UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR GENERASI LANJUT KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TAHAN PENYAKIT BERCAK DAUN
WAHYU JUNAEDI A24061238
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN WAHYU JUNAEDI. Uji Daya Hasil Galur-galur Generasi Lanjut Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Tahan Penyakit Bercak Daun (Dibimbing oleh YUDIWANTI WAHYU E.K.) Kacang tanah merupakan palawija penting kedua setelah kedelai di Indonesia. Permintaan terhadap kacang tanah selalu meningkat tiap tahun, akan tetapi produksi dalam negeri tidak dapat menyuplai semua kebutuhan tersebut sehingga sebagian harus mengimpor. Rendahnya produksi kacang tanah di Indonesia salah satunya disebabkan oleh penyakit bercak daun yang apabila tidak dikendalikan dapat menurunkan produktivitas. Salah satu upaya untuk menekan serangan penyakit bercak daun yaitu dengan merakit varietas kacang tanah yang tahan terhadap penyakit bercak daun melalui metode pemuliaan tanaman. Penelitian ini sudah sampai pada tahap pengujian untuk mempelajari daya hasil dari galur-galur generasi lanjut kacang tanah tahan penyakit bercak daun. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Cikarawang IPB dari bulan Maret sampai Juli 2010. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi daya hasil 16 galur generasi lanjut kacang tanah tahan penyakit bercak daun hasil pemuliaan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Bahan yang digunakan adalah 16 galur GWS hasil persilangan varietas Gajah dengan galur introduksi GP-NCWS4 yang tahan penyakit bercak daun serta empat varietas pembanding yaitu Gajah, Jerapah, Zebra Putih, dan Sima. Penelitian menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak satu faktor dengan tiga ulangan. Analisis data menggunakan sidik ragam atau uji F pada 5 % dan apabila berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji t-Dunnett. Selain itu dilakukan analisis ragam genetik (σ²g), ragam fenotipik (σ²p), koefisien keragaman genetik (KKG), nilai heritabilitas arti luas (h²), koefisien korelasi, dan analisis lintas. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan keragaan pada galurgalur generasi lanjut yang diuji untuk karakter tinggi tanaman, jumlah cabang, kadar klorofil, jumlah polong cipo, bobot polong cipo, dan bobot 100 biji, sedangkan karakter lainnya tidak terdapat perbedaan yang nyata. Berdasarkan
ii
hasil analisis lintasan, karakter jumlah polong total dan bobot polong bernas memiliki pengaruh langsung terhadap bobot biji per tanaman. Karakter jumlah polong bernas berpengaruh tidak langsung terhadap bobot biji per tanaman melalui jumlah polong total, sedangkan bobot polong total berpengaruh tidak langsung terhadap bobot biji per tanaman melalui bobot polong bernas. Seleksi dilakukan dengan menggunakan karakter jumlah polong total, jumlah polong bernas, dan persentase panjang batang berdaun hijau. Terseleksi sembilan galur yang berdaya hasil tinggi dan cenderung lebih tahan penyakit bercak daun dibandingkan varietas pembanding yaitu GWS134D, GWS39D, GWS79A, GWS110A2, GWS39B, GWS134A1, GWS73D, GWS110D, dan GWS18A1.
UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR GENERASI LANJUT KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TAHAN PENYAKIT BERCAK DAUN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
WAHYU JUNAEDI A24061238
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul
: UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR GENERASI LANJUT KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TAHAN PENYAKIT BERCAK DAUN
Nama
: WAHYU JUNAEDI
NIM
: A24061238
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu E.K., MS. NIP. 19631107 198811 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB
Dr. Ir Agus Purwito, MSc.Agr. NIP. 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Wahyu Junaedi, dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat pada tanggal 18 Januari 1988. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Udin Tahyudin dan Ibu Juju. Penulis memulai jenjang pendidikan di TK PGRI Kabupaten Sumedang, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan dasarnya di SD Negeri Darongdong Buahdua Kabupaten Sumedang dan lulus pada tahun 2000, setelah itu penulis melanjutkan pendidikannya di SLTP Negeri 1 Buahdua Kabupaten Sumedang dan lulus pada tahun 2003. Pendidikan menengah atas ditempuh di SMA Negeri 21 Kota Bandung dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI dan pada tahun 2007 penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi Forum Komunikasi Rohis Departemen (FKRD) periode (2007-2009). Selain itu, penulis juga menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman pada tahun 2010.
KATA PENGANTAR Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayat-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini berjudul Uji Daya Hasil Galur-Galur Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Tahan Penyakit Bercak Daun. Penulis menyampaikan terimakasih kepada : 1. Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu EK. MS, selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, masukan, dan nasehat dari awal penelitian hingga skripsi selesai. 2. Dr. M. Syukur SP. MSi, selaku pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani studi. 3. Ayah dan Ibu beserta keluarga besar yang selalu mendukung dalam segala aktivitas penulis. 4. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 43 yang telah memberikan motivasi dan saran. 5. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukanya.
Bogor, Desember 2011
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
viii
PENDAHULUAN.................................................................................... Latar Belakang ................................................................................ Tujuan ............................................................................................. Hipotesis .........................................................................................
1 1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... Botani.............................................................................................. Pemuliaan Kacang Tanah untuk Ketahanan Terhadap Penyakit ....... Penyakit Bercak Daun ..................................................................... Heritabilitas, Korelasi, dan Sidik Lintas...........................................
3 3 4 6 7
BAHAN DAN METODE......................................................................... Tempat dan Waktu........................................................................... Bahan dan Alat ................................................................................ Metode ............................................................................................ Pelaksanaan ..................................................................................... Pengamatan ..................................................................................... Analisis Data ...................................................................................
10 10 10 10 11 12 13
HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. Kondisi Umum ................................................................................ Keragaan Karakter Genotipe-Genotipe yang Diuji ........................... Karakter Vegetatif dan Ketahanan Terhadap Penyakit Bercak Daun Hasil dan Komponen Hasil .............................................................. Pendugaan Parameter Genetik ......................................................... Korelasi dan Sidik Lintas................................................................. Seleksi Galur-Galur Terbaik Kacang Tanah .....................................
15 15 17 18 21 25 27 32
KESIMPULAN DAN SARAN................................................................. Kesimpulan ..................................................................................... Saran ...............................................................................................
34 34 34
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
35
LAMPIRAN.............................................................................................
38
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Analisis Komponen Ragam................................................................
13
2. Data Cuaca Daerah Dramaga Bogor ..................................................
15
3. Rekapitulasi Uji F, Nilai Tengah, Nilai Maksimum dan Nilai Minimum Beberapa Karakter Genotipe Kacang Tanah yang Diuji .....
18
4. Rataan Karakter Tinggi Tanaman, Jumlah Cabang, Panjang Batang Berdaun Hijau, Bobot Brangkasan dan Kadar Klorofil Daun.............
19
5. Rataan Nilai Tengah Karakter Jumlah Polong Total, Jumlah Polong Bernas, Bobot Polong Total, dan Bobot Polong Bernas......................
22
6. Rataan Nilai Tengah Karakter Bobot Biji per Tanaman, Hasil Konversi Bobot Biji/ha, Bobot 100 Biji, dan Indeks Panen Kering.....
24
7. Heritabilitas Beberapa Karakter Kuantitatif Kacang Tanah ................
25
8. Hasil Uji Korelasi Pearson Antar Karakter pada Galur-galur kacang Tanah tahan penyakit Bercak Daun....................................................
28
9. Koefisien Lintas pada Karakter yang Diamati terhadap Bobot Biji per Tanaman......................................................................................
29
10. Urutan Genotipe Berdasarkan Jumlah Polong Total, Jumlah Polong Bernas, dan Persentase Batang Berdaun Hijau ...................................
32
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Fenotipe Tanaman Peka Dan Tahan Terhadap Serangan Penyakit Bercak Daun : A. varietas Gajah (peka), B. Varietas Zebra Putih (toleran), C. galur GWS134D (tahan), D. galur GWS39D (tahan) ........
16
2. Diagram Lintasan Beberapa Karakter Kacang Tanah dengan Bobot Biji per Tanaman Kacang Tanah ..........................................................
30
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Sidik Ragam Karakter Tinggi Tanaman ................................................
39
2. Sidik Ragam Karakter Jumlah Cabang.................................................
39
3. Sidik Ragam Karakter Persentase Panjang Batang Berdaun Hijau........
39
4. Sidik Ragam Karakter Kadar Klorofil ..................................................
39
5. Sidik Ragam Karakter Jumlah Polong Total.........................................
40
6. Sidik Ragam Karakter Jumlah Polong Cipo ........................................
40
7. Sidik Ragam Karakter Jumlah Polong Bernas .......................................
40
8. Sidik Ragam Karakter Bobot Polong Total ..........................................
40
9. Sidik Ragam Karakter Bobot Polong Cipo ...........................................
41
10. Sidik Ragam Karakter Bobot Polong Bernas......................................
41
11. Sidik Ragam Karakter Bobot Biji per Tanaman .................................
41
12. Sidik Ragam Karakter Bobot 100 Biji................................................
41
13. Sidik Ragam Karakter Bobot Brangkasan .........................................
42
14. Sidik Ragam Karakter Indeks Panen kering .......................................
42
15. Deskripsi Kacang Tanah Varietas Gajah .............................................
43
16. Deskripsi Kacang Tanah Varietas Jerapah...........................................
44
17. Deskripsi Kacang Tanah Varietas Sima ..............................................
45
18. Deskripsi Kacang Tanah Varietas Zebra Putih ....................................
46
PENDAHULUAN Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan palawija penting kedua setelah kedelai di Indonesia. Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan, namun saat ini telah menyebar ke seluruh dunia yang beriklim tropis atau subtropis. Kacang tanah merupakan bahan pangan dan pakan ternak yang benilai gizi tinggi. Permintaaan terhadap produk kacang tanah tetap tinggi tiap tahunnya. Peningkatan
kebutuhan
kacang
tanah
nasional
berkaitan
erat
dengan
meningkatnya industri pangan dan pakan (Kasno, 2006). Balitan (2010) melaporkan hingga saat ini kebutuhan nasional kacang tanah masih harus dipenuhi dari impor sekitar 200 000 ton per tahun karena konsumsi yang terus meningkat. Di samping itu terjadi kesenjangan hasil kacang tanah antara di tingkat petani dengan tingkat penelitian masih cukup tinggi yaitu 1.2 ton/ha berbanding dengan 2 ton/ha. Produksi kacang tanah di Indonesia dalam lima tahun terakhir (tahun 2005 sampai 2010) terus menurun dari 0.84 juta ton menjadi 0.77 juta ton, begitu juga luas area panennya yaitu 0.72 juta ha menjadi 0.63 juta ha, sedangkan produktivitas kacang tanah naik dari 1.16 ton/ha menjadi 1.21 ton/ha (BPS, 2011). Produktivitas ini masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan potensi hasilnya. Produksi kacang tanah yang menurun dan rendahnya produktivitas disebabkan oleh teknik budidaya yang belum memadai, minimnya penggunaan benih unggul serta serangan hama dan penyakit. Salah satu penyakit utama pada kacang tanah di Indonesia adalah bercak daun. Penyakit ini disebabkan oleh fungi yaitu Cercospora arachidicola dan Cercosporidium personatum (Berk. and Curt). Serangan yang parah menyebabkan daun mengering dan rontok sehingga dapat menurunkan hasil lebih dari 50 % jika tidak dikendalikan dengan baik dan benar (Adisarwanto, 2001). Peningkatan produksi kacang tanah tidak terlepas dari penggunaan varietas unggul. Pemuliaan tanaman ditujukan untuk memperbaiki potensi genetik tanaman sehingga dapat beradaptasi pada agroekosistem tertentu dengan hasil
2 tinggi dan sesuai selera konsumen. Perakitan varietas baru dengan daya hasil tinggi dan tahan penyakit merupakan salah satu contohnya. Salah satu tahapan dalam pemuliaan tanaman yaitu uji daya hasil. Galur yang terbukti mempunyai daya hasil tinggi dapat diajukan untuk dilepas sebagai varietas baru. Hasil evaluasi ini berguna untuk mengetahui manfaat suatu genotipe sehingga diketahui genotipe yang dapat dijadikan varietas budidaya, genotipegenotipe yang perlu diseleksi lebih lanjut, dan genotipe yang dapat dijadikan tetua dalam hibridisasi selanjutnya (Allard, 1960). Pembentukan varietas unggul dilengkapi dengan teknik budidaya yang baik, akan menghasilkan peningkatan produksi dan produktivitas kacang tanah. Genotipe yang diuji merupakan hasil pemuliaan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Genotipe ini berasal dari persilangan antara varietas Gajah dengan galur introduksi tahan penyakit bercak daun GPNCWS4. Seleksi untuk ketahanan terhadap penyakit bercak daun dan daya hasil tinggi telah dilakukan sebelumnya dan dalam penelitian ini 16 galur terseleksi dilakukan pengujian untuk daya hasil. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi daya hasil 16 galur generasi lanjut kacang tanah (Arachis hypogaea L.) tahan penyakit bercak daun hasil pemuliaan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Hipotesis Terdapat paling sedikit satu galur generasi lanjut yang lebih unggul dan lebih tahan penyakit bercak daun dibandingkan dengan varietas pembanding.
