Riduan Noor : Eksistensi Persetujuan Tertulis Presiden.....79
EKSISTENSI PERSETUJUAN TERTULIS PRESIDEN UNTUK PEMANGGILAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT PADA TAHAP PENYIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ASAS EQUALITY BEFORE THE LAW Riduan Noor POLRI Polda Kalsel E-mail:
[email protected]
Abstract : The purpose of the study is to determine and analyze about calling members of Parliament through written approval of President in the investigation from the perspective of the principle of equality before the law and the legal consequences that would ensue for calling members of Parliament who allegedly committed crimes in the investigation with the written consent of the President. In this study the authors use a kind of normative legal research. Normative legal research is a process of finding the rule of law, principles of law and legal doctrines in order to address the legal issues faced in order to obtain arguments, theories or new concepts as a prescription to solve problems. Existence legis requiring the written consent of the President to the members of Parliament calling for the examination as a suspect in the investigation process is contrary to the principle of equality before the law. It is explicitly mentioned in the constitutional, namely article 27 paragraph (1) and Article 28D paragraph (1) of the 1945 Constitution. That the de facto and de jure Indonesia have included the principle of equality before the law in its constitution, and as a consequence logisny should be implemented, realized and accommodated this principle in legislation and state life. DPR members preferential treatment it has had the legality through Law No. 17 of 2014 (Act MD3) and reinforced by the Constitutional Court Decision No. 76 / PUU-XII / 2014. In the process of the investigation will lead to legal consequences and potentially will have obstacles, such as disturbing the independence of the judiciary, inspection delays and doubts investigator to follow-up investigation without the written consent of the president's letter. Keywords: president approval, member of parliament, equality before the law
Abstrak : Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis tentang pemanggilan anggota DPR RI melalui persetujuan tertulis Presiden dalam penyidikan dari perspektif asas equality before the law dan konsekuensi hukum yang akan timbul terhadap pemanggilan anggota DPR RI yang diduga melakukan tindak pidana dalam penyidikan dengan persetujuan tertulis Presiden. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi sehingga diperoleh argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah. Eksistensi legis yang mengharuskan adanya persetujuan tertulis dari Presiden terhadap pemanggilan anggota DPR RI untuk dilakukan pemeriksaan sebagai tersangka dalam proses penyidikan adalah bertentangan dengan asas equality before the law. Hal ini secara tegas telah dijelaskan dalam konstitusional, yaitu pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Bahwa secara defacto dan dejure Indonesia telah mencantumkan prinsip equality before the law dalam konstitusinya, dan sebagai konsekuensi logisny harus dilaksanakan, direalisasikan dan diakomodir asas ini dalam peraturan perundang-undangan dan kehidupan bernegara. Perlakuan istimewa anggota DPR itu telah memiliki legalitas melalui UU No. 17 Tahun 2014 (UU MD3) dan diperkuat lagi dengan Putusan MK No. 76/PUU-XII/2014. Di dalam proses penyidikan akan menimbulkan konsekuensi hukum dan berpotensi akan mengalami hambatan-hambatan, seperti mengganggu independensi peradilan, terjadinya penundaan pemeriksaan dan keraguan penyidik dalam menindak lanjuti penyidikan tanpa adanya surat persetujuan tertulis dari presiden. Kata kunci: persetujuan presiden, anggota parlemen, persamaan di depan hukum
80 Badamai Law Journal, Vol. 2, Issues 1, Maret 2017
PENDAHULUAN
keamanan negara berdasarkan bukti
A. Latar Belakang
permulaan yang cukup; atau
Dalam
konteks proses penyidikan,
kedudukan anggota DPR memiliki hak istimewa juga dibandingkan dengan warga
c. disangka melakukan tindak pidana
khusus Terdapat 3 (tiga) hal pokok yang diatur
negara lainnya. Dalam hal melakukan
dalam Pasal 245 UU MD3 tersebut, yaitu:
pemanggilan dan permintaan keterangan
a. Dalam
proses
penyidikan
guna
anggota DPR, UU MD3 memgatur secara
memanggil dan memintai keterangan
khusus mekanismenya sebagaimana diatur
kepada anggota DPR, penyidik harus
dalam Pasal 245 UU MD3, yaitu:
terlebih dahulu mendapatkan persetujuan
(1) Pemanggilan dan permintaan keterangan
tertulis dari Majelis Kehormatan Dewan
untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana
(MKD) DPR RI; b. Persetujuan tertulis dari MKD tersebut
harus mendapat persetujuan tertulis dari
hanya
Mahkamah Kehormatan Dewan
permintaan keterangan anggota DPR
(2) Dalam
hal
persetujuan
tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
diberikan
oleh
untuk
pemanggilan
dan
yang diduga melakukan tindak pidana; c. Anggota DPR yang dipanggil dan
Mahkamah
dimintai keterangannya dalam proses
Kehormatan Dewan paling lama 30 (tiga
penyidikan tidak diperlukan persetujuan
puluh) Hari terhitung sejak diterimanya
tertulis dari MKD jika anggota DPR
permohonan,
tersebut:
pemanggilan,
dan
permintaan keterangan untuk penyidikan
1. tertangkap tangan melakukan tindak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pidana (operasi tangkap tangan);
dapat dilakukan
2. disangka melakukan tindak pidana
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
kejahatan yang diancam dengan
ayat (1) tidak berlaku apabila anggota
pidana mati atau pidana penjara
DPR:
seumur hidup atau tindak pidana
a. tertangkap tangan melakukan tindak
kejahatan terhadap kemanusiaan dan
pidana;
keamanan negara berdasarkan bukti
b. disangka melakukan tindak pidana
permulaan yang cukup. Misalnya
kejahatan yang diancam dengan
melakukan kejahatan pembunuhan
pidana mati atau pidana penjara
berencana (Pasal 340 KUHP), tindak
seumur hidup atau tindak pidana
pidana peredaran gelap narkotika
kejahatan terhadap kemanusiaan dan
(Pasal 114 ayat (2) UU No. 35 Tahun
Riduan Noor : Eksistensi Persetujuan Tertulis Presiden.....81
2009 tentang Narkotika), kejahatan
pengejawantahan
makar (Pasal 104 KUHP).
diskriminasi sebagaimana diatur dalam Pasal
3. disangka melakukan tindak pidana
khusus.
