ANALISIS STRUKTUR - PERILAKU - KINERJA INDUSTRI ALAS KAKI DI INDONESIA
OLEH WAHYU PUTRI PAMUNGKAS H14070091
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN
WAHYU PUTRI PAMUNGKAS. Analisis Struktur Perilaku dan Kinerja Industri Alas kaki di Indonesia (dibimbing oleh Ir. DEWI ULFAH WARDANI, M.Si). Sektor industri merupakan sektor yang dapat meningkatkan perekonomian Indonesia, dapat menjadi sumber devisa negara, dapat memperluas kesempatan usaha, dan memberikan lapangan pekerjaan. Industri alas kaki merupakan salah satu yang berpotensi untuk dikembangkan, hal ini terlihat dengan terus meningkatnya jumlah perusahaan dari tahun ke tahun. Namun di era pasar bebas seperti saat ini, banyak negara pesaing yang masuk untuk bersaing baik di pasar domestik maupun internasional. Peningkatan tersebut membuat pentingnya penelitian ini untuk memahami kondisi struktur, perilaku dan kinerja industri alas kaki selama periode tahun 1984-2008, serta faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kinerja industri alas kaki di Indonesia. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan struktur industri alas kaki termasuk dalam pasar oligopoli longgar, hal ini dapat dilihat melalui rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4). Untuk perilaku industri alas kaki ternyata terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kecil yang dominan yang lebih memperhatikan kualitas agar image produk tetap terjaga dan menetapkan harga tinggi yang menunjukkan pasarnya adalah kalangan menengah ke atas, serta pendistribusian produknya lebih berorientasi ekspor. Sedangkan kelompok besar yang tidak memiliki kekuatan pasar berusaha memberikan harga yang lebih rendah dan produk didistribusikan ke pasar dalam negeri, daerah pedesaan dan juga pasar-pasar tradisional dimana terdapat kalangan menengah ke bawah sebagai konsumennya yang berdaya beli rendah. Kinerja dilihat dari tingkat keuntungan dan produktivitas dari industri alas kaki. Tingkat keuntungan rata-rata selama tahun 1984-2008 adalah sebesar 33,04 persen dan nilai ini termasuk tinggi, sedangkan nilai produktivitas rata-rata yaitu sebesar 73,30 persen. Jika dibandingkan dengan industri lain, dalam penggunaan biaya input industri alas kaki dapat dikatakan produktif. Melalui metode kuantitatif dengan metode OLS (Ordinary Least Square) akan memperlihatkan faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kinerja industri alas kaki. Variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah CR4 (rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar), PROD (produktivitas), TK (nilai efisiensi tenaga kerja), dan PR (nilai produksi). Hasil estimasi menunjukkan bahwa produktivitas dan nilai efisiensi tenaga kerja berpengaruh nyata pada taraf 5 persen terhadap kinerja
industri alas kaki, sedangkan CR4 dan nilai produksi tidak berpengaruh nyata terhadap kinerja industri alas kaki. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan pemerintah dapat lebih memperhatikan industri alas kaki yang sebagian besar perusahaannya tidak memiliki kekuatan pasar sehingga perusahaan-perusahaan tersebut tidak hanya dapat bertahan, tapi juga dapat berkembang yaitu dengan memberikan kemudahan dalam mendapatkan modal dan bahan baku. Selain itu, dari penelitian menunjukkan bahwa tingkat keuntungan dan produktivitas industri alas kaki termasuk cukup tinggi. Oleh karena itu, diharapkan para investor dapat menanamkan modalnya pada industri ini, dan pihak perbankan dapat mempermudah dalam pemberian kredit pada pengusaha.
ANALISIS STRUKTUR - PERILAKU - KINERJA INDUSTRI ALAS KAKI DI INDONESIA
OLEH WAHYU PUTRI PAMUNGKAS H14070091
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi
: Analisis Struktur Perilaku Kinerja Industri Alas Kaki di Indonesia
Nama
: Wahyu Putri Pamungkas
NIM
: H14070091
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Ir. Dewi Ulfah Wardani, M.Si. NIP. 1962 0527 199002 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juli 2011
Wahyu Putri Pamungkas H14070091
RIWAYAT HIDUP
Wahyu Putri Pamungkas lahir di Bogor, 18 Desember 1989. Riwayat pendidikan anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan L. Gatot Haryono dan Anik Sri Wahyuni ini berawal di Taman Kanak-Kanak Dharma Wanita tahun 1993. Ia menamatkan sekolah dasar di SDN Ciborelang 1 pada tahun 2001, kemudian melanjutkan ke SLTPN 2 Jatiwangi dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama ia diterima di SMAN 1 Majalengka dan lulus pada tahun 2007. Tahun 2007 perempuan yang dipanggil Putri ini melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, ia aktif dalam organisasi Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (HIPOTESA) khususnya divisi Discussion and Analysis (DnA), dan menjadi pengurus COAST Tari BEM FEM IPB. Selain itu juga aktif dalam kepanitiaan seperti ECONOMIC CONTEST 2009 dan Hipotex-R 2009.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Struktur - Perilaku - Kinerja Industri Alas Kaki di Indonesia”. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain : 1.
Ir. Dewi Ulfah Wardani, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis, teoritis maupun moril dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
2.
Dr. Wiwiek Rindayati sebagai dosen penguji utama dalam sidang skripsi yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini.
3.
Widyastutik, M.Si selaku komisi pendidikan yang memberikan banyak informasi mengenai tata cara penulisan skripsi yang baik.
4.
Seluruh jajaran staf Departemen Ilmu Ekonomi atas segala bantuan dan kerjasamanya.
5.
Ibunda tercinta Ibu Anik Sri Wahyuni dan Ayahanda tersayang Bapak Lasmanto Gatot Haryono, juga kakak penulis Mas Herma, Mbak Sarah, Mas Wahyu, dan Mbak Mira yang selalu memberikan perhatian, semangat, motivasi, dukungan baik moral maupun material serta doa bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6.
Teman-teman d’rempong tersayang Sari Maulidyawati, Dyah Pramita Raharti, Resti Anditya, Ranty Purnamasari, Putri Nilam Kencana, dan Hilman Kurniawan yang selalu memberikan semangat dan menemani penulis selama masa perkuliahan di Institut Pertanian Bogor.
7.
Prayoga Noer Iman, Apriessa Seventinna, dan Kristina Sari sebagai teman bimbingan atas dukungan dan kerjasamanya selama ini.
8.
Teman-teman Ilmu Ekonomi angkatan 44 (titi, fifi, winda, ajeng, embe) yang telah memberikan doa, semangat dan dukungan selama penulis menyusun skripsi.
9.
Bapak Agus selaku staf Badan Pusat Statistik yang banyak memberikan bantuan dan informasi mengenai industri alas kaki.
10.
Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang
membutuhkan.
Bogor, Juli 2011
Wahyu Putri Pamungkas H14070091
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI..............................................................................................
i
DAFTAR TABEL ......................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR..................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
vi
I. PENDAHULUAN ................................................................................
1
1.1. Latar Belakang.............................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................
4
1.3. Tujuan Penelitian .........................................................................
5
1.4. Manfaat Penelitian .......................................................................
6
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................
6
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. .....
8
2.1. Teori Ekonomi Industri .......................................................... .....
8
2.2. Teori Structure-Conduct-Performance (SCP)......................... .....
9
2.2.1. Struktur Pasar Industri ................................................. .....
9
2.2.2. Perilaku Perusahaan .................................................... .....
14
2.2.3. Kinerja Pasar ............................................................... .....
15
2.3. Efisiensi Industri .................................................................... .....
17
2.4. Penelitian Terdahulu .............................................................. .....
17
2.5. Kerangka Pemikiran............................................................... .....
19
2.6. Hipotesis Penelitian ............................................................... .....
21
ii
III..METODE PENELITIAN................................................................ .....
22
3.1. Jenis dan Sumber Data ........................................................... .....
22
3.2. Metode Analisis ..................................................................... .....
22
3.2.1. Analisis Struktur Pasar ................................................ .....
23
3.2.2. Analisis Perilaku Industri ............................................ .....
25
3.2.3. Analisis Kinerja Industri.............................................. .....
25
3.2.4. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Industri
26
3.3. Uji Statistik dan Ekonometrika............................................... .....
27
IV. GAMBARAN UMUM ................................................................... .....
32
4.1. Karakteristik Industri Alas Kaki ............................................. .....
32
4.2. Perkembangan Industri Alas Kaki .......................................... .....
33
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... .....
37
5.1. Analisis Struktur Industri Alas Kaki....................................... .....
37
5.1.1. Pangsa Pasar................................................................ .....
37
5.1.2. Konsentrasi Rasio........................................................ .....
38
5.1.3. Hambatan Masuk Pasar ............................................... .....
40
5.2. Analisis Perilaku Industri Alas Kaki....................................... .....
43
5.2.1. Strategi Produk............................................................ .....
43
5.2.2. Strategi Promosi .......................................................... .....
44
5.2.3. Strategi Harga ............................................................. .....
45
5.2.4. Strategi Distribusi........................................................ .....
45
5.2.5. Kolusi.......................................................................... .....
46
5.3. Analisis Kinerja Industri Alas Kaki ........................................ .....
46
iii
5.4. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Industri ... .....
49
5.4.1. Hasil Uji Ekonometrika ............................................... .....
49
5.4.2. Hasil Estimasi Model .................................................. .....
50
VI. PENUTUP...................................................................................... .....
54
6.1. Kesimpulan............................................................................ .....
54
6.2. Saran...................................................................................... .....
55
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... .....
57
LAMPIRAN......................................................................................... .....
59
iv
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2009 dalam Miliar Rupiah.................
1
1.2. Persentase Peran Subsektor Industri Non Migas terhadap PDB Nasional Tahun 2008.......................................................................
3
2.1. Tipe-Tipe Pasar Berdasarkan Kondisi Utama ..................................
11
3.1. Identifikasi Jenis Konsentrasi Pasar .................................................
24
3.2. Kerangka Identifikasi Autokorelasi .................................................
30
5.1. Hasil Estimasi Model PCM .............................................................
51
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1. Hubungan Linier Struktur-Perilaku-Kinerja................................
9
2.2. Kerangka Pemikiran ...................................................................
20
4.1. Nilai Produksi Industri Alas Kaki Indonesia Tahun 1984-2008...
33
4.2. Nilai Penyerapan Tenaga Kerja Industri Alas Kaki Indonesia Tahun 1984-2008 .......................................................................
35
4.3. Peningkatan Jumlah Perusahaan Industri Alas Kaki Indonesia Tahun 1984-2008 .......................................................................
36
5.1. Nilai Rasio Konsentrasi Empat Perusahaan Terbesar (CR4) dalam Industri Alas Kaki Indonesia Tahun 1984-2008................
38
5.2. Nilai Minimun Efficiency of Scale Industri Alas Kaki Indonesia Tahun 1984-2008 .......................................................................
42
5.3. Nilai PCM Tahun 1984-2008 dalam Industri Alas Kaki..............
47
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1.
Halaman
Nilai Pangsa Pasar Delapan Perusahaan Terbesar (MSi) dalam Industri Alas Kaki Tahun 1984-2008..........................................
60
Nilai Produksi, Jumlah Tenaga Kerja dan Jumlah Perusahaan dalam Industri Alas Kaki Tahun 1984-2008................................
61
Nilai PCM, CR4, Produktivitas, Efisiensi dan MES Tahun 1984-2008 ..................................................................................
62
4.
Hasil Estimasi PCM ...................................................................
63
5.
Hasil Uji Kormogorov-Smirnov .................................................
64
6.
Hasil Uji White...........................................................................
64
2.
3.
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Sektor
industri
memiliki
peranan
yang
sangat
penting
dalam
perekonomian Indonesia. Selain dapat meningkatkan perekonomian, sektor industri juga dapat menjadi sumber devisa negara, dapat memperluas kesempatan usaha, dan memberikan lapangan pekerjaan. Hal ini terlihat dari peran sektor industri terhadap nilai PDB Indonesia yang paling besar dibandingkan dengan sektor-sektor lain. Tabel 1.1. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2009 dalam Miliar Rupiah No.
Lapangan Usaha
1.
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
2008*
2009**
247.163,6 (14,92 %)
253.881,7 (14,50 %)
262.402,8 (14,21 %)
271.509,3 (13,82 %)
284.620,7 (13,67 %)
296.369,3 (13,61 %)
2.
Pertambangan dan Penggalian
160.100,5 (9,66 %)
165.222,6 (9,44 %)
168.031,7 (9,10 %)
171.278,4 (8,72 %)
172.442,7 (8,28 %)
179.974,9 (8,27 %)
3.
Industri Pengolahan
469.952,4 (28,37 %)
491.561,4 (28,08 %)
514.100,3 (27,83 %)
538.084,6 (27,39 %)
557.764,4 (26,79 %)
569.550,8 (26,16 %)
4.
Listrik, Gas dan Air Bersih
10.897,6 (0,66 %)
11.584,1 (0,66 %)
12.251,0 (0,66 %)
13.517,0 (0,69 %)
14.993,6 (0,72 %)
17.059,8 (0,78 %)
5.
