2014/02/07 16:08 WIB - Kategori : Warta Penyuluhan, Artikel Penyuluhan
RESPONSI ATAS IRONI PENYULUH UJUNG TOMBOK DAN UJUNG TEMBOK DI LAPANGAN
Judul ringan diatas menjadi anekdot yang menggelitik naluri penulis. Bahwa tidak pernah mudah menjalankan tugas dengan beban pekerjaan serta amanat pendampingan pelaku utama di lapangan. Penyuluhan acapkali dipandang memiliki peran strategis dalam menentukan keberhasilan pembangunan perikanan dewasa ini, namun disisi lain urgensinya masih dipandang sebelah mata. Jauh hari, sebelum penyuluhan menemukan formulasinya secara metodologi pasca terbitnya UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, penyuluhan telah dilaksanakan sebagai bagian yang integral dengan konsep ketahanan pangan. Selanjutnya, lahirnya regulasi tersebut menjadi tugas berat bagi masing-masing subsektor untuk dapat melakukan reformulasi dengan cepat, membangun fondasi dan kooptasi segala kebutuhan organisatoris. Sewindu setelah diterbitkannya regulasi penyuluhan, penyuluhan perikanan masih bergelut dengan akselerasi peraturan yang likat. Beberapa regulasi telah dan sedang disiapkan sebagai payung hukum atas operasional kegiatan disamping arah dan kebijakan yang selalu ditujukan untuk mendukung visi dan misi Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Penyuluhan perikanan, rumpun ilmu hayat yang beririsan dengan kehidupan masyarakat riil, menunjukkan urgensi berkelanjutan yang tidak bisa dikelola tanpa penanganan khusus. Keseriusan disusun dengan landmark yang jelas melalui pentahapan pengembangan penyuluhan perikanan, baik jangka pendek ataupun jangka panjang. Apabila kita berpikir penyuluhan dapat dilakukan ala kadarnya, maka dapat dipastikan eksistensinya tidak akan memberikan manfaat yang nyata di tingkat lapang. Sebagai sumber daya manusia yang menjadi variabel penentu keberhasilan pembangunan perikanan, maka tugas up-grade kapabilitas dan profesionalitas penyuluh perikanan adalah bukan Pemerintah semata, namun penyuluh perikanan tersebut juga memiliki andil dalam membuka diri terhadap perkembangan pengetahuan dan teknologi. Pemerintah perlu menciptakan sistem yang secara teknis mewujudkan penyuluh menjadi seorang yang mumpuni dalam spesifik perikanan. Sementara penyuluh perikanan sendiri harus memadupadankan informasi dan teknologi dalam menjalankan tugas, sehingga tercipta feedback yang optimal dalam pendampingan pelaku utama. Pemerintah seyogyanya mendorong penyuluh perikanan bermartabat, mendedikasikan hidupnya terhadap profesi yang digeluti dan menciptakan kondisi senyaman mungkin melalui payung regulasi yang jelas dan melegakan. Reputasi penyuluh perikanan, adalah citra instansi dalam lanskap perikanan. Pemerintah mempunyai tugas menciptakan penyuluh perikanan paripurna sehingga dapat memberi manfaat yang dapat dirasakan oleh pelaku utama. Menciptakan sistem yang memungkinkan penyuluh perikanan berkarya dengan nafas lega, tanpa memikirkan lagi aspek finansial yang memberatkan. Penyuluh perikanan sebagai ujung tombak karena selalu dituntut menciptakan kultur baru yang menjadikan masyarakat berdaya, baik sikap, perilaku dan keterampilannya dalam sektor perikanan. Selama ini selalu menjadi bahan banyolan, bahwa penyuluh bukanlah ujung tombak keberhasilan pembangunan perikanan, melainkan
namun bukan tanpa apologi. Ujung tombok, karena dari aspek pembiayaan penyuluhan terestriksi dengan kecilnya anggaran yang ada, mengakibatkan kegiatan yang dilaksanakan terkadang membuat penyuluh perikanan harus merogoh kocek sendiri. Sementara ujung tembok, karena akan selalu dipepet pelaku utama apabila terdapat permasalahan ditingkat lapang. Dari aspek psikologi, kedua hal tersebut jelas membuat penyuluh perikanan berada dalam kondisonal yang tidak menyenangkan. Penyuluh perikanan harus mampu keluar dari ungkapan sebagai ujung tombok dan ujung tembok, merubah mindset dan merapatkan barisan untuk kompak menciptakan kondisi lebih baik sesuai kemampuannya. Mereduksi pemikiran yang bersifat materialistis, menjadikan penyuluh perikanan tidak akan pernah merasa terbebani apabila harus memberikan sumbangsih material dalam proses penyuluhan. Serta ikhlas dalam mendampingi pelaku utama dan tidak merasa terbebani, hal tersebut akan melebur ungkapan ujung tembok, merasa terpepet dan terpojok dengan kondisional yang ada. Penyuluh perikanan perlu memperkaya diri dengan sikap transformasional (tidak hitung-hitungan dalam bekerja), inovatif dan dituntut menciptakan perubahan positif. Kultur masyarakat indonesia yang heterogen, bukan hal yang mudah untuk dibina, namun konsekuensi logis jabatan fungsional yang diemban, menggiring keharusan penyuluh perikanan memeras tenaga lebih banyak untuk mengimplementasiskan pemikiran metodis terhadap pelaku utama. Sumbangsih terbesar seorang penyuluh perikanan adalah perhatian dan pendampingan yang lumintu terhadap kelompok ataupun pelaku utama diwilayah binaannya. Penyuluh tulen, memiliki cara unik untuk keluar dari beban psikologi kelompok binaannya terhadap kondisi emosionalnya sendiri. Berpikir suprakultur, mencegat kurang tanggapnya pelaku utama menghadapi kendala serta memiliki lompatan pemikiran yang fleksibel, dapat optimal diterapkan terhadap kelompok binaannya. Penyuluh perikanan sejati, mampu mengondisikan wilayah binaannya dengan baik, anti rusuah, tanpa pamrih, dan merasa bahagia luar biasa mendapati binaannya berhasil menjalankan usahanya, baik pembudidayaan, pengolahan dan pemasaran. Menurut konsepsi dari Lembaga Counseling Universitas Winnisota,
