Revitalisasi Situs Tugurejo Sebagai Sarana Edukasi Dan Pengembangan Potensi Wisata Budaya Di Kecamatan Tugu Adi Susanto (09140019) Mahasiswa Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang ABSTRAK Revitalisasi situs Tugurejo dirasa sangat penting guna untuk menjaga dan melestarikan salah satu peninggalan sejarah yang ada di kota Semarang. Hal ini harus dilakukan agar kondisi situs yang saat ini terabaikan dan cenderung tidak terawat dapat divitalkan kembali. Selain itu tindakan revitalisasi diharapkan mampu memanfaatkan situs Tugurejo sebagai salah satu tujuan wisata di kota Semarang. Rumusan masalah dalam skripsi ini adalah Bagaimanakah keadaan geografis desa Tugurejo, Bagaimana kondisi dari situs Tugurejo yang ada di kota Semarang, Bagaimanakah pengembangan revitalisasi kawasan situs Tugurejo terutama dikaitkan dengan aspek kepariwisataan dan fungsi sosial ekonomi budaya serta untuk lebih memacu daya tarik wisata dan juga menumbuhkembangkan wisata budaya sejarah, upaya-upaya apa yang bisa dilakukan dalam proses revitalisasi benda cagar budaya termasuk situs Tugurejo, kendala-kendala apa yang dialami dalam proses revitalisasi situs Tugurejo? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi geografis daerah dimana situs Tugurejo ini berada, Untuk mengetahui bagaimana kondisi dari situs Tugurejo yang ada di kota Semarang, untuk membangun revitalisasi kawasan situs Tugurejo ditinjau dari sisi kepariwisataan untuk memacu daya tarik wisata dan menumbuhkembangkan wisata budaya sejarah, untuk mengetahui upaya-upaya yang bisa dilakukan dalam proses revitalisasi benda cagar budaya termasuk situs Tugurejo, untuk mengetahui kendala yang dialami dalam proses revitalisasi situs Tugurejo. Penelitian ini dilakukan di kawasan situs Tugurejo yang ada di desa Tugurejo. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data dilakukan selama proses observasi, adapun yang dianalisis adalah kondisi dari situs Tugurejo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keadaan dari situs sangat tidak terawat. Sehingga perlu usaha yang konkrit agar keberadaan dan kondisi dari situs Tugu ini bisa lebih terawat. Untuk itu proses revitalisasi dirasa sangat penting untuk dilakukan. Dimana revitalisasi dapat digunakan untuk menggali keunikan-keunikan dan daya tarik yang dimiliki oleh situs Tugu agar dapat diketahui oleh masyarakat luas. Proses revitalisasi diupayakan agar dapat membantu upaya pelestarian dari situs Tugurejo. Selain itu dengan proses revitalisasi diharapkan situs Tugurejo ini dapat lebih terawat dan bisa dimanfaatkan sebagai tempat wisata. Dengan demikian juga dapat mengangkat perekonomian masyarakat sekitar situs Tugurejo. Saran yang bisa diberikan agar proses revitalisasi dapat berjalan dengan lancar adalah dengan kerjasama dari semua pihak, baik dari masyarakat maupun pemerintah setempat. Tanpa adanya kerjasama dari semua pihak proses revitalisasi tidak akan bisa berjalan. Kata Kunci : Situs Tugurejo, Revitalisasi, Wisata.
