eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2014, 2 (4): 975 - 988 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2014
RESPON PEMERINTAH INDONESIA TERHADAP ISU KEAMANAN ENERGI GLOBAL Angga Reja Fadlie1 NIM.1002045095
Abstract Oil as a primary energy source in the world influenced by various factors, which one is political factor. Politics disturbance in Middle East making oil price fluctuating and become unstable. Otherwise, the high growth of world economic made demands of petroleoum increased and at the end demands of petroleoum more than existing productions and should be using the world’s oil reserves. If this conditions happens continuously, there will be global energy crisis. Indonesia responded this by issuing Presidential Regulations No. 5 of 2006 about national energy security, that adopts the energy mix as final energy consumptions. But if it saw from the high use of petroleoum as an energy source, made it difficult to applied the energy mix. Afterward, Indonesian government issued Regulations No. 30 of 2007 about energy, which is discussed in it about national energy policy that included the used of energy. Otherwise, the government also issued many programs for developments and applications of the new and renewable energy and conduct energy diplomacy, both bilateral and multilateral. Key Words : Energy Security, New and Renewable Energy, Indonesia Pendahuluan Isu keamanan energi kini telah menjadi salah satu isu penting dalam agenda keamanan global dan hubungan internasional, hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi dunia yang relatif tinggi. Menurut riset yang dilakukan Departemen Pertahanan AS tahun 1995 diperkirakan bahwa keberlangsungan hubungan internasional akan amat terkait dengan masalah kebutuhan dan penyediaan energi terutama minyak bumi. Pola-pola interaksi yang terbangun antar aktor, baik negara maupun non-negara akan sangat ditentukan oleh faktor sumber daya, distribusi, dan harga pasar yang berlaku bagi sumber daya, khususnya sumber daya energi. Artinya, sumber daya energi akan selalu menjadi variabel kunci dalam berbagai konteks keamanan internasional. Dengan kata lain, minyak bumi
1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman, Email :
[email protected]
eJournalIlmu Hubungan Internasional, 2014, 2 (4): 975 – 988
telah menjadi isu global yang sangat meningkat penggunaannya dan menjadi komoditas energi yang utama dan paling kritis di dunia. Berdasarkan data statistik OPEC, permintaan dan produksi minyak bumi dari tahun 2004 – 2012 tidak seimbang, bahkan menunjukan perbedaan yang signifikan antara permintaan dan produksi minyak bumi tersebut. Hal ini disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan penduduk dan pesatnya industrialisasi dunia, sehingga cadangan minyak terus berkurang dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi kelangkaan dan krisis minyak, dengan kata lain krisis energi.(OPEC Annual statistical Report, 2012) Mempertimbangkan permintaan dan produksi minyak bumi, Dewan Energi Dunia (World Energy Council) memprediksikan pemakaian energi cenderung naik hingga 50 persen pada tahun 2020. Sebagian besar daya dihasilkan oleh bahan bakar fosil, batu bara, gas dan terutama minyak yang menjadi sumber energi yang paling kritis di bumi. Hal ini menjadikan negara – negara yang sangat bergantung pada impor minyak bumi mulai menyadari bahwa minyak sebagai sumber energi utama akan mengalami kelangkaan dan telah mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti minyak bumi. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang membangun kekuatan ekonomi dan termasuk dalam 10 besar pertumbuhan ekonomi dunia, serta dengan jumlah populasi terbesar ke-4 di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat, tentu saja akan semakin banyak memerlukan energi guna menjalankan infrastruktur dalam negeri. Namun dalam perkembangannya pada sektor energi Indonesia mengalami kekurangan dan harus mengimpor minyak bumi (net importer oil). Menurut Indonesia Energy Outlook 2010 yang diterbitkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (KESDM), konsumsi energi di Indonesia terbagi menjadi 3 sektor yaitu Industri, Transportasi dan Rumah Tangga. Cadangan minyak di Indonesia pada tahun 1960-an terbilang masih cukup besar. Pada tahun 1967, Indonesia masih mengalami surplus dalam produksi (total produksi 486.000 barel per hari dan total konsumsi 122.000 barel per hari = surplus 364.000 barel per hari), hasil dari surplus oleh pemerintah Indonesia saat itu diekspor. Hal ini yang menjadikan Indonesia tergabung dalam OPEC. Namun, seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menunjukkan respon positif terutama dalam pendapatan domestik bruto, yang menjadi masalah adalah ketika produksi sumber minyak di Indonesia mengalami penurunan yang tercatat pada tahun 1989 – 2000 dikarenakan eksploitasi besar – besaran demi mengejar target ekspor pada saat masih menjadi anggota OPEC. Sementara itu pada tahun 20022003 produksi dan konsumsi minyak bumi mencapai suatu titik keseimbangan, dimana antara produksi dan konsumsi sama besarnya. Namun, setelah itu terjadi kenaikan konsumsi yang cukup besar diikuti dengan penurunan produksi yang signifikan. Hal ini menyebabkan Indonesia mulai menjadi negara net oil importer
976
Respon Pemerintah Indonesia Terhadap Isu Keamanan Energi Global (Angga Reja Fadlie)
sejak tahun 2003. Pada 2008 Indonesia memutuskan untuk keluar dari OPEC.(www.tekmira.esdm.go.id diakses pada 7 November 2014) Kerangka Dasar Teori 1. Konsep Keamanan Energi (Energy Security) Michael Wesley dalam esainya menyebutkan bahwa konsep dari energy security meliputi beberapa parameter. Pertama, berbagai ancaman terhadap energy security meliputi geopolitik, ekonomi, teknis, psikologi dan lingkungan. Kedua, definisi dari “security” mencakup unsur “harga” atau mencapai negara, dimana fluktuasi yang cepat dan intens dari harga yang dikurangi atau dihilangkan. Ketiga, harga memiliki dampak yang kuat pada ketersediaan dari dana-dana untuk berinvestasi dalam eksplorasi dan pengembangan sumber daya minyak. Keamanan energi bergantung pada level investasi yang cukup dalam mengembangkan sumber daya, menghasilkan kapasitas dan infrastruktur untuk memenuhi pertumbuhan permintaan. Keempat, kapasitas senggang secara tradisional memainkan peran yang signifikan dalam gangguan pasokan minyak sementara. Kelima, pasokan keamanan dapat ditingkatkan dengan sebuah diversifikasi pasokan secara keseluruhan. Dengan kata lain, semakin banyak wilayah yang melakukan produksi maka akan semakin stabil pasar minyak internasional. Menurut Dirgo D. Purbo kata kuncinya adalah 4-A yaitu availability, acceptibility, accesibility, affordibility. Adapun 4-A tersebut antara lain: 1. Availability Ketersediaan energi (minyak) dalam jangka relatif panjang. 2. Acceptibility Intinya bahwa energi dimaksud dapat diterima atas pertimbangan lingkungan dan keamanan. 3. Accessibility Artinya sumber daya energi dapat diakses oleh masyarakat luas.. 4. Affordibility Keterjangkauan baik biaya maupun daya beli. 2. Konsep Kebijakan Publik (Public Policy) Menurut Dye, kebijakan publik merupakan segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka lakukan, dan hasil yang membuat sebuah kehidupan bersama tampil berbeda. Dye juga mengatakan bahwa kebijakan publik adalah studi tentang “apa yang dilakukan oleh pemerintah, mengapa pemerintah mengembil tindakan tersebut, dan apa akibat dari tindakan tersebut”. Hal ini hampir sama seperti yang dikemukakan Heidenheimer yang mendefinisikan kebijakan publik sebagai studi tentang “bagaimana, mengapa, dan apa efek dari tindakan aktif (action) dan pasif (inaction) pemerintah.” Menurut makna harfiah secara luas kebijakan publik dibagi menjadi dua jenis, yaitu : a. Kebijakan dalam bentuk peraturan pemerintah yang tertulis dan selanjutnya dijadikan undang- undang
977
eJournalIlmu Hubungan Internasional, 2014, 2 (4): 975 – 988
b. Kebijakan dalam bentuk yang tidak tertulis namun disepakati bersama yang biasanya disebut Konvensi 3. Diplomasi Energi (Energy Diplomacy) Menurut Jack C. Plano dan Roy Olton, diplomasi adalah suatu praktek pelaksanaan hubungan antar negara melalui perwakilan resmi. Diplomasi dapat mencakup seluruh proses hubungan luar negeri, pembentukan kebijakan luar negeri serta pelaksanaannya. Dengan kian meningkatnya saling ketergantungan antarnegara, semakin meluas pula jumlah pertemuan internasional dan konferensi multilateral. Inti tujuan yang ingin di capai adalah untuk menggambarkan respon pemerintah Indonesia terhadap isu keamanan energi global. Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, penulis menggunakan tipe penelitian Deskriptif. Jenis data menggunakan library research, dan teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif. Hasil Penelitian A. Kondisi Energi Global Kondisi energi global yang dimaksudkan dalam di sini adalah ketersediaan fisik dan keadaan geologis dari sumber energi yang sangat krusial dan merupakan sebuah indikator langsung yang penting untuk keamanan dari pasokan energi. Pada tahun 2005, Konsumsi minyak global naik sebanyak 1 juta barel per hari hingga mencapai 82,5 juta barel per hari. OPEC sebagai produsen minyak mengalami kenaikan pangsa pasar, terhitung untuk setiap kenaikan dari produksi global, seperti output yang mengalami kenaikan sebesar 900.000 barel per hari. Arab Saudi memanfaatkan kapasitas produksi yang telah terpasang maupun yang baru dipasang untuk meningkatkan output menjadi 11 juta barel per hari. Kuwait dan Qatar masing-masing meningkatkan output kurang lebih sebesar 100.000 barel per hari. Sedangkan produksi dari Irak menurun sekitar 200.000 barel per hari.(BP, 2006) Cadangan minyak dunia pada tahun 2005 berjumlah 1.200,7 miliar barel. Cadangan ini mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan 10 tahun sebelumnya (1995) yaitu 1.027 miliar barel, yang kemudian di distribusikan ke seluruh dunia dan Timur Tengah menjadi pemasok terbesar dengan persentase 64,4% pada tahun 1995 dan 61,9% pada tahun 2005. Meskipun cadangan minyak dunia terus meningkat, rasio Reserve to Production (R/P) minyak dunia sedikit menurun pada tahun 2005 menjadi 40,6 (years) dari 40,7 (years) pada tahun 2004. Selain itu, produksi meningkat sebesar 19% jika dibandingkan dengan tahun 1995, meskipun demikian, pada 2005 cadangan minyak dunia 17% lebih tinggi daripada tahun 1995.(BP, 2006) Sementara itu, berdasarkan sejarah singkat mengenai fluktuasi minyak dunia, maka accessibility terhadap minyak bumi dipengaruhi oleh suasana politk di
978
Respon Pemerintah Indonesia Terhadap Isu Keamanan Energi Global (Angga Reja Fadlie)
Timur Tengah sebagai pusat pasar minyak dunia. Suasana politik ini juga akan mempengaruhi affordability terhadap minyak dunia. Namun tidak hanya itu, jumlah cadangan dan permintaan terhadap minyak bumi tersebut juga mempengaruhi affordability. Masih tingginya penggunaan minyak bumi secara global, membuat munculnya sebuah indikator yaitu acceptability. Acceptability pada umumnya berfokus kepada masalah lingkungan yang terkait dengan industri energi, tapi bisa juga menjadi masalah sosial, budaya, atau politik terhadap pasokan karena persepsi negatif dari suatu populasi. Secara umum, acceptability merujuk pada penerimaan terhadap hukum internasional tentang energi alternatif. Dalam hal ini karena kurangnya acceptability masyarakat terhadap penggunaan energi fosil karena dinilai kurang bersahabat dengan lingkungan sehingga menyebabkan meningkatnya kadar emisi CO2 didalam udara, maka di bentuklah suatu persetujuan internasional yang terkait dengan United Nation Framework Convention on Climates Change (UNFCCC) yang disebut Protokol Kyoto, yang berkomitmen untuk menetapkan target pengurangan emisi yang mengikat secara internasional. B. Kondisi Energi di Indonesia Pada tahun 2005, konsumsi energi per kapita di Indonesia sekitar 3 SBM (Setara Barel Minyak) yang setara dengan kurang lebih sepertiga konsumsi per kapita rata-rata negara ASEAN. Dua pertiga dari total kebutuhan energi nasional berasal dari energi komersial dan sisanya berasal dari biomassa yang digunakan secara tradisional (non-komersial). Sekitar separuh dari keseluruhan rumah tangga belum terjangkau dengan sistem elektrifikasi Nasional. Dokumen HDI (Human Development Index) tahun 2005 menjelaskan bahwa konsumsi tenaga listrik/orang di Indonesia masih 463 kWh/cap. Angka ini masih di bawah negara-negara tetangga, seperti Malaysia 3.234 kWh/cap, Thailand 1.860 kWh/cap, Filiphina 610 kWh/cap, dan Singapura 7.961 kWh/cap. Adapun energi di sektor bahan bakar BBM di Indonesia meningkat pesat, terutama untuk transportasi, yang sulit untuk digantikan oleh jenis energi lainnya. Ketergantungan kepada BBM masih tinggi, lebih dari 60 persen dari konsumsi energi final.(www.batan.go.id diakses pada 1 September 2014) Indonesia merupakan negara pengekspor minyak, namun seiring dengan kebutuhan dalam negri ekspor minyak dan kondensat cenderung semakin menurun. Hal ini juga sejalan dengan produksi minyak dalam negeri yang cenderung turun karena penuaan sumur yang ada dan juga keterlambatan investasi untuk eksplorasi dan eksploitasi sumber minyak baru. Bilamana tidak segera ditemukan sumber minyak baru, Indonesia akan semakin menjadi negara “net oil importer country”.
