PENGEMBANGAN BERKELANJUTAN KAMPUNG BUDAYA SETU BABAKAN SEBAGAI DAYA TARIK WISATA Sustainable Development of Setu Babakan Culture Village as a Tourist Attraction Maryetti, Yohanes Sulistyadi, Darmawan Damanik, Hindun Nurhidayati, FX Setio Wibowo Dosen pada Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid Jakarta Jl. Kemiri No.22 Pondok Cabe Pamulang Emali:
[email protected] PENDAHULUAN Ditinjau dari sudut kepariwisataan daerah merupakan asset yang tak ternilai harganya dan daerah di Indonesia memiliki unsur keindahan, keaslian, kelangkaan dan dan keutuhan serta memiliki keanekaragaman flora dan fauna, agroekosistem dan gejala alam, adat-istiadat yang dapat dijadikan sebagai obyek daya tarik wisata bila dikemas secara profesional dan merupakan keunggulan, keandalan pariwisata Indonesia. Keunikan dan keaslian senibudaya dan keadaan ekosistem daerah harus dilestarikan, dikembangkan, dipromosikan secara penuh. Sampai saat ini pembangunan kepariwisataan yang dilakukan pemerintah masih sangat sedikit menyentuh komunitas masyarakat. Oleh karena itu pengembangan kepariwisataan hendaknya didasarkan atas peran serta masyarakat. Setu Babakan
sebagai suatu Daerah Tujuan Wisata berada di Jakarta Selatan memiliki potensi pengembangan yang baik dengan adanya berbagai jenis obyek dan atraksi wisata melalui peningkatan kemampuan masyarakat. Keunikan dan keaslian senibudaya dan keadaan ekosistem desa setempat merupakan arah selera dunia masa kini dan harus dilestarikan, dikembangkan, dipromosikan dengan penuh percaya diri guna memperkokoh jati diri desa. Sampai saat ini, pengembangan kawasan wisata yang diarahkan menjadi daerah tujuan wisata diasumsikan disebabkan antara lain oleh: adanya orientasi pembangunan pariwisata yang masih berpegang pada paradigma lama kepariwisataan yaitu pariwisata untuk kemewahan, hura-hura, massal dan kesenangan belaka; masih kurangnya perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap pem-
Maryetti, dkk: Pengembangan Berkelanjutan Kampung Budaya Setu Babakan Sebagai Daya Tarik Wisata halaman:27 - 44
27
bangunan pariwisata berkelanjutan dan; masih rendahnya peranan lembaga pendidikan dan penelitian untuk mengembangkan desa dengan orientasi pariwisata. Perencanaan dalam pengembangan pariwisata menurut (Inskeep, 1991:25) meliputi (1) perencanaan pengembangan ekonomi, (2) perencanaan penggunaan fisik lahan atau area, (3) infra struktur, (4) fasilitas sosial, (5) taman dan perencanaan konservasi, (6) perencanaan kelembagaan dan (7) perencanaan wilayah. Tingkat keberhasilan suatu perencanaan pengembangan pariwisata dapat diukur melalui indikator sosial ekonomi antara lain tingkat pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, peningkatan peluang dan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan yang ditimbulkan tingkat kunjungan wisatawan. Pada umumnya pengembangan pariwisata (berkelanjutan) dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu menetapkan potensi daya tarik wisata Setu Babakan dalam rangka memberdayakan sosialekonomi masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat; menciptakan daerah wisata yang unik untuk dikunjungi melalui program Sapta Pesona; serta mempersiapkan masyarakat untuk menerima kunjungan wisatawan melalui program kebersihan lingkungan baik 28
sanitasi dan pengelolaan sampah. Permasalahan-permasalahan di atas merupakan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Dengan demikian maka tujuan penelitian ditetapkan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui identifikasi potensi daya tarik wisata daerah Setu Babakan sebagai langkah pemberdayaan masyarakat 2. Merumuskan potensi unik Setu Babakan sebagai daya tarik pariwisata 3. Mempersiapkan masyarakat untuk menerima kunjungan wisatawan melalui hygiene dan sanitasi dan pengelolaan sampah yang baik Beberapa penelitian tentang pengembangan dan identifikasi potensi pariwisata di daerah sudah dilakukan antara lain dengan tema “Kajian Kesesuaian Kawasan Situ Babakan dan Situ Manggabolong Sebagai Perkampungan Budaya Betawi” yang dilakukan oleh Daniel Azka Alfarobi tahun 2002. Kemudian tema “Upaya Pelestarian Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan Sebagai Kawasan Wisata Budaya” oleh Diana Susilowati. Selanjutnya tema “Kajian Sumber Daya Setu Babakan Untuk Pengelolaan dan Pengembangan Ekowisata DKI Jakarta” oleh Arif Syaichu Nur Alam tahun 2009. Terakhir adalah tema “Strategi Pengembangan Perkampungan
Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia Vol. 1 No. 1 Juni 2016
Budaya Betawi Setu Babakan Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya Di Propinsi DKI Jakarta” oleh Leski Rizkinaswara Y tahun 2015. Tema-tema tersebut oleh penulis dijadikan sebagai landasan untuk melakukan penelitian kali ini, dimana masalah potensi dan pemberdayaan masyarakat sebagai fokus penelitian. Pengertian kepariwisataan sendiri telah menunjukkan potensinya dalam membuka lapangan pekerjaan dan menumbuh kembangkan aktivitas yang dapat menghasilkan pendapatan dan menguntungkan bagi komunitas lokal di daerah tujuan. Sektor kepariwisataan menyediakan sejumlah nilai pemasukan dan ksempatan untuk menciptakan lapangan pekerjaan dalam aktivitas penciptaan generasi yang akan datang skala kecil maupun menengah, untuk kemudian menciptakan jalan menuju penghapusan kemiskinan bagi masyarakat dan komunitas lokal di negara berkembang. Suwantoro (1997: 74) menyebutkan beberapa bentuk produk pariwisata alternatif yang berpotensi untuk dikembangkan, yaitu: pariwisata budaya (cultural tourism), ekowisata (ecotourism), pariwisata bahari (marine tourism), pariwisata petualangan (adventure tourism), pariwisata agro (agrotourism), pariwisata pedesaan (village tourism),
gastronomi (culinary tourism), pariwisata spiritual (spiritual tourism) dan lainnya. Sedangkan wisata diartikan sebagai kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Seorang wisatawan berkunjung ke suatu tempat/daerah/negara karena tertarik oleh sesuatu yang menarik dan menyebabkan wisatawan berkunjung ke suatu tempat/daerah/negara disebut daya tarik dan atraksi wisata (Mappi , 2001 : 30). Jenis-jenis obyek wisata, dimana pada saat ini dikenal sebagai daerah tujuan wisata dikelompokan menjadi tiga, yaitu: 1. Wisata alam, misalnya : laut, pantai, gunung (berapi), danau, sungai, fauna (langka), kawasan lindung, cagar alam, pemandangan alam dan lain-lain 2. Wisata budaya, misalnya : upacara kelahiran, tari-tari (tradisional), musik (tradisional), pakaian adat, perkawinan adat, upacara turun ke sawah, upacara panen, cagar budaya, bangunan bersejarah, peninggalan tradi-sional, festival budaya, kain tenun (tradisional), tekstil lokal, pertunjukan (tradisional),
Maryetti, dkk: Pengembangan Berkelanjutan Kampung Budaya Setu Babakan Sebagai Daya Tarik Wisata halaman:27 - 44
29
adat istiadat lokal, museum dan lain-lain; 3. Wisata buatan, misalnya: sarana dan fasilitas olahraga, permainan (layangan), hiburan (lawak atau akrobatik, sulap), ketangkasan (naik kuda), taman rekreasi, taman nasional, pusatpusat perbelanjaan dan lain-lain. Disamping daerah tujuan wisata tentu diperlukan adanya pemberdayaan masyarakat setempat, sebagai bagian dari daya tarik daerah wisata. Upaya untuk memampukan dan memandirikan masyarakat ditegaskan oleh Merriam (1985), mengandung dua pengertian yaitu: (1) upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pelaksanaan berbagai kebijakan dan programprogram pembangunan, agar kondisi kehidupan masyarakat mencapai tingkat kemampuan yang diharapkan; (2) memberikan kekuasaan, mengalihkan kekuasaan atau mendelegasikan otoritas kepada masyarakat agar masyarakat memiliki kemandirian dalam pengambilan keputusan dalam rangka membangun diri dan lingkungan-nya secara mandiri. Lebih lanjut Kartasasmita (1996), menyatakan bahwa memberdayakan adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi tidak mampu 30
untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan atau dengan kata lain memberdayakan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Berkenaan dengan pemaknaan konsep pemberdayaan masyarakat, Ife (1995) menyatakan bahwa : Empowerment is a process of helping disadvantaged groups and individual to compete more effectively with other interests, by helping them to learn and use in lobbying, using the media, engaging in political action, understanding how to ‘work the system,’ and so on (Ife, 1995). Menurut Swasono (1999), bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki. Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua kelompok yang saling terkait yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan. Sumber daya alam dikembangkan melalui upaya mencegah kepunahan keanekaragaman hayati melalui rehabilitasi dan konservasi. Kegiatan rehabilitasi dengan memperbaiki ekosistem yang telah mengalami kerusakan akibat meningkatnya aktivitas manusia. Sedangkan kegiatan
Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia Vol. 1 No. 1 Juni 2016
konservasi dengan upaya perlindungan ekosistem, baik hasil rehabilitasi mapun ekosistem yang ada. Dalam melakukan konservasi, Indonesia termasuk negara yang telah meratifikasi kesepakatan internasional dalam UndangUndang Nomor 5 Tahun 1994, tanggal 1 Agustus 1994. Tujuan keseluruhan dari kegiatan konservasi untuk melestarikan keanekaragaman hayati, menyelenggarakan pemanfaatannya secara berkelanjutan dan pembagian keuntungan yang adil dan merata dari pemanfaatan komponen keanekaragaman hayati. Dewasa ini maupun pada masa yang akan datang, kebutuhan akan berwisata akan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dunia, serta perkembangan penduduk dunia yang semakin membutuhkan refreshing akibat dari semakin tingginya kesibukan kerja. Menurut Fandeli (1997), faktor yang mendorong manusia berwisata adalah (a) keinginan untuk melepaskan diri dari tekanan hidup sehari-hari di kota, keingin untuk mengubah suasana dan memanfaatkan waktu senggang; (b) kemajuan pembangunan dan bidang komunikasi dan transportasi; (c) keinginan untuk melihat dan memperoleh pengalamanpengalaman baru mengenai budaya masyarakat dan tempat lain; (d) meningkatnya
pendaptan yang dapat memungkinkan seseorang dapat dengan bebas melakukan perjalanan yang jauh dari tempat tinggalnya Faktor-faktor pendorong pengembangan pariwisata di Indonesia menurut Spilane (1987) adalah (a) berkurangnya peranan minyak bumi sebagai sumber devisa Negara jika dibandingkan dengan waktu lalu; (b) merosotnya nilai ekspor pada sektor nonmigas; (c) adanya kecendurungan peningkatan pariwisata secara konsisten; (d) besarnya potensi yang dimilki oleh bangsa Indonesia bagi pengembangan pariwisata. Menurut Yoeti (1997: 2-3), pengembangan pariwisata perlu memperhatikan beberapa aspek yang perlu diperhatikan yaitu: (a) Wisatawan (Tourist) harus diketahui karakteristik dari wisatawan, dari negara mana mereka datang, usia, hobi, dan pada musim apa mereka melakukan perjalanan; (b) transportasi harus dilakukan penelitian bagaimana fasilitas transportasi yang tersedia untuk membawa wisatawan ke daerah tujuan wisata yang dituju; (c) atraksi/obyek wisata yang akan dijual, apakah memenuhi tiga syarat seperti; Apa yang dapat dilihat (something to see); Apa yang dapat dilakukan (something to do); Apa yang dapat dibeli (something to buy); (d) fasilitas pelayanan apa saja yang tersedia di DTW tersebut,
Maryetti, dkk: Pengembangan Berkelanjutan Kampung Budaya Setu Babakan Sebagai Daya Tarik Wisata halaman:27 - 44
31
bagaimana akomodasi perhotelan yang ada, restaurant, pelayanan umum seperti Bank/money changers, kantor pos, telepon/teleks yang ada di DTW tersebut; (e) informasi dan Promosi diperlukan publikasi atau promosi, kapan iklan dipasang, kemana leaflets/ brosur disebarkan sehingga calon wisatawan mengetahui tiap paket wisata dan wisatawan cepat mengambil keputusan pariwisata di wilayahnya dan harus menjalankan kebijakan yang paling menguntungkan bagi daerah dan wilayahnya, karena fungsi dan tugas dari organisasi pariwisata pada umumnya. Sumber daya manusia merupakan faktor utama pengembangan kawasan wisata ekologi yang berkelanjutan. Faktor sumber daya manusia yang perlu diperhatikan seperti aspirasi, motivasi, pengambilan keputusan, wawasan dan kemampuan masyarakat dalam me-ngelola ekosistem, keadaan budaya, keadaan ekonomi. Masyarakat lokal secara terus menerus diberikan pengarahan dan penyuluhan yang berorientasi pada kepuasan wisatawan baik lokal maupun internasional. contoh: Bali dan potensi SDM di daerah tersebut mempunyai ciri khas yang unik sehingga bisa menciptakan obyek bagi atraksi seni dan budaya.
