1
RESPON PETANI TERHADAP METODE PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADI DI DESA PANCAWATI CARINGIN BOGOR
HAPPY THREE AGUSTIWI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
2
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Respon Petani terhadap Metode Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi di desa Pancawati Caringin Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftara Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Happy Three Agustiwi NIM H251110181
3
RINGKASAN HAPPY THREE AGUSTIWI. Respon Petani terhadap Metode Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi di desa Pancawati Caringin Bogor. Dibimbing oleh M. SYAMSUL MA’ARIF DAN SUKISWO DIRDJOSUPARTO. Beras merupakan komoditi yang hingga saat ini masih menjadi makanan pokok bangsa Indonesia. Beras juga merupakan komoditi yang dapat mempengaruhi kondisi sosial ekonomi, dan politik negara.Namun demikian berkaitan dengan komoditas beras saat ini, diketahui bahwa cadangan beras di Indonesia telah mengalami kekurangan. Petani dituntut untuk berpartisipasi dalam membangun kekuatan pangan nasional melalui peningkatan produktivitas. Tuntutan tersebut seringkali terbentur pada ketidakberdayaan petani dalam kemampuan menerapkan (adopsi) teknologi. Pengelolaan Tanaman Terpadu dalam tulisan selanjutnya disingkat PTT merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mewujudkan pencapaian target sukses swasembada berkelanjutan melalui peningkatan produktivitas. PTT merupakansuatupendekatan holistikbersifatpartisipatif yang disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi sehingga bukan merupakan paket teknologi yang harus diterapkan petani di semua lokasi.Tujuan PTT adalah untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui penerapan teknologi yang cocok untuk kondisi setempat. Keberhasilan suatu program dipengaruhi pengetahuan, keterampilan, dan sikap aktor/pelaku (petani) di lapangan. Penelitian yang akan dilakukan diharapkan memberikan informasi umpanbalik pemahaman petani terhadap metode PTT Padi sebagai upaya peningkatan produktivitas padi. Penelitian ini bertempat di desa Pancawati Caringin Bogor. Dalam penelitianini subyek penelitian adalah seluruh anggota kelompok tani di desa Pancawati Caringin Bogor.Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan cara sensus, sehingga responden dalam penelitian ini adalah seluruh populasi yaitu 125 orang petani. Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan SEM (Structural Equation Model) dengan menggunakan program PLS. Hasil analisis yang dilakukan pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa respon petani terhadap Metode PTT padi untuk meningkatkan produktivitasnya adalah baik, yang diindikasikan persepsi responden terhadap pengetahuan, keterampilan dan sikap yang baik. Berdasarkan hasil SEM PLS, pengetahuan dan keterampilan berpengaruh terhadap produktivitas tetapi keterampilan lebih tinggi loading faktornya dibanding pengetahuan sehingga produktivitas lebih dipengaruhi oleh keterampilan petani akan tetapi petani belum mampu melakukan modifikasi karena pengetahuan konseptual atau ilmunya kurang sehingga diperlukan pendampingan karena menyangkut penerapan lapangan dan keterampilan teknis lapangan untuk dapat berhasil menerapkan metode PTT. Dalam jangka panjang pengetahuan diperlukan juga agar petani dapat memberikan masukan inovasi, memodifikasi metode PTT, membantu masalah penerapan metode PTT. Hal berbeda ditunjukkan oleh variabel sikap dimana sikap tidak berpengaruh terhadap produktivitas. Kata kunci:keterampilan,metode PTT, pengetahuan, sikap.
4
SUMMARY HAPPY THREE AGUSTIWI. The responseof farmers on the mothod of riceintegrated crop managemen in Pancawati village, Caringin Bogor. Supervised by M SYAMSUL MA’ARIF AND SUKISWO DIRDJOSUPARTO. Riceis a commodity that has been still the staple food of Indonesia so far. Riceis also acommodity that canaffect thesocio-economic conditions, andstate politics. However,related to the currentrice commodities in Indonesia, rice store that has suffered the drawback. Farmer sare required to participatein building the strength of the national food through increased productivity. The claimis often hampered by the powerlessness of farmers in the ability to apply (adoption) the technology. Integrated Crop Management (ICM) is one of the government's efforts to realize the successful achievement of sustainable self-sufficiency through increased productivity. ICM is a participatory holistic approach tailored to sitespecific conditions. Therefore, it is not a technology package that must be applied by farmers in all locations. ICM goal is to improve the livelihoods of farmers through the application of appropriate technology to local conditions. The success of a program is influenced by knowledge, skills, and attitudes of actors/doers (farmers) in the field. Research to be conducted is expected to provide feedback information to the farmers' understanding towards this methods asthe efforts to increase rice productivity. This study took place in Pancawati village Caringin bogor. Research subjects in this study are all members of farmer groups in the Pancawati village Caringin bogor. The sampling technique used is using census technique, so the respondents in this study are the entire population of the 125 farmers. Data analysis in this study uses descriptive analysis and SEM (Structural Equation Model) by using PLS program. The analysisconducted inthis study, it can be concluded thatthe responsesof farmers towards this method in improvingrice productivityare good. This can be indicated byrespondents perceptions ofthe knowledge, skillsandgood attitude. Based on the SEM PLS,the knowledge and skills affect productivity but higher skills than the loading factor productivity of knowledge that is more influenced by the skills of farmers but farmers have not been able to make modifications because of conceptual knowledge or lack of knowledge that needed assistance because it involves the application of field and field of technical skills to be successful applying the method of PTT. In the long term knowledge is also needed so that farmers can provide innovation input, modify the method of PTT, PTT method helps application problems. It is shown by the different manner in which the attitude variable does not affect productivity. Keywords: attitudes, knowledge, methods ofICM, skills.
5
©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
6
RESPON PETANI TERHADAP METODE PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADI DI DESA PANCAWATI CARINGIN BOGOR
HAPPY THREE AGUSTIWI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Manajemen
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
7
Penguji luar komisi pada ujian tesis : Prof Dr Ir Aida Vitayala S. Hubeis.
8
Judul Tesis
:
Nama NIM
: :
Respon Petani terhadap Metode Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi di Desa Pancawati Caringin Bogor Happy Three Agustiwi H251110181
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir M SyamsulMa’arif, MEng Ketua
Dr Drs Sukiswo Dirdjosuparto Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Manajemen
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Abdul KoharIrwanto, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 27 Mei 2013
Tanggal Lulus:
9
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Nopember 2012 sampai April 2013 ini adalah Respon Petani, dengan judul Respon Petani terhadap Metode Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi di Desa Pancawati Caringin Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih sebesarbesarnya kepada: 1. Bapak Prof Dr Ir M Syamsul Ma’arif, M Eng dan Bapak Dr Drs Sukiswo Dirdjosuparto, selaku pembimbing yang seksama membantu penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini; 2. Ibu Prof DrIr Aida Vitayala S. Hubeis, selaku penguji luar komisi; 3. Para Petani di desa Pancawati Caringin Bogor dan PPL wilayah Caringin, yang telah menjawab kuesioner; 4. Seluruh dosen dan staf sekretariat pada Program Studi Pascasarjana Ilmu Manajemen yang telah membagi ilmu, pengalaman serta kemudahan selama menempuh studi; 5. Kepala Badan Litbang Pertanian dan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang telah memberikan kesempatan dan dukungan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti tugas belajar pada Program Studin Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarajana IPB; 6. Kedua orang tua, suami, anak, serta seluruh keluarga yang selalu memberikan dukungan dan semangat; 7. Seluruh karyawan/karyawati Puslitbang Tanaman Pangan yang telah membantu penelitian; 8. Terakhir buat teman-teman Angkatan 5 Ilmu Manajemen terima kasih atas kebersamaannya selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013 Happy Three Agustiwi
10
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xi
1.
2
3
4
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup METODE Kerangka Pemikiran Perumusan Hipotesis Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi Teknik Pengambilan Sampel Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengolahan Data Teknik Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Demografi Objek Penelitian Analisis Deskriptif Sebaran petani berdasarkan pendidikan dengan umur Sebaran petani berdasarkan pendidikan dengan lama berusaha tani Sebaran petani berdasarkan pendidikan dengan status pekerjaan Sebaran petani berdasarkan pendidikan dengan pemilik dan penggarap Hasil Analisis Respon Petani terhadap Metode PTT Padi di desa Pancawati Caringin Bogor Hasil Analisis Partial Least Square (PLS) Pengaruh Pengetahuan, Keterampilan, Sikap terhadap Produktivitas SIMPULAN DAN SARAN
1 1 4 4 4 4 5 5 6 6 6 6 6 7 7 7 13 13 16 17 17 18 19 20 20 30
DAFTAR PUSTAKA
31
LAMPIRAN
34
RIWAYAT HIDUP
41
11
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 3 4 5 6 7 8 9 10
Perbedaan covariance basedSEM (LISREL) dengan component based SEM (PLS) Variabeldan indikator pengetahuan, keterampilan, sikap dan produktivitas Kelompok tani desa Pancawati Pendidikan dengan umur Pendidikan dengan lama berusahatani Pendidikan dengan status pekerjaan Pendidikan dengan pemilik dan penggarap Peningkatan produktivitas padi di desa Pancawati Nilai loading factor pada variabel laten pengetahuan, keterampilan, sikap dan produktivitas Cross loading Korelasi antar konstruk Nilai AVE danakar AVE Nilai composite reliability Nilai cronbach alpha Nilai R square Path coeffisien (mean, STDEV, t-value)
8 11 14 17 18 18 19 20 22 24 25 26 26 26 27 27
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
Kerangka pemikiran Kerangka operasional penelitian Struktur dugaan model SEM Model struktural awal Model struktural akhir
5 6 12 21 24
DAFTAR LAMPIRAN 1 2
Kuesioner penelitian Distribusi frekuensi
35 38
12
1 PENDAHULUAN Latar Belakang