979
eJournalIlmu Hubungan Internasional, 2014, 2 (4): 975 – 988
Pada tahun 2005 peranan minyak bumi impor untuk kebutuhan bahan baku kilang BB sudah mencapai 40% sedangkan peranan BBM impor untuk pemakaian dalam negeri mencapai 32%. Sebelumnya, pada tahun 2004 Indonesia mengimpor kurang lebih 190.000 kiloliter minyak tanah per bulan atau 2,28 juta kiloliter per tahun. Hal ini disebabkan oleh penggunaan energi pada sektor rumah tangga, sehingga pemerintah Indonesia setiap tahun mengeluarkan biaya untuk Impor kurang lebih Rp. 5,8 triliun (jika harga minyak tanah impor 45 dollar AS per barel) mengingat alternatif energi belum di implementasikan secara maksimal.(www.energi.lipi.go.id diakses pada 1 September 2014) Pada tanggal 1 Maret 2005 Pemerintah memutuskan menaikkan harga BBM bersubsidi dengan rincian harga bensin premium Rp 2.400/liter (132,60% dari harga tahun 2003), harga minyak tanah Rp 2.200/liter (314,3% dari harga tahun 2003), harga minyak solar Rp 2.100/liter (111,11% dari harga tahun 2003). Kemudian, 1 Oktober 2005, pemerintah kembali memutuskan kenaikan harga BBM dengan rincian harga bensin premium Rp 4.500/liter (187,5% dari harga 1 Maret 2005), harga minyak tanah Rp 2.000/liter (90,9% dari harga 1 Maret 2005), harga minyak solar Rp 4.300/liter ( 204,8% dari harga 1 Maret 2005).(www.deteksi.co diakses pada 7 November 2014) Realisasi subsidi BBM tahun 2005 meningkat menjadi Rp 95,6 triliun atau 138,6% dibanding realisasi subsidi BBM tahun 2004 sebesar Rp 69 triliun. Realisasi penerimaan minyak bumi tahun 2005 mencapai Rp 72,8 triliun sehingga setelah dikurangi realisasi subsidi BBM terdapat defisit sebesar Rp 22,8 triliun. Indonesia tidak mungkin akan memberikan subsidi yang sangat besar seperti yang telah dipaparkan diatas karena akan memberikan beban anggaran yang sangat besar kepada negara. Oleh sebab itu, meningkatkan Affordability dalam bidang energi menjadi sebuah tantangan bagi pemerintah Indonesia. Selain itu, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar membuat lonjakan harga yang cukup signifikan. Pada tahun 2011, subsidi energi semakin meningkat dan mencapai Rp 255,6 triliun. Jumlah masyarakat yang belum mendapatkan akses terhadap listrik masih 87,69 juta penduduk. Meskipun masih relatif besar, jumlah tersebut sudah semakin menurun dari tahun sebelumnya sebesar 159,5 juta penduduk. Keterbatasan infrastruktur domestik juga menjadi tantangan dan permasalahan dalam memenuhi kebutuhan energi domestik. Hal ini disebabkan pembangunan yang masih terkonsentrasi di Pulau Jawa juga menjadi masalah dalam penyediaan energi terutama listrik, mengingat seabagian besar sumber daya energi justru berada di luar pulau Jawa. Akibatnya pusat-pusat beban di luar Jawa masih relatif kecil dan cenderung memiliki kurva beban yang sangat berbeda antara beban dasar dan beban puncak. Ditambah dengan belum terkoneksinya jaringan transmisi di beberapa pulau di luar pulau Jawa, hal ini mengakibatkan ketersediaan pembangkit listrik skala besar di luar Jawa sulit untuk dilakukan sehingga menyebabkan penggunaan PLTD masih sangat diperlukan Isu-isu
980
Respon Pemerintah Indonesia Terhadap Isu Keamanan Energi Global (Angga Reja Fadlie)
penting dalam pengembangan energi saat ini dapat berasal dari jenis energi maupun dari sektor penggunanya.(Kementerian ESDM, 2012) Melihat kondisi energi global dan kondisi energi di Indonesia, Pemerintah Indonesia dituntut untuk menemukan suatu cara dalam rangka memperkuat ketahanan energi nasional melalui bebagai perangkat kebijakan yang dibuat untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan guna meningkatkan efisiensi, konservasi, dan diversifikasi energi. Dalam hal ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan publik berupa Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional yang mengatur tentang energy mix. Namun, karena masih tingginya pemakaian energi fosil, sehingga pada tahun 2007 di keluarkan lah Undang-Undang No. 30 Tahun 2007 tentang Energi yang diatur didalamnya tentang pemanfaatan energi. C. Respon Pemerintah Indonesia Terhadap Isu Keamanan Energi Global Melihat kondisi energi global dan domestik, pemerintah Indonesia merespon dengan melakukan beberapa hal sebagai berikut: 1. Pembentukan Dewan Energi Nasional (DEN) Berdasarkan Undang-Undang No. 30 tahun 2007, Presiden Indonesia membentuk Dewan Energi Nasional. Hal ini dilakukan untuk membantu merumuskan kebijakan dan untuk mengawasi implementasi kebijakan tersebut. Tugas-tugas dari DEN antara lain: Merancang dan merumuskan kebijakan energi nasional untuk ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR, menetapkan Rencana Umum Energi Nasional, menetapkan langkah-langkah penanggulangan kondisi krisis dan darurat energi, mengawasi pelaksanaan kebijakan di bidang energi yang bersifat lintas sektoral. 