TINJAUAN PUSTAKA Botani Kacang tanah termasuk ke dalam Famili Fabaceae, Genus Arachis, dan spesies Arachis hypogaea. Kacang tanah lebih cocok ditanam pada musim kemarau, dengan kecukupan air irigasi. Jenis tanah yang ideal yaitu lempung berpasir, liat berpasir, atau lempung liat berpasir. Kemasaman (pH) tanah yang optimal adalah sekitar 6.5 - 7.0 (Pitojo, 2005). Bunga kacang tanah mulai muncul dari ketiak daun pada bagian bawah tanaman yang berumur antara 4 - 5 minggu dan berlangsung hingga umur sekitar 80 hari setelah tanam. Bunga berbentuk kupu-kupu, berukuran kecil, dan terdiri atas empat daun tajuk. Bunga kacang tanah pada umumnya melakukan penyerbukan sendiri. Penyerbukan terjadi menjelang pagi, sewaktu bunga masih kuncup (kleistogami). Penyerbukan silang dapat terjadi, namun persentasinya sangat kecil, sekitar 0.5 %. Bunga yang berhasil menjadi polong biasanya hanya bunga yang terbentuk pada sepuluh hari pertama sejak bunga pertama muncul. Bunga yang muncul selanjutnya sebagian besar akan gugur sebelum menjadi ginofor (Pitojo, 2005). Iklim berpengaruh besar terhadap pertanaman kacang tanah. Cahaya, curah hujan, dan suhu mempunyai efek langsung terhadap tanaman. Kacang tanah berdasarkan
tipe
fotosintesisnya
merupakan
tanaman
C3
dan
cahaya
mempengaruhi fotosintesis serta respirasi. Kanopi kacang tanah responsif terhadap peningkatan intensitas cahaya matahari terutama saat pembungaan. Intensitas cahaya yang rendah pada saat pembungaan akan menghambat pertumbuhan vegetatif (Adisarwanto et al., 1993). Intensitas cahaya yang rendah pada saat pembentukan ginofor akan mengurangi jumlah ginofor. Disamping itu rendahnya intensitas penyinaran pada masa pengisian polong akan menurunkan jumlah dan berat polong serta meningkatkan jumlah polong hampa (Adisarwanto et al., 1993). Keragaman dalam jumlah dan distribusi curah hujan sangat berpengaruh atau dapat menjadi kendala hasil kacang tanah. Hujan yang cukup pada saat tanam sangat dibutuhkan agar tanaman dapat berkecambah dengan baik dan distribusi
4 curah hujan yang merata selama periode tumbuh akan menjamin pertumbuhan vegetatif. Jika curah hujan terlau tinggi pada fase vegetatif maka akan menurunkan hasil. Demikian pula apabila hujan turun agak banyak pada saat panen akan menyebabkan biji berkecambah. Kelembaban tanah yang cukup pada awal pertumbuhan, saat berbunga dan saat pembentukan polong sangat penting untuk mendapatkan produksi tinggi (Adisarwanto et al., 1993). Suhu tanah merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi perkecambahan biji dan pertumbuhan awal. Pada suhu tanah kurang dari 18 °C, kecepatan perkecambahan akan lambat. Suhu tanah > 40 °C akan mematikan benih yang baru ditanam. Respon varietas terhadap suhu berbeda-beda. Kecepatan tumbuh tanaman kacang tanah akan meningkat dengan meningkatnya suhu dari 20 °C menjadi 30 °C. Suhu untuk pertumbuhan optimum berkisar antara 27 °C dan 30 °C tergantung pada masing-masing varietas. Suhu udara berpengaruh pula terhadap masalah pembungaan. Pada fase generatif suhu maksimum terletak antara 24 °C dan 27 °C. Suhu udara diatas 33 °C akan mempengaruhi benang sari. Inisiasi ginofor akan naik apabila suhu udara naik dari 19 °C menjadi 23 °C. Suhu tanah maksimum untuk perkembangan ginofor adalah 30 - 34 °C. Bentuk polong menjadi kecil dan keras apabila suhuudara dan suhu tanah tinggi (Adisarwanto et al., 1993). Pemuliaan Kacang Tanah untuk Ketahanan Terhadap Penyakit Pemuliaan kacang tanah di Indonesia dimulai sejak tahun 1930-an oleh para pemulia Belanda, setelah Indonesia merdeka diteruskan oleh pemulia Indonesia. Pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas baru harus memperbaiki stabilitas produksi, memenuhi standar mutu, sesuai dengan pola tanam setempat, dan sesuai dengan keinginan pengguna (Kasno, 1993). Program pemuliaan tanaman yang ditujukan untuk merakit varietas yang tahan penyakit harus dimulai dengan gen yang memberikan resistensi. Resistensi yang paling berguna yaitu jika gen donor berasal dari spesies yang sama. Selain itu bisa juga dari spesies lain yang memiliki kekerabatan cukup dekat atau melalui agen mutagen (Allard, 1989).
5 Metode pemuliaan untuk resistensi terhadap penyakit tidak berbeda secara mendasar dari pemuliaan untuk karakteristik lain. Sehingga beberapa macam metode pemuliaan yang cocok untuk tanaman yang bersangkutan dapat digunakan dalam mengembangkan varietas tahan penyakit dan hama, dengan syarat gen pemberi resistensi telah ditemukan. Apabila gen untuk resistensi terdapat pada varietas komersil, seleksi di dalam varietas ini hampir selalu memberi metode yang paling mudah dan paling memuaskan dalam mengembangkan strain resisten (Allard, 1989). Allard (1989) menambahkan jika tidak ditemukan resistensi pada varietas komersil, tetapi hanya terdapat pada tipe yang tidak unggul secara komersil karena sifat agronominya yang tidak cocok maka metode backcross atau metode pedigree biasanya digunakan. Metode backcross digunakan jika tetua yang resisten hanya menyumbangkan gen resisten dan tidak unggul dalam sifat agronomi lainnya. Sedangkan jika tetua resisten tidak hanya memiliki gen resisten tetapi dapat memperbaiki sifat agronomi lainnya maka metode pedigree dapat dipilih. Adisarwanto (2004) menambahkan bahwa prinsip dasar kegiatan persilangan pada kacang tanah dapat dilakukan jika sudah diketahui dengan pasti periode berbunga yang bersamaan antara tetua jantan dan betina dari induk yang akan disilangkan. Periode persilangan yang efektif untuk mencapai persentase keberhasilan yang tinggi adalah selama dua minggu sejak bunga pertama. Beberapa kegiatan secara simultan dalam mengevaluasi varietas atau galur introduksi, galur hasil persilangan (hibridisasi), maupun galur hasil mutasi buatan pada akhirnya akan diperoleh beberapa galur harapan sebagai calon varietas baru. Dari galur-galur harapan tersebut kemudian diuji atau dievaluasi mengenai potensi daya hasil. Pengujian atau evaluasi potensi daya hasil dan persyaratan kriteria yang lain merupakan tahapan lanjutan dari proses pembentukan varietas unggul. Adapun yang dilakukan pada tahap ini adalah uji daya hasil pendahuluan, uji daya hasil lanjutan, dan uji multilokasi (Adisarwanto, 2004).
6 Penyakit Bercak Daun Penyakit bercak daun selalu terdapat pada daun kacang tanah yang menjelang masak. Hal ini sedemikian lazimnya sehingga dianggap sebagai keadaan yang biasa, bahkan banyak petani yang berpendapat bahwa datangnya penyakit ini menandakan tanaman sudah hampir masak. Penyakit bercak daun disebabkan oleh dua macam jamur, yaitu Cercosporidium personatum (Berk. Et Curt.) Deighton dan Cercospora arachidicola Hori. C. personatum menyebabkan penyakit bercak daun hitam sedangkan C. arachidicola menyebabkan penyakit bercak daun cokelat (Semangun, 1991).. C. arachidicola Hori membentuk konidium pada kedua permukaan daun, meskipun lebih banyak pada permukaan atas. Stroma kecil, dengan garis tengah 25 – 100 µm, coklat tua. Rumpun konidiofor jamur ini kecil-kecil, sehingga tidak terllihat dengan mata biasa. Rumpun konidiofor terdapat pada kedua sisi daun, bahkan banyak yang terdapat pada sisi atas (Semangun, 1991). Semangun (1991) juga mengemukakan bahwa serangan C. arachidicola datang lebih awal daripada C. personatum, sehingga penyakit yang disebabkannya disebut bercak daun awal (early leaf spot). Hardiningsih (1993) menambahkan bahwa gejala bercak daun awal berupa bercak-bercak berbentuk bulat kadang tidak teratur dengan diameter 1 – 10 mm, berwarna cokelat tua sampai hitam pada permukaan bawah daun dan cokelat kemerahan sampai hitam pada permukaan atas. Selalu terdapat halo berwarna kuning yang jelas. C. personatum lebih banyak ditemui dan lebih merugikan daripada C. arachidicola. Selain itu, timbulnya gejala juga lebih lambat sehingga sering disebut sebagai bercak daun lambat (late leaf spot). Pada daun kacang tanah jamur membentuk bercak-bercak yang umumnya bulat, dengan garis tengah 1 - 5 mm, meskipun kadang-kadang sampai 15 mm. Bercak mempunyai halo kuning yang tipis. Dari sisi atas bercak berwarna coklat dan dari sisi bawah tampak hitam dengan titik-titik hitam yang terdiri dari rumpun-rumpun konidiofor. Jamur dapat juga menyerang tangkai daun, daun penumpu, batang, dan ginofor (Semangun, 1991). Hardiningsih (1993) menyatakan siklus hidup dan epidemologi patogen penyakit bercak daun dimulai dari keberadaan konidia. Konidia yang terdapat
7 pada sisa tanaman dalam tanah merupakan sumber inokulum pertama. Selain itu askuspora, klamidospora, dan potongan miselium juga merupakan inokulum yang potensial. Konidia C. arachidicola berkecambah membentuk satu atau beberapa tabung kecambah kemudian masuk ke dalam stomata yang terbuka atau menembus sel epidermis secara langsung. C. personatum menghasilkan haustoria interseluler, sedangkan C. arachidicola tidak demikian. Daun kacang tanah yang dalam keadaan basah dengan suhu berkisar antara 25 – 31 °C, bercak dapat berkembang dalam waktu 10 – 14 hari. Konidia disebarkan oleh angin, percikan air, dan serangga. Puncak penyebaran konidia terjadi bersama waktu turunnya embun (pagi hari) dan waktu turun hujan. Penyebaran konidia C. arachidicola mencapai 2.7 m di atas permukaan tanah (Hardiningsih, 1993). Penyakit bercak daun kacang tanah terdapat pada setiap pertanaman kacang tanah. Daerah penyebarannya sangat luas meliputi Asia, Afrika, Amerika, dan Australia. Tanaman kacang tanah yang terserang bercak daun dan tidak disemprot dengan fungisida, akan menderita kehilangan hasil polong hingga lebih dari 50 %. Dari percobaan-percobaan diketahui bahwa produksi tanaman kacang tanah meningkat 50 – 100 % jika kedua penyakit ini dikendalikan. Tanaman yang terserang penyakit bercak daun akan bertambah parah kondisinya jika diikuti oleh infeksi karat daun (Hardiningsih, 1993). Konidium kedua macam jamur penyebab penyakit bercak daun sebagian besar dipencarkan oleh angin dan serangga. C. personatum memencar sangat cepat, sehingga dalam waktu 7 hari intensitas penyakit dapat meningkat 10 kali, sedangkan untuk C. arachidicola diperlukan waktu 23 hari. Penyakit ini sangat dipengaruhi oleh kelembaban. Dalam cuaca kering penyakit baru berkembang banyak jika tanaman berumur 70 hari, sedang dalam cuaca lembab hal ini terjadi pada umur 40 – 45 hari (Semangun, 1991). Heritabilitas, Korelasi, dan Sidik Lintas Kemajuan seleksi yang dilakukan dapat dilihat dari nilai heritabilitasnya. Heritabilitas menyatakan perbandingan atau proporsi varian genetik terhadap varian total (varian fenotipe) yang biasa dinyatakan dalam persen (%) (Allard,
8 1960). Menurut Poehlman dan Sleeper (1995) heritabilitas adalah parameter genetik yang digunakan untuk menduga variabilitas penampilan suatu genotip dalam populasi yang disebabkan oleh peranan faktor genetik. Nilai heritabilitas dapat diduga dengan menggunakan beberapa metode, antara lain dengan menggunakan metode analisis komponen ragam. Analisis komponen ragam digunakan untuk menduga nilai heritabilitas arti luas. Metode lain yang dapat digunakan untuk menduga nilai heritabilitas adalah metode parent-offspring. Metode parent-offspring digunakan untuk menduga nilai heritabilitas arti sempit pada karakter kualitatif. Nilai heritabilitas diduga dengan meregresikan nilai rata-rata turunan terhadap tetuanya. Nilai heritabilitas dinyatakan dalam bilangan pecahan atau persentase yang berkisar antara 0 sampai 1. Nilai heritabilitas nol artinya keragaman fenotipe hanya disebabkan oleh keragaman lingkungan, sedangkan nilai heritabilitas satu artinya keragaman fenotipe hanya disebabkan oleh keragaman genotipe itu sendiri. Semakin mendekati nilai satu, nilai heritabilitasnya semakin tinggi, sebaliknya semakin mendekati nol nilai heritabilitasnya semakin rendah (Poespodarsono, 1988). Heritabilitas suatu karakter yang tinggi menandakan bahwa ekspresi genetik karakter tersebut relatif kurang dipengaruhi lingkungan, sedangkan nilai heritabilitas yang rendah menandakan keragaman genotipe dipengaruhi lingkungan (Rachmadi et al., 1996). Korelasi merupakan tingkat keeratan karakter yang digambarkan dari nilai koefisien korelasinya. Nilai korelasi dapat bernilai positif atau negatif dengan rentang nilai antara -1 sampai +1. Nilai koefisien korelasi semakin mendekati -1 atau +1 maka tingkat keeratan antara dua karakter semakin tinggi dan semakin mendekati nol maka tingkat keeratannya semakin rendah (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Budiarti et al. (2004) mengemukakan nilai korelasi merupakan gambaran tingkat keeratan antar karakter yang satu dengan yang lainnya, namun nilai korelasi tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat dari tingkat keeratan antar karakter tersebut. Maka untuk menguraikan koefisien korelasi agar lebih bermakna dilakukan analisis lintas. Penggunaan analisis lintas dapat menguraikan koefisien korelasi menjadi pengaruh langsung dan tidak langsung (Marsito, 2003). Budiarti et al. (2004)
9 menyatakan bahwa penentuan karakter-karakter yang akan dijadikan kriteria seleksi yang efektif dapat dilihat dari besarnya pengaruh langsung terhadap hasil, korelasi antara karakter dengan hasil, dan selisih antara korelasi antar karakter dan hasil dengan pengaruh langsung karakter tersebut terhadap hasil (<0.05).
