LAPORAN AKHIR
KAJIAN EFEKTIVITAS PROGRAM-PROGRAM BANTUAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN (KKP)
Tim Peneliti: Mei Dwi Erlina Budi Wardono Yayan Hikmayani Siti Hajar Suryawati Irwan Mulyawan Hakim Miftakhul Huda Rizky Muhartono Cornelia M. Witomo Maulana Firdaus Riesti Triyanti Retno Widihastuti Nensyana Shafitri Freshty Yulia Arthatiani
PUSAT PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2016
i
RINGKASAN Kajian program bantuan tahun 2016 dilakukan atas dasar kontrak kinerja antar eselon I Balitbang KP dengan Ditjen Perikanan Tangkap, Ditjen Budidaya, dan Ditjen Peningkatan Daya Saing. Diharapkan dari hasil kajian mampu memberikan masukan tentang efektivitas program bantuan yang diserahkan kepada masyarakat, sesuai dengan tujuan yang ditentukan. Penelitian efektivitas program bantuan KKP mempunyai tujuan : 1) melakukan identifikasi dan menentukan prioritas jenis-jenis program bantuan lingkup KKP, 2) mengkaji kriteria aspek sosial ekonomi calon penerima bantuan lingkup KKP, 3) mengukur efektivitas program bantuan lingkup KKP, serta 4) Merumuskan model pengelolaan program bantuan KKP tahun berikutnya. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret – Desember 2016. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara multistage random sampling dengan tahapan kriteria meliputi 1) Lokasi yang mendapatkan bantuan KKP tahun 2015 dan berlanjut di tahun 2016, 2) Jenis program bantuan, 3) Keterwakilan wilayah Indonesia bagian barat dan timur, 4) Keterwakilan program-program bantuan Direktorat Teknis lingkup KKP terutama Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya dan Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan. Atas tahapan tersebut ditentukan lokasi di Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Kab. Indramayu, Kab. Bengkulu, Kab. Lombok Timur, Kabupaten Kepulauan Sangihe. Kabupaten Natuna dan Kabupaten Nunukan. Terkait identifikasi dan menentukan jenis-jenis program bantuan lingkup KKP dilakukan dengan menggunakan analisis data kualitatif. (Effendy, 2010) dan analisis USG ((Kepner dan Tragoe (1981), untuk mengkaji pengaruh aspek sosial ekonomi penerima bantuan lingkup KKP terhadap keberhasilan program KKP dilakukan dengan menggunakan Analisis data kualitatif. (Effendy, 2010) dan analisis data kuantitatif, dan analisis bivariat dengan bantuan software SPSS ver.22 (Agung,2006).
Mengukur tingkat efektivitas program bantuan lingkup
KKP menggunakan analisis deskriptif kualitatif (Efendi ,2000) dan analisis
ii
kuantitatif
pengukuran tingkat efektivitas program (Budiani, 2007), Eks-post
Analisis (Nikijuluv, 2016, ACIAR) dan LFA (Satar,M.(2016). Berdasarkan hasil analisis USG ditentukan bahwa program bantuan KKP yang dikaji dalam penelitian ini adalah bantuan kapal dan alat tangkap (DJPT), bantuan excavator, peralatan pakan mandiri dan KJA (DIPB) dan bantuan “ice flake” (DJPDS). Hasil penelitian menjelaskan bahwa karakteristik sosial ekonomi penerima program bantuan KKP secara individu, sebagian besar berumur 31-50 tahun (79%), kurang dari 30 tahun(5%) dan lebih dari 50 tahun(16%), tingkat pendidikan sebagian besar adalah SMA/SMK(53%), SD-SMP(32%), dan perguruan tinggi(16%), pengalaman berusaha sebagian besar adalah 0-5 tahun(42%), jumlah anggota rumah tangga sebagian besar adalah 3-5 tahun(68%), pendapatan rata-rata sebagian besar adalah kurang dari Rp.5.000.000,- per bulan(79%), nilai aset sebagian besar adalah dibawah Rp. 150.000.000,-(47%). Karakteristik sosial ekonomi penerima program bantuan KKP yang berpengaruh terhadap keberhasilan program bantuan KKP adalah faktor keberanian mengambil resiko dan produktivitas usaha, kedua faktor tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan program bantuan. Hal ini memberikan arti bahwa semakin tinggi keberanian untuk mengambil resiko dari setiap individu akan memberikan hal positif terhadap keberhasilan program, begitupun dengan faktor produktivitas usaha. Kinerja program bantuan kapal dan alat tangkap di enam lokasi penelitian Kabupaten (Lombok Timur, Natuna, Sangihe, Pangandaran, Natuna Indramayu dan Nunukan) memberikan gambaran secara umum kinerja program bantuan kapal dan alat tangkap pada lokasi yang berbeda. Rekapitulasi penilaian kinerja bantuan kapal dan alat tangkap di lokasi penelitian adalah relevan, efektif, akan tetapi tidak berdampak dan tidak berkelanjutan, jadi secara keseluruhan bahwa kinerja program bantuan kapal dan alat tangkap tidak berhasil. Kinerja program bantuan kapal dan alat tangkap di enam lokasi penelitian Kabupaten (Lombok Timur, Natuna, Sangihe, Pangandaran, Natuna Indramayu dan Nunukan) memberikan gambaran secara umum kinerja program bantuan kapal dan alat tangkap pada lokasi yang berbeda. Rekapitulasi penilaian kinerja
iii
bantuan kapal dan alat tangkap di lokasi penelitian adalah relevan, efektif, akan tetapi tidak berdampak dan tidak berkelanjutan, jadi secara keseluruhan bahwa kinerja program bantuan kapal dan alat tangkap tidak berhasil. Kinerja keberhasilan program bantuan excavator, secara umum, masuk kriteria cukup berhasil. Bantuan peralatan mesin pakan kepada pembudidaya ikan khususnya di empat lokasi penelitian (Ciamis, Indramayu, Bengkulu, dan Sangihe) menunjukkan kinerja yang berhasil dengan beberapa catatan. Rekapitulasi capaian kinerja program bantuan mesin pakan mandiri adalah relevan, efektif, efisien, berdampak, dan berkelanjutan. Bantuan bahan baku pakan mandiri diberikan kepada pembudidaya sebagai stimulus agar dapat menghasilkan pakan mandiri sehingga mengurangi biaya operasional budidaya. Kinerja program bantuan bahan baku pakan di tiga lokasi penelitian menunjukkan kinerja yang berhasil mencakup relevansi, efektivness, efesiensi, dampak dan keberlanjutan. Kinerja program bantuan KJA dari Direktorat perikanan Budidaya di tiga lokasi penelitian memberikan gambaran secara umum kinerja program bantuan KJA pada lokasi yang berbeda. Lokasi yang dijadikan sampel penelitian adalah di Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Bengkulu dan Kabupaten Sangihe, Hasil analisis menunjukkan bahwa secara keseluruhan program bantuan KJA di ketiga lokasi tersebut masuk dalam kategori Cukup Berhasil. Dari kelima indikator relevansi, efektivitas, efisiensi, dampak dan keberlanjutan diketahui bahwa program bantuan KJA di ketiga lokasi sudah memiliki relevansi dengan kebutuhan masyarakat dan kesesuaian dengan arah program sektor perikanan di daerah. Berdasarkan hasil analisis terkait beberapa program bantuan KKP dari Direktorat Penguatan Daya Saing berupa “ice flake” pada 3 (tiga) lokasi yaitu Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Lombok Timur dan Kota Bengkulu diketahui bahwa secara umum program bantuan “ice flake” yang telah disalurkan dapat disimpulkan berhasil untuk Kabupaten Pangandaran,“Tidak Berhasil” untuk Kabupaten Lombok Timur dan Cukup Berhasil untuk Kota Bengkulu. Berdasarkan hasil penelitian telah dirumuskan Model Pengelolaan Program Bantuan KKP secara Eksisting dan Perbaikan Model Pengelolaan Program Bantuan KKP.
iv
LEMBAR PENGESAHAN
v
Satuan Kerja (Satker)
: Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Judul Kegiatan Riset
: Kajian
Efektivitas
Program
Bantuan
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Status
: Baru
Pagu Anggaran
: Rp 520.000.000
Tahun Anggaran
: 2016
Sumber Anggaran
: APBN DIPA Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
PPO
: Dr. Budi Wardono, MS.
PJPO
: Ir. Mei Dwi Erlina, M.Si Jakarta, Desember 2016
PPO
PJ PO
Dr. Budi Wardono, M.S. NIP
Ir. Mei Dwi Erlina, M.Si NIP 19580515 198603 2 003 Mengetahui/Menyetujui: Kepala Pusat Penelitian
Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Ir. Tukul Rameyo Adi, MT. NIP. 19610210 199903 1 001 KATA PENGANTAR
vi
Puji syukur kehadirat Allah SWT kami panjatkan, karena atas berkat Rahmat dan Hidayah-Nya kegiatan penelitian yang didanai dari APBN 2016 dengan judul ”Kajian Efektivitas Program Bantuan KKP” sudah sampai di akhir tahun. Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah bersedia memberikan masukan, arahan dan bimbingannya. Laporan Akhir Tahun ini masih belum sempurna, baik pada tataran konsep, kelengkapan data dan informasi yang dihasilkan serta hasil interpretasinya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini tim peneliti kegiatan penelitian ini mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak agar dapat menjadi lebih baik dan bermanfaat. Harapan kami semoga laporan teknis/akhir ini nantinya dapat menjadi bahan rujukan atau referensi bagi stakholders yang terkait baik sebagai penentu kebijakan maupun pelaku usaha serta pihak-pihak lain terkait. Jakarta,
Desember
2016 TIM PENYUSUN,
vii
DAFTAR ISI RINGKASAN........................................................................................................ ii LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................v DAFTAR ISI.......................................................................................................viii DAFTAR TABEL.................................................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xv I. PENDAHULUAN.............................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang............................................................................................. 1 2.1 Tujuan Penelitian..........................................................................................5 II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................... 6 2.1 Konsep Efektivitas....................................................................................... 6 2.2 Konsep Efektivitas Program.........................................................................6 2.3 Konsep Program........................................................................................... 7 2.4 Kinerja Pelaksanaan Program Lingkup KKP...............................................9 III. METODOLOGI............................................................................................. 13 3.1 Kerangka Penelitian................................................................................... 13 3.2 Tahapan Penelitian..................................................................................... 15 3.3 Waktu dan Lokasi Penelitian......................................................................16 3.4 Teknik Pengumpulan Data......................................................................... 17 3.5 Metode Analisis Data................................................................................. 18 3.5.1 Identifikasi dan Penentuan Program Bantuan Prioritas.......................18 3.5.2 Analisis Sosial Ekonomi Penerima Bantuan KKP.............................. 19 3.5.3 Analisa Data Kuantitatif dan Kualitatif...............................................19 3.6 Evaluasi Kebijakan.....................................................................................23 BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN.............................29 4.1 Kabupaten Pangandaran............................................................................. 29 4.2 Kabupaten Ciamis...................................................................................... 31 4.3 Kabupaten Indramayu................................................................................ 34 4.4 Kabupaten Lombok Timur......................................................................... 36 4.5 Kabupaten Natuna...................................................................................... 52 4.6 Kota Bengkulu............................................................................................57 4.7 Kabupaten Nunukan................................................................................... 59 4.8 Kabupaten Sangihe.....................................................................................64 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................70 5.1 Hasil Identifikasi dan Penentuan Prioritas Program-Program Bantuan KKP....................................................................................................70 5.2 Keragaan Program Bantuan KKP di Lokasi Penelitian.........................71 5.2.1 Keragaan Bantuan KKP untuk Nelayan..............................................71 5.2.2 Keragaan Bantuan KKP untuk Pembudidaya Ikan............................. 84 5.2.3 Keragaan Bantuan KKP untuk Pengolah dan Pemasar Hasil Perikanan...................................................................................................... 98 5.3 Kriteria Aspek Sosial Ekonomi Penerima Bantuan Lingkup KKP..... 105 5.3.1 Aspek Sosial Ekonomi Individu Penerima Bantuan......................... 105 5.3.2 Pengaruh Karakteristik Sosial Ekonomi terhadap Keberhasilan Program Bantuan Kementerian Kelautan dan Perikanan........................... 109 5.3.3 Karakteristik Koperasi Penerima Bantuan................................... 110 viii
5.4 Analisis LFA............................................................................................ 113 5.4.1 Analisis LFA untuk Program Bantuan Perikanan Tangkap.............. 113 5.4.2 Analisis LFA untuk Program Bantuan Perikanan Budidaya.............122 5.4.3 Analisis LFA untuk Program Bantuan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan........................................................................ 148 5.5 Model Kebijakan Keberhasilan Program Bantuan...................................149 BAB VI. IMPLIKASI HASIL PENELITIAN DALAM MENDUKUNG KEBIJAKAN......................................................................................................152 BAB VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN.................. 155 7.1 Kesimpulan...............................................................................................155 7.2 Rekomendasi Kebijakan...........................................................................158 DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................161 LAMPIRAN....................................................................................................... 163
ix
DAFTAR TABEL Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14. Tabel 15. Tabel 16. Tabel 17. Tabel 18. Tabel 19. Tabel 20. Tabel 21. Tabel 22. Tabel 23. Tabel 24. Tabel 25. Tabel 26. Tabel 27.
Matriks Analisis USG Efektivitas Program Bantuan KKP................ 19 Matriks Perbandingan Berpasangan...................................................22 Skala Saaty......................................................................................... 22 Jumlah Penduduk di Kabupaten Pangandaran berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin, Tahun 2014......................................................... 30 Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kabupaten Ciamis............ 32 Jenis Armada dan Alat Tangkap Nelayan di Kabupaten Indramayu...........................................................................................34 Data Produksi Perikanan Tangkap Tahun 2016 di Kabupaten Indramayu...........................................................................................35 Produk perikanan tangkap berdasarkan alat tangkap Tahun 2014 di Indramayu.......................................................................................35 Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan Lombok Timur............ 37 Jumlah Armada Penangkapan Ikan Menurut Ukuran Kapal di Kabupaten Lombok Timur Tahun 2013-2014....................................38 Status Kepemilikan Kapal di Kabupaten Lombok Timur.................. 39 Jenis Ikan yang tertangkap di Kabupaten Lombok Timur Menurut Tempat pendaratan 2011 (ton).............................................39 Alat Tangkap dan Jenis Ikan Hasil Tangkapan Nelayan di Kabupaten Lombok Timur................................................................. 41 Alat Tangkap dan Pendapatan Rata-Rata Nelayan di Kabupaten Lombok Timur................................................................................... 42 Jenis IkanHasil Tangkapan Nelayan di Kabupaten Lombok Timur.................................................................................................. 43 Rata-Rata Harga Jual dan Volume Produksi Nelayan di Kabupaten Lombok Timur................................................................. 43 Potensi Produksi Perikanan Kabupaten Lombok Timur Menurut Kecamatan Tahun 2013......................................................................44 Potensi Areal Perikanan Budidaya Menurut Kecamatan di Kabupaten Lombok Timur................................................................. 45 Jumlah UPI Berdasarkan Jenis Kegiatan Pengolahan di Kabupaten Lombok Timur................................................................. 47 Lokasi Sentra Produksi Berdasarkan Jenis Bahan Baku di Kabupaten Lombok Timur................................................................. 47 Volume dan Nilai Produk Hasil Perikanan yang Dipasarkan di Kabupaten Lombok Timur Tahun 2014.............................................48 Jumlah Desa dan Jumlah Pulau menurut Kecamatan di Kabupaten Natuna Tahun 2015..........................................................53 Jumlah Penduduk menurut Kecamatan di Kabupaten Natuna, 2013 - 2015.........................................................................................54 Tingkat Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan di Kabupaten Natuna, 2015...................................................................................... 54 Proporsi Rumah Tangga Perikanan Tangkap menurut Kecamatan di Kabupaten Natuna, 2015................................................................ 55 Jumlah Armada Nelayan Kabupaten Natuna Tahun 2016................. 56 Jumlah Alat Tangkap Nelayan Kabupaten Natuna Tahun 2016........ 56 x
Tabel 28. Volume Produksi Perikanan Tangkap Menurut Kecamatan, 2014 (Ton)...................................................................................................57 Tabel 29. Jumlah Perahu/Kapal Motor Menurut Jenis Mesin di Kota Bengkulu Tahun 2013-2015...............................................................58 Tabel 30. Keragaan Jenis Alat Tangkap Ikan di Kota Bengkulu Tahun 2013-2015...........................................................................................58 Tabel 31. Luas wilayah dan jumlah Penduduk berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Nunukan........................................................................... 60 Tabel 32. Produksi Perikanan Laut dan Perairan Umum di Kabupaten Nunukan Tahun 2014......................................................................... 61 Tabel 33. Produksi Perikanan Laut dan Perairan Umum di Kabupaten Nunukan Tahun 2014......................................................................... 62 Tabel 34. Jenis Pengolahan Hasil Perikanan dan Ragamnya di Kabupaten Nunukan............................................................................................. 62 Tabel 35. Jumlah dan Jenis Perahu di Kabupaten Kepulauan Sangihe, 2014....64 Tabel 36. Jumlah dan Produksi Perikanan Tangkap Menurut Alat Tangkap, 2015.................................................................................................... 65 Tabel 37. Produksi Perikanan Budidaya di Kabupaten Sangihe (ton), 2011 – 2015........................................................................................ 67 Tabel 38. Hasil Analisis USG terhadap Jenis Program Bantuan KKP...............70 Tabel 39. Bantuan KKP untuk Nelayan di Lokasi Penelitian, 2015.................. 72 Tabel 40. Keragaan Data KUB Perikanan Tangkap Penerima Bantuan Kapal di Kabupaten Pangandaran, Tahun 2015................................. 73 Tabel 41. Penerima Program Bantuan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Sarana Penangkapan Ikan di Kabupaten Pangandaran, Tahun 2015.........................................................................................74 Tabel 42. Keragaan Data KUB Perikanan Tangkap Penerima Bantuan Kapal di Kabupaten Indramayu, Tahun 2015.................................... 76 Tabel 43. Usulan bantuan kapal yang diajukan Koperasi Nelayan di Kab. Natuna TA. 2016................................................................................ 81 Tabel 44. Paket Bantuan Perikanan Tangkap di Kabupaten Sangihe, 2015...... 82 Tabel 45. Tonase Kapal dan Jumlah Bantuan Kapal di Kabupaten Kepulauan Sangihe, 2016...................................................................83 Tabel 46. Bantuan KKP untuk Pembudidaya di Lokasi Penelitian, 2015..........84 Tabel 47. Keragaan Jenis Bantuan, Sumber Bantuan, Penerima dan Lokasi Penerima Bantuan KKP......................................................................87 Tabel 48. Keragaan Jenis Bantuan, Sumber Bantuan, Penerima dan Lokasi Penerima Bantuan KKP di Kab. Indramayu TA. 2015...................... 92 Tabel 49. Keragaan Jenis Bantuan, Lokasi dan Penerima Bantuan Bahan Baku Pakan di Kota Bengkulu TA.2015............................................ 93 Tabel 50. Bantuan Keramba Jaring Apung di Lokasi Penelitian, 2015............. 94 Tabel 51. Bantuan KKP untuk Pengolahan di Lokasi Penelitian, 2015.............99 Tabel 52. Kriteria aspek sosial ekonomi calon penerima program bantuan mesin Ice Flake di Kabupaten Pangandaran.......................................99 Tabel 53. Keragaan Jenis Bantuan, Sumber Bantuan, Penerima dan Lokasi Penerima Bantuan Terkait Pengolahan di Kota Bengkulu Tahun 2015.................................................................................................. 100
xi
Tabel 54. Produksi Ice Flake dari Penerima Bantuan di Kota Bengkulu Desember TA.2015-April 2016........................................................101 Tabel 55. Paket Bantuan Sektor Pengolahan dan Pemasaran Ikan di Kab. Sangihe, 2016................................................................................... 105 Tabel 56. Karakteristik Sosial Ekonomi Responden Penerima Bantuan KKP di Lokasi Penelitian, Tahun 2015............................................105 Tabel 57. Nilai Korelasi Variabel Karakteristik Sosial Ekonomi Terhadap Keberhasilan Program, 2016............................................................ 110 Tabel 58. Profil Koperasi Primer Perikanan Penerima Bantuan di Kabupaten Kepulauan Sangihe, 2016.............................................. 111 Tabel 59. Nilai dan Kriteria Aspek Keberhasilan Program Bantuan KKP Bidang Perikanan Tangkap.............................................................. 113 Tabel 60. Nilai dan Kriteria Aspek Relevansi Program Bantuan Kapal dan Alat Tangkap.................................................................................... 114 Tabel 61. Nilai dan Kriteria Aspek Efektivitas Program Bantuan Kapal Dan Alat Tangkap............................................................................ 116 Tabel 62. Nilai dan Kriteria Aspek Efisiensi Program Bantuan Kapal Dan Alat Tangkap.................................................................................... 118 Tabel 63. Nilai dan Kriteria Aspek Dampak Program Bantuan Kapal Dan Alat Tangkap.................................................................................... 120 Tabel 64. Nilai dan Kriteria Aspek Dampak Program Bantuan Kapal Dan Alat Tangkap.................................................................................... 122 Tabel 65. Aspek, Nilai dan Kriteria pada Bantuan Excavator......................... 123 Tabel 66. Relevansi Bantuan Excavator...........................................................123 Tabel 67. Efektivitass dan Kriteria Bantuan Excavator................................... 124 Tabel 68. Efisiensi dan Kriteria Bantuan Excavator........................................ 125 Tabel 69. Impact dan Kriteria Bantuan Excavator........................................... 125 Tabel 70. Sustainability dan Kriteria Bantuan Excavator................................ 126 Tabel 71. Kinerja Program Bantuan Peralatan Mesin Pakan Mandiri, Tahun 2015.................................................................................................. 127 Tabel 72. Nilai dan Kriteria Aspek Relevansi Program Bantuan Peralatan Mesin Pakan Mandiri....................................................................... 127 Tabel 73. Nilai dan Kriteria Aspek Efektivitas Program Bantuan Peralatan Mesin Pakan Mandiri....................................................................... 128 Tabel 74. Tabel Nilai dan Kriteria Aspek Efisiensi Program Bantuan Peralatan Mesin Pakan Mandiri....................................................... 130 Tabel 75. Tabel Nilai dan Kriteria Aspek Dampak Program Bantuan Peralatan Mesin Pakan Mandiri....................................................... 130 Tabel 76. Nilai dan Kriteria Aspek Keberlanjutan Program Bantuan Peralatan Mesin Pakan Mandiri....................................................... 132 Tabel 77. Capaian kinerja program bantuan bahan baku pakan tahun 2015....133 Tabel 78. Nilai dan Kriteria Aspek Relevansi Program Bantuan Bahan Baku Pakan Mandiri.........................................................................133 Tabel 79. Nilai dan Kriteria Aspek Efektivitas Program Bantuan Bahan Baku Pakan Mandiri.........................................................................135 Tabel 80. Nilai dan Kriteria Aspek Efisiensi Program Bantuan Bahan Baku Pakan Mandiri.................................................................................. 136
xii
Tabel 81. Aspek dan Indikator Dampak Keberhasilan Program Bantuan Bahan Baku Pakan Mandiri..............................................................137 Tabel 82. Nilai dan Kriteria Aspek Keberlanjutan Program Bantuan Bahan Baku Pakan Mandiri.........................................................................137 Tabel 83. Nilai dan Kriteria Aspek Keberhasilan Program Bantuan KKP Bidang Perikanan Budidaya Keramba Jaring Apung.......................139 Tabel 84. Nilai dan Kriteria Aspek Relevansi Program Bantuan KJA............ 140 Tabel 85. Nilai dan Kriteria Aspek Efektivitas Program Bantuan KJA...........141 Tabel 86. Nilai dan Kriteria Aspek Efisiensi Program Bantuan KJA.............. 143 Tabel 87. Nilai dan Kriteria Aspek Dampak Program Bantuan KJA...............145 Tabel 88. Nilai dan Kriteria Aspek Dampak Program Bantuan KJA...............147 Tabel 89. Analisis LFA untuk Bantuan Ice Flake di Lokasi Penelitian........... 148
xiii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6.
Kerangka Pendekatan Penelitian Efektifitas Program Bantuan KKP................................................................................................. 15 Tahapan Pelaksanaan Penelitian Efektifitas Program Bantuan KKP................................................................................................. 16 Lokasi Kajian Efektivitas Program Bantuan KKP Tahun 2016......17 Peta Topografi Kabupaten Natuna.................................................. 54 Model Eksisting Pengelolaan Bantuan KKP untuk Bidang Perikanan Tangkap........................................................................ 149 Usulan Model Pengelolaan Bantuan KKP untuk Bidang Perikanan Tangkap........................................................................ 151
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Nilai dan Kriteria Aspek Keberhasilan Program Bantuan KKP Bidang Perikanan Tangkap di Lokasi Terpilih............................ 164 Lampiran 2. Nilai dan Kriteria Aspek Keberhasilan Program Bantuan Excavator di Lokasi Terpilih....................................................... 169 Lampiran 3. Nilai dan Kriteria Aspek Keberhasilan Program Bantuan Peralatan Mesin Pakan Mandiri di Lokasi Terpilih..................... 172 Lampiran 4. Nilai dan Kriteria Aspek Keberhasilan Program Bantuan Bahan Baku Pakan Mandiri di Lokasi Terpilih.......................................177 Lampiran 5. Nilai dan Kriteria Aspek Keberhasilan Program Bantuan KJA di Lokasi Terpilih.........................................................................181
xv
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Mengacu pada tugas, fungsi dan wewenang yang telah dimandatkan oleh peraturan
perundangundangan
kepada
KKP
dan
penjabaran
dari
misi
pembangunan nasional, maka terdapat 3 pilar yang menjadi misi KKP yakni Kedaulatan, Keberlanjutan dan Kesejahteraan. Kedaulatan diartikan sebagai kemandirian dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya kelautan dan perikanan dengan memperkuat kemampuan nasional untuk melakukan penegakan hukum di laut demi mewujudkan kedaulatan secara ekonomi, yang dilakukan melalui pengawasan pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (SDKP) dan sistem perkarantinaan ikan, pengendalian mutu, keamanan hasil perikanan, dan keamanan hayati ikan. Pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang tersebut masih dihadapkan pada berbagai isu serta permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya KP di darat dan laut. Gambaran pengelolaan perikanan laut di Indonesia saat ini, di duga berpotensi akan mengancam kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan, keberlanjutan mata pencaharian masyarakat di bidang perikanan, ketahanan pangan, dan pertumbuhan ekonomi yang bersumber dari pemanfaatan sumber daya perikanan. Ancaman terhadap kelestarian sumberdaya terutama berasal dari semakin maraknya kegiatan Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) fishing.
Dari data
yang ada menyebutkan bahwa kerugian negara akibat dari IUU Fishing di perairan Arafura diperkirakan mencapai Rp 11–17 triliun (Wagey dkk, 2002). Estimasi kerugian negara-negara di dunia akibat IUU Fishing mencapai US$ 10– 23,5 miliar (Agnew dkk, 2005). IUU Fishing juga merupakan global crime, tidak saja tindak pidana perikanan tetapi menyangkut perbudakan, perdagangan manusia, penyulundupan hewan, narkoba dan lain-lain. Juga menyangkut masalahan perbatasan dengan negara tetangga. Ancaman lainnya yaitu terkait dengan keberlanjutan mata pencaharian masyarakat di bidang perikanan, ketahanan pangan, dan pertumbuhan ekonomi
1
yang bersumber dari pemanfaatan sumber daya perikanan. Data BPS menunjukan terjadi penurunan rumah tangga perikanan dari 1,6 juta (hasil Sensus Pertanian 2003) menjadi 800 ribu (hasil Sensus Pertanian 2013) yang menunjukkan profesi nelayan tidak menarik dan tidak menguntungkan. Terdapat 115 eksportir seafood yang collapse karena tidak ada bahan baku dan adanya mismanagement yang nilainya mencapai USD 4-5 miliar. Sementara itu ekspor hasil perikanan Indonesia tercatat nomor 3 di Asia Tenggara padahal Indonesia memiliki luas laut dan potensi sumber daya ikan yang jauh lebih tinggi dibanding negara lain (KKP1, 2015). Gambaran
pengelolaan
sumberdaya
perikanan
berbasis
budidaya
dihadapkan pada permasalahan implementasi kebijakan tata ruang dan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau terbatasnya ketersediaan dan distribusi induk dan benih unggul, kesiapan dalam menanggulangi hama dan penyakit, penyediaan fasilitas kolam dan air yang baik serta permasalahan bahan baku pakan dan kestabilan harga, serta tingginya harga pakan. Rendahnya produktivitas perikanan budidaya juga disebabkan karena struktur pelaku usaha perikanan budidaya adalah skala kecil/tradisional (± 80%), dengan keterbatasan aspek permodalan, jaringan teknologi dan pasar. Disamping itu serangan hama dan penyakit ikan/udang, serta adanya pencemaran yang mempengaruhi kualitas lingkungan perikanan budidaya. Pemanfaatan potensi sumber daya perikanan mendorong peningkatan kegiatan perdagangan produk kelautan dan perikanan antarnegara maupun antararea di dalam wilayah NKRI. Semakin meningkatnya kegiatan lalu lintas hasil perikanan membawa konsekuensi meningkatnya risiko masuk dan tersebarnya hama dan penyakit ikan berbahaya serta masuknya hasil perikanan yang dapat merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu perlu diiringi dengan peningkatan sistem jaminan kesehatan ikan, mutu dan keamanan hasil perikanan yang terpercaya dalam rangka mewujudkan kawasan perikanan budidaya yang bebas hama penyakit ikan berbahaya serta terjaminnya hasil perikanan yang aman untuk konsumsi manusia. Terkait dengan permasalahan garam, selama ini kebutuhan nasional garam dalam negeri dipenuhi dari impor. Sebagai negara yang memiliki panjang pantai nomor dua di dunia, sudah seharusnya kebutuhan nasional garam dapat dipenuhi
2
dari produksi dalam negeri. Saat ini produksi garam nasional belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri baik secara kuantitas maupun kualitas. Importasi garam tidak terkendali mengakibatkan produksi garam rakyat tidak terserap, dan harga jual turun mencapai Rp 275-300/kg. Selain itu dikarenakan usaha pegaraman masih tradisional, minimnya infrastruktur, dan tata niaga garam yang belum mendukung. Adanya kondisi diatas, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merespon melalui kebijakan berupa Peraturan Menteri No. 56 dan 57 tahun 2014, serta 1 dan 2 tahun 2015. Pada implementasinya, peraturan tersebut telah memberikan dampak bagi para pelaku usaha perikanan. Dampak positif yang dirasakan oleh pelaku usaha perikanan tangkap yaitu peningkatan produktivitas hasil tangkapan, berkurangnya illegal fishing dan meningkatkan pendapatan nelayan lokal (Hikmayani, dkk, 2015; Nurlaili, dkk, 2015). Dampak negatif tentunya menurunnya produksi akibat dari berhentinya kapal-kapal eks asing, kapal transhipment dan kapal-kapal dengan alat tangkap cantrang. Pelarangan penangkapan benih lobster menyebabkan hilangnya mata pencaharian sebagian besar masyarakat di lokasi-lokasi tertentu seperti di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Namun demikian, dengan menurunnya perdagangan illegal untuk benih lobster diharapkan mampu mempertahankan keberlanjutan sumberdaya lobster tersebut. Dampak terhadap usaha pengolahan yaitu menurunnya pasokan ikan untuk bahan baku olahan akibat dari berhentinya operasi kapal eks asing, kapal transhipment dan pelarangan alat tangkap pukat hela dan cantrang. Menurunnya pasokan bahan baku tersebut menyebabkan menurunnya utilitas pabrik pengolahan yang mengandalkan pasokan ikan dari armada penangkapan yang dilarang dan merupakan usaha perikanan terpadu. Bahkan sampai saat ini lebih dari 30% pabrik pengolahan sudah tidak dapat berproduksi lagi. Tentunya dengan berhentinya operasional pabrik pengolahan tersebut, maka ekspor ikan hasil olahan ikut menurun. Untuk mengantisipasi dampak yang lebih buruk lagi, KKP melakukan peluncuran program-program pemberian bantuan langsung kepada masyarakat kelautan dan perikanan. Program bantuan yang diserahkan adalah berupa sarana
3
dan pra sarana usaha bagi pelaku usaha, khususnya yang terkena dampak langsung dari kebijakan. Program Ditjen. Perikanan Tangkap meluncurkan bantuan kapal sebanyak 3.350 unit dan alat tangkap (jaring) sebanyak 13.873 unit. Ditjen Perikanan Budidaya meluncurkan program pemberian bantuan benih sebanyak 100 juta ekor, bahan baku pakan sebanyak 451 paket serta alat produksi lain (KJA) sebanyak 450 unit, escavator sebanyak 100 unit. Ditjen Peningkatan Daya Saing meluncurkan program bantuan single cold storage sebanyak 32 unit dan ice flake sebanyak 354 unit. Pada dasarnya program bantuan langsung pada masyarakat kelautan dan perikanan telah dilakukan oleh KKP melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan (PNPM Mandiri KP) mulai tahun 2010. Selanjutnya pada tahun 2014 Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBPSEKP) melakukan kajian evaluasi ada tahun 2014. Hasil kajian evaluasi tersebut meliputi : 1) penyebaran KUKP penerima PNPM kurang merata di seluruh wilayah, 2) pemahaman masyarakat penerima bantuan terhadap PNPM masih beragam, terutama belum terpahaminya pengembangan kelembagaan keuangan mikro, 3) kegiatan pendampingan dan pembinaan belum dilakukan secara optimal, 4) adanya kesulitan dari tenaga pendamping dalam melakukan tugasnya karena keterbatasan pengetahuan dan keterampilan serta jangkauan wilayah yang terlalu luas; 5) kinerja penggunaan dana BLM dan perkembangan KUKP yang beragam, karena tergantung dari awal pembentukan KUKP; 6) sebagian kecil KUKP untuk setiap kegiatan sudah melakukan koordinasi pemasaran bersama sehingga harga yang diterima lebih baik, 7) sebagian besar pemanfaatan dana digunakan untuk menambah modal usaha dan penyediaan sarana prasarana produksi mendukung keberlanjutan usaha perikanan, 8) inovasi teknologi dan kreativitas pengembangan usaha belum sepenuhnya dilakukan kelompok sasaran, 9) kendala yang dihadapi pelaku utama penerima BLM dalam mengembangkan usaha sebagian besar berkaitan dengan sumberdaya yang menentukan produksi perikanan, seperti sumberdaya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya keuangan. Kajian program bantuan tahun 2016 dilakukan atas dasar kontrak kinerja antar eselon I Balitbang KP dengan Ditjen Perikanan Tangkap, Ditjen Budidaya,
4
dan Ditjen Peningkatan Daya Saing. Diharapkan dari hasil kajian mampu memberikan masukan tentang efektivitas program bantuan yang diserahkan kepada masyarakat, sesuai dengan tujuan yang ditentukan. 2.1 Tujuan Penelitian Penelitian efektivitas program bantuan KKP mempunyai tujuan : 1) melakukan identifikasi dan menentukan prioritas jenis-jenis program bantuan lingkup KKP, 2) mengkaji kriteria aspek sosial ekonomi calon penerima bantuan lingkup KKP, 3) mengukur efektivitas program bantuan lingkup KKP, serta 4) Merumuskan model pengelolaan program bantuan KKP tahun berikutnya.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Efektivitas Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang dicapai. Efektivitas dapat dilihat dari berbagai sudut pandang dan dapat dinilai dengan berbagai cara. Menurut Hannan dan Freeman (1977:41) di dalam Puspasari, D. 2012), dalam New Perspective on Organizational Effectiveness, efektivitas sebagai “a concept of app;ications and engineering but not of abstracts theory and research”. Adapun pengertian efektivitas menurut Hadayaningrat adalah sebagai berikut: “ Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya” (Handayaningrat, 1995:16). Menurut Handayaningrat efektifitas merupakan sebuah pengukuran dimana suatu target telah tercapai sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Dari beberapa definisi efektifitas diatas dapat ditarik benang merah bahwa pada dasarnya efektifitas merupakan hubungan antara hasil yang dicapai dengan hasil yang diharapkan. Semakin besar hasil yang dicapai daripada yang diharapkan,semakin efektif kegiatan, program dan kebijakan tersebut. Berdasarkan berbagai pandangan para ahli dengan berbagai pandangan yang berbeda mengenai konsep efektivitas organisasi, namun dapat diambil garis besarnya bahwa yang dimaksud dengan efektivitas adalah kesesuaian antara tujuan awal yang telah direncanakan dengan hasil akhir yang didapat.
2.2 Konsep Efektivitas Program Penilaian terhadap tingkat kesesuaian program merupakan salah satu cara untuk mengukur
efektivitas
program.
Efektivitas
program
dapat
diketahui
dengan
membandingkan tujuan program dengan output program (Ditjen Binlantas Depnaker, 1983, dalam Setiawan,1998). Budiani (2007:53) menyatakan bahwa untuk mengukur efektivitas suatu program dapat dilakukan dengan menggunakan variabel-variabel sebagai berikut :
6
1) Ketepatan sasaran program, yaitu sejauhmana peserta program tepat dengan sasaran yang sudah ditentukan sebelumnya. 2) Sosialisasi program, yaitu kemampuan penyelenggara program dalam melakukan sosialisasi program sehingga informasi mengenai pelaksanaan program dapat tersampaikan kepada masyarakat pada umumnya dan sasaran peserta program pada khususnya. 3) Tujuan program, yaitu sejauhmana kesesuaian antara hasil pelaksanaan program dengan tujuan program yang telah ditetapkan sebelumnya. 4) Pemantauan program, yaitu kegiatan yang dilakukan setelah dilaksanakannya program sebagai bentuk perhatian kepada peserta program. Sementara James L. Gibson yang dikutip oleh Kurniawan (2005) mengatakan mengenai ukuran efektivitas, sebagai berikut: 1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai; 2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan; 3. Proses analisis dan perumusan kebijaksanaan yang mantap; 4. Perencanaan yang matang; 5. Penyusunan program yang tepat; 6. Tersedianya sarana dan prasarana; 7. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik. 2.3 Konsep Program Kata program berasal dari bahasa Inggris “programme” yang artinya acara atau rencana. Secara konseptual menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, program diartikan sebagai rancangan mengenai asas serta usaha yang akan dijalankan oleh seseorang atau suatu kelompok tertentu. Suatu organisasi, betapapun besarnya baik secara material maupun nonmaterial akan selalu memerlukan pedoman dalam setiap gerak langkahnya termasuk dalam melaksanakan roda organisasi. Ketika suatu organisasi memiliki cita-cita untuk mewujudkan apa yang menjadi keinginan pendiri serta anggota organisasi maka pematangan konsep adalah kunci keberhasilannya. Pematangan konsep yang dimaksud adalah mempertimbangkan segala hal yang menjadi faktor pendukung dan penghambat kinerja organisasi sebelum kita menetapkan suatu kegiatan yang tepat bagi organisasi, keinginan serta tatacara membangun organisasi tentunya berbeda antara orang yang satu dengan yang lainnya, dan cara untuk mencapai cita cita organisasi sebaiknya terjabarkan dalam suatu program kerja yang disahkan secara bersama, sesuai dengan konstitusi organisasi (AD/ART). Ada dua alasan pokok mengapa program kerja perlu disusun oleh suatu organisasi : 1. Efisiensi organisasi.
7
Dengan telah dibuatnya suatu program kerja oleh suatu organisasi maka waktu yang dihabiskan oleh suatu organisasi untuk memikirkan bentuk kegiatan apa saja yang akan dibuat tidak begitu banyak, sehingga waktu yang lain bisa digunakan untuk mengimplementasikan program kerja yang telah dibuat. 2. Efektifitas organisasi Keefektifan organisasi juga dapat dilihat dari sisi ini, dimana dengan membuat program kerja oleh suatu organisasi maka selama itu telah direncanakan sinkronisasi kegiatan organisasi antara bagian kepengurusan yang satu dengan bagian kepengurusan yang lainnya. Jenis-Jenis Pogram kerja akan dibuat oleh suatu organisasi sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh organisasi yang bersangkutan, jenis jenis program kerja dapat dibedakan antara lain: A. Menurut rentang waktu perencanaan 1. Program kerja untuk satu periode kepengurusan. Jenis program kerja ini biasanya dibuat oleh organisasi untuk satu periode kepengurusan, sehingga kegiatan rapat kerja (raker) organisasi hanya dilakukan sekali dalam satu periode kepengurusan dan untuk tahap selanjutnya akan diadakan evaluasi dan koordinasi dari program kerja yang telah ditetapkan. 2. Program kerja untuk waktu tertentu. Jenis program kerja seperti ini disusun untuk suatu jangka waktu tertentu biasanya triwulan, caturwulan, semester dan lain lain. Dalam pembuatan metode program kerja seperti ini maka akan ditemui bahwa suatu organisasi akan mengadakan rapat kerja (raker) organisasi lebih dari sekali dalam satu periode kepengurusan. B. Menurut sifat program kerja 1. Program kerja yang bersifat terus menerus (continue). Program kerja seperti ini akan dilakukan secara terus menerus (tidak hanya sekali) oleh suatu organisasi, kesulitan pengimplementasian program kerja umumnya akan dihadapi saat pertama kali melaksanakan jenis program kerja ini. 2. Program kerja yang bersifat insidental. Program kerja seperti ini umumnya hanya dilakukan pada suatu waktu tertentu oleh suatu organisasi biasanya mengambil momentum momentum waktu yang penting. 3. Program kerja yang bersifat tentatif. Program kerja ini sifatnya akan dilakukan sesuai dengan kondisi yang akan datang. Alasan dibuatnya program kerja jenis ini adalah karena kurang terjaminnya faktor faktor pendukung ketika diadakannya perencanaan mengenai suatu program kerja lain . C. Menurut targetan organisasi
8
1. Program kerja jangka panjang. Program kerja jangka panjang harus sesuai dengan cita-cita/tujuan pembentukan organisasi, serta visi dan misi dari organisasi. Program kerja model ini dibuat karena kemungkinan untuk merealisasikan dalam waktu yang pendek tidak memungkinkan. 2. Program kerja jangka pendek. Program kerja jangka pendek adalah program kerja organisasi dalam suatu periode tertentu, yang jangka waktunya berkisar antara 1-3 tahun, yang dirancang untuk memenuhi berbagai kebutuhan organisasi pada masa tersebut. Dalam hubungannya dengan program kerja jangka panjang, dalam program kerja jangka pendek ini, dibuat bagian-bagian program kerja yang dapat direalisasikan dalam jangka waktu dekat. 2.4 Kinerja Pelaksanaan Program Lingkup KKP Undang-Undang (UU) No.17/2007 menyebutkan bahwa Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) 2005-2025, mengacu pada misi untuk: 1) mewujudkan bangsa yang berdaya saing; 2) mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari; 3) mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasis kepentingan nasional. Fokus pembangunan pada lima tahun ini tertuang dalam NAWA CITA, yang antara lain mengenai a) pengelolaan pulau-pulau terluar; b) partisipasi masyarakat pada SDKP; c) IUU Fishing; d) jaminan masyarakat kelautan dan perikanan; e) fungsi dan sistem layanan pelabuhan yang menunjang sektor kelautan dan perikanan; f) pembiayaan usaha dan kredit skala kecil bagi masyarakat kelautan dan perikanan; serta g) peningkatan kualitas SDM masyarakat kelautan dan perikanan. Selanjutnya, dalam kelautan dan perikanan pada dasarnya terdapat keterkaitan dengan ketahanan pangan, pemanfaatan dan pendayagunaan potensi ekonomi kelautan untuk kesejahteraan masyarakat, serta kelestarian lingkungan. Namun potensi perikanan sebagian besar sudah mengalami kelebihan tangkap (over exploitation). Fenomena illegal fishing, unreported, unregulated telah menyebabkan rusaknya sumber daya perkanan dan kerugian besar. Hal tersebut juga berkaitan dengan persoalan kemiskinan masyarakat nelayan masih mewarnai performansi sektor perikanan selama ini, dimana tingkat kesejahteraan masih bertumpu pada ketahanan pangan, keberlanjutan pembangunan, dan daya saing. Pada akhir tahun 2015, kawasan ASEAN akan menjadi pasar terbuka berbasis produksi, dimana komitmen dibangun untuk meningkatkan perekonomian kawasan dan peningkatan taraf hidup masyarakat. Untuk menunjang peran kelautan dan perikanan, maka Kementerian Kelautan dan Perikanan memberikan kontribusi melalui program pembangunan kelautan dan perikanan
9
yang ditetapkan pada visi untuk “Mewujudkan Kedaulatan dalam Mengelola Sumber Daya Kelautan dan Perikanan secara Berkelanjutan untuk Kesejahteraan Masyarakat”. Kedaulatan diartikan sebagai kemandirian dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya kelautan dan perikanan dengan memperkuat kemampuan nasional untuk melakukan penegakan hukum di laut demi mewujudkan kedaulatan secara ekonomi. Keberlanjutan dimaksudkan untuk mengelola dan melindungi sumber daya kelautan dan perikanan dengan prinsip ramah lingkungan sehingga tetap dapat menjaga kelestarian sumber daya. Kesejahteraan diartikan bahwa pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam kaitan ini, KKP senantiasa memberikan perhatian penuh terhadap seluruh stakeholders kelautan dan perikanan, yakni nelayan, pembudidaya ikan, pengolah/pemasar hasil perikanan, petambak garam, dan masyarakat kelautan dan perikanan lainnya. Ketiga hal di atas dilakukan secara bertanggungjawab
berlandaskan
gotong
royong,
sehingga
diharapkan
dapat
dikembangkan kerjasama yang saling memperkuat, memberi manfaat dan menghasilkan nilai tambah ekonomi, sosial dan budaya bagi kepentingan bersama. Untuk menunjang visi tersebut, ditentukan misi, sasaran strategis dan tujuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, (Renstra KKP, 2015-2019). Pada Renstra 2015-2019 dijelaskan bahwa mengacu pada tugas, fungsi dan wewenang yang telah dimandatkan oleh peraturan perundang undangan kepada KKP dan penjabaran dari misi pembangunan nasional, maka Misi KKP adalah : 1. Mewujudkan pembangunan kelautan dan perikanan yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya kelautan dan perikanan, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan; 2. Mewujudkan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan; 3. Mewujudkan kualitas hidup masyarakat kelautan dan perikanan yang tinggi, maju dan sejahtera, serta berkepribadian dalam kebudayaan. Untuk tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan produktivitas usaha kelautan dan perikanan secara berdaulat, bertanggung jawab, dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan. Adapun sasaran strategis pembangunan kelautan dan perikanan merupakan kondisi yang diinginkan dapat dicapai oleh KKP sebagai suatu outcome/ impact dari beberapa program yang dilaksanakan. Dalam penyusunannya, KKP menjabarkan 3 misi yakni “Kedaulatan”, “Keberlanjutan”, dan Kesejahteraan” dan menggunakan pendekatan metoda Balanced Scorecard (BSC) yang dibagi dalam empat perspektif, yakni
10
stakeholders prespective, customer perspective, internal process perspective, dan learning and growth perspective, sebagai berikut : 1. Stakeholders Prespective (Outcome) Menjabarkan misi “Kesejahteraan”, maka sasaran strategis pertama (SS-1) yang akan dicapai adalah “Meningkatnya Kesejahteraan Masyarakat Kelautan dan Perikanan”, dengan Indikator Kinerja : a. Indeks Kesejahteraan Masyarakat Kelautan dan Perikanan dari 47 pada tahun 2015 menjadi 51 pada tahun 2019. b. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Perikanan dari 7% pada tahun 2015 menjadi 7,2% pada tahun 2019; 2. Customer Perspective (Output) Menjabarkan misi “Keberlanjutan”, maka sasaran strategis kedua (SS-2) yang akan dicapai adalah “Meningkatnya Pengelolaan Sumber daya
Kelautan
Dan
Perikanan
Yang
Bertanggungjawab,
Berdaulat,
dan
Berkelanjutan”, dengan Indikator Kinerja : a.) Nilai Pengelolaan Wilayah Kelautan dan Perikanan yang Berkelanjutan dari 0,33 pada tahun 2014 menjadi 0,64 pada tahun 2019. b.) Persentase Kepatuhan (Compliance) Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang- undangan yang Berlaku, dari 70% pada tahun 2015 menjadi 87% pada tahun 2019. Selanjutnya, menjabarkan misi “Kesejahteraan”, maka sasaran strategis ketiga (SS-3) yang akan dicapai adalah “Meningkatnya Produktivitas Usaha Kelautan dan Perikanan bagi Kesejahteraan Masyarakat Kelautan dan Perikanan”, dengan Indikator Kinerja: a.) Nilai Pertumbuhan Ekonomi Kelautan dan Perikanan, dari 0,73 pada tahun 2015 menjadi 1,0 pada tahun 2019. b.) Produksi perikanan, dari 24,12 juta ton pada tahun 2015 menjadi 39,97 juta ton pada tahun 2019. c.) Produksi garam rakyat, dari 3,3 juta ton pada tahun 2015 menjadi 4,5 juta ton pada tahun 2019. d.) Nilai ekspor hasil perikanan, dari USD 5,86 miliar pada tahun 2015 menjadi USD 9,54 miliar pada tahun 2019. e.) Volume produk olahan, dari 5,6 juta ton pada tahun 2014 menjadi 6,8 juta ton pada tahun 2019. f.) Konsumsi ikan, dari 40,9 kg/kapita pada tahun 2015 menjadi 54,49 kg/kapita pada tahun 2019; 3. Internal Process Perspective (process) menjabarkan misi “Kesejahteraan”, maka sasaran strategis keempat (SS-4) yang akan dicapai adalah “Tersedianya Kebijakan Pembangunan yang Mendukung Kesejahteraan”, dengan Indikator Kinerja Indeks efektivitas kebijakan pemerintah, dari 5 pada tahun 2015 menjadi 9 pada tahun 2019. Menjabarkan misi “Keberlanjutan”, maka sasaran strategis kelima (SS-5) yang akan dicapai adalah “Terselenggaranya Tata Kelola Pemanfaatan Sumber daya Kelautan
11
dan Perikanan yang Berdaya Saing dan Berkelanjutan”, dengan Indikator Kinerja Persentase, (Renstra KKP, 2015-2019). Atas dasar hal-hal diatas, maka Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menggulirkan program-program prioritas yang berpihak pada masyarakat kelautan dan perikanan yaitu program bantuan untuk masyarakat kelautan dan perikanan. Program perbantuan dikordininir oleh 4 (empat) Direktorat Jenderal di KKP meliputi DJPT, DJPB, Ditjen PDSPKP, serta Ditjen PRL. Sebagai upaya untuk pengendalian dan pendampingan pada pelaksanaan program bantuan tersebut, diperlukan adanya sebuah penelitian yang berfokus pada efektivitas dari program perbantuan kepada masyarakat kelautan dan perikanan.
12
III. METODOLOGI 3.1 Kerangka Penelitian Secara umum, kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Penelitian diawali dari adanya permasalahan kelautan dan perikanan yaitu : 1) IUU Fishing, 2) Keberlanjutan mata pencaharian nelayan, 3) Rendahnya produktivitas budidaya, 4) Serangan hama penyakit dan pencemaran, 5) Tingginya harga pakan, 6) Belum terintegrasinya sistem produksi hulu hilir, 7) Mutu ikan yang dijual rendah, dan 8) Rendahnya kondisi infrastruktur. Terlihat dari rendahnya pendidikan yang dimiliki masyarakat perikanan khususnya pelaku utama, keterbatasan atas kepemilikan aset sumberdaya, dan peranan kelembagaan perikanan yang rendah. Kemampuan pelaku utama dalam mengakses sumbersumber permodalan sangat terbatas karena lembaga keuangan perbankan dan non perbankan menerapkan prinsip 5-C (Character, Collateral, Capacity, Capital dan Condition) dalam menilai usaha perikanan yang tidak semua persyaratan yang diminta dapat dipenuhi oleh setiap pelaku utama. Hal ini juga menyebabkan kondisi terjadinya peningkatan kemiskinan dan pengangguran di desa. Dalam rangka mengatasi masalah tersebut, pemerintah membuat alternatif solusi sebagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan mencanangkan program Bantuan Langsung Masyarakat di sektor kelautan dan perikanan. Bantuan dana ini disalurkan melalui kelompok masyarakat di sektor perikanan seperti Kelompok Usaha Bersama (KUB) untuk bidang perikanan tangkap, Kelompok Budidaya Perikanan (Pokdakan) untuk bidang perikanan budidaya, Kelompok Pengolah dan Pemasar Hasil Perikanan (Poklahsar) untuk bidang pengolahan dan pemasaran hasil perikanan, dan Kelompok Usaha Garam Rakyat (Kugar) untuk bidang kelautan sebagai lembaga pelaksana yang dipercaya oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pelaksanaan program bantuan KKP ini perlu dievaluasi untuk menilai apakah bantuan langsung masyarakat tersebut dapat tersalurkan dengan tepat dan mampu meningkatkan kinerja masyarakat yang mendapat bantuan baik secara individu, kelompok ataupun organisasi dalam hal ini adalah Koperasi.
13
Indikator keberhasilan outcome program bantuan KKP yakni adanya peningkatan kinerja masyarakat perikanan. Maka dari itu analisis selanjutnya adalah mengukur dampak program bantuan KKP terhadap aktivitas kinerja masyarakat baik secara individu, kelompok ataupun organisasi. Untuk mengevaluasi
kinerja
kelompok
masyarakat
dapat
dilakukan
dengan
membandingkan kinerja sebelum dan sesudah mendapatkan program bantuan KKP. Setelah dilakukan evaluasi, kemudian ditarik kesimpulan secara keseluruhan dan kemudian direkomendasikan saran perbaikan bagi pelaksanaan program bantuan KKP ke depannya. Secara skematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :
14
Permasalahan Kelautan dan Perikanan : 1. IUU Fishing 2. Keberlanjutan mata pencaharian nelayan 3. Rendahnya produktivitas budidaya 4. Serangan hama penyakit dan pencemaran 5. Tingginya harga pakan 6. Belum terintegrasinya sistem produksi hulu hilir 7. Mutu ikan yang dijual rendah 8. Rendahnya kondisi infrastruktur
Kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan
Program Bantuan KKP
Bidang Perikanan tangkap
Bidang pengolahan dan pemasaran (penguatan daya saing)
Bidang Perikanan budidaya
Penerima bantuan : Pelaku usaha, kelompok pelaku usaha, koperasi
Kriteria sosial
Tidak Efektif
Rekomendasi perbaikan program bantuan tahun berikutnya
Kriteria ekonomi
Efektif
Peningkatan Pendapatan, Peningkatan Serapan Tenaga Kerja, Meningkatnya pasokan bahan baku, efisiensi budidaya, Peningkatan Produksi
Gambar 1. Kerangka Pendekatan Penelitian Efektifitas Program Bantuan KKP
3.2 Tahapan Penelitian Penelitian ini terbagi dalam 4 tahapan. Penelitian diawali dengan melakukan identifikasi program-program bantuan lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang dilanjutkan dengan menentukan prioritas jenis-jenis bantuan 15
KKP yang akan dikaji dengan menggunakan analisis USG. Kemudian mengkaji aspek sosial ekonomi calon penerima bantuan KKP. Selanjutnya mengevaluasi tingkat keberhasilan program bantuan KKP. Dan akhirnya merumuskan model pengelolaan program bantuan KKP pada tahun-tahun mendatang. Tahapan yang akan dilakukan seperti pada Gambar berikut. Tujuan 1. Melakukan identifikasi dan menentukan prioritas jenis-jenis program bantuan KKP --------------------------------------------------------------------------------------------------------------Analisis USG
Tujuan 2. Mengkaji aspek sosial ekonomi calon penerima bantuan KKP -----------------------------------------------------------------------------Analisis statistik deskriptif
Tujuan 3. Mengevaluasi tingkat keberhasilan program bantuan KKP Ex-post dan Logical Framework Analysis (LFA)
Tujuan 4. Merumuskan model pengelolaan program bantuan KKP tahun berikutnya Gambar 2. Tahapan Pelaksanaan Penelitian Efektifitas Program Bantuan KKP
3.3 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret – Desember 2016. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara multistage random sampling dengan tahapan kriteria meliputi 1) Lokasi yang mendapatkan bantuan KKP tahun 2015 dan berlanjut di tahun 2016, 2) Jenis program bantuan, 3) Keterwakilan wilayah Indonesia bagian barat dan timur, 4) Keterwakilan program-program bantuan Direktorat Teknis lingkup KKP terutama Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya dan Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan. Atas tahapan tersebut ditentukan lokasi di Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Kab. Indramayu, Kab. Bengkulu,
16
Kab. Lombok Timur, Kabupaten Kepulauan Sangihe. Kabupaten Natuna dan Kabupaten Nunukan.
7
8
5
6 3 1
2
4
Gambar 3. Lokasi Kajian Efektivitas Program Bantuan KKP Tahun 2016 Keterangan: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kabupaten Pangandaran Kabupaten Ciamis Kabupaten Indramayu Kabupaten Lombok Timur Kabupaten Natuna Kabupaten Bengkulu Kabupaten Nunukan Kabupaten Sangihe
3.4 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah suatu proses pengumpulan data primer dan sekunder (Widiarto, 2012). Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang diperlukan, yaitu sebagai berikut: 1. Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan, meminta penjelasan kepada responden, tokoh masyarakat dan petugas terkait berdasarkan kuisioner yang telah disiapkan. 2. Pencatatan untuk memperoleh data sekunder yang diperlukan. Menurut Nazir (1988), menelusuri literatur yang ada serta menelaahnya merupakan kerja kepustakaan yang sangat diperlukan dalam proses penelitian. 3. Pengamatan/observasi langsung di lapangan untuk melengkapan data 4. Focus Group Discussion (FGD). Tujuan FGD adalah untuk mengeksplorasi masalah yang spesifik, yang berkaitan dengan topik yang dibahas. Teknik ini digunakan dengan tujuan untuk menghindari
17
pemaknaan yang salah dari peneliti terhadap masalah yang diteliti. FGD digunakan untuk menarik kesimpulan terhadap makna-makna intersubjektif yang sulit diberi makna sendiri oleh peneliti karena dihalangi oleh dorongan subjektivitas peneliti (Kresno S. dkk., 1999).