2. Rancangan Kebijakan Energi Nasional Berdasarkan UU no. 30 tahun 2007 disusunlah suatu Rancangan Kebijakan Energi Nasional 2010-2050 oleh DEN untuk mengatasi permasalahan energi di Indonesia. Penyusunan ini meliputi beberapa hal sebagai berikut: a. Ketersediaan energi untuk kebutuhan nasional Dalam memenuhi kebutuhan energi nasional di perlukan beberapa hal, yaitu: inventarisasi dan eksplorasi sumber daya energi; peningkatan cadangan energi; penyusunan neraca energi; melakukan diversifikasi, konservasi, intensifikasi sumber energi dan energi; penjaminan kelancaran penyaluran, transmisi, dan penyimpanan sumber energi dan energi. Hal ini bertujuan untuk menjamin ketahanan energi nasional. b. Prioritas pengembangan energi Indonesia sebagai negara berkembang dengan populasi sekitar 240 juta jiwa yang tersebar diseluruh kepulauan dengan pertumbuhan pertahun sebesar 7% membuat pemerintah menghadapi situasi yang sulit untuk mengelola ketahanan energi yang berkelanjutan. Hal ini juga berdasarkan fakta bahwa Indonesia bukanlah negara
981
eJournalIlmu Hubungan Internasional, 2014, 2 (4): 975 – 988
yang kaya akan sumber daya fosil lagi. Fakta ini didukung dengan data yang menunjukan bahwa populasi Indonesia adalah sekitar 3,4% dari populasi dunia, sementara itu pangsa cadangan energi fossil di Indonesia dibawah 3,4% (batubara: 0,58%; gas bumi: 1,7%; minyak bumi: 0,36%) yang berarti bahwa cadangan terbukti di Indonesia dibawah dari rata-rata dunia. Namun, Indonesia masih memiliki potensi yang besar untuk sumber daya energi baru dan terbarukan (EBT). c. Pemanfaatan sumber daya energi nasional Energi dikelola berdasarkan asas kemanfaatan, rasionalitas, efisiensi berkeadilan, peningkatan nilai tambah, keberlanjutan, kesejahteraan masyarakat, pelestarian fungsi lingkungan hidup, ketahanan nasional, dan keterpaduan dengan mengutamakan kemampuan nasional. Bersadarkan asas-asas diatas maka pemanfaatan energi dilakukan dengan: a) Mengoptimalkan seluruh potensi sumber daya energi. b) Mempertimbangkan aspek teknologi, sosial, ekonomi, konservasi, dan lingkungan. c) Memprioritaskan pemenuhan kebutuhan masyarakat dan peningkatan kegiatan ekonomi di daerah penghasil sumber energi. d. Cadangan penyangga energi nasional Rancangan Kebijakan energi nasional 2010-2050 ini nantinya akan menggantikan Perpres No. 5 tahun 2006 dan sudah disetujui oleh DPR dan tinggal menunggu persetujuan dari menteri – menteri terkait dan presiden untuk selanjutnya disahkan menjadi undang-undang dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres). 3. Program Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Dalam upayanya mencapai kedaulatan energi, Pemerintah Indonesia membuat program-program untuk mengembangkan EBT sebagai energi alternatif dalam rangka untuk menerapkan energy mix dan mengurangi pemakaian energi fosil agar tercipta akses dan ketersediaan energi dalam jangka waktu yang relatif panjang, serta keterjangkauan baik biaya maupun daya beli. Adapun energi yang dikembangkan antara lain : a. Pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi dan air b. Pengembangan pembangkit listrik skala kecil berbasis EBT untuk daerah terpencil dan pulau kecil terluar c. Program pengembangan dan pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN) sebagai pengganti BBM d. Pengembangan pulau ikonis energi terbarukan (iconic island) f. Program desa mandiri energi 4. Diplomasi Energi Indonesia Dalam Forum Energi Internasional Diplomasi energi ini dilakukan oleh pemerintah dengan upaya untuk meyakinkan masyarakat internasional bahwa Indonesia merupakan negara yang potensial sebagai pengembang energi baru dan terbarukan. Hal ini bisa dilihat dari potensi
982
Respon Pemerintah Indonesia Terhadap Isu Keamanan Energi Global (Angga Reja Fadlie)
energi baru dan terbarukan yang cukup berlimpah di Indonesia dan bertujuan untuk mendatangkan investasi di bidang energi. a. Kerjasama Indonesia dengan Korea Selatan Forum energi antara Kementerian ESDM dengan Kementerian Perdagangan, Perindustrian dan Energi Republik Korea menghasilkan sebuah Memorandum of Understanding (MoU) baru pada tahun 2012, yang bertujuan untuk melaksanakan studi kelayakan bersama di bidang pengembangan dan pemanfaatan gas, transportasi dan distribusi gas di Indonesia, dan untuk melaksanakan kerja sama di bidang pengembangan energi baru terbarukan dan konservasi energi. Kerjasama lanjutan ini mencakup pengadaan gas melalui investasi di lapangan-lapangan dan pemanfaatan gas yang telah di produksi yang berada di bawah pengawasan pemerintah Indonesia; pembangunan