Beras merupakan komoditi yang hingga saat ini masih menjadi makanan pokok bangsa Indonesia. Beras juga merupakan komoditi yang dapat mempengaruhi kondisi sosial ekonomi, dan politik negara. Namun demikian berkaitan dengan komoditas beras saat ini, diketahui bahwa cadangan beras di Indonesia telah mengalami kekurangan. Dibalik nilai strategis tersebut, penguasaan lahan yang berkurang dan ketidakberdayaan dalam menentukan harga menjadi penyebab kemiskinan bagi pelaku usaha (petani). Petani dituntut untuk berpartisipasi dalam membangun kekuatan pangan nasional melalui peningkatan produktivitas. Tuntutan tersebut seringkali terbentur pada ketidakberdayaan petani dalam kemampuan menerapkan (adopsi) teknologi. Menurut Rogers dan Shoemaker (1971), adopsi inovasi adalah suatu proses pengambilan keputusan melalui proses mental sejak seseorang mengetahui adanya inovasi sampai dia mengambil keputusan untuk menerima ataupun dan kemudian memberikan pengukuhan atas keputusan itu. Jika ia menerima (mengadopsi) inovasi tersebut maka dia mulai menggunakan ide-ide baru, praktek baru atau barang baru itu dan menghentikan penggunaan ide-ide lama yang digantikan oleh inovasi itu. Adopsi teknologi dalam proses penyuluhan pertanian, pada hakekatnya diartikan sebagai proses penerimaan inovasi dan atau perubahan perilaku baik yang berupa: pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun keterampilan (psycho-motoric) pada diri seseorang setelah menerima “inovasi” yang disampaikan penyuluh oleh masyarakat sasarannya. Penerimaan disini mengandung arti tidak sekadar “tahu”, tetapi sampai benar-benar dapat melaksanakan atau menerapkannya dengan benar serta menghayatinya dalam kehidupan dan usahataninya. Penerimaan inovasi tersebut, biasanya dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung oleh orang lain, sebagai cerminan dari adanya perubahan: sikap, pengetahuan, dan atau keterampilannya (Mardikanto 1993). Perubahan tersebut dapat dilakukan melalui intervensi dalam bentuk kegiatan pelatihan. Pelatihan merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja. Pelatihan biasanya dilakukan dengan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan, diberikan dalam waktu yang relatif pendek, untuk membekali seseorang dengan keterampilan kerja. Kegiatan pelatihan sebaiknya disusun berdasarkan kebutuhan petani dengan memperhatikan sumberdaya yang ada di desanya dengan memperhatikan aspek kebutuhan belajar petani dan memperhatikan kesesuai antara kebutuhan keterampilan dengan sumberdaya yang dimiliki (Sudirman 2006). Pengetahuan adalah sifat cognitive yang ada pada diri manusia. Pengetahuan diawali dari proses melihat sampai dengan proses berpikir dalam diri manusia, pengetahuan terkait dengan apa yang diketahui oleh manusia. Pengetahuan dan cakrawalanya memberikan arti terhadap objek psikologinya. Pengetahuan juga merupakan segala sesuatu hal yang diketahui oleh petani tentang suatu inovasi baru (Gibson et al.1988). Sudarta dalam Suryani dan Honorita (2011) menyatakan bahwa dalam akselerasi pembangunan pertanian, pengetahuan petani mempunyai arti penting, karena pengetahuan petani dapat
13
mempertinggi kemampuannya untuk mengadopsi teknologi baru di bidang pertanian. Jika pengetahuan petani tinggi dan petani bersikap positif terhadap suatu teknologi baru di bidang pertanian, maka penerapan teknologi tersebut akan menjadi lebih sempurna, yang pada akhirnya akan memberikan hasil secara lebih memuaskan baik secara kuantitas maupun kualitas. Menurut Robbins (2000) keterampilan dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu: 1) Basic literacy skill (keahlian dasar) yang merupakan keahlian seseorang yang pasti dan wajib dimiliki oleh kebanyakan orang, seperti membaca, menulis dan mendengar, 2) Technical skill (keahlian teknik) yang merupakan keahlian seseorang dalam pengembangan teknik yang dimiliki, seperti menghitung secara tepat, mengoperasikan computer, 3) Interpersonal skill (keahlian interpersonal) yang merupakan kemampuan seseorang secara efektif untuk berinteraksi dengan orang lain maupun dengan rekan kerja, seperti pendengar yang baik, menyampaikan pendapat secara jelas dan bekerja dalam satu tim, dan 4) Problem solving (menyelesaikan masalah) adalah proses aktivitas untuk menajamkan logika, beragumentasi dan penyelesaian masalah serta kemampuan untuk mengetahui penyebab, mengembangkan alternatif dan menganalisa serta memilih penyelesaian yang baik. Keterampilan merupakan kecakapan atau kemampuan untuk menerapkan suatu inovasi bagaimana petani dapat mengulang segala sesuatu yang dilihatnya melalui kegiatan belajar dengan meniru gerakan, menggunakan konsep untuk melakukan gerakan dengan benar dan melakukan beberapa gerakan dengan benar dan wajar (Nuryanti 2003). Menurut Azwar (2000) bahwa sikap merupakan potensi pendorong yang ada pada individu untuk bereaksi terhadap lingkungan.Sikap tidak selamanya tetap dalam jangka waktu tertentu tetapi dapat berubah karena pengaruh orang lain melalui interaksi sosial. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi diantara individu yang satu dengan yang lain. Individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi adalah pendekatan yang ditempuh dalam menerapkan teknologi budidaya padi yang spesifik lokasi (spesifik lokasi ditentukan berdasarkan karakteristik biofisik dan sosial ekonomi) dengan mengintegrasikan berbagai komponen teknologi yang inovatif, dinamis, dan kompatibel untuk dapat memecahkan permasalahan setempat, sehingga timbul efek sinergis. Efek sinergis berarti efek komponen teknologi secara bersama-sama lebih besar dari penjumlahan efek teknologi secara individual. Karena lahan sawah mempunyai tingkat kesesuaian berbeda dan unsur yang menyebabkan perbedaan itu juga tidak sama, maka kombinasi komponen teknologi di satu lokasi dapat berbeda dengan lokasi lainnya (Makarim dan Las 2004). Pengelolaan Tanaman Terpadu dalam tulisan selanjutnya disingkat PTT merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mewujudkan pencapaian target sukses swasembada berkelanjutan melalui peningkatan produktivitas. PTT merupakan suatu pendekatan holistik bersifat partisipatif yang disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi sehingga bukan merupakan paket teknologi yang harus diterapkan petani di semua lokasi. Tujuan PTT adalah untuk meningkatkan pendapatan petani melalui penerapan teknologi yang cocok untuk kondisi setempat yang dapat meningkatkan produktivitas gabah dan mutu beras serta menjaga kelestarian lingkungan. Menurut Husen (2002), produktivitas
14
mengandung arti sebagai perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumberdaya yang digunakan (input). Dengan kata lain bahwa produktivitas memiliki dua dimensi. Dimensi pertama adalah efektivitas yang mengarah kepada pencapaian target berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Dimensi kedua yaitu efisiensi yang berkaitan dengan upaya membandingkan input dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu (PTT) adalah suatu inovasi dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani padi melalui perbaikan sistem dan pendekatan dalam perakitan paket teknologi, dinamisasi komponen teknologi padi yang memiliki efek sinergestik yang dilakukan secara partisipatif, dan bersifat dinamis. Metode PTT bersifat spesifik lokasi, sangat tergantung pada faktor biofisik dan keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat (Toha 2005). Metode PTT yang dihasilkan oleh lembaga penelitian dan teknologi berdasar kearifan lokal yang sudah terbukti unggul untuk lokasi tertentu, adalah : varietas unggul baru, benih bermutu dan berlabel, pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam, penggunaan bibit muda (umur < 21 hari), bibit ditanam 1-3 batang per rumpun, pengaturan populasi atau tanam dengan system jajar legowo, penyiangan dengan landak/gasrok, pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah, pemberian bahan organik, pengairan berselang, pengendalian OPT dengan pendekatan PHT, panen tepat waktu dan gabah segera dirontok (Puslitbangtan 2009). Sosialisasi mengenai PTT dilakukan melalui pendekatan sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu dalam tulisan selanjutnya disingkat SL-PTT. SLPTT berfungsi sebagai tempat belajar pengambilan keputusan para petani atau kelompok tani sekaligus tempat tukar menukar informasi dan pengalaman lapangan, pembinaan manajemen kelompok serta sebagai percontohan bagi kawasan lainnya. SL-PTT merupakan sekolah lapang bagi petani dalam menerapkan berbagai teknologi usahatani melalui penggunaan input produksi yang efisien menurut spesifik lokasi sehingga mampu menghasilkan produktivitas tinggi dalam menunjang peningkatan produksi secara berkelanjutan (Dirjentan 2011). Menurut Moumeni dan Ahmadpour (2013) Sekolah Lapang adalah partisipatif pendekatan yang menggunakan metode pendidikan orang dewasa nonformal berdasarkan teknik pembelajaran eksperimental dan metode pelatihan partisipatif, Oleh karena itu, Sekolah Lapang dianggap sebagai metode yang efektif untuk meningkatkan keterampilan. Pendekatan Sekolah Lapang untuk membangun dan meningkatkan kapasitas petani mengembangkan dan menguji kemungkinan solusi yang memenuhi kebutuhan prioritas mereka, menggabungkan pengetahuan lokal dan ilmiah. Pendekatan Sekolah Lapang menekankan learning by doing. Proses pembelajaran berlangsung di lapangan dan biasanya dirancang untuk bertahan selama siklus tumbuh/tanam. Hal ini memungkinkan petani berpartisipasi penuh dalam pelaksanaan semua komponen teknologi dari tanam sampai panen. Pembelajaran Proses persetujuan petani kesempatan untuk mengamati dan mencerminkan keuntungan dan kerugian dari teknologi dan dengan demikian membuat keputusan apakah mereka akan mengadopsi atau tidak. Hal ini juga sependapat dengan Aphunu dan Ajayi (2010) bahwa pelatihan memberikan tambahan pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai dengan kebutuhan mereka. Pelatihan dilakukan setiap kali seorang individu bergerak di
15
bidang kegiatan yang menghasilkan kemampuan untuk latihan keterampilan yang tidak dimiliki sebelumnya. Pelatihan ini umumnya melibatkan empat dasar komponen (1) memperoleh pengetahuan tentang keterampilan, (2) mengamati dan menerapkan keterampilan, (3) mencoba keterampilannya (4) mengambil sikap. Produksi padi Kabupaten Bogor pada tahun 2012 sebesar 594.634 ton GKG meningkat 15,61% dari tahun 2011 sebesar 501.824 ton GKG (Dinas Pertanian Jawa Barat 2012). Keberhasilan pencapaian produksi padi secara tidak langsung merupakan pengaruh nyata dari pelaksanaan kegiatan SL-PTT padi. Kabupaten Bogor mengalokasikan area untuk metode PTT padi seluas 11000 hektar dan sebagai pengembangan produksi padi dan penerapan metode PTT padi salah satunya yaitu di desa Pancawati Caringin Bogor (Dirjentan 2011). Keberhasilan suatu program dipengaruhi pengetahuan, keterampilan, dan sikap aktor/pelaku (petani) di lapangan. Penelitian yang akan dilakukan diharapkan memberikan informasi umpan balik pemahaman petani terhadap metode PTT Padi sebagai upaya peningkatan produktivitas padi. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana respon petani terhadap metode PTT Padi untuk meningkatkan produktivitasnya di desa Pancawati Caringin Bogor? 2. Bagaimana pengaruh pengetahuan, keterampilan, sikap terhadap produktivitas padi di desa Pancawati Caringin Bogor? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis respon petani terhadap metode PTT Padi untuk meningkatkan produktivitasnya di desa Pancawati Caringin Bogor. 2. Menganalisis pengaruh pengetahuan, keterampilan, sikap terhadap produktivitas padi di desa Pancawati Caringin Bogor. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi : 1. Pemerintah selaku pembuat kebijakan bidang pertanian diharapkan dapat digunakan sebagai masukan sehubungan dengan upaya untuk peningkatan produktivitas padi, dan mendukung suplai beras. 2. Bagi masyarakat (petani) diharapkan dapat digunakan sebagai upaya peningkatan produksi usahatani padinya 3. Bagi mahasiswa dan peneliti diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan penelitian lebih lanjut. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada analisis pengetahuan, keterampilan, sikap terhadap metode Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi dan terhadap produktivtas padi. Penelitian ini terbatas hanya dilakukan di desa Pancawati Caringin Bogor sehingga hasil penelitian ini tidak bisa dianggap sama jika dilakukan di daerah lain, mengingat pola pikir, ekonomi, sosial, budaya serta faktor-faktor lainnya disetiap daerah tidak sama.
