EVALUASI PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) PADI DI KABUPATEN BANTAENG Evaluation of Outdoor School of Integrated Plant Management (OS-IPM) Program of Paddy at Bantaeng Regency Rahmawati, Sitti Bulkis dan Nuriaty Agus ABSTRACT The objectives of the research were to analyse: 1) process and mechanism of implementation of OS-IPM program of paddy, 2) how the effectiveness of OS-IPM program of paddy influenced the effort of innovation adoption acceleration of IPM on the farmers' level. The obtained data were analysed with a qualitative descriptive method by using a scoring table. Data processing was divided into three answer categories: low if the implementation was <50%, moderate if the implementation was 50-80%, and high if the implementation was >80-100%. The results of the research are: 1) the process and implementation of OS-IPM Program of paddy, for the stage of Fulfillment of Farmgroup Requirement, the stage of Superior Technology Component of Paddy IPM, stage of Amount of Paddy Seed Help, stage of Implementation of Meetings and Outdoor School Training of IPM, is categorized high with the score of 3, its implementation realization is >80-100%. The stage of Selection and Determination of CPCL, the training stage of Official Training of OSIPM, and the stage of the implementation mechanism of Outdoor School of IPM are categorized moderate with the score of 2, its implementation realization is 50-80% 2) The innovation adoption is interpreted as the process behaviour changes in the forms of either knowledge (cognitive), skill (psychomotor), or attitude (affective). The behaviour changes of the respondents' knowledge, skill and attitude after they intesively attend the Outdoor School of paddy IPM are categorized high with the score of 3, so that the counselling method of the outdoor school is said to be effective in the effort of the acceleration of the innovation adoption of paddy IPM.
1
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengkaji (1) proses dan mekanisme implementasi program SL-PTT padi, (2) efektivitas program SL-PTT padi mempengaruhi upaya percepatan adopsi inovasi PTT di tingkat petani. Penelitian ini bersifat deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Pengolahan data dibagi tiga kategori jawaban , yaitu rendah jika pelaksanaannya < 50%, sedang jika pelaksanaannya 50 - 80%, dan tinggi jika pelaksanaannya >80 -100%. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan menggunakan tabel skoring. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) proses dan implementasi pelaksanaan program SL-PTT padi untuk tahap pemenuhan persyaratan kelompok tani, tahap komponen teknologi unggulan PTT padi, tahap jumlah bantuan benih padi, dan tahap pelaksanaan pertemuan dan pelatihan sekolah lapang PTT dikategorikan tinggi dengan nilai skor 3 dan realisasi pelaksanaannya >80 -100%. Untuk tahap pemilihan dan penentuan CPCL, tahap pelatihan petugas SL-PTT, dan tahap mekanisme pelaksanaan sekolah lapang PTT dikategorikan sedang dengan nilai skor 2 dan realisasi pelaksanaannya 50 -80%. (2) Adopsi inovasi diartikan sebagai proses perubahan perilaku berupa pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), dan sikap (afektif). Perubahan perilaku pengetahuan, keterampilan, dan sikap petani setelah intens mengikuti sekolah lapang PTT padi dikategorikan tinggi dengan nilai skor 3. Artinya, metode penyuluhan sekolah lapang dapat dikatakan efektif dalam upaya percepatan adopsi inovasi PTT padi.