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikarawang dan analisis klorofil dilakukan di Laboratorium RGCI IPB, Dramaga, Bogor. Lokasi penelitian terletak pada ketinggian 250 m di atas permukaan laut dengan jenis tanah latosol dan suhu udara rata-rata harian 25.9 °C. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2010. Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan adalah 16 galur generasi lanjut kacang tanah hasil pemuliaan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB sebagai galur yang diuji, serta 4 varietas komersial sebagai pembandingnya. Galur yang diuji yaitu 16 galur GWS hasil persilangan varietas Gajah dengan galur introduksi GP-NCWS4 yang tahan penyakit bercak daun dengan empat varietas pembanding yaitu Gajah, Jerapah, Zebra Putih, dan Sima. Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-18, dan KCL. Furadan digunakan sebagai pestisida. Asetontris dan aquades digunakan untuk mengukur kadar klorofil. Peralatan yang digunakan adalah peralatan yang biasa digunakan dalam budidaya kacang tanah dan seperangkat alat untuk mengukur kadar klorofil daun. Peralatan untuk mengukur kadar klorofil daun antara lain boks es, mortar, micro tube, sentrifuge,dan Unispec spectrophotometer. Metode Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak satu faktor yaitu genotipe (20 genotipe) dengan tiga ulangan. Jumlah satuan percobaan yaitu 60 petak.
Model rancangan yang digunakan
adalah: Yij = μ+i βj + ij
; (i=1,....t, j=1,....r)
Keterangan : Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j μ = rataan umum
11 i = pengaruh perlakuan ke-i βj = pengaruh kelompok ke-j ij = pengaruh galat pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j Pengolahan data dilakukan dengan uji F, perlakuan yang berpengaruh nyata diuji dengan uji lanjut Dunnet pada taraf nyata 5% (Gomez dan Gomez, 1995). Pelaksanaan Lahan dibersihkan dari gulma dan anak kayu lalu digemburkan. Setelah itu, dibuat petakan sebanyak 60 petak dengan ukuran 4 m x 3 m dan jarak antar petak 50 cm. Lalu diberikan kaptan (500 kg/ha ) dan pupuk kandang (1.5 ton/ha) secara merata pada tiap petakan. Tanah dibiarkan selama kurang lebih satu minggu agar kaptan dan pupuk kandang menyatu dengan tanah. Penanaman dilakukan pada pagi hari dengan menggunakan jarak tanam 40 cm x 15 cm dan satu benih per lubang tanam sehingga total populasi per petak adalah 200 tanaman. Furadan diberikan pada lubang tanam saat penanaman dengan dosis 12 kg/ha. Pemupukan dilakukan sekali saat penanaman dengan mencampur tiga jenis pupuk. Pemberiannya dengan cara dialur di samping barisan tanaman dengan dosis 50 kg Urea/ha, 200 kg SP-18/ha, dan 100 kg KCL/ha. Pemeliharaan
meliputi
penyulaman,
pembersihan
gulma,
dan
pembumbunan. Penyulaman dilakukan pada satu minggu setelah tanam (MST). Pembersihan gulma dilakukan setiap minggu sampai 4 MST dan pembumbunan pada 4 MST. Pembumbunan dilakukan untuk mempercepat dan mempermudah ginofor mencapai tanah. Pemanenan dilakukan pada 14 MST atau 100 hari setelah tanam (HST) disaat pengisian polong sudah maksimal dengan ciri kulit polong bagian dalam berwarna agak gelap, kulit polong terlihat berurat. Pengeringan dilakukan dengan dijemur di lantai selama 5-6 hari pada cuaca cerah. Pengupasan atau pembijian dilakukan dengan cara sederhana (polong dikupas dengan tangan). Selanjutnya dilakukan penghitungan data untuk memperoleh komponen hasil.
12 Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan menggunakan sepuluh tanaman contoh kompetitif yang berada dalam satu baris pada masing-masing petak percobaan. Peubah yang diamati adalah : 1. Tinggi tanaman saat panen, diukur dari permukaan tanah sampai dengan titik tumbuh pada batang utama. 2. Jumlah cabang yang tumbuh pada tiap tanaman saat panen. 3. Persentase panjang batang utama berdaun hijau pada saat panen. Dihitung dengan rumus : (panjang batang utama berdaun hijau/ tinggi tanaman saat panen) x 100%. 4. Indeks panen kering. Dihitung dengan rumus : Bobot polong bernas/Bobot brangkasan. 5. Jumlah polong total, bernas, cipo per tanaman. Dilakukan setelah tanaman contoh dikeringkan di bawah sinar matahari langsung sampai kadar air benih mencapai kurang lebih 14%. 6. Bobot polong total, bernas, dan cipo per tanaman. Dilakukan setelah tanaman contoh dikeringkan di bawah sinar matahari langsung sampai kadar air benih mencapai kurang lebih 14%. 7. Bobot biji per tanaman, bobot biji dari tanaman contoh yang sudah dikeringkan. Dilakukan setelah tanaman contoh dikeringkan di bawah sinar matahari langsung sampai kadar air benih mencapai kurang lebih 14%. 8. Bobot 100 biji kering per tanaman. 9. Kadar klorofil daun pada 8 MST, menggunakan sampel daun yang ke 8 dari daun termuda. Daun yang digunakan sebagai sampel adalah daun ke 8 dari daun termuda. Pengambilan daun dilakukan pagi hari sebelum sinar matahari terik. Daun dimasukan ke dalam boks yang berisi es batu untuk mencegah respirasi yang terlalu tinggi. Anak daun yang paling ujung dipilih dari daun tetrafoliet untuk diambil sampelnya. Daun dilubangi dengan pelubang khusus yang berdiameter 0.92 cm dan diusahakan tidak mengenai urat daun. Daun yang terpotong digerus dan dilarutkan dengan aseton tris sebanyak 2 ml. Setelah menyatu, larutan kemudian dimasukkan
13 ke dalam mikro tube. Mikro tube dimasukkan ke mesin sentrifuge untuk memisahkan supernatan dengan ampas daun. Setelah terpisah, supernatan diambil dengan pipet volumetrik sebanyak 1 ml dan diencerkan dengan 2 ml asetontris. Selanjutnya masing-masing sampel dihitung panjang gelombangnya dengan mesin Unispec spectrofotometer. Nilai dari panjang gelombang yang tercatat lalu dikonversi ke dalam jumlah klorofil per luas area sampel. Selanjutnya kadar klorofil dapat diketahui dan dibandingkan antar genotipe. Analisis Data Data yang dianalisis untuk masing-masing karakter pengamatan adalah rataan dari sepuluh tanaman contoh tiap petak percobaan. Data dianalisis menggunakan sidik ragam atau uji F pada taraf nyata (α) 5 % dan apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji t-Dunnet. Selain itu, dilakukan analisis untuk menentukan ragam genetik (σ²g), ragam fenotipik (σ²p), koefisien keragaman genetik (KKG), nilai heritabilitas arti luas (h²bs), dan analisis lintasan. Tabel 1. Analisis Komponen Ragam Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Kuadrat Tengah (KT)
(DB)
E (KT)
Ulangan
r-1
M1
Perlakuan
g-1
M2
σ²e + rσ²g
(r-1) (g-1)
M3
rσ²e
Galat
Keterangan : E (KT) = harapan kuadrat tengah, r = banyaknya ulangan, g = banyaknya galur
Berikut ini merupakan pendugaan komponen ragam : Ragam lingkungan (σ²e) = M3/r Ragam genetik (σ²g) = (M2 – M3)/r Ragam fenotipik (σ²p) = σ²e+ σ²g Nilai heritabilitas h² bs = σ²g / σ²p Koefisien Keragaman Genetik (KKG) =
σ
x 100%, µ= rataan umum peubah
14 Penghitungan analisis lintasan menggunakan metode matriks Singh dan Chaudhary (1979) :
r1y
X11
X12 X13…. X19
P1y
r2y
X21
X22 X23…. X29
P2y
r3y
= X31
X32 X33…. X39
P3y
:
:
:
:
:
:
r9y A
X91 =
X92 X93…. X99
P9y
B
C
Vektor A merupakan korelasi antara karakter X1 dengan (y) (riy), unsur matriks B terdiri dari korelasi peubah Xi (rij), Vektor C adalah unsur-unsur pengaruh langsung peubah X1 terhadap y (Pij). Vektor C didapatkan dengan rumus : C = B¯ ¹ A Koefisien residu (CS) : = ∑
C
Analisis lintasan dilakukan dengan menggunakan Software SAS 9.13.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Tanah pada lokasi yang digunakan untuk penelitian berjenis latosol. Penelitian dilaksanakan pada akhir musim hujan dengan data cuaca selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Rataan curah hujan, jumlah hari hujan, dan suhu selama penanaman yaitu berturut-turut 458.92 mm, 21.2 hari hujan, dan 25.88 °C. Suhu rata-rata selama penelitian berkisar antara 25.1 – 26.7 °C/bulan. Adisarwanto et al. (1993) menyatakan bahwa suhu optimal untuk pertumbuhan kacang tanah yaitu berkisar antara 27 – 30 °C. Oleh karena itu, suhu lingkungan penelitian kurang optimal untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman kacang tanah. Sumarno dan Punarto (1993) menambahkan bahwa suhu berpengaruh terhadap semua aspek pertumbuhan kacang tanah terutama berkaitan dengan laju fotosintesis. Dengan suhu yang tidak optimal laju fotosintesis hanya dapat mencapai 75 %. Tabel 2. Data Cuaca Daerah Dramaga Bogor Bulan
Curah hujan (mm)
Maret April Mei Juni Jumlah Rataan
672.6 527.0 330.9 303.4 2294.6 458.9
Jumlah hari hujan 26 21 18 18 106 21.2
Suhu (°C) 25.1 25.8 26.7 25.9 129.4 25.9
Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika, Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor
Hama yang menyerang selama fase perkecambahan yaitu hama semut yang memakan benih. Selain itu terdapat juga patogen berupa cendawan dari jenis Aspergillus niger dengan tanda penyakit berupa hifa berwarna hitam yang menyelimuti benih, Aspergillus flavus dengan tanda penyakit berupa hifa berwarna hijau, dan Curvularia brachyspora dengan tanda penyakit berupa miselia yang berwarna putih keabuan. Pertumbuhan tanaman dari mulai fase perkecambahan sampai 4 MST belum menunjukkan adanya gejala serangan penyakit bercak daun yang disebabkan Cercosporidium personatum dan Cercospora arachidicola. Setelah
16 memasuki umur 5 MST, gejala serangan mulai tampak pada daun yang paling bawah yang ditandai bercak coklat kehitaman kecil. Semakin lama, gejala serangan semakin berat yang ditandai dengan rotoknya daun mulai dari daun terbawah. Kondisi ini terjadi karena kelembaban lingkungan pada daun terbawah lebih tinggi dibandingkan dengan daun yang lebih atasnya. Semangun (1991) menyatakan bahwa penyebaran penyakit bercak daun sangat dipengaruhi oleh kelembaban udara dan dalam kodisi yang lembab, penyakit dapat berkembang biak pada umur 40 – 45 hari.