16
2 METODE
Kerangka Pemikiran
PTT padi merupakan suatu metode pendekatan untuk mempertahankan atau meningkatkan produktivitas padi secara berkelanjutan dan efisiensi produksi. PTT menekankan pada prinsip partisipasi yang menempatkan pengalaman, keinginan, dan kemampuan petani pada posisi penting dalam menerapkan suatu teknologi dengan memperhatikan keberagaman lingkungan pertanaman dan kondisi petani (karateristik), sehingga penerapan teknologi di suatu tempat kemungkinan besar berbeda dengan lokasi lainnya. Dalam proses adopsi, petani tidak dapat dengan serta merta mengadopsi suatu inovasi. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan, diantaranya adalah : pengetahuan, keterampilan, dan sikap petani. Respon atau tanggapan individu dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain tingkat kemampuan individu di dalam melihat serta mengindera suatu benda, ataupun suatu objek atau peristiwa dari sudut mana ia melihat masalah itu kemudian ia intepretasikan ke dalam reaksi nyata yang berbentuk respon. Menurut Gibson et al. (1988), respon adalah hasil dari perilaku stimulus yaitu aktivitas dari orang yang bersangkutan, tanpa memandang apakah stimulus tersebut dapat diidentifikasikan atau tidak dapat diamati. Respon akan terkait dengan stimulus, sehingga jika stimulus terjadi maka suatu respon akan mengikuti. Analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis structural equation model (SEM). Analisis SEM digunakan untuk menganalisis pengaruh antara variabel eksogen terhadap variabel endogen. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah seperti yang tersaji pada Gambar 1. Selanjutnya kerangka operasional penelitian seperti tersaji pada Gambar 2. Pengetahuan
Produktivitas
Keterampilan
Sikap
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
17
Pemenuhan Kebutuhan PERMINTAAN BERAS PTT Padi
Respon Petani TERHADAP PTT PADI 1. Pengetahuan 2. Keterampilan 2. Sikap
Produktivitas
Gambar 2 Kerangka operasional penelitian Hipotesis
H1 H2 H3
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka dapat terdapat 3 hipotesis dalam penelitian ini, yaitu : : Pengetahuan berpengaruh terhadap produktivitas : Keterampilan berpengaruh terhadap produktivitas : Sikap berpengaruh terhadap produktivitas Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini bertempat di desa Pancawati Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Nopember 2012 – April 2013. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel 1 Populasi Populasi penelitian ini adalah petani yang tergabung dalam kelompok tani di desa Pancawati Caringin Bogor, yang merupakan salah satu desa yang diarahkan menggunakan Metode PTT dan merupakan salah satu desa yang dijadikan sentra produksi padi dengan jumlah sebanyak 125 orang petani. 2 Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan cara sampling jenuh (sensus), dimana semua anggota populasi dijadikan sebagai sampel. Teknik
18
ini sesuai yang dikemukakan oleh Sugiyono (2007) bahwa sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel, sehingga sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi yaitu 125 orang petani. Teknik pengambilan sampel ini dipakai dengan tujuan agar dapat memperoleh informasi yang lebih lengkap tentang kondisi sebenarnya. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dengan menggunakan instrumen kuesioner yaitu seperangkat pertanyaan yang disusun untuk diajukan kepada responden. Kuesioner ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi secara tertulis dari responden berkaitan dengan tujuan penelitian. Teknik Pengolahan Data Untuk memudahkan proses pengolahan data, maka pendapat responden tersebut diberi skala. Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah mempergunakan skala Likert, yaitu: Sangat Tidak Setuju (STS) = 1 Tidak Setuju (TS) =2 Netral (N) =3 Setuju (S) =4 Sangat Setuju (SS) =5 Teknik Analisis Data Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis SEM (Structural Equation Model) dengan menggunakan program PLS untuk penolakan atau penerimaan hipotesis, digunakan taraf signifikan 5 persen. 1 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif dilakukan dengan menabulasi hasil kuesioner secara manual dengan program excel dan SPSS (Statistical Program for Social Science)versi 21.0, yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik responden. Analisis deskriptif juga dilakukan untuk mengetahui respon petani terhadap metode pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi untuk meningkatkan produktivitasnya di Desa Pancawati Caringin Bogor. 2 Analisis SEM PLS Analisis Structural Equation Modelling (SEM) dengan pendekatan part least square (PLS) digunakan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, keterampilan dan sikap terhadap produktivitas padi di desa Pancawati Caringin Bogor. Hasil analisis ini akan menunjukkan pengaruh variabel eksogen terhadap endogen berikut dengan besaran koefisien pengaruh. PLS pertama kali dikembangkan oleh Wold dalam Ghozali (2008) sebagai metode umum untuk mengestimasi path model yang menggunakan konstruk laten dengan multiple indikator. PLS merupakan metode analisis yang powerful karena dapat diterapkan pada semua jenis skala data (distribution free) dimana tidak mengasumsikan data berdistribusi tertentu sehingga data dapat berupa nominal,
19
kategori, ordinal, interval dan rasio. Disamping itu, pendekatan SEM dengan PLS juga tidak membutuhkan banyak asumsi dan ukuran sampel yang dibutuhkan juga tidak harus besar. Selain dapat digunakan sebagai konfirmasi teori, PLS juga dapat digunakan untuk membangun hubungan yang belum ada landasan teorinya (Ghozali, 2008). PLS adalah model persamaan Structural Equation Model (SEM) yaitu suatu teknik modeling statistika yang merupakan kombinasi dari analisis principal component, analisis regresi dan analisis path (Yamin 2011). Ferdinand (2006) menyatakan beberapa alasan penggunaan program SEM sebagai alat analisis adalah bahwa SEM sesuai digunakan untuk : a. Mengkonfirmasi undimensionalisasi dari berbagai indikator untuk sebuah konstruk/konsep/faktor. b. Menguji kesesuaian atau ketepatan sebuah model berdasarkan data empiris yang diteliti. c. Menguji kesesuaian model sekaligus hubungan kausalitas antar faktor yang dibangun atau diamati dalam model penelitian. Model SEM, Konstruk laten berdasarkan fungsinya dibagi menjadi dua, yaitu: variabel eksogen dan variabel endogen. Variabel eksogen adalah suatu variabel yang tidak dapat dipengaruhi oleh variabel lain (atau disebut variabel independen didalam model regresi). Sedangkan variabel endogen adalah variabel yang dapat dipengaruhi variabel lain. Dalam model SEM, variabel endogen dapat berperan menjadi variabel independen apabila variabel tersebut dapat mempengaruhi variabel lain (Ghozali dan Fuad 2005). Secara teknis SEM dibagi dalam 2 (dua) kelompok yaitu SEM berbasis kovarian yang diwakili oleh LISREL dan SEM variance atau sering disebut Component Based SEM yang mempergunakan software SmartPLS dan PLS Graph. Covariance Based SEM lebih bertujuan memberikan pernyataan tentang hubungan kausalitas atau memberikan deskripsi mekanisme hubungan kausalitas (sebab – akibat). Sedangkan Component Based SEM dengan PLS bertujuan mencari hubungan linear prediktif antar variabel (Ghozali 2008). Pada Tabel 1, menunjukkan perbedaan Covariance Based SEM (LISREL) dengan Component Based SEM PLS. Tabel 1 Perbedaan Covariance Based SEM (LISREL) dengan Component Based SEM (PLS) No Kriteria PLS LISREL 1 Tujuan Berorientasi prediksi Berorientasi pendugaan parameter 2 Pendekatan Berbasis varian (Ragam) Berbasis Covarian (peragam) 3 Hubungan antara Formatif atau reflektif Reflektif peubah laten dan manifest/Indikator 4 Peubah Laten Setiap peubah laten merupakan Peubah laten diduga oleh kombinasi linear dari peubah seluruh peubah manifest/indicator manifest/indicator 5 Kompleksitas Sampai kompleksitas besar Sampai kompleksitas model 100 laten atau 1000 manifest sedang (kurang dari 100 laten)
berlanjut……
20
Lanjutan Tabel 1 No 6
Kriteria Ukuran contoh
PLS Rekomendasi sekitar 30 - 100
7
Persyaratan teori
Fleksibel, bebas sebaran
8
Perlakuan missing data Identifikasi
Algoritma NIPALS
9
Dalam model rekursif selalu teridentifikasi
LISREL Rekomendasi sekitar 300 – 800 Asumsi kuat, sebaran normal Model kemungkinan maksimum Bergantung kepada model idealnya, lebih dari 4 manifest per laten untuk over determinasi, 3 untuk identifikasi yang sesuai
Sumber : Ghozali (2008)
Model Spesifik dengan PLS Model analisis jalur semua variabel laten dalam PLS terdiri dari tiga set hubungan : (1) inner model yang menspesifikasi hubungan antar variabel laten (structural model), (2) Outer Model yang menspesifikasi hubungan antara variabel laten dengan indikator atau variabel manifestnya (measurement model), dan (3) Weight realtion dalam mana nilai kasus dari variabel laten dapat diestimasi. Tanpa kehilangan generalisasi, dapat diasumsikan bahwa variabel laten dan indikator atau manifest variabel diskala zero means dan unit variance(nilai standardized) Sehingga parameter lokasi (parameter konstanta) dapat dihilangkan dalam model (Ghozali 2008). 1 Inner Model Inner Model yang kadang disebut juga dengan (inner relation, structural model dan substantive theory) menggambarkan hubungan antar variabel laten ini : 1 dimana : vektor variabel laten endogenous vektor variabel laten eksogenous vektor variabel residual (unexpalined variance) Oleh karena PLS didesain untuk model recursive, maka hubungan antar variabel laten, setiap variabel laten dependen , atau sering disebut causal chain system dari variabel laten dapat dispeksifikasikan sebagai berikut : j∑i jii ∑i jb b j ……………………………… (2) Dimana : ji dan jb adalah koefisien jalur yang menghubungkan predictor endogenous dan variabel laten eksogenous dan sepanjang range indeks i dan b, dan j adalah inner residual variable. 2 Outer Model Outer model sering juga disebut (outer relation atau measurement model) mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel
21
latennya. Blok dengan indikator reflektif dapat ditulis persamaannnya sebagai berikut: x = x +x y = y +y ………………………………………………… (3) Dimana : x dan y adalah indikator atau manifest variabel untuk variabel laten eksogenous dan endogenous dan sedangkan x dan y merupakan matrik loading yang menggambarkan koefisien regresi sederhana yang menghubungkan variabel laten dengan indikatornya. Residual yang diukur dengan x dan y dapat diinterpretasikan sebagai kesalahan pengukuran atau noise.
3 Weight Relation Inner dan Outer model memberikan spesifikasi yang diikuti dalam estimasi algoritma PLS, memerlukan definisi weight relation. Nilai kasus untuk setiap variabel laten diestimasi dalam PLS sebagai berikut : b = ∑kb Wkb Xkb i = ∑ki Wki Yki ……………………….................. (4) Dimana wkb dan wki adalah k weight yang digunakan untuk membentuk estimasi variabel laten b dan i. Estimasi variabel laten adalah linier agregat dari indikator yang nilai weightnya didapat dengan prosedur estimasi PLS seperti dispesifikasi oleh inner dan outer model dimana adalah vector variabel laten endogen (dependen) dan adalah vector variabel laten eksogen (independen), merupakan vector residual dan serta adalah matrik koefisien jalur (path coefficient). 4 Model Pengukuran atau Outer Model Covergent validity dari model pengukuran dengan model reflektif indikator dinilai berdasarkan korelasi antara item skor/komponen skor dengan konstruk skor yang dihitung dengan PLS. Ukuran reflektif dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih dari 0.7 dengan konstruk yang ingin diukur. Namun demikian untuk penelitian tahap awal dari pengembangan skala pengukuran nilai loading 0.5 sampai 0.6 dianggap cukup Chin, 1998 (dalam Ghozali, 2008). Discriminant validity dari model pengukuran dengan reflektif indikator dinilai berdasarkan cross loading pengukuran dengan konstruk. Jika korelasi konstruk dengan item pengukuran lebih besar daripada ukuran konstruk lainnya, maka akan menunjukkan bahwa konstruk laten memprediksi ukuran pada blok yang lebih baik daripada ukuran blok lainnya. Metode lain untuk menilai discriminant validity adalah membandingkan nilai akar square root of Average Variance Extracted (AVE) setiap konstruk dengan korelasi antara konstruk lainnya dalam model. Jika nilai akar AVE setiap konstruk lebih besar daripada nilai korelasi antar konstruk dengan konstruk lainnya dalam model, maka dikatakan memiliki nilai discriminant vailidity yang baik. Direkomendasikan nilai AVE harus lebih besar 0.50 Fornnel dan Larcker dalam Ghozali (2008).
22
5 Model Struktural atau Inner Model Inner Model (inner relation, structural model, dan substantive theory) menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan pada teori substantif. Model struktural di evaluasi dengan menggunakan R-square untuk konstruk dependen, StoneGeisser-Q-square test untuk predictive relevance dan uji t serta signifikansi dari koefisien parameter jalur struktural. Stabilitas dari estimasi ini dievaluasi dengan menggunakan uji t-statistik yang didapat lewat prosedur boostraping. Dalam menilai modal dengan PLS dimulai dengan melihat R-square untuk setiap variabel laten dependen. Interpretasinya sama dengan interpretasi pada regresi. Perubahan nilai R-square dapat digunakan untuk menilai pengaruh variabel laten independen tertentu terhadap variabel laten dependen apakah mempunyai pengaruh yang substantive (Ghozali 2008). Pada penelitian ini variabel dan indikator pengetahuan, keterampilan dan sikap adalah sebagai berikut : Tabel 2 Variabel dan indikator pengetahuan, keterampilan, sikap dan produktivitas Variabel No Indikator Laten I Variabel eksogen X1.1 Pengetahuan baru bagi petani X1.2 Penyesuaian dengan kondisi fisik dan sosial () Reflektif X1.3 Lebih efektif dibanding metode tanam padi lama X1.4 Metode PTT sudah diterapkan para petani Pengetahuan X1.5 Metode PTT dapat meningkatkan hasil panen X1.6 Pengetahuan seluk beluk metode PTT X1.7 Kondisi yang diperlukan untuk meningkatkan produktivitas X1.8 Mengetahui keunggulan dan kelemahan metode PTT X1.9 Mengenal berbagai metode tanam padi selain PTT padi X1.10 Mengetahui hasil penerapan PTT di daerah lain II Variabel eksogen X2.1. Mampu menerapan metode PTT X2.2 Memerlukan pelatihan () Reflektif X2.3 Penyesuaian metode PTT dengan kondisi fisik dan sosial Keterampilan X2.4 Asistensi/memerlukan pendampingan penyuluh X2.5 Kemampuan modifikasi X2.6 Memperhitungkan resiko menerapkan metode PTT X.2.7 Mampu memanfaatkan metode PTT untuk peningkatan hasil panen X2.8 Kemampuan meningkatkan produksi dengan metode lama X2.9 Mampu menghasilkan produktivitas sama meski dengan metode lama X2.10 Kemampuan meningkatkan hasil panen dengan metode PTT X2.11 Kemampuan teknis penerapan metode PTT X2.12 Kemampuan memecahkan masalah metode PTT X2.13 Kemampuan melakukan modifikasi metode PTT X2.14 Kemampuan antisipasi masalah penerapan
berlanjut…….
23
Lanjutan Tabel 2 No
Variabel Laten
Indikator X2.15
III
Variabel eksogen () Reflektif Sikap
IV
Pendampingan dalam memecahkan masalah penerapan
X3.1 X3.2 X3.3
Memberikan masukan terhadap metode PTT Menerima karena anjuran pemerintah Dapat membandingkan metode lama dan metode PTT X3.4 Menerapkan metode mengikuti tetangga desanya X3.5 Percaya dan menerima metode PTT dapat meningkatkan hasil panen X3.6 Dapat menilai untung rugi menerapkan metode PTT X3.7 Menerima konsekuensi masalah penerapan X3.8 Memberikan saran untuk perbaikan Metode PTT X3.9 Memberikan pengalaman kepada penyuluh dan petani lain X3.10 Bersedia dikoordinasikan dengan kelompoknya Y.1 Peningkatan Produksi Y.2 Peningkatan produktivitas
Variabel endogen () Reflektif Produktivitas Model SEM yang digunakan dalam penelitian ini tersaji pada Gambar 3.