2
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Bantaeng sebagai salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan, melaksanakan program SL-PTT padi, sejak TA.2007 dengan luas areal tanam ± 2.500 ha, pada TA.2008 luas tanamnya ±3.000 ha, dan TA.2009 luasannya menjadi ±10.000 ha. Pelaksanaan program SL-PTT padi di Kab. Bantaeng yang dipadukan dengan paket teknologi program SL-PTT padi dengan teknologi baru dalam sistem jarak tanam atau yang biasa disebut jarak tanam legowo. Penggunaan sistem jarak tanam legowo telah banyak membantu petani dalam meningkatkan produksi dan produktivitas usahataninya, sehingga taraf hidupnya bisa lebih baik. Sekolah Lapang PTT merupakan metode penyuluhan dalam menyebarluaskan teknologi baru yang dianggap paling efektif dewasa ini, sehingga kegiatannya perlu untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dengan mempertimbangkan kondisi agroklimat setempat serta teknologi spesifik lokasi sehingga diharapkan mampu menghasilkan produkstivitas tinggi demi peningkatan produksi yang berkelanjutan. Dalam menindak lanjuti harapan tersebut, selain melaksanakan program SL-PTT padi sesuai dengan petunjuk pelaksanaanya juga perlu ditelaah bagaimana proses dan mekanisme implementasi program SL-PTT Padi ditingkat petani, dan bagaimana efektifitas program SL-PTT padi mempengaruhi upaya percepatan adopsi inovasi PTT di tingkat petani? B. Rumusan Masalah Permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana proses dan mekanisme implementasi program SL-PTT Padi ditingkat petani, khususnya pada wilayah kelompoktani Lamalaka II, Kelurahan Lembang, Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng? 2. Bagaimana efektifitas program SL-PTT padi mempengaruhi upaya percepatan adopsi inovasi PTT di tingkat petani? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Untuk mengkaji bagaimana proses dan mekanisme implementasi program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) padi, khususnya di wilayah kelompoktani Lamalaka II, Kelurahan Lembang, Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng. 2. Untuk mengkaji bagaimana efektifitas program SL-PTT padi mempengaruhi upaya percepatan adopsi inovasi PTT di tingkat petani. D. Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya perencanaan dan pengembangan komoditi padi kedepannya. 2. Bahan pertimbangan bagi pihak yang berwenang untuk mengambil kebijakan dalam pengembangan usaha tani padi selanjutnya. 3
METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan diKelurahan Lembang, Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Pertimbangan bahwa diwilayah kelompoktani Lamalaka II dijadikan sebagai tempat penelitian, karena merupakan salah satu wilayah sentra tanaman pangan khususnya komoditi padi dan telah melaksanakan kegiatan SL-PTT padi. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan selama 3 (tiga) bulan, yaitu pada bulan Desember 2010 sampai Pebruari 2011. B. Populasi dan Sampel
1. Populasi Populasi dalam penelitian ini dipilih secara purpossive sampling (sengaja) yaitu sengaja memilih petani yang telah menjadi anggota Kelompoktani Lamalaka II dan lahan usahataninya berada dalam satu wilayah. Jumlah anggota kelompoktani Lamalaka II berjumlah 30 orang. 2. Sampel Untuk penelitian deskriptif, jika jumlah populasi lebih besar maka peneliti bisa mengambil sampel 10% dari populasi dan dianggap sebagai jumlah paling minimal, tetapi jika jumlah populasinya lebih kecil/sedikit maka peneliti boleh mengambil sampel 50% dari populasi yang ada. Dalam penelitian ini, jumlah populasi 30 orang, tergolong populasi yang sedikit, sehingga peneliti mengambil sampel 50% dari jumlah keseluruhan populasi. Dengan demikian, maka jumlah sampel sebanyak 15 orang. Informasi yang diperoleh, selain wawancara langsung dengan responden, juga diperoleh dari informan, yaitu: Pemandu Lapang (PL), Pengamat Organisme Pengganggu Tanaman (POPT), dan Pengawas Benih Tanaman (PBT) serta dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bantaeng, dalam hal ini Kepala Bidang Tanaman Pangan. C. Pengolahan dan Analisa Data Data yang terkumpul dan diperoleh pada penelitian ini di analisis secara Deskriptif Kualitatif dengan menggunakan tabel skoring (skor). dalam pengolahan data terdapat 3 (tiga) kategori jawaban yaitu rendah, sedang dan tinggi. Tabel 1. Penetapan Nilai dan Kategori Jawaban Responden Skoring