Misalnya
jaminan
28I ayat (2) UUD 1945 :
non
“Setiap orang
pidana
berhak bebas dari perlakuan yang bersifat
korupsi, tindak pidana terorisme,
diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak
tindak pidana pencucian uang, tindak
mendapatkan
pidana perdagangan orang.
perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”.
Persetujuan
tindak
dari
tertulis
dari
perlindungan
terhadap
MKD
Selain asas asas equality before the law
sebagaimana diatur dalam Pasal 245 ayat (3)
tersebut, asas lain dalam proses peradilan
huruf a tersebut kemudian dianulir oleh
pidana adalah peradilan yang sederhana,
Mahkamah Konstitusi melalui putusannya
cepat dan biaya ringan. Melihat pada
Nomor
ketentuan dalam putusam MK tersebut,
76/PUU-XII/2014
tanggal
20
September 2015 yang intinya merubah frase
maka
“persetujuan
Mahkamah
peradilan yang sederhana dan cepat akan
Kehormatan Dewan” menjadi “persetujuan
terhambat. Begitu juga dengan salah satu
tertulis dari Presiden”.
prinsip pokok negara hukum adalah adanya
tertulis
dari
dikhawatirkan
pemenuhan
asas
Dalam hukum pidana yang berlaku di
peradilan yang bebas dan tidak memihak,
Indonesia dikenal asas equality before the
yaitu dalam menjalankan tugas judisialnya,
law; setiap orang sama diperlakukan di
hakim
depan hukum, baik yang memiliki jabatan
siapapun juga, baik karena kepentingan
dalam pemerintahan maupun rakyat biasa.
jabatan (politik) maupun kepentingan uang
Kesetaraan di hadapan hukum sebagai hak
(ekonomi). Untuk menjamin keadilan dan
diakui dan dijamin oleh Konstitusi dimana
kebenaran, tidak diperkenankan adanya
Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 berbunyi,
intervensi ke dalam proses pengambilan
"Segala
putusan keadilan oleh hakim, baik intervensi
Warga
kedudukannya
Negara dalam
bersamaan
hukum
dan
dari
tidak
boleh
lingkungan
dipengaruhi
kekuasaan
oleh
eksekutif
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum
maupun legislative ataupun dari kalangan
dan pemerintahan itu dengan tidak ada
masyarakat
kecualinya"; dan Pasal 28D ayat (1) UUD
menjalankan tugasnya, hakim tidak boleh
1945 berbunyi, "Setiap orang berhak atas
memihak kepada siapapun juga kecuali
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
hanya kepada kebenaran dan keadilan.
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum ". Ketentuan ini dapat dipandang sebagai salah satu
dan
media
massa.
Dalam
82 Badamai Law Journal, Vol. 2, Issues 1, Maret 2017
politik pluralisme hukum yang memberi
B. Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka pokok permasalahan yang akan
ruang berbeda bagi hukum Islam dan hukum adat disamping hukum kolonial.1
diteliti dalam penelitian tesis ini adalah akan
Asas Equality before the law merupa-
dirumuskan ke beberapa rumusan masalah,
kan asas dimana terdapat kesetaraan dalam
yaitu:
hukum pada setiap individu tanpa adanya
1. Apakah
pemanggilan
DPR
pengecualian. Asas kesamaan didalam huk-
melalui persetujuan tertulis dari Presiden
um itu bisa dijadikan sebagai standar untuk
dalam proses penyidikan bertentangan
mengafirmasi kelompok-kelompok marginal
dengan asas equality before the law?
juga kelompok minoritas. Namun karena
2. Problematika hukum apa yang akan
ketimpangan sumberdaya, baik kekuasaan,
timbul dalam hal proses penyidikan
modal maupun informasi, asas tersebut
anggota DPR yang diduga melakukan
sering didominasi oleh kelompok penguasa,
tindak
pemodal sebagai pelindung atau tameng atas
pidana
anggota
melalui
persetujuan
aset dan kekuasannya.2
tertulis dari Presiden?
Equality before the law harus diartikan PEMBAHASAN
secara dinamis dan tidak diartikan secara
1. ASAS EQUALITY BEFORE THE LAW DALAM PEMANGGILAN ANGGOTA DPR DENGAN PERSETUJUAN TERTULIS DARI PRESIDEN DALAM PROSES PENYIDIKAN
statis.
Artinya,
kalau
ada
persamaan
dihadapan hukum bagi semua orang, maka harus diimbangi juga dengan persamaan perlakuan (equal treatment) bagi semua
Equality before the law atau Persamaan
orang. Jika ada dua orang bersengketa
dihadapan hukum adalah salah satu asas
datang ke pengadilan dan telah berhadapan
terpenting dalam hukum modern. Asas ini
dengaan majelis hakim, maka mereka harus
menjadi salah satu sendi doktrin rule of law
diperlakukan sama oleh majelis hakim
yang juga menyebar pada berkembang
tersebut (audi et alteram partem).3
seperti
Indonesia.
Perundang-undangan
Indonesia mengadopsi asas ini sejak masa kolonial
lewat
Burgelijke
Wetboek
(KUHPerdata) dan Wetboek van Koophandel voor Indonesie (KUHDagang) pada tanggal 30 April 1847 melalui Stbl.1847 No. 23, tapi pada masa itu asas ini tidak sepenuhnya
diterapkan,
karena
adanya
Sesungguhnya asas Equality before the law bergerak dalam payung hukum yang berlaku 1
umum
(general)
dan
tunggal.
