam isi dari RUU PT. Solusi yang dirancang oleh DPR tersebut antara lain : A. Upaya meningkatkan daya tampung Perguruan Tinggi bermutu 1. Pemerintah perlu membuat kebijakan pendidikan tinggi yang membuat daya tarik masyarakat (dunia usaha/swasta) untuk ikut berperan dalam mewujudkan pendidikan tinggi yang bermutu. 2. Pemerintah perlu mewujudkan otonomi perguruan tinggi, khususnya dalam hal tatakelola dengan pola otonomi pengelolaan yang disesuaikan
dengan karakter dan mandat yang diberikan kepadanya (PTN UPT, PTN mandiri, PTN Badan Hukum). 3. Pemerintah perlu menetapkan satu sistem dan lembaga penjaminan mutu perguruan tinggi yang outputnya adalah adanya klasifikasi perguruan tinggi dengan standar minimal (10 Standar Nasional Perguruan Tinggi), PT dengan standar nasional (melebihi 10 standar) dan PT yang berstandar internasional (world class university). Proses penjaminan mutu itu harus berjalan secara berkesinambungan (survaillance). 4. Pemerintah membuka peluang masuknya perguruan tinggi asing yang terakreditasi serta mendorong adanya kerjasama antara perguruan tinggi asing dan perguruan tinggi lokal. Menurut kajian Tim Kastrat Dalam isi di RUU PT solusinya
masih
terkesan hanya mengandalkan investor dan kekuatan asing melalui kerjasam dengan PT asing. Selain itu belum dijelaskan bagaimana kebijakan Pemerintah dalam mengusahakan hal ini selain hanya berfokus kepada PT yang sudah berbadan hukum/Mandiri. B. Upaya Mengatasi Biaya Pendidikan Tinggi 1. Pemerintah memberikan beasiswa bagi mahasiswa yang miskin tapi berprestasi. Bagi yang miskin namun kurang berprestasi diberikan bantuan. 2. Pemerintah memberikan semacam subsidi bagi para mahasiswa yang mengikuti Prodi yang unit cost nya tinggi. 3. Pemerintah
perlu
membuka
dibukanya
banyak
prodi
baru
yang
menciptakan iklim persaingan sehingga biaya kuliah bersaingan sesuai mekanisme supply and demand. 4. Pemerintah mempertimbangkan faktor kewilayahan dalam pengembangan pendidikan tinggi sehingga calon mahasiswa bisa kuliah tidak terlalu jauh dari domisili sehingga menghemat biaya (idealnya satu provinsi satu pendidikan tinggi). 5. Pemerintah mendorong agar PTN menjalankan misi sosial menampung calon mahasiswa kurang mampu karena mereka dibiayai oleh APBN. 6. Bersama dengan perusahaan-perusahaan besar yang memiliki kemauan untuk
memberikan
beasiswa
bagi
para
mahasiswa,
pemerintah
membentuk sebuah lembaga pengelola dana beasiswa semacam BAZIS dan memberikan reward bagi perusahaan yang memiliki kepedulian memberikan beasiswa, misalnya pengurangan pajak. Dari kajian ditemukan kebijakan ini belum dituangkan secara jelas dalam pasal-pasal yang tedapat di RUU PT kecuali PT hanya berkewajiban membantu pembiayaan 20% Mahasiswa yang kurang mampu yang ironisya belum ditemukan dasar penetapan 20% ini secara ilmiah. C. Upaya Meningkatkan Relevansi Pendidikan Tinggi dengan kebutuhan Lap Kerja dan Dunia Industri Dari poin ini Tim Kastrat sepakat walau juga belum menemukan arah kebijakan yang jelas dalam RUU PT terkait kebijakan pemerintah dalam membantu pengembangan Vokasi. D. Penataan Postur Anggaran Pendidikan dalam APBN Sejauh ini