Konstruksi
96.334,4 (5,82 %)
103.598,4 (5,92 %)
112.233,6 (6,08 %)
121.808,9 (6,20 %)
130.951,6 (6,29 %)
140.184,2 (6,44 %)
6.
Perdagangan, Hotel dan Restoran
271.142,2 (16,37 %)
293.654,0 (16,77 %)
312.518,7 (16,92 %)
340.437,1 (17,33 %)
363.813,5 (17,47 %)
367.958,8 (16,90 %)
7.
Pengangkutan dan Komunikasi
96.896,7 (5,85 %)
109.261,5 (6,24 %)
124.808,9 (6,76 %)
142.326,7 (7,25 %)
165.905,5 (7,97 %)
191.674,0 (8,80 %)
8.
Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan
151.123,3 (9,12 %)
161.252,2 (9,21 %)
170.074,3 (9,21 %)
183.659,3 (9,35 %)
198.799,6 (9,55 %)
208.832,2 (9,59 %)
9.
Jasa-Jasa
152.906,1 (9,23 %)
160.799,3 (9,18 %)
170.705,4 (9,24 %)
181.706,0 (9,25 %)
193.024,3 (9,27 %)
205.371,5 (9,43 %)
1.656.516,8
1.750.815,2
1.847.126,7
1.964.327,3
2.082.315,9
2.176.975,5
Produk Domestik Bruto
2004
2005
2006
2007
Sumber : BPS, 2009
Tabel 1.1. menunjukkan bahwa nilai peran sektor industri dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, dengan nilai terbesar didapat pada tahun
2
2009 yaitu sebesar 569.550,8 miliar rupiah. Rata-rata peran sektor industri dalam PDB adalah 27,44 persen per tahun, nilai ini merupakan nilai tertinggi pertama dibanding sektor-sektor lainnya. Pentingnya sektor industri juga disampaikan oleh Dumairy (1996) dimana sektor Industri dapat dianggap sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam memajukan sebuah perekonomian. Produk-produk industri selalu memiliki terms of trade yang lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan produk-produk sektor lain. Hal ini disebabkan karena sektor industri memiliki variasi produk yang sangat beragam dan mampu memberikan manfaat marjinal yang tinggi kepada pemakainya. Pelaku bisnis (produsen, penyalur, pedagang, dan investor) lebih suka berkecimpung dalam bidang industri karena sektor ini memberikan marjin keuntungan yang lebih menarik. Berusaha dalam bidang industri dan berniaga hasil-hasil industri juga lebih diminati karena proses produksi serta penanganan produknya lebih bisa dikendalikan oleh manusia, tidak terlalu tergantung pada alam seperti musim atau keadaan cuaca. Sektor industri memiliki dua subsektor, yaitu subsektor migas dan non migas. Sebelum tahun 1980-an Indonesia masih menikmati perdagangan internasional dari komoditi migas, namun di tahun 1982 era boom minyak bumi telah berakhir, hal tersebut menyebabkan komoditi non migas semakin meningkat dalam memberikan kontribusi pada PDB nasional. Tahun 2008 subsektor industri non migas masih merajai perdagangan domestik maupun internasional. Tabel 1.2. memperlihatkan peran industri non
3
migas terhadap PDB sebesar 24,50 persen sedangkan industri migas sebesar 2,29 persen. Hal ini menjelaskan bahwa industri non migas memiliki peran lebih besar dibanding industri migas. Tabel 1.2. Persentase Peran Sub-Sektor Industri Non Migas Terhadap PDB Nasional Tahun 2008 No.
Sub-Sektor Industri Pengolahan A. Industri Migas
Nilai
Peran thd PDB
(Miliar Rupiah)
Nasional (%)
47.664
2,29
1.
Pengilangan Minyak Bumi
20.973
1,01
2.
Gas Alam Cair
26.691
1,28
510.102
24,50
B. Industri Non Migas 1.
Makanan. Minuman dan Tembakau
139.992
6,72
2.
Tekstil. Barang Kulit dan Alas Kaki
50.994
2,45
3.
Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya
20.336
0,98
4.
Kertas dan Barang Cetakan
25.477
1,22
5.
Pupuk. Kimia dan Barang dari Karet
68.390
3,28
6.
Semen dan Barang Galian Bukan Logam
15.991
0,77
7.
Logam Dasar. Besi dan Baja
8.045
0,39
8.
Alat Angkut. Mesin dan Peralatannya
177.178
8,51
9.
Barang Lainnya
3.770
0,18
Sumber : Kementrian Perindustrian, 2008
Tingginya peran sektor industri non migas terhadap PDB membuat pemerintah terus berupaya untuk mendorong perkembangan dari sektor industri ini. Salah satu sektor non migas yang didukung oleh pemerintah adalah industri alas kaki. Dukungan dari pemerintah tersebut diperkuat dengan adanya regulasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) yang diatur oleh Peraturan Presiden No. 7/2005 yaitu mengenai pengembangan industri alas kaki yang dinilai berpotensi dalam pembangunan nasional.
4
Alas kaki bisa berupa sepatu atau sandal yang dapat terbuat dari bahan dasar kulit hewan atau kulit shyntetis. Sepatu dan sandal merupakan jenis barang yang diperlukan dan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap orang. Segmen pasarnya pun tidak terbatas, mulai dari anak kecil sampai orang dewasa dan dalam setiap lapisan masyarakat. Jumlah penduduk yang semakin meningkat dan perubahan gaya hidup masyarakat menyebabkan permintaan alas kaki semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan pasar dunia cukup tinggi. Selain itu tingkat pertumbuhan produksi dan nilai tambah juga memperlihatkan kinerja alas kaki yang berfluktuatif. Menurut Departemen Perindustrian (2007), industri alas kaki memiliki beberapa potensi untuk berkembang seperti kebutuhan pasar dunia yang semakin meningkat dengan pertumbuhan dari tahun 2002 hingga 2005 sebesar 10,30 persen, ditambah besarnya potensi pasar domestik yang memiliki populasi penduduk lebih dari 220 juta jiwa. Segmen pasarnya pun tidak terbatas, mulai dari anak kecil sampai orang dewasa dan dalam setiap lapisan masyarakat. Perubahan gaya hidup masyarakat juga menyebabkan permintaan alas kaki semakin meningkat. Selain itu, industri-industri yang dapat menyediakan bahan baku bagi industri alas kaki semakin berkembang, seperti industri penyamakan kulit, industri imitasi kulit/shyntetis, industri lem serta industri pendukung lainnya.
1.2.
Rumusan Masalah Indonesia merupakan salah satu produsen alas kaki terbesar di dunia,
bahkan pernah menempati urutan ketiga dunia sebagai eksportir alas kaki
5
(Departemen Perindustrian, 2007). Namun karena adanya pasar bebas, banyak negara pesaing baru muncul yang berdampak besar pada persaingan pasar domestik maupun pasar internasional. Munculnya pasar bebas ini tidak serta merta menyurutkan perkembangan industri alas kaki di Indonesia, hal ini terlihat dari jumlah perusahaan yang terus bertambah dari tahun ke tahun. Jumlah perusahaan industri alas kaki tahun 1984 adalah sebanyak 61 perusahaan, dan angka tersebut terus meningkat hingga tahun 2008 menjadi sebanyak 513 perusahaan. Peningkatan jumlah perusahaan di tahun 2008 yang mencapai 8 kali lipat dari tahun 1984 ini membutuhkan pemahaman lebih dalam mengenai kondisi struktur, perilaku dan kinerja industri alas kaki agar industri ini dapat berkembang di era pasar bebas seperti ini. Berdasarkan penjelasan di atas rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1.
Bagaimana struktur industri alas kaki di Indonesia?
2.
Bagaimana perilaku industri alas kaki di Indonesia?
3.
Bagaimana kinerja industri alas kaki di Indonesia?
4.
Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi kinerja industri alas kaki di Indonesia?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah : 1.
Menganalisis struktur industri alas kaki di Indonesia.
6
2.
Menganalisis perilaku industri alas kaki di Indonesia.
3.
Menganalisis kinerja industri alas kaki di Indonesia.
4.
Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kinerja industri alas kaki di Indonesia.
1.4.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis
maupun pihak-pihak yang berkepentingan. Manfaat yang diharapkan tersebut antara lain : 1.
Bagi pemerintah atau instansi pengambil keputusan terkait, diharapkan dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan, baik dalam perencanaan maupun dalam pengambilan keputusan terkait dengan pengembangan industri alas kaki di Indonesia.
2.
Bagi pembaca diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan masukan dalam penelitian-penelitian selanjutnya.
3.
Bagi penulis diharapkan dapat menjadi tempat untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan sekaligus menambah pengalaman selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dan keterbatasan dalam penelitian ini adalah :
1.
Periode tahun analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah selama 25 tahun yaitu dari tahun 1984 sampai 2008.
7
2.
Industri yang dianalisis dalam penelitian ini adalah industri alas kaki besar dan sedang. Kode KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) untuk industri alas kaki ini mengalami perubahan sebanyak tiga kali, yaitu untuk periode tahun 1984-1989 kode KBLI adalah 32400, untuk periode tahun 1990-1997 kode KBLI adalah 324, dan untuk periode tahun 1998-2008 kode KBLI adalah 192.
3.
Analisis penelitian ini menggunakan beberapa variabel untuk melihat faktorfaktor yang memengaruhi kinerja. Kinerja industri alas kaki di Indonesia diwakili oleh variabel Price Cost Marginal (PCM). Variabel-variabel lain yang digunakan dalam mewakili faktor-faktor yang memengaruhi kinerja adalah rasio konsentrasi empat perusahaan (CR4), produktivitas (PROD), nilai efisiensi tenaga kerja (TK), dan nilai produksi (PR).
4.
Model yang digunakan untuk mengestimasi adalah model Ordinary Least Square (OLS) dengan data time series, karena model ini dianggap lebih sederhana dan mudah dibanding metode yang lainnya baik dalam penggunaan maupun pendeskripsian hasil regresi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Teori Ekonomi Industri Ekonomi industri merupakan suatu cabang khusus dalam ilmu ekonomi
yang menjelaskan alasan adanya pengorganisasian pasar dan bagaimana pengorganisasiannya memengaruhi cara kerja industri. Ekonomi industri menelaah struktur pasar dan perusahaan yang secara relatif lebih menekankan pada studi empiris faktor-faktor yang memengaruhi struktur, perilaku dan kinerja pasar. Kemudian, dalam ekonomi industri akan dipelajari mengenai langkahlangkah apa yang dilakukan perusahaan terhadap pesaingnya dan terhadap para konsumennya, dimana didalamnya meliputi harga, promosi atau periklanan, serta penelitian dan pengembangan (Martin dalam Kuncoro, 2007). Pengertian industri dalam arti sempit adalah kumpulan perusahaan yang menghasilkan produk sejenis di mana terdapat kesamaan dalam bahan baku yang digunakan, proses, bentuk produk akhir, dan konsumen akhir (Hasibuan dan Sudarman dalam Kuncoro, 2007). Industri dalam arti luas didefinisikan sebagai kumpulan perusahaan yang memproduksi barang dan jasa dengan elastisitas silang (cross elasticities of demand) yang positif dan tinggi (Kuncoro, 2007). Secara garis besar, industri didefinisikan sebagai kumpulan perusahaan yang memproduksi barang dan jasa sejenis, maupun sekelompok perusahaan yang bersifat substitusi.
9
2.2.
Teori Structure-Conduct-Performance (SCP) Teori structure-conduct-performance (SCP) merupakan teori yang dapat
digunakan untuk melihat bagaimana struktur, perilaku serta kinerja suatu industri. Structure mengacu pada struktur pasar yang didefinisikan oleh rasio konsentrasi pasar. Rasio konsentrasi pasar adalah rasio yang mengukur distribusi pangsa pasar dalam industri. Conduct merupakan perilaku perusahaan dalam industri. Perilaku ini bersifat persaingan (competitive) atau kerjasama (collusive), seperti misalnya dalam penetapan harga, iklan, produksi dan predation. Performance atau kinerja adalah ukuran efisiensi sosial yang biasanya didefinisikan oleh rasio market power (semakin besar kekuatan pasar semakin rendah efisiensi sosial). Ukuran kinerja yang lain adalah keuntungan perusahaan atau profitabilitas. Mason (Marthin, 1988) menduga ada hubungan langsung antara struktur pasar, perilaku perusahaan di dalam pasar, dan kinerja, meski dalam kenyataannya pengaruh tersebut tidak searah, melainkan kompleks dan interaktif. Hubungan linier sederhana antara struktur-perilaku-kinerja digambarkan sebagai berikut :
Struktur
Perilaku
Kinerja
Sumber: Marthin, 1988 Gambar 2.1 Hubungan Linier Struktur-Perilaku-Kinerja
2.2.1. Struktur Pasar Industri Hubungan
linier
sederhana
antara
struktur-perilaku-kinerja
memperlihatkan bahwa struktur pasar industri merupakan variabel yang penting untuk melihat pengaruh perilaku dan kinerja perusahaan yang ada dalam industri,
10
dan juga penting dalam menentukan perilaku perusahaan dalam industri itu sendiri. Ferguson (1988) dalam Saptia (2006) mengatakan bahwa ada beberapa makna dari struktur. Pertama, struktur menggambarkan karakteristik dan komposisi pasar dan industri di suatu ekonomi. Kedua, struktur juga dapat berarti jumlah dan ukuran distribusi perusahaan di suatu ekonomi secara keseluruhan. Selain sisi ekonomi, perusahaan yang semakin dominan di suatu negara juga memiliki implikasi positif. Menurut Jaya (2001), dalam struktur pasar terdapat tiga elemen pokok yang dapat dijelaskan yaitu pangsa pasar (market share), konsentrasi pasar (market concentration) dan hambatan-hambatan untuk masuk pasar (barrier to entry). a.