Kategori
1
Rendah
2
Sedang
3
Tinggi
Keterangan Bila realisasi pelaksanaannya hanya sebagian kecil saja atau < 50%. Bila realisasi pelaksanaannya sebagian besar telah dilaksanakan atau 50%-80%. Bila realisasi pelaksanaannya hampir semua atau semua komponen telah dilaksanakan secara keseluruhan, atau > 80%-100%. 4
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Wilayah Administratif Letak geografis Kabupaten Bantaeng sangat strategis dan memiliki alam tiga dimensi (istilah), yakni bukit pegunungan, lembah dataran dan pesisir pantai. Letak Kelurahan Lembang berada di pesisir pantai Selatan Kabupaten Bantaeng, dengan posisi 05°32’37” Lintang Selatan dan 119°56’58’’ Bujur Timur. Secara Administratif luas wilayah Kelurahan Lembang adalah 260,84 ha, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Ulugalung Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Lamalaka Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Letta dan Malilingi Kelurahan Lembang terletak sekitar 1 (satu) km setelah melewati ibukota Kabupaten Bantaeng atau tepatnya berada disebelah timur ibukota kabupaten. Dan sekitar 170 Km dari Makassar, ibukota Propinsi Sulawesi Selatan atau berada dibagian selatan ibukota propinsi. B. Topografi dan Karakteristik Lahan Kelurahan Lembang mempunyai tingkat keasaman tanahnya netral yaitu pH nya antara 6,0-7,5. Kemiringan lahannya hanya <8%, dan mengingat letak wilayah Kelurahan Lembang berada di pesisir pantai, sehingga ketinggian tempatnya hanya <250 dpl yang mengakibatkan rejim suhunya panas. Kedalaman gambut tanah di Kel. Lembang sedalam <1,5 meter, artinya bahwa jenis tanah seperti ini sangat subur dan diyakini memiliki banyak kandungan pupuk yang dibutuhkan oleh semua tanaman, apalagi jenis tanah yang dimiliki desa ini berjenis latosol coklat, ditunjang pula dengan draenase yang baik. C. Iklim dan Curah Hujan 1. Iklim Kelurahan Lembang terbagi atas 2 (dua) musim, yakni musim gadu dan musim rendengan, musim gadu disebut musim barat dan musim rendengan disebut musim timur. Dikatakan musim barat karena hujannya berasal dari arah barat, sedangkan dikatakan musim timur karena hujannya berasal dari arah timur. Biasanya pada musim barat, petani menanam tanaman padi dan palawija yang berumur panjang dan sedang, sedangkan pada musim timur petani menanam padi dan palawija yang berumur sedang dan genjah. 2. Curah Hujan Curah hujan Kelurahan Lembang dikenal adanya bulan basah dan bulan kering. Bulan basah jatuh pada bulan November-Juni, sedangkan bulan kering jatuh pada bulan Juli-Oktober. Intensitas hujan curah tinggi pada bulan Juni. Kab.Bantaeng bulan basahnya lebih lama yaitu selama 8 bulan dibandingkan dengan bulan kering yang hanya 4 bulan, atau jumlah hari hujannya rata-rata antara 38-198 setiap musim, sehingga suhu udara setiap bulan rata-rata antara 25,25°C-27,27°C. Hal ini mempengaruhi kelembaban udara relative rata-rata antara 70,12%-80,22% setiap bulan. Kecepatan anginnya minimum 0,3 knot dan maksimum 2,1 knot (Bantaeng dalam angka, 2009) 5
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Identitas responden menggambarkan kondisi atau keadaan serta status orang yang menjadi responden tersebut. Identitas seorang petani penting untuk diketahui, karena kemampuan petani sebagai pembudidaya dipengaruhi oleh beberapa unsur diantaranya meliputi usia, luas lahan, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman berusahatani, status lahan, dan intensitas mengikuti penyuluhan. 1. Usia Usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan petani dalam berusahatani. Usia mempengaruhi fisik dan pola pikir petani. Pada umumnya petani yang berusia muda memiliki kemampuan fisik yang lebih baik dibanding dengan petani yang berusia relatif tua. Table 2. Kelompok Usia Petani Responden. NO.
Usia (Tahun)
Kategori
Jumlah (Orang)
1.
20 - 50
Produktif
10
66.67
2.