PENDAHULUAN Benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang sangat penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jati diri bangsa dan kepentingan nasional. Benda cagar budaya mempunyai arti penting bagi kebudayaan bangsa khususnya untuk memupuk rasa kebanggaan nasional. Oleh karena itu pemerintah berkewajiban melindungi benda cagar budaya sebagai warisan budaya bangsa. Perlindungan terhadap benda cagar budaya dan situs bertujuan untuk melestarikan dan memanfaatkannya untuk memajukan kebudayaan nasional. Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
82
Peninggalan sejarah dan benda-benda cagar budaya sebagai warisan budaya nenek moyang bangsa Indonesia mempunyai nilai-nilai uang cukup tinggi, baik di tinjau dari latar belakang sejarah maupun dari sudut kajian arsitektur dan ragam seninya. Oleh karenanya peninggalan sejarah dan benda-benda cagar budaya tersebut perlu dilestarikan, dirawat dan dikembangkan lebih lanjut agar tetap lestari sehingga masih dapat dilihat dan dinikmati oleh generasi selanjutnya. Pemerintah sudah berusaha untuk melindungi benda cagar budaya dari kepunahan, sebab benda cagar budaya dapat dijadikan sebagai warisan budaya bangsa. Upaya ini dengan mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. Berdasarkan Bab I pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010, yang dimaksud dengan Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/ atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia. Sedangkan yang dimaksud dengan Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/ atau di air yang mengandung benda cagar budaya, dan/ atau Struktur Benda Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. Dalam Bab III pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010. Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria: a. Berusia 50 ( lima puluh ) tahun atau lebih; b. Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 ( lima puluh ) tahun; c. Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan d. Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. Mengingat pentingnya benda cagar budaya sebagai warisan budaya yang tak ternilai, maka harus ada upaya untuk menjaga kelestarian benda cagar budaya, dengan menggunakan langkahlangkah pengaturan bagi penguasaan, pemilikan, penemuan, pencarian, perlindungan, pemeliharaan, pengelolaan, pemanfaatan dan pengawasan benda cagar budaya. Pemeliharaan, pelestarian dan kepemilikan dapat dilakukan oleh setiap orang dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya dan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan perundangundangan. Benda cagar budaya yang dapat dikuasai atau dimiliki perorangan adalah benda yang dimiliki atau dikuasai secara turun temurun atau merupakan warisan. Namun demikian banyak pula benda cagar budaya yang sudah dikuasai oleh pemerintah atau negara, akan tetapi tidak semua benda peninggalan sejarah mempunyai makna sebagai benda cagar budaya. Apabila benda peninggalan bersejarah merupakan benda cagar budaya maka demi kelestarian budaya bangsa, benda cagar budaya harus dilindungi dan dilestarikan. Untuk itu benda cagar budaya harus dikuasai oleh negara. Pada umumnya masyarakat awam masih menganggap bahwa peninggalan sejarah dan bendabenda cagar budaya tidak memiliki arti dan manfaat bagi kehidupan langsung masyarakat. Masyarakat Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
83
di sekitar lokasi tempat benda cagar budaya sadar atau tidak sadar, sebenarnya telah menikmati hasil dari keberadaan benda cagar budaya tersebut. Namun pada kenyataannya masyarakat seringkali tidak terlibat dalam upaya pelestarian benda cagar budaya tersebut. Kota Semarang yang memiliki banyak benda cagar budaya dan situs berupaya untuk melakukan pemeliharaan dan pelestarian. Namun upaya Pemerintah Kota untuk melindungi, memelihara dan melestarikan benda cagar budaya belum sepenuhnya dapat dilakukan karena begitu banyak benda peninggalan sejarah di Kota Semarang. Masyarakat Kota Semarang sendiri masih banyak yang belum mempunyai pemahaman yang baik tentang pentingnya pelestarian sejarah dan benda-benda cagar budaya baik bagi kehidupan sosial dan ekonominya. Apabila dilihat dari sudut pandang bidang ekonomi benda-benda cagar budaya memiliki nilai ekonomi tinggi dan merupakan produk atau komoditi pariwisata yang strategis. Pemberdayaan masyarakat untuk melestarikan lingkungan benda cagar budaya sangat menunjang program pemerintah kota khususnya dalam menindaklanjuti program untuk mengunjungi kota Semarang atau “Ayo Wisata ke Semarang” Salah