A
B
C
D
Gambar 1. Fenotipe Tanaman Peka Dan Tahan Terhadap Serangan Penyakit Bercak Daun : A. varietas Gajah (peka), B. varietas Zebra Putih (toleran), C. galur GWS134D (tahan), D. galur GWS39D (tahan) Berdasarkan pengamatan secara visual di lapangan, intensitas serangan yang paling berat diperlihatkan oleh varietas Gajah sebagai kontrol yang peka terhadap penyakit bercak daun (Gambar 1). Hal ini terlihat dari rendahnya proporsi bagian tanaman yang masih tampak hijau jika dibandingkan dengan genotipe lainnya. Serangan terhadap varietas Jerapah, Zebra Putih, dan Sima sebagai kontrol yang toleran tidak terlalu berat dibandingkan varietas Gajah.
17 Begitu juga dengan sebagian besar galur-galur yang diuji memiliki proporsi bagian tanaman yang masih tampak hijau cenderung lebih tinggi dari varietas Gajah. Penyakit lainnya yang menyerang selama pertumbuhan tanaman yaitu layu bakteri (Pseudomonas solanacearum), karat (Puccinia arachidis), sapu setan (Mikoplasma), belang kacang tanah oleh virus (Groundnut Mottle Virus) dan penyakit bilur oleh virus (Peanut Stripe Virus/PStV). Hama yang menyerang secara umum yaitu rayap, belalang (Oxya spp.), ulat grayak (Spodoptera litura Fabricus), ulat penggulung daun (Omiodes indicate Fabricus). Rayap menyerang pangkal batang sehingga mengakibatkan tanaman layu kemudian mati. Ulat penggulung daun merupakan hama dengan serangan paling berat pada lahan penelitian. Hama ini menyerang pucuk tanaman pada 8 10 MST sehingga pucuk daun menggulung. Serangan hama lainnya memiliki intensitas yang rendah dan tidak membahayakan. Gulma yang tumbuh di sekitar pertanaman kacang tanah yaitu Mimosa pudica, Mimosa pigra, Boreria alata, Croton hirtus. Pengendalian gulma dilakukan secara manual tiap minggu sampai 4 MST, setelah itu tidak dilakukan pengendalian karena tajuk kacang tanah sudah mulai menutup permukaan tanah sehingga menekan pertumbuhan gulma. Selain itu, pengendalian gulma pada fase berbunga dan pengisian polong dapat mengganggu keberhasilan terbentuknya bunga dan polong. Keragaan Karakter Genotipe-Genotipe yang Diuji Galur-galur yang diuji memperlihatkan perbedaan keragaan pada beberapa karakter daya hasil dan ketahanan terhadap penyakit bercak daun. Hasil sidik ragam dari 20 genotipe yang diamati menunjukan adanya pengaruh nyata pada taraf 1 % untuk karakter tinggi tanaman, jumlah cabang, kadar klorofil, jumlah polong cipo, bobot polong cipo, dan bobot 100 butir, sedangkan karakter lainnya tidak menunjukan perbedaan nyata. Selain itu rataan dan kisaran dari masingmasing karakter juga disajikan pada Tabel 3.
18 Tabel 3. Rekapitulasi Uji F, Nilai Tengah, Nilai Maksimum dan Nilai Minimum Beberapa Karakter Genotipe Kacang Tanah yang Diuji Karakter
F hitung
Rataan
Tinggi tanaman (cm)
5.78**
52.5
Jumlah cabang
5.98**
5.4
Panjang batang 1.71tn berdaun hijau (%) Kadar klorofil daun 2.70** (µmol/cm²) Jumlah polong total 1.09 tn (polong/tanaman) Jumlah polong cipo 2.67** (polong/tanaman) Jumlah polong bernas 1.17tn (polong/tanaman) Bobot polong total 0.95tn (gram/tanaman) Bobot polong cipo 2.83** (gram/tanaman) Bobot polong bernas 0.97tn (gram/tanaman) Bobot biji 1.09tn (gram/tanaman) Bobot 100 butir 20.50** (gram) Bobot brangkasan 2.15tn (gram/tanaman) Indeks panen kering 1.11tn
5.9 0.057 9.7 0.3 9.4 10.6 0.1 10.5 7.2 47.2 14.9 0.8
Nilai maksimum (genotipe) 79.1 (Sima) 7.1 (GWS79A) 8.4 (GWS74A1) 0.068 (GWS27C) 12.3 (GWS134D) 0.8 (GWS79A) 11.8 (GWS134D) 13.3 (GWS134D) 0.26 (GWS134A) 13.20 (GWS73D) 9.8 (GWS134A1) 53.6 (GWS138A) 19.6 (GWS74A1) 1.1 (Gajah)
Nilai minimum (genotipe) 38.5 (GWS138A) 4.7 (GWS39D) 2.3 (Gajah) 0.051 (GWS110A2) 7.3 (GWS134A) 0.2 (GWS73D) 6.6 (GWS134A) 7.3 (GWS134A) 0.02 (GWS110D) 7.0 (GWS134A) 4.6 (GWS134A) 41.6 (GWS110D) 10.8 (Gajah) 0.5 (GWS74A1)
Keterangan : tn : tidak nyata, ** : berpengaruh nyata pada taraf 1 %
Karakter Vegetatif dan Ketahanan Terhadap Penyakit Bercak Daun Tinggi tanaman memiliki rataan sebesar 52.5 cm dengan kisaran 38.5 cm (GWS138A) - 79.1 cm (Sima). Varietas Sima memiliki tinggi tanaman tertinggi diantara varietas pembanding lainnya sehingga digunakan sebagai pembanding untuk karakter tinggi tanaman. Berdasarkan uji t-Dunnett (Tabel 4) semua galur yang diuji memiliki tinggi tanaman yang nyata lebih rendah dari varietas
19 pembanding Sima. Selain itu, galur-galur yang diuji dibandingkan juga dengan varietas Gajah dan hasilnya tidak berbeda nyata untuk karakter tinggi tanaman. Berdasarkan pengamatan di lapangan, habitus tanaman yang tinggi lebih mudah rebah dibandingkan dengan habitus tanaman yang lebih pendek, sehingga menimbulkan kelembaban yang tinggi di sekitar tajuk. Tanaman yang rebah juga menyulitkan dan memperlama saat pemanenan, karena cabang tanaman saling melilit. Tabel 4. Rataan Karakter Tinggi Tanaman, Jumlah Cabang, Panjang Batang Berdaun Hijau, Bobot Brangkasan dan Kadar Klorofil Daun
Galur
Tinggi tanaman (cm)
GWS18A1 GWS27C GWS39B GWS39D GWS72A GWS73D GWS74A1 GWS74D GWS79A GWS110A1 GWS110A2 GWS110D GWS134A GWS134A1 GWS134D GWS138A Gajah Jerapah Zebra Putih Sima
56.4 h 56.7 h 43.3 h 49.8 h 51.9 h 52.7 h 61.0 h 56.2 h 53.8 h 50.9 h 46.4 h 54.4 h 48.1 h 49.7 h 61.0 h 38.5 h 45.8 53.7 39.9 79.1
Jumlah cabang 5.1 5.4 6.0 4.7 5.2 5.4 5.2 5.0 7.1a 4.8 5.5 5.2 5.0 5.8 6.8a 4.8 5.1 5.1 5.0 5.1
Panjang batang berdaun hijau (%) 5.6 5.6 6.5 4.3 4.3 6.4 8.4 7.1 6.1 7.3 6.7 4.7 6.9 5.5 4.9 5.5 2.3 5.6 7.4 6.2
Bobot brangkasan (g) 12.7 15.1 15.6 11.8 13.1 18.7 19.6 17.9 18.0 14.7 12.6 12.6 12.3 13.3 17.4 13.1 10.8 14.3 16.9 17.7
Kadar klorofil daun (µ mol/cm²) 0.053 0.068a 0.061 0.062 0.055 0.055 0.053 0.056 0.052 0.054 0.051 0.054 0.062 0.055 0.058 0.056 0.057 0.055 0.060 0.059
Keterangan: Indeks huruf pada kolom yang sama diolah lanjut dari hasil uji t-Dunnett taraf 5%, menunjukkan bahwa : a : nyata > Gajah e : nyata < Gajah b : nyata > Jerapah f : nyata < Jerapah c : nyata > Zebra Putih g : nyata < Zebra Putih d : nyata > Sima h : nyata < Sima
Semua genotipe yang diuji merupakan tanaman kacang tanah tipe tegak. Trustinah (1993) menyatakan bahwa tanaman kacang tanah tipe tegak memiliki
20 buku produktif pada batang utama, cabang primer, dan cabang sekunder, tumbuhnya tegak, cabang sedikit (3-8 cabang). Jumlah cabang yang banyak akan menghasilkan bunga yang banyak juga, tetapi hal ini akan ditentukan oleh jumlah cabang yang produktif dan keberhasilan bunga yang membentuk polong. Jumlah cabang memiliki rataan sebesar 5.4 cabang dengan kisaran 4.7 (GWS39D) – 7.1 (GWS79A) cabang. Varietas Gajah memiliki jumlah cabang terbanyak diantara pembanding lainnya sebesar 5.1 cabang sehingga digunakan sebagai pembanding. Hasil uji t-Dunnett menunjukkan galur GWS79A dan GWS134D yang nyata lebih banyak jumlah cabangnya dari varietas Gajah yaitu sebesar 7.1 dan 6.8 cabang. Daun tanaman yang terkena penyakit bercak daun akan timbul bercak kuning kecokelatan dan jika semakin parah, daun akan kehilangan fungsinya sebagai penghasil fotosintat. Serangan dimulai dari daun terbawah lalu menyebar ke atas, sehingga yang tersisa biasanya daun-daun sebelah atas. Kusumo (1996) menyatakan bahwa persentase panjang batang berdaun hijau berkorelasi dengan ketahanan terhadap penyakit bercak daun. Semakin tinggi persentasenya maka tingkat ketahanannya semakin tinggi. Karakter panjang batang berdaun hijau memiliki rataan 5.9 % dengan kisaran 2.3 % (Gajah) – 8.4 % (GWS74A1). Hasil uji t-Dunnett untuk karakter panjang batang berdaun hijau tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata dari semua galur yang diuji. Hanya galur GWS74A1 yang cenderung memiliki panjang batang berdaun hijau lebih tinggi dibandingkan pembandingnya. Hasil ini sama dengan penelitian Oktafiani (2009) bahwa persentase panjang batang berdaun hijau tidak memiliki perbedaan yang nyata. Meskipun tidak berbeda nyata, varietas Gajah sebagai pembanding yang peka terbukti memiliki persentase panjang batang berdaun hijau teredah. Hal ini menunjukkan galur-galur yang diuji memang lebih tahan terhadap serangan penyakit bercak daun. Bobot brangkasan menandakan efisiensi hasil fotosintat yang disimpan di dalam jaringan tanaman. Hasil uji lanjut tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata antara galur yang diuji dengan varietas pembandingnya. Bobot brangkasan memiliki kisaran 10.8 (Gajah) - 19.6 (GWS74A1) gram dengan rataan 14.9 gram. Varietas Gajah sebagai pembanding yang peka memiliki bobot yang brangkasan