32
Pengembangan kepariwisataan yang berkelanjutan untuk mendorong pengembangan obyek wisata dalam hal ini menurut Undang-Undang No.9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan, pasal (5), menyatakan bahwa Pembangunan Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) dilakukan dengan cara mengusahakan, mengelola, dan membuat obyekobyek baru sebagai obyek dan daya tarik wisata, kemudian pasal (6) dinyatakan bahwa, pembangunan obyek dan daya tarik wisata dilakukan dengan memperhatikan : (a) Kemampuan untuk mendorong peningkatan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya; (b) Nilai-nilai agama, adat istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat; (c) Kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup; (d) Kelangsungan usaha pariwisata itu sendiri Program Pengembangan Obyek Wisata Kampung Budaya Setu Babakan mengacu pada penataan ruang yaitu pusat pertumbuhan, integrasi fungsi dan pendekatan desentralisasi merupakan teori yang relevan untuk diterapkan dalam program pengembangan pariwisata. Sebagai sebuah komoditi, pariwisata dimaksudkan menjadi penggerak kegiatan perekonomian wilayah dalam
Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia Vol. 1 No. 1 Juni 2016
pengertian yang luas sehingga perlu disediakan secara lengkap fasilitas pelayanan regional untuk memfasilitasinya. Keterpaduan antara sisi penawaran dan permintaan merupakan prinsip dasar dalam pengembangan kepariwisataan, karena aspek keterpaduan dan kesesuaian tersebut akan menjadi faktor penentu kelangsungan perkembangan suatu destinasi wisata. Berdasarkan konsep Borderless (tanpa batas) dari sektor pariwisata, maka gembangan kepariwisataan di Setu Babakan diarahkan dalam kerangka konsep keterpaduan antar daerah yang akan tercermin dalam keterkaitan tema produk antar wilayah yang bersifat sinergis dan saling memperkuat dan melengkapi. Di sisi lain konsep keterpaduan yang akan dikembangkan diarahkan untuk memposisikan kawasan yang sudah berkembang untuk dapat berperan sebagai penggerak atau poros pengembangan yang dapat menggerakkan pengembangan kawasan potensial didalamnya melalui kunjungan atau manajemen atraksi yang saling berkaitan antar wilayah atau kawasan. Dengan demikian dampak positif pengembangan pariwisata tidak hanya terkonsentrasi terbatas pada hubungan kawasan tertentu saja tetapi memberikan dampak positif yang signifikan terhadap kawasan lain yang bisa
dikaitkan dengan kegiatan pariwisata. Pemberdayaan peran dan kapasitas stakeholder merupakan kunci keberhasilan yang harus diwujudkan dan menjadi dasar pijakan dalam penyusunan kebijakan, strategi dan pokok program pembangunan pariwisata khususnya menjawab isu strategis yaitu pemberdayaan perekonomian rakyat yang menekankan keberpihakan dan pemberdayaan masyarakat lokal termasuk pemberdayaan kapasitas dan peran masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan. Demikian pula Pariwisata berkelanjutan yang merupakan "seluruh bentuk dari pengembangan, pengelolaan dan kegiatan pariwisata yang berpedoman lingkungan, integritas sosial dan ekonomi, alam yang tertata baik serta mengembangkan sumber-daya budaya secara terus menerus" dan harus dikembangkan bertolak dari kondisi lingkungan setempat. Dalam hubungan ini, masyarakat setempat tidak hanya berpartisipasi, tetapi menjadi penggerak dan sebagai subjek dalam pembangunan daerahnya sebagai daerah tujuan wisata. Masyarakat lokal sebagai perencana, pelaksana, pengontrol dan evaluasi program. Model paket perjalanan wisata yang mempunyai struktur yang terdiri dari unsur-unsur pembentuk perjalanan wisata
Maryetti, dkk: Pengembangan Berkelanjutan Kampung Budaya Setu Babakan Sebagai Daya Tarik Wisata halaman:27 - 44
33