sistem logistik gas; pertukaran pengetahuan dan pengalaman tentang energi terbarukan dan penerapan jaringan listrik cerdas; pembahasan informasi terkait dan dukungan yang diperlukan dalam kerjasama penyebaran energi terbarukan. Kerjasama ini dapat menjadi suatu bekal bagi Indonesia untuk dapat mengembangkan sumber daya manusia agar dapat terampil dalam mengembangkan energi baru dan terbarukan karena, selain kurangnya biaya yang diperlukan untuk melakukan pengembangan EBT juga Indonesia masih kurang dalam sektor SDM. Hal ini di buktikan dengan masih kurangnya pakar energi baru dan terbarukan di Indonesia sehingga menyebabkan pemerintah harus melakukan diplomasi dengan negara untuk menghasilkan suatu kerjasama pengembangan SDM di bidang energi dan kemudian berupaya untuk menarik investor dengan potensi yang ada. b. Kerjasama Indonesia dengan Jepang Kementerian ESDM Republik Indonesia dan Menteri Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang telah mencapai kesepakatan untuk melakukan kerjasama dalam mempromosikan pembangunan tenaga nuklir. Hal ini dengan mempertimbangkan bahwa jepang telah mengoperasikan 55 pembangkit listrik tenaga nuklir komersial yang memiliki kapasitas total 47700 mega wat, dan 2 unit sedang dalam perbaikan dengan 11 unit yang sedang di rencanakan untuk di bangun, tentu saja memiliki teknologi dan pengalaman yang terakumulasi dengan sangat baik dalam pembangunan, perbaikan, dan pengoperasian pembangkit listrik tenaga nuklir sejak tahun 1966. Kerjasama ini hampir sama dengan promosi pembangkit listrik tenaga nuklir dengan korea pada tahun 2006, yang memiliki cakupan kerjasama pertukaran informasi; mendukung persiapan, perencanaan dan promosi dari pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir; pembangunan kapasitas dari pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir. Namun hingga akhir tahun 2012 tenaga nuklir belum dapat di lakukan pembangunannya karena terkendala oleh Acceptibility masyarakat yang masih takut akan radiasi nuklir tersebut jika terjadi kebocoran.
983
eJournalIlmu Hubungan Internasional, 2014, 2 (4): 975 – 988
c. East Asia Summit Pada East Asia Summit kedua yang diselenggarakan pada tanggal 15 Januari 2007 di Cebu, Philipina, terbentuklah sebuah deklarasi untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar konvensional melalui program efisiensi energi dan konservasi yang intens; penggunaan hydropower; ekspansi sistem energi terbarukan dan produksi Bahan Bakar Nabati (BBN). Deklarasi ini juga bertujuan untuk membuka pasar regional dan internasional untuk mendapatkan energi yang Affordable dalam setiap level ekonomi, serta mendorong investasi di bidang energi dan pembangunan infrastruktur. Hal ini merupakan kesempatan yang baik untuk Indonesia, mengingat bahwa Perpres no. 5 tahun 2006 mendorong untuk penggunaan energy mix. Dalam penerapannya di dalam negeri, pemerintah mulai memproduksi BBN dan mempromosikannya sebagai pengganti bahan bakar konvensional di sektor transportasi. Hal ini bisa dilihat di setiap SPBU yang ada di Indonesia, hampir semua mulai mempromosikan dan menjual BBN sebagai pengganti BBM. Di samping itu, deklarasi ini juga bisa mempromosikan potensi EBT yang ada di Indonesia kepada kawasan untuk berinvestasi dalam pengembangan EBT lainya. d. International Energy Agency International Energy Agency (IEA) adalah sebuah organisasi internasional yang berdiri sendiri, yang melaksanakan program energi internasional. IEA bertanggung jawab terhadap perbaikan struktur pasokan dan pemakaian energi dunia dengan mengembangkan sumber-sumber energi alternatif dan meningkatkan penghematan energi. IEA juga menjalankan promosi kerjasama internasional mengenai teknologi energi dan membantu dalam penggabungan antara kebijakan lingkungan dengan kebijakan energi. Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh KESDM menjalin kerjasama dengan IEA pada bulan juni 2009, yang kemudian menghasilkan menghasilkan sebuah Letter of Intent (LOI). Di dalam LOI tersebut dikatakan bahwa kerangka kerjasama tersebut adalah untuk melakukan berbagai program dan kegiatan untuk membantu Indonesia dalam mengembangkan manajemen kebijakan energi serta untuk mendorong pertukaran informasi dua arah antara KESDM dan IEA. Cakupan kerjasama antara IEA dan KESDM adalah sebagai berikut: 1. Optimisasi dari energy mix yang berfokus pada energi terbarukan. 2. Mencakup pasar energi, kerangka kebijakan, dan investasi. 3. Keamanan supply energi, termasuk minyak bumi dan gas bumi untuk keadaan darurat. 4. Konservasi dan efisiensi energi. 5. Teknologi yang lebih bersih dan penyebaran teknologi. 6. Pembangunan fasilitas penelitan energi. 7. Informasi dan statistik energi.