21 yang paling rendah, hal ini juga sejalan dengan rendahnya persentase panjang batang berdaun hijau. Rendahnya bobot brangkasan varietas Gajah disebabkan sebagian besar daun rontok karena terserang penyakit bercak daun. Kloroplas merupakan organel dalam sel tanaman yang berperan dalam proses fotosintesis. Di dalam kloroplas terdapat klorofil yang berfungsi sebagai penangkap energi matahari untuk dijadikan sumber energi dalam proses fotosintesis selanjutnya. Semakin tinggi kadar klorofil dalam daun maka secara fenotipe, warna daun akan semakin hijau. Sumarno dan Slamet (1993) menyatakan kadar klorofil daun pada 10 MST berada pada akhir tahap pemacuan pertumbuhan yang ditandai oleh tidak terjadinya penambahan bobot tajuk tanaman. Oleh karena itu, analisis klorofil daun dilakukan antara 8 – 10 MST. Kadar klorofil dapat digunakan untuk menduga ketahanan kacang tanah terhadap penyakit bercak daun. Yudiwanti et.al (2006) menyatakan bahwa galur-galur yang memilki tingkat ketahanan lebih baik ditandai dengan kandungan klorofilnya yang lebih tinggi. Karakter kadar klorofil daun memiliki rataan sebesar 0.057 µ mol/cm² dengan kisaran 0.051 (GWS110A2) – 0.068 (GWS27C) µ mol/cm². Varietas Zebra Putih digunakan sebagai pembanding karena memiliki kadar klorofil tertinggi diantara pembanding lainnya. Hasil uji t-Dunnett menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dari pembanding varietas Zebra Putih, sedangkan galur GWS27C nyata lebih tinggi dari varietas Gajah. Hasil yang hampir sama ditunjukkan dalam penelitian Prasetiyo (2008) yang mengevaluasi galur-galur kacang tanah generasi sebelumnya bahwa tidak terdapat perbedaan kadar klorofil daun antara galur yang diuji dengan varietas pembanding Gajah. Hasil dan Komponen Hasil Karakter jumlah polong total memiliki rataan sebesar 9.7 polong dengan kisaran 7.3 (GWS134A) - 12.3 (GWS134D) polong. Galur-galur yang diuji sebagian besar memiliki jumlah polong total yang lebih tinggi dari varietas pembanding meskipun tidak berbeda nyata (Tabel 3). Trustinah (1993) mengemukakan bahwa jumlah polong dipengaruhi oleh keberhasilan pembungaan dan pertumbuhan ginofor. Dari seluruh bunga yang dihasilkan hanya sekitar 55 %
22 yang menjadi ginofor dan ginofor yang dihasilkan setelah pembungaan maksimum sampai akhir pembungaan tidak mempengaruhi hasil. Pembentukan biji dimulai setelah polong mencapai ukuran maksimum, yaitu antara hari ke-52 hingga hari ke-57 setelah tanam, atau tiga minggu setelah ginofor menembus tanah (Trustinah, 1993). Biji yang terisi penuh akan menghasilkan polong bernas, sedangkan yang tidak terisi akan menjadi polong cipo. Hasil uji t-Dunnett pada jumlah polong bernas memperlihatkan bahwa tidak terdapat genotipe yang berbeda nyata dari semua varitas pembandingnya. Jumlah polong bernas memiliki rataan sebesar 9.4 polong dengan kisaran 6.6 (GWS134A) - 11.8 (GWS134D ) polong bernas (Tabel 5). Tabel 5. Rataan Nilai Tengah Karakter Jumlah Polong Total, Jumlah Polong Bernas, Bobot Polong Total, dan Bobot Polong Bernas Galur GWS18A1 GWS27C GWS39B GWS39D GWS72A GWS73D GWS74A1 GWS74D GWS79A GWS110A1 GWS110A2 GWS110D GWS134A GWS134A1 GWS134D GWS138A Gajah Jerapah Zebra Putih Sima
Jumlah polong total 10.2 9.0 11.3 12.0 8.6 10.5 8.7 8.0 11.7 8.8 11.7 10.2 7.3 10.9 12.3 7.7 10.0 7.9 9.9 8.1
Jumlah polong Bobot polong bernas total (gram) 9.8 9.9 9.2 8.3 12.1 11.2 11.8 11.8 10.4 8.3 13.3 10.3 8.6 8.3 8.9 7.8 12.0 10.9 8.7 8.6 11.0 11.4 10.0 10.1 7.3 6.6 13.1 10.6 13.3 11.8 9.3 7.5 10.4 9.5 9.8 7.6 12.6 9.4 10.9 7.8
Bobot polong bernas (gram) 9.7 9.0 12.0 11.8 10.4 13.2 8.5 8.9 11.8 8.6 10.9 10.0 7.0 13.1 13.2 9.2 10.2 9.7 12.4 10.8
Bobot polong total dari galur-galur yang dievaluasi tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan varietas pembanding akan tetapi sebagian besar memiliki nilai yang lebih tinggi dari varietas pembanding. Bobot polong total
23 memiliki rataan sebesar 10.6 gram dengan kisaran 7.3 (GWS134A) - 13.3 (GWS134D) gram. Bobot polong sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan saat fase pengisian polong. Kasno et al. (1987), mengemukakan karakter bobot polong memilki keragaman yang disebabkan oleh faktor-faktor bukan genetik. Bobot polong bernas berkaitan dengan bobot polong total. Semakin tinggi bobot polong total maka peluang bobot polong bernas yang tinggi semakin besar. Bobot polong bernas memilki rataan sebesar 10.5 gram dengan kisaran 7.0 (GWS134A) – 13.20 (GWS73D) gram. Hasil uji t Dunnett menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding. Dengan hasil bobot polong yang tidak berbeda nyata maka galur-galur generasi lanjut yang diuji sebenarnya sudah dapat mengimbangi potensi hasil dari varietas-varitas unggul nasional. Bobot biji per tanaman pada galur-galur yang diuji berkisar antara 4.6 (GWS134A) – 9.8 (GWS134A1) gram dengan nilai nilai tengah 7.2 gram (Tabel 3). Diantara tiga varietas pembanding tahan, varietas Zebra Putih memiliki bobot biji per tanaman paling tinggi sehingga dijadikan varietas pembanding tahan untuk karakter bobot biji per tanaman. Berdasarkan uji Dunnet, tidak ada galur yang berbeda nyata dengan varietas pembandingnya. Bobot biji yang dihasilkan tergolong rendah jika dilihat dari potensinya. Rendahnya bobot biji ini diduga dipengaruhi oleh curah hujan yang tinggi selama akhir penelitian. Sumarno dan Slamet (1993) menyampaikan bahwa rendahnya produktivitas kacang tanah pada musim hujan di Indonesia karena pengaruh penghambatan radiasi yang cukup tinggi, sehingga proses fotosintesis terhambat dan berakibat pada hasil biji yang rendah. Bobot biji/ha mencerminkan potensi hasil dari masing-masing genotipe. Nilai tengah tiap genotipe berkisar antara 0.78 ton/ha - 1.67 ton/ha, sedangkan untuk varietas pembanding berkisar antara 1.05 ton/ha - 1.50 ton/ha. Genotipe yang cenderung memiliki bobot biji lebih besar dari pembanding yaitu GWS134A, GWS134A1, GWS134D, dan GWS73D dengan nilai berikut 1.78, 1.67, 1.58, dan 1.55 ton/ha. Bobot 100 biji merupakan salah satu karakter yang mempengaruhi daya hasil. Bobot 100 biji memiliki nilai tengah 47.2 gram dengan kisaran terendah 41.6 (GWS110D) dan tertinggi 53.6 gram (GWS138A). Varietas Jerapah
24 memiliki bobot tertinggi diantara pembanding lainnya sehingga dijadikan sebagai varietas pembanding. Hasil uji t-Dunnett memperlihatkan perbedaan nyata dari galur-galur yang diuji. Bobot 100 biji galur GWS18A1, GWS27C, GWS39B, GWS39D, GWS110A1, GWS110A2, GWS110D, GWS134A, dan GWS134D nyata lebih rendah dari varietas Jerapah, sedangkan galur GWS72A, GWS73D, GWS74A1, GWS74D, GWS79A, GWS134A1, dan GWS138A. Tabel 6.