Akhmad Kholil Irfan, Negara Hukum dan Prinsip Equality Before The Law, http://www.boyyendratamin.com/2015/07/negarahukum-dan-prinsip-equality.html, diakses pada tanggal 27 Agustus 2016 2 Ibid. 3 Ibid
Riduan Noor : Eksistensi Persetujuan Tertulis Presiden.....83
Ketunggalan hukum itu menjadi satu wajah
pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum
utuh diantara dimensi sosial lain. Dalam hal
dan pemerintahan itu dengan tidak ada
in persamaan dihadapan hukum, seolah-olah
kecualinya”. Ketentuan ini juga terdapat
memberi
dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945
gambaran
didalamnya
bahwa
secara sosial dan ekonomi orang boleh tidak
berbunyi,
mendapatkan persamaan. Perbedaan perla-
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kuan “persamaan” antara wilayah hukum,
kepastian hukum yang adil serta perlakuan
wilayah sosial dan wilayah ekonomi, itulah
yang sama di hadapan hukum ". Ketentuan
sesungguhnya yang menjadi asas persamaan
ini dapat dipandang sebagai salah satu
dihadapan hukum secara nyata, tanpa harus
pengejawantahan
4
membedakan strata.
"Setiap
orang
dari
berhak
jaminan
atas
non
diskriminasi sebagaimana diatur dalam Pasal
Keberadaan asas equality before the
28I ayat (2) UUD 1945 :
“Setiap orang
law ini sejalan dengan kedudukan Indonesia
berhak bebas dari perlakuan yang bersifat
sebagai
diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak
negara
hukum
sebagaimana
dikatakan di dalam Pasal 1 ayat (3) UUD
mendapatkan
1945 yaitu Negara Indonesia adalah negara
perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”.
hukum. Jika dapat disebutkan asas equality
2. UUD Sementara 1950
before the law ini merupakan salah satu
Pasal 7 dapat dibaca bahwa :
manifestasi dari Negara hukum (rechtstaat)
a. Setiap orang diakui sebagai manusia
sehingga harus adanya perlakuan sama bagi setiap orang di depan hukum (gelijkheid van ieder voor de wet).5
perlindungan
terhadap
pribadi terhadap Undang-undang b. Segala orang berhak menuntut perlakuan yang dan lindungan yang sama oleh
Pengaturan asas equality before the law
Undang-undang.
dalam proses peradilan pidana baik pada
3. KUHAP
tahap penyidikan, penuntutan, pemeriksaan
Ketentuan ini terdapat di dalam konsideran
di
menimbang huruf a yang berbunyi “Bahwa
pengadilan
maupun
pada
tahap
pelaksanaan putusan pengadilan adalah:
negara Republik Indonesia adalah negara
1. UUD 1945
hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-
Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi
Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi
“Semua
hak asasi manusia serta yang menjamin
warga
kedudukannya
di
Negara dalam
bersamaan hukum
dan
segala warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
4
Ibid Lilik Mulyadi, 2007, Hukum Acara Pidana, Jakarta: Citra Aditya Bakti, hlm. 20. 5
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Begitu
84 Badamai Law Journal, Vol. 2, Issues 1, Maret 2017
juga di dalam Penjelasan Umum butir 3 huruf a juga dinyatakan bahwa “Adapun
6. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
asas tersebut antara lain adalah : Perlakuan
Ketentuan ini diatur dalam Pasal 4 ayat (1)
yang sama atas diri setiap orang di muka
yang
hukum dengan tidak mengadakan pembe-
menurut hukum dengan tidak membeda-
daan perlakuan”.
bedakan orang”.
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995
7. Universal Declaration of Human Rights
tentang Pemasyarakatan
“Pengadilan
mengadili
(UDHR) 1948
Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 5 huruf b
Ketentuan ini diatur di dalam Article 6 yang
pembinaan
berbunyi “Everyone has the right to
pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan
recognition everywhere as a person before
asas: persamaan perlakuan dan pelayanan”.
the law” (Setiap orang berhak untuk diakui
Dalam Penjelasan pasal dikatakan bahwa
sebagai pribadi di hadapan hukum). Begitu
yang
"persamaan
di dalam Pasal 7 yang menyatakan antara
perlakuan dan pelayanan" adalah pemberian
lain : “All are equal before the law and are
perlakuan dan pelayanan yang sama kepada
antitled without any discrimination to equal
Warga
protection of the law…”. (Semua orang
yang
“Sistem
berbunyi
berbunyi
dimaksud
Binaan
dengan
Pemasyarakatan
tanpa
membeda-bedakan orang.
sama di depan hukum dan berhak atas
5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
perlindungan hukum yang sama tanpa
Tentang Hak Asasi Manusia Ketentuan asas ini terdapat dalam: a. Pasal 3 ayat (2) yang berbunyi “Setiap
diskriminasi) 8. International Covenant on Civil and Political Rights 1966
orang berhak atas pengakuan, jaminan,
Ketentuan asas persamaan di muka hukum
perlindungan, dan perlakuan hukum
diatur di dalam Article 16 yang berbunyi
yang adil serta mendapat kepastian
“Everyone
hukum dan perlakuan yang sama di
recognition everywhere as a person before
depan hukum”.
the law” (Setiap orang berhak untuk diakui
b. Pasal (5) ayat 1 yang berbunyi “Setiap
sebagai
shall
pribadi
have
di
the
hadapan
right
to
hukum).
orang diakui sebagai manusia pribadi
Demikian pula dalam Article 26 antara lain
yang berhak menuntut dan memperoleh
dinyatakan : “All person are equal before
perlakuan serta perlindungan yang sama
the law…” (Semua orang berkedudukan
sesuai dengan martabat kemanusiaannya
sama di hadapan hukum).
di depan hukum”.