> 50
Tidak Produktif
5
33.33
Jumlah
15
Persentase (% )
100.00
Sumber : Data Primer Setelah di Olah, 2011
Terlihat pada Tabel 2, bahwa usia petani responden pelaksana program SL-PTT Padi di Kelompoktani Lamalaka II, pada umumnya berada pada golongan usia produktif, yaitu sebanyak 10 orang (66,67%) dan usia >50 tahun atau golongan usia yang tidak produktif berjumlah 5 orang (33,33%). 2. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan yang dimaksud adalah berapa lama pendidikan formal yang pernah diikuti oleh petani responden. Tingkat pendidikan merupakan faktor yang mendorong seseorang untuk berfikir dan bertindak secara rasional. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka cenderung semakin dinamis dan tanggap terhadap penerimaan hal-hal baru dibandingkan dengan seseorang yang berpendidikan relatif rendah. Tabel 3. Tingkat Pendidikan Petani Responden. NO.
Tingkat Pendidikan (Tahun)
Kategori
Jumlah (Orang)
Persentase (% )
1.
<9
Rendah
5
33.33
≥9
Tinggi
10
66.67
15
100.00
2.
Jumlah Sumber: Data Primer Setelah diolah, 2011
Pada Tabel 3 terlihat bahwa, tingkat pendidikan petani responden pelaksana program SL-PTT Padi, terdiri dua tingkatan yaitu tingkat pendidikan formal yang <9 tahun atau yang hanya mengenyam pendidikan formal mulai dari 6
SD hingga SMP saja, jumlahnya sebanyak 5 orang responden (33,33%), dan jumlah petani responden yang tingkat pendidikannya ≥9 tahun atau petani respponden yang mampu mengenyam bangku sekolah hingga ke Sekolah Menengah Atas (SMA), jumlahnya sebanyak 10 orang responden (66,67%). 3. Pengalaman Berusahatani Pengalaman berusahatani yang dimaksud adalah mulai diperhitungkan sejak seorang petani mulai terlibat dalam kegiatan usahatani. Pengalaman berusahatani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan bekerja dan berpikir petani dalam mengelolah usahataninya. Tabel 4. Pengalaman Berusahatani Petani Responden. NO.
Pengalaman Berusahatani (Tahun)
Kategori
Jumlah (Orang)
Persentase (% )
1.
< 17
Rendah
3
20.00
2.
≥ 17
Tinggi
12
80.00
15
100.00
Jumlah Sumber: Data Primer Setelah diolah, 2011
Terlihat pada Tabel 4, bahwa pengalaman berusahatani responden lebih banyak yang sama atau diatas 17 tahun yaitu sebanyak 12 orang responden (80,00%). Bagi responden yang yang memiliki pengalaman berusahatani <17 tahun jumlah 3 orang responden (20.00%). 4. Luas Lahan Luas lahan sangat mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan dalam hal penggunaan bibit, pupuk, obat-obatan dan teknologi. Petani yang memiliki lahan yang luas akan memperoleh hasil produksi yang besar dibandingkan dengan petani yang memiliki lahan yang sempit. Tetapi hal ini tidaklah menjamin bahwa lahan yang luas lebih produktif dibanding lahan usahatani yang sempit dalam hal perolehan produksi. Tabel 5. Luas Lahan Petani Responden. NO.
Pengalaman Berusahatani (Tahun)
Kategori
Jumlah (Orang)
Persentase (% )
1.
< 17
Rendah
3
20.00
2.
≥ 17
Tinggi
12
80.00
15
100.00
Jumlah Sumber: Data Primer Setelah diolah, 2011
Pada Tabel 5 terlihat bahwa, luas lahan petani responden lebih banyak yang tergolong dalam kategori berlahan luas dibanding yang berlahan sempit. Luas lahan petani responden yang luasnya satu hektar atau lebih, sebanyak 10 orang responden (66,67%). Petani responden yang luas lahannya kurang dari satu hektar hanya sebanyak 5 orang responden (33,33%).
7
5. Status Lahan Status lahan juga sangat mempengaruhi pengambilan keputusan oleh petani, sebab jika lahan yang diusahatanikan adalah lahan garapan milik orang lain, maka sedikit banyaknya pasti ada campur tangan sang pemilik lahan. Tabel 6. Status Lahan Petani Responden. NO.
Status Lahan (Ha)
Jumlah (Orang)
Persentase (% )
1.
Milik
5
33.33
2.