Galur GWS18A1 GWS27C GWS39B GWS39D GWS72A GWS73D GWS74A1 GWS74D GWS79A GWS110A1 GWS110A2 GWS110D GWS134A GWS134A1 GWS134D GWS138A Gajah Jerapah Zebra Putih Sima
Rataan Nilai Tengah Karakter Bobot Biji per Tanaman, Hasil Konversi Bobot Biji/ha, Bobot 100 Biji, dan Indeks Panen Kering Bobot biji per Hasil konversi tanaman bobot biji/ha (gram) (ton/ha) 7.0 1,19 6.2 1,05 8.3 1,41 8.5 1,45 7.1 1,21 9.1 1,55 5.4 0,92 5.9 1,00 8.1 1,38 5.9 1,00 8.1 1,38 6.9 1,17 4.6 0,78 9.8 1,67 9.3 1,58 5.9 1,00 7.1 1,21 6.2 1,05 8.8 1,50 7.2 1,22
Bobot 100 biji (gram) 42.9f 46.4f 45.4f 42.8f 51.5a 53.5a 49.5a 50.3a 50.3a 44.4f 44.7f 41.6f 44.4f 52.2a 46.8f 53.6a 43.9 52.4 41.7 45.9
Indeks panen kering 0.89 0.64 0.84 1.08 0.83 0.80 0.46 0.55 0.71 0.63 0.99 0.88 0.57 1.08 0.86 0.86 1.13 0.70 0.77 0.64
Keterangan: Indeks huruf pada kolom yang sama diolah lanjut dari hasil uji t-Dunnett taraf 5%, menunjukan bahwa : a : nyata > Gajah e : nyata < Gajah b : nyata > Jerapah f : nyata < Jerapah c : nyata > Zebra Putih g : nyata < Zebra Putih d : nyata > Sima h : nyata < Sima
Indeks panen merupakan pembagian hasil panen ekonomis kacang tanah yaitu bobot polong terhadap brangkasannya. Indeks panen tertinggi dimiliki oleh varietas Gajah (1.13) dan terendah galur GWS74A1 (0.46), sedangkan rataannya sebesar 0.8. Varietas Gajah meskipun memiliki bobot berangkasan dan persentase
25 panjang batang berdaun hijau terendah tetapi memiliki nilai indeks panen tertinggi. Karakter ini merupakan salah satu kelebihan dari varietas Gajah disamping rasa dan penampilan bijinya yang menarik. Pendugaan Parameter Genetik Berhasilnya suatu program pemuliaan tanaman sangat ditentukan oleh adanya ragam genetik yang diturunkan dari suatu populasi, karena tanpa adanya ragam genetik tidak akan terjadi perbaikan karakter tanaman (Poehlman, 1983). Parameter genetik yang dianalisis meliputi ragam genotipe, fenotipe, koefisien keragaman genetik (KKG), dan heritabilitas arti luas (h²bs) (Tabel 7). Tabel 7. Heritabilitas Beberapa Karakter Kuantitatif Kacang Tanah Peubah Tinggi tanaman (cm) Jumlah cabang Persentase batang utama bebas bercak daun (%) Kadar klorofil (µmol/cm²) Jumlah polong total Jumlah polong cipo Jumlah polong bernas Bobot polong total (gram) Bobot polong cipo (gram) Bobot polong bernas (gram) Bobot biji (gram) Bobot 100 butir (gram) Bobot brangkasan (gram) Indeks panen kering
s²G 63.66 0.33 0.78
s²P 76.98 0.40 1.87
h²bs (%) 82.70 83.27 41.52
<0.01 0.22 0.02 0.37 0* <0.01 0* 0.17 15.72 3.68 <0.01
<0.01 2.53 0.04 2.54 3.05 <0.01 3.08 2.07 16.53 6.87 0.04
63.03 8.56 62.56 14.60 0 64.63 0 8.08 95.11 53.51 9.00
KKG (%) 15.20 10.64 14.94 5.84 4.79 50.71 6.48 0 53.17 0 5.68 8.40 12.87 7.31
Keterangan : s² P : ragam fenotipe, s² G : ragam genotipe, h² bs : heritabilitas arti luas, KKG : koefisien keragaman genetic, *diperoleh dengan menolkan ragam genetik yang bernilai negatif
Nilai heritabilitas diperlukan untuk mendapatkan informasi tentang pengaruh dari masing-masing genotipe yang diuji yang menggambarkan apakah keragaman fenotipe disebabkan oleh lingkungan atau genetik tanaman itu sendiri. Heritabilitas menyatakan proporsi ragam genetik terhadap ragam fenotipe yang nilainya berkisar antara 0 – 1 (Allard, 1960). Nilai heritabilitas digolongkan menjadi nilai heritabilitas tinggi (h²>0.5), heritabilitas sedang (0.2
26 bahwa ekspresi genetik karakter tersebut relatif kurang dipengaruhi lingkungan, sedangkan nilai heritabilitas yang rendah menandakan keragaman fenotipe dipengaruhi lingkungan (Rachmadi et al., 1996). Karakter-karakter yang diamati memiliki nilai heritabilitas tinggi, sedang, dan rendah. Karakter yang tergolong memiliki nilai heritabilitas tinggi yaitu tinggi tanaman, jumlah cabang, kadar klorofil, jumlah polong cipo, bobot polong cipo, bobot 100 biji dan bobot brangkasan. Hal ini menggambarkan bahwa keragaman untuk karakter-karakter tersebut lebih disebabkan oleh keragaman genetik tanaman. Hanya persentase batang yang masih hijau dengan nilai 0.42 yang tergolong heritabilitas sedang. Karakter yang tergolong memiliki nilai heritabilitas rendah yaitu jumlah polong total, jumlah polong bernas, bobot biji, dan indeks panen kering. Keadaan ini menunjukkan bahwa keragaman karakter-karakter tersebut lebih disebabkan oleh lingkungan tumbuh dimana tanaman itu dibudidayakan. Sebagian besar karakter yang memiliki nilai heritabilitas rendah yaitu karakter daya hasil. Karakter daya hasil merupakan karakter yang dipengaruhi oleh beberapa gen. Masing-masing memberikan pengaruh yang lebih kecil terhadap penampakan fenotipe dibandingkan pengaruh lingkungan, sehingga dapat dilihat pada Tabel 7 bahwa nilai heritabilitas yang diperoleh tergolong rendah. Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa seleksi terhadap karakter tersebut dapat dilakukan pada generasi awal, sedangkan nilai heritabilitas yang rendah menunjukkan besarnya pengaruh lingkungan terhadap penampilan fenotipe sehingga seleksi akan lebih efektif jika dilakukan terhadap generasi lanjut. Bahan genetik yang digunakan dalam penelitian ini merupakan galur-galur generasi lanjut dimana sebagian besar gen yang diharapkan telah terfiksasi dan hampir seragam (Poespodarsono, 1988). Koefisien keragaman genetik menunjukkan besaran ragam genetik dalam populasi. Nilai KKG dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sempit (0-10 %), sedang (10-20 %), dan luas (> 20 %). Karakter dengan nilai KKG luas yaitu kadar klorofil, jumlah polong cipo, dan bobot polong cipo, sedangkan karakter dengan nilai KKG sedang yaitu tinggi tanaman, jumlah cabang, persentase batang masih hijau, dan bobot brangkasan. Ruchjaniningsih et al. (2000), menyatakan
27 nilai KKG yang luas memberikan peluang seleksi untuk karakter tersebut akan berlangsung efektif. Karakter jumlah polong total, jumlah polong bernas, bobot polong total, bobot polong bernas, bobot biji, bobot 100 biji, dan indeks panen kering memiliki nilai KKG rendah. Nilai KKG yang rendah menyatakan bahwa terdapat pengaruh lingkungan yang lebih dominan dibandingkan pengaruh genetik. Korelasi dan Sidik Lintas Korelasi antar karakter diperlukan untuk mengetahui pengaruh karakter yang satu dengan yang lainnya. Korelasi merupakan tingkat keeratan karakter yang digambarkan dari nilai koefisien korelasinya. Korelasi antar karakter disajikan dalam Tabel 8. Bobot biji per tanaman sebagai karakter hasil utama, berkorelasi nyata dan positif terhadap karakter jumlah cabang, jumlah polong total, jumlah polong bernas, bobot polong total, bobot polong bernas, dan indeks panen kering. Perbaikan terhadap karakter yang berkorelasi nyata tersebut akan meningkatkan bobot biji per tanaman kacang tanah. Bobot polong bernas dan bobot polong total menunjukkan korelasi tertinggi dengan nilai korelasi 0.981 dan 0.980. Semakin tinggi bobot polong bernas dan bobot polong total maka bobot biji per tanamannya pun akan semakin tinggi. Jumlah polong total dan jumlah polong bernas memiliki nilai korelasi yang tinggi juga yaitu sebesar 0.819 dan 0.804. Keempat karakter tersebut sangat erat kaitannya dengan bobot biji per tanaman karena memiliki nilai korelasi yang semakin mendekati nilai 1. Mattjik dan Sumertajaya, 2002 menyatakan bahwa nilai korelasi dapat bernilai positif atau negatif dengan rentang nilai antara -1 sampai +1. Nilai koefisien korelasi semakin mendekati -1 atau +1 maka tingkat keeratan antara dua karakter semakin tinggi dan semakin mendekati nol maka tingkat keeratannya semakin rendah. Indeks panen kering dan jumlah cabang memiliki nilai korelasi yang tergolong sedang yaitu 0.628 dan 0.490. Peningkatan kedua karakter ini akan meningkatkan bobot biji per tanaman akan tetapi pengaruhnya tidak sebesar empat karakter sebelumnya. Jumlah cabang berpengaruh dalam peningkatan jumlah polong dan akhirnya akan mempengaruhi bobot biji per tanaman.
28 Tabel 8. Hasil Uji Korelasi Pearson Antar Karakter pada Galur-galur kacang Tanah tahan penyakit Bercak Daun JC TT PRS JPT JPC JPB BPT BPC BPB BB BSR BBR IP
TT 0.13 tn 0.587
PRS -0.037 0.877 0.094 0.695
tn
tn
JPT 0.604 ** ******** 0.005 -0.128 tn 0.590 -0.247 tn 0.293
JPC 0.426 tn 0.061 0.049 tn 0.837 0.019tn 0.938 0.034 tn 0.887
JPB 0.550 * 0.012 - 0.134 tn 0.573 - 0.249 tn 0.290 0.993** <.0001 - 0.087 tn 0.715
BPT 0.536* 0.015 -0.051 tn 0.831 -0.208 tn 0.379 0.768 ** <.0001 -0.024 tn 0.920 0.768** <.0001
BPC 0.251 tn 0.286 -0.065 tn 0.785 0.018 tn 0.940 -0.103 tn 0.665 0.961** <.0001 -0.219 tn 0.353 -0.106 tn 0.656
BPB 0.524* 0.018 -0.049 tn 0.839 -0.207 tn 0.381 0.768** <.0001 -0.060 tn 0.800 0.773** <.0001 0.999** <.0001 -0.144 tn 0.546
BB 0.490* 0.029 -0.096 tn 0.687 -0.226 tn 0.337 0.819** <.0001 -0.059 tn 0.804 0.823** <.0001 0.980** <.0001 -0.154 tn 0.518 0.981** <.0001
BSR 0.198 tn 0.403 0.030 tn 0.901 0.090 tn 0.705 -0.254 tn 0.279 -0.044 tn 0.855 -0.248 tn 0.292 0.102 tn 0.670 -0.060 tn 0.803 0.103 tn 0.665 0.010 tn 0.968
BBR 0.373 tn 0.106 0.457* 0.043 0.629** 0.003 -0.014 tn 0.955 0.151 tn 0.526 -0.032 tn 0.894 0.228 tn 0.335 0.078 tn 0.744 0.224 tn 0.342 0.111 tn 0.641 0.339 tn 0.144
IP 0.065 tn 0.784 -0.402 tn 0.079 -0.72** <.001 0.618** 0.004 -0.222 tn 0.347 0.643** 0.002 0.544** 0.013 -0.229 tn 0.331 0.550** 0.012 0.628** 0.003 -0.175 tn 0.461 -0.64** 0.002
KL -0.042 tn 0.859 -0.048 tn 0.841 -0.166 tn 0.483 -0.071 tn 0.766 0.332 tn 0.153 -0.110 tn 0.643 0.028 tn 0.907 0.339 tn 0.143 0.015 tn 0.950 0.035 tn 0.884 -0.144 tn 0.545 -0.059 tn 0.805 0.056 tn 0.814
Keterangan : JC=jumlah cabang, TT=tinggi tanaman, PRS=persentase panjang batang berdaun hijau, JPT=jumlah polong total, JPC=jumlah polong cipo, JPB=jumlah polong bernas, BPT=bobot polong total, BPC=bobot polong cipo, BPB=bobot polong bernas, BB=bobot biji per tanaman, BSR=bobot 100 butir, BBR=bobot brangkasan, IP=indeks panen, Kl=kadar klorofil
28
29 Karakter persentase panjang batang berdaun hijau menandakan tingkat ketahanan terhadap penyakit bercak daun. Bobot berangkasan berkorelasi nyata dan positif terhadap persentase panjang batang berdaun hijau dengan nilai 0.629. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi bobot berangkasan maka tingkat ketahanan terhadap penyakit bercak daun semakin tinggi. Persentase panjang batang berdaun hijau nyata berkorelasi negatif dengan indeks panen kering dengan nilai korelasi 0.72. Hal ini menunjukkan semakin tahan terhadap penyakit bercak daun maka indeks panennya semakin rendah. Selain itu, karakter ketahan ini juga berkorelasi negatif dengan karakter hasil walaupun tidak nyata. Yudiwati et al. (1998) meneliti korelasi genotipik antara hasil dengan tingkat ketahanan terhadap penyakit bercak daun. Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat ketahanan terhadap penyakit bercak daun nyata berkorelasi negatif terhadap karakter hasil.
Tabel 9. Koefisien Lintas pada Karakter yang Diamati terhadap Bobot Biji per Tanaman Karakter
Pengaruh langsung
Pengaruh tidak langsung JPT JPB BPT BPB
JC
IP
Pengaruh total
JC
-0.197
0
2.275
-1.997
-4.113
4.519
0.005
0.490
JPT
3.766
-0.119
0
-3.063
-5.896
6.622
0.050
0.819
JPB
-3.630
-0.108
3.738
0
-5.899
6.664
0.052
0.823
BPT
-7.678
-0.105
2.892
-2.789
0
8.616
0.044
0.980
BPB
8.623
-0.103
2.892
-2.805
-7.672
0
0.045
0.981
IP
0.082
-0.013
2.327
-2.333
-4.179
4.740
0
0.628
Nilai sisa
0.116
Keterangan : JC=jumlah cabang, JPT=jumlah polong total, JPB=jumlah polong bernas, BPT=bobot polong total, BPB=bobot polong bernas, BB=bobot biji per tanaman, IP=indeks panen
Koefisien korelasi hanya membandingkan tingkat keeratan dua karakter yang dipasangkan tanpa melihat pengaruh karakter lainnya terhadap karakter yang dipasangkan tersebut. Rohaeni (2010) mengemukakan nilai korelasi merupakan gambaran tingkat keeratan antar karakter yang satu dengan yang lainnya, akan tetapi nilai korelasi tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat dari tingkat
30 keeratan antar karakter tersebut. Maka untuk menguraikan koefisien korelasi agar lebih bermakna dilakukan analisis lintasan.