Jika dapat disebutkan asas equality before the law ini merupakan salah satu
Riduan Noor : Eksistensi Persetujuan Tertulis Presiden.....85
manifestasi dari Negara hukum (rechtstaat)
persamaan hukum, maka orang yang
sehingga harus adanya perlakuan sama bagi
mempunyai kekuasaan akan merasa
setiap orang di depan hukum (gelijkheid van
kebal hukum. Pada prinsipnya equality
ieder voor de wet).6 Dengan demikian,
before the law adalah tidak ada tempat
elemen yang melekat mengandung makna
bagi backing yang salah, melainkan
perlindungan sama di depan hukum dan
undang-undang
mendapatkan keadilan yang sama di depan
terhadap yang benar.
hukum. Menurut A.V.Dicey, Negara hukum
merupakan
backing
3. Human Rights
harus mempunyai 3 unsur pokok :7
Human rights, maliputi 3 hal pokok,
1. Supremacy Of Law
yaitu :
Dalam suatu Negara hukum, maka
a. The rights to personal freedom (
kedudukan hukum merupakan posisi
kemerdekaan pribadi), yaitu hak
tertinggi, kekuasaan harus tunduk pada
untuk
hukum bukan sebaliknya hukum tunduk
dianggan baik bagi dirinya, tanpa
pada kekuasaan, bila hukum tunduk pada
merugikan orang lain.
melakukan
sesuatu
yang
dapat
b. The rights to freedom of discussion (
membatalkan hukum, dengan kata lain
kemerdekaan berdiskusi), yaitu hak
hukum
untuk
untuk mengemukakan pendapat dan
membenarkan kekuasaan. Hukum harus
mengkritik, dengan ketentuan yang
menjadi
bersangkutan juga harus bersedia
kekuasaan,
maka
kekuasaan
dijadikan “tujuan”
alat untuk
melindungi
kepentingan rakyat.
mendengarkan
2. Equality Before The Law Dalam
lain.
penguasa dengan rakyat dimata hukum
c. The
sama
lain
dan
bersedia menerima kritikan orang kedudukan
adalah
Negara
orang
hukum
(sederajat),
rights
to
public
meeting
yang
(kemerdekaan mengadakan rapat),
membedakan hanyalah fungsinya, yakni
kebebasan ini harus dibatasi jangan
pemerintah berfungsi
sampai menimbulkan kekacauan atau
mengatur dan
rakyat yang diatur. Baik yang mengatur
memprovokasi.
maupun yang diatur pedomannya satu,
Salah satu asas hukum di dalam hukum
yaitu undang-undang. Bila tidak ada
acara pidana sebagaiaman disebutkan di
6
Lilik Mulyadi, 2007, Hukum Acara Pidana, Jakarta: Citra Aditya Bakti, hlm. 20. 7
Dahlan Thaib, 1999, Kedaulatan Takyat Nagara Hukum dan Kostitusi, Yogyakarta: Liberty, hlm. 24.
dalam Penjelasan Umum butir 3 huruf a KUHAP adalah equality before the law (persamaan di muka hukum). Asas yang menerapkan bahwa setiap orang harus
86 Badamai Law Journal, Vol. 2, Issues 1, Maret 2017
diperlakukan sama dimuka hukum, tidak ada
2. Persetujuan
tertulis
dari
Presiden
pilih kasih semuanya mendapat perlakuan
tersebut hanya untuk pemanggilan dan
dan hak yang sama. Dengan asas ini sistem
permintaan keterangan anggota DPR
peradilan pidana selalu mengedepankan
yang diduga melakukan tindak pidana;
kesamaan
sehingga
dan
3. Anggota DPR yang dipanggil dan
bagaimanapun kondisi setiap subyek hukum
dimintai keterangannya dalam proses
yang
dalam
penyidikan tidak diperlukan persetujuan
penyelesaian permasalahan hukum harus
tertulis dari Presiden jika anggota DPR
dipandang sama dengan perlakuan yang
tersebut:
sama pula, harus menghindari diskriminatif
a. tertangkap tangan melakukan tindak
menghendaki
dengan
tidak
siapapun
pelayanan
mendahulukan
dan
pidana (operasi tangkap tangan).
mengutamakan yang beruang atau yang berkuasa
b. disangka melakukan tindak pidana
sementara mengabaikan atau
kejahatan yang diancam dengan
meninggalkan yang tidak atau kurang
pidana mati atau pidana penjara
mampu.
seumur hidup atau tindak pidana
Dalam
konteks proses penyidikan,
kejahatan terhadap kemanusiaan dan
kedudukan anggota DPR memiliki hak
keamanan negara berdasarkan bukti
istimewa juga dibandingkan dengan warga
permulaan yang cukup.
negara lainnya. Dalam hal melakukan
c. disangka melakukan tindak pidana
pemanggilan dan permintaan keterangan
khusus.
anggota DPR, UU MD3 memgatur secara
korupsi, tindak pidana terorisme,
khusus mekanismenya sebagaimana diatur
tindak pidana pencucian uang, tindak
dalam Pasal 245 UU MD3 setelah adanya
pidana perdagangan orang.
Putusan
Mahkamah
Konstitusi
Misalnya
tindak
pidana
Nomor
76/PUU-XII/2014 tanggal 20 September
2. Problematika Hukum Yang Akan
2015.