Pangsa Pasar (Market Share) Pangsa pasar adalah pangsa dari pendapatan penjualan total. Pangsa pasar
merupakan indikator yang paling penting dalam menentukan derajat kekuasaan monopoli, dalam skala ordinal (dibandingkan dari pangsa pasar yang tinggi atau paling rendah dalam pasar yang sama). Semakin tinggi pangsa pasar maka kekuasaan monopoli semakin besar, sedangkan jika pangsa pasarnya rendah maka kekuatan monopoli yang dimiliki akan semakin kecil atau bahkan tidak ada sama sekali (Shepherd, 1990). Pangsa pasar sering digunakan sebagai indikator proksi untuk melihat adanya kekuatan pasar dan menjadi indikator tentang seberapa pentingnya suatu perusahaan di dalam pasar. Setiap perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri, dan besarnya berkisar antara 0 hingga 100 persen dari total penjualan seluruh
11
pasar. Kesuksesan suatu perusahaan biasanya selain digambarkan oleh profit dan harga saham, juga ditentukan oleh besarnya pangsa pasar. Secara umum terdapat korelasi positif antara pangsa pasar dengan profitabilitas. Tabel 2.1. menunjukkan tipe-tipe pasar yang dilihat dari kondisi pangsa pasarnya. Tabel 2.1.
Tipe-Tipe Pasar Berdasarkan Kondisi Utama
Tipe Pasar
Kondisi Utama
Monopoli murni
Perusahaan menguasai 100 persen pangsa pasar.
Perusahaan yang dominan
Perusahaan minimal menguasai 50 persen dari pangsa pasar dan tanpa pesaing yang kuat.
Oligopoli ketat
Penggabungan 4 perusahaan terkemuka yang memiliki pangsa pasar 60 persen sampai dengan 100 persen. Kesempatan diantara mereka untuk menetapkan harga lebih mudah
Oligopoli sedang
Penggabungan 4 perusahaan terkemuka yang memiliki pangsa pasar sebesar 40 persen sampai 60 persen.
Oligopoli longgar
Penggabungan 4 perusahaan terkemuka yang memiliki pangsa pasar dibawah 40 persen.
Persaingan monopolistik
Banyak pesaing yang efektif dan tidak ada satupun yang memiliki pangsa pasar lebih dari 10 persen.
Persaingan murni
Terdapat lebih dari 50 pesaing dan tidak ada satupun yang memiliki pangsa pasar yang berarti
Sumber : Jaya, 2001 b. Konsentrasi Konsentrasi atau pemusatan merupakan kombinasi pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan “oligopolis” dimana mereka menyadari adanya saling ketergantungan. Kelompok perusahaan ini terdiri dari dua sampai delapan
12
perusahaan. Kombinasi pangsa pasar mereka membentuk suatu tingkat pemusatan dalam pasar. Faktor-faktor yang menyebabkan adanya konsentrasi adalah kemajuan teknologi, perlindungan yang berlebihan, penciptaan rintangan masuk, keringanan pajak dan subsidi, serta perilaku merger. Teori ekonomi memperkirakan bahwa kekuatan pasar lebih berlaku di dalam pasar yang menunjukkan tingkat konsentrasi yang tinggi. Kekuatan pasar dicerminkan oleh sedikitnya perusahaan yang menguasai pasar atau adanya perusahaan yang dominan dalam suatu industri. c.
Hambatan Masuk Pasar (Barier to Entry) Menurut Asian Development Bank dan Departemen Perindustrian dan
Perdagangan (2001) barrier to entry dapat didefinisikan sebagai setiap bentuk karakteristik pasar yang menghambat pendatang (entrant) baru untuk bersaing atas dasar yang sama dengan perusahaan yang sudah ada. Dalam definisi ini, kombinasi biaya yang hilang (sunk cost) dan skala ekonomi dapat menjadi barrier to entry. Menurut Shepherd (1990) adanya hambatan masuk akan menghalangi pesaing yang potensial untuk memasuki pasar dan menjadi pesaing yang sesungguhnya. Apapun yang mengurangi kemungkinan skala atau kecepatan dari masuknya perusahaan disebut sebagai hambatan masuk. Hambatan masuk dibagi menjadi dua jenis, yaitu hambatan eksogen dan hambatan endogen.
13
1.
Hambatan Eksogen Hambatan eksogen merupakan hambatan untuk masuk ke dalam pasar
yang sifatnya berada diluar kontrol dari leading firms dan merupakan suatu penyebab fundamental yang tidak dapat diubah. a.
Capital (Modal) Perusahaan yang dominan dan ukurannya lebih besar akan memperoleh
keuntungan berupa biaya yang murah dan persediaan modal yang cukup. Ini akan menjadi hambatan untuk masuk bagi industri yang bersifat padat modal (capital intensive). b.
Skala Ekonomi Skala ekonomi yang besar akan membuka pendatang baru untuk
berproduksi pada tingkat yang sama. Penambahan output oleh perusahaan baru mungkin relatif lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah permintaannya. Akibatnya harga produk akan jatuh, bahkan mungkin dibawah kurva biaya perusahaan baru tersebut. Sehingga tidak ada tempat bagi perusahaan lama dapat memenuhi jumlah permintaan yang efisien. c.
Diferensiasi Produk Diferensiasi produk muncul karena strategi periklanan dan pemasaran
yang bertujuan untuk memberikan pilihan bagi konsumen terhadap produk (merek) tertentu. d.
Diversifikasi Perusahaan yang melakukan diversifikasi dapat melimpahkan sumberdaya
yang berlebih pada setiap cabang untuk mencegah masuknya pendatang baru.
14
e.
Intensitas Penelitian dan Pengembangan Pendatang baru yang ingin berpartisipasi dalam pasar yang mengandalkan
keunggulan teknologi memerlukan biaya penelitian dan pengembangan yang besar. f.
High Durability of Firm Spesific Capital Sunk cost adalah investasi yang dikeluarkan oleh investor yang tidak
memiliki kegunaan lain selain untuk poyek tersebut, atau dimana investasi tersebut tidak dapat dijual kembali untuk kegiatan industri lain. Sunk cost yang besar akan mengurangi keinginan dari pendatang baru masuk ke dalam pasar karena resiko yang terlalu besar. g.
Integrasi Vertikal Jika integrasi vertikal efisien, pesaing harus masuk dalam dua tigkatan
atau lebih agar dapat menyesuaikan dengan struktur biaya perusahaan lama. Hal ini membutuhkan banyak modal, penelitian dan pengembangan yang sering menaikkan resiko. 2.
Hambatan Endogen Hambatan yang termasuk ke dalam hambatan endogen antara lain
kebijakan harga dari establish firm, penciptaan kelebihan kapasitas, image dari loyalitas merk suatu produk, strategi penguasaan produk, dan strategi bahan baku.
2.2.2. Perilaku Industri Greer dalam Sofriza (2002) menyatakan bahwa conduct adalah perilaku perusahaan dalam menentukan harga, tingkat produksi, produk, iklan, dan
15
perilaku terhadap pesaingnya (kolusi/kartel). Fokus utama dari perilaku perusahaan adalah bagaimana perusahaan bereaksi terhadap kondisi struktur pasar indutri dan interaksi pesaingnya. Kontrol terhadap harga menggambarkan kekuasaan perusahaan atas market power. Market power adalah kemampuan perusahaan untuk memengaruhi harga pasar dan atau mengalahkan pesaing. Perilaku akan berdampak pada strategi perusahaan, keuntungan perusahaan, hambatan untuk memasuki pasar, posisi perusahaan dalam industri, dan memengaruhi perilaku pesaingnya. Menurut Hasibuan (1993), yang perlu diperhatikan dalam menilai derajat persaingan suatu pasar adalah perilaku dari peusahaan-perusahaan yang berada dalam industri yang bersangkutan. Perilaku dalam hal ini adalah pola tanggapan dan penyesuaian suatu industri di dalam pasar untuk mencapai tujuannya. Suatu industri melakukan penyesuaian untuk melakukan peranannya di dalam pasar sehingga tercapai tujuannya. Perilaku ini jelas terlihat pada penentuan harga, promosi, koordinasi kegiatan dalam pasar dan juga kebijaksanaan produk. Dalam pengertian koordinasi terjadi sangat luas seperti kolusi.
2.2.3. Kinerja Pasar Kinerja pasar atau industri adalah hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku industri (Hasibuan,1993). Kinerja dalam kaitannya dengan ekonomi memiliki banyak aspek, antara lain adalah produktivitas, kemajuan teknologi, dan keadilan.
16
1.
Produktivitas Kohler’s Dictionary for Accountants dalam Moelyono (1993) menyatakan
bahwa produktivitas didefinisikan sebagai hasil yang didapat dari setiap proses produksi dengan menggunakan satu atau lebih faktor produksi. Produktivitas dapat dinyatakan dalam ukuran fisik (physical productivity) dan ukuran financial (financial productivity). Secara umum produktivitas dapat dilihat sebagai ukuran efisiensi dalam memproduksi output dengan sejumlah input tertentu dalam suatu proses produksi dan dalam periode tertentu. Ukuran produktivitas ini didasarkan pada rasio indeks output agregat terhadap kuantitas input tertentu, terutama input tenaga kerja (Purba, 2005). Faktor-faktor produksi atau input tersebut terkait langsung dengan pertumbuhan produktivitas. 2.
Kemajuan Teknologi Melalui penemuan dan pembaharuan teknologi, orang dapat membuat
suatu karya yang baru serta meningkatkan produktivitas suatu produksi barang yang sudah ada. Jika hal ini bekerja dengan baik, produksi-produksi baru ditawarkan, biaya-biaya menurun, dan harga-harga yang turun akan memperbesar keuntungan konsumen (Jaya, 2001). 3.
Keadilan Keadilan yang dimaksud dalam hal ini adalah keadilan dalam hal
pendistribusian. Hal ini sangat erat kaitannya dengan efisiensi dalam pengalokasian. Keadilan memiliki tiga dimensi pokok yaitu kesejahteraan, pendapatan dan kesempatan.
17
2.3.
Efisiensi Industri Nilai output suatu industri pengolahan merupakan nilai keluaran yang
dihasilkan dari proses kegiatan industri yang berupa barang yang dihasilkan, tenaga listrik yang dijual, jasa industri, keuntungan jual beli, pertambahan stok barang setengah jadi dan penerimaan lain (Statistik Indonesia, 2009). Sedangkan biaya input adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses industri yang berupa bahan baku, bahan bakar, barang lainnya diluar bahan baku/bahan penolong, jasa industri, sewa gedung, dan biaya jasa non industri (Statistik Indonesia, 2009). =
(2.1)
Menurut Badan Pusat Statistik (2000), efisiensi merupakan hasil dari biaya input yang dibagi dengan nilai output (persamaan 2.1). Efisiensi ini digunakan untuk melihat perbandingan antara input yang dipakai dengan output yang dihasilkan. Ketika nilai efisiensi turun dari 0,64 menjadi 0,60 berarti biaya yang diperlukan oleh industri besar dan sedang dalam menghasilkan setiap satu rupiah output turun dari 0,64 rupiah menjadi 0,60 rupiah. Maka dari itulah jika nilai efisiensi menurun maka dapat dikatakan efisiensi semakin baik, dikarenakan biaya input yang digunakan menurun. Namun sebaliknya jika nilai efisiensi meningkat, maka dikatakan efisiensi dari suatu industri menurun karena untuk menghasilkan satu satuan output dibutuhkan biaya yang lebih besar (Probokawuryan, 2010).
2.4.