Keterangan : Y= karakter bobot biji per tanaman, Cy = pengaruh langsung dari tiap karakter terhadap bobot biji per tanaman, r = pengaruh tidak langsung antra dua karakter, X1= karakter jumlah cabang, X2 = karakter jumlah polong total, X3 = karakter jumlah polong bernas, X4 = karakter bobot polong total, X5 = karakter bobot polong bernas, IP = karakter indeks panen
Gambar 2. Diagram Lintasan Beberapa Karakter Kacang Tanah dengan Bobot Biji per Tanaman Kacang Tanah Analisis lintas menjelaskan seberapa besar pengaruh langsung dan tidak langsung suatu karakter terhadap bobot biji per tanaman. Bobot biji per tanaman merupakan karakter kuantitatif yang sangat dipengaruhi oleh berbagai karakter lainnya sehingga diperlukan informasi karakter mana yang memilki pengaruh paling besar. Hal ini diperlukan untuk menentukan karakter yang akan dijadikan untuk seleksi tidak langsung. Falconer dan Mackay dalam Yudiwanti et al. (1988) menambahkan bahwa seleksi secara tidak langsung akan memaksimalkan kemajuan seleksi jika menggunakan karakter yang mempunyai nilai heritabilitas tinggi dan berkorelasi positif dengan daya hasil. Karakter yang dimasukkan dalam analisis lintasan adalah karakter yang mempunyai korelasi yang berbeda nyata dengan bobot biji per tanaman.
31 Rekapitulasi analisis lintas disajikan pada Tabel 9. Menurut Hutagalung (1988) koefisien lintas yang kurang dari 0.05 dapat diabaikan. Apabila nilai koefisien korelasi antara faktor penyebab dan akibat hampir sama dengan pengaruh langsungnya (perbedaan tidak lebih dari 0.05), maka koefisien tersebut menjelaskan hubungan yang sebenarnya dan seleksi langsung terhadap variabel tersebut akan sangat efektif. Terdapat enam karakter yang dianalisis pengaruh langsung dan tidak langsungnya terhadap bobot biji per tanaman. Hasilnya menunjukkan tidak semua karakter tersebut memberikan pengaruh langsung yang besar terhadap bobot biji per tanaman. Pengaruh langsung yang besar terdapat pada karakter jumlah polong total (3.766) dan bobot polong bernas (8.623). kedua karakter tersebut merupakan karakter yang mempengaruhi bobot bji per tanaman secara langsung. Artinya semakin besar nilai dari kedua karakter tadi, akan semakin besar pula bobot biji per tanaman yang dihasilkan. Indeks panen kering memiliki pengaruh langsung sebesar 0.082. pengaruh langsung indeks panen kering memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan pengaruh total. Hal ini mengindikasikan bahwa korelasi yang nyata antara indeks panen dengan bobot polong per tanaman lebih disebabkan pengaruh tidak langsungnya. Jumlah cabang, jumlah polong bernas, dan bobot polong total memiliki pengaruh langsung yang bernilai negatif yaitu -0.197, -3.630, dan -7.678. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh tidak langsung lebih berperan terhadap korelasi antara karakter-karakter tersebut dengan bobot biji per tanaman. Karakter yang memiliki pengaruh tidak langsung paling tinggi terhadap bobot biji per tanaman adalah karakter jumlah polong bernas melalui karakter jumlah polong total dengan nilai 8.616. Semakin tinggi jumlah polong bernas akan semakin tinggi pula jumlah polong totalnya dan semakin tinggi bobot polong total akan semakin tinggi pula bobot polong bernasnya sehingga bobot biji per tanaman akan meningkat. Nilai sisa dari analisis lintas sebesar 0.116. Hal ini menunjukkan bahwa analisis lintas tidak dapat menjelaskan hubungan antar karakter yang mempengaruhi bobot biji per tanaman sebesar 0.116. Semakin rendah nilai sisa
32 residual maka semakin baik informasi yang didapatkan karena sebagian besar pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap bobot biji per tanaman dapat dijelaskan dengan karakter yang diamati. Seleksi Galur-Galur Terbaik Kacang Tanah Seleksi terhadap galur-galur generasi lanjut kacang tanah tahan penyakit bercak daun menggunakan karakter yang secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi bobot biji per tanaman. Hasil analisis lintas memperlihatkan bahwa jumlah polong total dan bobot polong bernas memberikan pengaruh langsung terhadap bobot biji per tanaman. Akan tetapi hanya jumlah polong total yang digunakan
sebagai
karakter seleksi karena jumlah polong total
mencerminkan potensi genetik dari galur-galur tersebut. Selain itu jumlah polong bernas juga digunakan untuk karakter seleksi karena memiliki pengaruh tidak langsung yang tinggi terhadap jumlah polong total. Tabel 10. Urutan Genotipe Berdasarkan Jumlah Polong Total, Jumlah Polong Bernas, dan Persentase Batang Berdaun Hijau Genotipe GWS134D GWS39D GWS79A GWS110A2 GWS39B GWS134A1 GWS73D GWS110D GWS18A1 Gajah Zebra Putih GWS27C GWS110A1 GWS74A1 GWS72A Sima GWS74D Jerapah GWS138A GWS134A
Jumlah polong total 12.3 12.0 11.7 11.7 11.3 10.9 10.5 10.2 10.2 10.0 9.9 9.0 8.8 8.7 8.6 8.1 8.0 7.9 7.7 7.3
Genotipe GWS134D GWS39D GWS110A2 GWS39B GWS79A GWS134A1 GWS73D GWS110D GWS18A1 Gajah Zebra Putih GWS110A1 GWS27C GWS72A GWS74A1 GWS74D Sima Jerapah GWS138A GWS134A
Jumlah polong bernas 11.8 11.8 11.4 11.2 10.9 10.6 10.3 10.1 9.9 9.5 9.4 8.6 8.3 8.3 8.3 7.8 7.8 7.6 7.5 6.6
Genotipe GWS74A1 ZebraPutih GWS110A1 GWS74D GWS134A GWS110A2 GWS39B GWS73D Sima GWS79A GWS27C GWS18A1 Jerapah GWS138A GWS134A1 GWS134D GWS110D GWS72A GWS39D Gajah
Panjang batang berdaun hijau (%) 8.4 7.4 7.3 7.1 6.9 6.7 6.5 6.4 6.2 6.1 5.6 5.6 5.6 5.5 5.5 4.9 4.7 4.3 4.3 2.3
33 Yudiwanti et al. (1998) menyatakan bahwa karakter jumlah polong total dan jumlah polong isi lebih mencerminkan potensi genetik daya hasil genotipe kacang tanah berkaitan dengan penyakit bercak daun hitam. Hal ini dikarenakan polong terbentuk sebelum penyakit bercak daun menyerang sehingga jumlah polong yang terbentuk lebih disebabkan potensi genetik tanaman itu sendiri. Di lain pihak karakter bobot biji lebih dipengaruhi kondisi lingkungan tumbuh saat fase pengisian polong, sehingga tidak digunakan sebagai karakter seleksi. Seleksi untuk ketahanan terhadap penyakit bercak daun dilihat berdasarkan persentase persentase batang berdaun hijau. Semakin tinggi persentasenya maka tingkat ketahanannya semakin tinggi. Tingkat ketahanan penyakit dari semua galur yang diuji berada di atas varietas Gajah sebagai pembanding yang peka terhadap penyakit bercak daun. Oleh karena itu dapat dikatakan galur-galur tersebut tahan terhadap penyakit bercak daun. Terdapat sembilan galur generasi lanjut yang memiliki jumlah polong total, jumlah polong bernas, dan ketahan terhadap penyakit bercak daun yang lebih tinggi dari varietas pembanding yaitu GWS134D, GWS39D, GWS79A, GWS110A2, GWS39B, GWS134A1, GWS73D, GWS110D, dan GWS18A1.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Terseleksi sembilan galur yang berdaya hasil tinggi dan cenderung lebih tahan penyakit bercak daun dibandingkan varietas pembanding Gajah yaitu GWS134D,
GWS39D,
GWS79A,
GWS110A2,
GWS39B,
GWS134A1,
GWS73D, GWS110D, dan GWS18A1.
Saran Genotipe
yang
terpilih
yaitu
GWS134D,
GWS39D,
GWS79A,
GWS110A2, GWS39B, GWS134A1, GWS73D, GWS110D, dan GWS18A1 dapat dilanjutkan ke uji multilokasi.
DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto, T. 2001. Meningkatkan Produksi Kacang Tanah di Lahan Sawah dan Lahan Kering. Penebar Swadaya. Jakarta. 88 hal. Adisarwanto, T. A.A. Rahmianna, dan Suhartina. 1993. Budidaya kacang tanah, hal. 89-102. Dalam Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang (Ed.). Monograf Balittan Malang : Kacang Tanah. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Malang. Allard, R.W. 1960. Principles of Plant Breeding. Firs edition. John Wiley and Son. New York. 483 p. Allard, R.W. 1989. Pemuliaan Tanaman. Terjemahan dari : Principles of Plant Breeding. Penerjemah : Manna. Penerbit Bina Aksara. Jakarta. 642 hal. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kec. Dramaga, Kab. Bogor. 2010. Badan Pusat Statistika. 2011. Harvested Area, Yield Rate, and Production of Peanut by Province. http://www.bps.go.id. (03 Maret 2011). Balitan. 2010. Panduan Teknis Tanaman Kacang Tanah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor . 24 hal. Budiarti, S.G., Y.R. Rizki, Y.W.E. Kusumo. 2004. Analisis koefisien korelasi beberapa sifat pada plasma nuftah gandum (Triticum astivum L.) koleksi balitbiogen. Zuriat 15 (1): 31-40. Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian. Terjemahan dari : Statistical Procedures for Agricultural Research. Penerjemah : E. Sjamsudin dan J.S. Baharsjah. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 698 hal. Hardiningsih, S. 1993. Penyakit dan pengendalian kacang tanah, hal 145-163. Dalam Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang (Ed.). Monograf Balittan Malang : Kacang Tanah. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Malang. Hutagalung, J.C.S.B.Y. 1998. Analisis Lintas Komponen Produksi Tanaman Padi (Oryza sativa L.). Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Kasno, A., A. Bari, A.A. Mattjik, S. Solahudin, dan S. Somaatmadja, dan Subandi. 1987. Telaah Interaksi Genotipe x Lingkungan pada Kacang Tanah : 1. Pendugaan Parameter Genetik Hasil dan Komponen Hasil Kacang Tanah. Penel. Palawija 2 (2) : 81-88.
36 Kasno, A. 1993. Pengembangan varietas kacang tanah, hal. 31-68. Dalam Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang (Ed.). Monograf Balittan Malang : Kacang Tanah. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Malang. Kasno, A. 2006. Prospek Pengembangan Kacang Tanah di Lahan Kering Masam dan Lahan Pasang Surut. http://balitkabi.litbang. deptan.go.id. (27 Mei 2009). Kusumo, Y.W.E. 1996. Analisis Genotipik Ketahanan Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) terhadap Penyakit Bercak Daun Hitam Disebabkan oleh Phaeoisariopsis personata (Berk. & Curt.) v. Arx. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 126 hal. Marsito, D. 2003. Heritabilitas dan Lintasan karakter fenotipik beberapa galur kedelai (Glycine max L.(Merrill)). Agrosains 6 (2): 58-63. Mattjik, A.A. dan Sumertajaya I.M. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid 1. Jurusan Statistika FMIPA, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Oktafiani, A. 2009. Evaluasi Daya Hasil, Ketahanan terhadap Penyakit Bercak Daun, dan Kapasitas Source-Sink Plasma Nuftah Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Poespodarsono, S. 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 169 hal. Phoelman, J.M. and Sleper. 1995. Breeding Field Crops. 4 State University Press. Ames. 494 p.
Edition. The Lowa
Prasetiyo, A.Y. 2008. Evaluasi Daya Hasil 29 Genotipe Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) dan Hubungannya dengan Kadar Klorofil. Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ruchjaniningsih, A. Imran, M. Thamrin, dan M.Z. Kanro. 2000. Penampilan fenotipik dan beberapa parameter genetik delapan kultivar kacang tanah pada lahan sawah. Zuriat 11 (1) : 25-32 Saleh, N., A. Kasno., K. Hartoyo., dan T. Adisarwanto. 2008. Program Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Mendukung Peningkatan Produktivitas, Kualitas, Efisiensi, dan Keberlanjutan Sistem Produksi. Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-Umbian. Malang. Semangun, H. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 449 hal. Singh, R. K. and B. D. Chaudhary.1979. Biometrical Method in Quantitative Genetic Analysis. Kalyani Publisher. New Delhi. 304 p.