Garapan
10
66.67
Jumlah
15 Sumber: Data Primer Setelah diolah, 2011.
100.00
Pada Tabel 6, terlihat bahwa status lahan petani responden pelaksana program SL-PTT padi, terdapat 5 orang responden (33,33%) yang status lahannya merupakan milik sendiri, sedang petani responden yang status lahannya tanah garapan milik orang lain berjumlah 10 orang responden (66,67%). 6. Jumlah Tanggungan Keluarga Tanggungan keluarga adalah semua orang yang tinggal dalam suatu rumah dengan biaya dan kebutuhan hidup lainnya ditanggung kepala keluarga. Tanggungan keluarga merupakan salah satu sumberdaya manusia pertanian yang dimiliki oleh petani, terutama yang berusia produktif dan ikut membantu dalam kegiatan usahataninya. Tabel 7. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Responden. NO.
Tanggungan Keluarga (Orang)
Kategori
Jumlah (Orang)
Persentase (% )
1.
<3
Sedikit
7
46.67
2.
≥3
Banyak
8
53.33
15
100.00
Jumlah Sumber: Data Primer Setelah diolah, 2011.
Pada Tabel 7, terlihat bahwa jumlah tanggungan keluarga petani responden lebih banyak yang berjumlah rata-rata < 3 orang sebanyak 7 responden (46,67%), ini masuk dalam kategori sedikit dan yang di tanggung adalah istri dan satu orang anaknya, sedangkan jumlah tanggungan keluarga yang ≥3 orang sebanyak 8 orang (53,33%), termasuk kategori banyak, hingga 6 orang, dan yang ditanggung masing-masing adalah istri, anak, mantu dan cucucucunya. 7. Intensitas Penyuluhan Partisipasi petani dalam kegiatan penyuluhan pertanian adalah merupakan bentuk keikutsertaan petani dalam kegiatan penyuluhan pertanian. Kegiatan penyuluhan pertanian bertujuan untuk menambah pengetahuan, keterampilan (skill), belajar teknologi inovasi, dan menerima informasi-informasi 8
baru pertanian, sehingga kegiatan penyuluhan pertanian yang di berikan dapat meningkatkan kesejahteraan hidup petani. Tabel 8. Jumlah Intensitas Responden Mengikuti Penyuluhan. Intensitas No. Jumlah Kategori Persentase (%) Penyuluhan (org) 1.
≤6
Kurang Aktif
4
26.67
2.
˃6
Aktif
11
73.33
15
100.00
Jumlah Sumber: Data Primer Setelah di Olah 2011.
Pada Tabel 8. Terlihat bahwa petani responden pelaksana program SLPTT padi, lebih banyak yang aktif mengikuti pertemuan sekolah lapang, yaitu sebanyak 11 orang responden (73.33%). Hal ini menunjukkan bahwa petani responden memiliki kesadaran untuk menambah pengetahuan dan keterampilannya, sehingga ini akan lebih mudah terjadinya proses adopsi inovasi. B. Identitas Informan Identitas Informan adalah biodata dari sumber informasi lain selain responden dalam penelitian ini. Identitas informan penting juga untuk diketahui, karena usia, pendidikan, dan lamanya bekerja yang seiring dengan pengalamannya sebagai pendamping dilapangan sangat mempengaruhi keberhasilan proses transformasi dan inovasi teknologi pertanian bagi petani. Informan dalam penelitian ini adalah pemandu lapang (PL), pengamat organisme pengganggu tanaman (POPT), pengawas benih tanaman (PBT) dan staf dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bantaeng, dalam hal ini adalah Kepala Bidang Tanaman Pangan. C. Usahatani Padi Sebelum Program SL-PTT Padi Sebelum adanya program SL-PTT padi di Kabupaten Bantaeng, upaya pemerintah dalam peningkatan produksi padi saat itu, yakni melalui program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan atau lebih dikenal dengan nama PROKSI MANTAP, dengan 10 komponen paket teknologinya, yaitu: 1. Penyiapan lahan tepat waktu 2. Pemanfaatan air secara optimal 3. Penggunaan benih bermutu dari varietas unggul 4. Penyediaan sarana produksi enam tepat 5. Perbaikan budidaya 6. Pemupukan berimbang dan penggunaan pupuk organik 7. Penanganan pasca panen dan pengamanan hasil yang baik. 8. Penyediaan modal usahatani. 9. Pengendalian organisme pengganggu tanaman, serta 10. Pengamanan harga.