Penelitian Terdahulu Sunengcih (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Struktur,
Perilaku dan Kinerja Industri Minuman Ringan di Indonesia, menggunakan
18
pendekatan Structure Conduct Performance (SCP) dan Ordinary Least Square (OLS) untuk melihat bagaimanakah struktur, perilaku dan kinerja industri minuman ringan di Indonesia, serta faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kinerja industri tersebut. Hasil penelitian menunjukkan struktur pasar dalam industri minuman ringan adalah oligopoli sedang. Berdasarkan analisis perilaku perusahaan pada industri minuman ringan di Indonesia perilaku yang terjadi adalah strategi produk, strategi harga dan strategi promosi. Hasil estimasi model menunjukkan bahwa dari empat variabel independen (CR4, efisiensi, MES, dan Usaha atau jumlah perusahaan) yang dirumuskan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen adalah efisiensi dan Usaha (jumlah perusahaan). Penelitian Putra (2009) yang berjudul Analisis Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Pulp dan Kertas di Indonesia juga menggunakan pendekatan Structure Conduct Performance (SCP) dan Ordinary Least Square (OLS). Industri pulp dan kertas memiliki struktur industri tergolong oligopoli ketat. Perilaku yang terjadi dalam industri ini adalah strategi produk, strategi harga dan strategi distribusi. Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja industri pulp dan kertas secara signifikan adalah Growth, efisiensi, MES dan ekspor. Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap kinerja adalah CR4 dan krisis. Berdasarkan analisis Structure Conduct Performance (SCP) dalam penelitian Winsih (2007) yang berjudul Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Manufaktur Indonesia, industri ini memiliki struktur oligopoli longgar, sedang dan ketat. Sedangkan perilaku pasarnya dapat dilihat dari strategi harga, strategi produk dan promosi, strategi distribusi dan perilaku kolusi. Dengan
19
menggunakan pendekatan panel data terlihat bahwa variabel produktivitas dan efisiensi berpengaruh nyata terhadap kinerja industri manufaktur. Sedangkan variabel CR4, Growth, ekspor dan impor tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja industri ini.
2.5.
Kerangka Pemikiran Industri alas kaki di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk
berkembang. Hal ini terbukti dengan tercatatnya Indonesia sebagai produsen alas kaki yang masuk peringkat sepuluh besar dunia. Selain itu, nilai produksi industri ini mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan tingkat penyerapan tenaga kerja pun terbilang stabil dan cukup tinggi. Adanya pasar bebas membuat banyaknya negara pesaing yang masuk baik di pasar domestik maupun pasar internasional. Namun, hal ini tidak menyurutkan perkembangan industri alas kaki. Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah perusahaan dalam industri alas kaki. Tahun 1984 jumlah perusahaan dalam industri ini hanya 61 perusahaan, berbeda jauh dengan jumlah perusahaan di tahun 2008 yang mencapai 513 perusahaan. Peningkatan jumlah perusahaan di tahun 2008 yang mencapai 8 kali lipat dari tahun 1984 ini membutuhkan pemahaman lebih dalam mengenai kondisi struktur, perilaku dan kinerja industri alas kaki agar industri ini dapat berkembang di era pasar bebas seperti ini. Analisis tersebut selanjutnya menggunakan pendekatan Structure Conduct Performance (SCP). Struktur dapat dilihat dari pangsa pasar masing-masing perusahaan (MSi), konsentrasi pasar empat perusahaan terbesar pada industri
20
(CR4) dan hambatan masuk pasar pada industri (MES). Sedangkan perilaku dilihat dari strategi-strategi yang diambil oleh perusahaan-perusahaan dalam industri yang dipengaruhi oleh struktur industri alas kaki. Kinerja dilihat melalui Price Cost Marginal (PCM) yaitu keuntungan perusahaan dan produktivitas yang menunjukkan tingkat produktivitas industri. Penelitian ini juga akan melihat faktor-faktor yang memengaruhi kinerja industri alas kaki. Variabel dependen yang digunakan adalah Price Cost Marginal (PCM) yaitu keuntungan perusahaan, sedangkan variabel independen yang digunakan
adalah
CR4
(rasio
konsentrasi
empat
perusahaan
terbesar),
produktivitas (PROD), nilai efisiensi tenaga kerja (TK), dan nilai produksi (PR). Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.2.. Industri Alas Kaki
Struktur : Pangsa Pasar Rasio Konsentrasi Hambatan masuk pasar
Perilaku: Strategi Produk Strategi Promosi Strategi Harga Strategi Distribusi Kolusi
Ordinary Least Square (OLS)
Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja : CR4, PROD, TK, PR
Kinerja: Tingkat keuntungan Produktivitas
Analisis Struktur, Perilaku, Kinerja Industri alas Kaki di Indonesia Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran
21
2.6.
Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian yang digunakan adalah :
1.
Concentration Ratio empat perusahaan terbesar (CR4) diduga memiliki pengaruh positif terhadap Price Cost Marginal (PCM). Semakin tinggi konsentrasi suatu industri maka semakin besar tingkat keuntungan yang diperoleh. Konsentrasi adalah kekuatan pasar yang dicerminkan oleh sedikitnya perusahaan yang menguasai pasar.
2.
Produktivitas (PROD) diduga memiliki pengaruh positif terhadap Price Cost Marginal (PCM). Produktivitas merupakan perbandingan antara nilai output dan nilai input. Nilai output dalam penelitian ini ditunjukkan oleh nilai tambah. Semakin tinggi nilai tambah, semakin tinggi pula nilai produktivitas. Semakin produktif suatu perusahaan maka tingkat keuntungan perusahaan akan meningkat.
3.
Nilai efisiensi diduga memiliki pengaruh negatif terhadap keuntungan. Nilai efisiensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perbandingan antara biaya input tenaga kerja dengan nilai output. Semakin kecil biaya yang digunakan maka akan semakin efisien suatu industri. Semakin efisien suatu industri maka keuntungan industri pun akan meningkat.
4.
Nilai produksi diduga memiliki pengaruh positif terhadap Price Cost Marginal (PCM). Semakin tinggi nilai produksi maka tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan akan semakin meningkat.
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
tahunan selama 25 tahun yaitu dari periode tahun 1984 sampai tahun 2008. Sumber data diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Bagian Industri Besar dan Sedang Badan Pusat Statistik, Kementrian Perindustrian, perpustakaan IPB, hasil penelitian terdahulu, dan literatur lainnya. Industri alas kaki yang diteliti pada penelitian adalah industri alas kaki berkode 32400, 324, dan 192 yaitu industri alas kaki besar dan sedang secara keseluruhan.
3.2.
Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis perilaku
industri alas kaki di Indonesia. Sedangkan metode kuantitatif
menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan Structure-Conduct-Performance (SCP) untuk menganalisis struktur dan kinerja industri alas kaki, dan pendekatan Ordinary
Least
Square
(OLS)
untuk
menganalisis
faktor-faktor
yang
memengaruhi kinerja industri alas kaki di Indonesia dengan bantuan software Microsoft Excel 2007 dan Minitabs 14.
23
3.2.1. Analisis Struktur Pasar Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui struktur industri alas kaki di Indonesia adalah pangsa pasar (MSi), rasio konsentrasi beberapa perusahaan besar (CRn) dan hambatan masuk pasar. a. Pangsa Pasar Setiap perusahaan memiliki pangsa pasar yang berbeda-beda dengan nilai yang berkisar antara 0 sampai 100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Pangsa pasar menggambarkan pembagian keuntungan yang diperoleh perusahaan dari hasil penjualannya. MSi =
x 100%
(3.1)
Dimana : MSi
= Pangsa pasar perusahaan i (persen)
si
= Penjualan prusahaan i (Rp)
stot
= Penjualan total seluruh perusahaan (Rp)
b. Rasio Konsentrasi Penghitungan rasio konsentrasi memerlukan data mengenai ukuran pasar secara keseluruhan dan ukuran perusahaan yang memimpin pasar yaitu dua hingga delapan perusahaan terbesar yang menguasai pasar. Penghitungan pangsa pasar digunakan untuk mengetahui rasio konsentrasi. Pangsa pasar adalah perbandingan jumlah penjualan dari perusahaan alas kaki terbesar terhadap total penjualan industri alas kaki di Indonesia. Rasio konsentrasi perusahaan (CRn) adalah penjumlahan dari konsentrasi beberapa perusahaan terbesar.
24
CRn = ∑
Keterangan :
MS
(3.2)
CRn
: Rasio konsentrasi beberapa perusahaan alas kaki terbesar (persen)
MSi
: Persentase pangsa pasar dari perusahaan ke-i (persen)
Tabel 3.1.
Identifikasi Jenis Konsentrasi Pasar
Struktur Pasar Industri
Kondisi Utama
Monopoli
CR1 = 100 persen
Perusahaan Dominan
CR1 = 50 persen
Oligopoli Ketat
60 persen ≤ CR4 ≤ 100 persen
Oligopoli Sedang
40 persen ≤ CR4 ≤ 60 persen
Oligopoli Longgar
CR4 < 40 persen
Persaingan Monopolistik
CRi < 10 persen
Persaingan Sempurna
CRi ϵ0 persen ; i > 50
Sumber : Jaya, 2001
c. Hambatan Masuk Pasar Hambatan masuk pasar dapat disebabkan oleh munculnya persaingan bisnis yang semakin ketat. Salah satu cara yang digunakan untuk melihat hambatan masuk adalah dengan mengukur skala ekonomis yang dilihat melalui output perusahaan yang menguasai pasar. Nilai output tersebut kemudian dibagi dengan output total industri. Data ini disebut sebagai Minimum Efficiency Scale (MES). MES =
(
(
)
)
x 100%
(3.3)
Hambatan masuk pasar dapat dilihat dari mudah atau tidaknya pesaingpesaing untuk masuk pasar. Selain dilihat dari ukuran skala ekonomis, hambatan
25
masuk pasar juga dibagi menjadi dua yaitu hambatan teknis yang terjadi karena ketidakmampuan teknis dan hambatan legal berupa undang-undang khusus atau hak khusus seperti hak paten. Hambatan masuk pasar ini tidak hanya dalam bentuk perangkat-perangkat yang legal, tetapi juga dapat terjadi secara alami.
3.2.2. Analisis Perilaku industri Analisis perilaku industri dalam industri alas kaki di Indonesia akan dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Hal ini dilakukan karena variabel yang mencerminkan perilaku bersifat kualitatif yang sulit untuk dikuantitatifkan. Analisis perilaku industri digunakan untuk melihat tingkah laku serta strategi yang diterapkan oleh perusahaan dalam suatu industri untuk merebut pangsa pasar dan mengalahkan pesaingnya.
3.2.3. Analisis Kinerja Industri Analisis kinerja industri alas kaki dilihat melalui nilai Price Cost Marginal (PCM) dan nilai efisiensi internal (X-eff) yang menggambarkan besarnya produktifitas. Nilai PCM menunjukkan persentase atau proksi keuntungan dari suatu industri, dalam penelitian ini yaitu industri alas kaki. Nilai PCM diperoleh dengan menggunakan rumus : PCM =
x 100%
(3.4)
Produktivitas (X-eff) digunakan untuk melihat tingkat produktivitas industri. Secara umum produktivitas dinyatakan sebagai perbandingan antara nilai output dan nilai inputnya. Produktivitas dalam penelitian ini diukur dengan
26
menggunakan perbandingan antar nilai output yang diwakili oleh nilai tambah industri dengan biaya input. Nilai tambah adalah nilai output dikurangi seluruh biaya input selain biaya tenaga kerja. Untuk memperoleh nilai produktivitas menggunakan rumus : Produktivitas =
x 100%
(3.5)
3.2.4. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Industri Analisis faktor-faktor yang memengaruhi kinerja industri alas kaki di Indonesia dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier berganda atau Ordinary Least Square (OLS). Metode ini digunakan karena dianggap lebih sederhana dan mudah dibanding metode yang lainnya baik dalam penggunaan maupun pendeskripsian hasil regresi. Variabel yang mewakili kinerja sekaligus yang dijadikan sebagai variabel tak bebas (dependent) yaitu PCM yang mencerminkan keuntungan dari suatu industri. Variabel bebas (independent) yang digunakan dalam model terdiri dari konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar (CR4), produktivitas (PROD), nilai efisiensi tenaga kerja (TK), dan nilai produksi (PR).
Persamaan yang akan
diestimasi adalah: PCMt = b0 + b1CR4t + b2PRODt + b3TKt + b4ln PRt + Ut Dimana : PCM
= Proksi keuntungan perusahaan (persen)
CR4
= Konsentrasi empat perusahaan terbesar (persen)
PROD
= Nilai produktivitas (persen)
(3.6)
27
TK
= Nilai efisiensi tenaga kerja (persen)
PR
= Nilai produksi (rupiah)
U
= Sisa/galat
b0
= intersep
b1,b2,b3, b4, b5,
= nilai dugaan besaran parameter
t
= tahun ke-t Variabel efisiensi tenaga kerja (TK) diduga dapat mempengaruhi kinerja
industri karena variabel ini mencerminkan efisiensi biaya untuk menghasilkan output yang optimum. Nilai efisiensi tenaga kerja (TK) dapat dihitung dengan membagi nilai input tenaga kerja dengan nilai ouput yang dihasilkan. Nilai efisiensi tenaga kerja (TK) =
(3.8)
Variabel nilai produksi (PR) juga diduga dapat memengaruhi kinerja industri sebagai variabel yang mencerminkan sisi permintaan yang dipengaruhi oleh perilaku industri alas kaki. Hal ini karena nilai produksi industri alas kaki dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan.
3.3.