Timbul Dalam Proses Penyidikan Anggo-
Terdapat 3 (tiga) hal pokok yang diatur dalam Pasal 245 UU MD3 tersebut, yaitu: 1. Dalam
proses
penyidikan
ta DPR Melalui Persetujuan Tertulis Dari Presiden
guna
Anggota DPR yang dipilih melalui
memanggil dan memintai keterangan
pemilihan umum berdasarkan Pasal 20 ayat
kepada anggota DPR, penyidik harus
(1)
terlebih dahulu mendapatkan persetujuan
membentuk
tertulis dari Presiden;
pejabat
UUD
1945
Undang-Undang.
negara
pembentuk
memegang
pemegang
Undang-Undang,
kekuasaan Sebagai kekuasaan dalam
Riduan Noor : Eksistensi Persetujuan Tertulis Presiden.....87
pelaksanaan kekuasaannya masing-masing
di hadapan hukum sebagaimana dijamin
anggota DPR mempunyai hak interpelasi,
oleh UUD 1945. Namun demikian, tindakan
hak angket, hak menyatakan pendapat, hak
penyidikan yang dilakukan sebagaimana
mengajukan
diatur dalam Pasal 245 UU MD3 yang
pertanyaan,
menyampaikan
usul dan pendapat, serta hak imunitas
memerlukan
sebagaimana diatur dalam Pasal 20A UUD
Presiden tersebut harus diterbitkan dalam
1945.
hak
waktu yang singkat. Hal tersebut dilakukan
konstitusional anggota DPR tersebut juga
dalam rangka mewujudkan proses hukum
harus
yang berkeadilan, efektif, dan efisien, serta
Pelaksanaan
diimbangi
fungsi
dan
dengan
adanya
persetujuan
menjamin
proporsional, sehingga anggota DPR tidak
Pemberian persetujuan secara tertulis dari
dengan mudah dan bahkan tidak boleh
Presiden kepada pejabat negara yang sedang
dikriminalisasi pada saat dan/atau dalam
menghadapi
rangka menjalankan fungsi dan kewenangan
penyidikan terhadap pejabat negara, telah
konstitusionalnya
dilakukan
diatur di beberapa Undang-Undang, antara
dengan itikad baik dan penuh tanggung
lain, UU MK, UU BPK, dan UU MA,
jawab.
sehingga hal demikian bukan merupakan
proses
Salah satu bentuk perlindungan hukum
sesuatu yang baru.
yang memadai dan bersifat khusus bagi
Pertimbangan
kepastian
dari
perlindungan hukum yang memadai dan
sepanjang
adanya
tertulis
hukum,
MK
hukum.
khususnya
yang
tetap
anggota DPR dalam melaksanakan fungsi
memberikan keistimewaan kepada DPR
dan
hak konstitusionalnya adalah dengan
karena DPR ditempatkan sebagai pejabat
diperlukannya persetujuan atau izin tertulis
negara, dimana dalam menjalankan tugas
dari Presiden dalam hal anggota DPR
dan kewenangannya terkait jabatan negara
tersebut dipanggil dan dimintai keterangan
yang diembannya dianggap berbeda dari
karena diduga melakukan tindak pidana.
warga negara lain yang bukan pejabat
Dengan adanya persyaratan izin atau
negara, menurut penulis pun merupakan hal
persetujuan tertulis dari Presiden dalam hal
yang tidak sejalan dengan konsepsi negara
anggota
dimintai
hukum di Indonesia. Negara Indonesia
keterangan dalam konteks adanya dugaan
adalah Negara yang berdasar atas hukum
tindak pidana, diharapkan
dan tidak berdasar pada kekuasaan belaka.
tetap
DPR
dapat
dipanggil
melaksanakan
dan
di satu pihak, fungsi
dan
Keistimewaan yang diberikan kepada DPR
kewenangannya sebagai anggota DPR, di
dapat dikatakan merupakan cerminan dari
lain pihak, tetap menjamin adanya kepastian
simbol
hukum yang adil serta perlakuan yang sama
pemberlakuan izin persetujuan Presiden
kekuasaan
semata
karena
88 Badamai Law Journal, Vol. 2, Issues 1, Maret 2017
terhadap
proses
penyidikan
terhadap
permintaan keterangan untuk penyidikan
anggota DPR hanya semata-mata karena
terhadap
anggota
DPR
yang
diduga
jabatan yang melekat kepadanya.
melakukan tindak pidana harus mendapat
Bahwa terkait dengan ketentuan Pasal
persetujuan tertulis dari Presiden”. Selain
245 UU MD3 yang mengatur tindakan
putusan tersebut MK juga memutuskan
penyelidikan
bahwa
dan
penyidikan
terhadap
frasa
“persetujuan
tertulis
dari
anggota DPR yang diduga melakukan tindak
Mahkamah Kehormatan Dewan” dalam
pidana harus mendapat persetujuan tertulis
Pasal 224 ayat (5) UU MD3 bertentangan
dari
dengan
Presdien
merupakan
bagian
dari
UUD
1945
tidak
tertulis
dari
pelaksanaan asas praduga tak bersalah, dan
dimaknai
persamaan kedudukan hukum, berkesamaan
Presiden”. Putusan terhadap Pasal 224 ayat
kedudukan di muka hukum dalam rangka
(5) UU MD3 ini merupakan putusan yang
menjaga
wibawa
tidak dimohonkan untuk dilakukan judicial
tersebut
dimaksudkan
hukum.
menghalang-halangi
Pengaturan
untuk
review.
penegakan
Bahwa anggota DPR sebagai subjek
melakukan
hukum, terlepas dari jabatannya sebagai
penyelidikan dan penyidikan, namun lebih
anggota DPR harus diberlakukan sama di
kepada
untuk
hadapan hukum, bahwa ketentuan dalam
meyakinkan bahwa dugaan pidana terhadap
Pasal 245 UU MD3 telah memberikan
anggota DPR telah memiliki bukti atau basis
keistimewaan terhadap anggota DPR yang
yuridis yang kuat.8
sedang menjalani proses hukum tanpa
hukum
proses
tidak
“persetujuan
sepanjang
dalam
rangka
persyaratan
administratif
Amar Putusan MK Nomor 76/PUUXII/2014
terkait
MD3
rangka prinsip persamaan, segala sikap dan
“persetujuan
tindakan diskriminatif dalam segala bentuk
tertulis dari MKD dalam Pasal 245 ayat (1)
dan manifestasinya seperti keistimewaan
UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945
proses diakui sebagai sikap dan tindakan
dan tidak mempunyai kekuatan hukum
yang terlarang. Keistimewaan dalam proses
mengikat,
menyatakan
“persetujuan
pengujian
bahwa,
sepanjang tertulis
frasa
UU
rasionalitas hukum yang tepat. Dalam
tidak
dimaknai
peradilan dalam prinsip kesetaraan harusnya
dari
Presiden”.