3.5 Metode Analisis Data 3.5.1 Identifikasi dan Penentuan Program Bantuan Prioritas Analisis Deskriptif Mengidentifikasi karakteristik dari Program Bantuan lingkup KKP dapat dilakukan dengan menggunakan metode statistik deskriptif. Statistik deskriptif adalah metode yang digunakan untuk mengumpulkan, meringkas, menyajikan dan mendeskripsikan data sehingga memberikan informasi yang berguna (Nisfiannoor, 2009). Metode ini berguna untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai karakteristik penerima bantuan berdasarkan hasil perolehan kuisioner. Metode USG Dalam menentukan prioritas jenis-jenis bantuan per bidang dalam ruang lingkup kelautan dan perikanan yang akan dianalisis dalam penelitian ini dilakukan pendekatan menggunakan metode analisis menggunakan matriks Urgency, Seriousness dan Growth (USG). Kepner dan Tragoe (1981) menyatakan pentingnya suatu masalah dibandingkan masalah lainnya dapat dilihat dari 3 (tiga) aspek berikut: 1. Bagaimana gawatnya masalah dilihat dari produktivitas, orang dan/atau sumberdaya dan dana? 2. Bagaimana mendesaknya dilihat dari waktu yang tersedia? 3. Bagaimana perkiraan yang terbaik mengenai kemungkinan berkembangnya masalah? Urgency
berkaitan dengan
mendesaknya
waktu
yang
diperlukan
untuk
menyelesaikan masalah tersebut. Semakin mendesak suatu masalah untuk diselesaikan maka semakin tinggi urgensi masalah tersebut. Seriousness berkaitan dengan dampak dari adanya masalah tersebut terhadap organisasi. Dampak ini terutama yang menimbulkan kerugian bagi organisasi seperti dampaknya terhadap produktivitas, keselamatan jiwa manusia, sumberdaya dan sumber dana. Semakin tinggi dampak masalah tersebut maka semakin serius masalah tersebut.
18
Growth berkaitan dengan pertumbuhan masalah. Semakin cepat berkembang masalah tersebut maka semakin tinggi tingkat pertumbuhannya. Suatu masalah yang cepat berkembang tentunya semakin prioritas untuk diatasi. Analisis dilakukan dengan menggunakan matriks USG sebagaimana disajikan dalam tabel kerja berikut. Tabel 1. No 1 2 3 4 ..... dst
Matriks Analisis USG Efektivitas Program Bantuan KKP
Kriteria Penyaluran Program Bantuan KKP
Nilai Skor U (Urgency)
Nilai Skor S (Seriousness)
Nilai Skor G (Growth)
Total Nilai USG
Urutan Prioritas
Untuk mempermudah analisis dan mengurangi tingkat subyektivitas dalam menentukan masalah prioritas, maka perlu menetapkan kriteria untuk masing-masing unsur USG tersebut. Umumnya digunakan skor dengan skala tertentu, misalnya penggunaan skor skala 1 – 5. Semakin tinggi tingkat urgensi, serius dan atau penumbuhan masalah tersebut maka semakin tinggi skor untuk masing-masing masalah tersebut. 3.5.2 Analisis Sosial Ekonomi Penerima Bantuan KKP Karakteristik penerima bantuan dibedakan menjadi: 1. Individu a. Karakteristik personal: umur, jenis kelamin, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga b. Karakteristik usaha: jenis usaha, dan lama usaha. 2. Kelompok 3. Koperasi 3.5.3 Analisa Data Kuantitatif dan Kualitatif Data kualitatif adalah data yang berupa pendapat (pernyataan) atau expert judgement sehingga tidak berupa angka tetapi kata-kata atau kalimat (Effendy, 2010). Data Kualitatif diperoleh dari hasil analisis dokumen, observasi lapangan, diskusi dan wawancara yang kemudian dituangkan dalam bentuk transkrip. Analisis data kualitatif
19
diperlukan untuk mengetahui efektivitas implementasi program ditinjau dari proses tujuan program bantuan KKP. Analisis data kuantitatif merupakan analisis yang mengunakan angka atau nilai yang diperlukan untuk mengukur indikator-indikator: 1) produktivitas bantuan KKP; 2) analisa usaha pada masyarakat sasaran; 3) kelayakan finansial usaha masyarakat yang mendapat bantuan KKP. Analisis Finansial Analisa keuntungan usaha digunakan untuk mengetahui komponen-komponen input dan output yang terlibat dalam usaha dan besarnya keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan. Kusumawardani (2010), selanjutnya secara matematik Pramudya (1992) menggunakan parameter dengan persamaan berikut:
=FP-V
Keterangan:
= Jumlah produk yang dihasilkan
= Biaya tetap
= Harga jual V = Biaya tidak tetap Total pendapatan adalah besaran yang mengukur jumlah pendapatan masyarakat penerima bantuan yang diperoleh dari hasil panen usaha. Lestariono (2013), mengacu pada persamaan berikut: TR = Q x P Keterangan : TR = Total pendapatan
20
Q = Hasil panen udang P = Harga jual Total biaya adalah hasil penjumlahan dari biaya tetap (fixed cost atau FC) dan biaya tidak tetap (Variable Cost atau VC) yang dirumuskan dengan: TC = FC + VC Dari hasil perhitungan dengan rumus tersebut dapat terlihat penerimaan usaha masyarakat perikanan yang mendapatkan bantuan KKP akan dihitung dalam penelitian ini adalah penerimaan sebelum dan sesuadan program bantuan bergulir. Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif
kuantitatif.
Metode penelitian deskriptif kuantitatif merupakan penelitian yang bermaksud membuat deskripsi atau gambaran melalui pengumpulan fakta-fakta mengenai suatu keadaan. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang sesuatu dengan jelas terhadap suatu keadaan atau masalah tertentu dengan maksud untuk menguraikan sifat-sifat dari suatu keadaan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif kuantitatif yang digunakan untuk menganalisis persepsi responden (penerima bantuan program bantuan KKP) terhadap implementasi perlindungan nelayan sesuai dengan amanat undang-undang no....tentang..... dengan cara membandingkan antara pelaksanaan (fakta) dengan teori yang berkaitan atau harapan dari nelayan. Skor dan kategori dilakukan dengan menggunakan model pendekatan skala likert. Untuk mengukur jawaban responden, digunakan skala likert yang memiliki bobot dan kategori sebagai berikut :
Skor 1 2 3
Kategori Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju
Tahapan selanjutnya adalah pemberian bobot pada masing-masing pertanyaan penelitian dalam hal ini adalah yang terkait dengan aspek-aspek dalam perlindungan nelayan. Pembobotan dilakukan oleh para ahli dengan pendekatan Comparative Judgment dilakukan dengan membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap urutan prioritas dari elemen-elemenya. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparisons yaitu
21
matriks perbandingan berpasangan memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria. Skala preferensi yang digunakan yaitu skala 1 yang menunjukkan tingkat yang paling rendah (equal importance) sampai dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan yang paling tinggi (extreme importance). Metode pairwise comparison digunakan untuk mengetahui keunggulan suatu atribut dibandingkan atribut lainnya sehingga dapat diketahui urutan kepentingan atribut yang diujikan. Langkahnya yaitu dengan menentukan susunan prioritas elemen dengan cara menyusun perbandingan berpasangan yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh elemen untuk setiap sub hirarki. Perbandingan tersebut ditransformasikan dalam bentuk matriks. Contoh, terdapat n objek yang dinotasikan dengan (A1, A2,...,An) yang akan dinilai berdasarkan pada nilai tingkat kepentingannya antara lain Ai dan Aj dipresentasikan dalam matriks Pairwise Comparison. Tabel 2.
Matriks Perbandingan Berpasangan
ATRIBUT A1 A2 ... An
A1 a11 a21 ... am1
A2 a21 a22 ... am2
... ... ... ... ...
An a1n a2n ... amn
Membuat matriks perbandingan berpasangan memerlukan besaran-besaran yang mampu mencerminkan perbedaan antara faktor satu dengan faktor lainnya. Untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan satu elemen terhadap elemen lainnya digunakan skala 1 sampai 9. Pendekatan AHP menggunakan skala Saaty mulai dari bobot 1 sampai 9, seperti terlihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.
Skala Saaty
Tingkat Kepentingan 1 3 5 7 9 2,4,6,8, Resiprokal
Definisi Sama pentingnya dibanding yang lain Moderat (cukup) pentingnya dibanding yang lain Kuat pentingnya dibanding yang lain Sangat kuat pentingnya dibanding yang lain Ekstrim pentingnya dibanding yang lain Nilai diantara dua nilai berdekatan Jika elemen i memiliki salah satu angka diatas ketika dibandingkan elemen j, maka j memiliki kebalikannya ketika dibanding elemen i.
Elemen elemen pada matriks tersebut merupakan judgment dari decision maker. Seorang decision maker akan memberikan penilaian, mempersepsikan, ataupun memperkirakan kemungkinan dari sesuatu hal/peristiwa yang dihadapi. Setelah
22
didapatkan matriks frekuensi tersebut kemudian dibentuk menjadi matriks proporsi. Setelah terbentuk matriks proporsi kemudian dihitung nilai kepentingan relatif untuk tiap atribut. Nilai kepentingan relatif ini diasumsikan sebagai bobot kepentingan dari setiap atribut atau indikator yang terkait aspek dalam efektivitas program bantuan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Besarnya nilai bobot pada setiap atribut menunjukkan
kepentingan atribut tersebut. Semakin tinggi nilai bobot sebuah atribut maka atribut tersebut dianggap lebih penting dibandingkan lainnya.
Analisis Bivariate Untuk mengetahui hubungan secara simultan antar variabel karakteristik sosial ekonomi dengan keberhasilan program bantuan KKP digunakan analisis bivariate dengan bantuan software SPSS ver 22.
Menurut Agung (2006), Analisis Bivariate adalah
analisis secara simultan dari dua variabel. Hal ini biasanya dilakukan untuk melihat apakah satu variabel, seperti jenis kelamin, adalah terkait dengan variabel lain, mungkin sikap terhadap pria maupun wanita kesetaraan. Analisis bivariate terdiri atas metodemetode statistik inferensial yang digunakan untuk menganalisis data dua variabel penelitian. Penelitian terhadap dua variabel biasanya mempunyai tujuan untuk mendiskripsikan distribusi data, meguji perbedaan dan mengukur hubungan antara dua variabel yang diteliti. Analisis Bivariate yaitu hipotesis yang diuji biasanya kelompok yang berbeda dalam ciri khas tertentu dengan koefisien kontigensi yang diberi simbol C. Analisis bivariat menggunakan tabel silang untuk menyoroti dan menganalisis perbedaan atau hubungan antara dua variabel. Menguji ada tidaknya perbedaan/hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan keberhasilan program., dengan tingkat selang kepercayaan a=0,05. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan program SPSS yaitu nilai p, kemudian dibandingkan dengan a=0,05. Apabila nilai p < dari a=0,05 maka ada hubungan atau perbedaan antara dua variabel tersebut. 3.6 Evaluasi Kebijakan Ex Post Evaluation Evaluasi adalah kegiatan untuk mengukur tingkat kinerja suatu kebijakan. Evaluasi baru dapat dilakukan kalau suatu kebijakan sudah berjalan cukup waktu. Indikator evaluasi ada 5 yaitu: 1. Relevansi (Relevance): seberapa jauh hasil yang telah tercapai dapat memecahkan masalah?
23
2. Efektivitas (Efectiveness): apakah hasil yang diinginkan tercapai? 3. Efisiensi (Efficiency): apakah biaya dan manfaat didistribusikan merata pada kelompok masyarakat berbeda? 4. Dampak (Impact): apakah hasil kebijakan memuat preferensi/nilai kelompok dan dapat memuaskan mereka? 5. Keberlanjutan (Sustainability): apakah hasil yang dicapai bermanfaat? Metode yang digunakan adalah metode Single Program Before After (SPBA). Dalam metode ini pengukuran kondisi dilakukan sebelum dan setelah program, tidak ada kelompok kontrol dan informasi yang diperoleh dari perubahan kelompok sasaran. Untuk melihat dampak sebelum dan sesudah adanya program tersebut dapat menggunakan uji Tanda. Uji Tanda digunakan untuk menguji apakah terdapat perbedaan nyata atau tidak tanpa memperhatikan perbedaan antara dua median populasi yang berhubungan signifikan. Uji Tanda ini diaplikasikan pada kasus dua sampel berhubungan dengan variabel penjelas dua kategori dan variable dependen minimal ordinal. Dalam penelitian ini populasi yang dikaji adalah sama, namun yang membedakan adalah sebelum dan setelah program. Prosedur Uji Tanda : 1. Hipotesis H0 : median Y di populasi sebelum dan setelah menerima program tidak berbeda H1 : median Y di populasi sebelum dan setelah menerima program berbeda Hipotesis uji Tanda (disesuaikan dengan jenis program bantuan yang dikaji 2. Data sampel Terdiri dari n pasang, yakni : (Ya, Yb)1, (Ya, Yb)2, .......... , (Ya, Yb)n Dimana N = banyak pasangan yang skore Ya ≠ Yb 3. Statistik uji S = banyak pasangan yang skor Ya > Yb 4. Statistik S menyebar normal dengan nilai tengah 0,5 N dan simpangan baku 0,5 √N. Sehingga S bisa dinormalbakukan menjadi: Dimana: -
Jika S < 0,5 N, maka S + 0,5
-
Jika S > 0,5 N, maka S – 0,5
Untuk α tertentu dari Tabel Z didapat Z α. 5. Kesimpulan
24
Bila Zhit > Z α atau Exact Sig (2 – tailed) < α Maka simpulkan tolak H0 pada taraf nyata α. Pendekatan Kerangka Logis (Logical Framework Approach) Menurut Satar,M.(2016), bahwa Pendekatan Kerangka Logis mempunyai asal mula, pengertian dan langkah- langkah membuat kerangka logis (logical framework) sebagai berikut : a.
Asal Mula Dan Pengertian Pertama kali diperkenalkan oleh Leon J. Rosenberg dan digunakan sejak tahun 1969 oleh USAID (sumber: wikipedia). Logical Framework atau disingkat logframe kemudian digunakan oleh organisasi- organisasi lainnya seperti CIDA, DFID, UNDP dan organisasi LSM di seluruh dunia. Logframe digunakan secara luas karena mengharuskan berpikir terorganisir, dapat menghubungkan kegiatan-investasi-hasil, dapat digunakan untuk menetapkan indikator kinerja dan pengalokasikan tanggung jawab, dapat digunakan sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan tepat dan jelas, dapat juga digunakan untuk menyesuaikan dengan keadaan yang tiba-tiba berubah dan dapat memperhitungkan resiko. Logical Framework adalah alat untuk perencanaan, monitoring dan evaluasi dari project/program. Logframe membutuhkan pengetahuan dan informasi yang cukup untuk mampu digunakan sebagai alat perencanaan program/project.
b.
Langkah-Langkah Membuat Logical Framework Analisis Situasi Analisis Strategi Pembuatan Matrix Pelaksanaan Analisis stakeholder, analisis permasalahan, analisis hasil Analisis utk menentukan pilihan strategi dalam mencapai hasil Mengikuti urutan dan format Pembuatan workplan, budget dan perencanaan SDM
c.
Kegiatan Penyusunan Logframe Sebaiknya secara partisipatif Sebaiknya dilakukan dengan menggunakan workshop untuk mengidentifikasi secara lengkap dan menganalisis terkait dengan stakeholder, permasalahan dan hasil. Hasil workshop akan sangat tergantung pada jumlah dan kualitas informasi yang bisa digali, tingkat kerumitan permasalahan yang bisa diatasi, dan jumlah serta kapasitas dari peserta yang terlibat dalam penyusunan logframe.
d.
Analisis Stakeholder Analisis stakeholder digunakan untuk memetakan dan menganalis setiap stakeholder yang terkait dengan pencapaian project. Stakeholder adalah pihak bisa
25
individu atau kelompok atau organisasi/lembaga yang terkait dengan kegiatan program/project yang akan dilakukan. Stakeholder utama adalah stakeholder yang berpengaruh langsung terhadap kegiatan Stakeholder sekunder adalah stakeholder yang berpengaruh tidak langsung terhadap program/project. Stakeholder tersier adalah stakeholder yang tidak terkait dengan program tetapi akan dipengaruhi dampak dari program/project. e.
Urutan Stakeholder Pengalaman, keahlian dan sumberdaya Interest dan Keinginan Hambatan dan isu Peran (terkait dengan kegiatan) Stakeholder utama Stakeholder sekunder Stakeholder tersier.
f.
Analisis Permasalahan Menyusun list permasalahan yang akan menjadi dasar dalam penyusunan program/project. Menyusun dalam bentuk pohon permasalahan dimulai dengan menentukan permasalahan kunci atau permasalahan utama. Menyusun penyebab dari permasalahan tersebut muncul. Disusun secara bertingkat mulai dari satu tingkat ke tingkat lainnya. Menyusun akibat dari adanya permasalahan tersebut. Juga disusun secara bertingkat. Pohon permasalahan memberikan gambaran mulai dari akar sampai pucuk permasalahannya dan akan menjadi panduan untuk menyusun logframe.
g.
Masalah Kunci/Focal Problem Sebab Akibat
h.
Analisis Hasil Merupakan prosedur yang secara sistematis mengenali, memilah dan menjelaskan secara rinci mengenai keterlibatan semua pihak dalam situasi yang tertentu. Dalam prakteknya dilakukan dengan membuat pohon hasil yang dikembangkan dari pohon permasalahan yang diangkat dan melakukan perincian lebih detail lagi dengan menuliskan pilihan pilihan dari hasil yang akan dicapai. Cara melakukannya adalah dengan mengacu pada pohon permasalahan, dan mengubah kalimat negatif dari pohon permasalahan menjadi kalimat positif. Setelah diubah menjadi kalimat positive maka harus diiperhatikan adalah peryataan objective/hasil tersebut harus jelas. Kemudian jika diperlukan untuk mendetailkan peryataan objective/hasil tersebut maka dapat dilakukan. Analisis hasil juga harus jelas dan sudah mempertimbangkan resiko.
i.
Matrix Logical Framework Matrix akan menjelaskan keterkaitan hirarki logis mulai dari input, aktifitas, output, purpose dan goal dari project. Matrix juga menerangkan setiap hirarki logis
26
tersebut dengan indikator, alat verifikasi indikator dan asumsi yang digunakan. Ada 2 analisis logis yang digunakan; yaitu analisis logis vertikal dan analisis logis horizontal. Analisis vertikal dilakukan menjelaskan mengapa dan bagaimana project akan dilakukan dalam mencapai target secara bertingkat. Analisis horizontal dilakukan untuk menjelaskan prasyarat apa yang dibutuhkan supaya setiap kegiatan dapat dilakukan. j.
Goal Purpose Output Activities/ Input Asumsi
k.
Hirarki
Logisindikatoralat
Verifikasi
Indikator
Asumsi
Dan
Resiko
Goal/Tujuan Indikator yang menunjukkan kondisi tercapainya maksud program/project Bukti fisik/ kwalitatif yang digunakan untuk mengukur indikator Asumsi yang digunakan dengan melihat faktor external PURPOSE/ MAKSUD Indikator yang menunjukkan kondisi tercapainya maksud program/project Asumsi yang digunakan dengan melihat faktor external OUTPUT/ KELUARAN ACTIVITIES/ INPUT/ KEGIATAN Indikator yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan (termasuk biaya, SDM, dll) Asumsi yang digunakan dengan melihat faktor external. l.
Mengisi Matrix Logframe Dimulai dengan menyusun hirarki kerangka logis mulai dari outputs terus sampai ke atas. Komponen aktifitas merupakan komponen tambahan yang bisa diiiskan dengan melakukan analisis pilihan-pilihan startegi dalam menhasilkan inputs Mengisikan indikator; indikator yang baik harus SMART ((Specific, Measurable, Attainable, Relevant, Timely) Mengisikan alat verifikasi indikator Mengisikan asumsi dan resiko; Ada banyak modifikasi yang dilakukan dalam mengisi logframe -Memasukkan timeline -Memasukkan mitra -Memasukkan komponen input.
m. Pelaksanaan Pembuatan rencana kerja; dibuat dengan menurunkan aktifitas yang sudah diidentifikasikan dalam logframe Penentuan budget dari kegiatan yang akan dilakukan. Penentuan SDM yang akan melaksanakan kegiatan yang akan dilakukan Contoh dan Latihan Contoh dan latihan dapat dilakukan dengan menggunakan proposal yang diajukan ke IFACS dalam rangkan mendukung inisiatif perubahan dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. n.
Stakeholder Pengalaman/ keahlian Interest
27
Peran Dinas Teknis, kebijakan, monitoring Pengelolaan,Badan Penanaman Modal Daerah Kebijakan investasi Peningkatan Pendapatan Daerah + Mendorong penanaman modal - Jika dilakukan dengan tidak baik LSM Pendampingan, advokasi, pemberdayaan Humanitarian, Lingkungan + support ke kelompok masyarakat atau penyelematan kelautan dan perikanan, Lembaga Adat Hukum adat, tatanan sosial dari sisi adat Support ke masyarakat adat (kelompok) + mendukung masyarakat Kepentingan segelintir orang Lembaga Agama Aspek keagamaan Kebaikan umat, harmonisasi manusia dan alam + berpengaruh besar di masyarakat + panutan Masyarakat Seluruh aspek kemasyarakatn Peninngkatan taraf hidup, kelestarian wilayah mereka + keseluruhan. o.
Hirarki Logis Indikator Alat Verifikasi Indikator Asumsi + Resiko Goal/Tujuan Peningkatan taraf hidup masyarakat sejalan dengan keberlanjutan sumberdaya Peningkatan taraf hidupSurvey pendapatan PURPOSE/ MAKSUD Keseimbangan antara pemanfaat SDH dengan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan Jumlah investasi sejalan dengan peningkatan taraf hidup Angka IPM dan angka investasi OUTPUT/ KELUARAN Adanya Pemahaman masyarakat mengenai kegiatan konsesi HPH, pertambangan, perkebunan dan proyek lain Peningkatan pemahaman. Pembuatan survey persepsi adanya kerjasama pihak HPH, pertambangan, dll ACTIVITIES/ INPUT/ KEGIATAN Memfasilitasi kegiatan sosialisasi investasi kehutanan di 5 lokasi Adanya kegiatan sosialiasi. Jumlah peserta sosialiasi melalui daftar hadir Adanya tanggapan dan kerjasama dari pemegang konsesi.
p.
Menurunkan Logframe Menjadi Workplan
28
BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kabupaten Pangandaran Undang-undang nomor 21 tahun 2012 mendasari lahirnya kabupaten baru (DOB) yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 16 November tahun 2012. Kemudian diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin pada tanggal 17 November tahun 2012, maka Pangandaran resmi menjadi Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Dalam UU No. 21/2012 disebutkan, Kabupaten Pangandaran berasal dari sebagian wilayah Kabupaten Ciamis, yang terdiri dari : Kecamatan Parigi, Kecamatan Cijulang, Kecamatan Cimerak, Kecamatan Cigugur, Kecamatan Langkaplancar, Kecamatan Mangunjaya, Kecamatan Padaherang, Kecamatan Kalipucang, Kecamatan Pangandaran dan Kecamatan Sidamulih. Ibu Kota Kabupaten Pangandaran berkedudukan di Kecamatan Parigi. Dengan potensi yang besar dibidang pariwisata maka misi Kabupaten Pangandaran yaitu “Kabupaten Pangandaran Pada tahun 2025 menjadi kabupaten pariwisata yang mendunia, tempat tinggal yang aman dan nyaman berlandaskan norma agama. Luas wilayah Kabupaten Pangandaran yaitu 168.509 Ha dengan luas laut 67.340 Ha. Kabupaten Pangandaran memiliki panjang pantai 91 Km. Batas wilayah arah utara Kabupaten Ciamis : (1). Kecamatan Banjarsari : Desa Ciulu, Pasawahan, Cikupa. (2). Kecamatan Pamarican : Desa Sidarahayu, Purwadadi, Sidamulih. Kabupaten Tasikmalaya : (1). Kecamatan Karangjaya : Desa Citalahab. (2). Kecamatan Cineam : Desa Cisarua. Batas wilayah arah timur Kabupaten
29
Cilacap Provinsi Jawa Tengah : (1). Kecamatan Kedungreja : Desa Tambaksari, Sidanegara, Rejamulya. (2). Kecamatan Patimuan : Desa Sidamukti, Patimuan, Rawaapu, Cinyawang, Purwodadi. Batas wilayah arah barat Kabupaten Tasikmalaya : (1). Kecamatan Cikatomas : Desa Pasanggrahan. (2). Kecamatan Panca Tengah : Desa Neglasari, Tawang, Panca Wangi, Mekarsari. (3). Kecamatan Cikalong : Desa Cimanuk. (4). Kecamatan Salopa :Desa Mulyasari dan Batas wilayah arah selatan berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin pada tahun 2014, perempuan berjumlah 212.022 jiwa dan laki-laki berjumlah 210.564 jiwa. Dengan perincian sebagai berikut : Tabel 4. Usia 0–5 5 – 14 15 – 44 45 – 64 65+
Jumlah Penduduk di Kabupaten Pangandaran berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin, Tahun 2014 Laki-Laki 36.815 103.503 49.687 16.715
Perempuan 13.367 34.979 104.395 49.783 18.596
Jumlah 28.030 71.794 207.898 99.470 35.331
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Pangandaran, 2014.
Potensi terbesar yang dimiliki Kabupaten Pangandaran adalah pariwisata baik objek wisata pantai maupun sungai. Terdapat banyak objek wisata favorit baik oleh turis mancanegara maupun domestik. Objek wisata yang terdapat di Kabupaten Pangandaran yaitu : pantai pangandaran, taman wisata alam (cagar alam pananjung), pantai batu hiu, pantai batu karas, pantai madasari, pantai karapyak, dan wisata sungai yaitu cukang taneuh (green canyon), citumang, santirah. Tersedia fasilitas hotel dengan kelas yang bervariasi dan cukup lengkap, restoran dan tempat hiburan lainnya. Selain potensi parawisata ternyata Kabupaten Pangandaran juga memiliki potensi pertanian yang cukup memadai. Sub sektor pertanian palawija Kabupaten Pangandaran juga tidak kalah potensial untuk ditingkatkan dengan jumlah produksi pada tahun yang sama dengan komoditas unggulan jagung 6.152 ton, ubi kayu 11.300 ton, ubi jalar 2.520 ton, kacang tanah 752 ton, kacang kedelai 2.084
30
ton, kacang hijau 725 ton dan komoditas lainnya. Belum lagi potensi komoditas hortikultura yang bisa dikembangkan. Luas areal pemeliharaan ikan pada tahun 2012 di Kabupaten Pangandaran untuk tambak sebesar 44 Ha, kolam/empang 339 Ha, sawah 18,30 Ha. Ditinjau dari jumlah produksi ikan menurut tempat pemeliharaan/penangkapan di Kabupaten Pangandaran pada tahun 2012 yaitu perikanan laut 2.219,91 ton, Tambak 687,8 ton, kolam 2.767,38 ton, sawah 40 ton. Sedangkan nilai produksi ikan laut hasil penangkapan nelayan yang masuk Tempat Pelelangan Ikan (TPI) pada tahun 2012 mencapai 2.220 ton dengan nilai 43,03 milyar. Sebuah potret potensi perikanan yang menjanjikan untuk dikelola dan mampu meningkatkan taraf hidup penduduk Kabupaten Pangandaran. Populasi ternak besar dan kecil di Kabupaten Pangandaran Tahun 2012 terhitung, yaitu sapi 26.807 ekor, kerbau 2.321 ekor, kuda 91 ekor, domba 95.062 ekor, dan kambing 49.438 ekor.
4.2 Kabupaten Ciamis Secara astronomis Kabupaten Ciamis berada pada 108°20’ sampai dengan 108°40’ Bujur Timur dan 7°40’20” sampai dengan 7o41’20’’ Lintang Selatan. Kabupaten Ciamis di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan, sebelah barat dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya, sebelah timur dengan Kota Banjar dan Provinsi Jawa Tengah, dan sebelah selatan dengan Kabupaten Pangandaran. Sebagian besar desa di Kabupaten Ciamis merupakan desa bukan pesisir dengan topografi wilayah berada di dataran dan lereng serta Daerah Aliran Sungai (DAS). Kabupaten Ciamis mempunyai iklim tropis, suhu rata-rata berkisar antara 260C-270C dengan suhu minimum 240C dan suhu maksimum 300C. Kelembaban udara bervariasi antara 85% hingga 89%. Curah hujan berkisar antara 1500-4000 mm/tahun. Hampir sepanjang tahun mengalami hujan kecuali bulan Juni, Juli dan Agustus. Kabupaten Ciamis terletak pada lahan dengan keadaan morfologi datarbergelombang sampai pegunungan, dengan kemiringan lereng berkisar antara 0 – 40 % dengan sebaran 0 – 2 % terdapat di bagian tengah - timur laut ke selatan dan
31
2-40 % tersebar hampir di seluruh wilayah kecamatan. Jenis tanah didominasi oleh Latosol, podsolik, alluvial dan grumusol. Dari
segi
topografi
bentuk
wilayah
Kabupaten
Ciamis
dapat
dikelompokkan sebagai berikut : -
Wilayah Ciamis bagian utara merupakan dataran tinggi berbukit, yaitu wilayah Gunung Sawal dengan kemiringan lahan antara 15%-40%. Namun demikian kemiringan pada beberapa daerah mencapai lebih dari 40%.
-
Wilayah Ciamis bagian tengah dan selatan merupakan dataran rendah, sebagian kecil bergelombang dengan kemiringan lahan 15-40 % dan sebagian pesisir relatif landai dengan kemiringan antara 0%-15%. Rata-rata curah hujan di Kabupaten Ciamis selama tahun 2002-2012 Curah
hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 472,2 (mm) dan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 0 (mm). Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt-Ferguson, Kabupaten Ciamis pada umumnya mempunyai tipe iklim C. Kabupaten Ciamis dialiri oleh sungai utama yaitu sungai Citanduy yang mengalir mulai dari Gunung Cakrabuana (hulu) di Kabupaten Tasikmalaya dan bermuara di Sagara Anakan Provinsi Jawa Tengah dengan anak-anak sungainya terdiri dari sungai Cimuntur, sungai Cijolang dan sungai Ciseel. Dibagian selatan mengalir sungai Cimedang dengan anak sungainya terdiri dari sungai Cikondang, sungai Cibegal, sungai Cipaledang, sungai Cibungur, sungai Citatah I, sungai Citatah II, sungai Cigugur, sungai Ciharuman, sungai Cigembor, sungai Cikuya, sungai Cijengkol, sungai Cimagung dan sungai Cicondong. Sebagian besar wilayah Kabupaten Ciamis termasuk ke dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Citanduy, sedangkan sisanya termasuk ke dalam DAS Cimedang. Berikut tabel daerah aliran sungai di wilayah Kabupaten Ciamis. Tabel 5. Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kabupaten Ciamis Nama DAS a. b. c. d.
DAS Citanduy Sub DAS Citanduy Hulu Sub DAS Ciseel Sub DAS Cimuntur Sub DAS Cijolang
Luas (Ha)
Debit (M3/dtk)
365.667 22.279,38 77.421,08 55.163,99 18.665,99
236,59 39,83 51,66 30,69 17,68
Sumber: BBWS Citanduy,Dinas Bina Marga, SDA,ESDM Kab.Ciamis,2013
32
Untuk memasok benih dan pakan kepada pembudidaya ikan maka UPTD Peternakan dan Perikanan Wilayah Pembibitan Ternak dan Ikan Kabupaten Ciamis memproduksi benih ikan air tawar (mas, nila, lele, udang galah) untuk pembudidaya ikan di Kabupaten Ciamis terutama 5 (lima) kecamatan sentra produksi komoditas unggulan. Beberapa permasalahan yang dihadapi pelaku usaha perikanan di Kab. Ciamis khususnya terkait prrogram bantuan KKP adalah jenis bantuan dirasa kurang memenuhi kebutuhan wilayah. Jenis bantuan yang lebih diperlukan oleh pembudidaya ikan di Kabupaten Ciamis adalah infrastruktur kolam dan UPR (benih dan induk ikan). Potensi perikanan yang ada di Kabupaten Ciamis adalah perikanan air tawar dengan komoditas unggulan ikan mas, lele, gurame, nila dan udang galah. Sentra produksi komoditas unggulan tersebut berada di Kecamatan Ciamis, Panumbangan, Baregbeg, Cikoneng, Sindangkasih, Rajadesa, Banjarsari, Panjalu, dan Cijengjing. Luas lahan untuk budidaya ikan air tawar di Kabupaten Ciamis sebesar 358 Ha yang tersebar di 9 (Sembilan) kecamatan tersebut. Produksi rata-rata per tahun sebesar 1.406,36 ton. Untuk mendukung intensifikasi lahan produksi perikanan unggulan daerah, memfokuskan pengalokasian kegiatan serta pembinaan dalam rangka peningkatan kualitas serta kuantitas produksi perikanan, Bupati Ciamis menetapkan Peraturan Bupati No. 32 Tahun 2015 tentang sentra produksi perikanan unggulan di Kabupaten Ciamis. Merujuk pada pasal 4 Peraturan Bupati Ciamis No. 32 Tahun 2015 terdapat tiga sasaran dari pelaksanaan sentra produksi unggulan, yaitu: 1. Meningkatkan kemampuan ekonomi pembudidaya ikan melalui pengembangan system produksi budidaya ikan untuk skala mikro dan kecil 2. Meningkatkan jumlah dan kualitas usaha perikanan skala menengah keatas sehingga berdaya saing tinggi. 3. Meningkatkan sektor perikanan menjadi penggerak ekonomi daerah. Sentra pengembangan budidaya ikan sesuai dengan Perbup No. 32 Tahun 2015 berada di lima kecamatan sebagai berikut : - Sentra budidaya ikan gurame : Sindangkasih - Sentra budidaya ikan nila - Sentra budidaya lele - Sentra budidaya ikan mas
: Panumbangan : Ciamis : Sadananya
- Sentra budidaya udang galah : Pamarican
33
4.3 Kabupaten Indramayu Indramayu merupakan salah satu satu kabupaten di Propinsi Jawa Barat yang terleta membentang sepanjang posisi pantai utara Jawa. Kabupaten Indramayu terdiri dari 31 kecamatan, 209 desa, dan 8 kelurahan dengan luas wilayah 2.040.110 km, serta sejumlah 36 desa pantai dari 11 kecamatan. Kabupaten Indramayu terletak di pesisir utara pulau Jawa dengna garis pantai sepanjang 114.1 km. Wilayah sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Subang, sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Cirebon dan Laut Jawa, sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Majalengka, Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Cirebon. Sub sektor perikanan meliputi beberapa kegiatna penangkapan, pembenihan, dan budidaya segala jenis ikan dan biota air lainnya, yang berada di air tawar, air payau maupun di laut. Potensi produksi perikanan saat ini terdiri dari tangkapan sejumah 49.395 ton/tahun, tambak: 166.440 ton/tahun, kolam 250.000 ton/tahun dan mina padi sejumlah 52.000 ton/tahun. Untuk armada yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Indramayu terdiri dari kapal dengan ukuran > 0-5 GT, >5-10 GT, >10-20 GT, >20-30 GT, >30-50 GT, dan >50100 GT. Sedangkan untuk jenis alat tangkap digunakan payang, dogol, pukat pantai, pukat cincin, jaring insang hanyut, jaring insang lingkar, jaring kelitik, jaring insang tetap, bubu, pancing, sero, jaring cumi, dan alat tangkap lainnya. Berikut adalah jumlah unit alat tangkap sesuai dengan armada penangkapan yang digunakan di Kabupaten Indramayu. Tabel 6. JENIS ALAT TANGK AP
Pa ya ng
Dogo l
Pukat Panta i
Jenis Armada dan Alat Tangkap Nelayan di Kabupaten Indramayu
Pukat Cinci n
Ukuran Kapal GT
Jaring Ingsang Lingkar
Jaring Keliti k
Bub u
Pancin g
Ser o
Peran gkap/ Alat Tang kap Lainn ya
Jumla h
414
2.955
27
112
2.075
21
564
Jaring Cumi
DATA GT PERAHU VS ALAT TANGKAP (UNIT)
>0-5
71
102
743
>5-10
60
309
716
>10-20
13
188
-
>20-30
21
>30-50
Jaring Ingsang Hanyut
Jarin g Insan g Tetap
508
-
250
770
37
60
-
378
64
157
87
165
-
28
112
27
175
26
7
61
137
19
58
329
3
2
107
15
1
128
34
>50-100 >100200 >200300 JUMLA H (Unit)
8
8 -
16 5
628
1.459
9
1.090
313
407
-
770
185
225
Sumber data : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu (2015)
261
547
Dari data diatas, bahwa alat tangkap yang lebih banyak digunakan adalah berupa bubu dengan armada >0-5GT. Sedangkan untuk pengguna bubu sebagian besar adalah nelayan di Kecamatan Cantigi. Produksi perikanan tangkap pad abulan Januari sampai dengan April tahun 2016 mengalami hasil yang fluktuatif. Berikut data produk perikanan tangkap pada Kabupaten Indramayu : Tabel 7.
Data Produksi Perikanan Tangkap Tahun 2016 di Kabupaten Indramayu
Pencapaian Target Produksi Penangkapan Target (kg) Realisasi (Rp) 1. Januari 3.327.795 45.871.766.400 2. Pebruari 2.369.757 38.699.670.500 3. Maret 3.193.324 45.946.440.900 4. April 2.845.221 37.777.067.750 Sumber data : Dinas Kelautan dan Perikanan (2016) No
Bulan
Dari data diatas dapat diketahui pada bukan Januari dan Maret memiliki hasil yang cukup signifikan dibandingkan dengan bulan Pebruari dan April tahun 2014. Adapun komoditas hasil penangkapan ikan meliputi cumi-cumi, pirik, bawal putih, teri, kakap putih, dan layur. Untuk produksi hasil penangkapan ikan berdsaran alat tangkap di Kabupaten Indramayu pada tahun 2014 sebagai berikut : Tabel 8. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. .
Produk perikanan tangkap berdasarkan alat tangkap Tahun 2014 di Indramayu
Jenis Alat Tangkap Payang Dogol Pukat Pantai Pukat Cincin Jaring Insang Hanyut Haing Insang Ingkar
Produksi (ton)
11.151 25.293 5.111 4.082 70.714 10.432 126.783
35
6.059
Sumber data : Indramayu dalam Angka (2016) Potensi perikanan budidaya di Kabupaten Indramayu didukung oleh tersedianya lahan tambak di Kecamatan Krangkeng, Karanampel, Juntinyuat, Balongan, Indramayu, Pasekan, Sindang, Arahan, Cantigi, Lohbener, osarang, Kandang Haur, Sukra, dan Patrol. Untuk tambak yang paling luas di Kecamatan Indramayu, Pasekan, Cantigim dan Losarang. Pada umumnya usaha tambak diproduktifkan dengan budidaya ikan bandeng, nilan, udang windu, dan udang vanamme. Produksi budidaya pada tahun 2015 secara keseluruhan mencapai 339.262 ton dengan nilai Rp. 5,2 triliun. Untuk pengolahan hasil perikanan dicapai sekitar Rp. 495 milyar dan produksi garam rakyat mencapai Rp. 89 miliar. Hasl pengolahan tersebut diperoleh dari kerupuk udang, bandeng tanpa duri, baso ikan, ikan asin jambal roti, dan dendeng japuh. 4.4 Kabupaten Lombok Timur Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu daerah tingkat II di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang terletak di sebelah timur Pulau Lombok. Lombok Timur memiliki luas wilayah mencapai mencapai 1.0743,33 km2, yang merupakan 40,09% dari luas wilayahnya. Bentangan pantai mencapai 220 km dari selatan ke utara. Adapun potensi pengembangan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil mencakup 6 kecamatan serta 22 desa/ kelurahan pantai, dengan jumlah nelayan perikanan tangkap sebanyak 16.434 jiwa. Potensi kelautan dan perikanan yang dimiliki Kabupaten Lombok Timur meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Jumlah produksi perikanan tangkap mencapai 12.691,5 ton. Tahun 2009 nilai produksi perikanan tangkap sebesar Rp.150.709.100.000. Untuk jumlah perikanan tangkap terdiri dari perahu tanpa motor 461 unit,motor temple 3123 unit, dan kapal motor 345 unit. Daerah penangkapan dari nelayan di Lombok Timur menyebar di Selat Alas, Samudra Hindia dan Laut Jawa Jenis ikan yang ditangkap mencakup lebih dari 50 jenis ikan laut. Berdasarkan data tahun2009, ada 3 jenis ikan yang tangkapanya diatas 1000 ton yaitu, ikan Tongkol 2000 ton,ikan Cakalang 1.666,5 ton, dan ikan Tuna 1.163 ton. Ikan lainnya termasuk tinggi hasil tangkapanya adalah Cumi-cumi, ikan ekor Kunging, Lemuru, ikan Teri, ikan Cucut dan lain-lainnya. Sedangkan pelabuhan pendaratan ikan yang paling ramai bahkan untuk pulau Lombok adalah Tanjung Luar. Dengan ikan yang disandarkan tahun 2009 mencapai 5.610 ton,
36
baru kemudian Labuhan Lombok 5.205 ton, Batu Nampar 1.025 ton, Sugian 478,4 ton, Labuhan Haji 3,62,7 ton,dan Sakra Timur 259,2 ton. Potensi perikanan budidaya di Kabupaten Lombok Timur meliputi 1) budidaya lobster. Peluang investasi pada budidaya Lobster terbuka luas, bukan saja karena permintaan dan harganya tinggi, tetapi juga karena potensi areal pengembanganya yang sangat luas yaitu mencapai 526,86 Ha dan baru di mamfaatkan sebagian kecil saja yaitu 3,50 Ha; 2) budidaya rumput laut. Budidaya Rumput Laut memiliki prospek yang cukup bagus mengingat permintaan akan produk ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Potensi pengembangan Budidaya Rumput Laut cukup luas yaiitu sekitar 2.000 Ha dannbaru di usahakan 60.471 Ha dengan produksi sebesar 700.000 ton basah sehingga peluang investasi untuk pengembangan budidaya rumput laut ini masih terbuka lebar; 3) budidaya kerang mutiara. Potensi pengembangan budidaya Mutiara cukup luas yaitu 2.394,50 ton Ha dan baru di mamfaatkan 1.962,50 Ha dengan tingkatan produksi mencapai 0,20 ton. Permintaan Mutiara produksi Lombok sangat di minati baik oleh pembeli dalam Negeri maupaun manca Negara karena mutiaranya memiliki keunikan tersendiri yang membedakannya dengan produksi daerah lain. Selain perairan tangkap dan bididaya perairan pantai Lombok Timur juga memiliki peluang cukup besar untuk pengembangan perikanan air tawar. Dari data yang ada tahun 2008 potensi produksi perikanan
sekitar
21.497
ton,
dimana
potensi
terbesar
ada
di
kecamatan
Aikmel,Pringgasela,Masbagik,Selong dan lainnya. Kabupaten Lombok Timur memiliki panjang pantai Lombok Timur adalah 220 km. Potensi sumberdaya alam (kelautan dan perikanan) yang cukup besar dengan potensi sumberdaya ikan lestari (MSY) sebesar 18.242,0 ton/tahun yang terdiri dari potensi sumberdaya ikan pelagis 7.752,8 ton/tahun dan potensi sumberdaya ikan demersal 10.489,2 ton/tahun (Tabel 8). Kabupaten Lombok juga memiliki potensi sumberdaya budidaya laut, air payau, dan air tawar. Tabel 9.
Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan Lombok Timur Nama Perairan
MSY (ton/thn) Pelagis Demersal
Jumlah
Laut Jawa Samudera Hindia Selat Alas
4.120,5 3.300,5 331,8
5.797,0 3.306,5 1.385,7
9.917,5 6.607,0 1.717,5
Jumlah
7.752,8
10.489,2
18.242,0
Sumber : Lombok Dalam Angka, 2009
37
Ekositem hutan bakau (mangrove) dan terumbu karang merupakan ekosistem yang subur di Lombok Timur. Hutan bakau merupakan hutan rawa yang terdapat pada kawasan pesisir atau muara yang dipengaruhi pasang surut air laut. Luas hutan bakau (mangrove) mencapai 1.589,81 ha yang tersebar pada wilayah Kecamatan Jerowaru, Keruak, Pringgabaya dan Sambelia. Terumbu Karang (Coral reefs) merupakan salah satu ekosistem yang subur (produktifitas primer tinggi) yang berfungsi sebagai tempat berkembangbiak dan berlindungnya sumberdaya ikan. Potensi terumbu karang penyebarannya hampir merata pada perairan laut Lombok Timur yang berada pada kedalaman 8,0 – 34,0 m dengan perkiraan luas mencapai 321,04 km². Khusus untuk kawasan Gili Sulat dan Gili Lawang pengelolaan mangrove dan terumbu karang serta sumberdaya ikan telah dilakukan proteksi dari kegiatan yang dapat merusak sumberdaya yaitu dengan menetapkan kawasan tersebut sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) sesuai Perda Nomor 10 Tahun 2006. Teknologi yang digunakan masih tradisional tercermin dalam armada penangkapan yang didominasi dibawah 10 GT serta biaya operasional seperti bahan bakar minyak (BBM) yang cukup membebani usaha perikanan tangkap menjadi permasalahan pada perikanan tangkap di Kabupaten Lombok Timur. SPBN (stasiun pengisian bahan bakar nelayan) di Kabupaten Lombok Timur baru tersedia 3 stasiun namun yang beroperasi baru 1 stasiun yaitu di Desa Tanjung Luar. Tabel 10.
Jumlah Armada Penangkapan Ikan Menurut Ukuran Kapal di Kabupaten Lombok Timur Tahun 2013-2014
No Kategori dan ukuran kapal perikanan 1 Perahu Tanpa Motor (PTM) 2 Perahu Motor Tempel (PMT) 3 Kapal Motor(KM)0-5GT 4 Kapal Motor KM) 5-10 GT 5 Kapal Motor (KM) 10-20 GT 6 Kapal Motor (KM) 20-50GT Sumber : Dinas KP Lombok Timur (2015)
Tahun 2013 4446 13101 4682 675 47 25
Tahun 2014 4218 13571 4071 1302 46 7
Pada umumnya nelayan di Kabupaten Lombok Timur sudah memiliki kapal sendiri, baik satu buah maupun lebih dari satu armada penangkapan yang umumnya menggunakan satu mesin dengan ukuran 6,5 PK. Merk mesin yang digunakan umumnya adalah Honda. Ada juga nelayan di Kabupaten Lombok Timur yang masih belum memiliki perahu sehingga nelayan tersebut masih sebatas anak buah kapal (ABK) di kapal milik juragan. Lokasi penangkapan nelayan di Kabupaten Lombok Timur di dua
38
kecamatan, Jerowaru dan Keruak, umumnya melaut di perairan Teluk Ekas, Loteng, Perairan Lombok-Sumbawa, Jerowaru dan Perairan Nusa Tenggara Timur. Tabel 11.
Status Kepemilikan Kapal di Kabupaten Lombok Timur
No Kepemilikan 1 Milik sendiri 2 Milik bos 3 Milik sendiri dan sewa Sumber : BBPSEKP (2013)
91 8 1
Persentase (%)
Jumlah ABK di tiap kapal rata-rata hanya satu orang. Hal ini berkaitan dengan jenis kapal yang umumnya perahu tanpa mesin yang berukuran kecil sehingga tidak membutuhkan ABK dalam jumlah banyak. Untuk kapal yang ukurannya lebih besar jumlah ABK juga lebih banyak yaitu sampai 4 (empat) orang, bahkan untuk kapal yang besar jumlah ABK bisa mencapai 14 orang, umumnya mereka yang menggunakan alat tangkap pukat atau purse seine. Bahan bakar yang digunakan nelayan di Kabupaten Lombok Timur umumnya menggunakan bensin. Banyak juga nelayan yang menggunakan bahan bakar campuran dan solar. Jumlah produksi ikan di Kabupaten Lombok Timur mengalami peningkatan 29,3% yang sebelumnya tahun 2013 sebesar 105.439 ton menjadi 136.340 ton di tahun 2014. Pada tahun 2015 produksi perikanan tangkap di Lombok Timur sebesar 14.262 ton, naik 3,45 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 13.786 ton. Pada periode 2010-2015 puncak produksi perikanan tangkap terjadi tahun 2010 sebesar 16.683 ton. Sebagian besar ikan hasil tangkapan nelayan didaratkan melalui Tanjung Luar di kecamatan Keruak dan Labuhan Lombok di kecamatan Pringgabaya. Volume ikan yang didaratkan melalui kedua tempat tersebut mencapai 73,62 persen dari total produksi tahun 2015 dengan rincian Tanjung Luar sekitar 42,15 persen (6.011 ton) dan Labuhan Lombok sekitar 31,47 persen (1.420 ton), selanjutnya Batu Nampar di Jerowaru (10,78 persen) dan Sugian di Kecamatan Sambelia (9,96 persen). Namun jika dibandingkan dengan data tahun 2011, kenaikan produksi di masing-masing tempat pendaratan ikan tidak terlalu besar. Sebagai contoh untuk Tanjung luar kenaikan hanyak sekitar 7,3% senada dengan Batu Nampar kenaikan sekitar 10,8 namun sangat signifikan kenaikan di Sugian lebih dari 75%. Khusus untuk Labuhan Lombok jika membandingkan tahun 2011 dan tahun 2015 terjadi penurunan yang signifikan yaitu tercatat 8,2%. Tabel 12.
Jenis Ikan yang tertangkap di Kabupaten Lombok Timur Menurut Tempat pendaratan 2011 (ton)
39
Jenis Ikan Alu-alu Bawal Hitam Bawal Putih Belanak Biji Nangka Cakalang Cendro Cumi-cumi Cucut Ekor Kuning Gerot-gerot Gulamah Ikan lainnya Ikan Layaran Ikan Terbang Japuh Julungjulung Kakap Merah Kakap Putih Kembung Kerapu Ikan Baronang Kurisi Kwee Layang Layur Lemadang Lemuru Lencam Pari Peperek Rajungan Selar Siro Sotong Bentong Setuhuk Hitam Sunglir Talangtalang Tembang Tenggiri Teri Tetengkek Tongkol Tuna Udang Windu
Tanjung Luar 25,8 40,3 5,1 7,6 13,5 453,3 47,8 666,4 222 305,3 39,9 8,1 661,5 24,8 10,5 22,1 110,5
Labuhan Haji 6,9 0,5 0,1 7,2 0,2 3 1,3 1 0 45,5 2,5 1,7 160,3 2,9 0 9,7 2
Labuhan Lombok 43,8 2,9 0,3 2,7 15 1011,4 40,7 2 0 156,3 25,7 34,6 133,4 19,4 0 32,6 32,6
Batu Nampar 4,7 22,9 2,1 2,4 0 8,7 25,9 19,5 0 65,7 9,5 7,1 203,3 15,4 32,1 10,5 82,9
6,7 0,2 0,2 0,7 3,7 4,1 6,9 18,5 0 74,2 11,7 4,5 98,8 6,9 9,4 21,7 1
Sakra Timur 1 0,2 0 1,3 0,4 1 1,1 0,2 0 39,7 5,5 2 143,3 1,5 0 9,9 3,1
89 67 8 22 33 1.482 124 708 222 687 95 58 1.401 71 52 107 232
82,7 51,1 77,9 11,1 7,8
2,5 6,2 5,5 0,4 0
50,2 14 80,8 7,4 0
15,1 18,6 10,6 20,3 35,9
19,5 11,9 2,7 17,7 0
2,8 1 1,9 0,2 0
173 103 179 57 44
14,3 54,7 133,5 14,7 10,2 203,7 53,4 70,5 53,5 19,4 41,3 12,9 17,5 46,8 33
4,6 0,6 7,7 2,7 0 0 9 12,3 14,2 0,8 7,4 1,2 0,5 5,3 0
24,6 21,6 76 12,6 25,4 1,3 38,9 3,4 14,4 4,2 73,9 26,2 0 49,5 100,1
4,3 20,7 35,2 6,9 1,5 64,7 29,3 8,3 29 109,1 10,8 3 10,8 27,8 0
6,7 8,9 60,6 6,5 0 4 14,8 1,2 9 2,6 4,7 11,9 0,5 9,3 0
3 1,4 5,9 2,8 0 0 6,2 1,6 13,2 3,3 1,3 0,7 0,5 2,4 0
58 108 319 46 37 274 152 97 133 139 139 56 30 141 133
27,4 10,7
5,9 0,4
13,2 5,4
2,9 1,4
0,3 0,6
3,1 0,2
53 19
151,3 5,8 409,7 20,1 462,5 259,3 12,5
1,4 0,5 1,8 0,9 16,3 -
68,7 8,9 93,8 6,2 973,3 1.079,90 -
44,9 1 106,3 24,6 37,2 0 15,6
25,5 0,1 202,1 1,8 19,5 0 0,2
1,3 0,3 0 0,9 6,2 0 0,1
293 17 814 55 1.515 1.339 28
Sugian
Jumlah
40
Jenis Ikan
Tanjung Luar 0,2
Labuhan Haji -
Udang Barong Udang Putih 0,6 Kenyar 66,3 13,5 Kerang Darah Kerang Hijau Kerong45,2 1 kerong Binatang Lunak Rumput Laut 803,8 Jumlah 5146,1 1171,2 2010 5510,9 644,2 2009 5610,8 362,7 2008 5633,8 355,8 2007 5516,3 348,4 Sumber : BPS Lombok Timur (2012)
Labuhan Batu Sakra Sugian Lombok Nampar Timur 2,2 0 0,1
3
57,8 -
4,2 49,8 0,6
0 27,9 0
0 4,8 0
5 220 1
3,5
0,7 7,1
0 0
0 0
1 57
-
0,6
0
0
1
4488,6 5392,1 5205 7221,7 7060,3
0 1273,7 1080,2 1025,9 1120,4 1108,6
0 739,7 502 478,4 473,3 463,5
0 275,4 255,4 259,2 269,8 264,2
804 13.095 13.385 12.942 15.075 14.761
Jumlah
Alat tangkap yang banyak digunakan oleh nelayan di Kabupaten Lombok Timur adalah jaring, jala dan pancing. Umumnya mereka masih tergolong kedalam nelayan tradisional dengan alat tangkap yang sederhana. Alat tangkap lainnya yang ada di Kabupaten Lombok Timur adalah gillnet, pukat, pursein dan bagan. Di bawah ini ditampilkan jenis alat tangkap yang ada di Kabupaten Lombok Timur dengan jenis ikan hasil tangkapannya. Tabel 13.
Alat Tangkap dan Jenis Ikan Hasil Tangkapan Nelayan di Kabupaten Lombok Timur
No Alat Tangkap 1 Bagan 2 Gillnet 3 Jaring rajungan 4 Pancing 5 Rawai 6 Jala 7 Pukat 8 Purse seine Sumber : BBPSEKP (2013)
Jenis Hasil Tangkapan Teri Kembung, Lemuru Rajungan Tongkol Hiu Lemuru Cumi Layang
Jika dilihat dari pendapatan, alat tangkap yang efektif memberikan pendapatan besar kepada nelayan adalah pukat. Pendapatan rata-rata dengan menggunakan alat tangkap pukat adalah 14-200 juta/bulan. Komoditas hasil tangkapan dengan menggunakan pukat adalah cumi.
41
Tabel 14. Alat Tangkap dan Pendapatan Rata-Rata Nelayan di Kabupaten Lombok Timur No Alat Tangkap Pendapatan/bulan 1 Bagan 5-6 juta 2 Gillnet 1-2 juta 3 Jaring 600 ribu-2 juta 4 Pancing 250 ribu-6 juta 5 Jala 2-7 juta 6 Pukat 14-200 juta 7 Purse seine 15 juta Sumber : BBPSEKP (2013) Jenis pancing yang memberikan hasil banyak adalah pancing rawai. Jenis alat tangkap cumi yang sedikit mendapatkan hasil adalah jala, sedang alat tangkap cumi yang banyak memberikan hasil adalah pukat dan purse seine. Jenis ikan dominan yang ditangkap nelayan yaitu cumi, hiu, kembung, layang, lemuru, teri, rajungan dan tongkol. Produksi ikan laut lainnya di Kabupaten Lombok Timur adalah ikan-ikan pelagis besar seperti tuna dan cakalang, Tuna tertangkap di lokasi rumpon yang telah dipasang. Kepemilikan rumpon bersifat bersama dan mitra. Kemitraan rumpon yang dimaksud adalah antara pemilik rumpon yaitu perusahaan cold storage dan nelayan tuna yang merupakan mitra perusahaan tersebut. Armada yang digunakan dalam penangkapan tuna adalah 3 – 5 GT dengan jenis perahu kayu menggunakan pancing tonda dan purse seine. Harga beli tuna yang berkembang ditingkat nelayan tidak ada perbedaan hasil tangkap dari pancing tonda dan purse seine. Berbeda halnya dengan yang terjadi di Kota Bitung. Harga tuna yang ditangkap menggunakan pancing lebih tinggi dari pada yang ditangkap menggunakan purse seine, hal ini karena karena alat tangkap ini lebih selektif, lebih ekonomis dan ramah lingkungan serta harga jual tangkapan relatif lebih tinggi harganya karena kualitasnya lebih bagus dan dijadikan bahan baku ekspor (Witomo etal., (2011 : Hal 7). Kabupaten Lombok Timur menjadi salah satu penangkapan hiu terbesar di Indonesia dan sebagai lokasi pemasok sirip hiu ke Hongkong dan Cina. Daerah penangkapan hiu oleh nelayan Lombok Timur mencapai perairan Laut Flores hingga sampai perairan perbatasan Australia. Armada penangkapan masih dibawah 10 GT dengan waktu trip penangkapan 10 hari. Alat tangkap yang digunakan adalah alat tangkap rawai dengan 500 mata pancing. Jumlah dan ukuran hiu yang tertangkap mulai mengalami penurunan, sejak tahun 1992 mulai marak penangkapan hiu di Kabupaten Lombok Timur. Jumlah hiu yang tertangkap dulu dapat mencapai 50 ekor sekarang hanya mencapai kisaran 5 – 30 ekor dengan ukuran maksimal 50 cm (Bawah Paras Laut, 2013)
42
Tabel 15. Jenis IkanHasil Tangkapan Nelayan di Kabupaten Lombok Timur No Jenis Hasil Tangkapan Persentase Cumi 29% Hiu 9% kembung 24% Layang 6% rajungan 3% Teri 3% Lemuru 38% tongkol 21% Sumber : BBPSEKP (2013) Jenis ikan yang ditangkap nelayan di Kabupaten Lombok Timur adalah lemuru, cumi, kembung, tongkol, hiu, layang, rajungan dan teri. Jenis ikan cumi merupakan jenis ikan yang mendominasi produktivitas nelayan. Satu kali trip melaut, cumi yang diperoleh nelayan bisa mencapai 500 Kg. demikian juga dengan ikan teri dan layang. dalam satu kali trip melaut, nelayan bisa memperoleh hasil tangkapan hingga 200 Kg. Jenis ikan lainnya yang mendominasi produksi perikanan tangkap di Kabupaten Lombok Timur yaitu lemuru, tongkol dan kembung. Pada tabel di bawah ini dapat dilihat volume produksi jenis ikan tiap satu kali melaut. Tabel 16. No 1 2 3 4 5 6 78
Rata-Rata Harga Jual dan Volume Produksi Nelayan di Kabupaten Lombok Timur
Jenis Hasil Tangkapan Hiu Tongkol Cumi Layang Kembung Lemuru Rajungan Teri Sumber : BBPSEKP (2013)
Jumlah (kg/trip) 8-10 2-20 4-500 10-125 4-8 8-32 2 200
Harga Jual (Rp/kg) 25.000 5.000 – 25.000 20.000 – 25.000 8.000 8.000 – 10.000 3.750 – 5.000 20.000 10.000
Produksi ikan total di Kabupaten Lombok Timur didominasi dari budidaya rumput laut hampir 95% mendominasi lalu diikuti dengan produksi perikanan laut 9%, tambak 4% dan terakhir adalah produksi ikan tawar sebesar 3%. Jika melihat kontribusi antar kecamatan yang ada di Kabupaten Lombok Timur tertinggi adalah Kecamatan Jerowaru tercatat lebih dari 85%. Untuk produksi perikanan laut tidak semua kecamatan di Lombok Timur memberikan kontribusi hanya Keruak, Jerowaru, Pringabaya dan Sambelia. Namun berbeda dengan produksi ikan air tawar seluruh kecamatan di Kabupaten Lombok Timur memiliki potensi terutama untuk Kecamatan Jerowaru dan Kecamatan Aikmel.