Uji Statistik dan Ekonometrika Setelah menentukan parameter estimasi maka langkah selanjutnya yang
dilakukan adalah melakukan pengujian terhadap parameter estimasi tersebut agar suatu model dapat dikatakan baik. Pengujian-pengujian tersebut yaitu uji statistik terhadap model penduga melalui uji F dan pengujian untuk parameter-parameter regresi melalui uji t serta melihat berapa persen variabel bebas dapat dijelaskan oleh variabel-variabel terikatnya melalui koefisien determinasi (R-squared). Uji
28
ekonometrika
yang
akan
dilakukan
antara
lain
uji
autokorelasi,
uji
multikolinearitas, dan uji heterokedastisitas. a. Uji R-Squared (R2) Uji ini digunakan dalam mengukur tingkat keberhasilan model regresi yang digunakan untuk memprediksi nilai variabel terikat. Nilai R2 memiliki dua sifat yaitu memiliki besaran positif dan besarnya adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. Jika R2 sebesar nol, maka hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas. Sedangkan jika R2 sebesar satu maka terdapat kecocokan yang sempurna antara variabel terikat dengan variabel bebas. b. Uji F Probability F-statistic digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh secara keseluruhan dari variabel bebas terhadap PCM. Hipotesis untuk melakukan uji F-statistik adalah : H0 : semua βi = 0, artinya tidak ada variabel bebas yang berpengaruh terhadap PCM H1 : βi ≠ 0, artinya minimal ada satu vaiabel bebas yang berpengaruh terhadap PCM Apabila probability F-statistik kurang dari taraf nyata (prob < α), maka kesimpulannya adalah tolak H0, artinya minimal ada satu variabel bebas yang mempengaruhi PCM secara nyata. Namun sebaliknya jika probability F-statistik lebih besar dari taraf nyata (prob > α), maka dapat disimpulkan terima H0, artinya tidak ada variabel bebas yang berpengaruh terhadap PCM.
29
c. Uji t Probability t-statistik menunjukkan besarnya pengaruh nyata untuk masing-masing variabel. Apabila probability untuk masing-masing variabel bebas bernilai lebih kecil dari taraf nyata (prob < α), maka dapat disimpulkan variabel bebas tersebut berpengaruh nyata. Begitu pula sebaliknya, jika probability lebih besar dari taraf nyata (prob > α), maka variabel bebas tersebut tidak mempengaruhi PCM. d. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas didefinisikan sebagai adanya korelasi yang kuat antar variabel bebas pada model persamaan. Multikolinearitas dapat menyebabkan koefisien variabel bebas cenderung tidak signifikan terhadap variabel respon. Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat koefisien korelasi antar variabel bebas yang terdapat pada matriks korelasi. Jika terdapat koefisien yang lebih besar dari |0,8| maka dapat disimpulkan terjadi multikolinearitas pada model persamaan yang digunakan. e. Uji Autokorelasi Autokrelasi dapat memengaruhi efisiensi dari estimatornya. Untuk mendeteksi adanya korelasi serial adalah dengan melihat nilai Durbin Watson (DW). Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi, maka dilakukan dengan membandingkan DW statistiknya dengan DW tabel. Adapun kerangka identifikasi autokorelasi terangkum pada Tabel 3.2.
30
Korelasi serial ditemukan jika error pada periode waktu yang berbeda saling berkorelasi. Jika ditemukan korelasi serial, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Tabel 3.2.
Kerangka Identifikasi Autokorelasi Nilai DW
Hasil
4-d1 < DW < 4
Tolak H0, korelasi serial negatif
4-d1 < DW < 4-d1
Hasil tidak dapat ditentukan
2 < DW < 4-du
Terima H0, tidak ada korelasi serial
d u < DW < 2
Terima H0, tidak ada korelasi serial
d 1 < DW < d u
Hasil tidak dapat ditentukan
0 < DW < d1
Tolak H0, korelasi serial positif
Sumber : Gujarati, 1995
f. Uji Heteroskedastisitas Suatu fungsi dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedastisitas (tidak terjadi heteroskedastisitas) atau memiliki ragam error yang sama. Heteroskedastisitas tidak merusak ketakbiasan dan konsistensi dari penaksir Ordinary Least Square (OLS), tetapi penaksir tadi tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil maupun besar (yaitu asimtotik) (Gujarati, 1978). Gejala adanya Heteroskedastisitas dapat ditunjukkan oleh Probability Obs*R-squared pada uji Heteroskedasticity. Kriteria uji yang digunakan : 1. Jika nilai Probability Obs*R-squared > taraf nyata (α) yang digunakan, maka persamaan tidak mengalami heteroskedastisitas. 2. Jika nilai Probability Obs*R-squared < taraf nyata (α) yang digunakan, maka persamaan mengalami heteroskedastisitas.
31
g. Uji Normalitas Uji ini dilakukan kerena data yang digunakan kurang dari 30. Uji ini digunakan untuk melihat apakah error term mendekati distribusi normal. Kriteria uji yang digunakan : 1. Jika diperoleh nilai probabilitas Jarque Bera ≥ taraf nyata (α), maka model tidak memiliki masalah normalitas masalah normalitas atau dapat dikatakan error term terdistribusi secara normal. 2. Jika diperoleh nilai probabilitas Jarque Bera ≤ taraf nyata (α), maka model memilki masalah normalitas atau dapat dikatakan error term tidak terdistribusi secara normal.
IV. GAMBARAN UMUM
4.1.
Karakteristik Industri Alas Kaki Industri alas kaki di Indonesia sangat beragam dan tersebar di banyak
provinsi dengan bentuk industri kecil, sedang dan besar. Mereka masing-masing memiliki segmen pasar yang berbeda-beda. Industri alas kaki dalam skala kecil memiliki karakteristik bersifat padat karya yaitu lebih menekankan pada penggunaan tenaga kerja daripada modal, sensitif terhadap perubahan model dan masih menggunakan teknologi yang sederhana. Biasanya industri alas kaki yang berskala kecil merupakan usaha turun temurun keluarga yang melibatkan semua anggota keluarga dan memiliki pekerja kurang dari 20 orang. Industri kecil ini masih sulit untuk mengembangkan usahanya. Hal ini dikarenakan masih kurangnya kesadaran untuk meningkatkan dan menjaga kualitas, selain itu masih sulitnya mendapatkan modal dan kesulitan dalam mendistribusikan hasil produksi. Hasil produk industri alas kaki berskala kecil ini biasanya berupa alas kaki keperluan sehari-hari, beberapa jenis diantaranya adalah sepatu kulit/kasual dan sandal kulit yang sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan lokal. Industri alas kaki dalam skala besar pada umunya berupa pabrikan untuk membuat produk bermerk (branded) berdasarkan job order dari pemegang merk terkenal (buyer) di luar negeri, seperti produk alas kaki Nike, Adidas atau Reebok. Keseluruhan bahan baku, design, dan teknologi berasal dari pihak buyer, sehingga kesempatan bagi pabrikan untuk mengembangkan design dan merk mereka sendiri sangat kecil. Jenis produk yang dihasilkan oleh industri besar pada
33
umumnya adalah sepatu olahraga, alas kaki yang berbahan sintetis atau karet, dan sepatu kulit yang dirancang khusus seperti ski-boot untuk melayani pasar internasional terutama Amerika dan Uni Eropa.
4.2.
Perkembangan Industri Alas Kaki Periode tahun 1984 hingga tahun 2008, industri alas kaki secara
keseluruhan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Perkembangan industri alas kaki dapat dilihat dari beberapa hal berikut : 1.
Nilai produksi 35000 30000
Juta Rupiah
25000 20000 15000 10000 5000
1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
0
Sumber : BPS, 1984-2008 (diolah)
Gambar 4.1. Nilai Produksi Industri Alas Kaki Indonesia Tahun 1984-2008 Gambar 4.1. memperlihatkan nilai produksi industri alas kaki dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Tahun 1984 nilai produksi indusrtri alas kaki hanya mencapai 56,89 miliar rupiah. Angka ini termasuk kecil, karena memang pada tahun 1984 industri alas kaki belum menjadi prioritas untuk dikembangkan oleh pemerintah. Tahun-tahun berikutnya hingga tahun 2002 nilai produksi cenderung
34
meningkat tajam hingga mencapai 17.931,02 miliar rupiah. Nilai produksi mulai menurun hingga tahun 2005 yaitu sebesar 15.142,07 miliar rupiah. Tahun 2005 dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang diatur oleh Peraturan Presiden No. 7/2005 pemerintah menyatakan bahwa industri alas kaki merupakan industri yang diproritaskan untuk dikembangkan karena dinilai berpotensi dalam pembangunan nasional. Hal ini membuat nilai produksi meningkat hingga tahun 2008 yang mencapai 30.583,11 miliar rupiah. Dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, peningkatan nilai produksi tahun 2008 merupakan nilai yang sangat besar, hal ini membuktikan bahwa peran pemerintah dalam pengembangan industri alas kaki sangat penting. 2.
Penyerapan Tenaga Kerja Gambar 4.2. memperlihatkan tren grafik nilai penyerapan tenaga kerja
industri alas kaki cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan bahwa industri alas kaki cukup baik dalam menyerap tenaga kerja, sehingga secara langsung bisa menurunkan jumlah pengangguran. Tahun 1984 hingga tahun 1996 penyerapan tenaga kerja industri alas kaki terus meningkat, bahkan di tahun 1996 tenaga kerja yang diserap mencapai 301.748 orang . Sama halnya dengan jumlah perusahaan yang semakin bertambah dari tahun ke tahun, di tahun 1996 jumlah perusahaan mencapai 420 perusahaan. Tahun selanjutnya, yaitu tahun 1997 hingga tahun 2007 jumlah tenaga kerja yang diserap mengalami penurunan menjadi 187.326 orang, hal ini diduga krisis di tahun 1998 sehingga berdampak pada industri ini. Namun di tahun 2008 tenaga
35
kerja yang diserap oleh industri alas kaki meningkat hingga mencapai 315.293 orang. 350000 300000
Orang
250000 200000 150000 100000 50000
1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
0
Sumber: BPS, 1984-2008 (diolah)
Gambar 4.2. Nilai Penyerapan Tenaga Kerja Industri Alas Kaki Indonesia Tahun 1984-2008 Jika dilihat nilai penyerapan tenaga kerja cenderung stabil meskipun mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena Indonesia memiliki pasar domestik yang besar, dan hal tersebut diperlihatkan oleh nilai produksi yang terus meningkat (Gambar 4.1). Oleh karena itu, industri alas kaki memiliki potensi yang cukup besar dalam penyerapan tenaga kerja. 3.
Jumlah Perusahaan Jumlah perusahaan industri alas kaki dari tahun ke tahun terus meningkat
(Gambar 4.3.). Tahun 1984 jumlah perusahaan dalam industri alas kaki hanya 61 perusahaan, tahun selanjutnya yaitu tahun 1985 jumlah perusahaan meningkat hampir dua kali lipat yaitu sebanyak 116 perusahaan. Tahun-tahun berikutnya, jumlah perusahaan cenderung meningkat, hingga tahun 2000, jumlah perusahaan mencapai 420. Namun, tahun 2001 mengalami penurunan menjadi 361
36
perusahaan hingga tahun 2004 yang turun menjadi 327 perusahaan. Tahun 2005 jumlah perusahaan kembali meningkat hingga tahun 2008 hingga 513 perusahaan, yang jumlahnya delapan kali lipat dari jumlah perusahaan di tahun 1984. 600 500 400 300 200 100
1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
0
Sumber : BPS, 1984-2008 (diolah)
Gambar 4.3. Peningkatan Jumlah Perusahaan Industri Alas Kaki Indonesia Tahun 1984-2008 Secara agregat jumlah perusahaan yang meningkat akan menyebabkan adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja, dan juga peningkatan jumlah produksi. Hal ini terlihat dalam Gambar 4.1., 4.2., dan 4.3. yang cenderung memiliki tren yang serupa.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Analisis Struktur Industri Alas Kaki Analisis struktur industri alas kaki dapat dijelaskan melalui tiga hal yaitu
pangsa pasar dari masing-masing perusahaan dalam suatu industri (MSi), rasio konsentrasi beberapa perusahaan terbesar (CRn), dan hambatan masuk pasar dari industri.
5.1.1. Pangsa Pasar Pangsa pasar menggambarkan persentase penjualan masing-masing perusahaan dengan penjualan dari total perusahaan yang ada dalam industri. Dalam industri alas kaki, jumlah perusahaan dari tahun ke tahun terus meningkat, bahkan di tahun 2008 jumlah perusahaan industri ini mencapai 513 perusahaan. Perusahaan terbesar (MS1) dalam industri alas kaki memiliki 18,81 persen pangsa pasar dari seluruh pangsa pasar yang tersedia. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan terbesar dalam industri alas kaki bukan bentuk sebuah pasar monopoli, karena ciri dari perusahaan monopoli yaitu memiliki seluruh pangsa pasar yang tersedia. Perusahaan terbesar kedua (MS2) memiliki pangsa pasar sebesar 8,01 persen, sedangkan perusahaan terbesar ketiga (MS3) memiliki pangsa pasar sebesar 5,33 persen, dan perusahaan keempat (MS4) memiliki pangsa pasar sebesar 4,38 persen. Perusahaan kelima (MS5) memiliki pangsa pasar di bawah 4 persen yaitu sebesar 3,86 persen dan pangsa pasar perusahaan selanjutnya semakin kecil hingga perusahaan kedelapan (MS8) pangsa pasarnya di bawah 3
38
persen yaitu sebesar 2,86 persen (Lampiran 1.). Sebagian besar perusahaan dalam industri alas kaki memiliki pangsa pasar dibawah 0,2 persen dari 513 perusahaan yang ada dalam industri ini,. Hal ini mengindikasikan, dalam industri alas kaki terdapat dua kelompok berbeda, yaitu kelompok kecil dengan perusahaanperusahaan dominan yang memiliki pangsa pasar yang besar dan kelompok besar yang tidak memiliki kekuatan pasar, karena perusahaan-perusahaan tersebut memiliki pangsa pasar yang sangat kecil.