9
Menurut petani responden, Pak Mado (Wawancara, Selasa, 22/02/2011, 16:10 Wita), bahwa kendala yang dihadapi adalah: 1. Masih kurangnya informasi tentang program kebijakan pemerintah tersebut, sehingga banyak petani yang belum tahu adanya program Proksi Mantap. 2. Kalaupun ada penyuluhan, yang mengetahuinya hanya para petani yang tergabung dalam kelompoktani saja. 3. Penyuluhan yang dilakukan hanya sebatas kepada para petani yang tergabung dalam kelompoktani saja. 4. Adanya persaingan antar petani sehingga petani tidak mau berbagi informasi kepada petani lainnya. 5. Minimnya keuangan petani sehingga dalam pemenuhan kebutuhan sarana produksi kadang tidak sesuai anjuran. 6. Adanya perbedaan perhatian pemerintah antara petani yang tergabung dalam kelompoktani dan yang tidak tergabung dalam kelompoktani. D. Evaluasi Program SL-PTT Padi Evaluasi program Sekolah Lapang PTT Padi adalah untuk mengetahui proses dan implementasi pelaksanaan program Sekolah Lapang PTT Padi dilapangan, apa telah sesuai atau menyimpang dari petunjuk teknis yang telah dibuat oleh Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bantaeng, sehingga efektifitas kegiatan tersebut dapat diketahui. Untuk mengetahui proses dan implementasi pelaksanaan Sekolah Lapang PTT Padi, maka dilakukan beberapa evaluasi di lapangan, mulai dari awal pelaksanaan program yaitu pemilihan dan penentuan calon petani dan calon lahan (CPCL) hingga akhir yaitu mekanisme dan pelaksanaan sekolah lapang PTT padi ditingkat petani. Sedang untuk mengetahui efektifitas program sekolah lapang PTT padi mempengaruhi upaya percepatan adopsi inovasi PTT, maka dilakukan evaluasi pada intensitas responden dalam mengikuti pertemuan dan pelatihan sekolah lapang PTT padi, serta penggunaan komponen teknologi unggulan PTT padi dilahan usahataninya. 1. Evaluasi Pelaksanaan Pemilihan dan Penentuan CPCL Evaluasi pada tahap pemilihan dan penentuan CPCL, diketahui masuk kategori sedang dengan nilai skor 2, realisasi persentase pelaksanaanya di lapangan hanya antara 50-80%. 2. Evaluasi Pelaksanaan Persyaratan Kelompoktani SL-PTT Padi Evaluasi pada tahap pemenuhan persyaratan kelompoktani, diketahui masuk kategori tinggi dengan nilai skor 3, realisasi persentase pelaksanaanya di lapangan >80-100%. 3. Evaluasi Pelaksanaan Pelatihan Petugas SL-PTT Padi Evaluasi pada tahap pelatihan petugas SL-PTT padi, diketahui masuk kategori sedang dengan nilai skor 2, realisasi persentase pelaksanaannya di lapangan hanya antara 50-80%.