43
Tabel 17. Potensi Produksi Perikanan Kabupaten Lombok Timur Menurut Kecamatan Tahun 2013 Potensi Produksi Perikanan (Ton) Kecamatan Perikanan Rumput Laut Tambak Ikan Air Tawar Laut Keruak 6158.71 19600 350 762.36 Jerowaru 39904.59 504490 9859.50 8296.68 Sakra 460.39 Sakra Barat 637.20 Sakra Timur 1050 146.40 Terara 568.13 Montong Gading 1102.51 Sikur 1215.04 Masbagik 1486.36 Pringgasela 604.53 Sukamulia 433.97 Suralaga 778.89 Selong 1127.37 Labuhan Haji 525 340.94 Pringgabaya 3342.97 14560 2625 166.02 Suela 302.52 Aikmel 2148.12 Wanasaba 653.88 Sembalun 60 Sambelia 13.226,79 19600 10.090,50 205,77 Lombok Timur 62.633.06 55.8250 24.500 21.497,08 Sumber : BPS Lombok Timur (2014) Berdasarkan kontribusi produksi perikanan Kabupaten Lombok Timur terbesar berasal dari perikanan budidaya. Jika berdasarkan Tabel 5 potensi areal budidaya terbesar adalah budidaya laut tercatat 44% diikuti oleh tambak 22%, sawah 20%, kolam 11% dan perairan umum 3%. Potensi lahan budidaya terbesar ada di Kecamatan Jerowaru dengan total lebih dari 5500 ha.
Komoditas budidaya laut yang saat ini masih ada adalah
budidaya rumput laut. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan NTB, produksi rumput laut terus mengalami peningkatan dari sebanyak 32 ribu ton lebih di tahun 2006 menjadi 36 ribu ton lebih di tahun 2007 dan hampir 70 ribu ton di tahun 2008 dan 100 ribu ton di tahun 2009 serta hampir 200 ribu ton di 2010, dan 400 ribu ton di akhir 2011. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB menargetkan produksi rumput laut sebanyak 750.000 ton di akhir 2012, dan satu juta diakhir 2013. Potensi yang dimiliki mencapai 23 ribu hektar, yang menyebar di berbagai kabupaten. Hingga tahun 2011 diketahui baru sekitar 29% (6.700 hektar) potensi tersebut sudah dimanfaatkanKhusus untuk budidaya lobster dengan keramba jaring apung (KJA) tidak berkembang atau
44
dengan kata lain jalan ditempat karena banyak pembudidaya yang susah memperoleh bibit karena dampak dari implementasi PERMEN KP No 1 Tahun 2014.
Tabel 18. Potensi Areal Perikanan Budidaya Menurut Kecamatan di Kabupaten Lombok Timur Potensi Areal Perikanan (Hektar) Kecamatan Budidaya Perairan Tambak Sawah Kolam Laut Umum Keruak 452 10.07 50 63.50 Jerowaru 3420 53.50 1408.50 691.30 Sakra 4.65 74.50 17.50 Sakra Barat 14.13 53.10 Sakra Timur 9.08 150 12.20 Terara 36.90 282.90 43.65 Montong Gading 3.38 660.10 92.75 Sikur 0.50 215 100.95 Masbagik 2.14 510.95 136.20 Pringgasela 150 48.86 Sukamulia 15 36.07 Suralaga 0.25 30 64.68 Selong 13.50 70 94.50 Labuhan Haji 157 1.50 75 125 17.63 Pringgabaya 754.13 2.25 375 124 3.50 Suela 7.35 41 1.90 Aikmel 648 179.40 Wanasaba 72 46.11 Sembalun 253 1.15 Sambelia 2059.10 1441.50 119.55 6.40 Lombok Timur 6842.23 412.20 3500 3138 1711.35 Sumber : BPS Lombok Timur (2014) Metode budidaya rumput laut menggunakan metode longline (apung). Budidaya rumput laut dilakukan sejak tahun 1975. Ukuran perpetak 50 meter x 20 meter. Metode logline pada budidaya rumput laut di gunakan sejak tahun 2011 meski sudah dikenalkan oleh Dinas KP Lombok Timur sejak lama dengan status kepemilikan perorangan. Bahan untuk pembuatan karamba terdiri dari tali nilon, pemberat, pelampung besar dan kecil. Bibit rumput laut jenis Eucheuma cottonii diperoleh dari lokal yaitu Nusa Tenggara Barat. Sarana pendukung yang digunakan adalah perahu dan bahan bakar (bensin). Sarana pendukung ini digunakan oleh nelayan sebagai sarana transportasi dari darat ke lokasi budidaya setiap hari untuk keperluan kontrol dan pembersihan rumput laut dari kotoran
45
dan lumut. Bahan bakar yang diperlukan oleh nelayan setiap harinya sebanyak 1 sampai 2 liter, mengingat lokasinya tidak jauh dengan pantai. Lokasi penanaman berjarak 1 – 2 km dari pantai. Nelayan mencari lokasi penempatan budidaya rumput laut dengan mempertimbangan dua hal utama. Pertama, terlindung dari ombak besar, kedua ketersediaan nutrien, ketiga bebas pencemaran dan keempat lokasi tidak jauh dari pantai untuk menekan biaya operasional terutama bahan bakar. Hasil perpetak adalah 2 ton basah atau 170 kg kering (1 ton basah = 85 kg kering). Hasil setiap panennya sebanyak 3 – 4 kwintal per bulan (kering) dengan harga Rp. 7500/kg, yang artinya penghasilan perbulannya adalah Rp 3.000.000 (belum dikurangi biaya-biaya. Biaya-biaya yang dikeluarkan adalah sebagai berikut: -
Biaya ikat bibit: Rp. 500 x 200 ris = Rp. 200.000 Biaya buka simpul: Rp. 500x200 ris= Rp. 200.000 Biaya pasang: Rp. 2000x 2 orang x 200 ris = Rp. 800.000 Bensin untuk penanaman dan panen: 5 liter x 8000= Rp. 40.000 Perbekalan: Rp. 50.000 Jumlah total pengeluaran sebesar Rp. 1.290.000 Sehingga keuntungan yang diperoleh pembudidaya rumput laut per bulan adalah Rp. 3000.000 – 1.290.000 = 1.720.000 Pemasaran rumput laut digambarkan sebagai berikut:
Rp 7.500,Petani
Rp 8.000,Pengumpul desa
Pengumpul kecamatan
Pedagang besar
Pabrik (Bali) Rumput laut berpotensi dapat dikembangkan sebagai alternatif mata pencaharian nelayan yang dapat digunakan sebagai solusi terhadap hasil tangkapan ikan yang semakin menurun. Biaya produksi yang rendah dan pasar yang masih terbuka terutama untuk untuk produk rumput laut kering dapat dijadikan pertimbangan bagi nelayan untuk mengembangkan rumput laut. Sementara itu, permasalahan yang masih dihadapi oleh nelayan diantaranya terkait dengan kualitas rumput laut yang dianggap masih rendah oleh pembeli sehingga harga rumput laut (kering) masih rendah jika dibandingkan harga rumput laut di daerah lain penghasil rumput misalnya Sulawesi Selatan dan Bali.
46
Lombok Timur juga memiliki potensi budidaya air payau, dengan panjang pantai 220 km memiliki potensi budidaya air payau yang cukup luas yaitu 3.500,00 ha. Pemanfaatan budidaya air payau baru mencapai 269, 50 ha yang didominasi oleh perusahaan-perusahaan dengan sistem budidaya tambak secara intensif. Komoditi yang sudah berkembang yaitu udang windu, udang vanamme dan bandeng, dengan produksi tahun 2009 adalah sebesar 1.074,50 ton udang vanamme; 352,70 ton udang windu dan 7,9 ton bandeng (Kabupaten Lombok Timur, 2013). Potensi budidaya ikan air tawar Lombok Timur juga memiliki peluang untuk dikembangkan. Lahan budidaya air payau seluas 5261,55 ha dengan jenis kegiatan budidaya ikan air tawar yang dapat dilakukan adalah budidaya ikan di kolam, minapadi dan karamba. Pemanfaatan potensi budidaya ikan air tawar yaitu 1711,35 ha untuk kolam; 3138 ha untuk minapadi dan 412,20 ha untuk karamba dengan komoditi ikan yang sudah dikembangkan meliputi ikan mas, nila, gurame, lele, bawal, patin, dan tawes. Tabel 19. Jumlah UPI Berdasarkan Jenis Kegiatan Pengolahan di Kabupaten Lombok Timur No Jenis Kegiatan Pengolahan Jumlah UPI 1 Pembekuan 0 2 Penggaraman/Pengeringan 54 3 Pemindangan 639 4 Pengasapan/Pemanggangan 439 5 Fermentasi 23 6 Pereduksian/ekstraksi 14 7 Pelumatan daging ikan 0 8 Penanganan Produk Segar 212 9 Pengolahan lainnya 41 Total 1422 Sumber : Dinas KP Lombok Timur (2015) Jumlah pengolah di Kabupaten Lombok Timur mencapai lebih dari 4 ribu orang yang terdiri dari hampir 2000 pengolah dan lebih dari 2786 unit pemasaran perikanan. Pengolahan produk perikanan di Kabupaten Lombok Timur terbagi menjadi beberapa jenis pengolahan tergantung pada jenis ikan yang diolah. Tertuang jelas pada Tabel 8, namun belum ada pengolahan ikan tuna untuk lokal karena tidak ada pasar tingkat lokal. Hasil penangkapan tuna dari Kabupaten Lombok Timur (UD. Baura dan UD. Persas di Kecamatan Keruak) dijual ke Bali, Surabaya dan Jakarta dalam bentuk frozen atau gelondongan. Tabel 20. Lokasi Sentra Produksi Berdasarkan Jenis Bahan Baku di Kabupaten Lombok Timur Jenis Bahan Lokasi No Jenis Pengolahan Baku
47
1
Ikan Bakar
2
Pemindangan
Sulir, Kembung, Cakalang, Gurita
Desa/Kelurahan Desa Danerase
Kecamatan Keruak
Desa Menanga Baris Desa Gunung Malang Desa Rumbuk
Pringabaya Pringabaya Sakra Sambelia 3 Minyak Ikan Hati Hiu Desa Tanjung Luar Keruak 4 Kerupuk Kulit Hiu, Desa Rumbuk Sakra Kakap Merah Desa Labuan Haji Keruak 5 Kerajinan Kulit Kulit Pari Desa Rumbuk Sakra 6 Kerupuk Rumput Laut Desa Lendang Nangka Masbagik Desa Kedome Sakra 7 Terasi Udang Rebon Desa Jor Jerowaru Pemongkong Jerowaru 8 Permen dan Dodol Rumput Laut Desa Ketapang Raya Keruak 9 Rajungan Kupas Rajungan Desa Pemongkong Jerowaru Desa Ujung Betok Jerowaru 10 Pengasinan Layar, Lembayan Desa Labuan Lombok Keruak Desa Tanjung Luar Keruak Desa Ketapang Raya Keruak Desa Rumbuk Sakra 11 Tortila Desa Rumbuk Sakra Desa Seruni Selong 12 Abon Tenggiri Desa Wanasaba Wanasaba 13 Teripang Kering Teripang Desa Danerase Keruak 14 Bakso Ikan Kel Kembang Sari Selong 15 Tepung Ikan Kepala Ikan Desa Tanjung Luar Keruak Sumber : Hasil Wawancara (2013) dan Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten Lombok Timur (2012) Hasil perikanan yang dipasarkan di Kabupaten Lombok Timur nomor 2 terbesar di Propinsi NTB dengan nilai lebih dari 66 milyar pada tahun 2014. Hal ini membawa potensi besar di sektor perikanan sebagai salah satu sumber PAD Kabupaten Lombok Timur. Nilai terbesar berasal dari unit pengecer. Hal ini disebabkan jumlah pengecer lebih 95% dari total pelaku pemasaran yang ada di Kabupaten Lombok Timur walaupun volume produk hasil perikanan yang dipasarkan sekitar 1,5 ton untuk masing-masing pengecer. Untuk lebih detailnya tertuang dalam tabel berikut. Tabel 21. Volume dan Nilai Produk Hasil Perikanan yang Dipasarkan di Kabupaten Lombok Timur Tahun 2014 Jumlah Jenis Pelaku Pemasaran Volume (kg) Nilai beli (Rp) Nilai jual (Rp) 2658 Pengecer 3.061.012 78.468.619.533 50.640.806.667 42 Pengumpul 403.418 6.425.372.727 7.236.509.091 86 Pedagang Besar Distributor 682.967 7.732.666.667 8.519.000.000 2786 Total 4.147.397 92.626.658.927 66.396.315.758
48
Pengolahan produk ikan hiu baik sirip maupun minyak umumnya dilakukan oleh kaum laki-laki. Mereka yang mengolah ikan hiu umumnya berusia 35-55 tahun. Pendidikan mereka umumnya SMA (Sekolah Menengah Atas), walaupun ada juga yang hanya sampai jenjang SMP. Rata-rata jumlah anggota keluarga pengolah ikan hiu adalah 2-5 orang. Pengalaman usaha umumnya belum sampai 10 tahun, walaupun ada juga yang sudah lebih dari 20 tahun. Desa yang menjadi tempat pengolahan ikan hiu adalah Desa Tanjung Luar Kecamatan Keruak. Volume bahan baku untuk minyak ikan hiu adalah 1220 kg menjadi 2,4 liter minyak ikan sedang bahan baku untuk sirip ikan hiu adalah 60-80 kg tiap produksi menjadi 30-40 kg sirip hiu kering. Dalam satu bulan untuk sirip ikan hiu bisa 2-3 kali produksi, sedangkan untuk minyak ikan hiu tergantung musim dan ketersediaan bahan baku karena jenis hiu yang dapat diolah menjadi minyak adalah jenis hiu botol. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pengolah hasil perikanan yaitu pengolah minyak ikan hiu yang berasal dari hati ikan hiu, khasiat dari minyak ikan adalah sebagai obat dalam seperti penyakit batuk-batuk hingga berdarah, luka luar seperti luka sehabis operasi caesar maupun luka bakar. Namun pengolahan minyak ikan hiu masih menemui kendala yaitu bau yang masih menyengat serta pengemasan belum dalam bentuk kapsul bening (kapsul salmon). Waktu yang dibutuhkan untuk mengolah hati ikan hiu selama 1 – 3 jam tergantung proses penjemuran. Berdasarkan proses penjemuran menentukan warna minyak ikan yang dihasilkan. Penjemuran dengan sinar matahari selama 1 jam minyak ikan yang dihasilkan berwarna bening, sedangkan mengunakan kompor selama 3 jam, minyak ikan yang dihasilkan berwarna hitam. Namun tidak ada perbedaan harga satuan penjualan minyak ikan berdasarkan warna yaitu berkisar Rp 50.000/kg – Rp 105.000/kg. Jumlah tenaga kerja untuk pengolahan sirip ikan hiu adalah 2-3 orang, sedangkan untuk minyak ikan hiu cukup hanya dengan satu orang. Wilayah pemasaran sirip ikan hiu adalah ke Surabaya, sedangkan minyak ikan hiu dijual kepada pengumpul yang ada di Tanjung Luar dan tergantung pemesan. Kendala usaha yang dihadapi adalah daerah pemasaran yang masih kurang, harga yang tidak stabil, kesulitan bahan baku serta teknologi yang masih sangat sederhana. Jenis usaha pengasapan ikan dapat dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan. Mereka yang mengolah ikan asap umumnya berusia kurang dari 40 hingga lebih dari 50 tahun. Pendidikan mereka umumnya SD (Sekolah Dasar) walaupun ada yang hingga jenjang SMA namun jumlahnya hanya sedikit. Rata-rata jumlah anggota keluarga pengolah ikan asap adalah 4-6 orang. Pengalaman usaha rata-rata berkisar antara 10-20 tahun, ada juga yang sudah lebih dari 20 tahun melakukan usaha pengasapan ikan. Desa yang menjadi tempat pengolahan ikan asap adalah Batu Rimpang dan Tanjung Luar,
49
Kecamatan Keruak. Teknologi yang digunakan masih menggunakan cara tradisional yaitu dengan menggunakan asap dari kayu bakar. Bahan baku ikan yang diasap yaitu ikan pari, hiu dan ikan hasil tambak. Volume bahan baku adalah berkisar 60-200 kg per produksi dan menghasilkan berat yang sama. volume produksi perbulan antara 600-3000 kg/bulan, rata-rata 2-3 kali produksi dengan 1-2 orang tenaga kerja. Pemasaran hasil olahan ke daerah Lombok Timur, Tengah dan Barat, lokasi pemasaran luar kota adalah Surabaya. Permasalahan usaha yang dihadapi yaitu permodalan yang kurang, peralatan yang kurang memadai, bahan baku yang terkadang sulit diperoleh serta harga jual yang masih belum stabil karena tidak pasti. Pengeringan ikan umumnya dilakukan oleh kaum perempuan. Mereka yang mengolah ikan kering berada di usia 22-51 tahun. Pendidikan mereka umumnya SMP, walaupun ada yang hingga jenjang SMA namun jumlahnya hanya sedikit. Rata-rata jumlah anggota keluarga pengolah ikan kering adalah 1-4 orang. Pengalaman usaha berkisar antara 3-21 tahun. Desa yang menjadi tempat pengolahan ikan kering adalah Jerowaru dan Ketapang Raya. Teknologi yang digunakan masih menggunakan cara tradisional yaitu dengan menggunakan panas sinar matahari. Bahan baku ikan yang dikeringkan yaitu teri dan lemuru. Volume bahan baku adalah berkisar 75-650 kg per produksi. produksi perbulan rata-rata mencapai 250-650kg/bulan, ada juga yang mencapai 1500kg/bulan. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan 1-2 orang tergantung banyaknya bahan baku. Hasil olahan dijual kepada pengumpul yang berada di lokasi sekitar. Permasalahan atau kendala yang dihadapi oleh pengolah ikan kering adalah keterbatasan modal usaha yang masih sedikit dan ketersediaan bahan baku karena masih tergantung pada musim penangkapan dua ikan tersebut. selain itu, hasil tangkapan nelayan juga terkadang masih sedikit sehingga hasil produksinya sedikit. Jumlah hasil produksi umumnya susut dari berat basah ke berat kering. Dari 75 kg ikan basah maka hasil ikan kering menjadi 25 kg atau susut ebanyak 30%. Dari 100kg ikan basah menjadi 35-40 kg/produksi. Dari 150 kg ikan basah menjadi 50kg/produksi, sedang dari 500kg ikan basah menjadi 150 kg ikan kering. Pengolahan rumput laut umumnya dilakukan oleh perempuan atau istri nelayan. Mereka yang mengolah rumput laut berusia 45 tahun. Pendidikan mereka umumnya SMA. Desa tempat pengolahan rumput laut antara lain Ketapang Raya Kecamatan Keruak. Pengalaman usaha yaitu 15 tahun. Jenis olahan rumput laut adalah manisan rumput laut. Volume bahan baku rumput laut yaitu 15 kg per produksi menjadi 15 kg/produksi. Dalam satu bulan mereka umumnya 6 kali produksi. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengolah manisan rumput laut yaitu 10 orang. Daerah pemasaran yaitu Lombok Timur
50
dan sesuai pesanan. Permasalahan dalam usaha yaitu modal usaha yang kurang serta lokasi kerja yang sempit. Pengolahan limbah kepala ikan dilakukan di Kecamatan Keruak dengan skala usaha bersifat tradisional. Tradisional yang dimaksud kegiatan dilakukan dengan cara manual tanpa menggunakan teknologi robot. Hasil dari pengolahan limbah ikan ini adalah kroposan ikan sebagai bahan baku pembuatan tepung ikan dan minyak ikan. Besar volume produksi kroposan ikan untuk satu (1) kali produksi sebesar 150 kg dan volume minyak ikan adalah 1 liter perproduksi dari 1 ton bahan baku. Selama satu bulan volume produksi pengolahan limbah ikan adalah sebesar 2 ton dengan pemasaran dari produsen ke pedagang pengumpul lokal dipasarkan ke pedagang di Lombok Barat kemudian dikirim ke Surabaya. Jumlah tenaga kerja dalam kegiatan pengolahan limbah ikan ini adalah 3 (tiga) orang. Permasalahan dalam kegiatan ini adalah teknologi mesin pengiling yang daya tampung kecil sehingga kegiatan produksi cenderung agak lama dan belum adanya sistem IPAL (instalansi pengolahan air limbah) untuk membuang sisa air olahan. Pengolahan terasi udang terpusat di Kecamatan Jerowaru dengan skala usaha bersifat tradisional. Tradisional yang dimaksud kegiatan dilakukan dengan cara manual tanpa ada sentuhan modern seperti dilakukan dalam pabrik. Jenis bahan baku terasi udang adalah udang putih dengan volume bahan baku rata-rata perproduksi adalah 267 Kg dan menghasilkan terasi udang sebesar 267 Kg yang dikemas dengan plastik dengan berat perkemasan 3 gram. Pemasaran terasi udang baru bersifat lokal diseputaran Kabupaten Lombok Timur. Permasalahan yang dihadapi oleh kegiatan pengolahan terasi udang adalah modal usaha belum mencukupi, harga bahan baku yang cukup tinggi dan ketersediaan bahan baku tidak sepanjang tahun karena tergantung musim. Pengolahan kepiting masih dilakukan secara tradisional dengan menggunakan alat sederhana tidak melalui proses pengolahan layaknya seperti di pabrik pengolahan kepiting. Jenis kepiting yang diolah adalah kepiting rajungan karena di wilayah Jerowaru terdapat kawasan mangrove dan budidaya kepiting bakau. Produksi dalam sebulan dilakukan sebanyak 10 kali dengan volume bahan baku 11 kg sekali produksi. Jumlah tenaga kerja dalam kegiatan pengolahan kepiting sebanyak delapan (8) orang. Hasil olahan kepiting ini dijual ke luar Lombok yaitu pasuruan, Jawa Timur. Permasalahan yang dihadapi dalam pengolahan kepiting adalah (1) Modal usaha yang kurang, (2) Harga jual tidak tetap, (3) Pemasaran masih pada satu tempat, (4). Ketersediaan bahan baku yang tidak selalu ada. Pengolahan kepiting biasanya dilakukan oleh kaum perempuan. Mereka yang mengolah kepiting berusia 45 tahun. Pendidikan mereka umumnya SMA. Desa tempat
51
pengolahan pangsit kepiting antara lain Ketapang Raya Kecamatan Keruak. Pengalaman usaha yaitu 15 tahun. Bahan baku kepiting berat 6 kg/produksi menjadi 60 kemasan isi 500 gram. 12 kali produksi/bulan. Dalam satu bulan mereka umumnya 6 kali produksi. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengolah pangsit kepiting sebanyak 10 orang. Daerah pemasaran yaitu Lombok Timur dan sesuai pesanan. Permasalahan dalam usaha yaitu modal usaha yang kurang serta lokasi kerja yang sempit. Jenis ikan untuk pemindangan adalah ikan tongkol dan dan ikan rume-rume dengan volume satu kali produksi sebanyak 30kg dan proses produksi dalam sebulan sebanyak 6 kali dengan total produksi sebulan adalah 240kg. pemasaran pemindangan ikan bersifat lokal, hanya dipasarkan disekitar Kabupaten Lombok Timur. Permasalahan yang dihadapi oleh para pemindangan ikan adalah modal yang kurang. 4.5 Kabupaten Natuna Kabupaten Natuna merupakan salah satu kabupaten yang memiliki pulau-pulau kecil terluar di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara geografis terletak di perairan Laut Cina Selatan dan secara administratif merupakan bagian dari wilayah Provinsi Keulauan Riau. Pulau yang tergabung dalam gugusan Pulau Tujuh ini berada di lintasan jalur pelayaran internasional dari dan atau ke Hongkong, Taiwan, dan Jepang. Oleh karena itu pemerintah dalam hal ini KKP memasukkan Natuna sebagai salah satu pulau yang akan dikembangkan melalui Pengembangan Sentra Kawasan Perikanan Terpadu (PSKPT). Rencana PSKPT di Natuna adalah: 1) Sentra bisnis perikanan tangkap terintegrasi Pelabuhan Perikanan Selat Lampa; 2) Sentra pengembangan rumput laut di Kecamatan Pulau Tiga; 3) Sentra budidaya kerapu dan Napoleon di Pulau Sedanau; dan 4) Sentra pengembangan wisata Pulau Senoa. Kabupaten Natuna memiliki luas wilayah 224.684,59 km2 dengan luas daratan 2.001,30 km2 dan luas lautan 222.683,29 km2. Ranai sebagai ibukota kabupaten. Kabupaten Natuna merupakan kabupaten kepulauan. Hal ini terlihat dari banyaknya pulau yang ada di wilayah ini mencapai 154 pulau, dengan 27 pulau (17,53 persen) yang berpenghuni dan sebagian besar pulau (127 buah) tidak berpenghuni (Tabel x). Secara administrasi Kabupaten Natuna terdiri atas 12 kecamatan dan 70 desa. Dua pulau terbesar diantaranya adalah Pulau Bunguran dan Pulau Serasan. Pulau-pulau yang ada dapat dikelompokkan dalam 2 gugusan: a.
Gugusan Pulau Natuna, terdiri atas pulau-pulau di Bunguran, Sedanau, Midai, Pulau Laut dan Pulau Tiga.
52
b.
Gugusan Pulau Serasan, terdiri atas pulau-pulau di Serasan, Subi Besar dan Subi Kecil.
Tabel 22. Jumlah Desa dan Jumlah Pulau menurut Kecamatan di Kabupaten Natuna Tahun 2015 Jumlah Pulau Jumlah No Nama Kecamatan Tidak Total Desa Berpenghuni Berpenghuni Pulau 1 Midai 6 1 1 2 2 Bunguran Barat 10 3 14 17 3 Bunguran Utara 8 2 13 15 4 Pulau Laut 3 1 8 9 5 Pulau Tiga 10 1 9 10 6 Bunguran Timur 6 0 0 7 Bunguran Timur Laut 7 0 8 8 8 Bunguran Tengah 3 3 5 8 9 Bunguran Selatan 4 4 14 18 10 Serasan 7 4 30 34 11 Subi 8 7 16 23 12 Serasan Timur 4 1 9 10 Jumlah 70 27 127 154 Sumber: BPS Kabupaten Natuna (2016) Berdasarkan kondisi topografinya, Kabupaten Natuna merupakan tanah berbukit dan bergunung batu. Dataran rendah dan landai banyak ditemukan di pinggir pantai. Ketinggian wilayah antar kecamatan cukup beragam, yaitu berkisar antara 2 sampai dengan 1.035 meter dari permukaan laut dengan kemiringan antara 2 sampai 5 meter. Pada umumnya, struktur tanah terdiri atas tanah podsolik merah kuning dari batuan yang tanah dasarnya mempunyai bahan granit, dan alluvial serta tanah organosol dan gley humus.
53
Gambar 4. Peta Topografi Kabupaten Natuna Jumlah penduduk di Kabupaten Natuna pada tahun 2013 – 2015 disajikan pada Tabel berikut: Tabel 23. Jumlah Penduduk menurut Kecamatan di Kabupaten Natuna, 2013 2015 Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk Pertumbuhan No Tahun 2 (jiwa) (jiwa/km ) Penduduk (%) 1 2013 76.897 38,42 2 2014 73.470 36,71 3 2015 74.520 37,24 Rata-rata pertumbuhan per tahun Sumber: BPS Kabupaten Natuna (2014, 2015, 2016) Berdasarkan sebarannya, penduduk relatif terkonsentrasi pada 2 kecamatan yaitu Bunguran Timur dan Bunguran Barat. Hal ini terlihat dari jumlah penduduknya yaitu 26.127 jiwa di Kecamatan Bunguran Timur dan 11.231 jiwa di kecamatan Bunguran Barat. Dari sisi kepadatan jumlah penduduk, kecamatan yang paling padat adalah kecamatan Midai sebanyak 196,86 jiwa/km2, disusul kecamatan Bunguran Timur sebanyak 177,94 jiwa/km2. Jumlah dan sebaran penduduk menurut kecamatan disajikan pada Tabel berikut. Tabel 24. Tingkat Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan di Kabupaten Natuna, 2015 No Nama Kecamatan Luas Wilayah Jumlah Penduduk Kepadatan
54
(km2) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Midai Bunguran Barat Bunguran Utara Pulau Laut Pulau Tiga Bunguran Timur Bunguran Timur Laut Bunguran Tengah Bunguran Selatan Serasan Subi Serasan Timur
Sumber: BPS Kabupaten Natuna (2016)
26,10 448,46 404,71 37,69 67,87 146,83 235,01 172,71 233,99 43,65 160,93 23,35 2001,30
(Jiwa) 5 138 11 231 3 993 2 435 4 960 26 127 4 457 2 995 2 607 4 956 2 810 2 811 74 520
Penduduk (jiwa/km2) 196,86 25,04 9,87 64,61 73,08 177,94 18,97 23,45 11,14 113,54 17,46 120,39 37,24
Tabel 25. Proporsi Rumah Tangga Perikanan Tangkap menurut Kecamatan di Kabupaten Natuna, 2015 Rumah Tangga Proporsi Rumah Tangga Perikanan Perikana Perikana No Nama Kecamatan Perikanan Pendudu Budidaya n n Tangkap k Tangkap Budidaya 1 Midai 1.533 639 20 41,68 1,30 2 Bunguran Barat 2.932 916 322 31,24 10,98 3 Bunguran Utara 1.093 716 78 65,51 7,14 4 Pulau Laut 544 331 42 60,85 7,72 5 Pulau Tiga 1.242 729 210 58,70 16,91 6 Bunguran Timur 6.549 764 72 11,67 1,10 7 Bunguran Timur Laut 1.207 554 25 45,90 2,07 8 Bunguran Tengah 768 142 34 18,49 4,43 9 Bunguran Selatan 704 671 12 95,31 1,70 10 Serasan 1.238 630 78 50,89 6,30 11 Subi 754 570 55 75,60 7,29 12 Serasan Timur 732 404 92 55,19 12,57 Jumlah 19.296 7.066 1.040 36,62 5,39 Sumber: BPS Kabupaten Natuna (2016) Secara keseluruhan jumlah nelayan di Natuna sebanyak 9.876 orang dan 7.06 RTP. Saat ini sudah 2.600 orang yang memiliki Kartu Nelayan. Kelompok usaha kelautan dan perikanan tangkap di Kabupaten Natuna sejumlah 337 kelompok. Sesuai dengan data BPS Tahun 2015, bahwa armada yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Natuna adalah berupa perahu tanpa motor dengan jumlah 1.123, perahu bermotor dengan jumlah 2.749, serta perahu tempel dengan jumlah 92. Sedangkan untuk alat tangkap digunakan pancing ulur, pancing tonda, bagan, jaring pantai, kelong, rawai, bubu dan tangkul.
55
Adapun penggunaan armada dan alat tangkap pada masing-masing kecamatan adalah sebagai berikut : Tabel 26. Jumlah Armada Nelayan Kabupaten Natuna Tahun 2016 Jenis Perahu No Nama Kecamatan Tanpa Motor Bermotor 1 Midai 67 282 2 Bunguran Barat 109 332 3 Bunguran Utara 72 316 4 Pulau Laut 67 129 5 Pulau Tiga 95 308 6 Bunguran Timur 122 313 7 Bunguran Timur Laut 102 219 8 Bunguran Tengah 9 Bunguran Selatan 83 287 10 Serasan 340 314 11 Subi 66 249 12 Serasan Timur Jumlah 1.123 2.749 Sumber: BPS Kabupaten Natuna (2015)
Tempel
353 453 394 199 412 391 328 377 687 318 92
Jumlah armada nelayan di Kabupaten Natuna berjumlah 1.123 untuk perahu tanpa motor, perahu motor berjumlah 2.749, dan perahu tempel berjumlah 92. Dari jumlah armada tersebut sebagian besar terhitung adalah penggunaan perahu tanpa motor. Tabel 27. Jumlah Alat Tangkap Nelayan Kabupaten Natuna Tahun 2016 Jenis Alat Tangkap Nama Panci Panci Baga Jaring Kelon No Kecamatan ng ng n Pantai g Rawai Ulur Tonda 1 Midai 180 178 34 16 31 2 Bunguran 545 87 47 20 45 400 Barat 3 Bunguran 162 174 15 25 10 5 Utara 4 Pulau Laut 90 66 1 12 5 5 Pulau Tiga 730 430 15 22 13 90 6 Bunguran 445 272 110 7 22 Timur 7 Bunguran 213 175 5 54 6 10 Timur Laut 8 Bunguran 58 Tengah 9 Bunguran 152 95 18 6 8 Selatan 10 933 895 28 56 14 15 Serasan 11 Subi 80 94 3 13 12 Serasan Timur Jumlah 3.616 2.560 111 405 117 586
Bub u
Tang kul
Alat Lain
326 4.20 0 30
-
110 -
25
122
21 111 212
12 130
210 65
120
12
24
16
-
-
132
141
23
2.10 0 23 7.98
-
261
320
34 815
56
8
Sumber: BPS Kabupaten Natuna (2015)
Nelayan di Kabupaten Natuna lebih banyak menggunakan alat tangkap bubu dengan jumlah 7.988 dan digunakan pada hampir seluruh kecamatan selain Kecamatan Serasan Timur. Untuk produksi perikanan tangkap pada tahun 2014 menurut kecamatan di Kabupaten Natuna adalah sebagai berikut : Tabel 28. Volume Produksi Perikanan Tangkap Menurut Kecamatan, 2014 (Ton) No Nama Kecamatan Jumlah RTP Produksi (Ton) 1 Midai 318 2.546,72 2 Bunguran Barat 460 10.723,40 3 Bunguran Utara 355 2.728,44 4 Pulau Laut 241 894,96 5 Pulau Tiga 360 8.372,80 6 Bunguran Timur 378 4.298,06 7 Bunguran Timur Laut 234 2.348,28 8 Bunguran Tengah 55 38,30 9 Bunguran Selatan 132 1.568,92 10 Serasan 802 11.995,70 11 Subi 284 1.826 12 Serasan Timur Jumlah 3.619 47.341,58 Sumber: BPS Kabupaten Natuna (2015) Produksi tertinggi pada tahun 2014 dikontribusi dari nelayan di Kecamatan Serasan dengan jumlah 11.955 ton per tahun. Sedangkan untuk kecamatan Subi menjadi kontributor terendah dari hasil tangkapan sebesar 1.826 ton per tahun. Budidaya perikanan di Kabupaten Natuna terdiri dari rumput laut, budidaya ikan air tawar serta budidaya ikan laut. Produksi budidaya ikan laut menjadi salah satu
komoditas yang
menyumbang produksi terbesar pada tahun 2014. 4.6 Kota Bengkulu Kota Bengkulu memiliki luas wilayah 146,8 km2. Ditinjau dari geografisnya, Kota Bengkulu terletak di pesisir barat pulau Sumatera. Kota Bengkulu memiliki 9 kecamatan dan 67 keluarahan jumlah keluraan terbanyak Teluk Segara yaitu 13 kelurahan. Dilihat dari jumlah penduduknya, pada tahun 2014 berjumlah 342,876 jiwa dengan kepadatan penduduk 2.334 jiwa/km2. Sebaran penduduk tertinggi di Kecamatan Selebar yakni 59.9 ribu jiwa atau 18%. Potensi perikanan di Kota Bengkulu terdiri dari budidaya, penangkapan, pembenihan, serta pengolahan. Sesuai dengan armada penangkapan yang digunakan nelayan di Kota Bengkulu digunakan jenis perahu 5GT< 6-10 T, 11-20 GT, >30GT, dan
57
50-100 GT. Jumlah armada tersebut mengalami kenaikan dari tahun 2013-2015. Berikut adalah jumlah armada penangkapan di Kota Bengkulu berdasarkan jenis perahu. Tabel 29. Jumlah Perahu/Kapal Motor Menurut Jenis Mesin di Kota Bengkulu Tahun 2013-2015 Jenis Perahu 2013 2014 2015 5 GT 445 482 3.423 6-10GT 152 150 132 11-20 GT 50 50 41 20-30 GT 24 24 19 >30 GT 31 31 31 50-100 GT 11 15 12 Jumlah 722 752 3.658 Sumber data : Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bengkulu (2015) Sesuai data diatas, jumlah armada nelayan dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Dari tahun 2013 sejumlah 722 dan tahun 2014 menjadi 752, sedangkan pada tahun 3.658 unit. Untuk alat tangkap yang digunakan oleh nelayan adalah sebagai berikut: Tabel 30. Keragaan Jenis Alat Tangkap Ikan di Kota Bengkulu Tahun 2013-2015 Jenis Alat Tangkap 2013 2014 2015 1. Jaring Tramelnet 115 195 184 Gillnet-Multi Filamen 2.500 1.194 1.076 Gillnet-Mono Filamen 735 730 Bagan 34 25 46 2. Pancing Tetap 173 185 107 Tonda 900 215 28 Lainnya 600 305 153 3. Pukat Tepi Dogol 125 128 852 Payang 30 30 39 Cincin 15 5 135 Lainnya 10 12 5 Sumber data : Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bengkulu (2015) Data diatas menunjukan penggunaan jenis alat tangkap paling banyak adalah gilletmulti dilamen dan terrendan penggunaan adalah pukat lainnya sejumlah 5 unit pada tahun 2015. Potensi perikanan budidaya di Kota Bengkulu didukung dengan tersedianya luas potensi perikanan budidaya didalamnya, Jenis usaha jaring apung seluas 735ha, sawah 16.749 ha, keramba 1.060 ha, tabak sebesar 1.491 ha, dan kolam sebesar 5.509 ha, sedangkan budidaya laut sebesar 700 ha. Sesuai data terdahulu yaitu tahun 2012 jumlah
58
produksi perikanan budidaya tahun 2012 sebesar 44.916,17 ton dengan kontribusi terbesar jenis usaha kolam yaitu sebesar 34.583,54 ton. Produksi perikanan budidaya di Provinsi Bengkulu menurut jenis komoditas yaitu:Ikan Mas, Nila, Nilem, Mujair, Gurame, Tawes, Patin, Lele, Sidat, Bandeng, Udang Windu, Udang Vaneme dan Rumput Laut. Dengan produksi terbesar ikan nila sebesar 23.176,90 ton. Potensi pengolahan di Kota Bengkulu masih dalam skala kecil. Pelaku usaha ada yang berupa perorangan dan kelompok dengan jumlah yang masih minim. Usaha pengolahan yang dilakukan adalah pengolahan ikan asin dengan jalur pemasaran pada lingkup kecil yaitu dalam 1 kota serta pengolahan ikan laut (fillet) dan lele menjadi cookies isi abon, nugget dan snack tulang ikan. Terkait pengolahan yang terdapat pada Kota Bengkulu masih ditemui adanya permasalahan yaitu untuk mewujudkan sanitasi dan higienitas hasil perikanan karena diperlukan alokasi dana untuk pengadaan ruang yang standard sainitas dan higienitas. 4.7 Kabupaten Nunukan Kabupaten Nunukan terletak di Propinsi Kalimantan Utara dengan luas wilayah 14.263,68 km2. Berdasarkan geografisnya, Kabupaten Nunukan terletak di wilayah paling utara Kalimantan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga yaitu Malaysia. Kedudukan Kabupaten Nunukan dalam konteks kewilayahan memiliki fungsi ganda sebagai daerah otonom dan sebagai daerah perbatasan (border area) karena berbatasan langsung dengan Malaysia Timur. Sebagai daerah otonom, Kabupaten Nunukan berkewajiban melaksanakan fungsi-fungsi pelayanan bagi masyarakat yang hidup di wilayah tersebut. Sebagai daerah perbatasan menjadikan Kabupaten Nunukan sangat strategis untuk melakukan kerjasama luar negeri khususnya bidang perdagangan. Sebagian besar hasil perikanan Kabupaten Nunukan baik dari sektor budidaya, penangkapan, maupun pengolahan dipasarkan ke negara tersebut. Posisi geografis Kabupaten Nunukan dalam lingkup regional terletak di kawasan utara Selat Makassar yang menghubungkan Laut Jawa dan Laut Sulawesi. Kabupaten Nunukan bertetangga dengan beberapa pusat pertumbuhan yang telah terbentuk, seperti Kota Tarakan di Kalimantan Utara, Kota Tawau di Sabah (Malaysia Timur), Bandar Seribegawan di Brunei Darusalam, Kota Davao di Mindanau (Filiphina), serta Kota Manado dan Kota Gorontalo di Sulawesi Utara. Dalam lingkup nasional, beberapa wilayah di Kabupaten Nunukan telah menunjukan peran yang cukup penting dalam pergerakan orang dan barang antar regional.
59
Lokasinya yang berdekatan dengan pintu masuk ke wilayah Malaysia serta didukung oleh Pelabuhan Ratu di Pulau Nunukan menjadikan mampu berfungsi ganda sebagai simpul distribusi perdagangan antar pulau di Indonesia dan menjadi jembatan menuju Malaysia. Letak yang sangat strategis ini menjadi jembatan menuju Malaysia. Letak yang sangat strategis ini menjadikan Kabupaten Nunukan berpeluang menjadi salah satu pusat pertumbuhan baru dengan mengandalkan dua potensi utama. Potensi pertama yaitu posisi Kabupaten Nunukan sebagai pintu gerbang menuju Kota Tawa di Malaysia dan potensi kedua yaitu kedekatannya dengan Selat Makassar yang merupakan salah satu jalur alternatif utama bagi pelayaran internasional antar Asia Barat dan Asia Timur (BPPT, 2003). Disamping itu dua potensi utama tadi, secara internal Kabupaten Nunukan memiliki potensi kekayaan alam yang dapat dijadikan modal dasar dalam berinteraksi dengan wilayah-wilayah lain disekitarnya, salah satunya melalui kegiatan di bidang perikanan. Secara demografis, penduduk Kabupaten Nunukan tersebar di 16 (enam belas) kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi di Kecamatan Nunukan, kemudian diikuti oleh Kecamatan Nunukan Selatan, Sebatik Timur, Sebuku, Seimanggaris, Sebatik Barat, Tulin Onsoi, Sebatk Tengah, Krayan, Sembakung Atulai, dan jumlah penduduk terkecil ada di Kacamatan Krayan Selatan Jumlah kecamatan di Kabupaten Nunukan adalah 16 kecamatan. Berikut adalah nama kecamatan dan luas wilayah masing-masing. Tabel 31. Luas wilayah dan jumlah Penduduk berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Nunukan No Nama Kecamatan Luas Wilayah (km2) Jumlah Penduduk (jiwa) 1. Krayan 1.834,74 6.823 2. Krayan Selatan 1.757,66 2.079 3. Lumbis 290,23 4.901 4. Lumbis Ogong 3.357,01 5.209 5. Sembakung 2.042,66 5.791 6. Sembakung Atulai 277,72 2.775 7. Nunukan 564,50 59.223 8. Sei Menggaris 850,48 8.711 9. Nunukan Selatan 181,77 18.717 10. Sebuku 1.608,48 11.424 11. Tulin Onsoi 1.513,36 7.513 12. Sebatik 51,07 4.510 13. Sebatik Timur 39,17 12.156 14. Sebatik Tengah 47,71 7.121 15. Sebatik Utara 15,39 5.483 16. Sebatik Barat 93,27 7.606 Jumlah 14.247,50 170.042 Sumber data : Bappeda Kabupaten Nunukan (2015)
60
Dari sejumlah kecamatan diatas, dapat diketahui bahwa kecamatan Lumbis Ogong memliki wilayah paling luas dengan 3.357,01km2, namun jumlah penduduk hanya sekitar 5.209 jiwa. Sedangkan penduduk paling banyak tinggal di Kecamatan Nunukan dengan jumlah 59.223 dan dengan luas wilayah hanya 564,50 km2. Nelayan di Kabupaten Nunukan terdiri dari 3.000 orang, dan saat ini dari target sejumlah 1.590 kartu nelayan baru terealisasi sejumlah 408 kepemilikan kartu nelayan. Armada yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Nunukan masih terhitung relatif kecil yaitu ≤ 3 GT dengan alat penangkapan yang masih sederhana. Untuk alat tangkap, nelayan lebih banyak menggunakan pukat udang dan gill net. Komoditas hasil tangkapan meliputi udang, tengiri, bawal, dan ikan merah. Perikanan tangkap di Kabupaten Nunukan terdiri dari laut dan perairan umum. Untuk produksi tahun 2014 perikanan laut banyak disumbang dari Kecamatan Sebatik Timur dengan jumlah produksi 1.298,40 ton dan perikana perairan umum paling banyak disumbang oleh Kecamatan Sembakung dnegan jumlah produksi 64,64 ton.Secara detil berikut adalah produksi hasil tangkap berdasarkan kecamatan baik pada perikanan laut maupun perairan umum : Tabel 32. Produksi Perikanan Laut dan Perairan Umum di Kabupaten Nunukan Tahun 2014 Produksi Perikanan (ton) No Nama Kecamatan Laut Perairan Umum 1. Krayan 2. Krayan Selatan 3. Lumbis 37,77 4. Lumbis Ogong 5. Sembakung 152,63 66,34 6. Sembakung Atulai 7. Nunukan 570,67 8. Sei Menggaris 7,20 9. Nunukan Selatan 212,14 10. Sebuku 28,84 11. Tulin Onsoi 12. Sebatik 1.292,00 13. Sebatik Timur 1.298,40 14. Sebatik Tengah 15. Sebatik Utara 570,02 16. Sebatik Barat 147,73 Jumlah 4.250,79 134,30 Sumber data : Bappeda Kabupaten Nunukan (2015)
61
Data diatas menunjukan bahwa untuk perairan umum belum banyak dikelola oleh nelayan di Kabupaten Nunukan. Hanya terdapat pada kecamatan Lumbis, Sembakung, Sebuku, dan Sebatik Barat. Perikanan budidaya di Kabupaten Nunukan lebih banyak bertumpu pada komoditas rumput. Rumput laut diolah oleh pembudidaya di Kecamatan Nunukan, Nunukan Selatan, Sebatik, Sebatik Barat, dan Sebatik Timur. Pada tahun 2015 produksi rumput laut telah banyak disumbang dari Kecamatan Nunukan Selatan. Berikut adalah jumlah produksi rumput laut di Kabupaten Nunukan pada tahun 2014 dan 2015.
Tabel 33. Produksi Perikanan Laut dan Perairan Umum di Kabupaten Nunukan Tahun 2014 Produksi Rumput Laut (Ton) No Nama Kecamatan 2014 2015 1. Nunukan 48.226 40.949 2. Nunukan Selatan 170.465 176.540,50 3. Sebatik 6.548 11.570 4. Sebatik Barat 25.062 42.656,67 5. Sebatik Timur 1,51 Jumlah 250,300 271.717,68 Sumber data : Bappeda Kabupaten Nunukan (2015) Sesuai dengan data diatas, bahwa pada tahun 2015, rumput laut lebih banyak di produksi dari Kecamatan Nunukan Selatan yaitu 176.540,50 ton. Sedangkan terendah disumbang dari Kecamatan Sebatik Timur dengan produksi 1,51 ton, dimana pada tahun sebelumnya belum memproduksi. Permasalahan yang saat ini dihadapi oleh pembudidaya rumput laut adalah jamur merah dan teripang. Meskipun dinas kelautan dan perikanan telah menyarankan adanya sistem kalender budidaya untuk menghidari penyakit tersebut, namun pembudidaya belum seenuhnya melakukan sistem tersebut. Usaha pengolahan di Kabupaten Nunukan terdiri dari pengeringan/penggaraman, olahan segar, pengasapan, peragian, surimi, dan pengolahan lainnya. Pelaku usaha pada pengolahan di Kabupaten Nunukan terdiri dari perorangan dan kelompok. Pengolahan dari masing-masing jenis usaha meliputi berbagai macam sebagai berikut : Tabel 34. Jenis Pengolahan Hasil Perikanan dan Ragamnya di Kabupaten Nunukan
62
No 1.
Jenis Pengolahan Pengeringan/Penggaraman
Ragam Pengolahan Teri Ambalat, Ebi, Ikan Kering Tipis, Ikan Asin Gulama, Otek, Kembung, Cumi Kering 2. Olahan Segar Tudai kupas, Bandeng tanpa duri, udang kupas, udang HO, udah HL 3. Pengasapan Cakalang asap 4. Eragian Terasi 5. Surimi Surimi, bakso ikan, nugget ian, lekor 6. Pengolahan Lainnya Kerupuk ikan, kerupuk udang, kerupuk rumpur laut, abon, dodol rumput laut, madu mongso rumput laut, dan es krim rumput laut Sumber data : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nunukan (2015) Kegiatan pengolahan hasil perikanan merupakan salah satu contoh kegiatan penting yang dapat meningkatkan nilai ambah produk. Disamping kegiatna pengolahan dapat meningkatkan pemanfaatan bahan baku hasil perikanan,s ehingga pemanfaatannya menjadi lebih optimal. Pelaku usaha pengolahan di Kabupaten Nunukan terdiri dari perorangan dan kelompok. Untuk kelompok di Kabupaten Nunukan terdiri dari kelompok pengolah dan pemasar (POKLAHSAR) yang terdaftar di Dinas Kelautan dan Perikanan serta Koperasi yang terdaftar di Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabuapten Nunukan. Oleh karena pengolahan masih dalam skala mikro-kecil atau skala rumah tangga, maka pada umumnya tempat produksi dilakukan di rumah ketua kelompok dan dibantu anggota-anggotanya. Untuk data produksi olahan perikanan di Kabuapten Nunukan, dalam kurun waktu 3 tahun secara kuantitas cukup fluktuatif dan jenis ragam olahan cukup variatif. Rumput laut cukup memberikan kontribusi terbesar pada kuantitas produk olahan Kabupaten Nunukan. Puncak produksi pada tahun 2014 adalah sebesar 36.000 ton kering per tahun atau sekitar 3.00 ton kering per bulan. Akan tetapi pada tahun 2015 dan 2016 produksi rumput laut mengalami penurunan disebabkan faktor uamanya yaitu penurunan harga yang cukup signifikan dalam kurun waktu setahun terakhir. Apabila dibandingkan antara produksi rumput laut non pangan dengan produk turunan oalhan rumput laut, maka nilainya sangat rendah. Dari sekitar 100% produksi rumput laut di Kabupaten Nunukan hanya sekitar 0,1 persen diolah menjadi produk pangan. Kendala yang masih sering terjadi pada pengolahan hasil perikanan skala miktor adalah masih bekerja di rumah-rumah, sehingga sanitasi dan higienitas produk kurang terjamin. Untuk mengatasi hal tersebut telah diperoleh infomrasi mengenai kebijakan pemerintah Kabuapten Nunukan untuk mengatasi permasaahan sanitasi dan higienitas
63
produk pengolahan. Namun yang menjadi alasan pelaku utama pengolah hasil perikanan adalah biaya pemeriksaan sanitasi produk dan produsen yang cukup memberatkan mereka, serta persyaratan mengurus izin yang mengharuskan pelaku utama terlebih dahulu harus mendapatkan Sertifikasi Pelatihan Sanitasi Bahan Pangan Untuk permasalahan utama bagi pelaku pengolahan hasil perikanan di Kabupaten Nunukan adalam terkait pemasaran produk. Pemasaran yang dilakukan oleh para pengolah maupun kelompok pengolah saat ini masih kurang progresif. Hanya terdapat beberapa industri rumahtangga yang sudah berhasil memasarkan produknya secara luas ke luar daerah, selebihnya produk hasil oalahan dipasarkan di pasar lokal. Permasalahan lain adalah mengenai mutu produk, minimnya inovasi produk, ketersediaan sarana penunjang, dan keterbatasan kualitas tenaga kerja pengolaha. Masalah mengenai mutu produk sangat berkaitan dengan tingkat kelayakan pengolahan yang dilakukan. 4.8 Kabupaten Sangihe Kabupaten Kepulauan Sangihe adalah salah satu wilayah kepulauan di Sulawesi Utara, dimana hampir 95% wilayahnya adalah laut. Kabupaten ini berada pada posisi 4’13”-04 44’22” LU dan 125 56’57” BT. Kabupaten Kepulauan Sangihe dikenal juga sebagai daerah perbatasan, dimana sebelah utara berbatasan dengan negara Filipina, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Kepuluan Sitaro; sebelah timur berbatasan dengam Kabupaten Kepulauan Talaud dan Maluku serta sebelah barat berbatasan dengan Laut Sulawesi. Usaha Perikanan Tangkap masih menjadi sektor unggulan di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Dengan jumlah pulau sebanyak 105 pulau dengan luas wilayah 11.863,58 km², luas daratan 736,97 km² dan luas laut 11.126 km² maka potensi sumber daya alam didominasi oleh sektor kelautan dan perikanan. Data menyebutkan potensi sumber daya perikanan tangkap diperkirakan 30.793,1 ton per tahun, namun sampai dengan tahun 2008 baru dimanfaatkan sekitar 35,7% khususnya pada perairan 12 mil. Potensi yang besar belum dimanfaatkan secara optimal dan salah satunya ditunjukan dengan teknologi armada tradisional dan didominasi oleh nelayan dibawah 5 GT. Perahu yang digunakan oleh nelayan sebagai besar adalah kapal motor, disamping peahu tanpa motor dan motor tempel. Jumlah perahu yang tercatat pada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Sangihe tersaji pada Tabel 35. Tabel 35. Jumlah dan Jenis Perahu di Kabupaten Kepulauan Sangihe, 2014 Kecamatan Jenis Perahu
64
Tanpa Motor Motor Kapal Motor Manganitu Selatan 101 3 170 Tatoareng 128 21 300 Tamako 125 17 316 Tabukan Selatan 31 0 122 Tabukan Selatan Tengah 15 0 174 Tabukan Selatan Tenggara 154 0 9 Tabukan Tengah 145 3 211 Manganitu 95 4 118 Tahuna 80 0 338 Tahuna Timur 110 1 163 Tahuna Barat 108 0 49 Tabukan Utara 110 10 122 Nusa Tabukan 25 8 385 Kepulauan Maore 54 0 191 Kendahe 180 0 129 Jumlah 1.506 67 2.797 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepaulauan Sangihe, 2015 Wilayah perairan Kepulauan Sangihe termasuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan Sulawesi WPP 716. Wilayah tersebut merupakan daerah migrasi Tuna jenis Albakora, Madidihang dan Mata Besar. Komoditas ikan hasil tangkapan nelayan lainnya adalah Tongkol (Euthynus spp), Cucut (Charcarias sp), Ikan Terbang (Cycelurus spp), Layang (Decapterus spp), Selar (Selar spp), Julung-julung (Tylosurus spp), Kurisi (Nemipterus spp), Cakalang (Katsuwonus pelamis), Sunglir (Elagatisbi pinnulatus) dan Ekor kuning (Caesio spp). Lebih lanjut mayoritas nelayan menggunakan alat tangkap pancing dan jaring. Data menyebutkan bahwa tercatat 11.188 alat tangkap pacing dan 2.289 jaring. Namn jika dilihat dari hasi produksi, alat tangkap pucat cincin menghasilkan produksi terbesar 4.501 ton. Secara detil jumlah dan produksi per alat tangkap tersaji pada Tabel 36. Tabel 36. Jumlah dan Produksi Perikanan Tangkap Menurut Alat Tangkap, 2015 Jenis Alat Jumlah (Unit) Produksi (Ton) 170 57,50 Pukat Pantai 111 4.501,00 Pukat Cincin 1.41 255,10 Jaring Insang Hanyut 215 115,40 Jaring Lingkar 664 285,80 Jaring Insang Tetap 5 83,00 Bagan Perahu/Rakit 143 1,35 Rawai Tuna 437 695,00 Rawai Hanyut Lain 4.93 1.465,00 Pancing Tonda 6.258 947,00 Pancing Yang Lain
65
468 16,00 Bubu 1.065 35,09 Perangkap Lain 26 25,00 Muroami 759 46,00 Lain-Lain Jumlah 8.189,88 8.528,60 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Sangihe, 2016 Armada penangkapan yang tradisional (< 5 GT) membatasi wilayah penangkapan di sekitar kepulauan Sangihe ( < 5 mil). Operasi penangkapan nelayan adalah one day fishing dengan perahu pumpboat dan diawaki 1-2 orang. Alat tangkap yang digunakan adalah pancing (pool and line). Waktu keberangkatan pada sore hari dan kembali di pagi hari. Responden menyebutkan biaya operasional dalam 1 kali trip untuk kapal sebesar Rp 200.000 untuk membeli kebutuhan bensin, es dan ransum. Hasil tangkapan nelayan dipasarkan lokal dalam wilayah 1 kabupaten. Hasil produksi perikanan di Kabupaten Kepulauan Sangihe sebagian besari dipasarkan pada pasar lokal.