diberikan kepada subjek yang tepat dalam
Selanjutnya Pasal 245 ayat (1) UU MD3
hal
subjek
hukum
adalah
kelompok
selengkapnya menjadi, “Pemanggilan dan
masyarakat tertentu atau kelompok warga masyarakat tertentu, anak atau kelompok
8
Keterangan Pemerintah sebagaimana yang terdapat di dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU-XII/2014 tanggal 20 September 2015, hlm. 61
rentan, ataupun dalam hal perlindungan
Riduan Noor : Eksistensi Persetujuan Tertulis Presiden.....89
saksi dan korban serta praktik restorative
kesederajatan
justice.
pemerintahan.
Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
024/PUU-III/2005,
di
hadapan
hukum
dan
Keberadaan Pasal 245 UU MD3 yang
persoalan
hanya diterapkan untuk anggota DPR,
diskriminasi dalam suatu undang-undang
sehingga terdapat perlakuan yang berbeda
dapat dilihat dari perspektif bagaimana
untuk
konstitusi
perlindungan
berhadapaan dengan proses hukum. Di mana
terhadaap suatu hak konstitusional, dalam
pihak penyidik harus memperoleh izin
arti apakah hak tersebut oleh konstitusi
tertulis dari Presiden sebelum melakukaan
perlindungannya ditempatkan dalam rangka
pemanggilan dalam rangka pemeriksaan
due
rangka
anggota DPR sebagai tersangka. Perlakuan
perlindungaan yang sama (equal protection).
berbeda ini tidak diberlakukan untuk warga
Pembedaan demikian penting dikemukakan
negara Indonesia lainnya, yang mana pihak
sebab seandainya suatu undang-undang
penyidik dapat secara langsung melakukan
mengingkari hak dari seemua orang, maka
pemanggilan
pengingkaran demikian lebih tepat untuk
rangka proses penyidikan. Hal inilah yang
dinilai dalam rangka due process, namun,
mengakibatkan diskriminasi atas dasar status
apabila
jabatan publik dan bertentangan dengan
merumuskan
process
ataukah
suatu
dalam
undang-undang
ternyata
meniadakan suatu hak bagi beberapa orang tetapi memberikan hak demikian kepadaa
warga
negara
terhadap
Indonesia
tersangka
yang
dalam
prinsip non diskriminasi. Prinsip
non
diskriminasi
secara
orang-orang lainnya, maka keadaan tersebut
internasional telah diakui sebagai salah satu
dapat
prinsip dasar dalam pemenuhan hak asasi
dianggap
sebagai
pelanggaran 9
terhadaap prinsip equal protection .
manusia. Secara hukum prinsip ini selain
Proses peradilan oleh penyidik terhadap anggota dewan yang hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Presiden, merupakan kelompok pengaturan yang seharusnya tidak mengandung
perlakuan
bertentangan
dengan
berbeda
yang
prinsip
equal
protection sebagaimana yang dijamin oleh Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (3)UUD 9
1945
yaitu
persamaan
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 024/PUU-III/2005, hlm. 41
atau
diatur di dalam UUD 1945 yaitu Pasal 28I ayat (2) yang berbunyi “Setiap orang berhak bebas
dari
perlakuan
yang
bersifat
diskriminasi atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan
perlindungan
terhadap
perlakukan yang bersifat diskriminatif itu”. Pasal 7 The Universal Declaration of Human Rights menyatakan bahwa “Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun. Semua orang berhak
90 Badamai Law Journal, Vol. 2, Issues 1, Maret 2017
untuk mendapatkan perlindungan yang sama
Dalam menentukan tindak pidana yang
terhadap
dituduhkan
diskriminasi
apapun
yang
padanya,
atau
hak
dan
melanggar Deklarasi ini dan terhadap segala
kewajibannya dalam suatu gugatan, setiap
hasutan
diskriminasi
orang berhak atas pemeriksaan yang adil dan
tersebut”. Pasal 2 ayat (1) International
terbuka oleh pengadilan yang kompeten,
Covenant on Civil and Political Right
independen
(ICCPR) mengatakan bahwa “Setiap Negara
ditetapkan oleh hukum. Pers dan masyarakat
pada
dapat
untuk
Kovenan
melakukan
ini
berjanji
untuk
dan
tidak
dikecualikan sidang
memihak
dari
seluruh
karena
atau
menghormati dan menjamin untuk semua
sebagian
individu dalam wilayahnya dan tunduk pada
ketertiban
wilayah hukumnya hak yang diakui dalam
keamanan nasional dalam suatu masyarakat
Kovenan ini, tanpa pembedaan apapun,
demokratis,
seperti ras, warna, jenis kelamin, bahasa,
kehidupan pribadi para pihak membutuhkan,
agama, pendapat politik atau lainnya, asal-
atau untuk sejauh benar diperlukan menurut
usul kebangsaan atau sosial, kekayaan,
pendapat pengadilan dalam keadaan khusus,
kelahiran atau status lainnya”. Lebih lanjut
dimana publikasi justru akan merugikan
diterangkan lagi di dalam Pasal 26 ICCPR
kepentingan
yang menerangkan bahwa “Semua orang
keputusan yang diberikan dalam kasus
sama di depan hukum dan berhak tanpa
pidana atau dalam suatu gugatan harus
diskriminasi apapun perlindungan hukum
dibuat publik kecuali kepentingan orang di
yang sama. Dalam hal ini, hukum harus
bawah umur dinyatakan membutuhkan atau
melarang setiap bentuk diskriminasi dan
proses menyangkut perselisihan perkawinan
menjamin kepada semua orang perlindungan
atau perwalian anak-anak”.