5.1.2. Rasio Konsentrasi Rasio konsentrasi diperoleh dengan mengukur besarnya kontribusi produksi yang dihasilkan empat perusahaan terbesar terhadap total produksi industri (CR4). 90 80 70
Persen
60 50 40 30 20 10
1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
0
Sumber : BPS, 2011 (diolah)
Gambar 5.1. Nilai Rasio Konsentrasi Empat Perusahaan Terbesar (CR4) dalam Industri Alas Kaki Indonesia tahun 1984-2008 Gambar 5.1. memperlihatkan selama periode tahun 1984 sampai tahun 2008, rasio konsentrasi industri alas kaki dapat dikatakan berfluktuatif. Tahun
39
1984 industri alas kaki memiliki jumlah perusahaan sebanyak 61 dengan pangsa pasar sebesar 76,68 persen yang dikuasai oleh empat perusahaan terbesar, sedangkan sisanya yaitu 23,32 persen dikuasai oleh 57 perusahaan. Hal ini berlanjut hingga tahun 1988, nilai CR4 mencapai 65,32 persen. Jadi selama 5 tahun yaitu tahun 1984 sampai 1988, struktur industri alas kaki termasuk oligopoli ketat karena penggabungan empat perusahaan terbesar memiliki pangsa pasar antara 60 persen hingga 100 persen. Tahun selanjutnya yaitu tahun 1989, empat perusahaan terbesar menguasai pangsa pasar sebesar 57,11 persen, sedangkan 156 perusahaan menguasai pangsa pasar sebesar 42,89 persen. Ini berarti struktur industri alas kaki adalah oligopoli sedang, karena pangsa pasarnya berkisar antara 40 persen hingga 60 persen. Tahun selanjutnya yaitu tahun 1990 hingga tahun 2007 rata-rata CR4 yang dimiliki industri alas kaki sebesar 25,73 persen, hal ini berarti struktur pasar pada industri ini adalah oligopoli longgar. Oligopoli longgar merupakan penggabungan empat perusahaan terbesar yang memiliki pangsa pasar di bawah 40 persen. Tahun 2008, CR4 mengalami kenaikan kembali hingga mencapai 55,19 persen, sedangkan 44,81 persen sisanya dikuasai oleh 509 perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa struktur pasar industri ini adalah oligopoli sedang. Dapat disimpulkan bahwa selama 19 tahun berturut-turut yaitu tahun 1990 sampai 2007, industri alas kaki memiliki struktur pasar oligopoli longgar, sedangkan selama 2 tahun yaitu tahun 1989 dan 2008, struktur industri ini adalah oligopoli sedang. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa struktur pasar industri alas kaki termasuk
pada
pasar
oligopoli
dimana
terjadi
perubahan
pada
rasio
40
konsentrasinya. Perubahan tersebut dimulai dari oligopoli ketat yang terjadi selama 5 tahun, lalu 1 tahun selanjutnya adalah oligopoli sedang, sedangkan 19 tahun berikutnya terjadi oligopli longgar dan kembali menjadi oligopoli sedang di 1 tahun berikutnya. Berdasarkan rata-rata rasio konsentrasi industri alas kaki selama kurun waktu tahun 1984 hingga tahun 2008 yaitu sebesar 36,54 persen, maka struktur pasar industri alas kaki adalah oligopoli longgar.
5.1.3. Hambatan Masuk Pasar Hambatan masuk pasar merupakan segala sesuatu yang memungkinkan terjadinya penurunan kesempatan atau kecepatan pesaing baru. Masuknya perusahaan pendatang baru akan menimbulkan sejumlah implikasi bagi perusahaan yang sudah ada, misalnya kapasitas yang bertambah, terjadinya perebutan pasar (market share) serta perebutan sumberdaya produksi yang terbatas. Kondisi ini menimbulkan ancaman bagi perusahaan yang sudah ada (Jaya, 2001). Industri alas kaki memiliki beberapa cara untuk dapat menghambat pesaing baru untuk memasuki pasar yang dilihat dari faktor endogen. Untuk industri yang berskala besar umumnya memiliki teknologi tinggi dan bersifat padat modal. Industri ini memiliki kontrak terikat dengan perusahaan multinasional terkenal untuk memproduksi alas kaki merk-merk ternama seperti Adidas, Nike, Reebok, Umro, Lotto, New Balance, dan lain-lain. Merk-merk tersebut sudah memiliki hak paten, dan sudah memiliki segmen pasarnya sendiri. Selain itu, dilihat dari economic of scale dari perusahaan-perusahaan tersebut
41
secara dunia juga sangat besar. Hal ini menyebabkan sulitnya pesaing baru untuk masuk dalam pasar. Perusahaan yang berskala sedang berusaha untuk menekan harga hingga mencapai harga terendah. Dalam hal ini pemerintah membuat kluster yang bertujuan untuk dapat meminimalkan jumlah biaya yang digunakan dalam proses produksi, sehingga insentif kesejahteraan yang didapat oleh perusahaanperusahaan menjadi lebih besar. Menurut Marshal dalam Kuncoro (2007) kluster membuat perusahaan yang ada dapat berspesialisasi lebih baik, dan peningkatan spesialisasi nantinya akan dapat meningkatkan efisiensi produksi. Selain itu, kluster dapat memfasilitasi perusahaan untuk meningkatkan penelitian dan inovasi dalam sebuah industri. Inovasi ini juga merupakan salah satu strategi bagi struktur oligopoli longgar yang merupakan struktur dari industri alas kaki. Adanya inovasi ini bertujuan untuk mengubah peta industri yang akan menyebabkan semakin besarnya halangan perusahaan lain untuk masuk dalam industri. Salah satu faktor eksogen yang dapat menjadi hambatan masuk pasar bagi pesaing baru untuk masuk adalah keberadaan perusahaan terbesar yang telah ada sebelumnya dalam sebuah industri. Hal ini dapat dilihat dari MES (Minimum Efficiency of Scale). Nilai MES didapat dari persentase nilai output perusahaan terbesar terhadap total output industri alas kaki. Menurut Bank Indonesia (2008), nilai MES yang lebih besar dari 10 persen menggambarkan hambatan masuk yang tinggi pada suatu industri. Tahun 1984 hingga tahun 1988 rata-rata nilai MES sebesar 45,26 persen, ini berarti pada tahun tersebut hambatan masuk pasar dari industri alas kaki terbilang cukup
42
tinggi. Hal tersebut sesuai dengan struktur pasar pada tahun tersebut yaitu oligopoli ketat. Berbeda dengan tahun 1990 hingga tahun 2005 yang merupakan pasar oligopoli longgar, industri alas kaki memiliki rata-rata nilai MES sebesar 8,38 persen. Ini berarti hambatan masuk pada industri alas kaki termasuk rendah. 70 60
Persen
50 40 30 20 10
1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
0
Sumber : BPS, 2011 (diolah)
Gambar 5.2. Nilai Minimum Efficiency of Scale (MES) Industri Alas Kaki di Indonesia tahun 1984-2008 Rendahnya nilai MES di tahun 1990 diduga terjadi karena tahun 1990 hingga tahun 1996 yaitu masa dimana harga minyak turun, pemerintah mengeluarkan kebijakan agar industri melakukan orientasi ekspor yang dapat ditangkap oleh perusahaan terbesar. Hal ini membuat pasar dalam negeri menjadi sasaran yang baik bagi perusahaan baru yang masuk untuk dapat bersaing. Tahun selanjutnya diduga disebabkan karena adanya kesepakatan CAFTA yang merupakan awal dari terbentuknya pasar bebas, hal ini menyebabkan para perusahaan baru ingin masuk dalam persaingan industri alas kaki untuk dapat bersaing dalam pasar bebas tersebut. Penjelasan di atas menunjukkan nilai MES pada saat struktur pasar oligopoli ketat lebih besar dibandingkan dengan nilai
43
MES pada saat struktur pasar oligopoli longgar dalam industri alas kaki. Namun, tahun 2006 hingga tahun 2008 rata-rata nilai MES meningkat kembali hingga 19,76 persen, sehingga hambatan masuk pasar pada industri ini termasuk tinggi. Pada tiga tahun terakir ini, jumlah perusahaan dalam industri alas kaki telah mengalami peningkatan yang cukup tinggi, namun nilai MES yang meningkat menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan oligopoli memiliki kekuatan yang semakin besar. Secara keseluruhan rata-rata nilai MES industri alas kaki periode tahun 1984 hingga tahun 2008 adalah sebesar 18,60 persen. Nilai MES ini lebih dari 10 persen sehingga hambatan masuk pasar pada industri ini bisa dikatakan cukup tinggi.
5.2.
Analisis Perilaku Industri Alas Kaki Perilaku industri merupakan kumpulan perilaku dari perusahaan-
perusahaan yang ada dalam industri tersebut. Analisis perilaku industri dilakukan untuk melihat reaksi terhadap struktur pasar dan perilaku pesaingnya. Dalam penelitian ini, perilaku industri dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif dengan mengacu pada struktur pasarnya.
5.2.1. Strategi Produk Beberapa perusahaan dominan dalam industri alas kaki merupakan perusahaan yang memiliki subkontrak dengan perusahaan asing. Perusahaan ini memproduksi produk yang merupakan merk-merk terkenal, seperti Adidas, Nike,
44
Reebok, Umro, Lotto, New Balance, dan lain-lain. Dengan merk yang sudah terkenal dan sudah memiliki image yang baik dari konsumen, perusahaan bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar, karena segmen pasarnya sudah tersedia. Hal ini membuat perusahaan dominan lebih fokus terhadap kualitas produk agar image yang telah dibuat tetap baik di mata konsumen. Selain memerhatikan kualitas, perusahaan juga melakukan spesialisasi produk untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Produk-produk yang diproduksi dan mempunyai permintaan tertinggi untuk diekspor adalah ski boot dan sepatu olahraga.
5.2.2. Strategi Promosi Strategi promosi dilakukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang produk tersebut dan diharapkan dapat merebut pangsa pasar yang ada. Strategi promosi yang dapat dilakukan oleh kelompok kecil yang dominan adalah promosi melalui media elektronik (televisi), media cetak (koran, majalah), potongan harga, dan lain-lain. Perusahaan dominan ini memproduksi alas kaki yang diperuntukkan bagi kalangan tertentu yaitu menengah ke atas. Strategi promosi dianggap efektif dalam membentuk brand image untuk menarik perhatian konsumen kalangan menengah ke atas. Sedangkan kelompok besar dari perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki kekuatan pasar tidak melakukan promosi seperti halnya perusahaan dominan, karena adanya keterbatasan dana dimana promosi memerlukan biaya yang tinggi.
45
5.2.3. Strategi Harga Umumnya, strategi harga dimiliki oleh semua perusahaan dalam suatu industri. Dalam menetapkan strategi harga tersebut, perusahaan memiliki strategi yang berbeda-beda sesuai dengan target pasarnya, namun semua perusahaan akan tetap melakukan efisiensi biaya untuk dapat menghasilkan output yang optimum. Dalam industri alas kaki, kelompok kecil dengan perusahaan dominan mempunyai strategi harga dengan menetapkan harga produk yang relatif tinggi. Hal ini karena segmen pasar mereka adalah kalangan menengah ke atas, sehingga perusahaan dominan tersebut menjaga image sebagai produk yang eksklusif bagi kalangan tersebut. Sebaliknya, kelompok besar yang berskala kecil menetapkan harga yang rendah, karena segmen pasar yang mereka tuju adalah kalangan menengah ke bawah yang berdaya beli rendah tetapi populasinya sangat besar di dalam negeri.
5.2.4. Strategi Distribusi Industri alas kaki memiliki pasar yang sangat luas, selain pasar domestik, permintaan pun datang dari pasar internasional. Hal ini memengaruhi perilaku industri ini sendiri, khususnya strategi distribusi. Distribusi produk merupakan suatu cara yang dilakukan untuk menyampaikan produk kepada konsumen. Perusahaan-perusahaan dominan melakukan ekspor untuk dapat memenuhi permintaan pasar internasional. Tiga negara tujuan ekspor terbesar hingga tahun 2008 yaitu Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang. Sedangkan untuk memenuhi permintaan dalam negeri, para produsen mendistribusikan ke kota-kota besar, mal-mal yang tentu saja untuk dapat menjangkau sasaran konsumen mereka, yaitu
46
kalangan menengah ke atas. Bagi perusahaan-perusahaan dengan pangsa pasar kecil biasanya hasil produksinya didistribusikan ke pasar dalam negeri, daerah pedesaan dan juga pasar-pasar tradisional dimana kalangan menengah ke bawah sebagai konsumennya.