satu benda peninggalan sejarah yang ada disemarang adalah Monument Tugurejo. Monument atau situs ini oleh warga sekitar sering disebut dengan Candi Tugu. Situs watu tugu ini merupakan salah satu situs yang menjadi tapal batas kerajaan Majapahit di Jawa Timur dan Pajajaran di Jawa Barat. Situs Tugurejo terletak di desa Tugurejo/ di Mangkang Km 11, tepatnya sekitar 200 meter dari rumah sakit Tugurejo. Tidak ada papan petunjuk arah untuk memandu mencapai lokasi ini. Akses menuju lokasi situs Tugurejo ini pun hanya sekedar jalan kampung. Situs ini berada diatas bukit, dengan sebuah candi yang menghadap ke barat. Untuk menuju ke atas harus melalui kurang lebih 65 anak tangga. Terdapat 5 situs yang ada di kawasan candi Tugurejo ini: Tugu Tapal Batas, Candi utama, Sepasang candi pintu gerbang dan gua semedi. Untuk kondisi saat ini cukup memprihatinkan, kondisi yang tidak terurus, banyak coret-coretan yang menghiasi sepanjang tangga menuju lokasi sampai candi dan Tugu tapal batas juga tidak luput dari tangan-tangan jail orang yang tidak bertanggung jawab. Kesadaran masyarakat sekitar sebenarnya sudah mulai muncul guna mengembalikan Situs Watu Tugu sebagai aset negara yang bisa menjadi kebanggaan nasional serta bisa memperkokoh kesadaran jati diri bangsa. Upaya yang dilakukan masyarakat adalah dengan menggelar resik-resik dan menggelar berbagai pagelaran budaya pada tanggal 11 april 2010. Namun sayang hal ini tidak terulang di tahun-tahun berikutnya, sehingga kondisi dari situs Tugurejo kembali terbengkalai. Pemerintah dalam hal ini sebenarnya mempunyai peran penting dalam pelestarian situs Tugurejo. Perhatian dari pemerintah dirasa kurang dalam pelestarian Situs yang merupakan tapal batas dari kerajaan Majapahit dan kerajaan padjajaran ini. Perawatan yang tidak maksimal membuat kondisi dari Situs ini semakin memprihatinkan.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
84
TINJAUAN PUSTAKA Benda Cagar Budaya Indonesia diyakini sebagai salah satu Negara yang merupakan mozaik pusaka budaya terbesar di dunia, warisan budaya tersebut terlihat maupun tidak terlihat, yang terbentuk oleh alam ataupun oleh akal budi manusia, serta interaksi antar keduanya dari waktu waktu kewaktu. ( IAI,1992 ) Keanekaragaman warisan budaya tersebut memiliki keunikan tersendiri, baik yang tumbuh dilingkungan budaya tertentu, maupun hasil percampuran antar budaya baik diwaktu lampau, saat ini maupun nanti, yang menjadi sumber inspirasi, kreativitas dan daya hidup. Warisan budaya atau lazimnya disebut sebagai artefak saja tetapi juga berupa bangunan-bangunan, situs-situs, serta sosial budaya, dari bahasa hingga beragam seni dan oleh akal budi manusia. Aset tersebut dapat berskala kecil hingga dimensi yang sangat luas misalnya pustaka kota sejarah. Peninggalan sejarah yang merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia tersebut salah satunya adalah bangunan-bangunan yang memiliki nilai penting (sejarah, budaya maupun ilmu penetahuan), baik yang berdiri sendiri,maupun yang berada dalam satu kawasan seperti kawasan kota lama yang terdapat dibeberapa kota di Indonesia, seperti di Jakarta, Semarang, Medan dan kota-kota lainnya, dimana banyak terdapat bangunan-bangunan tua peninggalan colonial yang memilki nilai sejarah dan budaya yang merupakan pusaka budaya yang lahir dari hasil karya manusia. Keberadaan bangunan-bangunan peninggalan kolonial tersebut mempunyai arti penting bagi ilmu pengetahuan, budaya, dan peradaban manusia saat ini, bukan karena romantisme masa lalu atau upaya untuk mengawetkan komponen bersejarah saja, tetapi lebih karena sebagai upaya untuk menjadi alat dalam mengolah transformasi dan vitalisasi pusaka sehingga diharapkan dapat memberikan kualitas kehidupan masyarakat yang lebih baik berdasarkan kekuatan aset lama. “Terbentuknya suatu kota dalam banyak sisi dapat dilihat sebagai suatu produk dari perkembangan kebudayaan. Didalamnya terdapat perwujudan ideologi, sosial serta perkembangan teknologi yang membantu mengkonstruksikan suatu daerah menjadi kota yang kita kenal kini. Artinya terbentuknya kota sedikit banyak berdasarkan atas pengetahuan, norma, kepercayaan, dan nilai-nilai budaya dari masyarakatnya dimasa lalu”. Pariwisata Bersejarah Kota Semarang atau sering disebut dengan “Little Netherland” memiliki begitu banyak benda cagar budaya dengan berbagai bentuk dan ragam seninya, sehingga mempunyai potensi sebagai obyek wisata. Agar dapat dimanfaatkan secara maksimal dam memberikan hasil secara berlanjut, kegiatan pengembangan bidang pariwisata di Kota Semarang merupakan salah satu upaya yang direkomendasikan, agar dapat memacu bidang kegiatan lain, khususnya di bidang ekonomi agar terjadi perkembangan pariwisata dan redistribusi hasilnya bagi masyarakat. Redistribusi tersebut diharapkan dapat meningkatkan dan dinikmati oleh masyarakat Kota Semarang. Masyarakat lokal terutama penduduk yang bermukim disekitar kawasan wisata menjadi pemain kunci dalam pariwisata, karena merekalah yang akan menyediakan berbagai produk dan kualitas
Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
85
produk pariwisata. Dalam upaya pengembangan pariwisata pemerintah harus lebih memberdayakan masyarakat lokal, di samping perencanaan yang matang dan bersinergi dengan berbagai kepentingan. Kota Semarang yang merupakan salah satu kota tua di Indonesia sudah mengalami berbagai tahapan pembangunan, Semarang telah memiliki sejumlah kawasan bersejarah, akan tetapi kawasan bersejarah di Semarang saat ini telah mengalami penurunan tingkat kualitas lingkungan. Sebagai kawasan bersejarah, maka desain kawasan bersejarah tersebut perlu untuk dipelihara dan kemudian dikembangkan sesuai dengan desain awal. Pariwisata sangatlah beragam dan pariwisata berbasis sejarah merupakan komponen dibidang pengembangan kepariwisataan yang saat ini makin gencar dilakukan karena pertimbangan bahwa setiap daerah memiliki sejarah yang berbeda dan unik yang tidak dimiliki daerah lain ( Mackellar, 2006). Oleh karena itu,orientasi pengembangan pariwisata berbasis sejarah sangat menarik untuk dikembangkan, di satu sisi memberikan dampak positif bagi penerimaan daerah dan di sisi lain memberikan manfaat bagi penumbuhkembangan industry kreatif yang berpengaruh basi peningkatan income per kapita daerah (Saleh,2004). Adanya sinergi tersebut maka membangun pariwisata berbasis sejarah tanpa merusak asset sejarah yang ada menjadi persoalan riil yang saat ini menjadi semakin kompleks (Manaf, 2008). Keterlibatan pemerintah, baik secara langsung ,baik pemerintah daerah atau pusat, terhadap pelestarian semua aset sejarah pada dasarnya tidak bisa terlepas dari ketersediaan pendanaan. Yang justru menjadi persoalan bahwa tidak ada yang representative untuk mendukung pelestarian aset sejarah dan hal ini ternyata tidak hanya menjadi problem bagi Indonesia, tetapi juga dialami oleh banyak Negara ( Taylor, 2004). Terkait hal ini, beralasan jika Shipley dan Kovacs (2008) menegaskan tentang peran campur tangan pemerintah untuk membangun potensi pariwisata berbasis sejarah. Riset tentang pariwisata berbasis sejarah banyak dilakukan dengan berbagai model pendekatan misal dari aspek arsitektur, arkeologi, historis, keterlibatan atau partisipasi public, cost budgeting, konservasi, sosio-ekonomi-budaya, dan juga eksibisiyang dipromosikan.
METODE PENELITIAN Pendekatan dan Jenis Penelitian
Sesuai permasalahan dan tujuan dari penelitian ini, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Pada kegiatan penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah observasi dan teknik wawancara mendalam. Kegiatan observasi dilakukan untuk mengamati dan mencatat secara sistematik terhadap gejala yang nampak pada objek penelitian dalam hal ini adalah situs Tugurejo sedangkan wawancara mendalam digunakan untuk menggali peran serta masyarakat dalam pelestarian situs Tugurejo, sehingga diperoleh data yang aktual, terpercaya dan komprehensif. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di desa Tugurejo dan sekitarnya, karena ditempat ini terdapat Situs Tugu rejo yang mempunyai nilai sejarah yang cukup tinggi. Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
86
Subjek Penelitian
Informan adalah sumber data yang berupa orang. Orang yang dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan keterangan yang diperlukan untuk melengkapi atau memperjelas jawaban dari responden. Dalam penelitian ini informan yang dimaksud kadang juga bertindak sebagai responden. Untuk keabsahan informasi maka tidak cukup bila informasi didapat dari satu informan saja, untuk itu perlu diambil informasi dari beberapa informan yang memahami tentang subjek yang dimaksud. Disini objek dalam melakukan wawancara yaitu dari sesepuh desa, perangkat desa dan masyarakat sekitar guna mendapatkan informasi tentang keadaan dari situs Tugurejo serta upaya yang telah dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam upaya pelestariannya. Pengumpulan Data