umum
alasan
yang
(ordre
atau
public)
ketika
keadilan,
moral, atau
kepentingan
tetapi
setiap
yang sama dan efektif terhadap diskriminasi
Proses peradilan oleh penyidik terhadap
atas dasar apapun seperti ras, warna, jenis
anggota dewan yang hanya dapat dilakukan
kelamin, bahasa, agama, pendapat politik
dengan persetujuan Presiden, merupakan
atau lainnya, atau asal usul sosial, kekayaan,
kelompok pengaturan yang seharusnya tidak
kelahiran atau status lainnya”.
mengandung
perlakukan
bertentangan
dengan
Dalam konteks peradilan (dalam arti
berbeda prinsip
yang equal
luas, yaitu penyidikan bagian dari proses
protection sebagaimana yang dijamin oleh
peradilan), prinsip non diskriminasi ini juga
Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat
ditegaskan di dalam Pasal 14 ayat (1)
(3)UUD
ICCPR yang berbunyi “Semua orang harus
kesederajatan
sama di hadapan pengadilan dan peradilan.
pemerintahan.
1945
yaitu di
persamaan
atau
hadapan
hukumdan
Berdasarkan
instrumen
Riduan Noor : Eksistensi Persetujuan Tertulis Presiden.....91
hukum yang ada, Indonesia telah mengakui
Melihat pada ketentuan Pasal 245 UU
adanya prinsip non-diskriminasi terhadap
MD3 dan Putusan MK No. 76/PUU-
warga
XII/2014
negaranya,
bahwa
berdasarkan
tanggal
20
September
2015
prinsip negara hukum, pengakuan terhadap
sebagaimana dijelaskan pada pembahasan
hak asasi manusia menjadi suatu hal yang
sebelumnya, kedudukan anggota DPR yang
mutlak,
diduga melakukan memiliki posisi yang
dimana
hak
untuk
tidak
didiskriminasi dan hak untuk diperlakukan
berbeda
setara adalah prinsip utama hak asasi
masyarakat
manusia.
menghadapai ketentuan tersebut, Kepolisian
Kewenangan
penyelidikan
penyidikan
aparat
merupakan
satu
dan
jika
dibandingkan
dengan
umumnya.
Dalam
pada
sebagai salah satu lembaga penyidikan
penegak
hukum
dalam
sistem
peradilan
kesatuan
dengan
membuat suatu standar operasional prosedur melalui
secara
3120/VI/2016/Bareskrim, tanggal 21 Juni
jika
apabila
dilakukan
2016,
dilakukan berdasarkan alasan hukum yang
melakukan tindakan Kepolisian terhadap
tepat dan itikad baik. Pemberian hak
Pejabat
imunitas, atau perlindungan harus ditujukan
dijadikan petunjuk teknis oleh penyidik
untuk menjamin kerja dari anggota DPR,
Polri baik yang ada di Direktorat Reserse
sehingga pemberian perlindungan harus
Kriminal
Umum,
Direktorat
melingkupi kerja dari anggota DPR tersebut,
Kriminal
Khusus
maupun
yaitu dalam rangka melindungi kebebasan
Reserse Narkoba serta satuan di bawahnya
berbicara di parlemen, bukan segala bentuk
yang memiliki tugas dan fungsi yang sama
tindakan apapun yang tidak terukur dan
di bidang reserse.
pun
seperti
perlindungan
dalam kepada
putusan pejabat
MK,
arahan
Nomor
perlindungan, maka hal tersebut harus
tidak jelas indikatornya. Kemudian, kalau
perihal
Kapolri
telah
kemerdekaan kehakiman yang harus dijamin mutlak,
Surat
pidana
Negara.
Surat
Binfung
tersebut
dalam
dapat
Reserse Direktorat
Di dalam Surat Kapolri tersebut pada poin
3
dijelaskan
bahwa
persyaratan
negara
pengajuan surat permohonan persetujuan
ditujukan agar terhindar dari rekayasa kasus,
tertulis kepada Presiden dan Menteri Dalam
seharusnya perlindungan tersebut diberikan
Negeri adalah sebagai berikut:
dalam hal terjadi proses upaya paksa,
1. Syarat administrasi
misalnya penangkapan atau penahanan,
Direktur pada jajaran Bareskrim Polri atau
karena sudah pasti akan menggangu kinerja
Kapolda mengajukan surat permohonan
dari anggota DPR.
persetujuan tertulis Presiden atau Menteri
92 Badamai Law Journal, Vol. 2, Issues 1, Maret 2017
Dalam Negeri yang ditujukan kepada
peradilan pidana selalu mengedepankan
Kapolri u.p. Kabareskrim Polri.
kesamaan
Perkara yang diajukan permohonan tertulis dilakukan
tindakan
kepolisian
terhadap anggota MPR, DPR, DPD dan Kepala Daerah kepada Presiden, terhadap anggota DPRD Provinsi kepada Menteri Dalam Negeri dan terhadap anggota DPRD Kabupaten/Kota kepada Gubernur adalah: a. perkara
pidana
dan
dengan
bukti
permulaan yang cukup (sebagai saksi atas perkara yang telah cukup bukti
b. dari keterangan para saksi, tersangka dan barang bukti yang bersangkutan diduga keras sebagi tersangka utama atau tersangka
penyertaan/membantu
sebagai-mana dimaksud Pasal 55-56 KUHP
equality di
before
muka
the
hukum)
law yang
merupakan salah satu asas di dalam proses peradilaan pidana sebagaimana dinyatakan di dalam Penjelasn Umum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acarra Pidana adalah asas yang wajib diterapkan di dalam setiap tahapan proses peradilan
yang
pidana,
baik
menghendaki
pelayanan
dalam
penyelesaian permasalahan hukum harus dipandang sama dengan perlakuan yang sama pula, harus menghindari diskriminatif dengan
tidak
mendahulukan
dan
mengutamakan yang beruang atau yang berkuasa
sementara mengabaikan atau
meninggalkan yang tidak atau kurang mampu. Keberadaan ketentuan harus adanya persetujuan
tertulis
Presdien
terhadap
tersangka bertentangan dengan asas equality before the law. Padahal sudah jelas pula bahwa Indonesia mencantumkan prinsip equality before the law dalam konstitusinya, dan sebagai konsekuensi logisnya harus dilaksanakan, direalisasikan dan diakomodir asas
PENUTUP
(persamaan
dan
anggota DPR dalam pemeriksaan sebagai
terhadap tersangkanya);
Asas
siapapun
bagaimanapun kondisi setiap subyek hukum
2. Syarat material
untuk
sehingga
pada
tahap
penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di pengadilan maupun pada tahap pelaksanaan putusan pengadilan. Dengan asas ini proses
ini
dalam
peraturan
perundang-
undangan
dan
kehidupan
bernegara.