Gambar 3 Struktur dugaan model SEM
24
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Demografi Objek Penelitian Lokasi desa Pancawati terletak di Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Jarak dari Kantor Kecamatan sekitar 4 Km dan dari Ibu Kota Kabupaten sekitar 32 Km. Batas wilayah desa Pancawati adalah a. Sebelah Barat berbatasan dengan desa Ciderum, b. Sebelah Timur berbatasan dengan desa Taman Nasional Gede Pangrango, c. Sebelah Selatan berbatasan dengan desa Cimande, d. Sebelah Utara berbatasan dengan desa Cilengsi Kecamatan Ciawi. Keadaan topografi desa Pancawati berkisar 60% landai/datar dan 40% bergelombang atau berbukit. Ketinggian tempat berkisar antara 250-500 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan suhu udara antara 25oC – 32oC. Jenis tanah latosol dengan Ph tanah antara 4,5 – 6,5. Desa Pancawati termasuk kedalam Zona B type Bulan Basah (01 deman), dimana rata-rata curah hujan perbulan lebih dari 200 mm atau sedang. Kondisi lahan sawah di desa Pancawati sudah banyak beralih fungsi ke non sawah, namun secara administrasi masih tetap tercatat sebagai lahan sawah. Luas keseluruhan wilayah desa Pancawati seluas 663 Ha yang penggunaan lahannya sebagai berikut : pertanian 285 ha, peternakan 5 ha, perikanan 3 ha, kehutanan 370 ha Jumlah penggunaaan lahan 663 ha. Potensi sumber daya manusia pertanian yang ada sudah cukup baik, tetapi apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk secara keseluruhan jumlahnya lebih kecil, terutama di kalangan muda.. Keadaan jumlah kepala keluarga tani di desa Pancawati lebih banyak dibandingkan jumlah kepala keluarga non tani. Jumlah Penduduk berdasarkan jenis kelamin dan status kepala keluarga Laki-laki 7329, perempuan 6882, jumlah 14211, KK Tani 1941, KK non Tani 12731. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur 0-15 : 2732, 16-30: 2907, 31-45: 2822, 46-60:2067, > 60 : 6. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan , belum sekolah -, SD 2117, SLTP 1817, SLTA 1255, tamat D1-D3 15,S1-S2 10. Jumlah penduduk berdasarkan mata Pencaharian, pertanian 1230, perikanan 68, perdagangan 213, jasa 112, swasta 131, pengawai negeri 8, buruh 525. Jumlah Penduduk Tani Menurut Status Petani pemilik 966, pemilik penggarap 450, buruh tani 525. Kelembagaan tani yang ada di desa Pancawati secara umum di dominasi oleh kelompok tani tanaman pangan. Terdiri dari 5 kelompok tani yang tergabung dalam gabungan kelompok tani (gapoktan). Kelompok tani adalah sejumlah petani yang tergabung dalm satu hamparan/wilayah yang dibentuk berdasarkan atas dasar kesamaan kepentingan untuk meningkatkan usaha agribisnis dan memudahkan pengelolaan dalam proses distribusi, baik benih, pupuk, dan sarana prasarana (Dirjentan 2011). Sedangkan macam-macam kelompok tani adalah 1) kelompok tani pemula, 2) kelompok tani lanjut, 3) kelompok tani madya, 4) kelompok tani utama (TCI 2009). desa Pancawati termasuk dalam kelompok tani lanjut dan pemula (Tabel 3).
25
Tabel 3 Kelompok tani desa Pancawati No 1 2 3 4 5
Nama Kelompok Sugih Mukti 1 Sugih Mukti 2 Sugih Mukti 3 Padi Jaya Sinapel
Jumlah anggota 30 25 30 20 20
Tahun berdiri 1998 1998 1998 2009 2009
Kelas kelompok Lanjut Pemula Lanjut Pemula Pemula
Sumber : BP3K 2011
Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sebagai kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Gapoktan terdiri atas kelompok tani yang ada dalam wilayah suatu wilayah administrasi desa atau yang berada dalam satu wilayah aliran irigasi petak pengairan tersier (Deptan 2008). Menurut Syahyuti (2005) Gapoktan adalah gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis di atas prinsip kebersamaan dan kemitraan sehingga mencapai peningkatan produksi dan pendapatan usahatani bagi anggotanya dan petani lainnya. Pengembangan Gapoktan dilatarbelakangi oleh kenyataan kelemahan aksesibilitas petani terhadap berbagai kelembagaan layanan usaha, misalnya lemah terhadap lembaga keuangan, terhadap lembaga pemasaran, terhadap lembaga penyedia sarana produksi pertanian serta terhadap sumber informasi. Pada prinsipnya, lembaga Gapoktan diarahkan sebagai sebuah kelembagaan ekonomi, namun diharapkan juga mampu menjalankan fungsi-fungsi lainnya serta memiliki peran penting terhadap pertanian. Tujuan dibentuknya gapoktan untuk memberikan pelayanan dan manfaat ekonomi dan sosial secara berkelanjutan bagi anggotanya, seperti peningkatan skala usaha, produktivitas, daya saing dan kemandirian. Keberadaannya tidak hanya dianggap untuk mempermudah pembinaan, tetapi harus benar-benar terasa manfaatnya oleh seluruh anggota. Di desa Pancawati terdiri dari 1 gapoktan. Kabupaten Bogor dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan, telah melakukan langkah atau terobosan, seperti pemenuhan kebutuhan pangan ditempuh melalui peningkatan produksi dan produktivitas bahan pangan. Karena peningkatan produksi dan produktivitas bahan pangan di kabupaten Bogor merupakan suatu tantangan yang harus dihadapi, mengingat adanya berbagai faktor pembatas produksi, terutama faktor lahan pertanian yang semakin sempit di samping kebutuhan pangan penduduk yang terus meningkat. Sehingga upaya intensifikasi menjadi pilihan utama untuk usaha peningkatan produksi dan produktivitas. Peningkatan produksi dan produktivitas ditempuh melalui kegiatan pengembangan pengelolaan tanaman terpadu (PTT). desa Pancawati merupakan salah satu desa yang dijadikan sentra produksi padi yang dilakukan melalui pendekatan dengan metode pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Metode PTT yang diterapkan di desa Pancawati adalah : 1. Varietas unggul baru yang berdaya hasil tinggi, tahan terhadap hama penyakit. 2. Benih bermutu dan berlabel/bersertifikat sehingga menghasilkan bibit yang sehat. 3. Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam, dilakukan dengan traktor/ternak akan mengendalikan gulma dan berdaya hasil tinggi. 4. Penggunaan bibit muda (umur < 21 hari), fungsi agar bibit tidak stress akibat pencabutan dipersemaian.
26
5. Bibit ditanam 1-3 batang per rumpun,lebih dari itu akan meningkatkan persaingan. 6. Pengaturan populasi atau tanam dengan sistem jajar legowo, maksudnya 2 baris ditanami 1 baris kosong hal ini agar meningkatkan populasi tanaman dan mengurangi serangan hama. 7. Penyiangan dengan landak/gasrok, bermanfaat agar ramah lingkungan, hemat tenaga kerja. 8. Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah, bermanfaat meningkatkan hasil dan menghemat pupuk. 9. Pemberian bahan organik, bermanfaat untuk memperbaiki kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah. 10. Pengairan secara efektif dan efisien, pengairan dengan teknik berselang atau pertanaman diatur pada kondisi tergenang dan kering secara bergantian pada periode tertentu akan menghemat pemakaian air dan mencegah timbulnya keracunan. 11. Pengendalian organism pengganggu tanaman (OPT) dengan pendekatan pengendalian hama terpadu (PHT), jika tidak dikendalikan akan menurunkan produksi padi bahkan gagal panen. 12. Panen tepat waktu dan gabah segera dirontok, tanaman di panen jika sebagian besar gabah telah bernas dan berwarna kuning, panen terlalu awal banyak gabah hampa, terlambat panen terjadi kehilangan hasil karena gabah rontok di lapang (Puslitbangtan 2009). Metode PTT bukanlah paket teknologi, tetapi merupakan suatu pendekatan inovatif dalam usaha meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani padi melalui perbaikan sistem. Komponen teknologi dalam pendekatan metode PTT memiliki efek sinergistik antar komponen dan bersifat spesifik lokasi, sehingga metode PTT harus disesuaikan dengan dinamika kondisi lingkungan. Perbaikan metode PTT perlu terus dilakukan secara terus menerus sesuai dengan tantangan yang dihadapi dalam menerapkan metode PTT dan selaras dengan dinamika lingkungan. Sifat yang spesifik lokasi dan partisipatif sangat berbeda dengan pendekatan yang digunakan dalam sistem intensifikasi sebelumnya seperti BIMAS, INMAS, INSUS sampai SUPRA-INSUS dimana teknologi yang dianjurkan bersifat paket dan berlaku umum di mana saja serta dilaksanakan sepenuhnya dengan inisiasi petugas. Sedangkan dalam penerapan metode PTT yang akan diterapkan sesuai dengan keinginan petani dan sesuai dengan kondisi lingkungan. Sehingga bimbingan, penyuluhan dan pendampingan yang intensif diperlukan agar petani dapat menerapkan metode PTT dengan benar (Balitbangtan 2007). Pelaksanaan metode PTT di desa Pancawati dalam sosialisasinya dilakukan melalui pendekatan sekolah lapang atau SL-PTT yang berfungsi sebagai pusat belajar pengambilan keputusan para petani/kelompok tani, sekaligus tempat tukar menukar informasi dan pengalaman lapangan, pembinaan manajemen kelompok serta sebagai percontohan bagi kawasan lainnya. Sekolah lapang tidak terikat dengan ruang kelas, sehingga belajar dapat dilakukan di saung pertemuan petani dan tempat-tempat lain yang berdekatan dengan lahan belajar. Dalam SL-PTT terdapat satu unit Laboratorium Lapangan (LL) yang merupakan bagian dari kegiatan SL-PTT sebagai tempat bagi petani anggota kelompok tani dapat
27
melaksanakan seluruh tahapan SL-PTT pada lahan tersebut. Areal yang digunakan sebagai unit SL-PTT dan LL mendapat benih, pupuk, dan sarana prasarana. Peserta SL-PTT wajib mengikuti setiap tahapan pertanaman dan mengaplikasikan kombinasi komponen teknologi yang sesuai spesifik lokasi mulai dari pengolahan lahan, budidaya, penanganan panen dan pasca panen. Untuk menjamin kelangsungan dinamika kelompok dalam kelas SL-PTT, perlu diusahakan paling tidak satu orang dari kelompok tani sebagai motivator yang mampu memberikan respon yang cepat terhadap inovasi dan mampu mendorong anggota kelompok tani lainnya dapat memberikan respon yang sama. Sehingga petani dapat menambah pengetahuan dan keterampilan dalam penerapan metode PTT (Dirjentan 2011). Data penerapan metode PTT di desa Pancawati diperoleh semua anjuran tentang metode PTT sudah dilakukan. Pengetahuan petani bertambah setelah memahami dan menerapkan metode PTT dalam pelaksanaan pengembangan usaha taninya sehingga produktivitas padi meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat (Maintang 2012) bahwa pengetahuan tentang adanya suatu teknologi sangat penting, karena dengan petani mengetahuinya akan timbul kemauan untuk menerapkannya. Hal ini terkait erat dengan peranan peneliti, penyuluh, dan dinas terkait mulai dari sosialisasi teknologi dan diseminasi hingga pendampingan teknologi di lapangan. Keterampilan petani setelah penyuluhan/pendampingan dalam penerapan metode PTT telah terampil merencanakan mulai pengolahan lahan sampai pasca panen, pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan penyuluhan sehingga produktivitas padi meningkat. Sikap petani setelah menerima penyuluhan tentang metode PTT, petani menerima metode PTT dapat meningkatkan hasil dan mampu menilai untung rugi dalam penerapan metode PTT. Keberhasilan metode SL-PTT akan sulit berkembang dengan sendirinya tanpa dipicu, dibantu atau dikawal. Untuk mempercepat dan mempertajam keberhasilan SL-PTT diperlukan bantuan pendampingan. Pendampingan kegiatan SL-PTT oleh pemandu lapangan. Pemandu lapangan berperan sebagai 1) pemandu yang paham terhadap permasalahan, kebutuhan dan kekuatan yang ada di desa, 2) Dinamisator proses latihan SL-PTT sehingga menimbulkan ketertarikan dan lebih menghidupkan latihan, 3) motivator yang kaya akan pengalaman dalam berolah tanam dan dapat membantu membangkitkan kepercayaan diri para peserta SL-PTT, 4) konsultasi bagi petani peserta SL-PTT untuk mempermudah menentukan langkah-langkah selanjutnya dalam berusahatani (Kementan 2011). Oleh sebab itu untuk menjembatani antara program-program yang dihasilkan Badan Litbang dengan petani serta untuk mengubah pola pikir petani dari petani yang tradisional menjadi petani yang modern dilakukan suatu penyuluhan/pendampingan. Dengan adanya penyuluhan/pendampingan pertanian maka informasi-informasi yang ada atau dihasilkan oleh lembaga penelitian dapat disampaikan kepada para petani dan demikian pula sebaliknya permasalahan yang ada ditingkat petani dapat disampaikan ke lembaga-lembaga penelitian. Analisis Deskriptif Metode pengumpulan data penelitian adalah dengan wawancara. Metode wawancara kepada petani dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Dari rencana sebanyak 125 kuesioner, kuesioner yang kembali sebanyak 77 kuesioner
28