Williamson, yang bekerja selama 40 tahun di lembaga tersebut, bahwa counseling tidaklah berhubungan dengan intelektualisme (pengembangan kecerdasan) atau esentialisme (pengembangan nilai-nilai essensial) dalam pendidikan, tetapi berkaitan dengan pengembangann personalisme (pembinaan kepribadian untuk berkembang) atau berkaitan dengan masalah pengembangan individualitas yang bulat[1]. Penyuluhan perikanan yang merupakan manifestasi guidance counseling , menjadi katalisator dalam pengembangan personalisme pelaku utama perikanan. Tampak jauh melampaui dari hanya sekedar mengumpulkan angka kredit dan menggugurkan kewajiban pelaksanaan programa penyuluhan dan implementasinya. Penyuluh perikanan membutuhkan banyak pengalaman dan waktu yang secara kompleks menempa mentalitas dan olah rasa. Dari hal tersebut mutlak bagi penyuluh perikanan untuk melecutkan semangat dan berbenah diri, menuju penyuluh perikanan yang visioner, independen, dan memberikan manfaat riil di tingkat lapang melalui model analisis yang diterapkan untuk pendampingan dan pengembangan kelompok binaannya. Penyuluh perikanan dapat melakukan improvisasi dalam bekerja serta kreatif menemukan hal-hal baru untuk kemajuan dan keberhasilan kelompok binaannya. Penyuluh perikanan seyogyanya menanggalkan pemikiran konsevatif yang hanya dapat bekerja berdasarkan kegiatan ala kadarnya yang tidak memberikan dampak apapun bagi pelaku utama. Penyuluh perikanan harus pintar, cekatan dan empati terhadap survivalitas wilayah binaannya. Penyuluh perikanan dapat membuat prototipe kelompok dan mengawal keberhasilannya, mengambil tanggungjawab mendampingi dan menderivasikan kebutuhan dan permasalahan yang tak dapat dipecahkan kelompoknya. Prototyping adalah proses iteratif (pengulangan) dalam pengembangan sistem dimana kebutuhan diubah kedalam sistem yang bekerja secara terus menerus diperbaiki melalui kerja sama antara
pembuatan prototipe kelompok dalam pengembangan perikanan. Membuat prototipe kelompok untuk menguji keberhasilan wilayah binaan, menjadi prasyarat bagi penyuluh perikanan dalam meningkatkan performa pembangunan perikanan. Proses pengulangan yang ada kontinu untuk menemukan pola pengembangan perikanan ideal dengan mekanisme timbal balik, memperhatikan kebutuhan pelaku utama secara riil dan memetakan pasar bagi penyuluhan perikanan. Hal tersebut menjadikan tingkat keberhasilan pelaku utama lebih besar dan memberikan manafaat organisasional. Konklusi dari ungkapan merubah asumsi penyuluh perikanan dari ujung tombok dan ujung tembok menjadi benar-benar ujung tombak pembangunan perikanan, berpulang kepada keseriusan pemerintah dan penyuluh perikanan sendiri. Menjadi petaka psikologi apabila Pemerintah gagal dalam mengondisikan, membuat sistem yang memungkinkan Penyuluh Perikanan bekerja sebaik mungkin, menciptakan kebijakan yang dapat dijalankan secara jelas, melaksanakan derivasi strategi untuk keberlangsungan kelompok perikanan hanya karena tidak dapat memunculkan kaidah penanganan yang cepat dan terarah. Penyuluh perikanan tidak boleh bergeming, menanti perbaikan dari sistem dan organisasi yang pasti memakan waktu. Penyuluhan perikanan tidak boleh menunggu sampai pemerintah benar-benar menuntaskan segala permasalahan tanpa melakukan hal apapun. Kendati berada dalam kondisi yang belum menguntungkan, namun setidaknya kebingungan institusional yang seolah telah menjadi milik bersama tidak boleh mengurangi kreativitas dan profesionalismenya. Tanpa didasari semangat keberpihakan pada fungsi penyuluhan, maka yang lahir hanya ego individu dengan bendera institusi dengan mencampakkan sifat integral penyuluhan yang sesungguhnya. Akhirnya penyuluh perikanan dengan alasan apapun, harus tetap survive menjadi bagian yang sangat dinantikan kehadirannya oleh pelaku utama di lapangan. Semoga sukses selalu dan Bravo Penyuluh perikanan !!!. Kontributor : Arif Wibowo, SH, MH (pemerhati masalah legislasi penyuluhan perikanan, pranata hukum Pusluh KP)
[1] Drs. H.M Umar-Drs Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan, PS, Bandung, 1998, hlm 78. [2] http://www.google.com/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&docid=p4u4pNY- etodologi-pengembangan-sistem