Perlakuan
khusus
dalam
hal
izin
pemeriksaan anggota DPR bertentangan dengan konstitusi khususnya Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Karena dalam pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan jelas
berbunyi,
“Segala
warga
negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya“, oleh karena itu sudah
Riduan Noor : Eksistensi Persetujuan Tertulis Presiden.....93
selayaknya
pemerintah
memperjuangkan
permohonan persetujuan tertulis Presdien
penegaka keadilan untuk seluruh lapisan
dan Menteri Dalam Negeri telah dibuat oleh
masyarakat tanpa pandang bulu.
Kapolri, namun di dalam proses penyidikan
Bahwa anggota DPR sebagai subjek
berpotensi
akan
mengalami
hambatan-
hukum, terlepas dari jabatannya sebagai
hambatan, seperti mengganggu independensi
anggota DPR harus diberlakukan sama di
peradilan,
hadapan hukum, bahwa ketentuan dalam
pemeriksaan dan keraguan penyidik dalam
Pasal 245 UU MD3 telah memberikan
menindaklanjuti penyidikan tanpa surat
keistimewaan terhadap anggota DPR yang
persetujuan.
terjadinya
penundaan
sedang menjalani proses hukum tanpa rasionalitas hukum yang tepat. Dalam
DAFTAR PUSTAKA
rangka prinsip persamaan, segala sikap dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
tindakan diskriminatif dalam segala bentuk dan manifestasinya seperti keistimewaan proses diakui sebagai sikap dan tindakan
Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 Undang-Undang Dasar Sementara 1950
yang terlarang. Keistimewaan dalam proses peradilan dalam prinsip kesetaraan harusnya diberikan kepada subjek yang tepat dalam hal
subjek
hukum
adalah
kelompok
masyarakat tertentu atau kelompok warga masyarakat tertentu, anak atau kelompok rentan, ataupun dalam hal perlindungan saksi dan korban serta praktik restorative justice. Namun apa mau dikata, perlakuan istimewa anggota DPR itu memiliki legalitas melalui UUD MD3 dan diperkuat lagi dengan Putusan MK No. 76/PUU-XII/2014. Untuk
menindaklanjuti
ketentua
Surat
Kapolri
Nomor
3120/VI/2016/Bareskrim, tanggal 21 Juni 2016
tentang
arahan
Binfung
dalam
melakukan tindakan Kepolisian terhadap Pejabat
Negara.
Walaupun
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga
itu,
kepolisian sebagai lembaga penyidik telah mengeluarkan
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
prosedur
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik) Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
94 Badamai Law Journal, Vol. 2, Issues 1, Maret 2017
Republik
Indonesia. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 76/PUU-XII/2014 tanggal 20 September 2015 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 6-1320/PUU-VIII/2010 tanggal 13 Oktober 2010 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 73/PUU-IX/2011 tanggal 26 September 2012 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Risalah Sidang Perkara No. 76/PUU – XII/2014, tanggal 29 Oktober 2014 Surat Kapolri Nomor 3120/VI/2016/ Bareskrim, tanggal 21 Juni 2016 tentang arahan Binfung dalam melakukan tindakan Kepolisian terhadap Pejabat Negara Anwar, Yesmil. 2009. Sistem Peradilan Pidana. Bandung: Widya padjajaran Hakim, Abdul Aziz, 2011, Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Harahap, M Yahya. 2003. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama. Jakarta: Sinar Grafika Harum, M. Husein. 1991. Penyidik dan Penuntut Dalam Proses Pidana. Jakarta: PT Rineka
Ibrahim, Johnny. 2010, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia Publishing Kelana, Momo. 2002. Memahami UndangUndang Kepolisian; UndangUndang Nomor 2 Tahun 2002: Latar Belakang dan Komentar Pasal demi Pasal. Jakarta: PTIK Press Marpaung, Leden. 1992. Proses Penegakan Perkara Pidana, Jakarta: Sinar Grafika Marzuki, Peter Mahmud, 2005, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Mertokusumo, Sudikno. 1988. Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty Mulyadi, Lilik, 2007, Hukum Acara Pidana, Jakarta: Citra Aditya Bakti Mustofa, Wildan Suyuti. 2002. Pemecahan Permasalahan Acara Perdata Peradilan Agama. Jakarta: PT. Tatanusa Ramelan.2006. Hukum Acara Pidana (Teori dan Implementasinya). Jakarta: Sumber Ilmu Jaya Rukmini, Mien. 2007. Perlindungan HAM melalui Asas praduga tidak bersalah dan asas persamaan kedudukan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Bandung: PT. Alumni Russel, Bertrand 2002, Sejarah Filssafat Barat,Yogyakarta: Pustaka Pelajar Thaib, Dahlan, 1999, Kedaulatan Takyat Nagara Hukum dan Kostitusi, Yogyakarta: Liberty