yang terdiri dari: (1) Transportasi (2) Akomodasi (3) Restoran (4) Daya tarik wisata/obyek wisata (5) Kegiatan wisata/Pemanduan wisata dan (6) Souvenir/ kenangan. Keenam unsur di atas kemudian digabungkan dan saling mempunyai keterkaitan sehingga terbentuk sebuah fenomena sosial perjalanan wisata. METODE Secara umum kerangka kerja dalam pengembangan berkelanjutan daerah tujuan wisata Kampung Budaya Betawi Setu Babakan Jakarta Selatan dibedakan menjadi tiga tahapan utama yaitu persiapan, survei serta analisis dan sintesis. Kegiatan studi dilaksanakan dengan dua kegiatan utama yaitu kepustakaan untuk menyusun kerangka acuan kerja yang akan dilakukan serta survei lapangan yang dilakukan dengan mengumpulkan seluruh bahan dasar informasi pustaka berkaitan dengan kondisi umum wilayah Setu Babakan Jakarta Selatan serta hal-hal yang berkaitan. Target survei yang diharapkan yaitu kondisi fisik perwilayahan secara umum yang mendukung pariwisata, kondisi masyarakat setempat, wisatawan yang sudah ada, aksesibilitas menuju lokasi serta kebijakan pemerintah yang sudah terlaksana dan akan dilaksanakan. Untuk menyelesaikan per34
masalahan yang dihadapi dalam pengembangan daerah tujuan wisata secara berkelanjutan maka metode penelitian yang digunakan merupakan metode holistik dengan menggabungkan beberapa metode sesuai tujuannya. Untuk menjelaskan potensi wisata yang ada dilakukan dengan metode deskriptif sedangkan untuk memperoleh gambaran kondisi pasar dan pemasaran digunakan metode eksploratif dan prediktif sementara untuk kegiatan pemberdayaan dengan metode aksi. Secara umum program pengembangan wisata desa (1) pengembangan obyek daya tarik dan atraksi wisata, (2) Pembinaan bidang sosial, budaya dan keagamaan dan (3) pemberdayaan bidang ekonomi. Eksplorasi digunakan sebagai tahap awal penelitian untuk menjelajahi kondisi umum kepariwisataan di Setu Babakan Jakarta Selatan. Deskripsi digunakan membuat deskripsi, gambaran atau suatu lukisan sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Moh. Nazir, 1999). Adapun Data diperoleh secara kuantitatif dan kualitatif selanjutnya diolah dengan cara mereduksi bagian-bagian terpenting sehingga menjawab masalah penelitian yang diajukan. Data primer diolah dan disajikan dalam bentuk tabel
Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia Vol. 1 No. 1 Juni 2016
frekuensi, grafik, matrik, teks naratif dan gambar. Data primer dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian. Analisis deskriptif dilakukan melalui statistika deskriptif yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat generalisasi penelitian. Data kuantitatif yang didapatkan melalui pengisian kuesioner responden diolah dan dianalisis dengan menggunakan program Computer SPSS 20.0 for Windows dan Microsoft Excel 2007 untuk mempermudah dalam proses pengolahan data. Data kualitatif diolah melalui tiga tahap analisis data kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Reduksi data dilakukan dengan tujuan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, mengeliminasi data-data yang tidak dilakukan sehingga dapat langsung menjawab perumusan masalah.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Deskripsi Daerah Penelitian Setu Babakan terletak di kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan yang berfungsi sebagai pusat perkampungan budaya Betawi, suatu area yang dijaga untuk
menjaga warisan budaya Jakarta yaitu budaya asli Betawi. Situ atau Setu Babakan merupakan danau buatan dengan area 32 hektar (79 akre). Airnya berasal dari sungai Ciliwung dan saat ini digunakan untuk pemancingan bagi warga sekitarnya. Danau ini juga merupakan tempat untuk rekreasi air seperti memancing, sepeda air atau bersepeda mengelilingi tepian setu. Setu Babakan adalah sebuah kawasan perkampungan yang ditetapkan pemerintah Jakarta sebagai tempat pelestarian dan pengembangan budaya Betawi secara berkesinambungan. Perkampungan yang terletak di selatan Kota Jakarta ini merupakan salah satu obyek wisata yang menarik bagi wisatawan yang ingin menikmati suasana khas pedesaan atau menyaksikan budaya Betawi asli secara langsung. Setu Babakan adalah kawasan hunian yang memiliki nuansa yang masih kuat dan murni baik dari sisi budaya, seni pertunjukan, jajanan, busana, rutinitas keagamaan, maupun bentuk rumah Betawi. Dari perkampungan yang luasnya 289 Hektar, 65 hektar di antaranya adalah milik Pemerintah di mana yang baru dikelola hanya 32
Maryetti, dkk: Pengembangan Berkelanjutan Kampung Budaya Setu Babakan Sebagai Daya Tarik Wisata halaman:27 - 44
35