atau sebanyak 60% hal ini sudah memenuhi syarat SEM karena syarat minimal SEM 30-100 sampel. Informasi dari 77 kuesioner tersebut, memberikan gambaran mengenai deskriptif tentang petani yang terlibat dalam penelitian ini. Dengan analisis deskriptif tentang karakteristik petani dapat diuraikan seperti di bawah ini. 1 Sebaran petani berdasarkan pendidikan dengan umur Pada tabel 4 dapat diketahui bahwa petani yang tidak lulus SD atau sederajat adalah sebanyak 2 orang atau 100% dengan kisaran usia lebih dari 50 tahun. Pendidikan SD atau sederajat paling besar berada pada kisaran usia lebih dari 50 tahun sebesar 37%, kemudian usia 17-35 sebesar 35% dan usia 36-50 tahun sebesar 29%. Pendidikan SMP atau sederajat paling besar berada pada kisaran usia 36-50 tahun yaitu sebesar 53%, kemudian usia 17-35 tahun sebesar 47%. Pendidikan SMA atau sederajat paling besar berada pada kisaran usia 17-35 tahun yaitu sebesar 86%. Untuk pendidikan S1 terdapat 1 orang petani dengan kisaran usia 17-35 tahun. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar petani berada pada kisaran umur produktif yaitu 17-35 tahun, walaupun memiliki tingkat pendidikan yang tidak terlalu tinggi. Tabel 4 Pendidikan dengan umur Umur 17-35 tahun 36-50 tahun > 50 tahun Pendidikan tidak tamat 0 0 2 SD/tidak sekolah .0% .0% 100.0% SD/sederajat 18 15 19 34.6% 28.8% 36.5% SMP/sederajat 7 8 0 46.7% 53.3% .0% SMA/sederajat 6 1 0 85.7% 14.3% .0% S1 1 0 0 100.0% .0% .0% Total 32 24 21 41.6% 31.2% 27.3% Sumber : Hasil data primer diolah dengan SPSS, 2013
Total 2 100.0% 52 100.0% 15 100.0% 7 100.0% 1 100.0% 77 100.0%
2 Sebaran petani berdasarkan pendidikan dengan lama berusaha tani Tabel 5 menunjukkan tingkat pendidikan dengan lama berusaha tani. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa petani dengan lama usaha lebih dari 10 tahun dan pendidikan SD atau sederajat memiliki jumlah yang paling besar yaitu sebanyak 26 orang, kemudian lama usaha 5-10 tahun sebanyak 14 orang dan kurang dari 5 tahun sebanyak 12 orang dengan tingkat pendidikan yang sama yaitu SD atau sederajat. Dari total juga terlihat bahwa petani dengan lama usaha lebih dari 10 tahun memiliki jumlah yang paling tinggi yaitu sebanyak 32 petani. Hasil tersebut menunjukkan bahwa lamanya berusaha tani akan menberikan pengalaman yang cukup sehingga lebih memahami cara berusaha tani, meskipun dengan tingkat pendidikan yang rendah. Keterampilan petani diperoleh dari
29
berbagai kondisi yang dihadapi petani di lapangan, yang kemudian akan menciptakan keterampilan pada petani untuk mengatasi masalah yang dihadapi di lapangan. Kemampuan petani inilah yang tidak diperoleh dibangku pendidikan. Petani mengatasi masalah yang mereka hadapi dilapangan berdasarkan pengalaman, sehingga mereka mengetahui cara yang paling tepat untuk mengatasi setiap kondisi yang dihadapi dengan berdasarkan pengalaman dan keterampilan yang dimiliki. Tabel 5 Pendidikan dengan lama berusaha tani Lama berusaha tani < 5 tahun 5-10 tahun > 10 tahun Pendidikan tidak tamat 1 0 1 SD/tidak sekolah 50.0% .0% 50.0% SD/sederajat 12 14 26 23.1% 26.9% 50.0% SMP/sederajat 4 7 4 26.7% 46.7% 26.7% SMA/sederajat 2 4 1 28.6% 57.1% 14.3% S1 1 0 0 100.0% .0% .0% Total 20 25 32 26.0% 32.5% 41.6% Sumber : Hasil data primer diolah dengan SPSS, 2013
Total 2 100.0% 52 100.0% 15 100.0% 7 100.0% 1 100.0% 77 100.0%
3 Sebaran petani berdasarkan pendidikan dengan status pekerjaan Dari hasil crosstab berdasarkan pendidikan dengan status pekerjaan yang tersaji pada tabel 6, dapat diketahui bahwa petani dengan pendidikan SD/ sederajat menjadikan usaha tani sebagai pekerjaan utama dengan jumlah petani sebanyak 50 orang. Petani dengan tingkat pendidikan SMA atau sederajat memiliki jumlah yang paling tinggi untuk menjadikan bertani sebagai usaha sampingan yaitu sebanyak 4 orang. Dari hasil tersebut dapat kita ketahui bahwa sebagian besar responden memiliki mata pencaharian utama sebagai petani. Hal ini dapat disebabkan karena sebagian responden memiliki tingkat pendidikan yang rendah sehingga menjadikan bertani sebagai sumber mata pencaharian mereka. Tabel 6 Pendidikan dengan status pekerjaan
Pendidikan
tidak tamat SD/tidak sekolah SD/sederajat
Pekerjaan Utama Sampingan 2 0 100.0% .0% 50 2 96.2% 3.8%
Total 2 100.0% 52 100.0%
berlanjut……….
30
Lanjutan Tabel 6 Pekerjaan utama sampingan SMP/sederajat 15 0 100.0% .0% SMA/sederajat 3 4 42.9% 57.1% S1 0 1 .0% 100.0% Total 70 7 90.9% 9.1% Sumber : Hasil data primer diolah dengan SPSS, 2013
Total 15 100.0% 7 100.0% 1 100.0% 77 100.0%
4 Sebaran petani berdasarkan pendidikan dengan pemilik dan penggarap Tabel 7 menunjukkan tingkat pendidikan dengan lahan penggarap dan milik. Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa petani dengan tingkat pendidikan SD atau sederajat memiliki lahan milik sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa petani desa Pancawati melakukan usaha tani di lahan milik mereka sendiri. Pendidikan yang rendah yang dimiliki oleh petani menjadikan bertani sebagai sumber mata pencaharian utama responden. Hal ini dikarenakan responden tidak mempunyai pengetahuan yang cukup untuk mencari pekerjaan lain sebagai sumber mata pencaharian karena pendidikan mereka yang rendah. Meskipun begitu petani mampu memiliki lahan sendiri tanpa harus menjadi penggarap di lahan orang lain. Sehingga responden memiliki hasil panen sendiri yang berasal dari lahan milik sendiri. Tabel 7 Pendidikan dengan pemilik dan penggarap Lahan Milik penggarap Pendidikan tidak tamat SD/tidak 1 1 sekolah 50.0% 50.0% SD/sederajat 42 10 80.8% 19.2% SMP/sederajat 12 3 80.0% 20.0% SMA/sederajat 5 2 71.4% 28.6% S1 0 1 .0% 100.0% Total 60 17 77.9% 22.1% Sumber: Hasil data primer diolah dengan SPSS, 2013
Total 2 100.0% 52 100.0% 15 100.0% 7 100.0% 1 100.0% 77 100.0%
31
Hasil Analisis Respon Petani terhadap Metode PTT Padi untuk meningkatkan produktivitasnya di Desa Pancawati Caringin Bogor Setiap jawaban responden ditabulasikan dan dibuat distribusi frekuensinya (Lampiran 2). Dari distribusi frekuensi tersebut terlihat bahwa responden memiliki respon terhadap metode PTT padi untuk meningkatkan produktivitas dinilai baik dan setuju, yang diindikasi persepsi responden terhadap pengetahuan, keterampilan dan sikap yang baik, dimana responden menjawab diantara nilai 4 – 5. Untuk meningkatkan produktivitas digunakan hasil yang dicapai sebelum dan sesudah memakai metode PTT. Hasil yang dicapai mengalami peningkatan yaitu sesudah menerapkan metode PTT terjadi kenaikan rata-rata sebesar 0.814 kw/ha/tanam (Tabel 14). Hal ini sesuai dengan penelitian Muliatin (2011) bahwa respon petani terhadap metode PTT dan dampaknya terhadap produksi mengalami kenaikan dilihat dari sebelum dan sesudah penerapan. Tabel 8 Peningkatan produktivitas padi di desa Pancawati Kelompok No Tani Produktivitas ku/ha Beda PTT terhadap PTT Non PTT Non PTT (%) 1 Sugih Mukti 1 94 61 33 35.11 2 Sugih Mukti 2 63.7 51 12.7 19.94 3 Sugih Mukti 3 96 65 31 32.29 4 Sinapel 78 70.6 7.4 9.49 5 Padi Jaya 66 52.4 13.6 20.61 Jumlah 397.7 300 97.7 24.57 19.54 ku/ 24 rata-rata ha/musim 0.814 19.54 : 24 ku/ha/musim 2.442 0.814 x 3 ku/ha/tahun Sumber : BP3K 2012 Hasil Analisis Partial Least Square (PLS) : Pengaruh Pengetahuan, Keterampilan dan Sikap terhadap Produktivitas Metode analisis yang dilakukan untuk mengetahui bentuk dan besar pengaruh variabel laten independen (eksogen) yaitu Pengetahuan, Keterampilan dan Sikap ) terhadap variabel laten dependen (endogen) yaitu produktivitas adalah menggunakan Partial Least Square (PLS) yang diolah dengan SmartPLS 2.0. Hasil analisis model penelitian dapat dilihat dalam Gambar 4.
32
Gambar 4 Model pengaruh pengetahuan, keterampilan dan sikap terhadap produktivitas
Pada Gambar 4, terdapat satu jenis bentuk hubungan variabel laten dengan indikator, yaitu reflektif. Variabel laten eksogen pengetahuan , keterampilan dan sikap berbentuk reflektif. Variabel laten pengetahuan direfleksikan dengan 10 indikator, keterampilan direfleksikan dengan 15 indikator, sikap direfleksikan dengan 10 indikator. Variabel laten endogen yaitu produktivitas direfleksi dengan 2 (dua) bentuk yaitu produksi per tahun dan peningkatan produktivitas luas areal tanam, setelah model dibentuk dengan menggunakan SmartPLS, dilakukan pengujian kelayakan model. 1 Evaluasi Measurement (Outer) Model Suatu indikator apakah merupakan pembentuk konstruk (variabel laten) dilakukan pengujian validitas konvergen dari model pengukuran dengan indikator reflektif yang dinilai berdasarkan korelasi antar item score dengan construct score yang dihitung dengan bantuan software SmartPLS (Ghozali, 2008). Convergent Validity (Reliabilitas Indikator) Reliabilitas indikator dicerminkan dari nilai loading factor yang merefleksikan kekuatan interelasi antara variabel laten pengetahuan, keterampilan, sikap dan produktivitas terhadap masing-masing variabel indikatornya. Ukuran individual dikatakan valid jika memiliki korelasi (loading) dengan konstruk (variabel laten) yang ingin diukur > 0.50. Jika salah satu indikator memiliki
33
loading < 0.5 maka indikator tersebut harus dikeluarkan dari model karena mengindikasikan bahwa indikator tidak cukup baik untuk mengukur konstruk secara tepat (Tabel 9). Tabel 9 Nilai loading factor pada variabel laten pengetahuan, keterampilan, sikap dan produktivitas Variabel Nilai No Indikator Keterangan Laten Loading I
Pengetahuan
Pengetahuan baru bagi petani
II
Penyesuaian dengan kondisi fisik dan sosial Lebih efektif dibanding metode tanam padi lama Metode PTT sudah diterapkan para petani Metode PTT dapat meningkatkan hasil panen Pengetahuan seluk beluk metode PTT Kondisi yang diperlukan untuk meningkatkan produktivitas Mengetahui keunggulan dan kelemahan metode PTT Mengenal berbagai metode tanam padi selain PTT padi Mengetahui hasil penerapan PTT di daerah lain Keterampilan Mampu menerapan metode PTT
0,545 0,294 0,451 0,579 0,729 0,438 0,451 0,072 0,477 0,645 0,816
Memerlukan pelatihan
0,289
Penyesuaian metode PTT dengan kondisi fisik dan sosial Asistensi/memerlukan pendampingan penyuluh Kemampuan modifikasi
0.805
Mengetahui resiko menerapkan metode PTT Mengetahui resiko menerapkan metode PTT Mampu memanfaatkan metode PTT untuk peningkatan hasil panen Lebih mudah memakai metode lama dalam meningkatkan hasil panen Mampu menghasilkan produktivitas sama meski dengan metode lama
0,653
0,823 0,187
0,653 0,676
0,192 -0,105
Memenuhi convergent validity Tidak memenuhi convergent validity Tidak memenuhi convergent validity Memenuhi convergent validity Memenuhi convergent validity Tidak memenuhi convergent validity Tidak memenuhi convergent validity Tidak memenuhi convergent validity Tidak memenuhi convergent validity Memenuhi convergent validity Memenuhi convergent validity Tidak memenuhi convergent validity Memenuhi convergent validity Memenuhi convergent validity Tidak memenuhi convergent validity Memenuhi convergent validity Memenuhi convergent validity Memenuhi convergent validity
Tidak memenuhi convergent validity Tidak memenuhi convergent validity
berlanjut……
34
Lanjutan Tabel 9 Variabel No Laten
III
IV
Sikap
Produktivtas
Indikator Kemampuan teknik penerapan metode PTT Kemampuan memecahkan masalah metode PTT Kemampuan melakukan modifikasi metode PTT Kemampuan antisipasi masalah penerapan Memerlukan Pendampingan dalam memecahkan masalah penerapan Memberikan masukan terhadap metode PTT Menerima karena anjuran pemerintah Dapat membandingkan met ode lama dan metode PTT padi Menerapkan metode mengikuti tetangga desanya Percaya dan menerima metode PTT dapat meningkatkan hasil panen Dapat menilai untung rugi menerapkan metode PTT Menerima konsekuensi masalah penerapan Memberikan saran untuk perbaikan metode PTT Memberikan pengalaman kepada penyuluh dan petani lain Bersedia dikoordinasikan dengan petani dikelompoknya Peningkatan Produksi Peningkatan produktivitas
Nilai Loading 0,763 0,588 0,212 0,844 0,526
0,804 0,270 0,311 -0,208 0,818
0,645 0,492 0,492 -0,049 0,636 0,875 0,918
Keterangan Memenuhi convergent validity Memenuhi convergent validity Tidak memenuhi convergent validity Memenuhi convergent validity Memenuhi convergent validity Memenuhi convergent validity Tidak memenuhi convergent validity Tidak memenuhi convergent validity Tidak memenuhi convergent validity Memenuhi convergent validity Memenuhi convergent validity Tidak Memenuhi convergent validity Tidak memenuhi convergent validity Tidak memenuhi convergent validity Memenuhi convergent validity Memenuhi convergent validity Memenuhi convergent validity
Sumber : Hasil data primer yang dioleh smart PLS, 2013
Indikator yang memiliki nilai loading factor di bawah 0.5, menunjukkan kekuatan merefleksikan ke laten sangat rendah. Indikator yang memiliki nilai loading yang rendah harus didrop, sehingga model perlu dieksekusi dengan SmartPLS untuk menghasilkan loading faktor baru (Gambar 5).