belum ada rencana perubahan berarti dalam anggaran di
APBN baik dari APBN-P 2011 atau APBN 2012. o MASALAH
OTONOMI
DAN
TATA
KELOLA
PERGURUAN
TINGGI
,STATUTA,SISTEM PORTOFOLIO, KOMITE AUDIT, DAN KETERWAKILAN MAHASISWA DALAM MPK Dari kajian Tim Kastrat dan masukan dari lembaga lain(dalam hal ini HMP) dan kajian eksternal dari BEM UI ada beberapa hal yang dipertanyakan trekait usulan pemerintah dalam RUU PT ini. 1. Mekanisme sistem Portofolio, Definisi pendapatan PT yang digolongkan penerimaan Negara bukan pajak dan kekayaan PT yang dianggap kekayaan Negara yang dipisahkan dari APBN. 2. Komite Audit yang dibentuk dan bertanggungjawab kepada Mentri 3. MPK yang punya wewenang tinggi, namun dari usulan pemerintah mahasiswa yang menurut arahan RUU ini dibentuk agar dewasa malah dihilangkan wakilnya dari MPK. 4. Kewenangan MPK yang besar dalam statuta yang pada perubahan terakhir punya peran signifikan dalam mengatur gerakan non-akademik
termasuk
kemahasiswaan
berpotensi
memasung
arah
kegiatan
mahasiswa. 5. Mekanisme penetapan MPK dan wakil pemerintah yang dominan serta ketidakjelasan mekanisme penentuan wakil masyarakat dalam MPK.
KERANGKA POKOK PERMASALAHAN Y A N G A KA N D I D I S KU S I K A N D A L A M A U D I EN S I D EN G A N D P R 2 8 J U N I 2 0 1 1 a. RANCANGAN UNDANG-UNDANG YANG BELUM MENGAKOMODASI SEMUA JENIS PERGURUAN TINGGI b. KOMPOSISI MPK 1 Wewenang yang terlalu besar 2 Tidak adanya perwakilan mahasiswa 3 Mekanisme Pemilihan wakil dari Masyarakat c. SISTEM PORTOFOLIO d. INDEPEDENSI KOMITE AUDIT e. STATUTA f.
PENDANAAN
d.1 Dasar penetapan komposisi 1/3 dan mengapa memakai sistem agregat d.2 Dasar penetapan kuota 20% yang tidak mampu - Data peserta UN kurang mampu pada penyelenggaraan UN 2011 - Data calon peserta didik kurang mampu pada penyelenggaraan SNMPTN 2011 - Kuota Calon peserta didik kurang mampu seluruh Indonesia e. TANGGUNG JAWAB DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MENGUATKAN PERGURUAN TINGGI YANG BELUM OTONOM f.
SOLUSI
DAN
ARAH
KEBIJAKAN
TERKAIT
PEMERATAAN
DAERAH
PERSEBARAN PERGURUAN TINGGI YANG BERKUALITAS g. MAKSUD PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DAN KEKAYAAN YANG DIPISAHKAN h. KETIDAKBERPIHAKAN DALAM PENGUSAHAAN PTS YANG TERJANGKAU OLEH MASYARAKAT
g. TIDAK ADANYA ARAHAN YANG JELAS TERKAIT TANGGUNGJAWAB PEMERINTAH TERKAIT PENDANAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN ANGGARAN APBN YANG SANGAT MINIM h. UNDANG-UNDANG LAIN YANG HARUS DILIHAT SEBAGAI LANDASAN MENILAI RUU PT 1. UU NO 20 TAHUN 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional 2. UU NO 14 TAHUN 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik 3. UU NO 33 TAHUN 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah 4.UU NO 37 TAHUN 2004
Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang 5. UU NO 25 TAHUN 2007 Tentang Penanaman Modal 6. Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 7. Putusan Hakim Konstitusi terkait UU No.9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Penidikan Putusan nomor 11-14-21-126-136/PU-VII/2009 8. http://www.multilive.co.cc/2010/01/kumpulan-undang-undang-pendidikan.html
i.KESIMPULAN