Hasil tangkapan
umumnya didaratkan pada Pangkalan Pendaratan Ikan di Pasar Towo’e di Tahuna. Bahkan untuk nelayan-nelayan yang berasal dari pulau-pulau
seperti Kecamatan
Tatoareng, Nusa Tabukan, dan Kepulauan Marore juga menjual hasil tangkapan mereka ke Pasar Towo’e (Badan Pusat Statistik Kabupaten Sangihe, 2015). Permodalan untuk usaha perikanan tangkap dapat berasal dari modal sendiri dan pemilik modal (pedagangpengumpul/koperasi). Modal usaha ini digunakan untuk memberli input produksi seperti BBM, alat tangkap dan es. Salah satu responden menyatakan, jika akses modal diperoleh melalui koperasi terdapat sistem bagi hasil yang telah disepakati bersama yaitu 60% untuk nelayan dan 40% untuk KUD. Permodalan mandiri membuat nelayan tidak mempunyai ketergantungan untuk menjual hasil produksinya kepada salah satu pedagang pengumpul. Pembangunan perikanan tangkap di Sangihe mengalami beberapa kendala. Permasalahan tersebut terkait dengan armada (dan alat tangkap tradisional menyebabkan keterbatasan produksi dan wilayah penangkapan (< 5 mil). Di samping itu akses pasar yang terbatas, dimana pangsa pasar ikan nelayan sangihe mayoritas dijual untuk pasar lokal seperti di Tahuna dan manado. Nelayan pulau akan menjual ikan hasil tangkapannya dipasar terdekat dari pulau tempat tinggal nelayan. Harga jual ikan di Kepaulauan Sangihe lebih rendah dibandingkan dengan pasar Manado ataupun Filipina. Harga jual ikan di pasar lokal antara Rp 30.000 – Rp 40.000/kg, sementara harga jual di Bitung mencapai Rp 45.000 – Rp 60.000/Kg dan di Filipina lebih tinggi antara Rp
66
80.000 – Rp120.000/kg. (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Sangihe, 2014). Fasilitas rantai dingin yang belum memadai seperti kapasitas coldstorage, air blast freeser (ABF)
yang hanya 2 ton, tidak berfungsingya pabrik es membuat nelayan
kesulitan untu menjual ikannya apalagi ketika musim puncak tiba. Es untuk menyimpan dan kebutuhan melaut merupakan produksi rumah tangga dengan daya tahan yang cepat mencair. Di samping itu, lokasi SPDN yang jauh dari nelayan yang berada di pulau menyebabkan biaya operasional meningkat. Semua fasilitas penunjang tersebut berada di mainland (pulau utama). Ditemukan pula coldstrorage di Pulau Nusa Tabukan yang tidak berfungsi karena daya listrik yang tidak memadai, listrik hanya menyala dari pukul 18.00 WITA – 06.00 WITA. Usaha perikanan budidaya cukup berkembang di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Perikanan budidaya yang berkembang adalah budidaya air tawar dan budidaya laut. Potensi lahan untuk budidaya air tawar adalah 40 Ha, dan baru termanfaatkan seluas 2 Ha. Komoditas perikanan budidaya air tawar yang diproduksi antara lain ikan nila, mas dan mujair. Semetara untuk budidaya laut, luas lahan yang tersedia 3.467 Ha untuk budidaya rumput laut dan 230,9 Ha untuk budidaya ikan. Dengan luas lahan yang tersedia diharapkan produksi rumput laut dapat 291.122,8 ton dan untuk budidaya ikan 346,35 ton. Produksi perikanan budidaya mengalami flulkuasi dari tahun 2011 – 2015, seperti yang tertera pada Tabel 37. Tabel 37. Produksi Perikanan Budidaya di Kabupaten Sangihe (ton), 2011 – 2015 Jenis Perikanan Tahun Budidaya 2011 2012 2013 2014 2015 Laut 18,52 23,70 99,41 83,58 83,32 Perairan Tambak 2,72 19,69 83,55 69,17 78,47 Kolam 58,3 34,84 79,45 123,40 117,69 Karamba Jumlah 79,54 78,23 262,41 276,15 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Sangihe, 2016.
279,48
Komoditas perikanan yang dibudidayakan dilaut adalah ikan kuwe, kerapu, bobara dan rumput laut. Lokasi budidaya laut banyak dilakukan di Perairan Kecamatan Tabukan Selatan dan Tabukan Tengah. Dilain pihak, budidaya air tawar media kolam
yang
dikembangkan adalah nila, mujair dan mas dengan lokasi budidaya Kampung Utaurano, Bowongkulu, Tola (Kec. Tabukan Utara), Kampung Mala, Taloarane (Kec. Manganitu),
67
Kampung Kolagheng, Malamenggu (Kec. Tabukan Selatan), Kelurahan Mahena (Kec. Tahuna). Teknologi budidaya ikan yang masih sederhana belum mampu mendorong produktivitas hasil perikanan budidaya. Budidaya ikan kue dilakukan oleh pembudidaya denga menggunakan jaring apung yang terbuat dari kayu. Dalam usaha budidaya ikan kue, pembudidaya mengandalkan benih dari alam, sementara budidaya rumput laut menggunakan teknologi longline dengan jenis cottoni. Budidaya air tawar menggunakan media kolam tanah. Terkait dengan permodalan, usaha awal dari budidaya ikan merupakan modal mandiri. Pola pembiayaan dari lembaga permodalan belum mampu diakes oleh pembudidaya. Permasalahan juga ditemui dalam pengembangan perikanan budidaya. Pasar masih menjadi kendala dalam perikanan budidaya. Budidaya ikan laut dengan jenis ikan kue masih dipasarkan untuk pasar lokal kabupaten. Produksi ikan kue sampai dengan penelitian ini dilakukan masih mampu diserap oleh pasar lokal. Produktivitas yang belum maksimal salah satu disebabkan input benih yang masih diperoleh dari alam dengan jumlah tangkapan yang terbatas. Sementara jenis ikan budidaya yang diperoleh dari program bantuan yaitu ikan kerapu benih nya harus dari datangkan dari Sidoharjo dan tidak tersedia di dalam kabupaten. Pada saat penelitian ini dilakukan diperoleh informasi bahwa ikan kerapu siap untuk dipanen namun belum ada pasar yang mau menyerapnya. Demikian juga halnya dengan budidaya rumput laut, benih yang diperoleh masih dari alam sebelum ada bantuannya, sampai dengan penelitian dilakukan hasil panen rumput laut belum dipasarkan oleh kelompok oleh karena minimnya informasi harga jual. Untuk budidaya air tawar dengan komoditas ikan nila, permasalahan pakan masih menjadi kendala. Pakan mandiri yang diproduksi oleh kelompok belum mampu memenuhi kebutuhan pembudidaya nila. Masa panen ikan nila yang diberikan mencapai 7 bulan, sementara jika menggunakan pakan pabrikan bisa mencapai 4-5 bulan. Hasil produksi dari kelompok pakan mandiri belum di uji laboratoriumkan, sehingga belum diketahui komposisi kandungan yang ada di dalam pakan. Teknologi yang digunakan dalam usaha budidaya juga masih menggunakan teknologi tradisional. Peningkatan nilai tambah pada hasil perikanan juga dikembangkan oleh pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe melalui olahan hasil perikanan. Produk olahan yang dihasilkan seperti ikan karang asap, ikan tuna/cakalang/cucut fillet asap, ikan layang/tongkol asap utuh, layang asap lipat ”pinekuhe”, ikan julung-julung asap, daging/lambung cucut kering ”bakise” dan lain-lain. Olahan pinekuhe mempunyai nilai jual yang lebih dibandingkan dengan hasil olahan ikan lainnya. Olahan tersebut
68
mempunyai keawetan lebih lama dan dapat dikemas vakum dan bentuk yang unik sehingga dapat dijadikan oleh-oleh dari Sangihe. Selain itu olahan kecap ikan dan abon ikan berbahan baku tuna juga mulai dikembangkan oleh para pelaku usaha pengolahan ikan di Kecamatan Tamako dan baru dikerjakan oleh 1 (satu) kelompok usaha pengolahan. Olahan lain yang berpotensi untuk dikembangkan adalah pengolahan sirip hiu dan penyamakan kulit hiu (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepuluan Sangihe, 2015).
69
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Hasil Identifikasi dan Penentuan Prioritas Program-Program Bantuan KKP Kajian Efektivitas Program Bantuan KKP diawali dengan menentukan prioritas
jenis-jenis bantuan. Dari hasil analisis USG dan dijabarkan dengan menggunakan matriks Urgency, Seriousness, dan Growth (USG) ditentukan program-program bantuan prioritas yang akan di kaji efektivitasnya. Penentuan tersebut dilakukan melalui metode FGD yang melibatkan pejabat yang menangani program bantuan dari Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, serta tim peneliti dari Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (PPSEKP) dengan hasil sebagai berikut : 1.
Program bantuan perikanan tangkap ditentukan 1) program bantuan kapal merupakan pilihan peringkat pertama dengan nilai urgency (U) sebesar 4,48, seriousness (S) nilai 3,79, dan growth (G) dengan nilai 4,18 atau total nilai 12,45. Nilai tersebut dikategorikan sangat prioritas dan merupakan peringkat pertama pada hasil analisa tersebut. Bantuan kapal ditentukan 1 ukuran yaitu >30 GT. Penentuan dilakukan mellaui 3 pilihan yaitu 0-5 GT, 10-30 GT< dan > 30 GT, 2) Bantuan alat penangkapan ikan merupakan pilihan peringkat kedua. Nilai (U) 4,27, (S) 4,09, dan (G) 4,00 atau total 12,36 dengan kategori sangat prioritas.
2.
Program bantuan perikanan budidaya ditentukan: 1) program bantuan peralatan pakan mandiri menjadi pilihan peringkat pertama. Nilai (U) 4,64, (S) 4,36, dan (G) 4,27 atau total 13,27, 2) program bantuan KJA merupakan penilaian peringkat kedua dengan nilai (U) 4,18, (S) 4,09, dan (G) 4,00 atau total 12,27, sedangkan 3) Program bantuan eskavator menjadi pilihan peringkat ketiga. Nilai (U) 4,18 (S) 3,73 (G) 3,82, atau total 11,73.
3.
Program bantuan peningkatan daya saing ditentukan 1) program bantuan ice flake machine sebagai pilihan peringkat pertama dengan nilai (U) 4,55, (S) 4,36 dan (G) 4,27 atau total 13,18. Skala prioritas diatas ditentukan dengan kriteria SP (sangat prioritas, kisaran >10-
15), CP (cukup prioritas, kisaran 5-10), dan kurang prioritas, kisaran 0-<5). Tabel 38.
Hasil Analisis USG terhadap Jenis Program Bantuan KKP
No Jenis Bantuan Ditjen PT 1 Bantuan Kapal dan Alat tangkap
Urgency
Seriousness
Growth
Total
Kategori
4,48
3,79
4,18
12,45
SP*)
70
Ditjen Budidaya 1 Eskavator 4,18 3,73 2 Peralatan pakan 4,64 4,36 mandiri 3 KJA 4,18 4,09 Ditjen PDS 1 Ice flake 4,55 4,36 Sumber : Data primer diolah tahun 2016 Keterangan: *) : Sangat prioritas
3,82 4,27
11,73 13,27
SP*) SP*)
4,00
12,27
SP*)
4,27
13,18
SP*)
5.2 Keragaan Program Bantuan KKP di Lokasi Penelitian 5.2.1 Keragaan Bantuan KKP untuk Nelayan a. Bantuan Kapal, Alat Tangkap dan Alat Bantu Sarana Penangkapan Ikan Pada tahun 2015, tujuh dari 8 lokasi penelitian menyalurkan bantuan kepada nelayan berupa kapal dan atau alat tangkap penangkapan ikan. Bantuan KKP untuk nelayan yang teridentifikasi di lokasi penelitian meliputi bantuan kapal, alat tangkap dan alat bantu sarana penangkapan ikan. Kapal bantuan yang disalurkan ada yang berukuran kurang dari 5 GT, 5-10 GT dan antara 11-30 GT. Secara rinci disajikan pada Tabel berikut.
71
Tabel 39.
No 1
2 3
Bantuan KKP untuk Nelayan di Lokasi Penelitian, 2015
Jenis Bantuan Kapal Kurang dari 5 GT 5-10 GT 11-30 GT Alat Tangkap Jaring Sarana penangkapan ikan Accu Fish Finder & GPS Mesin 25 PK Mesin 9 PK Mesin 7 PK Mesin penarik jaring Tambang Tali
Pangand Indra aran mayu 17
34 4 19 30 2
Sangihe
82 1
362
Lokasi Penelitian Lomb ok Natun Nunuk Timu a an r
25
2
1
2
20
2
2
26 26
Program pemberdayaan nelayan dalam bentuk bantuan Kapal, Alat Tangkap dan Alat Bantu Sarana Penangkapan Ikan di Kabupaten Pangandaran yang dikaji pada penelitian ini adalah yang dilakukan pada tahun 2015 oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Program ini merupakan bentuk pelaksanaan pengentasan kemiskinan di wilayah pesisir dan sentra-sentra perikanan, yang diwujudkan dalam Program Bantuan Langsung Masyarakat – Pengembangan Usaha Mina Perdesaan (BLM – PUMP) Perikanan Tangkap sebagai kegiatan strategis Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, guna mewujudkan misinya yaitu “Mensejahterakan Masyarakat Kelautan dan Perikanan”. Diharapkan program bantuan untuk nelayan ini dapat meningkatkan kemampuan usaha dan kesejahteraan khususnya pemberdayaan nelayan skala kecil berbasis desa, melalui bantuan modal usaha. Untuk program bantuan nelayan di Kabupaten Pangandaran pada Tahun 2015 yaitu dalam bentuk bantuan Kapal , Alat Tangkap dan Alat Bantu Sarana Penangkapan Ikan. Untuk keragaan penerima program bantuan nelayan di Kabupaten Pangandaran Tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 40 dan Tabel 41. Program bantuan Kapal diberikan kepada KUB Perikanan Tangkap. Pemilihan KUB penerima program bantuan Kapal ditentukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan serta koordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk diseleksi. Berdasarkan hasil temuan lapang diketahui bahwa Kapal yang diterima oleh KUB di
72
Kabupaten Pangandaran sangat bermanfaat untuk meningkatkan hasil produksi dan pendapatan nelayan. Adapun kendala yang ditemukan adalah :
Kapal yang diterima oleh KUB tidak dapat langsung digunakan, perlu dilakukan modifikasi pada struktur kapal dan mesin, sehingga setelah kapal yang diterima oleh KUB tidak dapat langsung beroperasi dan baru bisa beroperasi sekitar satu sampai dengan dua bulan kemudian setelah dilakukan modifikasi.
Tidak semua ABK yang ada di Kabupaten Pangandaran dapat mengoperasikan kapal yang diberikan (khususnya kapal mina maritim dan ukuran 10-20 GT), sehingga ABK banyak didatangkan dari daerah Cilacap.
Perlu penyesuaian alat tangkap yang dapat digunakan yang disesuaikan dengan keahlian ABK dan juga kontruksi kapal. Pada umumnya ABK di Kabupaten Pangandaran biasanya melakukan penangkapan yang bersifat one day fishing dan menggunakan alat tangkap jaring (gillnet dasar). Untuk kapal mina maritim dan kapal ukuran 10-20 GT yang diterima dalam satu kali trip penangkapan dapat mencapai lebih dari 1 hari. Hal ini tentu saja perlu penyesuaian bagi ABK di Kabupaten Pangandaran.
Tabel 40.
Keragaan Data KUB Perikanan Tangkap Penerima Bantuan Kapal di Kabupaten Pangandaran, Tahun 2015
No Nama KUB Desa Jenis Bantuan Kapal 1 Mina Kelapa Tiga Babakan Kapal Mina Maritim 2 Bandeng Kembar Babakan PUMM 3 Bahari Lestari Babakan PUMM 4 Jaya Mandiri Babakan PUMM 5 Remond Babakan KAPAL 10-20 GT 6 Tekun Jaya Pangandaran PUMM 7 Lestari Laut Pangandaran PUMM 8 Jumbo Pangandaran PUMM 9 Mutiara Selatan Pangandaran PUMM 10 Tunas Bahari Pangandaran PUMM 11 Cipta Sarana Darma Pangandaran PUMM 12 Banyuasin 2 Pangandaran PUMM 13 Kamboja Pananjung PUMM 14 Mekar Bahari Karangjaladri PUMM 15 Nusa Mandiri I Cijulang Kapal Mina Maritim 16 Nusa Bahari II Cijulang PUMM 17 Mustika Jaya Batukaras PUMM Sumber : Dinas Kelautan, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Pangandaran, 2015 Bantuan Alat Tangkap dan Alat Bantu Sarana Penangkapan Ikan pada tahun 2015 di Kabupaten Pangandaran diberikan kepada 27 KUB dan 2 KUD. Alat tangkap yang diberikan yaitu berupa jaring (millenium), untuk mesin yaitu ukuran 25 PK, 9 PK dan 7
73
PK. Sedangkan untuk alat bantu sarana penangkapan ikan yaitu berupa accu, tambang dan tali. Selain itu , program bantuan untuk sarana perbengkelan juga diberikan bagi nelayan di Kabupaten Pangandaran melalui KUB yaitu berupa motor bengkel. Untuk semua KUB dan KUD penerima program bantuan menerima alat tangkap yaitu dengan jenis jaring milenium, namun tidak semua menerima alat bantu sarana penangkapan ikan seperti accu, mesin maupun tali dan tambang. Adapun keragaan KUB dan KUD penerima program bantuan alat tangkap dan sarana penangkapan ikan di Kabupaten Pangandaran tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 41. Tabel 41.
Penerima Program Bantuan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Sarana Penangkapan Ikan di Kabupaten Pangandaran, Tahun 2015
Jenis Bantuan Fish N Nama Kelompok Mesi Jaring Finder Mesin Mesin Tam- Tal o Penerima Accu n9 (Net) & 25 PK 7 PK bang i PK GPS 1 KUB Rengganis 10 1 1 1 2 KUB Tunas Bahari 10 1 1 1 3 KUB Kebon Carik 10 1 1 1 4 KUB Bandeng Jaya 10 1 1 1 5 KUB Mina Saluyu 10 1 1 1 6 KUB Galuh 10 1 1 1 7 KUD Mina Baleng 10 1 1 1 8 KUB Hasil Jaya 10 1 1 1 9 KUB Kuda Laut 10 1 1 1 10 KUB Mutiara Jaya 10 1 1 1 11 KUB Mina Trisi 10 2 3 1 1 12 KUB Lumba-Lumba 10 2 1 1 1 13 KUB Mina Akur 13 2 3 1 1 14 KUB Eswin 10 2 3 1 15 KUB Kalen Buaya 10 2 1 1 1 16 KUB Mitra Bahari 10 2 2 1 2 17 KUB Mina Pantai Timur 10 2 1 1 2 18 KUB Mina Ujung 10 2 1 19 KUB Karya Bahari 10 2 1 1 1 2 20 KUB Baraya 12 3 2 2 1 21 KUB Mulyasari 10 2 3 1 1 22 KUB Mina Samudra 13 2 2 1 1 23 KUB Camar Laut 12 3 2 2 1 24 KUB Tekun Jaya 2 10 2 3 2 25 KUD Minarasa 40 2 2 2 2 2 26 KUD Minapari 40 2 2 2 2 27 KUB Mutiara Jaya 2 28 KUB Bahari 15 1 1 29 KUB Purwasari 15 1 1 Sumber : Dinas Kelautan, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Pangandaran, 2015
74
Bantuan alat tangkap yang diberikan kepada nelayan yaitu alat tangkap jaring, namun berdasarkan hasil temuan lapang dan wawancara diketahui bahwa ada berbagai macam kendala yang dihadapi. Menurut nelayan alat tangkap yang diberikan tidak sesuai dengan spesifikasi alat tangkap yang biasa mereka gunakan atau yang sesuai dengan kondisi perairan selatan jawa. Alat tangkap tersebut memiliki kualitas yang baik namun menurut nelayan lebih cocok untuk digunakan di wilayah perairan pantai utara yang memiliki karakteristik yang beda dengan perairan wilayah selatan. Alat tangkap yang diberikan kepada nelayan disalurkan melalui KUB maupun KUD, terkait khusus alat tangkap ini oleh KUD maupun KUB diberikan kepada nelayan yang memiliki minat untuk menggunakannya. Pengelolaan masing-masing KUB berbeda beda. Ada yang diberikan kepada satu unit usaha atau satu nelayan dan ada juga yang dibagi kepada beberapa nelayan yang berminat. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa persepsi responden terhadap bantuan alat tangkap ini yaitu sebanyak 46% yang menyatakan bahwa bantuan untuk alat tangkap ini tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh mereka dan sebanyak 54% menyatakan bahwa sudah sesuai. Pada umumnya alat tangkap yang diterima oleh nelayan kemudian dimodifikasi lagi, baik ditambah maupun dirubah bentuknya. Untuk bantuan mesin, bagi KUB yang menerima bantuan mesin kapal baik ukuran 25 PK, 9 PK maupun 7 PK pada umumnya 100% berpendapat bahwa mesin yang diterima tidak sesuai dengan spesifikasi mesin yang diharapkan oleh KUB masingmasing. Mesin yang diterima maka dikelola oleh KUB dengan berbagai macam pola, salah satunya adalah KUB yang menerima mesin ukuran 25 PK, setiap anggotanya menyepakati bahwa mesin tersebut akan dijual kemudian hasilnya akan dibelikan dengan mesin yang sesuai dengan keinginan KUB yaitu mesin dengan ukuran 15 PK. Hasil penjualan satu mesin ukuran 25 PK akan menghasilkan 2 jenis mesin ukuran 15 PK. Pemberian mesin ini disepakati oleh anggota KUB untuk diberikan kepada anggotanya sesuai dengan urutannya. Mesin yang diberikan kepada anggota dilakukan dengan cara sistem kredit atau anggota yang menerima mesin tersebut membayar angsuran untuk mesinnya yang kemudian dijadikan uang kas bagi KUB. Pemanfaatan uang kas ini kemudian dapat digunakan untuk membeli mesin baru lagi dan kemudian diberikan kepada anggota KUB yang belum memiliki mesin. Program bantuan perikanan tangkap yang diterima Kabupaten Indramayu pada tahun 2015, adalah berupa kapal dan alat tangkap. Kelompok penerima terdiri dari kelompok usulan dari dinas, selain itu juga ada kelompok aspirasi. Terkait dengan kelompok aspirasi tetap dipertimbangkan dengan kesesuaian syarat-syarat penerima
75
bantuan. Meskipun kelompok aspirasi ini kerap memiliki alamat yang tidak sesuai dengan yang tertera pada proposal. Keanggotaan dari masing-masing kelompok adalah 10 orang. Kelompok terdiri dari dua, yaitu kelompok aktif dan kelompok tidak aktif. Kelompok tidak aktif adalah kelompok yang memiliki peran sebagai pengurus, namun tidak aktif untuk melaut. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu melakukan pembinaan kapada kelompok usaha melalui beberapa mekanisme yaitu : 1) Pembinaan langsung kepada Unit Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Pembinaan ini dilakukan langsung karena ada hal-hal berkaitan dengan restirbusi yang harus disetor ke negara; 2) Pembinaan dan pelayanan pada kartu nelayan; 3) Pembinaan pada penerima bantuan alat tangkap; 4) Pelaporan hasil produksi yang disampaikan setiap bulan kepada dari kelompok kepada Dinas dengan menggunakan form pelaporan yang telah disediakan; serta 5) Pelaksanaan pembinaan dilakukan dengan jadwal yang telah ditentukan. Jadwal disesuaikan dengan ketentuan waktu secara periodik. Berikut adalah kelompok yang menerima bantuan dari KKP tahun 2015 : Tabel 42.
Keragaan Data KUB Perikanan Tangkap Penerima Bantuan Kapal di Kabupaten Indramayu, Tahun 2015
No 1 2 3 4 5
Nama KUB Taruna Bahari Mina Samudera Mina Sejahtera Bina Sejahtera Mina Jaya
6
Prempu Jaya
7 8 9
Putra Rambet Muara Jaya Mina Mina Raya
10
Karang Baru Mina Mina Guna
11 12
15
Nelayan Sederhana Nelayan Mina Samudera Ana Putra Kali Jajar Sumber Jaya
16 17
Bukti Barokah Mitra Sumber
13 14
Jenis Bantuan Kapal Kapal Mina 30 GT 1 unit motor long tail 2 unit motor long tail 2 unit motor long tail 3 trammel net dan 4 unit motor long tail 2 trammel net dan 4 unit motor long tail 2 unit motor long tail 2 unit motor long tail 1 trammel net dan 2 unit motor long tail 2 unit motor long tail
Keterangan 30 GT non frezeer Motor Long Tail Motor Long Tail MotorLong Tail Trammel net dan motor long tail Trammel net dan motor long tail MotorLong Tail MotorLong Tail Trammel net dan motor long tail MotorLong Tail
1 trammel net dan 2 unit motor long tail 2 trammel net dan 2 unit motor long tail 2 unit motor long tail
Trammel net dan motor long tail Trammel net dan motor long tail MotorLong Tail
2 trammel net dan 2 unit motor long tail 2 trammel net dan 2 unit motor long tail 2 unit motor long tail 2 trammel net dan 2 unit
Trammel net dan motor long tail Trammel net dan motor long tail MotorLong Tail Trammel net dan
76
No
19
Nama KUB Jaya Bintang Samudera Jangkar
20
Lumba-Lumba
21 22
Mina Fajar Langgeng Jaya
23 24 25
Mekar Jaya Bintang Bahari Mina Prempu Lestari Surya Gemilang Nelayan Mina Usaha Jaya Taruna Bahari Taruna Bahari I Taruna Bahari II Taruna Bahari III Taruna Bahari IV Taruna Bahari V Taruna Bahari VI Taruna Bahari VII Taruna Bahari VIII Taruna Bahari IX
18
26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Jenis Bantuan Kapal motor long tail 1 trammel net dan 2 unit motor long tail 2 trammel net dan 5 unit motor long tail 2 trammel net dan 2 unit motor long tail 1 unit motor long tail 1 trammel net dan 2 unit motor long tail 2 unit motor long tail 2 unit motor long tail 1 trammel net dan 2 unit motor long tail 2 unit motor long tail 1 trammel net dan 2 unit motor long tail 1 unit motor long tail 1 unit motor long tail 1 unit motor long tail 1 unit motor long tail 1 unit motor long tail 1 unit motor long tail 1 unit motor long tail 1 unit motor long tail 2 unit motor long tail
Keterangan motor long tail Trammel net dan motor long tail Trammel net dan motor long tail Trammel net dan motor long tail MotorLong Tail Trammel net dan motor long tail MotorLong Tail MotorLong Tail Trammel net dan motor long tail MotorLong Tail Trammel net dan motor long tail MotorLong Tail MotorLong Tail MotorLong Tail MotorLong Tail MotorLong Tail MotorLong Tail MotorLong Tail MotorLong Tail MotorLong Tail
2 trammel net dan 5 unit motor long tail 1 unit motor long tail 1 unit motor long tail 1 unit motor long tail 1 unit motor long tail 3 unit motor long tail 1 unit motor long tail 1 unit motor long tail 1 unit motor long tail
Trammel net dan motor long tail MotorLong Tail MotorLong Tail MotorLong Tail MotorLong Tail MotorLong Tail MotorLong Tail MotorLong Tail MotorLong Tail
Taruna Bahari X Putra Pesisir Jaya Putra 38 Kijongkara Tegal Nungnang Sumber Adem Putra Bahari Nelayan Tradisional Sumber : Dinas Kelautan, Perikanan Kabupaten Indramayu, 2015.
Sesuai dengan data diatas, Kabupaten Indramayu pada tahun 2015 telah menerima bantuan kapal sejumlah 1 unit dan alat penangkapan serta alat bantu kapal sejumlah 25 trammel net dan 82 motor long tail. Untuk armada kapal ayng digunakan oleh nelayan di Kabupaten Indramayu adalah sebagian besar kapal dibawah 30 GT dengan alat tangkap gillnet dan purse seine.
77
Pada prinsipnya, kelompok masyarakat nelayan di Kabupaten Indramayu sangat memerlukan bantuan dan mampu memberikan memberikan pengaruh positif bagi masyarakat. Namun demikian, masih ditemui kendala sebagai berikut 1. Armada 30 GT yang diterima koperasi nelayan belum dapat dioperasikan karena pada saat dilakukan survey bantuan kapal Mina Maritim tersebut belum dioperasikan karena masih perlu modifikasi armada dan alat tangkap. Disamping itu masih diperlukan adanya biaya operasional melaut yang belum dipersiapkan. Dengan demikian diperlukan adanya mitra usaha untuk mengelola penggunaan armada tersebut; 2. Alat bantu kapal pada trammel net pada saat diterima oleh nelayan, belum dapat dioperasikan. Namun hal ini oleh sebagian besar nelayan di Kabupaten Indramayu telah dimodifikasi yang memerlukan anggaran sebesar Rp. 500.000 pada setiap modifikasinya. Kondisi lain pada nelayan di Kabupaten Indaramayu adalah sebagai berikut 1. Masih ditemui nelayan yang menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan yaitu arad, payang dan dogol. Hal tersebut bertentangan dengan PerMen KP No. 2/2015 tentang larangan pengunaan alat tangkap yang tidak raham lingkungan. Pada dasarnya payang yang digunakan oleh nelayan Indramayu tidak sejenis dengan yang diatur pada Per Men 2/2015. Namun dikarenakan adanya pencatuman alat tangkap tersebut, maka menjadi suatu pelanggaran apabila alat tangkap payang masih digunakan. Nelayan yang masih menggunakan alat tangkap dogol adalah di Eretan dan Gayem (Janti). Ha ini menunjukan masih perlunya sosialisasi mengenai pentingya penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan; 2. Sampai dengan saat ini koperasi nelayan masih terkendala pada kepengurusan Nomor Induk Koperasi (NIK). Kondisi ini masih menimbulkan kendala terhadap nelayan terutama dalam pengurusan perijinan kapal, selama ini proses pengurusan administrasi perijinan kapal memerlukan waktu sekitar 4 bulan; 3. MoU terkait dengan penggunaan surat ijin andon belum menjangkau seluruh wilayah. Wilayah yang baru masuk dalam muatan MoU adalah Jatim, Jateng, dan Banten. Saat ini MoU revisi masih dalam proses pembahasan; 4. Bantuan dari Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) tahun 2015 baru akan direalisasikan pada tahun 2016. Jika melihat kesiapan dari penerima bantuan tidak ditemukan adanya permasalahan, hanya tinggal menunggu dari DJPT sebagai pendistribusi bantuan KKP.
78
Meskipun permasalahan diatas bukan menjadi permasalahan mendasar dari penerimaan bantuan KKP, namun permasalahan tersebut menjadi hambatan bagi nelayan karena akan menerima dampak dari pemakaian alat tangkap tidak ramah lingkungan sehingga menimbulkan kerusakan linkungan perairan Indonesia untuk poin 1, terjadi hambatam bagi nelayan lain untuk mengakses program bantuan tahun 2016 untuk poin 2. Program bantuan kapal dan alat tangkap di Kabupaten Lombok Timur berdasarkan hasil penelitian diketahui diterima pada tahun 2014 dan 2015. Mekanisme penyaluran bantuan dilakukan melalui dinas kelautan dan perikanan Kabupaten Lombok Timur disalurkan langsung ke KUB. Ada dua lokasi (Desa) yang disurvey terkait pemberian bantuan kapal dan alat tangkap yaitu Desa Tanjung Luar dan Desa Pulau Maringkik. Bantuan yang diterima pada tahun 2014 -2015 yaitu berupa dana (senilai 100 Juta) per KUB kemudian dana tersebut dikelola oleh masing-masing KUB untuk dibelikan kapal, mesin dan alat tangkap tergantung masing-masing KUB. Berdasarkan hasil wawancara pendampingan penyaluran dan pemanfaatan bantuan yang dilakukan oleh dinas kelautan dan perikanan sangat intensif. Pemilihan KUB penerima bantuan dilakukan secara menyeluruh mulai dari tahapan identifikasi, verifikasi dan penetapan. KUB yang terpilih sesuai dengan kategori petunjuk teknis yang telah dibuat. Pemanfaatan bantuan kapal , mesin dan alat tangkap oleh nelayan anggota KUB sangat berdampak pada peningkatan kesejahteraan. Contoh untuk anggota KUB yang sebelumnya tidak memiliki kapal sebelum menerima bantuan kini setelah menerima bantuan telah memiliki kapal menjadi 2 unit. Adanya penambahan aset usaha. Permasalahan terkait penyaluran program bantuan yaitu adanya konflik horizontal dikalangan masyarakat bagi yang menerima dan tidak menerima bantuan. Kelompok penerima bantuan memiliki kecenderungan bersifat pro aktif untuk mencari informasi ke dinas kelautan dan perikanan dengan mengirimkan proposal permohonan bantuan ke dinas kelautan dan perikanan. Sedangkan non penerima bantuan memiliki kecenderungan tidak bersifat pro aktif. Hal ini dapat dilihat dari persepsi kelompok non penerima bantuan yang tidak terbiasa untuk hal yang bersifat administrasi (beranggapan rumit) dan tidak memiliki keingian untuk membentuk kelompok nelayan. Untuk kasus bantuan kapal dan alat tangkap yang ada di Desa Pulau Maringkik. Bentuk bantuan berupa kapal berukuran > 20 GT berbahan fiber. Bantuan tersebut di terima pada tahun 2015 (desember), sejak diterima sampai dengan dilakukannya penelitian ini kapal tersebut belum pernah beroperasi. Permasalahannya adalah alat tangkap yang diberikan tidak sesuai dengan jenis kapal yang diterima. Selain itu surat ijin kapal yang sudah mati. Surat ijin kapal yang diterima bersifat sementara dan berakhir
79
pada bulan maret 2016, sejak bulan maret 2016 nelayan atau kelompok penerima bantuan sudah melakukan permohonan perpanjangan surat melalui dinas kelautan dan perikanan namun belum juga terbit surat pepanjangannya. Tidak adanya surat ijin menyebabkan nelayan tidak berani melaut. Masalah alat tangkap yang tidak sesuai nelayan bersepakat untuk berswadaya membeli alat tangkap setelah surat ijin keluar. Sehingga nelayan berkesimpulan bahwa bantuan kapal tersebut kurang bermanfaat dan tidak sesuai dan nelayan lebih cenderung untuk menerima bantuan kapal dengan ukuran yang lebih kecil dan terbuat dari kayu.
Ketersediaan BBM untuk nelayan sangat terbatas sehingga
permasalahan ini menjadi salah satu potensi yang menyebabkan program bantuan tidak maksimal. Secara keseluruhan jumlah nelayan di Natuna sebanyak 9.876 orang dan 7.066 RTP. Saat ini sudah 2.600 orang yang memiliki Kartu Nelayan. Kelompok usaha kelautan dan perikanan tangkap di Kabuapten Natuna sejumlah 337 kelompok. Pada tahun 2015, program bantuan KKP yang diterima kelompok masyarakat di Kabupaten Natuna berjumlah 3 (tiga) kelompok. Bantuan yang diterima adalah kapal INKA MINA 845, PUMP Perikanan Tangkap, dan Kapal Mina 846. Sesuai dari hasil penelitian, beberapa kendala yang ditemui oleh kelompok penerima bantuan meliputi : 1.
Fiber tipis, sehingga ketika muatan ikan penuh bentuk kapal menjadi cekung;
2.
Tidak dapat mempertahankan es, sehingga mudah mencair. Hal ini tentunya tidak bagus untuk proses pengangkutan ikan saat melaut;
3.
Posisi mesin tidak center, sehingga merusak badan kapal. Adanya kendala tersebut, menimbulkan beberapa permasalahan yaitu :
1.
Nelayan harus mengambil sendiri kapal dari Batam, tentunya menjadi beban biaya kelompok; dan
2.
Nelayan tidak menerima biaya operasional melaut untuk pertama kali. Disamping itu dari hasil penelitian diketahui bahwa nelayan di Natuna tidak mau
beralih alat tangkap. Hasil tangkapan utama nelayan di Natuna adalah tongkol / cakalang, kakap merah, kurisi bali (anggoli), kuwe / manyuk, dan tenggiri. Mereka ingin tetap menggunakan alat tangkap tradisional seperti pancing tonda dan pancing ulur. Mereka juga tidak berlebihan dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan, karena mereka menginginkan keberlanjutan usaha sampai anak cucu nanti. Mereka berpendapat bahwa membawa hasil Rp 100.000,- sampai Rp 200.000,- sudah cukup untuk kehidupan seharihari. Karena ada kalanya jika musim ikan sedang bagus, meskipun mereka melakukan kegiatan penangkapan seperti biasanya, hasil tangkapan berlipat dan pendapatan juga
80
besar. Pada tahun 2016, usulan bantuan kapal yang diajukan oleh koperasi nelayan di Kabupaten Natuna : Tabel 43.
Usulan bantuan kapal yang diajukan Koperasi Nelayan di Kab. Natuna TA. 2016
No. 1.
Ukuran Kapal
3 GT
2.
5 GT
3.
10 GT
4.
20 GT
5.
30 GT
Tipe Kapal
3.V 3.VK 5.U 5.V 10.UL (LH) 10.VNH 10.VL (LH) 20.VNH 20.VL (LH) 20.VPL 30.VLH 30.VL (LH) 30.VPF
Total (Unit)
TOTAL Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Natuna TA.2016
59 4 38 72 1 9 7 5 3 2 1 1 2 204
Bantuan yang diterima oleh KUB di Kabupaten Natuna adalah kapal 20 GT, gillnet 20 piece, GPS, fish finder, dan mesin penarik jaring. Kinerja Kapal Bantuan Program Mina Maritim DJPT tahun 2015 diterima oleh kelompok dalam kondisi yang bagus KUB Mulya Karya sebagai pengelola kapal bantuan telah mampu memanfaatkan kapal dengan baik, rata-rata trip selama 10 hari dengan jumlah 5 ABK (terdiri dari anggota KUB). Mitra KUB adalah salah satu pengurus KUB sehingga dalam operasional benarbenar mampu mengelola kapal dan hasil alat tangkapan dengan baik. Anggota kelompok dibagi menjadi dua kelompok, yang melaut secara bergantian. Pembagian hasil tangkapan dibagi menjadi 6 bagian yaitu 1 bagian untuk kapal, 1 bagian untuk pengelola kapal, dan 4 bagian untuk ABK serta untuk kas kelompok Rp 300.000-400.000 per trip. Pemasaran hasil tangkapan pelagis dan demersal ke Kalimantan. Sesuai dengan hasil penelitian, ditemukan beberapa kendala yaitu : 1.
Jaring tidak sesuai dengan karakteristik di lokasi, yang sering digunakan oleh nelayan adalah rawai karena hasil tangkapan demersal.
2.
Masih diperlukan beberapa perbaikan terutama pada bagian konstruksi palkah kapal (es cepat mencair). Harapannya kedepan untuk bantuan alat tangkap dapat sesuai dengan karakteristik
lokasi yang digunakan oleh nelayan.
81
Sangihe Pemerintah pusat atau KKP bersama dengan pemerintah daerah dalam hal ini DKP, memberikan suntikan modal sarana prasarana dalam bentuk program bantuan. Paket bantuan perikanan tangkap yang diberikan oleh KKP melalui Direktorat Jendral Perikanan Tangkap (DJPT) pada tahun 2015 berupa kapal perikanan, alat penangkapan dan sarana bantu sarana penangkapan ikan. Paket bantuan kapal tahun 2015 diberikan kepada dua kelompok nelayan seperti tersaji pada Tabel 44. Tabel 44. Paket Bantuan Perikanan Tangkap di Kabupaten Sangihe, 2015 NAMA KELOMPOK Kelompok Nelayan Sengkanaung
Kelompok Abigail
Nama Barang Kapal 10-20 GT (mini purse seine) Mesin Inboard Mesin Generator Set Pompa Celup
Wings Jaring Purse Seine Kompas Fish Finder + UPS Jangkar Lampu Navigasi Life Jacket Pelampung Bulat Cool Box Jerigen Rumpon Radio HT Antena HT Generator Set Profil Tank Peralatan Dapur Nelayan Kapal 10-20 GT Mesin Inboard Mesin Generator Set Pompa Celup Wings Jaring Purse Seine Kompas Fish Finder + UPS Jangkar Lampu Navigasi Life Jacket Pelampung Bulat Cool Box Jerigen Rumpon
VOLUME 1
SATUAN Unit
1 1 1
Unit Unit Unit
1 1 1 1 1 1 8 4 8 12 2 4 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 4 8 12 2
Unit Unit Unit Unit Unit Set Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Paket Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Set Unit Unit Unit Unit Unit
82
NAMA KELOMPOK
Nama Barang Radio HT Antena HT Generator Set Profil Tank Peralatan Dapur Sumber : Data Sekunder Diolah, 2016
VOLUME 4 2 2 2 2
SATUAN Unit Unit Unit Unit Paket
Pada tahun 2016, akan diterima paket bantuan perikanan tangkap berupa kapal sebanyak 42 unit. Namun kapal-kapal tersebut belum diterima kepada calon penerima bantuan, oleh karena mekanisme yang mewajibkan penerima bantuan melalui koperasi. Sementara sampai dengan bulan Oktober 2016, belum dilakukan sosialiasi terkait dengan pengelolaan bantuan melalui koperasi. Menurut penuturan salah satu informan kunci dari Dinas Kelautan dan Perikanan, tonase kapal dan jumlah kapal yang diterima sangat beragam seperti tertera pada Tabel 45. Tabel 45.
Tonase Kapal dan Jumlah Bantuan Kapal di Kabupaten Kepulauan Sangihe, 2016 Tonase Kapal (GT) Jumlah Keterangan <5 29 5 4 10 3 20 4 Terkendala dengan kondisi galangan 30 2 Total 42 Sumber : Hasil Wawancara, 2016. Terkait dengan pemanfaatan paket bantuan yang telah diterima pada tahun 2015, sampai dengan tahun 2016 bantuan kapal, alat tangkap dan alat bantu sarana penangkapan belum pernah dioperasikan oleh kelompok penerima bantuan oleh karena Ijin kapal dari syahbandar (Kementerian Perhubungan) yang belum terbit. Disamping itu ditemukan ketidaksesuaian paket bantuan dengan kebiasaan nelayan penerima bantuan tahun 2015 : 1. Spesifikasi bahan kapal, dimana kapal bantuan 38 GT berbahan fiber sementara kebiasaan nelayan menggunakan kapal perahu sehingga kapal dirasakan tidak stabil mengingat kondisi perairan wilayah perbatasan. 2. Kesesuaian alat tangkap, dimana bantuan alat tangkap yang diberikan adalah pool and line sedangkan masyarakat penerima bantuan terbiasa dengan jaring cincin. 3. Alat tangkap pool and line membutuhkan umpan (ikan teri) sementara input umpan kurang memadahi.
83
4. Lama hari penangkapan nelayan mayoritas one day fishing (kapal < 5 GT), jika digantikan
menggunakan kapal 38 GT maka diperlukan adaptasi dalam
pengoperasian kapal. 5. Diperlukan modifikasi pada salah satu bagaian perahu dan memerlukan biaya perubahan mencapai Rp 10.000.000. 5.2.2 Keragaan Bantuan KKP untuk Pembudidaya Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2015 memberikan berbagai jenis bantuan kepada pembudidaya ikan dalam rangka mendorong berkembangnya usaha budidaya ikan di masyarakat. Beberapa jenis bantuan yang ditujukan kepada pembudidaya diantaranya adalah berupa excavator, peralatan mesin pakan mandiri, bahan baku pakan mandiri, karamba jaring apung, mesin penepung, kebun bibit rumput laut, dan beberapa jenis bantuan lainnya. Distribusi bantuan KKP untuk pembudidaya ikan di lokasi penelitian tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 46. No 1 2 3 4 5
Bantuan KKP untuk Pembudidaya di Lokasi Penelitian, 2015
Jenis Bantuan Excavator Mesin pakan Bahan baku pakan KJA Mesin penepung
Pangan Ciamis daran 4
2 2 10
Lokasi Penelitian Indra Lombo Nun Natun Bengk Sangih k ua u-lu e mayu Timur kan 1 1 1 2 6 2 2
a. Bantuan Excavator Bantuan excavator diberikan kepada beberapa kab/kota di Indonesia, khususnya yang mempunyai potensi perikanan budidaya kolam atau tambak. Penyaluran bantuan excavator diharapkan dapat dimanfaatkan pembudidaya ikan di daerah dalam pembuatan atau pemeliharaan sarana prasarana usaha budidaya seperti kolam, saluran irigasi maupun jalan produksi. Lokasi penelitian yang mendapat bantuan excavtor pada tahun 2015 terdiri dari Kabupaten Pangandaran dan Lombok Timur. Bantuan alat Excavator di Kabupaten Pangandaran yaitu sebanyak 4 Unit, dimana 1 unit dikelola oleh KUD Minapari, 1 unit dikelola oleh KUD Mina Karya dan 2 Unit dikelola oleh KUD Minarasa. Kawasan pesisir Kabupaten Pangandaran dikenal sebagai salah satu sentra budidaya air payau yaitu dengan komoditas udang vannamei. Alat Excavator digunakan untuk pengerukan atau pendalaman tambak maupun untuk membuat tambak baru. Berdasarkan hasil temuan lapang dan wawancara diketahui bahwa
84
untuk lahan diwilayah Kabupaten Pangandaran sudah tidak memungkinkan untuk melakukan perluasan lahan tambak untuk budidaya udang. Pemanfaatan alat excavator lebih sering digunakan untuk perbaikan dan perawatan lahan tambak yang sudah ada. Pada ketiga KUD yang mengelola alat excavator hampir memiliki pola pengelolaan yang sama. Bagi pihak atau pembudidaya yang ingin menggunakan jasa sewa alat excavator dapat menghubungi langsung pengurus koperasi dengan biaya sewa sekitar Rp. 150.000/jam belum termasuk biaya bahan bakar solar, tenaga operator, biaya jasa penggunaan dan transportasi. Selain dimanfaatkan untuk kegiatan usaha budidaya, excavator juga digunakan untuk penggunaan jasa lainnya seperti pembuatan jalan, perbaikan saluran air dan jasa kontruksi lainnya. Hal ini dilakukan agar KUD tetap mendapatkan keuntungan dari adanya alat tersebut dan juga jika tidak digunakan atau tidak berjalan maka alat excavator dapat mengalami kerusakan. Untuk KUD Mina Karya, penggunaan alat excavator untuk pembuatan tambak sampai wilayah luar kabupaten, seperti Kabupaten Tasikmalaya. Hal ini dilakukan karena untuk wilayah Kabupaten Tasikmalaya masih memungkinkan untuk dilakukan perluasan lahan tambak. Sampai dengan dilakukannya penelitian untuk setiap KUD belum dapat menghitung secara total berapa nilai pendapatan dari sewa excavator hal ini dikarenakan penghitungan akan dilakukan pada akhir tahun. Namun, hasil dari penyewaan excavator akan digunakan untuk membeli excavator atau menambah unit excavator sehingga dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar bagi KUD. Program bantuan alat excavator dinilai memberikan banyak manfaat bagi KUD meskipun pemanfaatannya tidak hanya digunakan untuk usaha perikanan namun hal tersebut tetap dilakukan karena manfaat dari adanya excavator tetap akan dirasakan oleh anggota KUD dimana anggota KUD semuanya memiliki mata pencaharian dibidang perikanan baik sebagai nelayan, pembudidaya maupun pengolah perikanan. Harapan dari setiap KUD adalah untuk kedepannya jika memang mendapat alokasi bantuan, maka diharapkan dalam bentuk alat transportasi untuk mengangkut excavator tersebut. Hal ini dirasa penting karena biaya transportasi termasuk biaya yang paling besar sedangkan excavator tidak memungkinkan untuk dipindah jika dijalankan karena dapat merusak fungsi excavator tersebut. Alat transportasi yang diharapkan adalah truk besar yang memampu mengangkut alat excavator tersebut. Adapun biaya yang dikenakan selama ini terkait transportasi excavator yaitu berkisar Rp 2.000.000,- per 10 KM, jika jaraknya hanya 1 Km, maka tetap dikenakan biaya sebesar Rp. 2.000.000,- . Program bantuan excavator yang ada di Kabupaten Lombok Timur berjumlah 1 unit. Pengelolaan excavator tersebut dikelola oleh UPTD Dinas Pekerjaan Umum. Hasil
85
wawancara dengan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kab, Lombok Timur dikatakan bahwa pengelolaan excavator di UPTD dinas PU berdasarkan kebijakan kepala daerah dalam hal ini adalah Bupati. Beberapa pertimbangan pengelolaan tersebut di dinas PU dikarenakan biaya pemeliharaan dan perawatan Excavator yang sangat tinggi sehingga diserahkan ke Dinas PU yang memiliki biaya perawatan terkait alat berat, Operator belum tersedia. Mekanisme peminjaman excavator oleh pelaku usaha perikanan dilakukan dengan cara melayangkan surat permohonan terlebih dahulu ke Dinas Kelautan dan Perikanan dan selanjutnya Dinas Kelautan dan Perikanan akan menembuskan surat tersebut ke Dinas PU. Hasil wawancara dengan salah satu pembudidaya dikatakan bahwa pembudidaya (tambak udang) telah mengetahui keberadaan excavator dari bantuan KKP dari sesama petambak udang di Kabupaten Lombok Tengah dan pembudidaya tersebut telah mengirimi surat peminjaman ke dinas KP dan belum ada tanggapan. Hasil kesimpulan sementara terkait excavator yaitu dinas KP belum melakukan sosialisasi kepada pembudidaya atau pelaku usaha perikanan sehingga tidak semua mengetahui pemanfaatan excavator tersebut. Bantuan Excavator dinilai sangat sesuai dengan kondisi perikanan di kabupaten Lombok Timur, karena bermanfaat untuk perluasan atau pengembangan lahan tambak budidaya udang. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penyedia jasa excavator di lombok timur cukup banyak. Harga sewa per jam berkisar antara Rp. 500.000 – Rp. 600.000,- per jam. b. Bantuan Mesin Pakan Bantuan peralatan
mesin pakan
mandiri dari DJPB KKP pada tahun 2015
diberikan sebanyak 91 paket yang didistribusikan pada 27 kabupaten/kota di Indonesia. Empat kabupaten yang menjadi lokasi penelitian yang menerima paket bantuan peralatan mesin pakan mandiri diantaranya adalah Kabupaten Ciamis, Kab. Indramayu, Kota Bengkulu dan Kab. Sangihe. Paket bantuan peralatan pakan mandiri yang diberikan dapat dikelompokkan menjadi paket peralatan mesin pakan apung dan paket peralatan mesin pakan tenggelam. Paket peralatan mesin pakan tenggelam yang disalurkan sebanyak 30 paket sedangkan mesin pakan apung sebanyak 61 paket. Di Kabupaten Ciamis pada Tahun 2015, terdapat sepuluh kelompok pembudidaya ikan yang mendapatkan bantuan perlengkapan mesin pengolahan yang berasal dari Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (DJPDSPKP). Adapun paket peralatan pakan mandiri yang berasal dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) diberikan kepada dua kelompok. Beberapa kelompok pembudidaya
86
ikan di Ciamis yang mendapatkan bantuan peralatan pengolahan ikan, mesin pakan ikan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 47.
Keragaan Jenis Bantuan, Sumber Bantuan, Penerima dan Lokasi Penerima Bantuan KKP
Kelompok Alamat Penerima Penerima Bantuan Bantuan 1 Mesin Tepung Ditjen PDSKP Jaya Mukti Panumbangan 2 Mesin Tepung Ditjen PDSKP Lembur Heuleut Ciamis 3 Mesin Pelet Apung DJPB Akaw Fish Ciamis 4 Mesin Pelet Tenggelam DJPB Sauyunan Panumbangan 5 Mesin Tepung Ditjen PDSKP Galuh Putra Sindangrasa 6 Mesin Tepung Ditjen PDSKP Nusa Mekar Sindangkasih 7 Mesin Tepung Ditjen PDSKP Kencanasari Sukamantri 8 Mesin Tepung Ditjen PDSKP Sahabat Sadananya 9 Mesin Tepung Ditjen PDSKP Riksa Bumi 1 Beregbeg 10 Mesin Tepung Ditjen PDSKP Sarijaya Banjarsari 11 Mesin Tepung Ditjen PDSKP Mutiara Baregbeg 12 Mesin Tepung Ditjen PDSKP Jaya Mandiri Sindangkasih Sumber : Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Ciamis Tahun 2015 No.
Jenis Bantuan
Sumber Bantuan
Pada prakteknya, pembudidaya ikan yang menerima bantuan perlatan mesin pakan mengalami beberapa kendala. Kendala yang dihadapi oleh kelompok pembudidaya di Ciamis terkait dengan bantuan peralatan mesin pakan mandiri diantaranya adalah onderdil/spare part mesin kurang pas sehingga perlu modifikasi dari penerima bantuan (menambah biaya). Permasalahan berikutnya adalah kapasitas mesin yang kecil yaitu hanya 200 kg/jam dan memerlukan bahan bakar yang banyak sehingga biaya operasional tinggi. Ketersediaan bahan baku pakan mandiri masih terbatas dan tidak tersedia di Kabupaten Ciamis seperti remis (Kabupaten Pangandaran) dan jagung (impor). Untuk mendukung operasional usaha pakan mandiri memerlukan gudang penyimpanan yang besar sehingga menimbulkan kesulitan pada pembudidaya ikan dalam hal penyediaannya. Karakteristik masyarakat sebagian besar belum terampil dan kurang berusaha, sehingga tingkat keberlanjutan bantuan cenderung kecil. Kebijakan yang dikeluarkan oleh DJPB adalah budidaya menggunakan pakan mandiri dan meminimalisir pakan pabrik. Kabupaten Ciamis dengan potensi yang besar mendukung kebijakan tersebut. Bahan baku pakan mandiri yang dibuat oleh kelompok pembudidaya ikan diantaranya dedak (harga: Rp 3.000/Kg), ampas tahu (harga: Rp 600/Kg), sedangkan untuk remis/ikan asin (Rp 4.500/kg) saat ini masih mendatangkan dari Kabupaten Pangandaran. Hal ini karena wilayah geografis Kabupaten Ciamis yang sebagian besar daratan/pegunungan.
87
Kelemahan dari pakan yang diproduksi oleh kelompok pembuat pakan adalah belum pernah melalui uji laboratorium namun manfaat sudah dirasakan oleh pembudidaya pada pertumbuhan ikan. Harga pakan ini sebesar Rp. 5.000/kg dengan pemasaran terbatas pada kelompok pembudidaya ikan (pokdakan) karena kelompok penerima bantuan mesin dan bahan baku pakan bukan murni pembuat pakan namun merangkap sebagai pembudidaya ikan. Produksi pakan mandiri ini tergantung pada permintaan, rata-rata sebanyak 1,5 kwintal per minggu. Salah satu kelemahan dari bantuan mesin pembuat pakan yang diberikan oleh DJPB adalah perlu gudang penyimpanan yang luas seperti pada Pokdakan Sauyunan, Kecamatan Panumbangan yang belum produksi pakan dari awal turunnya bantuan (Januari 2016) karena kesulitan gudang penyimpanan. Untuk menghindari hal tersebut maka Pokdakan bekerjasama dengan Desa
Sindangher, Kecamatan Panumbangan
membangun gudang menyimpanan yang juga berfungsi sebagai tempat produksi pakan. Gudang penyimpanan tersebut saat ini masih tahap pembangunan. Untuk menghindari ketidakberlanjutan bantuan mesin pakan, maka penerima bantuan diharapkan mempunyai skala usaha yang besar seperti pada Akaw Fish yang melakukan budidaya lele dengan ternak ayam (longyam) menggunakan teknik probiotik dan saluran air menggunakan teknologi pengaliran sehingga tidak menimbulkan bau. Pokdakan yang berhasil seharusnya memberikan contoh kepada pokdakan lain agar termotivasi mengelola bantuan sehingga produksi ikan budidaya terus bertambah. Pada Tahun 2015, jenis bantuan peralatan mesin pakan mandiri di Kabupaten Indramayu diberikan kepada kelompok Mina Barokah yang beralamat di Desa Mekar Jaya, Kecamatan Gantar Kab. Indramayu. Kelompok penerima bantuan perikanan budidaya sampai dengan saat ini masih tergabung dalam kelembagaan kelompok dan belum dalam bentuk koperasi. Bantuan yang diterima kelompok di Kabupaten Indramayu terbilang terlambat. Hal ini dikarenakan jadwal program bantuan yang seharusnya diberikan ada tahun 2015, baru diterima pada tahun 2016. Produksi yang dihasilkan dari mesin apung pada kelompok di Kabupaten Indramayu sampai dengan dilakukannya penelitian pada bulan Juni adalah masih belum dan optimal dan baru diperuntukan untuk kepentingan kelompok. Adapun permasalahan yang ditemui pada kelompok penerima bantuan sebagai berikut: 1.
Produk pakan apung belum memberikan indikator keberhasilan 100%. Hal tersebut terlihat dari hasilnya yang belum kering dan masih perlu waktu lama untuk menjadi terapung;
88
2.
Aroma yang dikeluarkan masih belum aroma khas pakan ikan dan masih menyebabkan pencemaran bau pada lingkungan. Untuk hal ini, kelompok berencana menggunakan teknik probiotik dan membuat saluran air dengan menggunakan teknologi sistem resirkulasi air sehingga tidak menimbulkan bau. Permasalahan tersebut menimbulkan kegagalan terhadap rencana pemesanan pakan
apung dari luar kecamatan. Hal tersebut disebabkan adanya permasalahan sebagai berikut : 1.
Kapasitas mesin baru mencapai 150 kg/jam, oleh karenanya memerlukan biaya operasional yang banyak, terutama kebutuhan bahan bakar;
2.
Karakteristik dari anggota kelompok yang belum terampil dan masih memerlukan dorongan untuk berusaha agar terjadi keberlanjutan dari bantuan yang telah diterima;
3.
Bahan baku masih mengandalkan dari desa lain dengan kebutuhan per produksi memerlukan anggaran sejumlah Rp. 3.020.000,-;untuk sekali beroperasi. Rencana harga jual pakan yang diproduksi untuk anggota kelompok adalah Rp.
6.700/kg. Sedangkan untuk harga diluar anggota adalah sebesar Rp. 9.400/kg. Namun adanya kondisi produk pakan yang belum optimal, maka rencana pemesanan menjadi dibatalkan. Penerima bantuan mesin pakan apung di Kota Bengkulu berjumlah 1 (satu) kelompok yaitu Pokdakan Mina Gemilang. Bantuan diperoleh dari Program Gerakan Pakan Mandiri dari DJPB-KKP tahun 2015. Pada awalnya, kelompok ini mengalami kegagalan pada produksi pertama. Namun setelah dilakukan pelatihan kembali mengenai pembuatan pakan selama 4 (empat) hari di Surabaya dan dibiayai oleh Dinas Kelautan dan Perikanan, maka kelompok saat ini sudah menguasai ketrampilan pembuatan pakan buatan. Produk pakan buatan yang dihasilkan tercatat cukup memiliki kualitas yang baik. Hal tersebut adanya indikator produk pakan yang sudah dapat dimanfaatkan langsung oleh kelompok dan tidak menimbulkan pencemaran bau pada lingkungan. Sesuai dengan hasil penelitian, manfaat yang diperoleh kelompok dari penggunaan pakan apung menggunakan mesin bantuan adalah : 1.