hektar. Perkampungan ini didiami setidaknya 3.000 kepala keluarga. Sebagian besar penduduknya adalah orang asli Betawi yang sudah turun temurun tinggal di daerah tersebut. Sedangkan sebagian kecil lainnya adalah para pendatang, seperti pendatang dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan dan lain-lain yang sudah tinggal lebih dari 30 tahun di daerah ini. Perkampungan Setu Babakan adalah sebuah kawasan pedesaan yang lingkungan alam dan budayanya yang masih terjaga secara baik. Wisatawan yang berkunjung ke kawasan cagar budaya ini disuguhi panorama pepohonan rindang yang menambah suasana sejuk dan tenang ketika memasukinya. Di kanan kiri jalan utama, pengunjung juga dapat melihat rumah-rumah panggung berarsitektur khas Betawi yang masih dipertahankan keasliannya. Yang tak kalah menarik, di perkampungan ini juga banyak terdapat warung yang menjajakan makanan khas Betawi, seperti ketoprak, ketupat nyiksa, kerak telor, ketupat sayur, bakso, laksa, arum manis, soto betawi, mie ayam, soto mie, roti buaya, bir pletok, nasi uduk, kue apem, toge goreng dan tahu gejrot. 36
Wisatawan yang berkunjung ke Setu Babakan juga dapat menyaksikan pagelaran seni budaya Betawi, antara lain Tari Cokek, Tari Topeng, Qasidah, Marawis, Seni Gambus, Lenong, Tanjidor, Gambang Kromong, dan Ondel-Ondel yang sering dipentaskan di sebuah panggung terbuka berukuran 60 meter persegi setiap hari Sabtu dan Minggu. Selain pagelaran seni, pengunjung juga dapat menyaksikan prosesi-prosesi budaya Betawi, seperti Upacara Pernikahan, Sunat, Akikah, Khatam Al-Quran dan Nujuh Bulan, atau juga sekedar melihat para pemuda dan anak-anak latihan menari dan silat khas Betawi, Beksi. Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan berlokasi di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Propinsi DKI Jakarta, Indonesia. Pintu masuk utama adalah Pintu Si Pitung yang terletak di Jalan RM. Kahfi II. Kawanan ini memiliki potensi besar untuk menjadi pusat kebudayaan yang berbasis masyarakat Betawi dan berpeluang untuk meningkatkan ekonomi masyarakat dan menjaga kelestarian budaya dan lingkungan. Akses menuju lokasi perkampungan Setu Babakan relatif mudah, karena terdapat
Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia Vol. 1 No. 1 Juni 2016
banyak kendaraan umum yang melewati perkampungan ini. Dari Terminal Pasar Minggu, pengunjung bisa menggunakan Kopaja jurusan Blok M menuju Cimpedak. Setelah sekitar 30 menit dan, pengunjung bisa turun di depan pintu gerbang perkampungan Setu Babakan. Selain itu, bagi wisatawan yang berangkat dari Terminal Depok bisa menggunakan taksi menuju perkampungan Setu Babakan. Alternatif lainnya, pengunjung yang berangkat dari Terminal Depok dapat juga menggunakan Metromini jurusan Blok M—Pasar Minggu—Cimpedak atau menggunakan Angkutan Umum bernomor 128, kemudian turun di depan pintu gerbang perkampungan Setu Babakan. Apabila menggunakan kendaraan pribadi, pengunjung diminta memarkir kendaraannya di tempat yang telah disediakan, kemudian dipersilakan mengunjungi perkampungan dengan berjalan kaki atau bersepeda mengelilingi Setu Babakan.
Gambar 4: Denah Setu Babakan Sumber: nyok.wordpress.com
Wisatawan yang berkunjung ke Perkampungan Budaya Betawi tidak dipungut biaya, namun hanya dikenai biaya parkir kendaraan yang berkisar antara Rp 2.000,hingga Rp. 5.000,- Untuk wisatawan yang bersepeda di Areal Setu Babakan tidak dipungut biaya masuk alias gratis. Wisatawan yang berkunjung ke Setu Babakan diperbolehkan menikmati suasana perkampungan mulai dari pukul 06.00 hingga pukul 18.00 WIB. 1. Potensi Daya Tarik Wisata Kampung Budaya Setu Babakan Potensi Daya Tarik Wisata Kampung Budaya Setu Babakan antara lain: (1) Daya Tarik Wisata Alam
Maryetti, dkk: Pengembangan Berkelanjutan Kampung Budaya Setu Babakan Sebagai Daya Tarik Wisata halaman:27 - 44
37
(buah-buahan, pemancingan) (2) Daya Tarik Budaya (rumah kas Tarian kas ondel dan silat) (3) Daya Tarik Kuliner
Wisata Betawi, OndelPencak Wisata
Daya Tarik Wisata Alam (buah-buahan) Buah-buahan yang tersedia di perkampungan ini antara lain belimbing, rambutan, buni, jambu, dukuh, menteng, gandaria, mengkudu, namnam, kecapi, durian, jengkol, kemuning, krendang dan masih banyak lagi. Daya Tarik pemancingan di tempat pemancingan terdapat ikan air tawar yang berjenis ikan mujair, ikan mas dan ikan lele. Dalam membudidayakan ikan air tawar, biasanya pemilik membeli bibit ikan. Bibit ikan dikembangbiakkan sehingga dapat menghasilkan setelah 2 sampai 3 bulan, barulah pemilik ikan dapat menjual kepada pembeli atau dikonsumsi secara pribadi. Manajemen pengelolaan tempat pemancingan sangat sederhana dan dikelola oleh individu saja, begitu pula dengan fasilitas yang disediakan. Hanya sedia tenda tempat orang melakukan pemancingan. 38