5.2.5. Kolusi Jaya (2001) menyatakan bahwa kondisi pasar yang dapat menimbulkan terjadinya kolusi antara lain seperti, terjadinya pemusatan kekuatan pasar, kesamaan biaya dalam produksi, kesamaan permintaan dari masyarakat, titik pusat, persaingan bukan harga dan informasi. Dalam industri alas kaki, baik perusahaan dominan maupun perusahaan berskala kecil tidak melakukan kolusi untuk dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Hal ini dikarenakan kondisi pasar dalam industri ini tidak memenuhi syarat adanya kolusi. Selain itu, struktur pasar industri ini adalah oligopoli longgar, sehingga kolusi cenderung tidak efektif untuk dilakukan.
5.3.
Analisis Kinerja Industri Alas Kaki Kinerja adalah hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku
industri dimana hasil bisa diidentikkan dengan besarnya penguasaan pasar yang berpengaruh terhadap besarnya keuntungan suatu perusahaan di dalam suatu industri. Analisis kinerja industri alas kaki dapat dilihat dari Price Cost Marginal (PCM) untuk melihat keuntungan dan produktivitas (PROD) untuk melihat tingkat produktivitas.
47
45.00000 40.00000 35.00000
Persen
30.00000 25.00000 20.00000 15.00000 10.00000 5.00000 0.00000 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008
Sumber : BPS, 1984-2008 (diolah)
Gambar 5.3. Nilai PCM Tahun 1984-2008 dalam Industri Alas Kaki Nilai PCM merupakan proksi dari keuntungan industri alas kaki yang diperoleh dari perbandingan antara selisih nilai tambah dan upah dengan nilai output total dalam industri alas kaki. Gambar 5.3. memperlihatkan keuntungan industri alas kaki yang cenderung berfluktuatif dalam kisaran 10 persen dengan rata-rata keuntungan sebesar 32,80 persen dalam kurun waktu tahun 1984-2008. Nilai keuntungan terendah adalah pada tahun 1990 yaitu sebesar 22,89 persen. Sedangkan nilai keuntungan terbesar diperoleh pada tahun 2005 yaitu sebesar 42,10 persen. Rendahnya keuntungan pada tahun 1990 diduga karena biaya upah yang harus ditanggung terlampau tinggi yaitu mencapai 187 juta dengan jumlah tenaga kerja 59.365 orang. Berbeda dengan tahun selanjutnya yaitu tahun 1991 yang memiliki 129.688 orang tenaga kerja, menanggung upah sebesar 134,52 juta. Sehingga bisa disimpulkan, biaya input pada tahun 1990 cukup tinggi, khususnya biaya input tenaga kerja yang mengakibatkan keuntungan yang diperoleh indutri
48
alas kaki turun. Tahun selanjutnya keuntungan kembali meningkat, meskipun dari tahun 1991 hingga tahun 2008 cukup berfluktuatif, namun besarannya tidak terlalu jauh dengan rata-rata sebesar 33,04 persen. Rata-rata nilai keuntungan industri alas kaki cukup besar untuk dapat menarik investor masuk dalam industri ini jika dibandingkan simpanan bank yang paling besar memberikan suku bunga deposito hanya 7 persen per tahun (BI, 2011). Produktivitas merupakan perbandingan nilai tambah dengan nilai inputnya. Periode tahun 1984 hingga 2008, rata-rata nilai produktivitas industri alas kaki sebesar 73,30 persen. Nilai produktivitas terbesar dicapai pada tahun 1986 yaitu sebesar 112,85 persen. Hal ini diakibatkan karena nilai tambah industri pada tahun 1986 lebih besar dibanding nilai inputnya. Tahun 2004 industri alas kaki memiliki nilai produktivitas terendah yaitu sebesar 53,50 persen. Hal ini diduga karena banyaknya barang impor dari China yang masuk ke Indonesia, barang impor tersebut dikenal karena harganya yang murah. Oleh karena itu, agar dapat bertahan dalam persaingan tersebut, produsen dalam negeri menetapkan harga yang rendah, sehingga menyebabkan nilai tambahnya semakin kecil. Namun, secara keseluruhan nilai produktivitas industri alas kaki termasuk besar dibandingkan nilai produktivitas (X-eff) industri lain, seperti industri pulp dan kertas yang diteliti oleh Putra (2009) dalam periode tahun 1990 sampai 2006, nilai produktivitas yang dihasilkan adalah sebesar 57,59 persen. Nilai produktivitas yang besar dalam industri alas kaki ini menunjukkan bahwa industri ini produktif dalam menghasilkan output dan efisien dalam penggunaan biaya inputnya.
49
5.4.
Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Industri Analisis faktor-faktor yang memengaruhi kinerja industri alas kaki di
Indonesia dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier berganda atau Ordinary Least Square (OLS). Analisis ini dilakukan untuk melihat apa saja faktor-faktor yang memengaruhi kinerja industri alas kaki.
5.4.1. Hasil Uji Ekonometrika Faktor-faktor yang digunakan sebagai variabel independen dalam analisis ini adalah rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4), produktivitas (PROD), nilai efisiensi tenaga kerja (TK), dan nilai produksi (PR), sedangakan variabel dependennya adalah Price Cost Marginal (PCM). Variabel-variabel tersebut akan digunakan untuk melihat model persamaan terbaik. Untuk mendapat hasil regresi yang baik, kelima variabel harus diuji asumsi klasik, yaitu uji normalitas, homoskedastisitas, autokorelasi, dan multikolinearitas agar variabel yang digunakan memenuhi asumsi OLS sebagai estimator penduga yang bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Pengujian normalitas dilakukan untuk melihat apakah error term mendekati distribusi normal karena data yang digunakan kurang dari 30. Hasil estimasi menunjukkan bahwa probabilitasnya adalah 0,010. Nilai tersebut lebih besar atau sama dengan taraf nyata 1 persen (α = 0,01), sehingga terima H0 yaitu error term mendekati distribusi normal (Lampiran 5). Untuk pengujian heteroskedastisitas dapat dilihat dari Uji White dalam Lampiran 6. Pengujian ini dilakukan agar kesalahan pengganggu tidak konstan
50
pada semua variabel independen. Uji White digunakan untuk melihat apakah terdapat heteroskedastisitas dalam hasil regresi. Nilai p-value dan probabilitas Fstatistic menunjukkan nilai lebih besar dari taraf nyata 5 persen (α = 0,05), sehingga terima H0 yaitu homoskedastisitas. Pengujian autokorelasi dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara residual satu observasi dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi dapat dilihat dengan menggunakan uji Durbin Watson dalam Tabel 5.1.. Hasil estimasi menunjukkan Durbin-Watson statistic (DW) adalah 2,31558, nilai ini mendekati 2 sehingga dapat dikatakan tidak ada korelasi. Uji autokorelasi juga dilihat dari Tabel 3.2 dimana nilai DW lebih besar dari 2 dan lebih kecil dari 4-du (dl = 0,83 dan du = 1,52) sehingga tidak ada autokorelasi pada taraf nyata 1 persen (α = 0,01). Uji multikolinearitas dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan linear antara beberapa atau semua variabel bebas dari model regresi. Pada penelitian ini, uji multikolinearitas dilihat dari nilai VIF. Tabel 5.1. menunjukkan nilai VIF kurang dari 10 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas.
5.4.2. Hasil Estimasi Model Variabel-variabel yang digunakan dalam analisis faktor-faktor yang memengaruhi kinerja telah memenuhi asumsi OLS, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis regresi yang hasilnya dapat dilihat pada tabel 5.1..
51
Tabel 5.1. Hasil Estimasi Model PCM Dependen Variabel : PCM Variabel Koefisien Std.Error Probabilitas VIF Constant 16,186 8,151 0,061 CR4 -0,00112 0,05114 0,983 2,3 PROD 0,29378 0,05899 0,000 2,2 TK -0,9119 0,1997 0,000 1,9 PR 0,6070 0,5519 0,285 3,4 R-squared 65,1 Durbin-Watson Stat Prob (F-Statistic) 0,000 F-Statistic
Signifikansi Tidak Signifikan Signifikan Signifikan Tidak Signifikan 2,31558 9,32
*signifikan pada taraf nyata 5 persen Sumber : Diolah, 2011
Tabel 5.1. menunjukkan hasil estimasi model Price Cost Marginal (PCM) industri alas kaki di Indonesia, dari tabel tersebut terdapat nilai R-squared sebesar 65,1 persen. Hal ini berarti 65,1 persen nilai PCM dapat dijelaskan oleh rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4), produktivitas (PROD), nilai efisiensi tenaga kerja (TK), dan nilai produksi (PR), sedangkan 34,9 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model ini. Berdasarkan hasil estimasi tersebut diperoleh bahwa variabel bebas produktivitas, dan nilai efisiensi tenaga kerja berpengaruh nyata pada taraf 5 persen (α = 0,05). Sedangkan CR4 dan nilai produksi tidak berpengaruh nyata pada taraf 5 persen (α = 0,05) terhadap keuntungan. Variabel CR4 tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen (α = 0,05) terhadap keuntungan industri alas kaki. Hal ini diduga disebabkan semakin banyaknya perusahaan baru masuk ke dalam pasar, sehingga perusahaan lama dan perusahaan baru harus saling berbagi keuntungan, dan keuntungan yang dapat dinikmati oleh setiap perusahaan semakin sedikit.
52
Variabel produktivitas (PROD) signifikan pada taraf nyata 5 persen (α = 0,05) terhadap PCM dengan koefisien 0,29378. Hal ini menunjukkan bahwa variabel produktivitas berpengaruh positif terhadap keuntungan, dimana setiap peningkatan produktivitas sebesar 1 persen, maka tingkat keuntungan yang dihasilkan akan meningkat sebesar 0,29378 persen. Ini sesuai dengan hipotesis awal semakin produktif suatu perusahaan maka keuntungan perusahaan akan semakin meningkat. Hal ini diduga karena jika suatu perusahaan semakin produktif, maka memungkinkan semakin efisiennya penggunaan sumberdaya dalam kegiatan produksi. Variabel efisiensi tenaga kerja (TK) signifikan pada taraf nyata 5 persen (α = 0,05) terhadap PCM dengan koefisien -0,9119 persen. Hal ini berarti bahwa variabel efisiensi tenaga kerja memiliki pengaruh negatif terhadap keuntungan, dimana setiap penurunan nilai efisiensi tenaga kerja sebesar 1 persen, maka tingkat keuntungan yang dihasilkan akan meningkat sebesar 0,9119 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin kecil nilai efisiensi tenaga kerja maka efisiensi semakin baik dan akan meningkatkan keuntungan industri alas kaki. Kondisi ini terjadi karena jika biaya input tenaga kerja semakin kecil dan nilai output semakin besar, maka dapat dikatakan bahwa pemakaian biaya input semakin efisien. Dengan efisiennya biaya, maka keuntungan industri akan meningkat. Nilai produksi tidak signifikan terhadap PCM pada taraf nyata 5 persen (α = 0,05). Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal dimana peningkatan nilai produksi diduga akan meningkatkan keuntungan industri alas kaki. Kondisi ini
53
diduga karena peningkatan nilai produksi dalam industri alas kaki diikuti dengan peningkatan biaya input, dimana peningkatan biaya input tersebut tidak memiliki suatu pola hubungan tertentu dengan peningkatan produksi.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap industri alas kaki selama
periode tahun 1984-2008, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1.
Nilai rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) industri alas kaki dari tahun 1984 hingga tahun 2008 mencapai 36,54 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa struktur pasar industri alas kaki adalah oligopoli longgar
2.
Perilaku industri yang dapat dilihat dari industri alas kaki adalah strategi produk, strategi promosi, strategi harga dan strategi distribusi. a.
Dengan adanya perusahaan nasional yang bekerjasama dengan perusahaan multinasional yang memiliki merk-merk ternama, kelompok kecil yang dominan telah memiliki pasarnya sendiri. Strategi produk dilakukan dengan tetap menjaga kualitas yang tinggi dan membuat spesialisasi produk untuk dapat memenuhi permintaan pasar. Strategi promosi dilakukan dengan promosi melalui media cetak maupun media elektronik, dan menjaga image yang baik di mata konsumen. Strategi harga yang dilakukan oleh kelompok ini adalah dengan menetapkan harga tinggi bagi konsumen berdasarkan image yang telah ada sebagai produk yang eksklusif. Strategi distribusi dilakukan dengan melakukan ekspor,
dan
untuk
permintaan
dalam
negeri
para
produsen
55
mendistribusikan ke kota-kota besar, mal-mal untuk dapat menjangkau sasaran konsumen mereka, yaitu kalangan menengah ke atas. b.
Bagi kelompok besar yang masing-masing perusahaannya memiliki pangsa pasar yang sangat kecil, strategi mereka adalah dengan menetapkan harga yang murah dan mendistribusikan produk ke pasar dalam negeri untuk golongan menengah ke bawah.