Ukuran ikan hasil budidaya lebih cepat besar daripada menggunakan pakan pabrikan yang dipergunakan sebelumnya, selain itu juga menyebabkan ikan tidak bau;
2.
Para anggota mampu memberikan training pembuatan pakan kepada kelompok pembudidaya lain di Kota Bengkulu; Meskipun saat ini kelompok masih melakukan produksi dengan jumlah 100kg/hari,
namun melihat dari karakteristik anggota kelompok Mina Gemilang, maka peluang
89
keberhasilan cukup besar. Hal ini didukung dengan latar belakang pendidikan anggota kelompok yang bervariasi yaitu lulusan S2, S1 dan SMA, dan semangat membangun yaitu dengan memberikan training budidaya ikan setiap 1 bulan sekali pada salah satu Sekolah Menengah Ketrampilan (SMK) di Kota Bengkulu. Salah satu penerima bantuan peralatan mesin pakan mandiri di Kab. Sangihe adalah KUB Tulus. Bantuan diterima dari mulai tahun 2013 – 2015 berupa bantuan mesin pakan, bahan baku pembuat pakan dan motor gerobak. Bantuan pakan mandiri juga merupakan bagian dari program Gerakan Pakan Mandiri tahun 2015. Lokasi penerima bantuan paket pakan mandiri di Kampung Beha Kecamatan Tabukan Utara. Pemilihan lokasi di wilayah Tabukan Utara,oleh karena tumbuhnya usaha budidaya ikan nila. Dalam usaha budiddaya ikan, pakan menjadi salah satu faktor penting karena hampir 60% biaya produksi digunakan untuk pembelian pakan. Pakan berbahan baku lokal diharapkan dapat mengurangi biaya operasional pembudidaya. Bantuan mesin pakan yang diberikan berdasarkan penuturan responden sudah tidak dapat digunakan untuk mencetak. Jika menggunakan mesin pencetak bantuan, membutuhkan bakan bakar minyak lebih banyak. Untuk 25 kg bahan baku membutuhkan bbm 4 – 6 lt. Selanjutnya, upaya yang dilakukan kelompok untuk menyiasati permasalahan yaitu dengan meminjam mesin pencetak milik UPR. Setelah diganti dengan menggunakan mesin dari UPR, untuk pembuatan pakan dengan bahan baku sebanyak 50 kg hanya membutuhkan bbm 1 lt dan pencetakan dilakukan dalam waktu 30 menit. Sistem kerjasama diberlakukan antara KUB dengan UPR, dengan sistem bagi hasil 1% dari keuntungan diberikan kepada UPR. Kebutuhan bahan baku pembuatan pakan berbahan lokal tersedia pada pasaran lokal. Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan pakan adalah tepung kedelai, tepung tapioka, tepung ikan, dedak, tepung jagung dan vitamin. Pakan yang dihasil oleh kelompok pakan adalah pakan tenggelam dengan harga Rp 7.000/kg, namun untuk anggota kelompok pakan harga pakan sebesar Rp 5.000/kg. Pakan yang diproduksi belum pernah di uji laboratorium untuk mengetahu kadar kandungan pakan. Meskipun demikian, kelompok pakan telah mempunyai pangsa pasar tetap yaitu 3 Pokdakan dimana masing kelompok terdiri dari 10 orang anggota. Pembudidaya yang menggunakan pakan dari kelompok dalam pembesaran ikan nila membutuhkan waktu 7 bulan untuk siap panen. Pangsa pasar yang besar, seringkali membuat kelompok pakan tidak mampu memenuhi kebutuhan pembudidaya. Terlebih jika kondisi musim hujan, dimana proses pengeringan pakan memakan waktu lebih lama dan menyebabkan pakan menjadi berjamur. Kegiatan pelatihan pembuatan pakan pernah diikuti oleh ketua kelompok di Kota Bitung. Respoden
90
menuturkan, mesih pakan yang digunakan waktu pelatihan berbeda dengan mesin pakan bantuan. c. Bantuan Bahan Baku Pakan Program bantuan bahan baku pakan KKP tahun 2015 dilakukan dalam rangka meningkatkan efisiensi usaha budidaya ikan pembudidaya ikan di Indonesia. Program bantuan bahan baku dilaksanakan secara swakelola oleh kelompok pembuat pakan ikan mandiri/Pokdakan. Pelaksanaan bantuan pakan ikan memperhatikan kriteria lokasi, kriteria kelompok penerima, komponen bahan baku, mekanisme penetapan kelompok penerima bahan baku pakan, dan pelaksanaan swakelola penyaluran bantuan. Kelompok penerima bantuan bahan baku mendapatkan uang tunai sebesar 55 juta rupiah yang selanjutnya digunakan untuk pembelian bahan baku pakan. Komponen bahan baku berupa sumber protein dan sumber energi/karbohidrat harus berasal dari wilayah RI kecuali vitamin, mineral dan premix yang diperbolehkan impor. Komponen bahan baku sebagai sumber protein hewani dan sumber protein nabati antara lain tepung ikan, tepung bulu, tepung singkong/gaplek, tepung maggot, tepung cacing, silase enceng gondok, dedak halus, bungkil kedelai, bungkil kopra, bungkil kelapa sawit, dan bahan baku lainnya. Kelompok penerima bantuan bahan baku pakan ikan mandiri tahun 2015 berjumlah 379 kelompok yang tersebar pada 135 kabupaten/kota (19 provinsi) di Indonesia. Dari 135 kabupaten/kota yang menerima bantuan bahan baku pakan tahun 2015, terdapat 4 kabupaten/kota yang menjadi lokasi penelitian yaitu Kab. Ciamis, Indramayu, Sangihe dan Kota Bengkulu. Kabupaten Ciamis mendapatkan alokasi bantuan bahan baku pakan sebanyak dua kelompok pada tahun 2015. Bantuan bahan baku diberikan dalam bentuk bantuan uang tunai yang disalurkan dalam tiga tahapan. Bantuan uang selanjutnya dibelanjakan bahan baku pakan oleh kelompok penerima bantuan untuk membuat pakan mandiri. Bahan baku pakan yang digunakan tersedia di Kabupaten Ciamis dan sekitarnya seperti dedak, jagung, tepung ikan. Pemberian bantuan bahan baku pakan yang selanjutnya diolah menjadi pakan buatan (mandiri) memberikan keringanan biaya usaha budidaya ikan. Hal ini terjadi karena harga pakan mandiri yang dihasilkan bisa lebih rendah jika dibandingkan dengan pakan pabrikan yang biasa digunakan pembudidaya ikan. Kendala yang dihadapi penerima bantuan bahan baku adalah belum terujinya kualitas pakan mandiri yang dihasilkan karena belum diuji melalui laboratorium. Pakan mandiri yang dihasilkan belum diketahui berapa besar tingkat kandungan proteinnya, sedangkan untuk
91
mendapatkan hasil budidaya ikan yang baik diperlukan syarat minimal kandungan protein pada pakan ikan yang digunakan. Tabel 48.
Keragaan Jenis Bantuan, Sumber Bantuan, Penerima dan Lokasi Penerima Bantuan KKP di Kab. Indramayu TA. 2015 Sumber Kelompok Penerima Alamat Penerima No. Jenis Bantuan Bantuan Bantuan Bantuan 1 Bahan Baku Pakan DJPB Cilulut Ciamis 2 Bahan Baku Pakan DJPB Mekarjaya Mandiri Baregbeg Pada tahun 2015, kelompok penerima bantuan bahan baku pakan ikan di Kabupaten Indramayu adalah kelompok Langgeng Abadi yang berada di Desa Sidadadi, Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu. Kelompok ini terdiri dari anggota pembudidaya ikan dan mengembangkan usaha pembuatan bahan baku dan pakan ikan mandiri “tenggelam.” Bahan baku pakan yang digunakan meliputi dedak, tepung ikan, bungkil kedelai, jagung, polar, tepung ikan, tepung kepala udang, bungkil kelapa, minyak ikan, premix, tepung tapioka, dan tepung daging. Untuk mendapatkan bahan baku tersebut diperoleh dari perorangan maupun perusahaan dari Indramayu, Cirebon, serta Purwakarta. Mengingat kelompok sudah memiliki mesin pembuatan pakan tenggelam dari bantuan sebelumnya, maka bantuan pakan yang diterima pada tahun 2015, diharapkan dapat meningkatkan produksi per hari. Namun pada kenyataannya sampai dengan bulan Juni atau dilaksanakannya penelitian ini, produksi dari kelompok masih dengan jumlah yang sama yaitu sekitar 5-7 kwintal/hari. Hal tersebut dikarenakan pemasaran pakan tenggelam masih pada lokasi yang sama yaitu Purwakarta, Subang, dan sebagian Indramayu, serta dengan jumlah pesanan yang sama. Kendala yang dihadapi dari kelompok penerima bantuan adalah terkait dengan jenis bantuan yang diterima. Dari jumlah bantuan yang diterima sejumlah Rp.55.000.000 dialokasikan untuk pengadaan bahan baku pakan tenggelam. Pada dasarnya kebutuhan bantuan yang diperlukan dari kelompok adalah bahan baku apung. Hal tersebut dikarenakan pemesanan produk pakan apung sudah diterima dari kelompok. Namun demikian, kelompok belum dapat merealisasikan pembuatan pakan apung. Dengan kondisi tersebut, kelompok masih melakukan jumlah produksi yang sama dan diperoleh pendapatan yang sama dari sebelum memperoleh bantuan tahun 2015. Bantuan bahan baku pakan di Kota Bengkulu pada tahun 2015 diberikan kepada sejumlah 6 (enam) pokdakan dengan keragaan sebagai berikut:
92
Tabel 49.
Keragaan Jenis Bantuan, Lokasi dan Penerima Bantuan Bahan Baku Pakan di Kota Bengkulu TA.2015
No
Jenis Bantuan
Nama Pokdakan
Alamat
1
Bahan Baku Pakan
2 3 4 5
Bahan Baku Pakan Bahan Baku Pakan Bahan Baku Pakan Bahan Baku Pakan
Pematang Makmur Sepakat Tawar Sejahtera Lestari Jaya Sumber Harapan
Kel. Pematang Guberur Kota Bengkulu Dusun Kandang Kota Bengkulu Kelurahan Sumber Jaya Kel. Pematang Guberur
6
Jumlah Anggota 10
Sumber Bantuan PUMM
10 10 10 10
PUMM PUMM PUMM PUMM
10
Gempari
Bahan Baku Pakan Usaha Bersama dan Kendaraan Roda 3 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bengkulu Tahun 2015
Data diatas menjelaskan bahwa terdapat sumber bantuan yaitu PUMM dan Gempari. Kedua program tersebut merupakan kebijakan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dikelola oleh DJPB. Untuk mekanisme bantuan pada PUMM digulirkan anggaran sejumlah Rp. 55.000.000 untuk peruntukan kebutuhan bahan baku pakan. Kebutuhan masing-masing kelompok berbeda. Sedangkan untuk bantuan Gempari diberikan anggaran sejumlah Rp. 53 juta untuk pembelanjaan bahan baku pakan dan kendaraan roda tiga dengan mekanisme pembayaran 3 termin. Pada proses pembuatan pakan, diperlukan adanya bahan baku seperti ikan rucah, jagung, dedak, minyak sawit, dan sagu. Dari hasil penelitian, selama melakukan proses pembuatan ditemui permasalahan sebagai berikut : 1.
Jika hujan dan cuaca buruk mengakibatkan produk pakan perlu waktu lama untuk kering;
2.
Dengan produksi bahan sejumlah 500 kg, dihasilkan pakan kering sejumlah 200 kg.
d. Bantuan Karamba Jaring Apung Bantuan keramba jaring apung yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan bertujuan untuk memacu produksi ikan laut diwilayah perairan pada lokasi penerima bantuan. Bantuan keramba jaring apung ini diberikan melalui dinas kelautan dan perikanan pada kabupaten/kota yang terpilih yang kemudian disalurkan kepada penerimanya (pembudidaya ikan). Keramba Jaring Apung adalah sarana pemeliharaan ikan atau biota air yang mengapung diatas air.Tujuan penggunaan keramba jaring apung adalah untuk menahan agar tetap stabil dari ombak besar karena rangka dari konstruksinya dari kubus-kubus apung yang tetap mengikat satu sama lain. sehingga
93
dengan adanya budidaya keramba jaring apung ini hasil ikan akan terus meningkat dan juga penghasilan pembudidaya bertambah. Bantuan keramba jaring apung ini bertujuan untuk mendorong peningkatan produksi dari budidaya laut (marikultur) yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Program bantuan keramba jaring apung ini dimulai sejak tahun 2014 hingga 2016 sekarang ini, sehingga pada lokasi penerimanya sangat bervariasi tahun penerimaannya. Ada yang menerima pada tahun 2014, 2015 bahkan pada saat dilakukannya penelitian sedang dalam proses penerimaan bantuan tersebut. Program ini sebagai salah bentuk jawaban permasalahan untuk tetap meningkatkan hasil produk perikanan laut mengingat hasil tangkapan ikan laut yang terus semakin menurun. Dengan adanya program bantuan ini diharapkan masyarakat tetap dapat meningkatkan produksi ikan lautnya dari cara budidaya. Ada beberapa jenis ikan yang dibudidayakan dalam keramba jaring apung ini, mulai dari ikan kerapu, ikan kue, ikan bawal dan berbagai macam ikan lainnya. Bantuan keramba ini diberikan kepada kelompok bukan individu. Tabel 50. No 1 2 3 4 5 6. 7.
Bantuan Keramba Jaring Apung di Lokasi Penelitian, 2015
Pangandaran Ciamis Indramayu Lombok Timur Natuna Bengkulu Sangihe
Lokasi
Jumlah Bantuan
0 0 0 2 0
Program bantuan KJA HDPA di Kab. Lombok Timur pada tahun 2015 difokuskan di Desa Pulau Maringkik. Masyarakat desa ini dikenal sebagai pembudidaya dengan jenis komoditas lobster dan kerapu. Kelompok penerima bantuan terdiri dari 2 Pokdakan yang terdiri dari 10 orang masing masing pokdakan. Selain pembudidaya, para penerima bantuan juga merupakan nelayan. Bantuan KJA dinilai sesuai dengan kondisi masyarakat. Penerima bantuan yang terpilih telah dilakukan identifikasi dan verifikasi oleh dinas kelautan dan perikanan. Permasalahan terkait budidaya KJA yaitu rendahnya harga jual ikan dan lobster hasil budidaya. Hal ini tidak seperti beberapa tahun sebelumnnya dimana belum dikeluarkannya peraturan menteri KP terkait pengaturan jual beli lobster dan pelarangan kapal transhipment. Komoditas budidaya yang dilakukan oleh masyarakat merupakan komoditas ekspor, namun saat ini hanya dijual di lokal saja dengan harga yang lebih rendah.
94
Program bantuan KJA HDPE di Kabupaten Sangihe tahun 2015 diberikan kepada pembudidaya di Kecamatan Tabukan Tengah dan Tabukan Selatan. Lokasi yang berteluk memungkinkan untuk dikembangkan budidaya dengan metode Karamba Jaring Apung. PerairanTalengen (Kecamatan Tabukan Tengah) dan Perairan Manalu (Kecamatan Tabukan Selatan)
mempunyai faktor kualitas air yang berada pada kisaran untuk
dikembangkan usaha marikultur (Mudeng, dkk. 2015 : 147). Penerima bantuan adalah pembudidaya yang telah memulai usahanya tahun 2013 sebelum bantuna dikuncurkan dengan komoditas ikan baubara (kue). Benih ikan kue diperoleh oleh pembudidaya dari alam. Selain sebagai pembudidaya, penerima bantuan juga melakukan usaha penangkapan (nelayan). Pada awalnya pembudidaya KJA menggunakan KJA dari kayu atau bambu dan saat ini sudah menggunakan KJA HDPE. Paket bantuan sudah temasuk dengan bibit ikan kerapu yang didatangkan dari Situbondo. Hasil bantuan tahun 2015 belum dipanen sampai dengan penelitian di lakukan. Responden menyatakan permasalahan pasar menjadi kendala dalam budidaya kerapu. Upaya pemasaran sedang dilakukan berkoordinasi dengan DKP agar dapat dipasarkan ke luar kabupaten seperti Manado dan Bali. Salah satu responden dari DKP menyatakan perkiraan hasil panen kerapu mencapai 1,5 ton. Berdasarkan penelusuran salah satu responden, menyebutkan harga jual kerapu (tikus) hidup antara Rp 325.000 – Rp 375.000/kg untuk hasil alam, sedangkan kerapu hidup hasil budidaya Rp 200.000/kg dan untuk kerapu segar Rp Rp 65.000/kg. Jarak temput untuk mendatangkan input benih yang jauh, mempengaruhi pertumbuhan benih di KJA. Disebutkan oleh pembudidaya, tebar benih 2000 ekor mortalitas mencapai 50% dengan ukuran benih 5-8 cm. Pola budidaya KJA dilakukan secara polikutur yaitu ikan kerapu dan ikan kue. Selain masalah pemasaran, ketersediaan input benih yang tidak berasal dari dalam kabupaten, masih menjadi bahan pertimbangan bagi pembudidaya untuk meneruskan usaha budididaya ikan kerapu. Pembudidaya cenderung membudidayakan ikan kue, karena benih ikan kue yang mudah diperoleh dari alam dan telah mempunyai pangsa pasar lokal. Selain itu teknologi KJA HDPE belum memungkinkan untuk digunakan oleh pembudidaya setempat jika ingin mengembangkan usaha oleh karena tingginya harga KJA DHPE mencapai diatas Rp 100.000.000,00. e. Bantuan lainnya e1. Bantuan Sarana dan Prasarana serta Bibit Rumput Laut Bantuan sarpras rumput laut di Kab. Natuna diberikan di wilayah Kecamatan Pulau Tiga sebanyak 47 paket. Penyaluran bantuan dilakukan oleh koordinator yang membantu
95
kelompok-kelompok yang akan mendapatkan bantuan, mulai dari penentuan kelompokkelompok calon penerima beserta kriteria-kriteria yang harus dipenuhi. Sesuai dengan hasil penelitian, bahwa karakteristik budidaya rumput laut di Kecamatan Pulau Tiga diantaranya: 1. Teknologi budidaya menggunakan sistem longline; 2. Modal yang diperlukan untuk budidaya rumput laut sebesar Rp 62.000.000/Ha (termasuk bibit rumput laut); 3. Bibit yang diperlukan untuk budidaya sebanyak 5 ton/Ha dengan harga Rp 5.000/kg. Jenis rumput laut yang dibudidayakan adalah E.cotonii (kultur jaringan dan BBL Lampung); 4. Siklus pemeliharaan 45 hari s.d 60 hari; 5. Kadar air saat panen 20 %; 6. Jumlah produksi untuk 5 ton bibit rumput laut sebanyak 60 ton/Ha basah atau 12 ton kering. Harga jual rumput laut basah sebesar Rp 500/kg dan rumput laut kering sebesar Rp 5.500/kg; Namun pada prosesnya, program bantuan rumput laut menghadapi beberapa masalah, antara lain meliputi: a) hama ikan baronang (paling berbahaya); b) penyu (maksimal hanya memakan 10 kg rumput laut); dan c) teripang dan d) bulu babi. Jalan keluar yang dilakukan oleh pembudidaya adalah membuat pagar dan jaring pengaman, sehingga menambah biaya yang besar. Permasalahan yang lain adalah dari sisi penjemuran rumput laut dan pemasaran rumput laut karena hanya 1 orang pengepul di Kabupaten Natuna (harga rumput laut rendah). Usulan terkait hama rumput laut adalah dengan menggunakan teknologi litbang yang mampu menekan biaya dan efektif yaitu kantung rumput laut ACA. Diharapkan untuk perbaikan bantuan sarpras rumput laut yaitu penggunaan kantong rumput laut dengan biaya yang lebih murah. Beberapa permasalahan yang harus diantisipasi oleh penerima bantuan rumput laut adalah permasalahan yang sudah dihadapi oleh sebagian besar pembudidaya rumput laut terutama : adalah hama (ikan baronang, penyu, bulu babi, teripang, ubur-ubur), penyakit ice-ice. Permasalahan lainnya adalah belum tersedianya para-para untuk penjemuran, sehingga kualitas rumput laut yang dihasilkan masih rendah karena bercampur dengan pasir.
96
Bantuan sarana prasarana serta bibit rumput laut di Kab. Sangihe diberikan kepada kelompok di Kecamatan Tabukan Selatan. Bantuan yang diterima berupa bibit rumput laut, talis ris, pelampung dan perahu. Teknologi yang digunakan oleh pembudidaya adalah sistem longline dengan bibit rumput laut E. cotonii. Masa panen pembudidaya sekitar 30 – 45 hari. Terdapat perbedaan hasil panen jika dipanen 30 hasil 0,5 kg bibit menjai 0,8-0,9 kg, dilain pihak jika dipanen dalam 45 hari menjadi 1,2 kg. Bibit rumput laut berasal dari Minahasa dengan harga Rp 18.000/kg. Lokasi budidaya rumput yang berada pada 3 titik yaitu Manulang, Bulo dan Nagha. Kondisi arus dan air Manulang lebih baik jika dibandingkan dengan 2 lokasi lainnya sehingga rumput laut jarang terkena penyakit. Hama penyu dan dugong sering muncul setiap purnama. Upaya yang dilakukan dengan membuat pagar dari jaring, namun hal tersebut sudah tidak dilakukan lagi karena adanya peraturan konservasi. Hasil panen rumput laut saat ini masih belum dipasarkan. Dari hasil 8,3 kg rumput laut basah menjadi 1 kg rumput laut kering. Proses pengeringan rumput laut menggunakan para-para yang dibuat sendiri oleh kelompok dengan menggunakan kayukayu bekas. Responden menyebutkan harga yang ditawarkan kepada kelompok sangat beragam, sementara kelompok belum mempunyai patokan harga jual. Sampai saat penelitian dilakukan hasil panen rumput laut masih disimpan. Terkait dengan pelatihan budidaya rumput laut, kelompok belum pernah mengikuti pelatihan. Untuk bantuan tahun 2016, kelompok ini direncanakan akan mendapat kebun bibit rumput laut. e2. Bantuan Keramba Jaring Tancap dan Bibit Kerapu Macan dan Cantik Bantuan Keramba Jaring Tancap (KJT) yang diberikan di Kab. Natuna kepada kelompok swakelola adalah sebanyak Rp 170.000.000. Untuk biaya investasi untuk 1 unit KJT (2 lubang) sebesar Rp 100.000.000. Ikan yang dibudidayakan pada KJT adalah kerapu macan dan kerapu cantik, dengan jumlah benih yang ditebar sebanyak 100 ekor (size 3 inchi) dengan harga Rp 30.000/ekor yang berasal dari Lampung, Batam, Situbondo dan Bali. 1 siklus pemeliharaan selama 1,5 tahun dengan pakan (ikan selayang dan ikan tambang) yang diperlukan sebanyak 2 kg/hari (0-4 bulan), 7 kg/hari (5-8 bulan) dan 10-12 kg/hari (8-12 bulan) dengan harga pakan Rp 5.000/kg. SR sebesar 70 %. Produksi dalam 1 siklus sebanyak 70 ekor (80-90 kg) dengan harga Rp 140.000/kg (kerapu macan) dan Rp 120.000/kg. Pembagian keuntungan rata untuk seluruh anggota kelompok karena sistem pemberian pakan dilakukan bergantian. Hasil pengamatan di lapangan menunjukan adanya beberapa permasalahan yaitu :
97
1.
Waktu pemberian bantuan belum tepat (musim utara/air keruh/gelombang pasang), pengiriman benih memerlukan waktu yang lama (> 8 jam), penyakit cacing vietnam dengan penyebaran melalui air laut;
2.
Pemasaran ke Pulau Sedanau dan ke Kepulauan Anambas. Kerugian kematian ikan saat pengiriman ke pengepul ditanggung oleh pembudidaya;
3.
Keuntungan menggunakan KJT adalah hama penyakit (kutu air) cepat hilang karena perilaku nelayan di lumpur (di dasar/di terumbu karang) sehingga lebih tahan daripada budidaya menggunakan KJA;
4.
Saran perbaikan bantuan selanjutnya : waktu pemberian bantuan disesuaikan dengan musim di lokasi penerima, ukuran benih 15-20 cm, perlu bantuan bagan apung untuk memperoleh pakan (menekan biaya pakan) dan untuk tambahan pendapatan.
e3. Bantuan Mesin Penepung Ikan Pada Tahun 2015, jenis bantuan terkait pengolahan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang diberikan kepada kelompok pembudidaya ikan di Kabupaten Pangandaran diantara meliputi mesin penepung (dry mill), mesin pencacah dan oven yang disalurkan oleh ditjen PDSKP. Terdapat tujuh kelompok yang mendapatkan bantuan perlengkapan mesin pengolahan ikan di Kab. Pangandaran. Salah satu kelompok penerima bantuan perlengkapan pengolahan ikan menyatakan bahwa paket bantuan yang diberikan masih kurang lengkap. Paket bantuan yang diberikan saat ini hanya menghasilkan tepung saja tidak sampai menjadi pelet. Adapun kebutuhan pembudidaya adalah pelet untuk pemberian pakan ikan. Produk tepung yang dihasilkan mempunyai kandungan air yang masih besar sehingga dalam pengovenan memerlukan waktu yang lama dengan hasil yang kurang bagus. Agar menghasilkan produk akhir yang sesuai kebutuhan pembudidaya ikan yaitu pelet, paket perlengkapan yang ada perlu ditambah dengan mesin pengukus, mesin pengepres, dan mesin pencetak. Keberadaan perlengkapan tambahan diharapkan dapat menghasilkan pelet murah untuk memenuhi permintaan masyarakat pembudidaya ikan baik dari anggota kelompok maupun dari luar kelompok. 5.2.3 Keragaan Bantuan KKP untuk Pengolah dan Pemasar Hasil Perikanan Bantuan KKP untuk Pengolahan di Lokasi Penelitian, 2015 yang dikaji pada penelitian ini meliputi bantuan ice flake dan cold storage. Lokasi penelitian bantuan ice flake dan coldstorage terdapat di tiga kabupaten yaitu Lombok Timur, Pangandaran, dan Kota Bengkulu (Tabel 51).
98
Tabel 51. Bantuan KKP untuk Pengolahan di Lokasi Penelitian, 2015 No 1 2
Jenis Bantuan
Lombok Timur
Ice Flake Cold storage
Lokasi Penelitian Pangandaran 1
1
Bengkulu 3 1
a. Bantuan Ice flakes Lokasi penelitian yang mendapatkan bantuan ice flake tahun 2015 meliputi Kab. Lombok Timur, Kab. Pangandaran dan Bengkulu. Program bantuan ice flake di Kabupaten Lombok Timur masih dalam proses lelang di tahun 2016 ini sehingga belum dapat diketahui dampaknya terhadap masyarakat. Efektivitas program bantuan ice flake belum dapat diukur. Rencana instalasi alat ice flake yaitu di Desa Sambelia yang merupakan sentra perikanan tangkap yang baru berkembang di Kabupaten Lombok Timur. Permasalahan terkait ice flake ini yaitu dikhawatirkan produk ice flake tidak sesuai dengan harapan nelayan karena karakteristik ice nya yang lebih cepat mencair dan masyarakat sudah terbiasa dengan es balok. Permasalahan berikutnya adalah faktor ketersediaan listrik dilokasi penelitian. Diduga biaya operasional untuk ice flake akan sangat besar. Bantuan mesin ice flake yang ada di Kabupaten Pangandaran dikelola oleh koperasi dan dimanfaatkan oleh nelayan dan pengolah. Penggunaan es dalam usaha penangkapan ikan maupun pengolahan sangat penting untuk menjaga kualitas hasil tangkapan ikan. Ikan dengan kualitas yang baik akan memiliki harga jual yang lebih baik dibandingkan dengan ikan dengan kualitas rendah atau tidak segar. Kriteria aspek sosial ekonomi calon penerima program bantuan mesin Ice Flake di Kabupaten Pangandaran: Tabel 52. No 1
2
Kriteria aspek sosial ekonomi calon penerima program bantuan mesin Ice Flake di Kabupaten Pangandaran
Karakteristik Karakteristik Individu
Karakteristik Usaha
Sumber : Data Primer Diolah, 2016.
Deskripsi Usia pemanfaat bantuan antara 40 – 48 Tahun Jenis kelamin seimbang antara laki-laki dan perempuan Tingkat pendidikan antara lulus SD s.d SLTA Jumlah anggota keluarga : 4-5 orang Pengalaman usaha : 6-11 tahun Jenis usaha dibidang perikanan sebagai nelayan dan bakul ikan.
99
Hasil temuan lapang terkait dengan program bantuan mesin Ice Flake di Kabupaten Pangandaran antara lain adalah : Es Keping Tipis (flake ice), yaitu lempengan-lempengan es yang tipis dengan ukuran
setebal 2 - 5 mm, diameter 3 cm, merupakan hasil pengerukan dari lapisan es yang terbentuk diatas permukaan pembeku berbentuk silinder. Akibat pengerukan itu, es sudah cukup kecil sehingga tidak memerlukan pemecahan lagi. Jumlah bantuan mesin ice flake sebanyak 1 unit diberikan kepada Koperasi Unit
Desa (KUD) Mina Sari di Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran. Mesin ice flake di kelola di PPI Cikidang, Desa Babakan, Kecamatan Pangandaran. Pemanfaat dari bantuan mesin ice flake adalah nelayan dan pedagang ikan (bakul) dengan perbandingan bakul dan nelayan sebesar 1:10. Jumlah bakul dan nelayan yang bertransaksi di PPI Cikidang ini sebagai berikut: 1. Bakul
: 10 orang
2. Nelayan Cilacap
: 40 orang
3. Nelayan Pangandaran
: 60 orang
Keberadaan mesin ice flake sangat diperlukan oleh nelayan di Kabupaten Pangandaran dan memiliki dampak yang tinggi terhadap pengurangan biaya operasional (harga es lebih murah dan tidak memerlukan biaya transportasi untuk membelinya/dekat dengan landing base). Ketersediaan mesin ice flake ini belum memenuhi kebutuhan ice flake di wilayah Kabupaten Pangandaran. Pada tahun 2015, Kota Bengkulu mendapat alokasi bantuan 3 (tiga) unit mesin ice flake dengan kapasitas masing-masing 1,5 ton per hari. Penerima bantuan mesin ice flake merupakan kelompok yang terdiri anggota dengan berbagai latar belakang mata pencaharian. Kelompok penerima bantuan masing-masing memiliki mata pencaharian sebagai pengelola koperasi, nelayan, dan pengolah. Berikut ada keragaan penerima bantuan dari mesin ice flake tahun 2015 di Kota Bengkulu: Tabel 53.
No.
Keragaan Jenis Bantuan, Sumber Bantuan, Penerima dan Lokasi Penerima Bantuan Terkait Pengolahan di Kota Bengkulu Tahun 2015
Jenis Bantuan
Sumber Bantuan
Kelompok/Koperasi Penerima Bantuan Koperasi Bina Masyarakat Pesisir Kota Bengkulu KUB Keluarga Bahari
1
Mesin Ice Flake
Ditjen P2HP
2
Mesin Ice Flake
Ditjen P2HP
Alamat Penerima Bantuan Kel. Pondok Besi, Kes. Teluk Segara Kel. Malabero, Kec. Teluk Segara
Status Lahan Milik Pemda Kota Bengkulu Milik Perorangan
100
Alamat No. Penerima Bantuan 3 Mesin Ice Ditjen Koperasi Nelayan Kel. Sumber Flake P2HP Jangkar Mas Mandiri Jaya, Kec. Kampung Melayu Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bengkulu Tahun 2015 Jenis Bantuan
Sumber Bantuan
Kelompok/Koperasi Penerima Bantuan
Status Lahan Milik Perorangan
Sesuai data diatas, untuk 2 (dua) kelompok telah tergabung dalam kelembagaan koperasi. Sedangkan untuk 1 (satu) kelompok masih tergabung dalam bentuk KUB. Untuk kondisi lahan sudah cukup strategis abgi pemasaran konsumen, terutama nelayan maupun pedangan ikan. Adapun produksi ice flake dari ketiga penerima bantuan tersebut sebagai berikut : Tabel 54.
Produksi Ice Flake dari Penerima Bantuan Desember TA.2015-April 2016
di Kota Bengkulu
Koperasi Nelayan Jangkar Mas Mandiri Desember 841 kg 1.190 kg Belum beroperasi Januari 2.749 kg 11.130 kg 2.509 kg Februari 829 kg 8.990 kg 3.000 kg Maret 774 kg 6.720 kg 3.000 kg April 829 kg 7.700 kg 3.000 kg Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bengkulu Tahun 2015 Bulan
Koperasi Bina Pesisir
KUB Keluarga Bahari
Jumlah 2.031 kg 16.388 kg 12.819 kg 10.494 kg 10.529 kg
Data diatas menunjukan bahwa pada bulan Desember 2015 – April 2016 produksi yang paling besar adalah dari KUB Keluarga Bahari, kedua dari Koperasi Bina Pesisir dan ketiga dari Koperasi Nelayan Jangkar Mas Mandiri. Hasil penelitian menunjukan dari ketiga kelompok,
KUB Keluarga Bahari
merupakan salah satu kelompok yang telah menjalankan manajemen usaha yang dibutuhkan. Manajemen usaha meliputi pemasaran ice flake meskipun baru dalam lingkup Kecamatan, dan menerapkan pembukuan pada saat melakukan produksi dan memperoleh pendapatan dari hasil pendapatan. Dengan demikian KUB Keluarga Bahari memproduksi ice flake untuk kebutuhan konsumen yaitu nelayan dengan armada perahu 1 GT. Sampai dengan saat ini KUB Keluarga Bahari masih aktif melayani konsumen untuk memenuhi kebutuhan ice flake. Sedangkan untuk Koperasi Bina Pesisir, saat ini melakukan produksi ice flake jika memperoleh pesanan dari nelayan maupun untuk konsumen warung makan. Mesikpun beberapa usaha dengan melakukan promosi dengan menyebarkan brosur, namun KUB Keluarga Bahari belum mampu melakukan produksi
101
setiap hari. Pada Koperasi Jangkar Mas Mandiri memenuhi kebutuhan produk ice flake untuk kebutuhan anggota. Namun saat ini, Koperasi Jangkar Mas Mandiri tidak melakukan produksi kembali. Beberapa kendala yang dihadapi oleh penerima bantuan mesin ice flake adalah sebagai berikut : 1.
Bantuan program merupakan mesin pembuatan ice flake. Hal tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan sebenarnya yaitu pabrik dan mesin pembuatan es balok untuk memenuhi kekurangan kebutuhan dari kapal besar;
2.
Pengoperasian mesin ice flake tergantung dari genset. Oleh karenanya memerlukan biaya operasional yang besar khususnya dari kebutuhan bahan bakar. Sedangkan sampai saat ini, keperluan produksi ice flake, belum diterapkan kebijakan mengenai pembelian solar di SPDN;
3.
Daya tahan pengoperasian mesin maksimal 5 jam dalam sehari;
4.
Penerima manfaat belum mendapat kepastian mengenai jaminan kerusakan setelah 1 tahun penggunaan. Mengingat saat ini jika ada kerusakan, kelompok dapat menghubungi langsung teknisi dari perusahaan pengadaan mesin ice flake;
5.
Teknologi penggunaan mesin ice flake diintroduksikan langsung dari perusahaan pengadaan mesin kepada anggota kelompok penerima. Dengan demikian tidak terdapat tenaga pendamping yang menguasai penggunaan mesin ice flake. Adanya kendala diatas, maka menimbulkan beberapa permasalahan pada kelompok
penerima bantuan sebagai berikut : 1.
Kelompok pembuat ice flake belum mampu meyakinkan dan menarik minat pembeli bahwa ice flake lebih menguntungkan untuk pemasaran ikan dalam kota atau jarak dekat. Ice flake memiliki kualitas yang lebih bersih dari es balok, karena pada pengolahannya menggunakan air PAM. Hal ini didukung dengan hasil uji laboratorium air PAM yang dilakukan oleh KUB Keluarga Bahari. Dengan demikian ice flake mampu menjaga kualitas ikan menjadi lebih segar daripada menggunakan es balok. Ice flake sangat sesuai digunakan untuk menjaga kesegaran ikan jenis gurita, udang, dan lobster;
2.
Kelompok penerima bantuan tidak dapat memenuhi permintaan yang tinggi terutama pada saat musim puncak penangkapan ikan;
3.
Konsumen terutama nelayan dan pedagang masih memegang keyakinan bahwa es balok memiliki kualitas lebih tahan lama meskipun untuk kualitas kebersihan masih dibawah ice flake;
102
4.
Kelompok penerima bantuan belum cukup kreatif dan proaktif terutama untuk mengembangkan pemasaran. Selanjutnya untuk rencana tahun 2016, diusulkan penerima bantuan sejumlah 4
(empat) kelembagaan koperasi dan PPI di Kota Bengkulu. Beberapa syarat yang ditentukan untuk penerima bantuan tahun 2016 adalah : 1.
Lokasi diprioritaskan berupa pasar ikan, TPI, dan pelabuhan perikanan yang dilengkapi sertifikat lahan;
2.
Keamanan terjamin (dalam ruangan dan terlindungi);
3.
Akses jalan minimal dapat diakses kendaraan roda 4;
4.
Tersedia sumberdaya Listrik PLN (minimal 10.000 wattt).
b. Bantuan Coldstorage Coldstorage merupakan salah satu bantuan yang diharapkan Kota Bengkulu dari tahun 2013. Namun pada kenyataannya, bantuan baru dapat diterima tahun 2015. Anggaran yang dialokasikan adalah sebesar Rp. 1,3 M diberikan kepada Koperasi Jasa Mutiara Laut yang berlokasi di PPI Pondok Besi atau berdampingan dengan lokasi gudang pengolahan ice flake Koperasi Bina Masyarakat Pesisir Kota Bengkulu. Status lahan yang digunakan adalah milik Pemda Kota Bengkulu. Untuk kapasitas pembekuan hanya 2 ton. Coldstorage saat ini menerima hasil seluruh tangkapan dari nelayan one day fishing. Dari hasil penelitian, coldstorage saat ini masih menemui kendala yaitu : 1.
Kurangnya peralatan pendukung seperti rak dan air bersih;
2.
Terjadi pencemaran udara yang diakibatkan oleh aroma yang kurang baik dari coldstorage. Tahun 2015 paket bantuan coldstorage untuk Kabupaten Kepulauan Sangihe
dibangun di Pulau Nusa Tabukan. Pembangunan dilakukan di wilayah pulau untuk mengantisipasi kebutuhan es di pulau-pulau sekitar Pulau Nusa Tabukan. Di sisi lain nelayan di Pulau Nusa Tabukan adalah nelayan one day fishing, sehingga mempunyai kebiasan langsung menjual ikannya ke wilayah terdekat yaitu pasar peta dan langsung mendapatkan uang. Sampai dengan tahun 2016, cold storage dalam kondisi mangkrak atau tidak digunakan. Keterbatasan daya listrik membuat cold strorage tidak dapat dimanfaatkan, dimana listrik di Pulau Nusa Tabukan tidak menyala dalam 24 jam. Jika memanfaatkan genset, responden menyatakan diperlukan bbm sekitar 50 lt/hari jika kondisi coldstorage
103
berisikan ikan. Dinas KP Kabupaten Kepulauan Sangihe sedang berupa untuk mencari rekanan yang memupunyai modal untuk mengelola cold storage.
c. Bantuan lainnya c.1 Sarana pengolahan dan pemasaran Pada tahun 2015, Kabupaten Natuna menerima bantuan terkait sektor pengolahan dan pemasaan ikan yang terdiri dari SPG roda 4 berpendingin, SPG bak terbuka, sarana pemasaran (cool box), dan sarana pengolahan dan SRD yang meliputi freezer, cool box, dan meja preparasi. Dari hasil penelitian dapat diidentifikasi adanya permasalahan sebagai berikut : 1.
Pasokan listrik yang tidak stabil. Hal ini terlihat dari beberapa kali listrik padam di Natuna, bahkan di kantor dinas sudah beberapa hari tidak ada aliran listrik; dan
2.
Nelayan lebih membutuhkan es untuk dibawa melaut, karena mereka beroperasi sampai berhari-hari. Rencana pengembangan industri perikanan di Natuna adalah pemerintah akan
mendatangkan investor dari Jepang dan usia untuk membangun industri pengolahan ikan. Sementara yang akan dilakukan adalah kerjasama dengan Perindo untuk melakukan pembelian terhadap semua hasil produksi perikanan di Natuna. Dalam kegiatan pasca panen yang dilakukan oleh nelayan Natuna adalah dengan memasukkan ikan hasil tangkapan ke dalam cool box yang telah diberi es terlebih dahulu. Dengan demikian ikan hasil tangkapan tetap dalam keadaan segar sampai dijual kepada pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul menampung berdasarkan ukuran ikan. Ikan besar dipasarkan sampai ke luar kota dan luar pulau bahkan diekspor sampai ke Singapura, jika ikan berukuran kecil dipasarkan di tingkat lokal. Pengumpul melakukan seleksi terhadap jenis-jenis ikan sebelum dimasukkan ke dalam cool box yang berukuran lebih besar dan diberi tanda khusus sehingga siap untuk dipasarkan. Paket bantuan untuk penguatan daya saing pada tahun 2015 di Kab. Sangihe selain cold storage adalah Sarana Pemasaran Bergerak Roda Empat Bak Terbuka; Rumah Kemasan; Peralatan Rumah Kemasan; Pusat Distribusi dan Pemasaran; Mesin Pabrik Es; Kendaraan Roda Enam Berrefrigerasi; Cool Box dan perlengkapan pedagang ikan. Secara rinci paket bantuan untuk penguatan daya saing di Kab. Sangihe tersaji pada tabel dibawah ini.
104
Tabel 55.
Paket Bantuan Sektor Pengolahan dan Pemasaran Ikan di Kab. Sangihe, 2016 Nama Barang
Sarana Pemasaran Bergerak Roda Empat Bak Terbuka Rumah Kemasan Peralatan Rumah Kemasan Cold Storage
Merk/Spesifikasi
Vol/Jml
Hilux 2000 cc Single Cabin
1 Unit
P x L x T = 14m x 8m x 4m
1 Paket 1 Paket 1 Paket
P x L x T = 15m x 9m x 4m Kapasitas Cold Storage 15 Ton Kapasitas Air Blast Freezer 2 Ton P x L x T = 19m x 13m x 4m
Pusat Distribusi dan Pemasaran Mesin Pabrik Es Kendaraan Roda Enam HINO Type : Dutro 110 HD Berrefrigerasi Cool Box 300 Liter Perlengkapan Pedagang Ikan Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Sangihe, 2016
1 Paket 1 Paket 1 Paket 1 Paket 1 Paket
5.3 Kriteria Aspek Sosial Ekonomi Penerima Bantuan Lingkup KKP 5.3.1 Aspek Sosial Ekonomi Individu Penerima Bantuan Bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan diberikan khususnya pada pelaku usaha dibidang kelautan dan perikanan. Responden dalam penelitian ini merupakan pelaku usaha di bidang kelautan dan perikanan. Dalam melakukan analisis sosial ekonomi penerima bantuan tidak dibedakan berdasarkan lokasi dan jenis bantuan yang diterimanya. Penerima bantuan alat tangkap dan perahu (perikanan tangkap) umumnya diberikan kepada nelayan yang tergabung dalam Kelompok Usaha Bersama. Karakteristik penangkapan pada setiap anggota atau nelayan yang tergabung dalam satu KUB hampir sama. Tabel 56. No 1
2
3
4
Karakteristik Sosial Ekonomi Responden Penerima Bantuan KKP di Lokasi Penelitian, Tahun 2015 Karakteristik Persentase (%)
Umur 0 - 30 Thn 31 - 50 Thn > 50 Thn Tingkat Pendidikan SD - SMP SMA/SMK Perguruan Tinggi Pengalaman Usaha 0 - 5 Thn 6- 10 Thn > 10 Thn Jumlah ART 0 - 2 orang
5 79 16 32 53 16 42 32 26 11
105
No 5
6
Karakteristik
2 = 3 - 5 orang 3 = > 5 orang Pendapatan Rata-Rata 0 - Rp. 5.000.000,-/Bln Rp. 5.000.001 - Rp. 10.000.000/Bln > Rp. 10.000.000,-/Bln Nilai Aset 0 - 150 jt 150 jt - 300 jt > 300 j
Persentase (%) 68 21 79 21 47 32 21
N = 19 Sumber : Data Primer diolah, 2016.
Mayoritas umur penerima bantuan berada pada kisaran umur 31 – 50 tahun. Rentang umur tersebut merupakan umur produktif dalam bekerja. Umur merupakan karakteristik responden yang melekat secara intrinsik. Faktor umur dapat menentukan prestasi kerja, karena manusia memiliki batas kemampuan untuk bekerja. Semakin meningkat umur seseorang semakin besar penawaran tenaga kerjanya. Selama masih dalam usia produktif, semakin tinggi umur seseorang, semakin besar tanggung jawabnya yang ditanggung, meskipun pada titik tertentu penawaran akan menurun seiring dengan usia yang makin bertambah pula (Payaman dalam Pujiyono et.al. 2013). Jika dikaitkan dengan lamanya pengalaman usaha, diketahui bahwa untuk mayoritas rentang umur terbanyak bukan berarti memiliki pengalaman yang lebih lama dibandingkan umur penerima bantuan yang relatif lebih muda. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengalaman usaha responden sebagian besar adalah kisaran 1 – 5 tahun. Hal ini menandakan bahwa dalam rentang umur responden yang berada pada kisaran umur 31 tahun keatas memiliki pengalaman usaha yang berbeda dan ada beberapa responden yang memiliki pengalaman usaha yang masih baru atau sebagai pemula dalam usaha sektor perikanan yang dilakukannya. Umur responden dapat berpengaruh kepada individu yang bersangkutan dalam melakukan aktifitas sehari-hari, sehingga perbedaan umur akan memberikan perbedaan dalam hal tingkat keaktifan dan produktifitas khususnya dalam kegiatan ekonomi. Pada umumnya respnden yang memiliki umur yang lebih muda akan berbeda tingkat produktifitasnya dengan responden yang berumur lebih tua. Sesuai dengan hasil wawancara di lapang bahwa kedua responden memiliki perbedaan umur yang sangat jauh berbeda. Sehingga secara fisik maupun pengetahuan kedua responden tersebut akan memiliki perbedaan yang sangat signifikan utamanya dalam kegiatan melakukan usaha
106
perikanan. Contohnya dalam kegiatan nelayan, responden yang memiliki usia lebih muda akan memiliki kemampuan fisik yang lebih baik dibanding dengan usia yang dikategorikan tua. Sehingga kedua responden tersebut akan berdampak pula pada hasil pemanfaatan kayu, yang mana usia muda massih akan memperoleh hasil yang lebih banyak (secara kuantitas) dibanding usia tua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden penerima bantuan memiliki tingkat pendidikan dibawah sarjana atau dengan kata lain setara SMA dan dibawahnya. Pendidikan merupakan kebutuhan manusia selama hidup. Tanpa adanya pendidikan, maka dalam menjalani kehidupan ini manusia tidak akan dapat berkembang dan bahkan akan terbelakang (Triyanto, 2013). Pendidikan merupakan usaha sadar untuk menyumbangkan kemampuan usaha manusia dalam rangka memajukan aktivitas. Pendidikan sebagai suatu aspek yang menyumbangkan sumber daya manusia yang dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan seseorang dalam berbagai kegiatan, juga diharapkan mampu membuka cara berpikir ekonomis dalam arti mampu mengembangkan potensi yang ada untuk memperoleh hasil semaksimal mungkin (Basrowi dan Juariyah, 2010). Pada dasarnya pendidikan bukan sekedar proses perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, tetapi tujuan pendidikan juga penting untuk melatih kemampuan manusia dalam hal pengambilan keputusan, mebedakan mana yang baik dan buruk, menentukan solusi terbaik ketika berhadapan dengan suatu masalah. Pendidikan juga dapat dibedakan atas pendidikan formal dan non-formal. Pendidikan formal bisa dalam bentuk kegiatan belajar mengajar di sekolah atau perguruan tinggi sedangkan pendidikan nor-formal bisa terjadi dalam lingkungan keluarga dan lingkugan sosial. Tingkat pendidikan juga bisa mempengaruhi jenis pekerjaan yang dapat dilakukan serta kemampuan mereka dalam mengelola segala kemungkinan yang terjadi dengan aktifitas keseharian mereka. Sesuai dengan hasil wawancara dengan responden, bahwa keduanya memiliki tingkat pendidikan yang sama yaitu setingkat Sekolah Dasar (SD). Dengan tingkat pendidikan yang rendah pada umumnya akan memiliki pengetahuan dan kemampuan yang berbeda-beda dalam meningktakan kreatifikas. Keterbatasan pengetahuan dan kempuan yang menjadi penyebab mengapa seseorang akan melakukan pekerjaan seadanya meskipun dengan hasil yang tidak begitu tinggi. Khususnya dalam kegiatan pemanfaatan kayu, karena dalam pekerjaan ini tidak membutuhkan pengetahuan tinggi untuk melakukannya. Sehingga mereka malakukannya berdasarkan apa yang menjadi kebiasaan terdahulu tanpa adanya suatu inovasi yang dapat memberikan nilai tambah. Pendidikan merupakan hal yang paling penting dan mendasar
107
dalam upaya untuk meningkatkan pengetahuan penduduk, karena pada pembangunan sekarang ini sangat diperlukan partisipasi dari penduduk yang terdidik dan terampil agar dapat berpartisipasi penuh dalm pembangunan (Basrowi dan Juariyah, 2010). Lama pendidikan menyatakan tentang sebarapa lama seseorang menempuh pendidikan dalam jenjang tertentu yang dinotasikan dengan satuan tahun (pendidikan formal). Lama pendidikan juga menggambarkan tentang sampai pada tingkat mana pendidikan seseorang yang dapat digelutinya. Lama pendidikan seseoarng tergantung dari kemampuan keluarga atau orang tua dalam memenuhi semua biaya pendidikan. Setiap orang akan memiliki lama pendidikan yang berbeda dalam pendidikan formal, sehingga akan berbeda pula kesempatan dan pengetahuan seseorang untuk menimba ilmu pada suatu pendidikan formal. Perbedaan ini juga dapat mempengruhi tingkat produktifitas seseorang dalam kegiatan ekonomi. Semakin lama atau semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang akan berdampak langsung pada kemampuan untuk mengembangkan potensi dan mengakualisasikan diri dala kehidupan bermasyarakat. Sehingga dalam hal pekerjaan pasti akan berbeda pula antara orang yang menempuh jenajng pendidikan dalam waktu yang lama dengan orang dengan tingkat pendidikan yang rendah. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga usia dewasa dan anak-anak memiliki jumlah yang berebeda. Hal ini akan berpengaruh pula pada kondisi perekonomian keluarga. Dalam keluarga dengan jumlah kelompok usia dewsa yang banyak akan meningkatkan pula kebutuhan dalam rumah tangga seperti kebutuhan pendidikan, konsumsi, pakain dan sebagainya. Sedangkan dalam keluarga dengan jumlah kelompok dewasa yang lebih sedikit akan memiliki kebutuhan yang tidak terlalu tinggi, khususnya dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi sehar-hari. Namun, disatu sisi kelurga dengan jumlah kelompok dewasa yang lebih besar dalam hal untuk menyelesaikan pekerjaan akan relatif lebih mudah karena adanya bantuan dari anak-anak yang telah memasuki usia dewasa, sedangkan pada keluarga dengan jumlah kelompok usia dewasa yang lebih sedikit maka akan merasa kesulitan untuk menyelesaikan pekeejaan mereka sehari-hari, sebagai contoh dalam usaha pemanfaatan kayu mangrov. Pendapatan merupakan hasil akhir dari suatu pekerjaan yang dilakukan. Pendapatan sendiri menurut Moenir dalam Maulana (2013) diartikan sebagai seluruh penerimaan seseorang atas tenaga atau pikiran yang telah dicurahkan untuk orang lain atau badan organisasi baik dalam bentuk uang, sumber daya alam, maupun fasilitas dalam
108
jangka waktu tertentu. Dalam pembahasan ini pendapatan yang dimaksud bukan saja pendapatan yang diperoleh kepala keluarga, namun akumulasi dari semua pendapatan yang diterima oleh anggota keluarga dalam satu rumah tangga. Rata-rata jumlah pendapatan sebagian besar penerima bantuan adalah kurang dari sama dengan 5 juta per bulan. Jumlah pendapatan ini akan berbeda-beda dari semua rumah tangga yang ada dalam suatu cakupan wilayah, hal ini tergantung dari jenis usaha yang dilakukan serta tingkat intensitas dalam menjalankan usaha tersebut. 5.3.2
Pengaruh Karakteristik Sosial Ekonomi terhadap Keberhasilan Program Bantuan Kementerian Kelautan dan Perikanan Karakteristik sosial dan demografi mempunyai efek yang sangat penting terhadap
sebuah perilaku (Sanjur, 1982). Karakteristik sosial tersebut dapat saling berhubungan positif atau negatif. Variabel karakteristik sosial ekonomi yang akan diuji pada penelitian ini antara lain adalah Umur (X1), Tingkat Pendidikan (X2), Pengalaman Usaha (X3), Jumlah Anggota Rumah Tangga (X4), Pendapatan (X5), Nilai Aset (X6), Frekuensi Peningkatan Kapasitas (X7), Mobilitas Sosial Vertikal (X8), Mobilitas Sosial Horizontal (X9), Kosmopolitan (X10), Sikap Perubahan Sosial (X11), Motivasi (X12), Keberanian Mengambil Resiko (X13) dan Produktivitas Usaha (X14). Selanjutnya variabel tersebut akan dianalisis untuk mengetahui hubungan antar variabel karakteristik sosial ekonomi. Analisis korelasi pearson dari setiap variabel dilakukan dengan menggunakan Program SPSS Ver. 22 dengan selang kepercayaan 95%. Keberhasilan program (Y) diukur berdasarkan kriteria relevansi, efektivitas, efisiensi, dampak dan keberlanjutanya. Berdasarkan hasil uji korelasi diketahui bahwa variabel yang memiliki korelasi yang signifikan (< 0,05) terhadap keberhasilan program antara lain adalah Keberanian Mengambil Resiko (X13) dan Produktivitas Usaha (X14).Diantara kedua variabel tersebut faktor produktivitas usaha memiliki hubungan yang lebih kuat terhadap keberhasilan program. Hal ini menjadikan faktor produktivitas usaha diduga menjadi faktor kunci keberhasilan program bantuan. Produktivitas usaha yang lebih besar atau lebih baik setelah diberikan bantuan dapat memberikan keberlanjutan program bantuan kedepannya. Dalam analisis ini untuk variabel Frekuensi Peningkatan Kapasitas (X7) dan Sikap Perubahan Sosial (X11), tidak dimasukkan kedalam analisis. Hal ini dikarenakan responden memiliki karakteristik yang homogen pada kedua variabel tersebut. Pada tabel berikut dapat dilihat secara rinci nilai korelasi pada setiap variabel.
109
Tabel 57.
Nilai Korelasi Variabel Karakteristik Sosial Ekonomi Terhadap Keberhasilan Program, 2016 Korelasi Pearson Variabel Nilai Probabilitas X1 0,592 0,131 X2 0,592 -0,131 X3 0,359 -0,223 X4 0,256 0,274 X5 0,492 -0,168 X6 0,204 -0,305 X8 0,209 0,302 X9 0,535 0,152 X10 0,454 0,183 X12 0,927 0,022 X13 0,026 0,509* X14 0,014 0,555* Keterangan : Siginifikan jika nilai probabilitas < 0,05 Korelasi pearson 0 – 0,5 (Hubungan Cukup Kuat), 0,5 – 1 (Hubungan Sangat Kuat) Sumber : Data Primer diolah, 2016. Faktor Keberanian Mengambil Resiko (X13) dan Produktivitas Usaha (X14) memiliki memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan program bantuan. Hal ini memberikan arti bahwa semakin tinggi keberanian untuk mengambil resiko dari setiap individu akan memberikan hal positif terhadap keberhasilan program, begitupun dengan faktor produktivitas usaha. Hal ini sesuai dengan pendapat Rogers dan Shoemaker (1987), bahwa ada hubungan positif antara produktivitas usaha atau keuntungan relatif terhadap keberhasilan suatu program. 5.3.3
Karakteristik Koperasi Penerima Bantuan
Koperasi Sebagai Media Penerima Paket Berbantuan Menindaklanjuti UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, dimana dijelaskan tentang pemberian hibah atau bantuan sosial diberikan melalui badan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia, maka mekanisme pemberian paket berbantuan mulai tahun 2016 melalui koperasi. Koperasi yang berhak sebagai mediator untuk penerima paket berbantuan adalah sudah berbadan hukum dan memiliki nomor induk koperasi. Demikan juga halnya untuk pemberian paket berbantuan dari KKP untuk pelaku utama sektor kelautan dan perikanan di Kabupaten Kepulauan Sangihe juga melalui koperasi. Koperasi yang akan bermitra dengan kelompok penerima bantuan tahun 2016 berjumlah 3 koperasi. Koperasi tersebut adalah Koperasi Perikanan
110
Keluarga (tahun 2000) ; Koperasi Perikanan Maming (tahun 2008) dan Keperasi Unit Desa (KUD) Sengkanaung (1972). Tabel 58.
Profil Koperasi Primer Perikanan Penerima Bantuan di Kabupaten Kepulauan Sangihe, 2016 Jumlah Anggota Jumlah KUB Bidang/Unit Nelayan Calon Binaan Calon Usaha/Kegiatan Usaha Nama Koperasi Penerima Penerima Nelayan Bantuan Bantuan (orang) (kelompok) Koperasi Perikanan 5 unit Kapal < 5 GT; alat 53 11 Keluarga tangkap Hand Line Koperasi Perikanan 1 unit kapal 13 GT, alat “MAMING” tangkap purse seine 1 unit kapal 6 GT, alat 72* 16 tangkap hand line KUD Sengkanaung 5 kapal < 5 GT, alat 102 19 tangkap hand line Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Sangihe, 2016. Ket * : Proses identifikasi 10 orang.
