SEMINAR HERITAGEIPLBI 2017 | PENELITIAN
Revitalisasi Situs Patirtan Watugede Singosari Sebagai Obyek Wisata Spiritual Berkelanjutan Junianto(1), Rosalia Niniek Sri Lestari(2), A. Tutut Subadyo(2)
[email protected] (1) (2)
Lab.Sejarah Arsitektur, Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Merdeka Malang. Lab.Sain Bangunan & Lingkungan, Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Merdeka Malang.
Abstrak Situs patirtan Watugede yang berada di Singosari Kabupaten Malang, hingga kini digunakan sebagai destinasi wisata spiritual bagi masyarakat pelestari budaya Jawa. Peninggalan sejarah kerajaan Singasari ini, pada jaman dulu digunakan sebagai ritual pemandian permaisuri Ken Dedes dan para putri kerajaan. Perkembangan komunitas pelestari budaya Jawa semakin meningkat, seiring meningkatnya intensitas penggunaan kolam situs Patirtan. Kondisi situs Patirtan yang bernilai sejarah tinggi, cenderung mengalami kerusakan secara fisik. Pemanfaatan situs patirtan, cenderung tidak terkendali, bertentangan dengan konsep pelestarian. Penelitian ini bertujuan merumuskan konsep revitalisasi kawasan situs patirtan Watugede, melalui pendekatan historis, kondisi fisik lingkungan serta preferensi masyarakat pelaku wisata spiritual. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif, untuk merumuskan secara deskriptif karakteristik patirtan terhadap nilai sejarah situs tersebut. Sebagai temuan adalan konsep revitalisasi yang berupa konsep tata ruang, pelestarian budaya dan pelestarian lingkungan. Kata-kunci : revitalisasi, situs patirtan, watugede
Pendahuluan Situs patirtan Watugede, berada di Singosasi Kabupaten Malang, merupakan situs bersejarah, yang memiliki nilai keramat bagi masyarakat pelestari budaya Jawa. Kolam patirtan Watugede pada masa kerajaan Sanghasari sekitar tahun 1222 s/d tahun 1292, digunakan sebagai tempat pemandian permaisuri raja, yakni Ken Dedes dan para puteri Keraton (Rahadhian, 2015). Masyarakat Jawa saat ini, masih banyak yang menggunakan kolam patirtan tersebut, untuk wisata spiritual. Pemanfaatan dan perilaku pengguna situs patirtan Watugede sekarang ini, cenderung betentangan dengan konsep pelestarian. latar-belakang persoalan,kajian pustaka, permasalahan dan tujuan penelitian. Periwisata merupakan salah satu fokus pembangunan di Kabupaten Malang, khususnya wisata alam dan wisata budaya. Atraksi wisata di kolam Patirtan Watugede, termasuk wisata budaya yang berupa wisata spiritual. Pelaku wisatawan di patirtan Watugede adalah masyarakat Jawa pelestari kepercayaan tradisional, serta masyarakat Hindu Jawa. Seiring berkembangnya komunitas pelestari kepercayaan tradisional Jawa, eksistensi situs patirtan Watugede, niscaya semakin urgen. Berdasarkan kajian polakegiatan wisata spiritual di Malang Raya oleh Junianto dan Subadyo (2016), dirumuskan ruang-ruang dan unsur patirtan utama, yang digunakan untuk ritual, yaitu: Sumber air, area meditasi, pelataran upacara ritual, serta bangunan situs kolam patirtan. Berbagai kepercayaan terhadap eksistensi dari sumber-sumber kekuatan yang maha tinggi (supremepower or authority) telah lama memotivasi manusia untuk melakukan perjalanan mereka menuju tempat-tempat yang dianggap suci, dalam rangka memenuhi kebutuhan spiritual. Lebih lanjut dijelaskan oleh Timothy dan Olsen (2006a); Pratiekto (2013) bahwa sumber kekuatan atau Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | 171
Revitalisasi Situs Patirtan Watugede Singosari Sebagai Obyek Wisata Spiritual Berkelanjutan
kekuasaan yang maha tinggi tersebut meliputi Pencipta, Tuhan, Roh Kudus, Dewa-dewi, bumi, matahari, bulan, nabi, ‘juruselamat’ (savior), ataupun segala sesuatu sumber kekuatan yang bersifat infinite dan intangible. Perjalanan wisata tersebut, oleh kalangan akademisi dan praktisi diistilahkan dengan terminologi religioustourism, spiritualtourism dan tourism pilgrimage (Vukonic1996; Santos 2003; Timothy dan Olsen 2006b). Dalam Dalam konteks perlindungan kawasan, keunikan karakteristik dikenal dengan konsep situs keramat alami (sacred naturalsites) yang berpotensi menguntungkan bagi efektifitas pengelolaan suatu kawasan perlindungan, secara berkelanjutan (IUCN 2008). Penelitian Pratiekto (2013), pada taman