a. Sumber Data Sumber data utama dalam penelitian ini adalah hasil observasi terhadap situs Tugurejo yang ada di desa Tugurejo kota Semarang, serta dari 4 orang informan yang berada di lingkungan sekitar Situs Tugurejo. Informan dipilih berdasarkan pengetahuan yang dimiliki tentang selukbeluk situs Tugurejo, sehingga akan didapat informasi yang akurat dan terpercaya. Sumber data yang telah digunakan berupa hasil wawancara dan artikel-artikel mengenai situs Tugurejo. b. Instrumen Penelitian Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara. Pedoman ini dibuat berdasarkan variabel penelitian yang diuraikan sesuai dengan sasaran dan tujuan dari penelitian ini. Adapun variabel dari penelitian ini adalah identifikasi benda cagar budaya( situs Tugurejo) terutama untuk mengetahui kondisi riil dari Situs Tugurejo dan upaya pelestarian dari situs ini dengan tujuan untuk mengetahui upaya apa saja yang telah dilakukan oleh pemerintah, pemilik atau pihak lain dalam upaya pelestariannya dan untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ada dalam upaya tersebut. c. Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Wawancara mendalam (in-dept interview) Wawancara adalah “percakapan dengan maksud tertentu, percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberi jawaban atas pertanyaan”. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tak terstruktur atau wawancara bebas terpimpin, yaitu wawancara dengan membuat pedoman pertanyaan yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang menghendaki jawaban yang luas. Wawancara ini dapat dikembangkan apabila dianggap perlu agar mendapat informasi yang lebih lengkap, atau dapat pula dihentikan apabila dirasakan telah cukup informasi yang didapatkan atau diharapkan.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
87
2. Observasi Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan (Soemitro, 1986 : 62). Rahman (1999 : 77) mengatakan bahwa observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Observasi lapangan yang dilakukan di desa Tugurejo/ kawasan situs tugurejo ini untuk mengetahui secara langsung bagaimana kondisi fisik dari situs Tugurejo, lingkungan sekitarnya dan aktivitas pengguna/ pengunjung situs Tugurejo. 3. Dokumentasi Metode dokumentasi adalah cara memperoleh data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, paper, lager, agenda dan sebagainya Validitas Data Pemeriksaan keabsahan data atau menguji kebenaran data hasil penelitian baik tingkat validitas data digunakan teknik triangulasi, yaitu dengan cara membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh baik dari hasil observasi tentang identifikasi situs Tugurejo maupun hasil wawancara yang menggali upaya-upaya pelestarian terhadap situs Tugurejo. Dalam hal ini data yang sudah didapatkan dari sumber luar, baik dari artikel maupun dari internet mengenai situs Tugurejo diuji kebenarannya dari hasil observasi langsung dan dari hasil wawancara dengan warga sekitar.
HASIL PENELITIAN Pengembangan revitalisasi kawasan situs Tugurejo
Sebagai salah satu kawasan historis yang ada di kota Semarang, kawasan situs Tugurejo memiliki potensi untuk dikembangkan. Sebagaimana benda cagar budaya lainnya yang ada di kota Semarang, situs Tugurejo perlu untuk dilindungi dan dikembangkan sebagai salah satu tempat tujuan wisata agar nilai yang terkandung dalam situs ini tetap terjaga dan tidak akan pernah pudar. Berbeda dengan benda cagar budaya lainnya yang ada di kota Semarang, keberadaan dari situs Tugurejo ini tak banyak yang mengetahuinya. Bahkan berdasarkan survey yang dilakukan oleh penulis, tak banyak masyarakat kota semarang yang mengetahui tentang nilai sejarah yang terkandung dalam situs Tugurejo tersebut. Penelitian terhadap benda cagar budaya khususnya situs Tugurejo ini juga telah diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, yang isinya: 1) Penelitian dilakukan pada setiap rencana pengembangan Cagar Budaya untuk menghimpun infomasi serta mengungkap, memperdalam, dan menjelaskan nilai-nilai budaya. 2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Cagar Budaya melalui: a. Penelitian dasar untuk pengembangan ilmu pengetahuan; dan
Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
88