Pada tahun 2016 sampai dengan penelitian ini dilakukan, koperasi yang bermitra belum mendapatkan paket bantuan. Tahun ini telah dilakukan pendataan anggota yang bermitra dengan ke 3 koperasi tersebut dan seluruh calon penerima bantuan tercatat sebagai anggota koperasi sejak 2016. Begitu juga dengan kelompok binaan koperasi, dimana KUB tersebut bergabung dengan koperasi di tahun 2016. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Sangihe akan melakuan sosialiasi tekait dengan penerimaan bantuan pada akhir bulan Oktober – November 2016. Mekanisme pengelolaan bantuan pada saat penelitian dilakukan juga belum dirumuskan oleh koperasi. Penentuan pengelolaan paket berbantuan menjadi kewenangan koperasi dengan kelompok binaan atau penerima bantuan. Sampai dengan penelitian ini dilakukan, menurut salah satu pengurus koperasi belum ada konsep yang disiapkan untuk sistem bagi hasilnya. Profil koperasi pengelola bantuan mesin ice flake di Kab. Pangandaran: Koperasi Unit Desa (KUD) Mina Sari yang terbentuk tahun 2000 memiliki badan hukum : 2047/BH/PAD/KDK.10-16/XI/Tgl
2
November
2000
dan
memiliki
SIUP:
503/116/SIUP/PK/X/2003 dan NPWP: 01.106.361.7.425.000. Koperasi tersebut memilik struktur organisasi yang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, pengawas, kelompok komisariat daerah dan anggota (635 orang) yang bergerak di bidang usaha non komersial dan komersial. Usaha non komersial didanai oleh dana-dana hasil keputusan perda dan RAT. Sumber dana berdasarkan Perda antara lain: pengembalian dana paceklik, dana
111
penyelenggaraan jasa lelang dan dana keamanan, sedangkan sumber dana berdasarkan RAT antara lain: simpanan manasuka, tabungan nelayan, dana kematian, dana RAT, dana paket lebaran, dana paceklik, dana simpanan bakul, dana hari tua, dana syukuran nelayan, dan dana sosial. Usaha komersial (bisnis) terdiri dari : usaha niaga barang, usaha jasa penginapan, usaha jasa pendapatan, usaha pembayaran listrik, usaha lainnya seperti pendapatan jasa bank dan insentif, usaha fasilitas pelelangan ikan. Aturan main dalam KUD Mina Sari yaitu setiap nelayan yang menjual ikan hasil tangkapan melalui TPI di KUD Mina Sari dipotong biaya retribusi dari hasil jual ikan sebesar : -
0.8 % (untuk BOP TPI)
-
1.6 % (untuk Pemda Pangandaran)
-
0.2 % (untuk dana paceklik)
-
0.2 % (untuk dana keamanan)
-
0.10 % (untuk dana kenelayanan HNSI)
-
0.10 % (untuk dana pembinaan) Pada tahun 2015, raman KUD Mina Sari sebanyak Rp 42.110.121.734, mengalami
kenaikan sebesar 2,08% dari tahun 2014. Berdasarkan profil KUD Minasari, maka dapat disimpulkan bahwa KUD Minasari pengelola mesin ice flake 1,5 ton sudah sesuai dengan pedoman pemanfaatan dan pengelolaan Ice Flake yang dikeluarkan oleh DJ PDSKP. Bantuan mesin ice flake ini turun pada bulan Januari 2016 dan efektif dioperasikan pada bulan Maret 2016. Jumlah ice flake untuk sekali produksi sebanyak 1,2 ton selama 24 jam. Biaya yang dibutuhkan untuk jaringan listrik menggunakan genset, untuk operasional genset maka diperlukan solar sebanyak 25 liter (Rp. 5.150/liter). Sumber air bersih adalah sumur bor (air payau) sehingga menambah kualitas es. Harga jual ie flake per 1 kotak stereofoam (25 Kg) sebesar Rp 15.000 – 25.000 atau Rp 600/kg sehingga keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 25.000 – 30.000 untuk sekali produksi. Produksi ice flake ini tergantung pada permintaan nelayan terutama pada musim puncak ikan/udang, rata-rata selama 4 (bulan) dalam setahun. Jika dibandingkan dengan harga es diluar (es kantong) maka harga ice flake lebih murah Rp 5.000 – 10.000 untuk 1 stereofoam, sehingga nelayan cenderung hemat jika menggunakan ice flake dengan daya tahan (lama pencairan es) sama. Selain dalam bentuk flake, nelayan juga memerlukan es dalam bentuk balok sehingga ice flake yang telah diproduksi di press terlebih dahulu untuk menghasilkan bentuk balok. Jumlah ice flake yang diperlukan untuk memproduksi es balok adalah 25 kg ice flake dan menghasilkan 3 balok es dengan harga sebesar Rp 7.500 per balok.
112
Biasanya permintaan es balok pada musim ikan yaitu sekitar bulan September s.d Desember. Bantuan mesin ice flake ini sangat dibutuhkan karena jarak antara pendaratan ikan (landing base) sangat dekat namun jumlahnya dirasakan kurang karena produksi es yang sedikit (belum memenuhi kebutuhan pemanfaat).
5.4 Analisis LFA 5.4.1 Analisis LFA untuk Program Bantuan Perikanan Tangkap 5.4.1.1 Bantuan Kapal dan Alat Tangkap Kinerja program bantuan kapal dan alat tangkap di enam lokasi penelitian memberikan gambaran secara umum kinerja program bantuan kapal dan alat tangkap pada lokasi yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dari nilai dan kriteria capaian masing masing program yang telah di bobotkan sebelumnya. Lokasi yang dijadikan sampel penelitian adalah di Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Natuna Kabupaten Sangihe, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Natuna Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Nunukan. Rekapitulasi penilaian kinerja bantuan kapal dan alat tangkap di lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 59.
Nilai dan Kriteria Aspek Keberhasilan Program Bantuan KKP Bidang Perikanan Tangkap Program Bantuan Kapal Dan Alat Tangkap No Isu Permasalahan Nilai Kriteria 1 Relevance 0,491125602 Relevan 2 Effectiveness 0,467341419 Efektif 3 Efficiency 0,091466002 Efisien 4 Impact 0,158596563 Tidak Berdampak 5 Sustainability 0,084962748 Tidak Berkelanjutan 1,293492334 Tidak Berhasil Penilaian Kinerja program bantuan akan dibahas berdasarkan 5 aspek yaitu Relevansi, Efektivitas, Efisiensi, Dampak dan Keberlanjutan. Secara rinci akan dibahas sebagai berikut. Aspek Relevansi Untuk melihat relevansi program dapat dilihat dari tiga indikator yaitu kepentingan, prioritas dan kesesuaian. Berdasarkan hasil perhitungan (Tabel 1) diketahui bahwa secara keseluruhan bahwa program bantuan kapal dan alat tangkap sudah sesuai atau relevan dengan kepentingan stake holder atau penerima bantuan di lokasi penelitian.
113
Program ini sudah mencapai target dalam hal pemenuhan target jumlah penerima bantuannya maupun sesuai dengan program prioritas pemerintah daerah. Penilaian sebagaimana pada Tabel 60 untuk setiap indikator yaitu pada indikator kepentingan, prioritas dan kesesuaian program memiliki kriteria “Relevan” sebagaimana disampaikan sebelumnya hal ini menunjukkan bahwa program bantuan kapal dan alat tangkap sudah relevan. Namun jika dilihat variasinya disetiap lokasi (Pada Lampiran 1), diketahui bahwa untuk lokasi Kabupaten Natuna dan Kabupaten Pangandaran memiliki kriteria cukup relevan pada indikator kepentingan terkait program bantuan kapal dan alat tangkap ini. Hal ini tidak terlepas dengan kebutuhan lokasi terpilih yang memiliki karakteristik perairan yang berbeda dan faktor kebiasaan. Sebagai contoh nelayan Kabupaten Pangandaran terbiasanya dengan kapal ukuran dibawah 10 GT namun bantuan yang diterima adalah kapal-kapal ukuran diatas 30 GT. Akhirnya banyak nelayan yang tidak mampu mengoperasikan sendiri dan membutuhkan pihak ketiga yang akhir dioperasikan di perairan Kabupaten Cilacap (nelayan). Berbeda dengan nelayan Kabupaten Natuna banyak bantuan kapal dan mesin (1 paket) yang diterima tidak sesuai dengan spesifikasi armada penangkapan nelayan Natuna pada umumnya. Sebagai contoh ukuran kapal 20 GT dengan menggunakan mesin sebesar 20 PK. Sebagai contoh nelayan funae dengan alat tangkap huhate memiliki armada ukuran 15 GT memerlukan mesin pengerak dengan ukuran 90 PK. Hal ini tidak sesuai antara ukuran kapal penangkap ikan bantuan nelayan Kabupaten Natuna dengan bantuan mesin penggerak kapal tersebut dan ditambah lagi perairan di Kabupaten Natuna didominasi oleh gelombang besar. Tabel 60.
Nilai dan Kriteria Aspek Relevansi Program Bantuan Kapal dan Alat Tangkap N Aspek dan Indikator Keberhasilan Program Nilai Kriteria o Bantuan KKP 1 Relevance 0,491125602 Relevan 1.1. kepentingan 0,034060653 Relevan 1.1.1. Sesuai dengan kebutuhan stakeholder 0,001185228 1.1.2. Sasaran penerima adalah pelaku utama 0,032875425 1.2. prioritas 0,187822918 Relevan 1.2.1. Prioritas kebijakan pembangunan 0,187822918 perikanan Pusat dan Daerah 1.3. kesesuaian 0,26924203 Relevan 1.3.1. strategi pembangunan perikanan 0,014665804 1.3.2. target penerima bantuan 0,254576226 Sumber : Data Primer diolah, 2016. Terkait dengan relevansi program bantuan kapal dan alat tangkap hal ini sangat ditentukan oleh kesesuaian program bantuan dengan program dan kebijakan pemerintah
114
daerah. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan program bantauan kapal dan alat tangkap dari Kementerian Kelautan dan Perikanan perlu didukung oleh pemerintah daerah agar tujuannya tercapai. Hal ini dapat dilihat dari masing-masing nilai indikator yang lebih besar dibandingkan indikator lainnya. Hal yang menarik terkait aspek relevansi program bantuan kapal dan alat tangkap yaitu berdasarkan penilaian bahwa penerima bantuan haruslah pelaku utama. Faktor kebutuhan stakeholder menjadi prioritas berikutnya. Hal ini memiliki makna bahwa penerima bantuan diharapkan adalah nelayan atau kelompok yang memang memiliki pengalaman dalam hal menangkap ikan dilaut secara langsung. Dapat dikatakan bahwa penerima bantuan terkait dengan relevansi program adalah harus nelayan yang telah berpengalaman minimal 3 tahun atau menjadi bagian dari kelompok nelayan dan dapat membina anggota lainnya. Kecenderungan kegagalan sangat besar jika penerima bantuan adalah juragan darat dan bukan penangkap ikan sehari-hari (mata pencaharian utama). Meskipun kelompok tersebut membutuhkan kapal dan alat tangkap namun tetap perlu dipertimbangkan keahlian dalam kelompok tersebut dalam hal mengoperasikan armada penangkapan ikan. Aspek Efektivitas Untuk melihat efektivitas program bantuan kapal dan alat tangkap dapat dilihat dari 5 indikator antara lain adalah tujuan, maksud, output, aktivitas dan input. Dari hasil penilaian diketahui bahwa kriteria efektivitas program bantuan kapal dan alat tangkap masuk kedalam kriteria “Efektif”. Dari kelima indikator hanya ada dua indikator yang termasuk kedalam kriteria efektif terkait pelaksanaan program bantuan kapal dan alat tangkap yang telah dilakukan yaitu indikator “output” dan “aktifitas”. Aktifitas program yang sudah efektif hal ini menunjukkan bahwa program bantuan kapal dan alat tangkap yang telah disalurkan sudah tepat sasaran, tepat waktu dan teknologi yang diberikan mudah digunakan. Tepat sasaran dapat berarti sudah tepat dalam pemilihan lokasi penerimanya dan pihak penerimanya. Tepat waktu dapat berarti bahwa program bantuan yang disalurkan tepat waktu dalam penyalurannya atau sesuai dengan perencanaannya sesuai tahun berjalan dan datang pada saat dibutuhkan oleh pengguna. Indikator output yang efektif hal ini menunjukkan bahwa program bantuan kapal dan alat tangkap yang telah disalurkan dapat meningkatkan produksi, meningkatkan skala usaha, teknologi yang digunakan sangat adaptif dan juga memberikan peningkatan ketrampilan usaha.
115
Dari kelima indikator pada aspek Efektivitas diketahui bahwa indikator maksud memiliki nilai bobot yang terbesar. Hal ini menunjukkan bahwa penentu efektivitas program bantuan sangat ditentukan oleh tercapainya “Maksud” dari program bantuan tersebut. Hal ini terdiri dari tujuan dapat meningkatkan produktivitas, meningkatkan pendapatan, membuka lapangan usaha dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa hal ini belum tercapai. Dampak dari penyaluran bantuan belum terlihat. Bantuan memang secara khusus dapat memberikan peningkatan pendapatan bagi penerima bantuan tapi belum dapat memberikan peningkatan penyerapan tenaga kerja yang signifikan. Pengelolaan bantuan masih bersifat kelompok dan seakan terkotak kotak antara penerima bantuan dan bukan penerima bantuan di masyarakat. Tabel 61.
Nilai dan Kriteria Aspek Efektivitas Program Bantuan Kapal Dan Alat Tangkap Aspek dan Indikator Keberhasilan Program No Nilai Kriteria Bantuan KKP 2 Effectiveness 0,467341419 Efektif 2.1. Tujuan 0,164672953 Cukup Efektif 2.1.1. Kemudahan akses sumber produksi 0,046975228 2.1.2. Membuka lapangan kerja 0,085814164 2.1.3. Kemudahan akses iptek 0,00619769 2.1.4. Meningkatkan keterampilan usaha 0,025685872 2.2. Maksud 0,148378904 Cukup Efektif 2.2.1. Meningkatkan produktivitas 0,070779426 2.2.2. Meningkatkan pendapatan 0,053390974 2.2.3. Membuka lapangan usaha 0,021121479 2.2.4. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja 0,003087025 2.3. Output 0,079902574 Cukup Efektif 2.3.1. Menambah sumber produksi 0,013839791 2.3.2. Meningkatkan skala usaha 0,013560456 2.3.3. Mengembangkan ilmu pengetahuan, 0,038789506 teknologi yang adaptif 2.3.4. Meningkatkan keterampilan usaha 0,013712821 2.4. Aktifitas 0,007188183 Efektif 2.4.1. Tepat guna (teknologi atau alat yang 0,004831277 digunakan) 2.4.2. Tepat waktu (kapan dilaksanakan) 0,002118184 2.4.3. Tepat sasaran (siapa yang akan diberi) 0,000238722 2.5. Input 0,067198805 Efektif 2.5.1. Proses identifikasi calon penerima bantuan 0,042859825 2.5.2. Proses seleksi calon penerima bantuan 0,022638087 2.5.3. Proses penetapan calon penerima bantuan 0,001700894 Sumber : Data Primer diolah, 2016. Penerima
bantuan
diharapkan
dapat
memberikan
dampak
positif
bagi
perkembangan sektor perikanan khususnya dibidang budidaya ikan laut di lokasi
116
penerima. Dari hasil penilaian diketahui bahwa nilai “kemudahan akses iptek” terkait bantuan kapal dan alat tangkap dari KKP memiliki nilai yang rendah hal ini disebabkan oleh harga kapal dan alat tangkap bantuan yang sangat mahal dan sulit dijangkau oleh masyarakat bukan penerima bantuan yang ingin menggunakan teknologi yang sama. Pada indikator input yang memiliki kriteria cukup efektif ini memberikan arti bahwa dalam proses identifikasi calon penerima, seleksi calon penerima dan proses penetapan calon penerima bantuan masih ada sesuai dengan prosedural yang ada. Dari hasil penilaian terkait aspek efektivitas maka untuk prioritas utama dalam hal mencapai efektivitas program maka perlu diperhatikan indikator “Tujuan” dan “Maksud” dari program tersebut. Pada Tabel 2 dapat dilihat secara rinci nilai dan kriteria pada masingmasing indikator aspek efektivitas. Aspek Efisiensi Untuk melihat efisiensi program bantuan kapal dan alat tangkap dapat dilihat dari 4 indikator antara lain adalah capaian output, hubungan kausalitas, ketepatan waktu dan kewajaran biaya. Aspek efisiensi ini lebih menggambarkan biaya atau korbanan dalam menyalurkan program bantuan. Maka semakin rendah biaya dalam proses penyaluran dan pencapaian tujuan program bantuan maka akan efisien. Berdasarkan analisis indikator efisiensi masuk dalam kriteria efisiensi kecuali indikator capaian output yang masuk dalam kategori cukup efisiensi. Hal ini secara umum menunjukkan bahwa proses penyaluran dan pencapaian tujuan program sudah efisien dimana pembuatan kapal mendekati lokasi penerima terpilih sehingga jarak yang ditempuh ketika pendistribusian kapal tidak memakan waktu yang lama. Sebagai contoh Kabupaten Pangandaran pembuatan kapal dilakukan di Kabupaten Cilacap yang jarak daratnya 116 km dapat ditempuh rata-rata dalam waktu 2 jam. Biaya lainnya yang dikeluarkan oleh nelayan penerima bantuan adalah modifikasi instalasi kapal, perawatan dan operasional yang dapat ditutupi dari hasil penangkapan ikan dengan menggunakan kapal bantuan tersebut. Sebagai contoh dari hasil wawancara dengan nelayan penerima bantuan kapal 38 GT di Kabupaten Sangihe memperoleh keuntungan pertrip (10 hari) sebesar 5 – 15 juta dengan biaya operasional sebesar 15 juta rupiah meliputi BBM 4 juta rupiah, es 4 juta rupiah, ransum/perbekalan 5 juta, suku cadang dll 2 juta dengan target total produksi ikan cakalang senilai 20 – 30 juta rupiah. Dengan catatan harga jual perekor 20 – 30 ribu rupiah size 3 kilogram/ekor. Indikator yang memiliki pengaruh paling besar berdasarkan bobot dalam menentukan efisiensi program yaitu pada “indikator capaian output” dan “indikator
117
kausalitas”. Pada kenyataannya hasil penelitian menunjukkan bahwa
untuk kedua
indikator tersebut masih masuk kedalam kriteria cukup efisien dan efisien. Indikator capaian output meliputi kuantitas dan kualitas output masuk dalam kriteria cukup efisien. Hal ini dikarenakan bantuan alat tangkap yang tidak sesuai dengan alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di lokasi setempat. Sebagai contoh bantuan alat tangkap di Kabupaten Pangandaran tidak efisien dikarenakan adanya perbedaan mata jaring dan konstruksi yang berbeda dengan mata jaring dan konstrukusi pada umumnya digunakan oleh nelayan Pangandaran. Tabel 62.
Nilai dan Kriteria Aspek Efisiensi Program Bantuan Tangkap Aspek dan Indikator Keberhasilan No Program Bantuan KKP Nilai 3 Efficiency 0,091466002 3.1. capaian output 0,035089393 3.1.1 kuantitas output 0,002284213 3.1.2 kualitas output 0,032805181 3.2. hubungan kausalitas 0,035143909 3.2.1 kecukupan input 0,019435244 3.2.2. isu terkini 0,014956737 3.2.3. inflasi 0,000751929 3.3. ketepatan waktu 0,019369118 3.3.1. kuantitas input 0,001226941 3.3.2. kualitas input 0,018142178 3.4. kewajaran biaya 0,001863581 3.4.1. instalasi 0,000431218 3.4.2. perawatan 0,000471397 3.4.3. operasional 0,000960966 Sumber : Data Primer diolah, 2016.
Kapal Dan Alat Kriteria Efisien Cukup Efisien Efisien
Efisien Efisien
Kesesuaian dengan isu terkini pada setiap lokasi penelitian menunjukkan hal yang tidak sesuai. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa isu terkini pada setiap lokasi penelitian secara umum berkaitan dengan peningkatan produksi dan kemiskinan. Biaya yang tinggi atau nilai barang bantuan yang cukup mahal secara signifikan dirasakan berdasarkan persepsi penerima bantuan belum dapat menjawab permasalahan dalam peningkatan produksi dan mengurangi kemiskinan di wilayah mereka. Hasil penilaian menunjukkan bahwa indikator yang masuk ke dalam kriteria tidak efisien pada masingmasing lokasi penerima bantuan harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan kinerja program bantuan kapal dan alat tangkap. Hal ini dapat dimulai dari penyesuaian isu terkini dalam artian bantuan dapat menjawab permasalahan isu yang ada disetiap lokasi penerima bantuan
118
Terkait dengan kewajaran biaya, khususnya pada faktor instalasi yang memiliki nilai nol hal ini menunjukkan bahwa setiap biaya terkait instalasi atau pemasangan kapal dan alat tangkap dari program bantuan semua ditanggung oleh pemerintah. Penerima tidak dibebankan biaya pemasangan. Namun berdasarkan hasil wawancara khususnya nelayan Kabupaten Sangihe melakukan modifikasi pada bantuan kapal yang diterima pada tahun 2015 dan mengeluarkan biaya untuk hal tersebut. Biaya yang dikeluarkan masih dalam batas wajar menurut mereka. Aspek Dampak Untuk melihat dampak program bantuan kapal dan alat tangkap dapat dilihat dari 3 indikator antara lain adalah capaian dampak tujuan keseluruhan, dampak hubungan kausalitas dan efek pengganda. Indikator dampak tujuan keseluruhan dan efek pengganda masuk dalam kategori tidak berdampak. Hal ini dikarenakan sulit melakukan pengukuran dalam waktu singkat karena indikator ini adalah dampak dalam jangka panjang. Berbeda dengan dampak hubungan kausalitas yang secara singkat dapat diukur. Berdasarkan hasil analisis dampak hubungan kausalitas terhadap program bantuan kapal dan alat tangkap berdampak. Dampak ini tercermin dari produktivitas, pendapatan, lapangan usaha, dan serapan tenaga kerja. Dari ketiga indikator pada aspek dampak diketahui berdasarkan penilaian pengaruh terbesar adalah indikator dampak hubungan kausalitas. Dampak program bantuan telah dirasakan dapat meningkatkan produktivitas kapal dan alat tangkap di lokasi penelitian meskipun masih dalam skala mikro atau tingkat penerima bantuan saja dan belum memberikan angka yang signifikan terhadap peningkatan produksi secara regional. Aspek dampak secara keseluruhan berdasarkan penilaian masuk kedalam kriteria “Tidak Berdampak”. Terkait aspek dampak tujuan secara keseluruhan dan efek pengganda cukup sulit untuk dilakukan pengukurannya. Dalam penelitian ini dicoba mengukur berdasarkan keterkaitannya pada prospek kebijakan daerah, pembangunan daerah dan faktor penghambat. Dalam faktor prospek diketahui memiliki nilai yang lebih besar dibanding faktor lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa dalam dampak tujuan secara keseluruhan program bahwa pengembangan usaha melalui sarana bantuan yang diberikan memiliki peluang pengembangan yang besar disetiap
lokasi
penerima
bantuan
namun
masih
memiliki
hambatan
dalam
pelaksanaaannya. Program bantuan kapal dan alat tangkap belum mampu secara signifikan untuk mengurangi hambatan dalam rangka peningkatan kesejahteraan. Hal ini disebabkan dalam pengoperasian kapal dan alat tangkap dari program bantuan mengalami hambatan terkait dengan perizinan atau PAS Kapal.
119
Terkait dengan efek pengganda dari program ini diketahui memiliki dampak yang lebih besar terhadap penyerapan tenaga kerja dibandingkan dampaknya terhadap usaha pendukung lainnya. Hal ini sesuai dengan kenyataan dilapang bahwa penerima bantuan dalam menjalankan usahanya dapat menyerap tenaga kerja meskipun dalam jumlah sedikit. Sebagai contoh kapal bantuan ukuran 30GT membutuhkan ABK lebih dari 10 orang dan ditambah dengan tenaga kerja pensuplai bahan baku untuk melaut seperti es, bahan bakar minyak, perbekalan dsb. Berbeda dengan usaha pendukung penangkapan ikan yang belum terlalu berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan. Usaha pendukung yang dimaksud adalah usaha di sektor lainnya. Hal ini tidak terlepas dari jumlah pengguna atau penerima bantuan yang masih sedikit. Secara rinci dan kriteria pada aspek dampak dapat dilihat pada Tabel 63. Tabel 63.
Nilai dan Kriteria Aspek Dampak Tangkap Aspek dan Indikator Keberhasilan No Program Bantuan KKP 4 Dampak 4.1. dampak tujuan keseluruhan 4.1.1. prospek 4.1.2. pembangunan daerah 4.1.3. Faktor penghambat 4.2. dampak hubungan kausalitas 4.2.1. produktivitas 4.2.2. pendapatan 4.2.3. lapangan usaha 4.2.4. serapan tenaga kerja 4.3. efek pengganda 4.3.1. usaha pendukung 4.3.2. tenaga kerja Sumber : Data Primer diolah, 2016.
Program Bantuan Kapal Dan Alat Nilai 0,158596563 0,072460263 0,127737326 0,07987423 0,009769233 0,336642336 0,074329563 0,949988711 0,256209077 0,066041996 0,066687089 0,005020072 0,128354107
Kriteria Tidak Berdampak Tidak Berdampak
Berdampak
Tidak Berdampak
Aspek Keberlanjutan Untuk melihat keberlanjutan program bantuan kapal dan alat tangkap dapat dilihat dari 4 indikator, antara lain adalah kebijakan dan sistem, organisasi dan keuangan, teknologi dan masyarakat, budaya dan lingkungan. Dari ke empat indikator tersebut diketahui bahwa indikator masyarakat, budaya dan lingkungan memiliki nilai paling yang besar. Secara umum program bantuan kapal dan alat tangkap jika dilihat dari 4 indikator tersebut masuk dalam kategori tidak berkelanjutan. Jika ditelusuri lebih jauh peluang pemerintah daerah untuk melanjutkan program bantuan kapal dan alat tangkap dengan spesifikasi yang sama dengan jumlah yang sama dengan pemerintah pusat melalui APBD memiliki peluang cukup kecil. Hal ini
120
dikembalikan kepada program prioritas masing-masing di daerah. Sebagai contoh Kabupaten Lombok Timur program prioritas lebih kepada budidaya rumput laut karena untuk mendukung program prioritas NTB yaitu PIJAR (Sapi Jagung dan Rumput Laut). Jika disimpulkan secara eksplisit program peningkatan produksi perikanan tangkap di Kabupaten Lombok Timur tidak segencar peningkatan produksi rumput laut. Contoh lainnya adalah Kabupaten Natuna. Pemerintah daerah tidak memiliki dana pendampingan untuk program bantuan kapal dan alat tangkap (program mina maritim). Program tersebut sangat didukung oleh pemerintah daerah namun tidak termasuk biaya. Dari penilaian diketahui bahwa kebijakan dan sistem (peraturan dan pemerintahan) yang ada dilokasi penerima bantuan belum mendukung keberlanjutan program bantuan ini. Dalam artian salah satunya adalah setiap pemerintah daerah belum menyusun kebijakan terkait lanjutan program bantuan dari pemerintah pusat. Walaupun dalam petunjuk teknis tertuang dalam Bab Kelembagaan tim teknis terbagi menjadi tiga tim yaitu tim teknis pusat, tim teknis propinsi dan tim teknis Kabupaten/KotaHal ini dapat berupa kebijakan pengawasan, monitoring, pendampingan atau bahkan terkait kebijakan anggaran untuk mendukung keberlanjutan program pusat ini. Namun dari semua faktor tersebut yang paling penting tentunya kebijakan pemerintah daerah dalam mengawasi dan memberikan pendampingan terhadap penerima program bantuan mengingat keterbatasan sumberdaya yang ada di pemerintah pusat. Hal ini dapat menjadi dasar untuk menyusun kebijakan di tingkat daerah untuk melakukan pendampingan dan pengawasan setiap program bantuan pusat agar tercapainya tujuan program untuk kesejahteraan masyarakat. Hal ini sesuai dengan hasil penilaian dari indikator kebijakan dan sistem yang masuk kedalam kriteria tidak berkelanjutan. Indikator teknologi pun menjadi hal yang penting untuk diperhatikan dalam mewujudkan keberlanjutan program bantuan kapal dan alat tangkap. Teknologi yang diberikan haruslah mudah dipahami dan juga murah atau mudah dijangkau oleh nelayan. Indikator keuangan dan organisasi menunjukkan bahwa program bantuan kapal dan alat tangkap memiliki kriteria tidak berkelanjutan. Hal ini dipengaruhi dibeberapa lokasi terpilih secara kelompok belum bisa mandiri untuk memenuhi kecukupan anggaran dalam menjalankan usaha penangkapan dan masih membutuhkan bantuan dari pedagang pengumpul sebagai sumber modal. Jika dibandingkan dengan 4 indikator sebelumnya yaitu relevan, efektik, efisien, dan dampak indikator keberlanjutan adalah indikator dengan nilai bobot terbesar yaitu 0,36 namun dengan jumlah turunan indikator yang terbanyak sehingga nilai skor yang
121
dikumpulkan dari responden dikalikan dengan nilai bobot yang telah dibagi dan nilainya lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai bobot dari turunan indikator lainnya. Tabel 64.
Nilai dan Kriteria Aspek Dampak Program Tangkap Aspek dan Indikator Keberhasilan No Nilai Program Bantuan KKP 5 Sustainability 0,084962748 5.1. kebijakan dan sistem 0,047370319 5.1.1. keberlanjutan kebijakan 0,096011539 5.1.2. Ketersediaan regulasi 0,028805639 5.1.3. Perencanaan 0,058377629 5.1.4. Penyebaran manfaat 0,00628647 5.2. organisasi dan keuangan 0,006608501 5.2.1. Keberlanjutan organisasi 0,008044989 5.2.2. Kepemilikan bantuan 0,011405243 5.2.3 Kecukupan anggaran 0,006162511 5.2.4. Peluang anggaran 0,004939547 5.2.6. Ukuran kecukupan anggaran 0,002490213 5.3. teknologi 0,028398185 5.3.1. Mudah 0,050713204 5.3.2. Murah 0,028130936 5.3.3. Ramah lingkungan 0,050372502 5.3.4. Mekanisme diseminasi 0,002390404 5.3.5.Pendampingan teknologi 0,015621704 5.3.6. Difusi teknologi 0,023160361 5.4. masyarakat, budaya dan lingkungan 0,257473987 5.4.1. Karakteristik masyarakat 0,49248689 5.4.2. Keberadaan lingkungan 0,022461084 Sumber : Data Primer diolah, 2016.
Bantuan Kapal Dan Alat Kriteria Tidak Berkelanjutan Tidak Berkelanjutan
Tidak Berkelanjutan
Tidak Berkelanjutan
Tidak Berkelanjutan
5.4.2 Analisis LFA untuk Program Bantuan Perikanan Budidaya 5.4.2.1 Bantuan Excavator Kinerja Program Bantuan Excavator Kinerja program bantuan Excavator akan dibahas berdasarkan 5 aspek yaitu Relevansi, Efektivitas, Efisiensi, Dampak dan Keberlanjutan. Secara umum, capaian aspek pada excavator dapat dilihat pada Tabel 65. aspek relevansi mencapai kriteria sukup relevan dengan skor nilai 0,323. Pada aspek efektif, mencapai kriteria efektif dengan cakupan nilai 0,48. Pada aspek efisien, skor mencapai 0,093 masuk dalam kategori efisien. Jika dilihat dari impact, capaian skor sebesar 0,471 masuk dalam kategori cukup berdampak. Sedangkan pada aspek sustainability, masuk dalam kriteria tidak berkelanjutan dengan nilai 0,5841. Capaian secara umum, masuk kriteria cukup berhasil.
122
Tabel 65. Aspek, Nilai dan Kriteria pada Bantuan Excavator No. Aspek Nilai Kriteria 1 Relevance 0,3230 Cukup Relevan 2 Effectiveness 0,4825 Efektif 3 Efficiency 0,0930 Efisien 4 Impact 0,4710 Cukup Berdampak 5 Sustainability 0,5841 Tidak Berkelanjutan 1,9536 Cukup Berhasil Sumber: data primer diolah (2016) Aspek Relevansi Pada Tabel 66, dapat dilihat bantuan excavator cukup relevan dan merupakan jenis bantuan yang memiliki prioritas (relevan), jika dilihat dari kesesuaian masuk kedalam kategori cukup relevan sedangkan dari aspek kepentingan tidak relevan. Tabel 66. Relevansi Bantuan Excavator Aspek dan Indikator Keberhasilan No Program Bantuan KKP 1 Relevance 1.1. kepentingan 1.1.1. Sesuai dengan kebutuhan stakeholder 1.1.2. Sasaran penerima adalah pelaku utama 1.2. prioritas 1.2.1. Prioritas kebijakan pembangunan perikanan Pusat dan Daerah 1.3. kesesuaian 1.3.1. strategi pembangunan perikanan 1.3.2. target penerima bantuan Sumber: data primer diolah (2016)
Excavator Nilai Kriteria 0,3230 Cukup Relevan 0,0134 Tidak Relevan 0,0013 0,0121 0,1986 Relevan 0,1986 0,1111 Cukup Relevan 0,0159 0,0952
123
Pada Tabel 67 dapat dilihat bahwa tujuan, maksud, aktivitas, input, dan efektifnes masuk kedalam kriteria efektif. Sedangkan pada output, cukupan kriteria mencapai aspek tidak efektif. Tabel 67. Efektivitass dan Kriteria Bantuan Excavator Aspek dan Indikator Keberhasilan No Nilai Program Bantuan KKP 2 Effectiveness 0,4825 2.1. Tujuan 0,1713 2.1.1. Kemudahan akses sumber produksi 0,0588 2.1.2. Membuka lapangan kerja 0,0879 2.1.3. Kemudahan akses iptek 0,0054 2.1.4. Meningkatkan keterampilan usaha 0,0192 2.2. Maksud 0,1734 2.2.1. meningkatkan produktivitas 0,0922 2.2.2. Meningkatkan pendapatan 0,0525 2.2.3. Membuka lapangan usaha 0,0258 2.2.4. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja 0,0029 2.3. Output 0,0604 2.3.1. Menambah sumber produksi 0,0223 2.3.2. meningkatkan skala usaha 0,0142 2.3.3. Mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi yang adaptif 0,0177 2.3.4. Meningkatkan keterampilan usaha 0,0061 2.4. Aktifitas 0,0095 2.4.1. tepat guna (teknologi atau alat yang digunakan) 0,0061 2.4.2. tepat waktu (kapan dilaksanakan) 0,0032 2.4.3. tepat sasaran (siapa yang akan diberi) 0,0002 2.5. Input 0,0679 2.5.1. Proses identifikasi calon penerima bantuan 0,0435 2.5.2. Proses seleksi calon penerima bantuan 0,0226 2.5.3. Proses penetapan calon penerima bantuan 0,0017 Sumber: data primer diolah (2016)
Kriteria Efektif Efektif
Efektif
Tidak Efektif
Efektif
Efektif
124
Pada Tabel 68, dapat dilihat bahwa hubungan kausalitas yang terdiri dari kecukupan input, isu terkini dan inflasi mencapai kriteria efisien. Pada aspek ketepatan waktu dengan unsur kuantitas dan kualitas mencapai kriteria efisien. Pada capaian aspek capaian output masuk kedalam kriteria cukup efisien. Sedangkan aspek kewajaran biaya mencapai kriteria tidak efisien. Tabel 68. Efisiensi dan Kriteria Bantuan Excavator Aspek dan Indikator Keberhasilan No Nilai Program Bantuan KKP 3 Eficiency 0,0930 3.1. capaian output 0,0324 3.1.1 kuantitas output 0,0024 3.1.2 kualitas output 0,0300 3.2. hubungan kausalitas 0,0393 3.2.1 kecukupan input 0,0234 3.2.2. isu terkini 0,0150 3.2.3. inflasi 0,0008 3.3. ketepatan waktu 0,0202 3.3.1. kuantitas input 0,0013 3.3.2. kualitas input 0,0189 3.4. kewajaran biaya 0,0011 3.4.1. instalasi 0,0002 3.4.2. perawatan 0,0002 3.4.3. operasional 0,0007 Sumber: data primer diolah (2016)
Kriteria Efisien Cukup Efisien Efisien
Efisien Tidak Efisien
Pada Tabel 69, dapat dilihat bahwa impact yang terdiri dari aspek dampak tujuan keseluruhan, dampak hubungan kausalitas dan efek pengganda memiliki kriteria cukup berdampak. Tabel 69. Impact dan Kriteria Bantuan Excavator Aspek dan Indikator Keberhasilan No Nilai Program Bantuan KKP 4 Impact 0,4710 4.1. dampak tujuan keseluruhan 0,2061 4.1.1. prospek 0,1295 4.1.2. pembangunan daerah 0,0687 4.1.3. Faktor penghambat 0,0079 4.2. dampak hubungan kausalitas 0,1349 4.2.1. produktivitas 0,0691 4.2.2. pendapatan 0,0464 4.2.3. lapangan usaha 0,0155 4.2.4. serapan tenaga kerja 0,0039 4.3. efek pengganda 0,1300 4.3.1. usaha pendukung 0,0074 4.3.2. tenaga kerja 0,1226 Sumber: data primer diolah (2016)
Kriteria Cukup Berdampak Cukup Berdampak
Cukup Berdampak
Cukup Berdampak
125
Pada Tabel 70, secara umum aspek sustainability memiliki kriteria tidak berkelanjutan. Dengan perincian Aspek kebijakan dan sistem, organisasi dan keuangan berkelanjutan. Sedangkan aspek teknologi dan aspek masyarakat, budaya dan lingkungan memiliki kriteria tidak berkelanjutan. Tabel 70. Sustainability dan Kriteria Bantuan Excavator Aspek dan Indikator Keberhasilan No Nilai Program Bantuan KKP 5 Sustainability 0,5841 5.1. kebijakan dan sistem 0,1914 5.1.1. keberlanjutan kebijakan 0,0786 5.1.2. Ketersediaan regulasi 0,0368 5.1.3. Perencanaan 0,0691 5.1.4. Penyebaran manfaat 0,0069 5.2. organisasi dan keuangan 0,0369 5.2.1. Keberlanjutan organisasi 0,0108 5.2.2. Kepemilikan bantuan 0,0136 5.2.3 Kecukupan anggaran 0,0057 5.2.4. Peluang anggaran 0,0042 5.2.6. Ukuran kecukupan anggaran 0,0025 5.3. teknologi 0,1341 5.3.1. Mudah 0,0343 5.3.2. Murah 0,0153 5.3.3. Ramah lingkungan 0,0520 5.3.4. Mekanisme diseminasi 0,0012 5.3.5.Pendampingan teknologi 0,0130 5.3.6. Difusi teknologi 0,0183 5.4. masyarakat, budaya dan lingkungan 0,2217 5.4.1. Karakteristik masyarakat 0,1979 5.4.2. Keberadaan lingkungan 0,0237
Kriteria Tidak Berkelanjutan Berkelanjutan
Berkelanjutan
Tidak Berkelanjutan
Tidak Berkelanjutan
Sumber: data primer diolah (2016)
5.4.2.2 Bantuan Peralatan Mesin Pakan Bantuan peralatan mesin pakan tahun 2015 yang diberikan kepada pembudidaya ikan khususnya di empat lokasi penelitian (Ciamis, Indramayu, Bengkulu, dan Sangihe) menunjukkan kinerja yang berhasil dengan beberapa catatan. Rekapitulasi capaian kinerja program bantuan mesin pakan mandiri dapat dilihat pada tabel berikut.
126
Tabel 71.
Kinerja Program Bantuan Peralatan Mesin Pakan Mandiri, Tahun 2015 Program Bantuan Peralatan Mesin Pakan No. Isu Permasalahan Nilai Kriteria 1 Relevance 0,5396 Relevan 2 Effectiveness 0,5405 Efektif 3 Efficiency 0,0924 Efisien 4 Impact 0,5686 Berdampak 5 Sustainability 0,8853 Berkelanjutan 2,6264 Berhasil Sumber: data primer diolah (2016) Relevansi Relevansi program dapat dilihat dari tiga indikator yaitu kepentingan, prioritas dan kesesuaian. Secara agregat, pemberian bantuan peralatan mesin pakan mandiri sudah relevan. Bantuan peralatan mesin pakan mandiri sudah relevan baik dari indikator kepentingan, prioritas maupun kesesuaiannnya. Tabel 72.
Nilai dan Kriteria Aspek Relevansi Program Bantuan Peralatan Mesin Pakan Mandiri Aspek dan Indikator Keberhasilan Program No Nilai Kriteria Bantuan KKP 1 Relevance 0.5396 Relevan 1.1. kepentingan 0.0375 Relevan 1.1.1. Sesuai dengan kebutuhan stakeholder 0.0013 Relevan 1.1.2. Sasaran penerima adalah pelaku utama 0.0362 Relevan 1.2. prioritas 0.1986 Relevan 1.2.1. Prioritas kebijakan pembangunan perikanan 0.1986 Relevan Pusat dan Daerah 1.3. kesesuaian 0.3034 Relevan 1.3.1. strategi pembangunan perikanan 0.0178 Relevan 1.3.2. target penerima bantuan 0.2856 Relevan Sumber: data primer diolah (2016) Bantuan peralatan mesin pakan sesuai dengan kebutuhan stakeholder dalam hal ini pembudidaya ikan karena diharapkan dapat menurunkan biaya produksi usaha budidaya pembudidaya ikan. Sementara itu sasaran penerima bantuan adalah pelaku utama usaha budidaya ikan sehingga penyaluran bantuan peralatan mesin pakan bisa dikatakan relevan. Kebijakan pemberian bantuan peralatan mesin pakan mandiri juga menjadi salah satu prioritas pembangunana perikanan budidaya baik di pemerintah pusat maupun daerah yang mempunyai potensi perikanan budidaya.
Keselarasan program antara
127
pemerintah pusat dan daerah diharapkan memberikan sinergi dalam pencapaian keberhasilan tujuan pelaksanaan program bantuan peralatan mesin pakan mandiri. Pemberian bantuan peralatan mesin pakan mandiri juga merupakan salahsatu strategi yang tepat dalam pembangunan perikanan khususnya budidaya sehingga relevan dengan upaya menjamin ketersediaan pakan dengan harga yang murah. Penerima bantuan merupakan kelompok pembudidaya ikan yang sudah berpengalaman sehingga diharapkan memberikan peluang keberhasilan yang lebih tinggi daripada pembudidaya pemula. Operasional usaha pakan mandiri memerlukan modal yang cukup besar sehingga jika diberikan kepada pembudidaya ikan yang sudah berpengalaman diharapkan dapat dioperasikan dengan baik karena didukung dengan pengalaman usaha dan modal finansial yang cukup. Efektivitas Aspek efektivitas ditinjau dari lima indikator yaitu tujuan, maksud, output, aktivitas dan input. Berdasarkan suvey wawancara dan observasi lapang menunjukkan bahwa program bantuan sudah efektif. Program bantuan memberikan kemudahan akses sumber produksi, mampu membuka lapangan pekerjaan baru walaupun dalam jumlah yang kecil. Selain itu pembudidaya mempunyai pengetahuan dan keterampilan baru khususnya terhadap pembuatan pakan mandiri. Pelatihan dan forum perkumpulan sesama pelaku usaha pakan mandiri menjadi wahana peningkatan kapasitas pembudidaya ikan. Dari sisi maksud pelaksanaan program bantuan pada beberapa lokasi juga mampu meningkatkan produktivitas sehingga pendapatan pembudidaya ikan juga meningkat. Program mesin pakan mandiri juga mampu membuka lapangan usaha baru seperti teknik perbengkelan karena mesin-mesin peralatan pakan mandiri memerlukan perawatan, perbaikan bahkan modifikasi yang membutuhkan dukungan keterampilan khusus seperti perbengkelan. Operasional usaha pakan mandiri juga harus didukung oleh sejumlah tenaga kerja sehingga keberadaan usaha pakan mandiri secara tidak langsung juga meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Tabel 73.
Nilai dan Kriteria Aspek Efektivitas Program Bantuan Peralatan Mesin Pakan Mandiri Aspek dan Indikator Keberhasilan Program No Nilai Kriteria Bantuan KKP 2 Effectiveness 0.5405 Efektif 2.1. Tujuan 0.1933 Efektif 2.1.1. Kemudahan akses sumber produksi 0.0539 Efektif 2.1.2. Membuka lapangan kerja 0.0988 Efektif 2.1.3. Kemudahan akses iptek 0.0075 Efektif 2.1.4. Meningkatkan keterampilan usaha 0.0331 Efektif
128
2.2. Maksud 2.2.1. meningkatkan produktivitas 2.2.2. Meningkatkan pendapatan 2.2.3. Membuka lapangan usaha 2.2.4. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja 2.3. Output 2.3.1. Menambah sumber produksi 2.3.2. meningkatkan skala usaha 2.3.3. Mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi yang adaptif 2.3.4. Meningkatkan keterampilan usaha 2.4. Aktifitas 2.4.1. tepat guna (teknologi atau alat yang digunakan) 2.4.2. tepat waktu (kapan dilaksanakan) 2.4.3. tepat sasaran (siapa yang akan diberi) 2.5. Input 2.5.1. Proses identifikasi calon penerima bantuan 2.5.2. Proses seleksi calon penerima bantuan 2.5.3. Proses penetapan calon penerima bantuan Sumber: data primer diolah (2016)
0.1729 0.0845 0.0605 0.0242 0.0037 0.1067 0.0209 0.0171
Efektif Efektif Efektif Efektif Efektif Efektif Efektif Efektif
0.0510 Efektif 0.0177 Efektif 0.0082 Efektif 0.0056 Efektif 0.0024 0.0002 0.0594 0.0390 0.0189 0.0015
Cukup Efektif Efektif Efektif Efektif Efektif Efektif
Output peralatan pakan mandiri secara umum mampu menambah sumber produksi walaupun produksi pakan yang dihasilkan belum optimal. Keberadaan pabrik pakan mandiri diharapkan mampu meningkatkan skala usaha budidaya pembudidaya ikan seiring dengan semakin efisiennya biaya operasional usaha budidaya ikan. Pemberian bantuan peralatan mesin pakan mandiri juga disertai dengan pengenalan teknologi pengoperasian mesin yang mudah diterima oleh penerima bantuan. Teknologi yang diterima selanjutnya dapat disampaikan ke pembudidaya yang lain dan saling bertukar informasi teknologi terkini.
Efisiensi Secara umum pelaksanaan program peralatan mesin pakan mandiri sudah termasuk dalam kriteria efisien. Indikator untuk menentukan tingkat efisiensi meliputi capaian output, hubungan kausalitas, ketepatan waktu, dan kewajaran biaya. Pada indikator capaian output termasuk dalam kriteria cukup efisien karena output yang dihasilkan sampai sejauh ini belum sesuai dengan yang diharapkan baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Capaian output yang dihasilkan saat ini hanya mencapai 20-50 persen dari target yang diharapkan. Kendala yang dihadapi diantaranya adalah belum optimalnya kinerja
129
mesin pakan sehingga masih memerlukan modifikasi atau perbaikan komponen agar dapat memberikan kinerja yang lebih optimal. Tabel 74. Tabel Nilai dan Kriteria Aspek Efisiensi Program Bantuan Peralatan Mesin Pakan Mandiri Aspek dan Indikator Keberhasilan Program No Nilai Kriteria Bantuan KKP 3 Efficiency 0.0924 Efisien 3.1. capaian output 0.0360 Cukup Efisien 3.1.1 kuantitas output 0.0022 Cukup Efisien 3.1.2 kualitas output 0.0338 Cukup Efisien 3.2. hubungan kausalitas 0.0363 Efisien 3.2.1 kecukupan input 0.0200 Efisien 3.2.2. isu terkini 0.0155 Efisien 3.2.3. inflasi 0.0008 Cukup Efisien 3.3. ketepatan waktu 0.0184 Efisien 3.3.1. kuantitas input 0.0011 Efisien 3.3.2. kualitas input 0.0173 Efisien 3.4. kewajaran biaya 0.0017 Efisien 3.4.1. instalasi 0.0004 Efisien 3.4.2. perawatan 0.0004 Efisien 3.4.3. operasional 0.0008 Efisien Sumber: data primer diolah (2016) Dampak Dampak program peralatan mesin pakan mandiri dapat dilihat dari 3 indikator yaitu capaian dampak tujuan keseluruhan, dampak hubungan kausalitas dan efek pengganda. Secara agregat, program peralatan mesin pakan mandiri termasuk dalam kriteria berdampak. Indikator dampak tujuan keseluruhan memberikan nilai yang paling tinggi dalam aspek dampak. Tabel 75. Tabel Nilai dan Kriteria Aspek Dampak Program Bantuan Peralatan Mesin Pakan Mandiri Aspek dan Indikator Keberhasilan Program No Nilai Kriteria Bantuan KKP 4 Dampak 0.5686 Berdampak 4.1. dampak tujuan keseluruhan 0.2408 Berdampak 4.1.1. prospek 0.1422 Berdampak 4.1.2. pembangunan daerah 0.0880 Berdampak 4.1.3. Faktor penghambat 0.0107 Berdampak 4.2. dampak hubungan kausalitas 0.1643 Berdampak 4.2.1. produktivitas 0.0758 Berdampak 4.2.2. pendapatan 0.0624 Berdampak 4.2.3. lapangan usaha 0.0208 Berdampak 4.2.4. serapan tenaga kerja 0.0053 Berdampak 4.3. efek pengganda 0.1634 Berdampak 4.3.1. usaha pendukung 0.0063 Berdampak
130
4.3.2. tenaga kerja Sumber: data primer diolah (2016)
0.1571 Berdampak
Pemberian bantuan peralatan mesin pakan mandiri yang diberikan baru dikelola kurang dari satu tahun sehingga dampak yang dierikan secara nyata belum dapat diketahui. Namun potensi dampak yang akan diterima sudah dapat diperkirakan. Misalnya dari perkiraan dampak tujuan keseluruhan, bantuan peralatan mesin pakan mandiri memberikan prospek yang bagus karena dapat menghasilkan produk pakan dengan harga yang lebih murah di pasar memanfaatkan bahan baku lokal dengan kualitas yang optimal. Tersedianya pakan murah akan memacu tumbuhnya usaha budidaya di daerah sehingga meningkatkan roda perekonomian daerah. Keberadaan pabrik pakan mandiri juga mereduksi faktor penghambat usaha budidaya ikan khususnya terkait dengan tingginya biaya operasional usaha budidaya ikan. Potensi dampak hubungan kausalitas karena keberadaan pabrik pakan mandiri juga terjadi. Tersedianya pakan mandiri yang murah secara otomatis akan meningkatkan aktivitas usaha budidaya ikan sehingga produktivitas pembudidaya ikan semakin meningkat. Tumbuhnya prospek usaha budidaya ikan juga menyebabkan dampak pengganda seperti berkembangnya beberapa lapangan usaha baru mulai terbentuk seperti jasa transportasi hasil perikanan, jasa perbaikan sarana prasarana usaha budidaya ikan, usaha penjualan obat-obatan atau vitamin untuk ikan, dan usaha penyedian input perikanan budidaya lainnya. Keberlanjutan Aspek keberlanjutan merupakan aspek yang penting dalam menentukan keberhasilan program bantuan. Aspek keberlanjutan dapat dilihat dari lima indikator yaitu kebijakan dan sistem, organisasi dan keuangan, teknologi, masyarakat, budaya, dan lingkungan. Indikator kebijakan dan sistem termasuk dalam kriteria cukup berkelanjutan karena sejauh ini sifat bantuan dilaksanakan dalam satu tahun anggaran dan belum ada jaminan kebijakan atau regulasi yang menjamin keberlanjutan program untuk jangka waktu yang lebih lama. Kebijakan pembangunan sangat dipengaruhi oleh prioritas pembangunan daerah maupun yang terkadang dipengaruhi oleh kepentingan politik.
131
Tabel 76. Nilai dan Kriteria Aspek Keberlanjutan Program Bantuan Peralatan Mesin Pakan Mandiri Aspek dan Indikator Keberhasilan Program No Nilai Kriteria Bantuan KKP 5 Sustainability 0.8853 Berkelanjutan 5.1. kebijakan dan sistem 0.1789 Cukup Berkelanjutan 5.1.1. keberlanjutan kebijakan 0.0885 Cukup Berkelanjutan 5.1.2. Ketersediaan regulasi 0.0261 Cukup Berkelanjutan 5.1.3. Perencanaan 0.0576 Berkelanjutan 5.1.4. Penyebaran manfaat 0.0068 Berkelanjutan 5.2. organisasi dan keuangan 0.0368 Berkelanjutan 5.2.1. Keberlanjutan organisasi 0.0099 Berkelanjutan 5.2.2. Kepemilikan bantuan 0.0122 Berkelanjutan 5.2.3 Kecukupan anggaran 0.0063 Berkelanjutan 5.2.4. Peluang anggaran 0.0056 Berkelanjutan 5.2.6. Ukuran kecukupan anggaran 0.0028 Cukup Berkelanjutan 5.3. teknologi 0.1640 Berkelanjutan 5.3.1. Mudah 0.0440 Berkelanjutan 5.3.2. Murah 0.0316 Cukup Berkelanjutan 5.3.3. Ramah lingkungan 0.0498 Berkelanjutan 5.3.4. Mekanisme diseminasi 0.0030 Berkelanjutan 5.3.5.Pendampingan teknologi 0.0151 Cukup Berkelanjutan 5.3.6. Difusi teknologi 0.0206 Cukup Berkelanjutan 5.4. masyarakat, budaya dan lingkungan 0.5057 Berkelanjutan 5.4.1. Karakteristik masyarakat 0.4824 Berkelanjutan 5.4.2. Keberadaan lingkungan 0.0233 Berkelanjutan Sumber: data primer diolah (2016) Indikator keberlanjutan teknologi secara umum masih termasuk berkelanjutan. Teknologi operasional pembuatan pakan mandiri mudah diterima dan dilaksanakan oleh pembudidaya ikan. Permasalahan teknologi yang dihadapi pembudidaya ikan terkait dengan permesinan biasanya dapat diatasi oleh anggota kelompok yang mempunyai ahli perbengkelan. Jika permasalahan masih belum dapat diselesaikan oleh internal anggota maka sering juga dikonsultasikan dengan sesama pengusaha pakan mandiri di lokasi lain. Secara garis besar usaha pakan mandiri masih termasuk ramah lingkungan, namun penempatan lokasi pakan harus sesuai dan diupayakan tidak berdekatan dengan pemukiman penduduk. Suara mesin pabrik dan bau yang ditimbulkan dari aktivitas pembuatan pakan akan mengganggu ketertiban di masyarakat jika lokasi pabrik di tengah-tengah pemukiman penduduk. Masyarakat dan lingkungan di sekitar lokasi pabrik pakan pada dasarnya mendukung atau tidak bermasalah terkait dengan operasional usaha pakan mandiri sepanjang tidak mengganggu ketertiban masyarakat.
132
5.4.2.3 Bantuan Bahan Baku Pakan Bantuan bahan baku pakan mandiri diberikan kepada pembudidaya sebagai stimulus agar dapat menghasilkan pakan mandiri sehingga mengurangi biaya operasional budidaya. Kinerja program bantuan bahan baku pakan di tiga lokasi penelitian menunjukkan kinerja yang berhasil. Hasil kinerja program bantuan di tiga lokasi penelitian secara umum dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 77. Capaian kinerja program bantuan bahan baku pakan tahun 2015 Program Bantuan Bahan Baku Pakan No. Isu Permasalahan Nilai Kriteria 1 Relevance 0,5136 Relevan 2 Effectiveness 0,5855 Efektif 3 Efficiency 0,1071 Efisien 4 Impact 0,6276 Berdampak 5 Sustainability 1,0460 Berkelanjutan 2,8797 Berhasil Sumber: data primer diolah (2016) Kinerja program bantuan bahan baku pakan termasuk dalam kriteria berhasil. Walaupun demikian, ada beberapa permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan program bantuan bahan baku bakan yang perlu menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan bantuan bahan baku kedepannya. Kinerja program bantuan bahan baku pakan mandiri menurut aspek isu permasalahan, indikator dan sub indikator yang mempengaruhinya dijelaskan pada pembahasan berikut. Relevansi Relevansi program dapat dilihat dari tiga indikator yaitu kepentingan, prioritas dan kesesuaian. Secara agregat, pemberian bantuan bahan baku pakan mandiri sudah relevan. Bantuan bahan baku pakan mandiri sudah relevan baik dari indikator kepentingan, prioritas maupun kesesuaiannnya. Tabel 78.
Nilai dan Kriteria Aspek Relevansi Program Bantuan Bahan Baku Pakan Mandiri Aspek dan Indikator Keberhasilan Program No Nilai Kriteria Bantuan KKP 1 Relevance 0,4472 Relevan 1.1. kepentingan 0,0364 Relevan 1.1.1. Sesuai dengan kebutuhan stakeholder 0,0014 Relevan 1.1.2. Sasaran penerima adalah pelaku utama 0,0349 Relevan 1.2. prioritas 0,1912 Relevan 1.2.1. Prioritas kebijakan pembangunan perikanan 0,1912 Relevan Pusat dan Daerah 1.3. kesesuaian 0,2196 Cukup Relevan 1.3.1. strategi pembangunan perikanan 0,0134 Cukup Relevan 0,2062 1.3.2. target penerima bantuan Cukup Relevan
133
Sumber: data primer diolah (2016) Bantuan bahan baku pakan sesuai dengan kebutuhan stakeholder dalam hal ini pembudidaya ikan karena diharapkan dapat menurunkan biaya produksi usaha budidaya pembudidaya ikan. Sementara itu sasaran penerima bantuan adalah pelaku utama usaha budidaya ikan sehingga penyaluran bantuan bahan baku pakan bisa dikatakan relevan. Kebijakan pemberian bantuan bahan baku pakan mandiri juga menjadi salah satu prioritas pembangunana perikanan budidaya baik di pemerintah pusat maupun daerah yang mempunyai potensi perikanan budidaya. Keselarasan program antara pemerintah pusat dan daerah diharapkan memberikan sinergi dalam pencapaian keberhasilan tujuan pelaksanaan program bantuan bahan baku pakan mandiri. Pemberian bantuan bahan baku pakan mandiri juga merupakan salahsatu strategi yang cukup tepat dalam pembangunan perikanan khususnya budidaya sehingga cukup relevan dengan upaya menjamin ketersediaan pakan dengan harga yang murah. Pemberian bantuan bahan baku pakan diharapkan menjadi stimulus awal bagi pembudidaya ikan untuk mampu memproduksi pakan ikan secara mandiri. Penerima bantuan merupakan kelompok pembudidaya ikan yang sudah berpengalaman sehingga diharapkan memberikan peluang keberhasilan yang lebih tinggi daripada pembudidaya pemula. Operasional usaha pakan mandiri memerlukan modal yang cukup besar sehingga jika diberikan kepada pembudidaya ikan yang sudah berpengalaman diharapkan dapat dioperasikan dengan baik karena didukung dengan pengalaman usaha dan modal finansial yang cukup. Efektivitas Aspek efektivitas ditinjau dari lima indikator yaitu tujuan, maksud, output, aktivitas dan input. Berdasarkan suvey wawancara dan observasi lapang menunjukkan bahwa program bantuan sudah efektif. Program bantuan memberikan kemudahan akses sumber produksi, mampu membuka lapangan pekerjaan baru walaupun dalam jumlah yang kecil. Selain itu pembudidaya mempunyai pengetahuan dan keterampilan baru khususnya terhadap pembuatan pakan mandiri. Pelatihan dan forum perkumpulan sesama pelaku usaha pakan mandiri menjadi wahana peningkatan kapasitas pembudidaya ikan. Dari sisi maksud pelaksanaan program bantuan pada beberapa lokasi juga mampu meningkatkan produktivitas sehingga pendapatan pembudidaya ikan juga meningkat. Program bantuan bahan baku pakan mandiri juga mampu membuka lapangan usaha baru seperti penyediaan bahan baku. Operasional usaha pakan mandiri juga harus didukung
134
oleh sejumlah tenaga kerja sehingga keberadaan usaha pakan mandiri secara tidak langsung juga meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Tabel 79.