nasional Ujung Kulon yang berstatus World Heritage Site, ditemukan bahwa kegiatan kunjungan terhadap tempat-tempat keramat, telah lama menjadi bagian dari budaya masyarakat lokal yang disebut zarah (ziarah), serta saat ini tergolong ke dalam kategori jenis kunjungan yang dominan (BTNUK 2012). Kondisi kolam patirtan Watugede saat kini telah mengalami perubahan, walaupun masih dapat berfungsi dengan baik sebagai kolam pemandian. Bangunan utama kolam patirtan, terbuat dari bahan batu bata. Mengingat usia bangunan pemandian yang sangat tua, dibangun pada masa Ken Arok, sebagai situs bernilai sejarah tinggi, diperlukan penataan kawasan, didasari konsep pelestarian lingkungan yang berkelanjutan. Konsep revitalisasi kawasan patirtan Watugede dirumuskan berdasar kajian sejarah, analisis karakteristik kondisi fisik, serta preferensi masyarakat dalam kaitan perilaku wisatawan spiritual. Tujuan penelitian ini, merumuskan konsep revitalisasi kawasan situs patirtan Watugede, yang diyakini oleh masyarakat pelestari tradisional Jawa, sebagai tempat bernilai sejarah paling tinggi dibandingkan situs-situs patirtan lainnya di Kabupaten Malang. Nilai sejarah tersebut, berkaitan dengan energi tinggi yang bersifat intangible dari kawasan situs tersebut. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, untuk merumuskan temuan yang bersifat deskriptif ideographik. Kajian ini merupakan lanjutan dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti pada tahun 2016 lalu, yang merumuskan konsep pelestarian situs patirtan di Malang Raya sebagai destinasi wisata spiritual. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, melalui teknik survei lapang dan menganalisis karakter fisik kolam patirtan. Selanjutnya ditelusur nilai kesejarahan dan dilakukan interpretasi dari bangunan situs patirtan tersebut. Analisis dilakukan terhadap perkembangan fungsi kolam patirtan, kondisi fisik kawasan situs patirtan baik bangunan maupun sumber air dan lingkungannya, serta perkembangan perilaku wisatawan spiritual. Sintesis dilakukan untuk merumuskan konsep revitalisasi kawasan wisata spiritual situs patirtan Watugede, secara berkelanjutan. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan berdasarkan jenis data yang diperlukan secara berbeda, yaitu jenis data primer dan data sekunder. Pengumpulan Data Primer: 1. 2. 3.
Dilakukan survei dan pengukuran lapang guna mendapat gambaran langsung, keadaan fisik sekarang, serta gambar site plan. Observasi dilakukan, mengenai kekuatan dan fungsi situs patirtan wilayah Singosari Kabupaten Malang. Wawancara tidak berstruktur dilakukan, dengan pihak pengelola situs patirtan dan komunitas masyarakat pelestari kebudayaan Jawa di Malang Raya.
172 | ProsidingSeminar Heritage IPLBI 2017
Junianto
Pengumpulan Data Sekunder : 1.
Data mengenai perkembangan keberadaan dan karakter situs patirtan, malalui penelusuran gambar-gambar dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB).
2.
Studi literatur: jurnal, dokumen pemerintah, bahan seminar, artikel media cetak maupun media elektronik.
Metode Analisis Data Metode analisis data yang dilakukan, dengan teknik analisis kualitatif dan bersifat interpretasi. Analisis dilakukan terhadap karakteristik arsitektural situs patirtan, fungsi pada masa lalu dan sekarang, nilai historis serta perilaku wisata spiritual. Kajian superimpose antara perilaku spasial, aspek fisik dan ekologis tersebut, dirumuskan sebagai konsep penataan spasial kawasan, sebagai acuan revitalisasi situs patirtan Watugede. Berdasar pengamatan terhadap perilaku spasial, dapat ditemukan sejumlah attributte (karakteristik hubungan) dari perilaku wisatawan spiritual dengan seting fisik ruang tersebut (Junianto, 2008).
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian.
Analisis dan Interpretasi Observasi dan inventarisasi patirtan Watugede, dilakukan secara deskriptif, dipertautkan dengan wawancara narasumber juru kunci. Berdasarkan hasil triangulasi, dari pengamatan dan wawancara, terhadap makna perilaku spasial wisatawan spiritual, terdapat empat jenis kegiatan, yaitu : 1. 2. 3. 4.
Ritual pengambilan ‘air suci’ di sumber air. Ritual ‘berendam’ di kolam patirtan. Ritual mandi di sumber air. Upacara ritual sesaji.