b. Penelitian terapan untuk pengembangan teknologi atau tujuan praktis yang yang bersifat aplikatif. 3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sebagai bagian dari analisis mengenai dampak lingkungan atau berdiri sendiri. 4) Proses dan hasil penelitian Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk kepentingan meningkatkan informasi dan promosi Cagar Budaya. 5) Pemerintah dan Pemerintah Daerah, atau penyelenggara penelitian menginformasikan dan mempublikasikan hasil penelitian kepada masyarakat. Berdasarkan pada Undang-undang tersebut maka pengembangan revitalisasi situs Tugurejo dapat membantu menginformasikan dan mempromosikan kepada masyarakat sekitar tentang keberadaan situs Tugurejo. Namun dalam upaya revitalisasi situs Tugurejo ini perlu adanya tindakan yang nyata oleh pemerintah, agar proses pengembangan revitalisasi ini dapat terlaksana secara maksimal. Berdasarkan informasi dari perangkat desa Tugurejo, untuk saat ini kepemilikan dari situs Tugurejo masih berada pada PT. Tanah Mas. Berdasarkan wacana dari pemerintah kota setempat, proses pengalihan penguasaan dari situs Tugurejo ini tinggal menunggu MOU. Inilah langkah awal yang harus dilakukan oleh pemerintah agar pengembangan revitalisasi dapat terlaksana, yaitu dengan pengalihan kepemilikan dari PT. Tanah mas kepada pemerintah. Karena sudah diatur juga dalam bab IV pasal 13 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya tentang kepemilikan kawasan Cagar Budaya yang berbunyi: “Kawasan Cagar Budaya hanya dapat dimiliki dan/atau dikuasai oleh Negara, kecuali yang secara turun-temurun dimiliki oleh masyarakat hukum adat”. Selain segera mengalihkan kepemilikan dari situs Tugurejo kepada pemerintah, ada beberapa hal yang penting untuk mendukung agenda revitalisasi kawasan situs Tugurejo yaitu: a. Pemeliharaan Pemeliharaan terkait dengan pendanaan. Berdasarkan temuan-temuan sejumlah benda cagar budaya yang ada di Semarang sebagian ada yang tidak terurus. Ini menjadi suatu hal yang sangat ironis. Hal ini juga terjadi pada situs Tugurejo. Minimnya biaya pemeliharaan dan di sisi lain kepemilikan yang masih di pegang oleh PT merupakan tidak maksimalnya pemeliharaan yang diberikan. b. Perlindungan Perlindungan terkait dengan regulasi dari pemerintah, baik itu tingkat II, tingkat I ataupun pusat telah mengeluarkan berbagai regulasi dan kebijakan yang intinya adalah menjaga semua benda cagar budaya ( termasuk situs Tugurejo) yang memiliki nilai sejarah dan budaya. Yang justru menjadi persoalan adalah ketika semua regulasi dan kebijakan yang ada tidak didukung dengan implementasi riil di lapangan sehingga regulasi tersebut tidak berpengaruh positif terhadap
Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
89
eksistensi situs Tugurejo. Persoalan ini memang terkesan klasik dan fakta terkait minimnya dana pemeliharaan menjadi bukti konkret tentang masih lemahnya implementasi regulasi tersebut. c. Pemanfaatan Situs Tugurejo dapat dimanfaatkan sebagai sarana wisata bersejarah, selain itu kawasan situs yang terletak diatas bukit juga bisa dimanfaatkan sebagai sarana wisata alam. Semua itu dimanfaatkan agar eksistensi dari situs Tugurejo dapat terjaga. Pemanfaatan kembali situs Tugurejo sebagai tujuan wisata dirasa sangat penting dalam rangka melestarikan dan menjaga agar situs Tugurejo tetap terjaga. Selain itu pengembangan revitalisasi dari situs Tugurejo ini bisa juga dimanfaatkan untuk menumbuhkan kesadaran dari masyarat umum agar selalu menjaga dan merawat benda peninggalan sejarah bangsa. Upaya-upaya yang dilakukan dalam proses revitalisasi situs Tugurejo Berdasarkan kondisi dari situs Tugurejo, memang harus ada upaya yang konkret agar situs Tugurejo dapat dimanfaatkan sebagai wisata budaya. Upaya menyelamatkan situs Tugurejo membutuhkan kepedulian dan komitmen yang kuat dari semua pihak. Untuk itu perlu adanya upayaupaya dalam proses revitalisasi situs Tugurejo, sehingga warisan budaya ini tetap dapat dilihat dan dinikmati. Karena Situs Tugurejo merupakan salah satu Benda Cagar Budaya, maka upaya-upaya yang dapat dilakukan meliputi: 1. Tindakan Preventif Tindakan preventif yaitu melakukan kegiatan-kegiatan untuk mencegah rusaknya atau hilangnya benda-benda purbakala peninggalan sejarah. Usaha ini hendaknya dilakukan dengan kerjasama antara lembaga terkait baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Selain itu tindakan preventif dapat dilakukan lewat berbagai bidang yaitu: a. Bidang Pendidikan Turut serta melakukan usaha yang dapat meningkatkan kesadaran masyarakat agar anggota masyarakat terutama yang bertempat tinggal berdekatan dengan situs budaya secara bersama-sama melestarikan situs Tugurejo tersebut. Menumbuhkan kecintaan pada bendabenda cagar budaya ( situs Tugurejo ) guna menjaga kelestarian lingkungan sebagai sebuah kekayaan budaya yang membanggakan. Turut serta melakukan usaha-usaha agar anggota masyarakat dengan kesadarannya dan senang hati menjaga, melindungi dan memelihara situs Tugurejo tersebut. Turut serta melakukan usaha-usaha yang bersifat mendidik, agar anggota masyarakat tidak segan-segan melaporkan kepada pihak berwajib apabila menjumpai pengrusakan, pemindahan dan pencurian terhadap situs Tugurejo. b. Bidang Penerangan Turut serta memberikan penerangan kepada masyarakat akan pentingnya benda-benda atau lingkungan cagar budaya ( dalam hal ini situs Tugurejo ) sebagai peninggalan sejarah di
Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
90
tanah air Indonesia untuk keperluan sejarah, kebudayaan, kesenian bangsa Indonesia melalui berbagai media, ceramah-ceramah atau tulisan. c. Bidang Pengamanan dan Pengawasan Melakukan kegiatan bersama aparat, lembaga-lembaga dan atau instansi terkait untuk mengurangi atau mencegah timbulnya gangguan terhadap benda-benda cagar budaya termasuk situs Tugurejo. Berdasarkan bab X Undang-undang Republik Indonesia Tahun 2010 tentang Cagar Budaya menyebutkan bahwa: (1) pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap pengawasan Pelestarian Cagar Budaya sesuai dengan kewenangannya; (2) masyarakat ikut berperan serta dalam pengawasan Pelestarian Cagar Budaya; dan (3) ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan diatur dalam Peraturan Pemerintah. 2. Tindakan Represif Semua instansi pemerintah dan pejabat yang diberi kewenangan harus bekerja sama dan berkoordinasi dengan baik untuk melakukan segala usaha untuk memberantas dan menindak segala gejala-gejala serta kegiatan lainnya, yang merupakan bentuk gangguan terhadap situs Tugurejo dengan jalan: a. Menghentikan organisasi atau individu-individu yang melakukan gangguan terhadap situs Tugurejo atau lingkungan sekitar situs Tugurejo. b. Menanggulangi agar gangguan terhadap situs Tugurejo atau lingkungan sekitar situs Tugurejo tidak terulang kembali. c. Melakukan penyelidikan yang teliti terhadap pelaku-pelaku yang mengganggu dan melakukan tindak pidana terhadap situs Tugurejo atau lingkungan sekitar situs Tugurejo. d. Melaksanakan tindakan bagi pelaku-pelaku yang melakukan gangguan terhadap benda-benda atau lingkungan cagar budaya sesuai dengan ketentuan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. 3. Tindakan kuratif Tindakan kuratif dilakukan dalam bentuk penyelamatan, pengamanan, perawatan dan pemugaran situs Tugurejo dari kerusakan dan kemusnahan. Gangguan terhadap situs Tugurejo yang mengakibatkan rusaknya dan lenyapnya benda cagar budaya ada dua sebab yaitu karena faktor alam dan perbuatan manusia. Untuk menghentikan atau mengurangi terjadinya kerusakan atau kemusnahan dapat dilakukan dengan tindakan kuratif yang berupa perlindungan, pemeliharaan dan pemugaran benda cagar budaya dalam hal ini situs Tugurejo, yang sudah diatur dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
91
Hambatan-hambatan Dalam Proses Revitalisasi Situs Tugurejo
Dalam pelaksanaan proses revitalisasi situs Tugurejo harus benar-benar mendapatkan perhatian dari pemerintahan setempat. Upaya mengekspos dan melakukan sosialisasi tentang situs Tugurejo dirasa sangat kurang dalam upaya mengaktifkan kembali situs Tugurejo ini sebagai tujuan wisata. Permasalahan kompleks yang ada di kawasan situs Tugurejo perlu mendapatkan tindakan yang riil dari pemerintah. Berikut hambatan-hambatan yang dirasa dapat menghambat proses revitalisasi situs Tugurejo. 1. Kepemilikan Masalah kepemilikan dari situs Tugurejo yang masih di kuasai oleh PT. Tanah mas merupakan salah satu faktor penghambat dalam proses revitalisasi situs Tugurejo. Untuk itu pemerintah dalam hal ini diharapkan dapat segera mengurus hak kepemilikan dari PT. Tanah mas ke pihak pemerintah, Agar proses revitalisasi bisa dimaksimalkan. 2. Akses Jalan Untuk menjadikan kawasan situs Tugurejo sebagai tempat wisata, diperlukan akses jalan yang memadai untuk mencapai lokasi tersebut. Perbaikan akses jalan menuju lokasi situs dirasa penting agar pengunjung bisa dengan mudah menuju lokasi situs Tugurejo. 3. Polusi Udara Keberadaan situs Tugurejo yang terletak diatas bukit mungkin bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung. Namun keberadaan pabrik yang terletak persis di sebelah Barat dari situs Tugurejo ini, menjadikan pencemaran udara disekitar lokasi situs. Selain pencemaran udara, keberadaan pabrik penggilingan batu juga menimbulkan suara bising dari alat-alat berat yang beroprasi. Keberadaan pabrik disekitar situs Tugurejo ini diharapkan mendapat perhatian dari pemerintah. Pemerintah diharapkan bisa menjadi fasilitator agar pabrik-pabrik ini bisa pindah demi kelangsungan situs Tugurejo dan agar program revitalisasi situs Tugurejo sebagai wisata budayasejarah dapat maksimal.