Nilai dan Kriteria Aspek Efektivitas Program Bantuan Bahan Baku Pakan Mandiri Aspek dan Indikator Keberhasilan Program No Nilai Kriteria Bantuan KKP 2 Effectiveness 0,4889 Efektif 2.1. Tujuan 0,1697 Efektif 2.1.1. Kemudahan akses sumber produksi 0,0539 Efektif 2.1.2. Membuka lapangan kerja 0,0816 Cukup Efektif 2.1.3. Kemudahan akses iptek 0,0063 Efektif 2.1.4. Meningkatkan keterampilan usaha 0,0278 Efektif 2.2. Maksud 0,1614 Efektif 2.2.1. meningkatkan produktivitas 0,0760 Efektif 2.2.2. Meningkatkan pendapatan 0,0581 Efektif 2.2.3. Membuka lapangan usaha 0,0242 Efektif 2.2.4. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja 0,0031 Cukup Efektif 2.3. Output 0,0902 Efektif 2.3.1. Menambah sumber produksi 0,0174 Efektif 2.3.2. meningkatkan skala usaha 0,0132 Cukup Efektif 2.3.3. Mengembangkan ilmu pengetahuan, 0,0444 Efektif teknologi yang adaptif 2.3.4. Meningkatkan keterampilan usaha 0,0154 Efektif 2.4. Aktifitas 0,0085 Efektif 2.4.1. tepat guna (teknologi atau alat yang 0,0057 Efektif digunakan) 2.4.2. tepat waktu (kapan dilaksanakan) 0,0025 Efektif 2.4.3. tepat sasaran (siapa yang akan diberi) 0,0002 Efektif 2.5. Input 0,0592 Efektif 2.5.1. Proses identifikasi calon penerima bantuan 0,0375 Efektif 2.5.2. Proses seleksi calon penerima bantuan 0,0201 Efektif 2.5.3. Proses penetapan calon penerima bantuan 0,0015 Efektif Sumber: data primer diolah (2016) Output bantuan bahan baku pakan mandiri secara umum mampu menambah sumber produksi walaupun produksi pakan yang dihasilkan belum optimal. Keberadaan pabrik pakan mandiri dan bantuan bahan baku diharapkan mampu meningkatkan skala usaha budidaya pembudidaya ikan seiring dengan semakin efisiennya biaya operasional usaha budidaya ikan karena terpenuhinya modal awal pembuatan pakan. Pemberian bantuan bahan baku pakan mandiri juga disertai dengan pengenalan teknologi pengolahan bahan baku pakan yang mudah diterima oleh penerima bantuan. Teknologi yang diterima selanjutnya dapat disampaikan ke pembudidaya yang lain dan saling bertukar informasi teknologi terkini.
135
Efisiensi Secara umum pelaksanaan program bantuan bahan baku pakan mandiri sudah termasuk dalam kriteria efisien. Indikator untuk menentukan tingkat efisiensi meliputi capaian output, hubungan kausalitas, ketepatan waktu, dan kewajaran biaya. Pada indikator capaian output termasuk dalam kriteria efisien karena output yang dihasilkan sampai sejauh ini sesuai dengan yang diharapkan baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Tabel 80.
Nilai dan Kriteria Aspek Efisiensi Program Bantuan Bahan Baku Pakan Mandiri Aspek dan Indikator Keberhasilan Program No Nilai Kriteria Bantuan KKP 3 Efficiency 0,1013 Efisien 3.1. capaian output 0,0413 Efisien 3.1.1 kuantitas output 0,0026 Efisien 3.1.2 kualitas output 0,0388 Efisien 3.2. hubungan kausalitas 0,0397 Efisien 3.2.1 kecukupan input 0,0226 Efisien 3.2.2. isu terkini 0,0163 Efisien 3.2.3. inflasi 0,0008 Cukup Efisien 3.3. ketepatan waktu 0,0184 Efisien 3.3.1. kuantitas input 0,0011 Efisien 3.3.2. kualitas input 0,0173 Efisien 3.4. kewajaran biaya 0,0019 Efisien 3.4.1. instalasi 0,0005 Efisien 3.4.2. perawatan 0,0005 Efisien 3.4.3. operasional 0,0009 Efisien Sumber: data primer diolah (2016) Dampak Dampak program bantuan bahan baku pakan mandiri dapat dilihat dari 3 indikator yaitu capaian dampak tujuan keseluruhan, dampak hubungan kausalitas dan efek pengganda. Secara agregat, program bantuan bahan baku pakan mandiri termasuk dalam kriteria berdampak. Indikator dampak tujuan keseluruhan memberikan nilai yang paling tinggi dalam aspek dampak.
136
Tabel 81.
Aspek dan Indikator Dampak Keberhasilan Program Bantuan Bahan Baku Pakan Mandiri Aspek dan Indikator Keberhasilan No Nilai Kriteria Program Bantuan KKP 4 Dampak 0,5419 Berdampak 4.1. dampak tujuan keseluruhan 0,2552 Berdampak 4.1.1. prospek 0,1456 Cukup Berdampak 4.1.2. pembangunan daerah 0,0715 Berdampak 4.1.3. Faktor penghambat 0,0522 Cukup Berdampak 4.2. dampak hubungan kausalitas 0,0174 Cukup Berdampak 4.2.1. produktivitas 0,0044 Cukup Berdampak 4.2.2. pendapatan 0,1411 Cukup Berdampak 4.2.3. lapangan usaha 0,0048 Cukup Berdampak 4.2.4. serapan tenaga kerja 0,1363 Cukup Berdampak 4.3. efek pengganda 0,5419 Cukup Berdampak 4.3.1. usaha pendukung 0,2552 Cukup Berdampak 4.3.2. tenaga kerja 0,1456 Cukup Berdampak Sumber: data primer diolah (2016) Keberlanjutan Aspek keberlanjutan merupakan aspek yang penting dalam menentukan keberhasilan program bantuan. Aspek keberlanjutan dapat dilihat dari lima indikator yaitu kebijakan dan sistem, organisasi dan keuangan, teknologi, masyarakat, budaya, dan lingkungan. Indikator kebijakan dan sistem termasuk dalam kriteria cukup berkelanjutan karena sejauh ini sifat bantuan dilaksanakan dalam satu tahun anggaran dan belum ada jaminan kebijakan atau regulasi yang menjamin keberlanjutan program untuk jangka waktu yang lebih lama. Kebijakan pembangunan sangat dipengaruhi oleh prioritas pembangunan daerah maupun yang terkadang dipengaruhi oleh kepentingan politik. Tabel 82.
Nilai dan Kriteria Aspek Keberlanjutan Program Bantuan Bahan Baku Pakan Mandiri Aspek dan Indikator Keberhasilan No Nilai Kriteria Program Bantuan KKP 5 Sustainability 0,8200 Berkelanjutan 5.1. kebijakan dan sistem 0,1399 Cukup Berkelanjutan 5.1.1. keberlanjutan kebijakan 0,0939 Cukup Berkelanjutan 5.1.2. Ketersediaan regulasi 0,0276 Berkelanjutan 5.1.3. Perencanaan 0,0505 Cukup Berkelanjutan 5.1.4. Penyebaran manfaat 0,0071 Cukup Berkelanjutan 5.2. organisasi dan keuangan 0,0372 Berkelanjutan 5.2.1. Keberlanjutan organisasi 0,0098 Berkelanjutan 5.2.2. Kepemilikan bantuan 0,0125 Berkelanjutan 5.2.3 Kecukupan anggaran 0,0067 Berkelanjutan 5.2.4. Peluang anggaran 0,0058 Berkelanjutan 0,0023 Berkelanjutan 5.2.6. Ukuran kecukupan anggaran
137
Aspek dan Indikator Keberhasilan Program Bantuan KKP 5.3. teknologi 5.3.1. Mudah 5.3.2. Murah 5.3.3. Ramah lingkungan 5.3.4. Mekanisme diseminasi 5.3.5.Pendampingan teknologi 5.3.6. Difusi teknologi 5.4. masyarakat, budaya dan lingkungan 5.4.1. Karakteristik masyarakat 5.4.2. Keberadaan lingkungan Sumber: data primer diolah (2016) No
Nilai
Kriteria
0,1626 0,0415 0,0306 0,0491 0,0034 0,0167 0,0213 0,4803
Cukup Berkelanjutan Berkelanjutan Cukup Berkelanjutan Berkelanjutan Berkelanjutan Berkelanjutan Berkelanjutan
0,4618 0,0185
Berkelanjutan Berkelanjutan
Berkelanjutan
Indikator keberlanjutan teknologi secara umum masih termasuk berkelanjutan. Teknologi operasional pengolahan pakan mandiri mudah diterima dan dilaksanakan oleh pembudidaya ikan. Permasalahan teknologi yang dihadapi pembudidaya ikan terkait dengan penyediaan bahan baku biasanya dapat diatasi oleh anggota kelompok melalui jaringan informasi. Jika permasalahan masih belum dapat diselesaikan oleh internal anggota maka sering juga dikonsultasikan dengan sesama pengusaha pakan mandiri di lokasi lain. Secara garis besar usaha pakan mandiri masih termasuk ramah lingkungan, namun penempatan lokasi pakan harus sesuai dan diupayakan tidak berdekatan dengan pemukiman penduduk. Suara mesin pabrik dan bau yang ditimbulkan dari aktivitas pembuatan pakan akan mengganggu ketertiban di masyarakat jika lokasi pabrik di tengah-tengah pemukiman penduduk. Masyarakat dan lingkungan di sekitar lokasi pabrik pakan pada dasarnya mendukung atau tidak bermasalah terkait dengan operasional usaha pakan mandiri sepanjang tidak mengganggu ketertiban masyarakat. 5.4.2.4 Bantuan KJA Kinerja Program Bantuan KJA. Kinerja program bantuan KJA di tiga lokasi penelitian memberikan gambaran secara umum kinerja program bantuan KJA pada lokasi yang berbeda, Hal ini dapat dilihat dari nilai dan kriteria capaian masing masing program yang telah di bobotkan sebelumnya. Lokasi yang dijadikan sampel penelitian adalah di Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Bengkulu dan Kabupaten Sangihe, Hasil analisis menunjukkan bahwa secara keseluruhan program bantuan KJA di ketiga lokasi tersebut masuk dalam kategori Cukup Berhasil. Dari kelima indikator relevansi, efektivitas, efisiensi, dampak dan
138
keberlanjutan diketahui bahwa program bantuan KJA di ketiga lokasi sudah memiliki relevansi dengan kebutuhan masyarakat dan kesesuaian dengan arah program sektor perikanan di daerah. Tabel 83.
Nilai dan Kriteria Aspek Keberhasilan Program Bantuan KKP Bidang Perikanan Budidaya Keramba Jaring Apung Program Bantuan KJA/KJT No Isu Permasalahan Nilai Kriteria 1 Relevance 0,551 Relevan 2 Effectiveness 0,287 Tidak Efektif 3 Efficiency 0,050 Tidak Efisien 4 Impact 0,360 Tidak Berdampak 5 Sustainability 0,499 Tidak Berkelanjutan 1,746 Cukup Berhasil Sumber : Data Primer diolah 2016 Program bantuan KJA masih memiliki banyak kekurangan dalam implementasinya. Hasil analisis menunjukkan bahwa program bantuan KJA masih dinilai tidak efisien dalam pembiayaannya. Nilai bantuan ini sangat besar dan sebagian masyarakat berpendapat bahwa tidak mampu untuk mengadopsi dengan bentuk KJA yang sama dengan KJA dari program bantuan KKP ini. Hal lain yang harus diperhatikan yaitu terkait dampak program bantuan KJA terhadap peningkatan produksi, pendapatan dan penyerapan tenaga kerja. Dimana untuk ketiga lokasi penerima bantuan dari hasil analisis diketahui bahwa pemberian program bantuan KJA secara keseluruhan tidak berdampak. Penilaian Kinerja program bantuan akan dibahas berdasarkan 5 aspek yaitu Relevansi, Efektivitas, Efisiensi, Dampak dan Keberlanjutan. Secara rinci akan dibahas sebagai berikut, Aspek Relevansi Untuk melihat relevansi program dapat dilihat dari tiga indikator yaitu kepentingan, prioritas dan kesesuaian. Berdasarkan hasil perhitungan (Tabel 83) diketahui bahwa secara keseluruhan bahwa
program bantuan KJA sudah sesuai atau relevan dengan
kepentingan stake holder atau penerima bantuan di lokasi penelitian. Program ini sudah mencapai target dalam hal pemenuhan target jumlah penerima bantuannya maupun sesuai dengan program prioritas pemerintah daerah. Penilaian sebagaimana pada Tabel 84 untuk setiap indikator yaitu pada indikator kepentingan, prioritas dan kesesuaian program memiliki kriteria “Relevan” sebagaimana disampaikan sebelumnya hal ini menunjukkan bahwa program bantuan KJA sudah relevan. Namun jika dilihat variasinya disetiap lokasi (Pada Lampiran 5), diketahui bahwa untuk lokasi Kabupaten Sangihe memiliki kriteria kurang relevan terkait program bantuan KJA ini. Hal ini tidak terlepas dengan kebutuhan
139
dan potensi perikanan Kabupaten Sangihe yang masih berbasis pada sektor perikanan tangkap. Sehingga untuk program bantuan KJA ini dapat diprioritaskan pada lokasi lokasi penerima yang sudah berkembang kegiatan budidayanya. Tabel 84. Nilai dan Kriteria Aspek Relevansi Program Bantuan KJA Aspek dan Indikator Keberhasilan Program No Bantuan KKP Nilai Kriteria 1 Relevance 0,620 Relevan 1.1. kepentingan 0,031 Relevan 1.1.1. Sesuai dengan kebutuhan stakeholder 0,001 1.1.2. Sasaran penerima adalah pelaku utama 0,036 1.2. prioritas 0,265 Relevan 1.2.1. Prioritas kebijakan pembangunan 0,265 perikanan Pusat dan Daerah 1.3. kesesuaian 0,406 Relevan 1.3.1. strategi pembangunan perikanan 0,028 1.3.2. target penerima bantuan 0,428 Sumber : Data Primer diolah, 2016. Terkait dengan relevansi program bantuan KJA hal ini sangat ditentukan oleh kesesuaian program bantuan dengan program dan kebijakan pemerintah daerah. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan program bantauan KJA dari Kementerian Kelautan dan Perikanan perlu didukung oleh pemerintah daerah agar tujuannya tercapai. Hal ini dapat dilihat dari masing-masing nilai indikator yang lebih besar dibandingkan indikator lainnya. Hal yang menarik terkait aspek relevansi program bantuan KJA yaitu berdasarkan penilaian bahwa penerima bantuan haruslah pelaku utama pembudidaya. Faktor kebutuhan stakeholder menjadi prioritas berikutnya. Hal ini memiliki makna bahwa penerima bantuan diharapkan adalah pelaku pembudidaya atau kelompok yang memang memiliki pengalaman dalam hal budidaya ikan. Dapat dikatakan bahwa penerima bantuan terkait dengan relevansi program adalah harus pembudidaya yang telah berpengalaman atau bagian dari kelompok tersebut sudah memiliki pengalaman budidaya sehingga dapat membina anggota lainnya. Kecenderungan kegagalan sangat besar jika penerima bantuan adalah pembudidaya pemula. Meskipun kelompok tersebut membutuhkan KJA namun tetap perlu dipertimbangkan keahlian dalam kelompok tersebut dalam hal teknis budidaya. Aspek Efektivitas Untuk melihat efektivitas program bantuan KJA dapat dilihat dari 5 indikator antara lain adalah tujuan, maksud, output, aktivitas dan input. Dari hasil penilaian diketahui bahwa kriteria efektivitas program bantuan KJA masuk kedalam kriteria
140
“Cukup Efektif”. Dari kelima indikator hanya ada dua indikator yang termasuk kedalam kriteria efektif terkait pelaksanaan program bantuan KJA yang telah dilakukan yaitu indikator “output” dan “aktifitas”. Aktifitas program yang sudah efektif hal ini menunjukkan bahwa program bantuan KJA yang telah disalurkan sudah tepat sasaran, tepat waktu dan teknologi yang diberikan mudah digunakan. Tepat sasaran dapat berarti sudah tepat dalam pemilihan lokasi penerimanya dan pihak penerimanya. Tepat waktu dapat berarti bahwa program bantuan yang disalurkan tepat waktu dalam penyalurannya atau sesuai dengan perencanaannya dan datang pada saat dibutuhkan oleh pengguna. Indikator output yang efektif hal ini menunjukkan bahwa program bantuan KJA yang telah disalurkan dapat meningkatkan produksi , meningkatkan skala usaha, teknologi yang digunakan sangat adaptif dan juga memberikan peningkatan ketrampilan usaha. Dari kelima indikator pada aspek Efektivitas diketahui bahwa indikator maksud memiliki nilai bobot yang terbesar. Hal ini menunjukkan bahwa penentu efektivitas program bantuan sangat ditentukan oleh tercapainya “Maksud” dari program bantuan tersebut. Hal ini terdiri dari tujuan dapat meningkatkan produktivitas, meningkatkan pendapatan, membuka lapangan usaha dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa hal ini belum tercapai. Dampak dari penyaluran bantuan belum terlihat. Bantuan memang secara khusus dapat memberikan peningkatan pendapatan bagi penerima bantuan tapi belum dapat memberikan peningkatan penyerapan tenaga kerja yang signifikan. Pengelolaan bantuan masih bersifat kelompok dan seakan terkotak kotak antara penerima bantuan dan bukan penerima bantuan di masyarakat. Tabel 85. Nilai dan Kriteria Aspek Efektivitas Program Bantuan KJA Aspek dan Indikator Keberhasilan No Program Bantuan KKP Nilai 2
Effectiveness
0,375
2.1. Tujuan
0,126
2.1.1. Kemudahan akses sumber produksi
0,040
2.1.2. Membuka lapangan kerja
0,096
2.1.3. Kemudahan akses iptek
0,007
2.1.4. Meningkatkan keterampilan usaha
0,031
2.2. Maksud
0,143
2.2.1. meningkatkan produktivitas
0,092
Kriteria Cukup Efektif Cukup Efektif
Cukup Efektif
141
No
Aspek dan Indikator Keberhasilan Program Bantuan KKP
Nilai
2.2.2. Meningkatkan pendapatan
0,068
2.2.3. Membuka lapangan usaha
0,027
2.2.4. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja
0,004
2.3. Output
0,088
2.3.1. Menambah sumber produksi
0,019
Kriteria
Efektif
2.3.2. meningkatkan skala usaha 0,035 2.3.3. Mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi yang adaptif 0,044 2.3.4. Meningkatkan keterampilan usaha
0,018
2.4. Aktifitas 0,007 2.4.1. tepat guna (teknologi atau alat yang digunakan) 0,006 2.4.2. tepat waktu (kapan dilaksanakan)
0,003
2.4.3. tepat sasaran (siapa yang akan diberi)
0,001
Efektif
Cukup Efektif
2.5. Input 0,050 2.5.1. Proses identifikasi calon penerima bantuan 0,041 2.5.2. Proses seleksi calon penerima bantuan 0,023 2.5.3. Proses penetapan calon penerima bantuan 0,002 Sumber : Data Primer diolah, 2016. Penerima
bantuan
diharapkan
dapat
memberikan
dampak
positif
bagi
perkembangan sektor perikanan khususnya dibidang budidaya ikan laut di lokasi penerima. Dari hasil penilaian diketahui bahwa nilai “kemudahan akses iptek” terkait bantuan KJA dari KKP memiliki nilai yang rendah hal ini disebabkan oleh harga KJA bantuan yang sangat mahal dan sulit dijangkau oleh masyarakat bukan penerima bantuan yang ingin menggunakan teknologi yang sama. Pada indikator input yang memiliki kriteria cukup efektif ini memberikan arti bahwa dalam proses identifikasi calon penerima, seleksi calon penerima dan proses penetapan calon penerima bantuan masih ada ketidak sesuaian dengan prosedural yang ada. Ketidak sesuaian prosedur ini dapat menjadi penyebab penyaluran bantuan KJA tidak efektif. Dari hasil penilaian terkait
142
aspek efektivitas maka untuk prioritas utama dalam hal mencapai efektivitas program maka perlu diperhatikan indikator “Tujuan” dan “Maksud” dari program tersebut. Pada Tabel 2 dapat dilihat secara rinci nilai dan kriteria pada masing-masing indikator aspek efektivitas. Aspek Efisiensi Untuk melihat efisiensi program bantuan KJA dapat dilihat dari 4 indikator antara lain adalah capaian output, hubungan kausalitas, ketepatan waktu dan kewajaran biaya. Aspek efisiensi ini lebih menggambarkan biaya atau korbanan dalam menyalurkan program bantuan. Maka semakin rendah biaya dalam proses penyaluran dan pencapaian tujuan program bantuan maka akan efisien. Dari ke empat indikator aspek efisien tidak ada yang memiliki kriteria “efisien” dalam setiap indikatornya. Hal ini secara umum menunjukkan bahwa proses penyaluran dan pencapaian tujuan program belum efisien. Indikator yang memiliki pengaruh paling besar dalam menentukan efisiensi program yaitu pada “indikator capaian output” dan “indikator kausalitas”. Pada kenyataannya hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk kedua indikator tersebut masih masuk kedalam kriteria cukup efisien dan tidak efisien. Pada indikator hubungan kausalitas menunjukkan bahwa input (kecukupan input) belum efisien atau menunjukkan bahwa program bantuan atau sebagai input produksi (KJA) memiliki biaya yang tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil observasi bahwa nilai barang dari bantuan KJA ini cukup mahal untuk dijangkau oleh pembudidaya. Untuk setiap unit harganya lebih dari 100 juta rupiah. Tabel 86. Nilai dan Kriteria Aspek Efisiensi Program Bantuan KJA Aspek dan Indikator Keberhasilan No Program Bantuan KKP Nilai 3
Kriteria
Efficiency
0,058
Tidak Efisien
3.1. capaian output
0,030
Cukup Efisien
3.1.1 kuantitas output
0,003
3.1.2 kualitas output
0,033
3.2. hubungan kausalitas
0,022
3.2.1 kecukupan input
0,016
3.2.2. isu terkini
0,014
3.2.3. inflasi
0,001
3.3. ketepatan waktu
0,013
Tidak Efisien
Cukup Efisien
143
No
Aspek dan Indikator Program Bantuan KKP
Keberhasilan
Nilai
3.3.1. kuantitas input
0,001
3.3.2. kualitas input
0,015
3.4. kewajaran biaya
0,002
3.4.1. instalasi
0,000
3.4.2. perawatan
0,001
3.4.3. operasional Sumber : Data Primer diolah, 2016.
Kriteria
Cukup Efisien
0,001
Kesesuaian dengan isu terkini pada setiap lokasi penelitian menunjukkan hal yang tidak sesuai. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa isu terkini pada setiap lokasi penelitian secara umum berkaitan dengan peningkatan produksi dan kemiskinan. Biaya yang tinggi atau nilai barang bantuan yang cukup mahal secara signifikan dirasakan berdasarkan persepsi penerima bantuan belum dapat menjawab permasalahan dalam peningkatan produksi dan mengurangi kemiskinan di wilayah mereka. Hasil penilaian menunjukkan bahwa indikator yang masuk ke dalam kriteria tidak efisien harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan kinerja program bantuan KJA. Hal ini dapat dimulai dari penyesuaian isu terkini dalam artian bantuan dapat menjawab permasalahan isu yang ada disetiap lokasi penerima bantuan dan pengaruh inflasi terhadap proses penyaluran harus dapat ditangani oleh pemerintah. Terkait dengan kewajaran biaya, khususnya pada faktor instalasi yang memiliki nilai nol hal ini menunjukkan bahwa setiap biaya terkait instalasi atau pemasangan KJA dari program bantuan semua ditanggung oleh pemerintah. Penerima tidak dibebankan biaya pemasangan. Namun terkait dengan biaya perawatan dan operasional tidak semua pembudidaya memiliki kemampuan finansial yang sama untuk memenuhi biaya perawatan dan operasional. Aspek Dampak Untuk melihat dampak program bantuan KJA dapat dilihat dari 3 indikator antara lain adalah capaian dampak tujuan keseluruhan, dampak hubungan kausalitas dan efek pengganda. Dari ketiga indikator pada aspek dampak diketahui berdasarkan penilaian pengaruh terbesar yaitu dari indikator dampak hubungan kausalitas. Indikator ini terdiri dari dampak terhadap produktivitas, peningkatan pendapatan, lapangan kerja dan serapan
144
tenaga kerja. Dari setiap lokasi penelitian didapatkan hasil yang berbeda. Hal ini tidak terlepas dari waktu penerimaan bantuan. Untuk bantuan yang telah diterima sejak tahun 2014 akan lebih mudah untuk melakukan penilaian terhadap dampak program dibandingkan pada bantuan yang baru diterima pada tahun 2016. Dampak program bantuan telah dirasakan dapat meningkatkan produktivitas budidaya di lokasi penelitian meskipun masih dalam skala mikro atau tingkat penerima bantuan saja dan belum memberikan angka yang signifikan terhadap peningkatan produksi secara regional. Aspek dampak secara keseluruhan berdasarkan penilaian masuk kedalam kriteria “Cukup Berdampak”. Terkait aspek dampak tujuan secara keseluruhan dan efek pengganda cukup sulit untuk dilakukan pengukurannya. Dalam penelitian ini coba
mengukur
berdasarkan
keterkaitannya
pada
prospek
kebijakan
daerah,
pembangunan daerah dan faktor penghambat. Dalam faktor prospek diketahui memiliki nilai yang lebih besar dibanding faktor lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa dalam dampak tujuan secara keseluruhan program bahwa pengembangan usaha melalui sarana bantuan yang diberikan memiliki peluang pengembangan yang besar disetiap lokasi penerima bantuan namun masih memiliki hambatan dalam pelaksanaaannya. Hambatan yang ditemukan berdasarkan hasil penelitian tidak terlepas dari sarana dan prasarana pendukung kegiatan budidaya yang ada dilokasi. Pengembangan usaha tentu saja perlu didukung oleh sarana penyedia input seperti benih dan pakan
serta pengembangan
pemasaran hasil produksi. Terkait dengan efek pengganda dari program ini diketahui memiliki dampak yang lebih besar terhadap penyerapan tenaga kerja dibandingkan dampaknya terhadap usaha pendukung lainnya. Hal ini sesuai dengan kenyataan dilapang bahwa penerima bantuan dalam menjalankan usahanya dapat menyerap tenaga kerja meskipun dalam jumlah sedikit. Adanya KJA yang ada dilokasi penerima belum memberikan dampak positif terhadap aktifitas ekonomi di sektor lain. Hal ini tidak terlepas dari jumlah pengguna atau penerima bantuan yang masih sedikit. Secara rinci nilai dan kriteria pada aspek dampak dapat dilihat pada Tabel 87. Tabel 87. Nilai dan Kriteria Aspek Dampak Program Bantuan KJA Aspek dan Indikator Keberhasilan No Program Bantuan KKP Nilai Kriteria 4 Dampak 0,402 Cukup Berdampak 4.1. dampak tujuan keseluruhan 0,172 Cukup Berdampak 4.1.1. prospek 0,139 4.1.2. pembangunan daerah 0,086 4.1.3. Faktor penghambat 0,010 4.2. dampak hubungan kausalitas 0,238 Berdampak 4.2.1. produktivitas 0,079
145
Aspek dan Indikator Keberhasilan Program Bantuan KKP 4.2.2. pendapatan 4.2.3. lapangan usaha 4.2.4. serapan tenaga kerja 4.3. efek pengganda 4.3.1. usaha pendukung 4.3.2. tenaga kerja Sumber : Data Primer diolah, 2016. No
Nilai 0,406 0,135 0,035 0,127 0,006 0,153
Kriteria
Cukup Berdampak
Aspek Keberlanjutan Untuk melihat keberlanjutan program bantuan KJA dapat dilihat dari 4 indikator, antara lain adalah kebijakan dan sistem, organisasi dan keuangan, teknologi dan masyarakat, budaya dan lingkungan. Dari ke empat indikator tersebut diketahui bahwa indikator masyarakat, budaya dan lingkungan memiliki nilai paling yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa suatu program atau program bantuan KJA akan memiliki keberlanjutan jika dilakukan sesuai dengan karakteristik masyarakat, tidak menentang norma atau budaya setempat dan juga ramah lingkungan. Program bantuan yang diberikan haruslah sesuai dengan karakeristik masyarakat calon penerima program bantuan. Dari penilaian diketahui bahwa kebijakan dan sistem (peraturan dan pemerintahan) yang ada dilokasi penerima bantuan belum mendukung keberlanjutan program bantuan ini. Dalam artian salah satunya adalah setiap pemerintah daerah belum menyusun kebijakan terkait lanjutan program bantuan dari pemerintah pusat. Hal ini dapat berupa kebijakan pengawasan, monitoring , pendampingan atau bahkan terkait kebijakan anggaran untuk mendukung keberlanjutan program pusat ini. Namun dari semua faktor tersebut yang paling penting tentunya kebijakan pemerintah daerah dalam mengawasi dan memberikan pendampingan terhadap penerima program bantuan mengingat keterbatasan sumberdaya yang ada di pemerintah pusat. Hal ini dapat menjadi dasar untuk menyusun kebijakan di tingkat daerah untuk melakukan pendampingan dan pengawasan setiap program bantuan pusat agar tercapainya tujuan program untuk kesejahteraan masyarakat. Hal ini sesuai dengan hasil penilaian dari indikator kebijakan dan sistem yang masuk kedalam kriteria tidak berkelanjutan. Indikator teknologi pun menjadi hal yang penting untuk diperhatikan dalam mewujudkan keberlanjutan program bantuan KJA. Teknologi yang diberikan haruslah mudah dipahami dan juga murah atau mudah dijangkau oleh pembudidaya.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa seluruh kelompok penerima bantuan KJA yang terbuat dari HDPE ini menyatakan bahwa teknologi ini sangat mahal dan tidak terjangkau. Hal
146
ini tentu saja memiliki konsekuensi terhadap pembiayaan untuk perawatan dan biaya perbaikan kedepannya. Teknologi yang diintroduksikan tidak dapat dilakukan diseminasi kepada kelompok lain atau lokasi lain. Hal ini disebabkan tingginya harga per unit KJA jika sama menggunakan bahan dari HDPE. Indikator keuangan dan organisasi menunjukkan bahwa program bantuan KJA memiliki kriteria cukup berkelanjutan. Namun untuk hal yang harus diperhatikan adalah kecukupan anggaran dan peluang anggaran dari indikator ini. Kedua faktor tersebut memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan lainnya. Maka untuk keberlanjutan program konsekuensinya adalah perlunya anggaran yang cukup bagi setiap kelompok penerima untuk memenuhi kebutuhan biaya operasional dan perawatan dan juga harus menjamin adanya sumber penganggaran luar kelompok yang menjamin proses produksi usaha budidaya. Tabel 88. Nilai dan Kriteria Aspek Dampak Program Bantuan KJA Aspek dan Indikator Keberhasilan No Nilai Kriteria Program Bantuan KKP 5 Sustainability 0,613 Cukup Berkelanjutan 5.1. kebijakan dan sistem 0,124 Tidak Berkelanjutan 5.1.1. keberlanjutan kebijakan 0,079 5.1.2. Ketersediaan regulasi 0,026 5.1.3. Perencanaan 0,059 5.1.4. Penyebaran manfaat 0,006 5.2. organisasi dan keuangan 0,024 Cukup Berkelanjutan 5.2.1. Keberlanjutan organisasi 0,008 5.2.2. Kepemilikan bantuan 0,012 5.2.3 Kecukupan anggaran 0,007 5.2.4. Peluang anggaran 0,005 5.2.6. Ukuran kecukupan anggaran 0,002 5.3. teknologi 0,116 Tidak Berkelanjutan 5.3.1. Mudah 0,049 5.3.2. Murah 0,024 5.3.3. Ramah lingkungan 0,052 5.3.4. Mekanisme diseminasi 0,002 5.3.5.Pendampingan teknologi 0,013 5.3.6. Difusi teknologi 0,024 5.4. masyarakat, budaya dan lingkungan 0,447 Cukup Berkelanjutan 5.4.1. Karakteristik masyarakat 0,528 5.4.2. Keberadaan lingkungan 0,022 Sumber : Data Primer diolah, 2016.
147
5.4.3
Analisis LFA untuk Program Bantuan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan
5.4.3.1 Bantuan Ice Flake Berdasarkan hasil analisis terkait beberapa program bantuan KKP berupa ice flake pada 3 (tiga) lokasi yaitu Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Lombok Timur dan Kota Bengkulu diketahui bahwa secara umum program bantuan ice flake yang telah disalurkan dapat disimpulkan berhasil untuk Kabupaten Pangandaran,“Tidak Berhasil” untuk Kabupaten Lombok Timur dan Cukup Berhasil untuk Kota Bengkulu. Tabel 89. Analisis LFA untuk Bantuan Ice Flake di Lokasi Penelitian No Faktor Keberhasilan Pangandaran Lombok Timur Bengkulu 1 Relevansi 0,3558 0,1230 0,2877 Kepentingan 0,0251 0,0186 0,0349 Prioritas 0,1324 0,1986 0,0000 Kesesuaian 0,1983 0,1517 0,2528 2 Efektivitas 0,3959 0,0246 0,4794 Tujuan 0,1375 0,0357 0,1745 Maksud 0,1357 0,0378 0,1451 Output 0,0691 0,0247 0,0833 Aktivitas 0,0081 0,0021 0,0085 Input 0,0455 0,0226 0,0679 3 Efisiensi 0,0527 0,0061 0,1002 Capaian output 0,0020 0,0031 0,0441 Hubungan kausalitas 0,0356 0,0139 0,0360 Ketepatan waktu 0,0137 0,0069 0,0185 Kewajaran biaya 0,0014 0,0005 0,0017 4 Dampak 1,3366 0,1386 0,4032 Dampak tujuan 0,2219 0,0740 0,1760 keseluruhan Dampak hubungan 0,9888 0,2781 0,1315 kausalitas Efek Pengganda 0,1259 0,0638 0,0957 5 Keberlanjutan 0,7677 0,0470 0,9508 Kebijakan dan sistem 0,1771 0,0481 0,1971 Organisasi dan keuangan 0,0315 0,0065 0,0295 Teknologi 0,1447 0,0226 0,1601 Masyarakat, budaya dan 0,4143 0,1108 0,5641 lingkungan Jumlah 2,9089 0,3393 2,2213 Status keberhasilan Cukup Berhasil Tidak Berhasil Berhasil Sumber : Data Primer diolah, 2016.
148
5.5 Model Kebijakan Keberhasilan Program Bantuan Model kebijakan yang dirumuskan dalam kajian ini adalah model untuk bantuan perikanan tangkap. Model yang dimaksud adalah suatu konsep untuk melakukan identifikasi dalam penyaluran program bantuan lingkup KKP. Model ini diharapkan dapat melakukan prediksi efektivitas suatu kegiatan penyaluran program bantuan, jika salah satu faktor penentunya diabaikan. Model eksisting pengelolaan bantuan KKP untuk bidang perikanan tangkap digambarkan sebagai berikut:
HNSI/Organisasi Kemasyarakatan
Dinas KP
Rukun Nelayan
KKP
Dinas Koperasi
Koperasi
Penyuluh koperasi Kelompok Usaha Bersama
Penyuluh perikanan
Nelayan penerima
Gambar 5. Model Eksisting Pengelolaan Bantuan KKP untuk Bidang Perikanan Tangkap Model eksisting menggambarkan peran dan keterlibatan stakeholder dalam pengelolaan program bantuan perikanan tangkap. Nelayan yang mendapatkan bantuan merupakan anggota dari Kelompok Usaha Bersama (KUB). Kelompok nelayan dibentuk bertujuan untuk memperkuat kelembagaan dan sumber daya manusia secara terintegrasi, mengelola sumber daya perikanan secara berkelanjutan, meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan, dan memperluas akses pasar. Untuk mempermudah pengawasan maka kelompok harus terdaftar di Dinas Kelautan dan Perikanan. Dalam model ini di terdapat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) yang berperan untuk memfasilitasi dan menjalankan fungsi intermediasi bagi nelayan. Keterlibatan masyarakat
HNSI diharapkan dapat meredam potensi-potensi konflik yang ada di nelayan,
sehingga
nelayan
dapat
berperan
lebih
optimal
dalam
mengembangkan sektor kelautan dan perikanan. Keberadaan HNSI sebagai wadah
149
nelayan Indonesia dapat turut memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi nelayan. Posisi ini menempatkan peran kelembagaan HNSI sebagai mitra strategis pemerintah. Instansi pemerintah seperti Dinas Kelautan dan Perikanan dan Dinas Koperasi menjalankan fungsi pendampingan sosial kepada Nelayan melalui penyuluhnya baik penyuluh perikanan maupun penyuluh koperasi. Hal ini dimaksudkan sebagai suatu strategi yang sangat menentukan keberhasilan program pemberdayaan masyarakat. Penyuluh perikanan berperan dalam memfasilitasi proses pemberdayaan pelaku utama perikanan seperti nelayan, mengupayakan kemudahan akses pelaku utama kepada sumber informasi, teknologi, dan sumber daya lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya. Termasuk mendorong wirausaha pelaku utama, memberi semangat dan memandirikan nelayan. Penyuluh koperasi merupakan mata rantai penghubung dinas Koperasi dan UKM dan masyarakat yang berperan dalam mendorong motovasi masyarakat untuk berkoperasi. Untuk memperkuat pengelolaan program bantuan, Koperasi yang menerima bantuan dipersyaratkan sebagai berikut:
Mempunyai Badan Hukum
Mempunyai NIK (Nomor Induk Koperasi)
Sudah pernah Rapat Anggota Tahunan (RAT) selama dua tahun terakhir
Merupakan Koperasi Perikanan atau unit usaha perikanan
Usaha koperasi dan pengurus koperasi dalam kondisi “sehat” Secara khusus peran dan fungsi Dinas Kelautan dan Perikanan adalah melakukan:
Identifikasi calon penerima bantuan
Bersama dengan DJ terkait melakukan verifikasi calon penerima bantuan
Melakukan sosialisasi jenis dan cara penyaluran bantuan Adapun untuk calon penerima bantuan, kriteria yang harus dipenuhi adalah:
Memiliki jiwa inovator dan kemauan untuk mengembangkan kapasitasnya
Seluruh anggota kelompok dapat mengakses/mengelola bantuan
Ada iuran anggota/nelayan ke KUB dan KUB ke Koperasi. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data maka dirumuskan usulan perbaikan
untuk model pengelolaan program bantuan KKP untuk bidang perikanan tangkap sebagai berikut:
150
HNSI/Organisasi Kemasyarakatan Rukun Nelayan
Dinas KP
KKP
Pabrik es Agen BBM
Koperasi
Dinas Koperasi
Cold storage Docking kapal
Penyuluh koperasi Kelompok Usaha Bersama
Nelayan penerima
Perindo Penyuluh perikanan Kemen BUMN
Gambar 6. Usulan Model Pengelolaan Bantuan KKP untuk Bidang Perikanan Tangkap Dalam model yang diusulkan koperasi selain berperan sebagai pemilik juga sebagai pengguna jasa koperasi. Mengacu pada Undang-Undang No. 25/1992 Pasal 43 menjelaskan bahwa Usaha koperasi adalah usaha yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota untuk meningkatkan bisnis dan kesejahteraannya. Koperasi dibentuk sebagai media untuk mencapai dan mewujudkan kesejahteraan anggotanya dan juga masyarakat sekitar. Unit usaha koperasi terdiri dari unit usaha ekonomi dan unit sosial. Unit usaha ekonomi merupakan unit usaha yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan sedangkan unit sosial dilakukan untuk membantu kesejahteraan hidup anggotanya. Unit usaha ekonomi terdiri atas unit perdagangan, unit jasa, dan unit simpan pinjam. Unit sosial mencakup pembagian dana asuransi nelayan, dana paceklik, dan dana tabungan nelayan dan bakul. Koperasi juga dapat bermitra dengan Perum PERIKANAN INDONESIA (PERINDO). Perum PERINDO sebagai perusahaan inti yang menunjang dan menyediakan sarana produksi bagi nelayan sebagai plasmanya melalui fasilitasi atau mediasi koperasi. Program kemitraan Perum PERINDO berfokus pada penyediaan sarana produksi berupa pengadaan pabrik es curah, fasilitas pelayanan BBM melalui instalasi SPDN, pelayanan cold storage, pelayanan docking kapal. Jika memungkinkan termasuk pengelolaan TPI ( Tempat Pelelangan Ikan).
151
BAB VI. IMPLIKASI HASIL PENELITIAN DALAM MENDUKUNG KEBIJAKAN
Hasil analisis menunjukkan bahwa setiap program bantuan dengan model pengelolaan program bantuan yang berbeda akan memberikan dampak keberhasilan yang berbeda pula baik untuk setiap jenis bantuan maupun berdasarkan lokasinya. Agar dampak program-program bantuan di masa yang akan datang kinerjanya lebih optimal, sebaiknya hasil penelitian ini
dapat
dijadikan bahan masukkan dan memberikan impilkasi baik terhadap pemberi bantuan maupun penerima bantuan.
Beberapa implikasi dapat disampaikan
sebagai berikut: Bagi Pemerintah Pusat: 1. Program bantuan ke depan lebih memperhatikan lokasi bantuan dan calon penerima bantuan.
Lokasi bantuan di utamakan merupakan sentra
matapencaharian utamanya adalah usaha perikanan. Calon penerima bantuan sebaiknya dipilih dengan kriteria inovator atau“early adopter” 2. Bantuan ke depan diprioritaskan kepada lembaga usaha seperti koperasi. Oleh karena itu di tingkat pusat harus ada sinkronisasi program yang lebih intensif terutama antara Kementerian Koperasi dan UMKM dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait dengan peningkatan kapasitas usaha koperasi terutama koperasi-koperasi perikanan. 3. Untuk KKP, pemilihan koperasi penerima bantuan untuk tahun mendatang sebaiknya lebih diprioritaskan kepada koperasi-koperasi perikanan. Hal ini akan lebih meningkatkan kinerja koperasi perikanan dalam rangka ikut terlibat dalam mensejahterakan anggotanya yang sebagian besar adalah nelayan, pengolah dan pembudidaya ikan. 4. Koperasi diberikan keleluasan penuh sebagai pengelola mesin/alat atau bahan dari program bantuan yang diberikan untuk selanjutnya diusahakan oleh penerima bantuan baik nelayan, pembudidaya ikan maupun pengolah ikan. 5. Keterlibatan Badan Layanan Usaha (BLU) KKP sebaiknya mulai di lakukan terutama difokuskan untuk memberikan bantuan permodalan kepada koperasi-
152
koperasi penerima bantuan KKP.
Hal ini penting sebagai upaya untuk
mengoperasikan alat/mesin bantuan yang diberikan. 6. Keterlibatan lembaga pemasaran hasil/produk perikanan yang bekerjasama dengan koperasi sangat diperlukan. 7. Program-program pelatihan atau magang tidak hanya pada tataran teori saja akan tetapi sekaligus ditambah dengan praktek bahkan magang dengan waktu yang lebih lama sampai dengan pemahaman terhadap teknologi baru yang diberikan tersebut menjadi lebih baik. Bagi Pemerintah Daerah 1. Diperlukan sinkronisasi program antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terutama program peningkatan kapasitas usaha dari pelaku usaha. 2. Peningkatan manfaat serta dampak program bantuan tidak terlepas dari peran pemerintah daerah untuk mengawasi, memonitoring serta pelaporan kinerjanya. Untuk itu peran ke depan harusnya lebih ditingkatkan terutama yang terkait langsung dengan program bantuan KKP yaitu Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten/ Kota serta Dinas Koperasi dan UMKM. Masing-masing institusi tersebut berperan sesuai dengan Tugas dan Fungsinya. 3. Dinas Perikanan dan Kelautan sangat berperan dalam ikut memberikan rekomendasi terhadap calon penerima program bantuan dengan syarat-syarat yang lebih mengarah pada karakter individu yang baik. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter individu seperti berani menanggung resiko serta produktivitas usaha merupakan faktor penentu keberhasilan program. 4. Dinas Koperasi dan UMKM sangat dibutuhkan perannya dalam mendukung upaya peningkatan kinerja program bantuan KKP yaitu melalui peningkatan peran penyuluh koperasi untuk memberikan pemahaman tentang berorganisasi kepada anggotanya yang bekerja sebagai nelayan, pembudidaya maupun pengolah. Bagi lembaga koperasi diperlukan penyesuaian bidang usaha yang dilakukan sebagai upaya untuk mengelola aset-aset bantuan yang diberikan agar lebih berkelanjutan.
153
Bagi Stakeholder Stakeholder pengelola bantuan terdiri dari lembaga yaitu koperasi serta pelaku usaha. Masing-masing pihak sangat menentykan keberlanjutan progam bantuan KKP. 1. Koperasi perikanan sebagai pengelola alat/mesin bantuan KKP sebaiknya diberikan keleluasan penuh untuk ikut terlibat dalam menentukan calon penerima atau pengguna bantuan. Selain itu juga koperasi menentukan aturan main yang disepakati oleh seluruh anggotanya tentang bagaimana mengelola aset yang diberikan dengan tujuan untuk kesejahteraan anggotanya. 2. Secara organisasi, koperasi penerima bantuan sebaiknya menambah bidang usahanya sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan sebagai dampak dari adanya program bantuan.Bidang usaha atau unit usaha dapat meliputi usaha perikanan tangkap, budidaya serta pengolahan ikan. 3. Untuk pelaku usaha adanya program bantuan KKP berimplikasi pada pengenalan teknologi , cara atau teknik operasi alat/mesin yang baru. Untuk itu sangat diperlukan upaya keinginan belajar, dan bertanggung jawab pelaku usaha terhadap bantuan yang diberikan serta dapat optimalisasi pemanfaatan bantuan KKP, sehingga pada akhirnya terjadi peningkatan dalam usahanya.
154
BAB VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
7.1 Kesimpulan Kajian efektivitas program-program bantuan KKP pada tahun 2016 telah melakukan kegiatan: (1) Identifikasi dan Penentuan Prioritas Program-Program Bantuan KKP, (2) melakukan kajian terhadap kriteria aspek sosial ekonomi calon penerima bantuan lingkup KKP di delapan (8) lokasi penelitian Kabupaten (Pangandaran,Ciamis, Indramayu, Lombok Timur, Bengkulu dan Natuna, Nunukan dan Sangihe),
(3)
melakukan analisis/pengukuran efektivitas program bantuan lingkup KKP melalui penilaian kriteria keberhasilan program bantuan KKP di lokasi penelitian dan (4) merumuskan model pengelolaan program bantuan KKP. Berdasarkan hasil analisis USG berhasil ditentukan, bahwa program bantuan KKP yang dikaji dalam penelitian ini adalah bantuan kapal dan alat tangkap (DJPT), bantuan excavator, peralatan pakan mandiri dan KJA (DIPB) dan bantuan “ice flake” (DJPDS). Selanjutnya dilakukan analisis Eks-Post dan Logical Framework Approach (LFA). LFA merupakan salah satu analisis yang baik dalam suatu penilaian, dan evaluasi yang menggunakan pendekatan logika. Sampai dengan akhir tahun 2016 telah dilakukan analisis LFA untuk menilai keberhasilan program bantuan KKP pada 8 (delapan) lokasi penelitian. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa karakteristik sosial ekonomi penerima program bantuan KKP secara individu, adalah sebagian besar berumur 31-50 tahun (79%), kurang dari 30 tahun(5%) dan lebih dari 50 tahun(16%), tingkat pendidikan sebagian besar adalah SMA/SMK(53%), SD-SMP(32%), dan perguruan tinggi(16%), pengalaman berusaha sebagian besar adalah 0-5 tahun(42%), jumlah anggota rumah tangga sebagian besar adalah 3-5 tahun(68%), pendapatan rata-rata sebagian besar adalah kurang dari Rp.5.000.000,- per bulan(79%), nilai aset sebagian besar adalah dibawah Rp. 150.000.000,-(47%). Menindaklanjuti UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, dimana dijelaskan tentang pemberian hibah atau bantuan sosial diberikan melalui badan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia, maka mekanisme pemberian paket berbantuan mulai tahun 2016 melalui koperasi. Koperasi yang berhak sebagai mediator untuk penerima paket berbantuan adalah sudah berbadan hukum dan memiliki nomor induk koperasi.
155
Karakteristik sosial ekonomi penerima program bantuan KKP yang berpengaruh terhadap keberhasilan program bantuan KKP adalah faktor keberanian mengambil resiko dan produktivitas usaha, kedua faktor tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan program bantuan. Hal ini memberikan arti bahwa semakin tinggi keberanian untuk mengambil resiko dari setiap individu akan memberikan hal positif terhadap keberhasilan program, begitupun dengan faktor produktivitas usaha. Kinerja program bantuan kapal dan alat tangkap di enam lokasi penelitian Kabupaten (Lombok Timur, Natuna, Sangihe, Pangandaran, Natuna Indramayu dan Nunukan) memberikan gambaran secara umum kinerja program bantuan kapal dan alat tangkap pada lokasi yang berbeda. Rekapitulasi penilaian kinerja bantuan kapal dan alat tangkap di lokasi penelitian adalah relevan, efektif, akan tetapi tidak berdampak dan tidak berkelanjutan, jadi secara keseluruhan bahwa kinerja program bantuan kapal dan alat tangkap tidak berhasil. Kinerja keberhasilan program bantuan excavator, adalah capaian aspek relevansi mencapai kriteria sukup relevan dengan skor nilai 0,323. Pada aspek efektif, mencapai kriteria efektif dengan cakupan nilai 0,48. Pada aspek efisien, skor mencapai 0,093 masuk dalam kategori efisien. Jika dilihat dari impact, capaian skor sebesar 0,471 masuk dalam kategori cukup berdampak. Sedangkan pada aspek sustainability, masuk dalam kriteria tidak berkelanjutan dengan nilai 0,5841. Capaian secara umum, masuk kriteria cukup berhasil. Bantuan peralatan mesin pakan tahun 2015 yang diberikan kepada pembudidaya ikan khususnya di empat lokasi penelitian (Ciamis, Indramayu, Bengkulu, dan Sangihe) menunjukkan kinerja yang berhasil dengan beberapa catatan. Rekapitulasi capaian kinerja program bantuan mesin pakan mandiri adalah relevan, efektif, efisien, berdampak, dan berkelanjutan. Bantuan bahan baku pakan mandiri diberikan kepada pembudidaya sebagai stimulus agar dapat menghasilkan pakan mandiri sehingga mengurangi biaya operasional budidaya. Kinerja program bantuan bahan baku pakan di tiga lokasi penelitian menunjukkan kinerja yang berhasil mencakup relevansi, efektivness, efesiensi, dampak dan keberlanjutan. Kinerja program bantuan KJA dari Direktorat perikanan Budidaya di tiga lokasi penelitian memberikan gambaran secara umum kinerja program bantuan KJA pada lokasi yang berbeda, Hal ini dapat dilihat dari nilai dan kriteria capaian masing masing program yang telah di bobotkan sebelumnya. Lokasi yang dijadikan sampel penelitian adalah di Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Bengkulu dan Kabupaten Sangihe, Hasil analisis
156
menunjukkan bahwa secara keseluruhan program bantuan KJA di ketiga lokasi tersebut masuk dalam kategori Cukup Berhasil. Dari kelima indikator relevansi, efektivitas, efisiensi, dampak dan keberlanjutan diketahui bahwa program bantuan KJA di ketiga lokasi sudah memiliki relevansi dengan kebutuhan masyarakat dan kesesuaian dengan arah program sektor perikanan di daerah. Berdasarkan hasil analisis terkait beberapa program bantuan KKP dari Direktorat Penguatan Daya Saing berupa “ice flake” pada 3 (tiga) lokasi yaitu Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Lombok Timur dan Kota Bengkulu diketahui bahwa secara umum program bantuan “ice flake “yang telah disalurkan dapat disimpulkan berhasil untuk Kabupaten Pangandaran,“Tidak Berhasil” untuk Kabupaten Lombok Timur dan Cukup Berhasil untuk Kota Bengkulu. Berdasarkan hasil penelitian telah dirumuskan Model Pengelolaan Program Bantuan KKP secara Eksisting dan Perbaikan Model Pengelolaan Program Bantuan KKP. Berdasarkan hasil penelitian, telah dirumuskan model eksisting
pengelolaan
program bantuan KKP, model yang dimaksud adalah suatu konsep untuk melakukan identifikasi dalam penyaluran program bantuan lingkup KKP. Model ini diharapkan dapat melakukan prediksi efektivitas suatu kegiatan penyaluran program bantuan, jika salah satu faktor penentunya diabaikan. Model eksisting menggambarkan peran dan keterlibatan stakeholder dalam pengelolaan program bantuan perikanan tangkap, dari model yang telah dirumuskan tersebut terdapat beberapa permasalahan atau kekurangan, terutama tentang peran koperasi dalam pengelolaan program bantuan KKP, koordinasi antara KKP dengan Kementrian Koperasi dan UMKM. Oleh karena itu perlu dirumuskan perbaikan model eksisting pengelolaan program bantuan KKP. Dalam perbaikan model eksisting, yang diusulkan adalah adanya kelembagaan koperasi selain berperan sebagai pemilik juga sebagai pengguna jasa koperasi. Koperasi dibentuk sebagai media untuk mencapai dan mewujudkan kesejahteraan anggotanya dan juga masyarakat sekitar. Unit usaha koperasi terdiri dari unit usaha ekonomi dan unit sosial. Unit usaha ekonomi merupakan unit usaha yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan sedangkan unit sosial dilakukan untuk membantu kesejahteraan hidup anggotanya. Unit usaha ekonomi terdiri atas unit perdagangan, unit jasa, dan unit simpan pinjam. Unit sosial mencakup pembagian dana asuransi nelayan, dana paceklik, dan dana tabungan nelayan dan bakul. Koperasi juga dapat bermitra dengan Perum PERIKANAN INDONESIA (PERINDO). Perum PERINDO sebagai perusahaan inti yang menunjang dan menyediakan sarana produksi bagi nelayan sebagai plasmanya melalui fasilitasi atau
157
mediasi koperasi. Program kemitraan Perum PERINDO berfokus pada penyediaan sarana produksi berupa pengadaan pabrik es curah, fasilitas pelayanan BBM melalui instalasi SPDN, pelayanan cold storage, pelayanan docking kapal. Jika memungkinkan termasuk pengelolaan TPI ( Tempat Pelelangan Ikan). 7.2 Rekomendasi Kebijakan
1.
Program bantuan KKP lebih memperhatikan lokasi bantuan dan calon penerima bantuan.
Lokasi bantuan di prioritaskan untuk lokasi
sebagian masyarakatnya perikanan.
yang
bermatapencaharian utamanya adalah usaha
Calon penerima bantuan sebaiknya dipilih dengan kriteria
inovator atau“early adopter” 2.
Bantuan KKP diprioritaskan dikelola oleh lembaga usaha seperti koperasi. Oleh karena itu di tingkat pusat harus ada sinkronisasi program yang lebih intensif terutama antara Kementerian Koperasi dan UMKM dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait dengan peningkatan kapasitas usaha koperasi terutama koperasi-koperasi perikanan.
3.
Penentuan koperasi penerima bantuan untuk tahun mendatang sebaiknya lebih diprioritaskan kepada koperasi-koperasi perikanan. Hal ini akan lebih meningkatkan kinerja koperasi perikanan dalam rangka ikut terlibat dalam mensejahterakan anggotanya yang sebagian besar adalah nelayan, pengolah dan pembudidaya ikan.
4.
Koperasi harus diberikan keleluasan penuh sebagai pengelola mesin/alat atau bahan dari program bantuan yang diberikan untuk selanjutnya diusahakan oleh penerima bantuan baik nelayan, pembudidaya ikan maupun pengolah ikan.
5.
Keterlibatan Badan Layanan Usaha (BLU) KKP sebaiknya mulai di lakukan terutama difokuskan untuk memberikan bantuan permodalan kepada koperasi-koperasi penerima bantuan KKP. Hal ini penting sebagai upaya untuk mengoperasikan alat/mesin bantuan yang diberikan.
6.
Keterlibatan lembaga pemasaran hasil/produk perikanan yang bekerjasama dengan koperasi sangat diperlukan.
158
7.
Program-program pelatihan atau magang tidak hanya pada tataran teori saja akan tetapi sekaligus ditambah dengan praktek bahkan magang dengan waktu yang lebih lama sampai dengan pemahaman terhadap teknologi baru yang diberikan tersebut menjadi lebih baik.
8.
Diperlukan sinkronisasi program antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terutama program peningkatan kapasitas usaha dari pelaku usaha.
9.
Peningkatan manfaat serta dampak program bantuan tidak terlepas dari peran pemerintah daerah untuk mengawasi, memonitoring serta pelaporan kinerjanya. Untuk itu peran ke depan harusnya lebih ditingkatkan terutama yang terkait langsung dengan program bantuan KKP yaitu Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten/ Kota serta Dinas Koperasi dan UMKM. Masingmasing institusi tersebut berperan sesuai dengan Tugas dan Fungsinya.
10. Dinas Perikanan dan Kelautan sangat berperan dalam ikut memberikan rekomendasi terhadap calon penerima program bantuan dengan syarat-syarat yang lebih mengarah pada karakter individu yang baik. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter individu seperti berani menanggung resiko serta produktivitas usaha merupakan faktor penentu keberhasilan program. 11. Dinas Koperasi dan UMKM sangat dibutuhkan perannya dalam mendukung upaya peningkatan kinerja program bantuan KKP yaitu melalui peningkatan peran
penyuluh
koperasi
untuk
memberikan
pemahaman
tentang
berorganisasi kepada anggotanya yang bekerja sebagai nelayan, pembudidaya maupun pengolah. Bagi lembaga koperasinya diperlukan penyesuaian bidang usaha yang dilakukan sebagai upaya untuk mengelola aset-aset bantuan yang diberikan agar lebih berkelanjutan. 12. Koperasi perikanan sebagai pengelola alat/mesin bantuan KKP sebaiknya diberikan keleluasan untuk ikut terlibat dalam menentukan calon penerima atau pengguna bantuan. Selain itu juga koperasi menentukan aturan main yang disepakati oleh seuruh anggotanya tentang bagaimana mengelola aset yang diberikan dengan tujuan untuk kesejahteraan anggotanya. 13. Secara organisasi, koperasi penerima bantuan sebaiknya menambah bidang usahanya sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan sebagai dampak dari
159
adanya program bantuan.Bidang usaha atau unit usaha dapat meliputi usaha perikanan tangkap, budidaya serta pengolahan ikan. 14. Sangat diperlukan upaya keinginan belajar, dan rasa bertanggung jawab pelaku usaha terhadap bantuan yang diberikan oleh KKP, sehingga pemanfaatan bantuan menjadi optimal, pada akhirnya diharapkan terjadi peningkatan dalam usahanya.