35
Gambar 5 Model pengaruh pengetahuan, keterampilan dan sikap terhadap produktivitas setelah indikator didrop
Discriminat validity Tabel 10 menunjukkan, nilai korelasi variabel pengetahuan, keterampilan sikap dan produktivitas dengan masing-masing indikatornya. Diharapkan setiap blok indikator memiliki loading lebih tinggi untuk setiap variabel laten yang diukur dibandingkan dengan indikator untuk laten variabel lainnya. Pada Tabel 10 terlihat bahwa nilai korelasi indikator setiap blok lebih besar jika dibandingkan dengan korelasi indikator yang sama terhadap variabel laten lainnya. Hal tersebut membuktikan bahwa model reflektif pada penelitian ini valid. Tabel 10 Cross Loading Indikator
Keterampilan
Pengetahuan
Produktivitas
Sikap
Pengetahuan baru
0.3641
0.5953
0.4169
0.3488
Metode PTT sudah diterapkan
0.7212
0.7482
0.4818
0.7318
Mampu meningkatkan hasil panen
0.3888
0.5578
0.4389
0.2493
Mengetahui hasil didaerah lain
0.5843
0.7831
0.5125
0.5628
Mampu menerapkan metode PTT
0.8139
0.5945
0.5815
0.6276
Penyesuaian dengan kondisi fisik Memerlukan Pendampingan dalam penerapan
0.8081
0.7134
0.6517
0.6344
0.8126
0.7004
0.6387
0.6740
Resiko menerapkan metode PTT
0.6235
0.5214
0.4037
0.5175
Mampu memanfaatkan metode PTT
0.7803
0.5494
0.5934
0.6341
Mampu meningkatkan hasil panen
0.6221
0.4213
0.4445
0.5234
Menguasai penerapan Metode PTT Mampu cepat belajar memecahkan masalah penerapan metode PTT Mampu mengantisipasi penerapan metode PTT Memerlukan pendamping dlm memecahkan masalah
0.8419
0.7478
0.7451
0.7837
0.5047
0.2457
0.4217
0.3443
0.6583
0.4035
0.5880
0.6317
0.6929
0.5502
0.4967
0.6661
berlanjut…….
36
Lanjutan Tabel 10 Indikator
Keterampilan
Pengetahuan
Produktivitas
Sikap
Mampu memberi masukan Menerima metode PPT dapat meningkatkan hasil Mampu menilai untung rugi Bersedia dikoordinasikan dengan petani lain
0.6790
0.5580
0.5633
0.8057
0.6056 0.6448
0.4501 0.5733
0.4886 0.5765
0.6936 0.8267
0.6216
0.5906
0.4841
0.6720
Meningkatkan produksi
0.6190
0.5797
0.8730
0.5236
0.6465
0.9191
0.7207
Meningkatkan Produktivitas 0.7770 Sumber : Hasil data primer yang dioleh smart PLS, 2013
Hasil cross loading (Tabel 10) didapat bahwa pengetahuan tentang metode PTT untuk meningkatkan produktivitasnya memiliki loading faktor terbesar pada mengetahui hasil didaerah lain sebesar 0.7831, diikuti dengan metode PTT sudah diterapkan oleh petani sebesar 0.7482, metode PTT merupakan pengetahuan baru sebesar 0.5953, mampu meningkatkan hasil panen sebesar 0.5578. Keterampilan lebih tinggi loading faktornya dibanding pengetahuan sehingga produktivitas lebih dipengaruhi oleh keterampilan petani hal ini dapat dilihat cross loading terbesar pada keterampilan adalah menguasai penerapan metode PTT sebesar 0.8419, diikuti dengan mampu menerapkan metode PTT sebesar 0.8139, memerlukan pendampingan dalam penerapan metode PTT sebesar 0.126, metode PTT sudah disesuaikan dengan kondisi fisik dan sosial sebesar 0.8081, mampu memanfaatkan metode PTT sebesar 0.7803, memerlukan pendampingan dalam memecahkan masalah sebesar 0.6929, mampu mengantisipasi penerapan metode PTT sebesar 0.6583, resiko menerapkan metode PTT sebesar 0.6235, mampu meningkatkan hasil panen sebesar 0.6221, dan yang loading terendah mampu cepat belajar memecahkan masalah penerapan metode PTT. Sikap terhadap metode PTT hasil cross loading terbesar mampu menilai untung rugi sebesar 0.8267, diikuti dengan mampu memberikan masukan sebesar 0.8057, menerima bahwa metode PTT dapat meningkatkan hasil sebesar 0.6936, dan cross loading terendah bersedia dikoordinasikan dengan petani lain sebesar 0.6720. Variance Extracted (AVE) Metode lain untuk menilai discriminat validity adalah dengan membandingkan akar kuadrat dari Average Variance Extracted (AVE) untuk setiap konstruk dengan korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam model yang dapat dilihat pada Tabel 11. Model mempunyai discriminat validity yang cukup jika akar AVE untuk setiap konstruk lebih besar daripada korelasi antara konstruk dan konstruk yang lain. Tabel 11 Korelasi antar konstruk Variabel Keterampilan
Keterampilan 1
Pengetahuan
Produktivitas
Sikap
0
0
0
Pengetahuan
0.7525
1
0
0
Produktivitas
0.7862
0.6863
1
0
Sikap 0.8273 0.7216 Sumber : Hasil data primer yang dioleh smart PLS, 2013
0.7041
1
37
Nilai akar AVE masing-masing variabel (Tabel 12) menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai korelasi antar konstruk dengan konstruk lainnya dan hal ini mengandung makna bahwa konstruk memiliki discrimant validity yang tinggi. Nilai AVE konstruk produktivitas pada tabel adalah 0.8034 sehingga nilai akarnya adalah sebesar 0.8909. Nilai tersebut lebih tinggi daripada nilai korelasi antar konstruk produktivitas dengan konstruk yang lainnya yaitu sebesar 0.7862 (produktivitas dengan keterampilan), 0.6863 (produktivitas dengan pengetahuan), 0.7041 (produktivitas dengan sikap). Demikian seterusnya pada nilai akar AVE konstruk yang lainnya. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa model adalah baik. Tabel 12 Nilai AVE dan Akar AVE Variabel Keterampilan Pengetahuan Produktivitas Sikap
AVE 0.5237 0.4597 0.8034 0.5663
Akar AVE 0.9150 0.7693 0.8909 0.8382
Sumber : Hasil data primer yang dioleh smart PLS, 2013
Composite Reliability Disamping uji validitas konstruk, dilakukan juga uji reliabilitas konstruk yang diukur dengan dua kriteria yaitu composite reliability dan Cronbachs Alpha dari blok indikator yang mengukur konstruk. Konstruk dinyatakan reliable jika nilai composite reliability di atas 0.6 dan Cronbachs Alpha di atas 0.5. Hal ini dapat dilihat pada nilai outer model loading masing-masing variabel laten. Reliabilitas komposit, baik variabel keterampilan, pengetahuan, produktivitas dan sikap memiliki nilai yaitu sebesar 0.9150, 0.7693, 0.8909, 0.8382 (Tabel 13), dimana nilai tersebut melebihi standar yang disyaratkan yaitu sebesar 0,7 yang menunjukkan kestabilan dan konsistensi internal indikator yang baik. Tabel 13 Nilai Composite Reability Variabel Keterampilan Pengetahuan Produktivitas Sikap
Nilai Composite Reliability 0.9150 0.7693 0.8909 0.8382
Sumber : Hasil data primer yang dioleh smart PLS, 2013
Cronbachs Alpha Hasil dari cronbanchs alpha seperti pada Tabel 14 semua nilai cronbanchs alpha untuk masing-masing konstruk di atas 0.5, sehingga konstruk memiliki reliabilitas yang baik. Tabel 14 Nilai Cronbachs Alpha Variabel
Nilai Cronbachs Alpha
Keterampilan
0.8949
Pengetahuan
0.5952
Produktivitas
0.7579
Sikap 0.7408 Sumber : Hasil data primer yang dioleh smart PLS, 2013
38
2 Evaluasi Model struktural atau Inner Model Menilai inner model adalah mengevaluasi pengaruh antar variabel laten dan pengujian hipotesis. Model struktural dievaluasi dengan menggunakan Rsquare untuk variabel endogen dan membandingkan dengan ttabel 1.96. Penelitian ini memiliki 1 (satu) variabel endogen yaitu variabel produktivitas. Variable endogen produktivitas dipengaruhi oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap (Tabel 15). Tabel 15 menunjukkan bahwa R-Square pengetahuan, keterampilan dan sikap terhadap produktivitas sebesar 0.6358 yang dapat diinterpretasikan bahwa pengetahuan, keterampilan, sikap memiliki kontribusi positif terhadap produktivitas sebesar 63.58% sedangkan 36.42% dijelaskan oleh variabel lain diluar yang diteliti. Menurut Chin dalam Ghozali (2008) bahwa Hasil R-Square sebesar 0.67, 0.33 dan 0.19 untuk variabel laten endogen dalam model struktural, masingmasing mengindikasikan bahwa model “baik”, ”moderat”, dan “lemah”. Berdasarkan teori tersebut dan nilai R-Square pada variabel laten menunjukkan bahwa kategori model yang diterangkan termasuk ke dalam model yang baik. Tabel 15 Nilai R. Square Variabel Keterampilan Pengetahuan Produktivita Sikap
R. Square
0.6358
Sumber : Hasil data primer yang dioleh smart PLS, 2013
Pengujian hipotesis dilakukan dengan melihat analisis bootstraping pada path coefficients, yaitu dengan membandingkan nilai dengan ttabel. Hasil analisis path coefficients dapat dilihat pada Tabel 16. Pada Tabel 16 menunjukkan nilai ttabel lebih besar dari 1.96 dari 3 variabel laten yang diteliti ternyata 2 variabel pengetahuan dan keterampilan hipotesis yang dipaparkan sebelumnya diterima tetapi variabel sikap tidak diterima. Tabel 16 Path Coefficiens (Mean, STDEV,T-Value)
Keterampilan -> Produktivitas Pengetahuan -> Produktivitas Sikap -> Produktivitas
Original Sample (O)
Sample Mean (M)
Standard Deviation (STDEV)
Standard Error (STERR)
T Statistics (O/STERR)
0.5689
0.5727
0.1381
0.1381
4.1204
0.1806
0.1927
0.0882
0.0882
2.0486
0.0917
0.0862
0.1323
0.1323
0.6936
Sumber : Hasil data primer yang dioleh smart PLS, 2013
Hipotesis 1 : Pengetahuan berpengaruh signifikan terhadap Produktivitas Hasil pengujian pertama menunjukkan dimana nilai koefisien parameter sebesar 0.1806 yang berarti terdapat pengaruh positif pengetahuan terhadap produktivitas, Semakin tinggi pengetahuan maka semakin tinggi produktivitas
39
dengan nilai thitung = 2.0486 signifikan (t tabel signifikan 5% =1.96) oleh karena nilai t statistik lebih besar dari t tabel 1.96. sehingga hipotesis pertama diterima. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan yang tinggi memiliki pengaruh secara signifikan terhadap produktivitas. Sumber dan penyebaran berbagai informasi mengenai metode PTT sudah cukup baik yang secara langsung menambah pengetahuan petani dalam berusaha tani untuk meningkatkan produktivitas hal ini sesuai dengan pendapat (Gibson et al.1988) Pengetahuan adalah sifat cognitive yang ada pada diri manusia. Pengetahuan diawali dari proses melihat sampai dengan proses berpikir dalam diri manusia, pengetahuan terkait dengan apa yang diketahui oleh manusia. Pengetahuan dan cakrawalanya memberikan arti terhadap objek psikologinya. Sebagaimana yang dinyatakan juga oleh Sudarta (2002) pengetahuan petani sangat membantu dan menunjang kemampuannya untuk mengadopsi teknologi dalam usahataninya dan kelanggengan usahataninya. Semakin tinggi tingkat pengetahuan petani maka kemampuannya dalam mengadopsi teknologi di bidang pertanian juga tinggi, dan sebaliknya. Hipotesis 2 : Keterampilan berpengaruh signifikan terhadap Produktivitas Hasil pengujian kedua memenunjukkan bahwa koefisien parameter sebesar 0.5689 dengan nilai thitung = 4.1204 lebih besar dibanding ttabel = 1.96 yang berarti terdapat pengaruh positif dan signifikan antara keterampilan terhadap produktivitas. Hal ini berarti keterampilan semakin tinggi berpengaruh secara signifikan terhadap produktivitas. Pengujian hipotesis ke-dua diterima. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan para petani sudah cukup baik didukung oleh keterampilan petani dalam kegiatan menerapkan metode PTT melalui pelatihan, pendampingan untuk memecahkan masalah dalam penerapan metode PTT sehingga dapat meningkatkan produktivitas. Hal ini sesuai dengan pendapat (Nuryanti 2003) bahwa keterampilan merupakan kecakapan atau kemampuan untuk menerapkan suatu inovasi bagaimana petani dapat mengulang segala sesuatu yang dilihatnya melalui kegiatan belajar dengan meniru gerakan, menggunakan konsep untuk melakukan gerakan dengan benar dan melakukan beberapa gerakan dengan benar dan wajar . Sesuai juga dengan pendapat Mointi (2011) Keterampilan petani ialah sebagai proses komunikasi untuk mengubah perilaku petani menjadi cekat, cepat dan tepat melalui pengembangan teknologi. Keterampilan ini dibutuhkan dalam pengembangan pertanian dalam hal budidaya dan pengolahan tanaman untuk mendapatkan hasil produksi yang maksimal. untuk mendapatkan hasil maksimal dan produksi tinggi tentu di perlukan keterampilan petani yang dapat menunjang bagaimana aplikasi pertanian yang sebenarbenarnya, tentunya dari proses pengolahan sampai panen. Hipotesis 3 : Sikap berpengaruh signifikan terhadap Produktivitas Hasil pengujian ketiga menunjukkan dimana koefisien parameter sebesar 0.0917. Pengujian hipotesis ketiga tidak diterima karena pada hasil analisis diperoleh bahwa thitung = 0,6936 lebih kecil dibanding ttabel = 1.96. Hal ini dapat terlihat dari analisis bahwa petani menerima metode PTT bukan karena anjuran dari pemerintah. Dengan menerima metode PTT petani dapat melihat perbandingan hasil yang diperoleh. Dimana hasil panen padi dengan menggunakan metode PTT lebih besar dibandingkan dengan menggunakan metode lama, sehingga dengan sendirinya dapat menilai untung rugi dari