Daya Tarik Wisata Budaya yaitu Wisata Kuliner aneka jajanan yang ditawarkan bisa menjadi wisata kuliner yang cukup bervariasi, diantaranya ketoprak, ketupat nyiksa, kerak telor, ketupat sayur, bakso, laksa, arum manis, soto betawi, mie ayam, soto mie, roti buaya, bir pletok, nasi uduk, kue apem, toge goreng dan tahu gejrot, dodol, roti buaya. 2. Perubahan Kualitas Kesejahteraan Sosial dan Ekonomi Melalui Pemberdayaan Masyarakat Masyarakat yang terbiasa bertindak semaunya sekarang lebih tertata, karena adanya peraturan dari Unit Pengelola Kawasan dalam kegiatan sehari-hari ditambah dengan wawasan yang semakin bertambah dengan adanya pelatihan-pelatihan dari lembaga-lembaga pendidikan dalam berbagai hal. Contoh : Tentang membangun arsitektur rumah, membuat jemuran pakaian, hygiene sanitasi, pengelolaan sampah, sadar wisata, pengobatan, mengelola usaha, membuat produk yang berkualitas. Terjadinya interaksi yang lebih berkualitas antara masya-rakat kelas atas, menengah, dan bawah dengan terjadinya pe-
Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia Vol. 1 No. 1 Juni 2016
metaan status sosial dari masyarakat menjadi beberapa fungsi. Seperti pelaku usaha, pelaku seni, masyarakat umum, organisasi sosial (pokdarwis, Forum Betawi) yang menjadi berbaur demi terwujudnya cita-cita bersama. Dengan terciptanya berbagai kepentingan yang berbeda antar pihak, menuntut fungsi kelembagaan RT dan RW berfungsi lebih baik. Tujuannya untuk mengatur, mengelola dan menentukan kebijakan di lapangan. Oleh karena itu petugas RT dan RW dituntut lebih aktif dan inisiatif. Dituntutnya kesadaran semua warga masyarakat baik di dalam maupun di sekitar kawasan sudah menjadi keharusan. Hal tersebut ditunjukkan dengan menurun-nya fungsi air di setu mangga bolong yang sudah tidak bisa digunakan lagi untuk menyebar benih ikan karena sudah tercemar akibat adanya usaha laundry yang membuang limbah ke saluran air yang mengalir ke setu mangga bolong. Sebagai contoh dengan adanya pelaku usaha sebagai pedagang souvenir, pedagang kuliner, pelaku seni sebagai penari sanggar, pemaing gambang kromong, pemain ondel-ondel, penari
betawi, pemain lenong, pencak silat, pedagang pakaian tradisional Betawi, tukang parkir, jasa toilet, satpam, sepeda air, dll. Hal tersebut memberikan penghasilan yang rutin dan mampu menopang kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan bertambahnya kios baru menunjukkan adanya peningkatan penghasilan. Dengan adanya kebutuhan masyarakat akan taman hijau yang bisa digunakan untuk bersantai bersama keluarga di akhir pekan, mengakibatkan banyaknya warga Jabodetabek yang berpiknik ke Setu Babakan karena lebih dekat, tidak dipungut biaya dan menawarkan produk budaya yang jarang ditemui di Jakarta, ditunjang dengan akses yang dekat dan tidak terlalu macet seperti ke Puncak. Menciptakan daerah wisata yang menarik untuk dikunjungi melalui Sapta Pesona. Sapta Pesona merupakan jabaran konsep Sadar Wisata yang terkait dengan dukungan dan peran masyarakat sebagai tuan rumah dalam upaya untuk menciptakan lingkungan dan suasana kondusif yang mampu mendorong tumbuh dan berkembangnya industri pariwisata melalui perwujudan tujuh unsur dalam
Maryetti, dkk: Pengembangan Berkelanjutan Kampung Budaya Setu Babakan Sebagai Daya Tarik Wisata halaman:27 - 44
39
Sapta Pesona tersebut. Melalui penerapan Aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah, dan Kenangan memang kebiasaan masyarakat Betawi di kawasan tidak serta merta berubah, akan tetapi dengan banyaknya kunjungan dari berbagai instansi yang melakukan CSR, penelitian, penye-lenggaraan event seperti pameran lukisan oleh salah satu pelukis senior, seminar bagaimana menerapkan cara berpakaian betawi terhadap anak muda oleh Maudy Kusnadi, mantan None Jakarta. Kemudian perayaan Agustusan oleh pemda DKI Jaksel yang akan dilaksanakan di Setu Babakan. Didukung lagi oleh banyaknya lembaga pendidikan yang melakukan penelitian seperti Universitas Pancasila, STP Sahid Jakarta, STP Trisakti, UI, Unindra, STP Bogor baik oleh dosen, lembaga penelitian atau mahasiswa. Penuhnya agenda kegiatan yang akan di-selenggarakan di Setu babakan dari setelah lebaran hingga bulan desember 2016 menunjukkan bahwa Setu babakan walaupun masih kurang di sana-sini tetap menjadi tujuan bagi banyak pihak. Hal ini merupakan hasil dari masyarakat yang semakin 40