Ritual pengambilan ‘air suci’ dilakukan di situs patirtan sumber air Watugede, yang berada di bagian timur laut kolam patirtan. Pengambilan ‘air suci’ ini, dilakukan oleh masyarakat Hindu Jawa dan masyarakat pelestari budaya Jawa. Air diyakini oleh masyarakat Jawa sebagai media transformasi energi, jika bersentuhan dengan bagian tubuh seseorang (narasumber: Agus Irianto, juru kunci patirtan Watugede). Air suci yang keluar dari sumber air di situs Watugede, sebagai tempat yang Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017| 173
Revitalisasi Situs Patirtan Watugede Singosari Sebagai Obyek Wisata Spiritual Berkelanjutan
bernilai religius tinggi, niscaya diyakini berkhasiat baik. Acara pengambilan air suci oleh masyarakat pelestari budaya Jawa, dilakukan berdasar penanggalan Jawa, sesuai hari baik tertentu, misalnya pada malam Selasa Kliwon, malam Jumat Legi, dan sebagainya. Gambar 2. Sumber air berada di sudut Kolam Patirtan, digunakan untuk pengambilan ‘air suci’ dan ritual sesaji. Sumber: Peneliti, 2017.
Ritual ‘berendam’ di sumber air situs patirtan Watugede, dilakukan oleh beberapa komunitas pelestari budaya Jawa. Masyarakat pelestari budaya Jawa masih meyakini bahwa ritual berendam, merupakan laku (jalan) cukup efektif untuk penyucian diri. Komunitas ini jumlahnya cukup banyak, mereka tidak hanya berdomisili di Malang Raya saja, melainkan dari berbagai daerah di Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY maupun DkI Jakarta. Ritual ‘berendam’ di sumber air situs patirtan Watugede, masih diyakini merupakan ritual peninggalan leluhur, melalui media sumber ‘air suci’. Penyucian diri melalui ‘berendam’ di sumber ‘air suci’, dianggap merupakan pembersihan diri secara ragawi maupun spiritual (Junianto dan Subadyo, 2016). Gambar 3. Ritual mandi di Situs Watugede, dilakukan dengan tari ritual oleh kamunitas pelestari Budaya. Sumber: Dahlia Irawati http://cdn.assets.print.kompos.com
Ritual mandi di sumber air situs patirtan Watugede, dilakukan oleh masyarakat pelestari budaya Jawa, yang dianggap juga sebagai pembersihan diri. Ritual tersebut dilakukan dengan mandi di sumber air, yang berada di bagian sudut timur laut dari kolam Patirtan. Terdapat beberapa komunitas pelestari budaya, yang berdomisili di Singosari malang, dalam melakukan ritual mandi di situs patirtan Watugede. Masyarakat suku Tengger, yang menganut agama ‘Jowo-Budho’, secara berkala melakukan ritual pengambilan ‘air suci’, setiap tahun (Subadyo, 2016). Ritual di pemandian Watugede, seringkali dilakukan juga dengan tarian, sebagai kesatuan upacara. Bentuk tarian ritual tersebut, diciptakan sendiri oleh kelompok mereka. Upacara ritual sesaji, dilakukan oleh komunitas Hindu Jawa dan masyarakat pelestari budaya Jawa, termasuk komunitas “Padma Siwa Bhuana”, berada di bagian sudut timur laut dari kolam Patirtan. Ritual sesaji tersebut bersifat tematik, sesuai dengan kehendak mereka. Seringkali ritual sesaji berkaitan dengan proses perjalanan hidup seseorang, atau momentum perubahan kehidupan yang 174 | ProsidingSeminar Heritage IPLBI 2017
Junianto
cukup signifikan terhadap seseorang. Namun demikian, yang seringkali terjadi, ritual sesaji dilakukan secara berkala berdasar kalender Jawa. Rirual sesaji dilakukan dengan menata kembang, membakar dupa, dan terkadang dilanjutkan dengan meditasi di bawah pohon Elo (Ficus racemosa L.) di sudut timur laut kolam Patirtan (narasumber: Agus Irianto). Gambar 4. Peta Situs Patirtan Watugede. Sumber: Balai Pelestarian Cagar Budaya Mojokerto, 2008.
Makna sosial-budaya situs patirtan, berkaitan dengan aspek manusia, aktivitas serta ruangnya (Titisari EY, dkk., 2016). Karakteristk bangunan bernilai sejarah, meliputi bentuk bangunan, usia bangunan, fungsi bangunan, serta status bangunan (Aini S, at al., 2016). Berdasarkan pola perilaku spasial para pelaku wisata spiritual di situs patirtan Watugede, dapat dirumuskan ruang-ruang yang digunakan untuk ritual, sebagai berikut : 1. Sumber air; yang berada di sudut timur laut kolam, sebagai area utama dalam wisata spiritual di situs patirtan Watugede. Pada area ini, juga digunakan untuk upacara ritual dan meditasi. 2.