40
penerapan metode PTT. Petani juga dapat memberi masukan terhadap metode PTT untuk lebih meningkatkan hasil produktivitas. Petani juga bersedia dikoordinasikan dengan petani lain dalam rangka penerapan metode PTT. Implementasi Manajerial Upaya pengembangan metode PTT untuk meningkatkan produktivitas padi bagi petani di desa Pancawati Caringin Bogor perlu terus dilakukan melalui penyebarluasan metode PTT yang lebih intensif. Dari hasil penelitian didapat Sebagian besar petani berpendidikan rendah yaitu SD sehingga ada kendala pendidikan dan interelasi produktifitas dan pegetahuan tidak sekuat keterampilan, maka penambahan pengetahuan lebih kearah pengetahuan praktis. Indikasi ini diperkuat dengan tingginya loading faktor untuk asistensi/pendampingan, bahwa modifikasi dan kreatifitas diharapkan dari asistensi/ pendampingan. Dengan demikian untuk jangka pendek petani hanya akan menguasai keterampilan standard belum dapat diharapkan melakukan modifikasi besar atau kreatifitas. Indikasi ini juga didukung dengan loading faktor rendah pada kemampuan modifikasi. Keterampilan lebih tinggi loading faktornya dibanding pengetahuan sehingga produktivitas lebih dipengaruhi oleh keterampilan petani hal ini dapat dilihat bahwa petani mampu menerapkan metode PTT yang sudah disesuaikan dengan kondisi fisik dan sosial, selain itu juga petani mampu memperhitungkan resiko penerapan metode PTT dan dapat dengan cepat memecahkan masalah penerapan metode PTT sudah menguasai metode PTT. Petani juga memanfaatkan metode PTT untuk meningkatkan produktivitas, sehingga meningkatkan hasil panen, akan tetapi petani belum mampu melakukan modifikasi karena pengetahuan konseptual atau ilmunya kurang sehingga diperlukan pendampingan karena menyangkut penerapan lapangan dan keterampilan teknis lapangan untuk dapat berhasil menerapkan metode PTT. Dalam jangka panjang pengetahuan diperlukan juga agar petani dapat memberikan masukan inovasi, memodifikasi metode PTT, membantu masalah penerapan metode PTT. Sikap terhadap metode PTT tidak berpengaruh terhadap produktivitas. Hal ini tidak berarti bahwa petani menolak keberadaaan metode PTT yang dapat dilihat hasil tabulasi kuesioner yang diperoleh menunjukkan bahwa petani menerima metode PTT mampu meningkatkan hasil. Petani dapat menilai untung rugi dan bersedia memberi masukan terhadap penerapan metode PTT yang selanjutnya dikoordinasikan dengan kelompoknya, sehingga dapat dikatakan bahwa petani memerlukan jangka waktu untuk merubah sikap karena sangat dipengaruhi oleh situasi sekitarnya, dan pengalaman petani dalam berusahatani sehingga keinginan bersikap sesuai aturan menjadi terhambat. Oleh karena itu penyuluhan/pendampingan dalam penyebaran teknologi perlu dibangun secara lebih baik melalui metode partisipatif dengan melibatkan petani dari tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi kegiatan sehingga petani dapat memperoleh pembelajaran dalam upaya meningkatkan produktivitas.
41
4 SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dalam pembahasan ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil tabulasi kuesioner bahwa respon petani terhadap Metode PTT padi untuk meningkatkan produktivitas baik yaitu diindikasikan dengan persepsi responden terhadap pengetahuan, keterampilan dan sikap yang baik. 2. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa pengetahuan dan keterampilan berpengaruh terhadap produktivitas tetapi keterampilan lebih tinggi loading faktornya dibanding pengetahuan sehingga produktivitas lebih dipengaruhi oleh keterampilan petani akan tetapi petani belum mampu melakukan modifikasi karena pengetahuan konseptual atau ilmunya kurang sehingga diperlukan pendampingan karena menyangkut penerapan lapangan dan keterampilan teknis lapangan untuk dapat berhasil menerapkan metode PTT. Dalam jangka panjang pengetahuan diperlukan juga agar petani dapat memberikan masukan inovasi, memodifikasi metode PTT, membantu masalah penerapan metode PTT. Hal berbeda ditunjukkan oleh variabel sikap dimana sikap tidak berpengaruh terhadap produktivitas.
SARAN Berdasarkan kesimpulan di atas, maka secara umum dapat direkomendasikan untuk melakukan beberapa hal sebagai berikut: 1. Petani memiliki keterampilan standard, untuk modifikasi dan kreatifitas dibutuhkan asistensi/ pendampingan, maka peningkatan pengetahuan dan keterampilan perlu dilakukan yaitu dengan pelatihan melalui sekolah lapang yang tidak terikat dengan ruang kelas, sehingga belajar dapat dilakukan ditempat yang berdekatan dengan lahan percontohan. Sehingga peran pendampingan sebagai pemandu lapangan, motivator dan konsultasi bagi petani sangat diperlukan untuk memberikan teori yang praktis, menganalisis kondisi dan sosial setempat. 2. Mengharapkan peran pemerintah agar asistensi/pendampingan lebih efektif dengan melakukan peningkatan intensitas asistensi/pendampingan langsung di lokasi lahan percontohan, alokasi asistensi/pendampingan yang sesuai dengan kondisi sosial setempat, sistem pelatihan yang efektif bagi petani dalam implementasi metode PTT, materi pelatihan meliputi tatacara pelaksanaan metode PTT padi yang dititikberatkan pada praktek lapangan, ketersediaan sarana dan prasarana produksi yang tepat waktu, tepat jumlah, kemudahan diakses petani. Hal ini sangat penting karena apabila sarana dan prasarana produksi terlambat, akibatnya petani tidak dapat menerapkan metode PTT padi sesuai anjuran.
42
DAFTAR PUSTAKA
Azwar S. 2000. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Edisi ke 2. Cetakan IV. Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar. Aphunu A, Ajayi MT. 2010. Assessmnet of Farmers Perception of The Effectiveness of Songhai-Delta Fish Culture Training Programme in Delta State, Nigeria.1Department of Agricultural Extension and Management, Delta State Polytechnic, Ozoro Nigeria.2Department of Agricultural Economics and Extension Services, University of Benin, Benin City. Nigeria Agro-Science Journal of Tropical Agriculture, Food, Environment and Extension Volume 9 Number 2 May 2010 PP. 131 – 136 diunduh pada tanggal 4 April 2013. [Balitbangtan] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Petunjuk Teknis Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. [Deptan] Departemen Pertanian. 2008. Peraturan Menteri No.16/OT.140/2/2008. Jakarta (ID): Departemen Pertanian.
Pertanian
Dinas Pertanian 2012. Produksi Padi Sawah menurut Kabupaten dan Kota. Bandung (ID): Dinas Pertanian Jawa Barat. [Dirjentan] Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2011. Pedoman Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung dan Kedelai. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Ferdinan. 2006. Struktural Equation Modelling dalam Penelitian Manajemen, Semarang (ID): Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Ghozali I, Fuad. 2005. Struktural Equation Modelling: Pengantar. Semarang Ghozali I. 2008. Structural Equation Modeling Metode Alternatif dengan Partial Least Square edisi 2. Semarang (ID): Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gibson JL, Donnel JH, Ivancevich, John M, Wahid, Jurban. 1988.Organisasi dan Manajemen : Perilaku Struktur Proses. Jakarta (ID): Erlangga. Husen U. 2002. Studi Kelayakan dalam Bisnis Jasa. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Umum. Maintang. 2012. Pengelolaan Tanaman Terpadu dan Teknologi Pilihan Petani: Kasus Sulawesi Selatan. Jurnal IPTEK Tanaman Pangan. Volume 7 No.2. Desember 2012. Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor. Makarim AK, Las I. 2004. Padi Tipe Baru. Sukamandi (ID): Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Mardikanto T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta (ID): Sebelas Maret University Press.
43
Mointi S. 2011. Fakultas Pertanian, Universitas Alkhairaat Palu, Sulawesi Tengah.netblog-mointi.blogspot.com/2011/8/keterampilan-petani.html. Moumeni-Helali H, Ahmadpour A. Impact of Farmers' Field School Approach on Knowledge,Attitude and Adoption of Rice Producers Toward Biological Control: the Case of Babol Township, Iran Department of Agricultural Extension and Education, Sari Branch, Islamic Azad University, Sari, Iran. World Applied Sciences Journal 21 (6): 862-868, 2013 diunduh pada tanggal 12 April 2013. Muliatin.2011. Respon Petani Padi terhadap Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dan Dampaknya terhadap Peningkatan Produksi Padi (Studi Kasus di Dusun Bulutawing Desa Bulu Kecamatan Berbekan Kabupaten Nganjuk) [tesis]. Malang (ID): Universitas Brawijaya. Nuryanti LD. 2003. Peranan Media Komunikasi Terhadap Perilaku Petani dalam Berusahatani Melon (Cucumis melo L) Di Kabupaten Madiun.[Tesis]. Malang (ID): Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. [Puslitbangtan] Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2009. Pedoman Umum Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) Padi Sawah. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Roger EM, Schomaker FF. 1971. Communication of Innovation: a cross Cultural Approach. New York (ID): Free Press. Robbins SP. 2000. Training in Interpersonal Skills - 6th edition, Prentice Hall, Inc. tersedia di: http://id.shvoong.com/business-management/humanresources/2197108-pengertian-keterampilan-dan-jenisnya/#ixzz2EvROA2x0 Suryani SMR, Honorita B. 2011. Perilaku Petani dalam Usahatani Padi di Lahan Rawa Lebak. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Prosiding Seminar Nasional Budidaya Pertanian| Urgensi dan Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian | Bengkulu 7 Juli 2011 ISBN 978-602-192470-9 115. Diunduh pada tanggal 28 Maret 2013. Sudarta W. 2002. Pengetahuan, Sikap Petani Terhadap Pengendalian Hama Terpadu. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis. SOCA. Vol 2 No.1. Januari 2002. Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar. hal 31 – 34. Sudirman. 2006. Model Pelatihan Keterampilan Usaha Terpadu Bagi Petani sebagai Upaya Alih Komoditas. [disertasi]. Bandung (ID): Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Sugiono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif. Jakarta (ID): Bina Aksara. Syahyuti. 2005. Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: Kajian Teori dan Praktik Sosiologi Lembaga dan Organisasi.Bogor (ID): IPB Press.