984
Respon Pemerintah Indonesia Terhadap Isu Keamanan Energi Global (Angga Reja Fadlie)
Bentuk-bentuk kerjasama antara IEA dan KESDM adalah berupa tinjauan dan analisis tentang kebijakan energi nasional; pertukaran kebijakan yang tersedia untuk publik, teknis informasi dan penelitian, serta penerbitan data; seminar dan workshop; penempatan pejabat KESDM dan spesialis energi dari indonesia di IEA; jaringan penelitian dan pengembangan IEA; dan partisipasi perwakilan dari KESDM dalam komite IEA.Salah satu hasil implementasi dari kerjasama dari IEA dan KESDM adalah berupa Indonesia Indepth Energy Policy Review (IIEPR). Hal ini dapat membantu Indonesia dalam melakukan pengembangan EBT, karena laporan ini dapat menjadi opsi untuk dimasukan dalam kebijakan energi nasional. e. G-20 Subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang diberikan oleh sejumlah negara dipandang telah mendorong pemborosan dalam konsumsi, hal ini dapat mempengaruhi keamanan energi, menghambat investasi dalam sumber-sumber energi yang ramah lingkungan dan menghambat upaya-upaya untuk mengatasi perubahan iklim. Karena pertimbangan tersebut, dalam KTT G-20 di Pittsburgh pada bulan September 2009 pemimpin-peminpin G-20 bersepakat untuk membatasi dan merasionalisasi subsidi BBM yang dinilai tidak efisien dalam jangka menengah. Selanjutnya di KTT pada bulan November 2010 negara-negara mempertegas kembali komitmen tersebut dengan melaporkan kondisi subsidi BBM mereka. Indonesia pada KTT ini berencana untuk menghapus subsidi BBM secara bertahap dan melakukan pengelolaan sisi permintaan. Hal ini secara tidak langsung dilakukan oleh Indonesia untuk mengundang investor-investor dari negara lain untuk mengembangkan EBT. Karena seperti yang diketahui bahwa jika harga BBM yang bersubsidi lebih murah, maka konsumen pasti akan menggunakan BBM tersebut secara terus-menerus. Namun sebaliknya, jika harga subsidi BBM dikurangi atau bahkan dihilangkan dan kemudian dianjurkan untuk menggunakan energi yang ramah lingkungan, maka dapat dipastikan EBT akan naik permintaannya. Dengan kata lain, investor-investor akan tertarik untuk berinvestasi mengembangkan EBT di Indonesia. f. International Renewable Energy Agency (IRENA) International Renewable Energy Agency (IRENA) merupakan organisasi antar pemerintah yang mendukung negara-negara dalam melakukan transisi pada energi berkelanjutan dimasa depan dan menyajikan sebuah prinsip untuk kerjasama internasional, pusat pembelajaran, dan sebuah mitra dalam hal kebijakan, teknologi, sumber daya, dan pengetahuan financial pada energi terbarukan. IRENA mempromosikan adopsi secara luas dan penggunaan berkelanjutan pada setiap bentuk energi terbarukan, termasuk bioenergi, panas bumi, energi hidro, laut, tenaga matahari, dan tenaga angin dalam tujuan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, akses energi, dan keamanan energi dan pertumbuhan ekonomi rendah karbon dan kesejahteraan.
985
eJournalIlmu Hubungan Internasional, 2014, 2 (4): 975 – 988
Dengan bergabungnya Indonesia dalam IRENA akan membantu Indonesia dalam pengadopsian penggunaan segala bentuk energi terbarukan sebagai prioritas nasional maupun domestik sebagai suatu langkah dalam mencapai energi efisiensi. Hal ini juga memungkinkan Indonesia untuk mencari mitra kerjasama dengan lebih mudah, karena Indonesia mempunyai suatu kekuatan yang cukup berupa potensi yang besar untuk melakukan tawar-menawar dengan negara yang mempunyai teknologi energi terbarukan untuk berinvestasi di Indonesia. Kesimpulan Indonesia merupakan negara net oil importer dengan potensi energi yang meningkat di berbagai sektor yang diiringi dengan berkurangnya produksi minyak bumi. Hal ini menyebabkan Indonesia rentan akan krisis energi di masa depan. Untuk merespon bahaya krisis energi global dengan mengeluarkan Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional sebagai respon awal untuk mengamankan pasokan energi dalam negeri. Sasaran kebijakan Perpres ini adalah tercapainya elastisitas energi lebih dari satu, dan terwujudnya energy mix dengan cara mengembangkan sumber energi baru dan terbarukan sebagai energi primer yang optimal. Namun mengingat tingginya ketergantungan pada minyak bumi, membuat energy mix sulit untuk dilakukan dan dengan kata lain efisiensi energi masih kurang. Hal ini mendorong pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan Undang-Undang No. 30 tahun 2007 tentang energi. Di dalam UU energi ini, kebijakan energi tidak hanya bertujuan untuk mengamankan pasokan energi, tetapi juga mencakup kebijakan pemanfaatan energi. Berdasarkan tujuan dari penelitian ini, maka peneliti memiliki kesimpulan bahwa Indonesia masih belum berhasil untuk menerapkan energy mix sebagai energi primer. Namun, upaya pemerintah untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan masih terus dilakukan dengan merancang Rancangan Kebijakan Energi Nasional 2010-2050 dan melakukan diplomasi energi dengan cara menjalin kerjasama bilateral maupun multilateral.