sadar tentang sadar wisata. Mempersiapkan diri dalam menerima kunjungan wisatawan melalui hygiene san-itasi dan pengelolaan sampah yang baik. Pengertian hygiene lingkungan meliputi kebersihan area, lingkungan, bangunan, ruangan/kamar, dapur serta peralatannya adalah sangat menunjang untuk menghasilkan suatu lingkungan yang aman bersih dan sehat, serta menghasilkan makanan yang baik dan bersih dan juga aman dimakan. Hal ini membantu para pedagang dalam memperbaiki kioskiosnya untuk berbenah diri dalam menyambut kedatangan para pengunjung. SIMPULAN Kampung Budaya Setu Babakan mempunyai potensi daya tarik wisata budaya, religi, kuliner dan alam. Pengunjung sebagian besar pelajar, sehingga eduwisata merupakan prioritas utama dalam arah pengembangan secara berkelanjutan. Diperlukan usaha yang rutin dan terus menerus dari semua pihak yang berkepentingan untuk pemberdayaan masyarakat. Masyarakat lokal membutuhkan pelatihan dan penambahan wawasan untuk merubah karakter ke arah pembangunan pariwisata yang ramah lingkungan dan ramah
Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia Vol. 1 No. 1 Juni 2016
terhadap wisatawan. Program peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi, kegiatan sadar wisata, sanitasi dan hygiene serta pengelolaan sampah harus terus di evaluasi dari waktu ke waktu agar memberikan hasil yang maksimal Rekomendasi dari penelitian ini adalah Setu Babakan, dapat dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata dengan melibatkan berbagai keterampilan (atraksi) baik seni maupun budaya masyarakat setempat. DAFTAR PUSTAKA Buku Fandeli, Chafid.(1991). Dasardasar Manajemen Kepariwisataan Alam. Liberty. Yogyakarta Ife, J.W. (1995). Community Development : Creating Community AlternativesVision, Analysis and Practive. Melbourne : Longman Inskeep, Edward. (1991). Tourism Planning : An Integrated and Sustainable Development Approach. ISBN : 978-0-471-293927, 528 pages, March 1991 Kartasasmita, Ginanjar.(1996). Pembangunan Untuk Rakyat : Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. PT.
Pustaka Cidesindo, Jakarta Merriam S.(1985). Organisasi dan Manajemen, Penerbit Karunia dan UT, Jakarta Nazir,
Mohammad. (1999). Metode Penelitian, Jakarta, Ghalia Indonesia
Sammaeng, Andi Mappi. (2001). Cakrawala Pariwisata. Jakarta : Balai Pustaka Spillane, James.J.(1987). Pariwisata Indonesia “Sejarah dan Prospeknya.” Yogyakarta: Kanisius Suwantoro, Gamal. (1997). Dasar-dasar Pariwisata. Yogyakarta : Andy Ofset Yoeti, Oka A. (1997). Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. PT. Pradnya Paramita. Jakarta Sumber Online nyok.wordpress.com Peraturan Undang-Undangan Undang-undang RI No.5 Tahun 1994. Tentang Pengesahan United Nations convention On Biologival Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati)
Maryetti, dkk: Pengembangan Berkelanjutan Kampung Budaya Setu Babakan Sebagai Daya Tarik Wisata halaman:27 - 44
41
Undang-undang RI No.9 Tahun 1990. Tentang Kepariwisataan. Jakarta Artikel Media Massa Swasono, S.E dan Arif S. (1999).”Pembangunan Tanpa Utang Luar Negeri dan Ekonomi Indonesia.” Republika Laporan Teknis Alam. (2009). Kajian Sumber Daya Setu Babakan Untuk Pengelolaan dan Pengembangan Ekowisata DKI Jakarta Alfarobi, Daniel A. (2002). Kajian Kesesuaian Kawasan Situ
42
Babakan dan Situ Manggabolong Sebagai Perkampungan Budaya Betawi Rizkinaswara (2015). Strategi Pengembangan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya di Propinsi DKI Jakarta Susilowati, Diana. Upaya Pelestarian Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan Sebagai Kawasan Wisata Budaya
Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia Vol. 1 No. 1 Juni 2016
Maryetti, dkk: Pengembangan Berkelanjutan Kampung Budaya Setu Babakan Sebagai Daya Tarik Wisata halaman:27 - 44
43