160
DAFTAR PUSTAKA
Agung, IGN. 2006 ”Penerapan Model Rerata-Sel Multivariat dan Model Ekonometri dengan SPSS” Jakarta: Yayasan SAD Bhakti. BBPSEKP. 2014. Kajian Evaluasi Dampak Program Pnpm Mandiri Kelautan Dan Perikanan. Laporan Teknis Penelitian. Tidak Dipublikasikan BBPSEKP.2015. Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Tidak Dipublikasikan. Budiani, NW. 2007. Efektivitas Program Penanggulangan Pengangguran Karang Taruna “Eka Taruna Bhakti” Desa Sumerta Kelod Kecamatan Denpasar Timur Kota Denpasar. Jurnal Ekonomi dan Sosial INPUT. Volume 2 No. 1 Cascio, Dinas Kelautan Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Pangandaran. 2015. Laporan Tahunan. Tidak Dipublikasikan Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Ciamis .2015. Laporan Tahunan. Tidak Dipublikasikan Hardjomidjojo, H. 2002. Metode Analisis Prospektif. Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hardjomidjojo, H. 2004. Strategi Pengembangan UKM di Indonesia. Kumpulan Makalah dalam Simposium Analisis Sistem. Bandung.Hikmat, Harry, dkk. Panduan Standarisasi Monitoring dan Evaluasi Program Pemberdayaan Fakir Miskin, Jakarta: Departemen Sosial RI. Hikmayani, Y. Dkk . 2015. Kurniawan, Agung.2005. Transformasi Pelayanan Publik. Yogyakarta : Pembaruan Meredith, Geoffrey G.2000. Kewirausahaan : Teori dan Praktik. Jakarta : Pustaka Binaman Pressindo Nawawi, Hadori. 2000. Interaksi Sosial. Jakarta : Gunung Agung. Kementerian Kelautan dan Perikanan 1). 2015. Laporan Kinerja Satu Tahun Kementerian Kelautan dan Perikanan. Tidak Dipublikasikan Kementerian Kelautan dan Perikanan 2). 2015. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 22/Permen-Kp/2015. Tidak Dipublikasikan Kepner, CH dan BB Tragoe. 1981. Manajer yang Rasional. (Edisi terjemahan). Erlangga. Jakarta. Kresno S, E Nurlaela, E Wuryaningsih, dan I Ariawan. 1999. Aplikasi Penelitian Kualitatif dalam Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Depkes RI. Jakarta. Nurlaili dkk. 2015. Puspasari, D. 2012. Efektivitas Pelaksanaan Program Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah 2010 Kota Depok dan Kota Cimahi. Skripsi. Program Sarjana Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia. Tidak Dipublikasikan. Satar, M. 2016. Pendekatan Kerangka Logis/Logical Framework Approach.”( https://www.google.co.id/#q=Pendekatan+kerangka+logis diunduh tgl 19 September 2016)
161
Widiarto SB. 2013. Efektifitas program pemberdayaan usaha garam rakyat di desa Losarang, Indramayu. [Jurnal]. Jurnal Manajemen IKM. IPB. Widihastuti, R. 2012. Evaluasi Program Pengembangan Wirausaha Pemula Perikanan Budidaya (PWP2B) (Studi Kasus Program PW2P2B oleh Wirausaha Pemula Perikanan Budidaya Lele di Kabuapten Bogor, Jawa Barat). Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Indonesia. Tidak Dipublikasikan.
162
LAMPIRAN
163
Lampiran 1. Nilai dan Kriteria Aspek Keberhasilan Program Bantuan KKP Bidang Perikanan Tangkap di Lokasi Terpilih No 1
Isu Permasalahan Relevance 1.1. kepentingan 1.1.1. Sesuai dengan kebutuhan stakeholder 1.1.2. Sasaran penerima adalah pelaku utama 1.2. prioritas
2
Kabupaten Pangandaran Nilai Kriteria 0.4626 Relevan Cukup 0.0278 Relevan
Program Bantun Kapal dan Alat Tangkap KKP Kabupaten Kabupaten Indramayu Kabupaten Natuna Lombok Timur Nilai Kriteria Nilai Kriteria Nilai Kriteria 0.4790 Relevan 0.4315 Relevan 0.5129 Relevan Cukup 0.0377 Relevan 0.0246 0.0347 Relevan Relevan
Kabupaten Nunukan Nilai Kriteria 0.5176 Relevan
Nilai 0.5397
Kriteria Relevan
0.0375
0.0377
Relevan
0.0008
0.0014
0.0005
0.0014
0.0012
0.0014
0.0270
0.0362
0.0242
0.0332
0.0362
0.0362
0.1680
1.2.1. Prioritas kebijakan pembangunan perikanan Pusat dan Daerah
0.1680
1.3. kesesuaian
0.2668
1.3.1. strategi pembangunan perikanan 1.3.2. target penerima bantuan Effectiveness 2.1. Tujuan 2.1.1. Kemudahan akses sumber produksi 2.1.2. Membuka lapangan kerja 2.1.3. Kemudahan akses iptek 2.1.4. Meningkatkan keterampilan usaha 2.2. Maksud 2.2.1. meningkatkan produktivitas
Relevan
Relevan
0.1986 Relevan
0.0105 0.2563 0.3751 0.1229
0.1986
0.2427
0.2285 0.3995 0.1582
Relevan
0.1986 Relevan
0.0143 Cukup Efektif Cukup Efektif
0.1986
0.2082
0.1904 0.4663 0.1833
Relevan
0.1986 Cukup Relevan
0.0178 Cukup Efektif Cukup Efektif
0.1986
0.2796
0.2618 0.5792 0.1913
Relevan
0.1931 Relevan
0.0178 Efektif Efektif
0.1931
Relevan
0.2871
0.2697 0.5576 0.1951
0.1986
Relevan
0.3034
Efektif Efektif
0.2856 0.5832 0.2041
0.0588
0.0392
0.0392
0.0490
0.0523
0.0637 0.0046
0.0678 0.0063
0.1130 0.0082
0.1130 0.0075
0.1067 0.0068
0.1130 0.0082
0.0168
0.0253
0.0230
0.0316
0.0326
0.0307
0.0615
Cukup Efektif
0.1003 0.0461
Tidak Efektif
0.1287 0.0615
Cukup Efektif
0.2063 0.0999
Efektif
0.1842 0.0871
Relevan
0.0178
0.0377
0.1257
Relevan
0.1986
0.0174 Efektif Efektif
Kabupaten Sangihe
Efektif
0.1930
Efektif Efektif
Efektif
0.0922
164
No
Isu Permasalahan 2.2.2. Meningkatkan pendapatan 2.2.3. Membuka lapangan usaha 2.2.4. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja 2.3. Output 2.3.1. Menambah sumber produksi 2.3.2. meningkatkan skala usaha 2.3.3. Mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi yang adaptif 2.3.4. Meningkatkan keterampilan usaha 2.4. Aktifitas 2.4.1. tepat guna (teknologi atau alat yang digunakan) 2.4.2. tepat waktu (kapan dilaksanakan) 2.4.3. tepat sasaran (siapa yang akan diberi) 2.5. Input 2.5.1. Proses identifikasi calon penerima bantuan 2.5.2. Proses seleksi calon penerima bantuan
Kabupaten Pangandaran Nilai Kriteria
Program Bantun Kapal dan Alat Tangkap KKP Kabupaten Kabupaten Indramayu Kabupaten Natuna Lombok Timur Nilai Kriteria Nilai Kriteria Nilai Kriteria
Kabupaten Nunukan Nilai Kriteria
Kabupaten Sangihe Nilai
0.0450
0.0360
0.0450
0.0732
0.0675
0.0675
0.0171
0.0155
0.0193
0.0290
0.0258
0.0290
0.0021
0.0027
0.0029
0.0043
0.0038
0.0043
0.0521
Tidak Efektif
0.0673
Cukup Efektif
0.0809
Cukup Efektif
0.1122
Efektif
0.1022
Efektif
0.1097
0.0074
0.0104
0.0149
0.0223
0.0192
0.0198
0.0084
0.0121
0.0121
0.0182
0.0177
0.0182
0.0273
0.0337
0.0355
0.0532
0.0473
0.0532
0.0090
0.0111
0.0184
0.0184
0.0179
0.0184
0.0067
Efektif
0.0058
Efektif
0.0054
Efektif
0.0088
Efektif
0.0082
Efektif
0.0085
0.0047
0.0035
0.0041
0.0056
0.0056
0.0061
0.0017
0.0021
0.0011
0.0029
0.0024
0.0021
0.0002
0.0002
0.0002
0.0002
0.0002
0.0002
0.0678
Efektif
0.0679
Efektif
0.0679
Efektif
0.0607
Efektif
0.0679
Efektif
0.0679
0.0435
0.0435
0.0435
0.0363
0.0435
0.0435
0.0226
0.0226
0.0226
0.0226
0.0226
0.0226
Kriteria
Efektif
Efektif
Efektif
165
No
3
4
Isu Permasalahan 2.5.3. Proses penetapan calon penerima bantuan Efficiency 3.1. capaian output 3.1.1 kuantitas output 3.1.2 kualitas output 3.2. hubungan kausalitas 3.2.1 kecukupan input 3.2.2. isu terkini 3.2.3. inflasi 3.3. ketepatan waktu 3.3.1. kuantitas input 3.3.2. kualitas input 3.4. kewajaran biaya 3.4.1. instalasi 3.4.2. perawatan 3.4.3. operasional
Kabupaten Pangandaran Nilai Kriteria 0.0016 0.0763 0.0233 0.0013 0.0219 0.0311 0.0192 0.0113 0.0006 0.0202 0.0013 0.0189 0.0018 0.0003 0.0004 0.0010
Program Bantun Kapal dan Alat Tangkap KKP Kabupaten Kabupaten Indramayu Kabupaten Natuna Lombok Timur Nilai Kriteria Nilai Kriteria Nilai Kriteria 0.0017
Cukup Efisien Tidak Efisien
Cukup Efisien
Efisien
Efisien
0.0997 0.0400 0.0025 0.0375 0.0379 0.0211 0.0164 0.0004 0.0202 0.0013 0.0189 0.0017 0.0005 0.0004 0.0008
0.0017 Efisien Efisien
Efisien
Efisien
Efisien
0.0810 0.0321 0.0020 0.0300 0.0334 0.0156 0.0169 0.0008 0.0134 0.0009 0.0126 0.0021 0.0005 0.0006 0.0010
0.0017 Cukup Efisien Cukup Efisien
Efisien
Cukup Efisien
Efisien
0.0978 0.0438 0.0026 0.0413 0.0355 0.0176 0.0169 0.0010 0.0167 0.0010 0.0157 0.0017 0.0004 0.0005 0.0008
Impact
0.1470
Tidak Berdampak
0.1597
Tidak Berdampak
0.1112
Tidak Berdampak
0.1736
4.1. dampak tujuan keseluruhan
0.0525
Tidak Berdampak
0.0826
Tidak Berdampak
0.0625
Tidak Berdampak
0.0782
4.1.1. prospek 4.1.2. pembangunan daerah 4.1.3. Faktor penghambat 4.2. dampak hubungan kausalitas 4.2.1. produktivitas
0.0939 0.0555 0.0082 0.3275 0.0660
0.1443 0.0927 0.0107 Berdampak
0.3321 0.0799
0.1110 0.0687 0.0079 Berdampak
0.2393 0.0592
0.1387 0.0859 0.0099 Berdampak
0.3709 0.0740
Kabupaten Nunukan Nilai Kriteria 0.0017
Efisien Efisien
Efisien
Efisien
Efisien
Tidak Berdamp ak Tidak Berdamp ak
Berdamp ak
0.0978 0.0404 0.0029 0.0375 0.0358 0.0182 0.0165 0.0011 0.0196 0.0013 0.0183 0.0020 0.0005 0.0005 0.0010 0.1679 0.0808 0.1433 0.0887 0.0102 0.3489 0.0765
Kabupaten Sangihe Nilai
Kriteria
0.0017 Efisien Efisien
Efisien
Efisien
Efisien
Tidak Berdamp ak Tidak Berdamp ak
Berdamp ak
0.0993 0.0381 0.0031 0.0350 0.0412 0.0234 0.0169 0.0008 0.0179 0.0011 0.0168 0.0021 0.0005 0.0006 0.0010
Efisien Efisien
Efisien
Efisien
Efisien
0.1638
Tidak Berdampak
0.0876
Tidak Berdampak
0.1480 0.1030 0.0119 0.3294
Berdampak
0.0888
166
No
5
4.2.2. pendapatan 4.2.3. lapangan usaha 4.2.4. serapan tenaga kerja
Kabupaten Pangandaran Nilai Kriteria 0.9427 0.2381 0.0631
4.3. efek pengganda
0.0609
4.3.1. usaha pendukung 4.3.2. tenaga kerja
0.0038 0.1179
Sustainability
0.0643
Tidak Berkelanjutan
5.1. kebijakan dan sistem
0.0539
Tidak Berkelanjutan
5.1.1. keberlanjutan kebijakan 5.1.2. Ketersediaan regulasi 5.1.3. Perencanaan 5.1.4. Penyebaran manfaat
0.1119 0.0368 0.0602 0.0067
5.2. organisasi dan keuangan
0.0052
5.2.1. Keberlanjutan organisasi 5.2.2. Kepemilikan bantuan 5.2.3 Kecukupan anggaran 5.2.4. Peluang anggaran 5.2.6. Ukuran kecukupan anggaran
0.0053 0.0091 0.0049 0.0046
Program Bantun Kapal dan Alat Tangkap KKP Kabupaten Kabupaten Indramayu Kabupaten Natuna Lombok Timur Nilai Kriteria Nilai Kriteria Nilai Kriteria 0.9655 0.7427 1.0212 0.2228 0.1238 0.3095 0.0600 0.0316 0.0789 Tidak Tidak Tidak 0.0645 0.0319 0.0717 Berdamp Berdampak Berdampak ak 0.0064 0.0025 0.0055 0.1226 0.0613 0.1380 Tidak Tidak Tidak 0.0968 0.0902 0.0913 Berkelanj Berkelanjutan Berkelanjutan utan Tidak Tidak Tidak 0.0444 0.0199 0.0452 Berkelanj Berkelanjutan Berkelanjutan utan 0.0865 0.0393 0.0885 0.0233 0.0123 0.0276 0.0622 0.0230 0.0576 0.0057 0.0051 0.0071 Tidak Tidak Tidak 0.0076 0.0042 0.0068 Berkelanj Berkelanjutan Berkelanjutan utan 0.0094 0.0036 0.0099 0.0136 0.0091 0.0114 0.0071 0.0049 0.0061 0.0053 0.0021 0.0042
0.0021
0.0027
5.3. teknologi
0.0286
Isu Permasalahan
Tidak Berdampak
Tidak Berkelanjutan
Tidak Berkelanjutan
0.0265
0.0012 Tidak Berkelanjutan
0.0280
0.0025 Tidak Berkelanjutan
0.0292
Tidak Berkelanj utan
Kabupaten Nunukan Nilai Kriteria 0.9593 0.2888 0.0710 Tidak 0.0741 Berdamp ak 0.0051 0.1431 Tidak 0.0914 Berkelanj utan Tidak 0.0447 Berkelanj utan 0.0917 0.0255 0.0557 0.0060 Tidak 0.0073 Berkelanj utan 0.0093 0.0121 0.0067 0.0055 0.0027 0.0294
Kabupaten Sangihe Nilai 0.8665 0.2888 0.0736 0.0744 0.0057 0.1431 0.0991 0.0515 0.1049 0.0327 0.0614 0.0069 0.0072 0.0096 0.0121 0.0065 0.0050
Kriteria
Tidak Berdampak
Tidak Berkelanjut an Tidak Berkelanjut an
Tidak Berkelanjut an
0.0029 Tidak Berkelanj utan
0.0290
Tidak Berkelanjut an
167
No
Isu Permasalahan 5.3.1. Mudah 5.3.2. Murah 5.3.3. Ramah lingkungan 5.3.4. Mekanisme diseminasi 5.3.5.Pendampingan teknologi 5.3.6. Difusi teknologi
Kabupaten Pangandaran Nilai Kriteria 0.0515 0.0330 0.0480 0.0012 0.0130 0.0246
5.4. masyarakat, budaya dan lingkungan
0.1696
5.4.1. Karakteristik masyarakat 5.4.2. Keberadaan lingkungan
0.3197 0.0195
Tidak Berkelanjutan
Program Bantun Kapal dan Alat Tangkap KKP Kabupaten Kabupaten Indramayu Kabupaten Natuna Lombok Timur Nilai Kriteria Nilai Kriteria Nilai Kriteria 0.0498 0.0515 0.0515 0.0153 0.0306 0.0306 0.0520 0.0520 0.0520 0.0035 0.0024 0.0021 0.0176 0.0130 0.0163 0.0210 0.0183 0.0228 Tidak Tidak Tidak 0.3087 0.3087 0.2840 Berkelanj Berkelanjutan Berkelanjutan utan 0.5937 0.5937 0.5443 0.0237 0.0237 0.0237
Kabupaten Nunukan Nilai Kriteria 0.0501 0.0319 0.0505 0.0027 0.0168 0.0244 Tidak 0.2840 Berkelanj utan 0.5443 0.0237
Kabupaten Sangihe Nilai 0.0515 0.0306 0.0520 0.0032 0.0152 0.0213 0.3087 0.5937 0.0237
Kriteria
Tidak Berkelanjut an
168
Lampiran 2. Nilai dan Kriteria Aspek Keberhasilan Program Bantuan Excavator di Lokasi Terpilih No
Isu Permasalahan
1
Relevance 1.1. kepentingan 1.1.1. Sesuai dengan kebutuhan stakeholder 1.1.2. Sasaran penerima adalah pelaku utama 1.2. prioritas 1.2.1. Prioritas kebijakan pembangunan perikanan Pusat dan Daerah 1.3. kesesuaian 1.3.1. strategi pembangunan perikanan 1.3.2. target penerima bantuan Effectiveness 2.1. Tujuan 2.1.1. Kemudahan akses sumber produksi 2.1.2. Membuka lapangan kerja 2.1.3. Kemudahan akses iptek 2.1.4. Meningkatkan keterampilan usaha 2.2. Maksud 2.2.1. meningkatkan produktivitas 2.2.2. Meningkatkan pendapatan 2.2.3. Membuka lapangan usaha 2.2.4. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja 2.3. Output 2.3.1. Menambah sumber produksi 2.3.2. meningkatkan skala usaha 2.3.3. Mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi yang adaptif 2.3.4. Meningkatkan keterampilan usaha 2.4. Aktifitas 2.4.1. tepat guna (teknologi atau alat yang digunakan) 2.4.2. tepat waktu (kapan dilaksanakan)
2
Kabupaten Pangandaran Nilai Kriteria 0.3230 Cukup Relevan 0.0134 Tidak Relevan 0.0013 0.0121 0.1986 Relevan 0.1986 0.1111 Cukup Relevan 0.0159 0.0952 0.4825 Efektif 0.1713 Efektif 0.0588 0.0879 0.0054 0.0192 0.1734 Efektif 0.0922 0.0525 0.0258 0.0029 0.0604 Tidak Efektif 0.0223 0.0142 0.0177 0.0061 0.0095 Efektif 0.0061 0.0032
169
No
3
4
Isu Permasalahan 2.4.3. tepat sasaran (siapa yang akan diberi) 2.5. Input 2.5.1. Proses identifikasi calon penerima bantuan 2.5.2. Proses seleksi calon penerima bantuan 2.5.3. Proses penetapan calon penerima bantuan Efficiency 3.1. capaian output 3.1.1 kuantitas output 3.1.2 kualitas output 3.2. hubungan kausalitas 3.2.1 kecukupan input 3.2.2. isu terkini 3.2.3. inflasi 3.3. ketepatan waktu 3.3.1. kuantitas input 3.3.2. kualitas input 3.4. kewajaran biaya 3.4.1. instalasi 3.4.2. perawatan 3.4.3. operasional Impact 4.1. dampak tujuan keseluruhan 4.1.1. prospek 4.1.2. pembangunan daerah 4.1.3. Faktor penghambat 4.2. dampak hubungan kausalitas 4.2.1. produktivitas 4.2.2. pendapatan 4.2.3. lapangan usaha
Kabupaten Pangandaran Nilai Kriteria 0.0002 0.0679 Efektif 0.0435 0.0226 0.0017 0.0930 Efisien 0.0324 Cukup Efisien 0.0024 0.0300 0.0393 Efisien 0.0234 0.0150 0.0008 0.0202 Efisien 0.0013 0.0189 0.0011 Tidak Efisien 0.0002 0.0002 0.0007 0.4710 Cukup Berdampak 0.2061 Cukup Berdampak 0.1295 0.0687 0.0079 0.1349 Cukup Berdampak 0.0691 0.0464 0.0155
170
No
5
Isu Permasalahan 4.2.4. serapan tenaga kerja 4.3. efek pengganda 4.3.1. usaha pendukung 4.3.2. tenaga kerja Sustainability 5.1. kebijakan dan sistem 5.1.1. keberlanjutan kebijakan 5.1.2. Ketersediaan regulasi 5.1.3. Perencanaan 5.1.4. Penyebaran manfaat 5.2. organisasi dan keuangan 5.2.1. Keberlanjutan organisasi 5.2.2. Kepemilikan bantuan 5.2.3 Kecukupan anggaran 5.2.4. Peluang anggaran 5.2.6. Ukuran kecukupan anggaran 5.3. teknologi 5.3.1. Mudah 5.3.2. Murah 5.3.3. Ramah lingkungan 5.3.4. Mekanisme diseminasi 5.3.5.Pendampingan teknologi 5.3.6. Difusi teknologi 5.4. masyarakat, budaya dan lingkungan 5.4.1. Karakteristik masyarakat 5.4.2. Keberadaan lingkungan
Kabupaten Pangandaran Nilai Kriteria 0.0039 0.1300 Cukup Berdampak 0.0074 0.1226 0.5841 Tidak Berkelanjutan 0.1914 Berkelanjutan 0.0786 0.0368 0.0691 0.0069 0.0369 Berkelanjutan 0.0108 0.0136 0.0057 0.0042 0.0025 0.1341 Tidak Berkelanjutan 0.0343 0.0153 0.0520 0.0012 0.0130 0.0183 0.2217 Tidak Berkelanjutan 0.3197 0.0195
171
Lampiran 3. Nilai dan Kriteria Aspek Keberhasilan Program Bantuan Peralatan Mesin Pakan Mandiri di Lokasi Terpilih No 1
2
Isu Permasalahan Relevance 1.1. kepentingan 1.1.1. Sesuai dengan kebutuhan stakeholder 1.1.2. Sasaran penerima adalah pelaku utama 1.2. prioritas 1.2.1. Prioritas kebijakan pembangunan perikanan Pusat dan Daerah 1.3. kesesuaian 1.3.1. strategi pembangunan perikanan 1.3.2. target penerima bantuan Effectiveness 2.1. Tujuan 2.1.1. Kemudahan akses sumber produksi 2.1.2. Membuka lapangan kerja 2.1.3. Kemudahan akses iptek 2.1.4. Meningkatkan keterampilan usaha 2.2. Maksud 2.2.1. meningkatkan produktivitas 2.2.2. Meningkatkan pendapatan 2.2.3. Membuka lapangan usaha 2.2.4. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja 2.3. Output 2.3.1. Menambah sumber produksi
Kabupaten Ciamis Nilai 0.5392 0.0372
Kabupaten Indramayu
Kota Bengkulu
Kabupaten Sangihe
Rata-rata
Kriteria relevan relevan
Nilai 0.5397 0.0377
Kriteria relevan relevan
Nilai 0.5396 0.0376
Kriteria relevan relevan
Nilai 0.5397 0.0377
Kriteria relevan relevan
Nilai 0.5396 0.0375
Kriteria relevan relevan
0.0010
cukup relevan
0.0014
relevan
0.0013
relevan
0.0014
relevan
0.0013
relevan
0.0362
relevan
0.0362
relevan
0.0362
relevan
0.0362
relevan
0.0362
relevan
0.1986
relevan
0.1986
relevan
0.1986
relevan
0.1986
relevan
0.1986
relevan
0.1986
relevan
0.1986
relevan
0.1986
relevan
0.1986
relevan
0.1986
relevan
0.3034 0.0178 0.2856 0.5367 0.1949
relevan relevan relevan efektif efektif
0.3034 0.0178 0.2856 0.4552 0.1596
relevan relevan relevan cukup efektif cukup efektif
0.3034 0.0178 0.2856 0.5741 0.2044
relevan relevan relevan cukup efektif cukup efektif
0.3034 0.0178 0.2856 0.5961 0.2145
relevan relevan relevan cukup efektif cukup efektif
0.3034 0.0178 0.2856 0.5405 0.1933
relevan relevan relevan cukup efektif cukup efektif
0.0392
cukup efektif
0.0588
efektif
0.0588
efektif
0.0588
efektif
0.0539
tidak efektif
0.1130 0.0082
efektif efektif
0.0659 0.0061
cukup efektif cukup efektif
0.1035 0.0075
cukup efektif cukup efektif
0.1130 0.0082
cukup efektif cukup efektif
0.0988 0.0075
cukup efektif cukup efektif
0.0345
efektif
0.0288
efektif
0.0345
efektif
0.0345
efektif
0.0331
efektif
0.1769 0.0922 0.0563 0.0242
efektif efektif efektif efektif
0.1288 0.0615 0.0506 0.0145
cukup efektif cukup efektif cukup efektif tidak efektif
0.1930 0.0922 0.0675 0.0290
cukup efektif cukup efektif cukup efektif tidak efektif
0.1930 0.0922 0.0675 0.0290
cukup efektif cukup efektif cukup efektif tidak efektif
0.1729 0.0845 0.0605 0.0242
cukup efektif cukup efektif cukup efektif cukup efektif
0.0043
efektif
0.0021
tidak efektif
0.0043
tidak efektif
0.0043
tidak efektif
0.0037
cukup efektif
0.1122 0.0223
efektif efektif
0.0901 0.0167
efektif cukup efektif
0.1122 0.0223
efektif cukup efektif
0.1122 0.0223
efektif cukup efektif
0.1067 0.0209
efektif cukup efektif
172
No
3
Isu Permasalahan 2.3.2. meningkatkan skala usaha 2.3.3. Mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi yang adaptif 2.3.4. Meningkatkan keterampilan usaha 2.4. Aktifitas 2.4.1. tepat guna (teknologi atau alat yang digunakan) 2.4.2. tepat waktu (kapan dilaksanakan) 2.4.3. tepat sasaran (siapa yang akan diberi) 2.5. Input 2.5.1. Proses identifikasi calon penerima bantuan 2.5.2. Proses seleksi calon penerima bantuan 2.5.3. Proses penetapan calon penerima bantuan Efficiency 3.1. capaian output 3.1.1 kuantitas output 3.1.2 kualitas output 3.2. hubungan kausalitas 3.2.1 kecukupan input 3.2.2. isu terkini 3.2.3. inflasi 3.3. ketepatan waktu 3.3.1. kuantitas input 3.3.2. kualitas input 3.4. kewajaran biaya
Kabupaten Ciamis Nilai 0.0182
Kriteria efektif
Kabupaten Indramayu Nilai 0.0137
Kriteria cukup efektif
Kota Bengkulu Nilai 0.0182
Kriteria cukup efektif
Kabupaten Sangihe Nilai 0.0182
Kriteria cukup efektif
Rata-rata Nilai 0.0171
Kriteria cukup efektif
0.0532
efektif
0.0444
efektif
0.0532
efektif
0.0532
efektif
0.0510
efektif
0.0184
efektif
0.0154
efektif
0.0184
efektif
0.0184
efektif
0.0177
efektif
0.0075
efektif
0.0088
efektif
0.0082
efektif
0.0085
efektif
0.0082
tidak efektif
0.0051
efektif
0.0056
efektif
0.0056
efektif
0.0061
efektif
0.0056
tidak efektif
0.0021
cukup efektif
0.0029
efektif
0.0024
efektif
0.0021
efektif
0.0024
tidak efektif
0.0002
efektif
0.0002
efektif
0.0002
efektif
0.0002
efektif
0.0002
efektif
0.0453
cukup efektif
0.0679
efektif
0.0563
efektif
0.0679
efektif
0.0594
tidak efektif
0.0290
cukup efektif
0.0435
efektif
0.0399
efektif
0.0435
efektif
0.0390
tidak efektif
0.0151
cukup efektif
0.0226
efektif
0.0151
efektif
0.0226
efektif
0.0189
tidak efektif
0.0012
cukup efektif
0.0017
efektif
0.0013
efektif
0.0017
efektif
0.0015
tidak efektif
0.0958 0.0401 0.0026 0.0375 0.0375 0.0195 0.0169 0.0010 0.0168 0.0011 0.0157 0.0014
efisien efisien efisien efisien efisien efisien efisien efisien efisien efisien efisien cukup efisien
0.0753 0.0281 0.0018 0.0263 0.0287 0.0156 0.0127 0.0004 0.0168 0.0011 0.0157 0.0017
cukup efisien cukup efisien cukup efisien cukup efisien cukup efisien cukup efisien cukup efisien tidak efisien efisien efisien efisien efisien
0.1040 0.0438 0.0026 0.0413 0.0379 0.0215 0.0155 0.0009 0.0202 0.0013 0.0189 0.0021
efisien efisien efisien efisien efisien efisien efisien cukup efisien efisien efisien efisien efisien
0.0946 0.0321 0.0020 0.0300 0.0412 0.0234 0.0169 0.0008 0.0197 0.0009 0.0189 0.0016
efisien cukup efisien cukup efisien cukup efisien efisien efisien efisien cukup efisien efisien cukup efisien efisien cukup efisien
0.0924 0.0360 0.0022 0.0338 0.0363 0.0200 0.0155 0.0008 0.0184 0.0011 0.0173 0.0017
efisien cukup efisien cukup efisien cukup efisien efisien efisien efisien cukup efisien efisien efisien efisien efisien
173
No
Isu Permasalahan 3.4.1. instalasi 3.4.2. perawatan 3.4.3. operasional
4
5
Kabupaten Ciamis Nilai 0.0003 0.0004 0.0007
Kabupaten Indramayu
Kriteria cukup efisien cukup efisien cukup efisien cukup berdampak cukup berdampak cukup berdampak cukup berdampak
Nilai 0.0004 0.0005 0.0009
berdampak
0.0089
Impact
0.4905
4.1. dampak tujuan keseluruhan
0.1896
4.1.1. prospek
0.1110
4.1.2. pembangunan daerah
0.0687
4.1.3. Faktor penghambat
0.0099
4.2. dampak hubungan kausalitas
0.1415
4.2.1. produktivitas
0.0592
4.2.2. pendapatan
0.0581
berdampak
0.0522
4.2.3. lapangan usaha
0.0194
berdampak
0.0174
4.2.4. serapan tenaga kerja
0.0049
berdampak
0.0044
4.3. efek pengganda
0.1594
berdampak
0.1435
4.3.1. usaha pendukung
0.0061
berdampak
0.0055
4.3.2. tenaga kerja
0.1533
berdampak
0.1380
Sustainability
0.8000
cukup berkelanjutan
0.7795
cukup berdampak cukup berdampak
0.4952 0.2110 0.1248 0.0773
0.1407 0.0666
Kriteria efisien efisien efisien cukup berdampak cukup berdampak cukup berdampak cukup berdampak cukup berdampak cukup berdampak cukup berdampak cukup berdampak cukup berdampak cukup berdampak cukup berdampak cukup berdampak cukup berdampak cukup berkelanjutan
Kota Bengkulu
Kabupaten Sangihe
Rata-rata
Nilai 0.0005 0.0006 0.0010
Kriteria efisien efisien efisien
Nilai 0.0005 0.0004 0.0007
Kriteria efisien cukup efisien cukup efisien
Nilai 0.0004 0.0004 0.0008
Kriteria efisien efisien efisien
0.6284
berdampak
0.6603
berdampak
0.5686
berdampak
0.2814
berdampak
0.2814
berdampak
0.2408
berdampak
0.1664
berdampak
0.1664
berdampak
0.1422
berdampak
0.1030
berdampak
0.1030
berdampak
0.0880
berdampak
0.0119
berdampak
0.0119
berdampak
0.0107
berdampak
0.1876
berdampak
0.1876
berdampak
0.1643
berdampak
0.0888
berdampak
0.0888
berdampak
0.0758
berdampak
0.0697
berdampak
0.0697
berdampak
0.0624
berdampak
0.0232
berdampak
0.0232
berdampak
0.0208
berdampak
0.0059
berdampak
0.0059
berdampak
0.0053
berdampak
0.1594
berdampak
0.1913
berdampak
0.1634
berdampak
0.0061
berdampak
0.0074
berdampak
0.0063
berdampak
0.1533
berdampak
0.1840
berdampak
0.1571
berdampak
0.8798
berkelanjutan
1.0819
berkelanjutan
0.8853
berkelanjutan
174
No
Isu Permasalahan
Kabupaten Ciamis Nilai
Kriteria cukup berkelanjutan
Kabupaten Indramayu Nilai
Kriteria cukup berkelanjutan
Nilai
berkelanjutan
0.0590
Rata-rata
Nilai
Kriteria
Nilai
0.2316
berkelanjutan
0.1789
tidak berkelanjutan
0.1180
berkelanjutan
0.0885
cukup berkelanjutan
0.0184
tidak berkelanjutan
0.0368
berkelanjutan
0.0261
cukup berkelanjutan
0.0576
berkelanjutan
0.0691
berkelanjutan
0.0576
berkelanjutan
0.0071
berkelanjutan
0.0077
berkelanjutan
0.0068
berkelanjutan
0.0360 0.0099 0.0114
berkelanjutan berkelanjutan berkelanjutan
0.0394 0.0108 0.0136
berkelanjutan berkelanjutan berkelanjutan cukup berkelanjutan
0.0368 0.0099 0.0122
berkelanjutan berkelanjutan berkelanjutan
0.0063
berkelanjutan
0.1420
Kriteria cukup berkelanjutan
Kabupaten Sangihe
Kriteria cukup berkelanjutan
5.1. kebijakan dan sistem
0.1685
5.1.1. keberlanjutan kebijakan
0.0786
cukup berkelanjutan
0.0983
5.1.2. Ketersediaan regulasi
0.0245
cukup berkelanjutan
0.0245
5.1.3. Perencanaan
0.0576
berkelanjutan
0.0461
5.1.4. Penyebaran manfaat
0.0077
berkelanjutan
0.0045
5.2. organisasi dan keuangan 5.2.1. Keberlanjutan organisasi 5.2.2. Kepemilikan bantuan
0.0332 0.0090 0.0114
berkelanjutan berkelanjutan berkelanjutan
0.0384 0.0099 0.0125
cukup berkelanjutan cukup berkelanjutan cukup berkelanjutan berkelanjutan berkelanjutan berkelanjutan
5.2.3 Kecukupan anggaran
0.0074
berkelanjutan
0.0067
berkelanjutan
0.0061
berkelanjutan
0.0049
5.2.4. Peluang anggaran
0.0042
0.0058
berkelanjutan
0.0058
berkelanjutan
0.0064
berkelanjutan
0.0056
berkelanjutan
5.2.6. Ukuran kecukupan anggaran
0.0012
0.0034
berkelanjutan
0.0028
cukup berkelanjutan
0.0037
berkelanjutan
0.0028
cukup berkelanjutan
5.3. teknologi
0.1787
berkelanjutan
0.1501
cukup berkelanjutan
0.1338
0.1934
berkelanjutan
0.1640
berkelanjutan
5.3.1. Mudah
0.0515
berkelanjutan
0.0472
berkelanjutan
0.0258
0.0515
berkelanjutan
0.0440
berkelanjutan
5.3.2. Murah
0.0383
berkelanjutan
0.0153
0.0459
berkelanjutan
0.0316
5.3.3. Ramah lingkungan
0.0520
0.0520
0.0520
berkelanjutan
0.0498
cukup berkelanjutan berkelanjutan
5.3.4. Mekanisme diseminasi
0.0024
berkelanjutan cukup berkelanjutan
tidak berkelanjutan berkelanjutan
0.0032
berkelanjutan
0.0027
0.0035
berkelanjutan
0.0030
berkelanjutan
5.3.5.Pendampingan teknologi
0.0163
berkelanjutan
0.0163
berkelanjutan
0.0147
0.0130
cukup berkelanjutan
0.0151
cukup berkelanjutan
cukup berkelanjutan tidak berkelanjutan
0.1734
Kota Bengkulu
0.0268 0.0433
cukup berkelanjutan tidak berkelanjutan cukup berkelanjutan berkelanjutan cukup berkelanjutan cukup berkelanjutan
175
No
Kabupaten Ciamis
Isu Permasalahan
Nilai 5.3.6. Difusi teknologi 5.4. masyarakat, lingkungan
0.0183 budaya
dan
0.4196
5.4.1. Karakteristik masyarakat
0.3958
5.4.2. Keberadaan lingkungan
0.0237
Kriteria cukup berkelanjutan cukup berkelanjutan cukup berkelanjutan berkelanjutan
Kabupaten Indramayu Nilai 0.0160 0.4176 0.3958 0.0218
Kriteria cukup berkelanjutan cukup berkelanjutan cukup berkelanjutan berkelanjutan
Kota Bengkulu Nilai 0.0206
Kriteria cukup berkelanjutan
Kabupaten Sangihe Nilai
Kriteria
Rata-rata Nilai
0.0274
berkelanjutan
0.0206
Kriteria cukup berkelanjutan
0.5680
berkelanjutan
0.6175
berkelanjutan
0.5057
berkelanjutan
0.5443
berkelanjutan
0.5937
berkelanjutan
0.4824
berkelanjutan
0.0237
berkelanjutan
0.0237
berkelanjutan
0.0233
berkelanjutan
176
Lampiran 4. Nilai dan Kriteria Aspek Keberhasilan Program Bantuan Bahan Baku Pakan Mandiri di Lokasi Terpilih No 1
2
Isu Permasalahan Relevance 1.1. kepentingan 1.1.1. Sesuai dengan kebutuhan stakeholder 1.1.2. Sasaran penerima adalah pelaku utama 1.2. prioritas 1.2.1. Prioritas kebijakan pembangunan perikanan Pusat dan Daerah 1.3. kesesuaian 1.3.1. strategi pembangunan perikanan 1.3.2. target penerima bantuan Effectiveness 2.1. Tujuan 2.1.1. Kemudahan akses sumber produksi 2.1.2. Membuka lapangan kerja 2.1.3. Kemudahan akses iptek 2.1.4. Meningkatkan keterampilan usaha 2.2. Maksud 2.2.1. meningkatkan produktivitas 2.2.2. Meningkatkan pendapatan 2.2.3. Membuka lapangan usaha 2.2.4. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja 2.3. Output 2.3.1. Menambah sumber produksi 2.3.2. meningkatkan skala usaha 2.3.3. Mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi yang adaptif 2.3.4. Meningkatkan keterampilan usaha
Kabupaten Ciamis
Kabupaten Indramayu
Kota Bengkulu
Rata-rata
Nilai 0.4415 0.0377 0.0014 0.0362 0.1986
Kriteria relevan relevan relevan relevan relevan
Nilai 0.3865 0.0377 0.0014 0.0362 0.1986
Kriteria cukup relevan relevan relevan relevan relevan
Nilai 0.5136 0.0337 0.0014 0.0322 0.1765
Kriteria relevan relevan relevan relevan relevan
Nilai 0.4472 0.0364 0.0014 0.0349 0.1912
Kriteria relevan relevan relevan relevan relevan
0.1986
relevan
0.1986
relevan
0.1765
relevan
0.1912
relevan
0.2053 0.0149 0.1904 0.5103 0.1626 0.0588 0.0753 0.0054 0.0230 0.1916 0.0922 0.0675 0.0290 0.0029 0.1024 0.0186 0.0121
cukup relevan relevan cukup relevan efektif cukup efektif efektif cukup efektif cukup efektif cukup efektif efektif efektif efektif efektif cukup efektif efektif efektif cukup efektif
0.1502 0.0074 0.1428 0.3709 0.1319 0.0441 0.0565 0.0054 0.0259 0.1098 0.0538 0.0394 0.0145 0.0021 0.0561 0.0112 0.0091
tidak relevan tidak relevan tidak relevan cukup efektif cukup efektif cukup efektif tidak efektif cukup efektif cukup efektif cukup efektif cukup efektif cukup efektif tidak efektif tidak efektif tidak efektif tidak efektif tidak efektif
0.3034 0.0178 0.2856 0.5855 0.2145 0.0588 0.1130 0.0082 0.0345 0.1828 0.0820 0.0675 0.0290 0.0043 0.1122 0.0223 0.0182
relevan relevan relevan efektif efektif efektif efektif efektif efektif efektif efektif efektif efektif efektif efektif efektif
0.2196 0.0134 0.2062 0.4889 0.1697 0.0539 0.0816 0.0063 0.0278 0.1614 0.0760 0.0581 0.0242 0.0031 0.0902 0.0174 0.0132
cukup relevan cukup relevan cukup relevan efektif efektif efektif cukup efektif efektif efektif efektif efektif efektif efektif cukup efektif efektif efektif cukup efektif
0.0532
efektif
0.0266
tidak efektif
0.0532
efektif
0.0444
efektif
0.0184
efektif
0.0092
tidak efektif
0.0184
efektif
0.0154
efektif
efektif
177
No
3
4
Isu Permasalahan 2.4. Aktifitas 2.4.1. tepat guna (teknologi atau alat yang digunakan) 2.4.2. tepat waktu (kapan dilaksanakan) 2.4.3. tepat sasaran (siapa yang akan diberi) 2.5. Input 2.5.1. Proses identifikasi calon penerima bantuan 2.5.2. Proses seleksi calon penerima bantuan 2.5.3. Proses penetapan calon penerima bantuan Efficiency 3.1. capaian output 3.1.1 kuantitas output 3.1.2 kualitas output 3.2. hubungan kausalitas 3.2.1 kecukupan input 3.2.2. isu terkini 3.2.3. inflasi 3.3. ketepatan waktu 3.3.1. kuantitas input 3.3.2. kualitas input 3.4. kewajaran biaya 3.4.1. instalasi 3.4.2. perawatan 3.4.3. operasional Impact 4.1. dampak tujuan keseluruhan 4.1.1. prospek 4.1.2. pembangunan daerah 4.1.3. Faktor penghambat
Kabupaten Ciamis Nilai 0.0085 0.0061 0.0021 0.0002 0.0453 0.0290 0.0151 0.0012 0.0998 0.0401 0.0026 0.0375 0.0412 0.0234 0.0169 0.0008 0.0168 0.0011 0.0157 0.0017 0.0004 0.0005 0.0009 0.5609 0.2622 0.1664 0.0859 0.0099
Kriteria efektif efektif cukup efektif efektif cukup efektif cukup efektif cukup efektif cukup efektif efisien efisien efisien efisien efisien efisien efisien cukup efisien efisien efisien efisien efisien efisien efisien efisien berdampak berdampak berdampak berdampak berdampak
Kabupaten Indramayu Nilai 0.0087 0.0056 0.0029 0.0002 0.0643 0.0399 0.0226 0.0017 0.0970 0.0358 0.0020 0.0338 0.0408 0.0234 0.0169 0.0004 0.0185 0.0012 0.0173 0.0019 0.0005 0.0005 0.0009 0.4374 0.2335 0.1387 0.0859 0.0089
Kriteria efektif efektif efektif efektif efektif efektif efektif efektif efisien cukup efisien cukup efisien cukup efisien efisien efisien efisien tidak efisien efisien efisien efisien efisien efisien efisien efisien cukup berdampak berdampak berdampak berdampak cukup berdampak
Kota Bengkulu Nilai 0.0081 0.0054 0.0025 0.0002 0.0679 0.0435 0.0226 0.0017 0.1071 0.0481 0.0031 0.0450 0.0370 0.0208 0.0150 0.0011 0.0199 0.0010 0.0189 0.0021 0.0005 0.0006 0.0010 0.6276 0.2699 0.1664 0.0916 0.0119
Kriteria efektif efektif efektif efektif efektif efektif efektif efektif efisien efisien efisien efisien efisien efisien efisien efisien efisien efisien efisien efisien efisien efisien efisien berdampak berdampak berdampak berdampak berdampak
Rata-rata Nilai 0.0085 0.0057 0.0025 0.0002 0.0592 0.0375 0.0201 0.0015 0.1013 0.0413 0.0026 0.0388 0.0397 0.0226 0.0163 0.0008 0.0184 0.0011 0.0173 0.0019 0.0005 0.0005 0.0009 0.5419 0.2552 0.1572 0.0878 0.0102
Kriteria efektif efektif efektif efektif efektif efektif efektif efektif efisien efisien efisien efisien efisien efisien efisien cukup efisien efisien efisien efisien efisien efisien efisien efisien berdampak berdampak berdampak berdampak berdampak
178
No
Isu Permasalahan
Kabupaten Ciamis Nilai
5
Kriteria
Kabupaten Indramayu Nilai
Kriteria
Kota Bengkulu Nilai
Kriteria
Rata-rata Nilai
Kriteria cukup berdampak berdampak cukup berdampak cukup berdampak cukup berdampak cukup berdampak cukup berdampak cukup berdampak cukup berkelanjutan
4.2. dampak hubungan kausalitas
0.1711
berdampak
0.0782
tidak berdampak
0.1876
berdampak
0.1456
4.2.1. produktivitas 4.2.2. pendapatan 4.2.3. lapangan usaha 4.2.4. serapan tenaga kerja
0.0888 0.0581 0.0194 0.0049
berdampak berdampak berdampak berdampak
0.0370 0.0290 0.0097 0.0025
tidak berdampak tidak berdampak tidak berdampak tidak berdampak
0.0888 0.0697 0.0232 0.0059
berdampak berdampak berdampak berdampak
0.0715 0.0522 0.0174 0.0044
4.3. efek pengganda
0.1276
cukup berdampak
0.1257
cukup berdampak
0.1701
berdampak
0.1411
4.3.1. usaha pendukung 4.3.2. tenaga kerja
0.0049 0.1226
0.0031 0.1226
berdampak berdampak
0.0048 0.1363
0.6578
tidak berdampak cukup berdampak cukup berkelanjutan
0.0065 0.1635
Sustainability
cukup berdampak cukup berdampak cukup berkelanjutan
1.0460
berkelanjutan
0.8200
5.1. kebijakan dan sistem
0.0392
0.1896
berkelanjutan
0.1908
berkelanjutan
0.1399
5.1.1. keberlanjutan kebijakan
0.0786
tidak berkelanjutan cukup berkelanjutan
0.0983
berkelanjutan
0.1049
0.0939
5.1.2. Ketersediaan regulasi
0.0245
cukup berkelanjutan
0.0337
berkelanjutan
0.0245
berkelanjutan cukup berkelanjutan
5.1.3. Perencanaan
0.0461
cukup berkelanjutan
0.0518
0.0537
berkelanjutan
0.0505
cukup berkelanjutan
5.1.4. Penyebaran manfaat
0.0077
berkelanjutan
0.0058
0.0077
berkelanjutan
0.0071
berkelanjutan
5.2. organisasi dan keuangan
0.0394
berkelanjutan
0.0323
0.0399
berkelanjutan
0.0372
berkelanjutan
5.2.1. Keberlanjutan organisasi
0.0108
berkelanjutan
0.0090
0.0096
berkelanjutan
0.0098
berkelanjutan
5.2.2. Kepemilikan bantuan
0.0136
berkelanjutan
0.0102
0.0136
berkelanjutan
0.0125
berkelanjutan
5.2.3 Kecukupan anggaran
0.0074
berkelanjutan
0.0055
0.0074
berkelanjutan
0.0067
berkelanjutan
5.2.4. Peluang anggaran
0.0064
berkelanjutan
0.0048
0.0064
berkelanjutan
0.0058
berkelanjutan
0.7563
cukup berkelanjutan cukup berkelanjutan cukup berkelanjutan berkelanjutan cukup berkelanjutan cukup berkelanjutan cukup berkelanjutan
0.0276
cukup berkelanjutan berkelanjutan cukup berkelanjutan
179
No
Isu Permasalahan
Kabupaten Ciamis Nilai
Kriteria
Kabupaten Indramayu Nilai
5.2.6. Ukuran kecukupan anggaran
0.0012
tidak berkelanjutan
0.0028
5.3. teknologi
0.1675
berkelanjutan
0.1227
5.3.1. Mudah
0.0343
cukup berkelanjutan
0.0386
5.3.2. Murah
0.0306
cukup berkelanjutan
0.0153
5.3.3. Ramah lingkungan 5.3.4. Mekanisme diseminasi
0.0520 0.0035
berkelanjutan berkelanjutan
0.0433 0.0032
5.3.5.Pendampingan teknologi
0.0196
berkelanjutan
0.0130
5.3.6. Difusi teknologi
0.0274
0.0091
5.4. masyarakat, budaya dan lingkungan
0.4117
berkelanjutan cukup berkelanjutan
5.4.1. Karakteristik masyarakat
0.3958
cukup berkelanjutan
0.3958
5.4.2. Keberadaan lingkungan
0.0158
cukup berkelanjutan
0.0158
0.4117
Kriteria cukup berkelanjutan
Kota Bengkulu Nilai
Kriteria
Rata-rata Nilai
Kriteria cukup berkelanjutan
0.0029
berkelanjutan
0.0023
0.1978
berkelanjutan
0.1626
berkelanjutan
0.0515
berkelanjutan
0.0415
berkelanjutan
tidak berkelanjutan
0.0459
berkelanjutan
0.0306
berkelanjutan berkelanjutan cukup berkelanjutan tidak berkelanjutan cukup berkelanjutan cukup berkelanjutan cukup berkelanjutan
0.0520 0.0035
berkelanjutan berkelanjutan
0.0491 0.0034
cukup berkelanjutan berkelanjutan berkelanjutan
0.0174
berkelanjutan
0.0167
berkelanjutan
0.0274
berkelanjutan
0.0213
berkelanjutan
0.6175
berkelanjutan
0.4803
berkelanjutan
0.5937
berkelanjutan
0.4618
berkelanjutan
0.0237
berkelanjutan
0.0185
berkelanjutan
cukup berkelanjutan cukup berkelanjutan
180
Lampiran 5. Nilai dan Kriteria Aspek Keberhasilan Program Bantuan KJA di Lokasi Terpilih PROGRAM BANTUAN KKP NO
ISU PERMASALAHAN
KJA LOMBOK Nilai
1
2
Kriteria
KJT NATUNA Nilai
Kriteria
KJA SANGIHE Nilai
Kriteria
Relevance
0,540
Relevan
1,198
Relevan
0,123
Kurang Relevan
1.1. kepentingan 1.1.1. Sesuai dengan kebutuhan stakeholder 1.1.2. Sasaran penerima adalah pelaku utama
0,038 0,001 0,036
Relevan
0,038 0,001 0,036
Relevan
0,019 0,001 0,036
Tidak Relevan
1.2. prioritas 1.2.1. Prioritas kebijakan pembangunan perikanan Pusat dan Daerah
0,199
Relevan
0,397
Relevan
0,199
Relevan
1.3. kesesuaian 1.3.1. strategi pembangunan perikanan 1.3.2. target penerima bantuan
0,303 0,018 0,286
Relevan
Effectiveness
0,523
2.1. Tujuan 2.1.1. Kemudahan akses sumber produksi 2.1.2. Membuka lapangan kerja 2.1.3. Kemudahan akses iptek 2.1.4. Meningkatkan keterampilan usaha
0,152 0,029 0,094 0,005 0,023
2.2. Maksud 2.2.1. meningkatkan produktivitas 2.2.2. Meningkatkan pendapatan 2.2.3. Membuka lapangan usaha 2.2.4. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja 2.3. Output 2.3.1. Menambah sumber produksi 2.3.2. meningkatkan skala usaha 2.3.3. Mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi yang adaptif
0,199
0,397
0,199
0,763 0,049 0,714
Relevan
Efektif
0,572
Cukup Efektif
0,180 0,044 0,094 0,007 0,035
0,193 0,092 0,068 0,029 0,004
Efektif
0,108 0,019 0,018
Efektif
0,053
0,152 0,018 0,286
Kurang Relevan
Efektif
0,030
Tidak Relevan
Efektif
0,047 0,046 0,100 0,008 0,035
Tidak Relevan
0,188 0,092 0,068 0,024 0,004
Efektif
0,048 0,092 0,068 0,029 0,004
Tidak Relevan
0,127 0,017 0,068
Efektif
0,028 0,022 0,018
Tidak Relevan
0,024
0,053
181
PROGRAM BANTUAN KKP NO
3
4
ISU PERMASALAHAN
KJA LOMBOK Kriteria
KJT NATUNA Nilai 0,018
Kriteria
KJA SANGIHE
2.3.4. Meningkatkan keterampilan usaha
Nilai 0,018
2.4. Aktifitas 2.4.1. tepat guna (teknologi atau alat yang digunakan) 2.4.2. tepat waktu (kapan dilaksanakan) 2.4.3. tepat sasaran (siapa yang akan diberi)
0,009 0,006 0,003 0,000
Efektif
0,009 0,006 0,002 0,000
Efektif
0,003 0,005 0,003 0,000
Tidak Relevan
2.5. Input 2.5.1. Proses identifikasi calon penerima bantuan 2.5.2. Proses seleksi calon penerima bantuan 2.5.3. Proses penetapan calon penerima bantuan
0,061 0,036 0,023 0,002
Efektif
0,068 0,044 0,023 0,002
Efektif
0,023 0,044 0,023 0,002
Tidak Relevan
Efficiency
0,083
Cukup Efisien
0,082
Cukup Efisien
0,009
Tidak Relevan
3.1. capaian output 3.1.1 kuantitas output 3.1.2 kualitas output
0,040 0,003 0,038
Efisien
0,032 0,002 0,030
Cukup Efisien
0,017 0,003 0,030
Tidak Relevan
3.2. hubungan kausalitas 3.2.1 kecukupan input 3.2.2. isu terkini 3.2.3. inflasi
0,024 0,012 0,011 0,001
Cukup Efisien
0,031 0,016 0,014 0,001
Cukup Efisien
0,013 0,021 0,017 0,001
Tidak Relevan
3.3. ketepatan waktu 3.3.1. kuantitas input 3.3.2. kualitas input
0,017 0,001 0,016
Efisien
0,017 0,001 0,016
Efisien
0,007 0,001 0,013
Tidak Relevan
3.4. kewajaran biaya 3.4.1. instalasi 3.4.2. perawatan 3.4.3. operasional
0,002 0,000 0,000 0,001
Efisien
0,002 0,001 0,001 0,001
Efisien
0,001 0,001 0,001 0,001
Tidak Relevan
Impact
0,565
Berdampak
0,440
0,202
Kurang Relevan
4.1. dampak tujuan keseluruhan 4.1.1. prospek
0,234 0,139
Berdampak
0,188 0,111
0,094 0,166
Tidak Relevan
Cukup Berdampak Cukup Berdampak
Nilai 0,018
Kriteria
182
PROGRAM BANTUAN KKP NO
ISU PERMASALAHAN 4.1.2. pembangunan daerah 4.1.3. Faktor penghambat 4.2. dampak hubungan kausalitas 4.2.1. produktivitas 4.2.2. pendapatan 4.2.3. lapangan usaha 4.2.4. serapan tenaga kerja
5
KJA LOMBOK Nilai 0,086 0,010 0,171 0,089 0,058
Kriteria
Berdampak 0,019 0,005
KJT NATUNA Nilai 0,069 0,008 0,125 0,059 0,046
Kriteria
Cukup Berdampak 0,015 0,004
4.3. efek pengganda 4.3.1. usaha pendukung 4.3.2. tenaga kerja
0,159 0,006 0,153
Berdampak
0,127 0,004 0,123
Sustainability
0,877
0,864
5.1. kebijakan dan sistem 5.1.1. keberlanjutan kebijakan 5.1.2. Ketersediaan regulasi 5.1.3. Perencanaan 5.1.4. Penyebaran manfaat
0,167 0,079 0,025 0,058 0,006
Berkelanjutan Cukup Berkelanjutan
5.2. organisasi dan keuangan 5.2.1. Keberlanjutan organisasi 5.2.2. Kepemilikan bantuan 5.2.3 Kecukupan anggaran 5.2.4. Peluang anggaran 5.2.6. Ukuran kecukupan anggaran
0,034 0,007 0,011 0,007 0,005 0,002
Berkelanjutan
0,031 0,008 0,011 0,006 0,004 0,001
5.3. teknologi 5.3.1. Mudah 5.3.2. Murah 5.3.3. Ramah lingkungan 5.3.4. Mekanisme diseminasi
0,161 0,052 0,015 0,052 0,002
Tidak Berkelanjutan
0,158 0,079 0,021 0,052 0,006
0,158 0,043 0,031 0,052 0,003
Cukup Berdampak
Berkelanjutan Cukup Berkelanjutan
Cukup Berkelanjutan
Tidak Berkelanjutan
KJA SANGIHE Nilai 0,103 0,012 0,417 0,089 1,114 0,371 0,095
Kriteria
Relevan
0,096 0,007 0,184
Tidak Relevan
0,098
Tidak Relevan
0,047 0,079 0,033 0,069 0,007
Tidak Relevan
0,007 0,008 0,014 0,007 0,005 0,003
Tidak Relevan
0,029 0,052 0,026 0,052 0,002
Tidak Relevan
183
PROGRAM BANTUAN KKP NO
ISU PERMASALAHAN
KJA LOMBOK Nilai
5.3.5.Pendampingan teknologi 5.3.6. Difusi teknologi
0,013 0,027
5.4. masyarakat, budaya dan lingkungan 5.4.1. Karakteristik masyarakat 5.4.2. Keberadaan lingkungan
0,515 0,495 0,020
Kriteria
KJT NATUNA Nilai
Kriteria 0,013 0,016
Berkelanjutan
0,519 0,495 0,024
KJA SANGIHE Nilai
Kriteria
0,013 0,027 Berkelanjutan
0,309 0,594 0,024
Kurang Relevan
184