KESIMPULAN Kawasan situs Tugurejo merupakan tempat bersejarah yang mulai terabaikan. Tugu bersejarah yang merupakan tapal batas antara kerajaan Majapahit dan Pajajaran ini kondisinya kurang terawat. Keberadaan lokasi situs yang mudah dijangkau seharusnya bisa mempermudah para pengunjung untuk mengunjungi lokasi ini. Namun ketidaksadaran masyarakat tentang pentingnya peninggalan sejarah membuat situs Tugurejo ini terabaikan. Keberadaan Undang-undang yang mengatur tentang Cagar budaya pun tidak membuat situs Tugurejo ini mendapat perhatian yang semestinya. Untuk itu proses revitalisasi situs tugurejo sangat penting dilakukan agar keberadaan dari situs bersejarah ini tetap terjaga. Proses revitalisasi situs Tugurejo merupakan suatu langkah yang dapat dilakukan untuk merawat, melestarikan dan memanfaatkan situs Tugurejo ini agar dapat dijadikan sebagai tempat Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
92
tujuan wisata. Selain itu pengembangan revitalisasi situs Tugurejo ini juga dapat membantu menginformasikan dan mempromosikan kepada masyarakat sekitar tentang keberadaan situs Tugurejo. Hal yang penting dalam mendukung proses revitalisasi ini adalah faktor pemeliharaan, perlindungan dan pemanfaatan. Upaya revitalisasi yang diusulkan terkait dengan keberadaan situs Tugurejo dan upaya pelestariannya harus melibatkan semua pihak untuk peningkatan dan pemeliharaan kawasan situs tugurejo. Dalam hal ini upaya yang bisa dilakukan diantaranya adalah melakukan tindakan preventif, tindakan represif dan tindakan kuratif. Yang keseluruhannya bertujuan untuk mencegah rusaknya situs, mempublikasikan tentang keberadaan situs dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya situs Tugurejo sebagai salah satu warisan sejarah, dan melakukan penyelamatan, perawatan, pemugaran situs Tugurejo. Faktor yang mungkin dapat menghambat dari proses revitalisasi ini adalah masalah kepemilikan situs Tugurejo yang masih dikuasai oleh PT. Tanah Mas dan juga keberadaan pabrikpabrik disekitar situs Tugurejo.
DAFTAR PUSTAKA
Ateljevic, J. (2009), Tourism Entrepreneurship and Regional Development: Examplefrom New Zealand, International Journal of Entrepreneurial Behaviour & Research. Sugangga,I.G.N.
2005.Bahan Perkuliahan Mata Kuliah Hukum Waris Adat, MKN-UNDIP,
Semarang. Ikatan
Arsitek
Indonesia,
1992,
Kode
Etik
Arsitek
dan
Kaidah
Tata
Laku
Keprofesian.Yogyakarta:Majelis Arsitek IAI Mackellar, J. (2006). Conventions, festivals, and tourism: Exploring the network that binds, Journal of Convention and Event Tourism Manaf, Z.A. (2008), Establishing the national digital cultural heritage repository. in Malaysia: Library Review Moleong, Lexy. 2002. “ Metodologi Penelitian Kualitatif “. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Mundardjito, Research Method For Historical Urban Heritage Area, Makalah dipresentasikan pada Three Days Partical Course On Planning And Design Method For Urban Heritage, USAKI-T.U. Darmstadt, Jakarta Saleh, I.N.S. (2004). Kajian Aspek Hukum Konservasi Cagar Budaya Terhadap Pelestarian dan Pengembangan Pariwisata Kota Gede. Tesis, Program Pascasarjana UGM, Jogja. Shipley, R. dan Kovacs, J.F. (2008). Good Governance Principles For the Cultural Heritage Sector: Lessons from international experience, Corporate Governance Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, 2010.Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tentang Cagar Budaya.Semarang: Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata. Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
93
Taylor, K. (2004).Cultural Heritage Management: A possible role for charters and principles in Asia, International Journal of Heritage Studies Uzama, A. ( 2009 ).Marketing Japan’s travel and Tourism industry to international tourists, International Journal of Centemporary Hospitality Management.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
94