44
[TCI]
Turindra Corporation Indonesia. 2009. Turindraatpblogspot.com/2009/11/macam-macam-kelompok tani-klasifikasi kelompok tani.
Toha M. 2005. Padi Gogo dan Pola Pengembangannya. Subang (ID): Balai Penelitian Tanaman Padi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Yamin S. 2011. Generasi Baru mengolah Data Penelitian dengan Partial Least Square Path Modeling, Jakarta (ID): Penerbit Salemba Infotek.
45
46
Lampiran 1. Koesioner penelitian
KUESIONER PENELITIAN RESPON PETANI TERHADAP METODE PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADI DI DESA PANCAWATI CARINGIN BOGOR Saya : Happy Three Agustiwi (H251110181) Mahasiswa Program Studi Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, yang sedang melakukan penelitian tentang “Respon Petani terhadap Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi di desa Pancawati Caringin Bogor”. Lembar kuesioner ini akan digunakan sebagai bahan pengumpulan data dalam pembuatan tesis. Partisipasi Bapak/Ibu sangat saya harapkan dalam pengisian kuesioner ini secara lengkap dan jujur demi tercapainya hasil yang diinginkan. Masukan dan informasi yang Bapak/Ibu berikan akan sangat berguna bagi peningkatan produktivitas padi. Terima kasih atas bantuan dan kerjasama Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk pengisian kuesioner ini.
IDENTITAS RESPONDEN Jenis Kelamin : L / P *) Umur :………………………………………… Pendidikan Akhir :………………………………………… Lama Berusahatani Padi :………………………………………… Status Pekerjaan : Utama/Sampingan*) Status Lahan : Pemilik/Penggarap*) Nama Kelompok Tani :………………………………………… Sudah menerapkan Metode PTT Padi: Ya/Tidak Sudah berapa kali menerapkan Metode PTT Padi : …………………… Mohon berikan centang (√) pada salah satu kotak sesuai pendapat Bapak/Ibu. Untuk setiap pertanyaan diberikan pilihan jawaban sebagai berikut : 1. Sangat tidak Setuju (STS) 2. Tidak Setuju (TS) 3. Netral (N) 4. Setuju (S) 5. Sangat Setuju (SS) Terima kasih atas bantuan dan kerjasama Bapak/Ibu yang telah bersedia mengisi kuesioner ini. Hormat saya,
Happy Three Agustiwi
) Coret yang tidak perlu
47
Lampiran 1 No I 1. 2 3. 4.
5. 6. 7.
8. 9. 10. II 1. 2. 3. 4 5. 6.
7. 8.
URAIAN
STS 1
TS 2
N 3
PENGETAHUAN Pengetahuan pembelajaran metode PTT padi Metode PTT Padi merupakan pengetahuan baru bagi petani Metode PTT padi yang dipakai sudah disesuaikan dengan kondisi fisik dan sosial disini Metode PTT padi lebih efektif dibandingkan metode tanam padi sebelumnya Metode PTT Padi sudah diterapkan oleh para petani disini Peningkatan produktivitas melalui metode PTT padi Mengetahui bahwa metode PTT padi mampu meningkatkan hasil panen padi Mengetahui dengan baik seluk beluk metode PTT padi Mengetahui kondisi yang diperlukan untuk meningkatkan produktifitas dengan metode PTT padi Wawasan melalui metode PTT padi Mengetahui keunggulan dan kelemahan metode PTT Padi dibandingkan dengan cara lama Mengenal berbagai metode tanam padi selain metode PTT padi Mengetahui hasil penerapan metode PTT padi di daerah lain KETERAMPILAN Keterampilan dalam penerapn metode PTT padi Mampu menerapkan metode PTT Padi untuk peningkatan hasil panen Memerlukan pelatihan untuk melakukan penerapan metode PTT padi Mampu menyesuaikan metode PTT padi dengan kondisi fisik dan sosial di sini Memerlukan pendampingan penyuluh untuk menerapkan metode PTT padi Mampu memodifikasi komponen teknologi pada metode PTT padi Memperhitungkan resiko menerapkan metode PTT padi Keterampilan dalam peningkatan produktivitas Mampu memanfaatkan Metode PTT Padi untuk peningkatan hasil panen Sebagian petani masih merasa lebih mudah memakai metode lama untuk meningkatan hasil panen berlanjut….
S 4
SS 5
48
Lanjutan Lampiran 1 No
URAIAN
9.
Mampu menghasilkan produktivitas sama meski dengan metode lama Mampu meningkatkan hasil panen padinya dengan metode PTT Padi Menguasai teknis penerapan metode PTT padi Keterampilan dalam memecahkan masalah Mampu cepat belajar memecahkan masalah dalam menerapkan PTT padi Mampu melakukan modifikasi metode PTT padi Mampu mengantisipasi akibat menerapkan metode PTT padi Memerlukan pendampingan penyuluh dalam menyelesaikan masalah penerapan metode PTT padi SIKAP Sikap petani terhadap metode PTT padi Mampu memberikan masukan terrhadap metode PTT padi Menerapkan metode PTT padi lebih karena anjuran dinas pertanian Dapat membandingkan metode tanam padi lama dan metode PTT padi Menerapkan metode PTT padi karena mengikuti petani tetangga desanya Sikap petani terhadap penerapan metode PTT padi Percaya dan menerima bahwa metode PTT padi dapat meningkatkan hasil Mampu menilai untung- rugi menerapkan metode PTT padi Menerima konsekuensi menerapkan metode PTT padi sebagai pembelajaran dalam bertanam padi Peran aktif petani terhadap metode PTT padi Mampu memberikan saran-saran kepada penyuluh untuk perbaikan metode PTT padi
10. 11. 12. 13. 14. 15. III 1. 2. 3. 4.
5. 6. 7.
8. 9. 10.
IV 1
2
Mampu memberikan pengalamannya kepada penyuluh dan petani lain tentang metode PTT padi Bersedia dikoordinasikan dengan para petani kelompoknya dalam menerapkan PTT padi PRODUKTIVITAS Peningkatan produksi Metode PTT Padi dapat meningkatan produksi padi daripada metode yang biasa diterapkan petani tradisional Peningkatan produktivitas Metode PTT Padi dapat meningkatan produktivitas padi daripada metode yang biasa diterapkan petani tradisional
STS 1
TS 2
N 3
S 4
SS 5
Lampiran 2 Distribusi frekuensi Dengan skala Likert 1= sangat tidak setuju , 2 = tidak setuju, 3 = Netral, 4= setuju, 5=sangat setuju Laten
Indikator
pembeljrn ptt
Pengetahuan produktvt mll ptt
wawasan ptt
Keterampilan penerapan ptt
Pengetahuan baru bagi petani Penyesuaian dengan kondisi fisik dan sosial Lebih efektif dibanding metode tanam padi lama Metode PTT sudah diterapkan para petani Metode PTT dapat meningkatkan hasil panen Pengetahuan seluk beluk metode PTT Kondisi yang diperlukan untuk meningkatkan produktivitas Mengetahui keunggulan dan kelemahan metode PTT Mengenal berbagai metode tanam padi selain PTT padi Mengetahui hasil penerapan PTT di daerah lain Mampu menerapan metode PTT Memerlukan pelatihan
1 0
Frekuensi 2 3 4 0 1 55
1 0%
Percentage 2 3 4 0% 1% 71%
5 21
5 27%
0
3
0
50
24
0%
4%
0%
65%
31%
0
0
3
44
30
0%
0%
4%
57%
39%
0
2
0
46
29
0%
3%
0%
60%
38%
0
0
0
41
36
0%
0%
0%
53%
47%
0
0
8
50
19
0%
0%
10%
65%
25%
0
0
8
54
15
0%
0%
10%
70%
19%
4
1
0
51
21
5%
1%
0%
66%
27%
5
41
8
13
10
6%
53%
10%
17%
13%
6
44
9
3
15
8%
57%
12%
4%
19%
0
0
0
57
20
0%
0%
0%
74%
26%
8
2
0
41
26
10%
3%
0%
53%
34%
berlanjut……..
38
49
50
Lanjutan Lampiran 2 Laten
Indikator
ket peninkt mll ptt
ket memecahkan msl ptt
Penyesuaian metode PTT dengan kondisi fisik dan sosial Asistensi/memerlukan pendampingan penyuluh Kemampuan modifikasi Memperhitungkan resiko menerapkan metode PTT Mampu memanfaatkan metode PTT untuk peningkatan hasil panen Kemampuan meningkatkan produksi dengan metode lama Mampu menghasilkan produktivitas sama meski dengan metode lama Kemampuan meningkatkan hasil panen dengan metode PTT Kemampuan teknis penerapan metode PTT Kemampuan memecahkan masalah metode PTT Kemampuan melakukan modifikasi metode PTT Kemampuan antisipasi masalah penerapan
Frekuensi 3 4
1
2
0
0
2
0
0
12
Percentage 3 4
5
1
2
5
53
22
0%
0%
3%
69%
29%
0
52
25
0%
0%
0%
68%
32%
36
0
19
10
16%
47%
0%
25%
13%
6
35
7
19
10
8%
45%
9%
25%
13%
0
3
0
53
21
0%
4%
0%
69%
27%
4
20
1
46
6
5%
26%
1%
60%
8%
15
44
9
7
2
19%
57%
12%
9%
3%
1
0
1
53
22
1%
0%
1%
69%
29%
0
0
7
51
19
0%
0%
9%
66%
25%
0
2
5
56
14
0%
3%
6%
73%
18%
3
39
2
29
4
4%
51%
3%
38%
5%
1
36
3
25
12
1%
47%
4%
32%
16%
berlanjut….. 39
Lanjutan Lampiran 2 Laten
Indikator
terhadap ptt
Sikap
thdp penerpan ptt
peran aktif thdp ptt
Pendampingan dalam memecahkan masalah penerapan Memberikan masukan terhadap metode PTT Menerima karena anjuran pemerintah Dapat membandingkan metode lama dan metode PTT Menerapkan metode mengikuti tetangga desanya Percaya dan menerima metode PTT dapat meningkatkan hasil panen Dapat menilai untung rugi menerapkan metode PTT Menerima konsekuensi masalah penerapan Memberikan saran untuk perbaikan Metode PTT Memberikan pengalaman kepada penyuluh dan petani lain Bersedia dikoordinasikan dengan kelompoknya
Frekuensi 3 4
1
2
1
1
0
0
28
2
Percentage 3 4
5
1
2
5
46
29
1%
1%
0%
60%
38%
1
33
15
0%
36%
1%
43%
19%
46
1
23
5
3%
60%
1%
30%
6%
1
2
0
63
11
1%
3%
0%
82%
14%
14
36
1
22
4
18%
47%
1%
29%
5%
0
0
0
49
28
0%
0%
0%
64%
36%
0
0
1
59
17
0%
0%
1%
77%
22%
0
2
2
57
16
0%
3%
3%
74%
21%
10
32
2
28
5
13%
42%
3%
36%
6%
8
34
3
26
6
10%
44%
4%
34%
8%
0
4
0
53
20
0%
5%
0%
69%
26%
40
51
52
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Gunung Kidul pada tanggal 19 Agustus 1972 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Sumarno Hardjoseputro dan Ibu Sartini. Pendidikan D3 ditempuh di Jurusan Manajemen, YKPN Yogyakarta, lulus pada tahun 1994, Pendidikan sarjana di tempuh di Jurusan Manajemen, Universitas Ibnu Khaldun Bogor, lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2011 penulis melanjutkan Studi pada Program Studi Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan menamatkannya pada tahun 2013. Penulis bekerja di Puslitbang Tanaman Pangan Bogor sejak tahun 1999 sebagai Staf Sub Bidang Program dan Evaluasi. Pada tahun 2011 penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor melalui pembiayaan DIPA Badan Litbang Pertanian TA.2011. Penulis menikah pada tahun 1997 dengan Surono, SPd. dan saat ini dikaruniai satu orang putri bernama Auliyaa Febrizki.