10
4. Evaluasi Pelaksanaan Tahapan dan Mekanisme Pelaksanaan SL-PTT Padi a. Komponen Teknologi Unggulan PTT Padi Evaluasi pada tahap pelaksanaan komponen teknologi unggulan PTT padi, diketahui masuk kategori tinggi dengan nilai skor 3, persentase pelaksanaannya >80-100% b. Jumlah Bantuan SL-PTT Padi Evaluasi pada tahap jumlah bantuan benih, diketahui masuk kategori tinggi dengan nilai skor 3, realisasi persentase pelaksanaannya di lapangan >80-100% c. Mekanisme Pelaksanaan Sekolah Lapang PTT Evaluasi pada tahap mekanisme pelaksanaan sekolah lapang PTT padi, diketahui masuk kategori sedang dengan nilai skor 2, realisasi persentase pelaksanaanya di lapangan 50-80%. d. Pertemuan dan Pelatihan Kelompoktani Evaluasi pada tahap pertemuan dan pelatihan, diketahui masuk kategori tinggi dengan nilai skor 3, realisasi persentase pelaksanaannya di lapangan >80-100%. 5. Evaluasi Perilaku Petani Responden Kaitannya Dengan Efektifitas Percepatan adopsi Inovasi PTT a. Pengetahuan Evaluasi Efektifitas program SL-PTT padi pada tahap perubahan perilaku pengetahuan responden, diketahui masuk kategori tinggi dengan nilai skor 3, realisasi persentase perubahan perilakunya >80-100%. b. Keterampilan Evaluasi Efektifitas program SL-PTT padi pada tahap perubahan perilaku keterampilan responden, diketahui masuk kategori tinggi dengan nilai skor 3, realisasi persentase perubahan perilakunya >80-100%. c. Sikap Evaluasi Efektifitas program SL-PTT padi pada tahap perubahan perilaku sikap responden, diketahui masuk kategori tinggi dengan nilai skor 3, realisasi persentase perubahan perilakunya >80-100%.
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Proses dan implementasi pelaksanaan Program SL-PTT Padi pada tahap Pemenuhan Persyaratan Kelompoktani, tahap Komponen Teknologi Unggulan PTT Padi, tahap Jumlah Bantuan Benih Padi, dan pada tahap Pelaksanaan Pertemuan dan Pelatihan Sekolah Lapang PTT, di kategorikan tinggi dengan nilai skor 3, pelaksanaannya berjalan dengan baik dan telah sesuai dengan ketentuan persyaratan yang telah ditetapkan dalam Petunjuk Teknis (Juknis) oleh Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bantaeng, sehingga realisasi persentase tingkat pelaksanaannya di lapangan >80-100%. Sedang pada tahap Pemilihan dan Penentuan CPCL, tahap Pelatihan Petugas SL-PTT, dan pada tahap 11
Mekanisme Pelaksanaan Sekolah Lapang PTT, di kategorikan sedang dengan nilai skor 2, pelaksanaannya kurang baik dan masih ada yang belum sesuai dengan ketentuan persyaratan yang telah ditetapkan dalam Petunjuk Teknis (Juknis) oleh Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bantaeng, sehingga realisasi persentase tingkat pelaksanaannya di lapangan 50-80%. 2. Adopsi inovasi dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku baik yang berupa pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun keterampilan (psychomotor) pada diri seseorang setelah menerima (difusi) inovasi. Perubahan sikap terhadap tingkat pengetahuan, keterampilan dan sikap responden setelah intens mengikuti Sekolah Lapang PTT padi sebanyak 8 kali pertemuan, di kategorikan tinggi dengan nilai skor 3, sehingga metode penyuluhan sekolah lapang ini dikatakan efektif dalam upaya percepatan adopsi inovasi PTT padi. B. Saran Adapun saran yang dapat penulis berikan sesuai hasil penelitian adalah sebagai berikut: 1. Sebaiknya sekolah lapang PTT untuk pelaksanaan pertemuan dan pelatihan petani dilakukan lebih dari 8 kali, karena menurut petani peserta pertemuan masih merasa waktunya sangat kurang, sedang permasalahan yang mereka hadapi dilahan usahataninya belum sempat semuanya diungkap. 2. Sebaiknya Pemerintah Kabupaten Bantaeng lebih memperbanyak bantuan caplak kesetiap kelompoktani untuk bisa tanam sistem jajar legowo, agar petani tidak lagi antri dan berebutan saat akan memakainya, karena merupakan salah satu faktor petani enggan untuk menerapkan sistem PTT. 3. Sebaiknya ada pemerataan bagi petani yang belum ikut SL-PTT padi untuk dapat merasakan bantuan subsidi pemerintah.