Halaman situs patirtan Watugede, berada di bagian depan gerbang masuk dan berupa halaman, bisa digunakan untuk persiapan melakukan upacara dan ritual, berupa Meditasi Square.
3.
Bangunan situs patirtan; berupa bangunan kolam, yang memiliki nilai kesejarahan tinggi, digunakan untuk ritual mandi berendam. Kolam patirtan ini juga digunakan untuk upacara mandi, dengan tarian ritual. Gambar 5. Site Plan Patirtan Watugede. Sumber: Hasil Pengukuran, 2017.
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017| 175
Revitalisasi Situs Patirtan Watugede Singosari Sebagai Obyek Wisata Spiritual Berkelanjutan
Kesimpulan Masyarakat pelestari budaya Jawa di Malang Raya, manganggap situs patirtan Watugede sebagai tempat yang masih memiliki religiusitas tinggi dan bernilai kesejarahan tinggi. Komplek situs patirtan Watugede dengan sumber airnya, menjadi tempat yang dikeramatkan oleh mereka. Berdasarkan preferensi masyarakat pelestari budaya, perilaku spasial, serta kondisi fisik lingkungan kawasan situs, dapat dirumuskan konsep Revitalisasi kawasan situs, meliputi : meliputi unsur fisik (tata ruang), sosial-budaya dan lingkungan. 1. 2. 3.
Tata ruang, merupakan penataan ruang untuk mengakomodir kegiatan spiritual, berdasarkan perilaku spasial. Pelestarian Budaya, manyangkut pelestarian budaya leluhur yang masih diyakini oleh sejumlah komunitas dan masyarakat Jawa. Pelestarian lingkungan, menyangkut pelestarian lingkungan sekitar kawasan patirtan yang signifikan berpengaruh terhadap kemurnian sumber air patirtan, serta kondisi fisik kolam Patirtan tersebut.
Konsep revitalisasi dalam kasus ini, berupa peningkatan (optimalisasi) fungsi-fungsi ruang yang ada pada kawasan situs patirtan Watugede, tanpa merubah fisik bangunan secara signifikan. Daftar Pustaka [IUCN] International Union for Conservation of Nature. (2008). Sacred Natural Sites: Guides for Protected Area Managers. Wild R, McLeod C, editor. 2008. Gland (SW): IUCN. Aini, S. at al. (2016). Pelestarian Lingkungan dan Bangunan Kuno di Kawasan Pecinan Kota Lasem. Arsitektur ejournal, volume 9 nomor 1, hlm 49-62. Junianto. (2008). Revitalisasi Rumah Tradisional di Desa Poto Sumbawa Sebagai Obyek Wisata Budaya, Melalui Pendekatan Perilaku Spasial. Malang: Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Teknologi vs Konservasi Arsitektur. Junianto. & Subadyo A.T. (2016). Konsep Pelestarian Situs Patirtan di Malang Raya Sebagai Destinasi Wisata Spiritual. Malang: Prosiding Temu Ilmiah IPLBI. Kasim, S. (2012). Budaya Dermayu: Nilai-nilai Historis, Estetis dan Transendental. Yogyakarta: Poestakadjati. Nelson, J.M. (2009). Psychology, Religion, and Spirituality. New York (US): Springer. Pratiekto. (2013). Studi Permintaan Rekreasi Dan Strategi Pengembangan Ekowisata Spiritual Di TN Ujung Kulon. Bogor:[skripsi].DKSHE. IPB. Rahadhian, P.H, Fery WC. (2015). Kajian Arsitektur Percandian Patirtan di Jawa (Identifikasi), Bandung: LPPM Universitas Katolik Parahyangan. Subadyo, A.T. (2016). Arsitektur Pekarangan Suku Tengger di Kantung Taman Nasional Bromo Tenger Semeru. Malang: Prosiding Temu Ilmiah IPLBI. Timothy, D.J. & Olsen, D.H. (2006)a. Whither religious tourism?. Didalam: Timothy DJ, Olsen DH, editor. Tourism, Religion and Spiritual Journeys. New York (US): Routledge. hlm271-278. Titsari, E.Y. at al. (2016). Makna Kultural Situs Sumberawan: Masa Lalu, Masa Kini dan Masa Depan. Malang: Prosiding Temu Ilmiah IPLBI. Timothy, D.J & Olsen, D.H. (2006). b. Tourism and Religious Journeys. Didalam: Timothy DJ, Olsen DH, editor. Tourism, Religionand Spiritual Journeys. New York(US):Routledge. hlm1-21. Vukonic, B. (1996). Tourism and Religion. Oxford:Elsevier.
176 | ProsidingSeminar Heritage IPLBI 2017