Daftar Pustaka Literatur Buku : Hamilton, James D. 2010. Historical Oil Shocks. San Diego: University of California. Hubbert, M. King. 1971. The 4th Symposium on Engineering Problems of Fussion Research, Washington DC. Karlsson, David. 2010. Is Energy in Sweeden Secure?. Uppsala, Sweeden: Uppsala University. Nugroho, Riant. 2006. Kebijakan Publik Untuk Negara-Negara Berkembang: Model-Model Perumusan, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: Elex Media Computindo. Parsons, Wayne. 2005. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Jakarta: Kencana
986
Respon Pemerintah Indonesia Terhadap Isu Keamanan Energi Global (Angga Reja Fadlie)
Plano, Jack C. 1982. The International Relation Dictionary. England: Clio Press Ltd. Plischke, Elmer. 1979. Modern Diplomacy. United States of America: American Enterprise Institute for Public Policy Research. Pogue, J. E. 1921. The Economics of Petroleoum. New York: John Willey & Sons. Roy, S. L. 1991. Diplomasi.Terjemahan oleh Herwanto dan Mirsawati. Jakarta: CV. Rajawali. Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. UNECE. 2007. Emerging Global Energy Security Risk series no. 36. Newyork and Geneva : United Nations. Wesley, Michael. 2007. Energy Security in Asia. London and New York: Routledge. Widodo, Joko. 2007. Analisis Kebijakan Publik: KOnsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik. Malang: Bayu Media Publishing. Internet : Anonim. http://www.bappenas.go.id/files/8513/5071/7947/laporan-akhir-policypaper-v10d__20130315150536__3751__0.pdf diakses pada 3 September 2014 ______. Peresmian (Launching) Uji Jalan (Road Test) Pemanfaatan Biodiesel (B20) Pada Kendaraan Bermotor dalam http://www.lemigas.esdm.go.id/id/berita-636-peresmian-launching-ujijalan-road-test-pemanfaatan-biodiesel-b20-pada-kendaraan-bermotor.html diakses pada 25 September 2014 ______. Komitmen Indonesia Untuk Pembatasan Subsidi Bahan Bakar Fosil dan Peningkatan Efisiensi Energi di G20 dalam http://www.kemenkeu.go.id/en/Kajian/komitmen-indonesia-untukpembatasan-subsidi-bahan-bakar-fosil-dan-peningkatan-efisiensi diakses pada 29 September 2014 ______. Program Desa Mandiri Energi (DME) Departemen ESDM dalam http://www.indonesia.go.id/kementerian/kementerian/kementerian-energidan-sumber-daya-mineral/335-provinsi-lampung-energi/2207-programdesa-mandiri-energi-dme-departemen-esdm diakses pada 25 September 2014 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. IEA Serahkan Buku Energy Outlook South East Asia Kepada DPR yang terdapat pada http://www.dpr.go.id/id/berita/komisi7/2013/sep/30/6796/iea-serahkanbuku-energy-outlook-souteast-asia-kepada-dpr diakses pada 10 oktober 2013 International Energy Agency. History dalam http://www.iea.org/aboutus/history/ diakses pada 10 oktober 2013
987
eJournalIlmu Hubungan Internasional, 2014, 2 (4): 975 – 988
International Renewable Energy Agency. About IRENA dalam http://www.irena.org/menu/index.aspx?mnu=Pri&PriMenuID=13 diakses pada 29 September 2014 Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia, Pemerintah Siapkan PLTA 2030 dalam http://esdm.go.id/berita/39-listrik/4650-pemerintah-siapkan-plta2030-mw-.html diakses pada 25 September 2014 Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program dalam http://www.kemenkeu.go.id/en/Kajian/analisis-biaya-dan-manfaatpembiayaan-investasi-limbah-menjadi-energi-melalui-kredit-program diakses pada 25 September 2014 Kementerian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia, Buku Putih diakses dari www.batan.go.id/ref_utama/buku_putih_energi.pdf pada tanggal 1 September 2014 Pranoto, M. Arief, Geopolitik – Energy Security Untuk Kepentingan Nasional RI dalam http://www.theglobalreview.com/content_detail.php?lang=id&id=12682&type=4#.UyxtPmSzd0 diakses pada tanggal 22 maret 2014 Tumiran, Anggtota Dewan Energi Nasional (DEN), Road Map Menuju Kedaulatan Energi dalam http://pse.ugm.ac.id/wp/wpcontent/uploads/Road-Map-Menuju-Kedaulatan-Energi-Dr.-TumiranDEN.pdf diakses pada 21 September 2014
988