12
DAFTAR PUSTAKA Abdillah Hanafi, Drs. 1987. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Disarikan dari karya Everett Rogers dan F.Floyd Shoemaker. Communication Of Innovations. Penerbit Usaha Nasional, Surabaya-Indonesia. Akhsan. 1999. Evaluasi Program Penyuluhan. Makassar Anonim1. 2006. Tanya Jawab PTT Pengelolaan Tanaman Terpadu. Di akses pada tanggal 22 Juli 2009 disitus http://www.puslittan.bogor.net/index.php? bawaan=download/download detail&&id=35. Anonim2, 2009. Arti Jenis Kelamin. Diakses pada tanggal 21 Desember 2009. Dalam www.google.com.http;//id.wikipedia.org/wiki/pendidikan. Makassar. Anonim3, 2009. Arti Pendidikan. Diakses pada tanggal 21 Desember 2009. Dalam www.google.com.http;//id.wikipedia.org/wiki/pendidikan. Makassar Anonim4, 2009. Arti Keluarga. Diakses pada tanggal 21 Desember 2009. Dalam www.google.com.http;//id.wikipedia.org/wiki/pendidikan. Makassar. Anonim5. 2010. Evaluasi Kinerja Proyek Pembangunan. PSKMP-UNHAS. Bantaeng Dalam Angka, 2009. Bantaeng, Sul-Sel.
Bantaeng in Figures. Pemerintah Kabupaten
Departemen Pertanian, 2008. Pedoman Umum Sekolah Lapang PTT Padi. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian, Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Jakarta. Dinas Pertanian TPH Sul-Sel, 2002. PROKSI MANTAP, Makassar. Proyek PMI Sulawesi Selatan. Dinas Pertanian TPH Sul-Sel, 2003. Acuan Paket Teknologi Tanaman Pangan MT.2003 dan MT.2004, Makassar. Tim Teknis. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Bantaeng, 2008. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Sekolah Lapang PTT. Bidang Tanaman Pangan, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantaeng, Makassar. Sul-Sel. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Bantaeng, 2009. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Sekolah Lapang PTT. Bidang Tanaman Pangan, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantaeng, Makassar. Sul-Sel. Fauzi, Ahmad. 2006. Ekonomi Pertanian dan Sumber Daya Alam, Jakarta. Fadholi Hermanto. 1989. Ilmu Usahatani. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Hair, Joseph F.Jr., et al, 1995. Multivariate Date Analysis.Fourth Edition. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall. 13
Lukitaningsih, Dewi. 2009. SL-PTT Bermanfaat Bagi PetaniI. Di akses pada tanggal 15 Juli 2009 disitus http://luki2blog.wordpress.com/2009/06/18/sl-pttbermanfaat-bagi-petani/ Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret University Press.Solo. Mubyarto, 2000. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES (Lembaga Peneitian dan Penerapan Ekonomi dan Sosial), Jakarta. Puslittan. 2009. Peningkatan Produksi Padi Menuju 2010. Di akses pada tanggal 22 Juli 2009 disitus http://www.puslittan.bogor.net/index.php?bawaan=download/download detail&&id=35. Pusat Penyuluhan Pertanian, 1997. Panduan Sekolah Lapang Bagi Pemandu Lapang. Departemen Pertanian, Jakarta. Poerwanto, Hari. 2006. Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif Antropologi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Saragih, B. 2001. Pembangunan Sistem Agribisnis Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional, Jakarta. Departemen Pertanian. Silalahi, Ulber Alfonsius, MA. 2009. Metode Penelitian Sosial. Cetakan Pertama, PT Refika Aditama. Bandung. Sinar Tani, Tabloid, 2009. SAHAM, Solusi Peningkatan Kemitraan Perbenihan. Edisi 26 Agustus – 1 September 2009 No. 3318 Tahun XXXIX. Soeratno dan Lincoln Arsyad. 1995. Metodologi Penelitian Untuk Ekonomi dan Bisnis. Unit Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN. Yogyakarta. Soekartawi. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta. Suharyanto. 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Adopsi Teknologi Tabela Di Propinsi Bali. Balai Pengkajian Teknolgi Pertanian (BPTP) Bali. Denpasar. Suratiyah, Ken. 2008. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya, Jakarta. Zaini, Zulkifli, dkk. 2004. Meningkatkan Hasil dan Pendapatan Menjaga Kelestarian Lingkungan. Di akses pada tanggal 22 Juli 2009 disitus http://stppgowa.ac.id/download/vol-4-2008/2.%20Yohanis%20Bandolan.pdf.
14