37 Sumarno dan P. Slamet. 1993. Fisiologi dan pertumbuhan kacang tanah, hal. 3467. Dalam Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang (Ed.). Monograf Balittan Malang : Kacang Tanah. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Malang. Trustinah. 1993. Biologi kacang tanah, hal. 9-23. Dalam Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang (Ed.). Monograf Balittan Malang : Kacang Tanah. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Malang. Yudiwanti, S. Sastrosumarjo, S. Hadi, S. Karama, A. Surkati, dan A.A. Mattjik. 1998. Korelasi Genotipik Antara Hasil dengan Tingkat Ketahanan Terhadap Penyakit Bercak Daun Hitam pada Kacang Tanah. Bulletin Agronomi 26(1):16-21. Yudiwanti, B. Wirawan, dan D. Wirnas. 2006. Korelasi Antara Kandungan Klorofil, Ketahanan terhadap Penyakit Bercak Daun dan Daya Hasil pada Kacang Tanah. Prosiding Seminar Nasional Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman. Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB. Bogor. Hal. 316-319.
LAMPIRAN
39 Lampiran 1. Sidik Ragam Karakter Tinggi Tanaman SK
Db
JK
KT
Fhitung
Pr>F
Galur
19
4387.797
230.9367
5.78
<.0001
Ulangan
2
126.2048
63.10238
1.58
0.2193
Galat
38
1518.302
39.95531
Total
59
6032.304
2
R = 0.748305; KK = 12.05037%
Lampiran 2. Sidik Ragam Karakter Jumlah Cabang SK
db
JK
KT
Fhitung
Pr>F
Galur
19
22.69733
1.194596
5.93
<.0001
Ulangan
2
1.456
0.728
3.62
0.0365
Galat
38
7.650667
0.201333
Total
59
31.804
R2 = 0.759443; KK = 8.371303%
Lampiran 3. Sidik Ragam Karakter Persentase Panjang Batang Berdaun Hijau SK
Db
JK
KT
Fhitung
Pr>F
Galur
19
106.6865
5.615079
1.71
0.0785
Ulangan
2
17.28721
8.643607
2.63
0.085
Galat
38
124.7889
3.283919
Total
59
248.7626
R2 = 0.498361; KK = 30.91542%
Lampiran 4. Sidik Ragam Karakter Kadar Klorofil SK
db
JK
KT
Fhitung
Pr>F
Galur
19
0.00099173
0.0000522
2.7
0.0044
Ulangan
2
0.00002443
0.00001222
0.63
0.5366
Galat
38
0.00073357
0.0000193
Total
59
0.00174973
R2 = 0.580755; KK = 7.744434%
40 Lampiran 5. Sidik Ragam Karakter Jumlah Polong Total SK
db
JK
Galur
19
Ulangan
KT
Fhitung
Pr>F
144.0793333 7.583123
1.09
0.3941
2
84.4223333
6.09
0.0051
Galat
38
263.4976667 6.934149
Total
59
491.9993333
42.21117
2
R = 0.464435; KK = 27.04496%
Lampiran 6. Sidik Ragam Karakter Jumlah Polong Cipo SK
db
JK
KT
Fhitung
Pr>F
Galur
19
2.1085
0.110974
2.67
0.0049
Ulangan
2
0.061
0.0305
0.73
0.4867
Galat
38
1.579
0.041553
Total
59
3.7485
R2 =0.578765; KK = 59.0854%
Lampiran 7. Sidik Ragam Karakter Jumlah Polong Bernas SK
db
JK
KT
Fhitung
Pr>F
Galur
19
144.965833
7.6297807
1.17
0.3295
Ulangan
2
80.0203333
40.0101667
6.14
0.0049
Galat
38
247.599667
6.5157807
Total
59
472.585833
R2 = 0.476075; KK = 27.17944%
Lampiran 8. Sidik Ragam Karakter Bobot Polong Total SK
db
JK
KT
Fhitung
Pr>F
Galur
19
173.9818
9.156938
0.95
0.5324
Ulangan
2
97.25781
48.62891
5.05
0.0114
Galat
38
365.9923
9.631377
Total
59
637.232
R2 = 0.425653; KK = 29.21715%
41 Lampiran 9. Sidik Ragam Karakter Bobot Polong Cipo SK
db
JK
KT
Fhitung
Pr>F
Galur
19
0.249333
0.013123
2.83
0.0031
Ulangan
2
0.029843
0.014922
3.22
0.0513
Galat
38
0.176357
0.004641
Total
59
0.455533
2
R = 0.612857; KK = 60.10997%
Lampiran 10. Sidik Ragam Karakter Bobot Polong Bernas SK
db
JK
KT
Fhitung
Pr>F
Galur
19
175.7796
9.251558
0.97
0.5081
Ulangan
2
93.95224
46.97612
4.95
0.0123
Galat
38
360.8254
9.495406
Total
59
630.5573
R2 = 0.427767; KK = 29.32166%
Lampiran 11. Sidik Ragam Karakter Bobot Biji per Tanaman SK
db
JK
KT
Fhitung
Pr>F
Galur
19
117.9445
6.207604
1.09
0.3992
Ulangan
2
38.14959
19.0748
3.34
0.046
Galat
38
216.8261
5.705949
Total
59
372.9201
R2 = 0.418572; KK = 32.86164%
Lampiran 12. Sidik Ragam Karakter Bobot 100 Biji SK
db
JK
KT
Fhitung
Pr>F
Galur
19
942.1659
49.58768
20.45
<.0001
Ulangan
2
6.504333
3.252167
1.34
0.2736
Galat
38
92.13467
2.424596
Total
59
1040.805
R2 = 0.911477; KK = 3.297859%
42 Lampiran 13. Sidik Ragam Karakter Bobot Brangkasan SK
Db
JK
KT
Fhitung
Pr>F
Galur
19
391.7312
20.61743
2.15
0.0219
Ulangan
2
73.35022
36.67511
3.83
0.0306
Galat
38
364.2222
9.584794
Total
59
829.3036
2
R = 0.56081; KK = 20.76111%
Lampiran 14. Sidik Ragam Karakter Indeks Panen kering SK
Db
JK
KT
Fhitung
Pr>F
Galur
19
1.971218
0.103748
1.11
0.3799
Ulangan
2
0.417493
0.208747
2.23
0.1211
Galat
38
3.552307
0.093482
Total
59
5.941018
R2 = 0.402071; KK = 38.40249%
43 Lampiran 15. Deskripsi Kacang Tanah Varietas Gajah Dilepas tahun
: 1950
No induk
: 61
Asal
: Seleksi keturunan persilangan Schwartz-21 Spanish 18-38
Hasil rata-rata
: 1.8 ton/ha
Warna batang
: Hijau
Warna daun
: Hijau
Warna bunga
: Kuning
Warna ginofor
: Ungu
Warna biji
: Merah muda
Bentuk tanaman
: Tegak
Umur berbunga
: 30 hari
Umur polong tua
: 100 hari
Bobot 100 biji
: 53 g
Kadar protein
: 29 %
Kadar lemak
: 48 %
Ketahanan terhadap penyakit : Tahan penyakit layu, peka penyakit karat dan bercak daun Sifat-sifat lain
: Rendemen biji dari polong 60-70 %
Benih penjenis (BS)
: Dipertahankan di Balittan Bogor
Pemulia
: Balai Penyelidikan Teknik Pertanian Bogor
(Sumber : Deskripsi varietas unggul kacang-kacangan dan umbi. Balai Penelitian Kacangkacangan dan Umbi-umbian. 2005. Malang)
44 Lampiran 16. Deskripsi Kacang Tanah Varietas Jerapah Dilepas tahun
: 4 November 1998
SK Mentan
: 875/Kpts/TP.240/11/92
No galur
: LM/ICGV 86021-88-B-16
Asal
: Hasil silang tunggal varietas local Majalengka dengan ICGV 86021
Daya hasil
: 1.0-4.0 ton/ha polong kering
Hasil rata-rata
: 1.92 ton/ha polong kering
Warna batang
: Ungu
Warna daun
: Hijau
Warna bunga
: - Bagian pusat bendera : kuning - Matahari : ungu kemerahan
Warna ginofor
: Hijau
Warna biji
: Merah muda
Bentuk polong
: Berpinggang
Lukisan jarring
: Tidak jelas
Bentuk tanaman
: Tegak
Bentuk biji
: Bulat
Jumlah polong /tanaman
: 15 - 20 buah
Jumlah biji/polong
: 2 biji
Umur berbunga
: 28 - 31 hari
Umur polong tua
: 90 - 95 hari
Bobot 100 polong
: 45 – 50 g
Kadar protein
: 21.5 %
Kadar lemak
: 43.0 %
Ketahanan terhadap penyakit : Tahan penyakit layu, peka penyakit karat dan bercak daun Keterangan
: - Toleran kekeringan, hasil stabil, beradaptasi luas - Toleran lahan masam
Pemulia
: Astanto Kasno, Novita N., Trustinah, A. Munip, Joko Purnomo, Purwantoro, dan Harry Prasetyo
Peneliti patologis
: Sri Hardaningsi
(Sumber : Deskripsi varietas unggul kacang-kacangan dan umbi. Balai Penelitian Kacangkacangan dan Umbi-umbian. 2005. Malang)
45 Lampiran 17. Deskripsi Kacang Tanah Varietas Sima Dilepas tahun
: 12 Januari 2001
SK Mentan
: 63/Kpts/TP.240/1/2001
No induk
: LM/ICGV 87165-88-B-22
Asal
: Silang tunggal varietas local Majalengka dengan ICGV 87165
Daya hasil
: 1.3 – 2.4 ton/ha polong kering
Hasil rata-rata
: 2.0 ton/ha polong kering
Warna batang
: Hijau
Warna daun
: Hijau
Warna bunga
: Kuning
Warna ginofor
: Hijau
Warna biji
: Merah muda
Bentuk polong
: Tidak berpinggang, berparuh kecil, dan kulit polong agak kasar
Tipe pertumbuhan
: Tegak
Bentuk biji
: Lonjong, ujung datar lancip
Tinggi tanaman
: 67.1 cm
Jumlah polong /tanaman
: 15 - 20 buah
Jumlah biji/polong
: 3; 4; 2; atau 1 biji
Umur berbunga
: 28 - 31 hari
Umur polong tua
: 100 - 105 hari
Bobot 100 polong
: 34 – 45 g
Kadar protein
: 29.9 %
Kadar lemak
: 50.0 %
Ketahanan terhadap penyakit : - Tahan penyakit layu, agak tahan A. flavus - Toleran karat dan bercak daun Keterangan
: - Toleran kekeringan dan kemasaman
Benih penjenis
: Dirawat dan diperbanyak oleh Balitkabi
Pemulia
: Astanto Kasno, Novita N., Trustinah, A. Munip, Joko Purnomo, Purwantoro, dan Harry Prasetyo
Peneliti patologis
: Sri Hardaningsih
(Sumber : Deskripsi varietas unggul kacang-kacangan dan umbi. Balai Penelitian Kacangkacangan dan Umbi-umbian. 2005. Malang)
46 Lampiran 18. Deskripsi Kacang Tanah Varietas Zebra Putih Dilepas tahun
: 3 November 1992
SK Mentan
: 622/Kpts/TP.240/11/92
No seleksi
: MGS 9-2-5/NC 3033-4B-9
Asal
: Hasil seleksi galur dari F2 asal ICRISAT
Hasil
: 1.40 – 3.80 ton/ha polong kering
Warna batang
: Hijau
Warna daun
: Hijau
Warna bunga
: Kuning
Warna ginofor
: Hijau
Warna biji
: Putih
Bentuk polong
: Tidak berpinggang
Lukisan jarring
: Jelas
Tipe pertumbuhan
: Tegak
Umur berbunga
: 28 – 31 hari
Umur polong tua
: 95 - 100 hari
Bobot 100 polong
: 30 – 35 g
Kadar protein
: 21.6 %
Kadar lemak
: 43.0 %
Ketahanan terhadap penyakit : Toleran karat dan bercak Sifat-sifat lain
: Rendemen biji dari polong 70 %
Keterangan
: Cocok untuk lahan tegal dan sawah, hasil stabil dan responsif terhadap perbaikan lingkungan
Pemulia
: Astanto Kasno, Trustinah, Sri Astuti Rais, Lasimin Sumarsono, dan B. Sukarno
(Sumber : Deskripsi varietas unggul kacang-kacangan dan umbi. Balai Penelitian Kacangkacangan dan Umbi-umbian. 2005. Malang)