3.
Kinerja industri alas kaki dapat dilihat melalui tingkat keuntungan dan produktivitas. Keuntungan terendah didapat pada tahun 1990 yaitu sebesar 22,89 persen, dan keuntungan terbesar pada tahun 2005 yaitu sebesar 42,10 persen. Tingkat keuntungan industri alas kaki terbilang cukup besar dengan rata-rata keuntungan dari tahun 1984-2008 sebesar 32,80 persen. Industri alas kaki memiliki nilai produktivitas rata-rata dari tahun 1984-2008 sebesar 73,30 persen, sehingga industri alas kaki dapat dikatakan efisien dalam penggunaan biaya inputnya.
4.
Berdasarkan hasil analisis regresi dengan pendekatan Ordinary Least Square (OLS), kinerja industri alas kaki yang dilihat dari tingkat keuntungan (PCM) secara signifikan dipengaruhi oleh produktivitas (PROD) dan nilai efisiensi tenaga kerja (TK). Sedangkan variabel rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) dan nilai produksi (PR) yang digunakan dalam penelitian ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keuntungan industri alas kaki.
6.2.
Saran Adapun saran dalam penelitian ini adalah :
56
1.
Industri alas kaki di Indonesia memiliki struktur pasar oligopoli longgar, hal ini karena adanya kelompok kecil yang memiliki pangsa pasar yang sangat besar. Namun di sisi lain terdapat kelompok besar yaitu sebagian besar perusahaan yang tidak memiliki kekuatan pasar karena pangsa pasarnya yang sangat kecil. Oleh karena itu, pemerintah perlu memerhatikan kelompok yang lemah tersebut agar industri alas kaki skala sedang bisa berkembang yaitu dengan cara meneruskan program kluster yang telah dibuat dalam visi nasional di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM). Selain itu, pemerintah juga disarankan dapat memudahkan dalam memenuhi kebutuhan modal dan penyediaan bahan baku untuk membantu daya tahan perusahaan.
2.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keuntungan dan nilai produktivitas dalam industri alas kaki termasuk tinggi. Oleh karena itu, dapat disarankan pada investor agar menanamkan modal pada industri ini, termasuk pihak perbankan agar lebih memberikan kesempatan pemberian modal bagi pengusaha di industri alas kaki.
3.
Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat menganalisis perbedaan antara industri alas kaki besar dan sedang, dilihat dari tingkat keuntungan serta bagaimana pembagian keuntungan tersebut diantara perusahaan-perusahaan yang ada dalam industri ini.
DAFTAR PUSTAKA
Asian Development Bank dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 2001. Analisis Ekonomi Terhadap Persaingan Usaha. Laporan, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2010. Ekonomi dan Ketenagakerjaan Indonesia 2009-2010. Badan Pusat Statistik, Jakarta. _________________. 2000. Indikator Industri Besar dan Sedang. Jakarta : Badan Pusat Statistik. _________________. 1984-2008. Statistik Industri Besar dan Sedang. Badan Pusat Statistik, Jakarta. _________________. 1984-2008. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia Ekspor. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Bank Indonesia. 2008. Outlook Ekonomi Indonesia 2008-2013 : Organisasi Industri dan Pembentukan Harga di Tingkat Produsen. http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Kebijakan+Moneter/Outlook+Ekono mi+Indonesia/oei 0708 htm [13 April 2011]. Departemen Perindustrian. 2007. Road Map Industri Alas http://www.kemenperin.go.id/ind/publikasi/petajalan/alas_kaki.pdf Desember 2010]
Kaki. [26
Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta. Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar (Terjemahan S. Zain). Erlangga, Jakarta. Hasibuan, N. 1993. Ekonomi Industri: Persaingan, Monopoli dan Regulasi. LP3ES, Jakarta. Jaya, W. K. 2001. Ekonomi Industri. Edisi Ke-2. BPFE, Yogyakarta. Kementrian Perindustrian. 2009. Peran Sub-Sektor Industri Pengolahan Terhadap PDB Nasional 2008. Pusat Data dan Informasi Perindustrian, Jakarta. Kuncoro, M. 2007. Ekonomika Industri Indonesia “Menuju Negara Industri Baru 2030”. ANDI, Yogyakarta. Martin, S. 1988. Industrial Economic-Economic Analysis and Public Policy. Second Edition. Macmillan Publishing Company, New York. Moelyono, M. 1993. Penerapan Produktivitas dalam Organisasi. Bumi Askara, Jakarta.
58
Probokawuryan, M. 2010. Analisis Aliran Ekspor Hasil Olahan Dua Kluster Industri Pendorong Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Periode 2004-2008 [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor Purba, L. K. 2005. Analisis Pertumbuhan Produktivitas Sektor Manufaktur Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Putra, E. J. 2009. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Pulp dan Kertas di Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor Saptia, Y. 2006. Analisis Kerangka Industri Alas Kaki di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan (JEP), XIV (2) 2006. Shepherd, W. G. 1990. The Economics of Industrial Organization. Third Edition. Prentice Hall, New Jersey. Sofriza, S. 2002. Pengaruh Struktur Pasar terhadap Kinerja Perbankan di Indonesia. Media Riset Bisnis dan Manajemen. Vol 2 (3) Desember 2002. Sunengcih. 2009. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Minuman Ringan di Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Winsih. 2007. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Manufaktur Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
LAMPIRAN
60
Lampiran 1.
Nilai Pangsa Pasar Delapan Perusahaan Terbesar (MSi) dalam Industri Alas Kaki Tahun 1984-2008.
Tahun MS1 MS2 60,02876 7,79606 1984 54,28634 8,62801 1985 52,87101 5,57719 1986 50,29249 8,79955 1987 32,04206 20,93505 1988 25,46029 19,60108 1989 9,80314 7,08961 1990 6,18862 6,07037 1991 5,54489 5,27460 1992 15,63969 8,46072 1993 8,53115 3,56339 1994 7,47966 4,15230 1995 7,30109 4,07313 1996 4,52935 4,01990 1997 5,69449 5,17915 1998 7,52096 5,82369 1999 9,78417 6,47511 2000 9,60701 9,14495 2001 7,98059 7,94695 2002 8,36313 7,74940 2003 11,15337 7,72477 2004 9,11607 8,23120 2005 12,92161 8,13871 2006 14,71901 9,13035 2007 33,54017 10,7396 2008 Rata18,81597 8,01300 rata Sumber : BPS, 2011 (diolah)
MS3 6,31131 2,90680 3,45297 3,15400 6,10390 7,69778 7,08961 3,74002 4,65492 4,27033 3,42345 3,45950 3,63703 3,77633 4,38663 4,41315 6,41608 7,85195 6,18223 6,47857 6,34934 6,01829 6,49213 8,63660 6,22570
MS4 2,54780 2,51693 2,84781 3,14370 3,70953 4,34792 6,94062 3,66084 4,02892 3,53398 3,37261 3,33690 3,47687 3,43711 4,34045 3,95727 5,57010 6,11426 5,64360 5,91412 6,17492 5,74639 5,41986 5,06868 4,68130
MS5 2,21468 1,64598 2,41613 2,45205 3,76532 4,08769 3,99151 4,02111 3,92956 3,08269 3,44025 3,23545 3,37261 3,44525 4,16521 4,28195 3,85155 4,93558 5,02866 5,26700 5,72477 5,34522 4,66701 4,95812 3,41104
MS6 1,88248 1,57879 2,30004 2,19250 2,03308 3,03977 3,27788 3,85274 3,71952 2,63786 3,22134 3,19017 3,15867 3,21548 3,79105 3,48657 3,60199 3,91595 4,80146 5,02904 4,65975 4,98148 4,05906 3,61547 3,12296
MS7 1,65163 1,56078 2,24195 2,13537 1,78507 2,98754 3,23737 3,25411 2,80426 2,61300 2,78102 3,15194 2,90410 3,13887 3,54219 3,28064 2,97990 3,17240 4,30036 4,35783 4,40380 4,94875 3,83021 3,45806 3,10690
MS8 1,52337 1,26817 2,14349 2,03040 1,74389 2,03412 2,84346 3,01141 2,71059 2,50927 2,71442 2,71336 2,68284 2,59913 3,53681 3,00921 2,82924 2,87571 4,16063 4,21026 4,36646 4,50643 3,76060 2,98042 2,72589
5,32515
4,38130 3,86946 3,37461 3,10512 2,85958
61
Lampiran 2. Nilai Produksi, Jumlah Tenaga Kerja dan Jumlah Perusahaan dalam Industri Alas Kaki tahun 1984-2008 Tahun 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Nilai Produksi (Juta Rupiah) 56,89 73,02 79,98 90,06 164,98 292,31 674,29 1.256,62 2.486,87 4.415,11 4.856,75 5.184,59 6.204,55 6.387,28 12.086,81 11.689,20 12.637,33 13.604,75 17.931,02 17.449,32 15.783,26 15.142,07 20.282,87 18.793,97 30.583,11
Sumber : BPS, 1984-2008
Jumlah Jumlah TK Perusahaan 6.772 61 8.798 116 8.577 115 8.594 115 15.641 149 25.078 160 59.365 234 129.688 281 193.237 314 231.135 327 265.337 345 291.473 389 301.748 420 284.867 386 260.659 410 263.285 427 260.715 427 246.640 361 236.309 356 219.818 350 198.666 327 196.509 424 209.536 569 187.326 535 315.293 513
62
Lampiran 3.
Tahun 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Nilai PCM, CR4, Produktivitas, Efisiensi dan MES tahun 19842008 PCM 30,70838 31,93646 38,75969 35,02110 28,90047 37,02234 22,88926 24,59614 31,62811 33,19260 36,93808 30,29439 30,07583 32,69232 34,84220 39,97682 36,29137 35,78096 25,74817 35,14750 25,86614 42,10448 33,72698 34,32824 31,51239
CR4 Produktivitas 76,68394 85,57912 68,33809 90,48000 64,74900 112,75041 65,38975 94,17808 62,79054 73,78395 57,10709 95,50026 30,92300 97,09881 19,65986 53,18243 19,50334 65,02189 31,90471 62,67772 18,89061 80,65493 18,42837 63,31505 18,48813 66,17081 15,76270 63,75302 19,60074 64,95629 21,71507 80,90836 28,24546 70,66891 32,71819 70,88148 27,75338 48,77677 28,50524 65,77435 31,40241 53,49756 29,11196 58,62209 32,97233 80,82229 37,55464 75,64735 55,18679 57,83646
Sumber : BPS, 1984-2008 (diolah)
Efisiensi 15,40084 14,28379 13,00366 13,30344 14,28409 11,89809 26,73528 10,45652 10,20452 6,60126 8,87849 9,90219 10,66096 7,99173 6,23881 8,34863 8,27664 7,60927 8,19951 5,62077 10,06455 10,11923 12,13889 9,94061 6,14431
MES 60,08584 53,54594 51,79119 48,29374 32,19229 25,66525 9,45974 6,04620 7,36582 14,95032 8,28173 7,10018 7,59333 4,53575 6,91409 7,70002 9,45227 9,75098 7,56883 8,08473 10,64261 8,71225 12,79522 14,12648 32,35605
63
Lampiran 4. Hasil Estimasi PCM Regression Analysis: PCM versus CR4; PROD; TK; PR The regression equation is PCM = 16,2 - 0,0011 CR4 + 0,294 PROD - 0,912 TK + 0,607 PR
Predictor Constant CR4 PROD TK PR
Coef 16,186 -0,00112 0,29378 -0,9119 0,6070
S = 3,09262
SE Coef 8,151 0,05114 0,05899 0,1997 0,5519
R-Sq = 65,1%
PRESS = 310,356
T 1,99 -0,02 4,98 -4,57 1,10
P 0,061 0,983 0,000 0,000 0,285
VIF 2,3 2,2 1,9 3,4
R-Sq(adj) = 58,1%
R-Sq(pred) = 43,36%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source CR4 PROD TK PR
DF 1 1 1 1
DF 4 20 24
SS 356,705 191,286 547,991
MS 89,176 9,564
F 9,32
P 0,000
Seq SS 2,415 57,666 285,057 11,567
Unusual Observations Obs 7 22
X1 30,9 29,1
Y 22,889 42,104
Fit 24,251 29,990
SE Fit 2,791 1,005
Residual -1,362 12,114
St Resid -1,02 X 4,14R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 2,31558
64
Lampiran 5. Hasil Uji Kormogorov-Smirnov Probability Plot of RESI1 Normal
99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
-2,77112E-14 2,823 25 0,257 <0,010
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-5
0
5
10
RESI1
Sumber : Diolah, 2011
Lampiran 6. Hasil Uji White Dependen Variabel : PCM Variabel Koefisien Std. Error Constant -12,64 79,84 CR4 0,3117 0,5010 PROD -0,5419 0,5778 TK 1,627 1,956 PR 3,930 5,406 R-squared 9,6 Durbin Watson Stat Prob (F-Statistic) 0,714 F-Statistic Sumber : Diolah, 2011
Probabilitas 0,876 0,541 0,359 0,415 0,476 2,26159 0,53